terapi pengganti ginjal berkesinambungan.docx
TRANSCRIPT
Terapi Pengganti Ginjal Berkesinambungan
PENDAHULUAN
Ketidakmampuan ginjal untuk mentolerir efek hemodinamik dari hemodialisis
intermiten pada pasien sepsis dengan acute kidney injury (AKI), menjadi alasan kuat yang
memotivasi Kramer dan teman-teman untuk mengawali suatu pendekatan baru berupa terapi
pengganti ginjal berkesinam-bungan atau continuous renal replacement therapy (CRRT).1-4
Pada tahun 1977, Kramer melakukan kesalahan ketika akan melakukan hemofiltrasi pada
seorang pasien, yaitu pada waktu kanulasi kateter hemofiltrasi, tertusuk arteri femoralis. Hal
ini menjadi langkah awal dilakukannya continuous arteriovenous hemofiltration (CAVH).
Tekanan pendorong pada sirkuit arteriovenous esktrakorporeal cukup untuk
hemofiltrasi kontinyu dan ultrafiltat dikeluarkan melalui filter sesuai dengan pulsasi sirkulasi
sistemik.4 Kateter pada arteri besar seperti arteri femoral, mempunyai risiko yang besar
seperti infeksi, trombosis bagian distal, diskoneksi dan perdarahan. Pada tahun 1980, sebuah
pompa (seperti yang digunakan pada hemodialisis intermiten) dan kateter lumen ganda pada
vena besar digunakan supaya laju aliran darah konsisten tanpa risiko seperti pada tindakan
arteriovenous. Metoda CRRT tersebut dikenal dengan nama continuous venovenous
hemofiltration (CVVH) dan diadopsi sebagai standar CRRT.4,5
CRRT adalah sebuah proses ekstrakorporeal ketika darah dipindahkan dari kateter
lumen arteri dengan pompa peristaltik darah dan didorong melalui sebuah membran
semipermeabel sebelum dipompakan kembali ke pasien melalui kateter lumen vena. Kateter
tersebut ditempatkan pada vena subklavia, vena jugular interna, atau vena femoralis. Ketika
darah melewati membran (hemofilter atau dializer), elektrolit dan sampah-sampah berukuran
kecil dan sedang dikeluarkan dari darah dengan cara konveksi dan difusi. Pengeluaran cairan
dicapai dengan ultrafiltrasi pada laju yang tetap setiap jam dan kontinyu.4
CRRT menyerupai fungsi ginjal dalam pengaturan air, elektrolit dan sisa pembuangan
secara kontinyu, memindahkan cairan dan zat terlarut (solute) secara perlahan-lahan dalam 24
jam untuk beberapa hari. Oleh karena pemindahan cairan pada CRRT lebih lambat bila
dibandingkan intermitten hemodialysis (IHD), maka CRRT merupakan terapi ideal bagi
pasien-pasien kritis dengan kondisi yang tidak stabil. Pemindahan cairan yang lebih lambat
dengan volume yang kecil pada beberapa jam atau hari pada CRRT dapat meningkatkan
stabilitas hemodinamik dibandingkan dengan IHD.5,6
Tabel 1. Perbandingan CRRT dengan IHD
CRRT IHD
Kontinyu Ya Tidak •
Perubahan
elektrolit, pH dan
keseimbangan
cairan cepat
Tidak Ya •
Perlu
pengurangan
dosis obat yang
mengalami
klirens melalui
ginjal
Tergantung pada
jenis terapi
Ya •
Perlu penyesuaian
waktu pemberian
obat yang
menalami kliren
melalui ginjal
Tidak Ya •
Perlu membatasi
protein, kalium
dan asupan cairan
Tidak Ya •
Pergeseran pH
dan elektrolit se-Tidak Ya •
telah terapi
PRINSIP DASAR CRRT
Untuk memahami CRRT perlu memahami prinsip dari bersihan darah melalui sebuah
membran semi permeabel. Mekanisme transport cairan dan solute (zat terlarut) dilakukan
melalui membran dengan cara difusi, konveksi dan ultrafiltrasi.6,7
Difusi, Konveksi dan Ultrafiltrasi
Difusi, adalah pergerakan solute melewati suatu membran berdasarkan perbedaan
konsentrasi, untuk mecapai konsentrasi yang sama di ruang distribusi yang tersedia pada tiap
sisi. Hasilnya adalah aliran solute dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.6,7
Konveksi merupakan pergerakan solute melalui membran semipermeabel yang
berhubungan dengan ultrafiltrasi dan air yang melewati membran. Pori-pori membran
merupakan faktor penentu dari pergerakan solute selama terapi pembersihan darah (blood
purification).
Konveksi dapat menggerakkan molekul yang besar jika aliran air yang melalui
membran cukup deras. Semakin cepat aliran yang melalui membran, molekul yang lebih
besar dapat ditransport. 6,7
Ultrafiltrasi adalah suatu proses plasma dan kristaloid dipisahkan dari darah melalui
suatu membran semipermeabel sebagai respons terhadap perbedaan tekanan transmembran.
Proses ini diperoleh dari persamaan berikut : 6,7
Qf = Km x TMP
Qf = Kecepatan ultrafiltrasi (ml/menit)
Km = Koefisien membrane ultrafiltrasi(QfTMP)
TMP = Perbedaan tekanan transmembran
Tekanan hidrostatik pada kompartemen darah tergantung pada aliran darah. Makin
besar laju aliran darah, tekanan transmembran akan makin besar. Demikian juga ukuran yang
menaikkan tekanan negatif pada kompartemen ultrafiltrat dari membran, juga akan
meningkatkan ultrafiltrasi, seperti halnya ukuran yang menurunkan tekanan onkotik plasma
(misalnya predilusi, pemberian cairan pengganti sebelum filter). Ketika ultrafiltrasi
berlangsung dan plasma di-ultrafiltrasi, tekanan hidrostatik akan hilang dan tekanan onkotik
akan naik.7
Hubungan antara tekanan transmembran dan tekanan onkotik menentukan fraksi
filtrasi, yaitu fraksi plasma yang dikeluarkan dari darah selama hemofiltrasi. Filtrasi filtrat
optimal pasien dengan hematokrit rata-rata 30% adalah dalam interval 20-25%. Hal ini untuk
mencegah hemokonsentrasi yang berlebihan pada outlet filter.7
Membran Filter
Terdapat 2 tipe membran yang digunakan yaitu membran selulosa, yaitu membran
dengan low flux dan sangat tipis, mempunyai struktur simetris dengan pori-pori yang uniform
dan bersifat hidrofilik; membran sintetik, yaitu membran dengan dinding yang tebal antara 40
dan 100 mikron dengan suatu struktur asimetrik terdiri dari lapisan bagian dalam dan suatu
lapisan yang dikelilingi sponge (busa), membran ini mempunyai pori besar (10.000-30.000
Dalton) dan bersifat hidrofobik.6,7
Permeabilitas membran yang tinggi dan pori-pori berukuran besar memberikan
bersihan yang baik dari solute dengan berat molekul kecil dan substansi yang lebih besar,
melebihi ukuran maksimal pori. Substansi dengan berat molekul rendah (< 0,5 KD) adalah
urea, elektrolit, vitamin dan obat-obat tertentu. Substansi dengan berat molekul besar seperti
albumin, sel darah merah dan sel darah putih serta obat-obat yang terikat dengan protein tidak
dapat melalui membran hemofilter (50 KD) karena ukuran yang besar.5,6 Keuntungan lain
dari dialiser permeabilitas tinggi dan hemofiltrasi adalah kemampuan untuk mengeluarkan
sitokin atau menurunkan konsentrasinya dengan adsorpsi pada membran.5
KEUNTUNGAN CRRT 8,9
CRRT mengeluarkan cairan dengan kecepatan rendah akan menyebabkan
keseimbangan cairan menetap pada kondisi hemodinamik tidak stabil, pasien-pasien
kritis yang berkaitan dengan kondisi penyakitnya, misalnya infark miokard, ARDS,
septikemia, kelainan darah.
Kontrol yang baik terhadap azotemia, elektrolit dan keseimbangan asam basa. Pada
pasien-pasien katabolik, pengeluaran urea efektif untuk mengendalikan azotemia.
Efikasi dalam pengeluaran cairan pada kondisi tertentu seperti edema paru pasca
bedah, ARDS dan lainnya.
CRRT membantu pemberian nutrisi parenteral dan obat-obat intravena seperti
vasopresor atau inotropik.
Hemofiltrasi efektif menurunkan tekanan intrakranial bila dibandingkan dengan
hemodialisis intermiten.
Pengeluaran mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, TNF-α.
KERUGIAN CRRT 8,9
Membutuhkan pemantauan hemodinamik dan keseimbangan cairan.
Infus dialisat reguler.
Antikoagulan yang kontinyu.
Pasien imobilisasi.
Lebih mahal dari hemodialisis intermiten.
KOMPLIKASI CRRT 4,8
Teknis: malfungsi akses vaskular; sirkuit tersumbat, sirkuit pecah, kateter dan sirkuit
terlipat, insufisiensi aliran darah, jalur kateter tidak tersambung, emboli udara,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
Klinis: perdarahan, hematoma, trombosis, infeksi dan sepsis, reaksi alergi,
hipotermia, kehilangan nutrien, insufisiensi blood purification, hipotensi, dan
aritmia.
TipeCRRT
CRRT memiliki tipe yang beragam, sesuai dengan akses vaskuler, peralatan yang diperlukan
teknik tersebut, mekanisme untuk bersihan air atau zat terlarut, dan kebutuhan untuk
mengganti cairan.
Slow Continuous Ultrafiltration 5,6,8
Slow continuous ultrafiltration (SCUF) adalah terapi hemofiltrasi yang digunakan
khusus untuk mengeluarkan cairan dan pasien tidak azotemia serta refrakter terhadap diuretik
seperti edema paru, sepsis, gagal jantung dan ARDS. Terapi ini tidak menggunakan dialisat
atau cairan pengganti.
Continuous Venovenous Hemofiltration 5,6,8
Continuous venovenous hemofiltration (CVVH) merupakan teknik venovenous,
ultrafiltrat yang dihasilkan selama melintasi membran digantikan sebagian atau seluruhnya
dengan cairan pengganti yang tepat untuk mencapai bersihan darah dan mengendalikan
volume. Terapi ini diindikasikan untuk uremia atau asidosis berat atau ketidakseimbangan
elektrolit dengan atau tanpa kelebihan cairan. Konveksi dan ultrafiltrasi digunakan untuk
mengeluarkan sisa pembuangan.
Continuous Venovenous Hemodialysa 5,6,8
Pada teknik continuous venovenous hemodialysa (CVVHD), difusi dan ultrafiltrasi
digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme. Cairan yang digunakan dikenal sebagai
cairan dialisat, yaitu cairan kristaloid yang berisi elektrolit, glukosa, dan buffer. CVVHD
serupa dengan hemodialisis dan efektif mengeluarkan substansi dengan berat molekul
berukuran kecil sampai sedang.
Continuous Venovenous Hemodiafiltration 5,6,8
Pada continuous venovenous hemodiafiltration (CVVHDF) digunakan difusi, konveksi
dan ultrafiltrasi untuk mengeluarkan sisa metabolisme dan air. Tujuan terapi konveksi untuk
berat molekul berukuran sedang dan terapi difusi untuk mengeluarkan substansi dengan berat
molekul kecil.
Cairan pengganti dapat diberikan pre-dilusi atau pre-filter yang akan mengurangi
bekuan filter dan dapat diberikan pada laju yang lebih cepat dari cairan pengganti yang
diberikan post-filter. Laju cairan pengganti adalah 1.000-2.000 mL/jam. Laju yang lambat
tidak akan efektif untuk pengeluaran solute secara konveksi.5,6
Slow Low-efficiency daily dialysis (SLEDD) dan Slow Low-efficiency daily diafiltration
(SLEDD-f)
Teknik ini cukup popular dalam RRT, menyerupai teknik IHD untuk menghasilkan
solute yang sama tetapi dilakukan lebih lama, yaitu sekitar 8 jam per hari. Hemodinamik
selama tindakan lebih stabil dengan harga yang lebih murah dari tipe CRRT yang lain. Pada
beberapa penelitian disebutkan bahwa CRRT lebih unggul untuk mengatasi AKI di ICU,
dibandingkan dengan SLEDD oleh karena lebih banyak konveksi yang dapat dilakukan. Hal
ini menyebabkan dikembangkannya teknik baru yaitu SLEDD-f yaitu melakukan
hemodiafiltrasi seperti CVVHDF yaitu melakukan bersihan molekul kecil dan sedang, tetapi
dilakukan dalam waktu seperti SLEDD sehingga harganya juga lebih murah dibandingkan
CRRT.11
Pemilihan CRRT untuk tatalaksana pasien dengan penyakit kritis dapat dilihat pada tabel 3.11
Patensi sirkuit ekstrakorporeal membutuhkan penggunan antikoagulan secara kontinyu, yang
akan menambahkan risiko komplikasi perdarahan dan membutuhkan pemantauan. Beberapa
metode antikoagulan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.4.
Priming sirkuit dilakukan dengan 2 liter NaCl 0,9% dan 20.000 U heparin, secara
bermakna menyebabkan adsorpsi heparin ke permukaan hemofilter, tampaknya menurunkan
kebutuhan heparin selama CRRT. Antikoagulan heparin regional dengan netralisasi protamin
dengan rasio 100:1bertujuan meminimalkan efek heparin secara sistemik. Metode ini
membutuhkan pemantauan untuk mengoptimalkan rasio heparin protamin.4
Tabel 3. Pemilihan CRRT untuk penatalaksanaan pasien-pasien dengan penyakit kritis
Indikasi Kondisi Klinis Terapi Pilihan
GGA tanpa
komplikasi
Kelebihan cairan
Uremia
Tekanan Tinggi Intra
Kranial
Syok
Nutrisi
Overdosis Obat
Gangguan elektrolit
Nefrotoksisitas karena
obat
Syok kardiogenik
GGA fase lanjut
Perdarahan subarahnoid
Sepsis, ARDS
Luka Bakar
Teofilin, barbiturat
Hiperkalemi
IHD dan PD
SCUF dan CAVH
CAVHDF,CVVHDF,IHD
CVVHD,CAVHD
CVVH,CVVHDF,CAVHDF
CAVHDF,CVVHDF,CVVH
Hemoperfusi,CVVHDF,IHD
IHD,CVVHDF
Keterangan: GGA=Gagal Ginjal Akut; IHD=Intermitten hemodialysis; PD=Peritonela Dialysys: SCUF= Slow
Low Extended Hemofiltrasi; CAVH=Continuous Arteriovenous Hemofiltration; CAVHDF= Continuous
Arteriovenous Hemodiafiltrasi; CVVHDF= Continuous Venovenous Hemodiafiltrasi; CAVH= Continuous
Arteriovenous Hemofiltrasi; CVVHD= Continuous venovenous hemodialysa
Tabel 4. Patensi sirkuit ekstrakorporeal membutuhkan penggunaan antikoagulan
secara kontinyu
Antikoagulan Keuntungan Masalah Efikasi Monitor
Heparin Antikoagulan
yang baik
Pendarahan
trombositopeni
Baik PTT/ACT
LMWH Trombositopeni
kurang
Pendarahan Baik Aktivitas
Anti-Xa
Heparinisasi
regional +
netralisasi
protamin
Pendarahan
sedikit
Komplek Baik PTT/ACT
Sitrat Risiko
penarahan
berkurang
Hipotensi berat Kurang Tromboelasto
gram
Flush
Heparin
Tidak ada risiko
pendarahan
Bekuan filter Kurang
PTT=partial thromboplastine time ACT=activated cloting time
CRRT konvensional
Beberapa data yang menetapkan bersihan kon-veksi lebih baik bila dibandingkan
dengan bersihan difusi. Substansi dengan berat molekul sedang (peptida) dan berat molekul
besar seperti vankomisin lebih baik dikeluarkan secara konveksi. Beberapa molekul yang
berimplikasi pada sepsis dan disfungsi organ multipel dikategorikan dalam berat molekul
sedang, dan terapi konveksi lebih bermanfaat dalam terapi adjuvant pada syok septik.12
Ricci dkk melaporkan penggunaan filter poliakrilonitrit pada CVVH dan CVVHD
dengan dosis 35 ml/kg/jam dapat mengeluarkan solute ukuran kecil dan sedang.13
Kellum dkk menunjukkan bahwa meskipun CVVH lebih baik dibandingkan CVVHD
dalam menurunkan TNF plasma, ternyata tipe bersihan ini tidak mempengaruhi konsentrasi
plasma IL-6, IL-10, L-selectin atau endotoksin.12
High-volume Hemofiltration
Adanya pembatasan pada disain pompa, laju aliran selama CRRT secara tradisional di
Amerika direstriksi sampai 2 L/jam atau kurang. Akan tetapi Ronco dkk melaporkan CRRT
dengan dosis yang lebih tinggi (35ml/kg/min) memberikan survival yang lebih tinggi pada
pasien AKI dibandingkan dengan dosis konvensional (20ml/kg/min). Peningkatan dosis lebih
tinggi (45ml/kg/min) tidak banyak membantu. Ultrafiltrasi dengan dosis 35 ml/kg/min
meningkatkan angka survival dari 40% menjadi 57% dibandingkan dengan dosis
20ml/kg/min.1,8
Coupled Plasma Filtration Adsorbtion
Teknik spesifik lainnya yang ditargetkan untuk mengeliminasi mediator sepsis pada
pasien kritis adalah coupled plasma filtration adsorbtion (CPFA). Teknik ini memisahkan
plasma dari darah dengan menggunakan filter plasma dan kemudian plasma yang disaring
melalui suatu cartridge resin sintetik masuk kembali ke dalam darah. Filter kedua dapat
ditambahkan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan dan sisa metabolisme dengan berat
molekul kecil.
Penggunaan membran yang lebih terbuka (plasma filter) berpasangan dengan adsorpsi
akan meningkatkan kapasitas sistem adsoprsi dan mencapai bersihan mediator inflamasi
nonspesifik lebih tinggi. Pengeluaran mediator proinflamasi dan antiinflamasi yang bermakna
dan survival dicapai dengan menggunakan teknik tersebut telah terbukti pada model sepsis
pada hewan. Ronco dkk menunjukkan pentingnya keuntungan psikologik (hemodinamik
stabil dan respons monosit) dengan menggunakan teknik ini pada pasien sepsis. Adsorpsi
yang bekerja luas memiliki keuntungan yang bermakna melebihi hemofiltrasi dan lebih
sederhana diaplikasikan daripada plasmaferesis.3,12
CRRT PADA SEPSIS
Sepsis merupakan suatu sindrom klinik lanjutan dari inflamasi sistemik, koagulopati
dan abnormalitas hemodinamik. Sepsis berat dan syok septik menjadi penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di rumah sakit. Kematian karena sepsis akhir-akhir ini sebanding
dengan infark miokard.1
Sitokin pada sintesis nitric oxide yang terjadi pada sepsis akan menurunkan resistensi
vaskuler secara sistemik. Vasodilatasi arterial pada pasien sepsis merupakan predisposisi
terhadap AKI, kebutuhan akan ventilasi mekanik, dan meningkatkan mortalitas.2,3
Sepsis dan SIRS membentuk suatu mozaik kompleks yang saling terkait dengan
melibatkan mediator pleiotropik dengan berat molekul 5000 hingga 70000 KD pada
konsentrasi rendah. Melalui CRRT, mediator-mediator inflamasi yang berlebihan dapat
dikeluarkan dengan melalui sebuah paradigma yang dikenal dengan “the peak concentration
hypothesis” yang memberikan prognosis lebih baik pada beberapa situasi klinis.3
DAFTAR PUSTAKA
1. Sharma S, Kumar A. Septic shock, multiple organ failure, and acute respiratory
distress syndrome. Curr Opin Pulm Med. 2003; 9:199-209.
2. Ronco C, Inguaggiato P, D’Intini’ V, Cole L, Bellomo R, Poulin’ S, Bordoni V,
Crepaldi C, Gastaldon F, Brendolan A, Trairak P, Khajohn T. The role of
extracoporeal therapies in sepsis. J Nephrol. 2003;16: S34-41
3. Dettenmeier P, Swindell B, Stroud M, Arkin N, Howard A. Role of the activated
protein C in the pathology of Severe Sepsis. Am J Crit Care. 2003; 12:518-26
4. Kes P. Continuous renal replacement therapy. Acta Clin Croat. 2000; 39:99-116.
5. Dirkes S, Hodge K. Continuous renal replacement therapy in adult intensive care unit.
Crit Care Nurs. 2007; 27: 61-80.
6. Self-learning Pocket. Principles of continuous renal replacement therapy. Orlando
Regonal Healthcare, Education and Development, 2005.
7. Bellomo R, Ronco C. Renal replacement therapy in the intensive care unit. Crit Care
Resus. 1999;1: 13-24.
8. Chaturvedi M. Continuous renal replacement therapy (CRRT). The Indian
Anaesthetists’Forum. Oktober 2004.
9. Vanholder R, Van Biesen W, Lamiere N. What Is the renal replacement method of
first choice for intensive care patients? J Am Soc Nephrol. 2001;12:S40-3.
10. Bellomo R, Ronco C. Continuous haemofiltration in the intensive care unit. Crit Care.
2000; 4:339-45.4. 5. 6. 7. 8. 9. 0.
11. Marshal MR, Galler D, Rankin APN, Willisms AD. Sustained Low-efficiency Daily
Diafiltration (SLEDD-f) for critically ill patients requiring renal replacement therapy:
towards an adequate therapy. Nephrol Dial Transplant. 2004;19:877-84.
12. Joy MS, Matzke GR, Armstrong DK, Marx MA, Zarowitz BJ. A primer on
continuous renal replacement therapy for critically ill patients. Ann Pharmacother.
1998; 32:362-75.
13. Venkataraman R, Subramanian S, Kellum JA. Extracorporeal blood purification in
severe sepsis. Crit Care. 2003;7:139-45.
14. Ricci Z, Ronco C, Bachetonia A, D’amico G, Rossi S. Solute removal during
continuous renal replacement therapy in critically ill patients: convection versus
diffusion. Crit Care. 2006;10:R67.