terapi asma.docx

21
1. Terapi serangan asma akut 1) Di rumah sakit atau bagian darurat yang memiliki alat nebulizer, suntikan adrenalin/agonis beta 2 tidak berikan lagi,tetapi langsung diberikan agonis beta 2 secara nebulizer,yang dapat diulang setiap 15 - 20 menit sampai serangannya teratasi atau sampai tampak tanda-tanda efek samping seperti adanya tremor. Bilamana yang diberikan adalah suntukan adrenalin/agonis betas 2 secara subkutan (untuk yang tidak mempunyai nebulizer), maka suntikan tersebut dapat diulang setelah 15 atau 20 menit 2) Bila tindakan pertama tersebut tidak menolong, maka segera dipasang/diberikan cairan secara parenteral untuk pemberian hidrasi secara optimal, koreksi asam-basa dan obat-obatan, Juga oksigen diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari biasa 3) Pemberian kortikosteroid dosis tinggi baik secara oral maupun suntikan adalah suatu keharusan. Kortikosteropid ini selain berfungsi sebagai anti inflamasi juga dapat menghidupkan kembali reseptor beta 2 yang sudah resisten. 4) Teofilin dapat diberikan bersama-sama baik seeara oral ataupun intravena. Bila diberikan seeara oral, maka digunakanpreparat teofilin lepas lambat 5) Dengan ketiga obat tersebut di atas biasanya 75% serangan dapat diatasi. Bila setelah 24 jam tidak memberikan respons maka sebaiknya penderita dipindahkan ke ruang perawatan

Upload: dhimas-narra-junio

Post on 28-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: terapi asma.docx

1. Terapi serangan asma akut

1) Di rumah sakit atau bagian darurat yang memiliki alat nebulizer, suntikan

adrenalin/agonis beta 2 tidak berikan lagi,tetapi langsung diberikan agonis beta 2

secara nebulizer,yang dapat diulang setiap 15 - 20 menit sampai serangannya teratasi

atau sampai tampak tanda-tanda efek samping seperti adanya tremor. Bilamana yang

diberikan adalah suntukan adrenalin/agonis betas 2 secara subkutan (untuk yang tidak

mempunyai nebulizer), maka suntikan tersebut dapat diulang setelah 15 atau 20 menit

2) Bila tindakan pertama tersebut tidak menolong, maka segera dipasang/diberikan cairan

secara parenteral untuk pemberian hidrasi secara optimal, koreksi asam-basa dan obat-

obatan, Juga oksigen diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari biasa

3) Pemberian kortikosteroid dosis tinggi baik secara oral maupun suntikan adalah suatu

keharusan. Kortikosteropid ini selain berfungsi sebagai anti inflamasi juga dapat

menghidupkan kembali reseptor beta 2 yang sudah resisten.

4) Teofilin dapat diberikan bersama-sama baik seeara oral ataupun intravena. Bila diberikan

seeara oral, maka digunakanpreparat teofilin lepas lambat

5) Dengan ketiga obat tersebut di atas biasanya 75% serangan dapat diatasi. Bila setelah 24

jam tidak memberikan respons maka sebaiknya penderita dipindahkan ke ruang

perawatan intensif untuk pemeriksaan dan tindakan lain yang lebih akurat.

Bilamana seorang penderita sampai mengalami serangan status asmatikus, harus

dipertimbangkan dan dievaluasi apakah pengobatan profilaksis yang diberikan kurang adekuat.

Sebelum penderita dipulangkan harus dibuat program pengobatan yang lebih tereneana untuk

meneegah serangan berikut.

2. Terapi Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk

a. meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola penyakit asma

sendiri)

b. meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma sendiri/asmamandiri)

c. membantu pasien agar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma

3. Pencegahan

Page 2: terapi asma.docx

a. Menjauhi alergen, bila perlu desensitisasi

b. Menghindari kelelahan

c. Menghindari stress psikis

d. Mencegah/mengobati ISPA sedini mungkin

Diagnosis Asma

Diagnosis asma didasari pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan penunjang. Pada

riwayat, ditemukan adanya sesak, batuk, dan mengi atau rasa berat di dada. Tapi kadang-kadang

pasien mengeluhkan adanya batuk setelah melakukan aktivitas fisik ataupun pada saat malam

hari. Adanya penyakit alergi lainnya pada pasien atau pun pada keluarganya semakin

memberikan kekhasan adanya penyakit asma ini. Ada kalanya gejala-gejala asma sering muncul

pada musim-musim tertentu. Perlu diketahui adanya faktor- faktor pemicu seperti:

- Infeksi saluran pernafasan

- Pajanan terhadap allergen, misalnya debu

- Pajanan terhadap iritan seperti asap

- Kegiatan jasmani: lari

- Ekspresi emosional

- Obat-obat aspirin

- Lingkungan kerja

- Pengawet makanan

- Polusi udara

Yang membedakan antara asma dengan penyakit saluran napas lainnya yaitu serangan

dapat hilang dengan sendirinya tanpa diberikan obat.

Page 3: terapi asma.docx

Riwayat ( anamnesis) + Pem. Fisik

Dicurigai Asma Tidak Dicurigai Asma

EpisodicMalam hariMusimanPasca aktivitas fisik

Kelainan kardiovaskulerInfeksiMuntah / tersedak

Berikan Bronkodilator

Mungkin ASMA

Tentukan derajat dan pencetusnya

Berikan Obat anti-asma

Pertimbangan pemeriksaan:

Foto rontgenProvokasi bronkusImunologisPemeriksaan motilitas siliaPemeriksaan GERD

Bukan Asma

Tidak mendukung diagnosis lainnya

Page 4: terapi asma.docx

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :

kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan

viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

b. Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,

hiperkapnia, atau asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

menandakan terdapatnya suatu infeksi.

Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu

serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

2. Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan

gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga

intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan

yang didapat adalah sebagai berikut:

Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin

bertambah.

Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru

Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat

dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

Page 5: terapi asma.docx

3. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

4. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,

dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise

rotation.

Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle

branch block).

Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau

terjadinya depresi segmen ST negative.

5. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan

sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.

Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol

(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih

dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari

20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga

penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan

tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

Tata Laksana

Perlu diberikan edukasi, antara lain mengenai pathogenesis asma, peranan terapi asma,

jenis-jenis terapi yang tersedia, serta faktor pencetus yang perlu dihindari. Pastikan pasien

menggunakan alat untuk terapi inhalasi yang sesuai. Secara umum, terdapat dua jenis obat dalam

penatalaksanaan asma, yaitu obat pengendali (controller) dan pereda (reliever). Obat pengendali

Page 6: terapi asma.docx

merupakan profilaksis serangan yang diberikan tiap hari, ada atau tidak ada serangan/ gejala,

sedangkan obat pereda adalah yang diberikan saat serangan.

Pengobatan asma secara cepat/jangka pendek yaitu dengan menggunakan obat pelega

saluran pernafasan seperti inhaler dan nebulizer yang berfungsi menghentikan serangan asma.

Pengobatan jangka panjang yang berfungsi untuk mencegah terjadinya serangan asma adalah

dengan menggunakan obat-obatan seperti steroid berfungsi untuk tetap membuat saluran

pernafasan terbuka dan mengurangi pembengkakan.

Adapun tujuan pengobatan:

- Mencegah ikatan allergen-IgE

a. Menghindari allergen

b. Melakukan hiposensitisasi, yaitu menyuntikkan allergen dengan dosis kecil secara terus-

menerus sampai pasien tidak mengalami alergi lagi.

- Mencegah pelepasan mediator

Dilakukan dengan natrium kromolin. Natrium kromolin diduga dapat mencegah

pelepasan mediator inflamasi dari sel mast.

Obat-obatan golongan agonis beta 2 dan teofilin selain sebagai bronkodilator, juga

sebagai pencegah pelepasan mediator.

- Melebarkan saluran napas dengan bronkodilator

a. Simpatomimetik

1) Agonis beta 2 (salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol) merupakan obat-

obatan pilihan untuk serangan asma, diberikan secara inhalasi dengan metered

dosed inhaler atau nebulizer.

2) Epinefrin diberikan subkutan sebagai pengganti agonis beta 2 pada serangan asma

berat.

b. Aminofilin: diapakai pada serangan asma akut, diberikan dosis awal, lalu diikuti

dengan dosis pemeliharaan.

c. Kortikosteroid: bukan termasuk golongan bronkodilator, tapi bias melebarkan saluran

napas. Diapaki pada serangan akut atau pada pemeliharaan.

d. Antikolinergik: terutama dipakai sebagai suplemen agonis beta 2.

- Mengurangi respon dengan meredam inflamasi saluran napas

Page 7: terapi asma.docx

Implikasi proses inflamasi adalah meredam inflamasi yang ada baik dengan natrium

kromolin, atau dengan kortikosteroid secara oral, parentral, atau inhalasi seperti pada

asma akut dan kronis.

Pendidikan / Edukasi Kepada Penderita Dan Keluarga

Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang komprehensif,

dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang dokter Puskesmas di satu

pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain. Pendidikan

kepada penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter Puskesmas, sehingga

dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak.

Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya adalah

1. memahami sifat-sifat dari penyakit asma :

Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.

Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena faktor tertentu

bisa kambuh lagi.

Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan pengobatan jangka

panjang secara teratur.

2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan, seperti :

Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing, kuda dan spora

jamur.

Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.

Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.

Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang lembab.

Infeksi saluran pernafasan.

Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.

Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.

Page 8: terapi asma.docx

Stres fisik atau kelelahan.

Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa saja yang memicu dan

memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada beberapa pasien, faktor di atas

bersifat individual dimana antara pasien satu dan yang lainnya tidaklah sama tetapi karena hal itu

sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk menghindari faktor-faktor si atas.

3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu perbaikan dan

mengurangi serangan :

Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan (bersifat individual).

Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.

Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.

Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.

Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan lembab.

Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.

Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk dan pilek.

Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat simptomatis maupun

obat profilaksis.

Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak minum air hangat

guna membantu pengenceran dahak.

Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di lingkungan

dengan temperatur hangat.

4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang diberikan oleh

dokter :

Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.

Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.

Page 9: terapi asma.docx

Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.

Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya infeksi saluran

nafas.

5. Mampu menilai kemajuan dan kemunduran dari penyakit dan hasil pengobatan. 6.

Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan segera

mencari pertolongan dokter. (Medlinux,2008) Penderita dan keluarganya juga harus

mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma, seperti : 1. Bahwa asma semata-

mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahal keadaan bronkus yang hiperaktif

merupakan faktor utama. 2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan. 3. Baru

berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat bila sesak

nafas berkurang atau hilang.

1. Beta 2 Agonis

Mekanisme kerjanya adalah dengan menstimulasi adenylcyklase dan meningkatkan

cAMP pada otot polos.

Efek yang diharapkan dari pemberian beta 2 agonis adalah bronkodilatasi pada bronkus.

Pemberian secara inhalasi sangat dianjurkan karena:

Obat bekerja langsung pada saluran napas

Onset kerja yang cepat

Dosis obat yang kecil

Efek samping yang minimal

Farmakokinetik beta 2 agonis:

Pemberian secara inhalasi meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping

sistemik.

Page 10: terapi asma.docx

Dengan pemberian secara inhalasi dapat meminimalkan efek beta 1 adrenoseptor

seperti tremor, keram, takikardi, dan hipokalemia.

Beta 2 agonis ada yang bersifat short acting dan bersifat long acting.

Short acting:

Contoh obat short acting adalah albuterol, terbutaline, metaproterenol, dan

pirbuterol.

Onset : bronkodilatasi maksimal : 30 menit

Durasi : 3-4 jam (2-6 jam), oral lebih lama

Obat-obat short acting dapat diberikan secara oral (albuterol, terbutaline),

inhalasi, dan injeksi secara subkutan (terbutaline).

Long acting:

Contoh obat yang bekerja long acting adalah salmeterol, formoterol.

Durasi : 12 jam atau lebih.

Pemberian obat-obatan yang bekerja long acting tidak dianjurkan sbg terapi

tunggal (Salmeterol dan fluticasone; Formoterol dan budesonide).

2. Metilxantin

Metilxantin yang penting sering digunakan klinis adalah teofilin, teobromin dan kafein.

Mekanisme kerja:

Menghambat enzim fosfodiesterase, sehingga menghambat degradasi cAMP à kadar

cAMP meningkat

Juga menghambat reseptor adenosin pada SSP dan jaringan lain.

Selain itu obat ini juga memiliki efek relaksasi otot polos bronkus dan sebagai

antiinflamasi.

Page 11: terapi asma.docx

Obat-obatan metilxantin diabsorbsi secara cepat dengan pemberian oral dan parenteral.

Pemberian bisa secara oral, intravena, dan per rectal.

Efek samping obat antara lain:

Gangguan gastrointestinal, tremor dan insomnia, nyeri kepala, palpitasi.

Dosis tinggi : mual dan muntah yang berat, hipotensi, aritmia, konvulsi.

3. Antagonis Muskarinik

Mekanisme kerja obat antagonis muskarinik adalah dengan menghambat reseptor

muskarinik pada saluran napas secara kompetitif mencegah kontraksi otot polos bronkus

dan hipersekresi mukus bronkus.

Sediaan preparatnya Ipratropium bromida (prototipe) dan Tiotropium (long acting).

Diberikan secara inhalasi.

Efek samping sistemik kecil, mulut kering, konstipasi, retensi urin, takikardi. Dosis besar

efek toksik mirip atropine.

4. Kortikosteroid

Farmakokinetik

Penting pada penatalaksanaan asma berat

Pada pemberian per oral, penggunaan jangka panjang diberikan bila dengan antiasma

yang lain gagal.

Pemberian per inhalasi, relatif aman.

Pemberian secara IV (prednisolon dan hidrokortison) untuk kondisi status asmatikus.

Glukokortikoid inhalasi dipertimbangkan untuk asma sedang yang kurang responsif

terhadap beta agonis.

Page 12: terapi asma.docx

Efek samping dari pemberian kortikosteroid adalah toksisitas sistemik. Toksisitas

sistemik muncul setelah pengobatan lebih dari 2 minggu.

5. Cromolyn & Nedocromil

Cromolyn ( disodium cromoglycate ) dan Nedocromil tidak diberikan secara oral tetapi

diberikan secara inhalasi ( aerosol )

Penggunaan klinis

pencegahan serangan asma ( terutama pada anak )

asma yang disebabkan allergen

mengurangi gejala rhinokonjungtivitis alergika

mengurangi gejala rhinokonjungtivitis alergika

Efek samping

iritasi tenggorokan

batuk, mulut kering

rasa sesak di dada

6. Leukotrine Antagonis

Contoh : Zafirlukast, Montelukast

Pada semua jenis asma baik yang kronik maupun akut, asma karena paparan allergen dan

asma akibat latihan ( exercise induced asthma ) akan timbul leukotrien yang memegang

peran utama pada serangan asma.Berhubung hal di atas maka reseptor leukotrien

merupakan target penting untuk intervensi terapi asma

Efek :

1. Anti inflamasi dan imunomodulator

2. Mencegah obstruksi brokus oleh leukotrien

3. Mencegah asma yang disebabkan oleh allergen

4. Mengurangi jumlah eksaserbasi serangan asma

5. Menghambat permeabilitas vaskuler dan edema mukosa

Terapi Reliever

Inhalasi β2-agonists kerja cepat

Steroid sistemik

Page 13: terapi asma.docx

Anticholinergik

Metilxanthin : aminophillin

Oral β2-agonists kerja cepat

Terapi kontroler

Steroid inhalasi

Steroid sistemik : intra vena

Cromones : ketotifen

Metilxanthin : aminophillin lepas lambat

inhalasi β2-agonists kerja lama

oral β2-agonists kerja lama

Leukotriene

Step-step Dalam Pengobatan Asma

step1 step2 step3 step4 step5

As needed

rapid

acting

Beta2

agonist

As needed rapid acting beta2 agonist

Controller

options

Select 1 Select 1 Add 1 or more Add 1 or both

Low dose ICS Low dose ICS +

long acting beta 2

agonist

Medium/high

dose ICS + long

acting beta2

Oral CS

Page 14: terapi asma.docx

agonist

Leukotriene

modifier (RA/SI)

Medium or high

dose ICS

Leukotrien

modifier

anti – IgE

treatment

Low dose ICS +

leukotrien

modifier

Sustained

released teophilin

Low dose ICS +

sustained release

teophilin

Step 1

Penderita dengan gejala harian, serangan durasi singkat

Inhalasi beta agonist kerja cepat direkomendasikan sebagai terapi pelega

Jikalau gejala lebih sering terjadi dan atau memburuk secara periodik, penderita

memerlukan terapi kontrol (step 2 atau lebih tinggi)

Step 2

Obat pelega ditambahkan dengan kontroler tunggal

ICS dosis rendah direkomendasikan sebagai terapi kontrol awal pada semua usia

Obat kontroler alternatif termasuk leukotriens modifiers diberikan pada pasien yang tak

bisa menggunakan ICS

Step 3

Obat pelega + 1 atau 2 kontroler

Untuk dewasa + dewasa muda, kombinasi ICS dosis rendah + inhalasi beta2 agonist kerja

lama baik kombinasi dalam 1 inhaler atau komponen terpisah

Inhalasi beta2 agonist kerja lama tidak boleh monoterapi

Untuk anak-anak, ICS tingkatkan sampai dosis medium

Tingkatkan dosis ICS sampai medium

Kombinasi ICS dosis rendah + leukotriens modifiers

Teofilin lepas lambat dosis rendah

Page 15: terapi asma.docx

Step 4

Obat pelega + 2 atau lebih kontroler

Pilihan terapi tergantung pilihan sebelumnya pada step 2 dan 3

Bila mungkin, pasien yang tak terkontrol pada step 3 dirujuk ke tenaga yang lebih ahli

ICS dosis medium atau tinggi kombinasi dg inhalasi Beta 2 agonist kerja lama

ICS dosis medium atau tinggi + leukotriens modifiers

Teofilin lepas lambat dosis rendah + ICS dosis medium atau tinggi kombinasi dengan

inhalasi Beta2 agonist kerja lama

Step 5

Obat pelega + penambahan kontroler lainnya

Penambahan CS oral pada obat kontroler lain mungkin efektif, tapi efek samping besar

Penambahan anti IgE pada kontroler lain memperbaiki kontrol asma alergi bila kontrol

tidak dapat dicapai dengan pengobatan lain

Pencegahan

a. Pencegahan Primer

Periode prenatal : menghindari makanan yang bersifat allergen pada ibu hamil dengan

resiko tinggi.

Periode postnatal :

o menghindari allergen sedini mungkin ( makanan bayi seperti susu sapi, telur, ikan,

kacang-kacangan).

o Diet menghindari antigen pada ibu menyusui resiko tinggi.

o Menghindari aeroallergen pada bayi dianjurkan dalam upaya menghindari sensitisasi

( tapi dalam studi terakhir dikatakan kontak sedini mungkin dengan kucing dan anjing

kenyataannya mencegah alergi lebih baik daripada menghindari binatang tersebut)

o Menghindari asap rokok lingkungan baik periode prenatal maupun postnatal.

b. Pencegahan sekunder

Mencegah yang sudah tersensitisasi untuk tidak berkembang menjadi asma yakni dengan

jalan antara lain :

oPemberian antihistamin H-1 dalam menurunkan onset mengi pada penderita anak dermatitis

atopic.

Page 16: terapi asma.docx

oPenghentian pajanan allergen sedini mungkin pada penderita yang sudah terlanjur

tersensitisasi.