trauma

31
Trauma PENDAHULUAN Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut: 1. Trauma tumpul 2. Trauma tembus bola mata 3. Trauma kimia Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa kelainan ringan saja sampai kebutaan. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola mata. Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.

Upload: ari-revianto

Post on 02-Jul-2015

464 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRAUMA

Trauma

PENDAHULUAN

Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata.

Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi.

Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan

kehilangan mata. Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:

1. Trauma tumpul

2. Trauma tembus bola mata

3. Trauma kimia

Bentuk kelainan pada mata yang terkena trauma (trauma oculi) bisa hanya berupa

kelainan ringan saja sampai kebutaan. Kelainan yang diakibatkan oleh trauma mata sesuai

dengan berat ringannya serta jenis trauma itu sendiri yang dapat menyerang semua organ

struktural mata sehingga menyebabkan gangguan fisiologis yang reversibel ataupun non-

ireversibel. Trauma oculi dapat menyebabkan perdarahan, adanya laserasi, perforasi, masuknya

benda asing ke dalam bola mata, kelumpuhan saraf, ataukah atrofi dari struktur jaringan bola

mata.

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi

gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan mata: kelopak, konjungtiva,

kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita.

ANAMNESA

Pada anamnesis kasus trauma mata ditanyakan mengenai proses terjadi trauma, benda apa

yang mengenai mata tersebut, bagaimana arah datangnya benda yang mengenai mata tersebut

apakah dari depan, samping atas, bawah dan bagaimana kecepatannya waktu mengenai mata.

Perlu ditanyakan pula berapa besar benda yang mengenai mata dan bahan benda tersebut apakah

terbuat dari kayu, besi atau bahan lain. Apabila terjadi penurunan penglihatan, ditanyakan

apakah pengurangan penglihatan itu terjadi sebelum atau sesudah kecelakaan. Ditanyakan juga

kapan terjadinya trauma. Apakah trauma disertai dengan keluarnya darah dan rasa sakit dan

apakah sudah dapat pertolongan sebelumnya.

Page 2: TRAUMA

PEMERIKSAAN FISIK

1. Menilai tajam penglihatan, bila parah: diperiksa proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik

dan defek pupil aferen.

2. Pemeriksan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita. Lakukan palpasi untuk mencari

defek pada tepi tulang orbita.

3. Pemeriksaan permukaan kornea : benda asing, luka dan abrasi

4. Inspeksi konjungtiva: perdarahan/tidak

5. Kamera okuli anterior: kedalaman, kejernihan, perdarahan

6. Pupil: ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya (dibandingkan dengan mata yang lain)

7. Oftalmoskop: menilai lensa, korpus vitreus, diskus optikus dan retina.

Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai prosedur diagnostik,

antara lain:

1. Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu akibat kerusakan

kornea, aqueus humor, iris dan retina.

2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler,

glukoma.

3. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25 mmHg.

4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau

meningkat ringan.

5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray): mengkaji

struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea.

6. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi.

Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes.

TRAUMA TUMPUL

A. Tauma tumpul yang terjadi dapat mengakibatkan beberapa hal, yaitu:

1. Hematoma Palpebra

Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan, tetapi bila terjadi pada kedua

mata, hati-hati kemungkinan adanya fraktur basis kranii.

2. Hifema

Page 3: TRAUMA

Perdarahan dalam kamera okuli anterior, yang berasal dari pembuluh darah iris atau

korpus siliaris, biasanya di sertai odema kornea dan endapan di bawah kornea, hal ini

merupakan suatu keadaan yang serius.

Pembagian hifema:

a. Hifema primer, timbul segera oleh karena adanya trauma.

b. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma. Hifema ringan

tidak mengganggu visus, tetapi apabila sangat hebat akan mempengaruhi visus

karena adanya peningkatan tekanan intra okuler.

Komplikasi hifema:

a. Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah pada sudut

kamera okuli anterior.

b. Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamel-lamel kornea,

sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan visus sangat menurun.

3. Galaukoma

Di sebabkan oleh karena robekan trabekulum pada sudut kamera okuli anterior, yang di

sebut “traumatic angle” yang menyebabkan gangguan aliran akquos humour.

4. Iridoparese atau irodoplegia

Adalah adanya kelumpuhan pada otot pupil sehingga terjadi midriasis.

5. Iridodialisis

Ialah iris yang pada suatu tempat lepas dari pangkalnya, pupil menjadi tdak bula dan di

sebut dengan pseudopupil.

6. Perdarahan pada badan vitreum

Perdarahan yang terjadi berasal dari korpus siliare, karena banyak terdapat eritrosit pada

korpus siliare, visus akan sangat menurun.

7. Prolaps Iris

Prolaps iris dapat terjadi saat perforasi kornea akibat beberapa sebab, yaitu setelah

trauma, setelah operasi, akibat perforasi ulkus kornea atau corneal melt. Prolaps iris merupakan

kondisi serius yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan infeksi dan hilangnya bola mata.

Jika prolaps iris itu tereksposur,seperti pada laserasi kornea, tindakan bedah segera diperlukan,

Page 4: TRAUMA

karena infeksi dapat menyebar melalui iris menuju bola mata. Jika prolaps iris tertutupi oleh

konjungtiva, misal pada luka post operasi, maka intervensi bedah segera tidak terlalu

diperlukan.Iris merupakan jaringan yang sensitif pada mata. Jika terjadi prolaps iris maka pasien

sering mengeluhkan nyeri. Iris dapat mengalami prolaps setelah operasi (operasi katarak,

transplantasi kornea), trauma (laserasi kornea, laserasi sklera), akibat perforasi ulkus kornea dan

corneal melt yang berhubungan dengan rheumatoid arthritis. Pada prolaps iris perifer, iris akan

tampak seperti lempengan jaringan berwarna, akibat sinekia parsial perifer (gambar 1). Saat

prolaps terjadi di sentral maka seluruh tepi pupil akan prolaps sehingga terjadi sinekia anterior

total. Pada pasien dengan perforasi kornea, prolaps iris akan tereksposur. Tampilan iris dapat

bermacam-macam tergantung dari lamanya prolaps. Pada prolaps iris yang baru saja terjadi iris

masih viable, namun seiring berjalannya waktu iris akan mengering dan akan menjadi non

viable. Saat prolaps iris telah keluar dari luka pada sklera maka akan tampak seperti massa

berwarna yang terletak dibawah konjungtiva. Pada kasus ini iris akan tetap viable dalam waktu

yang lama.

Gambar 1. Prolaps iris

Dikutip dari kepustakaan 6 Schlote T. Pocket Atlas of Ophthalmology. Stuttgart. Georg Thieme

Verlag.

2006.125

8. Iridodialisis

Iridodialisis adalah keadaan dimana iris terlepas dari pangkalnya sehingga bentuk pupil

tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang. Saat mata kita berkontak dengan benda asing,

maka mata akan bereaksi dengan menutup kelopak mata dan mata memutar ke atas. Ini

alasannya mengapa titik cedera yang paling sering terjadi adalah pada temporal bawah pada

mata. Pada daerah inilah iris sering terlihat seperti peripheral iris tears (iridodialisis). Saat mata

Page 5: TRAUMA

tertekan maka iris perifer akan robek pada akarnya dan meninggalkan crescentic gap yang

berwarna hitam tetapi reflek fundus masih dapat diobservasi

Gambar 2. Iridodialisis

Hal ini mudah terjadi karena bagian iris yang berdekatan dengan badan silier gampang robek.

Lubang pupil pada pangkal iris tersebut merupakan lubang permanen karena iris tidak

mempunyai kemampuan regenerasi.Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal

iris sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Perubahan bentuk pupil maupun perubahan ukuran

pupil akibat trauma tumpul tidak banyak mengganggu tajam penglihatan penderita. Pasien akan

melihat ganda dengan satu matanya. Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya

iridodialisis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka

pada pasien sebaiknya dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang

terlepas.

9. Ruptur Sklera

Ruptur sklera paling sering mengenai lapisan sklera paling tipis yaitu pada insersi otot

ekstra okular (rektus), limbus dan daerah sekitar N.II. Biasa ditandai dengan perdarahan

periokuler dan intraokuler, ketajaman penglihatan sama atau kurang dari kemampuan melihat

lambaian tangan, tekanan intraokuler < 5 mmHg, kedalaman COA asimetris dan atau kesulitan

menilai fundus, pada pemeriksaan slit lamp biomicroscopy tampak kekeruhan vitreus pada sisi

yang ruptur dan pada pemeriksaan tambahan dengan Echography akan tampak vitreus yang

inkarserata, penebalan atau pelepasan retina, kontur sklera yang irreguler, penurunan reflex

sklera, perdarahan episkleral. Perbaikan terhadap ruptur sklera harus segera dilakukan begitu

ditemukan

Page 6: TRAUMA

dengan menjahit sklera. Kemungkinan untuk mengembalikan penglihatan sangat kurang pada

ruptur sklera posterior yang luas, tetapi dengan instrumentasi bedah dan pemahaman

patofisiologi yang lebih baik, memungkinkan untuk mempertahankan penglihatan pada derajat

tertentu.

10. Katarak Traumatik

Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul terlihat

sesudah beberapa hari ataupun tahun. Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera

benda asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Tembakan sering merupakan

penyebab, sedangkan penyebab yang lebih jarang adalah anak panah, batu, pajanan berlebih

terhadap panas, sinar X, dan bahan radioaktif. Pasien mengeluhkan penglihatan kabur secara

mendadak. Mata menjadi merah, lensa opak, dan mungkin terjadi perdarahan intraokuler.

Apabila humour aqueus dan korpus vitreum keluar dari mata, mata menjadi sangat lunak. Pada

trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa

menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak ( imprinting)

yang disebut cincin Vossius.Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat,

perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan

terbatas kecil. Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak

dengan cepat disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.

Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan bercampur makrofag

dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanafilaktik. Lensa dengan

kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan apa

yang disebut sebagai cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat

mutiara Elsching. Pengobatan pada katarak traumatik adalah dengan memberikan antibiotik

sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam beberapa hari untuk memperkecil

kemungkinan uveitis. Atropin sulfat 1% sebanyak satu tetes tiga kali dalam sehari dianjurkan

untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.9

Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya

dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada anak

dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder. Pada katarak trauma apabila tidak

terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti

glaukoma, uveitis dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis

Page 7: TRAUMA

dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin

Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat

disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.

B. Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur

bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat anestesi umum.

Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena

kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik

dapat diberikan secara parenteral spektrum luas. Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus

diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus

menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat

meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi

intraokular.

Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan

perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa

jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri,

dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan

darah.

Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula,

robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus. Vitrektomi

merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.

Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus

tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata

diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak

darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu :

1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap.

2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan.

3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.

Page 8: TRAUMA

4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida).

5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada

tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau

bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.

8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5

hari.

10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior.

11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:

- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi

penjepitan

- Enoftalmos 2 mm atau lebih

- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan

menyebabkan enoftalmos.

Penundaan pembedahan selama 1 – 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat

menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan

keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara

bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva. Periorbita diinsisi dan

diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan dasar. Jaringan yang

mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.

TRAUMA TEMBUS

Adalah suatu trauma dimana sebagian atau seluruh lapisan cornea dan sclera mengalami

keruskan.

Page 9: TRAUMA

A. Etiologi

Terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bulbus oculi:

1. Logam: magnit, bukan magnit

2. Non logam

B. Manifestasi Klinis

Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan berbagai keadaan seperti berikut :

a. Trauma tembus pada palpebra

Mengenai sebagian atau seluruhnya, jika mengenai levator apaneurosis dapat

menyebabkan suatu ptosis yang permanen.12

Gambar. 3 Laserasi palpebra

b. Trauma tembus pada saluran lakrimalis

Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis sampai ke rongga

hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air mata.12

c. Trauma tembus pada Orbita

Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik,

menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga menimbulkan paralisis dari otot

dan diplopia. Selain itu juga bisa menyebabkan infeksi, menimbulkan selulitis orbita, karena

adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita. 12

Page 10: TRAUMA

Gambar. 4 Trauma tembus orbita

d. Trauma tembus pada Kongjungtiva

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva. Bila robekan konjungtiva ini

kecil atau tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan lebih dari 1

cm perlu dilakukan penjahitan untuk mencegah granuloma. Pada setiap robekan conjungtiva

perlu diperhatikan juga robekan sklera yang biasa disertai robekan konjungtiva. Disamping itu,

pemberian antibiotik juga perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.12

Gambar. 5 Trauma tembus subkunjungtiva

e. Trauma tembus pada Sklera

Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekanan bola mata dan

kamera okuli jadi dangkal, luka sklera yang lebar dapat disertai prolap jaringan bola mata,

sehingga bisa menyebabkan infeksi dari bagian dalam bola mata.12

Page 11: TRAUMA

f. Trauma tembus pada Kornea

Bila luka tembus mengenai kornea dapat menyebabkan gangguan fungsi penglihatan

karena fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea menyebabkan iris

prolaps, korpus vitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal ini dapat menurunkan visus.12

Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresia (+). Jaga

jangan sampai terkena infeksi, sehingga menyebabkan timbulnya ulkus atau herpes pada kornea.

Lakukan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika yang berspektrum luas, lokal dan sistemik.

Benda asing di kornea diangkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain. Kalau mulai ada

neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau subkonjungtiva. Tetapi jangan

diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes kornea.12

Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan,

kemudian ditarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di kornea

luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjingtiva. Jika luka di kornea

itu disertai prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di repossisi, robekan di

kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva. Kalau luka telah berlangsung beberapa jam,

sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan penisilin 10.000 U/cc, sebelum

kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika dengan spektrum luas dan

sistemik, juga subkonjungtiva.12

Gambar .6 Laserasi kornea

g. Trauma tembus pada Uvea

Page 12: TRAUMA

Bila terdapat luka pada uvea maka dapat menyebabkan pengaturan banyaknya cahaya

yang masuk sehingga muncul fotofobia atau penglihatan kabur.12

h. Trauma tembus pada Lensa

Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga menurunkan

daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena daya akomodasi tidak adekuat.12

i. Trauma tembus pada Retina

Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada rongga badan kaca,

hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang dalam badan kaca.12

j. Trauma tembus pada corpus siliar

Luka pada corpus siliar mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar

dapat menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang berakhir dengan ptisis bulbi pada mata

yang terkena trauma. Sedangkan pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Oleh

karena itu, bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak

dapat melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap menjadi baik.12

C. Patofisiologi

Benda asing dengan kecepatan tinggi (trauma karena suatu ledakan) akan menembus seluruh

lapisan sclera atau cornea serta jaringan lain dalam bulbus oculi sampai ke segmen posterior

kemudian bersarang didalamnya bahkan dapat mengenai os orbita. Dalam hal ini akan ditemukan

suatu luka terbuka dan biasanya terjadi prolaps (lepasnya) iris, lens, ataupun corpus vitreus.

Perdarahan intraocular dapat terjadi apabila trauma mengenai jaringan uvea, berupa hifema atau

henophthalmia.

Trauma yang disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata, maka akan

terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti tajam penglihatan yang menurun, laserasi kornea,

tekanan bola mata rendah, bilik mata dangkal, bentuk dan letak pupil yang berubah, terlihat

ruptur pada kornea atau sklera, terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa,

badan kaca, atau retina, katarak traumatik, dan konjungtiva kemosis.

Pada perdarahan yang hebat, palpebra menjadi bengkak, berwarna kebiru-biruan, karena jaringan

ikat palpebra halus. Ekimosis yang tampak setelah trauma menunjukkan bahwa traumanya kuat,

sehingga harus dilakukan pemeriksaan dari bagian-bagian yang lebih dalam dari mata, juga perlu

dibuat foto rontgen kepala. Perdarahan yang timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya

fraktur dari dasar tengkorak. Sebagian besar cedera tembus menyebabkan penurunan penglihatan

Page 13: TRAUMA

yang mencolok, tetapi cedera akibat partikel kecil berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh

tindakan menggerinda atau memalu mungkin hanya menimbulkan nyeri ringan dan kekaburan

penglihatan. Tanda-tanda lainnya adalah kemosis hemoragik, laserasi konjungtiva, kamera

anterior yang dangkal dengan atau tanpa dilatasi pupil yang eksentrik, hifema, atau perdarahan

korpus vitreus. Tekanan intraokuler mungkin rendah, normal, atau yang jarang sedikit meninggi.

Gambar. Lokasi cedera mata; tampak depan

Gambar. Lokasi cedera mata; tampak samping

D. Pemeriksaan Penunjang

Page 14: TRAUMA

1. Pemeriksaan Radilogi

Pemeriksaan radiologi pada trauma mata sangat membantu dalam menegakkan diagnosis,

terutama bila ada benda asing. Pemeriksaan USG dilakukan untuk menentukan letaknya.

2. Pemeriksaan CT Scan

E. Komplikasi

Endoftalmitis, panoftalmitis, ablasi retina, haemorraghic intraocular, dan ptisis bulbi.

F. Penatalaksanaan

Diberikan antibiotik topical, mata ditutup, dan segera dikirim pada dokter mata untuk dilakukan

pembedahan. Diberikan antibiotik sistemik secara oral atau intravena, anti tetanus profilaktik,

analgesik, dan sedatif bila perlu. tidak boleh diberikan steroid local dan bebat tidak boleh

menekan bola mata. Pengeluaran benda asing sebaiknya dilakukan di rumah sakit dengan

fasilitas yang memadai.

TRAUMA ASAM

A. Etiologi

Bahan kimia asam yang sering menyebabkan trauma kimia asam pada mata antara lain :

asam sulfat, sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat,dan asam

hidroflorida. Akibat ledakan baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin

merupakan penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata. Asam Hidroflorida dapat

ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum, dan cairan pembersih

yang kuat.

B. Patofisiologi

Trauma asam merupakan salah satu jenis trauma kimia mata dan termasuk

kegawatdaruratan mata yang disebabkan zat kimia bersifat asam dengan pH < 7. Beberapa zat

asam yang sering mengenai mata adalah asam sulfat, asam asetat, hidroflorida, dan asam klorida.

Page 15: TRAUMA

Jika mata terkena zat kimia bersifat asam maka akan terlihat iritasi berat yang sebenarnya akibat

akhirnya tidak berat. Asam akan menyebabkan koagulasi protein plasma. Dengan adanya

koagulasi protein ini menimbulkan keuntungan bagi mata, yaitu sebagai barrier yang cenderung

membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut. Hal ini berbeda dengan basa yang mampu

menembus jaringan mata dan akan terus menimbulkan kerusakan lebih jauh. Selain keuntungan,

koagulasi juga menyebabkan kerusakan konjungtiva dan kornea. Dalam masa penyembuhan

setelah terkena zat kimia asam akan terjadi perlekatan antara konjugtiva bulbi dengan

konjungtiva tarsal yang disebut simblefaron.

Asam dipisahkan dalam dua mekanisme, yaitu ion hidrogen dan anion dalam kornea.

Molekul hidrogen merusak permukaan okular dengan mengubah pH, sementara anion merusak

dengan cara denaturasi protein, presipitasi dan koagulasi. Koagulasi protein umumnya mencegah

penetrasi yang lebih lanjut dari zat asam, dan menyebabkan tampilan ground glass dari stroma

korneal yang mengikuti trauma akibat asam. Sehingga trauma pada mata yang disebabkan oleh

zat kimia asam cenderung lebih ringan daripada trauma yang diakibatkan oleh zat kimia basa

(Randleman & Bansal, 2009). Asam hidrofluorik adalah satu pengecualian. Asam lemah ini

secara cepat melewati membran sel, seperti alkali. Ion fluoride dilepaskan ke dalam sel, dan

memungkinkan menghambat enzim glikolitik dan bergabung dengan kalsium dan magnesium

membentuk insoluble complexes. Nyeri local yang ekstrim bisa terjadi sebagai hasil dari

immobilisasi ion kalsium, yang berujung pada stimulasi saraf dengan pemindahan ion potassium.

Fluorinosis akut bisa terjadi ketika ion fluoride memasuki sistem sirkulasi, dan memberikan

gambaran gejala pada jantung, pernafasan, gastrointestinal, dan neurologic.

Bahan kimia asam yang mengenai jaringan akan mengadakan denaturasi dan presipitasi

dengan jaringan protein disekitarnya, karena adanya daya buffer dari jaringan terhadap bahan

asam serta adanya presipitasi protein maka kerusakannya cenderung terlokalisir. Bahan asam

yang mengenai kornea juga mengadakan presipitasi sehingga terjadi koagulasi, kadang – kadang

seluruh epitel kornea terlepas. Bahan asam tidak menyebabkan hilangnya bahan proteoglikan di

kornea. Bila trauma diakibatkan asam keras maka reaksinya mirip dengan trauma basa.4

Bila bahan asam mengenai mata maka akan segera terjadi koagulasi protein epitel kornea

yang mengakibatkan kekeruhan pada kornea, sehingga bila konsentrasi tidak tinggi maka tidak

akan bersifat destruktif seperti trauma alkali biasanya kerusakan hanya pada bagian superfisial

Page 16: TRAUMA

saja. Koagulasi protein ini terbatas pada daerah kontak bahan asam dengan jaringan. Koagulasi

protein ini dapat mengenai jaringan yang lebih dalam. 8

Gambar 1 Trauma pada Mata Akibat Bahan Kimia Asam

C. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang tepat pada trauma kimia adalah irigasi dengan menggunakan salin isotonic

steril dan memeriksa pH permukaan mata dengan meletakkan seberkas kertas indicator di

forniks. Ulangi irigasi apabila pH tidak terletak antara 7,3-7,7. Trauma asam pada dasarnya akan

kembali normal, namun jika perlu dapat diberikan anastesitopikal, penetralisir natrium

bikarbonat 3%, dan antibiotik.

TRAUMA BASA

A. Patofisiologi

Trauma akibat bahan kimia basa akan memberikan iritasi ringan pada mata apabila dilihat

dari luar. Namun, apabila dilihat pada bagian dalam mata, trauma basa ini mengakibatkan suatu

kegawatdaruratan. Basa akan menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan

cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan

kolagen kornea. Bahan kimia basa bersifat koagulasi sel dan terjadi proses persabunan, disertai

dengan dehidrasi. Trauma basa biasanya lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan

basa memiliki dua sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat secara cepat untuk penetrasi

sel membran dan masuk ke bilik mata depan, bahkan sampai retina.

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH

yang tinggi alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak

membrane sel. Akibat persabunan membrane sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari

Page 17: TRAUMA

pada alkali. Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumapalan

sel kornea atau keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati.

Akibat edema kornea akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea.

Serbukan sel ini cenderung disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau

neovaskularisasi. Akibat membrane sel basal epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel

diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan berhubungan langsung dengan stroma

dibawahnya melalui plasminogen activator. Bersamaan dengan dilepaskan plasminogen aktivatir

dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan

penyembuhan empitel yang berkelanjutan dengan tukak kornea dan dapat terjadi perforasi

kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan puncaknya terdapat pada hari

ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu setelah trauma kimia.

Pembentukan tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau vaskularisasi telah

menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata depan maka akan

terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu terdapat kadar

glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsur ini memegang peranan penting dalam

pembentukan jaringan kornea.

Gambar 2 Kekeruhan Kornea Akibat Trauma Basa.11

Page 18: TRAUMA

Gambar 3 Gambaran “Cooked fish eye” Akibat Trauma Alkali. 12

Gambar 4 Kornea Menjadi Keruh Akibat Trauma Alkali.

B. Klasifikasi

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:

Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel

kornea

Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Tindakan bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik

selama mungkin. Bila mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit setelah trauma.

Penderita diberi sikloplegia, antibiotika, EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1

minggu trauma basa, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ketujuh.

Penyulit yang dapat terjadi adalah simblefaron, kekeruhan kornea, edema, dan neovaskularisasi

kornea, katarak, disertai dengan ptisis bola mata.

Page 19: TRAUMA

C. Manifestasi Klinis

1. Kelopak Mata :

a. Trauma alkali akan membentuk jaringan parut pada kelopak.

b. Margo palpebra rusak sehingga mengakibatkan gangguan ada break up time air mata.

c. Lapisan air pada depan kornea atau tear film menjadi tidak normal.

d. Terjadinya pembentukan jaringan parut pada kelenjar asesori air mata yang

mengakibatkan mata menjadi kering.

2. Konjungtiva :

a. Terjadi kerusakan pada sel goblet.

b. Sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang daya basahnya pada setiap kedipan

kelopak. Dapat terjadi simblefaron pada konjungtiva bulbi yang akan menarik bola

mata sehingga pergerakan mata menjadi terbatas.

c. Konjungtiva chemosis

d. Akibat terjadinya simblefaron penyebaran air mata menjadi tidak merata.

e. Terjadi pelepasan kronik daripada epitel kornea.

f. Terjadi keratinisasi (pertandukan) epitel kornea akibat berkurangnya mucin.

3. Lensa :

Lensa keruh diakibatkan kerusakan kapsul lensa.

D. Pemeriksaan

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat sudah terigasi

dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topical boleh digunakan

untuk membantu pasien lebih nyaman dan kooperatif. Setalah dilakukan irigasi, pemeriksaan

mata yang seksama dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan

keutuhan kornea, derajat iskemik limbus dan tekanan intra okuli.2

Pada kasus trauma basa dapat dijumpai kerusakan kornea yaitu terjadi kekeruhan kornea,

konjungtivalisasi pada kornea, neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang

menetap dan berulang serta perforasi kornea. Apabila trauma basa tersebut mengakibatkan

penetrasi kedalam intraokuler dapat kita jumpai adanya komplikasi katarak, glaukoma sekunder

dan kasus berat ptisis bulbi. Kelainan lain yang dapat dijumpai yaitu pada palpebra berupa

Page 20: TRAUMA

jaringan parut pada palpebra dan sindroma mata kering. Pada konjungtiva dapat dijumpai adanya

simbleparon.2

2. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam kasus trauma basa mata adalah pemeriksaan

pH bola mata secara berkala. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH netral.

Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp yang bertujuan untuk mengetahui

lokasi luka. Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat

pula dilakukan pemeriksaan tonometri untuk mengatahui tekanan intraocular.

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan untuk menangani trauma basa pada mata adalah :

1. Bila terjadi trauma basa adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam fisiologik

selama mungkin. Irigasi dilakukan sampai pH menjadi normal, paling sedikit 2000 ml

selama 30 menit. Bila dilakukan irigasi lebih lama akan lebih baik.

2. Untuk mengetahui telah terjadi netralisasi basa dapat dilakukan pemeriksaan dengan

kertas lakmus. pH normal air mata 7,3.

3. Bila penyebabnya adalah CaOH, dapat diberi EDTA karena EDTA 0,05 dapat bereaksi

dengan CaOH yang melekat pada jaringan.

4. Pemberian antibiotika dan debridement untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.

5. Pemeberian sikloplegik untuk mengistirahatkan iris mengatasi iritis dan sinekia posterior.

6. Pemberian Anti glaukoma (beta blocker dan diamox) untuk mencegah terjadinya

glaucoma sekunder.

7. Pemberian Steroid secara berhati-hati karena steroid menghambat penyembuhan. Steroid

diberikan untuk menekan proses peradangan akibat denaturasi kimia dan kerusakan

jaringan kornea dan konjungtiva. Steroid topical ataupun sistemik dapat diberikan pada 7

hari pertama pasca trauma. Diberikan Dexametason 0,1% setiap 2 jam. Steroid walaupun

diberikan dalam dosis tinggi tidak mencegah terbentuknya fibrin dan membrane siklitik.

8. Kolagenase inhibitor seperti sistein diberikan untuk menghalangi efek kolagenase.

Diberikan satu minggu sesudah trauma karena pada saat ini kolagenase mulai terbentuk.

9. Pemberian Vitamin C untuk pembentukan jaringan kolagen.

10. Selanjutnya diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kontak lembek dan artificial tear

(air mata buatan).

Page 21: TRAUMA

11. Operasi Keratoplasti dilakukan bila kekeruhan kornea sangat mengganggu penglihatan.

E. Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis

trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain

:2,5,7

1. Simblefaron

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler

3. Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata

yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa

hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun

gejala sisa dari trauma mata. Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan

katarak, selain menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa

yang masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan PH cairan akuos dan menurunkan

kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan.

Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam, namun karena trauma asam sukar

masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa maka jarang

4. Ptisis bulbi

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. FK-UI, Jakarta.Wijaya, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: EGC.