studi qur'an

19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini tidak dibiarkan begitu saja. Dia memberi petunjuk berupa kitab-kitab samawi melalui para Nabi dan Rasul-Nya untuk dijadikan sebagai pegangan hidupnya. Salah satu kitab samawi tersebut ialah al-Qur‟an, merupakan sumber utama ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk yang sebaik-baiknya dalam hidup dan kehidupan dan memberi kabar gembira bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah SWT: Artinya: Sesungguhnya al-Qur‟an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu‟min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” 1 Begitu pula Allah SWT menganugerahkan akal pikiran kepada manusia sebagai kunci untuk memperoleh petunjuk terhadap segala hal. Di dalam al- Qur‟an terdapat banyak ayat yang telah menganjurkan dan mendorong umat manusia agar mempergunakan akal pikirannya untuk menemukan rahasia- rahasia Allah yang ada di alam fana ini. 2 Begitu juga dengan ayat-ayat yang menyerukan manusia untuk memperhatikan, merenung dan memikirkan penciptaan Allah baik yang di langit, bumi maupun diantara keduanya. Diantara ayat-ayat yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu Q.S Ali Imran ayat 190- 191. Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya, serta mensyukuri apa yang terbentang di alam semesta. Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam, langit dan bumi. Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat 1 QS. al-Isra‟: 9. 2 Mohammad Nor Ichwan, Tafsir „Ilmy: Memahami al-Qur‟an melalui Pendekatan Sains Modern (Yogyakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), hal. 235.

Upload: sholehafif

Post on 02-Oct-2015

79 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Ululmul Quran

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini tidak dibiarkan begitu

    saja. Dia memberi petunjuk berupa kitab-kitab samawi melalui para Nabi dan

    Rasul-Nya untuk dijadikan sebagai pegangan hidupnya. Salah satu kitab samawi

    tersebut ialah al-Quran, merupakan sumber utama ajaran Islam dan berfungsi

    sebagai petunjuk yang sebaik-baiknya dalam hidup dan kehidupan dan memberi

    kabar gembira bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah SWT:

    Artinya: Sesungguhnya al-Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang

    Mumin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.1

    Begitu pula Allah SWT menganugerahkan akal pikiran kepada manusia

    sebagai kunci untuk memperoleh petunjuk terhadap segala hal. Di dalam al-

    Quran terdapat banyak ayat yang telah menganjurkan dan mendorong umat

    manusia agar mempergunakan akal pikirannya untuk menemukan rahasia-

    rahasia Allah yang ada di alam fana ini.2 Begitu juga dengan ayat-ayat yang

    menyerukan manusia untuk memperhatikan, merenung dan memikirkan

    penciptaan Allah baik yang di langit, bumi maupun diantara keduanya. Diantara

    ayat-ayat yang menerangkan tentang hal tersebut yaitu Q.S Ali Imran ayat 190-

    191.

    Salah satu cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah adalah

    dengan membaca dan merenungkan ayat-ayat-Nya, serta mensyukuri apa yang

    terbentang di alam semesta. Allah menyuruh manusia untuk merenungkan alam,

    langit dan bumi. Langit yang melindungi dan bumi yang terhampar tempat

    1 QS. al-Isra: 9.

    2 Mohammad Nor Ichwan, Tafsir Ilmy: Memahami al-Quran melalui Pendekatan Sains

    Modern (Yogyakarta: Menara Kudus Jogja, 2004), hal. 235.

  • 2

    manusia hidup. Juga memperhatikan pergantian siang dan malam. Semuanya itu

    penuh dengan ayat-ayat, tanda-tanda kebesaran Allah SWT.

    Sebab itulah dibutuhkannya proses pendidikan yang berupaya

    mengarahkan manusia agar memiliki ketrampilan untuk dapat mempergunakan

    akal tersebut dalam hal kebaikan. Dengan menggunakan akal pikiran diharapkan

    ilmu pengetahuan yang sebelumnya tidak diketahui dan masih tersembunyi akan

    dapat terkuak, yang pada akhirnya dapat dikembangkan guna kepentingan

    masyarakat luas. Karena pada hakikatnya, pendidikan adalah upaya sadar dan

    terencana dalam proses pembimbingan dan pembelajaran bagi individu agar

    tumbuh berkembang menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, kreatif,

    berilmu, sehat dan berakhlak (berkarakter) mulia (UU No. 20 tahun 2003).3

    Pengajaran pun dipahami bukan semata persoalan menceritakan. Belajar

    bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak

    peserta didik. Proses ini memerlukan keterlibatan mental dan kerja peserta didik

    sendiri. Penjelasan dan pemeragaan semata tidak akan membuahkan hasil belajar

    yang langgeng. Dan yang bisa membuahkan hasil belajar yang langgeng

    hanyalah kegiatan belajar aktif.4

    Strategi pembelajaran yang berpusat pada aktivitas peserta didik inilah

    yang akan membawa pembelajaran ke dalam suasana yang lebih demokratis,

    adil, manusiawi, memberdayakan, menyenangkan, menggairahkan,

    menggembirakan, membangkitkan minat belajar, merangsang timbulnya

    inspirasi, imajinasi, kreasi, inovasi, etos kerja dan semangat hidup. Dengan cara

    ini, maka seluruh potensi manusia dapat tergali dan teraktualisasikan dalam

    kehidupan yang pada gilirannya dapat menolong dirinya untuk menghadapi

    berbagai tantangan hidup di era modern yang penuh persaingan.5

    3 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

    2013), hal. 4. 4 Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Peserta Didik Aktif (Bandung:

    Nuansa, 2012), hal. 9. 5 Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran (Jakarta: Kencana, 2009), hal.

    3.

  • 3

    Karena itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui peran akal peserta

    didik dan kemudian memberdayakannya dalam pendidikan maupun dalam

    kehidupan sehari-hari. Tentu agar tercapainya visi dan misi pendidikan itu

    sendiri, yakni menciptakan manusia sempurna (insan kamil) sebagaimana

    dijelaskan sebelumnya.

    B. Rumusan Masalah

    Berangkat dari latar belakang di atas, maka maka dapat ditemukan

    permasalahan yang terkait dengan seruan al-Quran kepada akal sebagai peran

    penting dalam pembelajaran, baik dari pihak pendidik maupun peserta didik,

    yang kemudian dirumuskan dengan pertanyaan sebagai berikut:

    1. Bagaimana penafsiran Q.S Ali Imran ayat 190-191?

    2. Bagaimana peran akal dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191?

    3. Bagaimana relasi peran akal dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191 dengan

    strategi pembelajaran aktif (active learning)?

    C. Tujuan Pembahasan

    Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan

    penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan dan memaknai tentang:

    1. Penafsiran Q.S Ali Imran ayat 190-191

    2. Peran akal dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191

    3. Relasi peran akal dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191 dengan strategi

    pembelajaran aktif (active learning)

  • 4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A. QS. Ali Imrn Ayat 190-191

    1. Redaksi Ayat QS. Ali Imrn Ayat 190-191

    2. Terjemah QS. Ali Imrn Ayat 190-191

    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang

    berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau

    duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang

    penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah

    Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka

    peliharalah kami dari siksa neraka. (QS.Ali Imrn: 190-191)

    3. Tafsir Ayat

    Dalam kitab Lubbut Tafsir Min Ibni Katsr ayat tersebut dimaknai,

    bahwa Allah SWT. berfirman,

    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi. Artinya, yaitu pada

    ketinggian dan keluasan langit dan juga pada kerendahan bumi serta

    kepadatannya. Dan juga tanda-tanda kekuasaan-Nya yang terdapat pada

    ciptaan-Nya yang dapat dijangkau oleh indera manusia pada keduanya (langit

    dan bumi), baik yang berupa; bintang-bintang, komet, daratan dan lautan,

    pegunungan, dan pepohonan, tumbuh-tumbuhan, tanaman, buah-buahan,

    binatang, barang tambang, serta berbagai macam warna dan aneka ragam

    makanan dan bebauan.

    dan silih bergantinya malam dan siang.

    Yakni, silih bergantinya, susul menyusulnya, panjang dan pendeknya.

  • 5

    Terkadang ada malam yang lebih panjang dan siang yang pendek. Lalu

    masing-masing menjadi seimbang. Setelah itu, salah satunya mengambil

    masa dari yang lainnya sehingga yang terjadi pendek menjadi lebih panjang,

    dan yang diambil menjadi pendek yang sebelumnya panjang.

    Semuanya itu merupakan ketetapan Allah Yang Maha Perkasa lahi

    Maha Mengetahui. Oleh karena itu Allah SWT berfirman,

    Terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang

    berakal (ul al-bb). Yaitu mereka yang mempunyai akal yang sempurna

    lagi bersih, yang mengetahui hakikat banyak hal secara jelas dan nyata.

    Mereka bukan orang-orang tuli dan bisu yang tidak berakal. Kemudian

    Allah menyifatkan tentang ul al-bb, Allah SWT. berfirman tentang mereka,

    .

    Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya. Dan

    sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam

    keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).6

    Kemudian Allah menyifatkan tentang ul al-bb, firman-Nya,

    (Yaitu) orang-orang yang

    mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.7

    Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim dari

    Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

    Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak mampu, maka lakukanlah sambil duduk, jika kamu tidak mampu, maka lakukanlah sambil berbaring.

    6 QS. Yusuf: 105-106

    7 Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, terj. M. Abdul Ghoffar, et.al (Bogor:

    Pustaka Imam Asy-Syafii, 2004), hal. 104-105. 8 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid 4 (Beirut: Dar el-Fikr, 1981), hal 273.

  • 6

    Maksudnya, mereka tidak putus-putus berdzikir dalam semua keadaan,

    baik dengan hati maupun dengan lisan mereka.

    dan mereka memikirkan

    tentang penciptaan langit dan bumi. Maksudnya, mereka memahami apa

    yang terdapat pada pada keduanya (langit dan bumi) dari kandungan hikmah

    yang menunjukkan keagungan al-Khaliq (Allah), kekuasaan-Nya, keluasan

    ilmu-Nya, hikmah-Nya, pilihan-Nya, juga rahmat-Nya.

    Dan di sisi lain Allah SWT. memuji hamba-hamba-Nya yang beriman,

    (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau

    dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit

    dan bumi. Yang mana mereka berkata Ya

    Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Artinya,

    Engkau tidak menciptakan semuanya ini dengan sia-sia, tetapi dengan penuh

    kebenaran, agar Engkau memberikan balasan kepada orang-orang yang

    beramal buruk terhadap apa-apa yang telah mereka kerjakan dan juga

    memberikan balasan orang-orang yang beramal baik dengan balasan yang

    lebih baik (surga). Kemudian mereka menyucikan Allah dari perbuatan sia-

    sia dan penciptaan yang bathil seraya berkata, Mahasuci

    Engkau. Yakni dari menciptakan sesuatu yang sia-sia.

    Maka peliharalah kami dari siksa api neraka. Maksudnya, wahai Rabb

    yang menciptakan makhluk ini dengan sungguh-sungguh dan adil. Wahai

    Dzat yang jauh dari kekurangan, aib dan kesia-siaan, peliharalah kami dari

    adzab neraka dengan daya dan kekuatan-Mu. Dan berikanlah taufik kepada

  • 7

    kami dalam menjalankan amal shalih yang dapat mengantarkan kami ke

    surga serta menyelamatkan kami dari adzab-Mu yang sangat pedih.9

    B. Peran Akal dalam QS. Ali Imrn Ayat 190-191

    Melalui pemahaman yang dilakukan para mufassir terhadap ayat di atas,

    akan dapat dijumpai peran dan fungsi akal secara lebih luas. Objek-objek yang

    dipikirkan akal dalam ayat tersebut adalah al-khalq yang berarti batasan dan

    ketentuan yang menunjukkan adanya keteraturan dan ketelitian. as-samwt

    yaitu segala sesuatu yang ada di atas kita dan terlihat dengan mata kepala. Al-

    ardl, yaitu tempat dimana kehidupan berlangsung di atasnya. Ikhtilaf al-lail wa

    al-nahar, artinya pergantian siang dan malam secara beraturan. Al-ayah artinya

    dalil-dalil yang menunjukkan adanya Allah dan kekuasaannya.10

    Orang yang mau menggunakan akal/pikirannya adalah orang yang

    beruntung. Dia akan mudah untuk menentukan sebuah pendidikan yang akan

    ditempuh dan sesuai dengan kemampuannya. Dia akan mempunyai pengetahuan

    yang luas, sehingga dia mempunyai hablun min Allah dan hablun min al-ns

    yang tinggi.11

    Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata aql

    aqala-yaqilu-aqlan yang berarti habasa

    (menahan, mengikat), berarti juga ayyada (mengokohkan), serta arti

    lainnya fahima (memahami). Lafadz aql juga disebut dengan al-qalb

    (hati). Disebut ql (akal) karena akal itu mengikat pemiliknya dari

    kehancuran. Maka orang yang berakal (qil) adalah orang-orang yang

    dapat menahan amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya, karena dapat

    9 Abdullah, Tafsir Ibnu Katsir, hal. 106.

    10 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz 2 (Mesir: Mustofa al-Bab al-Halabi,

    t.th), hal. 160. 11

    Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, hal. 161.

  • 8

    mengambil sikap dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi persoalan

    yang dihadapi.12

    Selain itu dalam al-Quran terkadang kata akal diidentikkan dengan kata

    lubb jamaknya al-albb. Sehingga kata ul al-bb dari ayat di atas dapat

    diartikan orang-orang yang mempunyai akal dan selalu tadzakkur yakni

    mengingat (Allah), dan tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah), mengingat dalam

    keadaan apapun. Dengan melakukan dua hal tersebut, ia sampai kepada hikmah

    yang berada di balik proses mengingat (tadzakkur) dan berpikir (tafakkur), yaitu

    mengetahui, memahami dan menghayati bahwa dibalik fenomena alam dan

    segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya Sang Pencipta, Allah

    SWT.13

    Dengan dzikir mengingat Allah dan menyebut keagungan-Nya, hati

    akan menjadi tenang. Dengan ketenangan, pikiran akan menjadi cerah bahkan

    siap untuk memperoleh limpahan ilham dan bimbingan Illahi.14

    C. Keterkaitan Ayat dengan Pendidikan

    1. Peran Akal dalam Pendidikan

    Pemahaman terhadap potensi berpikir yang dimiliki akal sebagaimana

    tersebut sebelumnya, memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan.

    Hubungan tersebut antara lain terlihat dalam merumuskan tujuan pendidikan.

    Pembagian tujuan pendidikan ini antara lain; ranah (domain) kognitif, afektif

    dan psikomotorik. Tiap-tiap ranah dapat dirinci lagi dalam tujuan-tujuan yang

    lebih spesifik yang hierarkis. Ranah kognitif dan afektif tersebut sangat erat

    kaitannya dengan fungsi kerja dari akal. Dalam ranah kognitif terkandung

    fungsi mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis dan

    mengevaluasi.15

    Fungsi-fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi akal pada

    aspek berpikir (tafakkur). Sedangkan dalam ranah afektif terkandung fungsi

    memerhatikan, merespon, menghargai, mengorganisasi nilai, dan

    12

    Kafrawi Ridwan dan M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van

    Hoeve, 2002), hal. 197. 13

    Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawi (Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada, 2002), hal. 131. 14

    M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah dalam Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2000), hal. 294.

    15 Nasution, Asas-asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 50.

  • 9

    mengkarakterisasi.16

    Fungsi-fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi akal pada

    aspek mengingat (tadzakkur), sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

    Orang yang mampu mempergunakan fungsi berpikir yang terdapat pada

    ranah kognitif dan fungsi mengingat yang terdapat pada ranah afektif adalah

    termasuk ke dalam kategori ul al-bb. Orang yang demikian itulah yang

    akan berkembang kemampuan intelektualnya, menguasai ilmu pengetahuan

    dan teknologi, serta emosialnya, dan mampu mempergunakan semuanya itu

    untuk berbakti kepada Allah dalam arti yang seluas-luasnya. Manusia yang

    demikian itulah yang harus menjadi rumusan tujuan pendidikan, dan

    sekaligus diupayakan untuk mencapainya dengan sungguh-sungguh.

    Dalam Islam, seorang peserta didik dikenal dengan istilah thlib. Kata

    thlib berasal dari akar kata thalaba-yathlubu yang berarti

    mencari dan menuntut. Sehingga seorang anak peserta didik adalah seorang

    thlib yang selalu merasa gelisah untuk mencari dan menemukan

    ilmu dimanapun dan kapanpun. Kegelisahan tersebut tidak selesai atau

    terobati meskipun ilmu itu sudah ditemukan, akan tetapi kegelisahan berubah

    menjadi ketidakpuasan dengan apa yang sudah diterima (never ending

    process).17

    Sehingga tidak ada kamus menunggu untuk diberi akan tetapi

    menjemput untuk mendapatkan dan meraih (peran aktif). Pemahaman ini

    sangatlah penting sehingga ada upaya yang berjalan secara terus menerus dan

    tidak henti-hentinya pada diri anak untuk selalu berubah, berevolusi dan

    berinovasi. Perubahan yang dimaksud tentunya untuk berubah dalam

    pengertian positif.18

    Dari sini dapat dipahami, bahwasanya peserta didik tidak hanya

    dipandang sebagai obyek atau sasaran pendidikan tetapi ia juga sebagai

    subyek atau pelaku pendidikan. Perlakuan ini diperlukan agar anak didik

    secara langsung dapat berinteraksi dengan masalah-masalah pendidikan dan

    16

    Nasution, Asas-asas Kurikulum, hal. 50. 17

    Soelaiman Joesoef dan Slamet Santoso, Pengantar Pendidikan Sosial (Surabaya: Usaha

    Nasional, t.th), 14. 18

    Basuki dan M. Miftahul Ulum, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam (Ponorogo: STAIN Po

    PRESS, 2007), 123.

  • 10

    melibatkan diri dalam proses pemecahannya. Selain itu ia juga ikut secara

    aktif dalam proses belajar mengajar, sehingga ia dapat berkembang daya

    kreatifitasnya ke tingkat yang lebih optimal.19

    Dengan cara demikian, para peserta didik tidak hanya mengetahui,

    memahami, menghayati dan mengamalkan tentang sesuatu, melainkan

    mengetahui, memahami dan melakukan pula tentang cara-cara untuk

    mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman tersebut (proses).20

    2. Strategi Pembelajaran Aktif / Active Learning

    Kegiatan belajar mengajar adalah suatu kondisi yang dengan sengaja

    diciptakan. Gurulah yang menciptakannya guna membelajarkan peserta didik.

    Guru yang mengajar, pseserta didik yang belajar. Perpaduan dari kedua unsur

    manusiawi ini lahirlah interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan

    sebagai mediumnya.

    Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai

    pola-pola umum kegiatan guru dan peserta didik dalam perwujudan kegiatan

    belajar-mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan. Dan pada

    intinya, merupakan kegiatan terencana secara sistematik yang ditujukan

    untuk menggerakkan peserta didik agar mau melakukan kegiatan belajar

    dengan kemauan dan kemampuannya sendiri. Dengan langkah yang strategis,

    maka akan menimbulkan dampak yang luas dan berkelanjutan. Karena itu,

    strategi dapat pula disebut sebagai langkah cerdas.21

    Terdapat salah satu strategi pembelajaran yang difokuskan pada

    pelibatan fisik, intelektual dan emosional peserta didik secara optimal dalam

    rangka member pengertian, pemahaman dan ketrampilan dalam mengetahui

    (to know), mengerjakan (to do), menginternalisasikan dalam diri (to be), dan

    menggunakannya dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

    (to life toghether), yaitu cara belajar peserta didik aktif (CBSA)/ active

    learning.22

    19

    Triyo Supriyatno dan Muhammad Samsul Ulum, Tarbiyah Quraniyyah (Malang: UIN Malang Press, 2006), hal. 72.

    20 Abuddin Nata, Perspektif Islam, hal. 218.

    21 Abuddin Nata, Perspektif Islam, hal. 208.

    22 Abuddin Nata, Perspektif Islam, hal. 217.

  • 11

    Strategi ini dikenalkan pertama kali oleh Melvin L. Silberman atas

    modifikasi dan perluasan kata-kata bijak milik Konfusius, yang mana

    difahami;23

    Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit. Apa yang saya dengar, lihat dan tanyakan atau diskusikan sengan

    beberapa kolega/teman, saya mulai paham. Apa yang saya dengar, lihat,

    diskusikan dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan. Apa

    yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya.

    Berdasarkan hasil modifikasi dan penyempurnaan pernyataan Konfius

    di atas, dapat dipahami bahwa active learning ini menghendaki peran serta

    peserta didik yang tidak hanya mendengar, melainkan juga melihat supaya

    lebih paham walaupun sedikit, mendiskusikannya agar memahami atau

    mendalami, melakukannya agar memperoleh pengetahuan dan

    mengajarkannya agar menguasainya. Dari sini, jelas bahwa strategi

    pembelajaran aktif sangat relevan dengan nilai-nilai karakter, seperti:24

    a. Rasa ingin tahu (mendengar dan melihat supaya lebih paham)

    b. Komunikatif (mendiskusikannya agar memahami atau mendalami)

    c. Tanggung jawab (melakukannya agar memperoleh pengetahuan)

    d. Kepedulian sosial (mengajarkannya agar menguasainya)

    Dalam pembelajaran, kegiatan mengajar tidak dapat dilepaskan dari

    belajar, sebab keduanya merupakan dua sisi dari sebuah mata uang. Mengajar

    merupakan suatu upaya yang dilakukan guru agar peserta didik belajar

    (aktif).25

    Maka dengan pembelajaran aktif, sebagaimana yang dijelaskan

    Suyadi sebagai segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan peserta

    didik berperan secara aktif dalam bentuk interaksi antar peserta didik ataupun

    peserta didik dengan guru dalam proses pembelajaran.

    Menurut Bonwell dalam buku milik Suyadi, pembelajaran aktif

    memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut:26

    23

    Melvin L. Silberman, Active Learning, hal. 23. 24

    Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, hal. 35. 25

    Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek (Bandung: PT. Remaja

    Rosdakarya, 2008), hal. 131. 26

    Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, hal 36-37.

  • 12

    a. Menekankan proses pembelajaran, bukan pada penyampaian materi oleh

    guru. Tidak sekedar transfer of knowledge (transfer ilmu pengetahuan),

    melainkan lebih ke transfer of values (transfer nilai).

    b. Peserta didik tidak boleh pasif, tetapi harus aktif mengerjakan sesuatu

    yang berkaitan dengan materi pembelajaran.

    c. Penekanan pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan

    materi pembelajaran.

    d. Peserta didik lebih banyak dituntut berpikir kritis, menganalisis dan

    melakukan evaluasi daripada sekedar menerima teori dan menghafalnya.

    e. Umpan balik dan proses dialektika yang lebih cepat akan terjadi pada

    proses pembelajaran.

    Pembelajaran ber-CBSA meerupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja

    guru. Hampir dapat dikatakan bahwa guru profesional diduga berkemampuan

    dalam mengelola pembelajaran berkadar CBSA tinggi. Faktor-faktor penentu

    kegiatan pembelajaran efektif berupa:

    a. Karakteristik tujuan, yang mencakup pengetahuan, ketrampilan, dan nilai

    yang ingin dicapai atau ditingkatkan sebagai hasil kegiatan.

    b. Karakteristik mata pelajaran/bidang studi, yang meliputi tujuan, isi

    pelajaran, urutan dan cara mempelajarinya.

    c. Karakteristik lingkungan/setting pembelajaran, mencakup kuantitas dan

    kualitas prasarana, alokasi jam pertemuan, dll.

    d. Karakteristik peserta didik, mencakup karakteristik perilaku masukan

    kognitif dan afektif, usia, jenis kelamin, dll.

    e. Karakteristik guru, meliputi filosofinya tentang pendidikan dan

    pembelajaran, kompetensinya dalam tekhnik pembelajaran, kebiasaannya,

    pengalaman kependidikannya, dll.27

    f. Karakteristik bahan / alat pembelajaran.

    Dari keenam faktor tersebut dapat diketahui bahwa penentu utama

    pembelajaran ber-CBSA adalah guru yang memahami kelima karakteristik

    27

    Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 132.

  • 13

    faktor yang lain. Guru dengan bimbingannya akan berperan sebagai narator,

    informator, inspirator, fasilitator, dinamisator, katalisator dan motivator.28

    Pembelajaran ber-CBSA dapat dilakukan oleh guru dengan Pendekatan

    Ketrampilan Proses (PKP), yaitu anutan pengembangan ketrampilan-

    ketrampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-

    kemampuan dasar yang telah ada dalam diri peserta didik. Dengan PKP

    peserta didik akan; a) memperoleh pengertian yang tepat tentang hakikat

    pengetahuan, b) memperoleh kesempatan bekerja dengan ilmu pengetahuan

    dan merasa senang/ enjoy, dan c) memperoleh kesempatan belajar proses

    memperoleh dan memproduk ilmu pengetahuan. Dengan demikian PKP

    berinteraksi timbal-balik dengan penerapan CBSA dalam pembelajaran.29

    Dengan penerapan CBSA, peserta didik diharapkan akan lebih mampu

    mengenal dan mengambangkan kapasitas belajar dan potensi yang

    dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber

    belajar yang terdapat di sekitarnya. Selain itu, peserta didik diharapkan lebih

    terlatih untuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat

    menyelesaikan tugas yang diberikan.30

    3. Langkah-langkah Strategi Pembelajaran Aktif / Active Learning

    Dalam proses belajar mengajar yang mengaktifkan peserta didik,

    seorang guru harus memberikan porsi yang lebih besar kepada peserta didik.

    Peserta didik tidak hanya diberi bahan ajar yang sudah jadi atau sudah selesai

    untuk tinggal menghafal, tetapi membutuhkan persoalan-persoalan yang

    membutuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, sintesis,

    perbandingan, penilaian dan penyimpulan oleh para peserta sendiri. Dalam

    strategi belajar mengajar yang demikian, peserta didik berperan aktif, mereka

    berperan sebagai subjek yang berinteraksi bukan hanya dengan guru, tetapi

    dengan manusia-manusia sumber lain, baik di sekolah maupun di luar

    sekolah, dengan sesama siswa, dengan buku-buku serta media lainnya.31

    Langkah pembelajaran dengan strategi ini berpegang pada kesepakatan:

    28

    Abuddin Nata, Perspektif Islam, hal. 218. 29

    Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hal. 154-155. 30

    Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hal. 117. 31

    R. Ibrahim dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta, 1996),

    hal. 33.

  • 14

    a. Guru sebagai pengelola (manager) dan perancang (design) dari

    pengalaman belajar

    b. Guru dan peserta didik menerima peran kerja sama (partnership)

    c. Bahan-bahan pelajaran yang dipilih berdasarkan kelayakannya

    d. Menekankan pada identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar

    e. Peserta didik dilibatkan dalam pembelajaran

    f. Tujuan ditulis dengan jelas

    g. Semua tujuan diukur/dites.

    Kemudian guru mulai menyiapkan persiapan pembelajaran di lembar

    kerja pembelajaran dalam bentuk format yang berisi bidang studi, sub bidang

    studi, pokok bahasan, sub pokok bahasan, kelas/semester, alokasi waktu dan

    jenjang pendidikan. Setelah itu, guru menyusun rencana kegiatan

    pembelajaran, misalnya: a) Guru memberikan apersepsi dan penjelasan

    bahasan, b) Peserta didik mendiskusikan jenis-jenis bantuan dan

    mengidentifikasi contoh-contoh bantuan yang disediakan.

    Tahap selanjutnya, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok;

    tiap kelompok terdiri atas 3-4 orang, di dalam tiap kelompok terdapat juru

    bicara/koordinator dan notulis lengkap sebagai anggota dengan tugas

    mengendalikan jalannya diskusi dan mencatat hasil diskusi. Selanjutnya guru

    membagikan lembar tugas pembelajaran, yang telah disiapkan kepada

    kelompok-kelompok tersebut untuk didiskusikan. Ketika itu guru terus

    mengatasi, memberikan bimbingan, motivasi dan sebagainya agar kegiatan

    diskusi pada kelompok-kelompok tersebut dapat berjalan sebagaimana

    mestinya.

    Berikutnya, guru mempersilakan masing-masing juru bicara untuk

    menyampaikan hasil diskusi kelompoknya dalam sidang pleno antar

    kelompok, sambil memberikan penguatan terhadap hasil diskusi kelompok,

    perbaikan, tambahan informasi, dan sebagainya, dan diakhiri dengan

    membantu menyimpulkan. Tahap akhir guru membagikan lembar post test

    yang berisi sejumlah pertanyaan yang sudah disiapkan berkaitan dengan topik

    yang dibahas dalam diskusi tersebut.32

    32

    Abuddin Nata, Perspektif Islam, hal. 225-226.

  • 15

    BAB III

    ANALISIS

    Dari ayat di atas, dapat diketahui bahwa objek dzikir manusia adalah Allah,

    sedangkan objek pikirnya adalah makhluk-makhluk Allah berupa fenomena alam.

    Hal ini berarti pengenalan kepada Allah lebih banyak didasarkan kepada kalbu,

    sedang pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berpikir. Akal memiliki

    kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki

    keterbatasan dalam memikirkan Dzat Allah, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

    Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa dengan adanya potensi akal, Allah

    menyuruh manusia untuk berfikir. Berfikir adalah kegiatan nafsiah memproses

    energi otak, atau menghubungkan kapasitas manusia dengan segala apa yang ingin

    manusia ketahui. Fenomena alam raya dengan segala isinya pun dapat digunakan

    untuk melatih akal agar mampu merenungkan dan menangkap pesan ajaran yang

    terdapat di dalamnya.

    Berfikir juga merupakan proses dialektis. Artinya selama kita berfikir, dalam

    fikiran kita sendiri terjadi tanya jawab dalam upaya meletakkan hubungan antara

    ketahuan kita dengan objek yang ingin kita ketahui dengan jelas. Tanya jawab inilah

    33

    Jalaludin al-Suyuti, al-Itqan fii Ulumil Quran: Bab al-Nau al-Tsamanuuna fii Thobaqaat al-Mufassiriin (Beirut: Resalah Publisher, 2008), hal. 812.

  • 16

    yang akan mengembangkan pikiran kita dan selalu berfikir untuk mencari sebuah

    jawaban dari pertanyaan. Akal tidak akan berhenti berfikir sebelum ia menemukan

    jawaban. Dari sinilah dapat dipahami, bahwa meningkatkan kemampuan akal sama

    juga dengan meningkatkan intelektual.34

    Dan pada akhirnya, pembelajaran yang

    dialogis ini secara tidak langsung akan membentuk peserta didik yang demokratis,

    pluralis, menghargai perbedaan pendapat, inklusif, terbuka dan humanitas tinggi.

    Tersebut istilah ul al-bb dalam al-Quran yang mengisyaratkan orang-orang

    Islam yang mempunyai perilaku cendekia dan mempunyai komitmen terhadap ajaran

    Islam. Kecendekiaan dan kemuslimannya tercermin dalam kemampuannya

    mengamati, menafsirkan dan merespon lingkungan hidupnya dengan sikap kritis,

    obyektif dan analisis tanpa kehilangan rasa tanggungjawab dan kesadaran Islamnya.

    Ul al-bb mampu melahirkan gagasan-gagasan baru yang kreatif, inovatif dan

    cemerlang serta mampu menghayati hubungannya dengan Tuhannya.

    Inilah yang mendasari bahwa dalam setiap proses pembelajaran perlu

    ditampakkannya keaktifan peserta didik dalam pembelajaran. Hal tersebut dalam

    bidang pendidikan biasa disebut dengan cara belajar peserta didik aktif (active

    learning). Yaitu suatu sistem yang menuntut adanya keterlibatan peserta didik di

    dalamnya. Pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta

    didik untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan

    harapan peserta didik memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam

    ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.

    Dengan pengertian active learning sebagai upaya menciptakan gaya dan pola

    belajar mengajar atau pola pembelajaran yang dapat melibatkan interaksi yang tidak

    hanya searah dari guru ke peserta didik namun dapat terjalin komunikasi dua arah

    dan guru tidak lagi sebagai orang yang mentransfer ilmu melainkan sebagai kawan

    (pengarah) kegiatan pembelajaran tersebut. Maka peserta didik tidak hanya duduk

    tetapi bisa aktif dengan mau bertanya, mencari, mengomentari, bahkan menjelaskan

    menurut apa yang telah dia ketahui dan pahami. Pada akhirnya akan tercipta

    pembelajaran yang mempertimbangkan potensi akal peserta didik sehingga terampil

    dalam memecahkan berbagai masalah. Disamping itu, juga lebih mendorong peserta

    34

    Abbas el-Rahman, Pendekatan Pembelajaran (Cara Belajar Peserta Didik Aktif) http://abas-

    nr.blogspot.com/2010/01/makalah-cara-belajar-peserta didik-aktif.html. Diakses tanggal 30 Desember

    2014.

  • 17

    didik untuk bersikap terbuka, belajar terus-menerus dan menjadikan belajar sebagai

    ibadah.

    Strategi Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dalam pelaksanaannya pun juga

    masih mengandung kelemahan, antara lain; membutuhkan sumber daya manusia

    (guru) yang profesional, yaitu seorang guru yang selain menguasai secara mendalam

    dan komprehensif tentang ilmu yang akan diajarkan, juga memiliki kemampuan

    dalam meyampaikan dan menggerakkan para siswa untuk belajar (teaching skill),

    dan berkepribadian yang baik.

    Begitu pula dari beberapa kasus yang ditemukan dalam pelaksanaannya,

    peserta didik bertindak liberal dan kurang menghargai etika dan sopan santun. Anak

    yang cerdas, pandai, terampil dan kreatif tidak identik dengan anak yang tidak sopan.

    Namun dalam praktiknya agak sulit dibedakan. Terkadang ia menentang perintah

    orang tua dengan menanyakan alasan dibalik perintah tersebut. Misalnya pada hal

    perintah sembahyang, ia akan menanyakan mengapa harus sembahyang, mengapa

    puasa, mengapa begini-begitu, dan seterusnya. Untuk itu, alangkah baiknya nilai-

    nilai ajaran akhlak mulia bila dipadukan dalam strategi pembelajaran CBSA.35

    Seyogyanya, dengan peran akal manusia sebagai dzikir (dalam keadaan

    apapun) dan berfikir (dengan akal), maka diharapkan keduanya akan bermuara pada

    ilmu. Dan ilmu tersebut pun untuk kecerdasan akal manusia kembali. Manusia yang

    berilmu tidak pernah menyerah, mereka dapat menerima pendapat orang lain.

    Apabila salah, mereka wajib memperbaiki. Itulah maksud akan tujuan kesempurnaan

    akal, sebagai pengejawantahan kecerdasan spiritual (spiritual quotient) seseorang.

    35

    Abuddin Nata, Perspektif Islam, hal. 222-223.

  • 18

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Dari penjelasan di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa:

    1. Penafsiran Q.S Ali Imran ayat 190-191 menunjukkan bahwa Allah menegaskan

    kepada umat manusia dengan memberikan perumpamaan ciri-ciri orang yang

    dinamai-Nya ul al-bb, yakni: (a) orang orang yang memiliki akal yang murni

    baik laki-laki maupun perempuan yang merenungkan tentang fenomena alam

    raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan

    kekuasaan Allah Swt. (b) Orang-orang yang terus mengingat Allah dengan

    ucapan atau hati, dan dalam seluruh situasi dan kondisi, saat bekerja sambil

    berdiri atau duduk atau keadaan berbaring atau bagaimanapun, dan mereka

    memikirkan tentang penciptaan yakni kejadian dan sistem kerja langit dan bumi,

    dan (c) Orang-orang setelah melihat dan memikirkan itu semua, mereka berkata

    sebagai kesimpulan terhadap ciptaan-Nya, yakni Tuhan kami tiadalah Engkau

    menciptakan alam raya dan segala isinya dengan sia-sia tanpa tujuan yang hak.

    2. Orang yang berakal (qil) adalah orang-orang yang dapat menahan

    amarahnya dan mengendalikan hawa nafsunya, karena dapat mengambil sikap

    dan tindakan yang bijaksana dalam menghadapi persoalan yang dihadapi. Selain

    itu dalam al-Quran terkadang kata akal diidentikkan dengan kata lubb jamaknya

    al-albb. Sehingga kata ul al-bb dapat diartikan orang-orang yang mempunyai

    akal dan selalu tadzakkur yakni mengingat (Allah), dan tafakkur, memikirkan

    (ciptaan Allah), mengingat dalam keadaan apapun.

    3. Relasi peran akal dalam Q.S Ali Imran ayat 190-191 dengan strategi

    pembelajaran aktif (active learning), yaitu bahwa dalam setiap proses

    pembelajaran perlu ditampakkannya keaktifan peserta didik dalam pembelajaran

    dengan adanya keterlibatan peserta didik di dalamnya, dan memberikan

    kesempatan kepada peserta didik untuk aktif terlibat secara fisik, mental,

    intelektual, dan emosional dengan harapan peserta didik dapat memperoleh

    pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun

    psikomotor.

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Jilid 4. Beirut: Dar el-Fikr, 1981.

    al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maraghi, Juz 2. Mesir: Mustofa al-Bab al-

    Halabi, t.th.

    al-Quran al-Karim.

    al-Suyuti, Jalaludin. al-Itqan fii Ulumil Quran: Bab al-Nau al-Tsamanuuna fii

    Thobaqaat al-Mufassiriin. Beirut: Resalah Publisher, 2008.

    Basuki dan M. Miftahul Ulum. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: STAIN

    Po PRESS, 2007.

    Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

    Ibrahim R. dan Nana Syaodih S. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta,

    1996.

    Joesoef, Soelaiman dan Slamet Santoso. Pengantar Pendidikan Sosial. Surabaya:

    Usaha Nasional, t.th

    L. Silberman, Melvin. Active Learning 101 Cara Belajar Peserta Didik Aktif.

    Bandung: Nuansa, 2012.

    Muhammad, Abdullah bin. Tafsir Ibnu Katsir, Jilid 2, terj. M. Abdul Ghoffar, et.al.

    Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafii, 2004.

    Nasution, Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

    Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana,

    2009.

    Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan: Tafsir al-Ayat al-Tarbawi. Jakarta: PT.

    Raja Grafindo Persada, 2002.

    Nor Ichwan, Mohammad. Tafsir Ilmy: Memahami al-Quran melalui Pendekatan Sains Modern. Yogyakarta: Menara Kudus Jogja, 2004.

    Ridwan, Kafrawi dan M. Quraish Shihab, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru

    Van Hoeve, 2002.

    Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah dalam Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2. Jakarta: Lentera Hati, 2000.

    Supriyatno, Triyo dan Muhammad Samsul Ulum. Tarbiyah Quraniyyah. Malang: UIN Malang Press, 2006.

    Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja

    Rosdakarya, 2013.

    Syaodih, Nana. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT.

    Remaja Rosdakarya, 2008.

    Abbas el- Rahman, Pendekatan Pembelajaran. Cara Belajar Peserta Didik Aktif.

    http://abas-nr.blogspot.com/2010/01/makalah-cara-belajar-peserta didik-

    aktif.html. Diakses tanggal 30 Desember 2014.