tinjauan pustaka lengkap tetanus uti

24
1 BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : Tn. A Umur : 35 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sp. 1, Mulya Guna, Kec. Teluk Gelam Kebangsaan : Indonesia Agama : Islam No. CM : 316758 MRS Tanggal : 14 Juni 2013, pk. 19.05 WIB II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mulut dan seluruh badan kaku Keluhan Tambahan : sulit berbicara, perut keras seperti papan, sulit menelan makanan dan minuman. Riwayat Perjalanan Penyakit ± Sejak 2 minggu SMRS, Pasien mengaku sebelumnya sering mengalami sakit gigi geraham sebelah kanan bawah, gigi bolong ada, gusi bengkak ada, sakit gigi semakin bertambah semenjak 3 minggu ini. Pasien tidak berobat. Pasien juga mengaku telinga kanan terasa nyeri, pendengaran berkurang, keluar cairan lengket seperti nanah dan berbau, semakin

Upload: masayu-mutiara-uti

Post on 27-Oct-2015

55 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

,nn

TRANSCRIPT

6

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Tn. AUmur : 35 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Sp. 1, Mulya Guna, Kec. Teluk GelamKebangsaan : Indonesia

Agama : Islam

No. CM

: 316758MRS Tanggal : 14 Juni 2013, pk. 19.05 WIBII. ANAMNESIS Keluhan Utama : Mulut dan seluruh badan kakuKeluhan Tambahan : sulit berbicara, perut keras seperti papan, sulit menelan makanan dan minuman.Riwayat Perjalanan Penyakit

Sejak 2 minggu SMRS, Pasien mengaku sebelumnya sering mengalami sakit gigi geraham sebelah kanan bawah, gigi bolong ada, gusi bengkak ada, sakit gigi semakin bertambah semenjak 3 minggu ini. Pasien tidak berobat. Pasien juga mengaku telinga kanan terasa nyeri, pendengaran berkurang, keluar cairan lengket seperti nanah dan berbau, semakin nyeri bila ditekan, demam (+), pusing (+). Pasien tidak berobat.

Sejak 1 minggu SMRS, pasien mengeluh ketika bangun tidur pagi hari tiba-tiba leher terasa kaku, mulut sulit dibuka, dan pasien sulit berbicara, demam (-), pusing (+), muntah (-), kejang (-). Pasien lalu berobat ke bidan, bidan mengatakan os hanya salah urat, lalu diberi obat minum 2 macam dan disuntik 1x. Keluhan tidak berkurang.

Sejak 1 hari SMRS, pasien mengeluh leher semakin bertambah kaku, mulut sulit dibuka, pasien sulit berbicara, sulit makan dan minum, tangan dan kaki juga terasa kaku sulit digerakkan, demam (-), pusing (+), muntah (-), kejang (-), riwayat tertusuk paku disangkal. Pasien lalu berobat ke bidan dan dirujuk ke RSUD Kayu Agung.Riwayat PengobatanPasien berobat ke bidan diberi 2 macam obat, dan 1x suntikan (pasien lupa nama obatnya)Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat belum pernah menderita penyakit dengan keluhan yang sama disangkalRiwayat menderita penyakit kejang sebelumnya disangkalRiwayat menderita sakit gigi ada

Riwayat menderita sakit telinga ada,

Riwayat trauma tertutusuk paku sebelumnya disangkalRiwayat Keluarga

Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal serupaRiwayat Pekerjaan

WiraswastaIII. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum Keadaan Umum: tampak sakit sedangKesadaran

: compos mentis

Nadi

: 88 x/menit, isi dan tegangan cukup

Tekanan Darah: 110/70 mmHg

Pernapasan

: 26 x/menit

Suhu badan

: 36,5 oC

Pemeriksaan Khusus

Kepala

Wajah: Risus sardonikus (+)

Mata: pupil bulat, isokor, 3 mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : epistaksis (-)

Tenggorok: sulit dinilaiGigi dan mulut : gigi sulit dinilai, trismus (+) 2 jariLeher

: JVP tidak meningkat, pembesaran KGB tidak ada, kaku (+)Thoraks

Paru-paru

Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-)

Palpasi

: stemfremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler (+) normal, ronchi (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi : pulsasi (-), iktus (-)

Palpasi

: iktus (-), thrill (-)

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : HR= 88 x/menit, irama regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (-), spider nevi(-)

Palpasi

: tegang keras seperti papan, H/L sulit dinilai, Perkusi : timpani ,

Auskultasi: bising usus (+) menurunEkstremitas: akral dingin (-), edema (-), pucat (-), CRT < 2 detik, kaku (+)Status Neurologikus: Fungsi Motorik:

LenganTungkai

KananKiriKananKiri

GerakanTerbatas TerbatasTerbatasTerbatas

TonusHipertonus-SpastikHipertonus-SpastikHipertonus-SpastikHipertonus-Spastik

TrofiEutrofiEutrofiEutrofiEutrofi

Klonus(-)(-)(-)(-)

Reflek fisiologisMeningkatMeningkatMeningkatMeningkat

Reflek patologis(-)(-)(-)(-)

Tanda meningeal(-)(-)(-)(-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Darah Rutin Hb:13,3 g/dl

Leukosit: 7.800 mm3LED: 5 mm

Ht: 39 vol%

Trombosit: 263.000 mm3DC: 0/0/0/61/37/2

V. PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan Kultur KumanVI. DIAGNOSIS KERJA

Tetanus Derajat SedangVII. PENATALAKSANAAN

1. MRS ruang isolasi, 2. Bedrest total

3. Diet cair via NGT4. IVFD RL gtt XX/mnt

5. Inj. Ceftriaxone 2x1 g (iv, ST)6. Inj. Metronidazole 3x500 mg (iv)

7. Inj. Diazepam 12x10mg (iv pelan)

8. Inj. Tetagam 12x250 iu (im, 2xL.ka, 2xL.ki, 2xBoka, 2xBoki, 2xPa.ka, 2xPa.ki)

9. Inj. Ranitidine 2x50mg (iv)10. Konsul bagian THT dan Gigi

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia Quo ad fungsional : dubia BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.. Dan pada tahun 1890, ditemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus.

Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw, merupakan penyakit yang disebakan oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku (rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di saat spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang, dan paralisis pernapasan. Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong , tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

Gambar : Spasme otot akibat masuknya toksin dari kuman Clostridium tetaniB. Epidemiologi

Secara keseluruhan, tingkat kematian tetanus sekitar 45%. Klinis tetanus bergantung terhadap pernah atau tidaknya seseorang mendapatkan vaksin tetanus toksoid pada waktu selama hidup mereka. Yang pernah mendapatkan vaksin klinisnya tidak begitu berat berbeda dengan yang tidak cukup divaksinasi atau tidak divaksinasi sama sekali. Angka kematian di AS 6% bagi mereka yang telah menerima 1-2 dosis toksoid tetanus, dibandingkan dengan 15% bagi mereka yang tidak divaksinasi.

C. EtiologiTetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, Clostridium tetani. Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisapada manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinjabinatang tersebut. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 25 x 0,40,5 milimikron yang berspora termasukgolongan gram positif dan hidupnya anaerob. Dalam kondisi anaerobik yang dijumpai pada jaringan nekrotik dan terinfeksi, basil tetanus mensekresi dua macam toksin, yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Tetanolisin mampu secara lokal merusak jaringan yang masih hidup yang mengelilingi sumber infeksi dan mengoptimalkan kondisi yang memungkinkan multiplikasi bakteri. Tetanospasmin akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65C dan akan hancur dalam lima menit.D. Patogenesis dan PatofisiologiTetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara :

Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot.

Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord.

Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS ) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine.Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa kekornu anterior susunan syaraf pusat

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :

1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.

2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.

3. OMSK, 4. caries gigi, gangrene gigi.

5. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.6. Penjahitan luka robek yang tidak steril

E. Klasifikasi Tetanus1. Tetanus Generalisata

Tetanus generalisata merupakan bentuk paling umum dari tetanus yang ditandai dengan kontraksi otot tetanik dan hiperrefleksi, yang mengakibatkan trismus (rahang terkunci), spasme glotis, spasme otot umum, opistotonus, spasme respiratoris, serangan kejang dan paralisis. Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling sering terjadi (sekitar 80%). Penyakit ini biasanya muncul dalam bentuk descending. Gejala pertama yang muncul adalah trismus dan lockjaw, kemudian diikuti dengan kekakuan leher, kesulitan menelan, dan rigiditas abdomen. Gejala lain berupa Risus sardonicus (Sardonic grin), yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding punggung. Spasme dari laring dan otot-otot pernafasan bisa menimbulkan sumbatan saluran nafas, sianose asfiksia. Gejala lainnya adalah suhu tubuh yang meningkat 2-4 C di atas suhu normal, berkeringat, peningkatan tekanan darah, dan denyut jantung yang cepat secara episodik. Spasme dapat terjadi secara berkala selama beberapa menit. Spasme dapat berkelanjutan selama 3-4 minggu. Penyembuhan secara komplit dapat memakan waktu selama beberapa bulan.2. Tetanus Lokal

Tetanus lokal termasuk jenis tetanus yang ringan dengan kedutan (twitching) otot lokal dan spasme kelompok otot didekat lokasi cidera, atau dapat memburuk menjadi bentuk umum (generalisata).3. Tetanus Sefalik

Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga seperti otitis media, di mana C. tetani ditemukan sebagai flora pada telinga tengah. Masa inkubasinya 1 2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf VII (fasialis). Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi.4. Tetanus Neonatorum

Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yangberat dan terjadi selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidakhigienis atau pada sirkulasi bayi laki-laki dan kekurangan imunisasi maternal.F. Manifestasi KlinisMasa inkubasi 5-14 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau lebih lama 3atau beberapa minggu ).Karakteristik tetanus :1. Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7 hari. Setelah 10 hari frekuensi kejang akan mulai berkurang dan menghilang setelah 2 minggu.2. Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher. Kemudian, timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot masetter.\

3. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus (badan melengkung ke depan), nuchal rigidity). Kejang ini dicirikan dengan kejang tiba-tiba, tangan mengepal, fleksi dan adduksi lengan, serta hiperekstensi tungkai.4. Risus sardonicus karena spasme otot wajah dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

5. Spasme otot laringeal dan otot respirasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas dan asfiksia.

6. Karena toksin tetanus tidak mempengaruhi saraf sensoris atau fungsi kortikal, pasien pada umumnya berada pada compos mentis, dan pada keadaan lanjut, klien akan mengalami penurunan kesadaran pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Dan bila sudah tahap koma, maka penilaian GCS penting untuk dilakukan.G. Stadium Tetanus Berdasarkan Tingkat Keparahannya1. Derajat I (ringan)Trismus ringan lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang.

spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.2. Derajat II (Sedang)Trismus sedang kurang dari 3cm, kejang umum bila dirangsang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 - 35 kali/ menit, disfagia ringan.3. Derajat IIIa (Berat)Trismus berat kurang dari 1cm, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi pernapasan lebih dari 40 kali/ menit, serangan apnea, disfagia berat dan takikardia lebih dari 120 kali/ menit. Terdapat peningkatan aktivitas saraf otonom yang moderat dan menetap.

4. Derajat IV (Sangat Berat) Derajat IV merupakan derajat IIIb dengan gangguan otonomik berat melibatkan sistem kardiovaskular. Hipertensi berat takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, atau hipertensi diastolik yang berat dan menetap (tekanan diastolik > 110 mmHg) atau hipotensi sistolik yang menetap (tekanan sistolik < 90 mmHg) Dikenal juga dengan autonomic storm. Phillips Score Ringan : 16

Masa inkubasiLokalisasi nyeri / port dentriImunisasiFaktor yang memberatkan

5 < 48 jam5 internal / umbilikal10 tidak ada10 penyakit / trauma yg membahayakan jiwa

4 - 2 5 hari4 - leher, kepala, dinding tubuh8 - mungkin ada / ibu mendapat8 - kead yg tdk lgs membahayakan jiwa

3 6 10 hari3 ekstremitas proksimal4 > 10 tahun yang lalu4 kead yg tidak membahayakan jiwa

2 - 11 14 hari2 - ekstremitas distal2 - < 10 tahun2 - trauma / penyakit ringan

1 > 14 hari1 tidak diketahui0 proteksi lengkap1 ASA derajat status fisik penderita

H. PenatalaksanaanPenatalaksanaan Umum Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pemafasan sampai pulih. Tatalaksana Farmakologi1. Antibiotika : Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.

Diberikan parenteral Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Bila dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat diberikan: Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari. Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam2. Anti tetanus toksin Human anti tetanus gamma-glubumin 3000-10.000 unit, diberikan secara intra muskuler dan dapat diulang bila diperlukan. Tetanus anti toksin tidak akan menetralisir toksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, tetapi hanya menetralisir toksin yang masih beredar. Bila TIGH tidak tersedia maka diberikan ATS dengan dosis 100.000 - 200.000 unit diberikan 50.000 unit intramuscular dan 50.000 intravena pada hari pertama, kemudian 60.000 unit dan 40.000 unit intramuskuler masing-masing pada hari kedua dan ketiga. Setelah penderita sembuh, sebelum keluar rumah sakit harus diberikan immunisasi aktif dengan toksoid, oleh karena seseorang yang sudah sembuh dari tetanus tidak memiliki kekebalan.3. Antikonvulsan

Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis 0,5 mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap kali kejang. Dosis maksimal diazepam 240mg/hari.

Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan infus. Jika tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari). Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat), harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat di tingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tenpa kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, dila ada gangguan saraf otonom.Tatalaksana Non-Farmakologi

1. Jika ada luka, Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik), membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini penata laksanaan, terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. 2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral.

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

4. Oksigen, pernafasan buatan dan trachcostomi bila perlu.

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. I. PrognosisDipengaruhi oleh beberapa factor :1. Masa inkubasi

Makin panjang masa inkubasinya makin ringan penyakitnya, sebaliknya makin pendek masa inkubasi penyakit makin berat. Pada umumnya bila inkubasi < 7 hari tergolong berat.

2. Umur

Makin muda umur penderita seperti pada neonatus maka prognosanya makin jelek.

3. Period of onset

Period of onset adalah waktu antara timbulnya gejala tetanus, misalnya trismus sampai terjadinya kejang umum. Kurang dari 48 jam, prognosanya jelek.

4. Panas

Pada tetanus tidak selalu ada febris. Adanya hiperpireksia prognosanya jelek.

5. Pengobatan

Pengobatan yang terlambat prognosanya jelek.

6. Ada tidaknya komplikasi

7. Frekusensi kejang

Semakin sering prognosanya makin jelek.

J. Pencegahana. Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.

b. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri, pertusis, tetanus).

c. Dewasa sebaiknya menerima booster

d. Pada seseorang yang memiliki luka, jika:

Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu menjalani vaksinasi lebih lanjut Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan vaksinasi Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan. Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri Clostridium tetani.BAB III

KESIMPULANKasus Tn.A dengan gejala khas kaku pada mulut dan leher yang diikuti dengan mengerasnya perut dan kaku seluruh tubuh merupakan gejala khas dari tetanus.

Jika melihat perjalanan penyakit yang diderita oleh tn.A, kemgkinan diduga port de entry dari kuman C. tetani berasal dari gangrene gigi, atau OMSK di telinganya, dimana selain luka, kedua fokal infeksi tersebut bisa menyebabkan terjadinya infeksi kuman C.Tetani.Berdasarkan gejala yang dialami, Tn. A termasuk dalam klasifikasi Generelized tetanus (tetanus umum) dimana trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50 %), yang disebabkan oleh kekakuan otot-otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa Risus Sardonicus (Sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus ( kekakuan otot punggung), kejang dinding perut.

Untuk derajat, pasien ini menderita tetanus derajat sedang, dimana pada pemeriksaan fisik didapatkan trismus sedang kurang dari 3cm, kejang umum bila dirangsang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, namun pasien ini belum mengalami gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30 - 35 kali/ menit, sedangkan disfagia ringan sudah terjadi. (Phillips score : 11).

Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut seperti kultur kuman, karena biasanya pada kasus tetanus, akan didapatkan kuman C. Tetani (+). Pemeriksaan laboratorium pada kasus ini tidak terlalu bermakna, layaknya seperti infeksi pada umumnya, maka kemgkinan yg terjadi adalah leukositosis, namun bukan merupakan diagnosis pasti.

Penatalaksanaan pada kasus ini dengan tujuan berupa mengeliminasi kuman tetani dan menetralisirkan peredaran toksin, jika terdapat luka, maka perawatan luka yang terpenting, sedangkan pada kasus ini, tidak terdapat luka, kemgkinan tempat masuknya kuman berasal dari gangrene di gigi ataupun infeksi pada telinga, oleh karena itu terapi untuk gigi dan telinga jg penting. Pemberian antibiotika bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Pemberian antitetanus berguna untuk menetralisir toksin yang beredar, serta dibutuhkan antikonvulsan dengan tujuan mencegah terjadinya kejang yang berulang dan terus menerus. Prognosa pada kasus ini bergantung pada beberapa factor, diantaranya adalah masa inkubasi, usia pasien, peroiode onset, frekuensi kejang, dan ada atau tidaknya demam. Selain itu juga tergantung derajat tetanus yang diderita, semakin berat derajatnya maka akan semakin jelek prognosis yang diderita.DAFTAR PUSTAKA

1. Tejpratap S. P. Tiwari MD. Tetanus. VPD Surveillance Manual. 5th Edition. 2011. Chapter 16-1. Page 16.1-16.4

2. Selekta, Kapita. 2010. Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

4. Behrman.E.Richard. Tetanus, chapter 193, edition 15th, Nelson, W.B. Saunders Company, 1996, 815 -817.

5. Annsilva. PHILLIPS SCORE untuk Menilai Grade Tetanus.2010. Accesed in: (http://annsilva.wordpress.com/2010/03/27/phillips-score-untuk-menilai-grade-tetanus/)