tesis idhar sahdar
DESCRIPTION
tesisTRANSCRIPT
-
i
TESIS
STUDI LAJU ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI
OPIYANG PROVINSI MALUKU UTARA
A STUDY ON SEDIMENT TRANSPORT RATE IN OPIYANG
RIVERNORTH MALUKU PROVINCE
IDHAR SAHDAR
P2300211504
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
-
ii
STUDI LAJU ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI
OPIYANG PROVINSI MALUKU UTARA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Teknik Sipil
Disusun dan diajukan oleh
IDHAR SAHDAR
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS
STUDI LAJU ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAI
OPIYANG PROVINSI MALUKU UTARA
IDAHAR SAHDAR
P2300211504
Menyetujui
Komisi Penasehat :
Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M.Eng. Ketua
Dr. Ir. Johannes Patanduk, MS Sekretaris
Mengetahui:
Ketua Pogram Studi S2 Teknik Sipil
Dr. Rudy Djamaluddin, ST., M.Eng
-
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis
dengan judul Studi Laju Angkutan Sedimen pada Sungai Opiyang
Provinsi Maluku Utara.
Tesis ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan program studi S2 Teknik Sipil pada Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam rangkaian kegiatan
penelitian dan penulisan ini tidak akan terlaksana sebagaimana yang
diharapkan tanpa adanya bantuan, arahan, dukungan dan bimbingan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini perkenankan penulis
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. H. Muh. Saleh Pallu, M .Eng., dan Dr. Ir. Johannes
Patanduk MS,yang telah membimbing penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penulisan tesis.
2. Dr. Rudy Djamaluddin, ST, M. Eng Selaku Ketua Program Studi Teknik
Sipil Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Para Dosen dan Staf yang telah membantu dan membimbing penulis
selama mengikuti pendidikan pasa program studi S2 Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar.
-
v
4. Ayahanda H. Ibrahim Robo Sahdar dan Ibunda Hj. Nurhaya
tercinta,Istri Vivi Yosrawati, Spd, dan Anakanaku tercinta Nursalda,
Djikirullah, Fatahillah serta saudara-saudaraku Ir. Muhammad Iqbal
Robo Sahdar, Iswan Sahdar, Kakak ipar, Nirwana Spd, yang terus
memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Icsan, ST, MSC., yang selalu memberikan semangat dan motifasi
dalam penyelesaian tesis ini.
6. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Teknik Sipil Prasarana 2011
dan semua pihak yang telah banyak membantu penulis baik dalam
berupa masukan-masukan dan saran-sarannya, semoga Allah SWT
membalas budi baik dengan amalan yang setimpal.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga dalam penulisan tesis
ini dapat bermanfaat dan bergunabagi Instansi PU dan BWS Maluku
Utara, serta Rekan rekan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
dibidang teknik pengairan. Amin
Makassar, Februari 2014
Idhar Sahdar
-
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Idhar Sahdar
Nomor mahasiswa : P2300211504
Program studi : Teknik Sipil
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari
terbukti atau dapat di buktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, 2014
Yang menyatakan
Idhar Sahdar
-
vii
ABSTRAK
IDHAR SAHDAR. Studi Laju Angkutan Sedimen Pada Sungai Opiyang
Provinsi Maluku Utara (dibimbing oleh H. Muh. Saleh Pallu dan Johannes
Patanduk).
Air merupakan suatu pendekatan holistik, yang merangkum aspek
kuantitas dan kualitas air. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
berapa laju angkutan sedimen akibat erosi oleh curah hujan yang tinggi
setiap tahun pada DAS Opiyang.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data
primer dan data sekunder. Tahap penelitian ini adalah (1) mengolah data
yang meliputi data lapangan, data teknik Bendung Opiyang , (2) deliniasi
dengan perangkat ArcGIS (3) deliniasi DEM untuk DAS Opiyang
Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa volume sedimen pada DAS
Opiyang terlihat jelas bahwa laju sedimen terendah terjadi pada tahun
2011, dimana nilai total potensi sedimen pada DAS Opiyang sebesar
30.533 ton. Keadaan tersebut dapat dijelaskan oleh karena curah hujan
yang terjadi pada tahun tersebut sangat kecil dengan total curah hujan
tahunan 807 mm/tahun. Sementara laju sedimen tertinggi terjadi pada
tahun 2008 sebesar 506.248 ton dengan curah hujan tahunan sebesar
2728 mm/tahun. Selain itu pula peningkatan laju sedimen umumnya
terjadi pada bulan Oktober s/d Juni (musim hujan). Daerah Aliran Sungai
Opiyang memiliki potensi laju sedimen yang tergolong baik, dimana masih
berada dibawah 2 mm/tahun. Hasil analisa untuk tahun pengamatan dari
tahun 2008 2012, secara berturut-turut diperoleh nilai laju sedimen yaitu:
pada tahun 2008, = 0,017 mm/tahun; tahun 2009 = 0.012 mm/tahun;
tahun 2010 = 0,014 mm/tahun; tahun 2011 = 0,0011 mm/tahun; dan tahun
2012 = 0,012 mm/tahun.
Kata kunci: MUSLE, Sedimen, Opiyang.
-
viii
ABSTRACT
IDHAR SAHDAR. A Study on Sedimen Transport Rate in Opiyang, North
Maluku Province (Supervised by H. Muh. Saleh Pallu and Johannes
Patanduk)
This study aims to describe the rate of sediment transport as the
effect of erosion due to high annual rainfall rate on opiyang stream bed.
The research was conducted as a descriptive quantitative study by
using primary and secondary data. The steps in the research included: (1)
the processing of field data, and the technical data of Bendung Opiyang;
(2) delineation by using ArcGIS instrument; and (3) DEM delineation for
Opiyang stream bed.
The results reveal that the lowest rate of sediment transport
occured in 2011 with a total sediment potential level of 30,533 tons
because of the time, there was a very low rainfall rate (807 mm/year). The
highest level of sediment rate occured in 2008 (506,248 ton) with an
annual rainfall rate of 2728 mm/year. The increase of sediment transport
rate usually happens from October to June, during the rainy season. The
potential of sediment transport rate in Opiyang stream bed area can be
considered good since it is still 2 mm/year. The results of analysis for the
observation years of 2008-2012 show sediment transport rates as follows:
0.017 mm/yeart in 2008, 0.012 mm/year in 2009, 0.014 mm/year in
2010,0.001 mm/year in 2011, and 0.012 mm/year in 2012.
Keywords: MUSLE, Sediment, Opiyang.
-
ix
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL i
LEMBARAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 5
E. Ruang Lingkup Penelitian 5
F. Sistematika Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Analisa Hidrologi 8
1. Analisa curah hujan rancangan 8
2. Pemilihan jenis model distribusi 11
3. Analisis debit banjir 13
-
x
B. Karakteristik Daerah Aliran Sungai 18
C. Erosi 18
1. Proses terjadinya erosi 19
2. Klasifikasi erosi 19
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi 20
4. Dampak umum terjadinya erosi 21
5. Pendugaan laju erosi 22
D. Sedimen 24
1. Pengertian sedimen 24
2. Distribusi sedimen 26
3. Dampak sedimen 27
4. Pengendapan sedimen di DAS 27
E. Studi Terdahulu 41
F. Kerangka Pikir 44
BAB IIIMETODE PENELITIAN 46
A. Jenis dan Desain Penelitian 46
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 46
C. Pengambilan Sampel 47
D. Teknik Pengambilan Data 48
1. Data curah hujan 48
2. Data debit sungai 48
3. Peta tata guna lahan 49
E. Tahapan Penelitian 50
-
xi
BAB IV HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN 52
A. Analisa Karakteristik Daerah Aliran Sungai 52
1. Peta kondisi topografi 52
2. Peta jenis tanah 54
3. Peta tata guna lahan 56
B. Analisa Hidrologi 57
1. Distribusi curah hujan 58
2. Uji konsistensi data terhadap distribusi 59
3. Perhitungan debit limpasan permukaan 61
C. Analisa sedimen dengan metode MUSLE 64
1. Index erosivitas hujan (R) 64
2. Koefisien erodibiltas tanah (K) 65
3. Koefisien panjang dan kemiringan lereng (LS) 66
4. Faktor konservasi dan pengelolaan tanaman (CP) 66
5. Volume sedimen 66
D. Pembahasan 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 73
A. Kesimpulan 73
B. Saran 73
DAFTAR PUSTAKA 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN 77
-
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Koefisien pengaliran (C), untuk persamaan Rasional 17
2. Dampak erosi tanah 22
3. Jenis sedimen berdasarkan ukuranpartikel 30
4. Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen 31
5. Klasifikasi struktur untuk menggunakanNomograf 36
6. Klasifikasi permeabilitas untuk menggunakan Nomograf 36
7. Perkiraan besarnya nilai K pada beberapa tanah di Jawa 37
8. Nilai Faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di Jawa 40
9. Data jenis tanah DAS Opiyang 55
10. Data tata guna lahan DAS Opiyang 56
11. Hasil Uji Statistik Curah Hujan rancangan pada DAS Opiyang 58
12. Curah hujan rancangan pada DAS Opiyang 59
13. Hasil uji Chi-Kuadrat 60
14. Hasil uji Smirnov-Kolmogorov 61
15. Analisa debit limpasan akibat curah hujan periodeulang1tahun dengan mtode rasional modifikasi 63
16. Hasil analisa indeks erosivitas (Rw) untuk bulan Januari 2012 65
17. Volume sedimen pada setiap sub-DAS yang dihasilkan olehcurah hujan pada bulan januari 2012 67
18. Volume sedimen pada setiap sub-DAS yang dihasilkan pada tahun
2008 2012 68
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Diagram alir analisis curah hujan rancangan 9
2. Nomograf untuk menentukan nilai erodibilitas (K) 35
3. Kerangka pikir penelitian 45
4. Lokasi studi DAS Opiyang 46
5. Diagram alir penelitian 51
6. Hasil deliniasi DEM untuk DAS Opiyang 53
7. Hasil deliniasi DEM dengan perangkat ArcGIS 54
8. Peta jenis tanah pada DAS Opiyang 55
9. Peta tata guna lahan DAS Opiyang 57
10. Grafik intensitas curah hujan 62
11. Distribusi sedimen pada DAS Opiyang 69
12. Kondisi pendangkalan pada lantai Bendung Opiyang 71
13. Pendangkalan pada pintu pengambilan kanan 71
14. Badan Mercu yang mengalami gerusan 72
-
1
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
memanfaatkan alam. Pola hubungan yang terjadi antara manusia dan
alam tergantung pada cara pandang manusia terhadap alam. Cara
pandang atau paradigma tentang alam mendasari perkembangan ilmu
pengetahuan.Selanjutnya dengan ilmu pengetahuan, manusia
mengembangkan berbagaimetode pemanfaatan sumberdaya alam untuk
memenuhi kebutuhanhidupnya.Salah satu sumber daya alam yang sering
dimanfaatkan manusiaadalah air.
Penelitian pengelolaan sumber daya air (SDA) adalah merupakan
suatu pendekatan holistik, yang merangkum aspek kuantitas dan kualitas
air. Penelitian tersebut merumuskan dokumen inventarisasi sumber daya
air, identiflkasi ketersediaan saat ini dan masa mendatang, pengguna air
dan estimasi kebutuhan mereka baik pada saat ini maupun dimasa
mendatang, serta analisis upaya alternatif agar lebih baik dalam
penggunaan sumber daya air termasuk didalamnya evaluasi dampak dari
upaya alternatif terhadap kualitas air dan rekomendasi upaya yang akan
menjadi dasar dan pedoman dalam pengelolaan wilayah sungai di masa
mendatang.
-
2
Sejalan dengan itu, Undang-undang Nomor 7 tahun 2004 tentang
sumber daya air dimaksudkan untuk memfasilitasi strategi pengelolaan
sumber daya air untuk wilayah sungai diseluruh tanah air untuk memenuhi
kebutuhan, baik jangka menengah maupun jangka panjang secara
berkelanjutan.
Air adalah sumberdaya alam yang dinamik (Dynamic Resources),
dan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia
dalam segala bidang, sehingga memberikan implikasi yang relatif
kompleks dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatannya.Untuk
menghadapi ketidakeseimbangan antara ketersediaan air yangcenderung
menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumberdaya air
wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkunganhidup dan
ekonomi secara selaraspengelolaan ini perlu diarahkan untukmewujudkan
sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antarsektor dan
antar generasi.
Tujuan pembangunan bendung adalah untuk meninggikan elevasi
muka air dan menampung air sehingga dapat dialirkan untuk memenuhi
kebutuhan manusia seperti: pertanian, air bersih rumah tangga dan
industri dalam rangka peningkatan ketahanan pangan. Salah satu manfaat
dari pembangunan bendung adalah menjamin ketersediaan air yang akan
dialirkan pada setiap petak sawahsehingga untuk mewujudkan cita-cita
tersebut diperlukan adanya komitmen yang kuat,baik dari pemerintah
-
3
maupun masyarakat dalam hal menjamin beroperasinya setiap struktur
yang berada pada setiap sistem irigasi.
Struktur hidrolik yang melintang pada sebuah badan sungai secara
umum akan merubah karakteristik hidrologi pada sebuah wilayah seperti:
perubahan debit banjir dan transport sedimen kearah muara, hal ini akan
berdampak pada bagian DAS dimana akan terjadi proses sedimen,
dimana merupakan penyebab menurunnya kapasitas tampung dari DAS
itu sendiri.Dalam upaya pelestarian DAS sebagai sarana pemanfatan
sumber daya air, masalah terberat yang dihadapi adalah sedimen. Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pengendalian sedimen adalah sistem
pengendalian yang mempunyai nilai efisiensi dan efektivitas, karena
dalam pengendalian sedimen tergantung dari daerah tadahan airnya dan
karakteristik dari sungai.
Bendung Opiyang berada di Kecamatan Wasiley, Kabupaten
Halmahera Timur, Provinsi Maluku Utara, Bendung Opiyang berada di
aliran Sungai Opiyang yang menjadi objek dalam penelitian ini, oleh
karena keberadaan bendung tersebut sudah tidak lagi berfungsi dengan
baik. Oleh karena itu, maka melalui tahap observasi lapangan pada tahun
2011 yang dilakukan oleh BWS Maluku Utara, terlihat fenomena yang
terjadi adalah tumpukan sedimen pada daerah tubuh bendung, sehingga
pemanfatan dan penggunaan airirigasi tidak mengalir secara efektif dan
efesien.Untuk itu kami merasa perlu melakukan studi terhadap
permasalahan sedimen yang terjadi pada Bendung Opiyang.
-
4
Sedimen sebagai hasil dari erosi pada sebuah sistem Daerah Aliran
Sungai (DAS) menjadi titik awal dalam setiap studi-studi yang berkaitan
dengan masalah pengangkutan sedimen. Besaran volume sedimen yang
terjadi sangat dipengaruhi oleh karakteristik daerah aliran sungai yang
menyusun sistem tersebut, sementara sistem DAS yang menyusun
sebuah wilayah sangat bervariasi. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa setiap DAS memiliki potensi sedimen yang berbeda-
beda.Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka penulis
mencoba menyajikannya dalam suatu penelitian denganjudul: STUDI
LAJU ANGKUTAN SEDIMEN PADA SUNGAIOPIYANG PROVINSI
MALUKU UTARA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah yang
dikemukakan, maka rumusan masalah yang hendak dikaji adalah:
1. Berapa besar potensi volume sedimen yang dapat dihasilkan oleh
DAS Opiyang setiap tahunnya?
2. Bagaimana klasifikasi tingkat sedimentasi pada daerah aliran sungai
Opiyang?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan pokok permasalahan yang dirumuskan, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
-
5
1. Untuk menganalisis berapa besar potensi sedimen yang dihasilkan
oleh DAS Opiyang.
2. Mengetahui tingkat laju sedimentasi pada DAS Opiyang pada tahun
pengamatan (2008 2012).
D. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan informasi dalam studi
sedimen dan upaya pengelolaan serta penangananya.
2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan untuk pengembangan
studi ilmiah atau referensi bagi penelitian tentang masalah sedimen
pada suatu DAS di Provinsi Maluku Utara dalam upaya mengelola
daerah irigasi secara terpadu dan komprehensif.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu banyak pihak dan
instansi terkait yang menangani permasalahan sedimen yang terjadi
pada DAS Opiyang.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk memberikan arah yang jelas dan sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai, maka dilakukan pembatasan variabel penelitian sebagai
berikut:
1. Berapa besar potensi volume sedimen yang dapat dihasilkan pada
DAS Opiyang.
-
6
2. Fungsi lahan pada daerah aliran sungai opiyang adalah didasarkan
pada data sekunder, yaitu peta RTRW Kabupaten Halmahera Timur.
3. Rumus-rumus empiris yang digunakan dalam perhitungan dan
program dianggap universal dan sudah teruji kebenarannya.
F. Sistematika Penelitian
Penelitian ini disusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan
sebagai berikut:
1. Bab I pendahuluan. Pendahuluan memuat tentang latar belakang
permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitiaan, manfaat
penelitian, batasan masalah dan sistematika penelitian.
2. Bab II tinjauan pustaka. Pada bab ini memuat kerangka dasar yang
komprehensif mengenai konsep dan teori yang akan digunakan untuk
pemecahan masalah.
3. Bab III metodelogi penelitian. Bab ini memuat waktu dan lokasi
penelitian, bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian serta
metode analisisnya secara terperinci.
4. Bab IV analisa dan pembahasan. Pada bab ini menjelaskan hasil
hasil yang diperoleh dari proses penelitian dan hasil pembahasannya.
Penyajian hasil penelitian memuat deskripsi sistematik tentang data
yang diperoleh, sedangkan pada bagian pembahasan adalah
mengolah data hasil penelitian dengan tujuan untuk mencapai tujuan
penelitian.
-
7
5. Bab V kesimpulan dan saran. Pada bab ini dikemukakan kesimpulan
dari seluruh rangkaian proses penelitian dan saransaran terkait
dengan kekurangan yang didapati dalam penelitian ini, sehingga
nantinya dapat dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya.
-
8
BAB II
TINJAUANPUSTAKA
A. Analisa Hidrologi
1. Analisa curah hujan rancangan
Adapun untuk memprediksi debit banjir dengan periode ulang
tertentu, maka data-data curah hujan didekatkan pada sebaran distribusi,
agar dalam memperkirakan besarnya debit banjir tidak sampai jauh
melenceng dari kenyataan banjir yang terjadi. Seperti yang dikemukakan
Triatmojo (2008) dalam bukunyadalam analisis ini digunakan beberapa
metode untuk memperkirakan curah hujan dengan periode ulang tertentu,
yaitu:
a. Metode distribusi Normal
b. Metode distribusi Log Normal
c. Metode distribusi Gumbel
d. Metode distribusi Log Pearson Type III
Langkah-langkah umum memprediksikan curah hujan untuk periode
ulang tertentu, yang secara umum dapat digambarkan oleh diagram alir
pada Gambar 1.
-
9
Gambar 1. Diagram alir analisa curah hujan rancangan (Suripin, 2004)
Dengan demikian berdasarkan data curah hujan harian maksimum
yang kami dapatkan maka analisa distribusi berdasarkan empat model
yang telah dipaparkan diatas kami presentasikan sebagai berikut:
a. Metode normal.
Model distribusi Normal dapat diformulasikan sebagai berikut:
XT = Xrata-rata + KT * Sx (1)
Penyiapan Data Hujan Jam-jaman Maksimum
Parameter StatistikDasar X,S,Cv,Cs,Ck
Cs = 0 Ck = 3
Sebaran Normal
Cv = 0.06 Cs = 0.209
Sebaran Log Normal
Cs = 1,14 Ck = 5,40
Sebaran Gumbel
Sebaran yang Paling mendekati
Cs < 0 Cv = 0,3
Sebaran Log Pearson III
Sebaran Terpilih
Uji kecocokan sebaran
Cocok ?
Curah Hujan Rencana
Tidak Ya
-
10
Dimana:
XT = Curah hujan periode ulang T tahun (mm)
Xrata-rata = Curah hujan rata-rata (mm)
KT = Koefisien distribusi Gauss
Sx = Standar deviasi
b. Metode log normal.
Formula dari model ini merupakan fungsi logaritma dari model
sebelumnya, yang dipresentasikan sebagai berikut:
YT = Yrata-rata + KT. SY (2)
Dimana:
YT = Logaritma dari curah hujan untuk T tahun (mm)
Yrata-rata = Logaritma curah hujan rata-rata (mm)
KT = Koefisien distribusi Gauss
Sy = Standar deviasi dari log x
c. Metode Gumbel.
Untuk model distribusi Gumbel, persamaan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
XT = Xrata-rata + K * Sx (3)
K = ( YT Yn ) / Sn (4)
YT = -ln (-ln (T-1/T)) (5)
Dimana:
XT = Curah Hujan periode ulang T tahun (mm)
Xrata-rata = Curah hujan rata-rata (mm)
-
11
K = Koefisien distribusi Gumbel
Sx = Standar deviasi
Yn = Reduced Mean yang tergantung jumlah
sampel/data n
Sn = Reduced Standard Deviation yang juga
.tergantung pada jumlah sampel/data
YTr =Reduced Variate
d. Metode Log Pearson III.
Formula dari model ini merupakan fungsi logaritma dari model
sebelumnya, yang dipresentasikan sebagai berikut:
YT = Yrata-rata + Kj. S (6)
Dimana:
YT = Logaritma dari curah hujan untuk T tahun (mm)
Yrata-rata = Logaritma curah hujan rata-rata (mm)
Sx = Standar deviasi dari log x
Kj = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari
.probabilitas dan koef.kemencengan (Cs).
2. Pemilihan jenis model distribusi
Untuk menentukan model distribusi yang dapat digunakan dalam
analisa selanjutnya, maka harus dilakukan pengukuran syarat parameter
statistik (ukuran dispersi), Namun demikian untuk mengetahui apakah data
tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran toristis yang dipilih maka perlu
dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji kesesuaian
-
12
dipakai dua metode statistik sebagai berikut:
a. Uji Chi Square.
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah
persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik
sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji ini menggunakan
parameter x, yang di formulasikan sebagai berikut:
= ()
(7)
Dimana:
X = Harga Chi-Kuadrat
G = Jumlah sub-kelompok
Oi = Frekwensi yang terbaca pada kelas yang sama
Ei = Frekwensi yang diharapkan sesuai pembagian kelasnya.
Prosedur perhitungan uji Chi Kuadrat adalah:
1. Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya)
2. Kelompokkan data menjadi G sub grup, dimana jumlah kelas yang ada
(G)= 1 + 3,322 x log n. (8)
n = jumlah data
3. Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub grup
4. Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei.
=
(9)
5. Tiap-tiap sub grup hitung nilai
(Oi - Ei)2 dan()
(10)
-
13
6. Jumlah seluruh G sub grup nilai ()
untuk menentukan nilai
ChiKuadrat hitung
7. Tentukan derajat kebebasan
DK = G - R 1 (12)
Dimana :
DK = derajat kebebasan
G = sub grup
R =.banyaknya keterikatan (biasanya diambil R = 2
untukdistribusinormal dan binomial dan R = 1 untuk distribusi
Poisson danGumbel)
8. Persamaan distribusi teoritis yang digunakan dapat diterima apabila
derajatkepercayaan lebih dari 5 % dengan parameter derajat
kebebasan
3. Analisis debit banjir
Analisis debit rancangan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
dengan bangunan ukur, persamaan empiris dan hidrograf banjir. Debit
puncak limpasan adalah aliran limpasan maksimum yang terjadi pada saat
terjadinya hujan. Debit puncak limpasan merupakan indikator dari
kekuatan hujan yang digunakan untuk memprediksikan besarnya
sedimentasi yang terjadi. Dalam pendugaan laju puncak limpasan
permukaan ada beberapa metode yang umum digunakan salah satunya
adalah metode rasional modifikasi.
-
14
Dalam metode rasional modifikasi mempertimbangkan pengaruh
tampungan dalam memperkirakan debit puncak limpasan. Persamaan
yang digunakan untuk menghitung debit limpasan permukaan dengan
metode Rasional adalah sebagai berikut:
Q = 0,278.Cs.C.I.A (13)
Dimana:
Q = Debit limpasan permukaan yang diharapkan untuk suatu
.............hujan dengan interval kejadian tertentu (m3/dt)
I = Intensitas hujan rata-rata dalam t jam (mm/jam)
C = Koefisien limpasan
Cs = Koefisien tampungan
A = Luas daerah aliran (km2)
0,278 =Faktor konversi
a. Intensitas hujan (I).
Untuk mendapatkan intensitas hujan selama waktu konsentrasi
digunakan rumus Mononobe, sebagai berikut:
24
24=
3/224
Tc
RI
(14)
dimana:
I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
R24 = Curah hujan rancangan selama 24 jam (mm)
Tc = Waktu konsentrasi (jam).
-
15
b. Waktu konsentrasi (tconc).
Waktu konsentrasi (time of concentration) adalah waktu perjalanan
yang dibutuhkan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu sub DAS)
sampai ke outlet sungai dari sub DAS tersebut. Waktu konsentrasi dihitung
dengan menjumlahkan lamanya waktu yang dilalui oleh air hujan yang
jatuh pada suatu titik kemudian mengalir di lahan sampai ke sungai dan
akhirnya mengalir dari sungai sampai ke outlet sungai dari sub DAS
tersebut, yang dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
chovconc ttt (15)
dimana:
Tconc = Waktu konsentrasi di sub DAS (jam)
Tov = Waktu konsentrasi untuk aliran di lahan (jam)
Tch = Waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
c. Waktu konsentrasi aliran di lahan (overland flow time of concentration).
3.0
6.06.0
18 slp
nLt
slp
ov
(16)
dimana:
Tov = Waktu konsentrasi untuk aliran di lahan (jam)
Lslp = Panjang lereng di sub DAS (m)
Slp = Kemiringan rata-rata di sub DAS (m/m)
N = Angka kekasaran manning
18 = Faktor konversi (unit conversion factor)
-
16
d. Waktu konsentrasi aliran di sungai/saluran (channel flow time of concentration)
375.0125.0
75.062.0
ch
chslpArea
nLt
(17)
dimana:
Tch = Waktu konsentrasi untuk aliran di sungai (jam)
0.62 = Faktor konversi (unit conversion factor)
L = Panjang saluran dari titik terjauh sampai ke outlet sub
DAS(km)
Slpch = Kemiringan saluran (m/m)
N = Koefisien kekasaran manning di saluran
Area = luas sub DAS (km2)
e. Koefisien aliran permukaan (C).
Koefisien aliran permukaan (C) didefinisikan sebagai perbandingan
antara jumlah air yang mengalir di suatu daerah akibat turunnya hujan
dengan jumlah hujan yang turun di daerah tersebut. Harga koefisien
pengaliran (C) untuk berbagai kondisi permukaan tanah dapat ditentukan
pada Tabel 1.
-
17
Tabel 1 . Koefisien pengaliran (C), untuk persamaan Rasional (Asdak, 2002)
Tata guna lahan C Tata guna lahan C
Perkotaan Tanah lapang
Daerah pusat
kota
0,70 0,95 Berpasir, datar,
2%
0,05 0,10
Daerah sekitar
kota
0,50 0,70 Berpasir, agak
rata, 2-7%
0,10 0,15
Perumahan Berpasir, miring,
7%
0,15 0,20
Rumah tinggal 0,30 0,50 Tanah berat,
datar, 2%
0,13 0,17
Rumah susun,
terpisah
0,40 0,60 Tanah berat, agak
rata, 2-7%
0,18 0,22
Rumah susun,
bersambung
0,60 0,75 Tanah berat,
miring, 7%
0,25 0,35
Pinggiran kota 0,25 0,40 Tanah pertanian, 0-
30%
Daerah industri Tanah kosong
Kurang padat
industri
0,50 0,80 - Rata 0,30 0,60
Padat industri 0,60 0,90 - Kasar 0,20 0,50
Taman, Kuburan 0,10 0,25 Ladang garapan
Tempat bermain 0,20 0,35 - Tanah berat,
tanpa vegetasi
0,30 0,60
Daerah stasiun
KA
0,20 0,40 - Tanah berat,
dengan vegetasi
0,20 0,50
Daerah tak
berkembang
0,10 0,30 - Berpasir, tanpa
vegetasi
0,20 0,25
Jalan raya - Berpasir,
dengan vegetasi
0,10 0,25
Beraspal 0,70 0,95 Padang rumput
Berbeton 0,80 0,95 - Tanah berat 0,15 0,45
Berbatu bata 0,70 0,85 - Berpasir 0,05 0,25
Trotoar 0,75 0,85 Hutan/bervegetasi 0,05 0,25
Daerah beratap 0,75 0,95 Tanah tidak
produktif, >30%
Rata, kedap air
Kasar
0,70 0,90
0,50 0,70
-
18
B. Karakteristik Daerah Aliran Sungai
Untuk menentukan debit banjir rancangan terdapat berbagai
macam metode dan persamaan empiris, maka pendekatan yang dilakukan
adalah dengan pendekatan morfologi DAS.Pendekatan morfologi DAS
pada analisa hidrologinya, pertama kali dikemukakan oleh R.E Horton dan
A.E Strahler (Pidwirny dalam Susilo dan Pratomo, 2006).Richard H.
McCuen mengungkapkan bahwa karakteristik geomorfologi sebuah
daerah aliran sungai dapat dilihat berdasarkan;luas (A), panjang (L),
kemiringan (S), kurva Hypsometrik, bentuk, tutupan dan tata guna lahan
dan kekasaran permukaan. Sementara itu Goudie. A., dkk dalam
(Binjolkar, dan Keshari, 2007) melihat bahwa karakteristik DAS dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu: geometri DAS, jaringan
drainase DAS dan karakteristik relief DAS. Namun dalam penelitian ini
kami hanya akan menggunakan parameter dasar DAS, yaitu: Luas DAS,
panjang sungai utama dan kemiringan saluran.
C. Erosi
Erosi tanah adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan
permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun
angin (Suripin, 2002). Sedangkan menurut Arsyad (2000), erosi adalah
peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah
dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.
-
19
1. Proses terjadinya erosi
Menurut Utomo (1994), proses erosi bermula dengan terjadinya
penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan
yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran
tanah ini akan menyumbat pori-pori tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah
akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di permukaan tanah dan
disebut sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan mempunyai
energi untuk mengikis dan mengangkut partikel-partikel tanah yang telah
dihancurkan.
Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu
lagi mengangkut bahan-bahan hancuran tersebut, maka bahan-bahan ini
akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara
berurutan dalam proses erosi yaitu diawali dengan penghancuran agregat-
agregat, pengangkutan dan diakhiri dengan pengendapan. Dengan
demikian 3 bagian yang berurutan, yaitu:
1) Pengelupasan(Detachment)
2) Pengangkutan (Transportation)
3) Pengendapan (Sedimentation)
2. Klasifikasi erosi
Para pakar konservasi tanah pada mulanya mengklasifikasikan
erosi berdasarkan bentuknya, yaitu:
a. Erosi lembar(SheetErosion)
-
20
b. Erosi alur(RiilErosion)
c. Erosi selokan(GullyErosion)
Klasifikasi diatas saat sekarang dirasa kurang sesuai, karena dalam
klasifikasitersebut tidak memperhitungkan kekurangan agregat yang terjadi
karena pukulan air hujan. Pukulan air hujan merupakan fase pertama dan
terpenting dari erosi (Hudson,1976).
Lebih lanjut sebenarnya hampir tidak ada kenyataan yang
menunjukkan bahwa limpasan permukaan mempunyai kedalaman dan
kekuatan yang sama pada semua tempat sehingga mengikis permukaan
bumi secara merata (Sheet). Oleh karena itu (Morgan,1979) membedakan
bentukerosi menjadi:
a. Erosi percikan(Splash Erosion)
b. Erosilimpasanpermukaan(OverlandFlow/SurfaceRun OffErosion)
c. Erosi alur(RiilErosion)
d. Erosi selokan (GullyErosion).
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi
Erosi terjadi melalui proses penghancuran/pengikisan,
pengangkutan dan pengendapan. Dengan demikian intensitas erosi
ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga proses tersebut.
(Hudson,1976) melihat erosi dari dua segi, yaitu; faktor penyebab, yang
dinyatakan dalam erosivitas, dan faktor tanah yang dinyatakan dalam
erodibilitas. Jadi kalau dinyatakan dalam fungsi, maka:
E = f { Erosivitas , Erodibilitas} (18)
-
21
Di alam, proses erosi tidak sederhana hasil kali erosivitas dan
erodibilitas saja, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kedua variabel tersebut.Erosivitas dalam erosi air
merupakan manivestasi hujan, dipengaruhi oleh adanya vegetasi dan
kemiringan, dan erodibilitas juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi.Dan
akhirnya aktivitas manusia tentunya juga sangat mempengaruhi faktor-
faktor tersebut.Oleh karena itu dapat dikemukakan pula bahwa erosi
adalah fungsi dari hujan (H), tanah (T), kemiringan (K), vegetasi (V), dan
manusia (M). Jadi apabila dinyatakan dalam fungsi, maka:
E = f {H,T,K,V,M} (19)
Artinya erosi akan dipengaruhi oleh sifat hujan, tanah, derajat dan
panjang lereng, adanya penutup tanah yang berupa vegetasi dan aktivitas
manusia dalam hubungannya dengan pemakaian tanah.
4. Dampak umum terjadinya erosi
Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan
baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah
untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan
diendapkan di dalam sungai, bendung, danau, saluran irigasi, diatas tanah
pertanian, dan sebagainya. Secara rinci dampak erosi disajikan pada
Tabel 2.
-
22
Tabel2.Dampak erositanah (Arsyad, 2000)
Bentuk
dampak
Dampak di tempat
Kejadianerosi
Dampak di luar
tempat kejadian
Langsung
Kehilangan lapisan tanah yang
baik bagi berjangkarnya akar
tanaman Kehilangan unsur hara
dan kerusakan struktur tanah
Peningkatan penggunaan energi
untuk produksi Kemerosotan
produktivitas tanah atau bahkan
menjadi tidak dapat dipergunakan
nuntuk berproduksiKerusakan
bangunan konservasi dan
bangunan lainnya Pemiskinan
petani peng garap/pemilik tanah
Pelumpuran dan
pendangkalan Bendung,
sungai, saluran, dan badan
air lainnya.
Timbulnya lahan pertanian,
jalan dan bangunan lainnya
Menghilangnya mata air dan
memburuknya kualitas air
Kerusakan ekosistem
perairan (tempat bertelur
ikan, terumbu karang, dsb)
Kehilangan nyawa dan harta
oleh banjir.
Meningkatnya frekuensi dan
masa
Kekeringan.
Tidak
Langsung
Timbulnya
Dorongan/tekananuntuk
membuka lahan baru
Timbulnya keperluan akan
perbaikan lahan dan bangunan
yang rusak
Kerugian oleh
memendeknya umur
Bendung.
Meningkatnya frekuensi dan
besarnya banjir
5. Pendugaan laju erosi
Untuk memperkirakan besarnya laju erosi dalam studi ini
menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss
-
23
Equation)atau MPUKT (Modifikasi Persamaan umum Kehilangan
Tanah).Metode ini merupakan modifikasi dari USLE(Universal Soil Loss
Equation)atau PUKT (Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang
dikembangkan oleh (Williams ,1975), dalam (Utomo,1994) persamaan
USLE adalah sebagai berikut:
A = Rw . K .L .S .C . P (20)
Dimana:
A =Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan (ton/ha)
Rw =Indeks erosivitaslimpasan permukaan (mm)
K = Indeks erodibilitas tanah
L =Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor pengolahan tanah
Adapun langkah-langkah perhitungan laju erosi adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung indeks erosivitas erosi (R) dengan metode
ArnoldusdanBols untuk metode MUSLE dan rumus EI30
untuk
metode RUSLE
2. Menentukan nilai skor terhadap jenis tanah (K)
3. Melakukan analisa kemiringan dan panjang lereng (LS) dari
peta DASOpiyangyang didapat dari pengolahan DEM.
4. Memberikan skor terhadap penggunaan lahan (CP)
-
24
5. Tumpang susun (Overlay) peta tata guna lahan, peta jenis tanah
dan peta kemiringan lereng sehingga didapatkan peta unit lahan.
D. Sedimen
1. Pengertian sedimen
Sedimen biasanya digambarkan sebagai partikel padat yang
digerakan oleh fluida (Chow, 1964), sedangkan menurut Manan(1979),
sedimen adalah proses pengendapan dari bahan organik dan non
organik yang tersuspensi di dalam air dan diangkut oleh air pada DAS,
partikel dan unsur hara yang larut dalam aliran permukaan, akan
mengalir ke sungai sehingga terjadi pendangkalan. Sedimenmerupakan
salah satu peristiwa dalam proses sungai yang dinamis.
Salah satu masalah yang dihadapi dalam pengelolaan sungai
adalah masalah sedimen. Sedimen yang terjadi pada sungai dapat
disebabkan akibat erosi yang terjadi pada lahan-lahan kritis yang terdapat
pada daerah tangkapan DAS. Jika material sedimen yang terbentuk akibat
erosi lahan tersebut masuk ke dalam DAS dalam jumlah yang besar,
maka akan menyebabkan laju sedimen yang masuk ke dalam DAS
menjadi besar bahkan akan melampaui laju sedimen rencana. Akibat
sedimen yang mengendap di dasar akan berpengaruh pada kapasitas
tampungan air.Keadaan ini didefinisikan oleh Linsley (1987),sebagai
besarnya peluang bahwa dapat diperhitungkan dengan menetapkan
seluruh jumlah waktu yang diperlukan oleh sedimen untuk mengisi
-
25
volume tampungan matinya. Volume mati bersama-sama dengan
volume hidup,tinggi muka air minimum,tinggi mercu pelimpah, dan tinggi
muka air maksimum merupakan bagian-bagian pokok karakter fisik suatu
sungai yang akan membentuk zona-zona volume.Secara geologi
sedimen didefinisikan sebagai fragmen-fragmen material yang
diendapkan oleh air atau angin.
Sedimen merupan kelanjutan dari proses erosi, oleh karena itu
proses hidrologislangsung atau tidak langsung mempunyai kaitan
dengan terjadinya erositransport sedimen dan deposisi sedimen di
daerah DAS maupun DAS, perubahan tata guna lahan dan praktek
pengelolaan DAS juga mempengaruhi terjadinya erosi, sedimendan
pada gilirannya akan mempengaruhi kualiats air (Chay Asdak,1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi volume sedimen yang masuk ke
DASmenurutLangbeindalam Kironoto (1996), adalah sebagai berikut:
1) Musim
a. Curah hujan
b. Limpasan (Run Off)
2) Tumbuh-tumbuhan
a. Rimbun
b. Gersang
3) Geologi dan sifat tanah permukaan
4) Kemiringan tanah dan sungai
5) Tata guna lahan
-
26
Namun demikian pengetahuan mengenai kelima faktor tersebut
tidak menjamin ketepatan perkiraan volume sedimen yang masuk ke
DAS.dari kelima faktor diatas yang paling berpengaruh terhadap besarnya
sedimen di DAS adalah curah hujan tahunan.
2. Distribusi sedimen
Sedimen yang terangkut oleh aliran air masuk kedalam DAS
mempunyai polatertentu. Sedimen yang berbutir besar (kasar) akan
mengendap di daerah cekunganDAS disekitar mulut sungai dengan
membentuk permukaan yang relatif rata,sedang butiran sedimen yang
kecil (halus) akan tersebar jauh keseluruh genangan airdi DAS.Penyebab
sedimen dalamDAS akan ditentukan oleh beberapa hal antara lain:
a. Bentuk dan karakteristik sedimen besar (kasar)
b. Bentuk dari genangan air didalamDAS
c. Kedalaman air didalamDAS
Pada umumnya butiran mempunyai gradasi yang hampir sama dan
tersuspensimerata sehingga sedimen halus akan mengendap dengan
ketebalan yang hampir samabila dilihat pada potongan memanjang DAS.
Pada potongan melintang DAS sedimen dari butiran halus dan ketebalan
sedimen akan sebanding dengankedalamannya. Pola pengendapan
sedimen kasar dan sedimen halus akan membentuksuatu endapan yang
relatif datar dan memenuhi daerah genanganDAS.
-
27
3. Dampak Sedimen
DAS yang telah dipenuhi oleh sedimen akan kehilangan fungsinya
sebagaipemasok kebutuhan air baik bagi kebutuhan irigasi, kebutuhan
pembangkit listrik,pengendali banjir, perikanan dan lain-lain. Hasil dari
bekas genangan akanmembentuk rawa yang sulit dimanfaatkan, bahkan
dapat berpotensi menjadi sumber bencana dan sumber penyakit.
4. Pengendapan Sedimen di DAS
Pengendapan diDAS adalah terisi penuh oleh sedimen kapasitas
tampungan matinya, bila sedimen yang masuk lebih besar dibandingkan
pada kapasitas tampungan mati di dalam DASnya.
a. Efesiensi tangkapansedimen (trapefficiency).
Untuk menghitung jumlah sedimen yang tertahan atau mengendap
didalam DAS, yaitu dengan mencari besarnya trapeffeciency yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah sedimen yang
mengendap di DAS dengan total angkutan sedimen yang masuk ke dalam
DAS, Brune (1953) dalam USBR (1973). Dalam menggunakan metode ini
dapat diperkirakan besarnya trapeefficiency secara empiris didasarkan
pada pengukuran endapan sedimen di dalamDAS besar (Gunner Brune,
1953), bahwa besarnya trap efficiency tergantung dari perbandingan
antara kapasitas tampung dan jumlah air yang masuk ke DAS dalam
setahun.
-
28
b. Berat volume kering.
Besarnya angkutan sedimen yang masuk ke dalam DAS
dinyatakan dalam satuan berat persatuan waktu yang dikonversikan
kedalam satuan volume per satuan waktu.Berat volume kering adalah
masa sedimen kering dalam satuan volume. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi berat volume kering di DAS, antara lain:
1. Cara pengoperasian DAS
2. Tekstur atau ukuran partikel sedimen
3. Tingkat pemadatan
4. Kemiringan dasar sungai
Miler (1953) dalam USBR (1973) mengusulkan suatu rumus
integral pendekatan untuk menentukan berat volume kering rata-rata dari
semua sedimen yang mengendap di dalam DAS selama waktu T tahun
beroperasi.
c. Distribusi sedimen di dasar DAS.
Aliran air sungai yang membawa sedimen menuju ke DAS dengan
kecepatan turbulensi yang besar dari aliran akan berangsur-angsur
berkurang. Partikel melayang (Suspendedload) dengan partikel ukuran
yang cukup besar dan sebagian dari muatan dasar (Bedload) akan
mengendap membentuk delta di bagian DAS, partikel yang lebih kecil
akan tetap melayang terangkut oleh aliran dan mengendap lebih jauh di
bagian DASnya. Partikel-partikel yang lebih kecil lagi dapat tetap
melayang dan sebagian darinya mungkin akan melewati DAS bersama-
-
29
sama dengan aliran air yang melalui alur sungai. Dengan adanya
pengendapan sedimen karena proses tersebut, terbentuklah distribusi
endapan sedimen di dalam DAS. Disini distribusi endapan akan
ditentukan dengan suatu metode yang dikenal dengan (The
empiricalareareductionmethod) sebagai dasaruntuk menghitung besarnya
distribusi sedimen.
Data yang diperlukan adalah jumlahvolume sedimen yang
mengendap dan data hubungan elevasi dengan luas dan kapasitas DAS.
Sedimen yang sering dijumpai dalam DAS baik terlarut maupun tidak
terlarut adalah merupakan produk dari elapkan batuan induk yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil
pelapukan batuan-batuan tersebut dikenal sebagai partikel-artikeltanah,
oleh karena itu pengaruh dari tenaga kinetis air hujan dan aliran air
permukaan terutama didaerah tropis, partikel-partikel tanah tersebut dapat
terkelupas dan terangkut ketempat yang lebih rendah untuk kemudian
masuk ke dalam DAS dan dikenal sebagai sedimen. Karena adanya
proses transport sedimen yang terjadi akibat aliran air sungai maka akan
berakibat pada pendangkalan-pendangkalan dan terbentuknya tanah-
tanah baru didaerah pinggir-pinggir DAS dan delta-delta DAS.
Berdasarkan padajenis sedimen dan ukuran partikel-partikel tanah serta
komposisi mineral dari bahan induk yang menyusunnya dikenal berbagai
jenis sedimen seperti pasir liat dan lainnya tergantung pada ukuran
-
30
partikelnya. Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa
jenis seperti padaTabel 3.
Tabel3.Jenissedimenberdasarkan ukuranpartikel (ChayAsdak, 2007)
Jenis sedimen Ukuranpartikel
(mm)
Liat
-
31
bulat. Selanjutnya yang berbentuk persegi mempunyai faktor
bentuk rata-rata adalah 0,7.
3. Gravitasi Jenis. Biasanya densitas partikel sedimen diasumsi
sebagai gravitasi jenis (Specific Gravity) yang mana dapat
didefinisaikan sebagai rasio berat jenis sedimen (Ys) terhadap
berat jenis air(yw) pada suhu 400C.
Partikel sedimen terangkut oleh air, utamanya terdiri dari
material pasir yang mempunyai grafitasi jenis SG = 2,65.
4. Kecepatan Jatuh. Kecepatan jatuh atau kecepatan terminal
adalah suatu kecepatan partikel mencapai kedalaman air pada
kondisi terjadi aliran sedimen dan air, dan selama partikel
sedimen masih berlangsung melayang, terangkut, dan
mengendap. Kecepatan jatuh dipengaruhi oleh ukuran, bentuk,
kekasaran permukaan,berat jenis, dan viskositas cairan.
Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Kategori kinerja DAS berdasarkan laju sedimen (SK Menteri
Kehutanan No. 52/Kpts-II/2001, 2001)
No Laju sedimen (mm/tahun) Kategori Kelas
1 < 2 Baik
2 2 5 Sedang
3 > 5 Buruk
-
32
e. Analisisperhitunganhasilsedimen dengan Model MUSLE.
Untuk memperkirakan besarnya laju sedimentasi dalam studi ini
menggunakan metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation)
atau MPUKT (Modifikasi Persamaan umum Kehilangan Tanah).Metode ini
merupakan modifikasi dari USLE (Universal Soil Loss Equation) atau
PUKT (Persamaan Umum Kehilangan Tanah) yang dikembangkan oleh
Williams. Kelebihan MUSLE tidak menggunakan faktor energi hujan
sebagai penyebab terjadinya erosi melainkan menggunakan faktor indeks
limpasan permukaan, sehingga MUSLE tidak memerlukan faktor sediment
delivery ratio (SDR).
Persamaan MUSLE menurut (Williams,1975) adalah sebagai
berikut (Utomo, 1994: 154):
Sy = Rw . K .L .S .C . P (21)
Dimana:
Sy = Besarnya kehilangan tanah untuk satu kejadian hujan (ton)
Rw = Indeks erosivitaslimpasan permukaan (mm)
K = Indeks erodibilitas tanah
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor pengolahan tanah
Adapun untuk menentukan masing-masing parameter diatas dapat
kami jelaskan sebagai berikut:
-
33
1. Indeks erosivitaslimpasan permukaan (Rw).
Erosivitas merupakan kemampuan hujan untuk menyebabkan
terjadinya erosi. Indeks erosivitas untuk pendugaan besarnya laju erosi
dapat dihitung dengan analisa Rw menurut Williams. Rumus ini digunakan
pada daerah aliran yang cukup luas, selama erosi juga terjadi
pengendapan dalam proses pengangkutan. Hasil endapan dipengaruhi
oleh limpasan permukaan. Dalam rumus ini, William mengadakan
Modifikasi PUKT untuk menduga hasil endapan dari setiap kejadian
limpasan permukaan dengan cara mengganti indeks erosivitas (R) dengan
erosivitaslimpasan permukaan (Rw).
Rw = 11.8x (Vo. Qp)0,56 (22)
Vo = R . exp (-Rc / Ro) (23)
Rc = 1000 . Ms .BD .RD . (Et / Eo)0,50 (24)
Ro = R / Rn (25)
Dimana:
Rw = Indeks erosivitaslimpasan permukaan (m2/jam)
Vo = Volume limpasan permukaan (m3/ha)
Qp = Laju maksimum aliran air permukaan (m3/det/ha)
R = Jumlah curah hujan bulanan
Ro = Hujan satuan (mm)
Ms = Kandungan lengas pada kapasitas lapang (%)
BD = Berat jenis volume lapisan tanah atas (mg3/m)
-
34
RD = Kedalaman perakaran efektif (m), didefinisikan sebagai
...lapisan impermeable. Besarnya ditentukan sebagai berikut:
- Untuk tanaman pohon, tanaman kayu = 0,10
- Untuk tanaman semusim dan rumput = 0.05
Et/Eto = Perbandingan evapotranspirasi actual (Et) dengan
..evapotraspirasi potensial
Rn = Jumlah hari hujan bulanan
2. Indeks erodibilitas tanah (K).
Erodibilitas adalah kepekaan suatu tanah untuk mengalami
peristiwa erosi. Suatu hujan dengan intensitas tertentu terjadi pada
beberapa jenis tanah akan mendapatkan indeks erodibilitas tanah yang
tertentu pula. Apabila suatu jenis tanah mempunyai nilai K (faktor
erodibilitas) yang tinggi maka semakin tinggi pula kemungkinan untuk
tererosi.
Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan resistensi partikel tanah
terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel tanah tersebut
oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya resistensi tersebut
tergantung pada topografi, tekstur tanah, stabilitas agregat tanah,
kapasitas infiltrasi, kandungan organik dan kimia tanah serta besarnya
gangguan oleh manusia (Asdak, 2002 : 360).
Penentuan besarnya indeks erodibilitas dapat menggunakan
metode:
-
35
a. Wishmeir et al, 1971 (Utomo, 1994 : 50) mengembangkan
nomograferodibilitas nilai K berdasarkan atas kepekaan
tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah
(terutama kadar debu + pasir halus), bahan organik, struktur
dan permeabilitas tanah. Sifat tanah yang lain, dalam hal ini
prosentase debu, prosentase pasir halus, prosentase (%)
pasir kasar, kandungan bahan-bahan organik dan
permeabilitas ditentukan di laboratorium. Selanjutnya,
permeabilitas digolongkan menjadi 6 kelas seperti pada
Tabel 4. Maka pendugaan besarnya nilai indeks erodibilitas
tanah dapat menggunakan data-data tersebut dengan
nomografWishmeir seperti pada Gambar 2.
Gambar 2.Nomograf untuk menentukan nilai erodibilitas (K)
-
36
b. Metode lainnya adalah dengan menggunakan pendugaan
nilai erodibilitas dengan tabel nilai erodibilitas berdasarkan
jenis tanah. Nilai erodibilitas yang diperoleh pada tabel
berdasarkan penelitian terhadap berbagai jenis tanah di
daerah Jawa seperti tertera pada Tabel 5, 6 dan 7.
Tabel 5. Klasifikasi struktur yang menggunakan Nomograf (Utomo, 1994)
Kelas Keterangan
1
2
3
4
Granuler sangat halus
Granuler halus
Granuler sedang kasar
Masif kubus, lempeng
Tabel 6.Klasifikasipermeabilitas untuk menggunakan Nomograf (Utomo, ...1994)
Kelas Keterangan Permeabilitas (cm/jam)
1
2
3
4
5
6
Cepat
Agak cepat
Sedang
Agak lambat
Lambat
Sangat lambat
>12.5
6.25 12.5
2.00 6.25
0.50 2.00
0.125 0.50
< 0.125
-
37
Tabel 7. Perkiraan besarnya nilai K pada beberapa tanah di Jawa (Utomo, 1994)
Tanah Nilai K Sumber
Regosol, Jatiluhur 0.23 0.31 Ambar
Litosol, Jatiluhur 0.16 0.29 Dan Syarifudin, 1979
Latosol Merah, Jatiluhur 0.12
Latosol Merah Kuning 0.26 0.31
Latosol Coklat 0.31
Grumosol, Jatiluhur 0.21
GlayHumic, Jatiluhur 0.2
Hiromorf Kelabu 0.2
Mediteran, Yogyakarta 0.26 Kurnia dan Suwarjo
1977 Litosol, Yogyakarta 0.19
Grumosol, Yogyakarta 0.24 0.31
Mediteran, Caruban 0.21 0.32 Bols, 1979
Grumosol, Caruban 0.26 PSLH Unibraw, 1984
Andosol, Batu 0.08 0.10
Andosol, Pujon 0.04 0.10
Kambisol, Pujon 0.12 0.16
Mediteran, Ngantang 0.20 0.30
Litosol, Malang Selatan 0.26 0.30
Regosol, Malang Selatan 0.16 0.28
Kambisol,Malang Selatan 0.17 0.30
Mediteran, Dampit 0.21 0.30
Latosol, Malang Selatan 0.14 0.20
3. Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS).
Sifat lereng yang mempengaruhi energi penyebab erosi adalah
kemiringan (slope), panjang lereng dan bentuk lereng (Utomo,
-
38
1987:83).Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume
limpasan permukaan. Semakin curam suatu lereng, maka laju limpasan
permukaan akan semakin cepat, dan laju infiltrasi juga akan berkurang
sehingga volume limpasan permukaan semakin besar.
Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh bentuk
lereng terhadap erosi masih terbatas. Untuk lahan dengan derajat
kemiringan dan panjang lereng yang sama, erosi dari lereng berbentuk
cembung akan lebih besar apabila dibandingkan dengan erosi dari lereng
berbentuk cekung (Utomo, 1987:87).
Kemiringan suatu lereng dapat dinyatakan dalam satuan derajat
atau persen (%), lereng dinyatakan mempunyai kemiringan 10 % jika
perbandingan panjang kaki dan tinggi adalah 10 : 100. Jadi suatu lereng
dengan kemiringan 100 % (panjang kaki dan tinggi berarti sama) berarti
sama dengan kemiringan 45 derajat.
Kemiringan mempengaruhi kecepatan dan volume limpasan
permukaan. Pada dasarnya makin curam suatu lereng, jadi persentase
kemiringan makin tinggi, makin cepat laju limpasan permukaan. Lebih
lanjut dengan semakin singkatnya waktu untuk infiltrasi, volume limpasan
permukaan juga semakin besar. Jadi dengan meningkatnya persentase
kemiringan, erosi akan semakin besar (Utomo, 1994 : 53).
Dalam pendugaan erosi faktor lereng dihitung berdasarkan
persamaan Morgan, 1979 sebagai berikut (Utomo, 1994:147):
)).0139,0().0975,0(136,0).(100/( 2SSLLS (26)
-
39
dimana:
LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng
L = Panjang lereng (m)
S = Kemiringan lereng (%)
4. Faktor pengelolaan tanaman dan konservasi tanah (C).
Indeks pengelolaan tanaman (C) dapat diartikan sebagai rasio
tanah yang tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang
lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama tanpa ada
tanaman. Nilai C untuk suatu jenis pengelolaan tanaman tergantung dari
jenis, kombinasi, kerapatan, panen dan rotasi tanaman. Indeks
pengolahan lahan (P) adalah rasio tanah yang tererosi pada suatu jenis
pengelolaan lahan terhadap tanah yang tererosi pada lahan yang sama
tanpa praktek pengelolaan lahan atau konservasi tanah apapun. Nilai P
dipengaruhi oleh campur tangan manusia terhadap lahan yang
bersangkutan seperti misalnya teras, rorak, pengelolaan tanah dan
sebagainya.
Besaran nilai C dan P ditentukan berdasarkan keanekaragaman
bentuk tata guna lahan dilapangan (berdasarkan peta tata guna lahan dan
orientasi lapangan). Nilainya ditentukan berdasarkan hasil penelitian yang
telah ada atau modifikasinya. Sebagai standart penentuan faktor C dan P
berikut disajikan beberapa besaran nilai faktor C dan P, maupun CP dari
hasil penelitian seperti pada Tabel 8.
-
40
Tabel 8. Nilai Faktor CP berbagai jenis penggunaan lahan di Jawa (Utomo, 1994)
No Jenis Tanaman Nilai CP
1 2
3
4
5
6
7
8
Lahan Tanpa Tanaman Hutan
- Tak terganggu - Tanpa tanaman bawah - Tanpa tanaman bawah dan serasah
Semak - Tak terganggu - Sebagian rumput
Kebun - campuran asli - kebun - pekarangan
Perkebunan - penutupan tanah sempurna - ditumbuhi alang-alang - Perkarangan alang-alang setahun sekali - Jenis serai (Citronella grass) - Savana dan padang rumput - Rumput Brochioria
Tanaman Pertanian - Umbaian akar - Biji-bijian - Kacang-kacangan - Tembakau - Kapas, tembakau - Campuran - Padi irigasi
Peladangan - satu tahun tanam, satu tahun bera - satu tahun tanam, dua tahun bera
Pertanian dengan pencagatan alam - Mulsa jerami - Mulsa kacang tanah - Strip - Strip Cotalaria - Teras - Teras Guludan
1.00
0.001 0.030 0.500
0.01
0.100
0.020 0.070 0.200
0.100 0.020 0.060 0.650 0.010 0.002
0.630 0.510 0.360 0.580 0.500 0.430 0.20
0.280 0.190
0.06 0.20 0.20 0.40 0.10 0.30
0.640 0.040 0.140
-
41
E. Studi Terdahulu
Susiati (2010) dengan judul penelitiannya Pola sebaran sedimen
tersuspensi melalui pendekatan penginderaanjauh di perairan pesisir
semenanjung Muria, Jepara.Tujuan dari penelitian adalah menentukan
pola distribusi TSS di Semenanjung Muria, Jepara, dengan posisi
110005606,7 11004401,7 Bujur Timur dan 06002399,3
06002549,1 Lintang Selatan. Evaluasi pola distribusi sedimen
tersuspensi telah dilakukan dengan pengukuranlapangan dan
penginderaan jauh. Penelitian menggunakan data Landsat (data citra
tahun 1989, 2001,2004) dan SPOT (2008). Berdasarkan hasil penelitian,
konsentrasi sebaran sedimen tersuspensi diperairan Semenanjung Muria
menunjukkan pola dinamis, namun secara keseluruhan telah
terjadipeningkatan luasan pada konsentrasi sedimen tersuspensi.
Konsentrasi TSS di perairan SemenanjungMuria berkisar antara 1,5
sampai 2.140 mg/ liter dengan rata-rata 55,18 mg/ liter. Umumnya rata-
ratakonsentrasi TSS masih di bawah ambang batas yang telah ditentukan
dalam Keputusan Menteri KLHNo. 51/ 2004.
Josua Leo Petra (2012) dengan judul penelitiannya pengaruh
kerapatan mangrove terhadap laju sedimen transpor di pantai karonsong
kabupaten indramayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh dari kerapatan mangrove terhadap laju sedimen
transpor dan abrasi pantai yang terjadi di wilayah Pantai Karonsong
Kabupaten Indramayu. Metode penelitian yang dipakai adalah metode
-
42
transek kuadrat dan metode sedimen trap. Hasil penelitian diperoleh
bahwa jenis vegetasi mangrove yang mendominasi di wilayah Pantai
Karonsong Kabupaten Indramayu adalah Avicennia marina. Kerapatan
mangrove tingkat pohon di stasiun I sebesar 1.450 tegakan/ha dan
dikategorikan baik, sedangkan kerapatan mangrove tingkat pohon di
stasiun II sebesar 900 tegakan/ha dan dikategorikan hutan mangrove
rusak berat. Hubungan antara kerapatan mangrove dengan laju sedimen
transpor di Pantai Karonsong Kabupaten Indramayu menunjukkan korelasi
yang negative dengan nilai -1 artinya ketika kerapatan mangrove tinggi
maka laju sedimen transpor akan rendah dan sebaliknya ketika kerapatan
mangrove rendah maka laju sedimen transport akan tinggi.
Iman Wahyudi, S(1989) dengan judul penelitiannya Pengaruh
Sedimentasi Terhadap Kapasitas danoperasional Waduk: Studi Kasus
Waduk Cacaban yang bertujuan untuk mengukur elevasi dasar dan
luasan waduk, menganalisis tingkat sedimentasi dan Menganalisis
kapasitas tampung waduk. Hasil kesimpulan diperoleh:
a. Berdasar pengukuran tahun 1989 laju sedimentasi tahun 1958 -
1989 yaitu +1.057.189,14 m3/tahun. Berdasar pengukuran
tahun 2002, tahun terakhir sebesar t 4.250.000 m3/tahun atau
0,0468 m/tahun.
b. Semula kapasitas tampung waduk 90 juta m3, Berdasar
pengukuran tahun 1989 kapasitas tampung waduk 57,23 juta
-
43
m3, kemudian berdasar pengukuran 2002, kapasitasnya
menjadi 52,98 m3.
c. Berdasar analisis regresi didapat laju penumnan kapasitas
waduk adalah y : 83,469 a -o'0812'x dimana x = tahun
d. Secara Operasional, inflow pada Waduk Cacaban mencapai +
25.699.825 m3/tahun, sementara outflow mencapai +
31.434.526 m3ltahun sehingga kekurangan pasokan air +
5.734.701 m3. Dengan Irigasi memerlukan + 17.537.411 m3,
maka perlu optimalisasi untuk penggunaan yang lain.
Olviana Mokonio (2013)dengan judul penelitiannya Analisis
Sedimentasi di Muara Sungai Saluwangko di Desa Tounelet Kecamatan
Kakas Kabupaten Minahasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis debit sedimen dasar (bed load) di muara sungai
Saluwangko.Pada penelitian ini dilakukan pengukuran langsung di muara
sungai untuk mendapatkan data morfologi sungai dan sampel sedimen
pada dasar sungai. Sampel sedimen kemudian diperiksa di laboratorium
untuk mendapatkan ukuran diameter butiran (D35, D50, D90) dan berat jenis
sedimen. Dalam analisis juga digunakan nilai debit hasil pengukuran di
lapangan (Qukur) dan debit hasil perhitungan (Qdominan). Data-data yang
telah diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan rumus empiris yaitu
Meyer-Peter, Einstein dan Van Rjin.Dari analisis debit sedimen dasar di
muara sungai Saluwangko diperoleh hasil: untuk metode Meyer-Peter
dengan Qukur = 3,287 m3/det diperoleh debit sedimen dasar Qb = 829,32
-
44
m3/tahun, Qhitung = 1,262 m3/det; debit sedimen dasar Qb = 540,85
m3/tahun. Untuk metode Einstein dengan Qukur = 3,287 m3/det diperoleh
debit sedimen dasar Qb = 1788,76 m3/tahun, Qhitung = 1,262 m
3/tahun;
debit sedimen dasar Qb = 1513,86 m3/tahun. Sedangkan untuk metode
Van Rjin didapatkan nilai negatif dan disimpulkan metode ini tidak cocok
untuk kondisi sungai Saluwangko. Hasil analisis menunjukan debit
sedimen dasar mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
debit aliran sungai.
Mutmainnah (2011)dengan judul penelitiannya laju dan kondisi
sedimentasi pada ekosistem terumbu karang di pulau Ballang Lompo
Kabupaten Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuan penelitian ini
adalah mengukur laju sedimentasi dan menganalisis jenis sedimen yang
mengendap pada ekosistem terumbu karang di Pulau Ballang Lompo.
Hasil analisis menunjukkan laju sedimentasi di perairan Pulau Ballang
Lompo dengan kisaran 0,0036-0,300 mg/cm2/hari, masih sangat tergolong
rendah dengan ukuran butir sedimen 0,5-0,125 mm yang termasuk
kedalam kelompok klasifikasi pasir.
F. Kerangka Pikir
Berdasarkan latar belakang masalah serta teori-teori yang
diuraikan, maka kerangka pemikiran dapat kita lihat pada Gambar 3.
-
45
Gambar 3. Kerangka pikir penelitian
Curah Hujan
Peta Topografi Peta Landuse
Analisa Distribusi Hujan : - Model Normal - Model Log Normal - Model Pearson - Model Gumbel
Pemilihan Distribusi berdasarkan parameter Cs,Cv, Ck yang paling mendekati untuk masing model
Uji Chi & SK
Analisa Morfologi
Daerah Aliran Sungai.
Curah Hujan Rencana
Tidak
Ya
Karakteristik DAS : - Luas DAS - Panjang
Pengaliran - Kemiringan
Lahan - Koef. Manning
Faktor Penggerak
Kondisi Awal
DATA LAPANGAN
Erosi
Potensial DAS
Analisa Sediment Yield
(Sy) Metode MUSLE
Sy = Rw . K . LS . CP
Volume Sedimen
Dampak
-
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskritif yang bertujuan untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai laju sedimen pada DAS
Opiyang Kabupaten Halmahera Timur. Data yang dikumpulkan, yaitu data
kualitatif berupa identifikasi kondisi eksisting laju sedimen pada DAS
Opiyang berdasarkan tingkat curah hujan tahunan.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 3 bulan, yaitu
bulan September sampai Nopember 2013.
Gambar 4. Lokasi studi DAS Opiyang
P. Ternate DAS Opiyang
-
47
Adapun lokasi penelitian dilaksanakan di Sungai Opiyang Desa
Subaim Kecamatan Wasile Kabupaten Halmahera Timur seperti dilihat
pada Gambar 4.Secara geografis DAS Opiyang dengan luas 203,08 Km2
terletak antara 1o 2 30 - 1o 7 30 Lintang Utara dan 128o 10 - 128o 17
Bujur Timur. Sedangkan secara administratif bagian tengah dan hilir DAS
terletak di wilayah administrasi Kecamatan Wasile Kabupaten Halmahera
Timur Provinsi Maluku Utara.Pemilihan lokasi penelitian pada Sungai
Opiyang dengan pertimbangan laju sedimen pada DAS sungai tersebut
sudah sangat mengkhawatirkan.
C. Pengambilan Sampel
Sebelum dilakukan studi tersebut terlebih dahulu dilakukan
penentuan titik lokasi pada DAS dimana pada titik yang ditentukan dapat
dilihat jumlah potensi sedimennya besar sehingga pada titik lokasi
tersebut akan dilakukan penelitian dengan mengambil sampel sedimen
sesuai dengan ukuran, bentuk dan jenisnya untuk dilakukan analisis lebih
lanjut dengan mengunakan metode dan analisis pendekatanserta rumus
rumus empiris yang bisa digunakan.
Adapun kriteria penentuan pengambilan titik sampel dilokasi studi
diantaranya adalah:
1. Dilakukan pada lokasi DAS dimana akan dibuat suatu studi penelitian.
2. Pada DAS yang mudah dijangkau dan berputensi untuk melakukan
penelitian.
-
48
3. Pada DAS yang sudah mengalami perubahan marfologi sungai akibat
laju sedimen sehingga dapat merubah karakteristik sungai yang
berpotensi jumlah sedimen yang cukup banyak.
D. Teknik Pengambilan Data
Data-data yang diperlukan dalam studi ini meliputi data-data
sekunder yang tersedia di instansi pemerintah. Data-data tersebut adalah:
1. Data curah hujan
Data curah hujan yang digunakan dalam studi ini adalah data curah
hujan selama 10 tahun (2004 2013) pengamatan.Untuk wilayah DAS
Opiyang. Pada DAS Opiyang terdapat 1 stasiun alat pengukur curah hujan
(AWLR) yang dibangun oleh Balai Wilayah Sungai Maluku Utara, dan
kondisi alat masih baik yang sampai sekarang tetap masih digunakan oleh
Balai Wilyah Sungai Maluku Utara dalam pengelolaan data hidrologi
sebagai data sekunder, namun sebagai data pembanding kami juga
menggunakan stasiun curah hujan Bandara Babullah Ternate.
2. Data debit sungai
Data ini didapatkan dari Instansi terkait yaitu pada Instansi
Kementerian Pekerjaan Umum (Balai Wilayah Sungai Maluku Utara)di
Ternate, selama 10 tahun pengamatan. Pengukuran data debit sungai
dilakukan di outlet DAS Opiyang, yaitu di Kab. Halmahera Timur. Data
debit yang didapat berupa data debit sungai harian. Data debit sungai
-
49
digunakan untuk menganalisa apakah terjadi erosi pada tebing sungai
akibat longsoran yang disebabkan karna curah hujan yang tinggi di
wilayah sungai sehingga yang akan berpotensi terjadi sedimen.
3. Peta tata guna lahan
Peta tata guna lahan digunakan untuk menentukan jenis
penggunaan lahan yang ada di DAS Opiyang, yaitu sumber data,
BAPEDDA Provinsi Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Timur dan
dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Akemalamo di
Ternate Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara. Data tata guna lahan
digunakan untuk menghitung nilai pengelolaan tanaman (C) dan factor
konservasi lahan (P) dalam menentukan produktivitas lahan di DAS
Opiyang pada saat ini. Penentuan tingkat kemampuan dan kesesuaian
lahan juga dapat ditentukan berdasarkan peta tata guna lahan serta
pengamatan di lokasi penelitian yang selanjutnya dapat ditentukan atau
dilihat bagaimanakondisilahan yangada di DAS Opiyang saat ini.Tata
guna lahan (Land Use) di daerah studi banyak didominasi hutan dan
semak belukar pada bagian hulu, kemudian terdapat semak/alang-alang,
sawah, ladang/tegalan dan kebun campuran serta daerah rawa dan
pemukiman pada bagian tengah dan hilirnya. Selanjutnya klasifikasi jenis
penggunaan lahan dan definisinya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pemukiman. Wilayah pemukiman ini meliputi perumahan,
perkantoran, tempat olah raga, dan pemakaman.
-
50
b. Ladang/tegalan. Ladang/tegalan adalah penggunaan tanah
kering yang sifatnya tidak menetap, pada umumnya ditanami
padi-padian dan ada kalanya tanaman semusim dengan cara
perladangan berpindah. Tegalan adalah penggunaan tanah
kering yang ditanami palawija dan tanaman holtikultura.
c. Sawah. Persawahan yang ada merupakan sawah dengan
irigasi semi teknis dengan pola tanam padi-padi-palaja.
d. Perkebunan. Perkebunan di sini adalah perkebunan dengan
jenis tanaman keras monokultur yang diusahakan oleh rakyat,
misalnya : karet, kelapa kopi, lada, kakao.
e. Semak. Semak dan belukar merupakan bekas tanah pertanian
yang ditinggalkan.
f. Hutan. Ada beberapa jenis hutan di Maluku Utara yaitu: hutan
lebat, hutan belukar, hutan ringan dan hutan rawa. Di lokasi
daerah studi yang paling dominan adalah hutan lebat di
daerah hulu dan hutan ringan didaerah tengah.
g. Rawa. Rawa adalah daerah penggenangan permanen yang
dasarnya dangkal tetapi belum cukup dangkal untuk dapat
ditumbuhi tumbuh-tumbuhan besar.
E. TahapanPenelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan yang secara
garis besar diuraikan pada alurpenelitian pada Gambar 5.
-
51
Penyiapan Data Hujan
Parameter StatistikDasar X,S,Cv,Cs,Ck
Cs = 0 Ck = 3
Sebaran Normal
Cv = 0.06 Cs = 0.209
Sebaran Log
Cs = 1,14 Ck = 5,40
Sebaran yang Paling mendekati
Cs < 0 Cv = 0,3
Sebaran Log Pearson III
Sebaran Terpilih
Uji kecocokan sebaran
Cocok ?
Curah Hujan Rencana (R24)
Tidak
Ya
Peta DEM (Digital
Peta RTRW Tata Guna Lahan
Peta RTRW Jenis Lahan
Analisa Karakteristik DAS dengan ArcGIS
9.2
Digitasi kembali dengan ArcGIS 9.2
Koefisien Pengaliran (C)
Analisa Waktu Konsentrasi
(Tc)
Indek Erodibilitas Lahan (K)
Koefisien Tutupan Lahan (CP)
Evapotranspirasi maksimum bulanan
Analisa Debit Banjir Rancangan (Q)
Q = 0,278 . Cs . C . I . A
Analisa Intensitas Curah Hujan
Mononobe (I)
Analisa Koefisien
Tampungan
Observasi Lapangan
Berat Jenis Butir (pB)
Debit pada intake pasca pengoperasian bendung (Q)
Sebaran Gumbel
Analisa Volume Limpasan Permukaan
(Vo)
Luas DAS (Km2) Panjang DAS (Km)
Kemiringan DAS (%)
Panjang Sungai (Km)
Analisa Curah Hujan Bulanan (Rc)
Analisa Indeks Erosivitas Limpasan Permukaan
(Rw)
Analisa Sediment Yield (Sy)
Metode MUSLE Sy = Rw . K . LS . CP
Analisa Faktor Lereng (LS)
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian
-
52
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Analisa dalam penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu: analisa
hidrologi, analisis morfologi daerah aliran sungai dan analisa volume
sedimen pada daerah studi.
A. Analisa Karakteristik Daerah Aliran Sungai
1. Peta kondisi topografi
Karakteristik morfologi daerah aliran sungai Opiyang dalam
penelitian ini dilakukan dengan mengintegrasikan data model permukaan
digital ke dalam perangkat lunak sistem informasi geografi (SIG). Model
yang digunakan adalah keluaran dari Aster GDEM versi 2 dengan tingkat
resolusi 1 arcsecond atau 30 x 30 m yang dapat diunduh secara gratis
pada halaman web-nya, sementara perangkat SIG yang digunakan adalah
ArcGIS versi 9.2 dengan utilitas ArcHydro-nya.
Penggunaan model permukaan digital dalam proses analisis
limpasan permukaan mempresentasikan permukaan relief bumi akan
membantu ketelitian dalam mengidentifikasikan kemiringan lahan, arah
aliran, akumulasi aliran, panjang lintasan aliran dan penentuan daerah
pengaliran. Hasil deliniasi daerah aliran sungai dan jaringan sungai
sintetik DAS Opiyang dapat diperoleh seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 6.
-
53
Gambar 6. Hasil deliniasi DEM untuk DAS Opiyang
Setelah DAS Opiyang dan jaringan sungai sintetik dilakukan, maka
langkah berikutnya adalah berikutnya adalah penggambaran daerah
tangkapan yaitu dalam hal ini adalah Sub DAS Opiyang.Penggambaran ini
bertujuan untuk mencari atribut tiap sub-sub DAS dari Sub DAS Opiyang
seperti luas tiap Sub DAS, kemiringan lereng dan panjang lereng serta
membangkitkan sungai sintetik dalam kaitan usaha pendugaan erosi.
Sehingga berdasarkan hasil analisa data model elevasi digital, DAS
Opiyang terbagi menjadi 23 sub DAS seperti pada Gambar 7.
-
54
Gambar 7. Sub DAS hasil deliniasi dengan perangkat ArcGIS.
2. Peta jenis tanah
Data jenis tanah yang diperoleh Dinas Pertanian, kemudian
dilakukan proses digitasi dalam perangkat SIG sehingga menghasilkan
suatu tampilan gambar Sub DAS Opiyang lengkap dengan jenis tanahnya
yang digunakan untuk proses pengerjaan selanjutnya. Secara umum jenis
tanah pada DAS Opiyang adalah ditabelkan pada Tabel 9.
-
55
Tabel 9. Data jenis tanah DAS Opiyang (Dinas Pertanian, 2013)
No Jenis Tanah K Tingkat
Erodibilitas
Luas Area
(km)
1 Kompleks Aluvial Kelabu dab
Aluvial Coklat Kekelabuan 0.10 Lambat 49.23
2 Latosol Coklat 0.34 Sangat Tinggi 145.49
Jumlah 194.72
Tekstur tanah ditentukanberdasarkan jenis tanahnya. Sedangkan
nilai-nilai K dan tingkat erodibilitas diperkirakan dengan melihat peta serta
merujuk pada Tabeltabel yang tercantum pada referensi. Peta jenis
tanah dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Peta jenis tanah pada DAS Opiyang
-
56
3. Peta tata guna lahan
Penggambaran peta tata guna lahan ini adalah berdasarkan peta
RTRW Kabupaten Halmahera Timur tahun 2011 yang kemudian didigitasi
kembali dengan peta sub-Sub DAS Opiyang. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan tata guna lahan pada tiap-tiap Sub DASnya beserta
atributnya. Tutupan lahan pada DAS Opiyang ditunjukkan pada Gambar 7.
Dengan demikian berdasarkan peta dan berbagai referensi, kondisi lahan
di Sub DAS Opiyang dapat ditentukan dan ditabelkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Data tata guna lahan DAS Opiyang (RTRW Kabupaten
...Halmahera Timur, 2013)
No Tata Guna Lahan Luas % C CP Et/Eto
(ha)
1 Hutan Kering Primer 142.584 73.2% 0.500 0.001 1.000
2 Hutan Kering Sekunder 35.059 18.0% 0.800 0.001 0.850
3 Pertanian 15.985 8.2% 0.498 0.430 0.700
4 Pemukiman 1.09 0.6% 0.300 0.200 0.050
Jumlah 194.72 100.000
Nilai-nilai koefisien pengaliran, faktor pengelolaan tanaman,
koefisien penutup tanah serta Et/Eo diatas diperkirakan dengan melihat
peta, kondisi lapangan serta merujuk pada Tabeltabel yang tercantum
pada referensi. Peta tata guna lahan pada DAS Opiyang dapat dilihat
pada Gambar 9.
-
57
Gambar 9. Peta tata guna lahan pada DAS Opiyang
B. Analisa Hidrologi
Dengan mengacu pada karakteristik DAS yang diperoleh dari
analisa topografi, komputasi hidrologi dapat dilakukan untuk menentukan
besaran besaran limpasan permukaan sebagai faktor penggerak
terjadinya erosi dan proses pengangkutan sedimen pada DAS
Opiyang.Analisa ini dilakukan dengan menghitung distribusi curah hujan
yang terjadi pada DAS Opiyang dengan beberapa model distribusi yang
ada, kemudian dilakukan uji konsistensi terhadap data dengan model
yang digunakan sehingga akan diperoleh curah hujan rancangan dalam
memperkirakan debit dan limpasan permukaan yang akan terjadi.
-
58
1. Distribusi curah hujan
Dalam analisa distribusi curah hujan pada DAS Opiyang didasarkan
pada data-data curah hujan yang diperoleh dari BMKG stasiun curah
hujan Babbullah Kota Ternate. Data yang digunakan pada perhitungan
curah hujan rancangan ini menggunakan data 10 tahun terakhir dari tahun
2001 -2012 yang data dilihat pada Lampiran 1. Curah hujan rancangan
pada DAS Opiyang ditunjukkan pada Tabel 11.
. Tabel 11.Hasil Uji Statistik Curah Hujan rancangan pada DAS Opiyang
(Sumber : Soewarno,1995)
Hasil dari analisa parameter maka jenis angka /distribusi statistik
dasar X, S, Cv, Cs, Ck tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Setelah
memperoleh hasil rancangan curah hujan dengan beberapa periode
ulang, maka dilakukan pengujian terhadap syarat-syarat statitistik untuk
mementukan model yang dapat digunakan. Dengan melihat hasil yang
diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa model yangdapat digunakan
No Jenis Distribusi Syarat Hasil Analisa Kesimpulan
1 Normal Cs = 0 Cs= 0.7963 tidak memenuhi
Ck = 3 Ck= 0.4583 tidak memenuhi
2 Log Normal Cs = 0,209, Cv=.0,06 - 0.1542 tidak memenuhi
Ck= 0.3410 tidak memenuhi
3 Gumbel Cs = 1.14 0.8058 tidak memenuhi
Ck = 5.4002 0.4540 tidak memenuhi
4 Log Pearson Cs 0 - 0.1542 Memenuhi
-
59
dalam penelitian ini adalah model distribusi Log Pearson III, seperti
ditunjukkan pada Tabel 12Hasil Uji Statistik Curah Hujan rancangan pada
DAS Opiyang.
Tabel 12. Curah hujan rancangan pada DAS Opiyang
T Pearson
2 93.66
5 131.56
10 161.85
25 206.74
50 241.22
100 281.77
2. Uji konsistensi data tehadap distribusi
Pengujian dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara distribusi
frekuensi sampel data terhadap distribusi peluang yang diperkirakan dapat
menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi yang digunakan.
Dalam penelitian ini pengujian parameter yang digunakan adalah Uji Chi-
Kuadrat dan Uji Smirnov-Kolmogorov, yang hasilnya diperlihatkan sebagai
berikut:
a. Uji Chi-Kuadrat.
Hasil uji kecocokan Chi-Kuadrat dipresentasikan dalam Tabel 13.
Dimana berdasarkan hasil analisa diatas, diperoleh nilai X hitung sebesar
-
60
11.231% dimana nilai ini lebih besar daripada Xcr 5%, dengan demikian
dapat diinterpretasikan bahwa distribusi yang digunakan dapat diterima.
Tabel 13.Hasil uji Chi-Kuadrat
Jumlah kelas
G = 1 + 3,322 * Log n
G = 4,70051982
G = 5
Derajat kebebasan
DK = G R- 1
DK = 2,7
Nilai harapan
Ei = n / G
Ei = 2,6
Interval kelas = 0,12
No Px Ei Oi EiOi (EiOi)2 (EiOi)2/Ei
1 1,672 - 1,793 2,60 2,00 0,60 0,36 0,138
2 1,793 - 1,913 2,60 0,00 2,60 6,76 2,600
3 1,913 - 2,033 2,60 7,00 -4,40 19,36 7,446
4 2,033 - 2,154 2,60 1,00 1,60 2,56 0,985
5 2,154 - 2,274 2,60 3,00 -0,40 0,16 0,062
13 `13 0 29,2 11,231
b. Uji Smirnov-Kolmogorov.
Hasil uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov ditunjukkan dalam Tabel
14. Dimana berdasarkan hasil analisa diatas, diperoleh nilai Dmax
sebesar 0,155.
-
61
Tabel 14. Hasil uji Smirnov-Kolmogorov Tahun X M Px P(x
-
62
oleh curah hujan rancangan harian (R24) dari hasil analisa dengan model
Log Pearson III ditentukan dengan menggunakan persamaan Mononobe,
dimana hasil intensitas curah hujan selama 3 jam diperlihatkan pada
Gambar 10.
Gambar 10. Grafik intensitas curah hujan
Curah hujan yang digunakan dalam perhitungan debit ini adalah
curah hujan periode ulang 1 tahun sehingga berdasarkan model Log
Pearson III diperoleh bahwa curah hujan dengan T=1 adalah 39.02 mm,
dengan demikian hasil perhitungan debit pada masing-masing sub-DAS
ditunjukkan pada Tabel 15.
-
100,00
200,00
300,00
400,00
500,00
600,00
- 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00 300,00
Inte
nsi
tas
(mm
/jam
)
Waktu (menit)
I = 2 Tahun
I = 5 Tahun
I = 10 Tahun
I = 25 Tahun
I = 50 Tahun
I = 100 Tahun
-
63
Tabel 15. Analisa debit limpasan akibat curah hujan periodeulang1tahun dengan mtode rasional modifikasi
Sub DAS Luas DAS
(Km)
Kemiringan
Lahan (%)
Kemiringan
Saluran (%)
Jenis
Lahan TO TD
TC
(menit) CS TC (jam)
I
(mm/jam)
Debit
Limpasan
1 12.49 0.38 0.07 0.03 2.41 0.04 2.45 0.99 0.04 116.00 11.99
2 18.51 0.24 0.05 0.42 62.79 0.13 62.91 1.00 1.05 13.32 28.76
3 10.03 0.31 0.06 0.03 2.47 0.03 2.50 0.99 0.04 114.48 9.52
4 8.56 0.36 0.01 0.06 4.07 0.12 4.19 0.99 0.07 81.10 11.41
5 5.86 0.42 0.02 0.20 10.86 0.03 10.89 1.00 0.18 42.88 13.95
6 12.41 0.23 0.07 0.11 13.51 0.06 13.57 1.00 0.23 37.04 14.03
7 0.32 0.27 0.03 0.03 0.46 0.01 0.47 0.99 0.01 349.11 0.91
8 14.22 0.43 0.05 0.22 19.04 0.06 19.10 1.00 0.32 29.49 25.61
9 0.23 0.04 0.00 0.34 10.72 0.03 10.76 1.00 0.18 43.24 0.94
10 16.63 0.19 0.00 0.24 32.42 0.22 32.64 1.00 0.54 20.63 22.81
11 0.70 0.14 0.00 0.42 16.12 0.10 16.22 1.00 0.27 32.88 2.66
12 0.16 0.27 0.07 0.43 3.45 0.01 3.46 1.00 0.06 92.12 1.80
13 0.33 0.31 0.01 0.03 0.36 0.03 0.39 0.97 0.01 395.56 1.05
14 12.84 0.22 0.01 0.14 15.42 0.24 15.66 0.99 0.26 33.67 16.70
15 15.61 0.34 0.01 0.03 2.78 0.23 3.02 0.96 0.05 100.94 12.65
16 13.50 0.37 0.05 0.06 5.42 0.10 5.51 0.99 0.09 67.51 15.07
17 6.06 0.33 0.02 0.03 1.78 0.03 1.81 0.99 0.03 141.85 7.12
18 1.75 0.28 0.02 0.03 0.88 0.04 0.92 0.98 0.02 223.30 3.20
19 2.09 0.22 0.01 0.03 1.33 0.04 1.37 0.99 0.02 170.87 2.94
20 4.54 0.24 0.01 0.03 2.27 0.09 2.36 0.98 0.04 119.01 4.42
21 7.31 0.26 0.03 0.03 2.12 0.04 2.16 0.99 0.04 126.00 7.60
22 15.95 0.37 0.02 0.03 2.68 0.12 2.80 0.98 0.05 106.05 13.81
23 32.47 0.40 0.03 0.03 3.58 0.16 3.73 0.98 0.06 87.57 23.23
-
64
C. Analisa Sedimen dengan metode MUSLE
1. Indeks erosivitas hujan (R)
Komputasi nilai R terus dilakukan seterusnya sampai bulan
desember selama 13 tahun (data yang diperoleh) untuk pada tiap-tiap Sub
DAS Opiyang. Nilai ini yang kemudian menjadi faktor penggerak yang
digunakan untuk memperhitungkan volume sediment yield yang terjadi
pada masing-msing sub-DAS.
Nilai indeks erosivitas hujan ini adalah untuk menilai kemampuan
potensial hujan untuk mengerosikan tanah. Indeks erosivitas hujan
dinyatakan dalam bentuk = 11,8. (Vo. Qp), sehingga berdasarkan
hasil analisa maka indeks erosivitas limpasan permukaan pada bulan
januari 2012 pada 23 sub-DAS Opiyang dipresentasikan pada Tabel 16.
Adapun perhitungan untuk bulan-bulan lainnya pada setiap tahun
pengamatan dapat dilihat pada lampiran.
Besaran nilai indeks limpasan permukaan (Rw) ini sangat
tergantung pada intensitas curah hujan yang terjadi pada sebuah daerah
aliran sungai seperti pada Tabel 16.
-
65
Tabel 16. Hasil analisa indeks erosivitas (Rw) untuk bulan Januari 2012.
Sub
DAS
Debit
Limpasan MS RD pB Et_Eo Rc Ro
Curah
Hujan
Bulanan
Vo Rw
1 11.991 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 370.80
2 28.761 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 605.20
3 9.518 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 325.81
4 11.408 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 360.59
5 13.947 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 403.53
6 14.026 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 404.82
7 0.911 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 87.58
8 25.612 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 567.16
9 0.940 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 89.08
10 22.809 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 531.51
11 2.661 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 159.60
12 1.797 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 128.10
13 1.047 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 94.66
14 16.701 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 446.38
15 12.650 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 10.08 241.90 39.34 382.07
16 15.072 0.15 0.10 1.40 0.76 18.31 1