terapi bermain pre planning nakula iv fix 1

Upload: endar-budi

Post on 10-Mar-2016

228 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BEROLAH RAGALAHKeuntungan dari berolah raga yaitu :1. Diet + olahraga = penurunan berat badan, yang juga berarti penurunan gula darah.2. Latihan teratur menurunkan tekanan darah, kolesterol dan resiko penyakit jantung.3. Olah raga membuat insulin lebih bekerja efektif

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGHospitalisasi merupakan keadaan di mana orang sakit berada pada lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau pengobatan sehingga dapat mengatasi atau meringankan penyakitnya (Wong, 2000). Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress (Nursalam, 2005). Dampak hospitalisasi pada anak sangat mempengaruhi kesembuhan dan perjalanan penyakit anak selama dirawat di rumah sakit, serta menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku anak. Perasaan tersebut timbul karena anak belum siap menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan nyaman, perasaan kehilangan atau pun perasaan yang dirasa menyakitkan.Respon hospitalisasi pada anak berbeda-beda tergantung oleh perkembangan usia, pengalaman sakit dan dirawat di rumah sakit, support system, serta keterampilan koping dalam menangani stress. Kecemasan terbesar pada anak adalah kecemasan akan kerusakan tubuh. Semua prosedur atau tindakan keperawatan baik yang menimbulkan nyeri maupun tidak, keduanya menyebabkan kecemasan bagi anak usia pra sekolah selama hospitalisasi. Apabila anak mengalami kecemasan tinggi di rumah sakit, maka besar sekali kemungkinan anak akan mengalami disfungsi perkembangan. Anak akan mengalami gangguan seperti gangguan somatik, emosional dan psikomotor.Reaksi hospitalisasi dan dampak yang ditimbulkan seringkali menjadi permasalahan pokok yang dihadapi dalam dunia kesehatan. Ketakutan dan kecemasan anak sangat dipengaruhi oleh peran perawat, dalam hal ini perawat harus dapat memberikan pelayanan keperawatan serta memfasilitasi keluarga untuk bekerjasama dalam proses perawatan anak. Perawat juga dapat memberikan kenyamanan dan dukungan pada anak tanpa melupakan bahwa dunia anak adalah dunia bermain.Bermain bagi anak akan mengembangkan berbagai kemampuan, seperti kemampuan motorik di mana anak cepat untuk bergerak, berlari dan melakukan aktifitas fisik lainnya. Saat bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan dorongan yang tidak dapat diterima dalam bersosialisasi. Anak juga bisa bereksperimen dan mencoba sesuatu yang baru seolah-olah mengalami atau berada pada posisi tersebut. Anak-anak mengungkapkan lebih banyak tentang diri mereka sendiri dalam bermain, mengkomunikasikan beberapa kebutuhan, rasa akut, dan keinginan yang tidak dapat mereka ekspresikan dengan keterampilan bahasa mereka yang terbatas (Wong, 2001).Kebutuhan bermain tidak berhenti selama anak sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Perawat sebagai care provider harus mampu untuk mengobservasi, menginterpretasi, menilai penderitaan serta perasaan tidak nyaman pada anak dalam membantu proses penyembuhannya. Perawat perlu mengupayakan agar perkembangan anak tetap bisa berjalan dengan optimal selama hospitalisasi, juga membantu mengurangi kecemasan anak misalnya dengan bermain terapeutik. Berdasarkan pertimbangan ini, kelompok bermaksud untuk melakukan program bermain terapeutik Mari Mewarnai Buah-buahan di ruang Nakula IV RSUD Kota Semarang.Alasan pemilihan program bermain terapeutik mewarnai ini adalah untuk melatih ketrampilan motorik halus anak yang diperoleh dari kemampuan anak untuk mengolah tangan dengan dilakukan secara berulang-ulang dalam proses mewarnai sehingga semakin lama anak bisa mengendalikan serta mengarahkan sesuai yang dikehendaki. Kesabaran diperoleh melalui kegiatan memilih dan menentukan komposisi yang tepat sesuai pendapatnya, seberapa banyak warna yang digunakan untuk menentukan komposisi warnanya. Usaha yang dilakukan secara terus-menerus akan melatih kesabaran anak.

B. SASARANSasaran dalam program bermain terapeutik ini adalah anak-anak usia 3-5 tahun yang terdiagnosa Febris dan mengalami kecemasan sebagi respon hospitalisasi.

C. KASUSRuang Nakula IV RSUD Kota Semarang adalah bangsal khusus anak. Masalah kesehatan yang paling banyak ditemukan di sana adalah Febris, khususnya pada anak usia 3-5 tahun. Anak-anak tersebut mengalami disfungsi sosial karena berada di rumah sakit, hal ini juga didukung oleh tidak adanya pengalaman sakit sebelumnya ataupun pengalaman dirawat di rumah sakit. Bentuk respon hospitalisasi yang mereka tunjukkan pun bermacam-macam, seperti rewel, takut dengan perawat, menarik diri, dan kecemasan yang tinggi akan tindakan keperawatan yang didapatkan. Mereka juga merasakan bahwa kebutuhan bermain mereka terhenti karena harus berada di rumah sakit.

BAB IILANDASAN TEORIA. HOSPITALISASI1. Pengertian HospitalisasiHospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stress (Supartini, 2004).Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakannya menyakitkan. Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004).2. Dampak Hospitalisasi Pada AnakHospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks, 1998). Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885) bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan system imun (Subowo, 1992). Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan social keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering mengalami stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap pengobatan, asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan. Fakta tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan keperawatan (Nursalam, 2005)3. Reaksi Anak Terhadap HospitalisasiSeperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak.\a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, dan memukul.Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya.c. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua.d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.e. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain (Supartini,2004) .4. Pencegahan Dampak HospitalisasiDirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan pengalaman yang mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari lingkungan rumah sakit yang asing, serta pengobatan maupun pemeriksaan yang kadang kala menyakitkan bagi si anak. Oleh karena itu, peran perawat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dampak tersebut.a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluargaDampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anakMelalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasiperawatan anak.c. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.d. Tidak melakukan kekerasan pada anakKekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.e. Modifikasi Lingkungan FisikMelalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.B. BERMAIN TERAPEUTIK1. PengertianMenurut Thompson dan Henderson (2007 : 415) Bermain terapeutik adalah penggunaan model-model teoritis secara sistematis untuk menjalin sebuah proses interpersonal dimana seorang terapis menggunakan kekuatan-kekuatan terapetik dari kegiatan bermain, untuk membantu para klien dalam mencegah atau mengatasi masalah-masalah psikososial dan mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan secara optimal. Bermain dapat digunakan sebagai terapi karena selama bermain perilaku anak akan tampil lebih bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah terberi pada seorang anak. Untuk melakukan bermain terapeutik ini diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus dari ahli yang bersangkutan dan tidak boleh dilakukan sembarangan.2. Tujuan Bermain terapeutikMenurut Supartini (2004), bermain sebagai terapi mempunyai tujuan sebagai berikut :1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah.4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di rumah sakit.3. Manfaat Bermain terapeutika. Membangun kembali rasa hormat dan penerimaan terhadap orang lain dan diri sendiri.b. Mengganti pola-pola sebelumnya dalam bereaksi terhadap orang lain dengan pola-pola yang bersifat saling menguntungkan dan menyenangkan.c. Mengembangkan cara-cara baru untuk berlatih pengendalian dirid. Memperoleh pengalaman dan cara-cara baru dalam mengungkapkan emosi secara tepat dalam berinteraksi.e. Belajar untuk lebih empati terhadap jalan pikiran dan perasaan orang lain. f. Mengembangkan pandangan dan perasaan-perasaan baru sebagai individu yang lebih baik.4. Prosedur Dalam Bermain terapeutikMenurut Bradley dan Gould (dalam Thompson & Henderson, 2007 : 435) meliputi 3 tahap yaitu : a. Membangun relasi, dimana terapis memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk emosi yang muncul saat anak bermain dan harus memberikan respon yang tepat dalam hal tersebut.b. Menentukan bentuk permainan secara spesifik, dimana hubungan semakin terbentuk dengan baik dan terapis secara asertif mengarahkan permainan bagi anak c. Konfrontasi untuk mengatasi masalah dimana terapis secara aktif lebih mendekatkan diri dalam struktur kegiatan bermain untuk membantu mendorong dan membesarkan hati anak dalam menghhadapi dan menyelesaikan masalah5. Kategori Media BermainRasmussen dan Cunningham (dalam Thompson dan Henderson, 2007 : 437-438) menyatakan dalam strategi penggunaan media bermain harus pulamempertimbangkan karakteristik anak, masalah dan kebutuhan anak, serta tahapan dalam proses terapi atau konseling.Menurut Bradley dan Gould (dalam Thompson & Henderson, 2007 : 473) yaitu : a. Real Life Toys ; rumah boneka, boneka-boneka, baju-baju boneka, kereta-keretaan, keluarga boneka, mainan alat-alat rumah tangga, mobil-mobilan, dll. b. Acting Out and Agressive Release Toys ; borgol, bola, pistol-pistolan, pisau karet, topeng, mainan yang dapat dipukul dengan aman, dll.c. Creative Expression and Emotional Release Toys ; kapur warna, penghapus, box pasir, lem, gunting, kain atau handuk bekas, boneka tangan, kertas perekat, dll. 6. Fungsi Bermain di rumah sakit Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain: a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar. b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan.d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh. e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan prosedur medis. f. Memberi peralihan dan relaksasi.g. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.h. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan.i. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif terhadap orang lain.j. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat.k. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik

C. BERMAIN TERAPEUTIK MEWARNAIMewarnai merupakan salah satu kegiatan yang diperuntukkan untuk anak usia 3-5 tahun yang digunakan untuk mengembangkan kemampuan motorik halus. Tujuan dari kegiatan mewarnai adalah melatih menggerakkan pergelangan tangan (Sujiono, 2008: 2.12). Mewarnai pada anak usia dini bertujuan untuk melatih keterampilan, kerapian serta kesabaran (Pamadhi, Hajar , 2011: 728).Keterampilan diperoleh dari kemampuan anak untuk mengolah tangan yang dilakukan secara berulang-ulang sehingga semakin lama anak bisa mengendalikan serta mengarahkan sesuai yang dikehendaki. Kerapian dilihat dari bagaimana anak memberi warna pada tempat-tempat yang telah ditentukan semakin lama anak akan semakin terampil untuk menggoreskan media pewarnanya karena sudah terbiasa. Kesabaran diperoleh melalui kegiatan memilih dan menentukan komposisi yang tepat sesuai pendapatnya, seberapa banyak warna yang digunakan untuk menentukan komposisi warnanya. Usaha yang dilakukan secara terus-menerus akan melatih kesabaran anak.BAB IIIRENCANA PELAKSANAANA. JUDUL PROGRAM Mari Mewarnai Buah-buahan

B. DESKRIPSI PROGRAMBermain terapeutik yang dilakukan menggunakan teknik mewarnai objek buah-buahan dengan tepat. Dimana saat bermain terapeutik dilaksanakan masing-masing anak diberikan pensil dengan 12 warna, gambar buah yang sudah berwarna, serta gambar buah yang belum berwarna. Anak-anak diminta untuk mewarnai buah tersebut sesuai dengan contoh yang sudah ada.

C. TUJUAN PROGRAMUmumUntuk mengurangi Tingkat Kecemasan Hospitalisasi pada Anak dengan Diagnosa Febris Ruang Nakula IV RSUD Kota Semarang.Khusus1. Untuk mengurangi kejenuhan anak pada saat menjalani perawatan2. Untuk meningkatkan adaptasi efektif pada anak terhadap stress karena penyakit dan dirawat3. Untuk meningkatkan kemampuan daya tangkap atau konsentrasi anak4. Untuk meningkatkan koping yang efektif untuk mempercepat penyembuhan

D. ALAT YANG DIPERLUKAN1. Alat Pensil warna2. Bahana. Kertas bergambar buah tanpa warnab. Kertas bergambar buah dengan warna buah asli

E. WAKTU PELAKSANAANHari,Tanggal: Rabu, 23 Desember 2015Tempat: Ruang Bermain terapeutik Nakula IV RSUD Kota SemarangJam: 10.00 WIB selesaiSasaran: Anak-anak usia 3-5 tahun yang terdiagnosa Febris dan mengalami kecemasan sebagi respon hospitalisasi.F. SISTEMATIKA PROSES PROGRAM

Keterangan := Leader bermain terapeutik= Observer = Fasilitator= Klien = Orang tua

G. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI1. Lama waktu dilaksanakannya bermain terapeutik2. Bahasa yang digunakan saat menjelaskan cara bermain3. Suhu tubuh anak saat bermain diusahakan berkisar antara 360C-37,50CH. ANTISIPASI MEMINIMALKAN HAMBATAN1. Libatkan keluarga agar anak tetap kooperatif sehingga bermain terapeutik dapat dilakukan2. Berikan bentuk gambar buah-buahan yang sudah dikenali anak-anak, misalnya : pisang, apel, jeruk dan mangga.3. Memberikan gambar warna buah yang asli sebagai contoh atau panduan mewarnai.I. PENGORGANISASIAN1. Leader = Lilik Fauziah a. Membuka dan menutup kegiatan bermain terapeutikb. Memberi pengarahan dan mempraktekkan cara bermain di depan anak-anak2. Fasilitator = Dewa Ayu Anggi Gharbelasari, Agnes Yovita Prisca Rahayu dan Henny Kumala Saria. Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan selama bermainb. Mendampingi setiap peserta yang mengikuti bermain terapeutik3. Observer = Endar Giri Budihartoa. Mengamati proses pelaksanaan kegiatanb. Mengevaluasi jalannya bermain terapeutikc. Memberikan penghargaan pada anak-anak yang terlibat dalam bermain terapeutikJ. KRITERIA EVALUASI1. Evaluasi Struktura. Menyiapkan pre planning sebelum pelaksanaan bermain terapeutikb. Melakukan kontrak waktu dengan pihak orang tua klienc. Menyiapkan alat dan media yang diperlukand. Menyiapkan tempat yang akan digunakan2. Evaluasi Prosesa. Kegiatan dilaksanakan pada Rabu, tanggal 23 Desember 2015 pukul 10.00 di Ruang Bermain terapeutik Nakula IV RSUD Kota Semarangb. Anak-anak memberikan perhatian penuh ketika dilakukan permainan menempel dan mewarnai buah-buahan.c. Peserta kooperatif dan aktif dalam permainan d. Orang tua terlihat membimbing dan memberi semangat pada anak-anaknya3. Evaluasi Hasila. Peserta mampu menyelesaikan permainan menempel dan mewarnai buah-buahan.b. Peserta mampu menyebutkan nama buah yang ditempel dan warnanya .c. Peserta mengatakan senang mengikuti bermain terapeutik Mari Menempel dan Mewarnai Buah-buahand. Peserta terlihat tampak tenang dan tidak rewel

BAB IVPENATALAKSANAANA. PersiapanDalam mempersiapan kegiatan bermain terapeutik mewarnai yang dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 23 Desember 2015, mahasiswa Keperawatan UNDIP mengawali dengan mencari peserta yang termasuk dalam criteria inklusi, yaitu pasien dengan usia 3-5 tahun, pasien dengan diagnosa medis febris, tidak menggunakan syringe pump dan infus pump serta pasien harus dalam kondisi stabil.Persiapan juga dilakukan dalam hal media yang dibutuhkan, yaitu kertas bergambar buah yang berwarna dan tidak berwarna (kertas yang berwarna sebagai contoh dan acuan untuk pasien dalam mewarnai) dan pensil warna. Tempat yang akan digunakan untuk melaksanakan bermain terapeutik yaitu Ruang Bermain terapeutik di ruang Nakula IV RSUD Kota Semarang.

B. Pelaksanaan Tujuan umum dari kegiatan bermain terapeutik ini yaitu untuk mengurangi Tingkat Kecemasan Hospitalisasi pada Anak dengan Diagnosa Febris Ruang Nakula IV RSUD Kota Semarang. Kegiatan bermain terapeutik dilaksanakan hari Rabu, 23 Desember 2015.Sebelum dilaksanakan bermain terapeutik, terlebih dahulu moderator memperkenalkan fasilitator yang akan mendampingi kegiatan kepada peserta yang telah hadir, kemudian dilanjutkan dengan penyampaian tujuan dilaksanakannya bermain terapeutik. Moderator kemudian menjelaskan juga pelaksanaan bermain terapeutik kepada peserta. Masing-masing peserta diberikan dua lembar kertas, yatiu kertas dengan gambar buah yang berwarna dan tidak berwarna, dan satu pack pensil warna. Peserta mulai mewarnai dengan didampingi oleh fasilitator masing-masing. Peserta yang sudah selesai mewarnai ditawarkan untuk mewarnai lagi dengan gambar buah yan lain. Setelah semua peserta selesai, gambar yang sudah diwarnai akan diberikan nilai berupa bintang oleh masing-masing fasilitator. Bermain terapeutik selesai dilaksanakan dengan memberikan hasil gambar yang telah diwarnai kepada peserta.

C. Evaluasi 1. Evaluasi Struktur a. Terapi bermain dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah ditentukan yaitu di Ruang Terapi Bermain, Ruang Nakula IV RSUD Kota Semarang pada tanggal 23 Desember 2015b. Peserta yang mengikuti terapi bermain berjumlah 3 orangc. Media dan alat yang digunakan yaitu kertas dengan gambar buah yang berwarna dan tidak berwarna serta satu pack pensil warna2. Evaluasi Proses a. Kegiatan terapi bermain berjalan dengan baik dan lancarb. Peserta kooperatif mengikuti terapi mewarnaic. Peserta paham dengan apa yang di instruksikan para fasilitator yaitu memillih dengan benar warna yang sesuai dengan warna buah aslinyad. Peserta tidak takut untuk bertanya mengenai warna yang cocok untuk gambarnya3. Evaluasi Hasil a. Semua peserta mengikuti kegiatan sampai selesaib. Peserta antusias ditunjukkan dengan menyelesaikan gambar yang diwarnaic. Peserta berani untuk berinteraksi dengan teman dalam terapi mewarnaid. Peserta mengatakan senang dengan mewarnai gambar yang sediakan

DAFTAR PUSTAKA

Beal, Nancy. 2003. Rahasia mengajarkan seni pada anak. Yogyakarta:PripoenbooksPamadhi, Hajar. (2011). Seni Keterampilan Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: EGC.Sujiono, Bambang. (2008). Metode Pengembangan Fisik . Jakarta: Universitas TerbukaSupartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGCThompson,Charles.L & Henderson,Donna.A, (2007). Counseling Children. Seventh Edition. Belmont, CA : Thompson Brooks/Cole Publishing Company.Wong and Whaleys, 2001, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja, Remaja Rosda Karya, Bandung Edisi 1. Jakarta: Salemba MedikaPlay Therapy & Beyond :Treatment Techniques & Strategies (http://www.a4pt.org/ps.playtherapy.cfm) Play Therapy (http://www.childcustodycoach.com)