bab ii tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Program Penanggulangan Tuberkulosis
1. Pengertian TB Paru.15
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang menular, yang
disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah
dahak yang mengandung kuman TB. Gejala umum TB pada orang dewasa
adalah batuk tiga minggu atau lebih. Bila tidak diobati maka setelah lima tahun
sebagian besar (50%) penderita akan meninggal.
2. Tujuan Penanggulangan TB 4
a. Jangka Panjang
Menurunkan angka kesakitan atau angka kematian penyakit TB
dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit TB tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
b. Jangka Pendek
Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru
BTA positif yang ditemukan dan tercapainya cakupan penemuan penderita
secara bertahap sehingga pada tahun 2007 dapat mencapai 70% dari
perkiraan semua penderita baru BTA positif.
1. Kebijakan Operasional
Kebijakan operasional Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan
dengan desentralisasi sesuai kebijaksanaan Departemen Kesehatan,
Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, BP4 serta
Praktik Dokter Swasta (PDS) dengan melibatkan peran serta masyarakat secara
paripurna dan terpadu, Dalam rangka mensukseskan pelaksanaan
penanggulangan TB, prioritas ditujukan terhadap peningkatan mutu pelayanan,
penggunaan obat yang rasional dan paduan obat yang sesuai dengan strategi
DOTS, Target program adalah angka konversi pada akhir pengobatan tahap
intensif minimal 80% angka kesembuhan minimal 85% dari kasus baru BTA
positif, dengan pemeriksaan sediaan dahak yang benar dan angka kesalahan
laboratorium maksimal 5%, Untuk mendapatkan pemeriksaan dahak yang
bermutu, maka dilaksanakan pemeriksaan uji silang (Croos Check) secara rutin
oleh Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) dan laboratorium rujukan yang
ditunjuk, OAT untuk penanggulangan TB Nasional diberikan kepada penderita
secara cuma-cuma dan dijamin ketersediannya, Untuk mempertahankan kualitas
pelaksanaan program, diperlukan sistem pemantauan, supervisi dan evaluasi
program, Menggalang kerjasama dan kemitraan dengan program terkait, sektor
pemerintah dan swasta.
2. Strategi
a. Paradigma Sehat
Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin, serta
meningkatkan cakupan program, Promosi kesehatan dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat, Perbaikan perumahan serta peningkatan
status gizi pada kondisi tertentu.
b. Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri dari 5 komponen yaitu
Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dana, Diagnosa
TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Pengobatan dengan
panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO,
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, Pencatatan
dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulanganTB.
c. Peningkatan mutu pelayanan
Pelatihan seluruh tenaga pelaksana, Ketepatan diagnosa TB dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis, Kualitas laboratorium diawasi
melalui pemeriksaan Uji Silang (Croos Check), Untuk menjaga kualitas
pemeriksaan laboratorium dibentuklah KPP (Kelompok Puskesmas
Pelaksana) terdiri dari satu PRM dan beberapa PS, untuk daerah dengan
geografis sulit dapat dibentuk PPM, ketersediaan OAT bagi semua penderita
TB yang ditemukan.
Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus,
Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh PMO. Keteraturan
pengobatan tetap merupakan tanggungjawab petugas kesehatan, Pencatatan
dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar.
d. Pengembangan program dilaksanakan secara bertahap keseluruh UPK.
e. Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi,
diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
f. Kabupaten / Kota sebagai titik berat manajemen program meliputi :
perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi serta mengupayakan
sumber daya (dana, tenaga, sara dan prasarana).
g. Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan
semua unsur terkait.
h. Memperhatikan komitmen internasional.
3. Kegiatan
Penemuan dan diagnosis penderita, Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe
tuberkulosis adalah merupakan salah satu fungsi dari manajemen yaitu
koordinasi, Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, Pengobatan
penderita dan pengawasan pengobatan, adalah merupakan salah satu fungsi dari
manajemen yaitu kerjasama dengan PMO, Chroos check sediaan dahak,
Penyuluhan tuberkulosis, Pencatatan dan pelaporan, Supervisi, Monitoring dan
evaluasi, adalah merupakan salah satu fungsi dari manajemen yaitu evaluasi,
Perencanaan, adalah merupakan salah satu fungsi dari manajemen yaitu
perencanaan, Pengelolaan logistik, Pelatihan, adalah merupakan salah satu
fungsi dari manajemen yaitu bimbingan, Penelitian.
4. Organisasi Pelaksanaan
a. Tingkat Pusat.
Upaya penanggulangan TB di tingkat pusat di bawah tanggungjawab
Direktorat Jenderal PPM dan PL untuk menggalang kemitraan dibentuk
Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (GERDUNAS-
TB).
b. Tingkat Provinsi
Di tingkat Provinsi dibentuk GERDUNAS-TB Provinsi yang terdiri dari tim
pengarah dan teknis.
c. Tingkat Kabupaten / Kota
Di tingkat Kabupaten / Kota dibentuk GERDUNAS-TB Kabupaten / Kota
yang terdiri dari tim pengarah dan teknis.
d. Unit Pelayanan Kesehatan
1. Puskesmas
Dalam pelaksanaan di Puskesmas, dibentuk KPP yang terdiri dari PRM
dengan dikelilingi oleh kurang lebih lima PS, yang secara keseluruhan
mencakup wilayah kerja dengan jumlah penduduk 50.000 – 150.000
jiwa. Pada keadaan geografis yang sulit, dapat dibentuk PPM yang
dilengkapi tenaga dan fasilitas pemeriksaan sputum BTA.
2. Rumah Sakit dan BP4
Rumah Sakit dan Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru dapat
melaksanakan semua kegiatan tatalaksana penanggulangan TB. Dalam
hal tertentu, Rumah Sakit dan BP4 dapat merujuk penderita kembali ke
Puskesmas yang terdekat dengan tempat tinggal penderita untuk
mendapatkan pengobatan dan pengawasan selanjutnya. Dalam
pengelolaan logistik dan pelaporan, rumah sakit dan BP4 berkoordinasi
dengan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota.
3. Klinik dan Dokter Praktik Swasta (DPS)
Secara umum konsep pelayanan di klinik dan DPS sama dengan
pelaksanaan pada rumah sakit dan BP4. dalam hal tertentu, klinik dan
DPS dapat merujuk penderita dan spesimen ke Puskesmas, rumah sakit
atau BP4.
5. Penemuan Penderita Tuberkulosis (TB)
Penemuan penderita tuberkulosis (TB) didasarkan pada gejala umum yaitu,
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih dari gejala lain
yang sering dijumpai yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan
nyeri dada, badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, dan demam
meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut di atas dijumpai pula pada penyakit paru selain
tuberkulosis. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau
tersangka penderita TB. Dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.
a. Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa.
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif, artinya
penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang
berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka
penderita. Cara ini dikenal dengan sebutan passive promotive case finding.
Selain itu semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan
diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat
tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian,
semua tersangka penderita harus diperiksa tiga spesimen dahak dalam waktu
2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu – pagi – sewaktu (SPS).
b. Penemuan penderita tuberkulosis pada anak
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang
sulit. Sebagian besar diagnosa tuberkulosis pada anak, didasarkan atas
gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.
Tersangka penderita TBC
(Suspek TBC)
Pemeriksaan dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS)
Hasil BTA + + + + + -
Hasil BTA + - -
Hasil BTA - - -
Periksa Rontgen Dada
Beri Antibiotik Spektrum Luas
Hasil Mendukung
TBC
Penderita TBC BTA Positif
Hasil Tidak Mendukung
TBC
Tidak Ada Perbaikan
Ada Perbaikan
Ulangi Periksa Dahak SPS
Hasil BTA - - -
Hasil BTA + + + + + - + - -
Periksa Rontgen Dada
Hasil Rontgen Negatif
Hasil Mendukung
TBC
TBC BTA Negatif Rontgen Positif
Bukan TBC, Penyakit Lain
Gambar 2.1 Alur diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa Sumber : Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis (2002)
Hal-hal yang mencurigakan TBC : 1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TBC yang BTA positif. 2. Terdapat reaksi kemerahan lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCG. 3. Berat badan turun tanpa sebab jelas atau tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan
penanganan gizi yang baik (failure to thrive). 4. Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas. 5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu. 6. Pembesaran kelanjar limfe superfisialis yang spesifik. 7. Skrofuloderma 8. Konjungtivitis fliktenularis. 9. Tes tuberkulin yang positif (>10mm).
BILA ≥ 3 POSITIF
Dianggap TBC
Membaik MEMBURUK / TETAP
TBC BUKAN TBC TBC Kebal Obat (MDR)
Beri OAT Observasi 2 bulan
OAT diteruskan RUJUK ke RS
PERHATIAN : Bila terdapat tanda-tanda berbahaya seperti
Kejang Kesadaran menurun Kaku kuduk Benjolan dipunggung Dan kegawatan lain Segera rujuk ke Rumah Sakit
Pemeriksaan lanjutan di Rumah Sakit Gejala klinis Uji tuberkulin Foto rontgen paru Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan patologi anatomi
Prosedur diagnostik dan tatalaksana sesuai dengan prosedur di RS yang bersangkutan.
Gambar 2.2 Alur Deteksi Dini dan Rujukan TBC Anak Sumber : Konsensus Nasional TBC-Anak-IDAI
6. Pengobatan Tuberkulosis
a. Prinsip Pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, supaya semua
kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan
dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut
kosong. Apabila paduan obat digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan
jangka waktu pengobatan) kuman TB akan berkembang menjadi kuman
kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat,
pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1. Tahap Intensif
Pada intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi
langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT,
terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan
secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi
negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat
dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat.
2. TahapLanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persiten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
b. Paduan OAT di Indonesia
WHO dan IUALTD (International Union Against Tuberculosis and
Lung Disease) merekomendasikan paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis)
standar yaitu :
1. Kategori – 1 (2HRZE / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R),
Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan setiap
hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap
lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan 3
kali dalam seminggu selam 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru BTA paru positif
- Penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif yang sakit berat
- Penderita TB Ekstra paru berat
Tabel 2.3 Paduan OAT Kategori 1
Dosis perhari / kali Tahap
pengobatan Lamanya
pengobatan
Tablet Isoniasi
d @ 300 mg
Tablet Rifampisin @ 400 mg
Tablet Pirasinamid @ 500
mg
Tablet Etambut
ol @ 250 mg
Jumlah hari/kal
i menelan obat
Tahap intensif (dosis harian)
2 bulan 1 1 3 3 60
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu) 4 bulan 1 1 - - 54
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)
Suatu paket kombipak kategori 1 berisi 114 blister harian yang
terdiri dari 60 blister HRZE untuk tahap intensif dan 54 blister HR untuk
tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan
dalam dos besar.
2. Kategori – 2 (2HRZES / HRZE / 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z), dan Etambutol (E) dan
suntikan streptomisin setiap hari di UPK, dilanjutkan 1 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah itu
diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang
diberikan 3 kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan
streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita kambuh (relaps)
- Penderita gagal (failure)
- Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
Tabel 2.4 Paduan OAT Kategori 2
Etambutol
Tahap Pengobatan
Lamanya Pengoba
tan
Tablet (I) @ 300
mg
Tablet (R) @ 450 mg
Tablet (P) @ 200 mg
Tablet @ 250
mg
Tablet @ 500
mg
Streptomisi
n injeksi
Jlh hari/kali menelan obat
Tahap intensif (dosis harian)
2 bulan 1 bulan
1 1
1 1
3 3
3 3
- -
0,75 gr -
60 30
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu) 5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)
Sutu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang
terdiri dari 90 blister HRZE untuk tahap intensif dan 66 blister HRE
untuk tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan
disatukan dalam 1 dos besar. Disamping itu, disediakan 30 vial
streptomisin @ 1,5 gr dan pelangkap pengobatan (60 spuit dan
aquabidest untuk tahap intensif).
3. Kategori – 3 (2HRZ / 4 H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ), diterus kan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama
4 bulan diberikan 3 kali dalam seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
- Penderita Ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe (limfa denitis),
Pleuritis aksudaliva unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
Tabel 2.5 Paduan OAT Kategori 3
Tahap Pengobatan
Lamanya Pengobatan
Tablet Isoniasid
@ 300 mg
Tablet Rifampisin @ 400 mg
Tablet Pirasinamid @ 500 mg
Jumlah hari / kali menelan
obat Tahap intensif (dosis harian)
2 bulan 1 1 3 60
Tahap lanjutan (dosis 3x
seminggu) 4 bulan 2 1 - 54
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang
terdiri dari 60 blister HRZ untuk tahap intensif dan 54 blister HR untuk
tahap lanjutan, masing-masing dikemas dalam dos kecil dan disatukan
dalam 1 dos besar.
4. Kategori – 4 (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA
positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih positif, diberikan obat
sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. Satu paket obat sisipan berisi
30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dos kecil.
Tabel 2.6 Paduan OAT Kategori 4
Dosis perhari / kali
Tahap Pengobatan
Lama Pengobat
an Tablet
Isoniasid @ 300 mg
Tablet Rifampisin @
400 mg
Tablet Pirasinamid @ 500 mg
Tablet Etambutol
@ 250 mg
Jml hari / kali
menelan
obat
Tahap intensif (dosis harian)
1 bulan 1 1 3 3 30
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis (2002)
9. Monitoring dan Evaluasi.4)
Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen
untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Kegiatan monitoring
dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi
bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya
dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.
Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak – waktu (interval) lebih lama,
biasanya setiap 6 bulan – 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana
tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur
keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk
kepentingan perencanaan program.
Masing-masing tingkat pelaksanaan program (UPK, Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Pusat) bertanggungjawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada
wilayahnya masing-masing. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi,
diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan
dengan baik dan benar.
Pada prinsipnya semua kegiatan harus dimonitoring dan dievaluasi,
antara lain kegiatan penatalaksanaan penderita (penemuan, diagnosis dan
pengobatan), pelayanan laboratorium, penyediaan obat dan bahan pelengkap
lainnya. Seluruh kegiatan tersebut harus dimonitor baik dari aspek masukan
(input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan
menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas
pelaksana program dengan masyarakat sasaran.
Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk melakukan
monitoring dan evaluasi. Indikator adalah variabel yang menunjukkan /
menggambarkan keadaan dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya
perubahan.
Adapun indikator nasional yang dipakai untuk memantau pencapaian
target program TB paru adalah sebagai berikut :
a. Angka Penemuan Penderita atau Case Detection Rate (CDR)
Case Detection Rate adalah persentase jumlah penderita baru BTA
positif yang ditemukan dibanding jumlah penderita baru BTA positif yang
diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Ratei
menggambarakan cakupan penemuan penderita baru BTA positif pada
wilayah tersebut.
Rumus :
%100XpositifBTAbarupenderitajumPerkiraan
penderitaJumlah
lahditemukanyangpositifBTAbaru
Angka perkiraan nasional penderita baru BTA positif adalah
130/100.000 penduduk (100 – 200 per 100.000 penduduk). Target Case
Detection Rate Program Penanggulangan TB Nasional : 70% pada tahun
2007 , dan tetap dipertahankan pada tahun-tahun selanjutnya.
%100XdiobatiyangpositifBTAbarupenderitaJumlah
sembuhyangpositifBTATBbarupenderitaJumlah
b. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan (Cure Rate) adalah angka yang menunjukkan
presentase penderita TB BTA positif yang sembuh setelah selesai masa
pengobatan, diantara penderita TB BTA positif yang tercatat.
Angka.kesembuhan dihitung tersendiri untuk penderita baru BTA positif
yang mendapat pengobatan kategori 1 dari penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2. Angka ini dihitung untuk mengetahui
keberhasilan program dan masalah potensial.
Rumus :
Di UPK (Unit Pelaksana Kesehatan), indikator ini dapat dihitung
dari kartu penderita TB, yaitu dengan cara mereview seluruh kartu penderita
baru BTA positif yang mulai berobat dalam 9 – 12 bulan sebelumnya,
kemudian dihitung berapa diantaranya yang sembuh, setelah selesai
pengobatan. Angka minimal target yang harus dicapai adalah 85%. Angka
kesembuhan digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan.
c. Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah presentase TB paru BTA positif yang
mengalami konversi menjadi BTA negatif setelah menjalani masa
pengobatan intensif. Angka konversi dihitung tersendiri sesuai klasifikasi
%100XdiobatiyangpositifBTAbarupenderitaJumlahkonversiyangpositifBTATBbarupenderitaJumlah
%100XcheckcrossdiyangsediaanseluruhJumlah
palsunegatifsediaanjumlahpalsupositifsediaanlah
dan tipe penderita, BTA positif baru dengan pengobatan kategori 1 atau
BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, untuk mengetahui apakah
pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar atau tidak.
Rumus :
Di UPK (Unit Pelaksana Kesehatan), indikator ini dapat dihitung
dari kartu penderita TB, yaitu dengan cara mereview seluruh
kartu penderita baru BTA positif yang mulai berobat dalam 3 – 6 bulan
sebelumnya, kemudian dihitung berapa diantaranya yang hasil pemeriksaan
dahak negatif, setelah pengobatan intensif selama 2 bulan. Angka minimal
target yang harus dicapai adalah 80%.
Jum +
d. Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate)
Error Rate adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan
presentase kesalahan pembacaan slide / sediaan yang dilakukan oleh
laboratorium pemeriksa pertama setelah diuji silang (Cross check) oleh BLK
atau laboratorium rujukan lain. Angka ini menggambarkan kualitas
pembacaan slide secara mikroskopis langsung laboratorium pemeriksa
pertama.
Rumus :
Angka kesalahan baca sediaan (error rate) hanya bisa ditoleransi maksimal
5%.
10. Manajemen Program Penemuan TB Paru di Tingkat Puskesmas
a. Dana
Dalam rangka penemuan TB paru perlu adanya dana sebagai modal utama
dalam memberikan penyuluhan kesehatan tentang TB paru, penjaringan
suspek penderita, pemeriksaan laboratorium dan pemberian obat paket
khusus atau OAT.
Dana dalam rangka penemuan TB paru berasal dari Jaring Pengaman
Kesehatan Masyarakat Miskin di masing-masing Puskesmas dan dari
APBD II Kabupaten Grobogan. Bahwa pengobatan penderita TB paru di
berikan OAT secara cuma-cuma dan di jamin ketersediaannya oleh
pemerintah Kabupaten Grobogan.16)
Anggaran dari APBD II meliputi :
Pengadaan OAT, Transport rujukan mikroskopis, Pemeriksaan atau
pembacaan slide, Transport monitoring petugas terhadap penderita TB paru,
Penemuan penderita dan diobati sembuh, Transport PMO, Rapat konsultasi
petugas TB paru di Kabupaten.
Sedangkan dana dari Jaring Pengaman Kesehatan Masyarakat Miskin
meliputi :
Penyuluhan kesehatan tentang TB paru, Transport petugas TB paru dalam
penyuluhan, Penyediaan ATK (Alat Tulis Kantor) untuk program
penyuluhan TB paru.
Dengan adanya dana untuk menunjang kegiatan tersebut diharapkan angka
cakupan penemuan TB paru dapat tercapai atau meningkat.
b. Tenaga
Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia bahwa petugas yang
diberi tugas untuk memegang program TB paru adalah petugas yang terlebih
dahulu mendapatkan pelatihan khusus tentang TB paru.
Adapun petugas yang dilatih dan disipkan untuk memegang program TB
paru adalah :
Dokter, Petugas TB paru, Petugas laboratorium
Khusus untuk petugas TB paru dalam rangka penemuan TB paru harus
menerapkan strategi DOTS yaitu harus mengadakan pemeriksaan
laboratorium BTA SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) yang bekerja sama dengan
petugas laboratorium.
Petugas TB paru Puskesmas harus mempunyai ketrampilan manajemen
yang memadai dalam pengelolaan program penemuan penderita TB paru di
tingkat Puskesmas.
Aspek manajemen petugas TB paru Puskesmas :
- Perencanaan
Perencanaan yaitu merencanakan kegiatan penemuan penderita TB paru
baik secara pasif maupun aktif.
- Pelaksanaan
Pelaksanaan yang meliputi kerjasama baik lintas program maupun lintas
sektoral sehingga penderita TB paru mudah ditemukan sedini mungkin
dan mendapatkan pengobatan.
- Melakukan monitoring dan evaluasi
Kegiatan monitoring dilaksanakan secara berkala dan terus menerus untuk
dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan
yang telah direncanakan supaya dapat dilakukan perbaikan segera.
Evaluasi dilakukan setelah sewaktu jarak – waktu (interval) lebih lama
biasanya setiap 6 bulan sampai 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai
sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelum dicapai.
c. Sarana dan Prasarana
Kebutuhan penunjang manajemen program TB paru dalam rangka
penemuan penderita TB paru adalah :
Alat dan sarana penyuluhan (brosur, leafled, sound sistem), Alat transportasi
untuk memperlancar petugas TB paru ke lapangan, Perlengkapan
laboratorium yang memadai baik mikroskop maupun reagen-reagen lainnya.
d. Lingkungan
Lingkungan juga dapat berpengaruh didalam proses penemuan penderita
TB paru di Puskesmas baik lingkungan fisik maupun
lingkungan nonfisik.
Lingkungan fisik meliputi : Letak geografis, Jumlah penduduk, Mata
pencaharian.
Lingkungan nonfisik meliputi : Kebijakan atasan, Peraturan pemerintah atau
daerah, Sosial budaya, ekonomi dan pendidikan.
B. Manajemen
1. Definisi Manajemen
Manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan
organisasional atau maksud-maksud yang nyata.6)
Management is the process of designing and maintaining an
environment in which individuals, working together in groups, efficiently
accomplish selected aims.7)
Maksud kalimat di atas manajemen adalah suatu proses mendesain dan
menata suatu lingkungan dimana individu-individu bekerja bersama-sama
dalam suatu kelompok secara efisien.
Definisi tentang manajemen secara umum yang dikemukakan oleh para
ahli adalah berbeda-beda tetapi pada pokoknya semuanya mempunyai
pengertian yang sama. Perbedaan yang ada hanyalah terletak pada latar
belakang keahlian masing-masing, sehingga tinjauan manajemennya berasal
dari segi-segi yang berbeda-beda. Berikut ini definisi manajemen dari segi
beberapa ahli :8)
a. Stoner
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber
daya sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan.
b. Mary Paker Follet
Manajemen adalah sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain.
Definisi mengandung arti bahwa para manajer mencapai tujuan-tujuan
organisasi melalui pengaturan orang-orang lain untuk melaksanakan
berbagai tugas yang mungkin diperlukan atau berarti dengan tidak
melakukan tugas-tugas itu sendiri.
c. Luther Gulick
Manajemen adalah sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang
berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana
manusia bekerja bersama mencapai tujuan dan membuat sistem kerjasama
ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Atas dasar uraian di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa pada dasarnya
manajemen didefinisikan sebagai bekerja dengan orang-orang untuk
menentukan, menginterprestasikan dan mencapai tujuan organisasi dengan
pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning). Pengorganisasian
(organizing), penyusunan personalia atau kepegawaian (staffing),
pengarahan dan kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling).
2. Fungsi Manajemen
Manajemen didefinisikan dalam bentuk lima fungsi yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengomandoan, pengkoordinasian dan pengendalian.9)
Fungsi manajemen dikemukakan secara luas oleh para ahli adalah sebagai
berikut :10)
a. Menurut GR. Terry fungsi manajemen meliputi planning, organizing,
actuting dan controlling.
b. Menurut Koontz dan O’Donnell, fungsi manajemen meliputi planning,
organizing, staffing, directing dan controlling.
c. Menurut Luther Gulick, fungsi manajemen meliputi planning, organizing,
staffing, directing, coordinating, reporting dan budgeting.
Manajemen didefinisikan dalam bentuk lima fungsi yaitu :
a. Perencanaan
Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau dilakukan,
bagaimana, bilamana, dan oleh siapa. Perencanaan merupakan unsur
terpenting diantara fungsi manajemen yang ada, dimana dalam setiap
kegiatan yang bersifat manajerial untuk mendukung usaha pencapaian
tujuan, fungsi perencanaan dilakukan terlebih dahulu dari pada fungsi
manajemen lain.11)
Fungsi perencanaan adalah sebagai berikut :12)
Menjelaskan berbagai masalah, Menentukan prioritas masalah, Menetapkan
tujuan dan indikator keberhasilan, Mengkaji hambatan dan kendala,
Menyusun rencana kerja operasional.
Sedangkan manfaat dari perencanaan tersebut antara lain :11)
Mengurangi ketidakpastian serta perubahan waktu mendatang,
Dimungkinkan melakukan pilihan dari berbagai alternatif tindakan,
Mengarahkan perhatian pada tujuan, Merupakan sarana untuk mengadakan
pengawasan, Meminimalkan pekerjaan yang tidak pasti, sehingga
menghemat waktu, usaha, dan dana.
Adapun proses perencanaan tersebut meliputi, langkah-langkah sebagai
berikut :13)
Melakukan analisis situasi, Menetapkan masalah, Pemecahan masalah,
Pembahasan untuk menetapkan rencana, Pelaksanaan kegiatan, Pengawasan
dan perbaikan rencana, Penilaian akhir.
b. Bimbingan / leading
Bimbingan atau leading adalah proses mempengaruhi orang-orang agar
mereka mau berusaha kerja secara antusias untuk mencapai tujuan
organisasi atau kelompok. Pemimpin terutama berkaitan dengan aspek antar
pribadi dalam mengelola.14)
Fungsi pengarahan (leading) secara sederhana, adalah untuk membuat atau
mendapatkan para karyawan melakukan apa yang diinginkan, dan harus
mereka lakukan. Fungsi ini melibatkan kualitas gaya dan kekuasaan
pemimpin serta kegiatan-kegiatan kepemimpinan seperti komunikasi,
motivasi dan disiplin. Fungsi leading sering disebut dengan bermacam-
macam, antara lain leading, motivating atau lainnya.8)
c. Kerjasama
Kerjasama dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk lebih meningkatkan
hasil serta lebih mengoptimalkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam
rangka mencapai suatu tujuan tertentu sebagai akibat keterbatasan sumber
daya yang ada.14)
Dalam teknis operasional dilapangan, kerjasama yang dimaksudkan adalah
kerjasama lintas program dan lintas sektoral.
Tenaga Puskesmas yang terdiri dari berbagai kategori diharapkan dapat
bekerja sama secara terpadu dibawah satu pimpinan dan satu administrasi.
Adapun tujuan dari kerjasama lintas program tersebut antara lain sebagai
berikut :
Adanya sistem manajemen sederhana dengan cara penggalangan kerjasama
antar staff, Terciptanya semangat kerjasama dalam tim atas dasar kemauan,
kemampuan dan kesempatan yang dimiliki, Adanya inventarisasi hasil
kegiatan setiap tenaga Puskesmas, Adanya pembagian tugas yang baru bagi
setiap petugas Puskesmas, Adanya tim pelayanan terpadu dan menentukan
daerah binaan atau pelayanan masing-masing tim, Tersusunnya rencana
kerja harian untuk bulan yang akan datang.
Kerjasama lintas sektoral sering sukar diwujudkan jika tidak dilandasi saling
pengertian dan keterbukaan yang mendalam antara komponen yang terlibat
serta tidak ada kejelasan tentang tujuan bersama.
Untuk menggalang kerjasama lintas sektoral terutama dalam membina peran
serta masyarakat perlu dirumuskan bersama secara jelas tentang peran apa
yang harus dilakukan masing-masing sektor dan mekanisme kerjanya.
Adapun tujuan dari kerjasama lintas sektoral tersebut antara lain sebagai
berikut :
Terjadinya kerjasama lintas sektoral dalam rangka peran serta masyarakat
secara baik, Adanya saling mengetahui dan saling mengenal program
pembinaan peran serta masyarakat masing-masing sektor yang terkait,
Adanya saling mengetahui peran sektor yang saling mendukung untuk
membina peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Koordinasi
Bebrapa pengertian tentang koordinasi yang disebutkan oleh para pakar
manajemen, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menurut J. Panglaykim
Koordinasi adalah pengaturan yang tertib dari kumpulan / gabungan
untuk menciptakan kesatuan tindakan dalam mencapai tujuan bersama.
2. Menurut Luther Gulick
Koordinasi adalah merupakan yang penting untuk menggabungkan
bermacam-macam kegiatan dari pekerjaan. Koordinasi membantu untuk
memaksimalkan hasil-hasil yang dicapai suatu kelompok dengan jalan
mengusahakan adanya suatu keseimbangan pada aktivitas-aktivitas
komponen pelaksana program dimana dianjurkan partisipasi kelompok
pada taraf permulaan perencanaan dan ditekankan setiap anggota
menerima tujuan kelompok.
e. Supervisi
Supervisi adalah melakukan kegiatan pengamatan secara langsung dan
berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberi petunjuk atau
bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.
Manfaat supervisi dapat dibedakan atas dua macam yaitu dapat lebih
meningkatkan efektifitas dan dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja
karena masih berkurangnya kesalahan yang dilakukan dan pencegahan
pemakaian sumber daya yang sia-sia.
f. Evaluasi
Evaluasi adalah usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif
pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi
sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk
mempertanyakan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana,
sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu
dengan ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung
suatu rencana.
Keberhasilan rencana kegiatan, rencana program dan rencana proyek
hanya dapat dibuktikan dengan evaluasi. Dengan demikian evaluasi
haruslah dikembangkan secara melembaga dan membudidaya agar
pelaksanaan kegiatan program dan proyek lebih berhasil, bermanfaat, dan
berdaya guna.
Adapun kaitannya dengan pelayanan kesehatan, evaluasi dilakukan
karena :
Selalu digunakan untuk pengambilan keputusan, Pertanyaan selalu
berasal dari goalnya program, Ada pertimbangan untuk kriteria ideal
terhadap program yang diambil, Selalu dilakukan pada setting dunia
nyata.
Faktor-faktor yang meningkatkan pentingnya evaluasi pelayanan
kesehatan adalah sebagai berikut :
Program baru, Keterbatasan dana, Teknologi baru, Pertanggungjawaban
pada masyarakat, Program yang menjadi komplek dan saling terkait pada
suatu sistem, Kebutuhan manajemen Pelayanan kesehatan yang rasional,
Peningkatan perhatian pada kualitas pelayanan kesehatan.
C. Kerangka Teori
‐ Dana ‐ P1 Cakupan
Penemuan TB Paru
Prevalensi TB paru
‐ Sarana ‐ P2
‐ P3 ‐ Tenaga
‐ Prasarana
Umpan balik
Lingkungan
INPUT PROSES OUTPUT OUT COME
Sumber : Kerangka Teori dimodifikasi dari teori Azrul Azwar (1996)
Keterangan :
P1 = Perencanaan
P2 = Penggerakan Pelaksanaan (Kerjasama)
P3 = Monitoring dan evaluasi
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori yang ada maka dapat disusun kerangka konsep
adalah sebagai berikut :
Variabel Bebas Variabel Terikat
Perencanaan
Kerjasama Cakupan Penemuan TB
Paru
Monitoring dan Evaluasi
E. Hipotesa Penelitian
1. Ada hubungan antara aspek perencanaan petugas TB paru Puskesmas dengan
cakupan penemuan TB paru.
2. Ada hubungan antara aspek kerjasama petugas TB paru Puskesmas dengan
cakupan penemuan TB paru.
3. Ada hubungan antara aspek monitoring dan evaluasi petugas Tb paru
Puskesmas dengan cakupan penemuan TB paru.