bab iii konsep tafakur menurut al-qur'an a....

Download BAB III KONSEP TAFAKUR MENURUT AL-QUR'AN A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/13/jtptiain-gdl-s1... · Dalam Islam tafakur didasarkan atas ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan

If you can't read please download the document

Upload: nguyenthuan

Post on 06-Feb-2018

271 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

  • 42

    BAB III

    KONSEP TAFAKUR MENURUT AL-QUR'AN

    A. Pengertian Tafakur

    Tafakur secara bahasa bermula dari ( ) mempunyai arti

    perihal berpikir (Junus, 1973: 322), searti dengan kata meditasi, renungan, diam

    memikirkan sesuatu dalam-dalam (Purwodarminto, 1976, 680).

    Dalam Islam tafakur didasarkan atas ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan

    kepada mereka yang diberi pengetahuan dan dituntut untuk merenungkan tanda-

    tanda (fenomena-fenomena) alam.

    Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian tafakur oleh ilmuwan

    Islam:

    1. Imam al-Ghozali dalam kitabnya yang populer Ihya Ulumuddin,

    mengemukakan pengertian tafakur sebagai berikut:

    Yang artinya: maka menghadirkan dua marifat yang terdahulu (yang berada dalam hati) untuk sampai pada marifat yang ketiga disebut tafakur. (al-Ghozali, 1985: 188).

    Imam Ghozali mencontohkan seorang yang cenderung mengutamakan

    hidup dunia dan ingin mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia,

    maka baginya dua jalan:

    Pertama, ia mengetahui bahwa akhirat lebih utama daripada dunia,

    lalu mengikuti dan membenarkannya, tanpa melihat lebih mendalam hakikat

    akhirat, maka dia melaksanakan ibadah akhirat hanya berpegang pada

  • 43

    perkataan orang itu ini dinamakan taqlid (mengikuti tanpa alasan) dan

    tidak dinamakan marifat.

    Kedua, bahwa ia mengetahui akhirat lebih kekal daripada dunia

    bersumber dari dirinya sendiri, maka dia memperoleh dua marifat. Selain

    menghadirkan dua marifat tersebut untuk sampai kepada marifat ketiga

    dilakukan tafakur, Itibar1, tadzakur2, nadhar3, taamul4, dan tadabur5.

    2. Dr. H. Hamzah Yakub dalam bukunya Tingkat Ketenangan & Kebahagiaan

    Mumin: Uraian Tasawuf & Taqorub, menyebutkan bahwa tafakur berarti

    merenungkan keindahan ciptaan Allah SWT, rahasia-rahasia kejadian, dan

    segala yang dikandung di alam raya ini, manfaat, hikmah, dan rahasia yang

    terkandung. Dan tafakur mengarah pada suatu tujuan yang berguna sebagai

    bukti kekuasaan dan kemahaagungan-Nya (Yakub, 1987: 169).

    1 Itibar diartikan dengan mengambil pelajaran dari pengamatan peristiwa atau kejadian

    alam sekitar. 2 Tadzakur berasal dari kata dzikir yang berarti perbuatan dengan lisan (menyebut,

    menuturkan) atau dan dengan hati (mengingat/menyebut dan mengingat) Allah SWT. 3 Nadhar berarti melihat, meneliti, memperhatikan, mengamati. 4 Taamul berarti meneliti, memikirkan 5 Tadabbur berasal dari kata dabbara yang berarti memikirkan akibat sesuatu/

    menimbang sesuatu. al-Ghozali membedakan antara Itibar, tadzakur, nadhar, taamul, dan tadabur serta tafakur. Menurut al-Ghozali antara tadabur, taamul dan tafakur hampir-hampir sinonim. Adapun tadzakur, Itibar, dan nadzar mempunyai makna berlainan walaupun obyeknya sama, seperti Shorim, Muhannad, dan saif itu ditujukan untuk benda yaitu pedang, namun maksudnya lain. Jika Shorim menunjukkan pada pedang sebagai pemotong, Muhannad menunjukkan pada pedang bahasa tersebut hanya dipakai di India sedangkan untuk saif merupakan pedang yang dimaksudkan banyak orang. Lanjutnya al-Ghozali mengatakan bahwasannya tadzakur, Itibar dan nadzar menunjukkan proses tunggal, yang berlangsung berdasarkan dua pengamatan yang berhubungan untuk sampai pada pemikiran ketiga, tetapi dengan nuansa yang berbeda. Proses pengembangan pemikiran dan pemahaman seseorang melalui latihan dan meditasi yang teratur ini harus terus berlangsung, yang hanya dibatasi oleh jangka hidup seseorang. Al-Ghozali lebih lanjut membedakan antara tafakur dan tadzakur yaitu setiap orang yang bertafakur tentu melakukan tadzakur, beda jika seseorang bertadzakur belum tentu bertafakur. Faidah bertadzakur ialah mengulang-ulangi marifat kepada hati, supaya meresap dan tidak terhapus dari hati. Dan faidah tafakur ialah memperbanyak ilmu dan menarikkan marifat, yang belum diperoleh. Jadi al-Ghozali meletakkan tafakur di atas tadzakur (zikir). Lihat. Al-Ghozali, Ihya Ulumuddin, terj. Ismail Yakub, Jakarta: CV. Faizan, 1985, hlm. 189.

  • 44

    3. Thomas Patririch Hughes dalam bukunya Dictionary of Islam, mengartikan

    tafakur sebagai berikut:

    According to kitabut tarifat it Islam the lamp of heart where by a man sees his own evil or virtues (Hughes, 1982: 623). Yang artinya: menurut bagian dari kitab tarifat (tafakur) merupakan pelita

    hati (yang dapat diperoleh dengan cara) instropeksi diri (apakah banyak)

    berbuat kejahatan atau kebajikan.

    4. Fakhruddin ar Rozi juga menjelaskan istilah dan maksud tafakur sebagai

    berikut:

    Hati yang berzikir kepada Allah artinya adalah bahwa seseorang merenungkan tentang rahasia dari berbagai benda yang diciptakan oleh Allah SWT hingga benda-benda terkecil (atom) sehingga menyerupai sebuah cermin yang diletakkan di depan alam ghoib, dan ketika hamba Allah itu melihat semua ciptaan dengan mata hatinya, maka cahaya penglihatannya mampu menembus hakikat alam (Waley, 2003: 76).

    Dari diskripsi pengertian tafakur di atas, dapat disimpulkan bahwa

    tafakur adalah aktifitas akal untuk mendapatkan beberapa ilmu pengetahuan

    (tentang kebenaran) dengan cara merenungkan kejadian alam semesta beserta

    hikmah dan manfaatnya sebagai bukti kemahabesaran dan kemahaagungan Allah

    SWT.

    Pada hakikatnya tafakur merupakan suatu kesadaran untuk mendapatkan

    bukti adanya Allah, dan kekuasaan-Nya yang bermuara pada keyakinan,

    selanjutnya dengan tafakur manusia dapat menempatkan diri di alam dengan

    mengetahui kondisi baik dan buruk hanya dengan kekuatan akal dan iman yang

    membantu menerima kebaikan yang melahirkan ketenangan. Iman dan akal pula

  • 45

    yang menolak keburukan dan sesuatu yang dibenci, hal inilah yang menjadi inti

    dari ajaran Islam.

    B. Tafakur dalam Perspektif Psikologi

    Dalam dunia psikologi, Tafakur merupakan kegiatan berpikir yang

    dalam berbagai perasaan, persepsi, imajinasi, dan pikiran memberi pengaruh

    dalam pembentukan perilaku, kecenderungan, keyakinan, aktifitas alam sadar

    maupun alam diabwah sadar serta kebiasaan baik dan buruk seseorang. Hal ini

    adalah penemuan modern psikologi kognitif manusia, namun sebelum itu jauh

    ulama Islam telah merintis konsep tafakur sebagai motifasi hidup dan menambah

    kuatnya iman seseorang. (Badri, 1996: 20).

    Pada masa-masa awal, psikologi banyak terfokuskan pada studi sekitar

    pikiran, kandungan perasaan, dan bangunan akal manusia. Kemudian, muncul

    aliran behaviorisme6 dengan konsep-konsepnya yang terkenal dan berpengaruh

    yang dipelopori oleh Watson. Aliran in, akhirnya mengubah secara besar-besaran

    pandangan-pandangan sebelumnya, kemudian menempatkan kajianmengenai

    proses belajar manusia, melalui rangsangan dan respon yang timbul, menjadi tema

    utama psikologi. Perasaan, kandungan akal, dan pikiran dianggap sebagai masalah

    yang tidak dapat dijangkau dan dipelajari secara langsung.

    Menurut mereka segala kegiatan kognitif dan perasaan yang ada dan

    terjadi dalam benda-benda hidup merupakan akibat dari interaksinya dengan

    6 Behaviorisme adalah satu pandangan teoritis yang beranggapan bahwa pokok persoalan

    psikologi adalah tingkah laku tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran atau moralitas.

  • 46

    pengaruh-pengaruh tertentu. Kegiatan pikiran dalam7 dianggap sebagai peti

    terkunci yang bagian dalamnya tidak mungkin diketahui dengan jelas. Karena itu,

    tidak perlu menghabiskan waktu untuk mempelajarinya. Selanjutnya, para

    penganut behaviorisme menyimpulkan bahwa pikiran dalam hanyalah

    kumpulan rangsangan dan respon yang terjaring tidak lebih dari perbincangan

    dalam seseorang dengan dirinya sendiri. (Badri, 1996: 6).

    Interaksi antara faktor-faktor jasmani, kejiwaan, sosial, peradaban, dan

    spiritual untuk memproduksi satuan perilaku manusia tidak sesederhana proses

    persenyawaan antara hidrogen, oksigen, dan karbon untuk menghasilkan gula. Hal

    ini lebih pelik bagi orang Islam, karena salah satu pembentuk perilaku manusia

    terpenting telah ditinggalkan oleh psikologi Barat modern. Psikologi modern

    hanya berpegang pada unsur psikologis, biologis, sosial, dan kultural sebagai

    unsur-unsur pembentuk perilaku manusia, dengan alasan mudah untuk

    didefinisikan jika dibandingkan dengan sisi spiritual. Selain itu, mereka juga

    menolak segi spiritual karena dianggap tumbuh dari pandangan agama.

    Kelompok lainnya menegaskan adanya akal yang mengendalikan otak

    manusia, juga perilaku dan pikirannya. Diantara pendukung pendapat ini adalah

    Eccles. Eccles menekankan bahwa tidak mungkin menafsirkan pengetahuan yang

    dicapai para peneliti tentang kegiatan otak dan syaraf kecuali dengan adanya

    akal atau jiwa yang tahu yang mengandalikan kegiatan syaraf dan perilaku

    manusia. Dalam penelitiannya ia merangsang sebagian otak manusia dengan suatu

    aliran listrik, secara spontan tangannya akan bergerak. Selanjutnya jika manusia

    7 Pikiran dalam adalah kegiatan berpikir tentang sesuatu obyek yang menurut penganut

    Behaviorisme merupakan hal yang tidak mungkin dipelajari karena bersifat abstrak.

  • 47

    itu disuruh untuk menghentikan gerakannya, sementara aliran listriknya tetap pada

    posisi semula ia akan berusaha menghentikan gerakan itu dengan tangannya yang

    lain. Dari sini Eccles bertanya-tanya siapakah yang menggerakkan dan

    menghentikan tangannya? Ia menjawab bahwa otaklah yang menggerakkan,

    sedangkan akalnya yang berusaha menghentikan. (Badri, 1996: 9-10).

    Seperti yang telah disinggung sebelumnya, para penganut behaviorisme,

    dalam menafsirkan pembentukan kepribadian dan perilaku, memusatkan

    perhatiannya pada lingkungan dengan segala rangsangannya yang bermacam-

    macam, yang baik dan yang buruk. Artinya rangsangan lingkungan, dalam

    pandangan mereka, dapat mendatangkan respon dan jawaban secara langsung.

    Sedangkan, para peneliti psikologi kognitif memperhatikan segi makna dan

    pengertian dari rangsangan terhadap manusia tersebut, rangsangan tidak

    mendatangkan suatu perilaku tertentu secara langsung kecuali dalam keadaan

    refleks atau gerakan bawah sadar, seperti menarik tangan ketika terkena panas.

    Adapun respon-respon yang kompleks, datang dari pengaruh pikiran dan

    keputusan manusia secara sadar, selain dari keyakinan yang dalam serta

    pandangan dan pengalaman lama manusia yang dibangkitkan oleh rangsangan-

    rangsangan yang ditemui dalam lingkungannya. Dalam pengertian lain, apa yang

    dipikirkan oleh manusia adalah segala sesuatu yang mempengaruhi keyakinan dan

    perilakunya. (Badri, 1996: 14).

    Apabila pikiran manusia diarahkan pada ciptaan Allah SWT, dan

    berbagai nikmat-Nya, ia akan menambah keimanan serta ketinggian perilaku dan

    amalnya. Sebaliknya apabila seseorang ditujukan pada syahwat dan kesenangan

  • 48

    hawa nafsu, ia akan menjauhkannya dari nilai agama bahkan menjatuhkan moral

    perilakunya. Sedangkan pemikiran yang bertumpu pada ketakutan, perasaan

    gagal, dan pesimistik akan menjadi penyebab seseorang terserang penyakit

    kejiwaan. Oleh karena itu, banyak peneliti psikologi kognitif memfokuskan

    perhatiannya pada upaya mengubah pemikiran manusia, yaitu kegiatan

    berpikirnya yang seringkali lebih dulu memberi respon emosional pada seorang

    pasien. (Badri, 1996: 15).

    Kegiatan kognitif dan kegiatan berpikir dalam diri manusia

    mengarahkan perilaku dan sikap lahiriyahnya, baik dirasakan maupuan tidak

    dirasakan. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli psikologi kognitif mendukung

    apa yang digariskan oleh Islam bahwa tafakur tentang ciptaan Allah SWT

    merupakan tiang utama keimanan, yang dapat melahirkan segala perbuatan dan

    perilaku positif.

    C. Tafakur dalam Al-Qur'an

    Untuk mengetahui ayat-ayat yang mengungkap tafakur, penulis

    menggunakan alat bantu program Holy Quran pada komputer, setelah itu

    diadakan cross check dengan kitab Mujam al Fahros Li Alfazhal Quran al

    Karim. Setelah diadakan pencarian ditemukan bahwa dalam mengungkap tafakur

    al-Qur'an menggunakan beberapa macam istilah. Dari beberapa macam istilah

    tersebut terbagi menjadi 2, yaitu term yang secara langsung memakai istilah

    tafakur, yaitu term fakkara dengan derivasinya yang terulang sebanyak 18 kali

    yang tersebar dalam 13 surat. Selain itu al-Qur'an juga memakai beberapa istilah

    lain untuk mengungkapkan tafakur, antara lain; dabbara dengan derivasinya yang

  • 49

    terulang sebanyak 44 kali; aqola dengan derivasinya yang terulang sebanyak 49

    kali; nadzara dengan derivasinya yang terulang sebanyak 129 kali; faqiha dengan

    derivasinya yang terulang sebanyak 20 kali; dan dzakara dengan derivasinya yang

    terulang sebanyak 292 kali. Namun dari ayat tersebut tidak seluruhnya

    menunjukkan arti tafakur secara istilah (terminology).

    Disamping itu, dalam al-Qur'an terdapat pula sebutan-sebutan yang

    memberi sifat bagi seseorang yang berpikir, yaitu ulu al-albab atau orang-orang

    yang berakal (QS 12:111 dan QS. 3:190), ulu al-ilm atau orang-orang yang

    berilmu (QS. 3:18), ulu an-nuha atau orang-orang yang berakal (QS. 20:128) dan

    ulu al-absor atau orang-orang yang mempunyai penglihatan (QS. 24:44).

    1. Term fakkara dan derivasinya

    Seperti telah disebut pada Bab I di atas, tafakur dari segi bahasa adalah

    perihal berpikir, searti dengan kata meditasi, renungan, diam memikirkan

    sesuatu dalam-dalam. Term fakkara disebut sebanyak 18 kali, dari semuanya

    mempunyai makna yang sama dalam mengartikan tafakur yaitu memikirkan

    perihal sesuatu. Ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut:

    Pertama, Al Anam: 50

    50(( Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? " Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)? (Depag RI, 1992: hlm. 194).

  • 50

    Menurut Ash Shiddieqy (2002 : 305) menerangkan bahwa ayat ini

    memberi pengertian bahwa malaikat lebih utama daripada nabi-nabi, jumhur

    melebihkan nabi atas malaikat, sedang ayat ini membantah ungkapan-

    ungkapan orang kafir. Al-Maraghi (1992: 218) dalam tafsirnya menerangkan

    bahwa ayat ini menunjukkan tugas-tugas rasul secara umum dengan

    penerapannya oleh penutup para rasul, menghilangkan sangkaan-sangkaan

    manusia terhadap tugas itu, dan menunjuk kepada perkara pembalasan di

    akhirat, dan bahwa segala urusan pada hari itu hanyalah kepunyaan Allah

    semata. Penunjukan ini disajikan sedemikian rupa, sehingga menambah

    penetapan, penguatan, penjelasan, dan perincian akidah tauhid.

    Kedua, Al Arof: 176

    176((

    Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 251).

    Menurut Ash-Shiddieqy (2002: 389) ayat tersebut memaparkan

    perumpamaan kepada orang yang cenderung terhadap duniawi dan mengikuti

    hawa nafsu rendahnya. Maksudnya penyerupaan ini ialah mengumpamakan

    dalam hal kerendahan dan kehinaan. Sehingga dengan perumpamaan tersebut

    manusia bisa berpikir dan beriman.

  • 51

    Pada ayat tersebut, terdapat isyarat betapa besar manfaat berpikir, dan

    bahwa berpikir itu adalah prinsip ilmu dan jalan yang akan menyampaikan

    kepada kebenaran. Oleh karenanya, Allah SWT menganjurkan berpikir di

    berbagai tempat dalam kitabNya (QS. 13: 3; QS. 30: 21; QS. 39: 42; QS. 45:

    12) (Al-Maraghi, 1992: 197).

    Ketiga, Al Arof: 184

    184((

    Apakah (mereka lalai) dan tidak memikirkan bahwa teman mereka (Muhammad) tidak berpenyakit gila. Dia (Muhammad itu) tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan lagi pemberi penjelasan. (Depag RI, 1992: hlm. 252).

    Ayat ini menguraikan kecurangan berpikir yang dialami kaum

    pendusta, selanjutnya Allah membimbing untuk berpikir kepada pemahaman

    tentang fakta-fakta yang menuju pada pembuktian, sehingga mereka (kaum

    musyrik) mengetahui akan kebenaran Rasulullah saw. (Al-Maraghi, 1992:

    227).

    Keempat, Yunus: 24

    24((

    Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya,

  • 52

    dan memakai (pula) perhiasannya,8 dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya,9 tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 310).

    Dengan permisalan di ayat tersebut, yang menggambarkan tentang

    dunia yang memperdayakan manusia hingga begitu cepat musnah, meski

    angan-angan manusia begitu lekat dengannya, Kami menerangkan ayat-ayat

    lain yang menunjukkan atas tauhid, prinsip kesopanan, nasehat dan bimbingan

    akhlak, juga apa saja yang memuat keberesan manusia dalam kehidupan

    mereka di dunia dan akhirat. (Al-Maraghi, 1988: 175).

    Kelima, Ar rad: 2-3

    .

    3(( Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy, dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan,10 Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 368).

    8 Maksudnya bumi yang indah dengan gunung-gunung dan lembah-lembahnya telah

    menghijau dengan tanam-tanamannya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 477. 9 Maksudnya dapat memetik hasilnya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 478. 10 Yang dimaksud berpasang-pasangan ialah jantan dan betina, pahit dan manis, putih

    dan hitam, besar dan kecil dan sebagainya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 557.

  • 53

    Ash Shiddieqy (2002: 555), menerangkan bahwa ayat ini menujukkan

    kepada wujud Tuhan pencipta alam semesta dengan memaparkan tanda-tanda

    keesaan Allah SWT. Ayat ini juga menjelaskan bahwa tiap-tiap sesuatu pada

    mulanya dijadikan hanya dua jenis seperti manusia Adam dan Hawa.

    Kemudian barulah berkembang.

    Dalam tafsir Al Maraghi (1992: 113) diterangkan bahwa setelah Allah

    menyebutkan dalil-dalil yang dapat disaksikan oleh manusia, selanjutnya

    Allah SWT menerangkan bahwa dalil-dalil ini hanya berguna bagi orang yang

    menggunakan akal dan pikirannya untuk merenungkan dan mengikuti

    petunjuk yang lurus. Kemudian dari berpikir tentang musababnya, mereka

    bisa mengambil pelajaran darinya, sehingga mengetahui bahwa Tuhan yang

    menciptakan semua ini adalah maha perkasa atas seluruh makhluk.

    Keenam, An nahl: 11, 44, 69

    11(( Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.11 (Depag RI, 1992: hlm. 402).

    Pada penurunan hujan dan lain-lain yang telah disebutkan di ayat

    sebelumnya, benar-benar terdapat dalil dan hujjah bahwa tidak ada Tuhan

    selain Dia, bagi kaum yang mau mengambil pelajaran dan memikirkan

    peringatan-peringatan Allah. Sehingga hati mereka menjadi tenang karenanya,

    11 Mengenai ciptaan-Nya, sehingga mereka mau beriman karenanya. Lihat. Al Suyuthy,

    dkk, 1990: 487.

  • 54

    dan cahaya iman masuk ke dalamnya, lalu menerangi hati dan mensucikan

    jiwa mereka. (Al Maraghi, 1992: 16)

    44((

    keterangan-keterangan (mu`jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, (Depag RI, 1992: hlm. 408).

    Ayat ini menyajikan kesalahpahaman kaum Quraisy yang mengatakan

    bahwa mereka tidak memerlukan seorang rasul, kemudian Allah menjawab

    bahwasannya sudah sunnah Allah menurunkan seorang rasul untuk

    membimbing umatnya. Ayat ini juga mempertegas lagi dengan menyuruh

    mereka untuk menanyakan kepada ahli kitab, bahwa telah diutus seorang rasul

    untuk membimbing mereka. (Al Maraghi, 1992: 159).

    69( (

    kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 412).

    Menurut Ash Shiddieqy (2002: 615), bahwa Ayat ini turun di Mekkah

    sewaktu arak belum diharamkan. Kemudian ayat ini dimansukh dengan

    turunnya (QS. 2: 219), setelah itu juga turun (QS. 4: 43) dan (QS. 2: 90-91).

    Ayat ini menyamakan antara arak yang dibuat dari kurma dan dari anggur.

    Segolongan Hanafiyah menghubungkan sakar di sini dengan minuman dari

  • 55

    perasan (rendaman) yang tidak memabukkan atau yang menguap dua pertiga,

    setelah dimasak hingga memabukkan.

    Ketujuh, Ar Rum: 8

    8(( Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka?12, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan.13 Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia14 benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.15 (Depag RI, 1992: hlm. 642).

    Ayat ini menjelaskan tentang keesaan Allah SWT, baik yang terdapat

    di dalam diri mereka (kaum Quraisy) maupun pada alam semesta, semuanya

    itu menunjukkan bahwa Allah lah yang menciptakannya. (Al Maraghi, 1992:

    55).

    Kedelapan, Ar Rum: 21

    21( (

    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,16 supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 664).

    12 Supaya mereka sadar dari kelalaiannya. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 598. 13 Artinya akan lenyap setelah waktunya habis, setelah itu tibalah saatnya hari bangkit.

    Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 598. 14 Yaitu orang-orang kafir Mekkah. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 599. 15 Yaitu mereka tidak percaya kepada hari berbangkit sesudah mati. Lihat. Al Suyuthy,

    dkk, 1990: 599. 16 Siti Hawa tercipta dari tulang rusuk nabi Adam sedangkan manusia yang lainnya

    tercipta dari air mani laki-laki dan perempuan. Lihat. Al Suyuthy, dkk, 1990: 603.

  • 56

    Ayat ini menunjukkan tentang adanya hari berbangkit dan

    dihidupkanNya kembali semua makhluk, yaitu melestarikan manusia dengan

    menciptakan istri-istri melalui perkawinan sehingga kelahiran. (Al Maraghi,

    1992: 67).

    Kesembilan, Saba: 46

    )46(

    Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) Tidak sedikitpun sahabatmu (rasul) itu gila. Dia tidak lain hanyalah pemberi peringatan bagi kamu sebelum (menghadapi) azab yang keras. (Depag RI, 1992: hlm. 691).

    Apabila Allah menyuruh mereka berpikir secara terpisah-pisah dua

    orang atau seorang, maka hal itu tak lain karena dalam kerumunan orang

    banyak, maka pikiran akan terganggu sehingga tidak bisa berpikir lama.

    Sedangkan perkataan bercampur baur tidak bisa lagi dengan sempurna

    mempertimbangkan sesuai secara adil. Padahal sebagaimana dapat disaksikan

    sehari-hari kegoncangan dan pikiran yang tidak teratur akan senantiasa terjadi

    pada kelompok-kelompok yang banyak ketika terjadi perdebatan dan

    perselisihan pendapat, suatu hal yang mendukung kebenaran ayat ini.

    Kemudian Allah menjelaskan kepada mereka bahwa hasil dari berpikir itu

    akan menyebabkan mereka mengakui apa yang ditunjukkan oleh pandangan

    yang benar. (Ash Shiddieqy, 2002: 979)

  • 57

    Kesepuluh, Al Zumar: 42

    42((

    Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.17 Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.18 (Depag RI, 1992: hlm. 752).

    Ayat ini merupakan bantahan Rasulullah saw terhadap kaum Quraisy

    yang tetap pada kekafirannya. Bahwa Allah menggenggam ruh-ruh ketika ajal

    mereka habis dan memutuskan hubungan antara ruh dan jasad. Hal tersebut

    menujukkan atas kekuasaan Allah SWT bagi yang mau berpikir dan

    memperhatikannya. (Al Maraghi, 1992: 15).

    Kesebelas, Al Jatsiyah: 13

    13(( Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 816).

    Keterkaitan sebagian alam dengan yang sebagainya adalah dalil

    keesaan-nya, sedang menjadikan yang sebagian sebab-sebab bagi yang lain

    17 Maksudnya orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah SWT sehingga tidak dapat

    kembali kepada tubuhnya, dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi. Lihat, Ash Shiddieqy, 2002: 1065.

    18 Maka karenanya mereka mengetahui, bahwa yang berkuasa melakukan hal tersebu, berkuasa pula untuk membangkitkan. Dan orang-orang kafir tidak memikirkan hal itu. Lihat, Ash Shiddieqy, 2002: 1065.

  • 58

    adalah dalil hikmah-Nya dan Tuhan menundukkan semuanya bagi

    kemaslahatan manusia adalah dalil dari kesempurnaan bagi wujud-Nya. (Ash

    Shiddieqy, 2002: 1016)

    Keduabelas, Al Mudatsir: 18

    18(( Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya), (Depag RI, 1992: hlm. 993).

    Ayat sebelumnya menjelaskan tentang azab Allah terhadap Al Walid

    bin Mughiroh pada hari kiyamat. Selanjutnya Allah menceritakan bagaimana

    keingkarannya (QS. 74: 18) bahwa dia (Al Walid) memikirkan dan

    memalsukan dalam dirinya perkataan untuk mencela al-Qur'an. Juga dia

    mengada-adakan tuduhan terhadap al-Qur'an dan mengira-irakannya, sehingga

    dia mendapati apa yang ada dalam jiwa orang-orang Quraisy. (Al Maraghi,

    1992: 225).

    Ketigabelas, Al Baqoroh: 219

    219

    Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 53).

    Ayat ini merupakan ayat yang pertama kali diturunkan yang

    membahas mengenai khamr. Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari

    Abu Hurairah dikemukakan, ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, beliau

  • 59

    mendapati kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka bertanya

    kepada Rasulullah saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat, yas aluunaka anil

    khamri wal maisiri qul itsmung kabiruw wa mananfiuntuk lin naas

    (mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: Pada

    keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia).

    Diriwayatkan lagi oleh Ibnu Abi Hatim dari Said atau Ikrimah, yang

    bersumber dari Ibnu Abbas, dikemukakan bahwa segolongan sahabat, ketika

    diperintah untuk membelanjakan hartanya di jalan Allah, datang menghadap

    Rasulullah saw dan berkata: Kami tidak mengetahui perintah infak yang

    bagaimana dan harta yang mana yang harus kami keluarkan itu?, maka Allah

    menurunkan ayat, wa yas-aluunaka maadzaayunfiquuna qulil afwa

    (dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:

    yang lebih dari keperluan). Yang menegaskan bahwa yang harus

    dikeluarkan nafkahnya itu ialah selebihnya dari keperluan hidup sehari-hari.

    Dalam riwayat lain oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Yahya

    dikemukakan bahwa Muadz bin Jabal dan Tsalabah menghadap Rasulullah

    saw dan bertanya: Ya Rasulullah, kami mempunyai banyak hamba sahaya

    dan banyak pula anggota keluarga. Harta mana yang harus kami keluarkan

    untuk infak?, maka turunlah ayat tersebut diatas, wa yas-aluunaka

    maadzaayunfiquuna qulil afwa (dan mereka bertanya kepadamu apa

    yang mereka nafkahkan. Katakanlah: yang lebih dari keperluan). (Dahlan,

    dkk, 2000: 70).

  • 60

    Ayat ini menunjukkan bahwa agama Islam mengajak kepada perluasan

    cakrawala berpikir dan menggunakan akal untuk mencari ke-maslahatan dunia

    dan akhirat secara bersamaan. (Al- Maraghi, 1992: 276).

    Keempatbelas, Al Baqoroh: 266

    266((

    Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakar.19 Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya. (Depag RI, 1992: hlm. 67).

    Inilah perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya karena

    mengharap ridlo Allah dan untuk membersihkan diri, yaitu kebun yang

    memiliki tanah subur yang dipenuhi dengan tumbuhan yang segar dan banya

    buahnya. Lalu kebun itu disiram air hujan, sehingga buahnya menjadi dua kali

    lipat. (Al- Maraghi, 1992: 63).

    Kelimabelas, Ali Imron: 190 191

    )190(

    )191(

    19 Orang yang berbuat kebajikan, secara riya atau dengan menyakitkan hati orang, pada hari kiyamat sama dengan orang yang terbakar kebunnya sedang dia dalam keadaan berhajat kepadanya. Lihat Ash Shiddiqqy, 2002: 108.

  • 61

    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring20 dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.(191) (Depag RI, 1992: hlm. 109-110).

    Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan Ibnu Hatim yang bersumber dari

    Ibnu Abbas dikemukakan bahwa orang Quraisy datang kepada orang Yahudi

    untuk bertanya: Mukjizat apa yang dibawa Musa kepada kalian? Mereka

    menjawab: Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya. Kemudian

    mrkbertanya kepada kaum Nashrani: Mukjizat apa yang dibawa Isa kepada

    kalian? Mereka menjawab: Ia dapat menyembuhkan orang yang berpenyakit

    sopak, dan menghidupkan orang mati. Kemudian mereka menghadap nabi

    Muhammad SAW dan berkata: Hai Muhammad, coba berdoalah engkau

    kepada Robb-mu agar gunung Shofa ini dijadikan emas. Lalu Rasulullah saw

    berdoa. Maka turunlah ayat 190 dari surat Ali Imron, sebagai petunjuk untuk

    memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi

    orang yang menggunakan akal. (Dahlan, dkk, 2000: 124).

    Selanjutnya Allah SWT mendefinisikan ulul albab adalah orang yang

    menggunakan pikirannya, mengambil faedah darinya, dan menggambarkan

    keagungan Allah serta mengingat hikmah dan keutamaan akal, disamping

    keagungan karuniaNya dalam segala sikap dan perbuatan mereka, sehingga

    mereka bisa berdiri, duduk, berbaring, dan sebagainya. (Al- Maraghi, 1992:

    290).

    20 Artinya dalam keadaan bagaimanapun juga, sedang menurut Ibnu Abbas mengerjakan

    sholat sesuai dengan kemampuan. Lihat Ash Shiddiqqy, 2002: 170.

  • 62

    Keenambelas, Al Hasr: 21

    21((

    Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (Depag RI, 1992: hlm. 919).

    Ayat ini gambaran bagi ketinggian urusan al-Qur'an dan pengaruhnya

    yang kuat, karena di dalamnya terkandung nasehat-nasehat dan larangan-

    larangan. Di sini terdapat celaan bagi manusia karena kesesatan hati dan

    kekuranganpatuhan ketika membaca al-Qur'an dan memikirkan ketukan-

    ketukan yang menundukkan gunung-gunung. (Al- Maraghi, 1992: 59).

    Dilihat dari segi bentuknya, term fakkara dalam al-Qur'an muncul

    dalam 4 bentuk:

    a. (al Mudatsir: 18)

    Bentuk yang pertama yaitu bentuk fiil madhi mufrad yang berarti perbuatan

    yang sudah dilaksanakan

    b. (Saba: 46)

    Bentuk ini yaitu bentuk fiil amr (perintah), jama (banyak)

    c. (al Baqoroh: 219, al Baqoroh: 266, al Anam: 50)

    Bentuk ini yaitu bentuk fiil mudhori (menunjukkan waktu sekarang/ akan

    datang) yang bertemu dengan wawu jama (yang berarti obyek yang

    banyak), mukhotob (orang kedua).

  • 63

    d. ( al Arof: 184, ar Rum: 8)

    Merupakan bentuk fiil mudhori (menunjukkan waktu sekarang/ akan

    datang), jama (banyak) yang ditunjukkan dengan bertemunya wawu

    jama selanjutnya bertemu dengan salah satu amil jawazim (huruf untuk

    men-jazimkan fiil) yaitu . Bentuk awal dari fiil tersebut adalah

    bertemu sehingga dijazimkan dengan tanda terbuangnya nun

    selanjutnya menjadi

    e. ( ali Imron: 191, al Hasr: 21, al Jatsiyah: 13, az Zumar: 42, ar

    Rum: 21, an Nahl: 11, an Nahl: 44, an Nahl: 69, ar Rad: 3, Yunus: 24,

    al Arof: 76)

    Bentuk ini merupakan bentuk fiil mudhori (menunjukkan waktu

    sekarang/ akan datang) yang bertemu dengan wawu jama (yang berarti

    obyek yang banyak), ghoib (orang ketiga).

    2. Term dabbara dan derivasinya

    Seperti telah disebut di atas, penggunaan term dabbara dan

    derivasinya di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 44 kali, namun yang

    mempunyai arti tafakur yaitu:

    Pertama, Shood ayat 29

    )29(

  • 64

    Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memikirkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran. (Depag RI, 1992: hlm. 736).

    Ayat ini menunjukkan keutamaan al-Qur'an sebagai petunjuk dan

    menyelamatkan manusia dari kesesatan. (Al- Maraghi, 1992: 208). Ash

    Shiddieqy (2002: 1041) menerangkan bahwa memahami al-Qur'an yaitu

    dengan memperhatikan lafadz-lafadznya, tertibnya dan maksudnya lalu

    mengeluarkan dari berbagai macam ilmu dengan dikuatkan dalil.

    Kedua, Muhammad ayat 24

    )24(

    Maka apakah mereka tidak memikirkan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Depag RI, 1992: hlm. 833).

    Ayat sebelumnya Allah menerangkan orang yang munafik yaitu

    mereka yang tidak dapat mengambil manfaat dari apa yang mereka dengar,

    maka pada ayat ini Allah menerangkan bahwa sikap mereka berkisar oleh dua

    hal. Mereka tidak memikirkan al-Qur'antara lain, atau mereka me-mikirkannya

    tetapi makna al-Qur'an tidak masuk ke hati mereka. (Al- Maraghi, 1992: 117).

    Pada dasarnya dabbara berarti mengatur, mengurus, memimpin.

    Namun dalam ayat-ayat diatas yang berarti memikirkan,

    mempertimbangkan akibatnya (baik dan buruk). Dilihat dari bentuknya

    pemakaian istilah dabbara dalam al-Qur'an terbagi menjadi dua , yaitu:

    a. (Shood: 29)

    Merupakan fiil mudhori yang berdlomir jama ghoib, fiil tersebut bertemu

    dengan amil nawashib lam, sehingga nun diakhir fiil dihilangkan.

  • 65

    b. (Muhammad: 24)

    Merupakan fiil mudhori yang berdlomir jama ghoib (orang ketiga jama).

    3. Term Aqola dan derivasinya

    Seperti telah disebut di atas, penggunaan term aqola dan derivasinya

    di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 49 kali, namun yang mempunyai arti

    tafakur yaitu:

    Pertama, Ash Shoffaat ayat 138

    138((

    dan di waktu malam. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 727).

    Di ayat sebelumnya, Allah menceritakan kepada kaum kafir Quraisy

    kisah kaumnya nabi Luth yang dibinasakan tanpa sisa. Apakah kalian tidak

    mengambil pelajaran dan tidak takut jika kalianpun ditimpa bencana seperti

    mereka. Karena bencana yang menimpa mereka tidak lain disebabkan

    ketidakpatuhan kepada Rasulullah. (Al- Maraghi, 1992:143).

    Kedua, Yunus ayat 16

    16((

    Katakanlah: "Jikalau Allah menghendaki, niscaya aku tidak membacakannya kepadamu dan Allah tidak (pula) memberitahukannya kepadamu". Sesungguhnya aku telah tinggal bersamamu beberapa lama sebelumnya. Maka apakah kamu tidak memikirkannya? (Depag RI, 1992: hlm. 308).

  • 66

    Ayat ini merupakan hujjah kebenaran bahwa al-Qur'an benar-benar

    wahyu Allah yang diberikan kepada nabi Muhammad saw. (Al- Maraghi,

    1992: 148).

    Ketiga, Hud ayat 51

    51((

    Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan (nya)? (Depag RI, 1992: hlm. 335).

    Ayat ini menceritakan kisah nabi Hud dan kaumnya yang

    membangkang terhadap perintahNya. Ayat ini juga sudah diterangkan disurat

    sebelumnya (QS. 7: 65-72), namun dengan gaya bahasa yang berbeda. (Ash

    Shiddieqy, 2002: 506)

    Keempat, Yusuf ayat 109

    Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul) dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Depag RI, 1992: hlm. 365).

    Ayat ini merupakan jawaban atas perkataan musyrikin bahwasannya

    Allah menurunkan kepada mereka seorang laki-laki bukan malaikat (Ash

    Shiddieqy, 2002: 551). Ayat ini juga memerintahkan kepada rasul Nya untuk

    memberitahukan kepada manusia bahwa jalannya adalah jalan dakwah yang

    tauhid. (Al- Maraghi, 1992: 91).

  • 67

    Kelima, An Nahl ayat 11-12

    )11(

    )12(

    Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 403).

    Pada ayat 12 Allah mengungkapkan kata al-aqlu (mengerti), sedang

    pada ayat 11 Allah memakai kata tafakur (memikirkan). Ini disebabkan bekas-

    bekas alam tertinggi itu banyak, dan dalalah apa yang ada padanya berupa

    keagungan kekuasaan, ilmu dan kebijaksaanNya adalah jelas, hanya

    memerlukan pengertian tidak memerlukan pemikiran, bahkan dapat dipahami

    secara spontan. Berbeda dengan alam terbawah, seperti tanaman, pada

    dalalah-Nya atas wujud Pencipta, ia memerlukan pemikiran, perenungan dan

    perhatian yang seksama. (Al- Maraghi, 1992: 98).

    Keenam, Al Mulk ayat 10

    )10(

    Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (Depag RI, 1992: hlm. 956).

    Ayat ini memberikan pengertian bahwa syarat taklif ialah bisa

    mendengarkan dan bisa memahami apa yang didengar. Ayat ini menyatakan

    bahwa akal juga bisa berperan sebagai hakim (Ash Shiddieqy, 2002: 1376).

    Ayat ini menceritakan keadaan di neraka yaitu karena mereka mendustakan

  • 68

    para Rasulullah, sehingga mereka mengeluh dengan berbicara, seandainya

    kami mempunyai akal dan memanfaatkannya, atau kami mempunyai telinga

    yang mendengarkan kebenaran yang diturunkan Allah, maka kami tidak

    berada di sini. (Al- Maraghi, 1992: 17).

    Ketujuh, Yasin ayat 62

    62((

    Sesungguhnya syaitan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 712).

    Ayat sebelumnya Allah mengecam kaum musyrikin karena tidak

    mengambil pelajaran dari orang dahulu yang telah terjerumus oleh syetan.

    Dan ayat ini merupakan kecaman Allah SWT terhadap orang yang ingkar.

    (Al- Maraghi, 1992: 40).

    Kedelapan, Yasin ayat 68

    68((

    Dan barang siapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian (nya).21 Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 713).

    Ayat ini merupakan hujjah yang mematahkan alas an kafir Quraisy

    yang mengatakan bahwa sekiranya mereka diberi umur panjang, maka akan

    berbuat kebajikan. (Al- Maraghi, 1992: 45). Apakah kalian tidak berpikir

    bahwa tiap kali semakin tua, maka akan mengalami kelemahan dan

    ketidakberdayaan untuk melakukan suatu pekerjaan.

    21 Yakni dikembalikan kepada alam anak-anak, lemah tidak berdaya. Lihat Ash Shiddieqy, 2002: 1011.

  • 69

    Kesembilan, Al Baqoroh: 164

    164((

    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) -nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 40).

    Diriwayatkan oleh Said bin Manshur di dalam Sunan-nya al-Faryabi

    di dalam tafsirnya dan al Baihaqi di dalam kitab Syuabul Iman, yang

    bersumber dari Abudi Dluha. Ketika turun ayat al Baqoroh 163

    Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada)

    tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha

    Penyayang), kaum musyrikin kaget dan bertanya-tanya apakah benar Tuhan

    itu tunggal? Jika benar demikian, berikanlah kepada kami bukti-buktinya!.

    Maka turunlah ayat berikutnya (QS. Al Baqoroh 164) yang menegaskan

    adanya bukti-bukti kemahaesaan Tuhan. (Dahlan, dkk, 2000: 45).

    Kesepuluh, Al Anfal ayat 22

    22((

    Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak memikirkan apa-apapun. (Depag RI, 1992: hlm. 263).

  • 70

    Kata daabbah jarang dipakai untuk arti manusia, bahkan sering dipakai

    untuk binatang kecil dan binatang tunggangan. Kalau dipakai untuk arti

    manusia, maka hal itu adalah dalam rangka penghinaan. Bahwa seburuk

    barang yang melata di atas bumi ialah orang yang tuli, yaitu orang yang tidak

    mau menggunakan pendengarannya untuk mengetahui kebenaran dan

    memahami nasehat yang baik. Jadi seolah-olah mereka tidak berpikir apa

    perbedaan antara kebenaran dan kebatilan. (Al- Maraghi, 1992: 350).

    Kesebelas, Al Hadid ayat 17

    17((

    Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kamu memikirkannya. (Depag RI, 1992: hlm. 903).

    Setelah Allah menegur muslimin yang tidak tersentuh hatinya ketika

    dibacakan al-Qur'an. Lalu Allah memberikan perumpamaan kepada mereka

    bahwa hati yang keras itu bisa hidup dengan dzikir dan membaca al-Qur'an

    sebagaimana hidupnya tanah yang mati akibat hujan. (Al- Maraghi, 1992:

    303).

    Pada ayat-ayat diatas aqola berarti

    memikirkan sesuatu. Dilihat dari bentuknya pemakaian istilah aqola dalam

    al-Qur'an terbagi menjadi tiga, yaitu:

    a. (Al mulk: 10)

    Merupakan bentuk fiil mudhori yang berdlomir mutakallim maal ghoir

    (orang pertama jama)

  • 71

    b. (Surat al Baqoroh: 164; Yasin: 68; Al anfal: 22; An nahl: 11-12)

    Merupakan bentuk fiil mudhori yang berdlomir jama ghoib (orang ketiga

    banyak).

    c. (Hud: 51; Yasin: 62; Ash shoffaat: 138; Yunus: 16; Yusuf: 109;

    Al hadid: 17).

    Merupakan bentuk fiil mudhoriyang berdlomir jama mokhotob (orang

    kedua banyak).

    4. Term Nadzara dan derivasinya

    Seperti telah disebut di atas, penggunaan term nadzara dan derivasinya

    di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 129 kali, namun yang mempunyai arti

    tafakur yaitu:

    Pertama, Al-Araf ayat 185

    185((

    Dan apakah mereka tidak memikirkan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman selain kepada Al Qur'an itu? (Depag RI, 1992: hlm. 252).

    Pada ayat sebelumnya manusia diperintah untuk memikirkan

    bahwasannya Muhammad saw bukan gila. Selanjutnya Allah memerintah

    kepada manusia untuk memperhatikan langit dan bumi, sehingga mereka

    dapat menyaksikan keindahan dan begitu rapinya Tuhan menciptakan alam

  • 72

    semesta ini, dan itu merupakan bukti nyata bahwa Penciptanya adalah Sang

    Maha Esa dengan kehendakNya. (Al- Maraghi, 1992: 227).

    Kedua, Yunus ayat 101

    101((

    Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfa`at tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (Depag RI, 1992: hlm. 322).

    Ayat ini menyuruh manusia untuk menggunakan akalnya untuk

    membedakan antara yang baik dan buruk. Adapun tugas rasul hanya

    penyampai kabar gembira dan peringatan, dan agama juga sebagai pembantu

    bagi akal untuk memilih antara yang baik dan buruk. (Al- Maraghi, 1992:

    303). Menurut Ash Shiddieqy (2002: 487) bahwa ayat ini mewajibkan kepada

    manusia untuk berpikir dan berijtihad serta menjauhi taklid dalam bidang

    iktikad.

    Ketiga, Al-Ankabut ayat 20

    20( (

    Katakanlah: "Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Depag RI, 1992: hlm. 631).

    Ayat ini senada dengan (QS. 41: 53) bahwa Allah akan

    membangkitkan kembali manusia yang sudah mati pada hari pembalasan.

  • 73

    Keempat, Qoof ayat 6-7

    )6(

    )7(

    Maka apakah mereka tidak berpikir akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun? Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. (Depag RI, 1992: hlm. 851-852).

    Ayat sebelumnya menerangkan orang-orang yang mendustakan

    kebangkitan setelah mati. Ayat ini perintah Allah SWT untuk melihat

    (memperhatikan) langit yang bisa berdiri tanpa tiang, sehingga dapat

    membenarkan segala keterangan yang ada di al-Qur'an. (Al- Maraghi, 1992:

    256).

    Kelima, Al Mudatsir ayat 20-21

    20(( 21((

    Kemudian celakalah dia! Bagaimanakah dia menetapkan?, Kemudian dia memikirkan. (Depag RI, 1992: hlm. 993).

    Ayat sebelumnya menerangkan tentang azab yang diberikan kepada Al

    Walid bin Mughiroh yang mendustakan al-Qur'an. Sedang ayat ini

    meneruskan dengan perlakuan Al Walid terhadap al-Qur'an. Dia memikirkan

    al-Qur'an berkali-kali dengan pikirannya sendiri, apa yang menurut mereka

    senangi dan sampai kepada apa yang mereka inginkan. (Al- Maraghi, 1992:

    226).

  • 74

    Keenam, Abasa ayat 24-32

    )25( )24(

    )29( )28( )27( )26(

    )32( )31( )30(

    Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu. (Depag RI, 1992: hlm. 1025-1026).

    Ayat ini memerintahkan kepada manusia untuk memikirkan tentang

    kejadian dirinya dan apa yang mereka makan. Selanjutnya Allah memerinci

    hal itu. Pengambaran pada ayat tersebut merupakan penjelasan bahwa semua

    itu adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia. (Al- Maraghi, 1992: 84).

    Ketujuh, At Thoriq ayat 5-7

    )7( )6( )5(

    Maka hendaklah manusia memikirkan dari apakah dia diciptakan?Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada. (Depag RI, 1992: hlm. 1048).

    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ikrimah,

    bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abul Asad yang berdiri diatas kulit

    yang sudah disamak, sambil berkata dengan sombong: Hai golongan

    Quraisy, barang siapa yang bisa memindahkan aku dari kulit ini, akan aku beri

    hadiah. Selanjutnya ia berkata: Muhammad menganggap bahwa penjaga

    pintu jahanam itu berjumlah sembilan belas, aku sendiri sanggup mewakili

    kalian mengalahkan yang sepuluh, dan kalian mengalahkan yang sembilannya

  • 75

    lagi. Ayat ini turun sebagai sindiran terhadap perbuatan mereka (Dahlan,

    dkk, 2000: 637).

    Ayat ini memerintah manusia untuk berpikir tentang hakikat

    penciptaan mereka. Maka jika Allah bisa menghidupkan kalian, jadi Allah pun

    yang akan mematikan kalian. (Al- Maraghi, 1992: 198).

    Kedelapan, Al-Ghasyiah ayat 17-21

    )18( )17(

    )21( )20( )19(

    Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (Depag RI, 1992: hlm. 1055).

    Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari

    Qatadah, dikemukakan, ketika Allah melukiskan ciri-ciri syurga, kaum-kaum

    yang sesat, merasa heran. Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai perintah

    untuk memikirkan keluruhan dan keajaiban ciptaan Allah. (Dahlan, dkk, 2000:

    641).

    Kesembilan, Al Hajj ayat 15

    )15(

    Barangsiapa yang menyangka bahwa Allah sekali-kali tiada menolongnya (Muhammad) di dunia dan akhirat, maka hendaklah ia merentangkan tali ke langit, kemudian hendaklah ia melaluinya, kemudian hendaklah ia pikirkan apakah tipu dayanya itu dapat melenyapkan apa yang menyakitkan hatinya. (Depag RI, 1992: hlm. 513-514).

  • 76

    Menurut Ash Shiddieqy (2002: 752) bahwa ayat ini mengenai

    segolongan muslimin yang merasa lambat datangnya pertolongan Allah

    lantaran mereka sangat benci kepada musyrikin. Sehingga ayat ini

    menandaskan bahwa Allah adalah penolong Muhammad saw, Kitab dan

    agamaNya.

    Pada dasarnya nadzara searti dengan roa yang berarti melihat, namun

    pada ayat-ayat diatas nadzara berarti memikirkan, merenungkan,

    mempertimbangkan . Dilihat dari bentuknya pemakaian

    istilah nadzara dalam al-Qur'an terbagi menjadi tiga, yaitu:

    a. (Al mudatsir: 20-21)

    Merupakan fiil madhi dengan dhomir mufrod ghoib

    b. (Al hajj: 15; At thoriq: 5-7; Abasa: 24-32)

    Merupakan fiil mudhori yang dibaca jazem karena bertemu dengan amil

    jawazim lam

    c. (Qoof: 6-7; Al-Araf: 185)

    Merupakan fiil mudhori dengan dhomir jama ghoib, dibaca jazem karena

    didahului dengan amil jawazim dengan tanda terbuangnya nun di akhir

    fiil.

    d. (Yunus: 101; Al-Ankabut: 20)

    Merupakan fiil amr (perintah) dengan dhomir jama mukhotob.

  • 77

    e. (Al-Ghosyiah: 17-21)

    Merupakan fiil mudhori (kata kerja) dengan dhomir jama ghoib.

    5. Term faqiha dan derivasinya

    Seperti telah disebut di atas, penggunaan term faqiha dan derivasinya

    di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 20 kali, namun yang mempunyai arti

    tafakur yaitu:

    Pertama, Al Isro ayat 44

    )44(

    Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak berpikir tentang tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Depag RI, 1992: hlm. 430).

    Pada ayat sebelumnya Allah menegur orang musyrikin yang

    mendustakan ayat-ayatNya. Di ayat ini Allah SWT menunjukkan bahwa langit

    dan bumi memuji Allah berdasarkan dalil masing-masing akan

    kesempurnaannya. (Al Maraghi, 1992: 91). Menurut Ash Shiddieqy (2002:

    642) bahwa hal ini mengenai binatang, tumbuhan, benda-benda beku, bahkan

    makanan dan batu kerikil. Hal ini senada dengan (QS. 19: 90-91)

    Pada dasarnya faqiha berarti mengerti, memahami, namun pada

    beberapa tempat berarti . Dilihat dari bentuknya pemakaian

    istilah faqiha dalam al-Qur'an hanya terjadi satu kali, yaitu:

    a. (Al isro ayat 44)

  • 78

    Merupakan fiil mudhori dengan dhomir jama mukhotob.

    6. Term dzakara dan derivasinya

    Seperti telah disebut di atas, penggunaan term dzakara dan derivasinya

    di dalam al-Qur'an terulang sebanyak 292 kali, namun yang mempunyai arti

    tafakur yaitu:

    Pertama, Ash Shoffaat ayat 154-155

    )155( )154(

    Apakah yang terjadi padamu? Bagaimana (caranya) kamu menetapkan? Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 729).

    Ayat ini merupakan bantahan Allah terhadap orang-orang yang

    menyekutukan Allah dan menganggap bahwa malaikat adalah anak-anak

    perempuan Allah. (Al Maraghi, 1992: 153).

    Kedua, An Nahl ayat 17

    17((

    Maka apakah (Allah) yang menciptakan itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka apakah kamu tidak memikirkan? (Depag RI, 1992: hlm. 404).

    Ayat sebelumnya Allah SWT membuktikan wujud Tuhan YME. Dan

    dalam ayat ini Allah mencerca orang-orang kafir yang menyembah selain Dia.

    (Al Maraghi, 1992: 113).

    Ketiga, Maryam ayat 67

    )67(

    Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, sedang ia tidak ada sama sekali? (Depag RI, 1992: hlm. 470).

  • 79

    Ayat (QS. 19: 66-72) berkaitan dengan Ubay bin Khalaf yang

    mengambil sepotong tulang yang rapuh, lalu memecah dan membiarkan-nya

    ditiup angin seraya berkata, Si Fulan mengatakan bahwa kita akan

    dibangkitkan setelah kita mati, hal ini tidak akan pernah terjadi. Lalu ayat ini

    turun untuk membantah perkataan tersebut. (Al Maraghi, 1992: 130).

    Keempat, Az Zumar ayat 9

    )9(

    (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Depag RI, 1992: hlm. 727).

    Ayat ini menolak paham orang yang mencela orang yang beribadah

    lantaran takut kepada neraka dan menyatakan ketinggian orang yang

    berilmu serta menyatakan bahwa garis orang alim tidak sekufu dengan orang

    jahil. Dan ayat ini mengindikasikan bahwa yang dipandang berilmu ialah

    orang-orang yang mengamalkan ilmunya. (Ash Shiddieqy, 2002: 1056).

    Diriwayatkan oleh Ibnu Abi hatim yang bersumber dari Ibnu Umar,

    bahwa yang dimaksud dengan (Apakah kamu hai orang-orang

    musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah) dalam ayat

    ini ialah Utsman bin Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah

    SWT). (Dahlan, dkk, 2000: 463).

  • 80

    Pada dasarnya dzakara berarti menyebut, mengucapkan, namun dalam

    beberapa tempat dzakara berarti memikirkan sesuatu. Dilihat dari

    bentuknya pemakaian istilah fahima dalam al-Qur'an dibagi menjadi tiga kali,

    yaitu:

    a. (Maryam: 67)

    Merupakan fiil mudhori yang sepi dari syaii.

    b. (Ash shoffaat: 154-155; An nahl: 17)

    Merupakan fiil mudhori yang berdhomir jama mukhotob.

    c. (Az zumar ayat 9)

    Merupakan fiil mudhori dengan dhomir mufrod ghoib.

    7. Sebutan-sebutan al-Qur'an untuk orang yang bertafakur

    1. Ulul albab

    Sebutan ini terulang sebanyak dua kali: (QS. 12:111); dan (QS.

    3:190).

    111((

    Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Yusuf : 111). (Depag RI, 1992: hlm. 366).

  • 81

    )190(

    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ali imron 190). (Depag RI, 1992: hlm. 109).

    Lafadz al-albab (orang-orang yang mempunyai akal) yang

    merupakan bentuk jama dari lafadz al-lubb dalam al-Qur'an tidak pernah

    disebutkan dalam bentuk mufrodnya. Namun, jika lafadz tersebut hendak

    didatangkan mufrodnya, maka al-Qur'an menggunakan bentuk muradifnya

    (sinonim), yaitu al-qolb seperti dalam QS. Qoof: 37.

    2. Ulul ilm

    Sebutan ini terulang sebanyak satu kali: (QS. 3: 18).

    18((

    Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Ali imron 18). (Depag RI, 1992: hlm. 78).

    Lafadz al-ilm diartikan sebagai orang yang mempunyai akal karena

    makna asalnya adalah orang yang mempunyai ilmu (pengetahuan). Orang

    yang berilmu berarti dia juga menggunakan akal dalam memperoleh

    ilmunya tersebut.

    3. Ulin Nuha

    Sebutan ini terulang sebanyak satu kali: (QS. 20: 128).

  • 82

    )128(

    Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Thaha: 128). (Depag RI, 1992: hlm. 491).

    Lafadz Nuha merupakan sinonim dari kata al-aql

    yang berarti orang yang mempunyai akal (berpikir).

    4. Ulul Abshor

    Sebutan ini terulang sebanyak satu kali: (QS. 24: 44).

    )44(

    Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai akal. (An Nur 44). (Depag RI, 1992: hlm. 552).

    Lafadz abshor merupakan jama dari lafadz bashirun. Lafadz

    abshor disinonimkan dengan orang yang mempunyai akal karena dengan

    penglihatan yang lebih akan merangsang aktifitas akal.