tinjauan pustaka konjungtivitis

54
KONJUNGTIVITIS PENDAHULUAN Permukaan posterior kelopak mata dan permukaan anterior sklera dibungkus oleh membran mukosa transparan dan tipis yang disebut Konjungtiva. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor – faktor lingkungan lain yang mengganggu. Keadaan ini dapat menyebabkan radang konjungtiva atau Konjungtivitis. Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak, berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih, dan 1

Upload: marsela

Post on 11-Jan-2016

29 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

KONJUNGTIVITIS

PENDAHULUAN

Permukaan posterior kelopak mata dan permukaan anterior sklera dibungkus oleh

membran mukosa transparan dan tipis yang disebut Konjungtiva. Karena lokasinya,

konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor – faktor lingkungan lain yang

mengganggu. Keadaan ini dapat menyebabkan radang konjungtiva atau Konjungtivitis.

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata

dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai

macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,

bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.

Konjungtivitis virus biasanya mengenai satu mata. Pada konjungtivitis ini, mata

sangat berair. Kotoran mata ada, namun biasanya sedikit. Konjungtivitis bakteri biasanya

mengenai kedua mata. Ciri khasnya adalah keluar kotoran mata dalam jumlah banyak,

berwarna kuning kehijauan. Konjungtivitis alergi juga mengenai kedua mata. Tandanya,

selain mata berwarna merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan

dihidung. Produksi air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis

papiler raksasa adalah konjungtivitis yang disebabkan oleh intoleransi mata terhadap lensa

kontak. Biasanya mengenai kedua mata, terasa gatal, banyak kotoran mata, air mata berlebih,

dan kadang muncul benjolan di kelopak mata. Konjungtivitis virus biasanya tidak diobati,

karena akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Walaupun demikian, beberapa dokter tetap

akan memberikan larutan astringen agar mata senantiasa bersih sehingga infeksi sekunder

oleh bakteri tidak terjadi dan air mata buatan untuk mengatasi kekeringan dan rasa tidak

nyaman di mata.

Obat tetes atau salep antibiotik biasanya digunakan untuk mengobati konjungtivitis

bakteri. Antibiotik sistemik juga sering digunakan jika ada infeksi di bagian tubuh lain. Pada

konjungtivitis bakteri atau virus, dapat dilakukan kompres hangat di daerah mata untuk

meringankan gejala. Tablet atau tetes mata antihistamin cocok diberikan pada konjungtivitis

alergi. Selain itu, air mata buatan juga dapat diberikan agar mata terasa lebih nyaman,

sekaligus melindungi mata dari paparan alergen, atau mengencerkan alergen yang ada di

lapisan air mata. Untuk konjungtivitis papiler raksasa, pengobatan utama adalah

menghentikan paparan dengan benda yang diduga sebagai penyebab, misalnya berhenti

1

Page 2: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

menggunakan lensa kontak. Selain itu dapat diberikan tetes mata yang berfungsi untuk

mengurangi peradangan dan rasa gatal di mata.

Pada dasarnya konjungtivitis bukanlah penyakit yang berat, namun jika tidak

ditatalaksana segera, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan mata

dan penglihatan.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Konjungtivitis adalah peradangan konjungtiva yang ditandai oleh dilatasi vaskular,

infiltrasi selular dan eksudasi, atau radang pada selaput lendir yang menutupi belakang

kelopak dan bola mata.

Konjungtivitis dibedakan menjadi akut dan kronis yang disebabkan oleh mikro-

organisme (virus, bakteri, jamur, chlamidia), alergi, iritasi bahan-bahan kimia.

Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya

adalah mata merah.

Gambar 2.1.1. Konjungtivitis

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

2.2. ANATOMI KONJUNGTIVA

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersammbungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu

sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri atas 3 bagian

yaitu:

1. Konjungtiva palpebralis yang menutupi permukaan posterior dari palpebra

2. Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera

3. Konjungtiva forniks atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan

konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Namun, secara letak areanya, konjungtiva dibagi menjadi 6 area yaitu area marginal,

tarsal, orbital, forniks, bulbar dan limbal.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat

ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat

berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan

konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sclera di

bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm).

Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika

semilunaris) terlelak di kantus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa

binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke

bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen

kulit dan membran mukosa.

Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan

dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga

mengandung banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini

mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.

Berikut adalah gambaran anatomi dari konjungtiva

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Gambar 2.2.1. Anatomi Konjungtiva .

Aliran darah konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis.

Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan –bersama dengan banyak  vena konjungtiva yang

umumnya mengikuti pola arterinya– membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang

banyak sekali.

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus

dan bersambung dengan pembuluh limfe palpebra hingga membentuk pleksus limfatikus

yang banyak.

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama (oftalmik) nervus

trigeminus. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.

2.3. HISTOLOGI KONJUNGTIVA

1) Lapisan epitel konjungtiva

Terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superficial dan

basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat

persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa

bertingkat.

2) Sel-sel epitel superficial

Mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus

mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata

secara merata diseluruh prekornea.Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada

sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.

3) Stroma konjungtiva

Dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan fibrosa

(profundus):

Lapisan adenoid

Mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur

semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang

sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa

konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa

kemudian menjadi folikuler.

Lapisan fibrosa

Tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini

menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa

tersusun longgar pada bola mata.

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

4) Kelenjar air mata asesori ( kelenjar Krause dan wolfring )

Struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian

besar kelenjar krause berada di forniks atas,dan sisanya diforniks bawah. Kelenjar

wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.

2.4. FUNGSI KONJUNGTIVA.

Fungsi dari konjungtiva adalah memproduksi air mata, menyediakan  kebutuhan

oksigen ke kornea ketika mata sedang terbuka dan melindungi mata, dengan mekanisme

pertahanan nonspesifik yang berupa barier epitel, aktivitas lakrimasi, dan menyuplai darah.

Selain itu, terdapat pertahanan spesifik berupa mekanisme imunologis seperti sel mast,

leukosit, adanya jaringan limfoid pada mukosa tersebut dan antibodi dalam bentuk IgA.

Pada konjungtiva terdapat beberpa jenis kelenjar yang dibagi menjadi 2 grup besar, yaitu:

1. Penghasil musin

Sel goblet, terletak dibawah epitel dan paling banyak ditemukan pada daerah

inferonasal.

Crypts of henle, terletak sepanjang sepertiga atas dari konjungtiva tarsalis superior dan

sepanjang sepertiga bawah dari konjungtiva tarsalis inferior.

Kelenjar Manz, mengelilingi daerah limbus.

1. Kelenjar assesoris lakrimalis. Kelenjar asesoris ini termasuk kelenjar krause dan kelenjar

wolfering. Kedua kelenjar ini terletak dibawah substansi propia.

Pada sakus konjungtiva tidak pernah bebas dari mikroorganisme namun karena

suhunya yang cukup rendah, evaporasi dari cairan lakrimal dan suplai darah yang rendah

menyebabkan bakteri kurang mampu berkembang biak. Selain itu, air mata bukan merupakan

medium yang baik.

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

2.5.EPIDEMIOLOGI KONJUNGTIVITIS

Konjungtivitis adalah diagnosa yang mencakup bermacam-macam kelompok penyakit

yang terjadi di seluruh dunia dan mengenai semua umur, semua status sosial dan kedua

gender. Meskipun tidak ada tokoh yang dapat dipercaya yang mendata insidensi atau

prevalensi dari konjungtivitis, kondisi ini telah disebutkan sebagai salah satu penyebab paling

sering dari pasien untuk memeriksakan sendiri dirinya.

Konjungtivitis jarang menyebabkan kehilangan penglihatan yang permanen atau

kerusakan struktur, tapi dampak ekonomi dari penyakit ini dalam hal kehilangan waktu

kerja, meskipun tidak terdokumentasi, sangat tidak diragukan lagi.

Sekitar 2% dari seluruh kunjungan ke dokter adalah untuk pemeriksaan mata dengan

54% nya adalah antara konjungtivitis atau abrasi kornea. Untuk konjuntivitis yang infeksius,

42% sampai 80% adalah bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70% adalah viral.

Konjungtivitis viral menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di poli

umum. Occular cicatrical pemphigoid dan konjungtivitis neoplasma jarang tampak.

2.6.ETIOLOGI KONJUNGTIVITIS

Konjungtiva bisa mengalami peradangan akibat:

Infeksi virus atau bakteri

Reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang.

Iritasi oleh angin, debu asap dan polusi udara lainnya; sinar ultraviolet dari las listrik atau

sinar matahari.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

2.7. GAMBARAN KLINIK KONJUNGTIVITIS

1. Hiperemi

Mata merah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi konjungtival diakibatkan

karena meningkatnya pengisisan pembuluh darah konjuntival,yang muncul sebagian besar di

fornix dan menghilang dalam perjalanannya menuju ke limbus.

Hiperemi tampak pada semua bentuk konjungtivitis, tetapi penampakan/ visibilitas

dari pembuluh darah yang hiperemi, lokasi mereka,dan ukurannya merupakan kriteria penting

untuk differensial diagnosa. Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan

lain seperti skleritis atau keratitis berdasar pada injkesinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan

menjadi:

 

INJEKSI

KONJUNGTIVA

INJEKSI

SILIAR/PERIKORNEALINJEKSI EPISKLERAL

Asal

A.konjungtiva

posterior A.siliar A.siliar longus

Memperdarahi Konjungtiva bulbi Kornea, segmen anterior Intraokular

Lokalisasi Konjungtiva bulbi Dasar konjungtiva Episklera

Warna Merah Ungu Merah gelap

Arah aliran/lebar Ke perifer Ke sentral Ke sentral

Konjungtiva

digerakan Ikut bergerak Tidak ikut bergerak Tidak ikut bergerak

Dengan epinefrin

1:1000 Menciut Tidak menciut Tidak menciut

Penyakit Konjungitva Kornea,iris,glaukoma Glaukoma,endoftalmitis,panoftalmitis

Sekret + - -

Penglihatan Normal Menurun Sangat turun

Gambar 2.7.1.1. Diagnosa banding melebarnya (injeksi) pembuluh darah.

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Gambar 2.7.1.2. Bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva.

Gambar 2.7.1.3. Hiperemi pada konjungtivitis

2. Discharge (sekret)

Sekret merupakan produk kelenjar , yang pada konjungtiva bulbi dikeluarkan oleh sel

goblet. Sekret konjungtiva bulbi pada konjungtivis dapat bersifat:

Air, disebabkan infeksi virus atau alergi

Purulen, oleh bakteri atau klamidia.

Hiperpurulen, disebabkan oleh gonokok atau meningokok

Mukoid, oleh alergi atau vernal.

Serous, oleh adenovirus.

Bila pada sekret konjungtiva bulbi dilakukan pepemriksaan sitologik dengan pulasan

gram (mengidentifikasi organisme bakteri) pulasan Giemsa (menetapkan jenis dan morfologi

sel) maka didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya:

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Limfosit, monosit, sel berisi nukleus sedikit plasma, maka infeksi disebabkan virus.

Leukosit, PMN oleh bakteri.

Eosinofil, basofil oleh alergi.

Sel epitel dengan badan inklusi basofil sitoplasma oleh klamidia

Sel raksasa MN oleh trakoma.

Keratinisasi dengan filamen oleh pemfigus atau dry eye, dan

Badan Guarneri eosinofilik oleh vaksinia.

Gambar 2.7.2.1. Sekret pada konjungtivitis.

 VIRUS

BAKTERIFUNGUS

&

PARASIT

ALERGI

  PURULEN NONPURULEN

Sekret Sedikit Banyak Sedikit Sedikit Sedikit

Air mata Banyak Sedang Sedang Sedikit Sedang

Gatal Sedikit Sedikit - - Hebat

Injeksi Umum Umum Lokal Lokal Umum

Nodul preaurikualar Sering Jarang Sering Sering -

Pewarnaan usapan Monosit Bakteri Bakteri

Biasanya

negatif Eosinofil

  Limfosit PMN PMN

Sakit tenggorokan &

panas Kadang Kadang - - -

Gambar 2.7.2.1. Diagnosa banding konjungtivitis.

3. Epifora

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, terbakar atau gatal. Kurangnya sekresi

airmata yang abnormal mengesankan keratokonjungtivitis sicca.4

Gambar 2.7.3.1. Epifora pada konjungtivitis

4. Pseudoptosis

Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi sel-sel radang ke

muskulus muller (M. Tarsalis superior). Keadaan ini dijumpai pada konjungtivitis berat.

Misalnya Trachoma dan keratokonjungtivitis epidemika.4

Gambar 2.7.4.1. pseudoptosis pada konjungtivitis

5. Khemosis (edema konjungtiva)

Adanya kemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik akut, tetapi

dapat muncul juga pada konjungtivitis gonokokkal akut atau konjungtivitis meningokokkal,

dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Kemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat

pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang, kemosis mungkin timbul sebelum adanya

infiltrat atau eksudasi seluler gross.

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Gambar 2.7.5.1. Kemosis pada konjungtivitis.

6. Hipertrofi papil

Hipetropi papil merupakan reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena

konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril.

Ketika pembuluh darah yang membentuk substansi dari papila (bersama dengan

elemen selular dan eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut

akan bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi

akan terakumulasi diantara fibril, membenetuk konjungtiva seperti sebuah gundukan.pada

kelainan yang menyebabkan nekrosis (contoh:trakoma), eksudat dapat digantikan oleh

jaringan granulasi atau jaringan ikat.

Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang

halus dan merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan

kelainan disebabkan bakteri atau klamidia (contoh: konjungtiva tarsal yang berwarna merah

sekali merupakan karakteristik dari trakoma akut).

Injeksi yang ditandai pada tarsus superior, menandakan konjungtivitis vernal dan

konjungtivitis giant papillary dengan sensitifitas terhadap lensa kontak/ pada tarsal inferior,

gejala tersebut menandakan keratokonjungtivitis atopik.

Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang

secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka. Disitu gejala nampak sebagai

gundukan gelatin yang dapat mencapai kornea.

Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal tapi langka pada

keratokonjungtivitis atopik.

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

2.7.6.1. Hipertrofi papil pada konjungtivitis

7. Hipertrofi folikel

Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva yang

biasanya mengandung germinal center.

Secara klinis, folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-

abu. Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi

folikel dan mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada

semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa

kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtiitis toksis diinduksi oleh

medikasi topikal seperti idoxuriridine, dipiverin, dan miotik.

Folikel pada fornix inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang

terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus (terutama tarsus superior), harus

dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal).

Gambar 2.7.7.1. Hipertrofi folikel pada konjungtivitis.

8. Pseudomembran dan membran

Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis toksik.

Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman atau bahan toksik. Bentukan ini terbentuk dari

jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat dengan mudah, baik yang

tanpa perdarahan (pseudomembran) karena hanya merupakan koagulum pada permukaan 13

Page 14: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

epitelial atau yang meninggalkan permukaan dengan perdarahan saat diangkat (membran)

karena merupakan koagulum yang melibatkan seluruh epitel.

Gambar 2.7.8.1. Pseudomembran pada konjungtivitis.

9. Formasi pannus

Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan bowman dan epitel

kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana menyebabkan

pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi terjadinya invasi pembuluh

darah.

Gambar 2.7.9.1. Pannus pada konjungtivitis.

10. Phlyctenules

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin yang

dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya terdiri dari

perivaskulitis ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit

polimorfonuklear.

Gambar 2.7.10.1 Phlyctenule pada konjungtivitis.

11. Granuloma

Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah dan

terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti tuberkulosis

atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan postoperasi atau

granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus

limfatikus preaurikular dan submandnibular pada kelainan seperti sindroma okuloglandular

parinaud.

12. Adenopati preaurikuler

Beberapa jenis konjungtivitis akan disertai adenopoti preaurikular. Dengan demikian

setiap ada radang konjungtiva harus diperiksa adalah pembebasan dan rasa sakit tekan

kelenjar limfe preaurikuler.

2.8.PATOFISIOLOGI KONJUNGTIVITIS

15

Page 16: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Konjungtiva mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan substansia

propria yang tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki kelenjar lakrimal

aksesori dan sel goblet.

Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen. Alergen

terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari

sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan

pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin,

kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan

segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler,

vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.

Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan

kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan

atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi

bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik

meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini

mencapai permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara

mudahnya melewati kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.

Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi

konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan

sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang

merangsang lakrimasi.

2.9. KLASIFIKASI KONJUNGTIVITIS

I. Konjungtivitis karena agen infeksi

A. Konjungtivitis Bakteria

B. Konjungtivitis Klamidia. (Trakoma)

C. Konjungtivitis Virus

C1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

1. Demam Faringokonjungtival

2. Keratokonjungtivitis Epidemika

3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

4. Konjungtivitis Hemoragika Akut

16

Page 17: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

C2. Konjungtivitis Virus Kronik

1. Blefarokonjungtivitis

2. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

3. Keratokonjungtivitis Morbilli

II. Konjungtivitis Imunologik (Alergi)

A. Reaksi Hipersensitifitas tipe cepat

1. Konjungtivitis demam jerami (hay fever)

2. Konjungtivitis vernalis

3. Konjungtivitis atopik

B. Reaksi Hipersensitifitas tipe lambat

1. Phlyctenulosis

III. Konjungtivitis akibat kelaianan autoimun

1. Keratokonjungtivitis sicca

IV. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

1. Konjungtivitis iatrogenik pemberian obat topikal

2. Konjungtivitis pekerjaan oleh bahan kimia dan iritans

I. Konjungtivitis Karena Agen Infeksi

A. Konjungtivitis bakteri

Suatu konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokok,

meningokok, staphylococcus aereus, streptococcus pneumoniae, hemophilus influenzae dan

escherichia coli.

Memberikan gejala sekret mukopurulen dan pupulen, kemosis konjungtiva, edema

kelopak, kadang kadang disertai keratis dan blefaritis. Terdapat papil pada konjungtiva dan

mata merah. Konjungtivitis bakteri ini mudah menular.

Tanda dan gejala pada konjungtivitis bakterial ini dibagi berdasarkan gejala klinis dan

onsetnya, yaitu:

1. Konjungtivitis Mukopurulen Akut

17

Page 18: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Konjungtivitis ini ditandai dengan adanya hiperemi konjungtiva dan adanya sekret

mukopurulen. Bakteri yang biasanya menyebabkan penyakit ini yaitu StaphylococcuS aureus,

Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae,Haemophilus aegypticus, dan Koch-Weeks

bacillus.

2. Konjungtivitis Purulen Akut

Konjungtivitis ini disebut juga konjungtivitis hiperakut, dan ditandai dengan respon

inflamasi yang lebih berat. Penyakit ini disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,

StaphylococcuS aureus, dan Streptococcus pneumoniae.

Penyebaran penyakit ini biasanya melalui saluran genital yang terinfeksi N

gonorrheae dan menular ke mata melalui tangan yang terkontaminasi.

3. Konjungtivitis Membranosa Akut

18

Page 19: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Konjungtivitis ini ditandai dengan pembentukan membran pada konjungtiva. Penyakit

ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dan Streptococcus haemolyticus.

Pembentukan membran pada konjungtiva tersebut diakibatkan oleh adanya deposisi

eksudat fibrinosa pada permukaan konjungtiva akibat inflamasi yang berat. Membran ini

kemudian dapat mengalami nekrosis yang menghasilkan jaringan granulasi pada konjungtiva.

4. Konjungtivitis Pseudomembranosa

Konjungtivitis ini ditandai dengan pembentukan pseudomembran pada konjungtiva.

Pseudomembran tersebut terbentuk karena adanya koagulasi eksudat fibrinosa pada

permukaan konjungtiva.

Penyakit ini ditandai dengan adanya konjungtivitis mukopurulen akut dan

pembentukan pseudomembran pada fornix dan konjungtiva palpebra.

5. Konjungtivitis Kronik

19

Page 20: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Konjungtivitis ini ditandai dengan adanya inflamasi yang ringan pada konjungtiva.

Salah satu etiologi konjungtivitis ini yaitu adanya infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus

dan bakteri gram negatif lainnya.

Pemeriksaan

Pemeriksaan pada konjungtivitis dilakukan dengan identifikasi bakteri yang

menggunakan pewarnaan Gram atau Giemsa.

Selain itu, dapat dilakukan kultur terhadap bakteri patogen tersebut. Spesimen yang

digunakan berupa usapan pada konjungtiva.

Pemeriksaan sensitivitas antibiotik dapat dilakukan, sehingga dapat ditentukan jenis

terapi antibiotik yang sesuai. Namun, sebelum hasil pemeriksaan sensitivitas tersebut

diketahui, terapi antibiotik empiris harus diberikan.

Komplikasi

Pembentukan jaringan parut konjungtiva, yang kemudian dapat menimbulkan

simblefaron, trichiasis, entropion, dan xerosis konjungtiva

Ulkus kornea, dapat menyebabkan infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis,

dan S aureus secara sistemik

Iridosiklitis

Komplikasi sistemik, seperti arthritis gonorrhoea, endokarditis, dan septisemia

Penatalaksanaan

Terapi antibakterial broad-spectrum yang diberikan secara topikal, yaitu

kloramfenikol 1%, gentamisin 0,3%, dan tetes mata framisetin. Penggunaan salep

mata sebelum tidur dapat mengurangi perlengketan kelopak mata pada pagi hari. Jika

penggunaan antibiotik tersebut tidak menimbulkan kesembuhan, dapat digunakan

antibiotik topikal lain seperti ciprofloxacin, ofloxacin, dan gatifloxacin.

20

Page 21: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Terapi antibiotik sistemik, yang digunakan pada konjungtivitis yang disebabkan n

gonorrhoeae dan n meningitidis. Beberapa obat tersebut yaitu norfloxacin, cefoxitim,

ceftriaxon, dan spectinomycin.

Pada konjungtivitis purulen akut dan mukopurulen, perlu dilakukan irigasi pada

kantung konjungtiva dengan cairan salin untuk membersihkan sekret pada

konjungtiva. Namun, irigasi mata ini tidak boleh dilakukan secara rutin karena dapat

merusak kandungan lisozim air mata.

Pemberian atropin topikal, jika konjungtivitis tersebut melibatkan kornea sehingga

terjadi ulkus kornea.

Pemberian tetes mata astringen seperti tetes mata asam zins-boric pada konjungtivitis

bakteri kronik, yang dapat meringankan gejala-gejalanya.

Edukasi terhadap kebersihan di rumah dan lingkungan sekitar untuk mencegah

penularan penyakit.

Penggunaan kacamata hitam, yang dapat mengurangi fotofobia

Pada konjungtivitis mukopurulen, tidak boleh digunakan balut mata karena dapat

menyebabkan pertumbuhan bakteri

Terapi antiinflamasi dan analgesik, yang dapat digunakan untuk menyembuhkan

gejala nyeri

Pada konjungtivitis purulen akut, terapi tersebut juga diberikan pada pasangan seksual pasien.

Pencegahan

Pencegahan terhadap penyakit ini yaitu dengan menghindari kontak langsung dengan

pasien konjungtivitis dan imunisasi terhadap bakteri tertentu penyebab konjungtivitis bakteri.

Prognosis

21

Page 22: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Konjungtivitis akut biasanya dapat sembuh sendiri dalam 1-3 hari jika diobati dan 10-

14 hari jika tidak diobati. Namun, konjungtivitis yang disebabkan bakteri S aureus, N

meningitidis, dan N gonorrhoeae akan menimbulkan komplikasi jika tidak diobati segera.

B. Konjungtivitis Klamidial Trakoma

1. Definisi

Trakoma adalah suatu bentuk konjungtivitis folikular kronik yang disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis.

2. Epidemiologi

Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret penderita trakoma

atau melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan, dan lain-lain.

Masa inkubasi rata 7 hari (berkisar 5-14 hari).

3. Etiologi

Penyebabnya adalah virus dari golongan P.L.T (psitacosis lymphogranuloma trachoma) yang

disebut klamidozoa trakoma (chlamis = mantel, zoa = binatang).

4. Patofisiologi

Jika terjadi invasi kuman, bakteri ataupun virus, maka akan terjadi beberapa reaksi di dalam

jaringan tersebut diantaranya infiltrasi, eksudasi, nekrose, pembentukan jaringan parut.

Reaksi ini didapat juga di konjungtiva dan kornea, jika virus trakoma memasuki jaringan ini.

5. Histopatologis

Secara histopatologik pada pemeriksaan kerokan konjungtivitis dengan pewarnaan Giemsa

terutama terlihat reaksi sel-sel polimorfonuklear, tetapi sel plasma, sel Leber, dan sel folikel

(limfoblas) dapat juga ditemukan. Sel Leber menyokong suatu diagnosis trakoma tetapi sel

limfoblas adalah tanda diagnostik yang penting bagi trakoma. Terdapat badan inklusi Halber

Statter-Prowazeck yang letaknya intraseluler tapi ekstranuklear di dalam sel epitel

konjungtiva yang bersifat basofil berupa granula, biasanya berbentuk cungkup (mantel)

22

Page 23: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

seakan-akan menggenggam nukleus. Kadang-kadang ditemukan lebih dari satu badan inklusi

dalam satu sel.

6.Gejala

Keluhan pasien menyerupai konjungtivitis bakteri adalah fotofobia, gatal, berair, eksudasi,

edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris, hipertrofi papil.

7. Klasifikasi

Menurut klasifikasi Mac Callan, penyakit ini berjalan melaui empat stadium :

1. Stadium insipien.

2. Stadium established ( dibedakan atas dua bentuk )

3. Stadioum parut

4. Stadium sembuh.

Stadium 1 (hiperplasi limfoid) : Terdapat hipertropi papil dengan folikel yang kecil – kecil

pada konjungtiva tartus superior, yang memperlihattkan penebalan dan kongesti pada

pembuluh darah konjungtiva. Secret yang sedikit dan jernih bila tidak ada infeksi sekunder.

Kelainan kornea sukar diteukan tetapi kadang –kadang dapat ditemukan neovaskularisasi dan

keratitis epitelial ringan.

Stadium 2 : Terdapat hipertrofi papiler dan polikel yang matang  ( besar ) pada konjujngtiva

tartus superior.pada stadium ini dapat ditemukan pannus Trachoma yang jelas. Terdapat

hipertrofi papil yang berat yang seolah – olah mengalahkan gambaran folikel pada

konjungtiva superior. Pannus adlah pembuluh darah yang terletak didaerah limbus atas

dengan infiltrate.

23

Page 24: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Stadium 3 : terdapat parut pada konjungtiva tartus suprrior yang terlihat sebagai garis putih

yang halus sejajar dengan margo palpebra. Parut folikel pada limbus kornea disebut

cekungan  Herbert. Gambaran papil mulai berkurang .

Stadium 4 : Suatu pembentukan parut yang sempurna pada konjungtiva yang dapat

menyebabkan perubahan bentuk pada tartus yang menyebabkan enteropion dan trikiasis.

STADIUM NAMA GEJALA

Stadium I Trakoma insipien Folikel imatur, hipertrofi papiler minimal

Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran tarsal atas

Stadium IIA

Dengan hipertrofi folikular

menonjol Keratitis, folikel limbal

Stadium IIB

Dengan hipertrofi papiler

menonjol Aktifitas kuat dengan folikel matur

Tertimbun dibawah hipertrofi papilar yang

hebat

Stadium III Trakoma memarut (sikatriks) Parut pada konjungtiva tarsal atas,

Permulaan trikiasis,entropion

Stadium IV Trakoma sembuh

Tak aktif, tak ada hipertrofi papilar atau

folikular.

Parut dalam bermacam variasi

Gambar 2.9.1.b.1. Klasifikasi dan stratifikasi trakoma menurut mc callan

Pemeriksaan yang dilakukan pertama kali yaitu menemukan tanda dan gejala dari trakoma.

Untuk mengetahui adanya infeksi trakoma, dapat ditentukan jika sedikitnya dua dari empat

gejala ini terpenuhi:

1. Terdapat lima atau lebih folikel pada tarsal konjungtiva superior

2. Pembentukan jaringan parut pada tarsal konjungtiva superior

3. Terdapat keratitis epitel pada limbus superioe

24

Page 25: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

4. Adanya pannus

8.Diagnosa banding

Konjungtivitis inklusi

9. Terapi

Pengobatan trakoma dengan tetrasiklim 1-1,5 gr/hari peroral diberikan dalam 4 dosis selama

3-4 minggu, doxysiklin 100mg peroral 2x sehari selama 3 minggu atau erytromicin 1g/hari

peroral dibagi dalam 4 dosis selama 3-4 minggu.

10. Pencegahan

Pencegahan dilakukan dengan higine yang baik, makanan bergizi.

11. Penyulit

Penyulit trakoma adalah entropion, trikiasis, simblefaron, kekeruhan kornea, dan xerosis/

keratitis sika.

B. KONJUNGTIVITIS VIRUS

C1. Konjungtivitis Folikuler Virus Akut

1. Demam Faringokonjungtival

Tanda dan gejala

Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40 ⁰C, sakit tenggorokan,

dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata. Folikuler sering sangat mencolok

pada kedua konjungtiva dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering

terjadi, dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah

limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan).1

25

Page 26: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Laboratorium

Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan

kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan

ditetapkan oleh tes netralisasi.

Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic

dengan meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal mudah

dan jelas lebih praktis.

Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri

yang tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang

dewasa dan sukar menular di kolam renang berchlor.

Terapi

Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam

sekitar 10 hari.

2. Keratokonjungtivitis Epidemika

Tanda dan gejala

Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu

mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya pasien merasa ada

infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata, kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh

fotofobia, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel bulat. Sensai kornea normal. Nodus

preaurikuler yang nyeri tekan adalah khas. Edema palpebra, kemosis, dan hyperemia

konjungtiva menandai fase akut. Folikel dan perdarahan konjungtiva sering muncul

dalam 48 jam. Dapat membentuk pseudomembran dan mungkin diikuti parut datar

atau pembentukan symblepharon.

Konjungtivitis berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel

terutama terdapat di pusat kornea, bukan di tepian, dan menetap berbulan-bulan

namun menyembuh tanpa meninggalkan parut. 1

Keratokonjungtiva epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata.

Namun, pada anak-anak mungkin terdapat gejala sistemik infeksi virus seperti

demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.

Laboratorium

26

Page 27: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Keratokonjungtiva epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37

(subgroub D dari adenovirus manusia). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan

sel dan diidentifikasi dengan tes netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan

reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga terdapat

banyak neutrofil. 1

Penyebaran

Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui jari-

jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian

larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin

terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva

atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber

penyebaran.

Pencegahan

Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai

penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan

secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang

menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi

harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril

dan dikeringkan dengan hati-hati.

Terapi

Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan mengurangi

beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang

keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus diberikan jika

terjadi superinfeksi bacterial.

3. Konjungtivitis Virus Herpes Simpleks

Tanda dan gejala

Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil, adalah

keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi,

bertahi mata mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial

27

Page 28: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial

yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel herpes kadang-

kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat pada palpebra.

Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika ditekan. 1,3

Laboratorium

Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika konjungtivitisnya

folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika pseudomembran,

reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi

intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai fiksasi Bouin dan

pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa. Ditemukannya sel –

sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3

Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di

atas konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3

Terapi

Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,

umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local maupun

sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea

mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus

dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.

Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine setiap 2 jam sewaktu

bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine 0,1 %, 1 tetes setiap jam

sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam. Keratitis herpes dapat pula

diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir

oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.3

Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah

pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.

Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi

herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat

menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.

4. Konjungtivitis Hemoragika Akut

28

Page 29: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Epidemiologi

Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic besar

konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di Ghana dalam

tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus

ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).

Tanda dan Gejala

Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata,

merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival. Kadang-kadang terjadi kemosis.

Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada

awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka

pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis

epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia, umum pada 25%

kasus.

Penyebaran

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti

sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari

Terapi

Tidak ada pengobatan yang pasti.

C2. Konjungtivitis Virus Kronik

1. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum

Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat

menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus

superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang mononuclear (berbeda

dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat, berombak, putih mutiara, non-radang

dengan bagian pusat, adalah khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi

sitoplasma eosinofilik, yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak

inti ke satu sisi.3

Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau

krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitisnya.

2. Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster

29

Page 30: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Tanda dan gejala

Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi vesikuler khas

sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika adalah khas

herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya papiler, namun pernah ditemukan folikel,

pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus

preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra,

entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.

Laboratorium

Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra mengandung sel

raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan konjungtiva pada varicella

dan zoster mengandung sel raksasa dan monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan

jaringan sel – sel embrio manusia.

Terapi

Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10 hari), jika

diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan mengurangi dan menghambat

penyakit.

3. Keratokonjungtivitis Morbilli

Tanda dan gejala

Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam

beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum erupsi

kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat muncul

erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada

carunculus.

Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya meninggalkan

sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang gizi atau

imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau infeksi

bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, dan organism lain. Agen ini dapat

menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea dan penurunan

penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan ulserasi kornea berat

30

Page 31: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada anak-anak kurang gizi di Negara

berkembang.

Kerokan konjungtivitis menunjukkan reaksi sel mononuclear, kecuali jika ada

pseudomembran atau infeksi sekunder. Sedian terpulas giemsa mengandung sel-sel

raksasa. Karena tidak ada terapi spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang

dilakukan, kecuali jika ada infeksi sekunder.

II. Konjungtivitis Imunologik (Alergik)

A. Reaksi Hipersensitivitas Humoral Langsung

1. Konjungtivitis Demam Jerami (Hay Fever)

Tanda dan gejala

Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai demam jerami

(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu

hewan, dan lainnya. Pasien mengeluh tentang gatal-gatal, berair mata, mata merah,

dan sering mengatakan bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan

sekitarnya”. Terdapat sedikit penambahan pembuluh pada palpebra dan konjungtiva

bulbi, dan selama serangan akut sering terdapat kemosis berat (yang menjadi sebab

“tenggelamnya” tadi). Mungkin terdapat sedikit tahi mata, khususnya jika pasien telah

mengucek matanya.

Laboratorium

Sulit ditemukan eosinofil dalam kerokan konjungtiva

Terapi

Meneteskan vasokonstriktor local pada tahap akut (epineprin, larutan 1:1000

yang diberikan secara topical, akan menghilangkan kemosis dan gejalanya dalam 30

menit). Kompres dingin membantu mengatasi gatal-gatal dan antihistamin hanya

sedikit manfaatnya. Respon langsung terhadap pengobatan cukup baik, namun sering

kambuh kecuali anti-gennya dapat dihilangkan.31

Page 32: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

2. Konjungtivitis Vernalis

Definisi

Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan “konjungtivitis

musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang

jarang.1,3 Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah

dingin. Penyakit ini hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan

musim gugur daripada musim gugur.

Insiden

Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10 tahun.

Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan.

Tanda dan gejala

Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bertahi mata berserat-serat.

Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).

Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di

konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla

raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata,

dan mengandung berkas kapiler.

Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil

dan granula eosinofilik bebas. 1

Terapi

Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya

member hasil jangka pendek, berbahaya jika dipakai untuk jangka panjang. steroid

sisremik, yang mengurangi rasa gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea

ini, dan efek sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat

merugikan. Crmolyn topical adalah agen profilaktik yang baik untuk kasus sedang

sampai berat. Vasokonstriktor, kompres dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan

tidur di tempat ber AC sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik

32

Page 33: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

adalah pindah ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini

sangat tertolong bahkan dapat sembuh total.

3. Konjungtivitis Atopik

Tanda dan gejala

Sensasi terbakar, bertahi mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian

palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla

halus, namun papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis

vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa

pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea

yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis

terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan

vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi,

dan ketajaman penglihatan. 1,3

Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien

atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.

Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering

ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-

larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis

vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun.

Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang

terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal. 1

Terapi

Atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg

empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)

ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac

dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini. Pada kasus berat,

plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea

berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman

penglihatannya.

33

Page 34: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

B. Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat

1. Phlyctenulosis

Definisi

Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat

terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,

Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia

trachomatis serotype L1, L2, dan L3.

Tanda dan Gejala

Phlyctenule konjungtiva mulai berupa lesi kecil yang keras, merah, menimbul, dan

dikelilingi zona hyperemia. Di limbus sering berbentuk segitiga, dengan apeks

mengarah ke kornea. Di sini terbentuk pusat putih kelabu, yang segera menjadi ulkus

dan mereda dalam 10-12 hari. Phlyctenule pertama pada pasien dan pada kebanyakan

kasus kambuh terjadi di limbus, namun ada juga yang di kornea, bulbus, dan sangat

jarang di tarsus. 1

Phlyctenule konjungtiva biasanya hanya menimbulkan iritasi dan air mata, namun

phlyctenule kornea dan limbus umumnya disertai fotofobia hebat. Phlyctenulosis sering

dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan defisiensi diet.

Terapi

Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi

sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi reduksi

sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.

Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus

aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila

efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang

menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi.

2. Konjungtivitis Ringan Sekunder terhadap Blefaritis kontak

Blefaritis kontak yang disebabkan oleh atropine, neomycin, antibiotika spectrum

luas, dan medikasi topical lain sering diikuti oleh konjungtivitis infiltrate ringan yang

menimbukan hyperemia, hipertropi papiler ringan, bertahi mata mukoid ringan, dan

sedikit iritasi. Pemeriksaan kerokan berpulas giemsa sering hanya menampakkan

sedikit sel epitel matim, sedikit sel polimorfonuklear dan mononuclear tanpa eosinofil. 1

34

Page 35: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

Pengobatan diarahkan pada penemuan agen penyebab dan menghilangkannya.

Blefaritis kontak dengan cepat membaik dengan kortikosteroid topical, namun

pemakaiannya harus dibatasi. Penggunaan steroid jangka panjang pada palpebra dapat

menimbulkan glaucoma steroid dan atropi kulit dengan telangiektasis yang

menjelekkan.

III. Konjungtivitis Akibat Penyakit Autoimun

Keratokonjungtivitis Sicca

Berkaitan dgn. Sindrom Sjorgen (trias: keratokonj. sika, xerostomia, artritis).

Gejala:

khas: hiperemia konjungtivitis bulbi dan gejala iritasi yang tidak sebanding

dengan tanda-tanda radang.

Dimulai dengan konjungtivitis kataralis

Pada pagi hari tidak ada atau hampir tidak ada rasa sakit, tetapi menjelang

siang atau malam hari rasa sakit semakin hebat.

Lapisan air mata berkurang (uji Schirmer: abnormal)

Pewarnaan Rose bengal Ù uji diagnostik.

Pengobatan:

air mata buatan vitamin A topikal

obliterasi pungta lakrimal.

IV. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif

1. Konjungtivitis Iatrogenik Pemberian Obat Topikal

Konjungtivitis folikular toksik atau konjungtivitis non-spesifik infiltrate, yang

diikuti pembentukan parut, sering kali terjadi akibat pemberian lama dipivefrin,

miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam

bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang

diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab

konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang

35

Page 36: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap

agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.

Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa

neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri

atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau

sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai berminggu-

minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.

2. Konjungtivitis Pekerjaan oleh Bahan Kimia dan Iritans

Asam, alkali, asap, angin, dan hamper setiap substansi iritan yang masuk ke

saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah

pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan

berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi

penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat

ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata

yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu

secara menahun. 1

Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek

langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup

kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus

menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung

konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara

konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi

jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka

bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.

Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.

Pembilasan segera dan menyeluruh saccus conjungtivae dengan air atau

larutan garam sangat penting, dan setiap materi padat harus disingkirkan secara

mekanik. Jangan memakai antidotum kimiawi. Tindakan simtomatik umum adalah

kompres dingin selama 20 menit setiap jam, teteskan atropine 1% dua kali sehari, dan

beri analgetika sistemik bila perlu. Konjungtivitis bacterial dapat diobati dengan agen

antibakteri yang cocok. Parut kornea mungkin memerlukan transplantasi kornea, dan

symblepharon mungkin memerlukan bedah plastic terhadap konjungtiva. Luka bakar

36

Page 37: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

berat pada kojungtiva dan kornea prognosisnya buruk meskipun dibedah. Namun jika

pengobatan memadai dimulai segera, parut yang terbentuk akan minim dan

prognosisnya lebih baik.

 KONJUNGTIVITIS

KERATITIS / IRITIS AKUT

GLAUKOMA

AKUT  ULKUS KORNEA

Sakit Kesat Sedang

Sedang sampai

hebat

Hebat dan

menyebar

Kotoran Sering purulen

Hanya refleks

epifora Ringan -

Fotofobia Ringan  Sedang - hebat Hebat Sedang

Kornea Jernih Fluoresin +++/- Presipitat Edema

Iris N N  "muddy" Abu-abu-hijau-hijau

Penglihatan N < N < N < N

Sekret (+) (-) (-) (-)

Suar/fler = -/+  ++  -/+  

Pupil fixed

oval N <N <N >N

Tekanan N N <n> pegal > n sangat pegal

Vaskularisasi A. Konj. Posterior Siliar Pleksus siliar Episkleral

Injeksi Konjungtiva Siliar Siliar Episkleral

Pengobatan Antibiotik

Antibiotika,

siklopegik Steroid,siklopegik

Miotika

diamox+bedah

Uji Bakteri Sensibilitas Infeksi lokal Tonometri

DIAGNOSA BANDING MATA MERAH

Gambar 4.1. Diagnosa Banding Mata Merah

37

Page 38: Tinjauan Pustaka Konjungtivitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000

2. James, Brus, dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Erlangga. Jakarta. 2005

3. Ilyas DSM, Sidarta,. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta. 1998

4. www.dcmsonline.org , tentang conjunctivitis

5. www.eyepathologisyt.com/disease

6. www.aafp.org/afp//AFPprinter/980215ap/morrow.html

38