translate journal reading anestesi

14
TRANSFUSI SEL DARAH MERAH BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN VENA SENTRAL TETAPI TIDAK DENGAN MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN SYOK SEPSIS Farid Sadaka, Steven Trottier, David Tannehill, Paige L Donnelly, Mia T Griffin, Zerihun Bunayen, Jacklyn O’ Brien, Matthew Korobey, Rekha Lakshmanan. ABSTRAK Latar Belakang : Meskipun kadar hemoglobin optimal (H) pada pasien-pasien dengan syok sepsis (SS) tidak terlalu spesifik dan bermakna, guideline terbaru menduga bahwa kadar H 7-9 g/dL jika dibandingkan dengan kadar H 10-12 g/dL tidak berkaitan dengan mortalitas pada kasus-kasus kritis pasien dewasa. Hal ini bertentangan dengan protokol resusitasi dini yang menggunakan target hematokrit 30% pada pasien dengan saturasi vena oksigen yang lemah (ScV02) selama 6 jam pertama resusitasi syok sepsis. Metode : Seluruh data dikumpulkan dengan metode prospektif pada seluruh pasien dengan SS (asam laktat(AL) >4 mmol/L), atau hipotensi). Total seluruh pasien adalah 396 pasien SS, 46 pasien menerima transfusi RBC untuk ScVO2 70% (grup RBC). Kemudian dibandingkan dengan 71 pasien yang tidak mendapatkan transfusi RBC (grup NRBC) sesuai dengan sasaran. Selanjutnya LA diberikan dalam 6 jam (G1), antibiotik diberikan dalam 3 jam (G2), cairan bolus diberikan dalam 20 mL/kgBB diikuti dengan pemberian vasopressin (VP) untuk menjaga tekanan arteri rata-rata

Upload: ladyseptiani

Post on 12-Sep-2015

30 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

TRANSFUSI SEL DARAH MERAH BERHUBUNGAN DENGAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN VENA SENTRAL TETAPI TIDAK DENGAN MORTALITAS PADA PASIEN DENGAN SYOK SEPSISFarid Sadaka, Steven Trottier, David Tannehill, Paige L Donnelly, Mia T Griffin, Zerihun Bunayen, Jacklyn O Brien, Matthew Korobey, Rekha Lakshmanan.ABSTRAKLatar Belakang: Meskipun kadar hemoglobin optimal (H) pada pasien-pasien dengan syok sepsis (SS) tidak terlalu spesifik dan bermakna, guideline terbaru menduga bahwa kadar H 7-9 g/dL jika dibandingkan dengan kadar H 10-12 g/dL tidak berkaitan dengan mortalitas pada kasus-kasus kritis pasien dewasa. Hal ini bertentangan dengan protokol resusitasi dini yang menggunakan target hematokrit 30% pada pasien dengan saturasi vena oksigen yang lemah (ScV02) selama 6 jam pertama resusitasi syok sepsis.Metode: Seluruh data dikumpulkan dengan metode prospektif pada seluruh pasien dengan SS (asam laktat(AL) >4 mmol/L), atau hipotensi). Total seluruh pasien adalah 396 pasien SS, 46 pasien menerima transfusi RBC untuk ScVO2 70% (grup RBC). Kemudian dibandingkan dengan 71 pasien yang tidak mendapatkan transfusi RBC (grup NRBC) sesuai dengan sasaran. Selanjutnya LA diberikan dalam 6 jam (G1), antibiotik diberikan dalam 3 jam (G2), cairan bolus diberikan dalam 20 mL/kgBB diikuti dengan pemberian vasopressin (VP) untuk menjaga tekanan arteri rata-rata (Mean Arterian Pressure/MAP) >65 mmHg (G3), tekanan vena sentral >8mmHg dalam 6 jam (G4) dan ScV02 >70% dalam 6 jam. Hasil: Pada grup RBC, setelah pemberian satu unit transfusi RBC, ScVO2 meningkat dari rata-rata 63% (12%) sampai 68% (10%) (P=0.02). Terdapat 16 pasien yang membutuhkan unit RBC lebih dari satu dan meningkatkan ScV02 hingga 78% (11%) (P,0.01). Kemudian kelompok RBC dan NRBC dicocokkan dengan SOFA (Sequential Organ Failure Assestment) dan 5 target. Dari seluruh hasil penelitian, tidak ditemukan adanya perbedaan antara kedua grup : 41% vs 39% (OR: 0.8, 95%CI: 0.4-1.7, P= 0.6). Kesimpulan : Pada penelitian ini, transfusi RBC tidak berhubungan dengan penurunan mortalitas pada pasien SS.

PENDAHULUANSekitar 750.000 kasus syok sepsis terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya dan sekitar 225.000 kasus berakhir fatal. Meskipun banyak disebabkan oleh disfungsi organ, tetapi penyebab yang paling banyak adalah sepsis berat. Jika sepsis berat disertai dengan hipoperfusi jaringan, diagnosisnya menjadi syok sepsis. Kegagalan fungsi organ terjadi pada sekitar sepertiga pasien dengan sepsis dan sepsis berat berhubungan dengan mortalitas (sekitar 30-50%). Syok sepsis didefinisikan sebagai kegagalan sirkulasi akut yang disertai dengan hipotensi yang persisten yang tidak dapat dijelaskan oleh penyakit lain, resusitasi cairan yang tidak adekuat, berefek sekitar 10-30% manajemen pasien di ICU dan insidensinya semakin meningkat. Studi observasional menunjukkan bahwa angka mortalitas pasien SS di ICU berkisar antara 45%-63%. Beberapa guideline yang berhubungan dengan pengobatan dan terapi syok sepsis telah menganjurkan penggunaan RBC (red blood cells) pada terapi sepsis berat dan syok sepsis yang menunjukkan gejala-gejala hipoperfusi. Rekomendasi ini pada intinya berdasarkan studi-studi yang mengevaluasi keberhasilan pengobatan sepsis berat. Transfusi RBC yang mengandung sekitar 30% hematokrit digunakan kepada pasien-pasien dengan saturasi oksigen vena sentral (ScVO2) 65 mm Hg ( G3 ) , tekanan vena sentral ( CVP ) 8 mm Hg dalam waktu 6 jam ( G4 ) dan ScvO2 70 % dalam waktu 6 jam ( G5 ) . Kami menghitung usia rata-rata , rata-rata organ sekuensial Penilaian kegagalan skor ( SOFA ) dan keseimbangan cairan di 6 jam akhir untuk kedua kelompok . Pada kelompok RBC , kami mengumpulkan Tingkat ScvO2 sebelum dan sesudah setiap unit RBC ditransfusikan. Hasil yang dicari adalah jumlah kematian di rumah sakit . Matching kan digunakan untuk mengevaluasi efek pengobatan dengan membandingkan pasien yang diobati dan pasien non - diobati dalam sebuah studi observasional ( terutama ketika pengobatan tidak secara acak ). Tujuan dari pencocokan ini untuk setiap pasien yang dirawat, untuk menemukan satu pasien non diobati (dalam hal ini transfusi versus tanpa transfusi ) dengan karakteristik yang bisa diamati serupa terhadap efek pengobatan dapat dinilai. Dengan mencocokkan pasien yang diobati dengan pasien non - diobati yang serupa, pencocokan memungkinkan perbandingan dari hasil-hasil penelitian untuk memperkirakan efek dari pengobatan tanpa mengurangi bias yang disebabkan oleh faktor perancu. Dalam hal ini , semua tujuan ( G1 - G5 ) dapat mengacaukan hasil dan dengan demikian semua cocok. Kelompok RBC dan NRBC dibandingkan menggunakan Pearson Chi -squared dan tes eksak Fisher untuk menganalisis signifikansi statistik . Mean, standar deviasi dan nilai P dilaporkan untuk setiap perbandingan. signifikansi statistik didefinisikan sebagai P 0,05. Penelitian ini disetujui oleh Mercy Hospital Institutional Review Board.

HASIL

Pada kelompok RBC , setelah satu unit transfusi sel darah merah, ScvO2 meningkat dari rata-rata 63 % ( 12 % ) menjadi 68 % ( 10 % ) ( P = 0.02 ). Enam belas pasien memerlukan unit lain dari RBC, dan ini mengakibatkan peningkatan ScvO2 ke 78 % (11 % ) ( P < 0,01 ) ( Gbr. 1 ) . Semua transfusi ini adalah untuk ScvO2 < 70 % sebagai bagian dari EGDT. Tak satu pun dari transfusi digunakan untuk indikasi lain, seperti pendarahan, hemolisis, atau diskrasia sumsum tulang. Walaupun semua pasien dalam kelompok RBC mendapat transfusi, tidak semua dari mereka mencapai tujuan ini (ScvO2 70 % ) pada 6 jam setelah transfusi, yang menjelaskan temuan pada Tabel 1.Kedua kelompok dipasangkan pada usia dan tingkat keparahan penyakit. Untuk masing-masing kelompok RBC dan kelompok NRBC, usia dalam tahun adalah 71 ( 15 ) vs 65,9 ( 17 ) ( P = 0,06 ), dan skor SOFA 8.6 ( 3.9 ) vs 8.4 ( 3.4 ) ( P = 0,8 ). Kelompok RBC dan NRBC juga dicocokkan pada tujuan resusitasi sebagai berikut : keseimbangan cairan dalam mL pada 6 jam adalah 3.500 ( 1.700 ) vs 4.000 ( 2.100 ) ( P = 0,2 ). LA adalah 4,4 ( 3.9 ) vs 3,9 ( 2.8 ) ( P = 0,4 ), VP digunakan di 29 ( 63 % ) vs 40 pasien ( 56 % ) ( P = 0,5 ) , tujuan memperoleh LA dalam 6 jam dicapai di 43 ( 93 % ) vs 68 pasien ( 96 % ) ( P = 0,6 ), tujuan memberikan antibiotik dalam waktu 3 jam dicapai dalam 31 ( 67 % ) vs 40 pasien ( 56 % ) ( P = 0,2 ) , tujuan mencapai MAP > 65 dengan cairan dan VP dicapai pada 35 ( 76 % ) vs 57 pasien ( 80 % ) ( P = 0,6 ), tujuan CVP dicapai dalam waktu 6 jam pada 21 ( 46 % ) vs 29 pasien ( 41 % ) ( P = 0,5 ) dan tujuan ScvO2 dicapai dalam 6 jam pada 12 ( 26 % ) vs 19 pasien ( 27 % ) ( P = 0,9 ) ( Tabel 1 ). Tidak ada perbedaan angka kematian antara dua kelompok : 41 % vs 39,4 % ( OR : 0,8 ; 95 % CI : 0,4-1,7 , P = 0,6 ) ( Gbr. 2 )

DISKUSITransfusi RBC merupakan salah satu intervensi yang paling sering dilakukan di ICU sebagai penanganan anemia berat, dimana sering terjadi pada syok septik (SS). Selama bertahun-tahun telah dipertimbngkan bahwa nilai Hb 10 g/dL atau Ht 30% merepresentasikan batas terendah yang dapat diterima, dengan demikian hal ini dapat menjadi suatu transfusion trigger. Hal ini didasarkan fakta bahwa pengiriman oksigen ke jaringan (DO2) merupakan produk dari aliran darah ke jaringan dan konten oksigen arterial (CaO2). Aliran darah ke jaringan dipengaruhi oleh cardiac output (CO), vasoregulasi regional, dan juga CaO2 yang terkait dengan nilai Hb dan saturasi oksigen arteri (SaO2). Aliran oksigen meningkat selama Hb berada pada level optimal hematokrit, dimana DO2 paling tinggi pada nilai energi terendah tiap individu. Ini terjadi pada Ht sekitar 30%. Pada level yang optimum ini, pemeliharaan konsumsi oksigen jaringan ( VO2) dan metabolisme anaerob pada penurunan level DO2 disebabkan oleh peningkatan ekstraksi oksigen. Ada beberapa studi yang menilai hubungan antara Ht, DO2, dan VO2. Shoemaker et al dan Boyd et al menjelaskan baha hematokrit yang optimal berada pada 30%, dibawah nilai ini DO2 dan VO2 menurun pada pasien dengan penyakit kritis dan mortalitasnya menignkat. Diatas nilai ini tidak ada perubahan dari varibel dan outcome. Inilah alasan seringnya terjadi transfusion trigger. Padahal beberapa masalah tercatat sebagai akibat dari transfusi PRC seperti infeksi, komplikasi pada paru seperti TRALI dan transfusion-associated circulatory overload (TACO), transfusion-related immunomodulation (TRIM), kegagalan multiorgan, dan penignkatan mortalitas. Hal ini perlu dievaluasi untuk mempersempit strategi tindakan transfusi.Bukti ilmiah terbaik yang tersedia mengenai efikasi dari transfusi RBC pada pasien dengan sakit kritis teramsuk SS ditemukan pada penelitan RCT, the transfusion requirements in critical care (TRICC) trial dari Canadian Critical Care Trial Group. Pada penelitian ini kelompok liberal transfusion strategy (Hb 10-12 g/dL, dengan transfusion trigger 10 g/dL) dibandingkan dengan restrictive strategy (Hb 7-9 g/dL, dengan transfusion trigger 7 g/dL) pada populasi general medical dan surgical critical care. Pasien dengan euvolemia setelah initial treatment dengan HB < 9 g/dL dalam 72 jam diteliti. TRICC trial mendokumentasikan bahwa tidak ada signifikansi dalam penurunan mortalitas dalam 30 hari pada restrictive group. Meskipun demikian terdapat penurunan mortalitas yang signifikan pada restrictive group terhadap pasien yang sakit kurang akut (APACHE II score < 20) dan pasien yang lebih muda (< 55 tahun). Pasien pada restrictive group menerima kurang dari 54% unit RBC dibandingkan dengan liberal group. Dari analisis sebelumnya oleh cochrane database terhadap 19 penelitian dengan total 6.264 pasien, restrictive strategy secara signifikan menurunkan mortalitas di rumah sakit (RR: 0,77 95% CI: 0,62 0,95) tetapi tidak menurunkan mortalitas dalam 30 hari (RR: 0,85 95% CI: 0,70 1,03). Penulis menyimpulkan bahwa bukti-bukti ilmiah yang ada mendukung penggunaan restrictive strategy pada semua pasien termasuk pada pasien yang belum memiliki penyakit kardiovaskuler.SSC mempublikasikan pedoman penggunaan RBC sebagai terapi untuk pasien dengan sepsis berat dan SS yang menunjukkan tanda-tanda hipoperfusi. Peningkatan hematokrit hingga 30% pada keadaan defisit oksigen dapat dimasukkan dalam EGDT. Efek spesifik dari transfusi tidak dapat dievaluasi dalam penelitian ini, namun telah dilakukan kajian untuk menyelesaikan permasalahan lainnya. Banyak terdapat efek patologis transfusi RBC untuk sepsis. Beberapa penelitian menunjukkan perubahan sel RBC bisa merusak ( peningkatan agregasi, penurunan bentuk sel, pembentukan RBC lain) pada penerima RBC yaitu pasien SS. RBC juga berperan sebagai sensor oksigen yang dapat mengatur variabel laju oksigen pada jaringan dengan melepaskan vasodilator, Nitric Oxide atau ATP. Pelepasan vasodilator dari RBC selama hipoksia dapat merusak penyimpanan dan/atau sepsis/SS. Penyimpanan RBC menurunkan kadar 2,3-diphosphoglycerate dan adenosine triphosphate (ATP) diakhiri peningkatan ikatan oksigen dan penurunan kemampuan hemoglobin untuk melepaskan oksigen. Perubahan morfologi eritrosit terjadi selama penyimpanan yang dapat menyebabkan kerapuhan, penurunan ketahanan hidup dan kemampuan mempertahankan bentuk dari RBC. Pelepasan sejumlah substasi yang terjadi selama transfusi dapat menimbulkan respon sistemik yang merugikan seperti demam, kerusakan sel, perubahan di sebagian atau seluruh aliran dara, dan disfungsi organ. Penggunaan Near Infrared Spectroscopy (NIRS) atau Sidestream Dark Field (SDF), beberapa peneliti melaporkan bahwa terjadi perubahan mikrosirkulasi pada sepsis, bahkan perubahan tersebut lebih parah terjadi pada nonsurvivor dibandingkan dengan survivor, dimana perubahan mikrovaskular tersebut berkaitan dengan berkembangnya kegagalan organ yang multiple dan kematian, maka dari itu mikrovaskular merupakan penanda spesifik pasien dengan sepsis. Pada pasien dengan sepsis berat yang membutuhkan leukoreduced-tranfusi RBC, penggunaan SDF oleh Sakr et al menunjukkan tidak terjadi perubahan pentuk sublingual secara keseluruhan, tetapi terjadi perubahan perfusi kapiler lainnya. Dengan menggunakan SDF dan NIRS, Sadaka et al menelitimpasien yang mendapat non-leukoreduced RBC dengan Hb < 7.0 , atau Hb antara 7.0 dan 9.0 dengan lactic asidosis atau saturasi oksigen vena < 70%. Sadaka menunjukkan konsumsi oksigen jaringan otot, reaktivasi mikrovaskular dan mikrosirkulasi sublingual secara umum tidak mengalami perubahan oleh transfusi RBC pada pasien sepsis berat dan pasien SS. Akan tetapi konsumsi oksigen otot membaik pada pasien dengan garis dasar rendah dan memburuk pada pasien dengan garis dasar yang lebih rendah. Pada penelitian ini kami menunjukkan bahwa tranfusi RBC selama periode EGDT dalam resusitasi SS tidak berhubungan dengan penurunan mortalitas, meskipun terdapat perbaikan pada nilai ScvO2 . Perbaikan pengiriman oksigen dengan tranfusi RBC dapat diimbangi dengan efek patologis multiple dari tranfusi RBC. Pemberian bukti klinis patofisiologi perubahan yang terjadi dengan RBC, hasilnya tidak mengejutkan.Penelitian ini memiliki kekurangan, jumlah sampel yang sedikit dengan batasan yang tidak jelas. Walaupun peneliti sudah mengumpulkan data rumit dan data selama EGDT, peneliti tetap tidak bisa menidakan kemungkinan data yang tidak terhitung, ketidakcocokan data dan data yang hilang yang mungkin menimbulkan bias dan perbedaan yang tidak terdeteksi pada kedua kelompok. Kedua kelompok memiliki kesamaan pada tingkat keparahan sakit yang ditunjukkan oleh skor SOFA. Kekurangan lainnya yaitu terdapat sedikit multivariate analisis yang tidak digunakan untuk pasien dengan jumlah sedikit. Begitu pula power analisis tidak digunakan sejak retrospektif data menggunakan hipotesis dan bukan kesimpulan. Hal ini menggambarkan sulitnya membuat kesimpulan berdasarkan percoban tunggal.

Kesimpulan Pada penelitian ini, tranfusi RBC tidak berhubungan dengan penurunan mortalitas pasien SS, walaupun terdapat perbaikan nilai ScvO2. Penelitian ini dan lainnya membahas mengenai peningkatan dan tranfusi liberal selama tranfusi yaitu selama fase resusitasi pasien SS. Penelitian ini menganjurkan identifikasi yang lebih baik untuk kebutuhan tranfusi. Penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dibutuhkan untuk menjelaskan hubungan antara tranfusi RBC dan hasilnya pada pasien diresusitasi dengan SS.