kebijakan moneter

35
1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam mengatasinya. Sejak era orde baru mulai terlihat kondisi Indonesia terus mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di Negara Indonesia. Pada tahun 1998, presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia,tapi ini tidak cukup berjalan baik. Soeharto pun dipaksa mundur sebagai presiden Indonesia pada pertengahan 1998 setelah sebelumnya terjadi kerusuhan. Inilah puncak terjadinya krisis moneter di Indonesia. Mundurnya Soeharto diperkirakan dapat meredakan krisis

Upload: fanuel-febrian

Post on 21-Apr-2017

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: kebijakan moneter

1

BAB I

PENDAHULUAN

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang

berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya tingkat krisis yang dialami negri kita ini

diindikasikan dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi

penurunan tabungan, berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar

negeri, serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Kondisi seperti ini tak bisa dibiarkan untuk

terus berlanjut dan memaksa pemerintah untuk menentukan suatu kebijakan dalam

mengatasinya. Sejak era orde baru mulai terlihat kondisi Indonesia terus mengalami

kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Tingginya krisis ekonomi ini diindikasikan

dengan laju inflasi yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan,

berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri, serta terhambatnya

pertumbuhan ekonomi.

Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di

Negara Indonesia. Pada tahun 1998, presiden Soeharto memecat Gubernur Bank Indonesia,tapi

ini tidak cukup berjalan baik. Soeharto pun dipaksa mundur sebagai presiden Indonesia pada

pertengahan 1998 setelah sebelumnya terjadi kerusuhan. Inilah puncak terjadinya krisis moneter

di Indonesia. Mundurnya Soeharto diperkirakan dapat meredakan krisis moneter, akan tetapi

juga tidak dapat berhasil. Rupiah tetap Rp. 11.000/Dollar. Kecenderungan melemahnya rupiah

semakin menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12 Mei 1998 dan

aksi penjarahan pada tanggal 14 Mei 1998. Kurs Rupiah terjun bebas mencapai Rp.

17.000/Dollar AS paling rendah dalam sejarah.

Sejak dilanda krisis ekonomi yang berat sejak tahun 1997, proses pemulihan ekonomi

Indonesia terus berjalan. Namun, proses pemulihan ekonomi Indonesia tersebut dirasakan masih

lambat, bila dibandingkan dengan Negara-negara lain yang terkena krisis seperti Malaysia,

Thailand, dan Korea Selatan. Keterlambatan pemulihan ekonomi tersebut tidak terlepas dari

hambatan-hambatan yang cukup kompleks baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Di

dalam negeri, proses restrukturasi utang (khususnya korporasi) belum sepenuhnya tuntas, fungsi

intermediasi perbankan belum berjalan sesuai harapan dan stimulus fiscal belum optimal untuk

Page 2: kebijakan moneter

2

mendorong investasi. Sementara itu, perkembangan ekonomi dunia pun belum mampu

memberikan dukungan yang positif terhadap ekonomi dalam negeri. Selain permasalahan

tersebut, masih dijumpainya faktor risiko, baik berupa risiko ekonomi maupun keuangan, serta

ketidakpastian kondisi sosial politik, terutama untuk mendukung investasi. Lemahnya

kredibilitas hokum dan lembaga peradilan juga menjadi penghambat sehingga semakin

memperberat upaya mewujudkan kondisi ekonomi yang lebih baik. (Sabirin, 2002:22)

Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang

tinggi secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga atau proses

mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai tujuan tertentu seperti menahan inflasi,

mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Sentral atau

Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara persediaan uang dengan persediaan

barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan kerja penuh dan kelancaran dalam

pasokan atau distribusi barang.

Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy Adalah suatu kebijakan

dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy Adalah suatu kebijakan

dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang

ketat (tight money policy)

Kebijakan moneter dengan menerapkan target inflasi yang diambil oleh pemerintah

mencerminkan arah ke sistem pasar. Artinya, orientasi pemerintah dalam mengelola

perekonomian telah bergeser ke arah makin kecilnya peran pemerintah. Tujuan pembangunan

bukan lagi semata-mata pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi lebih kepada pertumbuhan

ekonomi yang berkelanjutan.

Page 3: kebijakan moneter

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEBIJAKAN MONETER

Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk

mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,

pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)

serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur

dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang

seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter

dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali

akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.

Kebijakan moneter didefinisikan dengan rencana dan tindakan otoritas moneter yang

terkoordinasi untuk menjaga keseimbangan moneter, dan kestabilan nilai uang, mendorong

kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan

taraf hidup rakyat.

Wikipedia memberikan definisi kebijakan moneter dengan sebuah proses yang dilakukan

oleh pemerintah, bank sentral, atau otoritas moneter dari sebuah negara untuk mengontrol,

penawaran uang, ketersediaan uang, tingkat bunga, dalam rangka mencapai seperangkat tujuan

orientasi kepada pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Dimana biasanya kebijakan moneter

dikenal sebagai pilihan antara kebijakan ekspansi atau kebijakan kontraksi.

Jadi dapat disimpulkan dari pengertian di atas bahwa kebijakan moneter adalah semua

upaya atau tindakan bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan moneter (uang beredar,

suku bunga, kredit dan nilai tukar) untuk mencapai tujuan ekonomi tertentu. Sebagai bagian dari

kebijakan ekonomi makro, maka tujuan kebijakan moneter adalah untuk membantu mencapai

sasaran-sasaran makroekonomi antara lain: pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja,

stabilitas harga dan keseimbangan neraca pembayaran. Keempat sasaran tersebut merupakan

tujuan/sasaran akhir kebijakan moneter (final target).

Page 4: kebijakan moneter

4

Idealnya, semua sasaran akhir kebijakan moneter harus dapat dicapai secara bersamaan dan

berkelanjutan. Namun, pengalaman di banyak negara termasuk di Indonesia menunjukkan bahwa

hal yang dimaksud sulit dicapai, bahkan ada kecenderungan bersifat kontradiktif. Misalnya

kebijakan moneter yang kontraktif untuk menekan laju inflasi dapat berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan kesempatan kerja.

B. TUJUAN KEBIJAKAN MONETER

Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.

Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-

harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun

2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran

utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar

yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai

stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan

kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk

mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.

Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan

kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku

bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah. 

Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-

instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing,

penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau

pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan

Prinsip Syariah.

Secara umum tujuan dari kebijakan moneter antara lain:

Mengedarkan mata uang sebagai alat pertukaran (medium of exchange) dalam

perekonomian.

Mempertahankan keseimbangan antara kebutuhan likuiditas perekonomian dan stabilitas

tingkat harga.

Page 5: kebijakan moneter

5

Distribusi likuiditas yang optimal dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang

diinginkan pada berbagai sektor ekonomi 

Membantu pemerintah melaksanakan kewajibannya yang tidak dapat terealisasi melalui

sumber penerimaan yang normal.

Menjaga kestabilan Ekonomi Artinya pertumbuhan arus barang dan jasa seimbang

dengan pertumbuhan arus barang dan jasa yang tersedia.

Menjaga kestabilan Harga .Harga suatu barang merupakan hasil interaksi antara jumlah

uang yang beredar dengan jumlah uang yang tersedia di pasar.

Meningkatkan kesempatan kerja ,Pada saat perekonomian stabil pengusaha akan

mengadakan investasi untuk menambah jumlah barang dan jasa sehingga adanya

investasi akan membuka lapangan kerja baru sehingga memperluas kesempatan kerja

masyarakat.

Memperbaiki neraca Perdagangan Kerja Masyaraka Dengan jalan meningkatkan ekspor

dan mengurangi impor dari luar negeri yang masuk ke dalam negeri atau sebaliknya.

C. FUNGSI KEBIJAKAN MONETER

Dari pengertian kebijakan moneter adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pemerintah

(Bank Sentral) untuk menambah dan mengurangi jumlah uang yang beredar.

Sejak tahun 1945, kebijakan moneter hanya digunakan sebagai kebijakan ekonomi untuk

mencapai stabilitas ekonomi jangka pendek. Adapun kebijakan fiscal digunakan dalam

pengendalian ekonomi jangka panjang. Namun pada saat ini kebijakan moneter merupakan

kebijakan utama yang dipergunakan untuk pengendalian ekonomi jangka pendek dan jangka

panjang. Untuk mempengaruhi jumlah uang yang beredar, pemerintah dapat melakukan

kebijakan uang ketat dan kebijakan uang longgar.

1. Tight Money Policy, yaitu kebijakan Bank Sentral untuk mengurangi jumlah uang yang

beredar dengan cara :

a. Menaikan suku bunga

b. Menjual surat berharga

c. Menaikan cadangan kas

d. Membatasi pemberian kredit

Page 6: kebijakan moneter

6

2. Easy Money Policy, yaitu kebijakan yang dilakukan oleh Bank Sentral untuk menambah

jumlah uang yang beredar dengan cara :

a. Menurunkan tungkat suku bunga

b. Membeli surat-surat berharga

c. Menurunkan cadangan Kas

d. Memberikan kredit longgar.

Mengingat tugas spesifik yang diemban oleh Bank Indonesia, Bank Indonesia tidak

sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi, terutama tekanan inflasi yang berasal dari sisi

penawaran (cost push inflation). Bank Indonesia, melalui kebijakan moneter, dapat

mempengaruhi inflasi dari sisi permintaan, seperti investasi dan konsumsi masyarakat. Misalnya,

kebijakan kenaikan suku bunga dapat menge-’rem’ pengeluaran masyarakat dan pemerintah

sehingga dapat menurunkan permintaan secara keseluruhan yang pada akhirnya dapat

menurunkan inflasi. Selain itu, kenaikan suku bunga ini dapat menguatkan nilai tukar melalui

peningkatan (positive) interest rate differential. Demikian juga, Bank Indonesia dapat

mempengaruhi ekspektasi masyarakat melalui kebijakan yang konsisten dan kredibel.

Harapannya adalah sasaran (target) inflasi Bank Indonesia diacu oleh masyarakat dan pelaku

ekonomi sehingga inflasi yang terjadi dapat sama atau mendekati sasaran inflasi. Apabila kondisi

ini terjadi, maka biaya pengendalian moneter dapat diminimalkan.

Secara teori, kebijakan moneter dapat ditransmisikan melalui berbagai jalur (channel),

yaitu jalur suku bunga, jalur kredit perbankan, jalur neraca perusahaan, jalur nilai tukar, jalur

harga aset, dan jalur ekspektasi. Dengan melewati jalur-jalur tersebut, kebijakan moneter akan

ditransmisikan dan berpengaruh ke sektor finansial dan sektor riil setelah beberapa waktu

lamanya (lag of monetery policy).

Selain kebijakan moneter yang bersifat “langsung” seperti di atas, bank sentral juga dapat

mempengaruhi tujuan akhirnya secara “tidak langsung”, yaitu melalui berbagai regulasi dan

himbauan (moral suassion) kepada sektor perbankan guna mempercepat mekanisme transmisi

kebijakan moneter. Dalam melaksanakan pengendalian moneter Bank Indonesia diberikan

kewenangan dalam menggunakan instrumen moneter berupa tetapi tidak terbatas pada operasi

pasar terbuka (open market operation), penetapan tingkat diskonto (discount rate), penetapan

giro wajib minimum (minimum reserve requirement), dan pengaturan kredit atau pembiayaan.

Page 7: kebijakan moneter

7

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan moneter dapat mencapai

keberhasilan dalam pelaksanaannya. Prasyarat tersebut meliputi:

1. Indepensi Bank Sentral.

Sebenarnya tak ada Bank Sentral yang bisa bersifat benar-benar independen tanpa campur

tangan dari pemerintah. Namun demikian, ada instrumen kebijakan yang tidak dipengaruhi

oleh pemerintah, misalnya melalui kebijakan fiskal.

2. Fokus terhadap sasaran.

Pengendalian inflasi hanyalah salah satu di antara beberapa sasaran lain yang hendak dicapai

oleh Bank Sentral. Sasaran-sasaran lain kadang-kadang bertentangan dengan sasaran

pengendalian inflasi, misalnya sasaran pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, neraca

pembayaran, dan kurs. Oleh karena itu, seharusnya bank Sentral tidak menetapkan sasaran

lain dan berfokus pada sasaran utama pengendalian inflasi.

3.  Capacity to forecast inflation.

Bank Sentral mutlak harus mempunyai kemampuan untuk memprediksi inflasi secara

akurat, sehingga dapat menetapkan target inflasi yang hendak dicapai.

4. Pengawasan instrument

Bank Sentral harus memiliki kemampuan untuk mengawasi instrumen-instrumen kebijakan

moneter.

5. Pelaksanaan secara konsisten dan transparan.

Dengan pelaksanaan target inflasi secara konsisten dan transparan, maka kepercayaan

masyarakat terhadap kebijakan yang ditetapkan semakin meningkat.

D. KERANGKA OPERASI KEBIJAKAN MONETER

Kerangka operasi kebijakan moneter terdiri dari instrumen-instrumen moneter, sasaran

operasional, sasaran antara, dan sasaran akhir.

a. Instrumen-instrumen moneter

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu

antara lain : 

1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Instrumen ini merupakan alat kebijakan moneter yang terpenting karena merupakan

determinan utama antara perubahan tingkat suku bunga dengan monetary base serta menjadi

Page 8: kebijakan moneter

8

sumber utama untuk mempengaruhi fluktuasi jumlah uang beredar. Operasi pasar terbuka

meliputi tindakan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities).

Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga

pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan

menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara

lain yaitu SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan SBPU (Surat Berharga Pasar Uang).

Operasi pasar terbuka memiliki dua pengaruh utama terhadap kondisi pasar uang

yaitu pertama, menaikkan cadangan bank-bank umum yang turut dalam transaksi. Hal ini

dikarenakan dalam pembelian surat berharga misalnya, bank sentral akan menambah

cadangan bank umum yang menjual surat berharga tersebut, akibatnya bank umum dapat

menambah jumlah uang yang beredar (melalui proses penciptaan kredit). Pada saat bank

sentral menjual surat-surat berharga di pasar terbuka, cadangan bank-bank umum akan

menurun. Berikutnya bank-bank ini dipaksa untuk mengurangi penyaluran kreditnya,

dengan demikian akan mengurangi jumlah uang beredar. Pengaruh yang kedua, tindakan

pembelian atau penjualan surat berharga akan mempengaruhi harga (dan dengan demikian

juga tingkat bunga) surat berharga, sehingga mengakibatkan menurunnya jumlah uang

beredar dan meningkatkan tingkat suku bunga.

Berdasarkan tujuannya, operasi pasar tebuka dibagi menjadi dua jenis yaitu:

Dynamic open market operation

Bertujuan untuk mengubah jumlah cadangan dan monetary base.

Defensif open market operation

Bertujuan untuk mengontrol faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah

cadangan dan monetary base.

2. Tingkat Diskonto (Discount Rate)

Kebijakan ini meliputi tindakan untuk mengubah tingkat bunga yang harus dibayar

oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Kebijakan ini pada dasarnya

bertujuan untuk mempengaruhi tingkat diskonto yang selanjutnya akan berpengaruh

terhadap jumlah uang beredar melalui perubahan tingkat bunga pinjaman. Dengan

menaikkan diskonto, maka biaya untuk meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga

akan mengurangi keinginan bank umum untuk melakukan peminjaman ke bank sentral.

Akibatnya, jumlah uang yang beredar dapat ditekan atau dikurangi. Di samping itu, posisi

Page 9: kebijakan moneter

9

jumlah cadangan juga dapat dipengaruhi melalui instrumen ini. Apabila tingkat diskonto

mengalami kenaikan, maka akan meningkatkan biaya pinjaman pada bank. Peningkatan

jumlah cadangan ini merupakan indikasi bahwa bank sentral menerapkan kebijakan moneter

yang ketat.

3. Penetapan giro wajib minimum (minimum reserve requirement)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan

memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah.

Apabila cadangan wajib minimum diturunkan, maka akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan jumlah deposito sehingga jumlah uang beredar cenderung meningkat dan

sebaliknya apabila cadangan wajib minimum dinaikkan, maka akan mengurangi jumlah

deposito yang akhirnya akan menurunkan jumlah uang yang beredar. Sehingga untuk

menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan

jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral merupakan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar

dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Kebijakan ini dilakukan oleh Bank

Indonesia dengan meminta atau mengimbau bank-bank untuk selalu mempertimbangkan

kondisi makro ekonomi maupun kondisi mikro masing-masing bank dalam menyusun

rencana ekspansi kredit yang realitas. Kebijakan persuasi moral ini pada dasarnya

dimaksudkan untuk mendorong perbankan agar senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian

dalam memberikan kredit, untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar

bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada

perekonomian namun dengan tetap memberikan kebebasan bagi perbankan untuk tumbuh

dan berkembang berdasarkan mekanisme pasar.

Kredit selektif

Politik bank sentral untuk mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara

memeperketat pemberian kredit.

Politik sanering

Politik sanering ini dilakukan bila sudah terjadi hiper inflasi. Kebijakan ini pernah

dilakukan oleh Bank Indonesia pada tanggal 13 Desember 1965 yang melakukan

pemotongan uang dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.

Page 10: kebijakan moneter

10

b. Sasaran operasional (Operational Target)

Variabel sasaran operasional digunakan untuk mengarahkan sasaran antara. Penetapan sasaran

operasional tergantung pada jalur mana yang diyakini efektif dalam transmisi kebijakan moneter.

Kriteria sasaran operasional antara lain:

Dipilih dari variabel moneter yang memiliki hubungan yang stabil dengan sasaran.

Dapat dikendalikan oleh bank sentral.

Tersedia lebih segera dibanding sasaran antara, akurat dan tidak sering direvisi 

c. Sasaran antara (intermediate target)

Hubungan antara sasaran operasional dan sasaran akhir kebijakan moneter bersifat tidak

langsung dan kompleks. Untuk alasan itu, para ahli moneter dan praktisi bank sentral

mendesain simple rule untuk membantu pelaksanaan kebijakan moneter dengan cara

menambahkan indikator yang disebut sebagai sasaran antara. Sasaran antara merupakan

indikator untuk menilai kinerja keberhasilan kebijakan moneter, sasaran ini dipilih dari variabe-

variabel yang memiliki keterkaitan stabil dengan inflasi, cakupannya luas, dapat dikendalikan

oleh bank sentral, tersedia relatif cepat, akurat dan tidak sering direvisi, antara lain agregat

moneter mencakup M1 (uang kartal dan uang giral) dan M2 (jumlah uang beredar), kredit

perbankan, dan nilai tukar.

d. Sasaran akhir (final target)

Tujuan atau sasaran akhir kebijakan moneter tergantung pada tujuan yang dimandatkan

oleh undang-undang bank sentral suatu negara. Misalnya Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun

2004 tentang BI secara eksplisit mencantumkan bahwa tujuan akhir kebijakan moneter adalah

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (stabilitas moneter). Taylor (1995) menyatakan

bahwa mekanisme transmisi kebijakan moneter adalah mekanisme transmisi kebijakan moneter

merupakan jalur-jalur yang dilalui oleh kebijakan moneter dalam mempengaruhi sasaran akhir

kebijakan moneter yaitu inflasi.

Page 11: kebijakan moneter

11

E. TINJAUAN ATAS KERANGKA KEBIJAKAN MONETER BANK INDONESIA

Kestabilan Harga vs Pertumbuhan Ekonomi

Beberapa dasawarsa yang lalu, kebijakan moneter secara aktif digunakan untuk

mendorong perekonomian dan lapangan pekerjaan, agar laju pertumbuhan ekonomi berada pada

tingkat potensialnya. Peran Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam konteks pengelolaan

perekonomian secara makro, lebih difokuskan pada menjaga kestabilan harga. Dalam Undang-

Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, terdapat pemikiran ulang dalam memformulasikan

tujuan kebijakan moneter yang jauh lebih focus dari UU sebelumnya, yaitu memelihara

kestabilan nilai rupiah.

Dari sudut pandang bank sentral, rasionalitas utama dari penerapan single objective

kestabilan harga didasarkan pada relevansi sasaran tersebut sebagai tujuan kebijakan moneter.

Dalam jangka panjang. Kebijakan yang dapat dilakukan oleh suatu bank sentral melalui sisi

permintaan, hanya dapat mempengaruhi nilai nominal uang, sedangkan aktivitas riil

perekonomian ditentukan disektor riil, misalnya melalui kebijakan yang dapat mempengaruhi

produktivitas.

Pemerintah lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi, khususnya di Indonesia lebih

didorong oleh tingkat konsumsi masyarakat. Dengan demikian, dapat memberikan tantangan

tersendiri bagi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan harga dan pencapaian target inflasi

yang ditetapkan. Paradigma kebijakan moneter sering disebut “activist monetary policy”.

Paradigma ini tidak lepas dari keyakinan bahwa dalam jangka panjang terdapat “trade off” antara

Page 12: kebijakan moneter

12

pengangguran dan inflasi, atau dikenal sebagai kurva Philips (Mankiw, 2000 : 335-337). Artinya

dalam jangka panjang, bank sentral dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara permanen

dengan mengorbankan inflasi pada tingkat tertentu.

Dalam manajemen perekonomian secara makro, biasanya pilihan kebijakan yang

ditawarkan terbatas pada kebijakan ekonomi jangka pendek yang dapat meningkatkan

permintaan agregat. Atas pandanngan tersebut, pendukung sasaran tunggal inflasi cenderung

menyimpulkan bahwa trade off yang mungkin terjadi hanya bersifat jangka pendek. Dalam

jangka panjang, pencapaian kestabilan harga justru akan mendukung pencapaian pertumbuhan

ekonomi yang berkesinambungan. Dengan sasaran inflasi yang sesuai (compatible), kebijakan

moneter dapat diarahkan untuk memengaruhi aggregate demand agar sejalan dengan kapasitas

perekonomian dari sisi supply (Sabirin, 2002:4).

Inflation Targeting Framework (ITF)sebagai Kerangka Kebijakan Moneter

Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya

menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan uang primer (base money) sebagai sasaran

kebijakan moneter. Kinerja perekonomian pada masa lalu tidak terlalu menggembirakan. Tidak

lama setelah krisi moneter menghantam Indonesia, ada perubahan yang mendasar dalam

perumusan kebijakan moneter Indonesia. Jika sebelum krisis kebijakan moneter diarahkan untuk

meralisasikan beberapa tujuan, seperti pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, stabilitas harga,

dan tujuan-tujuan pembangunan yang lebih luas , maka kebijakan saat ini hanya memiliki satu

tujuan, yaitu menjaga dan mewujudkan tingkat inflasi yang rendah atau disebut sebagai

kebijakan moneter dengan sasaran tunggal (inflasi) (Ismail, 2003 : 1).

Untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking,

artinya perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan

inflasi ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan.  Dalam kerangka

kerja ini, kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada

publik.  Secara operasional,  stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga

kebijakan  (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga

deposito dan suku bunga kredit perbankan.  Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan

memengaruhi output dan inflasi.

Dalam terminolog moneter, kerangka kerja kebijakan yang didasarkan pada pencapaian

suatu target inflasi yang diumumkan kepada publik secara eksplisit disebut sebagai inflation

Page 13: kebijakan moneter

13

targeting framework. Target inflasi dapat dipandang sebagai suatu anchor kebijakan yang akan

menentukan respon kebijakan yang diambil oleh bank sentral. Mengimplementasikan kebijakan

inflation targeting tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya faktor

moneter dan non-moneter yang sulit dikendalikan bank sentral sebagai institusi yang

bertanggung jawab atas implementasi kebijakan moneter (Ismail, 2003 : 1).

Setiap periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih

sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.  Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan

sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi inflasi ke depan.  Jika proyeksi inflasi

sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan menggunakan

instrumen yang dimiliki.  Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran, maka Bank

Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter.

Secara reguler, Bank Indonesia menjelaskan kepada publik mengenai asesmen terhadap

kondisi inflasi dan outlook ke depan serta keputusan yang diambil. Jika sasaran inflasi tidak

tercapai maka diperlukan penjelasan kepada publik dan langkah-langkah yang akan diambil

untuk mengembalikan inflasi sesuai dengan sasarannya.

Dalam kondisi ekonomi yang sedang krisis, pemerintah menempuh kebijakan yang

cenderung ekspansif, guna mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi yang cepat. Namun hal

ini cenderung memberikan tekanan-tekanan terhadap inflasi. Sementara di sisi lain melalui

penetapan inflation targeting bank sentral cenderung mengarah pada kebijakan untuk

menciptakan inflasi yang rendah dan stabil. Dalam kerangka inflation targeting, otoritas moneter

memiliki kebebasan dalam menentukan stance kebijakan yang akan diambil, tetapi kebebasan

tersebut dibatasi oleh komitmen untuk mencapai suatu sasaran inflasi tertentu.

Pada umumnya, implementasi kebijakan moneter dalam mencapai sasaran akhir, baik

sasaran pengendalian inflasi, maupun pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan melalui dua target

pendekatan,yaitu quantity targeting dan price targeting. Dengan kata lain, strategi kebijakan

moneter berbasis pada pengendalian uang beredar atau suku bunga.

F. IMPLIKASI KEBIJAKAN MONETER

1. Pertumbuhan Ekonomi

Dari sisi permintaan, sumber utama pertumbuhan ekonomi masih akan ditopang oleh

kegiatan konsumsi. Sementara itu, mengingat kondisi global yang belum terlalu kondusif,

Page 14: kebijakan moneter

14

pertumbuhan ekspor dan investasi diperkirakan belum akan mengalami peningkatan yang

cukup berarti. Sedangkan dari sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi diperkirakan akan

mengalami peningkatan kegiatan yang positif, seperti sector industry pengolahan, sector

perdagangan, dan sector pengangkutan menjadi penyumbang utama pertumbuhan

ekonomi (Laporan BI, 2003 : 16).

2. Laju Inflasi

Di bidang inflasi, meskipun mengalami tekanan permintaan, secara umum

pekembangannya sudah mulai menunjukkan kecenderungan tekanan harga yang tidak

terlalu tinggi.

3. Nilai Tukar

Secara umum, nilai tukar rupiah pada Triwulan IV-2003 bergerak relatif stabil dengan

kecenderungan melemah.

4. Suku Bunga

Seiring dengan membaiknya indikator-indikator ekonomi dan moneter, terutama

berkurangnya tekanan inflasi dan nilai tukar relatif stabil dalam negeri berdampak positif

terhadap suku bunga. Penurunan suku bunga SBI tidak serta merta menurunkan suku

bunga pinjaman perbankan. Hal ini berarti fungsi intermediasi perbankan di Indonesia

tampaknya belum pulih sepenuhnya.

5. Uang primer

Dalam pengendalian moneter, Bank Indonesia memiliki sasaran operasional, yaitu

mempertahankan level uang primer agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian dan

konsisten dengan pencapaian target inflasi.

6. Perbankan

Secara umum, kinerja sector perbankan belum menunjukkan perbaikan yang berarti.

Meskipun beberapa indikator perbankan, yakni pengumpulan dana pihak ketiga (DPK)

dan permodalan meningkat, namun indikator-indikator lain, seperti komposisi aktiva

produktif, perkembangan kredit, dan penyaluran kredit baru masih belum optimal.

Perkembangan dan prospek ekonomi moneter dewasa ini mengharuskan adanya upaya

untuk menjaga momentum keberhasilan yang dicapai. Untuk itu, kebijakan moneter yang

ditempuh perlu diupayakan secara konsisten lewat penyerapan kelebihal likuiditas melalui

Operasi Pasar Terbuka (OPT), agar uang primer tetap berada pada level dibawah indikatif

Page 15: kebijakan moneter

15

targetnya sehingga tidak menimlbulkan tekanan baru pada inflasi dan nilai tukar. Dengan

berbagai perkembangan dan perubahan yang mnedasar dalam perekonomian dan sector

keuangan telah menyebabkan paradigm lama kebijakan moneter melalui transmisi uang beredar

perlu dikaji ulang. Transmisis kebijakan moneter melalui kuantitas, seperti uang beredar dan

kredit diyakini tidak sekuat pada masa lalu. Mekanisme transmisi melalui harga, seperti suku

bunga dan nilai tukar, diyakini lebih mendekati kenyataan yang terjadi di Indonesia dewasa ini

dan di masa mendatang.

Dibidang perbankan, dalam rangka mendukung efektivitas kebijakan moneter, focus

utama kebijakan perbankan masih dikonsentrasikan kepada kelanjutan program restrukturisasi

perbankan serta meningkatkan fungsi intermediasi perbankan. Selain itu, peningkatan

pengawasan bank sebagai upaya untuk memelihara Capital Adequacy Ratio (CAR) bank-bank

yang telah mencapai 8%, khususnya terhadap bank-bank yang struktur permodalannya masih

rentan terhadap pengaruh kenaikan suku bunga, melemahnya nilai tukar, dan penurunan kualitas

kredit. Upaya pemulihan ekonomi dan menjaga kestabilan sistem keuangan sangat tergantung

kepada dukungan aspek diluar ekonomi, seperti keamanan, sosial dan politik dalam negeri. Oleh

karena itu, sebagai bagian dari kerangka kebijakan makroekonomi secara keseluruhan, kebijakan

Bank Indonesia di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran tidak dapat dipisahkan

dengan keselarasan kebijakan fiscal dan sektor riil.

G. KEBIJAKAN MONETER DAN PERBANKAN

Perkembangan moneter dan perbankan di Indonesia sejak orde baru pada dasarnya dapat

digolongkan dalam 3 periode, yaitu:

Periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Kebijakan moneter dan perbankan pada

periode stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi di awal orde baru pada dasarnya untuk

mengatasi kondisi ekonomi yang sangat memprihatinkan saat itu. meskipun tidak ada

angka inflasi yang pasti dan disepakati namun berbagai pengamat memperkirakan tingkat

inflasi berkisar 650% per tahun, suatu angka yang fantastis dibandingkan dengan kondisi

perekonomian negara-negara tetangga saat itu. Untuk menghambat laju inflasi tersebut

pemerintah mengupayakan pengendalian tingkat inflasi kebatas yang lebih aman,

meningkatkan ekspor, dan mencukupkan sandang bagi masyarakat. Dalam rangka

mengendalikan inflasi diambil dua kebijakan pokok. Pertama mengubah kebijakan

Page 16: kebijakan moneter

16

anggaran defisit menjadi anggaran berimbang. Kedua, menjalankan kebijakan kredit yang

sangat ketat dan kualitatif. Pada periode ini pula pemerintah, sebagai bagian dari

penataan kembali ekonomi, dilakukan pula penataan sistem perbankan dengan

mengeluarkan Undang-undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan

Undang-undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.

Periode saat ekonomi ditunjang sektor minyak. Kebijakan pemerintah dalam upaya

mobilisasi dana masyarakat sebagai sumber pembiayaan pembangunan disertai dengan

penyediaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang berbunga rendah

memperbesar kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Penyediaan KLBI dalam

jumlah besar akibat besarnya penerimaan negara dari hasil ekspor minyak pada

pertengahan dekade 1970-an yang dikenal dengan istilah “boom minyak”, mendorong

tingginya kembali tingkat inflasi. Kebijakan moneter yang ditempuh pada periode boom

minyak ini antara lain:

a. Menetapkan pagu kredit (credit ceiling) dan aktiva lainnya.

b. Menaikkan bunga kredit.

c. Menaikkan bunga deposito.

d. Menaikkan ketentuan cadangan likuiditas wajib.

Periode deregulasi perbankan. Memasuki dekade 1980-an ekonomi Indonesia mengalami

resesi sebagai dampak dari resesi dunia. Produk domestik bruto turun drastis menjadi

hanya 2,2% dibandingkan rata-rata 7,7% pada tahun-tahun sebelumnya, bahkan pernah

mencapai 9,9% pada tahun 1980. Sementara itu, neraca pembayaran terus meburuk dan

bahkan terjadi defisit sebesar USD 1,930 juta pada tahun 1982. Untuk mengatasi kondisi

ekonomi yang semakin memburuk tersebut, pemerintah melakukan perubahan kebijakan

di bidang ekonomi termasuk moneter dan perbankan. Kebijakan-kebijakan yang

ditempuh pemerintah pada saat itu antara lain:

a. Penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada bulan

Maret 1983 dari Rp 700 menjadi Rp 970.

b. Penjadwalan ulang proyek-proyek yang menggunakan devisa dalam jumlah

besar.

c. Melakukan deregulasi sektor moneter dan perbankan dengan berbagai jenis

paket kebijakan.

Page 17: kebijakan moneter

17

H. PEMULIHAN EKONOMI MELALUI KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

Krisis moneter indonesia

Krisis yang melanda bangsa Indonesia, menjadi awal terpuruknya sebuah negara dengan

kekayaan alam yang melimpah ini. Dari awal 1998, sejak era orde baru mulai terlihat

kebusukannya Indonesia terus mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang ekonomi. Nilai

tukar semakin melemah, inflasi tak terkendali, juga pertumbuhan ekonomi yang kurang

berkembang di negara ini.

Pada Juni 1997, Indonesia terlihat jauh dari krisis. Tidak seperti Thailand, Indonesia

memiliki inflasi yang rendah, perdagangan surplus lebih dari 900 juta dolar, persediaan mata

uang luar yang besar, lebih dari 20 milyar dolar, dan sektor bank yang baik. Tapi banyak

perusahaan Indonesia banyak meminjam dolar AS. Di tahun berikut, ketika rupiah menguat

terhadap dolar, praktisi ini telah bekerja baik untuk perusahaan tersebut — level efektifitas

hutang mereka dan biaya finansial telah berkurang pada saat harga mata uang lokal meningkat.

Pada Juli, Thailand megambangkan baht, Otoritas Moneter Indonesia melebarkan jalur

perdagangan dari 8 persen ke 12 persen. Rupiah mulai terserang kuat di Agustus. Pada 14

Agustus 1997, pertukaran floating teratur ditukar dengan pertukaran floating-bebas. Rupiah jatuh

lebih dalam. IMF datang dengan paket bantuan 23 milyar dolar, tapi rupiah jatuh lebih dalam

lagi karena ketakutan dari hutang perusahaan, penjualan rupiah, permintaan dolar yang kuat.

Rupiah dan Bursa Saham Jakarta menyentuh titik terendah pada bulan September. Moody’s

menurunkan hutang jangka panjang Indonesia menjadi “junk bond”.

Meskipun krisis rupiah dimulai pada Juli dan Agustus, krisis ini menguat pada November

ketika efek dari devaluasi di musim panas muncul di neraca perusahaan. Perusahaan yang

meminjam dalam dolar harus menghadapi biaya yang lebih besar yang disebabkan oleh

penurunan rupiah, dan banyak yang bereaksi dengan membeli dolar, yaitu: menjual rupiah,

menurunkan harga rupiah lebih jauh lagi.

Inflasi rupiah dan peningkatan besar harga bahan makanan menimbulkan kekacauan di

negara ini. Pada Februari 1998, Presiden Suharto memecat Gubernur Bank Indonesiaa, tapi ini

tidak cukup. Suharto dipaksa mundur pada pertengahan 1998 dan B.J. Habibie menjadi

presidenSampai 1996, Asia menarik hampir setengah dari aliran modal negara berkembang.

Tetapi,Thailand, Indonesia dan Korea Selatan memiliki “current account deficit” dan

Page 18: kebijakan moneter

18

perawatan kecepatan pertukaran pegged menyemangati peminjaman luar dan menyebabkan ke

keterbukaan yang berlebihan dari resiko pertukaran valuta asing dalam sektor finansial dan

perusahaan.

Pelaku ekonomi telah memikirkan akibat Daratan Tiongkok pada ekonomi nyata sebagai

faktor penyumbang krisis. RRT telah memulai kompetisi secara efektif dengan eksportir Asia

lainnya terutaman pada 1990-an setelah penerapan reform orientas-eksport. Yang paling penting,

mata uang Thailand dan Indonesia adalah berhubungan erat dengan dollar, yang naik nilainya

pada 1990-an. Importir Barat mencari pemroduksi yang lebih murah dan menemukannya di

Tiongkok yang biayanya rendah dibanding dollar.

Pemulihan ekonomi pasca krisis moneter

Kestabilan harga dan nilai tukar merupakan prasyarat bagi pemulihan ekonomi karena tanpa

itu aktivitas ekonomi masyarakat, sektor usaha, dan sektor perbankan akan terhambat. Oleh

karena itu, tidaklah berlebihan kiranya jika fokus utama kebijakan moneter Bank Indonesia

selama krisis ekonomi ini adalah mencapai dan memelihara kestabilan harga dan nilai tukar

rupiah. Apalagi Undang-undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia secara jelas

menyebutkan bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai

rupiah yang di dalamnya mengandung pengertian kestabilan harga (laju inflasi) dan kestabilan

nilai tukar rupiah. Dengan perkataan lain, sesuai dengan UU No. 23 tahun 1999 sasaran

kebijakan moneter Bank Indonesia hanya satu (single objective), yaitu memelihara kestabilan

nilai rupiah. Hal ini berbeda dengan Undang-undang tentang Bank Sentral yang lama, yaitu UU

No. 13 tahun 1968, yang menuntut Bank Indonesia untuk memenuhi beberapa sasaran sekaligus

(multiple objectives), yakni mendorong kegiatan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, dan

memelihara kestabilan nilai rupiah, yang pencapaiannya pada hakekatnya dapat saling bertolak

belakang, terutama dalam jangka pendek.

Untuk mencapai tujuan di atas, Bank Indonesia hingga saat ini masih menerapkan

kerangka kebijakan moneter yang didasarkan pada pengendalian jumlah uang beredar atau yang

di kalangan akademisi dikenal sebagai quantity approach. Di dalam kerangka tersebut Bank

Indonesia berupaya mengendalikan uang primer (base money) sebagai sasaran operasional

kebijakan moneter. Dengan jumlah uang primer yang terkendali maka perkembangan jumlah

uang beredar, diharapkan juga ikut terkendali. Selanjutnya, dengan jumlah uang beredar yang

Page 19: kebijakan moneter

19

terkendali diharapkan permintaan agregat akan barang dan jasa selalu bergerak dalam jumlah

yang seimbang dengan kemampuan produksi nasional sehingga harga-harga dan nilai tukar dapat

bergerak stabil.

Dengan menggunakan kerangka kebijakan moneter seperti telah diuraikan di atas, Bank

Indonesia pada periode awal krisis ekonomi, terutama selama tahun 1998, menerapkan kebijakan

moneter ketat untuk mengembalikan stabilitas moneter. Kebijakan moneter ketat terpaksa

dilakukan karena dalam periode itu ekspektasi inflasi di tengah masyarakat sangat tinggi dan

jumlah uang beredar meningkat sangat pesat.

Di tengah tingginya ekspektasi inflasi dan tingkat risiko memegang rupiah, upaya

memperlambat laju pertumbuhan uang beredar telah mendorong kenaikan suku bunga domestik

secara tajam. Suku bunga yang tinggi diperlukan agar masyarakat mau memegang rupiah dan

tidak membelanjakannya untuk hal-hal yang tidak mendesak serta tidak menggunakannya untuk

membeli valuta asing.

Upaya pemulihan kestabilan moneter melalui penerapan kebijakan moneter ketat yang

dibantu dengan upaya pemulihan kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional mulai

memberikan hasil positif sejak triwulan IV 1998. Pertumbuhan uang beredar yang melambat dan

suku bunga simpanan di perbankan yang tinggi telah mengurangi peluang dan hasrat masyarakat

dalam memegang mata uang asing sehingga tekanan depresiasi rupiah berangsur surut. Sejak

pertengahan tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap USD cenderung menguat dan kemudian

bergerak relatif stabil selama tahun 1999.

Sesuai dengan sistem nilai tukar mengambang yang diterapkan sejak 14 Agustus 1997,

perkembangan nilai tukar rupiah lebih banyak ditentukan oleh mekanisme pasar. Di dalam

sistem tersebut, penguatan nilai tukar rupiah yang terjadi sejak pertengahan 1998 hingga akhir

1999 lebih banyak disebabkan oleh meredanya tekanan permintaan valas sejalan dengan

terkendalinya jumlah uang beredar dan turunnya ekspektasi inflasi.

Bank Indonesia hanya melakukan penjualan valas melalui mekanisme pasar pada harga

pasar untuk mensterilisasi atau menyedot kembali ekspansi moneter yang berasal dari

pembiayaan defisit anggaran pemerintah dan bukan terutama itujukan untuk mengarahkan nilai

tukar rupiah ke suatu tingkat tertentu. Pelaksanaan penjualan valas itu pun tidak sampai

membahayakan posisi cadangan devisa Bank Indonesia karena menggunakan devisa yang

Page 20: kebijakan moneter

20

berasal dari penarikan hutang luar negeri pemerintah yang memang diperuntukkan untuk

mendukung pembiayaan defisit anggaran pemerintah.

Nilai tukar rupiah yang menguat serta didukung oleh pasokan dan distribusi barang-

barang kebutuhan pokok yang membaik telah mendorong penurunan laju inflasi sejak awal

triwulan IV 1998. Bahkan, laju inflasi bulanan yang sempat mencapai 12,67% pada bulan

Februari 1998, mencatat angka negatif atau deflasi dalam bulan Oktober 1998. Deflasi tersebut

kemudian berlanjut sebanyak tujuh kali berturut-turut selama periode Maret – September 1999.

Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi selama tahun 1999 hanya mencapai 2,0%, jauh lebih

rendah daripada laju inflasi selama tahun 1998 yang mencapai 77,6%. Berarti Indonesia telah

berhasil mengelakkan bahaya hiperinflasi yang sempat mengancam selama paruh pertama 1998.

Dalam perkembangan selanjutnya, laju inflasi yang sangat rendah dan nilai tukar rupiah

yang telah jauh menguat dibandingkan di masa puncak krisis telah memberikan ruang gerak bagi

Bank Indonesia untuk memperlonggar kebijakan moneter dan mendorong penurunan suku bunga

domestik. Sebagai cerminan kebijakan moneter yang agak longgar, pertumbuhan tahunan sasaran

indikatif uang primer yang sebelumnya terus diturunkan hingga mencapai 11,2% pada Juni 1999,

sejak awal semester II 1999 mulai dinaikkan hingga mencapai 15,7% pada Maret 2000. Sejalan

dengan itu, suku bunga SBI 1 bulan yang selama ini menjadi patokan (benchmark) bagi bank-

bank terus menurun dari level tertinggi 70,58% pada September 1998 menjadi 11,0% pada akhir

April 2000. Penurunan suku bunga SBI yang cukup tajam itu diikuti oleh suku bunga pasar uang

antarbank (PUAB) dan simpanan perbankan dengan laju penurunan yang hampir sama.

Adapun para ekonom sepakat ciri-ciri suatu Negara yang rentan terhadap krisis moneter

adalah apabila Negara tersebut:

1. Memiliki jumlah hutang luar negeri yang cukup besar

2. Mengalami inflasi yang tidak terkontrol

3. Defisit neraca pembayaran yang besar

4. Kurs pertukaran mata uang yang tidak seimbang

5. Tingkat suku bunga yang diatas kewajaran

Page 21: kebijakan moneter

21

DAFTAR PUSTAKA

http://kinantiarin.wordpress.com/kebijakan-moneter/

http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-

serta-penjelasannya

http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/06/kebijakan-moneter-derfinisi-dan.html

http://thestory4u.wordpress.com/2010/09/16/kebijakan-moneter-indonesia-pasca-krisis-

subprime-mortgage-di-us/

http://www.bi.go.id

Sabirin, Syahril. 2002. Kebijakan Moneter Bank Indonesia Dalam Mendukung Proses Pemulihan

Ekonomi. Makalah disampaikan pada kuliah umum di Universitas Airlangga: Surabaya

Yustika, Ahmad Erani. 2006. Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, dan Kebijakan.

Banyumedia Publishing : Malang

Page 22: kebijakan moneter

22

LAMPIRAN