tinjauan kebijakan moneter filetriwulanan pada setiap bulan januari, april, juli, dan oktober. ......
TRANSCRIPT
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
1
Tinjauan Kebijakan MoneterAgustus 2005
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media
bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli, dan Oktober.
Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas
perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi
moneter selama bulan laporan, serta keputusan respon kebijakan
moneter yang ditempuh Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Burhanuddin Abdullah Gubernur
Miranda S. Goeltom Deputi Gubernur Senior
Maulana Ibrahim Deputi Gubernur
Maman H. Soemantri Deputi Gubernur
Bun Bunan E.J. Hutapea Deputi Gubernur
Aslim Tadjuddin Deputi Gubernur
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
2
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter ................................................ 3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ................................. 4
Inflasi .......................................................................................... 5
Nilai Tukar Rupiah ........................................................................ 7
Kebijakan Moneter ...................................................................... 9
Strategi Kebijakan ................................................................ 10
Suku Bunga.......................................................................... 11
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ........................................... 13
Pasar Modal ......................................................................... 15
Kondisi Perbankan................................................................ 17
III. Respon Kebijakan Moneter ................................................... 18
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
3
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 Agustus
2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi
8,75%.8,75%.8,75%.8,75%.8,75%. Kenaikan BI Rate dipandang perlu untuk memperkuat arah
kebijakan moneter cenderung ketat yang telah ditempuh setelah
mempertimbangkan perkembangan terkini dan prospek ekonomi moneter
ke depan serta memperhatikan upaya pencapaian sasaran inflasi jangka
menengah.
Keputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil berdasarkan duaKeputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil berdasarkan duaKeputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil berdasarkan duaKeputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil berdasarkan duaKeputusan menaikkan tingkat BI Rate diambil berdasarkan dua
pertimbangan pokok.pertimbangan pokok.pertimbangan pokok.pertimbangan pokok.pertimbangan pokok. Pertama, ekspektasi inflasi cenderung meningkat
sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia yang dapat meningkatkan
administered prices dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Kedua,
meningkatnya risiko stabilitas makro ekonomi terkait dengan
perkembangan faktor eksternal yaitu kenaikan suku bunga Fed,
melemahnya mata uang dunia terhadap USD dan meningkatnya harga
minyak. Penjelasan rinci mengenai evaluasi inflasi, nilai tukar, dan kondisi
moneter terkini disajikan dalam Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) bulan
Agustus 2005 ini.
Kenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukungKenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukungKenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukungKenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukungKenaikan BI Rate tersebut juga dipandang masih dapat mendukung
kelangsungan proses pemulihan ekonomi.kelangsungan proses pemulihan ekonomi.kelangsungan proses pemulihan ekonomi.kelangsungan proses pemulihan ekonomi.kelangsungan proses pemulihan ekonomi. Asesmen menyeluruh dan
prakiraan perekonomian Indonesia untuk periode 2 (dua) tahun ke depan
telah dibahas dalam RDG Juli 2005 yang hasilnya telah dipublikasikan
dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan II-2005. Diantaranya
telah disampaikan bahwa perekonomian Indonesia mengalami ekspansi
yang cukup tinggi, didukung terutama oleh investasi, dan diperkirakan
masih berada di bawah tingkat potensialnya. Akan tetapi kondisi neraca
pembayaran mulai mengalami tekanan terutama akibat tingginya impor
dibanding ekspor dan masih terbatasnya aliran modal asing ke Indonesia.
Karena itu, sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas
makroekonomi dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini,
perbaikan iklim investasi dan daya saing sangat diperlukan untuk
mendorong investasi asing dan meningkatkan ekspor. Sementara itu,
respon kebijakan moneter cenderung ketat diperlukan untuk mengatasi
masih tingginya tekanan inflasi, khususnya yang bersumber dari
meningkatnya ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupiah.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
4
Untuk mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaanUntuk mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaanUntuk mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaanUntuk mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaanUntuk mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaan
likuiditas di perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan.likuiditas di perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan.likuiditas di perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan.likuiditas di perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan.likuiditas di perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan. Implementasi
BI Rate dilakukan dengan instrumen Operasi Pasar Terbuka (OPT), yaitu
melalui lelang mingguan SBI tenor 1 (satu) bulan. Pengelolaan likuiditas
dengan FASBI serta instrumen FTO (Fine Tune Operation) juga terus
dilakukan. Sementara itu, lelang bulanan SBI tenor 3 (tiga) bulan secara
bertahap akan diarahkan untuk membentuk struktur suku bunga yang
wajar di pasar keuangan.
II. PERKEMBANGAN DAN KEBIJAKAN MONETERSampai dengan bulan Juli 2005, tekanan terhadap kestabilanSampai dengan bulan Juli 2005, tekanan terhadap kestabilanSampai dengan bulan Juli 2005, tekanan terhadap kestabilanSampai dengan bulan Juli 2005, tekanan terhadap kestabilanSampai dengan bulan Juli 2005, tekanan terhadap kestabilan
makroekonomi masih berlanjut seperti tercermin pada kenaikan inflasi danmakroekonomi masih berlanjut seperti tercermin pada kenaikan inflasi danmakroekonomi masih berlanjut seperti tercermin pada kenaikan inflasi danmakroekonomi masih berlanjut seperti tercermin pada kenaikan inflasi danmakroekonomi masih berlanjut seperti tercermin pada kenaikan inflasi dan
melemahnya nilai tukar Rupiah.melemahnya nilai tukar Rupiah.melemahnya nilai tukar Rupiah.melemahnya nilai tukar Rupiah.melemahnya nilai tukar Rupiah. Inflasi IHK meningkat dibandingkan bulan
sebelumnya, terutama terkait dengan meningkatnya harga volatile foods,masih tingginya administered prices, serta meningkatnya ekspektasi inflasi
sejalan dengan kenaikan harga minyak dunia yang dapat meningkatkan
administered prices dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Sementara itu,
tekanan terhadap depresiasi rupiah didorong oleh sentimen penguatan
dolar AS secara global sehubungan dengan kenaikan suku bunga Fed, serta
masih tingginya permintaan valas untuk impor dan pembayaran utang luar
negeri di tengah terbatasnya pasokan valas karena belum kuatnya
peningkatan ekspor dan aliran masuk modal asing.
Untuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatif
terhadap tren meningkatnya inflasi ke depan, Bank Indonesia memutuskanterhadap tren meningkatnya inflasi ke depan, Bank Indonesia memutuskanterhadap tren meningkatnya inflasi ke depan, Bank Indonesia memutuskanterhadap tren meningkatnya inflasi ke depan, Bank Indonesia memutuskanterhadap tren meningkatnya inflasi ke depan, Bank Indonesia memutuskan
untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat.untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat.untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat.untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat.untuk tetap melanjutkan kebijakan moneter cenderung ketat. Sesuai hasil
keputusan RDG Juli 2005, BI Rate ditetapkan sebesar 8,50% untuk periode
triwulan II-2005. Perubahan BI Rate dapat dilakukan dalam RDG bulan
berikutnya apabila diperlukan. Hingga akhir bulan Juli 2005, tren kenaikan
suku bunga instrumen moneter tersebut telah direspon oleh kenaikan
indikator suku bunga lainnya walaupun dalam besaran yang berbeda-beda.
Sejalan dengan tren peningkatan suku bunga, kondisi likuiditas perbankan
yang tercermin pada uang primer mulai mengalami penurunan sementara
likuiditas perekonomian yang tercermin pada perkembangan uang beredar
(M2) cenderung stabil. Sementara itu, kinerja industri perbankan relatif
membaik seperti tercermin dari meningkatnya intermediasi dan
profitabilitas perbankan.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
5
I n f l a s i
Inflasi IHK bulan Juli 2005 mengalami peningkatan dibandingkan bulanInflasi IHK bulan Juli 2005 mengalami peningkatan dibandingkan bulanInflasi IHK bulan Juli 2005 mengalami peningkatan dibandingkan bulanInflasi IHK bulan Juli 2005 mengalami peningkatan dibandingkan bulanInflasi IHK bulan Juli 2005 mengalami peningkatan dibandingkan bulan
sebelumnya.sebelumnya.sebelumnya.sebelumnya.sebelumnya. Inflasi IHK mencapai 7,84%(yoy), meningkat dibandingkan
bulan Juni 2005 sebesar 7,42% (yoy). Secara kumulatif, inflasi dari
Januari√Juli tercatat sebesar 5,07%. Meningkatnya tekanan inflasi
terutama bersumber dari tingginya inflasi volatile food yang mencapai
7,31% (yoy), dibandingkan dengan 5,16% pada bulan sebelumnya. Inflasi
administered prices juga meningkat mencapai 11,79% (yoy) dari 11,57%
pada bulan Juni 2005. Sementara itu, inflasi inti sedikit menurun namun
masih pada level yang tinggi, yaitu sebesar 6,67% dibandingkan dengan
6,78% pada bulan sebelumnya. Dengan perkembangan tersebut, inflasi
IHK masih berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah
sebesar 6%±1% untuk tahun 2005.
Inflasi Inflasi Inflasi Inflasi Inflasi volatile foodsvolatile foodsvolatile foodsvolatile foodsvolatile foods meningkat tajam terutama karena berkurangnya meningkat tajam terutama karena berkurangnya meningkat tajam terutama karena berkurangnya meningkat tajam terutama karena berkurangnya meningkat tajam terutama karena berkurangnya
pasokan dan terganggunya distribusi barang dan jasa di sejumlah daerah.pasokan dan terganggunya distribusi barang dan jasa di sejumlah daerah.pasokan dan terganggunya distribusi barang dan jasa di sejumlah daerah.pasokan dan terganggunya distribusi barang dan jasa di sejumlah daerah.pasokan dan terganggunya distribusi barang dan jasa di sejumlah daerah.
Inflasi volatile foods pada bulan Juli 2005 tercatat sebesar 2,43% (mtm)
sehingga secara tahunan mencapai 7,31%, lebih tinggi dibanding bulan
sebelumnya sebesar 5,16% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh kenaikan
harga beras dan beberapa bahan makanan lainnya seperti bumbu-
bumbuan. Kenaikan harga tersebut diakibatkan oleh berkurangnya
pasokan sehubungan dengan telah lewatnya masa panen raya, kelangkaan
BBM di beberapa kota, dan gagal panen akibat kekeringan di sejumlah
daerah.
Inflasi Inflasi Inflasi Inflasi Inflasi administered pricesadministered pricesadministered pricesadministered pricesadministered prices Juli 2005 kembali meningkat dan masih berada Juli 2005 kembali meningkat dan masih berada Juli 2005 kembali meningkat dan masih berada Juli 2005 kembali meningkat dan masih berada Juli 2005 kembali meningkat dan masih berada
pada level yang tinggi. pada level yang tinggi. pada level yang tinggi. pada level yang tinggi. pada level yang tinggi. Inflasi administered prices meningkat dari 11,57%
pada bulan Juni menjadi sebesar 11,79% (yoy) pada bulan laporan.
Kenaikan inflasi administered prices pada bulan laporan terutama
disebabkan oleh kenaikan harga minyak tanah akibat kelangkaan di
beberapa daerah. Kenaikan harga minyak tanah tersebut telah
memberikan sumbangan pada inflasi Juli 2005 sebesar 0,03%. Sementara
itu, kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) rokok sebesar 15% pada tanggal 1
Juli sudah diantisipasi oleh produsen rokok dengan menaikkan harga rokok
di bulan Juni sehingga tidak lagi berdampak signifikan pada inflasi bulan
Juli 2005.
Sementara itu, inflasi inti masih relatif tinggi meskipun menurun dari bulanSementara itu, inflasi inti masih relatif tinggi meskipun menurun dari bulanSementara itu, inflasi inti masih relatif tinggi meskipun menurun dari bulanSementara itu, inflasi inti masih relatif tinggi meskipun menurun dari bulanSementara itu, inflasi inti masih relatif tinggi meskipun menurun dari bulan
sebelumnya. sebelumnya. sebelumnya. sebelumnya. sebelumnya. Inflasi inti (core inflation) tercatat sebesar 6.67% (yoy) pada
Grafik 2.1. Inflasi IHK, Administered, Inti danVolatile Foods
Grafik 2.2. Inflasi IHK, Inflasi Inti dan Nilai Tukar
4
6
8
10
12
14
16Kurs (skala kiri)Inflasi IHKInflasi Inti (exclusion)
Rp/USD %, y-o-y
7.500
8.000
8.500
9.000
9.500
10.000
10.500
2003 2004 20052002
2003 2004 2005
IHK Int (exclusion) Administered Volatile Food
(%) y-o-y (%) y-o-y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011 12 1 2 3 4 5 6 7-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
6
bulan Juli, sedikit lebih rendah dari 6,78% pada bulan sebelumnya. Masih
tingginya inflasi inti terutama karena meningkatnya ekspektasi inflasi
masyarakat dan pengaruh langsung melemahnya nilai tukar Rupiah,
sementara faktor output gap sejauh ini belum memberikan tekanan cukup
berarti pada inflasi inti sejalan dengan kondisi ekonomi yang diperkirakan
masih berada di bawah output potensialnya. Kenaikan administered prices,khususnya harga BBM pada bulan Februari 2005, telah mendorong
peningkatan ekspektasi inflasi di masyarakat bahkan sejak akhir tahun
2004 ketika rencana kenaikan harga BBM tersebut tengah dibahas. Sejak
itu, ekspektasi inflasi terus mengalami peningkatan dengan adanya
kenaikan administered prices yang lain serta melemahnya nilai tukar
rupiah. Meningkatnya ekspektasi inflasi terjadi baik pada konsumen
maupun pedagang, seperti tercermin pada hasil Survei Ekspektasi
Konsumen dan Survei Penjualan Eceran (Grafik 2.3 dan 2.4). Sementara
itu, melemahnya Rupiah juga memberikan tekanan secara langsung pada
inflasi inti, seperti tercermin pada beberapa indikator seperti
perkembangan inflasi harga barang impor1 dan inflasi Indeks Harga
Perdagang Besar (IHPB) impor yang mengalami peningkatan. Namun
demikian, sejauh ini dampak langsung depresiasi nilai tukar tersebut belum
secara penuh berpengaruh kepada inflasi domestik mengingat relatif
kecilnya pangsa barang impor dalam perhitungan inflasi dan belum
sepenuhnya pass-through nilai tukar ditransmisikan ke inflasi.....
Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan berlanjut danKe depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan berlanjut danKe depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan berlanjut danKe depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan berlanjut danKe depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan berlanjut dan
cenderung lebih besar.cenderung lebih besar.cenderung lebih besar.cenderung lebih besar.cenderung lebih besar. Tekanan inflasi terutama berasal dari kemungkinan
kenaikan administered prices lebih lanjut dan melemahnya nilai tukar
rupiah, yang telah mendorong meningkatnya ekspektasi inflasi di
masyarakat seperti tercermin pada hasil survei ekspektasi konsumen dan
pedagang seperti dikemukakan di atas. Peningkatan ekspektasi inflasi ini
juga tidak terlepas dari kenaikan harga minyak dunia yang dapat
meningkatkan administered prices dan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Beberapa risiko tekanan inflasi dari sisi kenaikan administered pricesterutama berkaitan dengan kenaikan harga BBM untuk industri dan
rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif listrik untuk sektor industri dan
harga LPG. Sementara itu, risiko tekanan inflasi dari sisi melemahnya nilai
tukar tidak terlepas dari meningkatnya risiko stabilitas makroekonomi
Indonesia terkait dengan perkembangan faktor eksternal yaitu kenaikan
suku bunga Fed, melemahnya mata uang dunia terhadap USD dan
meningkatnya harga minyak.
Grafik 2.3. Survei Ekspektasi Konsumen
Grafik 2.4. Survei Penjualan Eceran
Indeks
90,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
2002 2003 2004 2005
Ekspektasi harga 6 bl ke depanSurvei Konsumen - BI
1 Berdasarkan informasi BPS dalam keranjang IHK terdapat 107 komoditas impor.
2002 2003 2004 2005
6 bulan yad 3 bulan yad 1 bulan yad
Indeks
Survei Penjualan Eceran, BI100
110
120
130
140
150
160
170
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
7
Nilai Tukar Rupiah
Pada bulan Juli 2005, tekanan terhadap melemahnya nilai tukar RupiahPada bulan Juli 2005, tekanan terhadap melemahnya nilai tukar RupiahPada bulan Juli 2005, tekanan terhadap melemahnya nilai tukar RupiahPada bulan Juli 2005, tekanan terhadap melemahnya nilai tukar RupiahPada bulan Juli 2005, tekanan terhadap melemahnya nilai tukar Rupiah
masih berlanjut, meskipun dengan volatilitas yang relatif stabil. masih berlanjut, meskipun dengan volatilitas yang relatif stabil. masih berlanjut, meskipun dengan volatilitas yang relatif stabil. masih berlanjut, meskipun dengan volatilitas yang relatif stabil. masih berlanjut, meskipun dengan volatilitas yang relatif stabil. Secara rata-
rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.810/USD atau terdepresiasi sebesar
0.83% dibandingkan dengan bulan sebelumnya, sedangkan secara point-to-point mencapai Rp9.805/USD atau terdepresiasi 0,45% (Grafik 2.5).
Secara kumulatif, rupiah dalam periode Januari-Juli 2005 mencapai rata-
rata Rp9.487/USD atau mengalami depresiasi sebesar 8% dari periode yang
sama tahun 2004. Sementara itu, volatilitas Rupiah selama Juli 2005 relatif
tetap, yaitu sebesar 0,85%, dibandingkan bulan sebelumnya sebesar
0,87% (Grafik 2.6).
Melemahnya Rupiah tidak terlepas dari sentimen penguatan nilai tukarMelemahnya Rupiah tidak terlepas dari sentimen penguatan nilai tukarMelemahnya Rupiah tidak terlepas dari sentimen penguatan nilai tukarMelemahnya Rupiah tidak terlepas dari sentimen penguatan nilai tukarMelemahnya Rupiah tidak terlepas dari sentimen penguatan nilai tukar
dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia.dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia.dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia.dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia.dolar AS terhadap hampir semua mata uang dunia. Meningkatnya tekanan
inflasi akibat kenaikan harga minyak dunia telah mendorong bank sentral
AS beberapa kali menaikkan suku bunga Fed dan diperkirakan dapat
mencapai 4% hingga akhir tahun 2005. Di sejumlah negara, seperti
Australia dan Selandia Baru, suku bunga instrumen moneter juga
mengalami kenaikan untuk mengatasi peningkatan tekanan inflasi akibat
kenaikan harga minyak dunia. Sementara di Uni Eropa dan Jepang,
kenaikan suku bunga belum terlihat signifikan karena permasalahan
struktural ekonomi dalam negeri masing-masing. Kondisi ini telah
menyebabkan penyesuaian terhadap ketidakseimbangan ekonomi global
lebih tercermin pada penguatan dolar AS dan pelemahan berbagai mata
uang dunia, termasuk Rupiah (Grafik 2.7). Selain itu, kenaikan suku bunga
Fed dan kenaikan harga minyak tersebut juga menimbulkan ketidakpastian
pasar keuangan dunia sehingga mendorong investor global meningkatkan
premi risiko bagi investasinya ke emerging markets, termasuk Indonesia.
Kondisi eskternal yang kurang kondusif seperti ini serta kondisi iklim
investasi di dalam negeri yang belum membaik telah mengakibatkan
kenaikan premi risiko investasi di Indonesia, seperti tercermin pada
tingginya yield spread antara obligasi Pemerintah Indonesia dengan
US T-Notes (Grafik 2.8). Sementara itu, terjadinya revaluasi Yuan Cina dan
Ringgit Malaysia sempat mengurangi tekanan depresiatif Rupiah meskipun
cenderung berlangsung temporer.
Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah juga berasal dari masih tingginya eksesTekanan terhadap nilai tukar Rupiah juga berasal dari masih tingginya eksesTekanan terhadap nilai tukar Rupiah juga berasal dari masih tingginya eksesTekanan terhadap nilai tukar Rupiah juga berasal dari masih tingginya eksesTekanan terhadap nilai tukar Rupiah juga berasal dari masih tingginya ekses
permintaan di pasar valas domestikpermintaan di pasar valas domestikpermintaan di pasar valas domestikpermintaan di pasar valas domestikpermintaan di pasar valas domestik. Permintaan valas di dalam negeri terus
meningkat, di samping untuk pembayaran utang luar negeri swasta, juga
Grafik 2.5. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.6. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
9.810
2003
Rp/USD
Sumber : Bloomberg diolah
2004 2005
7.000
7.500
8.000
8.500
9.000
9.500
10.000
VolatilitasKurs Rp
Rata-rataVolatilitas
2003
%
2004 20051 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
0,00,51,01,52,02,53,03,54,04,55,0
Grafik 2.7. Perkembangan Nilai Tukar BeberapaNegara
JPY Curncy KRW Curncy
THB Curncy PHP Curncy
IDR Curncy EUR Curncy
Indeks
85,0
87,5
90,0
92,5
95,0
97,5
100,0
102,5
105,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2 0 0 5
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
8
untuk kebutuhan impor akibat melonjaknya harga minyak dunia serta
meningkatnya impor bahan baku dan barang modal sejalan dengan
kuatnya ekspansi permintaan domestik. Selain Pertamina, tingginya
permintaan valas terutama berasal dari korporasi, khususnya BUMN,
otomotif, makanan, dan baja/logam (Grafik 2.9). Sementara itu, pasokan
valas masih terbatas sehubungan dengan belum kuatnya peningkatan
kinerja ekspor dan aliran masuk modal asing. Dengan kebijakan
penyediaan valas untuk Pertamina dan BUMN tanggal 5 Juli 2005,
tingginya ekses permintaan valas selama bulan Juli dapat ditekan sehingga
menjadi sekitar USD 859 juta (Grafik 2.10).
Aliran modal asing keluar yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnyaAliran modal asing keluar yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnyaAliran modal asing keluar yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnyaAliran modal asing keluar yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnyaAliran modal asing keluar yang terjadi pada bulan-bulan sebelumnya
karena sentimen negatif global telah mulai meredakarena sentimen negatif global telah mulai meredakarena sentimen negatif global telah mulai meredakarena sentimen negatif global telah mulai meredakarena sentimen negatif global telah mulai mereda. Bahkan, pada bulan
Juli 2005 mulai terjadi aliran modal masuk secara neto ke pasar valas
domestik walaupun nilainya masih relatif kecil. Selama Juli 2005,
kepemilikan asing pada SBI dan SUN meningkat, masing-masing sebesar
Rp528 miliar (USD54 juta) dan Rp1.014 miliar (USD103 juta) sehingga
menjadi Rp4,6 triliun (USD469 juta) dan Rp15,5 triliun (USD1,580 juta),
sementara net beli saham oleh asing mencapai Rp1.342 miliar (USD137
juta). Sementara itu, implementasi Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/
2005 telah menurunkan penempatan asing dalam transaksi swap dari rata-
rata harian sebesar USD415 juta (Juni) menjadi hanya USD66 juta pada
bulan Juli, bahkan posisinya pada akhir Juli 2005 menjadi nihil. Dari sisi
suku bunga, kenaikan suku bunga di dalam negeri telah mendorong
kenaikan covered interest rate differential menjadi sebesar 2,61%
sehingga masih cukup menarik bagi penempatan dana di Indonesia oleh
investor asing.
Grafik 2.9. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Grafik 2.10. Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
*) Data Sementara per 27 Juli
TOTAL KORPORASI BUMNTelekomunikasi (IT) Baja/LogamMigas (Excl. Pertamnia) OtomotifMakanan
Total, BUMN (Juta USD) Baja, Otomotif, Migas, Makanan,Telekomunikasi (Juta USD)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7*
2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
0
100
200
300
400
500
600
Juta USD Rp/USD
(2.500)
(2.000)
(1.500)
(1.000)
(500)
-
500
1.000
1.500 8.0008.2008.4008.6008.8009.0009.2009.4009.6009.80010.000
Net S(+)/D(-) dari Pelaku LNNet S(+)/D(-) dari Pelaku DN
Rp/USD
Excess Supply
Excess Demand
Net S(+)/D(-) Total Pelaku DN+LN
Grafik 2.8. Yield Spread antara ObligasiPemerintah Indonesia dengan US T-Notes
%
3,5
4,0
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
7,0
7,5
8,0Global Bond R '14 (jatuh tempo 2014)
Yield Spread (2014)
US T. Note (jatuh tempo 2014)
8 19 30 11 22 2 13 24 5 16 27 7 18 29 9 20 3 14 25 5 16 27 8 19 30 10 21 2 13 24
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2 0 0 4 2 0 0 5
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
9
Kebijakan Moneter
Strategi KebijakanUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatifUntuk mengendalikan tekanan inflasi dan sebagai langkah antisipatif
terhadap tren peningkatan inflasi ke depan,terhadap tren peningkatan inflasi ke depan,terhadap tren peningkatan inflasi ke depan,terhadap tren peningkatan inflasi ke depan,terhadap tren peningkatan inflasi ke depan, kebijakan moneter cenderungkebijakan moneter cenderungkebijakan moneter cenderungkebijakan moneter cenderungkebijakan moneter cenderung
ketat (ketat (ketat (ketat (ketat (tight biastight biastight biastight biastight bias) terus dilanjutkan) terus dilanjutkan) terus dilanjutkan) terus dilanjutkan) terus dilanjutkan. Kebijakan tersebut terutama diarahkan
untuk mengendalikan tekanan inflasi yang berasal dari meningkatnya
ekspektasi inflasi dan melemahnya nilai tukar, mengingat tekanan inflasi
dari sisi output gap masih belum signifikan. Dalam kaitan ini, sejalan
dengan langkah-langkah penguatan Inflation Targeting Framework (ITF)
sejak Juli 2005, Bank Indonesia terus memperkuat sinyal kebijakan moneter
melalui penetapan BI Rate sebesar 8,50% yang berlaku untuk triwulan III-
2005. Dalam kondisi tertentu, apabila diperlukan perubahan BI Rate dapat
dimungkinkan pada RDG bulanan. Selama Juli 2005, penetapan BI Rate
tersebut telah diimplementasikan dengan kenaikan suku bunga SBI tenor 1
bulan sebesar 24 bps sehingga menjadi 8,49%. Pengelolaan likuiditas
dengan berbagai instrumen moneter lain, khususnya instrumen FTO (FineTune Operation), juga terus dilakukan untuk mendukung sinyal kebijakan
moneter tersebut. Selain itu, upaya pengendalian inflasi juga dibarengi
dengan penguatan koordinasi dengan Pemerintah melalui Tim Penetapan
Sasaran, Pemantauan, dan Pengendalian Inflasi, khususnya untuk
meminimalkan dampak kenaikan inflasi dari sisi administered prices dan
volatile foods.
Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus ditingkatkan. Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus ditingkatkan. Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus ditingkatkan. Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus ditingkatkan. Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah terus ditingkatkan. Di
samping untuk mengendalikan tekanan inflasi yang bersumber dari
pelemahan nilai tukar, kebijakan tersebut juga mempertimbangkan
besarnya dampak negatif pelemahan nilai tukar terhadap terjaganya
stabilitas makroekonomi, kondisi fiskal, perkembangan keuangan
perusahaan, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan. Menyikapi hal ini,
Pemerintah dan Bank Indonesia telah memperkuat koordinasi dan
mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk stabilisasi nilai tukar
rupiah. Di samping memperkuat sinyal kebijakan moneter, langkah-langkah
stabilisasi nilai tukar juga dilakukan melalui sterilisasi valas yang cukup
signifikan dan dengan manajemen permintaan valas BUMN, khususnya
untuk pemenuhan kebutuhan impor PT. Pertamina, agar tidak
menimbulkan tekanan yang berlebihan terhadap Rupiah di pasar.
Disamping itu, Bank Indonesia pada tanggal 14 Juni 2005 telah
mengeluarkan PBI 7/14/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan
Grafik 2.11. Penempatan Dana Asing pada SUNdan Saham
Grafik 2.12. Covered Interest Rate Parity
Triliun Rp (BEJ) Triliun Rp (SUN)
-1,0
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
-3,0
2,0
7,0
12,0
17,0
Cat : Data Maret dan Mei untuk saham mengeluarkan nilai transaksi di hari ketikaterjadi transaksi non-reguler HM Sampoerna. *) Data masih sementara
Kepemilikan Asing di SUN (skala kanan)
Net Beli Asing di BEJ (skala kiri)
2003 2004 2005
Persen
-3,00
-2,00
-1,00
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
INDO PHILIP KOREA NEW ZAELAND
2,61
-0,8
6
-1,4
4
2,95
Des-04
Mei-05Jan-05Jun-05
Apr-05
Mar-05
Feb-05Jul-05
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
10
Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank yang berlaku efektif sejak 14 Juli
2005. Kebijakan ini ditempuh terutama untuk mengendalikan tekanan
terhadap melemahnya rupiah dari arus modal asing jangka pendek
(khususnya dalam bentuk swap beli) dan atau transaksi valas yang tidak
mempunyai transaksi ekonomi yang mendasarinya (non-underlyingtransactions).
Sinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi danSinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi danSinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi danSinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi danSinergi kebijakan diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan
keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.keberlanjutan pertumbuhan ekonomi.keberlanjutan pertumbuhan ekonomi. Langkah-langkah kebijakan moneter
di atas merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan stabilisasi
makroekonomi secara keseluruhan. Sebagaimana dijelaskan dalam
Laporan Kebijakan Moneter (LKM) Triwulan II-2005, pola ekspansi ekonomi
nasional telah menimbulkan tekanan pada kestabilan makroekonomi yang
dapat mengganggu keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional.
Sementara investasi domestik telah mampu meningkatkan kapasitas
produksi sehingga ekonomi diperkirakan masih berada di bawah tingkat
output potensial, tekanan terhadap neraca pembayaran mulai meningkat
akibat kurang mampunya ekspor dalam mengimbangi tingginya impor,
sementara aliran modal asing secara neto khususnya dalam bentuk PMA
dan investasi portofolio masih terbatas. Perkembangan ini telah
menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap nilai tukar Rupiah dari sisi
fundamental di tengah sentimen negatif ekonomi keuangan global.
Karena itu, perbaikan iklim investasi untuk mendorong investasi asing dan
perbaikan daya saing untuk meningkatkan ekspor menjadi kunci bagi
upaya untuk menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas makroekonomi.
Suku BungaPenerapan sinyal kebijakan moneter cenderung ketat telah diperkuat pulaPenerapan sinyal kebijakan moneter cenderung ketat telah diperkuat pulaPenerapan sinyal kebijakan moneter cenderung ketat telah diperkuat pulaPenerapan sinyal kebijakan moneter cenderung ketat telah diperkuat pulaPenerapan sinyal kebijakan moneter cenderung ketat telah diperkuat pula
dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga instrumen moneter.dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga instrumen moneter.dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga instrumen moneter.dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga instrumen moneter.dengan kenaikan beberapa indikator suku bunga instrumen moneter.
Seiring dengan penetapan BI Rate sebesar 8,50%, suku bunga SBI 1 bulan
meningkat sebesar 24 bps dari 8,25% bulan Juni menjadi 8,49%.
Demikian pula suku bunga SBI 3 bulan meningkat 40 bps dari 8,05%
bulan Juni menjadi 8,45%. Untuk memperkuat sinyal peningkatan suku
bunga BI Rate, suku bunga penjaminan deposito Rupiah 1, 3, 6, 12, 24
bulan juga telah dinaikkan masing-masing sebesar 24 bps menjadi masing-
masing menjadi 8,05%, 8,10%, 8,15%, 8,30%, dan 8,50%. Suku bunga
penjaminan deposito valas juga telah dinaikkan dan hingga Juli 2005 telah
meningkat sebesar 25 bps menjadi 2,75%. Sementara itu, suku bunga
FASBI masih sebesar 7,25%.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
11
Penetapan BI Rate masih direspon secara terbatas oleh suku bunga pasarPenetapan BI Rate masih direspon secara terbatas oleh suku bunga pasarPenetapan BI Rate masih direspon secara terbatas oleh suku bunga pasarPenetapan BI Rate masih direspon secara terbatas oleh suku bunga pasarPenetapan BI Rate masih direspon secara terbatas oleh suku bunga pasar
uang. uang. uang. uang. uang. Selama Juli 2005, penetapan BI Rate telah direspon dengan kenaikan
suku bunga pasar uang pada bank-bank besar, seperti tercermin pada
kenaikan suku bunga JIBOR 1 bulan sebesar 39 bps dari 8,33% bulan Juni
menjadi 8,71%. Akan tetapi, secara keseluruhan suku bunga PUAB O/N
Rupiah masih menunjukkan penurunan, sebagaimana tampak dari
penurunan RRT suku bunga PUAB O/N pagi dan sore masing-masing
sebesar 166 bps dan 157 bps dari akhir bulan sebelumnya sehingga
menjadi 5,29% (pagi) dan 3,63% (sore). Volatilitas suku bunga PUAB juga
masih mengalami peningkatan. Perkembangan tersebut terutama
disebabkan oleh masih relatif besarnya ekses likuiditas di pasar uang. Selain
itu, kondisi pasar uang Indonesia yang masih tersegmentasi antara bank-
bank yang mengalami ekses likuiditas dengan bank-bank yang kekurangan
likuiditas menyebabkan transmisi moneter dari BI Rate ke suku bunga pasar
uang belum dapat berlangsung secara merata.
Transmisi kenaikan suku bunga instrumen moneter lebih terlihat pada sukuTransmisi kenaikan suku bunga instrumen moneter lebih terlihat pada sukuTransmisi kenaikan suku bunga instrumen moneter lebih terlihat pada sukuTransmisi kenaikan suku bunga instrumen moneter lebih terlihat pada sukuTransmisi kenaikan suku bunga instrumen moneter lebih terlihat pada suku
bunga simpanan pada perbankan. bunga simpanan pada perbankan. bunga simpanan pada perbankan. bunga simpanan pada perbankan. bunga simpanan pada perbankan. Suku bunga deposito 1 dan 3 bulan
masing-masing meningkat 22 dan 16 bps sehingga pada akhir Juni 2005
tercatat sebesar 6,98% dan 7,19%. Di samping merespon kenaikan suku
bunga SBI, kenaikan suku bunga deposito tersebut juga didorong oleh
telah dinaikkannya suku bunga penjaminan. Sementara itu, masih besarnya
ekses likuiditas perbankan menyebabkan respon suku bunga kredit
terhadap kenaikan suku bunga deposito belum nampak kuat. Kenaikan
suku bunga kredit tercatat pada suku bunga kredit modal kerja (KMK),
yaitu sebesar 16 bps sehingga menjadi 13,36%. Sementara suku bunga
kredit investasi (KI) dan kredit konsumsi (KK) masih cenderung menurun,
masing-masing sebesar 3 bps dan 13 bps sehingga menjadi 13,65% dan
16,04%. Perkembangan tersebut mengakibatkan spread antara suku
bunga deposito 1 bulan dengan kredit semakin menurun meskipun masih
cukup besar, yaitu berkisar antara 6,4√9,1%. Dengan masih relatif
besarnya net interest margin (NIM), yaitu berkisar antara 0,42-4,32%, ke
depan suku bunga kredit diperkirakan masih belum akan meningkat secara
berarti.
Grafik 2.13. Perkembangan Suku Bunga SBI,Deposito dan Kredit
Depo1 < SBI1
Persen
realignmentSBI 3 < SBI 1
5,66,06,46,87,27,68,08,48,89,29,6
10,0
2003 2004 2005
SBI 1 bln Jam.Dep.1
Dep 1 WA SBI 3 bln
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 125 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
Persen
5
9
13
17
21
25
29
33
37
41
1999 2000 2001 2002 2003 2004 20051 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
7.32%11.00%
17.67%
SBI 1 bl
Depo 1 bl
KMK
KIKK
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
12
Dana, Kredit, dan Uang BeredarPeningkatan sinyal suku bunga melalui BI Rate yang direspon denganPeningkatan sinyal suku bunga melalui BI Rate yang direspon denganPeningkatan sinyal suku bunga melalui BI Rate yang direspon denganPeningkatan sinyal suku bunga melalui BI Rate yang direspon denganPeningkatan sinyal suku bunga melalui BI Rate yang direspon dengan
kenaikan suku bunga deposito telah mendorong kenaikan simpanankenaikan suku bunga deposito telah mendorong kenaikan simpanankenaikan suku bunga deposito telah mendorong kenaikan simpanankenaikan suku bunga deposito telah mendorong kenaikan simpanankenaikan suku bunga deposito telah mendorong kenaikan simpanan
masyarakat pada perbankan. masyarakat pada perbankan. masyarakat pada perbankan. masyarakat pada perbankan. masyarakat pada perbankan. Selain karena kenaikan suku bunga,
peningkatan deposito pada perbankan terkait pula dengan perpindahan
dana perorangan yang sebelumnya ditanamkan di reksa dana sejalan
dengan mulai pahamnya pemilik dana akan risiko investasi. Kondisi ini
tercermin pada kembalinya simpanan masyarakat dalam bentuk deposito
yang mencapai Rp24,8 triliun pasca gejolak redemption reksa dana besar-
besaran yang terjadi pada Maret sampai Juni. Dari sisi jangka waktu,
sekitar 60% dari deposito ini masih ditanamkan dengan jangka waktu 1
bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan kondisi tersebut adalah masih
tingginya preferensi masyarakat akan likuiditas jangka pendek, ekspektasi
masyarakat akan kenaikan suku bunga lebih lanjut, dan struktur suku
bunga deposito perbankan yang masih mendatar (flat) untuk seluruh
jangka waktu sehingga kurang memberi insentif bagi deposan untuk
menempatkan dananya dalam jangka yang lebih panjang.
Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan.Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan.Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan.Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan.Sementara itu, kredit perbankan terus mengalami peningkatan. Sampai
dengan Juni 2005 posisi kredit perbankan mencapai Rp622,6 triliun,
meningkat sebesar 2,18% dibandingkan bulan sebelumnya atau sebesar
28,1% dari posisi Juni 2004 (Gambar 2.15). Demikian pula penyaluran
kredit baru mencapai Rp 67 triliun atau sekitar 2 kali lipat dari periode
Grafik 2.14. Pertumbuhan Dana Perbankan
(%, y-o-y)
Sumber: DPNP
Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun Ags Okt Des Feb Apr Jun(15)(10)(5)-5
101520253035
2001 2002 2003 2004 2005
Total DPK Giro
Tabungan Deposito
Grafik 2.15. Pertumbuhan Kredit Perbankan
Persen
-20
0
10
20
30
40
50
-10
2002 2003 2004 2005Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei
TotalKonsumsiModal KerjaInvestasi
Jenis PenggunaanJenis PenggunaanJenis PenggunaanJenis PenggunaanJenis PenggunaanKredit Modal Kerja 32.104 22.818 56.017 16.735 33.951 56 53 51Kredit Investasi 15.142 12.061 19.737 7.578 10.103 26 19 15Kredit Konsumsi 10.579 6.969 30.066 7.664 22.982 18 28 34Sektor EkonomiSektor EkonomiSektor EkonomiSektor EkonomiSektor EkonomiPertanian 2.197 1.840 4.703 1.548 1.165 4 4 2Pertambangan 348 200 2.737 548 1.759 1 3 3Perindustrian 15.894 11.970 20.957 6.366 10.760 27 20 16Listrik. Air dan Gas 1.172 1.166 698 47 2 1 0Konstruksi 3.133 1.958 6.089 1.971 3.215 5 6 5Perdagangan 14.180 10.180 16.625 6.421 14.224 25 16 21Pengangkutan 2.238 1.799 4.728 1.195 2.685 4 4 4Jasa Dunia Usaha 6.074 4.863 16.587 4.059 6.846 11 16 10Jasa Sosial 598 369 1.646 852 2.257 1 2 3Lainnya 11.992 7.503 31.049 8.972 24.038 21 29 36UKM dan Non UKMKredit UKM 24.953 18.197 47.043 14.870 31.483 43 44 47Kredit Non UKM 32.872 23.651 58.776 17.107 35.554 57 56 53Total 57.825 41.848 105.819 31.977 67.037 100 100 100
Kredit Baru2003 2003* 2004 2004* 2005* 2003 2004 2005*
Miliar Rp
Tabel 2.1Perkembangan Kredit Baru
*) Juni 2005
%
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
13
yang sama tahun sebelumnya. Sebagian besar penyaluran kredit tersebut
dalam bentuk kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Dilihat dari sektor
ekonomi, pembiayaan terbesar dari kredit perbankan adalah untuk sektor
perdagangan dan perindustrian. Sementara itu, penyaluran kredit untuk
sektor usaha kecil menengah (UKM) mencapai Rp 31,5 triliun atau sebesar
47% dari total penyaluran kredit perbankan. Perkembangan tersebut
menunjukkan peran penting perbankan dalam pembiayaan ekspansi
ekonomi yang tengah berlangsung (Tabel 2.1).
Seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kondisi likuiditasSeiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kondisi likuiditasSeiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kondisi likuiditasSeiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kondisi likuiditasSeiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kondisi likuiditas
perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti luas (M2)perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti luas (M2)perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti luas (M2)perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti luas (M2)perekonomian yang tercermin pada uang beredar dalam arti luas (M2)
secara nominal juga meningkat. secara nominal juga meningkat. secara nominal juga meningkat. secara nominal juga meningkat. secara nominal juga meningkat. Pertumbuhan M2 pada Juni tercatat
sebesar mencapai sebesar 10,11% menjadi Rp 1.073.7 triliun atau naik
sebesar Rp 27,6 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya. Dari sisi
komponen, peningkatan tersebut disumbang oleh kenaikan M1 dan uang
kuasi (deposito, tabungan, dan simpanan valas). Sementara dilihat dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya, peningkatan M2 disebabkan oleh
adanya ekspansi net claims on Government (NCG), Claims to BusinessSector (CBS), dan net other items (NOI). Meskipun demikian, secara riil
kondisi likuiditas perekonomian masih tumbuh secara terbatas.
Pertumbuhan riil M2 setelah dikeluarkan faktor nilai tukar tercatat sebesar
2,37%, atau masih di bawah pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini
menunjukkan bahwa tingginya ekses likuiditas di perbankan belum mampu
diserap secara optimal untuk pembiayaan ekonomi, baik karena kondisi
internal perbankan maupun permasalahan di sektor riil, meskipun
penyaluran kredit perbankan telah meningkat pesat.
Pasar ModalPada akhir Juli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek JakartaPada akhir Juli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek JakartaPada akhir Juli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek JakartaPada akhir Juli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek JakartaPada akhir Juli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta
(BEJ) menunjukkan peningkatan. (BEJ) menunjukkan peningkatan. (BEJ) menunjukkan peningkatan. (BEJ) menunjukkan peningkatan. (BEJ) menunjukkan peningkatan. IHSG kembali mencatat rekor tertinggi
baru yaitu level 1.187 pada tanggal 28 Juli sebelum ditutup pada level
1.182 pada akhir bulan, dibandingkan dengan posisi akhir bulan Juni yaitu
pada level 1.136. Beberapa faktor eksternal yang memberikan sentimen
positif terhadap kenaikan IHSG tersebut adalah turunnya harga minyak
hingga dibawah USD60 per barel pada akhir Juli dan dinaikannya level
investasi ekuitas Indonesia oleh salah satu perusahaan sekuritas ternama di
AS Bear Stearns dan revaluasi Yuan. Sementara itu, faktor positif internal
Grafik 2.16. Perkembangan LikuiditasPerekonomian
M1 RiilCurrency RiilM2 Riil
6 per. Mov. Avg. (Currency Riil)6 per. Mov. Avg. (M1 Riil)6 per. Mov. Avg. (M2 Riil)
Y-oY, %
(15)
(10)
(5)
0
5
10
15
20
25
30
1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 7 9 1 1 3 5 6
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
14
antara lain adalah sikap investor yang melakukan pembelian secara selektif
pada saham-saham berkapitalisasi besar. Naiknya indeks juga dibarengi
oleh peningkatan volume dan nilai perdagangan saham di lantai bursa
Jakarta. Dengan berbagai sentimen positif tersebut, kenaikan suku bunga
instrumen moneter tidak berdampak besar pada kinerja pasar modal.
Sinyal kenaikan BI rate telah mendorong peningkatan Sinyal kenaikan BI rate telah mendorong peningkatan Sinyal kenaikan BI rate telah mendorong peningkatan Sinyal kenaikan BI rate telah mendorong peningkatan Sinyal kenaikan BI rate telah mendorong peningkatan yield yield yield yield yield padapadapadapadapada
perdagangan Surat Utang Negara (SUN)perdagangan Surat Utang Negara (SUN)perdagangan Surat Utang Negara (SUN)perdagangan Surat Utang Negara (SUN)perdagangan Surat Utang Negara (SUN). Kondisi ini tercermin pada
meningkatnya struktur yield pada semua tenor (Grafik 2.18). Di pasar
sekunder, volume perdagangan SUN menurun dari bulan sebelumnya
dengan investor melepas portfolio SUN-nya dan sebagian besar dialihkan
ke dalam bentuk deposito atau saham. Kondisi tersebut diperkuat dengan
adanya indikasi penjualan dalam jumlah besar yang dilakukan oleh investor
retail serta besarnya minat investor pada pelaksanaan pembelian kembali
SUN oleh Pemerintah yang memiliki jatuh tempo antara 1 Januari 2006
sampai dengan 31 Desember 2010. Di pasar perdana, sentimen
peningkatan suku bunga juga berpengaruh pada peningkatan yield yang
diminta investor. Pada pelaksanaan lelang SUN (reopening FR0031
berjangka 15 tahun dan lelang perdana FR0032 berjangka 5 tahun) pada
26 Juli 2005, tingginya yield yang diminta mengakibatkan tidak adanya
pemenang dalam lelang tersebut. Pada lelang dengan total indikatif
sebesar Rp2,0 triliun tersebut, yield yang masuk berkisar 11,87% -
13,25% untuk FR0031, sedangkan yield rata-rata tertimbang yang
dimenangkan pada lelang seri yang sama pada bulan Juni adalah sebesar
11,59%. Yield yang diminta oleh investor dinilai terlalu mahal oleh
Pemerintah, karena pada bulan akhir Juli yield seri FR0031 di pasar
sekunder hanya berada pada level 11,73% atau pada kisaran harga 95 √
96. Sementara untuk seri FR0032, yield yang diminta investor berkisar
11,50% - 15,00%.
Pembiayaan ekonomi dari sektor keuangan domestik relatif besar,Pembiayaan ekonomi dari sektor keuangan domestik relatif besar,Pembiayaan ekonomi dari sektor keuangan domestik relatif besar,Pembiayaan ekonomi dari sektor keuangan domestik relatif besar,Pembiayaan ekonomi dari sektor keuangan domestik relatif besar,
meskipun dengan akselerasi yang lebih rendah dari periode yang samameskipun dengan akselerasi yang lebih rendah dari periode yang samameskipun dengan akselerasi yang lebih rendah dari periode yang samameskipun dengan akselerasi yang lebih rendah dari periode yang samameskipun dengan akselerasi yang lebih rendah dari periode yang sama
tahun sebelumnya. tahun sebelumnya. tahun sebelumnya. tahun sebelumnya. tahun sebelumnya. Sampai dengan Juli tercatat sebesar Rp9,5 triliun dana
yang berhasil diserap melalui penerbitan obligasi oleh 19 korporasi (Rp8,9
triliun) dan Initial Public Offering (IPO) saham dari 4 korporasi senilai Rp0,5
triliun). Jumlah tersebut menurun dari periode yang sama tahun
sebelumnya yang secara total tercatat mencapai Rp10,9 triliun yang terdiri
dari penerbitan obligasi senilai Rp10,1 triliun dan saham Rp0,8 triliun.
Penerbitan obligasi terutama dilakukan oleh korporasi yang bergerak di
sektor keuangan (perusahaan pembiayaan dan perbankan) yang ditujukan
Grafik 2.17. IHSG dan Net Beli Asing
Net Foreign (Miliar Rp) IHSG
-500-300-100100300500700900
1.1001.3001.500
675
725
775
825
875
925
975
1.025
1.075
1.125
1.175
IHSG
Net Foreign
Jul Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2004 2005
Grafik 2.18. Perkembangan Yield SUN
YTM (%)
Maturity (thn)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
JanDes-04 Feb Mar
JulJunMeiApr
7
8
9
10
11
12
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
15
untuk memperluas usaha (sekitar 40%) dan refinancing (sekitar 60%),
sementara perusahan lain menggunakannya untuk pembiayaan proyek
investasinya. Apabila ditambah dengan penyaluran kredit baru oleh
perbankan, pembiayaan perekonomian secara keseluruhan ke sektor riil
sampai dengan bulan Juli secara total tercatat mencapai Rp71,8 triliun.
Kondisi Perbankan
Kinerja perbankan pada bulan Juni 2005 secara umum membaikKinerja perbankan pada bulan Juni 2005 secara umum membaikKinerja perbankan pada bulan Juni 2005 secara umum membaikKinerja perbankan pada bulan Juni 2005 secara umum membaikKinerja perbankan pada bulan Juni 2005 secara umum membaik. Selain
kenaikan Total Asset sebesar Rp 20 triliun sehingga menjadi Rp 1.345
triliun, perbaikan kinerja juga ditunjukkan oleh meningkatnya fungsi
intermediasi perbankan, seperti tercermin pada kenaikan Dana Pihak Ketiga
(DPK) dan jumlah kredit yang disalurkan. DPK meningkat sebesar Rp 24,4
triliun sehingga menjadi Rp 1.011,1 triliun, sementara posisi kredit
meningkat sebesar Rp13,5 triliun sehingga menjadi Rp 664,3 triliun.
Peningkatan fungsi intermediasi juga tercermin pada kenaikan Loan toDeposit Ratio (LDR) sebesar 0,2% sehingga menjadi 53,1% pada Juni
2005. Profitabilitas perbankan juga menunjukkan perbaikan, seperti
tercermin pada kenaikan Net Interest Margin (NIM) sebesar 0,5% sehingga
menjadi 6,1% pada Juni 2005.
Sementara itu, kinerja permodalan dan kualitas kredit perbankanSementara itu, kinerja permodalan dan kualitas kredit perbankanSementara itu, kinerja permodalan dan kualitas kredit perbankanSementara itu, kinerja permodalan dan kualitas kredit perbankanSementara itu, kinerja permodalan dan kualitas kredit perbankan
mengalami penurunan.mengalami penurunan.mengalami penurunan.mengalami penurunan.mengalami penurunan. Penurunan kinerja permodalan tercermin pada
penurunan jumlah modal perbankan sebesar Rp2,6 triliun sehingga
Total Asset (triliun Rp)Total Asset (triliun Rp)Total Asset (triliun Rp)Total Asset (triliun Rp)Total Asset (triliun Rp) 1.112,21.112,21.112,21.112,21.112,2 1.068,4 1.068,4 1.068,4 1.068,4 1.068,4 1.157,21.157,21.157,21.157,21.157,2 1.272,01.272,01.272,01.272,01.272,0 1.280,61.280,61.280,61.280,61.280,6 1.325,01.325,01.325,01.325,01.325,0 1.345,01.345,01.345,01.345,01.345,0
DPK (triliun Rp) 835,8 902,3 889,1 963,0 959,3 986,7 1.011,1
Kredit (triliun Rp) 410,3 477,2 475,0 595,0 617,8 650,8 664,3
LDR (%) 38,4 43,2 40,1 50,0 51,3 52,9 53,1
CAR (%) 23,0 19,3 23,8 19,4 21,7 20,0 19,5
NPLs : - Gross (%) 8,1 8,2 8,2 5,8 5,6 7,3 7,4
- Net (%) 2,1 3,0 2,8 1,7 1,9 3,6 5,4
NIM (%) 4,0 3,2 5,2 6,3 6,0 5,6 6,1
Modal (triliun Rp) 93,0 110,8 117,9 118,6 126,7 117,2 114,3
B a n k
Des-02Des-02Des-02Des-02Des-02 Des-03Des-03Des-03Des-03Des-03 Jan-04Jan-04Jan-04Jan-04Jan-04 Des-04Des-04Des-04Des-04Des-04 Mar-05Mar-05Mar-05Mar-05Mar-05 Mei-05Mei-05Mei-05Mei-05Mei-05 Jun-05Jun-05Jun-05Jun-05Jun-05
Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
16
menjadi Rp114,3 triliun pada Juni 2005 maupun penurunan tingkat
Capital Adequacy Ratio(CAR) sebesar 0,5% sehingga menjadi 19,5% dari
modal perbankan. Penurunan CAR ini tidak terlepas dari kenaikan jumlah
kredit yang disalurkan perbankan untuk pembiayaan perekonomian. Di
samping itu, penurunan CAR tersebut juga terkait dengan meningkatnya
risiko kredit yang dihadapi perbankan, sebagaimana tercermin pada
peningkatkan Non Performing Loan (NPL) secara neto sebesar 1,8%
sehingga menjadi 5,4% dari total kredit perbankan selama Juni 2005.
III. RESPON KEBIJAKAN MONETER
Asesmen terkini terhadap kondisi moneter selama Juli 2005 sepertiAsesmen terkini terhadap kondisi moneter selama Juli 2005 sepertiAsesmen terkini terhadap kondisi moneter selama Juli 2005 sepertiAsesmen terkini terhadap kondisi moneter selama Juli 2005 sepertiAsesmen terkini terhadap kondisi moneter selama Juli 2005 seperti
diuraikan di atas menunjukkan adanya indikasi yang kuat akandiuraikan di atas menunjukkan adanya indikasi yang kuat akandiuraikan di atas menunjukkan adanya indikasi yang kuat akandiuraikan di atas menunjukkan adanya indikasi yang kuat akandiuraikan di atas menunjukkan adanya indikasi yang kuat akan
meningkatnya tekanan terhadap inflasi ke depanmeningkatnya tekanan terhadap inflasi ke depanmeningkatnya tekanan terhadap inflasi ke depanmeningkatnya tekanan terhadap inflasi ke depanmeningkatnya tekanan terhadap inflasi ke depan. Di samping
meningkatnya ekspektasi inflasi di masyarakat, tekanan inflasi juga
berkaitan dengan kenaikan harga minyak dunia yang dapat meningkatkan
administered prices dan pelemahan nilai tukar Rupiah. Sementara itu,
risiko stabilitas makroekonomi diperkirakan juga akan meningkat, terkait
dengan perkembangan faktor eksternal yaitu kenaikan suku bunga Fed,
melemahnya mata uang utama dunia terhadap USD, dan melonjaknya
harga minyak dunia.
Bank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 AgustusBank Indonesia melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) tanggal 9 Agustus
2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi2005 memutuskan untuk menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi
8,75%.8,75%.8,75%.8,75%.8,75%. Keputusan ini sejalan dengan langkah untuk memperkuat stancekebijakan moneter cenderung ketat (tight bias) setelah
mempertimbangkan asesmen terkini kondisi moneter serta upaya
pencapaian sasaran inflasi jangka menengah. Kenaikan BI Rate tersebut
juga dipandang masih dapat mendukung kelangsungan proses pemulihan
ekonomi. Secara operasional implementasi BI Rate dilakukan dengan
instrumen OPT melalui lelang mingguan SBI tenor 1 (satu) bulan. Untuk
mendukung implementasi BI Rate tersebut, upaya pengelolaan likuiditas di
perbankan dan pasar keuangan terus dilakukan, antara lain dengan FASBI
dan instrumen FTO (Fine Tune Operation). Selain itu, penggunaan sterilisasi
valas secara terukur akan ditempuh sesuai kebutuhan untuk membantu
penyerapan likuiditas sekaligus mengurangi volatilitas nilai tukar rupiah di
pasar valas. Bank Indonesia juga akan terus menjalin koordinasi dengan
Pemerintah dalam upaya menjaga kestabilan makroekonomi.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Agustus 2005
17
* angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000r) revisi1) minggu terakhir2) rata2 tertimbang3) penutupan pada akhir periode4) closed fileSumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPSw. I 2004*)w. I 2004*)w. I 2004*)w. I 2004*)w. I 2004*)
DesDesDesDesDes DesDesDesDesDes JanJanJanJanJan AprAprAprAprApr MeiMeiMeiMeiMei JunJunJunJunJun JulJulJulJulJulSEKTOR KEUANGAN
Indikator Terkini
8,31 7,43 7,42 7,70 7,95 8,25 8,498,34 7,29 7,29 7,51 7,81 8,05 8,456,62 6,43 6,43 6,58 6,76 6,98 na7,14 6,71 6,71 6,87 7,03 7,19 na8,35 7,14 7,13 7,38 7,84 7,53 7,8692 1.004 1.046 1.038 1062,95 1122,37 1182,3
166.474166.474166.474166.474166.474 199.446199.446199.446199.446199.446 183.747183.747183.747183.747183.747 182,863182,863182,863182,863182,863 189,23189,23189,23189,23189,23 198,42198,42198,42198,42198,42 193,587193,587193,587193,587193,587223.799 253.818 248.174 247.586 151.393 161.616 na
94.542 109.265 101.789 102.815 104,08 104,91 112,009129.257 144.553 146.385 144771 151289 161511 na955.692955.692955.692955.692955.692 1.033.5281.033.5281.033.5281.033.5281.033.528 1.015.8741.015.8741.015.8741.015.8741.015.874 1.045.5431.045.5431.045.5431.045.5431.045.543 945.085945.085945.085945.085945.085 967.727967.727967.727967.727967.727 nanananana731.893 779.710 767.700 797.957 793.692 806.111 na592.715 644.109 630.289 653.343 647.813 655.006 na350.885 349.091 345.901 369.868 368.053 372541 na241.830 295.018 284.388 283.475 279.760 282465 na139.178 135.601 137.411 144.614 145.879 151105 na816.514 897.927 878.463 900.929 799.206 816.622 na
466.826466.826466.826466.826466.826 615.802615.802615.802615.802615.802 612.852612.852612.852612.852612.852 653.788653.788653.788653.788653.788 674.573674.573674.573674.573674.573 687366687366687366687366687366 nanananana437.942 553.548 549.017 587.805 609.330 622602 na
0,94 1,04 1,43 0,34 0,21 0,5 0,785,06 6,4 7,32 8,12 7,40 7,42 7,84
8,465 9,270 9,167 9,568 9508 9761 98103.717 5.122 4.910 5200,9 5806,3 5218,5 na2.335 3.591 2.938 3544 3695,1 3425,9 na24,20 24,40 24,63 25,03 23,65 23,39 21,99
4,354,354,354,354,35 5,135,135,135,135,13 6,356,356,356,356,355,01 6,89 1,980,68 15,71 18,816,48 8,47 13,391,78 24,95 15,38
2 0 0 3 2 0 0 4 2 0 0 5
Tw. IVTw. IVTw. IVTw. IVTw. IV Tw. IVTw. IVTw. IVTw. IVTw. IV Tw. ITw. ITw. ITw. ITw. I
SUKU BUNGA & SAHAMSUKU BUNGA & SAHAMSUKU BUNGA & SAHAMSUKU BUNGA & SAHAMSUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 1 bln 1)
Suku bunga SBI 3 bln 1)
Suku bunga deposito 1 bln 2)
Suku bunga deposito 3 bln 2)
JIBOR satu minggu 2)
BEJ Indeks 3)
BESARAN MONETER (miliar Rp)BESARAN MONETER (miliar Rp)BESARAN MONETER (miliar Rp)BESARAN MONETER (miliar Rp)BESARAN MONETER (miliar Rp)Base MoneyBase MoneyBase MoneyBase MoneyBase MoneyM1(C+D)M1(C+D)M1(C+D)M1(C+D)M1(C+D)
Uang Kartal (C)Uang giral (D)
Broad Money (M2 = C+D+T)Broad Money (M2 = C+D+T)Broad Money (M2 = C+D+T)Broad Money (M2 = C+D+T)Broad Money (M2 = C+D+T)Uang kuasi (T)
Uang kuasi (Rupiah)DepositoTabungan
Deposito (Valas)M2 - Rupiah
Tagihan pada Dunia UsahaTagihan pada Dunia UsahaTagihan pada Dunia UsahaTagihan pada Dunia UsahaTagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank UmumKredit-Bank UmumKredit-Bank UmumKredit-Bank UmumKredit-Bank Umum
Inflasi bulanan (%)y-y %
Rp/USD (akhir periode, nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4)
Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4)
Net International Reserve (juta USD)
Pertumbuhan PDB (% yoy)Pertumbuhan PDB (% yoy)Pertumbuhan PDB (% yoy)Pertumbuhan PDB (% yoy)Pertumbuhan PDB (% yoy)KonsumsiInvestasiEksporImpor
H A R G A
SEKTOR EKSTERNAL
INDIKATOR KUARTALAN2 0 0 42 0 0 42 0 0 42 0 0 42 0 0 42 0 032 0 032 0 032 0 032 0 03 2 0 0 52 0 0 52 0 0 52 0 0 52 0 0 5