distokia pada babi

30
MAKALAH KEBIDANAN, KEMAJIRAN DAN GANGGUAN REPRODUKSI DISTOKIA PADA BABI Disusun oleh: PKH 2012 - C Maya Inaka Arhayu (125130101111037) Hio Primataqwa Elyes (125130100111060) Linda Febriana (125130101111040) Lita Oktatiurma (125130101111045) Retno Dwi Rahmawati (125130101111046) Herren Lazuardi Imani (125130107111025) Annisa Nur Attina (125130107111046) i

Upload: lita-okta

Post on 24-Dec-2015

211 views

Category:

Documents


52 download

DESCRIPTION

Distokia Pada Babi

TRANSCRIPT

Page 1: Distokia Pada Babi

0

MAKALAH KEBIDANAN, KEMAJIRAN DAN GANGGUAN

REPRODUKSI

DISTOKIA PADA BABI

Disusun oleh:

PKH 2012 - C

Maya Inaka Arhayu (125130101111037)

Hio Primataqwa Elyes (125130100111060)

Linda Febriana (125130101111040)

Lita Oktatiurma (125130101111045)

Retno Dwi Rahmawati (125130101111046)

Herren Lazuardi Imani (125130107111025)

Annisa Nur Attina (125130107111046)

PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013

i

Page 2: Distokia Pada Babi

1

KATA PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat

dan hidayahNya penulis bisa tetap bersemangat dan menyelesaikan makalah dengan judul

Distokia pada Babi. Makalah ini dibuat untuk memperdalam pengetahuan mahasiswa

dalam menempuh mata kuliah Kebidanan, Kemajiran dan Gangguan Reproduksi.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen Kebidanan, Kemajiran dan

Gangguan Reproduksi yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penyusun

juga mengucapkan terima kasih kepada kolega–kolega mahasiswa yang telah memberi

kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan ini penulis menemui banyak hambatan dan kendala. Namun,

berkat semangat kerja yang tak kenal lelah serta bantuan dari beberapa pihak, penulis dapat

mengatasi hambatan dan kendala tersebut dengan baik. Ucapan terima kasih patut kami

sampaikan kepada pihak–pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun. Akhirnya,

semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan memberi manfaat.

Malang, 26 Oktober 2013

Penulis

i

Page 3: Distokia Pada Babi

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................i

Daftar Isi.................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

Latar belakang.......................................................................................................................1

Perumusan Masalah................................................................................................................1

Tujuan.....................................................................................................................................2

Manfaat...................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

Definisi Patogenesis...............................................................................................................3

Proses Bakteri dalam Menimbulkan Penyakit........................................................................3

Contoh Patogenesis Bakteri Patogen......................................................................................5

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan...........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................11

ii

Page 4: Distokia Pada Babi

3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Distokia merupakan kondisi dimana pada tahap pertama, atau terutama pada

tahap kedua, proses kelahiran sangat panjang, sulit atau tidak mungkin dilaksanakan

oleh induk hewan tanpa bantuan manusia. Distokia berasal dari kata distokia

(yunani) yang berarti kesulitan kelahiran.

Lawan kata distokia adalah eutocia yaitu kelahiran yang mudah,

alamiah/fisiolegik. Distokia merupakan salah satu kondisi kebidanan yang harus

ditangani oleh dokter hewan. Kejadian distokia banyak terjadi pada sapi perah, babi,

maupun wild animal seperti jerapah. Distokia banyak terjadi pada hewan yang sering

dikurung (banyaknya timbunan lemak, kurang latihan).

Insiden distokia banyak ditemukan pada kebuntingan sebelum

waktunya, karena penyakit pada uterus, kematian foetus, kelahiran kembar,

dan karena foetus terlalu besar shg kaelahiran melewati jauh waktunya.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apa definisi distokia?

2. Bagaimana proses kebuntingan hingga partus normal pada babi?

3. Bagaimana distokia pada babi terjadi, dan bagaimana cara penanggulangannya ?

1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:

1. Definisi distokia pada babi

2. Proses kebuntingan hingga partus normal pada babi

3. Kelainan distokia dan cara mengatasinya pada hewan babi

1.4. Manfaat

Manfaat dari makalah ini adalah diharapkan mahasiswa mampu mengetahui

kelainan kebuntingan yaitu distokia pada babi dan cara mengatasinya sebagai dokter

hewan.

1

Page 5: Distokia Pada Babi

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Distokia

Distokia adalah persalinan abnormal atau sulit. Terjadi pada <10% nulipara

dan lebih jarang pada multipara. Etiologi distokia biasanya dianggap dari salah satu

atau kombinasi 4P (pelvis, passenger, power, dan plasenta) (Benson dan Pernoll,

2009).

Kelainan panggul yang paling umum berkaitan dengan distokia adalah ukuran

atau konfigurasi tulang, kelainan jaringan lunak jalan lahir (misal: kelainan

kongenital, luka perut jalan lahir, pelekatan ostium serviks eksterna, kondilomata

akuminata masif) dan neoplasia organ reproduksi lainnya (misal: karsinoma serviks,

kista ovarium, leiomyoma uteri), termasuk kandung kemih atau usus yang meregang

(Benson dan Pernoll, 2009).

Kelainan passenger (“penumpang”) (distokia janin) meliputi ukuran janin

yang terlalu besar, malposisi (misal: sungsang, letak lintang), kelainan kongenital

(misal: malpresentasi, kembar mengunci-janin A sungsang, janin B presentasi vertex)

(Benson dan Pernoll, 2009).

Distokia uteri (yaitu aktivitas uterus tidak menghasilkan kemajuan persalinan

yang normal) dimasukkan sebagai kelainan tenaga (power). Biasanya distokia uteri

meliputi hipertonik, hipotonik atau aktivitas uterus yang tidak terkordinasi, meskipun

kurangnya mengejan volunter kala dua persalinan juga dapat menghambat pelahiran

(Benson dan Pernoll, 2009).

Letak plasenta abnormal (misal: plasenta previa atau plasenta rendah di

posterior) mengurangi kapasitas pelvis karena letaknya yang berada di atas

promontorium sacrum (Benson dan Pernoll, 2009).

2.2. Kebuntingan pada Babi

Masa kebuntingan pada babi berkisar antara 111 sampai 117 hari dengan rata-

rata 114 hari. Lama kebuntingan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : umur

induk, jumlah anak dan keragaman genetic. Jumlah anak bervariasi menurut individu

hewan maupun selang kelahiran pada babi yang sama. Makin sering melahirkan,

3

Page 6: Distokia Pada Babi

5

makin banyak pula jumlah anak dan biasanya lama kebuntingan lebih pendek.

Jumlah anak yang tertinggi tejadi pada kelahiran ke 5 sampai 7, kemudian menurun

lagi. Perbedaan lama kebuntingan antar bangsa babi rata-rata 3 hari. Keragaman

genetic ( heritability ), menyebabkan periode kebuntingan pada babi di dalam satu

bangsa sekitar 30 %.

Tidak timbulnya kembali estrus merupakan satu-satunya tanda yang praktis

dalam menentukan kebuntingan pada babi, karena uji biologic dan kimiawi yang

memuaskan belum ditemukan, sedangkan kondisi anatomic tidak memungkinkan

dilakukannya palpasi rektal. Akan tetapi berhentinya estrus tidak selalu menjamin

telah terjadinya kebuntingan, disamping itu tanda tanda estrus dapat pula terjadi

selama kebuntingan muda.

Perubahan histologic dari epitel vagina yang diambil secara biopsy dari hari

ke 21 sampai 90 masa kebuntingan, memperlihatkan adanya 2 atau 3 lapis sel sel

epitel. Hal ini mungkin merupakan suatu indikasi telah terjadinya proses

kebuntingan.

Tanda-tanda kelahiran pada babi umumnya hanya didasarkan pada

pembesaran kelenjar susu dan pembengkakan atau oedema dari vulvanya. Pada babi

yang sudah sering kali beranak tanda tanda ini tidak begitu jelas. (skripsi)

Kelahiran biasanya berlangsung 1 – 12 jam. Akan tetapi perlu diketahui

bahwa kelahiran yang normal terdiri dari 3 tingkat ( stadium ) yaitu stadium

persiapan, stadium pembukaan dan stadium pelepasan.

1. Stadium persiapan

Pada minggu – minggu terakhir sebelum melahirkan timbul gejala –

gejala sebagai berikut :

a. Ikatan rahim menjadi kendor dan turun letaknya.

b. Sisi badan menjadi cekung dan pinggangnya turun ke bawah,

karena jaringan pengikat menjadi elastis.

c. Bibir kemaluan merah, membesar

d. Ambing menjadi tegang dan berisi susu, dan puting menunjukkan

warna kebiruan yang menunjukkan anak akan lahir.

e. Induk bersiap siap untuk membuat sarang.

2. Stadium pembukaan

Page 7: Distokia Pada Babi

6

Pada saat ini rahim mulai berkontraksi ( mengerut ). Hal ini tidak

nampak dari luar, yang bisa dilihat hanya tingkah lukanya saja. Dimana babi

nampak gelisah, tidur berdiri berulang kali, memukul – mukulkan ekornya,

mengentak – entakkan kaki dan sering kencing (skripsi). Pada stadium ini ditandai

oleh intensitas kontraksi dari muskulatur uterus. Karena kontraksi dimulai dari

ujung kranial uterus ( apeks kornua ), maka isi kandungan terdesak ke arah

cerviks, hal ini menyebabkan cairan alantois dan amnion yang berada dalam

membrana allantois dan amnion akan menyusup ke dalam lumen cerviks. Cerviks

yang telah merelaks atas pengaruh hormon relaksin, sedikit demi sedikit akan

terbuka. Sesuai dengan berjalannya waktu, maka kontraksi berlangsung makin

kuat. Pada babi stadium ini dapat berlangsung 2 sampai 12 jam. Hal ini

disebabkan oleh karena jumlah anak babi pada umumnya banyak, hingga rotasi

bagi semua anak dalam kandungan memerlukan banyak waktu. Akhir dari

stadium ini adalah cerviks, vagina dan vulva merupakan suatu saluran yang tidak

jelas batas-batasnya. Dari luar akan nampak penyembulan membrana allantois.

Membrana allantois akan pecah dan mulailah cairan allantois mengalir keluar.

Sementara itu kantong amnion yang berisi fetus telah pula masuk ke dalam pelvis

dan menyembul sedikit dari celah vulva. Jika kontraksi iterus berjalan terus,

kepala dan kedua kaki depan fetus masuk ke dalam ruang pelvis, maka terjadilah

rangsangan ke pusat dan sumsum tulang punggung yang diteruskan berupa refleks

ke urat daging perut dan urat daging diafragma. Apabila urat daging perut dan

difragma mulai berkontraksi bersama – sama dengan kontraksi urat daging uterus,

maka selesailah stadium ini dan proses kelahiran masuk ke dalam stadium

pengeluaran fetus.

3. Stadium pengeluaran fetus

Setelah melewati stadium pembukaan dan karena bantuan dari pada

kontraksi rahim beserta kejangnya daging perut, maka janin mulai keluar. Dengan

perejanan yang berangsur – angsur menjadi kerap dan kuat, fetus di dalam jalan

kelahiran didorong kuat untuk keluar. Mula – mula kantong amnion pecah, cairan

amnion yang licin ini mempermudah fetus untuk meluncur melalui jalan kelahiran

yang sangat sempit itu. Tali pusar yang menghubungan antara plasenta dan fetus

segera putus. Setelah fetus keluar, beberapa detik kemudian individu baru tersebut

Page 8: Distokia Pada Babi

7

akan berusaha berdiri dan berjalan. Sementara induk berbaring tenang, kantong

amnion dan allantois keluar perlahan – lahan beberapa menit setelah fetus

dilahirkan.

Fetus dalam kandungan mendapat suplai oksigen dari aliran darah

induk. Karena tali pusar putus pada waktu lahir, maka praktis suplai oksigen

tersebut pun akan terputus. Dengan demikian paru – paru segera bekerja untuk

mendapat oksigen. Jika suplai oksigen ini terlambat, atau sama sekali terhambat,

maka meskipun fetus lahir dalam keadaan hidup yang ditandai oleh pergerakan

badannya, dapat mati seara tiba- tiba dalam waktu relatif singkat.

Babi yang akan melahirkan, biasanya berputar – putar dalam kandang

dan mencari tempat yang dianggap dapat mengurangi penderitannya, kemudian

berbaring. Babi yang akan melahirkan, biasanya berputar – putar dalam kandang

dan mencari tempat yang dianggap dapat mengurangi penderitannya, kemudian

berbaring.

Setelah anak pertama berjalan membentur – bentur badan induknya

maka biasanya ia dapat menemukan puting susu dan mulai menyusu, kemudian

kantong allantois yang kedua menyembul keluar vulva dan selanjutnya proses

kelahiran anak yang kedua berlangsung seperti anak yang pertama. Ada kalanya

setelah anak yang kelima lahir, induk babi bergeser sedikit atau berpindah tempat,

tetapi pada umumnya tetap pada tempatnya hingga kantong allantois dan amnion

bertumpuk di bawah vulva. Plasenta fetalis tersebut kemudian dimakan oleh

induknya.

Mengenai pergiliran kelahiran, ada pendapat yang mengatakan bahwa

fetus yang lahir pada umumnya bergantian menurut urutan di dalam kornua uteri.

Jika seekor anak dari kornua kanan telah lahir, maka kornua kiri yang akan

mendapat giliran. Tetapi ada kalanya fetus yang terletak lebih jauh dari cerviks

dapat mendahului fetus yang berada dekat cerviks yang semestinya lahir terlebih

dahulu.Hal ini dapat menyebabkan terjadinya peristiwa distokia akibat

penyumbatan,dimana dua fetus berusaha lahir secara bersamaan sedangkan jalan

kelahiran tidak cukup luas untuk dapat di lewati oleh dua fetus sekaligus.Kedua

[endapat itu mungkin benar,seab ada kalanya salah satu fetus dalam keadaan mati

yang kebetulan berada di dekat cerviks,sedangkan beberapa fetus yang hidup

berada di belakangnya.Hal ini dapat diketahui apabila kelahiran dilakukan dengan

Page 9: Distokia Pada Babi

8

jalan pembedahan.Dalam keadaan ini kelahiran memakan waktu yang lama

karena fetuus lain yang masih hidup tidak dapat mendorong fetus yang mati.

Namun ada kalanya fetus yang mati ini dilewati dan lahir paling belakang,setelah

semua fetus dilahirkan.

4. Stadium pengeluaran plasenta

Setelah fetus lahir,uterus masih tetap berkontraksi meski tidak sehebat

waktu mengeluarkan fetus dan juga tidak di sertai dengan kontraksi urat daging

perut dan diafragma.Kontraksi ini akan melepaskan plasenta anakn dari

endometrium.Volume uterus berangsur-angsur menjadi kecil,Pengeluaran volume

dan konsentrasi ini menyebabkan kripta kripta endmetrium tempat bertautnya vili

vili anak,menjadi dangkal.Vili vili plasenta terlepas dan plasenta lebih mendekati

cerviks.Sisa sisa plasenta dan tali pusar yang menggantung di mulut vulva

merupakan beban yang cukup berat untuk menarik plasenta keluar dari uterus.

Hormon-hormon yang memegang peranan dalam mengeluarkan

plasenta dari uterus adalah estrogen dan oksitosin.Hormo-hormon ini memacu

uterus untuk berkontraksi. Disamping itu oksitosin juga membantu turunanya air

susu (milk let down) dari alveoli ke dlam saluran susu,dimana aktifitas isapan

puting susu oleh anak membawa efek disekresikannya oksitosin. Setelah plasenta

dikeluarkan,cerviks mulai mengeluarkan lendir yang banyak mengandung

leucosit,cukup kental dan merupakan sumbat yang baik bagi servicks.

2.3 Kesukaran dan Keterlambatan pada Waktu Melahirkan

Keabnormalan posisi letak anak dan adanya penyakit mastitis yang

disebabkan oleh micro organisme, kegagalan air susu ( agalactia ) yang penyebabnya

belum jelas, pada umumnya menyulitkan kelahiran. Sedang keabnormalan posisi

kandungan sering tidak diketahui.

Sebagian besar, kesulitan – kesulitan yang dialami pada waktu kelahiran

ialah:

1. Cervix terlalu sempit, tak dapat terbuka secara wajar.

2. Kontraksi rahim lemah, akibat infeksi, dll

3. Anak yang keluar melintang

4. Adanya dua ekor anak yang keluar bersama-sama

5. Karen anak yang lahir kepala atau pantatnya terlampau besar

Page 10: Distokia Pada Babi

9

Apabila dijumpai pengalaman seperti ini hendaknya siap menolong,

mengeluarkan atau sedapat mungkin membetulkan letak anak dengan memasukkan

tangan yang bersih ke dalam rahim.

Disamping kesukaran-kesukaran di dalam kelahiran tersebut, sering dijumpai

keterlambatan keterlahiran yang disebabkan oleh :

1. Kematian kelahiran dalam jumlah besar, sehingga lamanya waktu yang

diperlukan untuk melahirkan menjadi lebih lama.

2. Babi induk terlampau gemuk

Babi-babi induk yang terlampau gemuk lebih lama melahirkan, karena

pada alat reproduksinya terlampau banyak lemak yang menutupi bagian-

bagian tersebut. Bahkan ada kemungkinan anak yang dilahirkan mati

lemas, tercekik karena uterus lemah berkontraksi.

Untuk mengatasi terhadap babi dara atau babi induk yang terlampau

gemuk dapat diberi suntikkan hormon oxytoxin, yang dapat menguatkan

kontraksi uterus, sesudah 6-8 diinjeksi, anak akan lahir. Oxytoxin harus

dipergunakan secara hati-hati karena konsentrasinya kuat.

3. Karena infeksi uterus, aliran darah menjadi tidak normal.

Misalnya hemorrage: gangguan pembuluh darah akibat luka luka yang

disebabkan oleh kerusakan dinding uterus atau kaitan plasenta). Adapun

tekanan darah yang normal membantu kelahiran dengan lancar.

Sebab – sebab distokia terdapat karena sebab dasar dan sebab langsung.

Sebab-sebab dasar dibagi menjadi sebab herediter, nutrisional dan manajemen,

penyakit menular, traumatic, dan sebab-sebab campuran. Sebab herediter dibagi atas

faktor : yang terdapat pada induk yang berpredisposisi terhadap distokia, faktor

tersembunyi atau gen – gen resesif pada induk dan pejantan yang dapat

menghasilkan foetus yang definitif. Sebab-sebab langsung, dibagi menjadi sebab-

sebab maternal dan sebab foetus, pada kondisi tertentu,sebab-sebab ini

dapat bertumpang tindih.

Page 11: Distokia Pada Babi

10

Saluran pernapasan

Saluran pernapasan merupakan jalan termudah bagi mikroorganisme infeksius.

Mikroorganisme terhirup melalui hidung atau mulut dalam bentuk partikel debu.

Penyakit yang muncul umumnya adalah pneumonia, campak, tuberculosis, dan

cacar air (Harr, 2002).

a. Saluran pencernaan

Mikroorganisme dapat memasuki saluran pencernaan melalui bahan makanan atau

minuman dan dapat pula melalui jari-jari tangan yang terkontaminasi

mikroorganisme patogen. Mayoritas mikroorganisme tersebut akan dihancurkan

oleh asam klorida (HCL) dan enzim-enzim di lambung atau oleh empedu dan

enzim di usus halus. Mikroorganisme yang bertahan dapat menimbulkan penyakit.

Misalnya, demam tifoid, disentri amoeba, hepatitis A, dan kolera. Patogen ini

selanjutnya dikeluarkan malalui feses dan dapat ditransmisikan ke inang lainnya

melalui air, makanan atau jari-jari tangan yang terkontaminasi (Campbell, 2000).

b. Kulit

Kulit sangat penting sebagai pertahanan terhadap penyakit. Kulit yang tidak

mengalami perlukaan tidak dapat dipenetrasi oleh mayoritas mikroorganisme.

Beberapa mikroorganisme memasuki tubuh melalui daerah terbuka pada kulit,

folikel rambut, maupun kantung kelenjar keringat. Mikroorganisme lain

memasuki tubuh inang pada saat berada di jaringan bawah kulit atau melalui

penetrasi atau perlukaan membran mukosa. Rute ini disebut dengan rute

parenteral. Suntikan, gigitan, potongan, luka, atau pembedahan dapat membuka

rute infeksi parenteral (Pelczar, 2000).

c. Rongga mulut

4

Page 12: Distokia Pada Babi

11

Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu

penyakit yang umum terdapat pada rongga mulut akibat kolonisasi

mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat pertumbuhan

Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada permukaan gigi.

Hasil fermentasi metabolisme, menghidrolisis sukrosa menjadi komponen

monosakarida, fruktosa, dan glukosa. Enzim glukosiltransferasi selanjutnya

merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang

difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada

permukaan gigi dan membentuk plak gigi. Populasi bakteri plak didominasi oleh

Streptococcus dan anggota Actinomyces. Karena plak sangat tidak permeable

terhadap saliva, maka asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tidak dilarutkan

atau dinetralisasi dan secara perlahan akan melunakkan enamel gigi tepat plak

tersebut melekat (Hadioetomo, 2000)

2.3. Contoh Patogenesis Bakteri Patogen

a. Bakteri pada Saluran Pencernaan

Saluran pencernaan terdapat berbagai penyakit yang dapat terjadi. Salah

satu penyebabnya adalah bakteri. Begitu banyak bakteri yang dapat menjangkit

saluran pencernaan. Maka dari itu akan diperkenalkan bakteri-bakteri yang

terdapat pada saluran pencernaan.

1. Escherichia coli

Ciri-ciri dari bakteri ini yaitu berbentuk batang, bakteri gram negatif,

tidak memiliki spora, memiliki pili, anaerobik fakultatif, suhu optimum 370C,

flagella peritrikus, dapat memfermentasi karbohidrat dan menghasilkan gas,

dan patogenik (Sacher, 2004).

Habitat utama Escherichia coli adalah dalam saluran pencernaan

manusia tepatnya di saluran gastrointestinal dan juga pada hewan berdarah

hangat. Bakteri ini termasuk umumnya hidup pada rentang 20-400C, optimum

pada 370C. Total bakteri ini  sekitar 0,1% dari total bakteri dalam saluran usus

dewasa (Hadioetomo, 2000).

Bakteri Escerichia coli ini merupakan penyebab diare dan

gastroenteritis (peradangan pada saluran usus). Infeksi melalui konsumsi air

atau makanan yang tidak bersih. Racunnya dapat menghancurkan sel-sel yang

5

Page 13: Distokia Pada Babi

12

melapisi saluran pencernaan dan dapat memasuki aliran darah dan berpindah

ke ginjal dan hati. Menyebabkan perdarahan pada usus, yang dapat

mematikan anak-anak dan orang tua. Escerichia coli dapat menyebar ke

makanan melalui konsumsi  makanan dengan tangan kotor, khususnya setelah

menggunakan kamar mandi. Solusi untuk penyebaran bakteri ini adalah

mencuci tangan dengan sabun (Hadioetomo, 2000).

Escherichia coli sendiri diklasifikasikan berdasarkan sifat

virulensinya dan setiap grup klasifikasinya memiliki mekanisme penularan

yang berbeda-beda. Contohnya:

E· Coli Enteropatogenik (EPEC)

E. coli ini menyerang manusia khususnya pada bayi. EPEC melekatkan

diri pada sel mukosa kecil. Faktor yang diperantarai oleh kromosom akan

menimbulkan pelekatan yang kuat.  Pada usus halus, bakteri ini akan

membentuk koloni dan menyerang pili sehingga penyerapannya terganggu.

Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang

(Harr, 2002).

E· Coli Enteroagregatif (EAEC)

Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di negara

berkembang. Bakeri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel

manusia. EAEC memproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama

dengan ETEC (Pelczar, 2000).

Penularan pada bakteri ini adalah dengan kontak dengan tinja yang

terinfeksi secara langsung, seperti:

o Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah

dicemari oleh serangga atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.

o Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau

membersihkan tinja yang terinfeksi, sehingga kontaminasi perabotan dan

alat-alat yang dipegang.

2. Salmonella sp.

Ciri-ciri dari bakteri ini yaitu batang gram negatif, tidak berkapsul,

tidak membentuk spora, peritrikus, aerobik, dan anaerobik fakultatif.

Salmonella sp. terdapat pada kolam renang yang belum diklorin, jika

6

Page 14: Distokia Pada Babi

13

terkontaminasi melalui kulit,akan tumbuh dan berkembang pada saluran

pencernaan manusia (Hadioetomo, 2000).

Cara Salmonella sp. menginfeksi hospes yaitu dengan masuk ke tubuh

orang melalui makanan atau minuman yang tercemar bakteri ini. Akibat yang

ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya

dinding usus. Penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk

dalam tubuh tidak dapat terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak

lemah dan kurus. Racun yang dihasilkan bakteri Salmonella menyebabkan

kerusakan otak, organ reproduksi wanita, bahkan yang sedang hamil dapat

mengalami keguguran. Satwa yang dapat menularkan bakteri Salmonella ini

antara lain primata, iguana, ular, dan burung. Penularan dari bakteri

Salmonella sp. yaitu melalui makanan yang erat kaitannya dengan perjamuan

makanan (Campbell, 2000).

3. Colostridium perfringens

Ciri-ciri dari bakteri Colostridium perfringens yaitu batang gram

positif, berkapsul, sporanya ovoid (melonjong), sentral sampai eksentrik,

anaerobic, menghasilkan eksotoksin, dan menyebabkan kelemayuh (suatu

infeksi jaringan disertai gelembung gas dan keluarnya nanah) (Sacher, 2004).

Gambar 01. Colostridium perfringens

Bakteri ini tersebar luas di lingkungan dan sering terdapat di dalam

usus manusia, hewan peliharaan dan hewan liar. Spora organisme ini dapat

bertahan di tanah, endapan, dan tempat-tempat yang tercemar kotoran

manusia atau hewan (Hadioetomo, 2000).

7

Page 15: Distokia Pada Babi

14

Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan ´perfringens´

yang merupakan istilah yang digunakan untuk keracunan makanan yang

disebabkan oleh Colostridium perfringens. Keracunan perfringens secara

umum dicirikan dengan kram perut dan diare yang mulai terjadi 8-22 jam

setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak Colostridium.

perfringens penghasil toxin penyebab keracunan makanan. Keracunan

perfringens didiagnosis dari gejala-gejalanya dan waktu dimulainya gejala

yang agak lama setelah infeksi. Lamanya waktu antara infeksi dan timbulnya

gejala merupakan ciri khas penyakit ini. Diagnosis dipastikan dengan

memeriksa adanya racun dalam kotoran pasien. Konfirmasi secara

bakteriologis juga dapat dilakukan apabila ditemukan sangat banyak bakteri

penyebab penyakit di dalam makanan atau di dalam kotoran pasien

(Hadioetomo, 2000).

Dalam sebagian besar kasus, penyebab sebenarnya dari keracunan

oleh Colostridium perfringens adalah perlakuan temperatur yang salah pada

makanan yang telah disiapkan. Sejumlah kecil organisme ini seringkali

muncul setelah makanan dimasak, dan berlipat ganda hingga tingkat yang

dapat menyebabkan keracunan selama proses pendinginan dan penyimpanan

makanan. Daging, produk daging, dan kaldu merupakan makanan-makanan

yang paling sering terkontaminasi. Keracunan perfringens paling sering

terjadi dalam kondisi pemberian makan bersama (Harr, 2002).

Cara penularan bakteri Colostridium perferingens dengan cara

menelan makanan yang terkontaminasi oleh tanah dan tinja dimana makanan

tersebut sebelumnya disimpan dengan cara yang memungkinkan kuman

berkembang biak (Harr, 2002).

b. Bakteri Patogen Saluran Urogenital

1. Treponema palladium

Karakteristik dari mikroorganisme ini halus, berpilin ketat dengan

ujung meruncing dan terdiri dari 6 sampai 14 spiral. Organisme ini dapat

dikenali paling jelas pada suatu spesimen klinis yang berasal dari luka sifilitik

stadium primer dan sekunder dibawah mikroskop medan gelap. Treponema

pallidum mempunyai membran luar, atau selongsong yang disebut periplas

8

Page 16: Distokia Pada Babi

15

yang melingkungi komponen-komponen dalam sel (keseluruhannya disebut

silinder protoplasma) (Sacher, 2004).

Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh sewaktu terjadi hubungan

kelamin melalui luka-luka goresan yang amat kecil pada epitel, dengan cara

menembus selaput lendir yang utuh ataupun mungkin melalui kulit yang utuh

lewat kantung rambut. Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari (rata-rata 21

hari) setelah infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul dalam beberapa

stadium penyakit. Sifilis berjangkit secara alamiah hanya pada manusia dan

terutama ditularkan lewat hubungan kelamin atau dari ibu yang terinfeksi

kepada janinnya (sifilis bawaan atau sebelum lahir) lewat ari-ari (Sacher,

2004).

Diagnosa sifilis biasanya dapat ditentukan dari gabungan informasi

mengenai gejala, sejarah eksposi, dan uji darah yang positif atau dengan

pemeriksaan mikroskop medan gelap. Hasil positif pengamatan luka dengan

mikroskop medan gelap (untuk sifat morfologis dan pergerakan spiroketa)

adalah cara satu-satunya untuk membuat diagnosis sifilis primer yang pasti

(Campbell, 2000).

Sampai saat ini tidak ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan

penggunaan kondom sangat efektif. Untuk masyarakat, cara utama

pencegahan sifilis ialah melalui pengendalian yang meliputi pemeriksaan

serologis dan pengobatan penderita. Sifilis bawaan dapat dicegah dengan

perawatan prenatal (sebelum kelahiran) yang semestinya (Hadioetomo,

2000).

9

Page 17: Distokia Pada Babi

16

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Patogenesis adalah mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan

penyakit. Infeksi merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan

berasosiasi dengan jaringan inang. Bakteri dapat merusak sistem pertahanan inang

dimulai dari pernapasan, saluran pencernaan, kulit, dan rongga mulut.

1310

Page 18: Distokia Pada Babi

17

DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll Martin L. 2009. Buku Saku Obstetri & Ginekologi Edisi 9.

Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC. Hal 209.

DISTOKIA

Kondisi dimana pada tahap pertama, atau terutama pada tahap kedua, proses kelahiran sgt panjang, sulit atau tidak mungkin dilaksanakan oleh induk hewan tanpa bantuan manusia.Berasal dari kata distokia (yunani) disulit toko kelahiran) bararti kesulitan kelahiran.Lawannya adalah eutocia yaitu kelahiran yang mudah, alamiah/fisiolegik.

Distokia merupakan salah satu kondisi kebidanan yang harus ditangani oleh dokter hewan.Kejadian distokia banyak terjadi pada sapi perah (jarang bahkan tidak pernak terjadi pada sapi potong).

Distokia banyak terjadi pada hewan yg sering dikurung (banyaknya timbunan lemak, kurang latihan)Insiden distokia banyak ditemukan pada kebuntingan sebelum waktunya, karena penyakit pada uterus, kematian foetus, kelahiran kembar, dan karena foetus terlalu besar shg kaelahiran melewati jauh waktunya.

SEBAB-SEBAB DISTOKIA TERBAGI ATAS:Sebab-sebab dasar dibagi menjadi sebab herediter, nutrisional dan manajemen,

penyakit menular, traumatic, dan sebab-sebab campuran.

11

Page 19: Distokia Pada Babi

18

Sebab-sebab langsung, dibagi menjadi sebab-sebab maternal dan sebab foetus, pada kondisi tertentu,sebab-sebab ini dapat bertumpang tindih.

SEBAB-SEBAB HEREDITER dibagi atas faktor:•Yang terdapat pada induk yg berpredisposisi terhadap distokia.•Faktor tersembunyi atau gen-gen resesif pada induk dan pejantan yang dapat menghasilkan foetus yang definitif.