teori motivasi dan semangat kerja

25
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi 2.1.1 Definisi Motivasi Terdapat beberapa definisi motivasi menurut para ahli: Menurut Robbins (2001, p166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan individual. Menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004, p36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Menurut Veithzal Rivai (2005, p455) “Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu”. Greenberg dan Baron (Djatmiko 2005, p67) mendefinisikan bahwa “Motivasi kerja adalah suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara perilaku manusia kearah pencapaian suatu tujuan” Ernest J. McCormick (Mangkunegara 2005, p94) dalam hubungannya dengan lingkungan kerja mengemukakan bahwa “Motivasi kerja didefinisikan sebagai

Upload: nanang-rarung

Post on 21-Nov-2015

45 views

Category:

Documents


21 download

DESCRIPTION

Teori Motivasi

TRANSCRIPT

  • 5

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Motivasi

    2.1.1 Definisi Motivasi

    Terdapat beberapa definisi motivasi menurut para ahli:

    Menurut Robbins (2001, p166) menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi yang

    dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi beberapa kebutuhan

    individual.

    Menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip oleh Soleh Purnomo (2004, p36) menyatakan bahwa motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan

    seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan

    dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk

    menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan

    menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai

    sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

    Menurut Veithzal Rivai (2005, p455) Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai

    dengan tujuan individu.

    Greenberg dan Baron (Djatmiko 2005, p67) mendefinisikan bahwa Motivasi kerja adalah suatu proses yang mendorong, mengarahkan dan memelihara

    perilaku manusia kearah pencapaian suatu tujuan

    Ernest J. McCormick (Mangkunegara 2005, p94) dalam hubungannya dengan lingkungan kerja mengemukakan bahwa Motivasi kerja didefinisikan sebagai

  • 6

    kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara

    perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja.

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p114) motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak.

    2.1.2 Tujuan Pemberian Motivasi

    Menurut Gouzali Saydam (2005, p328) tujuan pemberian motivasi adalah untuk:

    1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan;

    2. Meningkatkan gairah dan semangat kerja;

    3. Meningkatkan disiplin kerja;

    4. Meningkatkan prestasi kerja;

    5. Mempertinggi moral kerja karyawan;

    6. Meningkatkan rasa tanggung jawab;

    7. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi;

    8. Menumbuhkan loyalitas karyawan pada perusahaan.

    Kemudian Malayu Hasibuan (2003, p97-98) mengemukakan bahwa pemberian motivasi

    mempunyai tujuan, yaitu:

    1. Mendorong gairah dan semangat kerja karyawan;

    2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan;

    3. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan;

    4. Mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan perusahaan;

    5. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan;

    6. Mengefektifkan pengadaan karyawan;

    7. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik;

    8. Meningkatkan kreativitas dan partisipasi karyawan;

    9. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan;

  • 7

    10. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya;

    11. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

    Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan

    faktor penting yang perlu diperhatikan oleh pemimpin maupun manajer agar bawahan

    atau karyawan dapat bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

    Pemberian motivasi yakni agar bawahan mau bekerja dan mengeluarkan kemampuan

    mereka atau memberikan kinerja yang maksimal.

    2.1.3 Memotivasi Karyawan

    Mathis-Jackson (2003, p274-278) mengungkapkan beberapa cara untuk memotivasi

    beragam jenis pekerja, sebagai berikut:

    A. Memotivasi Para Profesional

    Berilah kepada mereka proyek-proyek menantang yang berkelanjutan. Berilah

    mereka otonomi untuk mengikuti minat mereka dan biarkan mereka

    menstrukturkan kerja mereka dalam cara-cara yang mereka rasa produktif. Ganjar

    mereka dengan kesempatan pendidikan pelatihan, lokakarya, menghadiri

    konferensi yang memungkinkan mereka untuk tetap menguasai perkembangan

    dalam bidang mereka. Kemukakan pertanyaan-pertanyaan dan lakukan tindakan

    lain yang memperagakan kepada mereka bahwa Anda secara tulus tertarik akan

    apa yang mereka kerjakan.

    B. Memotivasi Pekerja Sementara/Tidak Tetap (Contingent)

    Tidak ada pemecahan sederhana untuk memotivasi karyawan tidak tetap. Ada dua

    kelompok pekerja tidak tetap, yakni yang secara sukarela dan yang terpaksa. Bagi

    kelompok sukarela kurangnya kemantapan bukanlah masalah. Namun untuk

    menghadapi karyawan yang tidak secara sukarela menjadi tidak tetap jawabannya

    adalah kesempatan untuk status permanen serta kesempatan untuk pelatihan.

  • 8

    C. Memotivasi Angkatan Kerja Yang Beraneka Ragam

    Kata kunci untuk jenis pekerja ini adalah keluwesan (fleksibilitas). Bersiaplah untuk

    merancang jadwal kerja, rencana kompensasi, tunjangan, menetapkan fisik

    pekerjaan, dan semacamnya untuk mencerminkan kebutuhan karyawan yang

    beraneka. Misalkan menawarkan perawatan anak, jam kerja fleksibel, dan berbagi

    pekerjaan untuk karyawan-karyawan yang memiliki tanggung jawab keluarga. Atau

    kebijakan cuti yang fleksibel untuk imigran yang kadang ingin melakukan

    perjalanan kembali ke negeri asalnya dalam waktu lama. Atau tim-tim kerja untuk

    karyawan yang datang dari negara dengan orientasi kolektivis yang kuat. Atau

    mengizinkan karyawan yang akan ke sekolah untuk mengubah jadwal kerja mereka

    dari semester ke semester.

    D. Memotivasi Karyawan Jasa Berketerampilan Rendah

    Pendekatan tradisional untuk memotivasi jenis pekerja ini berfokus pada

    memberikan pekerjaan yang lebih luwes dan mengisi pekejaan-pekerjaan ini

    dengan para remaja dan pensiunan yang kebutuhan keuangannya tidak terlalu

    banyak, para pekerja ini juga diberikan tanggung jawab yang lebih luas untuk

    inventori, penjadwalan, dan pengangkatan kerja. Untuk menekan angka keluar

    masuk karyawan dapat menggunakan pendekatan non-tradisional seperti

    menciptakan iklim kerja yang dekat seperti keluarga.

    E. Memotivasi Orang Melakukan Tugas-Tugas Yang Terus Menerus Berulang

    Tidak banyak yang dapat dilakukan selain mencoba untuk membuat situasi yang

    jelek menjadi dapat ditolerir dengan menciptakan iklim kerja yang lebih

    menyenangkan. Ini mungkin mencakup penyediaan lingkungan kerja yang bersih

    dan menarik, waktu istirahat kerja yang cukup, peluang untuk sosialisasi dengan

    rekan-rekan kerja selama istirahat, dan para penyelia yang empati.

  • 9

    2.1.4 Teori David McClelland

    Berbagai teori mengenai motivasi juga banyak berkembang dewasa ini, salah

    satu yang menjadi acuan dalam penelitian ini yakni teori David McClelland mengenai

    Three Needs Theory. Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yakni kebutuhan

    akan prestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan afiliasi. Model motivasi ini

    ditemukan di berbagai lini organisasi, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan

    memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

    Kebutuhan akan prestasi (n-ACH) Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi

    sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini

    pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan

    akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain

    mereka mencari situasi di mana mereka dapat mencapai tanggung jawab pribadi

    untuk menemukan pemecahan terhadap masalah-masalah, di mana mereka dapat

    menerima umpan-balik yang cepat atas kineja mereka sehingga mereka dapat

    mengetahui dengan mudah apakah mereka menjadi lebih baik atau tidak, dan di

    mana mereka dapat menentukan tujuan-tujuan yang cukup menantang (Robbins

    2003, p217).

    Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow) Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain

    berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan

    berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan

    dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara

    kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland

    menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan

    kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan. Individu-individu dengan

  • 10

    nPow yang tinggi menikmati untuk dibebani, bergulat untuk dapat mempengaruhi

    orang lain, lebih menyukai ditempatkan di dalam situasi kompetitif dan

    berorientasi-status, dan cenderung lebih peduli akan prestise (gengsi) dan

    memperoleh pengaruh terhadap orang lain daripada kinerja yang efektif (Robbins

    2003, p217-218).

    Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil) Kebutuhan ini menerima perhatian paling kecil dari para peneliti. Kebutuhan akan

    afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.

    Individu dengan motif afiliasi yang tinggi berjuang keras untuk persahabatan, lebih

    menyukai situasi kooperatif daripada situasi kompetitif, dan sangat menginginkan

    hubungan yang melibatkan derajat pemahaman timbal-balik yang tinggi. Individu

    yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan

    yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi (Robbins 2003, p218).

    McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi

    karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja

    atau mengelola organisasi. Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:

    Pencapaian adalah lebih penting daripada materi. Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar daripada

    menerima pujian atau pengakuan.

    Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

  • 11

    2.2 Lingkungan Kerja

    2.2.1 Pengertian Lingkungan Kerja

    Menurut Veithzal Rivai, lingkungan kerja merupakan elemen-elemen organisasi

    sebagai sistem sosial yang mempunyai pengaruh yang kuat di dalam pembentukan

    perilaku individu pada organisasi dan berpengaruh terhadap prestasi organisasi.

    Menurut Sumaatmadja (Rivai 2001, p146), lingkungan kerja terdiri dari lingkungan

    alam, lingkungan sosial, dan lingkungan budaya. Lingkungan alam merupakan

    lingkungan fisik yang belum atau tidak dipengaruhi budaya manusia, seperti cuaca,

    sinar matahari, dan sebagainya. Sedangkan menurut Nasution (Rivai 2001, p146),

    lingkungan sosial merupakan orang atau masyarakat sekitar, segala aspek yang

    bertalian erat dengan kepribadian manusia serta selalu mempengaruhi perkembangan

    manusia. Lingkungan budaya merupakan segala hasil cipta manusia dan segala hasil

    perbuatan serta tingkah laku manusia serta selalu mempengaruhi perkembangan

    manusia yang ada di sekitarnya. Contohnya peraturan, desain tata ruang, desain

    peralatan, dan sebagainya.

    Pengertian lingkungan kerja yang dikemukakan oleh Rivai hampir sama dengan

    yang dikemukakan Alex S Nitisemito, bahwa lingkungan kerja adalah segala sesuatu

    yang ada disekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi diri pekerja dalam

    menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Hal ini semakin diperkuat

    dengan pendapat Agus Ahyari (1994, p125) bahwa lingkungan kerja adalah berkaitan

    dengan segala sesuatu yang berada disekitar pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi

    karyawan dalam melaksanakan tugasnya, seperti pelayanan karyawan, kondisi kerja,

    hubungan karyawan di dalam perusahaan yang bersangkutan.

    Menurut Sondang Siagian (2004, p132) adanya sarana dan prasarana kerja

    yang memadai sesuai dengan sifat tugas yang harus diselesaikan merupakan kondisi

    kerja yang kondusif. Faktor lain di dalam lingkungan kerja dalam perusahaan yang juga

  • 12

    tidak boleh diabaikan adalah hubungan karyawan di dalam perusahaan yang

    bersangkutan tersebut. Hubungan karyawan ini juga ikut menentukan tingkat

    produktivitas kerja dari para karyawan.

    Berdasarkan penjabaran tersebut di atas maka yang dimaksud dengan

    lingkungan kerja adalah berkaitan dengan segala sesuatu yang berada di sekitar

    pekerjaan dan yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan tugasnya,

    seperti pelayanan karyawan, kondisi kerja, hubungan karyawan di dalam perusahaan

    yang bersangkutan.

    2.2.2 Indikator Lingkungan Kerja

    Sedarmayanti (2001, p21) menyatakan bahwa secara garis besar, jenis

    lingkungan kerja terbagi menjadi dua yakni : (a) lingkungan kerja fisik, dan (b)

    lingkungan kerja non fisik.

    a) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di

    sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung

    maupun secara tidak langsung.

    Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001, p21) yang dapat

    mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan

    kemampuan karyawan, yaitu :

    1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja

    Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna

    mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu

    diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak

    menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat,

    banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien

    dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

  • 13

    Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu :

    a) Cahaya langsung

    b) Cahaya setengah langsung

    c) Cahaya tidak langsung

    d) Cahaya setengah tidak langsung

    2. Temperatur di Tempat Kerja

    Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur

    berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan

    normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat

    menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi

    kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa

    tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar

    jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi

    panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.

    Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi

    pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap

    karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung

    di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.

    3. Kelembaban di Tempat Kerja

    Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa

    dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi

    oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur,

    kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut

    akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau

    melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara

    sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas

  • 14

    dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain

    adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah

    untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha

    untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.

    4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

    Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga

    kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar

    dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang

    dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi

    kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman

    di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang

    dibutuhkan olah manusia. Dengan cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja,

    ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar

    tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada

    jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat

    pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

    5. Kebisingan di Tempat Kerja

    Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya

    adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak

    dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat

    mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan

    kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa

    menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka

    suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat

    dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.

  • 15

    Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentukan

    tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :

    a) Lamanya kebisingan

    b) Intensitas kebisingan

    c) Frekwensi kebisingan

    Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya,

    diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.

    6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

    Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang

    sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan

    akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat

    menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam

    intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat

    dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekwensi

    dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu

    tubuh dalam hal :

    a) Kosentrasi bekerja

    b) Datangnya kelelahan

    c) Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap

    : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.

    7. Bau-bauan di Tempat Kerja

    Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai

    pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan

    yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.

    Pemakaian air condition yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat

  • 16

    digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar

    tempat kerja.

    8. Tata Warna di Tempat Kerja

    Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan

    sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan

    penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai

    pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang

    menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna

    dapat merangsang perasaan manusia.

    9. Dekorasi di Tempat Kerja

    Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi

    tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga

    dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk

    bekerja.

    10. Musik di Tempat Kerja

    Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana,

    waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk

    bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk

    dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan

    di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.

    11. Keamanan di Tempat Kerja

    Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan

    aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk

    menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan

    Petugas Keamanan (SATPAM).

  • 17

    b) Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

    dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun dengan bawahan

    serta hubungan sesama rekan kerja.

    2.3 Kepuasan Kerja

    2.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja

    Untuk mengawali pembahasan mengenai kepuasan kerja, perlu ditegaskan

    bahwa kepuasan kerja mempunyai arti yang beraneka ragam, sehingga timbul berbagai

    pengertian baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya. Menurut Veithzal

    Rivai (2004, p475), kepuasan kerja pada dasarnya bersifat individual. Setiap individu

    mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang

    berlaku dalam dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai

    dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut.

    Dengan kata lain, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas

    perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

    Hal yang hampir sama juga dikemukakan oleh Kotler (2002, p42) dimana

    kepuasan kerja diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul

    setelah membandingkan antara persepsi/kerjanya terhadap kinerja suatu produk dan

    harapan-harapannya. Menurut Mohammad Asad, kepuasan kerja adalah suatu

    penilaian mengenai seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan mampu

    memuaskan kebutuhannya sekaligus merupakan perasaan karyawan terhadap

    pekerjaannya. Robbins (dikutip Rivai) menambahkan bahwa kepuasan kerja karyawan

    juga meliputi sikap umum karyawan yang menilai perbedaan antara jumlah imbalan

    yang diterima dengan yang diyakininya seharusnya diterima. Menurut Fraser, kepuasan

    kerja muncul apabila karyawan merasa telah mendapatkan imbalan yang cukup

  • 18

    memadai. Menurut Mathis (2006, p121) kepuasan kerja adalah keadaan emosional

    yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.

    Berdasarkan penjabaran yang ada di atas maka yang dimaksud dengan

    kepuasan kerja adalah penilaian karyawan tentang berbagai aspek yang berkaitan

    dengan pekerjaannya. Penilaian ini bersifat subyektif yang diekspresikan dalam

    perasaan senang atau tidak senang, puas atau tidak puas. Apabila karyawan merasa

    bahwa pekerjaannya sesuai dengan apa yang diharapkannya dan mampu memenuhi

    kebutuhannya maka karyawan akan merasa puas dan sebaliknya.

    2.3.2 Teori Dua Faktor Herzberg

    Teori kepuasan kerja karyawan yang banyak disetujui oleh semua ahli adalah

    teori dua faktor Herzberg. Herzberg membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian

    yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) yang disebut sebagai

    hygene factor dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) yang disebut

    sebagai motivator serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu

    adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

    Terdapat faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan kepuasan kerja dan

    faktor-faktor tertentu yang diasosiakan dengan ketidakpuasan kerja. Faktor yang

    mempengaruhi kepuasan kerja merupakan faktor yang berhubungan dengan isi

    (content) dari sebuah pekerjaan sehingga disebut juga sebagai content factor, faktor-

    faktor tersebut antara lain:

    Tanggung jawab (responsibility):besar kecilnya yang dirasakan dan diberikan pada tenaga kerja.

    Kemajuan (advancement):besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja dapat maju dalam pekerjaannya.

  • 19

    Pencapaian (achievement):besar kecilnya tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi.

    Pengakuan (recognizition):besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya.

    Pekerjaan itu sendiri (work it self):besar kecilnya tantangan bagi tenaga kerja dari pekerjaannya.

    Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpuasan dalam

    pekerjaan seringkali disebut context factor, antara lain:

    Kebijakan perusahaan (company policy):derajat kesesuaian yang dirasakan tenaga kerja dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku di perusahaan.

    Penyeliaan (supervision):derajat kewajaran penyeliaan yang dirasakan oleh tenaga kerja.

    Gaji (salary):derajat kewajaran gaji/upah sebagai suatu imbalan atas hasil kerjanya(performance).

    Hubungan antar pribadi (interpersonal relations):derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan tenaga kerja lainnya.

    Kondisi kerja (working condition):derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan pekerjaannya.

    Content factor dalam teori Herzberg sering disebut dengan motivator, yaitu

    faktor faktor yang dapat mendorong orang untuk dapat memenuhi kebutuhan tingkat

    atasnya dan merupakan penyebab orang menjadi puas atas pekerjaannya. Bila content

    factor ini tidak ada, maka akan dapat menyebabkan seseorang tidak lagi puas atas

    pekerjaannya atau orang tersebut dalam keadaan netral, merasa tidak puas tetapi

    juga tidak merasa tidak puas.

    Sedangkan context factor, yang berhubungan dengan lingkungan pekerjaan ini

    sering disebut dengan hygiene factor, dimana pekerjaan memberikan kesempatan

  • 20

    untuk seseorang dalam pemenuhan kebutuhan tingkat bawah. Bila context factor yang

    tidak terpenuhi, tidak ada, ataupun tidak sesuai maka dapat membuat pekerja merasa

    tidak puas (dissatisfied).

    Faktor faktor yang masuk kedalam kelompok motivator cenderung merupakan

    faktor yang menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor

    yang termasuk kedalam kelompok hygiene cenderung menghasilkan motivasi kerja

    yang lebih reaktif. Faktor hygiene bisa memindahkan ketidakpuasan dan meningkatkan

    performance, namun sampai titik tertentu, memperbaiki faktor faktor tersebut tidak lagi

    berpengaruh banyak.

    Untuk itu usaha-usaha yang dilakukan untuk lebih meningkatkan peformance

    dan sikap lebih positif, sebaiknya menggunakan dan berpusat pada faktor faktor

    motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan

    derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut. Faktor hygiene untuk

    menghindari ketidakpuasan kerja karyawan dan motivator sebagai faktor yang

    memastikan kepuasan kerja karyawan.

    2.3.3 Indikator Kepuasan Kerja

    Menurut Veithzal Rivai (2004, p479-480) indikator dari kepuasan kerja terdiri dari :

    a) Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol

    terhadap pekerjaan. Karyawan akan merasa puas bila tugas kerja dianggap

    menarik dan memberikan kesempatan belajar dan menerima tanggung jawab.

    b) Supervisi. Adanya perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada

    bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang

    penting dari organisasi kerja akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

    Sebaliknya, supervisi yang buruk dapat meningkatkan turn over dan absensi

    karyawan.

  • 21

    c) Organisasi dan manajemen, yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja

    yang stabil, untuk memberikan kepuasan kepada karyawan.

    d) Kesempatan untuk maju. Adanya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan

    peningkatan kemampuan selama bekerja akan memberikan kepuasan pada

    karyawan terhadap pekerjaannya.

    e) Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif. Gaji

    adalah suatu jumlah yang diterima dan keadaan yang dirasakan dari upah (gaji).

    Jika karyawan merasa bahwa gaji yang diperoleh mampu memenuhi kebutuhan

    hidupnya dan keluarganya maka kecenderungan karyawan untuk merasa puas

    terhadap kerjanya akan lebih besar. (Arep dan Tanjung 2003, p71).

    f) Rekan kerja. Adanya hubungan yang dirasa saling mendukung dan saling

    memperhatikan antar rekan kerja akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman

    dan hangat sehingga menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan.

    g) Kondisi pekerjaan. Menurut Sondang Siagian (2004, p131-132), kondisi kerja yang

    mendukung akan meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan. Kondisi kerja yang

    mendukung artinya tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai

    dengan sifat tugas yang harus diselesaikannya.

    Kepuasan kerja sendiri merupakan variabel yang berpengaruh terhadap:

    1. Tingkat absensi karyawan

    2. Perputaran tenaga kerja

    3. Keluhan-keluhan

    4. Masalah-masalah personalia yang vital lainnya.

    Adanya kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan

    pengaruh yang positif. Karyawan akan lebih termotivasi untuk selalu bersemangat

    dalam bekerja sehingga kinerjanya meningkat. Hal ini didukung dengan hasil penelitian

  • 22

    Rivai (2001) yang menemukan bahwa ada pengaruh yang positif antara motivasi kerja

    dengan kepuasan kerja.

    2.3.4 Mengungkapkan Ketidakpuasan

    Ketidakpuasan karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara. Misalnya

    daripada berhenti, karyawan dapat mengeluh, tidak patuh, mencuri milik organisasi,

    atau mengelakkan sebagian dari tanggung jawab kerja mereka. Menuruh Robert-Mathis

    (2003, p105) ada empat respon yang dapat didefinisikan sebagai berikut:

    Exit: perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti.

    Voice (Suara): dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan

    beberapa bentuk kegiatan serikat buruh.

    Loyalty (Kesetiaan): pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar dan

    mempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat.

    Neglect (Pengabaian): secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dan

    tingkat kekeliruan yang meningkat.

    2.3.5 Meningkatkan Kepuasan Kerja

    Menurut Greenberg dan Baron (2003, p159) ada beberapa cara yang dapat

    dilakukan oleh organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya:

    Make jobs fun Orang akan lebih puas dengan pekerjaan yang mereka nikmati daripada yang

    membosankan. Walaupun beberapa pekerjaan memang bersifat membosankan,

  • 23

    tetap ada cara untuk menyuntikkan beberapa level keasyikan ke dalam hampir

    setiap pekerjaan. Misalkan mengoper buket bunga dari meja satu orang ke yang

    lainnya setiap setengah jam dan mengambil gambar lucu orang lain ketika

    sedang bekerja lalu memasukkannya ke papan buletin.

    Pay people fairly Ketika orang merasa bahwa mereka di bayar atau diberi imbalan secara adil,

    maka kepuasan kerja mereka cenderung akan meningkat.

    Match people to jobs that fit their interests Semakin orang merasa bahwa mereka mampu memenuhi kesenangan atau

    minat mereka saat bekerja, semakin mereka akan mendapatkan kepuasan dari

    pekerjaan tersebut.

    Avoid boring, repetitive jobs Orang jauh merasa puas terhadap pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk

    mencapai keberhasilan dengan memiliki kontrol secara bebas tentang bagaimana

    mereka melakukan tugas-tugas mereka.

    2.4 Kinerja Karyawan

    2.4.1 Definisi Kinerja

    Berbagai definisi kinerja menurut para ahli:

    Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000, p67) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang

    pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

    diberikan kepadanya.

    Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003, p223) Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat

    dinilai dari hasil kerjanya.

  • 24

    Maluyu S.P. Hasibuan (2001, p34) mengemukakan kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang

    dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan

    kesungguhan serta waktu.

    Menurut Veizal Rivai (2004 , p309) mengemukakan kinerja adalah : merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang

    dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira (2001, p78), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah

    apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan

    2.4.2 Faktor Kinerja

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p114) ada tiga faktor

    yang mempengaruhi kinerja seorang karyawan, yakni:

    1) Kemampuan individual untuk melalukan pekerjaan tersebut

    2) Tingkat usaha yang dicurahkan

    3) Dukungan organisasi

    Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literatur manajemen

    sebagai berikut:

    Kinerja (Performance P) = Kemampuan (Ability A) x Usaha (Effort E) x

    Dukungan (Support S)

    Kinerja individual ditingkatkan sampai tingkat di mana ketiga komponen

    tersebut ada dalam diri karyawan. Akan tetapi, kinerja berkurang apabila salah satu

    faktor di kurangi atau tidak ada. Sebagai contoh,anggap saja beberapa pekerja memiliki

    kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dan bekerja keras, tetapi organisasi

    memberikan peralatan yang kuno atau gaya manajemen supervisor menimbulkan reaksi

  • 25

    negatif dari para pekerja. Ambil contoh lain dari seorang perwakilan layanan pelanggan

    di call center yang memiliki kemampuan dan seorang pemberi kerja yang menyediakan

    dukungan yang sangat baik. Tetapi, karyawan tersebut tidak suka terikat dengan kabel

    telepon seharian dan sering tidak hadir karena tidak suka dengan pekerjaannya

    walaupun dia mendapatkan gaji yang tinggi. Dalam kedua kasus tersebut, kinerja

    individual cenderung kurang daripada dalam situasi di mana terdapat ketiga komponen

    tersebut.

    Gambar 2.1 Komponen Kinerja Individual

    Sumber: Robert-Mathis

    Usaha yang Dicurahkan Motivasi Etika kerja Kehadiran Rancangan tugas

    Dukungan Organisasional Pelatihan dan pengembangan Peralatan dan teknologi Standar kinerja Manajemen dan rekan kerja

    Kemampuan Individual Bakat Minat Faktor kepribadian

    Kinerja Individual (termasuk kuantitas dan kualitas)

  • 26

    2.4.3 Jenis Informasi Kinerja

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p379) manajer menerima

    tiga jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan

    mereka.

    a) Informasi berdasar-sifat menidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan

    seperti sikap, inisiatif, atau kreativitas dan mungkin hanya mempunyai sedikit

    kaitan dengan pekerjaan tertentu. Sifat-sifat cenderung mempunyai arti ambigu,

    dan perusahaan-perusahaan telah menyatakan bahwa penilaian kinerja

    berdasarkan pada sifat-sifat seperti kemampuan beradaptasi dan sikap umum

    adalah terlalu samar untuk digunakan dalam mengambil keputusan SDM berbasis

    kinerja.

    b) Informasi berdasar-perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung

    keberhasilan kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku persuasi verbal dapat

    diamati dan digunakan sebagai informasi pada kinerja. Meskipun lebih sulit untuk

    diidentifikasi, informasi perilaku secara jelas menentukan perilaku yang diinginkan

    manajemen. Masalah potensial timbul jika lebih dari satu perilaku dapat membawa

    keberhasilan kinerja dalam situasi tertentu. Sebagai contoh, mengidentifikasi

    persuasi verbal yang berhasil untuk seseorang tenaga penjualan akan sulit karena

    pendekatan yang digunakan oleh seorang tenaga penjualan mungkin tidak berhasil

    jika digunakan oleh orang lain.

    c) Informasi berdasar-hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. Untuk

    pekerjaan-pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan

    berdasar-hasil dapat diterapkan. Bagaimapun, bahwa hal apa yang diukur,

    cenderung untuk ditekankan. Tetapi penekanan ini mungkin menghilangkan bagian

    dari pekerjaan yang sama pentingnya tetapi tidak terukur. Sebagai contoh, seorang

    staf penjualan mobil yang mendapat gaji hanya dengan menjual mungkin tidak

  • 27

    bersedia untuk melakukan pekerjaan tulis-menulis atau pekerjaan lainnya yang

    tidak secara langsung berkaitan dengan penjualan mobil. Lebih jauh, masalah etika

    atau bahkan masalah hukum dapat timbul ketika hanya hasil yang ditekankan dan

    bukan bagaimana hasil tersebut dicapai.

    2.5 Penelitian Terdahulu

    1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulinda dan Sri Wulan Harlyanti dengan

    judul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA PEGAWAI PADA

    PEGAWAI DINAS LUAR ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 CABANG

    SETIABUDI MEDAN (jurnal manajemen bisnis volume 2, nomor 1 Januari 2009:25-

    32). Diperoleh hasil bahwa variabel faktor motivator dan faktor hygiene (teori dua

    faktor Herzberg) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja

    pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 cabang

    Setiabudi, Medan berdasarkan hasil uji F dan uji t. Serta diketahui faktor yang

    paling dominan adalah faktor motivator.

    2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marhaeni Wahyu Handayani dengan

    judul PENGARUH FAKTOR-FAKTOR KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA

    KARYAWAN PELAKSANA DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI

    DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (jurnal Sinerai, 2005, hal. 37-57). Diperoleh

    hasil bahwa faktor sosial, faktor fisik dan faktor finansial berpengaruh positif dan

    signifikan terhadap kinerja karyawan pelaksanaan di lingkungan Badan Pusat

    Statistik Propinsi DIY. Serta diperoleh hasil bahwa faktor fisik yang berupa kondisi

    fisik lingkungan dan kondisi fisik karyawan mempunyai pengaruh yang paling

    dominan.

  • 28

    2.6 Kerangka Pemikiran

    Untuk memperjelas gambaran penelitian secara keseluruhan dan agar penelitian

    lebih terarah maka dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

    Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

    Sumber: Peneliti

    Kinerja Karyawan (Z)

    Kemampuan Usaha Dukungan

    Kepuasan Kerja (Y)

    Faktor Motivator Faktor Hygiene

    Motivasi (X1)

    Kebutuhan akan prestasi Kebutuhan akan kekuasaan Kebutuhan akan berafiliasi

    Lingkungan Kerja (X2)

    Fisik Non-fisik

  • 29

    2.7 Hipotesis

    Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah penelitian karena masih

    harus di buktikan kebenarannya. Adapun hipotesis untuk penelitian ini:

    Untuk T-1:

    Ho: Motivasi dan lingkungan kerja tidak memiliki kontribusi yang signifikan secara

    simultan terhadap kepuasan kerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.

    Ha: Motivasi dan lingkungan kerja memiliki kontribusi yang signifikan secara simultan

    terhadap kepuasan kerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.

    Untuk T-2:

    Ho: Motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja tidak memiliki kontribusi yang

    signifikan secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.

    Ha: Motivasi, lingkungan kerja, dan kepuasan kerja memiliki kontribusi yang signifikan

    secara simultan terhadap kinerja karyawan PT Promatcon Tepatguna.