translate jurnal agenesis paru
DESCRIPTION
Jurnal Ageneis ParuTRANSCRIPT
Agenesis pulmonal: Pentingnya Diagnosis
Penyakit pada sistem respirasi saat ini menjadi gangguan yang sering muncul dalam bidang
pediatric. Meskipun infeksi menjadi penyakit utama yang sering muncul, namun perubahan
struktur dapat menjadi satu faktor yang bertanggung jawab atas hal tersebut. Malformasi
congenital pada paru merupakan kelainan yang jarang dan memiliki derajat keparahan yang
bervariasi. Agenesis arteri pulmonal adalah salah satu anomaly kongental secara embriologi yang
jarang muncul akibat yang terjadi karena involusi awal bagian proksimal dari arkus aorta selama
perkembangan terbentuknya jantung janin.1 Kondisi ini dapat menibulkan manifestasi berupa
ketiadaan paru secara total dan parsial pada sisi yang sama (perkiraan insidensi dari agenesis
pulmonal total adalah 0,0034-0,0097%2), dengan adanya gambaran hiperplastik dan kompensasi
pada paru kontralateral.
Agenesis arteri pulmonal bilateral tidak dapat bertahan hidup. Pada situasi ini cabang arteri
pulmonal kanan secara umum bermanifestasi sebagai lesi yang terisolasi, sementara cabang arteri
pulmonal kiri biasanya berkaitan dengan malformasi kardiovaskular,1 dengan peningkatan
insidensi pada jenis kelamin laki-laki. Agenesis arteri pulmonal biasanya ditoleransi dengan
baik namun dengan manifestasi infeksi berulang, hemoptisis, dan nyeri dada pleuritik, disamping
gejala klinis lainnya. Toleransi kompensasi menjadi rumit ketika kondisi sudah terkait dengan
kompresi vascular, bronkomalasia, stenosis trakea, atau malformasi lainnya.3
Kekambuhan asma pada pasien dengan anomali paru kongenital merupakan kasus yang sangat
jarang. Hubungan tersebut hanya pernah dilaporkan dua kali sebelumnya yang mana keduanya
adalah pasien dewasa yang tercatat dengan agenesis pulmonal dan terkait dengan asma.
Gambaran yang kurang lebih sama seperti pada laporan pasien anak-anak pada literature pasien
dengan usia 8 tahun dengan aplasia pulmonal yang juga mengidap asma.4
Pada anak-anak, sisi toraks yang terkena biasanya menurun dari segi ukuran, dengan
pengurangan pada amplitude inspirasi, skoliosis, suara vesikuler yang melemah, dan pekak pada
perkusi di sisi yang terkena. Secara radiologis, tampak adanya perubahan posisi dari
mediastinum jantung dan pembuluh darah besar menuju hemitoraks yang yang mengalami
kelainan dengan adanya pengurangan pada ruang interkostal dan peninggian diafragma.
Konfirmasi diagnostik didasarkan pada pencitraan MRI yang memperlihatkan ketiadaan atau
hipoplasia arteri pulmonal yang mengharuskan MRI angiografi atau CT-angiografi eksplorasi.
Teknik ini memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan
echocardiografi dan kateterisasi arteri.2
Kami menampilkan pasien anak laki-laki berusia 8 tahun yang dilaporkan ke pelayanan gawat
darurat dengan demam (puncak39,50C), batuk, dan produksi mukus selama 3 hari sebelumnya.
Pasien mengalami muntah dengan kandungan mukus serta rejeksi parsial dari makanan. Pasien
ini didiagnosis dengan asma alergi dan rhinokonjungtivitis dengan respon alergi terhadap debu.
Terapi lanjutan dengan solusio desloratadine dan montelukast tablet kunyah (5 mg) satu kali
sehari selam 2 tahun. Pasien tersebut juga mengalami wheezing saat aktivitas dan episode
dispnoe sebagai respon terhadap aktivitas fisik, yang mendapat respon adekuat bila diber terapi
inhalasi salbutamol.
Riwayat penyakit keluarga: maternal uncle dengan histiocitosis X
Riwayat Pribadi: Usia kehamilan: 40 minggu. Hasil temuan USG prenatal dalam batas normal.
Amniosintesis: normal. Karyotipe: 46XY. Persalinan dengan induksi pervaginam tanpa bantuan
alat. Apgar 9/10. Berat 3.895 kg (P75). Panjang 54,5 cm (>P97). Lingkar kepala: 34 cm(P). tidak
ada tanda patologis dalam cairan amnion. Pasien mengalami kesulitan respirasi 16 jam setelah
kelahiran, dengan diagnosis pneumomediastinum, hipertensi pulmonal, dan hubungan intraatrial
yang minimal. Pasien tersebut juga mengalami keluhan pada usia 8 bulan karena
bronkopneumonia. Foto thoraks memperlihatkan infiltrasi bilateral di daerah basal dengan pola
interstisial. Pada posterior, pasien mengalami episode pneumonia berulang pada hemitoraks
kanan, yang berkurang dengan pemberian amoxicillin oral (80 mg/kgB/hari selama 10 hari).
Pemeriksaan klinis tampak sebagai kulit yang pucat, dan pada auskultasi dada teridentifikasi
hipoventilasi pada sisi kanan dengan subkrepitan basal. Tidak terdapat adanya tanda kesulitan
pernafasan. Berat 40 kg (P97), panjang 137 cm (P97), temperature 37, 90C, SaO2 98%, denyut
nadi 62 kali permenit, frekuensi napas 28 kali permenit, tekanan darah 118/89 dan tidak ada
penemuan lainnya yang relevan. Tes tuberkulin: negatif. Usap tenggorok: negative. Pada
gambaran foro toraks saat inspirasi: (gambar 1A):volume paru asimetris dengan ukuran
hemitoraks kanan yang lebih kecil. Foto thoraks saat ekspirasi (gambar 1B) memperlihatkan
gambaran asimetris yang persisten tanpa adanya udara yang terjebak. CT angiografi dada tanpa
injeksi kontras (gambar 2): ketiadaan arteri pulmonalis dengan perubahan volume paru kanan,
penebalan septum interlobular, dan menyebabkan pelebaran diameter bronkial, diafragma, dan
arteri interkostal pada hemitoraks yang terkena. Tampak adanya cabang trakeobronkial atau
pergeseran mediastinum. USG Doppler: atrioventrikular dan ventrikuloarterial dalam batas
normal.septum intraksrdiak utuh. Tidak ada kelainan katup yang signifikan. Fungsi segmental
dan ventricular dalam batas normal.tidak ada duktus maupun koarktasio aorta. Tampak agenesis
pulmonal kanan. Tes spirometri memperlihatkan hasil pola obstruksi dengan berkurangnya
Forced Vital Capacity (1.1) ( 80%) dan berkurangnya FEV1 (1.52 70%). Perbaikan signifikan
tampak setelah pemberian inhalasi salbutamol (210ml). penemuan tersebut memungkinkan kita
untuk menegakkan diagnosis agenesis arteri pulmonal.sejak tahun 1673, belum ada laporan yang
jelas mengenai agenesis pulmonal dan hipoplasia-yang umumnya terjadi pada bayi baru lahir dan
bayi yang menyusu. Diagnosis menjadi sulit ditegakkan ketika terdapat struktur distorsi anatomi.
Meskipun demikian, CT scan dan MRI memungkinkan kita untuk menilai struktur jalan nafas
dan membedakan magnitude kompresi vascular, stenosis trakeal, dan fusi cincin trakeal dengan
kemungkinan tambahan perencanaan terapi pembedahan bila diperlukan.2
Arteri pulmonalis kanan dilaporkan sebagai daerah yang sering terkena sebab sisi kontralateral
dari arkus aorta biasanya terlibat. Lokasi sebelah kiri paling sering berhubungan dengan
malformasi kardiovaskular, walaupun hal ini tidak terkonfirmasi dalam kasus ini.5
Literatur mendokumentasikan beberapa kasus yang memperlihatkan irigasi parenkim pada sisi
yang terkena melewati arteri segmental, sirkulasi kontralateral, arteri interkostal , dan
sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan dari pembentukan organ pada masa embriologi, dan
mendukung terhadap perlunya pemeriksaan CT Scan dan MRI dengan injeksi kontras untuk
evaluasi sepenuhnya dari pasien tersebut.6 penjelasan kasus di atas, diman ageneis arteri
pulmonalis kanan yang terkait dengan adanya jaringan pulmonal ipsilateral parsial. Spencer
membuat kalasifikasi pasien yaitu sebagai berikut:
Tipe 1 (agenesis total bilateral)
Tipe 2 (agenesis pu subtype a (terkait ketiadaan total dari bronkus), subtype b (adanya bronkus
rudimenter tanpa adanya jaringan paru), subtype c (parenkim paru yang tidak terdiferensiasi
sempurna,
Tipe 3 (agenesis lobaris) hamper 30% pasien yang terkena memiliki kelainan asimptomatis
slama hidupnya. Meskipun demikian, agenesis pulmonal dengan fungsi sekunder paru yang
inadekuat secara progresif dan kronis terkait jaringan yang kurang berkembang, terkait
perubahan skeletal dan kekambuhan infeki pada sistem respirasi. Pasien ini dapat mengalami
hipertensi pulmonal dan dapat mengalami kelainan congenital lainnya. Follow up terhadap
pasien dan evaluasi terhadap kemungkinan dari keluarga dan faktor genetic sangat penting
dilakukan.7
Kepentingan utama diagnosis pada pasien kami adalah anamnesis riwayat infeksi sistem respirasi
yang berulang. Evaluasi secaara detail terhadap fenomena ni diperlukan dalam konteks agenesis
arteri pulmonal. Infeksi respiratorik umumnya terjadi pada masa kanak-kanak dengan prevalensi
4%, 2%, dan 1% per tahun pada anak-anak berusia 5, 5-9 tahun, dan diatas 9 tahun. Pada anak-
anak tersebut, dalam proporsi yang kecil mengalami kekambuhan dan gejala respiratorik yang
menetap seperti halnya pada pasien dalam kasus ini. Klasifikasi distribusi anatomi paru dapat
membantu dalam menemukan etiologi dari pneumonia kronik. Penyebab yang mungkin dari
infiltrasi difus maupun diseminata dapat menimbulkan kelainan metabolic, imunologi dan
neurologi sementara kekambuuhan yang melibatkan satu paru, lobus, atau segmen, berasal dari
aadnya malformasi parenkim atau akibat dari atelektasis, atau hiperinflasi sekunder pada
obstruksi segmen jalan nafas.8
Anomali jantung atau pembuluh darah besar dapat menimbulkan peningkatan dari reaksi infeksi
melalui tiga mekanisme: 1) berkurangnya suplai darah sekunder hingga ventilasi yang kurang
baik; 2) perubahan sirkulasi vena; 3) kompresi pembuluh darah intrinsik dari jalan napas.8
Prognosis pasien tergantung pada usia pada saat terjadinya onset, lokasi dari gangguan,
malformasi terkait, dan adanya lesi pada sisi kontralateral.
Tetralogi fallot digambarkan sebagai malformasi jantung yang umum terjadi yang terkait dengan
agenesis arteri pulmonal-sebuah kondisi yang dapat dikesampingkan pada kasus ini sehubungan
dengan usia dan gejala pasien, dan temuan eksplorasi diagnostik. Anomaly terkait lainnya telah
dilaporkan seperti hemivertebrae, mikrosomia hemifacial, anomaly trakeal, perubahan pada
ginjal, dan malformasi pada genitourinaria, gantrointestinal, hepatik, tiroid, ataupun malformasi
neurologi, dan sebagainya.
Saat ini, penatalaksanaan ddasarkan atas terapi simptomatis,bersama dengan terapi pembedahan
pada kasus-kasus tertentu. Diperkirakan sekitar 19-25% dari seluruh pasien dengan agenesis
arteri pulmonal menjadi mengalami hipertensi pulmonal saat usia dewasa..hipertensi pulmonal
disadari atas produksi nitric okside yang berkurang, terapi farmakologis yang memungkinkan
telah dievaluasi dengan penggunaan sildenafil (inhibitor selektif terhadap enzim 5-
fosfodiesterase yang mendegradasi kadar nitric oxide), dengan pandangan bahwa hal ini dapat
mengurangi hipertensi pulmonal sekunder terkait agenesis arteri pulmonal.5
Menyadari bahwa pasien-pasien tersebut tidak memperlihatkan gejala-gejala klinis, tidak ada
terapi yang dapat diberikan. Dua tahun setelah diagnosis, pasien tersebut bertahan hidup dalam
kondisi normal.
Kasus ini menggarisbawahi bahwa perlunya tingkat kecurigaan yang tinggi terhadap diagnosis
dari anomaly paru kongenitaldan menunjukkan bahwa asma dapat timbul pada beberapa individu
dengan kelainan ini. Pada konteks tersebut,terapi asma yang sesuai dapat mengurangi gejala dan
menurunkan angka morbiditas.
Sumber: