![Page 1: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/1.jpg)
TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI
© Penerbit Dewan Riset Nasional
Sekretariat Gedung I BPP Teknologi Lantai 2
Jl. M.H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340
Penyusun:
Sonny Yuliar
Diterbitkan oleh
Penerbit Dewan Riset Nasional
Jakarta, 2011
www.drn.go.id
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
ISBN No.
![Page 2: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/2.jpg)
i
KATA PENGANTAR
KETUA DEWAN RISET NASIONAL (DRN)
Pertama-tama perkenankan kami memanjatkan Puji dan syukur ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku “Transformasi Penelitian ke dalam
Inovasi” ini.
Sejak tahun 2002, Indonesia telah memiliki UU No 18 tahun 2002 mengenai
Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (Sisnas P3
Iptek), dimana terminologi serta kebijakan perencanaan umum pembangunan
nasional iptek nasional tercantum dalam undang-undang ini. Penyelenggaraan
kegiatan kajian yang diinisiasi oleh Dewan Riset Nasional (DRN) dan menjadi
dasar pembuatan buku ini merupakan salah satu upaya yang terkait dengan
implementasi salah satu misi iptek 2025 dalam mewujudkan sistem inovasi
nasional yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global.
Dalam rangka peningkatan daya saing, dibutuhkan adanya penguatan
sistem inovasi, dimana koordinasi dan kemitraan merupakan faktor yang
krusial dari sistem inovasi. Sehubungan dengan itu, penerbitan buku
“Transformasi Penelitian ke dalam Inovasi” ini diharapkan dapat
mengidentifikasi masalah nasional yang dihadapi dan memberikan
rekomendasi kepada pihak-pihak yang terkait mengenai rumusan konsep
penguatan sistem inovasi dan pengembangan koordinasi serta kemitraan iptek
yang perlu dikeluarkan oleh pemerintah.
Penerbitan buku ini dapat terwujud setelah melalui kajian dan diskusi
secara intensif, berulang, serta didukung oleh kerjasama dari berbagai pihak.
Atas jerih payah yang telah dilakukan, kami mengucapkan terima kasih. Kami
berharap buku ini dapat bermanfaat sebagai referensi strategi dan implementasi
bermitra bagi semua pihak yang terkait dengan iptek, khususnya dalam
penguatan Sistem Inovasi Nasional Indonesia yang berkelanjutan.
Jakarta, Oktober 2011 Ketua Dewan Riset Nasional
Prof. Dr. Andrianto Handojo
![Page 3: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/3.jpg)
KATA PENGANTAR
PENYUSUN
‘Inovasi’ bukan istilah yang baru. Tetapi dalam satu dekade belakangan ini istilah tersebut tampaknya mengalami pembaruan makna. Inovasi sering menjadi tema pembahasan dalam pertemuan-pertemuan multipihak yang melibatkan para pelaku usaha, pembuat kebijakan, akademisi dan praktisi. Bagi pihak tertentu, inovasi dimaknai sebagai cara-cara baru dalam melakukan bisnis yang menjawab harapan para pelanggan, di tengah persaingan usaha yang makin ketat. Bagi pihak yang lain, inovasi dikaitkan dengan eksplorasi hasil-hasil penelitian untuk tujuan komersial ataupun tujuan sosial. Bagi pihak yang lain lagi, inovasi dikaitkan dengan sasaran-sasaran kebijakan makro-ekonomik dan program peningkatan daya saing industrial.
Meski digunakan dengan pemaknaan yang bervariasi, inovasi telah membuka ruang dialog yang mempertemukan pihak-pihak, yang secara tradisional bekerja dalam ‘dunia-dunia’ yang terpisah. Inovasi membuka ruang bagi pembicaraan mengenai harapan-harapan yang baru, mengenai peluang-peluang yang baru, dan mengenai hasil-hasil yang lebih baik. Bagi bangsa Indonesia, para pelaku usaha, para pembuat kebijakan dan para akademisi/peneliti merupakan komponen-komponen bangsa yang disatukan oleh kebangsaan Indonesia. Tetapi, profesionalitas yang dipegang oleh masing-masing komponen bangsa tersebut tidak jarang menimbulkan ‘dunia-dunia’ yang relatif terpisah satu dari yang lain. Modernisme memang menekankan spesialisasi dan pembedaan peranan. Tetapi pembicaraan-pembicaraan mengenai inovasi menyarankan bahwa spesialisasi dan pembedaan peranan tidak harus disertai dengan keterpisahan. Interaksi antara lembaga-lembaga atau pelaku-pelaku dengan peranan-peranan yang berbeda merupakan sumber pembelajaran yang penting untuk mencapai hasil-hasil yang lebih baik.
Buku ini tidak membahas inovasi dalam konteks persaingan perusahaan-perusahaan ataupun dalam konteks kebijakan makro-ekonomik. Pembahasan dalam buku ini berfokus pada interaksi antara ‘dunia di dalam laboratorium’ dan ‘dunia di luar laboratorium’ atau, dengan perkataan lain, antara penelitian iptek di ‘hulu’ dan pemanfaatan iptek di ‘hilir’. Fokus bahasan tersebut bersesuaian dengan aspek-aspek tertentu dari ‘sistem inovasi nasional’ dan ‘relasi triple-helix’; topik-topik yang kini menjadi sentral dalam literatur di bidang innovation studies. Hasil yang disajikan dalam buku ini merupakan sebuah konrtibusi untuk literatur tersebut.
![Page 4: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/4.jpg)
Melalui bahan yang disajikan dalam buku ini penulis ingin menyampaikan pesan bahwa para akademisi dan peneliti di Indonesia sanggup berkontribusi bagi kemajuan bangsa, lebih dari apa-apa yang sudah dicapai saat ini. Hanya saja, untuk menghasilkan kontribusi yang lebih signifikan diperlukan adanya interaksi yang lebih erat antara ‘dunia di dalam laboratorium’ dan ‘dunia di luar laboratorium’. Bila apa-apa yang sudah dicapai oleh para akademisi/peneliti dianggap, oleh sebagian pihak, belum cukup berarti, ini bukan sebuah alasan untuk menyatakan bahwa penelitian itu tidak atau kurang penting. Tidak ada bangsa maju mana pun, di Barat maupun di Timur, yang berhasil meraih kemajuannya tanpa didukung oleh kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, bangsa-bangsa yang tidak sungguh-sungguh mengupayakan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terperbelenggu oleh kebodohan dan ketakberdayaan, yang dapat berujung pada frustasi sosial, praktik korupsi yang meluas dan konflik horizontal. Sejumlah bangsa-bangsa terbelakang kini mengalami situasi seperti itu.
Penulis sampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang mendalam kepada seluruh akademisi/peneliti yang bersedia berpartisipasi dalam wawancara dan diskusi yang penulis selenggarakan untuk memperoleh data guna penulisan buku ini. Penulis sampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada segenap anggota Dewan Riset Nasional (DRN), khususnya kepada Ketua DRN—Prof. Dr. Andrianto Handoyo, dan Sekretasis DRN—Dr. Tusy A. Adibroto, yang memberikan kepercayaan dan amanat pada penulis untuk menyusun buku ini, serta Dr. Derry Pantjadarma yang senantiasa memberi dukungan moral bagi penulis untuk menyelesaikan naskah buku ini. Dukungan dari Sekretariat DRN, khususnya Pak Hartaya, juga amat berarti bagi penulis. Yang terakhir, penulis sampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas pengertian dan dukungan moral yang tulus dari keluarga penulis: Resa Ristanti, Muhammad Fadhlullah dan Erza Afiya Azka.
Bandung, Oktober 2011
Ir. Sonny Yuliar, Ph.D Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB)
![Page 5: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/5.jpg)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR KETUA DEWAN RISET NASIONAL i KATA PENGANTAR PENYUSUN ii DAFTAR ISI iv DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1 Litbang Iptek dalam Polemik 1 1.2 Litbang Iptek dan Kapabilitas Bangsa 3
1.2.1 Gagasan Sistem Inovasi 5
1.3 Konteks Pembangunan Indonesia 6 1.4 Fokus dan Metodologi Bahasan 9 1.5 Sistematika Bahasan 15
BAB 2 PERMASALAHAN TEORETIKAL 17 2.1 Pendahuluan 17 2.2 Permasalahan dari Model Linier 18 2.2.1 Konteks Komersial 21 2.2.2 Konteks Sosial 22 2.3 Permasalahan Filosofikal 25 2.3.1 Metode Ilmiah untuk ’Hard Sciences’ 25 2.3.2 Metode Ilmiah untuk ’Soft Sciences’ 27 2.3.3 Reduksionisme (Materialistik) 29 2.4 Desakan untuk Rekonsiliasi 32 2.5 Formulasi Sistem Inovasi 34 2.5.1 Interaksi Triple-Helix 36 2.5.2 Penelitian Moda-2 38 2.5.3 Inovasi dalam Perusahaan 39 2.6 Evolusi Perguruan Tinggi 40 2.7 Rangkuman 43
BAB 3 JEJARING RELASI AKADEMISI 45
![Page 6: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/6.jpg)
3.1 Pendahuluan 45 3.2 Tarik-Menarik antara ‘Hulu’ dan ‘Hilir’ 47 3.3 Pertentangan Nilai antara ‘Hulu’ dan ‘Hilir’ 58 3.4 Negosiasi yang Kompleks di ‘Laboratorium
Masyarakat’ 70
3.5 Diskusi 80 3.5.1 Rangkuman Isu-Isu 80 3.5.2 Variasi-Seleksi dan Jejaring Relasi 84
BAB 4 RUANG VARIASI-SELEKSI DI LEMBAGA
PUBLIK/SWASTA 89
4.1 Pendahuluan 89 4.2 Ruang Variasi-Seleksi di Balitbang 91 4.3 Ruang Variasi-Seleksi di Lembaga Non-
Kementerian 112
4.4 Ruang Variasi-Seleksi di Perusahaan Swasta 127 4.5 Diskusi 134 4.5.1 Permasalahan Struktural di Balitbang 134 4.5.2 Posisi Penelitian LPNK 138 4.5.3 Peranan Pelaku Swasta 141
BAB 5 EKSPERIMEN DI ‘LABORATORIUM MASYARAKAT’ 143 5.1 Pendahuluan 143 5.2 Kontroversi Fakta Ilmiah dalam Sengketa Hukum 144
5.2.1 Fakta UGBO 146
5.2.2 Fakta MV-earthquake 149
5.2.3 Fakta MV-drilling 152
5.2.4 Implikasi Konflik Sosial dalam Difusi Iptek 156
5.3 Difusi TIK untuk Mengatasi Digital Divide 161
5.3.1 Digital Learning di Desa Cinta Mekar 163
5.3.1.1 Pengembangan Relasi 165
5.3.1.2 Penyesuaian-Penyesuaian 166
5.3.2 Radio-Internet Community di Desa Limbangan 167
5.3.2.1 Inisiasi Gagasan 168
5.3.2.2 Penyebarluasan Gagasan 170
5.3.3 Kampung Digital di Sampali 171
5.3.3.1 Tahap Inisiasi 172
![Page 7: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/7.jpg)
5.3.3.2 Perluasan Relasi-Relasi 174
5.3.3.3 Keberlanjutan 176
5.3.4 Karakteristik Difusi TIK 177
5.3.4.1 Ketersediaan Pilihan dan Negosiasi
Kebutuhan
177
5.3.4.2 Keselarasan Jejaring Teknikal dan Jejaring
Sosial
179
5.4 Diskusi 182
BAB 6 MODEL JEJARING INOVASI 187 6.1 Pendahuluan 187
6.2 Variasi-Seleksi melalui Jejaring 188
6.2.1 Kelembaman Jejaring 193
6.2.2 Irreversibility Lintasan Penelitian 194
6.3 Konstruksi Ruang Pembelajaran dalam Difusi Iptek 195
6.3.1 Sebuah Isu Etika 200
6.4 Prinsip-Prinsip Teoretikal 202
6.5 Kontribusi pada Literatur 207
6.6 Situasi ‘Anomali’ 210
BAB 7 IMPLIKASI KEBIJAKAN 213 7.1 Pendahuluan 213
7.2 Posisi Struktural Kebijakan Iptek 214
7.3 Kompleksitas Masalah Publik 217
7.4 Objektif dari Kebijakan Iptek 218
7.5 Transformasi Jejaring sebagai Objektif Kebijakan 220
7.6 Program Iptek untuk Transformasi Jejaring 221
7.6.1 Program Iptek Dasar/Fundamental 224
7.6.2 Program Iptek Terapan 226
7.6.3 Program Peningkatan Kapasitas 227
7.6.4 Program Percepatan Difusi 228
7.6.5 Kegiatan, Output dan Outcome Program 229
7.6.6 Keterkaitan Sektor Iptek dan Sektor Non-Iptek 231
7.7 KNRT sebagai Mediator 233
7.7.1 Posisi Lemlit Non-Kementerian 238
![Page 8: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/8.jpg)
7.7.2 Taman Inovasi sebagai Simpul Jejaring 245
BAB 8 EPILOG: REPUBLIK IPTEK 249
DAFTAR PUSTAKA 257 DOKUMEN LEGAL ACUAN 265 INDEKS 267
![Page 9: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/9.jpg)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Analisis Data melalui Spiral Tingkatan Abstraksi 13
Gambar 1.2 Sistematika Bahasan 16
Gambar 2.1 Pemanfaatan Iptek dalam Logika/Model Linier 19
Gambar 2.2 Timbulnya Efek dari Pemanfaatan Iptek dalam
Asumsi Netralitas Iptek
24
Gambar 2.3a Fundamentalitas Realitas dalam Paham
Reduksionisme Materialistik
30
Gambar 2.3b Fenomena Emergence sebagai Counter-Example atas
Reduksionisme Materialistik
30
Gambar 2.4 Struktur Pokok Sistem Inovasi yang Diperluas
(Sumber: Cozzen dan Catalán, 2008)
38
Gambar 2.5 Faktor Peningkatan Kapasitas Produksi: (Kiri)
Perspektif Ekonomika Neo-Klasik; (Kanan) Perspektif
Ekonomika Evolusioner (Sumber: Allbu, 1997)
39
Gambar 3.1 Ilustrasi tentang Variasi-Seleksi Kognitif 86
Gambar 3.2 Ilustrasi tentang Jejaring-Jejaring Relasi Akademisi 87
Gambar 4.1a Ruang Variasi-Seleksi yang Terbatas 138
Gambar 4.1b Perluasan Ruang Variasi-Seleksi di Balitbang 138
Gambar 5.1 Perkembangan Relasi-Relasi: (Atas) Relasi-Relasi di
Fase Awal; (Bawah) Terbentuknya Relasi Peneliti dan
Non-Peneliti
158
Gambar 5.2 Sebuah Cara terbentuknya Kesesuaian antara Klaim
Ilmiah dan Kepentingan Sosial
160
Gambar 5.3 Ilustrasi tentang Logika Linier dalam Gagasan Difusi
Iptek
183
Gambar 6.1 Respresentasi Graf dari Jejaring Penelitian 191
Gambar 6.2 Respresentasi Graf dari Jejaring-Jejaring Penelitian
dalam Kasus Semburan Lumpur Panas
191
Gambar 6.3 Representasi Graf dari Ruang Pembelajaran dalam
Kasus Difusi TIK: (Atas) Pilihan Iptek dan Pelaku
199
![Page 10: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/10.jpg)
Adopsi Terbatas; (Tengah) Pilihan Iptek Terbatas,
Beberapa Pelaku Adopsi Terlibat; (Bawah) Terdapat
Variasi dalam Pilihan Iptek, Beberapa Pelaku Adopsi,
dan Relasi-Relasi yang Padat
Gambar 6.4a Kemungkinan 1: Keterpisahan Jejaring Penelitian dan
Jejaring Non-Penelitian—Situasi Anti-Inovasi
206
Gambar 6.4b Kemungkinan 2: Keterleburan Peneliti dalam Jejaring
Non-Penelitian—Situasi Kontra-Litbang Iptek
206
Gambar 6.4c Perluasan Timbal-Balik (mutual extension) antara
Jejaring Penelitian dan Jejaring Non-Penelitian
melalui Mediator-Mediator—Situasi Pro-Inovasi
207
Gambar 6.5 Berbagai Arah Transformasi Pengetahuan dalam
Inovasi
210
Gambar 7.1 Posisi Struktural Kebijakan Iptek dalam Sektor Publik 216
Gambar 7.2 Keterpautan Pertanyaan/Isu antara Program-
Program Iptek dalam Perspektif Model Jejaring
Inovasi
224
Gambar 7.3 Program-Program Iptek sebagai Instrumen untuk
Membangun Keterpautan Antarsektoral
233
Gambar 7.4 KNRT dan Lemlit Non-Kementerian sebagai
Mediator Interaksi Antarpihak untuk
Mengintegrasikan Iptek dan Pembangunan Bangsa
246
![Page 11: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/11.jpg)
![Page 12: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/12.jpg)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kuadran Pasteur (sumber: Stokes, 1997) 19
Tabel 5.1 Perbedaan Variasi-Seleksi antara Fakta UGBO, Fakta
MV-earthquake dan Fakta MV-drilling (Sumber:
Susanto, 2008)
157
Tabel 5.2 Aspek-Aspek Sosial dan Teknikal dari Difusi TIK 180
Tabel 5.3 Isu-Isu Non-Linier dalam Difusi Iptek (Inovasi) 185
![Page 13: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/13.jpg)
transformasi penelitian 1
Bab 1
PENDAHULUAN
1.1 Litbang Iptek dalam Polemik
Apakah penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (litbang
iptek) merupakan sebuah faktor yang penting bagi kemajuan bangsa? Terhadap
pertanyaan ini, para pelaku litbang iptek tentu saja akan memberikan jawaban
yang positif. Sebuah argumen yang lazim dikemukakan adalah bahwa litbang
iptek memungkinkan (to enable) industrialisasi ekonomi dan terwujudnya
masyarakat berbasiskan pengetahuan (knowledge based society). Tetapi ini bukan
satu-satunya jawaban. Iptek, sebagai alat produksi dan barang konsumsi,
memang hal yang penting. Tetapi iptek dapat diperoleh melalui transaksi di
pasar global. Jadi faktor yang penting bagi kemajuan bangsa adalah
pertumbuhan ekonomik, karena ini meningkatkan daya beli (purchasing power).
Jawaban yang lain lagi mengedepankan perspektif politik. Suatu bangsa akan
maju bila hak bersuara setiap warga bangsa diakui penuh, dan berbagai urusan
penting dalam kehidupan berbangsa diputuskan melalui suara terbanyak. Jadi,
apakah litbang iptek itu penting atau tidak bagi kemajuan bangsa, penilaian
mayoritas yang menentukan jawabannya.
Kegiatan litbang iptek berlangsung di lembaga-lembaga litbang dan
perguruan-perguruan tinggi, dan para peneliti serta akademisi merupakan
pelaku yang penting di balik perkembangan iptek. Tetapi iptek menimbulkan
manfaat yang aktual ketika berada ‗di tangan‘ para pengguna iptek. Sebagai
ilustrasi, mesin-mesin menghasilkan barang-barang konsumer yang laku dijual
ketika mesin-mesin tersebut berada di tangan entrepreneur. Peluru kendali
menjadi alat penghancur yang efektif ketika berada di tangan personil militer
yang terlatih. Obat-obatan akan bekerja efektif ketika berada di tangan dokter
dan suster yang dengan sabar memberikan layanan pada para pasien. Di dalam
![Page 14: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/14.jpg)
2 ke dalam inovasi
laboratorium iptek disajikan dalam bentuk rancangan (design), purwa rupa
(prototype), demonstrasi eksperimental, dan makalah ilmiah.
Di luar laboratorium, iptek tampil dalam wujud barang-barang konsumer,
mesin-mesin produksi, berbagai jenis alat, bangunan dan lingkungan binaan
(built environment), struktur dan infrastruktur. Para pelaku industri bergantung
pada kinerja mesin-mesin untuk mempertahankan kuantitas produksi dan
kualitas produk. Para perencana ekonomik memahami betul pentingnya
ketersediaan infrastruktur (seperti prasarana transportasi, jejaring listrik, jejaring
telekomunikasi, prasarana metrologi legal, dan lain-lain) untuk meningkatkan
daya tarik bagi para penanam modal asing. Di arena politik, keabsahan
penetapan ‗kursi-kursi‘ kekuasaan melalui penghitungan suara sangat
bergantung pada kualitas sarana dan pra-sarana teknologi informasi. Suatu
kekeliruan teknikal yang sederhana saja dapat membuat sejumlah ‗kursi‘
kehilangan keabsahannya. Meningkatnya ancaman penyusupan terorisme dan
penangkapan ikan ilegal di perairan perbatasan, serta makin canggihnya
modus-modus korupsi membuat berbagai jenis iptek terlibat dalam
pemeliharaan keamanan dan penegakan hukum.
Pentingnya iptek, tampaknya, sulit disangkal. Berbagai jenis dan bentuk
alat, perkakas, mesin, struktur dan infrastruktur—iptek di ‗dunia di luar
laboratorium‘—memainkan peranan yang penting di ranah sosial, ekonomik,
politik, hukum, keamanan dan pertahanan. Meski demikian, pentingnya iptek
bukan lantas menjadi pembenaran bagi pentingnya litbang iptek. Pentingnya
iptek di ‗dunia di luar laboratorium‘ menjadi pembenaran bagi pentingnya
litbang iptek di ‗dunia di dalam laboratorium‘ hanya jika kedua ‗dunia‘ tersebut
berhubungan dengan erat. Ketika kegiatan litbang iptek (di dalam laboratorium)
secara aktual menghasilkan nilai-nilai tambah dalam berbagai kegiatan
penggunaan iptek (di luar laboratorium), tidak ada alasan bagi para ahli
ekonomi dan pengusaha, politisi, budayawan dan khalayak awam untuk
menyangkal arti penting litbang iptek. Tetapi ketika, sebaliknya, ‗dunia di dalam
laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘ tidak berhubungan, polemik
mengenai arti penting litbang iptek merupakan hal yang wajar. Dan implikasi
yang tidak terelakkan dari polemik tersebut adalah rendahnya dukungan publik
atas litbang iptek nasional.
![Page 15: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/15.jpg)
transformasi penelitian 3
1.2 Litbang Iptek dan Kapabilitas Bangsa
Keberadaan iptek pada suatu bangsa membuat berbagai kegiatan dapat
dilakukan, dan tujuan-tujuan bersama dapat diwujudkan. Dengan perkataan
lain, keberadaan iptek memberikan kapabilitas bangsa. Suatu bangsa dapat
memperoleh iptek melalui tiga cara: (i) pengembangan dari dalam (endogenous)
melalui penelitian; (ii) adopsi/adaptasi dari luar (exogenous); dan (iii) kombinasi
antara pengembangan dari dalam dan adopsi/adaptasi dari luar. Dalam bentuk
komoditas, iptek dapat dibeli di pasar global asalkan tersedia cukup daya beli.
Dalam bentuk bantuan-bantuan teknikal (technical aids), iptek dapat diperoleh
dari negara-negara donor pembangunan. Penanaman modal asing pada
umumnya juga membawa iptek ke dalam negeri. Pembelian di pasar,
penerimaan bantuan asing dan penanaman modal asing merupakan mekanisme
untuk mendapatkan iptek dari luar.
Apa yang akan terjadi bila suatu bangsa, untuk mendapatkan iptek yang ia
butuhkan, melulu mengandalkan jual-beli di pasar global, bantuan dari bangsa-
bangsa lain dan penanaman modal asing? Yang akan terjadi adalah bangsa
tersebut kehilangan kemerdekaannya. Masa depan dan kemajuan bangsa seperti
ini dibatasi oleh faktor-faktor luar (exogeneous) seperti pasokan pasar global,
kedermawanan bangsa-bangsa asing dan kepentingan para pemilik modal
asing. Para pelaku usaha dari bangsa tersebut, karena tidak mampu
mengembangkan iptek sendiri, tidak leluasa untuk bersaing melalui strategi
diferensiasi produk. Ketika diberi ruang untuk bersaing secara bebas, para
pelaku usaha tersebut mungkin akan memilih strategi menekan biaya produksi,
atau ‗membanting harga‘. Ketika para pelaku usaha tidak memiliki kemampuan
untuk melakukan diferensiasi produk (melalui litbang), persaingan pasar bebas
tidak menjamin terwujudnya peningkatan efisiensi1.
1 Meluasnya praktik kartel di Amerika Serikat di akhir abad ke-19 merupakan contoh
mengenai situasi demikian (Mowery dan Rosenberg, 1998). Situasi ini berubah ketika,
melalui dorongan pemerintah federal Amerika Serikat, para pelaku usaha mulai
melakukan praktik „pinjam dan komersialisasi‟ hasil-hasil litbang iptek dari Eropa.
![Page 16: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/16.jpg)
4 ke dalam inovasi
Bagi sebuah bangsa yang mendapatkan iptek melulu dari faktor luar,
pilihan-pilihan masa depan bangsa tersebut dibatasi oleh faktor luar juga. Kalau
cita-cita dan aspirasi bangsa tersebut tidak direstui dan didukung oleh bangsa-
bangsa lain, bangsa tersebut tidak akan bisa mewujudkan cita-cita dan aspirasi
tersebut. Bangsa seperti ini mungkin memiliki sejenis kemerdekaan, yaitu
kemerdekaan dari paksaan bangsa-bangsa lain. Tetapi bangsa tersebut tidak
memiliki kemerdekaan jenis lainnya, yaitu kemerdekaan untuk mewujudkan
cita-cita dan aspirasinya. Perbedaan kedua jenis kemerdekaan ini, kemerdekaan
dari dan kemerdekaan untuk, mungkin tidak banyak. Tetapi perbedaan tersebut
hakiki. Kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita mempersyaratkan adanya
kapabilitas, dan faktor ini dapat ditingkatkan melalui litbang iptek. Bila disertai
dengan pengembangan dari dalam, adopsi dan adaptasi iptek dari luar akan
memperluas ruang pilihan-pilihan.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pengembangan iptek dari dalam
(melalui litbang) merupakan syarat yang perlu bagi peningkatan kemampuan
dan kapabilitas bangsa. Tetapi ini hanya syarat perlu (necessary condition), bukan
syarat cukup (sufficient condition). Dalam catatan Goonatilake (1984), hingga
akhir dekade 1980-an kegiatan litbang iptek di negara-negara Amerika Latin
telah berlangsung secara intensif. Tetapi pada umumnya litbang iptek tersebut
berpola imitatif dengan menginduk pada litbang iptek di Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa. Akibatnya, litbang iptek di negara-negara Amerika Latin
tersebut tidak relevan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan. Mulai awal dekade
1990-an beberapa negara Amerika Latin mengubah kebijakan iptek mereka dan
berupaya mengintegrasikan kegiatan litbang iptek ke dalam pembangunan
(Viotti, 2008). Situasi yang serupa juga terjadi pada bangsa-bangsa berkembang
di Asia dan Afrika (Pradip, 1984; Ahmad dkk, 1988). Di satu sisi, iptek yang
digunakan bangsa-bangsa berkembang untuk menopang kegiatan
pembangunan diperoleh melalui bantuan asing atau melalui penanaman modal
asing yang disertai dengan alih iptek (science and technology transfer). Di lain sisi,
kegiatan litbang iptek di bangsa-bangsa tersebut dilakukan tanpa dipandu oleh
suatu objektif pembangunan. Dengan perkataan lain, iptek yang digunakan
untuk pembangunan didapatkan dari luar (dari negara-negara donor dan para
![Page 17: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/17.jpg)
transformasi penelitian 5
penanam modal asing), sementara iptek yang dikembangkan sendiri (oleh
bangsa-bangsa berkembang) tidak terintegrasikan ke dalam pembangunan.
Jadi, litbang iptek merupakan syarat perlu bagi peningkatan kapabilitas
bangsa. Agar menjadi syarat perlu dan sekaligus syarat cukup (necessary and
sufficient condition), kegiatan litbang iptek perlu terintegrasikan ke dalam
kegiatan-kegiatan pembangunan—keterintegrasian ‗dunia di dalam
laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘.
1.2.1 Gagasan Sistem Inovasi
Keterintegrasian ‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘
merupakan sebuah isu yang sentral dalam reformasi kebijakan iptek di negara-
negara berindustri maju sejak awal dekade 1990-an. Ketika Perang Dingin
berakhir (ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin di tahun 1989) dan
persaingan kekuatan militer bergeser menjadi persaingan kekuatan industrial,
negara-negara peserta Perang Dunia menghadapi suatu masalah yang baru:
peningkatan daya saing industri-industri nasional. Untuk menjawab tantangan
ini, pengintegrasian litbang iptek ke dalam sistem ekonomik nasional dipandang
sebagai sebuah langkah yang stratejik. Hal ini tidak mudah, karena di masa
Perang Dingin pola dan orientasi dari litbang iptek dipengaruhi sangat kuat oleh
kepentingan pertahanan. Di masa Perang Dingin, litbang iptek terintegrasikan
ke dalam sektor pertahanan tetapi tidak ke dalam sektor ekonomik. Dalam
catatan Lee (1997), sejak awal dekade 1990-an Amerika Serikat memulai
reformasi kebijakan iptek dengan mengintegrasikan litbang iptek ke dalam
sektor industri telekomunikasi. Ini merupakan respons terhadap derasnya aliran
produk industri-industri telekomunikasi Jepang ke dalam pasar domestik
Amerika Serikat.
Gagasan ‗sistem inovasi‘ lahir pada dekade 1990-an dalam konteks
reformasi kebijakan sebagaimana diuraikan di atas. Sistem inovasi
dikembangkan sebagai sebuah kerangka kerja kebijakan untuk
mengintegrasikan litbang iptek ke dalam sektor-sektor industrial non-
pertahanan. Melalui penelitian-penelitian berpola lintas-disiplin, para akademisi
![Page 18: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/18.jpg)
6 ke dalam inovasi
berupaya mengembangkan basis ilmiah bagi gagasan sistem inovasi tersebut2.
Sebagai produk ilmiah, ‗sistem inovasi‘ lahir dalam konteks reformassi
kebijakan di negara-negara berindustri maju. Gagasan ini dikembangkan untuk
menjawab masalah keterintegrasian ‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di
luar laboratorium‘ di negara-negara tersebut, dalam konteks dinamika politik
yang khusus. Apakah gagasan sistem inovasi tersebut relevan bagi bangsa-
bangsa berkembang?
Bangsa-bangsa berkembang dan bangsa-bangsa berindustri maju berbeda
satu dari yang lain dalam hal lintasan sejarah, pola pembangunan, dan tingkat
kemajuan. Perbedaan ini, pada gilirannya, berimplikasi pada perbedaan ‗dunia
di dalam laboratorium‘, ‗dunia di luar laboratorium‘, dan perbedaan peluang
untuk mengintegrasikan kedua ‗dunia‘ tersebut.
1.3 Konteks Pembangunan Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan
telah menjadi amanat undang-undang. Undang-Undang mengenai Sistem
Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (UU Sisnas P3 IPTEK) yang diterbitkan pada tahun 2002 menetapkan
bahwa pengembangan iptek diarahkan pada peningkatkan daya saing
ekonomik dan pencapaian kemandirian bangsa Indonesia. Secara khusus Pasal 5
UU Sisnas P3 IPTEK menetapkan bahwa:
―Sistem nasional riset, pengembangan dan pemanfaatan iptek berfungsi
untuk membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur
penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan iptek dalam satu keseluruhan
yang utuh.‖
Unsur-unsur yang dimaksudkan dalam pasal ini terdiri atas unsur institusi,
unsur sumber daya dan unsur jejaring. Institusi atau kelembagaan iptek
mencakup perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha dan lembaga-
lembaga penunjang. UU Sisnas P3 IPTEK menggariskan bahwa lembaga-
2 Suatu tinjauan literatur yang komprehensif mengenai perkembangan teori-teori sistem
inovasi diberikan dalam Fagerberk dkk (2004).
![Page 19: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/19.jpg)
transformasi penelitian 7
lembaga iptek tersebut berfungsi untuk: (i) mengorganisasikan pembentukan
sumber daya manusia, penelitian, pengembangan, perekayasan, inovasi dan
difusi teknologi; dan (ii) membentuk iklim dan memberikan dukungan yang
diperlukan bagi penyelenggaraan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan
iptek. Pasal 15 dari UU Sisnas P3 IPTEK secara khusus menekankan pentingnya
jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-unsur kelembagaan iptek,
untuk menghasilkan kinerja sistem nasional iptek dan inovasi.
UU Sisnas P3 IPTEK tersebut menyediakan kerangka legislasi bagi
perumusan kebijakan-kebijakan iptek nasional seperti Kebijakan Strategis
Pembangunan Nasional Iptek (Jakstranas Iptek) oleh Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT) dan perumusan Agenda Riset Nasional (ARN) oleh Dewan
Riset Nasional (DRN). Pada periode 2005-2010 ARN terdiri atas enam bidang
prioritas, yaitu: (i) ketahanan pangan; (ii) energi baru dan terbarukan; (iii)
teknologi dan manajemen transportasi; (iv) teknologi informasi dan komunikasi;
(v) teknologi pertahanan dan keamanan; (vi) teknologi kesehatan dan obat. Pada
periode 2010-2014, ditambahkan bidang material baru sebagai bidang prioritas
dalam ARN. Jakstranas Iptek dan ARN tersebut diimplementasikan melalui,
antara lain, penyelenggaraan empat jenis program insentif, yaitu: (i) program
riset dasar; (ii) program riset terapan; (iii) program peningkatan kapasitas iptek
sistem produksi; dan (iv) program percepatan difusi dan pemanfaatan iptek.
Keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan juga merupakan isu
yang sentral dalam kebijakan iptek nasional pada dekade 1980-an, di era
Pemerintahan Orde Baru. Di masa itu, KRT menggulirkan program-program
iptek dengan skala yang bertingkat, yaitu: Riset Unggulan Terpadu (RUT); Riset
Unggulan Kemitraan (RUK); dan Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS).
Pemerintahan Orde Baru juga memprakarsai serta membiayai pengembangan
industri-industri berbasis iptek nasional (seperti Industri Pesawat Terbang
Nusantara, IPTN), membentuk Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), serta mengembangkan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (sebagai kawasan iptek). Ini semua merupakan bagian dari upaya
Pemerintahan Orde Baru untuk mengintegrasikan litbang iptek ke dalam
pembangunan nasional.
Meski keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan merupakan
isu yang sentral baik dalam Pemerintahan Orde Baru maupun Pemerintahan
![Page 20: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/20.jpg)
8 ke dalam inovasi
Orde Reformasi, terdapat perbedaan paradigma pembangunan pada kedua
Pemerintahan tersebut. Pemerintahan Orde Baru menganut paradigma
pembangunan yang dihela negara (state-led development). Dalam paradigma ini,
negara memiliki peranan yang dominan dalam menentukan arah dan
menggerakkan pembangunan, termasuk pembangunan iptek. Di era
Pemerintahan Orde Reformasi, peran negara dalam pembangunan secara
bertahap dikurangi melalui liberalisasi sektor-sektor publik. Secara bertahap
para pelaku pasar (pelaku swasta) mendapatkan ruang yang lebih luas untuk
berperan dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Pembangunan Indonesia
mengalami pergeseran paradigma dari state-led menuju market-led3.
Di tahun 1999 Pemerintah Indonesia menggulirkan kebijakan otonomi
perguruan tinggi. Isu-isu yang sentral dalam kebijakan otonomi perguruan
tinggi ini adalah, antara lain: (i) pemberian otonomi pada perguruan tinggi
dalam urusan akademik; (ii) peningkatan relevansi pasar (market relevance) dari
kegiatan penelitian dan pengajaran di perguruan tinggi; dan (iii) peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan perguruan tinggi. Dalam
implementasinya, kebijakan otonomi perguruan tinggi tersebut menimbulkan
perbedaan tafsiran. Bagi sebagian kalangan, kebijakan otonomi perguruan tinggi
merupakan liberalisasi sektor pendidikan tinggi. Dalam tafsiran ini, sebuah
perguruan tinggi otonom harus menyediakan produk sesuai dengan permintaan
pasar, dan menghasilkan produk tersebut dengan cara-cara yang efisien.
Dengan melakukan hal-hal demikian, sebuah perguruan tinggi otonom akan
memiliki daya saing di pasar layanan pendidikan, dan memperoleh dana (dalam
proporsi tertentu) dari pasar untuk pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam
kampus. Bagi sebagian kalangan yang lain, otonomi perguruan tinggi
3 Fakta mengenai terjadinya pergeseran paradigma ini dapat ditelusuri pada kandungan
sejumlah undang-undang yang dihasilkan di era Pemerintahan Orde Reformasi (sejak
1999). Meski demikian, masih menjadi perdebatan apakah pembangunan Indonesia saat
ini telah sepenuhnya mengadopsi paham neoliberalisme atau tidak. Neoliberalisme
merupakan paham pembangunan yang menekankan peranan kekuatan pasar dan
menyarankan intevensi pemerintah yang minimal. Paham ini pernah dianut Negara-
negara Amerika Latin pada dekade 1980-an dan sejak 1990-an mulai ditinggalkan karena
menimbulkan krisis ekonomik, politik dan sosial yang meluas di negara-negara tersebut
(Desai dan Potter, 2002).
![Page 21: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/21.jpg)
transformasi penelitian 9
ditafsirkan sebagai pemberian otonomi akademik oleh negara kepada perguruan
tinggi, dengan disertai dukungan pembiayaan oleh negara, agar perguruan
tinggi dapat memperluas peranannya dalam pembangunan bangsa.
Apakah suatu negara menganut paham pembangunan yang cenderung
state-led atau market-led, hal ini membawa implikasi pada peluang-peluang untuk
mengintegrasikan litbang iptek ke dalam pembangunan. Tetapi tentu saja
market-led tidak identik dengan state-less. Di negara-negara penganut ekonomi
pasar (market economy) seperti Amerika Serikat, Uni Eropa dan Cina4, sektor
iptek dan pendidikan tinggi tetap diarahkan dan digerakkan oleh pemerintah.
Relevansi pasar (market relevance) dari litbang iptek dan pendidikan tinggi
merupakan isu yang sentral dalam kebijakan iptek dan kebijakan pendidikan
tinggi di negara-negara tersebut. Untuk mewujudkan peningkatan relevansi
pasar ini, pemerintah di negara-negara tersebut menyediakan berbagai insentif
fiskal dan non-fiskal, membiayai kegiatan-kegiatan litbang dan komersialisasi
hasil litbang, dan membiayai pengembangan sumber-sumber daya dan
lembaga-lembaga baru yang dibutuhkan bagi reformasi kebijakan
iptek/pendidikan tinggi. Dengan perkataan lain, negara tetap menjadi kekuatan
besar yang mengarahkan dan menggerakkan perkembangan iptek dan
pendidikan tinggi di negara-negara penganut ekonomi pasar.
1.4 Fokus dan Metodologi Bahasan
Keterintegrasian ‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘
merupakan tema pembahasan dalam buku ini. Tema ini, tentu saja, memiliki
cakupan permasalahan yang luas meliputi kedua ‗dunia‘ tersebut. Lebih
spesifiknya, pembahasan dalam buku ini berfokus pada permasalahan:
bagaimana kegiatan-kegiatan litbang iptek (di dalam laboratorium) dapat
menghasilkan nilai-nilai tambah bagi pihak-pihak pengguna iptek (di luar
4 Sejak dekade 1990-an tatanan ekonomi Cina makin berpola ekonomi pasar, meski Cina
bukan penganut kapitalisme liberal. Perusahaan-perusahaan swasta (berkebangsaan)
Cina, bukan swasta asing, merupakan pelaku yang dominan dalam ekonomi Cina.
![Page 22: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/22.jpg)
10 ke dalam inovasi
laboratorium)— permasalahan ‗transformasi penelitian ke dalam inovasi‘.
Beberapa pendekatan yang berbeda dapat ditempuh untuk membahas
permasalahan tersebut. Misalnya, pendekatan kognitif dapat digunakan untuk
menganalisis kandungan dari hasil-hasil litbang iptek, dan menilai apakah hasil-
hasil litbang tersebut sesuai dengan kebutuhan pihak-pihak pengguna iptek
(baik di ranah komersial maupun non-komersial). Teknik-teknik statistika dapat
digunakan untuk mendeteksi kecenderungan-kecenderungan yang ada.
Pendekatan seperti ini membutuhkan indikator-indikator mengenai ‗kesesuaian‘
antara ‗hasil litbang‘ dan ‗kebutuhan pengguna iptek‘. Bila indikator-indikator
yang digunakan tidak relevan, hasil analisis statistika yang diperoleh menjadi
tidak bermakna atau membawa pada kesimpulan yang salah. Pendekatan yang
lain menggunakan perspektif ekonomik. Misalnya, pembahasan ditempuh
dengan mempelajari pengaruh pilihan-pilihan instrumen fiskal (dan non-fiskal)
terhadap: (i) pola/strategi persaingan antara pelaku usaha; dan (ii) tingkat
permintaan akan litbang iptek (lihat misalnya pembahasan dengan pendekatan
ekonomik dalam Nelson dan Winter (1982); Nelson (1993); Keller dan Samuels
(2003)). Pendekatan kelembagaan juga dapat ditempuh untuk mengamati pola,
intensitas dan outcome dari kerja sama-kerja sama antara para pelaku di
lembaga-lembaga iptek dan para pelaku pengguna iptek (di ranah komersial
dan di ranah publik/non-komersial). Kajian-kajian tentang University-Industry
Linkage (UIL) pada umumnya mengadopsi perspektif kelembagaan seperti ini.
Pembahasan dalam buku ini menggunakan pendekatan/perspektif sosial,
khususnya perspektif teori jejaring-aktor (actor-network theory, ANT). Dalam
literatur, pendekatan sosial diadopsi oleh, antara lain: Knorr-Cetina (2000) untuk
mempelajari kultur dari komunitas-komunitas ilmiah; Hess (1995) untuk
mempelajari relasi-relasi kuasa yang berkembang melalui penelitian, Merton
dkk (1991) untuk mempelajari norma dan interaksi sosial di perguruan-
perguruan tinggi. Dalam buku ini, perspektif ANT digunakan untuk
mempelajari secara empirikal:
pertanyaan (i):
bagaimana relasi-relasi antara para peneliti/pelaku litbang dan pelaku-
![Page 23: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/23.jpg)
transformasi penelitian 11
pelaku yang lain (baik pelaku litbang maupun non-litbang)
terbentuk/terjalin;
pertanyaan (ii):
dalam kasus inisiatif pemanfaatan iptek, pola relasi-relasi (antara para
penginisiasi dan pengadopsi) seperti apa yang kondusif bagi adopsi iptek
tersebut.
Melalui telaah atas jawaban-jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut, dapat
diperoleh sebuah penjelasan mengenai faktor kendala dan faktor pendorong
bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi. Dari penjelasan tersebut
kemudian dapat diekstraksikan implikasi-implikasi kebijakan yang relevan.
Pelaku (actor) dan jejaring relasi-relasi antara pelaku-pelaku (network of
relations) merupakan gagasan-gagasan analitik yang kunci dalam ANT. Para
pelaku itu sendiri bersifat otonom. Oleh karena ini, suatu relasi antara para
pelaku hanya akan terjalin setelah melalui penyesuaian atau translasi
(translation). Lazimnya para peneliti ANT melakukan penelusuran empirik
dengan berfokus pada translasi-translasi, bagaimana relasi-relasi terbentuk
melalui translasi tersebut, dan outcome dari relasi-relasi ini. Ciri yang khas dari
ANT adalah bahwa teori ini tidak bersandar pada konsep-konsep makro (seperti
struktur, sistem, lembaga) ataupun konsep-konsep mikro (seperti individualitas,
makna personal). ANT bersandar pada translasi-translasi dan relasi-relasi
(Latour, 2005). Dalam ANT (dan juga teori-teori sosial dalam paradigma
konstruktivistik), pencarian sumber data tidak bersandar pada konsep sampling,
karena konsep ini didasarkan pada asumsi a-priori akan keberadaan suatu
populasi dengan identitas dan batasan (boundary) yang tetap5. Dalam ANT,
boundary merupakan persoalan empirik a posteriori.
Sebagai sebuah teori dalam sosiologi, ANT membuka peluang bagi adopsi
dan pengembangan konsep-konsep matematika untuk melakukan kalkulasi-
kalkulasi. Melalui penyederhanaan-penyederhanaan hasil penelusuran jejaring-
aktor dapat dinyatakan dalam bentuk graf (graph)—sebuah konsep matematika
5 Diskusi yang komprehensif mengenai metode-metode penelitian sosial diberikan dalam
Alvesson, Mats dan Kajskoldberg (2000) dan Denzin dan Lincoln (1998).
![Page 24: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/24.jpg)
12 ke dalam inovasi
abstrak yang lazim digunakan dalam analisis jejaring. Begitu dinyatakan dalam
bentuk graf, teknik-teknik analisis graf dapat diterapkan untuk melakukan
kalkulasi terhadap jejaring-aktor. Dalam literatur, penggunaan teori graf dalam
kalkulasi jejaring-aktor masih di tahap perkembangan. Dalam buku ini, konsep
graf digunakan sebatas untuk merepresentasikan jejaring-aktor yang
disederhanakan (reduced). Persoalan kalkulasi jejaring-aktor di luar cakupan
pembahasan buku ini.
Pembahasan mengenai pertanyaan (i) di atas didasarkan pada hasil
penelusuran jejaring-aktor melalui wawancara dan/atau focus group discussion
(FGD), dengan melibatkan para peneliti (sebagai informan) dari Institut
Teknologi sepuluh November (ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan
Universitas Kristen Satyawacana UKSW)6, Badan-Badan Penelitian dan
Pengembangan di Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian,
Kementerian Perdagagagan, dan Kementerian Pertahanan, Lembaga-Lembaga
Penelitian Non-Kementerian (LIPI, BPPT, BATAN, BAKOSURTANAL) dan
empat buah perusahaan swasta. Penelusuran melalui wawancara/FGD tersebut
bermula dengan isu-isu kebijakan kekinian (current), seperti isu relevansi pasar
dari litbang iptek dan isu otonomi perguruan tinggi. Isu-isu tersebut tengah
menjadi perhatian yang meluas dan, tidak jarang, disertai dengan kontroversi.
Dengan teknik problematisasi demikian, menjadi terbuka ruang bagi para
informan untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan praktis penelitian
(research practice) di lembaga mereka masing-masing. Secara keseluruhan, lebih
dari lima puluh informan berpartisipasi dalam wawancara/FGD tersebut.
Pembahasan mengenai pertanyaan (ii) di atas di dasarkan pada hasil
penelusuran melalui studi atas dua kasus inisiatif pemanfaatan iptek, yaitu
kasus digital divide dan kasus semburan lumpur panas di Jawa Timur. Untuk
kasus digital divide, penelusuran empirikal dilakukan di desa Cinta Mekar (Kab.
Subang, Jawa Barat), desa Limbangan di Jawa Tengah, dan desa Sampali di
Sumatera Utara. Untuk kasus semburan lumpur panas, pengamatan dilakukan
6 ITS, ITB dan UKSW termasuk di antara perguruan-perguruan tinggi di Indonesia yang
memiliki produktivitas penelitian yang tinggi. Di antara ketiganya terdapat rentangan
variasi yang luas dalam hal disiplin keilmuan yang dikelola, proses kelahiran lembaga,
dan lingkungan sosial.
![Page 25: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/25.jpg)
transformasi penelitian 13
di laboratorium tempat para peneliti bekerja dan di sejumlah forum pertemuan
publik yang relevan. Penelusuran tersebut dibatasi oleh isu-isu yang dianggap
berkaitan erat dengan: program-program inisiatif implementasi teknologi
informasi (kasus digital divide); upaya-upaya penyediaan fakta ilmiah untuk
menyelesaikan sengketa hukum (kasus semburan lumpur panas).
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan penelusuran empirikal tersebut di atas
bersifat con-current, dalam arti bahwa masing-masing bersifat saling-bebas satu
terhadap yang lain. Hal ini membuka peluang bagi triangulasi silang antara
hasil eksplorasi yang satu dan hasil eksplorasi yang lainnya (Creswell, 2005).
Pengumpulan dan interpretasi data dilakukan dengan dipandu oleh perspektif
ANT. Secara disederhanakan, teknik interpretasi data mengikuti tahap-tahap
abstraksi sebagaimana divisualkan dalam Gambar 1.1.
Interpretasi terhadap Pola-Pola
Relasi/Graf untuk mendapatkan
Karakteristik Praktis Penelitian dan
Pola Difusi/Adopsi
Koleksi Data
(wawancara & FGD, pengamatan lapangan,
transkripsi hasil wawancara, pengambilan foto-
foto dan pengumpulan dokumen yang relevan)
Penelusuran Translasi-Translasi
dan Relasi-Relasi, Triangulasi
Substansi
Pengkodean Data dengan
Dipandu oleh Perspektif ANT
dan Isu-Isu yang Relevan
dengan Pertanyaan (i) dan (ii)
Penyusunan Narasi dan
Deskripsi Relasi-Relasi dalam
bentuk Graf
Arsip Data dan
Organisasi Data
Triangulasi Awal
(konsistensi sumber data)
Penyimpulan Teoretikal dan
Implikasi Kebijakan
Gambar 1.1 Analisis Data melalui Spiral Tingkatan Abstraksi
Keseluruhan data yang dijadikan basis empirikal bagi pembahasan dalam
buku ini diperoleh melalui kegiatan-kegiatan wawancara dan FGD yang
![Page 26: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/26.jpg)
14 ke dalam inovasi
melibatkan lebih dari 75 informan, dengan durasi wawancara bervariasi antara
30 menit sampai lebih dari 120 menit. Sebagian besar dari kegiatan
pengumpulan data tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan kajian dengan
judul ―Kajian Kecenderungan Riset Hulu-Hilir‖, yang didanai oleh Dewan Riset
Nasional (DRN) Republik Indonesia. Kajian ini dilaksanakan dalam kurun
waktu Agustus sampai dengan Desember, tahun 2009. Data yang berkaitan
dengan kasus difusi iptek (kasus digital divide dan kasus semburan Lumpur
Panas) diperoleh melalui kajian terdahulu dengan judul ―Knowledge Systems and
Inequality‖, yang didanai oleh International Development Research Center (IDRC),
Kanada, yang dilaksanakan pada kurun waktu Januari, 2008 sampai Juni, 2009.
Penggunaan keseluruhan data empirikal tersebut memungkinkan
pembahasan kasus-kasus difusi iptek secara diakronik (diachronic). Tetapi
pembahasan mengenai relasi-relasi para peneliti bersifat sinkronik (synchronic).
Penelusuran berpola diakronik diperlukan bila yang ingin diungkapkan adalah
evolusi perguruan tinggi atau evolusi kelompok-kelompok peneliti. Pembahasan
dalam buku ini mengadopsi perspektif sosial, khususnya perspektif jejaring-
aktor. Tentu saja, setiap pemilihan perspektif teoretikal membawa implikasi
kognitif tertentu. Berkaitan dengan pemilihan perspektif teoretikal ini, yang
menjadi isu bukanlah perspektif mana yang paling baik. Yang menjadi isu
adalah bagaimana pembahasan-pembahasan dengan perspektif-perspektif yang
berbeda dapat saling memperkaya satu pada yang lain, dan menghasilkan
pemahaman yang makin utuh. Analisis dan penyimpulan dalam buku ini
menggunakan teknik kualitatif, karena pembahasan di sini bersifat eksploratif—
menelusuri dan menemukenali faktor-faktor apa yang bekerja dan bagaimana
faktor-faktor tersebut menimbulkan efek-efek yang teramati (empirically
observed). Teknik kuantitatif diperlukan jika pembahasan dimaksudkan untuk
mengukur, menakar dan melakukan kalkulasi. Dalam bagian-bagian tertentu
buku ini diilustrasikan penggunaan teknik graf (graph) untuk merepresentasikan
hasil-hasil penelusuran jejaring-aktor. Penggunaan teknik graf untuk kalkulasi
jejaring-aktor, meski hal ini mungkin dilakukan, di luar cakupan pembahasan
buku ini.
1.5 Sistematika Bahasan
![Page 27: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/27.jpg)
transformasi penelitian 15
Dalam bab ini telah dipaparkan konteks, fokus dan metodologi pembahasan
‗transformasi penelitian ke dalam inovasi‘. Sejumlah gagasan dan teori telah
dikembangkan dalam literatur, khususnya literatur di area sistem inovasi dan
area science and technology studies (STS). Dalam Bab 2 didiskusikan beberapa
gagasan dan teori yang dipandang relevan dengan tema pembahasan buku ini,
yaitu: kritik-kritik terhadap model linier inovasi; problematika filosofikal
berkaitan dengan masalah pemanfaatan iptek; pokok-pokok gagasan sistem
inovasi; dan evolusi perguruan tinggi.
Hasil-hasil penelusuran empirikal melalui wawancara, FGD dan studi kasus
yang menjadi dasar bagi pembahasan pertanyaan (i) dan pertanyaan (ii) tersebut
di atas dipaparkan dalam Bab 3 dan Bab 4 (untuk pertanyaan (i)) dan Bab 5
(untuk pertanyaan (ii)). Di akhir Bab 5 didiskusikan secara khusus sebuah kritik
terhadap model difusi inovasi linier. Ekstraksi teoretikal dari hasil-hasil yang
dipaparkan di ketiga bab tersebut didiskusikan dalam Bab 6, dan implikasi
kebijakan dari ekstraksi teoretikal ini didiskusikan di Bab 7. Bab 8 menutup
pembahasan buku ini dengan mengemukakan beberapa isu paradigma.[]
![Page 28: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/28.jpg)
16 ke dalam inovasi
Definisi Konteks,
Fokus dan
Metodologi
Diskusi Kritikal
melalui Tinjauan
Literatur Sistem
Inovasi dan STS
Deskripsi Relasi-
Relasi Akademisi
di Perguruan
Tinggi
Deskripsi Relasi-
Relasi Peneliti di
Balitbang, LPNK
dan Perusahaan
Deskripsi Relasi-
Relasi dalam
Inisiatif Inovasi
Ekstraksi
Teoretikal
Implikasi
Kebijakan
Penutup
Gambar 1.2 Sistematika Bahasan
![Page 29: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/29.jpg)
transformasi penelitian 17
Bab 2
PERMASALAHAN TEORETIKAL
2.1 Pendahuluan
Bagaimana, atau melalui cara apa, kegiatan litbang iptek dapat menghasilkan
nilai tambah bagi pihak pengguna iptek? Jawaban yang dapat segera
ditawarkan adalah: melalui penerapan hasil litbang iptek. Melalui tinjauan
literatur, dalam bab ini akan diperlihatkan bahwa jawaban seperti ini tidak
memadai. Pembahasan dalam bab ini bermula dengan sebuah model tentang
mekanisme pemanfaatan hasil litbang iptek yang dikenal sebagai ‗model linier‘
dari inovasi. Akan diperlihatkan bahwa model ini mengandung asumsi-asumsi
yang tidak bersesuaian dengan realitas. Pembahasan kemudian masuk ‗ke
dalam‘ iptek, untuk memperlihatkan adanya kesulitan epistemologikal yang
membuat iptek terpisah dari masyarakat—kesenjangan epistemologikal. Tentu
saja, dalam realitas praktikal iptek tidak pernah terpisah dari masyarakat. Tetapi
kesenjangan epistemologikal tersebut membuat upaya-upaya praktikal untuk
menerapkan iptek di masyarakat menghadapi kesulitan-kesulitan teoretikal7.
Pembahasan selanjutnya berfokus pada perkembangan gagasan sistem
inovasi. Gagasan sistem inovasi merujuk pada kegiatan-kegiatan litbang iptek,
kegiatan-kegiatan produksi industrial dan kegiatan-kegiatan ekonomik yang
lainnya. Gagasan ini menekankan pentingnya keterpautan sistemik antara
berbagai kegiatan tersebut bagi peningkatan kapasitas inovasi—potensi untuk
mewujudkan inovasi—dari suatu ekonomi. Perkembangan gagasan sistem
inovasi tersebut membawa implikasi pada reformasi kebijakan iptek dan
transformasi perguruan tinggi.
7 Sebagai ilustrasi tentang situasi demikian adalah praktik-praktik „alih iptek‟ dan
„diseminasi iptek‟. Kedua gagasan tersebut relatif populer dan telah dipraktikkan secara
meluas. Pengujian yang seksama atas kandungan dari kedua gagasan tersebut akan
segera mengungkapkan adanya kelemahan-kelemahan teoretikal.
![Page 30: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/30.jpg)
18 ke dalam inovasi
Keseluruhan pembahasan di bab ini dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa permasalahan ‗pemanfaatan iptek‘ melibatkan pertanyaan-pertanyaan di
ranah filosofikal/epistemologikal dan pertanyaan-pertanyaan di ranah
kebijakan dan kelembagan. Literatur yang dirujuk dalam pembahasan di bab ini
merupakan hasil-hasil kajian mengenai pemanfaatan iptek di negara-negara
berindustri maju, yang lazimnya dipandang sebagai sumber perkembangan
iptek itu sendiri. Iptek, di negara-negara tersebut, memang telah berkembang
begitu pesat sejak Revolusi Industri di akhir abad ke-18. Tetapi perkembangan
ini cenderung berlangsung melalui cara-cara yang kurang refleksif (Schroeder,
2007; Mitcham, 1994). Kesulitan-kesulitan yang timbul dalam upaya-upaya
pemanfaatan iptek tampaknya bersumber dari cara-cara pengembangan iptek
yang kurang refleksif tersebut.
2.2 Permasalahan dari Model Linier
Bagaimana penelitian dan pengembangan iptek dapat diarahkan untuk
perbaikan kehidupan sosial, atau kemajuan ekonomik? Pertanyaan ini terlihat
sederhana dan jawabannya mudah: terapkan saja iptek dan dapatkan
manfaatnya. Tetapi, apa yang dimaksud dengan menerapkan iptek? Jawaban
yang konvensional adalah sebagai berikut. Pertama, penerapan iptek
memerlukan penelitian terapan (applied research) terlebih dahulu, karena
pengembangan iptek itu sendiri belum tentu ditujukan pada masalah-masalah
praktikal tertentu. Setelah ini, hasil-hasil dari penelitian terapan didiseminasikan
secara luas sehingga dapat diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkannya.
Dengan adanya akses ini, pihak-pihak tersebut dapat menggunakan hasil-hasil
penelitian terapan untuk menjawab masalah-masalah yang mereka hadapi.
Secara sederhana, logika konvensional tersebut di atas dapat
divisualisasikan sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.1. Logika (atau
model) mengenai langkah-langkah pemanfaatan iptek seperti ini dikenal luas
sebagai model linier inovasi (Lee, 1997; Rip dkk, 1995; Rosenberg, 1992; Rogers,
1993; Mowery dan Rosenberg, 1998).
![Page 31: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/31.jpg)
transformasi penelitian 19
Penelitian
Dasar/
Fundamental
Penelitian
Terapan
Pengembangan
(Perancangan,
Konstruksi,
Pengujian)
Distribusi/
Pemasaran/
Pengoperasian
Gambar 2.1 Pemanfaatan Iptek dalam Logika/Model Linier
Penelitian terapan itu sendiri merupakan jenis penelitian yang berbeda dari
penelitian dasar atau penelitian fundamental (basic/fundamental research). Secara
konvensional, sebuah cara untuk membedakan kedua jenis penelitian ini adalah
dengan menelusuri orientasi dari suatu penelitian. Dalam pembahasannya
mengenai penelitian terapan dan penelitian fundamental, Stokes (1997)
mengadopsi suatu kuadran yang dikenal sebagai Kuadran Pasteur untuk
menganalisis perbedaan orientasi-orientasi penelitian (lihat Tabel 2.1). Jadi,
kuadran tersebut membedakan apakah seorang ilmuwan, ketika melakukan
penelitian, digerakkan oleh motivasi untuk mendapatkan pemahaman
fundamental, atau untuk menghasilkan manfaat praktikal.
Tabel 2.1 Kuadran Pasteur (sumber: Stokes, 1997)
Dalam nomenlaktur disiplin-disiplin iptek juga dikenal pembedaan antara
teoretikal dan terapan, seperti fisika teoretikal yang dibedakan dari fisika
terapan. Sebagian kalangan menggunakan predikat ‗murni‘8 bagi penelitian
8 Pemberian predikat „murni‟ ini mengandung problematik. Evolusi ilmu pengetahuan
justru memperlihatkan percabangan-percabangan dan pencampuran-pencampuran
Pencarian Sebab Fundamental
Ya Tidak
Pertimbangan
Pemanfaatan
Praktikal
Ya
Penelitian Dasar
Berinspirasikan
Terapan
Penelitian Terapan
Murni
Tidak Penelitian Dasar
Murni
?
![Page 32: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/32.jpg)
20 ke dalam inovasi
fundamental untuk menekankan kemurnian motivasi dan orientasi. Sebagian
kalangan yang lain menggunakan predikat ‗hulu‘ untuk penelitian fundamental
dan predikat ‗hilir‘ untuk penelitian terapan. Metafor ‗hulu-hilir‘ ini didasarkan
atas asumsi mengenai ‗aliran iptek‘ yang menyerupai aliran air sungai dari mata
air ke muara.
Dalam literatur tentang sistem inovasi, diakui bahwa cikal-bakal dari model
linier inovasi tersebut adalah proposal kebijakan iptek yang disusun oleh
Vannevar Bush pada tahun 1945, dengan judul ‗Science: The Endless Frontier‘
(Fagerberk dkk, 2004). Proposal kebijakan iptek ini ia ajukan sebagai cetak-biru
sistem penelitian dan pengembangan iptek Amerika Serikat di era pasca-Perang
Dunia. Gagasan pokok dalam pemikiran Bush adalah bahwa: (i) penelitian
fundamental merupakan pra-syarat bagi inovasi di industri-industri, dan (ii)
perguruan tinggi merupakan tempat yang terbaik bagi pelaksanaan penelitian
fundamental. Dalam Proposal tersebut, Bush mengantisipasi faktor kegagalan
pasar dan mengusulkan agar Pemerintah Federal Amerika Serikat
meningkatkan secara signifikan pendanaan bagi penelitian fundamental di
perguruan-perguruan tinggi.
Jadi, model linier inovasi, dilengkapi dengan Kuadran Pasteur untuk
membedakan jenis-jenis penelitian, menyediakan sebuah sarana konseptual
untuk mengelola kegiatan litbang dan pemanfaatan iptek. Apakah model linier
inovasi dan gagasan-gagasan yang terkait dengan model tersebut telah
menjawab permasalahan pemanfaatan iptek? Berikut ini disampaikan sejumlah
argumen yang menyarankan bahwa jawaban terhadap pertanyaan ini adalah
negatif.
substansi keilmuan, alih-alih keterisolasian. Fisika teoretikal, misalnya, sarat dengan
matematika. Perkembangan geometri non-Euclidean berinspirasikan pemikiran mekanika
relativistik. Perkembangan teknologi informatika dan informasi berpola lintas-disiplin
dan mempertemukan ilmu komputasi (matematika terapan), fisika material, teknologi
elektromagnetika, komputasi syaraf, ilmu desain visual, dan lain-lain. Jadi, makna
„murni‟ dalam frase „ilmu murni‟ yang bisa diterima adalah bahwa ilmu tersebut
„berorientasi pada penjelasan fundamental‟, bukan murni dalam subtansi.
![Page 33: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/33.jpg)
transformasi penelitian 21
2.2.1 Konteks Komersial
Argumen yang pertama didasarkan pada hasil kajian-kajian mengenai praktis di
perusahaan-perusahaan (Fagerberk dkk, 2004; Albu, 1997; Rosenberg, 1982;
Mowery dan Rosenberg, 1998). Temuan dari kajian-kajian ini memperlihatkan
bahwa pada umumnya perusahaan-perusahaan melakukan perubahan-
perubahan teknikal (technical changes) atas dasar pertimbangan komersial, dan
mereka memulai dengan menggali pengetahuan yang sudah mereka miliki dan
gunakan. Hanya ketika penggalian ini tidak memberikan hasil, mereka mulai
menengok hasil-hasil penelitian dasar dan terapan yang ditawarkan perguruan-
perguruan tinggi. Tetapi ini hanya salah satu pilihan yang mungkin diambil.
Pilihan yang lain adalah melakukan alliansi dengan perusahaan-perusahaan lain
untuk mengendalikan pasar (dikenal sebagai kartel). Ketika para pelaku usaha
tidak tertarik untuk menengok hasil-hasil litbang iptek, ‗aliran iptek‘ akan
terhenti sebelum mencapai ‗hilir‘.
Dalam kasus di mana suatu perusahaan mencoba menggali hasil penelitian
untuk keperluan komersial, upaya ini belum tentu berhasil dalam satu langkah.
Terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan ini seperti strategi
bisnis dari perusahaan-perusahaan lain yang terlibat dalam persaingan, iklim
usaha yang dipengaruhi oleh regulasi, standar-standar produk yang diterapkan,
dan juga perilaku konsumer (Rosenberg, 1982). Selain ini, terdapat juga kasus-
kasus di mana produk komersial telah digunakan meluas, sementara penelitian
dasar yang terkait dengan produk tersebut justru belum tersedia (Mowery dan
Rosenberg, 1998).
Jadi, model linier inovasi tidak menggambarkan situasi riel secara akurat.
Para pelaku usaha yang terlibat dalam suatu persaingan belum tertentu tertarik
pada, atau membutuhkan, apa-apa yang disediakan oleh para pelaku litbang
iptek. Dalam kasus di mana para pelaku usaha tertarik untuk mengakses dan
mengadopsi pada apa-apa yang ditawarkan oleh pelaku litbang, terdapat faktor-
faktor yang menentukan keberhasilan adopsi tersebut. Faktor-faktor ini tidak
diungkapkan secara eksplisit dalam model linier inovasi. Lebih jauh lagi, model
linier inovasi tidak dapat digunakan untuk menjelaskan adanya ‗aliran dari hilir
ke hulu‘; situasi di mana iptek tertentu telah digunakan meluas dalam konteks
![Page 34: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/34.jpg)
22 ke dalam inovasi
komersial sementara penelitian fundamental yang terkait dengan iptek tersebut
baru terpicu di kemudian hari.
Kuadran Pasteur juga tidak menggambarkan situasi ‗hulu‘ secara lengkap.
Berkaitan dengan isu ini, Calvert (2002) mengamati respons sejumlah akademisi
di perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat dan Inggris terhadap
kebijakan komersialisasi penelitian. Kebijakan ini diperkenalkan pada awal
dekade 1990-an sebagai bagian dari desentralisasi sektor pendidikan tinggi. Dari
kajian tersebut ditemukan bahwa dalam pandangan para akademisi, seorang
peneliti yang mengerjakan penelitian dasar/fundamental menyandang status
yang tertinggi, jauh di atas status peneliti yang mengerjakan penelitian terapan.
Selain ini para akademisi juga berpandangan bahwa komersialisasi penelitian
itu menyerupai praktis ‗prostitusi‘. Tentu saja hasil kajian ini tidak berlaku
umum; pandangan seorang akademisi dipengaruhi oleh latar belakang
keilmuan dari akademisi tersebut dan situasi-situasi khusus yang berlaku di
perguruan tinggi dan di masyarakat. Tetapi temuan yang didapatkan Calvert
tersebut memiliki signifikansi. Amerika Serikat dan Inggris merupakan dua
negara yang dikenal gigih memperjuangkan liberalisasi sektor-sektor publik dan
mendesak perguruan-perguruan tinggi untuk membangun hubungan dengan
industri-industri untuk tujuan komersialisasi hasil penelitian. Hasil kajian
Calvert menyediakan sebuah kasus yang menunjukkan adanya
ketidaklengkapan dalam Kuadran Pasteur. Kajian Calvert tersebut menyarankan
bekerjanya nilai-nilai kultural tertentu yang dipegang teguh oleh para peneliti,
yang pada gilirannya mempengaruhi para peneliti dalam memilih jenis-jenis
penelitian.
2.2.2 Konteks Sosial
Kritik lain terhadap model linier inovasi bersumber pada pengamatan atas
dampak-dampak negatif dari kehadiran iptek. Sejumlah hasil kajian
memperlihatkan bahwa kehadiran iptek justru menimbulkan masalah-masalah
yang tidak kunjung terselesaikan seperti polusi lingkungan, marjinalisasi posisi
kaum buruh, ancaman terhadap keselamatan di lokasi kerja, pembelengguan
kebebasan individual melalui surveillance dan kontrol publik, perawatan
![Page 35: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/35.jpg)
transformasi penelitian 23
kesehatan yang makin mahal, kebergantungan iptek di negara-negara
berkembang, dan lain-lain (Schroeder, 2007). Jika model linier tersebut memang
bersesuaian dengan realitas, maka berbagai masalah etikal ini akan dapat
dijawab dengan menyusun program-program iptek yang mengikuti tahapan-
tahapan linier tersebut. Tetapi, pengamatan akan dampak-dampak iptek di
masyarakat menyarankan bahwa tidak jarang iptek itu sendiri merupakan
sumber masalah, alih-alih sebagai sebuah jawaban potensial. Dengan perkataan
lain, model linier inovasi tersebut tidak menjelaskan fenomena ‗dialektika iptek‘;
bahwa iptek memungkinkan kemajuan-kemajuan sosial/ekonomik, tetapi pada
saat yang sama menjadi sumber munculnya masalah-masalah sosial/ekonomik
yang baru.
Ketika dihadapkan pada pertanyaan mengenai dampak sosial, sebuah
argumen yang lazim dikemukakan adalah bahwa iptek itu sendiri pada
dasarnya berwatak netral atau tidak berpihak. Apakah hasil dari penggunaan
iptek itu memberikan kebaikan atau tidak, ini bergantung pada motivasi
pengguna iptek tersebut. Kalau kelompok tertentu menginginkan kebaikan
sosial melalui iptek, ia dapat menyusun program iptek dengan mengadopsi
model linier tersebut. Begitu juga, kalau kelompok yang lain ingin menimbulkan
kerusakan dan kehancuran sosial dengan menggunakan iptek, ia pun dapat
mengadopsi model linier untuk mewujudkan keinginannya itu. Dengan
argumen seperti ini, model linier ingin dipertahankan.
Jadi, dalam pandangan netralitas iptek, model linier inovasi itu sendiri
berwatak netral dalam arti tidak berpihak pada kepentingan kelompok sosial
yang mana pun. Jika dalam situasi yang aktual dijumpai bahwa kehadiran iptek
justru menimbulkan masalah sosial berlarut-larut, ini merupakan hasil totalitas
dari program-program iptek yang baik dan yang tidak baik seperti diilustrasikan
dalam Gambar 2.2.
![Page 36: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/36.jpg)
24 ke dalam inovasi
Program Iptek +
Maksud Baik
Program Iptek +
Maksud Tidak
Baik
Total-
isasi?
EfekTotal
Aktual di
Masyarakat
Gambar 2.2 Timbulnya Efek dari Pemanfaatan Iptek dalam Asumsi Netralitas
Iptek
Pertanyaan yang krusial di sini adalah: bagaimana totalisasi efek-efek dari
program iptek itu terjadi? Jika totalisasi tersebut terjadi melalui negosiasi-
negosiasi dari kelompok-kelompok yang berkepentingan, ini berarti bahwa
totalisasi tersebut merupakan proses politik. Dengan perkataan lain, proses
pemanfaatan iptek melibatkan negosiasi-negosiasi politik, selain penelitian dan
pengembangan iptek. Dan implikasi dari hal ini adalah bahwa pemanfaatan
iptek merupakan proses yang berwatak non-linier dan mengandung
ketidakpastian-ketidakpastian, seperti halnya proses politik pada umumnya.
Jadi, argumen netralitas iptek tidak dapat mempertahankan model linier
inovasi.
Para ilmuwan yang menganut netralisme iptek beranggapan bahwa, karena
iptek itu netral, pemanfaatan iptek semata-mata urusan praktikal. Urusan pokok
para ilmuwan adalah mengembangkan iptek. Di sisi lain, (sebagian) para
ilmuwan sosial memandang iptek itu sebatas alat atau instrumen. Urusan pokok
para ilmuwan sosial adalah pada nilai-nilai, norma-norma, aktor-aktor,
kelembagaan, dan struktur. Kalau semua substansi sosial sudah selesai, baru
iptek (sebagai alat) dipakai. Jadi, netralisme iptek ini dianut bukan saja oleh para
ilmuwan pengembang iptek, melainkan juga para ilmuwan sosial. Implikasi dari
netralisme iptek ini adalah keterpisahan antara iptek dan isu-isu sosial/etikal.
Keterpisahan ini, secara aktual, hanya berada di ranah teoretikal (dan
filosofikal), tetapi tidak di ranah praktikal.
![Page 37: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/37.jpg)
transformasi penelitian 25
Anggapan-anggapan bahwa iptek itu, meski ampuh, berwatak netral, dan
bahwa iptek itu sekadar alat (netral) yang dapat dipakai untuk tujuan sosial
yang mana pun, membuat pemanfaatan iptek menjadi sulit dibahas secara
seksama. Para ilmuwan penganut netralisme iptek cenderung menganggap
masalah ini sebagai masalah praktikal yang dapat dijawab dengan ―tinggal
diterapkan‖, ―‗terserah kebutuhan pengguna‖, ―tinggal dipakai kalau tujuan
sosial sudah disepakati‖. Dan ketika suatu upaya pemanfaatan iptek tidak
memberikan hasil, atau menimbulkan efek yang menyimpang dari yang semula
diharapkan, situasi ini disikapi dengan menyatakan ―penggunanya tidak siap‖,
―budaya masyarakat tidak mendukung‖, ―alat yang dipilih bertentangan
dengan budaya‖. Tampaknya, permasalahan pemanfaatan iptek mengandung
kompleksitas yang tidak dapat dipahami dengan logika linier.
2.3 Permasalahan Filosofikal
Berikut ini didiskusikan isu-isu filosofikal yang menimbulkan kesulitan bagi
upaya pemanfaatan iptek. Dua isu pokok yang menjadi perhatian di sini adalah:
fondasi dari realitas objektif dan metode ilmiah.
2.3.1 Metode Ilmiah untuk „Hard Sciences‘
Metode ilmiah (scientific method) merupakan unsur yang krusial bagi
perkembangan pengetahuan. Ini merupakan faktor yang menentukan status
pengetahuan, yang membedakan pengetahuan ilmiah dari yang tidak ilmiah.
Secara sederhana, suatu pengetahuan layak menyandang predikat ‗ilmiah‘ bila
pengetahuan tersebut bersesuaian dengn realitas objektif. Dalam literatur filsafat
pengetahuan (philosophy of science), dikenal beberapa paham yang bertautan
dengan perkembangan metode ilmiah, yaitu empirisisme, positivisme,
falsifikasionisme, dan konstruktivisme (Hess, 1995; Edward dkk, 2008).
Paham empirisisme (empiricism) menyatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta-fakta objektif yang 'telah ada di luar sana.' Untuk
mendapatkan pengetahuan ini, yang perlu manusia kerjakan adalah
mengumpulkan ‗kepingan-kepingan‘ fakta melalui pengalaman inderawi, dan
![Page 38: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/38.jpg)
26 ke dalam inovasi
menyusunnya—secara induktif—untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh
tentang realitas objektif. Fondasi empirisisme ini dibangun oleh para tokoh
modernisme seperti seperti Francis Bacon, David Hume, Rene Decartes. Asumsi
yang dipegang oleh para penganut paham empirisisme adalah bahwa gagasan-
gagasan harus berkorespondensi satu-ke-satu (one-to-one correspondence) dengan
besaran-besaran fisis yang terinderai. Dengan cara demikian, gagasan-gagasan
akan terhindar dari bias subjektif.
Di mata kaum empirisisme, seorang pengamat merupakan subjek yang
rentan terhadap nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan subjektif. Agar
pengetahuan mencapai status objektif—pengetahuan ilmiah, gagasan-gagasan
penyusun pengetahuan harus terbebas dari bias subjektif. Untuk menjawab
masalah ini kaum empirisisme menawarkan metode empirikal (inderawi)
seperti yang diuraikan di atas. Jawaban kaum empirisisme ini membuka sebuah
fase baru dalam perkembangan pengetahuan, di mana fakta dipisahkan dari
nilai dan objek dipisahkan dari subjek.
Paham empirisisme kemudian mendapatkan pengukuhan oleh kaum
positivisme, yang menegaskan empirisisme sebagai satu-satunya paham
keilmuan yang absah. Perkembangan paham positivisme (positivism) tersebut
dimotori oleh kelompok skolar yang dikenal dengan sebutan Vienna Circle di
dekade 1920-an. Tokoh penting dari positivisme ini adalah seorang ilmuwan
sosial asal Perancis, August Comte. Ia percaya bahwa evolusi ilmu pengetahuan
telah melewati tahapan metafisik dan tahapan spekulatif, dan telah sampai ke
tahapan positif. Comte mengajukan prinsip verifiability sebagai kriteria metoda
ilmiah yang positif. Menurut kriteria ini, sebuah pernyataan/proposisi dapat
dipandang bermakna hanya jika pernyataan/proposisi ini dapat diverifikasi
melalui eksperimentasi inderawi9 (Hess, 1995). Paham positivisme ini kemudian
dijabarkan ke dalam langkah-langkah empirisisme logika (logico-empiricism) oleh
Rudolf Carnap. Hingga sekitar tiga dekade setelah diperkenalkan, logico-
9 Pandangan Comte ini sendiri sebenarnya tidak terlepas dari problematik. Proposisi yang
diajukan Comte bahwa “suatu proposisi dapat dipandang bermakna hanya jika proposisi
ini dapat diverifikasi melalui eksperimentasi inderawi”, tidak mungkin diverifikasi
melalui eksperimen inderawi. Jadi, proposisi Comte tersebut mengandung swa-
kontradiksi.
![Page 39: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/39.jpg)
transformasi penelitian 27
empiricism dipandang (oleh sebagian kalangan skolar) sebagai jawaban final bagi
masalah metode ilmiah.
Sebuah kritik terhadap positivisme—khususnya logico-empiricism—yang
dikenal luas dalam literatur filsafat pengetahuan adalah kritik yang dirumuskan
oleh Karl Popper di awal 1960-an. Kritik ini ditujukan pada prosedur induktif
dalam logico-empiricism. Menurut Popper, kecenderungan para ilmuwan untuk
menguji kebenaran sebuah hipotesis (secara empirikal) mengandung bias
positivistik10, dan ini justru akan melemahkan keabsahan teori ilmiah. Popper
menyarankan suatu prinsip yang dikenal sebagai prinsip falsificasionism. Dalam
prinsip ini, prosedur empirikal harus dilakukan dengan berupaya menyangkal
(to falsify), alih-alih mengkonfirmasi, hipotesis-hipotesis. Ketika upaya untuk
menyangkal sebuah hipotesis melalui pengujan empirikal tidak memberikan
hasil, maka hipotesis itu layak diterima. Makin kuat upaya untuk menyangkal
hipotesis tersebut, makin tinggi keabsahan hipotesis tersebut. Pada esensinya,
logico-empiricism dan falsificasionism memiliki struktur logikal yang identik.
Keduanya berbeda hanya dalam prosedur praktikal.
2.3.2 Metode Ilmiah untuk ‗Soft Sciences‘
Dalam paham positivisme, nilai-nilai kultural merupakan gagasan yang tidak
bermakna karena tidak dapat dirujukkan pada besaran-besaran fisikal sehingga
tidak dapat diverifikasi. Ini membawa konsekuensi-konsekuensi yang lebih jauh
sebagai berikut:
Pertama, masalah pengetahuan (dan kemudian juga teknologi) menjadi
terpisahkan dari masalah kemasyarakatan. Positivisme menyatakan bahwa
keabsahan pengetahuan tidak boleh ditakar atau dinilai dengan
pertimbangan-pertimbangan kultural, etikal dan politikal, karena
pertimbangan-pertimbangan tersebut tidak bermakna menurut kriteria
positivisme. Jadi, pernyataan etikal seperti ―science itu baik (atau tidak
10
Maksudnya, positivisme mendorong ilmuwan bekerja untuk menegaskan bahwa
hipotesis yang ia ajukan adalah absah, bukan untuk menegaskan yang sebaliknya, yaitu
bahwa hipotesis tersebut tidak absah. Dalam artian demikian, positivisme mengandung
bias.
![Page 40: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/40.jpg)
28 ke dalam inovasi
baik)‖ adalah pernyataan yang tidak bermakna karena pernyataan ini tidak
dapat diverifikasi (menurut kriteria positivisme). Di sisi lain, isu-isu
kemasyarakatan sering sarat dengan nilai-nilai kultural, pertimbangan-
pertimbangan etikal dan politikal. Dengan perkataan lain, positivisme
menyarankan bahwa perkembangan pengetahuan dan perkembangan
kemasyarakatan dibahas sebagai dua hal yang sepenuhnya terpisahkan.
Dan implikasi dari ini, pemanfaatan iptek menjadi mustahil dibahas.
Ke dua, paham positivisme (beserta logico-empiricism) menimbulkan
tantangan bagi para ilmuwan sosial dan kemanusiaan. Pertanyaan yang
krusial di sini adalah: (i) apakah realitas sosial dan realitas kemanusiaan di
satu sisi, dan realitas kealaman (material) di sisi lain, merupakan realitas
yang sama sehingga harus dipelajari dengan metode ilmiah yang sama?
ataukah (ii) realitas sosial/kemanusiaan dan realitas kealaman (material)
dua realitas yang (secara ontologikal) berbeda sehingga memerlukan
metode ilmiah (epistemologi) yang berbeda? Mana pun pilihan yang
diambil, hal ini menimbulkan kesulitan tersendiri dalam kajian
pemanfaatan iptek.
Berkenaan dengan tantangan tersebut, sebagian kalangan ilmuwan memilih
untuk menempuh pendekatan yang cenderung pragmatik. Mereka
mengembangkan teknik-teknik berbasiskan statistika untuk melakukan
penelitian sosial dan kemanusiaan. Dengan cara seperti ini, variabel-variabel
yang ‗teramati secara inderawi‘ dan ‗terukur‘ dapat dikembangkan, dan
penelitian sosial dapat dilaksanakan dengan mengikuti prosedur logico-
empiricism layaknya penelitian kealaman. Dan dengan pendekatan demikian,
penelitian sosial/kemanusiaan meraih status ilmiah yang setara dengan
penelitian kealaman.
Pendekatan demikian, boleh dikatakan, berpola pragmatik. Pertanyaan
filosofikal yang seharusnya dijawab terlebih dahulu adalah: apakah realitas
sosial dan realitas kemanusiaan itu—pertanyaan ontologi. Setelah ini dijawab,
barulah metode ilmiah (epistemologi) dikembangkan. Prosedur demikian
berlaku dalam filsafat—ontologi mendahului epistemologi, bukan sebaliknya.
Jika metode ilmiah ditetapkan terlebih dahulu, implikasinya adalah
![Page 41: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/41.jpg)
transformasi penelitian 29
pengetahuan mengenai realitas sosial (realitas kemanusiaan) dibatasi oleh
asumsi-asumsi ontologikal yang secara eksplisit (atau implisit) terkandung
dalam metode ilmiah tersebut.
Sebagian kalangan ilmuwan menempuh pendekatan yang berbeda, yaitu
dengan membangun paham keilmuan berkenaan dengan realitas sosial (realitas
kemanusiaan), dan seiring dengan ini mengembangkan metode ilmiah yang
sesuai untuk mempelajari realitas sosial (realitas kemanusiaan) dengan dipandu
oleh paham keilmuan tersebut. Upaya-upaya demikian menghasilkan metode
ilmiah yang dikenal sebagai metode kualitatif (qualitative research inquiry).
Atribut ‗kualitatif‘ ini digunakan sebagai pembeda dari metode penelitian sosial
berbasiskan statistika, yang berbentuk kuantitatif. Pembahasan yang
komprehensif mengenai perkembangan ini diberikan dalam Alvesson, Mats dan
Kajskoldberg (2000), Denzin dan Lincoln (1998). Belakangan ini berkembang
metode penelitian mixed atau integrative, yang berupaya untuk bergerak
melampaui (beyond) pembedaan kualitatif-kuantitatif. Selain perkembangan-
perkembangan ini, paham positivisme itu sendiri mendapatkan kritik yang
meluas dan koreksi dari para skolar yang kemudian merumuskan paham
konstruktivisme (constructivism) (Edward dkk, 2008).
2.3.3 Reduksionisme (Materialistik)
Salah satu topik penting yang menjadi perhatian para ilmuwan dan para skolar
filsafat pengetahuan adalah ‗tingkat ke-fundamental-an pengetahuan‘.
Pertanyaannya di sini adalah: mana pengetahuan yang layak dipandang sebagai
fondasi bagi pengetahuan-pengetahuan yang lain. Jawaban atas pertanyaan ini
didasarkan pada pencarian terhadap realitas yang fundamental, atau sebab-
sebab fundamental yang menjelaskan berbagai hal yang dijumpai dalam realitas
yang teramati. Ini bukan merupakan permasalahan epistemologikal, melainkan
ontologikal. Jika A dan B adalah bagian dari realitas objektif dan realitas A lebih
fundamental daripada realitas B, maka pengetahuan tentang A lebih
fundamental dari pengetahuan tentang B.
Sebagai ilustrasi, seorang ahli sains syaraf (neuroscience), Alwin Scott, dalam
bukunya "Stairway to the mind: controversial new science of consciousness,― meninjau
![Page 42: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/42.jpg)
30 ke dalam inovasi
secara kritikal piramida pengetahuan-pengetahuan yang dianut oleh sebagian
ilmuwan syaraf. Piramida tersebut diilustrasikan dalam Gambar 2.3.
Atom
Molekul
Struktur Biokimiawi
Jaringan Sel-Sel Syaraf
Otak
Kesadaran
Budaya
Ma
kin
Fu
nd
am
en
lat
Gambar 2.3a Fundamentalitas Realitas dalam Paham Reduksionisme
Materialistik
Atom
Molekul
Struktur Biokimiawi
Jaringan Sel-Sel Syaraf
Otak
Kesadaran
Budaya
Ma
kin
Fu
nd
am
en
lat
Fe
no
me
na
Em
erg
en
ce
+ ?
+ ?
+ ?
+ ?
+ ?
+ ?
Gambar 2.3b Fenomena Emergence sebagai Counter-Example atas
Reduksionisme Materialistik
Sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.3a, realitas atom dipercaya
sebagai realitas yang paling fundamental. Realitas-realitas lain, pada prinsipnya,
tersusun atas atom-atom. Penyusunan piramida realitas demikian dipandu oleh
sebuah paham yang dikenal sebagai reduksionisme materialistik. Berdasarkan
paham reduksionisme demikian, realitas pada tingkatan tertentu dapat
dipahami dengan mempelajari realitas pada tingkatan di bawahnya, yang relatif
lebih fundamental. Jadi, berdasarkan paham ini, realitas kesadaran manusia
![Page 43: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/43.jpg)
transformasi penelitian 31
dapat dipahami dengan mempelajari struktur biokimiawi otak, dan realitas
budaya dapat dipahami dengan mempelajari atom-atom.
Alwin Scott mengungkapkan adanya problematik pada piramida
pengetahuan-pengetahuan tersebut. Menurutnya, piramida tersebut tidak
mengungkapkan fenomena emergent, bahwa realitas di suatu tingkatan bukan
merupakan kumpulan agregat dari realitas di tingkatan di bawahnya. Dengan
perkataan lain, keseluruhan bukan jumlah agregat dari bagian-bagiannya. Jadi,
kesadaran bukan merupakan asembli dari atom, molekul, neron. Tetapi
kesadaran emerges dari semua elemen-elemen ini. Kesadaran, meski terpaut
dengan realitas atomik, kimiawi dan neronik, merupakan realitas yang (secara
ontologikal) sepenuhnya baru. Pandangan reduksionisme tersebut, menurut
Alwin Scott, tidak berhasil memberikan jawaban yang utuh tentang kesadaran
manusia oleh karena ketidakmampuannya menjelaskan fenomena emergent
tersebut.
Berkaitan dengan paham reduksionisme tersebut, seorang pemenang Nobel
untuk Fisika, Prof. Murray Gell-Mann, dalam novelnya ―The Quark and The
Jaguar,‖ menuturkan,
"There would seem to be an enormous gap between fundamental physics and these
other pursuits… Elementary particles have no individuality. … By contrast, …
linguistics, history are concerned with individual empires …".
Dalam novel tersebut Murray Gell-Mann menyusun peringkat pengetahuan-
pengetahuan atas dasar perbedaan tingkat kompleksitas. Pergerakan dari dasar
ke puncak piramida merupakan pergeseran dari kesederhanaan menuju
kompleksitas. Ini yang dimetaforkan oleh Gell-Mann sebagai perjalanan dari
Quark (fenomena fisika) menuju Jaguar (fenomena mahluk hidup yang berwatak
adaptif). Dalam pandangan Murray Gell-Mann masyarakat merupakan sebuah
sistem yang kreatif dan memiliki kompleksitas yang sangat tinggi. Penguasaan
terhadap hukum-hukum universal matematika dan fisika tidak begitu saja
membuka jalan untuk menerangkan fenomena mental ataupun fenomena sosial-
politik.
Paham reduksionisme tersebut tentu saja menimbulkan kesulitan bagi
kajian pemanfaatan iptek. Jika manusia dan masyarakat dipercaya sebagai
realitas yang murni tersusun atas atom-atom, maka pertanyaan mengenai nilai-
nilai, baik-buruk, menjadi tidak relevan. Alwin Scott dan Murray Gell-Mann
![Page 44: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/44.jpg)
32 ke dalam inovasi
mewakili kelompok ilmuwan kealaman yang mempertanyakan keabsahan
paham reduksionisme. Murray Gell-Mann secara khusus menyarankan bahwa
fenomena kemasyarakatan dipelajari dengan metode ilmiah tersendiri. Tentu
saja, gagasan-gagasan dan teknik-teknik yang berkembang pada pengetahuan
tertentu dapat berguna bagi pengetahuan yang lain. Pengetahuan-pengetahuan
dapat berkembang dengan cara-cara yang saling memperkaya satu pada yang
lain, tanpa memerlukan asumsi mengenai mana pengetahuan yang lebih
fundamental.
2.4 Desakan untuk Rekonsiliasi
Upaya-upaya secara seksama dan sistematik untuk memahami masalah
pemanfaatan iptek mulai berkembang secara signifikan pada dekade 1980-an,
terutama oleh para skolar/akademisi di sejumlah perguruan tinggi di Uni Eropa
dan Amerika Serikat, dan kemudian meluas ke Asia dan Amerika Latin.
Terdapat beberapa faktor yang memicu upaya-upaya rekonsiliasi antara ‗hard
sciences‘ dan ‗soft sciences‘: (i) menajamnya persaingan industrial antarbangsa-
bangsa; (ii) meluasnya desakan untuk mewujudkan demokrasi; (iii) isu
lingkungan global.
Di penghujung dekade 1980-an, runtuhnya Tembok Berlin dan berakhirnya
Perang Dingin menandai dimulainya babak baru pergaulan antarbangsa-bangsa,
yang dicirikan oleh persaingan ekonomik berbasiskan kekuatan industrial.
Gagasan pasar global dan borderless nation diusulkan agar arena persaingan
ekonomik menjadi luas, dan kekuatan-kekuatan industrial menjadi efektif.
Untuk ini, masing-masing bangsa mengerahkan kekuatan iptek untuk
menopang industri dan mengembangan kekuatan industrial. Inggris dan
Amerika Serikat merupakan dua negara yang paling dahulu merumuskan
kebijakan iptek untuk tujuan ini, dan memacu perkembangan teori-teori tentang
sistem inovasi (inovasi sistemik) berskala nasional (Fagerberk dkk, 2004).
Desakan untuk mewujudkan demokrasi (apakah demokrasi liberal atau
demokrasi sosial, atau demokrasi model lainnya) juga meluas pada dekade 1980-
an. Dalam konteks ini, sebagian kalangan ilmuwan ingin memposisikan iptek
dan pengetahuan ilmiah sebagai sebuah jawaban, bukan penghalang, bagi
![Page 45: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/45.jpg)
transformasi penelitian 33
upaya demokratisasi. Hal ini memacu perkembangan kajian-kajian yang bersifat
kritikal dan refleksif terhadap iptek dan pengetahuan ilmiah pada umumnya. Ini
menghasilkan, antara lain, perkembangan area keilmuan antardisiplin yang kini
dikenal sebagai science and technology studies (STS) (Edward dkk, 2008).
Faktor yang ke tiga adalah isu lingkungan global. Isu ini berkaitan dengan
kedua faktor yang didiskusikan di atas, yaitu persaingan global dan
demokratisasi. Globalisasi ekonomi (dan persaingan industrial) membawa
konsekuensi bahwa isu lingkungan harus dilihat dalam perspektif kepentingan
global, bukan nasional. Prinsip demokrasi menekankan bahwa pembahasan
lingkungan global tidak memarjinalkan kelompok-kelompok atau bangsa-
bangsa tertentu. Jadi, diperlukan suatu partisipasi global utuk membahas dan
menjawab isu lingkungan global. Di berbagai forum antarbangsa, para pelaku
usaha dan industri, para pembuat kebijakan, para ilmuwan dan peneliti, para
aktivis lingkungan dan LSM-LSM bertemu, mengajukan kepentingannya
masing-masing, bertukar pandangan, dan mencari platform bersama. Watak
multidimensional dari lingkungan global mendesak para ilmuwan dari beragam
latar belakang keilmuan untuk mempelajari fenomena tersebut dengan bekerja
secara lintas-disiplin.
Lahirnya gagasan tentang ‗sistem inovasi‘ dapat dilihat sebagai bagian dari
rekonsiliasi sebagaimana diuraikan di atas. ‗Inovasi‘ itu sendiri bukan istilah
yang baru. Dalam kamus Encarta, misalnya, dinyatakan bahwa ‗innovation‘
berasal dari istilah Bahasa Latin abad 16 ‗innovare‘ yang berarti ‗memperbarui‘
(renew). Kecenderungan untuk melakukan sesuatu dengan cara yang lebih baik,
dan mengujinya dalam praktis, merupakan hal yang melekat dalam diri
manusia. Jadi, sebagai fenomena, bisa jadi inovasi telah ada di sepanjang sejarah
manusia. Meski demikian, untuk kurun waktu yang lama fenomena ini tidak
menjadi perhatian para ilmuwan dan peneliti.
Dalam kajian-kajian ekonomik, misalnya, perhatian lebih berfokus pada
akumulasi modal dan mekanisme pasar. Ketika para ahli ekonomika
menjelaskan bagaimana mekanisme pasar bebas menimbulkan efisiensi, mereka
tidak menjelaskan bagaimana peningkatan efisiensi itu terjadi melalui inovasi11.
11
Ketika perusahaan-perusahaan dalam suatu pasar bebas mencapai efisiensi yang lebih
tinggi, pada dasarnya ini dicapai melalui dua cara: menurunkan biaya produksi atau
![Page 46: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/46.jpg)
34 ke dalam inovasi
Dengan perkataan lain, dalam ekonomika inovasi diperlakukan sebagai ‗kotak
hitam‘; yang diperhatikan adalah input dan output dari inovasi. Tetapi proses
internal dari inovasi tidak dijelaskan. Di sisi lain, para filosof pengetahuan
berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan di seputar objektivitas pengetahuan
dan piramida pengetahuan-pengetahuan, para ilmuwan kealaman
berkonsentrasi pada discovery races, dan para ahli teknologi sibuk dalam
perlombaan invensi12. Tidak jarang para ilmuwan dan ahli teknologi beragumen
tentang pentingnya penelitian-penelitian mereka, dengan merujuk pada manfat-
manfaat ekonomik yang potensial. Meski demikian, sering argumen-argumen
seperti ini tidak disertai dengan penjelasan tentang proses inovasi—bagaimana
iptek yang dikembangkan akan menimbulkan dampak sosial/ekonomik.
Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang inovasi, sebagai fenomena, tidak
menjadi perhatian utama dalam penelitian-penelitian mereka.
2.5 Formulasi Sistem Inovasi
Sebagaimana dinyatakan di bagian terdahulu, kajian ilmiah atas fenomena
inovasi merupakan bagian dari upaya rekonsiliasi antara ‗hard sciences‘ dan ‗soft
sciences‘. Menurut catatan Fagerberg dkk (2004), kajian-kajian tetang inovasi
baru berkembang secara intensif dan pesat dalam beberapa dekade belakangan,
dan cenderung berpola lintas-disiplin. Kajian-kajian awal mengenai inovasi,
misalnya, dirintis oleh seorang ilmuwan sosial asal Jerman, Joseph Schumpeter,
di tahun 1930/1940-an. Schumpeter menaruh perhatian pada peranan inovasi
dalam perubahan sosial dan ekonomik. Dalam pandangan Schumpeter,
fenomena ini tidak cukup dipahami melalui kajian-kajian yang hanya
menaikkan produktivitas (termasuk kualitas produk). Sebagian perusahaan berhasil,
sebagian yang lain tidak. Ekonomika neo-klasik tidak menjelaskan bagaimana
perusahaan tertentu berhasil melakukan inovasi dan perusahaan yang lain tidak berhasil.
Ini karena ekonomika lebih berfokus pada efek-efek total/agregat. 12
Dalam tinjauannya mengenai perkembangan teori inovasi, Fagerberg (2004)
membedakan inovasi dari invensi. Invensi dan inovasi memiliki kesamaan dalam hal
keduanya mengandung gagasan yang baru. Tetapi, yang disebut inovasi adalah ketika
suatu gagasan baru sudah masuk ke ranah praktis di masyarakat, bukan di dalam
laboratorium.
![Page 47: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/47.jpg)
transformasi penelitian 35
memperhatikan distribusi dan alokasi sumber-sumber daya. Perubahan
ekonomik, menurut Schumpeter, harus dipandang sebagai proses kualitatif
yang digerakkan oleh inovasi, dan berlangsung melalui suatu lintasan sejarah
(Fagerberg dkk, 2004). Schumpeter sendiri mendefinisikan inovasi sebagai
‗kombinasi yang baru‘ dari sumber-sumber daya yang ada. Secara implisit,
definisi ini memberi penekanan pada peranan iptek.
Pada tahap-tahap berikutnya kajian-kajian inovasi berkembang dengan
befokus pada: (i) proses inovasi; (ii) faktor-faktor yang mempengaruhi proses
inovasi; dan (iii) dampak ekonomik dan sosial dari inovasi. Pendekatan yang
kemudian diadopsi meluas di kalangan ilmuwan inovasi didasarkan pada
perspektif kesisteman dan perspektif jejaring (network). Berikut ini adalah
beberapa definisi yang dirumuskan oleh para ahli ekonomika:
“The network of institutions in the public and private sectors whose
activities and interactions initiate, import, modify and diffuse new
technologies” (Dosi dan Freeman, 1990);
“A set of institutions whose interactions determine the innovative
performance of national economies” (Nelson, 1993);
“All parts and aspects of the economic structure and the institutional set-up
affecting learning as well as searching and exploring – the production system, the
marketing system and the system of finance present themselves as subsystems in
which learning takes place “ (Lundvall, 1992).
Dari definisi-definisi tersebut dapat diekstraksikan beberapa hal sebagai berikut:
inovasi merupakan fenomena dengan ciri-ciri pokok: pembelajaran,
eksplorasi dan difusi iptek baru;
inovasi merupakan fenomena sistemik yang mencakup unsur-unsur dalam
struktur ekonomik dan tatanan kelembagaan baik milik publik maupun
swasta;
inovasi terjadi ketika unsur-unsur struktural dan kelembagaan berinteraksi
satu dengan yang lain.
![Page 48: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/48.jpg)
36 ke dalam inovasi
Definisi-definisi tersebut, tentu saja, mencerminkan suatu perspektif ekonomik.
Meski sistem/lembaga penelitian dan pengembangan iptek tidak secara eksplisit
dinyatakan, frase ‗diffuse new technologies‘ dan ‗searching and exploring‘
menegaskan peranan sistem penelitian dan pengembangan iptek dalam sebuah
inovasi. Fagerberg dkk (2004) secara khusus mencatat adanya kecenderungan
lintas-disiplin dalam kajian-kajian inovasi. Kelompok-kelompok peneliti yang
berbeda, dengan komposisi ilmu-ilmu yang berbeda, mengkaji aspek-aspek
yang berbeda dari inovasi. Hal ini membuat inovasi menjadi area kajian ilmiah
yang kaya akan pengetahuan baru dan produktif.
2.5.1 Interaksi Triple-Helix
Kajian-kajian kesisteman terhadap fenomena inovasi menyimpulkan adanya
unsur-unsur yang esensial dalam sebuah inovasi sistemik, yaitu (Cozzen dan
Catalán, 2008; Baskaran dan Muchie, 2008):
Perusahaan-perusahaan, yang memiliki kepentingan akan iptek baru
untuk meraih posisi yang kompetitif di ranah pasar, dan untuk ini
berupaya mempertahankan daya saing melalui pembelajaran dan
pengembangan kapabilitas teknologikal;
Organisasi-organisasi iptek (perguruan tinggi atau lembaga penelitian
milik pemerintah) yang menyumbangkan iptek melalui komersialisasi
hasil penelitian, atau membantu perusahaan-perusahaan untuk
mengembangkan pembelajaran, meningkatkan kapabilitas teknologikal,
dan meningkatkan kapasitas serap (absorptive capacity) iptek;
Institusi-institusi pemerintahan dan regulasi-regulasi yang menentukan
kondusif atau tidaknya lingkungan bagi tumbuhnya suatu usaha baru,
atau bagi pengenalan, pengujian dan adopsi suatu iptek baru;
Interaksi-interaksi antara perusahaan-perusahaan, organisasi-organisasi
iptek dan institusi-institusi pemerintahan sebagai proses fundamental
yang memungkinkan peningkatan kapasitas dan kinerja sistem inovasi.
Interaksi-interaksi khusus antara unsur-unsur ini yang menimbulkan inovasi
dikenal sebagai model triple helix (lihat Gambar 2.4) (Etzkovitz dan Leydesdoff,
2000; Fagerberg dkk, 2004).
![Page 49: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/49.jpg)
transformasi penelitian 37
Bila pada tahap awal para peneliti inovasi berfokus di ranah komersial
(pada kinerja ekonomik seperti pertumbuhan produktivitas, peningkatan daya
saing dan perluasan bisnis), pada tahap berikutnya para peneliti tersebut mulai
memperhatikan inovasi di ranah sosial (non-komersial) dengan berfokus pada
permasalahan-permasalahan seperti penyediaan layanan kesehatan, penyediaan
air dan sanitasi, ketahanan pangan, keberlanjutan lingkungan, dan lain-lain
(Cozzen dan Catalán, 2008). Sebagai implikasi dari perluasan fokus ini, unsur-
unsur pokok dari inovasi juga mengalami perluasan mencakup (lihat Gambar
2.4): organisasi-organisasi yang berperan dalam social problem-solving seperti
lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM), asosiasi-asosiasi profesi/praktisi,
dan konsensus-konsensus antara organisasi-organisasi non-pemerintah.
Interaksi-interaksi antara unsur-unsur tersebut dapat bersifat kompetitif atau ko-
operatif, formal ataupun non-formal.
Sebagai ilustrasi mengenai tujuan non-ekonomik adalah pencapaian
Millennium Development goals (MDGs). Organisasi-organisasi non-
pemerintah/non-komersial mengambil peran inisiatif dalam sistem-sistem
inovasi lokal untuk menjawab masalah air bersih dan sanitasi di kawasan
kumuh perkotaan (urban slum), ataupun di kawasan perdesaan. Dalam kasus
seperti ini, rumah tangga dan komunitas lokal harus membuat keputusan-
keputusan dengan pilihan-pilihan yang sangat terbatas. Di sini, seleksi iptek
pada tingkat rumah tangga dan komunitas lokal merupakan bagian yang
penting dari proses pembelajaran. Berbagai pelaku dari sistem inovasi perlu
mempelajari proses keputusan di tingkat tersebut untuk dapat menjamin
terjadinya inovasi yang berkelanjutan.
![Page 50: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/50.jpg)
38 ke dalam inovasi
Organisasi
Pengetahuan
Organisasi
Problem-
Solving
Governance
(Tata Kelola)
Pertumbuhan Bisnis
Perbaikan
Kesehatan
Ketahanan Pangan
Keberlanjutan
Lingkungan
Pembelajaran atas Pilihan-Pilihan;
Seleksi oleh Pengguna/Pengadopsi
Sistem Inovasi Hasil (Outcome) Inovasi
Gambar 2.4 Struktur Pokok Sistem Inovasi yang Diperluas (Sumber: Cozzen
dan Catalán, 2008)
2.5.2 Penelitian Moda-2
Dalam konteks kajian-kajian mengenai inovasi, gagasan yang secara khusus
merujuk pada pola penelitian adalah yang dikenal sebagai penelitian ‗moda-2‘.
Penelitian moda-2 dibedakan dari penelitian yang konvensional dalam hal
kompleksitas interaksi yang berkaitan dengan penelitian tersebut. Dalam
penelitian yang konvensional, interaksi yang terjadi adalah di antara sesama
peneliti, dan penelitian ini berpola monodisiplin atau multidisiplin secara
terbatas. Dalam penelitian moda-2, interaksi yang terjadi melibatkan pelaku-
pelaku dari lembaga-lembaga/organisasi-organisasi yang beragam wataknya,
dan penelitian makin berpola lintas-disiplin. Salah satu contohnya adalah
penelitian yang melibatkan interaksi yang intensif antara akademisi dan praktisi
industri, dan menghasilkan makalah-makalah ilmiah yang ditulis bersama oleh
akademisi dan praktisi. Berkembangnya penelitian moda-2 ini merupakan
konsekuensi dari meluasnya dan makin beragamnya pelaku-pelaku interaksi
dalam sebuah inovasi. Berkembangnya praktis penelitian moda-2 ini terungkap
dalam temuan-temuan empirikal yang didapatkan oleh Gibbons dkk (1994).
![Page 51: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/51.jpg)
transformasi penelitian 39
2.5.3 Inovasi dalam Perusahaan
Efisiensi merupakan gagasan yang sentral dalam ekonomika, dan bagaimana
suatu perusahaan dapat mencapai efisiensi yang tinggi merupakan isu yang
sentral dalam kajian ekonomik. Apakah peningkatan efisiensi bisa dijelaskan
hanya dengan menggunakan konsep-konsep modal, tenaga kerja, dan alih
iptek? Kajian-kajian empirikal menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan di
sejumlah negara berkembang tidak berhasil meningkatkan efisiensi meski telah
mendapatkan suntikan modal dan melakukan alih iptek (Keller dan Samuels,
2003; Thee, 1996). Yang terabaikan di sini adalah bahwa peningkatan efisiensi
suatu perusahaan pada esensinya merupakan sebuah inovasi di dalam
perusahaan.
Kapabilitas dari suatu perusahaan untuk melakukan inovasi dipengaruhi
oleh sejumlah faktor seperti: keterampilan, pengalaman, pengetahuan, sumber-
sumber iptek, dan interaksi dengan perusahaan-perusahaan/organisasi-
organisasi lain. Faktor yang krusial bagi peningkatan kapabilitas inovasi ini
adalah pembelajaran (learning), yang biasanya berlangsung secara inkremental
dan kumulatif. Seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.5, siklus di bagian
bawah mewakili proses perubahan teknis (technical change) dan siklus di bagian
atas mewakili proses pembelajaran teknologikal.
Dalam Gambar 2.5, pembelajaran teknologikal diilustrasikan sebagai proses
yang terdiri atas ‗gerak maju‘ (garis utuh) dan ‗gerak mundur‘ (garis terputus-
putus). Pengalaman dan pengetahuan produksi dapat berkembang seiring
dengan keterlibatan para operator/insinyur dalam kegiatan produksi, dan
perkembangan ini dapat menimbulkan peningkatan kapasitas produksi. Tetapi
tanpa kapabilitas teknologikal, manfaat dari pengalaman dan pengetahuan
produksi menjadi terbatas. Sebaliknya, pengalaman dan pengetahuan yang
berkembang melalui kegiatan teknis akan memperluas proses pembelajaran
teknologikal, yang pada gilirannya menghasilkan peningkatan dalam
kapabilitas teknologikal.
![Page 52: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/52.jpg)
40 ke dalam inovasi
PROSES PRODUKSI
Kapasitas Produksi
Impor dan Alih
Teknologi
Input
(Modal,
Tenaga
Kerja,
Bahan
Mentah)
Output
PROSES PRODUKSI
PEMBELAJARAN
TEKNOLOGIS
Kapasitas Produksi
AKTIVITAS
TEKNIS
Kapabilitas
Teknologis
Output
Input
(Modal,
Tenaga
Kerja,
Bahan
Mentah)
Gambar 2.5 Faktor Peningkatan Kapasitas Produksi: (Kiri) Perspektif
Ekonomika Neo-Klasik; (Kanan) Perspektif Ekonomika
Evolusioner.(Sumber: Allbu, 1997)
Jadi, pembelajaran merupakan faktor yang menentukan kapabilitas inovasi
di perusahaan-perusahaan. Dalam kajian-kajian ekonomik yang konvensional,
faktor pembelajaran ini kurang diperhitungkan. Hal ini pada gilirannya
membawa implikasi pada kebijakan-kebijakan ekonomik. Peningkatan
kapabilitas inovasi perusahaan-perusahaan tidak bisa dijawab hanya dengan
menggunakan instrumen-instrumen finansial (seperti kemudahan kredit dan
insentif fiskal). Tentu saja instrumen-instrumen finansial ini penting, tetapi tidak
cukup. Peningkatan kapabilitas inovasi dari perusahaan-perusahaan
membutuhkan adanya lingkungan regulasi yang mendorong perusahaan-
perusahaan untuk berinteraksi dengan lembaga-lembaga iptek, dan melakukan
pembelajaran melalui interaksi tersebut.
2.6 Evolusi Perguruan Tinggi
Perubahan cara pandang tentang pengetahuan, khususnya tentang hubungan
antara perkembangan pengetahuan dan pemanfaatan pengetahuan, juga
menimbulkan pengaruh pada bentuk-bentuk perguruan tinggi. Dalam literatur
tentang perguruan tinggi, bentuk Humboldtian dipandang sebagai bentuk awal
dari perguruan tinggi modern. Istilah Humboldtian itu sendiri merujuk pada
sosok Wilhelm von Humboldt. Pada tahun 1809 ia mengusulkan gagasan
![Page 53: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/53.jpg)
transformasi penelitian 41
tentang perguruan tinggi atas dasar filosofi idealis bahwa perguruan tinggi
merupakan wadah bagi pembentukan karakter manusia. Dalam filosofi idealis
tersebut, pembentukan karakter melalui pengetahuan dipandang sebagai tujuan
tertinggi dalam kehidupan individual manusia dan pewujudan nilai-nilai luhur
kemanusiaan, sedangkan manfaat material dari pengetahuan dipandang sebagai
sesuatu yang kurang berharga (Keck, 1993).
Jadi, perguruan tinggi Humboldtian dipisahkan dari sistem ekonomik. Ini
bersesuaian dengan bentuk-bentuk pemerintahan aristokratik yang berlaku di
bangsa-bangsa Eropa sampai abad ke-19. Dalam pemerintahaan aristokratik,
kelas penguasa relatif mendominasi kelas produksi/pekerja. Perguruan-
perguruan tinggi di Eropa di masa itu pada umumnya didirikan oleh
pemerintah (kelas penguasa) untuk kepentingan kelas tersebut. Di pertengahan
abad ke-19 berkembang perguruan-perguruan tinggi yang berorientasi pada
penelitian. Salah satu yang menonjol adalah perguruan tinggi Gottingen, yang
didirikan oleh kerajaan Hanover. Perguruan-perguruan tinggi penelitian
tersebut bekerja untuk kepentingan pemerintah dan mendapat pengawasan dari
pemerintah.
Dalam situasi-situasi seperti yang dipaparkan di atas, perkembangan
industri-industri di Eropa tidak mendapatkan dukungan dari kegiatan
penelitian perguruan tinggi (Keck, 1993). Sebagai respons atas situasi seperti ini,
sejumlah organisasi profesi yang terkait dengan industri mengambil inisiatif
untuk mendirikan lembaga pendidikan tinggi lain, yang kemudian dikenal
dengan nama technische Hochschule. Pendirian lembaga ini dimaksudkan untuk
menghasilkan sarjana-sarjana teknik yang mengisi kebutuhan tenaga kerja di
industri-industri. Keberadaan sistem ganda (dual system) seperti ini—perguruan
tinggi penelitian dan technische hochschule, mencerminkan adanya persaingan
antarkelas sosial di masyarakat Jerman di masa itu.
Di Eropa abad ke-19, iptek dan industri berkembang dalam jalur-jalur yang
terpisah. Di satu sisi, kegiatan penelitian di perguruan tinggi diarahkan pada
kepentingan kelas penguasa dan mendapatkan dukungan dana yang besar dari
pemerintah. Kegiatan penelitian tersebut tidak berorientasi pada kebutuhan-
kebutuhan industri. Di sisi lain, industri-industri dikembangkan dalam kelas-
kelas sosial di luar kelas penguasa (the ruling class). Praktis komersialisasi hasil
penelitian tidak dikenal di Eropa di masa itu. Komersialisasi penelitian
![Page 54: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/54.jpg)
42 ke dalam inovasi
perguruan tinggi, untuk pertama kalinya, dipraktikkan di Amerika Serikat (AS)
di awal abad ke-20 (sebelum Perang Dunia I).
Menurut catatan Mowery dan Rosenberg (1998), sampai di akhir abad ke-19
tingkat kemajuan iptek di Amerika Serikat jauh tertinggal dari tingkat kemajuan
iptek di Eropa (terutama di Perancis, Jerman, Belanda, dan Inggris). Meski
demikian, di masa itu tingkat kesejahteraan masyarakat Amerika Serikat jauh
lebih tinggi dari masyarakat negara-negara Eropa. Tingkat kesejahteraan yang
tinggi dari masyarakat Amerika Serikat tersebut ditopang oleh faktor kekayaan
sumber daya alam, pasar domestik yang berukuran besar, dan meluasnya
praktis wirausaha di masyarakat. Komersialisasi hasil penelitian perguruan
tinggi mulai muncul di Amerika Serikat ketika Pemerintah Federal
mengeluarkan kebijakan antitrust yang melarang perusahaan-perusahaan
melakukan praktis kartel. Sebagai respons terhadap kebijakan tersebut,
perusahaan-perusahaan mulai mengubah strategi persaingan mereka, dan
mencari cara-cara diferensiasi produk untuk memenangkan persaingan
(Mowery dan Rosenberg, 1998). Untuk menjalankan strategi diferensiasi produk
tersebut, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat ‗meminjam‘ iptek dari Eropa,
dan melakukan adaptasi untuk keperluan persaingan domestik. Para akademisi
dari perguruan-perguruan tinggi lokal/nasional dilibatkan untuk mendukung
strategi ‗pinjam dan komersialisasi‘ (borrowing and commercializing) tersebut.
Salah satu contohnya adalah proses Haber-Bosch, yang dapat mengubah
nitrogen di atmosfer menjadi pupuk dalam jumlah yang berlimpah. Teknologi
ini semula dikembangkan oleh para ilmuwan Jerman. Kemudian teknologi ini
diadopsi oleh insinyur-insinyur industri di AS, dan setelah menempuh waktu
yang panjang akhirnya berhasil dikomersialkan. Perguruan-perguruan tinggi
(terutama MIT dan universitas Stanford) mulai terlibat dalam memasok hasil
penelitian untuk perusahaan-perusahaan swasta. Relevansi antara penelitian di
perguruan tinggi dan penelitian industrial mulai meningkat, dan kegiatan-
kegiatan penelitian akademik di perguruan tinggi berorientasi sepenuhnya
terapan (pure applied research).
Reformasi kebijakan iptek dan pendidikan tinggi di Amerika Serikat dan
Uni Eropa Barat terjadi secara meluas pada akhir dekade 1980-an. Pada dekade
tersebut berkembang luas tuntutan bahwa: (i) program-program penelitian yang
![Page 55: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/55.jpg)
transformasi penelitian 43
menggunakan anggaran negara harus akuntabel dan responsif terhadap
kebutuhan publik; dan (ii) penelitian dan pendidikan tinggi harus memberikan
dampak yang positif bagi kemajuan ekonomik dan kualitas kehidupan sosial
secara keseluruhan (Lee, 1997). Reformasi kebijakan tersebut pada gilirannya
menstimulasi transformasi perguruan-perguruan tinggi (Kohler dan Huber,
2006). Seiring dengan ini, gagasan-gagasan tentang bentuk baru perguruan
tinggi dikaji dan dibahas secara meluas. Sebagian para peneliti merumuskan
gagasan tentang perguruan tinggi entrepreneurial, yang dibedakan dari
perguruan tinggi pengajaran (teaching) dan perguruan tinggi penelitian.
Sebagai sebuah gagasan teoretikal, ‗perguruan tinggi entrepreneurial‘ mulai
menjadi pembahasan di literatur akademik pada awal 1990-an. Elemen kunci
dalam transformasi menuju perguruan tinggi entrepreneurial adalah (Etzkowitz,
2000): (i) pergeseran dalam kegiatan penelitian dari kegiatan individual menjadi
kegiatan kolektif/berkelompok; dan (ii) perluasan dalam misi pendidikan dari
pendidikan untuk individual menjadi pendidikan untuk pengembangan
organisasi-organisasi di luar kampus, seperti melalui pelembagaan inkubasi
bisnis dan pengembangan LSM-LSM. Etzkowitz (2000) berargumen bahwa
melalui transformasi-transformasi seperti yang diuraikan di atas, perguruan
tinggi entrepreneurial memiliki kemampuan untuk merumuskan academic goals
yang bersifat stratejik, melaksanakan penelitian stratejik (strategic research), dan
menerjemahkan pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian tersebut ke dalam
manfaat-manfaat ekonomik dan sosial.
2.7 Rangkuman
Tinjauan literatur yang disampaikan di bab ini memperlihatkan bahwa
kesulitan-kesulitan dalam pemanfaatan iptek bersumber pada permasalahan
teoretikal, bukan pada permasalahan praktikal. Jadi, situasinya bukanlah bahwa
teori-teori/model-model tentang pemanfaatan iptek telah tersedia, dan
permasalahan hanya ada di ranah penerapan praktikal. Sebaliknya,
permasalahan justru berada di ranah gagasan-gagasan teoretikal.
Permasalahan keterintegrasian antara perkembangan iptek dan
pemanfaatan iptek mengasumsikan bahwa ‗iptek‘ dan ‗masyarakat‘ merupakan
dua gagasan yang selaras (compatible). Tentu saja dalam realitas praktikal sehari-
![Page 56: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/56.jpg)
44 ke dalam inovasi
hari, iptek dan masyarakat tidak pernah terpisahkan. Meski demikian, seperti
yang dibahas melalui tinjauan literatur di bab ini, iptek dan masyarakat
terpisahkan di ranah epistemologi. Keterpisahan ini dimulai sejak masa-masa
awal perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern itu sendiri.
Keterpisahan epistemoligikal antara ‗hard sciences‘ dan ‗soft sciences‘ merupakan
sebuah faktor yang menimbulkan kesulitan dalam upaya-upaya praktikal untuk
mengintegrasikan perkembangan iptek dan pemanfaatan iptek.
Kritik-kritik atas keterpisahan epistemolgikal tersebut dan kajian-kajian
untuk mewujudkan rekonsiliasi antara ‗hard sciences‘ dan ‗soft sciences‘ baru
berkembang ketika terjadi perubahan-perubahan konteks sosial dan politik yang
kondusif. Kritik-kritik dan kajian-kajian tersebut, pada gilirannya, menyediakan
basis ilmiah bagi reformasi kebijakan iptek, kebijakan ekonomik, dan kebijakan
publik pada umumnya. Kritik dan kajian ilmiah tersebut berfokus pada: (i)
koreksi atas metode ilmiah (kritik/koreksi epistemologi); (ii) kritik atas model
linier inovasi; dan (iii) pengembangan model-model untuk mengelola kegiatan
litbang iptek dan kegiatan pembangunan kemasyarakatan dengan cara-cara
yang terintegrasi.
Perkembangan gagasan sistem inovasi, penggunaan gagasan sistem inovasi
dalam reformasi kebijakan-kebijakan publik, dan evolusi bentuk-bentuk
perguruan tinggi dapat dipandang sebagai hasil-hasil dari kritik/kajian ilmiah
tersebut13. Perkembangan-perkembangan ini semua tengah berlangsung di
negara-negara berindustri maju, tempat perkembangan iptek modern bermula.
Meski sangat penting, hasil-hasil yang diraih di negara-negara berindustri maju
tidak dapat begitu saja diadopsi dan digunakan di negara-negara berkembang.
Keterintegrasian antara perkembangan iptek dan pemanfaatan iptek di negara-
negara berkembang, khususnya di Indonesia, perlu dipelajari dengan
memperhatikan kondisi-kondisi khas yang berlaku. Pembahasan pada bab-bab
berikut ini didasarkan pada pengamatan empirikal atas kondisi-kondisi yang
khas tersebut.[]
13
Tumbuh dan berkembangnya bidang kajian Science and Technology Studies (STS)
juga merupakan hasil dari upaya untuk mewujudkan rekonsiliasi antara „hard sciences‟
dan „soft sciences‟.
![Page 57: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/57.jpg)
transformasi penelitian 45
Bab 3
JEJARING RELASI AKADEMISI
3.1 Pendahuluan
Perguruan tinggi dapat dipandang sebagai ‗lembaga induk‘ bagi penelitian dan
pengembangan iptek. Meski terdapat lembaga-lembaga lain yang juga
menyelenggarakan litbang iptek, para peneliti yang bekerja di lembaga-lembaga
tersebut mendapatkan gelar kesarjanaan di perguruan tinggi. Perguruan tinggi
juga merupakan ‗lembaga induk‘ bagi pendidikan di tingkat menengah dan
dasar. Pengetahuan yang diajarkan dan metode pembelajaran yang diterapkan
di lembaga-lembaga pendidikan menengah/dasar, berasal dari perguruan
tinggi. Di negara-negara berindustri maju, perguruan tinggi memiliki peranan
yang fundamental dalam pengembangan iptek dan pemanfaatan hasil litbang
iptek di masyarakat. Di negara-negara tersebut, peranan perguruan tinggi
merupakan sebuah isu yang sentral dalam kebijakan iptek.
Secara formal, perguruan-perguruan tinggi di Indonesia terikat pada
Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu bahwa perguruan tinggi menjalankan misi
pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Tridharma Perguruan
Tinggi tersebut, meski bersifat komprehensif, tidak secara eksplisit
menggariskan apakah misi-misi penelitian dan pengabdian masyarakat harus
saling berkaitan dan terpadu, atau tidak. Keterpaduan kedua misi tersebut
bermakna bahwa kegiatan pengabdian masyarakat mengandung unsur
penelitian dan kegiatan penelitian berorientasi pada pengabdian masyarakat.
Keterpaduan antara misi penelitian dan misi pengabdian masyarakat
merupakan hal yang krusial bagi inovasi.
Pembahasan di bab ini bertujuan untuk menggali dan memaparkan: (i)
bagaimana para akademisi menyikapi isu pemanfaatan hasil litbang iptek; dan
(ii) dalam situasi di mana seorang akademisi terlibat dalam upaya pemanfaatan
hasil litbang iptek, apa hal-hal yang dipandang akademisi tersebut sebagai
![Page 58: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/58.jpg)
46 ke dalam inovasi
kendala atau peluang. Pembahasan dalam bab ini didasarkan pada hasil
wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan sejumlah akademisi dari
Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Institut Teknologi Bandung (ITB)
dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW). Pelaksanaan wawancara dan
FGD tersebut di atas diposisikan dalam konteks implementasi kebijakan
otonomi perguruan tinggi14.
Ketiga perguruan tinggi tersebut di atas mewakili perguruan-perguruan
tinggi di Indonesia yang memiliki tingkat produktivitas penelitian yang relatif
tinggi, dan memiliki kemitraan penelitian dengan berbagai pihak di masyarakat
baik pada skala lokal maupun nasional. ITB merupakan salah satu dari
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang sejak awal dekade 2000-an memelopori
transformasi menjadi perguruan tinggi otonom dengan bentuk Perguruan
Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN). ITS, meski bukan pelopor
transformasi menjadi PT BHMN, juga melakukan penyesuaian-penyesuaian
tersendiri untuk merespons kebijakan otonomi perguruan tinggi. UKSW,
sebagai perguruan tinggi swasta (PTS), sejak awal berdirinya sudah otonom
dalam aspek pendanaan. Bagi UKSW, sebagai perguruan tinggi swasta, aspek
otonomi akademik dalam kebijakan otonomi perguruan tinggi lebih relevan.
Kebijakan otonomi perguruan tinggi merupakan konteks yang relevan bagi
pembahasan di buku ini. Salah satu objektif dari kebijakan tersebut adalah
pemanfaatan hasil penelitian (perguruan tinggi) di masyarakat. Isu-isu yang
sentral dalam kebijakan otonomi perguruan tinggi tersebut adalah, antara lain:
peningkatan relevansi pasar (market relevance)15 dari kegiatan penelitian dan
14
Kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi di berbagai sektor publik di Indonesia
yang bergulir sejak tahun 1999. Landasan hukum bagi kebijakan otonomi perguruan
tinggi ini kemudian diperkuat melalui penerbitan undang-undang yang dikenal sebagai
Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Perumusan undang-undang ini
menempuh proses revisi berulang-ulang selama lebih dari lima tahun. Pada tahun 2009
UU BHP disahkan oleh Pemerintah, tetapi pada tahun 2010 keabsahan UU BHP
dinyatakan batal oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 15
Relevansi dari kegiatan pengajaran/penelitian bukanlah isu yang baru. Sejak dekade
1980-an Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidian Nasional dan
Kementerian Riset dan Teknologi telah menggulirkan sejumlah program insentif untuk
meningkatkan relevansi ekonomik dari kegiatan pengajaran/penelitian di perguruan
![Page 59: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/59.jpg)
transformasi penelitian 47
pengajaran di perguruan tinggi; dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan perguruan tinggi16. Dalam sosialisasi kebijakan otonomi perguruan
tinggi tersebut, Pemerintah menggulirkan gagasan mengenai ‗komersialisasi
penelitian‘ (research commercialization) sebagai sebuah cara untuk meningkatkan
relevansi penelitian perguruan tinggi terhadap permintaan pasar. Tetapi para
akademisi dan peneliti di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman dan
praktis mereka, memiliki asumsi dan cara pandang tersendiri tentang penelitian
dan pemanfaatan iptek. Pembahasan di bab ini tentu saja tidak mencakup
seluruh cara pandang para peneliti dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
Meski demikian, isu-isu yang mengemuka di bab ini memiliki rentangan variasi
yang luas.
3.2 Tarik-Menarik antara ‗Hulu‘ dan ‗Hilir‖
Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) merupakan sebuah perguruan tinggi
di mana keseluruhan kegiatan pengajaran, penelitian dan pengabdian
masyarakat—Tridharma Perguruan Tinggi—berkonsentrasi pada teknologi.
Secara konvensional di Indonesia, sebuah institut teknologi dibedakan dari
sebuah universitas dalam hal variasi disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang
dikelolanya17. Dalam sebuah universitas terdapat fakultas-fakultas yang
mengelola ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan kemanusian, selain fakultas
teknologi dan fakultas matematika ilmu pengetahuan alam. Di ITS, sebagai
tinggi. Yang baru, dalam kebijakan otonomi perguruan tinggi, adalah bahwa isu relevansi
dijawab melalui transformasi kelembagaan perguruan tinggi. 16
Dalam Yuliar dan Syamwil (2008) dikutip pernyataan pejabat Dirjen Pendidikan
Tinggi sebagai berikut, “ … kinerja perguruan tinggi bukan hanya jumlah lulusan,
melainkan jumlah lulusan yang diserap oleh lapangan pekerjaan … pendidikan tinggi
harus relevan dengan permintaan pasar atau lapangan pekerjaan. … Perguruan tinggi
otonom di Inggris berjalan dengan baik … memiliki relasi yang baik dengan industri.” 17
Pernyataan ini dimaksudkan untuk menekankan bahwa apa yang berlaku di Indonesia
berbeda dari yang berlaku di mancanegara. Misalnya, sejumlah institut teknologi di
Amerika Serikat memiliki fakultas-fakultas ilmu-ilmu sosial dan kemanusian.
„University of Science and Technology‟ merupakan bentuk lain dari perguruan tinggi
yang diadopsi di banyak negara, tetapi tidak dikenal di Indonesia.
![Page 60: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/60.jpg)
48 ke dalam inovasi
sebuah institut teknologi, pengelolaan ilmu-ilmu pengetahuan berkonsentrasi
pada disiplin-disiplin teknologi, matematika dan ilmu pengetahuan alam.
Seiring dengan bergulirnya kebijakan otonomi perguruan tinggi, di ITS
berlangsung upaya-upaya untuk menetapkan kebijakan penelitian dan
mengembangkan kelembagaan penelitian. Salah satu di antaranya adalah
penyatuan Lembaga Penelitian (LP) dan Lembaga Pengabdian Masyarakat
(LPM) menjadi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).
Berikut ini disampaikan hasil wawancara dengan beberapa peneliti di ITS baik
yang berasal dari fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam (FMIPA)
maupun fakultas-fakultas teknik.
Mengenai penelitian ‗hulu‘ dan penelitian ‗hilir‘, seorang peneliti yang
berlatar belakang pendidikan di bidang kimia murni menuturkan sebagai
berikut:
Jadi kalau kami yang bergerak di bidang MIPA ini dekat dengan sumbernya begitu... kalau di area MIPA itu kan dekat dengan sumbernya ... terus disebut hulunya begitu kan. Terus ada asumsi kalau yang di bagian hilir ini ... sudah banyak aplikasi ... sudah banyak bumbu-bumbu nya. ... aliran pengetahuan kita analogikan dengan aliran air... Aktifitas kami, yang dinamakan komunitas di hulu, ya memang dari asalnya kita ke basic science, dan itu merupakan titik acuan science. Titik acuan science ini normalnya, itu selalu mencari mencari suatu terobosan juga, yang nantinya sebenarnya juga akan memikirkan juga ke hilirnya seperti apa.
... yang saya lakukan misalnya, memang kadang tidak banyak yang memikirkan aplikasinya. Nanti saja, yang penting ini ada suatu fenomena yang kita pelajari dulu. Sebagai contoh misalnya kalau yang kami lakukan, seperti potensi lokal di Jawa Timur ini, apa yang bisa kita lakukan dengan penelitian dasar terhadap potensi di Jawa Timur ini. Nah, ternyata setelah kami lakukan, ternyata apa yang kami lakukan itu aplikasinya bermacam-macam, ya. Ini ternyata juga ditindaklanjuti oleh teman-teman.
Peneliti tersebut mengasosiasikan bidang MIPA dengan ‗sumber‘ iptek melalui
ungkapan, ―… bidang MIPA ini dekat dengan sumbernya.‖ Iptek yang berada
![Page 61: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/61.jpg)
transformasi penelitian 49
dekat ‗sumber‘ ini ia bedakan dari iptek yang berada di hilir yang ―sudah
banyak bumbu-bumbu―. Peneliti tersebut tampaknya membedakan iptek-iptek
atas dasar kriteria apakah iptek tersebut ia pandang bersifat esensial atau tidak
esensial. Bumbu-bumbu, dalam sebuah produk pangan, bukan unsur yang
esensial dari produk tersebut. Oleh karena iptek di hulu mengandung unsur
esensial, iptek tersebut dipandang sebagai ―titik acuan science‖. Jadi, iptek di
hilir perlu mengacu iptek di hulu karena unsur-unsur yang esensial berada
dalam iptek hulu18.
Peneliti fisika partikel tersebut memaparkan upaya yang ia tempuh untuk
berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain sebagai berikut:
... ya saya belajar itu di Jerman ... waktu meneliti itu, di sini belum nge-trend sampai sekarang pun juga belum kan, masih dalam tahap wacana-wacana. ... ya, tidak apa-apa itulah kecepatan negara kita. ... yang telah kami lakukan antara lain riset sintetis misalnya nano partikel. Waktu itu tidak berpikir jauhlah, ya ini rujukan literatur saja. Ya, habis itu kami coba share ke teman-teman yang lain. Akhirnya teman-teman ada yang memilikirkan di hilirnya mau seperti apa.
Saya bisa di hulu. Ya sudah, itu yang saya kerjakan. ... ada wacana untuk membuat baja yang kuat dari temuan di teknik sipil. Ada lagi teman yang melakukan riset ini, dia pemodel matematika. ... Ada yang pure basic, ada yang di fisika itu melakukan penelitian tentang partikel-partikel. Tapi kami juga sudah memikirkan kira-kira aplikasinya seperti apa, kita punya tim di LPPM.
Jadi, dengan memposisikan fisika partikel sebagai ‗acuan‘, peneliti tersebut
menggali peluang-peluang penerapan dengan pendekatan science-pushed.
Bertitik tolak pada anggapan bahwa iptek tertentu lebih esensial dari iptek-iptek
yang lain, dan karenanya merupakan acuan bagi iptek-iptek yang lain,
dilakukan pencarian kombinasi-kombinasi antara iptek yang esensial dengan
‗bumbu-bumbu‘, dengan harapan akan didapatkannya suatu kombinasi yang
menimbulkan manfaat yang baru. Ini inti dari inovasi dengan pendekatan
18
Argumentasi atau narasi yang dikemukakan di sini menyerupai argumentasi piramida
pengetahuan-pengetahuan yang didiskusikan di Bab 2.
![Page 62: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/62.jpg)
50 ke dalam inovasi
science-pushed, yang tampaknya diadopsi oleh peneliti partikel nano tersebut
dalam berinteraksi dengan peneliti-peneliti yang lain.
Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut menyampaikan upaya-upaya
untuk menstimulasi interaksi antarpeneliti sebagai bagian dari penataan
kelembagaan penelitian oleh LPPM ITS:
... kita mencoba mengarah ke enam fokus19 itu. Itu sebagai sarana kita mendekatkan baik orang hulu dan orang hilir. … Dengan fokus pada agenda yang ada, diharapkan akan ada titik temu. Saya melihat kalau di fakultas MIPA ini orang-orang yang agak open itu malah dari kimia, … akhirnya untuk MIPA sendiri yang banyak diterima proposalnya itu di kimia.
Seorang kolega kami membangun arsitek molekul lanjutan, disusun begini dan begitu ... setelah ini ditekuni, jadi. ... begitu kajian di hulu selesai di hilir juga akan terpenuhi. Itu menyesuaikan ke arah sana. Itu mau tidak mau. ... jadi kadang-kadang hilir inilah yang coba kita tarik oleh orang-orang hulu.
Ungkapan ―orang-orang yang agak open itu …, yang banyak diterima
proposalnya‖ mencerminkan bahwa bagi peneliti tersebut, sifat terbuka (open)
untuk berinteraksi adalah sifat yang penting. Melalui interaksi dengan peneliti-
peneliti dengan latar belakang keilmuan yang beragam, iptek yang esensial
dapat dikombinasikan dengan iptek-iptek yang lain dan menghasilkan sesuatu
yang (diharapkan) bermanfaat. Ungkapan ―begitu kajian di hulu selesai di hilir
juga akan terpenuhi …‖ menegaskan cara pandang science-pushed dari peneliti
tersebut mengenai inovasi. Bagi peneliti tersebut, seorang peneliti hulu perlu
berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain agar pendekatan science-pushed tersebut
efektif. Ungkapan ― … kadang-kadang hilir inilah yang coba kita tarik oleh
orang-orang hulu‖ menggambarkan pandangan peneliti tersebut mengenai
posisi penelitian hulu. Melalui ungkapan ini, peneliti tersebut menunjukkan
keberatannya terhadap pandangan demand-pulled, bahwa penelitian hulu yang
harus selalu disesuaikan dengan kebutuhan di hilir.
19
Di sini peneliti tersebut merujuk pada enam bidang fokus yang dirumuskan dalam
Agenda Riset Nasional Periode 2006-2010.
![Page 63: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/63.jpg)
transformasi penelitian 51
Tampaknya di kalangan peneliti di ITS terjadi semacam perdebatan
mengenai pendekatan untuk meng-hilir-kan penelitian: apakah penelitian hulu
perlu merespons permintaan di hilir, ataukah penelitian hilir perlu mengacu
pada penelitian hulu. Penuturan-penuturan berikut ini menggambarkan situasi
‗tarik-menarik‘ tersebut:
Memang ada beberapa peneliti yang mungkin semacam ekslusif ... tapi sebenarnya ekslusif mereka di sini kan untuk mempertahankan kondisi supaya tidak terkontaminasi tadi. ... Ketika saya menempatkan diri orang laboratorium ... yang kita lihat pun lingkupnya laboratorium ... Kalau kita di luar kan yang kita lihat ITS, lebih luas lah. ... Itu kadang yang menumbuhkan kearoganan.
... Ekslusifitas itu tidak bisa dihilangkan ... karena ini terkait identitas ... identitas masing-masing ... tapi kalau ingin mencoba diiriskan itu bisa. Dan ITS sebagai lembaga yang mewadahi scientific staff yang bergerak di bidang proses belajar-mengajar, karena bisnis yang utama adalah akademis di bidang pengajaran. Tapi di satu sisi karena tri dharma-nya harus bisa. Nah, akhirnya ITS ini mempunyai cluster-cluster penelitian ...
Jadi ITS itu ada tiga fokus yang dikerjakan, yang pertama itu adalah bidang maritim kelautan. Kemudian yang kedua ... di permukiman. Yang ketiga itu energi. Jadi hanya tiga ini. Nah ... di pemukiman ... ini kaitannya dengan lingkungan, biologi bisa masuk di sana, kemudian energi ... perlu modeling. ... Tumpahan minyak itu ternyata bisa dimodelkan. Nah, ini orang-orang dari sains bisa masuk, ya matematik tadi. ... Dengan adanya cluster-cluster tadi satu dengan yang lain bisa saling komunikasi tanpa harus meninggalkan identitas aslinya.
Kalau penjembatannya ... ya, mau tidak mau lembaga yang menangani ... sehingga tahu persis petanya ... orang-orang teoritis ya ... tetap diperhatikan dengan proporsional gitu ya. ... karena orang-orang ini sangat perlu juga ... yang di kalangan hulu ini sesungguhnya diperlukan oleh kalangan hilir, paling tidak itu konsep dasar. ...
![Page 64: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/64.jpg)
52 ke dalam inovasi
Dengan menyusun kluster-kluster topik penelitian, LPPM ITS berupaya
untuk menstimulasi interaksi antara komunitas-komunitas atau kelompok-
kelompok peneliti hulu dan hilir. Dengan membentuk kluster-kluster penelitian,
yang diharapkan adalah ―… satu dengan yang lain bisa saling komunikasi tanpa
harus meninggalkan identitas aslinya‖. Interaksi seperti ini, dalam pandangan
peneliti tersebut, tidak bisa terjadi secara suka rela atau melalui inisiasi para
peneliti itu sendiri, sehingga memerlukan ‗jembatan‘, dan ―mau tidak mau
lembaga yang menangani‖.
Dalam penuturan-penuturan di atas, iptek hulu diposisikan sebagai‘titik
acuan‘ yang perlu diikuti oleh iptek hilir. Penuturan-penuturan berikut ini,
disampaikan oleh seorang peneliti geofisika yang juga dikenal sebagai guru
besar termuda di ITS, menempatkan posisi iptek hulu dengan cara yang
berbeda:
Iya, ini ... contoh paper saya ... kebetulan saya memang menekuni tentang seismik dalam. Ya, kalau dulu aneh, sekarang ini kan juga terbukti ... Saya melihat gempa itu sesuatu yang menarik, bukan sesuatu yang menakutkan. Iya, buat saya itu data. ... Saya bisa mengolahnya dan mengungkapkan keakuratannya dengan metode. ... Saya coba jelaskan sedikit. Dulu waktu SMA belajar 3 dimensi ya....itu kan ada sumbu x, y, dan z. Data gempa itu kalau saya melihat dari 3 koordinat tersebut, jadi tingkat akurasinya lebih tinggi. Beda sama BMG20 yang mengambil dari 2 titik saja....
Contoh di Padang itu kan, kemarin sempat ada perbedaan perhitungan dari 7,2 Skala Ritcher menjadi 7,9 Skala Ritcher. Kalau saya tidak seperti itu. Perhitungan saya, 7,6 Skala Ritcher. Itu lebih presisi, karena saya melihat dari kerelatifan 3 sumbu tadi. ... Kalau penghitungan kekeuatan gempa, kan komponennya masih banyak, selain posisi ada juga pola pergerakan lempeng, ... masih banyak lagi.
Terus terang, bangsa kita ini belum bisa menghargai data. ... Saya ikut komunitas ahli seismografi di luar21 ... sekitar 200
20
Maksudnya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 21
Yang dimaksud di sini adalah komunitas ilmuwan internasional.
![Page 65: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/65.jpg)
transformasi penelitian 53
orang . Di Indonesia ini cuma ada dua yang bergelut di bidang ini, saya dan seorang peneliti dari ITB. Tapi kita alirannya beda. Saya memang aktif menulis. Itu yang membuat jadi guru besar paling muda di ITS ini. ... Saya menulis dan terus menulis. Saya tidak perduli orang di sini mau menghargai tulisan itu apa tidak. Yang penting orang luar sana banyak yang mengapresiasi saya.
Ungkapan ‖Kalau saya tidak seperti itu. Perhitungan saya, 7,6 Skala Richter. Itu
lebih presisi, karena saya melihat dari kerelatifan 3 sumbu‖ menggambarkan
adanya sesuatu yang tengah diperdebatkan (dalam hal ini antara peneliti
tersebut dan pihak BMKG). Bagi peneliti tersebut, keakuratan dan presisi
menjadi kriteria untuk menentukan metode mana yang layak atau tidak layak
untuk diperlakukan sebagai acuan. Jadi, klaim (claim) tentang gejala alam
(dalam hal ini gempa bumi) yang layak diikuti adalah yang didasarkan pada
metode acuan, bukan metode yang lain. Peneliti tersebut menyatakan adanya
sikap penolakan terhadap metode acuan. Pihak-pihak yang menolak itu adalah
yang ―… belum bisa menghargai data‖. Mereka ini adalah pihak-pihak yang
berbeda pandangan dengan peneliti tersebut, dalam penetapan metode acuan
untuk memahami dan menghitung kekuatan gempa bumi. Menyikapi
penolakan ini, peneliti geofisika tersebut menjalin relasi dengan pihak-pihak lain
yang sepandangan, dan menempuh upaya ‖ … menulis dan terus menulis. Saya
tidak perduli orang di sini mau menghargai tulisan itu apa tidak. Yang penting
orang luar sana banyak yang mengapresiasi saya..‖.
Jadi, mana iptek yang merupakan acuan dan mana yang bukan dapat
merupakan hal yang diperdebatkan. Dalam penuturan di atas, perdebatan itu
terjadi antara peneliti perguruan tinggi dan pihak BMKG. Sebagai sebuah badan
pemerintahan, BMKG memiliki kewenangan legal, dan apa-apa yang
diputuskan BMKG memiliki konkesuensi praktis dalam kehidupan masyarakat.
Di sisi lain, seorang peneliti perguruan tinggi dapat menyebarluaskan
pemikirannya melalui jurnal-jurnal ilmiah, dan menjalin kerja sama penelitian
dengan komunitas-komunitas akademik. Jika jalur kewenangan legal dan jalur
akademik ini terpisah, maka iptek acuan akan kehilangan efektivitasnya—
sebagai acuan—dalam kehidupan masyarakat. Dengan perkataan lain,
penuturan peneliti geofisika di atas menyarankan bahwa peng-hilir-an iptek
memerlukan dukungan kepranataan legal. Dan untuk ini, pengembangan
![Page 66: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/66.jpg)
54 ke dalam inovasi
interaksi antara peneliti dan pelaku-pelaku lain, dalam kasus ini khususnya
dengan pihak BMKG, merupakan faktor yang krusial.
Mengenai interaksi antara peneliti-peneliti, seorang peneliti lain yang
berlatar belakang bidang statistika menyampaikan pandangan sebagai berikut
ini:
Saya melihat antara hulu-hilir ini bukan suatu masalah. Saya sering berinteraksi dengan orang-orang hulu ya, seperti matematika dalam pengembangan model, tapi saya juga terlibat dalam tim orang hilir ... ya misalnya di BPLPS22 kan banyak orang hilirnya itu ... ya selain itu sih kami juga terlibat dalam penelitian pengembangan wilayah, lingkungan ... kami saling support ... Riset di hulu itu lebih lekat nuansa keilmuannya ... Tapi kalau orang hilir kan masih butuh support ... dan lebih luas`areanya ... Tapi kita kan tidak memilah-milah ya ... toh pada dasarnya semua sama saja. Coba biar sesama peneliti ini saling mengenali ... coba usulkan ke DRN kalau risetnya itu tidak terbatas hulu-hilir. Buat riset raksasa yang melibatkan banyak orang ... biar sama-sama mengenali ... kan biar tidak ada kesan ‘pengaplingan wilayah‘.
... kalau selama ini sih saya belum merasa dipersulit dengan birokasi di ITS ... kalau memang agak sosial, ya cara pengemasannya saja biar mendekati bidang23 kita ya, namanya orang Jawa Timur ini kan harus kreatif...harus ulet.....
Dalam penuturan di atas, ungkapan ―Riset di hulu itu lebih lekat nuansa
keilmuannya ... Tapi kalau orang hilir kan masih butuh support ... dan lebih
luas`areanya ... Tapi kita kan tidak memilah-milah ya ... toh pada dasarnya
semua sama saja‖ menegaskan cara pandang peneliti tersebut mengenai posisi
relatif ilmu-ilmu pengetahuan. Peneliti tersebut mengakui adanya perbedaan
antara penelitian hulu dan penelitian hilir. Meski demikian, bagi peneliti
tersebut, perbedaan ini tidak membuat yang satu lebih utama dari yang lain.
22
Badan Penanggulangan Lumpur Panas Sidoarjo. 23
Ini mengacu ke para peneliti di ITS yang menekuni ilmu-ilmu pengetahuan sosial,
yang secara konvensional bukan merupakan area keilmuan yang menjadi perhatian ITS
sebagai sebuah institut teknologi.
![Page 67: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/67.jpg)
transformasi penelitian 55
Bagi peneliti tersebut, yang ia pandang penting adalah ―…biar sesama peneliti
ini saling mengenali ... biar tidak ada kesan ‘pengaplingan wilayah‘. … namanya
orang Jawa Timur ini kan harus kreatif...harus ulet....‖. Jadi, meski mengakui
adanya perbedaan jenis-jenis iptek, peneliti tersebut memandang penting
interaksi dan komunikasi antara peneliti-peneliti. Peneliti tersebut juga
menyarankan bahwa ke-jawatimur-an dapat menjadi sebuah faktor penyatu.
Ungkapan ―kalau memang agak sosial, ya cara pengemasannya saja‖
merujuk pada administrasi kegiatan penelitian. Dengan pernyataan ini, peneliti
tersebut tampaknya menyarankan bahwa perangkat administrasi tidak menjadi
alat untuk membatasi kebebasan akademik dalam pengembangan ilmu-ilmu
pengetahuan. Ungkapan ―cara pengemasannya‖ menyarankan adanya
penyelarasan antara kegiatan akademik dan ketentuan administratif, bukan
pembatasan kegiatan akademik.
Penuturan-penuturan para peneliti di atas memperlihatkan bahwa seorang
peneliti dapat memegang pandangan tertentu, yang berbeda dari pandangan
peneliti lain, tentang posisi iptek, dan hal ini, sampai batas tertentu,
mempengaruhi preferensi peneliti dalam berinteraksi dengan kelompok atau
komunitas yang lain. Terdapat peneliti yang, karena berpegang pada pandangan
tertentu, memilih bersikap tertutup untuk berinteraksi, dan terdapat peneliti lain
yang relatif lebih terbuka. Perbedaan pandangan dan sikap ini berimplikasi
bahwa upaya-upaya untuk menstimulasi interaksi antara peneliti-peneliti
menghadapi penolakan dari sebagian kalangan peneliti.
Dalam upaya penataan kelembagaan penelitian di ITS, orientasi atau arah
penelitian bersama merupakan sebuah isu yang sentral. Berikut ini penuturan
seorang peneliti, sekaligus penjabat Sekretaris LPPM ITS, yang memberikan
gambaran mengenai situasi yang berkembang:
Ya, kalau mau jujur ya, cara ini tidak semua setuju … saya yakin juga ada beberapa orang yang tersingkir dan membentuk pola sendiri. Tapi, kalau kita lihat, LPPM sebagai wadah, juga melihat dalam skala makronya, kemana ‗kendaraan ini akan membawa penumpangnya‘. Lha, waktu pemetaan resource itu kita peroleh kesepakatan di hilir. Ya sudah, kita dorong saja ini ke hilir. Jangan sampai itu resultan sampai nol … yang satu ke hulu dan yang lain ke hilir … ya tidak ke mana-mana kita.
![Page 68: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/68.jpg)
56 ke dalam inovasi
Kalau di ITS ini kami lebih didorong ke hilir ... namun kami juga tidak menutup kemungkinan orang hulu juga terlibat. Memang saya akui di ITS ini ada kesan lebih akomodatif pada peneliti yang hilir. Sebenarnya kami tidak memaksa. Tapi kalau kita sibuk bermain-main di hulu, dan tanpa terkait dengan hilir, jadi nothing saja ... jadi kita harus membuat sistem yang implementatif ... tapi, itu pendapat saya sebagai pribadi dan juga saya di institusi.
Ya, kita lihat roadmap ITS memang lebih menuju arah hilir. Tapi hilir ini juga tidak akan ada kalau tidak ada hulu kan? Jadi tantangan kita, juga mungkin sama dengan tantangan DRN, harus kita kaitkan hulu-hilir.
Ungkapan ―Jangan sampai itu resultan sampai nol … yang satu ke hulu dan
yang lain ke hilir … ya tidak ke mana-mana kita‖ mencerminkan adanya gejala
‗tarik-menarik‘ antara para peneliti. Dikhawatirkan oleh peneliti tersebut bahwa
‗tarik-menarik‘ tersebut akan membuat ITS bergerak ―tidak ke mana-mana‖.
Gambaran situasi yang serupa juga diberikan oleh seorang peneliti yang
menjabat Ketua LPPM ITS melalui penuturannya berikut ini:
Ya, kalau kami di ITS ini mengarah pada hilir, tapi bukan mengabaikan yang hulu karena itu juga penting. Harus ada complete chain-nya ... hulu juga tidak akan bisa bergerak kalau di hilir tidak mau menampung.
Ungkapan ―Harus ada complete chain-nya‖ mencerminkan pandangan peneliti
tersebut mengenai pentingnya interaksi antara peneliti hulu dan peneliti hilir,
bahwa interaksi tersebut akan membuat rantai penelitian menjadi tersambung
utuh, complete. Lebih jauh peneliti tersebut menambahkan sebagai berikut:
... ya, saya ini mantan pentolan penabuh gamelan di Bali ... harus kuliah ke Surabaya, dan segala macam mimpi saya ... Biarpun orang science, saya suka seni dan budaya. Di mana pun negara itu akan maju, jika adanya korelasi dan kesatuan antara science dan budaya. Kalau misalnya sains itu tidak berbudaya, maka tidak bermoral. Inilah yang tidak ada di Indonesia. Harusnya ekonomi pembangunan ini, mencakup bisnis, sosiologi, politik ... tetapi di Indonesia knowledge-nya sangat jauh dari arah sana.
![Page 69: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/69.jpg)
transformasi penelitian 57
Padahal dengan adanya knowledge tersebut menjadi kunci kebenaran, bukan dari kunci kepentingan. Makanya nilai sosial itu harus berjalan sejalan dengan ilmu dan teknologi, sehingga menjadi suatu kesatuan untuk ekonomi pembangunan.
Ungkapan-ungkapan ―… kesatuan antara science dan budaya― dan ―… nilai
sosial itu harus berjalan sejalan dengan ilmu dan teknologi, sehingga menjadi
suatu kesatuan‖ mencerminkan nilai-nilai yang dipegang oleh peneliti tersebut,
yang ia pandang perlu menjadi pemandu dalam upaya-upaya mengelola
kegiatan penelitian. Peneliti tersebut juga menyampaikan harapannya mengenai
proses kolektif di tingkat pengambil kebijakan sebagai berikut:
… roadmap-nya yang harus diperhatikan, ... Menteri Riset dan Menteri Industri harusnya duduk bersama-sama membicarakan roadmap pengembangan industri yang menyatu. Inilah yang belum terjadi Indonesia. Itu baru Menteri industri, belum Menteri Pendidikan, Menteri Perdagangan ... Apa yang harus diperdagangkan? Apa yang harus saya riset? Apa yang harus saya produksi? Ini yang tidak jalan.
Penuturan para peneliti ITS di atas memberikan gambaran bahwa dalam
lingkungan ITS terdapat peneliti yang cenderung pada penelitian hulu dan
peneliti yang cenderung pada penelitian hilir. Ketika LPPM ITS menggariskan
kebijakan mengenai peng-hilir-an penelitian, terjadi semacam tarik-menarik
antara peneliti hulu dan peneliti hilir. Terdapat peneliti hulu yang ingin menarik
peneliti hilir agar mengacu pada penelitian hulu, dan terdapat peneliti hilir yang
meminta peneliti hulu menyesuaikan diri dengan penelitian hilir. Ini merupakan
persoalan siapa mengacu pada siapa, dan siapa menyesuaikan diri terhadap
siapa. Gejala tarik-menarik ini menyarankan bahwa masing-masing peneliti
memiliki kelembaman (inertia).
Gejala tarik-menarik tersebut di atas tidak bisa dijelaskan dengan
menggunakan konsep piramida pengetahuan-pengetahuan yang dibahas di Bab
2. Dalam konsep piramida tersebut, iptek hulu menyediakan pijakan bagi iptek
hilir dan iptek hilir bersandar pada iptek hulu. Jika jenis-jenis iptek yang
berbeda mengikuti struktur hirarkis sebagaimana disarankan oleh piramida
ilmu-ilmu tersebut, tidak akan terjadi tarik-menarik antara peneliti hulu dan
peneliti hilir karena posisi relatif masing-masing jenis penelitian sudah jelas.
![Page 70: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/70.jpg)
58 ke dalam inovasi
Adanya gejala tarik-menarik antara peneliti memperlihatkan bahwa penelitan
memiliki dimensi lain, selain dimensi epistemik-kognitif24 dan bahwa piramida
pengetahuan-pengetahuan tersebut memberikan gambaran yang tidak lengkap
mengenai jenis-jenis iptek dan penelitian.
3.3 Pertentangan Nilai antara ‗Hulu‘ dan ‗Hilir‘
Institut Teknologi Bandung (ITB) merupakan institut teknologi yang tertua25 di
Indonesia. Pada tahun 2000, ITB merupakan satu dari empat (di tahun 2001
bertambah dua lagi menjadi enam) perguruan tinggi negeri yang ditetapkan
sebagai PT BHMN. Sejak tahun 2001, transformasi kelembagaan dilakukan oleh
ITB. Sebuah langkah penting dalam transisi ITB dari PTN menuju PT BHMN
adalah restrukturisasi pusat-pusat penelitian. Kebijakan yang memandu proses
transisi tersebut tercermin dari pernyataan pejabat Rektor ITB periode 2001-2005
sebagai berikut:
ITB secara keseluruhan dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian yang menunjukkan academic excellence. Satu lagi yang memang engine penghasil uang. … Kita harus melawan opini yang mengatakan bahwa BHMN itu artinya komersialisasi. Memang ada unitnya yang komersial. Tapi jangan lupa ada yang academic excellence, tidak bisa tidak! (kutipan wawancara dalam Yuliar dan Bintari, 2009)
Di kalangan pembuat kebijakan, wacana mengenai ‗perguruan tinggi
otonom‘ sering dikaitkan dengan gagasan-gagasan ‗komersialisasi hasil
penelitian‘, ‗mekanisme pasar‘ dan ‗efisiensi‘ (Yuliar dan Syamwil, 2008). Hal
ini menimbulkan reaksi kontra dari pihak-pihak lain (seperti LSM pendidikan
24
Epistemik-kognitif di sini maksudnya adalah cara-cara, dan asumsi yang mendasari,
bagaimana pengetahuan dihasilkan melalui kegiatan kognitif. Permasalahan ini secara
khusus dipelajari dalam filsafat, yakni dalam cabang epistemologi. 25
Cikal bakal ITB adalah sekolah tinggi teknik yang didirikan Pemerintah Hindia-
Belanda pada tahun 1920, yaitu Technische Hogeschool.
![Page 71: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/71.jpg)
transformasi penelitian 59
dan para pengamat pendidikan), yang khawatir bahwa desentralisasi26
pendidikan tinggi akan berubah menjadi komersialisasi pendidikan tinggi.
Pernyataan Rektor ITB tersebut mencerminkan sikap kritis bahwa, meski ITB
berupaya otonom dalam pendanaan, ITB menolak gagasan komersialisasi
pendidikan tinggi.
Dalam restrukturisasi pusat-pusat penelitian yang disebutkan di atas, salah
satu isu yang digulirkan oleh jajaran rektorat ITB adalah integrasi kegiatan-
kegiatan penelitian baik untuk tujuan komersialisasi ke sektor industri maupun
untuk tujuan pemberdayaan masyarakat27. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan
tersebut, ITB menyusun agenda penelitian institusional serta mengembangkan
program insentif penelitian yang disebut Riset Unggulan ITB.
Berikut ini disampaikan hasil wawancara dengan sejumlah peneliti di ITB
yang menggambarkan sikap-sikap yang berkembang di kalangan peneliti.
Seorang peneliti yang sekaligus perintis pendirian pusat ilmu rekayasa di ITB
menuturkan:
... integrasi dan aplikasi yang ada kaitannya dengan industri… Kalau kita lihat industri saat ini, itu namanya projek. Begitu kita berhubungan dengan industri, pasti problem-solving. Nah, itu yang kita lakukan sekarang, problem solving. Mungkin dari segi keuangan naik. Ada masukan projek-proyek karena memang dimintanya itu. Kalau tidak ada, dianggap tidak exsist. Tapi, ya itu bukan projek penelitian. … Karena uang, istilah basic research ya susah, karena kita dituntut profit center … jadi kalau kita yang murni ke penelitian, yang merupakan konsep awal dari pendirian pusat penelitian ini, penelitian yang masuk jadi sangat terbatas. Kaitan dengan market tadi kita harus berani akhirnya, melakukan riset-riset yang memang kita anggap nilai prospek bisnis yang tinggi.
26
Gagasan mengenai desentralisasi pendidikan tinggi telah bergulir pada awal 1990-an,
jauh sebelum Era Reformasi. Di masa itu, gagasan desentralisasi muncul sebagai kritik
terhadap sentralisasi kewenangan yang dipraktikkan oleh Pemerintah Orde Baru. 27
Berkaitan dengan ini, ITB mengubah istilah Pengabdian pada Masyarakat (community
service) dalam nama LPPM menjadi Pemberdayaan Masyarakat (community
development/empowerment).
![Page 72: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/72.jpg)
60 ke dalam inovasi
Dalam penuturan ini, peneliti tersebut membedakan kegiatan penelitian ke
dalam penelitian problem-solving dan penelitian dasar (basic research). Dari
ungkapan ―Begitu kita berhubungan dengan industri, pasti problem-solving‖,
peneliti tersebut menyatakan bahwa penelitian hilir cenderung berpola problem-
solving, yang ―Kalau kita lihat industri saat ini, itu namanya projek‖. Melalui
ungkapan ―Karena uang, istilah basic research ya susah‖ peneliti tersebut
mempertentangkan penelitian dasar dan penelitian problem-solving.
Penuturan peneliti tersebut berikut ini memperjelas apa-apa yang ia
pertentangkan:
Proyek senilai Rp. 20 milyar itu bagaimana dibandingkan dengan penelitian Rp. 20 juta? Ada juga kerja yang kita tidak ada budget-nya seperti penelitian S2 dan S3. Dan ini bisa menjadi paper. Itu secara knowledge.
Melalui ungkapan ―Proyek senilai Rp. 20 milyar itu bagaimana dibandingkan
dengan penelitian Rp. 20 juta?‖, peneliti tersebut mempertentangkan nilai
komersial dari penelitian problem-solving dan nilai keilmuan dari penelitian
dasar. Jadi, penelitian yang memiliki nilai komersial tinggi belum tentu
berkualitas secara akademik. Sebaliknya, penelitian yang menghasilkan
pengetahuan akademik yang bermutu belum tentu bernilai komersial tinggi.
Lebih jauh peneliti tersebut menyatakan sikapnya mengenai isu
komersialisasi penelitian sebagai berikut.
… sistem produksi yang dikembangkan di laboratorium itu menghasilkan produk yang bagus, tapi kuantitasnya sedikit. ... tidak bisa kalau kita langsung kaitkan dengan industri yang ITB punya, karena dalam proses itu rugi terus. Kalau ITB hidup di situ, mungkin ITB hilang gedung satu-satu. Ini kan pasti masuk ke ‗lembah yang hitam‘ dulu, lama sekali tidak tahu berapa lama, lalu bisa keluar, survive, baru positif. Selama di lembah itu ya jangan ngajak ITB, di awal harus investasi banyak. Kalau kita kerja di awal, ITB dilibatkan, habis ...
ITB ini adalah institusi pendidikan. Jadi business tidak di situ, enterpreneurs itu tidak di situ. Jadi cuman ada dua, pengajaran dengan pengembangan. Semua pengabdian kepada masyarakat itu mulanya di situ, muaranya di ITB. Jadi yang bikin
![Page 73: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/73.jpg)
transformasi penelitian 61
perusahaan segala macam, itu tidak dalam konteks muara ini, tapi dalam muara yang lain. Ini akan bersaing dengan industri yang sudah sangat efisien di luar. ITB tidak akan mampu dalam konteks business dan entepreneur. Kenapa? Ini bukan tukangnya. Ini tukangnya mendidik.
Ungkapan ― … masuk ke ‗lembah yang hitam‘‖ di sini merujuk pada situasi
persaingan bisnis yang, menurut peneliti tersebut, ―Kalau ITB hidup di situ,
mungkin ITB hilang gedung satu-satu‖. Dalam penuturan berikutnya peneliti
tersebut menyarankan pemisahan antara kegiatan bisnis dan kegiatan akademik,
―ITB ini adalah institusi pendidikan. Jadi business tidak di situ, enterpreneurs itu
tidak di situ ―. Bagi peneliti tersebut, penelitian hilir, dikarenakan orientasinya
pada problem-solving untuk menjawab kebutuhan industri, berada dekat dengan
dunia bisnis. Dan kegiatan yang bernuansa bisnis, disarankan oleh peneliti
tersebut, tidak dilaksanakan di institusi pendidikan seperti ITB. Secara tidak
langsung, peneliti tersebut menyarankan bahwa penelitian hilir tidak
dilaksanakan di ITB, atau bahwa ITB lebih mengutamakan penelitian hulu
daripada penelitian hilir.
Penuturan berikut ini menegaskan pandangan peneliti tersebut mengenai
perbedaan antara penelitian hulu dan penelitian hilir.
Projek …, katakanlah kita mengembangkan projek. Hasilnya apa? Pembodohan itu. Pengabdian kepada masyarakat ini sebetulnya rusak karena ini diletakkan dalam dimensi yang berbeda dari dua ini28. Nah, harusnya dalam dimensi yang sama, pengabdian masyarakatnya itu memperkaya yang dua ini. … Jadi begini ya, ada projek yang … sangat ‗tukang‘. Kita kan Ph. D. di sini. Jadi mesti market-nya sesuatu yang profitable secara akademik, dan juga secara profesional, dan juga yang mendukung pendidikan. Mahasiswa bisa ikut di situ, kemudian memperkaya bagaimana kita mengajar mahasiswa.
Jadi, mengenai penelitian hilir yang berpola problem-solving untuk menjawab
kebutuhan idustri, peneliti tersebut menyatakan ― … kita mengembangkan
projek, hasilnya apa? Pembodohan itu‖. Sedangkan penelitian yang layak
28
Yang dimaksud adalah dua aspek Tri Dharma yang lain, yaitu pengajaran dan
penelitian.
![Page 74: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/74.jpg)
62 ke dalam inovasi
dilaksanakan di ITB adalah yang ―… mesti market-nya sesuatu yang profitable
secara akademik‖.
Dalam penurutan-penuturan di atas, peneliti tersebut tidak secara eksplisit
menyatakan definisi mengenai ‗penelitian hilir‘. Meski demikian peneliti
tersebut membedakan antara dasar (atau penelitian murni) yang menghasilkan
pengetahuan akademik dari penelitian problem-solving industrial yang memiliki
nilai komersial. Bagi peneliti tersebut, kedua jenis penelititan ini mengandung
pertentangan nilai-nilai.
Tetapi peneliti tersebut melihat bentuk penelitian hilir lain, yang dapat
selaras dengan penelitian dasar. Dalam ungkapan ―Pengabdian kepada
masyarakat ini sebetulnya rusak karena ini diletakkan dalam dimensi yang
berbeda dari dua ini. Nah, harusnya dalam dimensi yang sama, …‖, peneliti
tersebut menyarankan bahwa kegiatan pengabdian pada masyarakat
dilaksanakan dalam bentuk penelitian. Jika hal ini dilakukan, maka kegiatan
pengabdian masyarakat akan memperkaya kegiatan pengajaran dan penelitian.
Mengenai penelitian hilir yang berorientasi pada (kebutuhan) industri,
peneliti tersebut memperlihatkan sikap yang kontra atau menolak dikarenakan
dua hal: pertama, penelitian seperti ini tidak menghasilkan pengetahuan
akademik; ke dua, penelitian ini berada dekat dengan dunia bisnis. Sikap ini
tampaknya didasarkan pada pengalaman peneliti tersebut berinteraksi dengan
pelaku-pelaku industri tertentu. Bahwa sikap tersebut merujuk pada
pengalaman terlihat dalam penuturan ―Kalau kita lihat industri saat ini, … ‖.
Seperti apa situasi industri di Indonesia saat ini? Di Indonesia terdapat
banyak perusahaan-perusahaan (baik swasta maupun Badan Usaha Milik
Negara, BUMN) yang mengoperasikan mesin-mesin atau instalasi teknologi
dengan pola turnkey. Dalam perusahaan-perusahaan seperti ini, berbagai mesin
dan instalasi teknologi yang dibutuhkan untuk menopang kegiatan produksi
dipasok oleh produser-produser di mancanegara. Untuk menjalankan kegiatan
produksi, yang perlu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan seperti ini adalah
‗plug-and-play‘. Kajian-kajian survei yang dilakukan oleh Thee (1996)
memperlihatkan bahwa perusahaan-perusahaan seperti itu kurang memiliki
kapasitas serap teknologi (technology absorbtion capacity).
![Page 75: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/75.jpg)
transformasi penelitian 63
Sangat mungkin bahwa perusahaan-perusahaan seperti yang digambarkan
di atas tidak memiliki permintaan (demand) atas hasil-hasil penelitian para
peneliti di ITB, atau di perguruan tinggi lain pada umumnya. Ini karena,
pertama, perusahaan-perusahaan tersebut terikat pada perusahaan-perusahaan
pemasok29 teknologi di mancanegara. Ke dua, kalaupun ada hasil penelitian dari
ITB yang relevan, diperlukan upaya-upaya untuk mengadopsi dan
mengadaptasikan hasil penelitian tersebut ke dalam instalasi teknologi dan
sistem produksi yang telah terpasang. Ini membutuhkan kapasitas serap
teknologi yang memadai. Ke tiga, teknologi belum tentu merupakan faktor yang
penting dalam strategi persaingan bisnis. Menekan upah, menerapkan sistem
kontrak bagi buruh, atau ‗membanting‘ harga dapat menjadi faktor-faktor yang
lebih efektif dalam persaingan bisnis30.
Bagi perusahaan-perusahaan seperti itu, layanan dari perguruan tinggi yang
relevan bukanlah penelitian, melainkan layanan-layanan trouble-shooting dengan
lingkup yang terbatas. Layanan-layanan yang bisa diberikan perguruan tinggi
adalah, misalnya, peremajaan (reconditioning) sebagian komponen peralatan atau
pelatihan teknis yang terkait dengan pengoperasian teknologi baru (yang dibeli
dari perusahaan pemasok). Dari hasil studi kasus terhadap perusahaan-
perusahaan di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia, Albu (1997)
menyimpulkan bahwa banyak perusahaan-perusahaan di negara-negara
berkembang berada dalam situasi demikian. Tidak terdapat cukup kapasitas
bagi, atau tidak terdapat insentif fiskal yang mendorong, perusahaan-
perusahaan tersebut untuk memanfaatkan hasil-hasil penelitian dari perguruan
tinggi.
Jadi, dalam penuturan-penuturan di atas, pandangan dan sikap mengenai
penelitian hilir disampaikan dengan merujuk pada situasi dan kondisi praktis di
perusahaan-perusahaan tertentu. Berikut ini dipaparkan adanya pandangan
yang bernuansa berbeda mengenai penelitian hilir yang berorietasi
29
Lazimnya perusahaan-perusahaan pemasok memberikan jaminan-jaminan dan purna
jual pada perusahaan-perusahaan pembeli. Tetapi jaminan-jaminan tersebut berlaku
dengan syarat perusahaan-perusahaan pembeli itu tidak melakukan modifikasi terhadap
mesin atau instalasi teknologi yang dibeli dari perusahaan-perusahaan pemasok tersebut. 30
Faktor-faktor mana yang efektif dalam peraingan bisnis ditentukan juga oleh kondisi-
kondisi kebijakan makro ekonomik.
![Page 76: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/76.jpg)
64 ke dalam inovasi
industrial/komersial. Pandangan ini dikemukakan oleh seorang peneliti yang
berlatar belakang ilmu/teknologi hayati. Mengenai kebijakan integrasi
penelitian yang ditetapkan ITB, peneliti ini menuturkan:
Karena LPPM sendiri meminta kita untuk produk oriented, jadi kita lihat dari track record … Kalau kita misalnya, tiba-tiba membuat sesuatu yang baru, yang tidak biasa, kita kerjakan mulai dari nol. Jadi track record kita dari pertama kali. … Kemudian juga keahlian dari orang-orang di sini … Kita lihat juga yang relatif mudah dijual … Kita juga banyak berinteraksi dengan industri untuk menanyakan kira-kira apa yang mereka inginkan. … Kita itu banyak melakukan kerja sama. Misalnya, kalau ada projek mengenai pengelolaan lingkungan ... tapi bukan penelitian. Jadi sesuatu yang sudah kita peroleh dari hasil penelitian ... kita jual sebagai produk atau layanan kejasama.
Sebetulnya kita itu kan semuanya berbasis scientific. Artinya, awalnya itu berasal dari penelitian. Kita bekerja sama dengan LIPI, Kalbe Farma, kemudian dengan beberapa industri pupuk, … Ini kan biasanya permintaan. Jadi mereka inginnya demikian, ... lalu kita sepakati … Jadi dua belah pihak. … sebaiknya LPPM itu perannya memperkuat lagi lah, apa-apa yang sudah dibangun oleh pusat penelitian. Umpamanya, … pekerjaan-pekerjaan yang sebetulnya bisa teraplikasi ke industri, tetapi kurang dipromosikan …, seharusnya kan LPPM bisa. … mungkin Ketua LPPM yang sering pergi kemana-mana itu.
Kalau dengan industri, ya, biasanya kita harus tawarkan produk yang hampir sudah masuk komersial. … Ya mereka harus siap keuangan. ... Kalau di luar negeri itu kan, misalnya, industri itu memberikan sebagian dana ke beberapa penelitian atau ke universitas. Kalau di sini kan tidak ada.
Dalam pandangan peneliti ini, penelitian hilir yang bercirikan product oriented
dan relatif mudah dijual. Ini berbeda dari pandangan peneliti terdahulu yang
melihat penelitian hilir sebagai projek problem-solving untuk memenuhi
kebutuhan industri. Perbedaan ini tampaknya bersumber pada perbedaan
situasi aktual yang dialami oleh kedua peneliti tersebut. Mitra-mitra penelitian
![Page 77: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/77.jpg)
transformasi penelitian 65
hilir yang dimiliki oleh kedua penelitian tersebut tampaknya merupakan
perusahaan-perusahaan dengan karakteristik dan perilaku yang berbeda.
Dalam penuturan peneliti teknologi hayati tersebut, ungkapan ―kita juga
banyak berinteraksi dengan industri untuk menanyakan kira-kira apa yang
mereka inginkan. … Jadi sesuatu yang sudah kita peroleh dari hasil penelitian ...
kita jual sebagai produk atau layanan‖ menggambarkan adanya permintaan
(demand) atas hasil penelitian yang ditawarkan oleh peneliti tersebut. Upaya
mempertemukan pasokan dan permintaan berlangsung melalui negosiasi-
negosiasi untuk mencapai kesepakatan, seperti yang diungkapkan dalam ‖Ini
kan biasanya permintaan. Jadi mereka inginnya demikian, ... lalu kita sepakati
… Jadi dua belah pihak‖.
Pernyataan peneliti tersebut merujuk pada perusahaan tertentu yang
bergerak di bidang kesehatan. Perusahaan-perusahaan semacam ini
memerlukan membutuhkan pengembangan produk secara lokal untuk
merespons permintaaan konsumer. Pengembangan produk tersebut perlu
disesuaikan dengan kondisi konsumer, dan ini tidak bisa dilakukan melalui
impor teknologi semata. Perusahan-perusahaan seperti itu membutuhkan hasil
penelitian perguruan tinggi (lokal). Lebih terinci mengenai hal ini dipaparkan
oleh para peneliti perusahaan swasta di Bab 4 buku ini.
Meski demikian, peneliti tersebut melihat adanya kendala dalam memenuhi
permintaan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Kendala tersebut ia nyatakan
dalam ungkapan ―Kalau dengan industri, … kita harus tawarkan produk yang
hampir sudah masuk komersial. … Kalau di luar negeri itu kan, misalnya,
industri itu memberikan sebagian dana ke beberapa penelitian …‖. Kendala ini
merupakan suatu kesenjangan (gap) yang dalam literatur kebijakan teknologi
dikenal sebagai ‗kesenjangan pendanaan‘ (Lee, 1987) yang lazim terjadi pada
kegiatan-kegiatan penelitian di tahap pra-komersial31.
31
Di tahap pra-komersial, perguruan tinggi kesulitan mencari sumber pendanaan
dikarenakan penelitian di tahap ini sudah tidak signifikan secara akademik, sementara
perusahaan swasta masih enggan menanamkan modal karena hasil penelitian yang ada
masih bersifat pra-komersial. Di Amerika Serikat, masalah „kesenjangan pendanaan‟
diatasi oleh Pemerintah Federal dengan cara mengalokasikan anggaran negara untuk
menutup kesenjangan pendanaan tersebut.
![Page 78: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/78.jpg)
66 ke dalam inovasi
Jadi, bagi peneliti ini, penelitian hulu dan penelitian hilir bukanlah dua hal
yang bertentangan. Kegiatan penelitian yang berorientasi pada pemenuhan
permintaan industri tidak niscaya bertentangan dengan nilai akademik. Baginya
― … kita itu kan semuanya berbasis scientific. Artinya, awalnya itu berasal dari
penelitian‖. Maksudnya, apa-apa yang ditawarkan ke industri itu sesuatu yang
tidak terlepas dari kegiatan penelitian, tidak terlepas dari basis scientific, dan
sesuai dengan track record peneliti. Melalui negosiasi-negosiasi, dapat dicapai
kesepakatan dua-pihak dengan pelaku industri sehingga komersialisasi hasil
penelitian dapat diselaraskan dengan kepentingan pengembangan pengetahuan
akademik itu sendiri.
Yang menjadi masalah, bagi peneliti ini, bukanlah pertentangan nilai-nilai
(antara nilai komersial dan nilai akademik/keilmuan), melainkan kebijakan
makro-ekonomik yang dianggapnya kurang mendukung. Hal ini ia tuturkan
sebagai berikut:
Jadi kerja sama industri dengan perguruan tinggi itu kan harus ada iklim politik yang mendukung. … Kalau ada produk itu langsung ditampung oleh negara, dan lalu pemasarannya jalan. Kalau di Indonesia kan justru mengimpor. Industri dengan kita tidak terlalu nyambung, ... Kan harus ada suatu policy yang membuat agar produk-produk dari dalam itu dilindungi dulu .... Nah, industri itu sendiri tidak pernah mendapat rangsangan untuk membantu kita. Mereka kan kerjanya paling-paling kalau sudah jadi, baru mau. Kalau ada prospek yang kelihatannya bagus, baru mau mereka.
Perlu dibuat semacam road map nasional, sebetulnya kebutuhan yang paling mendesak itu apa, dan sudah sampai mana. Jadi harusnya LPPM itu punya road map tadi. Misalnya, Bioenergi itu ingin bagaimana sih, dari A sampai Z, dan melalui apa saja. … Lalu Ketua LPPM kan bisa melakukan political will bahwa pusat penelitian ini harus begini, saya sediakan dana begitu, pasti mau.
Mengenai kebijakan integrasi penelitian di ITB, peneliti tersebut menyampaikan
pandangan sebagai berikut:
![Page 79: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/79.jpg)
transformasi penelitian 67
Jadi saya kira, mungkin ini konsep subsidi. Jadi, kalau misalnya ini penelitian belum menjanjikan, padahal ITB memerlukan produk-produk hasil penelitian yang marketable, okay, ini ada garis, benang merahnya. Yang kita tuju misalnya produk ITB itu unggulannya apa. Tetapi yang ini yang bersifat basic of science-nya, ke ilmu pengetahuan, agar penelitian-penelitian dasar tetap jalan.
Dalam serangkaian penuturan di atas, isu mengenai pembedaan jenis-jenis
penelitian—penelitian dasar dan penelitian terapan, penelitian hulu dan
penelitian hilir—diartikulasikan oleh para peneliti dalam konteks transformasi
ITB menuju PT BHMN. Meski terdapat hal-hal yang signifikan yang terungkap
melalui wawancara tersebut, isu-isu transformasi ITB tampaknya membatasi
perkembangan wawancara tersebut.
Berikut ini disampaikan hasil focus group discussion (FGD) dengan sejumlah
peneliti dari pusat-pusat penelitian di ITB, yang diselenggarakan di LPPM ITB.
Dalam FGD ini, para partisipan diminta untuk mengungkapkan pandangan dan
harapan berkenaan dengan peran ITB dalam sistem inovasi bangsa. Jadi, kalau
wawancara sebelumnya bersifat retrospektif (menengok apa-apa yang terjadi di
masa lalu), FGD ini lebih bersifat prospektif (apa yang mungkin atau diinginkan
terjadi di masa depan). Sebagaimana diperlihatkan berikut ini, FGD ini
memunculkan rentang isu-isu yang lebih meluas dibandingkan yang dihasilkan
dari wawancara di atas.
Berikut ini penuturan seorang partisipan FGD berkenaan dengan interaksi
antara peneliti dan pelaku industri:
Mungkin karena background saya teknik kimia, maka saya juga ingin mengungkapkan masalah tentang industri yang dialami oleh saya secara pribadi atau teman-teman. ... Riset yang nantinya menjadi sesuatu yang bermakna, dan bisa memiliki nilai jual, itu kan ada kelompok-kelompok yang sudah di tugaskan … ini kelompok riset, ini kelompok yang memasarkan. Namun persoalannya itu adalah tidaknya adanya trust di antara kelompok-kelompok tersebut. Saya tidak tahu persis, tapi itu yang saya lihat, itu yang sedang terjadi. Ada industri yang memiki kepercayaan yang tinggi pada peneliti, tapi ini jumlahnya sangat sedikit.
![Page 80: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/80.jpg)
68 ke dalam inovasi
Merespons isu ini, seorang partisipan yang lain menyampaikan pandangan
sebagai berikut:
Saya punya gambar inovasi, terdiri atas 2 lingkaran yang beririsan. Satu iptek dan satu dinamika industri. Kalau di Indonesia, interaksinya hampir putus. Di Indonesia, iptek kita diisi oleh luar negeri, industri pun diisi oleh luar negeri. Kesenjangan ini harus ditutup kalau kita mau riset dan industri nyambung.
Tadi dikatakan sedikit sekali industri yang percaya. Ini karena industri kita itu dibangun tidak dengan R & D. Industri kita dibangun dengan membeli teknologi. Kalau membeli teknologi, berarti rantai kebergantungan yang panjang. Ya, contohbya saja, kalau kita beli mobil baru dari dealer. Kalau mobil rusak, kita tidak ingat bengkel teman yang sebangsa. Kita justru kembali ke dealer.
Seorang partisipan yang lain, merespons isu keterkaitan iptek-industri,
menambahkan gagasan ‗piramida penelitian‘32 sebagai berikut:
… kita membicarakan situasi-situasi perguruan tinggi, … kalau industri kita ‗babak belur‘ ya, tidak akan berarti. Kalau di negara maju orang bicara tentang riset yang teoritis pun bisa ada yang menampung. Nah, ini syarat yang perlu adalah piramida riset, piramida riset ini. Piramida riset itu mulai dari yang sangat teoritis, yang bawahnya, seperti riset matematikanya. Di atas itu ada orang fisika, kimia yang teoritis. Tapi masih bisa menggunakan. Sesudah itu engineering, lalu praktisi dan industri. Kalau seperti ini yang terjadi, akan jalan. Kalau di luar negeri, semua itu jalan. Orang matematika atau fisika teori di Indonesia tidak bisa bergerak.
... Tapi masalahnya, infrastruktur untuk integrasi riset dan industri belum jalan. Kalau perguruan tinggi masuk ke industri, ke dunia yang tidak siap, perguruan tinggi bisa malah mati dan tidak produktif. Tuntutan terhadap perguruan tinggi itu banyak … harus menyelesaikan masalah bangsa ... peringkat
32
Lihat juga uraian dan kritik tentang gagasan piramida ilmu-ilmu pengetahuan di Bab 2.
![Page 81: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/81.jpg)
transformasi penelitian 69
world class … harus banyak paper … Semua segmen harus digarap.
Jadi, paling tidak piramida itu cepat dirumuskan oleh perguruan tinggi, oleh para peneliti di Indonesia.
Seorang partisipan yang lain lagi mengemukakan isu-isu kebijakan yang terkait
dengan iptek dan industri sebagai berikut:
Kalau pelaku industri kita lebih berwatak pedagang daripada pengembang teknologi. Tapi itu juga baik. Karena kalau mengembangkan teknologi, baru dirasakan 5 sampai 10 tahun ke depan. ... Kalau setiap ganti menteri, ganti aturan, ganti prioritas … Kalau saya jadi pedagang, lebih untung. Saya dagang mobil karena mobil laris. Kalau besok kacang laris, saya pun akan jual kacang. Selama kita tidak punya tujuan dan konsisten mengejar tujuan ini, kita akan mengalami kesulitan.
Jadi, kalau kita tidak yakin punya kebijakan jangka panjang, 20 sampai 30 tahun, topik penelitian jangan dibatasi atau difokuskan... Ini ada kaitannya dengan LPPM. LPPM itu menetapkan 3 topik prioritas. Sekarang biodiesel. Kalau kita jual, kita tidak untung karena harga minyak fosil cenderung turun lagi. Jadi, risetnya diteruskan atau tidak? Biarkan orang itu mau riset apa saja ... karena mungkin nanti malah jadi ‗ujung tombak‘ kemajuan.
Peng-hilir-an penelitian tentu saja tidak identik dengan komersialisasi
penelitian. Tetapi bagi ITB, komersialisasi penelitian merupakan salah satu isu
yang sentral dalam transformasi menuju perguruan tinggi otonom. Dari
penuturan-penuturan para peneliti ITB, komersialisasi penelitian diterjemahkan
sebagai pengembangan interaksi dengan para pelaku industri dan pengusaha.
Penuturan-penuturan tersebut memperlihatkan pentingnya ruang negosiasi bagi
pengembangan interaksi.
Tentu saja antara apa-apa yang diteliti dan dikembangkan di ITB dan apa-
apa yang digunakan di industri bukanlah dua hal yang sama. Terdapat
kesenjangan (gap) antara keduanya. Dalam suatu upaya komersialisasi
penelitian, kedua hal tersebut didekatkan melalui interaksi dan negosiasi. Tetapi
![Page 82: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/82.jpg)
70 ke dalam inovasi
proses ini tidak berlangsung di ‗ruang hampa‘. Baik para peneliti maupun para
pelaku industri/pengusaha memiliki kelembaman (inertia). Para pelaku industri
terikat pada perusahaan pemasok teknologi, perusahaan pesaing, mekanisme
penanaman modal, regulasi yang berlaku dan lain-lain. Para peneliti terikat pada
komunitas-komunitas ilmiah, teori-teori dan model-model yang dikembangkan
di kalangan ilmuwan, dan juga regulasi yang berlaku dalam kampus.
Ketika kelembaman-kelembaman ini begitu tinggi, interaksi antara peneliti
dan pelaku industri tidak menghasilkan keselarasan-keselarasan. Perusahaan-
perusahaan yang sangat bergantung pada pasokan teknologi dari mancanegara
atau perusahaan-perusahaan dengan induk perusahaan di luar negeri, memiliki
kelembaman yang relatif tinggi. Bagi para peneliti, ruang negosiasi dengan
perusahaan-perusahaan seperti ini menjadi terbatas. Situasi seperti ini yang
digambarkan oleh para peneliti sebagai pertentangan nilai antara nilai komersial
dan nilai keilmuan.
Dalam situasi yang lain, interaksi yang ditempuh peneliti lebih mendalam,
dan berlangsung sepanjang proses penelitian. Ini dimungkinkan ketika di sisi
pelaku industri/pengusaha juga terdapat sikap keterbukaan dan kesediaan
untuk menggali peluang pemanfaatan hasil penelitian. Dengan cara demikian
keselarasan-keselarasan dapat dicapai, sampai batas tertentu.
3.4 Negosiasi yang Kompleks di ‗Laboratorium Masyarakat‘
Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) merupakan sebuah universitas yang
berstatus swasta (perguruan tinggi swasta, PTS), dan termasuk salah satu PTS
yang tertua di Indonesia33. Sejak awal berdirinya, UKSW memberikan perhatian
yang besar pada kegiatan penelitian, selain pada kegiatan pengajaran dan
pengabdian masyarakat. Pernyataan Visi yang tercantum dalam Statuta
Universitas UKSW mencerminkan bahwa sejak masa-masa awal berdirinya,
pengelolaan kegiatan penelitian UKSW telah bersandar pada prinsip
keterpaduan antara penelitian hulu dan penelitian hilir, dan keterpaduan antara
33
UKSW didirikan pada tahun 1956 dengan bentuk perguruan tinggi pendidikan, dan
berkembang menjadi universitas pada tahun 1960.
![Page 83: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/83.jpg)
transformasi penelitian 71
kegiatan penelitian dan kegiatan pengajaran34. Di UKSW terdapat sejumlah
pusat penelitian dan program pascasarjana (jenjang magister dan doktor) yang
berwatak lintas-disiplin.
Seorang peneliti dari Pusat Studi Gender UKSW menggambarkan situasi
penelitian sebagai berikut:
Pendekatan kami bergaya LSM, karena dekonstruksi jender itu tidak bisa setengah-setengah, harus all out. … jadi tidak bisa penelitian tok, terus masukkan di rak, tidak menghasilkan apa-apa. Jadi kami pernah punya pengalaman kerja sama dengan LSM, tapi tidak pernah bisa klop … akhirnya kami buat LSM sendiri. Jadi, kalau kami bergerak itu bergerak bersama LSM. Jadi, yang warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.
Pusat Studi Gender (PSG) UKSW merupakan sebuah pusat penelitian yang
berkonsentrasi pada permasalahan pengarusutamaan jender (gender
mainstreaming). Penuturan di atas memperlihatkan bahwa penelitian di pusat
tersebut mencakup aspek teoretikal dan aspek praksis35. Ungkapan ― … yang
warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.‖ merujuk pada upaya
yang ditempuh oleh peneliti tersebut untuk mengembangkan relasi dengan
pelaku-pelaku di masyarakat. Penuturan tersebut juga menggambarkan bahwa
34
Dalam Statuta Universitas UKSW tercantum lima butir Visi UKSW, dua di antaranya
yang secara khusus berkaitan dengan penelitian adalah: menjadi universitas magistrorum
et scholarium untuk pembentukan creative minority bagi pembangunan dan
pembaharuan masyarakat dan negara Indonesia; menjadi radar dalam situasi perubahan
kebudayaan, politik, moral dan rohaniah, yang mensinyalir, mencatat dan mengikuti
perubahan-perubahan itu guna menjadikannya obyek atau sasaran pembahasan dan
penelitian.
35
Dalam suatu praksis, berbeda dari penelitian teoretikal, peneliti berinteraksi secara
dekat dengan objek penelitian. Penelitian aksi (action research) dan penelitian
partisipatori (participatory research) merupakan jenis-jenis penelitian di mana peneliti
terlibat dalam sebuah praksis. Dalam penelitian seperti ini, peneliti tidak menarik garis
yang rijid antara subjek dan objek penelitian. Peneliti tidak bekerja „at distant‟,
melainkan „engaged‟ dengan objek penelitian.
![Page 84: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/84.jpg)
72 ke dalam inovasi
ketika kegiatan penelitian masuk ke ranah praksis, cara-cara yang konvensional
dipandang kurang memadai sehingga diperlukan ‗baju LSM‘.
Upaya-upaya untuk pengarusutamaan jender di PSG dilakukan melalui,
antara lain, kegiatan-kegiatan alih teknologi dan pembinaan terhadap para
pelaku usaha. Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut menggambarkan
isu-isu yang dihadapi dalam upaya menjalin relasi dengan pihak-pihak luar:
… jadi begini, dalam melakukan riset unggulan kemitraan dari Kementerian Ristek itu salah satu syaratnya kan harus kerja sama dengan perusahaan yang sudah punya jejaring pasar yang luas. Kami sudah sempat membuat dua model. Model pertama, kami menjalin kerja sama dengan satu perusahan, tapi ini kan tidak jalan karena keterbukaan dan transparansi itu tidak bisa dibangun. Nah, sehingga ada kemandekan di sini. Kemudian kami bangun model ke dua, yaitu membuat asosiasi dari usaha-usaha kecil, itu menghadapi pasar.
Model pertama di bawah satu perusahaan sementara yang satu lagi asosiasi supaya mereka berhadapan dengan pasar. Tapi keduanya mandek. Yang satu karena kekuatan internalnya tinggi sehingga kami masuknya susah, kalau yang satunya terlalu lemah sehingga tidak bisa bargain dia.
Lalu kami membuat model baru lagi yaitu dengan melalui satu lembaga mediasi untuk berhadapan dengan pasar seperti yang diterapkan dalam mekanisme fair-trade. Dalam menggunakan mediasi ini kan ada dua model lagi, fairtrade sama ethical trade. Yang ethical saya belum belajar, tapi saya mau belajar nanti kalau fair-trade ada kelemahan.
Menurut peneliti tersebut, menjalin relasi dengan perusahaan besar
memberikan keuntungan dalam bentuk akses jejaring yang luas. Tetapi
perusahaan besar memiliki ‗kekuatan internal‘ yang menyulitkan negosiasi-
negosiasi. Di sisi lain, menjalin relasi dengan perusahaan kecil tidak
menimbulkan kesulitan dalam penyesuaian-penyesuaian, tetapi perusahaan-
perusahaan tersebut lemah dalam posisi tawar (di pasar). Jadi, mengacu pada
pengalaman peneliti tersebut, ketika seorang peneliti masuk ke hilir ia
berhadapan dengan pelaku-pelaku yang beragam dalam perilaku dan posisi,
![Page 85: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/85.jpg)
transformasi penelitian 73
dan terlibat dalam negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-penyesuaian36.
Perusahaan-perusahaan tertentu lebih berpengaruh di pasar (dalam penentuan
jenis komoditas dan harga) daripada perusahaan-perusahaan lainnya. Tetapi
perusahaan-perusahaan yang lebih berpengaruh di pasar memiliki kelembaman
yang relatif besar, sehingga menimbulkan kesulitan bagi peneliti dalam
bernegosiasi dengan mereka. Untuk menjalin relasi dengan pelaku-pelaku
tersebut, seorang peneliti terlibat dalam negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-
penyesuaian37.
Di UKSW terdapat sebuah pusat penelitian yang khusus berkonsentrasi
pada masalah pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM), baik dalam
aspek mikro-ekonomik maupun makro-ekonomik. Seorang peneliti dari pusat
tersebut menurutkan pengalamannya sebagai berikut:
Sesuai dengan daerah sini di mana industri besar tidak ada, menengah pun jarang. Artinya mikro dan kecil. Itu menjadi kajian penelitian yang dimulai tahun 80-an, yang temanya industri pedesaan. … Kami punya strategi langsung dan tidak langsung. Kalau yang tidak langsung itu untuk perbaikan iklim usaha dan produksi. Karena sering kita melakukan penelitian, pendampingan, pelatihan tapi selama iklimnya tidak bagus jadi percuma itu. Nah, itu susah juga ya, karena untuk bidang sosial, namanya inovasi itu kan tidak bisa murni, ya. Lain kalau eksakta, itu bisa di laboratorium sendirian dan bilang,‖wah itu penemuan saya!‖ Tapi kalau ilmu sosial itu kan laboratoriumnya di masyarakat.
Awalnya memang menginisiasi di tingkat propinsi … aspek reformasi birokrasi … lalu ada aspek formalisasi usaha, akses dan memudahkan berusaha. … kita dengan mikrokredit dekat,
36
Ketika seorang peneliti merintis kerja sama dengan pelaku usaha, objektif yang dituju
tentunya berkaitan dengan diferensiasi produk (product differentiation), apakah dalam
penyediaan produk (product delivery), kualitas produk, metode produksi, manajemen
produksi, dan lain-lain. Penetapan objektif ini melibatkan negosiasi-negosiasi antara
peneliti dan pelaku usaha. Jika pelaku usaha tersebut memiliki kelembaman yang tinggi,
negosiasi tersebut menjadi sulit untuk bergulir. 37
Situasi yang serupa digambarkan oleh para peneliti ITB ketika menjalin relasi dengan
perusahaan-perusahaan yang pasokan teknologinya bergantung pada impor .
![Page 86: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/86.jpg)
74 ke dalam inovasi
dengan PKBL, bank-bank BUMN, di mana mereka ada alokasi laba pada pengembangan mikro dan kecil.
Jadi, untuk mencapai objektif dari penelitiannya, peneliti tersebut
mengembangkan relasi-relasi dengan jenis-jenis pelaku yang berbeda, dan
menerapkan strategi-strategi yang berbeda. Strategi yang langsung dijalankan
melalui interaksi dengan para pelaku usaha kecil untuk melaksanakan pelatihan
dan pendampingan, sedangkan strategi yang tidak langsung ditempuh dengan
memberikan advokasi pada para pembuat kebijakan dan penyelenggara
pemerintahan. Peneliti tersebut memberikan gambaran mengenai kompleksitas
situasi penelitian di hilir yang ia hadapi melalui ungkapan ―…kalau eksakta, itu
bisa di laboratorium sendirian … ilmu sosial itu kan laboratoriumnya di
masyarakat‖38. Dengan penuturan ini tampaknya peneliti tersebut ingin
menyatakan bahwa hasil (outcome) dari suatu ‗esperimen di masyarakat‘ tidak
semata-mata ditentukan oleh faktor kemampuan peneliti, tetapi juga ditentukan
melalui interaksi yang kompleks antara peneliti tersebut dan berbagai pelaku
lain di masyarakat. Kompleksitas relasi-relasi ini yang membuat seorang peneliti
sosial tidak bisa menyatakan ―itu penemuan saya!‖
Lebih jauh mengenai penelitian di ‗laboratorium masyarakat‘ ini peneliti
tersebut menuturkan:
… ada Regulatory Impact Asesment, RIA, itu metode baru. Ketika Depdagri teriak banyak regulasi daerah yang bermasalah, peraturan daerah, pajak ‗siluman,‘ … kita belajar dengan metode RIA. Ini pendekatan pertautan analisis substansi hukum dengan analisis biaya-manfaat, dan dipadukan jadi satu. Ini juga sudah kita kenalkan ke beberapa kabupaten dan ditindaklanjuti. Di lapangan kita menemukan apa yang disebut ijin gangguan. Itu aneh tuh, sebuah aturan dari masa Belanda yang ditetapkan
38
Dalam pengembangan ilmu-ilmu kealaman, laboratorium merupakan situs tempat
eksperimen dilaksanakan. Di laboratorium, hukum-hukum empiris dicari, hipotesis-
hipotesis/teori-teori diuji. Meski umumnya sebuah eksperimen itu dirancang terlebih
dahulu sebelum dilaksanakan, hasil (outcome) dari eksperimen tidak sepenuhnya bisa
diperkirakan. sering hasil eksperimen itu „diluar dugaan‟, atau bahkan bertentangan
dengan hipotesis-hipotesis. Ketidakpastian dalam eksperimen ini justru yang membuat
eksperimen itu penting dan menarik bagi para peneliti.
![Page 87: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/87.jpg)
transformasi penelitian 75
tahun 1926 dan sekarang masih berlaku, dan turunannya ada peraturan-peraturan daerah yang bentuknya tidak sama. … Kalau membuka usaha, … untuk mendapat ijin dasarnya harus mendapat ijin gangguan. Kami kerja sama dengan orang-orang dari fakultas hukum. Kita mengadvokasi tingkat nasional. Kemarin di tingkat propinsi kita minta support dari Gubernur yang kemudian disampaikan ke Depdagri, yang lalu menugaskan satgas untuk mengklarifikasi. … Kalau mendampingi saja, kita susah modal … nanti tidak dipercaya karena tidak punya modal dan hanya bisa ngomong saja begitu ya. Tapi kalau kita menjalin kerja sama dengan bank ini, … begitu kan ada solusinya, begitu kan.
Jadi, dalam penuturan di atas, pelaku-pelaku yang terlibat dalam penelitian di
‗laboratorium masyarakat‘ mencakup: penyelenggara pemerintahan (di tingkat
pusat, propinsi dan kabupaten), pengusaha, akademisi, dan pelaku perbankan.
Melakukan penelitian dengan masyarakat sebagai ‗laboratorium‘ melibatkan
jalinan relasi-relasi dengan pelaku-pelaku yang beragam tersebut.
Di UKSW terdapat pusat penelitian yang lingkup kegiatannya berbasis
kawasan, khususnya kawasan timur dari Indonesia. Pusat ini diberi nama Pusat
Studi Kawasan Timur Indonesia (PSKTI). Seorang peneliti dari pusat tersebut
menuturkan pengalamannya sebagai berikut:
Berawal dari dulu, kami banyak dari Indonesia Timur. Kami melihat itu selalu tertinggal. Kami tahu jelas bagaimana kualitas manusia, kualitas pelayanan pegawai-pegawai daerah yang asal-asalan, juga perencanaan- perencanaan yang hanya menuruti apa yang maunya Jakarta. Sementara kami tahu persoalan-persoalan di daerah, kadang khas.
Jadi waktu itu jaman Orde Baru di mana semuanya seragam, waktu itu kami dealing dengan pemerintah daerah Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, mereka itu yang pertama. Kami waktu itu membuat perencanaan tata wilayah dengan pola kami, seperti tata guna lahan. Jadi yang kami lakukan bukan permasalahan teknis saja, tapi juga kultural, lebih holistik lah. Misalnya tanah, kami membor tanah, itu untuk yang fisik ya, kami bawa ke sini dan dianalisis. Ada semua lokasi itu yang kami bor. Jadi ini melibatkan orang pertanian, biologi, ekonomi,
![Page 88: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/88.jpg)
76 ke dalam inovasi
sipil, dan ternyata bisa ditetapkan jenis tanaman apa yang cocok. Itu pekerjaan kami yang pertama.
Kami juga melakukan penelitian tentang kondisi pendidikan di sana, untuk melihat problem-problem kenapa anak-anak banyak yang putus sekolah. Misalnya melihat berapa jam waktu belajar di rumah, dia bantu orang tua sampai dia merasa capek sekali. Ya. Etnografi, tapi juga ada sedikit survei. Selain itu juga kami melihat entrepreneurship lokal. Kemudian kami juga buat penelitian tentang ukuran kemiskinan lokal. Kami tidak mau melihat data BPS, karena kalau melihat BPS semua orang miskin. Makanya kami disain semua secara lokal. Lalu diterapkan disainnya dan sekarang programnya sedang berjalan. Misalnya kami disain untuk memperkenalkan Teknologi Informasi di dalam birokrasi, misalnya.
Jadi, pokok permasalahan yang diperhatikan dalam penelitian mencakup
berbagai aspek dari pembangunan seperti tata ruang, infrastruktur, pendidikan,
pertanian, ekonomi, birokrasi, teknologi, dan sosio-kultur, dan pelaksanaan
penelitian tersebut melibatkan peneliti-peneliti dari beragam jenis ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Lebih jauh mengenai ragam kegiatan dalam penelitian, peneliti tersebut
menuturkan sebagai berikut:
Kalau kami di lembaga ini membuat sistem sedemikian rupa di mana projek tetap jalan, tapi intelektual masih bekerja begitu ya. … Selalu yang kami minta dari mereka itu adalah tindak lanjut dari projek ini dalam paper-paper ke jurnal. Jadi begini, mereka kalau bekerja pasti membuat laporan, dan setelah itu harus dipikirkan untuk mensintesiskan. … Biarkanlah teman-teman yang masih muda untuk di lapangan, laporan mereka itu yang kami lihat, baca, sintesiskan, lalu hasilkan paper dari situ bersama-sama mereka. Jadi ketemu, karena kalau mereka suruh tulis itu tidak mungkin.
Kami secara institusional mengejar mutu, … maka kalau mencari data di lapangan tidak asal pergi, kita betul-betul cari dan gali, bahkan kami tes. Jadi betul-betul terkontrol, karena survival kami di situ. Misalnya satu contoh di Bali, kami yang mengkoordinir
![Page 89: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/89.jpg)
transformasi penelitian 77
juga … justru melakukan empowering mereka untuk belajar. Kami tidak mau seperti imperialis.
Jadi, ada pekerjaan lapangan (field work) dan pembuatan laporan, dan ada upaya-
upaya sintesis dan penulisan paper-paper yang dipublikasi melalui jurnal-jurnal
ilmiah. Selain ini, sebelum pekerjaan lapangan dimulai, dilakukan persiapan-
persiapan sehingga ―kalau mencari data di lapangan tidak asal pergi, kita betul-
betul cari dan gali, bahkan kami tes‖. Dalam ungkapan ―… justru melakukan
empowering mereka untuk belajar… ‖, peneliti tersebut menegaskan bahwa
penelitian dilakukan bukan hanya untuk memberikan manfaat bagi para
peneliti, tetapi juga bagi masyarakat itu sendiri. Ini didasarkan pada prinsip
yang dianut oleh peneliti tersebut, yang ia ungkapkan sebagai ―Kami tidak mau
seperti imperialis‖.
Teknologi informasi (TI) merupakan salah satu jenis teknologi39 yang
mendapat perhatian di UKSW. Salah satu dari program-program
pengembangan TI adalah program pemanfaatan TI untuk pemberdayaan
masyarakat, yang dikelola dalam wadah Pusat Bisnis dan Teknologi (Bistek).
Mengenai program ini seorang peneliti dari pusat tersebut menuturkan sebagai
berikut:
Awalnya namanya Inkubator Bisnis, karena Dikti yang berwenang terhadap perguruan tinggi mencanangkan bahwa sebaiknya lulusan perguruan tingi sudah diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja. Nah, itu sebagai faktor pendorong, Ini dikaitkan dengan kemampuan kita dibidang TI untuk dikomersialkan, untuk dikembangkan, … menciptakan entrepreneur yang memanfaatkan ilmu dan teknologi informasi. … Pekerjaan yang kita lakukan hanya beberapa, terutama masalah ERP, entreprise resource planning, yang membantu proses kinerja perusahaan.
Yang pertama, start-up company, yang akan menjadi pusat inkubator untuk dimulainya sebuah perusahaan TI. Yang ke dua pendampingan UKM. Yang ke tiga training center, pusat pelatihan juga. Ke empat research and development yang akan
39
Di UKSW juga intensif dijalankan program-program untuk pengembangan bio-
teknologi dan ilmu bio-molekul.
![Page 90: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/90.jpg)
78 ke dalam inovasi
mengadakan penelitian TI. Untuk yang start up company, kita sudah ada yaitu Wacana Inti Informatika, WII. Selama ini bekerjasama dengan Departemen Perindustrian … membuat pelatihan internet. Kita perkenalkan internet dengan UKM. Jadi kita jelaskan bahwa ternyata internet ini bisa digunakan untuk pengembangan usaha, dan sebagian besar mereka belum mengerti komputer. Makanya muatannya salah satunya pengenalan komputer.
Penuturan berikut ini mengungkapkan pendekatan yang ditempuh Bistek
dalam berinteraksi dengan user, untuk mendefinisikan dan menjalankan
program pemanfaatan TI:
Sebenarnya, kebutuhan di lapangannya itu yang mana? UKM kita itu strategisnya mau diarahkan ke mana kaitannya dengan TI? Mungkin itu yang lebih penting. Itu strategi kita mengajak mereka, bukan membuat kurikulum sendiri. Ternyata mereka butuh sistem pembukuannya. Nah, kita ajak bekerja sama.
… Tujuan Bistek kan selain sebagai inkubator, juga memberikan training dan pengembangan TI ke masyarakat yang masih kurang menjangkaunya. … WII itu perusahaan TI untuk pendidikan seperti modul interaktif, mungkin lebih mirip dengan Pesona Fisika. Tapi kami buat beda sedikit, karena ada aktifitas belajar. Kami kembangkan satu aplikasi supaya bisa mencakup ke sistem interaktif … Produk kami lebih kepada aktifitas belajarnya, soal-soal tes semacamnya. … Jadi dalam model CD interaktif itu ada konsep-konsep, lalu ada animasinya, lalu ada juga tesnya. Nah nanti si guru itu dia yang akan melihat pencapaian dari soal-soal itu.
Jadi, tergantung kebutuhan user juga. Seperti yang kami dapat ini untuk pengembangan sekolah internasional di Jayapura. Kami men-support TI-nya dari infrastruktur sampai maintenance. Tapi untuk itu kami kerja sama dengan Bistek karena di sana ada divisi untuk itu. Untuk saat ini kami lebih fokus ke pendidikan. Kami juga sedang menyiapkan bersama perusahaan di Jakarta itu untuk video conference, kami buat kelasnya di Salatiga. … bisa saja ‗tek‘ yang dikembangkan bukan TI. Bisa bio-teknologi, dan lain-lain.
![Page 91: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/91.jpg)
transformasi penelitian 79
Penuturan berikut ini menggambarkan upaya-upaya yang ditempuh untuk
memadukan kegiatan penelitian, kegiatan pengajaran dan kegiatan pengabdian
masyarakat:
Jadi dari dosen TI yang 30-an, bisa menjadi 10 perusahaan yang lahir dari sini. Itu yang terus saya kampanyekan. Setelah itu bukan berarti dosen melupakan aktivitas mengajarnya. Tapi justru dengan begitu waktu dosen mengajar, … mengalami banyak sekali learning. Itu maksudnya Tridharma Perguruan Tinggi, … integrated. Orang kan sering mempermasalahkan, pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Orang kan memahami pengabdian masyarakat itu seperti ‗turun ke sawah, menyangkul‘. Sebetulnya kan tidak harus begitu. Kita kembangkan bisnis, atau apa yang bermanfaat bagi masyarkat. Penelitian itu kan riset awal kita, kemudian waktu mengajar, sudah tahu konsep dan contoh riel di lapangan. Itu yang kita bawa di kelas.
Penuturan para peneliti UKSW di atas menggambarkan situasi penelitian di
hilir, yang, oleh salah seorang dari para peneliti tersebut, diberi istilah
‗laboratorium masyarakat‘. Para peneliti tersebut juga memaparkan upaya-
upaya untuk memadukan penelitian hilir dan penelitian hulu, dan juga
memadukan penelitian dan pengajaran. Pola-pola penelitian seperti yang
digambarkan para peneliti tersebut tampaknya merupakan objektifikasi, atau
realisasi, dari butir-butir dalam Visi UKSW.
Melakukan penelitian di hilir, yang digambarkan sebagai bekerja di
‗laboratorium masyarakat‘, melibatkan interaksi dengan beragam pelaku di
masyarakat: penyelenggara pemerintahan, LSM, pengusaha besar dan pelaku
UKM, akademisi dari perguruan tinggi lain. Oleh karena ini, keragaman, atau
bahkan pertentangan, pandangan dan kepentingan merupakan situasi yang
normal dalam penelitian di hilir. Menjalin relasi-relasi dengan para pelaku
tersebut melibatkan negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-penyesuaian yang
dapat berakhir pada kesepakatan ataupun ketidaksepakatan.
![Page 92: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/92.jpg)
80 ke dalam inovasi
3.5 Diskusi
Pemaparan hasil wawancara dan FGD di bab ini menggambarkan pandangan-
pandangan para peneliti tentang isu ‗pemanfaatan hasil penelitian‘ serta
pengalaman mereka dalam upaya-upaya pemanfaatan hasil penelitian. Bahan
empirikal yang dipaparkan di sini memang tidak mengungkapkan kegiatan-
kegiatan penelitian secara terinci. Meski demikian, penuturan-penuturan para
peneliti tersebut mengungkapkan karakteristik penelitian, yang relevan dan
penting bagi upaya-upaya pemanfaatan hasil penelitian di masyarakat.
3.5.1 Rangkuman Isu-Isu
Secara umum, penelitian basik/dasar dipandang memiliki status yang berbeda
dari penelitian terapan. Kutipan-kutipan frasa berikut ini menggambarkan
perbedaan status tersebut:
―Jadi kalau kami yang bergerak di bidang MIPA ini dekat dengan sumbernya begitu ... kalau yang di bagian hilir ini ... sudah banyak aplikasi ... sudah banyak bumbu-bumbu nya. … basic science, dan itu merupakan titik acuan science.”
―... integrasi dan aplikasi yang ada kaitannya dengan industri … itu namanya projek …. problem-solving. … Mungkin dari segi keuangan naik. … Tapi, ya itu bukan projek penelitian.‖
―Pendekatan kami bergaya LSM, karena dekonstruksi jender itu tidak bisa setengah-setengah, harus all out. … jadi tidak bisa penelitian tok, terus masukkan di rak, tidak menghasilkan apa-apa. … Jadi, kalau kami bergerak itu bergerak bersama LSM. Jadi, yang warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.‖
Meski demikian tidak dapat dikatakan bahwa para peneliti di perguruan tinggi
lebih cenderung pada penelitian basik/dasar. Para peneliti yang bekerja di
‗hulu‘ berkutat dengan eksplanasi fundamental dan berpandangan bahwa hasil
pekerjaannya perlu dijadikan acuan. Sementara itu, peneliti-peneliti lainnya
![Page 93: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/93.jpg)
transformasi penelitian 81
bekerja untuk mengembangkan teknologi yang relevan dengan kegiatan-
kegiatan industrial, mengembangkan produk yang berpotensi komersial, atau
mengembangkan model-model untuk pemberdayaan masyarakat.
Bagi para peneliti di ‗hulu‘ (pelaku penelitian basik/dasar), pemanfaatan
hasil penelitian dipandang perlu mengacu pada hasil-hasil penelitian
basik/dasar. Tetapi penggalian hasil-hasil penelitian basik/dasar untuk tujuan
penerapan tidak dipandang sebagai bagian dari tugas mereka. Bagi Para peneliti
di ‗hilir‘, upaya-upaya pemanfaatan hasil penelitian dilakukan untuk menjawab
kebutuhan-kebutuhan masyarakat apakah dalam konteks komersial ataupun
konteks sosial (non-komersial). Kedua kelompok peneliti ini, kelompok peneliti
‗hulu‘ dan kelompok peneliti ‗hilir‘, tampaknya masing-masing bekerja secara
otonom. Kedua kelompok tersebut tidak terlibat dalam interaksi-interaksi untuk
menggali peluang-peluang penerapan hasil-hasil penelitian.
‗Aliran pengetahuan‘ sebagaimana dikonsepsikan dalam model linier
inovasi tampaknya bukan hal yang umum terjadi. Di satu sisi, peneliti di ‗hilir‘
tidak bekerja untuk menggali hasil-hasil penelitian koleganya di ‗hulu‘. Di lain
sisi, peneliti di ‗hulu‘ tidak bekerja dengan suatu orientasi akan adanya peluang-
peluang terapan di ‗hilir‘. Jadi, meski dalam sebuah perguruan tinggi terdapat
kelompok peneliti ‗hulu‘/basik dan kelompok peneliti ‗hilir‘/terapan, kedua
kelompok tersebut tidak terlibat dalam interaksi untuk ‗mengalirkan
pengetahuan‘ dari ‗hulu‘ ke ‗hilir. Situasi seperti ini tidak bersesuaian dengan
asumsi ‗aliran pengetahuan‘ dalam model linier inovasi.
Ketika seorang peneliti (baik peneliti hulu maupun peneliti hilir) berupaya
untuk membawa hasil penelitiannya ke ranah praktikal di masyarakat, terdapat
hal-hal yang dipandang peneliti tersebut sebagai kendala atau hambatan.
Kumpulan kutipan berikut ini mengilustrasikan kendala-kendala/hambatan-
hambatan tersebut:
―Saya melihat gempa itu sesuatu yang menarik, bukan sesuatu yang menakutkan. Iya, buat saya itu data. ... Terus terang, bangsa kita ini belum bisa menghargai data. ... Saya menulis dan terus menulis. Saya tidak perduli orang di sini mau menghargai tulisan itu apa tidak. Yang penting orang luar sana banyak yang mengapresiasi
![Page 94: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/94.jpg)
82 ke dalam inovasi
saya.‖
―Kalau dengan industri, ya, biasanya kita harus tawarkan produk yang hampir sudah masuk komersial. … Ya mereka harus siap keuangan. ... Kalau di luar negeri itu kan, misalnya, industri itu memberikan sebagian dana ke beberapa penelitian atau ke universitas. Kalau di sini kan tidak ada.‖
―Industri dengan kita tidak terlalu nyambung, ... Kan harus ada suatu policy yang membuat agar produk-produk dari dalam itu dilindungi dulu .... Nah, industri itu sendiri tidak pernah mendapat rangsangan untuk membantu kita. Mereka kan kerjanya paling-paling kalau sudah jadi, baru mau.―
― … persoalannya itu adalah tidaknya adanya trust di antara kelompok-kelompok tersebut. … Ada industri yang memiki kepercayaan yang tinggi pada peneliti, tapi ini jumlahnya sangat sedikit.‖
―… industri kita itu dibangun tidak dengan R & D. Industri kita dibangun dengan membeli teknologi.―
―Kalau perguruan tinggi masuk ke industri, ke dunia yang tidak siap, perguruan tinggi bisa malah mati dan tidak produktif. Tuntutan terhadap perguruan tinggi itu banyak … harus menyelesaikan masalah bangsa ... peringkat world class … harus banyak paper … Semua segmen harus digarap.‖
―Kami sudah sempat membuat dua model. Model pertama, kami menjalin kerja sama dengan satu perusahan, tapi ini kan tidak jalan karena keterbukaan dan transparansi itu tidak bisa dibangun. … ―
―Di lapangan kita menemukan apa yang disebut ijin gangguan. Itu aneh tuh, sebuah aturan dari masa Belanda yang ditetapkan tahun 1926 dan sekarang masih berlaku, dan turunannya ada peraturan-peraturan daerah yang bentuknya tidak sama.‖
Keseluruhan kutipan-kutipan di atas merujuk pada adanya kesenjangan
antara apa-apa yang berkembang di dalam kampus dan apa-apa yang berlaku di
‗laboratorium masyarakat‘. Kesenjangan ini dapat berwujud kesenjangan nilai-
![Page 95: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/95.jpg)
transformasi penelitian 83
nilai budaya/kultur dan kebiasaan praktikal, kesenjangan finansial, kesenjangan
teknologikal, dan kesenjangan kelembagaan/institusional. Berbagai bentuk
kesenjangan ini tidak diperhitungkan dalam model linier inovasi.
Untuk mengatasi atau mempersempit kesenjangan tersebut, langkah yang
ditempuh para peneliti adalah berinteraksi lebih erat dan mengupayakan
negosiasi-negosiasi dengan berbagai pihak di ‗laboratorium masyarakat‘.
Kutipan-kutipan berikut ini menggambarkan interaksi-interaksi dan negosiasi-
negosiasi tersebut.
―Kita juga banyak berinteraksi dengan industri untuk menanyakan kira-kira apa yang mereka inginkan. … Ini kan biasanya permintaan. Jadi mereka inginnya demikian, ... lalu kita sepakati … Jadi dua belah pihak.‖
―Pendekatan kami bergaya LSM, karena dekonstruksi jender itu tidak bisa setengah-setengah, harus all out. … Jadi kami pernah punya pengalaman kerja sama dengan LSM, tapi tidak pernah bisa klop … akhirnya kami buat LSM sendiri. Jadi, kalau kami bergerak itu bergerak bersama LSM. Jadi, yang warnanya sangat praksis kami menggunakan baju LSM.‖
―Kami kerja sama dengan orang-orang dari fakultas hukum. Kita mengadvokasi tingkat nasional. Kemarin di tingkat propinsi kita minta support dari Gubernur yang kemudian disampaikan ke Depdagri, yang lalu menugaskan satgas untuk mengklarifikasi. …
Kalau mendampingi saja, kita susah modal … Tapi kalau kita menjalin kerja sama dengan bank ini, … begitu kan ada solusinya, begitu kan.‖
―Sebenarnya, kebutuhan di lapangannya itu yang mana? UKM kita itu strategisnya mau diarahkan ke mana kaitannya dengan TI? Mungkin itu yang lebih penting. Itu strategi kita mengajak mereka, bukan membuat kurikulum sendiri.―
Pembahasan yang lebih terinci mengenai upaya-upaya pemanfaatan iptek
didiskusikan di Bab 5.
![Page 96: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/96.jpg)
84 ke dalam inovasi
3.5.2 Variasi-Seleksi dan Jejaring Relasi
Pemaparan hasil wawancara dan FGD yang disampaikan di bab ini
memperlihatkan adanya keragaman orientasi penelitian. Sebagian para peneliti
yang cenderung pada penelitian dasar dan sebagian lainnya cenderung pada
penelitian terapan. Ada peneliti yang terlibat intensif dalam upaya-upaya
pemanfaatan hasil penelitian dan ada juga peneliti yang membatasi lingkup
kegiatannya di kampus. Para peneliti tersebut berbeda dalam disiplin-disiplin
keilmuan yang ditekuni. Misalnya, terdapat peneliti yang berfokus pada
penjelasan gejala alam dan metode pengukuran gejala alam, dan menaruh
perhatian pada kebenaran pengukuran. Peneliti yang lain menaruh perhatian
pada produk-produk komersial, dan bagaimana kualitas produk tersebut dapat
ditingkatkan melalui penelitian ilmiah yang terstruktur dan sistematik. Peneliti
yang lainnya menaruh perhatian pada teori dan prinsip dasar dari kesetaraan
jender, dan bagaimana teori dan prinsip tersebut dapat menjadi pemandu yang
efektif dalam praktis sosial (social practice). Peneliti yang lain lagi menaruh
perhatian pada ilmu-ilmu pengetahuan yang menjadi fondasi bagi praktis
kerekayasaan di industri-industri.
Bila dikesampingkan perbedaan subjek-subjek penelitian dan orientasi-
orientasi penelitian, didapatkan suatu kesamaan bahwa seorang peneliti, ketika
meneliti, melakukan variasi-seleksi40 dengan pola yang khas. Secara sederhana,
variasi-seleksi bermula ketika seorang peneliti menilai bahwa suatu teori,
metode atau model tertentu mengandung permasalahan atau problematik, dan
memutuskan bahwa sesuatu teori/model/metode yang lebih benar perlu
ditemukan. Dengan perkataan lain, peneliti tersebut memulai dengan
problematisasi (problematization) atas situasi. Untuk mendapatkan
teori/model/metode yang lebih benar, peneliti tersebut akan menghasilkan (to
generate) pilihan-pilihan—variasi, dan setelah itu menetapkan satu dari pilihan-
40
Konsep variasi-seleksi ini lazim digunakan dalam pembahasan tentang teori
pembelajaran (learning).
![Page 97: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/97.jpg)
transformasi penelitian 85
pilihan tersebut yang dipandang lebih benar melalui metode validasi tertentu41--
seleksi. Dengan mekanisme variasi-seleksi seperti ini, suatu penelitian
memberikan hasil yang bersifat orisinal dan mengandung kebaruan (novelty).
Berikut ini adalah beberapa pernyataan para peneliti yang menggambarkan
adanya variasi-seleksi tersebut:
―kan ada sumbu x, y, dan z. Data gempa itu kalau saya melihat dari
3 koordinat tersebut, jadi tingkat akurasinya lebih tinggi. Beda sama
BMG yang mengambil dari 2 titik saja‖;
―Jadi track record kita dari pertama kali. … Kita lihat juga yang
relatif mudah dijual … Kita juga banyak berinteraksi dengan
industri untuk menanyakan kira-kira apa yang mereka inginkan‖;
―Kami sudah sempat membuat dua model. Model pertama, kami
menjalin kerja sama dengan satu perusahan, tapi ini kan tidak jalan
karena keterbukaan dan transparansi itu tidak bisa dibangun. …
Kemudian kami bangun model ke dua, yaitu membuat asosiasi dari
usaha-usaha kecil, itu menghadapi pasar. Lalu kami membuat
model baru lagi yaitu dengan melalui satu lembaga mediasi …
Dalam menggunakan mediasi ini kan ada dua model lagi, fairtrade
sama ethical trade‖;
―perencanaan-perencanaan yang hanya menuruti apa yang
maunya Jakarta. Sementara kami tahu persoalan-persoalan di
daerah, kadang khas‖
Dengan penyederhanaan-penyederhanaan, lintasan variasi-seleksi kognitif
dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1. Ketika seorang peneliti melakukan
penelitian dengan subjek atau pokok bahasan X, ini dimulai dengan penilaian
bahwa X0 bersifat problematik atau mengandung masalah. Kemudian peneliti
41
Penetapan kebenaran ini merupakan proses kognitif yang kompleks dan menjadi
pembahasan tersendiri dalam filsafat, ilmu logika, dan juga teori-teori sosial tentang ilmu
pengetahuan.
![Page 98: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/98.jpg)
86 ke dalam inovasi
tersebut berupaya melakukan pembedaan kognitif terhadap X0 dan
menghasilkan variasi X1, X2, dan seterusnya. Kemudian peneliti tersebut
memvalidasi satu dari sekumpulan X1, X2, dan seterusnya tersebut, dan
menetapkan bahwa, katakanlah, XN adalah Xvalid. Pada umumnya, lintasan
pencarian dari X0 menuju Xvalid tidak bersifat satu arah, memunculkan banyak
percabangan, dan mungkin disertai gerakan maju-mundur.
Xf0, Xf1, Xf2, Xf3, ...
Xf0
Xf0, Xf1, Xf2, Xf3, ...
variasi
seleksi
Gambar 3.1 Ilustrasi tentang Variasi-Seleksi Kognitif
Bagaimana variasi-seleksi dapat terjadi? Kemampuan-kemampuan kognitif
seperti ketajaman intuisi, kecermatan pengamatan, kedalaman kontemplasi dan
kreativitas merupakan faktor yang penting bagi variasi-seleksi. Tetapi,
sebagaimana diungkapkan melalui penuturan-penuturan para peneliti di bab
ini, penelitian juga melibatkan jurnal ilmiah, instrumen pengukuran, perangkat
eksperimental, komunitas/asosiasi keilmuan, seminar, serta pendukung dan
sponsor penelitian. Ini semua merupakan faktor-faktor yang juga penting untuk
mendukung variasi-seleksi.
Artikel-artikel dalam jurnal ilmiah memaparkan teori-teori/model-
model/metode-metode yang dikembangkan oleh peneliti-peneliti yang berasal
dari perguruan-perguruan tinggi/lembaga-lembaga penelitian di berbagai
penjuru dunia. Secara tidak langsung, melalui jurnal ilmiah seorang peneliti
berinteraksi dengan peneliti-peneliti lain yang berasal dari perguruan-
perguruan tinggi yang lain juga (mungkin di mancanegara), dan mungkin juga
![Page 99: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/99.jpg)
transformasi penelitian 87
dari waktu yang berbeda (artikel yang ditulis di masa silam). Ketika seorang
peneliti memilih untuk menggunakan instrumen ukur tertentu, atau perangkat
eksperimen tertentu, ia juga mengadopsi kaidah-kaidah praktikal berkenaan
dengan penggunaan instrumen/perangkat tersebut. Kaidah-kaidah tersebut
disepakati di kalangan komunitas tertentu (pada umumnya komunitas
internasional) yang dituliskan ke dalam dokumen panduan dan standard
operating procedure. Instrumen ukur dan perangkat ekperimen merupakan bagian
dari kesepakatan-kesepakatan antara peneliti-peneliti yang tersebar di berbagai
negara. Asosiasi-asosiasi keilmuan dan seminar-seminar merupakan simpul-
simpul yang mempertemukan para ilmuwan/peneliti dari berbagai tempat.
Dalam seminar-seminar para peneliti berinteraksi, apakah untuk saling
memperkuat ataupun untuk saling bertanding. Pendukung dan sponsor
penelitian merupakan faktor non-kognitif lain yang mempengaruhi variasi-
seleksi. Pendukung penelitian memberikan fasilitas, izin, akses bagi peneliti, dan
sponsor penelitian mengucurkan dana penelitian. Dengan dana penelitian,
seorang peneliti dapat melakukan kunjungan keskolaran, mengikuti seminar,
melakukan pengamatan ke tempat-tempat yang jauh dan terpencil, dan banyak
hal yang lainnya.
Peneliti
Bidang X
Asosiasi Ilmiah
Bidang X
Jurnal Ilmiah
Bidang X
Sponsor
Penelitian
Komunitas
Keilmuan
Internasional
Jurnal Ilmiah
Terkait
Peneliti
Bidang Y
Asosiasi
Terkait Y Jurnal Ilmiah
Terkait Y
Sponsor
Penelitian
Masyarakat
Luas
Dokumen
Legal Terkait
Y
Komunitas
Lokal
Lembaga
Swadaya
Masyarakat
Pemerintah
Gambar 3.2 Ilustrasi tentang Jejaring-Jejaring Relasi Akademisi
Yang ingin ditekankan melalui uraian di atas adalah bahwa kegiatan
penelitian bukan semata-mata kegiatan kognitif. Alih-alih demikian, untuk
![Page 100: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/100.jpg)
88 ke dalam inovasi
melakukan variasi-seleksi seorang peneliti mengembangkan relasi-relasi dengan
beragam pelaku lain yang tersebar di berbagai tempat dan waktu. Dalam artian
demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian memiliki sifat jejaring.
Pengembangan relasi-relasi dalam jejaring dibutuhkan bagi seorang peneliti
untuk memperluas ruang variasi-seleksi. Sebagaimana akan diperlihatkan
dalam bab-bab berikut, sifat jejaring dari penelitian penting diperhatikan dalam
upaya pemanfaatan hasil penelitian.[]
![Page 101: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/101.jpg)
transformasi penelitian 89
Bab 4
JEJARING RELASI PENELITI DI LEMBAGA
PUBLIK/SWASTA
4.1 Pendahuluan
Penelitian, selain di perguruan-perguruan tinggi, juga diselenggarakan di
lembaga-lembaga penelitian publik dan, sampai batas tertentu, perusahaan-
perusahaan swasta42. Pola dan arah dari kegiatan-kegiatan penelitian di lembaga
penelitian publik/perusahaan swasta ditentukan oleh misi publik/komersial
dari lembaga/perusahaan tersebut. Berbeda dari perguruan tinggi, dalam
lembaga penelitian publik/perusahaan swasta tidak terdapat ‗aliran sumber
daya pengetahuan‘: para mahasiswa yang masuk dan keluar sebagai lulusan
dari tahun ke tahun. Para mahasiswa tersebut, melalui skripsi, tesis dan
disertasi, berkontribusi dalam konservasi, penyebarluasan dan pengembangan
pengetahuan. Meski demikian, lembaga publik/organisasi swasta memiliki
kewenangan publik/modal finansial untuk mengubah pengetahuan ke dalam
program aksi/produk. Jadi, setidaknya secara formal, kelebihan perguruan
tinggi adalah dalam pengembangan dan penyebarluasan pengetahuan,
sementara kelebihan lembaga publik/swasta adalah dalam transformasi
pengetahuan ke dalam program/produk.
42
Selain di perguruan tinggi, lembaga penelitian publik dan perusahaan swasta, kegiatan
penelitian juga terdapat di komunitas-komunitas tradisional. Di komunitas-komunitas
tradisional, pembelajaran kolektif terjadi melalui cara-cara tradisional dan menghasilkan
apa yang dikenal sebagai indigeneous knowledge/wisdom. Pembelajaran kolektif
demikian dapat dipandang sebagai penelitian kolektif, meski dengan kelembagaan dan
metode yang berbeda dari kelembagaan dan metode modern. Di Cina dan Jepang,
dikotomi tradisional-modern diminimalkan melalui upaya-upaya sintesis kebudayaan,
sehingga tidak terjadi keterberlahan kebudayaan (cultural divide).
![Page 102: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/102.jpg)
90 ke dalam inovasi
Di Indonesia, lembaga-lembaga penelitian publik dapat dikelompokkan ke
dalam lembaga pemerintah kementerian (LPK) dan lembaga pemerintah non-
kementerian (LPNK). Lembaga penelitian dalam kementerian disebut juga
badan penelitian dan pengembangan (balitbang). Di tingkat daerah, pemerintah-
pemerintah daerah memiliki badan penelitian dan pengembangan tingkat
daerah (balitbangda). Balitbang merupakan satu bagian di antara bagian-bagian
kelembagaan lain (disebut juga direktorat) yang ada dalam sebuah kementerian.
Berbeda dari balitbang, lembaga penelitian LPNK memiliki keleluasaan yang
lebih tinggi dalam menetapkan lingkup dan arah penelitian.
Sejak tahun 2005, KRT bersama dengan DRN melakukan dialog-dialog yang
intensif dengan berbagai perwakilan perguruan tinggi, lembaga penelitian
publik dan perusahaan swasta untuk menyusun agenda penelitian berskala
nasional yang disebut Agenda Riset Nasional (ARN). Isu- isu yang sentral dalam
dialog-dialog tersebut adalah, antara lain, kontribusi penelitian dalam
peningkatan kesejahteraan bangsa, kemitraan antara Pemerintah, pelaku bisnis
dan akademisi, serta koordinasi di antara berbagai lembaga penelitian. Dalam
bab ini dipaparkan pandangan sejumlah peneliti dari Balitbang, lembaga
penelitian non-kementerian, dan perusahaan swasta berkenaan dengan isu-isu
tersebut di atas. Paparan ini didasarkan pada wawancara dan FGD yang
melibatkan peneliti-peneliti di Kementerian Pertanian, Kementerian
Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertahanan,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), Badan Ko-ordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL), Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (BAPETEN) dan Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), serta empat
perusahaan swasta.
Di Bab 3 telah didiskusikan bahwa suatu penelitian menempuh proses
variasi-seleksi dan, seiring dengan proses ini, seorang peneliti menjalin relasi-
relasi dengan berbagai pelaku lain melalui jurnal-jurnal ilmiah, instrumen-
instrumen ukur, perangkat-perangkat eksperimen, mitra-mitra penelitian,
asosiasi-asosiasi keilmuan dan juga sponsor-sponsor penelitian. Tanpa jurnal
ilmiah, instrumen, perangkat eksperimen, asosiasi, dan sponsor, variasi pilihan-
pilihan akan menjadi terbatas. Dengan perkataan lain, relasi-relasi dengan
![Page 103: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/103.jpg)
transformasi penelitian 91
berbagai hal tersebut memperluas ruang variasi-seleksi. Melalui penuturan-
penuturan para peneliti, dalam bab ini akan digali ruang variasi-seleksi di
balitbang, lembaga penelitian non-kementerian dan perusahaan swasta.
4.2 Ruang Variasi-Seleksi di Balitbang
Sebagaimana telah disebutkan, balitbang merupakan sebuah lembaga penelitian
yang secara struktural berada di bawah suatu kementerian43. Pada umumnya
balitbang di Indonesia dibentuk di periode lima-tahun ke dua Pemerintahan
Orde Baru, yaitu di sekitar pertengahan dekade 1970-an. Pembentukan sebuah
balitbang didasarkan pada kebutuhan dari kementerian yang terkait. Apakah
kegiatan penelitian di balitbang cenderung pada penelitian ‗hulu‘ atau ‗hilir‘,
penelitian dasar atau terapan? Kalau mengacu pada tugas dan fungsi balitbang
sebagai bagian dari kementerian teknikal, dapat diduga bahwa penelitian di
balitbang cenderung pada penelitian terapan, atau penelitian di ‗hilir‘. Tetapi,
permasalahan yang aktual tampaknya lebih kompleks daripada gambaran
formal-struktural. Berikut ini penuturan para peneliti dari sejumlah balitbang
berkenaan dengan kegiatan penelitian di balitbang.
Seorang peneliti dari balitbang Kementerian Pertanian menuturkan
perjalanan karirnya sebagai berikut:
Saya bekerja sejak tahun 1993, jadi sekarang sudah 16 tahun, ya. Kalau di awal-awal kita masuk ke badan litbang pertanian, kita ikut sama kegiatan-kegiatan yang sudah established. … banyak kegiatan-kegiatan … itu bergantung dengan bidang ilmu kita … nanti saya mengembangkan potensi saya sendiri …sekaligus belajar pada peneliti yang lebih senior. Pengembangan potensi diri itu bisa banyak caranya, ya, … kita harus banyak membaca … juga kita harus ikut dalam seminar-seminar sehingga banyak ilmu yang bisa terima. Selain itu kita juga harus …apa… ikut kursus-kursus yang istilahnya spesifik terhadap bidang keilmuan kita.
43
Dalam hal ini, kementerian yang lingkup tugas dan fungsinya mencakup
penyelenggaraan program-program teknikal.
![Page 104: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/104.jpg)
92 ke dalam inovasi
Di dalam seminar-seminar … kita ikut itu ... bukan berarti sekedar mendengarkan … kita presentasi paper kita. … Intinya, kalau sudah di penelitian itu kita otodidak … yang menentukan keberhasilan itu kita sendiri. Kita harus rajin membaca jurnal-jurnal, publikasi-publikasi yang relevan dengan bidang kita.
Ungkapan ―bergantung dengan bidang ilmu kita … belajar pada peneliti yang
lebih senior. … banyak membaca … ikut dalam seminar-seminar … ikut kursus-
kursus‖ menggambarkan perluasan relasi-relasi ketika peneliti itu memulai
perjalanan karirnya di balitbang. Pentingnya pengembangan relasi-relasi ini
dinyatakan peneliti tersebut dalam ungkapan ―Intinya, kalau sudah di
penelitian itu kita otodidak … yang menentukan keberhasilan itu kita sendiri‖.
Jadi, bagi peneliti tersebut, pengembangan potensi diri memerlukan upaya
secara mandiri untuk mengembangkan relasi-relasi.
Penuturan berikut ini memberikan gambaran mengenai hal-hal lain yang
membentuk arah penelitian:
Disebut bebas betul sih, tidak … jadi semuanya tergantung. Misalnya begini. Di badan litbang ada balai penelitiannya itu … mungkin sekitar ada 20-an lebih, ya. … Misalkan balai peternakan … tupoksinya kan mengenai peternakan. Dia tidak mungkin mengurusi buah-buahan … balai penelitian tanaman padi juga khusus mengurusi tanaman padi … tidak mungkin tanaman sayur-sayuran.
Penelitian yang saya lakukan … terutama bidang keilmuan saya mengenai bidang emisi gas rumah kaca di lahan pertanian … bagaimana menekan emisi gas rumah kaca dari lahan pertanian, terutama lahan padi sawah. Orientasinya sekarang bagaimana menekan gas rumah kaca yang dilepaskan dari tanah gambut. … Terus kita juga mengharapkan ke depan itu pertanian itu masuk ke dalam program Clean Development Mechanism, CDM ... apa yang diatur di dalam protokol Kyoto, … kita usahakan bisa masuk ke sana dalam satu skema CDM itu.
Itu yang jelas … awalnya memang dari diri sendiri … tapi itu kita harus menyesuaikan program utama dari badang litbang sendiri. Karena kan masing-masing balai kan punya rencana strategis. Balai ini eselon tiga, tergantung rencana strategis
![Page 105: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/105.jpg)
transformasi penelitian 93
eselon duanya, eselon dua itu bergantung pada rencana strategis eselon satu, dan eselon satu itu bergantung pada rencana strategis kementerian.
Jadi, hal-hal yang membentuk (to shape) arah penelitian adalah latar belakang
pendidikan, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang diemban balitbang (faktor
struktural), rencana internal lembaga, dan juga isu-isu nasional/global yang
relevan dengan tupoksi kementerian. Peneliti tersebut menyatakan bahwa di
satu sisi ―… awalnya memang dari diri sendiri‖, dan di lain sisi ―… kita harus
menyesuaikan program utama dari badang litbang sendiri‖. Pernyataan ini
mencerminkan adanya penyesuaian-penyesuaian yang dihadapi peneliti
tersebut dalam menentukan arah penelitian. Peneliti tersebut memiliki
kebebasan individual dalam menentukan arah penelitian, meski ini perlu ia
tempuh secara otodidak. Sementara itu, terdapat rencana strategis lembaga dan
program balitbang yang memberi batasan bagi peneliti tersebut.
Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut memberikan gambaran
mengenai ragam pelaku yang turut menentukan arah kegiatan:
Perguruan tinggi, dengan lembaga internasional, terus lembaga ristek, dan dengan swasta. Misalnya, sekarang yang sedang relevan itu ... pupuk kaya besi … dengan teknologi pupuk kaya besi untuk penekanan emisi gas metana dari lahan sawah. Itu dengan perusahaan Jepang. Terus penelitian tentang neraca karbon pada lahan gambut, itu kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor, dan dengan pusat penelitian kelapa sawit. Tentang neraca karbon dari berbagai tanaman di lahan gambut di Kalimantan Barat itu dengan kementerian ristek. Terus … penelitian mengenai teknologi pengelolaan air dalam menekan emisi gas rumah kaca itu dengan litbang Kementerian Pekerjaan Umum. Yang dengan Jepang itu … mereka punya pupuk … mereka punya uang. Mereka ingin tahu pupuknya itu menekan gas rumah kaca, betul apa tidak. Mereka minta tolong coba bikin kira-kira konsep penelitian ini.
Dalam penuturan berikut ini, peneliti tersebut memberikan ilustrasi mengenai
penyesuaian-penyesuaian dalam pemilihan topik penelitian:
![Page 106: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/106.jpg)
94 ke dalam inovasi
Jadi ... memang ide-ide dari awalnya dari diri sendiri. Tetapi harus kita sesuaikan dengan rencara strategis dari balai tersebut, jadi nggak menyimpang jauh. Misalnya begini. Saya dari balai penelitian lingkungan pertanian. Balai lingkungan pertanian ini tupoksinya emisi. Salah satunya emisi dan mitigasi gas rumah kaca, serta pencemaran … limbah industri dan pertambangan maupun pestisida dari lahan pertanian. Tapi terus kita mau mengukur … emisinya di kegiatan industri, misalnya semen Cibinong. Itu sudah bukan kegiatan kita lagi. Jadi, walaupun sama-sama di bidang emisi gas rumah kaca, tapi kan dia bidangnya industri. Walaupun kita juga bisa tahu … bagaimana untuk emisi di semen Cibinong … itu bukan bidang kita ... kita harus membatasi diri.
Ungkapan ―… kita mau mengukur … emisinya di kegiatan industri, … Itu
sudah bukan kegiatan kita lagi‖ merujuk pada sebuah faktor eksternal yang
membatasi ruang lingkup penelitian. Faktor eksternal tersebut berkaitan dengan
tupoksi dan perencanaan dari kementerian yang lain (dalam hal ini Kementerian
Perindustrian). Jadi, penetapan batas-batas dari lingkup penelitian mengikuti
ketentuan-ketentuan struktural. Dengan perkataan lain, faktor keilmuan
dikompromikan dengan faktor struktural, sebagaimana tercermin dalam
ungkapan ―walaupun sama-sama di bidang emisi gas rumah kaca, tapi kan dia
bidangnya industri. Walaupun kita juga bisa tahu … bagaimana untuk emisi di
semen Cibinong … kita harus membatasi diri‖. Balai Lingkungan Pertanian
tidak melakukan penelitian mengenai lingkungan industri, karena bidang
industri masuk ke dalam ruang lingkup kementerian yang lain. Di sini,
kategorisasi ‗pertanian‘ dan ‗industri‘ bukan ketegorisasi disiplin-disiplin ilmu
pengetahuan, melainkan kategorisasi struktural yang berkaitan dengan sektor-
sektor pemerintahan.
Dalam ‗lensa‘ struktural, dua kegiatan penelitian dapat terlihat sebagai
kegiatan-kegiatan yang saling tumpang-tindih. Merujuk pada penuturan di atas,
misalkan bahwa balitbang Kementerian Perindustrian melakukan penelitian
tentang industri yang mencakup aspek lingkungan dari industri. Misalkan juga
bahwa balitbang Kementerian Pertanian melakukan kajian emisi gas rumah kaca
yang mencakup emisi industri. Dalam aspek substansi keilmuan, kedua kajian
tersebut mungkin saja berbeda karena bertolak dari sudut pandang yang
![Page 107: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/107.jpg)
transformasi penelitian 95
berbeda. Tetapi dalam ‗lensa‘ struktural, kedua kegiatan tersebut saling
‗menembus batas‘ struktural. Situasi demikian kurang baik dilihat dalam ‗lensa‘
struktural sehingga menurut peneliti tersebut ―… kita harus membatasi diri‖.
Mengenai isu tumpang-tindih penelitian ini, peneliti tersebut
menyampaikan pandangan sebagai berikut:
… tumpang-tindih itu tidak ada salahnya … kita ada yang namanya wilayah … ada hitam, ada putih, ada abu-abu … Tidak ada yang salah tumpang-tindih itu. Hanya sekarang yang wilayah abu-abu itu, satu mengerjakan apa yang satu mengerjakan apa, yang kira-kira bisa disinergikan. Contohya … ada balai penelitian lingkungan pertanian yang mengukur mengenai gas rumah kaca, ada balai penelitian tanah rawa yang mengukur teknologi rawa yang bisa meningkatkan produksi tanaman. Itu berdiri sendiri-sendiri. … bagaimana dengan emisi gas rumah kaca di tanah rawa? Itu masuk ke wilayahnya rawa. Nanti orang balai penelitian rawa kita gaet juga. Nanti kita yang memikirkan bagaimana produksinya naik, tapi emisi gas rumah kacanya juga turun. Itu namanya wilayah abu-abu. Itu boleh kita lakukan. … boleh, tapi harus jelas kontribusi masing-masing … karena kan ini mau ditulis sebagai jurnal … itu ada angka kredit masing-masing penelitinya itu kan. Orang balai tanah rawa itu menulis bagaimana meningkatkan produktivitas di tanah rawa, saya menulis teknologi dalam menekan emisi gas rumah kacanya … begitu lho. Jadi ada wilayah abu-abunya … nggak salah.
Pernyataan ini menggambarkan sesuatu yang dinegosiasikan oleh peneliti
tersebut. Melalui ungkapan ―ada hitam, ada putih, ada abu-abu‖, peneliti
tersebut merujuk pada pembatasan lingkup penelitian berdasarkan
pertimbangan struktural (batasan sektor-sektor pemerintahan). Jadi, ada topik-
topik penelitian yang kesesuaiannya dengan sektor-sektor pemerintahan mudah
ditentukan. Tetapi ada juga topik-topik penelitian yang tidak mudah ditentukan
kesesuaian sektoralnya sebagaimana diilustrasikan dalam ungkapan ―… ada
balai penelitian lingkungan pertanian yang mengukur mengenai gas rumah
kaca, ada balai penelitian tanah rawa yang mengukur teknologi rawa …
bagaimana dengan emisi gas rumah kaca di tanah rawa?‖. Topik-topik
![Page 108: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/108.jpg)
96 ke dalam inovasi
penelitian seperti ini, menurut peneliti tersebut, berada di wilayah ‗abu-abu‘.
Peneliti tersebut, tampaknya, menggunakan istilah ‗wilayah abu-abu‘ untuk
menegosiasikan dinding sektoral yang membuat pemisahan ‗hitam-putih.‘ Ia
menyatakan bahwa ―Itu namanya wilayah abu-abu. Itu boleh kita lakukan. …
tapi harus jelas kontribusi masing-masing … karena kan ini mau ditulis sebagai
jurnal‖. Jadi, peneliti tersebut menyarankan bahwa topik-topik penelitian yang
berada di ‗wilayah abu-abu‘ boleh dilaksanakan oleh para peneliti dari sektor-
sektor yang berbeda, asalkan disertai dengan pembagian pekerjaan yang
disepakati.
Penuturan berikut ini memberikan gambaran mengenai apakah peneliti
tersebut melakukan penelitian hulu atau penelitian hilir:
Saya pernah melakukan … misalnya penelitian mengenai potensi produksi gas metana. Saya nggak tahu ini apa masuk kategori hulu atau hilir. Saya pernah memetakan potensi gas rumah kaca dari berbagai jenis tanah di berbagai tempat di Jawa Tengah. … Mungkin maksudnya basic science sama applied science? Harusnya mungkin itu daripada hulu-hilir, itu istilahnya membingungkan. Jadi, lebih baik disebutkan apakah penelitian itu lebih bersifat basic science atau applied science. Nah, kita bisa bergerak di dua-duanya, begitu lho. Kalau apa yang saya kerjakan sekarang, itu teknologi-teknologi yang nantinya memang bisa diterapkan di lapangan. Tapi juga ada unsur-unsur basic-nya di situ, karena bagaimana pun applied science tanpa basic science tidak ada.
Ungkapan ―… Kalau apa yang saya kerjakan sekarang, itu teknologi-teknologi
yang nantinya memang bisa diterapkan di lapangan‖ menunjukkan bahwa
kegiatan peneliti tersebut relatif berada di hulu. Pernyataan ―… yang nantinya
memang bisa diterapkan di lapangan‖ tentunya tidak merujuk pada sesuatu
yang secara aktual diterapkan.
Bahwa kegiatan penelitian dari peneliti tersebut relatif berada di hulu juga
terlihat dari penuturannya mengenai upaya pemanfaatan hasil penelitian
berikut ini:
Itu kan proses diseminasi … diseminasinya itu kan macam-macam, ada mekanismenya. Kita bisa menyebarluaskan melalui
![Page 109: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/109.jpg)
transformasi penelitian 97
Internet dan web hasil-hasil penelitian. Masing-masing balai itu setiap tahunnya itu membuat booklet-booklet. Jadi masyarakat itu yang perlu informasi bisa datang. Yang lainnya itu seminar-seminar yang setiap tahun pasti diselenggarakan, paling tidak di tingkat eselon dua. Nanti kita undang siapa-siapa, misalnya pengguna teknologi dari dinas pertanian, pengambil kebijakan … kita undang mereka. Mereka bisa menggunakan informasi dari seminar tersebut. Jadi proses diseminasinya seperti itu.
Kita juga kan setiap tahunnya membuat laporan tahunan … kita kirimkan dari eselon tiga ke eselon dua. Dari eselon dua nanti digodok, di situ ada tim sintesis kebijakan. Tim sintesis kebijakan itu yang menerapkan teknologi-teknologi yang nantinya bisa digunakan. Nah, begitu kan. Nanti diserahkan lagi ke tingkat eselon satu, dan nanti di eselon satu digodok untuk disebarluaskan ke direktorat jenderal teknikal. Jadi proses diseminasinya seperti itu. Tapi kalau dari masing-masing balai itu tidak ada proses diseminasi yang sifatnya langsung ke masyarakat. Tapi kalau masyarakat itu ingin mencari, ya, dipersilahkan. Proses diseminasinya yang langsung itu hanya melalui seminar.
Jadi, menurut peneliti tersebut, upaya pemanfaatan hasil penelitian dilakukan
melalui diseminasi informasi, dan harapan bahwa ―masyarakat itu yang perlu
informasi bisa datang‖. Ungkapan tersebut mencerminkan bahwa relasi antara
peneliti dan masyarakat, dalam kaitannya dengan penelitan, berpola satu-arah.
Relasi tersebut bersifat tidak langsung, dan menggunakan media seperti
Internet, website, booklet, dan seminar. Pihak peneliti menyampaikan hasil-hasil
penelitiannya melalui Internet, website, booklet, dan makalah-makalah seminar.
Kalau ada warga masyarakat yang berminat terhadap hasil-hasil penelitian,
media tersebut dapat diakses. Dalam relasi demikian, masyarakat diposisikan
sebagai pelaku yang pasif. Dalam suatu penelitian hilir, terdapat relasi yang
kompleks antara peneliti dan berbagai pelaku lain di masyarakat44; interaksi,
alih-alih diseminasi informasi satu-arah.
44
Dalam penuturan peneliti yang dipaparkan di sub-bab 3.4, kompleksitas relasi-relasi
antara peneliti dan masyarakat dalam suatu penelitian hilir digambarkan sebagai
penelitian di „laboratorium masyarakat‟.
![Page 110: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/110.jpg)
98 ke dalam inovasi
Selain melalui diseminasi informasi, peneliti tersebut menyampaikan
saluran lain untuk pemanfaatan hasil penelitian. Saluran ini digambarkan
sebagai ―… laporan tahunan … dari eselon tiga ke eselon dua … , di situ ada tim
sintesis kebijakan. Tim sintesis kebijakan itu yang menerapkan teknologi-
teknologi yang nantinya bisa digunakan. … Nanti diserahkan lagi ke tingkat
eselon satu, dan … disebarluaskan ke direktorat jenderal teknikal‖. Jadi, saluran
ini terdiri atas pembedaan tugas-tugas dan hirarki kewenangan. Komunikasi
dalam saluran seperti ini cenderung tersegmentasi dan berpola satu-arah45.
Diseminasi informasi melalui pelaporan secara berjenjang (ke eselon-eselon
yang lebih tinggi) dapat dipandang sebagai sebuah mekanisme untuk
menghasilkan accountability dari hasil penelitian. Jadi, penelitian dan hasilnya
dinilai melalui suatu saluran struktural yang tersusun atas hirarki kewenangan.
Tetapi penilaian hasil penelitian berdasarkan hirarki kewenangan belum tentu
sesuai dengan penilaian hasil penelitian berasarkan kriteria akademik. Mengenai
hal ini, peneliti tersebut memberikan gambaran sebagai berikut:
…. istilahnya peneliti itu harusnya lebih independen. Dia boleh salah, tetapi dia tidak boleh bohong. Tapi masalahnya sekarang kadang peneliti itu sudah benar hasil kajiannya seperti ini, tetapi belum tentu disetujui oleh pengambil kebijakan karena bertentangan … Hal-hal kontradiksi-kontradiksi itu akan selalu ada. Nah, makanya … kadang dipertanyakan sebetulnya, itu sampai sejauh mana sih sebetulnya independensi seorang peneliti itu kan. … Di luar negeri … peneliti boleh ngomong apa saja, yang penting hasil penelitiannya itu. Kalau di sini belum tentu … hasil penelitiannya A, dia belum tentu bisa menyampaikan A .. bisa B, bisa C, bisa A+ … tapi kadang itu bertentangan dengan hati nurani.
Dengan pernyataan ini peneliti tersebut menyarankan adanya ruang negosiasi,
atau tawar-menawar, bila penilaian terhadap hasil penelitian melalui jalur
45
Hirarki kewenangan menentukan siapa-siapa yang berwenang/tidak berwenang untuk
menetapkan sasaran penelitian dan kriteria penilaian terhadap hasil penelitian. Hal ini
berimplikasi komunikasi satu-arah dalam pelaksanaan penelitian. Dalam komunikasi
dua-arah, para pelaku komunikasi berada dalam posisi yang setara, setidaknya berkaitan
dengan hak untuk menyampaikan pandangan dan hak untuk didengar.
![Page 111: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/111.jpg)
transformasi penelitian 99
kewenangan dan penilaian melalui keriteria akademik memberikan hasil-hasil
yang berbeda.
Penuturan-penuturan di atas menggambarkan situasi di mana penelitian
cenderung berpola penelitian hulu, dan arah penelitian ditentukan melalui
kombinasi antara faktor struktural dan faktor keilmuan. Penelitian yang
digambarkan oleh peneliti tersebut dapat dikatakan sebagai penelitian hulu,
atau setidaknya bukan penelitian hilir. Faktor-faktor struktural (seperti tupoksi,
pelaporan internal, dan batasan sektoral) menjadi pembatas bagi interaksi
langsung antara peneliti dan pelaku-pelaku lain di masyarakat.
Mengenai dualitas kriteria dalam penilaian hasil penelitan, hal ini tidak
akan menimbulkan akibat yang berarti bila hasil penelitian tersebut tidak
dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan. Tetapi, ketika suatu kebijakan
diambil berdasarkan hasil penelitian, sementara hasil penelitian tersebut
mendapat intervensi dari faktor struktural, maka kebijakan tersebut menjadi
tidak absah secara akademik meski mungkin accountable secara prosedural.
Misalnya, suatu kebijakan akan diambil berkenaan dengan eksplorasi komersial
atas sumber daya alam tertentu, dan untuk ini diperlukan penelitian untuk
menentukan apakah standar kualitas lingkungan dipenuhi atau tidak.
Seandainya dalam situasi seperti ini proses penelitian mendapatkan intervensi
struktural46, kebijakan yang diambil dapat menimbulkan dampak negatif yang
serius.
Berikut ini dipaparkan penuturan-penuturan seorang peneliti dari balitbang
Kementerian Perindustrian mengenai upaya-upaya meng-hilir-kan hasil-hasil
penelitian. Peneliti tersebut memiliki pengalaman bekerja di sejumlah balitbang
daerah, dan telah mengabdi lebih dari dua dekade. Ia menggambarkan
kegiatan-kegiatan penelitian yang pernah ia lakukan sebagai berikut:
Saya banyak berkecimpung dalam teknologi proses, tapi dengan bahan baku komoditi hasil pertanian, dalam arti luas ya. Jadi meneliti dengan basik hasil pertanian. Dalam arti luas berarti bisa dari pangan, tanaman, kemudian perikanan, peternakan, dan termasuk perhutanan. Nah jadi baik dari segi science-nya, ya dari
46
Intervensi ini dapat berbentuk, misalnya, pembatasan lingkup dan jenis data,
pembatasan metodologi dan sarana penelitian, pembatasan jenis penelitian/peneliti.
![Page 112: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/112.jpg)
100 ke dalam inovasi
teknologinya, maupun dari standarisasinya. Dan itu untuk meng-create teknologinya, kemudian dalam arti juga mendesain produknya, kemudian bagaimana penerimaan produk itu ke konsumer ya, ke pasarnya ya begitu ... Memang kalau bicara mengenai hulu-hilir ya sebenarnya saya itu sudah, sebenarnya. Misalnya mulai dari pascapanen ya, sampai produk itu siap untuk dikonsumsi ya. Istilahnya sampai ke ‘end product‘ gitu ya, sampai ke produk akhir.
Kalau saya mempersepsikan ya, yang hulu itu adalah penelitian yang mengarah ke bahan baku ... sampai ke barang diolah kembali ya, di industri untuk menjadi barang siap pakai gitu.
Jadi, peneliti tersebut mengasosiasikan penelitian hulu dan penelitian hilir
dengan aliran material di industri, atau dikenal juga dengan istilah rantai
pasokan produksi47. Ia memaknai penelitian hulu-hilir melalui ungkapan ―…
meng-create teknologinya, … mendesain produknya, … penerimaan produk itu
ke konsumer … ke pasarnya‖. Dalam artian seperti ini, peneliti tersebut
beranggapan bahwa ―… mengenai hulu-hilir ya sebenarnya saya itu sudah‖.
Memberikan ilustrasi yang lebih terinci mengenai penelitian hulu-hilir, peneliti
tersebut menuturkan sebagai berikut:
Kalau yang hulu, yang pernah saya lakukan adalah penelitian tentang karet ... mulai dari getahnya yang namanya latex. Produk setengah jadi yang terbaik adalah yang tipis, yang ketebalannya sekitar 3 mm atau 5 mm. Ini kemudian diasap dengan teknik tertentu ya, jadi tidak sembarangan. Jadi dari penelitian itu menghasilkan produk di hulunya ya. Produk setengah jadi ini juga bisa udah bisa dipasarkan, dipasarkan ke industri-industri yang akan mengelola lebih lanjut ... yang termasuk di dalamnya produk-produk yang akan menghasilkan komponen karet untuk kendaraan bermotor misalnya, atau untuk karet mesin-mesin industri ... termasuk produk-produk vulkanisir misalnya. Nah, sedangkan riset hilirnya adalah yang pernah kita lakukan yaitu membuat produk karet bantalan mesin untuk kendaraan
47
Istilah ini merujuk pada sederetan transformasi material mulai dari bahan baku sampai
menjadi produk yang siap digunakan konsumer.
![Page 113: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/113.jpg)
transformasi penelitian 101
bermotor. Nah, itu riset untuk membuat bantalan mesin dari karet menjadi bagian hilirnya, karena langsung ke pemakainya ya kan.
Istilah ‗hulu-hilir‘ yang disampaikan peneliti ini tidak berhubungan dengan
ilmu pengetahuan dasar dan ilmu pengetahuan terapan. Namun demikian
terdapat keserupaan makna. Produk hulu (seperti halnya penelitian basik) relatif
bersifat murni, sedangkan produk hilir (seperti juga penelitian terapan) relatif
mengandung campuran.
Meski, dalam penuturan di atas, peneliti tersebut menyatakan telah
melakukan penelitian hulu dan hilir, apakah secara aktual penelitian yang ia
lakukan telah masuk ke area hilir? Penuturan berikut ini menggambarkan
situasi yang lebih aktual:
... ya dari dulu kita ini banyak ... istilahnya public service ya, yang sesusai dengan kedudukan kita sebagai Pegawai Negeri Sipil ya … Nah, seperti itu kita memasarkannya selama ini kan, termasuk melalui majalah atau jurnal-jurnal ya. Nah, namun akhir-akhir ini ya, barangkali belum ada sepuluh tahun terakhir lah, nah riset-riset kita ini mulai diarahkan pada HAKI ya, hak kekayaan intelektual ya. Nah, jadi dalam hal ini sudah harus mengaitkan antara peneliti dengan user nya ya. Nah, jadi siapa yang mau pakai mungkin ada konsekuensinya biaya begitu ya, dengan penelitinya, antara perusahaan pengguna. … Tapi terlepas dari adanya, apa namanya itu, yang dulu kita hanya public service murni, sekarang sudah diarahkan, mungkin sudah ada semacam royalty ya, sudah termasuk HAKI, apakah itu dalam bentuk paten itu ya.
Ungkapan-ungkapan ―istilahnya public service … sesusai dengan kedudukan
kita sebagai Pegawai Negeri Sipil‖ dan ‖kita memasarkannya selama ini kan,
termasuk melalui majalah atau jurnal-jurnal ya‖ memperlihatkan bahwa
kegiatan-kegiatan peneliti tersebut masih berpola penelitian hulu. Penuturan di
atas menggambarkan bahwa, di masa lalu, kegiatan penelitian yang dilakukan
oleh peneliti tersebut ia pandang sebagai layanan publik, sebagai kewajiban dari
seorang Pegawai Negeri Sipil. Peneliti tersebut mengakui bahwa, ―namun
akhir-akhir ini ya, … riset-riset kita ini mulai diarahkan pada HAKI … jadi
dalam hal ini sudah harus mengaitkan antara peneliti dengan user nya ya‖.
![Page 114: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/114.jpg)
102 ke dalam inovasi
Meski penelitian hulu dan penelitian hilir industri sudah sejak lama
dilakukan, keterkaitan antara penelitian dan pengguna penelitian baru
belakangan menjadi perhatian peneliti tersebut. Jadi, penelitian mengenai hilir
industri yang telah ia lakukan dalam kurun waktu yang cukup lama, tampaknya
tidak sepenuhnya berorientasi pada apa-apa yang secara aktual diminta oleh
para pelaku industri.
Mengenai pemanfaatan hasil penelitian, peneliti tersebut memiliki
pandangan tersendiri sebagai berikut:
Memang ya, pada dasarnya hasil penelitian itu, pada dasarnya layak digunakan, jadi jangan sampai hasil penelitian itu hanya sampai laporan saja ya. Tapi ya, walaupun hanya sampai di laporan ... masih banyak manfaatnya, ya. Misalnya, manfaatnya ya, apabila mahasiswa menyusun tesis ya, atau skripsi ya, bisa menjadi bahan masukan untuk menambah bobot dari tulisan kita ya. Di samping itu juga ... paling tidak itu dapat menjadi khasanah kekayaan iptek Negara ya. Ya, cuma memang yang diharapkan paling tidak ada tindak lanjutnya ya ... untuk kesejahteraan di masyarakat ... itu yang diharapkan.
Dalam pandangan peneliti tersebut, meski suatu penelitian berakhir pada
laporan-laporan, ini pun memiliki potensi untuk dimanfaatkan. Para mahasiswa
dapat memanfaatkan laporan-laporan tersebut sebagai bahan penelitian untuk
menyusun skripsi dan tesis. Pandangan ini tercermin dalam ungkapan, ―…
walaupun hanya sampai di laporan ... masih banyak manfaatnya‖. Dengan
perkataan lain, bagi peneliti tersebut manfaat penelitian itu tidak terbatas pada
manfaat komersial tetapi mencakup juga manfaat akademik.
Mengenai penggunaan hasil penelitian oleh masyarakat luas (pengguna
produk industri), peneliti tersebut menyatakan, ―cuma memang yang
diharapkan paling tidak ada tindak lanjutnya ya ... untuk kesejahteraan di
masyarakat‖. Melalui ungkapan ―ada tindak lanjutnya‖, peneliti tersebut
membedakan antara kegiatan penelitian yang pokok dan kegiatan lain yang
sifatnya ‗lanjutan‘. Seperti apa kegiatan ‗lanjutan‘ tersebut? Dan siapa yang
dianggap perlu berperan melaksanakan kegiatan tersebut? Mengenai
pertanyaan-pertanyaan ini, peneliti tersebut menuturkan sebagai berikut:
![Page 115: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/115.jpg)
transformasi penelitian 103
Saya pikir itu lembaga lain … sangat berperan ya. Jadi kita tidak bisa memasyarakatkan ya, hasil litbang itu dengan istilahnya ‗single fighter‘ ya, sendirian. Di sini saja kan ada Direktorat Jendral Pembina Industri … Nah, itu sangat berperan, jadi untuk meng-introdusir … Kemudian, misalnya, instansi di pemerintah daerah sendiri, khususnya yang menangani sektor industri. Nah, … apa itu dinas di bidang industri ya, yang ada di pemda-pemda, baik itu pemda di provinsi atau pemda kabupaten/kota. Itu sangat berperan karena kan yang langsung … Jadi memang cara kita memasyarakatkan hasil litbang itu ya, tahap pertama kita ke dinas-dinas yang menangani industri.
Dan bahkan ya, sebenarnya antardepartemen, antarinstansi juga perlu kerja sama yang baik begitu ya. Nah, misalnya Departemen Perhubungan ya, misalnya Perhubungan Darat. Nah, Perhubungan Darat itu kan biasanya bisa dikatakan sebagai user ya, Hal itu akan sangat terdorong ya, untuk memproduksi produk, katakan karet tadi, ya, untuk spare part kendaraan bermotor itu ya, yang memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia ya, agar dipakai oleh Perhubungan Darat itu ya.
Jadi, yang dimaksudkan sebagai kegiatan-kegiatan ‗lanjutan‘ adalah seperti
pemasyarakatan hasil penelitian, pengenalan dan promosi hasil penelitian.
Kegiatan-kegiatan ini, dalam pandangan peneliti tersebut, sebaiknya
dilaksanakan oleh pihak-pihak lain di luar balitbang (seperti direktorat lain dan
pemerintahan daerah). Penindaklanjutan penelitian tersebut menghadapi
sejumlah permasalahan sebagaimana dituturkan berikut ini:
… perlu pendalaman atau kajian yang lebih khusus mengenai hasil riset itu oleh direktorat terkait kan. Apakah ini siap untuk diimplementasikan atau belum, begitu kan. Nah, kadang-kadang menurut penelitinya ini siap untuk diimplementasikan, tapi menurut Direktorat Jendral belum. Nah, begitu perbedaannya persepsi … tapi komunikasi itu kurang terorganisir ya, saya kira. Nah, kadang-kadang ada di peneliti yang mengetahui bahwa menurut Direktorat Jendral penelitian ini perlu lanjut begitu. Nah, namun kadang-kadang informasi itu tidak sampai ke peneliti, jadi penelitian itu kadang-kadang tidak dilanjutkan lagi.
![Page 116: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/116.jpg)
104 ke dalam inovasi
Penuturan di atas mencerminkan adanya dualitas dalam kriteria penilaian
hasil penelitian. Pihak Direktorat Jenderal dan peneliti menggunakan kriteria
yang berbeda dalam menilai apakah suatu hasil penelitian sudah layak
diimplementasikan atau belum. Adanya perbedaan posisi struktural antara
peneliti dan pejabat Direktoral Jenderal menimbulkan hambatan dalam
komunikasi berkaitan dengan penilaian terhadap hasil penelitian. Penuturan
berikut ini memberikan gambaran yang lebih terinci mengenai dualitas kriteria
penilaian hasil penelitian tersebut:
Banyak terjadi itu ya Direktorat Jendral itu menganggap itu sih skala kecil, jadi belum mungkin untuk masuk ke industri besar gitu. Nah … sedangkan kita untuk mencobanya skala komersial ya, kita keterbatasan. Kita dikasih dana kan hanya untuk percobaan-percobaan di laboratorium kan. Sebenarnya ada satu tahap lagi yang menjembatani antara hasil riset dengan aplikasinya di industri, yaitu tahap yang namanya valid plant. Nah ini kewenangan siapa? Ada yang mengatakan itu masih kewenangan litbang … ada yang mengatakan itu adalah tanggung jawab yang ada di industri … untuk mengkaji lebih dalam apakah itu pada skala komersial sudah layak. … Kalau saya katakan hampir semua hasil penelitian itu tidak melalui valid plant. Nah, kalau menurut penelitinya ini sudah baik ya, tapi karena tidak ditindaklanjuti dengan valid plant, jadi user-nya ragu.
Dalam penutuan ini, peneliti tersebut menyarankan adanya faktor ketiga, yaitu
valid plant, untuk mempertemukan perbedaan-perbedaan antara peneliti dan
pihak Direktorat Jenderal. Valid plant ini berkaitan langsung dengan pandangan
dan kepentingan pelaku industri sebagai end user dari hasil penelitian.
Permasalahan komunikasi yang timbul dalam penindaklanjutan hasil
penelitian, bagi peneliti tersebut, merupakan sesuatu yang mengganggu
konsentrasi peneliti:
Untuk melakukan ini … kepala litbang ini ya, yang mestinya melakukan koordinasi ya … Nah, jadi peneliti itu fokus ya. Jadi dia hanya melakukan penelitian, jadi tidak di-recoki dengan permasalahan pemasarannya ya.
![Page 117: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/117.jpg)
transformasi penelitian 105
Dengan menyarankan bahwa seorang peneliti di balitbang ―tidak di-recoki‖
dengan kegiatan-kegiatan lain, seperti pemasaran, peneliti tersebut
membedakan kegiatan-kegiatan mana yang layak dan yang tidak layak
dilaksanakan di balitbang. Penuturan berikut ini menegaskan apa yang peneliti
tersebut anggap layak untuk dilakukan oleh seorang peneliti di balitbang:
Ya, kalau saya sih sebenarnya tidak merasa rugi, karena kita PNS ya, untuk melakukan public service ya. Tapi akhirnya jadi tidak tertelusuri ya hasil penelitian kita itu. Jadi pada akhirnya kita itu menjadi ‗pahlawan tanpa tanda jasa‘ ya. Ya, pertama kebanggaannya saya itu adalah, kalau tulisan kita terbit di jurnal ya. Dan jurnalnya itu selalu saya arsipkan, begitu menurut saya. Kemudian yang termasuk banggalah ya kalau misalnya sampai ke jenjang puncak ya, istilahnya jabatan peneliti.
Penuturan-penuturan di atas (oleh peneliti-peneliti balitbang Kementerian
Perindustrian dan balitbang Kementerian Pertanian) menggambarkan situasi di
mana interaksi antara peneliti dan pengguna akhir (end user) relatif terbatas.
Masyarakat, atau pelaku industri, tidak (cukup) terlibat dalam penentuan
masalah penelitian, atau dalam menilai kelayakan hasil penelitian. Penuturan
peneliti dari balitbang Kementerian Perindustrian menyarankan pentingnya
keterlibatan pelaku industri dalam menilai kelayakan hasil penelitian.
Berikut ini disampaikan penuturan peneliti di balitbang Kementerian
Pertahanan dan dinas litbang Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI
AD). Berbeda dari sektor-sektor lainnya, sektor pertahanan terpaut langsung
dengan kedaulatan negara, dan karenanya sektor ini bersifat strategis bagi
kepentingan negara. Pelaku penelitian, pelaku industri dan pengguna hasil
penelitian serta produk industri di sektor pertahanan relatif terbatas.
Pembatasan ini berkaitan dengan sifat strategis dari sektor pertahanan tersebut.
Meski pelaku swasta dapat berpartisipasi dalam memasok produk pertahanan,
keterlibatan mereka terbatas/dibatasi. Penyelenggaraan industri pertahanan
tidak dapat diserahkan sepenuhnya pada para pelaku swasta. Prinsip profit
![Page 118: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/118.jpg)
106 ke dalam inovasi
maximizing yang berlaku di kalangan swasta berpotensi untuk bertentangan
dengan prinsip kedaulatan negara48.
Penuturan peneliti berikut ini menggambarkan situasi penelitian di
balitbang Kementerian Pertahanan:
Jika ada urgency sarana pertahanan, … kita harus bisa memproduksi sarana pertahanan. … Jika kita tidak punya industri hulu-nya, kita assembling seperti panser, senjata, karena bahan bakunya kita belum bisa menghasilkan. … yang kita tidak bisa berbuat apa-apa lagi seperti kapal selam, jet. Jika kita perlu, kita harus beli. Yang sudah bisa, ya kita buat. Tapi masalahnya, Indonesia yang baru mulai dalam industri ini, kapasitasnya dalam menghasilkan tidak besar, sehingga sebagian dibuat di sini, sebagaian harus impor. Repotnya produksi sendiri itu karena kita belum bisa massal, harganya mahal dibandingkan impor. Nah ini perlu kebijakan pemerintah. Kalau pemerintah tidak mengatakan ‗beli dalam negeri‘, ya industrinya tidak bangkit.
Penuturan ini menggambarkan situasi yang khas. Ungkapan ―Jika ada urgency
sarana pertahanan, … kita harus bisa memproduksi sarana pertahanan. …‖ di
sini merujuk pada kebutuhan negara, dan produksi sarana pertahanan oleh
(aparatur) negara. Melalui ungkapan ―Kalau pemerintah tidak mengatakan ‗beli
dalam negeri‘, … industrinya tidak bangkit‖, peneliti tersebut menyarankan
perlunya stimulasi dari Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan produksi
sarana pertahanan.
Sarana pertahanan, khususnya alat utama sistem persenjataan (alutsista),
bukanlah barang-barang yang tersedia bebas di pasar (domestik ataupun
internasional). Meski negara-negara tertentu, karena memiliki kemampuan yang
tinggi dalam produksi alutsista, dapat menawarkan bantuan, permintaan akan
48
Sebagian kalangan percaya bahwa pasar (market) akan bekerja efisien bila pasar
tersebut bebas negara, borderless, dan menyarankan agar intervensi negara terhadap
minimal, atau dihilangkan sama sekali. Persisnya karena alasan ini, bahwa para pelaku
pasar (khususnya penganut paham pasar bebas) mengesampingkan keberadaan negara
demi kepentingan komersial, kepentingan pasar berpotensi untuk bertentangan dengan
kepentingan kedaulatan negara. Di negara-negara berindustri maju, industri pertahanan
dikendalikan oleh negara.
![Page 119: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/119.jpg)
transformasi penelitian 107
bantuan tersebut membutuhkan kerja sama pertahanan bilateral di tingkat
negara. Bila hubungan diplomatik antara dua negara merenggang, tidak akan
ada kerja sama pertahanan antara kedua negara tersebut. Jadi, kemampuan
suatu negara dalam menghasilkan alutsista berhubungan erat dengan
kedaulatan negara tersebut49. Kebijakan penetapan mana-mana alutsista yang
dipasok melalui produksi nasional, dan mana-mana yang diperoleh melalui
bantuan negara lain (atau impor), merupakan bagian dari strategi pertahanan
dan ketahanan sebuah negara.
Kemitraan dengan perusahaan-perusahaan nasional merupakan sebuah cara
yang ditempuh oleh balitbang Kementerian Pertahanan untuk meningkatkan
kapasitas produksi. Ini diilustrasikan dalam penuturan berikut ini:
Dari hulu kita jalankan, yang langsung di hilir juga kita jalankan. Caranya bermitra. Misalnya assembling panser. Kita tidak buat pansernya. Industri saja yang buat pansernya. Kita memodifikasi mesinnya. Jadi lebih kena, lebih essensial. Kalau buat prototype, industri lebih bagus buatnya dari pada kita.
Lebih rinci mengenai kemitraan dengan para pelaku industri disampaikan oleh
seorang peneliti dari Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD). Peneliti tersebut memberikan
gambaran sebagai berikut:
Dislibang ini fungsinya menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. Pengertian penelitiannya sama dengan pengertian umum. … Litbang kita banyak uji coba material, dari mulai senjata, kendaraan, amunisi, kancing, baju, sepatu, sampai dengan parasut. Sebelum barang dibeli oleh Angkatan Darat, itu harus diadakan sertifikat. Misalnya tahun anggaran ini TNI AD butuh sepatu, silahkan rekanan mengajukan, dengan catatan sudah mempunyai sertifikat yang dikeluarkan Dislitbang AD.
Jadi kita sudah ada beberapa material yang kita kembangkan sendiri, yang baru ini seperti pistol tempur, … sekarang
49
Di banyak negara, kebutuhan untuk membangun kemampuan negara dalam
menghasilkan alutsista merupakan sebuah faktor penting yang memacu perkembangan
iptek dasar.
![Page 120: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/120.jpg)
108 ke dalam inovasi
diproduksi massal. Ini diproduksi oleh PT. Pindad. Lisensinya punya Dislitbang. Jadi kita yang meneliti, lalu kita uji coba, berhasil, lalu diproduksi oleh PT. Pindad. Itu hasil kajian kita. Kita mencari industri yang mampu mendukung keinginan kita … industri itu punya kemampuan. Seperti untuk radio kita kerja sama dengan Lembaga Elektronika Nasional, LEN. Kita pernah merekayasa perahu karet dengan PT. INKABA, itu bukan Badan Usaha Milik Negara.
Dalam pengajuan program, kita mengajukan ke AD. Jadi dana dari TNI. Kita bisa kerja sama dengan BPPT, dengan Kementerian Ristek. Contoh, kemarin kita ada pengajuan alat pemantau satuan radio kontrol, kita kerja sama dengan LEN, tapi yang membiayai Kementerian Ristek. Jadi kita mengajukan ke Kementerian Ristek. Supervisi oleh kita, yang melaksanakan LEN, yang mendanai Ristek.
Penuturan di atas menggambarkan keragaman mitra-mitra penelitian mulai
dari LPNK, BUMN sampai perusahaan swasta. Hal-hal yang dinegosiasikan
dengan mitra-mitra penelitian adalah, antara lain, kompetensi teknikal, sumber
pembiayaan, hak untuk melakukan pengawasan dan sertifikasi. Di sini,
perusahaan swasta terlibat dalam pengadaan komponen pendukung non-
senjata, seperti perahu karet.
Pada bulan Oktober tahun 2003, sejumlah peneliti balitbang dari
kementerian-kementerian yang berbeda membentuk sebuah forum komunikasi.
Melalui forum ini, para anggota mengangkat permasalahan yang dihadapi
balitbang dan mencari solusi bersama. Dalam penuturan-penuturan terdahulu,
para peneliti balitbang memberikan gambaran mengenai permasalahan yang
dihadapi balitbang seperti tumpang-tindih penelitian, dualitas kriteria dalam
penilian hasil penelitian, dan hambatan komunikasi. Seorang perintis forum
tersebut, yang berafiliasi dengan balitbang Kementerian Hukum dan HAM,
menuturkan hal-hal yang menjadi perhatian forum sebagai berikut:
Di balitbang masih banyak masalah-masalah internal yang harus dihadapi atau diselesaikan. … Sekitar 40 orang dari balitbang berbagai departemen pada tanggal 9 Oktober 2003 bertemu dan mendirikan Forum Komunikasi Kelitbangan (FKK). Kami
![Page 121: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/121.jpg)
transformasi penelitian 109
bersama-sama membicarakan apa yang sebenarnya yang menjadi masalah utama atau masalah-masalah yang mendominasi di masing-masing balitbang … kami membuat semacam inventarisasi permasalahan. … Dua masalah saja yang paling sering ditemukan … Pertama adalah soal sumber daya manusia, SDM peneliti yang ada di balitbang.
Menjadi peneliti menurut saya harus merupakan panggilan jiwa, bukan karena terpaksa atau dipaksa. Sementara masih banyak SDM peneliti di balitbang yang terpaksa menjadi peneliti karena dia, pada saat pertama menjadi pegawai, ditempatkan di Balitbang, padahal dia tidak mempunyai minat menjadi peneliti, … bahkan ada yang merasa terbuang ketika ditempatkan di balitbang. … Jarang PNS yang mau menjadi peneliti. Ya, mungkin karena dianggap kelas dua. ... Selain minat menjadi peneliti … masih adanya ego sektoral … banyak peneliti yang tidak mau mengerjakan sebuah penelitian, karena merasa penelitian itu bukan bidangnya atau bukan merupakan bagian dari pekerjaannya. Akhirnya penelitian tersebut jadi terbengkalai.
Yang kedua yang menjadi masalah di hampir semua balitbang adalah soal budgeting. Budgeting di balitbang kan … biasanya diajukan dari bawah. Nah, tadi saya sudah ceritakan bagaimana kondisi SDM di balitbang. Akhirnya untuk mengajukan budget riset juga tidak percaya diri ya, takut terlalu besar atau takut tidak diterima. Apalagi peneliti di balitbang sendiri masih menganggap diri mereka kelas dua ya, karena status balitbang yang sebagai penunjang itu. Jadi sebenarnya tidak hanya karena mereka yang dimarjinalkan, tapi mereka sendiri kadang memarjinalkan diri mereka sendiri.
Ungkapan-ungkapan ―… masih banyak SDM peneliti di balitbang yang
terpaksa menjadi peneliti karena dia, pada saat pertama menjadi pegawai,
ditempatkan di Balitbang‖, dan ‖ … peneliti di balitbang sendiri masih
menganggap diri mereka kelas dua ya, karena status balitbang yang sebagai
penunjang itu‖ mencerminkan adanya faktor struktural (non-akademik) yang
mempengaruhi pengelolaan penelitian di balitbang. Menurut perintis FKK
tersebut, penempatan seorang pegawai di balitbang tidak selalu didasarkan
![Page 122: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/122.jpg)
110 ke dalam inovasi
pada pertimbangan keilmuan (kompetensi akademik). Selain ini, ada pandangan
bahwa balitbang diposisikan sebagai lembaga ‗kelas dua‘ dalam kementerian.
Ungkapan ―… banyak peneliti yang tidak mau mengerjakan sebuah penelitian,
karena merasa penelitian itu bukan bidangnya atau bukan merupakan bagian
dari pekerjaannya‖ juga merujuk pada pengaruh faktor struktural.
Mengenai pengaruh faktor struktural dalam penentuan arah dan ruang
lingkup penelitian-penelitian, peneliti tersebut memberikan ilustrasi sebagai
berikut:
Ini ya, masih ada dikotomi … padahal ya, semuanya masih ada keterkaitan. … Bahkan satu persoalan bukan hanya tanggung jawab atau tugas satu institusi saja … Sebagai contoh apakah ketahanan pangan hanya menjadi tanggung jawab Departemen Pertanian saja? Saya kira tidak, karena ketahanan pangan tidak hanya pada hasil-hasil pertanian, karena pangan adalah semua yang bisa dimakan oleh manusia. Maka pangan bisa terkait juga dengan hasil-hasil laut dan perikanan. Maka di sini Departemen Kelautan dan Perikanan juga terkait dengan ketahanan pangan. Hal lain yang menyangkut ketahanan pangan juga adalah soal infrastruktur pertanian, seperti irigasi dan kualitas air untuk pertanian, infrastruktur jalan untuk distribusi hasil-hasil pangan, juga moda-moda transportasi yang diperlukan untuk menditribusikannya sampai kepada masyarakat. Maka dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum dan Perhubungan saya kira juga mempunyai tanggung jawab yang sama dalam ketahanan pangan. Selain itu Departemen Perindustrian juga terkait dengan industri pangannya.
Mestinya ada agenda riset yang harus sudah tersosialisasikan dengan baik kepada masing-masing peneliti. Soal agenda riset ini sebenarnya sudah ada agenda riset nasional, ARN, yang disusun oleh Dewan Riset Nasional, DRN. DRN kan sudah buat buku putih ya, ARN tadi, dan inginnya diikuti oleh semua lembaga-lembaga penelitian termasuk balitbang. Padahal kan setiap lembaga seperti balitbang ini juga punya buku putih juga ya, renstra itu. Renstra masing-masing pusat penelitian kan mengacu kepada renstra balitbang dan renstra balitbang mengacu pada renstra departemen. Jadi, masing-masing
![Page 123: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/123.jpg)
transformasi penelitian 111
balitbang sebenarnya sudah punya acuan atau alur sendiri untuk menyusun agenda risetnya. Nah di sini mestinya ‗dewa-dewa‘ yang kumpul di DRN itu memikirkan bagaimana hubungan antara ARN dengan lembaga-lembaga penelitian termasuk balitbang.
Ungkapan ― … DRN kan sudah buat buku putih ya, ARN …, dan inginnya
diikuti oleh semua lembaga-lembaga penelitian termasuk balitbang. Padahal kan
setiap lembaga seperti balitbang ini juga punya buku putih juga ya, renstra itu‖
merujuk ke isu struktural yang lain, yaitu dualitas dokumen-dokumen acuan.
Penggunaan istilah ‗dewa-dewa‘ di sini mencerminkan harapan bahwa para
anggota DRN sanggup melihat beyond struktur.
Lebih jauh mengenai peran DRN, perintis FKK tersebut menuturkan sebagai
berikut:
Begini ya... DRN itu kan terdiri dari berbagai peneliti dari kalangan perguruan tinggi, pemerintah hingga swasta dan mencoba mengakomodasi kepentingan-kepentingan penelitian dari berbagai lembaga penelitian. Tapi menurut saya, lebih banyak yang berperan adalah dari kalangan perguruan tinggi ya, walaupun dari kalangan balitbang juga ada ya. Tapi komposisinya tetap lebih banyak dari kalangan perguruan tinggi, apalagi yang mewakili balitbang biasanya pejabat Eselon I, Kabadan Litbang, yang sudah disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan struktural di kantor. Jadi kalau ada pertemuan di DRN mereka jarang hadir. Makanya keputusan-keputusan di DRN pun banyak didominasi oleh kalangan perguruan tinggi. Agenda risetnya juga mungkin lebih dekat kalangan peguruan tinggi. Tapi juga biasanya kalau ada pertemuan antara peneliti balitbang dengan peneliti dari perguruan tinggi, peneliti balitbang kadang kurang percaya diri lah … kalau bertemu dengan peneliti perguruan tinggi yang sama-sama profesor, tapi kan beda. Yang satu profesor riset, yang satu guru besar. Kan biasanya kalau ditanya, bapak profesor, guru besar di mana?
Ungkapan ― … komposisinya tetap lebih banyak dari kalangan perguruan
tinggi, … yang mewakili balitbang biasanya pejabat Eselon I, Kabadan Litbang,
yang sudah disibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan struktural … Makanya
![Page 124: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/124.jpg)
112 ke dalam inovasi
keputusan-keputusan di DRN pun banyak didominasi oleh kalangan perguruan
tinggi. Agenda risetnya juga mungkin lebih dekat kalangan peguruan tinggi‖
merujuk ke isu struktural dalam proses pengambilan keputusan di DRN.
Pernyataan ―kalau bertemu dengan peneliti perguruan tinggi yang sama-sama
profesor, tapi kan beda. Yang satu profesor riset, yang satu guru besar‖ merujuk
pada suatu dualitas kriteria dalam penilaian kompetensi seorang peneliti. Tentu
saja, penuturan perintis FKK ini lebih menggambarkan kekhawatiran dan
harapan, bukan fakta. Meski demikian, kekhawatiran itu relevan. DRN itu
sendiri merupakan aparatus kelembagaan peneliti yang berada di lingkungan
Kementerian Riset dan Teknologi. Implikasinya, DRN bukan lembaga akademik
yang sepenuhnya independen dalam menentukan agenda-agenda kerjanya.
4.3 Ruang Variasi-Seleksi di Lembaga Non-Kementerian
Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 200350 ditetapkan tujuh (dari
jumlah keseluruhan 26) Lembaga Pemerintah Non-Kementerian yang
dikoordinasikan oleh Kementerian Riset dan Teknologi (KRT), yaitu: Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI); Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN); Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN); Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN);
Badan Koordinasi Survei dan Pementaan Nasional (BAKOSURTANAL); dan
Badan Standarisasi Nasional (BSN). Keputusan Presiden tersebut menjadi
landasan legal yang memposisikan ketujuh LPNK tersebut sebagai lembaga
penelitian publik (public research institute), yang dalam pelaksanaan tugasnya
dikoordinasikan oleh KRT.
Bila lingkup kegiatan penelitian di balitbang disesuaikan dengan lingkup
kegiatan teknikal dari kementerian yang terkait, tidak demikian halnya dengan
lingkup kegiatan penelitian di LPNK. Bagaimana pola kegiatan penelitian di
LPNK? Apakah terdapat pembedaan kegiatan-kegiatan penelitian hulu dan
50
Keputuran Presiden tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan
Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
![Page 125: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/125.jpg)
transformasi penelitian 113
penelitian hilir? Mengenai isu-isu tersebut, berikut ini dipaparkan penuturan
sejumlah peneliti51 dari lembaga-lembaga penelitian LPNK.
Seorang peneliti dari LIPI memberikan gambaran mengenai penstrukturan
kegiatan-kegiatan penelitian di lembaga tersebut sebagai berikut:
Orientasi atau penelitian di lembaga kami sebetulnya, dari namanya Lembaga Penelitian Indonesia, itu sebetulnya dari basic research ke aplikatif, bisa jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Kemudian program yang diteliti itu mengacu pada program Ristek Nasional. Kemudian LIPI sendiri punya program. Jadi ada top- down dari KRT, dari Pemerintah, dan LIPI. Yang bottom-up dari peneliti-peneliti sendiri, dan dari masalah di masyarakat, di industri, PEMDA dan lainnya. Jadi ada top-down dan bottom-up.
Kemudian penggunanya jelas masyarakat, industri, Pemda, UKM-UKM, dan kemudian kerja sama antar-LPNK sendiri. Hasilnya bisa berupa metode, atau proses, atau prototipe, atau tenaganya sendiri dipakai PEMDA-nya sendiri, atau Industri, kemudian makalah ilmiah jelas dan sudah pasti.
Yang saya ketahui memang ilmu pengetahuannya memang beragam, karena dari awalnya itu pusat lembaga penelitian. Di LIPI sendiri ada puslit-puslit, ada puslit Fisika, Kimia, puslit Politik dan Sosial. Tiap-tiap puslit punya core kompetensi sendiri yang digarisbawahi oleh LIPI sendiri, tapi juga mengacu pada program nasional, dan itu kita melihat juga masalah-masalah di masyarakat atau Industri.
Jadi, kegiatan-kegiatan penelitian di LIPI mencakup rentang keilmuan yang
lebar, mulai dari ilmu pengetahuan dasar dan sampai ke ilmu pengetahuan
terapan. Pemilihan topik-topik penelitian dilakukan dengan mempertimbangkan
program-program nasional, baik yang ditetapkan oleh KRT maupun oleh
Pemerintah pada umumnya, permintaan industri, permintaan pemerintahan
51
Penuturan-penuturan yang dipaparkan di sini disampaikan oleh para peneliti dalam
kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan di KRT pada bulan
Oktober 2009. Para partisipan FGD ini berasal dari LPNK-LPNK yang berada di bawah
koordinasi KRT, dan juga beberapa kedeputian di KRT.
![Page 126: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/126.jpg)
114 ke dalam inovasi
daerah, permintaan masyarakat luas, dan orientasi individual para peneliti itu
sendiri. Struktur kelembagaan LIPI mengikuti kategorisasi disiplin-disiplin ilmu
pengetahuan. Dalam struktur kelembagaan LIPI terdapat pusat-pusat penelitian
yang masing-masing mengelola disiplin-disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
Lingkup kegiatan penelitian di masing-masing pusat penelitian (puslit) dibatasi
oleh identitas keilmuan puslit tersebut. Penuturan berikut ini menegaskan
pembatasan lingkup keilmuen tersebut:
Tiap puslit itu yang jelas tidak akan melebar dari fungsi puslitnya sendiri. Yang fisika tidak jauh dari fisika, dan yang biologi mungkin tidak jauh dari biologinya itu sendiri, meski dari yang bottom up, jadi masalah yang ada di masyarakat, industri atau UKM-UKM. Jadi mereka ada porsinya sendiri tiap puslit itu.
Seorang peneliti yang lain, dari sebuah pusat penelitian di LIPI,
menggambarkan adanya penyesuaian-penyesuaian dalam penetapan topik-topik
penelitian sebagai berikut:
Jadi memang di tempat kami ada penelitian yang bottom-up dan yang top-down. Yang kita lakukan itu sebetulnya, untuk penelitinya itu sendiri punya kebebasan begitu ya. Jadi bagi peneliti yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda, dia bisa melakukan atau bisa mengusulkan penelitian sendiri sesuai bidang keahlian, walaupun itu tidak sesuai atau sejalan dengan anjuran penelitian yang top-down. Tapi kebanyakan dari kami lebih baik melakukannya itu sekali jalan. Jadinya, misalkan kita interest untuk suatu penelitian, kita kaitkan juga ke depannya seperti apa, dan dukungan Pemerintah seperti apa.
Mengenai orientasi penelitian seperti yang tadi disampaikan itu, memang ada yang bersifat manfaat dan ada yang bersifat keilmuan. Jadi, kalau yang di tempat kami kecenderungannya itu sekarang yang ada manfaatnya begitu. Itu juga kiat untuk mendapatkan projek-projek penelitian dapat berjalan terus, sebab nanti pada pertanggungjawaban penelitian itu, yang dipertanyakan itu produknya atau prototipe, bukan hanya makalah ilmiah saja. Jadi, beberapa tahun terakhir ini penelitiannya diarahkan kepada pemanfaatannya.
![Page 127: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/127.jpg)
transformasi penelitian 115
Ungkapan ―bagi peneliti … bisa mengusulkan penelitan sendiri sesuai bidang
keahlian, walaupun itu tidak sesuai atau sejalan dengan anjuran penelitian yang
top-down‖ menggambarkan penyesuaian-penyesuaian antara orientasi individual
peneliti dan arahan lembaga. Ungkapan ― …pada pertanggungjawaban
penelitian itu, yang dipertanyakan itu produknya atau prototipe, bukan hanya
makalah ilmiah saja … beberapa tahun terakhir ini penelitiannya diarahkan
kepada pemanfaatannya‖ mencerminkan adanya pergeseran kriteria dalam
evaluasi dan penilaian kegiatan penelitian52.
Berikut ini penuturan seorang peneliti dari Pusat Kalibrasi, Instrumentasi
dan Metrologi (KIM) LIPI, mengenai penelitian bottom-up:
Kalau dalam penelitian, mungkin karena instumentasi53 bisa penerapannya banyak aplikasi. Dalam penelitian itu penelitinya masing-masing. Jadi mungkin koordinasinya kurang. Jadi mencari lahan masing-masing. Kebanyakan kita ke industri, instrumentasi itu ada yang digunakan untuk industri. Ya, itu masing-masing peneliti mencari pasar masing-masing. Kita penelitian di situ awalnya prototipe. Ada yang digunakan untuk industri, ada yang hanya prototipe.
Penelitian telemetri, ukuran jarak jauh untuk listrik, selama ini ada yang digunakan untuk stasiun Gambir, kemudian ke dirgantaraan ke TNI, untuk tracking kapal musuh. Sempat ada kerja sama untuk TNI, tapi kadang tidak semua digunakan, kadang hanya awal untuk penjajakan.
Ungkapan ‖… mencari lahan masing-masing. … masing-masing peneliti mencari
pasar masing-masing‖ merujuk pada upaya seorang peneliti untuk
mengembangkan relasi-relasi dengan mitra-mitra industri. Ketika upaya ini
52
Pemanfaatan hasil penelitian merupakan isu yang sentral dalam kebijakan penelitian
yang digariskan KRT dalam enam tahun belakangan. Tetapi sebetulnya isu ini sudah
digulirkan KRT sejak awal periode 1990-an melalui program insentif Riset Unggulan
Terpadu, Riset Unggulan Kemitraan dan Riset Unggulan Strategis Nasional. 53
Instrumentasi merupakan teknologi yang berfungsi menggerakkan (to actuate),
memantau dan mengendalikan (to control) sistem-sistem teknologikal (technological
systems) yang relatif komplek dan berskala besar seperti pabrik manufaktur, pabrik
proses kimiawi, kereta api, pesawat terbang, satelit, reaktor nuklir dan lain-lain.
![Page 128: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/128.jpg)
116 ke dalam inovasi
berhasil, seorang peneliti akan terikat pada suatu kesepakatan kerja sama
dengan mitranya. Mitra-mitra para peneliti ini tentunya beragam (industri-
industri yang berbeda, organisasi-organisasi yang berbeda), dan memiliki
kebutuhan penelitian yang berbeda-beda. Situasi demikian tentu saja
menimbulkan kesan bahwa kegiatan-kegiatan penelitian kurang terkoordinasi
antara satu dengan yang lain.
Bila tugas kelembagaan LIPI berkaitan dengan pengembangan ilmu-ilmu
pengetahuan, tugas kelembagaan BPPT berkaitan dengan penerapan teknologi-
teknologi. Tentu saja dalam aspek substantif, ilmu pengetahuan dan teknologi
tidak bisa sepenuhnya dipisahkan. Di satu sisi, pengembangan teknologi
membutuhkan ilmu pengetahuan dasar. Khususnya penerapan teknologi di
masyarakat membutuhkan dukungan ilmu pengetahuan kealaman, dan juga
ilmu-ilmu pengetahuan tentang masyarakat dan manusia (yakni ilmu-ilmu sosial
dan kemanusiaan). Di lain sisi, pengembangan ilmu pengetahuan membutuhkan
teknologi untuk, misalnya, menopang eksperimen-eksperimen.
Seorang peneliti54 dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
memberikan gambaran sebagai berikut:
Saya bekerja di BPPT, di Balai Besar Teknologi Energi. Jadi, melihat namanya, pekerjaan kita lebih dekat pada terapan. Jadi core kompetensi kita di Balai Besar Teknologi, B2T, itu ada tiga. Yang pertama mengenai efisiensi energi. Yang kedua mengenai bahan bakar fosil, dan yang ketiga ada renewable energy. Energi terbarukan itu dibagi menjadi tiga bagian, yaitu geotermal, fotovoltaik dan elektriokimia.
Berkaitan dengan kegiatan saya mengenai penelitian, saya pada awalnya bertugas untuk membidangi penelitian fuel cell di Balai Besar Teknologi Energi. Jadi, dulu dari misinya Pak Habibie yang kita itu reverse enggineering55, berawal di akhir. Ketika itu
54
Dalam pembahasan di buku ini istilah „peneliti‟ digunakan dalam arti luas, mencakup
peneliti, perekayasa, analis kebijakan, eksperimentalis, dan lain-lain. Mengenai hal ini
telah dibahas di Bab 1. 55
Dalam literatur, istilah „reverse engineering‟ digunakan untuk merujuk pada sebuah
metodologi kerekayasaan khusus, yang bekerja dengan cara membongkar produk yang
sudah jadi, melakukan semacam decoding untuk mengungkapkan rancangan konseptual
![Page 129: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/129.jpg)
transformasi penelitian 117
saya mengadakan pembelian peralatan yang kita bongkar untuk kita teliti, karena prospeknya fuel cell. Beberapa kalangan itu mengatakan bahwa itu sangat berprospek bagus. Setelah membeli alat, ternyata laboratoriumnya tidak ada. Jadi, kita beli kita, bongkar, tapi laboratoriumnya tidak ada. Untuk itu saya dapat berkesempatan melakukan penelitiannya itu di Jerman, dan kemudian diselesaikan. Alhamdulillah saya selesaikan.
Ke depan ini, karena penelitiannya prosesnya setengah jalan, seperti kita ketahui karena teknologi fuel cell itu masih di simpang jalan. Jadi, prospek ke depan itu yang sebetulnya bisa di link-kan ke industri. Sekarang itu yang saya kerjakan itu membangun link-nya ke berbagai institusi untuk untuk bekerjasama di bidang fuel cell, dan menjadi tenaga ahli di beberapa insitusi untuk menjadi tenaga ahli di bidang fuel cell itu sendiri.
Penuturan peneliti ini merujuk pada kebijakan industrialisasi yang berpola
technology-led, yang diadopsi oleh KRT di masa pemerintahan Orde Baru
(khususnya periode 1980 sampai awal 1990-an). Dalam kebijakan seperti ini,
penerapan teknologi bukan merupakan respons terhadap permintaan pasar.
Alih-alih demikian, teknologi diposisikan sebagai faktor yang menghela dan
memberikan haluan dari proses industrilalisasi56.
Peneliti lain, masih dari BPPT, menuturkan perkembangan sebuah pusat
yang baru di awal tahun 2000-an:
Pusat kami adalah satu-satunya pusat di bidang kesehatan dan obat di BPPT, dan masih tergolong baru, baru tahun 2000 dirintis, dan orang dulu tidak percaya kalau ada farmasi di BPPT. Kemudian dalam pusat itu ada tiga bidang, bahan baku farmasi, sediaan farmasi dan alat kesehatan. Rumusan itu sudah dilakukan dengan melihat kepentingan nasional.
produk tersebut, dan kemudian diikuti dengan modifikasi rancangan dan re-construction.
Reverse engineering dipraktikkan di Jepang sejak masa Restorasi Meiji, untuk „mencuri‟
teknologi dari negara-negara Barat. 56
Hasil kajian-kajian di literatur mengungkapkan bahwa kebijakan industrialisasi
demikian bisa efektif kalau terdapat cukup kapasitas para pelaku industri untuk
melakukan penyerapan teknologi dan inovasi (technology absorption and innovation).
![Page 130: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/130.jpg)
118 ke dalam inovasi
Sejak didirikan kami belum punya tempat untuk melakukan penelitian, sehingga nebeng di sana-sana, di berbagai tempat di mana-mana. Tapi karena komitmen kami, setiap tahun dari anggaran yang ada kami dapat menyisihkan dana untuk membelikan alat, sehingga sejak 2000 kami sudah dikumpulkan di bangunan baru di Puspiptek. Saat ini kami punya 11 laboratorium dan 1 ruang plant.
Dalam perumusan program, yang jelas kami mengacu Agenda Riset Nasional dalam bidang kesehatan dan obat-obatan. Saat ini kita fokus ke bahan obat dari herbal, karena kita melihat kalau mau bersaing dengan industri farmasi global yang sudah sangat kuat, kita melihat dari resources yang ada. Kita akan mengembangkan resources sumber hayati yang ada. … Targetnya pertama untuk mengembangkan suatu prototipe sediaan yang nantinya digunakan untuk industri, yang kedua bisa juga perbaikan hal-hal yang diminta industri, atau perbaikan masalah-masalah yang ada di industri. Tentu hal itu bersifat temporer.
Ungkapan peneliti tersebut bahwa ―…kalau mau bersaing dengan industri
farmasi global yang sudah sangat kuat, kita melihat dari resources yang ada. Kita
akan mengembangkan resources sumber hayati yang ada‖ mencerminkan suatu
kebijakan industrialisasi yang berbasis keunikan sumber daya lokal57. Ini
berbeda dari kebijakan industrialisasi yang berpola technology-led. Pendirian
pusat yang bergerak di bidang kesehatan itu sendiri mencerminkan suatu
perubahan pendekatan dalam penerapan teknologi.
Berbeda dari LIPI dan BPPT, lingkup kegiatan penelitian di BATAN relatif
lebih spesifik, yakni berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir.
Penuturan oleh seorang peneliti dari BATAN berikut ini menggambarkan pola
dan arah penelitian di lembaganya:
Saya kerja di pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. Jadi, dari nama lembaganya sudah pusat aplikasi, kelompok kami diberi tugas
57
Tentu saja keunikan sumber daya alam semata bukan merupakan faktor daya saing.
Tetapi jika dikombinasikan dengan penelitian dan inovasi, keunikan sumber daya alam
akan menjadi faktor daya saing.
![Page 131: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/131.jpg)
transformasi penelitian 119
penelitian dan service dari penggunaan radioaktif untuk trouble-shooting, juga untuk gamma scan menggunakan sumber tertutup. … Jadi memang kebanyakan melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pelayanan.
Kita punya pengalaman di PT. Pusri, PT. Pusri menggunakan gas urea dan NH4 untuk menghasilkan pupuk urea dari hidrogen. Di situ, di salah satu kilang proses terjadi kebocoran, dan teknik lain tidak bisa digunakan. Jadi, dengan teknik scan kita bisa melihat lokasi terjadinya malfunction. Jadi mengetahui sumber masalahnya. Maka pekerja pabrik bisa melokalisir daerahnya. Jadi, kalau dia shutdown dia hanya konsentrasi di daerah itu saja. Dari pekerjaan tersebut, kita mendapatkan surat penghargaan atau sertifikat, bahwa mereka merekomendasi karena mereka punya semacam asosiasi. Jadi, kalau ada pekerjaan semacam ini mereka pakai BATAN.
Sekarang kita juga mengembangkan yang namanya gamma scan. Kalau tadi kita scanning masukan-masukan data hanya berupa grafik, sekarang kita coba data kita kumpulkan sebanyak-banyaknya, kita rekontruksi lagi dan berbentuk visual. Untuk yang dua dimensi kita sudah berhasil dan kita sudah terapkan di geotermal di gunung Dieng.
Penuturan di atas menggambarkan suatu interaksi antara peneliti dan pelaku
industri. Perumusan masalah penelitian dan penjajakan metode atau teknik yang
sesuai untuk menjawab masalah tersebut berjalan secara iteratif melalui interaksi
tersebut. Ungkapan ― … kita mendapatkan surat penghargaan atau sertifikat,
bahwa mereka merekomendasi‖ merujuk pada suatu kesepakatan antara peneliti
dan pelaku industri, sebagai pengguna hasil penelitian, mengenai metode yang
dianggap sesuai untuk menjawab masalah.
Penuturan peneliti BATAN ini juga menggambarkan suatu proses
pengembangan teknikal (technical development) secara interaktif dengan
pengguna. Pengembangan teknikal berlangsung melalui penjajakan teknik-
teknik yang ada dalam situasi praktis (yaitu di lingkungan industri). Melalui
interaksi dengan para pelaku industri, terjadi pembelajaran bersama (mutual
learning) mengenai teknik-teknik yang ada tersebut. Ketika pembelajaran ini
sampai pada suatu kesimpulan bersama mengenai teknik mana yang bekerja,
![Page 132: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/132.jpg)
120 ke dalam inovasi
barulah dicari variasi dari teknik tersebut untuk digali peluang penerapannya
dalam situasi-situasi praktis yang berbeda.
Peneliti yang lain, juga bekerja di bidang teknologi nuklir, menuturkan
situasi penelitian yang berbeda:
Di bidang saya itu, kami memiliki alat yang bisa memanfaatkan berkas netron yang dihasilkan dari reaktor nuklir. Nah, netron itu dengan teknik tertentu bisa digunakan untuk penelitian material, Kami sudah punya tujuh alat, satu hibah dari Jepang dan enam dibeli melalui programnya Pak Habibie saat membangun PUSPIPTEK Serpong, Alat itu dibangun tahun 1987. Tujuannya untuk penelitian material teknologi tinggi, untuk semikonduktor dengan signal kristal. Tetapi, ketika alat itu sudah dibangun, sudah beroperasi pada 1987-1992, SDM-nya belum ada, sehingga alat tersebut hanya pajangan. Dengan berlangsungnya waktu alat mulai rusak dan teknologi sudah mulai ketinggalan.
Sekitar tahun 1998 lima alat rusak semuanya, terutama pada alat kontrol sistemnya. Karena dibeli lewat proyek, kita tidak bisa komplain penggantian alat, karena kontraknya sudah habis. Satu alat hibah dari Jepang masih di back-up. Jadi, apabila ada kerusakan sampai saat ini pihak Jepang masih bisa membantu. Sebenarnya Jepang tidak memberikan secara gratis. Jadi waktu itu kita membagun reaktor nuklir 30 MW, Jepang itu mau meng-up-grade reaktor dia. Jadi dia menjadikan reaktor kita itu eksperimennya, semua fasilitasnya jadi eksperimennya. Jadi dia memberikan satu alat, dan dia sudah membuat berpuluh-puluh alat di Jepang. Akhirnya waktu itu … saya itu meminta bantuan ke sana sendiri untuk memperbaiki kontrol sistemnya. Tapi tetap tidak bisa. Akhirnya dengan bantuan yang ada, itu dengan peneliti dari Fisika ITB. sedikit demi sedikit sistem kontrolnya diperbaiki sehingga 1998 bisa beroperasi lagi, hingga sekarang.
Nah, saat itu alatnya lebih banyak dioperasikan sendiri, dianalisis sendiri, dipakai sendiri, dipublikasikan sendiri, diuji sendiri… Pokoknya semuanya serba sendirilah. Karena alat itu, mungkin menurut ukuran Indonesia, masih hi-tech, jadi susah untuk berkomunikasi. Ada beberapa rekan-rekan kami telah
![Page 133: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/133.jpg)
transformasi penelitian 121
kembali, mereka punya kolaborasi dengan luar negeri, dan mulai tahun 2000-an sudah mulai interaksi dengan pihak luar negeri.
Alat itu mahal, sangat mahal… sehingga ketika ada kerusakan, itu dana itu sudah tidak mencukupi lagi. Malah teman-teman berpikir ya, lebih baik ditutup saja. Tapi bila ditutup akan merembet ke reaktor, karena kalau ditutup reaktornya juga digunakan untuk apa? Akhirnya dengan kemampuan yang ada, dengan fasilitas yang ada, alat itu dioperasikan.
Penuturan di atas menggambarkan situasi di mana penelitian dan
pengembangan berlangsung secara relatif terisolasi (tidak disertai interaksi
dengan pengguna atau calon pengguna hasil penelitian). Peneliti tersebut
menggambarkan situasi ini melalui ungkapan ―… alatnya lebih banyak
dioperasikan sendiri, dianalisis sendiri, dipakai sendiri, dipublikasikan sendiri,
diuji sendiri…‖. Donor peralatan (pihak Jepang), menurut peneliti tersebut,
merupakan pihak yang mendapatkan manfaat tidak langsung. Tetapi
tampaknya hubungan antara penerima bantuan dan pemberi bantuan bersifat
asimetrik. Pihak Jepang, sebagai pemberi hibah, tentu memiliki kewenangan
yang lebih tinggi dalam menentukan spesifikasi dari peralatan yang diberikan
sebagai bantuan. Hubungan yang tidak simetrik ini dinyatakan peneliti tersebut
melalui ungkapan ―Jadi dia menjadikan reaktor kita itu eksperimennya, semua
fasilitasnya jadi eksperimennya‖.
LIPI, BPPT dan BATAN merupakan lembaga-lembaga di mana kegiatan
intinya adalah penelitian, apakah penelitian ini untuk pengembangan keilmuan
ataupun untuk kerekayasaan. Bagi LPNK yang lain, seperti BAKOSURTANAL,
kegiatan inti di lembaga tersebut mencakup kegiatan teknikal dan kegiatan
penelitian. Seorang peneliti dari BAKOSURTANAL memberikan gambaran
sebagai berikut:
Di Bakosurtanal ini ada semacam dualisme. Peneliti khusus diwadahi di Balai Geomatika, Penelitian rekayasa di pemetaan. Kemudian di struktural, kaitannya dengan produksi peta. Di situ ada suatu pengklasifikasikan atau pengkelompokan sumber daya manusia. Kenyataannya, sumber daya yang potensial ada di produksi peta. Dulunya itu ada Balai
![Page 134: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/134.jpg)
122 ke dalam inovasi
Geomatika. Istilahnya itu ‗tempat parkir SDM‘. Tapi sekarang sudah ada pengembangan supaya, istilahnya, ada fungsi penelitian yang berfungsi sebagaimana penelitian.
Produksi peta merupakan pekerjaan teknikal, dalam arti bahwa ini
merupakan pekerjaan membuat sesuatu dengan mengikuti kaidah-kaidah yang
berlaku. Sementara itu, penelitian merupakan kegiatan yang bersifat eksploratif.
Pekerjaan teknikal cenderung bersifat rutin, mengulang apa-apa yang sudah ada,
sedangkan penelitian mencari sesuatu yang baru (yang lebih efisien, lebih
akurat, dan lain-lain). Kalau dalam sebuah lembaga terdapat dua jenis kegiatan
inti, persoalannya adalah: siapa mengerjakan apa. Melalui ungkapan ―…
Kenyataannya, sumber daya yang potensial ada di produksi peta‖, peneliti
tersebut menyatakan adanya kekurangsesuaian dalam penempatan para peneliti
di BAKOSURTANAL, meski masalah ini telah diselesaikan. Lebih terinci
mengenai pengaruh faktor organisasional terhadap pola penelitian, peneliti
tersebut menuturkan sebagai berikut:
Saya sendiri dulu di peneliti muda … pada saat dipromosikan di struktural, jabatan fungsional saya diberhentikan sementara, sehingga saya kebanyakan di struktural, menangani produksi peta, yaitu di peta tematik. Nah, teman-teman yang ada di peta tematik ini tidak ada anggaran khsus untuk penelitian, namun tetap melakukan kegiatan, harus memenuhi kewajiban atau istilahnya ‗setor kredit‘. Itu dari pekerjaan rutin berupaya untuk menuangkan tulisan apa yang dikerjakan secara rutin. Jadi secara khusus memang tidak ada anggaran, tapi bergantung kreativitas.
Kemudian yang kedua, di Bakosurtanal sendiri ada jabatan fungsional, peta survai dan pemetaan, surtafung istilahnya, survei dan pemetaan fungsional. Nah, sekarang ini SDM-SDM itu ada kecenderungan untuk diarahkan ke sana. Di satu sisi ada SDM-SDM yang sudah terpayungi peneliti-peneliti di LIPI. Di Surtafung sendiri dipayungi Bakosurtanal. Di Surtafung ini bukan kaitannya kepada penelitian, tetapi kaitannya itu penghargaan dari lembaga yang memberikan penghargaan. Kaitannya dengan prestasi kinerja, karena di situ ada pembinaan karir.
![Page 135: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/135.jpg)
transformasi penelitian 123
Dalam penuturan di atas, peneliti tersebut mengemukakan permasalahan
mengenai jalur karir, kriteria penilaian kinerja, serta sistem penghargaan. Jadi,
produksi peta merupakan pekerjaan struktural sedangkan penelitian merupakan
pekerjaan fungsional. Permasalahannya adalah bagaimana membedakan kriteria
penilaian kinerja dan bagaimana memberikan penghargaan yang setara, untuk
dua jenis pekerjaan yang berbeda tersebut.
Berbeda dari lembaga-lembaga penelitian LPNK, tugas pokok dari KRT
berkaitan dengan perumusan kebijakan iptek nasional dan ko-ordinasi kegiatan-
kegiatan penelitian sesuai dengan kebijakan iptek tersebut. Substansi kebijakan
iptek yang dirumuskan oleh KRT mencakup aspek sumber daya iptek
(khususnya pembinaan dan pengembangan kapasitas para peneliti), sarana dan
pra-sarana iptek, kelembagaan iptek, arah dan prioritas litbang iptek. Berikut ini
penuturan seorang peneliti di lingkungan KRT yang mengemukakan isu-isu
yang terkait dengan sumber daya manusia (SDM) iptek dan kelembagaan iptek:
Sebenarnya … masalah SDM ini tidak terlepas dari kelembagaan litbang, karena apa pun iklim kerja itu, kita harus lihat kelembagaan dari litbang sendiri, dan ini, mau tidak mau, tidak terlepas dari tiga sisi: segi akademik, government-nya dan bisnisnya. Ketiga-tiganya ini terkait dan akan mempengaruhi litbang, dan tentu saja SDM-nya.
Lembaga pendidikan memproduksi sarjana-sarjana dan meproduksi SDM litbang sendiri. … Ada kategori dari pemanfaatan sarjana lulusan universitas ini, pada tiga lapangan kerja. Universitas menghasilkan doktor, tujuannya adalah untuk menjadi seorang peneliti. Seorang peneliti itu harus mampu mendesain, sekaligus melaksanakan riset itu sendiri. Memang ini menjadi perdebatan barangkali… Sebenarnya dosen atau guru itu untuk tingkat master saja. Lalu sarjana untuk level S1 masih mungkin kita manfaatkan sebagai officer dan worker, termasuk di bidang risetnya sendiri. Tidak sebagai pembuat analisis, tapi untuk pengolah datanya dan sebagainya. Seolah-olah produk dari dunia pendidikan itu, sarjana, master dan doktor itu, secara langsung ada kategori pemanfaatan tenaga kerjanya. Itu kalau kita lihat dari sisi akademik.
![Page 136: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/136.jpg)
124 ke dalam inovasi
Sementara itu, sisi government-nya … nampak-nampaknya berkecenderungan dianggap sebagai hakim. Atau sebagai wasit. Nah, ini berada di bawah peran government sebenarnya, Government sebagai pengatur, dengan kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang dibuat, itu lebih menentukan tingkat peran dan kedudukan dari litbang sendiri. Dan itu akan berpengaruh kepada SDM dari litbang itu.
Nah dari bisnis, kita tahu dari bisnis itu memanfaatkan peneliti dan lembaga penelitian itu untuk pengembangan bisnis itu sendiri. Tapi sampai sekarang di Indonesia iklim pemanfaatan SDM litbang sendiri belum begitu bagus, belum banyak, dan memang ini persoalan terkait dengan penggalian sumber daya kreatif. Universitas itu memiliki tenaga-tenaga muda yang memiliki daya kreatifitas yang tinggi, yaitu mahasiswa-mahasiswa, punya dosen-dosen yang masih fresh dalam menggali sebagainya itu. Itu belum cukup kita gali.
Jadi secara singkat saya menyimpulkan bahwa iklim kerja SDM litbang kita ini …, dipengaruhi oleh bentuk kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, kemampuan dunia pendidikan untuk menghasilkan tenaga litbang ini sendiri, dan juga kemampuan dari daya serap dari dunia bisnis.
Penuturan ini mengemukan hal-hal yang normatif berkaitan dengan SDM
dan kelembagaan iptek. Peneliti tersebut secara spesifik mengemukakan isu
mengenai penggalian potensi dan pemanfaatan SDM iptek. Bila penuturan di
atas mengemukakan isu struktural-kelembagaan, penuturan peneliti berikut ini
menekankan pembedaan jenis-jenis penelitian dan keterkaitan antara penelitian-
penelitian yang berbeda jenis:
Kalau kita melihat lebih jauh, riset terapan lebih berorientasi kepada masyarakat, sehingga apa yang dihasilkan itu langsung dinikmati oleh masyarakat. Kemudian berkaitan dengan riset dasar, riset fundamental menurut saya lebih pada akademisi yang banyak berbincang-bincang, berfikir dan menganalisis tentang substansi pada keilmuan itu sendiri.
Dengan dua hal ini, mestinya SDM iptek memiliki peran yang berbeda. Riset dasar saya kira berfokus pada substansi keilmuan
![Page 137: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/137.jpg)
transformasi penelitian 125
itu sendiri. Tetapi pada riset terapan, mereka harus lebih menyeluruh, dari awal sampai ujung pada sesuatu produk yang nantinya dimanfaatkan.
Kalau kita pergi ke suatu perguruan tinggi, mayoritas mengkaji pada bidang-bidang yang mengandung fundamental. Suatu contoh masalah energi. Saya kebetulan orang sosial, orang-orang yang sosial, mereka mengaitkan dengan masalah energi itu sepertinya susah sekali, mengaitkan dengan pertanian juga susah sekali. Saya kira ini permasalahan iklim yang perlu dibenahi.
Peneliti lain berikut ini mengemukakan isu-isu yang terkait dengan peranan
KRT itu sendiri:
LPNK sudah ada. Apakah Ristek melakukan ko-ordinasi hanya dalam urusan administrasi, atau untuk kemajuan iptek itu sendiri? Kalau ko-ordinasi hanya dalam urusan administrasi, kurang optimal peran Ristek itu. Saya mengharapkan ada program dari kelembagaan yang lebih tajam, dalam arti setiap LPNK itu punya ciri khas, setiap LPNK itu punya brand. Masing-masing LPNK itu lebih tajam terarah ke program-program yang lebih konkrit, … berdasarkan kekuatan masing-masing yang spesifik.
Dalam penuturan ini, peneliti tersebut mengungkapkan harapannya akan
pengembangan relasi antara KRT dan LPNK-LPNK. Ia mengharapkan bahwa
KRT mengembangkan program-program yang lebih konkrit dan sesuai dengan
kekuatan LPNK. Mengenai peranan ko-ordinasi tersebut, peneliti yang lain
menyampaikan saran sebagai berikut:
… mungkin karena fungsi Kementerian Ristek sebagai koordinasi, perlu target-target sasaran yang jelas. Artinya, nanti bisa mengkoordinasi penelitian-penelitian yang memang dibutuhkan oleh pasar. Penelitian untuk pasar tentunya harus merapat ke industri. Jadi, saya kira Kementerian Ristek ke depan harus mengarah ke sana, karena sifatnya stratejik. Terus itu rentetannya banyak. Untuk pengembangan teknologi mesti ada roadmap-nya… mungkin harus diinstruksikan bahwa tiap
![Page 138: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/138.jpg)
126 ke dalam inovasi
lembaga kalau mau mengarah ke produk, roadmap teknologinya jadi pegangan.
… kita sulit berjalan karena kita tidak punya target yang jelas, tidak ditentukan goal yang jelas sencara nasional. Kemudian ko-ordinator secara nasional belum berfungsi dengan baik, walaupun sudah diberikan instrumen-instrumen berupa PP, PERPRES, dan UU. Namun semua belum berjalan dengan baik, … selama ini terjadi banyak tumpang tindih. Jadi, teman teman di ITB melakukan penelitian A, di UNPAD juga A. Penelitiannya bisa sama, dan pakai dana APBN.
Yang saya usulkan adalah kita melakukan inventarisasi. Jadi kalau kita bisa menginventarisasi, bisa lebih efisien kita untuk memakai APBN, … iklim pun akan menjadi sehat dan distribusi SDM juga semakin baik … Kita bisa tahu mana yang lemah di kita. Jadi untuk membangun iklim iptek yang lebih baik, saya usulkan inventarisasi dulu, kemudian ambil langkah-langkah yang pasti karena kita tahu keadaan kita di mana, mau ke mana, sehingga kita bisa mengukur milestone-nya.
Universitas kan pensuplai orang-orang pintar, bisa mempersiapkan lebih baik. Sedangkan LPNK bukan sumber sumber SDM. LPNK tinggal pakai.
Penuturan-penuturan para peneliti dari KRT dan LPNK-LPNK di atas
tampaknya konvergen pada sebuah isu, yaitu ko-ordinasi antara LPNK-LPNK
dan peranan KRT dalam melakukan ko-ordinasi tersebut. Masing-masing
LPNK, secara legal-formal, telah memiliki identitass kelembagaan yang jelas,
dan berbeda satu dari yang lain. Pertanyaan mengenai ko-ordinasi tersebut tidak
berkenaan dengan urusan internal masing-masing LPNK, melainkan berkenaan
dengan urusan nasional. Dengan perkataan lain, pertanyaan tentang ko-ordinasi
tersebut berkenaan dengan arah dan prioritas penelitian nasional, dan
pembedaan peranan serta kesalingterkaitan antara LPNK-LPNK.
Di antara para peneliti di LPNK-LPNK terdapat perbedaan pola penelitian,
khususnya dalam aspek interaksi. Terdapat peneliti-peneliti yang melakukan
penelitian melalui interaksi yang erat dengan pelaku-pelaku industri/usaha,
dan terdapat peneliti-peneliti yang berinteraksi dengan sesama
![Page 139: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/139.jpg)
transformasi penelitian 127
peneliti/akademisi. Mitra-mitra eksternal dari para peneliti tersebut, baik para
pelaku industri/usaha maupun para peneliti/akademisi lain, tentu akan
membawa pengaruh terhadap arah penelitian di LPNK-LPNK.
Bagi KRT, sebagai ko-ordinator lintas-LPNK, keberadaan mitra-mitra
tersebut dapat menimbulkan peluang sekaligus ancaman. Mitra-mitra eksternal
LPNK tersebut memiliki sumber-sumber daya yang dapat dimanfaatkan (secara
tidak langsung) untuk mendukung kebijakan iptek yang dirumuskan KRT.
Tetapi mitra-mitra tersebut juga memiliki kepentingan-kepentingan yang
mungkin tidak selaras dengan arah dan prioritas kebijakan iptek nasional.
4.4 Ruang Variasi-Seleksi di Perusahaan Swasta
Dalam metafora ‗aliran hulu-hilir pengetahuan‘, perusahaan swasta dapat
diposisikan sebagai pelaku di hilir. Perusahaan swasta yang melakukan
pengembangan, atau diferensiasi produk merupakan pengguna hasil penelitian.
Perusahaan swasta seperti ini menggunakan hasil penelitian yang dilakukan
dalam laboratorium milik perusahaan tersebut, atau hasil penelitian yang
dilakukan oleh perguruan tinggi/lembaga litbang, atau kombinasi keduanya.
Di Indonesia, perusahaan-perusahaan swasta yang memiliki induk di
mancanegara tentu saja akan menggunakan hasil penelitian di perusahaan
induknya, atau di perguruan-perguruan tinggi di negara tempat perusahaan
induk tersebut membayar pajak. Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Uni
Eropa, Cina dan beberapa negara Asia lainnya, pemerintah di negara-negara
tersebut memberlakukan insentif fiskal dan non-fiskal bagi perusahaan-
perusahaan yang menggunakan hasil-hasil penelitian perguruan tinggi. Tentu
saja, insentif dari pemerintah ini hanya berlaku jika perguruan tinggi yang
terlibat adalah perguruan tinggi nasional. Artinya, nasionalitas atau kebangsaan
merupakan sebuah faktor penyatu dalam relasi tiga-pihak antara pemerintah,
perusahaan swasta dan perguruan tinggi58. Berikut ini dipaparkan pandangan
58
Bekerjanya relasi-relasi berbasis kebangsaan antara pemerintah, perusahaan swasta,
dan perguruan tinggi, merupakan faktor yang penting dipelajari untuk memahami
persaingan pasar dan daya saing. Pada faktanya, sering persaingan pasar itu tidak murni
![Page 140: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/140.jpg)
128 ke dalam inovasi
dari sejumlah pelaku swasta mengenai arti penting penelitian dan kerja sama
dengan perguruan tinggi atau lembaga penelitian publik.
Salah satu jenis perusahaan swasta yang membutuhkan hasil penelitian
lokal (Indonesia) adalah perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan,
khususnya sebagai pemasok alat-alat kedokteran. Sebagian dari alat-alat
kedokteran yang dipasok ke pasar domestik merupakan produk perusahaan-
perusahaan asing yang kemudian diimpor. Meski demikian, tidak semua jenis
alat dapat dipasok melalui mekanisme impor. Seorang direktur dari sebuah
perusahaan pemasok menuturkan sebagai berikut:
Semua supplier biasanya hanya ingin menggunakan, memperkenalkan alat yang ingin mereka supply. Contohnya jika saya punya alat-alat ini, ini saja yang dipakai. Padahal kan kita juga punya kompetitor, produk mereka juga bagus kan begitu. … Tidak ada satu supplier pun yang mau mengeluarkan uang untuk riset, begitu tadinya. Nah, kenapa kita mau mulai? Nah, tentunya ada pertimbangan bisnis juga.
Misalnya kan... beli alat, khususnya elektrikalnya ... Ada komputernya, ada kontrol untuk suara jantung dan paru-paru, ada bonekanya ya kan, ada speaker. Tapi ini kan bukan alat kedokteran ya, ini untuk pendidikan. Mungkin uji fungsi sudah cukup, karena setelah kita tahu di monitor, bunyi jantung ok, speakernya jalan, kan selesai. Tapi kalau misalnya harus diuji cobakan, misalnya saya punya alat itu untuk mengukur body composition, Nah, apakah kita hanya supply terus, kenyataan di lapangan, masa bodoh? Untuk itu, kenyataan di lapangan, kita perlu kerja sama di riset. Mungkin untuk pertama, alat ini cukup bagus atau tidak, cukup aplikatif atau tidak, bagaimana ke depannya.
Perusahaan farmasi itu ada yang BUMN dan ada yang swasta. Perusahaan swasta sendiri kan ada yang swasta nasional atau
antara satu perusahaan swasta dan perusahaan swasta yang lain. Di balik suatu
perusahaan swasta terdapat mitra-mitra perguruan tinggi nasional dan pemerintah
nasional yang mendukung kemitraan tersebut.
![Page 141: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/141.jpg)
transformasi penelitian 129
swasta asing. Kalau untuk risetnya sendiri, dilakukan oleh pusatnya, terutama yang asing. Jadi mereka mengadakan riset, kemudian nanti itu diterapkan untuk di Indonesia. Nah, itu bisa atau tidak. Nah, itu orang yang mengadakan riset di sini sebetulnya sudah punya formulanya sendiri, begitu kan. Nanti oleh orang Indonesia, itu dikembangkan, bisa atau tidak.
Jadi, kebutuhan akan penelitian distimulasi oleh permasalahan adaptasi produk
terhadap situasi dan keadaan konsumer. Pada dasarnya produk yang dipasok
diperoleh melalui impor. Pengembangan atau modifikasi produk diperlukan
untuk tujuan adaptasi terhadap situasi lokal, dan di sini kerja sama dengan
perguruan tinggi domestik/lokal menjadi relevan. Lebih jauh mengenai kerja
sama penelitian dituturkan sebagai berikut:
Yang lebih banyak itu justru yang swasta lokal, karena mereka itu justru yang kadang-kadang ingin punya produk, lalu minta tolong sama Perguruan Tinggi. Mereka ingin punya produk begini, bisa tidak dicarikan formulanya, misalnya ke jurusan farmasi.
Biasanya ide awalnya muncul dari bagian marketing atau bagian litbang, untuk pengembangan produk baru. Karena ada keterbatasan sarana, fasilitas atau tenaga untuk melakukan penelitian, kemudian minta bantuan perguruan tinggi untuk membantu pelaksanaan trial produk tersebut. Memang biasanya suka melalui jalur dari dosen, atau alumni perguruan tinggi yang bekerja di perusahaan. Kalau kenal kan jadi mudah mengurusnya. Biasanya perusahaan memilih perguruan tinggi atau tempat litbang tertentu karena sudah ada ‗chemistry‘... kenal dengan dosen, access-nya mudah, tahu keinginan masing-masing, dan kalau ada masalah bisa didiskusikan dengan baik. Jadi karena faktor alumni, atau karena kedekatan dengan beberapa orang.
Dalam penuturan di atas, ungkapan ―…sudah ada ‗chemistry‘ ... access-nya
mudah, tahu keinginan masing-masing, dan kalau ada masalah bisa
didiskusikan dengan baik‖ menggambarkan faktor-faktor yang dipandang
penting dalam menjalin relasi dengan para peneliti di perguruan tinggi. Faktor-
faktor tersebut berkaitan dengan komunikasi, negosiasi, dan keselarasan. Faktor
![Page 142: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/142.jpg)
130 ke dalam inovasi
kompetensi akademik tidak disebutkan dalam penuturan di atas. Tentu saja
kompetensi akademik merupakan hal yang penting. Tetapi dalam perspektif
bisnis, terdapat kriteria lain yang menjadi perhatian, sebagaimana digambarkan
dalam penuturan berikut ini:
Kadang ada yang sukses dari segi pengembangan, tapi tidak sukses dari segi marketing, alias terlalu mahal dan tidak feasible. Sebagai bayangan begini ... dari 10 produk yang dikembangkan, 7 yang berhasil secara proses, 3 tidak bisa dilanjutkan. Dari 7 yang berhasil ini, 5 mungkin diteruskan pengembangannya karena masih ada potensi di market, 2 di-drop karena kemahalan atau ada kesulitan dalam proses produksi. Biaya analisis juga harus dimasukkan ke dalam cost accounting sebagai R&D cost. Kalau R&D cost-nya kemahalan, termasuk untuk fee peneliti, paten, lisensi, ... ya, produknya kan jadi kemahalan dan tidak bisa dijual. Produk yang dari awal tidak jadi, juga banyak.
Call untuk stop bisa dari kedua belah pihak. Biasanya kalau dari perguruan tinggi karena proses dan teknologinya susah. Kalau dari perusahaan karena cost-nya terlalu mahal, atau karena pengembangannya sudah kelamaan, bisa jadi market-nya sudah lewat karena trend-nya sudah berubah.
Jadi, selain kriteria akademik yang umumnya diadopsi seorang peneliti
perguruan tinggi, dalam kerja sama antara perusahaan dan perguruan tinggi
juga terlibat kriteria komersial. Kedua kriteria ini tentu saja tidak sama.
Dikarenakan adanya perbedaan kriteria seperti ini, dalam kerja sama antara
perusahaan dan perguruan tinggi ruang komunikasi dan negosiasi menjadi
penting, terbentuknya ‗chemistry‘ menjadi penting.
Penuturan berikut ini diberikan oleh seorang perekayasa dari sebuah
perusahaan kesehatan yang lain. Ia menyampaikan pandangannya berdasarkan
pengalamannya bekerja sama dengan para peneliti dari peruguruan tinggi. Isu-
isu yang terkait dengan kerja sama tersebut ia tuturkan sebagai berikut:
Kalau perusahaan kami sekarang sedang mengembangkan konsep kemitraan dengan pihak akademisi dan Goverment. Akademisinya ya perguruan tinggi, Government-nya ya pemerintah sebagai regulator. Jadi regulatornya kan Depkes,
![Page 143: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/143.jpg)
transformasi penelitian 131
BPOM ... Dengan perguruan tinggi, penelitian-penelitiannya juga tidak nyambung begitu. Mereka kan hanya mengejar ... sorry saja... jurnal, kredit. Mungkin itu bagus untuk sains. Tapi untuk komersial itu harus banyak pertimbangan. Feasible tidak? Bahan bakunya mudah didapat tidak? Nah, yang sudah kita jalankan yaitu flu burung dengan sebuah perguruan tinggi negeri.
Karena kebutuhan, perusahaan kalau terikat sendiri juga mahal, dan lama. Makanya ambilnya dari perguruan tinggi, tinggal diarahkan saja sesuai dengan kebutuhan komersial. Kebutuhan komersialnya tinggal diarahkan saja dengan kebutuhan Goverment begitu. ... Untuk pengembangan vaksin masa depan itu mengundang BPOM dan perguruan tinggi.
Penuturan-penuturan terdahulu berkaitan dengan situasi di perusahaan-
perusahaan yang boleh dikatakan ‗besar‘. Berikut ini adalah penuturan yang
berkaitan dengan situasi di perusahaan ‗menengah‘ (atau ‗kecil‘), yang secara
khusus bergerak sebagai pemasok produk berbasis litbang iptek. Seorang
perekayasa, dan sekaligus salah satu pendiri perusahaan, menyampaikan
penuturan sebagai berikut:
Perusahaan ini terbentuk tahun 2005. Awalnya kami mengerjakan projek dari Kementerian Pertahanan. Projeknya selesai, karena ada masalah, dan orang-orangnya berpisah. Nah, sebagian orang ini bergabung dengan kolega dari Jakarta, mencari investor, dan akhirnya membentuk perusahaan. Kenapa dibentuk? Karena kami sudah punya pengalaman membuat Pesawat Terbang Tanpa Awak (PTTA) untuk Kementerian Pertahanan.
Awalnya kami membuat produk sendiri. Biasanya kami berdasarkan pesanan dari luar. Nah ini sejak pertama terbentuk kami berinisiatif, karena punya dana dari investor, kami mengembangkan produk sendiri, kami beri nama Produk 1 dan 2. Di tengah jalan pengembangan, kami dapat kerja sama dari BPPT, karena dia juga mengerjakan teknologi serupa. Dia mengajak untuk mengembangkan bersama melalui kerja sama.
Kalau di pemerintahan itu biasanya masalah teknologinya ketinggalan. Sumber dayanya juga kurang. Kalau untuk teknologi ini, jelas tenaga-tenaga di sektor pemerintah belum ada yang bisa
![Page 144: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/144.jpg)
132 ke dalam inovasi
menguasai. Jadi bisa dikatakan sektor swasta ini memiliki dan menyumbangkan teknologi dan sumber daya manusianya. BPPT berkontribusi dalam hal pendanaan, dan dukungan politis. Itu penting. Maksud saya politis, meyakinkan orang-orang di atas itu, bahwa produk ini, teknologi ini, penting untuk negara. Kalau tidak ada unsur pemerintah yang mendukung, susah. Tadinya kami berharap militer yang mendukung, karena militer paling banyak membutuhkan. Tapi ternyata di pihak militer ada kubu yang mendukung produk lokal, ada yang lebih mendukung produk dari luar atau impor.
Beban pekerjaan itu sebenarnya tinggi sekali. Untuk mengerjakan projek ini setahun, bisa dibilang kami sudah overload. Dan itu bahaya juga sebenarnya, karena ada hal yang kami lewati, misalnya masalah dokumentasi ini. Kami swasta itu tidak bisa berbuat banyak. Kalau tuntutan mereka setahun harus selesai, ya kami harus siap. Padahal itu tidak realistis sebenarnya. Coba Malaysia itu, anggarannya sekitar Rp. 16 Miliar, itu hanya untuk membuat satu komponen, dan itu setahun. Tahun berikutnya dia buat yang lain lagi. Kalau kami yang mengerjakan itu dengan kondisi sekarang, hanya 2 bulan.
Penuturan perekayasa ini mengemukakan isu-isu yang terkait dengan
platform kerja sama antara perusahaannya dan pihak Pemerintah (sebagai
mitranya). Perusahaan tempat perekayasa tersebut bekerja merupakan
perusahaan yang pendiriannya melibatkan sejumlah peneliti dari perguruan
tinggi. Kemitraan antara perusahaan tersebut dan BPPT mewakili suatu kerja
sama antara perguruan tinggi, perusahaan swasta dan Pemerintah. Di sini,
disepakatinya platform kerja sama yang realistis, yakni yang sesuai dengan
kekuatan dan keterbatasan masing-masing pihak yang bersepakat, merupakan
isu yang krusial bagi keberlanjutan kerja sama tersebut.
Berikut ini penuturan seorang perekayasa dari sebuah perusahaan swasta
lainnya, yang merintis pengembangan dan produksi hovercraft untuk memasok
kebutuhan TNI AL:
Awalnya mereka tidak kenal apa itu hovercraft … hanya hydrofoil. Memang hydrofoil adalah kapal yang menggunakan waterjet, artinya menghisap air kemudian disemprotkan ke
![Page 145: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/145.jpg)
transformasi penelitian 133
belakang. Tapi kondisi yang dihadapi di Indonesia itu lautnya kotor, banyak sampah. Sehingga bagian suction itu selalu buntu karena sampah, kotoran, kayu, atau plastik, sehingga banyak rewelnya. Dan tidak ada yang kenal hovercraft pada saat itu. … Nah, setelah lihat yang di Aceh, baru terbuka.
Mereka tidak bisa lihat benda dari konsep atau desain. Harus ada barangnya dulu. Sementara untuk membuat barang itu butuh modal, dan investor di Indonesia tipenya adalah kalau bisnisnya sudah yakin, baru mau investasi. Kalau di atas kertas mereka masih ragu. Kalau ada yang mau beli, baru investasi. Yang mau beli, kalau ada barangnya baru beli.
Kami melihat hovercraft bisa digunakan untuk operasi di daerah yang tidak didukung infrastruktur yang memadai … Kami mulai dengan memperbaiki hovercraft yang ada, desain-nya desain Belanda. Kemudian pihak Angkatan Laut mulai tertarik. Itu tengah tahun 2004.
Di tahun 1998 kami sudah mulai desain untuk 20 penumpang. Produk pertama butuh waktu 4 bulan. Kami tidak puas. Kami memang prototyping. Membuat satu, dievaluasi di tahun ke dua, diperbaiki, baru serial production. Nah, ini prototipe pertama 4 bulan, dengan segala kekurangannya. Produksi ke dua menyusul. Koreksi di pertama diperbaiki di ke dua, dan selanjutnya. … Barangnya sekarang sudah 5 buah yang dibeli, itu ada di Surabaya. Pernah dipakai di Kalimantan untuk latihan perang. Hasil pemakaiannya ya, ada complaint, tapi dalam batas yang wajar.
Konsepnya kami buat berdasarkan apa yang bisa kita jumpai di dalam negeri. Pekerjanya kami ambil dari galangan kapal. Hanya memang harus diubah cara berpikirnya. Membuat kapal itu, kendala berat tidak ada masalah. Berapa pun beratnya pasti akan mengapung karena volumenya besar. Tapi kalau hovercraft harus dikasih tahu target beratnya sekian kilogram. … Kemudian konstruksi struktur ringan, itu juga mereka baru tahu. Nah, harus ada yang melatih itu.
Mengenai kendala-kendala yang timbul dalam pengembangan kerja sama,
perekayasa tersebut menuturkan sebagai berikut:
![Page 146: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/146.jpg)
134 ke dalam inovasi
Sistem kontrak anggaran yang hanya setahun putus, kemudian tahun berikutnya harus diulangi lagi, itu sangat mengganggu. Satu produk kan tidak boleh dikontrak dalam 3 tahun, di mana dibagi 3 fase yang kontinyu. Yang ada adalah ya, setiap tahun ada kontrak, dari satu tahun ke tahun berikutnya itu harus beda pekerjaannya. Mungkin kalau masuk ke pengembangan bisa, tapi ini masuk ke pengadaan tidak bisa, jadi harus tuntas dalam satu tahun. Ini jadi posting-nya salah.
… Karena set up industrinya memang belum mantap benar, orangnya sangat terbatas, kegiatan menjadi terpecah ketika harus ada yang mencoba, ada yang meneruskan produksi. Kami sempat mendidik juga beberapa staf Angkatan Laut untuk menjadi operator. Ke depannya kami inginkan ada pola kerja sama pengembangan. Jadi sebagai user pihak Angkatan Laut tidak hanya terima jadi di ujung, tapi ikut mulai dari desain, ujicoba dan lain-lain. Tapi pola semacam itu memang agak sulit dilakukan karena kebiasaannya, kalau beli di luar negeri, hanya lihat-lihat barangnya lalu dipakai.
4.5 Diskusi
Pemaparan hasil wawancara dan FGD di bab ini mengungkapkan aspek-aspek
penting dari situasi penelitian di balitbang, lembaga penelitian non-kementerian
dan perusahaan swasta, yang relevan bagi permasalahan pemanfaatan iptek.
Tentu saja, bahan empirikal yang dipaparkan di sini tidak mewakili seluruh
aspek dan situasi dari penelitian di lembaga-lembaga tersebut. Meski demikian,
hasil wawancara dan FGD tersebut mengungkapkan isu-isu dalam rentangan
yang luas.
4.5.1 Permasalahan Struktural di Balitbang
Balitbang adalah sebuah unsur kelembagaan dalam sebuah kementerian. Setiap
kementerian memiliki tugas pokok dan fungsi untuk menjawab masalah publik
di sektor pembangunan tertentu. Dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya, suatu kementerian menyusun kebijakan-kebijakan dan melaksanakan
![Page 147: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/147.jpg)
transformasi penelitian 135
program-program untuk penyediaan regulasi dan/atau penyediaan sarana dan
pra-sarana publik. Untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi kementerian tersebut, keselarasan antara unsur-unsur
kelembagaan merupakan hal yang penting.
Kegiatan penelitian di balitbang dan kegiatan teknikal di direktorat teknikal
memiliki karakter yang berbeda. Karakter yang khas dari penelitian adalah
adanya proses variasi-seleksi. Perkembangan dari suatu penelitian memerlukan
adanya ruang bagi proses variasi-seleksi tersebut—ruang penelitian. Berbeda
dari ini, kegiatan teknikal lebih berwatak konstruksi, baik konstruksi yang
bersifat material (seperti penyediaan sarana/pra-sarana publik) maupun
konstruksi kesisteman atau tatanan (seperti penyusunan regulasi). Sebagai
ilustrasi mengenai perbedaan antara kedua jenis kegiatan ini, suatu regulasi
disusun untuk dipatuhi tetapi makalah ilmiah disusun untuk dikritik dan
dikembangkan melalui penelitian lanjutan. Jadi, produk teknikal dibuat untuk
ditetapkan dan diberlakukan, sedangkan produk penelitian dibuat untuk
dikembangkan lebih lanjut.
Penuturan para peneliti dari balitbang mengungkapkan bahwa dalam
realitas praktikal, membangun keterkaitan antara kegiatan penelitian dan
kegiatan teknikal bukan hal yang mudah. Seorang peneliti di balitbang mungkin
saja memperluas ruang variasi-seleksi (ruang penelitian) dengan cara, misalnya,
mengembangkan relasi-relasi dengan peneliti-peneliti di perguruan tinggi, di
lembaga penelitian asing atau pelaku-pelaku yang lainnya. Tetapi hal ini dapat
berakibat peneliti tersebut mengalami kesulitan untuk merespons kebutuhan
kolega-koleganya di direktorat-direktorat teknikal.
Secara umum, kemajuan dari penelitian dan kemajuan dari kegiatan
teknikal tidak bisa dinilai dengan tolok ukur yang sama. Perbedaan tolok ukur
ini dapat dualitas dalam kriteria penilaian hasil-hasil kegiatan dalam sebuah
kementerian. Misalnya, makalah ilmiah yang disusun oleh seorang peneliti
balitbang mungkin saja bagus bila dinilai dengan tolok ukur orisinalitas dan
kebaruan tetapi tidak relevan dengan kebutuhan di direktorat. Sebaliknya, suatu
makalah ilmiah yang relevan dengan kebutuhan di direktorat belum tentu
memiliki kebaruan.
Permasalahan dualitas tersebut dapat diatasi melalui ko-ordinasi kegiatan-
kegiatan dengan cara, misalnya, menetapkan objektif-objektif dan target-target
![Page 148: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/148.jpg)
136 ke dalam inovasi
bersama. Sebagai ilustrasi, misalkan objektif dan target bersama tersebut adalah
perbaikan kualitas lingkungan industri dan tersedianya standar-standar
lingkungan. Di sini, kegiatan-kegiatan penelitian diarahkan untuk menjawab
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan perbaikan kualitas lingkungan
industri dan standar-standar praktis yang relevan. Kegiatan-kegiatan penelitian
ini membutuhkan variasi-seleksi, dan ini dapat ditempuh dengan menjalin relasi
dengan para peneliti di LPNK atau perguruan tinggi. Tetapi arah dari
perkembangan penelitian ini perlu ditetapkan dan dikawal bersama-sama
dengan melibatkan para pelaku di direktorat-direktorat yang terkait. Selain ini,
para peneliti di balitbang juga perlu, sampai batas tertentu, terlibat dalam
kegiatan-kegiatan teknikal yang diselenggarakan oleh direktorat-direktorat.
Dalam diskusi di akhir Bab 3, telah disampaikan pentingnya interaksi-
interaksi bagi keberhasilan suatu penelitian di ‗laboratorium masyarakat‘. Para
peneliti dan calon pengguna hasil penelitian perlu berinteraksi sejak tahapan
awal dari penelitian untuk secara bersama-sama menetapkan kebutuhan dan
mengevaluasi alternatif-alternatif solusi. Bagi penelitian di balitbang, calon
pengguna hasil penelitian adalah para pelaku di direktorat, dan, yang tidak bisa
diabaikan, publik itu sendiri. Suatu kementerian menghasilkan produk-produk
untuk kebutuhan publik. Oleh karena ini, publik juga merupakan pengguna dari
hasil penelitian di balitbang.
Penuturan-penuturan para peneliti balitbang yang dikemukakan di bab ini
memperlihatkan adanya perbedaan dalam interaksi-interaksi antara para
peneliti dan para (calon) pengguna hasil penelitian. Ketika interaksi terjadi
hanya di tahap akhir penelitian (misalnya di tahap evaluasi hasil kegiatan atau
pada seminar untuk diseminasi), interaksi yang terjadi sangat terbatas. Tetapi
kasus penelitian di sektor pertahanan memperlihatkan interaksi yang relatif erat.
Di sini, pengguna akhir dari hasil penelitian adalah para personil TNI. Dalam
kasus ini, para peneliti dan para personil TNI terlibat dalam interaksi yang erat
dan sinambung untuk menentukan kebutuhan penelitian dan menguji hasil
penelitian.
Di sektor pertanian yang menjadi pengguna akhir adalah para petani dan
konsumer hasil pertanian, dan di sektor industri yang menjadi pengguna akhir
adalah para pengusaha, tenaga kerja industrial dan konsumer produk industrial.
![Page 149: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/149.jpg)
transformasi penelitian 137
Di sektor-sektor seperti ini, pengguna hasil penelitian merupakan kelompok-
kelompok sosial (social groups) yang relatif beragam. Lebih jauh lagi,
kompleksitas permasalahan publik dapat membawa implikasi bahwa pengguna
hasil penelitian itu bercirikan lintas-sektoral. Misalnya, pengguna hasil
penelitian lingkungan industri mencakup juga para warga penduduk yang
berhuni di sekitar kawasan industri. Keragaman kelompok-kelompok pengguna
ini pada gilirannya menimbulkan tantangan tersendiri dalam pengembangan
interaksi-interaksi.
Jadi, permasalahan dualitas di balitbang diatasi dengan cara mempererat
interaksi antara para peneliti di balitbang dan pelaku-pelaku lain di direktorat-
direktorat dan para pengguna akhir hasil penelitian. Para peneliti balitbang
dapat mendampingi para pelaku di direktorat-direktorat dalam pelaksanaan
program-program teknikal di masyarakat. Dari sini, peneliti balitbang dapat
merumuskan isu-isu/pertanyaan-pertanyaan penelitian yang relevan bagi
keberhasilan program-program tersebut. Sebaliknya, para pelaku di direktorat-
direktorat dapat mendampingi para peneliti balitbang untuk mengetahui
temuan-temuan penelitian, dan menerjemahkannya ke dalam program-program
teknikal. Pada prinsipnya, interaksi yang lebih erat antara peneliti balitbang dan
pelaku direktorat dapat dikembangkan dan hal ini akan meningkatkan relevansi
dari penelitian balitbang. Pada Gambar 4.1 diilustrasikan (dengan
penyederhanaan-penyederhanaan) perbedaan pola interaksi antara para peneliti
di balitbang dan para pelaku di direktorat. Hanya saja, dalam realitas praktikal,
pengembangan interaksi (seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4.1b)
memerlukan sistem administrasi yang sesuai. Bila sistem administrasi yang
berlaku menempatkan para peneliti balitbang dan pelaku direktorat dalam
‗kotak-kotak‘ kelembagaan yang kaku dan rijid, interaksi-interaksi yang erat
sulit dikembangkan dan ruang variasi-seleksi menjadi terbatas.
![Page 150: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/150.jpg)
138 ke dalam inovasi
Peneliti
Balitbang
Masyarakat
Ilmiah Bidang X
Jurnal Ilmiah
Bidang X
Tupoksi
Struktural
Program
Litbang
Pembuat
Kebijakan/
Program
Pelaku
Direktorat
Penerima
Layanan
Publik
(Masyarakat)
Program
Teknikal
Gambar 4.1a Ruang Variasi-Seleksi yang Terbatas
Masyarakat
Ilmiah Bidang X
Tupoksi
Struktural
Penerima
Layanan
Publik
(Masyarakat)Peneliti
Balitbang
Jurnal Ilmiah
Bidang X
Program
Litbang
Pembuat
Kebijakan/
Program
Pelaku
Direktorat
Program
Teknikal
Gambar 4.1b Perluasan Ruang Variasi-Seleksi
4.5.2 Posisi Penelitian LPNK
Penuturan para peneliti yang dipaparkan di bab ini menunjukkan bahwa
kegiatan-kegiatan penelitian di lembaga-lembaga non-kementerian memiliki
![Page 151: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/151.jpg)
transformasi penelitian 139
orientasi yang berbeda-beda, dan ruang variasi-seleksi di lembaga-lembaga ini
relatif luas. Terdapat kegiatan-kegiatan penelitian yang bertujuan
pengembangan dan konservasi pengetahuan, atau penelitian untuk pengujian-
pengujian teknologi, ataupun penelitian yang merespons kebutuhan pengguna
di industri-industri tertentu. Para peneliti yang melakukan penelitian untuk
merespons kebutuhan industri tampaknya berinteraksi secara relatif erat dengan
mitra-mitra dari industri. Penuturan tersebut juga mengungkapkan bahwa
pemanfaatan hasil penelitian merupakan isu yang makin menjadi perhatian di
kalangan para peneliti.
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, suatu kementerian teknikal
memiliki kewenangan untuk menyediakan regulasi dan sarana/pra-sarana
untuk menjawab masalah publik di sektor pembangunan tertentu. KRT, dan
lembaga-lembaga penelitian non-kementerian di bawah koordinasi KRT,
bergerak di sektor penelitian. Pada umumnya yang disediakan oleh KRT dan
lembaga-lembaga penelitian non-kementerian adalah hasil-hasil penelitian baik
dalam bentuk makalah ilmiah, rancangan teknologikal (technological design),
maupun rancangan kesisteman (system design) sebagai hasil kajian-kajian sosial,
politikal atau ekonomik. Pertanyaan yang krusial di sini adalah: bagaimana
produk yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga penelitian non-kementerian
dibedakan dari produk yang dihasilkan oleh direktorat-direktorat di
kementerian teknikal?
Sebagai ilustrasi, kementerian industri, misalnya, memiliki kewenangan
untuk menyediakan alat-alat produksi untuk kepentingan publik. BPPT pun
memiliki kemampuan untuk meneliti, mengembangkan dan melakukan
rancang-bangun alat-alat produksi untuk kepentingan publik. Kedua produk ini
berbeda, atau seharusnya dibedakan. Produk yang disediakan oleh kementerian
industri adalah alat-alat produksi itu sendiri. Tetapi produk yang disediakan
oleh BPPT, pada intinya, adalah pengetahuan yang terkandung dalam rancang-
bangun. Dengan perkataan lain, KRT dan lembaga-lembaga penelitian di bawah
koordinasinya bekerja untuk mengembangkan pengetahuan di ranah publik.
Apakah penelitian di lembaga-lembaga penelitian non-kementerian dapat
dilakukan dengan cara atau orientasi yang sama dengan penelitian di perguruan
tinggi? Di perguruan tinggi, kegiatan penelitian terpaut dengan pengajaran dan
pendidikan. Perguruan tinggi, meski dapat melakukan penelitian dengan
![Page 152: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/152.jpg)
140 ke dalam inovasi
intensitas yang sangat tinggi, pada prinsipnya merupakan lembaga pendidikan
yang menghasilkan sarjana-sarjana. Lembaga penelitian non-kementerian tidak
bertugas menyelenggarakan pendidikan, tetapi menyelenggarakan penelitian
untuk merespons permasalahan publik. Dikarenakan adanya perbedaan
tugas/fungsi pokok ini, seharusnya terdapat perbedaan cara atau orientasi
penelitian di kedua lembaga tersebut.
Kualitas pengetahuan dan kompetensi yang dimiliki para sarjana dapat
dijadikan salah satu tolok ukur bagi kinerja perguruan tinggi. Untuk lembaga-
lembaga penelitian non-kementerian, atas dasar apa tolok ukur kinerja tersebut
disusun? Bila KRT dan lembaga-lembaga penelitian di bawah koordinasinya
merupakan lembaga-lembaga yang merespons permasalahan publik, tolok ukur
seperti apa yang memadai sebagai panduan dalam pelaksanaan tugas tersebut?
Apakah jumlah dan kualitas publikasi ilmiah merupakan tolok ukur yang
memadai bagi lembaga penelitian non-kementerian?
Sebuah jawaban yang dapat ditawarkan di sini adalah bahwa keberhasilan
dari lembaga-lembaga penelitian dinilai atas dasar relevansi publik (public
relevance) dari hasil-hasil penelitian, selain, tentu saja, aspek keilmiahan dari
hasil-hasil penelitian tersebut. Suatu kegiatan penelitian dikatakan memiliki
relevansi publik bila, kegiatan tersebut terpaut erat dengan permasalahan publik
tertentu, dan hasil dari penelitian tersebut penting untuk menjawab
permasalahan publik tersebut. Jadi, relevansi publik dari kegiatan penelitian
dapat diukur berdasarkan ‗nilai tambah‘ yang ditimbulkan oleh penelitian
tersebut di ranah publik. Nilai tambah tersebut dapat berupa nilai tambah
ekonomik, nilai tambah politikal, nilai tambah sosial ataupun nilai tambah
lingkungan.
Bila pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan posisi penelitian di KRT dan
lembaga-lembaga penelitian non-kementerian tidak dijawab secara memadai,
menjadi sulit peranan lembaga-lembaga tersebut didefinisikan. Hal ini pada
gilirannya akan menimbulkan kesulitan bagi KRT untuk menjalankan fungsi
koordinasi. Lebih jauh mengenai posisi penelitian di lembaga-lembaga
penelitian non-kementerian, peranan lembaga-lembaga tersebut, dan fungsi
koordinasi KRT akan dibahas di Bab 7.
![Page 153: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/153.jpg)
transformasi penelitian 141
4.5.3 Peranan Pelaku Swasta
Penuturan para pelaku swasta yang dipaparkan di bab ini menggambarkan
adanya konteks di mana hasil penelitian dibutuhkan. Hasil penelitian tersebut
dibutuhkan untuk melakukan diferensiasi atau pembedaan produk. Dalam
kasus perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan, penelitian
dibutuhkan untuk melakukan adaptasi produk terhadap situasi dan keadaan
konsumer lokal. Pada dasarnya produk yang dipasok oleh perusahaan tersebut
diperoleh melalui impor. Untuk tujuan adaptasi tersebut, kerja sama dengan
perguruan tinggi domestik/lokal menjadi relevan. Dalam kasus perusahaan-
perusahaan yang bergerak di sektor pertahanan, kebutuhan akan hasil
penelitian tumbuh dikarenakan tidak tersedianya produk (secara bebas) di
pasar. Kebutuhan teknologi di lembaga pertahanan bersifat sangat khusus. Jadi,
kalau pun tersedia produk-produk yang relevan di pasar, produk-produk
tersebut belum tentu menjawab kebutuhan yang khusus tersebut. Situasi
demikian memunculkan kebutuhan akan penelitian dan pengembangan iptek.
Penuturan-penuturan para pelaku di bidang pertahanan tersebut juga
mengungkapkan pentingnya peranan perusahaan kecil/menengah. Perusahaan-
perusahaan tempat mereka bekerja merupakan perusahaan yang berskala
kecil/menengah, tetapi memiliki tenaga kerja dengan tingkat pengetahuan dan
kemampuan rancang-bangun yang tinggi. Perusahaan-perusahaan seperti ini
mampu menerjemahkan kebutuhan pengguna (dalam hal ini pihak Kementerian
Pertahanan) ke dalam rancangan-bangun teknologikal, dan pada saat yang sama
juga mampu menggali hasil-hasil penelitian dari perguruan tinggi. Dengan
perkataan lain, perusahaan kecil/menengah seperti ini berperanan sebagai
simpul bagi pengembangan relasi-relasi triple-helix yang melibatkan perguruan
tinggi, perusahaan dan Pemerintah (lihat pembahasan mengenai konsep triple-
helix di Bab 2). Peranan perusahaan swasta seperti ini tampaknya krusial dalam
perluasan ruang variasi-seleksi dan transformasi penelitian iptek (di perguruan
tinggi) ke dalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan situasi yang dihadapi oleh
pengguna (yaitu lembaga pertahanan).[]
![Page 154: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/154.jpg)
142 ke dalam inovasi
![Page 155: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/155.jpg)
transformasi penelitian 143
Bab 5
EKSPERIMEN DI
‗LABORATORIUM MASYARAKAT‘
5.1. Pendahuluan
Dalam model linier inovasi, sebagaimana didiskusikan di Bab 2, diasumsikan
bahwa transformasi penelitian ke dalam inovasi melibatkan langkah-langkah
untuk mengalirkan pengetahuan. Di hulu aliran terdapat penelitian dasar,
sementara di hilir aliran hasil penelitian tersebut digunakan atau diadopsi di
masyarakat. Upaya adopsi suatu hasil penelitian tentu saja tidak terjadi di
laboratorium, di kampus ataupun di lembaga penelitian. Adopsi hasil penelitian
berlangsung dalam situasi-situasi praktikal di masyarakat—di ‗laboratorium
masyarakat‘59.
Pembahasan di bab ini berfokus pada dua kasus upaya pemanfaatan hasil
penelitian iptek di masyarakat. Kedua kasus tersebut adalah: (i) upaya untuk
memberikan basis ilmiah bagi pengambilan keputusan hukum atas kasus
semburan Lumpur Panas di Jawa Timur (disebut Lumpur Lapindo oleh
sebagian kalangan, dan Lumpur Sidoarjo oleh sebagian yang lainnya); (ii) upaya
untuk membawa hasil penelitian dan pengembangan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) ke masyarakat perdesaan. Menggunakan istilah dalam Rogers
(2003), kedua kasus ini dapat dipandang sebagai upaya difusi iptek, yaitu difusi
fakta ilmiah (kasus yang pertama) dan difusi devais-devais TIK (kasus yang ke
dua).
59
Istilah „laboratorium masyarakat‟ ini digunakan oleh para peneliti yang penuturannya
dipaparkan di sub-bab 3.4. Penggunaan istilah ini menyarankan bahwa pemanfaatan
iptek di masyarakat melibatkan relasi-relasi yang kompleks dan ketidakpastian-
ketidakpastian, layaknya sebuah eksperimen di laboratorium.
![Page 156: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/156.jpg)
144 ke dalam inovasi
Tujuan pembahasan di sini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai
situasi di ‗hilir‘, tempat terjadinya difusi iptek, dengan memusatkan perhatian
pada: (i) interaksi antara para peneliti dan pelaku-pelaku non-peneliti yang
terlibat dalam difusi iptek; dan (ii) pola-pola relasi yang terjalin seiring dengan
inisiatif difusi iptek. Pembahasan dalam bab ini memanfaatkan, secara parsial,
bahan empirikal yang dihasilkan dalam kajian-kajian terdahulu yang dilaporkan
dalam Susanto (2008), Srimarga (2008) dan Rivai (2010).
5.2. Kontroversi Fakta Ilmiah dalam Sengketa Hukum
Salah satu arena dalam kehidupan bermasyarakat di mana peranan iptek
bersifat krusial adalah arena hukum, khususnya ketika terjadi sengketa. Dalam
sebuah lembaga penegak hukum, lazimnya terdapat laboratorium forensik yang
sarat dengan iptek. Di laboratorium forensik iptek merupakan alat yang sangat
penting bagi aparat penegak hukum untuk dapat mengungkapkan fakta hukum.
Tetapi ketika terjadi sengketa hukum, peranan iptek menjadi lebih penting
daripada sebatas alat. Fakta ilmiah (scientific fact) yang diungkapkan oleh
seorang peneliti menyediakan basis bagi rekonsiliasi pihak-pihak yang
bersengketa. Dalam situasi sengketa hukum, proses pengungkapan fakta ilmiah
(scientific fact) tidak hanya perlu bersifat ilmiah, tetapi juga perlu terpercaya
(credible) bagi pihak-pihak yang tengah bersengketa. Di sini, para peneliti yang
terlibat dalam pengungkapan fakta ilmiah harus dipastikan berada dalam posisi
yang independen (non-partisan).
Kerusakan lingkungan sering menjadi sumber timbulnya sengketa hukum,
terlebih lagi bila hal ini memiliki dampak sosial yang meluas. Ketika sengketa
terjadi berlarut-larut, menjadi sulit dicapai kesepakatan untuk menanggulangi
kerusakan lingkungan dan dampak sosialnya tersebut. Isu-isu yang mungkin
dipersengketakan adalah, misalnya: apakah memang telah terjadi kelingkungan
ataukah tidak; apakah dampak sosial yang timbul disebabkan oleh kerusakan
lingkungan semata ataukah disebabkan juga oleh faktor-faktor yang lain;
apakah penyebab kerusakan lingkungan tersebut; siapakah pihak yang
bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan lingkungan tersebut; siapakah
![Page 157: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/157.jpg)
transformasi penelitian 145
pihak yang menanggung risiko dari kerusakan lingkungan tersebut. Iptek
dibutuhkan untuk menjawab semua isu ini.
Semburan lumpur panas di Jawa Timur yang terus meluas sejak
pertengahan tahun 200660 merupakan contoh dari masalah lingkungan yang
menimbulkan sengketa hukum yang berkepanjangan. Meski pihak kejaksaan
telah menempuh langkah-langkah untuk membuat keputusan hukum, masih
terjadi persengketaan antara sejumlah pihak berkenaan dengan sebab terjadinya
semburan lumpur panas61 tersebut, dan siapa pihak yang seharusnya
bertanggung jawab. Para peneliti, baik dari perguruan tinggi62 maupun lembaga
penelitian publik, telah terlibat untuk memberikan penjelasan ilmiah atas
terjadinya semburan lumpur panas tersebut. Sebagian dari para peneliti tersebut
bekerja atas dasar penugasan oleh Pemerintah, sebagian bekerja sebagai
konsultan ahli bagi pihak-pihak tertentu, dan sebagian yang lainnya bekerja
secara suka rela.
Hal yang menarik dalam kasus sengketa semburan lumpur panas ini adalah
bahwa penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti tersebut
menghasilkan bukan satu fakta ilmiah, melainkan beberapa fakta ilmiah yang
saling bertentangan. Berikut ini dipaparkan tiga dari fakta-fakta ilmiah yang
dihasilkan oleh para peneliti, dan hasil wawancara dengan para peneliti yang
mendukung masing-masing fakta ilmiah tersebut. Fakta ilmiah yang pertama
adalah fakta underground blowout di Sumur Banjarpanji-1—disingkat fakta
60
Menurut pemberitaan sejumlah surat kabar, semburan lumpur panas pertama kali
terjadi pada Senin, 29 Mei 2006, sekitar pukul 5.30 WIB, di lahan sawah seorang warga
desa Siring, Kecamatan Porong. Lokasi semburan tersebut berjarak sekitar 150 meter
barat daya dari lokasi rig pemboran Sumur Banjarpanji-1. Pada Rabu dan Kamis (1 dan 2
Juni 2006) muncul semburan kedua sekitar 150 meter timur laut dari titik semburan
pertama, dan semburan ketiga sekitar 300 meter timur laut dari titik semburan kedua.
Beberapa hari kemudian semburan yang pertama makin besar debitnya, dan mulai
menggenangi area persawahan dan permukiman di sekitarnya. 61
Sengketa yang terjadi menimbulkan penamaan yang berbeda terhadap lumpur panas
vulkanik tersebut. Sebagian kalangan menyebutnya lumpur Lapindo (Lula), sebagian
kalangan yang lainnya menyebutnya lumpur Sidoardjo (Lusi). 62
Dalam beberapa tahun belakangan, sejumlah peneliti dari perguruan-perguruan tinggi
di mancanegara telah turut berperan serta, meski kehadiran mereka juga tidak berhasil
mengakhiri sengketa.
![Page 158: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/158.jpg)
146 ke dalam inovasi
UGBO; yang ke dua fakta mud volcano yang disebabkan gempa (earthquake)
Yogyakarta—fakta MV-earthquake; dan yang ke tiga fakta mud volcano yang
disebabkan drilling—fakta MV-drilling. Pemaparan di sini tidak dimaksudkan
untuk memberikan penjelasan mengenai penyebab dari terjadinya lumpur
panas tersebut di atas. Fokus pemaparan di sini adalah pada perbedaan pola
variasi-seleksi63 yang dikembangkan para peneliti untuk menjelaskan penyebab
terjadinya semburan lumpur panas tersebut. Berkaitan dengan perbedaan fakta-
fakta ilmiah tersebut, sebagian kalangan peneliti menyebut lumpur panas yang
menyembur sejak akhir Mei 2006 di kecamatan Porong, Jawa Timur, sebagai
Lumpur Lapindo (Lula) dan sebagian kalangan yang lain menyebutnya sebagai
Lumpur Sidoarjo (Lusi). Dalam pembahasan berikut ini, akan digunakan istilah
Lumpur Panas (bisa disingkat Luna).
5.2.1 Fakta UGBO
Sebagaimana disebutkan di atas, sebagian kalangan peneliti membuat
pernyataan ilmiah (scientific statement) bahwa semburan lumpur panas di Jawa
Timur merupakan fenomena underground blowout64. Seorang peneliti yang
terlibat dalam pengungkapan fakta UGBO memberikan penuturan sebagai
berikut:
Mengapa saya tidak pertentangkan antara investigasi dengan hipotesa? Karena investigasi ini ada dasarnya dari fakta, dari hasil daily drilling report, yang kemudian kami kenal, atau diistilahkan seperti black box-nya itu. Sedangkan teman-teman kita yang lain yang berhipotesa, melihat kejadian itu sebagai
63
Pembahasan mengenai penelitian sebagai variasi-seleksi (kognitif) telah diberikan di
akhir Bab 3 buku ini. 64
Menurut pemaparan kelompok peneliti yang terkait, UGBO merupakan gejala
mengalirnya fluida dalam kuantitas yang tidak terkendalikan, dari suatu zona ke zona
lain yang memiliki permeabilitas dan porositas yang lebih tinggi. UGBO dapat terjadi
karena, antara lain, terbentuknya zona retak (fractured zone) di sekitar casing shoe dari
suatu instalasi pengeboran. UGBO dapat terjadi melalui: surface blowout (fluida sampai
ke permukaan tanah lewat lubang sumur); dan subsurface blowout (fluida sampai ke
permukaan tanah melalui rekahan-rekahan pada lapisan bumi di sekitar lubang sumur).
![Page 159: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/159.jpg)
transformasi penelitian 147
sebuah similarities dengan kejadian di tempat lain. Jadi, oleh karena itu bagi saya ini bukan pertandingan antara dua ilmu. Yang satu adalah hipotesa, yang satu adalah fakta! … kalau ada sebuah pesawat jatuh, orang boleh berbicara karena angin, karena halilintar dan sebagainya, boleh saja. Tapi ketika diketemukan black box-nya mengatakan bahwa itu karena pilot, apakah itu tetap kita mau pertandingkan?65
Dalam penuturan ini, peneliti tersebut memberikan gambaran mengenai
cara-cara bagaimana ia melakukan penelitian. Selain ini, peneliti tersebut juga
menyampaikan kritik terhadap kelompok peneliti yang lain. Ungkapan ―…
investigasi ini ada dasarnya dari fakta, dari hasil daily drilling report…‖
memberikan gambaran mengenai prinsip yang dipegang oleh peneliti tersebut
bahwa penelitian didasarkan pada fakta. Daily drilling report merupakan
seperangkat instrumentasi yang digunakan peneliti tersebut sebagai sumber
fakta. Arti penting daily drilling report bagi peneliti tersebut ia ungkapkan
melalui pernyataan ― … seperti black box-nya…‖. Istilah black-box lazim
digunakan di bidang penerbangan. Ini merupakan seperangkat instrumentasi
yang dipasang di kokpit pesawat terbang, dan berfungsi merekam berbagai
kondisi terbang pesawat. Peneliti tersebut memperbandingkan posisi fakta
ilmiah yang ia usung terhadap posisi fakta ilmiah yang diusung kelompok
peneliti lain lewat ungkapan ―… teman-teman kita yang lain yang berhipotesa,
melihat kejadian itu sebagai sebuah similarities … bagi saya ini bukan
pertandingan antara dua ilmu. Yang satu adalah hipotesa, yang satu adalah
fakta! …‖.
Dengan memposisikan daily drilling report sebagai sumber fakta, peneliti ini
menyusun semacam rekonstruksi atas serangkaian peristiwa yang mendahului
terjadinya semburan lumpur vulkanik di sekitar Sumur Banjarpanji-1.
Rekonstruksi ini mengacu pada data daily drilling report yang terkait dengan
formasi tanah, kondisi pemboran, dan karakteristik bebatuan. Berdasarkan
rekonstruksi ini, ia berargumentasi bahwa semburan lumpur vulkanik
65
Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman presentasi di seminar “Diskusi Pakar
Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”, yang diselenggarakan
Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam di Hotel Bumi Karsa, Jakarta, tanggal 29
Januari 2008.
![Page 160: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/160.jpg)
148 ke dalam inovasi
disebabkan oleh terjadinya kick66 yang kemudian menimbulkan keretakan
batuan formasi di bawah casing shoe. Sebagai akibat lebih jauh, menurutnya,
fluida bertekanan tinggi menerobos ke atas dan keluar ke permukaan bumi.
Penuturan berikut ini memberikan gambaran mengenai argumentasi yang
disusun peneliti tersebut:
Nah, mari kita lihat. Selama tekanan di permukaan tidak naik melebihi 316. Apa itu 316? Maximum Allowable Surface Pressure atau maksimum tekanan di permukaan yang diperbolehkan … Kalau di kedalaman yang lain … tekanannya 330. Artinya, teman-teman di lapangan tidak boleh membuat atau meng-handle sumur ini apabila tekanan di permukaan melebihi tekanan ini.
Apa yang terjadi? Di dalam investigasi yang saya miliki ternyata tekanannya cukup tinggi. Ini saya peroleh dari polisi datanya! Kemudian data itu kita test, di sini adalah 620, di sini 1.054. Kalau saya gambarkan, saya hitungkan bahwa tadi tekanan yang diperbolehkan 316-330, ternyata kedalaman 3.584 di atas 330. Berarti apalagi 1.054, berarti bahwa rekahan terjadi! Apa tidak cukup sederhana kita melihat bahwa ini terjadi di lubang yang sedang dibor?! Sangat sederhana! 67
Mengenai fakta mud volcano yang diusung oleh kelompok-kelompok peneliti
yang lain, peneliti tersebut memberikan penyangkalan sebagai berikut:
… Tapi jika ini mud vulcano, itu sebuah ‗bisul‘ yang bertekanan tinggi, yang kalau ditusuk ia keluar, tidak akan pernah turun! Wong tekanannya masih tinggi. Akan keluar, tidak akan pernah
66
Masuknya fluida formasi ke dalam lubang sumur akibat tekanan fluida formasi lebih
besar dari pada tekanan lumpur pemboran yang disirkulasikan dalam lubang sumur (beda
tekanan hidrostatis). Untuk menangani kick, tekanan hidrostatis permukaan dan bawah
permukaan ini diseimbangkan, salah satunya dengan meningkatkan densitas lumpur
pemboran. 67
Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman pembicaraan peneliti yang terkait dalam
seminar “Diskusi Pakar Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”,
yang diselenggarakan oleh Walhi, Jatam, ICEL, YLBHI, dan Elsam di Hotel Bumi
Karsa, Jakarta, pada tanggal 29 Januari 2008.
![Page 161: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/161.jpg)
transformasi penelitian 149
turun! Data sekarang menunjukkan sudah turun beberapa meter di bagian tengahnya. Fakta apalagi yang harus kita cari?! 68
Peneliti pengusung fakta UGBO ini, pada awalnya dipercaya sebagai ketua tim
investigasi yang dinamai Tim Investigasi Independen Masalah Semburan
Lumpur di Sekitar Sumur Banjarpanji-1. Tim tersebut dibentuk oleh
Kementerian ESDM, dan beranggotakan para ahli geologi, ahli geofisika, serta
ahli pemboran sejumlah perguruan tinggi. Setelah kurang lebih dua minggu tim
tersebut bekerja, tim tersebut sampai pada kesimpulan bahwa semburan lumpur
merupakan fenomena UGBO. Ketika Pemerintah Pusat mengeluarkan Keppres
No.13 Tahun 2006 tentang pembentukan sebuah tim nasional, peneliti tersebut
diperbantukan untuk mematikan semburan lumpur, bukan untuk melakukan
investigasi. Setelah sekitar enam bulan tergabung di tim nasional ini, peneliti
tersebut mengundurkan diri. Bersama pihak-pihak yang lain, peneliti tersebut
pada tahun 2007 menulis dan mempublikasi sebuah buku dengan judul
―Kejadian dan Penanggulangan Semburan Lumpur di Sekitar Sumur
Banjarpanji-1 Lapindo Brantas Inc.‖ Pada bulan Februari tahun 2008, bertempat
di Gedung Nusantara V DPR-MPR, peneliti tersebut bersama dengan sejumlah
peneliti lain, sejumlah LSM, dan sejumlah warga serta tokoh masyarakat yang
bermukim di sekitar lokasi semburan lumpur mendeklarasikan Gerakan
Menutup Lumpur Lapindo.
5.2.2 Fakta MV-earthquake
Kelompok peneliti yang mengusung fakta mud volcano akibat gempa bumi
adalah kelompok yang dalam penuturan peneliti terdahulu (pengusung UGBO)
disebut sebagai ―… teman-teman kita yang lain yang berhipotesa…‖. Kelompok
peneliti ini menelusuri hubungan antara peristiwa semburan lumpur vulkanik
dan gempa bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
Seorang peneliti dari kelompok ini memberikan gambaran sebagai berikut:
68
Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman presentasi di seminar “Diskusi Pakar
Bersama Publik; Mengurai Lumpur Lapindo dan Solusinya”
![Page 162: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/162.jpg)
150 ke dalam inovasi
Memahami semburan lumpur Sidoarjo tidaklah lebih mudah seperti apa yang kita pikirkan. Karena kita berhadapan antara fakta dan teori. Selain itu juga, bahwa pendekatan ini harus bersifat multiperspektif. Namun, satu hal yang harus kita pahami adalah bahwa perspektif geologi adalah sebuah perspektif yang paling awal yang kita harus pahami. Jika pemahaman kita pada teori yang benar, akan membawa kita pada penanganan yang benar. Saya pernah terlibat dalam tim investigasi dari IAGI dari bulan Juni sampai September 2006. Karena itu data ini saya dapatkan ketika saya pernah di dalam tim.
Memahami fenomena yang berasal dari bawah permukaan bumi memang merupakan bagian dari pekerjaan geologis. Oleh karena itu semburan lumpur sidoarjo hanya dapat dipahami, setidaknya, oleh para ahli geologi…69
Dalam ungkapan ―… kita berhadapan antara fakta dan teori. …‖ peneliti ini
menempatkan kelompoknya dan kelompok pendukung fakta UGBO pada posisi
yang berhadapan. Peneliti tersebut menekankan peranan penting dari teori,
sementara kelompok pendukung fakta UGBO berpegang pada data, yaitu daily
drilling report. Ia menegaskan posisi kelompoknya lewat ungkapan ―…
pendekatan ini harus bersifat multiperspektif. … satu hal yang harus kita
pahami adalah bahwa perspektif geologi adalah sebuah perspektif yang paling
awal yang kita harus pahami … Memahami fenomena yang berasal dari bawah
permukaan bumi memang merupakan bagian dari pekerjaan geologis...‖. Ia
sendiri merupakan seorang ahli geologi yang memiliki hubungan dengan Ikatan
Ahli Geologi Indonesia (IAGI).
Jika peneliti yang mengusung fakta UGBO berpegang erat pada
instrumentasi yang berada di lokasi pemboran, peneliti yang mengusung fakta
MV-earthquake bersandar pada perspektif teoretikal, yakni perspektif keilmuan
geologi. Kelompok pendukung fakta MV-earthquake berargumen bahwa
semburan lumpur panas di Sidoarjo (Lusi), Lumpur Siring, atau Lumpur
69
Penuturan ini dikutip dari transkrip rekaman presentasi di seminar “Mencari Solusi
Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik, Sosial dan Ekonomi” (Seraton Hotel
Surabaya, 28/02/08)
![Page 163: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/163.jpg)
transformasi penelitian 151
Porong, adalah fenomena mud volcano yang dipicu oleh gempa Yogyakarta
tanggal 27 Mei 2006. Kelompok ini merujuk pada kelurusan geografis antara
beberapa mud volcano yang sebelumnya sudah ada di Jawa Timur (yaitu di
Karang Anyar, Pulungan, Gunung Anyar, dan Bujel Tasik), dan semburan
lumpur panas ini dan sesar Watu Kosek, yang diyakini mengalami reaktivasi
oleh goncangan gempa Yogyakarta. Dari kelurusan geografis tersebut
ditafsirkan adanya rangkaian sebab-akibat yang menimbulkan semburan dalam
suatu sesar kawasan. Semburan ini keluar ke permukaan bumi dikarenakan
tekanan hidrostatik serta sesar-sesar kecil yang memotong sesar kawasan
tersebut.
Berikut ini penuturan seorang peneliti dari kelompok pengusung fakta MV-
earthquake:
Sesar regional di wilayah ini adalah strike-slip berarah Barat Daya-Timur Laut yang memotong sampai ujung barat Madura, dan ke selatan sampai ke Pegunungan selatan … Yang tengah terjadi di Sumur Banjarpanji adalah ekstrusi liquefied clay yang berasal dari Upper Kalibeng clay di kedalaman 4000-6000 feet, yang terlikuifikasi akibat clay tersebut mengalami sediment failures, kehilangan shear strength-nya, kehilangan bearing capacity-nya. Semburan terjadi karena liquefied clay ini punya tekanan hidrostatik dan pore pressure. Lapisan liquefied clay ini terpotong-potong sesar-sesar kecil yang sampai ke permukaan. Sesar-sesar ini adalah vents. Sekali menemukan vents maka akan terjadi release pressure agar terjadi equilibrium. Suatu liquefaction akan mengalami tiga macam failures : lateral spreads, flow failures, loss of bearing strength. Ini semua telah terjadi di Banjarpanji.
… Semua kasus liquefaction yang pernah dilaporkan terjadi dan pernah ditulis di paper-paper atau textbook adalah karena adanya sudden cyclic shocks/sudden cyclic loads. Gempa adalah penyebab utama. Penyebab lain bisa storm waves, rock slides, influx ground water yang tiba-tiba… saya percaya gempa Yogya mereaktivasi sesar-sesar di atas Prupuh di sekuen Mio-Pliosen sampai Plistosen…di Yogyakarta, dilaporkan juga di rekahan-rekahan baru yang merentang di jalan-jalan raya dan wilayah perumahan
![Page 164: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/164.jpg)
152 ke dalam inovasi
penduduk, terjadi ekstrusi lumpur. Liquefaction adalah gejala biasa suatu gempa…70.
Penuturan ini tentu saja tidak mudah untuk dicerna oleh mereka yang tidak
akrab dengan istilah-istilah teknis yang lazim digunakan dalam literatur di
bidang geologi. Penuturan tersebut tampaknya memang menggambarkan
sebuah perspektif teoretikal, yang menelusuri keterkaitan antara fenomena
gempa Yogyakarta, semburan lumpur di Jawa Timur, dan fenomena-fenomena
yang dilaporkan dalam literatur geologi.
5.2.3 Fakta MV-drilling
Kelompok peneliti yang ke tiga adalah yang mendukung fakta bahwa semburan
lumpur merupakan mud volcano yang dipicu oleh kegiatan pemboran. Kelompok
ini, seperti halnya kelompok pengusung fakta UGBO, menggunakan daily
drilling report. Tetapi mereka menggabungkan ini dengan kondisi geologi
kawasan, yaitu data sebaran mud volcano di Jawa Timur. Berdasarkan kedua
sumber data ini mereka mengkategorikan semburan lumpur panas di Jawa
Timur sebagai hot mud-spring atau mud-geyser. Penuturan peneliti berikut ini
memberikan gambaran mengenai argumentasi yang dipegang:
Banyak orang mengemukakan pendapat, tapi yang harus dipersoalkan itu apa mereka punya data atau tidak? ... Orang boleh saja berpendapat, tapi kalau tidak ada dasar datanya, bagaimana ya..? Kita bisa katakan itu hipotesa barang kali?
… Data sendiri itu apa? Data itu ada yang bisa kita amati sendiri, ada juga data berdasarkan pengamatan orang lain (kesaksian). Kalau kesaksian itu akan ditulis dalam laporan... bisa juga orang berdasarkan pengamatan sepintas, ke sana melihat, bisa dilihatnya seketika. Mungkin ada orang melihatnya beberapa kali ke sana. Sehingga bisa disimpulkan urutan-urutan kejadian yang disebut narasi. Kemudian bisa juga mengamati gejala di permukaan, tidak pernah melihat data di bawah permukaannya; merujuk kepada pekerjaan orang-orang lain mempunyai
70
Dikutip dari artikel peneliti terkait yang dimuat di situs www.WordPress.com
![Page 165: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/165.jpg)
transformasi penelitian 153
kesimpulan dari gejala yang sama dengan asumsi. Harus dipertanyakan apakah asumsi itu benar?
Kita lihat fakta-fakta. Faktanya: pada tanggal 27 Mei 2006 pagi ada gempa; faktanya dari kesaksian BMG dengan pengukuran peralatan skala richternya adalah 6,3; terjadi semburan lumpur dengan jarak sekitar 270 km dari Yogya; di dekat semburan ada pengeboran Lapindo; diakui ada permasalahan-permasalahan pemboran di BP-1; data kondisi geologi berdasarkan kajian sebelumnya, seperti data Sumur Porong-1; data daily drilling report; data geologi permukaan71.
Penuturan ini menggambar adanya upaya melakukan rekonsiliasi antara
fakta UGBO dan fakta MV-earthquake. Dalam ungkapan ―… Orang boleh saja
berpendapat, tapi kalau tidak ada dasar datanya, … itu hipotesa barang kali? …
Data sendiri itu apa? Data itu ada yang bisa kita amati sendiri, ada juga data
berdasarkan pengamatan orang lain (kesaksian). … ‖ peneliti tersebut mengakui
peranan penting dari data, tetapi pada saat yang sama ia mencoba memberikan
definisi data yang lebih luas. Peneliti tersebut juga menyandingkan data dan
fakta, meski ia tidak menjelaskan apakah kedua hal ini sama atau berbeda.
Fakta-fakta yang ia sebutkan mencakup daily drilling report dan fakta-fakta
geologi kawasan—data lokal dan fakta kawasan. Dengan cara demikian, ia
menggabungkan argumentasi kelompok pendukung fakta UGBO dan kelompok
pendukung fakta MV-earthquake.
Berkenaan dengan fenomena mud volcano, peneliti tersebut memberikan
penuturan sebagai berikut:
Dalam ilmu geologi, mud volcano itu sangat jarang sekali dibahas. Tidak ada buku, text book, yang membahas secara khusus... Ahli-ahlinya sangat jarang sekali…Di pulau Key itu dihebohkan ada pulau yang muncul ke permukaan laut. Saya datangi, memang lumpur hitam dengan berbagai bongkah muncul ke permukaan laut. Tapi tidak sejenis Lumpur Sidoarjo. Ini menyemburkan air, panas, ada uap. Di situ lumpurnya saja keluar membentuk pulau, lama-lama pulaunya juga kena air, itu hilang. Ini
71
Transkrip rekaman wawancara dengan peneliti yang terkait.
![Page 166: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/166.jpg)
154 ke dalam inovasi
sebenarnya gunung api lumpur jenis yang disebabkan … mud extrusion.
Tetapi saya dalam buku saya … membahas di situ bahwa gunung api lumpur itu ada macam-macam…Paling tidak ada dua jenis… Jenis pertama adalah karena disebabkan kebocoran… suatu lapisan yang mengandung air atau gas, bahkan minyak. Itu bocor ke permukaan. Kalau bocor maka lapisan air, minyak bertekanan tinggi … keluar menyembur, dan sepanjang jalan, karena merupakan rekahan, mereka itu membawa dari samping lapisan batuan bahan-bahan dari dinding, dari sampingnya itu keluar. Jadi waktu ia keluar itu sudah bercampur dengan bahan-bahan padat atau solid. Maka itu disebut lumpur…Yang berbentuk kerucut ini yang disebut gunung api lumpur. Kalau dia itu lebih banyak airnya yang keluar dari pada zat padatnya, maka lereng…gunung lumpur itu sangat landai...jenis ini, disebabkan kebocoran reservoir secara alami, itu biasanya berada di kedalaman dangkal, kurang dari 1.000 meter. Tetapi di dalam kasus Lapindo Brantas itu, kelihatannya itu bukan dari lapisan dangkal, tapi dari lapisan dalam…Karena…banyak sekali…keluar uap. Artinya uap itu berasal dari air yang mendidih…
…Sedangkan kurang dari 6.000 kaki, maka temperaturnya juga sangat kurang dari…100 derajat… Laporan ilmiah geologi di mana pun di dunia bahwa temperatur dari kerak bumi itu makin ke bawah makin tinggi, yang disebut geothermal gradient. Tidak semua daerah mempunyai geothermal gradient sama… Nah,…kita mengetahui, daerah di mana terjadi sirkulasi yang hilang itu. Pada kedalaman pemboran itu temperaturnya sekitar 156 derajat. Jadi jelas kalau air itu datang dari sana, dia akan mendidih keluarnya, karena pada waktu 156 itu pada tekanan yang begitu tinggi, sekitar 7.000 psi, titik didih itu belum tercapai. Tetapi begitu lepas, maka menguaplah air menjadi uap. Maka…itu lebih saya sebutkan sebagai jenis mata air panas seperti di Ciater, tapi membawa lumpur…hot mud-spring; …jenis mud volcano, tapi jenis yang…permukaannnya paling landai.72
72
ibid; mud volcano juga disebutnya sebagai gunung api lumpur.
![Page 167: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/167.jpg)
transformasi penelitian 155
Penuturan yang panjang ini menggambarkan suatu perspektif geologi. Tetapi
peneliti tersebut tampaknya bersikap hati-hati dalam mengkategorisasikan mud
volcano. Terjadinya mud volcano ini sendiri, menurut peneliti tersebut, terkait
dengan gejala hydrofracturing yang dipicu oleh aktivitas pemboran di Sumur
Banjarpanji-1. Ini digambarkan dalam penuturan sebagai berikut:
Kita lihat, BP-1 itu sudah masuk ke dalam suatu reservoir…bertekanan tinggi, ada lost dan kick. Itu biasa terjadi di formasi Kujung… Di Sumur Porong juga kejadian itu. Hanya saja di Porong itu antisipasi sudah sesuai sehingga casing sudah dipasang… Nah, bahwasanya di situ ada lapisan bertekanan tinggi, yang sering menghasilkan shale extrusion, itu betul! Betul sekali! Itu…diketahui…pada kedalaman antara 4000 sampai 6000 kaki. Itu ada! Kelihatan!..Apakah airnya juga dari overpressure shale itu? Gak bisa begitu!
Jadi airnya mungkin dari formasi Kujung di bawah, naik ke atas membawa lempung yang…dikasih warna coklat…, yang dikasih warna kuning…Itu air …yang membawa ke atas, mengerosi lempung-lempung yang ada di atasnya, dan itu terbukti semua, itu diakui sendiri… Dengan demikian sebetulnya … yang terjadi adalah kebocoran reservoir. Air membawah lumpur nyembur ke atas kemudian karena hydrofract dia memecahkan lapisan-lapisan yang ada di atasnya dan keluarlah apa yang disebut mud vulcano ini.
Rekan-rekan geologi kita … jarang yang mengetahui, mengkaji teori hydrofracturing, bahwa air bertekanan tinggi dari suatu reservoir, jika dia bocor ke permukaan, itu bisa meretakkan batuan. …dikalangan teknik pemboran itu biasa dilakukan; bahwa orang memasukkan air dengan memompa ini bisa meretakkan batuan.73
Meski sama-sama merujuk daily drilling report, argumentasi peneliti ini
berbeda dengan apa yang diajukan oleh peneliti pengusung fakta UGBO.
Peneliti UGBO berargumen bahwa semburan terjadi karena adanya kick yang
73
Dikutip dari transkrip rekaman presentasi oleh peneliti terkait di seminar “Mencari
Solusi Dampak Lumpur Sidoarjo; Perspektif Teknik, Sosial dan Ekonomi”
![Page 168: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/168.jpg)
156 ke dalam inovasi
melebihi harga ambang batas tekanan, sehingga meretakkan batuan formasi di
lubang sumur yang tidak ber-casing, khususnya di bagian bawah casing shoe.
5.2.4 Implikasi Konflik Sosial dalam Difusi Iptek
Penuturan-penuturan para peneliti yang dikemukakan di bagian terdahulu
menggambarkan adanya perbedaan pola-pola variasi-seleksi. Peneliti
pengusung fakta UGBO dan peneliti pengusung fakta MV-earthquake berbeda
dalam hal pilihan akan perspektif teoretikal, metode penelitian, dan kriteria
untuk menetapkan kelayakan data. Terkait dengan perbedaan ini adalah
perbedaan dalam asosiasi-asosiasi keilmuan yang dirujuk, instrumen-instrumen
pengukuran yang digunakan, dan sumber-suber data yang diakses. Perbedaan-
perbedaan ini dirangkum dalam Tabel 5.1 berikut ini.
Dalam kasus ini, variasi-seleksi berkaitan dengan perkembangan relasi-
relasi dengan kelompok-kelompok non-peneliti. Perkembangan relasi ini
diilustrasikan di Gambar 5.1. Dalam gambar tersebut, kelompok A dan
kelompok B adalah dua kelompok (non-peneliti) yang bersengketa berkaitan
dengan fenomena semburan Lumpur Panas. Sengketa ini berkaitan dengan
kepentingan-kepentingan tertentu. Kelompok peneliti X dan kelompok peneliti
Y adalah dua kelompok peneliti yang mengusung fakta-fakta ilmiah yang saling
bertentangan. Diasumsikan di sini bahwa baik kelompok peneliti X dan
kelompok peneliti Y masing-masing berpegang pada norma netralitas iptek, dan
tidak berpihak pada kelompok non-peneliti yang mana pun. Akan tetapi, klaim
atau fakta ilmiah yang diusung kelompok peneliti X (Y) bersesuaian dengan
kepentingan kelompok A (B). Dalam situasi seperti ini, dapat berkembang relasi
antara kelompok peneliti X (Y) dan kelompok sosial A (B), meski relasi ini tidak
didasarkan pada sikap keberpihakan.
Situasi yang diperlihatkan dalam Gambar 5.1 mengilustrasikan
kemungkinan terdistorsinya norma netralitas iptek, meski hal ini bukan sesuatu
yang secara sadar diinginkan oleh para peneliti yang terkait. Dalam kasus
semburan Lumpur Panas, terdapat indikasi bahwa perluasan relasi seperti ini
terjadi. Fakta MV-earthquake bersesuaian dengan kepentingan kelompok yang
berpandangan bahwa semburan lumpur bukan dikarenakan faktor manusia,
![Page 169: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/169.jpg)
transformasi penelitian 157
melainkan dikarenakan bencana alam (yakni Gempa Yogyakarta). Di sisi lain,
fakta UGBO bersesuaian dengan kelompok yang menuding adanya faktor
manusia. Dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi hasil penelitian, terlihat adanya
kerja sama antara kelompok peneliti tertentu dan kelompok non-peneliti
tertentu.
Tabel 5.1 Perbedaan Variasi-Seleksi antara Fakta UGBO, Fakta MV-earthquake
dan Fakta MV-drilling (Sumber: Susanto, 2008)
Fakta UGBO Fakta
MV-earthquake
Fakta
MV-drilling
Sumber Data (sumber relasi empirikal)
Daily drilling report Fakta geologi kawasan
Daily drilling report dan fakta geologi kawasan
Relasi-Relasi Teknikal
Kondisi pemboran Sumur Banjarpanji-1 (daily drilling report dan data uji laboratorium sumber air dan lumpur; tekanan hidrostatis, geoyhermal gradient, data uji laboratorium asal air dan lumpur)
Kondisi geologi kawasan dan sejarah mud volcano (kondisi geologi dalam dimensi ruang-waktu; sesar Watu Kosek, diapiric shale/ overpressure shale, sebaran mud volcano di sekitar Lusi, geology setting, run seismic, rambatan energi dan gelombang gempa)
Kondisi pemboran Sumur Banjarpanji-1 dan kondisi geologi kawasan (daily drilling report dan uji laboratorium sumber air dan lumpur; Gunung Penanggungan, Welirang dan Arjuno, dan sumber mata air panas di sekitarnya)
Relasi-Relasi Sosial
LSM, Perwakilan (non-formal) Masyarakat Lokal
IAGI, BPPT, LIPI, Aspermigas, Lapindo, TP2LS
…
![Page 170: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/170.jpg)
158 ke dalam inovasi
Relasi
Persengketaan
Relasi
Saling Menyangkal
Kelompok
Non-Peneliti B
Kelompok
Non-Peneliti A
Kelompok
Peneliti X
Kelompok
Peneliti Y
Relasi
Persengketaan
Relasi
Saling Menyangkal
Kelompok
Non-Peneliti B
Kelompok
Non-Peneliti A
Kelompok
Peneliti X
Kelompok
Peneliti Y
Keselarasan Klaim Ilmiah
dan Kepentingan
Keselarasan Klaim Ilmiah
dan Kepentingan
Gambar 5.1 Perkembangan Relasi-Relasi: (Atas) Relasi-Relasi di Fase Awal;
(Bawah) Terbentuknya Relasi Peneliti dan Non-Peneliti
Kesesuaian atau keselarasan antara kelompok peneliti dan kelompok
kepentingan terlihat pada penyelenggaraan seminar-seminar secara bersama,
dengan pendanaan oleh pihak-pihak non-peneliti74. Penyelenggaraan seminar-
74
Di antaranya adalah seminar di Hotel Bumi Karsa yang diselenggarakan Walhi, ICEL,
Jatam, YLBHI, dan Elsam; deklarasi Gerakan Menutup Lumpur (Gempur) Lapindo di
Gd. Nusantara V DPR-RI oleh Gempur Lapindo (aliansi LSM, tokoh masyarakat,
peneliti proponen UGBO, korban) untuk kelompok Peneliti A; International Workshop
![Page 171: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/171.jpg)
transformasi penelitian 159
seminar seperti ini kental dengan nuansa ‗pertarungan fakta ilmiah‘, alih-alih
dialog untuk mencari kebenaran. Sering, dalam seminar-seminar seperti ini,
seorang peneliti menuding peneliti lain sebagai tidak berkompeten, alih-alih
menyimak dengan seksama pandangan-pandangan yang berbeda dari peneliti-
peneliti lain. Para peneliti pun tidak jarang menggunakan istilah yang, secara
tidak langsung, memperlihatkan keberpihakan seperti Lula (Lumpur Lapindo)
atau Lusi (Lumpur Sidoarjo).
Sebagaimana didiskusikan di Bab 3, variasi-seleksi (dalam suatu penelitian)
bermula ketika seorang peneliti menilai bahwa suatu teori/metode/model
sebagai tidak benar ataupun bermasalah, dan memutuskan bahwa sesuatu
teori/metode/model yang benar perlu ditemukan. Pencarian (searching) atas
teori/metode/model yang benar akan menghasilkan pilihan-pilihan. Kemudian,
berdasarkan prinsip validasi tertentu, peneliti tersebut menetapkan yang benar
di antara pilihan-pilihan yang ada. Dalam kasus semburan Lumpur Panas ini,
terlihat suatu pola variasi-seleksi yang khusus (lihat Gambar 5.1). Di sini, para
peneliti saling melakukan problematisasi (mutual problematization) satu terhadap
yang lain. Dengan perkataan lain yang lebih sederhana, para peneliti saling
menyangkal satu terhadap yang lain—relasi penyangkalan (negative relation).
Masing-masing kelompok peneliti mengusung fakta ilmiah tertentu,
mengukuhkan kebenaran fakta ini, sambil menyangkal fakta ilmiah yang
diklaim oleh kelompok yang lain. Ini terjadi antara kelompok pendukung fakta
UGBO dan kelompok pendukung fakta MV-earthquake. Peneliti pendukung fakta
UGBO bekerja dengan mengukuhkan fakta UGBO sambil menyangkal fakta
MV-earthquake. Sebaliknya, peneliti pendukung fakta MV-earthquake bekerja
dengan mengukuhkan fakta MV-earthquake sambil menyangkal fakta UGBO.
Sementara itu, peneliti pendukung fakta MV-drilling bekerja dengan melakukan
koreksi-koreksi pada fakta UGBO dan MV-earthquake sekaligus.
di Auditorium BPPT, diselenggarakan IAGI, LIPI, BPPT dan seminar oleh Aspermigas
untuk kelompok Peneliti B.
![Page 172: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/172.jpg)
160 ke dalam inovasi
Gambar 5.2 Sebuah Cara terbentuknya Kesesuaian antara Klaim Ilmiah dan
Kepentingan Sosial
Dalam situasi seperti ini, alih-alih merekonsiliasikan sengketa, para peneliti
dan fakta-fakta ilmiah menjadi bagian yang membuat persengketaan hukum
‗lebih keras‘. Apakah dalam kasus ini para peneliti menunjukkan keberpihakan
pada kelompok tertentu? Atau, apakah kasus ini menunjukkan bahwa iptek
terkontaminasi oleh politik? Penelusuran terhadap narasi dari masing-masing
peneliti tidak memperlihatkan adanya faktor politik di dalamnya. Masing-
masing peneliti bekerja secara profesional, sesuai dengan kaidah-kaidah yang
berlaku dalam komunitas ilmiah yang terkait. Jadi, kalaupun terjadi kesesuaian
antara fakta ilmiah dan kepentingan politik, kesesuaian ini bukan sesuatu yang
dirancang dari awal. Bagaimana penyesuaian (secara tidak disengaja) seperti ini
dapat terjadi diilustrasikan dalam Gambar 5.2.
Tampaknya, pelajaran yang dapat dipetik dari kasus Lumpur Panas ini
bukanlah bahwa apakah peneliti dan iptek itu bersifat netral atau berpihak.
Pelajaran yang penting adalah bahwa hasil penelitian itu dapat sesuai dengan
kepentingan politik tertentu, meski hal ini bukan sesuatu yang diinginkan oleh
peneliti. Kesesuaian ini dapat menimbulkan gejala penggabungan (augmentation)
jejaring-jejaring yang saling memperkuat, dan menghasilkan lintasan variasi-
seleksi yang tak-dapat-balik (irreversible). Dengan perkataan lain, meski seorang
peneliti tidak memiliki kepentingan, tetapi ia dapat menjadi bagian dari jejaring
yang begitu padat dan rapat sehingga peneliti tersebut tidak mungkin
Kelompok
KepentinganProblematisasi
Goal menyamping/
detour
Asosiasi Aksi
X
halangan konformitas
Peneliti
Goal 1
Goal 2
X
Pe
rge
sera
n
![Page 173: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/173.jpg)
transformasi penelitian 161
mempertimbangkan hipotesis yang bertentangan dengan apa-apa yang diterima
dalam jejaring.
Sebagaimana didiskusikan di Bab 2 tentang metode ilmiah, logico-empirism
dapat dijalankan dengan menempuh prosedur positivisme atau
falsifikasionisme. Kedua prosedur ini memiliki keabsahan yang sama. Dalam
pola positivisme, pengujian lebih menekankan pengukuhan hipotesis. Tetapi
dalam falsifikasionisme, pengujian dilakukan justru dengan cara menyangkal
hipotesis. Dalam kasus semburan Lumpur Panas, para peneliti memperlihatkan
sikap positivistik. Argumentasi-argumentasi para peneliti cenderung berpola
positivistik. Para peneliti bekerja untuk mengukuhkan bahwa hipotesis yang ia
ajukan benar. Dalam pola falsifikasionistik, seorang peneliti bekerja untuk
menyangkal hipotesis yang ia ajukan. Ia akan menuturkan upaya-upaya untuk
menyangkal hipotesis yang ia ajukan sendiri, alih-alih menyangkal hipotesis
yang diajukan oleh peneliti lain.
5.3 Difusi TIK untuk Mengatasi Digital Divide
Pengembangan dan pemanfaatan TIK mengalami perubahan yang radikal
dalam beberapa dekade terakhir. Di masa Perang Dingin (era pasca-Perang
Dunia II), pengembangan TIK didominasi oleh kepentingan-kepentingan
pertahanan. Runtuhnya Tembok Berlin menandai pergeseran geopolitik dari
perang psikologis (di masa Perang Dingin) ke arah pertarungan industrial—
globalisasi persaingan industrial. Seiring dengan perubahan geopolotik tersebut,
pengembangan TIK berubah dari pola terpusat dan tertutup menjadi tersebar
dan terbuka. Pada pertengahan dekade1990-an, negara-negara anggota OECD
(Organization for Economic Cooperation and Development) bersepakat bahwa
pengembangan dan pemanfaatan TIK diintegrasikan ke dalam kebijakan-
kebijakan ekonomik. Pada satu dekade terakhir, berkembang pesat upaya-upaya
untuk memanfaatkan TIK guna menjawab permasalahan-permasalahan di
negara berkembang, di bawah skema Universal Service Obligation.
Salah satu rumusan masalah yang dihadapi negara berkembang adalah apa
yang dikenal dengan ‗kesenjangan digital‘ (digital divide). Secara sederhana,
kesenjangan digital ini dapat diartikan sebagai kesenjangan sosial-ekonomik
antara dua kelas atau kelompok sosial, yang disebabkan oleh kesenjangan dalam
![Page 174: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/174.jpg)
162 ke dalam inovasi
penguasaan TIK (McGregor, 1997; Storrgard, 1998). Bentuk penguasaan TIK
yang paling sederhana adalah ketersediaan akses ke TIK75 dan kemampuan
untuk memanfaatkan TIK. Kesenjangan digital ini dapat terjadi bukan saja
antara dua bangsa, melainkan juga antara masayarakat kota dan masyarakat
desa dalam sebuah negara. Berpijak pada rumusan masalah kesenjangan digital
tersebut, Bank Dunia dan badan-badan donor internasional lainnya
mengembangkan program-program bantuan yang dimaksudkan untuk
mengatasi kesenjangan digital di masyarakat perdesaan. Melalui hasil kajian
evaluatif terhadap program-program bantunan tersebut, Stoorgard (1998)
menyarankan pentingnya faktor-fakor sosial berikut ini untuk diperhitungkan:
(i) akses ke TIK harus dimaknai lebih luas, mencakup akses ke sumber
pengetahuan, sumber daya ekonomik, dan sumber daya sosial yang lainnya; (ii)
peran mediator dari organisasi yang berakar dalam masyarakat; (iii) partisipasi
yang luas dari masyarakat; (iv) visi dan kepemimpinan di masyarakat.
Di Indonesia, masyarakat perdesaan tinggal di wilayah-wilayah yang
tersebar dalam bentangan geografis yang sangat luas, dan antara satu wilayah
dan wilayah yang lain terpisah oleh jarak yang jauh. Di sisi lain, pada umumnya
infrastruktur (transportasi, listrik dan telekomunikasi) perdesaan relatif terbatas
ketersediaannya. Dalam situasi seperti ini, banyak masyarakat desa berada
dalam keadaan yang relatif terisolasi. Berikut ini dibahas tiga kasus inisiatif
pemanfaatan TIK untuk pembangunan masyarakat perdesaan. Dalam kasus
yang pertama, penginisiasi berasal dari perguruan tinggi (dalam hal ini, ITB).
Dalam kasus yang ke dua, inisiatif dirintis oleh seorang warga desa, yang
kemudian mendapatkan bantuan konsultatif dari sebuah LSM. Dalam kasus
yang ke tiga, inisiatif dirintis melalui kolaborasi antara seorang warga desa dan
seorang staf dari divisi pemberdayaan masyarakat, PT. Telkom. Pembahasan
ketiga kasus ini tidak dimaksudkan untuk tujuan penilaian komparatif. Masing-
masing kasus akan digali keunikannya sehingga didapatkan perbedaan-
75
Hingga saat ini masih terjadi perdebatan mengenai makna dari kesenjangan digital.
Sebagian kalangan menyatakan bahwa kesenjangan digital tidak sebatas akses pada
perangkat komputer dan saluran telekomunikasi, tetapi juga akses pada informasi dan
sumber daya lain seperti pendidikan, finansial, politik dan hukum.
![Page 175: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/175.jpg)
transformasi penelitian 163
perbedaan, dan pemahaman yang lebih kaya mengenai pemanfaatan TIK di
perdesaan. Sebagian data yang dijadikan basis bagi pembahasan di sini berasal
dari kajian-kajian terdahulu yang dilaporkan dalam Srimarga (2009) dan Rivai
(2010).
5.3.1 Digital Learning di Desa Cinta Mekar
Projek Digital Learning digagas dan dirintis implementasinya oleh Pusat
Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi76 (PPTIK) ITB. Pendanaan
projek tersebut bersumberkan bantuan dari Microsoft dan dari ITB. Diyakini
oleh para penggagas projek tersebut bahwa penyebarluasan akses ke TIK
merupakan sebuah jawaban bagi masalah kesenjangan digital (digital gap) di
masyarakat. Melalui implementasi projek digital learning, diharapkan TIK dapat
berfungsi sebagai enabling factor77 bagi produktivitas ekonomik dan perbaikan
kehidupan sosial masyarakat desa. Sebagaimana dikutip dalam Srimarga (2009),
seorang peneliti PPTIK ITB menuturkan:
… Coba bayangkan kalau di desa itu ada pesawat telpon murah, malah kalau bisa gratis, ada beberapa unit komputer personal, kemudian kita beri pelatihan kepada mereka. Mereka pasti akan bisa menggunakan Internet, dan pasti mereka akan lebih mudah memasarkan hasil-hasil desanya ke kota, mereka bisa mengecek harga komoditi hasil panennya online. Dan di sekolah....anak-anak desa itu pasti akan bisa juga menggunakan Internet untuk mencari sumber-sumber pengetahuan baru.
Sebagai targeted beneficiary dari projek Digital Learning ditetapkan
masyarakat desa Cinta Mekar, Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Salah
satu pertimbangan dalam penetapan ini adalah bahwa masyarakat Cinta Mekar
76
PPTIK ITB merupakan satu dari sejumlah pusat penelitian yang dibentuk oleh ITB
pada tahun 2002. PPTIK, seperti juga pusat-pusat penelitian yang lain, mengemban misi
yang ditetapkan ITB dan untuk menjalankan misi tersebut menerima dukungan
pendanaan dari ITB. 77
Dalam beberapa wawancara, pimpinan PPTIK ITB menyatakan keyakinannya bahwa
akses ke TIK akan memampukan (to enable) para pelaku ekonomi di desa memperluas
akses ke pasar di perkotaan.
![Page 176: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/176.jpg)
164 ke dalam inovasi
telah berhasil mengadopsi teknologi mikro-hidro untuk penyediaan listrik
lokal78. Keberhasilan ini menandakan adanya semacam keterbukaan masyarakat
desa tersebut untuk menerima dan mengadopsi teknologi yang relatif baru bagi
mereka. Tokoh setempat yang turut merintis dan mengawal implementasi
projek mikro-hidro tersebut merupakan seorang praktisi yang memiliki
hubungan dekat dengan sejumlah peneliti ITB. Perintis projek Digital Learning
berharap bahwa tokoh tersebut dapat berperan sebagai mediator antara PPTIK
ITB dan masyarakat desa Cinta Mekar.
Desa Cinta Mekar tidak memiliki jejaring telpon publik. Keadaan ini
dipandang oleh perintis projek Digital Learning sebagai sebuah need factor atas
TIK. Jadi, keterbatasan jejaring telekomunikasi merupakan kendala bagi warga
desa Cinta Mekar untuk berkomunikasi ke dunia luar, khususnya kendala bagi
upaya-upaya promosi dan perluasan pasar bagi produk-produk pertanian lokal.
Keterbatasan infrastruktur tersebut juga diduga sebagai penghambat
perkembangan di bidang pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan asumsi-
asumsi demikian, kelompok-kelompok sosial yang diduga berpotensi sebagai
beneficiary dari pojek ini adalah, antara lain, penyelenggara sekolah
dasar/menengah, pemerintah desa, koperasi, dan posyandu.
Kegiatan-kegiatan dari projek Digital Learning mencakup pemberian
(sebagai bantuan cuma-cuma) peralatan TIK, instalasi peralatan, dan pelatihan
pengoperasian peralatan TIK tersebut. Dalam hal ini, PPTIK ITB merupakan
pihak yang menyediakan peralatan dan materi pelatihan, sekaligus pelaksana
instalasi dan penyelenggara pelatihan. Rancangan dari peralatan TIK dan
konsep pelatihan tersebut telah ditetapkan di tahap awal perumusan projek
Digital Learning. Peralatan TIK yang diberikan mencakup: jejaring telepon lokal
(untuk komunikasi intra-lokal); menara pemancar lokal dan server (ditempatkan
di rumah salah seorang warga desa); sejumlah pesawat telpon genggam (untuk
rumah tangga); sejumlah perangkat keras komputer dan perangkat lunak
aplikasi (untuk beberapa lembaga formal desa); berbagai pelatihan teknis yang
terkait dengan pengoperasian peralatan keras dan lunak; pengembangan
78
Projek pengenalan dan instalasi mikro-hidro di desa Cinta Mekar melibatkan tokoh-
tokoh setempat, Kementerian ESDM dan sebuah perusahaan swasta. Pembangkit listrik
mikro-hidro mulai beroperasi pada tahun 2007.
![Page 177: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/177.jpg)
transformasi penelitian 165
koneksi, melalui jejaring PLN, ke pembangkit listrik mikro-hidro yang telah
beroperasi di Cinta Mekar.
5.3.1.1 Pengembangan Relasi
Untuk mengenalkan gagasan Digital Learning ke masyarakat desa Cinta Mekar,
pihak perintis projek memulai dengan mengunjungi kediaman seorang tokoh
setempat. Dalam kunjungan tersebut disampaikan latar belakang gagasan dan
tujuan dari Digital Learning dan diminta kesediaan tokoh tersebut untuk
menjadi penghubung antara PPTIK ITB dan para warga desa. Tokoh tersebut
merupakan mantan Kepala Desa Cinta Mekar dan kemudian menjabat Ketua
Koperasi Unit Desa (KUD). Ia merupakan tokoh yang berhasil menjadi
perantara antara para warga desa dan pihak-pihak luar desa dalam
implementasi projek mikro-hidro.
Melalui perantara tokoh tersebut, diselenggarakan pertemuan-pertemuan
non-formal antara pelaksana projek Digital Learning dan para warga desa Cinta
Mekar. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut dipaparkan latar belakang dan
tujuan dari Digital Learning, dan digambarkan fitur dan fungsi peralatan TIK
yang akan diberikan sebagai bantuan. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
upaya ini berhasil menstimulasi partisipasi warga desa. Khususnya,
berkembang ketertarikan warga desa terhadap peralatan tekepon. Tetapi mereka
kurang tertarik pada komputer, karena dianggap sulit pengoperasian dan
perawatannya.
Kesulitan yang terjadi adalah dalam penggalian kebutuhan warga desa
terhadap kandungan informasi. Pertanyaan-pertanyaan mengenai kebutuhan
informasi yang berkaitan dengan layanan pendidikan dan kesehatan sering
tidak direspons oleh warga desa. Seorang warga desa, ketika ditanya alasannya
menerima bantuan, menjawab (Srimarga, 2009):
… rugi kalau menolak bantuan, namanya juga bantuan.
Ungkapkan ini menggambarkan bahwa meski partisipasi warga desa berhasil
distimulasi melalui perantaraan tokoh setempat, partisipasi itu di tingkat yang
rendah. Sosok tokoh setempat tersebut yang dikenal baik dan terpercaya
membuat warga desa bersedia untuk bepartisipasi dalam pertemuan-pertemuan
![Page 178: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/178.jpg)
166 ke dalam inovasi
non-formal. Meski demikian, interaksi-interaksi yang terjadi tidak berkembang
cukup jauh ke tahap penggalian kebutuhan-kebutuhan informasi. Bagi pihak
pelaksana projek Digital Learning, usulan-usulan kebutuhan informasi dari
warga desa akan dijadukan acuan dalam pengembangan kandungan (content)
sistem informasi. Ketika usulan-usulan tentang kebutuhan informasi tidak
kunjung terumuskan dalam pertemuan-pertemuan non-formal, implementasi
projek Digital Learning menjadi terhenti.
5.3.1.2 Penyesuaian-Penyesuaian
Menghadapi situasi demikian, pihak pelaksana projek Digital Learning menjalin
kemitraan dengan Program Magister Studi Pembangunan (PMSP) ITB, dan
membentuk tim khusus untuk melaksanakan semacam information need
assessment. Tim tersebut kemudian melaksanakan FGD dan wawancara berpola
etnografis dengan sejumlah warga desa Cinta Mekar, tokoh-tokoh setempat,
pejabat pemerintah desa, guru-guru, dan para pemuda. Pihak PMSP ITB
melakukan information need assessment dengan berpegang pada hipotesis bahwa
kebutuhan informasi masyarakat tidak terlepas dari keberadaan relasi-relasi
sosial yang aktual, khususnya relasi-relasi sosial yang berpola jejaring. Dengan
mengidentifikasi relasi-relasi sosial tersebut, diharapkan dapat dirumuskan fitur
dan fungsi TIK yang berpotensi memperluas relasi-relasi sosial tersebut.
Hasil kajian dari tim tersebut memperlihatkan bahwa pada umumnya
relasi-relasi sosial pada warga desa Cinta Mekar merupakan relasi-relasi yang
berwatak lokal. Jadi, pada umumnya warga desa melakukan komunikasi
dengan cara tatap-muka atau komunikasi langsung79 (unmediated communication).
Media informasi seperti papan tulis tidak dijumpai di tempat-tempat pertemuan
warga. Begitu juga sumber-sumber informasi seperti seperti surat kabar, leaflet,
buletin, dan lain-lain tidak dijumpai di tempat-tempat publik, kantor desa,
ataupun rumah-rumah penduduk. Media elektronik yang banyak dijumpai
adalah televisi dan radio, yang merupakan media komunikasi satu arah.
79
Lawan dari komunikasi langsung adalah komunikasi melalui media (mediated
communication). Komunikasi melalui telepon kabel, Internet dan surat adalah
komunikasi tidak langsung.
![Page 179: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/179.jpg)
transformasi penelitian 167
Mendapatkan fakta ini, tim menyimpulkan bahwa tidak ada kebutuhan yang
aktual akan TIK. Hanya jika diupayakan perubahan-perubahan kepranataan
sosial pada desa Cinta Mekar, kebutuhan akan TIK akan berkembang. Tetapi
dalam kondisi sosial yang ada, kebutuhan itu memang tidak ada.
Dari hasil kajian tersebut, tim merekomendasikan kepada PPTIK ITB bahwa
lingkup dari beneficiary tidak dibatasi oleh wilayah administratif (dalam hal ini,
wiayah desa), tetapi berkonsentrasi pada sebuah sektor, yaitu sektor pendidikan
atau sektor kesehatan. Pertimbangannya adalah lebih tinggi intensitas
komunikasi dan lebih luas interaksi sosial di sektor-sektor tersebut, daripada
dalam desa Cinta Mekar. Rekomendasi ini berimplikasi bahwa peralatan TIK
yang ditawarkan harus dimodifikasi agar lebih sesuai dengan kebutuhan
informasi di sektor yang lebih spesifik (yakni sektor pendidikan atau sektor
kesehatan). mempertimbangkan rekomendasi tersebut, pihak PPTIK ITB
menyetujui memutuskan untuk memilih sektor pendidikan di kabupaten
Subang sebagai targeted beneficiary, dan kemudian menjalin kemitraan dengan
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung untuk mengembangkan
substansi pendidikan dari projek Digital Learning.
Modifikasi dari projek Digital Learning direalisasikan dengan
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan seperti, antara lain: penyediaan perangkat
keras dan perangkat lunak komputer (sistem operasi dan aplikasi) serta instalasi
jejaring Internet (secara terbatas) untuk keperluan guru dan siswa sekolah dasar
dan madrasah ibtidaiyah yang dipilih sebagai beneficiary; penyelenggaraan
pelatihan bagi guru-guru di sekolah dasar dan madrasah tersebut;
pengembangan bahan-bahan belajar-mengajar berbasis komputer; penyusunan
kurikulum e-learning; pendampingan bagi para guru untuk mengajarkan
komputer di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah; pemberian fasilitas pada
para guru di sekolah dasar dan madrasah untuk menggunakan Internet,
sementara koneksi ke Internet menggunakan pesawat telepon CDMA komersial,
bukan pesawat telepon khusus yang semula disediakan PPTIK ITB.
5.3.2 Radio-Internet Community di Desa Limbangan
Radio Community merupakan gagasan tentang pemanfaatan pesawat pemancar
(gelombang radio) untuk tujuan pembelajaran komunitas (community learning).
![Page 180: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/180.jpg)
168 ke dalam inovasi
Gagasan ini telah dikenal oleh sebagian masyarakat sejak dekade 1980-an,
sebelum teknologi Internet berkembang. Gagasan Radio Community tersebut
dipromosikan ke negara-negara berkembang melalui, antara lain, United Nations
Development Program (UNDP). Radio-Internet Community merupakan semacam
inovasi terhadap Radio Community, melalui penambahan Internet dan komputer
ke dalam Radio Community. Ini merupakan inovasi yang dirintis di kalangan
pemuda di desa Limbangan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.
5.3.2.1 Inisiasi Gagasan
Di desa Limbangan dan masyarakat di sekitarnya, Radio Community telah
dikenal sejak tahun 2000-an. Di berbagai lokasi di Limbangan dan di sekitarnya
telah terdapat kelompok-kelompok sosial yang tergabung dalam suatu Radio
Community. Perintis gagasan Radio-Internet Community adalah seorang pemuda
setempat, yang di awal tahun 2000 membuka usaha penyewaan komputer yang
berlokasi di desa Limbangan. Pemuda tersebut, saat itu, baru saja menyelesaikan
pendidikan sarjana di bidang ekonomi dari sebuah perguruan tinggi negeri di
Jawa Tengah. Melalui usaha penyewaan komputer, pemuda tersebut
mengembangkan sebuah wadah bagi kaum muda desa untuk berinteraksi,
khususnya para aktivis sosial dan pemuda petani. Di lokasi penyewaan
komputer tersebut, kaum muda setempat sering berkumpul dan membicarakan
isu-isu sosial dan ekonomik desa. Secara berangsur-angsur, tanpa direncanakan
oleh siapa pun sebelumnya, usaha penyewaan komputer tersebut berkembang
menjadi forum kaum muda (sebagai sebuah lembaga non-formal). Agenda
kegiatan kolektif dan pembagian peran dibicarakan bersama, dan disepakati
melalui musyawarah. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan bersama kemudian
berkembang, mencakup pembelajaran komputer, pelestarian lingkungan, dan
pembelajaran keagamaan.
Pada pertengahan tahun 2002, di suatu kesempatan, terjadi pertemuan
antara para anggota forum kaum muda Limbangan tersebut dan LSM Pattiro80.
80
Pattiro (Pusat Telaah dan Informasi Regional) adalah sebuah non-governmental
organization (NGO) yang bergerak di bidang good governance dan pemberdayaan
![Page 181: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/181.jpg)
transformasi penelitian 169
Pertemuan ini kemudian berkembang menjadi interaksi yang lebih mendalam,
dan dari sini terlontar gagasan untuk mengembangkan forum tersebut menjadi
lembaga formal, yang kemudian diberi nama Sekolah Rakyat (SR)81. Interaksi
lebih jauh antara SR dan Pattiro ini, pada gilirannya, menstimulasi
perkembangan gagasan-gagasan baru mengenai pemanfaatan TIK. Dengan
melibatkan perwakilan dari desa-desa di sekitar Limbangan, pihak SR
menginisiasi serangkaian pembahasan untuk mencari peluang-peluang untuk
pengembangan pemanfaatan TIK. Tidak sulit bagi SR untuk menstimulasi
partisipasi masyarakat di sekitar Limbangan, karena kegiatan-kegiatan SR
sebelumnya (sebelum menjadi lembaga formal) telah dikenal relatif luas di
masyarakat sekitar Limbangan. Dari serangkaian diskusi tersebut dihasilkan
kesepakatan tentang tiga objektif yang diprioritaskan, yaitu pengembangan
kapasitas kaum muda desa, pengembangan ekonomi lokal, dan perbaikan local
governance.
Melalui konsultasi dengan Pattiro, pihak SR memilih solusi teknologi yang
memadukan konsep Radio Community dan Internet. Pemilihan ini didasarkan
pada pertimbangan akan ketersediaan sarana/prasarana di Limbangan dan di
desa-desa sekitarnya. Pihak Pattiro memberikan bantuan sejumlah komputer
tambahan, perangkat lunak dan layanan akses ke Internet. Selain itu, pihak SR
juga berhasil memobilisasi sumber-sumber setempat untuk secara swadaya
membeli perangkat pemancar radio. Melalui partisipasi dari para perwakilan
desa-desa setempat, dan dengan menggunakan berbagai devais dan perangkat
teknologi tersebut, akhirnya SR berhasil membentuk sebuah Radio-Internet
Community. Komputer, jejaring telepon, telepon genggam dan lain-lain telah ada
dan digunakan oleh sebagian warga desa Limbangan dan desa-desa di
sekitarnya. Tetapi penggunaan berbagai devais tersebut hanya memberikan
manfaat yang terbatas. Melalui projek Radio-Internet Community digali manfaat-
manfaat baru dari penggunaan berbagai devais tersebut.
masyarakat. Pattiro berkedudukan di Jakarta dan memiliki kantor jejaring di 14 kota /
kabupaten di Indonesia, salah satunya adalah di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. 81
Dalam akta notaris lembaga ini disebut sebagai Persyarikatan Sekolah Rakyat.
![Page 182: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/182.jpg)
170 ke dalam inovasi
5.3.2.2 Penyebarluasan Gagasan
Penyebarluasan gagasan mengenai pemanfaatan TIK melalui Radio-Internet
Community berlangsung secara inkremental dengan menggunakan kesempatan-
kesempatan non-formal, dan melalui ritual-ritual tradisional masyarakat desa.
Seorang perintis Radio-Internet Community menuturkan (Srimarga, 2009):
…diseminasi ini berhasil, bukan karena teknologi yang dibawa canggih, juga bukan karena sudah ada permintaan orang di sini. Tetapi karena proses dialog dengan masyarakatnya sangat bagus. Fasilitatornya bagus-bagus.
Dalam pertemuan-pertemuan non-formal, pihak SR meminta dukungan
dari para pejabat terkait baik di tingkat desa maupun kecamatan. Salah satu
bentuk dukungan yang dibutuhkan adalah perijinan. Pihak SR memberikan
jaminan bahwa keseluruhan kegiatan yang terkait dengan Radio-Internet
Community bersifat non-politis dan non-partisan.
Kegiatan Radio-Internet Community mencakup pengelolaan siaran radio dan
pengelolaan kegiatan-kegiatan sosial. Para pemuda mengelola kegiatan siaran
radio secara sukarela. Partisipasi dari berbagai pihak juga terus-menerus
dikembangkan. Misalnya, upaya untuk menjalin kerja sama dengan Puskesmas
Kecamatan Limbangan menghasilkan program penyuluhan kesehatan secara
interaktif. Program penyuluhan kesehatan tersebut diminati oleh warga desa
karena memungkinkan interaksi secara on-line dengan menggunakan kombinasi
antara teknologi radio dan telepon genggam. Melalui keberadaan Radio-Internet
Community, masyarakat setempat berhasil menghidupkan kembali upacara
tradisional yang telah lama mati, yaitu Tembang Ngisor Mbulan. Dalam upacara
yang digelar di setiap malam purnama ini, para warga desa melakukan dialog-
dialog sambil memeragakan kesenian tradisional. Upacara Tembang Ngisor
Mbulan menjadi hidup kembali ketika dipromosikan secara luas melalui Radio-
Internet Community. Secara berangsur-angsur, kontribusi warga desa terhadap
Radio-Internet Community makin meningkat, baik dalam bentuk dana operasional
siaran radio, pasokan berita lokal untuk bahan siaran, Compact Disk yang berisi
bahan pengajian, musik, naskah cerita dan sebagainya.
![Page 183: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/183.jpg)
transformasi penelitian 171
Keberadaan Radio-Internet Community menstimulasi pembelajaran komputer
bagi para pemuda desa. Perangkat komputer dan Internet yang ada di stasiun
siaran, selain digunakan sarana penyiaran, juga digunakan sarana belajar bagi
para pemuda disana. Para pemuda yang bertugas sebagai pengelola siaran radio
sekaligus juga berperan sebagai instruktur komputer.Selain ini, Radio-Internet
Community juga memfasilitasi perluasan interaksi sosial di masyarakat
Limbangan. Misalnya, berkembang interaksi antara kelompok pemuda
Muhammadiyah dan kelompok pemuda Nadlha‘atul Ulama (NU) di desa
Limbangan yang sebelumnya, untuk kurun waktu yang cukup panjang, tidak
terjadi dialog.
Setelah kurang lebih empat tahun berjalan, pada tahun 2006 pihak SR
menyerahkan pengelolaan Radio-Internet Community ke kelompok pemuda di
desa lain, yaitu desa Taman Rejo. Upaya re-generasi ini, pada gilirannya, disertai
dengan adanya pergeseran-pergeseran. Khususnya, substansi program acara
siaran radio mengalami banyak pergeseran. Sebelumnya program siaran disukai
warga desa karena mengetengahkan dan mempertukarkan isu-isu sosial yang
relevan dengan kehidupan warga desa. Di bawah pengelolaan kelompok muda
yang baru, program siaran lebih banyak menyajikan materi hiburan, seperti
layaknya program siaran stasiun swasta. Program hiburan yang disiarkan juga
tidak jarang menimbulkan protes dari warga desa, karena dianggap substansi
yang disiarkan dianggap tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai tradisional
setempat. Khususnya protes datang dari para sesepuh desa Limbangan.
5.3.3 Kampung Digital di Sampali
Pada tahun 2008, PT. Telkom mencanangkan sebuah program yang dinamakan
Sumatera Pulau Digital. Program tersebut bertujuan untuk membangun
komunikasi antara satu komunitas dengan komunitas lainnya di Sumatera,
khususnya di wilayah-wilayah perdesaan. Kampung Digital merupakan salah
satu bagian dari program tersebut. Kampung Digital merupakan gagasan
tentang kampung yang memiliki sarana TIK yang relatif mutakhir seperti
broadband Internet access dan blogsite. Dengan adanya sarana demikian,
diharapkan masyarakat perdesaan dapat menggunakan komputer, Internet dan
berbagai sarana TIK lainnya untuk pengembangan usaha. Kampung Digital
![Page 184: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/184.jpg)
172 ke dalam inovasi
Sampali (KD Sampali) adalah satu dari tujuh Kampung Digital yang
pengembangannya difasilitasi oleh PT. Telkom.
5.3.3.1 Tahap Inisiasi
Inisiasi KD Sampali bukan berasal dari PT. Telkom, melainkan dari kelompok
pemuda lokal yang tergabung dalam Pusat Kegiatan Belajar Mandiri Generasi
Amanah (PKBM GA). PKBM GA dirintis dan dibentuk pada tahun 2006 oleh
seorang warga setempat, yang juga seorang dosen di sebuah lembaga
pendidikan komputer di kota Medan. Kegiatan utama PKBM GA adalah
penyediaan layanan pendidikan usia dini (PAUD) dan pelatihan Internet
dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat Sampali. Seiring dengan
meningkatnya minat warga terhadap layanan PKBM GA, kelompok perintis
lembaga tersebut menggalang dukungan dari berbagai kalangan mulai dari
kaum muda, tokoh masyarakat, pemuka agama, aktivis politik, ibu-ibu PKK dan
lain sebagainya. Ketika lingkup kegiatan makin meluas, para pengelola PKBM
GA mengajukan proposal ke sejumlah donatur dan perusahaan, termasuk ke PT.
Telkom Divisi Regional I, Sumatera. Tetapi proposal tersebut tidak begitu saja
bisa meyakinkan pihak PT. Telkom. Mengenai tanggapan PT. Telkom terhadap
proposal tersebut, seorang perintis PKBM GA menuturkan sebagai berikut:
Permintaan kami untuk membangun kampung digital tidak langsung disetujui. ‖Lho Pak, itu enggak sembarangan, ada syaratnya‖, kata orang Telkomnya. Pertama harus ada sekelompok anak muda yang tahu mengenai ICT. Kedua masyarakatnya aktif membangun desa. Dan yang ketiga itu ... ada potensi desa yang bisa ditonjolkan atau dikembangkan. Jadi kami minta, tapi tidak di kasih. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)
Berkaitan dengan persyaratan tersebut, seorang Community Development
Officer (CDO) dari PT. Telkom memberikan penjelasan sebagai berikut:
Kelembagaan masyarakat itu yang akan memberikan garansi sustainability di sini. Jadi kelembagaan masyarakat itu yang
![Page 185: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/185.jpg)
transformasi penelitian 173
mana yang dominan, itulah yang kita pertama kali harus bermitra di situ. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)
CDO PT. Telkom tersebut juga menyampaikan bahwa penetapan persyaratan
tersebut didasarkan pada kesimpulan-kesimpulan yang ia ambil dari
pengalaman pelaksanaan program Kampung Digital yang terdahulu. Salah satu
kesimpulan yang ia ambil adalah bahwa pengembangan kelembagaan
merupakan faktor yang penting bagi keberlanjutan program Kampung Digital.
Untuk memenuhi persyaratan yang diminta pihak PT. Telkom, pihak PKBM
GA memperluas kegiatannya, antara lain dengan mengembangkan blog dengan
alamat http://desasampali.blog.com. Blog ini memuat berita-berita tentang Sampali,
dan terus menerus dimutahirkan kandungan beritanya. Pihak PKBM GA
kemudian kembali menemui pihak PT. Telkom dan merperlihatkan apa-apa
yang telah mereka kembangkan. Melihat kesungguhan PKBM GA, pihak PT.
Telkom memutuskan untuk menyetujui proposal yang diajukan, dan
memberikan bantuan secara bertahap. Di tahap pertama, bantuan itu dalam
bentuk satu buah unit komputer dan layanan Internet gratis selama tiga bulan.
Bantuan dari PT. Telkom tersebut oleh pihak PKBM GA kemudian
diintegrasikan ke dalam sarana TIK yang telah mereka miliki untuk
pengembangan layanan-layanan. Melalui bantuan tersebut, PKBM GA
meningkatkan intensitas kegiatan pengenalan komputer dan Internet pada
masyarakat Sampali. Pelatihan komputer dan Internet ini juga diberikan pada
ibu-ibu pengelola PKK dan para pengurus DKM. Untuk pengembangan aspek
kandungan informasi, PT. Telkom memberikan pelatihan jurnalistik bagi kaum
muda, yang diselenggarakan di Speedy Learning Center milik PT. Telkom. Para
peserta diajarkan cara menulis berita, pengambilan foto, dan penulisan berita
secara on-line. Pada akhir pelatihan setiap peserta diberi kartu pers, sehingga
dapat melakukan pekerjaan jurnalistik.
Pada tahap berikutnya, PT. Telkom, melalui divisi Community Development
Center, meminta PKBM GA untuk membuat pemetaan potensi ekonomik
masyarakat Sampali. Seorang CDO PT. Telkom menuturkan sebagai berikut:
Kebutuhan tentang lingkungan itu juga didefinisikan oleh masyarakat sendiri. Namun ada evaluasi juga dari kita. Tidak serta merta apa yang mereka kemukakan lalu diterima dan
![Page 186: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/186.jpg)
174 ke dalam inovasi
diterapkan begitu saja. ... Karena, kalau proposal mereka minta kambing lalu kita kasih kambing, belum tentu sesuai. Jangan-jangan tujuannya bukan kambing, tapi sapi misalnya. Itu kan harus kita diskusikan, sehingga kita tahu motifnya itu apa. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)
Dalam penuturan ini, CDO PT. Telkom tersebut menyatakan isu-isu yang ia
negosiasikan dengan pihak PKBM GA. Penuturan tersebut juga
menggambarkan bahwa dalam pemberian fasilitas, PT. Telkom menempuh
pendekatan interaktif melalui dialog dan negosiasi. Dengan cara demikian,
kebutuhan-kebutuhan akan TIK dirumuskan dan solusi dicari. Dalam
penyediaan perangkat TIK untuk Kampung Digital Sampali, PT. Telkom
melibatkan sejumlah perusahaan rekanannya untuk melakukan survei,
rancangan konfigurasi jejaring, penempatan menara, serta instalasi radio hot spot
dan radio point to point. Di semua kegiatan ini pihak PKBM GA dilibatkan.
5.3.3.2 Perluasan Relasi-Relasi
Untuk mencakup keseluruhan warga desa Sampali, dibangun tiga buah Pusat
Informasi Masyarakat (PIM). Pemilihan lokasi PIM didasarkan pada beberapa
pertimbangan, di antaranya, intensitas kegiatan sosial dan kegiatan ekonomik
yang telah ada. Biaya operasional PIM sepenuhnya ditanggung para pengelola
PIM itu sendiri, sedangkan biaya berlangganan jejaring dan pemeliharaan
peralatan menjadi tanggung jawab Pengurus KD Sampali (yakni pihak PKBM
GA). Untuk pemeliharaan teknikal, PT. Telkom memberikan pelatihan perakitan
dan trouble shooting perangkat keras dan jejaring pada para pengelola dan
beberapa pemuda desa. Dengan pelatihan ini diinginkan bahwa pemeliharaan
rutin dan perbaikan kerusakan ringan dapat ditangani langsung oleh para
pengelola PIM.
Salah satu PIM berlokasi di dusun Pondok Rawa, dengan kurang lebih 200
kepala keluarga. Letak dusun Pondok Rawa ini relatif terpencil. Pekerjaan
sehari-hari warga dusun setempat adalah sebagai tukang bangunan, tenaga
pendidik/guru, petani sayur-sayuran, atau buruh perkebunan. Hampir semua
keluarga di dusun Pondok Rawa beternak lembu atau kambing. Lokasi Pondok
Rawa dikelilingi oleh padang rumput, sehingga ternak dengan mudah dapat
![Page 187: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/187.jpg)
transformasi penelitian 175
diberi makan. PIM di Pondok Rawa dikelola oleh seorang pemuda tamatan
STM. Ia sendiri memiliki usaha non-formal di bidang percetakan foto dan
undangan. PIM Pondok Rawa pada awalnya dimanfaatkan oleh para pelajar dan
guru-guru. Pihak PT. Telkom melihat bahwa peternakan kambing dan sapi
merupakan potensi bagi pengembangan kegiatan ekonomik. PT. Telkom
kemudian memfasilitasi pengembangan koperasi. Dengan memanfaatkan
website, koperasi tersebut kemudian mempromosikan produk-produk
peternakan warga setempat. Upaya ini menghasilkan peningkatan penjualan
produk peternakan.
Melihat keberhasilan ini, timbul gagasan dari warga setempat untuk
membuat pupuk organik cair dari kotoran hewan. Ide ini datang dari seorang
peternak setempat yang sering bepergian ke Brastagi untuk menjual kotoran
ternak. Kotoran ternak dari dusun Pondok Rawa di beli oleh para pemilik kebun
di Brastagi. Ketika mengetahui bahwa kotoran ternak bisa dijadikan pupuk, para
peternak dusun Pondok Rawa tersebut mulai mencoba sendiri pembuatan
pupuk, sambil menggali informasi dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia
di PIM Pondok Rawa. Kegiatan ini kemudian berkembang menjadi Kelompok
Usaha Pembuatan Pupuk Organik ASB (Agro Sampali Bangkit).
Perluasan kegiatan juga terjadi pada PIM Balai Desa. PIM ini berlokasi di
kantor Balai Desa Sampali. Pengelola PIM Balai Desa ini juga merupakan
anggota PKBM GA. Salah seorang pengelola PIM Balai Desa merupakan
mahasiswa IAIN Sumatera Utara, yang aktif dalam Forum Remaja Islam di
Sampali. Pada awalnya, PIM Balai Desa lebih banyak dimanfaatkan oleh anak-
anak sekolah terutama anak-anak SMA, dan ibu-ibu PKK. Ibu-ibu
memanfaatkan PIM untuk mencari resep masakan atau hal-hal lain yang relevan
dengan kegiatan sehari-hari. Ketua Tim Penggerak PKK Desa Sampali turut
mempromosikan PIM Balai Desa pada ibu-ibu PKK.
Meski berada di pusat pemerintahan desa, PIM Balai Desa belum
termanfaatkan untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan. Pihak Kepala
Desa justru kurang mendukung pemanfaatan PIM tersebut. Salah seorang
pengelola PIM Balai Desa menuturkan sebagai berikut:
Kepala desanya tidak suka Internet ada di situ. Tidak ada manfaat, katanya. Kan waktu itu dibangunnya ... mereka yang
![Page 188: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/188.jpg)
176 ke dalam inovasi
tidak suka. Hanya tidak berani terus terang. Beraninya di belakang. (kutipan transkrip wawancara dalam Rivai, 2010)
Penuturan ini menggambarkan adanya konstroversi yang mengiringi
pengembangan PIM Balai Desa. Di tahap awal pengembangan KD Sampali,
Sekretaris Desa saat itu menjabat sebagai care taker Kepala Desa. Ia ikut terlibat
dalam pendirian KD Sampali dan berbagai kegiatan pembangunan di desanya.
Ia bahkan mengembangkan blog tersendiri untuk mempromosikan cita-citanya
mengenai pembangunan Sampali. Tetapi pemimpin desa yang baru memiliki
pandangan yang berbeda mengenai keberadaan TIK, khususnya mengenai PIM
di Kantor Balai Desa.
5.3.3.3 Keberlanjutan
Sebagian besar partisipan dalam Kampung Digital adalah kaum pelajar dan
pemuda. Kehadiran komputer dan Internet memberikan kesempatan pada
mereka untuk mendapatkan bahan-bahan pelajaran, ilmu pengetahuan,
keterampilan ataupun sarana hiburan. Masyarakat umum seperti petani,
pedagang, pegawai dan sebagainya jarang mengakses komputer dan Internet,
kecuali pada saat kelas pelatihan diselenggarakan. Pemanfaatan TIK sebagai
penggerak kegiatan ekonomik, sebagaimana yang diharapkan oleh PT. Telkom,
telah memberikan hasil meski relatif terbatas. Usaha yang berkembang melalui
pemanfaatan PIM adalah peternakan, pengembangan Koperasi Sampali Digital,
dan pembuatan pupuk organik oleh Kelompok Usaha Agro Sampali Bangkit.
PKBM GA memainkan peranan krusial dalam perkembangan Kampung
Digital Sampali. Secara sukarela, lembaga ini telah berupaya mengenalkan TIK
pada masyarakat sebelum mereka bertemu dengan PT. Telkom. Meski bantuan
teknikal dan keahlian dari PT. Telkom memiliki kontribusi yang sangat berarti,
mobilitas dan kredibilitas para anggota PKBM GA merupakan faktor katalis
dalam penyebarluasan pemanfaatan TIK di masyarakat Sampali.
![Page 189: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/189.jpg)
transformasi penelitian 177
5.3.4 Karakteristik Difusi TIK
Ketiga kasus yang dibahas terdahulu dapat dikategorikan sebagai kasus difusi
TIK82. Projek Digital Learning, projek Radio-Internet Community dan projek
Kampung Digital masing-masing mengandung gagasan baru yang, oleh
penginisiasi gagasan tersebut, disebarluaskan ke masyarakat untuk menjawab
masalah. Dari ketiga kasus difusi TIK yang dibahas di sini, hanya kasus Digital
Learning yang melibatkan hasil penelitian dari perguruan tinggi. Pada kedua
kasus yang lainnya, difusi TIK melibatkan pemasok non-peneliti. Berikut ini
didiskusikan pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan ketiga kasus difusi
TIK tersebut.
5.3.4.1 Ketersediaan Pilihan dan Negosiasi Kebutuhan
Pada kasus Digital Learning, pilihan TIK telah ditetapkan (pre-selected)
sebelum projek diimplementasikan. Pilihan TIK tersebut merupakan sebagian
saja dari keseluruhan hasil-hasil penelitian yang dilaksanakan di lingkungan
PPTIK ITB. Banyak dari hasil-hasil tersebut merupakan penelitian maju
(advanced research) yang dipublikasikan di tingkat internasional. Para peneliti di
lingkungan PPTIK ITB juga memiliki relasi-relasi dengan para peneliti di luar
negeri seperti di Jepang dan Amerika Serikat. Kelebihan yang dimiliki oleh
PPTIK ITB adalah tingkat produktivitas yang tinggi dalam penelitian yang
bertaraf internasional, dan relasi-relasi dengan para peneliti di luar negeri.
Tetapi, dalam konteks penyelenggaraan projek Digital Learning, kelebihan ini
justru menjadi faktor pembatas. Tidak banyak dari hasil-hasil penelitian yang
dapat ditawarkan melalui projek Digital Learning, karena sebagian besar hasil-
hasil penelitian tersebut berorientasi pada penelitian maju yang disesuaikan
dengan kecenderungan di forum ilmiah internasional. Dalam kasus Radio-
Internet Community, pilihan-pilihan TIK juga relatif terbatas karena baik
82
Ketiga kasus ini dapat dikategorikan sebagai difusi iptek/inovasi sesuai dengan definisi
yang diberikan oleh Rogers (2003).
![Page 190: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/190.jpg)
178 ke dalam inovasi
penginisiasi projek maupun LSM Pattiro bukan merupakan pemasok iptek.
Tetapi dalam kasus ini penginisiasi projek memanfaatkan iptek yang telah ada
dan digunakan di masyarakat Limbangan.
Pembahasan ketiga kasus difusi TIK tersebut memperlihatkan pentingnya
ketersediaan pilihan-pilihan TIK. Argumennya sederhana. Kebutuhan akan TIK
bukan sesuatu yang sudah diketahui secara pasti di awal proses difusi TIK.
Kebutuhan akan TIK mulai dipahami ketika berbagai pihak yang berpartisipasi
dalam proses difusi, terlibat dalam interaksi dan negosiasi. Melalui interaksi dan
negosiasi tersebut, disepakati kebutuhan TIK yang akan dijawab melalui
pasokan TIK yang disediakan oleh penginisiasi difusi. Jadi, kebutuhan TIK
merupakan hasil kesepakatan, bukan sesuatu yang sudah dipahami sejak awal.
Peluang tercapainya kesepakatan tersebut bergantung pada ketersediaan
pilihan-pilihan TIK. Jika tidak ada pilihan, tidak ada hal-hal yang dapat
dinegosiasikan. Dalam situasi seperti ini, hanya ada dua kemungkinan: terima
pilihan yang ditawarkan, atau tolak.
Dalam kasus Digital Learning di Cinta Mekar, pihak PPTIK ITB mengalami
kesulitan untuk bernegosiasi dikarenakan keterbatasan pilihan TIK yang dapat
mereka tawarkan. Meski di lingkungan PPTIK ITB terdapat banyak hasil
penelitian, sebagian besar dari penelitian ini merupakan penelitian bertaraf
internasional, yaitu penelitian dengan topik-topik yang disesuaikan dengan
kecenderungan di forum ilmiah internasional. Dalam kasus Kampung Digital di
Sampali, pihak PT. Telkom memiliki pilihan-pilihan peralatan TIK dan program-
program pelatihan yang terakumulasi melalui pengalaman mereka. Dengan
adanya pilihan-pilihan ini, PT. Telkom relatif leluasa untuk bernegosiasi dengan
pihak-pihak di Sampali berkenaan dengan kebutuhan TIK yang akan dipenuhi
oleh PT. Telkom. Dalam kasus Radio-Internet Community, penginisiasi projek
berpijak pada peralatan TIK dan praktis yang sudah dikenal masyarakat, yaitu
praktis Radio Community. Ia pun terlibat dalam mengelola dan membina Radio
Community di Limbangan. Dalam situasi demikian, kebutuhan TIK relatif sudah
dipahami. Yang ia lakukan adalah menstimulasi kebutuhan-kebutuhan baru,
dengan berpijak pada kebutuhan yang sudah ada. Dalam kasus ini, keterbatasan
pilihan TIK bukan merupakan hambatan bagi difusi, karena kebutuhan akan
TIK relatif sudah dipahami dan disepakati.
![Page 191: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/191.jpg)
transformasi penelitian 179
Jadi, sebuah pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan ketiga kasus
difusi TIK terdahulu adalah bahwa kesesuaian antara pilihan TIK dan
kebutuhan akan TIK merupakan faktor yang menentukan keberhasilan difusi
TIK. Kebutuhan akan TIK bukan merupakan sesuatu yang telah dipahami
semua pihak di awal difusi. Alih-alih demikian, kebutuhan tersebut dipelajari
oleh berbagai pihak melalui interaksi di antara mereka. Pada akhirnya,
kebutuhan mana yang ditetapkan untuk dijawab, bergantung pada proses
negosiasi dan kesepakatan. Ruang negoiasi akan terbuka lebar bila cukup
tersedia pilihan-pilihan TIK. Sebaliknya, bila terbatas pilihan-pilihan TIK yang
tersedia, terbatas juga ruang negosiasi tersebut.
5.3.4.2 Keselarasan Jejaring Teknikal dan Jejaring Sosial
Kasus-kasus difusi TIK yang dibahas di atas juga memperlihatkan karakteristik
yang spesifik dari pemanfaatan TIK. Dalam inisiasi Digital Learning di Cinta
Mekar, dapat dikatakan bahwa tidak ada kebutuhan akan TIK. Hal ini berkaitan
dengan relasi-relasi sosial warga Cinta Mekar yang relatif bersifat lokal. Dalam
kasus Radio-Internet Community di Limbangan dan Kampung Digital di Sampali,
dapat dikatakan bahwa para pemuda dan pelajar berperanan sebagai
pengadopsi awal (early adopter). Mereka ini adalah individu-individu yang
memiliki relasi sosial yang luas (non-lokal), baik dalam bentuk kegiatan sosial
maupun kegiatan belajar. Tentu saja tidak semua pemuda dan pelajar yang
berperanan sebagai pengadopsi awal.
Para peternak di Sampali telah menginisiasi perdagangan keluar wilayah
lokal sebelum projek Kampung Digital dikenalkan pada mereka. Pengenalan
peralatan TIK di PIM berhasil menstimulasi timbulnya kebutuhan baru, yaitu
kebutuhan untuk meproduksi dan memasarkan pupuk organik dengan
memanfaatkan TIK yang tersedia di PIM. Sebaliknya, kegiatan para petani di
Cinta Mekar relatif bersifat lokal. Pengenalan TIK pada mereka tidak berhasil
menstimulasi kebutuhan-kebutuhan yang baru. Di Sampali, TIK diadopsi juga
kemudian oleh ibu-ibu pengelola PKK. Mereka ini dapat dipandang sebagai
kalangan ibu-ibu yang aktif dalam kegiatan sosial.
Jadi, ketiga kasus difusi TIK yang dibahas di atas memperlihatkan adanya
hubungan yang positif antara keterlibatan seseorang dalam suatu jejaring sosial
![Page 192: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/192.jpg)
180 ke dalam inovasi
dan kebutuhan akan TIK. Kebutuhan akan TIK relatif mudah distimulasi pada
mereka yang terlibat aktif dalam jejaring sosial tertentu. Ketiga kasus di atas
memperlihatkan bahwa komunitas belajar (baik formal maupun non-formal)
berperanan sebagai pengadopsi awal. Bila ditelusuri lebih jauh, kegiatan belajar
mereka itu merupakan kegiatan yang bersifat non-lokal. Para petani (peternak)
berbeda pola partisipasinya dalam kegiatan ekonomik. Terdapat petani
(peternak) yang hanya terlibat dalam kegiatan ekonomik lokal, terdapat petani
(peternak) yang telah terlibat dalam transaksi pasar non-lokal. Tabel 5.2 berikut
ini merangkum pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari pembahasan ketiga
kasus difusi TIK di atas.
Tabel 5.2 Aspek-Aspek Sosial dan Teknikal dari Difusi TIK
Digital Learning
di Cinta Mekar
Radio-Internet Community
di Limbangan
Kampung Digital
di Sampali
Keterse-diaan Pilihan TIK
Relatif terbatas (pilihan TIK telah ditetapkan di awal difusi)
Relatif terbatas (pihak-pihak penginisiasi bukan merupakan pemasok TIK)
Cukup bervariasi (pihak donor merupakan perusahaan pemasok TIK yang berpengalaman)
Kebutuh-an Akan TIK
Kurang berhasil distimulasi dikarenakan terbatasnya ruang negosiasi, dan kondisi sosial yang berlaku
Berhasil distimulasi meski pilihan TIK terbatas; ini dilakukan dengan berpijak pada kebutuhan yang sudah diketahui dan TIK yang sudah digunakan
Berhasil distimulasi meski disertai dengan ketidakpastian yang tinggi; cukupnya ketersediaan pilihan TIK memungkinkan dilakukannya negosiasi-negosiasi dengan berbagai kelompok di
![Page 193: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/193.jpg)
transformasi penelitian 181
masyarakat
Jejaring Sosial
Relatif terbatas; relasi-relasi sosial warga relatif bersifat lokal
Relatif meluas pada sebagian kaum muda dan pelajar; keberadaan Radio Community telah memperluas relasi-relasi sosial di Limbangan
Relatif meluas pada sebagian kaum muda dan pelajar, sebagian peternak, dan ibu-ibu PKK ;
Jejaring Teknikal
Jejaring teknikal yang ditawarkan tidak sesuai untuk memperluas relasi-relasi sosial yang ada
Secara berangsur-angsur, jejaring teknikal yang dikembangkan berhasil memperluas jejaring sosial yang ada pada Radio Community
Terdapat keragaman situasi; pada PIM Pondok Rawa jejaring teknikal yang dikembangkan berhasil memperluas berbagai relasi sosial dan ekonomik, tetapi pada PIM Balai Desa tidak terjadi perluasan relasi sosial dikarenakan adanya penolakan dari pejabat setempat
![Page 194: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/194.jpg)
182 ke dalam inovasi
5.4 Diskusi
Pencarian fakta ilmiah berkaitan dengan semburan lumpur dan pengenalan TIK
di perdesaan, keduanya dapat dikategorikan sebagai kasus difusi iptek.
Keduanya bermula dari suatu persepsi akan masalah, dan pilihan-pilihan iptek
diperkenalkan untuk diadopsi sebagai jawaban atas masalah tersebut. Dalam
kasus yang pertama, masalah sengketa hukum diharapkan akan bisa dijawab
bila suatu fakta ilmiah berhasil diungkapkan dan diadopsi oleh berbagai pihak
yang bersengketa. Dalam kasus yang kedua, digital divide diharapkan dapat
diatasi bila TIK diadopsi oleh masyarakat perdesaan. Dalam kerangka kerja
konseptual yang digunakan Rogers (2003), kedua kasus tersebut mewakili kasus
difusi iptek. Berdasarkan kajian atas kedua kasus tersebut, berikut ini
didiskusikan isu-isu yang relevan dengan model difusi iptek yang dikemukakan
dalam Rogers (2003).
Gagasan difusi iptek (atau difusi inovasi) menyarankan adanya perbedaan
konsentrasi antara dua pihak atau kelompok sosial yang, pada gilirannya,
menjadi sebuah faktor pendorong difusi (Gambar 5.3). Di satu sisi terdapat
pihak atau kelompok sosial yang merupakan sumber gagasan (sumber iptek), di
lain sisi terdapat pihak atau kelompok sosial yang merupakan (calon)
pengadopsi gagasan (iptek). Di antara kedua pihak atau kelompok sosial
tersebut terdapat perbedaan konsentrasi gagasan (iptek). Difusi gagasan (iptek)
dapat terjadi dikarenakan perbedaan konsentrasi tersebut.
Melalui kajian-kajian kasus yang ekstensif, Rogers (2003) menyarankan
peranan penting kanal komunikasi, waktu, dan sistem sosial dalam menentukan
laju difusi iptek. Kanal komunikasi merupakan beragam moda komunikasi
(formal atau non-formal, langsung atau melalui media, antarkelompok atau
antarindividu). Waktu di sini berkaitan dengan kecepatan pengambilan
keputusan-keputusan, dan juga ketepatan waktu (tidak terlalu dini atau
terlambat) keputusan-keputusan tersebut diambil. Sistem sosial mencakup nilai-
nilai, norma-norma, perilaku, tradisi, dan kepranataan sosial yang berlaku.
![Page 195: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/195.jpg)
transformasi penelitian 183
Pihak/Kelompok
Penginisiasi dengan
Konsentrasi Gagasan
(Iptek) Baru
x
: Gagasan (iptek) baru
: Gagasan yang lama
x
x
x
x
x
x
x
x
xx
x
x
x
xx
xx
x
xx
x
x
x
Pihak/Kelompok
(calon) Pengadopsi
dengan
Pihak/Kelompok
Penginisiasi dengan
Konsentrasi Gagasan
(Iptek) Baru
: Gagasan (iptek) baru
: Gagasan yang lama x
x
Pihak/Kelompok
(calon) Pengadopsi
dengan
x
x
x x
xx
x
x
x
x
x
x
xx
x
x
x
x
x
x
x
xKanal
Komunikasi
Difusi
Gagasan
Gambar 5.3 Ilustrasi tentang Logika Linier dalam Gagasan Difusi Iptek
Jadi, model difusi iptek yang disarankan oleh Rogers (2003) bersandar pada
kaidah-kaidah komunikasi, moda-moda pengambilan keputusan, dan teori-teori
sosial (khususnya komunikasi sosial). Meski demikian, model difusi iptek
tersebut menganut logika yang linier. Model tersebut mengasumsikan adanya
aliran gagasan (iptek) secara satu arah dari pihak penginisiasi ke pihak
pengadopsi. Dalam model linier inovasi, aliran iptek bergerak dari penelitian
dasar menuju ke pengguna iptek. Dalam model difusi iptek, aliran bergerak dari
area dengan konsentrasi gagasan yang tinggi ke area lain dengan konsentrasi
gagasan yang relatif lebih rendah. Berdasarkan pemaparan kasus semburan
Lumpur Panas dan difusi TIK yang disampaikan terdahulu, berikut ini
didiskusikan isu-isu yang berkaitan dengan model difusi iptek tersebut:
Gagasan (iptek) baru
Inovasi melibatkan gagasan atau iptek yang baru. Tetapi gagasan
(iptek) yang mengalami difusi belum tentu merupakan gagasan
(iptek) yang dihasilkan di awal proses difusi. Kebutuhan akan
iptek bukan merupakan sesuatu yang dapat dipahami secara
pasti di awal proses difusi. Alih-alih demikian, kebutuhan akan
iptek berkembang melalui interaksi dan negosiasi antara pihak
![Page 196: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/196.jpg)
184 ke dalam inovasi
penginisiasi dan pihak pengadopsi. Jadi, apa pun yang
ditawarkan di awal difusi sangat mungkin mengalami
modifikasi-modifikasi di sepanjang proses difusi. Pihak-pihak
pengadopsi berpeluang untuk berkontribusi dalam modifikasi-
modifikasi tersebut. Sebagai konsekuensinya, status penginisiasi
dan status pengadopsi bukanlah dua hal yang berbeda secara
tegas. Pihak pengadopsi mungkin saja memiliki peranan sebagai
penginisiasi juga, meski hanya secara parsial.
Komunikasi
Dalam difusi iptek, komunikasi bersifat lebih kompleks dari
sekadar diseminasi gagasan. Pihak-pihak yang terlibat dalam
komunikasi tidak beroperasi di ‗ruang hampa‘. Mereka yang
berpartisipasi dalam komunikasi telah memiliki relasi-relasi sosial
dan relasi-relasi teknikal. Oleh karena ini, komunikasi tersebut
melibatkan negosiasi-negosiasi yang kompleks, yang mungkin
saja melibatkan pihak-pihak yang tidak secara langsung
berkepentingan dengan difusi iptek. Melalui negosiasi-negosiasi
tersebut, berbagai pihak yang terlibat melakukan penyesuaian-
penyesuaian untuk sampai pada kesepakatan. Ketersediaan
pilihan-pilihan iptek merupakan sebuah faktor penting yang
menentukan peluang bagi upaya penyesuaian-penyesuaian.
Makin terbatas ketersediaan iptek, makin terbatas juga peluang
bagi terjadinya penyesuaian-penyesuaian.
Waktu
Dalam gagasan Rogers (2003), waktu berkaitan dengan ketepatan
dan kecepatan pengambilan keputusan. Ketepatan waktu
pengambilan keputusan berkaitan dengan ketepatan interaksi.
Dalam kasus difusi TIK di Cinta Mekar, pihak penginisiasi
menjalin relasi dengan tokoh setempat yang, belakangan, disadari
bahwa tokoh tersebut bukan merupakan pelaku yang tepat.
Tokoh tersebut, meski berhasil menjadi perantara dalam adopsi
![Page 197: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/197.jpg)
transformasi penelitian 185
teknologi mikro hidro, bukan merupakan ‗simpul‘ yang tepat
bagi adopsi TIK. Kecepatan pengambilan keputusan berkaitan
dengan efektivitas negosiasi-negosiasi. Di sini, ketersediaan dan
akses ke pilihan-pilihan iptek merupakan faktor yang penting.
Sistem Sosial
Perhatian pada sistem sosial penting bukan sebatas untuk
mengetahui tingkat kesiapan atau tingkat penerimaan. Kasus
semburan Lumpur Panas memperlihatkan bahwa penolakan dan
konflik sosial dapat menjadi sumber inovasi itu sendiri.
Keberadaan konflik menjadi sebuah faktor yang menggiring
berbagai pihak untuk terlibat dalam perlombaan inovasi
(innovation race). Dengan perkataan lain, penolakan sosial tidak
harus dipandang sebagai penghalang inovasi. Selama peluang
bagi inovasi tetap terbuka, adanya penolakan, kontroversi atau
bahkan konfllik dapat menjadi sebuah sumber pemacu produksi
gagasan-gagasan yang lebih baik.
Table 5.3 Isu-Isu Non-Linier dalam Difusi Iptek (Inovasi)
Model Linier Difusi Iptek
(Rogers, 2003)
Aspek-Aspek Non-Linier
Inovasi
Gagasan atau iptek yang dipersepsi baru oleh pengadopsi
Kebaruan gagasan (iptek) bergantung pada pemahaman dan kesepakatan akan kebutuhan; pemahaman akan kebutuhan berkembang melalui interaksi dan negosiasi di sepanjang proses difusi; gagasan (iptek) yang ditawarkan di awal belum tentu merupakan gagasan (iptek) yang pada akhirnya diadopsi
![Page 198: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/198.jpg)
186 ke dalam inovasi
Komuni-kasi
Kanal-kanal (global/lokal) (media massa/ interpersonal) yang melalui ini inovasi mengalir
Komunikasi lebih kompleks dari sebatas diseminasi gagasan; komunikasi tersebut melibatkan negosiasi-negosiasi yang kompleks, yang mungkin saja melibatkan pihak-pihak yang tidak secara langsung berkepentingan dengan difusi iptek; negosiasi-negosiasi tersebut memerlukan penyesuaian-penyesuaian pada berbagai pihak yang terlibat; ketersediaan pilihan-pilihan iptek menentukan kelonggaran ruang negosiasi (atau ruang komunikasi) dan peluang terjadinya penyesuaian-penyesuaian.
Waktu
Ketepatan dan kecepatan pengambilan keputusan untuk mengadopsi gagasan
Ketepatan waktu pengambilan keputusan berkaitan dengan ketepatan interaksi; kecepatan pengambilan keputusan berkaitan dengan efektivitas negosiasi-negosiasi.
Sistem Sosial
Nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepranataan sosial yang menentukan peluang komunikasi dan tingkat penerimaan gagasan
Peranan sistem sosial tidak sebatas pasif—kesiapan sosial dan penerimaan sosial; penolakan, kontroversi dan konflik sosial dapat berperanan aktif, yaitu sebagai sumber pemacu pengembangan gagasan-gagasan yang lebih baik.
Berbagai isu yang dibahas di sini dirangkum dalam Tabel 5.3. Sebagaimana
diperlihatkan pada tabel tersebut, meski aspek-aspek difusi iptek yang
diusulkan Rogers (2003) tetap relevan, asumsi linier dalam model tersebut masih
memerlukan koreksi-koreksi.[]
![Page 199: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/199.jpg)
transformasi penelitian 187
Bab 6
MODEL JEJARING INOVASI
6.1 Pendahuluan
Keterpautan antara litbang iptek, di satu sisi, dan pemanfaatan iptek, di lain
sisi, merupakan persyaratan bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi.
Sebagaimana didiskusikan di Bab 2, gagasan tentang sistem inovasi
menawarkan kondisi-kondisi kesisteman yang, bila dipenuhi, memungkinkan
terjadinya transformasi penelitian ke dalam inovasi. Meski demikian, gagasan
sistem inovasi tidak memberikan penjelasan tentang bagaimana kondisi-kondisi
tersebut secara aktual dapat terwujud. Dalam beberapa tahun belakangan, para
peneliti/skolar inovasi mulai menggali karakteristik dari penelitian dan inovasi
dalam situasi-situasi aktual yang khusus. Pemahaman mengenai karakteristik
dari penelitian dan inovasi tersebut diperlukan untuk menemukenali peluang-
peluang untuk secara aktual mewujudkan kondisi-kondisi yang disarankan
dalam gagasan sistem inovasi.
Dalam Bab 3 dan Bab 4 buku ini telah dipaparkan pola-pola relasi yang
dijalin oleh para peneliti di perguruan tinggi, di balitbang, di lembaga penelitian
non-kementerian dan di perusahaan swasta. Pola dan struktur relasi-relasi yang
relevan bagi difusi iptek telah didiskusikan melalui kasus-kasus yang
dipaparkan di Bab 5. Diskusi atas temuan-temuan empirikal yang dipaparkan di
ketiga bab tersebut memperlihatkan adanya keragaman pola variasi-seleksi yang
ditempuh oleh para peneliti, baik di hulu maupun di hilir. Keragaman pola
variasi-seleksi ini bersesuaian dengan keragaman jejaring-jejaring relasi yang
dijalin dan dikembangkan oleh para peneliti.
![Page 200: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/200.jpg)
188 ke dalam inovasi
Pembahasan dalam bab ini berfokus pada ekstraksi teoretikal atas hasil-hasil
yang dipaparkan dan didiskusikan di bab-bab terdahulu tersebut. Pertama-tama
akan didiskusikan karakteristik jejaring dari penelitian dan difusi iptek.
Kemudian akan didiskusikan bagaimana karakteristik jejaring ini membawa
implikasi pada pola lintasan-lintasan penelitian iptek, dan peluang-peluang
untuk mengintegrasikan penelitian iptek dan pemanfaatan iptek. Implikasi-
implikasi dari isu-isu teoretikal tersebut pada kebijakan iptek akan dibahas di
Bab 7.
6.2 Variasi-Seleksi melalui Jejaring
Penelitian, tentu saja, merupakan kegiatan yang bersifat kognitif. Lebih
spesifiknya, penelitian merupakan kegiatan kognitif dengan moda variasi-
seleksi. Tetapi terdapat aspek penting yang lain dari penelitian, yang terungkap
melalui hasil penelusuran empirikal yang dipaparkan di bab-bab terdahulu.
Variasi-seleksi (kognitif) yang ditempuh oleh para peneliti melibatkan makalah-
makalah ilmiah, instrumen-instrumen ukur, perangkat-perangkat eksperimen,
asosiasi-asosiasi keilmuan, seminar-seminar dan sponsor-sponsor penelitian.
Penuturan-penuturan para peneliti, baik di perguruan tinggi, di balitbang, di
lembaga penelitian non-kementerian, maupun di perusahaan swasta
mengungkapkan pentingnya ini semua. Melalui makalah ilmiah, instrumen
ukur, perangkat eksperimen, asosiasi keilmuan dan sponsor—unsur-unsur non-
kognitif—seorang peneliti masuk ke dalam suatu konstelasi relasi-relasi yang
tersebar (distributed relations). Dalam kasus semburan Lumpur Panas di Bab 5,
sebaran relasi-relasi yang dikembangkan oleh para peneliti menimbulkan suatu
keselarasan antara ‗pertandingan fakta ilmiah‘ dan pertentangan kepentingan
kelompok (sosial).
Suatu makalah ilmiah dalam sebuah jurnal ilmiah ditulis oleh sekelompok
peneliti dari beberapa perguruan tinggi yang mungkin berasal dari negara-
negara yang berbeda. Lebih jauh lagi, sebuah makalah ilmiah berhubungan
dengan makalah-makalah ilmiah yang lain dalam jurnal-jurnal ilmiah yang lain
juga. Dengan perkataan lain, sebuah makalah ilmiah merupakan bagian dari
suatu jejaring relasi-relasi yang menghubungkan para peneliti dari berbagai
![Page 201: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/201.jpg)
transformasi penelitian 189
lembaga yang berbeda, wilayah geografis yang berbeda, dan bahkan bekerja
pada waktu-waktu yang berbeda—relasi-relasi yang tersebar secara ruang dan
waktu. Asosiasi-asosiasi keilmuan dan seminar-seminar mempertemukan para
peneliti dari berbagai tempat. Dalam pertemuan-pertemuan ini, makalah-
makalah ‗bersirkulasi‘ menghubungkan satu asosiasi dengan asosiasi yang lain,
satu seminar dengan seminar yang lain. Jadi, ketika seorang peneliti
menggunakan sebuah makalah ilmiah dalam suatu jurnal ilmiah dan terlibat
dalam suatu asosiasi keilmuan/seminar, ia masuk ke dalam jejaring relasi-relasi
yang tersebar secara ruang dan waktu. Makin intensif seorang peneliti
berinteraksi dengan makalah-makalah ilmiah, makin intensif ia terikat dalam
jejaring tersebut.
Instrumen ukur dan perangkat eksperimen dirancang dan dioperasionalkan
berdasarkan kaidah-kaidah tertentu yang disepakati oleh kelompok-
kelompok/asosiasi-asosiasi ilmuwan tertentu, organisasi-organisasi standar, dan
juga para pabrikan yang memanufaktur instrumen dan perangkat eksperimen
tersebut. Bukan hanya penggunaan instrumen ukur yang ‗keras, penggunaan
instrumen ukur yang ‗lunak‘ seperti lembar survei dan teknik analisis statistika
yang terkait juga mempersyaratkan kepatuhan akan kaidah-kaidah tertentu
yang disepakati oleh kelompok-kelompok peneliti tertentu. Jadi, seperti halnya
dengan makalah ilmiah, instrumen ukur dan perangkat eksperimen juga
merupakan bagian dari jejaring relasi-relasi. Seorang peneliti yang
menggunakan instrumen-instrumen ukur atau perangkat-perangkat eksperimen
harus mempelajari berbagai kaidah operasional. Jika kaidah-kaidah penggunaan
instrumen/perangkat ukur tidak dipatuhi, suatu hasil penelitian berisiko dinilai
tidak absah.
Sponsor-sponsor penelitian memegang agenda tertentu yang disepakati
oleh sejumlah pihak (badan-badan internasional, lembaga-lembaga kebijakan,
asosiasi-asosiasi perusahaan, LSM_LSM, dan lain-lain). Ketika seorang peneliti
mengajukan proposal penelitian pada sponsor tertentu, ia harus melakukan
penyesuaian-penyesuaian. Suatu proposal penelitian yang tidak sesuai dengan
agenda sponsor penelitian berisiko ditolak untuk didanai. Selain ini, dalam
sebuah lembaga penelitian (seperti balitbang atau lembaga penelitian non-
kementerian), suatu proposal penelitian harus sesuai dengan kebijakan lembaga.
![Page 202: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/202.jpg)
190 ke dalam inovasi
Makalah ilmiah, instrumen ukur, perangkat eksperimen, asosiasi keilmuan,
seminar dan sponsor penelitian ini semua merupakan faktor non-kognitif yang
penting bagi suatu penelitian. Ketika melakukan penelitian, seorang peneliti
menjalin relasi-relasi dengan berbagai unsur tersebut selain melakukan kegiatan
kognitif (seperti menjalankan logico-empirism, menguji/menyangkal hipotesis,
melakukan eksplorasi hermenetik, dan lain-lain). Lintasan variasi-seleksi yang
ditempuh oleh seorang peneliti dibentuk oleh faktor kognitif dan faktor non-
kognitif tersebut. Khususnya, faktor non-kognitif membuat penelitian memiliki
karakter jejaring yang tersebar.
Tetapi seorang peneliti juga memiliki relasi-relasi yang bersifat lokal.
Seorang dosen terdaftar sebagai pengajar di program studi tertentu, di fakultas
tertentu. Seorang peneliti di lembaga penelitian terikat pada tugas pokok dan
fungsi tertentu. Untuk keperluan karir, seorang dosen/peneliti harus secara
berkala mengisi formulir-formulir administrasi, dan menunjukkan pada atasan
(struktural) bahwa apa-apa yang ia kerjakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
lembaga. Jadi, seorang peneliti terlibat dalam dua jenis relasi sekaligus: relasi
tersebar/global dan relasi lokal. Sampai batas tertentu, seorang peneliti memiliki
kebebasan untuk memilih apakah memperkuat relasi-relasi global, ataukah
memperkuat relasi-relasi lokal, ataukah meyeimbangkan keduanya. Penuturan-
penuturan para peneliti yang dipaparkan di Bab 3 dan Bab 4 memperlihatkan
adanya kebebasan ini.
Karakteristik jejaring dari suatu penelitian dapat dinyatakan dengan
menggunakan graf83 (graph), sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 6.1 dan
Gambar 6.2. Dalam Gambar 6.1 diilustrasikan bahwa seorang peneliti, melalui
penelitiannya, mengembangkan relasi-relasi tersebar dan relasi-relasi lokal.
Dalam Gambar 6.2 diperlihatkan (dengan banyak penyederhanaan) relasi-relasi
tersebar yang dimiliki para peneliti yang terlibat dalam produksi fakta ilmiah
83
Dalam matematika, graf (graph) merupakan konsep abstrak yang tersusun atas dua
unsur yang sederhana: entitas (lazim divisualkan sebagai titik, vertex) dan relasi
(divisualkan sebagai garis, edge). Abstraksi demikian memungkinkan analisis sifat-sifat
struktural dari jejaring-jejaring konkret yang kompleks. Meskipun mungkin dilakukan,
pembahasan dalam buku ini tidak masuk ke dalam analisis graf jejaring-jejaring
penelitian.
![Page 203: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/203.jpg)
transformasi penelitian 191
berkenaan dengan fenomena semburan Lumpur Panas, seperti yang dibahas di
Bab 5.
Relasi-Relasi dengan
Unsur-Unsur Non-Lokal
Relasi-Relasi dengan
Unsur-Unsur Lokal
: Peneliti
: Unsur-Unsur Lokal & Non-Lokal
Gambar 6.1 Respresentasi Graf dari Jejaring Penelitian
Jejaring Relasi terkait
Fakta UGBO
: Peneliti
: Unsur-Unsur Lokal & Non-Lokal
Jejaring Relasi terkait
Fakta MV-earthquake
Fenomena
Lumpur Panas
Drilling
reports
Laboratorium
Jurnal Ilmiah
LSM
Warga
Lokal
Fakta Kawasan
Buku Teks &
Jurnal IlmiahIAGI
Aspermigas
Lapindo
Gambar 6.2 Respresentasi Graf dari Jejaring-Jejaring Penelitian dalam Kasus
Semburan Lumpur Panas
![Page 204: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/204.jpg)
192 ke dalam inovasi
Variasi-seleksi kognitif tentu saja bukan hal yang khas pada penelitian,
melainkan terjadi para setiap pembelajaran (learning). Misalnya, pada organisasi-
organisasi komersial yang menerapkan prinsip knowledge management,
pembelajaran berlangsung melalui sirkulasi media (teks, dokumen, simbol)
untuk mempercepat dan memperluas pertukaran gagasan-gagasan di antara
sesama anggota organisasi di berbagai lapisan struktural. Sirkulasi ini membuat
relasi-relasi di antara para anggota organisasi menjadi lebih padat. Meski
demikian, relasi-relasi tersebut relatif bersifat lokal. Relasi-relasi tersebar dapat
diamati dalam perusahaan-perusahaan manufaktur. Dalam ruang perakitan
terdapat banyak komponen teknikal yang berasal dari berbagai perusahaan
pemasok/pabrikan. Tetapi kegiatan perakitan bukanlah kegiatan pembelajaran.
Suatu perakitan berlangsung mengikuti prosedur yang ketat, dan prosedur ini
ditetapkan sebelum perakitan dimulai oleh pihak pengelola perusahaan,
berbagai insinyur perancang, dan organisasi-organisasi standar. Variasi-seleksi
merupakan hal yang dihindari dalam kegiatan perakitan. Suatu variasi dapat
dinilai sebagai penyimpangan terhadap standar teknikal. Jadi, variasi-seleksi
tanpa relasi-relasi tersebar berlangsung di organisasi-organisasi komersial dan
relasi-relasi tersebar tanpa variasi-seleksi terjadi di ruang-ruang perakitan.
Variasi-seleksi yang disertai dengan relasi-relasi tersebar tampaknya merupakan
hal yang khas pada penelitian.
Mungkinkah relasi-relasi seorang peneliti dibatasi dalam ruang lingkup
yang lokal atau terkonsentrasi? Tentu saja hal ini mungkin dilakukan dengan
cara misalnya, membatasi topik-topik yang boleh diteliti, makalah-makalah
ilmiah/buku-buku teks yang boleh diacu, instrumen-instrumen/perangkat-
perangkat eksperimen yang boleh digunakan, dan lain-lain. Tetapi jika berbagai
pembatasan diberlakukan, yang terjadi adalah ruang variasi-seleksi menjadi
sangat terbatas. Akibat yang lebih jauh dari pembatasan ini adalah suatu
penelitian akan kehilangan kebaruan (novelty). Dan pemanfaatan hasil penelitian
yang tidak mengandung kebaruan tidak akan menghasilkan inovasi. Kebaruan
penelitian dan inovasi mempersyaratkan adanya ruang variasi-seleksi yang
cukup luas dan relasi-relasi tersebar yang membentang ruang variasi-seleksi
tersebut. Tetapi ketersebaran relasi-relasi tersebut menimbulkan tantangan
tersendiri bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi.
![Page 205: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/205.jpg)
transformasi penelitian 193
6.2.1 Kelembaman Jejaring
Ketika seorang peneliti hulu menolak untuk melakukan penelitian hilir (atau
sebaliknya), atau ketika seorang peneliti enggan melakukan penelitian yang
diprioritaskan oleh pembuat kebijakan, apakah hal ini disebabkan oleh faktor
ego? Tentu saja ego merupakan sebuah faktor yang mempengaruhi perilaku.
Tetapi penjelasan seperti ini terlalu umum karena setiap manusia, bukan hanya
para peneliti, memiliki ego. Penjelasan yang lebih khusus dapat ditelusuri pada
karakteristik jejaring dari penelitian.
Apakah mudah bagi seorang peneliti untuk mengubah atau menggeser
orientasi penelitiannya? Kalau seorang peneliti hulu bersedia ‗turun‘ ke hilir,
atau peneliti hilir ‗naik‘ ke hulu, ia akan menghadapi kendala-kendala jejaring
(network constraints). Tidak mudah bagi seorang peneliti hilir untuk menjalin
hubungan dengan seorang peneliti hulu kalau, untuk ini, ia juga perlu menjalin
hubungan dengan asosiasi keilmuan yang menjadi mitra peneliti hulu tersebut.
Sebaliknya, tidak mudah juga seorang peneliti hulu untuk menjalin hubungan
dengan seorang peneliti hilir kalau, untuk ini, ia juga perlu menjalin hubungan
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bermitra dengan peneliti hilir
tersebut.
Untuk mengubah atau menggeser orientasi penelitian, seorang peneliti
perlu membaca banyak buku teks dan makalah-makalah yang bagi dia baru.
Sulitnya menjalin relasi dengan buku-buku teks dan jurnal-jurnal ilmiah yang
baru dapat diamati pada para mahasiswa doktoral yang baru memulai kajian
literatur di tahap awal penyusunan disertasi. Bagi seorang peneliti
eksperimental, mengubah orientasi penelitian berimplikasi penggunaan
perangkat-perangkat eksperimen yang baru. Bukan hanya ini, memulai
penelitian dalam orientasi yang baru seorang peneliti perlu melakukan
penyesuaian-penyesuaian dengan komunitas-komunitas keilmuan yang baru
dan juga sponsor-sponsor penelitian yang baru. Dan implikasi dari ini semua,
seorang peneliti yang mengubah orientasi penelitiannya menghadapi risiko
melemahnya relasi-relasi yang sudah ia miliki.
Jadi, fakta bahwa suatu penelitian berada pada suatu jejaring berimplikasi
bahwa perubahan orientasi melibatkan perubahan jejaring: relasi-relasi baru
![Page 206: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/206.jpg)
194 ke dalam inovasi
harus dijalin dan relasi-relasi lama mengalami perlemahan. Prinsipnya, berada
pada suatu jejaring berarti terikat pada simpul-simpul yang menyusun jejaring
tersebut. Menjalin relasi dengan jejaring yang baru berimplikasi dua gerakan
sekaligus: (i) penyesuaian-penyesuaian untuk membangun relasi-relasi dengan
berbagai simpul penyusun jejaring baru; dan (ii) penyesuaian-penyesuaian
dengan berbagai simpul dari jejaring yang lama.
Ketersebaran relasi-relasi yang dimiliki oleh seorang peneliti membuat
kebaradaan relasi-relasi tersebut tidak mudah diamati dalam situasi yang
normal. Keberadaan jejaring tersebut akan terdeteksi ketika, misalnya, seorang
peneliti diminta mengubah arah atau orientasi penelitiannya. Komersialisasi
hasil penelitian, relevansi pasar dari penelitian, prioritas penelitian nasional
merupakan isu-isu yang, sebagaimana diungkapkan di Bab 3 dan Bab 4,
‗mengusik‘ para peneliti. Ketika sikap para peneliti terhadap isu-isu tersebut
digali, menjadi terlihat keberadaan relasi-relasi yang tersebar. Penuturan-
penuturan para peneliti mengungkapkan bahwa penyesuaian-penyesuaian
relasi-relasi, sebagai respons terhadap isu-isu tersebut, bukanlah hal yang
sederhana dan mudah.
6.2.2 Irreversibility Lintasan Penelitian
Jejaring bukanlah hal yang bersifat statik. Suatu jejaring dapat berevolusi
menjadi makin padat melalui kehadiran relasi-relasi, ataupun mengalami
pengurangan/pelemahan relasi-relasi yang ada. Evolusi jejaring demikian
dipelajari dalam Rip dkk (1995). Situasi di mana relasi-relasi baru muncul dan
jejaring menjadi makin padat disebut situasi konvergen, dan sebaliknya
divergen. Situasi konvergen terjadi ketika, misalnya, berbagai pelaku yang
terikat dalam sebuah jejaring mencapai kesepakatan tentang siapa-siapa pelaku
yang layak diperhitungkan dalam negosiasi, teori-teori/model-model/metode-
metode mana yang dipandang sebagai acuan dalam negosiasi, isu-isu dan
aspek-aspek teknikal apa yang menjadi subjek negosiasi. Jika kesepakatan-
kesepakatan tersebut tidak tercapai, maka jejaring relatif bersifat divergen.
Jejaring penelitian berkembang melalui serangkaian projek penelitian. Para
peneliti bekerja dari satu projek penelitian ke projek penelitian yang lain, dan
![Page 207: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/207.jpg)
transformasi penelitian 195
seiring dengan ini mengembangkan relasi-relasi yang baru. Terdapat dua
kemungkinan lintasan yang dihasilkan melalui perkembangan tersebut: lintasan
irreversible dan lintasan reversible.
Suatu lintasan yang irreversible terbentuk ketika dari satu projek penelitian
ke projek penelitian berikutnya berkembang relasi-relasi baru yang makin
konvergen. Ini dapat terjadi ketika para pelaku yang terlibat dalam serangkaian
projek penelitian saling memperkuat kesepakatan akan pilihan-pilihan
teori/model/metode tertentu dan menolak pilihan-pilihan yang lain. Dalam
jejaring yang berkembang dengan cara seperti ini, relasi-relasi antara unsur-
unsur jejaring menjadi makin rapat dan kuat dan pada saat yang sama relasi-
relasi degan unsur-unsur di luar jejaring makin lemah atau bahkan hilang. Batas
antara jejaring dan lingkungannya menjadi tajam. Ketika seorang peneliti berada
dalam sebuah jejaring yang berkembang melalui lintasan yang irreversible, akan
sulit bagi peneliti tersebut untuk melakukan perubahan orientasi penelitian.
Suatu lintasan yang reversible terbentuk ketika dari satu projek penelitian ke
projek penelitian yang berikutnya senantiasa terdapat keragaman unsur-unsur
jejaring. Ini dapat terjadi, misalnya, ketika para pelaku yang terlibat dalam
serangkaian projek penelitian selalu terbuka terhadap pilihan-pilihan
teori/model/metode. Jejaring penelitian berkembang makin luas, tetapi pada
saat yang sama ruang bagi alternatif-alternatif tetap terbuka. Di setiap tahapan
perkembangan jejaring selalu tersedia pilihan-pilihan dalam bentangan yang
luas yang memungkinkan reversibility.
6.3 Konstruksi Ruang Pembelajaran dalam Difusi Iptek
Dalam suatu difusi iptek, sebagaimana dipaparkan dalam kasus-kasus di Bab 5,
bertemu para pelaku penginisiasi (initiator) dan para pelaku pengadopsi
(adopter). Kedua kelompok pelaku tersebut terlibat dalam negosiasi-negosiasi
mengenai pilihan-pilihan iptek yang dipandang layak dan kriteria-kriteria untuk
menetapkan pilihan iptek untuk diadopsi. Dalam kasus semburan Lumpur
Panas, pihak-pihak yang berperanan sebagai penginisiasi inovasi adalah
Pemerintah (sebagai pihak yang memberikan kewenangan penelitian), para
peneliti (sebagai pihak yang menghasilkan fakta ilmiah) dan pihak-pihak yang
terlibat langsung dalam sengketa. Pengadopsi iptek di sini adalah para pelaku
![Page 208: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/208.jpg)
196 ke dalam inovasi
penegakan hukum, pihak-pihak yang bersengketa, dan sejumlah LSM yang
mewakili komunitas-komunitas lokal. Dalam kasus difusi TIK, pihak-pihak yang
berperanan sebagai penginisiasi adalah kelompok peneliti (kasus digital
learning), kelompok praktisi (kasus radio-Internet community), pemerintah dan
praktisi (kasus digital village), sedangkan pihak-pihak pengadopsi adalah
komunitas-komunitas lokal.
Baik pelaku penginisiasi maupun pelaku pengadopsi tidak bekerja secara
soliter atau terisolasi. Penginsiasi dan pengadopsi terikat dalam relasi-relasi
dengan berbagai pihak/unsur lain yang tidak secara langsung terlibat dalam
difusi iptek. Para penginisiasi maupun pengadopsi merupakan bagian dari
suatu jejaring relasi-relasi—jejaring penginisiasi dan jejaring pengadopsi. Dalam
negosiasi-negosiasi mengenai pilihan-pilihan iptek dan kriteria-kriteria seleksi
iptek, berlangsung penyesuaian-penyesuaian yang melibatkan unsur-unsur
jejaring. Keberhasilan difusi iptek bergantung pada variasi-seleksi yang
melibatkan jejaring penginisiasi dan jejaring pengadopsi. Dalam kasus semburan
Lumpur Panas, berkembang jejaring-jejaring yang irreversible (masing-masing
bersesuaian dengan fakta ilmiah tertentu). Pilihan-pilihan dan kriteria seleksi
yang diterima dalam jejaring yang satu, ditolak oleh jejaring yang lain. Situasi ini
bersesuaian dengan variasi-seleksi yang relatif sempit. Dalam kasus difusi TIK
di Sampali (kasus digital village), pilihan-pilihan TIK berkembang seiring dengan
perkembangan jejaring.
Jadi, dalam suatu difusi iptek para pelaku terlibat dalam negosiasi-negosiasi
dan pengambilan keputusan untuk menerima/ menolak suatu pilihan iptek atau
menetapkan pilihan yang baru. Para pelaku tersebut saling berbeda satu dari
yang lain. Mereka memiliki tujuan atau goal yang saling berbeda; memiliki
kriteria teknikal yang saling berbeda; berpegang pada nilai-nilai sosio-kultural
yang berbeda-beda; memiliki pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang
berbeda-beda. Keputusan-keputusan yang diambil oleh para pelaku difusi iptek,
oleh karenanya, dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dalam tujuan, kriteria,
nilai-nilai, pengalaman, pengetahuan serta keterampilan. Ini semua
menimbulkan efek-efek non-linier sebagai berikut:
Kebaruan gagasan (iptek) bergantung pada pemahaman dan kesepakatan
akan kebutuhan, dan pemahaman akan kebutuhan ini berkembang melalui
![Page 209: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/209.jpg)
transformasi penelitian 197
interaksi dan negosiasi di sepanjang proses difusi. Implikasi dari hal ini
adalah gagasan (iptek) yang ditawarkan di awal belum tentu merupakan
gagasan (iptek) yang pada akhirnya diadopsi;
Komunikasi yang terjadi dalam difusi iptek lebih kompleks dari sebatas
diseminasi gagasan, dan melibatkan negosiasi-negosiasi yang mungkin saja
melibatkan pihak-pihak yang tidak secara langsung berkepentingan dengan
difusi iptek. Negosiasi-negosiasi tersebut memerlukan penyesuaian-
penyesuaian pada berbagai pihak yang terlibat. Ketersediaan pilihan-pilihan
iptek menentukan kelonggaran ruang negosiasi (atau ruang komunikasi)
dan peluang terjadinya penyesuaian-penyesuaian;
Ketepatan waktu pengambilan keputusan berkaitan dengan ketepatan
penentuan mitra-mitra interaksi, sedangkan kecepatan pengambilan
keputusan berkaitan dengan efektivitas negosiasi-negosiasi;
Kesiapan dan penerimaan sosial, di satu sisi, dan penolakan, kontroversi
serta konflik sosial, di lain sisi, keduanya dapat menjadi sumber pemacu
perkembangan gagasan-gagasan.
Adanya aspek-aspek non-linier dari difusi iptek tersebut menyarankan
bahwa gagasan kanal/saluran komunikasi yang dirumuskan oleh Rogers (2003)
kurang memadai. Aspek-aspek non-linier tersebut menyarankan pentingnya
gagasan mengenai ruang, yaitu ‗ruang pembelajaran‘ (learning space). Ruang
pembelajaran dalam difusi iptek dapat didefinisikan sebagai sekumpulan:
(i) kelompok-kelompok penginisiasi, pengadopsi awal dan
kelompok-kelompok yang diwakili oleh pengadopsi awal;
(ii) pilihan-pilihan iptek yang tersedia dan unsur-unsur teknikal
yang diacu oleh berbagai kelompok; dan
(iii) relasi-relasi antara berbagai kelompok dalam butir (i) dan
pilihan-pilihan iptek serta unsur-unsur teknikal dalam butir (ii).
Ruang pembelajaran dikatakan luas bila relasi-relasi dalam butir (iii) di atas
padat. Dalam situasi demikian, terbuka peluang bahwa pembelajaran yang
![Page 210: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/210.jpg)
198 ke dalam inovasi
berlangsung menghasilkan pilihan-pilihan iptek baru yang sebelumnya tidak
ditawarkan oleh kelompok-kelompok penginisiasi.
Dalam pembahasan terdahulu, kasus digital learning, kasus radio-Internet
community dan kasus digital village merupakan inisiatif-inisiatif difusi iptek
dengan pola-pola yang berbeda. Dalam kasus digital learning, relasi-relasi yang
terjalin relatif terbatas dan pilihan-pilihan iptek yang berkembang juga terbatas.
Dalam kasus radio-Internet community, pada tahapan awal relasi-relasi dan
pilihan-pilihan iptek mengalami perkembangan. Tetapi pada tahapan
berikutnya, relasi-relasi yang telah berkembang mengalami penyusutan. Dalam
kasus digital village, relasi-relasi berkembang luas dan menghasilkan pilihan-
pilihan iptek baru. Dengan perkataan lain, difusi TIK dalam ketiga kasus ini
berlangsung melalui pola-pola konstruksi ruang pembelajaran yang berbeda-
beda. Perbedaan ini diperlihatkan pada Gambar 6.3. Difusi TIK dalam kasus
digital learning berlangsung melalui ruang pembelajaran yang relatif terbatas,
sedangkan difusi TIK dalam kasus digital village melalui ruang pembelajaran
yang relatif luas.
Dalam kasus semburan Lumpur Panas, terdapat fakta-fakta ilmiah yang
berbeda yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok peneliti yang berbeda dan
terdapat kelompok-kelompok sosial pengadopsi awal. Tetapi relasi-relasi antara
ini semua tidak berkembang. Masing-masing kelompok peneliti menempuh
lintasan penelitian yang cenderung irreversible dan antara kelompok-kelompok
sosial terjadi konflik kepentingan. Agar ruang pembelajaran berkembang, fakta-
fakta ilmiah yang tersedia perlu dapat diakses (accessible) bukan hanya bagi
kelompok-kelompok sosial pengadopsi, melainkan juga di antara kelompok-
kelompok peneliti itu sendiri. Kelompok-kelompok sosial (non-peneliti) perlu
mengenal dan cukup memahami bagaimana fakta-fakta ilmiah tersebut
dihasilkan. Kelompok-kelompok peneliti yang terlibat dalam persaingan juga
perlu saling menguji fakta-fakta ilmiah yang mereka hasilkan. Dihasilkannya
fakta-fakta ilmiah oleh kelompok-kelompok peneliti yang bersaing memang
menyediakan sumber yang penting bagi inovasi. Tetapi irreversibility dari
lintasan-lintasan yang ditempuh oleh kelompok-kelompok penelitian yang
berasosiasi dengan kelompok-kelompok sosial yang bertentangan kepentingan
menjadi penghalang bagi perkembangan ruang pembelajaran.
![Page 211: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/211.jpg)
transformasi penelitian 199
Penginisiasi
Jejaring
Pengadopsi
Jejaring
Penginisiasi
Kelompok
Sosial
Pemasok
Iptek
Pengadopsi
Awal
Pilihan Iptek
Penginisiasi
Jejaring
Penginisiasi
Pemasok
IptekPengadopsi
Awal
Kelompok
SosialPengadopsi
Awal
Pengadopsi
Awal
Pilihan Iptek
Kelompok
Sosial
Kelompok
Sosial
Jejaring
Pengadopsi
Penginisiasi
Jejaring
Pengadopsi
Pilihan Iptek 1
Pemasok
Iptek
Pengadopsi
Awal
Kelompok
SosialPengadopsi
Awal
Pengadopsi
Awal
Pilihan Iptek 2
Pilihan Iptek 3
Kelompok
Sosial
Kelompok
Sosial
Jejaring
Penginisiasi
Gambar 6.3 Representasi Graf dari Ruang Pembelajaran dalam Kasus Difusi
TIK: (Atas) Pilihan Iptek dan Pelaku Adopsi Terbatas; (Tengah) Pilihan Iptek
Terbatas, Beberapa Pelaku Adopsi Terlibat; (Bawah) Terdapat Variasi dalam
Pilihan Iptek, Beberapa Pelaku Adopsi, dan Relasi-Relasi yang Padat
![Page 212: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/212.jpg)
200 ke dalam inovasi
6.3.1 Sebuah Isu Etika
Ketika suatu adopsi iptek memberikan manfaat bagi kelompok sosial tertentu
dan pada saat yang sama berdampak buruk bagi kelompok sosial yang lain,
timbul permasalahan etika sosial. Kasus semburan Lumpur Panas
memperlihatkan sebuah situasi di mana permasalahan etika tersebut menjadi
kompleks. Perlombaan scientific discovery yang terjadi antara para peneliti
memang menghasilkan pilihan-pilihan, yaitu dalam kasus ini pilihan-pilihan
fakta ilmiah. Hal ini membuka ruang pembelajaran bagi berbagai pihak yang
terkait/berkepentingan dengan penyelesaian masalah Lumpur Panas tersebut.
Tetapi pembelajaran yang berlangsung tampaknya tidak memadai bagi
penyelesaian masalah tersebut. Ketersediaan pilihan-pilihan fakta ilmiah
tersebut tidak menyediakan basis bagi pencapaian kepastian hukum. Dan
ketidakpastian hukum ini membawa implikasi dalam langkah-langkah
penanganan dampak sosial.
Untuk mencapai kepastian hukum dalam kasus semburan Lumpur Panas,
perlombaan scientific discovery yang terjadi perlu sampai pada suatu tahapan
yang menghasilkan sebuah fakta ilmiah yang dapat diterima (atau tidak bisa
disangkal) oleh berbagai pihak yang terlibat dalam sengketa. Sebuah fakta
ilmiah yang diterima secara luas akan dihasilkan bila kelompok-kelompok
peneliti yang terlibat dalam perlombaan discovery menjalin interaksi yang erat,
alih-alih saling mengisolasi satu dari yang lain. Tetapi hal ini tidak berarti
bahwa para peneliti perlu buru-buru mencapai kesepatan akan suatu fakta
ilmiah tertentu, demi tercapainya kepastian hukum. Seorang ilmuwan akan
menerima sebuah hipotesis hanya jika terdapat data dan argumen yang
mendukung keabsahan hipotesis tersebut. Untuk mendapatkan kesimpulan
ilmiah, para ilmuan bersandar pada logico-empirism. Sebagaimana didiskusikan
di Bab 2, logico-empirism dapat dilaksanakan dengan dua pendekatan praktikal
yang berbeda, yaitu positivism dan falsificationism.
Dalam falsificationism, urusan yang pokok adalah penyangkalan, bukan
pengukuhan, hipotesis. Bukan hal yang penting hipotesis mana yang pada
akhirnya terkukuhkan (melalui penyangkalan-penyangkalan). Yang penting
![Page 213: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/213.jpg)
transformasi penelitian 201
adalah penyangkalan-penyangkalan itu sendiri. Dengan cara demikian, seorang
ilmuwan terbebas dari bias untuk mengukuhkan hipotesis tertentu. Dalam kasus
semburan Lumpur Panas, interaksi dan kolaborasi antara kelompok-kelompok
ilmuwan mungkin dikembangkan bila kelompok-kelompok ilmuwan tersebut
mengadopsi pendekatan falsificationism seperti ini.
Misalkan bahwa kelompok ilmuwan A melontarkan hipotesis 1 dan
kelompok ilmuwan B melontarkan hipotesis 2. Dalam pendekatan
falsificationism, kelompok A bekerja untuk menyangkal hipotesis 1 dan kelompok
B bekerja untuk menyangkal hipotesis 2. Dalam situasi seperti ini, kelompok B
dapat membantu kelompok A untuk menyangkal hipotesis 1 dan, sebaliknya,
kelompok A dapat membantu kelompok B untuk menyangkal hipotesis 2. Jika
kelompok B berhasil mengumpulkan data dan menyusun argumen yang
menyangkal hipotesis 1, hal ini justru membantu kelompok A. Begitu juga
dengan yang sebaliknya. Dengan mekanisme demikian, terjalin interaksi antara
kelompok A dan kelompok B. Meski masing-masing kelompok ilmuwan
mengajukan hipotesis-hipotesis yang berbeda, penggunaan pendekatan
falsificationism membuka ruang interaksi antara kelompok-kelompok tersebut.
Tetapi jika kedua kelompok ilmuwan tersebut mengadopsi pendekatan
positivism, interaksi menjadi sulit dijalin. Dalam situasi seperti ini, masing-
masing kelompok ilmuwan berusaha mengumpulkan data dan menyusun
argumen yang mendukung hipotesisnya sendiri-sendiri. Kelompok A berupaya
untuk mengukuhkan hipotesis 1, kelompok B berupaya mengukuhkan hipotesis
2. Andaikan bahwa kelompok A bekerja membantu kelompok B, yaitu berupaya
mengukuhkan hipotesis 2. Jika upaya ini berhasil, terkukuhkannya hipotesis 2
secara tidak langsung melemahkan posisi hipotesis 1. Padahal, urusan pokok
kelompok A adalah mengukuhkan hipotesis 1. Begitu juga dengan yang
sebaliknya. Dengan perkataan lain, dalam pendekatan positivism persaingan
antara kelompok-kelompok ilmuwan cenderung bersifat mutually exclusive.
Lebih jauh lagi, dengan mengadopsi falsificationism kelompok ilmuwan A
dan kelompok ilmuwan B dapat menjalin kolaborasi untuk menyangkal baik
hipotesis 1 maupun hipotesis 2 sekaligus. Dengan cara demikian, kedua
kelompok ilmuwan tersebut berpeluang untuk mengembangkan tujuan bersama
dan kerangka kerja bersama. Kolaborasi ini akan membuat pekerjaan para
ilmuwan menjadi lebih efisien dikarenakan adanya peluang-peluang untuk
![Page 214: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/214.jpg)
202 ke dalam inovasi
bertukar atau berbagi sumber-sumber daya. Dengan perkataan lain, pendekatan
falsificationism dapat menghindarkan seorang peneliti dari lintasan penelitian
yang irreversible. Hal demikian sulit dicapai bila kelompok-kelompok ilmuwan
mengadopsi positivism. Sebagaimana dipaparkan di Bab 5, alih-alih
berkolaborasi kelompok-kelompok ilmuwan yang terlibat dalam perlombaan
untuk menyingkap fenomena semburan Lumpur Panas justru masuk ke dalam
konflik. Kasus semburan Lumpur Panas tersebut memperlihatkan bagaimana
positivism dapat membawa pada lintasan penelitian yang irreversible.
Jika komitmen seorang ilmuwan adalah untuk mengungkapkan kebenaran,
sikap partisan terhadap hipotesis tertentu adalah tidak relevan. Begitu pula,
sikap menyerang hipotesis yang diajukan ilmuwan yang lain juga merupakan
sikap yang tidak relevan. Satu-satunya yang relevan adalah terungkapnya
kebenaran, tidak menjadi soal hipotesis mana yang pada akhirnya terbukti
paling absah dan ilmuwan mana yang pada akhirnya berhasil mengungkapkan
kebenaran. Jika para ilmuwan yang terlibat dalam perlombaan discovery dalam
kasus semburan Lumpur Panas memang berkomitmen pada pengungkapan
kebenaran, seharusnya tidak ada penghalang bagi para ilmuwan dari kelompok-
kelompok yang berbeda untuk berdialog dan saling bertukar pengetahuan.
Permasalahan etika dalam difusi iptek dapat diatasi bila para ilmuwan atau
peneliti yang terlibat bersikap terbuka satu terhadap yang lain, bersikap terbuka
terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan, dan menghindari pengambilan
kesimpulan secara dini serta sikap-sikap yang (disengaja ataupun tidak)
mendekati partisan.
6.4 Prinsip-Prinsip Teoretikal
Berdasarkan diskusi-diskusi di atas, berikut ini disampaikan kesimpulan-
kesimpulan berkenaan dengan penelitian iptek, difusi iptek, dan transformasi
penelitian ke dalam inovasi. Kegiatan penelitian iptek berlangsung di
perguruan-perguruan tinggi, lembaga-lembaga litbang dan, sampai batas
intensitas tertentu, di perusahaan-perusahaan swasta, sementara kegiatan
penggunaan atau adopsi iptek terjadi di ‗laboratorium masyarakat‘ yang
bercirikan adanya keragaman nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan.
![Page 215: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/215.jpg)
transformasi penelitian 203
Penelitian iptek dan difusi iptek keduanya melibatkan variasi-seleksi relasi-
relasi jejaring, tetapi dengan pola-pola yang berbeda dan melibatkan pelaku-
pelaku yang berbeda. Kegiatan penelitian iptek dapat menghasilkan nilai-nilai
tambah jika terjadi difusi hasil penelitian di ‗laboratorium masyarakat‘. Proses
ini—transformasi penelitian ke dalam inovasi, mempersyaratkan adanya suatu
keselarasan tertentu antara jejaring penelitian dan jejaring difusi iptek.
Kesimpulan-kesimpulan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk sekumpulan
proposisi sebagai berikut:
Proposisi 1 (berkenaan dengan praktis penelitian)
Praktis penelitian memiliki karakter jejaring dan, sebagai implikasi
dari karakater jejaring ini, lintasan penelitian yang ditempuh para
peneliti dapat memiliki derajat reversibility yang bervariasi—makin
lembam jejaring, makin irreversible lintasan penelitian;
Proposisi 2 (berkenaan dengan pola difusi iptek)
Difusi iptek mempersyaratkan perkembangan ruang pembelajaran
yang tersusun atas:
kelompok-kelompok penginisiasi, pengadopsi awal dan
kelompok-kelompok yang diwakili oleh pengadopsi awal;
pilihan-pilihan iptek yang tersedia dan unsur-unsur teknikal
yang diacu oleh berbagai kelompok; dan
relasi-relasi antara berbagai kelompok dan pilihan-pilihan iptek
serta unsur-unsur teknikal;
Proposisi 3 (syarat perlu bagi transformasi penelitian ke dalam
inovasi)
Transformasi penelitian ke dalam inovasi mempersyaratkan dua
hal:
pertama, penelitian berlangsung dalam lintasan yang reversible;
ke dua, terdapat relasi-relasi antara jejaring penelitian dan
jejaring non-penelitian yang memungkinkan perkembangan
ruang pembelajaran.
![Page 216: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/216.jpg)
204 ke dalam inovasi
Ketiga proposisi di atas, sebagai satu kesatuan, menyediakan prinsip-
prinsip teoretikal untuk menjelaskan transformasi penelitian ke dalam inovasi.
Proposisi 1 dan proposisi 2 menyatakan karakteristik jejaring dari penelitian
iptek dan difusi iptek, sedangkan proposisi 3 menyatakan persyaratan yang
dibutuhkan untuk menghubungkan penelitian dan difusi hasil penelitian.
Transformasi penelitian ke dalam inovasi sulit terjadi dalam situasi di mana
jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian terpisah satu dari yang lain,
sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar 6.4a. Dalam situasi seperti ini, tidak
banyak gunanya mempertemukan para peneliti dan pelaku usaha melalui forum
seperti ‗pameran iptek‘, ‗temu peneliti dan pengusaha‘, dan yang sejenisnya.
Dalam situasi keterpisahan jejaring, upaya untuk mendorong para peneliti
untuk melakukan komersialisasi hasil penelitian, atau untuk meneliti topik-
topik yang ‗diminta‘ pelaku pasar, akan menimbulkan penolakan atau sikap
skeptikal di kalangan para peneliti. Begitu pula, dalam situasi demikian tidak
banyak gunanya mendorong para pelaku usaha untuk membeli apa-apa yang
dihasilkan para peneliti. Transformasi penelitian ke dalam inovasi memerlukan
interaksi yang lebih luas dari sebatas interaksi transaksional supply-demand.
Peneliti dan pelaku usaha masing-masing merupakan bagian dari jejaring yang
memiliki kelembaman (network inertia). Hanya ketika kedua jenis jejaring
tersebut—jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian—memiliki cukup
banyak koneksi-koneksi, pertemuan antara para peneliti dan pelaku usaha akan
menghasilkan ruang pembelajaran yang memungkinkan difusi hasil penelitian.
Permasalahan transformasi penelitian ke dalam inovasi tidak bisa direduksi
menjadi permasalahan preferensi para individu peneliti. Jadi, permasalahan
tersebut tidak bisa dijawab dengan cara meningkatkan minat para peneliti untuk
melakukan penelitian yang sesuai dengan kepentingan industri-industri
tertentu. Jika hal ini terjadi, para peneliti yang terus-menerus melakukan
penelitian untuk industri-industri tertentu akan menjadi bagian dari jejaring
non-penelitian, dan terlepas dari jejaring penelitian. Dalam situasi demikian,
seorang peneliti akan menjadi pekerja industri, bukan peneliti lagi. Situasi
demikian diilustrasikan dalam Gambar 6.4b.
![Page 217: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/217.jpg)
transformasi penelitian 205
Upaya untuk mempertemukan para peneliti dan para pelaku usaha dan
upaya untuk meningkatkan minat para peneliti akan topik-topik penelitian yang
relevan dengan pasar, keduanya tentu saja perlu dan penting. Tetapi kedua
upaya tersebut tidak cukup. Diperlukan upaya lain yang lebih berfokus pada
jejaring-jejaring, yaitu memperluas relasi-relasi antara jejaring penelitian dan
jejaring non-penelitian. Dengan bersandar pada ketiga proposisi tersebut,
transformasi penelitian ke dalam inovasi mempersyaratkan dua hal: (i) lintasan
penelitian yang ditempuh para peneliti yang terlibat dalam inisiatif inovasi
merupakan lintasan yang bersifat reversible (atau memiliki derajat reversibility
yang cukup tinggi); dan (ii) interaksi-interaksi antara para peneliti dan para
pengadopsi hasil penelitian (dalam suatu inisiatif inovasi) membentang ruang
pembelajaran yang cukup luas untuk memungkinkan variasi-seleksi secara
kolektif.
Dalam Gambar 6.4c dilustrasikan, dengan banyak penyederhanaan,
konstelasi jejaring-jejaring yang kondusif bagi transformasi penelitian ke dalam
inovasi. Dalam konstelasi jejaring-jejaring seperti ini, suatu inisiatif untuk
mendifusikan hasil penelitian tidak akan mengalami kendala-kendala jejaring.
Konstelasi jejaring-jejaring yang divisualkan dalam Gambar 6.3 dapat
ditafsirkan sebagai model jejaring inovasi, yaitu model tentang konektivitas
jejaring-jejaring yang kondusif bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi.
![Page 218: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/218.jpg)
206 ke dalam inovasi
Lembaga-Lembaga/
Kelompok-Kelompok
Litbang Iptek
: Pelaku Non-Litbang Iptek
: Pelaku Litbang Iptek
Organisasi-Organisasi/
Komunitas-Komunitas Non-
Litbang (Kelompok Usaha,
Pemerintah, Komunitas
Tradisional, LSM, dll)
Gambar 6.4a Kemungkinan 1: Keterpisahan Jejaring Penelitian dan Jejaring
Non-Penelitian—Situasi Anti-Inovasi
Lembaga-Lembaga/
Kelompok-Kelompok
Litbang Iptek
: Pelaku Non-Litbang Iptek
: Pelaku Litbang Iptek
Organisasi-Organisasi/
Komunitas-Komunitas Non-
Litbang (Kelompok Usaha,
Pemerintah, Komunitas
Tradisional, LSM, dll)
Gambar 6.4b Kemungkinan 2: Keterleburan Peneliti dalam Jejaring Non-
Penelitian—Situasi Kontra-Litbang Iptek
![Page 219: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/219.jpg)
transformasi penelitian 207
Lembaga-Lembaga/
Kelompok-Kelompok
Litbang Iptek
: Pelaku Non-Litbang Iptek
: Pelaku Litbang Iptek
Organisasi-Organisasi/
Komunitas-Komunitas Non-
Litbang (Kelompok Usaha,
Pemerintah, Komunitas
Tradisional, LSM, dll)
Gambar 6.4c Perluasan Timbal-Balik (mutual extension) antara Jejaring
Penelitian dan Jejaring Non-Penelitian melalui Mediator-Mediator—Situasi Pro-
Inovasi
6.5 Kontribusi pada Literatur
Berikut ini dibahas posisi dari ketiga proposisi tersebut di atas dalam konteks
gagasan-gagasan atau teori-teori yang berkembang di literatur. Sebagaimana
didiskusikan di Bab 2, gagasan-gagasan tentang sistem inovasi dan relasi triple-
helix menawarkan kondisi-kondisi kesisteman dan kelembagaan yang kondusif
bagi transformasi penelitian ke dalam inovasi. Berikut ini didiskusikan posisi
ketiga proposisi tersebut di atas dalam konteks teori-teori yang relevan di
literatur:
Pentingnya lintasan yang reversible tidak secara khusus dibahas dalam
literatur sistem inovasi. Tetapi gagasan penelitian moda-2 yang dicirikan
oleh penelitian lintas-disiplin yang melibatkan peneliti dan pelaku usaha,
bersesuaian dengan gagasan lintasan penelitian yang prinsip reversible.
Melalui keterlibatan dalam penelitian-penelitian moda-2, para peneliti
mengembangkan relasi-relasi dengan berbagai pelaku yang memiliki
![Page 220: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/220.jpg)
208 ke dalam inovasi
perspektif-perspektif teoretikal dan metode-metode praktikal yang
beragam. Adanya keragaman dalam jejaring relasi-relasi ini pada gilirannya
mencegah terjadinya lintasan penelitian yang irreversible.
Dalam literatur sistem inovasi, ‗pembelajaran melalui interaksi‘ merupakan
gagasan yang sentral. Proposisi 2 mengelaborasi gagasan tersebut secara
lebih terinci dengan memberikan penekanan pada variasi pilihan-pilihan
iptek, pelaku-pelaku yang relevan, dan acuan-acuan teknikal. Proposisi
tersebut menekankan bahwa ruang pembelajaran tersusun atas unsur-unsur
sosial dan unsur-unsur teknikal sekaligus. Dengan perkataan lain, difusi
iptek melibatkan konstruksi ruang pembelajaran sosio-teknikal.
Baik gagasan sistem inovasi maupun gagasan triple-helix memberi
penekanan pada konektivitas. Tetapi gagasan sistem inovasi dan relasi
triple-helix tersebut bersandar pada gagasan-gagasan makro-sosial seperti
struktur, lembaga dan organisasi. Berbeda dengan ini, ketiga proposisi di
atas bersandar pada gagasan jejaring. Suatu jejaring tersusun atas pelaku-
pelaku dan relasi-relasi antarpelaku-pelaku. Suatu pelaku dapat berwujud
sosial seperti individu-individu, organisasi-organisasi dan lembaga-
lembaga, atau berbentuk teknikal seperti instrumen-instrumen ukur dan
perangkat-perangkat eksperimen. Apa pun yang menuntut penyesuaian-
penyesuaian dan dapat menimbulkan pergeseran-pergeseran dapat
dianggap sebagai pelaku. Relasi-relasi dapat bersifat formal atau non-
formal. Jadi, ketiga proposisi di atas dapat digunakan untuk melakukan
analisis baik pada skala makro, meso maupun mikro, formal maupun non-
formal, modern maupun tradisional.
Ketiga proposisi tersebut di atas juga dapat digunakan untuk memberikan
koreksi atas model linier inovasi. Sebagaimana didiskusikan di Bab 2, model
linier inovasi mendapatkan kritik yang meluas dari para peneliti inovasi. Model
linier tersebut mengasumsikan adanya ‗aliran pengetahuan‘, atau transformasi
pengetahuan, yang bergerak secara satu arah (uni-directional) dari penelitian
fundamental/basik menuju penelitian terapan, dan kemudian ke tahapan
adopsi hasil penelitian. Secara implisit, model linier tersebut mengasumsikan
![Page 221: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/221.jpg)
transformasi penelitian 209
adanya ‗perbedaan potensial gravitasi‘ antara penelitian fundamental/basik,
penelitian terapan, dan adopsi hasil penelitian.
Dalam perspektif yang dibangun melalui ketiga proposi di atas—model
jejaring inovasi, tidak ada ‗perbedaan potensial gravitasi‘ antara jenis-jenis
pengetahuan ataupun antara tahapan-tahapan penelitian. Meski demikian,
penelitian yang satu dapat berada dalam sebuah jejaring yang jauh lebih padat
dari penelitian yang lain dan, sebagai implikasinya, penelitian yang satu dapat
bersifat lebih lembam dari yang lain. Jadi, dalam perspektif jejaring tidak ada
‗medan gravitasi‘ yang bekerja pada pengetahuan yang menarik penelitian
fundamental ke bawah/ke hilir. Model jejaring inovasi memberikan penekanan
pada gerakan-gerakan (penelitian) dengan moda variasi-seleksi yang
menghasilkan relasi-relasi jejaring—jejaring penelitian. Efek-efek tarikan dan
kelembaman dapat muncul sebagai implikasi dari perbedaan kepadatan84 relatif
antara jejaring-jejaring penelitian tersebut.
Inovasi, sebagaimana digagas dalam model linier, melibatkan serangkaian
transformasi pengetahuan. Dalam model jejaring, transformasi-transformasi
tersebut tidak berlangsung secara satu arah dengan digerakkan oleh ‗perbedaan
potensial‘. Berbeda dari model linier inovasi, model jejaring inovasi menyoroti
pentingnya interaksi-interaksi antara pelaku-pelaku yang beragam yang
memungkinkan penggabungan jejaring-jejaring. Interaksi-interaksi tersebut
menimbulkan transformasi-transformasi pengetahuan yang berpola dua arah
(bi-directional), iteratif dan adaptif sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 6.5.
Transformasi tersebut berpola dua arah dikarenakan tidak ada perbedaan
potensial antara jenis-jenis pengetahuan, meski mungkin terdapat perbedaan
kelembaman (jejaring) antara penelitian yang satu dan penelitian yang lain.
Transformasi tersebut bersifat iteratif dalam arti bergerak maju-mundur,
berulang-ulang, bersesuaian dengan penyesuaian-penyesuaian yang
berlangsung antara para pelaku yang terlibat. Transformasi tersebut bersifat
adaptif dalam arti apa-apa yang dihasilkan di suatu tahapan transformasi
84
Kepadatan di sini maksudnya adalah kepadatan jejaring, bukan kepadatan ruang.
Kepadatan ruang diukur dengan banyaknya sesuatu dalam satuan ruang tertentu.
Kepadatan jejaring diukur dengan banyaknya relasi-relasi yang menghubungkan simpul-
simpul.
![Page 222: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/222.jpg)
210 ke dalam inovasi
mengalami penyesuaian-penyesuaian di tahapan-tahapan transformasi yang
berikutnya.
Dengan menempuh serangkaian interaksi-interaksi sebagaimana digagas
dalam model jejaring inovasi, para pelaku (peneliti dan non-peneliti)
mengembangkan relasi-relasi yang mengandung cukup keragaman untuk
memberikan lintasan penelitian yang reversible. Hal ini, pada gilirannya,
membuka peluang bagi lebih banyak pilihan-pilihan iptek, lebih banyak (calon)
pengadopsi iptek yang terlibat, dan relasi-relasi yang lebih padat. Dengan
perkataan lain, bila para peneliti iptek dan (calon) pengadopsi iptek melakukan
interaksi-interaksi dengan pola sebagaimana disarankan oleh model jejaring
inovasi, kedua syarat bagi ‗transformasi penelitian ke dalam inovasi‘ menjadi
terpenuhi.
Penelitian di
Laboratorium
Difusi di ‘Laboratorium
Masyarakat’
Penelitian Dasar/
FundamentalPenelitian Terapan
Pengembangan
(Perancangan,
Konstruksi,
Pengujian)
Adopsi
(Distribusi,
Pemasaran,
Pengoperasian)
Gambar 6.5 Berbagai Arah Transformasi Pengetahuan dalam Inovasi
6.6 Situasi ‗Anomali‘
Dalam kasus-kasus yang khusus, seperti dalam situasi perang atau ‗perang
dingin‘, suatu masalah pertahanan tertentu dapat langsung diterjemahkan ke
dalam kemajuan iptek tertentu. Misalnya, jika ancaman yang signifikan
berbentuk serangan rudal, maka kemajuan iptek anti-rudal memberikan
![Page 223: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/223.jpg)
transformasi penelitian 211
jawaban bagi masalah pertahanan tersebut85. Dalam kasus yang khusus seperti
ini, difusi iptek dapat berlangsung melalui cara-cara yang khusus juga. Para
peneliti—penginisiasi iptek—berada dalam sebuah lembaga pertahanan yang
terisolasi dari publik, dan mereka bekerja dalam suatu garis komando serta di
bawah pengawasan yang ketat. Pengguna dari hasil penelitian adalah para
personil militer—pengadopsi iptek. Selama penelitian berlangsung, para peneliti
berinteraksi secara dekat dan erat dengan para personil militer (sebagai calon
pengguna hasil penelitian)86. Interaksi tersebut bersifat terisolasi dan tertutup
terhadap pihak-pihak lain di luar lembaga pertahanan. Dalam situasi khusus
seperti yang diilustrasikan di atas, jejaring penelitian berkembang secara
terkonsentrasi, dan tidak terjadi percabangan relasi-relasi sebagai konsekuensi
dari interaksi yang terkonsentrasi dan terisolasi. Dengan perkataan lain,
kegiatan penelitian iptek kehilangan karakter jejaringnya.
Difusi iptek dalam situasi perang, atau ‗perang dingin‘, tampaknya
merupakan kasus khusus di mana model jejaring inovasi tereduksi menjadi
model linier inovasi. Dalam kasus yang khusus tersebut, asumsi ‗aliran iptek
uni-direksional‘ cukup bersesuaian dengan realitas. Hanya saja, masalah
pertahanan dalam situasi perang merupakan kasus perkecualian, bukan kasus
yang umum. Dalam situasi damai, masalah pertahanan tidak bisa sepenuhnya
diisolasi dari masalah publik non-pertahanan, dan penelitian-penelitian untuk
pertahanan makin berbaur dengan penelitian-penelitian untuk menjawab
masalah publik secara umum.
Model linier inovasi, dengan penekanan pada interaksi yang sekuensial,
tidak memperhitungkan kedua syarat bagi ‗transformasi penelitian ke dalam
inovasi‘, yaitu reversibility lintasan penelitian dan ruang pembelajaran. Dalam
situasi-situasi di mana kedua syarat tersebut secara kebetulan (by chance)
terpenuhi, model linier mungkin saja bekerja dengan baik. Dengan perkataan
85
Tentu hal ini disertai asumsi-asumsi bahwa terdapat personil militer yang sanggup
mengoperasikan iptek anti-rudal tersebut, terdapat dukungan logistik dan infrastruktur,
dan terdapat dukungan politik yang konsisten. 86
Situasi interaksi yang menyerupai ini digambarkan oleh para peneliti dari balitbang di
sektor pertahanan yang dipaparkan di Bab 3. Situasi ini berbeda secara mencolok dari
situasi penelitian di kementerian perindustrian.
![Page 224: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/224.jpg)
212 ke dalam inovasi
lain, dalam perspektif model jejaring, model linier inovasi tersebut tidak
lengkap.
Dalam situasi yang umum, kedua syarat tersebut belum tentu terpenuhi dan
langkah-langkah kebijakan diperlukan untuk mewujudkan kedua syarat
tersebut. Jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi, penerapan model linier
inovasi membawa implikasi terjadinya pemisahan kegiatan-kegiatan penelitian
iptek ke dalam ‗kotak-kotak‘ kelembagaan yang, pada gilirannya, memisahkan
‗dunia di dalam laboratorium‘ dari ‗dunia di luar laboratorium‘.[]
![Page 225: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/225.jpg)
transformasi penelitian 213
Bab 7
IMPLIKASI PADA KEBIJAKAN
7.1 Pendahuluan
Suatu kebijakan publik disusun untuk menjawab masalah tertentu, di ranah
publik. Dalam penyusunan kebijakan iptek, jawaban atas masalah publik
dinyatakan dalam bentuk pemanfaatan iptek tertentu. Tentu saja tidak semua
jenis masalah publik dapat dijawab melalui pengembangan dan pemanfaatan
iptek. Meski demikian, di berbagai sektor publik implementasi dari kebijakan
publik melibatkan pemanfaatan iptek tertentu. Misalnya, pemanfaatan iptek
terlibat dalam implementasi kebijakan penegakan hukum, kebijakan reformasi
birokrasi, kebijakan pengarusutamaan jender, kebijakan pengentasan
kemiskinan, dan kebijakan-kebijakan sosial lainnya. Di sektor-sektor yang sarat
iptek seperti komunikasi dan informasi, perhubungan, energi, lingkungan, dan
lain-lain, pemanfaatan beragam jenis iptek terlibat dalam implementasi
kebijakan-kebijakan. Oleh karena ini, pemanfaatan iptek merupakan sebuah isu
yang penting bagi implementasi kebijakan di berbagai sektor publik.
Prinsip-prinsip teoretikal yang didiskusikan di Bab 6 menegaskan bahwa
pemanfaatan iptek melibatkan langkah-langkah yang lebih kompleks dari
sebatas penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. Pemanfaatan iptek di
ranah publik memerlukan ―transformasi penelitian ke dalam inovasi‖ di ranah
publik, yang melibatkan transformasi jejaring—model jejaring inovasi.
Bersandar pada prinsip-prinsip tersebut, suatu kebijakan iptek perlu berfokus
pada transformasi jejaring.
Dalam bab ini pembahasan akan berfokus pada permasalahan kebijakan
iptek di kementerian iptek di Indonesia, yaitu di Kementerian Riset dan
Teknologi (KRT). Kementerian ini secara langsung bertanggung jawab atas
![Page 226: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/226.jpg)
214 ke dalam inovasi
perkembangan dan pemanfaatan iptek di Indonesia. Meski demikian,
perkembangan dan pemanfaatan iptek di Indonesia juga dipengaruhi, secara
tidak langsung ataupun secara langsung, oleh kebijakan-kebijakan di sektor-
sektor publik lainnya. Lebih spesifiknya, di sini akan dibahas isu-isu kebijakan
iptek yang relevan bagi permasalahan ―transformasi penelitian ke dalam
inovasi‖. Pada bab ini akan dijabarkan (sebagai rekomendasi) rumusan
program-program iptek, peranan mediator dari KRT, dan peranan taman
inovasi (innovation park).
7.2 Posisi Struktural Kebijakan Iptek
Dalam pembahasan mengenai kebijakan publik pada umumnya, ada dua aspek
yang perlu dibedakan87: aspek substansi/kandungan dan aspek kewenangan/
legalitas (Hogwood dan Gunn, 1988). Substansi kebijakan publik terpaut dengan
substansi masalah publik (public problem) yang tengah dihadapi, dan perumusan
substansi kebijakan publik ditujukan untuk menjawab masalah publik tersebut.
Aspek kewenangan dari kebijakan publik berkenaan dengan distribusi
kewenangan di antara para pembuat kebijakan dan mekanisme penggunaan
kewenangan dalam pembuatan dan implementasi kebijakan. Mungkin terjadi
bahwa suatu kebijakan benar secara legal (absah) tetapi salah secara substansi,
atau sebaliknya, salah secara prosedural (tidak absah) tetapi benar dalam
substansi. Kesalahan legal/prosedural akan membuat suatu kebijakan menjadi
tidak efektif atau batal, sedangkan kesalahan substantif dapat menimbulkan
dampak-dampak buruk bagi masyarakat.
87
Selain ini, terdapat aspek ke tiga dari kebijakan publik, yaitu politikal. Suatu masalah
publik sering menyentuh kepentingan-kepentingan beragam kelompok-kelompok sosial
di masyarakat (partai-partai politik, LSM-LSM, dan lain-lain). Perumusan kebijakan
berkenaan dengan masalah publik tersebut, oleh karenanya, tidak terlepas dari
persetujuan ataupun penolakan dari kelompok-kelompok sosial tersebut. Pembedaan
ketiga aspek kebijakan ini—legal, substantif dan politikal, penting dalam analisis dan
evaluasi kebijakan.
![Page 227: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/227.jpg)
transformasi penelitian 215
Dalam struktur kelembagaan pemerintahan di Indonesia88, posisi kebijakan
iptek dapat divisualkan dalam skema sistem input-output sebagaimana
diperlihatkan dalam Gambar 7.1. Dalam gambar tersebut kebijakan iptek bekerja
dalam sektor iptek, yang dibedakan dari sektor-sektor publik non-iptek yang
lainnya. Kewenangan pembuatan kebijakan iptek berada pada Kementerian
Riset dan Teknologi (KRT). KRT merupakan aparatus pemerintahan yang
memiliki tugas dan kewenangan untuk merumuskan dan merealisasikan
kebijakan iptek, sedangkan lembaga-lembaga penelitian non-kementerian
(LPNK) merupakan bagian dari sistem litbang iptek yang berada di bawah ko-
ordinasi KRT. Perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang kementerian
(dan juga balitbang-balitbang pemerintahan daerah) dapat dipandang sebagai
bagian dari sistem litbang iptek, tetapi secara struktur kelembagaan terpisah
dari KRT. Sistem litbang iptek di sini mencakup unsur-unsur kelembagaan,
sumber-sumber daya, dan kegiatan-kegiatan yang terpaut dengan penelitian,
pengembangan dan pemanfaatan iptek.
KRT merumuskan goal dan objektif kebijakan iptek dengan mengikuti
mekanisme yang diatur dalam undang-undang, serta mengerahkan instrumen-
instrumen intervensi melalui program-program iptek. Instrumen-instrumen
tersebut dapat berbentuk uang, sarana/pra-sarana litbang iptek, fasilitas
interaksi dan komunikasi, ataupun insentif profesional/jenjang karir. Ini semua
berfungsi sebagai input bagi sistem litbang iptek. Selain dari KRT, sistem litbang
iptek juga mungkin menerima input dari sektor-sektor non-iptek, perusahaan-
perusahaan swasta ataupun badan-badan internasional. Output yang dihasilkan
oleh sistem litbang iptek mencakup makalah ilmiah, buku teks, dan rancangan
iptek baik yang dipatenkan maupun tidak. Untuk perguruan tinggi, ouput yang
dihasilkan mencakup para lulusan, khususnya pada magister dan doktor.
Outcome dari sistem litbang iptek mencakup keterampilan/keahlian baru, ilmu
pengetahuan baru, cara pandang dan perilaku yang baru, serta peningkatan
88
Terdapat perbedaan antara satu negara dan negara yang lain dalam penempatan posisi
struktural dari kebijakan iptek. Di Indonesia, kebijakan iptek berada dalam sektor yang
tersendiri. Di Jepang, kebijakan iptek terintegrasi dengan kebijakan industri dan
kebijakan pendidikan tinggi. Di negara lain seperti Cina dan Iran, kebijakan iptek bersifat
lintas-sektoral.
![Page 228: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/228.jpg)
216 ke dalam inovasi
kapasitas dan kapabilitas kelembagaan. Output dan outcome yang dihasilkan
sistem litbang iptek ini, secara langsung ataupun tidak langsung,
mempengaruhi sektor-sektor non-iptek.
Kebijakan
Non-Iptek
Sistem
Non-Iptek
Instrumen
Intervensi
Kebijakan
Iptek
(KNRT)
Input
Output,
Outcome
LPNK
Indikator
Sektor
Iptek
Sektor
Non-Iptek
Perguruan
Tinggi,
Balitbang
Instrumen
Intervensi
Input
Output,
Outcome
Indikator
Lingkup
Ko-ordnasi KNRT
Gambar 7.1 Posisi Struktural Kebijakan Iptek dalam Sektor Publik
![Page 229: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/229.jpg)
transformasi penelitian 217
7.3 Kompleksitas Masalah Publik
Kasus-kasus yang dibahas di Bab 5 memberikan sebuah gambaran mengenai
karakter dari masalah publik. Dalam kasus semburan Lumpur Panas, misalnya,
kepastian hukum merupakan bagian yang kritikal dari masalah publik yang
dihadapi. Tanpa kepastian hukum, langkah-langkah penanggulangan semburan
lumpur panas beserta dampak-dampak sosialnya, menjadi terhambat. Untuk
mencapai kepastian hukum diperlukan kesaksian para pakar, yakni para
ilmuwan dan hasil penelitian mereka berkenaan dengan fenomena semburan
Lumpur Panas ini. Tetapi terdapat kelompok-kelompok sosial yang memiliki
kepentingan yang saling bertentangan berkaitan dengan fenomena semburan
Lumpur Panas tersebut. Pertentangan kepentingan ini, secara tidak langsung,
mempengaruhi kesaksian yang diberikan oleh para ilmuwan. Di sini, hasil
penelitian iptek dibutuhkan untuk mewujudkan inovasi (yakni terciptanya
kepastian hukum). Tetapi untuk mewujudkan inovasi tersebut para peneliti
perlu terlibat lebih dari sebatas menyajikan hasil penelitian. Para peneliti juga
perlu terlibat dalam upaya-upaya meresolusi kepentingan-kepentingan yang
bertentangan, dan secara kolektif membangun sebuah pijakan ilmiah bagi
kepastian hukum.
Dalam masalah digital divide, difusi teknologi informasi dan komunikasi
(TIK) diperlukan untuk menjawab masalah publik tersebut. Tetapi masalah
digital divide tidak dapat dijawab hanya melalui pengembangan dan difusi TIK.
Diperlukan adanya mobilitas dan konektivitas sosial serta kondisi-kondisi
ekonomik untuk menopang difusi iptek. Mobilitas dan konektivitas sosial ini
ditentukan oleh karakteristik sosial-budaya dari masyarakat, sedangkan kondisi-
kondisi ekonomik ini ditentukan oleh akses ke pasar, akses ke lembaga finansial,
dan akses ke infrastruktur perdagangan. Dengan perkataan lain, untuk
menjawab masalah digital divide diperlukan ketiga faktor tersebut secara
serentak: pengembangan dan difusi TIK; pengembangan mobilitas dan
konektivitas sosial; dan pengembangan kondisi-kondisi ekonomik.
Sebagi ilustrasi yang lain adalah masalah keamanan pasokan energi. Agar
masyarakat dapat tetap menjalankan kegiatan sosial dan ekonomik tanpa perlu
bergantung pada impor minyak dan gas bumi, diperlukan pengembangan
![Page 230: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/230.jpg)
218 ke dalam inovasi
sumber energi alternatif. Dalam kasus ini, pengembangan iptek untuk
diversifikasi, produksi, distribusi, dan konsumsi energi alternatif merupakan
faktor yang perlu, tetapi tidak cukup. Faktor-faktor lain perlu bekerja seperti
kemauan dan kesiapan para pengusaha untuk masuk ke sektor yang baru ini,
dan upaya yang konsisten dari pemerintah untuk menemukan insentif (fiskal
dan non-fiskal) yang efektif untuk memacu adopsi iptek di pasar. Selain ini
semua, diperlukan adanya perubahan cara pandang terhadap energi di seluruh
lapisan masyarakat89. Seluruh faktor ini perlu bekerja dan saling memperkuat
untuk mewujudkan jawaban bagi masalah keamanan pasokan energi.
Ilustrasi-ilustrasi ini semua menegaskan bahwa masalah publik memiliki
watak multidimensional dan kompleks, dan sebagai implikasinya, jawaban atas
masalah publik tersebut juga berwatak multidimensional. Meski pengembangan
iptek merupakan faktor yang penting bagi inovasi untuk menjawab masalah
publik, faktor iptek saja tidak memadai. Inovasi untuk menjawab masalah
publik memerlukan pengembangan faktor iptek, faktor sosial-budaya dan faktor
ekonomik secara serentak dan terpadu. Watak multidimensional dan kompleks
dari masalah publik menyarankan bahwa objektif dari kebijakan iptek perlu
dirumuskan secara serentak dan terpadu dengan objektif-objektif dari kebijakan
publik di sektor-sektor yang lain.
7.4 Objektif dari Kebijakan Iptek
Perumusan substansi dari kebijakan iptek bertitik tolak pada suatu masalah
tertentu di ranah publik. Objektif atau goal90 dari kebijakan iptek, tentunya,
89
Pihak-pihak yang berbeda kepentingan akan memandang masalah keamanan pasokan
energi secara berbeda, dan menawarkan jawaban yang berbeda juga. Bagi pihak tertentu,
yang penting adalah masyarakat memiliki daya beli (purchasing power) dan akses ke
pasar energi global. Dengan daya beli, masyarakat dapat membeli energi di pasar. Bagi
pihak yang lain, sumber energi bermakna stratejik dan ketidakbergantungan energi
terhadap bangsa lain merupakan prasyarat bagi kedaulatan negara. Bagi pihak yang lain
lagi, ketersediaan pangan lebih penting daripada ketersediaan sumber energi. 90
„Objektif‟ dan „goal‟ adalah dua istilah yang memiliki keserupaan makna, tetapi
berbeda dalam penekanan. Objektif adalah sekumpulan keadaan yang dikehendaki
keterwujudannya, sedangkan goal lebih menekankan efek-efek yang dikehendaki dari
![Page 231: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/231.jpg)
transformasi penelitian 219
adalah terjawabnya masalah publik tersebut. Kebijakan iptek tersebut kemudian
diimplementasikan melalui program-program iptek. Sebuah pertanyaan yang
krusial di sini adalah: bagaimana suatu program iptek dapat menjawab masalah
publik?
Sebuah jawaban yang dapat ditawarkan adalah bahwa masalah publik akan
terjawab ketika iptek—dengan tingkat kemajuan tertentu—telah dihasilkan oleh
para peneliti, dan kemudian iptek tersebut diadopsi oleh pihak-pihak yang
menghadapi masalah publik. Atas dasar argumentasi demikian, kebijakan iptek
dirumuskan untuk mengembangkan dan mendiseminasikan iptek yang
dianggap relevan dengan masalah publik yang tengah dihadapi. Argumentasi
seperti ini bersesuaian dengan pandangan determinisme teknologi (technology
determinism), yang merupakan inti dari model linier inovasi (Fagerberg dkk,
2004).
Kasus-kasus yang dibahas di Bab 5 mengungkapkan pola-pola interaksi
antara berbagai pelaku yang terlibat dalam difusi iptek. Pengelolaan difusi iptek,
oleh karenanya, memerlukan pengelolaan interaksi-interaksi tersebut. Interaksi
antara peneliti dan pelaku-pelaku lain dalam suatu difusi iptek merupakan
aspek yang terabaikan dalam model linier inovasi. Hal yang kurang
diperhatikan dalam model linier inovasi adalah karakteristik dari praktis
penelitian (research practice) itu sendiri. Kajian empirik yang dibahas dalam Bab 3
dan Bab 4 memperlihatkan bahwa penelitian itu sendiri meliliki karakter jejaring
yang tersebar. Para peneliti, melalui kegiatan penelitian mereka, terlibat dalam
relasi-relasi dengan berbagai pelaku yang tersebar dalam ruang dan waktu, dan
iptek berkembang melalui relasi-relasi tersebar tersebut.
Untuk menjawab masalah publik dibutuhkan transformasi penelitian iptek
ke dalam inovasi di sektor publik. Transformasi tersebut tidak dapat
diwujudkan melalui langkah-langkah sekuensial-linier (penelitian dasar
penelitian terapan diseminasi/adopsi). Transformasi tersebut berlangsung
melalui pengembangan relasi-relasi antar jejaring-jejaring yang melibatkan
pelaku-pelaku yang heterogen. Atas dasar argumentasi demikian dapat
disimpulkan bahwa jika suatu kebijakan iptek disusun untuk menjawab masalah
keterwujudan objektif tersebut. Dalam pembuatan kebijakan, kedua hal ini penting
dibedakan.
![Page 232: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/232.jpg)
220 ke dalam inovasi
publik, maka objektif dari kebijakan iptek tersebut haruslah dinyatakan dalam
bentuk transformasi jejaring. Pernyataan objektif dari kebijakan iptek perlu
mencakup: (i) pelaku-pelaku yang dipandang relevan dan isu-isu yang
dihadapi/dianggap penting oleh pelaku-pelaku tersebut; dan (ii) relasi-relasi
antara pelaku-pelaku yang dipandang perlu untuk dikembangkan, diperluas
ataupun diperlemah.
7.5 Transformasi Jejaring sebagai Objektif Kebijakan
Jika penelitian dan difusi iptek memiliki karakter jejaring, maka suatu kebijakan
iptek perlu dirumuskan untuk menstimulasi transformasi jejaring. Instrumen-
instrumen kebijakan iptek yang konvensional dapat dikerahkan untuk
mewujudkan transformasi jejaring tersebut. Misalnya, dengan
memperbesar/memperkecil anggaran penelitian, relasi-relasi tertentu akan
menguat/melemah. Dengan memfasilitasi penyelenggaraan seminar-seminar
dan forum-forum ilmiah, relasi-relasi antara pelaku-pelaku tertentu akan
berkembang. Pengadaan perangkat-perangkat eksperimen, buku-buku teks dan
jurnal-jurnal ilmiah juga akan menimbulkan perubahan-perubahan jejaring. Jadi,
instrumen-instrumen kebijakan iptek yang konvensional dapat digunakan untuk
mewujudkan transformasi jejaring.
Untuk mewujudkan transformasi jejaring (sebagai objektif dari kebijakan
iptek), kebijakan dan program iptek yang dirumuskan oleh KRT perlu berfokus
pada interaksi-interaksi dan relasi-relasi antara pelaku litbang dan pelaku non-
litbang. Objektif (transformasi jejaring) tersebut dapat dibedakan ke dalam sub-
objektif: (i) perluasan interaksi (antara sesama pelaku litbang dan antara pelaku
litbang dan pelaku non-litbang)—tahapan penelitian dan pengembangan iptek;
(ii) perluasan ruang pembelajaran (atau ruang variasi-seleksi pilihan-pilihan
iptek)—tahapan pemanfaatan iptek. Sub-objektif yang pertama tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi atau mencegah terjadinya lintasan penelitian
yang irreversible.
Berbeda dengan objektif tersebut di atas, dalam model linier inovasi
lazimnya objektif kebijakan iptek dinyatakan dalam bentuk: (i) capaian
pengembangan iptek di laboratorium; (ii) sasaran diseminasi hasil
![Page 233: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/233.jpg)
transformasi penelitian 221
pengembangan iptek (dengan harapan akan terjadi adopsi). Kedua hal ini
merupakan bagian yang penting dari transformasi jejaring, tetapi tidak memadai
sebagai objektif dari kebijakan iptek.
Sebagai ilustrasi, pada dekade 1990-an KRT memiliki program-program
iptek yang, antara lain, dikenal dengan nama Riset Unggulan Terpadu (RUT),
Riset Unggulan Kemitraan (RUK), dan Riset Unggulan Strategis Nasional
(RUSNAS). Program-program ini menekankan aspek keterpaduan, kemitraan,
dan aspek stratejik nasional. Meski demikian, kegiatan-kegiatan yang
distimulasi oleh program-program tersebut masih terbatas pada penelitian dan
pengembangan iptek. Yang kurang mendapatkan perhatian adalah perluasan
interaksi-interaksi antara para pelaku litbang iptek dan pelaku non-litbang iptek.
Tercapainya keterpaduan dan kemitraan mempersyaratkan interaksi-
interaksi, negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-penyesuaian untuk mencapai
kesepakatan tentang, misalnya, masalah penelitian bersama (common research
problem), pertanyaan dan objektif penelitian bersama serta distribusi peranan.
Kesepakatan dalam hal-hal ini semua akan dicapai bila dianggap sesuai dengan
nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan yang dianut oleh pihak-pihak yang
terlibat. Untuk mencapai keberlanjutan (sustainability), kesepakatan tersebut
perlu dirumuskan dalam suatu kerangka kerja jangka menengah/panjang.
Indikator-indikator dari keterpaduan/kemitraan tersebut adalah, misalnya:
terbentuknya asosiasi keilmuan multi/lintas-disiplin, dihasilkannya platform
penelitian lintas-disiplin, terbentuknya usaha kecil/menengah yang dijalankan
bersama oleh pengusaha dan peneliti, dihasilkannya standar produk tertentu
melalui kesepakatan antara peneliti, pengusaha dan regulator, dan lain-lain. Bila
keterpaduan, kemitraan dan ke-stratejik-an merupakan objektif dari kebijakan
iptek, kualitas akademik dari penelitian dan jumlah publikasi ilmiah/paten
bukan merupakan indikator-indikator ketercapaian objektif yang memadai.
7.6 Program Iptek untuk Transformasi Jejaring
Di bagian terdahulu telah didiskusikan bahwa jika kebijakan iptek dimaksudkan
untuk menjawab masalah publik, maka kebijakan ini perlu menstimulasi dan
mendorong terjadinya transformasi penelitian ke dalam inovasi. Prinsip-prinsip
teoretikal yang dibahas di Bab 6 (proposisi 1, proposisi 2 dan proposisi 3)
![Page 234: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/234.jpg)
222 ke dalam inovasi
menegaskan bahwa baik penelitian iptek maupun difusi iptek memiliki karakter
jejaring. Dikarenakan adanya sifat jejaring tersebut, transformasi penelitian ke
dalam inovasi memerlukan transformasi jejaring—model jejaring inovasi. Jadi,
iptek tidak dapat memberikan jawaban bagi masalah publik hanya melalui
langkah-langkah yang linier (penelitian/pengembangan iptek yang dilanjutkan
dengan penerapan iptek), sebagaimana disarankan oleh model linier inovasi.
Berbagai keterbatasan dari model linier ini telah didiskusikan di bab-bab
terdahulu.
Proposisi 3 yang dibahas di Bab 6 menyatakan secara spesifik kondisi-
kondisi yang merupakan persyaratan bagi transformasi penelitian ke dalam
inovasi, yaitu: pertama, penelitian-penelitian berlangsung dalam lintasan yang
reversible; dan ke dua, terdapat relasi-relasi antara jejaring penelitian dan jejaring
non-penelitian yang memungkinkan perkembangan ruang pembelajaran.
Pernyataan kedua objektif tersebut bersifat umum. Artinya, pernyataan tersebut
berlaku tanpa mempersoalkan sektor-sektor publik tertentu di mana suatu
masalah publik akan dijawab melalui kebijakan iptek.
Sejak awal dekade 2000-an, KRT memperkenalkan program-program iptek
yang diberi nama: (i) Program Iptek Dasar; (ii) Program Iptek Terapan; (iii)
Program Peningkatan Kapasitas Sistem Produksi; dan (iv) Program Percepatan
Difusi Iptek. Program-program iptek tersebut masing-masing memiliki objektif
dan sasaran yang spesifik. Mengacu pada prinsip-prinsip teoretikal yang
dibahas di Bab 6, keempat program iptek tersebut perlu dapat mewujudkan
kondisi-kondisi sebagai berikut: penelitian-penelitian dalam lintasan yang
reversible; relasi-relasi antara jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian yang
memungkinkan perkembangan ruang pembelajaran.
Kedua kondisi tersebut dapat diwujudkan melalui keterpautan dalam hal
isu dan perspektif antara program yang satu dan progam yang lain—interaksi
lintas-program. Interaksi-interaksi tersebut akan menimbulkan transformasi-
transformasi pengetahuan yang disertai dengan penyesuaian-penyesuaian
antara beragam para pelaku yang terlibat. Dengan adanya interaksi-interaksi
lintas-program, terbuka peluang bagi:
![Page 235: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/235.jpg)
transformasi penelitian 223
pengembangan relasi-relasi antara berbagai pelaku yang mengandung
cukup keragaman isu dan perspektif untuk memberikan lintasan penelitian
yang reversible;
pengembangan lebih banyak pilihan-pilihan iptek, lebih banyak (calon)
pengadopsi iptek yang terlibat, dan relasi-relasi yang lebih padat—
pengembangan ruang pembelajaran.
Sebagai ilustrasi mengenai interaksi lintas-program, pertanyaan-pertanyaan dan
isu-isu yang dirumuskan untuk program iptek dasar memiliki relevansi yang
kuat dengan pertanyaan dan isu-isu untuk program iptek terapan, program
peningkatan kapasitas sistem produksi dan program percepatan difusi iptek.
Hal demikian juga berlaku bagi program-program yang lainnya. Skema
keterpautan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu antara secara lintas-program ini
divisualkan dalam Gambar 7.2.
Dalam Gambar 7.2 tersebut, relasi-relasi linier uni-direksional (dinyatakan
dengan garis lurus berarah ke kanan) antara program-program iptek
bersesuaian dengan model linier inovasi. Relasi-relasi yang bersifat antisipatif
dan adaptif, garis-garis lengkung berarah ke kiri dengan nomor (1) sampai
dengan (7), merepresentasikan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu yang
menghubungkan program iptek yang relatif berada di ‗hilir‘ dengan program
iptek yang relatif berada di ‗hulu‘. Jadi, garis lengkung dengan nomor (1)
bersesuaian dengan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu yang menghubungkan
program percepatan difusi iptek dan program iptek dasar, dan seterusnya. Pada
bagian berikut ini dijabarkan kumpulan pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu
yang menghubungkan program iptek yang satu dan program iptek yang lain.
![Page 236: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/236.jpg)
224 ke dalam inovasi
Program Iptek
Dasar
Program Iptek
Terapan
Program
Peningkatan
Kapasitas Inovasi
Program
Perluasan/
Percepatan Difusi
(3)
(1)
(4)
(2)
(5)
(6)
(7)
Gambar 7.2 Keterpautan Pertanyaan/Isu antara Program-Program
Iptek dalam Perspektif Model Jejaring Inovasi
7.6.1 Program Iptek Dasar/Fundamental
Progam iptek dasar/fundamental perlu berfokus bukan hanya pada
pengembangan iptek dasar dalam makna yang konvensional, melainkan
mencakup upaya-upaya untuk merumuskan masalah atau pertanyaan
fundamental yang terkait dengan peluang-peluang inovasi dan pilihan-pilihan
masa depan bangsa. Dalam makna yang konvensional, penelitian iptek dasar
adalah penelitian tentang jenis-jenis iptek yang berada di posisi dasar dari
piramida iptek (lihat Gambar 2.3 di Bab 2). Membatasi penelitian fundamental
hanya pada jenis-jenis iptek ini akan mengurangi nilai stratejik dari penelitian
fundamental itu sendiri.
Program iptek dasar/fundamental perlu mencakup berbagai pertanyaan
dan isu fundamental yang memiliki nilai stratejik bagi inovasi dan kemajuan
bangsa. Untuk merumuskan masalah fundamental tersebut, diperlukan interaksi
antara peneliti-peneliti dengan beragam keilmuan (termasuk ahli ekonomika
dan budayawan), para praktisi perencana pembangunan, pelaku usaha dan
entrepreneur, politisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Para fisikawan dan
matematikawan memiliki keterbatasan untuk bisa menerawang peluang-
![Page 237: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/237.jpg)
transformasi penelitian 225
peluang inovasi. Para politisi dan tokoh masyarakat penting terlibat dalam
upaya-upaya menerawang masa depan (foresight).
Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat digunakan
sebagai panduan dalam perumusan program iptek fundamental.
Kelompok pertanyaan (1) — perumusan pertanyaan-pertanyaan
fundamental berkaitan dengan pilihan-pilihan masa depan bangsa
dan peluang-peluang inovasi:
Apakah pilihan-pilihan masa depan bangsa yang
diinginkan (jangka menengah dan panjang); apakah
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam kerangka upaya
mewujudkan pilihan-pilihan masa depan tersebut; apakah
peluang-peluang inovasi untuk menjawab tantangan-
tantangan; apakah nilai-nilai (values) dan risiko-risiko
potensial dari inovasi tersebut bagi berbagai
kelompok/elemen sosial di masyarakat;
Apakah perubahan-perubahan sosial, ekonomik dan
teknologikal (social, economic and technological changes) yang
diperlukan untuk mewujudkan peluang-peluang inovasi
tersebut di atas; apakah pertanyaan-pertanyaan
fundamental yang perlu dijawab secara ilmiah untuk
mewujudkan perubahan-perubahan sosial, ekonomik dan
teknologikal tersebut.
Kelompok pertanyaan (2) — perumusan pertanyaan-pertanyaan
fundamental yang relevan bagi upaya peningkatan kapasitas
inovasi:
Apakah kapasitas sosial, ekonomik dan teknologikal yang
perlu dimiliki oleh kelompok-kelompok/elemen-elemen
sosial (pelaku regulasi, pelaku usaha, pelaku finansial,
pelaku industri, pelaku litbang, kelompok-kelompok non-
formal/tradisional, dan lain-lain) di masyarakat, untuk
![Page 238: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/238.jpg)
226 ke dalam inovasi
mewujudkan peluang-peluang inovasi tersebut di atas;
apakah pertanyaan-pertanyaan fundamental yang perlu
dijawab secara ilmiah untuk mendorong peningkatan
kapasitas sosial, ekonomik dan teknologikal tersebut;
Kelompok pertanyaan (3) - perumusan pertanyaan-pertanyaan
fundamental untuk penelitian dan pengembangan iptek:
Seperti apakah kondisi iptek (ilmu-ilmu kealaman,
teknologi, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan) yang ada
pada saat ini (present state of the art); apakah iptek yang ada
sekarang telah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
fundamental yang dirumuskan di atas; apakah pertanyaan-
pertanyaan fundamental yang masih belum bisa dijawab
oleh iptek yang ada pada saat ini.
Dalam perumusan pertanyaan di atas, program pengembangan iptek dasar
diletakkan dalam kerangka upaya pewujudan visi tentang masa depan bangsa.
Pembahasan tentang pilihan-pilihan masa depan bangsa merupakan bagian
yang terpadu dari program iptek dasar.
7.6.2 Program Iptek Terapan
Bila program iptek dasar/fundamental berfokus pada pertanyaan-pertanyaan
fundamental, program iptek terapan berfokus pada pengembangan faktor-faktor
enabling perubahan. Program iptek dasar/fundamental berfokus pada
penyingkapan (discovery) sebab-sebab fundamental (fundamental causes),
sebutlah, X, yang diperlukan untuk mewujudkan keadaan bangsa yang
diterawang, Y. Sebab-sebab X tersebut dapat berwujud teknologikal, sosial,
ataupun kultural. Program iptek terapan menggali dan mengembangkan teknik-
teknik untuk mewujudkan atau merealisasikan X dalam konteks-konteks yang
khusus.
Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat digunakan
sebagai panduan dalam perumusan program iptek terapan.
![Page 239: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/239.jpg)
transformasi penelitian 227
Kelompok pertanyaan (4) — perumusan pertanyaan-pertanyaan
untuk penelitian dan pengembangan iptek sesuai dengan konteks-
konteks inovasi yang khusus:
Seperti apalah konteks-konteks sosial, ekonomik dan
teknologikal di mana inovasi-inovasi berpeluang terwujud;
seperti apakah karakteristik dan perilaku dari (calon)
pengadopsi iptek; bagaimanakah iptek yang tersedia
dikembangkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
konteks-konteks sosial, ekonomik dan teknologikal, serta
karakteristik dan perilaku dari para calon pengadopsi
tersebut;
Kelompok pertanyaan (5) — perumusan pertanyaan-pertanyaan
untuk penelitian dan pengembangan iptek sesuai dengan kapasitas
dan kemampuan para pengadopsi iptek:
Seperti apakah kapasitas dan kemampuan para calon
pengadopsi iptek untuk melakukan pembelajaran dan
mengintegrasikan iptek yang diadopsi ke dalam praktis;
bagaimanakah iptek yang tersedia dikembangkan
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan para calon pengadopsi tersebut;
7.6.3 Program Peningkatan Kapasitas
Iptek yang dikembangkan melalui program iptek terapan perlu diadopsi oleh
berbagai pelaku, dan diintegrasikan ke dalam praktis. Upaya ini memerlukan
kapasitas dan kemampuan. Jika kapasitas dan kemampuan ini rendah, maka
terbatas iptek yang dapat diadopsi. Faktor-faktor kunci bagi peningkatan
kapasitas ini adalah pembelajaran dan pengembangan kelembagaan atau
kepranataan.
![Page 240: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/240.jpg)
228 ke dalam inovasi
Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat digunakan
sebagai panduan dalam perumusan program peningkatan kapasitas inovasi.
Kelompok pertanyaan (6) — perumusan pertanyaan-pertanyaan
untuk peningkatan kapasitas inovasi:
Seperti apakah konteks-konteks sosial, ekonomik dan
teknologikal di mana inovasi-inovasi berpeluang terwujud;
bagaimanakah kapasitas sosial, ekonomik, teknologikal
ditingkatkan untuk mempercepat dan memperluas inovasi-
inovasi; pola-pola pembelajaran seperti apakah yang diperlukan
untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan para calon
pengadopsi iptek untuk mengintegrasikan iptek yang ada ke
dalam praktis;
Di sini, kapasitas sosial mencakup modal sosial dan kapasitas kelembagaan;
kapasitas ekonomik mencakup kapasitas finansial, kapasitas pengambilan
keputusan investasi, dan kapasitas distribusional; kapasitas teknologikal
mencakup kapasitas produksi dan konsumsi, kapasitas pengembangan produk,
serta kapasitas adopsi dan integrasi iptek ke dalam praktis sosial.
7.6.4 Program Percepatan Difusi
Percepatan difusi bergantung pada keberhasilan dalam pengembangan ruang
pembelajaran. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan spesifik yang dapat
digunakan sebagai panduan dalam perumusan program percepatan difusi iptek
Kelompok pertanyaan (7) — perumusan pertanyaan-pertanyaan
untuk percepatan dan perluasan difusi iptek:
Apakah adopsi iptek yang dipraktikkan telah menciptakan
nilai-nilai bagi pihak-pihak yang melakukan adopsi tersebut;
![Page 241: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/241.jpg)
transformasi penelitian 229
apakah terdapat pihak-pihak yang termarjinalkan atau
bahkan menanggung risiko sebagai konsekuensi dari adopsi
iptek; apakah kapasitas sosial, ekonomik, teknologikal yang
ada telah cukup digali untuk mempercepat dan memperluas
difusi iptek; apakah pola pembelajaran yang ada sudah
efektif dalam meningkatkan kapasitas-kapasitas yang
diperlukan untuk melakukan adopsi iptek;
7.6.5 Kegiatan, Output dan Outcome Program
Agar suatu kegiatan penelitian iptek dapat berkontribusi ke dalam inovasi,
kegiatan penelitian iptek tersebut harus menimbulkan perubahan pada
kegiatan-kegiatan non-penelitian dalam beragam konteks praktis di masyarakat.
Hal ini hanya dapat terjadi bila terdapat keterpautan yang erat antara kegiatan
penelitian dan kegiatan-kegiatan non-penelitian. Interaksi antara para peneliti
dan para pelaku non-peneliti adalah faktor yang penting untuk membangun
keterpautan antara kegiatan penelitian iptek dan kegiatan non-penelitian. Model
linier inovasi menyarankan bahwa interaksi ini dibangun sesudah kegiatan
penelitian iptek itu selesai (sesudah penelitian dasar dan penelitian terapan
selesai dilaksanakan). Hal ini menimbulkan risiko bahwa interaksi baru dimulai
ketika lintasan penelitian telah menjadi irreversible. Berbeda dari model linier,
model jejaring inovasi menyarankan bahwa interaksi dibangun bahkan sebelum
penelitian iptek dasar dimulai.
Untuk menstimulasi pengembangan interaksi-interaksi dan transformasi
jejaring, program-program iptek perlu mendukung kegiatan-kegiatan berikut
ini:
Inisiatif pembentukan forum-forum komunikasi iptek yang
melibatkan pelaku litbang iptek dan pelaku non-litbang;
pengembangan berbagai bentuk media komunikasi untuk
pengembangan dan pemeliharaan interaksi antara pelaku litbang
iptek dan pelaku non-litbang;
![Page 242: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/242.jpg)
230 ke dalam inovasi
Penelitian-penelitian yang berorientasi pada aksi dan perubahan
sosial seperti penelitian aksi (action research), penelitian
partisipatori (participatory research) dan penelitian-penelitian sejenis
yang lazim digunakan dalam penelitian sosial (social research).
Interaksi dan komunikasi yang lebih erat dan berkesinambungan antara para
peneliti, pelaku usaha dan politisi merupakan hal yang penting untuk
membangun pemahaman bersama (common understanding) di antara pihak-pihak
yang hidup dalam ‗dunia‘ yang berbeda-beda. Pembentukan forum-forum iptek
yang beranggotakan para pelaku litbang dan pelaku non-litbang (pelaku usaha,
politisi dan praktisi lainnya) dapat menjadi sarana yang penting bagi
pengembangan interaksi dan komunikasi. Upaya untuk saling-mengenal antara
pihak satu dengan pihak yang lain dengan disertai sikap saling mempercayai
dan saling menghormati, pada gilirannya akan menghasilkan ‗modal sosial‘ bagi
difusi dan adopsi iptek di masyarakat.
Selain forum-forum komunikasi, penelitian-penelitian yang berorientasi
pada aksi juga dapat menstimulasi perkembangan interaksi antara berbagai
pihak. Secara sederhana, suatu penelitian berorientasi aksi menggabungkan
penelitian dan aksi ke dalam suatu kesatuan metodologikal. Penelitian-
penelitian berorientasi aksi pada dasarnya merupakan sejenis penelitian sosial
(social research) yang berpola lintas-disiplin untuk menggali dan menemukenali
peluang-peluang perubahan, menginisiasi dan memfasilitasi perubahan, serta
mengantisipasi dampak-dampak perubahan yang tidak diinginkan. Interaksi,
partisipasi dan kesetaraan merupakan unsur-unsur yang esensial dari
penelitian-penelitian yang berorientasi aksi. Penelitian-penelitian berorientasi
aksi yang relevan dengan implementasi kebijakan iptek adalah, misalnya:
penelitian partisipatori untuk membangun kesepakatan mengenai suatu platform
atau agenda penelitian kolektif yang melibatkan para peneliti, pelaku usaha dan
pihak-pihak pemerintahan daerah; penelitian aksi untuk menstimulasi
permintaan atas produk iptek tertentu; penelitian aksi untuk memperluas ruang
pembelajaran dalam konteks difusi iptek tertentu; penelitian partisipatori untuk
menyiapkan iklim atau kepranataan yang kondusif bagi difusi/adopsi iptek;
dan lain-lain.
![Page 243: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/243.jpg)
transformasi penelitian 231
Kegiatan-kegiatan yang distimulasi melalui program-program iptek, baik
kegiatan penelitian maupun kegiatan pengembangan interaksi, akan
menghasilkan output dan outcome. Output dari kegiatan-kegiatan tersebut
adalah makalah ilmiah, makalah kebijakan, purwa rupa iptek dan paten, serta
model-model perubahan sosial. Ini semua merupakan output ilmiah. Output
yang berkaitan dengan pengembangan interaksi mencakup: (i) dokumen-
dokumen kesepakatan yang dihasilkan oleh forum-forum komunikasi; (ii) media
komunikasi dan informasi (ilmiah dan non-ilmiah) yang diorganisasikan secara
ko-operatif antara pelaku litbang iptek dan pelaku non-litbang; dan (iii)
perusahaan-perusahaan/organisasi-organisasi baru (komersial ataupun non-
komersial) yang dijalankan secara kolaboratif antara pelaku litbang iptek dan
pelaku non-litbang.
Kemajuan dalam iptek merupakan outcome dari kegiatan penelitian dan
pengembangan iptek. Outcome dari pengembangan interaksi mencakup:
tumbuhnya pemahaman bersama, cara pandang bersama, sikap
saling-percaya dan saling-menghormati, serta kemauan
(willingness) untuk berko-operasi dan berkolaborasi antara pelaku
litbang iptek dan para pelaku non-litbang;
meningkatnya kapasitas pembelajaran (learning capacity) dan
kapasitas adopsi iptek di berbagai organisasi sosial dan
perusahaan komersial, termasuk perusahaan-perusahaan berskala
menengah dan kecil.
7.6.6 Keterkaitan Sektor Iptek dan Sektor Non-Iptek
Serangkaian program-program iptek tersebut di atas dapat diletakkan dalam
perspektif sistem input-output, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 7.3
berikut ini. Melalui program-program iptek, kebijakan iptek dan kebijakan non-
iptek dipertemukan. Isu-isu yang berasal dari sektor-sektor publik non-iptek
diakomodasikan ke dalam program-program iptek. Sebaliknya, implementasi
![Page 244: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/244.jpg)
232 ke dalam inovasi
program-program iptek membuka ruang pembelajaran yang melibatkan para
pelaku litbang dan pelaku non-litbang. Dengan cara demikian, terjadi interaksi
antara sistem litbang iptek dan sistem non-iptek dan terbuka peluang bagi
litbang iptek untuk berkontribusi dalam menjawab masalah-masalah publik.
Bila keterkaitan sistemik antara sektor (litbang) iptek dan sektor-sektor non-
iptek terbangun dengan erat, kontribusi iptek dalam pembangunan, khususnya
pembangunan ekonomik, menjadi dapat diukur. Dalam kondisi seperti ini,
indikator-indikator makro (seperti dalam total factor productivity, TFP) dan
variabel-variabel input/output dapat dirumuskan untuk tujuan pengukuran
kontribusi iptek dalam pembangunan. Pengukuran kontribusi iptek dalam
pembangunan diperlukan dalam perencanaan pembangunan iptek. Tetapi bila
keterkaitan tersebut tidak/belum bersifat sistemik, pengukuran-pengukuran
agregat tidak akan bisa mendeteksi efek-efek yang dihasilkan oleh sistem iptek.
Jika dua hal, katakanlah A dan B tidak memiliki relasi sistemik yang erat,
pengukuran ‗pengaruh A terhadap B‘ (dan sebaliknya) tidak akan menghasilkan
informasi yang cukup bermakna.
Di sektor ekonomik, pengukuran kontribusi investasi terhadap
pertumbuhan ekonomik lazim dilakukan. Jika pertumbuhan ekonomik (per
tahun) ingin ditingkatkan, katakanlah, X %, maka investasi (per tahun) harus
ditingkatkan Y %. Tetapi kaidah ‗jika-maka‘ ini hanya bermakna jika komponen-
komponen sistem ekonomik tersebut (sistem perbankan, sistem informasi,
sistem standar dan meterologi legal, sistem perijinan usaha, sistem
ketenagakerjaan, jejaring listrik dan transportasi, jejaring telekomunikasi, dan
lain-lain) telah terintegrasikan secara kokoh. Bila sistem ekonomik tersebut
terfragmentasi, menjadi sulit diestimasi kontribusi investasi terhadap kinerja
sistem ekonomik.
![Page 245: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/245.jpg)
transformasi penelitian 233
Kebijakan
Non-Iptek
Sistem
Non-Iptek
Instrumen
Intervensi
Kebijakan
Iptek
(KNRT)
Input
Output,
Outcome
LPNK
Indikator
Sektor
Iptek
Sektor
Non-Iptek
Perguruan
Tinggi,
Balitbang
Instrumen
Intervensi
Input
Output,
Outcome
Indikator
Program-Program Iptek
Program Iptek
Dasar
Program Iptek
Terapan
Program
Peningkatan Kapasitas Inovasi
Program
Perluasan/Percepatan Difusi
(3)
(1)
(4)
(2)
(5)
(6)
(7)
Gambar 7.3 Program-Program Iptek sebagai Instrumen untuk
Membangun Keterpautan Antarsektoral
7.7 KRT sebagai Mediator
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, suatu kementerian memiliki
kewenangan untuk menyediakan regulasi dan sarana/pra-sarana untuk
menjawab masalah publik di sektor pembangunan tertentu. KRT, dan lembaga-
lembaga penelitian non-kementerian di bawah koordinasi KRT, bergerak di
sektor penelitian. Pada umumnya yang disediakan oleh KRT dan lembaga-
lembaga penelitian non-kementerian adalah hasil-hasil penelitian baik dalam
bentuk makalah ilmiah, rancangan teknologikal (technological design), maupun
![Page 246: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/246.jpg)
234 ke dalam inovasi
rancangan kesisteman (system design) sebagai hasil kajian-kajian sosial, politikal
atau ekonomik. Sebuah isu yang krusial di sini adalah: bagaimana produk yang
dihasilkan oleh KRT dibedakan dari produk yang dihasilkan oleh kementerian-
kementerian yang lain.
Sebagai ilustrasi, kementerian perindustrian, misalnya, memiliki
kewenangan untuk menyediakan alat-alat produksi untuk kepentingan publik.
BPPT pun memiliki kemampuan untuk meneliti, mengembangkan dan
melakukan rancang-bangun alat-alat produksi untuk kepentingan publik. Kedua
produk ini berbeda, atau seharusnya dibedakan. Produk yang disediakan oleh
kementerian industri adalah alat-alat produksi itu sendiri. Tetapi produk yang
disediakan oleh BPPT, pada intinya, adalah pengetahuan yang terkandung
dalam rancang-bangun. Dengan perkataan lain, KRT dan lembaga-lembaga
penelitian di bawah koordinasinya bekerja untuk mengembangkan pengetahuan
ilmiah di ranah publik, yaitu pengetahuan ilmiah yang menghasilkan nilai-nilai
bagi publik.
Dalam pembahasan di Bab 6 telah dinyatakan bahwa transformasi
pengetahuan (sebagai hasil penelitian) ke dalam nilai-nilai (inovasi)
membutuhkan semacam transformasi jejaring, khususnya: pengembangan
relasi-relasi antara berbagai pelaku; dan pengembangan ruang pembelajaran.
Secara lebih spesifik di atas telah diuraikan program-program iptek yang
relevan bagi pengembangan relasi dan ruang pembelajaran. Program-program
iptek yang diuraikan tersebut mengandung dua aspek dalam sebuah kesatuan
objektif: pertama, aspek pengembangan iptek; ke dua, aspek pengembangan
relasi-relasi dan ruang pembelajaran. Secara umum kegiatan penelitian dan
pengembangan iptek berlangsung di lembaga-lembaga penelitian LPNK,
perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang. Dalam konteks ini,
peranan KRT dalam pengembangan relasi-relasi dan ruang pembelajaran
merupakan hal yang krusial.
Pengembangan relasi-relasi dan ruang pembelajaran melibatkan
serangkaian negosiasi dan penyesuaian dari berbagai pihak yang beragam
dalam perspektif, nilai dan kepentingan. Meski penting, insentif finansial bukan
faktor yang memadai bagi pengembangan relasi-relasi dan ruang pembelajaran.
Di sini diperlukan adanya pihak atau pelaku yang melakukan langkah-langkah
![Page 247: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/247.jpg)
transformasi penelitian 235
mediasi sedemikian rupa sehingga negosiasi-negosiasi dan penyesuaian-
penyesuaian yang berlangsung dapat sampai pada suatu kesepakatan kolektif.
KRT dapat memainkan peran memfasilitasi dan membantu (to enable) proses
pencapaian kesepakatan tersebut.
Sebagai ilustrasi, pembentukan forum-forum iptek dapat menghasilkan
sarana kelembagaan yang diperlukan bagi pengembangan dan pemeliharaan
interaksi-interaksi. Penting bahwa keanggotaan forum-forum tersebut bersifat
hibrida, yaitu berasal dari beragam organisasi. Di sektor kesehatan, misalnya,
suatu forum iptek dapat melibatkan perwakilan organisasi perlindungan
konsumen, perwakilan organisasi pengobatan tradisional, perwakilan
kelompok-kelompok adat, selain para peneliti, pembuat regulasi, perwakilan
organisasi usaha dan perusahaan asuransi, perwakilan kementerian kesehatan,
kementerian perdagangan dan kementerian sosial. Di sektor energi, khususnya
energi nabati (bio-energy), suatu forum iptek perlu melibatkan para peneliti dan
praktisi, perwakilan organisasi tani, perwakilan kelompok adat, para pelaku
usaha baik penghasil maupun pengguna energi nabati, pembuat regulasi di
sektor pertanian, pertanahan, energi, perdagangan, dan perwakilan
pemerintahan daerah. Pembentukan forum-forum hibrida seperti ini
membutuhkan adanya mediator. Dalam hal ini, peranan KRT menjadi krusial.
Para pelaku yang terlibat dalam suatu forum hibrida tentu memiliki
perspektif atau kepentingan masing-masing. Para perwakilan kementerian
memiliki perspektif sektoral dan para perwakilan pemerintahan daerah
memiliki perspektif kedaerahan. Begitu pula, para pelaku usaha memiliki
kepentingan komersial dan perwakilan kelompok adat menganut nilai dan
perspektif tertentu. Dalam situasi seperti ini, sikap non-partisan dari mediator
menjadi penting. Sebagai mediator yang sekaligus juga merupakan aparatur
pemerintahan, penting bahwa KRT berfokus pada proses transformasi
pengetahuan ke dalam nilai-nilai bagi seluas mungkin publik. Dengan perkataan
lain, KRT tidak hanya berfokus pada proses transformasi penelitian ke dalam
inovasi, tetapi juga berupaya untuk memastikan bahwa inovasi yang terjadi
bersifat inklusif.
Berikut ini diuraikan beberapa hal yang dapat dilakukan oleh KRT untuk
memainkan peranan sebagai mediator:
![Page 248: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/248.jpg)
236 ke dalam inovasi
Memantau capaian-capaian ilmiah (dalam berbagai bentuk)
yang diraih oleh para peneliti di lembaga-lembaga litbang
LPNK, perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang,
menyusun dokumentasi yang sistematik berdasarkan hasil
pemantauan tersebut, dan menyediakan akses yang luas bagi
publik atas dokumentasi tersebut;
Memantau interaksi-interaksi yang telah dirintis dan/atau
tengah dikembangkan oleh para peneliti di lembaga-lembaga
litbang LPNK, perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-
balitbang; pemantauan ini berfokus pada: (i) platform kerja sama
yang telah berhasil disepakati melalui interaksi-interaksi; (ii)
potensi-potensi inovasi yang digali melalui kerja sama tersebut;
(iii) kendala-kendala yang dihadapi untuk mewujudkan potensi
inovasi melalui kerja sama tersebut;
Mengevaluasi apakah publik telah dapat mengakses dengan
baik informasi tentang capaian-capaian ilmiah yang ada;
Mengevaluasi apakah sudah cukup terdapat interaksi-interaksi
berkaitan dengan potensi-potensi inovasi dari capaian-capaian
ilmiah yang ada;
Mengevaluasi apakah, dalam interaksi-interaksi yang tengah
berlangsung, ada peluang-peluang inovasi baru yang dapat
dihasilkan melalui perluasan interaksi-interaksi tersebut.
Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi tersebut KRT dapat
menyusun rencana (dalam bentuk program-program kegiatan)
untuk:
Meningkatkan dan memperluas akses publik terhadap informasi
tentang capaian-capaian ilmiah yang ada;
Menstimulasi dan memfasilitasi interaksi-interaksi untuk
menggali potensi-potensi inovasi dari capaian-capaian ilmiah
yang ada, dan mendorong pengayaan interaksi dalam kasus di
mana terjadi lintasan penelitian yang berpotensi menjadi
irreversible;
Memfasilitasi perluasan interaksi-interaksi dan ruang
![Page 249: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/249.jpg)
transformasi penelitian 237
pembelajaran agar menghasilkan inovasi yang lebih signifikan
atau berdampak lebih luas.
Bergantung pada situasi-situasi yang khusus, beragam jenis kegiatan di atas—
pemantauan, evaluasi dan perencanaan—dapat dilaksanakan secara sekuensial
(dalam bentuk siklus) ataupun secara serentak (concurrent). Kegiatan-kegiatan
pemantauan dapat mengambil bentuk kegiatan rutin. Tetapi evaluasi dan
perencanaan membutuhkan penelitian/kajian kebijakan (policy research/study),
termasuk kejian kebijakan yang berorientasi pada aksi (action oriented research).
Penyusunan berbagai indikator yang relevan dan instrumen pemantauan yang
tepat juga membutuhkan kajian yang memadai.
Berbagai jenis kegiatan (pemantauan, evaluasi dan perencanaan) di atas
diuraikan untuk memposisikan KRT sebagai mediator bagi proses transformasi
penelitian ke dalam inovasi. KRT, sebagai mediator transformasi, tidak
melakukan penelitian untuk pengembangan iptek. Penelitian dan
pengembangan iptek dilaksanakan di lembaga-lembaga litbang LPNK,
perguruan-perguruan tinggi dan balitbang-balitbang kementerian (dan juga
dinas-dinas litbang di pemerintahan daerah). KRT berfokus pada
pengembangan interaksi-interaksi, relasi-relasi, dan transformasi jejaring. Untuk
mendukung peranan ini, diperlukan kegiatan-kegiatan penelitian yang berjenis
penelitian kebijakan dan penelitian yang berorientasi aksi.
Perumusan peranan KRT sebagai mediator, sebagaimana diuraikan di atas,
bersifat umum (generic) dalam arti perumusan tersebut tidak bergantung pada
prioritas-prioritas pembangunan nasional yang spesifik, yang bergantung pada
dinamika politik nasional. Apa pun rencana, prioritas dan sasaran
pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, sumbangan
dari sektor riset dan teknologi adalah mewujudkan ‗transformasi penelitian ke
dalam inovasi‘ yang relevan dengan prioritas dan sasaran tersebut. Dalam hal
ini, peranan KRT sebagai mediator bagi ‗transformasi jejaring‘ menjadi krusial.
Peranan demikian tidak mungkin dijalankan oleh aparatur pemerintahan yang
lain.
![Page 250: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/250.jpg)
238 ke dalam inovasi
7.7.1 Posisi Lemlit LPNK
Lembaga penelitian LPNK, balitbang kementerian dan perguruan tinggi publik91
semuanya merupakan lembaga publik yang, secara legal-formal, mengemban
tanggung jawab untuk merespons dan menjawab permasalahan publik.
Konsekuensi dari tanggung jawab demikian adalah bahwa relevansi publik dari
penelitian merupakan isu yang krusial bagi lembaga-lembaga tersebut. Suatu
penelitian yang memiliki relevansi publik adalah yang menghasilkan nilai-nilai
di ranah publik. Untuk mewujudkan relevansi publik dari penelitian, penting
bahwa lembaga-lembaga tersebut terlibat dalam relasi-relasi dengan berbagai
pelaku di ranah publik.
Paparan di Bab 3 dan Bab 4 memperlihatkan bahwa antara lembaga-
lembaga penelitian LPNK, balitbang-balitbang dan perguruan-perguruan tinggi
terdapat perbedaan struktural-fungsional. Bagi sebuah perguruan tinggi,
pengajaran dan pendidikan merupakan kegiatan-kegiatan yang esensial.
Kegiatan penelitian di perguruan tinggi tidak terlepas dari pengajaran dan
pendidikan. Di balitbang, para peneliti melakukan penyesuaian-penyesuaian
dengan kolega-kolega di direktorat-direktorat teknikal. Lingkup penelitian di
balitbang dibatasi oleh lingkup sektoral kementerian yang menaungi balitbang
tersebut. Dibandingkan dengan perguruan tinggi dan balitbang, lembaga
penelitian non-kementerian memiliki keleluasaan yang relatif lebih tinggi untuk
melakukan penelitian dan pengembangan relasi-relasi dengan berbagai pelaku
di ranah publik.
LIPI merupakan lembaga publik yang menyelenggarakan kegiatan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam rentang disiplin
keilmuan yang luas mencakup ilmu-ilmu kealaman, ilmu-ilmu sosial dan
kemanusiaan. Dengan posisi dan kapasitas seperti ini, LIPI memiliki peranan
yang penting sebagai pemandu perkembangan ilmu pengetahuan pada skala
nasional. Untuk mewujudkan relevansi publik dari penelitian dan
perkembangan ilmu pengetahuan, hal-hal berikut ini dapat dilakukan oleh LIPI:
91
Perguruan tinggi publik yang dimaksudkan di sini adalah perguruan tinggi yang
pendirian dan penyelenggaraan kegiatannya menggunakan sumber daya dan kewenangan
publik dan, sebagai konsekuensinya, terikat pada kepentingan publik.
![Page 251: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/251.jpg)
transformasi penelitian 239
Berkoordinasi dengan KRT untuk memantau capaian-capaian
ilmiah (dalam berbagai bentuk) yang diraih oleh para peneliti
di lembaga-lembaga litbang LPNK, perguruan-perguruan
tinggi dan balitbang-balitbang, dan melakukan penilaian
(assessment) apakah penelitian-penelitian tersebut telah
mimiliki relevansi publik; berkoordinasi dengan KRT untuk
menyusun dokumentasi capaian-capaian ilmiah dan
menyediakan akses bagi pihak-pihak yang relevan;
Memberikan advokasi pada lembaga-lembaga penelitian
publik (perguruan-perguruan tinggi, balitbang-balitbang
kementerian dan pemerintahan daerah) untuk peningkatan
relevansi publik dari penelitian; melakukan inisiasi kerja sama
dengan berbagai lembaga penelitian untuk
merespons/menjawab permasalahan publik tertentu;
Memantau perkembangan pengetahuan pada masyarakat non-
peneliti, dan menilai apakah sudah memadai bagi kemajuan
kualitas kehidupan sosial; bekerja sama dengan berbagai
pelaku (pemerintah daerah, LSM, pelaku media publik dan
perusahaan-perusahaan swasta) untuk mempromosikan
pembelajaran publik;
Secara berkala dan sinambung menyelenggarakan foresight92
iptek dan merumuskan tema-tema penelitian stratejik
berdasarkan foresight tersebut; memelopori penelitian dan
pengembangan iptek yang berkaitan dengan tema-tema
stratejik tersebut;
Dengan berkoordinasi dengan KRT, bekerja sama dengan
kementerian-kementerian lain dan pemerintahan daerah untuk
92
Dalam konteks pembahasan di sini, foresight lebih relevan daripada forecast. Suatu
forecast bersandar pada lintasan di masa lalu dan kecenderungan yang ke masa depan
yang ditimbulkan oleh lintasan masa lalu tersebut. Dalam foresight, meski lintasan masa
lalu diperhintungkan, arah ke depan diturunkan berdasarkan suatu visi tentang masa
depan.
![Page 252: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/252.jpg)
240 ke dalam inovasi
merumuskan kebijakan tentang pengembangan ilmu
pengetahuan dan inovasi pada skala nasional dan daerah
untuk peningkatan kualitas kehidupan sosial secara utuh.
Berbeda dari LIPI yang berfokus pada ilmu pengetahuan, kegiatan BPPT
berfokus pada teknologi mencakup penelitian, pengembangan dan penerapan.
Teknologi (dalam bentuk alat, mesin, struktur dan infrastruktur) hadir ke dalam
berbagai kehidupan publik melalui beberapa mekanisme seperti persaingan
pasar, kegiatan-kegiatan layanan publik di berbagai sektor pembangunan dan
juga inisiatif-inisiatif spontan oleh berbagai komunitas. Berkaitan dengan
kehadiran teknologi dalam kehidupan publik, BPPT dapat memainkan peranan
yang penting dalam peningkatan manfaat sosial/ekonomik dari teknologi dan
peningkatan kualitas pembelajaran sosial dalam adopsi teknologi oleh berbagai
pihak di masyarakat. Untuk menopang peranan tersebut, hal-hal berikut ini
dapat dilakukan oleh BPPT:
Berkoordinasi dengan KRT untuk memantau hasil-hasil upaya
pengembangan teknologi yang diraih oleh para peneliti di
lembaga-lembaga litbang LPNK, perguruan-perguruan tinggi
dan balitbang-balitbang, dan melakukan penilaian apakah
hasil-hasil tersebut berpotensi untuk diadopsi oleh masyarakat;
berkoordinasi dengan KRT untuk menyusun dokumentasi dan
menyediakan akses bagi pihak-pihak yang relevan;
Memberikan advokasi pada lembaga-lembaga penelitian
publik (perguruan-perguruan tinggi, balitbang-balitbang
kementerian dan pemerintahan daerah) untuk peningkatan
relevansi publik dari penelitian teknologi; melakukan inisiasi
kerja sama dengan berbagai lembaga penelitian untuk
mempromosikan difusi/adopsi teknologi untuk menjawab
permasalahan publik tertentu;
Memantau teknologi yang hadir di berbagai ranah publik, dan
menilai apakah kehadiran teknologi tersebut membawa
![Page 253: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/253.jpg)
transformasi penelitian 241
pengaruh yang baik bagi kemajuan kualitas kehidupan sosial;
bekerja sama dengan berbagai pelaku (pemerintah daerah,
LSM, pelaku media publik dan perusahaan-perusahaan swasta)
untuk peningkatan sumbangan teknologi dalam kehidupan
publik;
Secara berkala dan sinambung, dan bermitra dengan pelaku-
pelaku yang relevan, menyelenggarakan foresight teknologi dan
merumuskan tema-tema penelitian dan pengembangan
teknologi yang stratejik berdasarkan foresight teknologi
tersebut; memelopori penelitian dan pengembangan teknologi
yang berkaitan dengan tema-tema stratejik tersebut.
Dengan berkoordinasi dengan KRT, bekerja sama dengan
kementerian-kementerian lain dan pemerintahan daerah untuk
merumuskan kebijakan tentang pengembangan teknologi dan
inovasi pada skala nasional dan daerah untuk peningkatan
kualitas kehidupan sosial secara utuh.
Dibandingkan dengan LIPI dan BPPT, lembaga-lembaga LPNK lain seperti
BATAN, BAPETEN, LAPAN, BAKOSURTANAL dan BSN memiliki lingkup
penelitian dengan rentang disiplin keilmuan yang lebih spesifik. Meski
demikian, seperti halnya LIPI dan BPPT, penting bahwa lembaga-lembaga
tersebut dapat memainkan peranan pengelolaan iptek di ranah publik.
Misalnya, BATAN dan BAPETEN berfokus pada permasalahan publik di sektor
pangan, kesehatan dan energi yang dapat dijawab melalui pengembangan dan
pemanfaatan radiasi nuklir. BATAN dan BAPETEN dapat memantau
pengelolaan limbah nuklir dari berbagai kegiatan penelitian (baik di lembaga
publik maupun swasta) yang terkait dengan pemanfaatan radiasi dan tenaga
nuklir, serta memastikan relevansi publik dari kegiatan tersebut. Lembaga-
lembaga ini juga dapat terlibat dalam foresight iptek dengan berfokus pada iptek
nuklir. BSN dapat bekerja sama dengan LIPI, BPPT, dan BAPETEN untuk
menilai dampak dari penggunaan teknologi (dengan mengacu pada standar
yang berlaku) yang ada di berbagai sektor publik dan swasta, dan
mengembangkan standar yang baru. BSN juga dapat bekerja sama dengan LIPI
![Page 254: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/254.jpg)
242 ke dalam inovasi
dan perusahaan-perusahaan swasta untuk menyediakan pendidikan publik
tentang standar.
Interaksi dan kerja sama antara lembaga-lembaga penelitian LPNK itu
sendiri merupakan hal yang penting. Sebagai ilustrasi, pemanfaatan teknologi di
masyarakat membutuhkan perubahan cara pandang, persepsi, perilaku dan
kepranataan sosial, selain rancang bangun teknologikal. Berbagai aspek sosio-
kultural dari pemanfaatan teknologi dapat dikembangkan melalui kerja sama
antara LIPI dan BPPT. LIPI dan BPPT dapat memelopori pengembangan
pengetahuan tentang sistem ekonomik yang memperhitungkan faktor penelitian
dan adopsi teknologi—pengembangan teori inovasi. Hasil penelitian ini dapat
diadopsi para pembuat kebijakan ekonomik untuk menstimulasi difusi
teknologi di ranah ekonomik. BPPT dan LIPI dapat memelopori
mengembangkan teori tentang pembelajaran dalam konteks difusi teknologi,
dan hasil dari pengembangan ini didialogkan dengan berbagai pelaku dari
perguruan tinggi, balitbang dan lembaga-lembaga penelitian lain.
Penelitian tentang disiplin teknologi tertentu dapat berlangsung sekaligus di
beberapa lembaga. Misalnya, tentang pemanfaatan nuklir, BATAN melakukan
penelitian dan pengembangan teknik tertentu, BAPETEN mengkaji dampak
lingkungan dari teknik tersebut, BSN merumuskan standar teknikal yang
relevan, BPPT melakukan penelitian tentang model difusi/adopsi teknik
tersebut, LIPI melakukan penelitian tentang cara pandang dan perilaku sosial
yang relevan.
Dalam uraian di atas, pembedaan peranan antara lembaga-lembaga
penelitian publik tidak didasarkan atas model linier inovasi, tetapi model
jejaring inovasi. Bila model linier inovasi yang dijadikan panduan, lembaga-
lembaga penelitian dibedakan atas dasar perbedaan jenis-jenis penelitian.
Misalnya, lembaga yang satu berfokus pada penelitian dasar, sementara
lembaga yang lain pada penelitian terapan, dan lembaga yang lain lagi pada
difusi hasil penelitian. Pembedaan seperti ini mengandung risiko bahwa tidak
terjadi ‗aliran pengetahuan‘ dari satu lembaga ke lembaga lainnya sebagaimana
diasumsikan dalam model linier inovasi. Pemaksaan ‗aliran pengetahuan‘
dengan pendekatan struktural juga bukan hal yang baik karena dua alasan:
pertama, pemaksaan struktural menimbulkan hilangnya kebebasan akademik
![Page 255: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/255.jpg)
transformasi penelitian 243
dan; ke dua, pemaksaan struktural tidak akan menghasilkan adopsi hasil
penelitian yang bertahan lama (durable). Model jejaring inovasi tidak
menekankan ‗aliran pengetahuan‘ tetapi interaksi dan pengembangan relasi-
relasi dengan berbagai pelaku di ranah publik.
Adanya tumpang-tindih penelitian antara satu lembaga dan lembaga yang
lain bukan hal yang buruk dalam perspektif jejaring inovasi. Sejauh penelitian-
penelitian berlangsung dengan disertai pengembangan relasi-relasi, kecil
kemungkinan penelitian-penelitian itu sepenuhnya tumpang-tindih. Misalnya,
penelitian tentang teknologi X yang melibatkan relasi-relasi dengan pelaku-
pelaku A, B dan C sangat mungkin berbeda dengan penelitian teknologi X yang
melibatkan pelaku-pelaku D, E dan F. Para pelaku pada umumnya memiliki
nilai dan kepentingan yang berbeda-beda dan interaksi antara para pelaku
tersebut menghasilkan konteks dan arah penelitian yang spesifik dan unik.
Pada Gambar 7.4 divisualisasikan posisi KRT dan Lemlit LPNK dalam
konstelasi jejaring iptek nasional. Pada gambar tersebut, di tengah-tengah
terdapat lembaga-lembaga litbang LPNK yang bekerja di bawah ko-ordinasi
KRT. Di sisi-sisi lain terdapat berbagai lembaga/organisasi di masyarakat,
termasuk organisasi politik, LSM, dan badan-badan internasional. Dalam
konseptualisasi yang divisualkan pada gambar tersebut, KRT dan lembaga-
lembaga litbang LPNK menjalankan fungsi-fungsi sebagai berikut:
Penyusunan agenda iptek nasional
KRT, bersama-sama dengan lembaga-lembaga litbang LPNK,
menyusun agenda pembangunan iptek nasional sebagai
respons terhadap: (i) prioritas pembangunan Pemerintah
Nasional dan pemerintahan daerah; (ii) tantangan dan peluang
dunia usaha nasional; (iii) permasalahan pembangunan politik
nasional; (iv) permasalahan pendidikan tinggi nasional; dan (v)
tantangan dan peluang regional/global; dalam penyusunan
agenda iptek nasional tersebut, penting bahwa KRT dan
segenap lembaga litbang LPNK terlibat dalam interaksi dengan
berbagai pihak, dan menjadi fasilitator interaksi antarpihak;
![Page 256: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/256.jpg)
244 ke dalam inovasi
Peningkatan kapasitas Iptek
Sebagai bagian dari pelaksanaan agenda pembangunan iptek
nasional, lembaga-lembaga litbang LPNK bekerja sama dengan
para pelaku usaha dan para pelaku di kementerian-
kementerian serta pemerintahan daerah untuk
menyelenggarakan program-program peningkatan kapasitas
iptek, serta bekerja sama dengan ormas, parpol, LSM dan
pelaku-pelaku media massa untuk menyelenggarakan
pendidikan publik;
Penyelenggaraan penelitian stratejik
Lembaga-lembaga litbang LPNK menyelenggarakan penelitian-
penelitian yang stratejik bagi pelaksanaan agenda
pembangunan iptek nasional; ini dilakukan dengan bekerja
sama dengan perguruan-perguruan tinggi nasional atau
bermitra dengan lembaga-lembaga internasional; penelitian-
penelitian di LPNK, oleh karenanya, bersifat tematik sesuai
dengan agenda iptek nasional; ini berbeda dengan penelitian-
penelitian di perguruan tinggi yang memiliki fungsi
penyebarluasan pengetahuan dan fungsi pendidikan; fungsi
penelitian di lembaga litbang LPNK adalah fungsi stratejik
nasional.
Penyusunan foresight iptek nasional
Foresight berurusan dengan masa depan bangsa; dalam foresight
iptek, pembahasanan mengenai visi masa depan bangsa
dikaitkan dengan visi tentang kemajuan iptek; foresight iptek
merupakan hal yang relevan bagi para pelaku pendidikan
tinggi, para pelaku usaha/industri, pelaku-pelaku di
kementerian-kementerian dan pemerintahan daerah, pelaku-
pelaku partai politik, organisasi massa dan LSM.
Dalam uraian di atas yang ditekankan bukanlah fungsi penelitian dan
pengembangan iptek, melainkan fungsi integrasi antara litbang iptek dan
![Page 257: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/257.jpg)
transformasi penelitian 245
pembangunan bangsa. Dalam perspektif pembangunan bangsa, bukan hanya
kemajuan litbang iptek yang penting, melainkan juga: (i) kapasitas iptek di
berbagai perusahaan dan lembaga-lembaga publik; serta (ii) pemahaman publik
akan iptek. Dalam perspektif pembangunan, peranan yang krusial dari KRT
bukanlah sebatas mendorong litbang iptek. Peranan yang krusial dari KRT
adalah memediasi dan menfasilitasi interaksi antara berbagai pihak untuk
berpartisipasi dalam memajukan iptek nasional dan mengintegrasikan iptek ke
dalam berbagai aspek kehidupan publik.
Dewan Riset Nasional (DRN) merupakan sebuah aparatus pemerintahan
yang berada dalam lingkungan KRT. Prediket ‗Riset‘ dalam Dewan Riset
Nasional dapat membawa implikasi pembatasan peranan DRN. Jika
keterintegrasian antara litbang iptek dan pembangunan menjadi permasalahan
utama yang dijawab oleh KRT, dapat dipertimbangkan penggunaan nama
‗Dewan Iptek Nasional‘. Nama ini memungkinkan pembahasan aspek-aspek
non-riset dari iptek seperti aspek regulasi, aspek politik, aspek ekonomik, aspek
kapasitas organisasi/lembaga, aspek pemahaman publik dan aspek kebudayaan
masyarakat. Anggota-anggota ‗Dewan Iptek Nasional‘ merupakan perwakilan
dari berbagai pihak yang berkepentingan dengan kemajuan iptek dan
keterintegrasian antara iptek dan pembangunan bangsa.
7.7.2 Taman Inovasi sebagai Simpul Jejaring
Di akhir Bab 5 telah didiskusikan aspek-aspek jejaring dari difusi iptek. Pertama, upaya untuk memahami kebutuhan iptek memerlukan interaksi dan pembelajaran di sepanjang proses difusi. Jadi, gagasan (iptek) yang ditawarkan di awal suatu inisiatif difusi iptek belum tentu merupakan gagasan (iptek) yang pada akhirnya diadopsi. Ke dua, difusi iptek membutuhkan komunikasi yang lebih kompleks dan erat dari sebatas diseminasi atau sosialisasi gagasan. Komunikasi tersebut melibatkan negosiasi-negosiasi yang komplek, dan penyesuaian-penyesuaian pada berbagai pihak yang terlibat. Ketersediaan pilihan-pilihan iptek menentukan kelonggaran ruang negosiasi (atau ruang komunikasi) dan peluang terjadinya penyesuaian-penyesuaian. Ke tiga, kecepatan proses difusi berkaitan dengan efektivitas negosiasi-negosiasi. Secara
![Page 258: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/258.jpg)
246 ke dalam inovasi
ringkas, terdapat tiga faktor yang krusial bagi difusi iptek: (i) interaksi yang kontinyu atau berkesinambungan; (ii) dialog dan pembelajaran tentang pilihan-pilihan iptek; dan negosiasi yang efektif. Ke tiga faktor tersebut dapat dikembangkan melalui taman inovasi (innovation park).
Lemlit
LPNK
Lemlit
LPNK
Kementerian-
Kementerian;
Pemerintahan-
Pemerintahan
Daerah
LSM, Ormas,
ParpolKomunitas-
Komunitas
Pelaku
Usaha
Domestik
Perguruan-
Perguruan
Tinggi
Komunitas-
Komunitas
Keilmuan dan
Badan-Badan
Iptek
Internasional
KNRT
Storage dan diseminasi pengetahuan;
Kolaborasi penelitian stratejik;
Agenda penelitian nasional/rejional/global
Foresight iptek
Agenda pengembangan politik nasional;
Pendidikan publik;
Foresight iptek
Agenda pembangunan nasional dan daerah;
Peningkatan kapasitas iptek pada kementerian
dan pemerintahan daerah;
Pengembangan kelembagaan iptek daerah;
Foresight iptek
Agenda pengembangan ekonomik;
Peningkatan kapasitas iptek
pada perusahaan-perusahaan
Foresight iptek
Kolaborasi penelitian stratejik
Agenda penelitian rejional/global
Gambar 7.4 KRT dan Lemlit Non-Kementerian sebagai Mediator Interaksi
Antarpihak untuk Mengintegrasikan Iptek dan Pembangunan Bangsa
Mengacu pada faktor-faktor difusi iptek sebagaimana diuraikan di atas,
taman inovasi dapat didefinisikan sebagai tempat (place) yang berfungsi sebagai
simpul yang memfasilitasi ketiga jenis kegiatan kolektif: interaksi, pembelajaran
![Page 259: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/259.jpg)
transformasi penelitian 247
dan negosiasi. Pelaku-pelaku yang dapat terlibat dalam taman inovasi adalah,
antara lain: para peneliti (dari perguruan tinggi atau lemlit), pelaku usaha
(swasta atau BUMN), pelaku finansial, pembuat regulasi, perencana
pembangunan, serta perwakilan konsumer dan kelompok-kelompok sosial lain
di masyarakat.
Sebagai sebuah tempat, taman inovasi meminimalkan jarak geografis bagi
pihak-pihak yang berinteraksi di dalamnya. Penting bahwa lokasi dari taman
inovasi tersebut relatif dekat dengan suatu kawasan industri. Hal ini khususnya
penting bagi mobilitas peralatan dan perlengkapan eksperimen industrial.
Sebuah taman inovassi perlu memiliki iklim/suasana yang cocok sebagai tempat
bersama (common place). Sebagai tempat bersama, taman inovassi perlu
dirancang untuk memberikan suasana yang nyaman bagi berbagai pihak yang
berinteraksi di dalamnya: akademisi, pelaku usaha, pelaku birokrasi, perwakilan
masyarakat, dan lain-lain. Sebagai sebuah institusi sosial, taman inovasi perlu
didukung oleh individu-individu yang mampu berperanan sebagai mediator,
yaitu individu-individu yang mampu melakukan komunikasi dan negosiasi
dengan baik dengan berbagai pihak yang berinteraksi. Selain ini, taman inovasi
perlu didukung oleh berbagai media informasi dan komunikasi yang
terhubungkan ke tempat-tempat lain (perguruan-perguruan tinggi, perusahaan-
perusahaan, kementerian-kementerian dan dinas-dinas pemerintahan daerah).
Perangkat eksperimental seperti apa yang dipasang di taman inovasi disepakati
bersama oleh berbagai pihak. Perangkat eksperimental tersebut menjadi sarana
komunikasi dan pembelajaran antara para peneliti, pelaku usaha dan pelaku
regulasi.[]
![Page 260: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/260.jpg)
248 ke dalam inovasi
![Page 261: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/261.jpg)
transformasi penelitian 249
Bab 8
EPILOG: REPUBLIK IPTEK
Keterintegrasian litbang iptek dalam kehidupan publik—keterintegrasian antara
‗dunia di dalam laboratorium‘ dan ‗dunia di luar laboratorium‘—merupakan
tema sentral buku ini. Ketika, akibat bekerjanya faktor-faktor tertentu, kedua
‗dunia‘ tersebut menjadi terpisah, kemajuan iptek belum tentu memberikan
hasil-hasil yang bermakna bagi kehidupan publik. Hal ini dapat membawa
implikasi rendahnya dukungan publik terhadap kegiatan litbang iptek.
Sebaliknya, ketika litbang iptek terintegrasikan ke dalam upaya-upaya
pembangunan di berbagai sektor, kemajuan iptek menjadi sebuah faktor yang
penting bagi peningkatan kapabilitas, kedaulatan dan kemajuan bangsa.
Tanpa meraih kemajuan di sektor iptek, mungkin saja suatu bangsa
sanggup bertahan hidup (to survive), mencapai kesejahteraan dan demokrasi.
Tetapi, apa makna kesejahteraan dan demokrasi tanpa disertai dengan kemajuan
iptek? Jika kesejahteraan dicapai tanpa disertai dengan kemajuan iptek, tingkat
daya beli (purchasing power) yang tinggi tidak disertai dengan daya guna (power
to add value) dan daya buat (power to create). Meski berbagai barang/jasa dapat
dibeli di pasar global, sangat terbatas kemampuan masyarakat untuk
menghasilkan nilai tambah melalui penggunaan barang/jasa tersebut. Terjadi
inefisiensi dalam konsumsi barang/jasa. Selain ini, kesejahteraan yang dicapai
sangat bergantung pada kestabilan pasokan barang/jasa di pasar. Gangguan
pada pasokan barang/jasa dapat berakibat merosotnya tingkat kesejahteraan.
Jadi, kesejahteraan tanpa disertai kemajuan iptek--daya beli tanpa daya guna
dan daya buat—bermakna kesejahteraan dengan inefisiensi (dalam konsumsi),
dan kesejahteraan dengan insecurity.
Bahwa tingkat daya beli yang tinggi belum tentu menimbulkan daya guna,
apalagi daya buat, telah diingatkan oleh Amartya Zen, ahli ekonomika penerima
Nobel, melalui bukunya ―Development As Freedom‖. Mungkin sebagian kalangan
mengesampingkan peringatan Zen dengan mengatakan, ―Untuk apa membuat
![Page 262: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/262.jpg)
250 ke dalam inovasi
kalau bisa membeli!‖ Terdahap pandangan demikian dapat diberikan jawaban,
―Apa gunanya membeli kalau tidak bisa menghasilkan nilai tambah melalui
apa-apa yang dibeli!‖.
Dalam suatu demokrasi, hak bersuara setiap warga negara diakui penuh
dan suara mayoritas menentukan. Tetapi, apa maknanya bila demokrasi tercapai
tanpa disertai kemajuan iptek? Maknanya adalah bahwa meski menentukan,
suara mayoritas tidak disertai dengan daya mayoritas. Apa artinya keputusan
mayoritas bahwa ketahanan pangan harus diwujudkan, keamanan pasokan
energi harus dijamin, daerah-daerah tertinggal harus dimajukan, bila mayoritas
tersebut tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkan itu semua? Apa artinya
pengakuan atas suatu keputusan bila apa-apa yang diputuskan tidak bisa
diwujudkan oleh pihak yang memutuskan? Apa artinya suara bila tidak disertai
dengan kemampuan untuk berbuat?
Jadi, kesejahteraan yang sejati adalah kesejahteraan yang disertai dengan
efisiensi dalam produksi dan konsumsi, dan ketahanan (security). Demokrasi
yang sejati menghasilkan kedaulatan rakyat yang disertai dengan daya rakyat,
bukan suara mayoritas dengan ketakberdayaan rakyat. Kesejahteraan dan
demokrasi yang sejati mempersyaratkan kemajuan iptek. Tetapi adanya litbang
dan kemajuan iptek tidak secara niscaya menghasilkan kemajuan bangsa. Apa
artinya penguasaan dan kemajuan iptek bila hal ini diraih hanya oleh
sekelompok kecil dari masyarakat, dan tidak membawa implikasi-implikasi
pada keseluruhan masyarakat? Apa artinya kemajuan iptek bila justru
memperlebar kesenjangan sosial dan menghambat perkembangan kebudayaan?
ooOoo
Argumentasi di atas menyarankan bahwa kesejahteraan, demokrasi dan
kemajuan iptek adalah unsur-unsur yang pokok dari kemajuan bangsa.
Tercapainya kemajuan bangsa hanya akan bermakna utuh bila ketiga unsur
tersebut berkembang selaras dan saling memperkuat satu terhadap yang lain.
Keterintegrasian antara litbang iptek dan kegiatan-kegiatan pembangunan di
berbagai sektor menjadi krusial dalam perspektif ini. Litbang iptek bukan lagi
![Page 263: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/263.jpg)
transformasi penelitian 251
permasalahan di ranah akademik semata, tetapi permasalahan di ranah publik--
iptek sebagai public matter, iptek sebagai res publica.
Dalam sebuah republik, kolektivitas menjadi basis keputusan politikal.
Setiap keputusan politikal diarahkan pada kepentingan dan tujuan kolektif, dan
setiap individu atau kelompok mendapatkan perlakuan yang kurang-lebih
setara dalam urusan-urusan kolektif. Dalam sebuah Republik Iptek, iptek hadir
untuk kebaikan seluruh masyarakat, bukan semata-mata untuk para peneliti,
para penguasa ataupun para pemilik modal. Masyarakat, sebagai sebuah
kesatuan kolektif, merupakan pelaku pengembangan iptek dan sekaligus
menjadi pihak yang mendapatkan manfaat dari kemajuan iptek. Iptek hadir
untuk kemajuan publik, dan publik menjadi pendukung utama kemajuan iptek.
Demokrasi dalam Republik Iptek
Dalam sebuah Republik Iptek, para peneliti iptek, ilmuwan dan akademisi
secara sinambung dan intensif berdialog dengan publik untuk membicarakan
visi tentang masa depan bersama, dan pilihan-pilihan lintasan untuk
mewujudkan visi tersebut. Para ilmuwan fasih menjalankan logico-empirism dan
laboratorium tempat mereka bekerja diperlengkapi dengan perangkat-perangkat
eksperimental yang canggih. Tetapi ini semua tidak menjadi penghalang bagi
dialog antara para ilmuwan dan kaum awam. Apa-apa yang terjadi di
laboratorium ilmiah transparan bagi publik dan kegiatan-kegiatan ilmiah
accountable oleh publik. Laboratorium ilmiah dan ‗laboratorium masyarakat‘
memang terpisah oleh dinding-dinding, tetapi dinding-dinding tersebut bersifat
porous, yaitu mengandung cukup banyak celah untuk memungkinkan dialog-
dialog antara para penghuni di sebelah-sebelah dinding. Melalui dialog-dialog
tersebut, visi masa depan dibicarakan, hasil-hasil litbang dikomunikasikan,
dukungan sumber daya dan dukungan politik diberikan. Para ilmuwan
merupakan wakil rakyat yang penting, yang menjadi penghubung antara rakyat
dan lingkungan alam/hayati, antara bangsa dan Tanah-Air. Para wakil rakyat
tersebut tidak dipilih melalui suara terbanyak, melainkan melalui kapasitas,
kompetensi, pengabdian dan kesetiaan. Para ilmuwan berlomba-lomba
menyingkap kebenaran, bukan semata-mata demi ketenaran dan nama besar,
tetapi yang utama adalah demi menjalankan amanah rakyat.
![Page 264: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/264.jpg)
252 ke dalam inovasi
Rakyat dalam Republik Iptek merupakan pendukung terdepan bagi litbang
iptek dikarenakan rakyat merupakan penerima manfaat yang utama (primary
beneficiary) dari kemajuan iptek, dan menjadi saksi atas kontribusi iptek bagi
kemajuan publik. Iptek adalah alat kedaulatan rakyat dalam Republik Iptek.
Rakyat tidak lagi bersandar pada belas kasihan melalui bantuan tunai, program-
program kemiskinan, ataupun janji-janji para politisi menjelang pemilu. Rakyat
mencapai kedaulatan dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui peranan dan kontribusi para peneliti, ilmuwan dan akademisi. Dalam
Republik Iptek, partai politik yang mengabaikan pentingnya penguasaan iptek
akan sulit memenangkan pemilu, karena menghadapi penolakan dari rakyat.
Kebohongan politik dan korupsi hanya mendapatkan ruang yang terbatas
dalam masyarakat yang haus akan nilai tambah dan kreativitas.
Dalam Republik Iptek, para ilmuwan menjaga agar ilmu pengetahuan
senantiasa menjadi ‗alat kebenaran‘, bukan ‗alat kekuasaan‘. Ilmu pengetahuan
dan teknologi tetap terbagi ke dalam ‗kotak-kotak disipliner‘, tetapi terdapat
banyak celah yang memungkinkan dialog dan sintesis lintas-disipliner. ‗Kotak-
kotak disipliner‘ tidak menjadi wilayah-wilayah kekuasaan, yang dipagari oleh
dinding-dinding administratif yang pejal. Para ilmuwan, dengan latar belakang
keilmuan dan preferensi epistemologi yang berbeda-beda, berdialog untuk
membicarakan temuan-temuan dan menggali peluang-peluang untuk saling
memperkaya dan menyempurnakan. Para ahli ilmu alam dan ahli teknologi
mengenali prinsip-prinsip pokok dalam ilmu-ilmu sosial/kemanusiaan serta
menghayati prinsip keadilan sosial, dan, sebaliknya, para ahli ilmu-ilmu sosial
dan kemanusiaan mengenali prinsip-prinsip pokok dalam fisika, kimia, biologi,
dan desain kerekayasaan. Filsafat, etika, estetika, logika dan matematika
dikenali dengan akrab oleh para ilmuwan di berbagai disiplin ilmu. Para
ilmuwan mencegah keterpecahbelahan ilmu pengetahuan yang menjauhkan
ilmu pengetahuan dari kebenaran.
Ekonomi dalam Republik Iptek
Rakyat dalam Republik Iptek bangga akan daya cipta dan daya guna, dan
bukan rakyat yang konsumtif, yang puas hanya dengan daya beli. Rakyat
berpartisipasi dalam kegiatan ekonomik tidak sebatas sebagai buruh atau
![Page 265: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/265.jpg)
transformasi penelitian 253
konsumer, tetapi juga sebagai produser, pemodal, pewirausaha dan perancang
yang kreatif. Ekonomi dalam Republik Iptek tidak didominasi oleh negara,
karena hal ini akan membatasi partisipasi rakyat, tetapi digerakkan dan
ditumbuhkan melalui kegiatan pertukaran pasar. Persaingan menjadi kaidah
yang pokok dalam kegiatan pertukaran pasar, karena di sini monopoli ataupun
oligopoli tidak berlaku. Para pengusaha membuat rencana bisnis dan
mengalokasikan modal untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi para
pengusaha tidak bekerja semata-mata untuk menumpuk kekayaan pribadi.
Sebagai anggota dari Republik Iptek, para pengusaha bergandengan tangan
dengan para peneliti, ilmuwan dan akademisi untuk memajukan iptek, dan
menggali potensi iptek untuk peningkatan kualitas produk dan kepuasan
konsumer. Persaingan antara para pengusaha dalam Republik Iptek menjadi
sebuah faktor penting yang memacu perkembangan iptek. Kurva supply-demand
mendapat tambahan satu dimensi, yaitu dimensi iptek.
Efisiensi tetapi merupakan tolok ukur yang utama bagi kinerja ekonomik di
Republik Iptek, tetapi dalam makna yang luas. Bukan hanya pertumbuhan
kapital dan kuntungan finansial yang dihargai sebagai output dari kegiatan
ekonomik, melainkan juga perkembangan dan penguasaan iptek.
Pengembangan bisnis, pengembangan industri dan pengembangan iptek
berjalan selaras dan saling memperkuat. Permasalahan ekonomik dalam
Republik Iptek bukan sekadar alokasi sumber daya untuk menghasilkan
barang/jasa, melainkan alokasi sumber daya untuk menghasilkan barang/jasa
yang makin bermutu, dan menumbuhkan produser-produser dan konsumer-
konsumer yang makin berkapasitas iptek.
Dalam Republik Iptek, iptek menjadi alat yang ampuh untuk melakukan
eksplorasi sumber daya alam/hayati untuk kepentingan kemajuan publik.
Tetapi pada saat yang sama iptek juga menjadi alat untuk melakukan
rehabilitasi lingkungan alam/hayati yang mengalami kerusakan akibat
eksplorasi. Pelaku-pelaku industri yang melakukan eksplorasi pada skala besar
dan mendapatkan keuntungan yang besar dari eksplorasi tersebut, mengemban
tanggung jawab yang besar juga untuk melakukan rehabilitasi. Dekatnya
hubungan antara iptek dan publik membawa implikasi eratnya interaksi antara
industri informasi, industri mekanik dan industri pertanian. Ketiga jenis industri
ini ada bersamaan, co-existing, dalam hubungan-hubungan ko-evolusoner yang
![Page 266: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/266.jpg)
254 ke dalam inovasi
menghasilkan bio-info-industri. Dalam situasi seperti ini, klasifikasi masyarakat
ke dalam masyarakat pertanian, masyarakat industri dan masyarakat informasi,
sebagaimana dibayangkan oleh Alfin Toffler, menjadi tidak relevan.
Nasionalisme Republik Iptek
Nasionalisme dan globalisme/internasionalisme tidak saling bertentangan
bagi bangsa-bangsa penganut Republik Iptek. Setiap bangsa menghormati
sepenuhnya hak masing-masing bangsa untuk meraih kemajuan iptek. Bangsa-
bangsa berkolaborasi dalam kegiatan perdagangan dan litbang iptek. Tetapi
masing-masing bangsa berusaha mencegah melebarnya kesenjangan iptek
antarbangsa, yang dapat menimbulkan kebergantungan iptek dan eksploitasi
antarbangsa. Para pemodal asing dan pemodal domestik bekerja sama dalam
penanaman modal dan pengembangan produk, berdasarkan prinsip kesetaraan
dan pencegahan eksploitasi. Perdagangan bebas (free-trade) dan perdagangan
yang berkesetaraan (fair-trade) berlangsung secara berdampingan. Pemilikan
akan kekayaan dan penguasaan iptek tersebar antarbangsa, dan intrabangsa.
Hak atas Kekayaan Intelektual disusun bukan saja untuk melindungi hak
perusahaan/ilmuwan tertentu, melainkan juga untuk menghormati hak
perusahaan/ilmuwan yang lain untuk tumbuh dan berkembang. Paten tidak
menjadi instrumen hegemoni bagi kelompok yang mapan, tetapi menjadi
instrumen untuk mewujudkan kesetaraan dan mendorong pertumbuhan
kelompok-kelompok pemula. Globalisasi ekonomi dengan kaidah-kaidah
demikian akan terhindar dari praktik hegemoni dan eksploitasi. Dalam situasi
demikian, proteksionisme nasionalistik menjadi tidak relevan karena sudah
tidak ada lagi ancaman eksploitasi global.
ooOoo
Republik Iptek adalah sebuah imajinasi tentang suatu masyarakat, di mana iptek
menyatu ke dalam kehidupan publik. Dalam masyarakat seperti ini,
transformasi penelitian ke dalam inovasi dapat berlangsung tanpa hambatan-
hambatan sistemik. Kedua syarat yang disarankan dalam Proposisi 3 (di Bab 6)
sepenuhnya berlaku dalam Republik Iptek, yaitu bahwa: (i) penelitian
![Page 267: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/267.jpg)
transformasi penelitian 255
berlangsung dalam lintasan yang reversible; dan (ii) terdapat relasi-relasi antara
jejaring penelitian dan jejaring non-penelitian yang memungkinkan
perkembangan ruang pembelajaran.
Sebagai sebuah imajinasi, Republik Iptek berbeda dari kenyataan, atau
bahkan jauh dari kenyataan, menyerupai utopia. Tetapi Republik Iptek
bukanlah merupakan ilusi atau khayalan. Secara teoretikal, ‗di atas kertas‘,
Republik Iptek tidak mustahil untuk terwujud di masa depan. Unsur-unsur
tertentu dalam masyarakat global telah merintis upaya-upaya untuk
mendekatkan iptek pada publik dan menyuarakan demokratisasi kebijakan
iptek. Para ilmuwan dan akademisi yang tergabung dalam science & technology
studies merupakan bagian dari unsur-unsur global tersebut. Ketika para peneliti
sistem inovasi menggagas triple-helix dan sistem inovasi nasional, ini juga
merupakan upaya untuk menjalin hubungan yang sistemik antara litbang iptek
dan kegiatan-kegiatan ekonomik.
Bagi bangsa Indonesia, sampai hari ini arti penting dari litbang iptek masih
menjadi polemik. Gagasan imajinatif mengenai Republik Iptek yang diuraikan
di atas menawarkan sebuah jalan untuk mengganti polemik tersebut dengan
dialog-dialog.[]
![Page 268: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/268.jpg)
256 ke dalam inovasi
![Page 269: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/269.jpg)
transformasi penelitian 257
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A., dkk (Editor). 1988. Science and Technology Policy for National
Development: A Window on the Asian Experience. Canada: The Foundation for
International Training.
Albrechts, Louis. 2003. ―Reconstructing Decision-Making: Planning Versus
Politics.‖ Planning Theory. Vol. 2, p.249.
Albu, M. 1997. ―Technological Learning and Innovation in Industrial
Clusters in the South.‖ preprint.
Alroe, H. F. dan E. Kristensen. 2002. ―Towards a Systemic Research
Methodology in Agriculture: Rethinking the Role of Values in Science.‖
Agriculture and Human Values. Vol. 19, p.2-23.
Alvesson, Mats dan Kajskoldberg. 2000. Reflexive Methodology: New Vistas for
Qualitative Research. London: SAGE Publications.
Amir, S., I. Nurlaila dan S. Yuliar. 2008. ―Cultivating Energy, Reducing
Poverty: Biofuel Development in an Indonesian Village.‖ Perspectives on
Global Development and Technology.Vol.7(2), p.113-132.
Banji, Oyelaran-Oyeyinka. 2006. ―Systems of Innovation and
Underdevelopment: An Institutional Perspektif.‖ Journal of Science,
Technology, and Society. Vol. 11, p.239-269.
Baskaran, A. dan M. Muchie. 2008. ―Towards a Unified Conception of
Innovation Systems‖. Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City,
September 22-24.
Bijker, Wiebe E., Thomas P. Hughes dan Trevor Pinch. 1994. The Social
Construction of Technological Systems : New Direction in The Sociology and
History of Technology. Massachusetts: MIT Press.
Bijker, Wiebe E. dan John Law (Editor). 1990. Shaping Technology/Building
Society: Studies in Sociotechnical Change. Massachusetts: MIT Press.
![Page 270: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/270.jpg)
258 ke dalam inovasi
Brundenius, C., Bengt-Ake Lundvall dan J. Sutz. 2008. ―Developmental
University Systems: Empirical, Analytical and Normative Perspectives.‖
Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City, September 22-24.
Cozzens, S. dan P. Catalán. 2008. ―Global Systems of Innovation: Water
Supply and Sanitation in Developing Countries‖. Proceedings of the 6th
Globelics Conference. Mexico City, September 22-24.
Calvert, J. 2002. ―Making Academic Research Useful: Scientists‘ responses to
changing policy demands.‖ NPRNet Conference on Rethinking Science Policy:
Analytical Frameworks For Evidence-Based Policy. UK, March 21-23.
Cutcliffe, Stephen H. dan Carl Mitcham. 2001. Visions of STS: Counterpoints in
Science, Technology and Society Studies. New York: State University of New
York Press.
Dasgupta, P. dan P. David. 1994. ―Toward a new economics of science‖.
Research Policy, Vo.23(5), p.487-522.
de Bruijn, Hans. 2004. Creating System Innovation: How Large Scale Transitions
Emerge. London: A.A. Balkema Publishers.
Denzin, Norman K. dan Ivonna S. Lincoln. 1998. Collecting and Interpreting
Qualitative Materials. London: SAGE Publications.
Desai, V. dan R.B. Potter (Editor). 2002. The Companion to Development
Studies. New York: Oxford University Press Inc.
Dosi, G. 1990. ―The nature of the Innovative process.‖‘ Dalam G. Dosi dan C.
Freeman. The Economics of Innovation. England: Edward Elgar Publishing
Ltd.
Dosi, G. dan C. Freeman (Editor). 1990. The Economics of Innovation. England:
Edward Elgar Publishing Ltd.
Edward J. Hackett, Olga Amsterdamska, Michael Lynch, dan Judy
Wajcman. 2008. The Handbook of Science and Technology Studies.
Massachusetts: MIT Press.
![Page 271: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/271.jpg)
transformasi penelitian 259
Etzkowitz H. dan Leydesdorff L. 2000. ―The dynamics of innovation: from
national systems and ‗mode 2‘ to a triple helix of university-industry-
government relations‖. Research Policy, Vol. 29(2), p.109-123.
Etzkowitz, H. 2000. "The future of University and the university of the
future: evolution of ivory tower to entrepreneurial paradigm". Research
Policy, Vol. 29(1), p.313-330.
Fagerberg, Jan, David. C. Mowery, dan Richard Nelson. 2004. The Oxford
Handbook of Innovation. New York: Oxford University Press.
Fisher, E., R.L. Mahajan, dan C. Mitcham. 2006. ―Midstream Modulation of
Technology: Governance From Within.‖ Bulletin of Science, Technology &
Society. Vol. 26, No.6.
Friedmann, John. 2003. ―Why Do Planning Theory.‖ Planning Theory, Vol.2,
No.7.
Gell-Mann, Murray. 1994. The Quark and The Jaguar. New York: Henry Holt
and Company, LLC.
Goguen J.A. 1997. ―Towards a Social, Ethical Theory of Information.‖ Social
Science Research, Technical Systems and Cooperative Works.
Goonatilake, S. 1984. Aborted Creativity: Science & Creativity in the Third
World. London: Zed Book Ltd.
Hess, David J. 1995. Science and Technology in a Multicultural World: The
Cultural Politics of Facts and Artifacts. New York: Columbia University Press.
Hogwood, Brian W. dan Lewis A. Gunn. 1988. Policy Analysis for The Real
World. New York: Oxford University Press.
Howe, Joe dan Colin Langdon. 2002. ―Towards a Reflexive Planning
Theory.‖ Planning Theory. Vol.1, p.209.
Hughes, Thomas P. 2004. Human-Built World: How To Think about Technology
and Culture. The University of Chicago Press.
![Page 272: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/272.jpg)
260 ke dalam inovasi
Hussler, C., P. Fabienne dan M.F. Tang. 2008. ―In search of accurate models
to valorise academic research: qualitative evidence from three regional
experiences‖. Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City,
September 22-24.
Jantsch, Erich. 1972. Technological Planning and Social Futures. London:
Associated Business Programmes Ltd.
Juma, C. 2001. ―Global governance of technology: meeting the needs of
developing countries.‖ Int. J. Technology Management, Vol. 22, No. 7.
Kadiman, K. 2009. Simfoni Inovasi: Cita dan Realita. Jakarta: Penerbit
Foresight dan KMNRT RI.
Keck, O. (1993). ―The national system of technical innovation in Germany.‖
Dalam R. Nelson, National Innovation Systems: a comparative analysis. New
York: Oxford University Press.
Keller, W.W. dan R.S. Samuels (Editor). 2003. Crisis and Innovation in Asian
Technology. Cambridge: Cambridge University Press.
Kohler, Jürgen dan Josef Huber (Editor). 2006. Higher Education Governance
between Democratic Culture, Academic Aspirations and Market Forces. Council of
Europe Publishing.
Knorr-Cetina, K. 2000. Epistemic Culture: How The Sciences Make Knowledge.
London: Harvard University Press.
Kroes, P. 1998. ―Technological Explanations : The Relation between
Structure and Function of Technological Objects‖. Society for Philosophy &
Technology.
Latour, Bruno. 1987. Science in Action: How to Follow Scientiss and Engineers
through Society. Massachusetts: Harvard University Press.
Latour, B. 2005. Reassembling the Social: An Introduction to Actor-Network
Theory. New York: Oxford University Press.
![Page 273: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/273.jpg)
transformasi penelitian 261
Law, John (editor). 1991. A Sociology of Monsters: Essays on Power, Technology
and Domination. London: Routledge Publisher.
Lee, Y.S. 1997. Technology Transfer and Public Policy. Connecticut: Greenwood
Publishing Group, Inc.
Lindblom, Charles E. 2001. The Market System: What It Is, How It Works, and
What To Make Of It. London: Yale University Pres.
Lundvall, Bengt-Åke (Editor). 1992. National Innovation Systems: Towards a
Theory of Innovation and Interactive Learning. London: Pinter Publishers.
MacKenzie, Donald dan Judy Wajcman (Editor). 2004. The Social Shaping of
Technology: a Reader. Milton Keynes: Open University Press.
McGregor, MJ. 1997. ―What is the Role for Information Technology in
Sustaining Rural Western Australia?‖ preprint.
Martin, B. 1998. Tied Knowledge: Power in Higher Education.
http://www.uow.edu.au/arts/sts/bmartin/pubs/98tk/
Mertins, Kai (editor). 2002. ―Program Evaluasi Riset Sains dan Teknologi
untuk Pembangunan (PERISKOP)‖. Laporan Kajian. Kantor Menteri Negara
Riset dan Teknologi - RI dan Kementerian Pendidikan dan Riset - Jerman.
Mitcham, Carl. 1994. Thinking Through Technology: The Path Between
Engineering and Philosophy. Chicago: The Chicago University Press.
Mowery, D.C. dan N. Rosenberg. 1998. Paths of Innovation: Technological
Change in 20th-Century America. Cambridge: Cambridge University Press.
Nelson R. dan S. Winter. 1982. An evolutionary theory of economic change.
Cambridge: The Belknapp Press of Harvard University Press.
Nelson, R. 1993. National Innovation Systems: A Comparative Study. New York:
Oxford University Press.
Nye, D., 1987. ―Shaping Communication Networks: Telegraph, Telephone
and Computer.‖ Social Research Journal.
![Page 274: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/274.jpg)
262 ke dalam inovasi
Porter M.A. 1990. Competitiveness of Nations. Cambridge: Cambridge
University Press.
Pradip, K. G. (editor). 1984. Technology Policy and Development: A Third World
Perspective. Connecticut: Greenwood Press.
Rip, Arie, Thomas J. Misa dan Johan Schot (Editor). 1995. Managing
Technology in Society: The Approach of Contructive Technology Assessment.
London: Pinter Publishers.
Rivai, A. Yanti. 2010. ―Peranan Relawan dalam Adopsi Teknologi Informasi
dan Komunikasi di Perdesaan‖. Tesis Magister. Program Magister Studi
Pembangunan – ITB.
Rogers, E. M. 2003. Diffusion of Innovations. London: Simon & Schuster Inc.
Rosenberg, N. 1982. Inside The Black Box: Technology and Economics.
Cambridge: Cambridge University Press.
Sachs, Wolfgang, dkk. 1992. Development Dictionary: A Guide to Knowledge as
Power. Johanesburg: Witwatersrand University Press.
Sanyal, Bishwapriya. 2005. ―Planning as Anticipation of Resistance.‖
Planning Theory. Vol.4, p.225.
Sasmojo, S. 2005. Sains, Teknologi, Masyarakat dan Pembangunan. Bandung:
Penerbit Studi Pembangunan ITB.
Schumpeter, J.A. 1942. Capitalism, Socialism and Democracy. London: Allen
and Unwin Publisher.
Schroeder, Ralph. 2007. Rethinking Science, Technology and Social Change.
California: Stanford University Press.
Scott, Alwyn. 1995. Stairway to The Mind: The Controversial New Science. New
York: Springer-Verlag Inc.
Sen, Amartya. 1999. Development as Freedom. New York: Oxford University
Press.
![Page 275: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/275.jpg)
transformasi penelitian 263
Simon, D. 2002. ―Neo-Liberalism, Structural Adjustment and Poverty
Reduction Strategies.‖ Dalam V. Desai dan R. Potter, The Companion to
Development Studies. New York: Oxford University Press.
Srimarga, Ilham C. 2009. ―Pola Adopsi Teknologi Informasi dan Komunikasi
di Desa: Suatu Tinjauan Sosio-teknis‖. Tesis Magister. Program Magister
Studi Pembangunan – ITB.
Stokes, D. 1997. Pasteur‟s Quadrant: Basic Science and Technological Innovation.
Washington, DC: Brookings Institution Press.
Storgaard, K. 1998. "Rural Telematics: Rural Networks, Local Rivalry and
Readyness", dalam Social Sciences COST-A4, Vol. 7. Making the Global Village
Local. Hetland, P., et. al. (Editors), the European Commision.
Susanto, Edi. 2008. ―Politik tentang Alam dalam Penetapan Status Peristiwa
Semburan Lumpur Lapindo/Sidoarjo: Analisis Jejaring-Aktor‖. Tesis
Magister. Program Magister Studi Pembangunan – ITB.
Thee, K.W. 1996. Kebijakan Pengembangan Kemampuan Teknologi Industri di
Indonesia. Jakarta: Penerbit LIPI.
Thee, K.W. 2006. ―Technology and Indonesia‘s Industrial Competitiveness.‖
ADBI Research Paper No. 72.
Viotti, E.B. 2008. ―Brazil: From S & T to Innovation Policy.‖ Proceedings of the
6th Globelics Conference. Mexico City, September 22-24.
Yuliar, S. dan I.B. Syamwil. 2008. ―Changing Contexts of Higher Education
Policy: toward A New Role of Universities in Indonesia‘s Innovation
System.‖ Proceedings of the 6th Globelics Conference. Mexico City, September
22-24.
![Page 276: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/276.jpg)
264 ke dalam inovasi
![Page 277: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/277.jpg)
transformasi penelitian 265
DOKUMEN LEGAL ACUAN
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian
Pengembangan dan Penerapan IPTEK
Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2007 tentang Pengalokasian Sebagian
Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan Perekayasaan, Inovasi
dan Difusi Teknologi
Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2005-2009
Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2010-2014
![Page 278: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/278.jpg)
266 ke dalam inovasi
![Page 279: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/279.jpg)
transformasi penelitian 267
INDEKS
A
actor-network theory, 10
ANT: metode penelitian,
10
ARN, 6
B
BAKOSURTANAL, 123
Balai Geomatika, 123
balitbang, 92
balitbangda, 92
BATAN, 120
borrowing and
commercializing, 43
BPPT, 117
C
constructivism, 32
cross-falsification, 199;
pendekatan ilmiah, 199
D
demand-pulled, 53
dialektika iptek, 25
diferensiasi produk: di
perusahaan swasta, 139
difusi iptek: aspek-aspek
non-linier, 181
difusi iptek: aspek etika,
198; aspek ruang
pembelajaran, 195
digital divide: pengertian,
159
Digital Learning, 161
dual system: sistem
pendidikan tinggi, 43
E
early adopter, 177
empirisisme, 29
endogenous development:
ciri-ciri, 3
esperimen di masyarakat,
76
exogenous development: ciri-
ciri, 3
F
fakta ilmiah, 142
fakta mud volcano, 146
fakta underground blowout,
143
falsificasionism, 30
falsifikasionisme, 159
![Page 280: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/280.jpg)
268 ke dalam inovasi
fenomena emergent: kritik
atas reduksionisme, 34
filosofi idealis, 42
following the actors: teknik
pengumpulan data, 10
G
gamma scan, 120
graf: representasi jejaring
penelitian, 190
graph: sebuah representasi
jejaring-aktor, 11
H
hovercraft, 134
I
indigeneous knowledge, 91
inkremental: tipe
perubahan, 205
Inovasi: definisi kamus, 35
interpretasi data: teknik,
12
iptek: paham netralisme,
25
ITB, 60
ITS, 49
J
jejaring:
konvergen/divergen,
193; sifat non-lokal, 187
jejaring penelitian, 88
K
Kampung Digital, 169
Kapabilitas inovasi, 40
kapasitas serap teknologi,
65
kebijakan antitrust, 43
kebijakan iptek, 207;
objektif, 213
kebijakan publik:
substansi dan legalitas,
207
Kementerian
Perindustrian, 101
Kementerian Pertahanan,
107
Kementerian Pertanian, 93
kesenjangan digital, 161
knowledge management, 189
KRT, 113; fungsi ko-
ordinasi, 124
komersialisasi penelitian,
48
komersialisasi pendidikan
tinggi, 61
![Page 281: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/281.jpg)
transformasi penelitian 269
komersialisasi penelitian,
62
Komersialisasi riset, 43
Kuadran Pasteur, 21
L
laboratorium masyarakat,
77
lembaga penelitian publik,
91
lintasan penelitian:
reversible/irreversible, 193
LIPI, 114; KIM, 116
logico-empiricism, 30
Lumpur Panas, 142
M
market-led development, 7
Metafor ‗hulu-hilir‘, 22
metode ilmiah: masalah
demarkasi iptek, 29
model jejaring inovasi, 201
model linier inovasi:
deskripsi, 21; kritik-
kritik, 26
O
objektif kebijakan iptek,
213
Otonomi perguruan
tinggi: isu-isu
kebijakan, 47
P
pembelajaran
teknologikal, 41
penelitian: aspek public
relevance, 139; di
Balitbang, 93; di LPNK,
114; di perusahaan
swasta, 128; kriteria
pemilihan topik, 95
penelitian ‗hulu‘ dan
‗hilir‘, 50
penelitian ‗moda-2‘:
deskripsi, 40
penelitian fundamental, 21
penelitian hulu-hilir: di
Balitbang, 102
penelitian stratejik, 44
Penelitian terapan, 21
pengarusutamaan jender,
73
penilaian: dualitas kriteria,
105
perencanaan iptek: dalam
model jejaring inovasi,
202; skenario prospek,
203
![Page 282: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/282.jpg)
270 ke dalam inovasi
perguruan tinggi:
Humboldtian, 42;
kebijakan otonomi, 47;
penelitian, 42; tinjauan
historis, 42
perguruan tinggi
entrepreneurial, 44
perguruan tinggi
Humboldtian, 42
perlombaan scientific
discovery, 198
pertentangan nilai-nilai, 68
piramida ilmu-ilmu
pengetahuan, 33; kritik-
kritik, 34
piramida penelitian, 70
positivism, 29
positivisme, 159
prinsip verifiability: kriteria
ilmiah, 30
PT BHMN, 48
PUSPIPTEK, 121
Q
qualitative research inquiry,
32
R
R&D cost, 131
Radio-Internet Community,
166
reduksionistik, 34
Reformasi kebijakan, 44
reverse enggineering, 118
Riset Unggulan ITB, 61
ruang pembelajaran:
sebuah definisi, 195
S
science-pushed, 52
sengketa hukum, 142
sistem inovasi: definisi, 36;
definisi yang diperluas,
39
state-led development, 6
sumber daya
pengetahuan, 91
T
technische hochschule, 43
teknologi fuel cell, 118
teknologi informasi dan
komunikasi, 142
TIK: difusi di perdesaan,
176; ketersediaan
pilihan, 176
Tridharma Perguruan
Tinggi, 49
triple helix: deskripsi, 38
![Page 283: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/283.jpg)
transformasi penelitian 271
trouble-shooting, 65
tumpang-tindih
penelitian, 96
U
UKSW, 73
UU Sisnas P3 IPTEK, 5
V
variasi-seleksi, 84; dalam
pembelajaran, 189;
lintasan, 85; ruang, 88
Vienna Circle, 30
![Page 284: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/284.jpg)
PROFIL PENYUSUN
Sonny Yuliar mendapatkan gelar sarjana teknik (tahun
1989) di bidang teknik fisika (engineering physics) dengan
predikat cum laude dari Institut Teknologi Bandung (ITB)
dan gelar Ph.D (tahun 1996) di bidang rekayasa kesisteman
(systems engineering) dari Research School of Information
Sciences and Engineering, Australian National University. Sejak
tahun 2000 ia mulai menekuni bidang ilmu lintas-disiplin
yang kini dikenal dengan nama science and technology studies
(STS), dengan berfokus pada aspek-aspek teoretikal dari
actor-network theory (ANT) dan permasalahan kebijakan teknologi seperti tata
kelola teknologi (technology governance) dan inovasi yang inklusif (inclusive
innovation). Sejak tahun 2001 ia terlibat aktif dalam kegiatan pengajaran dan
pembimbingan tesis di Pogram Magister Studi Pembangunan, ITB, dan mulai
tahun 2006, seiring dengan restrukturisasi kelembagaan dalam ITB, ia
bergabung dengan Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan
Pengembangan Kebijakan (KK P2PK) di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB. Saat ini ia merupakan anggota Komisi
Teknis Sosial Kemanusiaan di Dewan Riset Nasional (periode 2008-2011).
Sejumlah buku dengan topik-topik yang terkait dengan STS telah ia
tulis/sunting dan sejumlah makalah ilmiah telah ia publikasikan pada jurnal-
jurnal bertaraf internasional/nasional. Ia juga aktif berpartisipasi dalam
seminar/lokakarya/focus group discussion di lembaga-lembaga pemerintahan
seperti Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Perdagangan,
Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Pusat Statistik. Dalam lima tahun
terakhir ia berhasil mendapatkan dua competitive research grant dengan topik-
topik tentang knowledge system dan inclusive innovation, dari International
Development Research Center (IDRC) yang berkedudukan di Kanada.
,
![Page 285: TRANSFORMASI PENELITIAN KE DALAM INOVASI © Penerbit … · atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit. ISBN No. i KATA PENGANTAR ... 2.7 Rangkuman 43 BAB 3 JEJARING](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022081802/5c866f0409d3f207508bb5d7/html5/thumbnails/285.jpg)
TIM PENDUKUNG SEKRETARIAT
Pengarah : Tusy A. Adibroto
Koordinator : Hartaya
Desain Sampul & Tata Letak: Syarif Budiman