tinea unguium
DESCRIPTION
presus tinea unguiumTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
Tinea Unguium
Moderator :
dr. Brahm U. Pendit, Sp.KK
Disusun Oleh :
Hasyati Dwi Kinasih
1310221070
Dipresentasikan tanggal:
14 Desember 2015
KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL’VETERAN’
JAKARTA
PERIODE 23 NOVEMBER – 26 DESEMBER 2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul:
TINEA UNGUIUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian
program profesi dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Disusun oleh:
Hasyati Dwi Kinasih (1310221070)
Jakarta, 14 Desember 2015
Mengetahui:
Moderator
dr. Brahm U. Pendit, Sp.KK
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I STATUS PASIEN..................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................12
A. Definisi.................................................................................................12
B. Etiologi.................................................................................................12
C. Patogenesis..........................................................................................12
D. Gambaran Klinis .................................................................................14
E. Diagnosa..............……………………………………………............16
F. Diagnosa Banding................................................................................16
G. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................17
H. Penatalaksanaan...................................................................................19
I. Prognosis..............................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................22
3
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 55 tahun
Alamat : Jl. Taba Raya No. 5 RT/RW 02/02, Jakarta Utara
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2015
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 10 Desember 2015 pukul 12.30 WIB.
Keluhan Utama : Kuku ibu jari kaki kanan kiri rusak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan kuku ibu jari kaki kanan dan kiri rusak
sejak kurang lebih 5 tahun sebelum masuk Rumah Sakit. Kerusakan pertama
kali dirasakan pada ujung kuku ibu jari kaki kanan serta ibu jari kaki kiri
pasien. Pasien sudah merasakan keluhannya tersebut sebanyak 3 kali dalam 5
tahun terakhir dan merasa keluhannya lebih parah 1 bulan sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien juga merasakan kukunya semakin mengerut, kasar dan
bertambah tebal serta berubah warna putih kusam. Pasien menyangkal
4
kukunya rapuh, gatal dan tepi kuku bengkak. Awalnya pasien menganggap
keluhannya ini tidak mengganggu sehingga pasien membiarkannya saja dan
hanya mengerok di bagian kuku yang berwarna putih kusam. Pasien belum
pernah berobat ke dokter atas keluhannya ini namun tidak ada perubahan
sehingga datang ke RSPAD.
Pasien mengaku mandi 2 kali sehari dan sering melakukan pekerjaan
yang berhubungan dengan air seperti mencuci ataupun mengepel. Pasien juga
mengaku bekerja selama ± 8 jam sehari dan selalu menggunakan kaos kaki
serta sepatu tertutup setiap bekerja atau keluar rumah. Pasien menyangkal
kontak dengan penderita penyakit serupa.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada
III. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : Baik
Tanda Vital : TD : 130/80 mmHg Nadi: 84 x/menit
: RR : 20x/menit Suhu: Afebris
Kepala : Normochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
5
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Tenggorokan : Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Toraks : Simetris saat statis dan dinamis
Paru : Suara nafas vesikular +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung : Bunyi jantung I = II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Supel, bising usus (+) normal, hepar & lien tidak teraba
pembesaran
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
IV. STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : Regio pedis dextra digiti I dan regio pedis sinistra digiti I.
Efloresensi : Hiperkeratosis subungual distal digiti I pedis dextra dan sinistra, serta onikolisis dan skuama di sekitar kuku pada digiti I pedis dextra. Tampak leukonikia digiti I pedis dextra dan sinistra.
6
Gambar 1. Gambar tampak jauh; kuku pedis dextra & sinistra digiti I tampak rusak.
Gambar 2. Digiti I pedis dextra; tampak hiperkeratosis & onikolisis subungual distal & lateral, dan tampak skuama disekitar kuku.
7
Gambar 3. Tampak hiperkeratosis & leukonikia subungual distal digiti I pedis sinistra.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dilakukan pemeriksaan KOH 20% diambil dari kerokan lesi kuku
Hasil : ditemukan adanya hifa dengan dinding berfilamen, bersekat, dan
arthrospora (+)
8
Gambar 4. Kerokan lesi kuku; tampak hifa & arthrospora.
VI. RESUME
Ny S Pasien perempuan berusia 55 tahun datang dengan keluhan kuku
ibu jari kaki kanan dan kiri rusak sejak 5 tahun SMRS dan bertambah parah 1
bulan SMRS. Pasien juga merasakan kukunya semakin mengerut, kasar,
berubah warna putih kusam, tetapi tidak rapuh, tidak gatal, dan tidak bengkak
disekitar kuku. Pasien sering melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan
air seperti mencuci, memasak ataupun mengepel. Pasien juga mengaku selalu
menggunakan kaos kaki dan sepatu tertutup saat keluar rumah atau bekerja.
Pada status dermatologis ditemukan hiperkeratosis subungual distal
digiti I pedis dextra dan sinistra, serta onikolisis dan skuama di sekitar kuku
pada digiti I pedis dextra. Tampak leukonikia digiti I pedis dextra dan sinistra.
Pada pemeriksaan sediaan langsung yang diambil dari kerokan lesi
pada kuku bagian subungual distal dengan larutan KOH 20% hasilnya
ditemukan hifa dan arthrospora.
9
VII. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Unguium digiti I pedis dextra et sinistra
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Tidak ada
IX. PEMERIKSAAN ANJURAN
Kultur Agar Saboraud Dextrose
X. PENATALAKSANAAN
Non-medikamentosa:
1. Menjaga kebersihan kuku.
2. Menjaga kaki agar tetap kering dan tidak lembab.
3. Untuk menghindari penularan jangan menggunakan gunting kuku bersama
orang lain.
Medikamentosa:
1. Sistemik
o Itrakonazol tablet 2 x 200 mg/hari sesudah makan untuk 1 minggu,
istirahat 3 minggu (dosis denyut) lalu dilanjutkan kembali dosis
denyut selama 3 bulan
2. Topikal
o Siklopiroxolamin 8% dalam bentuk cat kuku
10
XI. PROGNOSIS
o Quo ad vitam : ad bonam
o Quo ad functionam : ad bonam
o Quo ad sanationam : ad bonam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA UNGUIUM
A. DEFINISI
Tinea unguium (dermatophytic onychomycosis) adalah infeksi jamur
dermatofita pada kuku. Sedangkan onikomikosis adalah infeksi pada kuku yang
disebabkan oleh jamur dermatofita, jamur non-dermatofita atau yeast.1,2
B. ETIOLOGI
Dermatofita merupakan penyebab terbanyak terjadinya onikomikosis. Yaitu
sekitar 80-90%. Semua jenis dermatofita dapat menyebabkan tinea unguium,
penyebab terbanyak adalah Trichophyton rubrum (71%) dan Trichophyton
mentagrophytes (20%). Penyebab lain diantaranya E. Floccosum, T, violaaceum, T.
Schoenleinii, T. Verrrucosum.1
C. PATOGENESIS
Sebelum memahami patogenesis terjadinya tinea unguium maka diperlukan
pemahaman mengenai fungsi dan anatomi kuku. Fungsi utama dari kuku adalah
untuk memberikan perlindungan ke ujung digiti, meningkatkan diskriminasi sensorik,
dan dalam beberapa individu, berfungsi sebagai aksesori kosmetik.3,4
12
lempengkuku
Lipatan kuku proximal lunula
Gambar 5. Anatomi dan struktur kuku.3
Kuku merupakan struktur unit yang tiap komponennya bergabung dan disebut
sebagai unit kuku. Unit kuku terdiri dari lempeng kuku (nail plate) dan empat
struktur epitel: lipatan kuku proksimal (proximal nail fold), matriks, dasar kuku (nail
bed) dan hiponikium. (Gambar 1). Lempeng kuku berbentuk persegi panjang, tembus
pandang relatif tidak fleksibel, mengandung kalsium, fosfat, besi, seng, mangan dan
tembaga, juga sulfur dalam matriks kuku yang bertanggung jawab untuk kualitas fisik
kuku. Lempeng kuku muncul dari bawah lipatan kuku proksimal dan berbatasan di
kedua sisi dengan lipatan kuku lateralis. Di bagian proksimal terdapat lingkaran putih
yang disebut lunula. Permukaan dorsal unit kuku tampak berwarna merah muda
karena peningkatan pembuluh darah dari dasar kuku (nail bed). Daerah antara
permukaan dorsal dan ventral terdapat kutikula (eponychium) yang melindungi
matriks dari kerusakan.3,4
13
kutikula lempengkuku
matriks
dasarkuku
kutikula
dasarkuku
hiponikium
lipatan dorsum proksimal kuku
lipatan ventral proksimal kuku
bagian lipatan proksimal kuku
tautan onikodermal
lekukan distal
phalanges distal
Pada tinea unguium invasi terjadi pada kuku yang sehat. Jamur dapat masuk
melalui tiga cara yaitu dari manusia ke manusia (antrofopilik), dari hewan ke manusia
(zoofilik) dan dari tanah ke manusia (geofilik). Dermatofita, tidak seperti kebanyakan
jamur lain, menghasilkan keratinase (enzim yang memecah keratin), yang
memungkinkan untuk invasi jamur ke dalam jaringan keratin. Dinding sel dermatofit
juga mengandung mannans (sejenis polisakarida) yang dapat menghambat respon
kekebalan tubuh. Trichophyton rubrum khususnya mengandung mannans yang dapat
mengurangi proliferasi keratinosit. Terdapat beberapa predisposisi yang memudahkan
terjadinya tinea unguium yang mungkin sama dengan penyakit jamur superfisial
lainnya seperti kelembaban, trauma berulang pada kuku, penurunan imunitas serta
gaya hidup seperti penggunaan kaos kaki dan sepatu tertutup terus-menerus, olahraga
berlebihan dan juga penggunaan tempat mandi umum. Invasi kuku oleh jamur juga
akan meningkat pada pasien dengan defek pada suplai vaskularisai seperti akibat
pertambahan usia, insufisiensi vena, penyakit arteri perifer, serta pasien
imunokompromise.1,2,5
Jamur menyerang kuku melalui berbagai area sesuai dengan bagian kuku yang
pertama diinfeksinya. Invasi jamur ke kuku biasanya di mulai dari lipatan kuku lateral
atau ujung kuku, hal ini akan memberikan gambaran klinis berbeda sesuai dengan
klasifikasi berdasarkan bagian kuku yang terkena. Selanjutnya dapat terjadi
onikomikosis sekunder dimana infeksi terjadi setelah jaringan di sekitar kuku sudah
terinfeksi seperti pada psoriasis atau trauma pada kuku. tinea unguium pada kuku jari
kaki biasanya terjadi setelah tinea pedis, pada kuku jari tangan dikaitkan dengan tinea
manus, tinea corporis dan tinea kapitis.1
D. GAMBARAN KLINIS
Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan. Sekitar 80%
tinea unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan
klasifikasinya, yaitu:
14
1. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)
Onikomikosis Subungual Distal (OSD) merupakan pola tinea unguium yang
paling sering terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponikium
atau lipatan kuku, kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Subungual
Distal (OSD) sering dikaitkan dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan oleh T.
rubrum. 1,2,5,6
Gambar 6. Onikomikosis Subungual Distal (OSD)5
2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)
Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah
sepanjang lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini, paling
sering disebabkan oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan keadaan
immunocompromised. Banyak ditemukan pada pasien HIV. Onikomikosis
Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai satu atau dua kuku. Gambaran klinis
yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah lipatan kuku proksimal.1,2,5,6
15
Gambar 3. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)5
3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)
Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak
adalah T. mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak). Penyebab yang
jarang Acremonium, Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng
kuku yang terinvasi oleh jamur menunjukkan gambaran putih, seperti tepung/
serbuk kapur (chalky white) dan kadang mudah retak.1,5,6
Gambar 3. Onikomikosis Superfisial Putih
(OSPT)5
E. DIAGNOSIS
Anamnesis dan gambaran klinis saja pada umumnya sulit untuk memastikan
diagnosis terutama pada tinea unguium yang merupakan kelainan sekunder pada
kelainan kuku yang telah ada sebelumnya. Gambaran klinis harus dikonfirmasi
dengan ditemukannya elemen jamur pada pemeriksaan mikroskopik langsung dengan
preparat KOH, pemeriksaan histopatologi dari clipping nail atau dengan biakan
jamur.1,2,5,6
F. DIAGNOSIS BANDING
Sangat penting untuk membedakan tinea unguium dengan berbagai penyakit
lain yang memberikan gambaran klinis yang hampir sama, yaitu kuku psoriasis,
ekzema dan dermatitis kontak, liken planus, serta pakionikia kongenital.1,2
16
Pada psoriasis, selain kuku pada umumnya kelainan juga ditemukan pada
bagian kulit lain. Psoriasis kuku memberikan gambaran mirip Onikomikosis
Subungual Distal (OSD). Pada kuku psoriasis sering ditemukan pitting nail dan tanda
onikolisis berupa “oil spot” dan “salmon patch” yaitu warna kuning-kemerahan,
translusen di bawah lempeng kuku dan sering meluas ke hiponikium. Gambaran ini
tidak ditemukan pada tinea unguium.1,2,4
Pada ekzema dan dermatitis kontak, kelainan biasanya terdapat pada lipatan
kuku posterior. Pada dermatitis kelainan pada ujung jari kadang disertai onikolisis.
Pada liken planus dapat ditemukan papul merah ungu yang dapat dilihat di bawah
lempeng kuku dan manifestasi lanjut berupa pterigium. Pakionikia kongenital
memberikan gambaran bagian proksimal lempeng kuku tampak licin, mengkilat dan
melekat pada dasar. Bagian distal terdorong ke atas oleh akumulasi bahan keratin di
bawahnya sehingga bagian lempeng kuku bebas menghadap ke atas.1,4
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan adalah pemeriksaan
mikroskopik langsung yang diikuti biakan untuk identifikasi spesies penyebab.1,2,5,6
Pemeriksaan mikroskopik langsung
Pemeriksan langsung dapat dilakukan dengan sediaan KOH 20-30% dalam air
atau dalam dimetil sulfoksida (DMSO) 40% untuk mempermudah lisis keratin. Zat
warna tambahan misalnya tinta parker blue-black, atau pewarnaan PAS akan
mempermudah visualisasi jamur. Penambahan zat warna chorazol black E atau
calcofluor white pada KOH bersifat spesifik untuk elemen jamur karena hanya terikat
pada khitin yang merupakan dinding jamur, tetapi tidak pada keratin atau benang dan
artefak lain. Namun untuk calcoflour white dibutuhkan mikroskop fluoresen untuk
memeriksannya.1,5
Selain memastikan hasil positif atau negatif, perlu dicari bentuk tipikal atau
atipikal elemen jamur, misalnya hifa dermatofita tidak berwarna (hialin), hifa
Scytalidium panjang dan berkelok-kelok serta jamur dematiaceae berwarna hitam. 5
17
Pada pemeriksaan mikroskopik terkadang sulit untuk mengidentifikasi jenis
jamur spesifik tetapi pada kebanyakan kasus yeast dapat dibedakan dengan
dermatofita secara morfologi. Pemeriksaan secara mikroskopik merupakan
pemeriksaan yang paling sederhana dan cepat.1,5
Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong pemeriksaan
langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur. Pada biakan jamur
pemisahan jamur akan lebih baik jika menggunakan antibiotik untuk mencegah
kontaminasi bakteri. Penghancuran spesimen kuku harus dilakukan sebelum inokulasi
pada media. Sampel yang diambil dari kuku yang terinfeksi disuntikkan ke media
agar Sabouraud dengan atau tanpa cycloheximide. Biakan jamur menggunakan media
agar Sabouroud dengan chloramphenicol dan cycloheximide memiliki sensitivitas
32%. Untuk melihat hasil biakan jamur ini dibutuhkan waktu beberapa hari sampai
dengan satu minggu.1,2,5
Pemeriksaan Histopatologi
Bila secara klinis kecurigaan tinea unguium besar namun hasil sediaan
mikroskopik langsung maupun biakan negatif, pemeriksaan histopatologi dapat
membantu. Dapat dilakukan biopsi kuku atau cukup dengan nail clippings pada
Onikomikosis Subungual Distal (OSD). Periodic Acid Schiff (PAS) digunakan untuk
mencari elemen jamur pada kuku. Pemeriksaan ini dapat sekaligus membantu
memastikan bahwa jamur terdapat dalam lempeng kuku dan bukan komensal atau
kontaminan di luar lempeng kuku. Teknik ini merupakan teknik yang paling dapat
dipercaya untuk membangun diagnosis tinea unguium. Pada beberapa penelitian
sensitivitas PAS adalah 41-93%.1,5
18
H. PENATALAKSANAAN
Seperti penatalaksanaan penyakit jamur superfisial lainnya, maka prinsip
penatalaksanaan tinea unguium menghilangkan faktor predisposisi yang memudahkan
terjadinya penyakit, serta terapi dengan obat anti jamur yang sesuai dengan penyebab
dan keadaan patologi kuku. Perlu ditelusuri pula sumber penularan.1,2,5,6
Pengobatan pada tinea unguium yaitu dengan pemberian obat anti jamur baik
secara topikal maupun sistemik. Pengobatan topikal yaitu dengan menggunakan
siklopiroks dan amprolfin. Sedangkan pengobatan sistemik digunakan anti jamur
golongan alilamin seperti terbinafin dan golongan azol seperti flukonazol dan
itrakonazol.1,5,6
Obat topikal
Obat topikal berbentuk krim dan solusio, namun sulit untuk penetrasi ke
dalam kuku sehingga kurang efektif untuk pengobatan tinea unguium, namun
masih dapat digunakan untuk superfisial Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT).
Obat topikal dengan formulasi khusus dapat meningkatkan penetrasi obat ke
dalam kuku, yakni:
a. Amorolfin : merupakan derivat morfolin yang bersifat fungisidal. Bekerja
dengan cara menghambat biosintesis ergosterol jamur. Untuk infeksi jamur
pada tinea unguium digunakan amorolfin dalam bentuk cat kuku konsentrasi
5% untuk kuku jari tangan, dioleskan satu atau dua kali setiap minggu selama
6 bulan sedangkan untuk kuku kaki harus digunakan selama 9-12 bulan.1,5,6
b. Siklopiroks merupakan anti jamur sintetik hydroxypiridone, bersifat
fungisidal, sporosidal dan anti jamur ini mempunyai penetrasi yang baik pada
kulit dan kuku. Untuk pengobatan tinea unguium digunakan siklopiroks nail
lacquer 8%. Setelah dioleskan pada kuku yang sakit, larutan tersebut akan
mengering dalam waktu 30-45 detik, zat aktif akan segera dibebaskan dari
pembawa berdifusi menembus lapisan lempeng kuku hingga ke dasar kuku
dalam beberapa jam sampai kedalaman 0,4 mm dan hasil pengobatan akan
dicapai setelah 24-48 kali pemakaian. Diberikan 2 hari sekali selama bulan
pertama, setiap 3 hari sekali pada bulan kedua dan seminggu sekali pada bulan
19
ketiga hingga bulan keenam pengobatan. Dianjurkan pemakaian cat kuku
siklosporik tidak melebihi dari 6 bulan.1,5,6
Dibutuhkan ketekunan pasien karena umumnya masa pengobatan panjang.
Meskipun penggunaan obat topikal mempunyai keterbatasan, namun masih dapat
digunakan sebagai pengobatan tinea unguium karena tidak mempunyai risiko
sistemik, relatif lebih murah dan dapat digunakan sebagai kombinasi dengan oral
untuk memperpendek masa pengobatan, selain itu bentuk cat kuku juga mudah
digunakan.1,5,6
Obat Sistemik
Terapi anti jamur sistemik, meski dikaitkan dengan tingginya angka kejadian
dan peningkatan keparahan efek samping, namun tetap diperlukan untuk
pengobatan infeksi tertentu, termasuk tinea manus, kapitis dan unguium. Obat
antijamur baru memberikan lebih banyak pilihan untuk terapi sistemik.1
Obat sistemik yang dapat digunakan untuk pengobatan onikomikosis adalah
flukonazol, itrakonazol, dan terbinafin. Griseofulvin tidak lagi merupakan obat
pilihan untuk tinea unguium karena memerlukan waktu lama, sehingga
kemungkinan terjadi efek samping lebih besar, serta kurang efektif. Derivat azol
bersifat fungistatik tetapi mempunyai spektrum antijamur yang luas, sedangkan
terbinafin bersifat fungisidal tetapi efektivitas terutama pada dermatofita.1,5,6
- Itrakonazol 200 mg/hari selama 3-4 bulan, atau 400 mg per hari selama
seminggu tiap bulan selama 3-4 bulan, baik untuk penyebab dermatofita
maupun kandida. 1,5
- Terbinafin 250 mg/hari selama 3 bulan. Obat ini sangat efektif terhadap
dermatofit, tetapi kurang efektif terhadap Candida.1,5
- Dapat pula diberikan flukonazol 150-300 mg/hari.1,5
Terapi Bedah
Pengangkatan kuku dengan tindakan bedah skalpel selain menyebabkan nyeri
juga dapat memberikan gejala sisa distrofi kuku. Tindakan bedah dapat
dipertimbangkan bila kelainan hanya 1-2 kuku, bila terdapat kontraindikasi terhadap
20
obat sistemik, dan pada keadaan patogen resisten terhadap obat. Tindakan bedah tetap
harus dikombinasi dengan obat anti jamur topikal atau sistemik.1,5
I. PROGNOSIS
Kondisi ini sulit diobati, dibutuhkan pengobatan dalam waktu yang panjang.5
Tinea unguium tahap awal lebih mudah diobati pada orang muda, dan individu sehat
dibandingkan dengan individu yang sudah tua dengan kondisi kesehatan yang buruk.5
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Garg A, Schieke SM. Superficial Fungal Infection. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012; p.3259-64.
2. Unandar Budimulja. Mikosis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 89-105
3. Moore Mk, Hay RJ. Anatomy and organization of human skin. In: Berth-jones J, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th ed. Cambridge: Wiley-Balckwell: 2010; p.3.14-5.
4. Soepardiman L. Kelainan Kuku. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. Hal. 312-17
5. Tosti, Antonella. Onychomycosis. eMedicine Journal. http://emedicine.medscape.com/article/1105828. Tanggal akses: 12 Desember 2015.
6. Erwin BL, Styke LT, Kyle JA. Fungus of The Feet and Nails. eMedicine Journal. http://www.medscape.com/viewarticle/807034_3 . Tanggal akses: 12 Desember 2015.
22