tradisi semaan al-qur’an dalam acara wa limatul ‘ursy dan...

132
Tradisi Semaan Al-Qur’an Dalam Acara Wa limatul ‘Ursy Dan Kirim Do’a Orang Meninggal Di Desa Kalikondang Demak Tahun 2018 (Studi Living Qur’an) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Mambaul Lutfiyah NIM. 53020150022 PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2019

Upload: others

Post on 22-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Tradisi Semaan Al-Qur’an Dalam Acara Wa limatul ‘Ursy

    Dan Kirim Do’a Orang Meninggal Di Desa Kalikondang

    Demak Tahun 2018 (Studi Living Qur’an)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    Oleh:

    Mambaul Lutfiyah

    NIM. 53020150022

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2019

  • PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Mambaul Lutfiyah

    Nim : 53020150022

    Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora (FUADAH)

    Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

    Menyatakan bahwa naskah skripsi saya berjudul “Tradisi Semaan

    Al-Qur’an Dalam Acara Walimatul ‘Ursy Dan Kirim Do’a Orang

    Meninggal Di Desa Kalikondang Demak Tahun 2018 (Studi Living

    Qur’an)” adalah benar-benar hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali

    pada bagaian-bagian yang dirujuk sumbernya berdasarkan kode etik ilmiah

    dan bebas dari plagiarisme. Jika kemudian hari terbukti ditemukan

    plagiarisme, maka saya siap ditindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Salatiga, 13 Maret 2019

    Yang menyatakan

    Mambaul Lutfiyah

  • PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Setelah dikoreksi dan di perbaiki, maka skripsi saudara/i:

    Nama : Mambaul Lutfiyah

    Nim : 53020150022

    Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora (FUADAH)

    Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

    Judul : “TRADISI SEMAAN AL-AQUR’AN DALAM

    ACARA WALIMATUL ‘URSY DAN KIRIM DO’A

    ORANG MENINGGAL DI DESA KALIKONDANG

    DEMAK TAHUN 2018” (STUDI LIVING QUR’AN)

    Telah kami setujui untuk di Munaqosahkan.

    Salatiga, 12 Maret 2019

    Pembimbing

    Dra. Djamiatul Islamiyah

    NIP. 19570812 198802 2001

  • KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK

    INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM

    NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS

    USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

    Jalan Nakula Sadewa VA/No. 09 Salatiga 50721

    Telp (0298) 323706 Fax. 323433

    PENGESAHAN KELULUSAN

    Skripsi Saudara/i Mambaul Lutfiyah dengan Nomor Induk Mahasiswa

    53020150022 yang berjudul “Tradisi Semaan Al-Qur’an Dalam Acara

    Walimatul ‘Ursy dan Kirim Do’a Orang Meninggal” telah dimunaqosyahkan

    dalam Sidang Panitia Ujian Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut

    Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada jum’at, 22 Maret 2019 dan telah

    diterima sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada

    Program Studi Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir.

    Salatiga, 15 Rojab 1440 H

    22 Maret 2019 M

    Panitia Ujian

    Ketua Sidang Sekretaris Sidang

    Dr. Benny Ridwan, M. Hum Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag

    NIP. 19730520 199903 1006 NIP.19570812 198802 2001

    Penguji I Penguji II

    Dr. Adang Kuswaya, M.Ag Drs. Mubasirun, M.Ag

    NIP. 19720531 199803 1002 NIP.19590202 199903 1001

    Dekan FUADAH

    Dr. Benny Ridwan, M. Hum

    NIP. 19730520 199903 1006

  • MOTTO

    “Menjadi baik itu tidak mudah, tapi bukan berarti kita tidak bisa menjadi baik......”

    “Sesungguhnya, Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Baqarah: 195)

  • PERSEMBAHAN

    Teruntuk Abah dan Ibu tercinta yang tak pernah lelah mendo’akan dan menyayangiku

    Aku takkan pernah lupa semua pengorbanan dan jerih payah yang engkau berikan untukku sehingga ku dapat meraih semua ini.

    Untuk suami tercinta yang selalu mendo’akan, memotivasi, menyemangati serta mendukungku untuk tetap semangat mencari

    ilmu.

    Buat kakak dan adik-adik ku, tak lupa kepada sahabat dan teman-teman ku yang telah membantu memberikan semangat hingga

    terselesaikan tugas ini

    Dengan segala kekurangan dan segala upaya serta usaha yang penulis lakukan, tulisan ini penulis persembahkan untuk semuanya.

  • KATA PENGANTAR

    Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan

    rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya. Sholawat

    serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, inspirator kebaikan

    yang tiada pernah kering untuk digali. Skripsi dengan judul

    “TRADISI SEMAAN AL-QUR’AN DALAM ACARA

    WALIMATUL ‘URSY DAN KIRIM DO’A ORANG

    MENINGGAL DI DESA KALIKONDANG DEMAK TAHUN

    2018 (STUDI LIVING QUR’AN)” tidak dapat penulis

    selesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Banyak

    orang yang berada di sekitar penulis, baik secara langsung

    maupun tidak, telah memberi dorongan yang berharga bagi

    penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih. Secara

    khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak

    yang terkait dan berperan serta dalam penyusunan skripsi ini:

    1. Rektor IAIN Salatiga, Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd. beserta

    segenap jajaranya.

    2. Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora IAIN

    Salatiga, Dr. Benny Ridwan, M.Hum beserta jajaranya

    3. Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga, Tri

    Wahyu Hidayati, M.Ag. yang telah memberikan izin untuk

    penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    4. Dra. Djami’atul Islamiyah, M.Ag. selaku dosen pembimbing

    skripsi penulis yang telah membimbing, memberi nasihat,

    arahan serta masukan-masukan yang sangat membantu

    penyusunan tugas akhir ini.

    5. Seluruh dosen fakultas ushuluddin adab dan humaniora IAIN

    Salatiga, terlebih dosen ilmu tafsir atas ilmu-ilmu dan

    warisan-warisan intelektual beliau curahkan dan

    mengantarkan penulis untuk berproses menjadi lebih baik lagi.

  • 6. Abah dan ibu tercinta yang tak pernah lelah mendo’akan

    penulis untuk tetap semangat dalam menuntut ilmu serta

    dukungan selama proses pembuatan skripsi.

    7. Kepada suami tercinta yang tak pernah lelah mendengar

    keluhan penulis dengan sabar dan memberikan dukungan

    penulis untuk tetap semangat, memberikan inspirasi dan cinta

    serta do’a dalam proses pembuatan skripsi ini.

    8. Teman-teman program studi ilmu al-Qur’an dan Tafsir

    angkatan 2015 yang terus memberikan dukungan serta selalu

    meluangkan waktu untuk mendengarkan ocehan penulis di

    tengah-tengah perjalanan luar biasa dalam menulis dan

    menyelesaikan skripsi.

    9. Kepada tokoh agama dan masyarakat Kalikondang yang tidak

    dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah bersedia menjadi

    narasumber penulis hingga memberikan dukungan kepada

    penulis dalam pembuatan skripsi.

    10. Terakhir, untuk semua pihak dan elemen yang secara langsung

    maupun tidak langsung dalam membantu menyelesaikan

    tulisan ini dari awal hingga proses penelitian hingga skripsi ini

    terselesaikan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

    kekurangan, sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun

    sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para

    pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana mesti.

    Salatiga, 20 Maret 2019

    Penulis

  • ABSTRAK

    Living Qur’an adalah sebuah studi yang mempelajari

    kehadiran al-Qur’an yang tumbuh di dalam masyarakat. Esensi

    dari penelitian living Qur’an sebagai sebuah pendekatan dalam

    studi al-Qur’an, dimaksudkan untuk mendiskripsikan Respons dan

    feedback masyarakat dalam membaca dan memahami al-Qur’an

    dalam kehidupan sehari. Desa Kalikondang Kecamatan Demak,

    Kabupaten Demak banyak dijumpai para Khafidz (laki-laki hafal

    al-Qur’an) dan Khafidzoh (perempuan hafal al-Qur’an), dan

    beberapa Pondok Pesantren khusus Tahfidz. Dari situlah muncul

    kegiatan-kegiatan keagamaan dalam masyarakat tanpa disadari itu

    adalah refleksi dari living Qur’an. Seperti kegiatan Semaan al-

    Qur’an yang dilakukan di tempat-tempat ibadah dan rumah warga

    yang memiliki hajatan seperti; Walimatul ‘Ursy, Kirim Do’a

    Oranng Meninggal, dan acara hajatan lainya yang berhubungan

    dengan agama.

    Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan (field

    research) dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan

    fenomenologi yang fokus pada (1). Bagaimana praktik semaan al-

    Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim Do’a orang

    meninggal di Desa Kalikondang? (2). Apa yang menjadi dasar

    tradisi semaan al-Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim

    do’a orang meninggal? (3). Bagaimana makna semaan al-Qur’an

    bagi masyarakat Kalikondang? Untuk mendapatkan data penulis

    mengunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi.

    Sementara untuk hasil keabsahan data penulis menggunakan

    trianggulasi metode dan sumber.

    Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa prosesi tradisi

    semaan ini dilakukan di rumah warga yang sedang memiliki

  • hajatan baik pernikahan maupun kirim do’a orang meninggal,

    pada prosesi pertama semaan al-Qur’an dibaca sehari sebelum

    acara resepsi pernikahan, sementara pada prosesi yang kedua

    biasanya semaan dilakukan pada hari ketiga dari meninggalnya

    jenazah atau tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari,

    maupun pada acara khulnya. Adapun yang menjadi dasar tradisi

    semaan ini untuk melestarikan tradisi baca, mendengar dan

    menghafal al-Qur’an, hal tersebut sesuai dalam al-Qur’an dan

    Hadis dengan maksud untuk berusaha ittiba’ (mengikuti) apa yang

    pernah dilakukan Nabi saw. Ada beberapa motivasi dari kegiatan

    tersebut, seperti: ingin memperoleh pahala bagi subyek, pemilik

    hajatan, maupun keluarga yang sudah meninggal. Di samping itu

    terdapat motivasi lain misalnya: untuk menjaga hafalanya, untuk

    belajar al-Qur’an lebih jauh melalui semaan, mengharap petunjuk

    dari Allah, memperolah ketenangan hati, dan sebagai sarana

    silahtaurrahim. Hal lain yang penting untuk digaris bawahi dari

    hasil penelitian ini adalah tumbunya kesadaran baru masyarakat

    Kalikondang tentang makna memahami al-Qur’an yang tidak

    hanya bersifat tekstual namun juga berdimensi sosial kontekstual.

    Kata kunci: Semaan al-Qur’an,Pernikahan,Kirim do’a

  • PEDOMAN TRANSLITERASI

    Pedoman transliterasi huruf (pengalihan huruf) dari huruf

    Arab ke huruf Latin yang digunakan adalah hasil Keputusan

    Bersama Menteri Agama RI dan Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan RI Nomor 158 Tahun 1987 atau Nomor 0543 b/u

    1987, tanggal 22 Januari 1988, dengan melakukan sedikit

    modifikasi untuk membedakan adanya kemiripan dalam

    penulisan.

    A. Penulisan huruf :

    No Huruf Arab Nama Huruf Latin

    1. Alif Tidak dilambangkan

    . Ba’ B

    . Ta T

    . ṡa ṡ

    . Jim J

    . Ḥa ḥ

    . Kha Kh

    . Dal D

    . ẑal ẑ

    . Ra R

    . Za Z

    . Sin S

    . Syin Sy

    . Ṣad ṣ

    . Ḍad ḍ

    . Ṭa’ ṭ

    . Ẓa ẓ

    . ‘ain ‘ (koma terbalik di atas)

  • . Gain G

    . Fa’ F

    . Qaf Q

    . Kaf K

    . Lam L

    . Mim M

    . Nun N

    . Wawu W

    . Ha’ H

    . Hamzah ‘ (apostrof)

    . Ya’ Y

    B. Vokal:

    Fathah Ditulis “ a “

    Kasroh Ditulis “ i “

    Dhammah Ditulis “ u “

    C. VOKAL PANJANG:

    Fathah + alif Ditulis “ ã

    Jãhiliyah

    Fathah + alif

    Layin

    Ditulis “

    ã “ Tansã

    Kasrah +ya’

    Mati

    Ditulis “

    ỉ “ Hakỉm

    Dlammah +

    wawu mati

    Ditulis “

    ủ “ Furủd

  • D. Vokal rangkap:

    Fathah +

    ya’ mati

    Ditulis “

    ai “ Bainakum

    Fathah +

    wawu

    mati

    Ditulis “

    au “ Qaul

    E. Huruf rangkap karena tasydid ( ) ditulis rangkap

    Ditulis ” dd “ ‘Iddah

    Ditulis “ nn “ Minna

    F. Ta’ Marbuthah:

    1. Bila dimatikan ditulis h :

    Hikmah

    Jizah

    (ketentuan ini tidak berlaku untuk kata-kata bahasa

    arab yang sudah diserap kedalam bahasa indonesia)

    2. Bila Ta’ Marbuthah hidup atau berharakat maka ditulis t :

    Zakãt al-fiṭr

    Ḥayãt al-insãn

    G. Vokal pendek berurutan dalam satu kata dipisahkan

    dengan Apostrof (‘)

    A’antum

    U’iddat

  • La’insyakartum

    H. Kata sandang alif +lam

    Al-qamariyah al-Qur’ãn

    Al-syamsiyah al-samã’

    I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat:

    Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya

    Ẑawi al-furủd

    Ahl al-sunnah

  • DAFTAR ISI

    Halaman Judul...........................................................................i

    Pernyataan Keaslian ................................................................ ii

    Persetujuan Pembimbing ........................................................ iii

    Pengesahan Kelulusan ............................................................. iv

    Motto .................................................................................. v

    Persembahan ........................................................................... vi

    Kata Pengantar .......................................................................vii

    Abstrak ................................................................................. ix

    Pedoman Transliterasi ............................................................. xi

    Daftar Isi ................................................................................ xv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar belakang .............................................................. 1

    B. Rumusan masalah ......................................................... 7

    C. Tujuan dan Manfaat ...................................................... 7

    D. Kegunaan penelitian ..................................................... 8

    E. Tinjauan pustaka........................................................... 8

    F. Metode penelitian ....................................................... 11

    G. Validitas data .............................................................. 17

    H. Sistematika penulisan ................................................. 19

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Pengertian Living Qur’an ........................................... 21

  • B. Semaan al-Quran ........................................................ 22

    1. Pengertian Al-Qur’an ........................................... 22

    2. Nama-nama lain al-Qur’an ................................... 23

    3. Hifdzul Qur’an ..................................................... 24

    4. Keutamaan membaca Al-Qur’an ........................... 25

    5. Pengertian semaan al-Qur’an ................................ 26

    C. Tradisi semaan al-Qur’an di Masyarakat ..................... 28

    D. Kajian tentang living Qur’an ....................................... 39

    BAB III PAPARAN HASIL TEMUAN PENELITIAN

    A. Gambaran umum Desa Kalikondang Kecamatan

    Demak Kabupaten Demak .......................................... 44

    1. Deskripsi umum Desa Kalikondang ...................... 44

    2. Kultural keagamaan masyarakat ........................... 45

    3. Bidang pendidikan ................................................ 46

    4. Kegiatan sosial keagamaan ................................... 47

    5. Sejarah semaan al-Qur’an

    di Desa Kalikondang ............................................ 49

    6. Sejarah semaan al-Qur’an

    dalam tradisi pernikahan ....................................... 53

    7. Sejarah tradisi semaan dalam

    kirim doa orang meninggal ................................... 54

    B. Praktek semaan al-Qur’an di Masyarakat .................... 56

    1. Praktek semaan al-Qur’an

    pada acara walimatul ‘ursy ................................... 56

    2. Praktek semaan al-Qur’an dalam

    acara kirim doa orang meninggal .......................... 59

    3. Berdoa dengan prantara air yang dibacakan

    do’a Khotmil Qur’an ............................................ 61

    C. Dasar semaan al-Qur’an di masyarakat ....................... 63

  • D. Makna semaan al-Qur’an bagi

    masyarakat Kalikondang ............................................ 73

    BAB IV ANALISIS

    A. Pelaksanaan tradisi semaan al-Qur’an

    masyarakat Kalikondang ............................................ 78

    B. Ragam motivasi dalam semaan ................................... 97

    C. Persepsi dan implikasi

    tentang semaan al-Qur’an ......................................... 101

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan .............................................................. 103

    B. Saran-saran ............................................................... 104

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 105

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................... 110

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    A. Latar belakang

    Al-Qur’an adalah firman Allah swt. Dengan lafadz dan

    maknanya yang membaca dijadikan sebagai ibadah dan

    membuat umat manusia tidak mampu menandingi satu surat

    yang terpendek sekali pun dari padanya.1 Dan pada dasarnya

    al-Qur’an merupakan kitab suci yang memberikan petunjuk

    bagi umat manusia.2 Al-Qur’an merupakan kitab suci yang

    dijadikan sebagai pegangan oleh umat Islam diseluruh muka

    bumi ini. Ia mengajarkan kepada umat Islam mengenai apa itu

    aqidah dan tauhid, mengajarkan bagaimana manusia beribadah

    kepada pencipta-Nya.

    Sebagai kitab hidayah sepanjang zaman, al-Qur’an

    memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah,

    baik informasi berupa teknologi, etika, hukum ekonomi,

    biologi, kedokteran, dan sebagainya. Hal ini merupakan salah

    satu bukti tentang keluasan dan keluwesan isi kandungan al-

    Qur’an tersebut.3 Hakikat diturunkanya al-Qur’an adalah

    menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia

    untuk memecahkan problem sosial yang timbul ditengah-

    tengah masyarakat.4

    1 Eldeed. Ibrahim. Be A Living Qur’an. (Tangerang: Lentera Hati,

    2009), 118. 2 Ibid. 59.

    3Shihab, Umar. Al-Qur’an Kontekstualitas. (Jakarta: Penamadani,

    2005), 19. 4 Ibid. 22.

  • Seiring perkembangan zaman, pemeluk agama Islam

    dituntut untuk senantiasa berusaha mengerti dan memahami

    isi kandungan al-Qur’an, dengan mencari pemaknaan dan

    penafsiran atau petunjuk dari al-Qur’an itu sendiri.5 Untuk

    mendapatkan pemaknaan al-Qur’an terhadap makna hidup

    mereka, orang-orang ingin terus mencoba berintraksi dengan

    al-Qur’an tidak melalui pendekatan teks saja. Akan tetapi,

    perilaku orang tersebut dalam berintraksi dengan al-Qur’an,

    pada akhirnya akan melahirkan mode of conduct (pola

    perilaku). Pola tersebut didasarkan asumsi-asumsi orang-orang

    tersebut terhadap obyek yang dihadapi, yakni al-Qur’an.

    Asumsi-asumsi inilah yang kemudian bisa membentuk mode

    of thought (pola berpikir). Al-Qur’an secara teologi diyakini

    sebagai kitab yang sangat istimewa dimata penganutnya.

    Hingga keragaman bentuk intraksi yang ada antara al-Qur’an

    dan penganutnya adalah termasuk sebab keistimewaan selain

    pemaknaan yang lahir dari teks itu sendiri.6

    Sebagaimana yang di kutip Ahmad Anwar Intraksi

    umat muslim dengan kitab al-Qur’an ada dua model. Pertama,

    model intraksi umat muslim terhadap al-Qur’an melalui

    pendekatan atau kajian teks al-Qur’an (textual oriented). Cara

    ini telah lama dilakukan oleh mufasir klasik maupun

    kontemporer, yang kemudian menghasilkan beberapa produk

    kitab tafsir. Kedua, model intraksi mencoba dengan secara

    5 M. Chirzin. Al-Qur’an Dalam Praksis Kehidupan Muslim. Makalah.

    Seminar Living Qur’an, Fkmthi, Yogyakarta 13-17 Maret. 6 Skripsi Anwar, Ahmad. Pembacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam

    Prosesi Mujahadah Dipondok Pesantren Al-Luqmaniyyah. Yogyakarta: 2014. 4

  • langsung, dan menerapkan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-

    hari mereka secara peraktis.7

    Dalam buku Be A Living Qur’an di jelaskan cara

    praktis penerapan al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,

    deangan cara memelihara hafalan al-Qur’an sepaya tidak

    terlupakan. Al-Qur’an mudah dihafal karena Allah swt. Telah

    berfirman:

    Terjemah : “Dan sesungguhnya telah kami mudahkan

    al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang

    mengambil pelajaran? (QS. Al-Qamar:22)

    Meskipun demikian, ia juga mudah dilupakan. Oleh

    karena itu, menjadi kewajiban seorang ahli al-Qur’an untuk

    selalu membacanya dan menjaga hafalanya.8

    Cara menghafal al-Qur’an diluar kepala adalah sama

    dengan cara menghafal teks-teks sastra dan lainya. Yaitu

    dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an yang ingin dihafal

    berkali-kali dengan suara keras. Sebaiknya diiringi juga dengan

    pemahaman kandunganya walaupun secara garis beras dengan

    bantuan kamus untuk mengetahui arti kata-kata yang belum

    diketahui. Kemudian mengulangi terus berkali-kali sampai

    terekam dalam ingatan kita. Demikian pula, apabila telah

    berhasil menghafalnya harus membacanya dari waktu ke waktu

    agar tidak lupa.9

    7 Ibid. 5.

    8 Opchit. 129.

    9 Ibid. 130.

  • Studi mengenai living Qur’an adalah mempelajari

    kehadiran al-Qur’an dalam fenomena-fenomena dari gejala

    sosial yang tumbuh di dalam masyarakat. Perbedaan wilayah

    geografis ataupun masa yang berbeda mempengaruhi cara

    pandang terhadap al-Qur’an.10 Dengan mempelajari living

    Qur’an, akan dijumpai kesadaran masyarakat Islam terhadap

    ajaran agamanya.11 Sebagai contoh, di Desa Kalikondang

    Kecamatan Demak, Kabupaten Demak banyak dijumpai para

    Khafidz (laki-laki hafal al-Qur’an) dan Khafidzoh (perempuan

    hafal al-Qur’an), jumlah Pondok Pesantren didaerah tersebut

    ada tujuh, empat diantaranya Pondok Pesantren khusus

    Tahfidz. Dari situlah muncul kegiatan-kegiatan keagamaan

    dalam masyarakat tanpa disadari itu adalah refleksi dari living

    Qur’an. Seperti kegiatan “Semaan”12 al-Qur’an yang di

    laksanakan di Masjid, Mushola, dan Majlis-Majlis yang ada di

    Desa Kalikondang. Kegiatan semaan dilaksanakan satu bulan

    maupun satu minggu sekali dengan hari yang sudah ditentukan

    seperti, hari senin pahing yang mana kegiatan semaannya

    dilaksanakan di Mushola Adzikru, hari selasa kliwon di

    laksanakan di Masjid Jami’, hari jum’at ba’da dzuhur di

    laksanakan di Majlis Jamiatul Qurro’ dan masih ada lagi

    kegiatan semaan di tempat ibadah lainya. Setiap kegiatan

    semaan di laksanakan yang dibaca hanya tiga juz saja, dengan

    10

    Yusuf, Muhammad. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian

    Living Qur’an. dalam

    Syamsuddin, Sahiron (ed). Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis.

    Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007), 39. 11

    Mansur, Muhammad. Living Qur’an dalam Lintas Sejarah Studi

    al-Qur’an dalam Syamsuddin, Sahiron (ed). Metodologi Penelitian Living

    Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TH Press, 2007), 5. 12

    Kata semaan berasal dari bahasa Arab sami’a yasma’u yang artinya

    mendengar. Muhammad Yunus. Kamus Arab-Indonesia, (Ciputat: PT. Muhammad Yunus Wadzurriyyah, 2007), 179.

  • target satu bulan sebelum ramadhan semaan al-Qur’an

    tersebut harus khatam, selain membaca al-Qur’an tiga juz

    kegiatan ini juga terdapat ritual-ritual yang terjadi di dalamnya

    seperti, bacaan tahlilan, bacaan surat al-Ikhlas seribu kali,

    bacaan sholawat nariyyah, dzikir, juga makan bersama dengan

    tujuan “Ngalap berkah13” dari pembacaan al-Qur’an. Selain itu

    juga ada tausiyah yang diisi oleh kiyai/ ustadz.

    Hasil penelusuran penulis kegiatan semaan al-Qur’an

    yang diadakan di Desa Kalikondang ternyata tidak hanya di

    laksanakan di tempat-tempat ibadah saja, akan tetapi semaan

    al-Qur’an tersebut juga dilaksanakan pada acara Walimatul

    ‘Ursy dengan mengaharap ridho dari Allah supaya

    pernikahannya diberi kelanggengan hingga akhir hayat, dan

    bisa membangun keluarga yang sejahtera. Selain itu kegiatan

    tradisi tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, seribu hari

    orang meninggal maupun haul yang biasa dilakukan satu

    tahun sekali untuk mengirim do’a yang dilaksanakan pada

    tanggal atau hari meninggalnya, yang diperingati dengan

    mengisi semaan al-Qur’an, selain diisi dengan semaan juga

    diisi dengan bacaan manaqib dimalam harinya. Selesai acara

    para tamu undangan akan pulang ke rumah masing-masing

    diberi “berkat”14 sebagai shodaqohnya simayit dengan

    beranggapan supaya simayit diberi kelapangan kuburnya.

    Kegiataan semaan dan ritual-ritual yang diadakan

    masyarakat yang memiliki hajat tertentu, berbeda dengan

    kegiatan semaan yang diadakan di tempat-tempat ibadah di

    Desa Kalikondang. Semaan yang di laksanakan ditempat

    ibadah hanya membaca tiga juz al-Qur’an dengan diisi ritual-

    13

    Mengharapkan Manfaat atau Keberkahan. 14

    Nasi Berkat: makanan yang didapat dari acara-acara kaum muslimin.

  • ritual keagamaan dan tausiyah, sedangkan semaan al-Qur’an

    ketika memiliki hajat tertentu dibaca dalam waktu sehari

    khatam tiga puluh juz dengan diisi ritual sesuai keinginan tuan

    rumah. Melihat dari gejala-gejala sosial yang tampak di

    masyarakat Kalikondang ini, yang menempatkan al-Qur’an

    sebagai sesuatu yang riil dipahami dan dialami oleh

    masyarakat, misal dalam sebuah acara hajatan dalam konteks

    ini semaan bisa dipahami sebagai fungsi al-Qur’an yang

    tumbuh di masyarakat sebagai Qur’an in Everyday.

    Mengingat banyaknya kegiatan semaan al-Qur’an di

    Desa Kalikondang Demak, maka dalam penelitian ini penulis

    membatasi pada kegiatan Walimatul ‘ursy dan kirim do’a

    orang meninggal yang diisi dengan semaan al-Qur’an.

    Pembatasan tersebut tidak dalam arti menganggap kurang

    penting kegiatan-kegiatan semaan lain, namun menurut

    penulis dua prosesi semaan tersebut (walimatul ursy dan kirim

    do’a orang meninggal) lebih memiliki ciri khas tersendiri yang

    berbeda dari kegiatan semaan yang lain (di masjid, mushola

    dan majlis-majlis)

    Berangkat dari fenomena yang terjadi di dalam

    masyarakat Kalikondang, penulis merasa tertarik untuk

    meneliti fenomena “Tradisi”15 semaan al-Qur’an, maka dari

    itu penulis mengangkat tema tersebut ke dalam judul

    penelitian yang akan dilakukan yaitu: TRADISI SEMAAN

    AL-QUR’AN DALAM ACARA WALIMATUL ‘URSY

    15

    kata Tradisi memiliki dua arti yakni : (1) adat kebiasaan turun

    temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh masyarakat, dan (2)

    penilaian atau anggapan bahwa cara-cara yang telah ada merupakan yang paling baik, benar, seperti: perayaan hari besar agama itu jangan hanya merupakan

    perayaan, tetapi harus dimaknai maknanya. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi. IV (Jakarta: PT Gramedia, 2002), 1208

  • DAN KIRIM DO’A ORANG MENINGGAL DI DESA

    KALIKONDANG DEMAK TAHUN 2018 (STUDI LIVING

    QUR’AN)

    B. Rumusan Masalah

    Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat

    dirumuskan masalah yang akan diangkat antara lain:

    1. Bagaimana praktik semaan al-Qur’an dalam acara

    walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang meninggal di Desa

    Kalikondang ?

    2. Apa yang menjadi dasar tradisi semaan al-Qura’an dalam

    acara walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang meninggal ?

    3. Bagaimana makna semaan al-Qur’an dalam acara

    walimatu ‘ursy dan kirim do’a orang meninggal bagi

    masyarakat Desa Kalikondang ?

    C. Tujuan dan Manfaat

    Dari rumusan masalah diatas, tujuan penulis meneliti hal

    tersebut antara lain:

    1. Untuk mendeskripsikan praktik kegiatan semaan al-

    Qur’an dalam acara walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang

    meninggal di Desa Kalikondang.

    2. Untuk mengetahui apa yang mendasari masyarakat tentang

    kegiatan semaan al-Qur’an dalam acara walimatul ‘ursy

    dan kirim do’a orang meninggal.

    3. Untuk mendeskripsikan makna dari kegiatan semaan al-

    Qur’an bagi masyarakat Kalikondang, Demak.

    D. Kegunaan Penelitian

  • Fokus penelitian ini akan mengkaji tradisi semaan al-

    Qur’an dalam acara Walimatul ‘ursy dan kirim do’a orang

    meninggal di Desa Kalikondang, Kecamatan Demak,

    Kabupaten Demak. Secara garis besar, kegunaan penelitian ini

    adalah:

    a. Secara Teoritis

    Dari aspek akademik penelitian ini diharapkan dapat

    menambah bahan pustaka Living Qur’an,sehingga

    diharapkan bisa berguna untuk masyarakat muslim di

    Indonesia dalam memperlakukan atau menggunakan al-

    Qur’an.

    b. Secara Praktis

    Penulisan ini dimaksudkan untuk membantu

    memperkenalkan salah satu bentuk keanekaragaman

    khazanah sosio-kultur masyarakat Muslim Indonesia, guna

    meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya

    menjadikan al-Qur’an sebagai bagian dalam hidup.

    E. Tinjauan Pustaka

    Sepanjang penelurusan penulis, telah ada penelitian

    yang berkaitan dengan Study Living Qur’an. Dalam tinjauan

    pustaka ini penulis membaginya menjadi dua variabel,

    pertama, karya yang membahas tentang living Qur’an, kedua:

    karya yang membahas tentang tradisi pembacaan al-Qur’an

    diantaranya:

    1. Skripsi Didik Andriawan: Penggunaan ayat-ayat al-

    Qur’an sebagai pengobatan (studi living al-Qur’an pada

    praktik pengobatan Dr. KH. Komari Saifulloh, pesantren

    Sunan Kalijaga, Desa Pakuncen, Kecamatan Patianrowo,

    Kabupaten Nganjuk), UIN SUKA Yogyakarta, 2013.

  • Skripsi ini menjelaskan bagaimana cara pengobatan dan

    ayat-ayat yang digunakan oleh Tabib Komari Saifulloh

    yang berjumlah kurang dari 11 ayat.

    2. Skripsi Khoirul Ulum Pembacaan al-Qur’an di

    Lingkungan Jawa Timur (studi masyarakat Grujugan

    Bondowoso) UIN SUKA Yogyakarta, 2009. Hasil

    penelitiannya dijelaskan bahwa pembacaan al-Qur‟an di

    masyarakat Grujugan terdapat dua kategori yaitu pertama,

    rutinan, biasanya sesuai kesepakatan ketika awal

    pembentukan, seperti yasinan, tahlilan dan khatmil

    Qur’an. Kedua, Insidental, pelaksanaannya disesuaikan

    dengan permintaan shohibul hajah. Sedang makna dari

    pembacaan al-Qur’an bagi masyarakat Grujugan antara

    lain sebagai kitab bacaan mulia, obat hati, dan sebagai

    sarana perlindungan dari bahaya di hari akhir. Tujuannya

    sendiri terdapat tiga aspek yaitu : spiritual, ekonomi, dan

    sosial16.

    3. Skripsi Aida Hidayah : Penggunaan Ayat-Ayat Al-Qur’An

    Sebagai Metode Pengobatan Bagi Jasmani (Studi Living

    Qur’An Di Kabupaten Demak Jawa Tengah), UIN SUKA,

    Yogyakarta, 2011. Skripsi ini meneliti tentang penggunaan

    ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan sebagai pengobatan

    jasmani oleh masyarakat Demak, skripsi ini juga

    mengungkap tentang kemanjuran ayat-ayat al-Qur’an yang

    digunakan sebagai obat yang terkandung dalam

    bacaannya.17

    16

    Skirpsi Khoirul Ulum. Pembacaan al-Qur’an di Lingkungan Jawa

    Timur (Studi Masyarakat Grujugan Bondowoso. Skripsi Sarjana Tafsir Hadits

    dan Dakwah. (Yogyakarta: Perpustakaan UIN SUKA, 2009) 17

    Aida Hidayah. Penggunaan Ayat-ayat al-Qur’an sebagai Metode

    Pengobatan bagi Jasmani (Studi Living Qur’an di Kabupaten Demak Jawa

  • 4. Skripsi Samsul Arifin : Menggali Makna Khataman Al-

    Qur’an Dipondok Pesantren Giri Kusumo Demak Jawa

    Tengah(Studi Living Qur’an), IAIN Salatiga, 2018.

    Skripsi ini meneliti tentang makna khatamaan al-Qur’an

    yang dilaksanakna di Pondok Giri Kusumo Demak yang di

    lakukan dengan cara bil-Ghaib (tanpa melihat teks). Surat

    yang dibaca yaitu surat adh-Dhuha sampai surat an-Nas

    yang dibacakan oleh santri khufadz secara bergantian dan

    dimulai dengan tawasul, khataman al-Qur’an, doa

    khataman Qur’an, pembacaan rothibul ‘athos, pembacaan

    maulid adh-Dziba’iy, mahalul qiyam, mauidhoh dengan

    bertujuan supaya diberi ketenangan batin dan

    kenyamanan, mudah dalam berfikir dan memahami

    pelajaran.

    5. Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun

    2008, yang ditulis oleh Uswatun Hasanah dengan judul

    Studi terhadap Tujuan Membaca Al-Qur’an Masyarakat

    Dusun Sukorejo Desa Kenteng Kecamatan Susukan

    Kabupaten Semarang jawa Tengah.” Dalam skripsi

    tersebut, dijelaskan tentang beragam tujuan membaca al-

    Qur’an bagi masyarakat Dusun Sukorejo, antara lain: 1).

    Sebagai ibadah; 2) Sebagai media pengobatan; 3) Sebagai

    wirid; 4) Sebagai jimat; 5) Sebagai mahabbah.

    Dari paparan literatur diatas, beberapa praktik

    living Qur’an telah banyak dikaji oleh akademisi, namun

    kajian living Qur’an yang akan di teliti penulis berbeda

    dengan penelitian sebelumnya. Disini penulis akan

    menguraikan tentang bagaimana signifikansi tradisi

    Tengah). Skripsi Sarjana Tafsir Hadits dan Dakwah. (Yogyakarta: Perpustakaan

    UIN SUKA, 2011), 46.

  • semaan al-Qur’an dalam acara walimatul ‘urys dan kirim

    do’a orang meninggal yang terjadi di Desa Kalikondang

    Demak, dan juga bagaimana persepsi masyarakat dalam

    memahami makna al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

    Disinilah terletak perbedaan penelitian penulis dengan

    penulis yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu,

    penulis merasa berkesempatan membahas beberapa hal di

    atas, agar memperoleh pemahaman dengan fokus bagai

    mana tradisi semaan al-Qur’an prespektif Desa

    Kalikondang Kabupaten Demak (dalam acara walimah

    dan kirim do’a orang meninggal).

    F. Metode Penelitian

    Adapun metode yang digunakan pada penulisan

    penelitian Living Qur’an adalah sebagai berikut:

    1. Jenis penelitian

    Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan

    (field research), yakni penelitian yang berbasis data-data

    lapangan terkait dengan subjek penelitian ini. Metode

    yang digunakan penulis adalah metode kualitatif dengan

    pendekatan fenomenologi. Fenomenologi adalah

    pendekatan yang menyikap fenomena asli sebelum

    ditafsirkan oleh suatu klompok atau masyarakat, yakni

    fenomena apa adanya, yang masih murni dipahami oleh

    suatu klompok masyarakat tertentu.18 Karena pendekatan

    ini bertugas menjelaskan atau mengungkap sebuah arti

    fenomena pengalaman yang dirasakan oleh suatu

    18

    Hardiman, F. Budi. Heddeger dan Mistik Keseharian, Suatu

    Pengantar Menuju Sein dan Zeit. (Bandung: Sinar Biru,1991), 6.

  • masyarakat dalam kesadaran yang terjadi pada beberapa

    individu.19

    2. Objek penelitian

    Objek dari penelitian dalam hal ini adalah tradisi

    semaan al-Qur’an yang ada di Desa Kalikondang

    Kabupaten Demak.

    3. Subjek penelitian

    Subjek penelitian sekaligus sebagai sumber data

    dalam penelitian ini adalah masyarakat Kalikondang,

    karena menurut pengamatan sementara penulis,

    masyarakat tersebut memiliki keunikan tersendiri.

    Keunikan yang dimaksud adalah adanya kegiatan semaan

    al-Qur’an yang dilakukan di masjid, mushola, dan rumah

    warga yang memiliki hajat tertentu. Namun penulis

    membatasi subjek penelitian ini dengan mencari sumber

    data dari warga yang memiliki hajat pernikahan dan

    mengirim do’a untuk orang yang sudah meninggal.

    4. Metode pengumpulan data

    Metode pengumpulan data yang digunakan penulis

    dalam melakukan penelitian ini adalah:

    a. Observasi langsung

    Penelitian mengenai tradisi semaan al-Qur’an

    ini penulis menggunakan metode observasi terlibat.

    Tehnik ini digunakan untuk melakukan pengamatan

    19

    Mustaqim, Abdul. Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Tafsir.

    (Yogyakarta: LSQ Idea Press, 2014), 109.

  • langsung terhadap lingkungan masyarakat

    Kalikondang, sehingga menghasilkan data yang lebih

    rinci. Penulis dengan berpedoman kepada desain

    penelitiannya akan mengunjungi lokasi penelitian

    untuk mengamati secara langsung berbagai hal dan

    kondisi yang ada dilapangan. Karena banyaknya

    kegiatan semaan yang terjadi di masyarakat

    Kalikondang, jadi penulis mencoba membatasi

    kegiatan semaan yang akan dilakukan pengamatan

    dengan terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan

    yang akan penulis teliti seperti acara semaan dalam

    acara pernikahan, dan semaan yang dilaksanakan

    ketika mengirim do’a orang yang sudah meninggal.

    b. Interview (wawancara)

    Metode wawancara adalah metode yang

    digunakan untuk memperoleh informasi secara

    langsung dan mendalam kepada seorang responden

    yang mana responden tersebut mengungkap perasaan,

    motivasi, atau kenyakinannya terhadap suatu topik.20

    Peneliti melakukan wawancara semi struktur

    kepada warga masyarakat desa Kalikondang, warga

    yang mempunyai hajat pernikahan ataupun mengirim

    do’a untuk orang yang sudah meninggal, dan tentunya

    peneliti juga mewawancarai yang di undang untuk

    mengisi semaan al-Qur’an (Khafidz/Khafidzoh) dan

    yang menyimaknya.

    Wawancara semi struktur adalah wawancara

    yang sebelum pelaksanaan sudah dilakukan persiapan

    20

    Istijanto. Riset Sumber Daya Manusia: Cara Praktis Mendeteksi

    Dimensi-Dimensi Kerja Karyawan. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), 38.

  • seperti daftar pertanyaan, namun saat wawancara

    berlangsung tidak menutup kemungkinan untuk

    improvisasi memunculkan pertanyaan baru. Hal ini

    agar data yang diperoleh lebih mendalam dan proses

    wawancara berlangsung baik.

    Sehingga diperoleh data seputar permasalahan

    penelitian secara lengkap mengenai tradisi semaan al-

    Qur’an yang ada di Desa Kalikondang Demak.

    c. Dokumentasi

    Metode dokumentasi yang penulis gunakan

    bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait

    dengan tema penelitian meliputi gambar-gambar

    selama pelaksanaan semaan al-Qur’an berlangsung

    seperti foto-foto pelaksanaan kegiatan semaan

    berlangsung, tempat pelaksanaan, dan dokumentasi

    ketika melakukan wawancara. Disini penulis akan

    mendokumentasikan semua aktivitas yang

    berhubungan dengan pelaksanaan tersebut. Metode ini

    digunakan upaya menyempurnakan data-data yang

    diperoleh dari metode-metode observasi dan

    interview.

    Melalui metode pengumpulan data ini, maka

    data yang dapat diperoleh adalah berupa data primer

    dan data sekunder.21

    a) Data primer, merupakan data pokok dalam

    penelitian ini, yang termasuk data-data primer

    dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

    21

    Saifuddin, Azwar. Metode Penelitian. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    2005), 6.

  • dari hasil observasi, dokumentasi dan dari hasil

    wawancara.

    b) Data sekunder, merupakan data yang diperoleh

    dari sumber yang bukan asli memuat informasi

    atau data tersebut. Data sekunder diperoleh lewat

    pihak-pihak lain, tidak langsung diperoleh penulis

    dari subjek penelitian.

    d. Analisis Data

    Analisis data adalah proses menyusun data

    agar mudah ditafsirkan yang bertujuan agar data yang

    telah ditemukan dalam penelitian bisa ditangkap

    maknanya, tidak sekedar deskripsi belaka. Adapun

    langkah-langkah analisa data dilakukan melalui

    reduksi data, display data, mengambil kesimpulan, dan

    verifikasi (Nasution, 2003: 129)

    Aktivitas dalam analisis data kualitatif ini ada

    tiga yaitu:

    1) Tahap Reduksi Data

    Data yang diperoleh dari lapangan dicatat

    secara teliti dan rinci, kemudian dirangkum

    dengan cara memilih hal-hal yang pokok,

    memfokuskan pada hal-hal yang penting, serta

    dicari tema dan polanya sehingga memudahkan

    untuk pengumpulan data-data nantinya.

    2) Penyajian Data (display data)

    Penyajian data yang dilakukan dalam

    bentuk uraian singkat, bagian, hubungan antar

    kategori dan sejenisnya. Dalam hal ini adalah

  • berupa teks yang sifatnya naratif dan dapat pula

    berupa grafik, matrik, jaringan kerja (network) dan

    juga berupa chart.

    3) Penarikan kesimpulan dan Verivikasi

    Mengambil kesimpulan dan verifikasi.

    Dalam penelitian kualitatif, peneliti sejak awal

    dapat merumuskan kesimpulan tentang makna dari

    data yang terkumpul melalui observasi dan

    wawancara. Tetapi karena sifatnya masih tentatif

    maka agar kesimpulan dapat lebih grounded

    diperlukan data yang lebih banyak dan bertambah,

    sementara verifikasi tetap dilakukan secara singkat

    mencari data baru (Nasution, 2003: 130)

    G. Validitas Data

    Keabsahan data (validitas data) menurut Nasution

    dapat di tempuh dengan beberapa cara, (Nasution,2003; 114-

    118) dapat dengan:

    a. Memperpanjang massa observasi.

    b. Pengamatan yang terus menurus.

    c. Trianggulasi.

    d. Membicarakan dengan orang lain.

    e. Menganalisis kasus negatif.

    f. Menggunakan bahan referensi.

    g. Mengandakan sumber check

    Untuk menguji validitas data skripsi ini, maka

    digunakan metode trianggulasi yaitu mengchek kebenaran

  • data tertentu dengan membandingkannya dengan data yang

    diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian

    lapangan, pada waktu yang berlainan, dan sering dengan

    menggunakan metode yang berlainan. Prosedur ini sangat

    banyak memakan waktu, akan tetapi di samping mempertinggi

    validitas juga memberi kedalaman hasil penelitian.22 Dengan

    teknik ini, data dalam proses penelitian akan memiliki

    peningkatan kekuatan dibanding dengan satu teknik atau satu

    pendekatan saja.23

    Langkah praktis trianggulasi data sekaligus

    pembagianya adalah, (1) trianggulasi sumber, yaitu mengecek

    data dari berbagai sumber. Langkah ini dapat dilakukan

    dengan mengecek pelaku, pembaca (khufadz), penyimak, tuan

    rumah, dan masyarakat; (2) trianggulasi teknik, yaitu

    mengecek data dari sumber yang sama dengan teknik berbeda.

    Yang perlu dilakukan adalah pengechekan data menggunakan

    wawancara, observasi, dan dokumentasi pada objek yang

    sama; (3) trianggulasi waktu, yaitu pengechekan data dengan

    waktu yang berbeda pada objek yang sama.24

    Meleong, terkait dengan hal ini menyebutkan empat

    macam trianggulasi sebagai tehnik pemeriksaan yang

    memanfaatkan sumber, metode, penyidik.

    (Meleong,2011:324) oleh karena itu, penulis menggunakan

    teknik trianggulasi dengan pemanfaatan penggunaan metode.

    Yakni dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan

    data hasil wawancara dan sebaliknya menggunakan data hasil

    22

    S. Nasution. Metodologi Peneitian Naturalistik Kualitati. (Bandung:

    Tarsito, 2002), 115. 23

    Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif Dan R&D. (Bandung:

    Alfabeta, 20011), 85. 24

    Ibid. 274.

  • wawancara dengan pengamatan kembali, disamping

    penggunaan trianggulasi sumber.

    Hal-Hal yang harus diperhatikan oleh Peneliti Living Qur’an

    Dalam penelitian living Qur’an, ada beberapa hal yang

    perlu diperhatikan oleh peneliti sebagai berikut:

    1. Penelitian living Qur’an dengan menggunakan pendekatan

    sosiologis fenomenologis tidak berpretensi untuk

    menghakimi (Judgment) fenomena yang terjadi dengan

    label benar, salah, sunnah, bid’ah, shar’iyyah. Penelitian

    living Qur’an semata-mata berusaha melakukan

    “pembacaan” obyektif terhadap fenomena keagamaan

    yang berkaitan langsung dengan al-Qur’an.

    2. Living Qur’an tidak dimaksudkan sebagai pemahaman

    individu atau masyarakat dalam memahami (menafsirkan)

    al-Qur’an, akan tetapi bagaimana al-Qur’an itu direspon

    dan dipahami masyarakat Muslim dalam realitas

    kehidupan sehari-hari menurut konteks pergaulan sosial

    dan budaya setempat.

    3. Tujuan penelitian living Qur’an adalah untuk menemukan

    makna dan nilai-nilai (meaning and values) yang melekat

    pada sebuah fenomena sosial keagamaan berupa praktek-

    praktek ritual yang berkaitan langsung dengan al-Qur’an

    yang diteliti.25

    25

    Dedi Junaidi, Living Qur’an: Sebuah Pendekatan Baru Dalam

    Kajian Al-Qur’an Dalam Journal Of Qur’an And Hadis Studies (Vol. 4, No. 2, 2015), 184.

  • H. Sistematika Penulisan

    Sistematika penulisan adalah merupakan hal yang

    penting karena mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-

    garis besar dari masing-masing bab.

    Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh dan

    sistematis mengenai tradisi semaan al-Qur’an di Desa

    Kalikondang Kabupaten Demak tersebut serta mudah untuk

    difahami, maka pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari

    lima bab, yang mana tiap babnya akan dibagi dalam beberapa

    sub bab agar mudah untuk difahami. Untuk lebih jelasnya

    penulis menguraikannya seperti berikut:

    BAB I Terdiri dari: Pendahuluan yang mana meliputi

    Latar belakang masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian,

    Kerangka teori, Metode penelitian, Tinjauan pustaka, dan

    Sistematika penulisan. Bab ini diharapkan dapat memberikan

    gambaran umum tentang seluruh rangkaian penulisan skripsi

    sebagai dasar pijakan bagi pembahasan berikutnya, serta

    sebagai arah bagaimana penelitian akan dilakukan.

    BAB II Pada bab ini berisi Landasan teori yang

    didalamnya memuat diskripsi Living Qur’an, pengertian

    semaan dan Kajian living Qur’an.

    BAB III Dalam bab ini akan memaparkan hasil

    penelitian yang meliputi: Gambaran umum Desa Kalikondang,

    Sejarah semaan al-Qur’an dan Pelaksanaan semaan al-Qur’an

    dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim do’a orang meninggal

    di Desa Kalikondang Kecamatan Demak Kabupaten Demak

  • BAB IV Pada bab ini berisi Analisis tentang kegiatan

    semaan al-Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim

    do’a orang meninggal di Desa Kalikondang. Pembahasannya

    meliputi bagaimana praktik kegiatan semaan al-Qur’an, apa

    saja yang menjadi dasar dari kegiatan semaan al-Qur’an serta

    bagaimana masyarakat memahami dasar tersebut, dan juga

    mengenai seperti apa makna dan pengaruh kegiatan semaan

    al-Qur’an dalam acara Walimatul ‘Ursy dan kirim do’a orang

    meninggal bagi masyarakat Kalikondang Kabupaten Demak.

    BAB V Merupakan bab terakhir dari keseluruhan

    pembahasan yang berisi kesimpulan, saran, serta kata penutup.

    Dan juga sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam

    rumusan masalah.

  • BAB II

    LANDASAR TEORI

    A. Pengertian Living Qur’an

    Para pakar studi Qur’an hampir senada dalam

    mendefinisikan istilah Living Qur’an. M. Mansur memahami

    Living Qur’an sebagai kajian atau penelitian ilmiah tentang

    berbagai peristiwa sosial terkait dengan kehadiran al-Qur’an

    atau keberadaan al-Qur’an di sebuah komunitas muslim

    tertentu.26 Muhammad memaknai Living Qur’an sebatas al-

    Qur’an yang hidup.27 Muhammad Yusuf menyebut bahwa

    Living Qur’an adalah studi tentang fenomena sosial yang lahir

    terkait dengan kehadiran al-Qur’an dalam wilayah geografi

    tertentu dan (mungkin) masa tertentup pula.28 Abdul

    Mustaqim membatasi Living Qur’an sebagai kajian yang lebih

    menekankan pada aspek respon masyarakat terhadap

    kehadiran al-Qur’an.29 Sahiron Syamsuddin berpendapat

    26

    M. Mansur. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living

    Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed), Metodologi Penelitian Living

    Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007) 8. 27

    Muhammad. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living

    Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed). Metodologi Penelitian Living

    Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007) 12 28

    Yusuf, Muhammad. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian

    Living Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed). Metodologi Penelitian Living

    Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007)39. 29

    Mustaqim, Abdul. Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living

    Qur’an. dalam Sahiron Syamsuddin (ed). Metodologi Penelitian Living

    Qur’an dan Hadis. Cet I (Yogyakarta: TERAS, 2007) 68.

  • bahwa Living Qur’an adalah teks al-Qur’an yang hidup di

    masyarakat.30

    Dari beberapa pendapat tentang definisi tersebut,

    kiranya dapat disimpulkan bahwa Living Qur’an adalah

    mempelajari kehadiran al-Qur’an yang tumbuh di dalam

    masyarakat.

    B. Semaan al-Qur’an

    1. Pengertian Al-Qur’an

    Al-Qur’an secara etimologi di ambil dari kata

    Iqra’ yang berarti sesuatu yang dibaca. Jadi, arti al-Qur’an

    secara lughawi adalah sesuatu yang dibaca. Berarti

    menganjurkan kepada umat agar membaca al-Qur’an,

    tidak hanya dijadikan hiasan rumah saja. Secara

    terminologi al-Qur’an, sebagaimana yang disepakati oleh

    para ulama dan ahli ushul fiqh adalah sebagai berikut:

    a. Al-Qur’an adalah firman Allah atau kalam Allah,

    bukan perkataan malaikat jibril (ia hanya penyampai

    wahyu dari Allah), bukan sabda Nabi (beliau hanya

    menerima wahyu al-Qur’an dari Allah), dan bukan

    perkataan manusia biasa, mereka hanya berkewajiban

    untuk melaksanakannya.

    b. Al-Qur’an hanya diberikan kepada Nabi Muhammad

    Saw, tidak diberikan kepada Nabi-Nabi sebelumnya.

    Kitab suci yang diberikan kepada para Nabi

    sebelumnya namanya bukan al-Qur’an. Zabur

    30

    Syamsuddin, Sahiron. “Ranah-ranah Penelitian dalam Studi al-

    Qur’an dan Hadis” dalam Metodologi Penelitian Living Qur’an & Hadis. (Yogyakarta: TH-Press, 2007). XIV

  • diberikan kepada Nabi Daud, Taurat kepada Nabi

    Musa, dan Injil kepada Nabi Isa.

    c. Al-Qur’an sebagai mukjizat, maka tidak seorang pun

    dalam sejarah sejak awal turunnya sampai era modern

    dari masa ke masa yang mampu menandinginya, baik

    secara perseorangan maupun secara kelompok,

    sekalipun mereka ahli sastra bahasa dan sekalipun ayat

    atau surah yang pendek.

    d. Diriwayatkan secara mutawatir, artinya diterima dan

    diriwayatkan banyak orang, tidak sedikit jumlahnya

    dan mustahil mereka bersepakat dusta dari masa ke

    masa secara berturut-turut sampai kepada kita.

    e. Membacanya dicatat sebagai amal ibadah. Hanya

    membaca al-Qur’an sajalah di antara sekian banyak

    bacaan yang dianggap ibadah sekalipun pembaca tidak

    tau maknanya, apalagi jika mengetahui maknanya dan

    dapat merenungkan serta mengamalkannya. Nabi

    Muhammad Saw bersabda bahwa setiap satu huruf

    pahalanya sepuluh kebaikan. Bacaan-bacaan yang lain

    tidak dinilai ibadah, kecuali disertai niat yang baik

    seperti mencari ilmu. Jadi, pahalanya adalah pahala

    mencari ilmu, bukan substansi bacaan sebagaimana

    membaca al-Qur’an.

    2. Nama-Nama Lain Al-Qur’an

    1) Al-Qur’an (bacaan), dinamakan al-Qur’an agar

    menjadi bacaan dan dibaca oleh umat Islam.

    2) Al-Furqan (pembeda), karena ia membedakan antara

    hak dan yang batil.

    3) Nama Adz-Dzikir (ingat) agar dijadikan dzikir untuk

    mengingat kepada Allah.

  • 4) Al-Mau’izhah karena ia sebagai petunjuk dan sebagai

    nasihat bagi pembacanya, yakni umat Islam agar

    mereka mengikuti petunjuk-petunjuk yang

    dinasihatkan.31

    Dilihat dari segi masa atau tempat turunnya, al-

    Qur’an terbagi menjadi dua macam, yaitu surah Makiyah

    dan surah Madaniyah.

    a. Surah Makiyah, yaitu surah-surah yang diturunkan

    sebelum Nabi berhijrah ke Madinah, sekalipun

    turunnya di luar Mekah.

    b. Surah Madaniyah, yaitu surah-surah yang diturunkan

    kepada Nabi Muhammad Saw setelah berhijrah ke

    Madinah, sekalipun diturunkan di Mekah.

    Sejarah mengenai turunnya al-Qur’an bahwa al-

    Qur’an mulai diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw

    pada malam Lailat al-Qadr 17 Ramadhan pada tahun 2 H.

    Wahyu pertama kali diterima Nabi Muhammad Saw

    adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5 pada waktu Nabi

    Muhammad bersembunyi (ber-khalwat) di Gua Hira untuk

    beribadah. Sedangkan surat yang terakhir diturunkan

    kepada Nabi Muhammad Saw adalah surat Al-Maidah (5)

    : 3 pada saat beliau sedang wukuf di Padang Arafah

    melaksanakan haji wada’ pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun

    ke 10 Hijriyah.

    3. Hifdzul Qur’an

    Kata Hifdzul berasal dari bahasa Arab Hafadza

    yang berarti menjaga atau menghafalkan, sedangkan

    Hifdzul Qur’an adalah menjaga atau menghafalkan firman

    Allah atau kalam Allah. Tujuan dari Hifdzul Qur’an

    adalah untuk menjaga al-Qur’an dan sebagai sarana

    31

    Majid, Abdul. Praktikum Qira’at. (Jakarta: Amzah, 2011). 1-4

  • mendekatkan diri kepada Allah Swt karena membaca al-

    Qur’an secara langsung atau dengan hifdzul seolah-olah

    berdialog dengan Allah Swt. Adapun cara-cara

    menghafalkan al-Qur’an adalah sebagai berikut:

    a. Berguru secara Musyafahah.

    b. Niat membaca dengan ikhlas.

    c. Dalam keadaan suci.

    d. Memilih tempat yang pantas dan suci.

    e. Menghadap kiblat dan berpakaian sopan.

    f. Bersiwak (gosok gigi).

    g. Membaca Ta’awwudz.

    h. Membaca al-Qur’an dengan tartil.

    i. Merenungkan makna al-Qur’an.

    j. Khusyu’ dan Khudzu’.

    k. Memperindah suara.

    l. Menyaringkan suara untuk mempermudah dalam

    menghafalkan.

    m. Tidak dipotong dengan pembicaraan lain.

    n. Tidak melupakan ayat-ayat yang sudah dihafal.

    o. Mengulang-ulang ayat-ayat Al-Qur’an supaya dapat

    masuk dan menempel di otak.

    p. Mengulang hafalan dengan membacanya tiap hari

    supaya tidak lupa atau hilang.

    4. Keutamaan Membaca Al-Qur’an

    Membaca al-Qur’an merupakan pekerjaan yang

    utama, yang mempunyai berbagai keistimewaan dan

    kelebihan dibandingkan dengan membaca bacaan yang

    lain. Adapun keutamaan membaca al-Qur’an diantaranya

    sebagai berikut:

  • a. Menjadi manusia yang terbaik.

    b. Orang yang mahir membaca al-Qur’an tingkatannya

    bersama para malaikat.

    c. Al-Qur’an sebagai hidangan Allah.

    d. Rumah dibacakan al-Qur’an dihadiri para malaikat dan

    menjadi leluasa bagi penghuninya.

    e. Rumah yang dibacakan al-Qur’an terpancar sinar

    hingga ke penduduk langit.

    f. Membaca al-Qur’an akan menjadikan begitu banyak

    kebaikan dan keberkahan.

    g. Membaca al-Qur’an akan memperindah pembacanya.

    h. Membaca al-Qur’an Adalh penerang bagi hati.

    i. Membaca al-Qur’an sangat bermanfaat bagi pembaca

    dan orangtuanya.

    j. Pembaca al-Qur’an tidak akan terkena bencana di hari

    kiamat kelak.

    k. Al-Qur’an memberi syafa’at kepada pembacanya.

    l. Bacaan al-Qur’an mengharumkan pendengarnya

    dengan minyak dan misik (minyak kasturi).32

    5. Pengertian Semaan Al-Qur’an

    Kata Semaan di ambil dari bahasa Arab sami’a,

    yasma’u, sam’an yang berarti mendengarkan/menyimak.33

    Sedangkan semaan al-Qur’an yaitu kegiatan muslim

    mendengarkan, menyimak lantunan Ayat-ayat suci

    Alqur’an yang dilantunkan oleh Khufadzul Qur’an

    (penghafal al-Qur’an). Dengan tujuan untuk belajar al-

    Qur’an lebih dalam melalui semaan, mendekatkan diri

    kepada Allah untuk jalan menuju taubat sekaligus menjadi

    32

    Ibid. 55-60 33

    Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. (Ciputat: PT. Muhammad Yunus Wadzurriyyah, 2007). 179

  • sarana introspeksi diri, mengadu, silaturrahim antar

    sesama ummat Islam dan do’a bersama. Sekaligus sebagai

    sarana ungkapan cinta kita kepada Allah, Rasulullah,

    Shahabat, Auliya’, Salafushsholih, Ulama’, Orang tua dan

    segenap saudara muslim (yang masih hidup atau yang

    sudah meninggal).

    Kegiatan semaan al-Qur’an bertujuan untuk

    beribadah kepada Allah semata demi mendapatkan

    keselamatan kelak diakhirat dan bukan untuk kepentingan

    dunia. Sekaligus sebagai pembelajaran miniatur kehidupan

    bagi manusia agar merasa sadar telah diciptakan oleh

    Allah didunia dan tujuannya hanya untuk beribadah serta

    mendekatkan diri kepada-Nya.

    Dalam QS. Al-Anfal ayat 2 juga menjelaskan:

    “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah

    mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati

    mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya

    bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya

    kepada Tuhanlah mereka bertawakkal”. (QS. Al-Anfal :

    2) 34

    Kemudian dalam Bahasa Indonesia menjadi

    “Simaan” atau “Simak”, dan dalam Bahasa Jawa disebut

    “Semaan”. Dalam penggunaanya, kata ini tidak

    34

    Al-Qur’an (Departemen Agama RI, 2012: 177).

  • diterapkan secara umum sesuai asal maknanya, tetapi

    digunakan secara khusus kepada suatu aktivitas tertentu

    para santri atau masyarakat umum yang membaca dan

    mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an. Tidak hanya

    sekadar membaca dan mendengar al-Qur’an, penggunaan

    kata semaan saat ini secara ketat disematkan kepada

    sejumlah orang yang membaca dan menghafal al-Qur’an

    dengan cara menghafalnya.

    Dalam pengertian ini, Semaan dapat dijadikan

    sebagai metode menghafal al-Qur’an yaitu biasanya

    berkumpul minimal dua orang, atau bisa juga lebih, yang

    salah satu di antara mereka ada yang membaca al-Qur’an

    (tanpa melihat teks ayat), sementara yang lainnya

    mendengar serta menyimaknya. Pendengar sangat

    bermanfaat dalam metode hafalan ini, sebab mereka bisa

    melakukan koreksi atau membenarkan jika pelantun al-

    Qur’an itu membacanya salah. Ada pula pengertian bahwa

    semaan adalah kegiatan membaca dan mendengarkan al-

    Qur’an berjama’ah atau bersama-sama, di mana dalam

    semaan itu juga selain mendengarkan al-Qur’an, yang

    hadir (Sami’in) juga bersama-sama melakukan ibadah

    sholat wajib secara berjama’ah juga sholat-sholat sunnah

    yang lain, dari ba’da subuh hingga khatamnya.35

    C. Tradisi Semaan Al-Qur’an Di Masyarakat

    Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan

    bahwa arti dari kata tradisi dalam kamus besar bahasa

    Indonesia memiliki dua arti yakni : (1) adat kebiasaan turun

    35

    (Arif, 2012, Semaan,) http://www.nu.or.id/post/read/40612/semaan : diakses 2 November 2018

    http://www.nu.or.id/post/read/40612/semaan

  • temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan oleh

    masyarakat, dan (2) penilaian atau anggapan bahwa cara-cara

    yang telah ada merupakan yang paling baik,benar, seperti:

    perayaan hari besar agama itu jangan hanya merupakan

    perayaan, tetapi harus dimaknai maknanya.36

    Jadi tradisi Semaan adalah kebiasaan membaca dan

    mendengarkan al-Qur’an secara bersama-sama yang mana hal

    tersebut sudah dilakukan oleh masyarakat (terutama di desa

    kalikondang) yang pelaksanaannya dianggap sebagai nilai

    sosial, dan dalam pelaksanaan kegiaatan semaan terdapat

    ritual yang dilakukan baik sebelum atau setelah acara semaan

    al-Qur’an.

    a. Tradisi semaan al-Qur’an dalam Walimatul ‘Ursy

    (pernikahan).

    Agama Islam telah mensyari’atkan kepada kita

    semua untuk mengumumkan sebuah pernikahan. Hal itu

    bertujuan untuk membedakan dengan pernikahan rahasia

    yang dilarang keberadaannya oleh Islam. Selain itu,

    pengumuman tersebut juga bertujuan untuk menampakkan

    kebahagiaan terhadap sesuatu yang dihalalkan oleh Allah

    SWT kepada seorang mukmin, sebab dalam pernikahan

    dorongan nafsu birahi menjadi halal hukumnya. Dan

    dalam ikatan itu juga, akan tertepis semua prasangka

    negatif dari pihak lain. Tidak akan ada yang curiga,

    seorang laki-laki berjalan berduaan dengan seorang

    wanita, itulah sebabnya Allah SWT memerintahkan

    kepada umat Islam untuk menyiarkan akad nikah atau

    36

    Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi.IV (Jakarta: PT Gramedia, 2002), 1208.

  • mengadakan suatu walimah untuk mengumumkan acara

    perkawinannya di proses walimatul ‘urs pada khalayak

    umum.37

    Dari Aisyah, bahwa Nabi saw bersabda:

    Artinya: “Dari Aisyah telah berkata Rasulullah

    saw: Umumkan pernikahanmu, tempatkanlah di masjid,

    dan pukullah musik rebana”. (HR.Tirmizi).38

    Walimah berasal dari kata walimah ( ) artinya

    pesta atau kenduri.39 dalam versi lain, walimah secara

    etimologi terbentuk dari kalimat yang artinya

    berkumpul, dan secara syar’i bermakna sajian makanan

    yang dihidangkan untuk merayakan suatu kebahagiaan.40

    sedangkan al-Ursy artinya pesta perkawinan.41

    Menurut Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah

    walimah berarti penyajian makanan untuk acara pesta.

    Ada juga yang mengatakan, walimah berarti segala macam

    makanan yang dihidangkan untuk acara pesta atau yang

    lainnya.42

    37

    Ali Ash-Shabuni, Muhammad. Hadiah Untuk Pengantin. (Jakarta:

    Mustaqim, 2001), 302. 38

    Abu ‘Isa Muhammad bin Isa al-Tirmizi. al-jami’ al-Sahih. juz III,

    407. 39

    Yunus, Mahmud. Kmus Arab-Indonesia. (Ciputat: PT. Muhammad Yunus Wadzurriyyah, 2007), 506.

    40 Ahmad bin Umar As Syathiri. Al Yaqutunnafis. (Surabaya: Al

    Hidayah, 1369 H), 147. 41

    Op chit. 346 42

    Syaikh Khamil Muhammad Uwaidah. Fiqhi Wanita Edisi Lengkap. (Jakarta: Pustaka, 1996), 516.

  • Menurut Imam Muhammad bin Ismail ash-

    Shan’ani walimatul ursy ( ) adalah sebagai

    tanda pengumuman (majelis) untuk pernikahan yang

    menghalalkan hubungan suami isteri dan perpindahan

    status kepemilikan.43

    Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, Walimah juga

    dapat diartikan dengan kata walm yang berarti

    perhimpunan, karena pasangan suami istri berhimpun.

    Walimatul ‘ursy adalah hidangan khusus dalam acara

    pernikahan yang dalam kamus bahasa Arab makna

    walimatul‘ursy adalah makanan acara pernikahan, atau

    setiap makanan yang dibuat untuk undangan yang

    lainnya.44

    Menurut Imam Masrudi: Walimah adalah acara

    pernikahan yang bertujuan memberitahukan akan

    berlangsungnya pernikahan dan sebagai rasa syukur atas

    karunia Allah SWT. Yang dianugerahkan kepada kedua

    mempelai sehingga menjadi syiar Islami di tengah

    masyarakat agar tergugah keinginan bagi para pemuda

    untuk dapat melangsungkan pernikahan.45

    Sedangkan walimah dalam literatur arab secara

    arti kata berarti jamuan yang khusus untuk perkawinan

    dan tidak digunakan untuk perhelatan diluar perkawinan.

    43

    Imam Muhammad bin Ismail ash-Shan’ani. Subulus Salam Syarah Bulughul Maram. Terj. Ali Nur Medan Jus 3 (Jakarta: Darus Sunnah Press,

    2013) 153-154. 44

    Sabiq, Sayyid. Fikih Sunah. Cet. 1. (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008), 215

    45Masrudi, Imam. Bingkisan Pernikahan. Cet. 1 (Jakarta: Lintas

    Pustaka, 2006), 76

  • Berdasarkan pendapat ahli bahasa diatas untuk selain

    kesempatan perkawinan tidak digunakan kata walimah

    meskipun juga menghidangkan makanan.46

    Berbagai penjelasan yang bersumber dari para

    ulama dan tokoh Islam di atas maka yang dimaksudkan

    dengan walimatul ‘ursy itu adalah jamuan makan yang

    diadakan untuk merayakan pernikahan pasangan

    pengantin. Sebagai salah satu momen untuk

    mengumumkan pernikahan kepada khalayak, agar tidak

    menimbulkan syubhat (kecurigaan) dari masyarakat yang

    mengira orang yang sudah melakukan akad nikah tersebut,

    melakukan perbuatan yang tidak dibolehkan syara’

    (berzina) karena belum diketahui statusnya (sudah

    menikah) juga sebagai rasa syukur pada momen yang

    sangat membahagiakan dalam kehidupan seseorang, maka

    dianjurkan untuk mengadakan sebuah pesta perayaan

    pernikahan dan membagi kebahagiaan itu kepada orang

    lain.

    Semaan al-Qur’an yang diadakan sebelum pesta

    pernikahan berlangsung semata bribadah kepada Allah swt

    dan menjadi sebuah ungkapan rasa syukur serta wasilah

    mengharap ridho dari Allah swt. agar pernikahanya di beri

    kelanggengan, turunan yang ahlul Qur’an dan kelancaran

    rizki, sehingga bisa hidup bahagia sejahtera. Selain itu

    melalui acara semaan al-Qur’an diharapkan dapat

    memperoleh restu dari orang tua yang sudah meninggal,

    46

    Syarifuddin, Amir. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. (Jakarta: Prenada Media, 2006), 155.

  • dan hal ini dipercara sebagai balasan dari cara berbakti

    kepada orang tua yang sudah meninggal.47

    b. Tradisi semaan al-Qur’an dalam kirim do’a orang

    meninggal.

    Pengiriman hadiah pahala bagi mayit ini sunnah

    secara syariat Rasulullah saw. mencontohkan dan

    membolehkan, sebagaimana dalam hadis berikut:

    Dari Aisyah ra bahwa sungguh telah datang

    seorang laki-laki pada Nabi muhammad saw seraya

    berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah

    meninggal mendadak sebelum berwasiyat, kukira bila ia

    sempat bicara mestilah ia akan bersedekah, bolehkah aku

    bersedekah atas namanya?” Rasul saw. menjawab:

    “Boleh” (Shahih Muslim, juz XI, no. 1004, hal.84).

    Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw.

    “Ayahku meninggal dunia, dan ia meninggalkan harta

    serta tidak memberi wasiat. Apakah dapat menghapus

    dosanya bila saya bersedekah? Ujar Nabi saw “Ya” (HR.

    Ahmad, Muslim dari Abu Hurairah)

    47

    Hasil Wawancara dengan (Kyai MNSR) 1 november 2018

  • Hadist di atas berhubungan dengan sedekah

    jariyah bagi si mayit, namun jelas sekali kejadian di atas

    adalah ketika orang tua dari sang lelaki itu telah

    meninggal, bukan ketika orang tua masih hidup pada saat

    sang anak menyedekahkan harta sang ibu dan pahalanya

    bagi orang tua mereka.

    Berkata Hujjatul Islam Al Imam Nawawi rahimahullah :

    “Dan dalam hadits ini (hadits riwayat shahih

    muslim diatas) menjelaskan bahwa shadaqah untuk mayit

    bermanfaat bagi mayit, dan pahalanya disampaikan pada

    mayyit, demikian pula menurut Ijma (sepakat) para

    ulama, dan demikian pula mereka bersepakat atas

    sampainya doa doa” (Syarah Imam Nawawi ala Shahih

    Muslim juz 7 hal 90)

    Banyak hadist-hadist dari Rasulullah saw. dan

    riwayat sahabat r.a. yang nyata dan kuat membolehkan

    mengirim pahala bagi mayit khususnya lewat bacaan al-

    Qur’an, doa dan sedekah. Berikut hadisnya:

    Diriwayatkan oleh Darulqutni bahwa seorang laki-

    laki bertanya,“Ya Rasulullah saw. saya mempunyai ibu

    bapak yang selagi hidup saya berbakti kepadanya. Maka

    bagaimana caranya saya berbakti kepada mereka, setelah

    mereka meninggal dunia? Ujar Nabi saw. Berbakti setelah

  • mereka meninggal, caranya dengan melakukan shalat

    untuk mereka disamping sholatmu dan berpuasa untuk

    mereka disamping puasamu.

    “Dengan nama Allah ! Ya Allah terimalah

    kurbanku dari Muhammad, dari keluarga Muhammad,

    dari umat Muhammad”.48 Hadis ini menjelaskan bahwa

    Nabi berkurban yang pahalanya untuk beliau, dan

    sebagaian diberikan untuk keluarga beliau, dan sebagaian

    diberikan untuk umat beliau saw.

    Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik r.a bahwa

    Rasulullah saw bersabda: “Apabila seorang mukmin

    membaca ayat kursi dan menghadiahkan pahalanya

    kepada para penghuni kubur, maka Allah akan

    memasukkan empat puluh cahaya ke pada setiap kubur

    orang mukmin mulai dari ujung dunia bagian timur

    sampai barat, Allah akan melapangkan liang kubur

    mereka, memberi pahala enam puluh orang nabi kepada

    yang membaca, mengangkat satu drajat bagi setiap mayit,

    dan menuliskan sepuluh kebajikan bagi setiap mayit

    Hadis-hadis di atas dijadikan dalil oleh para ulama

    salaf untuk menfatwakan kebolehan mengirim/

    menghadiahkan pahala baik sedekah, bacaan al-Qur’an

    dan mendo’akan bagi mayit.

    Imam Muhibbuddin Ath-Thabari berkata: “Arti

    mayit adalah seseorang yang telah di cabut nyawanya”.

    48

    (HR. Muslim, lihat Shahih Muslim, XIII, hal. 122)

  • Adapun yang menyatakan arti mayit adalah orang yang

    sekarat, pendapat ini tak berdalih.49

    Imam al-Qurtubi mengatakan, bahwa pernah juga

    dikatakan, bagi pembacanya akan mendapatkan pahala

    bacaan al-Qur’an itu, sedangkan bagi orang yang sudah

    meninggal akan mendapatkan pahala karena mendengar.

    Allah swt berfirman:

    “Apabila dibacakan al-Qur’an, dengarkanlah

    baik-baik dan perhatikan sambil berdiam diri, baik

    sembahyang maupun luar sembahyang”,(Al-A’raf: 204)

    terkecuali dalam shalat berjamaah ma’mum boleh

    membaca Al-Fatihah sendiri sewaktu imam membaca

    ayat-ayat al-Qur’an.

    Selanjutnya Imam Qurthubi mengatakan, Diantara

    kemurahan Allah swt. Adalah ketidak mustahilan bagi-

    Nya untuk memberikan pahala bacaan al-Qur’an dan

    pahala mendengar sekaligus, serta menyampaikan pahala

    yang diniatkan untuk diberikan kepada orang yang sudah

    meninggal, meskipun orang itu tidak mendengar, seperti

    misal, sedekah dan do’a.50

    Dari paparan beberapa hadis diatas yang

    menjadikan dasar masyarakat Kalikondang setiap kirim

    do’a orang meninggal selalu diadakan semaan al-Qur’an

    serta sedakah untuk simayit.

    49

    www.academia.edu/9834411/DOA-UNTUK-MAYIT (diakses 2

    November 2018), 10-12. 50

    Ibid.13.

    http://www.academia.edu/

  • Upacara selametan kematian secara berurutan

    diadakan sebagai berikut: Slametan surtanah atau geblak

    yang diadakan pada saat meninggalnya seseorang;

    slametan nelung dina, yaitu upacara selamatan kematian

    yang diadakan pada hari ke tiga sesudah saat

    meninggalnya seseorang; slametan mitung dina yaitu

    upacara selamatan saat sesudah meninggalnya seseorang

    yang jatuh pada hari ke tujuh. Kemudian, slametan matang

    puluh dina atau empat puluh harinya; slametan nyatus atau

    seratus harinya; slametan mendak sepisan dan mendak

    pindo, yaitu setahun dan dua tahunnya; slametan nyewu

    atau ke seribu harinya; slametan nguwis-uwisi atau

    peringatan saat kematian seseorang untuk terakhir kali.51

    Setalah beberapa selamatan diatas selesai baru diadakan

    acara khaul.

    Haul berasal dari bahasa Arab Al-Haul ( )

    yang mempunyai arti telah lewat dan berlalu atau berarti

    tahun. Dalam bab zakat kita jumpai dalam literatur fiqih,

    haul menjadi syarat wajibnya zakat hewan ternak, emas,

    perak, serta harta dagangan. Artinya harta kekayaan

    tersebut baru wajib dikeluarkan zakatnya bila telah

    berumur satu tahun.52

    Haul yang dalam bahasa Arab berarti tahun, dalam

    masyarakat Indonesia, khususnya Jawa mempunyai arti

    yang sangat khusus, yaitu suatu upacara ritual keagamaan

    untuk memperingati meninggalnya seseorang yang

    51

    Amin, M. Darori (ed),. Islam dan Kebudayaan Jawa. Cet. I. (Yogyakarta: Penerbit Gama Media 2000), 7.

    52 Muslih, M. Hanif. Peringatan Haul Ditinjau dari Hukum Islam.

    (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2006), 1.

  • ditokohkan dari para wali, ulama atau kyai.53 Haul disebut

    juga khol (mungkin karena salah kaprah dalam

    pengucapan). Adapun salah satu tradisi yang berkembang

    kuat dikalangan Nahdliyin. Berbentuk peringatan

    kematian seseorang setiap tahun. Biasanya dilakukan tepat

    pada hari, tanggal dan pasaran kematian.54

    Pemujaan arwah nenek moyang seperti yang ada

    pada masyarakat Jawa kemudian dipadukan dengan ajaran

    Islam, dengan maksud menanamkan pengertian bahwa

    upacara pemujaan arwah nenek moyang menyandang

    kewajiban utama untuk ingat bahwa setiap orang akan

    mati, sehingga di dalam hidupnya harus berbuat amal,

    berbakti kepada Allah SWT dan mematuhi ajaran Islam.

    Mereka melakukan berbagai upacara selamatan yang

    berisi do’ado’a atau sedekah agar arwah nenek moyang

    mereka mendapat tempat yang baik di akherat kelak.

    Upacara dan tata cara mengagungkan arwah leluhur

    banyak macam ragamnya, kesemuanya berhubungan

    dengan peristiwa kematian dan peringatan selamatan

    sesudahnya.55

    D. Kajian Tentang living Qur’an

    Kajian dalam bidang living Qur’an memberikan

    kontribusi yang sangat signifikan dalam mengembangkan

    wilayah objek kajian al-Qur’an. Jika selama ini terdapat kesan

    53

    Ibid.v 54

    Lihat Fadeli, H. Soeleiman. Antologi NU: Sejarah-Istilah-Amaliyah-

    Uswah, Khalista, Surabaya, 2007, Cet. I, 119. 55

    Aspuri. Pengaruh Tradisi Haul Kh. Abdurahman Terhadap

    Keberagamaan Masyarakat Mranggen Demak. Skripsi (Semarang, IAIN Wali Songo, 2009), 4.

  • bahwa tafsir selalu dipahami dalam bentuk teks grafis (kitab

    atau buku) yang ditulis oleh seseorang, maka makna tafsir

    sebenarnya bisa diperluas. Tafsir bisa dituangkan dalam

    bentuk respon atau perilaku masyarakat yang terinspirasi

    kehadiran al-Qur’an di tengah-tengah kehidupan mereka.

    Dalam hal ini al-Qur’an disebut dengan tilawah, yakni

    pembacaan yang berorientasi kepada pengamalan (action)

    yang berbeda dengan qira’ah (pembacaan yang berorientasi

    pada pemahaman atau understanding).56

    Upaya untuk membuat hidup dan menghidup-

    hidupkan al-Qur’an oleh masyarakat, dalam arti respons sosial

    (realitas) terhadap al-Qur’an, dapat dikatakan living Qur’an.

    Baik itu dilihat masyarakat sebagai ilmu (science) dalam

    wilayah profane (tidak keramat) di satu sisi dan sebagai buku

    petunjuk (huda) dalam yang bernilai sacral (sacredvalue) di

    sisi lain. Kedua efek inilah yang sesungguhnya mengahasilkan

    sikap dan pengalaman kemanusiaan berharga yang

    membentuk sistem religi karena dorongan emosi keagamaan

    (religious emotion), dalam hal ini emosi jiwa terhadap al-

    Qur’an.57

    Dalam mengkaji dan melihat fenomena sosial, penulis

    tertarik terhadap teori yang di tawarkan oleh Abdul Mustaqim

    untuk mengungkap praktik pembacaan al-Qur’an dalam

    kehidupan sehari-hari umat Islam, khususnya dalam penelitian

    56

    Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Living Qur’an; Model

    Penelitian Kualitatif Dalam Sahiron Syamsuddin Metodologi Penelitian Living

    Qur’an Dan Hadits. (Yogyakarta: Teras, 2007), 68. 57

    Yusuf, Muhammad. Pendekatan Sosiologi Dalam Living Qur’an

    dalam Sahiron Syamsuddin. Metodologi Penelitian Living Qur’an Dan Hadits. (Yogyakarta: Teras, 2007), 36.

  • ini adalah Tradisi Semaan Al-Qur’an Prespektif Desa

    Kalikondang.

    Adapun teori-teori yang digunakan sebagai analisis

    dalam peneltian ini di antaranya: Pertama Berbagai persoalan

    penafsiran selalu dihadapkan dengan bahasa dan teks, dan

    dalam hal ini meliputi seluruh isi kitab suci al-Qur’an yang

    dipercayai oleh umat Islam sebagai pesan dari Tuhan.

    Bagaimana kita menafsirkan wahyu yang berbahasa langit

    dipahami dengan bahasa bumi agar mempunyai makna yang

    dapat dipahami oleh manusia. Masalah pemahaman adalah

    masalah tekstual, artinya begitu kita mau memahami realitas,

    ia sebenarnya sedang menafsirkan sebuah teks, menjadi teks

    itu sendiri memiliki cakupan seluas realitas.

    Mengenai teori-teori penelitian tentang interaksi dan

    masyarakat dengan al-Qur’an menurut Abdul Mustaqim

    memang masih sulit dirumuskan secara definitive. Meski

    demikian teori-teori sosial yang menyangkut sistem sosial dan

    sistem religi dapat didekati untuk membantu melihat realitas

    masyarakat telah dan sedang melakukan proses pemahaman

    dan menterjemahkan ke dalam perilaku kehidupan sehari-hari

    sesuai kapasitasnya masing-masing, sebagai representasi dari

    keyakinan mendalamnya terhadap al-Qur’an.58 Teori-teori

    tentang penafsiran biasanya dipahami teks dengan teks dalam

    memahami al-Qur’an, akan tetapi teori dalam kajian ini adalah

    teks al-Qur’an dipahami dan diterjemahkan ke dalam bentuk

    sikap atau perilaku.

    Kedua, para peneliti, penulis dan mufassir dalam

    rentang sejarah telah menawarkan berbagai metode, cara dan

    58

    Ibid. 37.

  • pendekatan terhadap al-Qur’an yang menghasilkan jutaan

    karya tafsir, membuktikan bahwa respons al-Qur’an lebih

    menguatketimbang terhadap kitab-kitab lainnya. Dalam

    pendekatan ini akan dicoba melihat gejala sosial yaitu

    hubungan antara al-Qur’an dan masyarakat Islam serta

    bagaimana al-Qur’an itu disikapi secara teoretik maupun

    dipraktekkan secara memadai dalam kehidupan sehari-hari.

    Dengan demikian living Qur’an adalah studi tentang

    al-Qur’an, tetapi tidak tertumpu pada eksistensi sosialnya yang

    lahir terkait dengan kehadiran al-Qur’an dalam wilayah

    geografi tertentu dan mungkin pada masa tertentu pula. Teori

    ini tidak mencari kebenaran positivistic yang selalu melihat

    konteks, tetapi semata-mata melakukan pembacaan obyektif

    terhadap fenomena keagamaan yang menyangkut langsung

    dengan al-Qur’an.59

    Ketiga, sebenarnya gambaran secara umum bagaimana

    kaum muslimin merespons terhadap kitab sucinya (al-Qur’an)

    tergambar dengan jelas sejak zaman Rasulullah dan para

    sahabatnya. Tradisi yang muncul adalah al-Qur’an dijadikan

    obyek hafalan (tahfiz), listening (sima’) dan kajian tafsir

    disamping sebagai obyek pembelajaran ke berbagai daerah

    dalam bentuk majlis al- Qur’an sehingga al-Qur’an telah

    tersimpan di dada (sudur) para sahabat. Setelah umat Islam

    mendiami seluruh belahan dunia, respons mereka terhadap al-

    Qur’an semakin berkembang dan variatif, tek terkecuali oleh

    umat Islam Indonesia. Masyarakat Indonesia termasuk umat

    Islam yang sangat respek terhadap al-Qur’an, dari generasi ke

    generasi dan berbagai kalangan kelompok keagamaan di

    59

    Ibid. 39.

  • semua tingkatan usia dan etnis. Fenomena yang terlihat jelas

    yang bisa kita ambil beberapa kegiatan yang mencerminkan

    everyday life of the Qur’an.60

    Keempat, living Qur’an sebagai penelitian yang

    bersifat keagamaan (religious research), yakni menempatkan

    agama sebagai sistem keagamaan, yakni sistem sosiologis,

    suatu aspek organisasi sosial, dan hanya dapat dikaji dengan

    tepat jika karakteristik itu diterima sebagai titik tolak. Jadi

    bukan meletakkan agama sebagai doktrin, tetapi sebagai gejala

    sosial.

    Living Qur’an bukan dimaksudkan bagaimana

    individu atau sekelompok orang memahami al-Qur’an

    (penafsiran), tetapi bagaimana al-Qur’an itu disikapi dan

    direspons mayarakat Muslim dalam realitas kehidupan sehari-

    hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial. Apa yang

    mereka lakukan adalah merupakan panggilan jiwa yang

    merupakan kewajiban moral sebagai Muslim untuk

    memberikan penghargaan, penghormatan, cara memuliakan

    kitab suci yang diharapkan pahala dan berkah dari al-Qur’an

    sebagaimana keyakinan umat Islam terhadap fungsi al-Qur’an

    yang dinyatakan sendiri secara beragam.61

    60

    Ibid. 43. 61

    Ibid. 49.

  • BAB III

    PAPARAN HASIL TEMUAN PENELITIAN

    A. GAMBARAN UMUM DESA KALIKONDANG

    KECAMATAN DEMAK KABUPATEN DEMAK

    1. Deskripsi umum Desa Kalikondang

    Desa Kalikondang Kecamatan Demak Kabupaten

    Demak Provinsi Jawa Tengah, memiliki empat Dukuh

    yaitu : Dukuh Prigi, Barus, Kondang Kulon, dan Kondang

    Wetan. Memiliki enam RW dan 37 RT, dengan Luas

    Wilayah 330.05 Ha, dengan batas Wilayah : Sebelah Utara

    Desa Donorojo, Sebelah Selatan Desa Karangsari, Sebelah

    Timur Desa Katonsari Sebelah Barat Desa Sumberejo.

    Jumlah Penduduk Desa Kalikondang sebesar

    2,537.9 jiwa yang terdiri dari 1,213.4 pria dan 1,324.5

    wanita. Secara geografis daerah Kalikondang merupakan

    daerah pertanian dimana sebagian besar penduduk masih

    berprofesi sebagai petani, pedagang, pekerja pabrik,

    tukang bangunan, PNS, dan guru

    Mengenai latar belakang pendidikan formal dan

    non formal, warga Desa Kalikondang sudah banyak yang

    menyadari akan pentingnya pendidikan umum dan agama,

    sehingga banyak dari mereka yang melanjutkan sekolah

    sambil mengaji di pondok pesantren sampai jenjang SMA

    bahkan sampai ke perguruan tinggi.62

    Mengenai karakter sosial, masyarakat

    Kalikondang seperti kebanyakan masyarakat lainnya,

    62

    Hasil Wawancara Dengan Aparat Desa, (Demak, 22 Oktober 2018).

  • mereka memiliki budaya gotong royong yang cukup kuat,

    hampir semua orang di desa ini saling kenal satu sama lain

    dan secara umum masyarakat bersikap ramah terhadap

    siapapun khususnya sesama warga Desa Kalikondang.

    2. Kultural Keagamaan Masyarakat

    Dilihat dari tipikal paradigma spiritual, masyarakat

    Desa Kalikondang mempunyai tipikal sebagai masyarakat

    santri, sebagaimana tipikal keagamaan masyarakat Demak

    pada umumnya. Tipikal santri nampak dari tradisi

    keagamaan serta bentuk interaksi sosial yang berkembang

    dalam masyarakat, masih terikat kuat dengan norma

    agama dan menempatkan kyai tradisional sebagai

    pemimpin masyarakat. Perlu diketahui bahwa, di desa

    Kalikondang sudah banyak pemimpin agama (tokoh

    agama) yang disebut Kyai. Jadi dalam melaksanakan acara

    keagamaan, biasanya dipimpin secara bergantian atau

    bergilir dan kadang mendatangkan rohaniawan dari luar

    daerah. Peran kyai sangat strategis dalam interaksi dan

    strata sosial masyarakat. Kyai dipandang mempunyai

    posisi dan pengaruh terkuat dalam lingkungan masyarakat.

    Hampir permasalahan sosial selalu merujuk pada pendapat

    atau pandangan kyai, termasuk dalam menentukan pilihan

    politik. Karena karakter paradigma yang bersifat

    tradisionalis agamis sebagaimana disebut diatas, maka

    sebagian besar masyarakat Desa Kalikondang berafiliasi

    pada jam’iyah NU (Nahdhatul Ulama)63 dengan

    menempatkan kyai sebagai posisi sosial tertinggi.

    63

    Secara histories, NU merupakan organisasi keagamaan yang

    didirikan oleh K. H. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926. NU adalah organisasi yang diikuti oleh kalangan muslim tradisionalis. Karena itulah, NU memiliki

  • Berbicara mengenai keagamaan mereka tidak bisa

    lepas dari keberadaan NU sebagai organisasi masyarakat

    Islam yang bisa dikatakan mendominasi pengaruhnya di

    Desa Kalikondang.

    Masyarakat Kalikondang terkenal religius dan

    sebagian besar berafiliasi ke NU sehingga NU sangat

    berpengaruh terhadap praktik keagamaannya. Praktik

    keagamaan yang dipengaruhi oleh NU antara lain:

    a. Yasinan dan Tahlilan.

    b. Tingkeban atau Tujuh bulanan.

    c. Ber