tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup …/tindak... · iii pengesahan penguji penulisan...

85
i TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Megawati Atiyatunnajah NIM. E0006172 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Upload: vonhi

Post on 11-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

i

TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH

TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

Megawati Atiyatunnajah

NIM. E0006172

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2009

Page 2: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH

TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN)

Oleh

Megawati Atiyatunnajah

NIM. E0006172

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Maret 2010

Dosen Pembimbing Utama Dosen Co Pembimbing

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H, M. Hum Ismunarno, S.H., M. Hum

NIP. 195702031985032001 NIP. 196604281990031001

Page 3: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH

TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN)

Oleh

Megawati Atiyatunnajah

NIM. E0006172

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari :……………………………

Tanggal :……………………………

DEWAN PENGUJI

1. ………………………………………( Siti Warsini, S.H., M.H. ) Ketua 2. ………………………………………( Ismunarno, S.H., M.Hum ) Sekretaris 3. ………………………………………(Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum) Anggota

Mengetahui :

DEKAN FAKULTAS HUKUM

(Moh. Jamin, S.H., M.Hum)

NIP. 196109301986011001

Page 4: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

iv

PERNYATAAN

Nama : Megawati Atiyatunnajah

NIM : E0006172

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP

RUMAH TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN)

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan

hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi)

dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Maret 2010

yang membuat pernyataan

Megawati Atiyatunnajah

NIM. E0006172

Page 5: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

v

MOTTO

Berusaha untuk selalu mensyukuri nikmat-nikmat yang telah diberikan

oleh Allah SWT dan beribadah kepada-Nya.

Berusaha untuk membahagiakan orang tua dengan bekal ilmu

pengetahuan.

Tiada kesulitan tanpa adanya pengorbanan dan berharap untuk selalu

mendapatkan kemudahan dalam menjalani hidup.

Selalu berusaha untuk mendapatkan apa yang aku inginkan dan tak ada

kata untuk menyerah.

Talk less do more, sedikit bicara banyak bekerja.

Selalu berdoa untuk mengawali suatu kegiatan.

Page 6: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini Mega persembahkan kepada:

Allah SWT

Yang menciptakan aku untuk berkelana di bumi ini, Engkaulah Maha Pengasih

dan Penyayang, Kepada-Mu lah aku selalu memohon kemudahan-Mu

Nabi Muhammad SAW

Nabi yang menjadi tauladan bagi seluruh umat Islam, memberikan contoh-contoh

yang baik terhadap kita sebagai manusia

Kedua Orang tuaku

Haris Mulyadi S.Pd, dan Sri Lestari

Aku kagum menjadi anak mereka dan aku selalu bersyukur memiliki mereka

Adik-adikku tersayang

Dewi Kartika Sari dan Alvien Okta Rajasa

Yang selalu menemaniku dalam mengerjakan karya tulis ini

Kekasihku tercinta

Afandi kau selalu memberikan motivasi ke aku, disaat ku lengah

Sahabatku tersayang

Nidia Ulfa yang selalu menemaniku selama empat tahun ini

Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

REKAN-REKAN MAHASISWA 2006, “VIVA JUSTICIA”

ALMAMATERKU

Page 7: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr,Wb

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menciptakan manusia dan

memberikan ilmu kepadanya. Maha bijaksana Allah SWT yang telah memilih

manusia dari seluruh makhluk ciptaan-Nya untuk menjalankan fungsi

kekhalifahan, sebagai wujud ibadah dalam rangka menciptakan kemakmuran di

bumi dan menggapai kebahagiaan abadi di akhirat.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW yang mewariskan Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagai pedoman yang baik dan

abadi bagi seluruh umat manusia serta memerikan jaminan sukses bagi siapapun

yang konsisten melaksanakan nilai-nilainya.

Penulisan hukum ini diajukan untuk melengkapi tugas serta memenuhi

salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta. Selain hal tersebut diharapan akan dapat

menambah wawasan atau pengetahuan bagi siapa saja yang membaca karya

ilmiah ini.

Penulisan hukum ini terwujud karena bantuan dari berbagai pihak baik

berupa bimbingan, dukungan moral dan spiritual serta petunjuk yang selalu

diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini. Oleh karena

itu, sudah merupakan suatu kewajiban jika penulis dengan segala kerendahan hati

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Moch. Syamsulhadi Sp. KJ selaku rektor Universitas

Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum yang

telah memberikan ilmu dan kesempatan bagi penulis sehingga penulis

dapat menerapkan ilmu yang diperolehnya serta dapat menyelesaikan studi

di Fakultas Hukum ini.

Page 8: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

viii

3. Bapak Prasetyo Hadi P, S.H., M.S, selaku Pembantu Dekan I yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian

berkaitan dengan penulisan hukum ini.

4. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H, selaku Pembimbing Akademik

yang selalu mengarahkan dan memberi motivasi dalam mengembangkan

ilmu pengetahuan selama masa studi penulis di Fakultas Hukum.

5. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku pembimbing skripsi

yang dengan sabar, ramah, dan pengertian memberikan dorongan,

masukan, dan kemudahan dalam menyusun skripsi ini sehingga skripsi ini

berjalan lancar serta memberikan izin untuk menempuh ujian skripsi

sekaligus menguji penulisan hukum ini.

6. Bapak Ismunarno, S.H., M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Pidana

sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang bersedia memberikan

bimbingan kepada penulis dari awal sampai akhir penulisan ini selesai.

7. Bapak A. Zamroni, S.H., M.Hum, selaku Hakim Anggota Pengadilan

Negeri Klaten yang meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukannya

untuk memberikan keterangan dan petunjuk mengenai penelitian yang

dilakukan penulis.

8. Bapak Jaka Purwanto, S.H., selaku Panitera Muda Hukum Pengadilan

Negeri Klaten yang membantu dalam proses pengambilan data perkara

pidana untuk menunjang kelancaran dalam penyelesaian penelitian hukum

ini.

9. Bapak Jaka M. Nurhasan, S.H., selaku Panitera Muda Hukum Pengadilan

Negeri Klaten yang membantu memperlancar, memberikan pengertian

serta petunjuk-petunjuk dalam penulis melakukan penelitian ini

10. Bapak Sri Yadi S.H., selaku Panitera Pengadilan Negeri Klaten I B beserta

seluruh pegawai Pengadilan Negeri Klaten yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melaksanakan penelitian hukum di Pengadilan

Negeri Klaten.

11. Bapak Haris Mulyadi S.Pd., dan Ibu Sri Lestari selaku orang tua penulis

yang sangat disayangi dan dicintai. Tanpa kalian berdua, aku tidak tercipta

Page 9: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

ix

di dunia ini, dan aku bangga memiliki kalian berdua. Terima kasih telah

memelihara aku dari kecil hingga dewasa ini, dan ku berusaha untuk selalu

menjadi yang terbaik dan kuserahkan persembahan berupa ilmu

pengetahuan kepada Papa dan Mama.

12. Adik-adikku yang kusayang, Dewi Kartika Sari dan Alvien Okta Rajasa,

kalian berdua adalah malaikat-malaikat kecilku yang lucu-lucu, yang

selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan penulis. Rajinlah belajar

dan jangan pernah kecewakan Papa dan Mama. Aku sayang Dewi dan

Alvien.

13. Kekasihku tercinta, Afandi, yang selalu menemaniku di saat suka dan duka

serta selalu memberikan motivasi kepadaku disaat ku lengah dan putus asa

dalam penulisan hukum ini. Semoga kau cinta abadiku dan selalu setia

menjadi pendampingku sampai akhir hayat nanti. Makasih sayangku! Aku

selalu mencintaimu.

14. Keluarga Besar Haji Atmo Diharjo, terima kasih atas doa dan

dukungannya. Aku bangga dengan kalian semua, terutama Mbah Kakung

dan Mbah Putri, jaga kesehatan ya Mbah!

15. Sahabat sejatiku, Nidia Ulfa yang selalu menemaniku sepanjang

perjalanan mencapai gelar Sarjana Hukum, dan saling memotivasi dalam

penulisan hukum ini. Terima kasih karena telah menjadi sahabatku yang

terbaik selama kuliah di Fakultas Hukum. Kapan lagi kita akan berangkat

kuliah berdua lagi?semangat ya sahabatku, perjalanan kita masih panjang!

16. Teman-teman penulis angkatan 2006 yang sangat disayangi, Lupik, Irma,

Martha, Tandi, Ratna, Aditya Vol, Terima kasih atas segala dukungannya,

jaga pertemanan kita juga, jangan sampai terpecahkan. Semangat buat

kalian semua ya! Raihlah cita-cita setinggi mungkin.

17. Erika, Tami, Rendy yang selalu memberikan inspirasi penulis dalam

menyusun penulisan hukum ini. Terima kasih atas segala masukan yang

telah kalian berikan.

Page 10: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

x

18. Teman-temanku penjual Pulsa, Eta, Vera, Titin, dan Danisa, terima kasih

atas segala bantuannya dalam memperlancar komunikasi penulis dengan

kiriman pulsanya. Penulis mendoakan semoga lancar bisnis pulsanya.

19. Sodaraku Jana Kumara, makasih ya atas segala informasi yang telah kau

berikan. Semoga bermanfaat buat penulis. Jangan Malas-malas ya di

kampus!

20. Buat Mas Wawan bagian PPH, makasih ya telah membantu kelancaran

penulis dalam menginput judul penulisan hukum sampai dengan

pendaftaran pendadaran. Kata-kata yang selalu kuingat dari Mas Wawan

“Sukses ya, dik”!

21. Komputer dan Laptop penulis, yang selalu membantu dalam fasilitas

pengetikan penulisan hukum ini akan kurawat kalian dengan baik,

meskipun terkadang eror.

22. Mio ku AD 6043 QL dan Jazz ku AD 8968 NB, yang selalu membawaku

pulang pergi dari rumah ke kampus hingga selamat dalam perjalanan serta

melindungi ku dari panas dan hujan.

23. Mas dan Mbak Fotocopy, terima kasih atas bantuan penjilidan dan

fotocopynya selama penulis menyusun penulisan hukum.

24. Warnet di kota Delanggu, terima kasih karena telah menyediakan fasilitas

jasa warnet dan hotspot dalam mempermudah mencari bahan-bahan

penulisan hukum.

25. Sahabatku dari Universitas Brawijaya Malang, Ayik, terima kasih ya

menemaniku satu tahun selama kuterdampar di Brawijaya dulu.

26. Dosen-dosen Fakultas Hukum yang telah mendidik penulis hingga

mencapai gelar kesarjanaan.

27. Teman-teman seperjungan di Fakultas Hukum angkatan 2006, teruskan

perjuangan kalian,jadilah aparat penegak hukum yang handal, viva justisia

kami bangga disini! Beserta teman-temanku KMM di Pengadilan Negeri

Klaten Nia, Yaya, Adi, Farid, Caca, Gita , terima kasih atas support nya.

Page 11: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xi

28. Bapak satpam dan bapak penjaga sepeda motor, terima kasih atas

pengawasan kendaraan-kendaraan mahasiswa selama mengikuti

perkuliahan di Fakultas Hukum.

29. Ibu kantin dan warung-warung di belakang kampus, Mbak Wied Ceker,

Bagor, Kansas, Mbak Pur, steak Mas Mbong yang telah menyediakan jasa

penjualan makanan buat penulis ketika penulis merasa perut tidak terisi

atau lapar.

30. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu-persatu dalam penulisan

hukum ini, penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih.

Adapun penulisan hukum ini dibuat dengan harapan bermanfaat bagi

penulis dan pembaca sekalian. Penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalamnya. Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca sekalian

demi kebaikan bersama pada masa yang akan datang.

Wassalamualaikum, Wr, Wb.

Surakarta, Maret 2010

Penulis

Megawati Atiyatunnajah

Page 12: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Permohonan Ijin Pra Penelitian

Lampiran II Surat Permohonan Ijin Penelitian

Lampiran III Surat Keterangan Penelitian Riset

Lampiran IV Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Lampiran V Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak

Lampiran VI Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948

Lampiran VII Putusan Hakim Nomor 144/Pid. B/2009/PN Klaten tentang

tindak pidana orang dalam lingkup rumah tangga

Page 13: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………………ii

HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii

HALAMAN PERNYATAAN……………………………………………………iv

HALAMAN MOTTO……………………………………………………………..v

HALAMAN PERSEMBAHAN………………………………………………….vi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...vii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….xiii

ABSTRAK………...……………………………………………………………xvii

ABSTRACT………………………………………………………………...….xviii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………...…….1

B. Perumusan Masalah………………………………………………...4

C. Tujuan Penelitian…………………………………………..……….4

D. Manfaat Penelitian………………………………………………….5

E. Metodologi Penelitian…………………………………..…….…….6

F. Sistematika Penulisan Hukum…….………………………………12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Page 14: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xiv

1. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana (Strafbaar feit)

a. Pengertian Strafbaar feit……………………………….……14

b. Tujuan Pidana……………………………………………...…16

c. Unsur Tindak Pidana…………………………...…………….17

d. Penggolongan Tindak Pidana………………………...………19

2. Tinjauan Umum Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

a. Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga…...…..……….20

b. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga…………....21

3. Tinjauan Umum Penelantaran Orang Dalam lingkup Rumah

Tangga

a. Pengertian Penelantaran Orang……..………..………………22

b. Orang-Orang Yang Termasuk dalam Lingkup Rumah

Tangga………………………………………………………..22

4. Tinjauan Umum Tentang Putusan

a. Pengertian Putusan………....……………..…………………..24

b. Jenis-Jenis Putusan Hakim………………………..…………..25

5. Tinjauan Umum Peraturan Perundang-undangan tentang

Penelantaran Orang

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga…………………………..…28

b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak……………………………………………………………29

c. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana………...………………30

Page 15: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xv

d. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia...…………………….30

B. Kerangka Pemikiran………………………………………………..33

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Tindak

Pidana Penelantaran Orang dalam Lingkup Rumah Tangga

dalam Perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten…………………..35

1. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan

dengan perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten……………….39

2. Aspek-Aspek yang Kerap Kurang Diperhatikan Hakim Secara

Kasuistik Dalam Membuat Putusan Pada Praktik Peradilan..…44

3. Jenis Tindak Pidana Penelantaran Orang Dalam Lingkup Rumah

Tangga………………………...……………………………….45

4. Pentingnya Interprestasi Oleh Hakim Pidana dalam Menjatuhkan

Putusan…..…………………………………………………….46

B. Putusan Hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang Tindak

Penelantaran Orang Dalam Rumah Tangga dikaitkan dengan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat

ini…………………………………………………………...…….47

1. Ketentuan-Ketentuan Dalam KUHP Yang Berkaitan Dengan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga……………………………..47

2. Ketentuan-Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 tentang Perlindungan anak…...…………………..50

Page 16: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xvi

3. Ketentuan-Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga…………………...……………………………….……53

4. Ketentuan dalam Hak Asasi Manusia……………………...…..56

C. Putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak

pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga agar

memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum……………..…..57

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………….…….....…………62

B. Saran……………………………………………………………65

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 17: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xvii

ABSTRAK

MEGAWATI ATIYATUNNAJAH, E 0006172. TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP RUMAH TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulisan Hukum (Skripsi).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus kasus tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga dengan perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten, mengetahui putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak pidana penelantaran orang sudah sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia atau belum sesuai dan mengetahui putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga agar memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, dan dilihat dari jenis penelitian termasuk penelitian hukum yuridis normatif. Lokasi Penelitian bertempat di Pengadilan Negeri Klaten. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data diperoleh melalui studi pustaka, perundang-undangan, putusan Hakim Pengadilan Negeri Klaten, bahan-bahan non-hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, ekonomi, sosiologi, Filsafat, Kebudayaan ataupun laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang berupa dokumentasi dan data sekunder yang merupakan penelitian kepustakaan, sedangkan untuk menganalisis data, penulis menggunakan model analisis data dengan logika deduktif.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa, tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga merupakan salah satu bentuk dari Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dapat dilakukan oleh suami terhadap anggota keluarganya, terutama istri dan anaknya dengan cara tidak memberikan nafkah lahir dan batin terhadap istrinya yang masih dalam ikatan perkawinan yang sah serta kepada pelakunya dapat dikenai sanksi pidana. Majelis Hakim dalam memutus perkara penelantaran isteri dan anak dengan beberapa pertimbangan berdasarkan keyakinan hakim, peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau sosiologis masyarakatnya.

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah memperoleh masukan yang dapat digunakan untuk almamater dalam mengembangkan bahan-bahan perkuliahan yang telah ada, bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu hukum pada khususnya terutama hukum pidana, mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis dalam menulis penulisan hukum ini, sedangkan manfaat praktris penelitian ini adalah hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas bagi penulis sebagai calon sarjana hukum sebagai bekal untuk masuk ke dalam instansi atau institusi penegak hukum, maupun untuk praktisi hukum yang senantiasa memperjuangkan hukum di negeri ini agar dapat ditegakkan. Kata kunci : Penelantaran Orang, Rumah Tangga, Lingkup.

Page 18: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xviii

ABSTRACT

MEGAWATI ATIYATUNNAJAH, E 0006172. THE PUNISHMENT ACT PEOPLE NEGLECTED ON THE DOMESTIC HOUSE (WITH MATER NUMBER 144/PID.B/2009/KLATEN of COURT). Law of Faculty Sebelas Maret University. Law of Writing.

This thorough purposes to know basic the opinion judge in interrupt the case punishment act people neglected on the domestic house with matter number 144/Pid.B/2009/Klaten court, to know the judge decision number 144/Pid.B/2009/Klaten of court about the punishment act people neglected appropriate with the law regulation be occur in Indonesia or no appropriate and to know the judge decision number 144/Pid.B/2009/Klaten of court about the punishment act people neglected on the domestic house in order to fill justice and the law certainty.

This thorough is the detail examination and looking of kinds examination is normative yuridice. The location thorough in Klaten of court. The data kind is secondary. The data source is statute library, act, the judge decision in the Klaten of court, the law material are the book about politic, economyc, sociology, philosophy, culture or journalist of law have relevantion with thorough topic. The data technic used primary data consist of the documentation and secondary data of library approach, and then data analysis, the writer used analysis with deductive logic.

The based of thorough it have crop so the punishment act people neglected on the domestic house can doing to husband and their family, especially their wife and childs with manner nothing give necessities of live the born and inner to their wife still union mating legal and duer can struck punishment. The judge council interrupt neglected case wife and child with more legal opinion be based on judge conviction, the law regulation occur or their society.

The thorough advantage as theory is obtain input can used to alumnus expand substances study in there, advantages to development the science style general and the law science direction especially such as punishment law, penetrate theories have the curiter result in write the law process of writing, while advantages practical this thorough is crop thorough caused by can give abstract distinct to writer as candidate of law scholar and then stock at the instance or law upholder, although to law practice always struggle of law in the country in order to upright

Password key : the people neglected, domestic, range.

Page 19: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai arahan pembentukan UU No. 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) berangkat dari

asas bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari

segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

perubahannya. Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa “Setiap

orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat

dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang merupakan hak asasi”. Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa

“setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk

memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan

dan keadilan”. Dalam lingkup rumah tangga “rasa aman, bebas dari segala

bentuk kekerasan dan tidak adanya diskriminasi” akan lahir dari rumah tangga

yang utuh dan rukun. Dengan demikian keutuhan dan kerukunan rumah tangga

yang bahagia, aman, tenteram dan damai merupakan dambaan setiap orang

dalam rumah tangga. Negara Republik Indonesia adalah Negara yang

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dijamin oleh Pasal 29 UUD 1945.

Dengan demikian, setiap orang dalam lingkup rumah tangga dalam

melaksanakan hak dan kewajiban harus didasari dengan agama. Untuk

mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap

orang dalam lingkup rumah tangga, terutama kadar kualitas perilaku dan

pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan

dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian

diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam

rumah tangga sehingga timbul ketidak amanan dan ketidak adilan terhadap

orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.

Page 20: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xx

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kalyanamitra tahun 1996 tercatat 37

kasus KDRT dan menurut Biro Pusat Stastitik tercatat jumlah kasus KDRT

pada tahun 1998 terdapat 101 kasus, tahun 1999 terdapat 113 kasus dan tahun

2000 terdapat 259 kasus. Di luar catatan ini terdapat cukup banyak kasus yang

tidak dilaporkan oleh para korban, karena dianggap hal ini merupakan urusan

dalam rumah tangga (Iskandar Hoesin, 2003:16).

Tindak kekerasan di dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan

jenis kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian dan jangkauan hukum.

Tindak kekerasan di dalam rumah tangga pada umumnya melibatkan pelaku

dan korban diantara anggota keluarga di dalam rumah tangga, sedangkan

bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal

(ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan di dalam rumah

tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial, tingkat

pendidikan, dan suku bangsa. Tindak kekerasan pada istri dalam rumah tangga

merupakan masalah sosial yang serius, akan tetapi kurang mendapat tanggapan

dari masyarakat dan para penegak hukum.

Tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga yang

dilakukan oleh salah satu anggota rumah tangga termasuk tindakan yang

dilarang, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau

pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap

orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi

dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah

sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.. Menurut Natabangsa

Surbakti (2006) dengan menetapkan sebagai tindak pidana aduan, maka hukum

pidana tetap dipertahankan sebagai sarana terakhir dalam upaya

penanggulangan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (Guse Prayudi,

2009:121).

Dalam kenyataannya meskipun kasus KDRT banyak terjadi, tetapi sistem

hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan

dalam rumah tangga, oleh karena itu diperlukan pengaturan tentang tindak

Page 21: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxi

pidana kekerasan dalam rumah tangga secara tersendiri karena mempunyai

kekhasan, walaupun secara umum di dalam KUHP telah diatur mengenai

penganiayaan dan kesusilaan serta penelantaran orang yang perlu diberi nafkah

dan kehidupan. Pembaharuan hukum yang berpihak pada kelompok rentan atau

tersubordinasi, khususnya perempuan, menjadi sangat diperlukan sehubungan

dengan banyaknya kasus kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga.

Pembaharuan hukum tersebut diperlukan karena undang-undang yang ada

belum memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum

masyarakat. Mendasarkan pada hal tersebut maka perlunya dibentuk UU

PKDRT. Dimana Undang-Undang ini terkait erat dengan beberapa peraturan

perundang-undangan lain yang sudah berlaku sebelumnya antara lain KUHP,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan konvensi mengenai Penghapusan

segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination

of All Forms of Discrimination Against Women), dan Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Guse Prayudi, 2007:17).

UU PKDRT selain mengatur ihwal pencegahan dan perlindungan serta

pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, juga mengatur

spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak

pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam

KUHP. Selain itu, UU PKDRT juga mengatur ihwal kewajiban bagi aparat

penegak hukum, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, atau

pembimbing rohani untuk melindungi korban agar mereka lebih sensitive dan

reponsif terhadap kepentingan rumah tanngga yang sejak awal diarahkan pada

keutuhan dan kerukunan rumah tangga.

Tindak pidana penelantaran orang dalam rumah tangga yaitu isteri dan

anak, dan orang yang menjadi tanggung jawab (ikut dalam rumah tangga

tersebut) diatur di dalam UU No.23 tahun 2004 yang mana ancaman

hukumannya lebih ringan dibandingkan dengan kekerasan atau penganiayaan

dalam rumah tangga. Hal ini mengakibatkan banyaknya suami yang tidak

mengindahkan ancaman hukuman yang tertera dalam pasal 49 UU No 23 tahun

Page 22: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxii

2004, sehingga mereka dapat memperlakukan penelantaran terhadap isterinya

dengan sewenang-wenang atas kekuasaannya sebagai kepala keluarga. Dengan

melihat latar belakang permasalahan tersebut, penulis membahas masalah di

atas dalam penulisan hukum yang disusun dengan judul

“TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP

RUMAH TANGGA (STUDI PUTUSAN NO.144/PID.B/2009/PN KLATEN)”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas maka penulis

tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitik beratkan

pada rumusan masalah :

1. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam tindak

pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga dalam perkara No.

144/Pid.B/2009/PN Klaten?

2. Apakah putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak

pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga sudah sesuai

dengan peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia dan

ketidaksesuaian dalam hal apa saja?

3. Bagaimanakah sebaiknya putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten

tentang tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga

agar memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai.

Tujuan dari penelitian dalam penulisan penelitian ini adalah :

Page 23: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxiii

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam memutus kasus

tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga dengan

perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten.

b. Untuk mengetahui putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten

tentang tindak pidana penelantaran orang sudah sesuai dengan

peraturan perundang-undang yang berlaku di Indonesia atau belum

sesuai.

c. Untuk mengetahui putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten

tentang tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga

agar memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk mengetahui pengetahuan yang lengkap dan jelas untuk

menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam mencapai

penyusunan penulisan hukum di bidang Ilmu Hukum, Universitas

Sebelas Maret.

b. Untuk meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang telah penulis

dapatkan khususnya dalam bidang Hukum Pidana.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memperoleh masukan yang dapat digunakan untuk almamater

dalam mengembangkan bahan-bahan perkuliahan yang telah ada.

b. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan

ilmu hukum pada khususnya terutama hukum pidana.

c. Untuk mendalami teori-teori yang telah diperoleh penulis dalam

menulis penulisan hukum ini.

2. Manfaat Praktis

Page 24: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxiv

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas

bagi penulis sebagai calon sarjana hukum sebagai bekal untuk masuk

ke dalam instansi atau institusi penegak hukum, maupun untuk praktisi

hukum yang senantiasa memperjuangkan hukum di negeri ini agar

dapat ditegakkan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan

serta tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan

masalah yang diteliti, seperti anggota keluarga, para pekerja rumah

tangga, masyarakat serta terutama bagi aparat penegak hukum agar

lebih memperhatikan segala bentuk kejahatan yang terjadi dalam

lingkup yang sangat penting.

E. Metodologi Penelitian

Mengadakan suatu penelitian ilmiah jelas harus menggunakan metode,

karena ciri khas ilmu adalah dengan menggunakan metode. Metode berarti

penyelidikan yang berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Menempuh

suatu jalan tertentu untuk mencapai tujuan, artinya peneliti tidak bekerja secara

acak-acakan. Langkah-langkah yang diambil harus jelas serta ada pembatasan-

pembatasan tertentu untuk menghindari jalan yang menyesatkan dan tidak

terkendalikan. Oleh karena itu, metode ilmiah timbul dengan membatasi secara

tegas bahasa yang dipakai oleh ilmu tertentu (C.A. van Peursen, 1993:16).

Penelitian hukum tentu menggunakan bahasa hukum yang dipahami oleh para

sejawat sekeahlian (intersubjektif) dan setiap pengemban hukum.

Cara kerja keilmuan salah satunya ditandai dengan penggunaan metode

(Inggris : method, Latin : methodus, Yunani : methodos-meta berarti sesudah,

di atas, sedangkan hodos berarti suatu jalan, suatu cara). Van Peursen

menerjemahkan pengertian metode secara harfiah, mula-mula metode diartikan

sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, menjadi: penyelidikan atau penelitian

berlangsung menurut suatu rencana tertentu (C.A. van Peursen, 1993:16).

Page 25: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxv

Dalam dunia riset, penelitian merupakan aplikasi atau penerapan metode yang

telah ditentukan dengan persyaratan yang sangat ketat berdasarkan tradisi

keilmuan yang terjaga sehingga hasil penelitian yang dilakukan memiliki nilai

ilmiah yang dihargai oleh komunitas ilmuwan terkait. Dua syarat utama yang

harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian ilmiah dengan baik dan dapat

dipertanggungjawabkan yakni (Johnny Ibrahim, 2008:25-26) :

1. Peneliti harus lebih dulu memahami konsep dasar ilmu pengetahuan yang

berisi sistem dan ilmunya.

2. Metodologi penelitian disiplin ilmu tersebut.

Peneliti akan mencoba mengetahui hasil temuannya yang tidak terbatas untuk

menyampaikan informasi bahwa hal itu ada, tetapi lebih jauh lagi harus

mampu menjawab pertanyaan mengapa hal itu ada sebagaimana adanya. Jadi,

bukan hanya ingin mengungkapkan fakta-fakta, tetapi juga alasan atau dasar

yang memunculkan fakta-fakta tersebut (Lorens Bagus, 1996:635-636).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode meliputi :

1. Jenis Penelitian

Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian yang obyeknya adalah permasalahan hukum (sedangkan

hukum adalah kaidah atau norma yang ada dalam masyarakat), maka tipe

penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif, yakni

penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau

norma-norma dalam hukum positif (Johnny Ibrahim, 2008:295).

2. Sifat Penelitian

Menurut bidangnya penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat

diskriptif. Penelitian diskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah:

“Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang

seteliti mungkin tentang manusia, keadaan , gejala-gejala lainnya.

Page 26: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxvi

Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa, agar

dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam

kerangka penyusun teori baru”(Soerjono Soekanto, 1986:10).

Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini, analisis data tidak keluar

dari lingkup sample. Bersifat Deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang

bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data,

atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan

seperangkat data yang lain (Bambang Sunggono,1997:35). Dalam penelitian

ini, penulis ingin memperoleh gambaran yang lengkap dan jelas tentang

dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga di Pengadilan Negeri

Klaten (Studi Putusan Nomor 144/Pidana Biasa/2009/Pengadilan Negeri

Klaten).

3. Pendekatan Penelitian

Oleh karena tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian

yuridis normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan

perundang-undangan (statute approach). Pendekatan tersebut melakukan

pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan lima

sentral penelitian. Selain itu juga digunakan pendekatan lain yang

diperlukan guna memperjelas analisis ilmiah yang diperlukan dalam

penelitian normatif. Berbagai pendekatan (approach) terhadap masalah yang

ingin dicari pemecahan dan jalan keluarnya akan diuraikan lebih lanjut

dalam pembahasan tersendiri (Johnny Ibrahim, 2008:295).

4. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Tempat Penelitian yang akan digunakan adalah di Pengadilan Negeri

Klaten.

b. Waktu Penelitian

Page 27: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxvii

Penelitian dilaksanakan setelah pengurusan perijinan selesai. Dengan

pertimbangan perijinan menyangkut instansi di luar kampus tentunya

akan mempunyai prosedur yang berbeda dengan tingkat kesulitan

yang berbeda dalam kampus. Penelitian dijadwalkan enam bulan dari

bulan September 2009 sampai dengan bulan Maret 2010.

5. Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Data Sekunder adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh

secara tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan.

6. Sumber Data

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-

sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan

hukum sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer

terdiri dari perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan

bahan-bahan sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan

merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-

komentar atas putusan pengadilan.

Di samping sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan

hukum, peneliti hukum juga dapat menggunakan bahan-bahan non-hukum

apabila dipandang perlu. Bahan-bahan non-hukum dapat berupa buku-buku

mengenai Ilmu Politik, ekonomi, sosiologi, Filsafat, Kebudayaan ataupun

laporan-laporan penelitian non-hukum dan jurnal-jurnal non-hukum

sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-

hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan

peneliti. Relevan atau tidaknya bahan-bahan non-hukum bergantung dari

Page 28: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxviii

kajian peneliti terhadap bahan-bahan itu (Peter Mahmud Marzuki,2009:141-

145).

7. Teknik Pengumpulan Data

Berisi uraian logis prosedur pengumpulan bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, serta bagaimana bahan hukum

tersebut diinventarisasi dan dikasifikasi dengan menyesuaikan dengan

masalah yang dibahas. Untuk tujuan ini sering digunakan sistem kartu.

Bahan hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dipaparkan,

disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterprestasikan hukum

yang berlaku (Johnny Ibrahim, 2008:296).

Dalam mencari dan mengumpulkan data-data untuk berhasilnya

penulisan hukum, penulis menggunakan :

a. Data Primer

Adapun data yang diperoleh melalui :

1) Dokumentasi

Mencari data mengenai hal-hal atau variable yang berupa catatan,

transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapat, legger, agenda dan

sebagainya.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dengan penelitian kepustakaan atau

library research guna memperoleh landasan hukum atau bahan penulisan

lainnya yang dapat dijadikan sebagai landasan teori. Data yang diperoleh

dari dokumen-dokumen, catatan-catatan, buku-buku yang berhadapan

dengan materi kemudian diselaraskan dengan bahan dari kepustakaan

sebagai bahan acuan dari bahan referensi penelitian. Studi kepustakaan

ini dilakukan dengan mempelajari dan mengidentifikasikan literature-

Page 29: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxix

literatur yang berupa buku-buku, perauturan-peraturan, dokumen-

dokumen, artikel-artikel serta hasil penelitian yang dilakukan para ahli.

8. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah langkah-langkah yang berkaitan dengan

pengolahan terhadap bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan untuk

menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah

(Johnny Ibrahim, 2008:297). Tentu juga menyangkut kegiatan penalaran

ilmu terhadap bahan-bahan hukum yang dianalisis, baik menggunakan

penalaran induksi, deduksi, maupun abduksi.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika

deduktif. Menurut Johnny Ibrahim yang mengutip pendapat Bernard Arief

Sidharta, logika deduktif merupakan suatu teknik untuk menarik

kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat

individual. Penalaran deduktif adalah penalaran yang bertolak dari aturan

hukum yang berlaku umum pada kasus individual dan konkret yang

dihadapi (Johnny Ibrahim, 2006 : 249-250). Sedangkan Prof. Peter

Mahmud Marzuki yang mengutip pendapat Philipus M. Hadjon

menjelaskan metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis

major (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor

(bersifat khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik kesimpulan.

Akan tetapi di dalam argumentasi hukum, silogisme hukum tidak

sesederhana silogisme tradisional (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47).

Jadi dapat disimpulkan bahwa logika deduktif atau pengolahan bahan

hukum dengan cara deduktif yaitu menjelaskan suatu hal yang bersifat

umum kemudian menariknya menjadi kesimpulan yang lebih khusus.

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan cara

menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan,

aturan perundang-undangan, putusan-putusan pengadilan beserta

Page 30: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxx

dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma untuk

menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir yaitu dengan

menarik kesimpulan dari data yang diolah, sehingga pada akhirnya dapat

menjawab studi putusan dalam tindak pidana penelantaran orang dalam

lingkup rumah tangga.

F. Sistematika Penelitian Hukum

Untuk lebih memudahkan dalam pembahasan, menganalisa serta

menjabarkan isi dari penulisan hukum ini, maka penulis menyusun sistematika

penulisan hukum dengan membagi dalam bab-bab, sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab II ini, penulis akan menguraikan tentang tinjauan umum

tentang tindak pidana (Strafbaar feit), tinjauan umum kekerasan

dalam rumah tangga, tinjauan umum penelantaran orang dalam

lingkup rumah tangga, tinjauan umum tentang putusan hakim, dan

tinjauan umum peraturan perundang-undangan tentang

penelantaran orang.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian hasil penelitian yang disertai dengan

pembahasan mengenai dasar pertimbangan hakim dalam memutus

kasus tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah

tangga dengan perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten, apakah

putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak

Page 31: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxi

pidana penelantaran orang sudah sesuai dengan peraturan

perundang-undang yang berlaku di Indonesia, dan sebaiknya

putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak

pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga agar

memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran berdasarkan analisa dari data

yang diperoleh selama penelitian sebagai jawaban terhadap

permasalahan bagi para pihak yang terkait agar dapat menjadi

bahan pemikiran dan pertimbangan untuk menuju perbaikan

sehingga bermanfaat bagi semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 32: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxii

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana (Strafbaar feit)

a). Pengertian Strafbaar feit

Hukum pidana adalah sebagian dari keseluruhan hukum yang

berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan

untuk :

- Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang

dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi (Sic) yang berupa pidana

tertentu bagi barangsiapai melanggar larangan tersebut.

- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana

sebagaimana yang diancamkan.

- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan

tersebut (Andi Hamzah, 2008:4-5).

Sarjana hukum Indonesia membedakan istilah hukuman dan pidana

yang dalam bahasa Belanda hanya dikenal satu istilah untuk keduanya, yaitu

straf. Istilah hukuman adalah istilah umum untuk segala macam sanksi baik

perdata, administratif, disiplin dan pidana. Sedangkan istilah pidana

diartikan sempit yang berkaitan dengan hukum pidana (Andi Hamzah,

2008:27). Pidana merupakan karakteristik hukum pidana yang

membedakannya dengan hukum perdata. Dalam perkara pidana, pertanyaan

timbul seberapa jauh terdakwa telah merugikan masyarakat dan pidana apa

yang perlu dijatuhkan kepada terdakwa karena telah melanggar hukum

(pidana).

Page 33: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxiii

Pidana dipandang sebagai suatu nestapa yang dikenakan kepada

pembuat karena melakukan suatu delik. Ini bukan merupakan tujuan akhir

tetapi tujuan terdekat. Inilah perbedaan antara pidana dan tindakan karena

tindakan dapat berupa nestapa juga tetapi bukan tujuan. Tujuan akhir pidana

dan tindakan dapat menjadi satu, yaitu memperbaiki pembuat. Jika seorang

anak dimasukkan ke pendidikan paksa maksudnya ialah untuk memperbaiki

tingkah lakunya yang buruk (H.B. Vos, 1950:9).

Pembentuk undang-undang menggunakan perkatan “strafbaar feit”

untuk menyebutkan apa yang dikenal dengan “tindak pidana” di dalam

suatu Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kata “feit” sendiri dalam

bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataan” dan “strafbaar”

berarti “dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan “strafbaar feit”

dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat

dihukum” (P.A.F Lamintang, 1997 : 181). Pengertian menurut definisi

pendeknya J.E.JONKERS pada hakekatnya menyatakan untuk setiap delik

yang dapat dipidana harus berdasarkan undang-undang dan pendapat umum

tidak dapat menentukan lain daripada yang telah ditentukan undang-undang.

Menurut Moeljatno istilah strafbaarfeit diterjemahkan dengan perbuatan

pidana, perbuatan itu adalah keadaan yang dibuat oleh seseorang atau

barang sesuatu yang dilakukan (Sudarto, 1990:35). Sedangkan dalam

definisi panjang menitikberatkan kepada sifat melawan hukum dan

pertanggungan jawab yang merupakan unsur yang telah dirumuskan secara

tegas di dalam setiap delik, atau unsur-unsur yang tersembunyi secara diam-

diam dianggap ada (Bambang Poernomo, 1982 : 91).

Jika disimpulkan, perbuatan pidana menunjuk pada sifat perbuatan

yang dilarang dengan diancam pidana. Adapun istilah perbuatan pidana

disamping istilah ilmiah dapat pula dikatakan bagi masyarakat sehari-hari

telah menggunakan kata perbuatan, seperti perbuatan jahat, perbuatan dosa,

perbuatan tidak senonoh, dan tidak sebaliknya mempergunakan kata

peristiwa atau tidak jahat, tidak dosa, tidak senonoh, dan sebagainya. Simon

Page 34: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxiv

memberikan perumusan delict atau strafbaar feit adalah “delict atau tindak

pidana merupakan perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum,

perbuatan mana yang dilakukan oleh seorang yang dapat dipersalahkan

kepada si pembuatnya”(Abdul Kadir, 1984 : 37). Menurut beliau di dalam

beberapa rumusan delik dapat kita jumpai suatu persyaratan tertentu berupa

keadaan-keadaan tertentu yang harus timbul setelah sesuatu keadaan

semacam itu dilakukan orang, di mana timbulnya keadaan-keadaan

semacam itu bersifat menentukan agar tindakan orang tersebut dapat sebagai

tindakan yang dihukum. Timbulnya keadaan-keadaan seperti itu merupakan

suatu syarat yang juga disebut “bijkomende voorwaarden van

strafbaarheid” yang bukan “unsur yang sebenarnya” dari suatu delik.

b). Tujuan Pidana

Dalam literatur berbahasa Inggris tujuan pidana biasa disingkat

dengan tiga R dan satu D. Tiga R itu ialah Reformation, Restraint, dan

Restribution, sedangkan satu D adalah Deterrence yang terdiri atas

individual deterrence dan general deterrence. Reformasi berarti

memperbaiki atau merehabitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna

bagi masyarakat. Restraint maksudnya mengasingkan pelanggar dari

masyarakat. Restribution ialah pembalasan terhadap pelanggar karena telah

melakukan kejahatan. Deterrence berarti menjera atau mencegah sehingga

baik terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang potensial menjadi

penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan, melihat pidana

yang dijatuhkan kepada terdakwa.

Yang dipandang tujuan yang berlaku sekarang ialah variasi dari

bentuk-bentuk (Andi Hamzah, 2008:29) :

Page 35: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxv

1. Penjeraan (detterent), baik ditujukan kepada pelanggar hukum

sendiri maupun kepada mereka yang mempunyai potensi menjadi

penjahat.

2. Perlindungan kepada masyarakat dari perbuatan jahat.

3. Perbaikan (reformasi) kepada penjahat.

Menurut Lamintang (1984 : 11) pada dasarnya terdapat tiga pokok

pemikiran tentang tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan,

yaitu untuk memperbaiki pribadi dari penjahatnya itu sendiri, untuk

membuat orang jera untuk melakukan kejahatan-kejahatan lain, yakni

penjahat-penjahat yang dengan cara-cara lain sudah tidak dapat diperbaiki

lagi. Sedangkan menurut Sahetapy dalam Lamintang (1988 : 42)

pemidanaan sebaiknya bertujuan pembebasan. Dijelaskan selanjutnya,

bahwa makna pembebasan menghendaki agar si pelaku bukan saja harus

dibebaskan dari lama pikiran yang jahat, yang keliru, melainkan ia harus

pula dibebaskan dari kenyataan sosial dimana ia terbelenggu (Guse

Prayudi, 2009:112).

c). Unsur Tindak Pidana

Untuk dapat dipidananya suatu perbuatan dan si pelaku, yang

penting tidak hanya bagian-bagian dari perbuatan itu seperti yang diuraikan

dalam uraian delik, akan tetapi juga harus diperhatikan syarat-syarat yang

muncul dari bagian umum kitab undang-undang atau asas hukum yang

umumnya diterima. Syarat ini dinamakan unsur tindak pidana. Perkataan

unsur di sini dipakai dalam arti sempit. Dahulu dan juga sekarang ada

beberapa sarjana hukum yang menggunakan perkataan unsur untuk bagian-

bagian dari tindak pidana dan juga mempergunakannya untuk syarat lain

untuk dapat dipidananya suatu perbuatan dan si pelaku. Supaya keadaannya

lebih jelas, sebaiknya diadakan perbedaan antara bagian dan unsur.

Bagian umum kitab undang-undang mengajukan sebagai syarat

untuk dapat dipidananya seorang pelaku yaitu pertama bahwa perbuatan itu

Page 36: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxvi

dapat dipertanggung jawabkan padanya perbuatan itu dapat

dipertanggungjawabkan pada si pelaku atau si pelaku mampu

bertanggungjawab (pasal 37 Sr.; KUHP Pasal 44). Kedua bahwa perbuatan

itu dapat disesalkan pada si pelaku (penyesalan dari perbuatan). Ketiga,

bahwa untuk dapat dipidana diperlukan syarat, bahwa perbuatan itu

dilakukan secara melawan hukum. Setiap tindak pidana yang ada dalam

Kitab Undang-undang Hukum Pidana pada umumnya dapat dijabarkan

dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua macam

unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif.

Yang dimaksud unsur subyektif adalah unsur-unsur yang melekat

pada diri si pelaku atau berhubungan dengan diri si pelaku, dan yang

termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam

hatinya. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur obyektif adalah unsur-

unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam

keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku itu harus dilakukan.

Unsur obyektif ini tidak terdapat dalam uraian delik setiap tindak

pidana tersendiri, dan tidak usah dicantumkan dalam tuntutan. Umumnya

diterima bahwa syarat ini sudah dipenuhi selama tidak ternyata

kebalikannya. Pembuat undang-undang dan karena itu juga hakim, dalam

hal ini bertolak dari apa yang ditanggapnya sebagai peristiwa yang sering

terjadi yaitu :

I. Ia menduga, bahwa umumnya manusia tidak menderita penyakit

jiwa, jadi mampu bertanggung jawab.

II. Ia menganggap sebagai suatu peristiwa biasa, bahwa si pelaku

tindak pidana juga bersalah, jadi kesalahan itu dapat disesalkan

padanya atau ada kesalahan dalam arti dapat disesalkan.

III. Seseorang yang melakukan tindak pidana sekaligus melakukan

sesuatu yang dapat disebutkan melawan hukum.(J.M.Van

Bemmelen, 1979 : 98-100)

Page 37: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxvii

d). Penggolongan Tindak Pidana

Penggolongan jenis-jenis tindak pidana di dalam KUHP, terdiri

atas kejahatan dan pelanggaran. Penggolongan untuk kejahatan di

dalam Buku II KUHP dan pelanggaran di dalam Buku III KUHP. Undang-

undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, tetapi

tidak memberikan artian yang jelas. Para pembentuk KUHP berusaha untuk

menemukan suatu pembagian yang lebih tepat mengenai jenis-jenis

tindakan melawan hukum, semula telah membuat suatu pembagian yang

disebut rechtsdelicten dan wetsdelicten.

Sesuai dengan penjelasannya di dalam MVT (Memorie Van

Toelichtig) pembagian di atas tersebut didasarkan pada sebuah asas, yaitu :

1) Merupakan suatu kenyataan bahwa memang terdapat sejumlah tindakan-

tindakan yang mengandung suatu “onrecht” hingga orang pada

umumnya memandang pelaku-pelakunya pantas untuk di hukum,

walaupun tindakan tersebut oleh undang-undang tidak dinyatakan

sebagai tindakan-tindakan yang terlarang di dalam undang-undang.

2) Tetapi terdapat sejumlah tindakan-tindakan di mana orang pada

umumnya baru mengetahui sifatnya dari tindakan tersebut sebagai

tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum, hingga pelakunya

dapat dihukum setelah tindakan tersebut dinyatakan sebagai tindakan

yang dilarang di dalam undang-undang.

Perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran dalam KUHP ada

kecenderungan untuk mengikuti pandangan kuantitatif, sekalipun ada

penyimpangannya dalam beberapa hal kejahatan dan pelanggaran

mempunyai derajat yang sama. (Bambang Poernomo, 1982 : 96-97).

2. Tinjauan Umum Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

a). Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Page 38: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxviii

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap

seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau

penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, dan/atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah

tangga (Vide Pasal 1 angka 1 UU PKDRT). Penghapusan Kekerasan dalam

Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan

dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah

tangga.

Perlu diketahui bahwa batasan pengertian Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah tangga (PKDRT) yang terdapat di dalam undang-undang No.

23 tahun 2004, adalah ; “setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan, atau penderitaan secara

fisik, seksual psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk

ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” (vide,

pasal 1 ayat 1 ).

Di Negara-negara yang mempunyai Undang-undang khusus

kekerasan domestik (dalam rumah tangga) atau kekerasan terhadap

perempuan, kejahatan ini dapat dibawa ke pengadilan dan mereka yang

menjadi korban difasilitasi dalam proses hukum khusus dalam menuntut

hak-hak dan kompensasi yang dibutuhkannya. Dalam usulan rancangan

undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang disusun oleh

sejumlah lembaga swadaya masyarakat, pengertian kekerasan dalam rumah

tangga dirumuskan sebagai :

“Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan yang dilakukan seseorang atau beberapa orang terhadap orang lain, yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual dan atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang atau penekanan secara

Page 39: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xxxix

ekonomis, yang terjadi dalam lingkup rumah tangga (Achie Sudiarti Luhulima, 2000:108).”

b). Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Adapun bentuk KDRT seperti yang disebut di atas dapat dilakukan

suami terhadap anggota keluarganya dalam bentuk :

1) Kekerasan fisik, yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka

berat ;

2) Kekerasan psikis, yang mengakibatkan rasa ketakutan, hilangnya rasa

percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,

dll.

3) Kekerasan seksual, yang berupa pemaksaan seksual dengan cara tidak

wajar, baik untuk suami maupun untuk orang lain untuk tujuan

komersial, atau tujuan tertentu ; dan

4) Penelantaran rumah tangga yang terjadi dalam lingkup rumah

tangganya, yang mana menurut hukum diwajibkan atasnya. Selain itu

penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan

ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang

untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban

berada di bawah kendali orang tersebut (Guse Prayudi, SH, 2009:37).

3. Tinjauan Umum Penelantaran Orang Dalam lingkup Rumah Tangga

a). Pengertian Penelantaran Orang

Page 40: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xl

Secara umum yang dimaksud dengan Penelantaran Orang adalah

perbuatan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga, padahal

menurut hukum yang berlaku bagi yang bersangkutan atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau

pemeliharaan kepada orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap

orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi

dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah

sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Ps 5 jo Ps 9).

Pengertian menelantarkan adalah kelalaian dalam memberikan

kebutuhan hidup pada seseorang yang memiliki kebergantungan kepada

pihak lain, khususnya dalam lingkungan rumah tangga (Achie Sudiarti

Luhulima, 2000:68). Kurangnya menyediakan sarana perawatan kesehatan,

pemberian makanan, pakaian dan perumahan yang sesuai merupakan faktor

utama dalam menentukan adanya penelantaran.

Dalam tindak pidana penelantaran orang ini berupa penelantaran

terhadap istri dan anak yang mana tidak memberikan nafkah lahir dan batin

sebagaimana kewajiban seorang suami terhadap isterinya dalam ikatan

perkawinan. Dalam proses pembentukan Undang-undang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga muncul wacana untuk mengkostruksikan

“dalam lingkup rumah tangga” termasuk di dalamnya adalah pasangan atau

mantan pasangan di dalam maupun di luar perkawinan yakni seperti tersebut

dalam Usulan perbaikan atas Rancangan Undang-Undang Anti Kekerasan

Dalam Rumah Tangga dari Komnas perempuan.

b). Orang-orang yang termasuk dalam Lingkup Rumah Tangga

Mengingat Undang-undang tentang Kekerasan Dalam Rumah

Tangga merupakan hukum publik yang didalamnya ada ancaman pidana

penjara atau denda bagi yang melanggarnya, maka masyarakat luas

khususnya kaum lelaki, dalam kedudukan sebagai kepala keluarga

sebaiknya mengetahui apa itu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Page 41: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xli

Adapun tentang siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga,

adalah :

a) Suami isteri atau mantan suami isteri;

b) Orang tua dan anak-anak;

c) Orang-orang yang mempunyai hubungan darah;

d) Orang yang bekerja membantu kehidupan rumah tangga orang-

orang lain yang menetap di sebuah rumah tangga;

e) Orang yang hidup bersama dengan korban atau mereka yang masih

atau pernah tinggal bersama (yang dimaksud orang yang hidup

bersama adalah pasangan hidup bersama atau beberapa orang

tinggal bersama dalam satu rumah untuk jangka waktu tertentu).

Yang dimaksud dengan isteri atau suami atau mantan isteri/suami

adalah meliputi isteri atau suami atau mantan isteri/suami de jure yakni

seseorang yang telah melakukan perkawinan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku, serta meliputi isteri atau suami atau

mantan isteri/suami de facto yaitu, seseorang yang telah melakukan

perkawinan sesuai dengan agama atau adat istiadat pihak-pihak yang

berkaitan, walaupun perkawinan itu tidak didaftarkan atau tidak dapat

didaftarkan di bawah undang-undang tertulis (Achie Sudiarti Luhulima,

2000:110).

Pelaku adalah seseorang atau beberapa orang yang melakukan

tindak kekerasan dalam rumah tangga. Korban adalah orang yang

mengalami tindak kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Tindak pidana

Kekerasan Dalam Rumah Tangga itu sangat bermacam-macam jenisnya,

dan dalam penelitian ini akan membahas masalah penelantaran orang dalam

lingkup rumah tangga, yaitu isteri dan anak, yang mana dipengaruhi oleh

faktor ekonomi. Dalam UU No. 23 Tahun 2004, terutama pasal 49 diatur

ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana penelantaran orang lain dalam

lingkup rumah tangga yaitu “ Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

Page 42: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xlii

(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta

rupiah), setiap orang yang:

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)

Rumah tangga menunjuk suatu kelompok yang hidup dalam satu

rumah dan satu dapur. Kelompok orang tersebut biasanya terdiri atas

ayah/ibu/anak, dan terkadang ditambah dengan seorang pembantu rumah

tangga. Rumah tangga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Terciptanya

rumah tangga yang bahagia, kekal dan rukun merupakan dambaan semua

orang, namun pada tataran aplikatif tidak mudah mewujudkannya. Hal ini

terbukti karena sampai saat ini masih banyak ditemui kasus tindak

kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan tersebut bisa terjadi

terhadap fisik, psikis dan dalam hubungan seksual.

4. Tinjauan Umum Tentang Putusan

a). Pengertian Putusan

Pengertian “putusan hakim” menurut Leden Marpaung, S.H.

bahwa: “Putusan adalah hasil atau kesimpulan dari sesuatu yang telah

dipertimbangkan dan dinilai dengan semasak-masaknya yang dapat

berbentuk tertulis maupun lisan. Demikian dimuat dalam buku “Peristilahan

Hukum dalam Praktek” yang dikeluarkan Kejaksaan Agung Republik

Indonesia 1985 halaman 221. Rumusan di atas terasa kurang tepat

selanjutnya jika dibaca pada buku tersebut, ternyata putusan dan keputusan

dicampuradukkan. Ada juga yang mengartikan putusan (vonis) sebagai

vonis tetap (difinitief) (Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea). Rumusan-

rumusan yang kurang tepat terjadi sebagai akibat penerjemahan ahli bahasa

yang bukan ahli hukum. Sebaliknya, dalam pembangunan hukum yang

sedang berlangsung diperlukan kecermatan dalam penggunaan istilah-

Page 43: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xliii

istilah. Mengenai kata putusan yang diterjemahkan dari ahli vonis adalah

hasil akhir dari pemeriksaan perkara di siding pengadilan. Ada juga yang

disebut : interlocutoir yang diterjemahkan dengan keputusan antara atau

keputusan sela dan preparatoire yang diterjemahkan dengan keputusan

pendahuluan/ keputusan persiapan, serta keputusan provisionele yang

diterjemahkan dengan keputusan untuk sementara (Leden Marpaung,

1995:406).

Selain itu juga putusan pengadilan menurut Bab 1 Pasal 1 Angka

11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana sebagai pernyataan hakim

yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa

pemidanaan atau bebas lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Dengan berlandaskan

pada visi teoretik dan praktik peradilan maka “putusan hakim” itu

merupakan putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam

persidangan perkara pidana yang terbuka untuk umum setelah melalui

proses dan prosedural hukum acara pidana pada umumnya berisikan amar

pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala tuntutan hukum dibuat

dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan perkara (Lilik Mulyadi,

2007:121).

b). Jenis-jenis Putusan Hakim

Dengan mengacu pada batasan sebagaimana di atas maka dapatlah

lebih mendetail, mendalam, dan terperinci disebutkan bahwa “putusan

hakim” pada hakikatnya merupakan :

1) Putusan yang diucapkan dalam persidangan perkara pidana yang terbuka

untuk umum.

Dalam konteks ini putusan diucapkan hakim karena jabatannya

(ambthalve) yang diberikan oleh undang-undang untuk mengadili perkara

pidana tersebut sebagaimana diintrodusir ketentuan Pasal 1 angka 8

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Selanjutnya agar putusan hakim

Page 44: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xliv

tersebut menjadi sah dan mempunyai kekuatan hukum hukum maka

haruslah diucapkan dalam persidangan perkara pidana yang terbuka untuk

umum (Pasal 195 KUHAP, Pasal 18 Undang-Undang Nomor 14 Tahun

1970 jis Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999, Undang-Undang nomor 4

Tahun 2004) tentang Kekuasaan Kehakiman.

2) Putusan dijatuhkan oleh hakim setelah melalui proses dan prosedural

hukum acara pidana pada umumnya.

Hakikat “proses” dan “prosedural” ini penting eksistensinya. Hanya

terhadap keputusan hakim yang sudah melalui proses dan prosedural hukum

acara pidana pada umumnya saja mempunyai kekuatan hukum mengikat

dan sah. Pengertian proses disini substansialnya tendensi pada cara prosesuil

hakim menangani perkara pidana yang bersangkutan mulai tahapan : siding

dinyatakan “dibuka” dan “terbuka” untuk umum, kecuali dalam perkara

mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak (Pasal 153 ayat (3)

KUHAP); pemeriksaan identitas terdakwa (Pasal 155 ayat (1) KUHAP);

pembacaan dakwaan (Pasal 155 ayat (2) KUHAP). Sedangkan aspek

prosedural tendensi pada elemen administratif, yakni mulai tahap prosedural

administrasi pelimpahan perkara, pengagendaan, penulisan dan pemberian

nomor perkara, pendaftaran surat khusus di kepaniteraan jika terdakwa

didampingi oleh penasehat hukum dan sampai penetapan majelis

hakim/hakim tunggal yang akan menyidangkan perkara itu.

3) Berisikan amar pemidanaan atau bebas atau pelepasan dari segala

tuntutan hukum.

Secara substansial putusan hakim dalam perkara pidana amarnya

hanya mempunyai tiga sifat :

i. Pemidanaan /verordeling

Apabila hakim/pengadilan berpendapat bahwa terdakwa secara sah

dan meyakinkan menurut hukum terbukti bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan (Pasal 193 ayat (1) KUHAP).

ii. Putusan bebas (vrijspraak/acquittal)

Page 45: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xlv

Jika hakim berpendapat bahwa bahwa dari hasil pemeriksaan di

sidang terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

menurut hukum atas perbuatan yang didakwakan (Pasal 191 ayat

(1) KUHAP).

iii. Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum/onslag van alle

rechtsvervolging.

Jika hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan

kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu bukan merupakan

suatu tindak pidana (Pasal 191 ayat (2) KUHAP).

4) Putusan hakim dibuat dalam bentuk tertulis.

Pada praktek peradilan maka putusan hakim haruslah dibuat

dalam bentuk tertulis. Persyaratan bentuk “tertulis” ini implisit tercermin

dari ketentuan Pasal 200 KUHAP bahwa :

“Surat keputusan ditandatangani oleh hakim dan panitera seketika setelah

putusan itu diucapkan.”

5) Putusan hakim tersebut dibuat dengan tujuan untuk menyelesaikan

perkara pidana.

Apabila hakim telah mengucapkan putusan, secara formal

perkara pidana tersebut pada tingkat pengadilan negeri telah selesai. Oleh

karena itu, status dan langkah terdakwa pun menjadi jelas apakah akan

menerima putusan, menolak putusan untuk melakukan upaya hukum

banding/kasasi, atau bahkan akan melakukan grasi.

Selain itu juga, dapat diperinci lebih intens oleh karena putusan hakim merupakan “mahkota” dan “puncak” dari perkara pidana maka diharapkan pada putusan hakim ditemukan pencerminan nilai-nilai keadilan dan kebenaran, dapat dipertanggungjawabkan kepada pencari keadilan, diri sendiri, ilmu hukum, hati nurani hakim, dan masyarakat pada umumnya serta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Lilik Mulyadi, 2007:121-126).

Page 46: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xlvi

5. Tinjauan Umum Peraturan Perundang-undangan tentang Penelantaran

Orang

a). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan

terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, dan/atau

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam

lingkup rumah tangga. Sedangkan Penghapusan Kekerasan dalam Rumah

Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh Negara untuk mencegah

terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan

dalam rumah tangga (Vide Pasal 1 angka 2, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004). Tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah

tangga diatur dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

yang berbunyi :

(1) “Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau

karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan

kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku

bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi

dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang

layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di

bawah kendali orang tersebut”.

Sanksi dan ancaman hukuman bagi orang yang melakukan

tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga seperti yang

tertuang dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Pasal 49 adalah :

Page 47: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xlvii

“ Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap

orang yang :

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat (2)”.

b). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan Anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk

menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri

dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau

ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke

bawah sampai dengan derajat ketiga. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu

kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Anak

terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik

fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Perlindungan khusus adalah

perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang

berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,

anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang

diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,

alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban

penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik

Page 48: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xlviii

dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan

salah dan penelantaran.

c). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur

mengenai sanksi dan ancaman pidana bagi orang yang melakukan tindak

pidana penelantaran orang terutama di dalam Bab XV tentang meninggalkan

orang yang perlu ditolong, yang berbunyi :

Pasal 304 : “Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan

seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum

yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib

memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada

orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus

rupiah.

Pasal 305 : Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh

tahun untuk ditemu, atau meninggalkan anak itu, dengan

maksud untuk melepaskan diri darinya, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.

d). Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tugas Yang Maha Esa dan

merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara hukum, Pemerintahan, dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Kewajiban

dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak

dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi

manusia. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan

yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia

Page 49: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

xlix

atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status

ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat

pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan

atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan

baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,

sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya. Anak adalah setiap manusia

yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah,

termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah

demi kepentingannya. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap

perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik

disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan

hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi

manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang

ini, dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh

penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum

yang berlaku.

Dalam Undang-undang nomor 39 tahun 1999, dikatakan bahwa

Seseorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan

tanggung jawab yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan

dengan kehidupan perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak

pemilikan serta pengelolaan harta bersama (Vide Pasal 51 ayat 1 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999). Di dalam Pasal 57 Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999, berisi bahwa :

(1) Setiap anak berhak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik,

diarahkan, dan dibimbing kehidupannya oleh orang tua atau walinya

sampai dewasa dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Setiap anak berhak untuk mendapatkan orang tua angkat atau wali

berdasarkan putusan pengadilan apabila kedua orang tua telah

Page 50: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

l

meninggal dunia atau karena suatu sebab yang sah tidak dapat

menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.

(3) Orang tua angkat atau wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

harus menjalankan kewajiban sebagai orang tua yang sesungguhnya.

Sedangkan di dalam Pasal 58 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

berbunyi :

(1) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari segala

bentuk kekerasan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk, dan

pelecehan seksual selama dalam pengasuhan orang tua atau walinya,

atau pihak lain maupun yang bertanggung jawab atas pengasuh anak

tersebut.

(2) Dalam hal orang tua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala

bentuk penganiayaan fisik atau mental, penelantaran, perlakuan buruk,

dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan, dan atau pembunuhan

terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan

pemberatan hukuman.

B. Kerangka Pemikiran

Untuk mempermudah gambaran dari penelitian ini dapat dilihat

dari kerangka pemikiran sebagai berikut :

PUTUSAN No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten

Page 51: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

li

Bagan kerangka pemikiran putusan no.144/pid. b/2009/PN Klaten.

Tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga

diatur dalam UU khusus yang mengaturnya yaitu UU No. 23 tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dengan dasar tersebut

dapat digunakan sebagai pijakan yang kuat bagi para penegak hukum dalam

melakukan penindakan dengan tegas praktek-praktek kekerasan dalam rumah

tangga dan salah satunya adalah penelantaran istri dan anak. Tetapi sampai saat

sekarang, baik kekerasan fisik maupun penelantaran istri masih ada di

masyarakat sekitar.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi sehingga penelantaran terhadap

istri dan anak, yang sudah tegas dan nyata telah dikualifikasikan sebagai suatu

KESESUAIAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

PERTIMBANGAN HAKIM

1. fakta hukum 2.hal-hal memberatkan&meringankan terdakwa 3.dasar hukum KDRT 4. interprestasi hakim 5. jenis tindak pidana

1. UU No 23 Tahun 2004

2. UU No 23 Tahun 2002

3. KUHP

4. DUHAM

PERTIMBANGAN HAKIM

Page 52: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lii

tindak pidana dalam UU No. 23 tahun 2004, yang masih sangat sulit untuk

dapat dihilangkan, apalagi untuk dapat dihilangkan ditekan seminim mungkin

perkembangannya sangatlah sulit. Dalam peraturan perundangan kita telah

ditegaskan dalam UUD 1945 “bahwa Negara Indonesia adalah Negara

hukum”, sehingga siapapun juga dan apapun bentuk perbuatannya yang telah

melanggar atau melakukan tindak pidana, maka harus ditindak sesuai dengan

norma hukum yang ada dan berlaku di Indonesia.

Apabila kekerasan dalam rumah tangga terhadap wanita khususnya

ini masih berlangsung dalam kehidupan hukum di Negara kita, maka akan

menjadikan citra buruk bagi para penegak hukum dan perkembangan hukum di

Negara kita pada masa datang. Sehingga akan memberikan kesan baik oleh

bangsa lain maupun dari warga Negara Indonesia sendiri, bahwa penegak

hukum di Indonesia ternyata tidak mampu untuk menegakkan hukum secara

konsekuen dan kurang memperhatikan masalah-masalah hukum yang ada

terutama yang menjunjung harkat dan martabat wanita.

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Memutus Perkara Tindak Pidana

Penelantaran Orang dalam Lingkup Rumah Tangga dalam Perkara No.

144/Pid.B/2009/PN Klaten.

Perihal putusan hakim atau “putusan pengadilan” merupakan aspek

penting dalam menyelesaikan perkara pidana. Putusan hakim dapat

dikonklusikan bahwa disatu pihak berguna bagi terdakwa memperoleh

kepastian hukum (rechtszekerheids) tentang “statusnya” dan sekaligus dapat

mempersiapkan langkah berikutnya terhadap putusan tersebut dalam artian

dapat berupa : menerima putusan, melakukan upaya hukum verzet, banding

atau kasasi, melakukan grasi dan sebagainya. Sedangkan di lain pihak, apabila

ditelaah melalui visi hakim yang mengadili perkara, putusan hakim adalah

“mahkota” dan “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran hakiki,

Page 53: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

liii

hak asasi manusia, penguasaan hukum atau fakta secara mapan, mumpuni, dan

faktual, serta visualisasi etika, mentalitas, dan moralitas dari hakim yang

bersangkutan (Lilik Mulyadi, 2007:119). Karena begitu kompleksitasnya

dimensi dan substansi putusan hakim, maka tidaklah mudah untuk memberikan

rumusan aktual, memadai, dan sempurna terhadap pengertian putusan hakim.

Putusan pengadilan dapat diartikan sebagai pernyataan hakim yang

diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan

atau bebas lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang

diatur dalam Bab I Pasal I Angka 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana. Dalam kasus tindak pidana penelantaran orang dalam rumah tangga

khususnya istri dan anak yang diadili oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri

Klaten dengan perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten, maka Majelis Hakim

menjatuhkan putusan pidana yang dilakukan oleh tersangka atau pelaku tindak

pidana penelantaran istri dan anaknya sebagai berikut:

Kasus Posisi : Pada tanggal 8 juni 2008 terdakwa LUKAS ERI SENO AJI

menikah dengan CHICHILIA ERLINA AJENG

ENDARWATI dengan kutipan Akta Perkawinan No:

248/CS/2008 tanggal 9 Juni 2008 dan dalam pernikahan itu

didasari rasa cinta serta dikaruniai seorang anak perempuan

yang bernama ANGELIA BERTA ERINA. Setelah resepsi

pernikahan berakhir, terdakwa tidak tinggal bersama dengan

isterinya, tetapi terdakwa tinggal di rumah orang tuanya sendiri

di Dk. Sumberagung Rt.01/10, Ds. Jombor, Kec. Ceper, Kab.

Klaten. Sedangkan isteri terdakwa dan anaknya tinggal

bersama dengan orang tuanya di Dk. Karangwuni Wetan

Rt01/Rw02, Ds. Dlimas, Kec. Ceper, Kab. Klaten. Sejak saat

resepsi pernikahan itu, terdakwa meninggalkan isterinya dan

tidak kembali lagi sampai isterinya melahirkan anaknya hingga

berumur 20 hari, yang mengakibatkan kondisi bayi mengalami

gangguan pencernaan, mual-mual saat minum air susu ibunya

serta kondisi ibunya juga mengalami tekanan batin karena

Page 54: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

liv

memikirkan terdakwa yang tidak pernah menjemputnya.

Hingga anaknya diopname di RSIA Aisyiyah Klaten selama 3

hari, tetapi terdakwa juga tidak pernah datang untuk menengok

kondisi anaknya yang sedang sakit tersebut bahkan terdakwa

tidak peduli sama sekali terhadap anak kandungnya tersebut,

maka terdakwa selaku suami seharusnya wajib memberikan

kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada isteri dan

anaknya, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh terdakwa,

akibat perbuatan terdakwa tersebut beban hidup korban

menjadi berat dan batin korban menjadi tersiksa.

Kemudian bentuk putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan

Negeri Klaten sebagai berikut:

MENGADILI

Menyatakan Terdakwa Lukas Eri Seno Aji tersebut, telah terbukti secara

sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Menelantarkan orang

lain dalam lingkup rumah tangganya” ;

1. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 5

(lima) bulan;

2. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh

terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

3. Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan;

4. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara dalam perkara

ini sebesar Rp 2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah);

Demikianlah diputuskan pada Hari Jumat tanggal 19 Juni 2009 dalam rapat

permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri oleh kami : SANTUN

Page 55: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lv

SIMAMORA, SH, MH Selaku Hakim Ketua, A. ZAMRONI, SH, M.Hum dan

LUCAS PRAKOSO, SH, MH masing-masing selaku Hakim anggota, putusan

mana diucapkan pada hari SENIN tanggal 29 JUNI 2009 dalam sidang yang

terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua dan Hakim-hakim Anggota tersebut

dengan didampingi oleh SUTOTO, SH, Panitera Pengganti dan dihadiri oleh

YUNAIDA KISWANDARI.M, SH Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa.

Putusan yang telah dipaparkan di atas telah memiliki kekuatan hukum in

kracht, yang mana Majelis Hakim dalam memutuskan suatu perkara tindak

pidana penelantaran orang yakni anak dan istri, dengan mengingat dan

memperhatikan Pasal 49 huruf a Jo Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No. 23

Tahun 2004, Undang-undang No. 4 Tahun 2004, Undang-undang No. 8 Tahun

1986 serta peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan perkara ini. Bagi

setiap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga terutama Pasal 49

huruf a Jo Pasal 9 ayat (1) Undang-undang No. 23 Tahun 2004, adapun

ancaman pidananya sebagai berikut :

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda

paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9

ayat (2).

Dalam perkara penelantaran orang dalam rumah tangga yang terjadi di

daerah Klaten ini, mempertimbangkan alasan-alasan hakim dalam menjatuhkan

putusan pidana terhadap terdakwa, yang mana dasar pertimbangan hakim ini

disebut juga dengan Legal Reasoning. Berpikir yuridis adalah suatu cara

berpikir tertentu, yakni terpola dalam konteks sistem hukum positif dan

kenyataan kemasyarakatan, untuk memelihara stabilitas dan predikbilitas demi

menjamin ketertiban, dan kepastian hukum, untuk menyelesaikan kasus

konkret secara impersial, objektif, adil dan manusiawi. Proses penyelesaian

Page 56: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lvi

kasus kekerasan dalam rumah tangga yang didasari oleh ide keadilan restoratif

adalah suatu penyelesaian kasus yang melibatkan korban dan khusus untuk

perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini dalam penjatuhan putusannya

menggunakan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis.

Dengan melalui optik perumusan KUHAP, pandangan doktrina, aspek

teoritik dan praktik peradilan maka pada asasnya putusan hakim/pengadilan

dengan perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten diklasifikasikan dalam jenis

putusan akhir. Putusan akhir ini dalam praktik lazim disebut dengan istilah

“putusan” atau “eind vonnis” dan merupakan jenis putusan bersifat materiil.

Pada hakikatnya putusan ini dapat terjadi setelah majelis hakim memeriksa

terdakwa yang hadir di persidangan sampai dengan pokok perkara selesai

diperiksa (Pasal 182 ayat (3) dan (8), Pasal 197, serta Pasal 199 KUHAP).

Menurut DR. H. Muchsin, SH (2007) yang menyatakan bahwa :

- Putusan Hakim sebagai penentu terakhir dalam perkara pidana, terkait

dengan masalah kekerasan dalam rumah tangga ini harus

mempertimbangkan berbagai hal secara matang sebelum memutus

perkara ini. Putusan Hakim selain memberi efek jera kepada pelaku

juga harus mempertimbangkan kondisi keluarga yang ditinggalkannya

khususnya anak dan jangan sampai anak terlantar dan menjadi korban,

sehingga berat ringannya hukuman yang diberikan kepada pelaku

harus benar-benar telah mempertimbangkan berbagai hal khususnya

nasib keluarga yang ditinggalkan.

- Kepada para Hakim yang memutus perkara kekerasan dalam rumah

tangga, harus benar-benar telah memikirkan dan mempertimbangkan

secara matang, tidak hanya pertimbangan secara yuridis tetapi secara

sosial dan mempertimbangkan kepentingan/nasib korban kekerasan

khususnya tentang masa depan anak (Guse Prayudi, 119-120).

1. Pertimbangan-Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan dengan

perkara No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten.

Page 57: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lvii

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam menjatuhkan putusan

terhadap terdakwa LUKAS ERI SENO AJI, mempertimbangkan dengan

beberapa pertimbangan berdasarkan keyakinan hakim, Peraturan Perundang-

undangan yang berlaku, atau sosiologis masyarakatnya yaitu :

- Majelis akan mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum

mengenai surat kesepakatan bersama antara terdakwa dengan saksi korban,

yang menyatakan bahwa terdakwa masih kuliah dan belum mempunyai

penghasilan, terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana

yang didakwakan kepadanya.

- Menimbang bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan suatu

tindak pidana, maka perbuatan orang tersebut haruslah memenuhi seluruh

unsur-unsur dari tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

- Menimbang bahwa terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan

dakwaan yang berbentuk alternative, sehingga akan dipertimbangkan

dengan memilih salah satu dakwaan yang dianggap paling erat

hubungannya dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yaitu

dakwaan pertama Pasal 49 huruf (a) Jo pasal 9 (1) Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

- Menimbang, bahwa majelis akan mempertimbangkan pasal dakwaan

kedua tersebut karena yang menjadi korban dalam dakwaan ini adalah

isteri dan anak, bukan anak saja sebagaimana muatan dalam dakwaan

pertama dan dihubungkan dengan surat kesepakatan bersama yang

senantiasa dijadikan oleh terdakwa dan keluarga terdakwa untuk

membenarkan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.

- Menimbang, adapun unsur-unsur yang terdapat di dalam pasal dakwaan

Pasal 49 huruf (a) Jo Pasal 9 (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga antara lain :

1. Unsur setiap orang ;

Page 58: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lviii

2. Unsur menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga ;

3. Unsur wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan

kepada orang tersebut.

Dan terhadap unsur-unsur tersebut majelis akan mempertimbangkannya

sebagai berikut :

Ad.1. Unsur setiap orang, unsur ini dimaksudkan subjek hukum baik orang

perseorangan atau badan hukum, yang mampu melakukan perbuatan

hukum dan mampu bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan

tersebut dan diduga telah melakukan tindak pidana ;

- Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap di persidangan pada awal

persidangan perkara terdakwa sebelum dakwaan oleh Jaksa Penuntut

umum dibacakan Majelis Hakim telah menanyakan kepada terdakwa

tentang identitas terdakwa sebagaimana terdapat di dalam dakwaan

Jaksa penuntut Umum identitas mana diakui terdakwa sebagai

identitasnya yaitu terdakwa seorang laki-laki bernama Lukas Eri Seno

Aji itu menunjukkan terdakwa adalah orang perseorangan sebagai

subjek hukum pendukung hak dan kewajiban dan telah berusia/berumur

22 tahun (dua puluh dua) tahun dan telah kawin artinya terdakwa sudah

dewasa dalam pengertian mampu melakukan perbuatan hukum dan

selama dalam pemeriksaan perkara terdakwa tidak terbukti bahwa

terdakwa sedang dalam pengampuan atau perwalian karena cacat

mental, oleh karena itu terdakwa adalah orang yang mampu

bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan ;

- Menimbang, bahwa selain itu tidak ada orang lain yang diajukan

sebagai terdakwa dalam perkara ini selain terdakwa sendiri, dengan

pertimbangan tersebut Majelis Hakim berpendapat unsur setiap orang

dalam dakwan ini telah terbukti ;

Ad. 2. Unsur dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya ;

Page 59: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lix

- Menimbang, bahwa dalam penjelasan Pasal 13 huruf (c) Undang-undang

No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak, perbuatan

menelantarkan adalah termasuk tindakan atau perbuatan mengabaikan

dengan sengaja kewajiban untuk memelihara, merawat, mengurus anak,

isteri/suami sebagaimana mestinya dalam kehidupan rumah

tangga/keluarga (ibu, bapak dan anak), karena bersifat larangan maka

perbuatan tersebut mencakup kesengajaan ataupun kealpaan, sedangkan

pengertian lingkup rumah tangga meliputi :

a. Suami, isteri, dan anak

b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang

sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,

perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwalian yang

menetap dalam rumah tangga dan/atau ;

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap

dalam rumah tangga tersebut (Pasal 2 Undang-undang no.23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga) ;

- Menimbang, bahwa perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga

(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa (Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan) ;

- Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap dipersidangan pada tanggal

8 juni 2008 telah terjadi perkawinan antara terdakwa dengan saksi

korban Chichilia Erlina Ajeng Indarwati yang dilaksanakan di Gereja

Santa Theresia Jombor, kec. Ceper, kab, Klaten dnegan kutipan akta

perkawinan No.248/CS/2008 tanggal 9 Juni 2008, kemudian

dilanjutkan dengan acara resepsi perkawinan di rumah orang tua saksi

korban Chichilia Erlina Ajeng Indarwati dan dari perkawinan tersebut

pada tanggal 24 Agustus 2008 telah dilahirkan seorang anak perempuan

bernama Angelia Bertha Erina atau dua bulan setelah dilangsungkannya

Page 60: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lx

perkawinan antara terdakwa dengan saksi korban dengan demikian

perbuatan dalam perkara ini termasuk dalam lingkup rumah tangga ;

- Menimbang, bahwa pada acara resepsi perkawinan sedang berlangsung,

dimana terdakwa dan saksi korban duduk dihadapan para tamu,

terdakwa pergi meninggalkan acara resepsi diajak kakak terdakwa

karena orang tua terdakwa sedang sakit dan opname di rumah sakit,

selesai menjenguk orang tua di rumah sakit terdakwa tidak kembali ke

resepsi perkawinannya yang berlangsung di rumah mertua terdakwa

dan sejak itu tidak pernah lagi kembali untuk hidup bersama dengan

isteri terdakwa ;

- Menimbang, bahwa alasan terdakwa dan keluarga terdakwa untuk tidak

kembali ke rumah mertua atau hidup bersama dengan isterinya karena

sudah ada surat kesepakatan bersama yang memuat hal-hal mengingat

bahwa pihak I (pertama/terdakwa) dan pihak II (kedua/saksi korban)

masih kuliah dan belum mempunyai penghasilan, maka setelah pihak I

(pertama/terdakwa) dan pihak kedua (kedua/saksi korban)

melangsungkan pernikahan, membuat kesepakatan bersama sebagai

berikut :

a. Pihak I (pertama/terdakwa) tetap tinggal bersama dengan orang

tua Pihak I (pertama/terdakwa), dan semua kebutuhan hidupnya

menjadi tanggung jawab orang tua Pihak I (pertama/terdakwa).

b. Pihak II (kedua/saksi korban) berikut anak yang akan

dilahirkan, tetap tinggal bersama orang tua Pihak II (kedua/saksi

korban), dan semua kebutuhan hidupnya menjadi tanggung

jawab orang tua pihak II (kedua/saksi korban).

- Menimbang, bahwa membaca dan meneliti isi surat kesepakatan bersama

tersebut, maka yang mendasari adalah karena terdakwa dan saksi

korban masih kuliah dan belum mempunyai penghasilan artinya lebih

ke pertimbangan ekonomi. Oleh karena itu, perbuatan tersebut (tidak

tinggal dalam satu rumah dan bantuan ekonomi) diketahui dan

dikehendaki oleh terdakwa karena terdakwa menandatangani surat itu

Page 61: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxi

dan terdakwa tidak kembali lagi ke rumah mertua untuk tinggal

bersama dengan isteri dan anaknya, melainkan terdakwa sama sekali

tidak pernah menjenguk saksi korban sejak dilangsungkannya

perkawinan sampai perkara ini diperiksa di Pengadilan ;

- Menimbang, bahwa dari fakta yang terungkap sewaktu saksi korban

melahirkan anak perempuan bernama Angelica Bertha Erina, yaitu anak

terdakwa dan saksi korban terdakwa sebagai suami dan orang tua tidak

datang melihat atau menjenguk, sewaktu anak terdakwa dan saksi

korban, yaitu Angelica Bertha Erina menderita sakit dan opname di

rumah sakit Islam terdakwa tidak datang menjenguk ;

- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut,

Majelis berkesimpulan unsur wajib memberikan kehidupan, perawatan

atau pemeliharaan kepada orang tersebut tidak dilaksanakan oleh

terdakwa ;

- Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut,

ternyata perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur dari pasal

dakwaan kedua sehingga Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa telah

terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya, yaitu melanggar pasal 49 huruf a Jo Pasal 9

ayat (1) Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam

rumah tangga ;

- Menimbang, bahwa dari kenyataan yang diperoleh selama di persidangan

dalam perkara ini, Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat

melepaskan terdakwa dari pertanggung jawaban pidana, baik sebagai

alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, oleh karenanya Majelis

Hakim berkesimpulan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa harus

dipertanggung jawabkan kepadanya ;

- Hal yang memberatkan :

Perbuatan terdakwa tersebut mengakibatkan saksi Chihcilia Erlina

Ajeng merasa beban hidupnya menjadi berat dan batin korban menjadi

Page 62: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxii

tersiksa karena semua kebutuhan lahir batin korban dan anaknya

ditanggung sendiri oleh korban dan kedua orang tua korban.

Hal yang meringankan :

Terdakwa mengakui kesalahannya, terdakwa masih muda dan dapat

diharapkan di masa yang akan datang memperbaiki sikap dan

perilakunya, bahwa perbuatan terdakwa dapat dihindari atau tidak

terjadi apabila orang tua terdakwa dan orang tua saksi korban berlaku

tegas, bukan melindungi atas perbuatan yang tercela.

2. Aspek-Aspek yang Kerap Kurang Diperhatikan Hakim Secara Kasuistik Dalam

Membuat Putusan Pada Praktik Peradilan.

Hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek di

dalamnya, yaitu mulai dari kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin

ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya

kecakapan teknik membuatnya. Dengan demikian jika anasir “negative”

tersebut dapat dihindari, tentu saja diharapkan dalam diri hakim tersebut

hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat “kepuasan” moral

jika putusan yang dibuat itu dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama.

Apabila diperinci secara lebih mendalam, intens, dan detail, aspek-aspek yang

kerap muncul dan kurang diperhatikan hakim dalam membuat putusan pada

praktik peradilan, lazimnya dapat berupa :

Kelalaian, kekuranghati-hatian, dan kekeliruan/kekhilafan hakim dalam lingkup hukum acara pidana yang tidak mengakibatkan putusan batal demi hukum, tetapi hanya sekedar “diperbaiki” oleh pengadilan tinggi/ Mahkamah Agung, bagi seorang hakim yang baik. Selain itu terdapat putusan yudex facti dalam menjatuhkan pidana dirasakan tidak adil dan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan terdakwa dan sebagainya (Lilik Mulyadi, 2007:137-138).

3. Jenis Tindak Pidana Penelantaran Orang Dalam Lingkup Rumah Tangga.

Menurut Pasal 5 huruf d Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga dilarang setiap orang melakukan penelantaran rumah tangga,

yakni sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PKDRT, bahwa :

Page 63: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxiii

a. Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,

pemeliharaan kepada orang tersebut.

b. Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi setiap

orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara

membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di alam atau di

luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (Guse

Prayudi, 2009:85).

KUHP sendiri memiliki pasal yang sepadan/sejenis dengan penelantaran rumah

tangga yakni diatur dalam BAB XV. Tentang meninggalkan orang yang

memerlukan pertolongan, yakni Pasal 304 yang menyatakan :

“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam

keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan dia wajib memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan

kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun

delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Yang dihukum menurut pasal ini ialah orang yang sengaja menyebabkan atau

membiarkan orang dalam kesengsaraan, sedang ia wajib member kehidupan,

perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu karena hukum yang berlaku atau

karena perjanjian, misalnya orang tua membiarkan anaknya dalam keadaan

sengsara, demikian pun wali terhadap anak peliharaannya (R.Soesilo,

1976:193).

4. Pentingnya Interprestasi Oleh Hakim Pidana dalam Menjatuhkan Putusan.

Di Negara Indonesia, Pasal 27 Undang-Undang Pokok Kekuasaan

Kehakiman mengatakan, bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan

wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat. Ini berarti hakim harus menemukan hukum. Dunia modern tidak

lagi dapat menerima secara ketat apa yang dikatakan oleh Montesquieu, bahwa

Page 64: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxiv

hakim hanya menjadi corong undang-undang (qui pronounce les paroles de la

Loi) yang mana tidak dapat diterima secara absolute (Andi Hamzah, 2008:77-

78).

Menurut pendapat Andi Hamzah, “hakim menggali hukum yang hidup di

dalam masyarakat” khususnya bagi hukum pidana tidak dapat dipakai untuk

menciptakan hukum melalui analogi, tetapi melalui interprestasi, hakim

Indonesia dapat menerapkan hukum pidana sesuai dengan hukum yang hidup

dalam masyarakat.

Jenis-jenis interprestasi Undang-undang Pidana (Andi Hamzah, 2008:81-85) :

1. Interprestasi atau penafsiran gramatika, artinya interprestasi ini didasarkan

kepada kata-kata undang-undang.

2. Interprestasi atau penafsiran sistematis atau dogmatis, interprestasi ini

didasarkan kepada hubungan secara umum suatu aturan pidana.

3. Interprestasi atau penafsiran historis, artinya penafsiran ini didasarkan

kepada maksud pembuat undang-undang ketika diciptakan.

4. Interprestasi atau penafsiran teleologis, artinya penafsiran ini mengenai

tujuan undang-undang.

5. Interprestasi atau penafsiran ekstensif yaitu penafsiran luas.

B.Putusan Hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang Tindak

Penelantaran Orang Dalam Rumah Tangga dikaitkan dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini.

Dalam praktek penegakan hukum di Indonesia, aturan-aturan hukum yang

digunakan dalam penanggulangan kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya

terbatas pada penggunaan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 (tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga) tetapi juga ketentuan-ketentuan dalam KUHP dan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 (tentang Perlindungan Anak). Oleh karena itu

aturan-aturan hukum tentang kekerasan dalam rumah tangga berikut ini juga

Page 65: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxv

akan memaparkan ketiga aturan hukum tersebut dan ditambah dengan

DUHAM.

1. Ketentuan-Ketentuan Dalam KUHP Yang Berkaitan Dengan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.

Seperti disebutkan dalam pertimbangan Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT),

kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya sudah banyak terjadi sebelum

undang-undang tersebut diundangkan (pertimbangan Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2004). Meskipun pada waktu itu tidak ada kebijakan formulasi

terhadap kekerasan dalam rumah tangga, tidaklah berarti perbuatan kekerasan

tersebut dapat lolos dari jerat hukum. Sebelum UU PKDRT diundangkan, yaitu

tanggal 22 September 2004, aturan-aturan hukum yang dapat dipergunakan

oleh aparat penegak hukum untuk memidana pelaku kekerasan dalam rumah

tangga adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (G. Widiartana,

2009:33). Adapun pasal-pasal mengenai tindak pidana dalam KUHP yang

dapat dipergunakan untuk menjerat pelaku kekerasan dalam rumah tangga

adalah pasal-pasal yang menentukan adanya syarat khusus untuk dapat

terjadinya tindak pidana, seperti adanya hubungan ayah anak atau ibu anak,

maupun pasal-pasal yang tidak menentukan adanya syarat-syarat khusus

tersebut, misalnya pembunuhan dan penganiayaan. Bertitik tolak dari pendapat

Barda Nawawi Arief yang mengatakan bahwa masalah sentral kebijakan

hukum pidana terletak pada masalah penentuan atau perumusan tindak pidana

dan sanksi pidananya (Barda Nawawi Arief, 2005:29), maka telaah terhadap

ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang berkaitan dengan kekerasan dalam

rumah tangga juga akan berpijak pada kedua hal itu seperti diuraikan sebagai

berikut :

Page 66: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxvi

a. Dalam hal kriminalisasi, ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang dapat

terapkan untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga terutama tindak pidana

penelantaran isteri dan anak dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :

1) Ketentuan dalam KUHP yang secara tegas mengharuskan adanya

hubungan keluarga antara pelaku dan korban untuk terjadinya tindak

pidana. Ketentuan tersebut adalah :

- Pasal 304 mengenai perbuatan menempatkan atau membiarkan

seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang

berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberi

kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu

(Moeljatno, 2003:113).

2) Ketentuan-ketentuan dalam KUHP yang tidak menyebut perlu adanya

hubungan keluarga antara pelaku dan korban untuk terjadinya tindak

pidana, tetapi dapat diterapkan untuk kasus kekerasan dalam rumah

tangga. Ketentuan-ketentuan tersebut pada dasarnya berisi rumusan

tentang tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang terhadap

orang lain tanpa ada syarat hubungan tertentu antara pelaku dengan

korbannya untuk terjadinya tindak pidana, tetapi ketentuan-ketentuan

dimaksud dapat juga diterapkan untuk kasus-kasus kekerasan dalam

rumah tangga. Ketentuan-ketentuan tersebut terdapat dalam Bab XIV

tentang Kejahatan Terhadap Kesusilaan, Bab XVI tentang Penghinaan,

Bab XVIII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang, Bab XIX

tentang Kejahatan Terhadap Nyawa, dan Bab XX tentang Penganiayaan

(G. Widiartana, 2009:35).

b. Dalam hal kebijakan sanksi pidana dan pemidanaannya antara lain

ditentukan sebagai berikut :

- Jenis sanksi pidana yang diancamkan berupa pidana pokok (berupa

pidana mati, penjara seumur hidup, penjara untuk sementara waktu

atau pidana denda) maupun pidana tambahan (berupa pencabutan

hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan

pengumuman keputusan hakim).

Page 67: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxvii

- Sanksi pidana pokok dapat berdiri sendiri. Artinya dapat dijatuhkan

tanpa didampingi sanksi pidana tambahan. Sedangkan sanksi pidana

itu dapat berdiri sendiri. Artinya harus dijatuhkan bersama-sama

dengan sanksi pidana pokoknya

- Berat ringannya sanksi pidana yang diancamkan juga bersifat

variatif. Hal tersebut antara lain tergantung pada jenis dan kualifikasi

tindak pidananya.

- Sanksi pidana pokok diancamkan baik secara tunggal maupun

alternative. Sedangkan untuk pidana tambahan dikumulatifkan

dengan pidana pokoknya.

- Untuk tindak pidana tertentu adanya hubungan keluarga antara

pelaku dengan korbannya dijadikan sebagai alasan pemberat

pemidanaan.

Menurut pendapat saya, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusannya kurang

memperhatikan pasal-pasal yang terdapat dalam KUHP (Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana) terutama Bab XV tentang tindak pidana penelantaran

orang khususnya Pasal 304 dan Pasal 305 KUHP, yang berbunyi :

Pasal 304 : “Barangsiapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan

seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum

yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib

memberi kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada

orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua

tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus

rupiah.

Pasal 305 : “Barangsiapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh

tahun untuk ditemu, atau meninggalkan anak itu, dengan

maksud untuk melepaskan diri darinya, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.

Page 68: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxviii

Sehingga dalam putusan Nomor 144/Pid.B/2009/PN Klaten, menurut saya

tidak sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena Majelis

Hakim tidak menggunakan unsur dalam keadaan sengsara, yang mana tidak

menjelaskan bahwa isteri dari terdakwa Lukas Eri Seno Aji setelah menjadi

korban penelantaran, dalam keadaan sengsara. Selain itu juga Majelis Hakim

tidak mempertimbangkan adanya unsur penelantaran terhadap anaknya.

Sedangkan dalam KUHP merupakan suatu peraturan yang bersifat umum dan

untuk sekarang ini telah ditetapkan dan diberlakukan adanya Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004 yang merupakan peraturan perundang-undangan yang

bersifat khusus, dan lebih jauh meringankan bagi pelaku kekerasan dalam

rumah tangga karena adanya asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis.

2. Ketentuan-Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan anak.

Dilihat dari isinya, Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 ini (selanjutnya

disebut sebagai undang-undang perlindungan anak) pada dasarnya dapat

digolongkan ke dalam hukum administrasi. Meskipun demikian di dalam

undang-undang ini juga dirumuskan adanya ancaman sanksi pidana untuk

perbuatan-perbuatan tertentu, baik dengan kekerasan maupun tidak, yang

merusak atau mengganggu terciptanya perlindungan terhadap anak. Jadi upaya

“penal” dalam undang-undang ini digunakan untuk menguatkan ketentuan

administratif yang menjadi muatan pokoknya. Dengan demikian penggunaan

upaya “penal” dalam undang-undang ini dapat dikelompokan dalam kategori

hukum pidana administratif. Kebijakan penal yang tertuang dalam undang-

undang ini antara lain dapat diidentifikasikan secara umum sebagai berikut :

a. Dalam hal kriminalisasi, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai

tindak pidana salah satunya adalah:

1) Penelantaran anak yang mengakibatkan saksi atau penderitaan, baik

fisik, mental maupun sosial (Pasal 77 b).

Page 69: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxix

b. Dalam hal subjek hukum, selain berupa orang-perorangan, undang-undang

perlindungan anak juga mengenal subjek hukum berupa korporasi (G.

Widiartana, 2009:38). Apabila korporasi itu terbukti bersalah melakukan

tindak pidana yang dirumuskan, sanksi pidana dapat dijatuhkan kepada :

1) Korporasi, yakni berupa pidana denda ;

2) Pengurus, yakni berupa pidana penjara dan/atau denda ;

3) Pengurus dan korporasi, yakni berupa pidana penjara dan/atau denda

(Muladi, 1991:21-22).

c. Dalam hal kebijakan sanksi pidana dan pemidanaannya, undang-undang

perlindungan anak antara lain mengatur salah satunya adalah :

1) Pasal 77 merumuskan ancaman sanksi pidana sebagai berikut : “Setiap

orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap

anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil

maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya atau setiap orang

yang dengan sengaja melakukan tindakan penelantaran terhadap anak

yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan, baik fisik,

mental, maupun sosial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus

juta rupiah)”.

Dari rumusan yang dapat dilihat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak

terutama pasal 77 sampai dengan pasal 80, maka dapat disimpulkan bahwa

kebijakan pemidanaan antara lain mengatur sebagai berikut :

1) Jenis sanksi pidana yang diancamkan berupa pidana pokok, baik pidana

mati, penjara seumur hidup, penjara untuk waktu tertentu, dan pidana

denda.

2) Sanksi pidana diancamkan baik secara alternatif, kumulatif, maupun

secara kumulatif alternatif.

3) Untuk sistem minimal maksimal pengancaman pidana, Kekerasan

Dalam Rumah Tangga menggunakan baik sistem minimal khusus

maupun minimal umum.

Page 70: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxx

4) Maksimum beratnya ancaman sanksi pidana ditetapkan secara

bervariasi, yaitu : pidana mati, penjara seumur hidup, penjara untuk

waktu tertentu antara 3 tahun sampai dengan 15 tahun. Sedangkan untuk

pidana dendanya antara Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)

sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

5) Untuk tindak pidana tertentu diancam dengan pidana minimal khusus

(penjara maupun denda).

6) Adanya pemberatan pidana untuk pelaku tertentu (orang tua korban dan

korporasi).

Menurut pendapat saya, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusannya

dalam kasus penelantaran anak ini tidak menyertakan pasal-pasal dalam

Undang-Undang Perlindungan Anak yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2002. Demikian banyaknya aturan hukum yang melindungi hak anak di segala

aspek kehidupannya, ternyata masih belum tampak optimal hasilnya.

Pemanfaat anak sebagai bahan komoditas untuk kepentingan atau akibat

perilaku manusia dewasa masih belum perbaikan yang berarti. Dengan kasat

mata masih banyak terjadi penelantaran hak anak secara disadari dan tidak

disadari. Keputusan Konvensi Hak Anak PBB yang secara jelas menyebutkan

satu per satu hak anak yang harus dipenuhi. Di antaranya adalah memperoleh

perlindungan, ketenangan, makanan bergizi, pendidikan, bermain, menyatakan

pendapat, berpikir, masa depan dll. Anak harus dilindungi oleh siapapun dari

eksploitasi ekonomi dan terhadap pekerjaan yang berbahaya atau mengganggu

pendidikan, merugikan kesehatan anak, perkembangan fisik, mental, spiritual,

moral dan sosial. Asah, asih dan asuh anak sebagai modal awal pemenuhan hak

anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Semua manusia yang

menyandang predikat dewasa di penjuru Indonesia harus ikut bertanggung

jawab.

Manusia dewasa dalam melakukan aktifitasnya harus memperhatikan dengan

cermat akibat yang dapat mengancam hak anak. Dengan berpedoman lurus

pada etika dan norma di dalam masyarakat baik secara hukum, agama, budaya

Page 71: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxi

dan sosial yang berlaku, pasti hak anak pasti tidak akan terabaikan. Anak

adalah masa depan bangsa.

3. Ketentuan-Ketentuan Pidana dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004

tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Seperti undang-undang perlindungan anak, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini lebih

merupakan hukum administratif, karena norma-norma yang dirumuskan dalam

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tersebut

menentukan kewenangan Negara dalam mengatur kehidupan warga negaranya,

khususnya yang berkaitan dengan upaya penghapusan kekerasan dalam rumah

tangga. Adapun sanksi pidana yang dipergunakan untuk menguatkan

ketentuan-ketentuan administratif yang sudah ditentukan dalam bab-bab

sebelumnya. Dengan demikian hukum pidana yang terdapat dalam Undang-

Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga itupun merupakan

hukum pidana administratif. Kebijakan penal yang tertuang dalam undang-

undang ini antara lain dapat diidentifikasikan secara umum sebagai berikut :

a. Dalam hal kriminalisasi, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai

tindak pidana yang dikaji dalam penulisan hukum ini adalah :

Perbuatan menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (1) dan (2) (Pasal 49). Menurut Pasal 9 yang dimaksud dengan

penelantaran rumah tangga adalah menelantarkan orang dalam lingkup

rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau

karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,

perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Dalam pasal 9 itu

disebutkan lebih lanjut bahwa termasuk dalam pengertian penelantaran

rumah tangga adalah perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan

ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang orang untuk bekerja

yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah

kendali pelaku. Berkaitan dengan kriminalisasi tersebut di atas, Undang-

Page 72: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxii

Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga menentukan

beberapa jenis tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dengan

kategori tertentu, yaitu kekerasan fisik atau psikis yang berderajat ringan,

kekerasan seksual diantara suami/isteri, dan penelantaran rumah tangga

sebagai delik aduan (Utrecht, 1987:257). Konsekuensi yuridis dari

penentuan tersebut adalah aparat penegak hukum tidak dapat melakukan

tindakan hukum apapun terhadap pelaku, meskipun mereka mengetahui

bahwa tindak pidana telah terjadi, jika korban dari tindak pidana tersebut

melakukan pengaduan (KUHAP, Pasal 1 angka 25). Dengan ditentukannya

beberapa jenis kekerasan dalam rumah tangga tersebut sebagai delik aduan,

pembentuk undang-undang telah mengakui adanya unsur privat/pribadi

dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga.

b. Dalam hal kebijakan sanksi pidana dan pemidanaannya Undang-Undang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menentukan sebagai

berikut:

Perbuatan penelantaran rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 ayat (1) dan (2) diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)

tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)

(Pasal 49). Disamping menentukan adanya ancaman sanksi pidana pokok,

baik pidana penjara maupun pidana denda, terhadap bentuk-bentuk

kekerasan rumah tangga tersebut di atas, Undang-Undang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga memberikan ancaman pidana

tambahan berupa :

1) Pembatasan gerak pelaku;

2) Pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

3) Penetapan pelaku untuk mengikuti program konseling di bawah

pengawasan lembaga tertentu (Pasal 50).

Menurut pendapat saya, Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan Nomor

144/Pid.B/2009/PN Klaten telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah Tangga karena

Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Page 73: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxiii

khususnya Penelantaran Istri dan Anak mengacu pada Pasal 9 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004 yang mana mengatur mengenai tindak pidana

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga yaitu dengan tidak

memberikan perawatan, pemeliharaan kepada orang tersebut dan tidak

memberikan nafka lahir batin dalam suatu ikatan perkawinan. Kemudian sanksi

dan ancaman hukumannya disesuaikan dengan tindak pidana yang dilakukan

yaitu tindak pidana penelantaran orang yang terdapat dalam Pasal 49 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004. Di dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004, pelaku seharusnya dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun

atau dikenakan denda Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Tetapi

Majelis Hakim tidak hanya mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2004 saja, tetapi berdasarkan keyakinan hakim yang mana dalam penjatuhan

hukuman itu sekiranya dapat menciptakan nilai keadilan bagi korban, pelaku,

ataupun Majelis Hakim itu sendiri sehingga Majelis Hakim memutuskan

pidana penjara 5 (lima) bulan saja dan tanpa dikenakan denda , pidana penjara

tersebut yang terpenting tidak melebihi batas maksimal 3 (tiga) tahun seperti

yang tertera dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, karena mengingat

bahwa terdakwa masih kuliah sehingga masih memiliki masa depan yang ingin

dia raih, sehingga Majelis Hakim disini bukan berfungsi untuk mematikan

kehidupan terdakwa tetapi hanya ingin membuat jera terhadap perbuatan yang

ia lakukan agar jangan sampai terulang kembali dan sebagai pelajaran bagi

masyarakat dalam berumah tangga serta untuk melindungi hak-hak korban.

4. Ketentuan dalam Hak Asasi Manusia.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM, 1948) mendefinisikan

Hak Asasi Manusia secara luas dengan tujuan agar manusia sedunia

menghormati kemanusiaan semua orang. Dalam deklarasi tersebut tidak

banyak yang dinyatakan tentang perempuan, tetapi artikel 2 memuat bahwa

hak dan kebebasan perlu dimiliki oleh setiap orang tanpa diskriminasi,

termasuk tidak melakukan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Bila artikel

2 ditinjau berdasarkan pengalaman perempuan, pelanggaran hak perempuan

Page 74: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxiv

seperti tindak kekerasan terhadap perempuan dan perkosaan mudah

diinterprestasikan sebagai tindakan yang dilarang (“no one shall be subject to

torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or punishment”) (Achie

Sudiarti Luhulima, 2000:1). Perkembangan tersebut menggambarkan bahwa

konsep HAM bukan sesuatu yang statis dan juga bukan milik suatu kelompok.

Arti HAM akan meningkat dalam suatu kelompok atau dalam diri seseorang

sesuai dengan harapan dan kebutuhannya tentang HAM. Dalam semangat ini,

para pejuang masalah perempuan telah memasukkan dalam definisi

pelanggaran HAM berbagai bentuk pelanggaran yang merendahkan martabat

perempuan. Mereka menuntut agar apa yang dialami perempuan menjadi

bagian integral dari pendekatan terhadap isu-isu HAM. Tujuannya ialah untuk

membuat pengalaman perempuan kelihatan visible dan transformasi konsep

dan pelaksanaan HAM dapat meningkatkan kondisi hidup perempuan (Achie

Sudiarti Luhulima, 2000:2).

C. Putusan hakim No. 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak pidana

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga agar memenuhi rasa

keadilan dan kepastian hukum.

Menurut pendapat saya, majelis hakim dalam memutuskan perkara

Nomor 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak pidana penelantaran orang

dalam lingkup rumah tangga, dengan terpidana Lukas Eri Seno Aji

berdasarkan dengan pertimbangan-pertimbangan dalam pasal-pasal yang

terdapat dalam pasal 49 huruf a Juncto Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1986 serta peraturan-peraturan lain yang terkait

dengan perkara ini. Peraturan-peraturan yang digunakan tersebut dirasa telah

Page 75: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxv

sesuai dengan hukum yang berlaku sekarang ini. Karena dilihat dalam

putusan tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan pula dakwaan dari Jaksa

Penuntut Umum yang mana menyusun dakwaannya secara alternative,

sehingga Majelis Hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut memilih salah

satu dakwaan yang paling meringankan bagi terdakwa, yang man tidak terlalu

memberatkan terdakwa dan tidak merugikan bagi korban, keluarga dan

masyarakat. Dalam putusan, aspek penelantaran anak tidak dipertimbangkan

oleh Majelis Hakim. Sehingga dalam putusan tersebut hanya memberatkan

kepada penelantaran terhadap isterinya saja. Hal ini dianggap tidak sesuai

dengan ius constitutum yang berlaku di Indonesia saat ini tetapi apabila

dilihat dari segi pelaku dan korban, hal itu sangat sesuai karena jika ditelaah

perkara KDRT ini merupakan bentuk pidana yang khusus dan berbeda dari

tindak pidana yang lainnya. Dalam wawancara dengan salah satu Hakim di

Pengadilan Negeri Klaten yaitu Bapak A. Zamroni S.H. M.Hum, beliau

mengatakan bahwa tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga

berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Lex Generalis. Dalam putusan

perkara Nomor 144/Pid.B/2009/PN Klaten tentang tindak pidana

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga ini juga terdapat kesesuaian

dengan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, meskipun dalam

penjatuhan putusan tersebut tidak terpaku dengan peraturan perundang-

undangan saja tetapi dengan menggunakan unsur-unsur dalam hukum positif.

Dalam suatu perkawinan harus ada ikatan antara laki-laki dan perempuan,

yang mana ikatan tersebut terwujudkan dalam bentuk ijab dan kabul. Dalam

ijab dan kabul terdapat suatu kesepakatan atau perjanjian, apabila tidak

dilaksanakan atau dilanggar maka harus dikenakan sanksi bagi orang yang

melanggarnya.

Apabila dilihat dari bentuk dakwaan yang disusun oleh Jaksa

Penuntut Umum merupakan bentuk dakwaan alternatif, karena dapat dilihat

dari susunan dakwaan yang terdapat dalam berkas perkara Nomor

144/Pid.B/2009/PN Klaten adalah terdiri dari banyak pilihan dalam

penyusunannya. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten berpendapat bahwa

Page 76: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxvi

Majelis Hakim sependapat dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa

Penuntut Umum.

Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah ;

1. Menyatakan terdakwa Lukas Eri Seno Aji bersalah melakukan tindak

pidana “telah menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) (setiap orang dilarang

menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut

hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia

wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang

tersebut)” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 49 huruf a

Juncto Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam

dakwaan alternatif Kedua, seperti tersebut dalam lampiran.

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Lukas Eri Seno Aji dengan pidana

penjara selama 5 (lima) bulan dikurangi selama dalam tahanan dengan

perintah terdakwa tetap ditahan.

3. Menetapkan supaya terdakwa Lukas Eri Seno Aji dibebani untuk

membayar biaya perkara sebesar Rp 2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah).

Jadi apabila dibandingkan antara putusan Majelis Hakim dengan

tuntutan Jaksa Penuntut Umum, maka didapat suatu hubungan yang saling

sinkronisasi atau berkaitan sehingga menghasilkan suatu bentuk kesesuaian

sehingga terbentuk suatu keadilan dalam menjatuhkan hukuman tersebut.

Keadilan hukum tersebut dilihat dari Majelis Hakim yang menjatuhkan suatu

keputusan tersebut dengan mempertimbangkan dalam fakta-fakta yang terjadi

sehingga timbul suatu tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah

tangga tersebut. Kesesuaian putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Klaten

tersebut, dalam mejatuhkan putusannya maka harus diterapkan hukumnya

dalam Law in Action serta berdasarkan keyakinan hakim. Untuk menyatakan

pelaku bersalah atau tidak, maka harus ada unsur dan asas Tiada Pidana Tanpa

Kesalahan. Dalam hal ini untuk membentuk kepastian hukum, maka hakim

memperhatikan pula tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum, yang mana dalam

Page 77: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxvii

ancaman hukuman itu dijatuhkan seadil-adilnya tanpa merugikan bagi diri

terdakwa, masyarakat, ataupun Majelis Hakim itu sendiri. Dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004, pidana pokok yang dijatuhkan minimal 1

(satu) hari sampai dengan maksimal 5 (lima) tahun. Maka dalam penjatuhan

putusan tidak harus sama persis dengan Undang-Undang, jadi Undang-Undang

tidak harus komulatif. Menurut pendapat dari salah satu hakim anggota

Pengadilan Negeri Klaten, A. Zamroni S.H, M.Hum, bahwa perkara nomor

144/Pid.B/2009/PN Klaten ini sangatlah menarik waktu persidangan itu

berlangsung, yaitu dilihat dari segi perkaranya yang sebenarnya adalah

sederhana tetapi sangat menarik untuk dibahas karena mengenai tindak pidana

kekerasan dalam rumah tangga tetapi tanpa menggunakan kekerasan fisik, yang

mana difokuskan terhadap tindak pidana penelantaran istri dan anaknya dengan

tidak memberi nafkah lahir dan batin sebagaimana yang menjadi kewajiban

suami terhadap isterinya sesuai dengan perjanjian yang diucapkan sewaktu ijab

dan Kabul dalam perkawinan.

Terdapat beberapa perlindungan hukum yang telah diatur dalam UU

Penghapusan KDRT ini. Di samping sanksi ancaman hukuman pidana penjara

dan denda yang dapat diputuskan oleh Hakim, juga diatur pidana tambahan

yang dapat dijatuhkan oleh Hakim yang mengadili perkara KDRT ini, serta

penetapan perlindungan sementara yang dapat ditetapkan oleh Pengadilan sejak

sebelum persidangan dimulai.

Penerapan Ancaman Pidana Penjara dan Denda

Dari hasil pemantauan terhadap kasus-kasus KDRT di Jakarta, Bogor

Tangerang, Depok dan Bekasi, penegakan hukumnya selain menggunakan UU

No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT juga menggunakan KUHP

dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tercatat sejumlah sanksi pidana penjara antara 6 bulan hingga 2 tahun 6 bulan. yang telah diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan menggunakan pasal-pasal UU No. 23 Tahun 2004 diantaranya Pasal 49 jo Pasal 9 dan Pasal

Page 78: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxviii

279 KUHP untuk tindak penelantaran dan suami menikah lagi tanpa ijin istri; Pasal 44 untuk tindak kekerasan fisik; Pasal 45 untuk tindak kekerasan psikis berupa pengancaman. Sedangkan putusan Pengadilan dengan sanksi pidana penjara yang lebih tinggi hingga 6 tahun diputuskan terhadap sejumlah kasus dalam relasi KDRT, yang didakwa dan dituntut dengan menggunakan pasal-pasal KUHP (Pasal 351, 352, 285, 286 jo 287, 289 dan 335 untuk kasus penganiayaan anak dan perkosaan anak); Pasal 81 dan 82 UU No. 23 Tahun 2002 dan Pasal 287 & 288 KUHP untuk kasus perkosaan anak. Belum ditemukan tuntutan yang menggunakan ancaman pidana penjara atau denda maksimal sebagaimana yang diatur dalam UU Penghapusan KDRT ini (Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 5 No 3-September 2008).

Putusan Pengadilan ini diharapkan menjadi suatu bentuk perlindungan

hukum bagi hak-hak korban dan merespon kebutuhan untuk mencegah

berlanjutnya ancaman tindak KDRT. Di samping itu juga ada kebutuhan untuk

menyelenggarakan program konseling yang ditujukan untuk membimbing

pelaku melakukan koreksi atas perbuatan KDRT yang pernah dilakukannya.

Inisiatif untuk merancang program dan menyelenggarakan konseling bagi

pelaku KDRT sudah dimulai oleh Mitra Perempuan bekerjasama dengan

sejumlah konselor laki-laki dari profesi terkait dan petugas BAPAS yang

mempersiapkan modul untuk layanan konseling yang dibutuhkan. Data di

WCC mencatat bahwa sejumlah perempuan menempuh upaya hukum secara

perdata dengan mencantumkan alasan tindak KDRT dalam gugatan perceraian

ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama. Hal ini dipilih oleh mereka yang

tidak bermaksud mempidanakan suaminya, namun memerlukan upaya hukum

agar dapat memutus mata rantai kekerasan yang dilakukan oleh suaminya

selama perkawinan (Mitra Perempuan, 2007 : 2).

BAB IV

PENUTUP

Berdasarkan data-data yang penulis peroleh dari hasil pengumpulan data

dan pembahasan hasil penelitian tentang “Tindak Pidana Penelantaran Orang

Dalam Lingkup Rumah Tangga (Studi Putusan Nomor

Page 79: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxix

144/Pid.B/2009/Pengadilan Negeri Klaten)” maka dapat dirumuskan kesimpulan

dan saran-saran sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara dalam tindak pidana

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga dalam perkara No.

144/Pid.B/2009/Pengadilan Negeri Klaten terdiri dari :

- Dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa Lukas Eri Seno Aji, hakim

dirasa telah menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang

hidup dalam masyarakat. Hal ini terbukti bahwa hakim telah

menemukan hukum yang ada dalam masyarakat dengan melakukan

pertimbangan terhadap hal-hal yang meringankan terdakwa.

- Majelis Hakim mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum

mengenai surat kesepakatan bersama antara terdakwa dengan saksi

korban.

- Terdakwa telah didakwa oleh penuntut dengan dakwaan yang berbentuk

alternative, sehingga dipertimbangkan untuk memilih salah satu

dakwaan yang dianggap paling erat.

- Adanya unsur-unsur yang terdapat di dalam Pasal dakwaan Pasal 49

huruf (a) Jo Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga.

- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten menerapkan adanya asas Lex

Specialis Derogat Lex Generalis sehingga dalam penjatuhan putusan

Page 80: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxx

terhadap terdakwa dipertimbangkan dengan menggunakan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Rumah Tangga.

2. Putusan Hakim No. 144/Pid.B/2009/Pengadilan Negeri Klaten tentang

tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga, menurut

penulis telah sesuai dengan peraturan-perundang-undangan yang berlaku

sekarang ini. Majelis Hakim dalam mengambil keputusan

mempertimbangkan berdasarkan adanya perubahan peraturan perundang-

undangan yang baru yang mana dahulu tindak pidana penelantaran orang

diatur dalam KUHP tetapi karena diberlakukannya asas Lex Specialis

Derogat Lex Generalis maka Majelis Hakim mempertimbangkan

berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang

Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga serta beracuan kepada

Dakwaan Alternatif yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum, maka

Majelis Hakim memiliki kebebasan untuk memilih dakwaan yang kiranya

lebih meringankan bagi terdakwa, korban, anak dan masyarakat

sekitarnya. Selain itu juga Majelis Hakim berpedoman terhadap Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1986 yang berkaitan dengan perkara ini.

Apabila dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002,

maka putusan tersebut tidak sesuai, karena penelantaran anak telah

mencakup dalam Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004.

kemudian dalam Pasal 304 dan Pasal 305 KUHP diatur pula mengenai

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga, tetapi hakim tidak

menerapkan pasal-pasal dalam KUHP ini, karena telah diatur pula dalam

Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi :

“ Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini

juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundang-

undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-

undang ditentukan lain.”

Page 81: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxxi

Begitu pula dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, terdapat

ketidaksesuaian, karena dalam DUHAM mencakup mengenai hubungan

Internasional, sedangkan dalam kasus posisi yang dibahas adalah masalah

yang masih dalam satu wilayah Indonesia. Sedangkan disini wanita hanya

dianggap sebagai makhluk lemah yang mana tidak bisa berbuat apa-apa

untuk para kaum lelaki.

3. Putusan Hakim No. 144/Pid.B/2009/Pengadilan Negeri Klaten tentang

tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga telah

memenuhi rasa keadilan tetapi dalam penjatuhan putusan terhadap

terdakwa Lukas Eri Seno Aji tidak memenuhi kepastian hukum. Kita bisa

melihat sendiri bahwa dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2004, bahwa pelaku tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup

rumah tangga itu diancam dengan hukuman penjara paling lama 3 (tiga)

tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Tetapi karena Majelis Hakim menerapkan adanya tujuan hukum yaitu

keadilan dan kemanfaatan maka terdakwa dijatuhi hukuman penjara 5

(lima) bulan saja. Hal ini karena dianggap telah memenuhi rasa keadilan

bagi terdakwa, keluarga, korban dan masyarakat yang mana hukum

pidana itu tidak mematikan hidup seseorang tetapi hukum pidana hanya

bertujuan untuk menjerakan terdakwa, agar kedepannya tidak mengulangi

lagi perbuatannya. Jadi keadilan itu lebih penting daripada kepastian

hukum. Karena hukum itu didirikan untuk mewujudkan keadilan,

sedangkan apabila kepastian hukum itu diterapkan maka keadilan belum

tentu akan tercapai dalam kehidupan bermasyarakat, karena hal-hal yang

diatur dalam peraturan perundang-undangan terkadang tidak sebanding

dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.

B. Saran

Page 82: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxxii

Saran-saran yang dapat penulis sampaikan tentang tindak pidana

penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga di Pengadilan Negeri Klaten

antara lain :

1. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Klaten dalam menjatuhkan putusan

kepada terdakwa seharusnya mempertimbangkan pula adanya unsur-unsur

yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dimana

dalam kasus ini, kedudukan anak sebagai korban penelantaran benar-benar

diakui dan dipertimbangkan, sehingga anak tersebut mendapatkan

perlindungan yang khusus. Selain itu kedua orang tua masing-masing

pihak korban dan terdakwa seharusnya lebih bersikap tegas terhadap anak-

anakanya yang mana menikah karena hamil diluar nikah.

2. Agar mencapai suatu bentuk kesesuaian dalam peraturan perundang-

undangan. Majelis Hakim harus memperhatikan nilai-nilai yang

terkandung dalam masyarakat dan hukum yang berlaku di Indonesia

sekarang ini, agar ketidaksesuaian itu dapat dihindarkan. Dan

dipertimbangkan pula mengenai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia.

3. Dalam tujuan hukum itu sendiri di Indonesia ada 3 macam yaitu untuk

keadilan, kepastian, dan kemanfaatan. Seharusnya aparat penegak hukum

dalam menerapkan ilmunya di masyarakat, harus mempertimbangkan

adanya nilai keadilan bagi seluruh warga Negara Indonesia sehingga

tercipta adanya suatu bentuk kemanfaatan yang berguna bagi setiap orang

yang mendapatkan keadilan dari penguasa setempat, sedangkan tujuan

hukum untuk kepastian hukum itu dapat diabaikan, sepanjang untuk

menciptakan keadilan. Jadi ancaman sanksi pidana serta denda itu harus

disesuaikan dengan perbuatan dari terdakwa agar memenuhi rasa keadilan

dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 83: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxxiii

Dari Buku

Bambang Poernomo. 1993. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Bambang Sunggono. 1996. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Rajawali Pres.

Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia. 1948

Guse Prayudi. 2007. Berbagai Aspek Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Yogyakarta : Merkid Press.

J.M. Van Bemmelen. 1979. Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum). Bandung : Bina Cipta.

Lamintang. 1984. Hukum Penitensier Indonesia. Bandung : Armico.

Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta.

Natabangsa Surbakti. 2006. Kebebasan Akademik dan Otonomi Keilmuan Hukum di Indonesia. Jakarta : Ghalia

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas Indonesia.

Sutopo, HB. 2002. Pengantar Kualitatif (Dasar-dasar Teoritis dan Praktis). Surakarta : Pusat Penelitian.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 2009. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Van Bemmelen. 1979. Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Materiil bagian umum). Dordrecht : Binacipta.

Dari Rancangan Undang-Undang

Page 84: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxxiv

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan (Pusat Studi Hukum&Kebijakan Indonesia/www.parlemen.net).

Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (www.multiple.com)

Dari Internet atau Jurnal

Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Suatu Tantangan Menuju Sistem Hukum Yang Responsif Gender. http://www.djpp.depkumham.go.id/index.php/jurnal-legislasi/85-penghapusan-kekerasan-dalam-rumah-tangga-suatu-tantangan-menuju-sistem-hukum-yang-responsif-gender>[20 Januari 2010 pukul 07.18].

Dharmawangsa. Pola Reaksi Emosi Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. http://pormadi.weebly.com/1/post/2009/04/post-title-click-and-type-to-edit1.html > [12 Desember 2009 pukul 20.00].

Fajar Utomo. Berani Menghapus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. http://cetak.fajar.co.id/kolom/news.php?newsid=272>[11 Januari 2010 pukul 02.00].

Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 5 No 3-September 2008.

Mita Untari. Penyediaan Fasilitas Kekerasan Dalam Rumah Tangga. http://jurnalnasional.com/show/kolom?page=1&rubrik=Simpul&berita=40620&pagecomment=1 >[12 Desember 2009 pukul 21.00].

Muhamad Hasanah. Kekeraan Dalam Rumah Tangga. http://www.jurnalnasional.com/show/breakingnews?page=469&rubrik=Nasional&berita=1269&pagecomment=1 >[28 Desember 2009 pukul 12.00].

Solar Energi Charity. Pentingnya RUU Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga. http://jurnal-hukum.blogspot.com/2007_06_01_archive.html>[01 Februari 2010 pukul 09.00].

Wewen Efendi. Proposal Penelitianku. http://wewenefendi.multiply.com/journal/item/20>[20 Januari 2010 pukul 07.00].

Page 85: TINDAK PIDANA PENELANTARAN ORANG DALAM LINGKUP …/Tindak... · iii pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi) tindak pidana penelantaran orang dalam lingkup rumah tangga (studi

lxxxv