trakhoma
DESCRIPTION
trakhomaTRANSCRIPT
Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata Referat
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
TRAKOMA
Oleh :
Elsa Indah Suryani
NIM. 06.55356.00299.09
Pembimbing :
dr. Baswara N.E.W., Sp.M
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik
SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2012
0
BAB I
PENDAHULUAN
Trakoma adalah keradangan konjungtiva akut, subakut atau kronis disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis yang merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui.
Penyakit ini dikenal sebagai penyebab trikiasis sejak abad ke-27 SM dan mengenai
semua ras. Sekitar 400 juta penduduk dunia terkena penyakit ini dan menjadi salah satu
penyakit kronis yang cukup banyak ditemui. Penyakit ini diketahui dapat menyebabkan
kebutaan bagi penderitanya. Secara umum sekitar 41 juta orang menderita infeksi aktif
dan sekitar 8 juta orang mengalami kebutaan akibat penyakit ini. Prevalensi dan berat
penyakit yang beragam per-regional dapat dijelaskan dengan dasar variasi hygiene
perorangan dan standar kehidupan masyarakat dunia, kondisi iklim tempat tinggal, usia
saat terkena, serta frekuensi dan jenis infeksi mata bakterial yang sudah ada.1,2
Penyakit ini dapat mengenai semua usia, namun lebih banyak ditemukan pada
orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena adalah di Semenanjung
Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras Yahudi, penduduk asli Australia
dan Indian Amerika atau daerah dengan hygiene kurang. Trakoma yang membutakan
terdapat pada banyak daerah di Afrika, beberapa daerah di Asia, di antara suku aborigin
Australia dan di Brazil Utara. Masyarakat dengan trakoma yang lebih ringan dan tidak
membutakan terdapat di daerah-daerah yang sama dan di beberapa daerah Amerika
Latin serta Kepulauan Pasifik. Beberapa upaya telah dilakukan guna menurunkan angka
kejadian trakoma. Salah satu upaya tersebut ialah yang dilakukan oleh Aliansi WHO
untuk Eliminasi Global Trakoma (GET 2020) dengan strategi yang
direkomendasikannya yaitu SAFE (Surgery, Antibiotic, Facial Cleanliness,
Environmental Changes) yang juga didukung dengan adanya pembangunan social
ekonomi di Negara-negara endemis.1,3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Pengetahuan mengenai anatomi mata penting untuk memahami trakoma. Pada
bagian ini hanya akan dipaparkan mengenai bagian mata yang penting dan berhubungan
dengan trakoma.4
Kornea merupakan bagian depan mata yang berupa lapisan jernih, sehingga kita
dapat melihat iris (bagian mata yang berwarna). Secara normal tidak terdapat pembuluh
darah pada kornea, kejernihan kornea sangat penting dalam menunjang penglihatan
yang baik. Kornea kaya akan saraf sensoris, di mana ketika bulu mata menyentuh
kornea maka akan dirasakan rasa nyeri. Lubang hitam pada bagian tengah iris adalah
pupil yang berupa celah untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata.4
Sclera ialah lapisan keras yang melindungi dan menjaga bentuk bola mata.
Kelopak mata (palpebra) mengandung muskulus orbikularis yang berfungsi untuk
menutup mata, kelenjar Meibom yang menghasilkan sebagian kecil lemak pada lapisan
air mata (untuk mengurangi evaporasi dan menghambat aliran ke pipi), serta lapisan
keras yang disebut tarsal plate (berukuran lebih besar pada palpebra superior) yang
berfungsi dalam stabilisasi kelopak mata.4
Konjungtiva secara normal berupa lapisan halus, tipis, transparan yang menutupi
bagian depan sclera dan melipat ke depan untuk menutupi bagian dalam kelopak mata.
Pembuluh darah konjungtiva berjalan secara vertikal pada konjungtiva tarsal superior.
Di mana pada intense trachomatous inflammation (TI) lebih dari sebagian pembuluh
darah tersebut tidak jelas.4
2
Gambar 1. Anatomi Mata
2.2. Definisi
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis yang berkembang hingga terbentuknya parut
konjungtiva.1,2,3
2.3. Epidemiologi
Trakoma umumnya bilateral dan menyebar melalui kontak langsung atau benda
pencemar, umumnya dari anggota keluarga yang lain (saudara dan orang tua) yang juga
harus diperiksa. Vektor serangga, khususnya lalat dapat berperan dalam transmisi.
Bentuk akut dari penyakit ini lebih infeksius dibanding bentuk sikatriknya, makin besar
inokulumnya, makin berat pula penyakitnya. Penyebarannya sering dihubungkan dengan
epidemik konjungtivitis bakterial dan musim kemarau di Negara tropis dan subtropik.1
2.4. Etiologi
Penyebab trakoma ialah bakteri Chlamydia trachomatis serovarian A, B, Ba dan
C. Chlamidiae merupakan gram negative, bakteri obligat intraseluler. Cara penularan
3
penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma atau
melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-
lain.1,3
2.5. Patofisiologi
Chlamydia trachomatis memiliki kecenderungan untuk menginfeksi kedua mata.
Pada stadium dini, penyakit ini mirip dengan konjungtivitis kronis pada umumnya, yaitu
mata merah dan didapatkan folikel maupun hipertrofi papiler pada tarsus bagian atas.
Hipertrofi papiler dan inflamasi konjungtiva mengakibatkan sikatrik konjungtiva yang
dapat mengakibatkan penyulit-penyulit yang ringan maupun berat, pada sikatrik yang
berat dapat terjadi “tear deficiency syndrome”.5,6
Kelainan di kornea dapat berupa epithelial keratitis, subepithelial keratitis,
infiltrate disertai neovaskularisasi (pannus), ulkus kornea, sikatrik folikel-folikel di
limbus yang disebut Herbert’s pits. Entropion dan trikiasis dapat terjadi akibat sikatrik
konjungtiva yang hebat, dimana bulu-bulu mata menggores kornea dan mengakibatkan
ulkus kornea bahkan kadang-kadang dapat menyebabkan perforasi kornea.6
2.6. Manifestasi Klinis
Periode inkubasi sekitar 5-14 hari dengan rata-rata sekitar 7 hari. Pada bayi dan
anak perjalanan penyakitnya sangat ringan, akan tetapi pada orang dewasa perjalanan
penyakitnya dapat akut dan subakut dan komplikasi cepat berkembang. Pada saat
timbulnya, trakoma sering menyerupai konjungtivitis bakterial dengan tanda dan gejala
berupa mata berair, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva
bulbaris, hiperemia, hipertrofi papilar, folikel tarsal dan limbal, keratitis superior,
pembentukan pannus dan sebuah nodus preaurikular kecil yang nyeri tekan.1,3,5,7,8
Pada trakoma yang sudah terdiagnosis mungkin juga terdapat keratitis epitel
superior, keratitis subepitel, pannus, folikel limbus duperior dan akhirnya sikatriks
patognomonik (sisa-sisa folikel ini yang dikenal sebagai sumur-sumur Herbert) depresi
kecil pada jaringan ikat di batas limbus-kornea yang ditutupi epitel. Pannus yang
4
dimaksud adalah membran fibrovaskuler yang muncul dari limbus dengan lengkung-
lengkung vaskular yang meluas ke atas kornea. Semua tanda trakoma lebih berat pada
konjungtiva dan kornea bagian atas daripada bagian bawah.1,3
Untuk memastikan trakoma endemic di sebuah keluarga atau masyarakat,
sejumlah anak harus menunjukkan sekurang-kurangnya dua tanda berikut:1
Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal rata yang melapisi palpebra superior
Parut konjungtiva yang khas di konjungtiva tarsal superior
Folikel limbus atau sekuelenya (sumur Herbert)
Perluasan pembuluh darah ke atas kornea, paling jelas di limbus atas.
WHO mengembangkan cara sederhana untuk menggambarkan penyakit tersebut
dengan mencakup tanda-tanda sebagai berikut:1,7,8
TF : lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior
TI : infiltrate difus dan hipertrofi papiler konjungtiva tarsal superior yang
sekurang-kurangnya menutupi 50 % pembuluh profunda normal.
TS : parut konjungtiva trakomatosa
TT : trikiasis atau entropion (bulu mata terbalik kedalm)
CO : kekeruhan kornea
Adanya TF dan TI menunjukkkan suatu trakoma infekisosa aktif dan harus
diobati. TS adalah bukti kerusakan akibat penyakit ini. TT berpotensi membutakan dan
merupakan indikasi untuk tindakan operasi koreksi palpebra. CO adalah lesi trakoma
terakhir, yang dapat menyebabkan kebutaan
5
Gambar 2. Gambaran Penyakit Trakoma Berdasarkan WHO
Gambaran klinis pada trakoma oleh Mc Callan digambarkan sebagai berikut:3
Stadium Nama Gejala
Stadium I Trakoma insipient Folikel imatur, hipertofi papilar minimal
Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran tarsal atas
Stadium IIa Dengan hipertrofi folikular yang menonjol
Keratitis, folikel limbal
Stadium IIb Dengan hipertrofi papilar yang menonjol
Aktivitas kuat dengan folikel matur tertimbun di bawah hipertrofi papilar yang hebat
Stadium III Trakoma sikatrik Parut pada konjungtiva tarsal atas, permulaan trikiasis, entropion.
Stadium IV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada hipertrofi papilar atau
6
folikular
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Inklusi klamidia (Halberstaedler-Prowasek Inklusion Bodies) dapat ditemukan
pada kerokan konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa, tetapi tidak selalu ada. Pada
sediaan pulasan Giemsa, inklusi tampak sebagai massa sitoplasma biru atau ungu gelap
yang sangat halus, yang menutupi inti sel epitel. Selain itu dapat ditemukan pula sel-sel
polimorfonuklear, sel plasma dan sel Leber (makrofag yang besar dan berisi debris).
Pulasan antibody fluoresein dan immunoassay enzim tersedia di pasaran dan banyak
dipakai dilaboratorium klinis. Uji baru ini dan uji lainnya seperti polymerase chain
reaction (PCR) telah menggantikan sediaan hapus konjungtiva dengan pulasan Giemza
dan isolasi agen klamidial dalam biakan sel.1,3 Secara morfologis, agen trakoma mirip
dengan agen konjungtivitis inklusi, tetapi keduanya dapat dibedakan secara serologis
dengan mikroimunofluoresens.1
7
Gambar 3. Chlamydial Inclusion Bodies
Gambar 4. Sel Polimorfonuklear Gambar 5. Sel Plasma
Gambar 6. Sel Leber
8
2.8. Diagnosis Banding1
Trakoma Konjungtivitis Folikularis
Vernal Katarh
Gambaran lesi
(kasus dini) papula kecil atau bercak merah bertaburan dengan bintik putih-kuning (folikel trakoma) pada konjungtiva tarsal (kasus lanjut) granula (menyerupai butir sago) dan parut, terutama konjungtiva tarsal atas
Penonjolan merah muda pucat tersusun teratur seperti deretan “beads”
Nodul lebar datar dalam susunan “cobblestone” pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu
Ukuran Lesi Lokasi lesi
Penonjolan besar lesi konjungtiva tarsal atas dan khusunyalipatan retro-tarsal kornea-panus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh darah
Penonjolan kecil terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibat
Penonjolan besar. Tipe tarsus atau palpebra; konjungtiva tarsus terlibat,forniks bebas. Tipe limbus atau bulbus; limbus terlibat, forniks bebas, konjungtiva tarsus bebas (tipe campuran) tarsus tidak terlibat
Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau “frothy” pada stadium lanjut
Mukoid atau purulent Bergetah, bertali, seperti susu
Pulasan Kerokan epitel dari konjungtiva dan kornea memperlihatkan eksfoliasi, proliferasi, inklusi seluler
Kerokan tidak karakteristik (Koch Weeks, Morax Axenfeld, mikrokokus, kataralis stafilokokus (pneumokokus)
Eosinofil karakteristik dan konstan pada sekresi
Penyulit atau sekuele
Kornea: kekeruhan kornea, xerosis kornea
Konjungtiva: simblefaron
Palpebra: ektropion atau entropion trikiasis
Ulkus kornea, blefaritis, ektropion
Infiltrasi kornea (tipe limbal), pseudoptosis (tipe tarsal)
2.9. Penatalaksanaan
Medikamentosa
Perbaikan klinis yang mencolok umumnya terjadi dengan tetrasiklin 1-1,5 g/hari
per oral dalam empat dosis terbagi selama 3-4 minggu; doksisiklin 100 mg per oral dua
9
kali sehari selama 3 minggu; atau eritromisin 1 g/hari per oral dibagi dalam empat dosis
selama 3-4 minggu. Kadang-kadang diperlukan beberapa periode pengobatan agar
benar-benar sembuh.1,5,7,8
Tetrasiklin sistemik jangan diberikan pada anak dibawah umur 7 tahun atau
wanita hamil karena dapat mengikat kalsium pada gigi yang sedang berkembang dan
tulang yang tumbuh. Hal ini akan mengakibatkan perubahan warna gigi permanen
menjadi kekuningan dan kelainan kerangka (mis. Klavikula). Berbagai studi terakhir di
Negara-negara berkembang menunjukkan bahwa azitromisin 1 g per oral merupakan
terapi yang efektif bagi trakoma anak. Karena efek sampingnya minimal dan mudah
diberikan, antibiotic makrolida ini menjadi obbat pilihan pada kampanye pengobatan
massal.1
Salep atau tetes topical, termasuk preparat sulfonamide, tetrasiklin, eritromisin
dan rifampisin, empat kali sehari selama 6 minggu sama efektifnya. Sejak dimulainya
terapi, efek maksimum biasanya belum dicapai dalam 10-12 minggu. Karena itu tetap
adanya folikel pada tarsus superior selama beberapa minggu setelah terapi berjalan
jangan dipakai sebagai bukti kegagalan terapi.1
Pembedahan
Koreksi bedah harus dilakukan pada bulu mata yang membalik ke dalam untuk
mencegah parut trakoma lanjut terutama pada fase akhir trakoma yang telah terjadi
deformitas kelopak mata. Tindakan pembedahan rotasi kelopak mata (rotasi tarsal
bilamellar) yaitu membuat insisi pada skar kelopak dan bulu mata di rotasi keluar dari
kornea.1,3,4
2.10. Prognosis
Secara karekteristik tarkoma merupakan penyakit kronik yang berlangsung lama.
Dengan kondisi hygiene yang baik (khususnya, mencuci muka pada anak-anak),
penyakit ini dapat sembuh atau bertambah ringan sehingga sekuele berat dapat
10
terhindarkan. Pengobatan dini sebelum skar berkembang dan deformitas kelopak terjadi
akan memiliki prognosis baik. Sedangkan reinfeksi mempunyai prognosis buruk.1,3
11
BAB III
PENUTUP
Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan
oleh Chalmydia trachomatis. Cara penularan trakoma ialah melalui kontak langsung dan
tidak langsung dengan sekret penderita trakoma yang berkaitan erat dengan hygiene
perorangan. Perjalanan penyakit trakoma terdiri dari beberapa stadium dan gambaran
klinis. Stadium akhir dapat berupa kebutaan yang terjadi akibat kerusakan kornea akibat
skar pada tarsal superior yang menyebabkan entropion dan trikiasis. Oleh karena itu
pencegahan melalui hygiene yang baik serta penanganan awal yang cepat dan tepat
(baik berupa penanganan medikamentosa ataupun pembedahan bila telah terjadi
deformitas pada kelopak mata) perlu dilakukan guna mencegah terjadinya komplikasi
atau sekuele dari penyakit trakoma.
12
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan DG, Asbury T. General Opthalmology. Lange Medical Publication.
17th ed. 1995.
2. Wright HR, Turner A, Taylor HR (June 2008). "Trachoma". Lancet 371 (9628):
1945–54. doi:10.1016/S0140-6736(08)60836-3. PMID 18539226
3. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas kedokteran Indonesia. Jakarta. 2008.
4. Reacher M, Foster A, Huber J. “Trichiasis Surgery for Trachoma. The
Bilamellar Tarsal Rotation Procedure.” 1993; World Health Organization,
Geneva: WHO/PBL/93.29.
5. International Trachoma Initiative. Diagnosing Trachoma. The Task Force for
Global Health. 325 Swanton Way; Decatur, GA USA 30030. 2012. 1-800-765-
7173.
6. Newell F.W: Ophtalmology, principles and Concepts, Fifth edition, The CV
Mosby Co – St Louis, 1982.
7. Thylefors B, Dawson CR, Jones BR, West SK, Taylor HR (1987). "A simple
system for the assessment of trachoma and its complications". Bull. World
Health Organ. 65 (4): 477–83. PMC 2491032. PMID 3500800
8. Solomon, AW; Zondervan M, Kuper H, et al. (2006). "Trachoma control: a
guide for programme managers.". World Health Organization.
13