tinjauan pustaka luka tusuk leher
DESCRIPTION
luka tusukTRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
LUKA TUSUK PADA LEHER
Sebagaimana yang telah dikenal pada saat ini ada tiga cara atau mekanisme yang
dapat menyebabkan kematian, yaitu : kegagalan fungsi otak, kegagalan pernapasan, dan
kegagalan sirkulasi. Pada laporan ini akan dibahas penyebab kematian pada kasus luka
tusuk pada leher dan perjalanan kematian hingga terjadi kegagalan sirkulasi.
Kasus tersebut adalah sebagai berikut:
Pada leher korban ditemukan luka berukuran tujuh kali empat milimeter, dalamnya kira-
kira empat sentimeter, tepi rata bentuk tidak beraturan. Luka ini sesuai dengan luka tusuk.
Luka Tusuk
Luka tusuk adalah luka yang disebabkan karena alat dengan ujung yang runcing
dengan mata tajam atau tumpul atau alat dengan ujung yang runcing dengan penampang
bulat, segitiga dengan cara menusukkan sehingga masuk ke dalam jaringan tubuh. 1
Ciri-ciri luka tusuk :1
- Kedalaman luka lebih besar dibandingkan panjang maupun lebarnya
- Lebar luka sedikit lebih besar dibandingkan panjangnya
- Bentuk luka sangat bervariasi, tergantung dari senjata yang digunakan. Ujung senjata
yang tumpul dapat membentuk luka dengan tepi yang tidak rata, bahakan seringkali
meyerupai robekan
- Pinggiran luka bisa bersih atau mengalami laserasi disertai dengan retraksi
- Arah jalannya luka dapat memberi petunjuk mengenai cara terjadinya cedera (bunuh
diri, pembunuhan, atau kecelakaan)
Untuk mengukur panjang luka harus menautkan luka terlebih dahulu. Dari panjang
dan dalamnya luka dapat diambil kesimpulan : 1
- Panjang luka adalah ukuran maksimal lebar senjata
1
Seorang mayat laki-laki diduga meninggal karena dikeroyok dan dianiaya dengan mempergunakan busur. Pada kulit leher ditemukan satu buah luka pada leher kiri bagian tengah, ukuran tujuh kali empat milimeter, dalamnya kira-kira empat sentimeter, tepi rata bentuk tidak beraturan, jarak sebelas koma lima sentimeter dari bagian tengah leher dan empat koma lima sentimeter dari ujung bawah telinga kiri. Setelah dibuka tampak dinding arteri karotis interna kiri robek dengan bentuk tidak beraturan.
- Dalamnya luka adalah ukuran minimal panjang senjata dan ini tergantung dari
lokasinya misalnya dinding perut dapat mengempis, sehingga pisau yang pendek
dapat mencapai ruas tulang punggung.
Luka tusuk merupakan cedera low-velocity dan konsekuensi biasanya terbatas pada
efek langsung di lintasan luka. Lintasan luka membutuhkan eksplorasi untuk menentukan
penyebab kematian didasarkan pada lokasi luka dan perdarahan yang terkait, misalnya
kuantitas perdarahan pada pada rongga-rongga tubuh. Mekanisme kematian akibat luka
tusuk antara lain: 2
• Syok hemoragik
• Emboli udara (Bila struktur leher terlibat).
• Asfiksia akibat aspirasi darah (misalnya cedera pada paru, trakea atau arteri
vertebralis)
• Tamponade jantung
• Hemothoraks dan atau pneumothoraks
• Cedera otak dan medulla spinalis
• Delayed Complication—seperti emboli paru, pneumonia, sepsis, perdarahan
berulang dan iskemia jantung serta meningitis akibat luka pada tengkorak
Pada kasus ini ditemukan luka tusuk pada leher yang menyebabkan robekan pada arteri
carotis interna. Untuk mengetahui penyebab kematian korban, maka perlu diketahui
struktur anatomi leher.
Anatomi Leher
Anatomi leher bersifat unik karena memuat banyak struktur vital penting yang
mewakili sistem-sistem organ tubuh yang penting. Beberapa struktur vital pada leher dapat
dibagi menjadi empat grup: traktus respirasi (trakea, laring, faring, paru-paru); vaskular
(pembuluh darah carotis, jugular, subclavian, arkus aorta); gastrointestinal (faring,
esofagus); dan neurologi (medulla spinalis, pleksus brakialis, nervus perifer, nervus
cranialis). Struktur vital multipel yang berada dalam area anatomi yang sempit ini rawan
terhadap cedera dan tidak dilindungi oleh tulang.3,4
Secara tradisional, skema anatomi leher menggunakan “segitiga”. Setiap segitiga
memuat struktur vital yang berbeda dan dibungkus oleh otot, fascia dan kulit. Secara
2
klasik, leher dibagi menjadi segitiga anterior dan segitiga posterior oleh muskulus
sternokleidomastoideus.3
Gambar 1 Batas-batas “segitiga” leher (dikutip dari kepustakaan 5)
Struktur anatomi leher dibungkus oleh dua lapisan fascia:3
1. Fascia superfisial berada tepat dibawah kulit dan meliputi platysma (otot superficial
tipis berasal dari bagian atas thoraks dan melewati klavikula menyilang di leher dan
bergabung dengan sistem muskuloaponeurotik superfisial (SMAS) wajah.
2. Fascia profunda dapat dibagi lagi menjadi lapisan enveloping/investing, pretrakealis
dan lapisan prevertebralis.
Enveloping/investing Fascia meliputi muskulus sternokleidomastoideus,
omohyoideus dan trapezius yang mengelilingi leher.
Fascia pretakealis melekat pada kartilago tiroid dan krikoid dan bergabung dengan
pericardium pada thoraks. Fascia ini menutup organ-organ besar leher (kelenjar
tiroid, trakea dan esofagus)
Fascia prevertebralis meliputi otot-otot prevertebralis dan bergabung dengan
axillary sheath yang membungkus pembuluh darah subclavia.
Carotid sheath (memuat arteri carotis communis, vena jugularis interna dan nervus
vagus) dibentuk oleh tiga komponen fascia profunda.
3
Gambar 2 Potongan Melintang Leher (dikutip dari kepustakaan 5)
Kompartemen fascia yang kuat pada struktur leher membatasi perdarahan eksternal
dari struktur vaskular. Namun demikian hal ini juga dapat menyebabkan bahaya akibat
perdarahan pada lokasi yang tertutup sehingga mengganggu jalan napas.3
Cedera penetrasi pada leher lebih sering menggunakan pembagian anatomi leher
dengan “zona cedera” dibanding “segitiga”. Hal ini lebih memudahkan untuk mengetahui
struktur mana saja yang terlibat, keperluan untuk investigasi tambahan dari spesialis,
bedah dan menentukan prognosis 3
Leher dapat di bagi menjadi tiga zona utama. Zona I merupakan area diantara
klavikula dan kartilago krikoidea mencakup struktur luar thoraks. Tulang-tulang thoraks
dan klavikula memproteksi zona I dari cedera, namun hal ini juga mempuat eksplorasi
bedah menjadi sulit. Zona III merupakan area yang berada diantara mandibula dan dasar
tengkorak. Area ini juga diproteksi oleh stuktur tulang dan membuatnya menjadi sulit
untuk dieksplorasi karena adanya tulang tengkorak dan mandibula tersebut. 3
Zona II adalah area yang meliputi sudut mandibula dan kartilago krikoidea. Area ini
merupakan yang paling sering terlibat pada penetrasi leher (60-75%). Pada zona II terdapat
arteri karotis interna dan eksterna, vena jugularis, faring, laring, esofagus, nervus
laringeus rekuren, kelenjar tiroid dan paratiroid serta medulla spinalis.3
4
Gambar 3 Zona anatomi leher (dikutip dari kepustakaan 3).
Tabel 1 Zona cedera leher (dikutip dari kepustakaan 3)
Zona Batasan Struktur yang beresiko
IClavicula dan inferior dari
kartilago krikoidea
Proksimal Arteri karotis komunis, vertebralis dan subclavia.
Pembuluh darah besar pada mediastinum superior, apeks paru
Esofagus, trakea dan duktus thoracicus.
IIKartilago krikoidea dan
inferior dari sudut mandibula
Arteri karotis dan vertebralis serta vena jugular interna
Laring trakea dan esofagus
Nervus vagus, nervus laringeus rekuren, dan medulla spinalis
IIISudut mandibula dan dasar
tengkorak
Distal Arteri karotis dan arteri vertebralis
Kelenjar saliva, faring
Medulla spinalis dan nervus cranialis IX - XII
(Catatan- Beberapa penulis menggunakan batas bawah mandibula sebagai batas Zona II)
Arteri Carotis Interna
Arteri ini dimulai pada percabangan arteri carotis communis dan pada tempat ini
terdapat perluasan ke dalam sinus caroticus. Area ini kaya akan suplai saraf dari nervus
glossofaringeus (IX) dan berperan sebagai reseptor tekanan; dimana melalui mekanisme
ini peningkatan tekanan darah menyebabkan refleks perlambatan denyut jantung dan
5
dilatasi pembuluh darah perifer. Terselip dalam pada bifurcation, terdapat carotid body
yang kecil dan bewarna kekuningan yang juga disuplai oleh nervus IX. Ini adalah
kemoreseptor yang menghasilkan refleks peningkatan respirasi akibat respon peningkatan
tekanan parsial CO2 atau rendahnya tekanan oksigen pada darah.6
Arteri carotis internal awalnya berada di lateral arteri carotis eksterna namun dengan
segera melewati sisi medial dan posteriornya, untuk naik di sepanjang sisi faring. Pada
leher, arteri carotis interna tidak memiliki percabangan.6
Gambar 4 Cabang-cabang arteri karotis dan nervus vagus (dikutip dari kepustakaan 5)
6
Pada korban ditemukan selaput lendir pucat, bibir dan kedua tangan pucat. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan pula nekrosis pada organ-organ seperti hati dan
ginjal tanpa adanya kelainan lain pada pemeriksaan makroskopiknya. Selain itu limpa
tampak mngkerut dan tak tampak eritrosit dalam sinusoidnya. Hal ini sesuai dengan
kematian akibat kegagalan sirkulasi karena kehilangan darah yang sangat banyak (syok
hemoragik).
Syok Hemoragik
Sistem sirkulasi dapat pulih kembali selama jumlah perdarahan tidak lebih besar dari
sutau jumlah krisis tertentu. Melampaui jumlah ini menyebabkan syok menjadi progresif,
terjadi lingkaran setan yang akhirnya menimbulkan kerusakan total sistem sirkulasi dan
kematian. Kira-kira 10 persen dari volume darah total dapat dikeluarkan dengan hampir
tanpa memberi pengaruh terhadap curah jantung atau tekanan arteri, tetapi semakin banyak
kehilangan darah pertama-tama mengurangi curah jantung dan selanjutnya tekanan,
keduanya turun sampai nol bila 35 sampai 45 persen volume darah total dikeluarkan.7
7
Pada mata kanan dan kiri ditemukan selaput lendir mata pucat, tidak ada bintik-bintik perdarahan, bola mata tidak menonjol. Bibir dan ujung kuku kedua tangan tampak pucat. Paru kanan berukuran dua puluh tiga kali lima belas koma lima kali enam sentimeter, perabaan seperti spons. Paru kiri berukuran dua puluh satu koma lima kali tiga belas kali lima koma lima sentimeter, perabaan seperti spons, Pemeriksaan mikroskopis sediaan paru kanan dan kiri menunjukkan tampak adanya ekstravasasi eritrosit/perdarahan interalveolar. Hati berukuran dua puluh empat kali tujuh belas kali empat sentimeter, warna coklat kemerahan, permukaan rata, perabaan kenyal, pinggir tajam, mikroskopis sediaan menunjukkan sebagian sel hepar telah nekrosis. Limpa berukuran lima belas kali tujuh kali satu sentimeter, warna pucat, perabaan kenyal, permukaan mengkerut, pinggir tajam, mikroskopis sediaan tidak ada eritrosit dalam sinusoid-sinusoid. Ginjal kanan berukuran sebelas kali tujuh kali dua sentimeter, warna merah keunguan, permukaan licin, perabaan kenyal, penampang tak ada kelainan. Ginjal kiri berukuran sebelas kali enam koma lima kali dua koma lima sentimeter, warna merah keunguan, permukaan licin, perabaan kenyal, penampang tak ada kelainan. Pemeriksaan mikroskopik sediaan ginjal kiri dan kanan menunjukkan tubulus sebagian telah nekrosis, tidak ada kelainan tertentu.
Gambar 5 Pengaruh perdarahan pada curah jantung dan tekanan arteri (dikutip dari kepustakaan 7)
Secara umum, mekanisme syok memiliki tiga tahapan sebagai berikut :7,8,9
· Tahap nonprogresif
Tahap ini merupakan tahap di mana terjadi mekanisme refleks kompensasi dan
perfusi ke organ-organ vital dipertahankan. Pada fase ini, terjadi berbagai jenis
mekanisme neurohumoral yang membantu mempertahankan curah jantung dan
tekananan darah. Termasuk refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi
jaras renin-angiotensisn, pelepasan hormon antidiuretik, dan stimulasi simpatik
secara umum.7
Faktor-faktor yang menyebabkan penderita pulih kembali dari syok tingkat
sedang merupakan mekanisme pengaturan umpan balik negatif dari sirkulasi yang
berusaha untuk mengembalikan curah jantung dan tekanan arteri kembali ke nilai
normal. Faktor-faktor tersebut yaitu:8
1) Refleks baroreseptor. Penurunan tekanan arteri, juga menurunkan tekanan pada
daerah torak yang bertekanan rendah dan menimbulkan refleks simpatis yang
sangat kuat, yang terutama diawali oleh baroreseptor dan reseptor regangan
vaskular bertekanan rendah. Refleks-refleks ini merangsang sistem
vasokonstriktor simpatis di seluruh tubuh menghasilkan tiga pengaruh penting:
(a) konstriksi arteriol di sebagian besar tubuh sehingga meningkatkan tahanan
perifer total, (b) konstriksi vena dan tempat penyimpanan darah vena sehingga
mempertahankan kecukupan aliran balik vena. dan (c) peningkatan aktivitas
jantung.
2) Respon iskemik sistem saraf pusat, yang menimbulkan rangsangan simpatis
yang bahkan lebih kuat lagi di seluruh tubuh tetapi tidak aktif secara mencolok
sampai tekanan arteri turun di bawah 50 mmHg.
8
3) Stress-relaksasi timbal balik dari sistem sirkulasi yang menyebabkan pembuluh
darah berkontraksi seiring dengan pengurangan volume darah , sehingga volume
darah yang tersedia cukup untuk memenuhi sirkulasi.
4) Pembentukan angiotensin, yang menimbulkan konstriksi arteri perifer dan
meningkatkan retensi air dan garam oleh ginjal.
5) Pembentukan vasopressin yang menimbulkan konstriksi arteri dan vena perifer
serta retensi air oleh ginjal.
6) Mekanisme kompensasi yang mengembalikan volume darah ke arah normal,
termasuk absorpsi sejumlah besar cairan dari traktus intestinal, absorpsi cairan
dari ruang interstitial tubuh ke dalam kapiler darah, penahanan air dan garam
oleh ginjal, serta peningkatan rasa haus .
Gambar 6 Mekanisme kompensasi pada syok nonprogresif (dikutip dari Kepustakaan 9)
9
Vasokonstriksi pembuluh darah kutaneus mengakibatkan kulit menjadi
dingin dan pucat pada perlangsungan syok. Pembuluh darah koroner dan serebral
kurang sensitif terhadap refleks simpatis sehingga diameternya, aliran darahnya, dan
penghantaran oksigen ke organ yang dialiri pembuluh darah tersebut cenderung
normal.8,9
Lebih dari 60 persen seluruh darah di sistem sirkulasi biasanya berada dalam
vena. Karena alasan ini dan karana vena begitu lentur, seringkali dikatakan bahwa
vena berfungsi sebagai tempat penampung darah bagi sirkulasi. Bila tubuh
kekurangan darah dan tekanan arteri mulai menurun, reflex tekanan timbul dari sinus
karotikus dan daerah peka tekanan lainnya dalam sirkulasi. Daerah ini selanjutnya
mengirimkan sinyal saraf simpatis ke vena, sehingga vena mengalami konstriksi, dan
ini akan mengimbangi kurangnya darah dalam sistem sirkulasi. Beberapa bagian dari
sistem sirkulasi begitu ekstensif dan begitu lentur sehingga mereka secara khusus
disebut “penampung darah” Organ-organ ini antara lain: (1) limpa, yang kadang-
kadang dapat mengurangi ukurannya untuk membebaskan sebanyak 100 ml darah ke
daerah lain di sirkulasi, (2) hati, dimana sinus-sinusnya dapat membebaskan
beberapa ratus mililiter darah ke dalam sirkulasi, (3) vena-vena besar di abdomen,
yang dapat menyumbang sebanyak 300 ml, dan (4) pleksus venosus di bawah kulit,
yang juga dapat mengeluarkan beberapa ratus mililiter. Gambar (7) memperlihatkan
bahwa limpa memiliki dua daerah terpisah untuk menyimpan darah: sinus venosus
dan pulpa. Pembuluh kecil langsung mengalirkan darah ke dalam sinus venosus, dan
sinus dapat “membengkak” seperti bagian lain dari sistem vena dan menyimpan
darah lengkap. Pada pulpa limpa, kapiler begitu permeabel sehingga darah lengkap
keluar melalui dinding kapiler, masuk ke dalam jaringan trabekula yang membentuk
pulpa merah. Sel darah merah terperangkap di trabekula, sedangkan plasma kembali
ke dalam sinus venosa dan kemudian masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Akibatnya,
pulpa merah dari pulpa limpa adalah penampung khusus yang mengandung sejumlah
besar sel darah merah ekstra yang terdesak keluar ke dalam sirkulasi sistemik ketika
sistem saraf simpatis dirangsang, dan membuat limpa atau pembuluh darah
limpa berkontraksi (misalnya dalam keadaan syok hemoragik). Sebanyak 50
mililiter sel darah merah yang terkonsentrat dilepaskan ke dalam sirkulasi,
sehingga meningkatkan hematokrit sebesar satu sampai dua persen. 10
10
Gambar 7 Struktur fungsional limpa (dikutip dari kepustakaan 10)
· Tahap progresif
Sekali syok telah menjadi cukup berat, struktur sistem sirkulasi mulai rusak
dan berbagai bentuk umpan balik positif timbul, menimbulkan penurunan progresif
curah jantung. Beberapa hal mengenai umpan balik ini adalah sebagai berikut:7,8,9
1) Bila tekanan arteri turun cukup rendah, aliran darah koroner turun di bawah
jumlah yang diperlukan untuk nutrisi yang adekuat bagi miokardium. Hal ini
akan melemahkan jantung dan dengan demikian lebih menurunkan curah
jantung.
2) Pada kondisi di mana terjadi defisit oksigen yang persisten, respirasi aerob
interseluler berganti dengan respirasi anaerob yang menghasilkan asam laktat
berlebih. Asidosis laktat yang menurunkan pH jaringan dan mengurangi respon
vasomotor. Bila penurunan aliran darah ke pusat vasomotor demikian hebatnya
hal ini mengakibatkan pusat ini secara progresif menjadi kurang aktif dan
akhirnya sama sekali tidak aktif, sehingga selanjutnya tidak ada lagi rangsangan
simpatis yang dapat ditunjukkan. Terjadi dilatasi arteriol-arteriol, dan darah
mulai memenuhi mikrosirkulasi
3) Penghambatan pembuluh darah kecil. Penyebab awal dari penghambatan ini
adalah aliran darah yang lambat dalam pembuluh darah mikro. Karena
metabolisme jaringan terus berlangsung meskipun aliran darah rendah, sejumlah
besar asam, baik asam karbonat maupun asam laktat, terus mengalir ke dalam
pembuluh darah lokal dan sangat meningkatkan keasaman darah setempat.
Asam ini, bersama jaringan rusak lainnya dari jaringan iskemik, menyebabkan
aglutinasi darah dan bekuan darah setempat, menyebabkan sumbatan pada
pembuluh darah kecil.
11
4) Peningkatan permeabilitas kapiler akibat hipoksia kapiler dan tidak ada nutrisi
lainnya menyebabkan sejumlah besar cairan mulai mengalami transudasi ke
dalam jaringan. Hal ini selanjutnya makin menurunkan volume darah dengan
akibat penurunan lebih lanjut pada curah jantung dan syok makin memberat.
5) Kerusakan sel secara luas. Ketika syok menjadi berat, sejumlah tanda-tanda
kerusakan umum dari sel timbul di seuruh tubuh. Salah satu organ yang
terkena khususnya adalah hati. Hal ini terutama terjadi akibat kurangnya
makanan guna menunjang derajat metabolisme normal yang tinggi di sel-
sel hati, tetapi sebagian juga karena sel-sel hati sangat mudah terkena
toksin apapun atau faktor metabolik abnormal lainnya pada syok.
Penelitian kuantitatif telah membuktikan bahwa paling sedikit terdapat satu
toksin, yaitu endotoksin, yang sangat berperan dalam beberapa macam syok.
Endotoksin dilepaskan dari bakteri gram negatif yang mati di saluran
pencernaan. Penurunan aliran darah ke saluran pencernaan menyebabkan
peningkatan pembentukan dan absorpsi bahan toksin ini. Toksin yang
bersirkulasi kemudian menimbulkan kenaikan metabolisme selular secara luar
biasa, meskipun nutrisi sel tidak mencukupi, dan terdapat efek khusus yang
menyebabkan depresi jantung.
Gambar 8 Nekrosis bagian pusat dari lobulus hati pada syok berat (dikutip dari kepustakaan 7)
Berbagai pengaruh selular yang bersifat merusak, yang diketahui terjadi pada
sebagian besar jaringan tubuh adalah sebagai berikut:7
a) Transpor aktif natrium dan kalium melalui membran sel sangat berkurang,
akibatnya natrium dan klorida menumpuk dalam sel dan kalium hilang dari sel.
Selain itu, sel mulai membengkak.
12
b) Aktivitas mitokondria di sel-sel hati begitu pula di sebagian besar jaringan tubuh
lainnya mengalami depresi hebat.
c) Lisosom mulai terurai pada daerah jaringan yang luas, dengan pelepasan
hidrolase intrasel yang menyebabkan kerusakan intrasel lebih lanjut.
d) Metabolisme zat makanan tingkat seluler, seperti glukosa, akhirnya mengalami
depresi berat pada tahap akhir syok. Aktivitas beberapa hormon juga mengalami
depresi, termasuk 200 kali depresi pada aktivitas insulin
Semua pengaruh ini berperan pada kerusakan lebih lanjut berbagai organ tubuh
khususnya (1) hati, dengan depresi pada banyak fungsi metabolik dan
detoksifikasinya; (2) paru-paru, dengan kemungkinan timbulnya edema paru dan
kemampuan oksigenasi darah yang rendah, dan (3) jantung, yang selanjutnya
mendepresi kontraktilitas jantung.7
Kerusakan juga terjadi di ginjal, terutama di epitel tubulus ginjal,
menyebabkan gagal ginjal dan selanjutnya kematian karena uremia. Penurunan curah
jantung dan tekanan arteri yang sedikit saja, yang terjadi pada tahap akhir syok, akan
sangat menurunkan produksi urin, terutama karena tekanan glomerulus turun di
bawah nilai kritis yang diperlukan untuk filtrasi. Pada tahap akhir dari syok, sel-sel
epitel tubulus ginjal menjadi rusak secara sangat cepat karena bahkan dalam keadaan
normal saja, sel-sel epitel ini memiliki metabolisme yang tinggi dan memerlukan
sejumlah besar zat nutrisi. Hasilnya adalah nekrosis tubular yang berat dengan
kematian sel-sel tubular dan pengelupasan serta penghambatan tubulus.7
Gambar 9 . Histopatologi tubulus ginjal; A. Tubulus ginjal normal; B. Tubulus ginjal yang mengalami iskemik namun masih reversibel; C. Tubulus ginjal yang mengalami iskemik dan ireversibel.
(dikutip dari kepustakaan 8)
· Tahap ireversibel, merupakan tahap syok akhir. Kerusakan fungsi sel yang meluas
13
ditunjukkan oleh pengerutan sel lisosom, yang akan memperberat status syok. .
Komplikasi syok yang memiliki mortalitas tinggi adalah kerusakan paru-paru dengan
terjadinya sindrom kegagalan pernapasan akut. 7,8
Gambar 10 Berbagai jenis umpan balik positif yang dapat mempengaruhi progresifitas syok (dikutip dari kepustakaan 7)
Dari sini, dapat disimpulkan korban meninggal akibat kegagalan sirkulasi disebabkan
kehilangan darah yang sangat banyak akibat robeknya dinding arteri karotis interna
disebabkan luka tusuk pada daerah leher.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Idries MA. Traumatologi Forensik. Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Kedokteran Foresik FKUI; 1997. h. 37-44
2. Skhrum MJ and Ramsay DA ed. Penetrating Trauma Sharp-Force Injuries. In: Forensic Pathology of Trauma. New Jersey: Humana Press; 2000. p. 366-96.
3. Gulia J, Yadav S, Singh K and Khaowas A. The Internet Journal of Emergency Medicine. Penetrating Neck Injury: Report of Two Cases. [serial online]. 2009. [cited 2010 August 4 th] Volume 6. Available from: URL: http://www.ijem.com
4. Robert H, Maisel DB and Cumming CW. Blunt and Penetrating Trauma to The Neck. In: Cumming MD, Flint PW, Haughey BH et al eds. Cummings: Otolaryngology Head & Neck Surgery. 4th ed. NewYork: Mosby; 2005.p. 2628-30
5. Tank PW ed. The Head and Neck. In: Anatomy Grant’s Dissector. 13th ed. Philadelphia:. Lippincott Williams & Wilkins ; 2005. h. 174-80
6. Ellis H ed. The Head and Neck. In: Clinical Anatomy Arevision and applied anatomy for clinical students. 11st ed. Victoria: Blackwell Publising; 2006. p. 294-6
7. Guyton AC dan Hall JE ed. Syok sirkulasi dan Fisiologi Pengobatannya. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Edisi 9. Jakarta: EGC; 1996. h. 359-71
8. Mitchell RN. Hemodynamic Disorders, Thromboembolic Disease, and Shock. In: Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran. Pathologic Basic of Disease. USA: Elsevier Saunders. 2005. p 139-142.
9. Sibernagl F and Lang F. Circulatory Shock. In: Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Thieme; 2000. p. 230-3
10. Guyton AC dan Hall JE ed. Distensibilitas vaskular dan Fungsi Sistem Vena dan Arteri. Dalam: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton & Hall. Edisi 9. Jakarta: EGC; 1996. h. 227
15