tifoid putri (autosaved)

25
PENINGKATAN KEWASPADAAN TERHADAP DEMAM TIFOID Putri R 1 , Rosdiana D 2 1 Fakultas Kedokteran Universitas Riau 2 Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad ABSTRAK Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia karena dapat membawa dampak peningkatan angka morbiditas maupun angka mortalitas. Demam tifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi, Penyakit ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan. Menurut data World Health Organization (WHO) tahun 2003, Di Indonesia terdapat 900.000 kasus dengan angka kematian sekitar 20.000 kasus. 3 Menurut Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, standar kompetensi penyakit demam tifoid adalah 4A Sehingga seharusnya penyakit demam tifoid ini dapat diselesaikan pada pelayanan kesehatan primer tanpa harus di rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder. PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia karena dapat membawa dampak peningkatan angka 1

Upload: rizqina-putri

Post on 08-Dec-2015

220 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

hgfh

TRANSCRIPT

Page 1: Tifoid Putri (Autosaved)

PENINGKATAN KEWASPADAAN TERHADAP DEMAM TIFOID

Putri R1, Rosdiana D2

1Fakultas Kedokteran Universitas Riau

2Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Arifin Achmad

ABSTRAK

Demam tifoid merupakan penyakit endemik yang termasuk dalam masalah

kesehatan di negara berkembang, termasuk Indonesia karena dapat membawa

dampak peningkatan angka morbiditas maupun angka mortalitas. Demam tifoid

adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi, Penyakit

ini ditandai oleh panas yang berkepanjangan. Menurut data World Health

Organization (WHO) tahun 2003, Di Indonesia terdapat 900.000 kasus dengan

angka kematian sekitar 20.000 kasus.3 Menurut Standar Kompetensi Dokter

Indonesia (SKDI) yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, standar

kompetensi penyakit demam tifoid adalah 4A Sehingga seharusnya penyakit

demam tifoid ini dapat diselesaikan pada pelayanan kesehatan primer tanpa

harus di rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder.

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan

penyakit endemik yang termasuk

dalam masalah kesehatan di negara

berkembang, termasuk Indonesia

karena dapat membawa dampak

peningkatan angka morbiditas

maupun angka mortalitas.1

Di Indonesia kasus demam

tifoid telah tercantum dalam Undang-

undang nomor 6 Tahun 1962 tentang

wabah. Kelompok penyakit menular

ini merupakan penyakit yang mudah

menular dan dapat menyerang

banyak orang sehingga dapat

menimbulkan wabah.1

Demam tifoid adalah suatu

penyakit sistemik yang disebabkan

oleh Salmonella typhi. Penyakit ini

ditandai oleh panas yang

berkepanjangan, di topang dengan

bakteremia dan invasi bakteri

sekaligus multiplikasi ke dalam sel

fagosit mononuklear dari hati, limpa,

kelenjar limfe usus dan Peyer’s

patch. Sampai saat ini demam tifoid

masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, serta berkaitan dengan

1

Page 2: Tifoid Putri (Autosaved)

sanitasi yang buruk terutama di

negara-negara berkembang.1

Menurut data World Health

Organization (WHO) tahun 2003,

terdapat 17 juta kasus demam tifoid

di seluruh dunia dengan angka

kematian mencapai 600.000 kasus.2

Di Indonesia terdapat 900.000 kasus

dengan angka kematian sekitar

20.000 kasus.3

Menurut data Hasil Riset

Dasar Kesehatan (RISKESDAS)

tahun 2007, demam tifoid

menyebabkan 1,6% kematian

penduduk Indonesia untuk semua

umur.4 Demam tifoid lebih sering

menyerang anak usia 5-15 tahun.5

Menurut laporan WHO 2003,

insidensi demam tifoid pada anak

umur 5-15 tahun di Indonesia terjadi

180,3/100.000 kasus pertahun dan

dengan prevalensi mencapai

61,4/1000 kasus pertahun.2

Menurut Standar Kompetensi

Dokter Indonesia (SKDI) yang

dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia, standar kompetensi

penyakit demam tifoid adalah 4A

yaitu “Lulusan dokter mampu

membuat diagnosis klinik dan

melakukan penatalaksanaan penyakit

tersebut secara mandiri dan tuntas

pada saat lulus dokter.” Sehingga

seharusnya penyakit demam tifoid ini

dapat diselesaikan pada pelayanan

kesehatan primer tanpa harus di

rujuk ke pelayanan kesehatan

sekunder.4

DEFINISI

Demam tifoid disebut juga

dengan Typus abdominalis atau

typoid fever. Demam tifoid adalah

suatu penyakit sistemik bersifat akut

yang disebabkan oleh Salmonella

enterica serotype typhi, dapat juga

disebabkan oleh Salmonella enterica

serotype paratyphi A, B, atau C

(demam paratifoid).6

ETIOLOGI

Demam tifoid disebabkan

oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil

gram negatif, berflagel, dan tidak

berspora. S. typhi memiliki 3 macam

antigen yaitu antigen O (somatik

berupa kompleks polisakarida),

antigen H (flagel), dan antigen Vi.

Dalam serum penderita demam tifoid

akan terbentuk antibodi terhadap

ketiga macam antigen tersebut.6

PATOGENESIS

2

Page 3: Tifoid Putri (Autosaved)

Patogenesis demam tifoid

merupakan proses yang kompleks

yang melalui beberapa tahapan.7

Setelah kuman Salmonella typhi

tertelan, kuman tersebut dapat

bertahan terhadap asam lambung dan

masuk ke dalam tubuh melalui

mukosa usus pada ileum terminalis.8

Di usus, bakteri melekat pada

mikrovili, kemudian melalui barier

usus yang melibatkan mekanisme

membrane ruffling, actin

rearrangement, dan internalisasi

dalam vakuola intraseluler.8

Kemudian Salmonella typhi

menyebar ke sistem limfoid

mesenterika dan masuk ke dalam

pembuluh darah melalui sistem

limfatik.2 Bakteremia primer terjadi

pada tahap ini dan biasanya tidak

didapatkan gejala dan kultur darah

biasanya masih memberikan hasil

yang negatif.8 Periode inkubasi ini

terjadi selama 7-14 hari.7,8 Bakteri

dalam pembuluh darah ini akan

menyebar ke seluruh tubuh dan

berkolonisasi dalam organ-organ

sistem retikuloendotelial, yakni di

hati, limpa, dan sumsum tulang.

Kuman juga dapat melakukan

replikasi dalam makrofag.8

Setelah periode replikasi,

kuman akan disebarkan kembali ke

dalam sistem peredaran darah dan

menyebabkan bakteremia sekunder

sekaligus menandai berakhirnya

periode inkubasi.6,8

Bakteremia sekunder

menimbulkan gejala klinis seperti

demam, sakit kepala, dan nyeri

abdomen.7 Bakteremia dapat menetap

selama beberapa minggu bila tidak

diobati dengan antibiotik.9

Pada tahapan ini, bakteri

tersebar luas di hati, limpa, sumsum

tulang, kandung empedu, dan Peyer’s

patches di mukosa ileum terminal.9

Ulserasi pada Peyer’s patches dapat

terjadi melalui proses inflamasi yang

meng-akibatkan nekrosis dan

iskemia.7

Komplikasi perdarahan dan

perforasi usus dapat menyusul

ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi

bila kuman masih menetap dalam

organ-organ sistem retikuloendotelial

dan berkesempatan untuk

berproliferasi kembali. Menetapnya

Salmonella dalam tubuh manusia

diistilahkan sebagai pembawa kuman

atau carrier.9

3

Page 4: Tifoid Putri (Autosaved)

GEJALA KLINIS

Masa inkubasi bervariasi dan

tergantung pada ukuran inokulum

dan daya tahan tubuh penjamu. Masa

inkubasi rata-rata 3 – 60 hari. Setelah

masa inkubasi maka ditemukan

gejala prodromal, yaitu perasaan

tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat.

Kemudian menyusul gejala klinis

yang biasa ditemukan, yaitu : 6,10

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas,

demam menetap persisten .

Peningkatan suhu seperti naik tangga

setiap hari sampai dengan 40 atau

41oC . Selama minggu pertama, suhu

tubuh berangsur-angsur meningkat

setiap hari, biasanya menurun pada

pagi hari dan meningkat lagi pada

sore dan malam hari. Dalam minggu

kedua, penderita terus berada dalam

keadaan demam. Dalam minggu

ketiga suhu tubuh berangsur-angsur

turun dan normal kembali pada akhir

minggu ketiga.

Bradikardia relatif dapat

ditemukan. Bradikardia relatif adalah

peningkatan suhu tubuh yang tidak

diikuti oleh peningkatan frekuensi

nadi. Patokan yang sering dipakai

adalah bahwa setiap peningkatan

suhu 10C tidak diikuti peningkatan

frekuensi nadi 8 denyut dalam 1

menit.

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas

berbau tidak sedap. Bibir kering dan

pecah-pecah (ragaden) . Lidah

ditutupi selaput putih kotor (coated

tongue), ujung dan tepinya

kemerahan, jarang disertai tremor.

Pada abdomen mungkin ditemukan

keadaan perut kembung

(meteorismus). Hati dan limpa

membesar disertai nyeri pada

perabaan. Biasanya didapatkan

konstipasi, akan tetapi mungkin pula

normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran

penderita menurun walaupun tidak

berapa dalam, yaitu apatis sampai

somnolen. Jarang terjadi sopor, koma

atau gelisah.

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis demam

tifoid perlu dilakukan pemeriksaan

laboratorium. Ada 3 metode untuk

4

Page 5: Tifoid Putri (Autosaved)

mendiagnosis penyakit demam tifoid,

yaitu :2,6

a.Diagnosis klinik

Diagnosis klinis penyakit ini

sering tidak tepat, karena gejala

klinis yang khas pada demam tifoid

tidak ditemukan atau gejala yang

sama dapat juga ditemukan pada

penyakit lain. Diagnosis klinis

demam tifoid sering kali terlewatkan

karena pada penyakit dengan demam

beberapa hari tidak diperkirakan

kemungkinan diagnosis demam

tifoid.

b.Diagnosis mikrobiologik/

pembiakan kuman

Metode diagnosis

mikrobiologik adalah metode yang

paling spesifik dan lebih dari 90%

penderita yang tidak diobati, kultur

darahnya positip dalam minggu

pertama. Hasil ini menurun drastis

setelah pemakaian obat antibiotika,

dimana hasil positif menjadi 40%.

Meskipun demikian kultur sumsum

tulang tetap memperlihatkan hasil

yang tinggi yaitu 90% positif. Pada

minggu-minggu selanjutnya hasil

kultur darah menurun, tetapi kultur

urin meningkat yaitu 85% dan 25%

berturut-turut positif pada minggu

ke-3 dan ke-4. Organisme dalam

tinja masih dapat ditemukan selama

3 bulan dari 90% penderita dan kira-

kira 3% penderita tetap

mengeluarkan kuman Salmonella

typhi dalam tinjanya untuk jangka

waktu yang lama.

c.Diagnosis serologik

1. Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi

aglutinasi antara antigen dan antibodi

(aglutinin). Aglutinin yang spesifik

terhadap Salmonella typhi terdapat

dalam serum penderita demam tifoid,

pada orang yang pernah tertular

Salmonella typhi dan pada orang

yang pernah mendapatkan vaksin

demam tifoid. Antigen yang

digunakan pada uij Widal adalah

suspensi Salmonella typhi yang

sudah dimatikan dan diolah di

laboratorium. Tujuan dari uji Widal

adalah untuk menentukan adanya

aglutinin dalam serum penderita

yang diduga menderita demam tifoid.

Dari ketiga aglutinin

(aglutinin O, H, dan Vi), hanya

aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosis. Semakin

tinggi titer aglutininnya, semakin

5

Page 6: Tifoid Putri (Autosaved)

besar pula kemungkinan didiagnosis

sebagai penderita demam tifoid. Pada

infeksi yang aktif, titer aglutinin akan

meningkat pada pemeriksaan ulang

yang dilakukan selang waktu paling

sedikit 5 hari. Peningkatan titer

aglutinin empat kali lipat selama 2

sampai 3 minggu memastikan

diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah

sebagai berikut :10

a. Titer O yang tinggi ( > 160)

menunjukkan adanya infeksi akut

b. Titer H yang tinggi ( > 160)

menunjukkan telah mendapat

imunisasi atau pernah menderita

infeksi

c. Titer antibodi yang tinggi

terhadap antigen Vi terjadi pada

carrier.

2. Pemeriksaan Tubex

Pemeriksaan Tubex dapat

mendeteksi antibodi IgM. Hasil

pemeriksaan yang positif

menunjukkan adanya infeksi

terhadap Salmonella. Antigen yang

dipakai pada pemeriksaan ini adalah

O9 dan hanya dijumpai pada

Salmonella serogroup D.9

Pemeriksaan lain adalah dengan

Typhidot yang dapat mendeteksi IgM

dan IgG. Terdeteksinya IgM

menunjukkan fase akut demam

tifoid, sedangkan terdeteksinya IgG

dan IgM menunjukkan demam tifoid

akut pada fase pertengahan.11

Antibodi IgG dapat menetap selama

2 tahun setelah infeksi, oleh karena

itu, tidak dapat untuk membedakan

antara kasus akut dan kasus dalam

masa penyembuhan.11 Yang lebih

baru lagi adalah Typhidot M yang

hanya digunakan untuk mendeteksi

IgM saja.11 Typhidot M memiliki

sensitivitas dan spesifisitas yang

lebih tinggi dibandingkan Typhidot.12

Pemeriksaan ini dapat menggantikan

Widal, tetapi tetap harus disertai

gambaran klinis sesuai yang telah

dikemukakan sebelumnya.11

PENCEGAHAN

Strategi pencegahan yang

dipakai adalah untuk selalu

menyediakan makanan dan minuman

yang tidak terkontaminasi, higiene

perorangan terutama menyangkut

kebersihan tangan dan lingkungan,

sanitasi yang baik, dan tersedianya

air bersih sehari-hari.13

Strategi pencegahan ini

menjadi penting seiring dengan

6

Page 7: Tifoid Putri (Autosaved)

munculnya kasus resistensi.13 Selain

strategi di atas, dikembangkan pula

vaksinasi terutama untuk para

pendatang dari negara maju ke

daerah yang endemik demam tifoid.13

Vaksin-vaksin yang sudah ada

yaitu:1,2 Vaksin Vi Polysaccharide

Vaksin ini diberikan pada anak

dengan usia di atas 2 tahun dengan

dinjeksikan secara subkutan atau

intra-muskuler.

Vaksin ini efektif selama 3

tahun dan direkomendasikan untuk

revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini

memberikan efikasi perlindungan

sebesar 70-80%. Vaksin Ty21a

Vaksin oral ini tersedia dalam

sediaan salut enterik dan cair yang

diberikan pada anak usia 6 tahun ke

atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang

masing-masing diselang 2 hari.

Antibiotik dihindari 7 hari sebelum

dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini

efektif selama 3 tahun dan

memberikan efikasi perlindungan 67-

82%. Vaksin Vi-conjugate Vaksin

ini diberikan pada anak usia 2-5

tahun di Vietnam dan memberikan

efikasi perlindungan 91,1% selama

27 bulan setelah vaksinasi. Efikasi

vaksin ini menetap selama 46 bulan

dengan efikasi perlindungan sebesar

89%.

ILUSTRASI KASUS

Ny. H, 18 tahun masuk ke

bagian interna RS AA pada tanggal

12 Juli 2014 dengan keluhan demam

sejak 10 hari sebelum masuk rumah

sakit.

Demam meningkat pada sore

hari serta menurun pada pagi hari.

Awalnya, demam dirasakan naik

turun. Namun dalam beberapa hari

terakhir, demam terjadi secara terus

menerus. Menggigil (-), nyeri kepala

(+) nyeri dirasakan di kepala bagian

depan dan lebih sering pada malam

hari, nyeri kepala tidak berputar dan

tidak dipengaruhi oleh perubahan

pada posisi, nyeri otot (+), lemas (+),

mual (+), muntah (+) berisi makanan

dengan frekuensi 6x/hari dengan

jumlah + ¼ gelas/x muntah, nyeri ulu

hati (+), bintik-bintik merah di perut

(-), perut terasa kembung (+), batuk

(-), nyeri tenggorokan (-), riwayat

batuk lama (-), penurunan berat

badan (-), nafsu makan menurun (+),

nyeri saat BAK (-), BAB tidak ada

sejak 4 hari terakhir. Pasien mengaku

bahwa jarang mengkomsumsi buah

dan sayur. Pasien sempat berobat ke

klinik dan diberi obat paracetamol

7

Page 8: Tifoid Putri (Autosaved)

dan amoksilin, namun keluhan tidak

berkurang.

Riwayat diabetes mellitus (-),

hipertensi (-), dan alergi (-). Pasien

belum pernah mengalami sakit berat

apalagi hingga dirawat di rumah

sakit sebelumnya.

Pada anggota keluarga tidak

terdapat keluhan sama seperti pasien.

Riwayat asma (-), DM (-), hipertensi

(-), alergi (-).

Pasien merupakan seorang

pelajar SMA, pasien sering membeli

makanan di luar dan riwayat

bepergian ke daerah lain disangkal.

Dari pemeriksaan fisik yang

dilakukan pada tanggal 12 Juli 2014

didapatkan kesadaran komposmentis,

pasien tampak sakit sedang, tekanan

darah 110/70 mmHg, Nadi 68 rpm,

pernafasan 16 rpm, suhu 39,1 oC.

Pada mata ditemukan Konjungtiva

anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

refleks pupil (+/+) pada leher

ditemukan pembesaran KGB(-) pada

Lidah ditemukan kotor (+) dengan

tepi hiperemis (+), tremor (+).

Pemeriksaan thorax

didapatkan pergerakan dinding dada

simetris kanan dan kiri, tidak ada

yang tertinggal, tidak terdapat

retraksi atau penggunaan otot

pernapasan tambahan. Vocal

fremitus normal, simetris kiri dan

kanan, perkusi sonor di kedua

lapangan paru dan auskultasi

vesikuler pada seluruh lapangan

paru, ronkhi (-) dan wheezing (-).

Pemeriksaan jantung

didapatkan ictus cordis tidak terlihat

dan teraba lemah di SIK 5 linea

midclavikula sinistra, batas jantung

dalam batas normal, bunyi jantung 1

dan 2 reguler, murmur (-) dan gallop

(-).

Pemeriksaan abdomen perut

datar, venektasi (-), scar (-), bising

usus (+). Perut supel, nyeri tekan (+)

di epigastrium, hepar teraba 1 jari di

bawah arcus costae, permukaan rata,

tepi tumpul, konsistensi kenyal, nyeri

tekan (-). Lien tidak teraba. Perkusi

abdomen timpani pada seluruh regio

abdomen.

Pemeriksaan ekstremitas,

Akral hangat, CRT < 2 detik, edema

(-), sianosis (-)

Dari pemeriksaan

laboratorium, pemeriksaan darah

didapatkan hasil Hemoglobin 12

gr/dl, leukosit 10.900 uL, LED 8

mm/jam, trombosit 346.000 uL,

Hematokrit 39,0%. Pemeriksaan

widal didapatkan Antigen H = positif

8

Page 9: Tifoid Putri (Autosaved)

titer 1/160, Antigen O = positif titer

1/320.

ANALISIS MASALAH

Pada pasien ini didapatkan

manifestasi klinis berupa demam 10

hari sebelum masuk rumah sakit,

demam naik turun dan meningkat

pada sore hari dan pada beberapa

hari terakhir demam terjadi terus

menerus. Pasien juga mengalami

sakit kepala, mual dan muntah, nyeri

perut, serta konstipasi. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan

hepatomegali serta nyeri tekan pada

kuadran epigastrium.

Dari gejala tersebut yang

dapat dipikirkan adalah demam tifoid

dan demam dengue karena sama-

sama memiliki gejala prodormal

seperti demam, nyeri kepala frontal,

muntah, serta nyeri perut dan pada

pemeriksaan dapat ditemukan

hepatomegali.

Demam dengue merupakan

penyakit menular akibat virus dengue

yang diperentarai oleh nyamuk aedes

aegypti yang hidup di negara-negara

tropis dan menimbulkan gejala

demam akut disertai gejala penyerta

lain seperti sakit kepala, pegal dan

rasa nyeri di otot, gangguan pada

pencernaan berupa nyeri epigastrium,

mual bahkan muntah, nyeri perut,

susah buang air besar, serta diare pun

dapat ditemukan pada 5-6% kasus

demam dengue. Penyakit ini dapat

menyerang semua orang dan dapat

mengakibatkan kematian terutama

pada anak-anak. Pada demam dengue

awalnya dapat asimtomatik (50%-

90%), namun dapat juga berupa

penyakit demam non-spesisik atau

timbul gejala-gejala klasik demam

dengue.

Demam dengue muncul

mendadak dengan kisaran suhu

antara 39,5°-41,4°C. Demam

umumnya muncul pada hari ketiga

dan berlangsung 5-7 hari. Demam

dapat disertai oleh rasa menggigil,

mengakibatkan kulit eritematosa, dan

flushing pada wajah. Demam bersifat

bifasik karena demam akan menurun

selama 1-2 hari kemudian meningkat

kembali sehingga membentuk grafik

pelana kuda. Pada masa penurunan

suhu inilah masa kritis dimulai

dimana penyakit pasien beresiko

berkembang menjadi demam

berdarah dengue atau bahkan dengue

shock syndrome. Setelah demam

biasanya muncul mialgia yang dapat

9

Page 10: Tifoid Putri (Autosaved)

berlangsung hingga beberapa

minggu, namun gejala mialgia tidak

ditemukan pada pasien ini. Sakit

kepala pada demam dengue dapat

timbul di area frontal dan retro-

orbita. Pada pasien dapat didapati

nyeri kepala frontal.

Malaria juga dapat dijadikan

diagnosis banding demam tifoid

karena pada malaria ditemukan

demam, sakit kepala, nyeri sendi dan

tulang, anoreksia, nyeri perut, diare,

dan hepatomegali. Malaria juga

merupakan penyakit endemik di

beberapa daerah di Indonesia. Dari

anamnesis diketahui pasien tidak

melakukan perjalanan ke tempat-

tempat lain. Selain itu malaria juga

memiliki pola demam yang khas

yaitu demam intermitten, sedangkan

demam yang dialami pasien ini

adalah demam remiten dimana suhu

badan dapat turun setiap hari tetapi

tidak pernah mencapai suhu tubuh

normal. Perbedaan suhu dapat

mencapai 2 C.

Diagnosis banding yang lain

adalah influenza. Influenza

merupakan penyakit infeksi akut

saluran pernapasan terutama ditandai

oleh demam menggigil, mialgia,

sakit kepala, dan sering disertai

gejala pilek, sakit tenggorok, dan

batuk non produktif. Lama sakitnya

berkisar antara 2-7 hari dan biasanya

sembuh sendiri karena disebabkan

oleh virus influenza tipe A, B, dan C.

Pada pasien tidak ditemukan gejala-

gejala infeksi saluran napas sehingga

diagnosis banding ini dapat

disingkirkan.

Jika dilihat pola demam

pasien yang cenderung meningkat

pada malam hari dan peningkatan

suhu yang semakin tinggi setelah

masuk minggu kedua, ditambah

dengan adanya sakit kepala frontal,

dan konstipasi maka diagnosis

sementara adalah suspek demam

tifoid. Namun hal ini masih perlu

dibuktikan dengan beberapa

pemeriksaan. Untuk menegakkan

diagnosis demam tifoid harus

dibuktikan dengan ditemukannya

kuman salmonella typhi pada kultur

dengan specimen darah pada akhir

minggu pertama, specimen urin pada

minggu ketiga, atau specimen feses

pada minggu kedua dan ketiga.

Demam tifoid adalah

penyakit infeksi akut disebabkan

oleh kuman gram negatif Salmonella

10

Page 11: Tifoid Putri (Autosaved)

typhi. Selama terjadi infeksi kuman

tersebut bermultiplikasi dalam sel

fagositik mononuclear dan secara

berkelanjutan dilepaskan ke aliran

darah.

Demam yang timbul sebagai

gejala demam tifoid merupakan

akibat dari rangsangan makrofag

oleh kuman Salmonella typhi

sehingga makrofag melepas sitokin,

interleukoin, dan mediator-mediator

inflamsai lainnya yang dapat

mengganggu termoregulasi tubuh

sehingga timbullah demam. Demam

biasanya bekisar antara suhu 39°-40

°C.

Konstipasi pada demam tifoid

terjadi akibat Peyer’s patches

mengalami inflamasi sehingga

membengkak dan mortilitas usus

mengalami penurunan. Namun

demam tifoid juga dapat memiliki

gejala diare sekretorik akibat

endotoksin Salmonella typhi. Bahkan

pada beberapa kasus juga ditemukan

demam tifoid dengan gejala diare

terlebih dahulu disusul oleh

konstipasi beberapa hari kemudian.

Hepatomegali yang

ditemukan pada pemeriksaan fisik

dapat timbul akibat makrofag yang

melawan kuman Salmonella typhi

dan mati dibawa ke organ-organ RES

(Reticuloendothelial System) seperti

hepar dan limpa.

Pada pasien telah diperiksa

uji Widal. Pada prinsipnya

pemeriksaan Widal menggunakan

reaksi aglutinasi yang terjadi bila

serum penderita dicampur dengan

suspensi antigen Salmonella typhi.

Pemeriksaan disebut positif apabila

terjadi reaksi algutinasi. Dengan

mengencerkan serum, maka kadar

zat anti dapat ditentukan, yaitu

pengenceran tertinggi yang masih

menimbulkan reaksi aglutinasi.

Untuk mendukung diagnosis

yang perlu ialah titer zat anti

terhadap antigen O, titer yang

bernilai 1/200 atau lebih dan atau

menunjukkan kenaikan yang

progresif diperlukan untuk

menimbulkan diagnosis. Titer

tersebut mencapai puncaknya

bersamaan dengan penyembuhan

penderita dan bertahan hingga 4-6

bulan. Titer terhadap antigen H tidak

diperlukan untuk diagnosis karena

tetap bertahan hingga 9-12 bulan

setelah mendapat imunisasi atau

penderita telah lama sembuh.

11

Page 12: Tifoid Putri (Autosaved)

Pemeriksaan Widal tidak selalu

positif walaupun penderita sungguh-

sungguh menderita demam tifoid.

Sebaliknya titer dapat positif

(false positive) pada keadaan tertentu

seperti didapatkan titer O dan H

tinggi karena terdapatnya aglutinasi

normal akibat infeksi E.coli pathogen

dalam usus.

Pada kasus ini pasien sempat

berobat ke dokter dan diberi obat

namun pasien tidak mengetahui

namanya dan obat sudah habis

dimakan dan keluhan tetap ada, hal

tersebut dimungkinkan karena obat

yang diberikan tidak cocok untuk

pengobatan mikroorganisme

penyebab penyakit atau

kemungkinan yang keduanya adalah

pasien mengalami resistensi obat.

Saran pemeriksaan tambahan

pada pasien ini adalah pemeriksaan

IgG anti-Salmonella, kultur

mikroorganisme dari spesimen darah,

uji resistensi dan sensitifitas obat

untuk menentukan pemilihan obat

yang cocok bagi pasien, namun

karena menunggu hasilnya lama

maka pengobatan tetap dimulai

sesuai protokol yang ada.

Pada pemeriksaan penunjang

didapatkan Leukosit: 10.900/uL,

Widal dengan antigen H reaktif titer

1/160, antigen O titer 1/320. Dengan

didukung pemeriksaan penunjang ini,

demam pada pasien mengarah ke

diagnosis demam typhoid.

Pada pasien ini dianjurkan

untuk tirah baring dan diet rendah

serat, serta pada pasien ini diberikan

terapi farmakologis berupa

pemberian IVFD 20 tpm, Inf.

Levofloxacin 1x500 mg, Paracetamol

tab 3x500 mg, Domperidon tab 3x10

mg.

PEMBAHASAN

Pada pasien ini, ditegakkan

diagnosis demam typhoid. Hal ini

didasarkan karena pada anamnesis

didapatkan adanya demam tipe

continue sejak 7 hari SMRS yang

meningkat pada sore hari dengan

adanya gejala prodormal dan

gangguan pada saluran cerna. Pada

pemeriksaan fisik, ditemukan adanya

bradikardi relatif, nyeri tekan

epigastrium dan hepatomegali. Dari

pemeriksaan penunjang ditemukan

pada test Widal antigen antigen H

reaktif dengan titer 1/160 dan antigen

O reaktif dengan titer 1/320.

12

Page 13: Tifoid Putri (Autosaved)

Pasien memiliki riwayat

pengobatan pada saat demam terjadi

yaitu berobat di klinik dan diberi

Parasetamol dan Amoksisilin, namun

keluhan pasien tidak berkurang. Hal

ini dikarenakan demam yang

dikeluhkan pasien tidak diterapi

dengan antibiotik yang sesuai dengan

etiologi dari demamnya itu sendiri.

Terapi pada demam tifoid adalah

untuk mencapai keadaan bebas

demam dan gejala, mencegah

komplikasi, dan menghindari

kematian serta eradikasi total bakeri

untuk mencegah kekambuhan dan

keadaan carrier.13 Pemilihan

antibiotik tergantung pada pola

sensitivitas isolat Salmonella typhi

setempat.13

Pada pasien ini

penatalaksanaan non farmakologis

dengan tirah baring dan pemberian

diet rendah serat. Penderita demam

tifoid memerlukan istirahat total serta

pemberian nutrisi yang adekuat

melalui total parenteral nutrisi

dilanjutkan dengan diet makanan

yang lembut dan mudah dicerna

secepat keadaan mengizinkan.1,2

Makanan dengan rendah serat dan

rendah sisa bertujuan untuk

memberikan makanan sesuai

kebutuhan gizi yang sedikit mungkin

meninggalkan sisa sehingga dapat

membatasi volume feses, dan tidak

merangsang saluran cerna, juga

ditujukan untuk menghindari

terjadinya komplikasi perdarahan

saluran cerna atau perforasi usus.1,2

Pasien ini dirawat karena adanya

mual muntah yang berat, tidak nafsu

makan serta badan lemas, sehingga

ditakutkan intake nutrisi, cairan dan

elektrolit pasien tidak akan adekuat

jika pasien dilakukan rawat jalan.

Pasien dianjurkan untuk tirah baring

sampai minimal 7 hari bebas demam

atau kurang lebih selama 14 hari.

Mobilisasi pesien harus dilakukan

secara bertahap sesuai dengan

pulihnya kekuatan pasien.7

Penatalaksanaan yang diberikan pada

pasien ini adalah IVFD RL 20 tpm,

infus Levofloxacin 1x500 mg selama

3 hari, Paracetamol tab 3x500 mg

dan Domperidon 3x10 mg sebagai

terapi simptomatik dengan

pertimbangan untuk perbaikan

keadaan umum pasien. Antibiotik

golongan fluoroquinolone

(ciprofloxacin, ofloxacin,

levofloxacin dan pefloxacin)

merupakan terapi yang efektif untuk

demam tifoid yang disebabkan isolat

13

Page 14: Tifoid Putri (Autosaved)

tidak resisten terhadap

fluoroquinolone dengan angka

kesembuhan klinis sebesar 98%.1

Berbagai studi telah dilakukan untuk

menilai efektivitas fluoroquinolone

dan salah satu fluoroquinolone yang

saat ini telah diteliti dan memiliki

efektivitas yang baik adalah

levofloxacin. Levofloxacin diberikan

dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari.14

Berdasarkan hasil follow up, terjadi

penurunan demam pada hari ketiga.

Sesuai dengan literatur bahwa

penurunan demam pada pemberian

Levofloxacin paling cepat yaitu 2-4

hari.11

DAFTAR PUSTAKA

1. Muliawan SY, Surjawidjaya JE.

Diagnosis dini demam tifoid

dengan menggunakan protein

membran luar S. Typhi sebagai

antigen spesifik.

CDK.1999;124:11-3.

2. Department of Vaccines and

Biologicals. Background

document: The diagnosis,

treatment and prevention of

typhoid fever. Geneva: WHO;

2003.

3. Crump JA, Mintz ED. The global

burden of typhoid fever. Bulletin

of the World Health

Organization. 2004; 82(5):346-

53.

4. Anonim. Profil Kesehatan

Indonesia 2008. Jakarta:

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia; 2009.

5. Ochiai RL, Acosta JC, Danovaro-

Holliday MC, Baiqing D,

Bhattacharya SK, Agtini M, et al.

A study of typhoid fever in five

Asian countries: disease burden

and implications for controls.

Bull World Health Organ.

2008;86:260-8.

6. Widodo Darmowandoyo.

Demam Tifoid. Dalam Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan

Penyakit Tropis. Edisi pertama.

2006. Jakarta ;Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FKUI: 1752-57

7. Typhoid fever. Surgery in Africa-

Monthly Review [Internet]. 2006

Feb 11 [cited 2011 Mar

3 ].Available from:

http://www.ptolemy.ca/members/

archives/2006/typhoid_fever.htm

8. Bhutta ZA. Typhoid fever:

current concepts. Infect Dis Clin

Pract 2006; 14: 266-72.

9. Parry CM. Epidemiological and

clinical aspects of human typhoid

14

Page 15: Tifoid Putri (Autosaved)

fever [Internet]. 2005 [cited 2011

Mar 3]. Available from:

www.cambridge.org

10. Karsinah, Suharto, W.

Mardiastuti, M. Lucky. Batang

negatif gram. Dalam: Staf

Pengajar FK UI, penyunting.

Buku ajar mikrobiologi

kedokteran. Edisi Revisi. Jakarta:

Bina Rupa Aksara, 1994;168-73.

11. Mehta KK. Changing trends in

typhoid fever. Medicine Update

2008; 18: 201-4.

12. Bhutta ZA. Current concepts in

the diagnosis and treatment of

typhoid fever. BMJ 2006; 333:

78-82

13. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S.

Typhoid fever and paratyphoid

fever. Lancet 2005; 366: 749-62.

14. Background document: the

diagnosis, treatment, and

prevention of typhoid fever

[Internet]. 2003 [cited 2010 Nov

25]. Available from: www.who-

int/vaccines-documents/

15. Soedarmo SS, Garna H,

Hadinegoro SR, Satari HI. Buku

Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis.

Ikatan Dokter Anak Indonesia:

Jakarta. 2008.

15