tinjauan pustaka karakteristik babirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35114/4/chapter...
TRANSCRIPT
22
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Babi
Semua babi memiliki karakteristik yang sama kedudukannya dalam
sistematika hewan yaitu: Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata (bertulang
belakang), Marga: Gnatostomata (mempunyai rahang), Kelas: Mamalia
(menyusui), Ordo: Artiodactyla (berjari/berkuku genap), Genus: Sus, Species: Sus
scrofa, Sus vittatus/Sus strozzli, Sus cristatus, Sus leucomystax, Sus celebensis,
Sus verrucosus, Sus barbatus (Sihombing, 1997).
Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (banyak anak tiap
kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam umur enam bulan sudah dapat
dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa
pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991).
Ternak babi merupakan penghasil sumber daging dan untuk pemenuhan
gizi yang sangat efisien di antara ternak-ternak yang lain karena babi memiliki
konversi terhadap pakan yang cukup tinggi, semua bahan pakan bisa diubah
menjadi daging dan lemak dengan sangat efisien. Ternak babi bersifat peridi
(Prolific), satu kali beranak bisa 6-12 ekor dan setiap beranak 2 kali di dalam satu
tahun. Persentase karkas babi cukup tinggi, bisa mencapai 65-80%, sedangkan
persentase karkas kambing dan domba 45-55%, kerbau 38%, sapi 50-60%. Dan
ternak babi juga sangat efisien dalam mengubah sisa-sisa makanan serta hasil
ikutan pertanian maupun pabrik (Lubis ,1963).
Universitas Sumatera Utara
23
Sifat-sifat fisik yang tampak pada babi adalah warna tubuh, besar dan
gemuk serta cepat dewasa. Sifat fisik berdasarkan warna bulu digolongkan
menjadi 5, yakni: putih, hitam, coklat atau kemerah-merahan, berselempang
(belted) dan bercak-bercak (spotted). Sifat fisik yang tampak pada babi
berdasarkan besar dan kegemukan dapat dibagi menjadi 2, yakni: tipe babi besar
yaitu bila babi besar dan lambat dewasa (cold blood atau tipe rainbow), dan tipe
babi kecil yaitu bila babi kecil dan cepat dewasa digolongkan dalam babi berdarah
panas (hot blood atau chuffy). Sedangkan sifat fisik yang tampak pada babi
berdasarkan kecepatan dewasa artinya penggolongan babi dalam laju kecepatan
babi untuk mencapai tahap dewasa (Tanaka dkk., 1980).
Babi Landrace
Babi landrace merupakan babi yang berasal dari Denmark, termasuk babi
bacon yang berkualitas tingi. Babi Landrace sangat populer sehingga
dikembangkan juga di Amerika Serikat, Australia, dan Indonesia, yakni American
Landrace dan Australian Landarce. Babi ini berwarna putih, terkenal babi
bertubuh panjang seperti busur, besar, lebar, bulu halus, dan juga kakinya
panjang. Babi ini terkenal sangat profilik hingga kini babi ini juga yang terbukti
paling banyak per kelahiran, serta presentase dagingnya tinggi. Tulang rusuknya
16-17 pasang dan sampai kini puting susu babi inilah yang terbanyak diantara
bangsa babi unggul. Babi jantan dewasa berbobot sekitar 320-410 kg dan induk
berbobot 250-340 kg. Kelemahan babi ini adalah kaki belakang yang lemah
terutama saat induk bunting, dan hasil daging yang pucat (Sihombing, 2006).
Universitas Sumatera Utara
24
Potensi Ternak Babi
Peternakan babi disamping sebagai sarana untuk menghasilkan protein
hewani, juga merupakan sarana untuk mendatangkan keuntungan bagi pengusaha.
Hal ini karena ternak babi dapat mengubah atau memanfaatkan sisa makanan yang
sudah tidak digunakan oleh manusia menjadi daging dan lemak yang mempunyai
nilai gizi tinggi (Pond dan Manner, 1974).
Tabel 1. Populasi ternak kecil menurut jenis tahun 2001-2010 di Provinsi Sumatera Utara
Tahun / Year
Jenis Ternak/Kind of Livestock
Kambing/Goat Domba/Sheep Babi/Pig
(1) (2) (3) (4)
2001 703 393 199 312 807 375
2002 707 965 215 217 828 043
2003 712 566 232 391 849 240
2004 717 196 250 935 870 980
2005 640 500
271 314 809 705
2006 643 860 275 844 822 790
2007 759 965 287 021 802 776
2008 618 394 268 291 733 864
2009 625 815 270 420 653 150
2010 744 535 317 777 742 670
Sumber/Source : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara/Livestock Office of Sumatera Utara Province. 2011.
Universitas Sumatera Utara
25
Dibanding dengan ternak lain, dalam usaha ternak babi ditemukan
beberapa sifat yang menarik dan menguntungkan seperti di bawah ini:
- Babi bentuk merupakan tabungan hidup yang mudah diatur untuk memberi
pendapatan secara teratur.
- Pertumbuhannya cepat antara 0,5 – 0,7 kg per hari.
- Ternak ini prolifik tinggi karena beranak banyak (6 – 12 ekor tiap kelahiran)
dan melahirkan dua kali setahun.
- Kemampuan mengembalikan modal tinggi.
- Proporsi karkasnya tinggi antara 65-80%.
- Dapat dipelihara dengan intensif modal sehingga biaya tenaga kerja kecil.
- Adaptasinya terhadap berbagi tipe usaha tani responsif.
Dapat meningkatkan daya guna hasil ikutan dan limbah agroindustri,
limbah berguna untuk pupuk, sumber energi biogas dan media pertumbuhan
mikroba penghasil pakan ternak dan ikan (Aritonang, 1993).
Tujuan utama dari produsen ternak babi adalah mengusahakan agar
diperoleh keuntungan yang memuaskan dari penjualan stok bibit, babi sapihan,
melestarikan tradisi keluarga, memenuhi suatu corak kehidupan desa dan
berpartisipasi aktif dalam pengadaan pangan nasional (Johnson, 1976).
Tabel 2. Populasi Ternak Babi per Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Tahun 2002-2006
No Kabupaten Kota Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
1 Nias 146.683 82.951 85.074 87.200 80.402 2 Nias Selatan 0 0 0 0 28.861 3 Mandailing Natal 0 0 0 0 0 4 Tapanuli Selatan 0 0 0 0 0 5 Tapanuli Tengah 59.924 80.933 83.005 83.777 88.762 6 Tapanuli Utara 150.732 174.509 178.976 16.0640 160.221 7 Humbahas 0 45.295 46.454 17.759 21.185
Universitas Sumatera Utara
26
8 Toba Samosir 89.705 91.948 94.302 45.731 52.994 9 Samosir 0 45.295 42.787 43.856 58.836 10 Labuhan Batu 20.978 91.948 7.323 8.020 10.445 11 Asahan 24.475 41.719 25.729 15.975 15.300 12 Simalungun 81.989 85.171 87.351 89.937 65.484 13 Dairi 24.871 54.717 56.118 78.330 77.813 14 Pakpak Barat 0 2.808 2.880 2.953 2.777 15 Karo 10.002 24.575 25.204 37.538 25.852 16 Deli Serdang 200.816 90.479 92.795 93.658 64.042
17 Serdang Bedagai
0 24.585 25.214 25.859 47.394
18 Langkat 12.302 8.881 9.108 11.192 16.360 19 Sibolga 0 0 0 0 0 20 Tanjung Balai 0 357 366 375 214 21 Pematang Siantar 723 1.258 1.290 1.059 1.838 22 Tebing Tinggi 913 1.015 1.041 1.067 1.182 23 Medan 2.631 3.420 3.507 2.388 1.288 24 Binjai 1.299 2.392 2.456 2.391 1.540 25 P. Sidempuan 0 0 0 0 0 Jumlah 828.043 849.924 870.980 809.705 822.790
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara (2007).
Konsumsi pakan babi
Rekomendasi dari NRC (1998) menyatakan bahwa konsumsi ransum
harian babi periode starter adalah 950-1425 gr/hari atau dengan rata-rata 1250 gr.
Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh keseimbangan dari energi dan
protein yang tersedia (North, 1984).
Ternak babi membutuhkan ransum yang imbangan nutrisinya baik atau
sempurna, untuk memperoleh reproduksi dan produksi daging yang optimal.
Ternak babi membutuhkan energi, protein, mineral, vitamin dan air. Setiap zat
mempunyai fungsi dan kaitan spesifik di dalam tubuh. Kekurangan atau
ketidakseimbangan zat-zat makanan dapat memperlambat pertumbuhan dan
berdampak pada performans. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum
yaitu cara pemberian pakan, aroma pakan, kondisi lingkungan atau suhu kandang,
ketersedian air minum, jumlah ternak dan kesehatan ternak (Sihombing, 1997).
Tabel 3. Konsumsi ransum dan air minum babi menurut umur/periode
Universitas Sumatera Utara
27
Umur fase produksi Macam ransum Konsumsi
(kg/ekor/hari) Air minum (l/ekor/hari)
1-4 minggu Susu pengganti 0.02-0.05 0.25-0.5
4-8 mnggu Pre Starter 0.5-0.75 0.75-2.0
8-12 minggu Starter 1.00-1.25 2.0-3.5
12-16 minggu Grower 1.5-2.00 3.5-4.0
16-20 minggu Grower 2.25-2.75 4.0-5.0
20 – dijual Finisher 2.75-3.5 5.0-7.0
Induk Grower 1.5-2.00 6.0-8.0
Dara (6 bln) Grower 1.5-2.00 6.0-8.0
Jantan (6 bln) Bibit 2.50-3.50 7.0-9.0
Induk kering Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0
Bunting Bibit 3.00-4.50 15.0-20.0
Induk laktasi Bibit 2.00-2.50 7.0-9.0
Sumber: Sinaga (2010).
Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukan
bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau
suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian
besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk
produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan
babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat dan terjadi perubahan
tingkah laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).
Hasil fermentasi dapat meningkatkan palatabilitas ransum, sehingga konsumsi
ransum dapat meningkat (Brata, 1997).
Palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi
ransum dan tergantung pada bau, rasa, tekstur dan suhu, faktor umum yang
Universitas Sumatera Utara
28
mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas ternak terhadap ransum yang
diberikan, namun semuanya itu tergantung daripada kandungan zat bahan
makanan yang terkandung dalam ransum, salah satunya dengan penambahan zat
aditif yang diharapkan ternak mencapai produktivitas yang tinggi. Feed Additive
dapat digunakan untuk memperbaiki aroma ransum dan meningkatkan konsumsi
ransum, selain itu mampu mengoptimalkan daya serap makanan oleh usus halus
akibat rangsangan feed additive terhadap organ pencernaan tertentu pada ternak.
Bentuk feed additive yang dipergunakan dapat berasal dari bahan kimia sintetis
ataupun ekstraksi tanaman seperti curcuminoid dimana tujuannya adalah untuk
memperoleh konsumsi ransum yang optimal (Prasetyo, 2011).
Tabel 4. Kebutuhan harian zat-zat makanan untuk ternak babi (%) Berat badan (Kg)
Konsumsi (Kg)
Energi Protein
(%)
Ca (%)
P (%)
Vitamin A
I.V./Kg TDN (%)
DE (kcal)
ME (Kg)
1-5 1.25 64 3700 3.60 27.00 0.90 0.70 2200 5-10 1.67 70 3500 3.40 20.00 0.80 0.60 2200 10-20 2.00 70 3300 3.20 18.00 0.65 0.55 1750 20-35 2.50 73 3300 3.20 16.00 0.60 0.50 1300 35-60 2.86 73 3300 3.20 14.00 0.55 0.45 1300 60-100 3.75 76 3300 3.20 13.00 0.50 0.40 1300
Sumber : NRC (1979)
Pertumbuhan Dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Babi
NRC (1998), yang menyatakan nilai pertambahan bobot badan babi stater
(8 minggu sampai dengan 12 minggu) sebesar 450 - 575 gr/ekor/hari.
Sihombing (1997), menyatakan laju pertumbuhan babi sangat dipengaruhi
oleh berat sapih, anak babi dengan berat sapihnya besar akan bertumbuh lebih
cepat dan membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai bobot potong
dibanding anak babi dengan berat sapihnya lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
29
Menurut Tillman et al.,(1991) pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-
lahan kemudian mulai berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi
atau sama sekali berhenti sehingga membentuk kurva pertumbuhan yang
berbentuk sigmoid.
Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai
dengan umur, sedangkan perkembangan adalah berhubungan dengan adanya
perubahan ukuran serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio
sampai menjadi dewasa. Proses pertumbuhan pada ternak dimulai sejak awal
terjadinya pembuahan sampai dengan anak lahir, dilanjutkan hingga menjadi
dewasa (Parakkasi, 1995).
Parakkasi (1985) menyatakan bahwa dalam pertumbuhan seekor hewan
ada 2 hal yang terjadi: 1) Bobot badannya meningkat mencapai bobot badan
dewasa yang disebut pertumbuhan dan 2) Terjadinya perubahan konfirmasi dan
bentuk tubuh serta berbagai fungsi dan kesanggupannya untuk melakukan sesuatu
menjadi wujud penuh yang disebut perkembangan.
Pengaruh temperatur lingkungan terhadap performans babi menunjukkan
bahwa temperatur yang cocok adalah 20-27°C. Semakin rendah temperatur atau
suhu lingkungan, babi akan mengkonsumsi pakan lebih banyak dan sebagian
besar energi pakan dialihkan menjadi produksi panas tubuh dan akan diubah untuk
produksi daging. Bila temperatur atau suhu lingkungan tinggi, konsumsi pakan
babi akan menurun, konsumsi air minum akan meningkat, dan terjadi perubahan
tingkah laku mengakibatkan stres atau kematian (Sihombing, 2006).
Konversi Pakan dan Efisiensi Pakan
Universitas Sumatera Utara
30
Konversi ransum adalah jumlah konsumsi ransum yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan atau kemampuan ternak mengubah
pakan kedalam bentuk pertambahan bobot badan (PBB), dengan demikian makin
rendah angka konversi akan semakin efisien dalam penggunaan ransum (Bogart,
1977)
NRC (1998) memberikan rekomendasi angka konversi yang diharapkan
dari berbagai tipe babi sebagai berikut: 0,368 – 0,421. Bila ratio itu kecil berarti
pertambahan berat badan memuaskan ternak atau babi makan tidak banyak.
Konversi inilah yang sebaiknya digunakan sebagai pegangan produksi, karena
sekaligus melibatkan berat badan dan konsumsi ransum.
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi konversi pakan oleh ternak
babi yaitu (1) pakan yang zat-zat gizinya tidak seimbang, (2) pakan berjamur, (3)
kondisi lingkungan, (4) tingkat penyakit dan cacingan (Sihombing, 2006).
Efisiensi penggunaan makanan merupakan pertambahan berat badan yang
dihasilkan setiap satuan ransum yang dikonsumsi. Efisiensi penggunaan makanan
tergantung pada (1) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan,
hidup pokok atau fungsi lain, (2) kemampuan ternak mencerna makanan, (3)
jumlah makanan yang hilang melalui proses metabolisme dan (4) tipe makanan
yang dikonsumsi (Campbell dan Lasley, 1985).
Sistem Pencernaan Babi
Babi merupakan ternak omnivore monogastris, yakni ternak pemakan
makanan semua pakan dan mempunyai satu perut besar yang sederhana. Alat
pencernaan makanan (apparatus digestorius) pada ternak babi berfungsi untuk
mengambil, menerima mencerna makanan dan sebagai media buat penyaluran
Universitas Sumatera Utara
31
makanan dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Alat pencernaan
makanan digolongkan menjadi dua yaitu: saluran makanan atau corong dan alat-
alat pelengkap pencerna makanan. Saluran makanan (tractus alimentarius)
memanjang mulai dari bibir, sampai anus yang terdiri dari urutan: mulut,
tenggorokan, esofagus, lambung, usus halus, dan usus besar. Sedangkan alat-alat
pelengkap yang membantu pencernaan makanan ialah gigi, lidah, kelenjar ludah,
empedu pada hati dan pancreas (Kidder dan Manners, 1978).
Meskipun babi tidak memiliki lambung majemuk seperti yang terdapat
pada sapi atau sekum besar seperti yang terdapat pada kuda, namun usus besarnya
dapat menampung dua kali lipat kapasitas usus besar domba dan usus besar inilah
yang membantu pencernaan hijauan pada ternak babi meskipun sangat terbatas
(Pond dan Hopt, 1978).
Menurut Parakkasi (1990), sistem pencernaan didefinisikan sebagai
sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan
beberapa organ yang bertanggung jawab atas pengambilan, penerimaan dan
pencernaan bahan makanan. Sihombing (1997), menyatakan secara sederhana
bahwa alat pencernaan merupakan alat yang berfungsi sebagai jalan makanan
dalam tubuh dan mengeluarkan bahan sisa pencernaan. Selanjutnya dikatakan
bahwa pencernaan atau zat-zat makanan pada ternak babi terutama dilakukan
secara enzimatik. Walaupun demikian saluran gastro-intestinal berisi berbagai
mikroorganisme sejak 24 jam setelah lahir.
Alat pencernaan makanan dapat digolongkan menjadi dua yaitu saluran
pencernaan dan alat pelengkap makanan. Menurut Sihombing (1997), Saluran
pencernaan dibagi atas rongga mulut, esofagus, lambung, usus halus dan anus.
Universitas Sumatera Utara
32
Alat pelengkap lain yang dapat membantu pada pencernaan makanan adalah gigi,
lidah, kelenjar ludah (air ludah), empedu pada hati dan pankreas. Menurut
Whittemore (1987), sistem pencernaan yang sederhana menyebabkan ternak babi
secara alamiah terbatas dalam memanfaatkan ransum yang berserat tinggi.
Saluran pencernaan ternak babi dimulai dari rongga mulut, lalu masuk ke
esofagus selanjutnya menuju ke lambung lalu masuk ke usus halus. Usus halus
merupakan bagian terbesar dari pencernaan dan penyerapan dari zat-zat makanan
kemudian masuk ke usus besar. Pembusukan terjadi dalam usus besar yang
menghasilkan gas metan, selanjutnya dikeluarkan melalui anus dalam bentuk
feses (Sihombing, 1997).
Ransum
Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam
(Anggorodi, 1994). Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan
yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum
sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak. Konsumsi ransum akan
semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum
yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.
Potensi Kulit Buah/Pod kakao
Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
33
Kingdom: Plantae (tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (tumbuhan
berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisi:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas: Magnoliopsida (berkeping
dua/dikotil), Sub Kelas: Dilleniidae, Ordo: Malvales, Famili: Sterculiaceae,
Genus: Theobroma, Spesies : Theobroma cacao L (Plantamor, 2011).
Indonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas areal
perkebunan Indonesia mencapai 16 juta hektar. Salah satunya adalah perkebunan
kakao mencapai yang mencapai 1.167.000 ha (Guntoro, 2006). Selama lima tahun
terakhir ini produksi kakao meningkat sebesar 7,14% tahun atau 49.200 ton pada
tahun 2004 (Baharuddin, 2007). Jika proporsi limbah mencapai 74% dari
produksi, maka limbah kulit kakao mencapai 36.408 ton per tahun. Hal ini
merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan
pakan ternak.
Menurut BPT Ciawi (1997), pod kakao fermentasi dapat diberikan pada
ternak babi sebagai pengganti dedak padi dalam pakan.sampai level sekitar 35-
40%. Terbatasnya penggunanan kulit buah kakao sebagai pakan ternak babi
disebabkan tingginya kandungan serat kasar karena babi tidak mampu
menghasilkan enzim selulase menjadi glukosa. Pada pod kakao terdapat zat anti
nutrisi yaitu theobromin. Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang
dapat dirusak dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang
mengandung theobromin secara terus-menerus dapat menurunkan pertumbuhan
ternak (Tarka et al., 1998).
Universitas Sumatera Utara
34
Tabel 5. Luas Tanaman dan Produksi Coklat (Theobroma cacao L) Tanaman Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten di Sumatera Utara Tahun 2010
Kabupaten
Regency
Luas Tanaman / Area (Ha) Produksi
Production
(Ton)
T B M
Not Yet
Productive
T M
Productive
T T M
Unpro-
Ductive
Jumlah
Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. Nias 4.546,00 3.896,50 630,00 9.072,50 3.390,50
2. Mandailing Natal 788,68 3.542,70 220,50 4.551,88 2.533,71
3. Tapanuli Selatan 929,25 2.410,25 230,00 3.569,50 1.889,50
4. Tapanuli Tengah 940,50 1.735,50 53,50 2.729,50 1.636,00
5. Tapanuli Utara 1.152,25 1.617,98 84,75 2.854,98 929,09
6. Toba Samosir 55,64 74,74 14,25 144,63 61,81
7. Labuhan Batu 40,00 447,00 ,- 487,00 238,32
8. Asahan 620,46 4.427,20 726,05 5.773,71 4.477,40
9. Simalungun 186,70 5.180,70 10,50 5.377,90 5.508,80
10. Dairi 203,00 274,00 - 477,00 200,70
11. Karo 1.517,00 2.441,50 ,- 3.958,50 2.500,65
12. Deli Serdang 2.075,70 5.477,70 259,50 7.812,90 6.317,74
13. Langkat 391,00 2.277,00 - 2.668,00 1.852,00
14. Nias Selatan 1.469,00 2.367,25 96,00 3.932,25 1.834,80
15. Humbang Hasundutan 1.108,60 470,00 18,00 1.596,60 318,38
16. Pakpak Bharat 54,00 129,00 74,00 257,00 51,90
17. Samosir 161,90 76,25 1,25 239,40 57,77
18. Serdang Bedagai 359,60 1.305,00 54,00 1.718,60 1.116,98
19. Batu Bara 22,00 729,00 55,00 806,00 757,36
Universitas Sumatera Utara
35
20. Padang Lawas Utara 229,50 448,00 37,00 714,50 330,90
21. Padang Lawas 90,75 88,50 7,30 186,55 47,10
22. Labuhan Batu Selatan 15,00 127,00 - 142,00 73,30
23. Labuhan Batu Utara 20,00 280,00 - 300,00 165,70
24. Nias Utara - - - - -
24. Nias Barat - - - - -
Jumlah/Total 2010*) 16.976,53 39.822,77 2.571,60 59.370,90 36.289,78
2009 19.744,94 42.618,26 3.727,75 66.090,95 38.249,11
2008 18.906,73 39.667,74 1.646,75 60.221,22 36.042,11
2007 15.786,30 38.098,73 2.543,45 56.428,48 35.313,82
Sumber/Source : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of Sumatera Utara Province. (2011).
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang
dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L). Buah coklat yang terdiri dari 74% kulit
buah, 2 % plasenta, dan 24% biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22% Protein dan
3-9% lemak (Nasrullah dan A.Ella, 1993).
Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai kualitas yang
rendah karena berserat kasar tinggi dan mengandung anti nutrisi. Pod kakao mengandung
lignin dan theobromin tinggi (Areghoure, 2000), selain juga mengandung serat kasar yang
tinggi (40,03%). Menurut Amirroenas (1990), kulit kakao mengandung selulosa 36,23%,
hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%. Lignin yang berikatan dengan selulosa
menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak. Upaya meningkatkan kualitas
dan gizi pakan serat hasil ikutan perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya
strategis dalam meningkatkan ketersediaan pakan. Oleh karena itu untuk memaksimalkan
pengunaan kulit kakao pada ternak perlu ditingkatkan kualitasnya salah satunya dengan
cara fermentasi. Perbandingan kandungan nutrisi kulit kakao tanpa fermentasi dan pod
Universitas Sumatera Utara
36
kakao yang difermentasi Rhizopus sp, Saccharomyces sp dan Lactobacillus sp dapat
dilihat pada Tabel 6 dibawah :
Tabel 6. Kandungan gizi dedak kulit buah kakao.
Bahan Pakan
Kandungan
PK (%)
K. Air (%)
LK
(%)
SK
(%) K. abu
(%) GE
(kkal/gr)
Kulit Kakao 6.16 60.04 1.89 33.90 13.48 4.0327
Kulit Fermentasi 10.46 16.65 1.06 36.34 16.26 4.3916
Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2011).
Upaya peningkatan kualitas dan gizi pakan hasil samping pertanian atau
perkebunan yang berkualitas rendah, merupakan upaya strategis dalam
meningkatkan ketersediaan pakan. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan
penggunaan pod kakao sebagai produk bahan pakan pada ternak perlu
ditingkatkan kualitasnya dan salah satunya dengan cara fermentasi.
Konsentrat
Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup
tinggi yaitu PK ≥18%. Pada ternak yang digemukan semakin banyak konsentrat
dalam pakan akan semakin baik dengan konsumsi serat kasar tidak kurang dari
15% BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat dalam
formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 2003).
Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi
energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi
energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).
Universitas Sumatera Utara
37
Molases
Molases merupakan hasil ikutan pengolahan tebu menjadi gula. Bentuk
fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat,
protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak
walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Kelebihan molases terletak pada
aroma dan rasanya, sehingga bila dicampur pada pakan ternak bisa memperbaiki
aroma dan rasa ransum (Widayati dan Widalestari, 1996). Kandungan nilai gizi
molases dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan nilai gizi molases. Kandungan nilai gizi molases Kandungan (%)
Bahan kering 67,50 Protein kasar 3-4 Lemak kasar 0,08 Serat kasar 0,38
TDN 81,00 Sumber: Laboratorium Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000).
Dedak Padi
Dedak Padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras
dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil
ikutan dari penumbukan padi (Parakkasi, 1995). Sedangkan menurut Rasyaf
(1992) dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi
beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tapi tercampur dengan
bagian penutup beras. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya
kandungan serat kasar dedak. Bila dilihat dari asal-usul pengolahan gabah menjadi
beras, wajar bila kandungan serat kasar yang dikandungnya tinggi.
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 8. Kandungan nilai gizi dedak padi
Kandungan nilai gizi dedak padi Nilai gizi (%) Bahan kering 89.1 Protein kasar 13.8 Serat kasar 8.0
Lemak Kasar 8.2 TDN 64.3
Sumber : Tillman., et al (1991)
Tepung Ikan
Tepung ikan digunakan sebagai sumber protein mengandung asam-asam
amino yang lengkap dan berimbang, sumber kalsium, vitamin, dan mineral lainya.
Karena kandungan gizinya yang hampir sempurna inilah, tepung ikan mempunyai
harga yang relatif mahal. Tepung ikan masih terus digunakan untuk
menyeimbangkan kebutuhan asam amino (Rasyaf, 1989).
Tabel 9. Kandungan nutrisi tepung ikan Nutrisi Kandungan (%)
Protein 52,6
Lemak 6,8
Serat kasar 2,2
Phospor 2,88
Calsium 5,11
Energi Metabolisme 2820 Kkal/kg
Sumber : Hartadi.,et al.(1997).
Tepung Jagung
Kandungan energi jagung cukup tinggi dan citarasanya baik, sehingga
lazim digunakan untuk bahan ransum ternak babi. Jagung kuning cukup baik
untuk babi, karena mengandung tinggi karoten atau vitamin A. Jagung dapat
Universitas Sumatera Utara
39
diberikan pada babi dalam bentuk butir utuh, digiling, dicampur dengan bahan
lain (Sihombing, 2006). Kandungan nutrisi tepung jagung tertera pada Tabel 10.
Tabel 10. Kandungan nutrisi tepung jagung.
Uraian Kandungan Nutrisi
Protein Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
Kalsium (%)
Posfor (%)
Energi Metabolisme (kkal/kg)
8,3a
2,2b
3,9a
0,03a
0,28a
3420a
Sumber : a. NRC (1998)
b. Hartadi et al (1997).
Kandang Ternak Babi
Bangunan kandang babi untuk daerah tropis seperti Indonesia lebih
sederhana dibandingkan dengan untuk daerah subtropis atau daerah beriklim
dingin. Suhu di Indonesia 27,2° C, namun suhu di berbagai daerah berbeda,
tergantung dari letak geografis, ketinggian tempat, kelandaian, sinar, angin, hujan,
dan kelembaban. Suhu atau temperatur lingkungan mikro harus dimodifikasi agar
sesuai dengan tuntutan hidup ternak babi yang dipelihara dalam kandang. Harus
diusahakan agar mikroklimat dalam kandang serasi bagi kehidupan atau
kebutuhan fisiologis babi. Bila suhu terlalu tinggi, babi akan kehilangan panas
evaporatif (berkeringat atau terengah-engah), konsumsi makanan biasanya
menurun, konsumsi air minum meningkat, berusaha mencari kesejukan, dan
tingkah laku mungkin berubah, dan faktor- faktor tersebut mengakibatkan
gangguan produksi. Suhu lingkungan yang berbeda mengakibatkan pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
40
babi berbeda. Temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan
mengganggu kehidupan babi, sebab babi akan bertumbuh baik di lingkungan zone
termonetralnya, yakni berkisar antara 20-26° C (Sihombing, 2006).
Syarat faktor- faktor fisik bangunan kandang untuk daerah tropis :
1). Bahan bangunan yang tahan lama, relatif murah dan berdaya pantul tinggi
terhadap sinar
2). Berkemampuan rendah menyimpan beban panas yang berasal dari tubuh
ternak
3). Landaian (slope) atap cukup, biasanya 30-45° sehingga ternak terlindung baik
terhadap panas sinar, hujan dan angin
4). Luas ruangan bagi ternak cukup memadai
5). Terjamin sirkulasi udara yang baik, sehingga udara tak sehat keluar dan udara
segar masuk
6). Langit-langit bangunan cukup tinggi sesuai kebutuhan
7). Arah memanjang (poros) bangunan kandang adalah timur-barat, berbeda dari
arah bangunan di daerah beriklim subtropis ataupun beriklim dingin
(Sihombing, 1997).
Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguraian unsur-unsur organik kelompok
terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme. Fermentasi dapat juga diartikan penguraian
unsur-unsur organik dengan mikroorganisme lokal dimana bahan yang digunakan
dalam keadaan basah (kadar air 60%). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai
proses “ protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan
Universitas Sumatera Utara
41
dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Soeratmo, 1988). Melalui proses
fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak
untuk pakan penguat kambing, sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam.
Manfaat fermentasi antara lain yaitu meningkatkan kandungan protein,
menurunkan kandungan serat kasar, menurunkan kandungan anti nutrisi
(zat lignin pada kulit kakao).
Menurut jenis mediumnya, proses fermentasi dibagi menjadi 2 yaitu
fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat
merupakan fermentasi medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup
mengandung air untuk keperluan mikroba, sedangkan fermentasi dengan medium
cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam
medium cair (Hardjo et al., 1989).
Menurut Winarno et al., (1980) fermentasi merupakan proses biokimia
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat
dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan yang
mengalami fermentasi biasanya nilai gizi menjadi lebih baik dari asalnya
disebabkan karena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-
komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna.
Menurut Winarno dan Fardiaz (1979), pada proses fermentasi dibutuhkan
dosis jamur tertentu pula, makin banyak dosis jamur yang digunakan makin cepat
proses fermentasi berlangsung dan makin lama waktu yang digunakan makin
banyak bahan yang dirombak, fermentasi kapang pada umumnya membutuhkan
waktu antara 2 sampai 5 hari.
Universitas Sumatera Utara
42
Inokulan Cair
Tujuan pembuatan inokulan cair adalah untuk membiakkan
mikroorganisme yang mampu mendegradasi karbohidrat serta lemak.
Mikroorganisme tempatan yang dipakai adalah, Rhizopus sp dari ragi tempe
Saccharomyces sp yang berasal dari ragi tape dan Lactobacillus sp yang berasal
dari yoghurt/biokult. Mikroorganisme ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces sp akan
menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat
menjadi volatile fatty acids (VFA) dan keto acids yang kemudian akan
menjadi asam amino.
2. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus sp akan mengeluarkan
enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-
polipeptida, lalu menjadi peptida sederhana, dan akhirnya menjadi asam
amino bebas, CO2 dan air.
3. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus sp akan menghasilkan
enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.
(Ginting N, 2010).
Mikroorganisme Fermentasi
Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang
membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki hifa
coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang
Universitas Sumatera Utara
43
juga disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa
vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini tumbuh ke arah atas dan
mengandung ratusan spora. Sporagiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya
oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contohnya spesiesnya adalah
Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan
Hopson, 2006).
Kapang golongan Rhizopus sp sangat berperan penting dalam proses
fermentasi tempe, dan memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim β–
glukosidase. Selama proses fermentasi kedelai berlangsung menjadi tempe,
isoflavon glukosidase dikonversi menjadi isoflavon aglikon oleh enzim
β–glukosidase yang disekresikan oleh mikroorganisme. Isoflavon mempunyai
potensi yang lebih aktif sebagai antioksidan, antihemolisis, antibakteri, anti jamur
dan anti kanker (2,3,4), bila dibandingkan dengan senyawa asalnya yaitu isoflavon
glukosida. Perubahan tersebut diantaranya disebabkan oleh aktivitas enzim β-
glukosidase. Enzim ini selain terdapat di dalam kedelai juga diproduksi oleh
mikroorganisme selama proses fermentasi berlangsung dan mampu memecah
komponen glukosida menjadi aglikon dan gugus gula (Ewan et al., 1992).
Hasil penelitian Rotib (1994) dengan melakukan fermentasi bungkil
kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar
bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar
14,2%, sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai sebagai bahan
pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).
Universitas Sumatera Utara
44
Saccharomyces sp
Saccharomyces sp merupakan genus ragi/khamir/yeast yang memiliki
kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces sp
merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk termasuk
kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 30o C dan pH 4,8. Beberapa
kelebihan Saccharomyces sp dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini
cepat berkembang biak, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap
suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi.
Beberapa spesies Saccharomyces sp mampu memproduksi ethanol hingga
13.01 %. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida sp dan
Trochosporon sp. Pertumbuhan Saccharomyces sp dipengaruhi oleh adanya
penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh
dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu
optimum untuk fermentasi antara 28-30oC. Beberapa spesies yang termasuk dalam
genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii,
dan Saccharomyces uvarum (http://id.wikipedia.org, 2012).
Menurut Lay dan Hastowo (1992), khamir mempunyai peranan penting
dalam pembuatan industri makanan. Banyak kegiatan khamir dalam makanan
yang dikehendaki untuk dimanfaatkan dalam pembuatan bir, anggur, roti, produk
makanan terfermentasi dan sebagai sumber potensial dari protein sel tunggal
untuk fortifikasi makanan ternak. Seperti galur atau strain Saccharomyces sp yang
hingga saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan tersebut.
Ragi mampu menghasilkan enzim yang dapat mengubah subtrat menjadi
bahan lain dengan mendapatkan keuntungan berupa energi. Ragi untuk tape
merupakan campuran dari bermacam-macam organisme yang hidup bersama
Universitas Sumatera Utara
45
secara sinergetik, dimana umumnya terdapat spesies-spesies dari genus
Aspergillus yang dapat menyederhanakan amilum, Saccharomyces sp,
Candida sp,dan Hansenula sp yang dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan
bermacam-macam zat organik lainnya serta bakteri (Acetobacter sp) yang
menumpang untuk mengubah alkohol menjadi asam cuka (Dwidjoseputro, 1994).
Lactobacillus sp
Lactobacillus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif
atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat
mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri
ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam manusia, bakteri ini dapat
ditemukan di dalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis
dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus
sp memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik.
Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu
pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah
memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sp sering digunakan
untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman), cuka,
kimchi, cokelat, dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan
hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan "kultur awal",
yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang
berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. casei
dan L. brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir.
Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan
membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org, 2012).
Universitas Sumatera Utara