toksik organik.docx
TRANSCRIPT
MAKALAH KIMIA TOKSIKOLOGI
TOKSIKOLOGI SENYAWA ORGANIK
Oleh:
ENI MULIANI
G1C 011 014
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MATARAM
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Senyawa Organik
Kimia organik adalah salah satu bidang ilmu ilmu kimia yang mempelajari
struktur, sifat, dan komposisi suatu senyawa. Kimia organik juga sering disebut sebagai
kimia karbon, karena unsur yang dipelajari dalam kimia organik adalah unsur yang
mengandung karbon, hidrogen, oksigen, biasanya dengan tambahan nitrogen, belerang,
dan fosfor. Setiap makhluk hidup tersusun atas senyawa organik. Diambil istilah organik
karena dahulu kala banyak senyawa yang disintesis dari makhluk hidup, seperti selulosa,
pati, lemak, dll.
I.2 Karakteristik Senyawa Organik
a. Aspek fisika
Rentangan suhu lebur 30-400 OC
Rentangan titik didih 30-400 OC
Sukar larut dalam air, mudah larut dalam pelarut organik
Warna cerah.
b. Aspek kimia
Mengandung beberapa macam unsur, umumnya C, H, O, dan N,S,P, halogen,
dan logam.
Reaksinya berlangsung lambat, non ionik, dan kompleks.
Mempunyai variasi sifat kimia yang banyak.
Fenomena isomeri.
I.3 Klasifikasi Senyawa Organik
Secara luas senyawa organik diklasifikasikan ke dalam kelas berikut:
a. Senyawa rantai terbuka
Senyawa ini mengandung sistem rantai terbuka dari atom karbon. Rantai dapat berupa
rantai lurus (tidak bercabang) atau bercabang. Senyawa rantai terbuka juga disebut
senyawa alifatik. Alifatik berasal dari bahasa Yunani aleiphar yang berarti lemak,
sebagaimana senyawa ini sebelumnya diperoleh dari lemak hewani atau nabati, atau
memiliki sifat seperti lemak. Contoh senyawa rantai lurus:
CH3-CH2-CH2-CH3 CH3-CH2-CH2-CH2-OH H2C=CH2
b. Senyawa rantai tertutup
Senyawa ini mengandung satu atau lebih rantai tertutup (cincin) dan dikenal sebagai
senyawa siklik atau cincin. Terdiri dari dua jenis:
1) Senyawa Homosiklik
Senyawa-senyawa di mana cincin hanya terdiri dari atom karbon disebut senyawa
homosiklik. Senyawa homosiklik atau senyawa karbosiklik dibagi lagi menjadi
senyawa alisiklik dan senyawa aromatik.
Senyawa alisiklik
Sebuah cincin beranggota tiga atau lebih atom karbon menyerupai senyawa
alifatik seperti dalam senyawa homosiklik disebut senyawa alisiklik.
Hidrokarbon alisiklik jenuh memiliki rumus umum CnH2n. Contoh senyawa
alisiklik adalah siklopropana, siklobutana, sikloheksana.
Senyawa aromatik
Senyawa ini mengandung cincin benzena yaitu sebuah cincin dari enam atom
karbon dengan ikatan ganda dan tunggal yang berselang-seling. Disebut
senyawa aromatik karena banyak dari mereka yang memiliki bau yang harum.
2) Senyawa heterosiklik
Ketika lebih dari satu jenis atom berada dalam satu senyawa cincin, mereka dikenal
sebagai senyawa heterosiklik. Dalam senyawa ini umumnya satu atau lebih atom
unsur seperti nitrogen 'N', oksigen 'O', atau sulfur 'S' ada di dalam cincin. Atom selain
karbon yaitu N, O atau S yang ada dalam cincin disebut heteroatom. Senyawa
heterosiklik dengan lima dan enam atom disebut sebagai heterosiklik beranggota lima
dan enam. Contohnya adalah piridin, furan, tiofen, pirol. Senyawa heterosiklik
selanjutnya dapat diklasifikasikan sebagai monosiklik, bisiklik dan trisiklik
tergantung pada jumlah atom penyusun cincin satu, dua atau tiga.
BAB II
SENYAWA ORGANIK BERACUN
2.1 Senyawa Aromatik
2.1.a Benzene
Benzene adalah hidrokarbon aromatik (senyawa kimia organik) dengan rumus
molekul C6H6. Senyawa ini bersifat larut air, tidak berwarna dan mudah terbakar.
Benzene merupakan konstituen alami minyak bumi dan dapat disintesisdari
senyawa-senyawa lain yang ada dalam minyak bumi. Akhir-akhir ini benzene
diketahui bersifat karsinogen sehingga penggunaannya sebagai bahan aditif dalam
bensin dibatasi. Walaupun demikian, benzene memegang peranan penting didalam
industri, yaitu sebagai pelarut dalam produksi obat, plastik, karet sintetis dan
pewarna.Perkembangan pesat dalam sampling udara, ditambah dengan fakta
bahwabenzene meracuni darah (hematotoksik), maka nilai ambang batas
benzeneditekan terus menerus. Di Indonesia sesuai dengan Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja Nomor SE 01/Men/1997 nilai ambang batas benzene adalah 10 ppm.
1. Absorbsi Benzene
Absorbsi benzena kedalam jaringan tubuh dapat melalui beberapa cara yaitu,
pernapasan (inhalasi), melalui kulit (dermal) dan melalui saluran pencernaan
(gastrointestinal).
a. Inhalasi (penafasan)
Benzena masuk ke dalam tubuh dalam bentuk uap melalui inhalasi, dan
absorpsi terutama melalui paru-paru, jumlah yang diinhalasi sekitar 40-50%
dari keseluruhan jumlah benzena yang masuk ke dalam tubuh. Benzena
mudah diabsorpsi melalui pernafasan, ketahanan paru-paru mengabsorpsi
benzene mencapai lebih kurang 50% untuk beberapa jam pada paparan di
antara 2-100 cm3/ m3
b. Dermal (kontak kulit)
Diperkirakan dari studiin vitro yang dilakukan pada kulit manusia, bahwa absorpsi
gas benzena melalui kulit, lebih kecil dibandingkan dengan total absorbsi,
tetapi absorpsi dari gas benzena dapat merupakan rute paparan yang
signifikan. Ada penemuan yang menyatakan bahwa kontak melalui kulit
merupakan rute utama absorpsi benzena pada pekerja yang terpapar bensin
cair
c. Gastrointestinal (pencernaan)
Absorpsi benzena yang efektif melalui pencernaan dapat mengakibatkan intoksikasi
akut, walaupun data kuan titatif pada manusia masih kurang.Walaupun tidak ada
informasi tentang absorpsi oral dari benzena pada larutan encer, diasumsikan bahwa
absorpsi oral dari air adalah hampir 100%.
2. Distribusi Benzena
Benzene terdistribusi ke seluruh tubuh melalui absorpsi dalam darah, karena benzena
adalah lipofilik, maka distribusi terbesar adalah dalam jaringan lemak.Jaringan lemak,
sumsum tulang, dan urin mengandung benzena kira-kira 20 lebih banyak dari yang
terdapat dalam darah.Kadar benzena dalam otot dan organ 1-3 kali lebih banyak
dibandingkan dalam darah.Sel darah merah mengandung benzene dua kali lebih banyak
dari dalam plasma.
3. Metabolisme
Jalur metabolisme dan interaksi biokimia di dalam tubuh melaluiserangkaian reaksi
biokimia. Benzena dioksidasi pertama-tama di dalam hati (liver) oleh cytochrome P-450-
monooksigenase menjadi benzena oksida. Setelah reaksi ini, beberapa metabolit sekunder
terbentuk secara enzymatis dan nonenzymatis. Metabolit adalah bahan yang dihasilkan
secara langsung oleh reaksi biotransfusi. Setelah reaksi oksidasi ini, beberapa metabolit
sekunder akan terbentuk secara enzimatik dan non-enzimatik. Biotransformasi benzena
dalam tubuh berupa metabolit akhir yang utama adalah fenol yang diekskresi lewat urin
dalam bentuk terkonjugasi dengan asam sulfat atau glukuronat Sejumlah kecil
dimetabolisme menjadi kathekol, hidrokuinon, karbon dioksida, dan asam mukonat.Reaksi
metabolisme benzena .
4. Ekskresi
Eliminasi benzena dalam tubuh melalui eksresi dan ekhalasi, benzene terutama
dieksresikan di dalam urine sebagai metabolit khususnya konjugasi phenol dan glucuronic
dan sulphuric acid, dan ekhalasi ke udara dalam bentuk yang tidak berubah.
2.1.b Asam salisilat
Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan
lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan
sebagai obat luar, yang terbagi atas 2 kelas, ester dari asam salisilat dan ester salisilat
dari asam organik. Di samping itu digunakan pula garam salisilat. Turunannya yang
paling dikenal asalah asam asetilsalisilat. Pada saat ini, asam salisilat banyak
diaplikasikan dalam pembuatan obat aspirin. Salisilat umumnya bekerja melalui
kandungan asamnya. Hal tersebut dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat
baru. Selain sebagai obat, asam salisilat juga merupakan hormon tumbuhan.
1. Sifat-sifat fisik dari asam salisilat
1 Penampakan Tidak berwarna menjadi kuning pada larutan dengan bau kenari pahit
2 Titik lebur 1-2 0C
3 Titik didih 197 0C
4 Kerapatan 4,2
5 Tekanan uap 1 mmHg pada 33 0C
6 Daya ledak 1,146 g/cm3
7 Titik nyala 76 0C
Sifat-sifat lain yang dimiliki oleh asam salisilat adalah sebagai berikut:
a. Panas jika dihirup, di telan dan apabila terjadi kontak dengan kulit.
b. Iritasi pada mata
c. Iritasi pada sauran pernafasan
d. Iritasi pada kulit
2. Toksisitas Asam Salisilat
Salisilat sering digunakan untuk mengobati segala keluhan ringan dan tidak
berarti sehingga banyak terjadi penyalahgunaan obat bebas ini. Keracunan salisilat
yang berat dapat menyebabkan kematian, tetapi umumnya keracunan salisilat bersifat
ringan. Gejala saluran cerna lebih menonjol pada intoksikasi asam salisilat. Efek
terhadap saluran cerna, perdarahan lambung yang berat dapat terjadi pada dosis besar
dan pemberian contoh kronik. Salisilisme dan kematian terjadi setelah pemakaian
secara topikal. Gejala keracunan sistemik akut dapat terjadi setelah penggunaan
berlebihan asam salisilat di daerah yang luas pada kulit, bahkan sudah terjadi
beberapa kematian.
Pemakaian asam salisilat secara topikal pada konsetrasi tinggi juga sering
mengakibatkan iritasi lokal, peradangan akut, bahkan ulserasi. Untuk mengurangi
absorpsinya pada penggunaan topikal maka asam salisilat tidak digunakan dalam
penggunaan jangka lama dalam konsentrasi tinggi, pada daerah yang luas pada kulit
dan pada kulit rusak.
2.1.c Dioxsin
Dioxin adalah sebutan atau nama untuk sekelompok senyawa hidrokarbon aromatik
terhalogenasi. Dioksin terbagi menjadi 3 kelompok senyawa, yaitu:
a. Poliklorinasi dibenzodioksin (PCDD)
b. Poliklorinasi dibenzofuran (PCDF)
c. Poliklorinasi bifenil (PCBs)
Ketiga kelompok senyawa tersebut adalah bahan kimia hasil klorinasi yang dikenal
paling beracun, dan mempunyai sifat dan toksisitas yang sama. Sampai saat ini sudah
ditemukan senyawa-senyawa dioksin sebanyak :
a. PCDD : 75 senyawa
b. PCDF : 135 senyawa
c. PCBs : 209 senyawa
1. Sifat fisik kimia dioksin
Dioksin adalah senyawa yang tidak berbau, dalam bentuk murni berupa kristal
padatan tidak berwarna, sangat stabil, lipofilik, karena mempunyai unsur klor (Cl-)
maka dioksin ini sangat reaktif sehingga mudah bereaksi senyawa organik maupun
senyawa lainnya. Karena dioksin bersifat lipofilik, maka dioksin ini mudah larut
dalam lemak, sehingga mudah terakumulasi dalam jaringan makhluk hidup dan
konsentrasinya dapat berlipat ganda pada jenjang yang lebih tinggi pada rantai
makanan. Nah loh, manusia sendiri kan merupakan makhluk hidup terakhir dalam
rantai makanan, jadi manusia merupakan penampung dioksin terbesar. Karena punya
kestabilan termal yang tinggi, dioksin dalam permukaan tanah akan mengendap tanpa
mengalami perubahan terhadap waktu. Berdasarkan Environmental Protection
Agency (EPA) atau Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat
memperkirakan waktu paruh dioksin di lapisan tanah antara 10-30 tahun Senyawa
dioksin yang paling beracun yang pernah dilaporkan adalah 2,3,7,8-tetrachloro-
dibenzo-dioxin (TCDD), yang pada saai ini juga banyak dipelajari orang.
2. Mekanisme transport dioksin dalam sel
Dioksin dikenal sebagai penyebab kanker. Berinteraksi secara langsung dengan DNA
melalui mekanisme berbasis reseptor. Proses interaksi melalui mekanisme berbasis
resptor dapat dijelaskan sebagai berikut, setelah masuk ke dalam tubuh melalui
selaput sel, dioksin bersatu dengan protein dasar reseptor. Maka dioksin pun diizinkan
masuk ke dalam inti sel. Di sini ia berinteraksi dengan DNA dan menyerang gen yang
mengontrol banyak reaksi biokimia seperti sintesa dan metabolisme hormon, enzim,
maupun faktor pertumbuhan, sehingga bisa menimbulkan dampak dari kelainan janin
sampai kanker. Gambar dibawah ini menunjukkan bagaimana dioksin masuk ke
dalam sel dan akan menyerang DNA yang selanjutnya mempengaruhi reaksi
metabolismdalam sel.
3. Pencegahan Peningkatan Dioksin
Untuk dapat menahan laju pertumbuhan senyawa dioksin di udara, khususnya dari
pembakaran sampah di perkotaan, maka perlu dilakukan pengendalian sampah secara
terpadu. Pertama harus memberikan kesadaran pada masyarakat untuk dapat
memisahkan sampah-sampah organic yang mudah terdegradasi oleh mikroorganisme
dengan sampah yang susah terdegradasi seperti plastic. Sampah-sampah plastik yang
susah terdegradasi harus dikumpulkan dan jangan dibakar begitu saja karena
berpotensi untuk menghasilkan dioksin. Terjadinya dioksin dalam pembakaran
sampah, dapat dikendalikan dengan penguraian suhu tinggi dioksin atau prehormon
melalui pembakaran sempurna yang stabil. Untuk itu, penting untuk mempertahankan
suhu tinggi gas pembakaran dalam tungku pembakaran, menjaga waktu keberadaan
yang cukup bagi gas pembakaran, serta pengadukan campuran antara gas yang belum
terbakar dan udara dalam gas pembakaran. Kemudian terhadap pencegahan
pembentukan senyawa de novo yang juga merupakan penyebab munculnya dioksin,
pendinginan mendadak serta pengkondisian suhu rendah gas pembakaran akan efekti
(Anonim, 2005) . Selain itu, terhadap debu terbang yang dikumpulkan dengan
penghisap debu yang banyak mengandung dioksin, ada teknologi pemrosesan reduksi
khlorinat dengan panas. Untuk udara atmosfir yang dikembalikan, karena
menggunakan reaksi reduksi khlorinat dengan menukar khlor yang terkandung dalam
dioksin dengan hidrogen, dengan terus memanaskan debu terbang pada suhu diatas
8000C dioksin dalam debu dari jumlah totalnya akan terurai. Ini digunakan sebagai
teknologi yang dapat menguraikan dioksin dengan energi input lebih sedikit
dibandingkan dengan peleburan.
2.2 Senyawa Alifatik
2.2.a HCN (Hidrogen Sianida)
Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di
dalam kacang almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan
glikosida sinogenik lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan
banyak tanaman lainnya, beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada
keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat
menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson, 2007). Keracunan hidrogen sianida
dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja dari sianida (termasuk
garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan ataupun bunuh diri
(Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh,
lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam
jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual
dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan
kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran,
gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal (Utama, 2006).
1. Takaran atau dosis sianida (Olson 2007 & Meredith 1993) :
a. Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mg.min/m3,
dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.
b. Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat
berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau
kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja
adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui
kulit.
c. Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat
berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.
2. Masuknya Senyawa Sianida ke Tubuh
Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut
situasi paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:
a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti).
Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara
tidak sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat
racun tertelan dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan
masuk kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka
jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan
terjadi semakin parah (Henry, 1997).
b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).
Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut
dan hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang
dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut,
tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).
c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray.
Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat
kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai
terkena pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun,
meskipun beberapa racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).
3. Mekanisme dalam tubuh
Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom
oksidase sehingga mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida
tidak dapat disatukan langsung dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh
intermediary compound methemoglobin. Apabila methemoglobin tidak dapat
mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi.
Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi
yang digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali
ion sianida mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan
methemoglobin membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna
merah cerah, berlawanan dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith,
1993).
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen
yang ada dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi
sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan
sitokrom lain. Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari
substrat satu ke substrat berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya
ialah penggunaan enzim dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane
dalam mitokondria, siklus Kreb, dan glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak
menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase,
metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai
transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi
ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di
jaringan. Sianida menyebabkan hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom
oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang
secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi tergabung
(incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa
digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen incorporated
terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema
pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh
radikal bebasnya.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu
berikatan dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen
secara aerob. Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme
menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan
diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan
sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika
rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat
dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi
kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh.Bila
komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan
terjadi proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial
dapat disebabkan oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa
mutasi dan delesi dari DNA mitokondria.Pada proses ini, laktat menyumbangkan
gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD)
menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan
menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat oleh
sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan reaksi
balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).
4. Gejala-gejala Keracunan
Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada
lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda
awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah
kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan
dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus (Meredith,
1993). Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik yang pendek setelah
pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan sianida. Symptomnya
termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan. Syncope, koma, respirasi
agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan cepat setelah pemaparan yang
berat (Olson, 2007).
Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan
terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi
dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr
dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada
paru-paru dan kematian (Meredith, 1993).
5. Sifat Efek Racun
Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni
terbalikkan atau tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan
yaitu : (1) bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah
habis, maka reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula (2) efek toksik yang
ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan (3) ketoksikan racun bergantung pada
takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan eliminasi racunnya. Ciri khas dari
wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1) kerusakan yang terjadi sifatnya
menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang
sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik dan (3)
pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan
menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan
racun dengan takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 1990).
6. Efek Sianida Bagi Tubuh dan Pengobatan
Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru. Walaupun sianida
dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan
timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat
bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya
metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya dalam waktu beberapa
menit akan mengganggu transmisi neuronal, tetapi kematian yang disebabkan oleh
sianida jarang ditemukan pada orang-orang yang bekerja dalam laboratorium kimia
yang memiliki akses dengan potassium atau sodium sianida. Dosis minimum yang
dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodum sianida.
Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada
keadaaan konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal ditemukan dalam
tekanan darah yang rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041
mg/L bagi perokok. Tes darah untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan
sesegera mungkin ketika tingkat sianida meningkat atau menurun tergantung pada
metode reserpasi dan atau penyimpanan dan waktu pengumpulannya (Nita dkk, 2005)
7. Antidotum Sianida
Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi utamanya,
yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak
toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung
a. Detoksifikasi sulfur
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada
keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan
natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase
dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur
endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal
(Meredith, 1993). Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi
sianida menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme
sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan
senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida.
Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih
baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi
tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-
merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan
sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida
merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan
masuk ke mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat diasumsikan secara
intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida,
tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika
diagnosis tidak jelas (Meredith, 1993).
2.2.b Methanol
Methanol (CH3OH; metyl alcohol; carbinol; alcohol kayu) diperoleh dari
distilasi destruktif kayu.merupakan merupakan alcohol yang paling sederhana, dengan
rumus kimia CH3OH, beratmolekul 32,04, titik didih 64,5 C(147F), bersifat ringan,
mudah menguap, tak berwarna, mudah terbakar, beracun dan berbau khas. Methanol
digunakan sebagai bahan penambah bensin, bahan pemanas ruangan, pelarut industry,
pada larutan fotokopi, serta sebagai bahan makanan untuk bakteri yang memproduksi
protein. Keracunan methanol sering terjadi di Negara kita dan dapatmenyebabkan
meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Methanol paling banyak dijumpai
dalamrumah tangga dalam bentuk “canned heat ” atau cairan pembersih kaca mobil.
Methanol dapat diabsorbsi ke dalam kulit, saluran pernafasan atau pencernaan
dandidistribusikan ke dalam cairan tubuh. Mekanisme utama methanol di dalam tubuh
manusiaadalah dengan oksidasi menjadi formaldehida, asam format dan CO2. Methanol
juga dapatdisingkirkan dengan membuat muntah, dan dalam jumlah kecil diekskresikan
melalui pernafasan, keringat dan urin. Methanol tidak dapat diikat dengan karbon.
1. Metabolisme Methanol
Methanol dapat diabsorbsi kedalam tubuh melalui saluran pencernaan, kulit dan
paru-paru.Methanol didistibusikan secara luas dalam cairan tubuh dengan volume
distribusi 0,6 L/kg. Methanol secara perlahan dimetabolisme di hati. Sekitar 3% dari
methanol diekskresikanmelalui paru atau diekskresi melalui urin.
Methanol beracun melalui dua mekanisme. Pertama methanol yang telah masuk
kedalam tubuh baik melalui, menelan menghirup atau diserap melalui kulit dapat
menekan saraf pusatseperti yang terjadi pada keracunan etanol. Kedua methanol
beracun setelah mengalami pemecahan oleh enzim alcohol dehidrogenase di hati
menjadi asam format dan formaldehida. Dosis yang berbahaya dapat terjadi bila
seseorang terekspos terus menerus terhadap uapmethanol atau cairan methanol tanpa
menggunakan pelindung. Dosis yang mematikan adalah100-125 ml.
Cara kerja methanol sama dengan cara kerja etanol. Methanol lebih bersifat
toksik dibandingkan dengan etanol. Toksisitas methanol semakin meningkat
disebabkan olehstukturnya yang tidak murni. metanol diekskresikan secara lambat di
dalam tubuh dan kemudian secara kumulatif methanol dapat bersifat toksik di dalam
tubuh. Selama penelanan methanolsecara cepat diabsorbsi dalam traktus gastrointestinal
dan dimetabolisme dihati. Pada langkah pertama dari degradasi, methanol diubah
menjadi formaldehid oleh ensim alcohol dehidrogenase. Reaksi ini lebih lambat dari
reaksi kedua, oksidasi dari formaldehid menjadi asam format olehensim aldehid
dehidrogenase. Oksidasi ini berlangsung cepat sehingga hanya sedikit formaldehid
yang terakumulasi dalam serum. Hal ini menjelaskan latensi dari gejala antara
penelanan dantimbulnya efek. Waktu paruh dari formaldehid adalah sekitar 1-2 menit.
Asam format kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air oleh tetrahidrofolat.
Metabolism dari asam format sangat lambat sehingga dapat terakumulasi di dalam
tubuh yang menimbulkan asidosis metabolic. Asam format juga menghambat respirasi
seluler sehingga terjadi asidosis laktat.
Kecepatan absorbsi dari methanol tergantung dari beberapa factor, dua factor
yang paling berperan adalah konsentrasi methanol dan ada tidaknya makanan dalan
saluran cerna. Methanoldalam bentuk larutan lebih lambat diserap dibanding dengan
methanol yang murni dan adanyamakanan dalam saluran cerna terutama lemak dan
protein akan memperlambat absorbsimethanol dalam saluran cerna. Setelah diabsorbsi,
methanol didistribusi ke seluruh jaringan dancairan tubuh kecuali jaringan lemak dan
tulang, disini konsentrasi methanol paling rendah.Konsentrasi methanol di dalam darah
mencapai maksimum kira-kira setengah sampai satu jamsetelah methanol dikonsumsi.
Konsentrasi methanol di dalam otak setelah tercapai keseimbanganadalah lebih sedikit
dibanding dengan konsentrasi di dalam darah.
Methanol yang telah diabsorbsi, dimetabolisme di dalam tubuh didalam hepar
melalui proses oksidasi. Secara normal, tubuh dapat memetabolisme 10 gms methanol
murni. jikadikonsumsi berlebihan, konsentrasi methanol dalam darah akan meningkat
dan orang tersebutakan mulai menunjukkan keluhan dan gejala keracunan alcohol,
kecuali orang tersebut telahmengalami toleransi terhadap methanol. Methanol dalam
jumlah yang maksimum yaitu 300 mlmethanol murni, dapat dimetabolisme dalam
tubuh dalam 24 jam. Keracunan methanol dapat menyebabkan gangguan pada hepar
dan ginjal.
Metabolisme methanol dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
2. Penatalaksanaan Keracunan Metanol
Keracunan methanol berat biasanya dijumpai pada pecandu alcohol kronis dan
mungkin tidak dapat dikenal kecuali dijumpai gejala-gejala yang khas pada sejumlah
pasien. Karena methanoldan metabolit formatnya merupakan toksin yang lebih kuat
dari etanol, maka penting bahwa pasien yang keracunan methanol dikenali dan diobati
secepat mungkin. Gejala awal yang penting dari keracunan methanol ialah gangguan
visual, sering kalidijelaskan sebagai “berada dalam badai salju”. Gangguan visual
merupakan keluhan umumepidemis keracunan methanol. Keluhan penglihatan kabur
dengan kesadaran relative baik merupakan suatu petunjuk kuat untuk keracunan
methanol untuk keracunan methanol. Dalamkasus-kasus berat, bau formaldehid
tercium melalui pernafasan dan urin. Timbul bradikardia,koma yang lama, kejang,
dan asidosis yang menetap.
Hasil pemeriksaan fisik pada keracunan methanol biasanya tidak spesifik.
Midriasis yangmenetap merupakan tanda keracunan berat. Atropi saraf optic
merupakan tanda lanjut. Penyebabkematian dalam kasus fatal ialah berhentinya
pernafasan secara mendadak. Merupakan hal yangsangat perlu untuk menentukan
kadar methanol dalam darah secepat mungkin bila diduga suatukeracunan methanol.
Bila dugaan klinik keracunan methanol cukup kuat, pengobatan tidak boleh terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Taufik. 2012. Keracunan Methanol. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://www.scribd.com/doc/25784845/Keracunan-Methanol
Anonym, 2005. Teknologi Pengolahan Sampah Jepang. Bahan Seminar Teknologi
Lingkungan, Kawasaki Juko Co. Ltd.
Anonym. 2012. Klasifikasi senyawa organik. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://www.ilmukimia.org/2012/12/klasifikasi-senyawa-organik.html
Anonym. 2013. Kimia organik. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://www.ilmukimia.org/2013/04/kimia-organik.html
Donatus, I.A., 1997. Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan Bahan
Berbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Gufita, Felicia. 2012. Dioxin (TCDD). Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://fellyciagufita.blogspot.com/p/dioxin-tcdd.html
Henry, J.A., H.M., Wiseman, 1997. Management of Poisoning : A handbook for health care
workers, World Health Organization, Geneva.
Huda, thorikul. Dioksin Penyebab Kanker. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://diploma.chemistry.uii.ac.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=123&Itemid=182
Mardiati, putri. Penentuan kadar asam salisilat. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://putrimardiati.blogspot.com/2012/10/penentuan-kadar-asam-salisilat.html
Meredith, T.J., 1993. Antidots for Poisoning by Cyanide. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014,
di http://www.inchem.org/
Ni. 1989. Zat-zat Toksik yang Secara Alamiah Ada pada Bahan Makanan Nabati, Cermin
Dunia Kedokteran.
Olson, K. R., 2007. Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall
International Inc., USA
Pirajan, J.C.M., Ubaque, C.A.G., Fajardo, R., Giraldo, R., Sapag, K., 2007, “Evaluation of
Dioxin and Furan Formation Thermodynamics in Combustion Proscesses of Urban
Solid Wates, Ecletice Quimica, Volume 32. Numero 1, Sao Paulo, Brasil
Sariahta, Fahma. 2013. Keracunan Methanol. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
https://blog.ub.ac.id/fahmasariahta/2013/03/25/keracunan-methanol/
Sinaga, E., 2006. Bahaya Zat Racun Dioksin dari Pembakaran Sampah. Diunduh pada
tanggal 10 juni 2014, di www.republika.or.id
Sumaiku, Y., 2007. Apa Akibat dari Pembakaran Sampah du Pekarangan Rumah Tangga
dan Pembakaran/Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan. Diunduh pada tanggal 10
juni 2014, di www.bpkpenabur.or.id
Sunardi, 2007. Incinerator, Berkah atau Bencana ?. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
www.migas-indonesia
Utama, Harry Wahyudhy, 2006. Keracunan Sianida. Diunduh pada tanggal 10 juni 2014, di
http://klikharry.wordpress.com/about/