teori mikro komunikasi massa

45
TEORI MIKRO KOMUNIKASI MASSA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Massa Disusun oleh: Angga Satrio Utomo F1C014085 Cahyaningtyas Zara S B F1C014086 Dela Ayu Rizqi F1C014092 Nurul Afi F1C014093 Rizky Darmawan F1C014095 Nifrinas Yulistin R F1C014096 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Upload: rizky-ines

Post on 03-Dec-2015

1.014 views

Category:

Documents


102 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Mikro Komunikasi Massa

TEORI MIKRO KOMUNIKASI MASSADisusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Massa

Disusun oleh:

Angga Satrio Utomo F1C014085

Cahyaningtyas Zara S B F1C014086

Dela Ayu Rizqi F1C014092

Nurul Afi F1C014093

Rizky Darmawan F1C014095

Nifrinas Yulistin R F1C014096

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2015

Page 2: Teori Mikro Komunikasi Massa

PENDAHULUAN

Marshall McLuhan mengatakan bahwa kita sebenarnya hidup dalam suatu

`desa global'. Pernyataan McLuhan ini mengacu pada perkembangan media

komunikasi modern yang telah memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia

untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap sudut dunia. Kehadiran media

secara serempak di berbagai tempat telah menghadirkan tantangan baru bagi

para ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu. Pentingnya komunikasi massa

dalam kehidupan manusia modern dewasa ini, terutama dengan

kemampuannya untuk menciptakan publik, menentukan isu, memberikan

kesamaan kerangka pikir, dan menyusun perhatian publik, pada gilirannya

telah mengundang berbagai sumbangan teoretis terhadap kajian tentang

komunikasi massa.

Konsep komunikasi massa itu sendiri pada satu sisi mengandung

pengertian suatu proses dimana organisasi media memproduksi dan

menyebarkan pesan kepada publik secara luas dan pada sisi lain merupakan proses

dimana pesan tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh audience.

Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media merupakan

organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau

pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat.

Oleh karenanya, sebagaimana dengan politik atau ekonomi, media merupakan

suatu sistem tersendiri yang merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang

lebih luas.

Sejatinya, keberadaan teori komunikasi massa bertujuan di samping untuk

mengkaji hal-hal apa saja yang menjadi efek media terhadap manusia atau

khalayak, juga untuk membuktikan bagaimana peranan media massa terhadap

manusia atau khalayak secara psikis.Sekaitan dengan teori komunikasi massa,

Littlejhon (1999), membaginya ke dalam teori makro dan teori mikro. Teori mikro

komunikasi massa adalah teori yang mengkaji tentang hubungan antara media

dengan khalayaknya. Teori ini lebih memfokuskan pada efek-efek terhadap

kelompok dan individu-individu serta hasil-hasil dari transaksi media itu.

Page 3: Teori Mikro Komunikasi Massa

Sedangkan teori makro komunikasi massa mengkaji media massa dari sisi

masyarakat dan institusinya.

Dalam pembahasan ini, hanya teori mikro saja yang akan dijelaskan.

Teori-teori yang termasuk dalam teori mkro komunikasi massa adalah agenda

setting, kultivasi, uses and gratification, pembelajaran social, spiral keheningan,

cultural imperialism,determinisme teknologi, dan difusi inovasi.

Page 4: Teori Mikro Komunikasi Massa

PEMBAHASAN

A. Teori Kultivasi

Teori ini menjelaskan tentang efek samping yang ditimbulkan oleh

televisi dalam jangka waktu yang lama. Gerbner mengklaim bahwa

penggunaan televisi dalam jangka waktu yang panjang akan mengembangkan

keyakinan atau pemikiran seseorang tentang dunia yang menakutkan dan

penuh dengan kekerasan. Ia juga menyatakan ada hubungan antara media

komunikasi dengan kekerasan.

Teori kultivasi atau disebut juga dengan analisis kultivasi, adalah

teori yang memperkirakan dan menjelaskan pembentukan persepsi, pengertian

dan kepercayaan mengenai dunia sebagai hasil dari mengonsumsi pesan media

dalam jangka panjang. Pemikiran Gerbner menyatakan bahwa media massa,

khususnya televisi, menyebabkan munculnya kepercayaan tertentu mengenai

realitas yang dimiliki bersama oleh konsumen media massa. Menurutnya,

sebagian besar yang kita ketahui atau apa yang kita pikir kita tahu, tidak kita

alami sendiri. Kita mengetahuinya karena adanya berbagai cerita yang kita

lihat dan dengar melalui media. Dengan kata lain, kita memahami realitas

melalui perantaraan media masssa sehingga realitas yang kita terima adalah

realitas yang diperantarai.

Program berita kriminalitas yang ditayangkan sebagian besar

stasiun televisi di Indonesia dapat memberikan gambaran simbolik mengenai

lingkungan yang tidak aman, ppenuh dengan orang jahat dan hal-hal negative

lainnya, walaupan angka statistic resmi dari kepolisian, misalnya menunjukan

angka kejahatan yang berkurang secara signifikan, namun tetap saja orang

akan merasa tidak nyaman dan tidak aman ketika ia berada sendirian di suatu

tempat.

Kekerasan yang diakibatkan dari seringnya menonton televisi

semakin meningkat. Untuk itulah, Gerbner selaku direktur penelitian Cultural

Indicators berusaha mengembangkan ukuran yang objektif yang akan

Page 5: Teori Mikro Komunikasi Massa

memungkinkan televisi sebagai teman atau musuh. Dalam teori ini ada 2 tipe

penonton televisi yang mempunyai karakteristik berbeda satu dama lainnya,

yaitu:

1. Heavy viewrs adalah mereka yang menonton televisi lebih dari 4 jam

setiap harinya. Oleh karena itu, mereka mengandalkan televisi sebagai

sumber informasi dan hiburan mereka. Mereka membentuk gambaran

tentang dunia dalam pikirannya sebagaimana yang digambarkan televisi.

2. Light viewers yaitu mereka yang menonton televisi 2 jam atau kurang

dalam setiap harinya. Kelompok ini memiliki akses media yang lebih luas

sehingga sumber informasi mereka menjadi lebih variatif. Karena

kenyataan ini, maka pengaruh televisi tidak cukup kuat pada diri mereka.

Untuk membandingan penonton yang sudah tersorot televisi dan

yang belum tersorot, maka Gerbner membuat istilah baru yaitu Cultivation

Differential. Peneliti menargetkan 4 sikap:

1. Chances of involvement with violence, orang-orang dengan

kebiasaan yang selalu menonton televisi terlalu sering kemungkinan

juga akan terlibat dalam kekerasan.

2. Fear of walking alone at night, orang dengan kebiasaan menonton

televisi terlalu sering cenderung akan melebih-lebihkan tindakan

criminal dan mereka akan lebih percaya 10 kali lebih buruk daripada

kenyataanya.

3. Perceived activity of police, orang dengan kebiasaan menonton

televisi terlalu sering akan percaya bahwa 5 persen dari masyarakat

terlibat dalam penegakan hukum. Orang dengan kebiasaan menonton

terlalu sering akan memperkirakan sebuah peristiwa lebih realistis 1

persen. Mereka juga akan berpikiran bahwa setiap hari polisi akan

menarik senjatanya yang sebenarnya itu tidak benar.

4. General mistrust of people, orang-orang dengan kebiasaan

menonton televisi terlalu sering akan mempunyai kebiasaan

mencurigai motif orang lain. Misalnya seperti, “sebagian besar orang

hanya akan memperdulikan dirinya sendiri.” Gerbner menyebutkan

Page 6: Teori Mikro Komunikasi Massa

pemikiran seperti itu sebagai mean world syndrome (sindrom dunia

kejam).

Gerbner juga mengemukakan 2 mekanisme yang terpisah yang sudah

kecanduan akan televisi, yaitu

1. Mainstreaming, menurut bahasa, salah satu pengertian popular

mainstream adalah arus utama, sedangkan mainstreaming adalah

proses mengikuti arus utama yang terjadi ketika berbagai symbol,

informasi dan ide yang ditayangkan televisi mendominasi atau

mengalahkan simbol, informasi dan ide yang berasal dari sumber lain.

Televisi menjadikan penontonnya bersifat homogeny yang pada

akhirnya menjadikan para penonton berat merasa berbagi nilai,

orientasi dan perspektif dengan orang lain dan mengibaratkan televisi

sebagai tempat berbagi pengalaman. Penonton kelompok berat

cenderung mempercayai realitas yang digambarkan televisi bahwa

dunia adalah tempat yang tidak aman, bahwa semua pejabat dan politis

korup, bahwa kekerasan pada/dan oleh anak meroket, bahwa kekayaan

alam negeri ini berlimpah ruah, bahwa setan dan hantu mengancan

hidup manusia, bahw pemerintah tidak berhasil membangun ekonomi

dan seterusnya.

2. Resonance adalah yang terjadi ketika apa yang disajikan oleh televisi

sama dengan realitas actual sehari-hari yang dihadapi penonton.

Penonton yang konsisten menonton tayangan televisi lebih merasakan

resonance televisi berperan dalam penggambaran kembali tentang

pengalaman yang ada dalam tayangannya. Televisi menjadi resonansi

terhadap pengulangan pengalaman nyata dikehidupan si penonton.

Realitas social yang ditanamkan ke dalam pikiran penonton boleh jadi

sama atau sesuai dengan realitas objektif mereka, namun efek yang

ditimbulkan adalah terjadinya penghalangan atau hambatan untuk

terbentuknya realitas social yang lebih optimis atau positif. Realitas

yang ditayangkan di televisi menghilangkan harapan bahwa mereka

dapat mewujudkan situasi yang lebih baik.

Page 7: Teori Mikro Komunikasi Massa

B. Teori Agenda-Setting

Agenda-Setting Theory (Teori Pengaturan Agenda) merupakan

sebuah teori yang menjelaskan tentang kemampuan dari media berita untuk

mempengaruhi sebuah topic yang paling penting pada public agenda (agenda

public). Teori ini juga dikenal sebagai pengaturan fungsi agenda dari media

massa yang mencetuskan teori ini adalah 2 orang professor Jurnalistik, yaitu

Maxwell McCombs dan Donald Shaw. Tepatnya pada tahun 1972. Mereka

berpendapat bahwa sebuah media khususnya media berita tidak selalu bisa

berhasil dalam memberitahukan kepada kita tentang apa yang harus

dipikirkan, tetapi mereka selalu saja berhasil untuk memberitahukan kepada

kita tentang apa yang harus dipikirkan. Menurut mereka, media massa

memiliki kemampuan untuk menstransfer materi yang tersembunyi dari

sebuah acara baru kepada public. Teori ini muncul pada kemampuan untuk

menunjukan kecocokan diantara agenda media dan agenda public. Focus dari

teori ini adalah komunikasi massa.

Maxwell McCombs dan Donald Shaw menyatakan bahwa: media

massa memiliki kemampuan memindahkan hak-hal penting dari agenda berita

mereka menjadi agenda public. Kita menilai penting apa saja yang dinilai

penting oleh media. Dalam hal ini, McCombs dan Shaw tidak menyatakan

bahwa media secara sengaja berupaya mempengaruhi public, tetapi public

melihat kepada para professional yang bekerja pada media massa untuk

meminta petunjuk kepada media kemana public harus memokuskan

perhatiannya.

Terdapat 2 level Agenda-Setting:

1. Sikap objek sebagai hasil yang menarik dari gambaran media massa di

dunia dan menjadi gambaran di kepala atau otak kita.

2. Sikap perlengkapan sebagai hasil yang menarik dari hubungan media

dengan sikap objek sebagai fungsi gambaran dari pemikiran kita. Media

juga berpengaruh pada perilaku masyarakat.

Page 8: Teori Mikro Komunikasi Massa

Framing bukanlah sebuah pilihan. Media tidah hanya menyuruh

kita untuk berpikir tentang apa, tetapi bagaimana untuk memikirkan tentang

apa yang dipikirkan dan mungkin apa yang dilakukan. Saluran media secara

terus-menerus mencari bahan yang mereka anggap patut untuk dijadikan

berita.

Mengenai efek perilaku dari agenda media, kebanyakan peneliti

menetapkan efek sampingnya adalah opini public. Tetapi beberapa penemu

yang lainnya meyakini bahwa kepentingan media mempengaruhi perilaku

manusia.

Pandangan lain dari Stephen Reese (1991) menyatakan bahwa

agenda media merupakan hasil tekanan yang berasal dari luar dan dari dalam

media itu sendiri. Dengan kata lain, agenda media sebenarnya terbentuk

berdasarkan kombinasi sejumlah factor yang memberikan tekanan kepada

media, seperti proses penentuan program internal, keputusan redaksi dan

menejemen, serta berbagai pengaruh eksternal yang berasal dari sumber non-

media, seperti pengaruh individu tertentu, pengaruh pejabat pemerintah,

pemasang iklan dan sponsor.

Kekuatan media dalam membentuk agenda public sebagian

tergantung pada hubungan media bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika

media memiliki hubungan yang dekat dengan kelompok elite masyarakat,

maka kelompok tersebut akan mempengaruhi agenda media dan pada

gilirannya juga akan mempengaruhi agenda public. Pada umumnya, para

pendukung teori kritis percaya bahwa media dapat menjadi atau biasanya

menjadi instrument ideology dominan di masyarakat, dan bila hal itu terjadi,

maka ideology dominan itu akan mempengaruhi agenda public. Dalam hal ini,

terdapat empat tipe hubungan kekasaan antara media massa dengan sumber-

sumber kekuasaan di luar media, khususnya pemerintahan/penguasa.

Page 9: Teori Mikro Komunikasi Massa

C. Teori Uses and Gratification

Uses and Gratifications adalah sekelompok orang atau orang itu

sendiri dianggap aktif dan selektif menggunakan media sebagai cara untuk

memenuhi kebutuhannya. Teori Uses and Gratifications dikemukakan oleh

Elihu Katz, Jay G. Blumbler, dan Michael Gurevitch (Griffin, 2003) yang

menyatakan bahwa pengguna media memainkan peran yang aktif dalam

memilih dan menggunakan media. Pengguna media menjadi bagian yang aktif

dalam proses komunikasi yang terjadi serta berorientasi pada tujuannya dalam

media yang digunakannya.

Uses and Gratification atau penggunaan dan pemenuhan

(kepuasan) merupakan pengembangan dari teori atau model jarum

hipordemik. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan oleh media pada

diri seseorang, tetapi ia tertarik dengan apa yang dilakukan orang terhadap

media. Khalayak dianggap secara aktif menggunakan media untuk memenuhi

kebutuhannya.

Uses and Gtaifications menunjukan bahwa yang menjadi

permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku

khalayak, tetapi bagaiman media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial

khalayak. khalayak dianggap secara aktif dengan sengaja menggunakan

media untuk memenuhi kebutuhan dan mempuyai tujuan. Studi dalam bidang

memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapat

kepuasan (Gratications) atas pemenuhan kebutuhan seseorang dan dari situlah

timbul istilah Uses Gtarifications.

Sementara itu Katz, Jay, dan Gurevitch menjelaskan bahwa

kebutuhan manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial, afiliasi kelompok, dan

ciri-ciri kepribadian sehingga terciptalah kebutuhan manusia yang berkaitan

dengan media meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan afektif, kepribadian

secara integratif, kebutuhan sosial secara integratif dan kebutuhan pelepasan

ketegangan.

Page 10: Teori Mikro Komunikasi Massa

Kebutuhan Khalayak adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan kognitif yaitu kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan

informasi mengenai pemahaman dan lingkungan. Kebutuhan ini

didasarkan dengan hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan

dan memuaskan rasa keingintahuan kita.

b. Kebutuhan afektif yaitu berkaitan dengan peneguhan pengalaman-

pengalaman yang estis menyenangkan emosidional. Kebutuhan ini

mengacu pada kegiatan atau segala sesuatu yang berkaitan dari segi

prilaku yang menyenangkan.

c. Kebutuhan pribadi secara integratif yaitu kebutuhan ini berkaitan

dengan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual yang

diperoleh dari hasrat dan harga diri.

d. Kebutuhan sosial secara integratif yaitu berkaitan dengan peneguhan

kontak bersama keluarga, teman dan dunia. Hal tersebut didasarkan

pada hasrat berealisasi bekaitan.

e. Kebutuhan pelepasan ketegangan yaitu kebutuhan yang berkaitan

dengan upaya menghindarkan tekanan, tegangan dan hasrat akan

keanekaragaman.

Menurut Katz dan Gurevitch (1974, dalam Fiske, 2007:213-214) beberapa

asumsi mendasar dari uses and gratifications adalah sebagai berikut:

1. Khalayak dianggap aktif. Khalayak bukanlah penerima yang pasif atas

apa pun yang Cmedia siarkan. Khalayak memilih dan menggunakan isi

program.

2. Dalam proses komunikasi massa, Para anggota khalayak secara bebas

menyeleksi media dan program-programnya yang terbaik yang bisa

mereka gunakan untuk memuaskan kebutuhannya.

3. Media massa harus besaing dengan sumber-sumber lain untuk

memuaskan kebutuhannya. Kebutuhan yang dipenuhi media lebih luas.

Page 11: Teori Mikro Komunikasi Massa

4. Tujuan media masa disimpulkan dari data yang diberikan anggota

khalayak artinya, orang yang dianggap mengerti untuk melaporkan

kepentingan dan motif pada situasi tertentu

5. Pertimbangan nilai tentang signifikansi kultural dari media massa harus

dicegah. Semisal, tidaklah relevan untuk menyatakan program-program

infotainment itu sampah, bila ternyata ditonton oleh sekian juta

penonton.

D. Teori Pembelajaran Sosial

1.   Pengertian Teori Pembelajaran Sosial

Teori belajar sosial terkenal dengan sebutan teori observational

learning, ‘belajar observasional / dengan pengamatan’ itu (Presly &

McCormick 1995 cit Syah 2005) adalah teori belajar yang relatif masih

baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Tokoh utama teori

ini adalah Albert Bandura. Bandura memandang tingkah laku manusia

bukan semata-mata efleks otomatis dan stimulus (S-R bond), melainkan

juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan

dengan skema kognitif manusia itu sendiri.(Syah,2005).

Menurut Psikolog Albert Bandura dan rekan-rekannya, suatu

bagian utama dari pembelajaran manusia terdiri atar belajar observasional,

yang mana merupakan pembelajaran dengan cara melihat perilaku orang

lain, atau model. Karena pendasarannya pada observasi terhadap orang

lain-fenomena sosial-sudut pandang yang diambil oleh Bandura ini sering

disebut dengan pendekatan kognisi sosial tentang belajar.(Bandura,

1999,2004 cit Feldman,2012).

Page 12: Teori Mikro Komunikasi Massa

Santrock (2009), mengemukakan bahwa pembelajaran observasional

adalah pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi dan

keyakinan dengan cara mengamati orang lain. Wortman et al (2004)

menyatakan bahwa melalui pembelajaran observasional kita peroleh

representasi kognitif dari pola perilaku lainnya, yang kemudian dapat

berfungsi sebagai model untuk perilaku kita sendiri. Teori kognitif sosial

menyatakan bahwa banyak dari kebiasaan cara kita menanggapi gaya

kepribadian kita telah dipengaruhi oleh belajar observasional.

Prinsip dasar belajar hasil temuan Bandura termasuk belajar sosial

dan moral. Menurut Barlow (1985), sebagian besar dari yang dipelajari

manusia terjadi melalaui peniruan (imitation) dan penyajian contoh

perilaku (modelling). Dalam hal ini seorang siswa belajar mengubah

perilakunya sendiri melalui penyaksian cara orang atau sekelompok orang

mereaksi atau merespons sebuah stimulus tertentu. Siswa juga dapat

mempelajari respons-respons baru dengan cara pengamatan terhadap

perilaku contoh dari orang lain. (Syah,2005)

Pembelajaran observasional memiliki relevansi kelas tertentu,

karena anak-anak tidak melakukan apa yang orang dewasa suruh untuk

mereka lakukan, melainkan apa yang mereka lihat orang dewasa lakukan.

Jika asumsi Bandura benar, guru dapat kekuatan ampuh dalam membentuk

perilaku siswa mereka dengan perilaku mengajar yang mereka

demonstrasikan di kelas. Pentingnya model terlihat dalam penafsiran

Bandura tentang apa yang terjadi sebagai akibat dari mengamati orang

lain:

Page 13: Teori Mikro Komunikasi Massa

a.      Pengamat dapat memperoleh tanggapan baru

b.      Pengamatan model dapat memperkuat atau memperlemah tanggapan

yang ada

c.      Pengamatan model dapat menyebabkan munculnya kembali respon

yang tampaknya dilupakan. (Elliot et al, 2000)

Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial

dan moral siswa ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan

merespons) dan imitation (peniruan).

1)      Conditioning. Menurut prinsip-prinsip kondisioning, proses belajar

dalam mengembangkan perilaku dan moral pada dasarnya sama dengan

prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni

dengan reward dan punishment.

2)      Imitation. Prosedur lain yang juga penting dan menjadi bagian yang

integral dengan prosedur-prosedur belajar menurut teori belajar sosial

ialah proses imitasi atau peniruan. Dalam hal ini, orang tua dan guru

seyogyanya memainkan peran penting sebagai model atau tokoh yang

dijadikan contoh perilaku sosial dan moral bagi siswa. (Syah.2005)

2.   Elemen-elemen Observational Learning

Bandura (1986) mengatakan bahwa observational learning

mencakup empat elemen yaitu memperhatikan, menyimpan informasi atau

kesan, menghasilkan perilaku dan termotivasi untuk mengulangi perilaku

itu.

1)     Atensi. Untuk belajar melalui observasi, kita harus memperhatikan.

Dalam pengajaran, Anda harus memastikan bahwa siswa

Page 14: Teori Mikro Komunikasi Massa

memperhatikan fitur-fitur kritis pelajaran dengan membuat presentasi

yang jelas dan menggarisbawahi poin-poin penting.

2)     Retensi. Untuk meniru perilaku seorang model. Anda harus

mengingatnya. Hal ini melibatkan representasi tindakan mdoel itu

secara mental dengan cara-cara tertentu, mungkin sebagai langkah-

langkah verbal.

3)     Produksi. Begitu kita “tahu” bagaimana perilaku seharusnya terlihat

dan ingat elemen-elemen atau langkah-langkahnya, kita mungkin

tetap belum dapat melakukannya dengan lancar.

4)     Motivasi dan Reinforcement. Teori pembelajaran sosial membedakan

antara perolehan dan perbuatan. Kita mungkin memperoleh sebuah

keterampilan atau perilaku baru melalui observasi, tetapi kita

mungkin tidak melakukan perbuatan itu sampai ada motivasi atau

insentif untuk melakukannya. Reinforcement dapat memainkan

beberapa peran dalam observational learning. (Woolfolk,2008)

3.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Observational Learning

Schunk (2004) mengemukakan ada enam faktor yang mempengaruhi

observational learning, yaitu:

1)      Status Perkembangan

Peningkatan dan perkembangan, termasuk pemusatan perhatian yang

lebih lama dan kapasitas untuk memproses informai yang semakin

meningkat, menggunakan berbagai strategi, membandingkan kinerja

dengan representasi ingatan, dan mengadopsi motivator-motivator

intrinsik.

Page 15: Teori Mikro Komunikasi Massa

2)      Prestise dan Kompetensi Model

Pengamat memberi perhatian yang lebih besar pada model-model

yang kompeten dan berstatus tinggi. Konsekuensi perilaku yang

dijadikan model memberikan informasi tentang nilai fungsional.

Pengamat berusaha mempelajari tindakan yang mereka yakini sebagai

tindakan yang perlu mereka lakukan.

3)      Vicarious Consequences

Konsekuensi yang dialami model memberikan informasi tentang

kesesuaian antara perilaku dan kemungkinan hasil tindakannya.

4)      Ekspektasi Hasil

Pengamat lebih berkemungkinan untuk melakukan tindakan yang

dimodelkan yang mereka yakini tepat dan akan menghasilkan sesuatu

yang rewarding.  

5)      Menetapkan tujuan

Pengamatan akan cenderung memperhatikan model-model yang

memperlihatkan perilaku-perilaku yang membantu pengamat dalam

mencapai tujuannya.

6)      Efikasi Diri

Pengamat memperhatikan model bila percaya bahwa dirinya mampu

mempelajari tau melakukan perilaku yang dimodelkan. Observasi

terhadap model yang mirip mempengaruhi efikasi diri.

Page 16: Teori Mikro Komunikasi Massa

E. Spiral Keheningan (Spiral of Silence)

Konsep spiral of silence diambil dari badan teori yang lebih besar mengenai

opini publik yang dibangun dan diuji oleh Noelle-Neuman (1974,1984,1991)

selama bertahun-tahun. Teori ini komunikasi antarpribadi dan hubungan sosial,

pernyataan opini individual, dan persepsi di mana individu memiliki ‘iklim opini’

yang melingkupi dalam lingkungan sosial mereka sendiri. Menurut Neuman

(1984, hlm. 5), “pengamatan yang dibuat dalam satu konteks (media massa)

menyebar kepada yang lain dan mendorong orang untuk menyuarakan pandangan

mereka atau menelannya dan diam, hingga dalam proses yang spiral, satu

pandangan dianggap mendominasi ranah publik sementara yang lain hilang dari

kesadaran publik dan para pendukungnya tidak bersuara lagi. Hal inilah proses

yang disebut spiral of silence.” Dengan kata lain, karena orang takut pada

keterasingan atau pemisahan dari sekeliling mereka, mereka cenderung menjaga

sikap ketika mereka merasa berada pada kalangan minoritas. Asumsi utama dari

teori ini (Noelle-Neuman, 1991) adalah sebagai berikut :

Masyarakat mengancam individu yang menyimpang dengan isolasi.

Individu mengalami ketakutan akan isolasi secara terrus-menerus.

Ketakutan akan isolasi ini menyebabkan individu untuk mencoba

mengukur iklim opini sepanjang waktu.

Hasil dari perkiraan ini memengaruhi perilaku mereka dalam publik,

terutama kesediaan mereka untuk mengekspresikan opini secara teerbuka

maupun tidak.

Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat cenderung menyembunyikan

pandangan mereka jika mereka merasa sebagai minoritas dan akan lebih memilih

untuk mengungkapkan opini jika mereka merasa memiliki pendapat yang

dominan. Hasilnya adalah bahwa pandangan-pandangan tersebut yang

dipersepsikan sebagai dominan mendapatkan lebih banyak pondasi dan

pandangan alternatif akan semakin menjauh.

Page 17: Teori Mikro Komunikasi Massa

Media, karena beragam faktor, cenderung untuk menampilkan satu (atau

paling banyak dua) sisi dari sebuah isu, dan menyingkirkan yang lain, yang

kemudian mendorong orang-orang untuk diam dan bahkan menjaga bagi media

untuk tidak membuka dan menyiarkan sudut pandang yang berbeda.

Menurut Noelle-Neuman, cara pengumpulan dan penyebaran berita secara

efektif menghambat jangkauan dan kedalaman pilihan yang tersedia untuk

masyarakat. Ia mengidentifikasi tiga karakteristik media yang menghasilkan

kelangkaan perspektif:

1. Ada di mana saja

Yaitu media sebagai sumber informasi hampir berada di mana-mana

2. Kumulasi

Yaitu beragam media cenderung mengulang kisah dan perspektif di

antara berbagai program atau edisi yang berbeda-beda, di antara media

yang berbeda pula, dan di sepanjang waktu

3. Kecocokan

Yaitu kesesuaian atau kesamaan nilai yang dimiliki para pembuat

berita memengaruhi konten yang mereka buat.

Fokus Noelle-Neuman bukan pada pemahaman level mikro mengenai

bagaimana orang biasa memersepsikan agenda publik; tetapi berfokus pada

konsekuensi di tingkat makro jangka panjang daari persepsi ini. Jika beragam

sudut pandang mengenai agenda diabaikan, dipinggirkan, atau dibuat dangkal oleh

pemberitaan media, maka orang-orang akan tidak ingin membahasnya.

Dalam sebuah esai kritis mengenai teori spiral of silence, Elihu Katz

merangkum pemikiran Noelle-Neuman sebagai berikut:

1. Individu memiliki opini;

2. Takut dikucilkan, individu-individu tersebut tersebut tidak akan

mengungkapkan opini mereka jika merasa diri mereka tidak ada yang

mendukung;

Page 18: Teori Mikro Komunikasi Massa

3. Sebuah “pandangan statistik yang semu” dilakukan oleh individu

untuk mencari tanda-tanda dukungan kepada lingkungan sekitar;

4. Media massa membangun sumber utama referensi informasi mengenai

penyaluran pendapat, dan juga iklim dukungan ataupun tidak

mendukung suatu isu;

5. Media cenderung berbicara dalam satu suara , hampir monopolistik;

6. Media cenderung melakukan penyimpangan pada distribusi opini

dalam masyarakat, menurut bias sang jurnalis;

7. Ketika merasa diri mereka tidak didukung, kelompok individu yang

barangkali merupakan mayoritas- akan kehilangan kepercayaan diri

dan menghindar dari debat publik sehingga mempercepat berakhirnya

posisi mereka sendiri melalui spiral of silence. Mereka mungkin tidak

berubah pikiran, tetapi mereka berhenti memengaruhi orang lain dan

menolak berjuang ;

8. Sehingga masyarakat dimanipulasi dan dirugikan. (Katz, 1983, hlm.

89)

F. Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun

1973. Tulisan pertama Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini

adalah Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya

menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di seluruh dunia ini. Ini

berarti pula, media massa negara Barat juga mendominasi media massa di

dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk

mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi

media di dunia ketiga. Sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul

lewat media tersebut. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan

media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran

budaya asli di negara ketiga.

Page 19: Teori Mikro Komunikasi Massa

Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media

massa di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa

mereka bisa mendominasi seperti itu? Pertama, mereka mempunyai uang.

Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa saja untuk memproduksi berbagai

ragam sajian yang dibutuhkan media massa. Bahkan media Barat sudah

dikembangkan secara kapitalis. Dengan kata lain, media massa Barat sudah

dikembangkan menjadi industri yang juga mementingkan laba.

Kedua, mereka mempunyai teknologi. Dengan teknologi modern yang

mereka punyai memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih

baik, meyakinkan dan “seolah nyata”. Jika Anda pernah menyaksikan film

Titanic ada kesan kapal.

Titanic tersebut benar-benar ada, padahal itu semua tidak ada. Bahkan

ketika kapal tersebut akhirnya menabrak gunung es dan tenggelam, seolah

para penumpang kapal itu seperti berenang di laut lepas, padahal semua itu

semu belaka. Semua sudah bisa dikerjakan dengan teknologi komputer yang

seolah kejadian nyata. Semua itu bisa diwujudkan karena negara Barat

mempunyai teknologi modern.

Negara dunia ketiga tertarik untuk membeli produk Barat tersebut.

Sebab, membeli produk itu jauh lebih murah jika dibanding dengan

membuatnya sendiri. Berapa banyak media massa Indonesia yang setiap

harinya mengakses dari media massa Barat atau kalau berita dari kantor berita

Barat. Setiap hari koran-koran di Indonesia seolah berlomba-lomba untuk

menampilkan tulisan dari kantor berita asing. Bahkan, foto demonstrasi di

Jakarta yang seharusnya bisa difoto oleh wartawan Indonesia sendiri justru

berasal dari kantor berita AFP (Perancis). Sesuatu yang sulit diterima, tetapi

nyata terjadi. Dampak selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang

melihat media massa di negaranya akan menikmati sajian-sajian yang berasal

dari gaya hidup, kepercayaan dan pemikiran. Kalau kita menonton film

Independence Day saat itu kita sedang belajar tentang Bangsa Amerika dalam

menghadapi musuh atau perjuangan rakyat Amerika dalam mencapai

kemerdekaan. Berbagai gaya hidup masyarakatnya, kepercayaan dan

pemikiran orang Amerika ada dalam film itu. Mengapa bangsa di dunia ketiga

Page 20: Teori Mikro Komunikasi Massa

ingin menerapkan demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat?

Semua itu dipengaruhi oleh sajian media massa Barat yang masuk ke dunia

ketiga.

Selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa yang

disajikan media massa yang sudah banyak diisi oleh kebudayaan Barat

tersebut. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli negaranya untuk

kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya Barat. Kejadian ini bisa

dikatakan terjadinya imperialisme budaya Barat. Imperialisme itu dilakukan

oleh media massa Barat yang telah mendominasi media massa dunia ketiga.

Salah satu yang mendasari munculnya teori ini adalah bahwa pada dasarnya

manusia tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka

berpikir, apa yang dirasakan dan bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka

cenderung mereaksi apa saja yang dilihatnya dari televisi. Akibatnya,

individu-individu itu lebih senang meniru apa yang disajikan televisi.

Mengapa? Karena televisi menyajikan hal baru yang berbeda dengan yang

biasa mereka lakukan. Teori ini juga menerangkan bahwa ada satu kebenaran

yang diyakininya. Sepanjang negara dunia ketiga terus menerus menyiarkan

atau mengisi media massanya berasal dari negara Barat, orang-orang dunia

ketika akan selalu percaya apa yang seharusnya mereka kerjakan, pikir dan

rasakan. Perilaku ini sama persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang

yang berasal dari kebudayaan Barat.

Teori imperislisme budaya ini juga tak lepas dari kritikan. Teori ini

terlalu memandang sebelah mata kekuatan audience di dalam menerima

terpaan media massa dan menginterpretasikan pesan-pesannya. Ini artinya,

teori ini menganggap bahwa budaya yang berbeda (yang tentunya lebih maju)

akan selalu membawa pengaruh peniruan pada orang-orang yang berbeda

budaya. Tetepi yang jelas, terpaan yang terus-menerus oleh suatu budaya yang

berbeda akan membawa pengaruh perubahan, meskipun sedikit.

Page 21: Teori Mikro Komunikasi Massa

G. Determinisme Teknologi (Technological Determinism)

Teori Technological Determinism ini dikemukakan oleh Marshall

McLuhan pertama kali pada tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg

Galaxy: The Making of Typographic Man. Asumsi dasar teori ini adalah

bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan

membentuk juga keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk

individu bagaimana cara mereka berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan

teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu

abad teknologi ke abad teknologi yang lain.

Penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan

budaya. Jika kita lihat saat ini tidak ada satu segi kehidupan manusia pun yang

tidak bersinggungan dengan apa yang namanya media massa. Mulai dari ruang

keluarga, dapur, sekolah, kantor, pertemanan, bahkan agama, semuanya

berkaitan dengan media massa. Hampir-hampir tidak pernah kita bisa

membebaskan diri dari media massa dalam kehidupan kita sehari-hari.

McLuhan bersama Quentin Fiore menyatakan bahwa media pada

setiap zamannya menjadi esensi masyarakat. Mereka mengemukakan adanya

empat era atau zaman dalam sejarah media, yaitu :

1. The Tribal Age: An Acoustic Community (Era Kesukuan)

Menurut McLuhan, pada era suku zaman dahulu manusia menggunakan

indera pendengaran, sentuhan, perasan, dan penciuman untuk

mengembangkan lebih jauh kemampuan untuk menggambarkan dalam

khayalan. Pada masa ini telinga adalah “raja” ketika “hearing is

believing”. McLuhan mengklaim bahwa masyarakat primitif lebih

komplek karena stimulasi yang diterima lebih mengutamakan pendengaran

dibanding visualisasi.

2. The Age of Literacy: A Visual Point of View (Era Tulisan)

Manusia pada masa ini bisa menukarkan telinga menjadi mata. Semenjak

ditemukanya alfabet, cara manusia berkomunikasi mulai berubah. Indera

penglihatan kemudian menjadi dominan mengalahkan indera

Page 22: Teori Mikro Komunikasi Massa

pendengaran. Manusia lebih mengandalkan komunikasi menggunakan

tulisan.

3. The Print Age: Prototype of the Industrial Revolution (Era Cetak)

Jika alfabet membuat ketergantungan penglihatan, media cetak

membuatnya tersebar luas. McLuhan mengatakan bahwa revolusi cetakan

mempertunjukan produksi massa yang menghasilkan hasil yang serupa,

sehingga menjadi pelopor dari revolusi industri. McLuhan melihat efek

samping dari penemuan Gutenberg, mengakibatkan kemajuan dibidang

(media) komunikasi massa. Berkembangnya ,nasionalisme diikuti oleh

homogenitas dari berubahnya bahasa daerah menjadi bahasa nasional.

4. The Electronic Age: The Rise of The Global Village (Era Elektronika)

Samuael Morse adalah orang yang pertama kali menemukan alat

komunikasi elektronik (telegram). Kemudian memicu ditemukanya alat

komunikasi lain seperti, telepon, radio, proyektor film, tv, computer, fax,

HP, VCR, CD, DVD, modem, internet. McLuhan menggambarkan semua

dari kita sebagi anggota dari suatu desa global (global village). Desa

global menjelaskan bahwa tidak ada lagi batasan waktu dan tempat untuk

mendapatkan informasi dari satu tempat ke tempat yang lain dalam waktu

yang sangat singkat menggunakan teknologi.

Adanya teknologi juga menyebabkan adanya dampak teknologi bagi

masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Marshall McLuhan bahwa kini

manusia bukan hanya bertindak sebagai pencipta dan pemrakarsa

pengembangan teknologi melainkan telah jauh dikendalikan oleh teknologi itu

sendiri. Teknologi itu sendiri tidak lain merupakan produk sejarah masa

lampau yang berkembang dari bentuknya yang paling sederhana dengan

fungsi yang terbatas kemudian berkembang dengan karakteristik dan

kelebihan tertentu. Maka secara cultural teknologi juga berkaitan dengan

proses tranformasi budaya di dalam masyarakat yang turut membentuk

masyarakat secara perlahan-lahan dalam berbagai aspek kehidupan.

Interaksi sosial masyarakat yang ada di masa kini dan masa lampau

sangat jauh berbeda, bahkan pemaknaan mereka tentang hubungan antar

Page 23: Teori Mikro Komunikasi Massa

manusia, adat istiadat, moral dan juga norma sosial sudah banyak terkikis.

Dalam hal ini kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teknologi yang

berkembang. Hal yang terpenting disini adalah bagaimana masyarakat secara

cerdas mempersiapkan diri menghadapi gempuran kemajuan teknologi yang

ada lantas secara cerdas memanfaatkannya untuk tujuan positif dan

memudahkan sejumlah kebutuhan dan kepentingan yang ada. Teknologi

komunikasi bagaikan oli yang melumasi hampir seluruh aspek kehidupan

masyarakat masa kini.

Dari semua uraian diatas terdapat hal positif yang dapat diambil dari

kemajuan teknologi komunikasi,yaitu :

1. Hilangnya kendala geografis dalam penyebaran informasi maupun

kegiatan komunikasi

2. Beragamnya optimalisasi kegiatan komunikasi dengan media dan saluran

yang beraneka ragam

3. Kebutuhan informasi yang cepat dan tepat menjadi meningkat

4. Efisien dan mennghemat waktu serta biaya

5. Terbukanya potensi inovasi diberbagai aspek seperti ekonomi, budaya dll

Namun kita juga tidak bisa melupakan aspek-aspek negative yang

muncul dibalik kemajuan teknologi komunikasi itu sendiri , diantaranya :

1. Kriminalitas

2. Pornografi

3. Hilangnya rasa kebangsaan dan nasionalisme

4. Konsumerisme yang meningkat

Kemajuan-kemajuan dan perubahan-perubahan yang ada tentunya

harus diimbangin dengan kesiapan masyarakat agar dengan cerdas memilah

mana pengaruh positif yang dapat diambil dan mana potensi-potensi

kerusakan yang dapat ditimbulkan bila menggunakan teknologi komunikasi

dengan tidak cerdas. Selain itu, masyarakat harus memiliki literasi yang baik

agar kehancurandari nilai-nilai positif yang seharusnya dipertahankan tetap

ada dan tidak hilang oleh waktu.

Page 24: Teori Mikro Komunikasi Massa

H. Difusi Inovasi (Diffusion of Inovation)

1. Pengertian Difusi Inovasi

Difusi adalah proses dengan mana suatu inovasi dikomunikasikan

melalui saluran tertentu pada waktu tertentu diantara para anggota sistem

sosial. Suatu inovasi adalah suatu gagasan, perbuatan, atau objek yang

dipahami sebagai hal baru oleh unit penerimaan individual atau lainnya.

Dari kedua padanan kata di atas, maka difusi inovasi adalah suatu

proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk

merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu

tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang

berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada

sekelompok anggota dari sistem sosial. Teori ini menyatakan bahwa suatu

inovasi menyebar dalam pola yang dapat diperkirakan. Beberapa orang

akan segera menerima suatu inovasi begitu mereka mengetahuinya,

sementara orang lain membutuhkan waktu lebih laa untuk mencoba

sesuatu yang baru, sedangkan kelompok lainnya lagi membutuhkan waktu

yang lebih lama lagi.

2. Tipe Penerima Inovasi

Rogers (1983) menjelaskan dalam menerima suatu inovasi ada

beberapa tipologi penerima adopsi yang ideal yaitu :

1. Inovator adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba

hal-hal baru. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memiliki

gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau

relasi.

2. Pengguna awal (early adopter ). Kategori adopter ini menghasilkan

lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari

informasi tentang inovasi.

3. Mayoritas awal (early majority). Kategori pengadopsi seperti ini akan

berkompromi secara hati-hati sebelum membuat keputusan dalam

mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama.

Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting untuk

Page 25: Teori Mikro Komunikasi Massa

menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak

digunakan atau cukup bermanfaat.

4. Mayoritas akhir (late majority). Kelompok yang ini lebih berhati-hati

mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga

kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum

mereka mengambil keputusan.

5. Lamban (laggard). Kelompok ini merupakan orang yang terakhir

melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan

untuk mencoba hal hal baru. Saat kelompok ini mengadopsi inovasi

baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya,

dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

3. Proses Difusi dan Adopsi

Dalam proses difusi dan adopsi, penelitian menunjukkan bahwa

saluran komunikasi publik atau komunikasi melalui media massa biasanya

mampu menyebarkan kesadaran atau pengetahuan mengenai suatu inovasi

secara jauh lebih cepat daripada saluran interpersonal. Terdapat empat

tahapan penting yang menjadi inti proses difusi, yaitu :

1. Tahap pengetahuan.

Dalam tahap ini, seseorang belum memiliki informasi mengenai

inovasi baru. Untuk itu informasi mengenai inovasi tersebut harus

disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi yang ada, bisa

melalui media elektronik, media cetak, maupun komunikasi

interpersonal diantara masyarakat.

2. Tahap persuasi.

Pada tahap ini individu tertarik pada inovasi dan aktif mencari

informasi/detail mengenai inovasi. Tahap kedua ini terjadi lebih

banyak dalam tingkat pemikiran calon pengguna.

3. Tahap pengambilan keputusan.

Page 26: Teori Mikro Komunikasi Massa

Pada tahap ini individu mengambil konsep inovasi dan menimbang

keuntungan/kerugian dari menggunakan inovasi dan memutuskan

apakah akan mengadopsi atau menolak inovasi.

4. Tahap implementasi.

Pada tahap ini mempekerjakan individu untuk inovasi yang berbeda-

beda tergantung pada situasi. Selama tahap ini individu menentukan

kegunaan dari inovasi dan dapat mencari informasi lebih lanjut tentang

hal itu.

5. Tahap konfirmasi.

Setelah sebuah keputusan dibuat, seseorang kemudian akan mencari

pembenaran atas keputusan mereka. Tidak menutup kemungkinan

seseorang kemudian mengubah keputusan yang tadinya menolak jadi

menerima inovasi setelah melakukan evaluasi.

Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi

terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:

1. Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh

seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif

menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide

dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu.

Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali.

2. Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi

dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi,

sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya

komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi

dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak

yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih

tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi

dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara

personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran

interpersonal.

Page 27: Teori Mikro Komunikasi Massa

3. Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang

mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya,

dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan

dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam:

a. proses pengambilan keputusan inovasi

b. keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat

dalammenerima inovasi, dan

c. kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.

4. Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan

terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka

mencapai tujuan bersama.

Page 28: Teori Mikro Komunikasi Massa

KESIMPULAN

Komunikasi massa mengandung pengertian suatu proses dimana

organisasi media memproduksi dan menyebarkan pesan kepada publik secara

luas dan pada sisi lain merupakan proses dimana pesan tersebut dicari,

digunakan, dan dikonsumsi oleh audience. Pusat dari studi mengenai

komunikasi massa adalah media. Media merupakan organisasi yang

menyebarkan informasi yang berupa produk budaya atau pesan yang

mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam masyarakat.

Littlejhon (1999), membaginya ke dalam teori makro dan teori mikro.

Teori mikro komunikasi massa adalah teori yang mengkaji tentang hubungan

antara media dengan khalayaknya. Sedangkan teori makro komunikasi massa

mengkaji media massa dari sisi masyarakat dan institusinya.

Teori kultivasi membahas tentang efek samping yang ditimbulkan oleh

televisi dalam jangka waktu yang lama akan mengembangkan keyakinan atau

pemikiran seseorang tentang dunia yang menakutkan dan penuh dengan

kekerasan.Teori agenda-setting menjelaskan tentang kemampuan dari media

berita untuk mempengaruhi sebuah topic yang paling penting pada public agenda

(agenda publik). Uses and gratification membahas tentang sekelompok orang atau

orang itu sendiri dianggap aktif dan selektif menggunakan media sebagai cara

untuk memenuhi kebutuhannya. Teori pembelajaran social menjelaskan tentang

pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi dan keyakinan

dengan cara mengamati orang lain. Spiral keheningan menjelaskan bahwa

jawaban dari pertanyaan tersebut terletak dalam suatu proses saling

mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antarpribadi, dan

persepsi individu atas pendapatnya sendiri dalam hubungannya dengan

pendapat orang lain dalam masyarakat. Cultural imperialism menyatakan bahwa

negara Barat mendominasi media di seluruh dunia. Determinisme teknologi secara

singkat menjelaskan bahwa penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan

perubahan budaya. Dan difusi inovasi menjelaskan bahwa suatu proses penyebar

serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu

Page 29: Teori Mikro Komunikasi Massa

masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang

lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang

tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial.

Page 30: Teori Mikro Komunikasi Massa

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Elvinaro.dkk. 2014. Komunikasi Massa. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

McQuail, Denis. 2009. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Salemba Humanika.

Morrisan. 2010. Teori Komunikasi Massa. Bogor: Ghalia Indonesia._______. 2013. Teori Komunikasi Massa. Cetakan ke-2. Bogor: Ghalia Indonesia.

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.

Baran, Stanly J.dkk.2014.Mass Communication Theory:Foundations,Ferment,and Future.5th ed.Jakarta: Salemba Humanika

http://rianamuslikhah.blogspot.co.id/2015/02/teori-pembelajaran-sosial-observational.html (diakses pada Rabu,16 September 2015 pukul 23.10 WIB)

http://www.academia.edu/6777738/9_Teori_Komunikasi_Massa (diakses pada Rabu,16 September 2015 pukul 23.30 WIB)