tindak pidana penodaan agama melalui jejaring...

98
TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING SOSIAL DITINJAU DALAM HUKUM PIDANA POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) OLEH : M. FAWWAZUL HAQIE NIM: 1112045100012 PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M

Upload: dinhkhanh

Post on 23-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI

JEJARING SOSIAL DITINJAU DALAM HUKUM PIDANA

POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM

(Analisis Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

OLEH :

M. FAWWAZUL HAQIE

NIM: 1112045100012

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1438 H / 2017 M

Page 2: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara
Page 3: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara
Page 4: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara
Page 5: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

ABSTRAK

i

M. Fawwazul Haqie. NIM : 1112045100012. TINDAK PIDANA PENODAAN

AGAMA MELALUI JEJARING SOSIAL DITINJAU DALAM HUKUM POSITIF

DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw),

Skripsi. Konsentrasi Jinayah, Program Studi Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M.

Penodaan agama melalui jejaring sosial merupakan suatu tindakan yang

dilakukan oleh individu menggunakan media jejaring sosial berupa postingan yang

bermuatan konten pelecehan, penistaan, atau penghinaa di muka publik terhadap

suatu agama tertentu yang menimbulkan kebencian. Tindak pidana penodaan agama

diatur dalam UU No 1/PNPS/1965 tentang pencegahan serta pelecehan terhadap

agama, kemudian dimuat juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal

156 dan 156a. Namun kedua pasal tersebut belum mengakomodir apabila perbuatan

tersebut dilakukan melalui jejaring sosial. Maka untuk menjerat perbuatannya, pasal

yang dikenakan bagi pelaku tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial

adalah Undang-undang No 11 tahun 2008 Pasal 28 (e) ayat 2 tentang tindakan atau

perbuatan yang dilarang berkaitan dengan informasi teknologi dan internet.

Sedangkan menurut hukum pidana Islam, pelaku tindak pidana penodaan agama

dikenakan jarimah ta’zir yang jenis hukumannya sepenuhnya diberikan oleh

hakim/penguasa. Karena tidak ada satupun nash yang membahas terkait perbuatan

tersebut dan pada masa Rasululullah SAW masih hidup, dapat dipastikan tidak

adanya informasi teknologi dan elektronik yang berkembang seperti saat ini.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif

analisis, dengan pendekatan normatif empiris dan library research dengan pengkajian

terhadap peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan kitab fikih yang berkaitan

dengan judul skripsi, serta pelaksanaannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara hukum pidana

positif dengan hukum pidana Islam dalam penerapan sanksi bagi pelaku tindak

pidana penodaan agama, ini dapat dilihat dari analisis kasus penodaan agama melalui

jejaring sosial dalam putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw. Atas perbuatannya,

pelaku divonis hukuman 4 tahun kurungan penjara dan denda sebesar Rp. 10.000.000

(Sepuluh Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar,

maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Kata kunci : Tindak Pidana, Penodaan Agama, Jejaring Sosial,

Pembimbing : Ali Mansur, MA

Daftar Pustaka : 1982 s.d 2017

Page 6: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

KATA PENGANTAR

ii

الرحيمالرحناللهبسم

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas

nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Sholawat beriring salam penulis persembahkan kepada Nabi Muhammad SAW

yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman terang

benderang.

Skripsi ini berjudul “TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA

MELALUI JEJARING SOSIAL DITINJAU DALAM HUKUM PIDANA

POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM (Analisis Putusan No:

434/Pid.Sus/2016/PN Byw)”. disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk

menyelesaikan program studi sarjana di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan

dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

sebesar-besarnya kepada :

1. Bpk Prof. Dede Rosyada, M.A, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Bpk Dr. Asep Saepudin Djahar, M.A,Ph.D, Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bpk Dr. M. Nurul Irfan, M.A, Ketua Program Studi Hukum Pidana

Islam dan Bpk Nur Rohim Yunus, LLM, Sekretaris Program Studi

Page 7: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

iii

Hukum Pidana Islam, yang telah memberikan arahan, bimbingan dan

dorongan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ali Mansur, MA, sebagai dosen pembimbing yang rela

meluangkan waktunya dan selalu memberikan masukan, arahan dan

kritikan yang konstruktif pada Penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Pimpinan Perpustakaan Pusat dan Perpustakaan Fakultas yang telah

memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan berupa buku

dan literatur lainnya sehingga penulis memperoleh informasi yang

dibutuhkan.

6. Semua Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, atas semua pengetahuan

yang telah diberikan kepada Penulis selama masa pendidikan

berlangsung.

7. Terimakasih Ayahanda Taufik Asyari dan Ibunda Cucu Musyarofah,

yang tidak pernah lelah mendidik dan selalu menjaga setiap ahrinya,

terlebih dengan do’a. Serta kedua adik terkasih, Afwa Nur Mujahidah

dan Ibnu Afkar Ashidiqie yang terus menerus menemani dan

memberikan semangat hingga selesainya skripsi ini.

8. Terimakasih untuk Andini Ismayani Putri tersayang yang terus

menemani dan memberikan semangat selama pengerjaan skripsi ini

berlangsung.

9. Diana Oktavia Saftri yang sudah menemani sebagian besar waktu

Page 8: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

iv

Penulis di jenjang waktu kuliah.

10. Rekan-rekan seperjuangan Hukum Pidana Islam dan Tatanegara Islam

angkatan 2012, yang telah sudi berbagi peran untuk saling membantu

baik di dalam maupun di luar kelas. Terlebih untuk Irfan Hielmy, Arief

Setiawan Onira, dan Ela Lazim Arifah.

11. Terimakasih untuk keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Jinayah

Siyasah yang sudah mengijinkan saya berjuang dan menikmati

manisnya hasil dari pahitnya proses, teruntuk seluruh abang-abang

yang berperan mebimbing saya. Dan untuk adik-adik yang merangkap

peran pemberi motivasi, Risyad, Ncek, Dimas, Azmi, Ihsan, Agsel,

Rere, Sofi, Dani, Kibo, dan semua yang tidak bisa disebutkan satu

persatu pastinya.

12. HMI Komfaksy, yang lebih dari banyak memberikan pembelajaran.

Baik senior maupun rekan seperjuangan, Naufal Aslam Ramadhan dan

Ricki Ahmad Faisal.

13. Keluarga besar Fakultas Syariah dan Hukum yang memberikan saya

kesempatan lebih untuk berproses di Dewan Eksekutif Mahasiswa

(DEMA) FSH dan HMPS Jinayah Siyasah.

Page 9: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

v

Semoga segala do’a, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan menjadi

ladang pahala kelak di yaumul akhir, dan skrispi ini dapat bermanfaat bagi penulis

pribadi serta kita semua. Amin Ya Robbal Aalamin.

Jakarta, 13 Juni 2017 M

17 Ramadhan 1438 H

(M. FAWWAZUL HAQIE)

Page 10: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK .......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 10

D. Review Pustaka Terdahulu ..................................................... 11

E. Metode Penelitian .................................................................. 13

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 15

BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA

DALAM HUKUM PIDANA POSITIF ........................................ 17

A. Pengertian Tindak Pidana Penodaan Agama ......................... 17

B. Delik Penodaan Agama ......................................................... 21

C. Pengertian Jejaring Sosial ..................................................... 25

D. Landasan Hukum Tindak Pidana Penodaan Agama Melalui

Jejaring Sosial ........................................................................ 30

E. Tindak Pidana Penodaan Agama Melalui Jejaring Sosial ..... 33

BAB III TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA DITINJAU DALAM

HUKUM PIDANA ISLAM ......................................................... 36

A. Tindak Pidana Penodaan Agama dalam Islam ...................... 36

B. Sejarah Penodaan Agama dalam Islam ................................. 46

Page 11: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

vii

C. Landasan Hukum dan Sanksi Penodaan Agama ................... 48

D. Tindak Pidana Penodaan Agama Melalui Jejaring Sosial dalam

Hukum Pidana Islam ............................................................. 54

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA

PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING SOSIAL (Putusan

No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw) ................................................... 60

A. Duduk Perkara ....................................................................... 60

B. Pertimbangan Majelis Hakim ................................................ 66

C. Putusan Majelis Hakim ......................................................... 70

D. Analisis Putusan Pengadilan Ditinjau dalam Hukum Pidana

Positif dan Hukum Pidana Islam ........................................... 71

BAB V PENUTUP .................................................................................... 80

A. Kesimpulan ............................................................................ 80

B. Saran-saran ............................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 84

Page 12: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjamin setiap individu warga

negaranya dalam hal kebebasan beragama, jaminan konstitusional ini dapat dilihat

dalam pasal 28E ayat (1) dan (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: “Setiap orang

bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan

pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di

wiliayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali dan setiap orang berhak

atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan

hati nuraninya”.1

Kebijakan tentang jaminan kebebasan beragama juga terdapat dalam UU No.

12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil

Politik Pasal 182

Tidak diragukan lagi bahwa kebebasan berpikir, nurani, beragama, dan

berkeyakinan merupakan bagian dari hak asasi yang paling penting, yang bahkan

mempunyai status sebagai hak yang tidak boleh diderogasi (dikurangi dan dilanggar

dalam kondisi apa pun/non derogble rights). Pada sisi lain, kebebasan beragama atau

berkeyakinan melindungi fenomena yang dapat menjadi kontroversial dan berbahaya

1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28E

2 Rohidin, Kontruksi Baru Kebabasan Beragama (Yogyakarta: FH UII Press, 2015), Cet. 1, h.

36.

Page 13: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

2

dalam keberadaan manusia, karena agama dan sistem-sistem berkeyakinan ideologis

bisa dan bahkan sangat sering telah disalahgunakan untuk memicu ketidaktoleransian,

diskriminasi, prasangka, kebencian, dan kekerasan.3

Aturan mengenai hak-hak beragama diatur bukan hanya untuk setiap individu

warga negara penganutnya saja, namun pemerintah juga telah mengatur persoalan

tentang perlindungan untuk agama-agama yang telah diakui keberadaanya dan dianut

oleh penduduk Indonesia. Menurut UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan,

Penyalahgunaan, dan/atau Penodaan Agama menyatakan bahwa terdapat 6 (enam)

agama yang dipeluk oleh penduduk Indonesia yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu,

Budha, dan Konghucu (Confucius). Hal ini berdasarkan banyaknya jumlah penduduk

Indonesia yang memeluk agama-agama tersebut. Maka selain mendapatkan jaminan

seperti yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945, mereka juga mendapatkan

bantuan-bantuan dan perlindungan seperti yuang diberikan oleh pasal ini.4

Latar belakang pembentukan UU No. 1/PNPS/1965 tidak terlepas dari

suasana politik hukum pada tahun 1950-1966. Pada saat itu merupakan fase

pembangunan hukum nasional yang berada dalam dua pilihan kebijakan, yaitu tetap

memberlakukan realism pluralisme (kebijakan dominan sejak zaman Kolonial) dan

cita-cita Unifikasi (Soetandyo, 1994: 200). Soetandyo menegaskan pertimbangan

kebijakan hukum yang ada pada kurun waktu tersebut didasarkan oleh pertimbangan

3 Tor Lindholm dkk. Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh?. Penerjemah

Rafael Edy Bosko dan Rifa‟i Abduh (Jakarta: Kanisius, 2004)

4 Rohidin, Kontruksi Baru Kebabasan Beragama, h. 37.

Page 14: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

3

sosio-yuridis sekaligus politik-ideologik. Akibatnya setiap perUndang-Undangan

yang terbentuk di masa itu lebih mencerminkan perjuangan untuk membentuk

pembangunan hukum nasional. Hal tersebut terlihat dengan adanya 2 (dua) sub

periode dengan dasar konstitusi berbeda, yaitu Sub periode 1950-1959 di bawah

arahan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan sub periode 1959-1966 di bawah

arahan Undang-Undang Dasar 1945. UU No.1/PNPS/1965 sendiri lahir dalam sub

periode 1959-1966 yang berada dibawah arahan UUDN RI1945.5

Lahirnya UU No. 1/PNPS/1965 didasari dari Penetapan Presiden Nomor 1

Tahun 1965 guna mencapai ketentraman kehidupan beragama dengan melakukan

pencegahan terhadap dua hal utama, yaitu: pertama, berupa tindakan pencegahan

agar tidak terjadi penyelewengan-penyelewengan atas ajaran-ajaran pokok agama.

Dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa bukan hanya terjaminnya kebebasan

untuk memeluk agama saja yang menjadi tanggung jawab oleh negara, namun negara

juga mempunyai kewajiban untuk melindungi agamanya. Kedua, dengan mencegah

agar tidak terjadi penodaan/penghinaan terhadap agama serta mencegah adanya

ajaran-ajaran untuk tidak memeluk agama yang bersendikan pada sila pertama, yaitu

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Larangan terhadap kedua penyelewengan tersebut tidak ditunjukan untuk

menganggu hak hidup dari agama-agama yang telah ada dan diakui oleh pemerintah.

5 Hwian Cristianto, “Arti Penting UU No. 1/PNPS/1965 Bagi Kebebasan Beragama Kajian

Putusan Mahkamah Konstitusi 140/Puu-Vii/2009”, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Suarabaya,

Surabaya, 2016.

Page 15: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

4

Akan tetapi seperti telah dikemukakan diatas, yaitu untuk menjamin terciptanya

ketentraman kehidupan beragama bagi masayarakat di Indonesia.6

Pembahasan mengenai kebebasan hak-hak beragama dan penodaan/penistaan

agama pada Oktober 2016 kembali mengemuka ke publik, salah satu yang begitu

menyita perhatian adalah kasus penodaan agama dilakukan oleh salah satu calon

gubernur Provinsi DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).7 Kasus tersebut

bermula saat Ahok melakukan kunjungan kerja di Kepulauan Seribu (27 September

2016) kemudian dalam sambutannya mengutip Surat Al-Maidah yang dianggap

melakukan penodaan agama Islam, video sambutan Ahok tersebut menjadi viral dan

tersebar di media sosial kemudian memicu reaksi keras berbagai pihak. Setelah

melewati proses 23 kali persidangan, akhirnya Ahok dinyatakan bersalah dengan

dakwaan pasal 156a tentang penodaan agama dan pasal 156 KUHP sebagai alternatif

dengan vonis hukuman 2 tahun kurungan penjara.

Namun sebelum kasus tersebut mengemuka, terdapat beberapa kasus

penodaan agama yang pernah terjadi di Indonesia yang diselesaikan secara hukum,

antara lain: (1) Gerakan Fajar Nusantara tahun 2016, (2) Penodaan agama Arswendo

Atmowiloto melalui Tabloid Monitor pada tahun 1990, (3) Penodaan Agama oleh

Nando Irawansyah M‟ali terhadap Agama Hindu tahun 2015, (4) Penodaan Agama

6 Adam Muhshi, Teologi Konstitusi; Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan Beragama

di Indonesia (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2015), Cet. 1, h. 103-104.

7 http://news.detik.com/berita/d-3369506/ini-pernyataan-ahok-yang-dianggap-jaksa-nodai-

agama, berita diakses tanggal 01 Maret 2017, pukul 07.54.

Page 16: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

5

oleh Rusgiani tahun 2012, (5) Penodaan Agama oleh Heidi Euginie terhadap Agama

Kristen tahun 2012, dan beberapa kasus lainnya.8

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam pasal 156 dan 156a telah

mengatur mengenai masalah penodaan agama. Artinya, bahwa setiap orang yang

melakukan perbuatan yang menimbulkan permusuhan dan kebenciaan dan

penodaan terhadap suatu agama tertentu dapat dipidana.

Delik agama dalam hukum pidana di Indonesia ialah suatu penyelidikan

tentang bagaimana sebab-sebab latar belakang peristiwa, serta adakah unsur pidana

yang terkandung di dalam pasal 156 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan

156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut dalam kemungkinan-

kemungkinan terciptanya delik agama di dalamnya.9

Seiring berkembangnya teknologi dan informasi, maka berkembang pulalah

jenis temuan kasus-kasus baru dalam penodaan agama. Ruang lingkupnya meluas,

kasus penodaan agama juga dapat dilakukan melalui jejaring sosial. Namun, apakah

Undang-Undang Hukum Pidana pasal 156 dan 156a juga dapat menjerat tidak pidana

melalui jejaring sosial?

Jejaring sosial seyogyanya dapat menjadi sarana untuk meningkatkan

pengetahuan, memperluas jaringan pertemanan dan interaksi antar sesama

8 http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/10/18/of81e3330-ini-kasus-

penistaan-agama-di-indonesia-yang-diproses-hukum-part1, berita diakses tanggal 28 Febuari 2017,

pukul 12.32.

9 Juhaya S. Praja, dkk, Delik Agama dalam Hukum Pidana di Indonesia (Bandung:

Angkasa, 1982) h. 10.

Page 17: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

6

penggunanya jika digunakan dengan baik dan benar.10

Akan tetapi, belakangan ini

kasus kejahatan atau pelanggaran pidana yang berasal dari jejaring sosial kerap

ditemukan, seperti melalui facebook, twitter, path, instagram, atau jejaring sosial

lainnya.

Seperti apa yang terjadi pada Juni tahun 2016, masyarakat Banyuwangi

sempat diramaikan dengan salah satu kasus penodaan agama melalui jejaring sosial

facebook, salah satu warga berinisial BP yang terbukti melakukan tindak pidana

penodaan agama Islam melalui jejaring sosial. Setelah melalui beberapa proses

tahapan persidangan, pelaku dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri

Banyuwangi karena terbukti dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi

yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap agama Islam.11

Kasus penodaan agama melalui jejaring sosial merupakan salah satu dampak

negatif dari perkembangan teknologi informasi, karena setiap individu dapat dengan

mudahnya mengakses internet dan memiliki akun jejaring sosial. Fenomena seperti

ini haruslah dapat disikapi dengan baik oleh semua pihak, agar nantinya tidak terjadi

lagi kasus-kasus tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial. Kebebasan

untuk mengemukakan pikiran dan pendapat (Freedom of Thought) yang merupakan

10

Arifianto. S, Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Serta Implikasinya di Masyarakat (Jakarta: Media Bangsa, 2013) h. 364.

11 Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi, No Perkara: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw

Page 18: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

7

bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM)12

merupakan salah satu faktor munculnya

kasus penodaan agama melalui jejaring sosial.

Pemerintah selaku bagian yang memiliki peranan penting dalam penegakan

hukum di Indonesia, sebenarnya sudah mengatur tentang kejatahatan yang terjadi di

dunia maya melalui Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (ITE) dalam Pasal 28 ayat 1 dan 2.13

Hukum positif dan hukum Islam memiliki kesamaan dalam tujuan, yaitu

untuk menjaga kepentingan dan ketentraman masyarakat serta menjamin

kelangsungan hidup bagi seluruh masyarakatnya.14

Dalam Islam, penodaan terhadap

agama dianggap sama halnya dengan penghinaan terhadap agama. Istilah yang biasa

digunakan disebut sabb ad-diin. Penghinaan itu meliputi penghinaan terhadap sumber

hukum Islam, baik terhadap Al-Quran, maupun Hadits, serta berpaling atau tidak

mempercayai dari ketentuan yang ada pada keduanya. Perbutan ini bagi seorang

muslim merupakan bagian dari perilaku yang mendekatkan diri kepada perbuatan

murtad.15

12

Nurul Qamar, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi (Jakarta: Sinar

Grafika, 2013) Cet. 1, h. 97.

13 Fauzan Lubis, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penistaan

Agama Melalui Jejaring Sosial dikaitkan dengan Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Medan, 2013.

14 A. Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004) Cet. 1, h. 15.

15 http://www.masjidagungtransstudiobandung.com/2016/10/20/pandangan-Islam-penodaan-

agama/, artikel diakses pada tanggal 01 Maret 2017, pukul 11.04.

Page 19: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

8

Sejak awal kemunculannya, Islam telah menjamin hak-hak bagi setiap

manusia (human rights), walaupun tidak menempati posisi utama secara khusus. Hak-

hak seperti hak hidup, hak mendapatkan keamanan diri, perlakuan yang sama (non

diskriminasi), kemerdekaan hukum, kebebasan berserikat dan berkumpul, termasuk

kemerdekaan berfikir, berekspresi, berkeyakinan dan beribadah merupakan bagian

yang telah lama dijamin oleh agama Islam.16

Dalam konsep kebebasan beragama,

Islam sudah jelas mengaturnya. Ini seperti yang terdapat dalam Q.s. Al Baqarah (2):

256:

الرشد من الغي فمن يكفر بالطاغوت وي ؤمن باهلل ف قد ين قد ت ب ي آلإكراه ف الد

)البقرة/٦ : ٦٥٦( يع عليم استمسك بالعروة الوثقى ل انفصام لا واهلل س

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah

jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar

kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang

kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui.”

Secara spesifik, dalam hukum Islam tidak terdapat kajian mengenai aturan dan

hukuman yang berkaitan dengan tindak pidana penodaan penodaan agama, kemudian

untuk mengurainya perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dan unsur-unsur

perbuatan tersebuat. Tindak pidana (jarimah) menurut hukum pidana Islam terbagi

16

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam (Bandung: Asy Syaamil Press & Grafika,

2000) Cet. 2, h. 95-96.

Page 20: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

9

menjadi tiga bagian, yaitu Hudud, Qishash,, dan Ta‟zir17

. Lalu bagaimana jika

seseorang melakukan tindak pidana penodaan agama dilakukan melalui jejaring

sosial? Apa hukuman yang tepat dalam perspektif hukum pidana Islam bagi pelaku

tindak pidana kejahatan internet?

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan analisis

lebih mendalam mengenai tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial,

untuk diangkat sebagai sebuah skripsi dengan judul Tindak Pidana Penodaan

Agama Melalui Jejaring Sosial Ditinjau dalam Hukum Pidana Positif dan

Hukum Pidana Islam (Analisis Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw).

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berangkat dari luasnya permasalahan yang ada tentang penodaan agama,

terlebih melalui media jejaring sosial, agar tidak melebar dan keluar dari

pokok pembahasan, maka penulis membatasi ruang lingkup penulisan skripsi

ini, penulis merasa perlu membuat pembatasan masalah sebagai berikut :

a. Skripsi ini hanya membahas pada kasus penodaan agama yang

dilakukan melalui jejaring sosial menurut hukum pidana positif

maupun hukum pidana Islam.

b. Hukum pidana positif yang penulis maksud adalah KUHP (Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana) yang diatur di dalam Pasal 156 dan

17

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, h. 185.

Page 21: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

10

156a, PNPS/Nomor 1 Tahun 1965 tentang penodaan agama, dan

pasal Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

c. Hukum Pidana Islam yang penulis maksud adalah Fiqh Jinayah

tentang penodaan agama dan cyber crime.

2. Rumusan Masalah

Dari masalah pokok diatas dapat diuraiakan menjadi 3 (tiga) Sub masalah

yang dirumuskan dalam pertanyaan penelitian (research questions), yaitu :

a. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana penodaan agama melalui

jejaring sosial dalam kajian hukum pidana positif dan hukum pidana

Islam?

b. Apa landasan hukum dan sanksi terhadap pelaku tindak pidana

penodaan agama melalui jejaring sosial?

c. Bagaiamana penyelesaian kasus tindak pidana penodaan agama

melalui jejaring sosial (Analisis Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN

Byw)?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagaimana berikut:

1. Untuk menjelaskan pengertian tindak pidana penodaan agama melalui

jejaring sosial dalam kajian hukum pidana positif dan hukum pidana

Islam.

Page 22: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

11

2. Untuk mengetahui landasan hukum dan sanksi terhadap pelaku tindak

pidana penodaan agama melalui jejaring sosial.

3. Untuk mengetahui penyelesaian kasus tindak pidana penodaan agama

melalui jejaring sosial.

Adapun manfaat penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Manfaat teoritis adalah dapat menambah khazanah keilmuan dalam

mengetahui pengertia Penodaan Agama melelui jejaring sosial, hasil

penelitian ini diharapkan berguna bagi kalangan pelajar, mahasiswa, dan

akademisi lainnya.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi kalangan

pelajar, mahasiswa, dan akademisi lainnya. Manfaat kebijakan, hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada penegak hukum

dalam penerapan hukum tentang Penodaan Agama melalui jejaring sosial.

D. Review Pustaka Terdahulu

Mendukung penelaahan yang lebih komprehensif penulis berusaha untuk

melakukan kajian awal terhadap literatur pustaka atau karya-karya yang mempunyai

relevansi terhadap topik yang akan diteliti. Telaah pustaka yang telah dilakukan oleh

penulis adalah dari berbagai karya ilmiah selain berbentuk buku juga berbentuk

jurnal, dan skripsi-skripsi yang sudah ada.

Page 23: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

12

No Nama Judul Hasil

1. Mohammad Amin,

Skripsi, Fakultas

Syariah dan Hukum

UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, tahun

2016.

Analisis Terhadap

Tindak Pidana

Penodaan Agama

dalam Putusan

Mahkamah Agung

No. 1787

k/pid/2012 (2016)

Menguraiakan tindak pidana

penodaan agama perspektif

hukum Pidana Positif secara

khusus dalam putusan hakim

No. 1787 K/PID/2012

terhadap konflik

keberagamaan di sampang,

Madura. Namun tidak

membahas kasus penodaan

agama melalaui Jejaring

sosial dalam perspektif

hukum Pidana Positif dan

Pidana Islam.

2. M. Andri Fauzan,

Jurnal, Fakultas

Hukum Universitas

Sumatera Utara,

Medan, tahun 2013.

Pertanggungjawaba

n Pidana Terhadap

Pelaku Tindak

Pidana Penistaan

Agama Melalui

Jejaring Sosial

Dikaitkan dengan

Undang-Undang

No 11 Tahun 2008

Tentang Informasi

dan Transaksi

Elektronik (2013)

menguraiakan tindak pidana

penodaan agama melalui

jejaring sosial perspektif

hukum Pidana Positif secara

sempit yang dikaitkan

dengan Undang-Undang no

11 tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi

Elektronik. Namun tidak

membahas kasus penodaan

agama melalaui jejaring

sosial secara luas dalam

perspektif hukum Pidana

Positif dan Hukum Pidana

Islam.

3. Ahmad Rizal, Skripsi,

Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta,

tahun 2009.

Sanksi Pidana

Terhadap Pelaku

Penistaan Agama

Menurut Hukum

Islam dan Hukum

Positif (Analisis

Yurispudensi

Terhadap Perkara

yang Bermuatan

Penistaan Agama)

Sanksi pidana bagi pelaku

tindak pidana penistaan

agama perspektif hukum

pidana Islam dan hukum

pidana positif. Namun tidak

menguraikan terkait unsur-

unsur tindak pidananya, dan

tindak membahas terkait

penggunaan jejaring sosial.

Page 24: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

13

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian hukum di bagi menjadi dua, yaitu penelitian kualitatif

dan kuantitatif.18

Penelitian kualitatif berarti tidak membutuhkan populasi dan

sampel, penelitian kuantitatif berarti menggunakan populasi dan sampel dalam

mengumpulkan data.19

Dalam skripsi ini, metode yang digunakan adalah

metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis, dengan

pendekatan normatif empiris. Dengan objek penelitian peraturan perundang-

undangan yang dikaitkan dengan teori-teori hukum. Demikian juga hukum

dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat, yang berkenaan dengan objek

penelitian.20

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Studi Dokumentasi/pustaka library research, dan putusan Pengadilan Negeri

Banyuwangi alat ini dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis

perlukan, yaitu dengan cara melihat buku-buku dan Undang-Undang yang

terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti.

18

Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999) Cet.

1, h. 56.

19 Zainudin Alli, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009) h. 98.

20 Ibid, h. 105.

Page 25: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

14

3. Sumber Data

Data primer, yaitu sumber data utama yang dapat dijadikan jawaban

terhadap masalah penelitian.21

Buku-buku yang berkaitan dengan bahan

penulisan antara Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam hal ini

pasal 156 dan 156a, UU PNPS Nomor 1 tahun 1965 tentang penodaan agama,

dan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik (ITE), Al Qur‟an, Hadits, Putusan Pengadilan

Negeri Banyuwangi No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw, serta buku-buku lain

yang berkaitan dengan pembahasan penulisan.

Data sekunder yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu,

artikel-artikel, jurnal, dan makalah-makalah yang berkaitan dengan

permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Teknik Analisis

Adapun cara yang digunakan penulis dalam menganalisa datanya adalah

analisis kualitatif yaitu penelitian yang menggambarkan secermat mungkin

tentang hal yang diteliti dengan jalan mengumpulkan data-data atau informasi

berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Dalam hal ini materi pokoknya

adalah tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial ditinjau hukum

pidana positif dan hukum pidana Islam.

21

Beni Ahmad Saebani, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 158.

Page 26: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

15

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”

Contoh kerangka acuan penyusunan Skripsi dari Akademik Fakultas

Syari‟ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2011.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab terdiri dari sub bahasan,

ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam penulisan dan untuk mendapatkan

gambaran yang jelas mengenai materi pokok penulisan serta memudahkan para

pembaca dalam mempelajari tata urutan penulisan skripsi ini, maka penulis menyusun

sistematika penulisan ini secara sistematis sebagai berikut :

Bab I menguraikan latar belakang dan alasan ketertarikan penulis dalam

meneliti masalah ini gambaran secara keseluruhan skripsi, seperti yang terdapat di

dalam latar belakang masalah agar skripsi ini dapat tertuju pada masalah pokoknya

maka perlu dibuat pembatasan dan perumusan masalah, serta tujuan dan manfaat

penelitian, review pustaka terdahulu, dan supaya penulisan skripsi ini lebih terarah

maka penulis menggunakan metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II penulis menyuguhkan tinjauan umum tentang penodaan agama melalui

jejaring sosial dalam Hukum Pidana Positif. Dalam bab ini mengkaji tentang

Page 27: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

16

pengertian penodaan agama, delik penodaan agama, pengertian jejaring sosial,

landasan hukum, serta sanksi tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial.

Bab III membahas tentang tindak pidana penodaan agama dalam Hukum

Pidana Islam. Bab ini mengkaji tentang penodaan agama dalam Islam, termasuk

sejarah penodaan agama dalam Islam, landasan hukum dan sanksi bagi pelaku tindak

pidana penodaan agama yang dikaitkan dengan jejaring sosial.

Bab IV merupakan analisis penyelesaian kasus tindak pidana penodaan

agama melalui jejaring sosial dengan contoh kasus putusan di Pengadilan Negeri

Banyuwangi dengan nomor putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw ditinjau dalam

hukum pidana Positif dan hukum pidan Islam.

Bab V bab terakhir yang memuat penutup, dalam bab ini mencakup

kesimpulan dan saran dari penulis atas permasalahan yang diteliti sehingga tercapai

upaya untuk mencapai tujuan dari yang dilakukan.

Page 28: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

17

BAB II

TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA

DALAM HUKUM PIDANA POSITIF

A. Pengertian tindak Pidana Penodaan Agama

Tindak pidana penodaan agama dari segi bahasa merupakan susunan dari dua

kalimat yang saling berhubungan, yaitu tindak pidana dan penodaan agama. Untuk

memahami pengertian tindak pidana penodaan agama, maka sebelumnya kita

terlebih dahulu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan tindak pidana.

Tidak pidana bila dirujuk ke dalam bahasa Belanda yaitu strafbaar feit

(perbuatan pidana, delik, peristiwa pidana, maupun perbuatan yang dapat dipidana)

menurut Moeljatno, berarti perbuatan pidana. Sementara menurut Wirjono

Prodjodikoro, adalah pelanggaran terhadap norma-norma. Sifat-sifat yang ada dalam

suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum, karena tidak ada suatu tindak

pidana tanpa sifat melanggar hukum.1 Tindak pidana menurut Wirjono ini memang

sangat terkait dengan asas hukum pidana yaitu, Nullum delictum sine praevia lege

poenali yang artinya, peristiwa pidana tidak akan ada, jika ketentuan pidana dalam

undang-undang tidak ada terlebih dahulu.2 Asas ini teraktualisasi pada bab 1 pasal 1

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, atau lebih dikenal dengan asas legalitas.

1 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia (Bandung: Refika

Aditama, 2003), h. 1.

2 R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya

Lengkap Pasal Demi Pasal (Bogor: Politea, 1995), h. 27.

Page 29: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

18

Penekanan pada sifat melanggar hukum, dapat diartikan bahwa penindak,

dalam tindakannya tersebut terdapat pelanggaran hukum. Sebaliknya, penindak boleh

melakukan perbuatan apa saja, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum. Oleh

banyak pakar, hal ini biasa disebut dengan perbuatan melawan hukum atau biasa

disingkat dengan PMH. Setiap tindakan, akan dikontrol sedemikian rupa oleh

penguasa atau yang berwenang, agar terciptanya kondisi yang sesuai dengan apa

yang diinginkan oleh penguasa. Hal ini mengandaikan hukum sebagai instrumen

penguasa, yang dibentuk dengan cara seragam dan berlaku kepada siapapun tanpa

memandang golongan tertentu, sesuai dengan logika hukum modern.3

Suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana jika memenuhi

unsur-unsur tindak pidana, antara lain: Pertama Subyek. Kedua, Kesalahan. Ketiga,

bersikap melawan hukum. Keempat, suatu tindakan aktif/pasif yang dilarang oleh

undang-undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana. Kelima,

waktu, tempat dan keadaan.4 Dengan demikian, dapatlah dikatakan, bahwa tindak

pidana adalah perbuatan yang melawan hukum atau undang-undang yang berlaku

atau yang telah ditetapkan sehingga dapat menimbulkan kerugian terhadap seseorang

atau kelompok baik berupa materil maupun imateril.

Secara umum penodaan agama diartikan sebagai penentangan hal-hal yang

dianggap suci atau yang tidak boleh diserang (tabu) yaitu, simbol-simbol

3 Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler; Studi Tentang Konflik Dan Resolusi

Dalam Sistem Hukum Indonesia (Ciputat: Pustaka Alvabet, 2008), h. 6-7.

4 S.R Sianutri, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya (Jakarta:

Percetakan BPK Gunung Mulia, 1996), h. 215.

Page 30: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

19

agama/pemimpin agama/kitab suci agama. Bentuk penodaan agama pada umumnya

adalah perkataan atau tulisan yang menentang ketuhanan terhadap agama-agama

yang mapan.

Secara hukum, tidak ada definisi atau pengertian yang jelas mengenai

penodaan agama. Baik Pasal 1 UU PNPS maupun Pasal 156a KUHAP (pasal

penodaan agama) juga tidak memberikan definisi ataupun penjelasan yang jelas soal

penodaan agama.

Tidak adanya pengertian yang jelas mengenai penodaan agama merupakan

masalah yang sudah lama terjadi dan sudah diakui oleh mantan Menteri Agama,

Suryadharma Ali.5

Dalam kaitannya dengan penodaan agama, dapat dirujuk beberapa ketentuan

yang mengatur hal tersebut. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dalam pasal 156a

mengatur tentang pelarangan penodaan agama. Pasal inilah yang sering dijadikan

rujukan hakim dalam kasus penodaan agama,6 meskipun pada prakteknya, sebagian

kasus penodaan agama, hakim tidak menjadikannya rujukan awal, seperti putusan

Pengadilan Negeri Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/PN.Spg.7 Salah satu contoh kasus

yang menyita perhatian publik adalah kasus penistaan agama yang dilakukan oleh

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada tahun 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Utara

5 https://konsultanhukum.web.id/penodaan-agama-menurut-konstitusi-dan-hak-asasi-

manusia/, diakses pada tanggal 07 Mei 2017, pukul 10.27

6 Randy A Adare, “Delik Penodaan Agama Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum Pidana di

Indonesia” Jurnal Lex Et Societis, Vol. I/No. 1/Jan-Mrt/2013, h. 94.

7 Tajus Subki, dkk, “Analisis Yuridis Tindakan Pidana Penodaan Agama; (Putusan

Pengadilan Negeri Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/PN.Spg)”, E-Juornal Lentera Hukum, Vol. I/No.

1/ April 2014, h. 1.

Page 31: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

20

menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

penodaan agama, dengan Nomor Putusan 1537/Pid.B/2016/PN JKT.UTR. terdakwa

dijerat dengan pasal 156a tentang penodaan agama dan pasal 156 KUHP sebagai

alternatif dengan vonis hukuman 2 tahun kurungan penjara.

Bunyi Pasal 156a KUHP yaitu: “Dipidana dengan pidana penjara selama-

lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan

perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pokoknya bersifat permusuhan,

penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b.

Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang

bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Unsur-unsur dalam Pasal 156a menurut Adami Chazawi terdapat dua

kejahatan:

1. Kejahatan yang pertama unsur-unsurnya terdapat objektif dan subjektif.

Dari sudut objektif: “mengeluarkan perasaan, melakukan perbuatan yang

bersifat permusuhan terhadap penyalahgunaan penodaan agama, objeknya

adalah suatu agama yang dianut di Indonesia, dan dilakukan di muka

umum. Sementara dari sisi subjektifnya adalah kesalahan yang dilakukan

dengan sengaja”.

2. Kejahatan yang kedua, terdapat unsur-unsur objektif dan subjektif. Unsur

objektifnya, “perbuatannya mengeluarkan perasaan dalam artian

melakukan perbuatan, dilakukan di muka umum”. Unsur subjektifnya,

Page 32: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

21

adalah dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga

yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Bila telah terpenuhi unsur-unsur ini, maka dianggap telah melakukan tindak

pidana penodaan agama, dan kemudian diancam dengan sanksi pidana. Dengan

demikian, dapatlah dikatakan, dengan menggambungkan tindak pidana dan penodaan

agama, maka yang dimaksud dalam pengertian ini adalah tindakan yang mana

mencakupi seluruh unsur-unsur penodaan agama. Untuk hal ini, akan dijelaskan pada

pembahasan selanjutnya.

B. Delik Penodaan Agama

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelasan berkaitan tentang unsur-unsur

yang terdapat dalam Pasal 156a. Apabila terdapat tindakan yang mencakupi seluruh

unsur-unsur tersebut, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai penodaan

agama. Tentu, apabila unsur-unsurnya telah tercukupi, maka sanksi pidana akan

dibebankan kepada pelaku perbuatan tersebut. Namun perlulah diketahui, delik

agama sebenarnya mempunyai beberapa klasifikasi: Pertama, delik menurut agama.

Kedua, delik terhadap agama. Ketiga, delik yang berhubungan dengan agama. Delik

menurut agama, sebenarnya sangat minim tercantum dalam KUHP dibanding delik

pembunuhan, pencurian, penipuan atau perbuatan curang, penghinaan, fitnah, delik-

delik kesusilaan seperti zina, perkosaan dan sebagainya.8 Hal ini mengingat bahwa

KUHP bukanlah sebuah produk agama atau tradisi yang berkembang di Indonesia,

8 Randy A Adare, “Delik Penodaan Agama Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum Pidana di

Indonesia”, Jurnal Lex Et Societis, Vol. I/No. 1/Jan-Mrt/2013, h. 93-94.

Page 33: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

22

sehingga tidak mencakup delik menurut perspektif agama tertentu. Sementara delik

yang berhubungan dengan agama, tersebar dalam beberapa perbuatan seperti

merintangi pertemuan/upacara agama dan upacara penguburan jenazah (Pasal 175);

mengganggu pertemuan/upacara agama dan upacara penguburan jenazah (Pasal

176); menertawakan petugas agama dalam menjalankan tugasnya yang diizinkan dan

sebagainya.

Klasifikasi terakhir, yaitu mengenai delik terhadap agama, terdapat dalam

Pasal 156a KUHP. Yang perlu digaris bawahi, bahwa sebenarnya pasal ini pada

awalnya bukan langsung dari KUHP (wetboek van Strafrecht), melainkan dari

Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 (LN 1965 No. 3), dan ditempatkan pada Pasal

156a. Rumusan lengkapnya adalah:

Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa

dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:

pertama, yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan

terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; Kedua, dengan maksud agar supaya

orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendirikan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Dasar yang digunakan untuk memasukkan delik agama dalam KUHP

adalah sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai causa dasar negara Pancasila. 9

Adapun rumusan delik yang terkandung dalam Pasal 156a tersebut adalah10

:

1. Setiap orang

2. Di muka umum

3. Menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum

9 Randy A Adare, “Delik Penodaan Agama Ditinjau Dari Sudut Pandang Hukum Pidana Di

Indonesia”, ” Jurnal Lex Et Societis, Vol. I/No. 1/Jan-Mrt/2013, h. 94.

10 Ismahudi, “Analisa Pidana Hukum dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penistaan

Agama Di Indonesia”, Skripsi, (Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Pidana Universitas

Sumatera Utara Medan, 2008), h. 65.

Page 34: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

23

4. Untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama yang dianut di

Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama itu,

penfasiran atau kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran

agama itu.

Alasan mengapa dalam klasifikasi penodaan terhadap agama, seringkali

memasukkan Pasal 156a sebagai bahan rujukan utama, sebab dengan pasal tersebut,

menjadi umum digunakan oleh para hakim sebagai rujukan pada kasus penodaan

terhadap agama. Di samping itu, meskipun oleh sebagian pihak Pasal ini dianggap

multitafsir, namun dari sudut pandang lain, bahwa penodaan terhadap agama harus

tetap ada di dalam KUHP demi mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan

dan menjaga kesucian agama, melindungi umat dari kesesatan dan untuk melindungi

ketentraman beragama yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.11

Selain itu, sebenarnya masih terdapat klasifikasi penodaan terhadap agama,

yaitu pada Pasal 1 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965. Hanya saja, Undang-Undang

ini tidak diintegrasikan ke dalam KUHP. Adapun jenis perbuatan yang dilarang

dalam Pasal ini yaitu:

Dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan, atau

mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang suatu agama

yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang

menyerupai kegiatan dari agama itu, penafsiran dan kegiatan-kegiatan mana yang

menyimpang dari pokok ajaran agama itu. Hanya saja, berebeda dengan Pasal 156a,

ketentuan dalam Pasal 1 tersebut barulah dapat dipidana, menurut Pasal 3 Undang-

Undang No. 1/NPS/1965 apabila telah mendapat perintah dan peringatan keras untuk

11

Ibnu Tulaji Ahmad Al Mughoffary, “Analisis Muatan Materi Pasal Penodaan Agama

Dalam Kajian Politik Hukum Pidana”, Jurnal, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sunan Giri Malang, h. 1.

Page 35: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

24

menghentikan perbuatan itu melalui SK menteri Agama, Jaksa Agung dan Menteri

Dalam Negeri.

Masih mengenai Pasal 156a ini, menurut Mudzakkir: Pertama, 156a KUHP

adalah delik yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada norma hukum

administrasi atau pengenaan sanksi administrasi sebagaimana diatur dalam Pasal 2

dan meskipun pemberlakukan Pasal 156a berasal dari Pasal 4 yang dekat dengan

norma hukum pasal 3 keduanya memiliki kedudukan yang berbeda. Pasal 3 sebagai

sanksi pidana bidang hukum administrasi yang dipergunakan sebagai senjata

pamungkas ultimum remediu, sedangkan Pasal 4 yang mengatur amandemen KUHP

yaitu Pasal 156a KUHP dan setelah undang-undang dinyatakan berlaku maka

keberadaan Pasal 156a KUHP berdiri sendiri tidak diikat dengan ketentuan Pasal 2

Undang-Undang 1 PNPS Tahun 1964.

Kedua, persoalan yang terkait dengan interpretasi Pasal 156a KUHP

mengenai tahapan pengenaan sanksi pidananya harus didahului pengenaan sanksi

administratif, dari sanksi administratif yang paling ringan sampai kepada yang berat.

Kemudian wilayah kewenangannya diberikan kepada aparat penegak hukum dan

berada dalam tataran praktik penegakkan hukum pidana yang tidak atau bukan

menjadi kompetensi uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi. Rumusan Pasal 156a

KUHP telah memiliki rumusan hukum pidana untuk menyampaikan maksud dan

tujuan dilarangnya suatu perbuatan dan pemahaman norma hukum pidana dalam

Pasal 156a KUHP dilakukan secara komperhensif, sistematik, atau tidak parsial

Page 36: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

25

dalam hubungannya dengan penjelasan umum dan penjelasan Pasal 4 atau 156a

KUHP.12

Pasal ini mencakup pengertian bahwa seorang yang melakukan delik sesuai

dengan unsur-unsur dalam Pasal 156a, bisa saja dari kalangan agama itu sendiri, atau

dari eksternal agama yang melakukan penodaan. Misalnya untuk dari kalangan

internal, seorang yang beragama Islam menodai agama Islam itu sendiri, sementara

ekternal, seorang penganut agama Hindu menodai agama Kristen dimana tindakan

tersebut mencakupi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 156a.

C. Pengertian Jejaring Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang kehidupan sehari-harinya hidup

bersama dengan orang lain. Bertatap-muka satu dengan yang lainnya merupakan

kasus prototipikal dari interaksi sosial.13

Terdapat berbagai macam jenis pola

interaksi sosial, selain bertatap-muka secara langsung, kebutuhan manusia untuk

berinteraksi sosial dengan sesamanya kini dapat dipenuhi dengan berbagai macam

cara, salah satunya melalui jejaring sosial.

Jejaring sosial sendiri memiliki artian suatu struktur sosial yang dibentuk dari

simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi) yang dijalin dengan

12

Muhammad Fadlan Asif, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 156a (KUHP) Tentang

Tindak Pidana Penodaan Agama”, (Skripsi S-1 Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2015),

h. 52-54.

13 Peter L Berger dan Thomas Luckmann. 1966. Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Risalah

Tentang Sosiologi Pengethauan. Penerjemah Hasan Basri. (Jakarta: LP3S, 2012) Cet. 9, hlm. 39-40.

Page 37: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

26

satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll.14

Sebenarnya istilah jejaring sosial pertama kali diperkenalkan oleh Profesor J.A

Barnes pada tahun 1954, yang mengartikan jejaring sosial sebagai sebuah sistem

struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individu atau organisasi. Jejaring

sosial merupakan sebuah struktur sosial atau tatanan sosial di mana individu ataupun

organisasi yang terlibat di dalamnya memiliki hubungan yang spesifik.15

Pengertian jejaring sosial sedikit bergeser dari makna sebenarnya.

Jejaring/jaringan (network) dalam bidang teknologi seperti ilmu komputer

merupakan infrastruktur yang menghubungkan antara komputer maupun perangkat

keras (hardwere) lainnya. Akan tetapi kata ini semakin berkembang dari sekedar

istilah yang digunakan dalam teknologi komputer menjadi istilah yang akrab

digunakan dalam kajian budaya maupun sosial.16

Istilah jejaring sosial kini lebih akrab dengan media sosial, bahkan tidak

sedikit yang belum bisa membedakan antar keduanya. Dalam penelitian ini jejaring

sosial yang penulis maksud merupakan bagian dari karakterisitik media sosial yang

berkembang di masyarakat dewasa ini. Kemudian yang dimaksud dengan media

sosial adalah medium internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan

14

https://id.wikipedia.org/wiki/Jejaring_sosial, diakses pada tanggal 13 Maret 2017, pukul

10.50

15 https://www.idjoel.com/pengertian-jejaring-sosial-dan-macam-macam-jejaring-sosial/,

diakses pada tanggal 13 Maret 2017, pukul 10.55

16 Rulli Nasrullah, Media Sosial Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015) hlm. 16.

Page 38: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

27

dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna

lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual (online)17

Media jejaring sosial dapat digunakan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana

saja, sehingga dapat menjadi mediator agar bisa berinteraksi dengan pengguna

lainnya, serta menjadikan jejaring sosial sebagai media komunikasi yang efektif dan

efisien.18

Mengenai proses atau cara penggunaannyapun sangatlah mudah, pengguna

dapat mengaksesnya melalui perangkat elektronik yang sudah terhubung dengan

jaringan internet, baik melalui media komputer, handphone, gadget, atau perangkat

lainnya.

Social networking atau jejaring sosial merupakan bagian yang paling populer

dalam kategori media sosial. Jejaring sosial merupakan sarana yang bisa digunakan

pengguna untuk melakukan hubungan sosial, termasuk konsekuensi atau efek dari

hubungan sosial tersebut, di dunia virtual.

Karakter utama dari jejaring sosial adalah setiap pengguna membentuk

jaringan pertemanan, baik terhadap pengguna yang sudah diketahuinya dan

kemungkinan sering bertemu di dunia nyata (offline) mapun membentuk jaringan

pertemanan baru yang belum diketahuinya. Dalam banyak kasus, pembentukan

17

Rulli Nasrullah, Media Sosial Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015) hlm. 11.

18 Komang Sri Widiantari dan Yohanes Kartika Herdiyanto, “Perbedaan Intensitas

Komunikasi Melalui Jejaring Sosial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Remaja”,

Jurnal, Fakultas Psikologi Universitas Udayana, 2013.

Page 39: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

28

pertemanan baru ini berdasarkan pada sesuatu yang sama, misalnya hobi atau

kegemaran, sudut pandang politik, asal sekolah/universitas, atau profesi pekerjaan.19

Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di

dunia, tidak salah jika termasuk pasar potensial digital tentunya. Terbukti

berdasarkan data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII),

sampai saat ini pengguna internet di Indonesia telah mencapai 88,1 juta pengguna,

dengan 48 persen di antaranya merupakan pengguna internet harian. Kemudian

menurut data dari We Are Sosial, setidaknya pengguna internet di Indonesia

menghabiskan rata-rata sekitar 4 jam 42 menit untuk mengakses internet baik

menggunakan perangkat komputer, handphone, atau perangkat lainnya. Dipaparkan

juga bahwa ada sekitar 79 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia, berarti bisa

dikatakan setidaknya 30% penduduk Indonesia menggunakan media sosial.

Sementara untuk layanan atau jenis media sosial yang digunakan, Facebook masih

menempati peringkat pertama yang memiliki pengguna paling aktif di Indonesia

mengalahkan Google Plus dan Twitter.20

Ada banyak sistus jejaring sosial yang berkembang saat ini, namun hanya

beberapa situs jejaring sosial yang notabennya sudah sangat populer di kalangan

masyarakat Indonesia, baik berbentuk situs/web maupun berbentuk aplikasi seperti

Facebook, Twitter, Google Plus, Instagram, Path, dan beberapa aplikasi jejaring

19

Rulli Nasrullah, Media Sosial Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015) hlm. 40.

20 http://tekno.liputan6.com/read/2435997/3-fakta-mengejutkan-pengguna-internet-di-

indonesia, diakses pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 12.06.

Page 40: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

29

sosial lainnya. Adapula beberapa jejaring sosial yang memiliki fungsi lebih untuk

mengirim pesan teks sesama penggunanya (chatting) saja, seprti Blackberry

Massanger, Whatsapp, Telegram, Line dan jejaring sosial lainnya.

Penulis tidak akan menjelaskan fungsi dan kegunaan jejaring sosial tersebut

secara satu persatu, namun secara garis besar jika digunakan dengan positif tentunya

jejaring sosial memiliki banyak manfaat bagi siapa saja penggunanya. Seperti

Facebook, media sosial yang digunakan untuk mempublikasikan konten, seperti

profil, aktivitas, atau bahkan pendapat pengguna; juga sebagai media yang

memberikan ruang bagi komunikasi dan interaksi dalam jejaring sosial di ruang

siber. Fasilitas di Facebook seperti “wall” bisa dimanfaatkan pengguna untuk

mengungkapkan apa yang sedang disaksikan/dialami, bercerita tentang keadaan di

sekitar dirinya, hingga bagaimana tanggapannya terhadap situasi, misalnya, politik

pada saat ini.21

Selain memiliki fungsi untuk berinteraksi sesama penggunanya, sebenarnya

ada beberapa fungsi lain yang bisa dimanfaatkan dari jejaring sosial, diantaranya :

1. Network Jurnalism merupakan cara bagaimana setiap individu

masyarakat dapat berkontribusi dalam menyebarkan informasi satu sama

lain.

2. Friendvertising merupakan konsep yang tidak hanya menunjukkan dan

terbatas pada pengguna yang dimanfaatkan dengan kompensasi tertentu

21

Rulli Nasrullah, Media Sosial Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015) hlm. 40.

Page 41: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

30

untuk menceritakan sebuah produk atau jasa kepada pengguna lain.

Konsep ini juga menunjukkan bagaimana kekuatan pengguna media

sosial untuk menjangkau konsumen dalam jaringan pertemanan di media

sosial.

3. Public Relation (PR) atau Hubungan Masyarakat (Humas) merupakan

salah satu manfaat yang dapat menghubungkan satu dengan yang

lainnya, termasuk dalam hal pengiklanan atau pelayanan perusahaan.22

D. Landasan Hukum Tindak Pidana Penodaan Agama Melalui Jejaring

Sosial

Perkembangan teknologi menunjukkan arah yang tidak terprediksi. Di satu

sisi memudahkan kerja-kerja manusia, namun di sisi lain dapat dengan mudahnya

dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan suatu

kejahatan, seperti penipuan, cyber crime, atau bahkan melakukan tindak pidana

penodaan agama melalui jejaring sosial. Jejaring sosial seperti facebook, twitter,

path, instagram dan lain sebagainya, acap kali menjadi instrumen penodaan terhadap

agama akhir-akhir ini.

Jawaban yang pasti adalah menghadapi perkembangan teknologi ini dari

segala sisinya, baik dengan memperbaiki mental, menata politik yang lebih etis,

22

Rulli Nasrullah, Media Sosial Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015) hlm. 169 dan 178

Page 42: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

31

hingga membuat regulasi atau hukum yang mampu menangkal dan meminta

pertanggungjawaban dari orang yang melakukan tindakan penodaan terhadap agama.

Di Indonesia, kebebasan beragama telah dijamin dalam Undang-Undang

Dasar 1945, Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2 yaitu: “Pertama, setiap orang bebas memeluk

agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,

memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah

negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Kedua, setiap orang berhak atas

kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati

nuraninya”.23

Meski kebebasan beragama telah dijamin, perlu instrumen untuk melindungi

kebebasan tersebut. Dalam hal ini implementasi jaminan tersebut tertuang pada Pasal

156 dan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Undang-Undang No.

1/PNPS/1965. Hanya saja, kedua aturan tersebut belum mencakup perbuatan yang

dilarang apabila dilakukan melalui media jejaring sosial, atau berkaitan dengan

informasi dan transkasi elektronik, maka diperlukan lebih lanjut regulasi yang

mengatur kejahatan tersebut. Aturan tersebut terdapat pada Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagai jawaban akan

tuntutan perkembangan teknologi dan informasi.

Undang-Undang ini kemudian menjadi rujukan dan dasar dalam tindak

pidana penodaan agama yang berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik,

23

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 (e) ayat 1 dan 2.

Page 43: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

32

yang mana dapat digunakan oleh Aparat Penegak Hukum untuk menjerat pelakunya.

Dalam Pasal 28 (e) ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik menyebutkan tindakan apa saja yang dilarang. Rumusan

lengkapnya yaitu: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan

informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan

individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan

antar golongan (SARA)”.24

Tujuan pasal ini adalah mencegah terjadinya

permusuhan, kerusuhan, atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat

informasi negatif yang bersifat provokatif. Sebagai contoh, apabila seorang

menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap

suku/agama tertentu dengan maksud untuk menghasut masyarakat untuk membenci

atau melakukan anarkisme terhadap kelompok tertentu.25

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 28 (e) ayat 2 Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan

melihat putusan Nomor 45/Pid.B/2012/PN.MR terkait kasus penyebaran informasi

yang menimbulkan kebencian, yaitu:

1. Setiap orang

2. Dengan sengaja dan tanpa hak

24

Pasal 28 (e) ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

25 Muhammad Andri Fauzan Lubis, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang No 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal, Medan: Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, 2013, h. 10.

Page 44: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

33

3. Menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa

kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok tertentu

berdasarkan Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA)26

Secara singkat, dasar hukum dalam tindakaan penodaan terhadap agama,

tercantum dalam KUHP Pasal 156 dan 156a, serta Undang-Undang No. 1/NPS/1965.

Kedua regulasi tersebut dapat dijadikan salah satu rujukan dasar aparat penegak

hukum untuk menjerat dan meminta pertanggungjawaban kepada pelaku yang

melakukan penodaan terhadap agama. Kemudian apabila perbuatan tersebut

dilakukan melalui jejaring sosial, maka dasar hukumnya adalah Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

E. Tindak Pidana Penodaan Agama Melalui Jejaring Sosial

Dasar hukum bagi tindak pidana penodaan terhadap agama, adalah Pasal 156

dan 156a KUHP, serta Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Tindak Pidana

Penodaan Agama. Yang terakhir disebutkan adalah pelengkap dari yang pertama,

adapun jika tindakan tersebut dilakukan melalui jejaring sosial maka landasan

hukumnya adalah Undang-undang No 11 Tahun 2008 Pasal 28 (e) ayat 2, yaitu

mencakup tindakan atau perbuatan yang dilarang berkaitan dengan informasi dan

transaksi elektronik.

26

Muhammad Andri Fauzan Lubis, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang No 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal, Medan: Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara, 2013, h. 11.

Page 45: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

34

Pasal 28 (e) ayat 2 UU ITE tidak secara langsung mengatur mengenai tindak

pidana penodaan agama secara konvensional maupun tindak pidana penodaan agama

melalui jejaring sosial, tetapi unsur-unsur di dalam pasal 28 (e) ayat 2 UU ITE

identik dan memiliki beberapa kesamaan pada tindak pidana penodaan agama

konvensional yang diatur dalam UU No 1 PNPS/1965 dan pasal 156a KUHP dan

memiliki karakteristik khusus yaitu telah diakuinya bukti, media elektronik, dan

adanya perluasan yurisdiksi dalam UU ITE.

Oleh sebab itu, karena adanya dua aturan dimana terdapat dua pasal dalam

Undang-Undang mengatur hal yang identik yaitu tindak pidana penodaan agama

antara UU No 1 PNPS/1965 dan 156a KUHP dengan Pasal 28 (e) ayat 2 UU ITE

serta terdapat penafsiran yang hamper sama dalam kedua pasal tersebut.

Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara menerapkan asas atau

doktrin lex specialis derogate legi generalis. Dengan simpulan, Pasal 28 (e) ayat 2

UU ITE memiliki unsur yang lebih spesifik dibandingkan dengan UU No 1

PNPS/1965 atau 156a KUHP.

Selain karena memiliki karakteristik unsur yang lebih spesifik dalam konteks

pemidanaan pada tindak pidana penipuan online, pasal 28 (e) ayat 2 UU ITE telah

memenuhi beberapa prinsip dalam asas lex specialis derogat legi generalis yaitu: 27

1. Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap

berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut.

27 Rizki Dwi Prasetyo, “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan Online

Dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia”, Jurnal, Malang: Fakultas Hukum Universitas Brawijaya,

2014, h. 9.

Page 46: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

35

2. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-

ketentuan lex generalis (Undang-undang dengan Undang-undang).

3. Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum

(rezim) yang sama dengan lex generalis.

Pelarangan tindakan tersebut, tentu menimbulkan sanksi bagi pelaku bila

unsur-unsurnya terpenuhi. Mengenai sanksi ini dapat kita lihat pada Pasal 45 ayat 2

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

dengan rumusan: “setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.28

Dengan demikian, apabila terpenuhi unsur-unsur yang terkandung pada Pasal

28 (e) ayat 2, maka sanksi pidananya adalah enam tahun penjara atau denda

sebanyak satu miliar rupiah. Perlu ditegaskan, kata-kata dalam pasal ini berarti dalam

penjatuhan hukumannya oleh hakim dapat bersifat alternatif (memilih) atau dapat

bersifat kumulatif (menggabungkan). Itu berarti, seorang yang melanggar pasal ini,

bisa saja akan dijatuhi hukuman penjara dan denda sekaligus.29

28

Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Tindak Pidana Penodaan

Agama Melalui Jejaring Sosial.

29 Muhammad Andri Fauzan Lubis, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang No 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal, h. 10-11.

Page 47: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

36

BAB III

TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA

DITINJAU DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Tindak Pidana Penodaan Agama dalam Islam

Setiap manusia yang terlahir ke dunia pasti memiliki hak-hak yang sama,

karena tanggung jawab yang merupakan kewajiban-kewajiban mesti dilaksanakan

sebagai bentuk salah satu konsekuensi dalam hidup. Allah sebagai khaaliq

menginginkan agar manusia dapat mencapai titik kesempurnaan dalam kehidupannya.

Islam yang diturunkan langsung kepada Nabi Muhammad SAW menawarkan suatu

konsep ajaran yang menghendaki umatnya agar mencapai kesuksesan, baik di

kehidupan dunia, maupun akhirat.

Rahmatan lil „alamin, yaitu rahmat bagi seluruh alam merupakan acuan bagi

seluruh umat Islam agar senantiasa dapat mengasihi satu sama lain terhadap

sesamanya. Lahir pada awal abad ke 6 masehi, secara perlahan Islam dapat diterima

dengan baik pada masanya. Muncul dengan misi penghapusan perbudakan pada

masanya, merupakan salah satu sendi menculnya hak asasi manusia. Secara bertahap

(tadarruj) Islam mengajarkan manusia untuk menghargai hak-hak hidup seseorang,

dan meyakini bahwa kehidupan serta kematian itu merupakan hak mutlak milik Allah

SWT sebagai pencipta. Yang perlu digaris bawahi, saat itu Islam juga mengajarkan

kepada manusia suatu konsep hak asasi yang penting, yaitu hendaklah hak orang

banyak (publik) diutamakan dibanding hak perseorangan (individu).

Page 48: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

37

Sejak awal Islam datang membawa ajaran tentang hak asasi manusi (HAM),

bahkan menurut Al-Maududi pun Piagam Magna Charta baru muncul 600 tahun

setelah kedatangan Islam. Diperkuat lagi oleh pandangan Weeramantry bahwa

pemikiran Islam mengenai hak-hak di bidang sosial, ekonomi dan budaya telah jauh

mendahului pemikiran Barat.1 Sejarah Islam mencatat dalam butiran Piagam Madinah

pasal 23 dan 42 dijelaskan bahwa Nabi adalah pemimpin bersama warga Madinah

yang bertugas menyelesaikan masalah duniawi bagi kaum non-Muslim. Sedangkan

pasal 25 menyatakan tersedianya kebebasan beragama dan mengamalkan agamanya.2

Ini membuktikan bahwa Islam membawa konsep mengenai kebebasan dalam

beragama atau berkeyakinan yang keberadaanya tidak lagi terbantahkan posisinya. Ini

sesuai dengan firman Allah SWT dalam Q.s. Al Baqarah (2): 256:

الرشد من الغي فمن يكفر بالطاغوت وي ؤمن باهلل ف قد آلإكراه ف ين قد ت ب ي الد

)البقرة/٦ : ٦٥٦( يع عليم استمسك بالعروة الوثقى ل انفصام لا واهلل س

Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah

jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar

kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang

kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar

lagi Maha Mengetahui.”

1 Ahmad Mukri Aji, “Hak dan Kewajiban Asasi dalam Perspektif Islam”, Jurnal, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2015, h.1-2.

2 Syukron Kamil, Andy Agung Prihatna, dkk, Syariah Islam dan HAM, (Jakarta: CSRC,

2007) h. 17.

Page 49: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

38

Kajian hukum pidana Islam dikenal dalam ilmu syariah disebut dengan istilah

jinayah atau jarimah. Sebagian fuqaha (ahli syariah) membedakan antara jarimah

dan jinayah. Jarimah diartikan pada semua jenis pelanggaran pidana Islam.

Sedangkan jinayah hanya untuk pelanggaran atau pidana yang menyangkut jiwa atau

anggota badan saja.3

Jarimah mengklasifiaksikan tindak pidama dilihat dari berat ringannya

hukuman menjadi tiga jenis, yaitu hudud, qishas diyat, dan ta‟zir.

Jarimah hudud merupakan perbuatan yang melanggar hukum, namun jenis

dan ancamannya telah ditentukan oleh nash, yang diberlakukan hukuman had (hak

Allah). Contohnya kejahatan seperti pencurian, perampokan, murtad (keluar dari

agama Islam), dan lain-lain. Selanjutnya Jarimah qishash diyat adalah perbuatan

yang hukumannya berupa balasan setimpal. Sedangkan diyat merupakan hukuman

ganti rugi yang telah ditentukan batasnya, tidak ada batas terendah dan tertinggi,

tetapi menjadi hak perseorangan (si korban dan walinya), contohnya seperti

pembunuhan.

Sedangkan yang dimaksud dengan jarimah ta‟zir menurut etimologis yaitu

menolak atau mencegah, sementara secara terminologis adalah hukuman yang kadar

ukurannya tidak disebutkan oleh syara‟ (hukum Islam) dan sepenuhnya dibebankan

kepada penguasa/hakim. Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana

(jarimah) jika perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur jarimah, menurut

3 Syukron Kamil, Andy Agung Prihatna, dkk, Syariah Islam dan HAM (Jakarta: CSRC, 2007)

hlm. 89-90

Page 50: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

39

Wardi Muslich dalam bukunya, yang dikutip dari pendapat Abdul Qadir Audah yang

dimaksud unsur-unsur jarimah terbagi menjadi tiga jenis4 :

1. Unsur Formal, secara jelas adanya larangan perbuatan tersebut untuk

tidak dilakukan dan disertai dengan adanya hukuman atas perbuatan

tersebut yang bersumber dari nash (ketentuan), baik dari al Qur‟an

maupun Hadist. Dalam hukum positif unsur ini dikenal dengan istilah

asas legalitas.

2. Unsur Material, yaitu adanya unsur tindakan yang terbentuk baik kerena

melakukan perbuatan yang dilarang, maupun karena meninggalkan

perbuatan yang diharuskan, sehingga terbentuklah jarimah.

3. Unsur Moral, maksudnya pelaku yang melakukan perbuatan jarimah

haruslah paham dan mengerti betul dampak serta konsekuensi dari apa

yang diperbuat, dan sudah termasuk dalam kategori mukallaf (yang sudah

dibebani).

Aturan dalam hukum pidana Islam membuktikan bahwa antara hukum pidana

positif yang berlaku di Indonesia dengan hukum Islam memiliki kesamaan tujuan,

yaitu untuk memelihara ketentraman serta menjaga kelangsungan hidup bagi seluruh

masyarakat.5 Ini sejalan dengan tujuan ditetapkan hukum syara‟ yang dikenal dengan

4 A. Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004) Cet. 1, h. 13.

5 Ibid, hlm. 15.

Page 51: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

40

istilah maqashid al syariah yaitu bertujuan untuk mencapai kemaslahatan baik di

dunia maupun di akhirat.

Pada prinsipnya maqashid al syariah merupakan mengambil manfaat dan

menolak kemudharatan.6 Maqashid al syariah terdiri dari dua kata, maqashid dan

al-syariah. Kata maqashid adalah jamak dari kata maqshad yang berarti maksud dan

tujuan, sedangkan syariah mempunyai pengertian hukum-hukum Allah yang

ditetapkan untuk manusia yang menjadi pedoman untuk mencapai kebahagiaan hidup

di dunia maupun di akhirat. Maka yang dimaksud dengan maqashid al syariah berarti

nilai-nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum dan merupakan tujuan-tujuan

yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum.7

Dalam tahap realisasinya, al Shaitibhi menunjukkan maqashid al syariah itu

kepada lima bidang8 :

1. Memelihara agama (hifdz al-Din)

Hifdz al-Din merupakan elemen penting dalam terbentuknya maqashid al

syariah, seseorang diperintahkan untuk senantiasa menjaga keutuhan

agamanya. Ini juga ada kaitan erat dengan larangan untuk melakukan

perbuatan penodaan agama, setiap kita dianjurkan agar senantiasa menjaga

keutuhan agamanya dengan menjalankan semua aturan yang telah

6 Jaenal Aripin dan Azharudin Lathif, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press,

2006) h. 80.

7 Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syariah dalam Islam, Jurnal, Fakultas Agama Islam,

Univ. Islam Sultan Agung

8 Jaenal Aripin dan Azharudin Lathif, Filsafat Hukum Islam, hlm. 80

Page 52: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

41

diperintahkannya, dan menjauhi segala larangannya. Bahkan tidak sedikit

ulama mengkategorikan siapa saja yang tidak mentaati aturan agama, maka

dia dianggap sudah keluar dari agamanya (murtad).

2. Memelihara jiwa (hifdz al-Nafs)

Konsep ini sejalan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam perspektif

Islam, sejak dari pertama kemunculannya peranan hifdz al-Nafs berkembang

menjadi suatu kajian fikih jinayah yang mengatur tentang tindak pidana,

seperti aturan bagi pelaku tindak pidana pembunuhan, hal ini merupakan bukti

bahwa Islam memberikan perhatian lebih terhadap umatnya dalam menjaga

atau memelihara jiwa/nyawa.

3. Memelihara akal (hifdz al „aql)

Konsep hifdz al „aql tidak jauh berbeda dengan hifdz al-Nafs, ini tertuang

dalam aturan fikih jinayah yang melarang untuk meminum minuman keras,

karena dapat memabukan dan merusak akal atau pikiran.

4. Memelihara keturunan (hifdz al Nasl)

Konsep Hukum Keluarga (Ahwalu Syahsiah) merupakan bagian yang

lahir untuk mecapai hifdz al Nasl, Islam mengatur hal-hal secara detail dalam

semua aspek kehidupan, termasuk dalam berkeluarga. Konsep ini

memaparkan bagaimana aturan dalam perkawinan, anak, waris, dan

sebagainya.

Page 53: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

42

5. Memelihara harta (hifdz al-Mal)

Muamalah atau aturan untuk berinteraksi sosial yang mencakup aturan

terkait menjaga harta, baik dalam bentuk jual beli, pinjam meminjam, atau

yang lainnya. Ini sejalan dengan tujuan dari disyariatkannya hukum itu

sendiri, yaitu memelihara harta atau hifdz al-Mal.

Tindak pidana penodaan agama dalam Islam, secara spesifik penulis tidak

menemukan kajian khusus yang membahasnya. Namun sebagian besar ulama

berpendapat bahwa tindakan penodaan agama dapat dikategorikan sebagai tindakan

yang mendekatkan kepada perilaku murtad bagi seorang muslim. Pengkategorian

tersebut dapat didasari dari bentuk atau jenis perbuatan penodaan agamanya, karena

perbuatan penodaan agama berkembang menjadi berbagai macam jenisnya, yang

perlu diperhatikan adalah apakah perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur dari

perilaku murtad (riddah) atau tidak.

Secara etimologis, kata riddah merupakan isim mashdar dari (ارتداد) yang

berarti mundur, atau kembali ke belakang.9 Ibrahim Unais dan kawan-kawan dalam

kamus Al-Mu‟jam Al-Wasith jilid I mengemukakan bahwa riddah berasal dari kata:

عو وصرفو .yang artinya menolak dan memalingkannya ,رده ردا وردة : من 10

Seorang

9 M. Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) hlm. 63.

10 A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) cet. 2, hlm.119.

Page 54: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

43

pakar Arab, Raghib Ishafani, menyatakan: Irtidad dan Riddah berarti kembali dari

satu jalan yang sebelumnya dilewati.11

Sementara secara terminologis, Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan sebagai

berikut12

:

كفر بالقول امل لفعل با أو أو الرجوع عن دين اإلسالم إل الكفر سواء بالن ية

Artinya: “Keluar dari agama Islam menjadi kafir, baik dengan niat, perkataan,

maupun perbuatan yang menyebabkan orang yang bersangkutan dikategorikan

kafir/kufur”.

Sedangkan menurut Abdul Qodir Audah berpendapat sebagai berikut:

الرجوع عن اإلسالم اوقطع اإلسالم

“Kembali (keluar) dari agama Islam atau memutuskan (keluar) dari agama

Islam ”

Dengan demikian yang dimaksud dengan murtad adalah keluarnya seorang

muslim dari agama yang dianutnya (Islam) kepada kekafiran baik bersifat melalui

perkataan maupun perbuatan. Yang dimaksud dengan murtad disini, jika seseorang

tersebut (telah) menjadi seorang muslim sejak lahir lalu menjadi kafir (murtadd fitri),

atau sebelumnya kafir, kemudian memeluk Islam dan kembali kafir (murtadd milli).

Allamah Hilli, salah satu fakih terkemuka Syiah, memberikan definisi murtad

secara lebih cermat dan spesifik, sekaligus menyebutkan beberapa pola tindakannya:

11

Sayyid Husain Hasyimi, Hukum Murtad Hak Allah atau Manusia, Penerjemah: Nasir

Dimyati (Jakarta: Sadra International Institute, 2005), hlm. 1.

12 M. Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) hlm. 64.

Page 55: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

44

“Murtad berarti telah menjadi muslim, seseorang kemudian menjadi kafir.

Murtad dapat terjadi dengan salah satu tindakan berikut: bersujud di hadapan

berhala, menyembah matahari, membuang Al Qur‟an ke tempat sampah, serta

tindakan lainnya yang jelas-jelas bernuansa pelecehan atau penodaan. Atau

lewat ucapan, misalnya mengatakan kalimat yang jelas-jelas mengingkari

suatu kewajiban atau keharaman sesuatu yang merupakan ihwal penting

dalam agama, terlepas apakah ucapan itu didasari kebencian atau bertolak dari

keyakinan tertentu atau bermaksud melecehkan.”13

Keyakinan merupakan hal yang sakral bagi seorang muslim, oleh karenanya

seorang muslim tidak serta merta dianggap murtad atau keluar dari Islam kecuali jika

terbukti yang bersangkutan benar-benar menyatakan atau melakukan sesuatu yang

menyebabkan dia kufur serta diiringi dengan keyakinan di dalam hatinya.

Sayyid Sabiq mengkategorikan penyebab kufurnya seorang muslim baik

dengan perkataan maupun perbuatan antara lain:14

1. Mengingkari keesaan Allah SWT, ingkar akan adanya malaikat, Nabi,

tidak percaya akan datangnya hari kiamat, serta mengingkari apa-apa

yang sudah diwajibkan oleh Islam bagi umatnya, seperti shalat, zakat, haji

dan lain sebagainya.

2. Menghalalkan yang haram, seperti minum khamr (minuman yang

memabukan), zina, riba, dan makan daging babi.

3. Mengharamkan yang halal, contohnya jenis makanan yang halal dirubah

menjadi haram hukumnya.

13

Hasimi, Sayyid Husain, Hukum Murtad Hak Allah atau Manusia, Terjemahan, Nasir

Dimyati, hlm. 2.

14 M. Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) hlm. 65.

Page 56: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

45

4. Mencaci atau menghina Nabi Muhammad SAW, dan nabi-nabi yang

lainya.

5. Mencaci dan menghina Al Qur‟an dan sunnah Nabi.

6. Mengaku bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Allah SWT.

7. Melemparkan Al Qur‟an atau Kitab Hadist ke dalam kotoran, dengan

maksud untuk menghinakan dan meremahkan ajaran-ajaran yang

terkandung di dalam Al Qur‟an.

8. Meremahkan salah satu nama dari nama-nama Allah SWT, begitupun

meremehkan perintah-perintah maupun larangannya.

Dari definisi yang sudah dipaparkan diatas, dapat diketahuai bahwa unsur-

unsur jarimah bagi pelaku murtad ada dua macam, yaitu15

:

1. Kembali (keluar) dari Islam

Maksudnya, keluar dari Islam itu adalah meninggalkan agama Islam

setelah tadinya mempercayai dan meyakininya. Unsur ini terpenuhi baik

dengan cara perbuatan, ucapan, atau dengan itikad atau keyakinan. Contohnya

seperti enggan melaksanakan salah satu dari rukun Islam, menyatakan bahwa

dirinya sebagai Nabi, menghina Allah SWT, menolak meyakini akan

keberadaannya rukun Iman, dan sebagainya. Yang perlu dicatat adalah,

seseorang dapat diakategorikan murtad apabila ia berakal sehat, maka orang

yang tidak berakal pernyataan murtadnya dianggap tidak sah. Bagi seorang

15

A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) cet. 2, hlm.126.

Page 57: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

46

anak kecil yang belum tamyiz, fuqaha berbeda pendapat, sebagian

mengatakan baligh atau dewasa bukan merupakan sahnya murtad, sedangkan

sebagian yang lain berpendapat bahwa seorang anak mumayiz apabila ia

menyatakan murtad, maka sah secara hukum.

2. Niat Melawan Hukum

Tindakan seseorang dapat dikategorikan sebagai murtad apabila

perbuatan atau ucapannya yang menunjukan kepada ke kafiran secara utuh dia

sadari dan ketahui konsekuensinya. Namun apabila seseorang tidak menyadari

dan mengetahui baik perkataan maupun perbuatannya menunjukan kekafiran,

maka dia tidak termasuk murtad.

B. Sejarah Penodaan Agama dalam Islam

Dalam beberapa hadist disebutkan bahwa setelah wafatnya Rasulullah banyak

sahabat yang murtad, walau sebagian pakar beranggapan yang dimaksud murtad

disini adalah bukan secara terminologis, melainkan masyarakat yang mengingkari

ikrar wilayah dan kepemimpinan mereka, sekalipun secara lahiriah dan atas dasar

taqiyah.

Sejarah Islam mencantat tentang kemurtadan yang dilakukan oleh ashab al-

riddah terjadi pada periode khalifah pertama Abu Bakar Shidiq, diantaranya dipimpin

oleh Musailamah al-Kadzab, Thulaihah, dan Isa yang benar-benar keluar dari Islam

dan memusuhi Islam.

Page 58: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

47

Pada masa pemerintahan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, perselisihan

dan kerancuan intelektual telah mencapai klimaksnya. Ali bin Abi Thalib menyikapi

kaum Khawarij dengan metode yang begitu mengagumkan. Walaupun mereka telah

melakukan kekerasan menggunakan senjata, Ali bin Abi Thalib menganggap dan

memerangi mereka sebagai kelompok al-baghyu „pemberontak‟. Namun sebelum

memulai perang, beliau terlebih dahulu mengirim Abdullah bin Abbas untuk

berdialog dengan mereka guna menangani kerancuan pemahaman mereka.16

Penodaan agama terhadap agama Islam berkembang menjadi berbagai macam

jenisnya di dunia, baik yang bersifat menyimpang dari ajaran Islam, maupun yang

secara utuh benar-benar memusuhi Islam. Indonesia sebagai Negara dengan

penduduk muslim terbanyak di dunia, memiliki peluang besar untuk timbulnya

ajaran-ajaran yang keluar dari syariat Islam yang bersumber dari Al Qur‟an dan

Hadist. Contoh kasus yang dianggap sebagai penodaan agama adalah keberadaannya

Ahmadiyah, yang mengubah pokok ajarannya yaitu meyakini bahwa Mirza Ghulam

Ahmad merupakan Nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Padahal dalam Islam sudah

jelas menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan khatamul anbiya (Nabi

terakhir). Keyakinan inilah yang dianggap menyimpang dan dikategorikan sebagai

bentuk penodaan agama terhadap Islam, dan masih banyak kajian mengenai penodaan

agama dalam Islam.

16

Hasimi, Sayyid Husain, Hukum Murtad Hak Allah atau Manusia, Terjemahan, Nasir

Dimyati, hlm. 85.

Page 59: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

48

C. Landasan Hukum dan Sanksi Penodaan Agama

Penetapan suatu hukum tidak bisa secara sembarangan dilakukan, penetapan

hukum haruslah didasari dengan sumber-sumber yang jelas. Begitupun halnya

penetapan hukum Islam, harus didasari dengan pijakan atau alasan yang disebut

dengan sumber hukum. Seiring berkembanganya zaman, maka berkembang pulalah

permasalahan-permasalahan baru yang bersifat kontemporer yang belum pernah

terjadi sebelumnya pada masa Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah masih hidup,

semua persoalan dapat ditanyakan langsung kepada Rasul, namun setelah Nabi wafat,

kepada siapa lagi dapat menanyakan permasalahan yang terjadi? Oleh karena itu,

untuk menjawab semua permasalahan yang terjadi, baik dalam bidang ekonomi,

sosial politik, budaya, hingga teknologi informasi maka sepatutnya kita bersumber

kepada apa yang telah diwariskan oleh Rasul, yaitu Al Qur‟an dan Hadist.

Hukum pidana Islam merupakan bagian dari serangkaian risalah Islam. Ia

memiliki sumber hukum utama, seperti halnya sumber dari agama Islam, yaitu Al

Qura‟an dan Hadist.17

Dalam kajian penodaan agama yang dilakukan oleh seorang

muslim, perbuatannya dapat dikategorikan sebagai perbuatan murtad apabila telah

memenuhi unsur-unsur murtad seperti yang dipaparkan penulis sebelumnya.

Mengenai landasan bagi pelaku tindak pidana murtad, nash sudah membahasnya

dalam Al Qur‟an dan Hadist

1. Al Qur‟an

17

Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam (Bogor: Ghali Indonesia,

2009) hlm. 12.

Page 60: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

49

Allah berfirman dalam Q.s. Al-Baqarah (2): 217:

ن يا واآلخرة ر فأولئك حبطت أعمال ف يمت وىو كاف دينو عن منكم ي رتدد ومن م ف الد

)البقرة/٦ : ٦٧٧( وأولئك أصحاب النار ىم فيها خالدون

Artinya: “Barang siapa yang murtad di aantara kamu dari agamanya, lalu

dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di

dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di

dalamnya”.

Taubat dari seorang yang murtad bisa diterima manakala ia tidak

mengulangi lagi kemurtadannya. Jika ternyata ia mengulangi lagi perbutan

tersebut, maka taubatnya tidak diterima. Mengenai hal ini, Allah berfirman

dalam Q.s. An-Nisa (4): 137:

ول لي غفر لم و اللو يكن ل كفر ا ازدادوا ث كفروا ث آمنوا ث كفروا ث آمنوا الذين إن

(٧٣٧: ٤)النساء/ سبيال لي هدي هم

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang beriman kemudian kafir, kemudian

beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka

sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak

(pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus”.

Ayat lain menjelaskan dalam Q.s. Ali „Imran (3): 85:

ر سالم ومن ي بتغ غي دين ا ف لن ي قبل منو وىو ف اآلخرة من الاسرين اإل

(٧٣٧: ٤)النساء/

Page 61: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

50

Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agam Islam, maka sekali-kali

tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk

orang-orang yang rugi”

2. Hadist

Selain dalil yang bersumber dari Al Qur‟an, hadist merupakan sumber

hukum selanjutnya yang menjadi rujukan. Rasulullah menjelaskan dalam

sebuah hadist dari Abdullah bin Mas‟ud RA, Rasulullah bersabda:

التارك اللو إل ثالثة ن فر سلم يشهد أن ل إلو إل اهلل وأن رسول ل يل دم رجل م

فارق لللجماعة والث يب الزان والن فس بالن فس )رواه مسلم(سالم امل اإل

Artinya: Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak

ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah,

kecuali dari tiga orang berikut ini; seseorang yang murtad dari Islam dan

meninggalkan jama'ah, orang yang telah menikah tapi berzina dan seseorang

yang membunuh orang lain." (H.r. Muslim).

Ikrimah memperkuat lagi mengenai hukuman bagi pelaku murtad,

Rasulullah bersabda :

أنا كنت لو ف قال عباس ابن ذلك ف ب لغ فأحرق هم بزنادقة عنو اللو رضي ت أ علي

بوا ل وسلم عليو اللو صلى اللو رسول لن هي أحرق هم اللو ولقت لت هم بعذاب ت عذ ل

ت لوه دينو بدل من وسلم عليو اللو صلى (البخارى رواه) فاق لقول رسول اللو

Page 62: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

51

Artinya: Beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali ra, lalu

Ali membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas, sehingga ia

berkata : Kalau aku, tak akan membakar mereka karena ada larangan

Rasulullah saw yang bersabda: "Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan

Allah, " dan aku tetap akan membunuh mereka sesuai sabda Rasulullah saw :

"Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!" (H.r. Bukhari)

Sanksi bagi pelaku tindak pidana riddah, terbagi menjadi tiga macam

sanksi, yaitu sanksi utama, sanksi pengganti, dan sanksi tambahan.

Sanksi utama bagi pelaku murtad para ulama sepakat dikenakan hukuman

had yaitu hukuman bunuh, ini berdasarkan dari hadist Nabi diatas. Sementara

itu, para ulama berbeda pendapat apabila pelaku murtad itu seorang wanita.

Abu Hanifah berpendapat, tidak dikenakan hukuman bunuh apabila pelaku

murtad seorang wanita, dia hanya wajib dikurung dan disuruh bertaubat

sampai dia kembali beragama Islam.18

Sanksi pengganti berlaku hanya dalam dua keadaan saja, yaitu19

:

a. Taubatnya pelaku, maka gugurlah sanksi utama, kemudian hakim

memiliki wewenang untuk mengganti dengan hukuman ta‟zir yang

sesuai dengan keadaan pelaku perbuatan tersebut.

b. Karena syubhat yang mengakibatkan gugurnya sanksi utama, seperti

pandangan Imam Abu Hanifah yang menggugurkan hukuman mati

bagi pelaku wanita dan anak-anak, maka dalam kondisi ini pelaku

perbuatan itu (wanita dan anak-anak) dipenjara dengan masa tahanan

18

M. Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) hlm. 68.

19 A. Wardi Muslich,, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) cet. 2, hlm. 130.

Page 63: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

52

yang tidak terbatas, kemudian dipaksa untuk kembali ke agama

Islam.

Sanksi tambahan terhadap pelaku murtad adalah hilangnya kepemilikan

terhadap hartanya (al-mushadarah). Para ulama sepakat bahwa status harta

pelaku murtad akan kembali seperti semula, apabila pelaku kembali memeluk

Islam. Demikian pula para ulama sepakat bahwa apabila pelaku murtad

meninggal dunia atau telah dihukum bunuh, atau bergabung dengan pihak

musuh (orang-orang kafir), hilanglah hak kepemilikan atas hartanya.20

Lalu bagaimana sikap seorang muslim terhadap pelaku jarimah murtad?

Ulama Hanafiyah berpendapat, sebelum dilakukan hukuman bunuh, pelaku

murtad dianjurkan untuk diberi kesempatan bertaubat terlebih dahulu

(pembahasan lebih jelasnya, akan dibahas pada bagian selanjutnya).

Sementara jumhur ulama menyatakan, memberikan kesempatan untuk

bertaubat bagi pelaku murtad merupakan suatu kewajiban.

Mengenai tenggang waktunya, sebagian ulama memberi tempo selama

tiga hari. Sementara sebagian ulama yang lainnya tidak memberikan batas

tenggang waktu, namun secara berulang-ulang menyuruh pelaku murtad untuk

bertaubat sampai ada dugaan kuat bahwa pelaku tetap teguh terhadap

20

M. Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) hlm. 70-

71.

Page 64: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

53

pilihannya untuk keluar dari Islam; dan pada saat itulah hukuman bunuh

dilaksanakan.21

Pelaku murtad yang telah dikenakan hukuman (bunuh), maka ia tidak

dimandikan, tidak juga dishalati, serta tidak dimakamkan di pemakaman kaum

muslim. Harta orang murtad tidak boleh diwariskan, tetapi menjadi fay‟i kaum

muslimin yang dapat dipergunakan untuk kemaslahatan-kemaslahatan umum

umat.22

Hal ini tercantum dalam Q.s. At-Taubah (9): 84:

ا ول ت قم على ق به إن هم كفروا باللو ورسولو هم مات أبد ول تصل على أحد من

)التوبة/٩ : ٨٤( وماتوا وىم فاسقون Artinya: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah)

seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan)

di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya

dan mereka mati dalam keadaan fasik.”

Perlu digaris bawahi dalam penerapan jarimah riddah ulama berbeda

pendapat, apakah semua pelaku murtad dikenakan jarimah had atau tidak?

Ulama yang menganggap tidak semua pelaku murtad itu dikenakan hukuman

mati beralasan karena Islam memberikan kebebasan dalam berkeyakinan bagi

seluruh umatnya, bahkan sudah jelas terdapat banyak ayat dalam Al Qur‟an

yang menyatakan tidak ada paksaan dalam beragama. Kemudian keabsahan Al

Qur‟an tidak diragukan lagi sebagai sumber utama dalam hukum Islam. Hadist

21

Ibid, hlm. 63.

22 Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam (Bogor: Ghali Indonesia,

2009) hlm. 67.

Page 65: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

54

Nabi yang memerintahkan untuk membunuh orang-orang murtadpun dianggap

masih belum jelas kondisi keluarnya hadist tersebut, sebagian yang lain

berpendapat bahwa penerapan hadist tersebut hanya berlaku bagi pelaku

murtad yang setelah keluarnya dari Islam memilih untuk memerangi atau

memusuhi Islam.

Adapun hukuman bagi pelaku tindak pidana penodaan agama dari

golongan kafir dzimmi (orang kafir yang tinggal di negeri Islam dan

mendapatkan perlindungan karena tidak memusuhi Islam) menurut pendapat

banyak fuqaha dari berbagai mazhab Islam, maka hukumannya bukan

hukuman mati, melainkan ta‟zair yang diserahkan jenis hukumannya secara

penuh kepada penguasa.23

D. Tindak Pidana Penodaan Agama Melalui Jejaring Sosial dalam Hukum

Pidana Islam

Tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial merupakan salah satu

bentuk kejahatan yang di dunia maya dengan menggunakan perangkat komputer,

laptop, handphone, atau perangkat lainnya yang terhubung dengan jaringan internet.

Kejatahan yang terjadi di dunia maya atau internet dikenal dengan cyber crime.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin cepat,

haruslah dibarengi juga dengan adanya aturan dalam penggunaan internet, istilah ini

disebut dengan Cyber Law, yaitu hukum yang digunakan di dunia maya (Cyber

23

Sayyid Husain Hasyimi, Hukum Murtad Hak Allah atau Manusia, Penerjemah: Nasir

Dimyati, hlm. 97.

Page 66: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

55

space). Dalam penerapannya, cyber law akan memiliki peran yang sangat penting

dalam penggunaan internet di masa yang akan datang, karena nyaris tidak mungkin

kehidupan tidak tersentuh lagi oleh perkembangan teknologi. Ruang lingkup

perannya mencakup aspek yang berkaitan dengan perseorangan atau subjek hukum

yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai saat online

dan memasuki dunia cyber atau dunia maya.

Tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial dikategorikan sebagai

kejahatan cyber crime karena perbuatan tersebut dilakukan menggunakan media

internet. Dengan pertimbangan adanya pemanfaatan teknologi informasi untuk

melakukan kejahatan penodaan agama.24

Sebelum memahami kejahatan cyber crime dalam perspektif hukum pidana

Islam, konsep kriminologi syariah (studi tentang kejahatan berdasarkan prinsip-

prinsip syariah) mempunyai kewenangan untuk membedakan mana kejahatan dan

bukan kejahatan, apakah perbuatan tersebut termasuk kriminal atau non-kriminal.

Bahkan kriminologi syariah memandang dari berbagai aspek, bukan hanya sebatas

pelaku kejahatan (offender) saja, kriminologi syariah memperhatikan juga terhadap

korban (victim), kejahatan (crime), masyarakat (society), system peradilan pidana

(criminal justice system), dan negara (state).25

24

M. Nurul Irfan, dan Masyrofah, Fiqh Jinayah (Jakarta: AMZAH, 2013) cet. 2, hlm. 185-

186.

25 Chairil A. Adjis dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah, (Jakarta: ICRI, 2004) cet. 2, hlm.

287.

Page 67: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

56

Dari pengklasifikasian berat ringannya suatu tindak pidana sebagai mana yang

dijelaskan diatas, maka tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial

termasuk dalam ranah jarimah ta‟zir. Menurut Abdul Qadir Audah dan Wahbah

zuhaili ta‟zir diartikan mencegah dan menolak ( المنع والرد) karena ia dapat mencegah

pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta‟zir diartikan mendidik ( التأديب),

karena ta‟zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia

menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.

Sedangkan menurut Al-Mawardi ta‟zir didefinisikan sebagaimana berikut :

والت عزير تأديب على ذنوب ل تشرع فيها الدود

Artinya: Ta‟zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa

(maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara.

Sedangkan menurut Ibrahim Unais dan kawan-kawan memberikan definisi

ta‟zir menurut syara‟ sebagai berikut :

لغ الد الشرعي التأزير شرع ا : تأديب ل ي ب

Artinya: Ta‟zir menurut syara‟ adalah hukuman pendidikan yang tidak

mencapai hukuman had syar‟i.

Page 68: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

57

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa ta‟zir adalah

suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang hukumannya belum

ditetapkan oleh syara‟ serta tidak dikenakan hukuman had dan kifarat.26

Hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim

merupakan salah satu landasan/dasar disyariatkannya jarimah ta‟zir, yang isinya

sebagaimana berikut:

ه، عن أبيو عن حكيم ف حبس وسلم عليو اهلل صلى النب أن جد عن ب هز ابن

(الاكم وصححو والبيهقى والنسائى و الرتمذى داود الت همة (رواه ابو

Artinya: Dari Bahz ibn Hakim dan ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi SAW

menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan. (Hadis

diriwayatkan oleh Abu Dawud, Turmudzi, Nasa‟I, dan Baihaqi, serta

disahihkan oleh Hakim)27

Hukuman dalam jarimah ta‟zir tidak ditentukan ukuran dan kadarnya, oleh

sebabnya penguasa/hakim sepenuhnya diberikan kewenangan untuk menentukan

batas teerndah dan tertinggi hukuman tersebut. Abdul Qodir Audah menyatakan,

sebagaimana dikutip oleh Makhrus Munajat, bahwa jarimah terbagi menjadi tiga

bagian, sebagai mana berikut:

26

A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) cet. 2, hlm. 249.

27 A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) cet. 2, hlm. 252.

Page 69: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

58

1. Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur subhat atau

tidak memenuhi syarat, namun dapat dianggap sebagai perbuatan tindak

pidana (jarimah), seperti pencurian harta syirkah.

2. Jarimah ta‟zir yang jenis jarimahnya sudah ditentukan oleh nash, tetapi

sanksinya oleh syar‟i diserahkan kepada hakim (penguasa), contohnya

sumpah atau janji palsu, pengurangan timbangan, menipu, menghina

agama dan lainnya.

3. Jarimah ta‟zir dan jenis sanksinya secara utuh menjadi wewenang

penguasa/hakim demi terwujudnya kemaslahatan umat. Dalam hal ini

unsur akhlak menjadi pertimbangan yang paling utama. Misalnya

pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas.28

Untuk melengkapi uraian diatas, terkait hukuman bagi pelaku jarimah ta‟zir

secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

1. Hukuman ta‟zir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid

(dera).

2. Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti

hukuman penjara dan pengansingan.

3. Hukuman ta‟zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda,

penyitaan/perampasan harta, dan penghancuran barang.

28

M. Nurul Irfan, dan Masyrofah, Fiqh Jinayah (Jakarta: AMZAH, 2013) cet. 2, hlm. 188.

Page 70: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

59

4. Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi

kemaslahatan umum.29

Dengan demikian, karena bisa dipastikan pada masa Rasulullah SAW hidup

belum ditemukan teknologi komputer dan internet seperti sekarang ini, dan tidak ada

satupun ayat atau hadist yang membahas baik secara langsung maupun secara tidak

langsung berkaitan dengan kejahatan melalui jejaring sosial atau dunia maya,30

maka

kejahatan tindak pidana penodaan agama melalui jejaring sosial termasuk dalam

kategori jarimah ta‟zir. Yang sepenuhnya wewenang untuk memberikan hukuman

dibebankan kepada hakim (penguasa) agar mendapatkan hukuman yang setimpal atas

apa yang telah diberbuatnya..

Walaupun sebelumnya penulis sudah menguraikan mengenai sanksi atau

hukuman bagi pelaku tindak pidana penodaan agama yang termasuk kategori murtad

(riddah) yaitu jarimah hudud, namun dalam penerapan kasus tindak pidana penodaan

agama melalui jejaring sosial disini termasuk jarimah ta‟zir, mengingat media yang

digunakan oleh pelaku adalah jejaring sosial yang tidak dibahas sebelumnya oleh

syara‟. Ini berlaku bagi siapa saja yang tinggal di wilayah teritorial suatu negara yang

menerapkan konsep hukum pidana Islam, baik muslim maupun non-muslim

sekalipun.

29

A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) cet. 2, hlm.252.

30 M. Nurul Irfan, dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet. 2, hlm. 189.

Page 71: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

60

BAB IV

ANALISIS PENYELESAIAN KASUS TINDAK PIDANA PENODAAN

AGAMA MELALUI JEJARING SOSIAL

(Putusan No: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw)

A. Duduk Perkara

Dalam sistem beracara pidana, yang dikedepankan saat ini adalah adversary

system yaitu sistem berhadapan atau biasa juga disebut accusatoir. Sistem ini sebagai

lawan dari inquisitoir yang mana terdakwa menjadi objek pemeriksaan, sedangkan

hakim dan penuntut umum berada di pihak yang sama. Dengan mengedepankan

sistem saling berhadapan, maka diandaikan ada pihak terdakwa yang di belakangnya

terdapat penasihat hukumnya, sedangkan di pihak lain terdapat penuntut umum yang

atas nama negara menuntut pidana. Hakim berada di tengah pihak-pihak yang

berperkara dan tidak memihak.1

Maka dari itu, untuk mendeskripsikan kasus ini, perlu dipilah-pilah agar

menjadi objektif. Sebab bila hanya merujuk pada dakwaan penuntut umum, akan

cenderung tidak berimbang bahkan lebih memberatkan terdakwa. Oleh karena itu,

pada bab ini, penulis juga akan mencantumkan apa yang oleh Majelis Hakim diyakini

sebagai fakta.

Dalam putusan Nomor 434/Pid.Sus/PN Byw, menyebutkan terdakwa bernama

Bangus Panji, tempat dan tanggal lahir Banyuwangi 3 Juni 1993, berjenis kelamin

1 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015, Cetakan

Kedua), h. 64.

Page 72: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

61

laki-laki, beragama Islam, bertempat tinggal di Dusun Krajan RT.04 RW.02 Desa

Benelan, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, dan bekerja sebagai karyawan

Kapal KMP Rucitra III.

Dalam dakwaan Penuntut Umum Nomor Reg. Perkara: PDM-

112/O.5.21/Ep.3/08/2016 tertanggal 15 Agustus 2016 menyebutkan: Terdakwa

memiliki akun media sosial Facebook dengan nama Bagus Panji yang mana

tergabung dalam Grup bernama Banyuwangi Bersatu. Grup tersebut beranggotakan

sekitar 3000 orang sejak tahun 2015. Salahsatu anggota grup Banyuwangi bersatu

kemudian memposting cerita tentang Satpol PP Kota Serang yang merazia warung

nasi milik ibu-ibu tua. Karena postingan itu, terdakwa kemudian menulis di akunnya

yaitu: Ramadhan asu ajarane Nabi Muhammad iki ayo tuntut Nabi Muhammad

ajarane malah nyusahno wong kate golek rijki ae, Nabi Muhammad asu. Dalam

bahasa Indonesianya yaitu: Ramadan anjing ajaran Nabi Muhammad ini mari tuntut

Nabi Muhammad ajaran malah menyusahkan orang yang akan mencari rezeki saja,

Nabi Muhammad anjing.

Terdakwa setelah postingan di akunnya, juga menulis di kolom komentar

yaitu: mane wes pokoke ag gk trimo Bulan Ramadan kudu dihapus ben ibu iku tenang

iso bakulan golek rijki. Dalam bahasa Indonesianya: “biar sudah pokoknya saya tidak

terima dengan Bulan Ramadhan, dihapus saja biar ibu itu tenang dan bisa jualan

mencari rezeki”. Terdakwa menggunakan handphone merek Oppo warna putih type

R821 Nomor Ime: 861158021667450 ketika memposting tulisan itu.

Page 73: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

62

Postingan tersebut mendapat reaksi keras dari pengguna media sosial dan para

pengurus PCNU Banyuwangi serta Kyai dan para ulama di Banyuwangi. Mereka

kemudian melaporkan perbuatan terdakwa pada Polres Banyuwangi untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut.

Atas perbuatan terdakwa ini, dalam proses persidangan, Penuntut Umum pada

pokoknya menuntut:

1. Menyatakan terdakwa Bagus Panji bersalah melakukan Tindak Pidana

Penistaan Agama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal

45 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik dalam dakwaan pertama;

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Bagus Panji dengan pidana

penjara selama lima tahun enam bulan dikurangi selama terdakwa ditahan,

dengan perintah terdakwa tetap ditahan, dan membayar denda sebesar Rp.

10.000.000 (Sepuluh Juta Rupiah) Subsidair selama enam bulan kurungan;

3. Menyatakan barang bukti berupa: satu buah HP merk Oppo warna putih

type R821 Nomor Ime 861158021667450 dan dua lembar Print Out dari

Facebook akun Bagus Panji dengan tulisan: “Ramadhan asu ajarane Nabi

Muhammad iki ayo tuntut Nabi Muhammad ajarane malah nyusahno

wong kate golek rijki ae, Nabi Muhammad asu.” Dan komentar “mane

wes pokoke ag gk trimo Bulan Ramadan kudu dihapus ben ibu iku tenang

iso bakulan golek rijki” dirampas untuk dimusnahkan;

Page 74: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

63

4. Menetapkan agar terdakwa, jika ternyata dipersalahkan dan dijatuhi

pidana, supaya ia dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.000

(Dua Ribu Rupiah)

Penuntut Umum setelah tuntutan ini menyertakan bukti antara lain: pertama,

Satu buah HP merk Oppo warna putih Type R821 No. Ime 861158021667450 serta

dua lembar print out dari Facebook akun Bagus Panji dengan tulisan: “Ramadhan

asu ajarane Nabi Muhammad iki ayo tuntut Nabi Muhammad ajarane malah

nyusahno wong kate golek rijki ae, Nabi Muhammad asu.” Dan komentar “mane wes

pokoke aq gk trimo Bulan Ramadan kudu dihapus ben ibu iku tenang iso bakulan

golek rijki”. Kedua, saksi-saksi antara lain: Misnadi, SH. MH, Denny Sun‟anuddin,

SH, Noviansyah Sumbawanto, Arif Fauzi (saksi ahli), Imam Muklis S.Ag, MHI

(Saksi ahli), dan Dr. Jusak (saksi ahli).

Saksi-saksi ini membenarkan melihat postingan terdakwa pada akun

Facebook-nya yang bernada permusuhan. Bahkan para saksi ahli sepakat bahwa

terdakwa melakukan penghinaan terhadap Bulan Ramadhan dan Nabi Muhammad

SAW. Perbuatan terdakwa dianggap merusak aqidah sebab Nabi Muhammad dan

Bulan Ramadhan adalah bulan suci yang sangat dihormati dan dinanti-nanti

kedatangannya oleh seluruh Umat Islam khususnya Umat Islam seluruh Indonesia.

Postingan terdakwa menyebabkan anggota Grup Banyuwangi bersatu semakin

bertambah menjadi 69.770 orang sehingga jumlah anggota grup tersebut dapat

melihat tindakan dari terdakwa. Karena itu, tindakan terdakwa jelas melanggar Pasal

Page 75: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

64

28 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (2) UURI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik (ITE).

Di samping Penuntut Umum dengan tuntutan pidananya serta bukti-bukti

yang dihadirkan, terdakwa juga memberikan keterangannya yang pada pokoknya

yaitu: pertama, bahwa terdakwa mempunyai akun Facebook sejak tahun 2013 sampai

dengan sekarang; kedua, terdakwa mengikuti Grup yang bernama Banyuwangi

Bersatu sejak tahun 2015 dan grup tersebut beranggotakan 3000 orang; ketiga, bahwa

salahsatu anggota grup memposting cerita tentang Satpol PP Kota Serang yang

merazia warung nasi milik ibu tua tidak manusiawi sehingga terdakwa berdebat di

komentar postingan tersebut; keempat, bahwa kejadiannya pada hari Minggu tanggal

12 Juli 2016 pada saat terdakwa bekerja di atas kapal penyeberangan Lombok-Bali;

kelima, bahwa terdakwa menggunakan HP milik sendiri; keenam, bahwa terdakwa

telah meminta maaf kepada masyarakat luas khususnya Umat Islam melalui Youtube;

ketujuh, bahwa terdakwa merasa bersalah, berjanji tidak akan mengulangi

perbuatannya lagi dan memohon keringanan hukuman; kedelapan, bahwa benar

terdakwa belum pernah dihukum.

Apa yang diajukan oleh para pihak yang terlibat dalam persidangan, baik

Penuntut Umum dan Terdakwa, menjadi bahan pertimbangan Majelis Hakim. Bahan

pertimbangan tersebut yang kemudian menghasilkan suatu putusan. Namun sebelum

putusan itu, Majelis Hakim pada mulanya akan mempertimbangkan keselarasan

antara fakta yang sebenarnya terjadi sehingga bisa dikategorikan memenuhi unsur-

unsur tindak pidana. Adapun fakta menurut Majelis Hakim yaitu:

Page 76: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

65

Pertama, bahwa terdakwa adalah anggota Grup Banyuwangi Bersatu sejak

tahun 2015, anggota masyarakat Banyuwangi Bersatu berjumlah sekitar 69.770

orang; kedua, bahwa salahsatu Anggota Grup Banyuwangi Bersatu memposting

tentang cerita Satpol PP Kota Serang yang merazia warung nasi milik ibu-ibu Tua

tidak manusiawi; ketiga, bahwa terdakwa pada hari Minggu tanggal 12 Juni 2016

pada jam 19.00 WIB menulis komentar di akun Facebooknya, yaitu: Ramadhan asu

ajarane Nabi Muhammad iki ayo tuntut Nabi Muhammad ajarane malah nyusahno

wong kate golek rijki ae, Nabi Muhammad asu. Dalam bahasa Indonesianya yaitu:

Ramadan anjing ajaran Nabi Muhammad ini mari tuntut Nabi Muhammad ajaran

malah menyusahkan orang yang akan mencari rezeki saja, Nabi Muhammad anjing.

Dan komentar, mane wes pokoke ag gk trimo Bulan Ramadan kudu dihapus ben ibu

iku tenang iso bakulan golek rijki. Dalam bahasa Indonesianya: biar sudah pokoknya

saya tidak terima dengan Bulan Ramadhan, dihapus saja biar ibu itu tenang dan bisa

jualan mencari rezeki, dengan menggunakan Hand Phone milik terdakwa merk Oppo

warna putih Type R821 No. Ime, 861158021667450;

Keempat, bahwa tulisan dan komentar terdakwa dalam akun miliknya tersebut

dibaca selain anggota grup Banyuwangi Bersatu yang berjumlah sekitar tiga ribu

orang, juga dibaca oleh saksi I; kelima, bahwa bulan Ramdhan adalah bulan suci

Umat Islam dan Nabi Muhammad adalah Rasul yang menjadi panutan Umat Islam

seluruh dunia, maka komentar-komentar terdakwa tersebut mendapat reaksi keras

Kyai dan para ulama di Banyuwangi, Umat Islam Indonesia khususnya Umat Islam di

Banyuwangi tersinggung dan terhina; keenam, bahwa terdakwa sudah meminta maaf

Page 77: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

66

kepada masyarakat luas khususnya umat Islam lewat Youtube; ketujuh, bahwa

selanjutnya pada tanggal 15 Juni 2016 perbuatan terdakwa tersebut dilaporkan oleh

saksi I ke Polres Banyuwangi untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Fakta-fakta inilah yang menurut hakim adalah kejadian yang sebenarnya. Dari

fakta-fakta ini Majelis Hakim dapat membandingkan dan meneliti, apakah terdakwa

telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut Umum.

B. Pertimbangan Majelis Hakim

Melihat sebelumnya bahwa Penuntut Umum memberikan dakwaan alternatif,

yaitu terdakwa melanggar pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 Tahun

2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, atau terdakwa melanggar Pasal

156a KUHP, maka Majelis Hakim dengan berbagai pertimbangan memilih dakwaan

alternatif pertama. Bunyi lengkap Pasal 28 ayat (2) jp. Pasal 45 ayat (2) UU RI No.

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah: “Setiap orang

dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk

menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok

masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)”.

Unsur-unsur pasal tersebut yaitu: Pertama, Setiap orang; Maksud dari setiap orang

adalah barang siapa atau siapa saja sebagai subjek hukum yang dalam KUHP diduga

telah melakukan perbuatan pidana dan diajukan sebagai terdakwa. Dalam perkara ini,

yang diajukan Penuntut Umum sebagai terdakwa bernama Bagus Panji dimana

setelah Majelis menanyakan identitas terdakwa di persidangan ternyata cocok dengan

Page 78: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

67

identitas terdakwa dalam surat dakwaan Penuntut Umum, karenanya unsur setiap

orang telah terpenuhi.

Kedua, dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan

untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok

masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).

Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal ini, bila dihubungkan dengan fakta hukum,

Majelis Hakim mempertimbangkan:

1. Menimbang bahwa kata “dengan sengaja” artinya ada kemauan dari

pelaku (culpa) tanpa ada unsur terpaksa/paksaan dan pelaku akan

mengetahui akibat dari perbuatannya tersebut yang dalam hal ini dapat

dibaca oleh seluruh anggota Grup Banyuwangi Bersatu sebagai pengguna

Sosial Media (Facebook);

2. Menimbang bahwa yang ditulis terdakwa dalam akun Facebook-nya

tersebut adalah mengenai agama Islam yang berakibat tidak saja bagi

seluruh anggota Grup Banyuwangi Bersatu yang beragama Islam tetapi

juga umat Islam Indonesia, khususnya umat Islam di Banyuwangi yang

merasa tersinggung dan terhina;

3. Menimbang bahwa berdasarkan fakta hukum tersebut Majelis

berkeyakinan perbuatan terdakwa tersebut dapat dikategorikan sebagai

perbuatan “yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permasalahan

individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA”,

sehingga unsur ini telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa;

Page 79: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

68

4. Menimbang bahwa oleh karena semua unsur dari Pasal 28 Ayat (2) jo.

Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan

telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana

sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama;

5. Menimbang bahwa dalam persidangan Majelis tidak menemukan hal-hal

yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik alasan

pembenar dan/atau alasan pemaaf, maka terdakwa harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya;

6. Menimbang bahwa karena terdakwa mampu bertanggungjawab atas

perbuatan yang telah dilakukannya maka terdakwa harus dinyatakan

bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan berdasarkan

ketentuan Pasal 193 ayat (1) KUHAP terhadap terdakwa haruslah dijatuhi

pidana;

7. Menimbang bahwa tentang permohonan keringanan hukuman yang

disampaikan secara lisan oleh terdakwa, Majelis tidak mempertimbangkan

secara khusus tetapi secara mutatis-mutandis telah dipertimbangkan dalam

putusan ini, khususnya hal-hal yang meringankan terdakwa;

8. Menimbang bahwa dalam perkara ini terhadap terdakwa telah dikenakan

penangkapan dan penahanan yang sah maka masa penahanan tersebut

harus dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

Page 80: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

69

9. Menimbang bahwa karena terdakwa ditahan dan penahanan terhadap

terdakwa dilandasi alasan yang cukup maka perlu ditetapkan agar

terdakwa tetap berada dalam tahanan;

10. Menimbang bahwa terhadap barang bukti yang diajukan di persidangan,

Majelis sependapat dengan permintaan Penuntut Umum dalam surat

tuntutannya dan statusnya akan ditetapkan dalam amar putusan perkara

ini;

11. Menimbang bahwa karena Pasal yang dilanggar terdakwa ialah dalam

ruang lingkup No. 11 Tahun 2008 yang menyatakan selain hukuman

penjara juga pidana denda, dimana dalam Undang-Undang tersebut tidak

mengatur pidana pengganti jika terdakwa tidak mampu membayar pidana

denda tersebut, akan tetapi berdasarkan Pasal 30 ayat (2) KUHP sebagai

aturan yang sifatnya umum menyatakan jika dijatuhkan pidana denda dan

tidak dibayar, maka dapat diganti dengan pidana kurungan;

12. Menimbang bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap terdakwa maka

perlu dipertimbangkan terlebih dahulu keadaan yang memberatkan dan

yang meringankan terdakwa. Hal-hal yang memberatkan adalah bahwa

perbuatan terdakwa menyebabkan Umat Islam merasa terhina. Sementara

hal-hal yang meringkankan adalah, terdakwa bersikap sopan mengaku

bersalah dan menyesal, terdakwa belum pernah dihukum, dan terdakwa

sudah meminta maaf;

Page 81: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

70

Menimbang bahwa karena terdakwa dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana

maka harus pula dibebani membayar biaya perkara sebesar yang akan disebutkan

dalam putusan ini.

C. Putusan Majelis Hakim

Setelah menimbang dan memperhatikan Pasal 28 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (2)

UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal-

Pasal dalam KUHAP serta ketentuan perundang-undangan lainnya yang

bersangkutan, Majelis Hakim kemudian mengeluarkan putusan, yaitu:

1. Menyatakan terdakwa: Bagus Panji telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Dengan Sengaja dan

tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan

rasa kebencian terhadap agama;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu pidana penjara

selama: empat tahun dan denda sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta

Rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar,

maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;

5. Menetapkan barang bukti berupa satu buka HP merk Oppo warna putih

type R821 No. Ime, 861158021667450 dan dua lembar Print Out dari

Page 82: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

71

Facebook akun Bagus Panji dengan tulisan: “Ramadhan asu ajarane Nabi

Muhammad iki ayo tuntut Nabi Muhammad ajarane malah nyusahno

wong kate golek rijki ae, Nabi Muhammad asu. Dan komentar, mane wes

pokoke ag gk trimo Bulan Ramadan kudu dihapus ben ibu iku tenang iso

bakulan golek rijki,” dirampas untuk dimusnahkan;

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp. 2.000 (Dua Ribu rupiah).

Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Banyuwangi pada hari, Kamis tanggal 29 September 2016 oleh

kami: Sigid Triyono, SH.MH sebagai Hakim Ketua Majelis, Wahyu Widodo, SH.MH

dan I Wayan Suarta, SH.MH, masing-masing sebagai Hakim Anggota dan pada hari

itu juga putusan tersebut diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum

oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi Hakim-Hakim Anggota tersebut

dengan dibantu oleh Poniyah, SH sebagai Panitera Pengganti, dihadiri oleh Hari

Utomo NS, SH sebagai Penuntut Umum dan terdakwa.

D. Analisa Putusan Pengadilan Ditinjau dalam Hukum Pidana Postif dan

Hukum Pidana Islam

Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri ini berpijak pada hukum formal

sekaligus materil. Dalam artian, aturan berupa Undang-Undang tersebut merupakan

produk dari badan legislatif bersama eksekutif, dan isi dari undang-undang tersebut

mengikat bagi pelaku tindak pidana apabila unsur-unsurnya terpenuhi. Pijakan

Page 83: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

72

Mejelis Hakim dalam putusan Nomor 434/ Pid.Sus/ PN Byw, adalah Pasal 28 ayat (2)

jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik. Bunyi lengkap Pasal tersebut yaitu: “Setiap orang dengan sengaja dan

tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian

atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas

suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)”.2

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik ini, pada dasarnya sebagai pelengkap dari Pasal 156 dan 156a Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, serta Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965. Kedua

Undang-Undang tersebut belum mencakupi perbuatan tindak pidana yang dilakukan

di media sosial seperti Facebook, Instagram dan lain sebagainya. Karena itu, Majelis

Hakim memilih Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik sebagai dasar hukumnya untuk menjatuhkan sanksi pidana,

sebab pelaku melakukan tindak pidana melalui media sosial, yaitu Facebook.

Untuk sampai kepada putusan, Majelis Hakim terlebih dahulu

mempertimbangkan antara fakta hukum dan unsur-unsur yang dilanggar oleh pelaku.

Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal ini antara lain:

1. Setiap orang

2. Dengan sengaja dan tanpa hak

2 Pasal 28 (e) ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

Page 84: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

73

3. Menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa

kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok tertentu

berdasarkan Suku, Agama, Rasa dan Antar Golongan (sara).3

Unsur-unsur ini, bila terpenuhi maka bagi pelaku patut dimintakan

pertanggungjawabannya.4 Menurut pertimbangan Majelis Hakim tindakan pelaku

tersebut telah terpenuhi sehingga bagi pelaku/pelanggar patut untuk dimintakan

pertanggung jawabannya berupa sanksi pidana. Sanksi bagi pelaku yang memenuhi

unsur-unsur Pasal 28 ayat (2), dijelaskan pada Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Infomrasi dan Transaksi elektronik. Rumusan lengkap

Pasal tersebut adalah: “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar

rupiah)”.

Pada Pasal ini, perlu ditegaskan bahwa penjatuhan sanksi oleh hakim dapat

bersifat alternatif, dapat pula bersifat kumulatif. Itu berarti, Majelis Hakim dapat

memilih atau menggabungkan sanksi bagi pelaku tindak pidana. 5

Hal ini jelas

tergambar pada Putusan Nomor 434/ Pid.Sus/ PN Byw, bahwa Majelis Hakim hanya

3 Muhammad Andri Fauzan Lubis, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang No 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal, h. 11.

4 Muhammad Ainul Syamsu, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum Pidana,

(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), h. 17.

5 Muhammad Andri Fauzan Lubis, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan Undang-Undang No 11 Tahun

2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal, h. 10-11.

Page 85: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

74

menjatuhkan sanksi penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp. 10.000.000

(Sepuluh Juta Rupiah). Tentu, penjatuhan sanksi oleh Majelis Hakim, tidak lepas dari

pertimbang-pertimbangan yang meringankan terdakwa: Selama jalannya persidangan,

terdakwa bersikap sopan, mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya, terdakwa

sebelumnya belum pernah terlibat dengan masalah hukum, dan terdakwa telah

meminta maaf pada Umat Islam melalui Youtube. Demikianlah analisis tentang

Putusan Nomor 434/ Pid.Sus/ PN Byw melalui kacamata hukum positif.

Adapun bila ditinjau dari hukum Islam, menurut mayoritas ulama tindakan

pelaku penodaan agama Islam tersebut mendekatkan dirinya pada kemurtadan bila

pelaku sendiri adalah seorang muslim. Menurut Abdul Qadir Audah6, murtad berarti

keluar dari agama Islam atau memutuskan keluar dari agama Islam. Pengertian yang

diberikan oleh Audah kemudian dipertegas oleh Wahbah al-Zuhaili dengan

pernyataan, keluar dari agama Islam menjadi kafir, baik dengan niat, perkataan,

maupun perbuatan yang menyebabkan orang yang bersangkutan dikategorikan kafir.

Hal ini mengandaikan bahwa seorang muslim dinggap keluar dari Islam karena

adanya niat, tindakan dan ucapannya.

Sayid Sabiq memberi kategorisasi pada bentuk tindak dan ucapan yang dapat

menyebabkan seorang muslim menjadi kafir antara lain7: pertama, mengingkari

keesaan Allah SWT, ingkar akan adanya malaikat, nabi, tidak percaya datangnya hari

kiamat, serta mengingkari apa-apa yang sudah diwajibkan oleh Islam bagi umatnya,

6 M. Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) hlm. 64.

7 Ibid, hlm. 65.

Page 86: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

75

seperti salat, zakat, haji dan lain sebagainya. Kedua, menghalalkan yang haram,

seperti minum minuman yang memabukkan, zina, riba, dan makan daging babi.

Ketiga, mengharamkan yang halal, seperti jenis makanan yang halal dirubah menjadi

haram.

Keempat, mencaci atau menghina Nabi Muhammad SAW, dan Nabi-Nabi yang lain.

Kelima, mencaci dan menghina Al Qur‟an dan Sunnah Nabi. Keenam, mengaku

bahwa dirinya telah menerima wahyu dari Allah SWT. Ketujuh, melemparkan Al

Qur‟an atau kitab hadits ke dalam kotoran, dengan maksud menghinakan dan

meremehkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya. Kedelapan, meremehkan

salah satu nama dari nama-nama Allah SWT, begitupun perintah-perintah maupun

larangannya.

Perbuatan dan ucapan ini merupakan unsur yang menyebabkan seorang

menjadi kafir, dengan catatan bahwa tindakan tersebut dilakukan oleh orang yang

berakal. Bila yang melakukan tindakan tersebut telah tertutup akalnya, maka segala

ucapan dan perbuatannya tidak dapat diterima.

Sanksi bagi tindak pidana riddah dapat dibagi menjadi tiga kategori: pertama

adalah sanksi utama atau sanksi pokok. Mengenai sanksi utama ini, ulama sepakat

bahwa pelakunya dikenakkan had yaitu sanksi dibunuh.8 Hal ini didasarkan pada apa

yang diriwayatkan Ikrimah:

أنا كنت لو ف قال عباس ابن ذلك ف ب لغ فأحرق هم بزنادقة عنو اللو رضي ت أ علي

8 M Amin Suma, dkk., Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) h. 68.

Page 87: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

76

بوا ل وسلم عليو اللو صلى اللو رسول لن هي أحرق هم اللو ولقت لت هم بعذاب ت عذ ل

ت لوه دينو بدل من وسلم عليو اللو صلى (البخارى رواه) فاق لقول رسول اللو

Beberapa orang Zindiq diringkus dan dihadapkan kepada Ali R.a., lalu Ali

membakar mereka. Kasus ini terdengar oleh Ibnu Abbas, sehingga ia berkata:

Kalau aku, tak akan membakar mereka karena ada larangan Rasulullah Saw

yang bersabda, “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Allah,” dan aku

akan tetap akan membunuh mereka sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:

“Siapa yang mengganti agamanya, bunuhlah!” (H.r. Bukhari).

Sanksi bagi pelaku Had (murtad) berupa dibunuh, merupakan sanksi yang

telah ditentukan ancamannya oleh Nash. Karena itu, sanksi tersebut tidak dapat

ditambah atau dikurangi, sebab merupakan aturan yang datang dari Allah SWT.9

Sanksi had berupa dibunuh ini dapat turun derajatnya menjadi sanksi kategori kedua

yaitu ta‟zir apabila terjadinya dua keadaan: pertama, bila pelaku bertaubat, maka

hakim mengganti sanksi had menjadi ta‟zir sesuai dengan keadaan pelaku. Kedua,

bila sanksi utama atau pokok tadi terjadi syubhat, seperti pandangan Imam Abu

Hanifah yang menggugurkan hukuman mati dari pelaku wanita dan anak-anak maka

dalam kondisi demikian pelaku perbuatan itu dipenjara dengan masa hukuman yang

tidak terbatas dan keduanya dipaksa untuk kembali memeluk agama Islam.10

Dalam

kajian pidana Islam, jarimah ta‟zir ini sanksinya tergantung pada ketentuan penguasa

9 M Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah (Jakarta: AMZAH, 2013) cet. 2, h. 187.

10 A. Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) h. 130.

Page 88: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

77

atau hakim, sebab memang dalam syara‟ tidak disebutkan ketentuan kadar

hukumnya.11

Sementara kategori ketiga adalah sanksi tambahan. Sanksi ini berupa

hilangnya kepemilikan terhadap hartanya (al-mushdarah). Hal ini berlaku bila pelaku

tidak melakukan taubat yang sunguh-sungguh. Sebaliknya, Ulama sepakat apabila

pelaku murtad yang kembali memeluk Islam, status kepemilikan hartanya kembali

seperti semula ketika masih memeluk agama Islam.12

Ulama Hanafiyah dan jumhur ulama sangat menekankan memberikan

kesempatan bagi pelaku untuk bertaubat. Namun mengenai tenggang waktunya,

sebahagian ulama memberi tempo/waktu selama tiga hari, sementara yang lainnya

tidak membatasi, dalam artian selalu meminta kepada pelaku untuk bertaubat sampai

ditemukan indikasi bahwa pelaku memang teguh pendirian memilih untuk keluar dari

Islam, maka pada saat itulah sanksi had berupa dibunuh, dapat dilaksanakan. Setelah

diberikan sanksi had berupa dibunuh, jasad pelaku tidak dimandikan, tidak dishalati,

dan tidak dimakamkan di pemakaman kaum muslim. Adapun harta yang ditinggalkan

pelaku, tidak boleh diwariskan, melaikan menjadi fa‟i kaum muslimin dan dapat

digunakan untuk kemaslahatan umat.13

Demikianlah sanksi penodaan agama bila

ditinjau dari hukum Islam.

11

M Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet. 2, h. 187.

12 M Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001) h. 70-71.

13Asadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam (Bogor: Ghali Indonesia,

2009) h. 67.

Page 89: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

78

Bila dihubungkan dengan penodaan agama yang dilakukan oleh Bagus Panji

sebagai pelaku penodaan agama pada putusan Nomor 434/Pid.Sus/2016/PN Byw,

maka perlu diurai penjelasannya. Pelaku pada faktanya melakukan penodaan agama

melalui jejaring sosial. Apa yang dituliskannya menjurus pada keinginnya untuk

menafikan bulan Ramadhan. Ditambah lagi, pelaku mencaci Nabi Muhammad SAW,

dengan kata-kata kasar. Bagi umat Muslim di Banyuwangi pada khususnya, dan umat

Muslim Indonesia pada umumnya, sangat merasa tersakiti dengan tulisan pelaku.

Sehingga boleh dikategorikan, tindakan pelaku tersebut merupakan tindakan

penodaan agama sebagaimana yang dikategorisasikan dalam hukum Islam.

Hukum Islam yang pada dasarnya tidak hanya mengatur hal vertikal, tapi juga

horizontal, sebenarnya tidak banyak membahas mengenai penodaan agama melalui

jejaring sosial, karena bukan termasuk permasalahan klasikal.

Pada tataran penodaan agama yang dilakukan melalui jejaring sosial, dalam

hukum Islam, pelaku tersebut dikategorikan dalam jarimah ta‟zir. Hal ini mengingat

pengertian ta‟zir yang mana pelarangan perbuatannya telah digariskan oleh Nash

namun tidak merinci sanksi dari perbuatan. Karena itu sanksinya sepenuhnya

diberikan kepada penguasa atau hakim.14

Hakim sepenuhnya dipercayakan untuk

menentukan kadar tinggi atau rendah sanksinya.

Mengenai sanksi Jarimah ta‟zir ini meskipun dipercayakan kepada hakim

untuk menentukan sanksinya, namun pada umumnya, sanksi tersebut dapat

14

A Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2005) h.249.

Page 90: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

79

dikelompokkan menjadi empat bagian: pertama, hukuman mati dan jilid atau dera.

Kedua, hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti hukuman

penjara dan pengasingan. Ketiga, hukuman ta‟zir yang berkaitan dengan harta seperti

denda, penyitaan atau perampasan harta, dan penghancuran barang. Keempat,

hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulil amri demi kemaslahatan umum.15

Demikian gambaran pada umumnya sanksi yang diberikan. Terlepas dari itu,

sanksinya tetap pada kewenangan hakim atau penguasa. Sanksi penodaan agama ini

dapat dikenakkan kepada pelaku penodaan agama bila locus atau wilayah teritorial

negara yang menerapkan konsep hukum pidana Islam, baik terhadap seorang muslim,

ataupun non-muslim sekalipun.

15

M Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: AMZAH, 2013) cet. 2, h. 189.

Page 91: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mengamati dengan cermat uraian diatas, maka penulis

mengambil kesimpulan sebagaimana berikut :

1. Tindak pidana adalah perbuatan melawan hukum atau undang-undang

yang berlaku yang telah ditetapkan sehingga dapat menimbulkan kerugian

terhadap seseorang atau kelompok baik berupa materil maupun imateril.

Sedangkan penodaan agama diartikan sebagai penentangan hal-hal yang

dianggap suci atau yang tidak boleh diserang (tabu) yaitu, simbol-simbol

agama/pemimpin agama/kitab suci agama. Bentuk penodaan agama pada

umumnya adalah perkataan atau tulisan yang menentang ketuhanan

terhadap agama-agama yang mapan.

Suatu tindakan dapat termasuk dalam tindak pidana penodaan

penodaan agama melalui jejaring sosial apabila seseorang melakukan

kejahatan yang melawan hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi

individu atau kelompok dengan menentang segala hal yang dianggap suci

atau sejenisnya. Perbuatan tersebut dilakukan berupa tulisan (postingan)

melalui media jejaring sosial seperti facebook, twitter, dll.

Dalam hukum Postif pengertian penodaan agama tidak dijabarkan

secara jelas, begitupun dengan hukum pidana Islam, penulis tidak

Page 92: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

81

menemukan satu pun kajian mengenai penodaan agama, namun perbuatan

tersebut lebih dekat perbuatan murtad.

2. Tindak pidana penodaan agama dalam hukum pidana positif diatur pada

Pasal 156 dan 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan Undang-

Undang No. 1/PNPS/1965. Dalam penerapannya, Pasal 156a lebih sering

digunakan oleh hakim dalam kasus penodaan agama.

Bunyi Pasal 156a KUHP yaitu: “Dipidana dengan pidana penjara

selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum

mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan: a. Yang pokoknya

bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu

agama yang dianut di Indonesia; b. Dengan maksud agar supaya orang

tidak menganut agama apapun juga, yang bersendirikan Ketuhanan Yang

Maha Esa.”

Berbeda halnya jika perbuatan penodaan agama tersebut dilakukan

melalui jejaring sosial, karena pasal tersebut tidak memuat aturan apabila

perbuatan tersebut dan diberlakukannya asas lex specialis derogate legi

generalis, maka pasal yang dikenakan bagi pelaku tindak pidana penodaan

agama melalui jejaring sosial adalah Undang-undang No 11 Tahun 2008

Pasal 28 (e) ayat 2, yaitu mencakup tindakan atau perbuatan yang dilarang

berkaitan dengan informasi dan transaksi elektronik dengan ancaman

pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 93: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

82

Sedangkan dalam hukum pidana Islam, tindak pidana penodaan

agama dikenakan jarimah ta‟zir, yang hukumannya sepenuhnya

diserahkan kepada hakum/penguasa.

3. Dalam contoh kasus putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan

Banyuwangi terkait penodaan agama yang dilakukan oleh seorang muslim

melalui jejaring sosial, sehingga dikenakan hukuman pidana penjara

selama: empat tahun dan denda sebesar Rp. 10.000.000 (Sepuluh Juta

Rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar,

maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan, tidak relevan

dengan hukum pidana Islam. Dalam hukum pidana Islam, pelaku

dikenakan jarimah ta‟zir yang seutuhnya hakim diberikan wewenang

memberikan hukuman terhadap pelaku, baik berupa hukuman mati,

penjara, ataupun denda.

B. Saran

1. Kepada pemerintah agar bisa memberikan hukuman yang setimpal bagi

pelaku tindak pidana penodaan agama, baik secara langsung maupun

melalui media jejaring sosial. Kemudian harus juga memperhatikan

langkah-langkah preventif untuk kedepannya, sehingga tidak aka nada lagi

pelaku tindak pidana penodaan agama. Karena bukan tidak mungkin,

kejahatan melalui jejaring sosial akan semakin berkembang jenisnya

dikemudian hari, aturan untuk menggunakan jejaring sosial/internet

Page 94: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

83

haruslah sesegara mungkin dibuat, atau setidaknya diperhatikan kembali,

karena aturan yang ada saat ini terlalu bersifat general bagi beberapa

tindak pidana melalui internet.

2. Kepada masyarakat luas, agar lebih hati-hati dalam menggunakan jejaring

sosial, serta senantiasa bisa menjaga nilai-nilai toleransi antar umat

beragama. Banyak hikmah yang dapat diambil dari beberapa kasus yang

sudah terjadi, setidaknya penting untuk saling menghargai keyakinan

orang lain, dan menjaga baik berupa perkataan, perbuatan, atau berupa

postingan di jejaring sosialnya masing-masing.

Page 95: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

84

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur‟anul Karim

Hadits Rasulullah SAW

Buku:

Adjis, Chairil A., dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah. Cet. 2, Jakarta: ICRI,

2004.

Alli, Zainudin, Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

Al Faruq, Asadulloh, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam. Bogor: Ghali

Indonesia, 2009.

Aripin, Jaenal, dan Azharudin Lathif, Filsafat Hukum Islam. Jakarta: UIN Jakarta

Press, 2006.

Berger, Peter L dan Thomas Luckmann. 1966. Tafsir Sosial Atas Kenyataan, Risalah

Tentang Sosiologi Pengethauan. Penerjemah Hasan Basri. Jakarta: LP3S,

2012, Cet. 9.

Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia. Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Hasyimi, Sayyid Husain, Hukum Murtad Hak Allah atau Manusia, Penerjemah: Nasir

Dimyati. Jakarta: Sadra International Institute, 2005.

Irfan, M Nurul, dan Masyrofah, Fiqh Jinayah. Cet. 2, Jakarta: AMZAH, 2013.

Kamil, Syukron, dkk, Syariah Islam dan HAM. Jakarta: CSRC, 2007.

Lindholm, Tor dkk. Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan: Seberapa Jauh?.

Penerjemah Rafael Edy Bosko dan Rifa‟i Abduh. Jakarta: Kanisius, 2004.

Lukito, Ratno, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler; Studi Tentang Konflik Dan

Resolusi Dalam Sistem Hukum Indonesia. Ciputat: Pustaka Alvabet, 2008.

Muhshi, Adam, Teologi Konstitusi; Hukum Hak Asasi Manusia atas Kebebasan

Beragama di Indonesia. Cet. 1, Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2015.

Muslich, A. Wardi, Hukum Pidana Islam. Cet. 2, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

Page 96: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

85

Muslich, A. Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayah. Cet. 1,

Jakarta: Sinar Grafika, 2004.

Nasrullah, Rulli, Media Sosial Persfektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015.

Praja, S Juhaya, dkk, Delik Agama dalam Hukum Pidana di Indonesia. Bandung:

Angkasa, 1982.

Prodjodikoro, Wirjono Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung: Refika

Aditama, 2003.

Qamar, Nurul, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi, Cet. 1, Jakarta:

Sinar Grafika, 2013.

Rohidin, Kontruksi Baru Kebabasan Beragama. Cet. 1. Yogyakarta: FH UII Press,

2015.

S, Arifianto, Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Teknologi Informasi dan

Komunikasi Serta Implikasinya di Masyarakat. Jakarta: Media Bangsa,

2013.

Santoso, Topo, Menggagas Hukum Pidana Islam. Cet. 2, Bandung: Asy Syaamil

Press & Grafika, 2000.

Saebani, Beni Ahmad, Metode Penelitian Hukum. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

Sianutri, S.R, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta:

Percetakan BPK Gunung Mulia, 1996.

Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum. Cet. 1, Jakarta : PT Rineka

Cipta, 1999.

Soesilo, R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea, 1995.

Suma, M. Amin, dkk, Pidana Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.

Syamsu, Muhammad Ainul, Penjatuhan Pidana dan Dua Prinsip Dasar Hukum

Pidana. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.

Page 97: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

86

Undang-undang:

Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 28 E

Pasal 28 (e) ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik.

Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang No. 1/PNPS/1965 tentang Tindak Pidana Penodaan

Agama Melalui Jejaring Sosial.

Putusan:

Putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi, No Perkara: 434/Pid.Sus/2016/PN Byw.

Jurnal dan Skripsi:

Adare, Randy A, “Delik Penodaan Agama Ditinjau dari Sudut Pandang Hukum

Pidana di Indonesia” Jurnal Lex Et Societis, Vol. I/No. 1/Jan-Mrt/2013.

Aji, Ahmad Mukri, “Hak dan Kewajiban Asasi dalam Perspektif Islam”, Jurnal, UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Al Mughoffary, Ibnu Tulaji Ahmad, “Analisis Muatan Materi Pasal Penodaan Agama

Dalam Kajian Politik Hukum Pidana”, Jurnal, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum

Sunan Giri Malang.

Cristianto, Hwian. “Arti Penting UU No. 1/PNPS/1965 Bagi Kebebasan Beragama

Kajian Putusan Mahkamah Konstitusi 140/Puu-Vii/2009”, Jurnal, Fakultas

Hukum Universitas Suarabaya, Surabaya, 2016.

Ismahudi, “Analisa Pidana Hukum dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana

Penistaan Agama Di Indonesia”, Skripsi S1, Departemen Hukum Pidana

Fakultas Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara Medan, 2008.

Lubis, Fauzan, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial dikaitkan dengan Undang-Undang

No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”, Jurnal,

Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Medan, 2013.

Lubis, Muhammad Andri Fauzan, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku

Tindak Pidana Penistaan Agama Melalui Jejaring Sosial Dikaitkan Dengan

Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik”, Jurnal, Medan: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,

2013.

Page 98: TINDAK PIDANA PENODAAN AGAMA MELALUI JEJARING …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41835/1/M... · Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan antara

87

Muhammad Fadlan Asif, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 156a (KUHP)

Tentang Tindak Pidana Penodaan Agama”, Skripsi S1 Universitas Islam

Negeri Walisongo Semarang, 2015.

Rizki Dwi Prasetyo, “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Penipuan

Online Dalam Hukum Pidana Positif di Indonesia”, Jurnal, Malang: Fakultas

Hukum Universitas Brawijaya, 2014.

Subki, Tajus, dkk, “Analisis Yuridis Tindakan Pidana Penodaan Agama; (Putusan

Pengadilan Negeri Sampang Nomor 69/Pid.B/2012/PN.Spg)”, E-Juornal

Lentera Hukum, Vol. I/No. 1/ April 2014.

Shidiq, Ghofar, Teori Maqashid Al-Syariah dalam Islam, Jurnal, Fakultas Agama

Islam, Univ. Islam Sultan Agung.

Widiantari, Komang Sri, dan Yohanes Kartika Herdiyanto, “Perbedaan Intensitas

Komunikasi Melalui Jejaring Sosial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dan

Introvert pada Remaja”, Jurnal, Fakultas Psikologi Universitas Udayana,

2013.

Internet:

https://id.wikipedia.org/wiki/Jejaring_sosial, diakses pada tanggal 13 Maret 2017,

pukul 10.50

https://konsultanhukum.web.id/penodaan-agama-menurut-konstitusi-dan-hak-asasi-

manusia/, diakses pada tanggal 07 Mei 2017, pukul 10.27

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/hukum/16/10/18/of81e3330-ini-kasus-

penistaan-agama-di-indonesia-yang-diproses-hukum-part1, berita diakses

tanggal 28 Febuari 2017, pukul 12.32.

http://news.detik.com/berita/d-3369506/ini-pernyataan-ahok-yang-dianggap-jaksa-

nodai-agama, berita diakses tanggal 01 Maret 2017, pukul 07.54.

http://tekno.liputan6.com/read/2435997/3-fakta-mengejutkan-pengguna-internet-di-

indonesia, diakses pada tanggal 17 Maret 2017 pukul 12.06.

https://www.idjoel.com/pengertian-jejaring-sosial-dan-macam-macam-jejaring-

sosial/, diakses pada tanggal 13 Maret 2017, pukul 10.55

http://www.masjidagungtransstudiobandung.com/2016/10/20/pandangan-Islam-

penodaan-agama/, artikel diakses pada tanggal 01 Maret 2017, pukul 11.04.