thinking dan tafakur

22
PENDAHULUAN Manusia diberi anugerah oleh Allah akal yang digunakan untuk berpikir dan berusaha memahami segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini. Berpikir merupakan proses kognitif yang berlangsung di pusat sistem syaraf yaitu otak. Manusia selalu berupaya mencari informasi, memperoleh pengetahuan dan mengikuti perkembangan pengetahuan yang baru. Dengan berpikir memungkinkan kita untuk mengadakan tinjauan dan pembahasan terhadap berbagai hal dan peristiwa. Dalam Islam sendiri Alllah menganjurkan kepada manusia untuk memfungsikan akal untuk digunakan dalam menelaah segala sesuatu. Islam juga mempunyai persepsi positif terhadap pandangan atau pendapat para ilmuwan Barat tentang proses berpikir manusia. Berpikir sendiri dilakukan orang dengan tujuan untuk memahami realita dalam rangka mengambil keputusan (making decision), memecahkan persoalan (problem solving) dan menghasilkan sesuatu yang baru (creativity). Makalah ini secara ringkas dan padat menjelaskan tentang definisi berpikir menurut ilmuwan Barat dan ditinjau dari sudut pandang agama Islam. Dengan penjelasan-penjelasan yang ada dalamnya diharapkan 1

Upload: hilmi-bonek-milanisti

Post on 19-Jun-2015

579 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Thinking Dan Tafakur

PENDAHULUAN

Manusia diberi anugerah oleh Allah akal yang digunakan untuk berpikir

dan berusaha memahami segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini.

Berpikir merupakan proses kognitif yang berlangsung di pusat sistem syaraf

yaitu otak. Manusia selalu berupaya mencari informasi, memperoleh

pengetahuan dan mengikuti perkembangan pengetahuan yang baru. Dengan

berpikir memungkinkan kita untuk mengadakan tinjauan dan pembahasan

terhadap berbagai hal dan peristiwa.

Dalam Islam sendiri Alllah menganjurkan kepada manusia untuk

memfungsikan akal untuk digunakan dalam menelaah segala sesuatu. Islam

juga mempunyai persepsi positif terhadap pandangan atau pendapat para

ilmuwan Barat tentang proses berpikir manusia. Berpikir sendiri dilakukan

orang dengan tujuan untuk memahami realita dalam rangka mengambil

keputusan (making decision), memecahkan persoalan (problem solving) dan

menghasilkan sesuatu yang baru (creativity).

Makalah ini secara ringkas dan padat menjelaskan tentang definisi berpikir

menurut ilmuwan Barat dan ditinjau dari sudut pandang agama Islam. Dengan

penjelasan-penjelasan yang ada dalamnya diharapkan bisa menambah

wawasan kita tentang proses kognitif manusia.

1

Page 2: Thinking Dan Tafakur

PEMBAHASAN

SISTEM KOGNITIF MANUSIA

Otak merupakan salah satu unsur dari sistem syaraf kognitif pada semua

makhluk hidup. Sistem syaraf pada manusia adalah sebuah mesin yang rumit.

Sistem ini terdiri dari jutaan sel syaraf yang diperkirakan 12 sampai 200 juta sel.

Otaklah yang bertugas mengarahkan dan mengkoordinasi kerja sel-sel tersebut

sedemilkian rupa sehingga mampu melihat, mendengar, berpikir, mengingat serta

bertindak secara cepat dan tepat.

Otak ialah suatu alat tubuh bagian dari syaraf yang terletak di dalam rongga

tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat yang sangat penting dan

berpengaruh karena merupakan pusat sistem semua alat tubuh. Otak menentukan

makhluk hidup bergerak, memerintahkan indera, menuntut dan mengadakan

persepsi, mengatur pola komunikasi, menentukan jumlah informasi dan sekaligus

menyeleksinya. Otak pulalah yang kemudian menerima impuls-impuls informasi

tersebut melalui reseptor, mengirimnya pada sejumlah efektor dan kemudian

menginterpretasikan keseluruhannya serta membuat sejumlah keputusan dan

respon terhadap informasi yang diterima tersebut.

A. BERPIKIR

Manusia dan hewan merupakan makhluk hidup ciptaan Allah yang sama-sama

dianugerahi panca indera yang berfungsi untuk menikmati kehidupan di dunia.

Namun, manusia berbeda dengan hewan karena diberi keistemewaan berupa akal

budi dan kemampuan berpikir yang memungkinkan unuk mengadakan tinjauan

dan pembahasan terhadap berbagai peristiwa dan hal-hal yang umum. Manusia

mempunyai kemampuan kognitif yang sangat luar biasa yaitu berpikir. Meskipun

manusia bukanlah satu-satunya makhluk yang berpikir, tetapi tidak dapat

disangkal bahwa manusia merupakan makhluk pemikir.

2

Page 3: Thinking Dan Tafakur

Apakah Berpikir Itu ?

Ilmu Psikologi menggunakan istilah ini untuk memberikan label terhadap

kegiatan mental yang bermacam-macam, seperti misalnya penalaran,

memecahkan masalah dan pembentukan konsep-konsep. Ada beberapa definisi

berpikir yang diungkapkan oleh beberapa tokoh psikologi berikut ini :

1. Philip L Harriman mengungkapkan bahwa berpikir (thinking) adalah istilah

yang sangat luas dengan berbagai definisi misalnya angan-angan,

pertimbangan, kreativitas, tingkah laku, pembicaraan yang lengkap,

pemecahan masalah, penentuan, perencanaan dan aktivitas dalam menanggapi

suatu situasi yang tidak obyektif yang menyerang organ panca indera.

2. Drever mengemukakan masalah berpikir sebagai berikut: “Thinking is any

course or train of ideas; in the narrower and stricter sense, a course of ideas

initiated by a problem”. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa berpikir

bertitik tolak dari adanya persoalan atau problem yang dihadapi secara

individu.

3. “Berpikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan

dengan menggunakan lambing-lambang sehingga tidak perlu langsung

melakukan kegiatan yang tampak,” kata Floyd L, Ruch dalam bukunya yang

klasik, Psychology and Life (1967).

Dengan demikian dari berbagai definisi yang telah diungkapkan diatas,

berpikir merupakan tingkah laku mental yang merupakan bagian dari kegiatan

mental sehari-hari pada setiap orang. Berpikir menunjukkan berbagai kegiatan

yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang, sebagai pengganti obyek dan

peristiwa. Berpikir juga dapat didefinisikan sebagai proses menghasilkan

representasi mental yang baru melalui transformasi informasi yang melibatkan

interaksi secara komplek antara atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi,

penalaran, imajinasi dan pemecahan masalah.

3

Page 4: Thinking Dan Tafakur

Komponen Dasar di dalam Berpikir

Proses berpikir secara normal menurut Mayer (dalam Solso, 1988) akan meliputi

tiga komponen pokok sebagai berikut:

Pertama, berpikir adalah aktivitas kognitif yang terjadi di dalam mental

atau pikiran seseorang, tidak tampak, tetapi dapat disimpulkan berdasarkan

perilaku yang tampak. Contoh, seorang pemain catur memperlihatkan proses

berpikirnya melalui gerakan-gerakan atau langkah-langkah yang dilakukan di atas

papan catur.

Kedua, berpikir merupakan suatu proses yang melibatkan beberapa

manipulasi pengetahuan di dalam sistem kognitif. Pengetahuan yang pernah

dimiliki (tersimpan di dalam ingatan) digabungkan dengan informasi sekarang

sehingga mengubah pengetahuan seseorang mengenai sesuatu yang sedang

dihadapi seseorang. Contoh, pada waktu seseorang membaca buku, informasi

diterima melalui berbagai tahapan mulai dari proses sensori sampai dengan

ingatan. Informasi ini kemudian ditransformasikan sehingga menghasilkan apa

yang disebut intisari sebagai informasi baru dan hal ini berarti pula sebagai

pengetahuan baru bagi orang itu.

Ketiga, aktivitas berpikir diarahkan untuk menghasilkan pemecahan

masalah. Sebagaimana seorang pemain catur, setiap langkah yang dilakukannya

diarahkan untuk memenangkan suatu permainan. Meski tidak semua langkah yang

dilakukan itu berhasil, namun secara umum di dalam pikirannya semua langkah

diarahkan pada suatu pemecahan.

Berkaitan dengan penyelesaian masalah dan proses berpikir sebenarnya

ada dua pendapat yang berbeda dari para ahli. Sebagian ahli menganggap bahwa

berpikir merupakan suatu aktivitas seperti peredaran darah. Jadi, berpikir

dianggap sebagai aktivitas syaraf otak yang tidak harus berhubungan dengan

masalah. Berpikir tidak hanya terjadi pada saat orang menghadapi persoalan

seperti kebanyakan pendapat para ahli psikologi. Contoh, orang dapat makan

sambil memikirkan suatu masalah. Hal ini dapat terjadi baik disadari maupun

tidak disadari. Sebagian ahli yang lain berpendapat bahwa berpikir selalu

4

Page 5: Thinking Dan Tafakur

berhubungan dengan suatu persoalan yang ingin dicari jalan keluarnya.

Kecenderungan yang banyak dianut orang adalah pendapat yang kedua, sebab

berpikir itu muncul karena ada sesuatu yang dipikirkan, keinginan terhadap

kondisi tertentu atau ketidakpuasan yang semuanya terjadi didalam kehidupan

manusia.

Barangkali perbedaan pendapat itu terletak pada pengertian sumber

masalah. Jika masalah dianggap sebagai sesuatu yang datang dari lingkungan

yang tidak terelakkan dan perlu dicari pemecahannya, maka pandangan pertama

dapat dibenarkan, karena pada saat itu orang akan berpikir. Sebaliknya, jika

masalah dipahami sebagai fenomena yang dapat muncul dari dalam diri

seseorang, misalnya mempermasalahkan sesuatu kemudian berusaha mencari

jalan keluar, maka pandangan kedua dapat dibenarkan karena pada saat itu orang

melakukan aktivitas berpikir juga.

Macam-macam Berpikir

Secara garis besar ada dua macam berpikir: berpikir autistik dan berpikir

realistik.

Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melamun. Fantasi, menghayal,

wisful thinking adalah contoh-contohnya. Dengan berpikir autistik orang

melahirkan diri dari kenyataan dan melihat hidup sebagai gambar-gambar

fantastis. Kegiatan mental yang melantur ini tidak mempunyai tujuan tertentu, dan

seringkali dinamakan pikiran (berpikir) tidak terarah atau arus kesadaran arus

kesadaran jaga biasa.

Berpikir realistis, disebut juga nalar (reasoning), ialah berpikir dalam

rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Floyd L. Ruch menyebutkan tiga

macam berpikir realistik: deduktif, induktif, evaluatif (Ruch, 1967). Dengan kata

lain Floyd menyebut berpikir realistik sebagai pikiran terarah sebagai kebalikan

dari berpikiran tidak terarah. Pikiran atau berpikir terarah diarahkan pada tujuan

yang tertentu, sangat terkendali dan terikat pada suatu kejadian atau situasi

tertentu, sangat terkendali dan terikat pada satu kejadian atau situasi yang tertentu

pula. Lebih lanjut dikatakan pula bahwa pikiran atau berpikir terarah ini antara

5

Page 6: Thinking Dan Tafakur

lain penalaran, pemecahan masalah dan belajar konsep. Menurut Floyd, meskipun

berpikir terarah dan berpikir tidak terarah itu mempunyai sasaran yang berbeda,

namun kedua jenis bepikir tersebut sama-sama tergantung pada konsep dasar

termasuk ingatan, imajinasi dan pembentukan asosiasi. Dalam pembahasan ini

kita akan membahas mengenai berpikir terarah atau bepikir realistik.

1. Berpikir Deduktif

Berpikir deduktif ialah mengambil kesimpulan dari dua pernyataan; yang

pertama merupakan pernyataan umum. Dalam logika, ini disebut logisme.

Berpikir deduktif dapat dirumuskan, “Jika A benar, dan B benar, maka akan

terjadi C”. Dalam berpikir deduktif, kita mulai dari hal-hal yang umum pada

hal-hal yang khusus.

2. Berpikir Induktif

Berpikir induktif sebaliknya, dimulai dari hal-hal yang khusus dan kemudian

mengambil kesimpulan umum; kita melakukan generalisasi. Ketepatan bepikir

induktif bergantung pada memadainya kasus yang dijadikan dasar.

3. Berpikir Evaluatif

Berpikir evaluatif ialah berpikir kritis, menilai baik buruknya, tepat atau

tidaknya suatu gagasan. Dalam berpikir evaluatif, kita menambah atau

mengurangi gagasan. Yang agak mirip dengan berpikir evaluatif adalah

berpikir analogi.

4. Berpikir Analogi

Berpikir analogi adalah berpikir kira-kira, yang didasarkan pada pengenalan

kesamaan. Umumnya orang menggunakan perbandingan atau kontras. Robert

J. Sternberg psikolog dari Yale, meneliti penggunaan analogi ini (Sternberg,

1977). Ia menulis, “Kita berpikir secara analogis setiap kali kita menetapkan

keputusan sesuatu yang baru dalam pengalaman kita, dengan

menghubungkannya pada suatu yang sama pada masa lalu kita”. Lucunya,

berpikir analogi yang tidak logis itu paling sering kita gunakan untuk

menetapkan keputusan, memecahkan soal, dan melahirkan gagasan baru.

6

Page 7: Thinking Dan Tafakur

Di dalam berpikir digunakan simbol-simbol, gambaran-gambaran, kata-

kata pengertian-pengertian yang ada dalam ingatan khususnya ingatan yang

berkaitan dengan long term memory. Simbol-simbol yang digunakan dalam

berpikir pada umumnya berupa kata-kata atau bahasa (language), karena itu

sering dikemukakan bahwa bahasa dan berpikir mempunyai kaitan yang erat.

Dengan bahasa manusia dapat menciptakan ratusan, ribuan simbol-simbol

yang memungkinkan manusia dapat berpikir begitu sempurna dibandingkan

dengan makhluk lain.

Sekalipun bahasa merupakan alat yang cukup ampuh (powerful) dalam

proses berpikir, namun bahasa bukan satu-satunya alat yang dapat digunakan

dalam proses berpikir, sebab masih ada lagi yang dapat digunakan yaitu

bayangan atau gambaran (image). Misalnya, untuk dapat menjawab sebuah

pertanyaan mengenai benda tertentu, maka dalam benak kita akan muncul

gambaran itu, dan ini amat memudahkan kita untuk mengerti akan benda

tersebut tanpa benda itu tampil di hadapan kita. Dalam keadaan tertentu,

penjelasan yang menggunakan ucapan kata kurang berguna dibandingkan

dengan gambaran mental. Gambaran-gambaran yang dibentuk seseorang akan

berbeda ketajamannya antara orang yang satu dengan orang lainnnya.

Tampaknya adanya hal ini yang menggiring proses berpikir, yaitu bentuk

gambaran penglihatan, pendengaran, peraba dan pengecap.

Untuk Apa Orang Berpikir ?

Menurut Rahmat, berpikir dilakukan orang dengan tujuan untuk

memahami realita dalam rangka mengambil keputusan (making decision),

memecahkan persoalan (problem solving) dan menghasilkan sesuatu yang

baru (creativity).1

Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai

kemungkinan penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sebagaimana

pendapat Walgito yang mengungkapkan bahwa tujuan dari berpikir ialah

memecahkan masalah yang dihadapi.2 Berdasarkan atas data yang ada, maka 1 Rahmat, J., 2000, Psikologi Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, hal 55.2 Walgito, B., 1994, Pengantar Psikologi Umum; Andi Offset, Yogyakarta, hal 181.

7

Page 8: Thinking Dan Tafakur

ditariklah kesimpulan sebagai pendapat yang akhir atas dasar data atau

pendapat-pendapat yang mendahului. Jadi menurutnya, tujuan berpikir adalah

menarik kesimpulan. Utsman Najati mengungkapkan bahwa fungsi berpikir

adalah pemilah antara kebenaran dan kebatilan, antara kebajikan dan

kejahatan, untuk menyikapi realitas, memperoleh ilmu pengetahuan dan

mengangkat manusia pada tingkat perkembangan dan kesempurnaan, sehingga

apabila seseorang sampai pada keadaan yang demikian ini, maka pemikiran

akan besar nilainya dalam kehidupan. Dan ia menegaskan bahwa hal ini

adalah fungsi alamiah dan berpikir.3

B. TAFAKUR

Dari sudut pandang psikologi modern, tafakur termasuk bagian dari

psikologi berpikir. Tafakur berasal dari bahasa arab (tafakkur = berpikir,

memikirkan, merenungkan atau meditasi). Dalam Islam tafakur (meditasi)

didasarkan atas ayat-ayat Al Qur’an yang ditujukan kepada mereka yang

diberi pengetahuan dan dituntut untuk merenungkan tanda-tanda (fenomena-

fenomena) alam.

Dalam Al Qur’an sendiri banyak ayat-ayat yang menganjurkan manusia

untuk memfungsikan akal budi dalam menelaah segala sesuatu. Sebenarnya

selain kata tafakur (QS.16:68-69 dan QS.45:12-13) yang mempunyai makna

yang sama tentang anjuran manusia untuk merenungkan atau memikirkan

kejadian alam ini, terdapat pula kata lain dalam Al Qur’an yang pada dasarnya

mempunyai tujuan dan arti serupa, seperti kata-kata tadabbara (QS.38:29 dan

QS.47:24), tadzakkara (QS.16:17 dan QS.39:9).

Selanjutnya, kata ayat dalam Al Qur’an erat hubungannya dengan

perbuatan berpikir. Arti dasar ayat adalah tanda (QS.3:41 dan QS.19:10). Ayat

dalam arti tanda kemudian dipakai terhadap fenomena alam yang banyak

disebut dalam ayat kauniyyah, yaitu ayat tentang kejadian alam. Jadi, tafakur

ialah berpikir dan merenungkan serta memahami hikmah-hikmah yang

terkandung dalam keajaiban segala ciptaan-Nya dari segala sisi-sisinya.

3 Najati, MU., 1997, Al Qur’an dan Ilmu Jiwa, Bandung: Pustaka Bandung, hal 160.

8

Page 9: Thinking Dan Tafakur

Bertafakur tentang fenomena alam yang dianjurkan di dalam Al Qur’an

membuat adanya interaksi antara sisi kognitif (akal) dan hati (qalb). Dalam

ajaran tasawuf pemikiran, pemahaman atau perenungan itu dilakukan mulai

dari hati (qalb = kalbu) yang berpusat di dada, bukan dilakukan melalui akal

yang berpusat di kepala. Kata hati dapat berarti dua macam, yaitu hati dalam

arti jasmani dan hati dalam arti rohani. Hati dalam arti kedua merupakan

esensi manusia. Adapun yang dimaksud hati dalam ajaran tasawuf adalah hati

dalam pengertian rohani, bukan hati dalam pengertian jasmani yang berupa

benda sebagai alat yang terletak di dalam dada kiri manusia. Kalbu, selain

sebagai alat untuk merasa, juga merupakan alat untuk berpikir. Perbedaan hati

(qalb) dengan akal (aql) ialah bahwa akal tidak bisa memperoleh pengetahuan

yang sebenarnya tentang Tuhan, sedangkan kalbu bisa mengetahui hakikat

dari segala yang ada, dan jika dilimpahi cahaya Tuhan, bisa mengetahui

rahasia-rahasia Tuhan.

Dengan demikian, menurut pandangan umum, tafakur (pengertian,

pemikiran, pemahaman dan perenungan) adalah jalan untuk mengenal Tuhan

yang dilakukan melalui akal yang berpusat di kepala. Sedangkan menurut

pandangan para sufi, tafakur itu dilakukan melalui hati yang berpusat di dada.

Fase-fase Tafakur

Perwujudan tafakur memiliki dan melalui tiga fase−yang saling

terkait−dan berakhir pada fase keempat yang disebut dengan istilah “syuhud”.

Fase pertama diawali dengan pengetahuan yang didapat dari persepsi empiris

yang langsung−melalui alat pendengaran, alat raba atau alat indera

lainnya−atau dengan tidak langsung, seperti pada fenomena imajinasi atau

kadang pengetahuan rasional yang abstrak; sebagian besar pengetahuan ini

tidak ada hubungannya dengan emosi atau sentimen.

Kalau seseorang memperdalam cara melihat dan mengamati sisi

keindahan, kekuatan, dan keistimewaan lainnya yang dimiliki sesuatu berarti

ia telah berpindah dari pengetahuan yang dingin menuju rasa kekaguman akan

keagungan ciptaan; susunannya yang rapi dan pemandangannya yang indah.

9

Page 10: Thinking Dan Tafakur

Fase ini adalah fase kedua, fase tempat bergejolaknya perasaan. Kalau dengan

perasaan ini ia berpindah menuju sang Pencipta dengan penuh kekhusyukan

sehingga dapat merasakan kehadiran Allah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi,

berarti ia sudah berada pada fase ketiga. Sekedar dapat memandang dan

menyaksikan ciptaan-Nya yang lebih dari fase awal yang primitif; pada fase

ini antara pandangan seorang mukmin dan seorang kafir tidak ada bedanya.

Fase kedua, yaitu fase tadlawuk, pengungkapan rasa kekaguman terhadap

ciptaan atau susunan alam yang indah; fase ini dapat dirasakan, baik oleh

orang mukmin maupun oleh orang kafir, tanpa melihat sisi keimanan atau sisi

kekufuran. Akan tetapi, pada fase pengetahuan yang ketiga yang

menghubungkan antara perasaan akan keindahan ciptaan dan kerapian tatanan

alam dengan Penciptanya yang Maha Agung dan Maha Tinggi, merupakan

nikmat besar yang hanya dapat dirasakan oleh seorang mukmin. Seorang

mukmin, dalam keadaan takut dan berzikir kepada Allah secara emosional,

akan melihat ciptaan Allah yang ada disekitarnya tidak hanya menggunakan

cara berpikir yang dingin, tetapi juga dapat menembus keindahan dan

keagungan ciptaan Tuhan, sehingga ia dapat bertambah takut dan merasakan

keagungan Tuhannya.

Kalau kita amati masalah ini dari sisi proses belajar dan pembentukan

kebiasaan, kita katakan bahwa jika seorang mukmin senantiasa dalam kondisi

seperti itu, ia akan sampai pada fase keempat; tafakur menjadi suatu

kebiasaan. Proses tafakur yang semula jarang dilakukan dalam kehdupannya,

waktu dan frekuensi bertafakurnya sedikit demi sedikit terus bertambah.

Sehingga, semua yang sebelumnya merupakan hal-hal biasa dipandangnya

sebagai objek tafakur secara mendalam, akhirnya sampai pada perasaan akan

keagungan dan Tuhan dan segala kemuliaan-Nya. Semua yang ada

disekitarnya menjadi motivasi berpikir dan bertafakur. Pada batas ini, ia sudah

sampai pada fase keempat, yaitu fase “syuhud” atau “bashirah” yang banyak

diperbincangkan oleh para ulama, terutama oleh Ibnu Qayyim. Ibnu Qayyim

mengatakan bahwa seseorang yang telah sampai pada tingkatan berpikir

10

Page 11: Thinking Dan Tafakur

seperti ini akan dibuka baginya pintu untuk menyaksikan keagungan Allah

swt, pintu merasakan ke-Mahaperkasaan Allah. Ia dapat melihat segala

pergeseran alam dan gerak wujud hanya ditangan Allah, kemudian bersaksi

bahwa Dialah yang memberi segala kebaikan−selain kemalangan−yang

menciptakan manusia serta memberinya rezeki, kematian dan kehidupan.

Perasaan kagum manusia terhadap keindahan dan keagungan penciptaan

serta perasaan kecil dan hina di tengah alam yang ia saksikan merupakan

fitrah yang sudah diberikan Allah kepada manusia untuk dapat melihat semua

yang ada di langit dan bumi ini, sehingga ia dapat menemukan sang Pencipta,

merasakan khusyuk terhadap-Nya dan menyembah-Nya, baik karena takut

maupun karena cinta.

Mentafakuri penciptaan langit dan bumi serta segala peristiwa yang terjadi

didalamnya merupakan suatu hal yang tidak dibatasi oleh faktor perbedaan

waktu, ruang dan esensi benda-benda ciptaan itu sendiri. Tafakur merupakan

ibadah yang bebas. Seorang mukmin bebas dan merdeka untuk berimajinasi.

Tafakur merupakan pengembaraan pikiran intuitif yang dapat menghidupkan

dan menyinari mata hati ketika pikiran menerobos dinding tanda-tanda

kekuasaan Allah di alam raya ini menuju Sang Maha Pencipta dan Maha

Pemelihara. Disinilah arti sebenarnya dari upaya pengambilan pelajaran dan

peringatan.

Tafakur merupakan kunci segala kebaikan karena akan membentuk segala

kegiatan kognitif seorang mukmin, dengan zikir kepada Allah, berkenalan

dengan keagungan-Nya, bertafakur dan memahami hikmah-hikmah yang

terkandung dalam keajaiban segala ciptaan-Nya dari segala sisi-sisinya.Proses

tafakur semacam ini meliputi sisi-sisi pikiran, emosi dan persepsi seorang

mukmin. Ia mencakup semua kegiatan psikologis, kognitif dan spiritual.

Awal dari segala perbuatan adalah kegiatan berpikir dan kognitif di alam

sadar. Dasar dari setiap perbuatan sadar adalah berbagai pikiran dan niat atau

segala sesuatu yang terlintas dalam hati yang menciptakan pandangan-

pandanngan. Pandangan ini menciptakan kemauan-kemauan, dan kemauan-

11

Page 12: Thinking Dan Tafakur

kemauan ini menciptakan perbuatan-perbuatan dan mengulang-ulangnya

menjadi suatu kebiasaan. Karena itu, baik buruknya rentetan kesinambungan

ini bergantung pada pikiran dan segala sesuatu yang terlintas di dalam hati.

Kebaikan pikiran dan niat hati diperoleh dari kesinambungannya berhubungan

dan kedekatannya dengan Tuhan. Berdasarkan hal itu, orang yang selalu

berpikir panjang dan mendalam atau bertafakur akan dengan mudah

melaksanakan segala ibadah dan ketaatan lainnya.

12

Page 13: Thinking Dan Tafakur

PENUTUP

ANTARA BERPIKIR DAN TAFAKUR

Dari penjelasan tentang proses berpikir (thinking) dan tafakur diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya keduanya mempunyai orientasi yang

sama, yaitu menggunakan akal untuk menelaah segala sesuatu. Tetapi, di dalam

tafakur proses berpikir tidak hanya melalui akal melainkan juga menggunakan

hati (qalb) yang bisa merasakan adanya kekaguman akan penciptaan alam

semesta.

Jadi, tafakur memanfaatkan segala fasilitas pengetahuan yang digunakan

manusia dalam proses berpikir yang telah dibahas diatas. Tafakur adalah

menerawang jauh dan menerobos alam dunia ke dalam alam akhirat, dari alam

ciptaan kepada Pencipta. Loncatan inilah yang disebut al-ibrah, melihat jauh sarat

dengan pelajaran. Tafakur dapat menerobos sempitnya dunia ini menuju alam

akhirat yang luas; keluar dari belenggu materi menuju alam spiritual yang tiada

batas. Tafakur dapat menggerakkan semua kegiatan kognitif serta pikiran dalam

dan luar seorang mukmin. Dalam proses tafakur ini, seorang mukmin

memanfaatkan pengalaman-pengalaman lamanya dan menghubungkannya dengan

persepsinya terhadap segala ciptaan yang sedang ia renungkan, melalui rumusan

bahasa yang ia gunakan. Ia menghubungkan persepsi-persepsi yang didapatinya

dari tafakur itu dengan gambaran lamanya, sekaligus sebagai bahan untuk

mendapatkan kemungkinan positif untuk hidupnya di kemudian hari. Sedangkan

berpikir (thinking) kadang hanya terbatas pada upaya memecahkan masalah-

masalah kehidupan dunia, yang mungkin terlepas dari emosi kejiwaan.

13

Page 14: Thinking Dan Tafakur

DAFTAR PUSTAKA

Badri, M., 1996, Tafakur: Perspektif Psikologi Islam; Bandung : PT Remaja

Rosda Karya, Terjemahan : Al-Tafakur min Al-Musyahadah ila al-

Syuhud: Dirasah al-Nafsiyah al-Islamiyah, cet I, 1996

Bastaman, HD., 1995, Integrasi Psikolog dengan Islam, Yogyakarta : Yayasan

Insan Kamil.

Shaleh, AR. dan Muhbib, AW., 2004, Psikologi Suatu Pengantar; Dalam

Perspektif Islam, Jakarta : Kencana.

Suharnan, MS., 2005, Psikologi Kognitif, Surabaya : Srikandi

14