tradisi mandi pengantin dalam upacara ...repository.uinjambi.ac.id/3700/1/skipsi mardiana-shk...pada...

90
TRADISI MANDI PENGANTIN DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT BANJAR PERSPEKTIF ULAMA (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S.I) Dalam Hukum Keluarga Islam Pada Fakultas Syariah Oleh: MARDIANA SHK.162114 PEMBIMBING: H.M. ZAKI, S.Ag.,, M.Ag SITI MARLINA, S.Ag., M.HI PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 1441 H/2020 M

Upload: others

Post on 25-Jan-2021

30 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • TRADISI MANDI PENGANTIN

    DALAM UPACARA PERKAWINAN ADAT BANJAR

    PERSPEKTIF ULAMA

    (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan

    Kabupaten Tanjung Jabung Barat)

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Satu (S.I)

    Dalam Hukum Keluarga Islam

    Pada Fakultas Syariah

    Oleh:

    MARDIANA

    SHK.162114

    PEMBIMBING:

    H.M. ZAKI, S.Ag.,, M.Ag

    SITI MARLINA, S.Ag., M.HI

    PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

    FAKULTAS SYARIAH

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

    SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

    1441 H/2020 M

  • ii

    PERNYATAAN ORISINALITAS TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Mardiana

    NIM : SHK.162114

    Jurusan : Hukum Keluarga Islam

    Fakultas : Syariah

    Alamat : Desa Parit Sidang, Kec.Pengabuan, Kab. Tanjung Jabung Barat

    Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa skripsi yang berjudul : “Tata Cara

    Perkawinan Adat Banjar Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Desa Parit Sidang

    Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” adalah hasil karya

    pribadi yang tidak mengandungzzzz plagiarisme dan tidak berisi materi yang

    dipublikasikan atau ditulis orang lain, kecuali kutipan yang telah disebutkan

    sumbernya sesuai dengan ketentuan yang dibenarkan secara ilmiah.

    Apabila pernyataan ini tidak benar, maka peneliti siap mempertanggung

    jawabkannya sesuai hukum yang berlaku dan ketentuan UIN Sulthan Thaha

    Saifuddin Jambi, termasuk pencabutan gelar yang saya peroleh dari skripsi ni.

    Jambi, Februari 2020

    Yang Menyatakan,

    Mardiana

    NIM. SHK.162114

  • iii

    Pembimbing I : H. M. Zaki, S.Ag., M.Ag.

    Pembimbing II : Siti Marlina, S.Ag., M.HI

    Alamat : Fakultas Syariah UIN STS Jambi

    Jl. Jambi-Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren

    Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. (0741) 582021

    Jambi, Februari 2020

    Kepada Yth,

    Dekan Fakultas Syariah

    UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

    Di-

    JAMBI

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Assalamualaikum wr wb.

    Setelah membaca dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka skripsi

    saudari Mardiana, SHK. 162114 yang berjudul:“Tata Cara Perkawinan Adat

    Banjar Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan

    Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” Telah disetujui dan dapat

    diajukan untuk dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar

    sarjana strata satu (S1) dalam jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah

    Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Demikianlah, kami ucapkan terima kasih semoga bermanfaat bagi

    kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.

    Wassalamualaikum wr wb.

    Pembimbing I Pembimbing II

    H. M. Zaki, S.Ag., M.Ag. Siti Marlina, S.Ag., M.HI

    Nip. 1975117 199903 1 002 Nip. 19750221 200701 2 01

  • iv

  • v

    MOTTO

    ُْ ََُّنْىُّْىافُقََشاَء ٌْ اِ ائُِن ٍَ ٌْ َواِ ِْ ِعثَا ِدُم ٍِ َِ ُْ ٌْ َواىَصيِِح ُْْن ٍِ ً ٍَ ِّْنُحىااالَََا َواَ

    ِْ فَضْ ٍِ ٌُ هللا ٌٌ َُْغِِْه ُْ يِِه َوهللا َواِسٌع َعي

    Artinya : Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu,

    dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba

    sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan

    Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui. (QS. An-Nur

    (24): 32)

  • vi

    ABSTRAK

    Skripsi ini berjudul “Tradisi Mandi Pengantin dalam Upacara Perkawinan

    Adat Banjar Perspektif Ulama (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan

    Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat)”. Penelitian yang penulis

    lakukan ialah untuk mengungkap adat dan tradisi masyarakat Banjar di dalam

    prosesi perkawinan. Di mana adat dan tradisi dalam prosesi perkawinan telah

    dilakukan oleh masyarakat adat Banjar berlangsung sejak zaman dahulu oleh

    nenek moyang suku Banjar. Dalam prosesi sebelum walimahan dalam perkawinan

    terdapat runtutan yang harus dilakukan oleh kedua mempelai. Tujuan penelitian

    ini adalah ingin mengetahui pelaksanaan tradisi mandi pengantin adat Banjar

    masyarakat desa Parit Sidang, ingin mengetahui makna yang terkandung dalam

    tradisi mandi pengantin upacara perkawinan adat Banjar pada masyarakat desa

    Parit Sidang, dan ingin mengetahui pandangan pandangan beberapa ulama

    terhadap tradisi mandi pengantin dalam perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang.

    Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan

    menggunakan metode penelitian kualitatif tipe pendekatan yuridis empiris. Jenis

    dan sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Instrumen pengumpulan

    data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik

    sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan jenis teknik

    purposive sampling. Adapun hasil dari penelitian ini yaitu pertama, proses

    pelaksanaan perkawinan adat banjar desa Parit Sidang melalui tahap prosesi

    yaitu:. Kedua, makna yang terkandung dalam prosesi perkawinan adat Banjar desa

    Parit Sidang, yaitu pelaksanaan perkawinan adat merupakan suatu penghormatan

    nenek moyang, menjaga budaya, dan untuk menghindari segala hal yang tidak

    diinginkan. Ketiga prosesi perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang dalam

    perspektif hukum Islam hukumnya mubah selama tidak bertentangan dengan

    nash.

    Kata Kunci : Perkawinan Adat Banjar, Perspektif Hukum Islam

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji serta syukur kepada Allah SWT yang telah mencurahkan rahmat dan

    karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan guna memenuhi

    persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Strata Satu (S1) pada Hukum

    Keluarga Islam pada Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah

    membimbing umatnya kepada hidup yang penuh cahaya Islam.

    Skripsi ini diberi judul “Tatacara Perkawinan Adat Banjar dalam

    Perspektif Hukum Islam (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan

    Kabupaten Tanjung Jabung Barat)” merupakan suatu penelitian terhadap tata cara

    perkawinan adat Banjar yakni dimulai dari lamaran sampai dengan walimahan.

    Permasalahan yang terjadi pada tata cara perkawinan adat Banjar adalah terdapat

    salah satu prosesi yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Permasalahan yang

    terjadi pada prosesi adat tersebuat membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti

    bagimana tinjauan hukum Islam terhadap tata cara perkawinan adat Banjar pada

    masyarakat desa Parit Sidang. Hal inilah yang dibahas dan dianalisis dalam skripsi

    ini.

    Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, penulis akui tidak sedikit

    hambatan dan rintangan yang penulis temui baik dalam mengumpulkan data

    maupun dalam penyusunannya, dan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak

    terutama bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh dosen pembimbing, maka

    skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

  • viii

    Oleh karena itu, hal yang pantas penulis ucapkan adalah kata terima kasih

    kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama

    sekali kepada Yang Terhormat:

    1. Bapak Prof. Dr. Su‟aidi Asy‟ri, MA. Ph.D. sebagai Rektor Universitas Islam

    Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    2. Bapak Dr. Sayuti Una, S.Ag, MH. sebagai Dekan Fakultas Syariah Universitas

    Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    3. Bapak Agus Salim, M.A.,M.I.R.,Ph.D. sebagai Wakil Dekan Bidang

    Akademik. Bapak Ruslan Abdul Gani, SH, MH. sebagai Wakil Dekan Bidang

    Administrasi Umum Perencanaan dan Keuangan. Bapak Dr. H. Ishaq SH. M.

    Hum. sebagai Wakil Dekan Bidang Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.

    6. Ibu Mustiah RH, S.Ag, M.Sy. dan Bapak Irsadunas Noveri, SH, MH. sebagai

    Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum Keluarga Islam Universitas Islam Negeri

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

    7. Bapak H.M. Zaki, S.Ag., M.Ag. sebagai Pembimbing I dan Ibu Siti Marlina,

    S.Ag., M.HI sebagai Pembimbing II skripsi ini.

    8. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh Karyawan/Karyawati

    Fakultas Syariah dan perpustakaan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

    Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.

  • ix

    9. Bapak dan Ibu pegawai Kantor Desa Parit Sidang serta masyarakat desa Parit

    Sidang yang banyak meluangkan waktu untuk menjadi informan dalam

    penulisan skripsi ini.

    Di samping itu saya disadari juga bahwa skripsi ini masih jauh dari

    kesempurnaan. Oleh karena itu diharapkan kepada semua pihak untuk dapat

    memberikan kontribusi pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT

    kita memohon ampunan-Nya, dan kepada manusia kita memohon kemaafannya.

    Semoga amal kebajikan kita dinilai seimbang oleh Allah SWT.

    Jambi, April 2019

    Penulis

    Mardiana

    SHK. 162114

  • x

    PERSEMBAHAN

    Alhamdulillah

    Dengan selesainya skripsi ini

    Kupersembahkan

    Untuk Ayahanda Abri Huda dan Ibunda tercinta Misringatin

    Kakakku Uswatun Khasanah, Abang Iparku Husaini dan Adikku Lianah Dila

    Terima Kasih

    Atas semua pengorbanan, dorongan, do‟a

    Yang selalu tercurah untukku

    Atas semua saran dan semangat yang selalu diberikan.

    Buat sahabat-sahabatku Mastura, A. Yani, Himmatul Aliah, Intan Safrina

    Yang tetap setia dan banyak memberikan motivasi

    Dan inspirasi dalam hidupku

    Semoga jerih payah dan dukungan tersebut

    Mendapat imbalan dari Allah SWT.

    Amin.

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................................

    LEMBARAN PERNYATAAN ......................................................................... ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................... iii

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................................. iv

    MOTTO .............................................................................................................. v

    ABSTRAK ......................................................................................................... vi

    KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

    PERSEMBAHAN…………………………………………………………….x

    DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi

    DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………. xiii

    DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ............................................................................... 6

    C. Batasan Masalah .................................................................................. 6

    D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ......................................................... 6

    E. Kerangka Teori .................................................................................... 8

    F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 13

    BAB II METODE PENELITIAN

    A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 16

    B. Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................ 17

    C. Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 17

  • xii

    D. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................... 18

    E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 20

    F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 21

    G. Jadwal Penelitian ............................................................................... 23

    BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Aspek Historis ................................................................................... 24

    B. Aspek Geografis ................................................................................ 28

    C. Aspek Demografis………………………………………………...28

    D. Aspek Ekonomi ................................................................................. 31

    E. Aspek Pemerintahan.......................................................................... 31

    BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

    A. Proses pelaksanaan mandi pengantin dalam perkawinan adat Banjar

    desa Parit Sidang ............................................................................... 34

    B. Makna yang terkandung dalam prosesi upacara perkawinan adat Banjar

    pada masyarakat desa Parit Sidang………………………………..47

    C. Pandangan hukum Islam terhadap tatacara perkawinan adat Banjar

    desa Parit Sidang ............................................................................... 51

    BAB V PENUTUP

    A. Kesimpulan ........................................................................................ 63

    B. Saran .................................................................................................. 64

    C. Penutup…………………………………………………………….64

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................

    LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................................

    CURRICULUM VITAE .......................................................................................

  • xiii

    DAFTAR SINGKATAN

    1. Hlm : Halaman

    2. H : Hijriah

    3. M : Masehi

    4. Q.S : Al-Qur‟an Surah

    5. RT : Rukun Tetangga

    6. UIN : Universitas Islam Negeri

    7. SAW : Shollallahu Aalaihi Wasalam

    8. SWT : Subhanahu Wata‟ala

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel I Jadwal Penelitian………………………………………………………..23

    Tabel II Jumlah Penduduk Pada Setiap RT di Desa Parit Sidang Berdasarkan Jenis

    Kelamin…………………………………………………………………29

    Tabel III Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang.30

    Tabel IV Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang………………...…32

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk menghalalkan

    hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara laki-

    laki dan perempuan dimana antara keduanya bukan muhrim. Pernikahan adalah

    suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab

    sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan

    tujuan mencapai keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling

    menyantuni1. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 perkawinan ialah

    ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

    dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

    berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa2.

    Perkawinan Islam ialah suatu perjanjian antara pengantin laki-laki dan

    wali pengantin perempuan, disaksikan oleh sedikit-dikitnya dua orang, dimana

    ijab-kabul dikatakannya, dan mas kawin dipastikannya3. Perkawinan dalam

    Islam selain untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani dan rohani manusia,

    juga sekaligus bertujuan untuk membentuk keluarga dan memelihara serta

    meneruskan keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia ini, juga mencegah

    perzinahan, agar tercipta ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang

    1 Sudarsono,Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hlm. 188.

    2 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

    3 Soerjono Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: Rajawali, 1981),

    hlm.105.

  • 2

    bersangkutan, ketentraman keluarga dan masyarakat4. Hal ini sejalan dengan

    firman Allah Swt. Q.S Ar-Rum (30): 21

    ِْ ٍِ ُْ آََرِهِ َو ٌْ َخيَقَ اَ ِْ ىَُن ٍِّ ٌْ ّْفُِسُن ُْهَاَوَجَعوَ اَ ٌْ اَْصَواًجاىِّرَْسُنُْْىااِىَ َُُْْن جً تَ َىدَّ ٍَّ

    حً ََ َسْح َُّ وَّ ٍْ اِ ًٍ اَلَََدٍ َرىِلَ فِ َُ ىِّقَْى ُشْو ََّرَفَنَّ

    Artinya : Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan

    untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

    merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih

    sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

    tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.5

    Adat diartikan sebagai cerminan daripada kepribadian suatu bangsa,

    dengan kata lain adat merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa.

    Maka setiap bangsa didunia ini memiliki adat kebiasaan sendiri-sendiri yang satu

    dengan yang lainnya dan keberadaannya tidak sama, baik dari segi simbol dan

    tingkah laku masyarakat adat. Justru oleh karena itu ketidaksamaan tingkah laku

    dapat mengatakan, bahwa adat itu merupakan unsur yang terpenting yang

    memberikan identitas dari suatu bangsa. Di Negara Republik Indonesia dikatakan

    “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti walaupun berbeda-beda menjadi satu

    kesatuan dalam Negara Pancasila.

    Adat atau disebut juga „urf yang berarti kebiasaan baik.6 Menurut

    Soekanto ialah hukum adat itu merupakan keseluruhan adat (yang tidak tertulis)

    dan hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan dan kelaziman yang

    4 Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hlm. 26.

    5 Al-Qur‟an surah Ar-Rum (30): 21.

    6 Abd Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 209.

  • 3

    mempunyai akibat hukum7. Perkawinan yang dilakukan menurut hukum adat

    adalah ikatan yang menghubungkan dua keluarga, yang tampak dari upacara

    waktu melangsungkan perkawinan itu. Karena penglihatan yang demikian,

    mereka lebih menghargai dan menghidup-hidupkan perkawinan menurut hukum

    adat saja daripada perkawinan yang dilangsungkan menurut hukum Islam.

    Hukum perkawinan adat merupakan hukum masyarakat yang mengatur

    tentang perkawinan yang tidak tertulis di dalam perundang-undangan negara. Jika

    terjadi pelanggaran maka yang akan mengadili ialah musyawarah masyarakat adat

    setempat. Meskipun masyarakat Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan

    Kabupaten Tanjung Jabung Barat mayoritas beragama Islam bahkan tergolong

    taat, mereka tetap yakin dan percaya sehingga mereka mengikuti tradisi yang

    sudah turun temurun, dan juga merupakan petuah orang-orang tua yang tidak

    mungkin untuk dilanggar. Begitu pula halnya perkawinan menurut adat Banjar

    desa Parit Sidang, ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan sebelum dan

    sesudah perkawinan tersebut.

    Perkawinan menurut adat Banjar di desa Parit Sidang Kecamatan

    Pengabuan Kabupaten Tanjung Jabung Barat bukan semata-mata urusan kedua

    pengantin, tetapi merupakan kewajiban kedua belah pihak orang tua, tengganai,

    pimpinan formal, dan tokoh-tokoh adat. Dalam tatacara perkawinan adat Banjar

    ini, terdapat upacara mandi pengantin. Acara ini merupakan bagian setelah

    dilaksanakannya perkawinan tersebut, yakni pengantin laki-laki dan pengantin

    wanita dimandikan didepan khalayak ramai dengan pakaian bahu terbuka.

    7 Bushar Muhammad, Asas-Asas Hukum Adat Suatu Pengantar, (Jakarta: Pradnya

    Paramita,1994), hlm. 11.

  • 4

    Tatacara perkawinan adat Banjar Desa Parit Sidang ini sudah menjadi

    tradisi masyarakat adat Banjar di Desa Parit Sidang yang masih kokoh memegang

    adat, karena hal tersebut merupakan adat kebiasaan turun temurun (dari nenek

    moyang) yang masih dijalankan masyarakat saat ini.

    Hukum Islam adalah peraturan atau ketetapan dari Allah SWT melalui

    Rasul-Nya, baik berbentuk tuntutan, larangan maupun petunjuk guna untuk

    terciptanya suasana kedamaian, ketenangan dan terhindar dari kemafsadatan

    lainnya. Peraturan-Peraturan ini berisi hukum-hukum syara‟ yang bersifat

    terperinci, yang berkenaan dengan kehidupan dan perbuatan manusia, yang dapat

    dipahami dan digali dari sumber-sumber (Al-Qur‟an dan Hadis) dan dalil-dalil

    syara‟ lainnya.

    Didalam Islam tidak di atur atau tidak dibahas secara jelas karena itu

    hanya tradisi suatu daerah. Islam sendiri hanya mengatur tentang hukum nikah,

    peminangan, rukun akad nikah, syarat nikah, macam-macam akad nikah, wanita-

    wanita yang diharamkan dan pengaruh akad nikah dilangsungkan dengan walimah

    untuk wujud bersyukur. Ketika hukum Islam dipraktekkan di tengah-tengah

    masyarakat yang memiliki budaya dan Adat istiadat yang berbeda seringkali

    wujud yang ditampilkan tidak selalu sama dan seragam.

    Dalam hukum Islam adat diterima dari generasi sebelumnya dan diyakini

    serta dijalankan oleh umat dengan anggapan bahwa perbuatan tersebut adalah baik

    untuk mereka. Sebagian adat lama itu ada yang selaras dan ada yang bertentangan

    dengan hukum syara‟ datang kemudian. Adat yang bertentangan itu, dengan

    sendirinya tidak mungkin dilaksanakan oleh umat Islam secara bersamaan dengan

  • 5

    hukum syara‟. Pertemuan antara adat dan syari‟at tersebut terjadilan benturan,

    penyerapan, dan pemburan antara keduanya. Dalam hal ini yang diutamakan

    adalah proses penyeleksian adat yang dipandang masih diperlukan untuk

    dilaksanakan, adapun yang menjadi pedoman dalam penyeleksian adat lama itu

    adalah kemaslahatan menurut wahyu8.

    Dari berbagai tradisi khususnya yang ada di desa Parit Sidang masih

    banyak acara dalam pesta perkawinan yang sedikit agak menyimpang dari ajaran

    agama. Oleh karena itu standar yang harus dipegang sebagai barometer adalah

    syari‟at Islam. Apakah acara demi acara dalam walimah perkawinan itu selaras

    dengan budaya muslim atau sesuai dengan norma ajaran Islam atau sebaliknya

    malah dilarang dalam budaya muslim atau bertentangan dengan norma ajaran

    Islam.

    Berdasarkan uraian di atas, maka hal menarik yang ingin penulis teliti

    adalah tentang tatacara perkawinan adat Banjar di kalangan masyarakat Desa Parit

    Sidang, dan alasan masyarakat mengapa masih menjalankan tata upacara

    perkawinan adat Banjar. Dan peneliti menentukan judul yang sesuai dengan

    penelitian ini: “Tata Cara Perkawinan Adat Banjar dalam Perspektif Hukum

    Islam (Studi Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat).”

    8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2005), hlm. 368- 369.

  • 6

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti menemukan masalah sebagai

    berikut:

    1. Bagaimana proses pelaksanaan mandi pengantin adat Banjar Masyarakat desa

    Parit Sidang kecamatan Pengabuan?

    2. Apa makna yang terkandung dalam tradisi mandi pengantin adat Banjar pada

    masyarakat desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan?

    3. Bagaimana pandangan beberapa ulama terhadap tradisi mandi pengantin adat

    Banjar desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan?

    C. Batasan Masalah

    Tatacara perkawinan adat merupakan kegiatan-kegiatan yang dilahirkan

    secara adat dalam perkawinan suatu daerah tertentu. Berdasarkan judul yang

    penulis angkat, maka bahasan yang menjadi tumpuan utama dari karya ilmiah ini

    agar tidak melebar dan mengembang dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam

    pembahasan, baik terhadap penulis maupun pembaca, maka penulis hanya

    memfokuskan kepada permasalahan perspektif hukum Islam terhadap tata cara

    perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan Kabupaten

    Tanjung Jabung Barat pada tahun 2018-2019.

    D. Tujuan dan kegunaan penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    1. Ingin mengetahui proses pelaksanaan mandi pengantin adat Banjar

    Masyarakat desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan.

  • 7

    2. Ingin mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi mandi pengantin

    adat Banjar pada masyarakat desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan.

    2. Ingin mengetahui beberapa pandangan ulama terhadap tradisi mandi

    pengantin adat Banjar desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan.

    2. Kegunaan Penelitian

    Kegunaan penelitian dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni kegunaan

    teoritis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritis biasanya dirumuskan dengan

    kalimay sebagai berikut:

    a. Kegunaan Akademis

    1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bagi

    penelitian selanjutnya dan dapat pula dijadikan sebagai bahan masukan

    dalam memahami tentang perihal tatacara perkawinan adat Banjar.

    2. Sebagai rujukan mahasiswa dan mahasiswi yang mengambil jurusan

    hukum tkeluarga. Dan sekaligus syarat untuk mendapatkan gelar sarjana

    strata satu di bidang hukum.

    b. Kegunaan Praktis

    1. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat berguna bagi masyarakat

    Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan terhadap tatacara perkawinan

    adat Banjar menurut tinjauan hukum Islam.

    2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi

    masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat suku Banjar pada

    khususnya dalam pelaksanaan perkawinan adat tentang tatacara

    perkawinan adat Banjar.

  • 8

    E. Kerangka Teori

    Kerangka teori yang akan dijadikan landasan dalam suatu penelitian

    tersebut, adalah teori-teori hukum yang telah dikembangkan oleh para ahli hukum

    dalam berbagai kajian dan temuan antara lain sebagai berikut:

    a. Teori ‘Urf

    Kata „Urf berasal dari kata „arafa, ya‟rifu )عشف َعشف( sering diartikan

    dengan “al-ma‟ruf‟” )اىَعشف( dengan arti: “sesuatu yang dikenal”.9 Istilah „urf

    dalam pengertian terminologi sama dengan istilah al-„adah (adat istiadat).10

    Arti

    „urf secara harfiah adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan

    yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya

    atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat, „urf ini sering disebut sebagai

    adat11

    .

    Penggolongan macam-macam „adat atau „urf itu dapat dilihat dari

    beberapa segi :

    1. Ditinjau dari segi materi yang biasa dilakukan. Dari segi ini „urf itu ada dua

    macam: „Urf qauli dan „urf fi‟li, „urf qauli yaitu kebiasaan yang berlaku dalam

    penggunaan kata-kata atau ucapan. Seperti kebiasaan masyarakat Arab

    menggunakan kata “walad” untuk anak laki-laki. Padahal menurut aslinya kata

    itu berarti anak laki-laki dan anak perempuan. Demikian juga menggunakan

    kata “lahm” untuk daging bintang darat, padahal Al-Qur‟an menggunakan kata

    itu untuk semua jenis daging termasuk daging ikan,penggunaan kata “dabbah”

    untuk binatang berkaki empat padahal kata ini menurut aslinya mencakup

    9 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta:Kencana Media Group, 2008), hlm. 363.

    10 Satria Effendi, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 153.

    11 Rachmat Syafe‟I, Ilmu Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 128.

  • 9

    binatang melata12

    . Sedangkan „urf fi‟li yaitu kebiasaan yang berlaku dalam

    perbuatan, umpamanya kebiasaan jual beli barang-barang yang enteng (murah

    dan kurang begitu bernilai), kebiasaan saling mengambil rokok diantara sesame

    teman tanpa adanya ucapan meminta dan memberi, tidak dianggap mencuri13

    .

    2. Ditinjau dari segi ruang lingkup penggunaannya yakni „urf umum dan „urf

    khusus, „urf umum yaitu adat kebiasaan yang berlaku untuk semua orang di

    semua negeri. „urf khusus yaitu yang hanya berlaku di suatu tempat tertentu

    atau negeri tertentu saja14

    . Seperti halnya tradisi piduduk yang memang

    dilaksanakan khusus pada acara pernikahan.

    3. Dari segi baik dan buruk, „adat atau „urf itu terbagi atas: „urf shahih dan „urf

    fasid15

    . „urf shahih ialah sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan

    tidak bertentangan dengan dalil syara, juga tidak menghalalkan yang haram dan

    juga tidak membatalkan yang wajib. Adapun „urf fasid, yaitu sesuatu yang

    telah saling dikenal manusia, tetapi sesuatu itu bertentangan dengan syara, atau

    menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib16

    .

    Adapun dalam kaidah fiqhiyyah yang berbunyi:

    ٍحنَح اىعذج

    Artinya : Adat (dapat dijadikan pertimbangan) dalam penetapan hukum.17

    12

    Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 366. 13

    Ibid, hlm. 367. 14

    A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam,

    (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 90. 15

    Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 368. 16

    Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, (Jakarta: Amzah, 2015), hlm.

    134. 17

    Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh Sejarah dan Kaidah Asasi…, hlm. 154.

  • 10

    Maksud dari kaidah di atas adalah apa yang dipandang baik oleh kaum

    bermanfaat dan tidak bertentangan dengan syara dalam muamalat dan

    munakahat juga dikembalikan kepada adat kebiasaan yang berlaku. Sedangkan

    adat kebiasaan yang bertentangan dengan nash-nash syara‟, tentu tidak boleh

    dijadikan dasar hukum.18

    Syariat Islam tidak serta merta berupaya menghapuskan tradisi atau adat-

    istiadat. Namun secara selektif Islam menjaga keutuhan tradisi tersebut selama

    hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.19

    Apabila dalam Al-Qur‟an

    maupun hadits tidak ditemukan secara tegas mengenai hukum tradisi atau adat-

    istiadat tertentu, sehingga untuk mengetahui tradisi atau adat istiadat telah sesuai

    dengan syariat Islam atau tidak. Perlu menggunakan kaidah fikih yang

    bermaktub salah satu kaidah asasiyyah yaitu al-„Adah Muhakkamat. Penelitian

    ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat adat Banjar dalam melakukan

    prosesi pelaksanaan upacara perkawinan, maka penggunaan „urf untuk

    menganalisa penelitian ini sangat relevan mengingat penelitian ini ada salah satu

    yang bertolak dari tradisi atau budaya masyarakat.

    „Adat lama yang pada prinsipnya secara substansial mengandung unsur

    maslahat (tidak mengandung unsur mafsadat atau mudharat), namun dalam

    pelaksanaannya tidak dianggap baik oleh Islam. Adat dalam bentuk ini dapat

    diterima dalam Islam namun dalam pelaksanaan selanjutnya mengalami

    perubahan dan penyesuaian.20

    18

    Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 45. 19

    Muchsin Usman, Qawaid Al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm. 96. 20

    Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh…., hlm. 369.

  • 11

    Para ulama mengamalkan „urf dalam memahami dan mengistibathkan

    hukum, menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima „urf tersebut, yaitu:

    1. „Adat atau „urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat.

    2. „Adat atau „urf itu berlaku umum dan merata dikalangan orang-orang yang

    berada dalam lingkungan „adat itu, atau di kalangan sebagian besar warganya.

    3. „Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku)

    pada saat itu; bukan „urf yang muncul kemudian.

    4. „Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara‟ yang ada atau

    bertentangan dengan prinsip yang pasti.21

    Ulama sepakat menolak „adat atau „urf dalam bentuk ketiga karena secara

    jelas bertentangan dengan syara‟. Segala ketentuan yang bertentangan dengan

    hukum syara‟ harus ditinggalkan meskipun secara „adat sudah diterima oleh orang

    banyak. Adat dalam bentuk ketiga ini dikelompokkan kepada „adat atau „urf yang

    fasid (merusak).22

    b. Teori Mashlahah

    Dilihat dari bentuk lafalnya, kata al-mushlahah adalah kata bahasa Arab

    yang berbentuk mufrad (tunggal). Sedaangkan bentuk jamaknya adalah al-

    mashalih. Dilihat dari segi lafalnya, kata mashlahah setimbangan dengan

    maf‟alah dari kata ash-shalah.23

    Adapun dilihat dari segi batasan pengertiannya,

    terdapat dua pengertian: yaitu menurut „urf dan syara‟. Menurut „urf, yang

    dimaksud dengan al-mashlahah ialah:

    21

    Ibid, hlm. 376-377. 22

    Ibid, hlm. 371. 23

    Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 304.

  • 12

    الِح واىَّْْفعِ اىَسثَُة اْىّؤّدي إىً اىصَّ

    Artinya : Sebab yang melahirkan kebaikan dan manfaat.

    Selanjutnya, pengertian al-mashlahah secara syar‟i, yaitu:

    ْقُصْىٍد اى ٍَ َؤدِّي إِىًَ َُ ثَُة اْى شَّاِسعِ ِعثَاَدجَ أَْو َعاَدجً اىسَّ

    Artinya : Sebab-sebab yang membawa dan melahirkan maksud (tujuan) asy-

    Syar‟I, baik maksud yang berkaitan dengan ibadah maupun muamalah

    (al-„adah).24

    Imam Al-Ghazali mengemukakan penjelasan bahwa al-mashlahah dalam

    pengertin syar‟i ialah, meraih manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka

    memelihara tujuan syara‟, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan

    harta. Penelitian ini berkenaan dengan tradisi yang berkembang di masyarakat

    berorientasikan pada kemaslahatan masyarakat, maka perlu kiranya mengkajinya

    dengan al-Mashlahah. Menurut Imam Al-Ghazali bahwa upaya meraih manfaat

    atau menolak kemudharatan yang semata-mata demi kepentingan duniawi

    manusia, tanpa mempertimbangkan kesesuaiannya dengan tujuan syara‟, apalagi

    bertentangan dengannya, tidak dapat disebut dengan al-mashlahah, tetapi

    sebaliknya, merupakan mafsadah.25

    Imam As-Syathibi menjelaskan, seluruh

    ulama sepakat menyimpulkan bahwa Allah SWT. Menetapkan berbagai ketentuan

    syariat dengan tujuan untuk memelihara lima unsur pokok manusia (adh-

    24

    Ibid, hlm. 305. 25

    Ibid, hlm. 306.

  • 13

    dharuriyyat al-khams), yang biasa juga disebut dengan al-maqashid asy-

    syar‟iyyah (tujuan-tujuan syara‟).26

    Melalui teori ini bahwasanya suatu perbuatan salah satunya tradisi adat

    yang dilakukan masyarakat adat pastinya sangatlah berguna dan bermanfaat bagi

    mereka. Karena dengan tradisi tersebut, mereka saling berkontribusi dalam

    pemeliharaan adat yang mungkin hanya terdapat beberapa suku saja yang masih

    melestarikannya.

    F. Tinjauan Pustaka

    Dalam mendukung penelitian yang lebih integral seperti yang telah

    dikemukakan pada latar belakang masalah, maka penulis berusaha untuk

    melakukan analisis lebih awal terhadap pustaka atau karya-karya yang lebih

    mempunyai relevansi terhadap topik yang akan diteliti.

    Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Nor Fadillah, dengan judul

    Tradisi “Maantar Jujuran” Dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif

    Konstruksi Sosial. Tesis ini membahas mengenai tradisi maantar jujuran dalam

    perkawinan adat Banjar di desa Keramat Kab. Hulu Sungai Utara dengan

    menggunakan teori konstruksi sosial Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.27

    Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Resda Maulida Agustina dengan

    judul Persepsi Masyarakat Banjar Terhadap Tradisi Mandi Pengantin (Perspektif

    Psikologi Islam). Skripsi ini membahas tentang persepsi masyarakat Banjar

    terhadap tradisi mandi pengantin yang dilakukan oleh masyarakat sebelum

    26

    Ibid, hlm. 308. 27

    Nor Fadillah, Tradisi “Maantar Jujuran” Dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif

    Konstruksi Sosial, Tesis Program Pascasarjana Magister Studi AL-Ahwal Al-Syakhshiyah,

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017.

  • 14

    melangsungkan perkawinan dan harus dilakukan bagi yang mempunyai sisilah

    keturunan.28

    Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Masrukin, dengan judul skripsi

    Persepsi Masyarakat Tentang Tradisi Piduduk Dalam Pernikahan Adat Banjar

    Perspektif „Urf (Studi di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir,

    Kalimantan Timur), Skripsi ini membahas tentang konsep dalam tradisi piduduk

    dan persepsi masyarakat tentang tradisi piduduk ditinjau dalam perspektif „urf.29

    Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Dwi Condro Wulan, dengan

    judul skripsi Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam Prosesi

    Perkawinan Adat Banjar Di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai

    Tengah Kabupaten Hulu Sungai Utara, Skripsi ini membahas tentang adanya

    pemberian mas kawin atau mahar dari calon suami kepada calon istri sebelum,

    sesudah atau pada waktu berlangsungnya akad sebagai pemberian wajib yang

    tidak dapat diganti dengan lainnya.30

    Kelima, penelitian yang dilakukan oleh Riska Rahmah, dengan judul

    Tradisi Bausung Pengantin Pada Banjar Kandangan Di Kecamatan Tembilahan

    Kabupaten Indragiri Hilir, Jurnal ini membahas tentang perubahan waktu

    pelaksanaan dan peralatan yang digunakan. Tradisi ini memiliki sanksi apabila

    28

    Resda Maulida Agustina, Persepsi Masyarakat Banjar Terhadap Tradisi Mandi

    Pengantin (Perspektif Psikologi Islam), Skripsi Mahasiswa Jurusan Psikologi Islam, Fakultas

    Ushuluddin dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Antasari, 2018. 29

    Masrukin, Persepsi Masyarakat Tentang Tradisi Piduduk Dalam Pernikahan Adat

    BanjarPerspektir „Urf (Studi di Kelurahan Sidomulyo, Kecamatan Samarinda Ilir, Kalimantan

    Timur), Skripsi Jurusan Al-ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri

    Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017. 30

    Dwi Condro Wulan, Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi Jujuran Dalam

    Prosesi Perkawinan Adat Banjar Di Kelurahan Sungai Malang Kecamatan Amuntai Tengah

    Kabupaten Hulu Sungai Utara, Skripsi Mahasiswa Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Ilmu

    Agama Islam, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018.

  • 15

    keturunannya tidak melakukan tradisi bausung pada acara pernikahan adat

    Banjar.31

    Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Logista Deny Saputra, dengan

    judul Pelaksanaan Tradisi Basaluluh Suku Banjar Perspektif Konsepsi Khitbah

    Sayyid Sabiq (Studi di Desa Awang Bangkal Barat Kecamatan Karang Intan

    Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan), Jurnal ini membahas tentang beberapa

    tahapan yang dilakukan oleh laki-laki yang jika ditinjau dari konsep khitbah

    Sayyid Sabiq memiliki kesesuaian dan ketidaksesuaian, sehingga jurnal akan

    mengkaji dan mendeskripsikan pelaksanaan tradisi basaluluh suku Banjar ditinjau

    dari konsep Khitbah Sayyid Sabiq.32

    Berdasarkan penelusuran tinjauan pustaka yang telah peneliti lakukan dari

    beberapa karya penelitian lainnya seperti skripsi, jurnal, dan tesis di atas, belum

    ada penelitian mengenai tata cara perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang

    kecamatan Pengabuan yang berupa proses pelaksanaan dari tahap awal sampai

    dengan proses resepsi. Di dalam skripsi ini penulis menjelaskan tentang

    bagaimana proses pelaksanaan perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang, dan apa

    makna yang terkandung dalam prosesi perkawinan, serta pandangan hukum Islam

    terhadap tatacara perkawinan adat Banjar desa Parit Sidang kecamatan Pengabuan

    Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

    31

    Riska Rahmah, Tradisi Bausung Pengantin Pada Banjar Kandangan Di Kecamatan

    Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir, Jurnal Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial

    dan Ilmu Politik, Universitas Riau, 2019. 32

    Logista Deny Saputra, Pelaksanaan Tradisi Basaluluh Suku Banjar Perspektif

    Konsepsi Khitbah Sayyid Sabiq (Studi di Desa Awang Bangkal Barat Kecamatan Karang Intan

    Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan), Jurnal Mahasiswa Fakultas Syariah, UIN Maulana Malik

    Ibrahim Malang.

  • 16

    BAB II

    METODE PENELITIAN

    Metode penelitian merupakan strategi umum yang digunakan dalam

    pengumpulan dan analisis data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode

    diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian.

    Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu pengetahuan

    untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan

    sistematis untuk mewujudkan kebenaran.33

    Penelitian ini sebuah karya ilmiah, tentunya merupakan sebuah penelitian

    yang harus dipertanggung jawabkan dengan baik dan benar, maka dalam

    penulisan menggunakan metodologi sebagai berikut:

    A. Tempat dan Waktu Penelitian

    1. Tempat Penelitian

    Tempat penelitian sebagai obyek untuk penelitian ini dilakukan di desa

    Parit Sidang, kecamatan Pengabuan yang merupakan bagian dari kabupaten

    Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Dengan pertimbangan bahwa tempat dan

    lokasi tersebut dapat memperoleh data yang diperlukan untuk menyusun serta

    menyelesaikan skripsi ini.

    2. Waktu Penelitian

    Waktu penelitian dilakukan pada bulan 19 Oktober sampai 19 November

    2019.

    33

    Mardelis, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 24.

  • B. Jenis dan Pendekatan Penelitian

    a. Jenis Penelitian

    Penulis menggunakan jenis penelitian lapangan (field research)

    yang berlokasi di Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten

    Tanjung Jabung Barat, Jambi dalam penulisan ini. Permasalahan utama yang

    ingin diteliti dalam penelitian ini adalah “tata cara perkawinan adat Banjar

    dalam perspektif hukum Islam”.

    b. Pendekatan Penelitian

    Pendekatan penelitian ini menggunakan metode penelitian

    kualitatif tipe pendekatan yuridis-empiris yaitu pendekatan yang digunakan

    untuk melihat gejala-gejala sosial yang berkaitan dengan hukum dalam

    praktik legislasi di Indonesia.34

    Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk

    mengkaji, mendeskripsikan, dan menganalisis lebih dalam mengenai tata

    cara perkawinan adat Banjar dalam perspektif hukum Islam di desa Parit

    Sidang.

    C. Jenis dan Sumber Data

    a. Jenis Data

    Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini terdiri dari data

    primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang berasal dari data

    lapangan dan diperoleh dari para responden,35

    ataupun data yang didapat

    langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dari Al-Qur‟an dan Al-

    34

    Noor Muhammad Aziz, “Urgensi Penelitian dan Pengkajian Hukum dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” Jurnal RechtsVinding BPHN, Vol. 1 No. 1,

    (Januari-April 2012), hlm. 19. 35

    Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi,

    (Bandung: Alfabeta, 2017), hlm. 71.

  • Hadits, kitab-kitab, dan wawancara. Sedangkan data sekunder adalah data

    yang diperoleh sumber perantara dan diperoleh dengan cara mengutip dari

    sumber lain.36

    Baik berupa buku, jurnal, undang-undang, dan artikel, internet

    yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

    b. Sumber Data

    Sumber data dalam penulisan ini terdiri dari data primer dan data

    sekunder. Data primer terdiri dari:

    1. Al-Quran dan Hadist

    2. Wawancara dengan Ketua Adat Desa Parit Sidang.

    3. Wawancara dengan Alim Ulama Desa Parit Sidang.

    4. Wawancara dengan masyarakat umum daerah Desa Parit Sidang.

    5. Wawancara dengan pelaku tatacara perkawinan adat Banjar.

    Sedangkan data sekunder terdiri dari materi yang terdapat dalam

    buku-buku dan literatur lainnya yang masih berkaitan dengan permasalahan.

    Data sekunder ini merupakan sebagai penunjang atau pendukung data

    primer.

    D. Instrumen Pengumpulan Data

    Instrumen pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk

    mengumpulkan data dan fakta penelitian. Untuk penelitian kualitatif, alat

    utama yang digunakan adalah si peneliti itu sendiri (human instrument).37

    Penelitian ini menggunakan instrumen pengumpulan data: wawancara

    36

    Sayuti Una (ed.), Pedoman Penulisan Skripsi (Edisi Revisi), (Jambi: Syariah Press dan

    Fakultas Syariah IAIN STS Jambi, 2014), hlm. 34-35. 37

    Ibid, hlm. 37-38.

  • (interview), dokumentasi, dan observasi. Lebih jelas hal ini akan dielaborasi di

    bawah ini:

    a. Observasi

    Observasi didefinisikan sebagai suatu proses melihat, mengamati,

    dan mencermati serta “merekam” perilaku secara sistematis untuk suatu

    tujuan tertentu. Observasi ialah suatu kegiatan mencari data yang dapat

    digunakan untuk memberikan suatu kesimpulan atau diagnosis.38

    Jenis

    observasi yang digunakan dalam hal ini adalah non participant observer, di

    mana peneliti tidak terlibat secara langsung melainkan mengamati dengan

    seksama peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian mengenai tatacara

    perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang menurut hukum Islam. Selain

    itu juga keterangan tersebut melalui informan atau pihak yang berkenaan

    dalam memberikan keterangan terhadap penelitian ini.

    b.Wawancara

    Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,

    melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya

    dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.39

    Wawancara ini dilakukan untuk memahami informasi secara detail dan

    mendalam dari informan sehubungan dengan fokus masalah yang diteliti.

    Melalui wawancara ini diharapkan adanya respon dari opini subyek

    penelitian yang berkaitan dengan tatacara perkawinan adat Banjar desa Parit

    38

    Haris Herdiansyah, Wawancara,Observasi, dan Focus Groups, (Jakarta: Rajawali Pers,2015), hlm. 131-132.

    39 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

    2008), hlm. 180.

  • Sidang. Pertanyaan akan disusun oleh peneliti meliputi sub-sub tema yang

    berkaitan dengan tema pokok, yaitu antara lain: prosesi perkawinan adat,

    dan pandangan hukum Islam tentang tatacara perkawinan adat Banjar desa

    Parit Sidang.

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan

    dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini adalah metode

    yang digunakan untuk menelusuri data historis sehingga dengan demikian

    dokumentasi dalam penelitian memang berperan penting.40

    Fungsi

    dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk menggali data yang

    bersumber dari dokumen-dokumen terdahulu, catatan-catatan, foto-foto,

    laporan-laporan lain yang mengandung petunjuk tertentu yang dibutuhkan

    untuk menunjang penelitian ini. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan

    data yang sudah tersedia dalam catatan dokumen, fungsinya sebagai

    pendukung dan pelengkap bagi data primer yang diperoleh dari observasi

    dan wawancara.

    E. Teknik Analisis Data

    Analisis menggunakan pendekatan berfikir dengan metode analisis sebagai

    berikut:

    a. Induktif adalah penyelidikan berdasarkan eksperimen yang dimulai dari

    objek yang khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat

    40

    Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Prenada Media Group. 2007), hlm. 129.

  • umum.41

    Data yang bersifat umum, kemudian diambil satu kesimpulan

    yang bersifat khusus. Metode ini penulis gunakan untuk memperkuat

    pendapat penulis yang bersifat umum dengan menganalisis pendapat

    yang dikemukakan oleh beberapa tokoh.

    b. Deduktif adalah berfikir dimulai dari realita yang bersifat umum, guna

    mendapatkan kesimpulan-kesimpulan (generalisasi) tertentu yang

    khusus. Data yang bersifat khusus, kemudian dibahas kepada

    permasalahan yang bersifat umum. Metode ini penulis gunakan untuk

    menganalisis pendapat beberapa tokoh untuk menjelaskan lebih luas

    lagi.

    c. Komparatif adalah membandingkan suatu pola fikir dengan pola fikir

    yang lain. Membandingkan antara kerangka berfikir atau pendapat

    lain, kemudian barulah ditarik suatu kesimpulan yang paling kuat dan

    paling diyakini kebenarannya. Metode ini penulis gunakan untuk

    membandingkan antara tatacara perkawinan adat Banjar di desa Parit

    Sidang dengan pelaksanaan perkawinan menurut hukum Islam.

    H. Sistematika Penulisan

    Seperti terlihat dalam daftar ini, maka skripsi ini menggunakan sistematika

    penulisan sebagai berikut:

    Bab I Pendahuluan, dalam bab ini diuraikan tentang : latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, dan

    diakhiri dengan tinjauan kepustakaan.

    41

    Zarkasyi Syam, Bahan Metodelogi Penelitian, (Jambi: Fak.Tarbiyah, 2006), hlm: 24.

  • Bab II Metode Penelitian, dengan sub bahasan:lokasi penelitian,

    pendekatan penelitian, jenis dan sumber data, instrumen pengumpulan data,

    populasi dan sampel, unit analisis, teknik analisis data, sistematika penulisan, dan

    jadwal penelitian.

    Bab III Hasil penelitian, bab ini memuat gambaran umum dari objek

    penelitian yang terdiri dari: gambaran umum desa Parit Sidang, kecamatan

    Pengabuan, kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tatacara perkawinan adat Banjar

    serta tanggapan masyarakat desa Parit Sidang mengenai perkawinan adat Banjar.

    Bab IV Pembahasan pokok permasalahan dari data-data hasil penelitian

    mengenai: Proses pelaksanaan perkawinan adat Banjar di desa Parit Sidang.

    Makna yang terkandung dalam prosesi perkawinan adat Banjar di desa Parit

    Sidang, dan perkawinan adat Banjar perspektif Islam.

    Bab V Penutup merupakan bagian terakhir dalam penulisan skripsi ini.

    Pada bab ini terdiri dari kesimpulan hasil penulisan skripsi, saran-saran dan

    diakhiri dengan kata penutup.

  • I. Jadwal Penelitian

    Untuk mempermudah langkah-langkah dalam penelitian ini maka

    menyusun jadwal sebagai berikut:

    Tabel I

    Jadwal Penelitian

    No

    Kegiatan

    Tahun 2019-2020

    Feb

    ruar

    ii Maret

    Ap

    ril

    Ju

    li

    Agu

    stus

    Ok

    tob

    er

    1 1 2 1 1 1 2

    1. Pengajuan

    Judul x

    2. Pembuatan

    Proposal x X

    3. Penunjukan

    Dosen

    Pembimbing

    x

    4. Keluar

    Jadwal

    Sminar

    X

    5. Ujian Sminar

    Proposal X

    6. Pengesahan

    Judul X

    7. Surat Izin

    Riset X

    8. Pengumpulan

    Data x X x

    9. Pengelolaan

    dan Analisis

    Data

    10. Bimbingan

    dan

    Perbaikan

    Skripsi

    11. Agenda dan

    Ujian Skripsi

    12. Perbaikan

    penjilidan

  • 24

    BAB III

    GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

    A. Aspek Historis

    Desa Parit Sidang dulunya adalah hutan belantara yang belum pernah

    tersentuh oleh tangan manusia, tokoh yang terpenting dalam sejarah Parit

    Sidang adalah seseorang dari suku melayu yang bernama Bapak Sidang, beliau

    adalah orang yang pertama kali menginjakkan kaki di hutan tersebut. Beliau

    mendirikan pondok atau rumah di pinggir sungai dekat dengan muara aliran air

    dari hutan, dan sekarang aliran sungai dari hutan tersebut menjadi sungai atau

    jalan air desa Parit Sidang. Tujuan beliau datang ke hutan tersebut adalah

    membuka lahan baru untuk perkebunan dan persawahan, selain itu juga di

    rawa-rawa hutan tersebut banyak terdapat berbagai macam ikan, dengan alat

    yang sederhana, yaitu kapak dan golok untuk menebang kayu hutan, dan untuk

    memotong akar-akar pohon yang menghalangi aliran arus air dari hutan ke

    sungai Tungkal, saat itu diperkirakan Tahun 1905.42

    Kemudian lebih kurang Pada tahun 1911 kemudian datang pula beberapa

    orang dari suku Banjar, dari salah satu orang Banjar tersebut yang banyak

    dikenal orang adalah bernama Bapak Ahmad Thayib alias Bapak Enceng,

    beliau juga menebang kayu hutan untuk lahan perkebunan dan persawahan,

    Bapak Ahmad Thayib ini juga memiliki kegemaran yang luar biasa dalam

    mencari ikan-ikan di rawa hutan, tidak jarang beliau keluar masuk hutan sambil

    membawa lukah sebagai alat untuk menangkap ikan, di setiap tempat ia

    42

    Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.

  • memasang lukah di rawa-rawa, beliau selalu memberi tanda bambu yang di

    tancapkan ke tanah sebagai tanda agar tidak lupa tempat lukah tersebut. Hingga

    bambu-bambu tersebut sampai sekarang masih banyak terdapat di lahan-lahan

    perkebunan orang suku Banjar.

    Selanjutnya lebih kurang pada tahun 1918 datang pula dua orang yang

    berasal dari Jawa Timur yaitu Bapak Ahmad Qurdi dan Ahmad Kusen untuk

    membuka lahan perkebunan dan persawahan. Setelah hutan tersebut dikelola

    dan menjadi lahan perkebunan dan persawahan, salah satu dari mereka pulang

    kembali ke Jawa untuk mengajak keluarga-keluarga mereka pindah ke Parit

    Sidang, sehingga secara berduyun-duyun datang warga dari Jawa Timur. Hal

    ini dikarenakan tanah Sumatra saat itu adalah tanah yang masih hutan dan

    belum ada kepemilikan.43

    Kemudian lebih kurang pada tahun 1940 kemudian datang pula beberapa

    orang atau satu rombongan dari suku Jawa Timur, ketua rombongan tersebut

    adalah bernama Abdul Razaq, Bapak Abdul Razaq inilah yang melakukan

    tebang hutan secara besar-besaran, berkat semangat dan tekad kerja keras

    Bapak Abdul Razaq dan para sahabatnya. Akhirnya hutan tersebut berubah

    menjadi sebuah lahan kosong yang siap tanam, yang sangat cocok ditanami

    tanaman padi, sayur-sayuran, palawija dan juga kelapa, dan akhirnya tempat

    tersebut menjadi sebuah kampung, dan kampung tersebut diberi nama Parit

    43

    Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.

  • Sidang. Nama ini sesuai dengan orang yang pertama kali datang dan tinggal di

    tempat tersebut, yaitu Bapak Sidang.44

    Seiring berjalannya waktu penduduk Parit Sidang pun bertambah, tidak

    sedikit penduduk dari Jawa Timur yang hijrah menyusul teman-temannya ke

    Parit Sidang untuk menemukan kehidupan baru, kampung Parit Sidang pun

    semakin ramai dan lahan hutan pun semakin lama semakin sempit, karena

    ditebang dan dijadikan lahan perkebunan dan lahan persawahan oleh orang

    pendatang dari Jawa Timur.

    Sebelumnya Parit Sidang adalah sebuah kampung yang dipimpin oleh

    seorang kepala Parit atau kepala Kampung. Kepala Kampung pertama Parit

    Sidang adalah Bapak Abdul Razaq, beliau diangkat menjadi kepala parit pada

    tahun 1942, beliau adalah ketua rombongan yang datang dari Jawa Timur dan

    beliau juga yang memimpin rombongan dalam menebang dan membuka hutan

    menjadi sebuah perkampungan, setelah Bapak Abdul Razaq meninggal dunia

    maka masyarakat Parit Sidang sepakat mengangkat Bapak Kusmanan sebagai

    kepala kampung yang kedua, Bapak Kusmanan di angkat menjadi kepala

    Kampung lebih kurang pada tahun 1977, Beliau adalah ayah dari Wahyudi

    Achsani salah satu perangkat Desa Parit Sidang saat ini yaitu Kaur

    Pembangunan Desa Parit Sidang, setelah Bapak Kusmanan meninggal dunia

    dikarenakan sakit, maka tokoh masyarakat pun sepakat menunjuk yang menjadi

    kepala Kampung selanjutnya adalah Bapak Ledwar, saat itu terjadi pada tahun

    44

    Dokumentasi Di kantor Desa Parit Sidang, Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.

  • 1989, Bapak Ledwar juga orang yang pertama kali memiliki gagasan dan

    mendirikan Sekolah Dasar Negeri 110/V (sekarang SDN 45).45

    Setelah Teluk Nilau Mekar menjadi Desa Teluk Nilau maka Parit Sidang

    pun dijadikan satu dusun yaitu dusun Tani Utama, dan kepala kampung pun

    berubah namanya menjadi kepala dusun (kadus), dikarenakan Bapak Ledwar

    juga memiliki kesibukan yang begitu ekstra menjadi kepala sekolah di SDN

    110/V, maka pada tahun 1987 beliau kemudian menyerahkan jabatan kepala

    dusun kepada masyarakat, lalu masyarakat pun bermusyawarah dan

    menghasilkan sebuah keputusan yaitu mengangkat Bapak Akibbudin sebagai

    kepala dusun yang selanjutnya. Setelah Bapak Akibbudin meninggal pada

    tahun 2009, maka masyarakat pun sepakat mengusulkan Bapak Suyut yang

    menjadi kepala Dusun selanjutnya, sesuai hasil musyawarah mufakat yang

    diadakan masyarakat.

    Parit Sidang adalah wilayah dari desa/kelurahan Teluk Nilau, hingga pada

    bulan April 2012 diadakan pemekaran desa, Parit Sidang adalah salah satu desa

    pemekaran dari Kelurahan Teluk Nilau Kecamatan Pengabuan, sebagai desa

    baru mekar kepala desa Parit Sidang untuk sementara langsung ditunjuk dari

    kecamatan sebagai PJS (Pejabat Sementara). Kepala Desa yang ditunjuk

    langsung dari Kecamatan Pengabuan untuk memimpin desa Parit Sidang

    adalah bapak Zukran, Bapak Zukran salah satu staf kantor Kecamatan

    Pengabuan sekaligus menjabat sebagai Kepala Desa Parit Sidang yang

    45

    Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.

  • tergolong paling rajin turun ke desa Parit Sidang dan bertugas sebagai Kepala

    Desa.

    B. Aspek Geografis

    Secara geografis desa Parit Sidang terletak dibagian Utara ibukota

    kecamatan Pengabuan kabupaten Tanjung Jabung Barat. Tepatnya seberang

    kelurahan Teluk Nilau yang dibatasi sungai Pengabuan, dan jarak desa Parit

    Sidang ke ibukota kecamatan Pengabuan kurang lebih 3 kilo meter, luas

    wilayah desa Parit Sidang lebih kurang 1857 Ha lebih kurang 19 Km2. Dengan

    batas wilayah sebagai berikut:

    a. Sebelah Barat berbatas dengan Desa Sei. Pampang ;

    b. Sebelah Timur berbatas dengan Desa Sei Serindit;

    c. Sebelah Utara berbatas dengan Desa Teluk Pulai Raya;

    d. Sebelah Selatan berbatas dengan Sungai Pengabuan /kelurahan Teluk Nilau.

    Keadaan topografi desa Parit Sidang dilihat secara umum merupakan

    daerah yang dialiri sungai Pengabuan yang beriklim sebagaimana desa-desa

    lain di Kabupaten Tanjung Jabung Barat mempunyai iklim kemarau, panca

    roba dan penghujan, hal tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap pola

    tanam pertanian yang ada di Desa Parit Sidang.46

    C. Aspek Demografis

    1. Keadaan Penduduk

    Jumlah penduduk desa Parit Sidang sebanyak 1035 jiwa dengan

    rincian laki-laki 533 jiwa dan perempuan 502 jiwa dengan jumlah kepala

    46

    Dokumentasi di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.

  • keluarga 271 KK, dengan penduduk usia produktif 782 jiwa, sedangkan

    penduduk yang dikategorikan miskin 104 jiwa. 47

    Tabel II

    Jumlah Penduduk pada Setiap RT di Desa Parit Sidang Berdasarkan

    Jenis Kelamin48

    No RT Laki-laki Perempuan

    1. 01 69 74

    2. 02 119 103

    3. 03 91 76

    4. 04 87 81

    5. 05 60 61

    6. 06 36 38

    7. 07 71 69

    Jumlah 533 502

    2. Agama

    Penduduk desa Parit Sidang 100 % beragama Islam. Dalam kehidupan

    beragama kesadaran melaksanakan ibadah keagamaan khususnya agama Islam

    sangat berkembang dengan baik. Demi menunjang aktivitas peribadahan di

    desa Parit Sidang, dibangun sarana dan prasarana ibadah yang terdiri dari tiga

    masjid dan lima surau.

    3. Pendidikan

    Pendidikan merupakan satu hal penting dalam memajukan tingkat

    kesejahteraan pada umumnya dan tingkat perekonomian pada khususnya.

    Pendidikan juga diperlukan dalam meningkatkan kulitas Sumber Daya

    47

    Dokumentasi di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019. 48

    Jumlah Penduduk pada Setiap RT Di Desa Parit Sidang Berdasarkan Jenis Kelamin

    Tahun 2019

  • Manusia (SDM) menjadi lebih bermutu.49

    Pada masyarakat desa Parit Sidang

    masih banyak penduduk yang tidak sekolah dan putus sekolah yaitu sebesar

    26,38 %, kemudian yang memiliki bekal pendidikan dasar 55, 75 %, dan

    pelajar SD yaitu 5,41 %, sedangkan yang sedang dalam pendidikan di

    perguruan tinggi hanya 0,86 %, serta yang telah menyelesaikan perguruan

    tinggi hanya 0,77 %.

    Tabel III

    Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang

    Tahun 201950

    No Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat

    Pendidikan

    Jumlah

    1. Lulusan S1 keatas 8

    2. Lulusan SLTA 59

    3. Lulusan SMP 159

    4. Lulusan SD 283

    5. Putus Sekolah 221

    6. Tidak Pernah Sekolah 52

    7. Mahasiswa S1 keatas 9

    8. Siswa SLTA 34

    9. Siswa SMP 42

    10. Siswa SD 56

    11. Siswa TK/PAUD 58

    12. Belum Sekolah 54

    4. Kesehatan

    Peningkatan derajat kesehatan masyarakat di desa Parit Sidang

    antara lain dapat dilihat dari status kesehatan, serta pola penyakit. Status

    kesehatan masyarakat antara lain dapat dilihat melalui berbagai indicator

    49

    Dokumentasi Di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019. 50

    Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Desa Parit Sidang Tahun 2019.

  • kesehatan seperti meningkatnya usia harapan hidup, menurunnya angka

    kematian bayi, angka dan status anak gizi buruk. Sarana dan prasarana

    kesehatan di desa Parit Sidang mempunyai PKD ditingkat desa dengan 1

    orang bidan desa dan posyandu ditiap dusun masing-masing mempunyai 1

    (satu) pos.

    D. Aspek Ekonomi

    Sebagian masyarakat desa Parit Sidang bermata pencaharian petani dan

    pekebun sedangkan hasil produksi ekonomis desa yang menonjol adalah

    kelapa, pinang, padi dan sawit.51

    Pertumbuhan ekonomi masyarakat desa Parit Sidang secara umum juga

    mengalami peningkatan, hal ini dinilai dari bertambahnya jumlah penduduk

    yang memiliki usaha atau pekerjaan walaupun jenis pekerjaan tersebut pada

    umumnya belum dapat dipastikan bersumber dari hasil usaha yang dilakukan

    bisa juga diperoleh dari pinjaman modal usaha dari pemerintah.

    Yang menarik perhatian penduduk desa Parit Sidang masih banyak yang

    tidak memiliki usaha atau mata pencaharian tetap, hal ini dapat di indikasikan

    bahwa masyarakat Parit Sidang belum terbebas dari kemiskinan.

    E. Aspek Pemerintahan

    Organisasi pemerintah desa Parit Sidang dibentuk berdasarkan Peraturan

    Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008 tentang

    Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Desa Parit

    Sidang terdiri dari dua dusun yang perincian sebagai berikut:

    51

    Dokumentasi di Kantor Desa Parit Sidang Kecamatan Pengabuan, Kabupaten Tanjung

    Jabung Barat, Tanggal 17 November 2019.

  • 1. Dusun Tani Utama, terdiri dari empat RT yaitu; RT 01, RT 02, RT 03, dan RT

    04.

    2. Dusun Karya Makmur, terdiri dari tiga RT yaitu; RT 05, RT 06, dan RT 07.

    Tabel IV

    Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang52

    No Nama Jabatan

    1. Jainal Abidin Kepala Desa Parit Sidang

    2. Wahyudi Achsani Sekretaris Desa

    3. Habibah Kaur TU

    4. Fathul Qarib Kaur Perencanaan

    5. Ibrahim Kaur Pemerintahan

    6. Tri Hartono Kasi Pelayanan

    7. Najib Saifullah Kasi Kesejahteraan

    8. Suyanto Kadus Tani Utama

    9. Hanif Masngudi Kadus Karya Makmur

    52

    Daftar Nama Aparat Pemerintah Desa Parit Sidang Tahun 2019

  • STRUKTUR ORGANISASI

    Struktur Organisasi Pemerintah Desa Parit Sidang berpedoman pada

    Peraturan Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor 06 Tahun 2008

    sebagai berikut :

    Keterangan :

    : Garis Komando

    : Garis Koordinasi

    Kepala Desa

    Jainal Abidin

    BPD

    Khanifudin

    Sekdes

    Wahyudi Ichsani

    Kasi Kesejahteraan

    Najib Saifullah

    Kasi Pelayanan

    Tri Hartono

    Kadus Tani Utama

    Suyanto

    Kadus Karya Makmur

    Hanif Masngudi

    Kaur TU

    Habibah

    Kaur Perencanaan

    Fathul Qarib

    Kaur Pemerintahan

    Ibrahim

  • 34

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    A. Proses Pelaksanaan Mandi Pengantin dalam Perkawinan Adat Banjar

    Desa Parit Sidang

    Dalam masyarakat adat Banjar desa Parit Sidang ketika seorang putri dan

    putra sudah memasuki masa bujang dan gadis, mereka akan menentukan masa

    depan mereka seperti halnya dengan pernikahan. Lamaran pada suku Banjar di

    desa Parit Sidang merupakan hal yang sudah sering terjadi, karena lamaran

    merupakan bentuk kesiapan dari kedua belah pihak yaitu pihak laki-laki

    maupun pihak perempuan untuk melakukan perkawinan.

    Dalam melakukan pendekatan yang lebih lanjut hubungan antara pihak

    laki-laki dan pihak perempuan kejenjang yang lebih serius yaitu pernikahan,

    maka orang tua dari pihak laki-laki mengutus keluarga untuk menanyakan

    kepada pihak perempuan, mengenai keadaan apakah perempuan tersebut telah

    mempunyai calon suami atau belum dan sebagainya, apabila telah terdapat

    kesepakatan maka didudukkan atau diletakkan tanda sesuai dengan

    kesepakatan antara kedua belah pihak. Sebagaimana yang telah diungkapkan

    oleh Bapak Sahidin :

    Lamaran biasanya dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki yang datang ke

    rumah keluarga pihak perempuan, untuk bertanya apakah perempuan

    tersebut sudah mempunyai calon suami atau belum, dan biasanya yang

    datang melamar kebanyakan adalah seseorang yang memang sudah

    dikenal oleh pihak perempuan, sehingga jawaban mengenai penerimaan

    atau penolakan terhadap lamaran tersebut akan langsung diberikan

    jawaban pada saat itu juga53

    .

    53

    Wawancara dengan Sahidin, Ketua RT 001, Desa Parit Sidang, Tanggal 12 Oktober 2019.

  • Dalam prosesi lamaran itu terkadang terdapat seorang laki-laki yang belum

    dikenal oleh pihak perempuan, sehingga tidak semua lamaran akan diberikan

    jawaban secara langsung, tetapi akan diberikan tenggang waktu sekitar dua

    minggu atau 15 hari setelah ada kesepakatan. Hal ini dikarenakan pihak

    perempuan perlu membicarakan dengan anggota keluarga. Dan selama tenggang

    waktu tersebut sudah terdapat jawaban dari pihak perempuan. Maka akan ada

    pertemuan selanjutnya untuk memberikan patalian54

    .

    Maksud dari pemberian patalian ini merupakan sebagai symbol bahwa

    perempuan tersebut sudah dilamar ataupun perempuan tersebut sudah memiliki

    calon suami, sehingga orang lain tidak bisa melamar perempuan tersebut. Patalian

    biasanya berupa perhiasan seperti cincin atau sebagainya, sebagai pertanda

    perempuan tersebut sudah dilamar.

    Kata maantar diartikan sebagai mengantar atau menyerahkan, sedangkan

    kata Jujuran adalah suatu pemberian dari pihak calon mempelai pria kepada pihak

    calon mempelai wanita. Jujuran juga merupakan salah satu cara pandang agar

    seseorang dapat mendapat tempat lebih dalam status sosial yang tinggi, artinya

    semakin tinggi jujuran semakin tinggi pula derajat orang dan keluarga tersebut,

    misalnya bapak calon mempelai perempuan seorang tokoh terpandang, maka akan

    semakin besar pula jujurannya. Meskipun demikian sebenarnya jumlah tinggi

    rendahnya jujuran bukanlah menjadi ukuran terbentuknya keharmonisan sebuah

    keluarga yang akan dibangun.

    54

    Patalian adalah tanda pengikat, yang menyatakan bahwa seorang perempuan sudah memiliki calon suami.

  • Tradisi maantar jujuran merupakan sebuah tradisi yang menjadi sorotan

    dikalangan masyarakat karena pada upacara ini akan dihadiri keluarga besar,

    kerabat dan tetangga. Setelah mendapat kesepakatan antar dua belah pihak

    keluarga pada upacara sebelumnya yaitu lamaran tentang jumlah jujuran serta

    benda-benda hantaran seperti pakaian wanita selengkapnya dan lain-lain, maka

    dilaksanakanlah upacara maantar (mengantar) jujuran (mas kawin).55

    Jujuran bagi masyarakat Banjar terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai

    berikut:

    a. Sejumlah uang yang diminta oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki

    dengan melalui proses musyawarah antar keluarga. Adapun mengenai jumlah

    nominal yang harus dipenuhi laki-laki cukup beragam kisaran mulai dari Rp.

    5.000.000,- yakni nominal paling rendah tanpa ada resepsi pernikahan, ada juga

    pihak perempuan meminta 10-50 juta dan seterusnya.

    b. Penggiring yaitu, barang-barang yang diserahkan pihak laki-laki ketika acara

    maantar jujuran terdiri dari : pakaian wanita selengkapnya seperti, baju, sepatu,

    tas dan sebagainya atau disebut dengan sakadirian. Kemudian “seisikamar”

    yaitu terdiri dari : kasur, selimut, lemari dan sebagainya.

    c. Piduduk yaitu, benda-benda yang berfungsi sebagai pelengkap ketika

    menyerahkan barang-barang yang disebutkan diatas. Piduduk terdiri dari :

    beras, bumbu dapur seperti garam, gula dan sebagainya, pohon anak pisang,

    kelapa, yang mana benda-benda tersebut memiliki nilai-nilai yang diyakini oleh

    55

    Nor Fadillah, Tradisi “Maantar Jujuran” Dalam Perkawinan Adat Banjar Perspektif

    Konstruksi Sosial, Tesis Program Pascasarjana Magister Studi AL-Ahwal Al-Syakhshiyah,

    Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017, hlm. 65.

  • masyarakat Banjar agar rumah tangga kedua mempelai kelak abadi untuk

    selamanya, dan diberi rezeki yang terus mengalir.56

    Jujuran bagi masyarakat desa Parit Sidang mempunyai dua model yaitu, :

    1. Pihak laki-laki menyerahkan seluruhnya uang jujuran kepada pihak perempuan,

    uang tersebut sudah meliputi uang untuk mahar serta keperluan barang-barang

    penggiring, seisi kamar dan sebagainya,

    2. Pihak laki-laki memberikan uang jujuran kepada pihak perempuan dan tidak

    termasuk mahar serta barang-barang penggiring, seisi kamar dan sebagainya.57

    Maantar jujuran merupakan prosesi dimana pihak laki-laki beserta

    rombongannya yang telah diutus oleh keluarga mendatangi kediaman atau rumah

    calon mempelai wanita dengan membawa uang jujuran atau pun barang-barang

    yang sudah disepakati sebelumnya pada acara melamar.

    Pada prosesi maantar jujuran ini yang menjadi inti ialah dengan

    menyerahkan uang jujuran atau pun barang-barang yang sudah disepakati tersebut

    kepada keluarga calon mempelai wanita sebagai pertanda bahwa keluarga dari

    pihak pria mengharapkan cepat dilaksanakannya suatu pernikahan. Dan yang

    mengantar dan menerima jujuran tersebut ialah dari pihak laki-laki yang dituakan

    ataupun yang diutus oleh pihak pria maupun wanita.

    Pada masyarakat Banjar Desa Parit Sidang jujuran merupakan salah satu

    syarat yang harus dipenuhi oleh seorang laki-laki yang ingin menikah.

    Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Usman:

    56

    Ibid, hlm. 66 57

    Observasi, di Desa Parit Sidang, Tanggal 19 Oktober 2019

  • Maantar jujuran merupakan mengantarkan ataupun menyerahkan jujuran

    kepada keluarga calon pengantin perempuan, dimana maantar jujuran

    biasanya dilakukan keluarga calon pengantin pria. Biasanya jujuran nya

    berupa sejumlah uang yang telah disepakati antar kedua belah pihak.

    Jujuran biasanya disiapkan oleh calon mempelai pria, tetapi bisa jadi calon

    mempelai pria sendiri yang menyiapkannya ataupun terkadang disiapkan

    oleh orang tua calon mempelai pria. Biasanya tradisi jujuran ini bertujuan

    untuk mengangkat harkat dan martabat dari seorang wanita, dan

    merupakan bukti kesungguhan seorang pria yang menginginkan wanita

    tersebut sebagai pasangannya sehingga dia rela berkorban dan

    bertanggung jawab. Jujuran merupakan tanda pengikat bahwa seorang pria

    serius untuk memiliki seorang wanita. Jujuran biasanya ditujukan untuk

    biaya walimah perkawinan dan untuk bekal hidup calon pengantin.58

    Hal senada juga dikemukakan oleh Ibu Bahrah, beliau menambahkan

    bahwa Jarak waktu maantar jujuran dengan akad nikah biasanya tidak terlalu

    lama, bisa sekitar dua minggu, satu bulan, atau beberapa bulan, tergantung

    dengan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak calon mempelai dan tidak

    ada ketentuan khusus mengenai jujuran ini.59

    Akad nikah merupakan acara inti dalam tradisi perkawinan. Biasanya akad

    nikah dilakukan sebelum acara resepsi. Nikah merupakan proses ijab

    qabul,yang dipimpin oleh penghulu, dan disaksikan oleh sesepuh/orang tua dari

    kedua calon mempelai dan orang yang dituakan. Akad nikah pada masyarakat

    desa Parit Sidang sama dengan akad nikah pada umumnya. Pada masyarakat

    adat Banjar juga mengikuti aturan pada ajaran Agama Islam, seperti

    menghadirkan wali dan saksi. Sebagaimana dikemukakan oleh Bapak Sahidin:

    Ijab qabul dalam tradisi nikah adat Banjar desa Parit Sidang ya seperti

    biasanya, sama seperti yang diajarkan oleh Agama Islam. Ada saksi, ada

    wali, calon pengantin, ada penghulu, dan petugas catatan sipil yang akan

    mencatat pernikahan mereka di catatan pemerintah. Busana yang

    58

    Wawancara dengan Usman, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 18 Oktober 2019.

    59 Wawancara dengan Bahrah, Ketua Adat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 21

    Agustus 2019.

  • digunakan pengantin dalam upacara pernikahan adat Banjar desa Parit

    Sidang biasanya tergantung dari kedua mempelai. 60

    Sebagaimana ditambahkan oleh Bapak M. Nur Inti dari akad nikah ini

    menurut tradisi Banjar adalah keluarga mempelai wanita menyerahkan

    (menikahkan) anak gadisnya kepada mempelai pria, dan keluarga mempelai

    pria menerima mempelai wanita disertai dengan penyerahan maskawin bagi

    mempelai perempuan. Pelaksanaan akad nikah ini dilakukan oleh petugas dari

    catatan sipil atau petugas agama. Mengenai waktu akad nikah biasanya

    disepakati oleh keluarga antara kedua belah pihak dengan perhitungan hari dan

    bulan Arab. Biasanya akad nikah dilaksanakan ditempat kediaman calon

    mempelai wanita atau di KUA atau berlangsung di masjid dengan dihadiri

    keluarga dari kedua belah pihak. 61

    Batimung mengandung arti yaitu membuang keringat dari badan dengan

    cara diasapi serta ditambahkan bunga-bungaan dan ramuan alami untuk

    memberi keharuman kepada badan orang yang di-timung. Cara ini merupakan

    salah satu syarat bagi calon pengantin Banjar untuk menghadapi pesta

    perkawinan nantinya. Tujuan dilaksanakannya tradisi ini agar mempelai laki-

    laki dan perempuan saat bersanding di pelaminan atau acara berlangsung tidak

    mengeluarkan bau keringat atau aroma bau yang tidak sedap, tetapi berganti

    menjadi bau harum yang menambah pesona.

    Selain sebagai tradisi, batimung juga mempunyai fungsi kesehatan dan

    pengobatan bagi yang melaksanakannya, terutama untuk mengobati penyakit

    60

    Wawancara dengan Sahidin, Ketua RT 001, Desa Parit Sidang, Tanggal 12 Oktober 2019.

    61 Wawancara dengan M. Nur, Tokoh Agama, Desa Parit Sidang, Tanggal 16 November

    2019.

  • wisa (liver atau hepatitis) dengan cara di-timung. Berlangsungnya tradisi

    batimung selain memiliki fungsi kesehatan juga masyarakatnya dapat merawat

    tradisi yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Oleh karena itu,

    batimung tidak hanya berlangsung di masyarakat yang merupakan bagian

    penting dari suatu tradisi turun temurun, di antaranya dalam prosesi persiapan

    menjelang pernikahan dan dipandang prosesi ini memiliki manfaat kesehatan

    dan sebagai bagian dari pengobatan tradisional bagi masyarakat Banjar.62

    Batimung dalam adat Banjar desa Parit Sidang ini tidak menjadi sebuah

    keharusan bagi calon mempelai perempuan, tetapi banyak diantaranya yang

    menggunakan prosesi batimung ini. Karena dengan batimung, mereka percaya

    bahwa pengantin akan terlihat lebih segar dan tubuh dapat harum selama

    bersanding. Sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Asmarita :

    Batimung merupakan tikar digulung, lalu menggunakan sarung lelaki

    untuk menutupnya. Didalam tikar yang digulung tersebut terdapat panci

    yang berisi air mendidih yang diberi daun pandan, kegunaan daun pandan

    ini adalah agar uap yang dikeluarkan beraroma harum. Di dalam gulungan

    tikar tersebut Calon pengantin perempuan mengaduk-aduk air didalam

    panci tersebut. Prosesi batimung ini kegunaannya untuk membuang

    keringat.63

    Dalam prosesi betimung ini, ada sebagian yang melakukannya tapi ada

    juga yang tidak menggunakan prosesi ini pada acara pengantin.

    Pada masyarakat desa Parit Sidang, Berinai merupakan kegiatan menghias

    kuku dengan inai (pacar kuku) yang ditumbuk halus, kemudian inai tersebut

    dicampur dengan teh ataupun nasi, sehingga inai tersebut akan terlihat lebih

    62

    Jurnal Saefuddin dan Sisva Maryadi, Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus di Kalimantan Selatan.

    63 Wawancara dengan Asmarita, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 25

    Oktober 2019.

  • berwarna merah pada telapak tangan, kuku, jari tangan dan kaki pengantin.

    Tujuan dari berinai ini ialah untuk memperindah agar lebih menarik dan cerah,

    selain agar kuku terlihat indah saat bersanding, berinai menjadi ciri khas

    tersendiri bagi laki-laki maupun perempuan Banjar yang baru menikah. Acara

    malam berinai ini dilakukan di rumah masing masing pengantin pria dan

    wanita. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibu Shalafiah:

    Berinai biasanya menggunakan daun pacar kuku yang ditumbuk atau

    digiling dengan diberi sedikit nasi atau teh, agar hasilnya lebih terlihat

    berwarna merah, dan biasanya cara menggunakannya harus berbentuk inai

    kurung atau inai mengelilingi kuku, dan berinai ini biasanya harus

    dilakukan pada malam hari karena mereka beranggapan bahwa berinai di

    malam hari bisa membuat inai terlihat lebih merah, dan apabila inai itu

    tidak berwarna merah maka akan diulang kembali memberi inai.64

    Jika prosesi berinai sudah terlampaui, maka tahap selanjutnya adalah

    gosok kuning. Pengantin perempuan akan melakukan gosok kuning. Gosok

    kuning merupakan menggosokkan ataupun membaluri tubuh pengantin

    perempuan dengan kunyit. Dalam hal ini Ibu Habibah mengatakan:

    Setelah selesai prosesi berinai, pengantin perempuan akan melakukan

    prosesi selanjutnya yaitu para gadis-gadis akan membaluri tubuh calon

    pengantin perempuan dengan kunyit, kunyit yang sudah diparut atau

    dihaluskan, agar warna kulit pengantin perempuan berwarna kuning. Hal

    ini bertujuan agar warna kulit pengantin perempuan tidak terlihat pucat

    pada saat acara pengantinan.65

    Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Mustika adapun makna yang

    terkandung dalam acara gosok kuning, Ibu Mustika mengatakan bahwa makna

    64

    Wawancara dengan shalafiah, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 22 Oktober 2019.

    65 Wawancara dengan Habibah, Pelaku Adat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 09

    November 2019.

  • gosok kuning ini agar kulit calon mempelai perempuan terlihat lebih cerah dan

    berwarna ataupun tidak pucat.66

    Maantar hahadap merupakan seserahan adat Banjar yang diberikan oleh

    mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan, yang terdiri dari pakaian

    wanita dari atas kepala sampai dengan kaki, dan lain sebagainya. Berdasarkan

    wawancara dengan Bapak Usman:

    Ketika rombongan mempelai laki-laki datang ke tempat mempelai wanita,

    mereka membawa hahadap, seperti pakaian dari kepala sampai kaki untuk

    mempelai wanita, seperti jilbab, sandal, baju, peralatan make up, sabun,

    odol, bumbu dapur, telur 10 biji, ayam satu, nangka satu biji, kelapa

    tumbuh satu biji, dan yang tidak tumbuh satu biji, dan lain sebagainya.

    Dan hal ini dilakukan ketika menjelang resepsi, misalnya besok akan

    diadakan resepsi berarti hari ini pihak mempelai laki-laki akan

    mengantarkan hahadap ke rumah mempelai wanita.67

    Dalam hal ini Ibu Bahrah menambahkan bahwa maantar hahadap berbeda

    dengan maantar jujuran, jika maantar jujuran hanya menyerahkan sejumlah

    uang dari calon mempelai laki-laki kepada keluarga pihak calon mempelai

    perempuan, tetapi maantar hahadap menyerahkan beberapa barang-barang dari

    mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan.68

    Mandi pengantin merupakan adat kebiasaan yang dilakukan oleh

    masyarakat Banjar desa Parit Sidang sebelum melangsungkan perkawinan.

    Prosesi mandi pengantin Banjar adalah suatu acara adat masyarakat Banjar

    yang sampai sekarang masih tumbuh dan hidup dalam masyarakat Banjar.

    66

    Wawancara dengan Mustika Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 15

    November 2019. 67

    Wawancara dengan Usman, Masyarakat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 18 Oktober 2019.

    68 Wawancara dengan Bahrah, Ketua Adat Banjar, Desa Parit Sidang, Tanggal 21

    Agustus 2019.

  • Sebelum acara resepsi pernikahan diadakan, biasanya masyarakat

    menyelenggarakan tradisi mandi-mandi yang dilaksanakan oleh kedua

    pengantin atau hanya bisa dilakukan oleh mempelai wanita saja. Dalam acara

    ini pengantin wanita dan pengantin pria dimandikan bersama didepan khalayak

    ramai dengan menggunakan pakaian bahu terbuka, dan bahu ditutup dengan

    selendang kuning yang terawang bagi wanita dan laki-laki menggunakan kain

    sarung atau menggunakan kaos dalam. Sebagaimana yang diungkapkan oleh

    Ibu Kamsiah :

    Mandi pengantin ini dilakukan oleh kedua mempelai secara bersamaan

    ataupun bisa dilaksanakan hanya oleh pengantin perempuan saja, didepan

    pelataran rumah mempelai perempuan dengan pakaian mempelai

    perempuan menggunakan pakaian bahu terbuka, hanya ditutupi oleh

    selendang berwarna kuning trawang, dan laki-laki terkadang memakai

    sarung atau kaos dalam. Hal ini dikarenakan ketika dimandikan rambut

    kedua pengantin harus basah semua, sehingga tidak mengenakan hijab.

    Kedua mempelai diungsung bersamaan ketempat pemandian yang sudah

    disiapkan, lalu diberikan nisan putih di tacak empat lalu dikelilingi

    benang, lalu digantungi kue kembang goyang, kue cincin. Setelah kedua

    pengantin duduk menghadap kearah matahari terbit lalu dimandikan.69

    Dalam hal ini Ibu Bahrah menambahkan dalam prosesi mandi pengantin

    ini air yang disiramkan kepada kedua mempelai ada beberapa jenis air.

    pertama dengan air biasa yang diberi mayang pinang lalu disiramkan ke

    kedua mempelai dengan menggunakan mayang bungkus sebanyak tiga

    kali. Kedua dengan menggunakan air yasin lalu disiramkan ke kedua

    mempelai dengan menggunakan mayang bungkus sebanyak tiga kali.

    Ketiga dengan menggunakan air do‟a lalu disiramkan ke kedua mempelai

    dengan menggunakan mayang bungkus juga sebanyak tiga kali. Terakhir

    dengan menggunakan air kelapa lalu disiramkan ke kedua mempelai

    dengan menggunakan mayang bungkus sebanyak tiga kali, lalu mayang

    bungkus tersebut di pukul lalu diam