tesis peningkatan kesejahteraan ekonomi melalui program usep

142
i PENGENTASAN KELUARGA MISKIN MELALUI USEP KM (Studi pada Kelompok USEP KM Sejahtera VIII di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta) Oleh : Humairoh NIM: 1120010025 TESIS Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Magister Ilmu Sains YOGYAKARTA 2013

Upload: fikriyah-asmawati-asad

Post on 26-Nov-2015

192 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

  • i

    PENGENTASAN KELUARGA MISKIN MELALUI USEP KM (Studi pada Kelompok USEP KM Sejahtera VIII

    di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta)

    Oleh : Humairoh

    NIM: 1120010025

    TESIS

    Diajukan kepada Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh

    Gelar Magister Ilmu Sains

    YOGYAKARTA 2013

  • ffirfio

    PROGRAM PASCASARJANAKEMENTERIAN AGAMA RIUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAYOGYAKARTA

    Tesis berjudul

    Nama

    NIMProdiKonsentrasi

    Tanggal Ujian

    PENGESAHAN

    PENGENTESAN KELUARGA MISKIN MELALUI USEP KM(Studi pada Kelompok USEP KM Sejahtera VIII di KelurahanTegalrejo Yogyakarta)Humairoh, S.Sos.I 12001002s

    Interdisciplinary Islamic Studie sPekerjaan SosialI I Februari 2013

    telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magisterllmu Sains

    ffimZ. Yfi{J /*

    fi.hoiruddin, M.A.f008 199103 I 002 t,

    m

  • PERI\IYATAAN KTASLIAN

    Yang berandatangan di bawah ini :

    Nama

    NIMJenjangProgram Studi

    Konsentrasi

    menyatakan bahwapenelitian/karya sayaurnbernya.

    Humairoh S. Sos.

    1r20010025

    Magister (S2)Interdisciplinary Islamic Studies

    Pekerjaan Sosial

    naskah tesis ini secam kesplurutran adalatr hasilsendm, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk

    Yogyakarta 20 Februari 2013Saya yang menyatakan,

    S. Sos"

    : 1120010025

  • PERSETUJUAI\ TIM PENGUJIUJIAN TESIS

    PENGENTESAN KELUARGA MISKIN MELALUI USEP KM(Studi pada Kelompok USEP KM Sejahtera VIII di KelurahanTegalrejo Yogyakarta)Humairoh, S.Sos.

    1 120010025

    Int erdis c ipl inary I s I amic St udi e sPekerjaan Sosial

    telah disetujui tim penguji ujian munaqosah

    Tesis berjudul

    Nama

    NIMProdi

    Konsentrasi

    Waktu

    HasilA.lilai

    Predikat

    Ketua

    Sekretaris

    Pembimbing/Penguji

    Penguji

    Ro'fah, BSW., M.A., Ph.D.

    Dr. Nurul Hak, M.Hum.

    Drs. Lathiful Khuluq, MA., BSW., Ph.D. (

    Dr. Sriharini, M.Si.

    diuji di Yogyakarta pada tanggal 1l Pebruari2013: 14.30 s.d. 15.30 WIB:901A

    : Sangat Memuaskan

    IV

  • NOTA DINAS PEMBIMBING

    Kepada Yth.Direktur Program PascasarjanaUIN Sunan KahjagaYogyakarta

    As s alamu' al aikum wr. w b.

    Setelah melakukan bimbingaru arahan, dan koreksi terhadap penulisan

    tesis yang berjudul :

    PENGENTASAI\ KELUARGA IVTISKIN MELALUI USEP KM(Studi pada Kelompok USEP KM Sejehtera YIII

    di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta)yang ditulis oleh :

    Nama

    NIMJenjangPrograp StudiKonsentrasi

    saya berpendapat bahwa tesis tersebut sudah dapat diajukan kepada ProgramPascasarjana UIN Sunan Kalijaga untuk diujikan dalam rangka memperoleh gelarMagister Ilmu Sains.

    Wassalamu' alaikun wr. wb.

    Humairoh S. Sos.l 120010025M4gister (S2)Interdisciplinary Islamic StudiesPekerjaan Sosial

    Yogyakarta 20 Februari 2013

    Drs. Latiful Khuluq, MA., BSW., Ph. D.

  • vi

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis terhadap pengentasan keluarga miskin melalui USEP KM studi pada kelompok USEP KM Sejahtera VIII Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta.

    Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah, Pendamping Kelompok, Pengurus Kelompok, dan Anggota Kelompok USEP KM Sejahtera VIII Kelurahan Tegalrejo. Dalam proses pengumpulan data, penyusun langsung terjun ke lapangan guna memperoleh data yang diinginkan.

    Berdasarkan temuan yang dapat di lapangan, maka disimpulkan bahwa Upaya pengentasan keluarga miskin melalui program USEP KM di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta telah berjalan baik. Faktor yang mempengaruhi keluarga miskin mengikuti program USEP KM di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta antara lain: informasi dari Pendamping Kelompok USEP KM, adanya dana pinjaman melalui USEP KM dengan bunga yang rendah. Dampak program USEP KM terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga miskin, antara lain: dampak secara ekonomi, 1) Berpengaruh terhadap budaya menabung. 2) Meningkatkan kesejahteraan anggota USEP KM dan keluarganya. 3) Dapat menyelesaikan permasalahan perekonomian di lingkungan kelompok USEP KM.

    Sedangkan dampak secara sosial yakni, 1) Terciptanya suasana kekeluargaan dan kebersamaan antar anggota USEP KM. 2) Meningkatkan kemampuan anggota dalam memecahkan masalah kesejahteraan sosial yang ada di lingkungan sekitar. 3) Meningkatkan kemampuan anggota dalam memecahkan masalah kesejahteraan sosial yang ada di lingkungan sekitar. 4) Semakin berkembangnya kerjasama antar anggota USEP KM. Sedangkan yang menjadi hambatan dan kendala dalam pelaksanaan antara lain: adanya anggota yang tidak aktif lagi dalam pertemuan rutin kelompok, adanya anggota yang tidak rutin dalam membayar cicilan pinjaman, dan adanya dana pinjaman yang digunakan untuk konsumtif di beberapa kasus dan tidak digunakan sebagai tambahan modal usaha.

    Untuk kemajuan lebih lanjut disarankan anggota kelompok agar lebih meningkatkan kebersamaan, bagi pendamping dan pengurus kelompok agar lebih meningkatkan monitoring terhadap anggota kelompok secara personal kepada setiap anggota kelompok, dan Bagi DINSOS DIY khususnya Seksi Keluarga Bermasalah Sosial sebagai fasilitator program USEP KM agar lebih mensosialisasikan program USEP KM ke semua lapisan masyarakat, baik itu tujuan maupun manfaatnya serta meningkatkan pengawasan terhadap kelompok binaannya serta adanya suatu pemberdayaan usaha yang inovatif dan kreatif agar kelompok USEP KM punya ciri tersendiri.

    Kata kunci: pengentasan, keluarga miskin, usaha sosial ekonomis

    produktif (USEP KM)

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

    karuniaNya serta kasih sayangNya jualah penulis dapat menyelesaikan tesis ini

    yang berjudul PENGENTASAN KELUARGA MISKIN MELALUI USEP KM

    (Studi pada Kelompok USEP KM Sejahtera VIII di Kelurahan Tegalrejo,

    Yogyakarta). Shalawat dan salam semoga tercurah kepada baginda rasullulah

    Muhammad SAW. Sungguh, betapa nikmatnya Iman Islam.

    Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulis untuk menyelesaikan tesis

    ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

    langsung. Untuk itulah dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima

    kasih yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Prof. Dr. H. Musa Asyari, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sunan

    Kalijaga Yogyakarta

    2. Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain selaku Direktur Program Pascasarjana

    UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

    3. Ibu Rofah, BSW., MA., Ph. D. dan Bapak Dr. Nurul Hak, M. Hum.

    Selaku ketua dan sekretaris Program Studi Interdisciplinary Islamic

    Studies, Serta Bapak Jatno atas bantuannya selama ini.

    4. Bapak Drs. Latiful Khuluq, MA., BSW., Ph. D. selaku pembimbing yang

    dengan sabar memberikan arahan serta perhatian yang telah diberikan

    kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

  • viii

    5. Bapak Edi Suharto, Ph. D., Bapak Adi Fahruddin, Ph. D., Bapak Dr.

    Almakin, Ph. D., Bapak Prof. Dr. H. Nasruddin Harahap, SU., Ibu

    Supartini, M. Si., Bapak Drs. Sulistyo, SH., CN., M.Si., Bapak M. Agus

    Nuryatno, MA., Ph.D., Ibu Dr. Sri Harini., Ibu Abidah Muflihati, M. Si.,

    Bapak Dr. Phil. Sahiron, MA., Bapak Asep Jahidin, M. Si., serta dosen-

    dosen lainnya yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, terima kasih

    tak terhingga atas semua ilmu pengetahuan, dan pembelajaran yang telah

    penulis dapatkan.

    6. Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan untuk kedua

    orang tua (Mak dan Baba) untuk seluruh tumpahan kasih sayang yang

    tiada pernah henti dan menjadi sumber kekuatan bagi penulis, serta

    saudara-saudara ku atas dukungannya selama ini. Semoga selalu di dalam

    lindungan Allah, Amin.

    7. Pemerintah Provinsi Sumatera Setalatan melalui Dinas Pendidikan atas

    bantuan beasiswa pendidikan.

    8. Bapak Drs. Junaidi selaku kepala seksi, Bapak Ibnu Soleh, S. Ip., dan Ibu

    Muji Rahayu selaku Staff Seksi Keluarga Bermasalah Sosial Dinas Sosial

    Provinsi DIY atas kerjasama dan bantuan selama ini.

    9. Bapak Bambang Endrowibowo, SIP., M. Si. Selaku Lurah Tegalrejo, Ibu

    Bibit Mulatinah dan Ibu Maimunah selaku Pendamping kelompok, Ibu

    Masrikah selaku ketua kelompok serta semua anggota Kelompok USEP

    KM Sejahtera VIII Tegalrejo atas kerjasama dan bantuan selama ini.

  • ix

    10. Bapak Suyadi Utomo, SE., Mbak Fitria, ST., yang selalu memberikan

    motivasi. Tika Nufitriani, S. Pd. serta teman-teman kelas lainnya yang

    rajin memberikan masukan melalui diskusi. Semoga dimanapun kalian

    berada bahwa Allah Melihat dan malaikat mencatat segala perjuangan dan

    pengorbanan kita.

    11. Taufiq Kurniawan, SIP. yang selalu memberikan motivasi, bantuan serta

    perhatian dalam menyelesaikan tesis ini.

    12. Serta berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang

    telah membantu dalam penyelesaian dan penulisan tesis ini.

    Ketidaksempurnaan seorang manusia menjadi titik kesadaran diri bagi

    penulis akan kekurangan yang ada dalam tesis ini. Oleh karena itu penulis

    berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini.

    Harapan penulis pula semoga tesis ini dapat memberikan banyak manfaat.

    Yogyakarta, 20 Februari 2013

    Penyusun,

    Humairoh, S. Sos.

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i

    PERNYATAAN KEASLIAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

    NOTA DINAS PEMBIMBING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

    ABSTRAK . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

    KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v

    DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii

    DAFTAR TABEL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ix

    DAFTAR DIAGRAM . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .................................................................... 9

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 9

    D. Kajian Pustaka .......................................................................... 10

    E. Kerangka Teori ......................................................................... 15

    F. Metode Penelitian ..................................................................... 45

    G. Sistematika Pembahasan ........................................................... 52

    BAB II GAMBARAN UMUM KELURAHAN TEGALREJO

    YOGYAKARTA

    A. Keadaan Geografis ........................................................................ 54

    B. Keadaan Demografis ...................................................................... 55

    C. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ............................................. 61

    D. Keadaan Sarana dan Prasarana ...................................................... 67

    E. Keadaan Penduduk Miskin ............................................................ 69

    BAB III: PENGENTASAN KELUARGA MISKIN MELALUI USEP KM

    A. Profil Kelompok USEP KM Sejahtera VIII ............................. 70

    B. Upaya Pengentasan Keluarga Miskin Melalui Program USEP

    KM di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta .................................

    74

    C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keluarga Miskin

    Mengikuti Program USEP KM Di Kelurahan Tegalrejo,

  • xi

    Yogyakarta ................................................................................ 83

    D. Dampak Program USEP KM terhadap Peningkatan

    Kesejahteraan Keluarga Miskin di Kelurahan Tegalrejo,

    Yogyakarta ................................................................................

    88

    E. Hambatan dan Kendala dalam Pelaksanaan Program USEP

    KM Sejahtera VIII di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta .........

    105

    BAB IV : PENUTUP

    A. Kesimpulan .................................................................................... 110

    B. Saran .............................................................................................. 111

    DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 113

    DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................ 117

    DAFTAR LAMPIRAN

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok USEP KM tahun 2006 2012, 40

    Tabel 2 Anggaran Penumbuhan Kelompok USEP KM Tahun 2006-2012, 41

    Tabel 3 Anggaran Pengembangan Kelompok USEP KM Tahun 2008-2012, 42

    Tabel 4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin, 55

    Tabel 5 Jumlah Penduduk Menurut Usia Berdasarkan Kelompok Pendidikan, 57

    Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Usia Berdasarkan Kelompok Tenaga Kerja, 58

    Tabel 7 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Berdasarkan Lulusan Pendidikan Umum, 59

    Tabel 8 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Berdasarkan Lulusan Pendidikan Khusus, 60

    Tabel 9 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian, 62

    Tabel 10 Pembangunan Bidang Industri, 63

    Tabel 11 Pembangunan Bidang Perdagangan, 64

    Tabel 12 Pembangunan Bidang Jasa, 65

    Tabel 13 Jumlah Penduduk menurut Agama/Penghayat, 66

    Tabel 14 Jumlah Penduduk yang Mengikuti Organisasi Sosial, 67

    Tabel 15 Jumlah Kepala Keluarga Penduduk Miskin/Keluarga Miskin, 69

  • xiii

    DAFTAR DIAGRAM

    DIAGRAM 1 Struktur Pengurus USEP KM Sejahtera VIII, Tegalrejo Yogyakarta, 72

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Kemiskinan memiliki banyak dimensi.1 Permasalahan kemiskinan

    selalu menjadi topik perhatian, mengingat dampak yang ditimbulkannya

    dapat mempengaruhi terhadap aspek-aspek kehidupan, seperti

    pengangguran, keterbelakangan bahkan ketidakberdayaan. Serangkaian

    peristiwa seperti bencana alam, terbatasnya kesempatan kerja dan

    pemutusan hubungan kerja (PHK) diasumsikan mempunyai pengaruh

    terhadap bertambahnya jumlah penduduk miskin.

    Kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang

    penanggulangannya harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan

    pembangunan kesejahteraan sosial.2 Berdasarkan tingkat kerentanan

    kemiskinan, maka masalah kemiskinan dapat dibagi menjadi 2 yaitu,

    pertama, kemiskinan kronis (cronic poverty) yaitu kemiskinan yang telah

    berlangsung dalam jangka waktu lama, turun temurun, atau disebut juga

    sebagai kemiskinan struktural. Penyandang masalah kesejahteraan sosial

    1 Edi Suharto, Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia : Menggagas Model

    Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan (Bandung: Alfabeta, 2009) hlm. 8. Lihat juga Sunyoto Usman, Pembangunan dan Pemberdayaan Mayarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 127-128.

    2 Pembangunan kesejahteraan sosial yang dimaksud adalah usaha terencana dan terarah yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial. Ciri utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah holistik-komprehensif dalam arti setiap pelayanan sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan (beneficiaries) sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun kolektifitas, yang tidak terlepas dari sistem lingkungan sosiokulturalnya. Lihat, Edi Suharto, Analisis Kebijakan Sosial (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm. 35.

  • 2

    (PMKS) yang dikategorikan sebagai fakir miskin termasuk kategori

    kemiskinan kronis (cronic poverty), yang membutuhkan penanganan

    sungguh-sungguh, terpadu secara lintas sektoral dan berkelanjutan. Kedua

    kemiskinan sementara (transient poverty), kemiskinan ini ditandai dengan

    menurunnya pendapatan dan kesejahteraan anggota masyarakat secara

    sementara. Terjadi sebagai akibat dari perubahan kondisi normal menjadi

    kondisi krisis karena bencana alam dan bencana sosial. Penyebab

    kemiskinan tersebut akibat konflik sosial, gempa bumi, pemutusan

    hubungan kerja dan sebagainya. Kemiskinan sementara ini jika tidak

    mendapatkan penanganan serius dapat menjadi kemiskinan kronis.3

    Pada dasarnya kemiskinan merupakan masalah yang sangat

    kompleks,4 karena berbagai faktor ikut berperan dalam menciptakan

    fenomena tersebut, seperti faktor ketidakberuntungan dalam keterbatasan

    kepemilikan aset (poor), kelemahan kondisi fisik (physically weak),

    keterisolasian (isolation), kerentanan (vulnerable), dan ketidakberdayaan

    (powerless). Ada juga penyebab terjadinya kemiskinan adalah kemiskinan

    yang berkaitan dengan kondisi sosial, ialah terkonsentrasinya modal di

    tangan orang-orang kaya atau konglomerat. Terkonsentrasinya modal di

    tangan mereka menyebabkan orang-orang miskin tidak memiliki

    kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi demi meraih prestasi

    di bidang ekonomi. Memiliki potensi saja tanpa di dukung oleh modal,

    3 Depsos RI, Rencana Strategis Penanggulangan Kemiskinan Program Pemberdayaan

    Fakir Miskin tahun 2006-2010 (Jakarta: Depsos RI, 2005), hlm. 18. 4 Loekman Soetrisno, Kemiskinan, Perempuan, Pemberdayaan (Yogyakarta : Kanisius,

    1997), hlm. 38.

  • 3

    seseorang tidak akan mewujudkan kesejahteraan hidupnya secara optimal.5

    Faktor-faktor tersebut yang menyebabkan keluarga miskin senantiasa

    berkutat dalam kondisi serba kekurangan di dalam memenuhi kebutuhan

    dasar hidup yang meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan

    pendidikan.

    Fenomena kemiskinan dan pengangguran di Indonesia termasuk kota

    Yogyakarta merupakan fenomena yang kompleks dan tidak dapat secara

    mudah dilihat dari satu angka absolut. Kota Yogyakarta yang terkenal

    dengan kota pelajar dan kota wisata memiliki daya tarik yang kuat terhadap

    urbanisasi, sehingga berpengaruh terhadap jumlah penduduk. Keberagaman

    budaya masyarakat yang menyebabkan kondisi dan permasalahan

    kemiskinan di Kota Yogyakarta menjadi sangat beragam dengan sifat-sifat

    lokal yang kuat serta pengalaman kemiskinan yang berada secara sosial

    maupun antara laki-laki dan perempuan.6 Pada tahun 2011, data resmi

    kemiskinan D.I. Yogyakarta per Maret-September 2011 adalah 16,14 % atau

    560,88 ribu jiwa. Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan garis kemiskinan

    berdasarkan pengeluaran yang merupakan perkiraan untuk

    menggambarkan pendapatan seseorang untuk memenuhi sejumlah

    kebutuhan minimum yang diukur berdasarkan asupan kalori (2100 kalori).7

    Selama Maret 2011September 2011, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,27

    5 M. Saad Ibrahim, Kemiskinan dalam Perspektif Al-Quran (Malang: UIN Malang

    Press, 2007), hlm. 82. 6 Buku Pedoman Wali Kota Yogyakarta. Keputusan Wali Kota Yogyakarta No

    616/KEP/2007 tentang Rencana aksi daerah penanggulangan kemiskinan dan pengangguran kota Yogyakarta tahun 2007-2011, hlm. 5.

    7 Edi Suharto, Kemiskinan, hlm. 15.

  • 4

    persen, yaitu dari Rp 233.740,- per kapita per bulan pada Maret 2011

    menjadi Rp 243.729,- per kapita per bulan pada September 2011.8 Seiring

    itu juga pada kondisi perempuan, data dari World Bank menunjukkan bahwa

    tingkat pengangguran yang terjadi pada perempuan jauh lebih tinggi

    daripada laki-laki di setiap negara.9 Kondisi demikian juga menjelaskan

    berdasarkan faktanya, secara umum perempuan juga memiliki pendapatan

    yang lebih rendah dari laki-laki, dan kegiatan sektor informal yang tidak

    terorganisasi. Hal ini semakin menguatkan bukti bahwa perempuan jauh

    tidak beruntung dari laki-laki.

    Sumber dari permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh

    perempuan menurut Muhadjir dalam Ni Luh Arjani,10 terletak pada budaya

    patriarki yaitu nilai-nilai yang hidup di masyarakat yang memposisikan laki-

    laki sebagai superior dan perempuan subordinat. Budaya patriarki seperti ini

    tercermin dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan

    bernegara dan menjadi sumber pembenaran terhadap sistem distribusi

    kewenangan, sistem pengambilan keputusan, sistem pembagian kerja,

    sistem kepemilikan dan sistem distribusi resoursis yang bias gender. Kultur

    yang demikian ini akhirnya akan bermuara pada terjadinya perlakuan

    diskriminasi, marjinalisasi, ekploitasi maupun kekerasan terhadap

    perempuan. Berbagai alasan dapat memicu feminisasi kemiskinan yang

    terjadi di masyarakat, antara lain: tertanamnya ideologi gender yang

    8 Berita Resmi Statistik Badan Pusat Statistik No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012. hlm. 4-8 9 Data statistik World Bank. Labor force participant rate (% of people ages 15-64), 2010.

    genderstats.worldbank.org. diakses pada tanggal 23 Oktober 2012 pukul 06.33 wib 10 Ni Luh Arjani, Feminisasi Kemiskinan dalam Kultur Patriark. ejournal.unud.ac.id.

    Denpasar. 2007.

  • 5

    membakukan peran perempuan pada sektor domestik dan laki-laki di ranah

    publik. Hal inilah yang membawa dampak luas bagi keterbelakangan

    perempuan.

    Rendahnya kualitas perempuan juga ditandai oleh keterbatasan

    penguasaan keterampilan sebagai salah satu kompetensi yang dapat

    digunakan untuk meraih peluang kerja. Akibat kualitas perempuan tersebut

    menjadikan perempuan mengalami kesulitan untuk memberikan kontribusi

    dalam pembangunan. Sementara tuntutan kontribusi dalam pembangunan

    semakin penting dari waktu ke waktu. Dengan dicanangkan konsep

    kesetaraan gender11 merupakan peluang yang besar bagi perempuan, tetapi

    karena terbentur keterbatasan kualifikasi makna hanya sedikit perempuan

    yang terserap ke dalam kancah pembangunan.

    Penelitian di negara-negara Amerika Latin dan beberapa negara

    lainnya menunjukkan bahwa kontribusi pendapatan pria bagi keperluan

    rumah tangga hanya berkisar antara 50% hingga 68%, sedangkan wanita

    mencapai 100%. Dapat disimpulkan bahwa memberdayakan wanita akan

    membawa dampak berganda (multiplier effect).12 Jika suatu kabupaten

    menginginkan wilayahnya mengalami kemajuan signifikan, dengan

    melibatkan sebanyak mungkin perempuan dalam pembangunan, maka harus

    11 Menurut UNESCO, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan merupakan konsep yang

    menyatakan bahwa semua manusia (baik laki-laki maupun perempuan) bebas mengembangkan kemampuan personal mereka membuat pilihan-pilihan tanpa dibatasi oleh stereotype, peran gender yang kaku dan prasangka-prasangka. Hal ini bukan berarti bahwa perempuan dan laki-laki harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya tidak dipengaruhi oleh mereka dilahirkan sebagai laki-laki atau perempuan. Lihat, Ismi Dwi Astuti Nurhaeni, Kebijakan Publik Pro Gender (Surakarta: UNS Press, 2009), hlm. 33-34.

    12 B.S. Kusmuljono. Dkk., Microfinance Jembatan Menuju Kemakmuran (Bogor: Japek Publishing, 2011), hlm. 19.

  • 6

    diusahakan pemberdayaan terhadap kaum perempuan. Melalui

    pemberdayaan perempuan akan tercetak kader-kader perempuan pembangun

    yang sangat kreatif. Tujuan ini sejalan dengan prinsip ilmu pekerjaan sosial

    (social work) yang mempunyai prinsip, menolong orang agar mampu

    menolong dirinya sendiri (help people to help themselves).13 Usaha

    pemberdayaan perempuan hendaknya mampu mengarahkan pada

    penyelesaian masalah yang dihadapi perempuan dewasa ini dan kurun

    waktu mendatang. Oleh karena itu, program yang direncanakan sebagai

    upaya pemberdayaan perempuan harus selaras dengan kebutuhan dan

    perkembangan lingkungan yang menyangkut eksistensi perempuan.

    Sampai saat ini, telah banyak langkah yang dilakukan pemerintah

    untuk menanggulangi kemiskinan baik yang bersifat nasional maupun

    daerah yang sasaran utamanya adalah perempuan. Mulai dari kegiatan

    penciptaan lapangan pekerjaan baru, peningkatan program pendidikan dan

    keterampilan, sampai dengan pelaksanaan program-program seperti

    Kelompok Usaha Bersama (KUBE), Program Keluarga Harapan (PKH),

    Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), Program Perempuan

    Keluarga Sehat Dan Sejahtera (PERKASSA) sampai pada Proyek Jaring

    Pengamanan Sosial (JPS), Program Pengembangan Kecamatan (PPK),

    Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dan lain lain.

    Tujuan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan tersebut

    pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

    13 Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis

    Pembangunan Kesejahteraan Sosial Pekerja Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 57.

  • 7

    miskin dari dua sisi yaitu : 1) dengan peningkatan pendapatan melalui

    peningkatan produktivitas, dimana masyarakat miskin memiliki kemampuan

    pengelolaan, memperoleh peluang dan perlindungan untuk memperoleh

    hasil karya yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial, budaya

    dan politik, 2) pengurangan kemiskinan melalui pengurangan beban

    kebutuhan dasar seperti akses pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang

    mempermudah dan mendukung kegiatan sosial ekonomi.

    Namun demikian, meskipun program-program untuk

    penanggulangan kemiskinan telah banyak dikeluarkan oleh pemerintah,

    kenyataan di lapangan masih banyak masyarakat mengalami hidup dalam

    keadaan serba kekurangan. Angka kemiskinan secara kuantitas menurun,

    akan tetapi secara kualitatif belum bisa dikatakan bahwasannya penduduk

    miskin telah berkurang. Perlu dikaji lebih jauh lagi terkait program-program

    pengentasan kemiskinan tersebut mengapa dan bagaimana kemiskinan

    masih banyak dialami oleh masyarakat.

    Menghadapi kondisi demikian pemerintah melalui Dinas Sosial

    Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya dalam penanganan

    pengentasan kemiskinan terutama berbasis kelompok sebagai salah satu cara

    untuk meringankan beban terhadap keluarga miskin tersebut, sehingga

    diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Upaya penanganan

    tersebut melalui Usaha Sosial Ekonomis Produktif Keluarga Miskin (USEP

  • 8

    KM).14 Langkah-langkah tersebut dipengaruhi oleh berbagai aspek, baik

    menyangkut aspek pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan

    pemberian bantuan modal sebagai stimulan usaha dan upaya pemberdayaan

    kemampuan ekonomi dalam bentuk kelompok yang tergabung dalam USEP

    KM.

    Program USEP KM merupakan satu kesatuan proses kegiatan yang

    melibatkan berbagai pihak, baik Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa,

    Pekerja Sosial Masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta, serta

    keluarga binaan itu sendiri untuk bekerjasama dalam menumbuhkan

    kewirausahaan serta meningkatkan kesejahteraan keluarga miskin.15 Dengan

    pembentukan USEP KM diharapkan mereka mampu memberdayakan

    keluarganya menjadi keluarga yang sejahtera, kreatif, inovatif, dan mandiri.

    Salah satu kelompok USEP KM yang sudah berkembang adalah Kelompok

    USEP KM Sejahtera VIII di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta. Apakah

    program USEP KM mampu mengentaskan kemiskinan serta dapat

    meningkatkan kesejahteraan bagi keluarga miskin, menjadi hal yang

    menarik bagi Peneliti untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini

    akan mengambil tempat di USEP KM Sejahtera VIII Kelurahan Tegalrejo

    Yogyakarta.

    14 Menurut buku pedoman USEP KM adalah kegiatan yang dilakukan oleh, dari, dan

    untuk wanita keluarga binaan sosial atau ibu-ibu rumah tangga dari keluarga miskin dan lingkungannya yang mempunyai embrio usaha ekonomis produktif dengan sistem kerja kelompok untuk mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.

    15 Buku laporan kegiatan pelatihan ketrampilan berusaha bagi keluarga miskin (Yogyakarta: Dinsos Provinsi DIY, 2010), hlm. 1.

  • 9

    B. Rumusan masalah

    Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

    rumusan masalah yang dapat diambil antara lain, sebagai berikut:

    1. Bagaimana upaya pengentasan keluarga miskin melalui program USEP

    KM di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta?

    2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi keluarga miskin mengikuti

    program USEP KM di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta?

    3. Bagaimana dampak program USEP KM terhadap peningkatan

    kesejahteraan keluarga miskin di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Adapun tujuan penelitian ini antara lain:

    a. Mengetahui upaya pengentasan keluarga miskin melalui program

    USEP KM di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta.

    b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keluarga miskin di

    Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta mengikuti Program USEP KM

    c. Mengetahui dampak Program USEP KM terhadap peningkatan

    kesejahteraan keluarga miskin di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta

    2. Adapun manfaat penelitian ini antara lain:

    a. Manfaat teoritis: memperkaya wacana penanganan isu kesejahteraan

    sosial dalam bidang ilmu pekerjaan sosial, dan memberikan kontribusi

    pemikiran secara paradigmatis tentang pembangunan kesejahteraan

  • 10

    sosial di Indonesia khususnya dalam program pengentasan

    kemiskinan.

    b. Manfaat praktis: sebagai salah satu referensi pengembangan program

    USEP KM bagi Dinas Sosial Provinsi DIY dan berbagai pihak yang

    terkait serta berkompeten dalam pengentasan kemiskinan.

    D. Kajian Pustaka

    Telah terdapat beberapa penelitian yang mengupas tema tentang

    pengentasan kemiskinan. Namun demikian, menurut penulis, penelitian yang

    akan dilakukan ini belum pernah dikaji oleh peneliti maupun penulis lainnya.

    Adapun beberapa kajian maupun penelitian tentang pengentasan kemiskinan

    antara lain:

    Pertama, Mujiadi dkk. Dalam penelitian Pemberdayaan Masyarakat

    Miskin, studi evaluasi Penanggulangan Kemiskinan di Lima Provinsi

    mengemukakan beberapa gambaran kegiatan Kelompok Usaha Bersama

    Ekonomi antara lain:

    Aspek konteks: Pedoman P2FM-KUBE kurang mudah dipahami oleh

    pelaksana Program dan pendamping, sehingga pencapaian tujuan KUBE

    belum optimal. Aspek input: menemukan kenyataan bahwa sebagian KUBE

    dalam kondisi tidak produktif dan prospektif. Pelatihan pendampingan belum

    mampu memberikan pengetahuan dalam pendampingan sosial sehingga

    dalam pelaksanaan pendampingan masih menghadapi kendala. Aspek proses,

    seleksi anggota KUBE belum sesuai dengan pedoman, pengelolaan KUBE

  • 11

    masih bervariasi, administrasi kegiatan yang terdiri dari 10 buku dirasakan

    memberatkan, beberapa tahapan dalam proses kegiatan KUBE belum

    dilaksanakan sesuai Pedoman.16

    Irmayani dkk. Dalam penelitian Efektivitas Pelayanan KUBE, dalam

    perspektif Ketahanan Sosial Keluarga menemukan fakta bahwa tahapan

    kegiatan dalam proses pemberdayaan keluarga melalui Kelompok Usaha

    Bersama Ekonomis (KUBE) belum semua dilaksanakan. Pengembangan

    KUBE dipengaruhi oleh kesesuaian tahapan kegiatan KUBE dengan panduan.

    Pemahaman usaha kelompok masih sebagai wacana, karena dalam temuan

    lapangan diketahui fakta bahwa kegiatan usaha dilakukan sendiri-sendiri.

    Dampak Program Pemberdayaan Keluarga melalui KUBE terhadap

    Ketahanan Sosial Keluarga dapat meningkatkan penghasilan keluarga dalam

    pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, meningkatkan kemampuan

    berorganisasi dan meningkatkan kesetiakawanan antara anggota kelompok,

    meningkatkan rasa kebersamaan memelihara dan meningkatkan usaha

    keluarga.17

    Istiana Hermawati, dkk, Studi Evaluasi Efektivitas KUBE dalam

    Pengentasan Keluarga Miskin di Era Otonomi Daerah, menguraikan hasil

    temuannya bahwa Program KUBE sudah tepat sasaran karena anggota berasal

    16 Mujiadi dkk., Pemberdayaan Masyarakat Miskin, Studi Evaluasi Penanggulangan

    Kemiskinan di Lima Provinsi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia, P3KS Press, 2007.

    17 Irmayani dkk., Efektivitas Pelayanan KUBE dalam perspektif Ketahanan Sosial Keluarga, Studi Evaluasi Pemberdayaan Keluarga Melalui KUBE di empat Provinsi, Pusat Pengembangan Ketahanan Sosial Masyarakat, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik, Indonesia P3KS Press 2010.

  • 12

    dari petani, buruh tani, penghasilan terbatas, berusia produktif, berpendidikan

    rendah, memiliki beban tanggung jawab keluarga. Karakteristik anggota

    KUBE, terdapat dua jenis yaitu KUBE memiliki anggota (1 atau 2 orang)

    tidak masuk kriteria BPS namun dipilih dengan alasan memiliki

    keterampilan, pengetahuan, modal dan jiwa kewiraswastaan (Pedoman

    P2FM-KUBE 2004) dan KUBE yang seluruh anggotanya dari keluarga

    miskin, Temuan fakta menyebutkan bahwa KUBE yang memiliki anggota

    tidak termasuk kriteria lebih berhasil dalam mengembangkan usaha

    dibandingkan dengan KUBE yang beranggotakan keluarga miskin semua.18

    Penelitian Retno Endah Supeni dan Maheni Ika Sari dengan judul

    Upaya Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Melalui Pengembangan

    Manajemen Usaha Kecil (Studi diskriptif pada Kegiatan Usaha Kecil Ibu-ibu

    Desa Wirolegi Kabupaten Jember, Dampingan Pusat Studi Wanita UM

    Jember) Data penelitian ini diperoleh melalui focus group discussion (FGD)

    dan wawancara mendalam dengan para informan. Focus group discussion

    (FGD) dilakukan terhadap ibu-ibu desa Wirolegi yang terbagi dalam tiga

    kelompok yakni kelompok yang belum pernah berwirausaha, pernah

    berwirausaha tapi gagal dan berwirausaha yang masih survive sampai

    sekarang. Beberapa program pemberdayaan ekonomi perempuan yang telah

    dilaksanakan PSW UM Jember selama kurun waktu empat tahun (2006-2010)

    belum memberikan hasil yang optimal dalam upaya pemberdayaan ekonomi

    18 Istiana Hermawati dkk., Studi Evaluasi Efektivitas KUBE dalam pengentasan Keluarga

    Miskin di Era Otonomi Daerah. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia P3KS Press, 2005.

  • 13

    perempuan di desa Wirolegi meskipun sebenarnya geliat wirausaha bagi ibu-

    ibu rumah tangga sudah mulai ada namun masih perlu perhatian khusus

    dengan melakukan pendampingan dan pembinaan dalam rangka mengelola

    usaha-usaha mereka melalui pengembangan manajemen usaha kecil.19

    Penelitian Sugih Dina Ritanti tentang Pemberdayaan Ekonomi

    Masyarakat Miskin Melalui Program USEP KM Dinas Sosial Propinsi DIY

    Di Desa Gadingsari Sanden Bantul Yogyakarta. Program USEP KM milik

    Dinas Sosial Propinsi DIY merupakan program pemberdayaan ekonomi

    masyarakat yang fokus terhadap masyarakat miskin. Dinas Sosial Propinsi

    DIY adalah suatu Lembaga yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap

    masyarakat miskin di wilayah Yogyakarta, khususnya kaum perempuan di

    Dusun Patihan Desa Gadingsari sanden Bantul. Penelitian ini tentang

    Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin Melalui Program USEP KM

    Dinas Sosial Propinsi DIY Di Desa Gadingsari Sanden Bantul Yogyakarta.

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran tentang

    wacana keilmun, terutama dalam konsep dan implementasi program USEP

    KM dalam pemberdayaan ekonomi kaum perempuan Dusun Patihan.

    Penelitian ini memaparkan tentang konsep dan implementasi program USEP

    KM dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat Dusun Patihan desa

    Gadingsari,selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dampak

    dari Program USEP KM bagi perkembangan perekonomian masyarakat

    19 Retno Endah Supeni dan Maheni Ika Sari, Upaya Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

    Melalui Pengembangan Manajemen Usaha Kecil (Studi diskriptif pada Kegiatan Usaha Kecil Ibu-ibu Desa Wirolegi Kabupaten Jember, Dampingan Pusat Studi Wanita UM Jember), Universitas Muhammadiyah Jember Seminar Nasional Ilmu Ekonomi Terapan Fakultas Ekonomi UNIMUS 2011.

  • 14

    Dusun Patihan setelah menjadi anggota. Jenis dalam penelitian ini adalah

    penelitian lapangan. Adapun subyek dari penelitian ini adalah pengurus

    USEP KM Patihan, meliputi ketua, sekretaris dan bendahara serta sebagian

    masyarakat yang menjadi anggota koperasi. Selain pengurus dan anggota

    USEP KM Patihan, Kepala seksi Keluarga Bermasalah Sosial Dinsos Prop.

    DIY juga menjadi subjek dari penelitian ini. Analisa yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif, dengan langkah setelah data

    terkumpul baik yang diperoleh melalui wawancara, dokumentasi dan

    observasi, data-data tersebut disusun kemudian di analisa dan di jelaskan.

    Hasil dari penelitian ini yaitu: bahwa dalam konsep dan impelementasi

    program USEP KM Patihan tidak hanya mengarah pada pertumbuhan

    ekonomi saja tetapi pertumbuhan dari segi sosialnya juga diprioritaskan. Hal

    ini ditandai dengan perkembangan kondisi kehidupan anggota USEP KM

    Patihan ke arah yang lebih baik, terbuka, partisipatoris, dan emansipatoris.

    Selain itu Dampak positif dari program ini yaitu munculnya kemandirian

    kaum perempuan anggota USEP KM Patihan ditandai dengan kemampuan

    mengembangkan usahanya.20

    Mencermati hasil kajian diatas, dapatlah diasumsikan bahwa

    penelitian dan kajian tentang penanganan kemiskinan melalui USEP KM di

    kelompok USEP KM Sejahtera VIII Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta belum

    pernah dilakukan adapun penelitian ini akan mendalami tentang upaya,

    20 Sugih Dina Ritanti. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin melalui Program

    USEP KM Dinas Sosial Propinsi DIY di Desa Gadingsari Sanden Bantul Yogyakarta. Skripsi Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2011.

  • 15

    faktor, dan dampak USEP KM pada kelompok USEP KM Sejahtera VIII

    Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta.

    E. Kerangka Teori

    1. Konsep dan Pengertian Kemiskinan

    Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir

    di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang.

    Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para

    akademisi maupun praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun

    terus menerus di kembangkan untuk mengurai kemiskinan. Dalam

    konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan

    masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus.

    Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama,

    melainkan pula karena masalah ini hadir di tengah-tengah kita dan

    bahkan kini masalahnya semakin meningkat sejalan dengan krisis

    multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia.

    Berbicara tentang kemiskinan bukan semata-mata dialami oleh

    orang yang teraniaya hak-haknya, baik perempuan maupun laki-laki.

    Lebih jauh dari itu, kemiskinan merupakan permasalahan gender yang

    kompleks, yang mana kaum laki-laki dan perempuan menjadi miskin

    karena alasan yang berbeda, memiliki pengalaman kemiskinan yang

    berbeda, dan memiliki strategi adaptasi dan kapasitas yang berbeda pula

  • 16

    untuk dapat keluar dari jerat kemiskinan. Ada dua macam konsep

    kemiskinan yang umum dikenal antara lain:21

    a. Kemiskinan Absolut

    Dalam konsep ini kemiskinan dikaitkan dengan tingkat

    pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan tersebut dibatasi pada

    kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar ( basic need ) yang

    memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Apabila

    pendapatan tersebut tidak mencapai kebutuhan minimum, maka

    dapat dikatakan miskin. Sehingga dengan kata lain bahwa

    kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan tingkat

    pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.

    Masalah utama dalam konsep kemiskinan absolut adalah

    menentukan tingkat komposisi dan tingkat kebutuhan minimum

    karena hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat istiadat, iklim

    dan berbagai faktor ekonomi lain. Konsep kemiskinan yang

    didasarkan atas perkiraan kebutuhan dasar minimum merupakan

    konsep yang mudah dipahami tetapi garis kemiskinan objektif sulit

    dilaksanakan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhinya.

    Tidak ada garis kemiskinan yang berlaku pasti dan umum, hal itu

    dikarenakan garis kemiskinan berbeda antara tempat yang satu

    dengan tempat yang lainnya.

    21 Arsyad dalam Widodo, Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer; Era Otonomi

    Daerah (Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2006), hlm. 298.

  • 17

    Untuk memudahkan pemahaman terhadap kemiskinan

    absolut, yaitu seseorang yang mempunyai pendapatan dibawah garis

    kemiskinan atau tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum

    seperti pangan, papan, sandang, kesehatan, dan pendidikan.

    b. Kemiskinan Relatif

    Seseorang yang sudah mempunyai tingkat pendapatan yang

    dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum tidak selalu berarti tidak

    miskin. Hal ini terjadi karena kemiskinan lebih banyak ditentukan

    oleh keadaan sekitarnya, walaupun pendapatannya sudah mencapai

    tingkat kebutuhan dasar minimum tetapi masih jauh lebih rendah

    dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, maka orang tersebut

    masih berada dalam keadaan miskin. Berdasarkan konsep

    kemiskinan relatif ini, garis kemiskinan akan mengalami perubahan

    bila tingkat. Sehingga kemiskinan relatif yang subyektif, ditentukan

    oleh dirinya sendiri karena membandingkan dirinya dengan

    masyarakat sekelilingnya.

    Pada umumnya, ukuran kemiskinan dikaitkan dengan tingkat

    pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan dibatasi pada

    kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang

    memungkinkan seseorang untuk hidup secara layak. Bila pendapatan

    tidak mencapai kebutuhan minimum, maka orang tersebut dapat

    dikatakan miskin. Dengan kata lain, kemiskinan dapat diukur dengan

    membandingkan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk

  • 18

    memenuhi kebutuhan hidup. Tingkat pendapatan minimum

    merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin atau

    sering disebut sebagai garis batas kemiskinan.

    Istilah kemiskinan muncul ketika seseorang atau sekelompok

    orang tidak mampu mencukupi tingkat kemakmuran ekonomi yang

    dianggap sebagai kebutuhan minimal dari standar hidup tertentu.

    Untuk memahami pengertian tentang kemiskinan ada berbagai

    pendapat yang dikemukakan, diantaranya:

    Menurut Suparlan,22 kemiskinan dapat didefenisikan sebagai

    standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat

    kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan

    dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat

    bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung

    tampak pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan, kehidupan moral,

    dan rasa harga diri mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

    BAPPENAS mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi

    dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan,

    tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan

    dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar

    tersebut antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,

    pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan,

    sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan

    22 Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan (Jakarta : Sinar Harapan, 1995), hlm. xi.

  • 19

    atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam

    kehidupan sosial-politik.23

    Menurut Friedman,24 Kemiskinan adalah ketidaksamaan

    kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis

    kekuasaan sosial meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah,

    perumahan, alat produksi, kesehatan), (b) sumber keuangan

    (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang dapat

    digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai

    politik, organisasi sosial), (d) jaringan sosial untuk memperoleh

    pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan

    (f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

    Berdasarkan studi SMERU,25 menunjukkan sembilan kriteria

    yang menandai kemiskinan:

    1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar

    (pangan, sandang dan papan).

    2. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun

    mental.

    3. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak telantar,

    wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin,

    kelompok marjinal dan terpencil)

    23 Direktorat Penanggulangan Kemiskinan BAPPENAS, Upaya Pengurangan

    Kemiskinan, http://www.setneg.go.id diakses pada tanggal 24 Oktober 2012 pukul 10.06 wib. 24 Friedman dalam Suharto, dkk., Isu-isu Tematik Pembangunan Sosial: Konsepsi dan

    Strategi (Jakarta: Balatbangos, 2004), hlm. 6. 25 Edi Suharto, Kemiskinan, hlm. 16.

  • 20

    4. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan keterbatasan

    sumber alam.

    5. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual

    maupun massal.

    6. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian

    yang berkesinambungan.

    7. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya

    (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).

    8. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk

    pendidikan dan keluarga).

    9. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

    Beragam defenisi yang telah dipaparkan dari para ahli,

    terdapat satu benang merah pemahaman dasar tentang kemiskinan,

    yakni: suatu kondisi dimana seseorang mengalami ketidakberdayaan

    dan kekurangan baik secara ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.

    Defenisi ini terlalu luas dan universal, hal ini dimaksudkan sebgai

    upaya mengakomodir berbagai indikator penyebab timbulnya

    masalah kemiskinan yang multidimensional.

    2. Karakteristik Kemiskinan

    Emil Salim26 memberikan penjelasan bahwa orang miskin

    memiliki lima ciri, yaitu:

    26 Dalam Jusman Iskandar, Teori dan Isu Pembangunan (Garut: Pustaka PPs. UNIV.

    Garut, 1999), hlm. 27.

  • 21

    1. Mereka umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri, seperti

    tanah yang cukup, modal ataupun keterampilan. Faktor produksi

    yang dimiliki sedikit sekali sehingga kemampuan memperoleh

    pendapatan menjadi sangat terbatas

    2. Mereka memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi

    dengan kekuatan sendiri, pendapatn yang tidak cukup untuk

    memperoleh tanah garapan atau modal usaha, sedangkan syarat tidak

    terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan, seperti adanya

    jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit

    berpaling kepada lintah darat yang biasanya menerima syarat

    pelunasan-pelunasan yang berat dan memungut bunga yang tinggi.

    3. Tingkat pendidikan mereka rendah. Tidak sampai tamat SD. Waktu

    mereka habis tersita untuk mencari nafkah sehingga tak tersisa lagi

    untuk belajar, juga anak-anak mereka tidak menyelesaikan sekolah

    karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan

    atau menjaga adik di rumah, sehingga secara turun temurun mereka

    terjerat dalam keterbelakangan di bawah garis kemiskinan.

    4. Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan, banyak diantara mereka

    tidak memiliki tanah kalaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka

    menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar pertanian karena

    pertanian bekerja dengan sisem musimam maka kesinambungan

    kerja kurang terjamin, banyak diantara mereka menjadi pekerja

    bebas berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja

  • 22

    yang besar. Maka tingkat upah mereka rendah sehingga mengurung

    mereka di bawah garis kemiskinan di dorong oleh kesulitan hidup di

    desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha hidup di kota

    (urbanisasi)

    5. Banyak diantara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan

    tidak mempunyai keterampilan (skill) atau pendidikan, sedangkan

    kota di banyak negara sedang berkembang tidak siap menampung

    gerakan urbanisasi penduduk desa ini maka proses urbanisasi di

    negara yang sedang berkembang tidak disertai dengan penyerapan

    tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota

    terdampar dalam kantong-kantong kemiskinan.

    Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat

    pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh

    tani, petani, pedagang kecil, nelayan, pengrajin kecil, buruh, pedagang

    kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan, pengemis, dan

    pengagguran.

    3. Penyebab Kemiskinan

    Secara konseptual, Suharto27 menyebutkan kemiskinan bisa

    diakibatkan oleh empat faktor, yaitu :

    1. Faktor individual. Terkait dengan aspek patologi, termasuk kondisi

    fisik dan psikologis si miskin. Orang miskin disebabkan oleh

    27 Edi Suharto, Kemiskinan, hlm. 17-18.

  • 23

    perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin itu sendiri dalam

    menghadapi kehidupannya.

    2. Faktor sosial. Kondisi-kondisi lingkungan sosial yang menjebak

    seseorang menjadi miskin termasuk dalam faktor ini adalah kondisi

    sosial dan ekonomi keluarga si miskin yang biasanya menyebabkan

    kemiskinan antar generasi.

    3. Faktor kultural. Kondisi atau kualitas budaya yang menyebabkan

    kemiskinan. Faktor ini secara khusus sering menunjuk pada konsep

    kemiskinan kultural atau budaya kemiskinan yang

    menghubungkan kemiskinan dengan kebiasaan hidup atau

    mentalitas. Kemiskinan ini mengacu pada sikap hidup dan

    budayanya, dimana mereka sudah merasa kecukupan dan tidak

    merasa kekurangan. Tradisi dan kebiasaan ini yang cenderung

    mengarahkan masyarakat pada sikap apatis, nrimo atau pasrah

    pada nasib, boros dan bahkan tidak kreatif sekalipun ada bantuan

    dari pihak luar.

    4. Faktor struktural. Menunjuk pada struktur atau sistem yang tidak

    adil, tidak sensitif dan tidak accesible sehingga menyebabkan

    seseorang atau kelompok orang menjadi miskin.

    Sharp dkk dalam Mudrajad Kuncoro, mengidentifikasi penyebab

    kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi antara lain : 28

    28 Mudrajad Kuncoro, Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi

    Ketiga (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2003), hlm. 131.

  • 24

    1. Secara mikro, kemiskinanan muncul karena adanya ketidaksamaan

    pola pemilikan sumberdaya yang menimbulkan distribusi

    pendapatan yang timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber

    daya alam dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

    2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumber daya

    manusia. Kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti

    produktivitasnya rendah, yang pada gilirannya upahnya rendah.

    Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini karena rendahnya

    pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi atau

    karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan

    akses dalam modal.

    3. Ketiga kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan

    kemiskinan (vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan,

    ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan

    rendahnya produktifitas. Rendahnya produktifitasnya mengakibatkan

    rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendanya pendapatan

    akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi.

    Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya

    4. Pendekatan dalam Mengukur Kemiskinan

    Pendekatan yang digunakan dalam mengukur kemiskinan, yaitu:

    Pertama, Pendekatan produksi (production approach), misalnya

    produksi pada per kapita hanya dapat menggambarkan kegiatan produksi

    tanpa memperhatikan pemenuhan kebutuhan hidup. Kedua, pendekatan

  • 25

    pendapatan (income approach), yaitu pendapatan yang diterima oleh

    setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup. Ketiga,

    pendekatan pengeluaran (expenditure approach), yaitu garis kemiskinan

    yang dinyatakan dengan sebagai besarnya rupiah yang dapat dikeluarkan

    atau dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup sehari-hari.29

    Untuk mewujudkan hak dasar masyarakat miskin, Bappenas

    menggunakan beberapa pendekatan utama, antara lain pendekatan

    kebutuhan dasar, pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar,

    dan pendekatan objektif dan subjektif.

    Pendekatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu

    ketidakmampuan seseorang, keluarga, dan masyarakat dalam memenuhi

    kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan

    kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut

    pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya

    penguasaan aset dan alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau

    perkebunan, sehingga secara langsung memengaruhi pendapatan

    seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, menentukan secara kaku

    standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan

    kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan

    sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca

    dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat.

    Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan

    29 Sumordiningrat, dkk., Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat (Jakarta:

    PT. Bina Rena Pariwara, 1999), hlm. 19.

  • 26

    bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan

    obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan

    menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar

    keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan

    berdasarkan pendapat atau pandangan dari orang miskin itu sendiri.

    Dari pendekatan-pendekatan tersebut di atas, BAPPENAS

    menguraikan indikator-indikator penyebab kemiskinan seperti :

    1. Terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, dilihat dari stok pangan

    yang terbatas, rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan

    buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu.

    2. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan

    disebabkan oleh kesulitan mendapatkan layanan kesehatan dasar,

    rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman

    terhadap prilaku hidup sehat, kurangnya layanan kesehatan

    reproduksi, jarak fasilitas kesehatan yang jauh, biaya perawatan dan

    pengobatan yang mahal.

    3. Terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan yang

    disebabkan oleh kesenjangan biaya pendidikan, fasilitas pendidikan

    yang terbatas, biaya pendidikan yang mahal, kesempatan

    memperoleh pendidikan yang terbatas, tingginya beban biaya

    pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung.

    4. Terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha, lemahnya perlindungan

    terhadap aset usaha dan perbedaan upah serta lemahnya

  • 27

    perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak dan pekerja

    perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah

    tangga.

    5. Terbatasnya akses layanan kesehatan dan sanitasi. Masyarakat

    miskin yang tinggal di kawasan nelayan, pinggiran hutan dan

    pertanian lahan kering kesulitan memperoleh perumahan dan

    lingkungan pemukiman yang sehat dan layak.

    5. Keluarga Miskin

    Defenisi tentang keluarga miskin berdasarkan Dictionary

    adalah:

    Poor family is a family which having little or no money, goods,

    or other means of support: a poor family living on welfare. 30

    Berdasarkan pengertian di atas yang di maksud keluarga miskin

    yaitu keluarga yang mempunyai sedikit uang atau tidak punya uang sama

    sekali, tidak memiliki barang-barang atau kebutuhan lainnya atau dapat

    dikatakan suatu keluarga yang kesejahteraannya lemah.

    Keluarga miskin adalah pelaku yang berperan sepenuhnya untuk

    menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan

    proses yang mempengaruhi kehidupannya. Ada tiga potensi yang perlu

    diamati dari keluarga miskin yaitu:

    a. Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, contohnya dapat

    dilihat dari aspek pengeluaran keluarga, kemampuan menjangkau

    30 Menurut Dictionary http://dictionary.reference.com/browse/poor diakses pada tanggal

    20 Februari 2013 pukul 09.44 wib.

  • 28

    tingkat pendidikan dasar formal yang ditamatkan, dan kemampuan

    menjangkau perlindungan dasar.

    b. Kemampuan dalam melakukan peran sosial akan dilihat dari

    kegiatan utama dalam mencari nafkah, peran dalam bidang

    pendidikan, peran dalam bidang perlindungan, dan peran dalam

    bidang kemasyarakatan.

    c. Kemampuan dalam menghadapi permasalahan dapat dilihat dari

    upaya yang dilakukan sebuah keluarga untuk menghindar dan

    mempertahankan diri dari tekanan ekonomi dan non ekonomi.

    Asnawi31 ciri-ciri keluarga miskin dapat dilihat dari: pendapatan

    perkapita keluarga berada dibawah garis kemiskinan, kurang gizi,

    kesehatan yang kurang baik, tingkat kematian bayi tinggi, pendidikan

    anak masih rendah, kualitas perumahan belum memenuhi syarat

    minimum dan pengeluaran konsumsi pangan yang utama masih belum

    mencukupi. Sedangkan BPS, mengemukakan ciri-ciri rumah tangga

    miskin adalah: sebagian besar rumah tangga miskin hanya mempunyai

    satu orang pekerja, sebagian besar tempat tinggal rumah tangga miskin

    belum memenuhi persyaratan kesehatan yang ada, sebagian besar

    memiliki lahan pertanian relatif kecil, tingkat pendidikan kepala rumah

    tangga sebagian besar masih rendah, rata-rata jam kerja masih rendah

    31 Asnawi, Makalah Kemiskinan di Pedesaan dan Strategi Penanggulangannya. Makalah.

    Seminar Sosial Budaya Pengentasan Kemiskinan. Kelompok Kerja Panitia Dasawarsa Pengembangan Kebudayaan Propinsi Yk I Sumatera Barat Kerjasama dengan Universitas Bung Hatta. 1994.

  • 29

    jika dibandingkan dengan rumah tangga tidak miskin, status pekerjaan

    70% adalah petani. 32

    6. USEP KM

    a. Sejarah USEP KM33

    Dalam REPELITA V Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

    telah ditegaskan bahwa perumusan Strategi Pembangunan Tata

    Sosial diarahkan pada permasalahan yang berkaitan langsung dengan

    pengembahangan kependudukan dalam segala aspeknya, antara lain

    pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Upaya yang

    ditempuh melibatkan seluruh aspek yang terkait antara lain sebagai

    berikut:

    1. Mengikutsertakan masyarakat yang berkualitas sebagai

    motivator pembangunan.

    2. Mempercepat transformasi penduduk dari tingkat produktivitas

    yang lebih tinggi.

    Mengurangi berbagai beban masyarakat dari kemiskinan

    sebagai akibat dari keterbatasannya yang senantiasa berlanjut.

    Menggerakkan dinamika sosial seluruh golongan dan lapisan

    masyarakat yang bertumpu pada kegotongroyongan dan

    kekeluargaan. Selanjutnya hal tersebut dinyatakan ke dalam langkah-

    langkah yang terdiri dari berbagai program pembangunan yang

    termasuk di bidang kesejahteraan sosial. Kesejahteraan sosial antara

    32 Biro Pusat Statistik, Pengukuran Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Jakarta. 1999. 33 Buku Petunjuk Pelaksanaan USEP KM Dinas Sosial Propinsi DIY tahun 1993, hlm. 1.

  • 30

    lain mengupayakan terpenuhinya kebutuhan hidup manusia baik

    ditinjau dari segi jasmani, rohani maupun sosialnya. Upaya

    pemenuhan hidup warga masyarakat yang kondisi sosial ekonominya

    lemah, pada umumnya masih dilaksanakan secara tradisional,

    teknologinya sederhana. Untuk lingkungan pedesaan terasa masih

    sangat bergantung pada usaha-usaha yang berkaitan dengan potensi

    agraris.

    Dalam rangka meningkatkan pendapatan mereka perlu

    dibangkitkan semangat dan gairahnya berusaha dengan

    meningkatkan dan mendayagunakan potensi yang ada, baik potensi

    alami maupun potensi manusiawi secara swadaya menuju

    kemandirian. Untuk itu diperlukan katalisator yang berupa kader-

    kader pembangunan sosial (KPS), PSM, PKK, LKMD, atau lainnya

    yang dijadikan pembina tingkat desa, guna membimbing, melatih,

    membina dan mengarahkan warga masyarakat yang masih dalam

    kondisi sosial ekonomi lemah tersebut. Dalam hal ini Dinas Sosial

    Provinsi DIY berusaha membina, meningkatkan bobot keterampilan,

    dan mengentaskan warga masyarakat yang kurang mampu agar

    dapat membuka diri, menerima petunjuk, dan meningkatkan bobot

    dan keterampilan di bidang usaha sosial ekonomis produktif bagi

    keluarganya yang masih miskin, yang selanjutnya kelompok mereka

    ini dapat disebut kelompok USEP KM.

  • 31

    USEP KM kepanjangan dari Usaha Sosial Ekonomis

    Produktif Keluarga Miskin. USEP KM merupakan program

    pengentasan kemiskinan yang kegiatannya dilakukan oleh, dari dan

    untuk WKBS (Wanita Keluarga Binaan Sosial) serta masyarakat

    lingkungannya yang dilaksanakan dengan sistem kerja kelompok,

    melalui berbagai kegiatan keterampilan ekonomis produktif, untuk

    mencapai tujuan kesejahteraaan dengan merubah sikap

    ketergantungan menjadi swasembada/mandiri, dapat melaksanakan

    fungsi sosialnya serta dapat mengatasi permasalahan sosial yang

    dihadapi di masyarakat, dan selanjutnya bisa ikut berperan aktif

    dalam proses pembangunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan

    sosial WKBS, memeratakan pendapatan dan meningkatkan

    kesejahteraan keluarga, menciptakan hubungan sosial yang harmonis

    dan kontinyu, serta mendukung berkembangnya kehidupan sosial

    yang baik di wilayahnya.34

    b. Sasaran Program USEP KM

    Sasaran garapan USEP KM pada pokoknya adalah keluarga-

    keluarga yang masuk kategori miskin/kurang mampu. Dengan

    kegiatan pembinannya lewat wanita/ibu rumah tangganya. Sehingga

    sasaran garapan ini juga tidak bisa terpisahkan dengan penentuan

    lokasi desa/kelurahan yang dipandang banyak keluarga-keluarga

    34 Buku Petunjuk Pelaksanaan USEP KM Dinas Sosial Propinsi DIY tahun 1993, hlm. 2.

  • 32

    kurang mampu, dengan mengacu pada Indek Tingkat Perkembangan

    Desa (ITPD) dan hasil penjajagan sebagai kegiatan awalnya.35

    Keluarga miskin/kurang mampu yaitu keluarga yang terdiri

    dari ayah dan atau ibu beserta anak-anaknya yang berada di dalam

    kondisi sosial ekonomi lemah. Ukuran miskin adalah pendapatan

    rata-rata perkapita pertahun, ekivalen dengan beras maksimum

    sebanyak 320 kg per jiwa pertahun untuk di perdesaan, atau

    maksimum sebanyak 480 kg per jiwa pertahun untuk lokasi

    perkotaan. Ekivalen beras diperoleh dari konversi pendataan dalam

    rupiah dengan standard harga pasar setempat pada saat itu. Adapun

    sebagai pertimbangan pembanding jika dijumpai keragu-raguan bisa

    digunakan 10 kriteria keterbatasan sebagai pertimbangan lebih lanjut

    dengan prioritas urutan sebagai berikut:36

    1. Keterbatasan pemilikan/kekayaan

    2. Perumahan yang kurang memadai

    3. Keterbatasan pendidikan

    4. Keterbatasan keterampilan

    5. Tingkat kesehatan yang rendah

    6. Kehidupan agama yang relatif kurang dihayati

    7. Kehidupan normatif yang kurang dihayati

    8. Keterbatasan hubungan sosial di masyarakat sekitarnya

    9. Keterbatasan hubungan sosial dalam keluarga

    35 Ibid.,hlm. 6. 36 Ibid.,hlm. 6.

  • 33

    10. Keterbatasan hubungan sosial dalam masyarakat yang lebih luas

    Urut-urutan ini sudah menggambarkan prioritas kriteria yang

    bisa/akan diambil, jika sekiranya tidak semuanya tidak semua

    kriteria akan dipakai. Agar dapat terjamin ketepatan sasaran garapan

    perlu adanya seleksi lebih lanjut. Baik seleksi calon WKBS (wanita

    keluarga binaan sosial) maupun penentuan lokasi kegiatan USEP

    KM.

    c. Seleksi Calon WKBS

    Kegiatan ini bertujuan menyeleksi wanita calon binaan USEP

    KM dengan sebutan WKBS yaitu wanita keluarga Binaan Sosial,

    yang disesuaikan dengan ketentusn persyaratannya. Oleh karenannya

    sebelum dilaksanakan seleksi WKBS perlu terlebih dahulu dipelajari

    bahan-bahan yang kiranya dapat digunakan dalam memilih nama-

    nama calon atau bahan-bahan pertimbangan lain pada buku

    Penjajagan Calon Peserta Binaan Sosial Kegiatan UKS di propinsi

    DIY. Selain dari sumber tersebut dapat juga mencari data di kantor

    kecamatan, Desa/Kelurahan maupun wawancara dengan para

    pemuka masyarakat di lokasi yang bersangkutan.

    Adapun ketentuan persyaratan bagi calon WKBS adalah

    sebagai berikut: 37

    1. Ibu rumah tangga/KK wanita yang secara ekonomi termasuk

    kategori terbawah dalam dalam strata sosial ekonomi

    37 Ibid., hlm. 17-18.

  • 34

    masyarakat (dari keluarga yang berada di dalam kondisi sosial

    ekonomi lemah/keluarga kurang mampu/keadaan miskin)

    2. Usia produktif, umur 16 s/d 54 tahun, dan sudah kawin

    3. Bertempat tinggal tetap di lokasi binaan (Desa/Kelurahan lokasi

    binaan).

    4. Bisa membaca dan menulis (bagi WKBS awal)

    5. Memiliki minat bekerja dan bakat keterampilan yang dapat

    dikembangkan.

    Kegiatan seleksi Calon WKBS yang dilaksanakan oleh Tim

    Pengelola USEP KM, antara lain berupa kegiatan:

    1. Meneliti dan memilih wanita-wanita yang memenuhi persyaratan

    sebagai calon WKBS kegiatan USEP KM seperti tersebut di atas.

    2. Mengelompokkan permasalahan-permasalahan sosial dan jenis

    keterampilan yang dimiliki.

    Sebagai alat untuk mengadakan seleksi ini dapat

    dipergunakan formulir seleksi calon WKBS USEP KM yang telah

    ditentukan.

    d. Sumber Dana USEP KM

    Sumber dana dapat berasal dari Dinas Sosial Propinsi DIY,

    Masyarakat, WKBS sendiri atau lembaga lain. Sumber dana dalam

    pelaksanaan USEP KM yang berasal dari Dinas Sosial Propinsi DIY

    diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: 38

    38 Ibid., hlm. 21.

  • 35

    1. Dana ini sebagai sarana kegiatan USEP KM merupakan stimulan

    pembinaan lanjut.

    2. Sasaran penerima stimulan berantai adalah WKBS dengan target

    awal sejumlah 30 orang.

    3. Sasaran penerima stimulan pembinaan lanjut adalah

    perseorangan, WKBS, atau kelompok USEP KM yang telah

    menunjukkan hasil pengembangannya dari laporan Tim Pengelola

    maupun hasil evaluasi para petugas yang telah ditentukan.

    Cara penyaluran dana awal yaitu diberikan langsung kepada

    WKBS binaan awal oleh Proyek dalam bentuk Simpedes yang

    diuangkan lewat lewat BRI Unit Desa setempat. Pemberiannya

    disaksikan oleh para pejabat setempat antara lain : Pemerintah

    Daerah Tingkat II, Tim Penggerak PKK Tingkat II, Cabang Dinas

    Sosial Dati II, Camat, Tim Penggerak PKK Kecamatan, Kepala

    Desa/Lurah, Tim Penggerak PKK Kecamatan, LKMD, Tokoh

    Masyarakat, Tim Pengelola, dan PSM.39

    Adapun status dana bantuan adalah milik kelompok binaan

    dan merupakan milik pribadi yang mempunyai fungsi sosial, yang

    artinya bahwa setiap penggunaannya harus di laporkan dan mentaati

    pengarahan Tim Pengelola dalam rapat bersama. Selanjutnya setiap

    WKBS berkewajiban untuk mengembangkan dana yang

    diperolehnya kepada calon WKBS yang lain secara berantai, yang

    39 Ibid., hlm. 21.

  • 36

    diatur oleh Tim Pengelola dalam rangka perwujudan pelaksanaan

    kesetiakawanan sosial.40

    e. Tolok ukur keberhasilan Kelompok USEP KM41

    Penggarapan/pembinaan keluarga kurang mampu (miskin),

    pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang lama, sehingga untuk

    menentukan tolok ukur keberhasilannya perlu dibagi atas dua

    tahapan tolok ukur yaitu: tolok ukur jangka pendek (untuk ukuran

    binaan sampai dengan 5 tahun) dan tolok ukur jangka panjang (untuk

    ukuran binaan yang sudah berlangsung lebih dari 5 tahun).

    1. Tolok ukur jangka pendek

    Tolok ukur jangka pendek bisa digolongkan pada tiga

    jenis kelompok ukuran:

    a. Keberhasilan ditinjau dari segi ekonomi

    1) Untuk mengukur ini digunakan rumus P. 10. 10. Pada

    dasarnya rumus ini adalah batas ukuran keberhasilan dari

    pengembangan usaha, dinilai dari ekivalen rupiah dari

    pengembangan nilai stimulan yang diterimanya, dinilai

    tiap tahun (omzet nilai usaha tiap tahun). Untuk seorang

    WKBS, bisa dinyatakan berhasil mengembangkan

    stimulan usahanya dalam periode kegiatan selama satu

    tahun, jika nilai usahanya dalam periode selama satu

    tahun itu jumlahnya sama atau sudah lebih besar dari

    40 Ibid., hlm. 21-22. 41 Ibid., hlm. 35-37.

  • 37

    nilai P. 10. 10. Berbeda nilai stimulan yang diterimanya

    satu tahun yang lalu, atau terhadap nilai stimulan (yang

    sudah dikembangkan) pada satu tahun sebelumnya.

    Kalau nilai stimulan awal (=P1). Untuk mendapatkan P1

    bisa dihitung dengan rumus P. 10. 10. Sebagai berikut:

    Maka jika jumlah omzet usaha WKBS sesudah satu

    tahun (= P. Riil) melebihi P1, berarti yang bersangkutan

    bisa disebut berhasil.

    Keterangan: P. Riil = modal pokok yang secara nyata

    masih berputar, baik yang berupa uang tunai bahan

    produk maupun sarana kerja.

    Pengembangan rumus di atas berdasarkan perkiraan

    penurunan nilai uang (inflasi) tiap tahun 10% dan

    kecepatan pertumbuhan modal 10% tiap tahun (estimasi

    sangat rendah).

    2) Keberhasilan ekonomi disamping ditinjau dari rumus P.

    10. 10. Dilihat pula dari kemampuan kelompok USEP KM

    untuk bisa memiliki kemampuan berswadaya/mandiri,

    terutama sesudah memasuki tahun ke-3.

    b. Keberhasilan ditinjau dari segi sosial

    Penilaian terhadap ini diarahkan pada nilai interaksi sosial dari:

    P1 = P0 + (10% x P0) + [10% (P0 + (10% x P0 )]

  • 38

    1. Anggota dengan anggota (termasuk pimpinan) dalam kelompok

    USEP KM

    2. Kelompok USEP KM dengan masyarakat lingkungannya (dalam

    ikut aktif pada kegiatan usaha kesehatan sosial di wilayahnya).

    Untuk penilaian interaksi sosial intern kelompok (antar anggota),

    diukur dari:

    a) Kewajiban menabung WKBS dalam rangka persiapan untuk

    perantaian dapat berjalan dengan baik.

    b) Tercermin sikap rukun dan akrab pada sesama anggota

    (termasuk dengan Tim Pengelolanya).

    c) Tidak ada kesan Tim pengelola memaksakan kehendaknya,

    semua keputusan dicapai berdasarkan musyawarah mufakat.

    Untuk penilaian interaksi sosial kelompok dengan masyarakat

    lingkungannya, dinilai dari:

    a) Berfungsinya perantaian/pengembangan stimulan kepada calon

    WKBS baru, untuk menambah jumlah orang yang di tolong

    lewat program WKBS (jumlah anggota USEP KM bertambah)

    b) Berkembangnya usaha kelompok USEP KM sebagai embrio

    koperasi, yang selanjutnya diharapkan bisa menambah potensi

    masyarakat di wilayah setempat.

    c) Kelompok USEP KM ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial

    di wilayahnya, bersama-sama dengan seluruh anggota

    masyarakat setempat.

  • 39

    c. Keberhasilan ditinjau dari segi organisasi

    a) Rapat rutin (bulanan/saparan), selalu bisa dilaksanakan dengan

    baik.

    b) Dalam rapat rutin tersebut jumlah anggota yang hadir rata-rata

    bisa mencapai lebih dari 90%

    c) Ketua, sekretaris, dan bendahara Tim pengelola aktif

    melaksanakan kegiatan/tugasnya dengan baik.

    d) Ketua, sekretaris, dan bendahara kelompok USEP KM aktif

    melaksanakan kegiatan tugasnya dengan baik.

    e) Administrasi pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan

    baik meliputi: administrasi pelaporan, administrasi keuangan,

    administrasi pengelolaan, arsip-arsip surat menyurat dan agenda

    surat menyurat.

    f) PSM/KPS selaku pendamping melaksanakan tugas dengan baik.

    g) Secara rutin Tim pengelola dan pengurus kelompok

    mempertanggungjawabkan kegiatan serta keadaan keuangan

    organisasi dan kelompok kepada anggota.

    h) PSM/KPS ikut berperan dengan baik

    2. Tolok ukur jangka panjang

    a. Kelompok USEP/KM mampu mengembangkan diri untuk bisa

    membantu menampung tenaga kerja bagi masyarakat setempat

    b. Beberapa WKBS sudah berhasil mengembangkan diri, layak dan

    berani untuk mengusahakan sendiri tambahan modal bagi

  • 40

    pengembangan usahanya antara lain bisa ditempuh lewat upaya

    perkreditan bank yang bunganya rendah (kredit pada bank

    pemerintah).

    Program USEP KM telah dilaksanakan sejak tahun 1993 oleh

    Seksi Keluarga Bermasalah Sosial Dinas Sosial Propinsi D.I.Yogyakarta.

    Berdasarkan data yang ada di Seksi Keluarga Bermasalah Sosial,

    kelompok USEP KM yang terbentuk sejak tahun 2006 2012. Dalam

    kurun waktu tersebut sebanyak 234 kelompok telah ditumbuhkan dan 60

    kelompok yang telah dikembangkan. Sebagaimana yang terlihat dalam

    tabel 1 di bawah ini.

    Tabel 1

    Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok USEP KM

    tahun 2006 2012

    Tahun

    Anggaran Jumlah

    Kelompok yang Ditumbuhkan

    Jumlah Kelompok yang Dikembangkan

    Keterangan

    2006 102 Kelompok 0 @ Kelompok 30 KK 2007 45 Kelompok 0 @ Kelompok 30 KK 2008 30 Kelompok 10 Kelompok @ Kelompok 30 KK 2009 24 Kelompok 10 Kelompok @ Kelompok 30 KK 2010 18 Kelompok 5 Kelompok @ Kelompok 30 KK 2011 5 Kelompok 5 Kelompok @ Kelompok 30 KK 2012 10 Kelompok 30 Kelompok @ Kelompok 30 KK

    Jumlah 234 Kelompok 60 Kelompok

    Sumber : Buku Laporan Bantuan Pengembangan USEP KM Melalui POS Gubernur Tahun 2012 DINSOS DIY

    Sedangkan anggaran dana yang telah digunakan Seksi Keluarga

    Bermasalah Sosial dalam penumbuhan USEP KM dari tahun 2006-2012

    tercatat Rp 4.101.750.000 dengan rincian sebagai berikut:

  • 41

    Tabel 2

    Anggaran Penumbuhan Kelompok USEP KM Tahun 2006-2012

    Tahun Anggaran (Rp)

    2006 1.020.000.000

    2007 1.023.750.000

    2008 675.000.000

    2009 540.000.000

    2010 405.000.000

    2011 135.000.000

    2012 303.000.000

    Total 4.101.750.000

    Sumber: Buku Laporan Bantuan Pengembangan USEP KM Melalui POS Gubernur Tahun 2012 DINSOS DIY

    Dari tabel 2 di atas terlihat bahwa terjadi penurunan anggaran

    penumbuhan Kelompok USEP KM dari tahun 2010 ke tahun 2011 dan

    kemudian naik lagi di tahun 2012. Dengan total anggaran sebanyak

    4.101.750.000 untuk periode 2006 2012.

  • 42

    Tabel 3

    Anggaran Pengembangan Kelompok USEP KM Tahun 2008-2012

    Tahun Anggaran (Rp)

    2008 140.000.000

    2009 100.000.000

    2010 60.500.000

    2011 145.000.000

    2012 825.000.000

    Total 1.270.500.000

    Sumber: Buku Laporan Bantuan Pengembangan USEP KM Melalui POS Gubernur Tahun 2012 DINSOS DIY

    Dari tabel 3 di atas terlihat bahwa terjadi penurunan anggaran

    pengembangan Kelompok USEP KM dari tahun 2009 ke tahun 2010 dan

    kemudian naik lagi di tahun 2011 dan 2012. Dengan total anggaran

    sebanyak 1.270.500.000 untuk periode 2008 2012.

    Dana bantuan modal usaha penumbuhan USEP KM diberikan

    kepada kelompok dan menjadi aset dan kekayaan kelompok, sedangkan

    cara-cara pengembangannya ditentukan atas dasar musyawarah mufakat.

    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan modal usaha

    kelompok adalah sebagai berikut:42

    1. Bantuan modal usaha kelompok sebesar Rp. 22.500.000,- diberikan

    kepada masing-masing anggota yang berjumlah 30 orang sebagai

    pinjaman untuk modal awal usaha ekonomis produktif.

    42 Buku Laporan Bantuan Pengembangan USEP KM Melalui POS Gubernur Tahun 2012

    Dinsos DIY, hlm. 12-13

  • 43

    2. Anggota kelompok seyogyanya yang sudah mempunyai embrio usaha

    kecil-kecilan dan mempunyai prospek untuk dikembangkan.

    3. Pinjaman anggota dibelanjakan untuk kegiatan ekonomis produktif,

    bukan untuk konsumsi.

    4. Jumlah pinjaman masing-masing anggota bervariasi besarnya

    disesuaikan dengan kemampuan mengembalikan dan membayar

    bunganya, serta disesuaikan dengan jenis usaha dan potensi yang

    dimilikinya.

    5. Segala sesautu yang berhubungan dengan keputusan kelompok

    ditentukan atas dasar musyawarah mufakat para anggotanya, baik

    menyangkut masalah keuangan kelompok, maupun permasalahan lain

    yang berhubungan dengan aturan-aturan kelompok.

    6. Disamping mengembalikan cicilan bunganya, para anggota kelompok

    diwajibkan menyisihkan sebagian keuntungannya untuk disimpan di

    kas kelompok dalam bentuk simpanan Iuran Kesetiakawanan Sosial

    (IKS), yang kedua jenis simpanan tersebut penggunaannya untuk

    memupuk ikatan kesetiakawanan sosial anggotanya, IKS untuk

    bantuan sosial anggota seandainya para anggota ada yang mengalami

    musibah antara lain; keluarga anggota ada yang meninggal dunia,

    opname di Rumah Sakit dll, besarnya iuran dan bantuan IKS

    ditentukan dalam musyawarah anggotanya. Sedangkan UKS

    digunakan untuk bantuan modal usaha seandainya anggota kelompok

    ada yang mengalami musibah yang mengakibatkan kebangkrutan

  • 44

    dalam usahanya, misal musibah kebakaran, bencana alam tanah

    longsor, banjir, terjadi pencurian, perampokan, dll.

    7. Anggota kelompok wajib mengadakan pertemuan rutin untuk

    membahas usaha dan perkembangan kelompok, serta melakukan

    musyawarah guna memecahkan segala permasalahan yang dihhadapi.

    8. Bilamana kelompok USEP KM berkembang dengan baik dengan

    indikasi penambahan modal usaha, IKS & UKS berkembang,

    manajemen dikelola dengan baik, maka dianjurkan untuk memperluas

    usaha dengan cara menambah anggota kelompok dan memperbesar

    jumlah pinjaman.

    9. Untuk melestarikan kelompok USEP perlu disusun peraturan-

    peraturan ini penting sebagai bahan rujukan atas permasalahan yang

    kemungkinan dihadapi kelompok.

    10. Segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan kelompok dicatat

    dalam buku administrasi USEP, baik mengenai kesepakatan jumlah

    IKS, UKS, ataupun besar bunga pinjaman, serta tindakan apa yang

    harus diambil seandainya ada anggota yang kurang aktif dalam

    mengelola kelompok.

    11. Pengurus kelompok wajib membuat laporan perkembangan kelompok

    kepada pendamping kelompok, untuk memantau perkembangan

    kelompok.

  • 45

    F. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah jenis studi kasus.

    Studi kasus adalah jenis penelitian yang mendalam tentang suatu aspek

    lingkungan sosial termasuk manusia di dalamnya. Studi kasus dapat

    dilakukan terhadap individu (misalnya keluarga), segolongan manusia

    (guru, karyawan, siswa), lingkungan hidup manusia (desa, sekolah) dan

    lain-lain. Bahan studi kasus dapat diperoleh dari sumber-sumber seperti

    laporan pengamatan, catatan pribadi, kitab harian atau biografi orang

    yang diselidiki, laporan atau keterangan dari orang yang banyak tahu

    tentang hal itu.43

    Penelitian studi kasus ini mempunyai tujuan untuk

    mendeskripsikan, mengungkap dan menjelaskan tentang pengentasan

    keluarga miskin melalui program USEP KM pada Kelompok VIII di

    Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta.

    2. Pendekatan Penelitian

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif.

    Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk

    mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial,

    sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang baik secara individu

    maupun kelompok. Moleong menjelaskan penelitian kualitatif sebagai

    Penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang

    43 S. Nasution, Metode Research : Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hlm.

    27.

  • 46

    dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

    tindakan, dan lain-lain secara holistik, dengan cara deskripsi dalam

    bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah

    dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.44

    Dipilihnya jenis penelitian kualitatif ini karena peneliti berasumsi

    bahwa penelitian ini akan lebih mudah dijawab dengan penelitian

    kualitatif, dengan alasan: (1) penelitian kualitatif berpijak pada konsep

    naturalistik, (2) penelitian kualitatif berdimensi jamak, kesatuan utuh,

    terbuka, dan berubah, (3) dalam penelitian kualitatif, hubungan peneliti

    dengan obyek berinteraksi, penelitian dari luar dan dalam, peneliti

    sebagai instrumen, bersifat subyektif, dan judgment, (4) setting penelitian

    alamiyah, terkait tempat dan waktu, (5) analisis subyektif, intuitif,

    rasional, dan (6) hasil penelitian berupa deskripsi, interpretasi, tentatif,

    dan situasional.45 Dengan menggunakan pendekatan kualitatif diharapkan

    dapat membantu meneliti fenomena yang berkenaan dengan pengentasan

    keluarga miskin melalui USEP KM di Tegalrejo, Yogyakarta.

    3. Subyek dan Obyek Penelitian

    Obyek dalam penelitian ini adalah program USEP KM Sejahtera

    VIII di Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta. Sedangkan subyek penelitian

    adalah sumber-sumber yang memungkinkan untuk memperoleh

    44 Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,

    2006), hlm. 6. 45 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Remaja

    Rosdakarya, 2007), hlm. 61.

  • 47

    keterangan penelitian atau data. Adapun yang dijadikan subyek penelitian

    dalam penulisan ini adalah:

    a. Pendamping Program USEP KM Sejahtera VIII Tegalrejo

    b. Pengurus Program USEP KM Sejahtera VIII Tegalrejo

    c. Anggota Program USEP KM Sejahtera VIII Tegalrejo

    Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif jadi

    keberadaan informan sangat penting, bukan jumlahnya. Oleh karena itu

    pemilihan orang-orang yang dijadikan sumber informasi sangat perlu.

    Untuk itu, peneliti sebelumnya mengikuti kegiatan kelompok yakni

    pertemuan rutin kelompok dalam setiap bulan dan melakukan wawancara

    dengan ketua kelompok guna memperoleh nama-nama yang memang

    dianggap menguasai masalah penelitian. Tahap selanjutnya menemui

    mereka dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa mereka

    adalah orang-orang yang tepat dijadikan informan penelitian.

    4. Lokasi Penelitian

    Penelitian pengentasan keluarga miskin melalui program USEP

    KM ini dilakukan pada Kelompok VIII di Kelurahan Tegalrejo,

    Yogyakarta. Untuk mengetahui lebih jauh mengenai lokasi penelitian,

    akan dibahas lebih lanjut pada bab II.

    Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan dengan menentukan atau

    memilih lokasi secara sengaja yang didasarkan atas beberapa

    pertimbangan yang rasional, yaitu:

    1. Kelompok USEP KM yang berhasil dan berkembang.

  • 48

    2. Kelompok yang memperoleh dana pengembangan usaha USEP KM.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    a. Observasi

    Observasi atau sering disebut pengamatan, dalam istilah

    sederhana adalah proses dimana peneliti atau pengamat terjun

    langsung ke lokasi penelitian. Teknik ini dilakukan dengan cara

    melihat langsung ke lokasi penelitian mengenai kenyataan yang

    terjadi di lapangan terkait pengentasan keluarga miskin pada

    Kelompok VIII Kelurahan Tegalrejo, Yogyakarta. Mengamati

    adalah menatap kejadian, gerak atau proses. Mengamati bukanlah

    hal yang mudah, karena manusia banyak dipengaruhi oleh minat dan

    kecenderungan-kecenderungan yang ada padanya. Padahal hasil

    pengamatan harus sama, walaupun dilakukan oleh beberapa orang.

    Dengan bahasa yang lain pengamatan harus objektif.46 Dalam

    obsevasi ini penulis mengamati secara langsung, mencatat

    menganalisis dan selanjutnya membuat kesimpulan tentang

    bagaimana pengentasan keluarga Miskin melalui USEP KM di

    Kelurahan Tegalrejo serta melihat secara langsung pelaksanaan

    program dilapangan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan informasi

    yang relevan dengan topik penelitian ini. Observasi penulis lakukan