teori belajar kognitif

21
1.Teori belajar kognitif Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan. Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas. Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa

Upload: deetz-buangetz

Post on 02-Jul-2015

333 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori belajar kognitif

1.Teori belajar kognitif

Belajar seharusnya menjadi kegiatan yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling penting dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan aktivitas pokok dalam penyelenggaraan proses belajar-mengajar. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap,dan ketrampilan.

Pada dasarnya terdapat dua pendapat tentang teori belajar yaitu teori belajar aliran behavioristik dan teori belajar kognitif. Teori belajar behavioristik menekankan pada pengertian belajar merupakan perubahan tingkah laku, sehingga hasil belajar adalah sesuatu yang dapat diamati dengan indra manusia langsung tertuangkan dalam tingkah laku. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmadi dan Supriono (1991: 121) bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Sedangkan teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan berbekas.

Sesuai dengan karakteristik matematika maka belajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam aliran belajar kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam konteks perubahan tingkah laku. Berikut adalah beberapa teori belajar kognitif menurut beberapa pakar teori belajar kognitif:

Teori Belajar Piaget

Jean Piaget adalah seorang ilmuwan perilaku dari Swiss, ilmuwan yang sangat terkenal dalam penelitian mengenai perkembangan berpikir khususnya proses berpikir pada anak.

Menurut Piaget setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahap yang teratur. Pada satu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung pada tahap sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah:

a. Tahap Sensori Motor(dari lahir sampai kurang lebih umur 2 tahun)

Page 2: Teori belajar kognitif

Dalam dua tahun pertama kehidupan bayi ini, dia dapat sedikit memahami lingkungannya dengan jalan melihat, meraba atau memegang, mengecap, mencium dan menggerakan. Dengan kata lain mereka mengandalkan kemampuan sensorik serta motoriknya. Beberapa kemampuan kognitif yang penting muncul pada saat ini. Anak tersebut mengetahui bahwa perilaku yang tertentu menimbulkan akibat tertentu pula bagi dirinya. Misalnya dengan menendang-nendang dia tahu bahwa selimutnya akan bergeser darinya.

b. Tahap Pra-operasional ( kurang lebih umur 2 tahun hingga 7 tahun)

Dalam tahap ini sangat menonjol sekali kecenderungan anak-anak itu untuk selalu mengandalkan dirinya pada persepsinya mengenai realitas. Dengan adanya perkembangan bahasa dan ingatan anakpun mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya. Intelek anak dibatasi oleh egosentrisnya yaitu ia tidak menyadari orang lain mempunyai pandangan yang berbeda dengannya.

c. Tahap Operasi Konkrit (kurang lebih 7 sampai 11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak sudah mengembangkan pikiran logis. Dalam upaya mengerti tentang alam sekelilingnya mereka tidak terlalu menggantungkan diri pada informasi yang datang dari pancaindra. Anak-anak yang sudah mampu berpikir secara operasi konkrit sudah menguasai sebuah pelajaran yang penting yaitu bahwa ciri yang ditangkap oleh pancaindra seperti besar dan bentuk sesuatu, dapat saja berbeda tanpa harus mempengaruhi misalnya kuantitas. Anak-anak sering kali dapat mengikuti logika atau penalaran, tetapi jarang mengetahui bila membuat kesalahan.

d. Tahap Operasi Formal (kurang lebih umur 11 tahun sampai 15 tahun)

Selama tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak yaitu berpikir mengenai gagasan. Anak dengan operasi formal ini sudah dapat memikirkan beberapa alternatif pemecahan masalah. Mereka dapat mengembangkan hukum-hukum yang berlaku umum dan pertimbangan ilmiah. Pemikirannya tidak jauh karena selalu terikat kepada hal-hal yang besifat konkrit, mereka dapat membuat hipotesis dan membuat kaidah mengenai hal-hal yang bersifat abstrak.

Berdasarkan uraian diatas, Piaget membagi tahapan perkembangan kemampuan kognitif anak menjadi empat tahap yang didasarkan pada usia anak tesebut.

Taxonomy SOLO

Teori belajar Piaget memberikan pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan teori pembelajaran kognitif. Hal ini terbukti dengan banyaknya peneliti yang tertarik melakukan analisis serta memperluas teori tersebut. salah satu kritik yang cukup tajam terhadap teori Piaget adalah berkenaan dengan asumsi bahwa pengertian akan suatu struktur yang sama akan diperoleh pada usia yang sama dalam berbagai domain intelektual. Implikasi dari hal ini adalah ketika seorang anak sudah dapat mengawetkan besaran suatu unsur dengan mengenali bahwa besaran dari benda tersebut sama terlepas dari bentuknya anak secara rasional dapat diduga akan mengawetkan konsep berat, karena struktur antara konsep besaran dan berat sama. Ternyata bersadar pada studi eksperimental yang dilakukan oleh para peneliti hal ini tidak sepenuhnya benar. Hal ini dianggap sebagai

Page 3: Teori belajar kognitif

sebuah penyimpangan. Penyimpangan yang dimaksud adalah terjadinya perbedaan cara dalam memperoleh sebuah struktur yang sama oleh seorang individu. Dari beberapa hasil pengembangan penelitian dalam teori ini ternyata penyimpangan ini lazim terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Biggs dan Collis (1982). Fakta ini memicu sebuah pengembangan teori dari teori Piaget yang dikenal dengan neo-Piagetian theories.

Biggs dan Collis adalah peneliti yang turut melakukan dan analisis teori belajar Piaget. Salah satu isu utama yang dikaji oleh kedua peneliti ini berkaitan dengan struktur kognitif. Teori mereka dikenal dengan Structure of Observed Learning Outcomes (SOLO). Biggs dan Collis (1982: 22) membedakan antara “generalized cognitive structure” atau struktur kognitif umum anak dengan “actual respon” atau respon langsung anak ketika diberikan perintah-perintah. Mereka menerima kebeadaan konsep struktur kognitif umum namun mereka menyakini bahwa hal tersebut tidak dapat diukur langsung sehingga perlu mengacu pada sebuah “hypothesized cognitive structure” (HCS) atau struktur kognitif hipotesis. Menurut mereka HCS ini relative lebih stabil dari waktu ke waktu serta bebas dari pengaruh pembelajaran disaat anak diukur menggunakan taxonomi SOLO dalam menyelesaikan suatu tugas tertentu. Penekan pada suatu tugas tertentu sangat penting seperti yang diasumsikan dalam taksonomi SOLO bahwa penampilan seseorang sangatlah beragam dalam menyelesaikan satu tugas dengan tugas lainnya, hal ini berkaitan erat dengan logika yang mendasarinya, selanjutnya asumsi ini juga meliputi penyimpangan yang dalam model ini dikatakan:

Siswa dapat saja berada pada awal level formal dalam matematika namun berada pada level awal konkrit dalam sejarah, atau bahkan dapat terjadi, suatu hari siswa berada pada level formal di matematika namun dilain hari dia masih berada pada level yang konkrit pada topik yyang berbeda. Hasil observasi seperti ini tidak dapat mengindikasikan terdapatnya “pertukaran” dalam perkembangan kognitif yang berlangsung, tetapi sedikit pertukaran terjadi pada konstruksi yang lebih proximal , pembelajaran, penampilan atau motivasi. Biggs & Collis (1991:60)

Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa teori tersebut lebih menekankan pada analisis terhadap kualitas respon anak. Untuk melihat respon anak diperlukan butir-butir rangsangan. Dan butir-butir rangsangan dalam konteks ini tidak difokuskan untuk melihat kebenaran dari jawaban saja melainkan lebih pada melihat struktur alamiah dari respon siswa dan perubahannya dari waktu ke waktu.

Untuk menjelaskan konsep “pertukaran” yang terjadi dalam pertumbuhan kognitif yang tidak biasa diantara anak-anak sekolah, Biggs & Collis (1991: 60)menyediakan suatu level tersendiri yang diberi nama “post formal mode”. Bagaimanapun juga terdapat satu perbedaan penting dari teori yang dikemukakan Piaget yaitu ketika mode atau level baru mulai muncul, ini tidak akan menggantikan level yang lama begitu saja melainkan dapat berkembang bersamaan. Oleh karena itu mode-model tersebut tumbuh sejak lahir hingga dewasa. Level terakhir adalah batas tertinggi dari proses abstraksi yang dapat ditunjukkan anak, bukan seluruh penampilan yang harus menyesuaikan dengan level-nya. Secara khusus, ketika semakin banyak mode yang memungkinkan maka multi-modal fungsioning menjadi normanya.

Page 4: Teori belajar kognitif

Berikut adalah 5 mode yang diutarakan oleh Biggs dan Collis:

1. Mode Sensorimotor

Focus perhatian pada mode ini adalah lingkungan fisik sekitar anak. Anak membangun kemampuan untuk melakukan koordinasi dan mengatur interaksinya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan yang berkelanjutan pada mode ini ditunjukkan oleh kegiatan-kegiatan fisik ketika diperolehnya tacit knowledge.

2. Mode Iconic

Pada mode ini symbol-simbol dan gambar digunakan untuk merepresentasikan elemen-elemen yang diperolehnya pada mode sensorimotor. Tanda-tanda tersebut digunakan sebagai peran pengganti dari komunikasi oral. Cirri-ciri dari anak yang berada pada mode ini antara lain sering menggunakan strategi menebak, senang menggunakan alat peraga dan senang membuat gambaran-gambaran mental. Mode sensorimotor dan iconic adalah mode-mode alamiah dari seorang manusia yang berkembang secara alamiah juga. Sedangkan target pertama dari sekolah formal ada pada mode concrete symbolic.

3. Mode Concrete Symbolic

Pada mode ini anak mengalami “pertukaran” dalam proses abstraksi. Mereka mulai merepresentasikan dunia fisik melalui bahasa oral ke dalam bentuk tulisan, yaitu sebuah system symbol yang akan mereka gunakan dalam kehidupannya di dunia.

Sebuah system symbol memiliki tingkatan dan logika internal yang dapat memfasilitasi sebuah hubungan antara sistem simbol dan lingkungan fisik di sekitarnya. Sistem symbol yang digunakan di sekolah antara lain adalah matematika dan bahasa. Mode concrete symbolic adalah mode terbesar sebagai target dari matematika sekolah. Karena dalam matematika anak menggambarkan dan mengoperasikan objek-objek yang berada di sekitarnya.

4. Mode Formal

Pada mode ini titik berat kemampuan sesorang adalah pada kemampuan mengkonstruksi teori tanpa bantuan contoh benda konkrit. Kemampuan berpikir pada tahap ini meliputi membuat formula hipotesis dan membuat penalaran yang proporsional. Oleh karena itu kemampuan ini dituntut pada mahasiswa-mahasiswa di Perguruan Tinggi.

5. Mode Post Formal

Keberadaan mode ini lebih menekankan pada pembuatan hipotesis secara deduktif dari pada penyusunan teori berdasarkan bukti-bukti empiris. Karakteristik terpenting dari mode ini adalah kemampuan untuk bertanya tentang prinsip-prinsip mendasar dari sesuatu hal.

Taksonomi SOLO ini terdiri dari lima tahap yang dapat menggambarkan perkembangan kemampuan berpikir kompleks pada siswa dan dapat diterapkan di berbagai bidang.

Page 5: Teori belajar kognitif

Berikut adalah tahapan respon berpikir berdasar taksonomi SOLO;

1. Tahap Pre-Structural.

Pada tahap ini siswa hanya memiliki sangat sedikit sekali informasi yang bahkan tidak saling berhubungan, sehingga tidak membentuk sebuah kesatuan konsep sama sekali dan tidak mempunyai makna apapun.

2. Tahap Uni-Structural.

Pada tahap ini terlihat adanya hubungan yang jelas dan sederhana antara satu konsep dengan konsep lainnya tetapi inti konsep tersebut secara luas belum dipahami. Beberapa kata kerja yang dapat mengindikasi aktivitas pada tahap ini adalah; mengindentifikasikan, mengingat dan melakukan prosedur sederhana.

3. Tahap Multi-Structural.

Pada tahap ini siswa sudah memahami beberapa komponen namun hal ini masih bersifat terpisah satu sama lain sehingga belum membentuk pemahaman secara komprehensif. Beberapa koneksi sederhana sudah terbentuk namun demikian kemampuan meta-kognisi belum tampak pada tahap ini. Adapun beberapa kata kerja yang mendeskripsikan kemampuan siswa pada tahap ini antara lain; membilang atau mencacah, mengurutkan, mengklasifikasikan, menjelaskan, membuat daftar, menggabungkan dan melakukan algoritma.

4. Tahap relational.

Pada tahap ini siswa dapat menghubungkan antara fakta dengan teori serta tindakan dan tujuan. Pada tahap ini siswa dapat menunjukan pemahaman beberapa komponen dari satu kesatuan konsep, memahami peran bagian-bagian bagi keseluruhan serta telah dapat mengaplikasikan sebuah konsep pada keadaan-keadaan yang serupa. Adapun kata kerja yang mengidikasikan kemampuan pada tahap ini antara lain; membandingkan, membedakan, menjelaskan hubungan sebab akibat, menggabungkan, menganalisis, mengaplikasikan, menghubungkan.

5. Tahap Extended Abstract

Pada tahap ini siswa melakukan koneksi tidak hanya sebatas pada konsep-konsep yang sudah diberikan saja melainkan dengan konsep-konsep diluar itu. Dapat membuat generalisasi serta dapat melakukan sebuah perumpamaan-perumpamaan pada situasi-situasi spesifik. Kata-kerja yang merefleksikan kemampuan pada tahap ini antara lain, membuat suatu teori, membuat hipotesis, membuat generalisasi, melakukan refleksi serta membangun suatu konsep.

Teori Belajar Van Hiele

Dalam belajar pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang menguraikan tahap-tahap perkembangan mental anak dalam belajar geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam pegajaran geometri. Hasil penelitiannya

Page 6: Teori belajar kognitif

itu, yang dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan.

Menurut Van Hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran dan metode pengajaran yang diterapkan, jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang lebih tinggi.

Van Hiele menyatakan bahwa terdapat lima tahapan berpikir dalam belajar geometri yaitu;

a.Tahap Pengenalan

Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenali suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh jika kepada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus itu. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang berupa bujur sangkar, bahwa sisinya ada 6 buah.

b.Tahap Analisis

Pada tahap ini anak sudah mulai dapat mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geomeri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada benda geometri tersebut. Misalnya disaat dia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat dua pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya, anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur sangkar adalah belah ketupat dan sebagainya.

c.Tahap Pengurutan

Pada tahap ini anak telah mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang dikenal dengan sebutan berpikir deduktif, namun kemapuan ini belum berkembang secara penuh. Pada tahap ini anak telah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mulai mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajargenjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk bujursangkar. Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.

d.Tahap Deduksi

Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. Mereka juga telah mengerti peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang telah didefinisiskan. Misalnya anak telah mampu memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak telah mampu menggunakan postulat atau aksioma yang digunakan dalam pembuktian.

Page 7: Teori belajar kognitif

Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat tersebut benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai postulat dalam cara-cara pebuktian dua segitiga yang sama dan sebangun(kongruen).

e.Tahap Akurasi

Dalam tahap ini anak telah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk dibangku sekolah lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berpikir ini.

Paparan di atas baru beberapa teori pembelajaran kognitif, selain itu masih banyak teori belajar konitif yang diungkapkan oleh beberapa pakar seperti Bruner, Bloom, Freudenthal dan lain-lain.

Aplikasi Teori Belajar Kognitif

Teori belajar kognitif bisa di aplikasikan kedalam konsentrasi belajar apa saja

karena sebenarnya dasar dari teori tersebut ada 3 hal yaitu :

Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap

perkembangan kognitif peserta didik

Peserta didik hendaknya di beri kesempatan untuk melakukan

eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan

teman sebaya dan dibantu oleh pertanyakan tilikan dari guru

Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada perserta didik

agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan

menemukan berbagai hal dari lingkungan

Implikasi dalam belajar

Bahasa dan cara berfikir siswa berbeda dengan orang dewasa. Oleh

karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai

dengan cara berfikir siswa

Siswa – siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi

lingkungan yang baik. Guru harus membantu siswa agar dapat

berinteraksi dengan lingkungan sebaik baiknya

Bahan yang harus dipalajari siswa hendaknya dirasakan baru tetapi tidak

asing

Page 8: Teori belajar kognitif

Berikan peluang agar siswa belajar sesuai bertahap

Di dalam kelas, siswa hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara

dan diskusi dengan teman – temanya

2.Teori belajar behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh gage dan

berlier tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu

berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah

pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal

sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang

tampak sebagai hasil belajar.

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan

orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu

dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya

perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila

dikenai hukuman.

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,

2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan

perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input

yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja

yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau

tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses

yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena

tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan

respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang

diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini

mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk

melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.

Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan

(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon

Page 9: Teori belajar kognitif

akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative

reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi:

(1) Reinforcement and Punishment;

(2) Primary and Secondary Reinforcement;

(3) Schedules of Reinforcement;

(4) Contingency Management;

(5) Stimulus Control in Operant Learning;

(6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).

Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark

Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran

behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.

Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.

Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran,

perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan

respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula

berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat

kegiatan belajar dapat berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit

yaitu yang tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan

pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku

yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula dengan teori

koneksionisme (Slavin, 2000).

Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni

(1) hukum efek;

(2) hukum latihan dan

(3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991).

Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon

Aplikasi teori belajar behaviouristik

Page 10: Teori belajar kognitif

3. Dasar Teori Konstruktivisme

Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,

yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme

sebenarnya bukan merupakangagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan

kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi

pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi

lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum

seperti:

1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah

ada.

2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri

pengetahuan mereka.

3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui

proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan

pembelajaran terbaru.

4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan

dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan

pemahamannya yang sudah ada.

5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama.

Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya

tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.

6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan

pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.

Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar

konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga

disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori

belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar yang dikemas

dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap

perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam

Page 11: Teori belajar kognitif

mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak

berpikir melalui gerakan atau perbuatan.

Selanjutnya, Piaget menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam

pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan

informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali

struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut

mempunyai tempat atau ruang. Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah

proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan

ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu.

Vygotsky berpendapat tidak jauh dengan Piaget, bahwa tiap siswa membentuk

pengetahuan sebagai hasil dari pemikiran dan kegiatan siswa itu sendiri melalui

bahasa. Teori Vygotsky lebih menekankan pada aspek social dari pembelajaran.

Menurutnya, proses pembelajaran akan terjadi bila anak beekrja atau menangani

tugas yang belum dipelajari, namun tugas tersebut masih dalam jangkauan anak

yang disebut dengan zone of proximal development (daerah tingkat perkembangan

sedikit di atas aerah perkembangan seseorang sendiri. Vygotsky yakin bahwa fungsi

mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama

antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu

tersebut.

Rutherford dan Ahlgren berpendapat bahawa murid mempunyai ide mereka sendiri

tentang semua hal, di mana ada yang betul dan ada yang salah. Jika pemahaman

dan miskonsepsi ini diabaikan atau tidak ditangani dengan baik, pemahaman atau

kepercayaan asal mereka itu akan tetap kekal walaupun dalam pemeriksaan mereka

mungkin memberi jawapan seperti yang dikehendaki oleh guru.

John Dewey menguatkan lagi teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahawa

pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai

proses menyusun atau membina pengalaman secara lanjut/kontinyu. Beliau juga

menekankan kepentingan penyertaan murid di dalam setiap aktivitas pengajaran

dan pembelajaran.

Page 12: Teori belajar kognitif

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang

berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor

ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Oleh

karenanya, seorang guru harus memahami maksud dan tujuan siswa belajar,

selanjutnya guru juga mampu mengarahkan siswa untuk memfungsikan hasil

pengetahuan yang diperolehnya.

Aplikasi tentang teori belajar kontruktifisme

Guru menyampaikan pengantar materi pada siswa di dalam kelas. guru mengajak

siswa untuk keluar kelas dan menuju lab sekolah.Di dalam lab, guru menegaskan

dasar pengertian hambatan, fungsi, dan berbagai penjelasan tentang hambatan.

Guru selanjutnya menyuruh siswa untuk tetap berada di lab dan mengintruksikan

agar siswa mencari solusi apa saja yang dapat mencegah panasnya hambatan

(resistor) seperti yang mereka rasakan di lapangan (Discovery).Siswa diajak kembali

ke kelas dan disuruh membacakan hasil pemikirannya satu per satu mengenai solusi

panas dan mengintruksikan agar siswa lain mencatat solusi yang belum ditulisnya

(Asimilasi).Guru menyimpulkan hasil pengamatan siswa, kemudian siswa disuruh

merangkum hasil pembelajaran materi tersebut sesuai yang dipahaminya.Guru

memberikan kesempatan pada siswa untuk menanyakan secara kritis berkenaan

dengan hasil pengamatannya.Pada kegiatan penutup guru mengintruksikan agar

setiap siswa mendemonstrasikan hasil penelitian tadi kepada warga sekitar dan

mencatat respon warga tersebut sebagai tugas di rumah (Akomodasi).

4.Teori belajar humanistik

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan

manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya

dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun

ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini

berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari

sudut pandang pengamatnya.

Page 13: Teori belajar kognitif

Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk

mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal

diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan

potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya

dua bagian pada proses belajar, ialah :

1. Proses pemerolehan informasi baru,

2. Personalia informasi ini pada individu.

Implikasi Teori Belajar Humanistik

a. Guru Sebagai Fasilitator

Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang

berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai

kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa

guidenes(petunjuk):

1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal,

situasi kelompok, atau pengalaman kelas

2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan

perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat

umum.

3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk

melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan

pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.

4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang

paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai

tujuan mereka.

5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk

dapat dimanfaatkan oleh kelompok.

6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan

menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan

mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual

ataupun bagi kelompok

7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur

dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang

Page 14: Teori belajar kognitif

anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang

individu, seperti siswa yang lain.

8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan

juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi

sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak

oleh siswa

9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan

adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar

10.Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba

untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa

Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses

pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam

pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru

memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.

Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk

memperoleh tujuan pembelajaran.

Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai

proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri ,

mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang

bersifat negatif.

Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar.

Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :

1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas

2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat

jelas , jujur dan positif.

3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar

atas inisiatif sendiri

4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran

secara mandiri

Page 15: Teori belajar kognitif

5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya

sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku

yang ditunjukkan.

6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa,

tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk

bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.

7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya

8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa

Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada

materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani,

perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari

keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif

dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan

sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh

pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab

tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin

atau etika yang berlaku.