tindakan penganiayaan terhadap pelaku kejahatan …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/jurnal...

53
Jurnal Independent Vol 4 No. 2 1 | Page TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN Oleh Prasetyo Margono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Tindakan main hakim sendiri adalah cara yang digunakan oleh sebagian masyarakat dalam menghajar para pelaku kejahatan, terkadang tindak pidana penganiayaan ini menyebabkan korban jiwa. Ada terdapat beberapa konsep hukum yang dijelaskan dalam membedakan aksi penganiayaan, kekerasan dan pembelaan. Hal ini merupakan tujuan untuk menganalisis penyebab main hakim sendiri (Eigenrechting) dengan metode normatif dan KUHP sebagai pendekatan masalah yang digunakan. Bahan hukum diambil dari pendapat dan teori literatur hukum sebagai bahan sekunder, dengan menggunakan pengumpulan bahan hukum untuk studi kajian hukum. Analisis bahan hukum dari penelitian pustaka atau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis. Dalam konsep pidana penganiayaan terdapat pasal dalam KUHP yang telah mengatur dan menetapkan hukum pidananya. Pasal yang dijelaskan mulai dari pasal 351 sampai pasal 358 yang tercantum dalam bab-10 buku ke-2 tentang kejahatan. Pasal 170 lebih membahas tentang kekerasan dan 406 tentang perusakan yang dilakukan oleh suatu kelompok, kerumunan atau massa. Kejahatan itu bukanlah suatu kejahatan apabila tidak ada hukum yang mengaturnya. Pembelaan, itulah yang akan terjadi bila sebagian orang telah direbut haknya, dalam upaya pembelaan (noodweer) memang mengandung usur perlawanan dan melanggar hukum, namun dapat terbebas dari itu semua karena ada alasan dalam usaha pembelaan itu, yang nantinya dibuktikan dalam proses persidangan. Hakim mungkin masih dapat mempertimbangkan perbuatan pembelaan (noodweer) yang melampaui batas (noodweer exces) hal ini diatur dalam pasal 49 KUHP. Kondisi memaksa juga dapat membuat sesorang terlepas dari jerat hukum asalkan unsurnya terpenuhi. Dalam kondisi memaksa (overmacht) seseorang mengalami tekanan dari luar untuk melakukan tindak pidana yang sebenarnya tidak diinginkannnya. Hal yang di luar kendalinya tentu tidak dapat dipidanakan, karena alasan overmacht tersebut yang dijelaskan dalam pasal 48 KUHP. Tindakan penganiayaan dalam KUHP diartikan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk melukai atau menyakiti anggota tubuh orang lain. Ada pepatah mengatakan “mata dibalas mata, gigi dibalas gigi”. Lex Talionis adalah suatu asas bahwa orang yang telah melukai orang lain harus diganjar dengan luka yang sama, atau menurut interpretasi lain korban atau tersangka harus menerima ganti rugi yang setimpal. Terakhir sebagaimana orang bijak berkata “sebaik-baiknya hukum yang dibuat dan diberlakukan, namun jika penegak hukumnya korup, maka sama saja dengan hancurnya hukum itu sendiri. Kata Kunci : Penganiayaan, Pelaku kejahatan.

Upload: others

Post on 25-Oct-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

1 | P a g e

TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN

Oleh

Prasetyo Margono

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Tindakan main hakim sendiri adalah cara yang digunakan oleh sebagian

masyarakat dalam menghajar para pelaku kejahatan, terkadang tindak pidana

penganiayaan ini menyebabkan korban jiwa. Ada terdapat beberapa konsep

hukum yang dijelaskan dalam membedakan aksi penganiayaan, kekerasan dan

pembelaan. Hal ini merupakan tujuan untuk menganalisis penyebab main hakim

sendiri (Eigenrechting) dengan metode normatif dan KUHP sebagai pendekatan

masalah yang digunakan. Bahan hukum diambil dari pendapat dan teori literatur

hukum sebagai bahan sekunder, dengan menggunakan pengumpulan bahan

hukum untuk studi kajian hukum. Analisis bahan hukum dari penelitian pustaka

atau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis. Dalam

konsep pidana penganiayaan terdapat pasal dalam KUHP yang telah mengatur

dan menetapkan hukum pidananya. Pasal yang dijelaskan mulai dari pasal 351

sampai pasal 358 yang tercantum dalam bab-10 buku ke-2 tentang kejahatan.

Pasal 170 lebih membahas tentang kekerasan dan 406 tentang perusakan yang

dilakukan oleh suatu kelompok, kerumunan atau massa. Kejahatan itu bukanlah

suatu kejahatan apabila tidak ada hukum yang mengaturnya. Pembelaan, itulah

yang akan terjadi bila sebagian orang telah direbut haknya, dalam upaya

pembelaan (noodweer) memang mengandung usur perlawanan dan melanggar

hukum, namun dapat terbebas dari itu semua karena ada alasan dalam usaha

pembelaan itu, yang nantinya dibuktikan dalam proses persidangan. Hakim

mungkin masih dapat mempertimbangkan perbuatan pembelaan (noodweer) yang

melampaui batas (noodweer exces) hal ini diatur dalam pasal 49 KUHP. Kondisi

memaksa juga dapat membuat sesorang terlepas dari jerat hukum asalkan

unsurnya terpenuhi. Dalam kondisi memaksa (overmacht) seseorang mengalami

tekanan dari luar untuk melakukan tindak pidana yang sebenarnya tidak

diinginkannnya. Hal yang di luar kendalinya tentu tidak dapat dipidanakan, karena

alasan overmacht tersebut yang dijelaskan dalam pasal 48 KUHP. Tindakan

penganiayaan dalam KUHP diartikan tindakan yang dilakukan dengan sengaja

untuk melukai atau menyakiti anggota tubuh orang lain. Ada pepatah mengatakan

“mata dibalas mata, gigi dibalas gigi”. Lex Talionis adalah suatu asas bahwa

orang yang telah melukai orang lain harus diganjar dengan luka yang sama, atau

menurut interpretasi lain korban atau tersangka harus menerima ganti rugi yang

setimpal. Terakhir sebagaimana orang bijak berkata “sebaik-baiknya hukum yang

dibuat dan diberlakukan, namun jika penegak hukumnya korup, maka sama saja

dengan hancurnya hukum itu sendiri.

Kata Kunci : Penganiayaan, Pelaku kejahatan.

Page 2: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

2 | P a g e

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia memiliki

peraturan dasar yang disebut dengan

Undang-Undang Dasar 1945.

Merupakan hal yang mustahil bila

berdirinya suatu negara tanpa dasar

hukum, dan setiap negara memiliki

hukum pidana. Memang tindakan

main hakim sendiri merupakan suatu

pelanggaran yang tidak diatur secara

langsung di KUHP, namun bukan

berarti mereka bisa lolos dari jerat

hukum. Salah satu pasal yang dapat

dikenakannya adalah :

Pasal 351 tentang penganiayaan.

Pasal 170 tentang kekerasan.

Pasal 406 tentang pengerusakan.

Maka sudah jelas sekali bahwa

tindakan main hakim sendiri tidak

bisa dibenarkan baik dari segi hukum

maupun agama. Oleh karena itu

disini Penulis sangat tertarik untuk

membahas masalah tersebut, seperti

apakah konsep hukumnya menurut

KUHP, dan bagaimana ketentuan

pasal 49 tentang pembelaan juga

pasal 48 tentang overmacht, yang

masih mengandung unsur

penganiayaan atau main hakim

sendiri. Walaupun sudah ada hukum

yang mengatur, tapi kejadian main

hakim sendiri kerap kali terulang.

Ada yang beranggapan bahwa

mereka sudah kesal terhadap ulah

para pelaku yang sangat meresahkan

warga.

Bila benar hukum yang berlaku

saat ini dirasa tidak adil dan masih

banyak kekurangan dan

kelemahannya, tapi itu bukan berati

dijadikan sebagai alasan agar dapat

berbuat serta merta dan bertindak

seenaknya, karena hidup ini adalah

sebuah proses termasuk hukum itu

sendiri. Pihak kepolisian sebagai

pihak penegak hukum juga patut

untuk menginstropeksi diri.

Sebagaimana orang bijak berkata

“sebaik-baiknya hukum yang dibuat

dan diberlakukan, namun jika

penegak hukumnya korup maka

sama saja, dengan hancurnya hukum

itu sendiri.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini

menggunakan penelitian secara

normatif, yaitu penelitian yang

dilakukan dengan mempelajari

tentang teori, dan konsep, serta

peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan permasalahan

yang di teliti.

Pendekatan Masalah

Pendekatan masalahnya yaitu

melalui Undang-Undang, penelitian

ini melibatkan tindakan

pengumpulan sumber hukum dalam

KUHP dan beberapa referensi dari

buku serta internet, guna mencari

titik temu dalam pembahasan hukum

yang berkaitan dengan KUHP (Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana).

Dengan begitu peneliti dapat

mengembangkannya sesuai tujuan

peneliti.

Bahan Hukum

Bahan hukum sekunder biasanya

berupa pendapat hukum / doktrin /

teori-teori yang diperoleh dari

literatur hukum, hasil penelitian,

artikel ilmiah, maupun website yang

terkait dengan penelitian. bahan

hukum sekunder pada dasarnya

Page 3: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

3 | P a g e

digunakan untuk memberikan

kejelasan akan materi pembasan.

Dengan adanya bahan hukum

sekunder maka peneliti akan terbantu

untuk memahami atau menganalisis

objek hukum.

Prosedur Pengumpulan Bahan

Hukum

Pengumpulan bahan-bahan

hukum diawali dengan kegiatan

inventarisasi, dengan pengoleksian

dan pengorganisasian bahan-bahan

hukum ke dalam suatu sistem

informasi, sehingga memudahkan

kembali penelusuran bahan-bahan

hukum tersebut. Bahan-bahan hukum

tersebut dikumpulkan dengan studi

dokumen kajian hukum, yakni

dengan melakukan pencatatan

terhadap sumber-sumber bahan

hukum sekunder, selanjutnya

dilakukan inventarisasi bahan-bahan

hukum yang relevan dengan cara

pencatatan atau pengutipan.

Pengelolahan dan Analisis Bahan

Hukum

Analisis bahan hukum adalah

pengolahan bahan hukum yang

diperoleh baik dari penelitian

pustaka maupun pendapat para ahli.

Terhadap bahan hukum primer yang

didapat dari kajian pustaka yang

terlebih dahulu diteliti

kelengkapannya dan kejelasannya

untuk diklasifikasi serta dilakukan

penyusunan secara sistematis dan

konsisten untuk memudahkan

melakukan analisis. Bahan hukum

primer ini pun terlebih dahulu di

koreksi untuk menyelesaikan bahan

yang paling revelan dengan rumusan

masalah yang ada. Bahan hukum

sekunder yang didapat dari

kepustakaan dipilih serta dihimpun

secara sistematis, sehingga dapat

dijadikan acuan dalam melakukan

analisis. Dari hasil bahan hukum

penelitian pustaka ini dilakukan

pembahasan secara deskriptif

analisis.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Konsep Hukum Pelaku

Penganiayaan Terhadap Pelaku

Kejahatan

Secara umum, tindak pidana

terhadap tubuh pada KUHP disebut

“penganiayaan”. Dibentuknya

pengaturan tentang kejahatan

terhadap tubuh manusia ini

dutujukan bagi perlindungan

kepentingan hukum atas tubuh dari

perbuatan-perbuatan berupa

penyerangan atas tubuh atau bagian

dari tubuh yang mengakibatkan rasa

sakit atau luka, bahkan karena luka

yang sedemikian rupa pada tubuh

dapat menimbulkan kematian. Untuk

menyebut orang itu telah melakukan

penganiayaan terhadap orang lain,

maka orang tersebut harus

mempunyai opzet atau suatu

kesengajaan. Jika perbuatan

menimbulkan luka atau rasa sakit itu

bukan merupakan suatu tujuan

melainkan merupakan cara untuk

mencapai suatu tujuan yang dapat

dibenarkan, maka dalam hal tersebut

orang tidak dapat berbicara tentang

penganiayaan, misalnya jika

perbuatan itu merupakan suatu

tindakan penghukum yang dilakukan

secara terbatas menurut kebutuhan

oleh para orang tua atau guru

terhadap seorang anak yang

dilakukan untuk mendidiknya.

Penggunaan pasal 170 tidaklah

sama dengan penggunaan pasal 351,

dikarenakan dalam pasal ini pelaku

berjumlah lebih dari satu, sedangkan

dalam pasal 351, pelaku hanya satu

Page 4: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

4 | P a g e

orang, ataupun dapat lebih dari satu

orang dengan catatan dilakukan tidak

dalam waktu yang bersamaan.

Seseorang dapat saja terkena

perlakuan kekerasan dari dua orang

atau lebih tetapi para pelaku tidak

melakukannya bersama-sama atau

tidak sepakat dan sepaham untuk

melakukan kekerasan itu, maka hal

ini sudah memasuki ranah Pasal 351.

Kekerasan yang dilakukan sesuai

Pasal 170 sudah tentu dilakukan oleh

para pelaku dalam waktu yang

bersamaan ataupun dalam waktu

yang berdekatan

Massa, kerumunan atau

kelompok akan lebih cendrung

diancam dengan pasal 170 tentang

kekerasan, karena pasal 170 KUHP

mengatur tentang sanksi hukum bagi

para pelaku kekerasan terhadap

orang atau barang di muka umum.

Kekerasan tidak sama dengan

konflik, karena tidak semua konflik

akan menimbulkan tindak kekerasan.

Kekerasan merupakan gejala yang

muncul sebagai salah satu efek dari

adanya proses sosial yang biasanya

ditandai oleh perusakan dan

perkelahian. Maka dari itu akan

terdapat perbedaan ancaman

hukuman pada Pasal 170 lebih berat

daripada Pasal 351. Pada Pasal 170,

jika korban mengalami luka berat

maka si pelaku diancam dengan

hukuman penjara selama-lamanya

sembilan tahun, sedangkan pada

Pasal 351 dengan akibat yang sama,

yaitu luka berat, pelaku diancam

dengan hukuman penjara selama-

lamanya lima tahun. Jika akibat yang

ditimbulkan adalah matinya korban,

Pasal 170 mengancam dengan

hukuman penjara selama-lamanya

dua belas tahun sedangkan pada

Pasal 351 ancaman hukumannya

adalah hukuman penjara selama-

lamanya tujuh tahun.

Secara formal kejahatan

dirumuskan sebagai suatu perbuatan

yang oleh negara dapat diberi pidana.

Pemberian pidana dimaksudkan

untuk mengembalikan keseimbangan

yang terganggu akibat tindak

kejahatan.

Ada asas yang mengatakan

“NULLUM DELICTUM, NULLA

POENA SINE PRAEVIA LEGE

POENALI”

Adagium ini juga dapat dibagi dalam

3 maksud, yakni:

1. Tidak ada hukuman, jika tak ada

Undang-Undang.

2. Tidak ada hukuman, jika tak ada

kejahatan.

3. Tidak ada kejahatan, jika tidak

ada hukuman yang berdasarkan

Undang-Undang.

Pembelaan (noodweer) Dalam

Kondisi Memaksa (overmacht)

Barang siapa orang mengatakan

dirinya dalam keadaan “pembelaan

darurat” dan tidak dapat dihukum, itu

harus dapat dipenuhi 3 macam

syarat:

1. Harus ada serangan atau ancaman

yang dilakukan secara mendadak.

2. Pembelaan itu ditujukan terhadap

kepentingan-kepentingan yang

disebut dalam Undang-Undang

yaitu keselamatan diri,

kehormatan atau harta milik baik

bagi dirinya sendiri atau orang

lain.

3. Harus ada serangan melawan hak

dan mengancam pada ketika itu

juga.

Dalam daya paksa (overmacht)

yang disebabkan oleh alam

Page 5: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

5 | P a g e

lingkungan di sekitarnya atau

dipaksa oleh seseorang, “karena

pengaruh daya paksa” harus

diartikan, baik pengaruh daya

paksaan batin, maupun lahir, rohani,

maupun jasmani. paksaan itu harus

ditinjau dari banyak sudut, misalnya

apakah yang dipaksa itu lebih lemah

daripada orang yang memaksa,

apakah tidak ada jalan lain, apakah

paksaan itu betul-betul seimbang dan

apabila dituruti dan sebagainya.

Hakimlah yang harus menguji dan

memutuskan hal ini. Alasan

penghapusan pidana membebaskan

seseorang dari hukum pidana bukan

karena tidak adanya kesalahan atau

sifat melawan hukum. Hal ini tidak

menghilangkan kenyataan bahwa

alasan yang satu menyerang atau

melemahkan kesalahannya termasuk

sifat tercela dan melawan hukumnya.

Namun, antara menyerang dan sama

sekali menghilangkan, masih

terdapat perbedaan besar eksepsi-

eksepsi yang mengurangi kesalahan

bersifat pribadi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan.

Jadi berdasarkan pemaparan

yang dapat diambil dari pembahasan

tersebut adalah dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Pelaku tindak pidana

penganiayaan atau main hakim

sendiri (Eigenrechting) dapat

dikenai pidana, karena kejahatan

tidak akan berhenti atau hilang

bila dibalas dengan kejahatan

juga, karena hal itu sudah

melanggar HAM, dan hak itu

adalah menghukum para pelaku

kejahatan dengan hukum negara

yang berlaku.

2. Dalam upaya pembelaan diri,

hukum masih bisa

memaafkannya, namun hal itu

tidak lantas dijadikan sebagai

alasan untuk main hakim sendiri.

Masih sering diberitakan bila

pelaku kejahatan yang sudah

tertangkap oleh warga atau massa,

maka akan dihajar hingga babak

belur, kecuali bila ada tokoh

masyarakat atau pihak kepolisian

yang masih sempat untuk

mengamankannya. Bahkan beberapa

ada yang sempat diarak di jalan dan

ditelanjangi bahkan ada juga yang

sampai harus meregang nyawa

karena dibakar hidup-hidup oleh

warga. Sudah jelas kasus

penganiayaan atau main hakim

sendiri (Eigenrechting) ini telah

melanggar hukum negara dan hukum

agama, ada pepatah mengatakan

“mata dibalas mata, gigi dibalas

gigi”. Lex Talionis adalah

suatu asas bahwa orang yang telah

melukai orang lain harus diganjar

dengan luka yang sama, atau

menurut interpretasi lain korban atau

tersangka harus menerima ganti rugi

yang setimpal.

Saran.

Dari hasil penjelasan dan

pembahsan dalam skripsi, maka

saran dari penulis adalah sebagai

berikut :

1. Masih adanya aksi penganiayaan

dan tindakan main hakim sendiri

adalah bukti bahwa hukum di

negara ini masih belum dapat

menjamin keadilan bagi seluruh

rakyatnya. Karena para pelaku

kejahatan itu pasti memiliki

alasan tersendiri untuk berbuat

kejahatan. Salah satu

penyebabnya adalah kemakmuran

Page 6: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

6 | P a g e

dan kesejahteraan yang masih

rendah di negara kita, oleh karena

itu, negara harus mampu untuk

membuat rakyatnya hidup dalam

kesejahteraan, karena hal itu dapat

menekan angka kejahatan dan

sudah terbukti di beberapa negara

yang bisa membuat rakyatnya

hidup sejahtera.

2. Dalam upaya menjadikan negara

kita sejahtera bukan hanya tugas

pemerintah, namun juga

merupakan tanggung jawab kita

yang merupakan masyarakat

Indonesia. SDM dan input dalam

diri manusia harus ditingkatkan,

setara dengan warga negara yang

sudah maju. Pola pikir kita masih

jauh tertinggal bila dibandingkan

dengan mereka yang hidup di

negara maju. Mungkin bila kita

mempunyai progam tinggal

beberapa tahun di negara maju,

dapat merubah pola pikir kita, ya

patut dicoba!

3. Yang terakhir adalah sosialisasi

hukum, minimnya pengetahuan

dan kesadaran hukum masyarakat

yang masih ada sebagian buta

hukum, baik dari segi ilmu dan

prakteknya, sehingga membuat

mereka mudah untuk diperdaya.

Ajaran agama juga sangat penting

agar hati manusia tidak beku

akibat pengaruh-pengaruh negatif

di era globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

1. D.Schaffmeister, Hukum Pidana,

PT Citra Aditya Bakti, Bandung,

2011.

2. Ismu Gunadi, Cepat & Mudah

Memahami Hukum Pidana (Jilid

2), Jakarta, 2011

3. Leden Marpaung, Tindak Pidana

Terhadap Nyawa Dan Tubuh,

Sinar Grafika, Jakarta 2002

4. Moeljatno, Asas-Asas Hukum

Pidana Rineka Cipta, Jakarta

1993.

5. P.A.F Laminating, Kejahatan

Terhadap Nyawa, Tubuh &

Kesehatan edisi kedua. Sinar

Grafika, Jakarta, 2012

6. R. Soesilo, kitab undang-undang

hukum pidana (KUHP) serta

komentar-komentarnya lengkap

pasal demi pasal, Politeia, Bogor.

7. R.Sugandhi, KUHP Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana

Berikut Penjelasannya, Usaha

Nasiona, 1981.

8. Samidjo, Ringkasan & Tanya

Jawab Hukum Pidana, CV

ARMICO, Bandung.

Perundang-Undangang

1. KUHP (Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana)

2. Undang-Undang Nomor 8

TAHUN 1981 tentang Penahanan,

Penggeledahan Badan,

Pemasukan Rumah, Penyitaan dan

Pemeriksaan Surat.

3. Undang-Undang Nomor 8

TAHUN 1981 tentang putusan

bebas dan putusan lepas.

Website

1. http://www.kompasiana.com/novi

_suprapti/perbedaan-publik-

massa-kerumunan-kelompok-dan-

Page 7: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

7 | P a g e

organisasi_5500346b8133112019

fa71db

2. http://mardanijaya.blogspot.co.id/2012/09/pengertian-dan-unsur-unsur-kejahatan-a.html

3. http://suflasaint.blogspot.com/201

0/04/pengertian-hukum-

pidana.html

4. http://dearymydreams.blogspot.co

.id/2012/06/pidana-tambahan.html

5. http://www.pengetahuanjitu.com/

2016/11/faktor-penyebab-

kekerasan.html

Page 8: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

8 | P a g e

TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI

SIPIL YANG TIDAK ADA IZIN PEJABAT ATASAN LANGSUNG

Oleh

Suisno

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Proses Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil pada dasarnya sama

dengan Perceraian orang-orang yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Perbedaanya,

Pegawai Negeri Sipil baik laki-laki maupun perempuan yang bertindak sebagai

penggugat atau pemohon, terlebih dahulu harus mendapat izin dari atasan dan

pejabat. Sementara bagi Pegawai Negeri Sipil baik laki-laki muapun perempuan

yang melakukan Perceraian dan berkedudukan sebagai tergugat wajib

memberitahukan secara tertulis adanya gugatan dari suami atau istrinya kepada

Pejabat untuk mendapat surat keterangan. Berdasarkan latar belakang masalah

diatas, penulis mengetengahkan dua permasalahan yaitu Bagaimana Pengaturan

Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil ? Apakah akibat hukum Perceraian Pegawai

Negeri Sipil tanpa seizin Pejabat atasan langsung ? . Tujuan Penulis untuk

mengetahui prosedur Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil dan untuk mengetahui

akibat hukum Perceraian Pegawai Negeri yang tanpa seizin Pejabat atasan

langsung. Manfaat Penulisan untuk memberikan pengetahuan tentang Pengaturan

Perceraian Pegawai Negeri sipil dan Akibat hukum Perceraian Pegawai Negeri

Sipil tanpa seizin Pejabat atasan langsung.Tipe penelitian hukum yang digunakan

adalah yuridis normatif (hukum normatif ) Metode Penelitian hukum normatif

adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Pendekatan yang digunakan adalah

pendekatan perundang-undangan yang berhubungan dengan pokok permasalahan

yang terkait dengan Perceraian Pegawai Negeri Sipil tanpa seizin pejabat. Bahan

hukum dalam penulisan ini mengunakan bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder . Dari pembahasan bab perbab dapat disimpulkan bahwa Pengaturan

Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil terdapat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 45 Tahun 1990 Tentang Perubahan atas Perceraian Pemerintah Nonor 10

Tahun 1983 Tentang Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil.

Kata Kunci : Tinjauan Yuridis,Perceraian Pegawai Negeri Sipil, pejabat atasan.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pegawai Negeri Sipil

(PNS) merupakan unsur aparatur

negara, abdi negara, dan abdi

masyarakat dalam tingkah laku,

tindakan, dan ketaatan kepada

peraturan perundang-undangan,

termasuk dalam

menyelenggarakan kehidupan

rumah tangga.Kehidupan

Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan dapat

melaksanakan tugasnya dengan

Page 9: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

9 | P a g e

baik tanpa harus terganggu oleh

masalah keluarga.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar

belakang masalah diatas, penulis

merumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimana Pengaturan

Perceraian Bagi Pegawai

Negeri Sipil ?

2. Apakah Akibat Hukum

Perceraian Pegawai Negeri

Sipil Tanpa Seizin Pejabat

Atasan Langsung ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana

Pengaturan Perceraian Bagi

Pegawai Negeri Sipil.

2. Untuk mengetahui apa Akibat

Hukum Perceraian Pegawai

Negeri Sipil Tanpa Seizin

Pejabat Atasan Langsung.

D. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan ini

diharapkan bermanfaat bagi :

1. Manfaat teoritis yaitu, untuk

memberikan pengetahuan

tentang Pengaturan Perceraian

Bagi Pegawai Negeri Sipil

dan apakah Akibat Hukum

Perceraian Pegawai Negeri

Sipil Tanpa Seizin Pejabat

Atasan Langsung.

2. Manfaat praktis yaitu, dapat

memberikan kajian akibat dari

perceraian tanpa seizin pejabat

atasan langsung.

E. METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang

dilakukan adalah Yuridis

Normatif, Metode penelitian

hukum normatif adalah

suatu prosedur penelitian

ilmiah untuk menemukan

kebenaran berdasarkan

logika keilmuan hukum dari

sisi normatifnya.

2. Pendekatan Masalah

Oleh karena tipe

penelitian yang digunakan

adalah tipe penelitian

yuridis normatif, maka

pendekatan yang digunakan

adalah pendekatan

perundang-undangan (statue

approach). Pendekatan

terebut melakukan

pengkajian peraturan

perundang-undangan yang

berhubungan dengan pokok

permasalahan. Selain itu

juga digunakan pendekatan

konsep (conceptual

approach).

3. Bahan Hukum

Bahan hukum yang

dipergunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Bahan hukum primer, .

Adapun hukum primer

antara lain:

1) Undang-undang

Nomor 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan

2) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 2014

Tentang Aparatur

Sipil Negara

3) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia

Nomor 45 Tahun

1990 Tentang

Perubahan Peraturan

Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 10

Tahun 1983 Tentang

Perkawinan dan

Perceraian Pegawai

Negeri Sipil

4) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia

Page 10: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

10 | P a g e

Nomor 53 Tahun

2010 Tentang

Peraturan Disiplin

Pegawai Negeri Sipil

2. Bahan sekunder adalah

berupa semua publikasi

tentang hukum yang

bukan merupakan

dokumen-dokumen

resmi.Dalam penelitian

ini publikasi tentang

hukum tersebut meliputi :

Buku-buku tentang

masalah yang diteliti,

website-website.

4. Prosedur Pengumpulan

Bahan Hukum

Baik bahan primer

maupun bahan sekunder

dikumpulkan berdasarkan

topik permasalahan yang

telah dirumuskan dan

diklasifikasi menurut

sumber untuk dikaji secara

komprehensif.

5. Pengolahan dan analisa

bahan hukum

Adapun bahan

hukum yang diperoleh

dalam penelitin adalah studi

kepustakaan, aturan

perundang-undangan, yang

penulis uraikan dan

dihubungkan sedemikian

rupa, sehigga disajikan

dalam penulisan yang lebih

sistematis guna menjawab

perumusan masalah yang

dirumuskan dan dilakukan

secara deduktif yakni

menarik kesimpulan dari

suatu permasalahan yang

bersifat umum terhadap

permasalahn kongkrit yang

dihadapi.

6. Sestematika penelitian

Dalam penulisan

skripsi ini dibagi menjadi 4

(empat) bab dan masing-

masing diuraikan dalam sub

bab sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Yang Berisi Tentang Latar

Belakang Permasalahan,

Perumusan Masalah, tujuan

dan manfaat penelitian,

metode penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II membahas

tentang bagaimana

pengaturan perceraian bagi

pegawai negeri sipil.

BAB III membahas

tentang Akibat Hukum

Perceraian Pegawai Negeri

Sipil Tidak Disertai Ijin

Pejabat Atasan Langsung.

BAB IV penutup

yang berisi tentang

kesimpulan dari seluruh

pokok pembahasan dan

saran disampaikan sebagai

masukan guna perbaikan

penulisan berikutnya.

PENGATURAN PERCERAIAN

BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Menurut kamus umum

Bahasa Indonesia, sebagai Pegawai

Negeri Sipil terdiri dari kata

“Pegawai” yang bearti orang yang

bekerja pada pemerintah,

perusahaan, dan sebagainya,

sedangkan kata “Negeri” berarti

negara atau pemerintah, jadi Pegawai

Negeri Sipil adalah orang yang

berkerja pada pemerintah/negara.

Menurut pasal 1 Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil

yang dimaksud dengan Pegawai

Negeri Sipil.

Page 11: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

11 | P a g e

TINJAUAN TENTANG

PERKAWINAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL

Perkawinan adalah perilaku

mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha

Esa agar kehidupan di alam dunia

berkembang biak. Aturan tata-tertib

perkawinan sudah ada sejak

masyarakat sederhana yang di

pertahankan anggota-anggota

masyarakat dan pera pemuka

masyarakat adat dan atau para

pemuka agama ,di Indonesia aturan

tata-tertib perkawinan itu sudah ada

sejak zaman kuno, sejak zaman

Sriwijaya, Majapahit, sampai masa

colonial Belanda dan sampai

Indonesia merdeka.

TINJAUAN TENTANG

PERCERAIAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL

Sebagai unsur aparatur

Negara, abdi Negara ,dan abdi

masyarakat Pegawai Negeri Sipil

dalam melaksanakan tugasnya

diharapkan tidak terganggu oleh

urusan kehidupan rumah tangga .

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang

seharusnya terkena ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 dapat menghindar ,baik

secara sengaja maupun tidak,

terhadap ketentuan tersebut.

Disamping itu ada kalanya pula

pejabat tidak dapat megambil

tindakan yang tegas karena ketidak

jelasaan rumusan ketentuan

Peraturan Pemerintah Nomor 10

Tahun 1983 itu sendiri

PENGATURAN HUKUM

KHUSUS PERCERAIAN BAGI

PEGAWAI NEGERI SIPIL

Pengaturan hukum khusus

Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil

terdapat dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 dan Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

tentang Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

tentang Izin Perkawinan dan

Perceraian bagi Pegawai Negeri

Sipil, oleh karena itu pertimbangkan

pengaturan hukum khusus bagi

Pegawai Negeri Sipil dapat dipahami

dari pertimbangan kedua Peraturan

Pemerintah

AKIBAT HUKUM

PERCERAIAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL TANPA SEIZIN

PEJABAT ATASAN LANGSUNG

Menurut Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

tentang Perubahan atas peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

tentang Izin Perkawinan Dan

Perceraian Bagi Pegawai Negeri

Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang

akan melakukan Perceraian wajib

memeperoleh izin atau surat

keterangan lebih dahulu dari pejabat.

Bagi Pegawai Negeri Sipil yang

berkedudukan sebagai penggugat

atau bagi Pegawai Negeri Sipil yang

berkedudukan sebagai tergugat,

untuk memperoleh izin atau surat

keterangan tersebut, maka harus

mengajukan permintaan secara

tertulis, dalam surat permintaan izin

atau pemberitauhan adanya gugatan

perceraian untuk mendapatkan surat

keterangan, harus dicantumkan

alasan yang lengkap yang

mendasarinya.

AKIBAT HUKUM

PERCERAIAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL

Page 12: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

12 | P a g e

Perceraian adalah peristiwa

hukum yang akibatnya diatur oleh

hukum, atau peristiwa hukum yang

diberi akibat hukum lebih lanjut dari

Perceraian sebagaimana diatur dalam

Pasal 41 Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 yang berbunyi “Baik

bapak atau ibu tetap berkewajiban

memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan

kepentingan anak ,bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan

anak-anak,pengadilan memberi

keputusannya” .

AKIBAT HUKUM

PERCERAIAN PEGAWAI

NEGERI SIPIL TANPA SEIZIN

PEJABAT ATASAN LANSUNG

Jika terdapat permohonan

izin untuk bercerai yang diajukan

Pegawai Negeri Sipil dengan alasan-

alasan yang bertentangan dengan

ajaran atau Peraturan agama yang

dianut Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan sebagaimana diberikan

beberapa contohnya tersebut, maka

Pejabat tidak memberikan izin untuk

bercerai kepada Pegawai Negeri

Sipil tersebut. Pegawai Negeri Sipil

yang tidak memperoleh izin atau

surat keterangan untuk bercerai lebih

dahulu dari Pejabat dan tidak

melaporkan Perceraiannya dalam

jangka waktu selambat-lambatnya

1(satu) bulan terhitung mulai

terjadinya Perceraian,

dikualifikasikan melanggar hukum

khusus Perceraian.

Pasal 15 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990

yang berbunyi “jika tidak

melaporkan perceraianya dalam

jangka waktu selamat-lambatnya satu

bulan terhitung mulaiterjadinya

Perceraian dan tidak melaporkan

Perkawiannya yang

kedua/ketiga/kempat dalam jangka

waktu selambat-lambatnya satu

tahun terhitung sejak Perkawinan

tersebut dilangsungkan”.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pengaturan tentang Perkawinan

dan Perceraian bagi Pegawai

Negeri Sipil sudah di tentukan

dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan,

dan Peraturan Pemerintah Nomor

45 Tahun 1990 tentang

Perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 10 Tahun

1983 tentang Izin Perkawinan

dan Perceraian Bagi Pegawai

Negeri Sipil. Dan Peraturan

pelaksanaan yang terdiri dari

Surat Edaran Kepala Badan

Administrasi Kepegawaian

Negara Nomor: 48/SE/1990,

Petunjuk pelaksanaan untuk

menyelesaikan masalah

Perceraian Pegawai Negeri Sipil.

Setiap Pegawai Negeri Sipil yang

akan melakukan perceraian, yaitu

bagi Pegawai Negeri Sipil

(penggugat) wajib memperoleh

izin terlebih dahulu dari pejabat.

Permintaan izin Perceraian

diajukan oleh penggugat kepada

pejabat secara tertulis, tetapi

Peraturan ini sangat sulit

dilakukan oleh Peegawai Negeri

Sipil yang akan melakukan

Perceraian karena ada beberapa

alasan yang tertentu. Salah satu

alasannya adalah sulitnya

mendapatkan Izin secara

langsung dari atasan.

2. Dapat dipastikan Akibat Hukum

Perceraian Pegawai Negeri Sipil

yang Tidak Ada Izin Dari Atasan

Langsung akan sangat sulit

melakukan Perceraian. Tetapi

Page 13: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

13 | P a g e

jika Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan tidak mendapatkan

izin Perceraian dari pejabat

maka, majelis hakim tetap dapat

mengabulkan dan dapat

melanjutkan Perceraian kepada

Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan. Dalam

pemeriksaan perkara Perceraian

Pegawai Negeri Sipil mejelis

hakim tetap tunduk kepada

Peraturan Perundang-undangan

yang ada, apabila alasan-alasan

yang di kemukakan oleh Pegawai

Negeri Sipil yang bersangkutan

terbukti maka majelis hakim

dapat mengabulkan Perceraian

tersebut.

B. SARAN

Adapun saran terkait penulisan

hukum ini adalah sebagai berikut :

1. Diharapkan agar setiap Pegawai

Negeri Sipil berfikir dan

bertindak secara matang dan

lebih dewasa lagi sebelum

melakukan Perceraian karena

pada dasarnya Pegawai Negeri

Sipil adalah contoh masyarakat

dan apabila Perceraian harus

tetap terjadi maka Pegawai

Negeri Sipil harus mau, taat, dan

wajib melakukan prosedur yang

berlaku untuk lebih mudah

memperoleh izin dari Pejabat

atasan langsung.

2. Pejabat juga harus bisa

mengevaluasi kembali prosedur

pemberian izin Perceraian yang

berlaku selama ini dan di

harapkan dapat di ketahui letak

kesulitan dar prosedur pemberian

izin Perceraian yang berlaku

selam ini. Dan menurut saya

hendaknya ada suatu kerja sama

antara Pejabat Langsung pemberi

izin dengan majelis hakim

sehingga putusan yang diberikan

dapat memberikan kepastian

hukum atau rasa keadilan baik

Pegawai Negeri Sipil yang

bersangkutan maupun keluarga

(bekas suami/istri) .

DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

Abdurrahman, Kompilasi Hukum

Islam di Indonesia. Akademika

Pressindo. Jakarta. 2010.

Djoko Prakoso. Hukum

Kepegawaian di Indonesia.

Balai Aksara, Yudhistira.

Jakarta. 1984.

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode

Penelitian Hukum Normatif,

Banyumedia Publishing, Malang

2016

H. Hilman Hadikusuma. Hukum

Perkawinan Indonesia. Mandar

Maju. Bandung. 2007.

Martiman Prodjohamidjojo. Hukum

Perkawinan. CV. Karya

Gemilang. Jakarta Selatan. 2011.

Muhammad Syaifuddin. dkk, Hukum

Perceraian. Sinar Grafika.

Jakarta. 2014.

Peter Mahmud Marzuki. Penelitian

Hukum. Universitas Airlangga

Surabaya.

Sri Hartini dan Setiajeng Kadarsih,

2007, Hukum Kepegawaian di

Indonesia, Sinar Grafika,

Purwokerto

PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

Page 14: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

14 | P a g e

Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1974 Tentang Perkawinan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2014 Tentang Aparatur Sipil

Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 45

Tahun 1990 Tentang Perubahan

atas Peraturan Pemerintah

Nomor 10 Tahun 1983 Tentang

Izin Perkawinan dan Peceraian

Bagi Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 Tentang Disiplin

Pegawai Negeri Sipil.

INTERNET

http://infokepegawaian.wordpress.co

m.diakses tanggal 6 Juni 2017

pukul 12:30:09 WIB

Page 15: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

15 | P a g e

TINJAUAN YURIDIS KREDIT DENGAN JAMINAN BUKU PEMILIK

KENDARAAN BERMOTOR (BPKB)

Studi di Koperasi Simpan Pinjam “AMANAH”

Desa Sugihwaras Kecamatan Deket Lamongan

Oleh

Dhevi Nayasari Sastradinata

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Pertumbuhan kredit di Indonesia semakin naik. Banyak faktor yang

melatarbelakangi diantaranya adalah Kebutuhan akan permodalan sampai kredit

untuk memperoleh barang yang diinginkan dan kemudahan dalam memperoleh

kredit. Banyak lembaga penyedia keuangan, Salah satunya koperasi, yang ada di

Indonesia berlomba-lomba menarik nasabah. Dari latar belakang tersebut

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana proses pengajuan kredit

dengan jaminan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan apa akibat

hukum yang timbul bila debitur tidak memenuhi pembayaran sesuai batas waktu

yang ditentukan.

Dari hasil pembahasa dapat disimpulkan bahwa Proses pengajuan kredit

dengan jaminan BPKB di Koperasi Simpan Pinjam Amanah Nasabah

Mengajukan Permohonan Kredit ke Koperasi terlebih dahulu, Dari permohonan

tersebut selanjutnya pihak koperasi melalukan analisa kelayakan dengan

memperhatikan beberapa aspek, Apabila permohonannya disetujui maka calon

nasabah harus melampirkan beberapa persyaratan sebagai kelengkapan Kredit,

Setelah syarat terpenuhi, selanjutnya pihak koperasi melakukan pencairan atas

pinjaman nasabah.

Akibat hukum yang timbul jika nasabah tidak bisa melakukan pembayaran

sesuai batas waktu yang ditimbulkan adalah dengan dibawanya masalah ini ke

pengadilan sehingga dilakukan pembatalan perjanjian dengan pihak nasabah

memberikan ganti rugi yang ditimbulkan sampai dengan dipailitkan. Kedua belah

pihak juga bisa memilih alternatif penyelesaian lainnya yakni negosiasi dengan

jalan rescheduling atau Restrukturisasi utang. Di Koperasi Simpan Pinjam

“Amanah” lebih memilih untuk negosiasi bersama dengan nasabah agar tidak

menghabiskan dana banyak dan waktu jika memilih jalur persidangan.

Kata Kunci : Tinjauan Yuridis, Jaminan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Manusia memiliki

beragam kebutuhan untuk

melangsungkan kehidupan

sehari-hari, sehingga seringkali

lupa diri saat menjalankan

aktifitas dalam rangka

memenuhi kebutuhannya.

Besarnya pendapatan sering

dirasa kurang karena terjadi

Page 16: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

16 | P a g e

tumpang tindih antara

kebutuhan dan keinginan dan

hal ini lah yang menjadi

masalah pada saat sekarang ini1

Kredit tidak bisa lepas dari

masyarakat. Kebutuhan akan

hutang dengan kemudahan untuk

melunasi dengan cara angsuran

menggiurkan masyarakat. Ada

beberapa alasan orang

mengajukan kredit. Kredit untuk

modal usaha, dengan

mengajukan kredit seorang yang

mempunyai usaha dapat

memperoleh modal, ada juga

kredit untuk konsumsi, kredit

untuk pembiayaan.

Setiap transaksi kredit harus

mematuhi hukum yang berlaku,

hal ini untuk melindungi hak-hak

yang diperoleh oleh masing-

masing pihak juga sebagai

pondasi dari perjanjian perikatan

yang mempunyai kekuatan

hukum untuk melaksanakan

segala kewajiban yang melekat

pada setiap orang yang

melakukan perjanjian.

Kredit dari sudut pandang

bahasa berarti suatu kepercayaan,

kepercayaan yang diberikan

pihak pemberi kredit kepada

penerima kredit. Penerima kredit

mempunyai kepercayaan dari

pemberi kredit dengan resiko

mengembalikan dengan jangka

waktu yang ditentukan. Pemberi

kredit juga menanggung resiko

apabila penerima kredit tidak

menunaikan tanggung jawabnya

sehingga pemberi kredit juga

harus menganalisa setiap

pengajuan kredit yang dilakukan.

1 Natara Andri & Nurbekti Satriyo. Solusi

Cerdas Mengatasi Hutang dan Kredit.

Penebar plus. Jakarta. 2008. h. 7

Dalam kredit ada 4 unsur pokok,

yaitu kepercayaan, waktu, resiko

dan prestasi. Kepercayaan berarti

setiap pemberian kredit didasari

atas kepercayaan oleh pihak

pemberi kredit kepada penerima

kredit untuk mengembalikan

hutangnya dengan waktu yang

ditentukan.2

Waktu berarti batas antara

pemberian kredit dengan

pembayaran kembali oleh pihak

penerima kredit dilakukan

dengan jangka waktu yang

ditentukan oleh kedua belah

pihak. Sedangkan resiko yang

dimaksud adalah setiap

pemberian kredit mengandung

resiko di dalamnya. Resiko ini

terdapat di jangka waktu antara

pemberian kredit sampai

pelunasan kredit. Sehingga

semakin panjang jangka waktu

pelunasan semakin besar pula

resiko yang didapatkan.

Sedangkan prestasi adalah setiap

kesepakatan yang terjadi antara

pemberi kredit dan penerima

kredit mengenai suatu pemberian

kredit, ketika itu terjadi prestasi

dan kontra prestasi.3

B. METODE PENELITIAN

Tipe penelitian ini adalah

Yuridis Normatif, dengan

menggunakan pendekatan

perundang-undangan Oleh

karena itu penelitian hukum ini

difokuskan untuk mengkaji

tentang norma-norma dalam

hukum positif, yakni norma

hukum yang terkait dengan

perkreditan. Penelitian ini

2 H.R. Daeng Naja. Hukum Kredit dan Bank

Garasi. Citra Aditya Nakti. Bandung. 2005.

h. 123-125 3 Ibid.

Page 17: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

17 | P a g e

bersifat autoritatif artinya

mempunyai otoritas, bahan

hukum terdiri dari Perundang-

undangan, catatan resmi atau

risalah dalam pembuatan

Perundang-undangan dan

putusan hakim. adapun bahan

hukum primer tersebut meliputi :

Kitab Undang Undang Hukum

Perdata (KUH Perdata), Undang

Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan sebagaimana

yang telah diubah dengan

Undang Undang Nomor 10

Tahun 1998, Undang Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, Undang Undang

Nomor 17 Tahun 2012 tentang

Perkoperasian.

Baik bahan hukum primer

maupun sekunder dikumpulkan

berdasarkan topic permasalahan

yang dirumuskan dan

diklasifikasi menurut sumber

untuk dikaji secara

komprehensif. Adapun bahan

hukum yang diperoleh dalam

penelitian adalah studi

kepustakaan, aturan perundang-

undangan, yang penulis uraikan

dan dihubungkan sedemikan

rupa, sehingga disajikan dalam

penulisan yang lebih sistematis

guna menjawab perumusan

masalah yang dirumuskaan dan

dilakukan secara deduktif yakni

menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat

umum terhadap permasalahan

kongkrit yang dihadapi.

C. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Tinjauan Yuridis Kredit

dengan jaminan BPKB di

Koperasi

Perjanjian pada

umumnya dibuat dengan

maksud dan tujuan yang

beraneka macam, salah satu

tujuan tersebut berkaitan

dengan pemberian atau

permintaan kredit, istilah

kredit dikenal dalam bahasa

yunani “credre” yang berarti

percaya atau to believe atau

to trust.4 Oleh sebab itu dasar

dari kredit itu adalah

kepercayaan. Maksud

kepercayaan bagi si pemberi

kredit adalah ia percaya

kepada si penerima kredit

bahwa kredit yang

disalurkannya pasti

dikembalikannya sesuai

dengan perjanjian.

Sedangkan bagi si penerima

kredit yang merupakan

penerima kepercayaan

mempunyai kewajiban untuk

membayar sesuai dengan

jangka waktu yang telah

disepakati.

Kredit menurut Pasal 1

Angka 11 Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998

tentang perbankan dan

selanjutnya disebut dengan

Undang-Undang Perbankan

menyatakan: Kredit adalah

penyediaan dana atau tagihan

yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan

4H. Mho. Tjoekam. Perkrediatan Bisnis Inti

Bank Komersial (Konsep teknik dan Kasus). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1999. h. 12.

Page 18: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

18 | P a g e

pinjam meminjam antara

bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi hutangnya

setelah jangka waktu dengan

pemberian bunga.

Peraturan perundang-

undangan yang mengatur

tentang perjanjian kredit

dapat dilihat dan dibaca

dalam berbagai peraturan

perundang-undangan, antara

lain:

a. Undang-Undang Nomor 7

tahun 1992 tentang

Perbankan.

b. Undang-Undang Nomor

10 1998 tentang

Perubahan Undang-

Undang Nomor 7 tahun

1992 tentang Perbankan;

c. Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia;

d. Undang-Undang

Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2004

tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor

23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia;5

Adapun tujuan

pemberian kredit yang

lainnya adalah:

a. Bagi kreditur

1) Pemberian kredit

merupakan sumber

utama pendapatan.

2) Pemberian kredit

merupakan

5H. Salim HS. Perkembangan Hukum

Kontrak Diluar KUH Perdata. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2006. h. 78-81.

perangsang produk-

produk lainnya

3) Perkreditan

merupakan instrumen

penjaga likuidasi,

solvabilitas, dan

profitabilitas.

b. Bagi debitur

1) Kredit berfungsi

sebagai sarana untuk

membuat kegiatan

usaha makin lancar

dan performance

(kinerja) usaha

semakin baik dari

pada sebelumnya.

2) Memperluas

kesempatan berusaha

dan bekerja dalam

perusahaan.

c. Bagi masyarakat

1) Kredit mengurangi

pengguguran, karena

membuka peluang

berusaha, bekerja dan

pemerataan

pendapatan.

2) Kredit meningkatkan

fungsi pasar karena

adanya peningkatan

daya beli.6

Sedangkan kredit

sendiri mempunyai fungsi,

sebagai berikut:

a. Untuk meningkatkan

daya guna uang, apabila

uang disimpan saja tidak

akan menghasilkan

sesuatu yang berguna,

dengan pemberian kredit

uang tersebut untuk

menghasilkan barang dan

jasa oleh penerima kredit.

b. Untuk meningkatkan

peredaran dan lalu lintas

6 Thomas Suyatno. Op.cit. h.15

Page 19: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

19 | P a g e

uang, dengan pemberian

kredit uang itu akan

beredar dari wilayah yang

satu ke wilayah yang lain.

c. Untuk meningkatkan

daya guna barang, dengan

pemberian kredit kepada

debitur dapat digunakan

untuk mengelola barang

yang tadinya tidak

berguna menjadi berguna

dan bermanfaat.

d. Meningkatkan peredaran

barang, kredit dapat pula

menambah atau

memperlancar arus

barang dari satu wilayah

ke wilayah yang lainnya.

e. Sebagai alat stabilitas

ekonomi, dengan adanya

kredit yang diberikan

akan menambah jumlah

barang yang diperlukan

oleh masyarakat

f. Untuk meningkatkan

kegairahan berusaha.7

Adapun tujuan

pemberian kredit yang

lainnya adalah:

d. Bagi kreditur

1) Pemberian kredit

merupakan sumber

utama pendapatan.

2) Pemberian kredit

merupakan

perangsang produk-

produk lainnya

3) Perkreditan

merupakan instrumen

penjaga likuidasi,

solvabilitas, dan

profitabilitas.

e. Bagi debitur

7 Kasmir. Bank dan Lembaga Keungan

Lainnya. Rajawali Pers. Jakarta. 2003. h.

97

1) Kredit berfungsi

sebagai sarana untuk

membuat kegiatan

usaha makin lancar

dan performance

(kinerja) usaha

semakin baik dari

pada sebelumnya.

2) Memperluas

kesempatan berusaha

dan bekerja dalam

perusahaan.

f. Bagi masyarakat

1) Kredit mengurangi

pengguguran, karena

membuka peluang

berusaha, bekerja dan

pemerataan

pendapatan.

2) Kredit meningkatkan

fungsi pasar karena

adanya peningkatan

daya beli.8

Sedangkan kredit

sendiri mempunyai fungsi,

sebagai berikut:

g. Untuk meningkatkan

daya guna uang, apabila

uang disimpan saja tidak

akan menghasilkan

sesuatu yang berguna,

dengan pemberian kredit

uang tersebut untuk

menghasilkan barang dan

jasa oleh penerima kredit.

h. Untuk meningkatkan

peredaran dan lalu lintas

uang, dengan pemberian

kredit uang itu akan

beredar dari wilayah yang

satu ke wilayah yang lain.

i. Untuk meningkatkan

daya guna barang, dengan

pemberian kredit kepada

debitur dapat digunakan

8 Thomas Suyatno. Op.cit. h.15

Page 20: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

20 | P a g e

untuk mengelola barang

yang tadinya tidak

berguna menjadi berguna

dan bermanfaat.

j. Meningkatkan peredaran

barang, kredit dapat pula

menambah atau

memperlancar arus

barang dari satu wilayah

ke wilayah yang lainnya.

k. Sebagai alat stabilitas

ekonomi, dengan adanya

kredit yang diberikan

akan menambah jumlah

barang yang diperlukan

oleh masyarakat

l. Untuk meningkatkan

kegairahan berusaha.9

Pengaturan umum tentang jaminan

diatur dalam ketentuan Pasal 1131

KUH Perdata, dimana ditentukan

bahwa segala kebendaan pihak yang

berhutang (debitur) baik yang

bergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yang sudah ada

maupun yang baru akan ada di

kemudian hari menjadi tanggungan

untuk segala perikatan perorangan.

Jaminan menurut Undang-Undang

Perbankan adalah “keyakinan akan

itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk

melunasi hutangnya atau

mengembalikan pembiayaan

dimaksud sesuai dengan yang

diperjanjikan.”10

Landasan dan asas koperasi terdapat

di dalam UURI Nomor 17 Tahun

2012 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian Pasal 2

9 Kasmir. Bank dan Lembaga Keungan

Lainnya. Rajawali Pers. Jakarta. 2003. h. 97 10 Rachmdi Usman. Aspek-Aspek Hukum

Perbankan Di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2001. h. 22.

dan pasal 3 dikatakan bahwa:

“koperasi berlandaskan pancasila

dan undang-undang dasar 1945,

koperasi berdasar atas asas

kekeluargaan”. dari bunyi Pasal 2 itu

jelas bahwa koperasi berlandaskan

pancasila dan UUD 1945. UUD 1945

sebagai landasan koperasi juga

ditegaskan dalam batang tubuh pasal

33 ayat 1 beserta penjelasannya,

disitu dijelaskan secara eksplisit

bahwa bangunan perusahaan yang

sesuai dengan Pasal 1 adalah

koperasi. Sedangkan asas koperasi

sesuai dengan Pasal 3 UU No. 17

Tahun 2012 adalah berasaskan

kekeluargaan, asas ini sesuai dengan

jiwa dan kepribadian bangsa

Indonesia. Koperasi sebagia suatu

usaha bersama harus mencerminkan

ketentuan-ketentuan sebagaimana

dalam kehidupan keluarga. Dalam

suatu keluarga, seagala sesuatu yang

dikerjakan secara bersama-sama

ditujukan untuk kepentingan

bersama seluruh anggota keluarga,

usaha bersama berdasarkan asas

kekeluargaan ini biasanya disebut

dengan gotong-royong.11

Sebagaimana yang tercantum dalam

UU RI No. 17 Tahun 2012 pasal 26

ayat 1 bahwa “anggota koperasi

merupakan pemilik sekaligus

pengguna jasa koperasi”12

memberikan arti bahwa Koperasi

berbeda dengan badan usaha

komersial pada umumnya,

Karakteristik utama koperasi yang

membedakannya dengan badan

usaha lain adalah bahwa anggota

koperasi memiliki identitas ganda

11 Ibid, h. 42.

12 Undang-undang Perkoperasian 2012

dihimpun oleh Redaksi Sinar Grafika. Sinar

Grafika. Jakarta. 2013. h. 18

Page 21: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

21 | P a g e

(the dual identity of the member),

yaitu anggota sebagai pemilik dan

sekaligus sebagai pengguna jasa

koperasi (user own oriented frim),

2. Proses Pengajuan Kredit

Setiap calon nasabah yang akan

melakukan pinjaman pada Koperasi

Simpan Pinjam “Amanah” terlebih

dahulu akan mengajukan

permohonan. Setelah mengajukan

permohonan pihak koperasi akan

melakukan verifikasi.13

Adapun hak dari Koperasi Simpan

Pinjam “Amanah” dapat dilihat

dalam surat perjanjian kredit, hal itu

diatur dalam Pasal 5, Surat

Perjanjian yang berisikan :

“Debitur dengan ini menyatakan

persetujuannya apabila terjadi

keterlambatan dalam pembayaran

kewajiban bunga dan atau angsuran

pokok apabila dalam batasan waktu

berlakunya kredit ini belum melunasi

secara seksama dan sepatutnya

seluruh jumlah kredit berikut bunga

dan biaya-biaya lain yang timbul

berdasarkan perjanjian ini, maka

kreditur berhak memperhitungkan

denda (penalty overdue) terhadap

debitur sebesar 4% (empat persen)

setiap bulan dari seluruh kewajiban

debitur kepada kreditur yang

tertunda dan dihitung secara

harian.”14

Berdasarkan surat perjanjian diatas,

dapat dipahami bahwa apabila

terjadi keterlambatan oleh debitur

untuk membayar kewajibannya,

13

Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin,

Nasabah Koperasi simpan pinjam “Amanah” 14

Dokumentasi surat perjanjian kredit di

Koperasi simpan pinjam “Amanah”

maka kreditur berhak

memperhitungkan denda yang akan

dibebankan setiap bulannya dari

seluruh kewajiban debitur. Denda

yang dibebankan kepada debitur

merupakan akibat dari

keterlambatan debitur itu sendiri.

Adapun kewajiban-kewajiban yang

dimiliki oleh Koperasi Simpan

Pinjam “Amanah” yang dipedomani

pada Surat Perjanjian Kredit dapat

dilihat dari berbagai pasal yang ada

dalam surat perjanjian tersebut, salah

satunya terdapat pada Pasal 1 Surat

Perjanjian Kredit yang berisikan :

“Kreditur telah memberikan debitur

pinjaman uang berupa fasilitas

kredit modal kerja yakni kredit

komersil sesuai dangan nilai

pinjaman dan debitur menyatakan

mengaku dan menerima pinjaman

uang tersebut akan digunakan untuk

menambah modal kerja, bunga dan

biaya-biaya lainnya yang timbul

berdasarkan perjanjian ini, untuk

selannjutnya disebut pinjaman.”15

Ketika debitur telah

menandatangani perjanjian

maka pemberian dana dengan

segera diberikan oleh

Koperasi Simpan Pinjam

“Amanah”. Kewajiban dari

Koperasi Simpan Pinjam

“Amanah” yakni memberikan

pinjaman uang berupa

fasilitas modal kerja yaitu

kredit komersil yang harus

digunakan sebagai modal

kerja sesuai dengan

perjanjian yang

ditandatangani kedua belah

pihak. Hal ini dilakukan oleh

Koperasi 12 Pasal 5 Surat

15

Ibid

Page 22: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

22 | P a g e

Perjanjian Kredit pada

Koperasi Simpan Pinjam

“Amanah”.

Kewajiban dari

debitur dalam pelaksanaan

pemberian pinjaman ini

diatur dalam pasal 1763

KUHPerdata. Menurut pasal

tersebut siapa yang menerima

pinjaman sesuatu, diwajibkan

mengembalikannya dalam

jumlah dan keadaan yang

sama, dan pada waktu yang

ditentukan.16

Menurut pasal

1764 KUHPerdata yang

menjelaskan bahwa si

peminjam tidak mampu

mengembalikan barang yang

dipinjamnya dalam jumlah

dan keadaan yang sama,

maka dia diwajibkan

membayar harganya dalam

hal mana harus diperhatikan

waktu dan tempat dimana

harganya, menurut perjanjian

harus dikembalikan. Jika

waktu dan tempat ini tidak

telah ditetapkan, harus

diambil harga barang pada

waktu dan tempat dimana

pinjaman telah terjadi.17

3. Akibat Hukum bagi

Debitur yang Tidak

melaksanakan

kewajibannya

Dalam hukum

perjanjian masing-masing

pihak mempunyai prestasi

yang bertalian erat satu

dengan yang lain. Apabila

salah satu pihak tidak dapat

memenuhi kewajibannya

16

R. Subekti & R. Tjitrosudibio, op.cit.,

h.452 17

R. Subekti, op.cit, h.128

maka perjanjian bisa

dibatalkan dan menimbulkan

resiko terhadap kedua belah

pihak. Pembatalan perjanjian

bisa dilaksanakan oleh pihak

kreditur jika pihak debitur

lalai dalam melaksanakan

kewajibannya. Akibat dari

hapusnya perikatan, masing-

masing pihak tidak perlu lagi

memenuhi prestasi. Pihak

yang mengajukan pembatalan

berhak menuntut ganti rugi

sebagai akibat daripada

ingkar janji dan

pembatalan.18

Dalam setiap kredit

ada kalanya pihak debitur

tidak melaksanakan

kewajibannya untuk melunasi

hutang yang ada pada dirinya

sehingga menimbulkan akibat

hukum pada dirinya. Ada

beberapa penyebab terjadi

kredit bermasalah,

penyebabnya dapat

diklasifikasi dalam beberapa

faktor:

1. Faktor intern kreditur

a. Naluri bisnis dan

kemampuan

menganalisa kredit

yang belum memadai.

b. Para anggota komite

pemutus kredit tidak

memiliki integritas

yang baik.

c. Pengawasan terhadap

penggunaan kredit

tidak memadai

d. Pemberian kredit

tidak cukup atau

berlebihan jumlahnya

jika dibandingkan

18

R. Setiawan. Pokok-pokok Hukum

Perikatan. Binacipta. Bandung. h. 65-67

Page 23: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

23 | P a g e

dengan kebutuhan

sesungguhnya

e. Tidak mempunyai

informasi yang cukup

tentang watak dan

track record debitur

2. Faktor intern debitur

a. Penyalah gunaan

kredit oleh debitur,

pemberian kredit tidak

digunakan

sebagaimana tujuan

kredit

b. Terjadi masalah intern

dalam perusahaan

yang diberi kredit

c. Tidak adanya tenaga

ahli perusahaan

sehingga kinerja

perusahaan tidak

efisien

3. Faktor ekstern

a. Kondisi

perekonomian

Indonesia sejak tahun

1997 mengakibatkan

dampak negatif

terhadap kinerja

perusahaan terutama

perusahaan yang

pembiayaannya

mengandalkan hutang.

b. Turunnya daya beli

masyarakat untuk

mengkonsumsi

produk dan jasa yang

dihasilkan oleh

perusahaan sehingga

perusahaan tidak

mempunyai biaya

yang cukup untuk

menutupi produksi

dan modal.

c. Tingkat pengembalian

investasi yang

rendah.19

Apabila debitur tidak

melaksanakan kewajibannya

maka pihak debitur

mendapatkan akibat hukum

yang ditempuh oleh pihak

kreditur. Pada dasarnya

penyelesaian kredit macet

dilakukan dengan dua cara,

litigasi dan negosiasi. Tetapi

kenyataan di lapangan selain

kedua cara itu pihak pemberi

kredit menggunakan jasa

Dept Collector untuk

menagih kredit meski badan

jasa itu tidak memiliki

wewenang untuk

melakukannya.20

a. Litigasi

Penyelesaian kredit bermasalah

dengan cara litigasi adalah

dengan mendayagunakan

lembaga peradilan yang ada.

Lembaga peradilan masih

dibutuhkan oleh seseorang

karena lembaga peradilan

menjadi tempat yang dapat

diandalkan. Penyelesaian

masalah dengan litigasi ini

dilakukan terhadap debitur yang

usahanya masih berjalan

ataupun terhadap debitur yang

usahanya tidak berjalan. Ada

beberapa peran yang

menguatkan lembaga peradilan

di masyarakat, sebagai berikut:

1) Peradilan sebagai kutup

penekan atau pressure valve

atas segala pelanggaran hukum,

19

Suharnoko. Hukum Perjanjian Teori dan

Analisa Kasus. Prenamedia Group. Jakarta.

h. 76-77 20

H.R. Daeng Naja. Hukum Kredit dan

Bank Garasi. Citra Aditya Nakti. Bandung.

2005. h. 334-335

Page 24: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

24 | P a g e

ketertiban masyarakat, dan

pelanggaran ketertiban umum

2) Peradilan diharapkan masih

sebagai last resort atau tempat

terakhir mencari kebenaran dan

keadilan sebagaimana fungsi

yang melekat padanya, penegak

kebenaran dan keadilan.21

Pada prakteknya penyelesaian

kredit dengan litigasi ini

dilakukan dengan pengajuan

gugatan atau langsung eksekusi

kepada lembaga Peradilan

Negeri, Pengadilan Niaga, dan

Panitia Urusan Piutang Negara

(PUPN).

1) Peradilan Negeri

Penanganan perkara kredit

bermasalah di Pengadilan

Negeri dapat ditempuh dengan

beberapa cara, melalui gugatan

biasa dan permohonan eksekusi

grosse akta.

a) Gugatan biasa

Untuk mencapai suatu eksekusi

atas putusan hakim dalam

proses gugatan biasa diperlukan

tiga tingkatan peradilan, yaitu

Tingkat Pertama/Pengadilan

Negeri, Tingkat

Banding/Pengadilan Tinggi, dan

Tingkat Kasasi/Mahkama

Agung. Proses perkara perdata

di Pengadilan Negeri dilakukan

secara terbuka dengan diawali

masing-masing pihak memberi

alasannya. Sampai terakhir

setelah mendengarkan

penjelasan dan tanya jawab

berbagai pihak pengadilan

menjatuhkan putusan disertai

dengan alasan-alasan putusan

yang dijadikan dasar mengadili

b) Permohonan eksekusi grosse

akta

21

Ibid. h. 336

Permohonan eksekusi ini

dilakukan atas dasar dan

kekuatan Grosse Akta

Pengakuan Hutang dan Grosse

Akta Hipotik. Saat pengajuan

gugatan eksekusi pihak

pengadilan selalu mengacu pada

jangka waktu kredit. Jika sudah

jatuh tempo, maka dapat

dilakukan eksekusi atau gugatan

jika belum jatuh tempo maka

pihak pengadilan tidak akan

menerima gugatan. 22

2) Pengadilan Niaga

Penyelesaian melalui

Peradilan Niaga merupakan

salah satu alternatif yang dapat

digunakan oleh pihak kreditur

terhadap debitur yang

bermasalah dengan berpedoman

bahwa pihak kreditur

menyatakan bahwa pihak

kreditur mengalami pailit.23

3) Panitia Urusan Piutang Negara

Panitia urusan piutang

negara (PUPN) melakukan

penyelesaian kredit macet pada

instansi pemerintahan, badan-

badang negara, serta BUMN/D

Perbankan atau Non-Perbankan.

Tugas dari Panitia urusan Piutang

Negara adalah mengurusi piutang

yang besarnya telah pasti

menurut hukum. Tetapi debitur

tidak melunasi sebagaimana

mestinya. Yang dimaksud

dengan piutang negara adalah

jumlah uang yang wajib

dibayarkan kepada negara atau

badan-badan yang dikuasai oleh

negara.24

D. PENUTUP

22

Ibid. h. 336-339 23

Ibid. h. 340 24

Ibid. h. 344-345

Page 25: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

25 | P a g e

1. Proses pengajuan kredit

dengan jaminan BPKB di

Koperasi Simpan Pinjam

Amanah adalah sebagai

berikut:

b. Nasabah Mengajukan

Permohonan Kredit ke

Koperasi.

c. Dari permohonan tersebut

selanjutnya pihak

koperasi melalukan

analisa kelayakan dengan

memperhatikan beberapa

aspek.

d. Apabila permohonannya

disetujui maka calon

nasabah harus

melampirkan beberapa

persyaratan sebagai

kelengkapan Kredit.

e. Setelah syarat terpenuhi,

selanjutnya pihak

koperasi melakukan

pencairan atas pinjaman

nasabah.

1. Akibat hukum yang timbul

jika nasabah tidak bisa

melakukan pembayaran

sesuai batas waktu yang

ditimbulkan adalah dengan

dibawanya masalah ini ke

pengadilan sehingga

dilakukan pembatalan

perjanjian dengan pihak

nasabah memberikan ganti

rugi yang ditimbulkan sampai

dengan dipailitkan. Kedua

belah pihak juga bisa memilih

alternatif penyelesaian

lainnya yakni negosiasi

dengan jalan rescheduling

atau Restrukturisasi utang. Di

Koperasi Simpan Pinjam

“Amanah” lebih memilih

untuk negosiasi bersama

dengan nasabah agar tidak

menghabiskan dana banyak

dan waktu jika memilih jalur

persidangan. Apabila ada

nasabah yang tidak

memenuhi kewajibannya

maka pihak koperasi akan

mendatangi nasabah dan

memberikan surat peringatan,

diberlakukan denda

keterlambatan, hingga

penyitaan jaminan agar dibeli

sendiri atau dilelang kepada

orang lain.

E. DAFTAR PUSTAKA

H. Mho. Tjoekam. Perkrediatan

Bisnis Inti Bank Komersial

(Konsep teknik dan

Kasus). Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta. 1999.

H. Salim HS. Perkembangan

Hukum Kontrak Diluar

KUH Perdata. PT Raja

Grafindo Persada. Jakarta.

2006.

H.R. Daeng Naja. Hukum

Kredit dan Bank Garasi.

Citra Aditya Nakti.

Bandung. 2005.

Kasmir. Bank dan Lembaga

Keungan Lainnya.

Rajawali Pers. Jakarta.

2003.

Natara Andri & Nurbekti

Satriyo. Solusi Cerdas

Mengatasi Hutang dan

Kredit. Penebar plus.

Jakarta. 2008

R. Setiawan. Pokok-pokok

Hukum Perikatan.

Binacipta. Bandung.

Page 26: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

26 | P a g e

Rachmdi Usman. Aspek-Aspek

Hukum Perbankan Di

Indonesia. Gramedia

Pustaka Utama. Jakarta.

2001.

Suharnoko. Hukum Perjanjian

Teori dan Analisa Kasus.

Prenamedia Group.

Jakarta.

Undang-undang Perkoperasian

2012 dihimpun oleh

Redaksi Sinar Grafika.

Sinar Grafika. Jakarta.

2013.

Page 27: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

27 | P a g e

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKU PENJUALAN BARANG

YANG BELUM LUNAS YANG TELAH DIJAMINKAN FIDUSIA

Oleh

Jatmiko Winarno

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Salah satu persoalan yang muncul di dunia bisnis permasalahanya ialah

barang yang dijual belikan adalah barang kredit yang masih belum lunas yang

telah dijual,dialihkan atau digelapkan. Penggelapan kendaraan bermotor sebagai

Jaminan Fidusia merupakanpelanggaran dari sistem penjualan

kendaraanbermotor melalui cara kredit yangdibiayai oleh perusahaan

pembiayaan. Kendaraan bermotor sebagai JaminanFidusia dilindungi oleh

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Jaminan Fidusia,yang mengatur

mengenai kepentingan hukum baik kreditur maupun debitur dalamperjanjian jual

beli kendaraan bermotor yang berisi ketentuan-ketentuan dalamproses perjanjian

kredit. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa tanggung jawab dan

resikosehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi

objekJaminan Fidusia diancam denganPasal 36 Undang-undang Fidusia. Selain

Pasal 36 Undang-undang Jaminan Fidusia Jika pelaku memenuhi unsur-unsur

penggelapan dalam KUHP diancan denganPasal 372 KUHP. Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa : Pelaku penggelapan diancam dengan pasal 372 KUHP

dan Pasal 36 Undang-undang tentang Jaminan Fidusia.Saran-saran dan masukan

yang dapat diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut: Diharapkan dengan ini

angka kerugian pada lessor akibat penggelapan mobil berkurang dengan

pengetahuan lessor akan Jaminan Fidusia. Pihak lessor di harapkan untuk

mendaftarkan barang pada jaminan fidusia agar mendapatkan kepastian hukum

pada saat terjadi pelanggaran perjanjian jual beli kendaraan motor kredit dan dapat

menindak pidana penggelapan kendaraan motor yang dilakukan oleh konsumen,

dengan bukti materiil akta jaminan fidusia.

Kata Kunci: Tinjauan yuridis,barang belum lunas, Fidusia.

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu persoalan muncul

di dunia bisnis permasalahanya

ialah barang yang dijual belikan

adalah barang kredit yang masih

belum lunas yang telah

dijual,dialihkan atau

digelapkan.Yang Harus Dipahami

Terlebih Dahulu pada awal

pembahasan kali ini, kita akan

melihat terlebih dahulu praktek

jual beli yang terlarang yaitu

menjual barang yang belum

selesai diserahterimakan, yang

harus diketahui di antara jual beli

terlarang adalah jual beli barang

yang belum selesai

diserahterimakan. Atau bi disebut

Page 28: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

28 | P a g e

juga dengan tindak pidana

penggelapan sebagaimana yang

diatur dalam Bab XXIV Pasal 372

sampai dengan pasal 377 KUHP.

Tindak pidana tersebut sebagai

„‟penyalahgunaan kepercayaan‟‟.

Sebab, inti dari tindak pidana

yang diatur dalam Bab XXIV

tersebut adalah „‟penyalahgunaan

hak‟‟. Atau „‟penyalahgunaan

kepercayaan‟‟. Tindak pidana

penggelapan sering terjadi di

berbagai kalangan, mulai dari

kalangan rendah hingga kalangan

tinggi yang notabennya

berpendidikan dan mengerti

hukum atas tindakan tersebut,

namun kejahatan ini tetap saja

terjadi tidak hanya oleh

masyarakat kecil bahkan seorang

yang terpandang yang seharusnya

menjadi panutan pun ikut

terjerumus dalam kasus ini.

Dalam hal ini pasal 372 kurang

mendapat respon karena sanksi

yang dapat di pilih antara

denda dan kurungan penjara di

sebut di atas kurang

mendapatkan perhatian

dikarenakan adanya kata “atau”

pada pasal itu dan juga denda

yang di berikan tidak memiliki

dampak terhadap efek jera

karena sanksi dalam pasal

tersebut bersifat alternatif artinya

hakim dalam memberikan vonis

harus memilih salah satu antara

pidana penjara 4 tahun atau

pidana denda Rp 900, sebaiknya

bunyi pasal 372 ini disamakan

dengan perkembangan zaman

agar bisa berdampak pada efek

jera terhadap pelaku penggelapan.

Oleh karena itu pengalihan atau

penggelapan juga diatur dalam

pasal 36 Undang-undang No. 42

tahun 1999 tentang jaminan

Fidusia, dimana pada kasus

pengalihan jaminan fidusia modus

pelaku yaitu mengalihkan benda

bergerak objek jaminan fidusia,

tanpa itikad tidak baik tanpa

sepengetahuan kreditur.

Biasannya pelaku disini telah

memenuhi unsur dari pasal 36

Undang-undang No. 42 tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia,

yaitu: “Pemberi Fidusia yang

mengalihkan, menggadaikan, atau

menyewakan benda yang menjadi

obyek jaminan Fidusia

sebagaimana dimaksud dalam

pasal 23 ayat (2) yang dilakukan

tanpa persetujuan tertulis terlebih

dahulu dari Penerima Fidusia,

dipidana dengan pidana penjara

paling lama 2 (dua) tahun dan

denda paling banyak

Rp.50.000.000,- (lima puluh juta

rupiah)”.

B. METODE PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan bahwa tanggung

jawab dan resiko sehubungan dengan

penggunaan dan pengalihan benda

yang menjadi objek Jaminan Fidusia

diancam dengan Pasal 36 Undang-

undang Fidusia . Selain Pasal 36

Undang-undang Jaminan Fidusia

Jika pelaku memenuhi unsur-unsur

penggelapan dalam KUHP diancan

dengan Pasal 372 KUHP. Tipe

penelitian hukum yang dilakukan

ialah yuridis normatif .Metode

penelitian hukum normatif adalah

suatu prosedur penelitian ilmiah

untuk menemukan kebenaran

berdasarkan logika keilmuan hukum

Page 29: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

29 | P a g e

dari sisi normatifnya. pendekatan

yang digunakan berdasarkan bahan

hukum utama dengan cara menelaah

teori-teori, konsep-konsep, asas-asas

hukum serta pendekatan undang-

undang dan pendekatan konseptual

yang berhubungan dengan penelitian.

Bahan hukum yang digunakan ialah

bahan hukum primer yaitu bahan

hukum yang mempunyai otoritas,

bahan hukum terdiri dari perundang-

undangan dan putusan-putusan.

Adapun bahan hukum primer

tersebut meliputi : Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana tentang

(Penggelapan), Undang-Undang

No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, PP No.86 Tahun 2000

tentang Tata cara pendaftaran

jaminan fidusia dan pembuatan akta

jaminan fidusia, Kepres No.139

Tahun 2000 tentang Pembentukan

Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap

ibu kota Provinsi wilayah negara

Republik Indonesia, Permenkeu RI

No. 130/PMK.010/2012 tentang

Pendaftaran jaminan fidusia bagi

perusahaan pembiayaan yang

melakukan pembiayaan konsumen

untuk kendaraan bermotor dengan

pembebanan jaminan fidusia,

Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia No. 8 Tahun

2011 tentang Pengamanan eksekusi

jaminan fidusia. Disamping itu juga

menggunakan bahan hukum

sekunder yaitu banah hukum yang

diperoleh dari buku,teks,jurnal-jurnal

dan pendapat para sarjana. Cara

pengolahan bahan hukum dilakukan

secara dedukatif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan

yang bersifat umum terhadap

permasalahan yang dihadapi yakni

tentang tinjauan yuridis terhadap

pelaku penjualanbarang yang belum

lunas yang telah dijaminkan fidusia.

C. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Penerapan Hukum Yang Berlaku

Di Indonesia Terhadap Pelaku

Penjualan “Atau” Pengalihan

Barang Yang Belum Lunas

Pelaku penjualan “atau”

pengalihan barang yang belum

lunas pembayaran kreditnya, bisa

juga disebut dengan penggelapan

apabila dalam prosesnya terjadi

perbuatan wanprestasi yang bersifat

melawan hukum dan menjadikan

perbuatan itu sebagai suatu tindak

pidana. Tindak pidana penggelapan

telah diatur dalam Bab XXIV

(Buku II) Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP),pasal 372-

377 KUHP.Pengertian yuridis

mengenai penggelapan telah dimuat

dalam pasal 372 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP).

Delik yang tercantum di dalam pasal

372 KUHP adalah delik pokok.25

Penggelapan yang ketentuannya

telah diatur dalam pasal 372 KUHP

yang menegaskan bahwa:

“Barang siapa dengan sengaja memiliki

dengan melawan hukum sesuatu barang

yang sama sekali atau sebagian adalah

kepunyaan orang lain dan berada dalam

kekuasaannya bukan karena kejahatan,

25

Andi Hamzah. Delik-Delik Tertentu di

dalam KUHP. Sinar Grafika. Jakarta. 2014.

h.107

Page 30: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

30 | P a g e

dipidana karena penggelapan, dengan

pidana penjara selama-lamanya empat

tahun atau denda sebanyak-banyaknya

sembilan ratus rupiah”.

Tindak pidana mempunyai

pengertian yang abstrak dari

peristiwa-peristiwa yang kongkrit

dalam lapangan hukum pidana,

sehingga tindak pidana haruslah

diberikan arti yang bersifat ilmiah

dan ditentukan dengan jelas untuk

dapat memisahkan dengan istilah

yang dipakai sehari-hari dalam

kehidupan masyarakat.26

Seperti

yang diungkapkan oleh seorang ahli

hukum pidana yaitu Prof. Moeljatno,

SH, yang berpendapat bahwa

pengertian tindak pidana yang

menurut istilah beliau yakni

perbuatan pidana adalah:

”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman

(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi

barang siapa melanggar larangan tersebut.” 27

Tindak pidana senantiasa merupakan

suatu perbuatan yang tidak sesuai

atau melanggar suatu aturan hukum

atau perbuatan yang dilarang oleh

aturan hukum yang disertai dengan

sanksi pidana yang mana aturan

tersebut ditujukan kepada perbuatan

sedangkan ancamannya atau sanksi

pidananya ditujukan kepada orang

yang melakukan atau orang yang

menimbulkan kejadian

tersebut.Dapat juga dikatakan bahwa

perbuatan pidana adalah perbuatan

yang oleh suatu aturan hukum

dilarang dan diancam pidana, bagi

yang melanggarnya. Dalam suatu

26

http://www.sarjanaku.com/2012/12/penger

tian-tindak-pidana-dan-unsur.html 27

Moeljatno, Asas-asasHukumPidana,

Jakarta: RinekaCipta, 1987, hal 59

permasalahan hukum tentang

pengalihan atau lebih dikenal dengan

istilah tindak pidana penggelapan.

Tindak pidana penggelapan sendiri

telah diatur dalam pasal 36 Undang-

undang jaminan fidusia ataupun

dengan menggunakan pasal 372

KUHP. Dalam penerapannya kedua

pasal tersebut adalah serupa tapi tak

sama. Karena dalam pasal 36

Undang-undang jaminan fidusia

merupakan asas lex specialis derogat

legi generalis yaitu hukum yang

bersifat khusus mengesampingkan

hukum yang bersifat umum.

Aturan Hukum Yang Digunakan

Apabila Barang Yang Dijual

“Atau”Dialihkan Sudah

Didaftarkan Jaminan Fidusia

Pengertian fidusia adalah

pengalihan hak kepemilikan suatu

benda atas dasar kepercayaan dengan

ketentuan bahwa benda yang hak

kepemilikannya dialihkan tetap

dalam penguasaan pemilik benda.

Yang telah diatur menurut Undang-

undang Nomor 42 Tahun 1999,

sejalan dengan prinsip memberikan

kepastian hukum, maka Undang-

undang fidusia mengambil prinsip

pendaftaran jaminan fidusia.28

Pendaftaran tersebut diharapkan

memberikan kepastian hukum

kepada pemberi dan penerima fidusia

maupun kepada pihak ketiga.29

Unsur-unsur dalam fidusia adalah:

1. Adannya hak jaminan.

2. Adanya objek, yaitu benda

bergerak baik yang berwujud

maupun yang tidak berwuhud dan

benda tidak bergerak, khususnya

28

J.Satrio. HukumJaminanHakJaminan. Citra

Aditya Bakti. Bandung. 2007. h 179 29

Ibid

Page 31: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

31 | P a g e

bangunan yang tidak di bebani

hak tanggungan. Ini berkaitan

dengan pembebanan jaminan

rumah susun.

3. Benda menjadi objek jaminan

tetap berada dalam penguasaan

pemberi fudasia.

4. Member kedudukan yang di

utamakan kepada kreditur.30

Perjanjian fidusia adalah

perjanjian hutang piutang kreditor

kepada debitor yang melibatkan

penjaminan. Jaminan tersebut

kedudukannya masih dalam

penguasaan pemilik jaminan. Tetapi

untuk menjamin kepastian hukum

bagi kreditor, maka dibuat akta yang

dibuat oleh notaris dan didaftarkan

ke kantor Pendaftaran fidusia.Fidusia

dengan akta dibawah tangan yaitu

perjanjian pembiayaan konsumen

dengan penyerahan secara fidusia

yang tidak dibuat akta notaris dan

tidak di daftarkan di kantor

pendaftaran fidusia untuk mendapat

sertifikat jaminan fidusia. Dalam

Undang-undang jaminan fidusia,

ditentukan bahwa cara melakukan

eksekusi jaminan fidusia adalah

pertama, pelaksanaan titel

eksekutorial; keduaa, penjualan

benda jaminan berdasarkan parate

eksekusi dan ketiga, penjualan benda

jaminan fidusia secara dibawah

tangan.31

Sesuai Undang-undang No.

42 Tahun 1999 Tentang Jaminan

Fidusia. Lalu, bagaimana dengan

perjanjian fidusia yang tidak di

buatkan akta notaris dan didaftarkan

di kantor pendaftaran fidusia alias

dibuat dibawah tangan? Pengertian

akta di bawah tangan adalah sebuah

akta yang dibuat antara pihak-pihak

30

Ibid. h.186 31

Ibid. h 358

dimana pembuatanya tidak di

hadapan pejabat pembuat akta yang

sah yang ditetapkan oleh undang-

undang (notaris, PPAT dll). Jika

penerima fidusia mengalami

kesulitan di lapangan, maka ia dapat

meminta pengadilan setempat

melalui juru sita membuat surat

penetapan permohonan bantuan

pengamanan eksekusi. Bantuan

pengamanan eksekusi ini bisa

ditujukan kepada aparat kepolisian,

pamong praja dan pamong

desa/kelurahan dimana benda objek

jaminan fidusia berada. Dengan

demikian bahwa pembuatan sertifikat

jaminan fidusia melindungi penerima

fidusia jika pemberi fidusia gagal

memenuhi kewajiban sebagaimana

tertuang dalam perjanjian kedua

belah pihak. Apabila Anda tidak

mendapat persetujuan tertulis dari

penerima fidusia (dalam hal ini

perusahaan pembiayaan) untuk

menjual atau mengalihykan barang

jaminan fidusia yang belum lunas

pembayaran kreditnya, maka

berdasarkan Pasal 36 Undang-

undang jaminan fidusia dan 372

KUHP. pada prinsipnya ketentuan

mengenai larangan mengalihkan

benda jaminan fidusia telah diatur

dalam undang-undang. Di dalam

Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang

No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, pemberi fidusia dapat

mengalihkan benda yang dijadikan

jaminan fidusia, asalkan ada

persetujuan tertulis dari penerima

fidusia. Akan tetapi, apabila pelaku

tidak mendapat persetujuan tertulis

dari penerima fidusia (dalam hal ini

perusahaan pembiayaan), maka

berdasarkan Pasal 36 Undang-

undang Fidusia, pelaku diancam

dengan pidana penjara paling lama 2

Page 32: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

32 | P a g e

(dua) tahun dan denda paling banyak

Rp50.000.000 (lima puluh juta)

rupiah.2. Apabila kreditor

mengalihkan benda objek fidusia

yang dilakukan dibawah tangan

kepada pihak lain tidak dapat dijerat

dengan Undang-undang No. 42

Tahun 1999 Tentang jaminan fidusia,

karena tidak syah atau legalnya

perjanjian jaminan fidusia yang

dibuat. Mungkin saja kreditor yang

mengalihkan barang objek jaminan

fidusia di laporkan atas tuduhan

penggelapan sesuai Pasal 372

KUHP. Jadi berdasarkan ketentuan

tersebut setiap peralihan yang tidak

mendapatkan persetujuan dari

penerima fidusia baik yang dilakukan

dengan akta otentik atau akta

dibawah tangan, dapat dikategorikan

sebagai perbuatan pidana.

Berdasarkan kasus pengalihan objek

jaminan fidusia salah satunya,

dengan ilustrasi; “tersangka telah

mengalihkan kendaraan objek

jaminan fidusia kepada pihak ketiga

berupa kendaraan bermotor, dalam

perjalanan waktu pihak ketiga telah

mengalihkan lagi objek jaminan

fidusia kepada pihak lain, dan pihak

lain tersebut ternyata juga sudah

mengalihkan objek jaminan fidusia”

D. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam bab-

bab terdahulu dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Pada dasarnya tinjauan yuridis

terhadap pelaku penjualan barang

yang belum lunas yang telah di

Jaminankan Fidusia bisa disebut

juga sebagai pengalihan atau

penggelapan objek jaminan

Fidusia. Hal itu merupakan salah

satu dari perbuatan melawan

hukum berkaitan dengan

penggunaan dan pengalihan

benda yang menjadi objek

Jaminan Fidusia. Pelaku

penggelapan diancam dengan

pasal 372 KUHP dan Pasal 36

Undang-undang No. 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia.

2. Akta fidusia di bawah tangan

mengikat bagi para pihak karena

isi dari perjanjian tersebut telah

disepakati dan para pihak telah

mengakui keberadaan isi akta

tersebut. Agar pelaksanaan

khususnya eksekusi perjanjian

fidusia tersebut memperoleh

kekuatan hukum, perjanjian

fidusia harus didaftarkan sesuai

dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Saran

A. Diharapkan dengan ini angka

kerugian pada pihak lessor akibat

pengalihan atau penggelapan

mobil berkurang dengan

pengetahuan tentang Jaminan

Fidusia. Pihak lessor diharapkan

untuk mendaftarkan pada

Jaminan Fidusia agar

mendapatkan kepastian hukum

pada saat terjadi pelanggaran

perjanjian jual beli mobil kredit

dan dapat menindak pidanakan

penggelapan barang yang belum

lunas yang dilakukan oleh

konsumen, dengan bukti materiil

akta Jaminan Fidusia.

B. Apabila akta di bawah tangan atau

belum didaftarkan jaminan fidusia

telah menimbulkan sengketa di

antara para pihak, sebaiknya

diselesaikan dengan cara

kekeluargaan oleh kedua belah

pihak. Sehingga tidak

Page 33: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

33 | P a g e

menimbulkan korban kekerasan

secara fisik atau psikis dengan

dilibatkannya Debt Collector.

E. DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

- Andi Hamzah. Asas-asas Hukum

Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,

Tahun2010.

- Andi Hamzah. Delik-Delik

Tertentu di dalam KUHP,

SinarGrafika, Jakarta, Tahun

2014.

- Burhan Ashshofa, Metode

penelitian hukum, Rineka Cipta,

Jakarta,Tahun 2013.

- J. Satrio, S.H., Hukum Jaminan

Hak Jaminan Kebendaan

Fidusia,Bandung: PT.Citra Aditya

Bakti, Tahun 2002.

- Moeljatno, Asas-asas Hukum

Pidana, Rineka Cipta, Jakarta,

Tahun1987.

- Munir Fuady. Perbuatan Melawan

Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung,Tahun 2010.

- Peter Mahmud Marzuki.

Penelitian Hukum, Kencana

Prenada MediaGroup, Jakarta,

Tahun 2009.

- Soerjono soekanto dan Sri

Mamudji, Penelitian Hukum

Normatif Suatu Tujuan Singkat,

PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, Tahun 2009

- Tan Kamello. Hukum Jaminan

Fidusia, Alumni, Bandung, Tahun

2014.

PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

- Subekti R., Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana, PT

PadnyaParamita, Jakarta.

- Undang-undang No. 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia

- PP No.86 Tahun 2000 tentang

Tata cara pendaftaran jaminan

fidusia danpembuatan akta

jaminan fidusia.

- Kepres No.139 Tahun 2000

tentang Pembentukan Kantor

Pendaftaran

- Fidusia di setiap ibu kota Provinsi

wilayah negara Republik

Indonesia.

INTERNET

- http://www.hukum-

hukum.com/2016/06/tindak-

pidana-jaminan-fidusia-

antara.html DiAkses pada 03 Mei

2017.

- http://www.sarjanaku.com/2012/1

2/pengertian-tindak-pidana-dan-

unsur.htmlDi Akses pada 27 Mei

2017.

Page 34: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

34 | P a g e

FUNGSI DAN KEGUNAAN MOBIL BARANG MENURUT UU NO. 22 TAHUN 2009

TENTANG LALULINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Oleh

Joejoen Tjahjani

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan akan sarana tranportasi kian hari dirasakan

semakin meningkat sesuai dengan laju perkembangan jaman, sehingga kebutuhan dalam hal

ini sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi, bahkan sekarang sudah berubah menjadi suatu

kebutuhan primer. Manusia yang hidup dalam lingkup masyarakat mempunyai hak untuk

menghormati hak asasi orang lain, seperti contohnya dalam hal berlalu lintas. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif, dan pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang undangan, untuk bahan hukum

dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan bahan-bahan hukum yang meliputi bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, dalam prosedur pengumpulan bahan hukum baik

bahan hukum primer maupun dengan bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik

permasalahan yang telah dirumuskan dan diklarifikasi menurut sumber dan hirarkinya untuk

dikaji secara komprehensif, serta pengolahan dan analisis bahan hukum, adapun bahan

hukum yang diperoleh dalam penelitian adalah studi kepustakaan, aturan perundang-

undangan, yang penulis uraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam

penulisan yang lebih sistematis. pengaturan mengenai fungsi dan kegunaan mobil barang

menurut undang-undang no. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai

peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari

upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggaran lalu lintas yang menyalahgunakan mobil barang untuk mengangkut

orang/manusia yang diatur dalam undang-undang no. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan. Kepolisian seharusnya tetap profesional dalam menjalankan peran, fungsi,

dan tugasnya sebagai aparat penegak hukum dengan memberikan tindakan yang tegas lebih

mengoptimalkan lagi sosialisasi Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Kata kunci: Fungsi, Kegunaan, Mobil Barang, Lalu Lintas, Angkutan Jalan.

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kepadatan penduduk yang terus

bertambah, kebutuhan orang yang semakin

banyak, serta kemajuan teknologi yang

semakin canggih membawa dampak

semakin ramainya transportasi di jalanan.

Secara sederhana lalu lintas dapat

dipahami sebagai pergerakan orang dan

kendaraan di jalan. Selain itu, untuk

menunjang sistem kelancaran transportasi

juga diperlukan sistem lalu lintas yang

aman untuk berkendara.

Pelaksanaan undang-undang no. 22

tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan termasuk hukum pidana,

Keberadaan hukum pidana dalam

kehidupan bernegara memilikiperanan

Page 35: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

35 | P a g e

yang penting, sebab tugas hukum pidana

adalah menjadi obat terakhir dengan

memberikan sanksi kepada si pelanggar

hukum berupa pembatasan-pembatasan

tertentu guna menjamin terciptanya

kedamaian dan ketentraman di dalam

masyarakat.

Penghilangan nyawa manusia memang

dapat dilakukan oleh siapa saja, tidak

terkecuali anak yang masih dibawah umur

maupun orang dewasa sekalipun. Namun

kalau dikalkulasi, penyebab kematian oleh

karena penggunaan lalu lintas jalan

sebagai akibat adanya kecelakaan

kendaraan bermotor saat ini memberikan

andil cukup besar sebagai penyebab utama

yang mengakibatkan hilangnya nyawa

bahkan harta benda milik manusia.

Tujuan penelitian

Terpenuhinya akan sarana transportasi

yang memadai di satu sisi harus diimbangi

dengan melengkapi berbagai sarana atau

fasilitas penunjang sebagai pendukung. Di

sisi lain, perangkat peraturan aparat serta

fasilitas jalan harus memadai. Perangkat

peraturan di bidang lalu lintas yang

berlaku secara nasional saat ini berfungsi

sebagai sarana preventive untuk mengatasi

bahkan meniadakan timbulnya kecelakaan

lalu lintas jalan raya yang dilakukan oleh

anak dibawah umur.

METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan

adalah yuridis normatif (hukum normatif).

Metode penelitian hukum normatif adalah

penelitian hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder, dan bahan hukum tersier.

Bahan-bahan hukum tersebut disusun

secara sistematis, dikaji kemudian ditarik

suatu kesimpulan dalam hubungannya

yang diteliti.32

32Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press,

Jakarta, 2008, hlm 54

Oleh karena itu penelitian hukum ini

difokuskan untuk mengkaji penelitian

hukum tentang kaidah-kaidah atau norma-

norma dalam hukum positif.

Pendekatan masalah

Pendekatan yang dilakukan dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan

perundang undangan (statueekata

approach), pendekatan perundang

undangan adalah pendekatan yang

dilakukan oleh peneliti melalui aturan

perundang undangan yang berkaitan

dengan materi yang dibahas. Selain itu

juga digunakan pendekatan kasus (case

approach). Pendekatan kasus digunakan

untuk melihat kasus-kasus tindak pidana

kealpaan.

Bahan hukum

Dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan bahan-bahan hukum yang

meliputi :

a) Bahan hukum primer :

Bahan hukum primer adalah merupakan

bahan hukum yang bersifat autoriatif,

artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan

hukum terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi, atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan

putusan-putusan hakim.33

Adapun bahan hukum primer tersebut

meliputi :

1) Undang-Undang Dasar 1945,

2) Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP),

3) undang undang nomor 22 tahun

2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan.

4) Peraturan pemerintah nomor 55

tahun 2012tentang kendaraan,

5) Peraturan pemerintah nomor 80

tahun 2012 tentang tata cara

pemeriksaan kendaraan bermotor di

33Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenadamedia

Group, Jakarta, 2016 , hlm. 181.

Page 36: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

36 | P a g e

jalan dan penindakan pelanggaran

lalu lintas dan angkutan jalan.

6) Peraturan pemerintah nomor 74

tahun 2014 tentang angkutan jalan.

b) Bahan Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan yang

diperoleh dari buku teks, karena buku teks

berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu

hukum dan pandangan-pandangan klasik

para sarjana yang mempunyai kuwalitas

tinggi.34

Prosedur pengumpulan bahan hukum

Baik bahan hukum primer maupun

dengan bahan hukum sekunder

dikumpulkan berdasarkan topik

permasalahan yang telah dirumuskan dan

diklarifikasi menurut sumber dan

hirarkinya untuk dikaji secara

komprehensif.

Pengolahan dan analisis bahan hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh

dalam penelitian adalah studi kepustakaan,

aturan perundang-undangan, yang penulis

uraikan dan dihubungkan sedemikian rupa,

sehingga disajikan dalam penulisan yang

lebih sistematis guna menjawab

perumusan masalah yang dirumuskan.

Cara pengolahan bahan hukum dilakukan

secara deduktif yakni menarik kesimpulan

dari suatu pemasalahan yang bersifat

umum terhadap permasalahan konkrit

yang dihadapi yakni tindak pidana

kealpaan.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN

Pengaturan mengenai fungsi dan

kegunaan mobil barang menurut

undang-undang no. 22 tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

34 Ibid, hlm. 182.

pengaturan mengenai fungsi dan

kegunaan mobil barang menurut undang-

undang no. 22 tahun 2009 tentang lalu

lintas dan angkutan jalan mempunyai

peran strategis dalam mendukung

pembangunan dan integrasi nasional

sebagai bagian dari upaya memajukan

kesejahteraan umum sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun definisi mobil penumpang dan

mobil barang yang diatur dalam pasal 1

angka 5 peraturan pemerintah no. 55 tahun

2012 tentang kendaraan, dan juga

dijelaskan pasal 1 angka 7 peraturan

pemerintah no. 55 tahun 2012 tentang

kendaraan.

Pengangkutan berasal dari kata dasar

“angkut” yang berarti angkat dan bawa,

muat dan bawa atau kirimkan.

Mengangkut artinya mengangkat dan

membawa, memuat dan membawa atau

mengirimkan. Pengangkutan artinya

pengangkatan dan pembawaan barang atau

orang, pemuatan dan pengiriman barang

atau orang, barang atau orang yang

diangkut. Jadi, dalam pengertian

pengangkutan itu tersimpul suatu proses

kegiatan atau gerakan dari satu tempat ke

tempat lain.35

mobil barang adalah Kendaraan

Bermotor yang digunakan untuk angkutan

barang. Mobil barang lebih populer

dikenal sebagai truk yang berasal dari

bahasa Inggris Truck atau prahoto ayang

berasal dari bahasa Belanda vrachtauto.

Dalam bentuk kecil disebut pick-up.

Adapun jenis-jenis mobil barang:

1. Truk barang umum, merupakan truk

yang digunakan untuk mengangkut

segala jenis barang, baik yang dikemas

ataupun tanpa kemasan dalam bentuk

curah, namun penggunaan yang

35

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, PT.Citra Aditya Bakti,1991, Bandung, hlm 19.

Page 37: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

37 | P a g e

sifatnya spesifik sering diangkat dengan

truk yang diperuntukkan untuk satu

jenis barang saja.

2. Truk tangki adalah truk yang dirancang

untuk mengangkut muatan berbentuk

cair atau gas. Untuk meningkatkan

kestabilan dalam transportasi cairan

dalam tangki, tangki dibagi dalam

beberapa kompartemen yang

dipisahkan dengan sekat-sekat.

3. Mobil box adalah kendaraan angkutan

barang antaran yang biasanya

digunakan untuk mengangkut barang

antaran (delivery van) yang dimasukkan

dalam suatu box yang terbuat dari baja

ataupun dari aluminium. Dengan box

ini barang akan terlindungi dari hujan

dan angin dan disamping itu juga

melindungi barang dari tangan-tangan

jahil. Ada pula truk box yang

dilengkapi dengan pendingin yang

digunakan untuk mengangkut barang

yang mudah busuk atau rusak karena

suhu seperti untuk angkutan es, daging,

ikan, sayuran dan buah-buahan.

Mobil peti kemas disebut juga truk

kontainer adalah kendaraan pengangkut

peti kemas terdiri dari kendaraan penarik

(tractor head) dan kereta tempelan dimana

peti kemas ditempatkan. Trend angkutan

barang dengan peti kemas meningkat

dengan cepat karena intermodalitynya

yang tinggi sehingga mempermudah

bongkar-muat/handling dari barang yang

mengakibatkan biaya angkutan secara

keseluruhan menurun dengan drastis.

Disamping itu keamanan dari barang juga

lebih tinggi.36

Pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggaran lalu lintas yang

menyalahgunakan mobil barang untuk

mengangkut orang/manusia yang diatur

dalam undang-undang no. 22 tahun

36https://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Moda

_Transportasi_Jalan

2009 tentang lalu lintas dan angkutan

jalan.

Pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggaran lalu lintas yang

menyalahgunakan mobil barang untuk

mengangkut orang/manusia yang diatur

dalam undang-undang no. 22 tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan, di

dalam pelanggaran lalu lintas,

pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggar lalu lintas yang menyalah

gunakan mobil barang digunakan untuk

mengangkut orang yakni di atur dalam

undang undang no. 22 tahun 2009 tentang

lalu lintas dan angkutan jalan bagian

ketiga kewajiban dan tanggung jawab.

Pelanggaran adalah tindak pidana yang

termasuk lebih ringan dari kejahatan.

pelanggaran lalu lintas adalah

pelanggaran-pelanggaran yang khusus

dilakukan oleh pengemudi kendaraan

bermotor dijalan raya.

Dengan demikian suatu tindakan

dinyatakan telah melanggar apabila

hakikat dari perbuatan itu menimbulkan

adanya sifat melawan hukum dan telah ada

aturan dan atau telah ada undang-undang

yang mengaturnya. Walaupun perbuatan

itu telah menimbulkan suatu sifat yang

melanggar hukum, namun belum dapat

dinyatakan sebagai suatu bentuk

pelanggaran sebelum diatur dalam

peraturan perundang-undangan.

Untuk penjelasannya pengemudi,

pemilik Kendaraan Bermotor, dan atau

Perusahaan Angkutan Umum bertanggung

jawab atas kerugian yang diderita oleh

Penumpang dan atau pemilik barang dan

atau pihak ketiga karena kelalaian

pengemudi seperti ugal - uagalan dijalan

raya dan wajib memberikan bantuan

kepada ahli waris korban berupa biaya

pengobatan dan atau biaya pemakaman

dengan tidak menggugurkan tuntutan

perkara pidana. Para pengguna kendaraan

seperti mobil, motor dan angkutan umum

harus selalu berhati - hati dalam menyetir

Page 38: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

38 | P a g e

agar tidak membahayakan diri sendiri dan

orang lain.

Di pengadilan, pelaku yang lalai dijerat

dengan Pasal 359-360 KUHP. Bahkan

setelah UU Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan (UU No. 22 Tahun 2009) berlaku pun

Pasal 359-360 KUHP masih sering dipakai

polisi dan jaksa.

Pasal 359

“Barang siapa karena kealpaannya

menyebabkan matinya orang lain, di

ancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun atau kurungan paling

lama satu tahun”

Pasal 360

(1) “Barang siapa karena kealpaannya

menyebakan orang lain mendapat

luka-luka berat, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun

atau kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barang siapa karena kealpaannya

menyebabkan orang lain luka-luka

sedemikian rupa sehinga

menimbulkan penyakit atau alangan

menjalankan pekerjaan, jabatan atau

pencaharian selama waktu tertentu,

diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah.

PEMBAHASAN

Pengaturan dalam undang-undang no.

22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan mempunyai peran strategis dalam

mendukung pembangunan dan integrasi

nasional sebagai bagian dari upaya

memajukan kesejahteraan umum

sebagaimana diamanatkan oleh Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Selain itu, Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan juga sebagai bagian dari

sistem transportasi nasional harus

dikembangkan potensi dan perannya untuk

mewujudkan keamanan, keselamatan,

ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas

dan Angkutan Jalan dalam rangka

mendukung pembangunan ekonomi dan

pengembangan wilayah. Maka dari itu,

ditetapkanlah Undang-undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Di dalam pelanggaran lalu lintas,

pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggar lalu lintas yang menyalah

gunakan mobil barang digunakan untuk

mengangkut orang yakni di atur dalam

undang undang no. 22 tahun 2009 tentang

lalu lintas dan angkutan jalan bagian

ketiga kewajiban dan tanggung jawab. Di

pengadilan, pelaku yang lalai dijerat

dengan Pasal 359-360 KUHP. Bahkan

setelah UU Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan (UU No. 22 Tahun 2009) berlaku pun

Pasal 359-360 KUHP masih sering dipakai

polisi dan jaksa.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Dari uraian mengenai fungsi dan

kegunaan mobil barang menurut undang-

undang no. 22 tahun 2009 tentang lalu

lintas dan angkutan jalan, maka dapat disimpulkan bahwa;

1. pengaturan mengenai fungsi dan

kegunaan mobil barang menurut

undang-undang no. 22 tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan

mempunyai peran strategis dalam

mendukung pembangunan dan integrasi

nasional sebagai bagian dari upaya

memajukan kesejahteraan umum

sebagaimana diamanatkan oleh

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun definisi mobil penumpang dan

mobil barang yang diatur dalam pasal 1

angka 5 peraturan pemerintah no. 55

tahun 2012 tentang kendaraan, dan juga

Page 39: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

39 | P a g e

dijelaskan pasal 1 angka 7 peraturan

pemerintah no. 55 tahun 2012 tentang

kendaraan.

2. Pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggaran lalu lintas yang

menyalahgunakan mobil barang untuk

mengangkut orang/manusia yang diatur

dalam undang-undang no. 22 tahun

2009 tentang lalu lintas dan angkutan

jalan, di dalam pelanggaran lalu lintas,

pertanggungjawaban pidana terhadap

pelanggar lalu lintas yang menyalah

gunakan mobil barang digunakan untuk

mengangkut orang yakni di atur dalam

undang undang no. 22 tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan

bagian ketiga kewajiban dan tanggung

jawab.

SARAN

Berdasarkan setelah menganalisa data-

data yang ada, maka saran penulis

mengenai fungsi dan kegunaan mobil

barang menurut undang-undang no. 22

tahun 2009 tentang lalu lintas dan

angkutan jalan, yakni;

1. Aparat kepolisian seharusnya tetap

profesional dalam menjalankan peran,

fungsi, dan tugasnya sebagai aparat

penegak hukum dengan memberikan

tindakan yang tegas lebih

mengoptimalkan lagi sosialisasi

Undang-Undang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan, karena bisa dilihat

masyarakat masih banyak yang tidak

pernah mengikuti sosialisasi. Karena

bagaimanapun juga, jika sosialisasi

terhadap Undang-Undang sudah

optimal, maka masyarakat akan

mengetahui kehadiran dan tujuan yang

hendak dicapai dari Undang-Undang

tersebut dan besar kemungkinan juga

masyarakat akan mentaati peraturan

tersebut.

2. Pemerintah harus lebih memperhatikan

sarana atau fasilitas seperti penambahan

pos polisi di jalan-jalan umum, karena

apabila suatu aturan sudah difungsikan

sementara fasilitasnya belum tersedia

atau tidak memadai maka akan

mengakibatkan aturan tersebut tidak

akan berfungsi.

DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

a. Abdul Kadir Muhammad, Hukum

Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara,

Penerbit PT.Citra Aditya Bakti,

Bandung.1991.

b. Farouk muhammad, praktik penegakan

hukum bidang lalu lintas, balai pustaka,

jakarta, 1999.

c. Ilham Bisri, Sistem Hukum Indonesia

(Prinsip-prinsip dan Implementasi

Hukum di Indonesia), PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta 2014.

d. Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana,

PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

e. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian

Hukum, Prenadamedia Group, Jakarta,

2016.

f. R. Abdoel Djamali, pengantar hukum

indonesia, PT. Rajagrafindo Persada,

Jakara, 2011.

g. Ridwan Khairandy., pokok-pokok

hukum dagang di indonesia,

Yogyakarta, FH UII Press, 2013.

h. Soegijanta Tjakranegara, Hukum

Pengangkutan Barang dan Penumpang,

Rineka Cipta, Jakarta, 2005.

i. Soerjono Soekanto. Polisi Lalu Lintas

Analisa Menurut Sosiologi Hukum.

Maju Mundur. Bandung. 1990.

j. Soerjono Soekanto, Pengantar

Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,

2008.

k. Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT

Rajagrafindo persada, Jakarta,2013.

PERUNDANG-UNDANGAN

a. Undang-Undang Dasar 1945

Page 40: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

40 | P a g e

b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP)

c. undang undang nomor 22 tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

d. Peraturan pemerintah nomor 55 tahun

2012tentang kendaraan

e. Peraturan pemerintah nomor 80 tahun

2012 tentang tata cara pemeriksaan

kendaraan bermotor di jalan dan

penindakan pelanggaran lalu lintas dan

angkutan jalan

f. Peraturan pemerintah nomor 74 tahun

2014 tentang angkutan jalan

INTERNET

a. https://www.polri.go.id/tentang-tilang.php

b. https://id.wikibooks.org/wiki/Moda_Transportasi/Moda_Transportasi_Jalan

c. http://argawahyu.blogspot.co.id/2011/06/hukum-pengangkutan.html

Page 41: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

41 | P a g e

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK PENJUAL

TERHADAP PIHAK PEMBELI WANPRESTASI DALAM IKATAN JUAL

BELI TANAH

Oleh

Bambang Eko Muljono

2 Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Dalam suatu perjanjian pada umumnya salah satu asas yang dikenal adalah asas

kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk

menentukan sendiri hal-hal yang disepakati dalam perjanjian, namun tetap tidak

bertentangan dengan kepentingan umum dan norma-norma yang berlaku. Dalam

perjanjian jual beli tanah tersebut didasarkan pada suatu perjanjian dimana untuk

sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata mengandung empat syarat

yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal

Perjanjian Pengikat Jual Beli adalah akta otentik yang dibuat di hadapan Notaris. Teori

kontrak yang modern cenderung untuk menghapuskan syarat-syarat formal bagi

kepastian hukum (Jack Beatson dan Daniel Friedman) sehingga perlu adanya

pengaturan hukum yang tegas dalam menangani hal ini.

Perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak penjual ketika pihak pembeli

wanprestasi dalam suatu perjanjian jual beli tanah belum diatur didalam undang-

undang, sehingga seringkali terjadi wanprestasi, dengan adanya wanprestasi tersebut

maka akibat hukum yang timbul adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dapat

dibatalkan atau batal dengan sendirinya.

Dan apabila akta jual beli tersebut sudah ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT), maka atas BPHTB yang telah dibayar tersebut tidak dapat diminta

kembali sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 21

Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BHTB).

Kata Kunci :Perlindungan hukum,Wanprestasi, Ikatan Jual Beli.

A. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Perjanjian Pengikat Jual

Beli merupakan implementasi

Asas Kebebasan Berkontrak di

mana para pihak dapat

menentukan secara bebas

keinginannya lalu dituangkan

dalam klausula perjanjian.

Dalam perkembangannya

asas ini dapat mendatangkan

ketidakadilan karena prinsip ini

hanya mencapai tujuannya yaitu

mendatangkan kesejahteraan

seoptimal mungkin, bila para

pihak memiliki bargaining

power yang seimbang. Dalam

kenyataannya hal tersebut sering

terjadi demikian sehingga negara

Page 42: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

42 | P a g e

menganggap perlu untuk campur

tangan untuk melindungi para

pihak yang lemah yang

dituangkan dalam peraturan

perundang-undangan dan campur

tangan pengadilan melalui

putusan-putusannya.

Perjanjian Pengikat Jual

Beli adalah akta otentik yang

dibuat di hadapan Notaris. Teori

kontrak yang modern cenderung

untuk menghapuskan syarat-

syarat formal bagi kepastian

hukum (Jack Beatson dan Daniel

Friedman) sehingga perlu

adanya pengaturan hukum yang

tegas dalam menangani hal ini.

Negara yang menganut

sistem common law, seperti di

Amerika Serikat yang

menerapkan doktrin promissory

estoppels untuk memberikan

perlindungan hukum kepada

pihak yang dirugikan karena

percaya dan menaruh

pengharapan (reasonably relied)

terhadap janji janji yang

diberikan lawannya.

B. METODE PENELITIAN

Tipe Penelitian

Dalam penelitian ini

menggunakan jenis penelitian

hukum normatif yaitu penelitian

hukum yang dilakukan dengan

cara meneliti bahan pustaka atau

data sekunder, dan bahan hukum

tersier. Bahan-bahan hukum

tersebut disusun secara

sistematis, dikaji kemudian

ditarik suatu kesimpulan dalam

hubungannya yang diteliti.

Penelitian Normatif

digunakan untuk menemukan

hukum bagi suatu perkara in

concreto yaitu suatu usaha untuk

menemukan apakah hukumnya

sesuai untuk diterapkan dan

digunakan untuk menyelesaikan

suatu perkara.

C. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Perlindungan Hukum Bagi

Pihak Penjual Terhadap

Pihak Pembeli Wanprestasi

Dalam Ikatan Jual Beli

Tanah Perlindungan hukum dalam

arti sempit adalah sesuatu yang

diberikan kepada subjek hukum

dalam bentuk perangkat hukum,

baik yang bersifat preventif

maupun represif, serta dalam

bentuk yang tertulis maupun

tidak tertulis. Dengan kata lain,

perlindungan hukum dapat

diartikan sebagai suatu gambaran

dari fungsi hukum, yaitu

ketentraman bagi segala

kepentingan manusia yang ada di

dalam masyarakat sehingga

tercipta keselarasan dan

keseimbangan hidup masyarakat.

Sedangkan perlindungan

hukum dalam arti luas adalah

tidak hanya diberikan kepada

seluruh makhluk hidup maupun

segala ciptaan Tuhan dan

dimanfaatkan bersama-sama

dalam rangka kehidupan yang

adil dan damai.

Perlindungan hukum

terhadap pemenuhan hak-hak

para pihak apabila salah satu

pihak melakukan wanprestasi

dalam perjanjian pengikatan jual

beli, maka tergantung kepada

kedudukan dari perjanjian

pengikatan jual beli dan

wanprestasi.

Wanprestasi atau ingkar

janji atau tidak memenuhi

perikatan ada 3 (tiga) yaitu:

1. Debitur tidak sama sekali

memenuhi perikatan;

Page 43: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

43 | P a g e

2. Debitur terlambat memenuhi

perikatan;

3. Debitur keliru atau tidak

pantas memenuhi perikatan;

Berdasarkan keterangan diatas

terlihat bahwa ingkar janji bisa

terjadi dalam beberapa

bentuksebagaimana dikemukakan

diatas.

Hal yang sama juga dapat

terjadi dalam perjanjian

pengikatan jual beli terhadap hak

atas tanah. Karena tidak

selamanya setiap orang yang

membuat kesepakatan mampu

untuk melaksanakan semua

kesepakatan tersebut.

Dari keterangan diatas

tergambar bahwa perlindungan

hukum yang diberikan dalam

perjanjian pengikatan jual beli

sangat kuat karena sifat

pembuktian dari perjanjian

pengikatan jual beli yang dibuat

dihadapan Notaris mempunyai

pembuktian yang sangat kuat

sesuai dengan pembuktian dari

akta otentik.

Selain itu perlindungan lain

yang diberikan adalah

perlindungan hukum yang dibuat

berdasarkan dari kesepakatan

yang dibuat oleh para pihak yang

terkait dengan perjanjian

pengikatan jual beli yang jika kita

kaitkan dengan peraturan tentang

perjanjian, diatur dalam pasal

1338 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang berbunyi :

semua persetujuan yang dibuat

secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang

membuatnya.

Selain itu ada beberapa

perlindungan yang dapat

diberikan jika salah satu pihak

melakuakn wanprestasi dal

perjanjian pengikatan jual beli :

1) Perlindungan terhadap calon

penjual

Perlindungan hukum yang

dapat diberikan kepada calon

penjual biasanya adalah

berupa persyaratan yang

biasanya dimintakan sendiri

oleh calon penjual itu

sendiri.

Misalnya ada beberapa calon

penjual yang didalam

perjanjian pengikatan jual

beli yang dibuatnya

memintakan kepada pihak

pembeli agar melakukan

pembayaran uang pembeli

dengan jangka waktu tertentu

yang disertai dengan syarat

batal, misalnya apabila

pembeli tidak memenuhi

pembayaran sebagaimana

telah dimintakan dan

disepakati maka perjanjian

pengikatan jual beli hak atas

tanah yang telah dibuat dan

disepakati menjadi batal dan

biasanya pihak penjual tidak

akan mengembalikan uang

yang telah dibayarkan

kecuali pihak pembeli

meminta pengecualian.

2) Perlindungan terhadap calon

pembeli

Berbeda dengan

perlindungan terhadap

penjual perlindungan

terhadap pembelian biasanya

selain dilakukan dengan

persyaratan juga di ikuti

dengan permintaan

pemberian kuasa yang tidak

dapat ditarik kembali.

Tujuannya adalah apabila

pihak penjual tidak

memenuhinya maka pihak

pembeli dapat menuntut dan

memintakan ganti rugi sesuai

dengan kesepaktan yang

Page 44: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

44 | P a g e

diatur dalam perjanjian

pengikatan jual beli.

Persyaratan yang biasanya

dimintakan oleh pembeli untuk

perlindungannya adalah dengan

memintakan supaya sertipikat

atau tanda hak milik atas tanah

tersebut dipegang oleh pihak

ketiga yang biasanya adalah

Notaris atau pihak lain yang

ditunjuk dan disepakati bersama

oleh penjual dan pembeli.

Selain itu perlindungan lain

adalah dengan perjanjian

pemberian kuasa yang tidak dapat

ditarik kembali apabila semua

persyaratan telah terpenuhi untuk

melakukan jual beli, maka pihak

pembeli dapat melakukan

pemindahan hak walaupun pihak

penjual tidak hadir dalam

penandatangan akta jual belinya.

Berdasarkan semua

keterangan diatas terlihat bahwa

perlindungan hukum yang

diberikan terhadap pemenuhan

hak semua pihak dalam

pengikatan jual beli, selain sesuai

perlindungan hukum yang

diberikan.

Apa Akibat Hukum Yang

Terjadi Ketika Pihak Pembeli

Wanprestasi

Wanprestasi ia alpa atau

lalai atau ingkar janji. Atau juga

ia melanggar perjanjian, bila ia

melakukan atau berbuat sesuatu

yang tidak boleh dilakukannya.

Ingka janji membawa

akibat yang merugikan bagi

debitur, karena sejak saat tersebut

debitur berkewajiban mengganti

kerugian yang timbul sebagai

akibat dari pada ingkar janji

tersebut.

Akibat hukum bagi pembeli

yang telah melakukan

wanprestasi adalah hukuman atau

sanksi berikut ini :

1. Pembeli diharuskan

membayar ganti kerugian

yang telah diderita oleh

penjual (pasal 1243 Kitab

Undang-Undang Hukum

Perdata). Ketentuan ini

berlaku untuk semua

perikatan.

2. Dalam perjanjian timbal balik

(bilateral), wanprestasi dari

satu pihak memberikan hak

kepada pihak lainnya

membatalkan atau

memutuskan perjanjian lewat

hakim (pasal 1266 Kitab

Undang-Undang Hukum

Perdata).

3. Resiko beralih kepada

pembeli sejak saat terjadinya

wanprestasi (pasal 1237 Kitab

Undang-Undang Hukum

Perdata). Ketentuan ini hanya

berlaku bagi perikatan untuk

memberikan sesuatu.

4. Membayar biaya perkara

apabila diperkarakan dimuka

hakim pasal 181 ayat 1 (HIR)

Herziene Inland Reglement.

Pembeli yang terbukti

melakukan wanprestasi tentu

dikalahkan dalam perkara.

Ketentuan ini berlaku untuk

semua perikatan.

5. Memenuhi perjanjian jika

masih dapat dilakukan, atau

pembatalan perjanjian disertai

dengan pembayaran ganti

kerugian (pasal 1267 Kitab

Undang-Undang Hukum

Perdata). Ini berlaku untuk

semua perikatan.

Mengenai pembatalan

perjanjian atau juga dinamakan

pemecahan perjanjian, sebagai

sanksi kedua atas kelalaian

seorang debitur, mungkin ada

Page 45: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

45 | P a g e

orang yang tidak dapat melihat

sifat pembatalannya atau

pemecahan tersebut sebagai suatu

hukuman.

Pembatalan perjanjian,

bertujuan membawa kedua belah

pihak kembali pada keadaan

sebelum perjanjian diadakan.

Kalau suatu pihak sudah

menerima sesuatu dari pihak

yang lain, baik uang maupun

barang, maka itu harus

dikembalikan. Pokoknya,

perjanjian itu ditiadakan.

Masalah pembatalan

perjanjian karena kelalaian atau

wanprestasi piha debitur ini,

dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata terdapat

pengaturannya pada pasal 1266,

yaitu suatu pasal yang terdapat

dalam bagian kelima Bab I, Buku

III, yang mengatur tentang

perikatan bersyarat.

Perolehan hak atas tanah

dan bangunan karena jual beli

merupakan cara memperoleh hak

yang paling banyak dilakukan

oleh masyarakat. Pada jual beli

perlakuan BPHTB adalah berlaku

umum dan tidak memandang siap

yang melakukan transaksi jual

beli.

Dalam hal akta jual beli

yang telah ditandatangani oleh

Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) namun karena suatu hal,

kedua belah pihak sepakat untuk

membatalkan jual beli tersebut,

maka atas BPHTB yang telah

dibayar tersebut tidak dapat

diminta kembali sesuai dengan

ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf a

Undang Undang Nomor 21

Tahun 1997 tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan (BHTB), karena saat

terutang BPHTB adalah sejak

dibuat dan ditandatanganinya

akta jual beli oleh PPAT yang

wajib dilunasi oleh pihak pembeli

sebagai wajib pajak.

D. PENUTUP

Kesimpulan

Dari penjelasan yang

dijabarkan oleh penulis tersebut

diatas dapat ditarik beberapa

kesimpulan, antara lain :

a) Perlindungan hukum yang

dapat diberikan kepada

penjual adalah berupa

persyaratan yang biasanya

dimintakan sendiri oleh

calon penjual itu sendiri.

Misalnya ada beberapa calon

penjual yang didalam

perjanjian pengikatan jual

beli yang dibuatnya

memintakan kepada pihak

pembeli agar melakukan

pembayaran uang pembeli

dengan jangka waktu tertentu

yang disertai dengan syarat

batal, dan apabila pembeli

tidak memenuhi pembayaran

sebagaimana telah

dimintakan dan disepakati

maka perjanjian pengikatan

jual beli hak atas tanah yang

telah dibuat dan disepakati

menjadi batal dan biasanya

pihak penjual tidak akan

mengembalikan uang yang

telah dibayarkan kecuali

pihak pembeli meminta

pengecualian.

b) Wanprestasi terjadi apabila

seorang (pembeli) lalai

melaksanakan kewajibannya

sebagaimana kesepakatan

yang telah diatur dalm

perjanjian pengikatan jual

beli antara penjual dan

pembeli. Dengan adanya

wanprestasi tersebut, maka

Page 46: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

46 | P a g e

akibat hukum yang timbul

adalah perjanjian yang

dibuat oleh para pihak dapat

dibatalkan atau batal dengan

sendirinya. Dan atas BPHTB

yang telah dibayar tersebut

tidak dapat diminta kembali

sesuai dengan ketentuan

pasal 9 ayat (1) huruf a

Undang Undang Nomor 21

Tahun 1997 tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan. (Surat

Direktur Jendral Pajak

Nomor : S-

471/PJ.331/2000).

Saran-Saran

a) Seharusnya perlindungan

hukum bagi para pihak

dalam perjanjian jual beli

diatur oleh undang-undang,

sehingga sedikit

kemungkinan antara para

pihak tersebut tidak

melaksanakan hak dan

kewajibannya sebagai

penjual dan pembeli.

b) Dalam melakuakan

perjanjian seharusnya pihak

pembeli melakukan hak dan

kewajibannya sebagimana

mestinya, sehingga dalam

perjanjian tersebut tidak

terjadi wanprestasi di

dalamnya.

E. DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto. 2008.

Pengantar Penelitian

Hukum. Jakarta : UI Press.

Soesilo. 1985. RIB/HIR

dengan Penjelasan. Bogor :

Politea.

Subekti. 1979. Hukum

Perjanjian. Jakarta:

Intermasa.

Subekti. 1994. Pokok-Pokok

Hukum Perdata. Jakarta:

Intermasa.

R. Setiawan. 1997. Pokok-

Pokok Hukum Perikatan.

Bandung : P.T. Bina Cipta.

R. Subekti dan R.

Tjitrosudibio. 2004. Kitab

Undang-Undang Hukum

Perdata. Jakarta: PT.

Pradnya Paramita.

PERUNDANG-

UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 pasca

amandemen.

Undang Undang Nomor 21

Tahun 1997 tentang Bea

Perolehan Hak Atas Tanah

dan Bangunan

Page 47: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

47 | P a g e

KEKUATAN SERTA SYARAT KEABSAHAN CCTV SEBAGAI ALAT

BUKTI DIDALAM SUATU PERSIDANGAN DITINJAU DARI KUHAP

Oleh

Enik Isnaini 2Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

pengaturan kekuatan CCTV sebagai alat bukti dalam suatu persidangan

setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi

Elektronik dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik untuk membantu memperluasan jumlah alat bukti yang diatur dalam

KUHAP dan juga memperluas cakupan alat bukti yang diatur dalam KUHAP.

CCTV memiliki peranan sebagai alat bukti yang sah dalam suatu persidangan

sehingga memiliki kedudukan yang sangat penting dalam suatu persidangan

sebagai suatu alat bukti untuk mengungkap suatu kejadian perkara yang telah

terjadi sebelumnya sehingga dapat meyakinkan hakim dalam mempertimbangkan

dan memberikan putusan yang adil kepada para pihak.

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila

menggunakan Sistem Elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai

berikut (pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 6 UU No. 11/2008).Penelitian ini menggunakan

metode normatif deskriptif dimana data primer dan data sekunder yang diperoleh

dianalisis secara kualitatif dan kemudian dideskriptifkan. Hasil penelitian

menunjukan adanya peran CCTV yang sangat penting dalam pembuktian tindak

pidana. dimana penggunaanCCTV tersebut sebagai alat bukti penunjang terhadap

alat bukti sah yangberupa Keterangan Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan

KeteranganTerdakwa. Rekaman CCTV dapat menunjukan bagaimana

kejadiansesungguhnya yang terjadi pada setiap kejadian tindak pidana. Sedangkan

kendala yang dihadapi berupa kendala hukum, CCTV belum begitu jelas didalam

KUHAP sehingga kejelasaan CCTV sebagai alat bukti yang sah ada di dalam UU

Nomor 11 tahun 2008 tentang UU ITE yang memperjelas status CCTV sebagai

alat bukti, dan kendala non hukum yakni adanya hasil editing dariRekaman CCTV

serta hasil Rekaman CCTV sangat dipengaruhi kualitas darikamera CCTV.

Kata Kunci: keabsahan CCTV, alat bukti, KUHAP

A.Pendahuluan

Latar belakang

CCTV adalah satu media yang dapat

digunakan untuk memuat rekaman

setiap informasi yang dapat dilihat,

dibaca dan didengar dengan bantuan

sarana adalah CCTV. CCTV

dijadikan sebagai alat bukti yang

sistemnya menggunakan video

camera untuk menampilkan dan

merekam gambar pada waktu dan

tempat tertentu dimana perangkat ini

terpasang yang berarti menggunakan

signal yang bersifat tertutup, tidak

seperti televisi biasa yang merupakan

broadcast signal. Pada umumnya

CCTV digunakan sebagai pelengkap

Page 48: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

48 | P a g e

sistem keamanan dan banyak

dipergunakan di berbagai bidang

seperti militer, bandara, toko, kantor

dan pabrik. Bahkan pada

perkembangannya, CCTV sudah

banyak dipergunakan di dalam

lingkup rumah pribadi. Namun untuk

mengungkap kejahatan yang

berkaitan langsung dengan CCTV

yang menjadi alat bukti dalam suatu

kasus yang mulai tengah marak

terjadi. Perkembangan kriminalitas

atau tindak pidana dalam masyarakat

yang sedang mengalami modernisasi

meliputi masalah-masalah yang

berhubungan dengan frekuensi

kejahatan, kualitas kejahatan, dan

kemungkinan melaksanakan,

menandakan, menyaksikan dan

meyakinkan.

Menyikapi keadaan ini, maka

tantangan-tantangan yang muncul

harus dihadapi bahkan dicari jalan

keluarnya, terlebih terhadap

munculnya modus-modus kejahatan

yang menggunakan teknologi

informasi ini. Sehubungan dengan

itu, kasus-kasus yang terjadi yang

bersentuhan dengan teknologi

informasi dan telekomunikasi

khususnya menyangkut media video

recorder kamera CCTV, sudah mulai

marak diperbicangkan di masyarakat,

sehingga penggunaannya dalam

mengungkap kejahatan atau sebagai

sarana pendukung dalam

membuktikan tindak pidana akan

berhadapan dengan keabsahannya

sebagai alat bukti yang sudah tentu

akan berbenturan dengan instrumen

hukum yang ada mengingat bahwa

pembuktian dalam kasus tindak

pidana dengan alat bukti yang

digunakan ialah alat bukti CCTV

Metode Penelitian

Type Penelitian

Penelitian Hukum Normatif atau

metode penelitian hukum

kepustakaan adalah metode atau cara

yang dipergunakan di dalam

penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka

yang ada.

Pendekatan Masalah

Rekaman CCTV yang dijadikan alat

bukti di dalam persidangan kasus

kematian Wayan Mirna Salihin

dengan terdakwa Jessica Kumala

Wongso bisa dinyatakan tidak sah.

Hal ini jika merujuk kepada putusan

Mahkamah Konstitusi

(MK)No.20/PUU-XIV pada tanggal

7 September 2016. 47

Pendapat ini

47

http//metro.sindonews.com/read/1145171/170/p

utusan-mk-hotman-paris-cctv-tidak-bisa-jadi-alat-bukti-1475761524Diakses pada 01 mei 2017

pukul 01:45

disampaikan pengacara kondang

Hotman Paris. Dia mengatakan,

rekaman baru dikatakan sah

manakala ada permintaan dari

penegak hukum. "Ternyata CCTV

Kafe Olivier dibuat bukan atas

permintaan penyidik, maka sesuai

putusan MK CCTV Kafe Olivier

tersebut tidak sah sebagai alat bukti,"

Page 49: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

49 | P a g e

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kedudukan CCTV sebagai suatu

alat bukti

kedudukan sebuah bukti

yangdiajukan sangat menentukan

pertimbangan hakim dalam

memberikankeputusannya.

Kecenderungan terus

berkembangnya teknologi membawa

berbagaiimplikasi yang harus

diantisipasi dan diwaspadai, maka

terdapat upaya yangtelah melahirkan

suatu produk hukum dalam bentuk

Undang-Undang No.11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik. Namun denganlahirnya

Undang-Undang tersebut belum

semua permasalahan

menyangkutmasalah Informasi dan

Transaksi Elektronik dapat ditangani.

Persoalantersebut antara lain

dikarenakan:

Dengan lahirnya Undang-Undang

No. 11 Tahun 2008

TentangInformasi dan Transaksi

Elektronik tidak semata-mata

UndangUndang-Undang ini bisa

diketahui oleh masyarakat

penggunateknologi informasi dan

praktisi hukum;Berbagai bentuk

perkembangan teknologi yang

menimbulkanpenyelenggaraan dan

jasa baru harus dapat diidentifikasi

dalamrangka antisipasi terhadap

pemecahan berbagai persoalan

teknisyang dianggap baru sehingga

dapat dijadikan bahan

untukpenyusunan berbagai peraturan

pelaksana;Pengayaan akan bidang-

bidang hukum yang sifatnya

sektoral(rezim hukum baru) akan

makin menambah semarak

dinamikahukum yang akan menjadi

bagian system hukum nasional.38 38

Ahmad M Ramli. 2008. Dinamika Konvergensi

Hukum Telematika Dalam System Hukum Nasional. Jurnal Legislasi Indonesia. Vol 5 No. 4

Perkembangan membuat

klasifikasi mengenai barang bukti

semakinkompleks, jika mengacu

pada Undang-Undang No. 11 Tahun

2008 TentangInformasi dan

Transaksi Elektronik, maka terdapat

sebuah barang buktielektronik dan

barang bukti digital sebagai berikut:

Barang bukti Elektronik, jenisnya

meliputi:

a. Computer PC, laptop/notebook,

netbok, tablet;

b. Handphone, Smartphone;

c.Flashdisk/thumbdrive;

d. Floppydisk;

e. Harddisk;

f. CD/DVD;

g. Router,Swich; hub;

h. Kamera Video, CCTV;

i. Kamera Digital;

j. Music/Video Player, dan lain-lain.

Barang Bukti DigitalBarang bukti

dalam Undang-Undang No. 11

Tahun 2008 TentangInformasi dan

Transaksi Elektronik dikenal dengan

istilah InformasiElektronik dan

Dokumen Elektronik, contohnya:

a. Logical File, yaitu file-file yang

masih ada dan tercatat di file

system yang sedang berjalan di suatu

partisi;

b. Deleted file;

c. Lost file;

d. File slack;

e. Log file;

k. Image file;

l. Email;

m. User ID dan Password;

n. Short Message Service (SMS);

o. Multimedia Message Service

(MMS);

p. Call logs. 39

39

Mohammad Nuh Al-Azhar. Op.Cit. Hlm. 27-29

Page 50: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

50 | P a g e

Rekaman Video CCTV dapat

digolongkan sebagai

informasielektronik dan/atau

dokumen elektronik berdasarkan

Undang-Undang No.11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik,

yangtercantum pada Pasal 1 ayat (1)

dan ayat (4), yang merumuskan

bahwa:

“Informasi Elektronik adalah

suatu atau sekumpulan data

elektronik,termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara, gambar,

peta,rancangan, foto, Electronic

Data Interchange (IDE), surat

elektronik(electronic mail), telegram,

teleks, telecopy atau sejenisnya,

huruf,tanda, angka, kodem akses,

simbol atau perforasi yang telah

diolahyang memiliki arti atau dapat

dipahami oleh orang yang

mampumemahaminya.”

Pasal 1 ayat (4), yang merumuskan:

“Dokumen Elektronik adalah

setiap informasi elektronik dibuat,

diteruskan, dikirimkan, diterima,

atau disimpan dalam bentuk analogdigital, elektromagnetik,

optikal, atau sejenisnya yang dapat

dilihat,ditampilkan, dan/atau

didengar melalui komputer atau

systemelektronik termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara,

gambar,peta, rancangan, foto, atau

sejenisnya huruf, tanda, angka,

kodeakses, simbol atau perforasi

yang memiliki makna atau arti

ataudapat dipahami oleh barang yang

mampu memahaminya.”

Ketentuan dalam Pasal 5 ayat (2)

Undang-Undang No. 11 Tahun2008

Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik menegaskan bahwa :

“Informasi elektronik dan/atau

dokumen elektronik dan/atau

hasilcetakannya sebagaimana

dimaksud pada ayat

sebelumnya,merupakan perluasan

dari alat bukti yang sah sesuai

dengan hukumacara yang berlaku di

Indonesia.”

Ketentuan Pasal 5 Undang-Undang

No. 11 Tahun 2008

TentangInformasi dan Transaksi

Elektronik, merumuskan bahwa:

(1)Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dan/atau

hasilcetaknya merupakan alat bukti

hukum yang sah.

(2)Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dan/atau

hasilcetaknya sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) merupakanperluasan

dari alat bukti yang sah sesuai

dengan Hukum Acarayang berlaku di

Indonesia.

(3)Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dinyatakansah

apabila menggunakan Sistem

Elektronik sesuai denganketentuan

yang diatur dalam Undang-Undang

ini.

(4)Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau

DokumenElektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tidak

berlakuuntuk:

a. Surat yang menurut Undang-

Undang harus dibuat dalambentuk

tertulis;dan

b. Surat beserta dokumennya yang

menurut Undang-Undnagharus

dibuat dalam bentuk akta notariil

atau akta yang dibuatoleh pejabat

pembuat akta.

Pasal 44 Undang-Undang No. 11

Tahun 2008 tentang Informasidan

Transaksi Elektronik merumuskan:

Alat bukti penyidikan, penuntutan

dan pemeriksaan di sidangpengadilan

menurut ketentuan Undang-Undang

ini adalahsebagai berikut:

Page 51: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

51 | P a g e

a. Alat bukti sebagaimana

dimaksud dalam

ketentuanPerundang-Undangan;dan

b. Alat bukti lain berupa

Informasi dan/atau

DokumenElektronik sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 1 angka 1dan

angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat

(2), dan ayat (3).

Pemahaman “perluasan” tersebut

dihubungkan dengan Pasal 5 ayat(1)

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008

Tentang Informasi dan

TransaksiElektronik

Pasal 1 ayat (4), yang merumuskan:

“Dokumen Elektronik adalah

setiap informasi elektronik

dibuat,diteruskan, dikirimkan,

diterima, atau disimpan dalam

bentukanalog digital,

elektromagnetik, optikal, atau

sejenisnya yang dapatdilihat,

ditampilkan, dan/atau didengar

melalui komputer atausistem

elektronik termasuk tetapi tidak

terbatas pada tulisan, suara,gambar,

peta, rancangan, foto, atau sejenisnya

huruf, tanda, angka,kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki

makna atau artiatau dapat dipahami

oleh barang yang mampu

memahaminya.”

Pengertian dalam Pasal 1 ayat (4)

Undang-Undang No. 11 Tahun2008

Tentang Informsi dan Transaksi

Elektronik diatas, rekaman

videoyang terdapat dalam CCTV

digolongkan menjadi dokumen

elektronik,karena:

Rekaman Video CCTV

merupakan Informasi Elektronik;

Rekaman Video CCTV yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan,diterima, atau disimpan

dalam bentuk analog

digital,elektromagnetik di sebuah

kamera CCTV;

Rekaman Video CCTV dapat

dilihat, ditampilkan dandidengar

melalui komputer atau sistem

elektronik yang lain;

Rekaman Video CCTV memiliki makna atau artiBerdasarkan

penjelasan diatas, rekaman video

CCTV dapatdigolongkan menjadi

informasi elektronik dan dokumen

elektronik, maka rekaman video

dalam CCTV dapat menjadi alat

bukti yang sah di

depanhukum/pengadilan25.

Syarat Sahnya Suatu Alat Bukti

CCTV

Elektronik yang memenuhi

persyaratan minimum sebagai

berikut (pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 6

UU No. 11/2008):

a. dapat menampilkan kembali

Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik secara utuh

sesuai dengan masa retensi yang

ditetapkan dengan Peraturan

Perundang-undangan;

b. dapat melindungi

ketersediaan, keutuhan, keotentikan,

kerahasiaan, dan keteraksesan

Informasi Elektronik dalam

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai

dengan prosedur atau petunjuk dalam

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur

atau petunjuk yang diumumkan

dengan bahasa, informasi, atau

simbol yang dapat dipahami oleh

pihak yang bersangkutan dengan

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

tersebut; dan

e. memiliki mekanisme yang

berkelanjutan untuk menjaga

kebaruan, kejelasan, dan

kebertanggungjawaban prosedur atau

petunjuk.

Page 52: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

52 | P a g e

Kesimpulan

a. Bagaimana pengaturan

kekuatan CCTV sebagai alat bukti

dalam suatu persidangan setelah

lahirnya Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Informasi dan Transaksi

Elektronik dan Undand-Undang

Nomor 19 Tahun 2016 tentang

perubahan atas Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik

untuk membantu memperluasan

jumlah alat bukti yang diatur dalam

KUHAP dan juga memperluas

cakupan alat bukti yang diatur dalam

KUHAP.

CCTV memiliki peranan sebagai alat

bukti yang sah dalam suatu

persidangan sehingga memiliki

kedudukan yang sangat penting

dalam suatu persidangan sebagai

suatu alat bukti untuk mengungkap

suatu kejadian perkara yang telah

terjadi sebelumnya sehingga dapat

meyakinkan hakim dalam

mempertimbangkan dan memberikan

putusan yang adil kepada para pihak.

b. Syarat sahnya CCTV

sebagai alat bukti dalam suatu

persidangan Dalam suatu

persidangan suatu alat bukti harus

memiliki keaslian dan keutuhan yang

terdapat disuatu tepat kejadian

perkara sehingga ada syarat agar

CCTV menjadi suatu alat bukti yang

sah sebagai berikut :

Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dinyatakan sah

apabila menggunakan Sistem

Elektronik yang memenuhi

persyaratan minimum sebagai

berikut (pasal 5 ayat (3) jo. Pasal 6

UU No. 11/2008):

Saran

a. Mengenai alat bukti sah

diluar KUHAP sudah seharusnya

diaturatau disusun secara lebih jelas

dan tegas guna membantu

mengungkapkansuatu kebenaran

materiil. Tidak hanya rekaman video

CCTV saja tetapi jugamengatur

adanya alat bukti digital lainnya,

dimana alat bukti digital

tersebutmemiliki peranan yang

penting dalam suatu pencarian

kebenaran materiil danmemberikan

keyakinan hakim dalam memutus

perkara secara adil.

Sehinggareferensi hakim dalam

memberikan atau menjatuhkan

putusan tidak hanyaterpaku dalam

Pasal 184 KUHAP tetapi juga

melihat dari pasal-pasal yang

terdapat dalam Undang-Undnag

lainnya, seperti Undang-Undang No.

11 Tahun2008 Tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik.

b. Untuk mengurangi kendala-

kendala dalam penggunaan Kemera

CCTVdalam setiap proses di

Pengadilan, Kamera CCTV tersebut

juga harusdilengkapi dengan

teknologi tambahan dalam

pemasangan sehinggatidak mudah

rusak atau dirusak sehingga rasa

keadilan dalammasyarakat dapat

terjamin.

c. Dengan majunya teknologi

dimasa sekarang salah satunya

KameraCCTV diharapkan para

penegak hukum dalam hal ini

Kejaksaan danKepolisian sebagai

pintu masuk pertama dalam

pembuktian setiaptindak pidana

harus memperkaya kemampuan

sumber dayamanusianya sendiri dan

mengoptimalkan kinerjanya sehingga

dapatmenganalisis dan

mengoperasikan setiap teknologi

yang telahberkembang di masa

sekarang ini.

Daftar Pustaka

literatur Luhut MP Pangaribuan. 2005. Hukum Acara

Pidana: Surat-surat Resmi di Pengadilan oleh

Advocat. Jakarta: Djambatan.

Page 53: TINDAKAN PENGANIAYAAN TERHADAP PELAKU KEJAHATAN …journal.unisla.ac.id/pdf/15422016/Jurnal Independent 8.pdfatau pendapat para ahli, serta di klasifikasi dalam penyusunan sistematis

Jurnal Independent Vol 4 No. 2

53 | P a g e

M. Yahya Harahap. 2002. Pembahasan

Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan Banding. Jakarta: Sinar Grafika.

Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana

Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2013

Alfitra. 2011. Hukum Pembuktian dalam

Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di

Indonesia.Jakarta: Raih Asa Sukses. Hlm.

Ahmad M Ramli. 2008. Dinamika Konvergensi

Hukum Telematika Dalam System Hukum

Nasional. Jurnal Legislasi Indonesia

Mohammad Taufik Makarao dan Suhasril. 2010.

Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan

Praktek. Bogor: Ghalia Indonesia

Artikel

http://www.raseko.com/2013/04/pengertian-

closed-circuit

http://warungcyber.web.id/?p-84

http://www.raseko.com/2013/04/pengertian-

closed-circuit-television.html

http://hukumindonesia.blog.com/2011/04/16/alat-

buki-petunjuk-dalam-sidang-pengadilan/