transformasi penelitian ke dalam inovasi © penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin...

285
TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit Dewan Riset Nasional Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2 Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340 Penyusun: Sonny Yuliar Diterbitkan oleh Penerbit Dewan Riset Nasional Jakarta, 2011 www.drn.go.id Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No.

Upload: vankiet

Post on 11-Mar-2019

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI

© Penerbit Dewan Riset Nasional

Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2

Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340

Penyusun:

Sonny Yuliar

Diterbitkan oleh

Penerbit Dewan Riset Nasional

Jakarta, 2011

www.drn.go.id

Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian

atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ISBN No.

Page 2: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

i

KATA PENGANTAR

KETUA DEWAN RISET NASIONAL (DRN)

Pertama-tama perkenankan kami memanjatkan Puji dan syukur ke hadirat

Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku “Transformasi Penelitian ke dalam

Inovasi” ini.

Sejak tahun 2002, Indonesia telah memiliki UU No 18 tahun 2002 mengenai

Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (Sisnas P3

Iptek), dimana terminologi serta kebijakan perencanaan umum pembangunan

nasional iptek nasional tercantum dalam undang-undang ini. Penyelenggaraan

kegiatan kajian yang diinisiasi oleh Dewan Riset Nasional (DRN) dan menjadi

dasar pembuatan buku ini merupakan salah satu upaya yang terkait dengan

implementasi salah satu misi iptek 2025 dalam mewujudkan sistem inovasi

nasional yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global.

Dalam rangka peningkatan daya saing, dibutuhkan adanya penguatan

sistem inovasi, dimana koordinasi dan kemitraan merupakan faktor yang

krusial dari sistem inovasi. Sehubungan dengan itu, penerbitan buku

“Transformasi Penelitian ke dalam Inovasi” ini diharapkan dapat

mengidentifikasi masalah nasional yang dihadapi dan memberikan

rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait mengenai rumusan konsep

penguatan sistem inovasi dan pengembangan koordinasi serta kemitraan iptek

yang perlu dikeluarkan oleh pemerintah.

Penerbitan buku ini dapat terwujud setelah melalui kajian dan diskusi

secara intensif, berulang, serta didukung oleh kerjasama dari berbagai pihak.

Atas jerih payah yang telah dilakukan, kami mengucapkan terima kasih. Kami

berharap buku ini dapat bermanfaat sebagai referensi strategi dan implementasi

bermitra bagi semua pihak yang terkait dengan iptek, khususnya dalam

penguatan Sistem Inovasi Nasional Indonesia yang berkelanjutan.

Jakarta, Oktober 2011 Ketua Dewan Riset Nasional

Prof. Dr. Andrianto Handojo

Page 3: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

KATA PENGANTAR

PENYUSUN

‘Inovasi’ bukan istilah yang baru. Tetapi dalam satu dekade belakangan ini istilah tersebut tampaknya mengalami pembaruan makna. Inovasi sering menjadi tema pembahasan dalam pertemuan-pertemuan multipihak yang melibatkan para pelaku usaha, pembuat kebijakan, akademisi dan praktisi. Bagi pihak tertentu, inovasi dimaknai sebagai cara-cara baru dalam melakukan bisnis yang menjawab harapan para pelanggan, di tengah persaingan usaha yang makin ketat. Bagi pihak yang lain, inovasi dikaitkan dengan eksplorasi hasil-hasil penelitian untuk tujuan komersial ataupun tujuan sosial. Bagi pihak yang lain lagi, inovasi dikaitkan dengan sasaran-sasaran kebijakan makro-ekonomik dan program peningkatan daya saing industrial.

Meski digunakan dengan pemaknaan yang bervariasi, inovasi telah membuka ruang dialog yang mempertemukan pihak-pihak, yang secara tradisional bekerja dalam ‘dunia-dunia’ yang terpisah. Inovasi membuka ruang bagi pembicaraan mengenai harapan-harapan yang baru, mengenai peluang-peluang yang baru, dan mengenai hasil-hasil yang lebih baik. Bagi bangsa Indonesia, para pelaku usaha, para pembuat kebijakan dan para akademisi/peneliti merupakan komponen-komponen bangsa yang disatukan oleh kebangsaan Indonesia. Tetapi, profesionalitas yang dipegang oleh masing-masing komponen bangsa tersebut tidak jarang menimbulkan ‘dunia-dunia’ yang relatif terpisah satu dari yang lain. Modernisme memang menekankan spesialisasi dan pembedaan peranan. Tetapi pembicaraan-pembicaraan mengenai inovasi menyarankan bahwa spesialisasi dan pembedaan peranan tidak harus disertai dengan keterpisahan. Interaksi antara lembaga-lembaga atau pelaku-pelaku dengan peranan-peranan yang berbeda merupakan sumber pembelajaran yang penting untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik.

Buku ini tidak membahas inovasi dalam konteks persaingan perusahaan-perusahaan ataupun dalam konteks kebijakan makro-ekonomik. Pembahasan dalam buku ini berfokus pada interaksi antara ‘dunia di dalam laboratorium’ dan ‘dunia di luar laboratorium’ atau, dengan perkataan lain, antara penelitian iptek di ‘hulu’ dan pemanfaatan iptek di ‘hilir’. Fokus bahasan tersebut bersesuaian dengan aspek-aspek tertentu dari ‘sistem inovasi nasional’ dan ‘relasi triple-helix’; topik-topik yang kini menjadi sentral dalam literatur di bidang innovation studies. Hasil yang disajikan dalam buku ini merupakan sebuah konrtibusi untuk literatur tersebut.

Page 4: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

Melalui bahan yang disajikan dalam buku ini penulis ingin menyampaikan pesan bahwa para akademisi dan peneliti di Indonesia sanggup berkontribusi bagi kemajuan bangsa, lebih dari apa-apa yang sudah dicapai saat ini. Hanya saja, untuk menghasilkan kontribusi yang lebih signifikan diperlukan adanya interaksi yang lebih erat antara ‘dunia di dalam laboratorium’ dan ‘dunia di luar laboratorium’. Bila apa-apa yang sudah dicapai oleh para akademisi/peneliti dianggap, oleh sebagian pihak, belum cukup berarti, ini bukan sebuah alasan untuk menyatakan bahwa penelitian itu tidak atau kurang penting. Tidak ada bangsa maju mana pun, di Barat maupun di Timur, yang berhasil meraih kemajuannya tanpa didukung oleh kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang tidak sungguh-sungguh mengupayakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terperbelenggu oleh kebodohan dan ketakberdayaan, yang dapat berujung pada frustasi sosial, praktik korupsi yang meluas dan konflik horizontal. Sejumlah bangsa-bangsa terbelakang kini mengalami situasi seperti itu.

Penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada seluruh akademisi/peneliti yang bersedia berpartisipasi dalam wawancara dan diskusi yang penulis selenggarakan untuk memperoleh data guna penulisan buku ini. Penulis sampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada segenap anggota Dewan Riset Nasional (DRN), khususnya kepada Ketua DRN—Prof. Dr. Andrianto Handoyo, dan Sekretasis DRN—Dr. Tusy A. Adibroto, yang memberikan kepercayaan dan amanat pada penulis untuk menyusun buku ini, serta Dr. Derry Pantjadarma yang senantiasa memberi dukungan moral bagi penulis untuk menyelesaikan naskah buku ini. Dukungan dari Sekretariat DRN, khususnya Pak Hartaya, juga amat berarti bagi penulis. Yang terakhir, penulis sampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas pengertian dan dukungan moral yang tulus dari keluarga penulis: Resa Ristanti, Muhammad Fadhlullah dan Erza Afiya Azka.

Bandung, Oktober 2011

Ir. Sonny Yuliar, Ph.D Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB)

Page 5: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR KETUA DEWAN RISET NASIONAL i KATA PENGANTAR PENYUSUN ii DAFTAR ISI iv DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Litbang Iptek dalam Polemik 1 1.2 Litbang Iptek dan Kapabilitas Bangsa 3

1.2.1 Gagasan Sistem Inovasi 5

1.3 Konteks Pembangunan Indonesia 6 1.4 Fokus dan Metodologi Bahasan 9 1.5 Sistematika Bahasan 15

BAB 2 PERMASALAHAN TEORETIKAL 17 2.1 Pendahuluan 17 2.2 Permasalahan dari Model Linier 18 2.2.1 Konteks Komersial 21 2.2.2 Konteks Sosial 22 2.3 Permasalahan Filosofikal 25 2.3.1 Metode Ilmiah untuk ’Hard Sciences’ 25 2.3.2 Metode Ilmiah untuk ’Soft Sciences’ 27 2.3.3 Reduksionisme (Materialistik) 29 2.4 Desakan untuk Rekonsiliasi 32 2.5 Formulasi Sistem Inovasi 34 2.5.1 Interaksi Triple-Helix 36 2.5.2 Penelitian Moda-2 38 2.5.3 Inovasi dalam Perusahaan 39 2.6 Evolusi Perguruan Tinggi 40 2.7 Rangkuman 43

BAB 3 JEJARING RELASI AKADEMISI 45

Page 6: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

3.1 Pendahuluan 45 3.2 Tarik-Menarik antara ‘Hulu’ dan ‘Hilir’ 47 3.3 Pertentangan Nilai antara ‘Hulu’ dan ‘Hilir’ 58 3.4 Negosiasi yang Kompleks di ‘Laboratorium

Masyarakat’ 70

3.5 Diskusi 80 3.5.1 Rangkuman Isu-Isu 80 3.5.2 Variasi-Seleksi dan Jejaring Relasi 84

BAB 4 RUANG VARIASI-SELEKSI DI LEMBAGA

PUBLIK/SWASTA 89

4.1 Pendahuluan 89 4.2 Ruang Variasi-Seleksi di Balitbang 91 4.3 Ruang Variasi-Seleksi di Lembaga Non-

Kementerian 112

4.4 Ruang Variasi-Seleksi di Perusahaan Swasta 127 4.5 Diskusi 134 4.5.1 Permasalahan Struktural di Balitbang 134 4.5.2 Posisi Penelitian LPNK 138 4.5.3 Peranan Pelaku Swasta 141

BAB 5 EKSPERIMEN DI ‘LABORATORIUM MASYARAKAT’ 143 5.1 Pendahuluan 143 5.2 Kontroversi Fakta Ilmiah dalam Sengketa Hukum 144

5.2.1 Fakta UGBO 146

5.2.2 Fakta MV-earthquake 149

5.2.3 Fakta MV-drilling 152

5.2.4 Implikasi Konflik Sosial dalam Difusi Iptek 156

5.3 Difusi TIK untuk Mengatasi Digital Divide 161

5.3.1 Digital Learning di Desa Cinta Mekar 163

5.3.1.1 Pengembangan Relasi 165

5.3.1.2 Penyesuaian-Penyesuaian 166

5.3.2 Radio-Internet Community di Desa Limbangan 167

5.3.2.1 Inisiasi Gagasan 168

5.3.2.2 Penyebarluasan Gagasan 170

5.3.3 Kampung Digital di Sampali 171

5.3.3.1 Tahap Inisiasi 172

Page 7: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

5.3.3.2 Perluasan Relasi-Relasi 174

5.3.3.3 Keberlanjutan 176

5.3.4 Karakteristik Difusi TIK 177

5.3.4.1 Ketersediaan Pilihan dan Negosiasi

Kebutuhan

177

5.3.4.2 Keselarasan Jejaring Teknikal dan Jejaring

Sosial

179

5.4 Diskusi 182

BAB 6 MODEL JEJARING INOVASI 187 6.1 Pendahuluan 187

6.2 Variasi-Seleksi melalui Jejaring 188

6.2.1 Kelembaman Jejaring 193

6.2.2 Irreversibility Lintasan Penelitian 194

6.3 Konstruksi Ruang Pembelajaran dalam Difusi Iptek 195

6.3.1 Sebuah Isu Etika 200

6.4 Prinsip-Prinsip Teoretikal 202

6.5 Kontribusi pada Literatur 207

6.6 Situasi ‘Anomali’ 210

BAB 7 IMPLIKASI KEBIJAKAN 213 7.1 Pendahuluan 213

7.2 Posisi Struktural Kebijakan Iptek 214

7.3 Kompleksitas Masalah Publik 217

7.4 Objektif dari Kebijakan Iptek 218

7.5 Transformasi Jejaring sebagai Objektif Kebijakan 220

7.6 Program Iptek untuk Transformasi Jejaring 221

7.6.1 Program Iptek Dasar/Fundamental 224

7.6.2 Program Iptek Terapan 226

7.6.3 Program Peningkatan Kapasitas 227

7.6.4 Program Percepatan Difusi 228

7.6.5 Kegiatan, Output dan Outcome Program 229

7.6.6 Keterkaitan Sektor Iptek dan Sektor Non-Iptek 231

7.7 KNRT sebagai Mediator 233

7.7.1 Posisi Lemlit Non-Kementerian 238

Page 8: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

7.7.2 Taman Inovasi sebagai Simpul Jejaring 245

BAB 8 EPILOG: REPUBLIK IPTEK 249

DAFTAR PUSTAKA 257 DOKUMEN LEGAL ACUAN 265 INDEKS 267

Page 9: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Analisis Data melalui Spiral Tingkatan Abstraksi 13

Gambar 1.2 Sistematika Bahasan 16

Gambar 2.1 Pemanfaatan Iptek dalam Logika/Model Linier 19

Gambar 2.2 Timbulnya Efek dari Pemanfaatan Iptek dalam

Asumsi Netralitas Iptek

24

Gambar 2.3a Fundamentalitas Realitas dalam Paham

Reduksionisme Materialistik

30

Gambar 2.3b Fenomena Emergence sebagai Counter-Example atas

Reduksionisme Materialistik

30

Gambar 2.4 Struktur Pokok Sistem Inovasi yang Diperluas

(Sumber: Cozzen dan Catalán, 2008)

38

Gambar 2.5 Faktor Peningkatan Kapasitas Produksi: (Kiri)

Perspektif Ekonomika Neo-Klasik; (Kanan) Perspektif

Ekonomika Evolusioner (Sumber: Allbu, 1997)

39

Gambar 3.1 Ilustrasi tentang Variasi-Seleksi Kognitif 86

Gambar 3.2 Ilustrasi tentang Jejaring-Jejaring Relasi Akademisi 87

Gambar 4.1a Ruang Variasi-Seleksi yang Terbatas 138

Gambar 4.1b Perluasan Ruang Variasi-Seleksi di Balitbang 138

Gambar 5.1 Perkembangan Relasi-Relasi: (Atas) Relasi-Relasi di

Fase Awal; (Bawah) Terbentuknya Relasi Peneliti dan

Non-Peneliti

158

Gambar 5.2 Sebuah Cara terbentuknya Kesesuaian antara Klaim

Ilmiah dan Kepentingan Sosial

160

Gambar 5.3 Ilustrasi tentang Logika Linier dalam Gagasan Difusi

Iptek

183

Gambar 6.1 Respresentasi Graf dari Jejaring Penelitian 191

Gambar 6.2 Respresentasi Graf dari Jejaring-Jejaring Penelitian

dalam Kasus Semburan Lumpur Panas

191

Gambar 6.3 Representasi Graf dari Ruang Pembelajaran dalam

Kasus Difusi TIK: (Atas) Pilihan Iptek dan Pelaku

199

Page 10: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

Adopsi Terbatas; (Tengah) Pilihan Iptek Terbatas,

Beberapa Pelaku Adopsi Terlibat; (Bawah) Terdapat

Variasi dalam Pilihan Iptek, Beberapa Pelaku Adopsi,

dan Relasi-Relasi yang Padat

Gambar 6.4a Kemungkinan 1: Keterpisahan Jejaring Penelitian dan

Jejaring Non-Penelitian—Situasi Anti-Inovasi

206

Gambar 6.4b Kemungkinan 2: Keterleburan Peneliti dalam Jejaring

Non-Penelitian—Situasi Kontra-Litbang Iptek

206

Gambar 6.4c Perluasan Timbal-Balik (mutual extension) antara

Jejaring Penelitian dan Jejaring Non-Penelitian

melalui Mediator-Mediator—Situasi Pro-Inovasi

207

Gambar 6.5 Berbagai Arah Transformasi Pengetahuan dalam

Inovasi

210

Gambar 7.1 Posisi Struktural Kebijakan Iptek dalam Sektor Publik 216

Gambar 7.2 Keterpautan Pertanyaan/Isu antara Program-

Program Iptek dalam Perspektif Model Jejaring

Inovasi

224

Gambar 7.3 Program-Program Iptek sebagai Instrumen untuk

Membangun Keterpautan Antarsektoral

233

Gambar 7.4 KNRT dan Lemlit Non-Kementerian sebagai

Mediator Interaksi Antarpihak untuk

Mengintegrasikan Iptek dan Pembangunan Bangsa

246

Page 11: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING
Page 12: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kuadran Pasteur (sumber: Stokes, 1997) 19

Tabel 5.1 Perbedaan Variasi-Seleksi antara Fakta UGBO, Fakta

MV-earthquake dan Fakta MV-drilling (Sumber:

Susanto, 2008)

157

Tabel 5.2 Aspek-Aspek Sosial dan Teknikal dari Difusi TIK 180

Tabel 5.3 Isu-Isu Non-Linier dalam Difusi Iptek (Inovasi) 185

Page 13: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 1

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1 Litbang Iptek dalam Polemik

Apakah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (litbang

iptek) merupakan sebuah faktor yang penting bagi kemajuan bangsa? Terhadap

pertanyaan ini, para pelaku litbang iptek tentu saja akan memberikan jawaban

yang positif. Sebuah argumen yang lazim dikemukakan adalah bahwa litbang

iptek memungkinkan (to enable) industrialisasi ekonomi dan terwujudnya

masyarakat berbasiskan pengetahuan (knowledge based society). Tetapi ini bukan

satu-satunya jawaban. Iptek, sebagai alat produksi dan barang konsumsi,

memang hal yang penting. Tetapi iptek dapat diperoleh melalui transaksi di

pasar global. Jadi faktor yang penting bagi kemajuan bangsa adalah

pertumbuhan ekonomik, karena ini meningkatkan daya beli (purchasing power).

Jawaban yang lain lagi mengedepankan perspektif politik. Suatu bangsa akan

maju bila hak bersuara setiap warga bangsa diakui penuh, dan berbagai urusan

penting dalam kehidupan berbangsa diputuskan melalui suara terbanyak. Jadi,

apakah litbang iptek itu penting atau tidak bagi kemajuan bangsa, penilaian

mayoritas yang menentukan jawabannya.

Kegiatan litbang iptek berlangsung di lembaga-lembaga litbang dan

perguruan-perguruan tinggi, dan para peneliti serta akademisi merupakan

pelaku yang penting di balik perkembangan iptek. Tetapi iptek menimbulkan

manfaat yang aktual ketika berada ‗di tangan‘ para pengguna iptek. Sebagai

ilustrasi, mesin-mesin menghasilkan barang-barang konsumer yang laku dijual

ketika mesin-mesin tersebut berada di tangan entrepreneur. Peluru kendali

menjadi alat penghancur yang efektif ketika berada di tangan personil militer

yang terlatih. Obat-obatan akan bekerja efektif ketika berada di tangan dokter

dan suster yang dengan sabar memberikan layanan pada para pasien. Di dalam

Page 14: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

2 ke dalam inovasi

laboratorium iptek disajikan dalam bentuk rancangan (design), purwa rupa

(prototype), demonstrasi eksperimental, dan makalah ilmiah.

Di luar laboratorium, iptek tampil dalam wujud barang-barang konsumer,

mesin-mesin produksi, berbagai jenis alat, bangunan dan lingkungan binaan

(built environment), struktur dan infrastruktur. Para pelaku industri bergantung

pada kinerja mesin-mesin untuk mempertahankan kuantitas produksi dan

kualitas produk. Para perencana ekonomik memahami betul pentingnya

ketersediaan infrastruktur (seperti prasarana transportasi, jejaring listrik, jejaring

telekomunikasi, prasarana metrologi legal, dan lain-lain) untuk meningkatkan

daya tarik bagi para penanam modal asing. Di arena politik, keabsahan

penetapan ‗kursi-kursi‘ kekuasaan melalui penghitungan suara sangat

bergantung pada kualitas sarana dan pra-sarana teknologi informasi. Suatu

kekeliruan teknikal yang sederhana saja dapat membuat sejumlah ‗kursi‘

kehilangan keabsahannya. Meningkatnya ancaman penyusupan terorisme dan

penangkapan ikan ilegal di perairan perbatasan, serta makin canggihnya

modus-modus korupsi membuat berbagai jenis iptek terlibat dalam

pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum.

Pentingnya iptek, tampaknya, sulit disangkal. Berbagai jenis dan bentuk

alat, perkakas, mesin, struktur dan infrastruktur—iptek di ‗dunia di luar

laboratorium‘—memainkan peranan yang penting di ranah sosial, ekonomik,

politik, hukum, keamanan dan pertahanan. Meski demikian, pentingnya iptek

bukan lantas menjadi pembenaran bagi pentingnya litbang iptek. Pentingnya

iptek di ‗dunia di luar laboratorium‘ menjadi pembenaran bagi pentingnya

litbang iptek di ‗dunia di dalam laboratorium‘ hanya jika kedua ‗dunia‘ tersebut

berhubungan dengan erat. Ketika kegiatan litbang iptek (di dalam laboratorium)

secara aktual menghasilkan nilai-nilai tambah dalam berbagai kegiatan

penggunaan iptek (di luar laboratorium), tidak ada alasan bagi para ahli

ekonomi dan pengusaha, politisi, budayawan dan khalayak awam untuk

menyangkal arti penting litbang iptek. Tetapi ketika, sebaliknya, ‗dunia di dalam

laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘ tidak berhubungan, polemik

mengenai arti penting litbang iptek merupakan hal yang wajar. Dan implikasi

yang tidak terelakkan dari polemik tersebut adalah rendahnya dukungan publik

atas litbang iptek nasional.

Page 15: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 3

1.2 Litbang Iptek dan Kapabilitas Bangsa

Keberadaan iptek pada suatu bangsa membuat berbagai kegiatan dapat

dilakukan, dan tujuan-tujuan bersama dapat diwujudkan. Dengan perkataan

lain, keberadaan iptek memberikan kapabilitas bangsa. Suatu bangsa dapat

memperoleh iptek melalui tiga cara: (i) pengembangan dari dalam (endogenous)

melalui penelitian; (ii) adopsi/adaptasi dari luar (exogenous); dan (iii) kombinasi

antara pengembangan dari dalam dan adopsi/adaptasi dari luar. Dalam bentuk

komoditas, iptek dapat dibeli di pasar global asalkan tersedia cukup daya beli.

Dalam bentuk bantuan-bantuan teknikal (technical aids), iptek dapat diperoleh

dari negara-negara donor pembangunan. Penanaman modal asing pada

umumnya juga membawa iptek ke dalam negeri. Pembelian di pasar,

penerimaan bantuan asing dan penanaman modal asing merupakan mekanisme

untuk mendapatkan iptek dari luar.

Apa yang akan terjadi bila suatu bangsa, untuk mendapatkan iptek yang ia

butuhkan, melulu mengandalkan jual-beli di pasar global, bantuan dari bangsa-

bangsa lain dan penanaman modal asing? Yang akan terjadi adalah bangsa

tersebut kehilangan kemerdekaannya. Masa depan dan kemajuan bangsa seperti

ini dibatasi oleh faktor-faktor luar (exogeneous) seperti pasokan pasar global,

kedermawanan bangsa-bangsa asing dan kepentingan para pemilik modal

asing. Para pelaku usaha dari bangsa tersebut, karena tidak mampu

mengembangkan iptek sendiri, tidak leluasa untuk bersaing melalui strategi

diferensiasi produk. Ketika diberi ruang untuk bersaing secara bebas, para

pelaku usaha tersebut mungkin akan memilih strategi menekan biaya produksi,

atau ‗membanting harga‘. Ketika para pelaku usaha tidak memiliki kemampuan

untuk melakukan diferensiasi produk (melalui litbang), persaingan pasar bebas

tidak menjamin terwujudnya peningkatan efisiensi1.

1 Meluasnya praktik kartel di Amerika Serikat di akhir abad ke-19 merupakan contoh

mengenai situasi demikian (Mowery dan Rosenberg, 1998). Situasi ini berubah ketika,

melalui dorongan pemerintah federal Amerika Serikat, para pelaku usaha mulai

melakukan praktik „pinjam dan komersialisasi‟ hasil-hasil litbang iptek dari Eropa.

Page 16: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

4 ke dalam inovasi

Bagi sebuah bangsa yang mendapatkan iptek melulu dari faktor luar,

pilihan-pilihan masa depan bangsa tersebut dibatasi oleh faktor luar juga. Kalau

cita-cita dan aspirasi bangsa tersebut tidak direstui dan didukung oleh bangsa-

bangsa lain, bangsa tersebut tidak akan bisa mewujudkan cita-cita dan aspirasi

tersebut. Bangsa seperti ini mungkin memiliki sejenis kemerdekaan, yaitu

kemerdekaan dari paksaan bangsa-bangsa lain. Tetapi bangsa tersebut tidak

memiliki kemerdekaan jenis lainnya, yaitu kemerdekaan untuk mewujudkan

cita-cita dan aspirasinya. Perbedaan kedua jenis kemerdekaan ini, kemerdekaan

dari dan kemerdekaan untuk, mungkin tidak banyak. Tetapi perbedaan tersebut

hakiki. Kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita mempersyaratkan adanya

kapabilitas, dan faktor ini dapat ditingkatkan melalui litbang iptek. Bila disertai

dengan pengembangan dari dalam, adopsi dan adaptasi iptek dari luar akan

memperluas ruang pilihan-pilihan.

Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pengembangan iptek dari dalam

(melalui litbang) merupakan syarat yang perlu bagi peningkatan kemampuan

dan kapabilitas bangsa. Tetapi ini hanya syarat perlu (necessary condition), bukan

syarat cukup (sufficient condition). Dalam catatan Goonatilake (1984), hingga

akhir dekade 1980-an kegiatan litbang iptek di negara-negara Amerika Latin

telah berlangsung secara intensif. Tetapi pada umumnya litbang iptek tersebut

berpola imitatif dengan menginduk pada litbang iptek di Amerika Serikat dan

negara-negara Eropa. Akibatnya, litbang iptek di negara-negara Amerika Latin

tersebut tidak relevan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan. Mulai awal dekade

1990-an beberapa negara Amerika Latin mengubah kebijakan iptek mereka dan

berupaya mengintegrasikan kegiatan litbang iptek ke dalam pembangunan

(Viotti, 2008). Situasi yang serupa juga terjadi pada bangsa-bangsa berkembang

di Asia dan Afrika (Pradip, 1984; Ahmad dkk, 1988). Di satu sisi, iptek yang

digunakan bangsa-bangsa berkembang untuk menopang kegiatan

pembangunan diperoleh melalui bantuan asing atau melalui penanaman modal

asing yang disertai dengan alih iptek (science and technology transfer). Di lain sisi,

kegiatan litbang iptek di bangsa-bangsa tersebut dilakukan tanpa dipandu oleh

suatu objektif pembangunan. Dengan perkataan lain, iptek yang digunakan

untuk pembangunan didapatkan dari luar (dari negara-negara donor dan para

Page 17: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 5

penanam modal asing), sementara iptek yang dikembangkan sendiri (oleh

bangsa-bangsa berkembang) tidak terintegrasikan ke dalam pembangunan.

Jadi, litbang iptek merupakan syarat perlu bagi peningkatan kapabilitas

bangsa. Agar menjadi syarat perlu dan sekaligus syarat cukup (necessary and

sufficient condition), kegiatan litbang iptek perlu terintegrasikan ke dalam

kegiatan-kegiatan pembangunan—keterintegrasian ‗dunia di dalam

laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘.

1.2.1 Gagasan Sistem Inovasi

Keterintegrasian ‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘

merupakan sebuah isu yang sentral dalam reformasi kebijakan iptek di negara-

negara berindustri maju sejak awal dekade 1990-an. Ketika Perang Dingin

berakhir (ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin di tahun 1989) dan

persaingan kekuatan militer bergeser menjadi persaingan kekuatan industrial,

negara-negara peserta Perang Dunia menghadapi suatu masalah yang baru:

peningkatan daya saing industri-industri nasional. Untuk menjawab tantangan

ini, pengintegrasian litbang iptek ke dalam sistem ekonomik nasional dipandang

sebagai sebuah langkah yang stratejik. Hal ini tidak mudah, karena di masa

Perang Dingin pola dan orientasi dari litbang iptek dipengaruhi sangat kuat oleh

kepentingan pertahanan. Di masa Perang Dingin, litbang iptek terintegrasikan

ke dalam sektor pertahanan tetapi tidak ke dalam sektor ekonomik. Dalam

catatan Lee (1997), sejak awal dekade 1990-an Amerika Serikat memulai

reformasi kebijakan iptek dengan mengintegrasikan litbang iptek ke dalam

sektor industri telekomunikasi. Ini merupakan respons terhadap derasnya aliran

produk industri-industri telekomunikasi Jepang ke dalam pasar domestik

Amerika Serikat.

Gagasan ‗sistem inovasi‘ lahir pada dekade 1990-an dalam konteks

reformasi kebijakan sebagaimana diuraikan di atas. Sistem inovasi

dikembangkan sebagai sebuah kerangka kerja kebijakan untuk

mengintegrasikan litbang iptek ke dalam sektor-sektor industrial non-

pertahanan. Melalui penelitian-penelitian berpola lintas-disiplin, para akademisi

Page 18: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

6 ke dalam inovasi

berupaya mengembangkan basis ilmiah bagi gagasan sistem inovasi tersebut2.

Sebagai produk ilmiah, ‗sistem inovasi‘ lahir dalam konteks reformassi

kebijakan di negara-negara berindustri maju. Gagasan ini dikembangkan untuk

menjawab masalah keterintegrasian ‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di

luar laboratorium‘ di negara-negara tersebut, dalam konteks dinamika politik

yang khusus. Apakah gagasan sistem inovasi tersebut relevan bagi bangsa-

bangsa berkembang?

Bangsa-bangsa berkembang dan bangsa-bangsa berindustri maju berbeda

satu dari yang lain dalam hal lintasan sejarah, pola pembangunan, dan tingkat

kemajuan. Perbedaan ini, pada gilirannya, berimplikasi pada perbedaan ‗dunia

di dalam laboratorium‘, ‗dunia di luar laboratorium‘, dan perbedaan peluang

untuk mengintegrasikan kedua ‗dunia‘ tersebut.

1.3 Konteks Pembangunan Indonesia

Bagi bangsa Indonesia, keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan

telah menjadi amanat undang-undang. Undang-Undang mengenai Sistem

Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (UU Sisnas P3 IPTEK) yang diterbitkan pada tahun 2002 menetapkan

bahwa pengembangan iptek diarahkan pada peningkatkan daya saing

ekonomik dan pencapaian kemandirian bangsa Indonesia. Secara khusus Pasal 5

UU Sisnas P3 IPTEK menetapkan bahwa:

―Sistem nasional riset, pengembangan dan pemanfaatan iptek berfungsi

untuk membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur

penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan iptek dalam satu keseluruhan

yang utuh.‖

Unsur-unsur yang dimaksudkan dalam pasal ini terdiri atas unsur institusi,

unsur sumber daya dan unsur jejaring. Institusi atau kelembagaan iptek

mencakup perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha dan lembaga-

lembaga penunjang. UU Sisnas P3 IPTEK menggariskan bahwa lembaga-

2 Suatu tinjauan literatur yang komprehensif mengenai perkembangan teori-teori sistem

inovasi diberikan dalam Fagerberk dkk (2004).

Page 19: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 7

lembaga iptek tersebut berfungsi untuk: (i) mengorganisasikan pembentukan

sumber daya manusia, penelitian, pengembangan, perekayasan, inovasi dan

difusi teknologi; dan (ii) membentuk iklim dan memberikan dukungan yang

diperlukan bagi penyelenggaraan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan

iptek. Pasal 15 dari UU Sisnas P3 IPTEK secara khusus menekankan pentingnya

jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-unsur kelembagaan iptek,

untuk menghasilkan kinerja sistem nasional iptek dan inovasi.

UU Sisnas P3 IPTEK tersebut menyediakan kerangka legislasi bagi

perumusan kebijakan-kebijakan iptek nasional seperti Kebijakan Strategis

Pembangunan Nasional Iptek (Jakstranas Iptek) oleh Kementerian Riset dan

Teknologi (KRT) dan perumusan Agenda Riset Nasional (ARN) oleh Dewan

Riset Nasional (DRN). Pada periode 2005-2010 ARN terdiri atas enam bidang

prioritas, yaitu: (i) ketahanan pangan; (ii) energi baru dan terbarukan; (iii)

teknologi dan manajemen transportasi; (iv) teknologi informasi dan komunikasi;

(v) teknologi pertahanan dan keamanan; (vi) teknologi kesehatan dan obat. Pada

periode 2010-2014, ditambahkan bidang material baru sebagai bidang prioritas

dalam ARN. Jakstranas Iptek dan ARN tersebut diimplementasikan melalui,

antara lain, penyelenggaraan empat jenis program insentif, yaitu: (i) program

riset dasar; (ii) program riset terapan; (iii) program peningkatan kapasitas iptek

sistem produksi; dan (iv) program percepatan difusi dan pemanfaatan iptek.

Keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan juga merupakan isu

yang sentral dalam kebijakan iptek nasional pada dekade 1980-an, di era

Pemerintahan Orde Baru. Di masa itu, KRT menggulirkan program-program

iptek dengan skala yang bertingkat, yaitu: Riset Unggulan Terpadu (RUT); Riset

Unggulan Kemitraan (RUK); dan Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS).

Pemerintahan Orde Baru juga memprakarsai serta membiayai pengembangan

industri-industri berbasis iptek nasional (seperti Industri Pesawat Terbang

Nusantara, IPTN), membentuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

(BPPT), serta mengembangkan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan

Teknologi (sebagai kawasan iptek). Ini semua merupakan bagian dari upaya

Pemerintahan Orde Baru untuk mengintegrasikan litbang iptek ke dalam

pembangunan nasional.

Meski keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan merupakan

isu yang sentral baik dalam Pemerintahan Orde Baru maupun Pemerintahan

Page 20: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

8 ke dalam inovasi

Orde Reformasi, terdapat perbedaan paradigma pembangunan pada kedua

Pemerintahan tersebut. Pemerintahan Orde Baru menganut paradigma

pembangunan yang dihela negara (state-led development). Dalam paradigma ini,

negara memiliki peranan yang dominan dalam menentukan arah dan

menggerakkan pembangunan, termasuk pembangunan iptek. Di era

Pemerintahan Orde Reformasi, peran negara dalam pembangunan secara

bertahap dikurangi melalui liberalisasi sektor-sektor publik. Secara bertahap

para pelaku pasar (pelaku swasta) mendapatkan ruang yang lebih luas untuk

berperan dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Pembangunan Indonesia

mengalami pergeseran paradigma dari state-led menuju market-led3.

Di tahun 1999 Pemerintah Indonesia menggulirkan kebijakan otonomi

perguruan tinggi. Isu-isu yang sentral dalam kebijakan otonomi perguruan

tinggi ini adalah, antara lain: (i) pemberian otonomi pada perguruan tinggi

dalam urusan akademik; (ii) peningkatan relevansi pasar (market relevance) dari

kegiatan penelitian dan pengajaran di perguruan tinggi; dan (iii) peningkatan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perguruan tinggi. Dalam

implementasinya, kebijakan otonomi perguruan tinggi tersebut menimbulkan

perbedaan tafsiran. Bagi sebagian kalangan, kebijakan otonomi perguruan tinggi

merupakan liberalisasi sektor pendidikan tinggi. Dalam tafsiran ini, sebuah

perguruan tinggi otonom harus menyediakan produk sesuai dengan permintaan

pasar, dan menghasilkan produk tersebut dengan cara-cara yang efisien.

Dengan melakukan hal-hal demikian, sebuah perguruan tinggi otonom akan

memiliki daya saing di pasar layanan pendidikan, dan memperoleh dana (dalam

proporsi tertentu) dari pasar untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam

kampus. Bagi sebagian kalangan yang lain, otonomi perguruan tinggi

3 Fakta mengenai terjadinya pergeseran paradigma ini dapat ditelusuri pada kandungan

sejumlah undang-undang yang dihasilkan di era Pemerintahan Orde Reformasi (sejak

1999). Meski demikian, masih menjadi perdebatan apakah pembangunan Indonesia saat

ini telah sepenuhnya mengadopsi paham neoliberalisme atau tidak. Neoliberalisme

merupakan paham pembangunan yang menekankan peranan kekuatan pasar dan

menyarankan intevensi pemerintah yang minimal. Paham ini pernah dianut Negara-

negara Amerika Latin pada dekade 1980-an dan sejak 1990-an mulai ditinggalkan karena

menimbulkan krisis ekonomik, politik dan sosial yang meluas di negara-negara tersebut

(Desai dan Potter, 2002).

Page 21: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 9

ditafsirkan sebagai pemberian otonomi akademik oleh negara kepada perguruan

tinggi, dengan disertai dukungan pembiayaan oleh negara, agar perguruan

tinggi dapat memperluas peranannya dalam pembangunan bangsa.

Apakah suatu negara menganut paham pembangunan yang cenderung

state-led atau market-led, hal ini membawa implikasi pada peluang-peluang untuk

mengintegrasikan litbang iptek ke dalam pembangunan. Tetapi tentu saja

market-led tidak identik dengan state-less. Di negara-negara penganut ekonomi

pasar (market economy) seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Cina4, sektor

iptek dan pendidikan tinggi tetap diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah.

Relevansi pasar (market relevance) dari litbang iptek dan pendidikan tinggi

merupakan isu yang sentral dalam kebijakan iptek dan kebijakan pendidikan

tinggi di negara-negara tersebut. Untuk mewujudkan peningkatan relevansi

pasar ini, pemerintah di negara-negara tersebut menyediakan berbagai insentif

fiskal dan non-fiskal, membiayai kegiatan-kegiatan litbang dan komersialisasi

hasil litbang, dan membiayai pengembangan sumber-sumber daya dan

lembaga-lembaga baru yang dibutuhkan bagi reformasi kebijakan

iptek/pendidikan tinggi. Dengan perkataan lain, negara tetap menjadi kekuatan

besar yang mengarahkan dan menggerakkan perkembangan iptek dan

pendidikan tinggi di negara-negara penganut ekonomi pasar.

1.4 Fokus dan Metodologi Bahasan

Keterintegrasian ‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘

merupakan tema pembahasan dalam buku ini. Tema ini, tentu saja, memiliki

cakupan permasalahan yang luas meliputi kedua ‗dunia‘ tersebut. Lebih

spesifiknya, pembahasan dalam buku ini berfokus pada permasalahan:

bagaimana kegiatan-kegiatan litbang iptek (di dalam laboratorium) dapat

menghasilkan nilai-nilai tambah bagi pihak-pihak pengguna iptek (di luar

4 Sejak dekade 1990-an tatanan ekonomi Cina makin berpola ekonomi pasar, meski Cina

bukan penganut kapitalisme liberal. Perusahaan-perusahaan swasta (berkebangsaan)

Cina, bukan swasta asing, merupakan pelaku yang dominan dalam ekonomi Cina.

Page 22: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

10 ke dalam inovasi

laboratorium)— permasalahan ‗transformasi penelitian ke dalam inovasi‘.

Beberapa pendekatan yang berbeda dapat ditempuh untuk membahas

permasalahan tersebut. Misalnya, pendekatan kognitif dapat digunakan untuk

menganalisis kandungan dari hasil-hasil litbang iptek, dan menilai apakah hasil-

hasil litbang tersebut sesuai dengan kebutuhan pihak-pihak pengguna iptek

(baik di ranah komersial maupun non-komersial). Teknik-teknik statistika dapat

digunakan untuk mendeteksi kecenderungan-kecenderungan yang ada.

Pendekatan seperti ini membutuhkan indikator-indikator mengenai ‗kesesuaian‘

antara ‗hasil litbang‘ dan ‗kebutuhan pengguna iptek‘. Bila indikator-indikator

yang digunakan tidak relevan, hasil analisis statistika yang diperoleh menjadi

tidak bermakna atau membawa pada kesimpulan yang salah. Pendekatan yang

lain menggunakan perspektif ekonomik. Misalnya, pembahasan ditempuh

dengan mempelajari pengaruh pilihan-pilihan instrumen fiskal (dan non-fiskal)

terhadap: (i) pola/strategi persaingan antara pelaku usaha; dan (ii) tingkat

permintaan akan litbang iptek (lihat misalnya pembahasan dengan pendekatan

ekonomik dalam Nelson dan Winter (1982); Nelson (1993); Keller dan Samuels

(2003)). Pendekatan kelembagaan juga dapat ditempuh untuk mengamati pola,

intensitas dan outcome dari kerja sama-kerja sama antara para pelaku di

lembaga-lembaga iptek dan para pelaku pengguna iptek (di ranah komersial

dan di ranah publik/non-komersial). Kajian-kajian tentang University-Industry

Linkage (UIL) pada umumnya mengadopsi perspektif kelembagaan seperti ini.

Pembahasan dalam buku ini menggunakan pendekatan/perspektif sosial,

khususnya perspektif teori jejaring-aktor (actor-network theory, ANT). Dalam

literatur, pendekatan sosial diadopsi oleh, antara lain: Knorr-Cetina (2000) untuk

mempelajari kultur dari komunitas-komunitas ilmiah; Hess (1995) untuk

mempelajari relasi-relasi kuasa yang berkembang melalui penelitian, Merton

dkk (1991) untuk mempelajari norma dan interaksi sosial di perguruan-

perguruan tinggi. Dalam buku ini, perspektif ANT digunakan untuk

mempelajari secara empirikal:

pertanyaan (i):

bagaimana relasi-relasi antara para peneliti/pelaku litbang dan pelaku-

Page 23: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 11

pelaku yang lain (baik pelaku litbang maupun non-litbang)

terbentuk/terjalin;

pertanyaan (ii):

dalam kasus inisiatif pemanfaatan iptek, pola relasi-relasi (antara para

penginisiasi dan pengadopsi) seperti apa yang kondusif bagi adopsi iptek

tersebut.

Melalui telaah atas jawaban-jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut, dapat

diperoleh sebuah penjelasan mengenai faktor kendala dan faktor pendorong

bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi. Dari penjelasan tersebut

kemudian dapat diekstraksikan implikasi-implikasi kebijakan yang relevan.

Pelaku (actor) dan jejaring relasi-relasi antara pelaku-pelaku (network of

relations) merupakan gagasan-gagasan analitik yang kunci dalam ANT. Para

pelaku itu sendiri bersifat otonom. Oleh karena ini, suatu relasi antara para

pelaku hanya akan terjalin setelah melalui penyesuaian atau translasi

(translation). Lazimnya para peneliti ANT melakukan penelusuran empirik

dengan berfokus pada translasi-translasi, bagaimana relasi-relasi terbentuk

melalui translasi tersebut, dan outcome dari relasi-relasi ini. Ciri yang khas dari

ANT adalah bahwa teori ini tidak bersandar pada konsep-konsep makro (seperti

struktur, sistem, lembaga) ataupun konsep-konsep mikro (seperti individualitas,

makna personal). ANT bersandar pada translasi-translasi dan relasi-relasi

(Latour, 2005). Dalam ANT (dan juga teori-teori sosial dalam paradigma

konstruktivistik), pencarian sumber data tidak bersandar pada konsep sampling,

karena konsep ini didasarkan pada asumsi a-priori akan keberadaan suatu

populasi dengan identitas dan batasan (boundary) yang tetap5. Dalam ANT,

boundary merupakan persoalan empirik a posteriori.

Sebagai sebuah teori dalam sosiologi, ANT membuka peluang bagi adopsi

dan pengembangan konsep-konsep matematika untuk melakukan kalkulasi-

kalkulasi. Melalui penyederhanaan-penyederhanaan hasil penelusuran jejaring-

aktor dapat dinyatakan dalam bentuk graf (graph)—sebuah konsep matematika

5 Diskusi yang komprehensif mengenai metode-metode penelitian sosial diberikan dalam

Alvesson, Mats dan Kajskoldberg (2000) dan Denzin dan Lincoln (1998).

Page 24: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

12 ke dalam inovasi

abstrak yang lazim digunakan dalam analisis jejaring. Begitu dinyatakan dalam

bentuk graf, teknik-teknik analisis graf dapat diterapkan untuk melakukan

kalkulasi terhadap jejaring-aktor. Dalam literatur, penggunaan teori graf dalam

kalkulasi jejaring-aktor masih di tahap perkembangan. Dalam buku ini, konsep

graf digunakan sebatas untuk merepresentasikan jejaring-aktor yang

disederhanakan (reduced). Persoalan kalkulasi jejaring-aktor di luar cakupan

pembahasan buku ini.

Pembahasan mengenai pertanyaan (i) di atas didasarkan pada hasil

penelusuran jejaring-aktor melalui wawancara dan/atau focus group discussion

(FGD), dengan melibatkan para peneliti (sebagai informan) dari Institut

Teknologi sepuluh November (ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan

Universitas Kristen Satyawacana UKSW)6, Badan-Badan Penelitian dan

Pengembangan di Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian,

Kementerian Perdagagagan, dan Kementerian Pertahanan, Lembaga-Lembaga

Penelitian Non-Kementerian (LIPI, BPPT, BATAN, BAKOSURTANAL) dan

empat buah perusahaan swasta. Penelusuran melalui wawancara/FGD tersebut

bermula dengan isu-isu kebijakan kekinian (current), seperti isu relevansi pasar

dari litbang iptek dan isu otonomi perguruan tinggi. Isu-isu tersebut tengah

menjadi perhatian yang meluas dan, tidak jarang, disertai dengan kontroversi.

Dengan teknik problematisasi demikian, menjadi terbuka ruang bagi para

informan untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan praktis penelitian

(research practice) di lembaga mereka masing-masing. Secara keseluruhan, lebih

dari lima puluh informan berpartisipasi dalam wawancara/FGD tersebut.

Pembahasan mengenai pertanyaan (ii) di atas di dasarkan pada hasil

penelusuran melalui studi atas dua kasus inisiatif pemanfaatan iptek, yaitu

kasus digital divide dan kasus semburan lumpur panas di Jawa Timur. Untuk

kasus digital divide, penelusuran empirikal dilakukan di desa Cinta Mekar (Kab.

Subang, Jawa Barat), desa Limbangan di Jawa Tengah, dan desa Sampali di

Sumatera Utara. Untuk kasus semburan lumpur panas, pengamatan dilakukan

6 ITS, ITB dan UKSW termasuk di antara perguruan-perguruan tinggi di Indonesia yang

memiliki produktivitas penelitian yang tinggi. Di antara ketiganya terdapat rentangan

variasi yang luas dalam hal disiplin keilmuan yang dikelola, proses kelahiran lembaga,

dan lingkungan sosial.

Page 25: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 13

di laboratorium tempat para peneliti bekerja dan di sejumlah forum pertemuan

publik yang relevan. Penelusuran tersebut dibatasi oleh isu-isu yang dianggap

berkaitan erat dengan: program-program inisiatif implementasi teknologi

informasi (kasus digital divide); upaya-upaya penyediaan fakta ilmiah untuk

menyelesaikan sengketa hukum (kasus semburan lumpur panas).

Pelaksanaan kegiatan-kegiatan penelusuran empirikal tersebut di atas

bersifat con-current, dalam arti bahwa masing-masing bersifat saling-bebas satu

terhadap yang lain. Hal ini membuka peluang bagi triangulasi silang antara

hasil eksplorasi yang satu dan hasil eksplorasi yang lainnya (Creswell, 2005).

Pengumpulan dan interpretasi data dilakukan dengan dipandu oleh perspektif

ANT. Secara disederhanakan, teknik interpretasi data mengikuti tahap-tahap

abstraksi sebagaimana divisualkan dalam Gambar 1.1.

Interpretasi terhadap Pola-Pola

Relasi/Graf untuk mendapatkan

Karakteristik Praktis Penelitian dan

Pola Difusi/Adopsi

Koleksi Data

(wawancara & FGD, pengamatan lapangan,

transkripsi hasil wawancara, pengambilan foto-

foto dan pengumpulan dokumen yang relevan)

Penelusuran Translasi-Translasi

dan Relasi-Relasi, Triangulasi

Substansi

Pengkodean Data dengan

Dipandu oleh Perspektif ANT

dan Isu-Isu yang Relevan

dengan Pertanyaan (i) dan (ii)

Penyusunan Narasi dan

Deskripsi Relasi-Relasi dalam

bentuk Graf

Arsip Data dan

Organisasi Data

Triangulasi Awal

(konsistensi sumber data)

Penyimpulan Teoretikal dan

Implikasi Kebijakan

Gambar 1.1 Analisis Data melalui Spiral Tingkatan Abstraksi

Keseluruhan data yang dijadikan basis empirikal bagi pembahasan dalam

buku ini diperoleh melalui kegiatan-kegiatan wawancara dan FGD yang

Page 26: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

14 ke dalam inovasi

melibatkan lebih dari 75 informan, dengan durasi wawancara bervariasi antara

30 menit sampai lebih dari 120 menit. Sebagian besar dari kegiatan

pengumpulan data tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan kajian dengan

judul ―Kajian Kecenderungan Riset Hulu-Hilir‖, yang didanai oleh Dewan Riset

Nasional (DRN) Republik Indonesia. Kajian ini dilaksanakan dalam kurun

waktu Agustus sampai dengan Desember, tahun 2009. Data yang berkaitan

dengan kasus difusi iptek (kasus digital divide dan kasus semburan Lumpur

Panas) diperoleh melalui kajian terdahulu dengan judul ―Knowledge Systems and

Inequality‖, yang didanai oleh International Development Research Center (IDRC),

Kanada, yang dilaksanakan pada kurun waktu Januari, 2008 sampai Juni, 2009.

Penggunaan keseluruhan data empirikal tersebut memungkinkan

pembahasan kasus-kasus difusi iptek secara diakronik (diachronic). Tetapi

pembahasan mengenai relasi-relasi para peneliti bersifat sinkronik (synchronic).

Penelusuran berpola diakronik diperlukan bila yang ingin diungkapkan adalah

evolusi perguruan tinggi atau evolusi kelompok-kelompok peneliti. Pembahasan

dalam buku ini mengadopsi perspektif sosial, khususnya perspektif jejaring-

aktor. Tentu saja, setiap pemilihan perspektif teoretikal membawa implikasi

kognitif tertentu. Berkaitan dengan pemilihan perspektif teoretikal ini, yang

menjadi isu bukanlah perspektif mana yang paling baik. Yang menjadi isu

adalah bagaimana pembahasan-pembahasan dengan perspektif-perspektif yang

berbeda dapat saling memperkaya satu pada yang lain, dan menghasilkan

pemahaman yang makin utuh. Analisis dan penyimpulan dalam buku ini

menggunakan teknik kualitatif, karena pembahasan di sini bersifat eksploratif—

menelusuri dan menemukenali faktor-faktor apa yang bekerja dan bagaimana

faktor-faktor tersebut menimbulkan efek-efek yang teramati (empirically

observed). Teknik kuantitatif diperlukan jika pembahasan dimaksudkan untuk

mengukur, menakar dan melakukan kalkulasi. Dalam bagian-bagian tertentu

buku ini diilustrasikan penggunaan teknik graf (graph) untuk merepresentasikan

hasil-hasil penelusuran jejaring-aktor. Penggunaan teknik graf untuk kalkulasi

jejaring-aktor, meski hal ini mungkin dilakukan, di luar cakupan pembahasan

buku ini.

1.5 Sistematika Bahasan

Page 27: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 15

Dalam bab ini telah dipaparkan konteks, fokus dan metodologi pembahasan

‗transformasi penelitian ke dalam inovasi‘. Sejumlah gagasan dan teori telah

dikembangkan dalam literatur, khususnya literatur di area sistem inovasi dan

area science and technology studies (STS). Dalam Bab 2 didiskusikan beberapa

gagasan dan teori yang dipandang relevan dengan tema pembahasan buku ini,

yaitu: kritik-kritik terhadap model linier inovasi; problematika filosofikal

berkaitan dengan masalah pemanfaatan iptek; pokok-pokok gagasan sistem

inovasi; dan evolusi perguruan tinggi.

Hasil-hasil penelusuran empirikal melalui wawancara, FGD dan studi kasus

yang menjadi dasar bagi pembahasan pertanyaan (i) dan pertanyaan (ii) tersebut

di atas dipaparkan dalam Bab 3 dan Bab 4 (untuk pertanyaan (i)) dan Bab 5

(untuk pertanyaan (ii)). Di akhir Bab 5 didiskusikan secara khusus sebuah kritik

terhadap model difusi inovasi linier. Ekstraksi teoretikal dari hasil-hasil yang

dipaparkan di ketiga bab tersebut didiskusikan dalam Bab 6, dan implikasi

kebijakan dari ekstraksi teoretikal ini didiskusikan di Bab 7. Bab 8 menutup

pembahasan buku ini dengan mengemukakan beberapa isu paradigma.[]

Page 28: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

16 ke dalam inovasi

Definisi Konteks,

Fokus dan

Metodologi

Diskusi Kritikal

melalui Tinjauan

Literatur Sistem

Inovasi dan STS

Deskripsi Relasi-

Relasi Akademisi

di Perguruan

Tinggi

Deskripsi Relasi-

Relasi Peneliti di

Balitbang, LPNK

dan Perusahaan

Deskripsi Relasi-

Relasi dalam

Inisiatif Inovasi

Ekstraksi

Teoretikal

Implikasi

Kebijakan

Penutup

Gambar 1.2 Sistematika Bahasan

Page 29: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 17

Bab 2

PERMASALAHAN TEORETIKAL

2.1 Pendahuluan

Bagaimana, atau melalui cara apa, kegiatan litbang iptek dapat menghasilkan

nilai tambah bagi pihak pengguna iptek? Jawaban yang dapat segera

ditawarkan adalah: melalui penerapan hasil litbang iptek. Melalui tinjauan

literatur, dalam bab ini akan diperlihatkan bahwa jawaban seperti ini tidak

memadai. Pembahasan dalam bab ini bermula dengan sebuah model tentang

mekanisme pemanfaatan hasil litbang iptek yang dikenal sebagai ‗model linier‘

dari inovasi. Akan diperlihatkan bahwa model ini mengandung asumsi-asumsi

yang tidak bersesuaian dengan realitas. Pembahasan kemudian masuk ‗ke

dalam‘ iptek, untuk memperlihatkan adanya kesulitan epistemologikal yang

membuat iptek terpisah dari masyarakat—kesenjangan epistemologikal. Tentu

saja, dalam realitas praktikal iptek tidak pernah terpisah dari masyarakat. Tetapi

kesenjangan epistemologikal tersebut membuat upaya-upaya praktikal untuk

menerapkan iptek di masyarakat menghadapi kesulitan-kesulitan teoretikal7.

Pembahasan selanjutnya berfokus pada perkembangan gagasan sistem

inovasi. Gagasan sistem inovasi merujuk pada kegiatan-kegiatan litbang iptek,

kegiatan-kegiatan produksi industrial dan kegiatan-kegiatan ekonomik yang

lainnya. Gagasan ini menekankan pentingnya keterpautan sistemik antara

berbagai kegiatan tersebut bagi peningkatan kapasitas inovasi—potensi untuk

mewujudkan inovasi—dari suatu ekonomi. Perkembangan gagasan sistem

inovasi tersebut membawa implikasi pada reformasi kebijakan iptek dan

transformasi perguruan tinggi.

7 Sebagai ilustrasi tentang situasi demikian adalah praktik-praktik „alih iptek‟ dan

„diseminasi iptek‟. Kedua gagasan tersebut relatif populer dan telah dipraktikkan secara

meluas. Pengujian yang seksama atas kandungan dari kedua gagasan tersebut akan

segera mengungkapkan adanya kelemahan-kelemahan teoretikal.

Page 30: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

18 ke dalam inovasi

Keseluruhan pembahasan di bab ini dimaksudkan untuk memperlihatkan

bahwa permasalahan ‗pemanfaatan iptek‘ melibatkan pertanyaan-pertanyaan di

ranah filosofikal/epistemologikal dan pertanyaan-pertanyaan di ranah

kebijakan dan kelembagan. Literatur yang dirujuk dalam pembahasan di bab ini

merupakan hasil-hasil kajian mengenai pemanfaatan iptek di negara-negara

berindustri maju, yang lazimnya dipandang sebagai sumber perkembangan

iptek itu sendiri. Iptek, di negara-negara tersebut, memang telah berkembang

begitu pesat sejak Revolusi Industri di akhir abad ke-18. Tetapi perkembangan

ini cenderung berlangsung melalui cara-cara yang kurang refleksif (Schroeder,

2007; Mitcham, 1994). Kesulitan-kesulitan yang timbul dalam upaya-upaya

pemanfaatan iptek tampaknya bersumber dari cara-cara pengembangan iptek

yang kurang refleksif tersebut.

2.2 Permasalahan dari Model Linier

Bagaimana penelitian dan pengembangan iptek dapat diarahkan untuk

perbaikan kehidupan sosial, atau kemajuan ekonomik? Pertanyaan ini terlihat

sederhana dan jawabannya mudah: terapkan saja iptek dan dapatkan

manfaatnya. Tetapi, apa yang dimaksud dengan menerapkan iptek? Jawaban

yang konvensional adalah sebagai berikut. Pertama, penerapan iptek

memerlukan penelitian terapan (applied research) terlebih dahulu, karena

pengembangan iptek itu sendiri belum tentu ditujukan pada masalah-masalah

praktikal tertentu. Setelah ini, hasil-hasil dari penelitian terapan didiseminasikan

secara luas sehingga dapat diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.

Dengan adanya akses ini, pihak-pihak tersebut dapat menggunakan hasil-hasil

penelitian terapan untuk menjawab masalah-masalah yang mereka hadapi.

Secara sederhana, logika konvensional tersebut di atas dapat

divisualisasikan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Logika (atau

model) mengenai langkah-langkah pemanfaatan iptek seperti ini dikenal luas

sebagai model linier inovasi (Lee, 1997; Rip dkk, 1995; Rosenberg, 1992; Rogers,

1993; Mowery dan Rosenberg, 1998).

Page 31: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 19

Penelitian

Dasar/

Fundamental

Penelitian

Terapan

Pengembangan

(Perancangan,

Konstruksi,

Pengujian)

Distribusi/

Pemasaran/

Pengoperasian

Gambar 2.1 Pemanfaatan Iptek dalam Logika/Model Linier

Penelitian terapan itu sendiri merupakan jenis penelitian yang berbeda dari

penelitian dasar atau penelitian fundamental (basic/fundamental research). Secara

konvensional, sebuah cara untuk membedakan kedua jenis penelitian ini adalah

dengan menelusuri orientasi dari suatu penelitian. Dalam pembahasannya

mengenai penelitian terapan dan penelitian fundamental, Stokes (1997)

mengadopsi suatu kuadran yang dikenal sebagai Kuadran Pasteur untuk

menganalisis perbedaan orientasi-orientasi penelitian (lihat Tabel 2.1). Jadi,

kuadran tersebut membedakan apakah seorang ilmuwan, ketika melakukan

penelitian, digerakkan oleh motivasi untuk mendapatkan pemahaman

fundamental, atau untuk menghasilkan manfaat praktikal.

Tabel 2.1 Kuadran Pasteur (sumber: Stokes, 1997)

Dalam nomenlaktur disiplin-disiplin iptek juga dikenal pembedaan antara

teoretikal dan terapan, seperti fisika teoretikal yang dibedakan dari fisika

terapan. Sebagian kalangan menggunakan predikat ‗murni‘8 bagi penelitian

8 Pemberian predikat „murni‟ ini mengandung problematik. Evolusi ilmu pengetahuan

justru memperlihatkan percabangan-percabangan dan pencampuran-pencampuran

Pencarian Sebab Fundamental

Ya Tidak

Pertimbangan

Pemanfaatan

Praktikal

Ya

Penelitian Dasar

Berinspirasikan

Terapan

Penelitian Terapan

Murni

Tidak Penelitian Dasar

Murni

?

Page 32: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

20 ke dalam inovasi

fundamental untuk menekankan kemurnian motivasi dan orientasi. Sebagian

kalangan yang lain menggunakan predikat ‗hulu‘ untuk penelitian fundamental

dan predikat ‗hilir‘ untuk penelitian terapan. Metafor ‗hulu-hilir‘ ini didasarkan

atas asumsi mengenai ‗aliran iptek‘ yang menyerupai aliran air sungai dari mata

air ke muara.

Dalam literatur tentang sistem inovasi, diakui bahwa cikal-bakal dari model

linier inovasi tersebut adalah proposal kebijakan iptek yang disusun oleh

Vannevar Bush pada tahun 1945, dengan judul ‗Science: The Endless Frontier‘

(Fagerberk dkk, 2004). Proposal kebijakan iptek ini ia ajukan sebagai cetak-biru

sistem penelitian dan pengembangan iptek Amerika Serikat di era pasca-Perang

Dunia. Gagasan pokok dalam pemikiran Bush adalah bahwa: (i) penelitian

fundamental merupakan pra-syarat bagi inovasi di industri-industri, dan (ii)

perguruan tinggi merupakan tempat yang terbaik bagi pelaksanaan penelitian

fundamental. Dalam Proposal tersebut, Bush mengantisipasi faktor kegagalan

pasar dan mengusulkan agar Pemerintah Federal Amerika Serikat

meningkatkan secara signifikan pendanaan bagi penelitian fundamental di

perguruan-perguruan tinggi.

Jadi, model linier inovasi, dilengkapi dengan Kuadran Pasteur untuk

membedakan jenis-jenis penelitian, menyediakan sebuah sarana konseptual

untuk mengelola kegiatan litbang dan pemanfaatan iptek. Apakah model linier

inovasi dan gagasan-gagasan yang terkait dengan model tersebut telah

menjawab permasalahan pemanfaatan iptek? Berikut ini disampaikan sejumlah

argumen yang menyarankan bahwa jawaban terhadap pertanyaan ini adalah

negatif.

substansi keilmuan, alih-alih keterisolasian. Fisika teoretikal, misalnya, sarat dengan

matematika. Perkembangan geometri non-Euclidean berinspirasikan pemikiran mekanika

relativistik. Perkembangan teknologi informatika dan informasi berpola lintas-disiplin

dan mempertemukan ilmu komputasi (matematika terapan), fisika material, teknologi

elektromagnetika, komputasi syaraf, ilmu desain visual, dan lain-lain. Jadi, makna

„murni‟ dalam frase „ilmu murni‟ yang bisa diterima adalah bahwa ilmu tersebut

„berorientasi pada penjelasan fundamental‟, bukan murni dalam subtansi.

Page 33: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 21

2.2.1 Konteks Komersial

Argumen yang pertama didasarkan pada hasil kajian-kajian mengenai praktis di

perusahaan-perusahaan (Fagerberk dkk, 2004; Albu, 1997; Rosenberg, 1982;

Mowery dan Rosenberg, 1998). Temuan dari kajian-kajian ini memperlihatkan

bahwa pada umumnya perusahaan-perusahaan melakukan perubahan-

perubahan teknikal (technical changes) atas dasar pertimbangan komersial, dan

mereka memulai dengan menggali pengetahuan yang sudah mereka miliki dan

gunakan. Hanya ketika penggalian ini tidak memberikan hasil, mereka mulai

menengok hasil-hasil penelitian dasar dan terapan yang ditawarkan perguruan-

perguruan tinggi. Tetapi ini hanya salah satu pilihan yang mungkin diambil.

Pilihan yang lain adalah melakukan alliansi dengan perusahaan-perusahaan lain

untuk mengendalikan pasar (dikenal sebagai kartel). Ketika para pelaku usaha

tidak tertarik untuk menengok hasil-hasil litbang iptek, ‗aliran iptek‘ akan

terhenti sebelum mencapai ‗hilir‘.

Dalam kasus di mana suatu perusahaan mencoba menggali hasil penelitian

untuk keperluan komersial, upaya ini belum tentu berhasil dalam satu langkah.

Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan ini seperti strategi

bisnis dari perusahaan-perusahaan lain yang terlibat dalam persaingan, iklim

usaha yang dipengaruhi oleh regulasi, standar-standar produk yang diterapkan,

dan juga perilaku konsumer (Rosenberg, 1982). Selain ini, terdapat juga kasus-

kasus di mana produk komersial telah digunakan meluas, sementara penelitian

dasar yang terkait dengan produk tersebut justru belum tersedia (Mowery dan

Rosenberg, 1998).

Jadi, model linier inovasi tidak menggambarkan situasi riel secara akurat.

Para pelaku usaha yang terlibat dalam suatu persaingan belum tertentu tertarik

pada, atau membutuhkan, apa-apa yang disediakan oleh para pelaku litbang

iptek. Dalam kasus di mana para pelaku usaha tertarik untuk mengakses dan

mengadopsi pada apa-apa yang ditawarkan oleh pelaku litbang, terdapat faktor-

faktor yang menentukan keberhasilan adopsi tersebut. Faktor-faktor ini tidak

diungkapkan secara eksplisit dalam model linier inovasi. Lebih jauh lagi, model

linier inovasi tidak dapat digunakan untuk menjelaskan adanya ‗aliran dari hilir

ke hulu‘; situasi di mana iptek tertentu telah digunakan meluas dalam konteks

Page 34: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

22 ke dalam inovasi

komersial sementara penelitian fundamental yang terkait dengan iptek tersebut

baru terpicu di kemudian hari.

Kuadran Pasteur juga tidak menggambarkan situasi ‗hulu‘ secara lengkap.

Berkaitan dengan isu ini, Calvert (2002) mengamati respons sejumlah akademisi

di perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Inggris terhadap

kebijakan komersialisasi penelitian. Kebijakan ini diperkenalkan pada awal

dekade 1990-an sebagai bagian dari desentralisasi sektor pendidikan tinggi. Dari

kajian tersebut ditemukan bahwa dalam pandangan para akademisi, seorang

peneliti yang mengerjakan penelitian dasar/fundamental menyandang status

yang tertinggi, jauh di atas status peneliti yang mengerjakan penelitian terapan.

Selain ini para akademisi juga berpandangan bahwa komersialisasi penelitian

itu menyerupai praktis ‗prostitusi‘. Tentu saja hasil kajian ini tidak berlaku

umum; pandangan seorang akademisi dipengaruhi oleh latar belakang

keilmuan dari akademisi tersebut dan situasi-situasi khusus yang berlaku di

perguruan tinggi dan di masyarakat. Tetapi temuan yang didapatkan Calvert

tersebut memiliki signifikansi. Amerika Serikat dan Inggris merupakan dua

negara yang dikenal gigih memperjuangkan liberalisasi sektor-sektor publik dan

mendesak perguruan-perguruan tinggi untuk membangun hubungan dengan

industri-industri untuk tujuan komersialisasi hasil penelitian. Hasil kajian

Calvert menyediakan sebuah kasus yang menunjukkan adanya

ketidaklengkapan dalam Kuadran Pasteur. Kajian Calvert tersebut menyarankan

bekerjanya nilai-nilai kultural tertentu yang dipegang teguh oleh para peneliti,

yang pada gilirannya mempengaruhi para peneliti dalam memilih jenis-jenis

penelitian.

2.2.2 Konteks Sosial

Kritik lain terhadap model linier inovasi bersumber pada pengamatan atas

dampak-dampak negatif dari kehadiran iptek. Sejumlah hasil kajian

memperlihatkan bahwa kehadiran iptek justru menimbulkan masalah-masalah

yang tidak kunjung terselesaikan seperti polusi lingkungan, marjinalisasi posisi

kaum buruh, ancaman terhadap keselamatan di lokasi kerja, pembelengguan

kebebasan individual melalui surveillance dan kontrol publik, perawatan

Page 35: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 23

kesehatan yang makin mahal, kebergantungan iptek di negara-negara

berkembang, dan lain-lain (Schroeder, 2007). Jika model linier tersebut memang

bersesuaian dengan realitas, maka berbagai masalah etikal ini akan dapat

dijawab dengan menyusun program-program iptek yang mengikuti tahapan-

tahapan linier tersebut. Tetapi, pengamatan akan dampak-dampak iptek di

masyarakat menyarankan bahwa tidak jarang iptek itu sendiri merupakan

sumber masalah, alih-alih sebagai sebuah jawaban potensial. Dengan perkataan

lain, model linier inovasi tersebut tidak menjelaskan fenomena ‗dialektika iptek‘;

bahwa iptek memungkinkan kemajuan-kemajuan sosial/ekonomik, tetapi pada

saat yang sama menjadi sumber munculnya masalah-masalah sosial/ekonomik

yang baru.

Ketika dihadapkan pada pertanyaan mengenai dampak sosial, sebuah

argumen yang lazim dikemukakan adalah bahwa iptek itu sendiri pada

dasarnya berwatak netral atau tidak berpihak. Apakah hasil dari penggunaan

iptek itu memberikan kebaikan atau tidak, ini bergantung pada motivasi

pengguna iptek tersebut. Kalau kelompok tertentu menginginkan kebaikan

sosial melalui iptek, ia dapat menyusun program iptek dengan mengadopsi

model linier tersebut. Begitu juga, kalau kelompok yang lain ingin menimbulkan

kerusakan dan kehancuran sosial dengan menggunakan iptek, ia pun dapat

mengadopsi model linier untuk mewujudkan keinginannya itu. Dengan

argumen seperti ini, model linier ingin dipertahankan.

Jadi, dalam pandangan netralitas iptek, model linier inovasi itu sendiri

berwatak netral dalam arti tidak berpihak pada kepentingan kelompok sosial

yang mana pun. Jika dalam situasi yang aktual dijumpai bahwa kehadiran iptek

justru menimbulkan masalah sosial berlarut-larut, ini merupakan hasil totalitas

dari program-program iptek yang baik dan yang tidak baik seperti diilustrasikan

dalam Gambar 2.2.

Page 36: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

24 ke dalam inovasi

Program Iptek +

Maksud Baik

Program Iptek +

Maksud Tidak

Baik

Total-

isasi?

EfekTotal

Aktual di

Masyarakat

Gambar 2.2 Timbulnya Efek dari Pemanfaatan Iptek dalam Asumsi Netralitas

Iptek

Pertanyaan yang krusial di sini adalah: bagaimana totalisasi efek-efek dari

program iptek itu terjadi? Jika totalisasi tersebut terjadi melalui negosiasi-

negosiasi dari kelompok-kelompok yang berkepentingan, ini berarti bahwa

totalisasi tersebut merupakan proses politik. Dengan perkataan lain, proses

pemanfaatan iptek melibatkan negosiasi-negosiasi politik, selain penelitian dan

pengembangan iptek. Dan implikasi dari hal ini adalah bahwa pemanfaatan

iptek merupakan proses yang berwatak non-linier dan mengandung

ketidakpastian-ketidakpastian, seperti halnya proses politik pada umumnya.

Jadi, argumen netralitas iptek tidak dapat mempertahankan model linier

inovasi.

Para ilmuwan yang menganut netralisme iptek beranggapan bahwa, karena

iptek itu netral, pemanfaatan iptek semata-mata urusan praktikal. Urusan pokok

para ilmuwan adalah mengembangkan iptek. Di sisi lain, (sebagian) para

ilmuwan sosial memandang iptek itu sebatas alat atau instrumen. Urusan pokok

para ilmuwan sosial adalah pada nilai-nilai, norma-norma, aktor-aktor,

kelembagaan, dan struktur. Kalau semua substansi sosial sudah selesai, baru

iptek (sebagai alat) dipakai. Jadi, netralisme iptek ini dianut bukan saja oleh para

ilmuwan pengembang iptek, melainkan juga para ilmuwan sosial. Implikasi dari

netralisme iptek ini adalah keterpisahan antara iptek dan isu-isu sosial/etikal.

Keterpisahan ini, secara aktual, hanya berada di ranah teoretikal (dan

filosofikal), tetapi tidak di ranah praktikal.

Page 37: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 25

Anggapan-anggapan bahwa iptek itu, meski ampuh, berwatak netral, dan

bahwa iptek itu sekadar alat (netral) yang dapat dipakai untuk tujuan sosial

yang mana pun, membuat pemanfaatan iptek menjadi sulit dibahas secara

seksama. Para ilmuwan penganut netralisme iptek cenderung menganggap

masalah ini sebagai masalah praktikal yang dapat dijawab dengan ―tinggal

diterapkan‖, ―‗terserah kebutuhan pengguna‖, ―tinggal dipakai kalau tujuan

sosial sudah disepakati‖. Dan ketika suatu upaya pemanfaatan iptek tidak

memberikan hasil, atau menimbulkan efek yang menyimpang dari yang semula

diharapkan, situasi ini disikapi dengan menyatakan ―penggunanya tidak siap‖,

―budaya masyarakat tidak mendukung‖, ―alat yang dipilih bertentangan

dengan budaya‖. Tampaknya, permasalahan pemanfaatan iptek mengandung

kompleksitas yang tidak dapat dipahami dengan logika linier.

2.3 Permasalahan Filosofikal

Berikut ini didiskusikan isu-isu filosofikal yang menimbulkan kesulitan bagi

upaya pemanfaatan iptek. Dua isu pokok yang menjadi perhatian di sini adalah:

fondasi dari realitas objektif dan metode ilmiah.

2.3.1 Metode Ilmiah untuk „Hard Sciences‘

Metode ilmiah (scientific method) merupakan unsur yang krusial bagi

perkembangan pengetahuan. Ini merupakan faktor yang menentukan status

pengetahuan, yang membedakan pengetahuan ilmiah dari yang tidak ilmiah.

Secara sederhana, suatu pengetahuan layak menyandang predikat ‗ilmiah‘ bila

pengetahuan tersebut bersesuaian dengn realitas objektif. Dalam literatur filsafat

pengetahuan (philosophy of science), dikenal beberapa paham yang bertautan

dengan perkembangan metode ilmiah, yaitu empirisisme, positivisme,

falsifikasionisme, dan konstruktivisme (Hess, 1995; Edward dkk, 2008).

Paham empirisisme (empiricism) menyatakan bahwa pengetahuan

merupakan fakta-fakta objektif yang 'telah ada di luar sana.' Untuk

mendapatkan pengetahuan ini, yang perlu manusia kerjakan adalah

mengumpulkan ‗kepingan-kepingan‘ fakta melalui pengalaman inderawi, dan

Page 38: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

26 ke dalam inovasi

menyusunnya—secara induktif—untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh

tentang realitas objektif. Fondasi empirisisme ini dibangun oleh para tokoh

modernisme seperti seperti Francis Bacon, David Hume, Rene Decartes. Asumsi

yang dipegang oleh para penganut paham empirisisme adalah bahwa gagasan-

gagasan harus berkorespondensi satu-ke-satu (one-to-one correspondence) dengan

besaran-besaran fisis yang terinderai. Dengan cara demikian, gagasan-gagasan

akan terhindar dari bias subjektif.

Di mata kaum empirisisme, seorang pengamat merupakan subjek yang

rentan terhadap nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan subjektif. Agar

pengetahuan mencapai status objektif—pengetahuan ilmiah, gagasan-gagasan

penyusun pengetahuan harus terbebas dari bias subjektif. Untuk menjawab

masalah ini kaum empirisisme menawarkan metode empirikal (inderawi)

seperti yang diuraikan di atas. Jawaban kaum empirisisme ini membuka sebuah

fase baru dalam perkembangan pengetahuan, di mana fakta dipisahkan dari

nilai dan objek dipisahkan dari subjek.

Paham empirisisme kemudian mendapatkan pengukuhan oleh kaum

positivisme, yang menegaskan empirisisme sebagai satu-satunya paham

keilmuan yang absah. Perkembangan paham positivisme (positivism) tersebut

dimotori oleh kelompok skolar yang dikenal dengan sebutan Vienna Circle di

dekade 1920-an. Tokoh penting dari positivisme ini adalah seorang ilmuwan

sosial asal Perancis, August Comte. Ia percaya bahwa evolusi ilmu pengetahuan

telah melewati tahapan metafisik dan tahapan spekulatif, dan telah sampai ke

tahapan positif. Comte mengajukan prinsip verifiability sebagai kriteria metoda

ilmiah yang positif. Menurut kriteria ini, sebuah pernyataan/proposisi dapat

dipandang bermakna hanya jika pernyataan/proposisi ini dapat diverifikasi

melalui eksperimentasi inderawi9 (Hess, 1995). Paham positivisme ini kemudian

dijabarkan ke dalam langkah-langkah empirisisme logika (logico-empiricism) oleh

Rudolf Carnap. Hingga sekitar tiga dekade setelah diperkenalkan, logico-

9 Pandangan Comte ini sendiri sebenarnya tidak terlepas dari problematik. Proposisi yang

diajukan Comte bahwa “suatu proposisi dapat dipandang bermakna hanya jika proposisi

ini dapat diverifikasi melalui eksperimentasi inderawi”, tidak mungkin diverifikasi

melalui eksperimen inderawi. Jadi, proposisi Comte tersebut mengandung swa-

kontradiksi.

Page 39: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 27

empiricism dipandang (oleh sebagian kalangan skolar) sebagai jawaban final bagi

masalah metode ilmiah.

Sebuah kritik terhadap positivisme—khususnya logico-empiricism—yang

dikenal luas dalam literatur filsafat pengetahuan adalah kritik yang dirumuskan

oleh Karl Popper di awal 1960-an. Kritik ini ditujukan pada prosedur induktif

dalam logico-empiricism. Menurut Popper, kecenderungan para ilmuwan untuk

menguji kebenaran sebuah hipotesis (secara empirikal) mengandung bias

positivistik10, dan ini justru akan melemahkan keabsahan teori ilmiah. Popper

menyarankan suatu prinsip yang dikenal sebagai prinsip falsificasionism. Dalam

prinsip ini, prosedur empirikal harus dilakukan dengan berupaya menyangkal

(to falsify), alih-alih mengkonfirmasi, hipotesis-hipotesis. Ketika upaya untuk

menyangkal sebuah hipotesis melalui pengujan empirikal tidak memberikan

hasil, maka hipotesis itu layak diterima. Makin kuat upaya untuk menyangkal

hipotesis tersebut, makin tinggi keabsahan hipotesis tersebut. Pada esensinya,

logico-empiricism dan falsificasionism memiliki struktur logikal yang identik.

Keduanya berbeda hanya dalam prosedur praktikal.

2.3.2 Metode Ilmiah untuk ‗Soft Sciences‘

Dalam paham positivisme, nilai-nilai kultural merupakan gagasan yang tidak

bermakna karena tidak dapat dirujukkan pada besaran-besaran fisikal sehingga

tidak dapat diverifikasi. Ini membawa konsekuensi-konsekuensi yang lebih jauh

sebagai berikut:

Pertama, masalah pengetahuan (dan kemudian juga teknologi) menjadi

terpisahkan dari masalah kemasyarakatan. Positivisme menyatakan bahwa

keabsahan pengetahuan tidak boleh ditakar atau dinilai dengan

pertimbangan-pertimbangan kultural, etikal dan politikal, karena

pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak bermakna menurut kriteria

positivisme. Jadi, pernyataan etikal seperti ―science itu baik (atau tidak

10

Maksudnya, positivisme mendorong ilmuwan bekerja untuk menegaskan bahwa

hipotesis yang ia ajukan adalah absah, bukan untuk menegaskan yang sebaliknya, yaitu

bahwa hipotesis tersebut tidak absah. Dalam artian demikian, positivisme mengandung

bias.

Page 40: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

28 ke dalam inovasi

baik)‖ adalah pernyataan yang tidak bermakna karena pernyataan ini tidak

dapat diverifikasi (menurut kriteria positivisme). Di sisi lain, isu-isu

kemasyarakatan sering sarat dengan nilai-nilai kultural, pertimbangan-

pertimbangan etikal dan politikal. Dengan perkataan lain, positivisme

menyarankan bahwa perkembangan pengetahuan dan perkembangan

kemasyarakatan dibahas sebagai dua hal yang sepenuhnya terpisahkan.

Dan implikasi dari ini, pemanfaatan iptek menjadi mustahil dibahas.

Ke dua, paham positivisme (beserta logico-empiricism) menimbulkan

tantangan bagi para ilmuwan sosial dan kemanusiaan. Pertanyaan yang

krusial di sini adalah: (i) apakah realitas sosial dan realitas kemanusiaan di

satu sisi, dan realitas kealaman (material) di sisi lain, merupakan realitas

yang sama sehingga harus dipelajari dengan metode ilmiah yang sama?

ataukah (ii) realitas sosial/kemanusiaan dan realitas kealaman (material)

dua realitas yang (secara ontologikal) berbeda sehingga memerlukan

metode ilmiah (epistemologi) yang berbeda? Mana pun pilihan yang

diambil, hal ini menimbulkan kesulitan tersendiri dalam kajian

pemanfaatan iptek.

Berkenaan dengan tantangan tersebut, sebagian kalangan ilmuwan memilih

untuk menempuh pendekatan yang cenderung pragmatik. Mereka

mengembangkan teknik-teknik berbasiskan statistika untuk melakukan

penelitian sosial dan kemanusiaan. Dengan cara seperti ini, variabel-variabel

yang ‗teramati secara inderawi‘ dan ‗terukur‘ dapat dikembangkan, dan

penelitian sosial dapat dilaksanakan dengan mengikuti prosedur logico-

empiricism layaknya penelitian kealaman. Dan dengan pendekatan demikian,

penelitian sosial/kemanusiaan meraih status ilmiah yang setara dengan

penelitian kealaman.

Pendekatan demikian, boleh dikatakan, berpola pragmatik. Pertanyaan

filosofikal yang seharusnya dijawab terlebih dahulu adalah: apakah realitas

sosial dan realitas kemanusiaan itu—pertanyaan ontologi. Setelah ini dijawab,

barulah metode ilmiah (epistemologi) dikembangkan. Prosedur demikian

berlaku dalam filsafat—ontologi mendahului epistemologi, bukan sebaliknya.

Jika metode ilmiah ditetapkan terlebih dahulu, implikasinya adalah

Page 41: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 29

pengetahuan mengenai realitas sosial (realitas kemanusiaan) dibatasi oleh

asumsi-asumsi ontologikal yang secara eksplisit (atau implisit) terkandung

dalam metode ilmiah tersebut.

Sebagian kalangan ilmuwan menempuh pendekatan yang berbeda, yaitu

dengan membangun paham keilmuan berkenaan dengan realitas sosial (realitas

kemanusiaan), dan seiring dengan ini mengembangkan metode ilmiah yang

sesuai untuk mempelajari realitas sosial (realitas kemanusiaan) dengan dipandu

oleh paham keilmuan tersebut. Upaya-upaya demikian menghasilkan metode

ilmiah yang dikenal sebagai metode kualitatif (qualitative research inquiry).

Atribut ‗kualitatif‘ ini digunakan sebagai pembeda dari metode penelitian sosial

berbasiskan statistika, yang berbentuk kuantitatif. Pembahasan yang

komprehensif mengenai perkembangan ini diberikan dalam Alvesson, Mats dan

Kajskoldberg (2000), Denzin dan Lincoln (1998). Belakangan ini berkembang

metode penelitian mixed atau integrative, yang berupaya untuk bergerak

melampaui (beyond) pembedaan kualitatif-kuantitatif. Selain perkembangan-

perkembangan ini, paham positivisme itu sendiri mendapatkan kritik yang

meluas dan koreksi dari para skolar yang kemudian merumuskan paham

konstruktivisme (constructivism) (Edward dkk, 2008).

2.3.3 Reduksionisme (Materialistik)

Salah satu topik penting yang menjadi perhatian para ilmuwan dan para skolar

filsafat pengetahuan adalah ‗tingkat ke-fundamental-an pengetahuan‘.

Pertanyaannya di sini adalah: mana pengetahuan yang layak dipandang sebagai

fondasi bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain. Jawaban atas pertanyaan ini

didasarkan pada pencarian terhadap realitas yang fundamental, atau sebab-

sebab fundamental yang menjelaskan berbagai hal yang dijumpai dalam realitas

yang teramati. Ini bukan merupakan permasalahan epistemologikal, melainkan

ontologikal. Jika A dan B adalah bagian dari realitas objektif dan realitas A lebih

fundamental daripada realitas B, maka pengetahuan tentang A lebih

fundamental dari pengetahuan tentang B.

Sebagai ilustrasi, seorang ahli sains syaraf (neuroscience), Alwin Scott, dalam

bukunya "Stairway to the mind: controversial new science of consciousness,― meninjau

Page 42: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

30 ke dalam inovasi

secara kritikal piramida pengetahuan-pengetahuan yang dianut oleh sebagian

ilmuwan syaraf. Piramida tersebut diilustrasikan dalam Gambar 2.3.

Atom

Molekul

Struktur Biokimiawi

Jaringan Sel-Sel Syaraf

Otak

Kesadaran

Budaya

Ma

kin

Fu

nd

am

en

lat

Gambar 2.3a Fundamentalitas Realitas dalam Paham Reduksionisme

Materialistik

Atom

Molekul

Struktur Biokimiawi

Jaringan Sel-Sel Syaraf

Otak

Kesadaran

Budaya

Ma

kin

Fu

nd

am

en

lat

Fe

no

me

na

Em

erg

en

ce

+ ?

+ ?

+ ?

+ ?

+ ?

+ ?

Gambar 2.3b Fenomena Emergence sebagai Counter-Example atas

Reduksionisme Materialistik

Sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.3a, realitas atom dipercaya

sebagai realitas yang paling fundamental. Realitas-realitas lain, pada prinsipnya,

tersusun atas atom-atom. Penyusunan piramida realitas demikian dipandu oleh

sebuah paham yang dikenal sebagai reduksionisme materialistik. Berdasarkan

paham reduksionisme demikian, realitas pada tingkatan tertentu dapat

dipahami dengan mempelajari realitas pada tingkatan di bawahnya, yang relatif

lebih fundamental. Jadi, berdasarkan paham ini, realitas kesadaran manusia

Page 43: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 31

dapat dipahami dengan mempelajari struktur biokimiawi otak, dan realitas

budaya dapat dipahami dengan mempelajari atom-atom.

Alwin Scott mengungkapkan adanya problematik pada piramida

pengetahuan-pengetahuan tersebut. Menurutnya, piramida tersebut tidak

mengungkapkan fenomena emergent, bahwa realitas di suatu tingkatan bukan

merupakan kumpulan agregat dari realitas di tingkatan di bawahnya. Dengan

perkataan lain, keseluruhan bukan jumlah agregat dari bagian-bagiannya. Jadi,

kesadaran bukan merupakan asembli dari atom, molekul, neron. Tetapi

kesadaran emerges dari semua elemen-elemen ini. Kesadaran, meski terpaut

dengan realitas atomik, kimiawi dan neronik, merupakan realitas yang (secara

ontologikal) sepenuhnya baru. Pandangan reduksionisme tersebut, menurut

Alwin Scott, tidak berhasil memberikan jawaban yang utuh tentang kesadaran

manusia oleh karena ketidakmampuannya menjelaskan fenomena emergent

tersebut.

Berkaitan dengan paham reduksionisme tersebut, seorang pemenang Nobel

untuk Fisika, Prof. Murray Gell-Mann, dalam novelnya ―The Quark and The

Jaguar,‖ menuturkan,

"There would seem to be an enormous gap between fundamental physics and these

other pursuits… Elementary particles have no individuality. … By contrast, …

linguistics, history are concerned with individual empires …".

Dalam novel tersebut Murray Gell-Mann menyusun peringkat pengetahuan-

pengetahuan atas dasar perbedaan tingkat kompleksitas. Pergerakan dari dasar

ke puncak piramida merupakan pergeseran dari kesederhanaan menuju

kompleksitas. Ini yang dimetaforkan oleh Gell-Mann sebagai perjalanan dari

Quark (fenomena fisika) menuju Jaguar (fenomena mahluk hidup yang berwatak

adaptif). Dalam pandangan Murray Gell-Mann masyarakat merupakan sebuah

sistem yang kreatif dan memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Penguasaan

terhadap hukum-hukum universal matematika dan fisika tidak begitu saja

membuka jalan untuk menerangkan fenomena mental ataupun fenomena sosial-

politik.

Paham reduksionisme tersebut tentu saja menimbulkan kesulitan bagi

kajian pemanfaatan iptek. Jika manusia dan masyarakat dipercaya sebagai

realitas yang murni tersusun atas atom-atom, maka pertanyaan mengenai nilai-

nilai, baik-buruk, menjadi tidak relevan. Alwin Scott dan Murray Gell-Mann

Page 44: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

32 ke dalam inovasi

mewakili kelompok ilmuwan kealaman yang mempertanyakan keabsahan

paham reduksionisme. Murray Gell-Mann secara khusus menyarankan bahwa

fenomena kemasyarakatan dipelajari dengan metode ilmiah tersendiri. Tentu

saja, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang berkembang pada pengetahuan

tertentu dapat berguna bagi pengetahuan yang lain. Pengetahuan-pengetahuan

dapat berkembang dengan cara-cara yang saling memperkaya satu pada yang

lain, tanpa memerlukan asumsi mengenai mana pengetahuan yang lebih

fundamental.

2.4 Desakan untuk Rekonsiliasi

Upaya-upaya secara seksama dan sistematik untuk memahami masalah

pemanfaatan iptek mulai berkembang secara signifikan pada dekade 1980-an,

terutama oleh para skolar/akademisi di sejumlah perguruan tinggi di Uni Eropa

dan Amerika Serikat, dan kemudian meluas ke Asia dan Amerika Latin.

Terdapat beberapa faktor yang memicu upaya-upaya rekonsiliasi antara ‗hard

sciences‘ dan ‗soft sciences‘: (i) menajamnya persaingan industrial antarbangsa-

bangsa; (ii) meluasnya desakan untuk mewujudkan demokrasi; (iii) isu

lingkungan global.

Di penghujung dekade 1980-an, runtuhnya Tembok Berlin dan berakhirnya

Perang Dingin menandai dimulainya babak baru pergaulan antarbangsa-bangsa,

yang dicirikan oleh persaingan ekonomik berbasiskan kekuatan industrial.

Gagasan pasar global dan borderless nation diusulkan agar arena persaingan

ekonomik menjadi luas, dan kekuatan-kekuatan industrial menjadi efektif.

Untuk ini, masing-masing bangsa mengerahkan kekuatan iptek untuk

menopang industri dan mengembangan kekuatan industrial. Inggris dan

Amerika Serikat merupakan dua negara yang paling dahulu merumuskan

kebijakan iptek untuk tujuan ini, dan memacu perkembangan teori-teori tentang

sistem inovasi (inovasi sistemik) berskala nasional (Fagerberk dkk, 2004).

Desakan untuk mewujudkan demokrasi (apakah demokrasi liberal atau

demokrasi sosial, atau demokrasi model lainnya) juga meluas pada dekade 1980-

an. Dalam konteks ini, sebagian kalangan ilmuwan ingin memposisikan iptek

dan pengetahuan ilmiah sebagai sebuah jawaban, bukan penghalang, bagi

Page 45: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 33

upaya demokratisasi. Hal ini memacu perkembangan kajian-kajian yang bersifat

kritikal dan refleksif terhadap iptek dan pengetahuan ilmiah pada umumnya. Ini

menghasilkan, antara lain, perkembangan area keilmuan antardisiplin yang kini

dikenal sebagai science and technology studies (STS) (Edward dkk, 2008).

Faktor yang ke tiga adalah isu lingkungan global. Isu ini berkaitan dengan

kedua faktor yang didiskusikan di atas, yaitu persaingan global dan

demokratisasi. Globalisasi ekonomi (dan persaingan industrial) membawa

konsekuensi bahwa isu lingkungan harus dilihat dalam perspektif kepentingan

global, bukan nasional. Prinsip demokrasi menekankan bahwa pembahasan

lingkungan global tidak memarjinalkan kelompok-kelompok atau bangsa-

bangsa tertentu. Jadi, diperlukan suatu partisipasi global utuk membahas dan

menjawab isu lingkungan global. Di berbagai forum antarbangsa, para pelaku

usaha dan industri, para pembuat kebijakan, para ilmuwan dan peneliti, para

aktivis lingkungan dan LSM-LSM bertemu, mengajukan kepentingannya

masing-masing, bertukar pandangan, dan mencari platform bersama. Watak

multidimensional dari lingkungan global mendesak para ilmuwan dari beragam

latar belakang keilmuan untuk mempelajari fenomena tersebut dengan bekerja

secara lintas-disiplin.

Lahirnya gagasan tentang ‗sistem inovasi‘ dapat dilihat sebagai bagian dari

rekonsiliasi sebagaimana diuraikan di atas. ‗Inovasi‘ itu sendiri bukan istilah

yang baru. Dalam kamus Encarta, misalnya, dinyatakan bahwa ‗innovation‘

berasal dari istilah Bahasa Latin abad 16 ‗innovare‘ yang berarti ‗memperbarui‘

(renew). Kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang lebih baik,

dan mengujinya dalam praktis, merupakan hal yang melekat dalam diri

manusia. Jadi, sebagai fenomena, bisa jadi inovasi telah ada di sepanjang sejarah

manusia. Meski demikian, untuk kurun waktu yang lama fenomena ini tidak

menjadi perhatian para ilmuwan dan peneliti.

Dalam kajian-kajian ekonomik, misalnya, perhatian lebih berfokus pada

akumulasi modal dan mekanisme pasar. Ketika para ahli ekonomika

menjelaskan bagaimana mekanisme pasar bebas menimbulkan efisiensi, mereka

tidak menjelaskan bagaimana peningkatan efisiensi itu terjadi melalui inovasi11.

11

Ketika perusahaan-perusahaan dalam suatu pasar bebas mencapai efisiensi yang lebih

tinggi, pada dasarnya ini dicapai melalui dua cara: menurunkan biaya produksi atau

Page 46: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

34 ke dalam inovasi

Dengan perkataan lain, dalam ekonomika inovasi diperlakukan sebagai ‗kotak

hitam‘; yang diperhatikan adalah input dan output dari inovasi. Tetapi proses

internal dari inovasi tidak dijelaskan. Di sisi lain, para filosof pengetahuan

berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan di seputar objektivitas pengetahuan

dan piramida pengetahuan-pengetahuan, para ilmuwan kealaman

berkonsentrasi pada discovery races, dan para ahli teknologi sibuk dalam

perlombaan invensi12. Tidak jarang para ilmuwan dan ahli teknologi beragumen

tentang pentingnya penelitian-penelitian mereka, dengan merujuk pada manfat-

manfaat ekonomik yang potensial. Meski demikian, sering argumen-argumen

seperti ini tidak disertai dengan penjelasan tentang proses inovasi—bagaimana

iptek yang dikembangkan akan menimbulkan dampak sosial/ekonomik.

Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang inovasi, sebagai fenomena, tidak

menjadi perhatian utama dalam penelitian-penelitian mereka.

2.5 Formulasi Sistem Inovasi

Sebagaimana dinyatakan di bagian terdahulu, kajian ilmiah atas fenomena

inovasi merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi antara ‗hard sciences‘ dan ‗soft

sciences‘. Menurut catatan Fagerberg dkk (2004), kajian-kajian tetang inovasi

baru berkembang secara intensif dan pesat dalam beberapa dekade belakangan,

dan cenderung berpola lintas-disiplin. Kajian-kajian awal mengenai inovasi,

misalnya, dirintis oleh seorang ilmuwan sosial asal Jerman, Joseph Schumpeter,

di tahun 1930/1940-an. Schumpeter menaruh perhatian pada peranan inovasi

dalam perubahan sosial dan ekonomik. Dalam pandangan Schumpeter,

fenomena ini tidak cukup dipahami melalui kajian-kajian yang hanya

menaikkan produktivitas (termasuk kualitas produk). Sebagian perusahaan berhasil,

sebagian yang lain tidak. Ekonomika neo-klasik tidak menjelaskan bagaimana

perusahaan tertentu berhasil melakukan inovasi dan perusahaan yang lain tidak berhasil.

Ini karena ekonomika lebih berfokus pada efek-efek total/agregat. 12

Dalam tinjauannya mengenai perkembangan teori inovasi, Fagerberg (2004)

membedakan inovasi dari invensi. Invensi dan inovasi memiliki kesamaan dalam hal

keduanya mengandung gagasan yang baru. Tetapi, yang disebut inovasi adalah ketika

suatu gagasan baru sudah masuk ke ranah praktis di masyarakat, bukan di dalam

laboratorium.

Page 47: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 35

memperhatikan distribusi dan alokasi sumber-sumber daya. Perubahan

ekonomik, menurut Schumpeter, harus dipandang sebagai proses kualitatif

yang digerakkan oleh inovasi, dan berlangsung melalui suatu lintasan sejarah

(Fagerberg dkk, 2004). Schumpeter sendiri mendefinisikan inovasi sebagai

‗kombinasi yang baru‘ dari sumber-sumber daya yang ada. Secara implisit,

definisi ini memberi penekanan pada peranan iptek.

Pada tahap-tahap berikutnya kajian-kajian inovasi berkembang dengan

befokus pada: (i) proses inovasi; (ii) faktor-faktor yang mempengaruhi proses

inovasi; dan (iii) dampak ekonomik dan sosial dari inovasi. Pendekatan yang

kemudian diadopsi meluas di kalangan ilmuwan inovasi didasarkan pada

perspektif kesisteman dan perspektif jejaring (network). Berikut ini adalah

beberapa definisi yang dirumuskan oleh para ahli ekonomika:

“The network of institutions in the public and private sectors whose

activities and interactions initiate, import, modify and diffuse new

technologies” (Dosi dan Freeman, 1990);

“A set of institutions whose interactions determine the innovative

performance of national economies” (Nelson, 1993);

“All parts and aspects of the economic structure and the institutional set-up

affecting learning as well as searching and exploring – the production system, the

marketing system and the system of finance present themselves as subsystems in

which learning takes place “ (Lundvall, 1992).

Dari definisi-definisi tersebut dapat diekstraksikan beberapa hal sebagai berikut:

inovasi merupakan fenomena dengan ciri-ciri pokok: pembelajaran,

eksplorasi dan difusi iptek baru;

inovasi merupakan fenomena sistemik yang mencakup unsur-unsur dalam

struktur ekonomik dan tatanan kelembagaan baik milik publik maupun

swasta;

inovasi terjadi ketika unsur-unsur struktural dan kelembagaan berinteraksi

satu dengan yang lain.

Page 48: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

36 ke dalam inovasi

Definisi-definisi tersebut, tentu saja, mencerminkan suatu perspektif ekonomik.

Meski sistem/lembaga penelitian dan pengembangan iptek tidak secara eksplisit

dinyatakan, frase ‗diffuse new technologies‘ dan ‗searching and exploring‘

menegaskan peranan sistem penelitian dan pengembangan iptek dalam sebuah

inovasi. Fagerberg dkk (2004) secara khusus mencatat adanya kecenderungan

lintas-disiplin dalam kajian-kajian inovasi. Kelompok-kelompok peneliti yang

berbeda, dengan komposisi ilmu-ilmu yang berbeda, mengkaji aspek-aspek

yang berbeda dari inovasi. Hal ini membuat inovasi menjadi area kajian ilmiah

yang kaya akan pengetahuan baru dan produktif.

2.5.1 Interaksi Triple-Helix

Kajian-kajian kesisteman terhadap fenomena inovasi menyimpulkan adanya

unsur-unsur yang esensial dalam sebuah inovasi sistemik, yaitu (Cozzen dan

Catalán, 2008; Baskaran dan Muchie, 2008):

Perusahaan-perusahaan, yang memiliki kepentingan akan iptek baru

untuk meraih posisi yang kompetitif di ranah pasar, dan untuk ini

berupaya mempertahankan daya saing melalui pembelajaran dan

pengembangan kapabilitas teknologikal;

Organisasi-organisasi iptek (perguruan tinggi atau lembaga penelitian

milik pemerintah) yang menyumbangkan iptek melalui komersialisasi

hasil penelitian, atau membantu perusahaan-perusahaan untuk

mengembangkan pembelajaran, meningkatkan kapabilitas teknologikal,

dan meningkatkan kapasitas serap (absorptive capacity) iptek;

Institusi-institusi pemerintahan dan regulasi-regulasi yang menentukan

kondusif atau tidaknya lingkungan bagi tumbuhnya suatu usaha baru,

atau bagi pengenalan, pengujian dan adopsi suatu iptek baru;

Interaksi-interaksi antara perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi

iptek dan institusi-institusi pemerintahan sebagai proses fundamental

yang memungkinkan peningkatan kapasitas dan kinerja sistem inovasi.

Interaksi-interaksi khusus antara unsur-unsur ini yang menimbulkan inovasi

dikenal sebagai model triple helix (lihat Gambar 2.4) (Etzkovitz dan Leydesdoff,

2000; Fagerberg dkk, 2004).

Page 49: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 37

Bila pada tahap awal para peneliti inovasi berfokus di ranah komersial

(pada kinerja ekonomik seperti pertumbuhan produktivitas, peningkatan daya

saing dan perluasan bisnis), pada tahap berikutnya para peneliti tersebut mulai

memperhatikan inovasi di ranah sosial (non-komersial) dengan berfokus pada

permasalahan-permasalahan seperti penyediaan layanan kesehatan, penyediaan

air dan sanitasi, ketahanan pangan, keberlanjutan lingkungan, dan lain-lain

(Cozzen dan Catalán, 2008). Sebagai implikasi dari perluasan fokus ini, unsur-

unsur pokok dari inovasi juga mengalami perluasan mencakup (lihat Gambar

2.4): organisasi-organisasi yang berperan dalam social problem-solving seperti

lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), asosiasi-asosiasi profesi/praktisi,

dan konsensus-konsensus antara organisasi-organisasi non-pemerintah.

Interaksi-interaksi antara unsur-unsur tersebut dapat bersifat kompetitif atau ko-

operatif, formal ataupun non-formal.

Sebagai ilustrasi mengenai tujuan non-ekonomik adalah pencapaian

Millennium Development goals (MDGs). Organisasi-organisasi non-

pemerintah/non-komersial mengambil peran inisiatif dalam sistem-sistem

inovasi lokal untuk menjawab masalah air bersih dan sanitasi di kawasan

kumuh perkotaan (urban slum), ataupun di kawasan perdesaan. Dalam kasus

seperti ini, rumah tangga dan komunitas lokal harus membuat keputusan-

keputusan dengan pilihan-pilihan yang sangat terbatas. Di sini, seleksi iptek

pada tingkat rumah tangga dan komunitas lokal merupakan bagian yang

penting dari proses pembelajaran. Berbagai pelaku dari sistem inovasi perlu

mempelajari proses keputusan di tingkat tersebut untuk dapat menjamin

terjadinya inovasi yang berkelanjutan.

Page 50: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

38 ke dalam inovasi

Organisasi

Pengetahuan

Organisasi

Problem-

Solving

Governance

(Tata Kelola)

Pertumbuhan Bisnis

Perbaikan

Kesehatan

Ketahanan Pangan

Keberlanjutan

Lingkungan

Pembelajaran atas Pilihan-Pilihan;

Seleksi oleh Pengguna/Pengadopsi

Sistem Inovasi Hasil (Outcome) Inovasi

Gambar 2.4 Struktur Pokok Sistem Inovasi yang Diperluas (Sumber: Cozzen

dan Catalán, 2008)

2.5.2 Penelitian Moda-2

Dalam konteks kajian-kajian mengenai inovasi, gagasan yang secara khusus

merujuk pada pola penelitian adalah yang dikenal sebagai penelitian ‗moda-2‘.

Penelitian moda-2 dibedakan dari penelitian yang konvensional dalam hal

kompleksitas interaksi yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Dalam

penelitian yang konvensional, interaksi yang terjadi adalah di antara sesama

peneliti, dan penelitian ini berpola monodisiplin atau multidisiplin secara

terbatas. Dalam penelitian moda-2, interaksi yang terjadi melibatkan pelaku-

pelaku dari lembaga-lembaga/organisasi-organisasi yang beragam wataknya,

dan penelitian makin berpola lintas-disiplin. Salah satu contohnya adalah

penelitian yang melibatkan interaksi yang intensif antara akademisi dan praktisi

industri, dan menghasilkan makalah-makalah ilmiah yang ditulis bersama oleh

akademisi dan praktisi. Berkembangnya penelitian moda-2 ini merupakan

konsekuensi dari meluasnya dan makin beragamnya pelaku-pelaku interaksi

dalam sebuah inovasi. Berkembangnya praktis penelitian moda-2 ini terungkap

dalam temuan-temuan empirikal yang didapatkan oleh Gibbons dkk (1994).

Page 51: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 39

2.5.3 Inovasi dalam Perusahaan

Efisiensi merupakan gagasan yang sentral dalam ekonomika, dan bagaimana

suatu perusahaan dapat mencapai efisiensi yang tinggi merupakan isu yang

sentral dalam kajian ekonomik. Apakah peningkatan efisiensi bisa dijelaskan

hanya dengan menggunakan konsep-konsep modal, tenaga kerja, dan alih

iptek? Kajian-kajian empirikal menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di

sejumlah negara berkembang tidak berhasil meningkatkan efisiensi meski telah

mendapatkan suntikan modal dan melakukan alih iptek (Keller dan Samuels,

2003; Thee, 1996). Yang terabaikan di sini adalah bahwa peningkatan efisiensi

suatu perusahaan pada esensinya merupakan sebuah inovasi di dalam

perusahaan.

Kapabilitas dari suatu perusahaan untuk melakukan inovasi dipengaruhi

oleh sejumlah faktor seperti: keterampilan, pengalaman, pengetahuan, sumber-

sumber iptek, dan interaksi dengan perusahaan-perusahaan/organisasi-

organisasi lain. Faktor yang krusial bagi peningkatan kapabilitas inovasi ini

adalah pembelajaran (learning), yang biasanya berlangsung secara inkremental

dan kumulatif. Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.5, siklus di bagian

bawah mewakili proses perubahan teknis (technical change) dan siklus di bagian

atas mewakili proses pembelajaran teknologikal.

Dalam Gambar 2.5, pembelajaran teknologikal diilustrasikan sebagai proses

yang terdiri atas ‗gerak maju‘ (garis utuh) dan ‗gerak mundur‘ (garis terputus-

putus). Pengalaman dan pengetahuan produksi dapat berkembang seiring

dengan keterlibatan para operator/insinyur dalam kegiatan produksi, dan

perkembangan ini dapat menimbulkan peningkatan kapasitas produksi. Tetapi

tanpa kapabilitas teknologikal, manfaat dari pengalaman dan pengetahuan

produksi menjadi terbatas. Sebaliknya, pengalaman dan pengetahuan yang

berkembang melalui kegiatan teknis akan memperluas proses pembelajaran

teknologikal, yang pada gilirannya menghasilkan peningkatan dalam

kapabilitas teknologikal.

Page 52: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

40 ke dalam inovasi

PROSES PRODUKSI

Kapasitas Produksi

Impor dan Alih

Teknologi

Input

(Modal,

Tenaga

Kerja,

Bahan

Mentah)

Output

PROSES PRODUKSI

PEMBELAJARAN

TEKNOLOGIS

Kapasitas Produksi

AKTIVITAS

TEKNIS

Kapabilitas

Teknologis

Output

Input

(Modal,

Tenaga

Kerja,

Bahan

Mentah)

Gambar 2.5 Faktor Peningkatan Kapasitas Produksi: (Kiri) Perspektif

Ekonomika Neo-Klasik; (Kanan) Perspektif Ekonomika

Evolusioner.(Sumber: Allbu, 1997)

Jadi, pembelajaran merupakan faktor yang menentukan kapabilitas inovasi

di perusahaan-perusahaan. Dalam kajian-kajian ekonomik yang konvensional,

faktor pembelajaran ini kurang diperhitungkan. Hal ini pada gilirannya

membawa implikasi pada kebijakan-kebijakan ekonomik. Peningkatan

kapabilitas inovasi perusahaan-perusahaan tidak bisa dijawab hanya dengan

menggunakan instrumen-instrumen finansial (seperti kemudahan kredit dan

insentif fiskal). Tentu saja instrumen-instrumen finansial ini penting, tetapi tidak

cukup. Peningkatan kapabilitas inovasi dari perusahaan-perusahaan

membutuhkan adanya lingkungan regulasi yang mendorong perusahaan-

perusahaan untuk berinteraksi dengan lembaga-lembaga iptek, dan melakukan

pembelajaran melalui interaksi tersebut.

2.6 Evolusi Perguruan Tinggi

Perubahan cara pandang tentang pengetahuan, khususnya tentang hubungan

antara perkembangan pengetahuan dan pemanfaatan pengetahuan, juga

menimbulkan pengaruh pada bentuk-bentuk perguruan tinggi. Dalam literatur

tentang perguruan tinggi, bentuk Humboldtian dipandang sebagai bentuk awal

dari perguruan tinggi modern. Istilah Humboldtian itu sendiri merujuk pada

sosok Wilhelm von Humboldt. Pada tahun 1809 ia mengusulkan gagasan

Page 53: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 41

tentang perguruan tinggi atas dasar filosofi idealis bahwa perguruan tinggi

merupakan wadah bagi pembentukan karakter manusia. Dalam filosofi idealis

tersebut, pembentukan karakter melalui pengetahuan dipandang sebagai tujuan

tertinggi dalam kehidupan individual manusia dan pewujudan nilai-nilai luhur

kemanusiaan, sedangkan manfaat material dari pengetahuan dipandang sebagai

sesuatu yang kurang berharga (Keck, 1993).

Jadi, perguruan tinggi Humboldtian dipisahkan dari sistem ekonomik. Ini

bersesuaian dengan bentuk-bentuk pemerintahan aristokratik yang berlaku di

bangsa-bangsa Eropa sampai abad ke-19. Dalam pemerintahaan aristokratik,

kelas penguasa relatif mendominasi kelas produksi/pekerja. Perguruan-

perguruan tinggi di Eropa di masa itu pada umumnya didirikan oleh

pemerintah (kelas penguasa) untuk kepentingan kelas tersebut. Di pertengahan

abad ke-19 berkembang perguruan-perguruan tinggi yang berorientasi pada

penelitian. Salah satu yang menonjol adalah perguruan tinggi Gottingen, yang

didirikan oleh kerajaan Hanover. Perguruan-perguruan tinggi penelitian

tersebut bekerja untuk kepentingan pemerintah dan mendapat pengawasan dari

pemerintah.

Dalam situasi-situasi seperti yang dipaparkan di atas, perkembangan

industri-industri di Eropa tidak mendapatkan dukungan dari kegiatan

penelitian perguruan tinggi (Keck, 1993). Sebagai respons atas situasi seperti ini,

sejumlah organisasi profesi yang terkait dengan industri mengambil inisiatif

untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi lain, yang kemudian dikenal

dengan nama technische Hochschule. Pendirian lembaga ini dimaksudkan untuk

menghasilkan sarjana-sarjana teknik yang mengisi kebutuhan tenaga kerja di

industri-industri. Keberadaan sistem ganda (dual system) seperti ini—perguruan

tinggi penelitian dan technische hochschule, mencerminkan adanya persaingan

antarkelas sosial di masyarakat Jerman di masa itu.

Di Eropa abad ke-19, iptek dan industri berkembang dalam jalur-jalur yang

terpisah. Di satu sisi, kegiatan penelitian di perguruan tinggi diarahkan pada

kepentingan kelas penguasa dan mendapatkan dukungan dana yang besar dari

pemerintah. Kegiatan penelitian tersebut tidak berorientasi pada kebutuhan-

kebutuhan industri. Di sisi lain, industri-industri dikembangkan dalam kelas-

kelas sosial di luar kelas penguasa (the ruling class). Praktis komersialisasi hasil

penelitian tidak dikenal di Eropa di masa itu. Komersialisasi penelitian

Page 54: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

42 ke dalam inovasi

perguruan tinggi, untuk pertama kalinya, dipraktikkan di Amerika Serikat (AS)

di awal abad ke-20 (sebelum Perang Dunia I).

Menurut catatan Mowery dan Rosenberg (1998), sampai di akhir abad ke-19

tingkat kemajuan iptek di Amerika Serikat jauh tertinggal dari tingkat kemajuan

iptek di Eropa (terutama di Perancis, Jerman, Belanda, dan Inggris). Meski

demikian, di masa itu tingkat kesejahteraan masyarakat Amerika Serikat jauh

lebih tinggi dari masyarakat negara-negara Eropa. Tingkat kesejahteraan yang

tinggi dari masyarakat Amerika Serikat tersebut ditopang oleh faktor kekayaan

sumber daya alam, pasar domestik yang berukuran besar, dan meluasnya

praktis wirausaha di masyarakat. Komersialisasi hasil penelitian perguruan

tinggi mulai muncul di Amerika Serikat ketika Pemerintah Federal

mengeluarkan kebijakan antitrust yang melarang perusahaan-perusahaan

melakukan praktis kartel. Sebagai respons terhadap kebijakan tersebut,

perusahaan-perusahaan mulai mengubah strategi persaingan mereka, dan

mencari cara-cara diferensiasi produk untuk memenangkan persaingan

(Mowery dan Rosenberg, 1998). Untuk menjalankan strategi diferensiasi produk

tersebut, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat ‗meminjam‘ iptek dari Eropa,

dan melakukan adaptasi untuk keperluan persaingan domestik. Para akademisi

dari perguruan-perguruan tinggi lokal/nasional dilibatkan untuk mendukung

strategi ‗pinjam dan komersialisasi‘ (borrowing and commercializing) tersebut.

Salah satu contohnya adalah proses Haber-Bosch, yang dapat mengubah

nitrogen di atmosfer menjadi pupuk dalam jumlah yang berlimpah. Teknologi

ini semula dikembangkan oleh para ilmuwan Jerman. Kemudian teknologi ini

diadopsi oleh insinyur-insinyur industri di AS, dan setelah menempuh waktu

yang panjang akhirnya berhasil dikomersialkan. Perguruan-perguruan tinggi

(terutama MIT dan universitas Stanford) mulai terlibat dalam memasok hasil

penelitian untuk perusahaan-perusahaan swasta. Relevansi antara penelitian di

perguruan tinggi dan penelitian industrial mulai meningkat, dan kegiatan-

kegiatan penelitian akademik di perguruan tinggi berorientasi sepenuhnya

terapan (pure applied research).

Reformasi kebijakan iptek dan pendidikan tinggi di Amerika Serikat dan

Uni Eropa Barat terjadi secara meluas pada akhir dekade 1980-an. Pada dekade

tersebut berkembang luas tuntutan bahwa: (i) program-program penelitian yang

Page 55: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 43

menggunakan anggaran negara harus akuntabel dan responsif terhadap

kebutuhan publik; dan (ii) penelitian dan pendidikan tinggi harus memberikan

dampak yang positif bagi kemajuan ekonomik dan kualitas kehidupan sosial

secara keseluruhan (Lee, 1997). Reformasi kebijakan tersebut pada gilirannya

menstimulasi transformasi perguruan-perguruan tinggi (Kohler dan Huber,

2006). Seiring dengan ini, gagasan-gagasan tentang bentuk baru perguruan

tinggi dikaji dan dibahas secara meluas. Sebagian para peneliti merumuskan

gagasan tentang perguruan tinggi entrepreneurial, yang dibedakan dari

perguruan tinggi pengajaran (teaching) dan perguruan tinggi penelitian.

Sebagai sebuah gagasan teoretikal, ‗perguruan tinggi entrepreneurial‘ mulai

menjadi pembahasan di literatur akademik pada awal 1990-an. Elemen kunci

dalam transformasi menuju perguruan tinggi entrepreneurial adalah (Etzkowitz,

2000): (i) pergeseran dalam kegiatan penelitian dari kegiatan individual menjadi

kegiatan kolektif/berkelompok; dan (ii) perluasan dalam misi pendidikan dari

pendidikan untuk individual menjadi pendidikan untuk pengembangan

organisasi-organisasi di luar kampus, seperti melalui pelembagaan inkubasi

bisnis dan pengembangan LSM-LSM. Etzkowitz (2000) berargumen bahwa

melalui transformasi-transformasi seperti yang diuraikan di atas, perguruan

tinggi entrepreneurial memiliki kemampuan untuk merumuskan academic goals

yang bersifat stratejik, melaksanakan penelitian stratejik (strategic research), dan

menerjemahkan pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian tersebut ke dalam

manfaat-manfaat ekonomik dan sosial.

2.7 Rangkuman

Tinjauan literatur yang disampaikan di bab ini memperlihatkan bahwa

kesulitan-kesulitan dalam pemanfaatan iptek bersumber pada permasalahan

teoretikal, bukan pada permasalahan praktikal. Jadi, situasinya bukanlah bahwa

teori-teori/model-model tentang pemanfaatan iptek telah tersedia, dan

permasalahan hanya ada di ranah penerapan praktikal. Sebaliknya,

permasalahan justru berada di ranah gagasan-gagasan teoretikal.

Permasalahan keterintegrasian antara perkembangan iptek dan

pemanfaatan iptek mengasumsikan bahwa ‗iptek‘ dan ‗masyarakat‘ merupakan

dua gagasan yang selaras (compatible). Tentu saja dalam realitas praktikal sehari-

Page 56: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

44 ke dalam inovasi

hari, iptek dan masyarakat tidak pernah terpisahkan. Meski demikian, seperti

yang dibahas melalui tinjauan literatur di bab ini, iptek dan masyarakat

terpisahkan di ranah epistemologi. Keterpisahan ini dimulai sejak masa-masa

awal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu sendiri.

Keterpisahan epistemoligikal antara ‗hard sciences‘ dan ‗soft sciences‘ merupakan

sebuah faktor yang menimbulkan kesulitan dalam upaya-upaya praktikal untuk

mengintegrasikan perkembangan iptek dan pemanfaatan iptek.

Kritik-kritik atas keterpisahan epistemolgikal tersebut dan kajian-kajian

untuk mewujudkan rekonsiliasi antara ‗hard sciences‘ dan ‗soft sciences‘ baru

berkembang ketika terjadi perubahan-perubahan konteks sosial dan politik yang

kondusif. Kritik-kritik dan kajian-kajian tersebut, pada gilirannya, menyediakan

basis ilmiah bagi reformasi kebijakan iptek, kebijakan ekonomik, dan kebijakan

publik pada umumnya. Kritik dan kajian ilmiah tersebut berfokus pada: (i)

koreksi atas metode ilmiah (kritik/koreksi epistemologi); (ii) kritik atas model

linier inovasi; dan (iii) pengembangan model-model untuk mengelola kegiatan

litbang iptek dan kegiatan pembangunan kemasyarakatan dengan cara-cara

yang terintegrasi.

Perkembangan gagasan sistem inovasi, penggunaan gagasan sistem inovasi

dalam reformasi kebijakan-kebijakan publik, dan evolusi bentuk-bentuk

perguruan tinggi dapat dipandang sebagai hasil-hasil dari kritik/kajian ilmiah

tersebut13. Perkembangan-perkembangan ini semua tengah berlangsung di

negara-negara berindustri maju, tempat perkembangan iptek modern bermula.

Meski sangat penting, hasil-hasil yang diraih di negara-negara berindustri maju

tidak dapat begitu saja diadopsi dan digunakan di negara-negara berkembang.

Keterintegrasian antara perkembangan iptek dan pemanfaatan iptek di negara-

negara berkembang, khususnya di Indonesia, perlu dipelajari dengan

memperhatikan kondisi-kondisi khas yang berlaku. Pembahasan pada bab-bab

berikut ini didasarkan pada pengamatan empirikal atas kondisi-kondisi yang

khas tersebut.[]

13

Tumbuh dan berkembangnya bidang kajian Science and Technology Studies (STS)

juga merupakan hasil dari upaya untuk mewujudkan rekonsiliasi antara „hard sciences‟

dan „soft sciences‟.

Page 57: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 45

Bab 3

JEJARING RELASI AKADEMISI

3.1 Pendahuluan

Perguruan tinggi dapat dipandang sebagai ‗lembaga induk‘ bagi penelitian dan

pengembangan iptek. Meski terdapat lembaga-lembaga lain yang juga

menyelenggarakan litbang iptek, para peneliti yang bekerja di lembaga-lembaga

tersebut mendapatkan gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Perguruan tinggi

juga merupakan ‗lembaga induk‘ bagi pendidikan di tingkat menengah dan

dasar. Pengetahuan yang diajarkan dan metode pembelajaran yang diterapkan

di lembaga-lembaga pendidikan menengah/dasar, berasal dari perguruan

tinggi. Di negara-negara berindustri maju, perguruan tinggi memiliki peranan

yang fundamental dalam pengembangan iptek dan pemanfaatan hasil litbang

iptek di masyarakat. Di negara-negara tersebut, peranan perguruan tinggi

merupakan sebuah isu yang sentral dalam kebijakan iptek.

Secara formal, perguruan-perguruan tinggi di Indonesia terikat pada

Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu bahwa perguruan tinggi menjalankan misi

pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Tridharma Perguruan

Tinggi tersebut, meski bersifat komprehensif, tidak secara eksplisit

menggariskan apakah misi-misi penelitian dan pengabdian masyarakat harus

saling berkaitan dan terpadu, atau tidak. Keterpaduan kedua misi tersebut

bermakna bahwa kegiatan pengabdian masyarakat mengandung unsur

penelitian dan kegiatan penelitian berorientasi pada pengabdian masyarakat.

Keterpaduan antara misi penelitian dan misi pengabdian masyarakat

merupakan hal yang krusial bagi inovasi.

Pembahasan di bab ini bertujuan untuk menggali dan memaparkan: (i)

bagaimana para akademisi menyikapi isu pemanfaatan hasil litbang iptek; dan

(ii) dalam situasi di mana seorang akademisi terlibat dalam upaya pemanfaatan

hasil litbang iptek, apa hal-hal yang dipandang akademisi tersebut sebagai

Page 58: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

46 ke dalam inovasi

kendala atau peluang. Pembahasan dalam bab ini didasarkan pada hasil

wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan sejumlah akademisi dari

Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB)

dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Pelaksanaan wawancara dan

FGD tersebut di atas diposisikan dalam konteks implementasi kebijakan

otonomi perguruan tinggi14.

Ketiga perguruan tinggi tersebut di atas mewakili perguruan-perguruan

tinggi di Indonesia yang memiliki tingkat produktivitas penelitian yang relatif

tinggi, dan memiliki kemitraan penelitian dengan berbagai pihak di masyarakat

baik pada skala lokal maupun nasional. ITB merupakan salah satu dari

Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang sejak awal dekade 2000-an memelopori

transformasi menjadi perguruan tinggi otonom dengan bentuk Perguruan

Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN). ITS, meski bukan pelopor

transformasi menjadi PT BHMN, juga melakukan penyesuaian-penyesuaian

tersendiri untuk merespons kebijakan otonomi perguruan tinggi. UKSW,

sebagai perguruan tinggi swasta (PTS), sejak awal berdirinya sudah otonom

dalam aspek pendanaan. Bagi UKSW, sebagai perguruan tinggi swasta, aspek

otonomi akademik dalam kebijakan otonomi perguruan tinggi lebih relevan.

Kebijakan otonomi perguruan tinggi merupakan konteks yang relevan bagi

pembahasan di buku ini. Salah satu objektif dari kebijakan tersebut adalah

pemanfaatan hasil penelitian (perguruan tinggi) di masyarakat. Isu-isu yang

sentral dalam kebijakan otonomi perguruan tinggi tersebut adalah, antara lain:

peningkatan relevansi pasar (market relevance)15 dari kegiatan penelitian dan

14

Kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi di berbagai sektor publik di Indonesia

yang bergulir sejak tahun 1999. Landasan hukum bagi kebijakan otonomi perguruan

tinggi ini kemudian diperkuat melalui penerbitan undang-undang yang dikenal sebagai

Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Perumusan undang-undang ini

menempuh proses revisi berulang-ulang selama lebih dari lima tahun. Pada tahun 2009

UU BHP disahkan oleh Pemerintah, tetapi pada tahun 2010 keabsahan UU BHP

dinyatakan batal oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 15

Relevansi dari kegiatan pengajaran/penelitian bukanlah isu yang baru. Sejak dekade

1980-an Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidian Nasional dan

Kementerian Riset dan Teknologi telah menggulirkan sejumlah program insentif untuk

meningkatkan relevansi ekonomik dari kegiatan pengajaran/penelitian di perguruan

Page 59: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 47

pengajaran di perguruan tinggi; dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan perguruan tinggi16. Dalam sosialisasi kebijakan otonomi perguruan

tinggi tersebut, Pemerintah menggulirkan gagasan mengenai ‗komersialisasi

penelitian‘ (research commercialization) sebagai sebuah cara untuk meningkatkan

relevansi penelitian perguruan tinggi terhadap permintaan pasar. Tetapi para

akademisi dan peneliti di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman dan

praktis mereka, memiliki asumsi dan cara pandang tersendiri tentang penelitian

dan pemanfaatan iptek. Pembahasan di bab ini tentu saja tidak mencakup

seluruh cara pandang para peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Meski demikian, isu-isu yang mengemuka di bab ini memiliki rentangan variasi

yang luas.

3.2 Tarik-Menarik antara ‗Hulu‘ dan ‗Hilir‖

Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) merupakan sebuah perguruan tinggi

di mana keseluruhan kegiatan pengajaran, penelitian dan pengabdian

masyarakat—Tridharma Perguruan Tinggi—berkonsentrasi pada teknologi.

Secara konvensional di Indonesia, sebuah institut teknologi dibedakan dari

sebuah universitas dalam hal variasi disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang

dikelolanya17. Dalam sebuah universitas terdapat fakultas-fakultas yang

mengelola ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan kemanusian, selain fakultas

teknologi dan fakultas matematika ilmu pengetahuan alam. Di ITS, sebagai

tinggi. Yang baru, dalam kebijakan otonomi perguruan tinggi, adalah bahwa isu relevansi

dijawab melalui transformasi kelembagaan perguruan tinggi. 16

Dalam Yuliar dan Syamwil (2008) dikutip pernyataan pejabat Dirjen Pendidikan

Tinggi sebagai berikut, “ … kinerja perguruan tinggi bukan hanya jumlah lulusan,

melainkan jumlah lulusan yang diserap oleh lapangan pekerjaan … pendidikan tinggi

harus relevan dengan permintaan pasar atau lapangan pekerjaan. … Perguruan tinggi

otonom di Inggris berjalan dengan baik … memiliki relasi yang baik dengan industri.” 17

Pernyataan ini dimaksudkan untuk menekankan bahwa apa yang berlaku di Indonesia

berbeda dari yang berlaku di mancanegara. Misalnya, sejumlah institut teknologi di

Amerika Serikat memiliki fakultas-fakultas ilmu-ilmu sosial dan kemanusian.

„University of Science and Technology‟ merupakan bentuk lain dari perguruan tinggi

yang diadopsi di banyak negara, tetapi tidak dikenal di Indonesia.

Page 60: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

48 ke dalam inovasi

sebuah institut teknologi, pengelolaan ilmu-ilmu pengetahuan berkonsentrasi

pada disiplin-disiplin teknologi, matematika dan ilmu pengetahuan alam.

Seiring dengan bergulirnya kebijakan otonomi perguruan tinggi, di ITS

berlangsung upaya-upaya untuk menetapkan kebijakan penelitian dan

mengembangkan kelembagaan penelitian. Salah satu di antaranya adalah

penyatuan Lembaga Penelitian (LP) dan Lembaga Pengabdian Masyarakat

(LPM) menjadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).

Berikut ini disampaikan hasil wawancara dengan beberapa peneliti di ITS baik

yang berasal dari fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam (FMIPA)

maupun fakultas-fakultas teknik.

Mengenai penelitian ‗hulu‘ dan penelitian ‗hilir‘, seorang peneliti yang

berlatar belakang pendidikan di bidang kimia murni menuturkan sebagai

berikut:

Jadi kalau kami yang bergerak di bidang MIPA ini dekat dengan sumbernya begitu... kalau di area MIPA itu kan dekat dengan sumbernya ... terus disebut hulunya begitu kan. Terus ada asumsi kalau yang di bagian hilir ini ... sudah banyak aplikasi ... sudah banyak bumbu-bumbu nya. ... aliran pengetahuan kita analogikan dengan aliran air... Aktifitas kami, yang dinamakan komunitas di hulu, ya memang dari asalnya kita ke basic science, dan itu merupakan titik acuan science. Titik acuan science ini normalnya, itu selalu mencari mencari suatu terobosan juga, yang nantinya sebenarnya juga akan memikirkan juga ke hilirnya seperti apa.

... yang saya lakukan misalnya, memang kadang tidak banyak yang memikirkan aplikasinya. Nanti saja, yang penting ini ada suatu fenomena yang kita pelajari dulu. Sebagai contoh misalnya kalau yang kami lakukan, seperti potensi lokal di Jawa Timur ini, apa yang bisa kita lakukan dengan penelitian dasar terhadap potensi di Jawa Timur ini. Nah, ternyata setelah kami lakukan, ternyata apa yang kami lakukan itu aplikasinya bermacam-macam, ya. Ini ternyata juga ditindaklanjuti oleh teman-teman.

Peneliti tersebut mengasosiasikan bidang MIPA dengan ‗sumber‘ iptek melalui

ungkapan, ―… bidang MIPA ini dekat dengan sumbernya.‖ Iptek yang berada

Page 61: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 49

dekat ‗sumber‘ ini ia bedakan dari iptek yang berada di hilir yang ―sudah

banyak bumbu-bumbu―. Peneliti tersebut tampaknya membedakan iptek-iptek

atas dasar kriteria apakah iptek tersebut ia pandang bersifat esensial atau tidak

esensial. Bumbu-bumbu, dalam sebuah produk pangan, bukan unsur yang

esensial dari produk tersebut. Oleh karena iptek di hulu mengandung unsur

esensial, iptek tersebut dipandang sebagai ―titik acuan science‖. Jadi, iptek di

hilir perlu mengacu iptek di hulu karena unsur-unsur yang esensial berada

dalam iptek hulu18.

Peneliti fisika partikel tersebut memaparkan upaya yang ia tempuh untuk

berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain sebagai berikut:

... ya saya belajar itu di Jerman ... waktu meneliti itu, di sini belum nge-trend sampai sekarang pun juga belum kan, masih dalam tahap wacana-wacana. ... ya, tidak apa-apa itulah kecepatan negara kita. ... yang telah kami lakukan antara lain riset sintetis misalnya nano partikel. Waktu itu tidak berpikir jauhlah, ya ini rujukan literatur saja. Ya, habis itu kami coba share ke teman-teman yang lain. Akhirnya teman-teman ada yang memilikirkan di hilirnya mau seperti apa.

Saya bisa di hulu. Ya sudah, itu yang saya kerjakan. ... ada wacana untuk membuat baja yang kuat dari temuan di teknik sipil. Ada lagi teman yang melakukan riset ini, dia pemodel matematika. ... Ada yang pure basic, ada yang di fisika itu melakukan penelitian tentang partikel-partikel. Tapi kami juga sudah memikirkan kira-kira aplikasinya seperti apa, kita punya tim di LPPM.

Jadi, dengan memposisikan fisika partikel sebagai ‗acuan‘, peneliti tersebut

menggali peluang-peluang penerapan dengan pendekatan science-pushed.

Bertitik tolak pada anggapan bahwa iptek tertentu lebih esensial dari iptek-iptek

yang lain, dan karenanya merupakan acuan bagi iptek-iptek yang lain,

dilakukan pencarian kombinasi-kombinasi antara iptek yang esensial dengan

‗bumbu-bumbu‘, dengan harapan akan didapatkannya suatu kombinasi yang

menimbulkan manfaat yang baru. Ini inti dari inovasi dengan pendekatan

18

Argumentasi atau narasi yang dikemukakan di sini menyerupai argumentasi piramida

pengetahuan-pengetahuan yang didiskusikan di Bab 2.

Page 62: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

50 ke dalam inovasi

science-pushed, yang tampaknya diadopsi oleh peneliti partikel nano tersebut

dalam berinteraksi dengan peneliti-peneliti yang lain.

Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut menyampaikan upaya-upaya

untuk menstimulasi interaksi antarpeneliti sebagai bagian dari penataan

kelembagaan penelitian oleh LPPM ITS:

... kita mencoba mengarah ke enam fokus19 itu. Itu sebagai sarana kita mendekatkan baik orang hulu dan orang hilir. … Dengan fokus pada agenda yang ada, diharapkan akan ada titik temu. Saya melihat kalau di fakultas MIPA ini orang-orang yang agak open itu malah dari kimia, … akhirnya untuk MIPA sendiri yang banyak diterima proposalnya itu di kimia.

Seorang kolega kami membangun arsitek molekul lanjutan, disusun begini dan begitu ... setelah ini ditekuni, jadi. ... begitu kajian di hulu selesai di hilir juga akan terpenuhi. Itu menyesuaikan ke arah sana. Itu mau tidak mau. ... jadi kadang-kadang hilir inilah yang coba kita tarik oleh orang-orang hulu.

Ungkapan ―orang-orang yang agak open itu …, yang banyak diterima

proposalnya‖ mencerminkan bahwa bagi peneliti tersebut, sifat terbuka (open)

untuk berinteraksi adalah sifat yang penting. Melalui interaksi dengan peneliti-

peneliti dengan latar belakang keilmuan yang beragam, iptek yang esensial

dapat dikombinasikan dengan iptek-iptek yang lain dan menghasilkan sesuatu

yang (diharapkan) bermanfaat. Ungkapan ―begitu kajian di hulu selesai di hilir

juga akan terpenuhi …‖ menegaskan cara pandang science-pushed dari peneliti

tersebut mengenai inovasi. Bagi peneliti tersebut, seorang peneliti hulu perlu

berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain agar pendekatan science-pushed tersebut

efektif. Ungkapan ― … kadang-kadang hilir inilah yang coba kita tarik oleh

orang-orang hulu‖ menggambarkan pandangan peneliti tersebut mengenai

posisi penelitian hulu. Melalui ungkapan ini, peneliti tersebut menunjukkan

keberatannya terhadap pandangan demand-pulled, bahwa penelitian hulu yang

harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan di hilir.

19

Di sini peneliti tersebut merujuk pada enam bidang fokus yang dirumuskan dalam

Agenda Riset Nasional Periode 2006-2010.

Page 63: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 51

Tampaknya di kalangan peneliti di ITS terjadi semacam perdebatan

mengenai pendekatan untuk meng-hilir-kan penelitian: apakah penelitian hulu

perlu merespons permintaan di hilir, ataukah penelitian hilir perlu mengacu

pada penelitian hulu. Penuturan-penuturan berikut ini menggambarkan situasi

‗tarik-menarik‘ tersebut:

Memang ada beberapa peneliti yang mungkin semacam ekslusif ... tapi sebenarnya ekslusif mereka di sini kan untuk mempertahankan kondisi supaya tidak terkontaminasi tadi. ... Ketika saya menempatkan diri orang laboratorium ... yang kita lihat pun lingkupnya laboratorium ... Kalau kita di luar kan yang kita lihat ITS, lebih luas lah. ... Itu kadang yang menumbuhkan kearoganan.

... Ekslusifitas itu tidak bisa dihilangkan ... karena ini terkait identitas ... identitas masing-masing ... tapi kalau ingin mencoba diiriskan itu bisa. Dan ITS sebagai lembaga yang mewadahi scientific staff yang bergerak di bidang proses belajar-mengajar, karena bisnis yang utama adalah akademis di bidang pengajaran. Tapi di satu sisi karena tri dharma-nya harus bisa. Nah, akhirnya ITS ini mempunyai cluster-cluster penelitian ...

Jadi ITS itu ada tiga fokus yang dikerjakan, yang pertama itu adalah bidang maritim kelautan. Kemudian yang kedua ... di permukiman. Yang ketiga itu energi. Jadi hanya tiga ini. Nah ... di pemukiman ... ini kaitannya dengan lingkungan, biologi bisa masuk di sana, kemudian energi ... perlu modeling. ... Tumpahan minyak itu ternyata bisa dimodelkan. Nah, ini orang-orang dari sains bisa masuk, ya matematik tadi. ... Dengan adanya cluster-cluster tadi satu dengan yang lain bisa saling komunikasi tanpa harus meninggalkan identitas aslinya.

Kalau penjembatannya ... ya, mau tidak mau lembaga yang menangani ... sehingga tahu persis petanya ... orang-orang teoritis ya ... tetap diperhatikan dengan proporsional gitu ya. ... karena orang-orang ini sangat perlu juga ... yang di kalangan hulu ini sesungguhnya diperlukan oleh kalangan hilir, paling tidak itu konsep dasar. ...

Page 64: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

52 ke dalam inovasi

Dengan menyusun kluster-kluster topik penelitian, LPPM ITS berupaya

untuk menstimulasi interaksi antara komunitas-komunitas atau kelompok-

kelompok peneliti hulu dan hilir. Dengan membentuk kluster-kluster penelitian,

yang diharapkan adalah ―… satu dengan yang lain bisa saling komunikasi tanpa

harus meninggalkan identitas aslinya‖. Interaksi seperti ini, dalam pandangan

peneliti tersebut, tidak bisa terjadi secara suka rela atau melalui inisiasi para

peneliti itu sendiri, sehingga memerlukan ‗jembatan‘, dan ―mau tidak mau

lembaga yang menangani‖.

Dalam penuturan-penuturan di atas, iptek hulu diposisikan sebagai‘titik

acuan‘ yang perlu diikuti oleh iptek hilir. Penuturan-penuturan berikut ini,

disampaikan oleh seorang peneliti geofisika yang juga dikenal sebagai guru

besar termuda di ITS, menempatkan posisi iptek hulu dengan cara yang

berbeda:

Iya, ini ... contoh paper saya ... kebetulan saya memang menekuni tentang seismik dalam. Ya, kalau dulu aneh, sekarang ini kan juga terbukti ... Saya melihat gempa itu sesuatu yang menarik, bukan sesuatu yang menakutkan. Iya, buat saya itu data. ... Saya bisa mengolahnya dan mengungkapkan keakuratannya dengan metode. ... Saya coba jelaskan sedikit. Dulu waktu SMA belajar 3 dimensi ya....itu kan ada sumbu x, y, dan z. Data gempa itu kalau saya melihat dari 3 koordinat tersebut, jadi tingkat akurasinya lebih tinggi. Beda sama BMG20 yang mengambil dari 2 titik saja....

Contoh di Padang itu kan, kemarin sempat ada perbedaan perhitungan dari 7,2 Skala Ritcher menjadi 7,9 Skala Ritcher. Kalau saya tidak seperti itu. Perhitungan saya, 7,6 Skala Ritcher. Itu lebih presisi, karena saya melihat dari kerelatifan 3 sumbu tadi. ... Kalau penghitungan kekeuatan gempa, kan komponennya masih banyak, selain posisi ada juga pola pergerakan lempeng, ... masih banyak lagi.

Terus terang, bangsa kita ini belum bisa menghargai data. ... Saya ikut komunitas ahli seismografi di luar21 ... sekitar 200

20

Maksudnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 21

Yang dimaksud di sini adalah komunitas ilmuwan internasional.

Page 65: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 53

orang . Di Indonesia ini cuma ada dua yang bergelut di bidang ini, saya dan seorang peneliti dari ITB. Tapi kita alirannya beda. Saya memang aktif menulis. Itu yang membuat jadi guru besar paling muda di ITS ini. ... Saya menulis dan terus menulis. Saya tidak perduli orang di sini mau menghargai tulisan itu apa tidak. Yang penting orang luar sana banyak yang mengapresiasi saya.

Ungkapan ‖Kalau saya tidak seperti itu. Perhitungan saya, 7,6 Skala Richter. Itu

lebih presisi, karena saya melihat dari kerelatifan 3 sumbu‖ menggambarkan

adanya sesuatu yang tengah diperdebatkan (dalam hal ini antara peneliti

tersebut dan pihak BMKG). Bagi peneliti tersebut, keakuratan dan presisi

menjadi kriteria untuk menentukan metode mana yang layak atau tidak layak

untuk diperlakukan sebagai acuan. Jadi, klaim (claim) tentang gejala alam

(dalam hal ini gempa bumi) yang layak diikuti adalah yang didasarkan pada

metode acuan, bukan metode yang lain. Peneliti tersebut menyatakan adanya

sikap penolakan terhadap metode acuan. Pihak-pihak yang menolak itu adalah

yang ―… belum bisa menghargai data‖. Mereka ini adalah pihak-pihak yang

berbeda pandangan dengan peneliti tersebut, dalam penetapan metode acuan

untuk memahami dan menghitung kekuatan gempa bumi. Menyikapi

penolakan ini, peneliti geofisika tersebut menjalin relasi dengan pihak-pihak lain

yang sepandangan, dan menempuh upaya ‖ … menulis dan terus menulis. Saya

tidak perduli orang di sini mau menghargai tulisan itu apa tidak. Yang penting

orang luar sana banyak yang mengapresiasi saya..‖.

Jadi, mana iptek yang merupakan acuan dan mana yang bukan dapat

merupakan hal yang diperdebatkan. Dalam penuturan di atas, perdebatan itu

terjadi antara peneliti perguruan tinggi dan pihak BMKG. Sebagai sebuah badan

pemerintahan, BMKG memiliki kewenangan legal, dan apa-apa yang

diputuskan BMKG memiliki konkesuensi praktis dalam kehidupan masyarakat.

Di sisi lain, seorang peneliti perguruan tinggi dapat menyebarluaskan

pemikirannya melalui jurnal-jurnal ilmiah, dan menjalin kerja sama penelitian

dengan komunitas-komunitas akademik. Jika jalur kewenangan legal dan jalur

akademik ini terpisah, maka iptek acuan akan kehilangan efektivitasnya—

sebagai acuan—dalam kehidupan masyarakat. Dengan perkataan lain,

penuturan peneliti geofisika di atas menyarankan bahwa peng-hilir-an iptek

memerlukan dukungan kepranataan legal. Dan untuk ini, pengembangan

Page 66: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

54 ke dalam inovasi

interaksi antara peneliti dan pelaku-pelaku lain, dalam kasus ini khususnya

dengan pihak BMKG, merupakan faktor yang krusial.

Mengenai interaksi antara peneliti-peneliti, seorang peneliti lain yang

berlatar belakang bidang statistika menyampaikan pandangan sebagai berikut

ini:

Saya melihat antara hulu-hilir ini bukan suatu masalah. Saya sering berinteraksi dengan orang-orang hulu ya, seperti matematika dalam pengembangan model, tapi saya juga terlibat dalam tim orang hilir ... ya misalnya di BPLPS22 kan banyak orang hilirnya itu ... ya selain itu sih kami juga terlibat dalam penelitian pengembangan wilayah, lingkungan ... kami saling support ... Riset di hulu itu lebih lekat nuansa keilmuannya ... Tapi kalau orang hilir kan masih butuh support ... dan lebih luas`areanya ... Tapi kita kan tidak memilah-milah ya ... toh pada dasarnya semua sama saja. Coba biar sesama peneliti ini saling mengenali ... coba usulkan ke DRN kalau risetnya itu tidak terbatas hulu-hilir. Buat riset raksasa yang melibatkan banyak orang ... biar sama-sama mengenali ... kan biar tidak ada kesan ‘pengaplingan wilayah‘.

... kalau selama ini sih saya belum merasa dipersulit dengan birokasi di ITS ... kalau memang agak sosial, ya cara pengemasannya saja biar mendekati bidang23 kita ya, namanya orang Jawa Timur ini kan harus kreatif...harus ulet.....

Dalam penuturan di atas, ungkapan ―Riset di hulu itu lebih lekat nuansa

keilmuannya ... Tapi kalau orang hilir kan masih butuh support ... dan lebih

luas`areanya ... Tapi kita kan tidak memilah-milah ya ... toh pada dasarnya

semua sama saja‖ menegaskan cara pandang peneliti tersebut mengenai posisi

relatif ilmu-ilmu pengetahuan. Peneliti tersebut mengakui adanya perbedaan

antara penelitian hulu dan penelitian hilir. Meski demikian, bagi peneliti

tersebut, perbedaan ini tidak membuat yang satu lebih utama dari yang lain.

22

Badan Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo. 23

Ini mengacu ke para peneliti di ITS yang menekuni ilmu-ilmu pengetahuan sosial,

yang secara konvensional bukan merupakan area keilmuan yang menjadi perhatian ITS

sebagai sebuah institut teknologi.

Page 67: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 55

Bagi peneliti tersebut, yang ia pandang penting adalah ―…biar sesama peneliti

ini saling mengenali ... biar tidak ada kesan ‘pengaplingan wilayah‘. … namanya

orang Jawa Timur ini kan harus kreatif...harus ulet....‖. Jadi, meski mengakui

adanya perbedaan jenis-jenis iptek, peneliti tersebut memandang penting

interaksi dan komunikasi antara peneliti-peneliti. Peneliti tersebut juga

menyarankan bahwa ke-jawatimur-an dapat menjadi sebuah faktor penyatu.

Ungkapan ―kalau memang agak sosial, ya cara pengemasannya saja‖

merujuk pada administrasi kegiatan penelitian. Dengan pernyataan ini, peneliti

tersebut tampaknya menyarankan bahwa perangkat administrasi tidak menjadi

alat untuk membatasi kebebasan akademik dalam pengembangan ilmu-ilmu

pengetahuan. Ungkapan ―cara pengemasannya‖ menyarankan adanya

penyelarasan antara kegiatan akademik dan ketentuan administratif, bukan

pembatasan kegiatan akademik.

Penuturan-penuturan para peneliti di atas memperlihatkan bahwa seorang

peneliti dapat memegang pandangan tertentu, yang berbeda dari pandangan

peneliti lain, tentang posisi iptek, dan hal ini, sampai batas tertentu,

mempengaruhi preferensi peneliti dalam berinteraksi dengan kelompok atau

komunitas yang lain. Terdapat peneliti yang, karena berpegang pada pandangan

tertentu, memilih bersikap tertutup untuk berinteraksi, dan terdapat peneliti lain

yang relatif lebih terbuka. Perbedaan pandangan dan sikap ini berimplikasi

bahwa upaya-upaya untuk menstimulasi interaksi antara peneliti-peneliti

menghadapi penolakan dari sebagian kalangan peneliti.

Dalam upaya penataan kelembagaan penelitian di ITS, orientasi atau arah

penelitian bersama merupakan sebuah isu yang sentral. Berikut ini penuturan

seorang peneliti, sekaligus penjabat Sekretaris LPPM ITS, yang memberikan

gambaran mengenai situasi yang berkembang:

Ya, kalau mau jujur ya, cara ini tidak semua setuju … saya yakin juga ada beberapa orang yang tersingkir dan membentuk pola sendiri. Tapi, kalau kita lihat, LPPM sebagai wadah, juga melihat dalam skala makronya, kemana ‗kendaraan ini akan membawa penumpangnya‘. Lha, waktu pemetaan resource itu kita peroleh kesepakatan di hilir. Ya sudah, kita dorong saja ini ke hilir. Jangan sampai itu resultan sampai nol … yang satu ke hulu dan yang lain ke hilir … ya tidak ke mana-mana kita.

Page 68: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

56 ke dalam inovasi

Kalau di ITS ini kami lebih didorong ke hilir ... namun kami juga tidak menutup kemungkinan orang hulu juga terlibat. Memang saya akui di ITS ini ada kesan lebih akomodatif pada peneliti yang hilir. Sebenarnya kami tidak memaksa. Tapi kalau kita sibuk bermain-main di hulu, dan tanpa terkait dengan hilir, jadi nothing saja ... jadi kita harus membuat sistem yang implementatif ... tapi, itu pendapat saya sebagai pribadi dan juga saya di institusi.

Ya, kita lihat roadmap ITS memang lebih menuju arah hilir. Tapi hilir ini juga tidak akan ada kalau tidak ada hulu kan? Jadi tantangan kita, juga mungkin sama dengan tantangan DRN, harus kita kaitkan hulu-hilir.

Ungkapan ―Jangan sampai itu resultan sampai nol … yang satu ke hulu dan

yang lain ke hilir … ya tidak ke mana-mana kita‖ mencerminkan adanya gejala

‗tarik-menarik‘ antara para peneliti. Dikhawatirkan oleh peneliti tersebut bahwa

‗tarik-menarik‘ tersebut akan membuat ITS bergerak ―tidak ke mana-mana‖.

Gambaran situasi yang serupa juga diberikan oleh seorang peneliti yang

menjabat Ketua LPPM ITS melalui penuturannya berikut ini:

Ya, kalau kami di ITS ini mengarah pada hilir, tapi bukan mengabaikan yang hulu karena itu juga penting. Harus ada complete chain-nya ... hulu juga tidak akan bisa bergerak kalau di hilir tidak mau menampung.

Ungkapan ―Harus ada complete chain-nya‖ mencerminkan pandangan peneliti

tersebut mengenai pentingnya interaksi antara peneliti hulu dan peneliti hilir,

bahwa interaksi tersebut akan membuat rantai penelitian menjadi tersambung

utuh, complete. Lebih jauh peneliti tersebut menambahkan sebagai berikut:

... ya, saya ini mantan pentolan penabuh gamelan di Bali ... harus kuliah ke Surabaya, dan segala macam mimpi saya ... Biarpun orang science, saya suka seni dan budaya. Di mana pun negara itu akan maju, jika adanya korelasi dan kesatuan antara science dan budaya. Kalau misalnya sains itu tidak berbudaya, maka tidak bermoral. Inilah yang tidak ada di Indonesia. Harusnya ekonomi pembangunan ini, mencakup bisnis, sosiologi, politik ... tetapi di Indonesia knowledge-nya sangat jauh dari arah sana.

Page 69: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 57

Padahal dengan adanya knowledge tersebut menjadi kunci kebenaran, bukan dari kunci kepentingan. Makanya nilai sosial itu harus berjalan sejalan dengan ilmu dan teknologi, sehingga menjadi suatu kesatuan untuk ekonomi pembangunan.

Ungkapan-ungkapan ―… kesatuan antara science dan budaya― dan ―… nilai

sosial itu harus berjalan sejalan dengan ilmu dan teknologi, sehingga menjadi

suatu kesatuan‖ mencerminkan nilai-nilai yang dipegang oleh peneliti tersebut,

yang ia pandang perlu menjadi pemandu dalam upaya-upaya mengelola

kegiatan penelitian. Peneliti tersebut juga menyampaikan harapannya mengenai

proses kolektif di tingkat pengambil kebijakan sebagai berikut:

… roadmap-nya yang harus diperhatikan, ... Menteri Riset dan Menteri Industri harusnya duduk bersama-sama membicarakan roadmap pengembangan industri yang menyatu. Inilah yang belum terjadi Indonesia. Itu baru Menteri industri, belum Menteri Pendidikan, Menteri Perdagangan ... Apa yang harus diperdagangkan? Apa yang harus saya riset? Apa yang harus saya produksi? Ini yang tidak jalan.

Penuturan para peneliti ITS di atas memberikan gambaran bahwa dalam

lingkungan ITS terdapat peneliti yang cenderung pada penelitian hulu dan

peneliti yang cenderung pada penelitian hilir. Ketika LPPM ITS menggariskan

kebijakan mengenai peng-hilir-an penelitian, terjadi semacam tarik-menarik

antara peneliti hulu dan peneliti hilir. Terdapat peneliti hulu yang ingin menarik

peneliti hilir agar mengacu pada penelitian hulu, dan terdapat peneliti hilir yang

meminta peneliti hulu menyesuaikan diri dengan penelitian hilir. Ini merupakan

persoalan siapa mengacu pada siapa, dan siapa menyesuaikan diri terhadap

siapa. Gejala tarik-menarik ini menyarankan bahwa masing-masing peneliti

memiliki kelembaman (inertia).

Gejala tarik-menarik tersebut di atas tidak bisa dijelaskan dengan

menggunakan konsep piramida pengetahuan-pengetahuan yang dibahas di Bab

2. Dalam konsep piramida tersebut, iptek hulu menyediakan pijakan bagi iptek

hilir dan iptek hilir bersandar pada iptek hulu. Jika jenis-jenis iptek yang

berbeda mengikuti struktur hirarkis sebagaimana disarankan oleh piramida

ilmu-ilmu tersebut, tidak akan terjadi tarik-menarik antara peneliti hulu dan

peneliti hilir karena posisi relatif masing-masing jenis penelitian sudah jelas.

Page 70: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

58 ke dalam inovasi

Adanya gejala tarik-menarik antara peneliti memperlihatkan bahwa penelitan

memiliki dimensi lain, selain dimensi epistemik-kognitif24 dan bahwa piramida

pengetahuan-pengetahuan tersebut memberikan gambaran yang tidak lengkap

mengenai jenis-jenis iptek dan penelitian.

3.3 Pertentangan Nilai antara ‗Hulu‘ dan ‗Hilir‘

Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan institut teknologi yang tertua25 di

Indonesia. Pada tahun 2000, ITB merupakan satu dari empat (di tahun 2001

bertambah dua lagi menjadi enam) perguruan tinggi negeri yang ditetapkan

sebagai PT BHMN. Sejak tahun 2001, transformasi kelembagaan dilakukan oleh

ITB. Sebuah langkah penting dalam transisi ITB dari PTN menuju PT BHMN

adalah restrukturisasi pusat-pusat penelitian. Kebijakan yang memandu proses

transisi tersebut tercermin dari pernyataan pejabat Rektor ITB periode 2001-2005

sebagai berikut:

ITB secara keseluruhan dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian yang menunjukkan academic excellence. Satu lagi yang memang engine penghasil uang. … Kita harus melawan opini yang mengatakan bahwa BHMN itu artinya komersialisasi. Memang ada unitnya yang komersial. Tapi jangan lupa ada yang academic excellence, tidak bisa tidak! (kutipan wawancara dalam Yuliar dan Bintari, 2009)

Di kalangan pembuat kebijakan, wacana mengenai ‗perguruan tinggi

otonom‘ sering dikaitkan dengan gagasan-gagasan ‗komersialisasi hasil

penelitian‘, ‗mekanisme pasar‘ dan ‗efisiensi‘ (Yuliar dan Syamwil, 2008). Hal

ini menimbulkan reaksi kontra dari pihak-pihak lain (seperti LSM pendidikan

24

Epistemik-kognitif di sini maksudnya adalah cara-cara, dan asumsi yang mendasari,

bagaimana pengetahuan dihasilkan melalui kegiatan kognitif. Permasalahan ini secara

khusus dipelajari dalam filsafat, yakni dalam cabang epistemologi. 25

Cikal bakal ITB adalah sekolah tinggi teknik yang didirikan Pemerintah Hindia-

Belanda pada tahun 1920, yaitu Technische Hogeschool.

Page 71: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 59

dan para pengamat pendidikan), yang khawatir bahwa desentralisasi26

pendidikan tinggi akan berubah menjadi komersialisasi pendidikan tinggi.

Pernyataan Rektor ITB tersebut mencerminkan sikap kritis bahwa, meski ITB

berupaya otonom dalam pendanaan, ITB menolak gagasan komersialisasi

pendidikan tinggi.

Dalam restrukturisasi pusat-pusat penelitian yang disebutkan di atas, salah

satu isu yang digulirkan oleh jajaran rektorat ITB adalah integrasi kegiatan-

kegiatan penelitian baik untuk tujuan komersialisasi ke sektor industri maupun

untuk tujuan pemberdayaan masyarakat27. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan

tersebut, ITB menyusun agenda penelitian institusional serta mengembangkan

program insentif penelitian yang disebut Riset Unggulan ITB.

Berikut ini disampaikan hasil wawancara dengan sejumlah peneliti di ITB

yang menggambarkan sikap-sikap yang berkembang di kalangan peneliti.

Seorang peneliti yang sekaligus perintis pendirian pusat ilmu rekayasa di ITB

menuturkan:

... integrasi dan aplikasi yang ada kaitannya dengan industri… Kalau kita lihat industri saat ini, itu namanya projek. Begitu kita berhubungan dengan industri, pasti problem-solving. Nah, itu yang kita lakukan sekarang, problem solving. Mungkin dari segi keuangan naik. Ada masukan projek-proyek karena memang dimintanya itu. Kalau tidak ada, dianggap tidak exsist. Tapi, ya itu bukan projek penelitian. … Karena uang, istilah basic research ya susah, karena kita dituntut profit center … jadi kalau kita yang murni ke penelitian, yang merupakan konsep awal dari pendirian pusat penelitian ini, penelitian yang masuk jadi sangat terbatas. Kaitan dengan market tadi kita harus berani akhirnya, melakukan riset-riset yang memang kita anggap nilai prospek bisnis yang tinggi.

26

Gagasan mengenai desentralisasi pendidikan tinggi telah bergulir pada awal 1990-an,

jauh sebelum Era Reformasi. Di masa itu, gagasan desentralisasi muncul sebagai kritik

terhadap sentralisasi kewenangan yang dipraktikkan oleh Pemerintah Orde Baru. 27

Berkaitan dengan ini, ITB mengubah istilah Pengabdian pada Masyarakat (community

service) dalam nama LPPM menjadi Pemberdayaan Masyarakat (community

development/empowerment).

Page 72: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

60 ke dalam inovasi

Dalam penuturan ini, peneliti tersebut membedakan kegiatan penelitian ke

dalam penelitian problem-solving dan penelitian dasar (basic research). Dari

ungkapan ―Begitu kita berhubungan dengan industri, pasti problem-solving‖,

peneliti tersebut menyatakan bahwa penelitian hilir cenderung berpola problem-

solving, yang ―Kalau kita lihat industri saat ini, itu namanya projek‖. Melalui

ungkapan ―Karena uang, istilah basic research ya susah‖ peneliti tersebut

mempertentangkan penelitian dasar dan penelitian problem-solving.

Penuturan peneliti tersebut berikut ini memperjelas apa-apa yang ia

pertentangkan:

Proyek senilai Rp. 20 milyar itu bagaimana dibandingkan dengan penelitian Rp. 20 juta? Ada juga kerja yang kita tidak ada budget-nya seperti penelitian S2 dan S3. Dan ini bisa menjadi paper. Itu secara knowledge.

Melalui ungkapan ―Proyek senilai Rp. 20 milyar itu bagaimana dibandingkan

dengan penelitian Rp. 20 juta?‖, peneliti tersebut mempertentangkan nilai

komersial dari penelitian problem-solving dan nilai keilmuan dari penelitian

dasar. Jadi, penelitian yang memiliki nilai komersial tinggi belum tentu

berkualitas secara akademik. Sebaliknya, penelitian yang menghasilkan

pengetahuan akademik yang bermutu belum tentu bernilai komersial tinggi.

Lebih jauh peneliti tersebut menyatakan sikapnya mengenai isu

komersialisasi penelitian sebagai berikut.

… sistem produksi yang dikembangkan di laboratorium itu menghasilkan produk yang bagus, tapi kuantitasnya sedikit. ... tidak bisa kalau kita langsung kaitkan dengan industri yang ITB punya, karena dalam proses itu rugi terus. Kalau ITB hidup di situ, mungkin ITB hilang gedung satu-satu. Ini kan pasti masuk ke ‗lembah yang hitam‘ dulu, lama sekali tidak tahu berapa lama, lalu bisa keluar, survive, baru positif. Selama di lembah itu ya jangan ngajak ITB, di awal harus investasi banyak. Kalau kita kerja di awal, ITB dilibatkan, habis ...

ITB ini adalah institusi pendidikan. Jadi business tidak di situ, enterpreneurs itu tidak di situ. Jadi cuman ada dua, pengajaran dengan pengembangan. Semua pengabdian kepada masyarakat itu mulanya di situ, muaranya di ITB. Jadi yang bikin

Page 73: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 61

perusahaan segala macam, itu tidak dalam konteks muara ini, tapi dalam muara yang lain. Ini akan bersaing dengan industri yang sudah sangat efisien di luar. ITB tidak akan mampu dalam konteks business dan entepreneur. Kenapa? Ini bukan tukangnya. Ini tukangnya mendidik.

Ungkapan ― … masuk ke ‗lembah yang hitam‘‖ di sini merujuk pada situasi

persaingan bisnis yang, menurut peneliti tersebut, ―Kalau ITB hidup di situ,

mungkin ITB hilang gedung satu-satu‖. Dalam penuturan berikutnya peneliti

tersebut menyarankan pemisahan antara kegiatan bisnis dan kegiatan akademik,

―ITB ini adalah institusi pendidikan. Jadi business tidak di situ, enterpreneurs itu

tidak di situ ―. Bagi peneliti tersebut, penelitian hilir, dikarenakan orientasinya

pada problem-solving untuk menjawab kebutuhan industri, berada dekat dengan

dunia bisnis. Dan kegiatan yang bernuansa bisnis, disarankan oleh peneliti

tersebut, tidak dilaksanakan di institusi pendidikan seperti ITB. Secara tidak

langsung, peneliti tersebut menyarankan bahwa penelitian hilir tidak

dilaksanakan di ITB, atau bahwa ITB lebih mengutamakan penelitian hulu

daripada penelitian hilir.

Penuturan berikut ini menegaskan pandangan peneliti tersebut mengenai

perbedaan antara penelitian hulu dan penelitian hilir.

Projek …, katakanlah kita mengembangkan projek. Hasilnya apa? Pembodohan itu. Pengabdian kepada masyarakat ini sebetulnya rusak karena ini diletakkan dalam dimensi yang berbeda dari dua ini28. Nah, harusnya dalam dimensi yang sama, pengabdian masyarakatnya itu memperkaya yang dua ini. … Jadi begini ya, ada projek yang … sangat ‗tukang‘. Kita kan Ph. D. di sini. Jadi mesti market-nya sesuatu yang profitable secara akademik, dan juga secara profesional, dan juga yang mendukung pendidikan. Mahasiswa bisa ikut di situ, kemudian memperkaya bagaimana kita mengajar mahasiswa.

Jadi, mengenai penelitian hilir yang berpola problem-solving untuk menjawab

kebutuhan idustri, peneliti tersebut menyatakan ― … kita mengembangkan

projek, hasilnya apa? Pembodohan itu‖. Sedangkan penelitian yang layak

28

Yang dimaksud adalah dua aspek Tri Dharma yang lain, yaitu pengajaran dan

penelitian.

Page 74: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

62 ke dalam inovasi

dilaksanakan di ITB adalah yang ―… mesti market-nya sesuatu yang profitable

secara akademik‖.

Dalam penurutan-penuturan di atas, peneliti tersebut tidak secara eksplisit

menyatakan definisi mengenai ‗penelitian hilir‘. Meski demikian peneliti

tersebut membedakan antara dasar (atau penelitian murni) yang menghasilkan

pengetahuan akademik dari penelitian problem-solving industrial yang memiliki

nilai komersial. Bagi peneliti tersebut, kedua jenis penelititan ini mengandung

pertentangan nilai-nilai.

Tetapi peneliti tersebut melihat bentuk penelitian hilir lain, yang dapat

selaras dengan penelitian dasar. Dalam ungkapan ―Pengabdian kepada

masyarakat ini sebetulnya rusak karena ini diletakkan dalam dimensi yang

berbeda dari dua ini. Nah, harusnya dalam dimensi yang sama, …‖, peneliti

tersebut menyarankan bahwa kegiatan pengabdian pada masyarakat

dilaksanakan dalam bentuk penelitian. Jika hal ini dilakukan, maka kegiatan

pengabdian masyarakat akan memperkaya kegiatan pengajaran dan penelitian.

Mengenai penelitian hilir yang berorientasi pada (kebutuhan) industri,

peneliti tersebut memperlihatkan sikap yang kontra atau menolak dikarenakan

dua hal: pertama, penelitian seperti ini tidak menghasilkan pengetahuan

akademik; ke dua, penelitian ini berada dekat dengan dunia bisnis. Sikap ini

tampaknya didasarkan pada pengalaman peneliti tersebut berinteraksi dengan

pelaku-pelaku industri tertentu. Bahwa sikap tersebut merujuk pada

pengalaman terlihat dalam penuturan ―Kalau kita lihat industri saat ini, … ‖.

Seperti apa situasi industri di Indonesia saat ini? Di Indonesia terdapat

banyak perusahaan-perusahaan (baik swasta maupun Badan Usaha Milik

Negara, BUMN) yang mengoperasikan mesin-mesin atau instalasi teknologi

dengan pola turnkey. Dalam perusahaan-perusahaan seperti ini, berbagai mesin

dan instalasi teknologi yang dibutuhkan untuk menopang kegiatan produksi

dipasok oleh produser-produser di mancanegara. Untuk menjalankan kegiatan

produksi, yang perlu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan seperti ini adalah

‗plug-and-play‘. Kajian-kajian survei yang dilakukan oleh Thee (1996)

memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan seperti itu kurang memiliki

kapasitas serap teknologi (technology absorbtion capacity).

Page 75: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 63

Sangat mungkin bahwa perusahaan-perusahaan seperti yang digambarkan

di atas tidak memiliki permintaan (demand) atas hasil-hasil penelitian para

peneliti di ITB, atau di perguruan tinggi lain pada umumnya. Ini karena,

pertama, perusahaan-perusahaan tersebut terikat pada perusahaan-perusahaan

pemasok29 teknologi di mancanegara. Ke dua, kalaupun ada hasil penelitian dari

ITB yang relevan, diperlukan upaya-upaya untuk mengadopsi dan

mengadaptasikan hasil penelitian tersebut ke dalam instalasi teknologi dan

sistem produksi yang telah terpasang. Ini membutuhkan kapasitas serap

teknologi yang memadai. Ke tiga, teknologi belum tentu merupakan faktor yang

penting dalam strategi persaingan bisnis. Menekan upah, menerapkan sistem

kontrak bagi buruh, atau ‗membanting‘ harga dapat menjadi faktor-faktor yang

lebih efektif dalam persaingan bisnis30.

Bagi perusahaan-perusahaan seperti itu, layanan dari perguruan tinggi yang

relevan bukanlah penelitian, melainkan layanan-layanan trouble-shooting dengan

lingkup yang terbatas. Layanan-layanan yang bisa diberikan perguruan tinggi

adalah, misalnya, peremajaan (reconditioning) sebagian komponen peralatan atau

pelatihan teknis yang terkait dengan pengoperasian teknologi baru (yang dibeli

dari perusahaan pemasok). Dari hasil studi kasus terhadap perusahaan-

perusahaan di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, Albu (1997)

menyimpulkan bahwa banyak perusahaan-perusahaan di negara-negara

berkembang berada dalam situasi demikian. Tidak terdapat cukup kapasitas

bagi, atau tidak terdapat insentif fiskal yang mendorong, perusahaan-

perusahaan tersebut untuk memanfaatkan hasil-hasil penelitian dari perguruan

tinggi.

Jadi, dalam penuturan-penuturan di atas, pandangan dan sikap mengenai

penelitian hilir disampaikan dengan merujuk pada situasi dan kondisi praktis di

perusahaan-perusahaan tertentu. Berikut ini dipaparkan adanya pandangan

yang bernuansa berbeda mengenai penelitian hilir yang berorietasi

29

Lazimnya perusahaan-perusahaan pemasok memberikan jaminan-jaminan dan purna

jual pada perusahaan-perusahaan pembeli. Tetapi jaminan-jaminan tersebut berlaku

dengan syarat perusahaan-perusahaan pembeli itu tidak melakukan modifikasi terhadap

mesin atau instalasi teknologi yang dibeli dari perusahaan-perusahaan pemasok tersebut. 30

Faktor-faktor mana yang efektif dalam peraingan bisnis ditentukan juga oleh kondisi-

kondisi kebijakan makro ekonomik.

Page 76: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

64 ke dalam inovasi

industrial/komersial. Pandangan ini dikemukakan oleh seorang peneliti yang

berlatar belakang ilmu/teknologi hayati. Mengenai kebijakan integrasi

penelitian yang ditetapkan ITB, peneliti ini menuturkan:

Karena LPPM sendiri meminta kita untuk produk oriented, jadi kita lihat dari track record … Kalau kita misalnya, tiba-tiba membuat sesuatu yang baru, yang tidak biasa, kita kerjakan mulai dari nol. Jadi track record kita dari pertama kali. … Kemudian juga keahlian dari orang-orang di sini … Kita lihat juga yang relatif mudah dijual … Kita juga banyak berinteraksi dengan industri untuk menanyakan kira-kira apa yang mereka inginkan. … Kita itu banyak melakukan kerja sama. Misalnya, kalau ada projek mengenai pengelolaan lingkungan ... tapi bukan penelitian. Jadi sesuatu yang sudah kita peroleh dari hasil penelitian ... kita jual sebagai produk atau layanan kejasama.

Sebetulnya kita itu kan semuanya berbasis scientific. Artinya, awalnya itu berasal dari penelitian. Kita bekerja sama dengan LIPI, Kalbe Farma, kemudian dengan beberapa industri pupuk, … Ini kan biasanya permintaan. Jadi mereka inginnya demikian, ... lalu kita sepakati … Jadi dua belah pihak. … sebaiknya LPPM itu perannya memperkuat lagi lah, apa-apa yang sudah dibangun oleh pusat penelitian. Umpamanya, … pekerjaan-pekerjaan yang sebetulnya bisa teraplikasi ke industri, tetapi kurang dipromosikan …, seharusnya kan LPPM bisa. … mungkin Ketua LPPM yang sering pergi kemana-mana itu.

Kalau dengan industri, ya, biasanya kita harus tawarkan produk yang hampir sudah masuk komersial. … Ya mereka harus siap keuangan. ... Kalau di luar negeri itu kan, misalnya, industri itu memberikan sebagian dana ke beberapa penelitian atau ke universitas. Kalau di sini kan tidak ada.

Dalam pandangan peneliti ini, penelitian hilir yang bercirikan product oriented

dan relatif mudah dijual. Ini berbeda dari pandangan peneliti terdahulu yang

melihat penelitian hilir sebagai projek problem-solving untuk memenuhi

kebutuhan industri. Perbedaan ini tampaknya bersumber pada perbedaan

situasi aktual yang dialami oleh kedua peneliti tersebut. Mitra-mitra penelitian

Page 77: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 65

hilir yang dimiliki oleh kedua penelitian tersebut tampaknya merupakan

perusahaan-perusahaan dengan karakteristik dan perilaku yang berbeda.

Dalam penuturan peneliti teknologi hayati tersebut, ungkapan ―kita juga

banyak berinteraksi dengan industri untuk menanyakan kira-kira apa yang

mereka inginkan. … Jadi sesuatu yang sudah kita peroleh dari hasil penelitian ...

kita jual sebagai produk atau layanan‖ menggambarkan adanya permintaan

(demand) atas hasil penelitian yang ditawarkan oleh peneliti tersebut. Upaya

mempertemukan pasokan dan permintaan berlangsung melalui negosiasi-

negosiasi untuk mencapai kesepakatan, seperti yang diungkapkan dalam ‖Ini

kan biasanya permintaan. Jadi mereka inginnya demikian, ... lalu kita sepakati

… Jadi dua belah pihak‖.

Pernyataan peneliti tersebut merujuk pada perusahaan tertentu yang

bergerak di bidang kesehatan. Perusahaan-perusahaan semacam ini

memerlukan membutuhkan pengembangan produk secara lokal untuk

merespons permintaaan konsumer. Pengembangan produk tersebut perlu

disesuaikan dengan kondisi konsumer, dan ini tidak bisa dilakukan melalui

impor teknologi semata. Perusahan-perusahaan seperti itu membutuhkan hasil

penelitian perguruan tinggi (lokal). Lebih terinci mengenai hal ini dipaparkan

oleh para peneliti perusahaan swasta di Bab 4 buku ini.

Meski demikian, peneliti tersebut melihat adanya kendala dalam memenuhi

permintaan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Kendala tersebut ia nyatakan

dalam ungkapan ―Kalau dengan industri, … kita harus tawarkan produk yang

hampir sudah masuk komersial. … Kalau di luar negeri itu kan, misalnya,

industri itu memberikan sebagian dana ke beberapa penelitian …‖. Kendala ini

merupakan suatu kesenjangan (gap) yang dalam literatur kebijakan teknologi

dikenal sebagai ‗kesenjangan pendanaan‘ (Lee, 1987) yang lazim terjadi pada

kegiatan-kegiatan penelitian di tahap pra-komersial31.

31

Di tahap pra-komersial, perguruan tinggi kesulitan mencari sumber pendanaan

dikarenakan penelitian di tahap ini sudah tidak signifikan secara akademik, sementara

perusahaan swasta masih enggan menanamkan modal karena hasil penelitian yang ada

masih bersifat pra-komersial. Di Amerika Serikat, masalah „kesenjangan pendanaan‟

diatasi oleh Pemerintah Federal dengan cara mengalokasikan anggaran negara untuk

menutup kesenjangan pendanaan tersebut.

Page 78: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

66 ke dalam inovasi

Jadi, bagi peneliti ini, penelitian hulu dan penelitian hilir bukanlah dua hal

yang bertentangan. Kegiatan penelitian yang berorientasi pada pemenuhan

permintaan industri tidak niscaya bertentangan dengan nilai akademik. Baginya

― … kita itu kan semuanya berbasis scientific. Artinya, awalnya itu berasal dari

penelitian‖. Maksudnya, apa-apa yang ditawarkan ke industri itu sesuatu yang

tidak terlepas dari kegiatan penelitian, tidak terlepas dari basis scientific, dan

sesuai dengan track record peneliti. Melalui negosiasi-negosiasi, dapat dicapai

kesepakatan dua-pihak dengan pelaku industri sehingga komersialisasi hasil

penelitian dapat diselaraskan dengan kepentingan pengembangan pengetahuan

akademik itu sendiri.

Yang menjadi masalah, bagi peneliti ini, bukanlah pertentangan nilai-nilai

(antara nilai komersial dan nilai akademik/keilmuan), melainkan kebijakan

makro-ekonomik yang dianggapnya kurang mendukung. Hal ini ia tuturkan

sebagai berikut:

Jadi kerja sama industri dengan perguruan tinggi itu kan harus ada iklim politik yang mendukung. … Kalau ada produk itu langsung ditampung oleh negara, dan lalu pemasarannya jalan. Kalau di Indonesia kan justru mengimpor. Industri dengan kita tidak terlalu nyambung, ... Kan harus ada suatu policy yang membuat agar produk-produk dari dalam itu dilindungi dulu .... Nah, industri itu sendiri tidak pernah mendapat rangsangan untuk membantu kita. Mereka kan kerjanya paling-paling kalau sudah jadi, baru mau. Kalau ada prospek yang kelihatannya bagus, baru mau mereka.

Perlu dibuat semacam road map nasional, sebetulnya kebutuhan yang paling mendesak itu apa, dan sudah sampai mana. Jadi harusnya LPPM itu punya road map tadi. Misalnya, Bioenergi itu ingin bagaimana sih, dari A sampai Z, dan melalui apa saja. … Lalu Ketua LPPM kan bisa melakukan political will bahwa pusat penelitian ini harus begini, saya sediakan dana begitu, pasti mau.

Mengenai kebijakan integrasi penelitian di ITB, peneliti tersebut menyampaikan

pandangan sebagai berikut:

Page 79: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 67

Jadi saya kira, mungkin ini konsep subsidi. Jadi, kalau misalnya ini penelitian belum menjanjikan, padahal ITB memerlukan produk-produk hasil penelitian yang marketable, okay, ini ada garis, benang merahnya. Yang kita tuju misalnya produk ITB itu unggulannya apa. Tetapi yang ini yang bersifat basic of science-nya, ke ilmu pengetahuan, agar penelitian-penelitian dasar tetap jalan.

Dalam serangkaian penuturan di atas, isu mengenai pembedaan jenis-jenis

penelitian—penelitian dasar dan penelitian terapan, penelitian hulu dan

penelitian hilir—diartikulasikan oleh para peneliti dalam konteks transformasi

ITB menuju PT BHMN. Meski terdapat hal-hal yang signifikan yang terungkap

melalui wawancara tersebut, isu-isu transformasi ITB tampaknya membatasi

perkembangan wawancara tersebut.

Berikut ini disampaikan hasil focus group discussion (FGD) dengan sejumlah

peneliti dari pusat-pusat penelitian di ITB, yang diselenggarakan di LPPM ITB.

Dalam FGD ini, para partisipan diminta untuk mengungkapkan pandangan dan

harapan berkenaan dengan peran ITB dalam sistem inovasi bangsa. Jadi, kalau

wawancara sebelumnya bersifat retrospektif (menengok apa-apa yang terjadi di

masa lalu), FGD ini lebih bersifat prospektif (apa yang mungkin atau diinginkan

terjadi di masa depan). Sebagaimana diperlihatkan berikut ini, FGD ini

memunculkan rentang isu-isu yang lebih meluas dibandingkan yang dihasilkan

dari wawancara di atas.

Berikut ini penuturan seorang partisipan FGD berkenaan dengan interaksi

antara peneliti dan pelaku industri:

Mungkin karena background saya teknik kimia, maka saya juga ingin mengungkapkan masalah tentang industri yang dialami oleh saya secara pribadi atau teman-teman. ... Riset yang nantinya menjadi sesuatu yang bermakna, dan bisa memiliki nilai jual, itu kan ada kelompok-kelompok yang sudah di tugaskan … ini kelompok riset, ini kelompok yang memasarkan. Namun persoalannya itu adalah tidaknya adanya trust di antara kelompok-kelompok tersebut. Saya tidak tahu persis, tapi itu yang saya lihat, itu yang sedang terjadi. Ada industri yang memiki kepercayaan yang tinggi pada peneliti, tapi ini jumlahnya sangat sedikit.

Page 80: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

68 ke dalam inovasi

Merespons isu ini, seorang partisipan yang lain menyampaikan pandangan

sebagai berikut:

Saya punya gambar inovasi, terdiri atas 2 lingkaran yang beririsan. Satu iptek dan satu dinamika industri. Kalau di Indonesia, interaksinya hampir putus. Di Indonesia, iptek kita diisi oleh luar negeri, industri pun diisi oleh luar negeri. Kesenjangan ini harus ditutup kalau kita mau riset dan industri nyambung.

Tadi dikatakan sedikit sekali industri yang percaya. Ini karena industri kita itu dibangun tidak dengan R & D. Industri kita dibangun dengan membeli teknologi. Kalau membeli teknologi, berarti rantai kebergantungan yang panjang. Ya, contohbya saja, kalau kita beli mobil baru dari dealer. Kalau mobil rusak, kita tidak ingat bengkel teman yang sebangsa. Kita justru kembali ke dealer.

Seorang partisipan yang lain, merespons isu keterkaitan iptek-industri,

menambahkan gagasan ‗piramida penelitian‘32 sebagai berikut:

… kita membicarakan situasi-situasi perguruan tinggi, … kalau industri kita ‗babak belur‘ ya, tidak akan berarti. Kalau di negara maju orang bicara tentang riset yang teoritis pun bisa ada yang menampung. Nah, ini syarat yang perlu adalah piramida riset, piramida riset ini. Piramida riset itu mulai dari yang sangat teoritis, yang bawahnya, seperti riset matematikanya. Di atas itu ada orang fisika, kimia yang teoritis. Tapi masih bisa menggunakan. Sesudah itu engineering, lalu praktisi dan industri. Kalau seperti ini yang terjadi, akan jalan. Kalau di luar negeri, semua itu jalan. Orang matematika atau fisika teori di Indonesia tidak bisa bergerak.

... Tapi masalahnya, infrastruktur untuk integrasi riset dan industri belum jalan. Kalau perguruan tinggi masuk ke industri, ke dunia yang tidak siap, perguruan tinggi bisa malah mati dan tidak produktif. Tuntutan terhadap perguruan tinggi itu banyak … harus menyelesaikan masalah bangsa ... peringkat

32

Lihat juga uraian dan kritik tentang gagasan piramida ilmu-ilmu pengetahuan di Bab 2.

Page 81: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 69

world class … harus banyak paper … Semua segmen harus digarap.

Jadi, paling tidak piramida itu cepat dirumuskan oleh perguruan tinggi, oleh para peneliti di Indonesia.

Seorang partisipan yang lain lagi mengemukakan isu-isu kebijakan yang terkait

dengan iptek dan industri sebagai berikut:

Kalau pelaku industri kita lebih berwatak pedagang daripada pengembang teknologi. Tapi itu juga baik. Karena kalau mengembangkan teknologi, baru dirasakan 5 sampai 10 tahun ke depan. ... Kalau setiap ganti menteri, ganti aturan, ganti prioritas … Kalau saya jadi pedagang, lebih untung. Saya dagang mobil karena mobil laris. Kalau besok kacang laris, saya pun akan jual kacang. Selama kita tidak punya tujuan dan konsisten mengejar tujuan ini, kita akan mengalami kesulitan.

Jadi, kalau kita tidak yakin punya kebijakan jangka panjang, 20 sampai 30 tahun, topik penelitian jangan dibatasi atau difokuskan... Ini ada kaitannya dengan LPPM. LPPM itu menetapkan 3 topik prioritas. Sekarang biodiesel. Kalau kita jual, kita tidak untung karena harga minyak fosil cenderung turun lagi. Jadi, risetnya diteruskan atau tidak? Biarkan orang itu mau riset apa saja ... karena mungkin nanti malah jadi ‗ujung tombak‘ kemajuan.

Peng-hilir-an penelitian tentu saja tidak identik dengan komersialisasi

penelitian. Tetapi bagi ITB, komersialisasi penelitian merupakan salah satu isu

yang sentral dalam transformasi menuju perguruan tinggi otonom. Dari

penuturan-penuturan para peneliti ITB, komersialisasi penelitian diterjemahkan

sebagai pengembangan interaksi dengan para pelaku industri dan pengusaha.

Penuturan-penuturan tersebut memperlihatkan pentingnya ruang negosiasi bagi

pengembangan interaksi.

Tentu saja antara apa-apa yang diteliti dan dikembangkan di ITB dan apa-

apa yang digunakan di industri bukanlah dua hal yang sama. Terdapat

kesenjangan (gap) antara keduanya. Dalam suatu upaya komersialisasi

penelitian, kedua hal tersebut didekatkan melalui interaksi dan negosiasi. Tetapi

Page 82: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

70 ke dalam inovasi

proses ini tidak berlangsung di ‗ruang hampa‘. Baik para peneliti maupun para

pelaku industri/pengusaha memiliki kelembaman (inertia). Para pelaku industri

terikat pada perusahaan pemasok teknologi, perusahaan pesaing, mekanisme

penanaman modal, regulasi yang berlaku dan lain-lain. Para peneliti terikat pada

komunitas-komunitas ilmiah, teori-teori dan model-model yang dikembangkan

di kalangan ilmuwan, dan juga regulasi yang berlaku dalam kampus.

Ketika kelembaman-kelembaman ini begitu tinggi, interaksi antara peneliti

dan pelaku industri tidak menghasilkan keselarasan-keselarasan. Perusahaan-

perusahaan yang sangat bergantung pada pasokan teknologi dari mancanegara

atau perusahaan-perusahaan dengan induk perusahaan di luar negeri, memiliki

kelembaman yang relatif tinggi. Bagi para peneliti, ruang negosiasi dengan

perusahaan-perusahaan seperti ini menjadi terbatas. Situasi seperti ini yang

digambarkan oleh para peneliti sebagai pertentangan nilai antara nilai komersial

dan nilai keilmuan.

Dalam situasi yang lain, interaksi yang ditempuh peneliti lebih mendalam,

dan berlangsung sepanjang proses penelitian. Ini dimungkinkan ketika di sisi

pelaku industri/pengusaha juga terdapat sikap keterbukaan dan kesediaan

untuk menggali peluang pemanfaatan hasil penelitian. Dengan cara demikian

keselarasan-keselarasan dapat dicapai, sampai batas tertentu.

3.4 Negosiasi yang Kompleks di ‗Laboratorium Masyarakat‘

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) merupakan sebuah universitas yang

berstatus swasta (perguruan tinggi swasta, PTS), dan termasuk salah satu PTS

yang tertua di Indonesia33. Sejak awal berdirinya, UKSW memberikan perhatian

yang besar pada kegiatan penelitian, selain pada kegiatan pengajaran dan

pengabdian masyarakat. Pernyataan Visi yang tercantum dalam Statuta

Universitas UKSW mencerminkan bahwa sejak masa-masa awal berdirinya,

pengelolaan kegiatan penelitian UKSW telah bersandar pada prinsip

keterpaduan antara penelitian hulu dan penelitian hilir, dan keterpaduan antara

33

UKSW didirikan pada tahun 1956 dengan bentuk perguruan tinggi pendidikan, dan

berkembang menjadi universitas pada tahun 1960.

Page 83: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 71

kegiatan penelitian dan kegiatan pengajaran34. Di UKSW terdapat sejumlah

pusat penelitian dan program pascasarjana (jenjang magister dan doktor) yang

berwatak lintas-disiplin.

Seorang peneliti dari Pusat Studi Gender UKSW menggambarkan situasi

penelitian sebagai berikut:

Pendekatan kami bergaya LSM, karena dekonstruksi jender itu tidak bisa setengah-setengah, harus all out. … jadi tidak bisa penelitian tok, terus masukkan di rak, tidak menghasilkan apa-apa. Jadi kami pernah punya pengalaman kerja sama dengan LSM, tapi tidak pernah bisa klop … akhirnya kami buat LSM sendiri. Jadi, kalau kami bergerak itu bergerak bersama LSM. Jadi, yang warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.

Pusat Studi Gender (PSG) UKSW merupakan sebuah pusat penelitian yang

berkonsentrasi pada permasalahan pengarusutamaan jender (gender

mainstreaming). Penuturan di atas memperlihatkan bahwa penelitian di pusat

tersebut mencakup aspek teoretikal dan aspek praksis35. Ungkapan ― … yang

warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.‖ merujuk pada upaya

yang ditempuh oleh peneliti tersebut untuk mengembangkan relasi dengan

pelaku-pelaku di masyarakat. Penuturan tersebut juga menggambarkan bahwa

34

Dalam Statuta Universitas UKSW tercantum lima butir Visi UKSW, dua di antaranya

yang secara khusus berkaitan dengan penelitian adalah: menjadi universitas magistrorum

et scholarium untuk pembentukan creative minority bagi pembangunan dan

pembaharuan masyarakat dan negara Indonesia; menjadi radar dalam situasi perubahan

kebudayaan, politik, moral dan rohaniah, yang mensinyalir, mencatat dan mengikuti

perubahan-perubahan itu guna menjadikannya obyek atau sasaran pembahasan dan

penelitian.

35

Dalam suatu praksis, berbeda dari penelitian teoretikal, peneliti berinteraksi secara

dekat dengan objek penelitian. Penelitian aksi (action research) dan penelitian

partisipatori (participatory research) merupakan jenis-jenis penelitian di mana peneliti

terlibat dalam sebuah praksis. Dalam penelitian seperti ini, peneliti tidak menarik garis

yang rijid antara subjek dan objek penelitian. Peneliti tidak bekerja „at distant‟,

melainkan „engaged‟ dengan objek penelitian.

Page 84: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

72 ke dalam inovasi

ketika kegiatan penelitian masuk ke ranah praksis, cara-cara yang konvensional

dipandang kurang memadai sehingga diperlukan ‗baju LSM‘.

Upaya-upaya untuk pengarusutamaan jender di PSG dilakukan melalui,

antara lain, kegiatan-kegiatan alih teknologi dan pembinaan terhadap para

pelaku usaha. Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut menggambarkan

isu-isu yang dihadapi dalam upaya menjalin relasi dengan pihak-pihak luar:

… jadi begini, dalam melakukan riset unggulan kemitraan dari Kementerian Ristek itu salah satu syaratnya kan harus kerja sama dengan perusahaan yang sudah punya jejaring pasar yang luas. Kami sudah sempat membuat dua model. Model pertama, kami menjalin kerja sama dengan satu perusahan, tapi ini kan tidak jalan karena keterbukaan dan transparansi itu tidak bisa dibangun. Nah, sehingga ada kemandekan di sini. Kemudian kami bangun model ke dua, yaitu membuat asosiasi dari usaha-usaha kecil, itu menghadapi pasar.

Model pertama di bawah satu perusahaan sementara yang satu lagi asosiasi supaya mereka berhadapan dengan pasar. Tapi keduanya mandek. Yang satu karena kekuatan internalnya tinggi sehingga kami masuknya susah, kalau yang satunya terlalu lemah sehingga tidak bisa bargain dia.

Lalu kami membuat model baru lagi yaitu dengan melalui satu lembaga mediasi untuk berhadapan dengan pasar seperti yang diterapkan dalam mekanisme fair-trade. Dalam menggunakan mediasi ini kan ada dua model lagi, fairtrade sama ethical trade. Yang ethical saya belum belajar, tapi saya mau belajar nanti kalau fair-trade ada kelemahan.

Menurut peneliti tersebut, menjalin relasi dengan perusahaan besar

memberikan keuntungan dalam bentuk akses jejaring yang luas. Tetapi

perusahaan besar memiliki ‗kekuatan internal‘ yang menyulitkan negosiasi-

negosiasi. Di sisi lain, menjalin relasi dengan perusahaan kecil tidak

menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian-penyesuaian, tetapi perusahaan-

perusahaan tersebut lemah dalam posisi tawar (di pasar). Jadi, mengacu pada

pengalaman peneliti tersebut, ketika seorang peneliti masuk ke hilir ia

berhadapan dengan pelaku-pelaku yang beragam dalam perilaku dan posisi,

Page 85: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 73

dan terlibat dalam negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-penyesuaian36.

Perusahaan-perusahaan tertentu lebih berpengaruh di pasar (dalam penentuan

jenis komoditas dan harga) daripada perusahaan-perusahaan lainnya. Tetapi

perusahaan-perusahaan yang lebih berpengaruh di pasar memiliki kelembaman

yang relatif besar, sehingga menimbulkan kesulitan bagi peneliti dalam

bernegosiasi dengan mereka. Untuk menjalin relasi dengan pelaku-pelaku

tersebut, seorang peneliti terlibat dalam negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-

penyesuaian37.

Di UKSW terdapat sebuah pusat penelitian yang khusus berkonsentrasi

pada masalah pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), baik dalam

aspek mikro-ekonomik maupun makro-ekonomik. Seorang peneliti dari pusat

tersebut menurutkan pengalamannya sebagai berikut:

Sesuai dengan daerah sini di mana industri besar tidak ada, menengah pun jarang. Artinya mikro dan kecil. Itu menjadi kajian penelitian yang dimulai tahun 80-an, yang temanya industri pedesaan. … Kami punya strategi langsung dan tidak langsung. Kalau yang tidak langsung itu untuk perbaikan iklim usaha dan produksi. Karena sering kita melakukan penelitian, pendampingan, pelatihan tapi selama iklimnya tidak bagus jadi percuma itu. Nah, itu susah juga ya, karena untuk bidang sosial, namanya inovasi itu kan tidak bisa murni, ya. Lain kalau eksakta, itu bisa di laboratorium sendirian dan bilang,‖wah itu penemuan saya!‖ Tapi kalau ilmu sosial itu kan laboratoriumnya di masyarakat.

Awalnya memang menginisiasi di tingkat propinsi … aspek reformasi birokrasi … lalu ada aspek formalisasi usaha, akses dan memudahkan berusaha. … kita dengan mikrokredit dekat,

36

Ketika seorang peneliti merintis kerja sama dengan pelaku usaha, objektif yang dituju

tentunya berkaitan dengan diferensiasi produk (product differentiation), apakah dalam

penyediaan produk (product delivery), kualitas produk, metode produksi, manajemen

produksi, dan lain-lain. Penetapan objektif ini melibatkan negosiasi-negosiasi antara

peneliti dan pelaku usaha. Jika pelaku usaha tersebut memiliki kelembaman yang tinggi,

negosiasi tersebut menjadi sulit untuk bergulir. 37

Situasi yang serupa digambarkan oleh para peneliti ITB ketika menjalin relasi dengan

perusahaan-perusahaan yang pasokan teknologinya bergantung pada impor .

Page 86: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

74 ke dalam inovasi

dengan PKBL, bank-bank BUMN, di mana mereka ada alokasi laba pada pengembangan mikro dan kecil.

Jadi, untuk mencapai objektif dari penelitiannya, peneliti tersebut

mengembangkan relasi-relasi dengan jenis-jenis pelaku yang berbeda, dan

menerapkan strategi-strategi yang berbeda. Strategi yang langsung dijalankan

melalui interaksi dengan para pelaku usaha kecil untuk melaksanakan pelatihan

dan pendampingan, sedangkan strategi yang tidak langsung ditempuh dengan

memberikan advokasi pada para pembuat kebijakan dan penyelenggara

pemerintahan. Peneliti tersebut memberikan gambaran mengenai kompleksitas

situasi penelitian di hilir yang ia hadapi melalui ungkapan ―…kalau eksakta, itu

bisa di laboratorium sendirian … ilmu sosial itu kan laboratoriumnya di

masyarakat‖38. Dengan penuturan ini tampaknya peneliti tersebut ingin

menyatakan bahwa hasil (outcome) dari suatu ‗esperimen di masyarakat‘ tidak

semata-mata ditentukan oleh faktor kemampuan peneliti, tetapi juga ditentukan

melalui interaksi yang kompleks antara peneliti tersebut dan berbagai pelaku

lain di masyarakat. Kompleksitas relasi-relasi ini yang membuat seorang peneliti

sosial tidak bisa menyatakan ―itu penemuan saya!‖

Lebih jauh mengenai penelitian di ‗laboratorium masyarakat‘ ini peneliti

tersebut menuturkan:

… ada Regulatory Impact Asesment, RIA, itu metode baru. Ketika Depdagri teriak banyak regulasi daerah yang bermasalah, peraturan daerah, pajak ‗siluman,‘ … kita belajar dengan metode RIA. Ini pendekatan pertautan analisis substansi hukum dengan analisis biaya-manfaat, dan dipadukan jadi satu. Ini juga sudah kita kenalkan ke beberapa kabupaten dan ditindaklanjuti. Di lapangan kita menemukan apa yang disebut ijin gangguan. Itu aneh tuh, sebuah aturan dari masa Belanda yang ditetapkan

38

Dalam pengembangan ilmu-ilmu kealaman, laboratorium merupakan situs tempat

eksperimen dilaksanakan. Di laboratorium, hukum-hukum empiris dicari, hipotesis-

hipotesis/teori-teori diuji. Meski umumnya sebuah eksperimen itu dirancang terlebih

dahulu sebelum dilaksanakan, hasil (outcome) dari eksperimen tidak sepenuhnya bisa

diperkirakan. sering hasil eksperimen itu „diluar dugaan‟, atau bahkan bertentangan

dengan hipotesis-hipotesis. Ketidakpastian dalam eksperimen ini justru yang membuat

eksperimen itu penting dan menarik bagi para peneliti.

Page 87: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 75

tahun 1926 dan sekarang masih berlaku, dan turunannya ada peraturan-peraturan daerah yang bentuknya tidak sama. … Kalau membuka usaha, … untuk mendapat ijin dasarnya harus mendapat ijin gangguan. Kami kerja sama dengan orang-orang dari fakultas hukum. Kita mengadvokasi tingkat nasional. Kemarin di tingkat propinsi kita minta support dari Gubernur yang kemudian disampaikan ke Depdagri, yang lalu menugaskan satgas untuk mengklarifikasi. … Kalau mendampingi saja, kita susah modal … nanti tidak dipercaya karena tidak punya modal dan hanya bisa ngomong saja begitu ya. Tapi kalau kita menjalin kerja sama dengan bank ini, … begitu kan ada solusinya, begitu kan.

Jadi, dalam penuturan di atas, pelaku-pelaku yang terlibat dalam penelitian di

‗laboratorium masyarakat‘ mencakup: penyelenggara pemerintahan (di tingkat

pusat, propinsi dan kabupaten), pengusaha, akademisi, dan pelaku perbankan.

Melakukan penelitian dengan masyarakat sebagai ‗laboratorium‘ melibatkan

jalinan relasi-relasi dengan pelaku-pelaku yang beragam tersebut.

Di UKSW terdapat pusat penelitian yang lingkup kegiatannya berbasis

kawasan, khususnya kawasan timur dari Indonesia. Pusat ini diberi nama Pusat

Studi Kawasan Timur Indonesia (PSKTI). Seorang peneliti dari pusat tersebut

menuturkan pengalamannya sebagai berikut:

Berawal dari dulu, kami banyak dari Indonesia Timur. Kami melihat itu selalu tertinggal. Kami tahu jelas bagaimana kualitas manusia, kualitas pelayanan pegawai-pegawai daerah yang asal-asalan, juga perencanaan- perencanaan yang hanya menuruti apa yang maunya Jakarta. Sementara kami tahu persoalan-persoalan di daerah, kadang khas.

Jadi waktu itu jaman Orde Baru di mana semuanya seragam, waktu itu kami dealing dengan pemerintah daerah Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, mereka itu yang pertama. Kami waktu itu membuat perencanaan tata wilayah dengan pola kami, seperti tata guna lahan. Jadi yang kami lakukan bukan permasalahan teknis saja, tapi juga kultural, lebih holistik lah. Misalnya tanah, kami membor tanah, itu untuk yang fisik ya, kami bawa ke sini dan dianalisis. Ada semua lokasi itu yang kami bor. Jadi ini melibatkan orang pertanian, biologi, ekonomi,

Page 88: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

76 ke dalam inovasi

sipil, dan ternyata bisa ditetapkan jenis tanaman apa yang cocok. Itu pekerjaan kami yang pertama.

Kami juga melakukan penelitian tentang kondisi pendidikan di sana, untuk melihat problem-problem kenapa anak-anak banyak yang putus sekolah. Misalnya melihat berapa jam waktu belajar di rumah, dia bantu orang tua sampai dia merasa capek sekali. Ya. Etnografi, tapi juga ada sedikit survei. Selain itu juga kami melihat entrepreneurship lokal. Kemudian kami juga buat penelitian tentang ukuran kemiskinan lokal. Kami tidak mau melihat data BPS, karena kalau melihat BPS semua orang miskin. Makanya kami disain semua secara lokal. Lalu diterapkan disainnya dan sekarang programnya sedang berjalan. Misalnya kami disain untuk memperkenalkan Teknologi Informasi di dalam birokrasi, misalnya.

Jadi, pokok permasalahan yang diperhatikan dalam penelitian mencakup

berbagai aspek dari pembangunan seperti tata ruang, infrastruktur, pendidikan,

pertanian, ekonomi, birokrasi, teknologi, dan sosio-kultur, dan pelaksanaan

penelitian tersebut melibatkan peneliti-peneliti dari beragam jenis ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Lebih jauh mengenai ragam kegiatan dalam penelitian, peneliti tersebut

menuturkan sebagai berikut:

Kalau kami di lembaga ini membuat sistem sedemikian rupa di mana projek tetap jalan, tapi intelektual masih bekerja begitu ya. … Selalu yang kami minta dari mereka itu adalah tindak lanjut dari projek ini dalam paper-paper ke jurnal. Jadi begini, mereka kalau bekerja pasti membuat laporan, dan setelah itu harus dipikirkan untuk mensintesiskan. … Biarkanlah teman-teman yang masih muda untuk di lapangan, laporan mereka itu yang kami lihat, baca, sintesiskan, lalu hasilkan paper dari situ bersama-sama mereka. Jadi ketemu, karena kalau mereka suruh tulis itu tidak mungkin.

Kami secara institusional mengejar mutu, … maka kalau mencari data di lapangan tidak asal pergi, kita betul-betul cari dan gali, bahkan kami tes. Jadi betul-betul terkontrol, karena survival kami di situ. Misalnya satu contoh di Bali, kami yang mengkoordinir

Page 89: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 77

juga … justru melakukan empowering mereka untuk belajar. Kami tidak mau seperti imperialis.

Jadi, ada pekerjaan lapangan (field work) dan pembuatan laporan, dan ada upaya-

upaya sintesis dan penulisan paper-paper yang dipublikasi melalui jurnal-jurnal

ilmiah. Selain ini, sebelum pekerjaan lapangan dimulai, dilakukan persiapan-

persiapan sehingga ―kalau mencari data di lapangan tidak asal pergi, kita betul-

betul cari dan gali, bahkan kami tes‖. Dalam ungkapan ―… justru melakukan

empowering mereka untuk belajar… ‖, peneliti tersebut menegaskan bahwa

penelitian dilakukan bukan hanya untuk memberikan manfaat bagi para

peneliti, tetapi juga bagi masyarakat itu sendiri. Ini didasarkan pada prinsip

yang dianut oleh peneliti tersebut, yang ia ungkapkan sebagai ―Kami tidak mau

seperti imperialis‖.

Teknologi informasi (TI) merupakan salah satu jenis teknologi39 yang

mendapat perhatian di UKSW. Salah satu dari program-program

pengembangan TI adalah program pemanfaatan TI untuk pemberdayaan

masyarakat, yang dikelola dalam wadah Pusat Bisnis dan Teknologi (Bistek).

Mengenai program ini seorang peneliti dari pusat tersebut menuturkan sebagai

berikut:

Awalnya namanya Inkubator Bisnis, karena Dikti yang berwenang terhadap perguruan tinggi mencanangkan bahwa sebaiknya lulusan perguruan tingi sudah diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja. Nah, itu sebagai faktor pendorong, Ini dikaitkan dengan kemampuan kita dibidang TI untuk dikomersialkan, untuk dikembangkan, … menciptakan entrepreneur yang memanfaatkan ilmu dan teknologi informasi. … Pekerjaan yang kita lakukan hanya beberapa, terutama masalah ERP, entreprise resource planning, yang membantu proses kinerja perusahaan.

Yang pertama, start-up company, yang akan menjadi pusat inkubator untuk dimulainya sebuah perusahaan TI. Yang ke dua pendampingan UKM. Yang ke tiga training center, pusat pelatihan juga. Ke empat research and development yang akan

39

Di UKSW juga intensif dijalankan program-program untuk pengembangan bio-

teknologi dan ilmu bio-molekul.

Page 90: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

78 ke dalam inovasi

mengadakan penelitian TI. Untuk yang start up company, kita sudah ada yaitu Wacana Inti Informatika, WII. Selama ini bekerjasama dengan Departemen Perindustrian … membuat pelatihan internet. Kita perkenalkan internet dengan UKM. Jadi kita jelaskan bahwa ternyata internet ini bisa digunakan untuk pengembangan usaha, dan sebagian besar mereka belum mengerti komputer. Makanya muatannya salah satunya pengenalan komputer.

Penuturan berikut ini mengungkapkan pendekatan yang ditempuh Bistek

dalam berinteraksi dengan user, untuk mendefinisikan dan menjalankan

program pemanfaatan TI:

Sebenarnya, kebutuhan di lapangannya itu yang mana? UKM kita itu strategisnya mau diarahkan ke mana kaitannya dengan TI? Mungkin itu yang lebih penting. Itu strategi kita mengajak mereka, bukan membuat kurikulum sendiri. Ternyata mereka butuh sistem pembukuannya. Nah, kita ajak bekerja sama.

… Tujuan Bistek kan selain sebagai inkubator, juga memberikan training dan pengembangan TI ke masyarakat yang masih kurang menjangkaunya. … WII itu perusahaan TI untuk pendidikan seperti modul interaktif, mungkin lebih mirip dengan Pesona Fisika. Tapi kami buat beda sedikit, karena ada aktifitas belajar. Kami kembangkan satu aplikasi supaya bisa mencakup ke sistem interaktif … Produk kami lebih kepada aktifitas belajarnya, soal-soal tes semacamnya. … Jadi dalam model CD interaktif itu ada konsep-konsep, lalu ada animasinya, lalu ada juga tesnya. Nah nanti si guru itu dia yang akan melihat pencapaian dari soal-soal itu.

Jadi, tergantung kebutuhan user juga. Seperti yang kami dapat ini untuk pengembangan sekolah internasional di Jayapura. Kami men-support TI-nya dari infrastruktur sampai maintenance. Tapi untuk itu kami kerja sama dengan Bistek karena di sana ada divisi untuk itu. Untuk saat ini kami lebih fokus ke pendidikan. Kami juga sedang menyiapkan bersama perusahaan di Jakarta itu untuk video conference, kami buat kelasnya di Salatiga. … bisa saja ‗tek‘ yang dikembangkan bukan TI. Bisa bio-teknologi, dan lain-lain.

Page 91: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 79

Penuturan berikut ini menggambarkan upaya-upaya yang ditempuh untuk

memadukan kegiatan penelitian, kegiatan pengajaran dan kegiatan pengabdian

masyarakat:

Jadi dari dosen TI yang 30-an, bisa menjadi 10 perusahaan yang lahir dari sini. Itu yang terus saya kampanyekan. Setelah itu bukan berarti dosen melupakan aktivitas mengajarnya. Tapi justru dengan begitu waktu dosen mengajar, … mengalami banyak sekali learning. Itu maksudnya Tridharma Perguruan Tinggi, … integrated. Orang kan sering mempermasalahkan, pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Orang kan memahami pengabdian masyarakat itu seperti ‗turun ke sawah, menyangkul‘. Sebetulnya kan tidak harus begitu. Kita kembangkan bisnis, atau apa yang bermanfaat bagi masyarkat. Penelitian itu kan riset awal kita, kemudian waktu mengajar, sudah tahu konsep dan contoh riel di lapangan. Itu yang kita bawa di kelas.

Penuturan para peneliti UKSW di atas menggambarkan situasi penelitian di

hilir, yang, oleh salah seorang dari para peneliti tersebut, diberi istilah

‗laboratorium masyarakat‘. Para peneliti tersebut juga memaparkan upaya-

upaya untuk memadukan penelitian hilir dan penelitian hulu, dan juga

memadukan penelitian dan pengajaran. Pola-pola penelitian seperti yang

digambarkan para peneliti tersebut tampaknya merupakan objektifikasi, atau

realisasi, dari butir-butir dalam Visi UKSW.

Melakukan penelitian di hilir, yang digambarkan sebagai bekerja di

‗laboratorium masyarakat‘, melibatkan interaksi dengan beragam pelaku di

masyarakat: penyelenggara pemerintahan, LSM, pengusaha besar dan pelaku

UKM, akademisi dari perguruan tinggi lain. Oleh karena ini, keragaman, atau

bahkan pertentangan, pandangan dan kepentingan merupakan situasi yang

normal dalam penelitian di hilir. Menjalin relasi-relasi dengan para pelaku

tersebut melibatkan negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-penyesuaian yang

dapat berakhir pada kesepakatan ataupun ketidaksepakatan.

Page 92: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

80 ke dalam inovasi

3.5 Diskusi

Pemaparan hasil wawancara dan FGD di bab ini menggambarkan pandangan-

pandangan para peneliti tentang isu ‗pemanfaatan hasil penelitian‘ serta

pengalaman mereka dalam upaya-upaya pemanfaatan hasil penelitian. Bahan

empirikal yang dipaparkan di sini memang tidak mengungkapkan kegiatan-

kegiatan penelitian secara terinci. Meski demikian, penuturan-penuturan para

peneliti tersebut mengungkapkan karakteristik penelitian, yang relevan dan

penting bagi upaya-upaya pemanfaatan hasil penelitian di masyarakat.

3.5.1 Rangkuman Isu-Isu

Secara umum, penelitian basik/dasar dipandang memiliki status yang berbeda

dari penelitian terapan. Kutipan-kutipan frasa berikut ini menggambarkan

perbedaan status tersebut:

―Jadi kalau kami yang bergerak di bidang MIPA ini dekat dengan sumbernya begitu ... kalau yang di bagian hilir ini ... sudah banyak aplikasi ... sudah banyak bumbu-bumbu nya. … basic science, dan itu merupakan titik acuan science.”

―... integrasi dan aplikasi yang ada kaitannya dengan industri … itu namanya projek …. problem-solving. … Mungkin dari segi keuangan naik. … Tapi, ya itu bukan projek penelitian.‖

―Pendekatan kami bergaya LSM, karena dekonstruksi jender itu tidak bisa setengah-setengah, harus all out. … jadi tidak bisa penelitian tok, terus masukkan di rak, tidak menghasilkan apa-apa. … Jadi, kalau kami bergerak itu bergerak bersama LSM. Jadi, yang warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.‖

Meski demikian tidak dapat dikatakan bahwa para peneliti di perguruan tinggi

lebih cenderung pada penelitian basik/dasar. Para peneliti yang bekerja di

‗hulu‘ berkutat dengan eksplanasi fundamental dan berpandangan bahwa hasil

pekerjaannya perlu dijadikan acuan. Sementara itu, peneliti-peneliti lainnya

Page 93: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 81

bekerja untuk mengembangkan teknologi yang relevan dengan kegiatan-

kegiatan industrial, mengembangkan produk yang berpotensi komersial, atau

mengembangkan model-model untuk pemberdayaan masyarakat.

Bagi para peneliti di ‗hulu‘ (pelaku penelitian basik/dasar), pemanfaatan

hasil penelitian dipandang perlu mengacu pada hasil-hasil penelitian

basik/dasar. Tetapi penggalian hasil-hasil penelitian basik/dasar untuk tujuan

penerapan tidak dipandang sebagai bagian dari tugas mereka. Bagi Para peneliti

di ‗hilir‘, upaya-upaya pemanfaatan hasil penelitian dilakukan untuk menjawab

kebutuhan-kebutuhan masyarakat apakah dalam konteks komersial ataupun

konteks sosial (non-komersial). Kedua kelompok peneliti ini, kelompok peneliti

‗hulu‘ dan kelompok peneliti ‗hilir‘, tampaknya masing-masing bekerja secara

otonom. Kedua kelompok tersebut tidak terlibat dalam interaksi-interaksi untuk

menggali peluang-peluang penerapan hasil-hasil penelitian.

‗Aliran pengetahuan‘ sebagaimana dikonsepsikan dalam model linier

inovasi tampaknya bukan hal yang umum terjadi. Di satu sisi, peneliti di ‗hilir‘

tidak bekerja untuk menggali hasil-hasil penelitian koleganya di ‗hulu‘. Di lain

sisi, peneliti di ‗hulu‘ tidak bekerja dengan suatu orientasi akan adanya peluang-

peluang terapan di ‗hilir‘. Jadi, meski dalam sebuah perguruan tinggi terdapat

kelompok peneliti ‗hulu‘/basik dan kelompok peneliti ‗hilir‘/terapan, kedua

kelompok tersebut tidak terlibat dalam interaksi untuk ‗mengalirkan

pengetahuan‘ dari ‗hulu‘ ke ‗hilir. Situasi seperti ini tidak bersesuaian dengan

asumsi ‗aliran pengetahuan‘ dalam model linier inovasi.

Ketika seorang peneliti (baik peneliti hulu maupun peneliti hilir) berupaya

untuk membawa hasil penelitiannya ke ranah praktikal di masyarakat, terdapat

hal-hal yang dipandang peneliti tersebut sebagai kendala atau hambatan.

Kumpulan kutipan berikut ini mengilustrasikan kendala-kendala/hambatan-

hambatan tersebut:

―Saya melihat gempa itu sesuatu yang menarik, bukan sesuatu yang menakutkan. Iya, buat saya itu data. ... Terus terang, bangsa kita ini belum bisa menghargai data. ... Saya menulis dan terus menulis. Saya tidak perduli orang di sini mau menghargai tulisan itu apa tidak. Yang penting orang luar sana banyak yang mengapresiasi

Page 94: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

82 ke dalam inovasi

saya.‖

―Kalau dengan industri, ya, biasanya kita harus tawarkan produk yang hampir sudah masuk komersial. … Ya mereka harus siap keuangan. ... Kalau di luar negeri itu kan, misalnya, industri itu memberikan sebagian dana ke beberapa penelitian atau ke universitas. Kalau di sini kan tidak ada.‖

―Industri dengan kita tidak terlalu nyambung, ... Kan harus ada suatu policy yang membuat agar produk-produk dari dalam itu dilindungi dulu .... Nah, industri itu sendiri tidak pernah mendapat rangsangan untuk membantu kita. Mereka kan kerjanya paling-paling kalau sudah jadi, baru mau.―

― … persoalannya itu adalah tidaknya adanya trust di antara kelompok-kelompok tersebut. … Ada industri yang memiki kepercayaan yang tinggi pada peneliti, tapi ini jumlahnya sangat sedikit.‖

―… industri kita itu dibangun tidak dengan R & D. Industri kita dibangun dengan membeli teknologi.―

―Kalau perguruan tinggi masuk ke industri, ke dunia yang tidak siap, perguruan tinggi bisa malah mati dan tidak produktif. Tuntutan terhadap perguruan tinggi itu banyak … harus menyelesaikan masalah bangsa ... peringkat world class … harus banyak paper … Semua segmen harus digarap.‖

―Kami sudah sempat membuat dua model. Model pertama, kami menjalin kerja sama dengan satu perusahan, tapi ini kan tidak jalan karena keterbukaan dan transparansi itu tidak bisa dibangun. … ―

―Di lapangan kita menemukan apa yang disebut ijin gangguan. Itu aneh tuh, sebuah aturan dari masa Belanda yang ditetapkan tahun 1926 dan sekarang masih berlaku, dan turunannya ada peraturan-peraturan daerah yang bentuknya tidak sama.‖

Keseluruhan kutipan-kutipan di atas merujuk pada adanya kesenjangan

antara apa-apa yang berkembang di dalam kampus dan apa-apa yang berlaku di

‗laboratorium masyarakat‘. Kesenjangan ini dapat berwujud kesenjangan nilai-

Page 95: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 83

nilai budaya/kultur dan kebiasaan praktikal, kesenjangan finansial, kesenjangan

teknologikal, dan kesenjangan kelembagaan/institusional. Berbagai bentuk

kesenjangan ini tidak diperhitungkan dalam model linier inovasi.

Untuk mengatasi atau mempersempit kesenjangan tersebut, langkah yang

ditempuh para peneliti adalah berinteraksi lebih erat dan mengupayakan

negosiasi-negosiasi dengan berbagai pihak di ‗laboratorium masyarakat‘.

Kutipan-kutipan berikut ini menggambarkan interaksi-interaksi dan negosiasi-

negosiasi tersebut.

―Kita juga banyak berinteraksi dengan industri untuk menanyakan kira-kira apa yang mereka inginkan. … Ini kan biasanya permintaan. Jadi mereka inginnya demikian, ... lalu kita sepakati … Jadi dua belah pihak.‖

―Pendekatan kami bergaya LSM, karena dekonstruksi jender itu tidak bisa setengah-setengah, harus all out. … Jadi kami pernah punya pengalaman kerja sama dengan LSM, tapi tidak pernah bisa klop … akhirnya kami buat LSM sendiri. Jadi, kalau kami bergerak itu bergerak bersama LSM. Jadi, yang warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.‖

―Kami kerja sama dengan orang-orang dari fakultas hukum. Kita mengadvokasi tingkat nasional. Kemarin di tingkat propinsi kita minta support dari Gubernur yang kemudian disampaikan ke Depdagri, yang lalu menugaskan satgas untuk mengklarifikasi. …

Kalau mendampingi saja, kita susah modal … Tapi kalau kita menjalin kerja sama dengan bank ini, … begitu kan ada solusinya, begitu kan.‖

―Sebenarnya, kebutuhan di lapangannya itu yang mana? UKM kita itu strategisnya mau diarahkan ke mana kaitannya dengan TI? Mungkin itu yang lebih penting. Itu strategi kita mengajak mereka, bukan membuat kurikulum sendiri.―

Pembahasan yang lebih terinci mengenai upaya-upaya pemanfaatan iptek

didiskusikan di Bab 5.

Page 96: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

84 ke dalam inovasi

3.5.2 Variasi-Seleksi dan Jejaring Relasi

Pemaparan hasil wawancara dan FGD yang disampaikan di bab ini

memperlihatkan adanya keragaman orientasi penelitian. Sebagian para peneliti

yang cenderung pada penelitian dasar dan sebagian lainnya cenderung pada

penelitian terapan. Ada peneliti yang terlibat intensif dalam upaya-upaya

pemanfaatan hasil penelitian dan ada juga peneliti yang membatasi lingkup

kegiatannya di kampus. Para peneliti tersebut berbeda dalam disiplin-disiplin

keilmuan yang ditekuni. Misalnya, terdapat peneliti yang berfokus pada

penjelasan gejala alam dan metode pengukuran gejala alam, dan menaruh

perhatian pada kebenaran pengukuran. Peneliti yang lain menaruh perhatian

pada produk-produk komersial, dan bagaimana kualitas produk tersebut dapat

ditingkatkan melalui penelitian ilmiah yang terstruktur dan sistematik. Peneliti

yang lainnya menaruh perhatian pada teori dan prinsip dasar dari kesetaraan

jender, dan bagaimana teori dan prinsip tersebut dapat menjadi pemandu yang

efektif dalam praktis sosial (social practice). Peneliti yang lain lagi menaruh

perhatian pada ilmu-ilmu pengetahuan yang menjadi fondasi bagi praktis

kerekayasaan di industri-industri.

Bila dikesampingkan perbedaan subjek-subjek penelitian dan orientasi-

orientasi penelitian, didapatkan suatu kesamaan bahwa seorang peneliti, ketika

meneliti, melakukan variasi-seleksi40 dengan pola yang khas. Secara sederhana,

variasi-seleksi bermula ketika seorang peneliti menilai bahwa suatu teori,

metode atau model tertentu mengandung permasalahan atau problematik, dan

memutuskan bahwa sesuatu teori/model/metode yang lebih benar perlu

ditemukan. Dengan perkataan lain, peneliti tersebut memulai dengan

problematisasi (problematization) atas situasi. Untuk mendapatkan

teori/model/metode yang lebih benar, peneliti tersebut akan menghasilkan (to

generate) pilihan-pilihan—variasi, dan setelah itu menetapkan satu dari pilihan-

40

Konsep variasi-seleksi ini lazim digunakan dalam pembahasan tentang teori

pembelajaran (learning).

Page 97: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 85

pilihan tersebut yang dipandang lebih benar melalui metode validasi tertentu41--

seleksi. Dengan mekanisme variasi-seleksi seperti ini, suatu penelitian

memberikan hasil yang bersifat orisinal dan mengandung kebaruan (novelty).

Berikut ini adalah beberapa pernyataan para peneliti yang menggambarkan

adanya variasi-seleksi tersebut:

―kan ada sumbu x, y, dan z. Data gempa itu kalau saya melihat dari

3 koordinat tersebut, jadi tingkat akurasinya lebih tinggi. Beda sama

BMG yang mengambil dari 2 titik saja‖;

―Jadi track record kita dari pertama kali. … Kita lihat juga yang

relatif mudah dijual … Kita juga banyak berinteraksi dengan

industri untuk menanyakan kira-kira apa yang mereka inginkan‖;

―Kami sudah sempat membuat dua model. Model pertama, kami

menjalin kerja sama dengan satu perusahan, tapi ini kan tidak jalan

karena keterbukaan dan transparansi itu tidak bisa dibangun. …

Kemudian kami bangun model ke dua, yaitu membuat asosiasi dari

usaha-usaha kecil, itu menghadapi pasar. Lalu kami membuat

model baru lagi yaitu dengan melalui satu lembaga mediasi …

Dalam menggunakan mediasi ini kan ada dua model lagi, fairtrade

sama ethical trade‖;

―perencanaan-perencanaan yang hanya menuruti apa yang

maunya Jakarta. Sementara kami tahu persoalan-persoalan di

daerah, kadang khas‖

Dengan penyederhanaan-penyederhanaan, lintasan variasi-seleksi kognitif

dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1. Ketika seorang peneliti melakukan

penelitian dengan subjek atau pokok bahasan X, ini dimulai dengan penilaian

bahwa X0 bersifat problematik atau mengandung masalah. Kemudian peneliti

41

Penetapan kebenaran ini merupakan proses kognitif yang kompleks dan menjadi

pembahasan tersendiri dalam filsafat, ilmu logika, dan juga teori-teori sosial tentang ilmu

pengetahuan.

Page 98: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

86 ke dalam inovasi

tersebut berupaya melakukan pembedaan kognitif terhadap X0 dan

menghasilkan variasi X1, X2, dan seterusnya. Kemudian peneliti tersebut

memvalidasi satu dari sekumpulan X1, X2, dan seterusnya tersebut, dan

menetapkan bahwa, katakanlah, XN adalah Xvalid. Pada umumnya, lintasan

pencarian dari X0 menuju Xvalid tidak bersifat satu arah, memunculkan banyak

percabangan, dan mungkin disertai gerakan maju-mundur.

Xf0, Xf1, Xf2, Xf3, ...

Xf0

Xf0, Xf1, Xf2, Xf3, ...

variasi

seleksi

Gambar 3.1 Ilustrasi tentang Variasi-Seleksi Kognitif

Bagaimana variasi-seleksi dapat terjadi? Kemampuan-kemampuan kognitif

seperti ketajaman intuisi, kecermatan pengamatan, kedalaman kontemplasi dan

kreativitas merupakan faktor yang penting bagi variasi-seleksi. Tetapi,

sebagaimana diungkapkan melalui penuturan-penuturan para peneliti di bab

ini, penelitian juga melibatkan jurnal ilmiah, instrumen pengukuran, perangkat

eksperimental, komunitas/asosiasi keilmuan, seminar, serta pendukung dan

sponsor penelitian. Ini semua merupakan faktor-faktor yang juga penting untuk

mendukung variasi-seleksi.

Artikel-artikel dalam jurnal ilmiah memaparkan teori-teori/model-

model/metode-metode yang dikembangkan oleh peneliti-peneliti yang berasal

dari perguruan-perguruan tinggi/lembaga-lembaga penelitian di berbagai

penjuru dunia. Secara tidak langsung, melalui jurnal ilmiah seorang peneliti

berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain yang berasal dari perguruan-

perguruan tinggi yang lain juga (mungkin di mancanegara), dan mungkin juga

Page 99: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 87

dari waktu yang berbeda (artikel yang ditulis di masa silam). Ketika seorang

peneliti memilih untuk menggunakan instrumen ukur tertentu, atau perangkat

eksperimen tertentu, ia juga mengadopsi kaidah-kaidah praktikal berkenaan

dengan penggunaan instrumen/perangkat tersebut. Kaidah-kaidah tersebut

disepakati di kalangan komunitas tertentu (pada umumnya komunitas

internasional) yang dituliskan ke dalam dokumen panduan dan standard

operating procedure. Instrumen ukur dan perangkat ekperimen merupakan bagian

dari kesepakatan-kesepakatan antara peneliti-peneliti yang tersebar di berbagai

negara. Asosiasi-asosiasi keilmuan dan seminar-seminar merupakan simpul-

simpul yang mempertemukan para ilmuwan/peneliti dari berbagai tempat.

Dalam seminar-seminar para peneliti berinteraksi, apakah untuk saling

memperkuat ataupun untuk saling bertanding. Pendukung dan sponsor

penelitian merupakan faktor non-kognitif lain yang mempengaruhi variasi-

seleksi. Pendukung penelitian memberikan fasilitas, izin, akses bagi peneliti, dan

sponsor penelitian mengucurkan dana penelitian. Dengan dana penelitian,

seorang peneliti dapat melakukan kunjungan keskolaran, mengikuti seminar,

melakukan pengamatan ke tempat-tempat yang jauh dan terpencil, dan banyak

hal yang lainnya.

Peneliti

Bidang X

Asosiasi Ilmiah

Bidang X

Jurnal Ilmiah

Bidang X

Sponsor

Penelitian

Komunitas

Keilmuan

Internasional

Jurnal Ilmiah

Terkait

Peneliti

Bidang Y

Asosiasi

Terkait Y Jurnal Ilmiah

Terkait Y

Sponsor

Penelitian

Masyarakat

Luas

Dokumen

Legal Terkait

Y

Komunitas

Lokal

Lembaga

Swadaya

Masyarakat

Pemerintah

Gambar 3.2 Ilustrasi tentang Jejaring-Jejaring Relasi Akademisi

Yang ingin ditekankan melalui uraian di atas adalah bahwa kegiatan

penelitian bukan semata-mata kegiatan kognitif. Alih-alih demikian, untuk

Page 100: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

88 ke dalam inovasi

melakukan variasi-seleksi seorang peneliti mengembangkan relasi-relasi dengan

beragam pelaku lain yang tersebar di berbagai tempat dan waktu. Dalam artian

demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian memiliki sifat jejaring.

Pengembangan relasi-relasi dalam jejaring dibutuhkan bagi seorang peneliti

untuk memperluas ruang variasi-seleksi. Sebagaimana akan diperlihatkan

dalam bab-bab berikut, sifat jejaring dari penelitian penting diperhatikan dalam

upaya pemanfaatan hasil penelitian.[]

Page 101: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 89

Bab 4

JEJARING RELASI PENELITI DI LEMBAGA

PUBLIK/SWASTA

4.1 Pendahuluan

Penelitian, selain di perguruan-perguruan tinggi, juga diselenggarakan di

lembaga-lembaga penelitian publik dan, sampai batas tertentu, perusahaan-

perusahaan swasta42. Pola dan arah dari kegiatan-kegiatan penelitian di lembaga

penelitian publik/perusahaan swasta ditentukan oleh misi publik/komersial

dari lembaga/perusahaan tersebut. Berbeda dari perguruan tinggi, dalam

lembaga penelitian publik/perusahaan swasta tidak terdapat ‗aliran sumber

daya pengetahuan‘: para mahasiswa yang masuk dan keluar sebagai lulusan

dari tahun ke tahun. Para mahasiswa tersebut, melalui skripsi, tesis dan

disertasi, berkontribusi dalam konservasi, penyebarluasan dan pengembangan

pengetahuan. Meski demikian, lembaga publik/organisasi swasta memiliki

kewenangan publik/modal finansial untuk mengubah pengetahuan ke dalam

program aksi/produk. Jadi, setidaknya secara formal, kelebihan perguruan

tinggi adalah dalam pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan,

sementara kelebihan lembaga publik/swasta adalah dalam transformasi

pengetahuan ke dalam program/produk.

42

Selain di perguruan tinggi, lembaga penelitian publik dan perusahaan swasta, kegiatan

penelitian juga terdapat di komunitas-komunitas tradisional. Di komunitas-komunitas

tradisional, pembelajaran kolektif terjadi melalui cara-cara tradisional dan menghasilkan

apa yang dikenal sebagai indigeneous knowledge/wisdom. Pembelajaran kolektif

demikian dapat dipandang sebagai penelitian kolektif, meski dengan kelembagaan dan

metode yang berbeda dari kelembagaan dan metode modern. Di Cina dan Jepang,

dikotomi tradisional-modern diminimalkan melalui upaya-upaya sintesis kebudayaan,

sehingga tidak terjadi keterberlahan kebudayaan (cultural divide).

Page 102: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

90 ke dalam inovasi

Di Indonesia, lembaga-lembaga penelitian publik dapat dikelompokkan ke

dalam lembaga pemerintah kementerian (LPK) dan lembaga pemerintah non-

kementerian (LPNK). Lembaga penelitian dalam kementerian disebut juga

badan penelitian dan pengembangan (balitbang). Di tingkat daerah, pemerintah-

pemerintah daerah memiliki badan penelitian dan pengembangan tingkat

daerah (balitbangda). Balitbang merupakan satu bagian di antara bagian-bagian

kelembagaan lain (disebut juga direktorat) yang ada dalam sebuah kementerian.

Berbeda dari balitbang, lembaga penelitian LPNK memiliki keleluasaan yang

lebih tinggi dalam menetapkan lingkup dan arah penelitian.

Sejak tahun 2005, KRT bersama dengan DRN melakukan dialog-dialog yang

intensif dengan berbagai perwakilan perguruan tinggi, lembaga penelitian

publik dan perusahaan swasta untuk menyusun agenda penelitian berskala

nasional yang disebut Agenda Riset Nasional (ARN). Isu- isu yang sentral dalam

dialog-dialog tersebut adalah, antara lain, kontribusi penelitian dalam

peningkatan kesejahteraan bangsa, kemitraan antara Pemerintah, pelaku bisnis

dan akademisi, serta koordinasi di antara berbagai lembaga penelitian. Dalam

bab ini dipaparkan pandangan sejumlah peneliti dari Balitbang, lembaga

penelitian non-kementerian, dan perusahaan swasta berkenaan dengan isu-isu

tersebut di atas. Paparan ini didasarkan pada wawancara dan FGD yang

melibatkan peneliti-peneliti di Kementerian Pertanian, Kementerian

Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertahanan,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan

Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Ko-ordinasi

Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Badan Pengawas Tenaga

Nuklir (BAPETEN) dan Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), serta empat

perusahaan swasta.

Di Bab 3 telah didiskusikan bahwa suatu penelitian menempuh proses

variasi-seleksi dan, seiring dengan proses ini, seorang peneliti menjalin relasi-

relasi dengan berbagai pelaku lain melalui jurnal-jurnal ilmiah, instrumen-

instrumen ukur, perangkat-perangkat eksperimen, mitra-mitra penelitian,

asosiasi-asosiasi keilmuan dan juga sponsor-sponsor penelitian. Tanpa jurnal

ilmiah, instrumen, perangkat eksperimen, asosiasi, dan sponsor, variasi pilihan-

pilihan akan menjadi terbatas. Dengan perkataan lain, relasi-relasi dengan

Page 103: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 91

berbagai hal tersebut memperluas ruang variasi-seleksi. Melalui penuturan-

penuturan para peneliti, dalam bab ini akan digali ruang variasi-seleksi di

balitbang, lembaga penelitian non-kementerian dan perusahaan swasta.

4.2 Ruang Variasi-Seleksi di Balitbang

Sebagaimana telah disebutkan, balitbang merupakan sebuah lembaga penelitian

yang secara struktural berada di bawah suatu kementerian43. Pada umumnya

balitbang di Indonesia dibentuk di periode lima-tahun ke dua Pemerintahan

Orde Baru, yaitu di sekitar pertengahan dekade 1970-an. Pembentukan sebuah

balitbang didasarkan pada kebutuhan dari kementerian yang terkait. Apakah

kegiatan penelitian di balitbang cenderung pada penelitian ‗hulu‘ atau ‗hilir‘,

penelitian dasar atau terapan? Kalau mengacu pada tugas dan fungsi balitbang

sebagai bagian dari kementerian teknikal, dapat diduga bahwa penelitian di

balitbang cenderung pada penelitian terapan, atau penelitian di ‗hilir‘. Tetapi,

permasalahan yang aktual tampaknya lebih kompleks daripada gambaran

formal-struktural. Berikut ini penuturan para peneliti dari sejumlah balitbang

berkenaan dengan kegiatan penelitian di balitbang.

Seorang peneliti dari balitbang Kementerian Pertanian menuturkan

perjalanan karirnya sebagai berikut:

Saya bekerja sejak tahun 1993, jadi sekarang sudah 16 tahun, ya. Kalau di awal-awal kita masuk ke badan litbang pertanian, kita ikut sama kegiatan-kegiatan yang sudah established. … banyak kegiatan-kegiatan … itu bergantung dengan bidang ilmu kita … nanti saya mengembangkan potensi saya sendiri …sekaligus belajar pada peneliti yang lebih senior. Pengembangan potensi diri itu bisa banyak caranya, ya, … kita harus banyak membaca … juga kita harus ikut dalam seminar-seminar sehingga banyak ilmu yang bisa terima. Selain itu kita juga harus …apa… ikut kursus-kursus yang istilahnya spesifik terhadap bidang keilmuan kita.

43

Dalam hal ini, kementerian yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup

penyelenggaraan program-program teknikal.

Page 104: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

92 ke dalam inovasi

Di dalam seminar-seminar … kita ikut itu ... bukan berarti sekedar mendengarkan … kita presentasi paper kita. … Intinya, kalau sudah di penelitian itu kita otodidak … yang menentukan keberhasilan itu kita sendiri. Kita harus rajin membaca jurnal-jurnal, publikasi-publikasi yang relevan dengan bidang kita.

Ungkapan ―bergantung dengan bidang ilmu kita … belajar pada peneliti yang

lebih senior. … banyak membaca … ikut dalam seminar-seminar … ikut kursus-

kursus‖ menggambarkan perluasan relasi-relasi ketika peneliti itu memulai

perjalanan karirnya di balitbang. Pentingnya pengembangan relasi-relasi ini

dinyatakan peneliti tersebut dalam ungkapan ―Intinya, kalau sudah di

penelitian itu kita otodidak … yang menentukan keberhasilan itu kita sendiri‖.

Jadi, bagi peneliti tersebut, pengembangan potensi diri memerlukan upaya

secara mandiri untuk mengembangkan relasi-relasi.

Penuturan berikut ini memberikan gambaran mengenai hal-hal lain yang

membentuk arah penelitian:

Disebut bebas betul sih, tidak … jadi semuanya tergantung. Misalnya begini. Di badan litbang ada balai penelitiannya itu … mungkin sekitar ada 20-an lebih, ya. … Misalkan balai peternakan … tupoksinya kan mengenai peternakan. Dia tidak mungkin mengurusi buah-buahan … balai penelitian tanaman padi juga khusus mengurusi tanaman padi … tidak mungkin tanaman sayur-sayuran.

Penelitian yang saya lakukan … terutama bidang keilmuan saya mengenai bidang emisi gas rumah kaca di lahan pertanian … bagaimana menekan emisi gas rumah kaca dari lahan pertanian, terutama lahan padi sawah. Orientasinya sekarang bagaimana menekan gas rumah kaca yang dilepaskan dari tanah gambut. … Terus kita juga mengharapkan ke depan itu pertanian itu masuk ke dalam program Clean Development Mechanism, CDM ... apa yang diatur di dalam protokol Kyoto, … kita usahakan bisa masuk ke sana dalam satu skema CDM itu.

Itu yang jelas … awalnya memang dari diri sendiri … tapi itu kita harus menyesuaikan program utama dari badang litbang sendiri. Karena kan masing-masing balai kan punya rencana strategis. Balai ini eselon tiga, tergantung rencana strategis

Page 105: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 93

eselon duanya, eselon dua itu bergantung pada rencana strategis eselon satu, dan eselon satu itu bergantung pada rencana strategis kementerian.

Jadi, hal-hal yang membentuk (to shape) arah penelitian adalah latar belakang

pendidikan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang diemban balitbang (faktor

struktural), rencana internal lembaga, dan juga isu-isu nasional/global yang

relevan dengan tupoksi kementerian. Peneliti tersebut menyatakan bahwa di

satu sisi ―… awalnya memang dari diri sendiri‖, dan di lain sisi ―… kita harus

menyesuaikan program utama dari badang litbang sendiri‖. Pernyataan ini

mencerminkan adanya penyesuaian-penyesuaian yang dihadapi peneliti

tersebut dalam menentukan arah penelitian. Peneliti tersebut memiliki

kebebasan individual dalam menentukan arah penelitian, meski ini perlu ia

tempuh secara otodidak. Sementara itu, terdapat rencana strategis lembaga dan

program balitbang yang memberi batasan bagi peneliti tersebut.

Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut memberikan gambaran

mengenai ragam pelaku yang turut menentukan arah kegiatan:

Perguruan tinggi, dengan lembaga internasional, terus lembaga ristek, dan dengan swasta. Misalnya, sekarang yang sedang relevan itu ... pupuk kaya besi … dengan teknologi pupuk kaya besi untuk penekanan emisi gas metana dari lahan sawah. Itu dengan perusahaan Jepang. Terus penelitian tentang neraca karbon pada lahan gambut, itu kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor, dan dengan pusat penelitian kelapa sawit. Tentang neraca karbon dari berbagai tanaman di lahan gambut di Kalimantan Barat itu dengan kementerian ristek. Terus … penelitian mengenai teknologi pengelolaan air dalam menekan emisi gas rumah kaca itu dengan litbang Kementerian Pekerjaan Umum. Yang dengan Jepang itu … mereka punya pupuk … mereka punya uang. Mereka ingin tahu pupuknya itu menekan gas rumah kaca, betul apa tidak. Mereka minta tolong coba bikin kira-kira konsep penelitian ini.

Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut memberikan ilustrasi mengenai

penyesuaian-penyesuaian dalam pemilihan topik penelitian:

Page 106: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

94 ke dalam inovasi

Jadi ... memang ide-ide dari awalnya dari diri sendiri. Tetapi harus kita sesuaikan dengan rencara strategis dari balai tersebut, jadi nggak menyimpang jauh. Misalnya begini. Saya dari balai penelitian lingkungan pertanian. Balai lingkungan pertanian ini tupoksinya emisi. Salah satunya emisi dan mitigasi gas rumah kaca, serta pencemaran … limbah industri dan pertambangan maupun pestisida dari lahan pertanian. Tapi terus kita mau mengukur … emisinya di kegiatan industri, misalnya semen Cibinong. Itu sudah bukan kegiatan kita lagi. Jadi, walaupun sama-sama di bidang emisi gas rumah kaca, tapi kan dia bidangnya industri. Walaupun kita juga bisa tahu … bagaimana untuk emisi di semen Cibinong … itu bukan bidang kita ... kita harus membatasi diri.

Ungkapan ―… kita mau mengukur … emisinya di kegiatan industri, … Itu

sudah bukan kegiatan kita lagi‖ merujuk pada sebuah faktor eksternal yang

membatasi ruang lingkup penelitian. Faktor eksternal tersebut berkaitan dengan

tupoksi dan perencanaan dari kementerian yang lain (dalam hal ini Kementerian

Perindustrian). Jadi, penetapan batas-batas dari lingkup penelitian mengikuti

ketentuan-ketentuan struktural. Dengan perkataan lain, faktor keilmuan

dikompromikan dengan faktor struktural, sebagaimana tercermin dalam

ungkapan ―walaupun sama-sama di bidang emisi gas rumah kaca, tapi kan dia

bidangnya industri. Walaupun kita juga bisa tahu … bagaimana untuk emisi di

semen Cibinong … kita harus membatasi diri‖. Balai Lingkungan Pertanian

tidak melakukan penelitian mengenai lingkungan industri, karena bidang

industri masuk ke dalam ruang lingkup kementerian yang lain. Di sini,

kategorisasi ‗pertanian‘ dan ‗industri‘ bukan ketegorisasi disiplin-disiplin ilmu

pengetahuan, melainkan kategorisasi struktural yang berkaitan dengan sektor-

sektor pemerintahan.

Dalam ‗lensa‘ struktural, dua kegiatan penelitian dapat terlihat sebagai

kegiatan-kegiatan yang saling tumpang-tindih. Merujuk pada penuturan di atas,

misalkan bahwa balitbang Kementerian Perindustrian melakukan penelitian

tentang industri yang mencakup aspek lingkungan dari industri. Misalkan juga

bahwa balitbang Kementerian Pertanian melakukan kajian emisi gas rumah kaca

yang mencakup emisi industri. Dalam aspek substansi keilmuan, kedua kajian

tersebut mungkin saja berbeda karena bertolak dari sudut pandang yang

Page 107: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 95

berbeda. Tetapi dalam ‗lensa‘ struktural, kedua kegiatan tersebut saling

‗menembus batas‘ struktural. Situasi demikian kurang baik dilihat dalam ‗lensa‘

struktural sehingga menurut peneliti tersebut ―… kita harus membatasi diri‖.

Mengenai isu tumpang-tindih penelitian ini, peneliti tersebut

menyampaikan pandangan sebagai berikut:

… tumpang-tindih itu tidak ada salahnya … kita ada yang namanya wilayah … ada hitam, ada putih, ada abu-abu … Tidak ada yang salah tumpang-tindih itu. Hanya sekarang yang wilayah abu-abu itu, satu mengerjakan apa yang satu mengerjakan apa, yang kira-kira bisa disinergikan. Contohya … ada balai penelitian lingkungan pertanian yang mengukur mengenai gas rumah kaca, ada balai penelitian tanah rawa yang mengukur teknologi rawa yang bisa meningkatkan produksi tanaman. Itu berdiri sendiri-sendiri. … bagaimana dengan emisi gas rumah kaca di tanah rawa? Itu masuk ke wilayahnya rawa. Nanti orang balai penelitian rawa kita gaet juga. Nanti kita yang memikirkan bagaimana produksinya naik, tapi emisi gas rumah kacanya juga turun. Itu namanya wilayah abu-abu. Itu boleh kita lakukan. … boleh, tapi harus jelas kontribusi masing-masing … karena kan ini mau ditulis sebagai jurnal … itu ada angka kredit masing-masing penelitinya itu kan. Orang balai tanah rawa itu menulis bagaimana meningkatkan produktivitas di tanah rawa, saya menulis teknologi dalam menekan emisi gas rumah kacanya … begitu lho. Jadi ada wilayah abu-abunya … nggak salah.

Pernyataan ini menggambarkan sesuatu yang dinegosiasikan oleh peneliti

tersebut. Melalui ungkapan ―ada hitam, ada putih, ada abu-abu‖, peneliti

tersebut merujuk pada pembatasan lingkup penelitian berdasarkan

pertimbangan struktural (batasan sektor-sektor pemerintahan). Jadi, ada topik-

topik penelitian yang kesesuaiannya dengan sektor-sektor pemerintahan mudah

ditentukan. Tetapi ada juga topik-topik penelitian yang tidak mudah ditentukan

kesesuaian sektoralnya sebagaimana diilustrasikan dalam ungkapan ―… ada

balai penelitian lingkungan pertanian yang mengukur mengenai gas rumah

kaca, ada balai penelitian tanah rawa yang mengukur teknologi rawa …

bagaimana dengan emisi gas rumah kaca di tanah rawa?‖. Topik-topik

Page 108: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

96 ke dalam inovasi

penelitian seperti ini, menurut peneliti tersebut, berada di wilayah ‗abu-abu‘.

Peneliti tersebut, tampaknya, menggunakan istilah ‗wilayah abu-abu‘ untuk

menegosiasikan dinding sektoral yang membuat pemisahan ‗hitam-putih.‘ Ia

menyatakan bahwa ―Itu namanya wilayah abu-abu. Itu boleh kita lakukan. …

tapi harus jelas kontribusi masing-masing … karena kan ini mau ditulis sebagai

jurnal‖. Jadi, peneliti tersebut menyarankan bahwa topik-topik penelitian yang

berada di ‗wilayah abu-abu‘ boleh dilaksanakan oleh para peneliti dari sektor-

sektor yang berbeda, asalkan disertai dengan pembagian pekerjaan yang

disepakati.

Penuturan berikut ini memberikan gambaran mengenai apakah peneliti

tersebut melakukan penelitian hulu atau penelitian hilir:

Saya pernah melakukan … misalnya penelitian mengenai potensi produksi gas metana. Saya nggak tahu ini apa masuk kategori hulu atau hilir. Saya pernah memetakan potensi gas rumah kaca dari berbagai jenis tanah di berbagai tempat di Jawa Tengah. … Mungkin maksudnya basic science sama applied science? Harusnya mungkin itu daripada hulu-hilir, itu istilahnya membingungkan. Jadi, lebih baik disebutkan apakah penelitian itu lebih bersifat basic science atau applied science. Nah, kita bisa bergerak di dua-duanya, begitu lho. Kalau apa yang saya kerjakan sekarang, itu teknologi-teknologi yang nantinya memang bisa diterapkan di lapangan. Tapi juga ada unsur-unsur basic-nya di situ, karena bagaimana pun applied science tanpa basic science tidak ada.

Ungkapan ―… Kalau apa yang saya kerjakan sekarang, itu teknologi-teknologi

yang nantinya memang bisa diterapkan di lapangan‖ menunjukkan bahwa

kegiatan peneliti tersebut relatif berada di hulu. Pernyataan ―… yang nantinya

memang bisa diterapkan di lapangan‖ tentunya tidak merujuk pada sesuatu

yang secara aktual diterapkan.

Bahwa kegiatan penelitian dari peneliti tersebut relatif berada di hulu juga

terlihat dari penuturannya mengenai upaya pemanfaatan hasil penelitian

berikut ini:

Itu kan proses diseminasi … diseminasinya itu kan macam-macam, ada mekanismenya. Kita bisa menyebarluaskan melalui

Page 109: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 97

Internet dan web hasil-hasil penelitian. Masing-masing balai itu setiap tahunnya itu membuat booklet-booklet. Jadi masyarakat itu yang perlu informasi bisa datang. Yang lainnya itu seminar-seminar yang setiap tahun pasti diselenggarakan, paling tidak di tingkat eselon dua. Nanti kita undang siapa-siapa, misalnya pengguna teknologi dari dinas pertanian, pengambil kebijakan … kita undang mereka. Mereka bisa menggunakan informasi dari seminar tersebut. Jadi proses diseminasinya seperti itu.

Kita juga kan setiap tahunnya membuat laporan tahunan … kita kirimkan dari eselon tiga ke eselon dua. Dari eselon dua nanti digodok, di situ ada tim sintesis kebijakan. Tim sintesis kebijakan itu yang menerapkan teknologi-teknologi yang nantinya bisa digunakan. Nah, begitu kan. Nanti diserahkan lagi ke tingkat eselon satu, dan nanti di eselon satu digodok untuk disebarluaskan ke direktorat jenderal teknikal. Jadi proses diseminasinya seperti itu. Tapi kalau dari masing-masing balai itu tidak ada proses diseminasi yang sifatnya langsung ke masyarakat. Tapi kalau masyarakat itu ingin mencari, ya, dipersilahkan. Proses diseminasinya yang langsung itu hanya melalui seminar.

Jadi, menurut peneliti tersebut, upaya pemanfaatan hasil penelitian dilakukan

melalui diseminasi informasi, dan harapan bahwa ―masyarakat itu yang perlu

informasi bisa datang‖. Ungkapan tersebut mencerminkan bahwa relasi antara

peneliti dan masyarakat, dalam kaitannya dengan penelitan, berpola satu-arah.

Relasi tersebut bersifat tidak langsung, dan menggunakan media seperti

Internet, website, booklet, dan seminar. Pihak peneliti menyampaikan hasil-hasil

penelitiannya melalui Internet, website, booklet, dan makalah-makalah seminar.

Kalau ada warga masyarakat yang berminat terhadap hasil-hasil penelitian,

media tersebut dapat diakses. Dalam relasi demikian, masyarakat diposisikan

sebagai pelaku yang pasif. Dalam suatu penelitian hilir, terdapat relasi yang

kompleks antara peneliti dan berbagai pelaku lain di masyarakat44; interaksi,

alih-alih diseminasi informasi satu-arah.

44

Dalam penuturan peneliti yang dipaparkan di sub-bab 3.4, kompleksitas relasi-relasi

antara peneliti dan masyarakat dalam suatu penelitian hilir digambarkan sebagai

penelitian di „laboratorium masyarakat‟.

Page 110: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

98 ke dalam inovasi

Selain melalui diseminasi informasi, peneliti tersebut menyampaikan

saluran lain untuk pemanfaatan hasil penelitian. Saluran ini digambarkan

sebagai ―… laporan tahunan … dari eselon tiga ke eselon dua … , di situ ada tim

sintesis kebijakan. Tim sintesis kebijakan itu yang menerapkan teknologi-

teknologi yang nantinya bisa digunakan. … Nanti diserahkan lagi ke tingkat

eselon satu, dan … disebarluaskan ke direktorat jenderal teknikal‖. Jadi, saluran

ini terdiri atas pembedaan tugas-tugas dan hirarki kewenangan. Komunikasi

dalam saluran seperti ini cenderung tersegmentasi dan berpola satu-arah45.

Diseminasi informasi melalui pelaporan secara berjenjang (ke eselon-eselon

yang lebih tinggi) dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme untuk

menghasilkan accountability dari hasil penelitian. Jadi, penelitian dan hasilnya

dinilai melalui suatu saluran struktural yang tersusun atas hirarki kewenangan.

Tetapi penilaian hasil penelitian berdasarkan hirarki kewenangan belum tentu

sesuai dengan penilaian hasil penelitian berasarkan kriteria akademik. Mengenai

hal ini, peneliti tersebut memberikan gambaran sebagai berikut:

…. istilahnya peneliti itu harusnya lebih independen. Dia boleh salah, tetapi dia tidak boleh bohong. Tapi masalahnya sekarang kadang peneliti itu sudah benar hasil kajiannya seperti ini, tetapi belum tentu disetujui oleh pengambil kebijakan karena bertentangan … Hal-hal kontradiksi-kontradiksi itu akan selalu ada. Nah, makanya … kadang dipertanyakan sebetulnya, itu sampai sejauh mana sih sebetulnya independensi seorang peneliti itu kan. … Di luar negeri … peneliti boleh ngomong apa saja, yang penting hasil penelitiannya itu. Kalau di sini belum tentu … hasil penelitiannya A, dia belum tentu bisa menyampaikan A .. bisa B, bisa C, bisa A+ … tapi kadang itu bertentangan dengan hati nurani.

Dengan pernyataan ini peneliti tersebut menyarankan adanya ruang negosiasi,

atau tawar-menawar, bila penilaian terhadap hasil penelitian melalui jalur

45

Hirarki kewenangan menentukan siapa-siapa yang berwenang/tidak berwenang untuk

menetapkan sasaran penelitian dan kriteria penilaian terhadap hasil penelitian. Hal ini

berimplikasi komunikasi satu-arah dalam pelaksanaan penelitian. Dalam komunikasi

dua-arah, para pelaku komunikasi berada dalam posisi yang setara, setidaknya berkaitan

dengan hak untuk menyampaikan pandangan dan hak untuk didengar.

Page 111: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 99

kewenangan dan penilaian melalui keriteria akademik memberikan hasil-hasil

yang berbeda.

Penuturan-penuturan di atas menggambarkan situasi di mana penelitian

cenderung berpola penelitian hulu, dan arah penelitian ditentukan melalui

kombinasi antara faktor struktural dan faktor keilmuan. Penelitian yang

digambarkan oleh peneliti tersebut dapat dikatakan sebagai penelitian hulu,

atau setidaknya bukan penelitian hilir. Faktor-faktor struktural (seperti tupoksi,

pelaporan internal, dan batasan sektoral) menjadi pembatas bagi interaksi

langsung antara peneliti dan pelaku-pelaku lain di masyarakat.

Mengenai dualitas kriteria dalam penilaian hasil penelitan, hal ini tidak

akan menimbulkan akibat yang berarti bila hasil penelitian tersebut tidak

dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan. Tetapi, ketika suatu kebijakan

diambil berdasarkan hasil penelitian, sementara hasil penelitian tersebut

mendapat intervensi dari faktor struktural, maka kebijakan tersebut menjadi

tidak absah secara akademik meski mungkin accountable secara prosedural.

Misalnya, suatu kebijakan akan diambil berkenaan dengan eksplorasi komersial

atas sumber daya alam tertentu, dan untuk ini diperlukan penelitian untuk

menentukan apakah standar kualitas lingkungan dipenuhi atau tidak.

Seandainya dalam situasi seperti ini proses penelitian mendapatkan intervensi

struktural46, kebijakan yang diambil dapat menimbulkan dampak negatif yang

serius.

Berikut ini dipaparkan penuturan-penuturan seorang peneliti dari balitbang

Kementerian Perindustrian mengenai upaya-upaya meng-hilir-kan hasil-hasil

penelitian. Peneliti tersebut memiliki pengalaman bekerja di sejumlah balitbang

daerah, dan telah mengabdi lebih dari dua dekade. Ia menggambarkan

kegiatan-kegiatan penelitian yang pernah ia lakukan sebagai berikut:

Saya banyak berkecimpung dalam teknologi proses, tapi dengan bahan baku komoditi hasil pertanian, dalam arti luas ya. Jadi meneliti dengan basik hasil pertanian. Dalam arti luas berarti bisa dari pangan, tanaman, kemudian perikanan, peternakan, dan termasuk perhutanan. Nah jadi baik dari segi science-nya, ya dari

46

Intervensi ini dapat berbentuk, misalnya, pembatasan lingkup dan jenis data,

pembatasan metodologi dan sarana penelitian, pembatasan jenis penelitian/peneliti.

Page 112: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

100 ke dalam inovasi

teknologinya, maupun dari standarisasinya. Dan itu untuk meng-create teknologinya, kemudian dalam arti juga mendesain produknya, kemudian bagaimana penerimaan produk itu ke konsumer ya, ke pasarnya ya begitu ... Memang kalau bicara mengenai hulu-hilir ya sebenarnya saya itu sudah, sebenarnya. Misalnya mulai dari pascapanen ya, sampai produk itu siap untuk dikonsumsi ya. Istilahnya sampai ke ‘end product‘ gitu ya, sampai ke produk akhir.

Kalau saya mempersepsikan ya, yang hulu itu adalah penelitian yang mengarah ke bahan baku ... sampai ke barang diolah kembali ya, di industri untuk menjadi barang siap pakai gitu.

Jadi, peneliti tersebut mengasosiasikan penelitian hulu dan penelitian hilir

dengan aliran material di industri, atau dikenal juga dengan istilah rantai

pasokan produksi47. Ia memaknai penelitian hulu-hilir melalui ungkapan ―…

meng-create teknologinya, … mendesain produknya, … penerimaan produk itu

ke konsumer … ke pasarnya‖. Dalam artian seperti ini, peneliti tersebut

beranggapan bahwa ―… mengenai hulu-hilir ya sebenarnya saya itu sudah‖.

Memberikan ilustrasi yang lebih terinci mengenai penelitian hulu-hilir, peneliti

tersebut menuturkan sebagai berikut:

Kalau yang hulu, yang pernah saya lakukan adalah penelitian tentang karet ... mulai dari getahnya yang namanya latex. Produk setengah jadi yang terbaik adalah yang tipis, yang ketebalannya sekitar 3 mm atau 5 mm. Ini kemudian diasap dengan teknik tertentu ya, jadi tidak sembarangan. Jadi dari penelitian itu menghasilkan produk di hulunya ya. Produk setengah jadi ini juga bisa udah bisa dipasarkan, dipasarkan ke industri-industri yang akan mengelola lebih lanjut ... yang termasuk di dalamnya produk-produk yang akan menghasilkan komponen karet untuk kendaraan bermotor misalnya, atau untuk karet mesin-mesin industri ... termasuk produk-produk vulkanisir misalnya. Nah, sedangkan riset hilirnya adalah yang pernah kita lakukan yaitu membuat produk karet bantalan mesin untuk kendaraan

47

Istilah ini merujuk pada sederetan transformasi material mulai dari bahan baku sampai

menjadi produk yang siap digunakan konsumer.

Page 113: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 101

bermotor. Nah, itu riset untuk membuat bantalan mesin dari karet menjadi bagian hilirnya, karena langsung ke pemakainya ya kan.

Istilah ‗hulu-hilir‘ yang disampaikan peneliti ini tidak berhubungan dengan

ilmu pengetahuan dasar dan ilmu pengetahuan terapan. Namun demikian

terdapat keserupaan makna. Produk hulu (seperti halnya penelitian basik) relatif

bersifat murni, sedangkan produk hilir (seperti juga penelitian terapan) relatif

mengandung campuran.

Meski, dalam penuturan di atas, peneliti tersebut menyatakan telah

melakukan penelitian hulu dan hilir, apakah secara aktual penelitian yang ia

lakukan telah masuk ke area hilir? Penuturan berikut ini menggambarkan

situasi yang lebih aktual:

... ya dari dulu kita ini banyak ... istilahnya public service ya, yang sesusai dengan kedudukan kita sebagai Pegawai Negeri Sipil ya … Nah, seperti itu kita memasarkannya selama ini kan, termasuk melalui majalah atau jurnal-jurnal ya. Nah, namun akhir-akhir ini ya, barangkali belum ada sepuluh tahun terakhir lah, nah riset-riset kita ini mulai diarahkan pada HAKI ya, hak kekayaan intelektual ya. Nah, jadi dalam hal ini sudah harus mengaitkan antara peneliti dengan user nya ya. Nah, jadi siapa yang mau pakai mungkin ada konsekuensinya biaya begitu ya, dengan penelitinya, antara perusahaan pengguna. … Tapi terlepas dari adanya, apa namanya itu, yang dulu kita hanya public service murni, sekarang sudah diarahkan, mungkin sudah ada semacam royalty ya, sudah termasuk HAKI, apakah itu dalam bentuk paten itu ya.

Ungkapan-ungkapan ―istilahnya public service … sesusai dengan kedudukan

kita sebagai Pegawai Negeri Sipil‖ dan ‖kita memasarkannya selama ini kan,

termasuk melalui majalah atau jurnal-jurnal ya‖ memperlihatkan bahwa

kegiatan-kegiatan peneliti tersebut masih berpola penelitian hulu. Penuturan di

atas menggambarkan bahwa, di masa lalu, kegiatan penelitian yang dilakukan

oleh peneliti tersebut ia pandang sebagai layanan publik, sebagai kewajiban dari

seorang Pegawai Negeri Sipil. Peneliti tersebut mengakui bahwa, ―namun

akhir-akhir ini ya, … riset-riset kita ini mulai diarahkan pada HAKI … jadi

dalam hal ini sudah harus mengaitkan antara peneliti dengan user nya ya‖.

Page 114: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

102 ke dalam inovasi

Meski penelitian hulu dan penelitian hilir industri sudah sejak lama

dilakukan, keterkaitan antara penelitian dan pengguna penelitian baru

belakangan menjadi perhatian peneliti tersebut. Jadi, penelitian mengenai hilir

industri yang telah ia lakukan dalam kurun waktu yang cukup lama, tampaknya

tidak sepenuhnya berorientasi pada apa-apa yang secara aktual diminta oleh

para pelaku industri.

Mengenai pemanfaatan hasil penelitian, peneliti tersebut memiliki

pandangan tersendiri sebagai berikut:

Memang ya, pada dasarnya hasil penelitian itu, pada dasarnya layak digunakan, jadi jangan sampai hasil penelitian itu hanya sampai laporan saja ya. Tapi ya, walaupun hanya sampai di laporan ... masih banyak manfaatnya, ya. Misalnya, manfaatnya ya, apabila mahasiswa menyusun tesis ya, atau skripsi ya, bisa menjadi bahan masukan untuk menambah bobot dari tulisan kita ya. Di samping itu juga ... paling tidak itu dapat menjadi khasanah kekayaan iptek Negara ya. Ya, cuma memang yang diharapkan paling tidak ada tindak lanjutnya ya ... untuk kesejahteraan di masyarakat ... itu yang diharapkan.

Dalam pandangan peneliti tersebut, meski suatu penelitian berakhir pada

laporan-laporan, ini pun memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Para mahasiswa

dapat memanfaatkan laporan-laporan tersebut sebagai bahan penelitian untuk

menyusun skripsi dan tesis. Pandangan ini tercermin dalam ungkapan, ―…

walaupun hanya sampai di laporan ... masih banyak manfaatnya‖. Dengan

perkataan lain, bagi peneliti tersebut manfaat penelitian itu tidak terbatas pada

manfaat komersial tetapi mencakup juga manfaat akademik.

Mengenai penggunaan hasil penelitian oleh masyarakat luas (pengguna

produk industri), peneliti tersebut menyatakan, ―cuma memang yang

diharapkan paling tidak ada tindak lanjutnya ya ... untuk kesejahteraan di

masyarakat‖. Melalui ungkapan ―ada tindak lanjutnya‖, peneliti tersebut

membedakan antara kegiatan penelitian yang pokok dan kegiatan lain yang

sifatnya ‗lanjutan‘. Seperti apa kegiatan ‗lanjutan‘ tersebut? Dan siapa yang

dianggap perlu berperan melaksanakan kegiatan tersebut? Mengenai

pertanyaan-pertanyaan ini, peneliti tersebut menuturkan sebagai berikut:

Page 115: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 103

Saya pikir itu lembaga lain … sangat berperan ya. Jadi kita tidak bisa memasyarakatkan ya, hasil litbang itu dengan istilahnya ‗single fighter‘ ya, sendirian. Di sini saja kan ada Direktorat Jendral Pembina Industri … Nah, itu sangat berperan, jadi untuk meng-introdusir … Kemudian, misalnya, instansi di pemerintah daerah sendiri, khususnya yang menangani sektor industri. Nah, … apa itu dinas di bidang industri ya, yang ada di pemda-pemda, baik itu pemda di provinsi atau pemda kabupaten/kota. Itu sangat berperan karena kan yang langsung … Jadi memang cara kita memasyarakatkan hasil litbang itu ya, tahap pertama kita ke dinas-dinas yang menangani industri.

Dan bahkan ya, sebenarnya antardepartemen, antarinstansi juga perlu kerja sama yang baik begitu ya. Nah, misalnya Departemen Perhubungan ya, misalnya Perhubungan Darat. Nah, Perhubungan Darat itu kan biasanya bisa dikatakan sebagai user ya, Hal itu akan sangat terdorong ya, untuk memproduksi produk, katakan karet tadi, ya, untuk spare part kendaraan bermotor itu ya, yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia ya, agar dipakai oleh Perhubungan Darat itu ya.

Jadi, yang dimaksudkan sebagai kegiatan-kegiatan ‗lanjutan‘ adalah seperti

pemasyarakatan hasil penelitian, pengenalan dan promosi hasil penelitian.

Kegiatan-kegiatan ini, dalam pandangan peneliti tersebut, sebaiknya

dilaksanakan oleh pihak-pihak lain di luar balitbang (seperti direktorat lain dan

pemerintahan daerah). Penindaklanjutan penelitian tersebut menghadapi

sejumlah permasalahan sebagaimana dituturkan berikut ini:

… perlu pendalaman atau kajian yang lebih khusus mengenai hasil riset itu oleh direktorat terkait kan. Apakah ini siap untuk diimplementasikan atau belum, begitu kan. Nah, kadang-kadang menurut penelitinya ini siap untuk diimplementasikan, tapi menurut Direktorat Jendral belum. Nah, begitu perbedaannya persepsi … tapi komunikasi itu kurang terorganisir ya, saya kira. Nah, kadang-kadang ada di peneliti yang mengetahui bahwa menurut Direktorat Jendral penelitian ini perlu lanjut begitu. Nah, namun kadang-kadang informasi itu tidak sampai ke peneliti, jadi penelitian itu kadang-kadang tidak dilanjutkan lagi.

Page 116: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

104 ke dalam inovasi

Penuturan di atas mencerminkan adanya dualitas dalam kriteria penilaian

hasil penelitian. Pihak Direktorat Jenderal dan peneliti menggunakan kriteria

yang berbeda dalam menilai apakah suatu hasil penelitian sudah layak

diimplementasikan atau belum. Adanya perbedaan posisi struktural antara

peneliti dan pejabat Direktoral Jenderal menimbulkan hambatan dalam

komunikasi berkaitan dengan penilaian terhadap hasil penelitian. Penuturan

berikut ini memberikan gambaran yang lebih terinci mengenai dualitas kriteria

penilaian hasil penelitian tersebut:

Banyak terjadi itu ya Direktorat Jendral itu menganggap itu sih skala kecil, jadi belum mungkin untuk masuk ke industri besar gitu. Nah … sedangkan kita untuk mencobanya skala komersial ya, kita keterbatasan. Kita dikasih dana kan hanya untuk percobaan-percobaan di laboratorium kan. Sebenarnya ada satu tahap lagi yang menjembatani antara hasil riset dengan aplikasinya di industri, yaitu tahap yang namanya valid plant. Nah ini kewenangan siapa? Ada yang mengatakan itu masih kewenangan litbang … ada yang mengatakan itu adalah tanggung jawab yang ada di industri … untuk mengkaji lebih dalam apakah itu pada skala komersial sudah layak. … Kalau saya katakan hampir semua hasil penelitian itu tidak melalui valid plant. Nah, kalau menurut penelitinya ini sudah baik ya, tapi karena tidak ditindaklanjuti dengan valid plant, jadi user-nya ragu.

Dalam penutuan ini, peneliti tersebut menyarankan adanya faktor ketiga, yaitu

valid plant, untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan antara peneliti dan

pihak Direktorat Jenderal. Valid plant ini berkaitan langsung dengan pandangan

dan kepentingan pelaku industri sebagai end user dari hasil penelitian.

Permasalahan komunikasi yang timbul dalam penindaklanjutan hasil

penelitian, bagi peneliti tersebut, merupakan sesuatu yang mengganggu

konsentrasi peneliti:

Untuk melakukan ini … kepala litbang ini ya, yang mestinya melakukan koordinasi ya … Nah, jadi peneliti itu fokus ya. Jadi dia hanya melakukan penelitian, jadi tidak di-recoki dengan permasalahan pemasarannya ya.

Page 117: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 105

Dengan menyarankan bahwa seorang peneliti di balitbang ―tidak di-recoki‖

dengan kegiatan-kegiatan lain, seperti pemasaran, peneliti tersebut

membedakan kegiatan-kegiatan mana yang layak dan yang tidak layak

dilaksanakan di balitbang. Penuturan berikut ini menegaskan apa yang peneliti

tersebut anggap layak untuk dilakukan oleh seorang peneliti di balitbang:

Ya, kalau saya sih sebenarnya tidak merasa rugi, karena kita PNS ya, untuk melakukan public service ya. Tapi akhirnya jadi tidak tertelusuri ya hasil penelitian kita itu. Jadi pada akhirnya kita itu menjadi ‗pahlawan tanpa tanda jasa‘ ya. Ya, pertama kebanggaannya saya itu adalah, kalau tulisan kita terbit di jurnal ya. Dan jurnalnya itu selalu saya arsipkan, begitu menurut saya. Kemudian yang termasuk banggalah ya kalau misalnya sampai ke jenjang puncak ya, istilahnya jabatan peneliti.

Penuturan-penuturan di atas (oleh peneliti-peneliti balitbang Kementerian

Perindustrian dan balitbang Kementerian Pertanian) menggambarkan situasi di

mana interaksi antara peneliti dan pengguna akhir (end user) relatif terbatas.

Masyarakat, atau pelaku industri, tidak (cukup) terlibat dalam penentuan

masalah penelitian, atau dalam menilai kelayakan hasil penelitian. Penuturan

peneliti dari balitbang Kementerian Perindustrian menyarankan pentingnya

keterlibatan pelaku industri dalam menilai kelayakan hasil penelitian.

Berikut ini disampaikan penuturan peneliti di balitbang Kementerian

Pertahanan dan dinas litbang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI

AD). Berbeda dari sektor-sektor lainnya, sektor pertahanan terpaut langsung

dengan kedaulatan negara, dan karenanya sektor ini bersifat strategis bagi

kepentingan negara. Pelaku penelitian, pelaku industri dan pengguna hasil

penelitian serta produk industri di sektor pertahanan relatif terbatas.

Pembatasan ini berkaitan dengan sifat strategis dari sektor pertahanan tersebut.

Meski pelaku swasta dapat berpartisipasi dalam memasok produk pertahanan,

keterlibatan mereka terbatas/dibatasi. Penyelenggaraan industri pertahanan

tidak dapat diserahkan sepenuhnya pada para pelaku swasta. Prinsip profit

Page 118: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

106 ke dalam inovasi

maximizing yang berlaku di kalangan swasta berpotensi untuk bertentangan

dengan prinsip kedaulatan negara48.

Penuturan peneliti berikut ini menggambarkan situasi penelitian di

balitbang Kementerian Pertahanan:

Jika ada urgency sarana pertahanan, … kita harus bisa memproduksi sarana pertahanan. … Jika kita tidak punya industri hulu-nya, kita assembling seperti panser, senjata, karena bahan bakunya kita belum bisa menghasilkan. … yang kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi seperti kapal selam, jet. Jika kita perlu, kita harus beli. Yang sudah bisa, ya kita buat. Tapi masalahnya, Indonesia yang baru mulai dalam industri ini, kapasitasnya dalam menghasilkan tidak besar, sehingga sebagian dibuat di sini, sebagaian harus impor. Repotnya produksi sendiri itu karena kita belum bisa massal, harganya mahal dibandingkan impor. Nah ini perlu kebijakan pemerintah. Kalau pemerintah tidak mengatakan ‗beli dalam negeri‘, ya industrinya tidak bangkit.

Penuturan ini menggambarkan situasi yang khas. Ungkapan ―Jika ada urgency

sarana pertahanan, … kita harus bisa memproduksi sarana pertahanan. …‖ di

sini merujuk pada kebutuhan negara, dan produksi sarana pertahanan oleh

(aparatur) negara. Melalui ungkapan ―Kalau pemerintah tidak mengatakan ‗beli

dalam negeri‘, … industrinya tidak bangkit‖, peneliti tersebut menyarankan

perlunya stimulasi dari Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan produksi

sarana pertahanan.

Sarana pertahanan, khususnya alat utama sistem persenjataan (alutsista),

bukanlah barang-barang yang tersedia bebas di pasar (domestik ataupun

internasional). Meski negara-negara tertentu, karena memiliki kemampuan yang

tinggi dalam produksi alutsista, dapat menawarkan bantuan, permintaan akan

48

Sebagian kalangan percaya bahwa pasar (market) akan bekerja efisien bila pasar

tersebut bebas negara, borderless, dan menyarankan agar intervensi negara terhadap

minimal, atau dihilangkan sama sekali. Persisnya karena alasan ini, bahwa para pelaku

pasar (khususnya penganut paham pasar bebas) mengesampingkan keberadaan negara

demi kepentingan komersial, kepentingan pasar berpotensi untuk bertentangan dengan

kepentingan kedaulatan negara. Di negara-negara berindustri maju, industri pertahanan

dikendalikan oleh negara.

Page 119: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 107

bantuan tersebut membutuhkan kerja sama pertahanan bilateral di tingkat

negara. Bila hubungan diplomatik antara dua negara merenggang, tidak akan

ada kerja sama pertahanan antara kedua negara tersebut. Jadi, kemampuan

suatu negara dalam menghasilkan alutsista berhubungan erat dengan

kedaulatan negara tersebut49. Kebijakan penetapan mana-mana alutsista yang

dipasok melalui produksi nasional, dan mana-mana yang diperoleh melalui

bantuan negara lain (atau impor), merupakan bagian dari strategi pertahanan

dan ketahanan sebuah negara.

Kemitraan dengan perusahaan-perusahaan nasional merupakan sebuah cara

yang ditempuh oleh balitbang Kementerian Pertahanan untuk meningkatkan

kapasitas produksi. Ini diilustrasikan dalam penuturan berikut ini:

Dari hulu kita jalankan, yang langsung di hilir juga kita jalankan. Caranya bermitra. Misalnya assembling panser. Kita tidak buat pansernya. Industri saja yang buat pansernya. Kita memodifikasi mesinnya. Jadi lebih kena, lebih essensial. Kalau buat prototype, industri lebih bagus buatnya dari pada kita.

Lebih rinci mengenai kemitraan dengan para pelaku industri disampaikan oleh

seorang peneliti dari Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Tentara

Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Peneliti tersebut memberikan

gambaran sebagai berikut:

Dislibang ini fungsinya menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. Pengertian penelitiannya sama dengan pengertian umum. … Litbang kita banyak uji coba material, dari mulai senjata, kendaraan, amunisi, kancing, baju, sepatu, sampai dengan parasut. Sebelum barang dibeli oleh Angkatan Darat, itu harus diadakan sertifikat. Misalnya tahun anggaran ini TNI AD butuh sepatu, silahkan rekanan mengajukan, dengan catatan sudah mempunyai sertifikat yang dikeluarkan Dislitbang AD.

Jadi kita sudah ada beberapa material yang kita kembangkan sendiri, yang baru ini seperti pistol tempur, … sekarang

49

Di banyak negara, kebutuhan untuk membangun kemampuan negara dalam

menghasilkan alutsista merupakan sebuah faktor penting yang memacu perkembangan

iptek dasar.

Page 120: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

108 ke dalam inovasi

diproduksi massal. Ini diproduksi oleh PT. Pindad. Lisensinya punya Dislitbang. Jadi kita yang meneliti, lalu kita uji coba, berhasil, lalu diproduksi oleh PT. Pindad. Itu hasil kajian kita. Kita mencari industri yang mampu mendukung keinginan kita … industri itu punya kemampuan. Seperti untuk radio kita kerja sama dengan Lembaga Elektronika Nasional, LEN. Kita pernah merekayasa perahu karet dengan PT. INKABA, itu bukan Badan Usaha Milik Negara.

Dalam pengajuan program, kita mengajukan ke AD. Jadi dana dari TNI. Kita bisa kerja sama dengan BPPT, dengan Kementerian Ristek. Contoh, kemarin kita ada pengajuan alat pemantau satuan radio kontrol, kita kerja sama dengan LEN, tapi yang membiayai Kementerian Ristek. Jadi kita mengajukan ke Kementerian Ristek. Supervisi oleh kita, yang melaksanakan LEN, yang mendanai Ristek.

Penuturan di atas menggambarkan keragaman mitra-mitra penelitian mulai

dari LPNK, BUMN sampai perusahaan swasta. Hal-hal yang dinegosiasikan

dengan mitra-mitra penelitian adalah, antara lain, kompetensi teknikal, sumber

pembiayaan, hak untuk melakukan pengawasan dan sertifikasi. Di sini,

perusahaan swasta terlibat dalam pengadaan komponen pendukung non-

senjata, seperti perahu karet.

Pada bulan Oktober tahun 2003, sejumlah peneliti balitbang dari

kementerian-kementerian yang berbeda membentuk sebuah forum komunikasi.

Melalui forum ini, para anggota mengangkat permasalahan yang dihadapi

balitbang dan mencari solusi bersama. Dalam penuturan-penuturan terdahulu,

para peneliti balitbang memberikan gambaran mengenai permasalahan yang

dihadapi balitbang seperti tumpang-tindih penelitian, dualitas kriteria dalam

penilian hasil penelitian, dan hambatan komunikasi. Seorang perintis forum

tersebut, yang berafiliasi dengan balitbang Kementerian Hukum dan HAM,

menuturkan hal-hal yang menjadi perhatian forum sebagai berikut:

Di balitbang masih banyak masalah-masalah internal yang harus dihadapi atau diselesaikan. … Sekitar 40 orang dari balitbang berbagai departemen pada tanggal 9 Oktober 2003 bertemu dan mendirikan Forum Komunikasi Kelitbangan (FKK). Kami

Page 121: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 109

bersama-sama membicarakan apa yang sebenarnya yang menjadi masalah utama atau masalah-masalah yang mendominasi di masing-masing balitbang … kami membuat semacam inventarisasi permasalahan. … Dua masalah saja yang paling sering ditemukan … Pertama adalah soal sumber daya manusia, SDM peneliti yang ada di balitbang.

Menjadi peneliti menurut saya harus merupakan panggilan jiwa, bukan karena terpaksa atau dipaksa. Sementara masih banyak SDM peneliti di balitbang yang terpaksa menjadi peneliti karena dia, pada saat pertama menjadi pegawai, ditempatkan di Balitbang, padahal dia tidak mempunyai minat menjadi peneliti, … bahkan ada yang merasa terbuang ketika ditempatkan di balitbang. … Jarang PNS yang mau menjadi peneliti. Ya, mungkin karena dianggap kelas dua. ... Selain minat menjadi peneliti … masih adanya ego sektoral … banyak peneliti yang tidak mau mengerjakan sebuah penelitian, karena merasa penelitian itu bukan bidangnya atau bukan merupakan bagian dari pekerjaannya. Akhirnya penelitian tersebut jadi terbengkalai.

Yang kedua yang menjadi masalah di hampir semua balitbang adalah soal budgeting. Budgeting di balitbang kan … biasanya diajukan dari bawah. Nah, tadi saya sudah ceritakan bagaimana kondisi SDM di balitbang. Akhirnya untuk mengajukan budget riset juga tidak percaya diri ya, takut terlalu besar atau takut tidak diterima. Apalagi peneliti di balitbang sendiri masih menganggap diri mereka kelas dua ya, karena status balitbang yang sebagai penunjang itu. Jadi sebenarnya tidak hanya karena mereka yang dimarjinalkan, tapi mereka sendiri kadang memarjinalkan diri mereka sendiri.

Ungkapan-ungkapan ―… masih banyak SDM peneliti di balitbang yang

terpaksa menjadi peneliti karena dia, pada saat pertama menjadi pegawai,

ditempatkan di Balitbang‖, dan ‖ … peneliti di balitbang sendiri masih

menganggap diri mereka kelas dua ya, karena status balitbang yang sebagai

penunjang itu‖ mencerminkan adanya faktor struktural (non-akademik) yang

mempengaruhi pengelolaan penelitian di balitbang. Menurut perintis FKK

tersebut, penempatan seorang pegawai di balitbang tidak selalu didasarkan

Page 122: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

110 ke dalam inovasi

pada pertimbangan keilmuan (kompetensi akademik). Selain ini, ada pandangan

bahwa balitbang diposisikan sebagai lembaga ‗kelas dua‘ dalam kementerian.

Ungkapan ―… banyak peneliti yang tidak mau mengerjakan sebuah penelitian,

karena merasa penelitian itu bukan bidangnya atau bukan merupakan bagian

dari pekerjaannya‖ juga merujuk pada pengaruh faktor struktural.

Mengenai pengaruh faktor struktural dalam penentuan arah dan ruang

lingkup penelitian-penelitian, peneliti tersebut memberikan ilustrasi sebagai

berikut:

Ini ya, masih ada dikotomi … padahal ya, semuanya masih ada keterkaitan. … Bahkan satu persoalan bukan hanya tanggung jawab atau tugas satu institusi saja … Sebagai contoh apakah ketahanan pangan hanya menjadi tanggung jawab Departemen Pertanian saja? Saya kira tidak, karena ketahanan pangan tidak hanya pada hasil-hasil pertanian, karena pangan adalah semua yang bisa dimakan oleh manusia. Maka pangan bisa terkait juga dengan hasil-hasil laut dan perikanan. Maka di sini Departemen Kelautan dan Perikanan juga terkait dengan ketahanan pangan. Hal lain yang menyangkut ketahanan pangan juga adalah soal infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan kualitas air untuk pertanian, infrastruktur jalan untuk distribusi hasil-hasil pangan, juga moda-moda transportasi yang diperlukan untuk menditribusikannya sampai kepada masyarakat. Maka dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum dan Perhubungan saya kira juga mempunyai tanggung jawab yang sama dalam ketahanan pangan. Selain itu Departemen Perindustrian juga terkait dengan industri pangannya.

Mestinya ada agenda riset yang harus sudah tersosialisasikan dengan baik kepada masing-masing peneliti. Soal agenda riset ini sebenarnya sudah ada agenda riset nasional, ARN, yang disusun oleh Dewan Riset Nasional, DRN. DRN kan sudah buat buku putih ya, ARN tadi, dan inginnya diikuti oleh semua lembaga-lembaga penelitian termasuk balitbang. Padahal kan setiap lembaga seperti balitbang ini juga punya buku putih juga ya, renstra itu. Renstra masing-masing pusat penelitian kan mengacu kepada renstra balitbang dan renstra balitbang mengacu pada renstra departemen. Jadi, masing-masing

Page 123: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 111

balitbang sebenarnya sudah punya acuan atau alur sendiri untuk menyusun agenda risetnya. Nah di sini mestinya ‗dewa-dewa‘ yang kumpul di DRN itu memikirkan bagaimana hubungan antara ARN dengan lembaga-lembaga penelitian termasuk balitbang.

Ungkapan ― … DRN kan sudah buat buku putih ya, ARN …, dan inginnya

diikuti oleh semua lembaga-lembaga penelitian termasuk balitbang. Padahal kan

setiap lembaga seperti balitbang ini juga punya buku putih juga ya, renstra itu‖

merujuk ke isu struktural yang lain, yaitu dualitas dokumen-dokumen acuan.

Penggunaan istilah ‗dewa-dewa‘ di sini mencerminkan harapan bahwa para

anggota DRN sanggup melihat beyond struktur.

Lebih jauh mengenai peran DRN, perintis FKK tersebut menuturkan sebagai

berikut:

Begini ya... DRN itu kan terdiri dari berbagai peneliti dari kalangan perguruan tinggi, pemerintah hingga swasta dan mencoba mengakomodasi kepentingan-kepentingan penelitian dari berbagai lembaga penelitian. Tapi menurut saya, lebih banyak yang berperan adalah dari kalangan perguruan tinggi ya, walaupun dari kalangan balitbang juga ada ya. Tapi komposisinya tetap lebih banyak dari kalangan perguruan tinggi, apalagi yang mewakili balitbang biasanya pejabat Eselon I, Kabadan Litbang, yang sudah disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan struktural di kantor. Jadi kalau ada pertemuan di DRN mereka jarang hadir. Makanya keputusan-keputusan di DRN pun banyak didominasi oleh kalangan perguruan tinggi. Agenda risetnya juga mungkin lebih dekat kalangan peguruan tinggi. Tapi juga biasanya kalau ada pertemuan antara peneliti balitbang dengan peneliti dari perguruan tinggi, peneliti balitbang kadang kurang percaya diri lah … kalau bertemu dengan peneliti perguruan tinggi yang sama-sama profesor, tapi kan beda. Yang satu profesor riset, yang satu guru besar. Kan biasanya kalau ditanya, bapak profesor, guru besar di mana?

Ungkapan ― … komposisinya tetap lebih banyak dari kalangan perguruan

tinggi, … yang mewakili balitbang biasanya pejabat Eselon I, Kabadan Litbang,

yang sudah disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan struktural … Makanya

Page 124: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

112 ke dalam inovasi

keputusan-keputusan di DRN pun banyak didominasi oleh kalangan perguruan

tinggi. Agenda risetnya juga mungkin lebih dekat kalangan peguruan tinggi‖

merujuk ke isu struktural dalam proses pengambilan keputusan di DRN.

Pernyataan ―kalau bertemu dengan peneliti perguruan tinggi yang sama-sama

profesor, tapi kan beda. Yang satu profesor riset, yang satu guru besar‖ merujuk

pada suatu dualitas kriteria dalam penilaian kompetensi seorang peneliti. Tentu

saja, penuturan perintis FKK ini lebih menggambarkan kekhawatiran dan

harapan, bukan fakta. Meski demikian, kekhawatiran itu relevan. DRN itu

sendiri merupakan aparatus kelembagaan peneliti yang berada di lingkungan

Kementerian Riset dan Teknologi. Implikasinya, DRN bukan lembaga akademik

yang sepenuhnya independen dalam menentukan agenda-agenda kerjanya.

4.3 Ruang Variasi-Seleksi di Lembaga Non-Kementerian

Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 200350 ditetapkan tujuh (dari

jumlah keseluruhan 26) Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang

dikoordinasikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), yaitu: Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Lembaga Penerbangan dan Antariksa

Nasional (LAPAN); Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); Badan

Tenaga Atom Nasional (BATAN); Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN);

Badan Koordinasi Survei dan Pementaan Nasional (BAKOSURTANAL); dan

Badan Standarisasi Nasional (BSN). Keputusan Presiden tersebut menjadi

landasan legal yang memposisikan ketujuh LPNK tersebut sebagai lembaga

penelitian publik (public research institute), yang dalam pelaksanaan tugasnya

dikoordinasikan oleh KRT.

Bila lingkup kegiatan penelitian di balitbang disesuaikan dengan lingkup

kegiatan teknikal dari kementerian yang terkait, tidak demikian halnya dengan

lingkup kegiatan penelitian di LPNK. Bagaimana pola kegiatan penelitian di

LPNK? Apakah terdapat pembedaan kegiatan-kegiatan penelitian hulu dan

50

Keputuran Presiden tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan

Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Page 125: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 113

penelitian hilir? Mengenai isu-isu tersebut, berikut ini dipaparkan penuturan

sejumlah peneliti51 dari lembaga-lembaga penelitian LPNK.

Seorang peneliti dari LIPI memberikan gambaran mengenai penstrukturan

kegiatan-kegiatan penelitian di lembaga tersebut sebagai berikut:

Orientasi atau penelitian di lembaga kami sebetulnya, dari namanya Lembaga Penelitian Indonesia, itu sebetulnya dari basic research ke aplikatif, bisa jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kemudian program yang diteliti itu mengacu pada program Ristek Nasional. Kemudian LIPI sendiri punya program. Jadi ada top- down dari KRT, dari Pemerintah, dan LIPI. Yang bottom-up dari peneliti-peneliti sendiri, dan dari masalah di masyarakat, di industri, PEMDA dan lainnya. Jadi ada top-down dan bottom-up.

Kemudian penggunanya jelas masyarakat, industri, Pemda, UKM-UKM, dan kemudian kerja sama antar-LPNK sendiri. Hasilnya bisa berupa metode, atau proses, atau prototipe, atau tenaganya sendiri dipakai PEMDA-nya sendiri, atau Industri, kemudian makalah ilmiah jelas dan sudah pasti.

Yang saya ketahui memang ilmu pengetahuannya memang beragam, karena dari awalnya itu pusat lembaga penelitian. Di LIPI sendiri ada puslit-puslit, ada puslit Fisika, Kimia, puslit Politik dan Sosial. Tiap-tiap puslit punya core kompetensi sendiri yang digarisbawahi oleh LIPI sendiri, tapi juga mengacu pada program nasional, dan itu kita melihat juga masalah-masalah di masyarakat atau Industri.

Jadi, kegiatan-kegiatan penelitian di LIPI mencakup rentang keilmuan yang

lebar, mulai dari ilmu pengetahuan dasar dan sampai ke ilmu pengetahuan

terapan. Pemilihan topik-topik penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan

program-program nasional, baik yang ditetapkan oleh KRT maupun oleh

Pemerintah pada umumnya, permintaan industri, permintaan pemerintahan

51

Penuturan-penuturan yang dipaparkan di sini disampaikan oleh para peneliti dalam

kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di KRT pada bulan

Oktober 2009. Para partisipan FGD ini berasal dari LPNK-LPNK yang berada di bawah

koordinasi KRT, dan juga beberapa kedeputian di KRT.

Page 126: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

114 ke dalam inovasi

daerah, permintaan masyarakat luas, dan orientasi individual para peneliti itu

sendiri. Struktur kelembagaan LIPI mengikuti kategorisasi disiplin-disiplin ilmu

pengetahuan. Dalam struktur kelembagaan LIPI terdapat pusat-pusat penelitian

yang masing-masing mengelola disiplin-disiplin ilmu pengetahuan tertentu.

Lingkup kegiatan penelitian di masing-masing pusat penelitian (puslit) dibatasi

oleh identitas keilmuan puslit tersebut. Penuturan berikut ini menegaskan

pembatasan lingkup keilmuen tersebut:

Tiap puslit itu yang jelas tidak akan melebar dari fungsi puslitnya sendiri. Yang fisika tidak jauh dari fisika, dan yang biologi mungkin tidak jauh dari biologinya itu sendiri, meski dari yang bottom up, jadi masalah yang ada di masyarakat, industri atau UKM-UKM. Jadi mereka ada porsinya sendiri tiap puslit itu.

Seorang peneliti yang lain, dari sebuah pusat penelitian di LIPI,

menggambarkan adanya penyesuaian-penyesuaian dalam penetapan topik-topik

penelitian sebagai berikut:

Jadi memang di tempat kami ada penelitian yang bottom-up dan yang top-down. Yang kita lakukan itu sebetulnya, untuk penelitinya itu sendiri punya kebebasan begitu ya. Jadi bagi peneliti yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda, dia bisa melakukan atau bisa mengusulkan penelitian sendiri sesuai bidang keahlian, walaupun itu tidak sesuai atau sejalan dengan anjuran penelitian yang top-down. Tapi kebanyakan dari kami lebih baik melakukannya itu sekali jalan. Jadinya, misalkan kita interest untuk suatu penelitian, kita kaitkan juga ke depannya seperti apa, dan dukungan Pemerintah seperti apa.

Mengenai orientasi penelitian seperti yang tadi disampaikan itu, memang ada yang bersifat manfaat dan ada yang bersifat keilmuan. Jadi, kalau yang di tempat kami kecenderungannya itu sekarang yang ada manfaatnya begitu. Itu juga kiat untuk mendapatkan projek-projek penelitian dapat berjalan terus, sebab nanti pada pertanggungjawaban penelitian itu, yang dipertanyakan itu produknya atau prototipe, bukan hanya makalah ilmiah saja. Jadi, beberapa tahun terakhir ini penelitiannya diarahkan kepada pemanfaatannya.

Page 127: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 115

Ungkapan ―bagi peneliti … bisa mengusulkan penelitan sendiri sesuai bidang

keahlian, walaupun itu tidak sesuai atau sejalan dengan anjuran penelitian yang

top-down‖ menggambarkan penyesuaian-penyesuaian antara orientasi individual

peneliti dan arahan lembaga. Ungkapan ― …pada pertanggungjawaban

penelitian itu, yang dipertanyakan itu produknya atau prototipe, bukan hanya

makalah ilmiah saja … beberapa tahun terakhir ini penelitiannya diarahkan

kepada pemanfaatannya‖ mencerminkan adanya pergeseran kriteria dalam

evaluasi dan penilaian kegiatan penelitian52.

Berikut ini penuturan seorang peneliti dari Pusat Kalibrasi, Instrumentasi

dan Metrologi (KIM) LIPI, mengenai penelitian bottom-up:

Kalau dalam penelitian, mungkin karena instumentasi53 bisa penerapannya banyak aplikasi. Dalam penelitian itu penelitinya masing-masing. Jadi mungkin koordinasinya kurang. Jadi mencari lahan masing-masing. Kebanyakan kita ke industri, instrumentasi itu ada yang digunakan untuk industri. Ya, itu masing-masing peneliti mencari pasar masing-masing. Kita penelitian di situ awalnya prototipe. Ada yang digunakan untuk industri, ada yang hanya prototipe.

Penelitian telemetri, ukuran jarak jauh untuk listrik, selama ini ada yang digunakan untuk stasiun Gambir, kemudian ke dirgantaraan ke TNI, untuk tracking kapal musuh. Sempat ada kerja sama untuk TNI, tapi kadang tidak semua digunakan, kadang hanya awal untuk penjajakan.

Ungkapan ‖… mencari lahan masing-masing. … masing-masing peneliti mencari

pasar masing-masing‖ merujuk pada upaya seorang peneliti untuk

mengembangkan relasi-relasi dengan mitra-mitra industri. Ketika upaya ini

52

Pemanfaatan hasil penelitian merupakan isu yang sentral dalam kebijakan penelitian

yang digariskan KRT dalam enam tahun belakangan. Tetapi sebetulnya isu ini sudah

digulirkan KRT sejak awal periode 1990-an melalui program insentif Riset Unggulan

Terpadu, Riset Unggulan Kemitraan dan Riset Unggulan Strategis Nasional. 53

Instrumentasi merupakan teknologi yang berfungsi menggerakkan (to actuate),

memantau dan mengendalikan (to control) sistem-sistem teknologikal (technological

systems) yang relatif komplek dan berskala besar seperti pabrik manufaktur, pabrik

proses kimiawi, kereta api, pesawat terbang, satelit, reaktor nuklir dan lain-lain.

Page 128: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

116 ke dalam inovasi

berhasil, seorang peneliti akan terikat pada suatu kesepakatan kerja sama

dengan mitranya. Mitra-mitra para peneliti ini tentunya beragam (industri-

industri yang berbeda, organisasi-organisasi yang berbeda), dan memiliki

kebutuhan penelitian yang berbeda-beda. Situasi demikian tentu saja

menimbulkan kesan bahwa kegiatan-kegiatan penelitian kurang terkoordinasi

antara satu dengan yang lain.

Bila tugas kelembagaan LIPI berkaitan dengan pengembangan ilmu-ilmu

pengetahuan, tugas kelembagaan BPPT berkaitan dengan penerapan teknologi-

teknologi. Tentu saja dalam aspek substantif, ilmu pengetahuan dan teknologi

tidak bisa sepenuhnya dipisahkan. Di satu sisi, pengembangan teknologi

membutuhkan ilmu pengetahuan dasar. Khususnya penerapan teknologi di

masyarakat membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan kealaman, dan juga

ilmu-ilmu pengetahuan tentang masyarakat dan manusia (yakni ilmu-ilmu sosial

dan kemanusiaan). Di lain sisi, pengembangan ilmu pengetahuan membutuhkan

teknologi untuk, misalnya, menopang eksperimen-eksperimen.

Seorang peneliti54 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

memberikan gambaran sebagai berikut:

Saya bekerja di BPPT, di Balai Besar Teknologi Energi. Jadi, melihat namanya, pekerjaan kita lebih dekat pada terapan. Jadi core kompetensi kita di Balai Besar Teknologi, B2T, itu ada tiga. Yang pertama mengenai efisiensi energi. Yang kedua mengenai bahan bakar fosil, dan yang ketiga ada renewable energy. Energi terbarukan itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu geotermal, fotovoltaik dan elektriokimia.

Berkaitan dengan kegiatan saya mengenai penelitian, saya pada awalnya bertugas untuk membidangi penelitian fuel cell di Balai Besar Teknologi Energi. Jadi, dulu dari misinya Pak Habibie yang kita itu reverse enggineering55, berawal di akhir. Ketika itu

54

Dalam pembahasan di buku ini istilah „peneliti‟ digunakan dalam arti luas, mencakup

peneliti, perekayasa, analis kebijakan, eksperimentalis, dan lain-lain. Mengenai hal ini

telah dibahas di Bab 1. 55

Dalam literatur, istilah „reverse engineering‟ digunakan untuk merujuk pada sebuah

metodologi kerekayasaan khusus, yang bekerja dengan cara membongkar produk yang

sudah jadi, melakukan semacam decoding untuk mengungkapkan rancangan konseptual

Page 129: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 117

saya mengadakan pembelian peralatan yang kita bongkar untuk kita teliti, karena prospeknya fuel cell. Beberapa kalangan itu mengatakan bahwa itu sangat berprospek bagus. Setelah membeli alat, ternyata laboratoriumnya tidak ada. Jadi, kita beli kita, bongkar, tapi laboratoriumnya tidak ada. Untuk itu saya dapat berkesempatan melakukan penelitiannya itu di Jerman, dan kemudian diselesaikan. Alhamdulillah saya selesaikan.

Ke depan ini, karena penelitiannya prosesnya setengah jalan, seperti kita ketahui karena teknologi fuel cell itu masih di simpang jalan. Jadi, prospek ke depan itu yang sebetulnya bisa di link-kan ke industri. Sekarang itu yang saya kerjakan itu membangun link-nya ke berbagai institusi untuk untuk bekerjasama di bidang fuel cell, dan menjadi tenaga ahli di beberapa insitusi untuk menjadi tenaga ahli di bidang fuel cell itu sendiri.

Penuturan peneliti ini merujuk pada kebijakan industrialisasi yang berpola

technology-led, yang diadopsi oleh KRT di masa pemerintahan Orde Baru

(khususnya periode 1980 sampai awal 1990-an). Dalam kebijakan seperti ini,

penerapan teknologi bukan merupakan respons terhadap permintaan pasar.

Alih-alih demikian, teknologi diposisikan sebagai faktor yang menghela dan

memberikan haluan dari proses industrilalisasi56.

Peneliti lain, masih dari BPPT, menuturkan perkembangan sebuah pusat

yang baru di awal tahun 2000-an:

Pusat kami adalah satu-satunya pusat di bidang kesehatan dan obat di BPPT, dan masih tergolong baru, baru tahun 2000 dirintis, dan orang dulu tidak percaya kalau ada farmasi di BPPT. Kemudian dalam pusat itu ada tiga bidang, bahan baku farmasi, sediaan farmasi dan alat kesehatan. Rumusan itu sudah dilakukan dengan melihat kepentingan nasional.

produk tersebut, dan kemudian diikuti dengan modifikasi rancangan dan re-construction.

Reverse engineering dipraktikkan di Jepang sejak masa Restorasi Meiji, untuk „mencuri‟

teknologi dari negara-negara Barat. 56

Hasil kajian-kajian di literatur mengungkapkan bahwa kebijakan industrialisasi

demikian bisa efektif kalau terdapat cukup kapasitas para pelaku industri untuk

melakukan penyerapan teknologi dan inovasi (technology absorption and innovation).

Page 130: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

118 ke dalam inovasi

Sejak didirikan kami belum punya tempat untuk melakukan penelitian, sehingga nebeng di sana-sana, di berbagai tempat di mana-mana. Tapi karena komitmen kami, setiap tahun dari anggaran yang ada kami dapat menyisihkan dana untuk membelikan alat, sehingga sejak 2000 kami sudah dikumpulkan di bangunan baru di Puspiptek. Saat ini kami punya 11 laboratorium dan 1 ruang plant.

Dalam perumusan program, yang jelas kami mengacu Agenda Riset Nasional dalam bidang kesehatan dan obat-obatan. Saat ini kita fokus ke bahan obat dari herbal, karena kita melihat kalau mau bersaing dengan industri farmasi global yang sudah sangat kuat, kita melihat dari resources yang ada. Kita akan mengembangkan resources sumber hayati yang ada. … Targetnya pertama untuk mengembangkan suatu prototipe sediaan yang nantinya digunakan untuk industri, yang kedua bisa juga perbaikan hal-hal yang diminta industri, atau perbaikan masalah-masalah yang ada di industri. Tentu hal itu bersifat temporer.

Ungkapan peneliti tersebut bahwa ―…kalau mau bersaing dengan industri

farmasi global yang sudah sangat kuat, kita melihat dari resources yang ada. Kita

akan mengembangkan resources sumber hayati yang ada‖ mencerminkan suatu

kebijakan industrialisasi yang berbasis keunikan sumber daya lokal57. Ini

berbeda dari kebijakan industrialisasi yang berpola technology-led. Pendirian

pusat yang bergerak di bidang kesehatan itu sendiri mencerminkan suatu

perubahan pendekatan dalam penerapan teknologi.

Berbeda dari LIPI dan BPPT, lingkup kegiatan penelitian di BATAN relatif

lebih spesifik, yakni berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.

Penuturan oleh seorang peneliti dari BATAN berikut ini menggambarkan pola

dan arah penelitian di lembaganya:

Saya kerja di pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jadi, dari nama lembaganya sudah pusat aplikasi, kelompok kami diberi tugas

57

Tentu saja keunikan sumber daya alam semata bukan merupakan faktor daya saing.

Tetapi jika dikombinasikan dengan penelitian dan inovasi, keunikan sumber daya alam

akan menjadi faktor daya saing.

Page 131: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 119

penelitian dan service dari penggunaan radioaktif untuk trouble-shooting, juga untuk gamma scan menggunakan sumber tertutup. … Jadi memang kebanyakan melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan.

Kita punya pengalaman di PT. Pusri, PT. Pusri menggunakan gas urea dan NH4 untuk menghasilkan pupuk urea dari hidrogen. Di situ, di salah satu kilang proses terjadi kebocoran, dan teknik lain tidak bisa digunakan. Jadi, dengan teknik scan kita bisa melihat lokasi terjadinya malfunction. Jadi mengetahui sumber masalahnya. Maka pekerja pabrik bisa melokalisir daerahnya. Jadi, kalau dia shutdown dia hanya konsentrasi di daerah itu saja. Dari pekerjaan tersebut, kita mendapatkan surat penghargaan atau sertifikat, bahwa mereka merekomendasi karena mereka punya semacam asosiasi. Jadi, kalau ada pekerjaan semacam ini mereka pakai BATAN.

Sekarang kita juga mengembangkan yang namanya gamma scan. Kalau tadi kita scanning masukan-masukan data hanya berupa grafik, sekarang kita coba data kita kumpulkan sebanyak-banyaknya, kita rekontruksi lagi dan berbentuk visual. Untuk yang dua dimensi kita sudah berhasil dan kita sudah terapkan di geotermal di gunung Dieng.

Penuturan di atas menggambarkan suatu interaksi antara peneliti dan pelaku

industri. Perumusan masalah penelitian dan penjajakan metode atau teknik yang

sesuai untuk menjawab masalah tersebut berjalan secara iteratif melalui interaksi

tersebut. Ungkapan ― … kita mendapatkan surat penghargaan atau sertifikat,

bahwa mereka merekomendasi‖ merujuk pada suatu kesepakatan antara peneliti

dan pelaku industri, sebagai pengguna hasil penelitian, mengenai metode yang

dianggap sesuai untuk menjawab masalah.

Penuturan peneliti BATAN ini juga menggambarkan suatu proses

pengembangan teknikal (technical development) secara interaktif dengan

pengguna. Pengembangan teknikal berlangsung melalui penjajakan teknik-

teknik yang ada dalam situasi praktis (yaitu di lingkungan industri). Melalui

interaksi dengan para pelaku industri, terjadi pembelajaran bersama (mutual

learning) mengenai teknik-teknik yang ada tersebut. Ketika pembelajaran ini

sampai pada suatu kesimpulan bersama mengenai teknik mana yang bekerja,

Page 132: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

120 ke dalam inovasi

barulah dicari variasi dari teknik tersebut untuk digali peluang penerapannya

dalam situasi-situasi praktis yang berbeda.

Peneliti yang lain, juga bekerja di bidang teknologi nuklir, menuturkan

situasi penelitian yang berbeda:

Di bidang saya itu, kami memiliki alat yang bisa memanfaatkan berkas netron yang dihasilkan dari reaktor nuklir. Nah, netron itu dengan teknik tertentu bisa digunakan untuk penelitian material, Kami sudah punya tujuh alat, satu hibah dari Jepang dan enam dibeli melalui programnya Pak Habibie saat membangun PUSPIPTEK Serpong, Alat itu dibangun tahun 1987. Tujuannya untuk penelitian material teknologi tinggi, untuk semikonduktor dengan signal kristal. Tetapi, ketika alat itu sudah dibangun, sudah beroperasi pada 1987-1992, SDM-nya belum ada, sehingga alat tersebut hanya pajangan. Dengan berlangsungnya waktu alat mulai rusak dan teknologi sudah mulai ketinggalan.

Sekitar tahun 1998 lima alat rusak semuanya, terutama pada alat kontrol sistemnya. Karena dibeli lewat proyek, kita tidak bisa komplain penggantian alat, karena kontraknya sudah habis. Satu alat hibah dari Jepang masih di back-up. Jadi, apabila ada kerusakan sampai saat ini pihak Jepang masih bisa membantu. Sebenarnya Jepang tidak memberikan secara gratis. Jadi waktu itu kita membagun reaktor nuklir 30 MW, Jepang itu mau meng-up-grade reaktor dia. Jadi dia menjadikan reaktor kita itu eksperimennya, semua fasilitasnya jadi eksperimennya. Jadi dia memberikan satu alat, dan dia sudah membuat berpuluh-puluh alat di Jepang. Akhirnya waktu itu … saya itu meminta bantuan ke sana sendiri untuk memperbaiki kontrol sistemnya. Tapi tetap tidak bisa. Akhirnya dengan bantuan yang ada, itu dengan peneliti dari Fisika ITB. sedikit demi sedikit sistem kontrolnya diperbaiki sehingga 1998 bisa beroperasi lagi, hingga sekarang.

Nah, saat itu alatnya lebih banyak dioperasikan sendiri, dianalisis sendiri, dipakai sendiri, dipublikasikan sendiri, diuji sendiri… Pokoknya semuanya serba sendirilah. Karena alat itu, mungkin menurut ukuran Indonesia, masih hi-tech, jadi susah untuk berkomunikasi. Ada beberapa rekan-rekan kami telah

Page 133: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 121

kembali, mereka punya kolaborasi dengan luar negeri, dan mulai tahun 2000-an sudah mulai interaksi dengan pihak luar negeri.

Alat itu mahal, sangat mahal… sehingga ketika ada kerusakan, itu dana itu sudah tidak mencukupi lagi. Malah teman-teman berpikir ya, lebih baik ditutup saja. Tapi bila ditutup akan merembet ke reaktor, karena kalau ditutup reaktornya juga digunakan untuk apa? Akhirnya dengan kemampuan yang ada, dengan fasilitas yang ada, alat itu dioperasikan.

Penuturan di atas menggambarkan situasi di mana penelitian dan

pengembangan berlangsung secara relatif terisolasi (tidak disertai interaksi

dengan pengguna atau calon pengguna hasil penelitian). Peneliti tersebut

menggambarkan situasi ini melalui ungkapan ―… alatnya lebih banyak

dioperasikan sendiri, dianalisis sendiri, dipakai sendiri, dipublikasikan sendiri,

diuji sendiri…‖. Donor peralatan (pihak Jepang), menurut peneliti tersebut,

merupakan pihak yang mendapatkan manfaat tidak langsung. Tetapi

tampaknya hubungan antara penerima bantuan dan pemberi bantuan bersifat

asimetrik. Pihak Jepang, sebagai pemberi hibah, tentu memiliki kewenangan

yang lebih tinggi dalam menentukan spesifikasi dari peralatan yang diberikan

sebagai bantuan. Hubungan yang tidak simetrik ini dinyatakan peneliti tersebut

melalui ungkapan ―Jadi dia menjadikan reaktor kita itu eksperimennya, semua

fasilitasnya jadi eksperimennya‖.

LIPI, BPPT dan BATAN merupakan lembaga-lembaga di mana kegiatan

intinya adalah penelitian, apakah penelitian ini untuk pengembangan keilmuan

ataupun untuk kerekayasaan. Bagi LPNK yang lain, seperti BAKOSURTANAL,

kegiatan inti di lembaga tersebut mencakup kegiatan teknikal dan kegiatan

penelitian. Seorang peneliti dari BAKOSURTANAL memberikan gambaran

sebagai berikut:

Di Bakosurtanal ini ada semacam dualisme. Peneliti khusus diwadahi di Balai Geomatika, Penelitian rekayasa di pemetaan. Kemudian di struktural, kaitannya dengan produksi peta. Di situ ada suatu pengklasifikasikan atau pengkelompokan sumber daya manusia. Kenyataannya, sumber daya yang potensial ada di produksi peta. Dulunya itu ada Balai

Page 134: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

122 ke dalam inovasi

Geomatika. Istilahnya itu ‗tempat parkir SDM‘. Tapi sekarang sudah ada pengembangan supaya, istilahnya, ada fungsi penelitian yang berfungsi sebagaimana penelitian.

Produksi peta merupakan pekerjaan teknikal, dalam arti bahwa ini

merupakan pekerjaan membuat sesuatu dengan mengikuti kaidah-kaidah yang

berlaku. Sementara itu, penelitian merupakan kegiatan yang bersifat eksploratif.

Pekerjaan teknikal cenderung bersifat rutin, mengulang apa-apa yang sudah ada,

sedangkan penelitian mencari sesuatu yang baru (yang lebih efisien, lebih

akurat, dan lain-lain). Kalau dalam sebuah lembaga terdapat dua jenis kegiatan

inti, persoalannya adalah: siapa mengerjakan apa. Melalui ungkapan ―…

Kenyataannya, sumber daya yang potensial ada di produksi peta‖, peneliti

tersebut menyatakan adanya kekurangsesuaian dalam penempatan para peneliti

di BAKOSURTANAL, meski masalah ini telah diselesaikan. Lebih terinci

mengenai pengaruh faktor organisasional terhadap pola penelitian, peneliti

tersebut menuturkan sebagai berikut:

Saya sendiri dulu di peneliti muda … pada saat dipromosikan di struktural, jabatan fungsional saya diberhentikan sementara, sehingga saya kebanyakan di struktural, menangani produksi peta, yaitu di peta tematik. Nah, teman-teman yang ada di peta tematik ini tidak ada anggaran khsus untuk penelitian, namun tetap melakukan kegiatan, harus memenuhi kewajiban atau istilahnya ‗setor kredit‘. Itu dari pekerjaan rutin berupaya untuk menuangkan tulisan apa yang dikerjakan secara rutin. Jadi secara khusus memang tidak ada anggaran, tapi bergantung kreativitas.

Kemudian yang kedua, di Bakosurtanal sendiri ada jabatan fungsional, peta survai dan pemetaan, surtafung istilahnya, survei dan pemetaan fungsional. Nah, sekarang ini SDM-SDM itu ada kecenderungan untuk diarahkan ke sana. Di satu sisi ada SDM-SDM yang sudah terpayungi peneliti-peneliti di LIPI. Di Surtafung sendiri dipayungi Bakosurtanal. Di Surtafung ini bukan kaitannya kepada penelitian, tetapi kaitannya itu penghargaan dari lembaga yang memberikan penghargaan. Kaitannya dengan prestasi kinerja, karena di situ ada pembinaan karir.

Page 135: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 123

Dalam penuturan di atas, peneliti tersebut mengemukakan permasalahan

mengenai jalur karir, kriteria penilaian kinerja, serta sistem penghargaan. Jadi,

produksi peta merupakan pekerjaan struktural sedangkan penelitian merupakan

pekerjaan fungsional. Permasalahannya adalah bagaimana membedakan kriteria

penilaian kinerja dan bagaimana memberikan penghargaan yang setara, untuk

dua jenis pekerjaan yang berbeda tersebut.

Berbeda dari lembaga-lembaga penelitian LPNK, tugas pokok dari KRT

berkaitan dengan perumusan kebijakan iptek nasional dan ko-ordinasi kegiatan-

kegiatan penelitian sesuai dengan kebijakan iptek tersebut. Substansi kebijakan

iptek yang dirumuskan oleh KRT mencakup aspek sumber daya iptek

(khususnya pembinaan dan pengembangan kapasitas para peneliti), sarana dan

pra-sarana iptek, kelembagaan iptek, arah dan prioritas litbang iptek. Berikut ini

penuturan seorang peneliti di lingkungan KRT yang mengemukakan isu-isu

yang terkait dengan sumber daya manusia (SDM) iptek dan kelembagaan iptek:

Sebenarnya … masalah SDM ini tidak terlepas dari kelembagaan litbang, karena apa pun iklim kerja itu, kita harus lihat kelembagaan dari litbang sendiri, dan ini, mau tidak mau, tidak terlepas dari tiga sisi: segi akademik, government-nya dan bisnisnya. Ketiga-tiganya ini terkait dan akan mempengaruhi litbang, dan tentu saja SDM-nya.

Lembaga pendidikan memproduksi sarjana-sarjana dan meproduksi SDM litbang sendiri. … Ada kategori dari pemanfaatan sarjana lulusan universitas ini, pada tiga lapangan kerja. Universitas menghasilkan doktor, tujuannya adalah untuk menjadi seorang peneliti. Seorang peneliti itu harus mampu mendesain, sekaligus melaksanakan riset itu sendiri. Memang ini menjadi perdebatan barangkali… Sebenarnya dosen atau guru itu untuk tingkat master saja. Lalu sarjana untuk level S1 masih mungkin kita manfaatkan sebagai officer dan worker, termasuk di bidang risetnya sendiri. Tidak sebagai pembuat analisis, tapi untuk pengolah datanya dan sebagainya. Seolah-olah produk dari dunia pendidikan itu, sarjana, master dan doktor itu, secara langsung ada kategori pemanfaatan tenaga kerjanya. Itu kalau kita lihat dari sisi akademik.

Page 136: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

124 ke dalam inovasi

Sementara itu, sisi government-nya … nampak-nampaknya berkecenderungan dianggap sebagai hakim. Atau sebagai wasit. Nah, ini berada di bawah peran government sebenarnya, Government sebagai pengatur, dengan kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang dibuat, itu lebih menentukan tingkat peran dan kedudukan dari litbang sendiri. Dan itu akan berpengaruh kepada SDM dari litbang itu.

Nah dari bisnis, kita tahu dari bisnis itu memanfaatkan peneliti dan lembaga penelitian itu untuk pengembangan bisnis itu sendiri. Tapi sampai sekarang di Indonesia iklim pemanfaatan SDM litbang sendiri belum begitu bagus, belum banyak, dan memang ini persoalan terkait dengan penggalian sumber daya kreatif. Universitas itu memiliki tenaga-tenaga muda yang memiliki daya kreatifitas yang tinggi, yaitu mahasiswa-mahasiswa, punya dosen-dosen yang masih fresh dalam menggali sebagainya itu. Itu belum cukup kita gali.

Jadi secara singkat saya menyimpulkan bahwa iklim kerja SDM litbang kita ini …, dipengaruhi oleh bentuk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, kemampuan dunia pendidikan untuk menghasilkan tenaga litbang ini sendiri, dan juga kemampuan dari daya serap dari dunia bisnis.

Penuturan ini mengemukan hal-hal yang normatif berkaitan dengan SDM

dan kelembagaan iptek. Peneliti tersebut secara spesifik mengemukakan isu

mengenai penggalian potensi dan pemanfaatan SDM iptek. Bila penuturan di

atas mengemukakan isu struktural-kelembagaan, penuturan peneliti berikut ini

menekankan pembedaan jenis-jenis penelitian dan keterkaitan antara penelitian-

penelitian yang berbeda jenis:

Kalau kita melihat lebih jauh, riset terapan lebih berorientasi kepada masyarakat, sehingga apa yang dihasilkan itu langsung dinikmati oleh masyarakat. Kemudian berkaitan dengan riset dasar, riset fundamental menurut saya lebih pada akademisi yang banyak berbincang-bincang, berfikir dan menganalisis tentang substansi pada keilmuan itu sendiri.

Dengan dua hal ini, mestinya SDM iptek memiliki peran yang berbeda. Riset dasar saya kira berfokus pada substansi keilmuan

Page 137: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 125

itu sendiri. Tetapi pada riset terapan, mereka harus lebih menyeluruh, dari awal sampai ujung pada sesuatu produk yang nantinya dimanfaatkan.

Kalau kita pergi ke suatu perguruan tinggi, mayoritas mengkaji pada bidang-bidang yang mengandung fundamental. Suatu contoh masalah energi. Saya kebetulan orang sosial, orang-orang yang sosial, mereka mengaitkan dengan masalah energi itu sepertinya susah sekali, mengaitkan dengan pertanian juga susah sekali. Saya kira ini permasalahan iklim yang perlu dibenahi.

Peneliti lain berikut ini mengemukakan isu-isu yang terkait dengan peranan

KRT itu sendiri:

LPNK sudah ada. Apakah Ristek melakukan ko-ordinasi hanya dalam urusan administrasi, atau untuk kemajuan iptek itu sendiri? Kalau ko-ordinasi hanya dalam urusan administrasi, kurang optimal peran Ristek itu. Saya mengharapkan ada program dari kelembagaan yang lebih tajam, dalam arti setiap LPNK itu punya ciri khas, setiap LPNK itu punya brand. Masing-masing LPNK itu lebih tajam terarah ke program-program yang lebih konkrit, … berdasarkan kekuatan masing-masing yang spesifik.

Dalam penuturan ini, peneliti tersebut mengungkapkan harapannya akan

pengembangan relasi antara KRT dan LPNK-LPNK. Ia mengharapkan bahwa

KRT mengembangkan program-program yang lebih konkrit dan sesuai dengan

kekuatan LPNK. Mengenai peranan ko-ordinasi tersebut, peneliti yang lain

menyampaikan saran sebagai berikut:

… mungkin karena fungsi Kementerian Ristek sebagai koordinasi, perlu target-target sasaran yang jelas. Artinya, nanti bisa mengkoordinasi penelitian-penelitian yang memang dibutuhkan oleh pasar. Penelitian untuk pasar tentunya harus merapat ke industri. Jadi, saya kira Kementerian Ristek ke depan harus mengarah ke sana, karena sifatnya stratejik. Terus itu rentetannya banyak. Untuk pengembangan teknologi mesti ada roadmap-nya… mungkin harus diinstruksikan bahwa tiap

Page 138: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

126 ke dalam inovasi

lembaga kalau mau mengarah ke produk, roadmap teknologinya jadi pegangan.

… kita sulit berjalan karena kita tidak punya target yang jelas, tidak ditentukan goal yang jelas sencara nasional. Kemudian ko-ordinator secara nasional belum berfungsi dengan baik, walaupun sudah diberikan instrumen-instrumen berupa PP, PERPRES, dan UU. Namun semua belum berjalan dengan baik, … selama ini terjadi banyak tumpang tindih. Jadi, teman teman di ITB melakukan penelitian A, di UNPAD juga A. Penelitiannya bisa sama, dan pakai dana APBN.

Yang saya usulkan adalah kita melakukan inventarisasi. Jadi kalau kita bisa menginventarisasi, bisa lebih efisien kita untuk memakai APBN, … iklim pun akan menjadi sehat dan distribusi SDM juga semakin baik … Kita bisa tahu mana yang lemah di kita. Jadi untuk membangun iklim iptek yang lebih baik, saya usulkan inventarisasi dulu, kemudian ambil langkah-langkah yang pasti karena kita tahu keadaan kita di mana, mau ke mana, sehingga kita bisa mengukur milestone-nya.

Universitas kan pensuplai orang-orang pintar, bisa mempersiapkan lebih baik. Sedangkan LPNK bukan sumber sumber SDM. LPNK tinggal pakai.

Penuturan-penuturan para peneliti dari KRT dan LPNK-LPNK di atas

tampaknya konvergen pada sebuah isu, yaitu ko-ordinasi antara LPNK-LPNK

dan peranan KRT dalam melakukan ko-ordinasi tersebut. Masing-masing

LPNK, secara legal-formal, telah memiliki identitass kelembagaan yang jelas,

dan berbeda satu dari yang lain. Pertanyaan mengenai ko-ordinasi tersebut tidak

berkenaan dengan urusan internal masing-masing LPNK, melainkan berkenaan

dengan urusan nasional. Dengan perkataan lain, pertanyaan tentang ko-ordinasi

tersebut berkenaan dengan arah dan prioritas penelitian nasional, dan

pembedaan peranan serta kesalingterkaitan antara LPNK-LPNK.

Di antara para peneliti di LPNK-LPNK terdapat perbedaan pola penelitian,

khususnya dalam aspek interaksi. Terdapat peneliti-peneliti yang melakukan

penelitian melalui interaksi yang erat dengan pelaku-pelaku industri/usaha,

dan terdapat peneliti-peneliti yang berinteraksi dengan sesama

Page 139: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 127

peneliti/akademisi. Mitra-mitra eksternal dari para peneliti tersebut, baik para

pelaku industri/usaha maupun para peneliti/akademisi lain, tentu akan

membawa pengaruh terhadap arah penelitian di LPNK-LPNK.

Bagi KRT, sebagai ko-ordinator lintas-LPNK, keberadaan mitra-mitra

tersebut dapat menimbulkan peluang sekaligus ancaman. Mitra-mitra eksternal

LPNK tersebut memiliki sumber-sumber daya yang dapat dimanfaatkan (secara

tidak langsung) untuk mendukung kebijakan iptek yang dirumuskan KRT.

Tetapi mitra-mitra tersebut juga memiliki kepentingan-kepentingan yang

mungkin tidak selaras dengan arah dan prioritas kebijakan iptek nasional.

4.4 Ruang Variasi-Seleksi di Perusahaan Swasta

Dalam metafora ‗aliran hulu-hilir pengetahuan‘, perusahaan swasta dapat

diposisikan sebagai pelaku di hilir. Perusahaan swasta yang melakukan

pengembangan, atau diferensiasi produk merupakan pengguna hasil penelitian.

Perusahaan swasta seperti ini menggunakan hasil penelitian yang dilakukan

dalam laboratorium milik perusahaan tersebut, atau hasil penelitian yang

dilakukan oleh perguruan tinggi/lembaga litbang, atau kombinasi keduanya.

Di Indonesia, perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki induk di

mancanegara tentu saja akan menggunakan hasil penelitian di perusahaan

induknya, atau di perguruan-perguruan tinggi di negara tempat perusahaan

induk tersebut membayar pajak. Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni

Eropa, Cina dan beberapa negara Asia lainnya, pemerintah di negara-negara

tersebut memberlakukan insentif fiskal dan non-fiskal bagi perusahaan-

perusahaan yang menggunakan hasil-hasil penelitian perguruan tinggi. Tentu

saja, insentif dari pemerintah ini hanya berlaku jika perguruan tinggi yang

terlibat adalah perguruan tinggi nasional. Artinya, nasionalitas atau kebangsaan

merupakan sebuah faktor penyatu dalam relasi tiga-pihak antara pemerintah,

perusahaan swasta dan perguruan tinggi58. Berikut ini dipaparkan pandangan

58

Bekerjanya relasi-relasi berbasis kebangsaan antara pemerintah, perusahaan swasta,

dan perguruan tinggi, merupakan faktor yang penting dipelajari untuk memahami

persaingan pasar dan daya saing. Pada faktanya, sering persaingan pasar itu tidak murni

Page 140: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

128 ke dalam inovasi

dari sejumlah pelaku swasta mengenai arti penting penelitian dan kerja sama

dengan perguruan tinggi atau lembaga penelitian publik.

Salah satu jenis perusahaan swasta yang membutuhkan hasil penelitian

lokal (Indonesia) adalah perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan,

khususnya sebagai pemasok alat-alat kedokteran. Sebagian dari alat-alat

kedokteran yang dipasok ke pasar domestik merupakan produk perusahaan-

perusahaan asing yang kemudian diimpor. Meski demikian, tidak semua jenis

alat dapat dipasok melalui mekanisme impor. Seorang direktur dari sebuah

perusahaan pemasok menuturkan sebagai berikut:

Semua supplier biasanya hanya ingin menggunakan, memperkenalkan alat yang ingin mereka supply. Contohnya jika saya punya alat-alat ini, ini saja yang dipakai. Padahal kan kita juga punya kompetitor, produk mereka juga bagus kan begitu. … Tidak ada satu supplier pun yang mau mengeluarkan uang untuk riset, begitu tadinya. Nah, kenapa kita mau mulai? Nah, tentunya ada pertimbangan bisnis juga.

Misalnya kan... beli alat, khususnya elektrikalnya ... Ada komputernya, ada kontrol untuk suara jantung dan paru-paru, ada bonekanya ya kan, ada speaker. Tapi ini kan bukan alat kedokteran ya, ini untuk pendidikan. Mungkin uji fungsi sudah cukup, karena setelah kita tahu di monitor, bunyi jantung ok, speakernya jalan, kan selesai. Tapi kalau misalnya harus diuji cobakan, misalnya saya punya alat itu untuk mengukur body composition, Nah, apakah kita hanya supply terus, kenyataan di lapangan, masa bodoh? Untuk itu, kenyataan di lapangan, kita perlu kerja sama di riset. Mungkin untuk pertama, alat ini cukup bagus atau tidak, cukup aplikatif atau tidak, bagaimana ke depannya.

Perusahaan farmasi itu ada yang BUMN dan ada yang swasta. Perusahaan swasta sendiri kan ada yang swasta nasional atau

antara satu perusahaan swasta dan perusahaan swasta yang lain. Di balik suatu

perusahaan swasta terdapat mitra-mitra perguruan tinggi nasional dan pemerintah

nasional yang mendukung kemitraan tersebut.

Page 141: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 129

swasta asing. Kalau untuk risetnya sendiri, dilakukan oleh pusatnya, terutama yang asing. Jadi mereka mengadakan riset, kemudian nanti itu diterapkan untuk di Indonesia. Nah, itu bisa atau tidak. Nah, itu orang yang mengadakan riset di sini sebetulnya sudah punya formulanya sendiri, begitu kan. Nanti oleh orang Indonesia, itu dikembangkan, bisa atau tidak.

Jadi, kebutuhan akan penelitian distimulasi oleh permasalahan adaptasi produk

terhadap situasi dan keadaan konsumer. Pada dasarnya produk yang dipasok

diperoleh melalui impor. Pengembangan atau modifikasi produk diperlukan

untuk tujuan adaptasi terhadap situasi lokal, dan di sini kerja sama dengan

perguruan tinggi domestik/lokal menjadi relevan. Lebih jauh mengenai kerja

sama penelitian dituturkan sebagai berikut:

Yang lebih banyak itu justru yang swasta lokal, karena mereka itu justru yang kadang-kadang ingin punya produk, lalu minta tolong sama Perguruan Tinggi. Mereka ingin punya produk begini, bisa tidak dicarikan formulanya, misalnya ke jurusan farmasi.

Biasanya ide awalnya muncul dari bagian marketing atau bagian litbang, untuk pengembangan produk baru. Karena ada keterbatasan sarana, fasilitas atau tenaga untuk melakukan penelitian, kemudian minta bantuan perguruan tinggi untuk membantu pelaksanaan trial produk tersebut. Memang biasanya suka melalui jalur dari dosen, atau alumni perguruan tinggi yang bekerja di perusahaan. Kalau kenal kan jadi mudah mengurusnya. Biasanya perusahaan memilih perguruan tinggi atau tempat litbang tertentu karena sudah ada ‗chemistry‘... kenal dengan dosen, access-nya mudah, tahu keinginan masing-masing, dan kalau ada masalah bisa didiskusikan dengan baik. Jadi karena faktor alumni, atau karena kedekatan dengan beberapa orang.

Dalam penuturan di atas, ungkapan ―…sudah ada ‗chemistry‘ ... access-nya

mudah, tahu keinginan masing-masing, dan kalau ada masalah bisa

didiskusikan dengan baik‖ menggambarkan faktor-faktor yang dipandang

penting dalam menjalin relasi dengan para peneliti di perguruan tinggi. Faktor-

faktor tersebut berkaitan dengan komunikasi, negosiasi, dan keselarasan. Faktor

Page 142: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

130 ke dalam inovasi

kompetensi akademik tidak disebutkan dalam penuturan di atas. Tentu saja

kompetensi akademik merupakan hal yang penting. Tetapi dalam perspektif

bisnis, terdapat kriteria lain yang menjadi perhatian, sebagaimana digambarkan

dalam penuturan berikut ini:

Kadang ada yang sukses dari segi pengembangan, tapi tidak sukses dari segi marketing, alias terlalu mahal dan tidak feasible. Sebagai bayangan begini ... dari 10 produk yang dikembangkan, 7 yang berhasil secara proses, 3 tidak bisa dilanjutkan. Dari 7 yang berhasil ini, 5 mungkin diteruskan pengembangannya karena masih ada potensi di market, 2 di-drop karena kemahalan atau ada kesulitan dalam proses produksi. Biaya analisis juga harus dimasukkan ke dalam cost accounting sebagai R&D cost. Kalau R&D cost-nya kemahalan, termasuk untuk fee peneliti, paten, lisensi, ... ya, produknya kan jadi kemahalan dan tidak bisa dijual. Produk yang dari awal tidak jadi, juga banyak.

Call untuk stop bisa dari kedua belah pihak. Biasanya kalau dari perguruan tinggi karena proses dan teknologinya susah. Kalau dari perusahaan karena cost-nya terlalu mahal, atau karena pengembangannya sudah kelamaan, bisa jadi market-nya sudah lewat karena trend-nya sudah berubah.

Jadi, selain kriteria akademik yang umumnya diadopsi seorang peneliti

perguruan tinggi, dalam kerja sama antara perusahaan dan perguruan tinggi

juga terlibat kriteria komersial. Kedua kriteria ini tentu saja tidak sama.

Dikarenakan adanya perbedaan kriteria seperti ini, dalam kerja sama antara

perusahaan dan perguruan tinggi ruang komunikasi dan negosiasi menjadi

penting, terbentuknya ‗chemistry‘ menjadi penting.

Penuturan berikut ini diberikan oleh seorang perekayasa dari sebuah

perusahaan kesehatan yang lain. Ia menyampaikan pandangannya berdasarkan

pengalamannya bekerja sama dengan para peneliti dari peruguruan tinggi. Isu-

isu yang terkait dengan kerja sama tersebut ia tuturkan sebagai berikut:

Kalau perusahaan kami sekarang sedang mengembangkan konsep kemitraan dengan pihak akademisi dan Goverment. Akademisinya ya perguruan tinggi, Government-nya ya pemerintah sebagai regulator. Jadi regulatornya kan Depkes,

Page 143: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 131

BPOM ... Dengan perguruan tinggi, penelitian-penelitiannya juga tidak nyambung begitu. Mereka kan hanya mengejar ... sorry saja... jurnal, kredit. Mungkin itu bagus untuk sains. Tapi untuk komersial itu harus banyak pertimbangan. Feasible tidak? Bahan bakunya mudah didapat tidak? Nah, yang sudah kita jalankan yaitu flu burung dengan sebuah perguruan tinggi negeri.

Karena kebutuhan, perusahaan kalau terikat sendiri juga mahal, dan lama. Makanya ambilnya dari perguruan tinggi, tinggal diarahkan saja sesuai dengan kebutuhan komersial. Kebutuhan komersialnya tinggal diarahkan saja dengan kebutuhan Goverment begitu. ... Untuk pengembangan vaksin masa depan itu mengundang BPOM dan perguruan tinggi.

Penuturan-penuturan terdahulu berkaitan dengan situasi di perusahaan-

perusahaan yang boleh dikatakan ‗besar‘. Berikut ini adalah penuturan yang

berkaitan dengan situasi di perusahaan ‗menengah‘ (atau ‗kecil‘), yang secara

khusus bergerak sebagai pemasok produk berbasis litbang iptek. Seorang

perekayasa, dan sekaligus salah satu pendiri perusahaan, menyampaikan

penuturan sebagai berikut:

Perusahaan ini terbentuk tahun 2005. Awalnya kami mengerjakan projek dari Kementerian Pertahanan. Projeknya selesai, karena ada masalah, dan orang-orangnya berpisah. Nah, sebagian orang ini bergabung dengan kolega dari Jakarta, mencari investor, dan akhirnya membentuk perusahaan. Kenapa dibentuk? Karena kami sudah punya pengalaman membuat Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) untuk Kementerian Pertahanan.

Awalnya kami membuat produk sendiri. Biasanya kami berdasarkan pesanan dari luar. Nah ini sejak pertama terbentuk kami berinisiatif, karena punya dana dari investor, kami mengembangkan produk sendiri, kami beri nama Produk 1 dan 2. Di tengah jalan pengembangan, kami dapat kerja sama dari BPPT, karena dia juga mengerjakan teknologi serupa. Dia mengajak untuk mengembangkan bersama melalui kerja sama.

Kalau di pemerintahan itu biasanya masalah teknologinya ketinggalan. Sumber dayanya juga kurang. Kalau untuk teknologi ini, jelas tenaga-tenaga di sektor pemerintah belum ada yang bisa

Page 144: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

132 ke dalam inovasi

menguasai. Jadi bisa dikatakan sektor swasta ini memiliki dan menyumbangkan teknologi dan sumber daya manusianya. BPPT berkontribusi dalam hal pendanaan, dan dukungan politis. Itu penting. Maksud saya politis, meyakinkan orang-orang di atas itu, bahwa produk ini, teknologi ini, penting untuk negara. Kalau tidak ada unsur pemerintah yang mendukung, susah. Tadinya kami berharap militer yang mendukung, karena militer paling banyak membutuhkan. Tapi ternyata di pihak militer ada kubu yang mendukung produk lokal, ada yang lebih mendukung produk dari luar atau impor.

Beban pekerjaan itu sebenarnya tinggi sekali. Untuk mengerjakan projek ini setahun, bisa dibilang kami sudah overload. Dan itu bahaya juga sebenarnya, karena ada hal yang kami lewati, misalnya masalah dokumentasi ini. Kami swasta itu tidak bisa berbuat banyak. Kalau tuntutan mereka setahun harus selesai, ya kami harus siap. Padahal itu tidak realistis sebenarnya. Coba Malaysia itu, anggarannya sekitar Rp. 16 Miliar, itu hanya untuk membuat satu komponen, dan itu setahun. Tahun berikutnya dia buat yang lain lagi. Kalau kami yang mengerjakan itu dengan kondisi sekarang, hanya 2 bulan.

Penuturan perekayasa ini mengemukakan isu-isu yang terkait dengan

platform kerja sama antara perusahaannya dan pihak Pemerintah (sebagai

mitranya). Perusahaan tempat perekayasa tersebut bekerja merupakan

perusahaan yang pendiriannya melibatkan sejumlah peneliti dari perguruan

tinggi. Kemitraan antara perusahaan tersebut dan BPPT mewakili suatu kerja

sama antara perguruan tinggi, perusahaan swasta dan Pemerintah. Di sini,

disepakatinya platform kerja sama yang realistis, yakni yang sesuai dengan

kekuatan dan keterbatasan masing-masing pihak yang bersepakat, merupakan

isu yang krusial bagi keberlanjutan kerja sama tersebut.

Berikut ini penuturan seorang perekayasa dari sebuah perusahaan swasta

lainnya, yang merintis pengembangan dan produksi hovercraft untuk memasok

kebutuhan TNI AL:

Awalnya mereka tidak kenal apa itu hovercraft … hanya hydrofoil. Memang hydrofoil adalah kapal yang menggunakan waterjet, artinya menghisap air kemudian disemprotkan ke

Page 145: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 133

belakang. Tapi kondisi yang dihadapi di Indonesia itu lautnya kotor, banyak sampah. Sehingga bagian suction itu selalu buntu karena sampah, kotoran, kayu, atau plastik, sehingga banyak rewelnya. Dan tidak ada yang kenal hovercraft pada saat itu. … Nah, setelah lihat yang di Aceh, baru terbuka.

Mereka tidak bisa lihat benda dari konsep atau desain. Harus ada barangnya dulu. Sementara untuk membuat barang itu butuh modal, dan investor di Indonesia tipenya adalah kalau bisnisnya sudah yakin, baru mau investasi. Kalau di atas kertas mereka masih ragu. Kalau ada yang mau beli, baru investasi. Yang mau beli, kalau ada barangnya baru beli.

Kami melihat hovercraft bisa digunakan untuk operasi di daerah yang tidak didukung infrastruktur yang memadai … Kami mulai dengan memperbaiki hovercraft yang ada, desain-nya desain Belanda. Kemudian pihak Angkatan Laut mulai tertarik. Itu tengah tahun 2004.

Di tahun 1998 kami sudah mulai desain untuk 20 penumpang. Produk pertama butuh waktu 4 bulan. Kami tidak puas. Kami memang prototyping. Membuat satu, dievaluasi di tahun ke dua, diperbaiki, baru serial production. Nah, ini prototipe pertama 4 bulan, dengan segala kekurangannya. Produksi ke dua menyusul. Koreksi di pertama diperbaiki di ke dua, dan selanjutnya. … Barangnya sekarang sudah 5 buah yang dibeli, itu ada di Surabaya. Pernah dipakai di Kalimantan untuk latihan perang. Hasil pemakaiannya ya, ada complaint, tapi dalam batas yang wajar.

Konsepnya kami buat berdasarkan apa yang bisa kita jumpai di dalam negeri. Pekerjanya kami ambil dari galangan kapal. Hanya memang harus diubah cara berpikirnya. Membuat kapal itu, kendala berat tidak ada masalah. Berapa pun beratnya pasti akan mengapung karena volumenya besar. Tapi kalau hovercraft harus dikasih tahu target beratnya sekian kilogram. … Kemudian konstruksi struktur ringan, itu juga mereka baru tahu. Nah, harus ada yang melatih itu.

Mengenai kendala-kendala yang timbul dalam pengembangan kerja sama,

perekayasa tersebut menuturkan sebagai berikut:

Page 146: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

134 ke dalam inovasi

Sistem kontrak anggaran yang hanya setahun putus, kemudian tahun berikutnya harus diulangi lagi, itu sangat mengganggu. Satu produk kan tidak boleh dikontrak dalam 3 tahun, di mana dibagi 3 fase yang kontinyu. Yang ada adalah ya, setiap tahun ada kontrak, dari satu tahun ke tahun berikutnya itu harus beda pekerjaannya. Mungkin kalau masuk ke pengembangan bisa, tapi ini masuk ke pengadaan tidak bisa, jadi harus tuntas dalam satu tahun. Ini jadi posting-nya salah.

… Karena set up industrinya memang belum mantap benar, orangnya sangat terbatas, kegiatan menjadi terpecah ketika harus ada yang mencoba, ada yang meneruskan produksi. Kami sempat mendidik juga beberapa staf Angkatan Laut untuk menjadi operator. Ke depannya kami inginkan ada pola kerja sama pengembangan. Jadi sebagai user pihak Angkatan Laut tidak hanya terima jadi di ujung, tapi ikut mulai dari desain, ujicoba dan lain-lain. Tapi pola semacam itu memang agak sulit dilakukan karena kebiasaannya, kalau beli di luar negeri, hanya lihat-lihat barangnya lalu dipakai.

4.5 Diskusi

Pemaparan hasil wawancara dan FGD di bab ini mengungkapkan aspek-aspek

penting dari situasi penelitian di balitbang, lembaga penelitian non-kementerian

dan perusahaan swasta, yang relevan bagi permasalahan pemanfaatan iptek.

Tentu saja, bahan empirikal yang dipaparkan di sini tidak mewakili seluruh

aspek dan situasi dari penelitian di lembaga-lembaga tersebut. Meski demikian,

hasil wawancara dan FGD tersebut mengungkapkan isu-isu dalam rentangan

yang luas.

4.5.1 Permasalahan Struktural di Balitbang

Balitbang adalah sebuah unsur kelembagaan dalam sebuah kementerian. Setiap

kementerian memiliki tugas pokok dan fungsi untuk menjawab masalah publik

di sektor pembangunan tertentu. Dalam menjalankan tugas pokok dan

fungsinya, suatu kementerian menyusun kebijakan-kebijakan dan melaksanakan

Page 147: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 135

program-program untuk penyediaan regulasi dan/atau penyediaan sarana dan

pra-sarana publik. Untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan tugas

pokok dan fungsi kementerian tersebut, keselarasan antara unsur-unsur

kelembagaan merupakan hal yang penting.

Kegiatan penelitian di balitbang dan kegiatan teknikal di direktorat teknikal

memiliki karakter yang berbeda. Karakter yang khas dari penelitian adalah

adanya proses variasi-seleksi. Perkembangan dari suatu penelitian memerlukan

adanya ruang bagi proses variasi-seleksi tersebut—ruang penelitian. Berbeda

dari ini, kegiatan teknikal lebih berwatak konstruksi, baik konstruksi yang

bersifat material (seperti penyediaan sarana/pra-sarana publik) maupun

konstruksi kesisteman atau tatanan (seperti penyusunan regulasi). Sebagai

ilustrasi mengenai perbedaan antara kedua jenis kegiatan ini, suatu regulasi

disusun untuk dipatuhi tetapi makalah ilmiah disusun untuk dikritik dan

dikembangkan melalui penelitian lanjutan. Jadi, produk teknikal dibuat untuk

ditetapkan dan diberlakukan, sedangkan produk penelitian dibuat untuk

dikembangkan lebih lanjut.

Penuturan para peneliti dari balitbang mengungkapkan bahwa dalam

realitas praktikal, membangun keterkaitan antara kegiatan penelitian dan

kegiatan teknikal bukan hal yang mudah. Seorang peneliti di balitbang mungkin

saja memperluas ruang variasi-seleksi (ruang penelitian) dengan cara, misalnya,

mengembangkan relasi-relasi dengan peneliti-peneliti di perguruan tinggi, di

lembaga penelitian asing atau pelaku-pelaku yang lainnya. Tetapi hal ini dapat

berakibat peneliti tersebut mengalami kesulitan untuk merespons kebutuhan

kolega-koleganya di direktorat-direktorat teknikal.

Secara umum, kemajuan dari penelitian dan kemajuan dari kegiatan

teknikal tidak bisa dinilai dengan tolok ukur yang sama. Perbedaan tolok ukur

ini dapat dualitas dalam kriteria penilaian hasil-hasil kegiatan dalam sebuah

kementerian. Misalnya, makalah ilmiah yang disusun oleh seorang peneliti

balitbang mungkin saja bagus bila dinilai dengan tolok ukur orisinalitas dan

kebaruan tetapi tidak relevan dengan kebutuhan di direktorat. Sebaliknya, suatu

makalah ilmiah yang relevan dengan kebutuhan di direktorat belum tentu

memiliki kebaruan.

Permasalahan dualitas tersebut dapat diatasi melalui ko-ordinasi kegiatan-

kegiatan dengan cara, misalnya, menetapkan objektif-objektif dan target-target

Page 148: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

136 ke dalam inovasi

bersama. Sebagai ilustrasi, misalkan objektif dan target bersama tersebut adalah

perbaikan kualitas lingkungan industri dan tersedianya standar-standar

lingkungan. Di sini, kegiatan-kegiatan penelitian diarahkan untuk menjawab

berbagai permasalahan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas lingkungan

industri dan standar-standar praktis yang relevan. Kegiatan-kegiatan penelitian

ini membutuhkan variasi-seleksi, dan ini dapat ditempuh dengan menjalin relasi

dengan para peneliti di LPNK atau perguruan tinggi. Tetapi arah dari

perkembangan penelitian ini perlu ditetapkan dan dikawal bersama-sama

dengan melibatkan para pelaku di direktorat-direktorat yang terkait. Selain ini,

para peneliti di balitbang juga perlu, sampai batas tertentu, terlibat dalam

kegiatan-kegiatan teknikal yang diselenggarakan oleh direktorat-direktorat.

Dalam diskusi di akhir Bab 3, telah disampaikan pentingnya interaksi-

interaksi bagi keberhasilan suatu penelitian di ‗laboratorium masyarakat‘. Para

peneliti dan calon pengguna hasil penelitian perlu berinteraksi sejak tahapan

awal dari penelitian untuk secara bersama-sama menetapkan kebutuhan dan

mengevaluasi alternatif-alternatif solusi. Bagi penelitian di balitbang, calon

pengguna hasil penelitian adalah para pelaku di direktorat, dan, yang tidak bisa

diabaikan, publik itu sendiri. Suatu kementerian menghasilkan produk-produk

untuk kebutuhan publik. Oleh karena ini, publik juga merupakan pengguna dari

hasil penelitian di balitbang.

Penuturan-penuturan para peneliti balitbang yang dikemukakan di bab ini

memperlihatkan adanya perbedaan dalam interaksi-interaksi antara para

peneliti dan para (calon) pengguna hasil penelitian. Ketika interaksi terjadi

hanya di tahap akhir penelitian (misalnya di tahap evaluasi hasil kegiatan atau

pada seminar untuk diseminasi), interaksi yang terjadi sangat terbatas. Tetapi

kasus penelitian di sektor pertahanan memperlihatkan interaksi yang relatif erat.

Di sini, pengguna akhir dari hasil penelitian adalah para personil TNI. Dalam

kasus ini, para peneliti dan para personil TNI terlibat dalam interaksi yang erat

dan sinambung untuk menentukan kebutuhan penelitian dan menguji hasil

penelitian.

Di sektor pertanian yang menjadi pengguna akhir adalah para petani dan

konsumer hasil pertanian, dan di sektor industri yang menjadi pengguna akhir

adalah para pengusaha, tenaga kerja industrial dan konsumer produk industrial.

Page 149: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 137

Di sektor-sektor seperti ini, pengguna hasil penelitian merupakan kelompok-

kelompok sosial (social groups) yang relatif beragam. Lebih jauh lagi,

kompleksitas permasalahan publik dapat membawa implikasi bahwa pengguna

hasil penelitian itu bercirikan lintas-sektoral. Misalnya, pengguna hasil

penelitian lingkungan industri mencakup juga para warga penduduk yang

berhuni di sekitar kawasan industri. Keragaman kelompok-kelompok pengguna

ini pada gilirannya menimbulkan tantangan tersendiri dalam pengembangan

interaksi-interaksi.

Jadi, permasalahan dualitas di balitbang diatasi dengan cara mempererat

interaksi antara para peneliti di balitbang dan pelaku-pelaku lain di direktorat-

direktorat dan para pengguna akhir hasil penelitian. Para peneliti balitbang

dapat mendampingi para pelaku di direktorat-direktorat dalam pelaksanaan

program-program teknikal di masyarakat. Dari sini, peneliti balitbang dapat

merumuskan isu-isu/pertanyaan-pertanyaan penelitian yang relevan bagi

keberhasilan program-program tersebut. Sebaliknya, para pelaku di direktorat-

direktorat dapat mendampingi para peneliti balitbang untuk mengetahui

temuan-temuan penelitian, dan menerjemahkannya ke dalam program-program

teknikal. Pada prinsipnya, interaksi yang lebih erat antara peneliti balitbang dan

pelaku direktorat dapat dikembangkan dan hal ini akan meningkatkan relevansi

dari penelitian balitbang. Pada Gambar 4.1 diilustrasikan (dengan

penyederhanaan-penyederhanaan) perbedaan pola interaksi antara para peneliti

di balitbang dan para pelaku di direktorat. Hanya saja, dalam realitas praktikal,

pengembangan interaksi (seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.1b)

memerlukan sistem administrasi yang sesuai. Bila sistem administrasi yang

berlaku menempatkan para peneliti balitbang dan pelaku direktorat dalam

‗kotak-kotak‘ kelembagaan yang kaku dan rijid, interaksi-interaksi yang erat

sulit dikembangkan dan ruang variasi-seleksi menjadi terbatas.

Page 150: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

138 ke dalam inovasi

Peneliti

Balitbang

Masyarakat

Ilmiah Bidang X

Jurnal Ilmiah

Bidang X

Tupoksi

Struktural

Program

Litbang

Pembuat

Kebijakan/

Program

Pelaku

Direktorat

Penerima

Layanan

Publik

(Masyarakat)

Program

Teknikal

Gambar 4.1a Ruang Variasi-Seleksi yang Terbatas

Masyarakat

Ilmiah Bidang X

Tupoksi

Struktural

Penerima

Layanan

Publik

(Masyarakat)Peneliti

Balitbang

Jurnal Ilmiah

Bidang X

Program

Litbang

Pembuat

Kebijakan/

Program

Pelaku

Direktorat

Program

Teknikal

Gambar 4.1b Perluasan Ruang Variasi-Seleksi

4.5.2 Posisi Penelitian LPNK

Penuturan para peneliti yang dipaparkan di bab ini menunjukkan bahwa

kegiatan-kegiatan penelitian di lembaga-lembaga non-kementerian memiliki

Page 151: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 139

orientasi yang berbeda-beda, dan ruang variasi-seleksi di lembaga-lembaga ini

relatif luas. Terdapat kegiatan-kegiatan penelitian yang bertujuan

pengembangan dan konservasi pengetahuan, atau penelitian untuk pengujian-

pengujian teknologi, ataupun penelitian yang merespons kebutuhan pengguna

di industri-industri tertentu. Para peneliti yang melakukan penelitian untuk

merespons kebutuhan industri tampaknya berinteraksi secara relatif erat dengan

mitra-mitra dari industri. Penuturan tersebut juga mengungkapkan bahwa

pemanfaatan hasil penelitian merupakan isu yang makin menjadi perhatian di

kalangan para peneliti.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, suatu kementerian teknikal

memiliki kewenangan untuk menyediakan regulasi dan sarana/pra-sarana

untuk menjawab masalah publik di sektor pembangunan tertentu. KRT, dan

lembaga-lembaga penelitian non-kementerian di bawah koordinasi KRT,

bergerak di sektor penelitian. Pada umumnya yang disediakan oleh KRT dan

lembaga-lembaga penelitian non-kementerian adalah hasil-hasil penelitian baik

dalam bentuk makalah ilmiah, rancangan teknologikal (technological design),

maupun rancangan kesisteman (system design) sebagai hasil kajian-kajian sosial,

politikal atau ekonomik. Pertanyaan yang krusial di sini adalah: bagaimana

produk yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian non-kementerian

dibedakan dari produk yang dihasilkan oleh direktorat-direktorat di

kementerian teknikal?

Sebagai ilustrasi, kementerian industri, misalnya, memiliki kewenangan

untuk menyediakan alat-alat produksi untuk kepentingan publik. BPPT pun

memiliki kemampuan untuk meneliti, mengembangkan dan melakukan

rancang-bangun alat-alat produksi untuk kepentingan publik. Kedua produk ini

berbeda, atau seharusnya dibedakan. Produk yang disediakan oleh kementerian

industri adalah alat-alat produksi itu sendiri. Tetapi produk yang disediakan

oleh BPPT, pada intinya, adalah pengetahuan yang terkandung dalam rancang-

bangun. Dengan perkataan lain, KRT dan lembaga-lembaga penelitian di bawah

koordinasinya bekerja untuk mengembangkan pengetahuan di ranah publik.

Apakah penelitian di lembaga-lembaga penelitian non-kementerian dapat

dilakukan dengan cara atau orientasi yang sama dengan penelitian di perguruan

tinggi? Di perguruan tinggi, kegiatan penelitian terpaut dengan pengajaran dan

pendidikan. Perguruan tinggi, meski dapat melakukan penelitian dengan

Page 152: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

140 ke dalam inovasi

intensitas yang sangat tinggi, pada prinsipnya merupakan lembaga pendidikan

yang menghasilkan sarjana-sarjana. Lembaga penelitian non-kementerian tidak

bertugas menyelenggarakan pendidikan, tetapi menyelenggarakan penelitian

untuk merespons permasalahan publik. Dikarenakan adanya perbedaan

tugas/fungsi pokok ini, seharusnya terdapat perbedaan cara atau orientasi

penelitian di kedua lembaga tersebut.

Kualitas pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki para sarjana dapat

dijadikan salah satu tolok ukur bagi kinerja perguruan tinggi. Untuk lembaga-

lembaga penelitian non-kementerian, atas dasar apa tolok ukur kinerja tersebut

disusun? Bila KRT dan lembaga-lembaga penelitian di bawah koordinasinya

merupakan lembaga-lembaga yang merespons permasalahan publik, tolok ukur

seperti apa yang memadai sebagai panduan dalam pelaksanaan tugas tersebut?

Apakah jumlah dan kualitas publikasi ilmiah merupakan tolok ukur yang

memadai bagi lembaga penelitian non-kementerian?

Sebuah jawaban yang dapat ditawarkan di sini adalah bahwa keberhasilan

dari lembaga-lembaga penelitian dinilai atas dasar relevansi publik (public

relevance) dari hasil-hasil penelitian, selain, tentu saja, aspek keilmiahan dari

hasil-hasil penelitian tersebut. Suatu kegiatan penelitian dikatakan memiliki

relevansi publik bila, kegiatan tersebut terpaut erat dengan permasalahan publik

tertentu, dan hasil dari penelitian tersebut penting untuk menjawab

permasalahan publik tersebut. Jadi, relevansi publik dari kegiatan penelitian

dapat diukur berdasarkan ‗nilai tambah‘ yang ditimbulkan oleh penelitian

tersebut di ranah publik. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai tambah

ekonomik, nilai tambah politikal, nilai tambah sosial ataupun nilai tambah

lingkungan.

Bila pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan posisi penelitian di KRT dan

lembaga-lembaga penelitian non-kementerian tidak dijawab secara memadai,

menjadi sulit peranan lembaga-lembaga tersebut didefinisikan. Hal ini pada

gilirannya akan menimbulkan kesulitan bagi KRT untuk menjalankan fungsi

koordinasi. Lebih jauh mengenai posisi penelitian di lembaga-lembaga

penelitian non-kementerian, peranan lembaga-lembaga tersebut, dan fungsi

koordinasi KRT akan dibahas di Bab 7.

Page 153: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 141

4.5.3 Peranan Pelaku Swasta

Penuturan para pelaku swasta yang dipaparkan di bab ini menggambarkan

adanya konteks di mana hasil penelitian dibutuhkan. Hasil penelitian tersebut

dibutuhkan untuk melakukan diferensiasi atau pembedaan produk. Dalam

kasus perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, penelitian

dibutuhkan untuk melakukan adaptasi produk terhadap situasi dan keadaan

konsumer lokal. Pada dasarnya produk yang dipasok oleh perusahaan tersebut

diperoleh melalui impor. Untuk tujuan adaptasi tersebut, kerja sama dengan

perguruan tinggi domestik/lokal menjadi relevan. Dalam kasus perusahaan-

perusahaan yang bergerak di sektor pertahanan, kebutuhan akan hasil

penelitian tumbuh dikarenakan tidak tersedianya produk (secara bebas) di

pasar. Kebutuhan teknologi di lembaga pertahanan bersifat sangat khusus. Jadi,

kalau pun tersedia produk-produk yang relevan di pasar, produk-produk

tersebut belum tentu menjawab kebutuhan yang khusus tersebut. Situasi

demikian memunculkan kebutuhan akan penelitian dan pengembangan iptek.

Penuturan-penuturan para pelaku di bidang pertahanan tersebut juga

mengungkapkan pentingnya peranan perusahaan kecil/menengah. Perusahaan-

perusahaan tempat mereka bekerja merupakan perusahaan yang berskala

kecil/menengah, tetapi memiliki tenaga kerja dengan tingkat pengetahuan dan

kemampuan rancang-bangun yang tinggi. Perusahaan-perusahaan seperti ini

mampu menerjemahkan kebutuhan pengguna (dalam hal ini pihak Kementerian

Pertahanan) ke dalam rancangan-bangun teknologikal, dan pada saat yang sama

juga mampu menggali hasil-hasil penelitian dari perguruan tinggi. Dengan

perkataan lain, perusahaan kecil/menengah seperti ini berperanan sebagai

simpul bagi pengembangan relasi-relasi triple-helix yang melibatkan perguruan

tinggi, perusahaan dan Pemerintah (lihat pembahasan mengenai konsep triple-

helix di Bab 2). Peranan perusahaan swasta seperti ini tampaknya krusial dalam

perluasan ruang variasi-seleksi dan transformasi penelitian iptek (di perguruan

tinggi) ke dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan situasi yang dihadapi oleh

pengguna (yaitu lembaga pertahanan).[]

Page 154: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

142 ke dalam inovasi

Page 155: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 143

Bab 5

EKSPERIMEN DI

‗LABORATORIUM MASYARAKAT‘

5.1. Pendahuluan

Dalam model linier inovasi, sebagaimana didiskusikan di Bab 2, diasumsikan

bahwa transformasi penelitian ke dalam inovasi melibatkan langkah-langkah

untuk mengalirkan pengetahuan. Di hulu aliran terdapat penelitian dasar,

sementara di hilir aliran hasil penelitian tersebut digunakan atau diadopsi di

masyarakat. Upaya adopsi suatu hasil penelitian tentu saja tidak terjadi di

laboratorium, di kampus ataupun di lembaga penelitian. Adopsi hasil penelitian

berlangsung dalam situasi-situasi praktikal di masyarakat—di ‗laboratorium

masyarakat‘59.

Pembahasan di bab ini berfokus pada dua kasus upaya pemanfaatan hasil

penelitian iptek di masyarakat. Kedua kasus tersebut adalah: (i) upaya untuk

memberikan basis ilmiah bagi pengambilan keputusan hukum atas kasus

semburan Lumpur Panas di Jawa Timur (disebut Lumpur Lapindo oleh

sebagian kalangan, dan Lumpur Sidoarjo oleh sebagian yang lainnya); (ii) upaya

untuk membawa hasil penelitian dan pengembangan teknologi informasi dan

komunikasi (TIK) ke masyarakat perdesaan. Menggunakan istilah dalam Rogers

(2003), kedua kasus ini dapat dipandang sebagai upaya difusi iptek, yaitu difusi

fakta ilmiah (kasus yang pertama) dan difusi devais-devais TIK (kasus yang ke

dua).

59

Istilah „laboratorium masyarakat‟ ini digunakan oleh para peneliti yang penuturannya

dipaparkan di sub-bab 3.4. Penggunaan istilah ini menyarankan bahwa pemanfaatan

iptek di masyarakat melibatkan relasi-relasi yang kompleks dan ketidakpastian-

ketidakpastian, layaknya sebuah eksperimen di laboratorium.

Page 156: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

144 ke dalam inovasi

Tujuan pembahasan di sini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai

situasi di ‗hilir‘, tempat terjadinya difusi iptek, dengan memusatkan perhatian

pada: (i) interaksi antara para peneliti dan pelaku-pelaku non-peneliti yang

terlibat dalam difusi iptek; dan (ii) pola-pola relasi yang terjalin seiring dengan

inisiatif difusi iptek. Pembahasan dalam bab ini memanfaatkan, secara parsial,

bahan empirikal yang dihasilkan dalam kajian-kajian terdahulu yang dilaporkan

dalam Susanto (2008), Srimarga (2008) dan Rivai (2010).

5.2. Kontroversi Fakta Ilmiah dalam Sengketa Hukum

Salah satu arena dalam kehidupan bermasyarakat di mana peranan iptek

bersifat krusial adalah arena hukum, khususnya ketika terjadi sengketa. Dalam

sebuah lembaga penegak hukum, lazimnya terdapat laboratorium forensik yang

sarat dengan iptek. Di laboratorium forensik iptek merupakan alat yang sangat

penting bagi aparat penegak hukum untuk dapat mengungkapkan fakta hukum.

Tetapi ketika terjadi sengketa hukum, peranan iptek menjadi lebih penting

daripada sebatas alat. Fakta ilmiah (scientific fact) yang diungkapkan oleh

seorang peneliti menyediakan basis bagi rekonsiliasi pihak-pihak yang

bersengketa. Dalam situasi sengketa hukum, proses pengungkapan fakta ilmiah

(scientific fact) tidak hanya perlu bersifat ilmiah, tetapi juga perlu terpercaya

(credible) bagi pihak-pihak yang tengah bersengketa. Di sini, para peneliti yang

terlibat dalam pengungkapan fakta ilmiah harus dipastikan berada dalam posisi

yang independen (non-partisan).

Kerusakan lingkungan sering menjadi sumber timbulnya sengketa hukum,

terlebih lagi bila hal ini memiliki dampak sosial yang meluas. Ketika sengketa

terjadi berlarut-larut, menjadi sulit dicapai kesepakatan untuk menanggulangi

kerusakan lingkungan dan dampak sosialnya tersebut. Isu-isu yang mungkin

dipersengketakan adalah, misalnya: apakah memang telah terjadi kelingkungan

ataukah tidak; apakah dampak sosial yang timbul disebabkan oleh kerusakan

lingkungan semata ataukah disebabkan juga oleh faktor-faktor yang lain;

apakah penyebab kerusakan lingkungan tersebut; siapakah pihak yang

bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan lingkungan tersebut; siapakah

Page 157: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 145

pihak yang menanggung risiko dari kerusakan lingkungan tersebut. Iptek

dibutuhkan untuk menjawab semua isu ini.

Semburan lumpur panas di Jawa Timur yang terus meluas sejak

pertengahan tahun 200660 merupakan contoh dari masalah lingkungan yang

menimbulkan sengketa hukum yang berkepanjangan. Meski pihak kejaksaan

telah menempuh langkah-langkah untuk membuat keputusan hukum, masih

terjadi persengketaan antara sejumlah pihak berkenaan dengan sebab terjadinya

semburan lumpur panas61 tersebut, dan siapa pihak yang seharusnya

bertanggung jawab. Para peneliti, baik dari perguruan tinggi62 maupun lembaga

penelitian publik, telah terlibat untuk memberikan penjelasan ilmiah atas

terjadinya semburan lumpur panas tersebut. Sebagian dari para peneliti tersebut

bekerja atas dasar penugasan oleh Pemerintah, sebagian bekerja sebagai

konsultan ahli bagi pihak-pihak tertentu, dan sebagian yang lainnya bekerja

secara suka rela.

Hal yang menarik dalam kasus sengketa semburan lumpur panas ini adalah

bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut

menghasilkan bukan satu fakta ilmiah, melainkan beberapa fakta ilmiah yang

saling bertentangan. Berikut ini dipaparkan tiga dari fakta-fakta ilmiah yang

dihasilkan oleh para peneliti, dan hasil wawancara dengan para peneliti yang

mendukung masing-masing fakta ilmiah tersebut. Fakta ilmiah yang pertama

adalah fakta underground blowout di Sumur Banjarpanji-1—disingkat fakta

60

Menurut pemberitaan sejumlah surat kabar, semburan lumpur panas pertama kali

terjadi pada Senin, 29 Mei 2006, sekitar pukul 5.30 WIB, di lahan sawah seorang warga

desa Siring, Kecamatan Porong. Lokasi semburan tersebut berjarak sekitar 150 meter

barat daya dari lokasi rig pemboran Sumur Banjarpanji-1. Pada Rabu dan Kamis (1 dan 2

Juni 2006) muncul semburan kedua sekitar 150 meter timur laut dari titik semburan

pertama, dan semburan ketiga sekitar 300 meter timur laut dari titik semburan kedua.

Beberapa hari kemudian semburan yang pertama makin besar debitnya, dan mulai

menggenangi area persawahan dan permukiman di sekitarnya. 61

Sengketa yang terjadi menimbulkan penamaan yang berbeda terhadap lumpur panas

vulkanik tersebut. Sebagian kalangan menyebutnya lumpur Lapindo (Lula), sebagian

kalangan yang lainnya menyebutnya lumpur Sidoardjo (Lusi). 62

Dalam beberapa tahun belakangan, sejumlah peneliti dari perguruan-perguruan tinggi

di mancanegara telah turut berperan serta, meski kehadiran mereka juga tidak berhasil

mengakhiri sengketa.

Page 158: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

146 ke dalam inovasi

UGBO; yang ke dua fakta mud volcano yang disebabkan gempa (earthquake)

Yogyakarta—fakta MV-earthquake; dan yang ke tiga fakta mud volcano yang

disebabkan drilling—fakta MV-drilling. Pemaparan di sini tidak dimaksudkan

untuk memberikan penjelasan mengenai penyebab dari terjadinya lumpur

panas tersebut di atas. Fokus pemaparan di sini adalah pada perbedaan pola

variasi-seleksi63 yang dikembangkan para peneliti untuk menjelaskan penyebab

terjadinya semburan lumpur panas tersebut. Berkaitan dengan perbedaan fakta-

fakta ilmiah tersebut, sebagian kalangan peneliti menyebut lumpur panas yang

menyembur sejak akhir Mei 2006 di kecamatan Porong, Jawa Timur, sebagai

Lumpur Lapindo (Lula) dan sebagian kalangan yang lain menyebutnya sebagai

Lumpur Sidoarjo (Lusi). Dalam pembahasan berikut ini, akan digunakan istilah

Lumpur Panas (bisa disingkat Luna).

5.2.1 Fakta UGBO

Sebagaimana disebutkan di atas, sebagian kalangan peneliti membuat

pernyataan ilmiah (scientific statement) bahwa semburan lumpur panas di Jawa

Timur merupakan fenomena underground blowout64. Seorang peneliti yang

terlibat dalam pengungkapan fakta UGBO memberikan penuturan sebagai

berikut:

Mengapa saya tidak pertentangkan antara investigasi dengan hipotesa? Karena investigasi ini ada dasarnya dari fakta, dari hasil daily drilling report, yang kemudian kami kenal, atau diistilahkan seperti black box-nya itu. Sedangkan teman-teman kita yang lain yang berhipotesa, melihat kejadian itu sebagai

63

Pembahasan mengenai penelitian sebagai variasi-seleksi (kognitif) telah diberikan di

akhir Bab 3 buku ini. 64

Menurut pemaparan kelompok peneliti yang terkait, UGBO merupakan gejala

mengalirnya fluida dalam kuantitas yang tidak terkendalikan, dari suatu zona ke zona

lain yang memiliki permeabilitas dan porositas yang lebih tinggi. UGBO dapat terjadi

karena, antara lain, terbentuknya zona retak (fractured zone) di sekitar casing shoe dari

suatu instalasi pengeboran. UGBO dapat terjadi melalui: surface blowout (fluida sampai

ke permukaan tanah lewat lubang sumur); dan subsurface blowout (fluida sampai ke

permukaan tanah melalui rekahan-rekahan pada lapisan bumi di sekitar lubang sumur).

Page 159: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 147

sebuah similarities dengan kejadian di tempat lain. Jadi, oleh karena itu bagi saya ini bukan pertandingan antara dua ilmu. Yang satu adalah hipotesa, yang satu adalah fakta! … kalau ada sebuah pesawat jatuh, orang boleh berbicara karena angin, karena halilintar dan sebagainya, boleh saja. Tapi ketika diketemukan black box-nya mengatakan bahwa itu karena pilot, apakah itu tetap kita mau pertandingkan?65

Dalam penuturan ini, peneliti tersebut memberikan gambaran mengenai

cara-cara bagaimana ia melakukan penelitian. Selain ini, peneliti tersebut juga

menyampaikan kritik terhadap kelompok peneliti yang lain. Ungkapan ―…

investigasi ini ada dasarnya dari fakta, dari hasil daily drilling report…‖

memberikan gambaran mengenai prinsip yang dipegang oleh peneliti tersebut

bahwa penelitian didasarkan pada fakta. Daily drilling report merupakan

seperangkat instrumentasi yang digunakan peneliti tersebut sebagai sumber

fakta. Arti penting daily drilling report bagi peneliti tersebut ia ungkapkan

melalui pernyataan ― … seperti black box-nya…‖. Istilah black-box lazim

digunakan di bidang penerbangan. Ini merupakan seperangkat instrumentasi

yang dipasang di kokpit pesawat terbang, dan berfungsi merekam berbagai

kondisi terbang pesawat. Peneliti tersebut memperbandingkan posisi fakta

ilmiah yang ia usung terhadap posisi fakta ilmiah yang diusung kelompok

peneliti lain lewat ungkapan ―… teman-teman kita yang lain yang berhipotesa,

melihat kejadian itu sebagai sebuah similarities … bagi saya ini bukan

pertandingan antara dua ilmu. Yang satu adalah hipotesa, yang satu adalah

fakta! …‖.

Dengan memposisikan daily drilling report sebagai sumber fakta, peneliti ini

menyusun semacam rekonstruksi atas serangkaian peristiwa yang mendahului

terjadinya semburan lumpur vulkanik di sekitar Sumur Banjarpanji-1.

Rekonstruksi ini mengacu pada data daily drilling report yang terkait dengan

formasi tanah, kondisi pemboran, dan karakteristik bebatuan. Berdasarkan

rekonstruksi ini, ia berargumentasi bahwa semburan lumpur vulkanik

65

Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman presentasi di seminar “Diskusi Pakar

Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”, yang diselenggarakan

Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam di Hotel Bumi Karsa, Jakarta, tanggal 29

Januari 2008.

Page 160: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

148 ke dalam inovasi

disebabkan oleh terjadinya kick66 yang kemudian menimbulkan keretakan

batuan formasi di bawah casing shoe. Sebagai akibat lebih jauh, menurutnya,

fluida bertekanan tinggi menerobos ke atas dan keluar ke permukaan bumi.

Penuturan berikut ini memberikan gambaran mengenai argumentasi yang

disusun peneliti tersebut:

Nah, mari kita lihat. Selama tekanan di permukaan tidak naik melebihi 316. Apa itu 316? Maximum Allowable Surface Pressure atau maksimum tekanan di permukaan yang diperbolehkan … Kalau di kedalaman yang lain … tekanannya 330. Artinya, teman-teman di lapangan tidak boleh membuat atau meng-handle sumur ini apabila tekanan di permukaan melebihi tekanan ini.

Apa yang terjadi? Di dalam investigasi yang saya miliki ternyata tekanannya cukup tinggi. Ini saya peroleh dari polisi datanya! Kemudian data itu kita test, di sini adalah 620, di sini 1.054. Kalau saya gambarkan, saya hitungkan bahwa tadi tekanan yang diperbolehkan 316-330, ternyata kedalaman 3.584 di atas 330. Berarti apalagi 1.054, berarti bahwa rekahan terjadi! Apa tidak cukup sederhana kita melihat bahwa ini terjadi di lubang yang sedang dibor?! Sangat sederhana! 67

Mengenai fakta mud volcano yang diusung oleh kelompok-kelompok peneliti

yang lain, peneliti tersebut memberikan penyangkalan sebagai berikut:

… Tapi jika ini mud vulcano, itu sebuah ‗bisul‘ yang bertekanan tinggi, yang kalau ditusuk ia keluar, tidak akan pernah turun! Wong tekanannya masih tinggi. Akan keluar, tidak akan pernah

66

Masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur akibat tekanan fluida formasi lebih

besar dari pada tekanan lumpur pemboran yang disirkulasikan dalam lubang sumur (beda

tekanan hidrostatis). Untuk menangani kick, tekanan hidrostatis permukaan dan bawah

permukaan ini diseimbangkan, salah satunya dengan meningkatkan densitas lumpur

pemboran. 67

Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman pembicaraan peneliti yang terkait dalam

seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”,

yang diselenggarakan oleh Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam di Hotel Bumi

Karsa, Jakarta, pada tanggal 29 Januari 2008.

Page 161: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 149

turun! Data sekarang menunjukkan sudah turun beberapa meter di bagian tengahnya. Fakta apalagi yang harus kita cari?! 68

Peneliti pengusung fakta UGBO ini, pada awalnya dipercaya sebagai ketua tim

investigasi yang dinamai Tim Investigasi Independen Masalah Semburan

Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji-1. Tim tersebut dibentuk oleh

Kementerian ESDM, dan beranggotakan para ahli geologi, ahli geofisika, serta

ahli pemboran sejumlah perguruan tinggi. Setelah kurang lebih dua minggu tim

tersebut bekerja, tim tersebut sampai pada kesimpulan bahwa semburan lumpur

merupakan fenomena UGBO. Ketika Pemerintah Pusat mengeluarkan Keppres

No.13 Tahun 2006 tentang pembentukan sebuah tim nasional, peneliti tersebut

diperbantukan untuk mematikan semburan lumpur, bukan untuk melakukan

investigasi. Setelah sekitar enam bulan tergabung di tim nasional ini, peneliti

tersebut mengundurkan diri. Bersama pihak-pihak yang lain, peneliti tersebut

pada tahun 2007 menulis dan mempublikasi sebuah buku dengan judul

―Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur

Banjarpanji-1 Lapindo Brantas Inc.‖ Pada bulan Februari tahun 2008, bertempat

di Gedung Nusantara V DPR-MPR, peneliti tersebut bersama dengan sejumlah

peneliti lain, sejumlah LSM, dan sejumlah warga serta tokoh masyarakat yang

bermukim di sekitar lokasi semburan lumpur mendeklarasikan Gerakan

Menutup Lumpur Lapindo.

5.2.2 Fakta MV-earthquake

Kelompok peneliti yang mengusung fakta mud volcano akibat gempa bumi

adalah kelompok yang dalam penuturan peneliti terdahulu (pengusung UGBO)

disebut sebagai ―… teman-teman kita yang lain yang berhipotesa…‖. Kelompok

peneliti ini menelusuri hubungan antara peristiwa semburan lumpur vulkanik

dan gempa bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.

Seorang peneliti dari kelompok ini memberikan gambaran sebagai berikut:

68

Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman presentasi di seminar “Diskusi Pakar

Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”

Page 162: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

150 ke dalam inovasi

Memahami semburan lumpur Sidoarjo tidaklah lebih mudah seperti apa yang kita pikirkan. Karena kita berhadapan antara fakta dan teori. Selain itu juga, bahwa pendekatan ini harus bersifat multiperspektif. Namun, satu hal yang harus kita pahami adalah bahwa perspektif geologi adalah sebuah perspektif yang paling awal yang kita harus pahami. Jika pemahaman kita pada teori yang benar, akan membawa kita pada penanganan yang benar. Saya pernah terlibat dalam tim investigasi dari IAGI dari bulan Juni sampai September 2006. Karena itu data ini saya dapatkan ketika saya pernah di dalam tim.

Memahami fenomena yang berasal dari bawah permukaan bumi memang merupakan bagian dari pekerjaan geologis. Oleh karena itu semburan lumpur sidoarjo hanya dapat dipahami, setidaknya, oleh para ahli geologi…69

Dalam ungkapan ―… kita berhadapan antara fakta dan teori. …‖ peneliti ini

menempatkan kelompoknya dan kelompok pendukung fakta UGBO pada posisi

yang berhadapan. Peneliti tersebut menekankan peranan penting dari teori,

sementara kelompok pendukung fakta UGBO berpegang pada data, yaitu daily

drilling report. Ia menegaskan posisi kelompoknya lewat ungkapan ―…

pendekatan ini harus bersifat multiperspektif. … satu hal yang harus kita

pahami adalah bahwa perspektif geologi adalah sebuah perspektif yang paling

awal yang kita harus pahami … Memahami fenomena yang berasal dari bawah

permukaan bumi memang merupakan bagian dari pekerjaan geologis...‖. Ia

sendiri merupakan seorang ahli geologi yang memiliki hubungan dengan Ikatan

Ahli Geologi Indonesia (IAGI).

Jika peneliti yang mengusung fakta UGBO berpegang erat pada

instrumentasi yang berada di lokasi pemboran, peneliti yang mengusung fakta

MV-earthquake bersandar pada perspektif teoretikal, yakni perspektif keilmuan

geologi. Kelompok pendukung fakta MV-earthquake berargumen bahwa

semburan lumpur panas di Sidoarjo (Lusi), Lumpur Siring, atau Lumpur

69

Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman presentasi di seminar “Mencari Solusi

Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik, Sosial dan Ekonomi” (Seraton Hotel

Surabaya, 28/02/08)

Page 163: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 151

Porong, adalah fenomena mud volcano yang dipicu oleh gempa Yogyakarta

tanggal 27 Mei 2006. Kelompok ini merujuk pada kelurusan geografis antara

beberapa mud volcano yang sebelumnya sudah ada di Jawa Timur (yaitu di

Karang Anyar, Pulungan, Gunung Anyar, dan Bujel Tasik), dan semburan

lumpur panas ini dan sesar Watu Kosek, yang diyakini mengalami reaktivasi

oleh goncangan gempa Yogyakarta. Dari kelurusan geografis tersebut

ditafsirkan adanya rangkaian sebab-akibat yang menimbulkan semburan dalam

suatu sesar kawasan. Semburan ini keluar ke permukaan bumi dikarenakan

tekanan hidrostatik serta sesar-sesar kecil yang memotong sesar kawasan

tersebut.

Berikut ini penuturan seorang peneliti dari kelompok pengusung fakta MV-

earthquake:

Sesar regional di wilayah ini adalah strike-slip berarah Barat Daya-Timur Laut yang memotong sampai ujung barat Madura, dan ke selatan sampai ke Pegunungan selatan … Yang tengah terjadi di Sumur Banjarpanji adalah ekstrusi liquefied clay yang berasal dari Upper Kalibeng clay di kedalaman 4000-6000 feet, yang terlikuifikasi akibat clay tersebut mengalami sediment failures, kehilangan shear strength-nya, kehilangan bearing capacity-nya. Semburan terjadi karena liquefied clay ini punya tekanan hidrostatik dan pore pressure. Lapisan liquefied clay ini terpotong-potong sesar-sesar kecil yang sampai ke permukaan. Sesar-sesar ini adalah vents. Sekali menemukan vents maka akan terjadi release pressure agar terjadi equilibrium. Suatu liquefaction akan mengalami tiga macam failures : lateral spreads, flow failures, loss of bearing strength. Ini semua telah terjadi di Banjarpanji.

… Semua kasus liquefaction yang pernah dilaporkan terjadi dan pernah ditulis di paper-paper atau textbook adalah karena adanya sudden cyclic shocks/sudden cyclic loads. Gempa adalah penyebab utama. Penyebab lain bisa storm waves, rock slides, influx ground water yang tiba-tiba… saya percaya gempa Yogya mereaktivasi sesar-sesar di atas Prupuh di sekuen Mio-Pliosen sampai Plistosen…di Yogyakarta, dilaporkan juga di rekahan-rekahan baru yang merentang di jalan-jalan raya dan wilayah perumahan

Page 164: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

152 ke dalam inovasi

penduduk, terjadi ekstrusi lumpur. Liquefaction adalah gejala biasa suatu gempa…70.

Penuturan ini tentu saja tidak mudah untuk dicerna oleh mereka yang tidak

akrab dengan istilah-istilah teknis yang lazim digunakan dalam literatur di

bidang geologi. Penuturan tersebut tampaknya memang menggambarkan

sebuah perspektif teoretikal, yang menelusuri keterkaitan antara fenomena

gempa Yogyakarta, semburan lumpur di Jawa Timur, dan fenomena-fenomena

yang dilaporkan dalam literatur geologi.

5.2.3 Fakta MV-drilling

Kelompok peneliti yang ke tiga adalah yang mendukung fakta bahwa semburan

lumpur merupakan mud volcano yang dipicu oleh kegiatan pemboran. Kelompok

ini, seperti halnya kelompok pengusung fakta UGBO, menggunakan daily

drilling report. Tetapi mereka menggabungkan ini dengan kondisi geologi

kawasan, yaitu data sebaran mud volcano di Jawa Timur. Berdasarkan kedua

sumber data ini mereka mengkategorikan semburan lumpur panas di Jawa

Timur sebagai hot mud-spring atau mud-geyser. Penuturan peneliti berikut ini

memberikan gambaran mengenai argumentasi yang dipegang:

Banyak orang mengemukakan pendapat, tapi yang harus dipersoalkan itu apa mereka punya data atau tidak? ... Orang boleh saja berpendapat, tapi kalau tidak ada dasar datanya, bagaimana ya..? Kita bisa katakan itu hipotesa barang kali?

… Data sendiri itu apa? Data itu ada yang bisa kita amati sendiri, ada juga data berdasarkan pengamatan orang lain (kesaksian). Kalau kesaksian itu akan ditulis dalam laporan... bisa juga orang berdasarkan pengamatan sepintas, ke sana melihat, bisa dilihatnya seketika. Mungkin ada orang melihatnya beberapa kali ke sana. Sehingga bisa disimpulkan urutan-urutan kejadian yang disebut narasi. Kemudian bisa juga mengamati gejala di permukaan, tidak pernah melihat data di bawah permukaannya; merujuk kepada pekerjaan orang-orang lain mempunyai

70

Dikutip dari artikel peneliti terkait yang dimuat di situs www.WordPress.com

Page 165: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 153

kesimpulan dari gejala yang sama dengan asumsi. Harus dipertanyakan apakah asumsi itu benar?

Kita lihat fakta-fakta. Faktanya: pada tanggal 27 Mei 2006 pagi ada gempa; faktanya dari kesaksian BMG dengan pengukuran peralatan skala richternya adalah 6,3; terjadi semburan lumpur dengan jarak sekitar 270 km dari Yogya; di dekat semburan ada pengeboran Lapindo; diakui ada permasalahan-permasalahan pemboran di BP-1; data kondisi geologi berdasarkan kajian sebelumnya, seperti data Sumur Porong-1; data daily drilling report; data geologi permukaan71.

Penuturan ini menggambar adanya upaya melakukan rekonsiliasi antara

fakta UGBO dan fakta MV-earthquake. Dalam ungkapan ―… Orang boleh saja

berpendapat, tapi kalau tidak ada dasar datanya, … itu hipotesa barang kali? …

Data sendiri itu apa? Data itu ada yang bisa kita amati sendiri, ada juga data

berdasarkan pengamatan orang lain (kesaksian). … ‖ peneliti tersebut mengakui

peranan penting dari data, tetapi pada saat yang sama ia mencoba memberikan

definisi data yang lebih luas. Peneliti tersebut juga menyandingkan data dan

fakta, meski ia tidak menjelaskan apakah kedua hal ini sama atau berbeda.

Fakta-fakta yang ia sebutkan mencakup daily drilling report dan fakta-fakta

geologi kawasan—data lokal dan fakta kawasan. Dengan cara demikian, ia

menggabungkan argumentasi kelompok pendukung fakta UGBO dan kelompok

pendukung fakta MV-earthquake.

Berkenaan dengan fenomena mud volcano, peneliti tersebut memberikan

penuturan sebagai berikut:

Dalam ilmu geologi, mud volcano itu sangat jarang sekali dibahas. Tidak ada buku, text book, yang membahas secara khusus... Ahli-ahlinya sangat jarang sekali…Di pulau Key itu dihebohkan ada pulau yang muncul ke permukaan laut. Saya datangi, memang lumpur hitam dengan berbagai bongkah muncul ke permukaan laut. Tapi tidak sejenis Lumpur Sidoarjo. Ini menyemburkan air, panas, ada uap. Di situ lumpurnya saja keluar membentuk pulau, lama-lama pulaunya juga kena air, itu hilang. Ini

71

Transkrip rekaman wawancara dengan peneliti yang terkait.

Page 166: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

154 ke dalam inovasi

sebenarnya gunung api lumpur jenis yang disebabkan … mud extrusion.

Tetapi saya dalam buku saya … membahas di situ bahwa gunung api lumpur itu ada macam-macam…Paling tidak ada dua jenis… Jenis pertama adalah karena disebabkan kebocoran… suatu lapisan yang mengandung air atau gas, bahkan minyak. Itu bocor ke permukaan. Kalau bocor maka lapisan air, minyak bertekanan tinggi … keluar menyembur, dan sepanjang jalan, karena merupakan rekahan, mereka itu membawa dari samping lapisan batuan bahan-bahan dari dinding, dari sampingnya itu keluar. Jadi waktu ia keluar itu sudah bercampur dengan bahan-bahan padat atau solid. Maka itu disebut lumpur…Yang berbentuk kerucut ini yang disebut gunung api lumpur. Kalau dia itu lebih banyak airnya yang keluar dari pada zat padatnya, maka lereng…gunung lumpur itu sangat landai...jenis ini, disebabkan kebocoran reservoir secara alami, itu biasanya berada di kedalaman dangkal, kurang dari 1.000 meter. Tetapi di dalam kasus Lapindo Brantas itu, kelihatannya itu bukan dari lapisan dangkal, tapi dari lapisan dalam…Karena…banyak sekali…keluar uap. Artinya uap itu berasal dari air yang mendidih…

…Sedangkan kurang dari 6.000 kaki, maka temperaturnya juga sangat kurang dari…100 derajat… Laporan ilmiah geologi di mana pun di dunia bahwa temperatur dari kerak bumi itu makin ke bawah makin tinggi, yang disebut geothermal gradient. Tidak semua daerah mempunyai geothermal gradient sama… Nah,…kita mengetahui, daerah di mana terjadi sirkulasi yang hilang itu. Pada kedalaman pemboran itu temperaturnya sekitar 156 derajat. Jadi jelas kalau air itu datang dari sana, dia akan mendidih keluarnya, karena pada waktu 156 itu pada tekanan yang begitu tinggi, sekitar 7.000 psi, titik didih itu belum tercapai. Tetapi begitu lepas, maka menguaplah air menjadi uap. Maka…itu lebih saya sebutkan sebagai jenis mata air panas seperti di Ciater, tapi membawa lumpur…hot mud-spring; …jenis mud volcano, tapi jenis yang…permukaannnya paling landai.72

72

ibid; mud volcano juga disebutnya sebagai gunung api lumpur.

Page 167: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 155

Penuturan yang panjang ini menggambarkan suatu perspektif geologi. Tetapi

peneliti tersebut tampaknya bersikap hati-hati dalam mengkategorisasikan mud

volcano. Terjadinya mud volcano ini sendiri, menurut peneliti tersebut, terkait

dengan gejala hydrofracturing yang dipicu oleh aktivitas pemboran di Sumur

Banjarpanji-1. Ini digambarkan dalam penuturan sebagai berikut:

Kita lihat, BP-1 itu sudah masuk ke dalam suatu reservoir…bertekanan tinggi, ada lost dan kick. Itu biasa terjadi di formasi Kujung… Di Sumur Porong juga kejadian itu. Hanya saja di Porong itu antisipasi sudah sesuai sehingga casing sudah dipasang… Nah, bahwasanya di situ ada lapisan bertekanan tinggi, yang sering menghasilkan shale extrusion, itu betul! Betul sekali! Itu…diketahui…pada kedalaman antara 4000 sampai 6000 kaki. Itu ada! Kelihatan!..Apakah airnya juga dari overpressure shale itu? Gak bisa begitu!

Jadi airnya mungkin dari formasi Kujung di bawah, naik ke atas membawa lempung yang…dikasih warna coklat…, yang dikasih warna kuning…Itu air …yang membawa ke atas, mengerosi lempung-lempung yang ada di atasnya, dan itu terbukti semua, itu diakui sendiri… Dengan demikian sebetulnya … yang terjadi adalah kebocoran reservoir. Air membawah lumpur nyembur ke atas kemudian karena hydrofract dia memecahkan lapisan-lapisan yang ada di atasnya dan keluarlah apa yang disebut mud vulcano ini.

Rekan-rekan geologi kita … jarang yang mengetahui, mengkaji teori hydrofracturing, bahwa air bertekanan tinggi dari suatu reservoir, jika dia bocor ke permukaan, itu bisa meretakkan batuan. …dikalangan teknik pemboran itu biasa dilakukan; bahwa orang memasukkan air dengan memompa ini bisa meretakkan batuan.73

Meski sama-sama merujuk daily drilling report, argumentasi peneliti ini

berbeda dengan apa yang diajukan oleh peneliti pengusung fakta UGBO.

Peneliti UGBO berargumen bahwa semburan terjadi karena adanya kick yang

73

Dikutip dari transkrip rekaman presentasi oleh peneliti terkait di seminar “Mencari

Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik, Sosial dan Ekonomi”

Page 168: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

156 ke dalam inovasi

melebihi harga ambang batas tekanan, sehingga meretakkan batuan formasi di

lubang sumur yang tidak ber-casing, khususnya di bagian bawah casing shoe.

5.2.4 Implikasi Konflik Sosial dalam Difusi Iptek

Penuturan-penuturan para peneliti yang dikemukakan di bagian terdahulu

menggambarkan adanya perbedaan pola-pola variasi-seleksi. Peneliti

pengusung fakta UGBO dan peneliti pengusung fakta MV-earthquake berbeda

dalam hal pilihan akan perspektif teoretikal, metode penelitian, dan kriteria

untuk menetapkan kelayakan data. Terkait dengan perbedaan ini adalah

perbedaan dalam asosiasi-asosiasi keilmuan yang dirujuk, instrumen-instrumen

pengukuran yang digunakan, dan sumber-suber data yang diakses. Perbedaan-

perbedaan ini dirangkum dalam Tabel 5.1 berikut ini.

Dalam kasus ini, variasi-seleksi berkaitan dengan perkembangan relasi-

relasi dengan kelompok-kelompok non-peneliti. Perkembangan relasi ini

diilustrasikan di Gambar 5.1. Dalam gambar tersebut, kelompok A dan

kelompok B adalah dua kelompok (non-peneliti) yang bersengketa berkaitan

dengan fenomena semburan Lumpur Panas. Sengketa ini berkaitan dengan

kepentingan-kepentingan tertentu. Kelompok peneliti X dan kelompok peneliti

Y adalah dua kelompok peneliti yang mengusung fakta-fakta ilmiah yang saling

bertentangan. Diasumsikan di sini bahwa baik kelompok peneliti X dan

kelompok peneliti Y masing-masing berpegang pada norma netralitas iptek, dan

tidak berpihak pada kelompok non-peneliti yang mana pun. Akan tetapi, klaim

atau fakta ilmiah yang diusung kelompok peneliti X (Y) bersesuaian dengan

kepentingan kelompok A (B). Dalam situasi seperti ini, dapat berkembang relasi

antara kelompok peneliti X (Y) dan kelompok sosial A (B), meski relasi ini tidak

didasarkan pada sikap keberpihakan.

Situasi yang diperlihatkan dalam Gambar 5.1 mengilustrasikan

kemungkinan terdistorsinya norma netralitas iptek, meski hal ini bukan sesuatu

yang secara sadar diinginkan oleh para peneliti yang terkait. Dalam kasus

semburan Lumpur Panas, terdapat indikasi bahwa perluasan relasi seperti ini

terjadi. Fakta MV-earthquake bersesuaian dengan kepentingan kelompok yang

berpandangan bahwa semburan lumpur bukan dikarenakan faktor manusia,

Page 169: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 157

melainkan dikarenakan bencana alam (yakni Gempa Yogyakarta). Di sisi lain,

fakta UGBO bersesuaian dengan kelompok yang menuding adanya faktor

manusia. Dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi hasil penelitian, terlihat adanya

kerja sama antara kelompok peneliti tertentu dan kelompok non-peneliti

tertentu.

Tabel 5.1 Perbedaan Variasi-Seleksi antara Fakta UGBO, Fakta MV-earthquake

dan Fakta MV-drilling (Sumber: Susanto, 2008)

Fakta UGBO Fakta

MV-earthquake

Fakta

MV-drilling

Sumber Data (sumber relasi empirikal)

Daily drilling report Fakta geologi kawasan

Daily drilling report dan fakta geologi kawasan

Relasi-Relasi Teknikal

Kondisi pemboran Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report dan data uji laboratorium sumber air dan lumpur; tekanan hidrostatis, geoyhermal gradient, data uji laboratorium asal air dan lumpur)

Kondisi geologi kawasan dan sejarah mud volcano (kondisi geologi dalam dimensi ruang-waktu; sesar Watu Kosek, diapiric shale/ overpressure shale, sebaran mud volcano di sekitar Lusi, geology setting, run seismic, rambatan energi dan gelombang gempa)

Kondisi pemboran Sumur Banjarpanji-1 dan kondisi geologi kawasan (daily drilling report dan uji laboratorium sumber air dan lumpur; Gunung Penanggungan, Welirang dan Arjuno, dan sumber mata air panas di sekitarnya)

Relasi-Relasi Sosial

LSM, Perwakilan (non-formal) Masyarakat Lokal

IAGI, BPPT, LIPI, Aspermigas, Lapindo, TP2LS

Page 170: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

158 ke dalam inovasi

Relasi

Persengketaan

Relasi

Saling Menyangkal

Kelompok

Non-Peneliti B

Kelompok

Non-Peneliti A

Kelompok

Peneliti X

Kelompok

Peneliti Y

Relasi

Persengketaan

Relasi

Saling Menyangkal

Kelompok

Non-Peneliti B

Kelompok

Non-Peneliti A

Kelompok

Peneliti X

Kelompok

Peneliti Y

Keselarasan Klaim Ilmiah

dan Kepentingan

Keselarasan Klaim Ilmiah

dan Kepentingan

Gambar 5.1 Perkembangan Relasi-Relasi: (Atas) Relasi-Relasi di Fase Awal;

(Bawah) Terbentuknya Relasi Peneliti dan Non-Peneliti

Kesesuaian atau keselarasan antara kelompok peneliti dan kelompok

kepentingan terlihat pada penyelenggaraan seminar-seminar secara bersama,

dengan pendanaan oleh pihak-pihak non-peneliti74. Penyelenggaraan seminar-

74

Di antaranya adalah seminar di Hotel Bumi Karsa yang diselenggarakan Walhi, ICEL,

Jatam, YLBHI, dan Elsam; deklarasi Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo di

Gd. Nusantara V DPR-RI oleh Gempur Lapindo (aliansi LSM, tokoh masyarakat,

peneliti proponen UGBO, korban) untuk kelompok Peneliti A; International Workshop

Page 171: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 159

seminar seperti ini kental dengan nuansa ‗pertarungan fakta ilmiah‘, alih-alih

dialog untuk mencari kebenaran. Sering, dalam seminar-seminar seperti ini,

seorang peneliti menuding peneliti lain sebagai tidak berkompeten, alih-alih

menyimak dengan seksama pandangan-pandangan yang berbeda dari peneliti-

peneliti lain. Para peneliti pun tidak jarang menggunakan istilah yang, secara

tidak langsung, memperlihatkan keberpihakan seperti Lula (Lumpur Lapindo)

atau Lusi (Lumpur Sidoarjo).

Sebagaimana didiskusikan di Bab 3, variasi-seleksi (dalam suatu penelitian)

bermula ketika seorang peneliti menilai bahwa suatu teori/metode/model

sebagai tidak benar ataupun bermasalah, dan memutuskan bahwa sesuatu

teori/metode/model yang benar perlu ditemukan. Pencarian (searching) atas

teori/metode/model yang benar akan menghasilkan pilihan-pilihan. Kemudian,

berdasarkan prinsip validasi tertentu, peneliti tersebut menetapkan yang benar

di antara pilihan-pilihan yang ada. Dalam kasus semburan Lumpur Panas ini,

terlihat suatu pola variasi-seleksi yang khusus (lihat Gambar 5.1). Di sini, para

peneliti saling melakukan problematisasi (mutual problematization) satu terhadap

yang lain. Dengan perkataan lain yang lebih sederhana, para peneliti saling

menyangkal satu terhadap yang lain—relasi penyangkalan (negative relation).

Masing-masing kelompok peneliti mengusung fakta ilmiah tertentu,

mengukuhkan kebenaran fakta ini, sambil menyangkal fakta ilmiah yang

diklaim oleh kelompok yang lain. Ini terjadi antara kelompok pendukung fakta

UGBO dan kelompok pendukung fakta MV-earthquake. Peneliti pendukung fakta

UGBO bekerja dengan mengukuhkan fakta UGBO sambil menyangkal fakta

MV-earthquake. Sebaliknya, peneliti pendukung fakta MV-earthquake bekerja

dengan mengukuhkan fakta MV-earthquake sambil menyangkal fakta UGBO.

Sementara itu, peneliti pendukung fakta MV-drilling bekerja dengan melakukan

koreksi-koreksi pada fakta UGBO dan MV-earthquake sekaligus.

di Auditorium BPPT, diselenggarakan IAGI, LIPI, BPPT dan seminar oleh Aspermigas

untuk kelompok Peneliti B.

Page 172: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

160 ke dalam inovasi

Gambar 5.2 Sebuah Cara terbentuknya Kesesuaian antara Klaim Ilmiah dan

Kepentingan Sosial

Dalam situasi seperti ini, alih-alih merekonsiliasikan sengketa, para peneliti

dan fakta-fakta ilmiah menjadi bagian yang membuat persengketaan hukum

‗lebih keras‘. Apakah dalam kasus ini para peneliti menunjukkan keberpihakan

pada kelompok tertentu? Atau, apakah kasus ini menunjukkan bahwa iptek

terkontaminasi oleh politik? Penelusuran terhadap narasi dari masing-masing

peneliti tidak memperlihatkan adanya faktor politik di dalamnya. Masing-

masing peneliti bekerja secara profesional, sesuai dengan kaidah-kaidah yang

berlaku dalam komunitas ilmiah yang terkait. Jadi, kalaupun terjadi kesesuaian

antara fakta ilmiah dan kepentingan politik, kesesuaian ini bukan sesuatu yang

dirancang dari awal. Bagaimana penyesuaian (secara tidak disengaja) seperti ini

dapat terjadi diilustrasikan dalam Gambar 5.2.

Tampaknya, pelajaran yang dapat dipetik dari kasus Lumpur Panas ini

bukanlah bahwa apakah peneliti dan iptek itu bersifat netral atau berpihak.

Pelajaran yang penting adalah bahwa hasil penelitian itu dapat sesuai dengan

kepentingan politik tertentu, meski hal ini bukan sesuatu yang diinginkan oleh

peneliti. Kesesuaian ini dapat menimbulkan gejala penggabungan (augmentation)

jejaring-jejaring yang saling memperkuat, dan menghasilkan lintasan variasi-

seleksi yang tak-dapat-balik (irreversible). Dengan perkataan lain, meski seorang

peneliti tidak memiliki kepentingan, tetapi ia dapat menjadi bagian dari jejaring

yang begitu padat dan rapat sehingga peneliti tersebut tidak mungkin

Kelompok

KepentinganProblematisasi

Goal menyamping/

detour

Asosiasi Aksi

X

halangan konformitas

Peneliti

Goal 1

Goal 2

X

Pe

rge

sera

n

Page 173: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 161

mempertimbangkan hipotesis yang bertentangan dengan apa-apa yang diterima

dalam jejaring.

Sebagaimana didiskusikan di Bab 2 tentang metode ilmiah, logico-empirism

dapat dijalankan dengan menempuh prosedur positivisme atau

falsifikasionisme. Kedua prosedur ini memiliki keabsahan yang sama. Dalam

pola positivisme, pengujian lebih menekankan pengukuhan hipotesis. Tetapi

dalam falsifikasionisme, pengujian dilakukan justru dengan cara menyangkal

hipotesis. Dalam kasus semburan Lumpur Panas, para peneliti memperlihatkan

sikap positivistik. Argumentasi-argumentasi para peneliti cenderung berpola

positivistik. Para peneliti bekerja untuk mengukuhkan bahwa hipotesis yang ia

ajukan benar. Dalam pola falsifikasionistik, seorang peneliti bekerja untuk

menyangkal hipotesis yang ia ajukan. Ia akan menuturkan upaya-upaya untuk

menyangkal hipotesis yang ia ajukan sendiri, alih-alih menyangkal hipotesis

yang diajukan oleh peneliti lain.

5.3 Difusi TIK untuk Mengatasi Digital Divide

Pengembangan dan pemanfaatan TIK mengalami perubahan yang radikal

dalam beberapa dekade terakhir. Di masa Perang Dingin (era pasca-Perang

Dunia II), pengembangan TIK didominasi oleh kepentingan-kepentingan

pertahanan. Runtuhnya Tembok Berlin menandai pergeseran geopolitik dari

perang psikologis (di masa Perang Dingin) ke arah pertarungan industrial—

globalisasi persaingan industrial. Seiring dengan perubahan geopolotik tersebut,

pengembangan TIK berubah dari pola terpusat dan tertutup menjadi tersebar

dan terbuka. Pada pertengahan dekade1990-an, negara-negara anggota OECD

(Organization for Economic Cooperation and Development) bersepakat bahwa

pengembangan dan pemanfaatan TIK diintegrasikan ke dalam kebijakan-

kebijakan ekonomik. Pada satu dekade terakhir, berkembang pesat upaya-upaya

untuk memanfaatkan TIK guna menjawab permasalahan-permasalahan di

negara berkembang, di bawah skema Universal Service Obligation.

Salah satu rumusan masalah yang dihadapi negara berkembang adalah apa

yang dikenal dengan ‗kesenjangan digital‘ (digital divide). Secara sederhana,

kesenjangan digital ini dapat diartikan sebagai kesenjangan sosial-ekonomik

antara dua kelas atau kelompok sosial, yang disebabkan oleh kesenjangan dalam

Page 174: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

162 ke dalam inovasi

penguasaan TIK (McGregor, 1997; Storrgard, 1998). Bentuk penguasaan TIK

yang paling sederhana adalah ketersediaan akses ke TIK75 dan kemampuan

untuk memanfaatkan TIK. Kesenjangan digital ini dapat terjadi bukan saja

antara dua bangsa, melainkan juga antara masayarakat kota dan masyarakat

desa dalam sebuah negara. Berpijak pada rumusan masalah kesenjangan digital

tersebut, Bank Dunia dan badan-badan donor internasional lainnya

mengembangkan program-program bantuan yang dimaksudkan untuk

mengatasi kesenjangan digital di masyarakat perdesaan. Melalui hasil kajian

evaluatif terhadap program-program bantunan tersebut, Stoorgard (1998)

menyarankan pentingnya faktor-fakor sosial berikut ini untuk diperhitungkan:

(i) akses ke TIK harus dimaknai lebih luas, mencakup akses ke sumber

pengetahuan, sumber daya ekonomik, dan sumber daya sosial yang lainnya; (ii)

peran mediator dari organisasi yang berakar dalam masyarakat; (iii) partisipasi

yang luas dari masyarakat; (iv) visi dan kepemimpinan di masyarakat.

Di Indonesia, masyarakat perdesaan tinggal di wilayah-wilayah yang

tersebar dalam bentangan geografis yang sangat luas, dan antara satu wilayah

dan wilayah yang lain terpisah oleh jarak yang jauh. Di sisi lain, pada umumnya

infrastruktur (transportasi, listrik dan telekomunikasi) perdesaan relatif terbatas

ketersediaannya. Dalam situasi seperti ini, banyak masyarakat desa berada

dalam keadaan yang relatif terisolasi. Berikut ini dibahas tiga kasus inisiatif

pemanfaatan TIK untuk pembangunan masyarakat perdesaan. Dalam kasus

yang pertama, penginisiasi berasal dari perguruan tinggi (dalam hal ini, ITB).

Dalam kasus yang ke dua, inisiatif dirintis oleh seorang warga desa, yang

kemudian mendapatkan bantuan konsultatif dari sebuah LSM. Dalam kasus

yang ke tiga, inisiatif dirintis melalui kolaborasi antara seorang warga desa dan

seorang staf dari divisi pemberdayaan masyarakat, PT. Telkom. Pembahasan

ketiga kasus ini tidak dimaksudkan untuk tujuan penilaian komparatif. Masing-

masing kasus akan digali keunikannya sehingga didapatkan perbedaan-

75

Hingga saat ini masih terjadi perdebatan mengenai makna dari kesenjangan digital.

Sebagian kalangan menyatakan bahwa kesenjangan digital tidak sebatas akses pada

perangkat komputer dan saluran telekomunikasi, tetapi juga akses pada informasi dan

sumber daya lain seperti pendidikan, finansial, politik dan hukum.

Page 175: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 163

perbedaan, dan pemahaman yang lebih kaya mengenai pemanfaatan TIK di

perdesaan. Sebagian data yang dijadikan basis bagi pembahasan di sini berasal

dari kajian-kajian terdahulu yang dilaporkan dalam Srimarga (2009) dan Rivai

(2010).

5.3.1 Digital Learning di Desa Cinta Mekar

Projek Digital Learning digagas dan dirintis implementasinya oleh Pusat

Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi76 (PPTIK) ITB. Pendanaan

projek tersebut bersumberkan bantuan dari Microsoft dan dari ITB. Diyakini

oleh para penggagas projek tersebut bahwa penyebarluasan akses ke TIK

merupakan sebuah jawaban bagi masalah kesenjangan digital (digital gap) di

masyarakat. Melalui implementasi projek digital learning, diharapkan TIK dapat

berfungsi sebagai enabling factor77 bagi produktivitas ekonomik dan perbaikan

kehidupan sosial masyarakat desa. Sebagaimana dikutip dalam Srimarga (2009),

seorang peneliti PPTIK ITB menuturkan:

… Coba bayangkan kalau di desa itu ada pesawat telpon murah, malah kalau bisa gratis, ada beberapa unit komputer personal, kemudian kita beri pelatihan kepada mereka. Mereka pasti akan bisa menggunakan Internet, dan pasti mereka akan lebih mudah memasarkan hasil-hasil desanya ke kota, mereka bisa mengecek harga komoditi hasil panennya online. Dan di sekolah....anak-anak desa itu pasti akan bisa juga menggunakan Internet untuk mencari sumber-sumber pengetahuan baru.

Sebagai targeted beneficiary dari projek Digital Learning ditetapkan

masyarakat desa Cinta Mekar, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Salah

satu pertimbangan dalam penetapan ini adalah bahwa masyarakat Cinta Mekar

76

PPTIK ITB merupakan satu dari sejumlah pusat penelitian yang dibentuk oleh ITB

pada tahun 2002. PPTIK, seperti juga pusat-pusat penelitian yang lain, mengemban misi

yang ditetapkan ITB dan untuk menjalankan misi tersebut menerima dukungan

pendanaan dari ITB. 77

Dalam beberapa wawancara, pimpinan PPTIK ITB menyatakan keyakinannya bahwa

akses ke TIK akan memampukan (to enable) para pelaku ekonomi di desa memperluas

akses ke pasar di perkotaan.

Page 176: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

164 ke dalam inovasi

telah berhasil mengadopsi teknologi mikro-hidro untuk penyediaan listrik

lokal78. Keberhasilan ini menandakan adanya semacam keterbukaan masyarakat

desa tersebut untuk menerima dan mengadopsi teknologi yang relatif baru bagi

mereka. Tokoh setempat yang turut merintis dan mengawal implementasi

projek mikro-hidro tersebut merupakan seorang praktisi yang memiliki

hubungan dekat dengan sejumlah peneliti ITB. Perintis projek Digital Learning

berharap bahwa tokoh tersebut dapat berperan sebagai mediator antara PPTIK

ITB dan masyarakat desa Cinta Mekar.

Desa Cinta Mekar tidak memiliki jejaring telpon publik. Keadaan ini

dipandang oleh perintis projek Digital Learning sebagai sebuah need factor atas

TIK. Jadi, keterbatasan jejaring telekomunikasi merupakan kendala bagi warga

desa Cinta Mekar untuk berkomunikasi ke dunia luar, khususnya kendala bagi

upaya-upaya promosi dan perluasan pasar bagi produk-produk pertanian lokal.

Keterbatasan infrastruktur tersebut juga diduga sebagai penghambat

perkembangan di bidang pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan asumsi-

asumsi demikian, kelompok-kelompok sosial yang diduga berpotensi sebagai

beneficiary dari pojek ini adalah, antara lain, penyelenggara sekolah

dasar/menengah, pemerintah desa, koperasi, dan posyandu.

Kegiatan-kegiatan dari projek Digital Learning mencakup pemberian

(sebagai bantuan cuma-cuma) peralatan TIK, instalasi peralatan, dan pelatihan

pengoperasian peralatan TIK tersebut. Dalam hal ini, PPTIK ITB merupakan

pihak yang menyediakan peralatan dan materi pelatihan, sekaligus pelaksana

instalasi dan penyelenggara pelatihan. Rancangan dari peralatan TIK dan

konsep pelatihan tersebut telah ditetapkan di tahap awal perumusan projek

Digital Learning. Peralatan TIK yang diberikan mencakup: jejaring telepon lokal

(untuk komunikasi intra-lokal); menara pemancar lokal dan server (ditempatkan

di rumah salah seorang warga desa); sejumlah pesawat telpon genggam (untuk

rumah tangga); sejumlah perangkat keras komputer dan perangkat lunak

aplikasi (untuk beberapa lembaga formal desa); berbagai pelatihan teknis yang

terkait dengan pengoperasian peralatan keras dan lunak; pengembangan

78

Projek pengenalan dan instalasi mikro-hidro di desa Cinta Mekar melibatkan tokoh-

tokoh setempat, Kementerian ESDM dan sebuah perusahaan swasta. Pembangkit listrik

mikro-hidro mulai beroperasi pada tahun 2007.

Page 177: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 165

koneksi, melalui jejaring PLN, ke pembangkit listrik mikro-hidro yang telah

beroperasi di Cinta Mekar.

5.3.1.1 Pengembangan Relasi

Untuk mengenalkan gagasan Digital Learning ke masyarakat desa Cinta Mekar,

pihak perintis projek memulai dengan mengunjungi kediaman seorang tokoh

setempat. Dalam kunjungan tersebut disampaikan latar belakang gagasan dan

tujuan dari Digital Learning dan diminta kesediaan tokoh tersebut untuk

menjadi penghubung antara PPTIK ITB dan para warga desa. Tokoh tersebut

merupakan mantan Kepala Desa Cinta Mekar dan kemudian menjabat Ketua

Koperasi Unit Desa (KUD). Ia merupakan tokoh yang berhasil menjadi

perantara antara para warga desa dan pihak-pihak luar desa dalam

implementasi projek mikro-hidro.

Melalui perantara tokoh tersebut, diselenggarakan pertemuan-pertemuan

non-formal antara pelaksana projek Digital Learning dan para warga desa Cinta

Mekar. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dipaparkan latar belakang dan

tujuan dari Digital Learning, dan digambarkan fitur dan fungsi peralatan TIK

yang akan diberikan sebagai bantuan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa

upaya ini berhasil menstimulasi partisipasi warga desa. Khususnya,

berkembang ketertarikan warga desa terhadap peralatan tekepon. Tetapi mereka

kurang tertarik pada komputer, karena dianggap sulit pengoperasian dan

perawatannya.

Kesulitan yang terjadi adalah dalam penggalian kebutuhan warga desa

terhadap kandungan informasi. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kebutuhan

informasi yang berkaitan dengan layanan pendidikan dan kesehatan sering

tidak direspons oleh warga desa. Seorang warga desa, ketika ditanya alasannya

menerima bantuan, menjawab (Srimarga, 2009):

… rugi kalau menolak bantuan, namanya juga bantuan.

Ungkapkan ini menggambarkan bahwa meski partisipasi warga desa berhasil

distimulasi melalui perantaraan tokoh setempat, partisipasi itu di tingkat yang

rendah. Sosok tokoh setempat tersebut yang dikenal baik dan terpercaya

membuat warga desa bersedia untuk bepartisipasi dalam pertemuan-pertemuan

Page 178: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

166 ke dalam inovasi

non-formal. Meski demikian, interaksi-interaksi yang terjadi tidak berkembang

cukup jauh ke tahap penggalian kebutuhan-kebutuhan informasi. Bagi pihak

pelaksana projek Digital Learning, usulan-usulan kebutuhan informasi dari

warga desa akan dijadukan acuan dalam pengembangan kandungan (content)

sistem informasi. Ketika usulan-usulan tentang kebutuhan informasi tidak

kunjung terumuskan dalam pertemuan-pertemuan non-formal, implementasi

projek Digital Learning menjadi terhenti.

5.3.1.2 Penyesuaian-Penyesuaian

Menghadapi situasi demikian, pihak pelaksana projek Digital Learning menjalin

kemitraan dengan Program Magister Studi Pembangunan (PMSP) ITB, dan

membentuk tim khusus untuk melaksanakan semacam information need

assessment. Tim tersebut kemudian melaksanakan FGD dan wawancara berpola

etnografis dengan sejumlah warga desa Cinta Mekar, tokoh-tokoh setempat,

pejabat pemerintah desa, guru-guru, dan para pemuda. Pihak PMSP ITB

melakukan information need assessment dengan berpegang pada hipotesis bahwa

kebutuhan informasi masyarakat tidak terlepas dari keberadaan relasi-relasi

sosial yang aktual, khususnya relasi-relasi sosial yang berpola jejaring. Dengan

mengidentifikasi relasi-relasi sosial tersebut, diharapkan dapat dirumuskan fitur

dan fungsi TIK yang berpotensi memperluas relasi-relasi sosial tersebut.

Hasil kajian dari tim tersebut memperlihatkan bahwa pada umumnya

relasi-relasi sosial pada warga desa Cinta Mekar merupakan relasi-relasi yang

berwatak lokal. Jadi, pada umumnya warga desa melakukan komunikasi

dengan cara tatap-muka atau komunikasi langsung79 (unmediated communication).

Media informasi seperti papan tulis tidak dijumpai di tempat-tempat pertemuan

warga. Begitu juga sumber-sumber informasi seperti seperti surat kabar, leaflet,

buletin, dan lain-lain tidak dijumpai di tempat-tempat publik, kantor desa,

ataupun rumah-rumah penduduk. Media elektronik yang banyak dijumpai

adalah televisi dan radio, yang merupakan media komunikasi satu arah.

79

Lawan dari komunikasi langsung adalah komunikasi melalui media (mediated

communication). Komunikasi melalui telepon kabel, Internet dan surat adalah

komunikasi tidak langsung.

Page 179: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 167

Mendapatkan fakta ini, tim menyimpulkan bahwa tidak ada kebutuhan yang

aktual akan TIK. Hanya jika diupayakan perubahan-perubahan kepranataan

sosial pada desa Cinta Mekar, kebutuhan akan TIK akan berkembang. Tetapi

dalam kondisi sosial yang ada, kebutuhan itu memang tidak ada.

Dari hasil kajian tersebut, tim merekomendasikan kepada PPTIK ITB bahwa

lingkup dari beneficiary tidak dibatasi oleh wilayah administratif (dalam hal ini,

wiayah desa), tetapi berkonsentrasi pada sebuah sektor, yaitu sektor pendidikan

atau sektor kesehatan. Pertimbangannya adalah lebih tinggi intensitas

komunikasi dan lebih luas interaksi sosial di sektor-sektor tersebut, daripada

dalam desa Cinta Mekar. Rekomendasi ini berimplikasi bahwa peralatan TIK

yang ditawarkan harus dimodifikasi agar lebih sesuai dengan kebutuhan

informasi di sektor yang lebih spesifik (yakni sektor pendidikan atau sektor

kesehatan). mempertimbangkan rekomendasi tersebut, pihak PPTIK ITB

menyetujui memutuskan untuk memilih sektor pendidikan di kabupaten

Subang sebagai targeted beneficiary, dan kemudian menjalin kemitraan dengan

Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung untuk mengembangkan

substansi pendidikan dari projek Digital Learning.

Modifikasi dari projek Digital Learning direalisasikan dengan

penyelenggaraan kegiatan-kegiatan seperti, antara lain: penyediaan perangkat

keras dan perangkat lunak komputer (sistem operasi dan aplikasi) serta instalasi

jejaring Internet (secara terbatas) untuk keperluan guru dan siswa sekolah dasar

dan madrasah ibtidaiyah yang dipilih sebagai beneficiary; penyelenggaraan

pelatihan bagi guru-guru di sekolah dasar dan madrasah tersebut;

pengembangan bahan-bahan belajar-mengajar berbasis komputer; penyusunan

kurikulum e-learning; pendampingan bagi para guru untuk mengajarkan

komputer di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah; pemberian fasilitas pada

para guru di sekolah dasar dan madrasah untuk menggunakan Internet,

sementara koneksi ke Internet menggunakan pesawat telepon CDMA komersial,

bukan pesawat telepon khusus yang semula disediakan PPTIK ITB.

5.3.2 Radio-Internet Community di Desa Limbangan

Radio Community merupakan gagasan tentang pemanfaatan pesawat pemancar

(gelombang radio) untuk tujuan pembelajaran komunitas (community learning).

Page 180: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

168 ke dalam inovasi

Gagasan ini telah dikenal oleh sebagian masyarakat sejak dekade 1980-an,

sebelum teknologi Internet berkembang. Gagasan Radio Community tersebut

dipromosikan ke negara-negara berkembang melalui, antara lain, United Nations

Development Program (UNDP). Radio-Internet Community merupakan semacam

inovasi terhadap Radio Community, melalui penambahan Internet dan komputer

ke dalam Radio Community. Ini merupakan inovasi yang dirintis di kalangan

pemuda di desa Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

5.3.2.1 Inisiasi Gagasan

Di desa Limbangan dan masyarakat di sekitarnya, Radio Community telah

dikenal sejak tahun 2000-an. Di berbagai lokasi di Limbangan dan di sekitarnya

telah terdapat kelompok-kelompok sosial yang tergabung dalam suatu Radio

Community. Perintis gagasan Radio-Internet Community adalah seorang pemuda

setempat, yang di awal tahun 2000 membuka usaha penyewaan komputer yang

berlokasi di desa Limbangan. Pemuda tersebut, saat itu, baru saja menyelesaikan

pendidikan sarjana di bidang ekonomi dari sebuah perguruan tinggi negeri di

Jawa Tengah. Melalui usaha penyewaan komputer, pemuda tersebut

mengembangkan sebuah wadah bagi kaum muda desa untuk berinteraksi,

khususnya para aktivis sosial dan pemuda petani. Di lokasi penyewaan

komputer tersebut, kaum muda setempat sering berkumpul dan membicarakan

isu-isu sosial dan ekonomik desa. Secara berangsur-angsur, tanpa direncanakan

oleh siapa pun sebelumnya, usaha penyewaan komputer tersebut berkembang

menjadi forum kaum muda (sebagai sebuah lembaga non-formal). Agenda

kegiatan kolektif dan pembagian peran dibicarakan bersama, dan disepakati

melalui musyawarah. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan bersama kemudian

berkembang, mencakup pembelajaran komputer, pelestarian lingkungan, dan

pembelajaran keagamaan.

Pada pertengahan tahun 2002, di suatu kesempatan, terjadi pertemuan

antara para anggota forum kaum muda Limbangan tersebut dan LSM Pattiro80.

80

Pattiro (Pusat Telaah dan Informasi Regional) adalah sebuah non-governmental

organization (NGO) yang bergerak di bidang good governance dan pemberdayaan

Page 181: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 169

Pertemuan ini kemudian berkembang menjadi interaksi yang lebih mendalam,

dan dari sini terlontar gagasan untuk mengembangkan forum tersebut menjadi

lembaga formal, yang kemudian diberi nama Sekolah Rakyat (SR)81. Interaksi

lebih jauh antara SR dan Pattiro ini, pada gilirannya, menstimulasi

perkembangan gagasan-gagasan baru mengenai pemanfaatan TIK. Dengan

melibatkan perwakilan dari desa-desa di sekitar Limbangan, pihak SR

menginisiasi serangkaian pembahasan untuk mencari peluang-peluang untuk

pengembangan pemanfaatan TIK. Tidak sulit bagi SR untuk menstimulasi

partisipasi masyarakat di sekitar Limbangan, karena kegiatan-kegiatan SR

sebelumnya (sebelum menjadi lembaga formal) telah dikenal relatif luas di

masyarakat sekitar Limbangan. Dari serangkaian diskusi tersebut dihasilkan

kesepakatan tentang tiga objektif yang diprioritaskan, yaitu pengembangan

kapasitas kaum muda desa, pengembangan ekonomi lokal, dan perbaikan local

governance.

Melalui konsultasi dengan Pattiro, pihak SR memilih solusi teknologi yang

memadukan konsep Radio Community dan Internet. Pemilihan ini didasarkan

pada pertimbangan akan ketersediaan sarana/prasarana di Limbangan dan di

desa-desa sekitarnya. Pihak Pattiro memberikan bantuan sejumlah komputer

tambahan, perangkat lunak dan layanan akses ke Internet. Selain itu, pihak SR

juga berhasil memobilisasi sumber-sumber setempat untuk secara swadaya

membeli perangkat pemancar radio. Melalui partisipasi dari para perwakilan

desa-desa setempat, dan dengan menggunakan berbagai devais dan perangkat

teknologi tersebut, akhirnya SR berhasil membentuk sebuah Radio-Internet

Community. Komputer, jejaring telepon, telepon genggam dan lain-lain telah ada

dan digunakan oleh sebagian warga desa Limbangan dan desa-desa di

sekitarnya. Tetapi penggunaan berbagai devais tersebut hanya memberikan

manfaat yang terbatas. Melalui projek Radio-Internet Community digali manfaat-

manfaat baru dari penggunaan berbagai devais tersebut.

masyarakat. Pattiro berkedudukan di Jakarta dan memiliki kantor jejaring di 14 kota /

kabupaten di Indonesia, salah satunya adalah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. 81

Dalam akta notaris lembaga ini disebut sebagai Persyarikatan Sekolah Rakyat.

Page 182: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

170 ke dalam inovasi

5.3.2.2 Penyebarluasan Gagasan

Penyebarluasan gagasan mengenai pemanfaatan TIK melalui Radio-Internet

Community berlangsung secara inkremental dengan menggunakan kesempatan-

kesempatan non-formal, dan melalui ritual-ritual tradisional masyarakat desa.

Seorang perintis Radio-Internet Community menuturkan (Srimarga, 2009):

…diseminasi ini berhasil, bukan karena teknologi yang dibawa canggih, juga bukan karena sudah ada permintaan orang di sini. Tetapi karena proses dialog dengan masyarakatnya sangat bagus. Fasilitatornya bagus-bagus.

Dalam pertemuan-pertemuan non-formal, pihak SR meminta dukungan

dari para pejabat terkait baik di tingkat desa maupun kecamatan. Salah satu

bentuk dukungan yang dibutuhkan adalah perijinan. Pihak SR memberikan

jaminan bahwa keseluruhan kegiatan yang terkait dengan Radio-Internet

Community bersifat non-politis dan non-partisan.

Kegiatan Radio-Internet Community mencakup pengelolaan siaran radio dan

pengelolaan kegiatan-kegiatan sosial. Para pemuda mengelola kegiatan siaran

radio secara sukarela. Partisipasi dari berbagai pihak juga terus-menerus

dikembangkan. Misalnya, upaya untuk menjalin kerja sama dengan Puskesmas

Kecamatan Limbangan menghasilkan program penyuluhan kesehatan secara

interaktif. Program penyuluhan kesehatan tersebut diminati oleh warga desa

karena memungkinkan interaksi secara on-line dengan menggunakan kombinasi

antara teknologi radio dan telepon genggam. Melalui keberadaan Radio-Internet

Community, masyarakat setempat berhasil menghidupkan kembali upacara

tradisional yang telah lama mati, yaitu Tembang Ngisor Mbulan. Dalam upacara

yang digelar di setiap malam purnama ini, para warga desa melakukan dialog-

dialog sambil memeragakan kesenian tradisional. Upacara Tembang Ngisor

Mbulan menjadi hidup kembali ketika dipromosikan secara luas melalui Radio-

Internet Community. Secara berangsur-angsur, kontribusi warga desa terhadap

Radio-Internet Community makin meningkat, baik dalam bentuk dana operasional

siaran radio, pasokan berita lokal untuk bahan siaran, Compact Disk yang berisi

bahan pengajian, musik, naskah cerita dan sebagainya.

Page 183: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 171

Keberadaan Radio-Internet Community menstimulasi pembelajaran komputer

bagi para pemuda desa. Perangkat komputer dan Internet yang ada di stasiun

siaran, selain digunakan sarana penyiaran, juga digunakan sarana belajar bagi

para pemuda disana. Para pemuda yang bertugas sebagai pengelola siaran radio

sekaligus juga berperan sebagai instruktur komputer.Selain ini, Radio-Internet

Community juga memfasilitasi perluasan interaksi sosial di masyarakat

Limbangan. Misalnya, berkembang interaksi antara kelompok pemuda

Muhammadiyah dan kelompok pemuda Nadlha‘atul Ulama (NU) di desa

Limbangan yang sebelumnya, untuk kurun waktu yang cukup panjang, tidak

terjadi dialog.

Setelah kurang lebih empat tahun berjalan, pada tahun 2006 pihak SR

menyerahkan pengelolaan Radio-Internet Community ke kelompok pemuda di

desa lain, yaitu desa Taman Rejo. Upaya re-generasi ini, pada gilirannya, disertai

dengan adanya pergeseran-pergeseran. Khususnya, substansi program acara

siaran radio mengalami banyak pergeseran. Sebelumnya program siaran disukai

warga desa karena mengetengahkan dan mempertukarkan isu-isu sosial yang

relevan dengan kehidupan warga desa. Di bawah pengelolaan kelompok muda

yang baru, program siaran lebih banyak menyajikan materi hiburan, seperti

layaknya program siaran stasiun swasta. Program hiburan yang disiarkan juga

tidak jarang menimbulkan protes dari warga desa, karena dianggap substansi

yang disiarkan dianggap tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai tradisional

setempat. Khususnya protes datang dari para sesepuh desa Limbangan.

5.3.3 Kampung Digital di Sampali

Pada tahun 2008, PT. Telkom mencanangkan sebuah program yang dinamakan

Sumatera Pulau Digital. Program tersebut bertujuan untuk membangun

komunikasi antara satu komunitas dengan komunitas lainnya di Sumatera,

khususnya di wilayah-wilayah perdesaan. Kampung Digital merupakan salah

satu bagian dari program tersebut. Kampung Digital merupakan gagasan

tentang kampung yang memiliki sarana TIK yang relatif mutakhir seperti

broadband Internet access dan blogsite. Dengan adanya sarana demikian,

diharapkan masyarakat perdesaan dapat menggunakan komputer, Internet dan

berbagai sarana TIK lainnya untuk pengembangan usaha. Kampung Digital

Page 184: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

172 ke dalam inovasi

Sampali (KD Sampali) adalah satu dari tujuh Kampung Digital yang

pengembangannya difasilitasi oleh PT. Telkom.

5.3.3.1 Tahap Inisiasi

Inisiasi KD Sampali bukan berasal dari PT. Telkom, melainkan dari kelompok

pemuda lokal yang tergabung dalam Pusat Kegiatan Belajar Mandiri Generasi

Amanah (PKBM GA). PKBM GA dirintis dan dibentuk pada tahun 2006 oleh

seorang warga setempat, yang juga seorang dosen di sebuah lembaga

pendidikan komputer di kota Medan. Kegiatan utama PKBM GA adalah

penyediaan layanan pendidikan usia dini (PAUD) dan pelatihan Internet

dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat Sampali. Seiring dengan

meningkatnya minat warga terhadap layanan PKBM GA, kelompok perintis

lembaga tersebut menggalang dukungan dari berbagai kalangan mulai dari

kaum muda, tokoh masyarakat, pemuka agama, aktivis politik, ibu-ibu PKK dan

lain sebagainya. Ketika lingkup kegiatan makin meluas, para pengelola PKBM

GA mengajukan proposal ke sejumlah donatur dan perusahaan, termasuk ke PT.

Telkom Divisi Regional I, Sumatera. Tetapi proposal tersebut tidak begitu saja

bisa meyakinkan pihak PT. Telkom. Mengenai tanggapan PT. Telkom terhadap

proposal tersebut, seorang perintis PKBM GA menuturkan sebagai berikut:

Permintaan kami untuk membangun kampung digital tidak langsung disetujui. ‖Lho Pak, itu enggak sembarangan, ada syaratnya‖, kata orang Telkomnya. Pertama harus ada sekelompok anak muda yang tahu mengenai ICT. Kedua masyarakatnya aktif membangun desa. Dan yang ketiga itu ... ada potensi desa yang bisa ditonjolkan atau dikembangkan. Jadi kami minta, tapi tidak di kasih. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)

Berkaitan dengan persyaratan tersebut, seorang Community Development

Officer (CDO) dari PT. Telkom memberikan penjelasan sebagai berikut:

Kelembagaan masyarakat itu yang akan memberikan garansi sustainability di sini. Jadi kelembagaan masyarakat itu yang

Page 185: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 173

mana yang dominan, itulah yang kita pertama kali harus bermitra di situ. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)

CDO PT. Telkom tersebut juga menyampaikan bahwa penetapan persyaratan

tersebut didasarkan pada kesimpulan-kesimpulan yang ia ambil dari

pengalaman pelaksanaan program Kampung Digital yang terdahulu. Salah satu

kesimpulan yang ia ambil adalah bahwa pengembangan kelembagaan

merupakan faktor yang penting bagi keberlanjutan program Kampung Digital.

Untuk memenuhi persyaratan yang diminta pihak PT. Telkom, pihak PKBM

GA memperluas kegiatannya, antara lain dengan mengembangkan blog dengan

alamat http://desasampali.blog.com. Blog ini memuat berita-berita tentang Sampali,

dan terus menerus dimutahirkan kandungan beritanya. Pihak PKBM GA

kemudian kembali menemui pihak PT. Telkom dan merperlihatkan apa-apa

yang telah mereka kembangkan. Melihat kesungguhan PKBM GA, pihak PT.

Telkom memutuskan untuk menyetujui proposal yang diajukan, dan

memberikan bantuan secara bertahap. Di tahap pertama, bantuan itu dalam

bentuk satu buah unit komputer dan layanan Internet gratis selama tiga bulan.

Bantuan dari PT. Telkom tersebut oleh pihak PKBM GA kemudian

diintegrasikan ke dalam sarana TIK yang telah mereka miliki untuk

pengembangan layanan-layanan. Melalui bantuan tersebut, PKBM GA

meningkatkan intensitas kegiatan pengenalan komputer dan Internet pada

masyarakat Sampali. Pelatihan komputer dan Internet ini juga diberikan pada

ibu-ibu pengelola PKK dan para pengurus DKM. Untuk pengembangan aspek

kandungan informasi, PT. Telkom memberikan pelatihan jurnalistik bagi kaum

muda, yang diselenggarakan di Speedy Learning Center milik PT. Telkom. Para

peserta diajarkan cara menulis berita, pengambilan foto, dan penulisan berita

secara on-line. Pada akhir pelatihan setiap peserta diberi kartu pers, sehingga

dapat melakukan pekerjaan jurnalistik.

Pada tahap berikutnya, PT. Telkom, melalui divisi Community Development

Center, meminta PKBM GA untuk membuat pemetaan potensi ekonomik

masyarakat Sampali. Seorang CDO PT. Telkom menuturkan sebagai berikut:

Kebutuhan tentang lingkungan itu juga didefinisikan oleh masyarakat sendiri. Namun ada evaluasi juga dari kita. Tidak serta merta apa yang mereka kemukakan lalu diterima dan

Page 186: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

174 ke dalam inovasi

diterapkan begitu saja. ... Karena, kalau proposal mereka minta kambing lalu kita kasih kambing, belum tentu sesuai. Jangan-jangan tujuannya bukan kambing, tapi sapi misalnya. Itu kan harus kita diskusikan, sehingga kita tahu motifnya itu apa. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)

Dalam penuturan ini, CDO PT. Telkom tersebut menyatakan isu-isu yang ia

negosiasikan dengan pihak PKBM GA. Penuturan tersebut juga

menggambarkan bahwa dalam pemberian fasilitas, PT. Telkom menempuh

pendekatan interaktif melalui dialog dan negosiasi. Dengan cara demikian,

kebutuhan-kebutuhan akan TIK dirumuskan dan solusi dicari. Dalam

penyediaan perangkat TIK untuk Kampung Digital Sampali, PT. Telkom

melibatkan sejumlah perusahaan rekanannya untuk melakukan survei,

rancangan konfigurasi jejaring, penempatan menara, serta instalasi radio hot spot

dan radio point to point. Di semua kegiatan ini pihak PKBM GA dilibatkan.

5.3.3.2 Perluasan Relasi-Relasi

Untuk mencakup keseluruhan warga desa Sampali, dibangun tiga buah Pusat

Informasi Masyarakat (PIM). Pemilihan lokasi PIM didasarkan pada beberapa

pertimbangan, di antaranya, intensitas kegiatan sosial dan kegiatan ekonomik

yang telah ada. Biaya operasional PIM sepenuhnya ditanggung para pengelola

PIM itu sendiri, sedangkan biaya berlangganan jejaring dan pemeliharaan

peralatan menjadi tanggung jawab Pengurus KD Sampali (yakni pihak PKBM

GA). Untuk pemeliharaan teknikal, PT. Telkom memberikan pelatihan perakitan

dan trouble shooting perangkat keras dan jejaring pada para pengelola dan

beberapa pemuda desa. Dengan pelatihan ini diinginkan bahwa pemeliharaan

rutin dan perbaikan kerusakan ringan dapat ditangani langsung oleh para

pengelola PIM.

Salah satu PIM berlokasi di dusun Pondok Rawa, dengan kurang lebih 200

kepala keluarga. Letak dusun Pondok Rawa ini relatif terpencil. Pekerjaan

sehari-hari warga dusun setempat adalah sebagai tukang bangunan, tenaga

pendidik/guru, petani sayur-sayuran, atau buruh perkebunan. Hampir semua

keluarga di dusun Pondok Rawa beternak lembu atau kambing. Lokasi Pondok

Rawa dikelilingi oleh padang rumput, sehingga ternak dengan mudah dapat

Page 187: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 175

diberi makan. PIM di Pondok Rawa dikelola oleh seorang pemuda tamatan

STM. Ia sendiri memiliki usaha non-formal di bidang percetakan foto dan

undangan. PIM Pondok Rawa pada awalnya dimanfaatkan oleh para pelajar dan

guru-guru. Pihak PT. Telkom melihat bahwa peternakan kambing dan sapi

merupakan potensi bagi pengembangan kegiatan ekonomik. PT. Telkom

kemudian memfasilitasi pengembangan koperasi. Dengan memanfaatkan

website, koperasi tersebut kemudian mempromosikan produk-produk

peternakan warga setempat. Upaya ini menghasilkan peningkatan penjualan

produk peternakan.

Melihat keberhasilan ini, timbul gagasan dari warga setempat untuk

membuat pupuk organik cair dari kotoran hewan. Ide ini datang dari seorang

peternak setempat yang sering bepergian ke Brastagi untuk menjual kotoran

ternak. Kotoran ternak dari dusun Pondok Rawa di beli oleh para pemilik kebun

di Brastagi. Ketika mengetahui bahwa kotoran ternak bisa dijadikan pupuk, para

peternak dusun Pondok Rawa tersebut mulai mencoba sendiri pembuatan

pupuk, sambil menggali informasi dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia

di PIM Pondok Rawa. Kegiatan ini kemudian berkembang menjadi Kelompok

Usaha Pembuatan Pupuk Organik ASB (Agro Sampali Bangkit).

Perluasan kegiatan juga terjadi pada PIM Balai Desa. PIM ini berlokasi di

kantor Balai Desa Sampali. Pengelola PIM Balai Desa ini juga merupakan

anggota PKBM GA. Salah seorang pengelola PIM Balai Desa merupakan

mahasiswa IAIN Sumatera Utara, yang aktif dalam Forum Remaja Islam di

Sampali. Pada awalnya, PIM Balai Desa lebih banyak dimanfaatkan oleh anak-

anak sekolah terutama anak-anak SMA, dan ibu-ibu PKK. Ibu-ibu

memanfaatkan PIM untuk mencari resep masakan atau hal-hal lain yang relevan

dengan kegiatan sehari-hari. Ketua Tim Penggerak PKK Desa Sampali turut

mempromosikan PIM Balai Desa pada ibu-ibu PKK.

Meski berada di pusat pemerintahan desa, PIM Balai Desa belum

termanfaatkan untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan. Pihak Kepala

Desa justru kurang mendukung pemanfaatan PIM tersebut. Salah seorang

pengelola PIM Balai Desa menuturkan sebagai berikut:

Kepala desanya tidak suka Internet ada di situ. Tidak ada manfaat, katanya. Kan waktu itu dibangunnya ... mereka yang

Page 188: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

176 ke dalam inovasi

tidak suka. Hanya tidak berani terus terang. Beraninya di belakang. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)

Penuturan ini menggambarkan adanya konstroversi yang mengiringi

pengembangan PIM Balai Desa. Di tahap awal pengembangan KD Sampali,

Sekretaris Desa saat itu menjabat sebagai care taker Kepala Desa. Ia ikut terlibat

dalam pendirian KD Sampali dan berbagai kegiatan pembangunan di desanya.

Ia bahkan mengembangkan blog tersendiri untuk mempromosikan cita-citanya

mengenai pembangunan Sampali. Tetapi pemimpin desa yang baru memiliki

pandangan yang berbeda mengenai keberadaan TIK, khususnya mengenai PIM

di Kantor Balai Desa.

5.3.3.3 Keberlanjutan

Sebagian besar partisipan dalam Kampung Digital adalah kaum pelajar dan

pemuda. Kehadiran komputer dan Internet memberikan kesempatan pada

mereka untuk mendapatkan bahan-bahan pelajaran, ilmu pengetahuan,

keterampilan ataupun sarana hiburan. Masyarakat umum seperti petani,

pedagang, pegawai dan sebagainya jarang mengakses komputer dan Internet,

kecuali pada saat kelas pelatihan diselenggarakan. Pemanfaatan TIK sebagai

penggerak kegiatan ekonomik, sebagaimana yang diharapkan oleh PT. Telkom,

telah memberikan hasil meski relatif terbatas. Usaha yang berkembang melalui

pemanfaatan PIM adalah peternakan, pengembangan Koperasi Sampali Digital,

dan pembuatan pupuk organik oleh Kelompok Usaha Agro Sampali Bangkit.

PKBM GA memainkan peranan krusial dalam perkembangan Kampung

Digital Sampali. Secara sukarela, lembaga ini telah berupaya mengenalkan TIK

pada masyarakat sebelum mereka bertemu dengan PT. Telkom. Meski bantuan

teknikal dan keahlian dari PT. Telkom memiliki kontribusi yang sangat berarti,

mobilitas dan kredibilitas para anggota PKBM GA merupakan faktor katalis

dalam penyebarluasan pemanfaatan TIK di masyarakat Sampali.

Page 189: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 177

5.3.4 Karakteristik Difusi TIK

Ketiga kasus yang dibahas terdahulu dapat dikategorikan sebagai kasus difusi

TIK82. Projek Digital Learning, projek Radio-Internet Community dan projek

Kampung Digital masing-masing mengandung gagasan baru yang, oleh

penginisiasi gagasan tersebut, disebarluaskan ke masyarakat untuk menjawab

masalah. Dari ketiga kasus difusi TIK yang dibahas di sini, hanya kasus Digital

Learning yang melibatkan hasil penelitian dari perguruan tinggi. Pada kedua

kasus yang lainnya, difusi TIK melibatkan pemasok non-peneliti. Berikut ini

didiskusikan pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan ketiga kasus difusi

TIK tersebut.

5.3.4.1 Ketersediaan Pilihan dan Negosiasi Kebutuhan

Pada kasus Digital Learning, pilihan TIK telah ditetapkan (pre-selected)

sebelum projek diimplementasikan. Pilihan TIK tersebut merupakan sebagian

saja dari keseluruhan hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan di lingkungan

PPTIK ITB. Banyak dari hasil-hasil tersebut merupakan penelitian maju

(advanced research) yang dipublikasikan di tingkat internasional. Para peneliti di

lingkungan PPTIK ITB juga memiliki relasi-relasi dengan para peneliti di luar

negeri seperti di Jepang dan Amerika Serikat. Kelebihan yang dimiliki oleh

PPTIK ITB adalah tingkat produktivitas yang tinggi dalam penelitian yang

bertaraf internasional, dan relasi-relasi dengan para peneliti di luar negeri.

Tetapi, dalam konteks penyelenggaraan projek Digital Learning, kelebihan ini

justru menjadi faktor pembatas. Tidak banyak dari hasil-hasil penelitian yang

dapat ditawarkan melalui projek Digital Learning, karena sebagian besar hasil-

hasil penelitian tersebut berorientasi pada penelitian maju yang disesuaikan

dengan kecenderungan di forum ilmiah internasional. Dalam kasus Radio-

Internet Community, pilihan-pilihan TIK juga relatif terbatas karena baik

82

Ketiga kasus ini dapat dikategorikan sebagai difusi iptek/inovasi sesuai dengan definisi

yang diberikan oleh Rogers (2003).

Page 190: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

178 ke dalam inovasi

penginisiasi projek maupun LSM Pattiro bukan merupakan pemasok iptek.

Tetapi dalam kasus ini penginisiasi projek memanfaatkan iptek yang telah ada

dan digunakan di masyarakat Limbangan.

Pembahasan ketiga kasus difusi TIK tersebut memperlihatkan pentingnya

ketersediaan pilihan-pilihan TIK. Argumennya sederhana. Kebutuhan akan TIK

bukan sesuatu yang sudah diketahui secara pasti di awal proses difusi TIK.

Kebutuhan akan TIK mulai dipahami ketika berbagai pihak yang berpartisipasi

dalam proses difusi, terlibat dalam interaksi dan negosiasi. Melalui interaksi dan

negosiasi tersebut, disepakati kebutuhan TIK yang akan dijawab melalui

pasokan TIK yang disediakan oleh penginisiasi difusi. Jadi, kebutuhan TIK

merupakan hasil kesepakatan, bukan sesuatu yang sudah dipahami sejak awal.

Peluang tercapainya kesepakatan tersebut bergantung pada ketersediaan

pilihan-pilihan TIK. Jika tidak ada pilihan, tidak ada hal-hal yang dapat

dinegosiasikan. Dalam situasi seperti ini, hanya ada dua kemungkinan: terima

pilihan yang ditawarkan, atau tolak.

Dalam kasus Digital Learning di Cinta Mekar, pihak PPTIK ITB mengalami

kesulitan untuk bernegosiasi dikarenakan keterbatasan pilihan TIK yang dapat

mereka tawarkan. Meski di lingkungan PPTIK ITB terdapat banyak hasil

penelitian, sebagian besar dari penelitian ini merupakan penelitian bertaraf

internasional, yaitu penelitian dengan topik-topik yang disesuaikan dengan

kecenderungan di forum ilmiah internasional. Dalam kasus Kampung Digital di

Sampali, pihak PT. Telkom memiliki pilihan-pilihan peralatan TIK dan program-

program pelatihan yang terakumulasi melalui pengalaman mereka. Dengan

adanya pilihan-pilihan ini, PT. Telkom relatif leluasa untuk bernegosiasi dengan

pihak-pihak di Sampali berkenaan dengan kebutuhan TIK yang akan dipenuhi

oleh PT. Telkom. Dalam kasus Radio-Internet Community, penginisiasi projek

berpijak pada peralatan TIK dan praktis yang sudah dikenal masyarakat, yaitu

praktis Radio Community. Ia pun terlibat dalam mengelola dan membina Radio

Community di Limbangan. Dalam situasi demikian, kebutuhan TIK relatif sudah

dipahami. Yang ia lakukan adalah menstimulasi kebutuhan-kebutuhan baru,

dengan berpijak pada kebutuhan yang sudah ada. Dalam kasus ini, keterbatasan

pilihan TIK bukan merupakan hambatan bagi difusi, karena kebutuhan akan

TIK relatif sudah dipahami dan disepakati.

Page 191: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 179

Jadi, sebuah pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan ketiga kasus

difusi TIK terdahulu adalah bahwa kesesuaian antara pilihan TIK dan

kebutuhan akan TIK merupakan faktor yang menentukan keberhasilan difusi

TIK. Kebutuhan akan TIK bukan merupakan sesuatu yang telah dipahami

semua pihak di awal difusi. Alih-alih demikian, kebutuhan tersebut dipelajari

oleh berbagai pihak melalui interaksi di antara mereka. Pada akhirnya,

kebutuhan mana yang ditetapkan untuk dijawab, bergantung pada proses

negosiasi dan kesepakatan. Ruang negoiasi akan terbuka lebar bila cukup

tersedia pilihan-pilihan TIK. Sebaliknya, bila terbatas pilihan-pilihan TIK yang

tersedia, terbatas juga ruang negosiasi tersebut.

5.3.4.2 Keselarasan Jejaring Teknikal dan Jejaring Sosial

Kasus-kasus difusi TIK yang dibahas di atas juga memperlihatkan karakteristik

yang spesifik dari pemanfaatan TIK. Dalam inisiasi Digital Learning di Cinta

Mekar, dapat dikatakan bahwa tidak ada kebutuhan akan TIK. Hal ini berkaitan

dengan relasi-relasi sosial warga Cinta Mekar yang relatif bersifat lokal. Dalam

kasus Radio-Internet Community di Limbangan dan Kampung Digital di Sampali,

dapat dikatakan bahwa para pemuda dan pelajar berperanan sebagai

pengadopsi awal (early adopter). Mereka ini adalah individu-individu yang

memiliki relasi sosial yang luas (non-lokal), baik dalam bentuk kegiatan sosial

maupun kegiatan belajar. Tentu saja tidak semua pemuda dan pelajar yang

berperanan sebagai pengadopsi awal.

Para peternak di Sampali telah menginisiasi perdagangan keluar wilayah

lokal sebelum projek Kampung Digital dikenalkan pada mereka. Pengenalan

peralatan TIK di PIM berhasil menstimulasi timbulnya kebutuhan baru, yaitu

kebutuhan untuk meproduksi dan memasarkan pupuk organik dengan

memanfaatkan TIK yang tersedia di PIM. Sebaliknya, kegiatan para petani di

Cinta Mekar relatif bersifat lokal. Pengenalan TIK pada mereka tidak berhasil

menstimulasi kebutuhan-kebutuhan yang baru. Di Sampali, TIK diadopsi juga

kemudian oleh ibu-ibu pengelola PKK. Mereka ini dapat dipandang sebagai

kalangan ibu-ibu yang aktif dalam kegiatan sosial.

Jadi, ketiga kasus difusi TIK yang dibahas di atas memperlihatkan adanya

hubungan yang positif antara keterlibatan seseorang dalam suatu jejaring sosial

Page 192: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

180 ke dalam inovasi

dan kebutuhan akan TIK. Kebutuhan akan TIK relatif mudah distimulasi pada

mereka yang terlibat aktif dalam jejaring sosial tertentu. Ketiga kasus di atas

memperlihatkan bahwa komunitas belajar (baik formal maupun non-formal)

berperanan sebagai pengadopsi awal. Bila ditelusuri lebih jauh, kegiatan belajar

mereka itu merupakan kegiatan yang bersifat non-lokal. Para petani (peternak)

berbeda pola partisipasinya dalam kegiatan ekonomik. Terdapat petani

(peternak) yang hanya terlibat dalam kegiatan ekonomik lokal, terdapat petani

(peternak) yang telah terlibat dalam transaksi pasar non-lokal. Tabel 5.2 berikut

ini merangkum pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan ketiga

kasus difusi TIK di atas.

Tabel 5.2 Aspek-Aspek Sosial dan Teknikal dari Difusi TIK

Digital Learning

di Cinta Mekar

Radio-Internet Community

di Limbangan

Kampung Digital

di Sampali

Keterse-diaan Pilihan TIK

Relatif terbatas (pilihan TIK telah ditetapkan di awal difusi)

Relatif terbatas (pihak-pihak penginisiasi bukan merupakan pemasok TIK)

Cukup bervariasi (pihak donor merupakan perusahaan pemasok TIK yang berpengalaman)

Kebutuh-an Akan TIK

Kurang berhasil distimulasi dikarenakan terbatasnya ruang negosiasi, dan kondisi sosial yang berlaku

Berhasil distimulasi meski pilihan TIK terbatas; ini dilakukan dengan berpijak pada kebutuhan yang sudah diketahui dan TIK yang sudah digunakan

Berhasil distimulasi meski disertai dengan ketidakpastian yang tinggi; cukupnya ketersediaan pilihan TIK memungkinkan dilakukannya negosiasi-negosiasi dengan berbagai kelompok di

Page 193: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 181

masyarakat

Jejaring Sosial

Relatif terbatas; relasi-relasi sosial warga relatif bersifat lokal

Relatif meluas pada sebagian kaum muda dan pelajar; keberadaan Radio Community telah memperluas relasi-relasi sosial di Limbangan

Relatif meluas pada sebagian kaum muda dan pelajar, sebagian peternak, dan ibu-ibu PKK ;

Jejaring Teknikal

Jejaring teknikal yang ditawarkan tidak sesuai untuk memperluas relasi-relasi sosial yang ada

Secara berangsur-angsur, jejaring teknikal yang dikembangkan berhasil memperluas jejaring sosial yang ada pada Radio Community

Terdapat keragaman situasi; pada PIM Pondok Rawa jejaring teknikal yang dikembangkan berhasil memperluas berbagai relasi sosial dan ekonomik, tetapi pada PIM Balai Desa tidak terjadi perluasan relasi sosial dikarenakan adanya penolakan dari pejabat setempat

Page 194: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

182 ke dalam inovasi

5.4 Diskusi

Pencarian fakta ilmiah berkaitan dengan semburan lumpur dan pengenalan TIK

di perdesaan, keduanya dapat dikategorikan sebagai kasus difusi iptek.

Keduanya bermula dari suatu persepsi akan masalah, dan pilihan-pilihan iptek

diperkenalkan untuk diadopsi sebagai jawaban atas masalah tersebut. Dalam

kasus yang pertama, masalah sengketa hukum diharapkan akan bisa dijawab

bila suatu fakta ilmiah berhasil diungkapkan dan diadopsi oleh berbagai pihak

yang bersengketa. Dalam kasus yang kedua, digital divide diharapkan dapat

diatasi bila TIK diadopsi oleh masyarakat perdesaan. Dalam kerangka kerja

konseptual yang digunakan Rogers (2003), kedua kasus tersebut mewakili kasus

difusi iptek. Berdasarkan kajian atas kedua kasus tersebut, berikut ini

didiskusikan isu-isu yang relevan dengan model difusi iptek yang dikemukakan

dalam Rogers (2003).

Gagasan difusi iptek (atau difusi inovasi) menyarankan adanya perbedaan

konsentrasi antara dua pihak atau kelompok sosial yang, pada gilirannya,

menjadi sebuah faktor pendorong difusi (Gambar 5.3). Di satu sisi terdapat

pihak atau kelompok sosial yang merupakan sumber gagasan (sumber iptek), di

lain sisi terdapat pihak atau kelompok sosial yang merupakan (calon)

pengadopsi gagasan (iptek). Di antara kedua pihak atau kelompok sosial

tersebut terdapat perbedaan konsentrasi gagasan (iptek). Difusi gagasan (iptek)

dapat terjadi dikarenakan perbedaan konsentrasi tersebut.

Melalui kajian-kajian kasus yang ekstensif, Rogers (2003) menyarankan

peranan penting kanal komunikasi, waktu, dan sistem sosial dalam menentukan

laju difusi iptek. Kanal komunikasi merupakan beragam moda komunikasi

(formal atau non-formal, langsung atau melalui media, antarkelompok atau

antarindividu). Waktu di sini berkaitan dengan kecepatan pengambilan

keputusan-keputusan, dan juga ketepatan waktu (tidak terlalu dini atau

terlambat) keputusan-keputusan tersebut diambil. Sistem sosial mencakup nilai-

nilai, norma-norma, perilaku, tradisi, dan kepranataan sosial yang berlaku.

Page 195: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 183

Pihak/Kelompok

Penginisiasi dengan

Konsentrasi Gagasan

(Iptek) Baru

x

: Gagasan (iptek) baru

: Gagasan yang lama

x

x

x

x

x

x

x

x

xx

x

x

x

xx

xx

x

xx

x

x

x

Pihak/Kelompok

(calon) Pengadopsi

dengan

Pihak/Kelompok

Penginisiasi dengan

Konsentrasi Gagasan

(Iptek) Baru

: Gagasan (iptek) baru

: Gagasan yang lama x

x

Pihak/Kelompok

(calon) Pengadopsi

dengan

x

x

x x

xx

x

x

x

x

x

x

xx

x

x

x

x

x

x

x

xKanal

Komunikasi

Difusi

Gagasan

Gambar 5.3 Ilustrasi tentang Logika Linier dalam Gagasan Difusi Iptek

Jadi, model difusi iptek yang disarankan oleh Rogers (2003) bersandar pada

kaidah-kaidah komunikasi, moda-moda pengambilan keputusan, dan teori-teori

sosial (khususnya komunikasi sosial). Meski demikian, model difusi iptek

tersebut menganut logika yang linier. Model tersebut mengasumsikan adanya

aliran gagasan (iptek) secara satu arah dari pihak penginisiasi ke pihak

pengadopsi. Dalam model linier inovasi, aliran iptek bergerak dari penelitian

dasar menuju ke pengguna iptek. Dalam model difusi iptek, aliran bergerak dari

area dengan konsentrasi gagasan yang tinggi ke area lain dengan konsentrasi

gagasan yang relatif lebih rendah. Berdasarkan pemaparan kasus semburan

Lumpur Panas dan difusi TIK yang disampaikan terdahulu, berikut ini

didiskusikan isu-isu yang berkaitan dengan model difusi iptek tersebut:

Gagasan (iptek) baru

Inovasi melibatkan gagasan atau iptek yang baru. Tetapi gagasan

(iptek) yang mengalami difusi belum tentu merupakan gagasan

(iptek) yang dihasilkan di awal proses difusi. Kebutuhan akan

iptek bukan merupakan sesuatu yang dapat dipahami secara

pasti di awal proses difusi. Alih-alih demikian, kebutuhan akan

iptek berkembang melalui interaksi dan negosiasi antara pihak

Page 196: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

184 ke dalam inovasi

penginisiasi dan pihak pengadopsi. Jadi, apa pun yang

ditawarkan di awal difusi sangat mungkin mengalami

modifikasi-modifikasi di sepanjang proses difusi. Pihak-pihak

pengadopsi berpeluang untuk berkontribusi dalam modifikasi-

modifikasi tersebut. Sebagai konsekuensinya, status penginisiasi

dan status pengadopsi bukanlah dua hal yang berbeda secara

tegas. Pihak pengadopsi mungkin saja memiliki peranan sebagai

penginisiasi juga, meski hanya secara parsial.

Komunikasi

Dalam difusi iptek, komunikasi bersifat lebih kompleks dari

sekadar diseminasi gagasan. Pihak-pihak yang terlibat dalam

komunikasi tidak beroperasi di ‗ruang hampa‘. Mereka yang

berpartisipasi dalam komunikasi telah memiliki relasi-relasi sosial

dan relasi-relasi teknikal. Oleh karena ini, komunikasi tersebut

melibatkan negosiasi-negosiasi yang kompleks, yang mungkin

saja melibatkan pihak-pihak yang tidak secara langsung

berkepentingan dengan difusi iptek. Melalui negosiasi-negosiasi

tersebut, berbagai pihak yang terlibat melakukan penyesuaian-

penyesuaian untuk sampai pada kesepakatan. Ketersediaan

pilihan-pilihan iptek merupakan sebuah faktor penting yang

menentukan peluang bagi upaya penyesuaian-penyesuaian.

Makin terbatas ketersediaan iptek, makin terbatas juga peluang

bagi terjadinya penyesuaian-penyesuaian.

Waktu

Dalam gagasan Rogers (2003), waktu berkaitan dengan ketepatan

dan kecepatan pengambilan keputusan. Ketepatan waktu

pengambilan keputusan berkaitan dengan ketepatan interaksi.

Dalam kasus difusi TIK di Cinta Mekar, pihak penginisiasi

menjalin relasi dengan tokoh setempat yang, belakangan, disadari

bahwa tokoh tersebut bukan merupakan pelaku yang tepat.

Tokoh tersebut, meski berhasil menjadi perantara dalam adopsi

Page 197: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 185

teknologi mikro hidro, bukan merupakan ‗simpul‘ yang tepat

bagi adopsi TIK. Kecepatan pengambilan keputusan berkaitan

dengan efektivitas negosiasi-negosiasi. Di sini, ketersediaan dan

akses ke pilihan-pilihan iptek merupakan faktor yang penting.

Sistem Sosial

Perhatian pada sistem sosial penting bukan sebatas untuk

mengetahui tingkat kesiapan atau tingkat penerimaan. Kasus

semburan Lumpur Panas memperlihatkan bahwa penolakan dan

konflik sosial dapat menjadi sumber inovasi itu sendiri.

Keberadaan konflik menjadi sebuah faktor yang menggiring

berbagai pihak untuk terlibat dalam perlombaan inovasi

(innovation race). Dengan perkataan lain, penolakan sosial tidak

harus dipandang sebagai penghalang inovasi. Selama peluang

bagi inovasi tetap terbuka, adanya penolakan, kontroversi atau

bahkan konfllik dapat menjadi sebuah sumber pemacu produksi

gagasan-gagasan yang lebih baik.

Table 5.3 Isu-Isu Non-Linier dalam Difusi Iptek (Inovasi)

Model Linier Difusi Iptek

(Rogers, 2003)

Aspek-Aspek Non-Linier

Inovasi

Gagasan atau iptek yang dipersepsi baru oleh pengadopsi

Kebaruan gagasan (iptek) bergantung pada pemahaman dan kesepakatan akan kebutuhan; pemahaman akan kebutuhan berkembang melalui interaksi dan negosiasi di sepanjang proses difusi; gagasan (iptek) yang ditawarkan di awal belum tentu merupakan gagasan (iptek) yang pada akhirnya diadopsi

Page 198: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

186 ke dalam inovasi

Komuni-kasi

Kanal-kanal (global/lokal) (media massa/ interpersonal) yang melalui ini inovasi mengalir

Komunikasi lebih kompleks dari sebatas diseminasi gagasan; komunikasi tersebut melibatkan negosiasi-negosiasi yang kompleks, yang mungkin saja melibatkan pihak-pihak yang tidak secara langsung berkepentingan dengan difusi iptek; negosiasi-negosiasi tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian pada berbagai pihak yang terlibat; ketersediaan pilihan-pilihan iptek menentukan kelonggaran ruang negosiasi (atau ruang komunikasi) dan peluang terjadinya penyesuaian-penyesuaian.

Waktu

Ketepatan dan kecepatan pengambilan keputusan untuk mengadopsi gagasan

Ketepatan waktu pengambilan keputusan berkaitan dengan ketepatan interaksi; kecepatan pengambilan keputusan berkaitan dengan efektivitas negosiasi-negosiasi.

Sistem Sosial

Nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepranataan sosial yang menentukan peluang komunikasi dan tingkat penerimaan gagasan

Peranan sistem sosial tidak sebatas pasif—kesiapan sosial dan penerimaan sosial; penolakan, kontroversi dan konflik sosial dapat berperanan aktif, yaitu sebagai sumber pemacu pengembangan gagasan-gagasan yang lebih baik.

Berbagai isu yang dibahas di sini dirangkum dalam Tabel 5.3. Sebagaimana

diperlihatkan pada tabel tersebut, meski aspek-aspek difusi iptek yang

diusulkan Rogers (2003) tetap relevan, asumsi linier dalam model tersebut masih

memerlukan koreksi-koreksi.[]

Page 199: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 187

Bab 6

MODEL JEJARING INOVASI

6.1 Pendahuluan

Keterpautan antara litbang iptek, di satu sisi, dan pemanfaatan iptek, di lain

sisi, merupakan persyaratan bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi.

Sebagaimana didiskusikan di Bab 2, gagasan tentang sistem inovasi

menawarkan kondisi-kondisi kesisteman yang, bila dipenuhi, memungkinkan

terjadinya transformasi penelitian ke dalam inovasi. Meski demikian, gagasan

sistem inovasi tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana kondisi-kondisi

tersebut secara aktual dapat terwujud. Dalam beberapa tahun belakangan, para

peneliti/skolar inovasi mulai menggali karakteristik dari penelitian dan inovasi

dalam situasi-situasi aktual yang khusus. Pemahaman mengenai karakteristik

dari penelitian dan inovasi tersebut diperlukan untuk menemukenali peluang-

peluang untuk secara aktual mewujudkan kondisi-kondisi yang disarankan

dalam gagasan sistem inovasi.

Dalam Bab 3 dan Bab 4 buku ini telah dipaparkan pola-pola relasi yang

dijalin oleh para peneliti di perguruan tinggi, di balitbang, di lembaga penelitian

non-kementerian dan di perusahaan swasta. Pola dan struktur relasi-relasi yang

relevan bagi difusi iptek telah didiskusikan melalui kasus-kasus yang

dipaparkan di Bab 5. Diskusi atas temuan-temuan empirikal yang dipaparkan di

ketiga bab tersebut memperlihatkan adanya keragaman pola variasi-seleksi yang

ditempuh oleh para peneliti, baik di hulu maupun di hilir. Keragaman pola

variasi-seleksi ini bersesuaian dengan keragaman jejaring-jejaring relasi yang

dijalin dan dikembangkan oleh para peneliti.

Page 200: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

188 ke dalam inovasi

Pembahasan dalam bab ini berfokus pada ekstraksi teoretikal atas hasil-hasil

yang dipaparkan dan didiskusikan di bab-bab terdahulu tersebut. Pertama-tama

akan didiskusikan karakteristik jejaring dari penelitian dan difusi iptek.

Kemudian akan didiskusikan bagaimana karakteristik jejaring ini membawa

implikasi pada pola lintasan-lintasan penelitian iptek, dan peluang-peluang

untuk mengintegrasikan penelitian iptek dan pemanfaatan iptek. Implikasi-

implikasi dari isu-isu teoretikal tersebut pada kebijakan iptek akan dibahas di

Bab 7.

6.2 Variasi-Seleksi melalui Jejaring

Penelitian, tentu saja, merupakan kegiatan yang bersifat kognitif. Lebih

spesifiknya, penelitian merupakan kegiatan kognitif dengan moda variasi-

seleksi. Tetapi terdapat aspek penting yang lain dari penelitian, yang terungkap

melalui hasil penelusuran empirikal yang dipaparkan di bab-bab terdahulu.

Variasi-seleksi (kognitif) yang ditempuh oleh para peneliti melibatkan makalah-

makalah ilmiah, instrumen-instrumen ukur, perangkat-perangkat eksperimen,

asosiasi-asosiasi keilmuan, seminar-seminar dan sponsor-sponsor penelitian.

Penuturan-penuturan para peneliti, baik di perguruan tinggi, di balitbang, di

lembaga penelitian non-kementerian, maupun di perusahaan swasta

mengungkapkan pentingnya ini semua. Melalui makalah ilmiah, instrumen

ukur, perangkat eksperimen, asosiasi keilmuan dan sponsor—unsur-unsur non-

kognitif—seorang peneliti masuk ke dalam suatu konstelasi relasi-relasi yang

tersebar (distributed relations). Dalam kasus semburan Lumpur Panas di Bab 5,

sebaran relasi-relasi yang dikembangkan oleh para peneliti menimbulkan suatu

keselarasan antara ‗pertandingan fakta ilmiah‘ dan pertentangan kepentingan

kelompok (sosial).

Suatu makalah ilmiah dalam sebuah jurnal ilmiah ditulis oleh sekelompok

peneliti dari beberapa perguruan tinggi yang mungkin berasal dari negara-

negara yang berbeda. Lebih jauh lagi, sebuah makalah ilmiah berhubungan

dengan makalah-makalah ilmiah yang lain dalam jurnal-jurnal ilmiah yang lain

juga. Dengan perkataan lain, sebuah makalah ilmiah merupakan bagian dari

suatu jejaring relasi-relasi yang menghubungkan para peneliti dari berbagai

Page 201: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 189

lembaga yang berbeda, wilayah geografis yang berbeda, dan bahkan bekerja

pada waktu-waktu yang berbeda—relasi-relasi yang tersebar secara ruang dan

waktu. Asosiasi-asosiasi keilmuan dan seminar-seminar mempertemukan para

peneliti dari berbagai tempat. Dalam pertemuan-pertemuan ini, makalah-

makalah ‗bersirkulasi‘ menghubungkan satu asosiasi dengan asosiasi yang lain,

satu seminar dengan seminar yang lain. Jadi, ketika seorang peneliti

menggunakan sebuah makalah ilmiah dalam suatu jurnal ilmiah dan terlibat

dalam suatu asosiasi keilmuan/seminar, ia masuk ke dalam jejaring relasi-relasi

yang tersebar secara ruang dan waktu. Makin intensif seorang peneliti

berinteraksi dengan makalah-makalah ilmiah, makin intensif ia terikat dalam

jejaring tersebut.

Instrumen ukur dan perangkat eksperimen dirancang dan dioperasionalkan

berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang disepakati oleh kelompok-

kelompok/asosiasi-asosiasi ilmuwan tertentu, organisasi-organisasi standar, dan

juga para pabrikan yang memanufaktur instrumen dan perangkat eksperimen

tersebut. Bukan hanya penggunaan instrumen ukur yang ‗keras, penggunaan

instrumen ukur yang ‗lunak‘ seperti lembar survei dan teknik analisis statistika

yang terkait juga mempersyaratkan kepatuhan akan kaidah-kaidah tertentu

yang disepakati oleh kelompok-kelompok peneliti tertentu. Jadi, seperti halnya

dengan makalah ilmiah, instrumen ukur dan perangkat eksperimen juga

merupakan bagian dari jejaring relasi-relasi. Seorang peneliti yang

menggunakan instrumen-instrumen ukur atau perangkat-perangkat eksperimen

harus mempelajari berbagai kaidah operasional. Jika kaidah-kaidah penggunaan

instrumen/perangkat ukur tidak dipatuhi, suatu hasil penelitian berisiko dinilai

tidak absah.

Sponsor-sponsor penelitian memegang agenda tertentu yang disepakati

oleh sejumlah pihak (badan-badan internasional, lembaga-lembaga kebijakan,

asosiasi-asosiasi perusahaan, LSM_LSM, dan lain-lain). Ketika seorang peneliti

mengajukan proposal penelitian pada sponsor tertentu, ia harus melakukan

penyesuaian-penyesuaian. Suatu proposal penelitian yang tidak sesuai dengan

agenda sponsor penelitian berisiko ditolak untuk didanai. Selain ini, dalam

sebuah lembaga penelitian (seperti balitbang atau lembaga penelitian non-

kementerian), suatu proposal penelitian harus sesuai dengan kebijakan lembaga.

Page 202: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

190 ke dalam inovasi

Makalah ilmiah, instrumen ukur, perangkat eksperimen, asosiasi keilmuan,

seminar dan sponsor penelitian ini semua merupakan faktor non-kognitif yang

penting bagi suatu penelitian. Ketika melakukan penelitian, seorang peneliti

menjalin relasi-relasi dengan berbagai unsur tersebut selain melakukan kegiatan

kognitif (seperti menjalankan logico-empirism, menguji/menyangkal hipotesis,

melakukan eksplorasi hermenetik, dan lain-lain). Lintasan variasi-seleksi yang

ditempuh oleh seorang peneliti dibentuk oleh faktor kognitif dan faktor non-

kognitif tersebut. Khususnya, faktor non-kognitif membuat penelitian memiliki

karakter jejaring yang tersebar.

Tetapi seorang peneliti juga memiliki relasi-relasi yang bersifat lokal.

Seorang dosen terdaftar sebagai pengajar di program studi tertentu, di fakultas

tertentu. Seorang peneliti di lembaga penelitian terikat pada tugas pokok dan

fungsi tertentu. Untuk keperluan karir, seorang dosen/peneliti harus secara

berkala mengisi formulir-formulir administrasi, dan menunjukkan pada atasan

(struktural) bahwa apa-apa yang ia kerjakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan

lembaga. Jadi, seorang peneliti terlibat dalam dua jenis relasi sekaligus: relasi

tersebar/global dan relasi lokal. Sampai batas tertentu, seorang peneliti memiliki

kebebasan untuk memilih apakah memperkuat relasi-relasi global, ataukah

memperkuat relasi-relasi lokal, ataukah meyeimbangkan keduanya. Penuturan-

penuturan para peneliti yang dipaparkan di Bab 3 dan Bab 4 memperlihatkan

adanya kebebasan ini.

Karakteristik jejaring dari suatu penelitian dapat dinyatakan dengan

menggunakan graf83 (graph), sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 6.1 dan

Gambar 6.2. Dalam Gambar 6.1 diilustrasikan bahwa seorang peneliti, melalui

penelitiannya, mengembangkan relasi-relasi tersebar dan relasi-relasi lokal.

Dalam Gambar 6.2 diperlihatkan (dengan banyak penyederhanaan) relasi-relasi

tersebar yang dimiliki para peneliti yang terlibat dalam produksi fakta ilmiah

83

Dalam matematika, graf (graph) merupakan konsep abstrak yang tersusun atas dua

unsur yang sederhana: entitas (lazim divisualkan sebagai titik, vertex) dan relasi

(divisualkan sebagai garis, edge). Abstraksi demikian memungkinkan analisis sifat-sifat

struktural dari jejaring-jejaring konkret yang kompleks. Meskipun mungkin dilakukan,

pembahasan dalam buku ini tidak masuk ke dalam analisis graf jejaring-jejaring

penelitian.

Page 203: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 191

berkenaan dengan fenomena semburan Lumpur Panas, seperti yang dibahas di

Bab 5.

Relasi-Relasi dengan

Unsur-Unsur Non-Lokal

Relasi-Relasi dengan

Unsur-Unsur Lokal

: Peneliti

: Unsur-Unsur Lokal & Non-Lokal

Gambar 6.1 Respresentasi Graf dari Jejaring Penelitian

Jejaring Relasi terkait

Fakta UGBO

: Peneliti

: Unsur-Unsur Lokal & Non-Lokal

Jejaring Relasi terkait

Fakta MV-earthquake

Fenomena

Lumpur Panas

Drilling

reports

Laboratorium

Jurnal Ilmiah

LSM

Warga

Lokal

Fakta Kawasan

Buku Teks &

Jurnal IlmiahIAGI

Aspermigas

Lapindo

Gambar 6.2 Respresentasi Graf dari Jejaring-Jejaring Penelitian dalam Kasus

Semburan Lumpur Panas

Page 204: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

192 ke dalam inovasi

Variasi-seleksi kognitif tentu saja bukan hal yang khas pada penelitian,

melainkan terjadi para setiap pembelajaran (learning). Misalnya, pada organisasi-

organisasi komersial yang menerapkan prinsip knowledge management,

pembelajaran berlangsung melalui sirkulasi media (teks, dokumen, simbol)

untuk mempercepat dan memperluas pertukaran gagasan-gagasan di antara

sesama anggota organisasi di berbagai lapisan struktural. Sirkulasi ini membuat

relasi-relasi di antara para anggota organisasi menjadi lebih padat. Meski

demikian, relasi-relasi tersebut relatif bersifat lokal. Relasi-relasi tersebar dapat

diamati dalam perusahaan-perusahaan manufaktur. Dalam ruang perakitan

terdapat banyak komponen teknikal yang berasal dari berbagai perusahaan

pemasok/pabrikan. Tetapi kegiatan perakitan bukanlah kegiatan pembelajaran.

Suatu perakitan berlangsung mengikuti prosedur yang ketat, dan prosedur ini

ditetapkan sebelum perakitan dimulai oleh pihak pengelola perusahaan,

berbagai insinyur perancang, dan organisasi-organisasi standar. Variasi-seleksi

merupakan hal yang dihindari dalam kegiatan perakitan. Suatu variasi dapat

dinilai sebagai penyimpangan terhadap standar teknikal. Jadi, variasi-seleksi

tanpa relasi-relasi tersebar berlangsung di organisasi-organisasi komersial dan

relasi-relasi tersebar tanpa variasi-seleksi terjadi di ruang-ruang perakitan.

Variasi-seleksi yang disertai dengan relasi-relasi tersebar tampaknya merupakan

hal yang khas pada penelitian.

Mungkinkah relasi-relasi seorang peneliti dibatasi dalam ruang lingkup

yang lokal atau terkonsentrasi? Tentu saja hal ini mungkin dilakukan dengan

cara misalnya, membatasi topik-topik yang boleh diteliti, makalah-makalah

ilmiah/buku-buku teks yang boleh diacu, instrumen-instrumen/perangkat-

perangkat eksperimen yang boleh digunakan, dan lain-lain. Tetapi jika berbagai

pembatasan diberlakukan, yang terjadi adalah ruang variasi-seleksi menjadi

sangat terbatas. Akibat yang lebih jauh dari pembatasan ini adalah suatu

penelitian akan kehilangan kebaruan (novelty). Dan pemanfaatan hasil penelitian

yang tidak mengandung kebaruan tidak akan menghasilkan inovasi. Kebaruan

penelitian dan inovasi mempersyaratkan adanya ruang variasi-seleksi yang

cukup luas dan relasi-relasi tersebar yang membentang ruang variasi-seleksi

tersebut. Tetapi ketersebaran relasi-relasi tersebut menimbulkan tantangan

tersendiri bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi.

Page 205: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 193

6.2.1 Kelembaman Jejaring

Ketika seorang peneliti hulu menolak untuk melakukan penelitian hilir (atau

sebaliknya), atau ketika seorang peneliti enggan melakukan penelitian yang

diprioritaskan oleh pembuat kebijakan, apakah hal ini disebabkan oleh faktor

ego? Tentu saja ego merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi perilaku.

Tetapi penjelasan seperti ini terlalu umum karena setiap manusia, bukan hanya

para peneliti, memiliki ego. Penjelasan yang lebih khusus dapat ditelusuri pada

karakteristik jejaring dari penelitian.

Apakah mudah bagi seorang peneliti untuk mengubah atau menggeser

orientasi penelitiannya? Kalau seorang peneliti hulu bersedia ‗turun‘ ke hilir,

atau peneliti hilir ‗naik‘ ke hulu, ia akan menghadapi kendala-kendala jejaring

(network constraints). Tidak mudah bagi seorang peneliti hilir untuk menjalin

hubungan dengan seorang peneliti hulu kalau, untuk ini, ia juga perlu menjalin

hubungan dengan asosiasi keilmuan yang menjadi mitra peneliti hulu tersebut.

Sebaliknya, tidak mudah juga seorang peneliti hulu untuk menjalin hubungan

dengan seorang peneliti hilir kalau, untuk ini, ia juga perlu menjalin hubungan

dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bermitra dengan peneliti hilir

tersebut.

Untuk mengubah atau menggeser orientasi penelitian, seorang peneliti

perlu membaca banyak buku teks dan makalah-makalah yang bagi dia baru.

Sulitnya menjalin relasi dengan buku-buku teks dan jurnal-jurnal ilmiah yang

baru dapat diamati pada para mahasiswa doktoral yang baru memulai kajian

literatur di tahap awal penyusunan disertasi. Bagi seorang peneliti

eksperimental, mengubah orientasi penelitian berimplikasi penggunaan

perangkat-perangkat eksperimen yang baru. Bukan hanya ini, memulai

penelitian dalam orientasi yang baru seorang peneliti perlu melakukan

penyesuaian-penyesuaian dengan komunitas-komunitas keilmuan yang baru

dan juga sponsor-sponsor penelitian yang baru. Dan implikasi dari ini semua,

seorang peneliti yang mengubah orientasi penelitiannya menghadapi risiko

melemahnya relasi-relasi yang sudah ia miliki.

Jadi, fakta bahwa suatu penelitian berada pada suatu jejaring berimplikasi

bahwa perubahan orientasi melibatkan perubahan jejaring: relasi-relasi baru

Page 206: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

194 ke dalam inovasi

harus dijalin dan relasi-relasi lama mengalami perlemahan. Prinsipnya, berada

pada suatu jejaring berarti terikat pada simpul-simpul yang menyusun jejaring

tersebut. Menjalin relasi dengan jejaring yang baru berimplikasi dua gerakan

sekaligus: (i) penyesuaian-penyesuaian untuk membangun relasi-relasi dengan

berbagai simpul penyusun jejaring baru; dan (ii) penyesuaian-penyesuaian

dengan berbagai simpul dari jejaring yang lama.

Ketersebaran relasi-relasi yang dimiliki oleh seorang peneliti membuat

kebaradaan relasi-relasi tersebut tidak mudah diamati dalam situasi yang

normal. Keberadaan jejaring tersebut akan terdeteksi ketika, misalnya, seorang

peneliti diminta mengubah arah atau orientasi penelitiannya. Komersialisasi

hasil penelitian, relevansi pasar dari penelitian, prioritas penelitian nasional

merupakan isu-isu yang, sebagaimana diungkapkan di Bab 3 dan Bab 4,

‗mengusik‘ para peneliti. Ketika sikap para peneliti terhadap isu-isu tersebut

digali, menjadi terlihat keberadaan relasi-relasi yang tersebar. Penuturan-

penuturan para peneliti mengungkapkan bahwa penyesuaian-penyesuaian

relasi-relasi, sebagai respons terhadap isu-isu tersebut, bukanlah hal yang

sederhana dan mudah.

6.2.2 Irreversibility Lintasan Penelitian

Jejaring bukanlah hal yang bersifat statik. Suatu jejaring dapat berevolusi

menjadi makin padat melalui kehadiran relasi-relasi, ataupun mengalami

pengurangan/pelemahan relasi-relasi yang ada. Evolusi jejaring demikian

dipelajari dalam Rip dkk (1995). Situasi di mana relasi-relasi baru muncul dan

jejaring menjadi makin padat disebut situasi konvergen, dan sebaliknya

divergen. Situasi konvergen terjadi ketika, misalnya, berbagai pelaku yang

terikat dalam sebuah jejaring mencapai kesepakatan tentang siapa-siapa pelaku

yang layak diperhitungkan dalam negosiasi, teori-teori/model-model/metode-

metode mana yang dipandang sebagai acuan dalam negosiasi, isu-isu dan

aspek-aspek teknikal apa yang menjadi subjek negosiasi. Jika kesepakatan-

kesepakatan tersebut tidak tercapai, maka jejaring relatif bersifat divergen.

Jejaring penelitian berkembang melalui serangkaian projek penelitian. Para

peneliti bekerja dari satu projek penelitian ke projek penelitian yang lain, dan

Page 207: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 195

seiring dengan ini mengembangkan relasi-relasi yang baru. Terdapat dua

kemungkinan lintasan yang dihasilkan melalui perkembangan tersebut: lintasan

irreversible dan lintasan reversible.

Suatu lintasan yang irreversible terbentuk ketika dari satu projek penelitian

ke projek penelitian berikutnya berkembang relasi-relasi baru yang makin

konvergen. Ini dapat terjadi ketika para pelaku yang terlibat dalam serangkaian

projek penelitian saling memperkuat kesepakatan akan pilihan-pilihan

teori/model/metode tertentu dan menolak pilihan-pilihan yang lain. Dalam

jejaring yang berkembang dengan cara seperti ini, relasi-relasi antara unsur-

unsur jejaring menjadi makin rapat dan kuat dan pada saat yang sama relasi-

relasi degan unsur-unsur di luar jejaring makin lemah atau bahkan hilang. Batas

antara jejaring dan lingkungannya menjadi tajam. Ketika seorang peneliti berada

dalam sebuah jejaring yang berkembang melalui lintasan yang irreversible, akan

sulit bagi peneliti tersebut untuk melakukan perubahan orientasi penelitian.

Suatu lintasan yang reversible terbentuk ketika dari satu projek penelitian ke

projek penelitian yang berikutnya senantiasa terdapat keragaman unsur-unsur

jejaring. Ini dapat terjadi, misalnya, ketika para pelaku yang terlibat dalam

serangkaian projek penelitian selalu terbuka terhadap pilihan-pilihan

teori/model/metode. Jejaring penelitian berkembang makin luas, tetapi pada

saat yang sama ruang bagi alternatif-alternatif tetap terbuka. Di setiap tahapan

perkembangan jejaring selalu tersedia pilihan-pilihan dalam bentangan yang

luas yang memungkinkan reversibility.

6.3 Konstruksi Ruang Pembelajaran dalam Difusi Iptek

Dalam suatu difusi iptek, sebagaimana dipaparkan dalam kasus-kasus di Bab 5,

bertemu para pelaku penginisiasi (initiator) dan para pelaku pengadopsi

(adopter). Kedua kelompok pelaku tersebut terlibat dalam negosiasi-negosiasi

mengenai pilihan-pilihan iptek yang dipandang layak dan kriteria-kriteria untuk

menetapkan pilihan iptek untuk diadopsi. Dalam kasus semburan Lumpur

Panas, pihak-pihak yang berperanan sebagai penginisiasi inovasi adalah

Pemerintah (sebagai pihak yang memberikan kewenangan penelitian), para

peneliti (sebagai pihak yang menghasilkan fakta ilmiah) dan pihak-pihak yang

terlibat langsung dalam sengketa. Pengadopsi iptek di sini adalah para pelaku

Page 208: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

196 ke dalam inovasi

penegakan hukum, pihak-pihak yang bersengketa, dan sejumlah LSM yang

mewakili komunitas-komunitas lokal. Dalam kasus difusi TIK, pihak-pihak yang

berperanan sebagai penginisiasi adalah kelompok peneliti (kasus digital

learning), kelompok praktisi (kasus radio-Internet community), pemerintah dan

praktisi (kasus digital village), sedangkan pihak-pihak pengadopsi adalah

komunitas-komunitas lokal.

Baik pelaku penginisiasi maupun pelaku pengadopsi tidak bekerja secara

soliter atau terisolasi. Penginsiasi dan pengadopsi terikat dalam relasi-relasi

dengan berbagai pihak/unsur lain yang tidak secara langsung terlibat dalam

difusi iptek. Para penginisiasi maupun pengadopsi merupakan bagian dari

suatu jejaring relasi-relasi—jejaring penginisiasi dan jejaring pengadopsi. Dalam

negosiasi-negosiasi mengenai pilihan-pilihan iptek dan kriteria-kriteria seleksi

iptek, berlangsung penyesuaian-penyesuaian yang melibatkan unsur-unsur

jejaring. Keberhasilan difusi iptek bergantung pada variasi-seleksi yang

melibatkan jejaring penginisiasi dan jejaring pengadopsi. Dalam kasus semburan

Lumpur Panas, berkembang jejaring-jejaring yang irreversible (masing-masing

bersesuaian dengan fakta ilmiah tertentu). Pilihan-pilihan dan kriteria seleksi

yang diterima dalam jejaring yang satu, ditolak oleh jejaring yang lain. Situasi ini

bersesuaian dengan variasi-seleksi yang relatif sempit. Dalam kasus difusi TIK

di Sampali (kasus digital village), pilihan-pilihan TIK berkembang seiring dengan

perkembangan jejaring.

Jadi, dalam suatu difusi iptek para pelaku terlibat dalam negosiasi-negosiasi

dan pengambilan keputusan untuk menerima/ menolak suatu pilihan iptek atau

menetapkan pilihan yang baru. Para pelaku tersebut saling berbeda satu dari

yang lain. Mereka memiliki tujuan atau goal yang saling berbeda; memiliki

kriteria teknikal yang saling berbeda; berpegang pada nilai-nilai sosio-kultural

yang berbeda-beda; memiliki pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang

berbeda-beda. Keputusan-keputusan yang diambil oleh para pelaku difusi iptek,

oleh karenanya, dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dalam tujuan, kriteria,

nilai-nilai, pengalaman, pengetahuan serta keterampilan. Ini semua

menimbulkan efek-efek non-linier sebagai berikut:

Kebaruan gagasan (iptek) bergantung pada pemahaman dan kesepakatan

akan kebutuhan, dan pemahaman akan kebutuhan ini berkembang melalui

Page 209: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 197

interaksi dan negosiasi di sepanjang proses difusi. Implikasi dari hal ini

adalah gagasan (iptek) yang ditawarkan di awal belum tentu merupakan

gagasan (iptek) yang pada akhirnya diadopsi;

Komunikasi yang terjadi dalam difusi iptek lebih kompleks dari sebatas

diseminasi gagasan, dan melibatkan negosiasi-negosiasi yang mungkin saja

melibatkan pihak-pihak yang tidak secara langsung berkepentingan dengan

difusi iptek. Negosiasi-negosiasi tersebut memerlukan penyesuaian-

penyesuaian pada berbagai pihak yang terlibat. Ketersediaan pilihan-pilihan

iptek menentukan kelonggaran ruang negosiasi (atau ruang komunikasi)

dan peluang terjadinya penyesuaian-penyesuaian;

Ketepatan waktu pengambilan keputusan berkaitan dengan ketepatan

penentuan mitra-mitra interaksi, sedangkan kecepatan pengambilan

keputusan berkaitan dengan efektivitas negosiasi-negosiasi;

Kesiapan dan penerimaan sosial, di satu sisi, dan penolakan, kontroversi

serta konflik sosial, di lain sisi, keduanya dapat menjadi sumber pemacu

perkembangan gagasan-gagasan.

Adanya aspek-aspek non-linier dari difusi iptek tersebut menyarankan

bahwa gagasan kanal/saluran komunikasi yang dirumuskan oleh Rogers (2003)

kurang memadai. Aspek-aspek non-linier tersebut menyarankan pentingnya

gagasan mengenai ruang, yaitu ‗ruang pembelajaran‘ (learning space). Ruang

pembelajaran dalam difusi iptek dapat didefinisikan sebagai sekumpulan:

(i) kelompok-kelompok penginisiasi, pengadopsi awal dan

kelompok-kelompok yang diwakili oleh pengadopsi awal;

(ii) pilihan-pilihan iptek yang tersedia dan unsur-unsur teknikal

yang diacu oleh berbagai kelompok; dan

(iii) relasi-relasi antara berbagai kelompok dalam butir (i) dan

pilihan-pilihan iptek serta unsur-unsur teknikal dalam butir (ii).

Ruang pembelajaran dikatakan luas bila relasi-relasi dalam butir (iii) di atas

padat. Dalam situasi demikian, terbuka peluang bahwa pembelajaran yang

Page 210: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

198 ke dalam inovasi

berlangsung menghasilkan pilihan-pilihan iptek baru yang sebelumnya tidak

ditawarkan oleh kelompok-kelompok penginisiasi.

Dalam pembahasan terdahulu, kasus digital learning, kasus radio-Internet

community dan kasus digital village merupakan inisiatif-inisiatif difusi iptek

dengan pola-pola yang berbeda. Dalam kasus digital learning, relasi-relasi yang

terjalin relatif terbatas dan pilihan-pilihan iptek yang berkembang juga terbatas.

Dalam kasus radio-Internet community, pada tahapan awal relasi-relasi dan

pilihan-pilihan iptek mengalami perkembangan. Tetapi pada tahapan

berikutnya, relasi-relasi yang telah berkembang mengalami penyusutan. Dalam

kasus digital village, relasi-relasi berkembang luas dan menghasilkan pilihan-

pilihan iptek baru. Dengan perkataan lain, difusi TIK dalam ketiga kasus ini

berlangsung melalui pola-pola konstruksi ruang pembelajaran yang berbeda-

beda. Perbedaan ini diperlihatkan pada Gambar 6.3. Difusi TIK dalam kasus

digital learning berlangsung melalui ruang pembelajaran yang relatif terbatas,

sedangkan difusi TIK dalam kasus digital village melalui ruang pembelajaran

yang relatif luas.

Dalam kasus semburan Lumpur Panas, terdapat fakta-fakta ilmiah yang

berbeda yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok peneliti yang berbeda dan

terdapat kelompok-kelompok sosial pengadopsi awal. Tetapi relasi-relasi antara

ini semua tidak berkembang. Masing-masing kelompok peneliti menempuh

lintasan penelitian yang cenderung irreversible dan antara kelompok-kelompok

sosial terjadi konflik kepentingan. Agar ruang pembelajaran berkembang, fakta-

fakta ilmiah yang tersedia perlu dapat diakses (accessible) bukan hanya bagi

kelompok-kelompok sosial pengadopsi, melainkan juga di antara kelompok-

kelompok peneliti itu sendiri. Kelompok-kelompok sosial (non-peneliti) perlu

mengenal dan cukup memahami bagaimana fakta-fakta ilmiah tersebut

dihasilkan. Kelompok-kelompok peneliti yang terlibat dalam persaingan juga

perlu saling menguji fakta-fakta ilmiah yang mereka hasilkan. Dihasilkannya

fakta-fakta ilmiah oleh kelompok-kelompok peneliti yang bersaing memang

menyediakan sumber yang penting bagi inovasi. Tetapi irreversibility dari

lintasan-lintasan yang ditempuh oleh kelompok-kelompok penelitian yang

berasosiasi dengan kelompok-kelompok sosial yang bertentangan kepentingan

menjadi penghalang bagi perkembangan ruang pembelajaran.

Page 211: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 199

Penginisiasi

Jejaring

Pengadopsi

Jejaring

Penginisiasi

Kelompok

Sosial

Pemasok

Iptek

Pengadopsi

Awal

Pilihan Iptek

Penginisiasi

Jejaring

Penginisiasi

Pemasok

IptekPengadopsi

Awal

Kelompok

SosialPengadopsi

Awal

Pengadopsi

Awal

Pilihan Iptek

Kelompok

Sosial

Kelompok

Sosial

Jejaring

Pengadopsi

Penginisiasi

Jejaring

Pengadopsi

Pilihan Iptek 1

Pemasok

Iptek

Pengadopsi

Awal

Kelompok

SosialPengadopsi

Awal

Pengadopsi

Awal

Pilihan Iptek 2

Pilihan Iptek 3

Kelompok

Sosial

Kelompok

Sosial

Jejaring

Penginisiasi

Gambar 6.3 Representasi Graf dari Ruang Pembelajaran dalam Kasus Difusi

TIK: (Atas) Pilihan Iptek dan Pelaku Adopsi Terbatas; (Tengah) Pilihan Iptek

Terbatas, Beberapa Pelaku Adopsi Terlibat; (Bawah) Terdapat Variasi dalam

Pilihan Iptek, Beberapa Pelaku Adopsi, dan Relasi-Relasi yang Padat

Page 212: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

200 ke dalam inovasi

6.3.1 Sebuah Isu Etika

Ketika suatu adopsi iptek memberikan manfaat bagi kelompok sosial tertentu

dan pada saat yang sama berdampak buruk bagi kelompok sosial yang lain,

timbul permasalahan etika sosial. Kasus semburan Lumpur Panas

memperlihatkan sebuah situasi di mana permasalahan etika tersebut menjadi

kompleks. Perlombaan scientific discovery yang terjadi antara para peneliti

memang menghasilkan pilihan-pilihan, yaitu dalam kasus ini pilihan-pilihan

fakta ilmiah. Hal ini membuka ruang pembelajaran bagi berbagai pihak yang

terkait/berkepentingan dengan penyelesaian masalah Lumpur Panas tersebut.

Tetapi pembelajaran yang berlangsung tampaknya tidak memadai bagi

penyelesaian masalah tersebut. Ketersediaan pilihan-pilihan fakta ilmiah

tersebut tidak menyediakan basis bagi pencapaian kepastian hukum. Dan

ketidakpastian hukum ini membawa implikasi dalam langkah-langkah

penanganan dampak sosial.

Untuk mencapai kepastian hukum dalam kasus semburan Lumpur Panas,

perlombaan scientific discovery yang terjadi perlu sampai pada suatu tahapan

yang menghasilkan sebuah fakta ilmiah yang dapat diterima (atau tidak bisa

disangkal) oleh berbagai pihak yang terlibat dalam sengketa. Sebuah fakta

ilmiah yang diterima secara luas akan dihasilkan bila kelompok-kelompok

peneliti yang terlibat dalam perlombaan discovery menjalin interaksi yang erat,

alih-alih saling mengisolasi satu dari yang lain. Tetapi hal ini tidak berarti

bahwa para peneliti perlu buru-buru mencapai kesepatan akan suatu fakta

ilmiah tertentu, demi tercapainya kepastian hukum. Seorang ilmuwan akan

menerima sebuah hipotesis hanya jika terdapat data dan argumen yang

mendukung keabsahan hipotesis tersebut. Untuk mendapatkan kesimpulan

ilmiah, para ilmuan bersandar pada logico-empirism. Sebagaimana didiskusikan

di Bab 2, logico-empirism dapat dilaksanakan dengan dua pendekatan praktikal

yang berbeda, yaitu positivism dan falsificationism.

Dalam falsificationism, urusan yang pokok adalah penyangkalan, bukan

pengukuhan, hipotesis. Bukan hal yang penting hipotesis mana yang pada

akhirnya terkukuhkan (melalui penyangkalan-penyangkalan). Yang penting

Page 213: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 201

adalah penyangkalan-penyangkalan itu sendiri. Dengan cara demikian, seorang

ilmuwan terbebas dari bias untuk mengukuhkan hipotesis tertentu. Dalam kasus

semburan Lumpur Panas, interaksi dan kolaborasi antara kelompok-kelompok

ilmuwan mungkin dikembangkan bila kelompok-kelompok ilmuwan tersebut

mengadopsi pendekatan falsificationism seperti ini.

Misalkan bahwa kelompok ilmuwan A melontarkan hipotesis 1 dan

kelompok ilmuwan B melontarkan hipotesis 2. Dalam pendekatan

falsificationism, kelompok A bekerja untuk menyangkal hipotesis 1 dan kelompok

B bekerja untuk menyangkal hipotesis 2. Dalam situasi seperti ini, kelompok B

dapat membantu kelompok A untuk menyangkal hipotesis 1 dan, sebaliknya,

kelompok A dapat membantu kelompok B untuk menyangkal hipotesis 2. Jika

kelompok B berhasil mengumpulkan data dan menyusun argumen yang

menyangkal hipotesis 1, hal ini justru membantu kelompok A. Begitu juga

dengan yang sebaliknya. Dengan mekanisme demikian, terjalin interaksi antara

kelompok A dan kelompok B. Meski masing-masing kelompok ilmuwan

mengajukan hipotesis-hipotesis yang berbeda, penggunaan pendekatan

falsificationism membuka ruang interaksi antara kelompok-kelompok tersebut.

Tetapi jika kedua kelompok ilmuwan tersebut mengadopsi pendekatan

positivism, interaksi menjadi sulit dijalin. Dalam situasi seperti ini, masing-

masing kelompok ilmuwan berusaha mengumpulkan data dan menyusun

argumen yang mendukung hipotesisnya sendiri-sendiri. Kelompok A berupaya

untuk mengukuhkan hipotesis 1, kelompok B berupaya mengukuhkan hipotesis

2. Andaikan bahwa kelompok A bekerja membantu kelompok B, yaitu berupaya

mengukuhkan hipotesis 2. Jika upaya ini berhasil, terkukuhkannya hipotesis 2

secara tidak langsung melemahkan posisi hipotesis 1. Padahal, urusan pokok

kelompok A adalah mengukuhkan hipotesis 1. Begitu juga dengan yang

sebaliknya. Dengan perkataan lain, dalam pendekatan positivism persaingan

antara kelompok-kelompok ilmuwan cenderung bersifat mutually exclusive.

Lebih jauh lagi, dengan mengadopsi falsificationism kelompok ilmuwan A

dan kelompok ilmuwan B dapat menjalin kolaborasi untuk menyangkal baik

hipotesis 1 maupun hipotesis 2 sekaligus. Dengan cara demikian, kedua

kelompok ilmuwan tersebut berpeluang untuk mengembangkan tujuan bersama

dan kerangka kerja bersama. Kolaborasi ini akan membuat pekerjaan para

ilmuwan menjadi lebih efisien dikarenakan adanya peluang-peluang untuk

Page 214: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

202 ke dalam inovasi

bertukar atau berbagi sumber-sumber daya. Dengan perkataan lain, pendekatan

falsificationism dapat menghindarkan seorang peneliti dari lintasan penelitian

yang irreversible. Hal demikian sulit dicapai bila kelompok-kelompok ilmuwan

mengadopsi positivism. Sebagaimana dipaparkan di Bab 5, alih-alih

berkolaborasi kelompok-kelompok ilmuwan yang terlibat dalam perlombaan

untuk menyingkap fenomena semburan Lumpur Panas justru masuk ke dalam

konflik. Kasus semburan Lumpur Panas tersebut memperlihatkan bagaimana

positivism dapat membawa pada lintasan penelitian yang irreversible.

Jika komitmen seorang ilmuwan adalah untuk mengungkapkan kebenaran,

sikap partisan terhadap hipotesis tertentu adalah tidak relevan. Begitu pula,

sikap menyerang hipotesis yang diajukan ilmuwan yang lain juga merupakan

sikap yang tidak relevan. Satu-satunya yang relevan adalah terungkapnya

kebenaran, tidak menjadi soal hipotesis mana yang pada akhirnya terbukti

paling absah dan ilmuwan mana yang pada akhirnya berhasil mengungkapkan

kebenaran. Jika para ilmuwan yang terlibat dalam perlombaan discovery dalam

kasus semburan Lumpur Panas memang berkomitmen pada pengungkapan

kebenaran, seharusnya tidak ada penghalang bagi para ilmuwan dari kelompok-

kelompok yang berbeda untuk berdialog dan saling bertukar pengetahuan.

Permasalahan etika dalam difusi iptek dapat diatasi bila para ilmuwan atau

peneliti yang terlibat bersikap terbuka satu terhadap yang lain, bersikap terbuka

terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan, dan menghindari pengambilan

kesimpulan secara dini serta sikap-sikap yang (disengaja ataupun tidak)

mendekati partisan.

6.4 Prinsip-Prinsip Teoretikal

Berdasarkan diskusi-diskusi di atas, berikut ini disampaikan kesimpulan-

kesimpulan berkenaan dengan penelitian iptek, difusi iptek, dan transformasi

penelitian ke dalam inovasi. Kegiatan penelitian iptek berlangsung di

perguruan-perguruan tinggi, lembaga-lembaga litbang dan, sampai batas

intensitas tertentu, di perusahaan-perusahaan swasta, sementara kegiatan

penggunaan atau adopsi iptek terjadi di ‗laboratorium masyarakat‘ yang

bercirikan adanya keragaman nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan.

Page 215: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 203

Penelitian iptek dan difusi iptek keduanya melibatkan variasi-seleksi relasi-

relasi jejaring, tetapi dengan pola-pola yang berbeda dan melibatkan pelaku-

pelaku yang berbeda. Kegiatan penelitian iptek dapat menghasilkan nilai-nilai

tambah jika terjadi difusi hasil penelitian di ‗laboratorium masyarakat‘. Proses

ini—transformasi penelitian ke dalam inovasi, mempersyaratkan adanya suatu

keselarasan tertentu antara jejaring penelitian dan jejaring difusi iptek.

Kesimpulan-kesimpulan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk sekumpulan

proposisi sebagai berikut:

Proposisi 1 (berkenaan dengan praktis penelitian)

Praktis penelitian memiliki karakter jejaring dan, sebagai implikasi

dari karakater jejaring ini, lintasan penelitian yang ditempuh para

peneliti dapat memiliki derajat reversibility yang bervariasi—makin

lembam jejaring, makin irreversible lintasan penelitian;

Proposisi 2 (berkenaan dengan pola difusi iptek)

Difusi iptek mempersyaratkan perkembangan ruang pembelajaran

yang tersusun atas:

kelompok-kelompok penginisiasi, pengadopsi awal dan

kelompok-kelompok yang diwakili oleh pengadopsi awal;

pilihan-pilihan iptek yang tersedia dan unsur-unsur teknikal

yang diacu oleh berbagai kelompok; dan

relasi-relasi antara berbagai kelompok dan pilihan-pilihan iptek

serta unsur-unsur teknikal;

Proposisi 3 (syarat perlu bagi transformasi penelitian ke dalam

inovasi)

Transformasi penelitian ke dalam inovasi mempersyaratkan dua

hal:

pertama, penelitian berlangsung dalam lintasan yang reversible;

ke dua, terdapat relasi-relasi antara jejaring penelitian dan

jejaring non-penelitian yang memungkinkan perkembangan

ruang pembelajaran.

Page 216: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

204 ke dalam inovasi

Ketiga proposisi di atas, sebagai satu kesatuan, menyediakan prinsip-

prinsip teoretikal untuk menjelaskan transformasi penelitian ke dalam inovasi.

Proposisi 1 dan proposisi 2 menyatakan karakteristik jejaring dari penelitian

iptek dan difusi iptek, sedangkan proposisi 3 menyatakan persyaratan yang

dibutuhkan untuk menghubungkan penelitian dan difusi hasil penelitian.

Transformasi penelitian ke dalam inovasi sulit terjadi dalam situasi di mana

jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian terpisah satu dari yang lain,

sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 6.4a. Dalam situasi seperti ini, tidak

banyak gunanya mempertemukan para peneliti dan pelaku usaha melalui forum

seperti ‗pameran iptek‘, ‗temu peneliti dan pengusaha‘, dan yang sejenisnya.

Dalam situasi keterpisahan jejaring, upaya untuk mendorong para peneliti

untuk melakukan komersialisasi hasil penelitian, atau untuk meneliti topik-

topik yang ‗diminta‘ pelaku pasar, akan menimbulkan penolakan atau sikap

skeptikal di kalangan para peneliti. Begitu pula, dalam situasi demikian tidak

banyak gunanya mendorong para pelaku usaha untuk membeli apa-apa yang

dihasilkan para peneliti. Transformasi penelitian ke dalam inovasi memerlukan

interaksi yang lebih luas dari sebatas interaksi transaksional supply-demand.

Peneliti dan pelaku usaha masing-masing merupakan bagian dari jejaring yang

memiliki kelembaman (network inertia). Hanya ketika kedua jenis jejaring

tersebut—jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian—memiliki cukup

banyak koneksi-koneksi, pertemuan antara para peneliti dan pelaku usaha akan

menghasilkan ruang pembelajaran yang memungkinkan difusi hasil penelitian.

Permasalahan transformasi penelitian ke dalam inovasi tidak bisa direduksi

menjadi permasalahan preferensi para individu peneliti. Jadi, permasalahan

tersebut tidak bisa dijawab dengan cara meningkatkan minat para peneliti untuk

melakukan penelitian yang sesuai dengan kepentingan industri-industri

tertentu. Jika hal ini terjadi, para peneliti yang terus-menerus melakukan

penelitian untuk industri-industri tertentu akan menjadi bagian dari jejaring

non-penelitian, dan terlepas dari jejaring penelitian. Dalam situasi demikian,

seorang peneliti akan menjadi pekerja industri, bukan peneliti lagi. Situasi

demikian diilustrasikan dalam Gambar 6.4b.

Page 217: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 205

Upaya untuk mempertemukan para peneliti dan para pelaku usaha dan

upaya untuk meningkatkan minat para peneliti akan topik-topik penelitian yang

relevan dengan pasar, keduanya tentu saja perlu dan penting. Tetapi kedua

upaya tersebut tidak cukup. Diperlukan upaya lain yang lebih berfokus pada

jejaring-jejaring, yaitu memperluas relasi-relasi antara jejaring penelitian dan

jejaring non-penelitian. Dengan bersandar pada ketiga proposisi tersebut,

transformasi penelitian ke dalam inovasi mempersyaratkan dua hal: (i) lintasan

penelitian yang ditempuh para peneliti yang terlibat dalam inisiatif inovasi

merupakan lintasan yang bersifat reversible (atau memiliki derajat reversibility

yang cukup tinggi); dan (ii) interaksi-interaksi antara para peneliti dan para

pengadopsi hasil penelitian (dalam suatu inisiatif inovasi) membentang ruang

pembelajaran yang cukup luas untuk memungkinkan variasi-seleksi secara

kolektif.

Dalam Gambar 6.4c dilustrasikan, dengan banyak penyederhanaan,

konstelasi jejaring-jejaring yang kondusif bagi transformasi penelitian ke dalam

inovasi. Dalam konstelasi jejaring-jejaring seperti ini, suatu inisiatif untuk

mendifusikan hasil penelitian tidak akan mengalami kendala-kendala jejaring.

Konstelasi jejaring-jejaring yang divisualkan dalam Gambar 6.3 dapat

ditafsirkan sebagai model jejaring inovasi, yaitu model tentang konektivitas

jejaring-jejaring yang kondusif bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi.

Page 218: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

206 ke dalam inovasi

Lembaga-Lembaga/

Kelompok-Kelompok

Litbang Iptek

: Pelaku Non-Litbang Iptek

: Pelaku Litbang Iptek

Organisasi-Organisasi/

Komunitas-Komunitas Non-

Litbang (Kelompok Usaha,

Pemerintah, Komunitas

Tradisional, LSM, dll)

Gambar 6.4a Kemungkinan 1: Keterpisahan Jejaring Penelitian dan Jejaring

Non-Penelitian—Situasi Anti-Inovasi

Lembaga-Lembaga/

Kelompok-Kelompok

Litbang Iptek

: Pelaku Non-Litbang Iptek

: Pelaku Litbang Iptek

Organisasi-Organisasi/

Komunitas-Komunitas Non-

Litbang (Kelompok Usaha,

Pemerintah, Komunitas

Tradisional, LSM, dll)

Gambar 6.4b Kemungkinan 2: Keterleburan Peneliti dalam Jejaring Non-

Penelitian—Situasi Kontra-Litbang Iptek

Page 219: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 207

Lembaga-Lembaga/

Kelompok-Kelompok

Litbang Iptek

: Pelaku Non-Litbang Iptek

: Pelaku Litbang Iptek

Organisasi-Organisasi/

Komunitas-Komunitas Non-

Litbang (Kelompok Usaha,

Pemerintah, Komunitas

Tradisional, LSM, dll)

Gambar 6.4c Perluasan Timbal-Balik (mutual extension) antara Jejaring

Penelitian dan Jejaring Non-Penelitian melalui Mediator-Mediator—Situasi Pro-

Inovasi

6.5 Kontribusi pada Literatur

Berikut ini dibahas posisi dari ketiga proposisi tersebut di atas dalam konteks

gagasan-gagasan atau teori-teori yang berkembang di literatur. Sebagaimana

didiskusikan di Bab 2, gagasan-gagasan tentang sistem inovasi dan relasi triple-

helix menawarkan kondisi-kondisi kesisteman dan kelembagaan yang kondusif

bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi. Berikut ini didiskusikan posisi

ketiga proposisi tersebut di atas dalam konteks teori-teori yang relevan di

literatur:

Pentingnya lintasan yang reversible tidak secara khusus dibahas dalam

literatur sistem inovasi. Tetapi gagasan penelitian moda-2 yang dicirikan

oleh penelitian lintas-disiplin yang melibatkan peneliti dan pelaku usaha,

bersesuaian dengan gagasan lintasan penelitian yang prinsip reversible.

Melalui keterlibatan dalam penelitian-penelitian moda-2, para peneliti

mengembangkan relasi-relasi dengan berbagai pelaku yang memiliki

Page 220: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

208 ke dalam inovasi

perspektif-perspektif teoretikal dan metode-metode praktikal yang

beragam. Adanya keragaman dalam jejaring relasi-relasi ini pada gilirannya

mencegah terjadinya lintasan penelitian yang irreversible.

Dalam literatur sistem inovasi, ‗pembelajaran melalui interaksi‘ merupakan

gagasan yang sentral. Proposisi 2 mengelaborasi gagasan tersebut secara

lebih terinci dengan memberikan penekanan pada variasi pilihan-pilihan

iptek, pelaku-pelaku yang relevan, dan acuan-acuan teknikal. Proposisi

tersebut menekankan bahwa ruang pembelajaran tersusun atas unsur-unsur

sosial dan unsur-unsur teknikal sekaligus. Dengan perkataan lain, difusi

iptek melibatkan konstruksi ruang pembelajaran sosio-teknikal.

Baik gagasan sistem inovasi maupun gagasan triple-helix memberi

penekanan pada konektivitas. Tetapi gagasan sistem inovasi dan relasi

triple-helix tersebut bersandar pada gagasan-gagasan makro-sosial seperti

struktur, lembaga dan organisasi. Berbeda dengan ini, ketiga proposisi di

atas bersandar pada gagasan jejaring. Suatu jejaring tersusun atas pelaku-

pelaku dan relasi-relasi antarpelaku-pelaku. Suatu pelaku dapat berwujud

sosial seperti individu-individu, organisasi-organisasi dan lembaga-

lembaga, atau berbentuk teknikal seperti instrumen-instrumen ukur dan

perangkat-perangkat eksperimen. Apa pun yang menuntut penyesuaian-

penyesuaian dan dapat menimbulkan pergeseran-pergeseran dapat

dianggap sebagai pelaku. Relasi-relasi dapat bersifat formal atau non-

formal. Jadi, ketiga proposisi di atas dapat digunakan untuk melakukan

analisis baik pada skala makro, meso maupun mikro, formal maupun non-

formal, modern maupun tradisional.

Ketiga proposisi tersebut di atas juga dapat digunakan untuk memberikan

koreksi atas model linier inovasi. Sebagaimana didiskusikan di Bab 2, model

linier inovasi mendapatkan kritik yang meluas dari para peneliti inovasi. Model

linier tersebut mengasumsikan adanya ‗aliran pengetahuan‘, atau transformasi

pengetahuan, yang bergerak secara satu arah (uni-directional) dari penelitian

fundamental/basik menuju penelitian terapan, dan kemudian ke tahapan

adopsi hasil penelitian. Secara implisit, model linier tersebut mengasumsikan

Page 221: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 209

adanya ‗perbedaan potensial gravitasi‘ antara penelitian fundamental/basik,

penelitian terapan, dan adopsi hasil penelitian.

Dalam perspektif yang dibangun melalui ketiga proposi di atas—model

jejaring inovasi, tidak ada ‗perbedaan potensial gravitasi‘ antara jenis-jenis

pengetahuan ataupun antara tahapan-tahapan penelitian. Meski demikian,

penelitian yang satu dapat berada dalam sebuah jejaring yang jauh lebih padat

dari penelitian yang lain dan, sebagai implikasinya, penelitian yang satu dapat

bersifat lebih lembam dari yang lain. Jadi, dalam perspektif jejaring tidak ada

‗medan gravitasi‘ yang bekerja pada pengetahuan yang menarik penelitian

fundamental ke bawah/ke hilir. Model jejaring inovasi memberikan penekanan

pada gerakan-gerakan (penelitian) dengan moda variasi-seleksi yang

menghasilkan relasi-relasi jejaring—jejaring penelitian. Efek-efek tarikan dan

kelembaman dapat muncul sebagai implikasi dari perbedaan kepadatan84 relatif

antara jejaring-jejaring penelitian tersebut.

Inovasi, sebagaimana digagas dalam model linier, melibatkan serangkaian

transformasi pengetahuan. Dalam model jejaring, transformasi-transformasi

tersebut tidak berlangsung secara satu arah dengan digerakkan oleh ‗perbedaan

potensial‘. Berbeda dari model linier inovasi, model jejaring inovasi menyoroti

pentingnya interaksi-interaksi antara pelaku-pelaku yang beragam yang

memungkinkan penggabungan jejaring-jejaring. Interaksi-interaksi tersebut

menimbulkan transformasi-transformasi pengetahuan yang berpola dua arah

(bi-directional), iteratif dan adaptif sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 6.5.

Transformasi tersebut berpola dua arah dikarenakan tidak ada perbedaan

potensial antara jenis-jenis pengetahuan, meski mungkin terdapat perbedaan

kelembaman (jejaring) antara penelitian yang satu dan penelitian yang lain.

Transformasi tersebut bersifat iteratif dalam arti bergerak maju-mundur,

berulang-ulang, bersesuaian dengan penyesuaian-penyesuaian yang

berlangsung antara para pelaku yang terlibat. Transformasi tersebut bersifat

adaptif dalam arti apa-apa yang dihasilkan di suatu tahapan transformasi

84

Kepadatan di sini maksudnya adalah kepadatan jejaring, bukan kepadatan ruang.

Kepadatan ruang diukur dengan banyaknya sesuatu dalam satuan ruang tertentu.

Kepadatan jejaring diukur dengan banyaknya relasi-relasi yang menghubungkan simpul-

simpul.

Page 222: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

210 ke dalam inovasi

mengalami penyesuaian-penyesuaian di tahapan-tahapan transformasi yang

berikutnya.

Dengan menempuh serangkaian interaksi-interaksi sebagaimana digagas

dalam model jejaring inovasi, para pelaku (peneliti dan non-peneliti)

mengembangkan relasi-relasi yang mengandung cukup keragaman untuk

memberikan lintasan penelitian yang reversible. Hal ini, pada gilirannya,

membuka peluang bagi lebih banyak pilihan-pilihan iptek, lebih banyak (calon)

pengadopsi iptek yang terlibat, dan relasi-relasi yang lebih padat. Dengan

perkataan lain, bila para peneliti iptek dan (calon) pengadopsi iptek melakukan

interaksi-interaksi dengan pola sebagaimana disarankan oleh model jejaring

inovasi, kedua syarat bagi ‗transformasi penelitian ke dalam inovasi‘ menjadi

terpenuhi.

Penelitian di

Laboratorium

Difusi di ‘Laboratorium

Masyarakat’

Penelitian Dasar/

FundamentalPenelitian Terapan

Pengembangan

(Perancangan,

Konstruksi,

Pengujian)

Adopsi

(Distribusi,

Pemasaran,

Pengoperasian)

Gambar 6.5 Berbagai Arah Transformasi Pengetahuan dalam Inovasi

6.6 Situasi ‗Anomali‘

Dalam kasus-kasus yang khusus, seperti dalam situasi perang atau ‗perang

dingin‘, suatu masalah pertahanan tertentu dapat langsung diterjemahkan ke

dalam kemajuan iptek tertentu. Misalnya, jika ancaman yang signifikan

berbentuk serangan rudal, maka kemajuan iptek anti-rudal memberikan

Page 223: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 211

jawaban bagi masalah pertahanan tersebut85. Dalam kasus yang khusus seperti

ini, difusi iptek dapat berlangsung melalui cara-cara yang khusus juga. Para

peneliti—penginisiasi iptek—berada dalam sebuah lembaga pertahanan yang

terisolasi dari publik, dan mereka bekerja dalam suatu garis komando serta di

bawah pengawasan yang ketat. Pengguna dari hasil penelitian adalah para

personil militer—pengadopsi iptek. Selama penelitian berlangsung, para peneliti

berinteraksi secara dekat dan erat dengan para personil militer (sebagai calon

pengguna hasil penelitian)86. Interaksi tersebut bersifat terisolasi dan tertutup

terhadap pihak-pihak lain di luar lembaga pertahanan. Dalam situasi khusus

seperti yang diilustrasikan di atas, jejaring penelitian berkembang secara

terkonsentrasi, dan tidak terjadi percabangan relasi-relasi sebagai konsekuensi

dari interaksi yang terkonsentrasi dan terisolasi. Dengan perkataan lain,

kegiatan penelitian iptek kehilangan karakter jejaringnya.

Difusi iptek dalam situasi perang, atau ‗perang dingin‘, tampaknya

merupakan kasus khusus di mana model jejaring inovasi tereduksi menjadi

model linier inovasi. Dalam kasus yang khusus tersebut, asumsi ‗aliran iptek

uni-direksional‘ cukup bersesuaian dengan realitas. Hanya saja, masalah

pertahanan dalam situasi perang merupakan kasus perkecualian, bukan kasus

yang umum. Dalam situasi damai, masalah pertahanan tidak bisa sepenuhnya

diisolasi dari masalah publik non-pertahanan, dan penelitian-penelitian untuk

pertahanan makin berbaur dengan penelitian-penelitian untuk menjawab

masalah publik secara umum.

Model linier inovasi, dengan penekanan pada interaksi yang sekuensial,

tidak memperhitungkan kedua syarat bagi ‗transformasi penelitian ke dalam

inovasi‘, yaitu reversibility lintasan penelitian dan ruang pembelajaran. Dalam

situasi-situasi di mana kedua syarat tersebut secara kebetulan (by chance)

terpenuhi, model linier mungkin saja bekerja dengan baik. Dengan perkataan

85

Tentu hal ini disertai asumsi-asumsi bahwa terdapat personil militer yang sanggup

mengoperasikan iptek anti-rudal tersebut, terdapat dukungan logistik dan infrastruktur,

dan terdapat dukungan politik yang konsisten. 86

Situasi interaksi yang menyerupai ini digambarkan oleh para peneliti dari balitbang di

sektor pertahanan yang dipaparkan di Bab 3. Situasi ini berbeda secara mencolok dari

situasi penelitian di kementerian perindustrian.

Page 224: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

212 ke dalam inovasi

lain, dalam perspektif model jejaring, model linier inovasi tersebut tidak

lengkap.

Dalam situasi yang umum, kedua syarat tersebut belum tentu terpenuhi dan

langkah-langkah kebijakan diperlukan untuk mewujudkan kedua syarat

tersebut. Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, penerapan model linier

inovasi membawa implikasi terjadinya pemisahan kegiatan-kegiatan penelitian

iptek ke dalam ‗kotak-kotak‘ kelembagaan yang, pada gilirannya, memisahkan

‗dunia di dalam laboratorium‘ dari ‗dunia di luar laboratorium‘.[]

Page 225: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 213

Bab 7

IMPLIKASI PADA KEBIJAKAN

7.1 Pendahuluan

Suatu kebijakan publik disusun untuk menjawab masalah tertentu, di ranah

publik. Dalam penyusunan kebijakan iptek, jawaban atas masalah publik

dinyatakan dalam bentuk pemanfaatan iptek tertentu. Tentu saja tidak semua

jenis masalah publik dapat dijawab melalui pengembangan dan pemanfaatan

iptek. Meski demikian, di berbagai sektor publik implementasi dari kebijakan

publik melibatkan pemanfaatan iptek tertentu. Misalnya, pemanfaatan iptek

terlibat dalam implementasi kebijakan penegakan hukum, kebijakan reformasi

birokrasi, kebijakan pengarusutamaan jender, kebijakan pengentasan

kemiskinan, dan kebijakan-kebijakan sosial lainnya. Di sektor-sektor yang sarat

iptek seperti komunikasi dan informasi, perhubungan, energi, lingkungan, dan

lain-lain, pemanfaatan beragam jenis iptek terlibat dalam implementasi

kebijakan-kebijakan. Oleh karena ini, pemanfaatan iptek merupakan sebuah isu

yang penting bagi implementasi kebijakan di berbagai sektor publik.

Prinsip-prinsip teoretikal yang didiskusikan di Bab 6 menegaskan bahwa

pemanfaatan iptek melibatkan langkah-langkah yang lebih kompleks dari

sebatas penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. Pemanfaatan iptek di

ranah publik memerlukan ―transformasi penelitian ke dalam inovasi‖ di ranah

publik, yang melibatkan transformasi jejaring—model jejaring inovasi.

Bersandar pada prinsip-prinsip tersebut, suatu kebijakan iptek perlu berfokus

pada transformasi jejaring.

Dalam bab ini pembahasan akan berfokus pada permasalahan kebijakan

iptek di kementerian iptek di Indonesia, yaitu di Kementerian Riset dan

Teknologi (KRT). Kementerian ini secara langsung bertanggung jawab atas

Page 226: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

214 ke dalam inovasi

perkembangan dan pemanfaatan iptek di Indonesia. Meski demikian,

perkembangan dan pemanfaatan iptek di Indonesia juga dipengaruhi, secara

tidak langsung ataupun secara langsung, oleh kebijakan-kebijakan di sektor-

sektor publik lainnya. Lebih spesifiknya, di sini akan dibahas isu-isu kebijakan

iptek yang relevan bagi permasalahan ―transformasi penelitian ke dalam

inovasi‖. Pada bab ini akan dijabarkan (sebagai rekomendasi) rumusan

program-program iptek, peranan mediator dari KRT, dan peranan taman

inovasi (innovation park).

7.2 Posisi Struktural Kebijakan Iptek

Dalam pembahasan mengenai kebijakan publik pada umumnya, ada dua aspek

yang perlu dibedakan87: aspek substansi/kandungan dan aspek kewenangan/

legalitas (Hogwood dan Gunn, 1988). Substansi kebijakan publik terpaut dengan

substansi masalah publik (public problem) yang tengah dihadapi, dan perumusan

substansi kebijakan publik ditujukan untuk menjawab masalah publik tersebut.

Aspek kewenangan dari kebijakan publik berkenaan dengan distribusi

kewenangan di antara para pembuat kebijakan dan mekanisme penggunaan

kewenangan dalam pembuatan dan implementasi kebijakan. Mungkin terjadi

bahwa suatu kebijakan benar secara legal (absah) tetapi salah secara substansi,

atau sebaliknya, salah secara prosedural (tidak absah) tetapi benar dalam

substansi. Kesalahan legal/prosedural akan membuat suatu kebijakan menjadi

tidak efektif atau batal, sedangkan kesalahan substantif dapat menimbulkan

dampak-dampak buruk bagi masyarakat.

87

Selain ini, terdapat aspek ke tiga dari kebijakan publik, yaitu politikal. Suatu masalah

publik sering menyentuh kepentingan-kepentingan beragam kelompok-kelompok sosial

di masyarakat (partai-partai politik, LSM-LSM, dan lain-lain). Perumusan kebijakan

berkenaan dengan masalah publik tersebut, oleh karenanya, tidak terlepas dari

persetujuan ataupun penolakan dari kelompok-kelompok sosial tersebut. Pembedaan

ketiga aspek kebijakan ini—legal, substantif dan politikal, penting dalam analisis dan

evaluasi kebijakan.

Page 227: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 215

Dalam struktur kelembagaan pemerintahan di Indonesia88, posisi kebijakan

iptek dapat divisualkan dalam skema sistem input-output sebagaimana

diperlihatkan dalam Gambar 7.1. Dalam gambar tersebut kebijakan iptek bekerja

dalam sektor iptek, yang dibedakan dari sektor-sektor publik non-iptek yang

lainnya. Kewenangan pembuatan kebijakan iptek berada pada Kementerian

Riset dan Teknologi (KRT). KRT merupakan aparatus pemerintahan yang

memiliki tugas dan kewenangan untuk merumuskan dan merealisasikan

kebijakan iptek, sedangkan lembaga-lembaga penelitian non-kementerian

(LPNK) merupakan bagian dari sistem litbang iptek yang berada di bawah ko-

ordinasi KRT. Perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang kementerian

(dan juga balitbang-balitbang pemerintahan daerah) dapat dipandang sebagai

bagian dari sistem litbang iptek, tetapi secara struktur kelembagaan terpisah

dari KRT. Sistem litbang iptek di sini mencakup unsur-unsur kelembagaan,

sumber-sumber daya, dan kegiatan-kegiatan yang terpaut dengan penelitian,

pengembangan dan pemanfaatan iptek.

KRT merumuskan goal dan objektif kebijakan iptek dengan mengikuti

mekanisme yang diatur dalam undang-undang, serta mengerahkan instrumen-

instrumen intervensi melalui program-program iptek. Instrumen-instrumen

tersebut dapat berbentuk uang, sarana/pra-sarana litbang iptek, fasilitas

interaksi dan komunikasi, ataupun insentif profesional/jenjang karir. Ini semua

berfungsi sebagai input bagi sistem litbang iptek. Selain dari KRT, sistem litbang

iptek juga mungkin menerima input dari sektor-sektor non-iptek, perusahaan-

perusahaan swasta ataupun badan-badan internasional. Output yang dihasilkan

oleh sistem litbang iptek mencakup makalah ilmiah, buku teks, dan rancangan

iptek baik yang dipatenkan maupun tidak. Untuk perguruan tinggi, ouput yang

dihasilkan mencakup para lulusan, khususnya pada magister dan doktor.

Outcome dari sistem litbang iptek mencakup keterampilan/keahlian baru, ilmu

pengetahuan baru, cara pandang dan perilaku yang baru, serta peningkatan

88

Terdapat perbedaan antara satu negara dan negara yang lain dalam penempatan posisi

struktural dari kebijakan iptek. Di Indonesia, kebijakan iptek berada dalam sektor yang

tersendiri. Di Jepang, kebijakan iptek terintegrasi dengan kebijakan industri dan

kebijakan pendidikan tinggi. Di negara lain seperti Cina dan Iran, kebijakan iptek bersifat

lintas-sektoral.

Page 228: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

216 ke dalam inovasi

kapasitas dan kapabilitas kelembagaan. Output dan outcome yang dihasilkan

sistem litbang iptek ini, secara langsung ataupun tidak langsung,

mempengaruhi sektor-sektor non-iptek.

Kebijakan

Non-Iptek

Sistem

Non-Iptek

Instrumen

Intervensi

Kebijakan

Iptek

(KNRT)

Input

Output,

Outcome

LPNK

Indikator

Sektor

Iptek

Sektor

Non-Iptek

Perguruan

Tinggi,

Balitbang

Instrumen

Intervensi

Input

Output,

Outcome

Indikator

Lingkup

Ko-ordnasi KNRT

Gambar 7.1 Posisi Struktural Kebijakan Iptek dalam Sektor Publik

Page 229: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 217

7.3 Kompleksitas Masalah Publik

Kasus-kasus yang dibahas di Bab 5 memberikan sebuah gambaran mengenai

karakter dari masalah publik. Dalam kasus semburan Lumpur Panas, misalnya,

kepastian hukum merupakan bagian yang kritikal dari masalah publik yang

dihadapi. Tanpa kepastian hukum, langkah-langkah penanggulangan semburan

lumpur panas beserta dampak-dampak sosialnya, menjadi terhambat. Untuk

mencapai kepastian hukum diperlukan kesaksian para pakar, yakni para

ilmuwan dan hasil penelitian mereka berkenaan dengan fenomena semburan

Lumpur Panas ini. Tetapi terdapat kelompok-kelompok sosial yang memiliki

kepentingan yang saling bertentangan berkaitan dengan fenomena semburan

Lumpur Panas tersebut. Pertentangan kepentingan ini, secara tidak langsung,

mempengaruhi kesaksian yang diberikan oleh para ilmuwan. Di sini, hasil

penelitian iptek dibutuhkan untuk mewujudkan inovasi (yakni terciptanya

kepastian hukum). Tetapi untuk mewujudkan inovasi tersebut para peneliti

perlu terlibat lebih dari sebatas menyajikan hasil penelitian. Para peneliti juga

perlu terlibat dalam upaya-upaya meresolusi kepentingan-kepentingan yang

bertentangan, dan secara kolektif membangun sebuah pijakan ilmiah bagi

kepastian hukum.

Dalam masalah digital divide, difusi teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) diperlukan untuk menjawab masalah publik tersebut. Tetapi masalah

digital divide tidak dapat dijawab hanya melalui pengembangan dan difusi TIK.

Diperlukan adanya mobilitas dan konektivitas sosial serta kondisi-kondisi

ekonomik untuk menopang difusi iptek. Mobilitas dan konektivitas sosial ini

ditentukan oleh karakteristik sosial-budaya dari masyarakat, sedangkan kondisi-

kondisi ekonomik ini ditentukan oleh akses ke pasar, akses ke lembaga finansial,

dan akses ke infrastruktur perdagangan. Dengan perkataan lain, untuk

menjawab masalah digital divide diperlukan ketiga faktor tersebut secara

serentak: pengembangan dan difusi TIK; pengembangan mobilitas dan

konektivitas sosial; dan pengembangan kondisi-kondisi ekonomik.

Sebagi ilustrasi yang lain adalah masalah keamanan pasokan energi. Agar

masyarakat dapat tetap menjalankan kegiatan sosial dan ekonomik tanpa perlu

bergantung pada impor minyak dan gas bumi, diperlukan pengembangan

Page 230: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

218 ke dalam inovasi

sumber energi alternatif. Dalam kasus ini, pengembangan iptek untuk

diversifikasi, produksi, distribusi, dan konsumsi energi alternatif merupakan

faktor yang perlu, tetapi tidak cukup. Faktor-faktor lain perlu bekerja seperti

kemauan dan kesiapan para pengusaha untuk masuk ke sektor yang baru ini,

dan upaya yang konsisten dari pemerintah untuk menemukan insentif (fiskal

dan non-fiskal) yang efektif untuk memacu adopsi iptek di pasar. Selain ini

semua, diperlukan adanya perubahan cara pandang terhadap energi di seluruh

lapisan masyarakat89. Seluruh faktor ini perlu bekerja dan saling memperkuat

untuk mewujudkan jawaban bagi masalah keamanan pasokan energi.

Ilustrasi-ilustrasi ini semua menegaskan bahwa masalah publik memiliki

watak multidimensional dan kompleks, dan sebagai implikasinya, jawaban atas

masalah publik tersebut juga berwatak multidimensional. Meski pengembangan

iptek merupakan faktor yang penting bagi inovasi untuk menjawab masalah

publik, faktor iptek saja tidak memadai. Inovasi untuk menjawab masalah

publik memerlukan pengembangan faktor iptek, faktor sosial-budaya dan faktor

ekonomik secara serentak dan terpadu. Watak multidimensional dan kompleks

dari masalah publik menyarankan bahwa objektif dari kebijakan iptek perlu

dirumuskan secara serentak dan terpadu dengan objektif-objektif dari kebijakan

publik di sektor-sektor yang lain.

7.4 Objektif dari Kebijakan Iptek

Perumusan substansi dari kebijakan iptek bertitik tolak pada suatu masalah

tertentu di ranah publik. Objektif atau goal90 dari kebijakan iptek, tentunya,

89

Pihak-pihak yang berbeda kepentingan akan memandang masalah keamanan pasokan

energi secara berbeda, dan menawarkan jawaban yang berbeda juga. Bagi pihak tertentu,

yang penting adalah masyarakat memiliki daya beli (purchasing power) dan akses ke

pasar energi global. Dengan daya beli, masyarakat dapat membeli energi di pasar. Bagi

pihak yang lain, sumber energi bermakna stratejik dan ketidakbergantungan energi

terhadap bangsa lain merupakan prasyarat bagi kedaulatan negara. Bagi pihak yang lain

lagi, ketersediaan pangan lebih penting daripada ketersediaan sumber energi. 90

„Objektif‟ dan „goal‟ adalah dua istilah yang memiliki keserupaan makna, tetapi

berbeda dalam penekanan. Objektif adalah sekumpulan keadaan yang dikehendaki

keterwujudannya, sedangkan goal lebih menekankan efek-efek yang dikehendaki dari

Page 231: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 219

adalah terjawabnya masalah publik tersebut. Kebijakan iptek tersebut kemudian

diimplementasikan melalui program-program iptek. Sebuah pertanyaan yang

krusial di sini adalah: bagaimana suatu program iptek dapat menjawab masalah

publik?

Sebuah jawaban yang dapat ditawarkan adalah bahwa masalah publik akan

terjawab ketika iptek—dengan tingkat kemajuan tertentu—telah dihasilkan oleh

para peneliti, dan kemudian iptek tersebut diadopsi oleh pihak-pihak yang

menghadapi masalah publik. Atas dasar argumentasi demikian, kebijakan iptek

dirumuskan untuk mengembangkan dan mendiseminasikan iptek yang

dianggap relevan dengan masalah publik yang tengah dihadapi. Argumentasi

seperti ini bersesuaian dengan pandangan determinisme teknologi (technology

determinism), yang merupakan inti dari model linier inovasi (Fagerberg dkk,

2004).

Kasus-kasus yang dibahas di Bab 5 mengungkapkan pola-pola interaksi

antara berbagai pelaku yang terlibat dalam difusi iptek. Pengelolaan difusi iptek,

oleh karenanya, memerlukan pengelolaan interaksi-interaksi tersebut. Interaksi

antara peneliti dan pelaku-pelaku lain dalam suatu difusi iptek merupakan

aspek yang terabaikan dalam model linier inovasi. Hal yang kurang

diperhatikan dalam model linier inovasi adalah karakteristik dari praktis

penelitian (research practice) itu sendiri. Kajian empirik yang dibahas dalam Bab 3

dan Bab 4 memperlihatkan bahwa penelitian itu sendiri meliliki karakter jejaring

yang tersebar. Para peneliti, melalui kegiatan penelitian mereka, terlibat dalam

relasi-relasi dengan berbagai pelaku yang tersebar dalam ruang dan waktu, dan

iptek berkembang melalui relasi-relasi tersebar tersebut.

Untuk menjawab masalah publik dibutuhkan transformasi penelitian iptek

ke dalam inovasi di sektor publik. Transformasi tersebut tidak dapat

diwujudkan melalui langkah-langkah sekuensial-linier (penelitian dasar

penelitian terapan diseminasi/adopsi). Transformasi tersebut berlangsung

melalui pengembangan relasi-relasi antar jejaring-jejaring yang melibatkan

pelaku-pelaku yang heterogen. Atas dasar argumentasi demikian dapat

disimpulkan bahwa jika suatu kebijakan iptek disusun untuk menjawab masalah

keterwujudan objektif tersebut. Dalam pembuatan kebijakan, kedua hal ini penting

dibedakan.

Page 232: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

220 ke dalam inovasi

publik, maka objektif dari kebijakan iptek tersebut haruslah dinyatakan dalam

bentuk transformasi jejaring. Pernyataan objektif dari kebijakan iptek perlu

mencakup: (i) pelaku-pelaku yang dipandang relevan dan isu-isu yang

dihadapi/dianggap penting oleh pelaku-pelaku tersebut; dan (ii) relasi-relasi

antara pelaku-pelaku yang dipandang perlu untuk dikembangkan, diperluas

ataupun diperlemah.

7.5 Transformasi Jejaring sebagai Objektif Kebijakan

Jika penelitian dan difusi iptek memiliki karakter jejaring, maka suatu kebijakan

iptek perlu dirumuskan untuk menstimulasi transformasi jejaring. Instrumen-

instrumen kebijakan iptek yang konvensional dapat dikerahkan untuk

mewujudkan transformasi jejaring tersebut. Misalnya, dengan

memperbesar/memperkecil anggaran penelitian, relasi-relasi tertentu akan

menguat/melemah. Dengan memfasilitasi penyelenggaraan seminar-seminar

dan forum-forum ilmiah, relasi-relasi antara pelaku-pelaku tertentu akan

berkembang. Pengadaan perangkat-perangkat eksperimen, buku-buku teks dan

jurnal-jurnal ilmiah juga akan menimbulkan perubahan-perubahan jejaring. Jadi,

instrumen-instrumen kebijakan iptek yang konvensional dapat digunakan untuk

mewujudkan transformasi jejaring.

Untuk mewujudkan transformasi jejaring (sebagai objektif dari kebijakan

iptek), kebijakan dan program iptek yang dirumuskan oleh KRT perlu berfokus

pada interaksi-interaksi dan relasi-relasi antara pelaku litbang dan pelaku non-

litbang. Objektif (transformasi jejaring) tersebut dapat dibedakan ke dalam sub-

objektif: (i) perluasan interaksi (antara sesama pelaku litbang dan antara pelaku

litbang dan pelaku non-litbang)—tahapan penelitian dan pengembangan iptek;

(ii) perluasan ruang pembelajaran (atau ruang variasi-seleksi pilihan-pilihan

iptek)—tahapan pemanfaatan iptek. Sub-objektif yang pertama tersebut

dimaksudkan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya lintasan penelitian

yang irreversible.

Berbeda dengan objektif tersebut di atas, dalam model linier inovasi

lazimnya objektif kebijakan iptek dinyatakan dalam bentuk: (i) capaian

pengembangan iptek di laboratorium; (ii) sasaran diseminasi hasil

Page 233: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 221

pengembangan iptek (dengan harapan akan terjadi adopsi). Kedua hal ini

merupakan bagian yang penting dari transformasi jejaring, tetapi tidak memadai

sebagai objektif dari kebijakan iptek.

Sebagai ilustrasi, pada dekade 1990-an KRT memiliki program-program

iptek yang, antara lain, dikenal dengan nama Riset Unggulan Terpadu (RUT),

Riset Unggulan Kemitraan (RUK), dan Riset Unggulan Strategis Nasional

(RUSNAS). Program-program ini menekankan aspek keterpaduan, kemitraan,

dan aspek stratejik nasional. Meski demikian, kegiatan-kegiatan yang

distimulasi oleh program-program tersebut masih terbatas pada penelitian dan

pengembangan iptek. Yang kurang mendapatkan perhatian adalah perluasan

interaksi-interaksi antara para pelaku litbang iptek dan pelaku non-litbang iptek.

Tercapainya keterpaduan dan kemitraan mempersyaratkan interaksi-

interaksi, negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai

kesepakatan tentang, misalnya, masalah penelitian bersama (common research

problem), pertanyaan dan objektif penelitian bersama serta distribusi peranan.

Kesepakatan dalam hal-hal ini semua akan dicapai bila dianggap sesuai dengan

nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang dianut oleh pihak-pihak yang

terlibat. Untuk mencapai keberlanjutan (sustainability), kesepakatan tersebut

perlu dirumuskan dalam suatu kerangka kerja jangka menengah/panjang.

Indikator-indikator dari keterpaduan/kemitraan tersebut adalah, misalnya:

terbentuknya asosiasi keilmuan multi/lintas-disiplin, dihasilkannya platform

penelitian lintas-disiplin, terbentuknya usaha kecil/menengah yang dijalankan

bersama oleh pengusaha dan peneliti, dihasilkannya standar produk tertentu

melalui kesepakatan antara peneliti, pengusaha dan regulator, dan lain-lain. Bila

keterpaduan, kemitraan dan ke-stratejik-an merupakan objektif dari kebijakan

iptek, kualitas akademik dari penelitian dan jumlah publikasi ilmiah/paten

bukan merupakan indikator-indikator ketercapaian objektif yang memadai.

7.6 Program Iptek untuk Transformasi Jejaring

Di bagian terdahulu telah didiskusikan bahwa jika kebijakan iptek dimaksudkan

untuk menjawab masalah publik, maka kebijakan ini perlu menstimulasi dan

mendorong terjadinya transformasi penelitian ke dalam inovasi. Prinsip-prinsip

teoretikal yang dibahas di Bab 6 (proposisi 1, proposisi 2 dan proposisi 3)

Page 234: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

222 ke dalam inovasi

menegaskan bahwa baik penelitian iptek maupun difusi iptek memiliki karakter

jejaring. Dikarenakan adanya sifat jejaring tersebut, transformasi penelitian ke

dalam inovasi memerlukan transformasi jejaring—model jejaring inovasi. Jadi,

iptek tidak dapat memberikan jawaban bagi masalah publik hanya melalui

langkah-langkah yang linier (penelitian/pengembangan iptek yang dilanjutkan

dengan penerapan iptek), sebagaimana disarankan oleh model linier inovasi.

Berbagai keterbatasan dari model linier ini telah didiskusikan di bab-bab

terdahulu.

Proposisi 3 yang dibahas di Bab 6 menyatakan secara spesifik kondisi-

kondisi yang merupakan persyaratan bagi transformasi penelitian ke dalam

inovasi, yaitu: pertama, penelitian-penelitian berlangsung dalam lintasan yang

reversible; dan ke dua, terdapat relasi-relasi antara jejaring penelitian dan jejaring

non-penelitian yang memungkinkan perkembangan ruang pembelajaran.

Pernyataan kedua objektif tersebut bersifat umum. Artinya, pernyataan tersebut

berlaku tanpa mempersoalkan sektor-sektor publik tertentu di mana suatu

masalah publik akan dijawab melalui kebijakan iptek.

Sejak awal dekade 2000-an, KRT memperkenalkan program-program iptek

yang diberi nama: (i) Program Iptek Dasar; (ii) Program Iptek Terapan; (iii)

Program Peningkatan Kapasitas Sistem Produksi; dan (iv) Program Percepatan

Difusi Iptek. Program-program iptek tersebut masing-masing memiliki objektif

dan sasaran yang spesifik. Mengacu pada prinsip-prinsip teoretikal yang

dibahas di Bab 6, keempat program iptek tersebut perlu dapat mewujudkan

kondisi-kondisi sebagai berikut: penelitian-penelitian dalam lintasan yang

reversible; relasi-relasi antara jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian yang

memungkinkan perkembangan ruang pembelajaran.

Kedua kondisi tersebut dapat diwujudkan melalui keterpautan dalam hal

isu dan perspektif antara program yang satu dan progam yang lain—interaksi

lintas-program. Interaksi-interaksi tersebut akan menimbulkan transformasi-

transformasi pengetahuan yang disertai dengan penyesuaian-penyesuaian

antara beragam para pelaku yang terlibat. Dengan adanya interaksi-interaksi

lintas-program, terbuka peluang bagi:

Page 235: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 223

pengembangan relasi-relasi antara berbagai pelaku yang mengandung

cukup keragaman isu dan perspektif untuk memberikan lintasan penelitian

yang reversible;

pengembangan lebih banyak pilihan-pilihan iptek, lebih banyak (calon)

pengadopsi iptek yang terlibat, dan relasi-relasi yang lebih padat—

pengembangan ruang pembelajaran.

Sebagai ilustrasi mengenai interaksi lintas-program, pertanyaan-pertanyaan dan

isu-isu yang dirumuskan untuk program iptek dasar memiliki relevansi yang

kuat dengan pertanyaan dan isu-isu untuk program iptek terapan, program

peningkatan kapasitas sistem produksi dan program percepatan difusi iptek.

Hal demikian juga berlaku bagi program-program yang lainnya. Skema

keterpautan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu antara secara lintas-program ini

divisualkan dalam Gambar 7.2.

Dalam Gambar 7.2 tersebut, relasi-relasi linier uni-direksional (dinyatakan

dengan garis lurus berarah ke kanan) antara program-program iptek

bersesuaian dengan model linier inovasi. Relasi-relasi yang bersifat antisipatif

dan adaptif, garis-garis lengkung berarah ke kiri dengan nomor (1) sampai

dengan (7), merepresentasikan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu yang

menghubungkan program iptek yang relatif berada di ‗hilir‘ dengan program

iptek yang relatif berada di ‗hulu‘. Jadi, garis lengkung dengan nomor (1)

bersesuaian dengan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu yang menghubungkan

program percepatan difusi iptek dan program iptek dasar, dan seterusnya. Pada

bagian berikut ini dijabarkan kumpulan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu

yang menghubungkan program iptek yang satu dan program iptek yang lain.

Page 236: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

224 ke dalam inovasi

Program Iptek

Dasar

Program Iptek

Terapan

Program

Peningkatan

Kapasitas Inovasi

Program

Perluasan/

Percepatan Difusi

(3)

(1)

(4)

(2)

(5)

(6)

(7)

Gambar 7.2 Keterpautan Pertanyaan/Isu antara Program-Program

Iptek dalam Perspektif Model Jejaring Inovasi

7.6.1 Program Iptek Dasar/Fundamental

Progam iptek dasar/fundamental perlu berfokus bukan hanya pada

pengembangan iptek dasar dalam makna yang konvensional, melainkan

mencakup upaya-upaya untuk merumuskan masalah atau pertanyaan

fundamental yang terkait dengan peluang-peluang inovasi dan pilihan-pilihan

masa depan bangsa. Dalam makna yang konvensional, penelitian iptek dasar

adalah penelitian tentang jenis-jenis iptek yang berada di posisi dasar dari

piramida iptek (lihat Gambar 2.3 di Bab 2). Membatasi penelitian fundamental

hanya pada jenis-jenis iptek ini akan mengurangi nilai stratejik dari penelitian

fundamental itu sendiri.

Program iptek dasar/fundamental perlu mencakup berbagai pertanyaan

dan isu fundamental yang memiliki nilai stratejik bagi inovasi dan kemajuan

bangsa. Untuk merumuskan masalah fundamental tersebut, diperlukan interaksi

antara peneliti-peneliti dengan beragam keilmuan (termasuk ahli ekonomika

dan budayawan), para praktisi perencana pembangunan, pelaku usaha dan

entrepreneur, politisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Para fisikawan dan

matematikawan memiliki keterbatasan untuk bisa menerawang peluang-

Page 237: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 225

peluang inovasi. Para politisi dan tokoh masyarakat penting terlibat dalam

upaya-upaya menerawang masa depan (foresight).

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat digunakan

sebagai panduan dalam perumusan program iptek fundamental.

Kelompok pertanyaan (1) — perumusan pertanyaan-pertanyaan

fundamental berkaitan dengan pilihan-pilihan masa depan bangsa

dan peluang-peluang inovasi:

Apakah pilihan-pilihan masa depan bangsa yang

diinginkan (jangka menengah dan panjang); apakah

tantangan-tantangan yang dihadapi dalam kerangka upaya

mewujudkan pilihan-pilihan masa depan tersebut; apakah

peluang-peluang inovasi untuk menjawab tantangan-

tantangan; apakah nilai-nilai (values) dan risiko-risiko

potensial dari inovasi tersebut bagi berbagai

kelompok/elemen sosial di masyarakat;

Apakah perubahan-perubahan sosial, ekonomik dan

teknologikal (social, economic and technological changes) yang

diperlukan untuk mewujudkan peluang-peluang inovasi

tersebut di atas; apakah pertanyaan-pertanyaan

fundamental yang perlu dijawab secara ilmiah untuk

mewujudkan perubahan-perubahan sosial, ekonomik dan

teknologikal tersebut.

Kelompok pertanyaan (2) — perumusan pertanyaan-pertanyaan

fundamental yang relevan bagi upaya peningkatan kapasitas

inovasi:

Apakah kapasitas sosial, ekonomik dan teknologikal yang

perlu dimiliki oleh kelompok-kelompok/elemen-elemen

sosial (pelaku regulasi, pelaku usaha, pelaku finansial,

pelaku industri, pelaku litbang, kelompok-kelompok non-

formal/tradisional, dan lain-lain) di masyarakat, untuk

Page 238: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

226 ke dalam inovasi

mewujudkan peluang-peluang inovasi tersebut di atas;

apakah pertanyaan-pertanyaan fundamental yang perlu

dijawab secara ilmiah untuk mendorong peningkatan

kapasitas sosial, ekonomik dan teknologikal tersebut;

Kelompok pertanyaan (3) - perumusan pertanyaan-pertanyaan

fundamental untuk penelitian dan pengembangan iptek:

Seperti apakah kondisi iptek (ilmu-ilmu kealaman,

teknologi, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan) yang ada

pada saat ini (present state of the art); apakah iptek yang ada

sekarang telah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan

fundamental yang dirumuskan di atas; apakah pertanyaan-

pertanyaan fundamental yang masih belum bisa dijawab

oleh iptek yang ada pada saat ini.

Dalam perumusan pertanyaan di atas, program pengembangan iptek dasar

diletakkan dalam kerangka upaya pewujudan visi tentang masa depan bangsa.

Pembahasan tentang pilihan-pilihan masa depan bangsa merupakan bagian

yang terpadu dari program iptek dasar.

7.6.2 Program Iptek Terapan

Bila program iptek dasar/fundamental berfokus pada pertanyaan-pertanyaan

fundamental, program iptek terapan berfokus pada pengembangan faktor-faktor

enabling perubahan. Program iptek dasar/fundamental berfokus pada

penyingkapan (discovery) sebab-sebab fundamental (fundamental causes),

sebutlah, X, yang diperlukan untuk mewujudkan keadaan bangsa yang

diterawang, Y. Sebab-sebab X tersebut dapat berwujud teknologikal, sosial,

ataupun kultural. Program iptek terapan menggali dan mengembangkan teknik-

teknik untuk mewujudkan atau merealisasikan X dalam konteks-konteks yang

khusus.

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat digunakan

sebagai panduan dalam perumusan program iptek terapan.

Page 239: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 227

Kelompok pertanyaan (4) — perumusan pertanyaan-pertanyaan

untuk penelitian dan pengembangan iptek sesuai dengan konteks-

konteks inovasi yang khusus:

Seperti apalah konteks-konteks sosial, ekonomik dan

teknologikal di mana inovasi-inovasi berpeluang terwujud;

seperti apakah karakteristik dan perilaku dari (calon)

pengadopsi iptek; bagaimanakah iptek yang tersedia

dikembangkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan

konteks-konteks sosial, ekonomik dan teknologikal, serta

karakteristik dan perilaku dari para calon pengadopsi

tersebut;

Kelompok pertanyaan (5) — perumusan pertanyaan-pertanyaan

untuk penelitian dan pengembangan iptek sesuai dengan kapasitas

dan kemampuan para pengadopsi iptek:

Seperti apakah kapasitas dan kemampuan para calon

pengadopsi iptek untuk melakukan pembelajaran dan

mengintegrasikan iptek yang diadopsi ke dalam praktis;

bagaimanakah iptek yang tersedia dikembangkan

sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kapasitas dan

kemampuan para calon pengadopsi tersebut;

7.6.3 Program Peningkatan Kapasitas

Iptek yang dikembangkan melalui program iptek terapan perlu diadopsi oleh

berbagai pelaku, dan diintegrasikan ke dalam praktis. Upaya ini memerlukan

kapasitas dan kemampuan. Jika kapasitas dan kemampuan ini rendah, maka

terbatas iptek yang dapat diadopsi. Faktor-faktor kunci bagi peningkatan

kapasitas ini adalah pembelajaran dan pengembangan kelembagaan atau

kepranataan.

Page 240: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

228 ke dalam inovasi

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat digunakan

sebagai panduan dalam perumusan program peningkatan kapasitas inovasi.

Kelompok pertanyaan (6) — perumusan pertanyaan-pertanyaan

untuk peningkatan kapasitas inovasi:

Seperti apakah konteks-konteks sosial, ekonomik dan

teknologikal di mana inovasi-inovasi berpeluang terwujud;

bagaimanakah kapasitas sosial, ekonomik, teknologikal

ditingkatkan untuk mempercepat dan memperluas inovasi-

inovasi; pola-pola pembelajaran seperti apakah yang diperlukan

untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan para calon

pengadopsi iptek untuk mengintegrasikan iptek yang ada ke

dalam praktis;

Di sini, kapasitas sosial mencakup modal sosial dan kapasitas kelembagaan;

kapasitas ekonomik mencakup kapasitas finansial, kapasitas pengambilan

keputusan investasi, dan kapasitas distribusional; kapasitas teknologikal

mencakup kapasitas produksi dan konsumsi, kapasitas pengembangan produk,

serta kapasitas adopsi dan integrasi iptek ke dalam praktis sosial.

7.6.4 Program Percepatan Difusi

Percepatan difusi bergantung pada keberhasilan dalam pengembangan ruang

pembelajaran. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat

digunakan sebagai panduan dalam perumusan program percepatan difusi iptek

Kelompok pertanyaan (7) — perumusan pertanyaan-pertanyaan

untuk percepatan dan perluasan difusi iptek:

Apakah adopsi iptek yang dipraktikkan telah menciptakan

nilai-nilai bagi pihak-pihak yang melakukan adopsi tersebut;

Page 241: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 229

apakah terdapat pihak-pihak yang termarjinalkan atau

bahkan menanggung risiko sebagai konsekuensi dari adopsi

iptek; apakah kapasitas sosial, ekonomik, teknologikal yang

ada telah cukup digali untuk mempercepat dan memperluas

difusi iptek; apakah pola pembelajaran yang ada sudah

efektif dalam meningkatkan kapasitas-kapasitas yang

diperlukan untuk melakukan adopsi iptek;

7.6.5 Kegiatan, Output dan Outcome Program

Agar suatu kegiatan penelitian iptek dapat berkontribusi ke dalam inovasi,

kegiatan penelitian iptek tersebut harus menimbulkan perubahan pada

kegiatan-kegiatan non-penelitian dalam beragam konteks praktis di masyarakat.

Hal ini hanya dapat terjadi bila terdapat keterpautan yang erat antara kegiatan

penelitian dan kegiatan-kegiatan non-penelitian. Interaksi antara para peneliti

dan para pelaku non-peneliti adalah faktor yang penting untuk membangun

keterpautan antara kegiatan penelitian iptek dan kegiatan non-penelitian. Model

linier inovasi menyarankan bahwa interaksi ini dibangun sesudah kegiatan

penelitian iptek itu selesai (sesudah penelitian dasar dan penelitian terapan

selesai dilaksanakan). Hal ini menimbulkan risiko bahwa interaksi baru dimulai

ketika lintasan penelitian telah menjadi irreversible. Berbeda dari model linier,

model jejaring inovasi menyarankan bahwa interaksi dibangun bahkan sebelum

penelitian iptek dasar dimulai.

Untuk menstimulasi pengembangan interaksi-interaksi dan transformasi

jejaring, program-program iptek perlu mendukung kegiatan-kegiatan berikut

ini:

Inisiatif pembentukan forum-forum komunikasi iptek yang

melibatkan pelaku litbang iptek dan pelaku non-litbang;

pengembangan berbagai bentuk media komunikasi untuk

pengembangan dan pemeliharaan interaksi antara pelaku litbang

iptek dan pelaku non-litbang;

Page 242: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

230 ke dalam inovasi

Penelitian-penelitian yang berorientasi pada aksi dan perubahan

sosial seperti penelitian aksi (action research), penelitian

partisipatori (participatory research) dan penelitian-penelitian sejenis

yang lazim digunakan dalam penelitian sosial (social research).

Interaksi dan komunikasi yang lebih erat dan berkesinambungan antara para

peneliti, pelaku usaha dan politisi merupakan hal yang penting untuk

membangun pemahaman bersama (common understanding) di antara pihak-pihak

yang hidup dalam ‗dunia‘ yang berbeda-beda. Pembentukan forum-forum iptek

yang beranggotakan para pelaku litbang dan pelaku non-litbang (pelaku usaha,

politisi dan praktisi lainnya) dapat menjadi sarana yang penting bagi

pengembangan interaksi dan komunikasi. Upaya untuk saling-mengenal antara

pihak satu dengan pihak yang lain dengan disertai sikap saling mempercayai

dan saling menghormati, pada gilirannya akan menghasilkan ‗modal sosial‘ bagi

difusi dan adopsi iptek di masyarakat.

Selain forum-forum komunikasi, penelitian-penelitian yang berorientasi

pada aksi juga dapat menstimulasi perkembangan interaksi antara berbagai

pihak. Secara sederhana, suatu penelitian berorientasi aksi menggabungkan

penelitian dan aksi ke dalam suatu kesatuan metodologikal. Penelitian-

penelitian berorientasi aksi pada dasarnya merupakan sejenis penelitian sosial

(social research) yang berpola lintas-disiplin untuk menggali dan menemukenali

peluang-peluang perubahan, menginisiasi dan memfasilitasi perubahan, serta

mengantisipasi dampak-dampak perubahan yang tidak diinginkan. Interaksi,

partisipasi dan kesetaraan merupakan unsur-unsur yang esensial dari

penelitian-penelitian yang berorientasi aksi. Penelitian-penelitian berorientasi

aksi yang relevan dengan implementasi kebijakan iptek adalah, misalnya:

penelitian partisipatori untuk membangun kesepakatan mengenai suatu platform

atau agenda penelitian kolektif yang melibatkan para peneliti, pelaku usaha dan

pihak-pihak pemerintahan daerah; penelitian aksi untuk menstimulasi

permintaan atas produk iptek tertentu; penelitian aksi untuk memperluas ruang

pembelajaran dalam konteks difusi iptek tertentu; penelitian partisipatori untuk

menyiapkan iklim atau kepranataan yang kondusif bagi difusi/adopsi iptek;

dan lain-lain.

Page 243: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 231

Kegiatan-kegiatan yang distimulasi melalui program-program iptek, baik

kegiatan penelitian maupun kegiatan pengembangan interaksi, akan

menghasilkan output dan outcome. Output dari kegiatan-kegiatan tersebut

adalah makalah ilmiah, makalah kebijakan, purwa rupa iptek dan paten, serta

model-model perubahan sosial. Ini semua merupakan output ilmiah. Output

yang berkaitan dengan pengembangan interaksi mencakup: (i) dokumen-

dokumen kesepakatan yang dihasilkan oleh forum-forum komunikasi; (ii) media

komunikasi dan informasi (ilmiah dan non-ilmiah) yang diorganisasikan secara

ko-operatif antara pelaku litbang iptek dan pelaku non-litbang; dan (iii)

perusahaan-perusahaan/organisasi-organisasi baru (komersial ataupun non-

komersial) yang dijalankan secara kolaboratif antara pelaku litbang iptek dan

pelaku non-litbang.

Kemajuan dalam iptek merupakan outcome dari kegiatan penelitian dan

pengembangan iptek. Outcome dari pengembangan interaksi mencakup:

tumbuhnya pemahaman bersama, cara pandang bersama, sikap

saling-percaya dan saling-menghormati, serta kemauan

(willingness) untuk berko-operasi dan berkolaborasi antara pelaku

litbang iptek dan para pelaku non-litbang;

meningkatnya kapasitas pembelajaran (learning capacity) dan

kapasitas adopsi iptek di berbagai organisasi sosial dan

perusahaan komersial, termasuk perusahaan-perusahaan berskala

menengah dan kecil.

7.6.6 Keterkaitan Sektor Iptek dan Sektor Non-Iptek

Serangkaian program-program iptek tersebut di atas dapat diletakkan dalam

perspektif sistem input-output, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 7.3

berikut ini. Melalui program-program iptek, kebijakan iptek dan kebijakan non-

iptek dipertemukan. Isu-isu yang berasal dari sektor-sektor publik non-iptek

diakomodasikan ke dalam program-program iptek. Sebaliknya, implementasi

Page 244: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

232 ke dalam inovasi

program-program iptek membuka ruang pembelajaran yang melibatkan para

pelaku litbang dan pelaku non-litbang. Dengan cara demikian, terjadi interaksi

antara sistem litbang iptek dan sistem non-iptek dan terbuka peluang bagi

litbang iptek untuk berkontribusi dalam menjawab masalah-masalah publik.

Bila keterkaitan sistemik antara sektor (litbang) iptek dan sektor-sektor non-

iptek terbangun dengan erat, kontribusi iptek dalam pembangunan, khususnya

pembangunan ekonomik, menjadi dapat diukur. Dalam kondisi seperti ini,

indikator-indikator makro (seperti dalam total factor productivity, TFP) dan

variabel-variabel input/output dapat dirumuskan untuk tujuan pengukuran

kontribusi iptek dalam pembangunan. Pengukuran kontribusi iptek dalam

pembangunan diperlukan dalam perencanaan pembangunan iptek. Tetapi bila

keterkaitan tersebut tidak/belum bersifat sistemik, pengukuran-pengukuran

agregat tidak akan bisa mendeteksi efek-efek yang dihasilkan oleh sistem iptek.

Jika dua hal, katakanlah A dan B tidak memiliki relasi sistemik yang erat,

pengukuran ‗pengaruh A terhadap B‘ (dan sebaliknya) tidak akan menghasilkan

informasi yang cukup bermakna.

Di sektor ekonomik, pengukuran kontribusi investasi terhadap

pertumbuhan ekonomik lazim dilakukan. Jika pertumbuhan ekonomik (per

tahun) ingin ditingkatkan, katakanlah, X %, maka investasi (per tahun) harus

ditingkatkan Y %. Tetapi kaidah ‗jika-maka‘ ini hanya bermakna jika komponen-

komponen sistem ekonomik tersebut (sistem perbankan, sistem informasi,

sistem standar dan meterologi legal, sistem perijinan usaha, sistem

ketenagakerjaan, jejaring listrik dan transportasi, jejaring telekomunikasi, dan

lain-lain) telah terintegrasikan secara kokoh. Bila sistem ekonomik tersebut

terfragmentasi, menjadi sulit diestimasi kontribusi investasi terhadap kinerja

sistem ekonomik.

Page 245: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 233

Kebijakan

Non-Iptek

Sistem

Non-Iptek

Instrumen

Intervensi

Kebijakan

Iptek

(KNRT)

Input

Output,

Outcome

LPNK

Indikator

Sektor

Iptek

Sektor

Non-Iptek

Perguruan

Tinggi,

Balitbang

Instrumen

Intervensi

Input

Output,

Outcome

Indikator

Program-Program Iptek

Program Iptek

Dasar

Program Iptek

Terapan

Program

Peningkatan Kapasitas Inovasi

Program

Perluasan/Percepatan Difusi

(3)

(1)

(4)

(2)

(5)

(6)

(7)

Gambar 7.3 Program-Program Iptek sebagai Instrumen untuk

Membangun Keterpautan Antarsektoral

7.7 KRT sebagai Mediator

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, suatu kementerian memiliki

kewenangan untuk menyediakan regulasi dan sarana/pra-sarana untuk

menjawab masalah publik di sektor pembangunan tertentu. KRT, dan lembaga-

lembaga penelitian non-kementerian di bawah koordinasi KRT, bergerak di

sektor penelitian. Pada umumnya yang disediakan oleh KRT dan lembaga-

lembaga penelitian non-kementerian adalah hasil-hasil penelitian baik dalam

bentuk makalah ilmiah, rancangan teknologikal (technological design), maupun

Page 246: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

234 ke dalam inovasi

rancangan kesisteman (system design) sebagai hasil kajian-kajian sosial, politikal

atau ekonomik. Sebuah isu yang krusial di sini adalah: bagaimana produk yang

dihasilkan oleh KRT dibedakan dari produk yang dihasilkan oleh kementerian-

kementerian yang lain.

Sebagai ilustrasi, kementerian perindustrian, misalnya, memiliki

kewenangan untuk menyediakan alat-alat produksi untuk kepentingan publik.

BPPT pun memiliki kemampuan untuk meneliti, mengembangkan dan

melakukan rancang-bangun alat-alat produksi untuk kepentingan publik. Kedua

produk ini berbeda, atau seharusnya dibedakan. Produk yang disediakan oleh

kementerian industri adalah alat-alat produksi itu sendiri. Tetapi produk yang

disediakan oleh BPPT, pada intinya, adalah pengetahuan yang terkandung

dalam rancang-bangun. Dengan perkataan lain, KRT dan lembaga-lembaga

penelitian di bawah koordinasinya bekerja untuk mengembangkan pengetahuan

ilmiah di ranah publik, yaitu pengetahuan ilmiah yang menghasilkan nilai-nilai

bagi publik.

Dalam pembahasan di Bab 6 telah dinyatakan bahwa transformasi

pengetahuan (sebagai hasil penelitian) ke dalam nilai-nilai (inovasi)

membutuhkan semacam transformasi jejaring, khususnya: pengembangan

relasi-relasi antara berbagai pelaku; dan pengembangan ruang pembelajaran.

Secara lebih spesifik di atas telah diuraikan program-program iptek yang

relevan bagi pengembangan relasi dan ruang pembelajaran. Program-program

iptek yang diuraikan tersebut mengandung dua aspek dalam sebuah kesatuan

objektif: pertama, aspek pengembangan iptek; ke dua, aspek pengembangan

relasi-relasi dan ruang pembelajaran. Secara umum kegiatan penelitian dan

pengembangan iptek berlangsung di lembaga-lembaga penelitian LPNK,

perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang. Dalam konteks ini,

peranan KRT dalam pengembangan relasi-relasi dan ruang pembelajaran

merupakan hal yang krusial.

Pengembangan relasi-relasi dan ruang pembelajaran melibatkan

serangkaian negosiasi dan penyesuaian dari berbagai pihak yang beragam

dalam perspektif, nilai dan kepentingan. Meski penting, insentif finansial bukan

faktor yang memadai bagi pengembangan relasi-relasi dan ruang pembelajaran.

Di sini diperlukan adanya pihak atau pelaku yang melakukan langkah-langkah

Page 247: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 235

mediasi sedemikian rupa sehingga negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-

penyesuaian yang berlangsung dapat sampai pada suatu kesepakatan kolektif.

KRT dapat memainkan peran memfasilitasi dan membantu (to enable) proses

pencapaian kesepakatan tersebut.

Sebagai ilustrasi, pembentukan forum-forum iptek dapat menghasilkan

sarana kelembagaan yang diperlukan bagi pengembangan dan pemeliharaan

interaksi-interaksi. Penting bahwa keanggotaan forum-forum tersebut bersifat

hibrida, yaitu berasal dari beragam organisasi. Di sektor kesehatan, misalnya,

suatu forum iptek dapat melibatkan perwakilan organisasi perlindungan

konsumen, perwakilan organisasi pengobatan tradisional, perwakilan

kelompok-kelompok adat, selain para peneliti, pembuat regulasi, perwakilan

organisasi usaha dan perusahaan asuransi, perwakilan kementerian kesehatan,

kementerian perdagangan dan kementerian sosial. Di sektor energi, khususnya

energi nabati (bio-energy), suatu forum iptek perlu melibatkan para peneliti dan

praktisi, perwakilan organisasi tani, perwakilan kelompok adat, para pelaku

usaha baik penghasil maupun pengguna energi nabati, pembuat regulasi di

sektor pertanian, pertanahan, energi, perdagangan, dan perwakilan

pemerintahan daerah. Pembentukan forum-forum hibrida seperti ini

membutuhkan adanya mediator. Dalam hal ini, peranan KRT menjadi krusial.

Para pelaku yang terlibat dalam suatu forum hibrida tentu memiliki

perspektif atau kepentingan masing-masing. Para perwakilan kementerian

memiliki perspektif sektoral dan para perwakilan pemerintahan daerah

memiliki perspektif kedaerahan. Begitu pula, para pelaku usaha memiliki

kepentingan komersial dan perwakilan kelompok adat menganut nilai dan

perspektif tertentu. Dalam situasi seperti ini, sikap non-partisan dari mediator

menjadi penting. Sebagai mediator yang sekaligus juga merupakan aparatur

pemerintahan, penting bahwa KRT berfokus pada proses transformasi

pengetahuan ke dalam nilai-nilai bagi seluas mungkin publik. Dengan perkataan

lain, KRT tidak hanya berfokus pada proses transformasi penelitian ke dalam

inovasi, tetapi juga berupaya untuk memastikan bahwa inovasi yang terjadi

bersifat inklusif.

Berikut ini diuraikan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh KRT untuk

memainkan peranan sebagai mediator:

Page 248: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

236 ke dalam inovasi

Memantau capaian-capaian ilmiah (dalam berbagai bentuk)

yang diraih oleh para peneliti di lembaga-lembaga litbang

LPNK, perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang,

menyusun dokumentasi yang sistematik berdasarkan hasil

pemantauan tersebut, dan menyediakan akses yang luas bagi

publik atas dokumentasi tersebut;

Memantau interaksi-interaksi yang telah dirintis dan/atau

tengah dikembangkan oleh para peneliti di lembaga-lembaga

litbang LPNK, perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-

balitbang; pemantauan ini berfokus pada: (i) platform kerja sama

yang telah berhasil disepakati melalui interaksi-interaksi; (ii)

potensi-potensi inovasi yang digali melalui kerja sama tersebut;

(iii) kendala-kendala yang dihadapi untuk mewujudkan potensi

inovasi melalui kerja sama tersebut;

Mengevaluasi apakah publik telah dapat mengakses dengan

baik informasi tentang capaian-capaian ilmiah yang ada;

Mengevaluasi apakah sudah cukup terdapat interaksi-interaksi

berkaitan dengan potensi-potensi inovasi dari capaian-capaian

ilmiah yang ada;

Mengevaluasi apakah, dalam interaksi-interaksi yang tengah

berlangsung, ada peluang-peluang inovasi baru yang dapat

dihasilkan melalui perluasan interaksi-interaksi tersebut.

Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi tersebut KRT dapat

menyusun rencana (dalam bentuk program-program kegiatan)

untuk:

Meningkatkan dan memperluas akses publik terhadap informasi

tentang capaian-capaian ilmiah yang ada;

Menstimulasi dan memfasilitasi interaksi-interaksi untuk

menggali potensi-potensi inovasi dari capaian-capaian ilmiah

yang ada, dan mendorong pengayaan interaksi dalam kasus di

mana terjadi lintasan penelitian yang berpotensi menjadi

irreversible;

Memfasilitasi perluasan interaksi-interaksi dan ruang

Page 249: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 237

pembelajaran agar menghasilkan inovasi yang lebih signifikan

atau berdampak lebih luas.

Bergantung pada situasi-situasi yang khusus, beragam jenis kegiatan di atas—

pemantauan, evaluasi dan perencanaan—dapat dilaksanakan secara sekuensial

(dalam bentuk siklus) ataupun secara serentak (concurrent). Kegiatan-kegiatan

pemantauan dapat mengambil bentuk kegiatan rutin. Tetapi evaluasi dan

perencanaan membutuhkan penelitian/kajian kebijakan (policy research/study),

termasuk kejian kebijakan yang berorientasi pada aksi (action oriented research).

Penyusunan berbagai indikator yang relevan dan instrumen pemantauan yang

tepat juga membutuhkan kajian yang memadai.

Berbagai jenis kegiatan (pemantauan, evaluasi dan perencanaan) di atas

diuraikan untuk memposisikan KRT sebagai mediator bagi proses transformasi

penelitian ke dalam inovasi. KRT, sebagai mediator transformasi, tidak

melakukan penelitian untuk pengembangan iptek. Penelitian dan

pengembangan iptek dilaksanakan di lembaga-lembaga litbang LPNK,

perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang kementerian (dan juga

dinas-dinas litbang di pemerintahan daerah). KRT berfokus pada

pengembangan interaksi-interaksi, relasi-relasi, dan transformasi jejaring. Untuk

mendukung peranan ini, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian yang berjenis

penelitian kebijakan dan penelitian yang berorientasi aksi.

Perumusan peranan KRT sebagai mediator, sebagaimana diuraikan di atas,

bersifat umum (generic) dalam arti perumusan tersebut tidak bergantung pada

prioritas-prioritas pembangunan nasional yang spesifik, yang bergantung pada

dinamika politik nasional. Apa pun rencana, prioritas dan sasaran

pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, sumbangan

dari sektor riset dan teknologi adalah mewujudkan ‗transformasi penelitian ke

dalam inovasi‘ yang relevan dengan prioritas dan sasaran tersebut. Dalam hal

ini, peranan KRT sebagai mediator bagi ‗transformasi jejaring‘ menjadi krusial.

Peranan demikian tidak mungkin dijalankan oleh aparatur pemerintahan yang

lain.

Page 250: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

238 ke dalam inovasi

7.7.1 Posisi Lemlit LPNK

Lembaga penelitian LPNK, balitbang kementerian dan perguruan tinggi publik91

semuanya merupakan lembaga publik yang, secara legal-formal, mengemban

tanggung jawab untuk merespons dan menjawab permasalahan publik.

Konsekuensi dari tanggung jawab demikian adalah bahwa relevansi publik dari

penelitian merupakan isu yang krusial bagi lembaga-lembaga tersebut. Suatu

penelitian yang memiliki relevansi publik adalah yang menghasilkan nilai-nilai

di ranah publik. Untuk mewujudkan relevansi publik dari penelitian, penting

bahwa lembaga-lembaga tersebut terlibat dalam relasi-relasi dengan berbagai

pelaku di ranah publik.

Paparan di Bab 3 dan Bab 4 memperlihatkan bahwa antara lembaga-

lembaga penelitian LPNK, balitbang-balitbang dan perguruan-perguruan tinggi

terdapat perbedaan struktural-fungsional. Bagi sebuah perguruan tinggi,

pengajaran dan pendidikan merupakan kegiatan-kegiatan yang esensial.

Kegiatan penelitian di perguruan tinggi tidak terlepas dari pengajaran dan

pendidikan. Di balitbang, para peneliti melakukan penyesuaian-penyesuaian

dengan kolega-kolega di direktorat-direktorat teknikal. Lingkup penelitian di

balitbang dibatasi oleh lingkup sektoral kementerian yang menaungi balitbang

tersebut. Dibandingkan dengan perguruan tinggi dan balitbang, lembaga

penelitian non-kementerian memiliki keleluasaan yang relatif lebih tinggi untuk

melakukan penelitian dan pengembangan relasi-relasi dengan berbagai pelaku

di ranah publik.

LIPI merupakan lembaga publik yang menyelenggarakan kegiatan

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam rentang disiplin

keilmuan yang luas mencakup ilmu-ilmu kealaman, ilmu-ilmu sosial dan

kemanusiaan. Dengan posisi dan kapasitas seperti ini, LIPI memiliki peranan

yang penting sebagai pemandu perkembangan ilmu pengetahuan pada skala

nasional. Untuk mewujudkan relevansi publik dari penelitian dan

perkembangan ilmu pengetahuan, hal-hal berikut ini dapat dilakukan oleh LIPI:

91

Perguruan tinggi publik yang dimaksudkan di sini adalah perguruan tinggi yang

pendirian dan penyelenggaraan kegiatannya menggunakan sumber daya dan kewenangan

publik dan, sebagai konsekuensinya, terikat pada kepentingan publik.

Page 251: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 239

Berkoordinasi dengan KRT untuk memantau capaian-capaian

ilmiah (dalam berbagai bentuk) yang diraih oleh para peneliti

di lembaga-lembaga litbang LPNK, perguruan-perguruan

tinggi dan balitbang-balitbang, dan melakukan penilaian

(assessment) apakah penelitian-penelitian tersebut telah

mimiliki relevansi publik; berkoordinasi dengan KRT untuk

menyusun dokumentasi capaian-capaian ilmiah dan

menyediakan akses bagi pihak-pihak yang relevan;

Memberikan advokasi pada lembaga-lembaga penelitian

publik (perguruan-perguruan tinggi, balitbang-balitbang

kementerian dan pemerintahan daerah) untuk peningkatan

relevansi publik dari penelitian; melakukan inisiasi kerja sama

dengan berbagai lembaga penelitian untuk

merespons/menjawab permasalahan publik tertentu;

Memantau perkembangan pengetahuan pada masyarakat non-

peneliti, dan menilai apakah sudah memadai bagi kemajuan

kualitas kehidupan sosial; bekerja sama dengan berbagai

pelaku (pemerintah daerah, LSM, pelaku media publik dan

perusahaan-perusahaan swasta) untuk mempromosikan

pembelajaran publik;

Secara berkala dan sinambung menyelenggarakan foresight92

iptek dan merumuskan tema-tema penelitian stratejik

berdasarkan foresight tersebut; memelopori penelitian dan

pengembangan iptek yang berkaitan dengan tema-tema

stratejik tersebut;

Dengan berkoordinasi dengan KRT, bekerja sama dengan

kementerian-kementerian lain dan pemerintahan daerah untuk

92

Dalam konteks pembahasan di sini, foresight lebih relevan daripada forecast. Suatu

forecast bersandar pada lintasan di masa lalu dan kecenderungan yang ke masa depan

yang ditimbulkan oleh lintasan masa lalu tersebut. Dalam foresight, meski lintasan masa

lalu diperhintungkan, arah ke depan diturunkan berdasarkan suatu visi tentang masa

depan.

Page 252: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

240 ke dalam inovasi

merumuskan kebijakan tentang pengembangan ilmu

pengetahuan dan inovasi pada skala nasional dan daerah

untuk peningkatan kualitas kehidupan sosial secara utuh.

Berbeda dari LIPI yang berfokus pada ilmu pengetahuan, kegiatan BPPT

berfokus pada teknologi mencakup penelitian, pengembangan dan penerapan.

Teknologi (dalam bentuk alat, mesin, struktur dan infrastruktur) hadir ke dalam

berbagai kehidupan publik melalui beberapa mekanisme seperti persaingan

pasar, kegiatan-kegiatan layanan publik di berbagai sektor pembangunan dan

juga inisiatif-inisiatif spontan oleh berbagai komunitas. Berkaitan dengan

kehadiran teknologi dalam kehidupan publik, BPPT dapat memainkan peranan

yang penting dalam peningkatan manfaat sosial/ekonomik dari teknologi dan

peningkatan kualitas pembelajaran sosial dalam adopsi teknologi oleh berbagai

pihak di masyarakat. Untuk menopang peranan tersebut, hal-hal berikut ini

dapat dilakukan oleh BPPT:

Berkoordinasi dengan KRT untuk memantau hasil-hasil upaya

pengembangan teknologi yang diraih oleh para peneliti di

lembaga-lembaga litbang LPNK, perguruan-perguruan tinggi

dan balitbang-balitbang, dan melakukan penilaian apakah

hasil-hasil tersebut berpotensi untuk diadopsi oleh masyarakat;

berkoordinasi dengan KRT untuk menyusun dokumentasi dan

menyediakan akses bagi pihak-pihak yang relevan;

Memberikan advokasi pada lembaga-lembaga penelitian

publik (perguruan-perguruan tinggi, balitbang-balitbang

kementerian dan pemerintahan daerah) untuk peningkatan

relevansi publik dari penelitian teknologi; melakukan inisiasi

kerja sama dengan berbagai lembaga penelitian untuk

mempromosikan difusi/adopsi teknologi untuk menjawab

permasalahan publik tertentu;

Memantau teknologi yang hadir di berbagai ranah publik, dan

menilai apakah kehadiran teknologi tersebut membawa

Page 253: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 241

pengaruh yang baik bagi kemajuan kualitas kehidupan sosial;

bekerja sama dengan berbagai pelaku (pemerintah daerah,

LSM, pelaku media publik dan perusahaan-perusahaan swasta)

untuk peningkatan sumbangan teknologi dalam kehidupan

publik;

Secara berkala dan sinambung, dan bermitra dengan pelaku-

pelaku yang relevan, menyelenggarakan foresight teknologi dan

merumuskan tema-tema penelitian dan pengembangan

teknologi yang stratejik berdasarkan foresight teknologi

tersebut; memelopori penelitian dan pengembangan teknologi

yang berkaitan dengan tema-tema stratejik tersebut.

Dengan berkoordinasi dengan KRT, bekerja sama dengan

kementerian-kementerian lain dan pemerintahan daerah untuk

merumuskan kebijakan tentang pengembangan teknologi dan

inovasi pada skala nasional dan daerah untuk peningkatan

kualitas kehidupan sosial secara utuh.

Dibandingkan dengan LIPI dan BPPT, lembaga-lembaga LPNK lain seperti

BATAN, BAPETEN, LAPAN, BAKOSURTANAL dan BSN memiliki lingkup

penelitian dengan rentang disiplin keilmuan yang lebih spesifik. Meski

demikian, seperti halnya LIPI dan BPPT, penting bahwa lembaga-lembaga

tersebut dapat memainkan peranan pengelolaan iptek di ranah publik.

Misalnya, BATAN dan BAPETEN berfokus pada permasalahan publik di sektor

pangan, kesehatan dan energi yang dapat dijawab melalui pengembangan dan

pemanfaatan radiasi nuklir. BATAN dan BAPETEN dapat memantau

pengelolaan limbah nuklir dari berbagai kegiatan penelitian (baik di lembaga

publik maupun swasta) yang terkait dengan pemanfaatan radiasi dan tenaga

nuklir, serta memastikan relevansi publik dari kegiatan tersebut. Lembaga-

lembaga ini juga dapat terlibat dalam foresight iptek dengan berfokus pada iptek

nuklir. BSN dapat bekerja sama dengan LIPI, BPPT, dan BAPETEN untuk

menilai dampak dari penggunaan teknologi (dengan mengacu pada standar

yang berlaku) yang ada di berbagai sektor publik dan swasta, dan

mengembangkan standar yang baru. BSN juga dapat bekerja sama dengan LIPI

Page 254: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

242 ke dalam inovasi

dan perusahaan-perusahaan swasta untuk menyediakan pendidikan publik

tentang standar.

Interaksi dan kerja sama antara lembaga-lembaga penelitian LPNK itu

sendiri merupakan hal yang penting. Sebagai ilustrasi, pemanfaatan teknologi di

masyarakat membutuhkan perubahan cara pandang, persepsi, perilaku dan

kepranataan sosial, selain rancang bangun teknologikal. Berbagai aspek sosio-

kultural dari pemanfaatan teknologi dapat dikembangkan melalui kerja sama

antara LIPI dan BPPT. LIPI dan BPPT dapat memelopori pengembangan

pengetahuan tentang sistem ekonomik yang memperhitungkan faktor penelitian

dan adopsi teknologi—pengembangan teori inovasi. Hasil penelitian ini dapat

diadopsi para pembuat kebijakan ekonomik untuk menstimulasi difusi

teknologi di ranah ekonomik. BPPT dan LIPI dapat memelopori

mengembangkan teori tentang pembelajaran dalam konteks difusi teknologi,

dan hasil dari pengembangan ini didialogkan dengan berbagai pelaku dari

perguruan tinggi, balitbang dan lembaga-lembaga penelitian lain.

Penelitian tentang disiplin teknologi tertentu dapat berlangsung sekaligus di

beberapa lembaga. Misalnya, tentang pemanfaatan nuklir, BATAN melakukan

penelitian dan pengembangan teknik tertentu, BAPETEN mengkaji dampak

lingkungan dari teknik tersebut, BSN merumuskan standar teknikal yang

relevan, BPPT melakukan penelitian tentang model difusi/adopsi teknik

tersebut, LIPI melakukan penelitian tentang cara pandang dan perilaku sosial

yang relevan.

Dalam uraian di atas, pembedaan peranan antara lembaga-lembaga

penelitian publik tidak didasarkan atas model linier inovasi, tetapi model

jejaring inovasi. Bila model linier inovasi yang dijadikan panduan, lembaga-

lembaga penelitian dibedakan atas dasar perbedaan jenis-jenis penelitian.

Misalnya, lembaga yang satu berfokus pada penelitian dasar, sementara

lembaga yang lain pada penelitian terapan, dan lembaga yang lain lagi pada

difusi hasil penelitian. Pembedaan seperti ini mengandung risiko bahwa tidak

terjadi ‗aliran pengetahuan‘ dari satu lembaga ke lembaga lainnya sebagaimana

diasumsikan dalam model linier inovasi. Pemaksaan ‗aliran pengetahuan‘

dengan pendekatan struktural juga bukan hal yang baik karena dua alasan:

pertama, pemaksaan struktural menimbulkan hilangnya kebebasan akademik

Page 255: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 243

dan; ke dua, pemaksaan struktural tidak akan menghasilkan adopsi hasil

penelitian yang bertahan lama (durable). Model jejaring inovasi tidak

menekankan ‗aliran pengetahuan‘ tetapi interaksi dan pengembangan relasi-

relasi dengan berbagai pelaku di ranah publik.

Adanya tumpang-tindih penelitian antara satu lembaga dan lembaga yang

lain bukan hal yang buruk dalam perspektif jejaring inovasi. Sejauh penelitian-

penelitian berlangsung dengan disertai pengembangan relasi-relasi, kecil

kemungkinan penelitian-penelitian itu sepenuhnya tumpang-tindih. Misalnya,

penelitian tentang teknologi X yang melibatkan relasi-relasi dengan pelaku-

pelaku A, B dan C sangat mungkin berbeda dengan penelitian teknologi X yang

melibatkan pelaku-pelaku D, E dan F. Para pelaku pada umumnya memiliki

nilai dan kepentingan yang berbeda-beda dan interaksi antara para pelaku

tersebut menghasilkan konteks dan arah penelitian yang spesifik dan unik.

Pada Gambar 7.4 divisualisasikan posisi KRT dan Lemlit LPNK dalam

konstelasi jejaring iptek nasional. Pada gambar tersebut, di tengah-tengah

terdapat lembaga-lembaga litbang LPNK yang bekerja di bawah ko-ordinasi

KRT. Di sisi-sisi lain terdapat berbagai lembaga/organisasi di masyarakat,

termasuk organisasi politik, LSM, dan badan-badan internasional. Dalam

konseptualisasi yang divisualkan pada gambar tersebut, KRT dan lembaga-

lembaga litbang LPNK menjalankan fungsi-fungsi sebagai berikut:

Penyusunan agenda iptek nasional

KRT, bersama-sama dengan lembaga-lembaga litbang LPNK,

menyusun agenda pembangunan iptek nasional sebagai

respons terhadap: (i) prioritas pembangunan Pemerintah

Nasional dan pemerintahan daerah; (ii) tantangan dan peluang

dunia usaha nasional; (iii) permasalahan pembangunan politik

nasional; (iv) permasalahan pendidikan tinggi nasional; dan (v)

tantangan dan peluang regional/global; dalam penyusunan

agenda iptek nasional tersebut, penting bahwa KRT dan

segenap lembaga litbang LPNK terlibat dalam interaksi dengan

berbagai pihak, dan menjadi fasilitator interaksi antarpihak;

Page 256: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

244 ke dalam inovasi

Peningkatan kapasitas Iptek

Sebagai bagian dari pelaksanaan agenda pembangunan iptek

nasional, lembaga-lembaga litbang LPNK bekerja sama dengan

para pelaku usaha dan para pelaku di kementerian-

kementerian serta pemerintahan daerah untuk

menyelenggarakan program-program peningkatan kapasitas

iptek, serta bekerja sama dengan ormas, parpol, LSM dan

pelaku-pelaku media massa untuk menyelenggarakan

pendidikan publik;

Penyelenggaraan penelitian stratejik

Lembaga-lembaga litbang LPNK menyelenggarakan penelitian-

penelitian yang stratejik bagi pelaksanaan agenda

pembangunan iptek nasional; ini dilakukan dengan bekerja

sama dengan perguruan-perguruan tinggi nasional atau

bermitra dengan lembaga-lembaga internasional; penelitian-

penelitian di LPNK, oleh karenanya, bersifat tematik sesuai

dengan agenda iptek nasional; ini berbeda dengan penelitian-

penelitian di perguruan tinggi yang memiliki fungsi

penyebarluasan pengetahuan dan fungsi pendidikan; fungsi

penelitian di lembaga litbang LPNK adalah fungsi stratejik

nasional.

Penyusunan foresight iptek nasional

Foresight berurusan dengan masa depan bangsa; dalam foresight

iptek, pembahasanan mengenai visi masa depan bangsa

dikaitkan dengan visi tentang kemajuan iptek; foresight iptek

merupakan hal yang relevan bagi para pelaku pendidikan

tinggi, para pelaku usaha/industri, pelaku-pelaku di

kementerian-kementerian dan pemerintahan daerah, pelaku-

pelaku partai politik, organisasi massa dan LSM.

Dalam uraian di atas yang ditekankan bukanlah fungsi penelitian dan

pengembangan iptek, melainkan fungsi integrasi antara litbang iptek dan

Page 257: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 245

pembangunan bangsa. Dalam perspektif pembangunan bangsa, bukan hanya

kemajuan litbang iptek yang penting, melainkan juga: (i) kapasitas iptek di

berbagai perusahaan dan lembaga-lembaga publik; serta (ii) pemahaman publik

akan iptek. Dalam perspektif pembangunan, peranan yang krusial dari KRT

bukanlah sebatas mendorong litbang iptek. Peranan yang krusial dari KRT

adalah memediasi dan menfasilitasi interaksi antara berbagai pihak untuk

berpartisipasi dalam memajukan iptek nasional dan mengintegrasikan iptek ke

dalam berbagai aspek kehidupan publik.

Dewan Riset Nasional (DRN) merupakan sebuah aparatus pemerintahan

yang berada dalam lingkungan KRT. Prediket ‗Riset‘ dalam Dewan Riset

Nasional dapat membawa implikasi pembatasan peranan DRN. Jika

keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan menjadi permasalahan

utama yang dijawab oleh KRT, dapat dipertimbangkan penggunaan nama

‗Dewan Iptek Nasional‘. Nama ini memungkinkan pembahasan aspek-aspek

non-riset dari iptek seperti aspek regulasi, aspek politik, aspek ekonomik, aspek

kapasitas organisasi/lembaga, aspek pemahaman publik dan aspek kebudayaan

masyarakat. Anggota-anggota ‗Dewan Iptek Nasional‘ merupakan perwakilan

dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan kemajuan iptek dan

keterintegrasian antara iptek dan pembangunan bangsa.

7.7.2 Taman Inovasi sebagai Simpul Jejaring

Di akhir Bab 5 telah didiskusikan aspek-aspek jejaring dari difusi iptek. Pertama, upaya untuk memahami kebutuhan iptek memerlukan interaksi dan pembelajaran di sepanjang proses difusi. Jadi, gagasan (iptek) yang ditawarkan di awal suatu inisiatif difusi iptek belum tentu merupakan gagasan (iptek) yang pada akhirnya diadopsi. Ke dua, difusi iptek membutuhkan komunikasi yang lebih kompleks dan erat dari sebatas diseminasi atau sosialisasi gagasan. Komunikasi tersebut melibatkan negosiasi-negosiasi yang komplek, dan penyesuaian-penyesuaian pada berbagai pihak yang terlibat. Ketersediaan pilihan-pilihan iptek menentukan kelonggaran ruang negosiasi (atau ruang komunikasi) dan peluang terjadinya penyesuaian-penyesuaian. Ke tiga, kecepatan proses difusi berkaitan dengan efektivitas negosiasi-negosiasi. Secara

Page 258: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

246 ke dalam inovasi

ringkas, terdapat tiga faktor yang krusial bagi difusi iptek: (i) interaksi yang kontinyu atau berkesinambungan; (ii) dialog dan pembelajaran tentang pilihan-pilihan iptek; dan negosiasi yang efektif. Ke tiga faktor tersebut dapat dikembangkan melalui taman inovasi (innovation park).

Lemlit

LPNK

Lemlit

LPNK

Kementerian-

Kementerian;

Pemerintahan-

Pemerintahan

Daerah

LSM, Ormas,

ParpolKomunitas-

Komunitas

Pelaku

Usaha

Domestik

Perguruan-

Perguruan

Tinggi

Komunitas-

Komunitas

Keilmuan dan

Badan-Badan

Iptek

Internasional

KNRT

Storage dan diseminasi pengetahuan;

Kolaborasi penelitian stratejik;

Agenda penelitian nasional/rejional/global

Foresight iptek

Agenda pengembangan politik nasional;

Pendidikan publik;

Foresight iptek

Agenda pembangunan nasional dan daerah;

Peningkatan kapasitas iptek pada kementerian

dan pemerintahan daerah;

Pengembangan kelembagaan iptek daerah;

Foresight iptek

Agenda pengembangan ekonomik;

Peningkatan kapasitas iptek

pada perusahaan-perusahaan

Foresight iptek

Kolaborasi penelitian stratejik

Agenda penelitian rejional/global

Gambar 7.4 KRT dan Lemlit Non-Kementerian sebagai Mediator Interaksi

Antarpihak untuk Mengintegrasikan Iptek dan Pembangunan Bangsa

Mengacu pada faktor-faktor difusi iptek sebagaimana diuraikan di atas,

taman inovasi dapat didefinisikan sebagai tempat (place) yang berfungsi sebagai

simpul yang memfasilitasi ketiga jenis kegiatan kolektif: interaksi, pembelajaran

Page 259: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 247

dan negosiasi. Pelaku-pelaku yang dapat terlibat dalam taman inovasi adalah,

antara lain: para peneliti (dari perguruan tinggi atau lemlit), pelaku usaha

(swasta atau BUMN), pelaku finansial, pembuat regulasi, perencana

pembangunan, serta perwakilan konsumer dan kelompok-kelompok sosial lain

di masyarakat.

Sebagai sebuah tempat, taman inovasi meminimalkan jarak geografis bagi

pihak-pihak yang berinteraksi di dalamnya. Penting bahwa lokasi dari taman

inovasi tersebut relatif dekat dengan suatu kawasan industri. Hal ini khususnya

penting bagi mobilitas peralatan dan perlengkapan eksperimen industrial.

Sebuah taman inovassi perlu memiliki iklim/suasana yang cocok sebagai tempat

bersama (common place). Sebagai tempat bersama, taman inovassi perlu

dirancang untuk memberikan suasana yang nyaman bagi berbagai pihak yang

berinteraksi di dalamnya: akademisi, pelaku usaha, pelaku birokrasi, perwakilan

masyarakat, dan lain-lain. Sebagai sebuah institusi sosial, taman inovasi perlu

didukung oleh individu-individu yang mampu berperanan sebagai mediator,

yaitu individu-individu yang mampu melakukan komunikasi dan negosiasi

dengan baik dengan berbagai pihak yang berinteraksi. Selain ini, taman inovasi

perlu didukung oleh berbagai media informasi dan komunikasi yang

terhubungkan ke tempat-tempat lain (perguruan-perguruan tinggi, perusahaan-

perusahaan, kementerian-kementerian dan dinas-dinas pemerintahan daerah).

Perangkat eksperimental seperti apa yang dipasang di taman inovasi disepakati

bersama oleh berbagai pihak. Perangkat eksperimental tersebut menjadi sarana

komunikasi dan pembelajaran antara para peneliti, pelaku usaha dan pelaku

regulasi.[]

Page 260: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

248 ke dalam inovasi

Page 261: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 249

Bab 8

EPILOG: REPUBLIK IPTEK

Keterintegrasian litbang iptek dalam kehidupan publik—keterintegrasian antara

‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘—merupakan

tema sentral buku ini. Ketika, akibat bekerjanya faktor-faktor tertentu, kedua

‗dunia‘ tersebut menjadi terpisah, kemajuan iptek belum tentu memberikan

hasil-hasil yang bermakna bagi kehidupan publik. Hal ini dapat membawa

implikasi rendahnya dukungan publik terhadap kegiatan litbang iptek.

Sebaliknya, ketika litbang iptek terintegrasikan ke dalam upaya-upaya

pembangunan di berbagai sektor, kemajuan iptek menjadi sebuah faktor yang

penting bagi peningkatan kapabilitas, kedaulatan dan kemajuan bangsa.

Tanpa meraih kemajuan di sektor iptek, mungkin saja suatu bangsa

sanggup bertahan hidup (to survive), mencapai kesejahteraan dan demokrasi.

Tetapi, apa makna kesejahteraan dan demokrasi tanpa disertai dengan kemajuan

iptek? Jika kesejahteraan dicapai tanpa disertai dengan kemajuan iptek, tingkat

daya beli (purchasing power) yang tinggi tidak disertai dengan daya guna (power

to add value) dan daya buat (power to create). Meski berbagai barang/jasa dapat

dibeli di pasar global, sangat terbatas kemampuan masyarakat untuk

menghasilkan nilai tambah melalui penggunaan barang/jasa tersebut. Terjadi

inefisiensi dalam konsumsi barang/jasa. Selain ini, kesejahteraan yang dicapai

sangat bergantung pada kestabilan pasokan barang/jasa di pasar. Gangguan

pada pasokan barang/jasa dapat berakibat merosotnya tingkat kesejahteraan.

Jadi, kesejahteraan tanpa disertai kemajuan iptek--daya beli tanpa daya guna

dan daya buat—bermakna kesejahteraan dengan inefisiensi (dalam konsumsi),

dan kesejahteraan dengan insecurity.

Bahwa tingkat daya beli yang tinggi belum tentu menimbulkan daya guna,

apalagi daya buat, telah diingatkan oleh Amartya Zen, ahli ekonomika penerima

Nobel, melalui bukunya ―Development As Freedom‖. Mungkin sebagian kalangan

mengesampingkan peringatan Zen dengan mengatakan, ―Untuk apa membuat

Page 262: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

250 ke dalam inovasi

kalau bisa membeli!‖ Terdahap pandangan demikian dapat diberikan jawaban,

―Apa gunanya membeli kalau tidak bisa menghasilkan nilai tambah melalui

apa-apa yang dibeli!‖.

Dalam suatu demokrasi, hak bersuara setiap warga negara diakui penuh

dan suara mayoritas menentukan. Tetapi, apa maknanya bila demokrasi tercapai

tanpa disertai kemajuan iptek? Maknanya adalah bahwa meski menentukan,

suara mayoritas tidak disertai dengan daya mayoritas. Apa artinya keputusan

mayoritas bahwa ketahanan pangan harus diwujudkan, keamanan pasokan

energi harus dijamin, daerah-daerah tertinggal harus dimajukan, bila mayoritas

tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkan itu semua? Apa artinya

pengakuan atas suatu keputusan bila apa-apa yang diputuskan tidak bisa

diwujudkan oleh pihak yang memutuskan? Apa artinya suara bila tidak disertai

dengan kemampuan untuk berbuat?

Jadi, kesejahteraan yang sejati adalah kesejahteraan yang disertai dengan

efisiensi dalam produksi dan konsumsi, dan ketahanan (security). Demokrasi

yang sejati menghasilkan kedaulatan rakyat yang disertai dengan daya rakyat,

bukan suara mayoritas dengan ketakberdayaan rakyat. Kesejahteraan dan

demokrasi yang sejati mempersyaratkan kemajuan iptek. Tetapi adanya litbang

dan kemajuan iptek tidak secara niscaya menghasilkan kemajuan bangsa. Apa

artinya penguasaan dan kemajuan iptek bila hal ini diraih hanya oleh

sekelompok kecil dari masyarakat, dan tidak membawa implikasi-implikasi

pada keseluruhan masyarakat? Apa artinya kemajuan iptek bila justru

memperlebar kesenjangan sosial dan menghambat perkembangan kebudayaan?

ooOoo

Argumentasi di atas menyarankan bahwa kesejahteraan, demokrasi dan

kemajuan iptek adalah unsur-unsur yang pokok dari kemajuan bangsa.

Tercapainya kemajuan bangsa hanya akan bermakna utuh bila ketiga unsur

tersebut berkembang selaras dan saling memperkuat satu terhadap yang lain.

Keterintegrasian antara litbang iptek dan kegiatan-kegiatan pembangunan di

berbagai sektor menjadi krusial dalam perspektif ini. Litbang iptek bukan lagi

Page 263: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 251

permasalahan di ranah akademik semata, tetapi permasalahan di ranah publik--

iptek sebagai public matter, iptek sebagai res publica.

Dalam sebuah republik, kolektivitas menjadi basis keputusan politikal.

Setiap keputusan politikal diarahkan pada kepentingan dan tujuan kolektif, dan

setiap individu atau kelompok mendapatkan perlakuan yang kurang-lebih

setara dalam urusan-urusan kolektif. Dalam sebuah Republik Iptek, iptek hadir

untuk kebaikan seluruh masyarakat, bukan semata-mata untuk para peneliti,

para penguasa ataupun para pemilik modal. Masyarakat, sebagai sebuah

kesatuan kolektif, merupakan pelaku pengembangan iptek dan sekaligus

menjadi pihak yang mendapatkan manfaat dari kemajuan iptek. Iptek hadir

untuk kemajuan publik, dan publik menjadi pendukung utama kemajuan iptek.

Demokrasi dalam Republik Iptek

Dalam sebuah Republik Iptek, para peneliti iptek, ilmuwan dan akademisi

secara sinambung dan intensif berdialog dengan publik untuk membicarakan

visi tentang masa depan bersama, dan pilihan-pilihan lintasan untuk

mewujudkan visi tersebut. Para ilmuwan fasih menjalankan logico-empirism dan

laboratorium tempat mereka bekerja diperlengkapi dengan perangkat-perangkat

eksperimental yang canggih. Tetapi ini semua tidak menjadi penghalang bagi

dialog antara para ilmuwan dan kaum awam. Apa-apa yang terjadi di

laboratorium ilmiah transparan bagi publik dan kegiatan-kegiatan ilmiah

accountable oleh publik. Laboratorium ilmiah dan ‗laboratorium masyarakat‘

memang terpisah oleh dinding-dinding, tetapi dinding-dinding tersebut bersifat

porous, yaitu mengandung cukup banyak celah untuk memungkinkan dialog-

dialog antara para penghuni di sebelah-sebelah dinding. Melalui dialog-dialog

tersebut, visi masa depan dibicarakan, hasil-hasil litbang dikomunikasikan,

dukungan sumber daya dan dukungan politik diberikan. Para ilmuwan

merupakan wakil rakyat yang penting, yang menjadi penghubung antara rakyat

dan lingkungan alam/hayati, antara bangsa dan Tanah-Air. Para wakil rakyat

tersebut tidak dipilih melalui suara terbanyak, melainkan melalui kapasitas,

kompetensi, pengabdian dan kesetiaan. Para ilmuwan berlomba-lomba

menyingkap kebenaran, bukan semata-mata demi ketenaran dan nama besar,

tetapi yang utama adalah demi menjalankan amanah rakyat.

Page 264: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

252 ke dalam inovasi

Rakyat dalam Republik Iptek merupakan pendukung terdepan bagi litbang

iptek dikarenakan rakyat merupakan penerima manfaat yang utama (primary

beneficiary) dari kemajuan iptek, dan menjadi saksi atas kontribusi iptek bagi

kemajuan publik. Iptek adalah alat kedaulatan rakyat dalam Republik Iptek.

Rakyat tidak lagi bersandar pada belas kasihan melalui bantuan tunai, program-

program kemiskinan, ataupun janji-janji para politisi menjelang pemilu. Rakyat

mencapai kedaulatan dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi

melalui peranan dan kontribusi para peneliti, ilmuwan dan akademisi. Dalam

Republik Iptek, partai politik yang mengabaikan pentingnya penguasaan iptek

akan sulit memenangkan pemilu, karena menghadapi penolakan dari rakyat.

Kebohongan politik dan korupsi hanya mendapatkan ruang yang terbatas

dalam masyarakat yang haus akan nilai tambah dan kreativitas.

Dalam Republik Iptek, para ilmuwan menjaga agar ilmu pengetahuan

senantiasa menjadi ‗alat kebenaran‘, bukan ‗alat kekuasaan‘. Ilmu pengetahuan

dan teknologi tetap terbagi ke dalam ‗kotak-kotak disipliner‘, tetapi terdapat

banyak celah yang memungkinkan dialog dan sintesis lintas-disipliner. ‗Kotak-

kotak disipliner‘ tidak menjadi wilayah-wilayah kekuasaan, yang dipagari oleh

dinding-dinding administratif yang pejal. Para ilmuwan, dengan latar belakang

keilmuan dan preferensi epistemologi yang berbeda-beda, berdialog untuk

membicarakan temuan-temuan dan menggali peluang-peluang untuk saling

memperkaya dan menyempurnakan. Para ahli ilmu alam dan ahli teknologi

mengenali prinsip-prinsip pokok dalam ilmu-ilmu sosial/kemanusiaan serta

menghayati prinsip keadilan sosial, dan, sebaliknya, para ahli ilmu-ilmu sosial

dan kemanusiaan mengenali prinsip-prinsip pokok dalam fisika, kimia, biologi,

dan desain kerekayasaan. Filsafat, etika, estetika, logika dan matematika

dikenali dengan akrab oleh para ilmuwan di berbagai disiplin ilmu. Para

ilmuwan mencegah keterpecahbelahan ilmu pengetahuan yang menjauhkan

ilmu pengetahuan dari kebenaran.

Ekonomi dalam Republik Iptek

Rakyat dalam Republik Iptek bangga akan daya cipta dan daya guna, dan

bukan rakyat yang konsumtif, yang puas hanya dengan daya beli. Rakyat

berpartisipasi dalam kegiatan ekonomik tidak sebatas sebagai buruh atau

Page 265: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 253

konsumer, tetapi juga sebagai produser, pemodal, pewirausaha dan perancang

yang kreatif. Ekonomi dalam Republik Iptek tidak didominasi oleh negara,

karena hal ini akan membatasi partisipasi rakyat, tetapi digerakkan dan

ditumbuhkan melalui kegiatan pertukaran pasar. Persaingan menjadi kaidah

yang pokok dalam kegiatan pertukaran pasar, karena di sini monopoli ataupun

oligopoli tidak berlaku. Para pengusaha membuat rencana bisnis dan

mengalokasikan modal untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi para

pengusaha tidak bekerja semata-mata untuk menumpuk kekayaan pribadi.

Sebagai anggota dari Republik Iptek, para pengusaha bergandengan tangan

dengan para peneliti, ilmuwan dan akademisi untuk memajukan iptek, dan

menggali potensi iptek untuk peningkatan kualitas produk dan kepuasan

konsumer. Persaingan antara para pengusaha dalam Republik Iptek menjadi

sebuah faktor penting yang memacu perkembangan iptek. Kurva supply-demand

mendapat tambahan satu dimensi, yaitu dimensi iptek.

Efisiensi tetapi merupakan tolok ukur yang utama bagi kinerja ekonomik di

Republik Iptek, tetapi dalam makna yang luas. Bukan hanya pertumbuhan

kapital dan kuntungan finansial yang dihargai sebagai output dari kegiatan

ekonomik, melainkan juga perkembangan dan penguasaan iptek.

Pengembangan bisnis, pengembangan industri dan pengembangan iptek

berjalan selaras dan saling memperkuat. Permasalahan ekonomik dalam

Republik Iptek bukan sekadar alokasi sumber daya untuk menghasilkan

barang/jasa, melainkan alokasi sumber daya untuk menghasilkan barang/jasa

yang makin bermutu, dan menumbuhkan produser-produser dan konsumer-

konsumer yang makin berkapasitas iptek.

Dalam Republik Iptek, iptek menjadi alat yang ampuh untuk melakukan

eksplorasi sumber daya alam/hayati untuk kepentingan kemajuan publik.

Tetapi pada saat yang sama iptek juga menjadi alat untuk melakukan

rehabilitasi lingkungan alam/hayati yang mengalami kerusakan akibat

eksplorasi. Pelaku-pelaku industri yang melakukan eksplorasi pada skala besar

dan mendapatkan keuntungan yang besar dari eksplorasi tersebut, mengemban

tanggung jawab yang besar juga untuk melakukan rehabilitasi. Dekatnya

hubungan antara iptek dan publik membawa implikasi eratnya interaksi antara

industri informasi, industri mekanik dan industri pertanian. Ketiga jenis industri

ini ada bersamaan, co-existing, dalam hubungan-hubungan ko-evolusoner yang

Page 266: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

254 ke dalam inovasi

menghasilkan bio-info-industri. Dalam situasi seperti ini, klasifikasi masyarakat

ke dalam masyarakat pertanian, masyarakat industri dan masyarakat informasi,

sebagaimana dibayangkan oleh Alfin Toffler, menjadi tidak relevan.

Nasionalisme Republik Iptek

Nasionalisme dan globalisme/internasionalisme tidak saling bertentangan

bagi bangsa-bangsa penganut Republik Iptek. Setiap bangsa menghormati

sepenuhnya hak masing-masing bangsa untuk meraih kemajuan iptek. Bangsa-

bangsa berkolaborasi dalam kegiatan perdagangan dan litbang iptek. Tetapi

masing-masing bangsa berusaha mencegah melebarnya kesenjangan iptek

antarbangsa, yang dapat menimbulkan kebergantungan iptek dan eksploitasi

antarbangsa. Para pemodal asing dan pemodal domestik bekerja sama dalam

penanaman modal dan pengembangan produk, berdasarkan prinsip kesetaraan

dan pencegahan eksploitasi. Perdagangan bebas (free-trade) dan perdagangan

yang berkesetaraan (fair-trade) berlangsung secara berdampingan. Pemilikan

akan kekayaan dan penguasaan iptek tersebar antarbangsa, dan intrabangsa.

Hak atas Kekayaan Intelektual disusun bukan saja untuk melindungi hak

perusahaan/ilmuwan tertentu, melainkan juga untuk menghormati hak

perusahaan/ilmuwan yang lain untuk tumbuh dan berkembang. Paten tidak

menjadi instrumen hegemoni bagi kelompok yang mapan, tetapi menjadi

instrumen untuk mewujudkan kesetaraan dan mendorong pertumbuhan

kelompok-kelompok pemula. Globalisasi ekonomi dengan kaidah-kaidah

demikian akan terhindar dari praktik hegemoni dan eksploitasi. Dalam situasi

demikian, proteksionisme nasionalistik menjadi tidak relevan karena sudah

tidak ada lagi ancaman eksploitasi global.

ooOoo

Republik Iptek adalah sebuah imajinasi tentang suatu masyarakat, di mana iptek

menyatu ke dalam kehidupan publik. Dalam masyarakat seperti ini,

transformasi penelitian ke dalam inovasi dapat berlangsung tanpa hambatan-

hambatan sistemik. Kedua syarat yang disarankan dalam Proposisi 3 (di Bab 6)

sepenuhnya berlaku dalam Republik Iptek, yaitu bahwa: (i) penelitian

Page 267: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 255

berlangsung dalam lintasan yang reversible; dan (ii) terdapat relasi-relasi antara

jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian yang memungkinkan

perkembangan ruang pembelajaran.

Sebagai sebuah imajinasi, Republik Iptek berbeda dari kenyataan, atau

bahkan jauh dari kenyataan, menyerupai utopia. Tetapi Republik Iptek

bukanlah merupakan ilusi atau khayalan. Secara teoretikal, ‗di atas kertas‘,

Republik Iptek tidak mustahil untuk terwujud di masa depan. Unsur-unsur

tertentu dalam masyarakat global telah merintis upaya-upaya untuk

mendekatkan iptek pada publik dan menyuarakan demokratisasi kebijakan

iptek. Para ilmuwan dan akademisi yang tergabung dalam science & technology

studies merupakan bagian dari unsur-unsur global tersebut. Ketika para peneliti

sistem inovasi menggagas triple-helix dan sistem inovasi nasional, ini juga

merupakan upaya untuk menjalin hubungan yang sistemik antara litbang iptek

dan kegiatan-kegiatan ekonomik.

Bagi bangsa Indonesia, sampai hari ini arti penting dari litbang iptek masih

menjadi polemik. Gagasan imajinatif mengenai Republik Iptek yang diuraikan

di atas menawarkan sebuah jalan untuk mengganti polemik tersebut dengan

dialog-dialog.[]

Page 268: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

256 ke dalam inovasi

Page 269: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 257

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., dkk (Editor). 1988. Science and Technology Policy for National

Development: A Window on the Asian Experience. Canada: The Foundation for

International Training.

Albrechts, Louis. 2003. ―Reconstructing Decision-Making: Planning Versus

Politics.‖ Planning Theory. Vol. 2, p.249.

Albu, M. 1997. ―Technological Learning and Innovation in Industrial

Clusters in the South.‖ preprint.

Alroe, H. F. dan E. Kristensen. 2002. ―Towards a Systemic Research

Methodology in Agriculture: Rethinking the Role of Values in Science.‖

Agriculture and Human Values. Vol. 19, p.2-23.

Alvesson, Mats dan Kajskoldberg. 2000. Reflexive Methodology: New Vistas for

Qualitative Research. London: SAGE Publications.

Amir, S., I. Nurlaila dan S. Yuliar. 2008. ―Cultivating Energy, Reducing

Poverty: Biofuel Development in an Indonesian Village.‖ Perspectives on

Global Development and Technology.Vol.7(2), p.113-132.

Banji, Oyelaran-Oyeyinka. 2006. ―Systems of Innovation and

Underdevelopment: An Institutional Perspektif.‖ Journal of Science,

Technology, and Society. Vol. 11, p.239-269.

Baskaran, A. dan M. Muchie. 2008. ―Towards a Unified Conception of

Innovation Systems‖. Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City,

September 22-24.

Bijker, Wiebe E., Thomas P. Hughes dan Trevor Pinch. 1994. The Social

Construction of Technological Systems : New Direction in The Sociology and

History of Technology. Massachusetts: MIT Press.

Bijker, Wiebe E. dan John Law (Editor). 1990. Shaping Technology/Building

Society: Studies in Sociotechnical Change. Massachusetts: MIT Press.

Page 270: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

258 ke dalam inovasi

Brundenius, C., Bengt-Ake Lundvall dan J. Sutz. 2008. ―Developmental

University Systems: Empirical, Analytical and Normative Perspectives.‖

Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City, September 22-24.

Cozzens, S. dan P. Catalán. 2008. ―Global Systems of Innovation: Water

Supply and Sanitation in Developing Countries‖. Proceedings of the 6th

Globelics Conference. Mexico City, September 22-24.

Calvert, J. 2002. ―Making Academic Research Useful: Scientists‘ responses to

changing policy demands.‖ NPRNet Conference on Rethinking Science Policy:

Analytical Frameworks For Evidence-Based Policy. UK, March 21-23.

Cutcliffe, Stephen H. dan Carl Mitcham. 2001. Visions of STS: Counterpoints in

Science, Technology and Society Studies. New York: State University of New

York Press.

Dasgupta, P. dan P. David. 1994. ―Toward a new economics of science‖.

Research Policy, Vo.23(5), p.487-522.

de Bruijn, Hans. 2004. Creating System Innovation: How Large Scale Transitions

Emerge. London: A.A. Balkema Publishers.

Denzin, Norman K. dan Ivonna S. Lincoln. 1998. Collecting and Interpreting

Qualitative Materials. London: SAGE Publications.

Desai, V. dan R.B. Potter (Editor). 2002. The Companion to Development

Studies. New York: Oxford University Press Inc.

Dosi, G. 1990. ―The nature of the Innovative process.‖‘ Dalam G. Dosi dan C.

Freeman. The Economics of Innovation. England: Edward Elgar Publishing

Ltd.

Dosi, G. dan C. Freeman (Editor). 1990. The Economics of Innovation. England:

Edward Elgar Publishing Ltd.

Edward J. Hackett, Olga Amsterdamska, Michael Lynch, dan Judy

Wajcman. 2008. The Handbook of Science and Technology Studies.

Massachusetts: MIT Press.

Page 271: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 259

Etzkowitz H. dan Leydesdorff L. 2000. ―The dynamics of innovation: from

national systems and ‗mode 2‘ to a triple helix of university-industry-

government relations‖. Research Policy, Vol. 29(2), p.109-123.

Etzkowitz, H. 2000. "The future of University and the university of the

future: evolution of ivory tower to entrepreneurial paradigm". Research

Policy, Vol. 29(1), p.313-330.

Fagerberg, Jan, David. C. Mowery, dan Richard Nelson. 2004. The Oxford

Handbook of Innovation. New York: Oxford University Press.

Fisher, E., R.L. Mahajan, dan C. Mitcham. 2006. ―Midstream Modulation of

Technology: Governance From Within.‖ Bulletin of Science, Technology &

Society. Vol. 26, No.6.

Friedmann, John. 2003. ―Why Do Planning Theory.‖ Planning Theory, Vol.2,

No.7.

Gell-Mann, Murray. 1994. The Quark and The Jaguar. New York: Henry Holt

and Company, LLC.

Goguen J.A. 1997. ―Towards a Social, Ethical Theory of Information.‖ Social

Science Research, Technical Systems and Cooperative Works.

Goonatilake, S. 1984. Aborted Creativity: Science & Creativity in the Third

World. London: Zed Book Ltd.

Hess, David J. 1995. Science and Technology in a Multicultural World: The

Cultural Politics of Facts and Artifacts. New York: Columbia University Press.

Hogwood, Brian W. dan Lewis A. Gunn. 1988. Policy Analysis for The Real

World. New York: Oxford University Press.

Howe, Joe dan Colin Langdon. 2002. ―Towards a Reflexive Planning

Theory.‖ Planning Theory. Vol.1, p.209.

Hughes, Thomas P. 2004. Human-Built World: How To Think about Technology

and Culture. The University of Chicago Press.

Page 272: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

260 ke dalam inovasi

Hussler, C., P. Fabienne dan M.F. Tang. 2008. ―In search of accurate models

to valorise academic research: qualitative evidence from three regional

experiences‖. Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City,

September 22-24.

Jantsch, Erich. 1972. Technological Planning and Social Futures. London:

Associated Business Programmes Ltd.

Juma, C. 2001. ―Global governance of technology: meeting the needs of

developing countries.‖ Int. J. Technology Management, Vol. 22, No. 7.

Kadiman, K. 2009. Simfoni Inovasi: Cita dan Realita. Jakarta: Penerbit

Foresight dan KMNRT RI.

Keck, O. (1993). ―The national system of technical innovation in Germany.‖

Dalam R. Nelson, National Innovation Systems: a comparative analysis. New

York: Oxford University Press.

Keller, W.W. dan R.S. Samuels (Editor). 2003. Crisis and Innovation in Asian

Technology. Cambridge: Cambridge University Press.

Kohler, Jürgen dan Josef Huber (Editor). 2006. Higher Education Governance

between Democratic Culture, Academic Aspirations and Market Forces. Council of

Europe Publishing.

Knorr-Cetina, K. 2000. Epistemic Culture: How The Sciences Make Knowledge.

London: Harvard University Press.

Kroes, P. 1998. ―Technological Explanations : The Relation between

Structure and Function of Technological Objects‖. Society for Philosophy &

Technology.

Latour, Bruno. 1987. Science in Action: How to Follow Scientiss and Engineers

through Society. Massachusetts: Harvard University Press.

Latour, B. 2005. Reassembling the Social: An Introduction to Actor-Network

Theory. New York: Oxford University Press.

Page 273: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 261

Law, John (editor). 1991. A Sociology of Monsters: Essays on Power, Technology

and Domination. London: Routledge Publisher.

Lee, Y.S. 1997. Technology Transfer and Public Policy. Connecticut: Greenwood

Publishing Group, Inc.

Lindblom, Charles E. 2001. The Market System: What It Is, How It Works, and

What To Make Of It. London: Yale University Pres.

Lundvall, Bengt-Åke (Editor). 1992. National Innovation Systems: Towards a

Theory of Innovation and Interactive Learning. London: Pinter Publishers.

MacKenzie, Donald dan Judy Wajcman (Editor). 2004. The Social Shaping of

Technology: a Reader. Milton Keynes: Open University Press.

McGregor, MJ. 1997. ―What is the Role for Information Technology in

Sustaining Rural Western Australia?‖ preprint.

Martin, B. 1998. Tied Knowledge: Power in Higher Education.

http://www.uow.edu.au/arts/sts/bmartin/pubs/98tk/

Mertins, Kai (editor). 2002. ―Program Evaluasi Riset Sains dan Teknologi

untuk Pembangunan (PERISKOP)‖. Laporan Kajian. Kantor Menteri Negara

Riset dan Teknologi - RI dan Kementerian Pendidikan dan Riset - Jerman.

Mitcham, Carl. 1994. Thinking Through Technology: The Path Between

Engineering and Philosophy. Chicago: The Chicago University Press.

Mowery, D.C. dan N. Rosenberg. 1998. Paths of Innovation: Technological

Change in 20th-Century America. Cambridge: Cambridge University Press.

Nelson R. dan S. Winter. 1982. An evolutionary theory of economic change.

Cambridge: The Belknapp Press of Harvard University Press.

Nelson, R. 1993. National Innovation Systems: A Comparative Study. New York:

Oxford University Press.

Nye, D., 1987. ―Shaping Communication Networks: Telegraph, Telephone

and Computer.‖ Social Research Journal.

Page 274: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

262 ke dalam inovasi

Porter M.A. 1990. Competitiveness of Nations. Cambridge: Cambridge

University Press.

Pradip, K. G. (editor). 1984. Technology Policy and Development: A Third World

Perspective. Connecticut: Greenwood Press.

Rip, Arie, Thomas J. Misa dan Johan Schot (Editor). 1995. Managing

Technology in Society: The Approach of Contructive Technology Assessment.

London: Pinter Publishers.

Rivai, A. Yanti. 2010. ―Peranan Relawan dalam Adopsi Teknologi Informasi

dan Komunikasi di Perdesaan‖. Tesis Magister. Program Magister Studi

Pembangunan – ITB.

Rogers, E. M. 2003. Diffusion of Innovations. London: Simon & Schuster Inc.

Rosenberg, N. 1982. Inside The Black Box: Technology and Economics.

Cambridge: Cambridge University Press.

Sachs, Wolfgang, dkk. 1992. Development Dictionary: A Guide to Knowledge as

Power. Johanesburg: Witwatersrand University Press.

Sanyal, Bishwapriya. 2005. ―Planning as Anticipation of Resistance.‖

Planning Theory. Vol.4, p.225.

Sasmojo, S. 2005. Sains, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan. Bandung:

Penerbit Studi Pembangunan ITB.

Schumpeter, J.A. 1942. Capitalism, Socialism and Democracy. London: Allen

and Unwin Publisher.

Schroeder, Ralph. 2007. Rethinking Science, Technology and Social Change.

California: Stanford University Press.

Scott, Alwyn. 1995. Stairway to The Mind: The Controversial New Science. New

York: Springer-Verlag Inc.

Sen, Amartya. 1999. Development as Freedom. New York: Oxford University

Press.

Page 275: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 263

Simon, D. 2002. ―Neo-Liberalism, Structural Adjustment and Poverty

Reduction Strategies.‖ Dalam V. Desai dan R. Potter, The Companion to

Development Studies. New York: Oxford University Press.

Srimarga, Ilham C. 2009. ―Pola Adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi

di Desa: Suatu Tinjauan Sosio-teknis‖. Tesis Magister. Program Magister

Studi Pembangunan – ITB.

Stokes, D. 1997. Pasteur‟s Quadrant: Basic Science and Technological Innovation.

Washington, DC: Brookings Institution Press.

Storgaard, K. 1998. "Rural Telematics: Rural Networks, Local Rivalry and

Readyness", dalam Social Sciences COST-A4, Vol. 7. Making the Global Village

Local. Hetland, P., et. al. (Editors), the European Commision.

Susanto, Edi. 2008. ―Politik tentang Alam dalam Penetapan Status Peristiwa

Semburan Lumpur Lapindo/Sidoarjo: Analisis Jejaring-Aktor‖. Tesis

Magister. Program Magister Studi Pembangunan – ITB.

Thee, K.W. 1996. Kebijakan Pengembangan Kemampuan Teknologi Industri di

Indonesia. Jakarta: Penerbit LIPI.

Thee, K.W. 2006. ―Technology and Indonesia‘s Industrial Competitiveness.‖

ADBI Research Paper No. 72.

Viotti, E.B. 2008. ―Brazil: From S & T to Innovation Policy.‖ Proceedings of the

6th Globelics Conference. Mexico City, September 22-24.

Yuliar, S. dan I.B. Syamwil. 2008. ―Changing Contexts of Higher Education

Policy: toward A New Role of Universities in Indonesia‘s Innovation

System.‖ Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City, September

22-24.

Page 276: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

264 ke dalam inovasi

Page 277: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 265

DOKUMEN LEGAL ACUAN

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian

Pengembangan dan Penerapan IPTEK

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian

Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi

dan Difusi Teknologi

Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2005-2009

Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2010-2014

Page 278: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

266 ke dalam inovasi

Page 279: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 267

INDEKS

A

actor-network theory, 10

ANT: metode penelitian,

10

ARN, 6

B

BAKOSURTANAL, 123

Balai Geomatika, 123

balitbang, 92

balitbangda, 92

BATAN, 120

borrowing and

commercializing, 43

BPPT, 117

C

constructivism, 32

cross-falsification, 199;

pendekatan ilmiah, 199

D

demand-pulled, 53

dialektika iptek, 25

diferensiasi produk: di

perusahaan swasta, 139

difusi iptek: aspek-aspek

non-linier, 181

difusi iptek: aspek etika,

198; aspek ruang

pembelajaran, 195

digital divide: pengertian,

159

Digital Learning, 161

dual system: sistem

pendidikan tinggi, 43

E

early adopter, 177

empirisisme, 29

endogenous development:

ciri-ciri, 3

esperimen di masyarakat,

76

exogenous development: ciri-

ciri, 3

F

fakta ilmiah, 142

fakta mud volcano, 146

fakta underground blowout,

143

falsificasionism, 30

falsifikasionisme, 159

Page 280: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

268 ke dalam inovasi

fenomena emergent: kritik

atas reduksionisme, 34

filosofi idealis, 42

following the actors: teknik

pengumpulan data, 10

G

gamma scan, 120

graf: representasi jejaring

penelitian, 190

graph: sebuah representasi

jejaring-aktor, 11

H

hovercraft, 134

I

indigeneous knowledge, 91

inkremental: tipe

perubahan, 205

Inovasi: definisi kamus, 35

interpretasi data: teknik,

12

iptek: paham netralisme,

25

ITB, 60

ITS, 49

J

jejaring:

konvergen/divergen,

193; sifat non-lokal, 187

jejaring penelitian, 88

K

Kampung Digital, 169

Kapabilitas inovasi, 40

kapasitas serap teknologi,

65

kebijakan antitrust, 43

kebijakan iptek, 207;

objektif, 213

kebijakan publik:

substansi dan legalitas,

207

Kementerian

Perindustrian, 101

Kementerian Pertahanan,

107

Kementerian Pertanian, 93

kesenjangan digital, 161

knowledge management, 189

KRT, 113; fungsi ko-

ordinasi, 124

komersialisasi penelitian,

48

komersialisasi pendidikan

tinggi, 61

Page 281: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 269

komersialisasi penelitian,

62

Komersialisasi riset, 43

Kuadran Pasteur, 21

L

laboratorium masyarakat,

77

lembaga penelitian publik,

91

lintasan penelitian:

reversible/irreversible, 193

LIPI, 114; KIM, 116

logico-empiricism, 30

Lumpur Panas, 142

M

market-led development, 7

Metafor ‗hulu-hilir‘, 22

metode ilmiah: masalah

demarkasi iptek, 29

model jejaring inovasi, 201

model linier inovasi:

deskripsi, 21; kritik-

kritik, 26

O

objektif kebijakan iptek,

213

Otonomi perguruan

tinggi: isu-isu

kebijakan, 47

P

pembelajaran

teknologikal, 41

penelitian: aspek public

relevance, 139; di

Balitbang, 93; di LPNK,

114; di perusahaan

swasta, 128; kriteria

pemilihan topik, 95

penelitian ‗hulu‘ dan

‗hilir‘, 50

penelitian ‗moda-2‘:

deskripsi, 40

penelitian fundamental, 21

penelitian hulu-hilir: di

Balitbang, 102

penelitian stratejik, 44

Penelitian terapan, 21

pengarusutamaan jender,

73

penilaian: dualitas kriteria,

105

perencanaan iptek: dalam

model jejaring inovasi,

202; skenario prospek,

203

Page 282: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

270 ke dalam inovasi

perguruan tinggi:

Humboldtian, 42;

kebijakan otonomi, 47;

penelitian, 42; tinjauan

historis, 42

perguruan tinggi

entrepreneurial, 44

perguruan tinggi

Humboldtian, 42

perlombaan scientific

discovery, 198

pertentangan nilai-nilai, 68

piramida ilmu-ilmu

pengetahuan, 33; kritik-

kritik, 34

piramida penelitian, 70

positivism, 29

positivisme, 159

prinsip verifiability: kriteria

ilmiah, 30

PT BHMN, 48

PUSPIPTEK, 121

Q

qualitative research inquiry,

32

R

R&D cost, 131

Radio-Internet Community,

166

reduksionistik, 34

Reformasi kebijakan, 44

reverse enggineering, 118

Riset Unggulan ITB, 61

ruang pembelajaran:

sebuah definisi, 195

S

science-pushed, 52

sengketa hukum, 142

sistem inovasi: definisi, 36;

definisi yang diperluas,

39

state-led development, 6

sumber daya

pengetahuan, 91

T

technische hochschule, 43

teknologi fuel cell, 118

teknologi informasi dan

komunikasi, 142

TIK: difusi di perdesaan,

176; ketersediaan

pilihan, 176

Tridharma Perguruan

Tinggi, 49

triple helix: deskripsi, 38

Page 283: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

transformasi penelitian 271

trouble-shooting, 65

tumpang-tindih

penelitian, 96

U

UKSW, 73

UU Sisnas P3 IPTEK, 5

V

variasi-seleksi, 84; dalam

pembelajaran, 189;

lintasan, 85; ruang, 88

Vienna Circle, 30

Page 284: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

PROFIL PENYUSUN

Sonny Yuliar mendapatkan gelar sarjana teknik (tahun

1989) di bidang teknik fisika (engineering physics) dengan

predikat cum laude dari Institut Teknologi Bandung (ITB)

dan gelar Ph.D (tahun 1996) di bidang rekayasa kesisteman

(systems engineering) dari Research School of Information

Sciences and Engineering, Australian National University. Sejak

tahun 2000 ia mulai menekuni bidang ilmu lintas-disiplin

yang kini dikenal dengan nama science and technology studies

(STS), dengan berfokus pada aspek-aspek teoretikal dari

actor-network theory (ANT) dan permasalahan kebijakan teknologi seperti tata

kelola teknologi (technology governance) dan inovasi yang inklusif (inclusive

innovation). Sejak tahun 2001 ia terlibat aktif dalam kegiatan pengajaran dan

pembimbingan tesis di Pogram Magister Studi Pembangunan, ITB, dan mulai

tahun 2006, seiring dengan restrukturisasi kelembagaan dalam ITB, ia

bergabung dengan Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan

Pengembangan Kebijakan (KK P2PK) di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan

Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Saat ini ia merupakan anggota Komisi

Teknis Sosial Kemanusiaan di Dewan Riset Nasional (periode 2008-2011).

Sejumlah buku dengan topik-topik yang terkait dengan STS telah ia

tulis/sunting dan sejumlah makalah ilmiah telah ia publikasikan pada jurnal-

jurnal bertaraf internasional/nasional. Ia juga aktif berpartisipasi dalam

seminar/lokakarya/focus group discussion di lembaga-lembaga pemerintahan

seperti Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Perdagangan,

Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Pusat Statistik. Dalam lima tahun

terakhir ia berhasil mendapatkan dua competitive research grant dengan topik-

topik tentang knowledge system dan inclusive innovation, dari International

Development Research Center (IDRC) yang berkedudukan di Kanada.

,

Page 285: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING

TIM PENDUKUNG SEKRETARIAT

Pengarah : Tusy A. Adibroto

Koordinator : Hartaya

Desain Sampul & Tata Letak: Syarif Budiman