tradisi semaan al-qur’an dalam acara wa limatul ‘ursy dan...
TRANSCRIPT
-
Tradisi Semaan Al-Qur’an Dalam Acara Wa limatul ‘Ursy
Dan Kirim Do’a Orang Meninggal Di Desa Kalikondang
Demak Tahun 2018 (Studi Living Qur’an)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Mambaul Lutfiyah
NIM. 53020150022
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
-
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mambaul Lutfiyah
Nim : 53020150022
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora (FUADAH)
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Menyatakan bahwa naskah skripsi saya berjudul “Tradisi Semaan
Al-Qur’an Dalam Acara Walimatul ‘Ursy Dan Kirim Do’a Orang
Meninggal Di Desa Kalikondang Demak Tahun 2018 (Studi Living
Qur’an)” adalah benar-benar hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali
pada bagaian-bagian yang dirujuk sumbernya berdasarkan kode etik ilmiah
dan bebas dari plagiarisme. Jika kemudian hari terbukti ditemukan
plagiarisme, maka saya siap ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Salatiga, 13 Maret 2019
Yang menyatakan
Mambaul Lutfiyah
-
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan di perbaiki, maka skripsi saudara/i:
Nama : Mambaul Lutfiyah
Nim : 53020150022
Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora (FUADAH)
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Judul : “TRADISI SEMAAN AL-AQUR’AN DALAM
ACARA WALIMATUL ‘URSY DAN KIRIM DO’A
ORANG MENINGGAL DI DESA KALIKONDANG
DEMAK TAHUN 2018” (STUDI LIVING QUR’AN)
Telah kami setujui untuk di Munaqosahkan.
Salatiga, 12 Maret 2019
Pembimbing
Dra. Djamiatul Islamiyah
NIP. 19570812 198802 2001
-
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS
USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
Jalan Nakula Sadewa VA/No. 09 Salatiga 50721
Telp (0298) 323706 Fax. 323433
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Saudara/i Mambaul Lutfiyah dengan Nomor Induk Mahasiswa
53020150022 yang berjudul “Tradisi Semaan Al-Qur’an Dalam Acara
Walimatul ‘Ursy dan Kirim Do’a Orang Meninggal” telah dimunaqosyahkan
dalam Sidang Panitia Ujian Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada jum’at, 22 Maret 2019 dan telah
diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada
Program Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir.
Salatiga, 15 Rojab 1440 H
22 Maret 2019 M
Panitia Ujian
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Dr. Benny Ridwan, M. Hum Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag
NIP. 19730520 199903 1006 NIP.19570812 198802 2001
Penguji I Penguji II
Dr. Adang Kuswaya, M.Ag Drs. Mubasirun, M.Ag
NIP. 19720531 199803 1002 NIP.19590202 199903 1001
Dekan FUADAH
Dr. Benny Ridwan, M. Hum
NIP. 19730520 199903 1006
-
MOTTO
“Menjadi baik itu tidak mudah, tapi bukan berarti kita tidak bisa menjadi baik......”
“Sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah: 195)
-
PERSEMBAHAN
Teruntuk Abah dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah mendo’akan dan menyayangiku
Aku takkan pernah lupa semua pengorbanan dan jerih payah yang engkau berikan untukku sehingga ku dapat meraih semua ini.
Untuk suami tercinta yang selalu mendo’akan, memotivasi, menyemangati serta mendukungku untuk tetap semangat mencari
ilmu.
Buat kakak dan adik-adik ku, tak lupa kepada sahabat dan teman-teman ku yang telah membantu memberikan semangat hingga
terselesaikan tugas ini
Dengan segala kekurangan dan segala upaya serta usaha yang penulis lakukan, tulisan ini penulis persembahkan untuk semuanya.
-
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya. Sholawat
serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, inspirator kebaikan
yang tiada pernah kering untuk digali. Skripsi dengan judul
“TRADISI SEMAAN AL-QUR’AN DALAM ACARA
WALIMATUL ‘URSY DAN KIRIM DO’A ORANG
MENINGGAL DI DESA KALIKONDANG DEMAK TAHUN
2018 (STUDI LIVING QUR’AN)” tidak dapat penulis
selesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Banyak
orang yang berada di sekitar penulis, baik secara langsung
maupun tidak, telah memberi dorongan yang berharga bagi
penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Secara
khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak
yang terkait dan berperan serta dalam penyusunan skripsi ini:
1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. beserta
segenap jajaranya.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN
Salatiga, Dr. Benny Ridwan, M.Hum beserta jajaranya
3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri
Wahyu Hidayati, M.Ag. yang telah memberikan izin untuk
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag. selaku dosen pembimbing
skripsi penulis yang telah membimbing, memberi nasihat,
arahan serta masukan-masukan yang sangat membantu
penyusunan tugas akhir ini.
5. Seluruh dosen fakultas ushuluddin adab dan humaniora IAIN
Salatiga, terlebih dosen ilmu tafsir atas ilmu-ilmu dan
warisan-warisan intelektual beliau curahkan dan
mengantarkan penulis untuk berproses menjadi lebih baik lagi.
-
6. Abah dan ibu tercinta yang tak pernah lelah mendo’akan
penulis untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu serta
dukungan selama proses pembuatan skripsi.
7. Kepada suami tercinta yang tak pernah lelah mendengar
keluhan penulis dengan sabar dan memberikan dukungan
penulis untuk tetap semangat, memberikan inspirasi dan cinta
serta do’a dalam proses pembuatan skripsi ini.
8. Teman-teman program studi ilmu al-Qur’an dan Tafsir
angkatan 2015 yang terus memberikan dukungan serta selalu
meluangkan waktu untuk mendengarkan ocehan penulis di
tengah-tengah perjalanan luar biasa dalam menulis dan
menyelesaikan skripsi.
9. Kepada tokoh agama dan masyarakat Kalikondang yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah bersedia menjadi
narasumber penulis hingga memberikan dukungan kepada
penulis dalam pembuatan skripsi.
10. Terakhir, untuk semua pihak dan elemen yang secara langsung
maupun tidak langsung dalam membantu menyelesaikan
tulisan ini dari awal hingga proses penelitian hingga skripsi ini
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para
pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana mesti.
Salatiga, 20 Maret 2019
Penulis
-
ABSTRAK
Living Qur’an adalah sebuah studi yang mempelajari
kehadiran al-Qur’an yang tumbuh di dalam masyarakat. Esensi
dari penelitian living Qur’an sebagai sebuah pendekatan dalam
studi al-Qur’an, dimaksudkan untuk mendiskripsikan Respons dan
feedback masyarakat dalam membaca dan memahami al-Qur’an
dalam kehidupan sehari. Desa Kalikondang Kecamatan Demak,
Kabupaten Demak banyak dijumpai para Khafidz (laki-laki hafal
al-Qur’an) dan Khafidzoh (perempuan hafal al-Qur’an), dan
beberapa Pondok Pesantren khusus Tahfidz. Dari situlah muncul
kegiatan-kegiatan keagamaan dalam masyarakat tanpa disadari itu
adalah refleksi dari living Qur’an. Seperti kegiatan Semaan al-
Qur’an yang dilakukan di tempat-tempat ibadah dan rumah warga
yang memiliki hajatan seperti; Walimatul ‘Ursy, Kirim Do’a
Oranng Meninggal, dan acara hajatan lainya yang berhubungan
dengan agama.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field
research) dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan
fenomenologi yang fokus pada (1). Bagaimana praktik semaan al-
Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim Do’a orang
meninggal di Desa Kalikondang? (2). Apa yang menjadi dasar
tradisi semaan al-Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim
do’a orang meninggal? (3). Bagaimana makna semaan al-Qur’an
bagi masyarakat Kalikondang? Untuk mendapatkan data penulis
mengunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Sementara untuk hasil keabsahan data penulis menggunakan
trianggulasi metode dan sumber.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa prosesi tradisi
semaan ini dilakukan di rumah warga yang sedang memiliki
-
hajatan baik pernikahan maupun kirim do’a orang meninggal,
pada prosesi pertama semaan al-Qur’an dibaca sehari sebelum
acara resepsi pernikahan, sementara pada prosesi yang kedua
biasanya semaan dilakukan pada hari ketiga dari meninggalnya
jenazah atau tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari,
maupun pada acara khulnya. Adapun yang menjadi dasar tradisi
semaan ini untuk melestarikan tradisi baca, mendengar dan
menghafal al-Qur’an, hal tersebut sesuai dalam al-Qur’an dan
Hadis dengan maksud untuk berusaha ittiba’ (mengikuti) apa yang
pernah dilakukan Nabi saw. Ada beberapa motivasi dari kegiatan
tersebut, seperti: ingin memperoleh pahala bagi subyek, pemilik
hajatan, maupun keluarga yang sudah meninggal. Di samping itu
terdapat motivasi lain misalnya: untuk menjaga hafalanya, untuk
belajar al-Qur’an lebih jauh melalui semaan, mengharap petunjuk
dari Allah, memperolah ketenangan hati, dan sebagai sarana
silahtaurrahim. Hal lain yang penting untuk digaris bawahi dari
hasil penelitian ini adalah tumbunya kesadaran baru masyarakat
Kalikondang tentang makna memahami al-Qur’an yang tidak
hanya bersifat tekstual namun juga berdimensi sosial kontekstual.
Kata kunci: Semaan al-Qur’an,Pernikahan,Kirim do’a
-
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf
Arab ke huruf Latin yang digunakan adalah hasil Keputusan
Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau Nomor 0543 b/u
1987, tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit
modifikasi untuk membedakan adanya kemiripan dalam
penulisan.
A. Penulisan huruf :
No Huruf Arab Nama Huruf Latin
1. Alif Tidak dilambangkan
. Ba’ B
. Ta T
. ṡa ṡ
. Jim J
. Ḥa ḥ
. Kha Kh
. Dal D
. ẑal ẑ
. Ra R
. Za Z
. Sin S
. Syin Sy
. Ṣad ṣ
. Ḍad ḍ
. Ṭa’ ṭ
. Ẓa ẓ
. ‘ain ‘ (koma terbalik di atas)
-
. Gain G
. Fa’ F
. Qaf Q
. Kaf K
. Lam L
. Mim M
. Nun N
. Wawu W
. Ha’ H
. Hamzah ‘ (apostrof)
. Ya’ Y
B. Vokal:
Fathah Ditulis “ a “
Kasroh Ditulis “ i “
Dhammah Ditulis “ u “
C. VOKAL PANJANG:
Fathah + alif Ditulis “ ã
“
Jãhiliyah
Fathah + alif
Layin
Ditulis “
ã “ Tansã
Kasrah +ya’
Mati
Ditulis “
ỉ “ Hakỉm
Dlammah +
wawu mati
Ditulis “
ủ “ Furủd
-
D. Vokal rangkap:
Fathah +
ya’ mati
Ditulis “
ai “ Bainakum
Fathah +
wawu
mati
Ditulis “
au “ Qaul
E. Huruf rangkap karena tasydid ( ) ditulis rangkap
Ditulis ” dd “ ‘Iddah
Ditulis “ nn “ Minna
F. Ta’ Marbuthah:
1. Bila dimatikan ditulis h :
Hikmah
Jizah
(ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa
arab yang sudah diserap kedalam bahasa indonesia)
2. Bila Ta’ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t :
Zakãt al-fiṭr
Ḥayãt al-insãn
G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan
dengan Apostrof (‘)
A’antum
U’iddat
-
La’insyakartum
H. Kata sandang alif +lam
Al-qamariyah al-Qur’ãn
Al-syamsiyah al-samã’
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
Ẑawi al-furủd
Ahl al-sunnah
-
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................i
Pernyataan Keaslian ................................................................ ii
Persetujuan Pembimbing ........................................................ iii
Pengesahan Kelulusan ............................................................. iv
Motto .................................................................................. v
Persembahan ........................................................................... vi
Kata Pengantar .......................................................................vii
Abstrak ................................................................................. ix
Pedoman Transliterasi ............................................................. xi
Daftar Isi ................................................................................ xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang .............................................................. 1
B. Rumusan masalah ......................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat ...................................................... 7
D. Kegunaan penelitian ..................................................... 8
E. Tinjauan pustaka........................................................... 8
F. Metode penelitian ....................................................... 11
G. Validitas data .............................................................. 17
H. Sistematika penulisan ................................................. 19
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Living Qur’an ........................................... 21
-
B. Semaan al-Quran ........................................................ 22
1. Pengertian Al-Qur’an ........................................... 22
2. Nama-nama lain al-Qur’an ................................... 23
3. Hifdzul Qur’an ..................................................... 24
4. Keutamaan membaca Al-Qur’an ........................... 25
5. Pengertian semaan al-Qur’an ................................ 26
C. Tradisi semaan al-Qur’an di Masyarakat ..................... 28
D. Kajian tentang living Qur’an ....................................... 39
BAB III PAPARAN HASIL TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran umum Desa Kalikondang Kecamatan
Demak Kabupaten Demak .......................................... 44
1. Deskripsi umum Desa Kalikondang ...................... 44
2. Kultural keagamaan masyarakat ........................... 45
3. Bidang pendidikan ................................................ 46
4. Kegiatan sosial keagamaan ................................... 47
5. Sejarah semaan al-Qur’an
di Desa Kalikondang ............................................ 49
6. Sejarah semaan al-Qur’an
dalam tradisi pernikahan ....................................... 53
7. Sejarah tradisi semaan dalam
kirim doa orang meninggal ................................... 54
B. Praktek semaan al-Qur’an di Masyarakat .................... 56
1. Praktek semaan al-Qur’an
pada acara walimatul ‘ursy ................................... 56
2. Praktek semaan al-Qur’an dalam
acara kirim doa orang meninggal .......................... 59
3. Berdoa dengan prantara air yang dibacakan
do’a Khotmil Qur’an ............................................ 61
C. Dasar semaan al-Qur’an di masyarakat ....................... 63
-
D. Makna semaan al-Qur’an bagi
masyarakat Kalikondang ............................................ 73
BAB IV ANALISIS
A. Pelaksanaan tradisi semaan al-Qur’an
masyarakat Kalikondang ............................................ 78
B. Ragam motivasi dalam semaan ................................... 97
C. Persepsi dan implikasi
tentang semaan al-Qur’an ......................................... 101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................. 103
B. Saran-saran ............................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 105
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................... 110
-
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Qur’an adalah firman Allah swt. Dengan lafadz dan
maknanya yang membaca dijadikan sebagai ibadah dan
membuat umat manusia tidak mampu menandingi satu surat
yang terpendek sekali pun dari padanya.1 Dan pada dasarnya
al-Qur’an merupakan kitab suci yang memberikan petunjuk
bagi umat manusia.2 Al-Qur’an merupakan kitab suci yang
dijadikan sebagai pegangan oleh umat Islam diseluruh muka
bumi ini. Ia mengajarkan kepada umat Islam mengenai apa itu
aqidah dan tauhid, mengajarkan bagaimana manusia beribadah
kepada pencipta-Nya.
Sebagai kitab hidayah sepanjang zaman, al-Qur’an
memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah,
baik informasi berupa teknologi, etika, hukum ekonomi,
biologi, kedokteran, dan sebagainya. Hal ini merupakan salah
satu bukti tentang keluasan dan keluwesan isi kandungan al-
Qur’an tersebut.3 Hakikat diturunkanya al-Qur’an adalah
menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia
untuk memecahkan problem sosial yang timbul ditengah-
tengah masyarakat.4
1 Eldeed. Ibrahim. Be A Living Qur’an. (Tangerang: Lentera Hati,
2009), 118. 2 Ibid. 59.
3Shihab, Umar. Al-Qur’an Kontekstualitas. (Jakarta: Penamadani,
2005), 19. 4 Ibid. 22.
-
Seiring perkembangan zaman, pemeluk agama Islam
dituntut untuk senantiasa berusaha mengerti dan memahami
isi kandungan al-Qur’an, dengan mencari pemaknaan dan
penafsiran atau petunjuk dari al-Qur’an itu sendiri.5 Untuk
mendapatkan pemaknaan al-Qur’an terhadap makna hidup
mereka, orang-orang ingin terus mencoba berintraksi dengan
al-Qur’an tidak melalui pendekatan teks saja. Akan tetapi,
perilaku orang tersebut dalam berintraksi dengan al-Qur’an,
pada akhirnya akan melahirkan mode of conduct (pola
perilaku). Pola tersebut didasarkan asumsi-asumsi orang-orang
tersebut terhadap obyek yang dihadapi, yakni al-Qur’an.
Asumsi-asumsi inilah yang kemudian bisa membentuk mode
of thought (pola berpikir). Al-Qur’an secara teologi diyakini
sebagai kitab yang sangat istimewa dimata penganutnya.
Hingga keragaman bentuk intraksi yang ada antara al-Qur’an
dan penganutnya adalah termasuk sebab keistimewaan selain
pemaknaan yang lahir dari teks itu sendiri.6
Sebagaimana yang di kutip Ahmad Anwar Intraksi
umat muslim dengan kitab al-Qur’an ada dua model. Pertama,
model intraksi umat muslim terhadap al-Qur’an melalui
pendekatan atau kajian teks al-Qur’an (textual oriented). Cara
ini telah lama dilakukan oleh mufasir klasik maupun
kontemporer, yang kemudian menghasilkan beberapa produk
kitab tafsir. Kedua, model intraksi mencoba dengan secara
5 M. Chirzin. Al-Qur’an Dalam Praksis Kehidupan Muslim. Makalah.
Seminar Living Qur’an, Fkmthi, Yogyakarta 13-17 Maret. 6 Skripsi Anwar, Ahmad. Pembacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam
Prosesi Mujahadah Dipondok Pesantren Al-Luqmaniyyah. Yogyakarta: 2014. 4
-
langsung, dan menerapkan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-
hari mereka secara peraktis.7
Dalam buku Be A Living Qur’an di jelaskan cara
praktis penerapan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,
deangan cara memelihara hafalan al-Qur’an sepaya tidak
terlupakan. Al-Qur’an mudah dihafal karena Allah swt. Telah
berfirman:
Terjemah : “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan
al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang
mengambil pelajaran? (QS. Al-Qamar:22)
Meskipun demikian, ia juga mudah dilupakan. Oleh
karena itu, menjadi kewajiban seorang ahli al-Qur’an untuk
selalu membacanya dan menjaga hafalanya.8
Cara menghafal al-Qur’an diluar kepala adalah sama
dengan cara menghafal teks-teks sastra dan lainya. Yaitu
dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an yang ingin dihafal
berkali-kali dengan suara keras. Sebaiknya diiringi juga dengan
pemahaman kandunganya walaupun secara garis beras dengan
bantuan kamus untuk mengetahui arti kata-kata yang belum
diketahui. Kemudian mengulangi terus berkali-kali sampai
terekam dalam ingatan kita. Demikian pula, apabila telah
berhasil menghafalnya harus membacanya dari waktu ke waktu
agar tidak lupa.9
7 Ibid. 5.
8 Opchit. 129.
9 Ibid. 130.
-
Studi mengenai living Qur’an adalah mempelajari
kehadiran al-Qur’an dalam fenomena-fenomena dari gejala
sosial yang tumbuh di dalam masyarakat. Perbedaan wilayah
geografis ataupun masa yang berbeda mempengaruhi cara
pandang terhadap al-Qur’an.10 Dengan mempelajari living
Qur’an, akan dijumpai kesadaran masyarakat Islam terhadap
ajaran agamanya.11 Sebagai contoh, di Desa Kalikondang
Kecamatan Demak, Kabupaten Demak banyak dijumpai para
Khafidz (laki-laki hafal al-Qur’an) dan Khafidzoh (perempuan
hafal al-Qur’an), jumlah Pondok Pesantren didaerah tersebut
ada tujuh, empat diantaranya Pondok Pesantren khusus
Tahfidz. Dari situlah muncul kegiatan-kegiatan keagamaan
dalam masyarakat tanpa disadari itu adalah refleksi dari living
Qur’an. Seperti kegiatan “Semaan”12 al-Qur’an yang di
laksanakan di Masjid, Mushola, dan Majlis-Majlis yang ada di
Desa Kalikondang. Kegiatan semaan dilaksanakan satu bulan
maupun satu minggu sekali dengan hari yang sudah ditentukan
seperti, hari senin pahing yang mana kegiatan semaannya
dilaksanakan di Mushola Adzikru, hari selasa kliwon di
laksanakan di Masjid Jami’, hari jum’at ba’da dzuhur di
laksanakan di Majlis Jamiatul Qurro’ dan masih ada lagi
kegiatan semaan di tempat ibadah lainya. Setiap kegiatan
semaan di laksanakan yang dibaca hanya tiga juz saja, dengan
10
Yusuf, Muhammad. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian
Living Qur’an. dalam
Syamsuddin, Sahiron (ed). Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.
Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007), 39. 11
Mansur, Muhammad. Living Qur’an dalam Lintas Sejarah Studi
al-Qur’an dalam Syamsuddin, Sahiron (ed). Metodologi Penelitian Living
Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TH Press, 2007), 5. 12
Kata semaan berasal dari bahasa Arab sami’a yasma’u yang artinya
mendengar. Muhammad Yunus. Kamus Arab-Indonesia, (Ciputat: PT. Muhammad Yunus Wadzurriyyah, 2007), 179.
-
target satu bulan sebelum ramadhan semaan al-Qur’an
tersebut harus khatam, selain membaca al-Qur’an tiga juz
kegiatan ini juga terdapat ritual-ritual yang terjadi di dalamnya
seperti, bacaan tahlilan, bacaan surat al-Ikhlas seribu kali,
bacaan sholawat nariyyah, dzikir, juga makan bersama dengan
tujuan “Ngalap berkah13” dari pembacaan al-Qur’an. Selain itu
juga ada tausiyah yang diisi oleh kiyai/ ustadz.
Hasil penelusuran penulis kegiatan semaan al-Qur’an
yang diadakan di Desa Kalikondang ternyata tidak hanya di
laksanakan di tempat-tempat ibadah saja, akan tetapi semaan
al-Qur’an tersebut juga dilaksanakan pada acara Walimatul
‘Ursy dengan mengaharap ridho dari Allah supaya
pernikahannya diberi kelanggengan hingga akhir hayat, dan
bisa membangun keluarga yang sejahtera. Selain itu kegiatan
tradisi tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari
orang meninggal maupun haul yang biasa dilakukan satu
tahun sekali untuk mengirim do’a yang dilaksanakan pada
tanggal atau hari meninggalnya, yang diperingati dengan
mengisi semaan al-Qur’an, selain diisi dengan semaan juga
diisi dengan bacaan manaqib dimalam harinya. Selesai acara
para tamu undangan akan pulang ke rumah masing-masing
diberi “berkat”14 sebagai shodaqohnya simayit dengan
beranggapan supaya simayit diberi kelapangan kuburnya.
Kegiataan semaan dan ritual-ritual yang diadakan
masyarakat yang memiliki hajat tertentu, berbeda dengan
kegiatan semaan yang diadakan di tempat-tempat ibadah di
Desa Kalikondang. Semaan yang di laksanakan ditempat
ibadah hanya membaca tiga juz al-Qur’an dengan diisi ritual-
13
Mengharapkan Manfaat atau Keberkahan. 14
Nasi Berkat: makanan yang didapat dari acara-acara kaum muslimin.
-
ritual keagamaan dan tausiyah, sedangkan semaan al-Qur’an
ketika memiliki hajat tertentu dibaca dalam waktu sehari
khatam tiga puluh juz dengan diisi ritual sesuai keinginan tuan
rumah. Melihat dari gejala-gejala sosial yang tampak di
masyarakat Kalikondang ini, yang menempatkan al-Qur’an
sebagai sesuatu yang riil dipahami dan dialami oleh
masyarakat, misal dalam sebuah acara hajatan dalam konteks
ini semaan bisa dipahami sebagai fungsi al-Qur’an yang
tumbuh di masyarakat sebagai Qur’an in Everyday.
Mengingat banyaknya kegiatan semaan al-Qur’an di
Desa Kalikondang Demak, maka dalam penelitian ini penulis
membatasi pada kegiatan Walimatul ‘ursy dan kirim do’a
orang meninggal yang diisi dengan semaan al-Qur’an.
Pembatasan tersebut tidak dalam arti menganggap kurang
penting kegiatan-kegiatan semaan lain, namun menurut
penulis dua prosesi semaan tersebut (walimatul ursy dan kirim
do’a orang meninggal) lebih memiliki ciri khas tersendiri yang
berbeda dari kegiatan semaan yang lain (di masjid, mushola
dan majlis-majlis)
Berangkat dari fenomena yang terjadi di dalam
masyarakat Kalikondang, penulis merasa tertarik untuk
meneliti fenomena “Tradisi”15 semaan al-Qur’an, maka dari
itu penulis mengangkat tema tersebut ke dalam judul
penelitian yang akan dilakukan yaitu: TRADISI SEMAAN
AL-QUR’AN DALAM ACARA WALIMATUL ‘URSY
15
kata Tradisi memiliki dua arti yakni : (1) adat kebiasaan turun
temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh masyarakat, dan (2)
penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik, benar, seperti: perayaan hari besar agama itu jangan hanya merupakan
perayaan, tetapi harus dimaknai maknanya. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi. IV (Jakarta: PT Gramedia, 2002), 1208
-
DAN KIRIM DO’A ORANG MENINGGAL DI DESA
KALIKONDANG DEMAK TAHUN 2018 (STUDI LIVING
QUR’AN)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan masalah yang akan diangkat antara lain:
1. Bagaimana praktik semaan al-Qur’an dalam acara
walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang meninggal di Desa
Kalikondang ?
2. Apa yang menjadi dasar tradisi semaan al-Qura’an dalam
acara walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang meninggal ?
3. Bagaimana makna semaan al-Qur’an dalam acara
walimatu ‘ursy dan kirim do’a orang meninggal bagi
masyarakat Desa Kalikondang ?
C. Tujuan dan Manfaat
Dari rumusan masalah diatas, tujuan penulis meneliti hal
tersebut antara lain:
1. Untuk mendeskripsikan praktik kegiatan semaan al-
Qur’an dalam acara walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang
meninggal di Desa Kalikondang.
2. Untuk mengetahui apa yang mendasari masyarakat tentang
kegiatan semaan al-Qur’an dalam acara walimatul ‘ursy
dan kirim do’a orang meninggal.
3. Untuk mendeskripsikan makna dari kegiatan semaan al-
Qur’an bagi masyarakat Kalikondang, Demak.
D. Kegunaan Penelitian
-
Fokus penelitian ini akan mengkaji tradisi semaan al-
Qur’an dalam acara Walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang
meninggal di Desa Kalikondang, Kecamatan Demak,
Kabupaten Demak. Secara garis besar, kegunaan penelitian ini
adalah:
a. Secara Teoritis
Dari aspek akademik penelitian ini diharapkan dapat
menambah bahan pustaka Living Qur’an,sehingga
diharapkan bisa berguna untuk masyarakat muslim di
Indonesia dalam memperlakukan atau menggunakan al-
Qur’an.
b. Secara Praktis
Penulisan ini dimaksudkan untuk membantu
memperkenalkan salah satu bentuk keanekaragaman
khazanah sosio-kultur masyarakat Muslim Indonesia, guna
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya
menjadikan al-Qur’an sebagai bagian dalam hidup.
E. Tinjauan Pustaka
Sepanjang penelurusan penulis, telah ada penelitian
yang berkaitan dengan Study Living Qur’an. Dalam tinjauan
pustaka ini penulis membaginya menjadi dua variabel,
pertama, karya yang membahas tentang living Qur’an, kedua:
karya yang membahas tentang tradisi pembacaan al-Qur’an
diantaranya:
1. Skripsi Didik Andriawan: Penggunaan ayat-ayat al-
Qur’an sebagai pengobatan (studi living al-Qur’an pada
praktik pengobatan Dr. KH. Komari Saifulloh, pesantren
Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo,
Kabupaten Nganjuk), UIN SUKA Yogyakarta, 2013.
-
Skripsi ini menjelaskan bagaimana cara pengobatan dan
ayat-ayat yang digunakan oleh Tabib Komari Saifulloh
yang berjumlah kurang dari 11 ayat.
2. Skripsi Khoirul Ulum Pembacaan al-Qur’an di
Lingkungan Jawa Timur (studi masyarakat Grujugan
Bondowoso) UIN SUKA Yogyakarta, 2009. Hasil
penelitiannya dijelaskan bahwa pembacaan al-Qur‟an di
masyarakat Grujugan terdapat dua kategori yaitu pertama,
rutinan, biasanya sesuai kesepakatan ketika awal
pembentukan, seperti yasinan, tahlilan dan khatmil
Qur’an. Kedua, Insidental, pelaksanaannya disesuaikan
dengan permintaan shohibul hajah. Sedang makna dari
pembacaan al-Qur’an bagi masyarakat Grujugan antara
lain sebagai kitab bacaan mulia, obat hati, dan sebagai
sarana perlindungan dari bahaya di hari akhir. Tujuannya
sendiri terdapat tiga aspek yaitu : spiritual, ekonomi, dan
sosial16.
3. Skripsi Aida Hidayah : Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’An
Sebagai Metode Pengobatan Bagi Jasmani (Studi Living
Qur’An Di Kabupaten Demak Jawa Tengah), UIN SUKA,
Yogyakarta, 2011. Skripsi ini meneliti tentang penggunaan
ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan sebagai pengobatan
jasmani oleh masyarakat Demak, skripsi ini juga
mengungkap tentang kemanjuran ayat-ayat al-Qur’an yang
digunakan sebagai obat yang terkandung dalam
bacaannya.17
16
Skirpsi Khoirul Ulum. Pembacaan al-Qur’an di Lingkungan Jawa
Timur (Studi Masyarakat Grujugan Bondowoso. Skripsi Sarjana Tafsir Hadits
dan Dakwah. (Yogyakarta: Perpustakaan UIN SUKA, 2009) 17
Aida Hidayah. Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an sebagai Metode
Pengobatan bagi Jasmani (Studi Living Qur’an di Kabupaten Demak Jawa
-
4. Skripsi Samsul Arifin : Menggali Makna Khataman Al-
Qur’an Dipondok Pesantren Giri Kusumo Demak Jawa
Tengah(Studi Living Qur’an), IAIN Salatiga, 2018.
Skripsi ini meneliti tentang makna khatamaan al-Qur’an
yang dilaksanakna di Pondok Giri Kusumo Demak yang di
lakukan dengan cara bil-Ghaib (tanpa melihat teks). Surat
yang dibaca yaitu surat adh-Dhuha sampai surat an-Nas
yang dibacakan oleh santri khufadz secara bergantian dan
dimulai dengan tawasul, khataman al-Qur’an, doa
khataman Qur’an, pembacaan rothibul ‘athos, pembacaan
maulid adh-Dziba’iy, mahalul qiyam, mauidhoh dengan
bertujuan supaya diberi ketenangan batin dan
kenyamanan, mudah dalam berfikir dan memahami
pelajaran.
5. Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun
2008, yang ditulis oleh Uswatun Hasanah dengan judul
Studi terhadap Tujuan Membaca Al-Qur’an Masyarakat
Dusun Sukorejo Desa Kenteng Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang jawa Tengah.” Dalam skripsi
tersebut, dijelaskan tentang beragam tujuan membaca al-
Qur’an bagi masyarakat Dusun Sukorejo, antara lain: 1).
Sebagai ibadah; 2) Sebagai media pengobatan; 3) Sebagai
wirid; 4) Sebagai jimat; 5) Sebagai mahabbah.
Dari paparan literatur diatas, beberapa praktik
living Qur’an telah banyak dikaji oleh akademisi, namun
kajian living Qur’an yang akan di teliti penulis berbeda
dengan penelitian sebelumnya. Disini penulis akan
menguraikan tentang bagaimana signifikansi tradisi
Tengah). Skripsi Sarjana Tafsir Hadits dan Dakwah. (Yogyakarta: Perpustakaan
UIN SUKA, 2011), 46.
-
semaan al-Qur’an dalam acara walimatul ‘urys dan kirim
do’a orang meninggal yang terjadi di Desa Kalikondang
Demak, dan juga bagaimana persepsi masyarakat dalam
memahami makna al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Disinilah terletak perbedaan penelitian penulis dengan
penulis yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu,
penulis merasa berkesempatan membahas beberapa hal di
atas, agar memperoleh pemahaman dengan fokus bagai
mana tradisi semaan al-Qur’an prespektif Desa
Kalikondang Kabupaten Demak (dalam acara walimah
dan kirim do’a orang meninggal).
F. Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan pada penulisan
penelitian Living Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan
(field research), yakni penelitian yang berbasis data-data
lapangan terkait dengan subjek penelitian ini. Metode
yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi. Fenomenologi adalah
pendekatan yang menyikap fenomena asli sebelum
ditafsirkan oleh suatu klompok atau masyarakat, yakni
fenomena apa adanya, yang masih murni dipahami oleh
suatu klompok masyarakat tertentu.18 Karena pendekatan
ini bertugas menjelaskan atau mengungkap sebuah arti
fenomena pengalaman yang dirasakan oleh suatu
18
Hardiman, F. Budi. Heddeger dan Mistik Keseharian, Suatu
Pengantar Menuju Sein dan Zeit. (Bandung: Sinar Biru,1991), 6.
-
masyarakat dalam kesadaran yang terjadi pada beberapa
individu.19
2. Objek penelitian
Objek dari penelitian dalam hal ini adalah tradisi
semaan al-Qur’an yang ada di Desa Kalikondang
Kabupaten Demak.
3. Subjek penelitian
Subjek penelitian sekaligus sebagai sumber data
dalam penelitian ini adalah masyarakat Kalikondang,
karena menurut pengamatan sementara penulis,
masyarakat tersebut memiliki keunikan tersendiri.
Keunikan yang dimaksud adalah adanya kegiatan semaan
al-Qur’an yang dilakukan di masjid, mushola, dan rumah
warga yang memiliki hajat tertentu. Namun penulis
membatasi subjek penelitian ini dengan mencari sumber
data dari warga yang memiliki hajat pernikahan dan
mengirim do’a untuk orang yang sudah meninggal.
4. Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis
dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Observasi langsung
Penelitian mengenai tradisi semaan al-Qur’an
ini penulis menggunakan metode observasi terlibat.
Tehnik ini digunakan untuk melakukan pengamatan
19
Mustaqim, Abdul. Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Tafsir.
(Yogyakarta: LSQ Idea Press, 2014), 109.
-
langsung terhadap lingkungan masyarakat
Kalikondang, sehingga menghasilkan data yang lebih
rinci. Penulis dengan berpedoman kepada desain
penelitiannya akan mengunjungi lokasi penelitian
untuk mengamati secara langsung berbagai hal dan
kondisi yang ada dilapangan. Karena banyaknya
kegiatan semaan yang terjadi di masyarakat
Kalikondang, jadi penulis mencoba membatasi
kegiatan semaan yang akan dilakukan pengamatan
dengan terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan
yang akan penulis teliti seperti acara semaan dalam
acara pernikahan, dan semaan yang dilaksanakan
ketika mengirim do’a orang yang sudah meninggal.
b. Interview (wawancara)
Metode wawancara adalah metode yang
digunakan untuk memperoleh informasi secara
langsung dan mendalam kepada seorang responden
yang mana responden tersebut mengungkap perasaan,
motivasi, atau kenyakinannya terhadap suatu topik.20
Peneliti melakukan wawancara semi struktur
kepada warga masyarakat desa Kalikondang, warga
yang mempunyai hajat pernikahan ataupun mengirim
do’a untuk orang yang sudah meninggal, dan tentunya
peneliti juga mewawancarai yang di undang untuk
mengisi semaan al-Qur’an (Khafidz/Khafidzoh) dan
yang menyimaknya.
Wawancara semi struktur adalah wawancara
yang sebelum pelaksanaan sudah dilakukan persiapan
20
Istijanto. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi
Dimensi-Dimensi Kerja Karyawan. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), 38.
-
seperti daftar pertanyaan, namun saat wawancara
berlangsung tidak menutup kemungkinan untuk
improvisasi memunculkan pertanyaan baru. Hal ini
agar data yang diperoleh lebih mendalam dan proses
wawancara berlangsung baik.
Sehingga diperoleh data seputar permasalahan
penelitian secara lengkap mengenai tradisi semaan al-
Qur’an yang ada di Desa Kalikondang Demak.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi yang penulis gunakan
bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait
dengan tema penelitian meliputi gambar-gambar
selama pelaksanaan semaan al-Qur’an berlangsung
seperti foto-foto pelaksanaan kegiatan semaan
berlangsung, tempat pelaksanaan, dan dokumentasi
ketika melakukan wawancara. Disini penulis akan
mendokumentasikan semua aktivitas yang
berhubungan dengan pelaksanaan tersebut. Metode ini
digunakan upaya menyempurnakan data-data yang
diperoleh dari metode-metode observasi dan
interview.
Melalui metode pengumpulan data ini, maka
data yang dapat diperoleh adalah berupa data primer
dan data sekunder.21
a) Data primer, merupakan data pokok dalam
penelitian ini, yang termasuk data-data primer
dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
21
Saifuddin, Azwar. Metode Penelitian. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), 6.
-
dari hasil observasi, dokumentasi dan dari hasil
wawancara.
b) Data sekunder, merupakan data yang diperoleh
dari sumber yang bukan asli memuat informasi
atau data tersebut. Data sekunder diperoleh lewat
pihak-pihak lain, tidak langsung diperoleh penulis
dari subjek penelitian.
d. Analisis Data
Analisis data adalah proses menyusun data
agar mudah ditafsirkan yang bertujuan agar data yang
telah ditemukan dalam penelitian bisa ditangkap
maknanya, tidak sekedar deskripsi belaka. Adapun
langkah-langkah analisa data dilakukan melalui
reduksi data, display data, mengambil kesimpulan, dan
verifikasi (Nasution, 2003: 129)
Aktivitas dalam analisis data kualitatif ini ada
tiga yaitu:
1) Tahap Reduksi Data
Data yang diperoleh dari lapangan dicatat
secara teliti dan rinci, kemudian dirangkum
dengan cara memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta
dicari tema dan polanya sehingga memudahkan
untuk pengumpulan data-data nantinya.
2) Penyajian Data (display data)
Penyajian data yang dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagian, hubungan antar
kategori dan sejenisnya. Dalam hal ini adalah
-
berupa teks yang sifatnya naratif dan dapat pula
berupa grafik, matrik, jaringan kerja (network) dan
juga berupa chart.
3) Penarikan kesimpulan dan Verivikasi
Mengambil kesimpulan dan verifikasi.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sejak awal
dapat merumuskan kesimpulan tentang makna dari
data yang terkumpul melalui observasi dan
wawancara. Tetapi karena sifatnya masih tentatif
maka agar kesimpulan dapat lebih grounded
diperlukan data yang lebih banyak dan bertambah,
sementara verifikasi tetap dilakukan secara singkat
mencari data baru (Nasution, 2003: 130)
G. Validitas Data
Keabsahan data (validitas data) menurut Nasution
dapat di tempuh dengan beberapa cara, (Nasution,2003; 114-
118) dapat dengan:
a. Memperpanjang massa observasi.
b. Pengamatan yang terus menurus.
c. Trianggulasi.
d. Membicarakan dengan orang lain.
e. Menganalisis kasus negatif.
f. Menggunakan bahan referensi.
g. Mengandakan sumber check
Untuk menguji validitas data skripsi ini, maka
digunakan metode trianggulasi yaitu mengchek kebenaran
-
data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang
diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian
lapangan, pada waktu yang berlainan, dan sering dengan
menggunakan metode yang berlainan. Prosedur ini sangat
banyak memakan waktu, akan tetapi di samping mempertinggi
validitas juga memberi kedalaman hasil penelitian.22 Dengan
teknik ini, data dalam proses penelitian akan memiliki
peningkatan kekuatan dibanding dengan satu teknik atau satu
pendekatan saja.23
Langkah praktis trianggulasi data sekaligus
pembagianya adalah, (1) trianggulasi sumber, yaitu mengecek
data dari berbagai sumber. Langkah ini dapat dilakukan
dengan mengecek pelaku, pembaca (khufadz), penyimak, tuan
rumah, dan masyarakat; (2) trianggulasi teknik, yaitu
mengecek data dari sumber yang sama dengan teknik berbeda.
Yang perlu dilakukan adalah pengechekan data menggunakan
wawancara, observasi, dan dokumentasi pada objek yang
sama; (3) trianggulasi waktu, yaitu pengechekan data dengan
waktu yang berbeda pada objek yang sama.24
Meleong, terkait dengan hal ini menyebutkan empat
macam trianggulasi sebagai tehnik pemeriksaan yang
memanfaatkan sumber, metode, penyidik.
(Meleong,2011:324) oleh karena itu, penulis menggunakan
teknik trianggulasi dengan pemanfaatan penggunaan metode.
Yakni dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan
data hasil wawancara dan sebaliknya menggunakan data hasil
22
S. Nasution. Metodologi Peneitian Naturalistik Kualitati. (Bandung:
Tarsito, 2002), 115. 23
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif Dan R&D. (Bandung:
Alfabeta, 20011), 85. 24
Ibid. 274.
-
wawancara dengan pengamatan kembali, disamping
penggunaan trianggulasi sumber.
Hal-Hal yang harus diperhatikan oleh Peneliti Living Qur’an
Dalam penelitian living Qur’an, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan oleh peneliti sebagai berikut:
1. Penelitian living Qur’an dengan menggunakan pendekatan
sosiologis fenomenologis tidak berpretensi untuk
menghakimi (Judgment) fenomena yang terjadi dengan
label benar, salah, sunnah, bid’ah, shar’iyyah. Penelitian
living Qur’an semata-mata berusaha melakukan
“pembacaan” obyektif terhadap fenomena keagamaan
yang berkaitan langsung dengan al-Qur’an.
2. Living Qur’an tidak dimaksudkan sebagai pemahaman
individu atau masyarakat dalam memahami (menafsirkan)
al-Qur’an, akan tetapi bagaimana al-Qur’an itu direspon
dan dipahami masyarakat Muslim dalam realitas
kehidupan sehari-hari menurut konteks pergaulan sosial
dan budaya setempat.
3. Tujuan penelitian living Qur’an adalah untuk menemukan
makna dan nilai-nilai (meaning and values) yang melekat
pada sebuah fenomena sosial keagamaan berupa praktek-
praktek ritual yang berkaitan langsung dengan al-Qur’an
yang diteliti.25
25
Dedi Junaidi, Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam
Kajian Al-Qur’an Dalam Journal Of Qur’an And Hadis Studies (Vol. 4, No. 2, 2015), 184.
-
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan adalah merupakan hal yang
penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-
garis besar dari masing-masing bab.
Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan
sistematis mengenai tradisi semaan al-Qur’an di Desa
Kalikondang Kabupaten Demak tersebut serta mudah untuk
difahami, maka pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari
lima bab, yang mana tiap babnya akan dibagi dalam beberapa
sub bab agar mudah untuk difahami. Untuk lebih jelasnya
penulis menguraikannya seperti berikut:
BAB I Terdiri dari: Pendahuluan yang mana meliputi
Latar belakang masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian,
Kerangka teori, Metode penelitian, Tinjauan pustaka, dan
Sistematika penulisan. Bab ini diharapkan dapat memberikan
gambaran umum tentang seluruh rangkaian penulisan skripsi
sebagai dasar pijakan bagi pembahasan berikutnya, serta
sebagai arah bagaimana penelitian akan dilakukan.
BAB II Pada bab ini berisi Landasan teori yang
didalamnya memuat diskripsi Living Qur’an, pengertian
semaan dan Kajian living Qur’an.
BAB III Dalam bab ini akan memaparkan hasil
penelitian yang meliputi: Gambaran umum Desa Kalikondang,
Sejarah semaan al-Qur’an dan Pelaksanaan semaan al-Qur’an
dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim do’a orang meninggal
di Desa Kalikondang Kecamatan Demak Kabupaten Demak
-
BAB IV Pada bab ini berisi Analisis tentang kegiatan
semaan al-Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim
do’a orang meninggal di Desa Kalikondang. Pembahasannya
meliputi bagaimana praktik kegiatan semaan al-Qur’an, apa
saja yang menjadi dasar dari kegiatan semaan al-Qur’an serta
bagaimana masyarakat memahami dasar tersebut, dan juga
mengenai seperti apa makna dan pengaruh kegiatan semaan
al-Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim do’a orang
meninggal bagi masyarakat Kalikondang Kabupaten Demak.
BAB V Merupakan bab terakhir dari keseluruhan
pembahasan yang berisi kesimpulan, saran, serta kata penutup.
Dan juga sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam
rumusan masalah.
-
BAB II
LANDASAR TEORI
A. Pengertian Living Qur’an
Para pakar studi Qur’an hampir senada dalam
mendefinisikan istilah Living Qur’an. M. Mansur memahami
Living Qur’an sebagai kajian atau penelitian ilmiah tentang
berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an
atau keberadaan al-Qur’an di sebuah komunitas muslim
tertentu.26 Muhammad memaknai Living Qur’an sebatas al-
Qur’an yang hidup.27 Muhammad Yusuf menyebut bahwa
Living Qur’an adalah studi tentang fenomena sosial yang lahir
terkait dengan kehadiran al-Qur’an dalam wilayah geografi
tertentu dan (mungkin) masa tertentup pula.28 Abdul
Mustaqim membatasi Living Qur’an sebagai kajian yang lebih
menekankan pada aspek respon masyarakat terhadap
kehadiran al-Qur’an.29 Sahiron Syamsuddin berpendapat
26
M. Mansur. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living
Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed), Metodologi Penelitian Living
Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007) 8. 27
Muhammad. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living
Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed). Metodologi Penelitian Living
Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007) 12 28
Yusuf, Muhammad. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian
Living Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed). Metodologi Penelitian Living
Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007)39. 29
Mustaqim, Abdul. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living
Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed). Metodologi Penelitian Living
Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007) 68.
-
bahwa Living Qur’an adalah teks al-Qur’an yang hidup di
masyarakat.30
Dari beberapa pendapat tentang definisi tersebut,
kiranya dapat disimpulkan bahwa Living Qur’an adalah
mempelajari kehadiran al-Qur’an yang tumbuh di dalam
masyarakat.
B. Semaan al-Qur’an
1. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an secara etimologi di ambil dari kata
Iqra’ yang berarti sesuatu yang dibaca. Jadi, arti al-Qur’an
secara lughawi adalah sesuatu yang dibaca. Berarti
menganjurkan kepada umat agar membaca al-Qur’an,
tidak hanya dijadikan hiasan rumah saja. Secara
terminologi al-Qur’an, sebagaimana yang disepakati oleh
para ulama dan ahli ushul fiqh adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an adalah firman Allah atau kalam Allah,
bukan perkataan malaikat jibril (ia hanya penyampai
wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi (beliau hanya
menerima wahyu al-Qur’an dari Allah), dan bukan
perkataan manusia biasa, mereka hanya berkewajiban
untuk melaksanakannya.
b. Al-Qur’an hanya diberikan kepada Nabi Muhammad
Saw, tidak diberikan kepada Nabi-Nabi sebelumnya.
Kitab suci yang diberikan kepada para Nabi
sebelumnya namanya bukan al-Qur’an. Zabur
30
Syamsuddin, Sahiron. “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-
Qur’an dan Hadis” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an & Hadis. (Yogyakarta: TH-Press, 2007). XIV
-
diberikan kepada Nabi Daud, Taurat kepada Nabi
Musa, dan Injil kepada Nabi Isa.
c. Al-Qur’an sebagai mukjizat, maka tidak seorang pun
dalam sejarah sejak awal turunnya sampai era modern
dari masa ke masa yang mampu menandinginya, baik
secara perseorangan maupun secara kelompok,
sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan sekalipun ayat
atau surah yang pendek.
d. Diriwayatkan secara mutawatir, artinya diterima dan
diriwayatkan banyak orang, tidak sedikit jumlahnya
dan mustahil mereka bersepakat dusta dari masa ke
masa secara berturut-turut sampai kepada kita.
e. Membacanya dicatat sebagai amal ibadah. Hanya
membaca al-Qur’an sajalah di antara sekian banyak
bacaan yang dianggap ibadah sekalipun pembaca tidak
tau maknanya, apalagi jika mengetahui maknanya dan
dapat merenungkan serta mengamalkannya. Nabi
Muhammad Saw bersabda bahwa setiap satu huruf
pahalanya sepuluh kebaikan. Bacaan-bacaan yang lain
tidak dinilai ibadah, kecuali disertai niat yang baik
seperti mencari ilmu. Jadi, pahalanya adalah pahala
mencari ilmu, bukan substansi bacaan sebagaimana
membaca al-Qur’an.
2. Nama-Nama Lain Al-Qur’an
1) Al-Qur’an (bacaan), dinamakan al-Qur’an agar
menjadi bacaan dan dibaca oleh umat Islam.
2) Al-Furqan (pembeda), karena ia membedakan antara
hak dan yang batil.
3) Nama Adz-Dzikir (ingat) agar dijadikan dzikir untuk
mengingat kepada Allah.
-
4) Al-Mau’izhah karena ia sebagai petunjuk dan sebagai
nasihat bagi pembacanya, yakni umat Islam agar
mereka mengikuti petunjuk-petunjuk yang
dinasihatkan.31
Dilihat dari segi masa atau tempat turunnya, al-
Qur’an terbagi menjadi dua macam, yaitu surah Makiyah
dan surah Madaniyah.
a. Surah Makiyah, yaitu surah-surah yang diturunkan
sebelum Nabi berhijrah ke Madinah, sekalipun
turunnya di luar Mekah.
b. Surah Madaniyah, yaitu surah-surah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw setelah berhijrah ke
Madinah, sekalipun diturunkan di Mekah.
Sejarah mengenai turunnya al-Qur’an bahwa al-
Qur’an mulai diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
pada malam Lailat al-Qadr 17 Ramadhan pada tahun 2 H.
Wahyu pertama kali diterima Nabi Muhammad Saw
adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5 pada waktu Nabi
Muhammad bersembunyi (ber-khalwat) di Gua Hira untuk
beribadah. Sedangkan surat yang terakhir diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw adalah surat Al-Maidah (5)
: 3 pada saat beliau sedang wukuf di Padang Arafah
melaksanakan haji wada’ pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun
ke 10 Hijriyah.
3. Hifdzul Qur’an
Kata Hifdzul berasal dari bahasa Arab Hafadza
yang berarti menjaga atau menghafalkan, sedangkan
Hifdzul Qur’an adalah menjaga atau menghafalkan firman
Allah atau kalam Allah. Tujuan dari Hifdzul Qur’an
adalah untuk menjaga al-Qur’an dan sebagai sarana
31
Majid, Abdul. Praktikum Qira’at. (Jakarta: Amzah, 2011). 1-4
-
mendekatkan diri kepada Allah Swt karena membaca al-
Qur’an secara langsung atau dengan hifdzul seolah-olah
berdialog dengan Allah Swt. Adapun cara-cara
menghafalkan al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Berguru secara Musyafahah.
b. Niat membaca dengan ikhlas.
c. Dalam keadaan suci.
d. Memilih tempat yang pantas dan suci.
e. Menghadap kiblat dan berpakaian sopan.
f. Bersiwak (gosok gigi).
g. Membaca Ta’awwudz.
h. Membaca al-Qur’an dengan tartil.
i. Merenungkan makna al-Qur’an.
j. Khusyu’ dan Khudzu’.
k. Memperindah suara.
l. Menyaringkan suara untuk mempermudah dalam
menghafalkan.
m. Tidak dipotong dengan pembicaraan lain.
n. Tidak melupakan ayat-ayat yang sudah dihafal.
o. Mengulang-ulang ayat-ayat Al-Qur’an supaya dapat
masuk dan menempel di otak.
p. Mengulang hafalan dengan membacanya tiap hari
supaya tidak lupa atau hilang.
4. Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Membaca al-Qur’an merupakan pekerjaan yang
utama, yang mempunyai berbagai keistimewaan dan
kelebihan dibandingkan dengan membaca bacaan yang
lain. Adapun keutamaan membaca al-Qur’an diantaranya
sebagai berikut:
-
a. Menjadi manusia yang terbaik.
b. Orang yang mahir membaca al-Qur’an tingkatannya
bersama para malaikat.
c. Al-Qur’an sebagai hidangan Allah.
d. Rumah dibacakan al-Qur’an dihadiri para malaikat dan
menjadi leluasa bagi penghuninya.
e. Rumah yang dibacakan al-Qur’an terpancar sinar
hingga ke penduduk langit.
f. Membaca al-Qur’an akan menjadikan begitu banyak
kebaikan dan keberkahan.
g. Membaca al-Qur’an akan memperindah pembacanya.
h. Membaca al-Qur’an Adalh penerang bagi hati.
i. Membaca al-Qur’an sangat bermanfaat bagi pembaca
dan orangtuanya.
j. Pembaca al-Qur’an tidak akan terkena bencana di hari
kiamat kelak.
k. Al-Qur’an memberi syafa’at kepada pembacanya.
l. Bacaan al-Qur’an mengharumkan pendengarnya
dengan minyak dan misik (minyak kasturi).32
5. Pengertian Semaan Al-Qur’an
Kata Semaan di ambil dari bahasa Arab sami’a,
yasma’u, sam’an yang berarti mendengarkan/menyimak.33
Sedangkan semaan al-Qur’an yaitu kegiatan muslim
mendengarkan, menyimak lantunan Ayat-ayat suci
Alqur’an yang dilantunkan oleh Khufadzul Qur’an
(penghafal al-Qur’an). Dengan tujuan untuk belajar al-
Qur’an lebih dalam melalui semaan, mendekatkan diri
kepada Allah untuk jalan menuju taubat sekaligus menjadi
32
Ibid. 55-60 33
Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. (Ciputat: PT. Muhammad Yunus Wadzurriyyah, 2007). 179
-
sarana introspeksi diri, mengadu, silaturrahim antar
sesama ummat Islam dan do’a bersama. Sekaligus sebagai
sarana ungkapan cinta kita kepada Allah, Rasulullah,
Shahabat, Auliya’, Salafushsholih, Ulama’, Orang tua dan
segenap saudara muslim (yang masih hidup atau yang
sudah meninggal).
Kegiatan semaan al-Qur’an bertujuan untuk
beribadah kepada Allah semata demi mendapatkan
keselamatan kelak diakhirat dan bukan untuk kepentingan
dunia. Sekaligus sebagai pembelajaran miniatur kehidupan
bagi manusia agar merasa sadar telah diciptakan oleh
Allah didunia dan tujuannya hanya untuk beribadah serta
mendekatkan diri kepada-Nya.
Dalam QS. Al-Anfal ayat 2 juga menjelaskan:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati
mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya
kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal :
2) 34
Kemudian dalam Bahasa Indonesia menjadi
“Simaan” atau “Simak”, dan dalam Bahasa Jawa disebut
“Semaan”. Dalam penggunaanya, kata ini tidak
34
Al-Qur’an (Departemen Agama RI, 2012: 177).
-
diterapkan secara umum sesuai asal maknanya, tetapi
digunakan secara khusus kepada suatu aktivitas tertentu
para santri atau masyarakat umum yang membaca dan
mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an. Tidak hanya
sekadar membaca dan mendengar al-Qur’an, penggunaan
kata semaan saat ini secara ketat disematkan kepada
sejumlah orang yang membaca dan menghafal al-Qur’an
dengan cara menghafalnya.
Dalam pengertian ini, Semaan dapat dijadikan
sebagai metode menghafal al-Qur’an yaitu biasanya
berkumpul minimal dua orang, atau bisa juga lebih, yang
salah satu di antara mereka ada yang membaca al-Qur’an
(tanpa melihat teks ayat), sementara yang lainnya
mendengar serta menyimaknya. Pendengar sangat
bermanfaat dalam metode hafalan ini, sebab mereka bisa
melakukan koreksi atau membenarkan jika pelantun al-
Qur’an itu membacanya salah. Ada pula pengertian bahwa
semaan adalah kegiatan membaca dan mendengarkan al-
Qur’an berjama’ah atau bersama-sama, di mana dalam
semaan itu juga selain mendengarkan al-Qur’an, yang
hadir (Sami’in) juga bersama-sama melakukan ibadah
sholat wajib secara berjama’ah juga sholat-sholat sunnah
yang lain, dari ba’da subuh hingga khatamnya.35
C. Tradisi Semaan Al-Qur’an Di Masyarakat
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan
bahwa arti dari kata tradisi dalam kamus besar bahasa
Indonesia memiliki dua arti yakni : (1) adat kebiasaan turun
35
(Arif, 2012, Semaan,) http://www.nu.or.id/post/read/40612/semaan : diakses 2 November 2018
http://www.nu.or.id/post/read/40612/semaan
-
temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh
masyarakat, dan (2) penilaian atau anggapan bahwa cara-cara
yang telah ada merupakan yang paling baik,benar, seperti:
perayaan hari besar agama itu jangan hanya merupakan
perayaan, tetapi harus dimaknai maknanya.36
Jadi tradisi Semaan adalah kebiasaan membaca dan
mendengarkan al-Qur’an secara bersama-sama yang mana hal
tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat (terutama di desa
kalikondang) yang pelaksanaannya dianggap sebagai nilai
sosial, dan dalam pelaksanaan kegiaatan semaan terdapat
ritual yang dilakukan baik sebelum atau setelah acara semaan
al-Qur’an.
a. Tradisi semaan al-Qur’an dalam Walimatul ‘Ursy
(pernikahan).
Agama Islam telah mensyari’atkan kepada kita
semua untuk mengumumkan sebuah pernikahan. Hal itu
bertujuan untuk membedakan dengan pernikahan rahasia
yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu,
pengumuman tersebut juga bertujuan untuk menampakkan
kebahagiaan terhadap sesuatu yang dihalalkan oleh Allah
SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam pernikahan
dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan
dalam ikatan itu juga, akan tertepis semua prasangka
negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang curiga,
seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang
wanita, itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan
kepada umat Islam untuk menyiarkan akad nikah atau
36
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi.IV (Jakarta: PT Gramedia, 2002), 1208.
-
mengadakan suatu walimah untuk mengumumkan acara
perkawinannya di proses walimatul ‘urs pada khalayak
umum.37
Dari Aisyah, bahwa Nabi saw bersabda:
Artinya: “Dari Aisyah telah berkata Rasulullah
saw: Umumkan pernikahanmu, tempatkanlah di masjid,
dan pukullah musik rebana”. (HR.Tirmizi).38
Walimah berasal dari kata walimah ( ) artinya
pesta atau kenduri.39 dalam versi lain, walimah secara
etimologi terbentuk dari kalimat yang artinya
berkumpul, dan secara syar’i bermakna sajian makanan
yang dihidangkan untuk merayakan suatu kebahagiaan.40
sedangkan al-Ursy artinya pesta perkawinan.41
Menurut Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah
walimah berarti penyajian makanan untuk acara pesta.
Ada juga yang mengatakan, walimah berarti segala macam
makanan yang dihidangkan untuk acara pesta atau yang
lainnya.42
37
Ali Ash-Shabuni, Muhammad. Hadiah Untuk Pengantin. (Jakarta:
Mustaqim, 2001), 302. 38
Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi. al-jami’ al-Sahih. juz III,
407. 39
Yunus, Mahmud. Kmus Arab-Indonesia. (Ciputat: PT. Muhammad Yunus Wadzurriyyah, 2007), 506.
40 Ahmad bin Umar As Syathiri. Al Yaqutunnafis. (Surabaya: Al
Hidayah, 1369 H), 147. 41
Op chit. 346 42
Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah. Fiqhi Wanita Edisi Lengkap. (Jakarta: Pustaka, 1996), 516.
-
Menurut Imam Muhammad bin Ismail ash-
Shan’ani walimatul ursy ( ) adalah sebagai
tanda pengumuman (majelis) untuk pernikahan yang
menghalalkan hubungan suami isteri dan perpindahan
status kepemilikan.43
Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, Walimah juga
dapat diartikan dengan kata walm yang berarti
perhimpunan, karena pasangan suami istri berhimpun.
Walimatul ‘ursy adalah hidangan khusus dalam acara
pernikahan yang dalam kamus bahasa Arab makna
walimatul‘ursy adalah makanan acara pernikahan, atau
setiap makanan yang dibuat untuk undangan yang
lainnya.44
Menurut Imam Masrudi: Walimah adalah acara
pernikahan yang bertujuan memberitahukan akan
berlangsungnya pernikahan dan sebagai rasa syukur atas
karunia Allah SWT. Yang dianugerahkan kepada kedua
mempelai sehingga menjadi syiar Islami di tengah
masyarakat agar tergugah keinginan bagi para pemuda
untuk dapat melangsungkan pernikahan.45
Sedangkan walimah dalam literatur arab secara
arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan
dan tidak digunakan untuk perhelatan diluar perkawinan.
43
Imam Muhammad bin Ismail ash-Shan’ani. Subulus Salam Syarah Bulughul Maram. Terj. Ali Nur Medan Jus 3 (Jakarta: Darus Sunnah Press,
2013) 153-154. 44
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunah. Cet. 1. (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), 215
45Masrudi, Imam. Bingkisan Pernikahan. Cet. 1 (Jakarta: Lintas
Pustaka, 2006), 76
-
Berdasarkan pendapat ahli bahasa diatas untuk selain
kesempatan perkawinan tidak digunakan kata walimah
meskipun juga menghidangkan makanan.46
Berbagai penjelasan yang bersumber dari para
ulama dan tokoh Islam di atas maka yang dimaksudkan
dengan walimatul ‘ursy itu adalah jamuan makan yang
diadakan untuk merayakan pernikahan pasangan
pengantin. Sebagai salah satu momen untuk
mengumumkan pernikahan kepada khalayak, agar tidak
menimbulkan syubhat (kecurigaan) dari masyarakat yang
mengira orang yang sudah melakukan akad nikah tersebut,
melakukan perbuatan yang tidak dibolehkan syara’
(berzina) karena belum diketahui statusnya (sudah
menikah) juga sebagai rasa syukur pada momen yang
sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang, maka
dianjurkan untuk mengadakan sebuah pesta perayaan
pernikahan dan membagi kebahagiaan itu kepada orang
lain.
Semaan al-Qur’an yang diadakan sebelum pesta
pernikahan berlangsung semata bribadah kepada Allah swt
dan menjadi sebuah ungkapan rasa syukur serta wasilah
mengharap ridho dari Allah swt. agar pernikahanya di beri
kelanggengan, turunan yang ahlul Qur’an dan kelancaran
rizki, sehingga bisa hidup bahagia sejahtera. Selain itu
melalui acara semaan al-Qur’an diharapkan dapat
memperoleh restu dari orang tua yang sudah meninggal,
46
Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. (Jakarta: Prenada Media, 2006), 155.
-
dan hal ini dipercara sebagai balasan dari cara berbakti
kepada orang tua yang sudah meninggal.47
b. Tradisi semaan al-Qur’an dalam kirim do’a orang
meninggal.
Pengiriman hadiah pahala bagi mayit ini sunnah
secara syariat Rasulullah saw. mencontohkan dan
membolehkan, sebagaimana dalam hadis berikut:
Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang
seorang laki-laki pada Nabi muhammad saw seraya
berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah
meninggal mendadak sebelum berwasiyat, kukira bila ia
sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku
bersedekah atas namanya?” Rasul saw. menjawab:
“Boleh” (Shahih Muslim, juz XI, no. 1004, hal.84).
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw.
“Ayahku meninggal dunia, dan ia meninggalkan harta
serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus
dosanya bila saya bersedekah? Ujar Nabi saw “Ya” (HR.
Ahmad, Muslim dari Abu Hurairah)
47
Hasil Wawancara dengan (Kyai MNSR) 1 november 2018
-
Hadist di atas berhubungan dengan sedekah
jariyah bagi si mayit, namun jelas sekali kejadian di atas
adalah ketika orang tua dari sang lelaki itu telah
meninggal, bukan ketika orang tua masih hidup pada saat
sang anak menyedekahkan harta sang ibu dan pahalanya
bagi orang tua mereka.
Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi rahimahullah :
“Dan dalam hadits ini (hadits riwayat shahih
muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah untuk mayit
bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya disampaikan pada
mayyit, demikian pula menurut Ijma (sepakat) para
ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas
sampainya doa doa” (Syarah Imam Nawawi ala Shahih
Muslim juz 7 hal 90)
Banyak hadist-hadist dari Rasulullah saw. dan
riwayat sahabat r.a. yang nyata dan kuat membolehkan
mengirim pahala bagi mayit khususnya lewat bacaan al-
Qur’an, doa dan sedekah. Berikut hadisnya:
Diriwayatkan oleh Darulqutni bahwa seorang laki-
laki bertanya,“Ya Rasulullah saw. saya mempunyai ibu
bapak yang selagi hidup saya berbakti kepadanya. Maka
bagaimana caranya saya berbakti kepada mereka, setelah
mereka meninggal dunia? Ujar Nabi saw. Berbakti setelah
-
mereka meninggal, caranya dengan melakukan shalat
untuk mereka disamping sholatmu dan berpuasa untuk
mereka disamping puasamu.
“Dengan nama Allah ! Ya Allah terimalah
kurbanku dari Muhammad, dari keluarga Muhammad,
dari umat Muhammad”.48 Hadis ini menjelaskan bahwa
Nabi berkurban yang pahalanya untuk beliau, dan
sebagaian diberikan untuk keluarga beliau, dan sebagaian
diberikan untuk umat beliau saw.
Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik r.a bahwa
Rasulullah saw bersabda: “Apabila seorang mukmin
membaca ayat kursi dan menghadiahkan pahalanya
kepada para penghuni kubur, maka Allah akan
memasukkan empat puluh cahaya ke pada setiap kubur
orang mukmin mulai dari ujung dunia bagian timur
sampai barat, Allah akan melapangkan liang kubur
mereka, memberi pahala enam puluh orang nabi kepada
yang membaca, mengangkat satu drajat bagi setiap mayit,
dan menuliskan sepuluh kebajikan bagi setiap mayit
Hadis-hadis di atas dijadikan dalil oleh para ulama
salaf untuk menfatwakan kebolehan mengirim/
menghadiahkan pahala baik sedekah, bacaan al-Qur’an
dan mendo’akan bagi mayit.
Imam Muhibbuddin Ath-Thabari berkata: “Arti
mayit adalah seseorang yang telah di cabut nyawanya”.
48
(HR. Muslim, lihat Shahih Muslim, XIII, hal. 122)
-
Adapun yang menyatakan arti mayit adalah orang yang
sekarat, pendapat ini tak berdalih.49
Imam al-Qurtubi mengatakan, bahwa pernah juga
dikatakan, bagi pembacanya akan mendapatkan pahala
bacaan al-Qur’an itu, sedangkan bagi orang yang sudah
meninggal akan mendapatkan pahala karena mendengar.
Allah swt berfirman:
“Apabila dibacakan al-Qur’an, dengarkanlah
baik-baik dan perhatikan sambil berdiam diri, baik
sembahyang maupun luar sembahyang”,(Al-A’raf: 204)
terkecuali dalam shalat berjamaah ma’mum boleh
membaca Al-Fatihah sendiri sewaktu imam membaca
ayat-ayat al-Qur’an.
Selanjutnya Imam Qurthubi mengatakan, Diantara
kemurahan Allah swt. Adalah ketidak mustahilan bagi-
Nya untuk memberikan pahala bacaan al-Qur’an dan
pahala mendengar sekaligus, serta menyampaikan pahala
yang diniatkan untuk diberikan kepada orang yang sudah
meninggal, meskipun orang itu tidak mendengar, seperti
misal, sedekah dan do’a.50
Dari paparan beberapa hadis diatas yang
menjadikan dasar masyarakat Kalikondang setiap kirim
do’a orang meninggal selalu diadakan semaan al-Qur’an
serta sedakah untuk simayit.
49
www.academia.edu/9834411/DOA-UNTUK-MAYIT (diakses 2
November 2018), 10-12. 50
Ibid.13.
http://www.academia.edu/
-
Upacara selametan kematian secara berurutan
diadakan sebagai berikut: Slametan surtanah atau geblak
yang diadakan pada saat meninggalnya seseorang;
slametan nelung dina, yaitu upacara selamatan kematian
yang diadakan pada hari ke tiga sesudah saat
meninggalnya seseorang; slametan mitung dina yaitu
upacara selamatan saat sesudah meninggalnya seseorang
yang jatuh pada hari ke tujuh. Kemudian, slametan matang
puluh dina atau empat puluh harinya; slametan nyatus atau
seratus harinya; slametan mendak sepisan dan mendak
pindo, yaitu setahun dan dua tahunnya; slametan nyewu
atau ke seribu harinya; slametan nguwis-uwisi atau
peringatan saat kematian seseorang untuk terakhir kali.51
Setalah beberapa selamatan diatas selesai baru diadakan
acara khaul.
Haul berasal dari bahasa Arab Al-Haul ( )
yang mempunyai arti telah lewat dan berlalu atau berarti
tahun. Dalam bab zakat kita jumpai dalam literatur fiqih,
haul menjadi syarat wajibnya zakat hewan ternak, emas,
perak, serta harta dagangan. Artinya harta kekayaan
tersebut baru wajib dikeluarkan zakatnya bila telah
berumur satu tahun.52
Haul yang dalam bahasa Arab berarti tahun, dalam
masyarakat Indonesia, khususnya Jawa mempunyai arti
yang sangat khusus, yaitu suatu upacara ritual keagamaan
untuk memperingati meninggalnya seseorang yang
51
Amin, M. Darori (ed),. Islam dan Kebudayaan Jawa. Cet. I. (Yogyakarta: Penerbit Gama Media 2000), 7.
52 Muslih, M. Hanif. Peringatan Haul Ditinjau dari Hukum Islam.
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2006), 1.
-
ditokohkan dari para wali, ulama atau kyai.53 Haul disebut
juga khol (mungkin karena salah kaprah dalam
pengucapan). Adapun salah satu tradisi yang berkembang
kuat dikalangan Nahdliyin. Berbentuk peringatan
kematian seseorang setiap tahun. Biasanya dilakukan tepat
pada hari, tanggal dan pasaran kematian.54
Pemujaan arwah nenek moyang seperti yang ada
pada masyarakat Jawa kemudian dipadukan dengan ajaran
Islam, dengan maksud menanamkan pengertian bahwa
upacara pemujaan arwah nenek moyang menyandang
kewajiban utama untuk ingat bahwa setiap orang akan
mati, sehingga di dalam hidupnya harus berbuat amal,
berbakti kepada Allah SWT dan mematuhi ajaran Islam.
Mereka melakukan berbagai upacara selamatan yang
berisi do’ado’a atau sedekah agar arwah nenek moyang
mereka mendapat tempat yang baik di akherat kelak.
Upacara dan tata cara mengagungkan arwah leluhur
banyak macam ragamnya, kesemuanya berhubungan
dengan peristiwa kematian dan peringatan selamatan
sesudahnya.55
D. Kajian Tentang living Qur’an
Kajian dalam bidang living Qur’an memberikan
kontribusi yang sangat signifikan dalam mengembangkan
wilayah objek kajian al-Qur’an. Jika selama ini terdapat kesan
53
Ibid.v 54
Lihat Fadeli, H. Soeleiman. Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliyah-
Uswah, Khalista, Surabaya, 2007, Cet. I, 119. 55
Aspuri. Pengaruh Tradisi Haul Kh. Abdurahman Terhadap
Keberagamaan Masyarakat Mranggen Demak. Skripsi (Semarang, IAIN Wali Songo, 2009), 4.
-
bahwa tafsir selalu dipahami dalam bentuk teks grafis (kitab
atau buku) yang ditulis oleh seseorang, maka makna tafsir
sebenarnya bisa diperluas. Tafsir bisa dituangkan dalam
bentuk respon atau perilaku masyarakat yang terinspirasi
kehadiran al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan mereka.
Dalam hal ini al-Qur’an disebut dengan tilawah, yakni
pembacaan yang berorientasi kepada pengamalan (action)
yang berbeda dengan qira’ah (pembacaan yang berorientasi
pada pemahaman atau understanding).56
Upaya untuk membuat hidup dan menghidup-
hidupkan al-Qur’an oleh masyarakat, dalam arti respons sosial
(realitas) terhadap al-Qur’an, dapat dikatakan living Qur’an.
Baik itu dilihat masyarakat sebagai ilmu (science) dalam
wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi dan sebagai buku
petunjuk (huda) dalam yang bernilai sacral (sacredvalue) di
sisi lain. Kedua efek inilah yang sesungguhnya mengahasilkan
sikap dan pengalaman kemanusiaan berharga yang
membentuk sistem religi karena dorongan emosi keagamaan
(religious emotion), dalam hal ini emosi jiwa terhadap al-
Qur’an.57
Dalam mengkaji dan melihat fenomena sosial, penulis
tertarik terhadap teori yang di tawarkan oleh Abdul Mustaqim
untuk mengungkap praktik pembacaan al-Qur’an dalam
kehidupan sehari-hari umat Islam, khususnya dalam penelitian
56
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Living Qur’an; Model
Penelitian Kualitatif Dalam Sahiron Syamsuddin Metodologi Penelitian Living
Qur’an Dan Hadits. (Yogyakarta: Teras, 2007), 68. 57
Yusuf, Muhammad. Pendekatan Sosiologi Dalam Living Qur’an
dalam Sahiron Syamsuddin. Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits. (Yogyakarta: Teras, 2007), 36.
-
ini adalah Tradisi Semaan Al-Qur’an Prespektif Desa
Kalikondang.
Adapun teori-teori yang digunakan sebagai analisis
dalam peneltian ini di antaranya: Pertama Berbagai persoalan
penafsiran selalu dihadapkan dengan bahasa dan teks, dan
dalam hal ini meliputi seluruh isi kitab suci al-Qur’an yang
dipercayai oleh umat Islam sebagai pesan dari Tuhan.
Bagaimana kita menafsirkan wahyu yang berbahasa langit
dipahami dengan bahasa bumi agar mempunyai makna yang
dapat dipahami oleh manusia. Masalah pemahaman adalah
masalah tekstual, artinya begitu kita mau memahami realitas,
ia sebenarnya sedang menafsirkan sebuah teks, menjadi teks
itu sendiri memiliki cakupan seluas realitas.
Mengenai teori-teori penelitian tentang interaksi dan
masyarakat dengan al-Qur’an menurut Abdul Mustaqim
memang masih sulit dirumuskan secara definitive. Meski
demikian teori-teori sosial yang menyangkut sistem sosial dan
sistem religi dapat didekati untuk membantu melihat realitas
masyarakat telah dan sedang melakukan proses pemahaman
dan menterjemahkan ke dalam perilaku kehidupan sehari-hari
sesuai kapasitasnya masing-masing, sebagai representasi dari
keyakinan mendalamnya terhadap al-Qur’an.58 Teori-teori
tentang penafsiran biasanya dipahami teks dengan teks dalam
memahami al-Qur’an, akan tetapi teori dalam kajian ini adalah
teks al-Qur’an dipahami dan diterjemahkan ke dalam bentuk
sikap atau perilaku.
Kedua, para peneliti, penulis dan mufassir dalam
rentang sejarah telah menawarkan berbagai metode, cara dan
58
Ibid. 37.
-
pendekatan terhadap al-Qur’an yang menghasilkan jutaan
karya tafsir, membuktikan bahwa respons al-Qur’an lebih
menguatketimbang terhadap kitab-kitab lainnya. Dalam
pendekatan ini akan dicoba melihat gejala sosial yaitu
hubungan antara al-Qur’an dan masyarakat Islam serta
bagaimana al-Qur’an itu disikapi secara teoretik maupun
dipraktekkan secara memadai dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian living Qur’an adalah studi tentang
al-Qur’an, tetapi tidak tertumpu pada eksistensi sosialnya yang
lahir terkait dengan kehadiran al-Qur’an dalam wilayah
geografi tertentu dan mungkin pada masa tertentu pula. Teori
ini tidak mencari kebenaran positivistic yang selalu melihat
konteks, tetapi semata-mata melakukan pembacaan obyektif
terhadap fenomena keagamaan yang menyangkut langsung
dengan al-Qur’an.59
Ketiga, sebenarnya gambaran secara umum bagaimana
kaum muslimin merespons terhadap kitab sucinya (al-Qur’an)
tergambar dengan jelas sejak zaman Rasulullah dan para
sahabatnya. Tradisi yang muncul adalah al-Qur’an dijadikan
obyek hafalan (tahfiz), listening (sima’) dan kajian tafsir
disamping sebagai obyek pembelajaran ke berbagai daerah
dalam bentuk majlis al- Qur’an sehingga al-Qur’an telah
tersimpan di dada (sudur) para sahabat. Setelah umat Islam
mendiami seluruh belahan dunia, respons mereka terhadap al-
Qur’an semakin berkembang dan variatif, tek terkecuali oleh
umat Islam Indonesia. Masyarakat Indonesia termasuk umat
Islam yang sangat respek terhadap al-Qur’an, dari generasi ke
generasi dan berbagai kalangan kelompok keagamaan di
59
Ibid. 39.
-
semua tingkatan usia dan etnis. Fenomena yang terlihat jelas
yang bisa kita ambil beberapa kegiatan yang mencerminkan
everyday life of the Qur’an.60
Keempat, living Qur’an sebagai penelitian yang
bersifat keagamaan (religious research), yakni menempatkan
agama sebagai sistem keagamaan, yakni sistem sosiologis,
suatu aspek organisasi sosial, dan hanya dapat dikaji dengan
tepat jika karakteristik itu diterima sebagai titik tolak. Jadi
bukan meletakkan agama sebagai doktrin, tetapi sebagai gejala
sosial.
Living Qur’an bukan dimaksudkan bagaimana
individu atau sekelompok orang memahami al-Qur’an
(penafsiran), tetapi bagaimana al-Qur’an itu disikapi dan
direspons mayarakat Muslim dalam realitas kehidupan sehari-
hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial. Apa yang
mereka lakukan adalah merupakan panggilan jiwa yang
merupakan kewajiban moral sebagai Muslim untuk
memberikan penghargaan, penghormatan, cara memuliakan
kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dari al-Qur’an
sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-Qur’an
yang dinyatakan sendiri secara beragam.61
60
Ibid. 43. 61
Ibid. 49.
-
BAB III
PAPARAN HASIL TEMUAN PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM DESA KALIKONDANG
KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK
1. Deskripsi umum Desa Kalikondang
Desa Kalikondang Kecamatan Demak Kabupaten
Demak Provinsi Jawa Tengah, memiliki empat Dukuh
yaitu : Dukuh Prigi, Barus, Kondang Kulon, dan Kondang
Wetan. Memiliki enam RW dan 37 RT, dengan Luas
Wilayah 330.05 Ha, dengan batas Wilayah : Sebelah Utara
Desa Donorojo, Sebelah Selatan Desa Karangsari, Sebelah
Timur Desa Katonsari Sebelah Barat Desa Sumberejo.
Jumlah Penduduk Desa Kalikondang sebesar
2,537.9 jiwa yang terdiri dari 1,213.4 pria dan 1,324.5
wanita. Secara geografis daerah Kalikondang merupakan
daerah pertanian dimana sebagian besar penduduk masih
berprofesi sebagai petani, pedagang, pekerja pabrik,
tukang bangunan, PNS, dan guru
Mengenai latar belakang pendidikan formal dan
non formal, warga Desa Kalikondang sudah banyak yang
menyadari akan pentingnya pendidikan umum dan agama,
sehingga banyak dari mereka yang melanjutkan sekolah
sambil mengaji di pondok pesantren sampai jenjang SMA
bahkan sampai ke perguruan tinggi.62
Mengenai karakter sosial, masyarakat
Kalikondang seperti kebanyakan masyarakat lainnya,
62
Hasil Wawancara Dengan Aparat Desa, (Demak, 22 Oktober 2018).
-
mereka memiliki budaya gotong royong yang cukup kuat,
hampir semua orang di desa ini saling kenal satu sama lain
dan secara umum masyarakat bersikap ramah terhadap
siapapun khususnya sesama warga Desa Kalikondang.
2. Kultural Keagamaan Masyarakat
Dilihat dari tipikal paradigma spiritual, masyarakat
Desa Kalikondang mempunyai tipikal sebagai masyarakat
santri, sebagaimana tipikal keagamaan masyarakat Demak
pada umumnya. Tipikal santri nampak dari tradisi
keagamaan serta bentuk interaksi sosial yang berkembang
dalam masyarakat, masih terikat kuat dengan norma
agama dan menempatkan kyai tradisional sebagai
pemimpin masyarakat. Perlu diketahui bahwa, di desa
Kalikondang sudah banyak pemimpin agama (tokoh
agama) yang disebut Kyai. Jadi dalam melaksanakan acara
keagamaan, biasanya dipimpin secara bergantian atau
bergilir dan kadang mendatangkan rohaniawan dari luar
daerah. Peran kyai sangat strategis dalam interaksi dan
strata sosial masyarakat. Kyai dipandang mempunyai
posisi dan pengaruh terkuat dalam lingkungan masyarakat.
Hampir permasalahan sosial selalu merujuk pada pendapat
atau pandangan kyai, termasuk dalam menentukan pilihan
politik. Karena karakter paradigma yang bersifat
tradisionalis agamis sebagaimana disebut diatas, maka
sebagian besar masyarakat Desa Kalikondang berafiliasi
pada jam’iyah NU (Nahdhatul Ulama)63 dengan
menempatkan kyai sebagai posisi sosial tertinggi.
63
Secara histories, NU merupakan organisasi keagamaan yang
didirikan oleh K. H. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926. NU adalah organisasi yang diikuti oleh kalangan muslim tradisionalis. Karena itulah, NU memiliki
-
Berbicara mengenai keagamaan mereka tidak bisa
lepas dari keberadaan NU sebagai organisasi masyarakat
Islam yang bisa dikatakan mendominasi pengaruhnya di
Desa Kalikondang.
Masyarakat Kalikondang terkenal religius dan
sebagian besar berafiliasi ke NU sehingga NU sangat
berpengaruh terhadap praktik keagamaannya. Praktik
keagamaan yang dipengaruhi oleh NU antara lain:
a. Yasinan dan Tahlilan.
b. Tingkeban atau Tujuh bulanan.
c. Ber