teori teori perdagangan internasional fix
DESCRIPTION
PEITRANSCRIPT
Teori Teori Perdagangan Internasional
1. Teori Klasik
a. Kemanfaat Absolut (Absolute Advantage: Adam Smith)
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil
bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory)
perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin
banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut
(Labor Theory of value ). Contoh klasik yang dikemuka oleh Adam Smith,
misalnya, untuk menangkap seekor harimau diperlukan tenaga kerja empat kali
lipat disbandingkan untuk menangkap seekor kucing.
Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan
anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen serta merupakan satu-satunya
factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor
produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan
bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda,
dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran
negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan
absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada
keuntungan.
b. Kemanfaatan Relatif (Comparative Advantage: JS Mill)
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan
kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage
terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative disadvantage yaitu
suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang
yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar.
Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan
oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang
tersebut. Makin banak tenaga yang dicurahkan untuk memproduksi suatu barang,
makin mahal barang tersebut.
Apabila nilai tukar dalam perdagangan itu sama dengan harga di dalam
negeri salah satu Negara, maka keuntungan keena perdagangan (gains from trade)
tersebut hanya ada pada satu Negara saja.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat
menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana
kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.
c. Biaya Relatif (Comparative Cost: David Ricardo)
Titik pangkal teori Ricardo tentang perdagangan internasional adalah
teorinya tentang nilai/value. Menurut dia nilai/value sesuatu barang tergantung
daribanyaknya tenaga kerja yang dicurahka untuk memproduksi barang tersebut
(labor cost value theory). Perdagangan antar Negara akan timbul apabila masing-
masing Negara memiliki comparative cost yang kecil.
Pada dasarnya teori Comparative cost dan comparative advantage itu
sama, hanya saja kalau pada teori :
1. Comparative advantage untuk sejumlah terteentu tenaga kerja dimasing-
masing Negara outputnya berbeda.
2. Sedangkan comparative cost, untuk sejumlah output tertentu, waktu yang
dibutuhkan berbeda antara sat Negara dengan Negara lain.
Teori-teori klasik tersebut disusun berdasarkan beberapa anggapan,antara
lain: Hanya ada 2 negara, 2 barang, keadaan full employment, persaingan
sempurna, mobilitas dalam Negara yang tinggi dari factor-faktor produksi (tenga
kerja dan capital) tetapi immobile secara internasional.
Beberapa kritik pada teori klasik :
Bahwa tenaga kerja nyatanya tidak homogeny
Mobilitas tenaga kerja di dalam negeri mungkin tidak sebebas seperti
dalam anggapan klasik. Hal ini disebabkan oleh ikatan keluarga,
ketidaktentuan tentang pekerjaan yang baru di tempat dan sebagainya.
Dengan adanya non competing group dari tenaga kerja menyebabkan tidak
mungkin nilai suatu barang dinyatakan dengan banyaknya tenaga kerja
yang dibutuhkan.
d. Kelemahan Teori Klasik
Teori klasik menjelaskan bahwa keuntungan dari perdagangan
internasional itu timbul karena adanya comparative advantage yang berbeda
antara dua Negara. Teori nilai tenaga kerja menjelaskan mengapa terdapat
perbedaan dalam comparative advantage itu karena adanya perbedaan di dalam
fungsi produksi antara dua Negara atau lebih. Jika fungsi produksinya sama, maka
kebutuhan tenaga kerja juga akan sama nilai produksinya sama sehingga tidak
akan terjadi perdagangan internasional. Oleh karena itu syarat timbulnya
perdagangan antarnegara adalah perbedaan fungsi produksi di antara dua Negara
tersebut. Namun teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan
fungsi produksi antara dua Negara.
2. Teori Modern
a. Faktor Proporsi (Hecksher & Ohlin)
Teori yang lebih modern seperti yang dikemukakan oleh Hecksher dan
Ohlin menyatakan bahwa perbedaan dalam opportunity cost suatu Negara dengan
Negara lain kerena adanya perbedaan dalam jumlah factor produksi yang
dimilikinya.
Suatu Negara memiliki tenaga kerja lebih banyak dari pada Negara lain,
sedang Negara lain memiliki capital lebih banyak dari pada negara tersebut
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pertukaran.
Proporsi factor-faktor produksi yang dimiliki suatu Negara berbeda-beda,
sehingga menimbulkan perbedaan relative harga-harga di berbagai Negara. Suatu
Negara cenderung untuk memproduksi barang yang menggunakan factor produksi
yang dimiliki Negara itu dalam jumlah besar.
b. Kesamaan Harga Faktor Produksi (Factor Price Equalization)
Inti dari teori ini adalah bahwa perdagangan bebas cenderung
mengabaikan harga faktor-faktor produksi sama di beberapa Negara. Dari teori
factor proporsi Hecksher dan Ohlin, selama Negara A memperbanyak produksi
barang X akan mengakibatkan bertambahnya permintaan tenaga kerja, sebaliknya
makin berkurangnya produksi barang Y berarti makin sedikitnya permintaan akan
capital. Hal ini akan cenderung menurunkan upah (harga daripada tenga kerja)
dan menaikkan harga daripada capital (rate of return).
c. Teori Permintaan dan Penawaran
Pada prinsipnya perdagangan antara dua egara itu timbul karena adanya
perbedaan didalam permintaan maupun penawaran. Permintaan ini berbeda
misalnya, karena perbedaan pendapatan dan selera sedangkan penawaran
misalnya, dikarenakan perbedaan di dalam jumlah dan kualitas factor-faktor
produksi, tingkat teknologi dan eksternalitas.
d. Kurva Kemungkinan Produksi dan Indifference
Production possibility curve ( PPC )adalah kurva yang menunjukkan
berbagai kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan
sejumlah faktor produksi tertentu secara full employment. Dalam hal ini bentuk
PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan
yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost
e. Offer Curve
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu
Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan
kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan
barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.Kelebihan dari offer curve yaitu
masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional
yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga
factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga
suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan
comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara.
Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa
diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang
baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.
3. Studi Empirik Teori Perdagangan Internasional
Beberapa studi untuk melakukan test terhadap teori perdagangan khususnya teori
Ricardo dan Hecksher & Ohlin hasilnya sangat berfariasi. Ada yang mendukung tetapi
ada pula yang tidak sejalan dengan teori/hipotesisnya.
Hipotesa kedua teori tersebut menyangkut tentang komposisi/strutuktur barang
yang diperdagangan serta pemilikan sumber daya (Factor Endowment). Menurut David
Ricardo komposisi barang ekspor atau impor dari suatu negara ditentukan oleh
produktifitas tenaga kerja pada masing-masing industri. Suatu Negara akan mengekspor
barang dimana produktivitas tenaga kerja pada produksi barang tersebut paling tinggi dan
mengimpor barang yang produktivitas tenaga kerjanya paling rendah. Model Hecksher-
Ohlin menyatakan bahwa komposisi barang ekspor atau impor ditentukan oleh
perbandingan pemilikan factor produksi tenaga kerja dan modal masing-masing Negara
dan intensitas penggunaan factor prosuksi pada setiap barang.
Studi empirik model Hecksher & Ohlin menunjukan hasil yang lebih bervariasi,
sebagian mendukung sebagian tidak. Mac Dougall dengan menggunakan data yang sama
dengan yang di pergunakan untuk test model Ricardo hanya di tambah dengan data rasio
model dan tenaga untuk masing–masing industri di Amerika dan Inggris. Sebagai alat
pengukur besarnya modal dipergunkan data penggunaan energi. Hasilnya, tidak terdapat
hubungan yang sistematis antara rasio penggunaan energi per tenaga kerja dengan rasio
ekspor Amerika-Ingrris sehingga hipotesa Hecksher-Ohlin di tolak.
4. Alternative Teori
Beberapa alternative teori yang mencoba menjelaskan komposisi/struktur barang yagn
diperdagangkan muncul, diantaranya:
Keterampilan (Human Skills) suatu ciri yang membedakan negara maju dengan
negara berkembang adalah dalam hal keterampilan keahlian tenaga kerja. Secara
umum keterampilan/keahlian tenaga kerja di negara maju jauh lebih tinggi baik
dalam jumlah, jenis maupun kualitasnya. Oleh karena itu negara maju cenderung
mengekspor barang yang dapat tenaga ahli atau terampil. Sebaliknya, negara
berkembang akan mengekspor barang yang padat tenaga tidak ahli/terampil.
Skala ekonomis (economies of scale). Menurut teori ini suatu Negara yang pasar
dalam negerinya luas cenderung mengekspor barang yang dapat dihasilkan biaya
rata-rata menurun dengan mekin besarnya skala perusahaan (economies of scale).
Sebaliknya suatu Negara kecil di mana pasar dalam negerinya sempit cenderung
mengekspor barang yang tidak memenuhi syarat skala perusahaan yang
ekonomis.
Kemjuan teknologi. Suatu Negara yang industrinya telah maju biasanya dapat
menciptakan barang baru, sehingga dapat menikmati pasar luar negeri untuk
produk barunya. Namun lama-kelamaan Negara lain meniru (memproduksi
barang tiruan) dan kemudian mengekspornya. Biasanya negaranya meniru untuk
mendasarkan pada adanya tenaga kerja yang murah.
Product Cycle. Teori ini menekankan pada standardisasi produk. Untuk produk
baru biasanya masih belum distandarisir. Dengan makin luasnya pasar serta
makin berkembangnya teknologi proses prosuksi maka produk maupun proses
prosuksi semakin semakin distandardisir, bahkan mungkin nantinya secara
internasioanal ditentukan standarnya. Sebagai konsekuensinya, hipotesa teori ini
mengatakan bahwa Negara maju cenderung mengekspor barang yang belum
distandardisir sedangkan Negara berkembang spesialisasi pada barang yang sudah
distandardisir. Test terhadap hipotesa ini dapat dilakukan dengan menghubungkan
antara tingkat spesialisasi (atau differensiasi) produk ekespor dengan tingkat
idustrialisasi.
PENGANTAR EKONOMI INTERNASIONAL
RMK TEORI PERDAGANGAN INTERNASIOANAL
Oleh :
Ni Ketut Supadmi (1306205047)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2015