tinjauan historis terbentuknya gereja kristen …digilib.unila.ac.id/30004/3/skripsi tanpa bab...

54
TINJAUAN HISTORIS TERBENTUKNYA GEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN (GKSBS) DI LAMPUNG (Skripsi) Oleh YOHANES SUSILO PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2018

Upload: doanbao

Post on 12-Jul-2019

273 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN HISTORIS TERBENTUKNYAGEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN

(GKSBS) DI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

YOHANES SUSILO

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAHJURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

2018

ABSTRAK

TINJAUAN HISTORIS TERBENTUKNYA GEREJAKRISTEN SUMATERA BAGIAN

SELATAN (GKSBS)DI LAMPUNG

Oleh:YOHANES SUSILO

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) awalnya hanya sebuahperkumpulan dari beberapa transmigran Kristen yang rindu untuk bisa beribadahbersama-sama meskipun mereka memiliki latarbelakang gereja yang berbeda.Keadaan tersebut membuat para Transmigran Kristen bertekad untuk membangunsebuah Gereja di Lampung yang dapat melayani dan menerima siapa saja yangingin menjadi bagian dalam gereja tersebut.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah proses terbentuknyaGereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung?. Tujuan daripenelitian ini adalah untuk mengetahui proses terbentuknya Gereja KristenSumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung. Metode yang digunakan dalampenelitian ini adalah metode penelitian historis, dengan teknik pengumpulan datamelalui wawancara, studi pustaka dan dokumentasi serta teknik analisis dataDeskriptif Kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terbentuknya Gereja KristenSumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung melalui beberapa proses. Prosestersebut dimulai dari perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke Lampung untukmencari kehidupan baru yang lebih layak, peranan Sinode GKJ sebagai GerejaInduk dalam Zending Lampung sejak tahun 1938, pembentukan Klasis Sumaterabagian Selatan tahun 1952, Klasis Lampung membentuk Sidang Wilayah GKLtahun 1970, pembentukan Deputat Wilayah I oleh Sinode GKJ tahun 1971,pembentukan Sinode Wilayah I oleh Sinode GKJ tahun 1974, hinggaKemandirian Sinode GKSBS tahun 1987. Kesimpulan penelitian ini adalahterbentuknya GKSBS menjadi Sinode yang mandiri merupakan keinginan daripara Jemaat Kristen Transmigran untuk menjadi gereja yang mandiri denganmenggunakan nama Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)berdasarkan keinginan untuk menjadi Gereja Daerah yang mampu melayanisiapapun yang berada di lingkup daerah Sumatera bagian Selatan.

TINJAUAN HISTORIS TERBENTUKNYAGEREJA KRISTEN SUMATERA BAGIAN SELATAN

(GKSBS) DI LAMPUNG

Oleh:Yohanes Susilo

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan SejarahJurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2018

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Pasar Batang, Kecamatan Penawar

Aji, Kabupaten Tulang Bawang pada tanggal 05 Maret 1992,

dari pasangan Bapak Purwito dan Ibu Sriani. Penulis sebagai

anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Pasar Batang pada

tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Gedung Aji pada tahun 2007,

dan kemudian Sekolah Menengah Atas Lentera Harapan Banjar Agung pada

tahun 2010.

Pada tahun 2010, penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah melalui jalur SMPTN.

Pada bulan Juli-September 2013, penulis melaksanakan KKN-Terintegrasi di

Desa Panca Marga kecamatan Gunung Terang Kabupaten Tulang Bawang Barat.

Penulis melaksanakan PPL di SMP PGRI 2 Gunung Terang.

vi

MOTTO

Sesuatu mungkin mendatangi mereka yang menunggu,

namun hanya didapatkan oleh mereka yang bersemangat mengejarnya

(Abraham Lincoln)

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk

hari tua

(Aristoteles)

vii

pERSEMBAHAN

Puji syukur aku ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristrus yang telah memberikan berkat serta tuntunannya dalam kehidupanku.

Kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda kasih sayangku kepada:

Bapak ku Purwito dan Ibuku Sriani, yang telah berusaha keras mendidik serta membimbing ku, dari kecil hingga besar. Yang telah sabar dalam menanggapi keluhanku. Yang tidak henti-hentinya memberikan nasehatnya demi kebaikan dan kebahagiaan anaknya ini, serta sabar dalam menanti kelulusan anaknya dari Universitas Lampung.

Mamas ku Agus Eko .P serta istrinya Tina yang selalu memberikan semangat serta dukungan yang begitu besar dalam pendidikanku. Mbak ku Lilik Setio Rini dan suaminya Winarto yang selalu memberikan nasehat-nasehatnya. Serta 2 keponakanku Angelita dan Gabriela yang selalu memberikan canda tawanya untuk meghibur oomnya.

Para pendidikku, Dosen dan Guruku;

Almamater tercinta Universitas Lampung.

ix

SANWACANASyalom,

Salam damai sejahtera bagi kita semua,

Segala bentuk kerendahan hati, penantian panjang dan perjuangan yang selalu

dihiasi dengan pasang surutnya semangat demi sebuah harapan dan tanggung

jawab. Tidak ada kata yang pantas untuk ditulis penulis selain kata penuh ucapan

syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Tinjauan Historis Terbentuknya Gereja

Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung” sebagai salah satu

syarat untuk meraih Gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan,

dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

yang setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum, Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Wakil Dekan I Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

x

3. Bapak Drs.Buchori Asyik, M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd, Wakil Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung.

5. Bapak Drs.Zulkarnain, M.Si., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si., Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Ibu Dr. Risma M Sinaga, M.Hum., Dosen Pendidikan Sejarah dan

sekaligus sebagai Dosen pembahas seminar serta penguji yang telah

memberikan saran dan nasehat yang bermanfaat bagi penulis demi

terselesaikannya skripsi.

8. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum., Dosen Pendidikan Sejarah dan sekaligus

sebagai Dosen pembimbing I yang dengan ikhlas dalam memberikan

arahan, masukan, motivasi dan bimbingannya dengan baik kepada penulis

selama menyelesaikan skripsi.

9. Bapak Suparman Arif S.Pd, M.Pd., Dosen Pendidikan Sejarah dan

Pembimbing Akademik sekaligus pembimbing II yang dengan ikhlas

dalam memberikan arahan, masukan, motivasi dan bimbingannya dengan

baik kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

10. Bapak Drs. H. Maskun, M.H, Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H, Bapak Drs.

Ali Imron, M.Hum, Bapak Drs. Tantowi, M.S, Bapak Muhammad Basri,

S.Pd, M.Pd, Ibu Yustina Sri Ekwandari S.Pd, M.Hum, Ibu Myristika

Imanita S.Pd, M.Pd dan Bpk Cherry Saputra S.Pd, M.Pd, Dosen Program

xi

Studi Pendidikan Sejarah yang penulis banggakan dan pendidik yang telah

memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman berharga kepada penulis

selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah.

11. Keluarga Besar Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di

Lampung

12. Bapak Pdt. Em. Purwadi Pranotohadi, S.Th, Bapak Pdt. Karel Eka Putra

Barus, S.Si, Bapak Pdt. Tri Joko Hadi Nugroho, M.Th, Bapak Pdt. Em.

Sumardi, S.Th, Bapak Pdt. Ginting Suka, S.Th, Bapak Pdt. Yohanes Fajar

Handoyo, S.Th, Bapak Pdt. Sabam Tambunan, S.Th, Bapak Pdt. Bambang

Sehmedi, S.Th, Bapak Pdt. Purnomo Sidi, S.Si dan Bapak Pdt. Anang

Wijokangko, S.Th, Pendeta-pendeta di GKSBS Provinsi Lampung yang

telah memberikan informasi dan sumber terkait kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

13. Teman-teman seperjuanganku Ardika Kuntadi, S.Pd Bambang Susilo,

Dani Frengki Simanjuntak, S.Pd, Bangun Hutama Winata, S.Pd, Taufik

Siswoyo, S.Pd, Rachmat Agung Nugroho, S.Pd, Edi Makmur S.Pd, Dani

Lapeba, S.Pd, Martin Reza C, S.Pd, Nurul Anwar, Ari Aulia R, S.Pd dan

banyak lagi teman-teman dari 2010 yang lain, terimakasih atas motivasi

dari kalian.

14. Teman-teman yang banyak membantuku, Dinda, Amay, Bahtiar, Agus,

Andi Nov, Andi Wahyudi, Sudiro, Deny, Ody dan Edy terima kasih atas

bantuan dan kebersamaan selama ini;

15. Keluarga besar kontrakan Griya Gedung Meneng Indah B4 No6, Fadhil,

Ridho dan Bagus terimakasih sudah memberikan semangat kalian.

xii

16. Teman-teman EO seminar dan Kompre terimakasih.

17. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi.

Terimakasih atas bantuan serta ketulusan hati kalian, penulis menyadari bahwa

skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap skripsi

ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Januari 2018

Penulis,

Yohanes Susilo

NPM 101033066

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISIDAFTAR TABELDAFTAR LAMPIRAN

HalamanI PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 11.2 Rumusan Masalah............................................................................. 41.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 41.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 41.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................ 4

II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA2.1 Tinjauan Pustaka............................................................................... 7

2.1.1 Konsep Tinjauan Historis ....................................................... 72.1.2 Konsep Transmigrasi ke Sumatera bagian Selatan

(Lampung)............................................................................. 92.1.3 Konsep Gerejawi Para Transmigran....................................... 132.1.4 Konsep Proses ........................................................................ 142.1.5 Konsep Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) . 15

2.2 Kerangka Pikir .................................................................................. 162.3 Paradigma ......................................................................................... 19

III METODE PENELITIAN3.1 Metode yang digunakan.................................................................... 213.2 Variabel Penelitian............................................................................ 243.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 253.4 Validitas Data ................................................................................... 283.5 Teknik Analisis Data ........................................................................ 29

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Transmigrasi sebagai Konteks Terbentuknya Gereja KristenSumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung.......................... 34

4.1.2 Gereja Para Transmigran (1936-1952) .................................... 374.1.2.1 Peran Sinode GKJ di Jawa Tengah dalam

Zending Lampung ............................................................. 38A. Periode Tahun 1936-1941 ............................................ 38B. Periode Tahun 1942-1945 ............................................ 45

xiv

C. Periode Tahun 1946-1952 ............................................ 464.1.3 Pembangunan Gereja Para Transmigran (1953-1987) ............ 51

4.1.3.1 Klasis Sumatera Selatan (1953-1958) ............................... 51A. Klasis Lampung dan Akhir Tugas GKJ(1959-1967).... 52B. Pembentukan Sinode Wilayah I GKJ(1968-1978)........ 54C. Persiapan Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ

(1981-1987) .................................................................. 58D. Kemandirian Sinode Wilayah I GKJ (1987) ................ 62

4.2 Pembahasan4.2.1 Kronologi Proses Terbentuknya Sinoe Gereja Kristen Sumatera

Bagian Selatan (GKSBS)............................................................... 644.2.1.1 Analisis Proses Terbentuknya Sinode Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) .................................. 70

V KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 785.2 Saran ................................................................................................. 79

DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Statistik para anggota Jemaat di Sumatera bagianSelatan tahun 1952 ................................................................ 50

Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Penelitian Proses TerbentuknyaJemaat-jemaat di Sumatera Bagian Selatan sampai menjadiSinode Sendiri (Sinode GKSBS)tahun 1952-1987..................................................................... 66

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Logo Gereja Kristen Sumatera Bagian Sletan (GKSBS)2. Salinan Piagam GKSBS3. Struktur Sinode GKSBS pertama4. Salinan Surat Penerimaan Sinode GKSBS menjadi Anggota PGI5. Jemaat Sinode GKSBS (tahun 2015)6. Majelis Pimpinan Sinode GKSBS (tahun 2015)7. Surat Izin Penelitian8. Foto-foto Gereja

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagaian Selatan (GKSBS) tidak

terlepas dari transmigrasi penduduk dari pulau jawa ke wilayah Sumatera

Bagian Selatan yang dilakukan oleh pemerintah, baik itu pemerintah Hinda

Belanda (sebelum Indonesia merdeka) ataupun pemerintah Indonesia (setelah

kemerdekaan). Program pemerintah yang disebut transmigrasi pada awalnya

bernama kolonisasi. Kolonisasi merupakan pelaksanaan dari kebijaksaan baru

yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda yang disebut ethische politiek

(politik etis) yang mulai dilaksanakan pada tahun 1905 dengan mengirimkan

155 keluarga tani ke Gedong Tataan, Lampung (Joan Hardjono, 1982:1).

Nama “Kolonisasi” ini kemudian dirubah namanya menjadi “Transmigrasi”

oleh pemerintah Indonesia setelah Indonesia mendapatkan Kemerdekaan.

Masyarakat Pulau Jawa dan Bali yang ikut dalam transmigrasi memiliki

latarbelakang yang berbeda-beda, transmigran dari Jawa didominasi oleh

yang beragama Islam serta dari Bali didominasi oleh yang beragama Hindu

khas Bali (Hindu Dharma). Diantara para transmigran yang beragama Islam

dan Hindu ada juga yang beragama Kristen.

Latar belakang gereja-gereja para transmigran kristen Sumatera bagian

Selatan, gereja-gereja tersebut antara lain:

2

- GKJ (Gereja Kristen Jawa), di Jawa Tengah

- GKJW (Gereja Kristen Jawa Wetan), di Jawa Timur

- GKJTU (Gereja Kristen Jawa Tengah Utara), di Jawa Tengah

bagian Utara

- GITJ (Gereja Injili di Tanah Jawa), di Jawa Tengah bagian Utara

- GKP (Gereja Kristen Pasundan), di Jawa Barat

- GKPB (Gereja Kristen Protestan di Bali)

( E. Hoogerwerf, 1997:84)

Gereja-gereja asal para transmigran ini tergabung dalam denominasi (aliran)

Protestan, lima dari keenam gereja di atas, memiliki kesamaan latarbelakang

dalam struktur gerejawi (tata ibadah), karena mereka mempunyai ikatan

bersejarah dengan Zending Hervormd dan Gereformed di Belanda. Hanya

Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ) yang memiliki latarbelakang berbeda

karena hasil dari Zending Mennonit (Doopsgezinde Zendingsvereniging) DZV

di Belanda.

Jarak yang jauh antara Lampung dengan Jawa mengakibatkan keterbatasan

akan pelayanan Gerejawi dari Gereja-gereja di Jawa untuk para jemaatnya

yang berada di Lampung. Maka dari itu, para transmigran Kristen di Sumatera

bagian Selatan Lampung didorong untuk bergabung pada gereja transmigran

yang sedang bertumbuh di Sumatera bagian Selatan pada saat itu.

Gereja Para Transmigran yang berkembang pada saat itu adalah gereja yang

mulai terbentuk karena adanya peran dari Gereja Kristen Jawa (GKJ).

Pada tahun 1938, Gereja Kristen Jawa (GKJ) menyambut Lampung

sebagai ladang pekabaran Injil dan selanjutnya jemaat-jemaat yang

bertumbuh di Sumatera Bagian Selatan ikut serta dalam Gereja Kristen

Jawa (GKJ). (E. Hoogerwerf, 1997:94)

Jadi dapat dikatakan bahwa Gereja Kristen Jawa (GKJ) adalah “Gereja Induk”

dari Gereja Para Transmigran Sumatera Bagian Selatan. Sebagai gereja Induk,

3

GKJ melakukan pelayanan gerejawi untuk para transmigran kristen di

Sumatera bagian Selatan ±49 tahun. Sampai pada kemandirian gereja tahun

1987 dengan nama Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

Kemandirian Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

merupakan keputusan Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) XVIII di

Yogyakarta, pada tanggal 6 Agustus 1987 dan ditetapkan sebagai hari

lahirnya Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

(Yanto Yussar, 1990 : 8)

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) awalnya hanya sebuah

perkumpulan dari beberapa transmigran Kristen yang rindu untuk bisa

beribadah bersama-sama yang memiliki keinginan kuat untuk bisa

mendirikan sebuah persekutuan umat Kristen di Lampung. Membentuk

Gereja para transmigran yang pelayanannya sebagian besar dipegang oleh

Gereja Kristen Jawa (GKJ). Sampai pada akhirnya membentuk sebuah Gereja

yang mandiri dengan nama Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS) dengan dasar bahwa Gereja ini adalah Gereja Daerah yang akan

melayani semua orang Kristen yang ingin menjadi bagian dari GKSBS.

Hal inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui bagaimana terbentuknya

dari Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) yang awalnya

hanyalah perkumpulan dari beberapa orang Kristen Transmigran sampai

dengan menjadi Gereja yang mandiri. Sesuai dengan latarbelakang masalah di

atas maka peneliti tertarik untuk merumuskan dan mengkajinya melalui suatu

penilitian dengan judul “Tinjauan Historis terbentuknya Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung”.

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang masalah, maka rumusan masalah di dalam

penelitian ini adalah “bagaimana proses terbentuknya Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung?“

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses terbentuknya

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung

1.4 Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian tentunya akan dapat memberikan berbagai manfaat bagi

semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis

teliti, adapun kegunaan penelitian dalam penulisan ini adalah :

1. Dapat memberikan sumbangan berupa informasi kepada setiap

pembaca yang ingin menggali lebih dalam tentang terbentuknya

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

2. Untuk memberikan gambaran mengenai proses terbentuknya Gereja

Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

3. Sebagai upaya pelestarian sejarah lokal daerah Lampung khususnya

sejarah tentang terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS).

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, maka penulis

berikan batasan ruang lingkup yang akan mempermudah pembaca memahami

isi karya tulis ini. Adapun ruang lingkup tersebut adalah :

Ruang Lingkup Ilmu : Sejarah Gereja

5

Ruang Lingkup Objek : Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

Ruang Lingkup Subjek : Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS) di Lampung

Ruang Lingkup Tempat : Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

di Lampung.

Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS) pusat kota Metro.

GKSBS klasis Tanjung Karang, GKSBS Klasis

Metro, GKSBS Klasis Tulang Bawang, GKSBS

Klasis Bandar Jaya, GKSBS Klasis Tulang

Bawang Barat, GKSBS klasis Pugung Raharjo.

Ruang Lingkup Waktu : 2016

6

REFERENSI

Joan Hardjono. 1982. Tansmigrasi Dari Kolonisasi Sampai Swakarsa. Jakarta; PT

Gramedia Jakarta. Hal 1

E. Hoogerwerf. 1997.Transmigratie en Kerkvorming. Netherland :Boekencentrum

Hal 84 (terjemahan)

Ibid, Hal 94

Yanto, Yussar. 1988. Buku Putih (Pedoman Penjemaatan Kemandirian Gereja-

gereja di Lingkungan Sinode GKSBS). Jakarta : Majelis Pekerja PGI.

Hal 8

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

menyeleksi masalah-masalah yang akan dijadikan topik penelitian, dimana

dalam tinjauan pustaka yang akan dicari teori atau konsep-konsep atau

generalisasi-generalisasi yang kan dijadikan landasan teori bagi penelitian

yang akan dilakukan. Adapun tinjaun pustaka dalam penelitian ini adalah:

2.1.1 Konsep Tinjauan Historis

Secara etimologis konsep tinjauan historis terdiri dari dua kata yaitu tinjauan

dan historis. “ kata tinjauan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata tinjau

yang memiliki arti melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk

kemudian menarik kesimpulan”. Kata historis berasal dari bahasa latin istoria

yang memiliki arti kata istoria yaitu kata ilmu di Yunani. Kemudian kata

istoria dalam perkembangannya diperuntukan bagi pengkajian terhadap

segala sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal pengkajian ilmu sejarah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:1198), kata istoria dalam

perkembangannya diperuntukan bagi “pengkajian terhadap segala sesuatu

mengenai masalalu mereka secara kronologi”. Pada perkembangan

8

selanjutnya kata istoria juga diadopsi oleh bahasa Inggris dengan perubahan

fonem menjadi history atau histories yang dipergunakan sebagai istilah untuk

menyebut “cerita tentang peristiwa dan kejadian yang dialami manusia pada

masa lampau”.

Dalam bahasa Indonesia kata histories dikenal dengan istilah sejarah. “adapun

pengertian historis atau sejarah adalah deskripsi yang terpadu dari keadaan-

keadaan atau faktor-faktor masa lampau yang ditulis berdasarkan penelitian

serta studi yang kritis atau mencari kebenaran”.

Sementara itu, menurut Mohammad Yamin yang dikutip oleh R. Mohammad

Ali bahwa, sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil

penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan

kenyataan. (Mohammad Ali. 1963:5)

“Sejarah ialah salah satu bidang ilmu yang meneliti dan menyelidiki

secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta

kemanusiaan dimasa lampau, beserta segala kejadian-kejadiannya dengan

maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh penelitian dan

penyelidikan tersebut, untuk akhirnya dijadikan perbendaharaan

pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah

program masa depan”. (Roeslan Abdulgani,1963:174)

Berdasarkan beberapa konsep di atas, maka sejarah adalah ilmu yang

mempelajari peristiwa-peristiwa pada masa lampau yang menyangkut

manusia sebagai mahluk sosial dan ditulis secara kritis dan sistematis yang

digunakan sebagai pedoman untuk menentukan kebijakan untuk masa

sekarang dan masa yang akan datang.

Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa tinjauan historis memiliki

pengertian sebagai suatu bentuk penyelidikan ataupun penelitian terhadap

gejala peristiwa masa lampau manusia baik individu maupun kelompok

9

beserta lingkunganya yang ditulis secara ilmiah, kristis dan sistematis

meliputi urutan fakta dan masa kejadian peristiwa yang telah berlalu tersebut

(kronologis), dengan tafsiran dan penjelasan yang mendukung serta memberi

pengertian terhadap peristiwa tersebut.

2.1.2 Konsep Transmigrasi Penduduk ke Sumatera Bagian Selatan

(Lampung)

Sejarah terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) tidak

terlepas dari proses transmigrasi yang dilakukan pemerintah, baik itu

pemeritntah Hindia Belanda (sebelum Indonesia merdeka) ataupun

pemerintah Indonesia (setelah kemerdekaan). Program pemerintah yang

disebut transmigrasi pada awalnya bernama kolonisasi. Kata “kolonisasi”

berasal dari kata “kolonis”, yang berarti “seorang yang mengembangkan

suatu daerah baru. Istilah kolonis dipakai oleh pemerintah Hindia Belanda

untuk nama program pengembangan pertanian di luar Jawa pada tahun 1905.

Setelah Indonesia merdeka istilah kolonisasi diganti dengan nama

transmigrasi.

“Transmigrasi adalah perpindahan penduduk dari satu daerah ke daerah

lain dalam wilayah Republik Indonesia untuk menetap, dalam rangka

membentuk masyarakat baru, untuk membantu pembangunan daerah, baik

daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang didatangi, dalam rangka

pembangunan nasional” Martono (1985:1).

Kolonisasi yang dilakukan Belanda pada pada awal abad 20 merupakan suatu

kebijakan dengan tujuan untuk menambah kekayaan dari Pemerintah

Kolonial Belanda.

“Pada abad kedua puluh Pemerintah Kolonial Belanda mulai menyadari

bahwa kemiskinan sedang meningkat di pulau Jawa. Perubahan-perubahan

10

yang terjadi pada ekonomi pedesaan sebagai akibat dari pada kegiatan

perusahaan-perusahaan asing yang bekerja dibidang produksi dan ekspor

tanaman dagang seperti tembakau dan gula, telah membawa akibat-akibat

yang buruk pada penduduk pulau Jawa. Meskipun perusahaan-perusahaan

perkebunan telah mulai mengubah fokus kegiatannya ke Pulau Sumatera

sesudah tahun 1900, keadaan sosio-ekonomi di pedesaan Jawa masih saja

tetap tidak membaik”. (Joan Hardjono, 1982 : 1)

Maka dari itu dalam usaha untuk memperbaiki kondisi rakyat pedesaan di

Jawa, Pemerintah Kolonial Belanda memperkenalkan kebijakan baru yang

disebut ethiche politiek (politik etis). Politik etis adalah semacam utang budi

atau kewajiban moral bahwa Belanda mempunyai “utang budi” pada

jajahanya. Penghasilan negara jajahan harus dimanfaatkan untuk

meringankan penderitaan “kaum pribumi”.

Pemerintah Kolonial mulai melaksanakan kolonisasi dengan cara

memindahkan masyarakat Jawa dari daerah yang padat penduduknya ke

daerah-daerah yang sedikit penduduknya yang berada di luar pulau Jawa.

Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang berada di luar pulau Jawa

yang akan menjadi tempat koloniasasi yang dilakukan oleh Pemerintah

Kolonial Belanda, khususnya pada daerah Lampung.

Perpindahan penduduk ke Sumatera Bagian Selatan terwujud pada tahun

1905 dengan membawa 155 keluarga ke daerah Gedong Tataan di Lampung.

Ini menjadi awal perpindahan penduduk intern di Indonesia, yang kemudian

meningkat secara berkala.

Pada tahun 1905, H.G. Heijting (Asisten Residen Pemerintah Kolonial)

mengirimkan satu rombongan yang terdiri atas 155 kepala keluarga dari

karasidenan Kedu (jawa Tengah) ke Gedong Tataan (lampung). Di tempat

itu para pendatang membangun desa yang diberi nama Bagelen, desa

kolonisasi pertama. (E. Hoogerwerf, 1997:48)

11

Gedong Tataan merupakan desa yang menjadi koloniasai pertama yang ada di

Lampung, bisa dikatakan Gedong Tataan merupakan fase percobaan yang

dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Sampai dengan tahun 1920an

proyek untuk Gedong Tataan jumlah migran dari Jawa mulai meningat.

Untuk menghindari perluasan areal sawah di Gedong Tataan yang

memerlukan biaya banyak, pemimpin koloniasi mencari wilayah lain yang

cocok untuk melanjutkan proyek kolonisasi. Tahun 1921 ditetapkan untuk

membuka desa baru yaitu desa Wonosobo.

Pada tahun 1921 desa Wonosobo dapat dibuka, disebelah barat Kota

Agung, ditepi Teluk Semangka, 120 kila dari TanjungKarang. Wilayah itu

airnya berlimpah dan cocok sekali untuk membuka desa dengan basis

persawahan. Sampai dengan tahun 1924 jumlah orang Jawa di Wonosobo

sudah mencapai angka 5927 Jiwa. (E. Hoogerwerf, 1997:51)

Pemerintah Kolonial Belanda sempat mempertimbangkan untuk

memnghentikan proyek kolonisasi, hal ini terjadi sekitar tahun 1928 sampai

1930an. Tetapi akibat terjadinya krisis ekonomi di Jawa pada tahun 1931

yang melanda sektor perkebunan besar, ribuan buruh Jawa di-PHK, akibatnya

pemerintah Belanda mulai mempertimbangkan kembali program kolonisasi.

Pada tahun 1930 an daerah-daerah baru dibuka di Sumatera Bagian Selatan.

Pembukaan pertama terjadi di Sukadana dan dibangun pula sebuah kota yaitu

Metro, berada di tengah Karesidenan Lampung.

Migrasi orang Jawa yang merupakan latarbelakang dari munculnya Gereja

Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS), berhenti secara tiba-tiba karena

masuknya Jepang dan menjajah Indonesia.

12

Pada awal tahun empat puluhan kolonisasi berjalan dengan lancar. Jumlah

para migran yang dalam rangka program pemerintah berangkat ke

Sumatera Bagian Selatan meningkat pada tahun 1940-1941. Waktu itu

kolonisasi sudah sangat mengubah keadaan demografis di kawasan itu.

kolonisasi yang sudah berjalan empatpuluh tahun tiba-tiba terhenti karena

perang. Sesudah serangan di Pearl Harbour pada 7 Desember 1941, mesin

perang Jepang secara kilat berguling ke selatan, lewat darat, laut dan udara

sampai di Indonesia. (E. Hoogerwerf, 1997:64)

Mula-mula Jepang sama sekali tidak berminat untuk melanjutkan proyek-

proyek kolonisasi. Oleh karena itu usaha untuk mengembangkan proyek

Sukadana dihentikan, baru pada akhir tahun 1943, tatkala Jepang dengan

sengaja dan secara sistematis mencoba memperoleh simpati rakyat Indonesia,

program kolonisasi dilanjutkan kembali. Namun, proyek dari pemerintah

Jepang terhenti kembali pada saat perjuangan kemerdekaan yang dilakukan

penduduk Indonesia. Sampai dengan Indonesia memproklamasikan

kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dan serangan dari Belanda ke Indonesia

tahun 1948 proyek pemindahan penduduk dari pulau Jawa ke Sumatera blm

dapat dilanjutkan kembali.

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan tahun 1949 sudah berakhir dan

pembangunan Indonesia dapat dimulai kembali. Dalam rangka pembangunan

Indonesia, pemerintah memutuskan untuk mengambil proyek migrasi orang

Jawa secara masal. Pemerintah Indonesia tidak lai menggunakan istilah

“Kolonisasi” namun, Pemerintah Indonesia menggantinya dengan istilah

“Transmigrasi”.

Sampai pada tahun 1970 arus transmigrasi mengarah ke provinsi Lampung,

mula-mula di Sri Bahwono/Labuhan Maringgai lalu sampai di Seputih

Surabaya. Pada tahun-tahun itu juga terdapat banyak pemukiman baru di

13

daerah Sidomulyo, dekat Kalianda. Perkembangan di daerah Belitang juga

senantiasa berlangsung. Dan setelah tahun 1970 transmigrasi ke Lampung

diarahkan terutama ke daerah Way Abung, dekat Kotabumi. Sampai dengan

masa sekarang propinsi Lampung secara resmi ditutup untuk transmigrasi.

2.1.3 Konsep Gerejawi Para Transmigran

Gerejawi merupakan kata sifat yang memiliki arti “yang berkenaan dengan

Gereja”, maka dari itu segala sesuatu yang berhubungan dengan gereja disebut

dengan Gerejawi. Gereja dalam bahasa Indonesia berasal dari kata “igreya”

dalam bahasa Portugis yang merupakan terjemahan dari kata “kuriakue”

(bahasa Yunani) yang berarti Tuhan. Maksudnya yaitu umat milik Tuhan yang

berarti orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus atau Nabi Isa Al-

masih sebagai Juruselamat.

Perjanjian Baru menyebutkan bahwa persekutuan umat percaya itu adalah

“ekklesia” (bahasa Yunani), kata ini adalah kata majemuk, gabungan dari kata

“ek” yang artinya “keluar” dan “kaleo” yang artinya “memanggil”. Jadi kata

“ekklesia” yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi “Gereja” ini

berarti “umat yang dipanggil supaya keluar”. Dalam bahasa Indonesia sendiri

Gereja disebut juga “Jemaah” (bentuk tunggal) dan “Jemaat” (bentuk jamak).

Dari beberapa arti Gereja di atas maka dapat disimpulkan bahwa Gereja

adalah persekutuan umat percaya (Jemaat) kepada Yesus Kristus (Nabi Isa Al-

masih) sebagai Juruselamat.

Setelah Gereja berkembang artinya jemaat-jemaat makin meluas, tersebar di

wilayah yang lebih luas maka dalam gereja yang menganut sistem presbiterial

sinodal dikenal adanya klasis-klasis. Adanya klasis karena alasan praktis,

14

yaitu supaya pekerjaan dan tugas-tugas jemaat-jemaat yang berada di wilayah

yang sama itu dapat diarahkan dan dimantapkan dalam hubungannya dengan

jemaat-jemaat itu sendiri maupun dalam hubungannya dengan Gerea yang

lebih luas (SINODE).

Program transmigrasi yang terjadi di Sumatera Bagian Selatan

mengikutsertakan beberapa kelompok orang kristen yang berasal dari pulau

Jawa dan Bali. Diantara para transmigran Kristen di Sumatera Bagian Selatan

waktu masih berada di pulau Jawa dan Bali, mereka tergabung dalam berbagai

gereja antara lain: GKJ, GKJW, GKJTU, GITJ, GKP, dan GKPB. Karena

latarbelakang gerejawi yang berbeda dari para transmigran yang tergabung

dalam gereja ini, menimbulkan keunikan tersendiri bagi Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

2.1.4 Konsep Proses

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, proses memiliki arti antara lain

runtunan perubahan (peristiwa), perkembangan sesuatu, kemajuan sosial,

berjalan terus, rangkaian tindakan atau pengolahan yang menghasilkan produk

(Departemen Pendidikan Nasional, 2005:899).

Setiap Proses terdiri atas fase atau tahap-tahap yang berlangsung diantara titik

awal dan titik akhir. Proses menunjukan perubahan yang setengahnya terjadi

secara cepat dan setangahnya secara lambat. Proses sejarah adalah momentum

dari perubahan sosial, maka disatu pihak kejadian sejarah atau peristiwa yang

terjadi merupakan proses (Sartono Kartodirdjo, 1993:108-113).

Dalam penelitian ini perlu digaris bawahi bahwa proses terbentuknya gereja

bukanlah sekedar proses pembangunan sebuah gedung gereja sebagai tempat

15

beribadah. Seperti yang telah dipaparkan pada konsep gerejawi, gereja juga

bisa merupakan Jemaat, bisa berupa Klasis, dan juga Sinode. Dalam penelitian

ini penulis ingin meneliti bagaimana proses terbentuknya gereja sebagai

sinode yang berarti gereja secara luas.

2.1.5 Konsep Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) awalnya hanyalah sebuah

perkumpulan umat kristen para transmigran yang berada di Sumatera bagian

selatan yang merupakan wilayah pelayanan dari Gereja Kristen Jawa (GKJ)

sejak tahun 1938. Pelayanan GKJ ke Lampung belangsung selama hampir 50

tahun dengan beberapa perkembangannya antara lain :

1. Sidang Klasis GKJ tanggal 10 Juni 1952 memutuskan dan memberlakukan

peraturan gereja dari Sinode GKJ. Daerah-daerah yang bergabung menjadi

klasis Sumatera Bagian Selatan tersebut adalah Tanjungsari, Srikaton,

Metro dan Batanghari.

2. Enam tahun kemudian dalam sidang Sinode VI pada tahun 1961 diusulkan

agar Klasis Sumatera Bagian Selatan membiak menjadi dua klasis yaitu :

Klasis Lampung (Metro, Batanghari, Sribahwono, Wonosari) dan Klasis

Palembang (Palembang, Belitang, Tugumulyo, Srikaton, Tanjungsari).

3. Sidang Sinode XII GKJ di Klaten, Agustus 1971, siputuskan

pengembangan klasis Lampung menjadi empat klasis, yaitu : Klasis

Metro, Klasis Bandar Jaya, Klasis Seputih Raman, dan Klasis Sribahwono.

Beberapa tahun kemudian Klasis Bandar Jaya menjadi dua klasis, Klasis

Bandar Jaya dan Klasis Tanjung Karang.

16

4. Juni 1974 sidang Sinode XIII GKJ memutuskan Palembang menjadi dua

Klasis, yaitu Klasis Belitang Buay Madang dan Klasis Palembang.

Gereja-gereja Kristen Jawa yang berada di wilayah Sumatera Bagian Selatan

(Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Jambi) yang dalam setruktur

organisasi disebut Sinode Wilayah I. Sinode menilai ada perkembangan cepat

di Sumatera Bagian Selatan, tahun 1981 Sinode Wilayah I diwacanakan untuk

mandiri menjadi Sinode sendiri yang terpisah sendiri dari GKJ.

Akhirnya pada sidang Sinode GKJ XVIII di Yogyakarta, Agustus 1987

memutuskan merestui Sinode Wilayah I GKJ menjadi Sinode Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

Kemandirian Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

merupakan keputusan Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) XVIII di

Yogyakarta, pada tanggal 6 Agustus 1987 dan ditetapkan sebagai hari

lahirnya Sinode Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

(Yanto Yussar, 1990 : 8)

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) adalah gereja yang hanya

terdapat di empat Provinsi yang ada di Sumatera bagian Selatan yaitu :

Lampung, Palembang, Bengkulu dan Jambi.

2.2 Kerangka Pikir

Wilayah Sumatera bagian Selatan (Lampung) merupakan wilayah tujuan dari

program pemindahan penduduk dari pulau Jawa baik yang dilakukan

pemerintah Hindia Belanda yang dikenal dengan istilah kolonisasi, maupun

yang dilakukan pemerintah Indonesia dengan istilah Transmigrasi.

Para transmigran sebagian besar berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur,

sebagian lainnya dari Bali dan Sunda. Diantara para transmigran yang datang

17

ke Sumatera Bagian Selatan banyak yang sudah memeluk agama Kristen.

Transmigran yang beragama Kristen inilah yang menjadi cikal bakal

terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS). Transmigran

Kristen yang berada di Sumatera bagian Selatan ini dulunya tergabung dalam

enam gereja. Gereja-gereja tersebut antara lain : GKJ di Jawa Tengah, GKJW

di Jawa Timur, GKJTU di Jawa Tengah bagia Utara, GITJ di Jawa Tengah

bagian Utara, GKP di Jawa Barat, dan GKPB di Bali.

Sejak tahun 1938 transmigran Kristen yang berada di Lampung dilayani oleh

pendeta-pendeta utusan dari GKJ. Namun pelayanan Gerejawi yang dilakukan

GKJ terhadap transmigran Kristen di Lampung tidaklah berjalan mulus dan

sempat terhenti pada saat Jepang menduduki Indonesia. Pelayanan GKJ ke

wilayah Lampung terjalin kembali sekitar tahun 1949 dan tahun demi tahun

pertumbuhan Gereja di Sumatera Bagian Selatan sangatlah luar biasa dan

Sinode GKJ menyebut Sumatera bagian Selatan sebagai Sinode Wilayah I

GKJ.

Sinode Wilayah I GKJ di Sumatera bagian Selatan mempunyai keinginan

untuk menjadi gereja yang mandiri. Tahun 1987 pada sidang Sinode GKJ ke

XVIII di Yogyakarta, memutuskan dan merestui Sinode Wilayah I GKJ

menjadi Sinode sendiri yang mandiri dengan nama Sinode Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan ( Sinode GKSBS ). Keputusan ini dituangkan dalam

sebuah piagam tertanggal 6 Agustus 1987.

Perbedaan latarbelakang gerejawi tidak menjadi suatu halangan bagi para

transmigran Kristen di Sumatera Bagian Selatan untuk bergabung dalam satu

18

lingkup Gereja. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk membahas

dan mengangkat Tinjauan Historis Terbentuknya Gereja Kristen Sumatera

Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung.

19

2.3 Paradigma

Keterangan :

Garis Proses

Garis Hasil

Transmigrasi ke Lampung Sebagai

Konteks Timbulnya Gereja

Latarbelakang

Gerejawi Para

Transmigran

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS) di Lampung

Bergabungnya

transmigran kristen

dalam satu gereja

20

REFERENSI

Alwi, Hasan.2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Jakarta.

Hal 1198

Ali,Muhammad.1963. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : Bharata Hal 5

Roeslan, Abdulgani. 1963. Penggunaan Ilmu Sejarah. Bandung. BP Prapanca.

Hal 174

Martono. 1985.Panca Matra Transmigrasi Terpadu; The Five Dimensions of

Integreted Transmigration. Jakarta : Departemen Transmigrasi RI.

Hal 1

Joan, Hardjono. 1982. Transmigrasi dari Kolonisasi Sampai Swakarsa. Jakarta :

PT Bina Aksara Hal 1

E,Hoogerwerf.1997. Transmigratie en Kerkvorming. Netherland : Boekencentrum

Hal 48 (terjemahan)

Ibit, Hal 51

Ibit, Hal 64

Ratna, Nyoman, Kutha. 2005. Sastra dan Culture Studies : Representasi Fiksi dan

Fakta. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal 5

Yanto, Yussar. 1988. Buku Putih (Pedoman Penjemaatan Kemandirian Gereja-

gereja di Lingkungan Sinode GKSBS). Jakarta : Majelis Pekerja PGI.

Hal 8

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode yang digunakan

Penelitian sejarah menggunakan metode historis, yaitu suatu metode

penelitian yang khusus digunakan dalam penelitian sejarah dengan melalui

tahapan tertentu. Sumber-sumber atau data-data yang digunakan dalam

penelitian ini tidak terlepas dari kejadian di masa lalu yang mempengaruhi

kehidupan di masa sekarang ataupun sebaliknya, untuk memahami kejadian

di masa sekarang yang masih terdapat hubunganya dengan kejadian masa

lalu.

Metode penelitian historis menurut Muhammad Nazir (1983:55)

“penyelidikan yang kristis terhadap keadaan-keadaan perkembangan serta

pengalaman di masa lampau dan menimbang secara cukup teliti dan hati-hati

tentang bukti validitas dari sumber sejarah serta interpretasi dari sumber-

sumber keterangan tersebut”.

Penerapan metode historis ini menempuh tahapan-tahapan kerja, sebagaimana

yang dikemukakan oleh Nugroho Notosusanto (1984:17) sebagai berikut:

1. Heuristik, yakni menghimpun jejak-jejak masa lampau.

2. Kritik, yakni menyelidiki apakah jejak itu sejati baik bentuk maupun

isinya.

22

3. Interpretasi, yakni menetapkan makna dan saling berhubungan dari fakta

yang diperoleh sejarah itu.

4. Historiografi, yakni menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk

sebuah kisah.

Sesuai dengan metode historis menurut pendapat Nugroho Notosusanto, maka

langkah proses yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Heuristik ; pada tahap ini peneliti mencari dan mengumpulkan sumber

yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas. Mengumpulkan

sumber yang diperlukan dalam penulisan ini merupakan pekerjaan pokok

yang dapat dikatakan gampang-gampang susah, sehingga diperlukan

kesabaran dari penulis. Menurut Notosusanto, heuristic berasal dari bahasa

Yunani Heuriskein artinya sama dengan tofind yang berarti tidak hanya

menemukan, tetapi mencari dahulu. Pada tahap ini, kegiatan diarahkan

pada penajakan, pencarian, dan pengumpulan sumber-sumber yang akan

diteliti, baik yang terdapat dilokasi penelitian, temuan benda maupun

sumber lisan di perpustakaan dan arsip tentang proses tebentuknya Gereja

Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

2. Kritik; pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan

heuristik yang berupa buku-buku yang relevan dengan pembahasan yang

terkait, maupun hasil temuan dilapangan tentang bukti-bukti dilapangan

tentang pembahasan maka dilakukan penyaringan atau penyeleksian

dengan mengacu pada prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan

orisinilnya terjamin.

23

Tahapan kritik ini tentu saja memiliki tujan tertentu dalam pelaksanaanya.

Salah satu tujuan yang dapat diperoleh dalam tahapan kritik ini adalah

otentitas (authenticity). Sebuah sumber sejarah (catatan harian, surat,

buku) adalah otentik atau asli jika itu benar-benar produk dari orang yang

dianggap sebagai pemiliknya (atau dari periode yang dipercayai sebagai

masanya jika tidak mungkin menandai pengarangnya) atau jika itu yang

dimaksudkan oleh pengarangnya. Kritik sebagai tahapan yang juga sangat

penting terbagi dua, yakni intern dan ekstern. Aspek eksternnya

bersangkutan dengan apakah sumber itu memang sumber, artinya sumber

sejati yang dibutuhkan. Aspek internnya bertalian dengan persoalan

apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Karena

itu, penulisan sumber-sumber sejarah mempunyai dua segi ekstern dan

intern.

Kritik ekstern atau kritik luar dilakukan untuk meneliti keaslian sumber,

apakah sumber tersebut valid, asli atau bukan tiruan. Sumber tersebut

utuh, dalam arti belum berubah, baik bentuk maupun isinya. Kritik ekstern

hanya dapat dilakukan pada sumber yang menjadi bahan rujukan penulis.

Di samping itu penulisan ini juga didasarkan pada latar belakang

pengarang dan waktu penulisan. Kritik intern atau kritik dalam, dilakukan

untuk menyelidiki sumber yang berkaitan dengan sumber masalh

penelitian. Tahapan ini menjadi ukuran sejauh mana objektifitas penulis

dalam mengelaborasi segenap data atau sumber yang telah diperolehnya,

dan tentunya mengedepankan prioritas.

24

Setelah menetapkan sebuah teks autentik, serta referensi pengarang, maka

penulis akan menetapkan apakah keaslian itu kredibel dan sejauh mana hal

tersebut mempengaruhi objek kajian. Pada tahap ini pula kita dapat

keabsahan suatu sumber yang kemudian akan dikomparasikan sumber satu

dengan sumber yang lainnya, tentunya dengan masalah yang sama.

3. Interpretasi; setelah melalui tahapan kritik sumber, kemudian dilakukan

interpretasi atau penafsiran terhadap fakta searah yang diperoleh dari arsip,

buku-buku yang relevan dengan pembahasan, maupun hasil penelitian

langsung dilapangan. Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan integritas

penulis untuk menghindari interpretasi yang subjektif terhadap fakta yang

satu dengan fakta yang lainnya, agar ditentukan kesimpulan atau gambaran

sejarah yang ilmiah.

4. Historiografi; yaitu suatu kegiatan peneliti dalam bentuk laporan hasil

penelitian secara keseluruhan. Pada buku pengantar ilmu sejarah halaman

40 tertulis, historiografi adalah cara penulisan sejarah sebagai ilmu dan

diharapkan dalam setiap penulisannya tingkat keobyektifitasnya dapat

dipertahankan walaupun dalam hal ini tingkat kesubjektifan seorang

peneliti juga sangan mendominasi karena itu merupakan hasil pemikiran

sendiri. (Nugroho Notosusanto, 1984:11)

3.2 Variabel Penelitian

Menurut Suharsini Arikunto, Variabel penelitian adalah obyek penelitian atau

apa yang menjadi titik perhatian dalam suatu penelitian (Suahrsini Arikunto,

2002:91). Menurut Sumardi Suryabrata yang dimaksud dengan Variabel

adalah segala sesuatu yang akan menjadi obyek pengamatan penelitian atau

25

faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa atau gejala yang diteliti.

(Suryabrata, 2000:72).

Dari pengertian di atas, dapat diartikan bahwa variabel merupakan satu

langkah yang dipergunakan dalam penulisan sejarah terkait dengan penelitian

ini penulis hanya menggunakan variabel tunggal yaitu : Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan tiga teknik

pengumpulan data berupa studi kepustakaan, dokumentasi dan wawancara.

Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan adalah cara pengumpulan data

dan informasi dengan bantuan berbagai material yang terdapat di perpustakaan

(Koeantjaraningrat, 1983:81). Menurut Suharsimi Arikunto yang dimaksud

dengan teknik dokumentasi adalah mencari data-data mengenai hal-hal atau

varieabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar dan lainnya

(Suharsimi Arikunto, 1986:188). Sedangkan menurut Ali, yang dimaksud

dengan wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data dengan cara

mengadakan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidaklangsung dengan

nara sumber data (Muhammad Ali, 1985:83).

Menurut Jhon Dewey dalam pengumpulan data tentu memerlukan suatu

pembuktian maka yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan bahan-

bahan, informasi-informasi, dan hasil penelitian yang relevan dengan masalah

yang dihadapinya. Semua bahan, informasi atau hasil-hasil penelitian itu

kemudian diolah dalam proses berfikir logika dan rasional dengan memilah-

26

milah atau menghubung-hubungkan untuk mencari persamaan atau

perbedaannya agar sampai pada kesimpulan yang mendukung atau menolak

kesimpulan yang telah dirumuskan (Hadari Nawawi, 1991:21).

Penelitian menggunakan teknik tersebut dalam mencari-cari sumber-sumber

data sesuai dengan permasalahan yang diangkat yaitu proses terbentuknya

Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung yang

dilakukan di Perpustakaan Sinode GKSBS Kota Metro yang merupakan Pusat

GKSBS Lampung, dengan membuat ringkasan isi, mengklarifikasikan

sumber-sumber, menyusun dan mengintrepretasikan sumber-sumber tersebut.

3.3.1 Teknik Kepustakaan

Pengertian teknik kepustakaan dapat diartikan yaitu suatu cara pengumpulan

data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat

di ruang kepustakaan misalnya majalah-majalah, catatan-catatan, koran,

dokumen, kisah sejarah dan sebagainya yang relevan dengan penelitian

(Koentjaraningrat, 1983:420). Menurut Hadari Nawawi, studi kepustakaan

dilaksanakan dengan cara mendpat sumber-sumber data yang diperoleh dari

perpustakaan yaitu denga memperlajari buku-buku literatur yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti (Hadari Nawawi, 1993:133).

Peneliti menggunakan teknik tersebut dalam melakukan penelitian secara

teoritis, menggunakan konsep dengan cara membaca, mengutip, dan mencatat

dari berbagai sumber buku dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan

yang akan diteliti.

27

3.3.2 Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi menurut Pendapat Hadari Nawawi yaitu merupakan cara

mengumpulkan data peninggalan-peninggalan tertulis yang berupa arsip-arsip

dan juga buku-buku pendapat, teori, dalil, atau hukum lain yang berhubungan

dengan masalah penelitian (Hadari Nawawi, 1993:133). Menurut Ridwan,

dokumentasi adalah ditunjukan untuk memperoleh data langsung dari tempat

penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-peraturan, laporan-

laporan kegiatan, foto-foto, dan data relevan dengan penelitian (Ridwan,

2005:105).

3.3.3 Teknik Wawancara

Teknik wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang menggunakan sesi

tanya-jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau

pendapatnya tentang suatu hal atau masalah.

Menurut Koentjaraningrat (1997:162) “ Wawancara adalah salah satu

teknik pengumpulan data, merupakan suatu cara yang digunakan

seseorang untuk tujan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan

keterangan atau pendirian secara lisan dari seseorang responden dengan

cara bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang itu”.

Teknik wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data-data tentang

kehidupan manusia dalam suatu masyarakat yang berkaitan dengan

penelitian. Bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih.

28

3.4 Validitas Data

Kualitatif sebagai suatu metode penelitian memiliki standarisasi tersendiri

dalam menentukan tingkat keabsahan sebuah data yang ditemukan di

lapangan. Menurut Moleong (2011) yang dimaksud dengan keabsahan data

dalam penelitian kualitatif adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi :

1) Mendemonstrasikan nilai yang benar,

2) Menyediakan dasar agar hal tersebut dapat diterapkan, dan

3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi

dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.

Menurut Lincoln & Guba (1985) dalam Moleong (2011:321) istilah

kredibilitas (credibility), transferabilitas (tranferability), auditabilitas

(auditability), dan konformabilitas (conformability) lebih baik digunakan pada

penelitian kualitatif. Dalam standar kredibilitas agar hasil penelitian kualitatif

memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan fakta yang

sebenarnya di lapangan dapat dilakukan melalui berbagai metode. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode triangulasi.

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang laian. Diluar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data tersebut. Denzim (1978) membedakan

empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan

penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori. (Moleong, 2011:330)

1) Triangulasi dengan sumber, berarti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat

29

yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Patton 1987:331) yang dapat

dicapai dengan jalan (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan

data hasil wawancara ; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang

didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi ;

(3)membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen.

2) Triangulasi dengan metode, menurut Patton (1987:329) terdapat dua

strategi yaitu : (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil

penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat

kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

3) Triangulasi dengan teori, bahwa fakta dapat diperiksa derajat

kepercayaannya dengan satu atau lebih teori, menurut Patton (1987:327)

hal ini disebut dengan penjelasan banding atau rival explanation

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa teknik triangulasi

adalah suatu cara yang dilakukan untuk memeriksa keabsahan data penelitian

kualitatif dengan cara membandingkan berbagai suatu data dengan data-data

yang lain yang relevan hingga dicapai suatu derajat kepercayaan suatu

informasi yang akurat.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data sangat penting dalam suatu penelitian karena data yang

diperoleh dilapangan akan mempunyai arti apabila data telah di analisis.

Untuk menganalisis data tersebut maka diperlukan kecermatan dalam

memilih teknik analisa, serta disesuaikan oleh data yang diperoleh.

30

Setelah menemukan sumber-sumber data yang dipergunakan dalam penelitian

kemudian berlanjut ke langkah selanjutnya yaitu penganalisisan data. Teknik

yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah adalah teknik

kualitatif.”Analisis data kualitatif merupakan bentuk penelitian yang bersifat

atau memiliki karakteristik bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan yang

sewajarnya dan sebagaimana adanya”.(Nawawi, 1993: 174).

“Pengumpulan data kualitatif lebih memudahkan peneliti untuk mengikuti

dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam

lingkup pikiran orang-orang setempat serta memperoleh penjelasan yang

banyak dan bermanfaat”. (Miles dan Huberman, 1992:77).

Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis data merupakan hasil dari pemikiran

atau opini penulis terhadap segala sumber yang telah di dapat dan kemudian

akan mempermudah peneliti untuk menyelesaikan masalah yang sedang

diteliti. Pada dasarnya proses analisis data dilakukan secara bersamaan

dengan penggumpulan data. “Analisis data dilakukan dengan melalui

beberapa tahap. Dibawah ini merupakan tahap tahap dalam proses analisis

data kualitatif menurut Miles dan Huberman”. (1992:28) meliputi:

a. Reduksi Data

Yaitu sebuah proses pemulihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,

pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan di lapangan.

Reduksi data juga merupakan bentuk analisis data yang tajam,

menggolongkan, mengarahkan, serta membuang yang tidak perlu dan

mengorganisir data sampai akhirnya bisa menarik sebuah kesimpulan. Jadi,

31

dalam penelitian ini reduksi data merupakan proses yang dilakukan penulis

untuk mengumpulkan data-data mengenai Terbentuknya Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung.

Penulis melakukan pemilihan data sesuai dengan yang dibutuhkan dalam

penelitian tersebut. Kemudian membuang data-data yang tidak diperlukan,

sehingga data-data mengenai Terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian

Selatan (GKSBS) di Lampung dapat diverifikasi.

b. Display (Penyajian Data)

Yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi tersusun, memberi

kemungkinan ada penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan

penyajian data tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang

harus dilakukan sehingga menganalisis atau mengambil tindakan nantinya

akan berdasarkan pemahaman yang didapat dari penyajian tersebut.

Dalam penelitian ini setelah data-data mengenai Terbentuknya Gereja Kristen

Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung tersusun kemudian dapat

memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan

tindakan. Selanjutnya data tersebut disajikan oleh penulis dalam bentuk

tulisan yang dapat dijawab dari sebuah penelitian, sehingga mudah untuk

dapat dipahami.

c. Mengambil Kesimpulan Verifikasi Data

Peneliti berusaha mencari arti pola, konfigurasi yang mungkin penjelasan alur

sebab akibat dan sebagainya. Kesimpulan harus senantiasa diuji selama

32

penelitian berlangsung dalam hal ini dilakukan dengan cara penambahan data

baru (Lexi.J.Moleong, 1991:128).

Yaitu menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah semua makna-makna

yang muncul dari data yang sudah diuji kebenarannya, kekokohannya,

kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas kegunaan

dan kebenarannya

Kegiatan terakhir ini berupa penyimpulan dan verifikasi data baik dari segi

makna dan kebenarannya mengenai Terbentuknya Gereja Kristen Sumatera

Bagian Selatan (GKSBS) di Lampung.

33

REFERENSI

Muhammad, Nazir. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hal 55

Notosusanto,Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Inti Idau

Press. Hal 17

Ibid, Hal 11

Suharsimi, Arikunto.2002. ProsedurPenelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:

Bina Aksara. Hal 91

Suryabrata, Sumardi. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : Raja Grafindo

Persada. Hal 72

Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Sosial. Jakarta : Gramedia.

Hal 81

Suharsimi, Arikunto. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.

Jakarta : Bina Aksara. Hal 188

Muhammad Ali. 1985. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta :

Bina Aksara. Hal 83

Hadari Nawawi. 1991. Penelitian Harapan Gajah Mada University. Yogyakarta.

Hal 21

Koentjaraningrat. Op. Cit. Hal 420

Hadari Nawawi. Op.Cit Hal 133

Ridwan. 2005. Belajar dan Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan

Penelitian. Bandung : Alfabet. Hal 105

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode penelitian Masyarakat. Jakarta :

Gramedia Pustaka Utama. Hal162

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Gramedia. Hal 77

Ibid, Hal 28

78

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa proses terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS) adalah sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terlihat ada peran dari

Sinode GKJ di Jawa Tengah dalam terbentuknya gereja ini, namun

sebenarnya peran dari Sinode GKJ sebagai gereja pengutus hanyalah

sebatas mengutus pendeta dan membatu pelayanan dari segi dana.

Namun dari segi pendewasaan, keinginan akan kemandirian

merupakan kerja keras dari para warga jemaat Sumatera Bagian

Selatan sendiri. Karena yang tahu dan mengerti akan keadaan

perkembangan di Sumatera bagian Selatan adalah mereka sendiri

bukan Sinode GKJ. meskipun demikian dalam Sejarahnya Sinode GKJ

tetap menjadi bagian penting dalam proses terbentuknya Gereja

Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS).

2. Berdasarkan warga jemaatnya yang memiliki latarbelakang gereja

yang berbeda-beda, Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS)

menyambut panggilannya dalam pelayanan sebagai gereja daerah.

79

Dilihat dari namanya saja sudah menggambarkan bahwa gereja ini

berusaha menyambut dan menerima siapa saja yang ingin menjadi

bagian di dalamnya.

Dengan demikian Terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan

(GKSBS) merupakan peristiwa okumenis yang penting. Kenapa peristiwa

okumines, karena peristiwa ini melibatkan banyak orang kristen yang

berasal dari berbagai gereja.

5.2. SARAN

Berkaitan dengan penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul

Terbentuknya Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS),

beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan diantaranya::

1. Untuk seluruh generasi penerus yaitu para pemuda, khususnya

pemuda Gereja Kristen Sumatera Bagian Selatan (GKSBS) untuk

terus menjaga agar GKSBS tetaplah menjadi gereja daerah.

2. Untuk masyarakat umum agar menjaga hubungan baik antar umat

beragama supaya tidak terjadi kesalahpahaman antara umat beragama

yang selama ini sudah terjadi, supaya tidak terjadi kembali.

3. Untuk seluruh masyarakat dari seluruh golongan agar dapat

mepelajari dan memahami sejarah nasional maupun sejarah lokal dan

mampu melaksanakan nilai-nilai dalam Pancasila sebagai dasar

Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1963. Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta; Bharata

_____________. 1985. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek). Jakarta;Bina Aksara.

Alwi, Hasan. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka Jakarta.

Arikunto, Suharsimi. 1986. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.Jakarta; Bina Aksara

________________. 2002. Prosedur Penelitian Suatu PendekatanPraktis.Jakarta; Bina Aksara.

Hardjono, Joan. 1982. Transmigrasi Dari Kolonisasi Sampai Swakarsa. Jakarta;PT Gramedia Jakarta.

Hoogerwerf .E.1997. Transmigratie en kerkvorming. Netherland: Boekencentrum.

Koentjaraningrat. 1983. Metode-metode Penelitian Sosial. Jakarta; Gramedia.

_____________. 1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Miles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta; Gramedia.

Martono. 1985. Panca Matra Transmigrasi Terpadu; The Five Dimensions ofIntegreted Transmigration. Jakarta: Departemen Transmigrasi RI.

Nasir,Muhammad. 1983. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Nawawi,Hadari. 1993. Penelitian Harapan Gajah Mada University. Yogyakarta.

Notosusanto,Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Inti IdauPress.

Ratna, N. Kutha. 2005. Sastra dan Culture Studies : Representasi Fiksi danFakta. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.

Ridwan. 2005. Belajar dan Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan danPenelitian. Bandung; Alfabet.

Roeslan,Abdulgani. 1963.Penggunaan Ilmu Sejarah. Bandung. BP Prapanca.

Sumadi,Suryabrata. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta : P.T. Raja GrafindoPersada.

Yanto,Yussar. 1988. Buku Putih (Pedoman Penjemaatan Kemandirian Gereja-gereja di Lingkungan Sinode GKSBS). Jakarta: Majelis Pekerja PGI.

Sumber lain :

https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja (diakses tanggal 28 April 2016, pukul19:14 WIB)

Rsmardiwaluyo.co.id/ (diakses pada 20 September 2017, pukul 19.48 WIB)