teknologi produksi dan manajemen usahatani · 2014. 4. 22. · jagung : teknologi produksi dan...
TRANSCRIPT
.
JAGUNG
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN USAHATANI
EDITOR: :
Teguh Prasetyo Endang Iriani
Cahyati Setiani Moh. Ismail Wahab
Kerjasama
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN JAWA
TENGAH
Dengan
PT. SYNGENTA INDONESIA
.
BPTP Jawa Tengah Telp. (024) 6924965 / 6924967
Fax. (024) 6924966
Homepage : http://jateng.litbang.deptan.go.id e-mail : [email protected]
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani i
KATA PENGANTAR
Produksi jagung nasional saat ini (2012) sudah
mencapai sekitar 18,9 juta ton. Kebutuhan jagung untuk
masa yang akan datang diperkirakan akan semakin
meningkat, sehingga pemerintah berupaya untuk
meningkatkan produksi. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah meningkatkan produktivitas melalui penerapan
teknologi produksi dan manajemen usahatani yang efisien
agar pendapatan petani jagung lebih meningkat.
Berbagai inovasi teknologi budidaya mulai dari
pengolahan tanah, tanam, sampai pasca panen disajikan
pada buku ini. Selain itu, buku ini juga memuat
manajemen usahatani jagung mulai dari perencanaan
sampai evaluasi hasil. Buku ini disusun dengan bahasa
yang populer, sehingga dapat digunakan sebagai rujukan
bagi para parktisi, terutama penyuluh, petugas pertanian,
dan para mahasiswa yang sedang melakukan praktek
lapangan atau membina petani dalam usahatani jagung.
Ucapan terimakasih disampaikan kepada tim
penyusun dan PT Syngenta Indonesia yang telah
bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah hingga tebitnya buku ini. Besar harapan
kami buku ini dapat memberi kontribusi bagi para
penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan produksi
jagung nasional.
Ungaran, November 2013
Kepala Balai
Dr. Ir. Moh Ismail Wahab, M.Si
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani ii
KATA SAMBUTAN
Jagung sebagai salah satu makanan pokok
pengganti beras adalah komoditas strategis di Indonesia.
Kebutuhan jagung sebagai pemenuh bahan pangan dan
pakan terus meningkat. Saat ini produksi jagung dalam
negri belum mampu memenuhi kebutuhan domestik.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan selama
Januari-September 2013, total impor jagung tercatat
sebesar 2 juta ton atau US$ 578,1 juta. Produksi jagung
tahun ini menurun 0,55 juta ton atau 2,83%
dibandingkan 2012. Penurunan produksi tersebut
disebabkan karena anomali iklim, turunnya luas panen
sebanyak 1,7% dan penurunan produktivitas sebesar
1,16%.
Dalam upaya mengatasi tantangan penurunan
produksi dan meningkatkan produksi jagung yang
berkelanjutan, kerjasama dan sinergi antara pemangku
kepentingan yang mencakup pemerintah, pengusaha,
lembaga swadaya masyarakat, dan petani sangat
diperlukan.
Kemitraan Pertanian Berkelanjutan Indonesia
(Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture –
PISAgro), dibentuk untuk memfasilitasi kemitraan publik
swasta dalam mengatasi ketahanan pangan nasional
dengan cara meningkatkan produksi pertanian secara
lestari dan meningkatkan penghidupan petani kecil.
Aspirasi PISAgro adalah mencapai target meningkatkan
produktivitas komoditas pertanian strategis, pendapatan
petani dan memperbaiki lingkungan hidup masing-masing
sebanyak 20% pada setiap dekade.
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani iii
Untuk mewujudkan swasembada jagung di Indonesia
dan memenuhi target pemerintah mencapai 21 juta ton
produksi jagung di tahun 2014, diperlukan kerja keras
dalam meningkatkan produktivitas jagung. Karenanya,
saya memberikan apresisasi yang tinggi kepada
Kelompok Kerja Jagung PISAgro, yang dibawah
kepemimpinan Syngenta bekerja sama dengan Balai
Pengkajian Tekonogi Pertanian Jawa Tengah, menerbitkan
buku panduan “Jagung: Teknologi Produksi dan
Manajemen Usahatani” sebagai modul pelatihan kepada
para petani.
Saya juga memberikan apresiasi dalam usaha
memberdayakan petani kecil untuk dapat berpartisipasi
dalam rantai pasok makanan dengan cara meningkatkan
pengetahuan dan keahlian bertanam secara baik dan
ramah lingkungan sehingga akan meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani secara
berkelanjutan.
Direktur Eksekutif
Kemitraan Pertanian Berkelanjutan
Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture
(PISAgro)
Laksmi Prasvita
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani iv
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ....................................... i
KATA SAMBUTAN .......................................... ii
DAFTAR ISI................................................... iv
1. Ekonomi Jagung.......................................
Joko Triastono dan Teguh Prasetyo 1-24
2. Teknologi Budidaya Jagung.......................
Endang Iriani dan Sodiq Jauhari 25-58
3. Hama dan Penyakit Utama Jagung.............
Endang Iriani 59-98
4. Pascapanen dan Pengolahan Jagung...........
Agus Sutanto dan Dwi Nugraheni 99-120
5. Manajemen Usahatani Jagung ...................
Teguh Prasetyo dan Cahyati Setiani 121-138
6. Inovasi Kelembagaan Petani Mendukung
Pengembangan Jagung..............................
Cahyati Setiani dan Joko Triastono
139-152
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 1
EKONOMI JAGUNG DI INDONESIA
Joko Triastono dan Teguh Prasetyo
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays) merupakan salah satu serealia
yang strategis dan bernilai ekonomis serta mempunyai
peluang untuk dikembangkan karena kedudukannya
sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah
beras (Kasryno et al., 2007; Purwanto, 2007;
Zubachtirodin et al., 2007). Jagung dapat dimanfaatkan
untuk pangan, pakan dan bahan baku industri (Kasryno
et al., 2007; Zubachtirodin et al., 2007). Jagung juga
dapat digunakan sebagai bahan bakar nabati (biofuel)
(Kasryno et al., 2007; Purwanto, 2007; Richana dan
Suarini, 2007).
Dalam perekonomian nasional, jagung
penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam
subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap
tahun. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam
perekonomian nasional mencapai Rp 9,4 trilyun dan pada
tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18,2 trilyun. Kondisi
demikian mengindikasikan besarnya peranan jagung
dalam memacu pertumbuhan subsektor tanaman pangan
dan perekonomian secara umum (Zubachtirodin et al.,
2007).
Dengan berkembang pesatnya industri
peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%)
dalam ransum pakan. Diperkirakan lebih dari 55%
Ekonomi Jagung di Indonesia
2 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
kebutuhan jagung dalam negeri digunakan untuk pakan,
sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%,
dan sisanya untuk kebutuhan industri lainnya dan benih.
Dengan demikian, peran jagung sebetulnya sudah
berubah lebih sebagai bahan baku industri dibanding
sebagai bahan pangan (Kasryno et al. 2007).
Perubahan pola permintaan jagung juga
mendorong perubahan adopsi teknologi benih. Mulai awal
tahun 1990an, industri benih jagung hibrida berkembang
pesat yang diikuti oleh percepatan adopsi teknologi
jagung hibrida. Percepatan adopsi ini terkait dengan
promosi dan penyuluhan yang dilakukan oleh industri
benih jagung hibrida. Diperkirakan luas areal tanam
jagung hibrida lebih dari 30% dari total areal pertanaman
jagung di Indonnesia. Penyebaran jagung lokal
diperkirakan kurang dari 25% yang mayoritas ditanam di
Madura, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan
(Kasryno et al. 2007).
Geografis komoditas jagung juga mengalami
pergeseran. Pada saat masih berstatus sebagai komoditas
pangan, daerah penyebaran jagung didominasi oleh Jawa
Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa
Tenggara Timur. Dengan berkembangnya Industri
peternakan peran Lampung dan Sumatera Utara mulai
mengalahkan posisi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan dan
Nusa Tenggara Timur. Selain itu juga terdapat
pergeseran penggunaan lahan untuk jagung. Semula
pada saat permintaan jagung untuk konsumsi umumnya
diusahakan pada lahan kering, terutama pada musim
hujan. Dengan berkembangnya adopsi teknologi maka
areal pertanaman jagung menyebar ke lahan sawah
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 3
beririgasi, terutama di Lampung, Sumatera Utara dan
Jawa Timur (Kasryno et al. 2007).
Permintaan jagung terus meningkat dari tahun ke
tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk
dan industri. Disamping itu, kelangkaan bahan bakar
minyak dari fosil mendorong berbagai negara mencari
energi alternatif dari bahan bakar nabati, salah satunya
adalah jagung. Hal ini mengakibatkan permintaan akan
jagung semakin meningkat, sulit didapat dan mahal
harganya, karena pengekspor jagung terbesar di dunia
seperti Amerika serikat dan Cina telah mengurangi
ekspornya untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya
yang semakin meningkat (Purwanto, 2007). Perubahan
pola permintaan jagung ke depan perlu dijadikan acuan
dalam penentuan kebijakan ketahanan dan diversifikasi
pangan di Indonesia.
Tulisan ini merupakan revew dari berbagai sumber
pustaka yang menyajikan kondisi ekonomi jagung dan
implikasinya bagi penelitian jagung pada masa datang.
KONDISI EKONOMI JAGUNG
Kondisi Pertanaman Jagung
Tanaman jagung mempunyai adaptasi yang luas
dan relatif mudah dibudidayakan, sehingga komoditas ini
ditanam oleh petani di Indonesia pada lingkungan fisik
dan sosial-ekonomi yang sangat beragam. Jagung dapat
ditanam pada lahan kering, lahan sawah, lebak, dan
pasang surut, dengan berbagai jenis tanah, pada
berbagai tipe iklim, dan pada ketinggian tempat 0 –
2.000 m dari permukaan air laut (Zubachtirodin et al.,
2007).
Ekonomi Jagung di Indonesia
4 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Luas panen jagung dalam kurun waktu 2008 –
2012 mengalami fluktuasi dengan trend yang menurun
rata-rata - 0,13% per tahun. Produksi jagung pada kurun
waktu yang sama menunjukkan trend yang meningkat
dengan laju 4,05% per tahun. Walaupun terjadi
penurunan luas panen jagung, namun produksinya
meningkat. Hal ini disebabkan adanya kenaikan
produktivitas jagung pada kurun waktu yang sama, yaitu
dengan laju 3,94% per tahun (Tabel 1). Peningkatan
produksi dan produktivitas jagung tersebut terkait
dengan pengembangan varietas jagung hibrida,
peningkatan intensitas pertanaman dan penerapan
pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Pertanaman jagung
pada musim hujan (MH) lebih luas daripada musim
kemarau (MK) (Purwanto, 2007). Sekitar 57% produksi
biji jagung dihasilkan dari pertanaman pada MH, 24%
pada MK I dan 19% pada MK II (Kasryno, 2002).
Pertanaman jagung pada MH umumnya diusahakan pada
lahan kering, sedangkan pada MK diusahakan pada
sawah tadah hujan dan sawah irigasi (Zubachtirodin et
al., 2007).
Tabel 1. Perkembangan luas panen, produktivitas dan
produksi jagung periode 2008 – 2012
Tahun Luas Panen Produktivitas Produksi
Ha % ku/ha % ton %
2008 4.001.288 - 40,78 - 16.317.251 - 2009 4.160.903 3,99 42,37 3,90 17.629.748 8,04 2010 4.131.568 (0,71) 44,36 4,70 18.327.636 3,96 2011 3.864.896 (6,45) 45,65 2,91 17.643.250 (3,73) 2012 3.966.871 2,64 47,80 4,71 18.961.645*) 15,74
Rata-rata
4.025.105 (0,13) 4,05 11.904.967 3,94
Keterangan : *) Angka Ramalan II
Sumber : www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/TPATAP-
2011-ARAM-II-
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 5
Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani
masih beragam, bergantung pada orientasi produksi
(subsisten, semi komersial, komersial), kondisi kesuburan
tanah, risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani
membeli atau mengakses sarana produksi. Penyebaran
penggunaan varietas pada tahun 2005 adalah 22%
hibrida, dan selebihnya komposit (unggul dan lokal).
Angka ini masih di bawah Thailand dan Filippina yang
telah menggunakan benih hibrida masing-masing 98%
dan 65%. Masih mahalnya benih hibrida dan
pertimbangan risiko yang dihadapi, cukup banyak petani
yang menanam benih hibrida turunan (F2) (Zubachtirodin
et al., 2007).
Tingkat Konsumsi Jagung
Beras sebagai pangan pokok masyarakat
Indonesia merupakan sumber karbohidrat dengan
kandungan mencapai 80 – 85% dengan kandungan kalori
sebesar 365 kkalori/100 gram (Anomin, 2013b). Selain
beras, bahan pangan pokok lainnya yang merupakan
sumber karbohidrat antara lain adalah jagung, ubikayu,
ubijalar, sagu, tales dan kentang. Jagung merupakan
bahan pangan pokok yang paling banyak digunakan
selain beras karena mempunyai kandungan karbohidrat
mencapai 70 – 80% dan merupakan menu makanan yang
bersifat substitusi atau suplemen bagi manusia. Sebagai
pangan pokok jagung diolah menjadi nasi jagung. Jagung
juga dapat diolah dalam berbagai variasi masakan,
sebagai lauk ataupun sebagai hidangan selingan. Selain
mengandung karbohidrat, jagung mempunyai kandungan
gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan
makanan pokok pengganti beras, sehingga sangat
bermanfaat untuk kesehatan (memenuhi nutrisi dan
Ekonomi Jagung di Indonesia
6 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
sebagai obat) (Anonim, 2011).
Jagung merupakan sumber kalori pengganti atau
suplemen bagi beras. Meskipun cenderung menurun
tingkat konsumsinya, jagung masih merupakan bahan
makanan pengganti atau supplemen bagi sebagian
masyarakat pedesaan khususnya di Jawa Tengah, Jawa
Timur, NTT dan seluruh propinsi Sulawesi. Proporsi
penggunaan jagung sebagai bahan pangan cenderung
menurun, sebaliknya penggunaan sebagai bahan pakan
dan bahan baku industri meningkat. Sebagai bahan
pangan, jagung dikonsumsi dalam bentuk jagung basah,
jagung kering pipilan, dan dalam bentuk tepung jagung.
Bentuk yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga
diperkotaan adalah jagung basah, sedang di pedesaan
jagung pipilan (Sudaryanto et al., 1993).
Perkembangan tingkat konsumsi jagung perkapita
secara nasional adalah 28,98 kg/kapita/tahun (1970),
turun menjadi 15,75 kg/kapita/tahun (1980), 8,48
kg/kapita/tahun (1990), 5,93 kg/kapita/tahun pada tahun
1993, kemudian turun menjadi 3,4 kg/kapita/tahun pada
tahun 2002 turun menjadi 3,2 kg/kapita/tahun pada
tahun 2004 (Ariani, 2006). Secara umum tingkat
konsumsi jagung/kapita/tahun di pedesaan lebih tinggi
dibanding konsumsi di perkotaan. Propinsi yang tingkat
konsumsi jagung perkapitanya tinggi adalah Lampung
dengan tingkat pemakaian 11,84 kg/kapita/tahun, Jawa
Tengah 8,57 kg/kapita/tahun, Jawa Timur 9,80
kg/kapita/tahun, NTT 39,21 kg/kapita/tahun, Sulawesi
Utara 13,79 kg/kapita/tahun dan Sulawesi Tenggara
14,66 kg/kapita/tahun (Sudaryanto et al., 1998).
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 7
Kalau dahulu bangsa Indonesia dikenal dengan
pola berbagai pangan pokok lokal seperti jagung di
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), kini hal tersebut
tidak seluruhnya benar. Walaupun di beberapa kabupaten
di Propinsi NTT masih dijumpai masyarakat yang
mengkonsumsi jagung, namun sebagian besar
masyarakat sudah mengkonsumsi beras sebagai
makanan pokoknya. Hal ini terlihat dari partisipasi
konsumsi beras di Provinsi NTT yang sudah mencapai
hampir 100%, sedangkan untuk jagung tidak sampai
32%. Sehingga kedudukan jagung telah tergeser oleh
beras (Tabel 2) (Ariani, 2006).
Tabel 2. Tingkat partisipasi konsumsi jagung dan beras di
Provinsi NTT tahun 2002
No Jenis Pangan Tingkat Partisipasi
(%)
1 Jagung
a. Jagung basah
b. Jagung pipilan
c. Tepung jagung
31,9
30,6
0,2
2 Beras
a. Beras
b. Beras ketan
c. Tepung beras
98,9
1,6
1,7
Sumber : Ariani, 2006.
Masyarakat mengalihkan fungsi jagung tidak lagi
sebagai makanan pokok tetapi sebagai makanan selingan
atau snack, sehingga jumlah yang dikonsumsi juga
sangat terbatas. Pola konsumsi pangan pokok kelompok
masyarakat juga berubah yang mengarah kepada beras
dan bahan pangan berbasis tepung terigu, termasuk mie
kering, mie basah, mie instan. Dari keragaan data
Ekonomi Jagung di Indonesia
8 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
tersebut menunjukkan bahwa pangan lokal seperti jagung
telah ditinggalkan oleh masyarakat, dan pangan global
seperti mie menunjukkan kebalikannya.
Diversifikasi pangan sesuai potensi lokal
merupakan bagian yang penting dari strategi pangan
nasional. Pemerintah jangan lagi berkonsentrasi pada
beras, namun dapat mengandalkan pangan pokoknya
berbasis pangan lokal seperti jagung, sagu, ubi jalar, ubi
kayu dan pisang. Tentu semuanya tidak lagi disajikan
secara apa adanya seperti standar kuliner dimasa lalu,
tetapi harus dimodernisasi tampilan dan cita rasa serta
penyajiannya, dan metoda mengolahnya disesuaikan
dengan cita rasa masyarakat modern. Keberhasilan
diversifikasi pangan terkait dengan citra kuliner masakan
tradisional. Kemajuan pendidikan dan kesejahteraan
masyarakat, menuntut tampilan pangan yang lebih baik.
Masyarakat tidak lagi makan jagung dan ubi dengan
bentuk apa adanya. Oleh karena itu, untuk memenuhi
selera masyarakat yang semakin maju yang
mengkonsumsi mie dan roti, perlu dikembangkan
makanan berbasis tepung jagung, tepung sagu, tepung
ubi kayu dan lain-lain yang dapat diproduksi sendiri di
dalam negeri (Husodo, 2013).
Perubahan Struktur Permintaan Jagung
Sebelum tahun 1990, penggunaan jagung di
Indonesia lebih banyak (86%) untuk konsumsi langsung,
hanya sekitar 6% untuk industri pakan. Penggunaan
jagung untuk industri pangan juga masih rendah (7,5%).
Dengan berkembangnya industri peternakan maka terjadi
pergeseran pola konsumsi jagung di Indonesia. Dalam
periode 1990-2002 telah terjadi pergeseran penggunaan
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 9
jagung, walaupun masih didominasi untuk konsumsi
langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih
banyak untuk kebutuhan industri pakan selain industri
pangan. Selama tahun 2002-2005, penggunaan jagung
untuk konsumsi menurun sekitar 2,0% per tahun.
Sebaliknya penggunaan jagung untuk industri pakan dan
industri pangan meningkat masing-masing sebesar
5,86% per tahun dan 3,01% per tahun (Zubachtirodin et
al., 2007).
Perkembangan Harga
Harga jagung di tingkat produsen dalam periode
1995 – 2007 terus meningkat dengan laju 16,6% per
tahun. Pada tahun 1995 harga jagung di tingkat produsen
Rp 394/kg, dan pada tahun 2006 meningkat menjadi Rp
1.802/kg. Sedangkan harga jagung di tingkat
konsumen/harga eceran selama kurun waktu 1995 –
2007 mengalami peningkatan dengan laju 17,07% per
tahun. Pada tahun 1995 harga jagung di tingkat
konsumen Rp 507/kg dan pada tahun 2007 mencapai Rp
2.885/kg (Purwanto, 2007). Saat ini harga jagung lokal
telah mencapai Rp 3.600/kg. Diperkirakan sampai akhir
tahun harga jagung bisa naik sampai Rp 3.800/kg
(Arifenie, 2013).
Pemanfaatan Jagung untuk Pakan
Tiga puluh tahun lalu, penggunaan jagung
umumnya masih didominasi untuk pangan, baik sebagai
pengganti beras di daerah tertentu maupun sebagai
pangan tambahan. Dengan berkembangnya industri
unggas pada awal tahun 1970-an, maka jagung mulai
dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pakan unggas
Ekonomi Jagung di Indonesia
10 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
modern. Permintaan jagung untuk pakan terus meningkat
sejalan dengan berkembangnya industri pakan unggas.
Saat ini, sebagian besar produksi jagung digunakan untuk
pakan dan volume penggunaannya untuk pangan
cenderung menurun (Tangendjaja dan Wina, 2007).
Jagung merupakan sumber energi utama pakan,
terutama untuk ternak monogastrik seperti ayam, itik,
puyuh, dan babi karena kandungan energi, yang
dinyatakan sebagai energi termetabolisme (ME), relatif
tinggi dibanding bahan pakan lainnya. Dalam ransum
unggas, baik ayam boiler maupun petelur, jagung
menyumbang lebih dari separuh energi yang dibutuhkan
ayam. Tingginya kandungan energi jagung berkaitan
dengan tingginya kandungan pati ( > 60%) biji jagung.
Di samping itu, jagung mempunyai kandungan serat
kasar yang relatif rendah sehingga cocok untuk pakan
ternak (Tangendjaja dan Wina, 2007).
Jagung mengandung > 3% lemak berupa asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak ini dapat meningkatkan
ukuran telur disamping bermanfaat dalam sintesis
hormon reproduksi. Selain itu, jagung mengandung
protein 8,5% jauh lebih rendah dibanding kebutuhan
ayam boiler yang mencapai > 22% dan ayam petelur >
17%. Sehingga untuk membuat pakan ayam perlu
ditambahkan sumber protein yang tinggi seperti bungkil
kedelai. Untuk melengkapi kandungan asam amino dalam
ransum pakan ayam dapat ditambahkan asam amino
sintesis (Tangendjaja dan Wina, 2007).
Saat ini sekitar 85 – 90% produksi pakan di
Indonesia ditujukan untuk unggas (ayam broiler dan
petelur). Sekitar 5 – 7% dari produksi pakan ditujukan
untuk ikan dan 5% untuk babi dan sisanya untuk ternak
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 11
lainnya seperti puyuh dan burung berkicau. Jika saat ini
produksi pakan di Indonesia mencapai 7 juta ton, maka
diperlukan jagung sebanyak 3,85 juta ton. Di masa
mendatang, dengan jumlah penduduk meningkat dan
pendapatan per kapita masyarakat meningkat, maka
konsumsi produk unggas akan meningkat pula. Dengan
meningkatnya produk unggas maka kebutuhan bahan
baku jagung untuk pakan unggas juga akan meningkat
(Tangendjaja dan Wina, 2007).
Jumlah pabrik pakan sebanyak 97 pabrik pada
tahun 1995 dan menurun menjadi 62 pabrik pada tahun
1999 sebagai akibat sulitnya memperoleh bahan baku
pakan dan krisis moneter pada tahun 1997. Sentra pabrik
pakan terdapat di Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatera Utara dan Lampung (Tangendjaja dan Wina,
2007).
Pengolahan jagung untuk industri, pangan
maupun pati, memberikan hasil samping yang umumnya
digunakan untuk pakan. Penggilingan jagung secara
tradisional untuk menghasilkan beras jagung akan
menghasilkan empok yang dapat digunakan untuk pakan.
Penggilingan jagung secara modern dengan cara kering
memberikan hasil samping berupa hormini yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan. Penggilingan jagung secara
basah untuk menghasilkan pati jagung akan
mengeluarkan berbagai hasil samping berupa corn gluten
meal (CGM), corn gluten feed (CGF) dan corn germ meal,
dan sebagainya yang umumnya dimanfaatkan untuk
pakan (Tangendjaja dan Wina, 2007).
Limbah tanaman jagung juga dapat dimanfaatkan
untuk pakan, tetapi hanya untuk ternak ruminansia
karena tingginya kandungan serat. Jerami jagung
Ekonomi Jagung di Indonesia
12 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
merupakan bahan pakan penting untuk sapi pada saat
rumput sulit diperoleh, terutama pada musim kemarau.
Jerami jagung yang diawetkan dengan pengeringan
matahari menghasilkan hay dan disimpan oleh petani
untuk persediaan pakan sapi pada musim kemarau.
Dengan berkembangnya usaha penggemukan sapi impor
dan usaha sapi perah, seluruh tanaman jagung dapat
dimanfaatkan sebagai pakan. Jagung ditanam secara
khusus untuk menggantikan rumput. Tanaman jagung
pada umur tertentu, terutama ketika bulir mulai tumbuh,
mampunyai nilai gizi yang tinggi untuk sapi. Berdasarkan
pengkajian integrasi jagung dengan ternak yang telah
dilakukan di beberapa kabupaten di Indonesia diperoleh
hasil bahwa pemberian limbah tanaman jagung dalam
bentuk hay, silase atau fermentasi dapat meningkatkan
bobot badan harian sapi dibandingkan dengan pakan
tradisional. Sistem integrasi jagung dengan sapi juga
mampu memberikan keuntungan yang lebih besar,
karena lebih efisien dalam penyediaan pakan ternak dan
bahan organik (Tangendjaja dan Wina, 2007).
Pemanfaatan Limbah Jagung untuk Energi
Kenaikan harga bahan bakar minyak dan
menipisnya cadangan sumber minyak bumi di Indonesia
dapat menjadi penghambat pembangunan pertanian
berkelanjutan. Salah satu potensi energi alternatif adalah
limbah biomasa yang dihasilkan dari aktivitas produksi
pertanian yang jumlahnya sangat besar. Potensi limbah
biomasa terbesar adalah dari limbah kayu hutan,
kemudian diikuti oleh limbah padi, jagung, ubi kayu,
kelapa, kelapa sawit dan tebu. Menurut Prasetyo (2002)
limbah batang dan daun jagung kering sebesar 3,46
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 13
ton/ha. Pada tahun 2012 luas panen jagung adalah 3,9
juta ha, sehingga limbah pertanian yang dihasilkan
sekitar 13,49 juta ton. Pemanfaatan jagung dan
limbahnya sebagai sumber bio energi dengan teknologi
konversi energi yang ada saat ini antara lain adalah : (a)
sebagai bahan bakar tungku untuk proses pengeringan
dan pemanasan, (b) sebagai bahan bakar padat untuk
proses pirolisis dan gasifikasi, (c) sebagai bahan baku
pembuatan etanol, dan (d) sebagai bahan baku potensial
pembuatan biodiesel (Widodo et al., 2013).
Upaya Peningkatan Produksi Jagung
Salah satu target “Empat Sukses” pembangunan
pertanian 2010 – 2014 Kementerian pertanian adalah
pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan.
Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan
merupakan kelanjutan dari Program Ketahanan Pangan
yang berjalan sampai dengan tahun 2010 dengan target
utama swasembada kedelai, gula dan daging serta
swasembada berkelanjutan padi dan jagung (Kementan,
2010). Dalam rangka pencapaian swasembada dan
swasembada berkelanjutan, diperlukan kerja keras dari
semua pihak dan instansi terkait, dari pusat, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Kerja keras
semua pihak dan instansi terkait diperlukan karena
adanya tantangan pembangunan pertanian yang semakin
komplek, antara lain : (a) tekanan jumlah penduduk, (b)
perubahan iklim, (c) alih fungsi lahan, dan (d)
kerusakan/kurangnya infrastruktur pertanian (Suswono,
2011).
Jagung merupakan pangan stategis, sehingga
ditetapkan oleh Kementerian Pertanian sebagai salah satu
Ekonomi Jagung di Indonesia
14 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
dari lima komoditas prioritas nasional. Jagung dalam
Renstra Kementerian Pertanian 2010 - 2014 ditargetkan
dapat swasembada pada tahun 2014 melalui program
peningkatan swasembada dan swasembada
berkelanjutan. Target produksi jagung tahun 2013
sebesar 26 juta ton pipilan kering (Suwandi, 2012).
Jagung dikategorikan sebagai tanaman palawija
(tanaman kedua setelah padi), sehingga perhatian
terhadap tanaman ini tidak seintensif pada tanaman padi.
Jagung umumnya ditanam petani sebagai tanaman sela
di antara musim tanam padi dan dapat pula sebagai
tanaman tumpang sari di lahan kering. Oleh karena itu,
produksi jagung cenderung fluktuatif (Gafar, 2013). Pada
tahun 2012 produksi jagung sebesar 19,38 juta ton, yang
diperoleh dari luas panen jagung 3,9 juta ha dengan
tingkat produktivitas 4,9 ton/ha (BPS, 2013).
Jagung selain sebagai bahan pangan juga sebagai
bahan baku industri, bahan baku pakan ternak dan
energi. Jagung sebagai bahan baku pakan ternak akan
menghasilkan daging dan telur yang merupakan sumber
protein hewani bagi penduduk. Sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk, kebutuhan jagung juga
meningkat. Pada tahun 2013, kebutuhan jagung lebih
besar dibandingkan produksi dalam negeri. Untuk
menutupi kekurangannya diperlukan impor jagung
sebesar 2,8 juta ton. Impor jagung terutama diperlukan
untuk memenuhi bahan baku industri pakan ternak
(Anonim, 2013a).
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap
impor, Kementerian Pertanian menetapkan target
swasembada jagung pada tahun 2014 sebesar 29 juta ton
pipilan kering (Suwandi, 2012). Peningkatan produksi
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 15
jagung terutama dilakukan melalui dua pendekatan yaitu
peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan perluasan
areal tanam (ekstensifikasi). Peluang peningkatan
produktivitas masih sangat terbuka karena produktivitas
aktual saat ini masih jauh di bawah potensi produktivitas
(selisih hasil) dari varietas unggul yang telah dilepas ke
pasaran. Sedangkan perluasan areal tanam dilakukan
melalui pembukaan lahan baru (pencetakan sawah) dan
pemanfaatan lahan di bawah tegakan tanaman tahunan.
Perkembangan produktivitas jagung cukup baik,
pada tahun 1988 produktivitas jagung masih kurang dari
2 ton per/ha, kemudian meningkat menjadi hampir 3
ton/ha pada 2003, dan untuk tahun terakhir ini sekitar 4
ton/ha. Kuncinya adalah pada jagung dilakukan
penyebaran benih hibrida, yakni hasil persilangan benih
jantan dan betina yang dipilih sifat unggulnya, tapi hanya
dapat dipakai untuk sekali tanam. Benih hibrida itu
diperkenalkan pada tahun 1980-an dan berkembang
1990-an. Setelah tahun 2000, pengembangan benih
hibrida sangat intensif oleh produsen benih swasta. Sejak
1980-an sampai kini telah dilepas benih jagung hibrida
tak kurang dari 100 varietas. Pada saat ini sebagian besar
petani di sentra produksi jagung Jawa Timur dan Jawa
Tengah telah menanam jagung hibrida (Gafar, 2013).
Sampai saat ini telah dikenal beberapa varietas
jagung dengan potensi hasil 6 – 7 ton/ha untuk jagung
komposit dan 8 – 10 ton/ha untuk jagung hibrida
(Puslitbangtan, 2008). Saat ini tingkat produktivitas
jagung sebesar 4,9 ton/ha, sehingga masih ada peluang
untuk meningkatkan produktivitas sampai 2 – 5 ton/ha
tergantung dari varietas jagung yang digunakan.
Ekonomi Jagung di Indonesia
16 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Dalam upaya pencapaian swasembada jagung
diperlukan peran dari semua pemangku kepentingan
melalui : (a) mengupayakan penambahan luas baku
sawah melalui cetak sawah baru, (b) melakukan
perluasan areal tanam melalui kegiatan optimasi lahan,
(c) melakukan peningkatan indeks pertanaman (IP)
melalui perbaikan jaringan irigasi dan optimalisasi
alsintan pra panen, (d) melaksanakan perbaikan budidaya
tanaman (teknologi), (e) meningkatkan produktivitas
melalui perluasan Sekolah Lapangan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SL-PTT), (f) meningkatkan
penggunaan varietas unggul produktivitas tinggi dan
adaptif terhadap perubahan iklim, (g) meningkatkan
penerapan teknologi pasca panen untuk mengurangi
susut hasil, (h) melaksanakan pengendalian hama
terpadu dan antisipasi perubahan iklim, dan (i)
mengembangkan sistem pemasaran dan pola kemitraan
(Heriawan, 2013). Suwandi (2012) melaporkan bahwa
upaya yang telah dilakukan dalam peningkatan produksi
jagung adalah : (a) penciptaan dan penelitian varietas
benih unggul, (b) Sekolah Lapangan Pengelolaan
Tanaman terpadu (SL-PTT), (c) Bantuan Langsung Benih
Unggul (BLBU), (d) bantuan benih dari Cadangan Benih
Nasional (CBN), (e) Gerakan Peningkatan Produksi
Pangan Berbasis Korporasi (GP3K), (f) perluasan areal,
dan (g) pelatihan dan penyuluhan.
Permasalahan
Beberapa permasalahan yang dihadapai dalam
pengembangan jagung antara lain : (a) produksi tidak
merata setiap bulannya, sehingga pada waktu tertentu
pabrik pakan kekurangan bahan baku jagung, (b)
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 17
lemahnya permodalan petani, terutama untuk penyediaan
sarana produksi pertanian dan pada waktu tertentu
beberapa sarana itu sulit diperoleh, (c) produksi jagung
sebagian besar diproduksi pada MH, sedangkan alat
pengering dan gudang sangat terbatas, menyebabkan
banyak produksi jagung yang mengalami kerusakan, (d)
belum adanya jaminan harga pada saat panen raya, (e)
lemahnya kelembagaan petani jagung, sehingga harga
ditentukan oleh konsumen, tengkulak, dan pengepul
(pedagang), dan (f) masih terbatasnya benih hibrida di
tingkat petani merupakan salah satu masalah dalam
upaya percepatan peningkatan produksi (Purwanto,
2007).
IMPLIKASI BAGI PENELITIAN JAGUNG
Untuk meningkatkan produktivitas jagung
diperlukan inovasi teknologi, sehingga penelitian juga
diperlukan untuk mendukung program pengembangan
jagung, seperti : (a) pembentukan varietas hibrida dan
komposit yang lebih unggul (termasuk penggunaan
bioteknologi), diantaranya varietas toleran kemasaman
tanah dan kekeringan, (b) produksi benih sumber dan
sistem perbenihan, (c) teknologi budidaya yang makin
efisien (pendekatan PTT), dan (d) pascapanen untuk
meningkatkan mutu dan nilai tambah produk
(Zubachtirodin et al., 2007).
Prioritas penelitian pada lembaga penelitian publik
(milik pemerintah) hendaknya lebih difokuskan kepada
upaya peningkatan produktivitas jagung komposit untuk
konsumsi penduduk. Sedangkan penelitian jagung hibrida
dapat diserahkan kepada lembaga penelitian swasta.
Ekonomi Jagung di Indonesia
18 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Kalaupun lembaga penelitian publik melakukan penelitian
jagung hibrida, agar diarahkan pada target
pengembangan tertentu yang belum ditangani swasta,
misalnya sesuai untuk daerah kering, berkualitas baik
dan sebagainya (Kasryno et al., 2007).
Lembaga penelitian publik hendaknya melakukan
penelitian secara komprehensif yang mencakup
perbenihan, budidaya, panen, dan pengolahan hasil untuk
meningkatkan efisiensi produksi, dan penelitian biokimia
jagung. Penelitian hendaknya lebih berorientasi pada
pemecahan masalah yang dihadapi petani di lapangan
(demand driven) dan lebih banyak pula melakukan
penelitian bersama petani (joint innovation). Pada
dasarnya petani lebih tekun melakukan pengamatan
terhadap pertanamannya karena menyangkut hidup
mereka. Oleh karena itu, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) yang ada di setiap provinsi dituntut
kemampuannya memahami kondisi pertanian di
daerahnya, tidak sebagai pelaksana penelitian tetapi
sebagai mitra balai penelitian komoditas dalam menguji
dan mengembangkan teknologi (Kasryno et al., 2007).
PENUTUP
1. Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis
dan bernilai ekonomis serta mempunyai peluang untuk
dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber
utama karbohidrat dan protein setelah beras. Jagung
dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, bahan baku
industri, dan bahan bakar nabati (biofuel).
2. Masyarakat mengalihkan fungsi jagung tidak lagi
sebagai makanan pokok tetapi sebagai makanan
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 19
selingan atau snack, sehingga jumlah yang dikonsumsi
juga sangat terbatas. Untuk meningkatkan tingkat
konsumsi jagung perlu dikembangkan makanan
berbasis tepung jagung sebagai bahan pembuatan mie
dan roti.
3. Proporsi penggunaan jagung sebagai bahan pangan
cenderung menurun, sebaliknya penggunaan sebagai
bahan pakan, bahan baku industri dan bahan baku
energi meningkat.
4. Permintaan jagung terus miningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan
industri (pangan dan pakan). Permintaan jagung yang
terus meningkat dan adanya kenaikan harga bahan
bakar minyak memicu kenaikan harga jagung.
5. Pada saat ini kebutuhan jagung lebih besar
dibandingkan produksi dalam negeri. Untuk menutupi
kekurangannya diperlukan impor jagung, terutama
untuk memenuhi bahan baku industri pakan ternak.
6. Untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian
menetapkan target swasembada jagung pada tahun
2014. Upaya yang dilakukan untuk mencapai target
swasembada dengan peningkatan produksi melalui:
(a) penciptaan dan penelitian varietas benih unggul,
(b) Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman terpadu
(SL-PTT), (c) Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU),
(d) bantuan benih dari Cadangan Benih Nasional
(CBN), (e) Gerakan Peningkatan Produksi Pangan
Berbasis Korporasi (GP3K), (f) perluasan areal, dan (g)
pelatihan dan penyuluhan.
Ekonomi Jagung di Indonesia
20 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
7. Beberapa permasalahan yang dihadapai dalam
pengembangan jagung antara lain : (a) produksi tidak
merata setiap bulannya, sehingga pada waktu tertentu
pabrik pakan kekurangan bahan baku jagung, (b)
lemahnya permodalan petani, terutama untuk
penyediaan sarana produksi pertanian dan pada waktu
tertentu beberapa sarana itu sulit diperoleh, (c)
produksi jagung sebagian besar diproduksi pada MH,
sedangkan alat pengering dan gudang sangat terbatas,
menyebabkan banyak produksi jagung yang
mengalami kerusakan, (d) belum adanya jaminan
harga pada saat panen raya, (e) lemahnya
kelembagaan petani jagung, sehingga harga
ditentukan oleh konsumen, tengkulak, dan pengepul
(pedagang), dan (f) masih terbatasnya benih hibrida di
tingkat petani merupakan salah satu masalah dalam
upaya percepatan peningkatan produksi.
8. Prioritas penelitian pada lembaga penelitian publik
(milik pemerintah) hendaknya lebih difokuskan kepada
upaya peningkatan produktivitas jagung komposit
untuk konsumsi penduduk. Sedangkan penelitian
jagung hibrida dapat diserahkan kepada lembaga
penelitian swasta.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Budidaya Jagung (Zea Mays. L.).
http://sietawill.wordpress.com/2011/01/08/
budidaya-jagung-zea-mays-l/
Anonim. 2013a. Impor Jagung Pakan Ternak Akan
Melonjak 86%. http:
//industri.kontan.co.id/.../impor-jagung-pakan-
ternak-akan-melonjak-...
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 21
Anonim, 2013b. Kandungan Beras.
http://id.wikipedia.org/wiki/Beras
Ariani, M. 2006. Diversifikasi Pangan di Indonesia :
Antara Harapan dan Kenyataan. Forum Agro
Ekonomi, Jakarta.
Arifenie, F.N. 2013. Sampai Akhir Tahun, Harga Jagung
Masih Tinggi. http://
industri.kontan.co.id/news/sampai-akhir-tahun-
harga-jag.
BPS. 2013. Produksi Padi, Jagung dan Kedelai (Angka
Sementara Tahun 2012). Berita Resmi Statistik,
No 20/03/Th XVI, 1 Maret 2013.
Gafar, S. 2013. Misteri Jagung dan Kedelai. Surat Kabar
Harian Kompas (Halaman 6), tanggal 25 Maret
2013.
Heriawan, R. 2013. Strategi Kebijakan Pembangunan
Ketahanan Pangan. Materi disampaikan pada
Rakor Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa
Tengah, tanggal 27 Maret 2013.
Husodo, S.Y. 2013. Kearifan Lokal Untuk Kemajuan
Pertanian Indonesia. Makalah Disampaikan paad
Acara Seminar Nasional Optimalisasi Sumberdaya
dan Kearifan Lokal Untuk Pengembangan
Agribisnis Dan Peningkatan Ketahanan Pangan,
Semarang 10 September 2013. Kerjasama
Program Studi Agribisnis Jurusan Pertanian
Fakultas Peternakan dan Pertanian UNDIP dengan
BPTP Jawa Tengah.
Kasryono, F. 2002. Perkembangan Produksi dan
Konsumsi Jagung Dunia Selama Empat Dekade
yang lalu dan Imlikasinya bagi Indonesia. Makalah
Disampaikan pada Diskusi Nasional agribisnis
Jagung. Bogor, 24 Juni 2002. Badan Litbang
Pertanian.
Ekonomi Jagung di Indonesia
22 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Kasryno, F., E. Pasandaran, Suyamto dan M.O.
Adyana. 2007. Gambaran Umum Ekonomi
Jagung Indonesia. Jagung, Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis
Pembangunan Pertanian Tahun 2010-2014.
Jakarta.
Prasetyo, T., J. Handoyo dan C. Setiani. 2002.
Karakteristik Sistem Usahatani Jagung-Ternak di
Lahan Irigasi. Prosiding Seminar Nasional : Inovasi
Teknologi Palawija. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
Purwanto, S. 2007. Perkembangan Produksi dan
Kebijakan dalam Peningkatan Produksi Jagung.
Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Puslitbangtan. 2008. Penelitian Padi dan Palawija :
Teknologi untuk Petani. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Richana, N dan Suarini. 2007. Teknologi Pengolahan
Jagung. Jagung, Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Sudaryanto,T., Erwidodo, dan A.Purwanto.1993.
Pola Konsumsi Beras, Jagung dan Kedelai serta
Implikasinya terhadap Proyeksi Permintaan.
Makalah disampaikan pada Simposium Penelitian
Tanaman Pangan III. Pusat Penelitian Tanaman
Pangan. Bogor,23-25 Agustus 1993.
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 23
Sudaryanto, T., A.Suryana, dan Erwidodo.1998.
Penawaran, Permintaan dan Konsumsi Jagung di
Indonesia: Pengalaman Pelita IV dan Proyeksi
Pelita VI. Prosiding Seminar dan Lokakarya
Nasional Jagung. Akselerasi Pengembangan
Teknologi Hasil Penelitian Jagung Menunjang
Intensifikasi. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertania. Pusat Penelitian Tanaman Pangan.Balai
Penelitian Tanaman Jagung dan Serelia
Lain.Maros, 11-12 Nopermber 1997.
Suswono, 2011. Sambutan Menteri Pertanian pada
Pertemuan Sinkronisasi dan Koordinasi Program
dan Kegiatan dalam rangka Percepatan dan
Pencapaian Target Produksi Padi. Yogyakarta, 16
Februari 2011.
Suwandi. 2012. Pelaksanaan dan Program 2012 dan
Kick off Pembangunan Pertanian 2013. Makalah
disampaikan pada Musrenbang Pertanian Provinasi
DIY. Yogyakarta, 2 Februari 2012.
Tangendjaja, B dan E. Wina, 2007. Limbah Tanaman
dan Produk Samping Industri Jagung untuk Pakan.
Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Widodo, T.W., A. Asari, N. Ana, dan R. Elita. 2013.
Bio Energi Berbasis Jagung dan Pemanfaatan
Limbahnya.
http://mekanisasi.litbang.deptan.go.id/ind/phocad
ownload/ Makal...
Zubachtirodin, M.S. Pabbage dan Subandi. 2007.
Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan
Jagung. Jagung, Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Ekonomi Jagung di Indonesia
24 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 25
TEKNOLOGI BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
Endang Iriani dan Sodiq Jauhari
PENDAHULUAN
Nilai ekonomi jagung, isu tentang kebutuhan
energi bahan bakar telah membawa era baru dalam
pemanfaatan sumber energi yang ada di bumi ini. Salah
satu sumber energi bahan bakunya adalah tanaman atau
bagian tanaman. Jagung saat ini tidak hanya bermanfaat
sebagai sumber pangan (food), pakan (feed), tetapi juga
sebagai sumber energi bahan bakar (fuel). Fungsi ketiga
menjadikan komoditas ini memiliki nilai ekonomi yang
lebih dibandingkan sebelumnya. Stimulasi harga yang
lebih baik pada beberapa tahun terakhir mendorong
penanaman jagung tidak lagi hanya dilakukan di lahan
marjinal tetapi meluas ke lahan subur.
Tanaman Jagung telah lama dibudidayakan di
Indonesia, akan tetapi rata-rata hasilnya relatif lebih
rendah. Hasil penelitian oleh berbagai institusi
pemerintah maupun swasta telah menghasilkan teknologi
budidaya jagung dengan produktivitas 4,5-10,0 t/ha,
bergantung pada potensi lahan dan teknologi produksi
yang diterapkan (Subandi et al. 2006). Produktivitas
jagung nasional baru mencapai 3,4 t/ha (Hafsah 2004,
Departemen Pertanian 2004). rendahnya hasil jagung
terutama disebabkan oleh penggunaan benih yang tidak
berkualitas, pengelolaan tanah yang tidak mencapai
kondisi optimal bagi pertumbuhannya, pemupukan yang
belum memadai dan kurangnya pengendalian organisme
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
26 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan benih bermutu,
varietas unggul merupakan langkah awal menuju
keberhasilan dalam usahatani jagung.
Lahan sebagai tempat tumbuh tanaman perlu
mendapatkan perhatian yang seksama. Kekurangan
unsur hara yang diperlukan oleh tanaman jagung dapat
mengakibatkan rendahnya produktivitas, oleh karena itu
takaran, cara dan waktu pemupukan yang tepat yang
disertai dengan pengolahan tanah yang baik, dapat
membantu meningkatkan ketersediaan hara yang
diperlukan sehingga akan memberikan hasil jagung yang
lebih tinggi. Populasi tanaman juga merupakan salah satu
faktor yang dapat menentukan produksi tanaman.
Populasi tanaman atau jarak tanam erat hubungannya
dengan umur varietas jagung yang ditanam.
Meningkatnya nilai ekonomi jagung karena
peningkatan produktivitas maupun harga jual dapat
merubah persepsi petani tehadap komoditas ini. Dengan
penerapan teknologi budidaya yang tepat pada kondisi
lingkungan yang sesuai produktivitas jagung dapat
mencapai 12 ton/hektar.
Gambar 1. Keragaan Pertanaman dan hasil jagung
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 27
MENGENAL VARIETAS JAGUNG
Varietas jagung berdasarkan genotipenya
digolongkan menjadi 2, yaitu bersari bebas (komposit)
dan hibrida (Zubachtirodin, 2009). Varietas jagung
bersari bebas/ komposit dicirikan adanya penyerbukan
acak antar tanaman dalam varietas, sehingga merupakan
suatu populasi.
Varietas bersari bebas (komposit) dibentuk dari
beberapa galur murni atau berbagai plasmanutfah.
Dengan demikian populasi ini merupakan campuran
antara tanaman yang satu dengan yang lain dan berbeda
genotipenya. Keseragaman varietas bersari bebas
(komposit) hanya dalam beberapa karakter karena
banyak gen belum mencapai fiksasi. Contoh; Arjuna,
Bisma, Lagaligo, Lamuru, Kresna, Gumarang,
Sukamaraga, Srikandi Kuning-1, Srikandi Putih-1, dan
Anoman-1 (Zubachtirodin, 2009).
Varietas jagung jenis hibrida ialah keturunan
langsung dari persilangan dua tetua F1, tetua dapat
berupa galur murni, hibrida silang tunggal dan varietas
atau populasi bersari bebas. Tetua hibrida biasa disebut
materi induk (parent stock). Contoh: Bima-1, Bima-2,
Bima-3, Bima-4, Bima-5, Bima-6, BISI-2, BISI-16, P12,
NK11, NK33, dsb (Zubachtirodin, 2009).
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
28 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Tabel 1. Perbedaan jenis jagung komposit dan hibrida
KOMPOSIT/BERSARI BEBAS HIBRIDA
Dibentuk dari beberapa
galur murni atau berbagai
plasmanutfah.
Peyerbukan secara acak
antar tanaman dalam
varietas.
Tanaman biasanya tidak
seragam.
Hasil panen dapat
digunakan sabagai benih
musim berikut.
Contoh: Lamuru, Sukmaraga,
Bisma, Srikandi kuning
dsb
Dibentuk dari
persilangan antara
varietas bersari bebas
atau populasi dengan
galur atau hibrida,
persilangan antara
galur dengan galur.
Potensi hasil lebih
tinggi, tanaman lebih
seragam.
Benih turunan
potensinya menurun.
Contoh: BISI-2, Pioneer,
Bima-1, Bima-2,
Bima-3, Bima-4, dsb.
Sumber : Zubachtirodin, 2009
Gambar 2. Perbedaan jagung komposit dan hibrida
KOMPOSIT HIBRIDA
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 29
KESESUAIAN LINGKUNGAN UNTUK JAGUNG
Tanaman jagung mempunyai kemampuan
adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan
sehingga banyak ditanam petani di Indonesia pada
lingkungan fisik dan sosial ekonomi yang sangat
beragam. Secara rinci syarat tumbuh tanaman jagung
membutuhkan lingkungan tumbuh yang sesuai agar
menghasilkan jagung sesuai dengan yang diinginkan,
(Anonim, 2011; Akil dan Hadijah, 2007) antara lain :
Waktu Tanam
Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya
peningkatan produktivitas jagung adalah
penanaman yang sering tertunda. Pada lahan
kering beriklim kering seperti di Nusa Tenggara
Timur dengan curah hujan terbatas dan eratik,
penanaman jagung harus tepat waktu agar
tanaman tidak mengalami kekeringan. Pada lahan
sawah tadah hujan pada musim kemarau, jagung
sebaiknya ditanam segera setelah panen padi pada
saat kondisi tanah masih lembab, dan sumur
sebaiknya dibuat untuk menjamin ketersedian air
bagi tanaman. Pada lahan sawah irigasi dengan air
terbatas, pola tanam padi - jagung - jagung dapat
disarankan (Bahtiar et al.2005).
Iklim
Jagung dapat tumbuh dengan baik pada berbagai
tipe iklim (tipe iklim A, B, C, D, dan E menurut
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
30 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
klasifikasi Oldeman). Jagung sebaiknya ditanam
pada awal musim hujan atau menjelang musim
kemarau. Tanaman jagung membutuhkan sinar
matahari, tanaman yang ternaungi,
pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan
hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara
23 OC – 30 OC.
Tanah
Tanaman jagung dapat tumbuh pada berbagai
macam tanah seperti lahan kering, lahan sawah,
lebak, pasang surut, dengan berbagai jenis tanah,
dengan tanah bertekstur ringan sampai sedang.
Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah
khusus, namun tanah yang gembur, subur dan
kaya humus akan berproduksi optimal. Jenis tanah
yang dapat ditanami jagung antara lain andosol,
laktosol, grumosol, tanah berpasir. Keasaman
tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung adalah
pH tanah antara 5,6 - 7,5, pada ketinggian tempat
sampai 1000 m dpl.
Gejala Kekurangan Hara Tanaman Jagung
Tanaman jagung termasuk komoditas pangan
yang sangat respon dengan pemupukan. Gejala
defisiensi tanaman akan suatu unsur dapat
kelihatan pada organ vegetatif (daun) dan organ
produksi (tongkol). Berikut diperlihatkan defisiensi
hara tertentu pada tanaman jagung (Anonim,
2013):
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 31
Gejala Kekurangan Nitrogen (N)
Gejala kekurangan atau kelebihan N pada
tanaman jagung dapat diidentifikasi melalui warna
daun. Kekurangan N mengakibatkan klorosis pada
daun (berwarna kuning pada daun). Sebaliknya,
kelebihan N membuat daun berwarna hijau gelap.
Pengukuran klorofil daun menggunakan
klorofilmeter dan pengukuran warna daun
menggunakan BWD berkorelasi positif dengan
kadar N daun (Syafruddin et al. 2007)
Gejala kekurangan Nitrogen
(N):
Daun berwarna kuning pada
ujung daun dan melebar menuju
tulang daun. Warna kuning
membentuk huruf V. Gejala
nampak pada daun bagian bawah
Gejala lain
tanaman
kekurangan
nitrogen (N)
yaitu tongkol
kecil dan ujung
tongkol tidak
berbiji
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
32 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gejala Kekurangan Posphor (P)
Gejala kekurangan posphor (P) :
pinggir daun berwarna
ungu kemerahan mulai dari
ujung ke pangkal daun.
Gejala nampak pada daun
bagian bawa
Gejala lain tanaman kekurangan posfor (P),
kesuburan polen menurun sehingga mengganggu persarian dan pembentukan biji, pembentuk kan biji tidak sempurna, tongkol kecil dan sering bengkok
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 33
Gejala Kekurangan Kalium
Gejala kekurangan Kalium (K):
Daun berwarna kuning, bagian
pinggir biasanya berwarna coklat
seperti terbakar, tulang daun
tetap hijau. Gejala warna kuning
membentuk huruf V terbalik.
Gejala nampak pada daun bagian
bawah.
Gejala lain tanaman kekurangan
kalium (K) yaitu ujung tongkol tidak berbiji
penuh, bijinya jarang dan tidak sempurna
Gejala Kekurangan Sulfur (S)
Gejala kekurangan Sulfur (S):
Pangkal daun berwarna kuning dan bergaris-gasir. Gejala nampak pada daun yang terletak dekat pucuk
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
34 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Air
Tanaman jagung termasuk komoditas yang tidak
banyak membutuhkan air, namun bila terjadi
defisiensi air segera diairi. Jumlah air yang
digunakan tanaman dipengaruhi oleh suhu udara,
angin, jumlah air tersedia dalam tanah dan
kelembaban. Tingkat penggunaan air tanaman
jagung 400 – 500 ml/musim atau 6 – 7,5 ml/hari.
Fase pertumbuhan tanaman jagung yang perlu
pengairan yaitu: 1) fase pertumbuhan awal
selama 15 – 25 hari, 2) fase vegetatif selama 25
– 40 hari, 3) fase pembungaan selama 15 – 20
hari, 4) fase pengisian biji selama 35 – 45 hari
dan 5) fase pematangan selama 10 – 25 hari.
Daya tahan air pada lahan sawah yang ditanami
jagung dengan teknologi tanpa olah tanah lebih
lama dibanding dengan teknologi olah tanah
sempurna. Curah hujan ideal sekitar 85-200
mm/bulan dan harus merata. Aerasi dan
ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang
dari 8 %. (Anonim, 2013)
Gambar 3. Fase pertumbuhan tanaman jagung
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 35
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG
Mengingat tanaman jagung dapat diusahakan di
berbagai jenis tanah, baik pada lahan kering maupun
lahan sawah (tadah hujan atau irigasi) maka komponen
teknologi yang dapat diterapkan dalam produksi jagung
sesuai PTT (Akil dan Hadijah, 2007; Samijan dkk, 2009:
Andi, T.,2007; Subandi, dkk.,2006) terdiri atas:
Komponen Dasar
1. Varietas unggul yang sesuai dengan karakteristik
lahan, lingkungan, dan keinginan petani setempat,
baik jenis komposit/bersari bebas ataupun hibrida.
2. Benih bermutu (kemurnian/bersertifikat dan daya
kecambah > 95%), diberi perlakuan benih (seed
treatment) dengan metalaksil 2 g (bahan produk)
per 1 kg benih. Kebutuhan benih 15 – 20 kg/ha
tergantung ukuran benih, semakin kecil ukuran
benih bobot 1000 biji < 200 gr semakin sedikit
kebutuhan benih.
3. Populasi tanaman antara 66.600 – 70.000
tanaman/ha, jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2
tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm, 1 tanaman
per lubang untuk musim hujan, 70cm x 40 cm 2
tanaman/lubang atau 70 cm x 20 cm, 1 tanaman
/lubang untuk musim kemarau. Penanaman
dengan menggunakan tugal kayu atau alat tanam
mekanis.
4. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan
status hara tanah. Pemupukan Nitrogen (urea)
berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
36 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Bagan Warna Daun (BWD). Pemupukan P dan K
berdasarkan status hara tanah sesuai hasil ana-
lisis laboratorium atau anjuran setempat. Bahan
organik atau pupuk kandang 1,5 – 3,0 t/ha
sebagai penutup benih pada lubang tanam untuk
mengatasi masalah kesuburan tanah terutama
pada lahan kering masam.
Komponen Pilihan
1. Penyiapan lahan, diolah sempurna dengan bajak
dan garu atau cangkul, atau tanpa olah tanah.
2. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk
pertanaman pada lahan kering saat musim hujan)
sekaligus pembumbunan.
3. Pembuatan saluran irigasi dan cara pendistribusian
air (khusus untuk pertanaman pada lahan sawah
saat musim kemarau).
4. Pengendalian gulma secara terpadu.
5. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu
(PHT).
6. Panen dan prosesing.
Berdasarkan sifatnya, komponen-komponen
teknologi tersebut dapat dibedakan menjadi dua bagian:
(1) teknologi untuk tujuan memecahkan masalah
setempat atau spesifik lokasi, dan (2) teknologi untuk
perbaikan cara budidaya yang efisien (Zubachtirodin,
dkk., 2009). Dalam penerapannya tidak semua
komponen teknologi diterapkan sekaligus, terutama di
lokasi yang mempunyai masalah spesifik. Ada empat
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 37
komponen teknologi yang harus diterapkan (komponen
dasar) secara bersamaan.
Jika keempat komponen teknologi dasar tersebut
diterapkan secara bersamaan, sumbangan terhadap
peningkatan dan efisiensi produksi jagung cukup besar.
SYARAT BENIH
Varietas Unggul
Diantara komponen teknologi produksi jagung,
varietas unggul (baik hibrida maupun bersari bebas)
mempunyai peranan penting dalam upaya peningkatan
produktivas jagung (Zubachtirodin, 2007). Peranannya
menonjol baik dalam potensi peningkatan hasil per
satuan luas maupun sebagai salah satu komponen
pengendalian hama dan penyakit. Selain potensi
produktivitas dan ketahanannya terhadap hama dan
penyakit, karakter tanaman lain yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan varietas jagung unggul
adalah kesesuaiannya dengan kondisi lingkungan (tanah
dan iklim), toleran kekeringan atau tanah masam, pola
tanam, pola usahatani, serta preferensi petani terhadap
karakter lainnya seperti umur, warna biji, atau hijauan
untuk pakan ternak.
Semakin banyak varietas yang dilepas dan
tersedia di tingkat petani dengan karakter spesifik yang
sesuai dengan kondisi lingkungan setempat, semakin
memudahkan petani mengambil keputusan untuk
menentukan suatu varietas yang sesuai dengan sumber
daya yang ada di lingkungannya.
Varietas-varietas jagung unggul bersari
bebas/komposit dan hibrida yang telah dihasilkan oleh
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
38 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Badan Litbang Pertanian selama 12 tahun terakhir
disajikan dalam Tabel 2. (Syuryawati, dkk., 2000)
Tabel 2. Varietas unggul jagung yang telah dilepas oleh
Badan Litbang Pertanian dalam kurun waktu 10
tahun terakhir (1996 – 2007)
Varietas
Tahun pelepasan
Potensi hasil (t/ha)
Umur panen (hari)
Ketahanan penyakit
bulai
Keunggulan spesifik
Komposit/ bersari bebas Lagaligo Gumarang Kresna Lamuru Palakka Sukmaraga Srikandi Kuning Srikandi Putih Anoman Putih
1996 2000 2000 2000 2003 2003 2004 2004 2006
7,5 8,0 7,0 7,6 8,0 8,5 7,9 8,1 6,5
90 82 90 95 95
105 110 110 103
Toleran Ag.Toleran Ag.Toleran Ag.Toleran Toleran Toleran Rendah Rendah Rendah
T. kekeringan Umur genjah Umur sedang T. kekeringan Umur sedang T. kemasaman Prot bermutu Prot bermutui untuk pangan
Hibrida Semar-10 Bima-1 Bima-2 Bima-3 Bima-4 Bima-5 Bima-6
2001 2001 2007 2007 2008 2008 2008
9,0 9,0
11,0 10,0 12,0 11,0 11,0
97 97
100 100 102 103 104
Ag. Toleran Ag. Toleran Ag. Toleran Toleran Ag. peka Ag. peka Ag. peka
Biomas tinggi Stay green Stay green Stay green Stay green Stay green Stay green
Keterangan : T : Toleran; Ag : Agak; Prot : Protein
Benih Bermutu
Selain varietas unggul yang mampu memberikan
produktivitas tinggi, kualitas benih juga merupakan salah
satu faktor penentu produktivitas. Pemilihan suatu
varietas unggul yang sesuai kondisi lingkungan setempat,
dengan penggunaan benih bermutu merupakan langkah
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 39
awal menuju keberhasilan dalam usahatani jagung
(Zubachtirodin, dkk., 2007). Penggunaan benih
bersertifikat dengan vigor tinggi sangat dianjurkan.
Disarankan pula sebelum melakukan penanaman
hendaknya dilakukan pengujian daya kecambah benih.
Hal ini penting karena dalam budi-daya jagung tidak
dianjurkan melakukan penyulaman tanaman yang tidak
tumbuh. Pertumbuhan tanaman sulaman biasanya tidak
normal karena adanya persaingan untuk tumbuh, dan biji
yang terbentuk dalam tongkol tidak penuh akibat
penyerbukan tidak sempurna, sehingga tidak akan
mampu meningkatkan hasil.
Benih yang bermutu, jika ditanam akan tumbuh
serentak pada saat 4 hari setelah tanam dalam kondisi
normal. Penggunaan benih bermutu akan lebih
menghemat jumlah benih yang ditanam dan populasi
tanaman yang dianjurkan dapat terpenuhi (minimal
66.600 tanaman/ha).
Sebelum benih ditanam, hendaknya diberi
perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil
(umumnya berwarna merah) sebanyak 2 g (bahan
produk) per 1 kg benih yang dicampur dengan 10 ml air.
Larutan tersebut dicampur dengan benih secara merata,
sesaat sebelum tanam. Perlakuan benih ini dimaksudkan
untuk mencegah serangan penyakit bulai yang
merupakan penyakit utama pada jagung. Benih jagung
yang umumnya dijual dalam kemasan biasanya sudah
diperlakukan dengan metalaksil (warna merah) sehingga
tidak perlu lagi diberi perlakuan benih.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
40 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
PENGOLAHAN LAHAN
Cara penyiapan lahan sangat bergantung pada
fisik tanah seperti tekstur tanah. Tanah bertekstur berat
perlu pengolahan yang intensif. Sebaliknya, tanah
bertekstur ringan sampai sedang dapat disiapkan dengan
teknik olah tanah konservasi seperti olah tanah minimum
(OTM) atau TOT Keuntungan penyiapan lahan dengan
teknik olah tanah konservasi adalah dapat memajukan
waktu tanam, menghemat tenaga kerja, mengurangi
pemakaian bahan bakar untuk mengolah tanah dengan
traktor , mengurangi erosi, dan meningkatkan kandungan
air tanah (FAO, 2000). Budi daya jagung dengan teknik
penyiapan lahan konservasi dapat berhasil baik pada
tanah bertekstur ringan sampai sedang dan ditunjang
oleh drainase yang baik (Lopez-Belido et al. 1996 dalam
Akil dan Hadijah, 2007).
Penyiapan lahan, diolah sempurna dengan bajak
dan garu atau cangkul, atau tanpa olah tanah. Lahan
dibersihkan dari sisa tanaman sebelumnya, sisa tanaman
yang cukup banyak dibakar, abunya dikembalikan ke
dalam tanah, kemudian dicangkul dan diolah dengan
bajak. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-
20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran
drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-
30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama
pada tanah yang drainasenya jelek (Widiyah, dkk, 2001;
Andi, T., 2007).
Pada tanah bertekstur ringan, sedang, dan berat,
penyiapan lahan dengan sistem TOT dan gulma disemprot
dengan herbisida berbahan aktif glifosat sebanyak 3 l/ha,
hasil jagung tidak berbeda antartekstur tanah.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 41
Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur
(dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur
merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum
tanam. Sebelum tanam sebaiknya lahan disebari dengan
pupuk kandang matang untuk mencegah penyakit layu
pada tanaman jagung.
Gambar 4. Persiapan dan pengolahan lahan
POPULASI TANAMAN
Salah satu faktor penentu produktivitas jagung
adalah populasi tanaman yang terkait erat dengan jarak
tanam dan mutu benih (Akil dan Hadijah,2007;
Zubachtirodin, 2009).
Jarak tanam yang digunakan disesuaikan dengan
kondisi lahan, sifat varietas dan musim. Pada kondisi
lahan subur sebaiknya digunakan jarak tanam agak lebar
dibanding lahan kurang subur. Pada tanah subur
pertumbuhan tanaman lebih besar dibanding tanah
kurang subur sehingga membutuhkan ruang tumbuh
yang lebih lebar. Selain faktor kesuburan tanah, ada
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
42 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
varietas yang secara genetis memiliki kanopi lebar
sehingga jarak tanam yang digunakan lebih lebar
dibanding varietas yang secara genetis memiliki kanopi
sempit. Selain faktor kesuburan lahan dan sifat genetis
tanaman, musim juga turut menentukan penggunaan
jarak tanam. Pada musim hujan jarak tanam yang
digunakan lebih lebar dibanding musim kemarau. Pada
musim kemarau jarak tanam yang digunakan lebih rapat
dibanding pada musim hujan. Hal ini disebabkan pada
musim kemarau penguapan air tinggi dibanding musim
hujan sehingga untuk mengurangi penguapan air
digunakan jarak tanam rapat. Jarak tanam yang umum
digunakan adalah : 70-75cm x 20cm, 1 tanaman/ lubang
atau 70–75cm x 40cm, 2 tanaman/lubang dengan
populasi= 66.000-71.000 tanaman/ha. Atau
menggunakan cara tanam legowo 90–40cm x 20cm, 1
tanaman/lubang atau 100–40cm x 40cm, 2
tanaman/lubang dengan populasi = 71.000 - 77.000
tan/ha. Untuk memenuhi populasi tanam-an tersebut,
viabilitas benih dianjurkan lebih dari 95% karena dalam
budidaya jagung tidak dianjurkan melakukan penyulaman
tanaman yang tidak tumbuh dengan biji karena
peluangnya untuk dapat tumbuh normal sangat kecil dan
biasanya tongkol yang terbentuk kurang berisi. Bunga
betina dari tanaman sulaman biasanya tidak terserbuki
dengan sempurna oleh tepungsari dari bunga jantan
tanaman lain karena berbunganya terlambat, sedangkan
peluang terjadinya penyerbukan sendiri hanya sekitar 5%
sehingga menyebabkan tongkol kurang berbiji.
Penyulaman dapat dilakukan dengan tanaman muda yang
seumur.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 43
Penanaman dilakukan dengan tugal dan tali jarak
tanam yang telah diberi tanda sesuai ukuran yang akan
digunakan. Berikut diperlihatkan beberapa jarak tanam
yang biasa digunakan di lapangan. Penggunaan cara
tanam legowo sangat efektif dilakukan untuk menujang
peningkatan indeks pertanaman (IP) jagung pada lahan
sawah tadah hujan. Cara tanam legowo selain
memberikan border bagi tanaman juga mempermudah
penanaman selanjutnya sebelum tanaman sebelumnya
panen. Border bagi tanaman berarti memperbanyak
tanaman pinggir sehingga memberikan penyinaran yang
merata bagi tanaman tanpa ada ternaungi.
Gambar 5. Jarak tanam jagung
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
44 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
PEMUPUKAN BERIMBANG
Tanaman jagung digolongkan sebagai salah satu
tanaman indikator untuk mengetahui ketersediaan hara
dalam tanah, oleh karena itu untuk dapat tumbuh dan
berkembangnya tanaman jagung secara optimal relatif
dibutuhkan hara yang cukup, sehingga pemupukan
merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan
budidaya jagung. Pemberian pupuk, baik pupuk organik
maupun anorganik pada dasarnya adalah guna memenuhi
kebutuhan hara yang diperlukan untuk tumbuh dan
berkembangnya tanaman.
Untuk efisiensi pemberian pupuk maka
pemupukan dilakukan secara berimbang, artinya
pemberian berdasarkan kepada keseimbangan antara
hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung berdasarkan
sasaran tingkat hasil yang ingin dicapai dengan
ketersediaan hara dalam tanah. Tidak semua pupuk yang
diberikan ke dalam tanah dapat diserap oleh tanaman.
Nitrogen yang dapat diserap hanya 55-60% (Patrick and
Reddy 1976 dalam Syafruddin, dkk, 2007), P sekitar 20%
(Hagin and Tucker 1982 dalam Syafruddin, dkk, 2007), K
antara 0-70% (Tisdale and Nelson 1975 dalam
Syafruddin, dkk, 2007), dan S sekitar 33% (Morris 1987).
Tanggapan tanaman terhadap pupuk yang
diberikan bergantung pada jenis pupuk dan tingkat
kesuburan tanah. Karena itu, takaran pupuk berbeda
untuk setiap lokasi. Oleh karena itu, pemupukan
berimbang sering pula disebut pemupukan atau
pengelolaan hara spesifik lokasi.
Pemupukan berimbang menawarkan beberapa
prinsip dan perangkat untuk mengop-timalkan
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 45
penggunaan hara dari sumber-sumber alami atau lokal
sesuai dengan kebutuhan tanaman jagung. Sumber hara
alami dapat berasal dari tanah, pupuk kandang, sisa
tanaman, dan air irigasi. Pupuk kimia (anorganik) pada
dasarnya hanya untuk memenuhi kekurangan hara alami
yang diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dan
berkembang sampai menghasilkan biji sesuai dengan
yang dikehendaki. Untuk itu waktu pemberian dan
takaran pupuk yang diberikan hendaknya disesuaikan
dengan umur tanaman/stadia pertumbuhan tanaman.
Penentuan takaran pupuk (N, P, dan K) yang tepat
untuk tanaman jagung dapat dilakukan melalui analisis
tanah sebelum penanaman (Samijan, dkk., 2009). Selain
itu dapat pula dilakukan dengan menggunakan BWD
(Bagan Warna Daun), seperti halnya yang biasa dilakukan
pada tanaman padi. Takaran pupuk yang diberikan secara
tepat pada waktu yang tepat, akan lebih efisien dibanding
dengan takaran yang tepat tetapi saat pemberiannya
tidak tepat. Dalam hal ini yang penting adalah porsi
pemberian pupuk N pada setiap aplikasi perlu disesuaikan
dengan stadia pertumbuhan tanaman, untuk itu sebagai
panduan pemberian pupuk pada tanaman jagung
disajikan dalam Tabel di bawah ini
Rekomendasi Pemupukan Jagung Spesifik Lokasi
Rekomendasi pemupukan di lahan sawah
Dosis pemupukan pada tananaman jagung
disarankan untuk dipertajam dengan menggunakan
bantuan Bagan Warna Daun (BWD) (Samijan, dkk.,
2009).
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
46 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Tabel 3. Dosis, waktu aplikasi dan acuan pemupukan
pada tanaman jagung di lahan sawah (kg/ha):
Anjuran Pupuk
ke-1
Pupuk
ke-2
Pupuk
ke-3
Pupuk
Tambahan Tanda
vegetatif
Daun 3 Daun 6-8 Daun >
10
Bunga
jantan <25%
Umur (hst) 7-10 21-25 >50 40-45
Acuan Lain BWD BWD BWD<4
Dosis Pupuk
Phonska (kg/ha)
150 150
Urea (kg/ha)
100 50-100 100-150 75
Pemupukan N pada Tanaman Jagung Lahan Sawah
Berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD)
< 4 4,0 – 4,5 >4,5
Skala BWD Urea (kg/ha) Urea
(kg/1000m2)
< 4 150 15,0
4,0 – 4,5 125 12,5
>4,5 100 10,0
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 47
Rekomendasi Pemupukan di Lahan Kering
Dosis pemupukan pada tananaman jagung
disarankan untuk dipertajam dengan menggunakan
bantuan Bagan Warna Daun (BWD)
Tabel 4. Dosis, waktu aplikasi dan acuan pemupukan
pada tanaman jagung di lahan kering (kg/ha):
Anjuran Pupuk ke-1 Pupuk ke-2 Pupuk
Tambahan
Tanda vegetatif
Daun 3 Daun -8 Bunga jantan <25%
Umur (hst) 7-10 25-30 40-45
Acuan Lain BWD BWD <4
Dosis Pupuk
Phonska (kg/ha)
200-300 0-100
Urea (kg/ha) 50 100-75 75
Pemupukan N pada Tanaman Jagung Lahan Kering
Berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD)
< 4 4,0 – 4,5 >4,5
Skala BWD Urea (kg/ha) Urea
(kg/1000m2)
< 4 175 17,5
4,0 – 4,5 150 15,0
>4,5 125 12,5
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
48 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Pemupukkan bisa menggunakan pupuk tunggal
sesuai rekomendasi dari Balai Tanaman Serealia
(Balitsereal) (Safrudin, dkk. 2007; Zubachtirodin, 2009;).
Setelah 5-6 hari dari saat benih ditanam, biasanya benih
sudah tumbuh menjadi tanaman kecil dan sudah muncul
di atas permukaan tanah. Pemupukan diberikan sebanyak
2-3 kali dengan perbandingan takaran dan waktu aplikasi
seperti yang disajikan dalam Tabel 5 adalah sebagai
berikut :
Tabel 5. Pemupukan jagung menggunakan pupuk tunggal
Jenis Pupuk
Takaran 2) Pupuk
(kg/ha)
Takaran Pupuk (kg/ha)
7 – 10 hst
25 – 30 hst
40 – 45 hst
Urea 300 – 350 30% 70% BWD
ZA1) 50-100 100% - -
SP36 100 – 200 100% - -
KCl 50 - 200 50% 50% -
Keterangan:
Hanya diberikan jika dari hasil analisis tanah
kekurangan unsur sulfur (S). 1) Takaran dapat berubah disesuaikan dengan hasil
analisis tanah sebelum tanam atau rekomendasi
setempat.
- Jika menggunakan pupuk majemuk, takaran unsur
N, P, dan K disetarakan dengan pupuk tunggal.
- Cara aplikasi pupuk: pupuk diletakkan dalam lubang
yang dibuat dengan tugal di samping tanaman
dengan jarak 5 – 10 cm dari tanaman, dan ditutup
dengan tanah/pupuk kandang/pupuk organik.
Hst = hari setelah tanam.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 49
Jumlah pupuk N, P, dan K yang akan diberikan
dapat diketahui dari hasil analisis tanah. Penggunaan
pupuk dengan takaran dan saat yang tepat merupakan
kunci dari efisiensi pemupukan. Prinsip utama
pemupukan pada tanaman jagung adalah porsi dari
pupuk yang diberikan harus seimbang dan sesuai dengan
fase pertumbuhan tanaman.
Takaran pupuk pada Tabel 3 dan 4 dapat berubah,
bergantung pada tingkat kesuburan tanah di lokasi
setempat. Jika analisis tanah belum dilakukan dan
rekomendasi pemupukan setempat juga belum tersedia,
maka takaran pupuk N ditentukan dengan bantuan Bagan
Warna Daun (BWD), sebagaimana yang dikembangkan
dalam pemupukan N pada tanaman padi.
Penggunaan BWD untuk mengetahui takaran pupuk
N dilakukan pada saat tanaman berumur 40-45 hari
setelah tanam atau setelah pemupukan N kedua dengan
takaran dan porsi pemberian yang sesuai dalam Tabel 3
dan 4. Penggunaan BWD pada prinsipnya bertujuan untuk
mengamati keseimbangan hara pada tanaman N dalam
tanaman. Jika hasil pengamatan dengan BWD
menunjukkan tanaman kekurangan N maka perlu segera
penambahan pupuk N. Sebaliknya, jika hara N sudah
cukup tersedia bagi tanaman maka tidak perlu
penambahan pupuk N.
Tahapan pengamatan hara N pada tanaman jagung
dengan menggunakan BWD adalah sebagai berikut:
Pada saat tanaman berumur 7-10 hst, tanaman diberi
pupuk N (urea) bersamaan dengan pupuk SP36 dan
KCl dengan porsi/takaran pemberian seperti disajikan
dalam Tabel 5
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
50 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Pada saat tanaman berumur 25-30 hst, tanaman
dipupuk dengan porsi/ takaran sesuai dalam Tabel 5
Pada saat tanaman berumur 40-45 hst, bergantung
pada umur varietas yang ditanam, dilakukan
pengamatan hara N melalui daun tanaman
menggunakan BWD.
Daun yang diamati adalah daun yang telah membuka
sempurna (daun ke 3 dari atas). Pilih 20 tanaman
secara acak pada setiap petak pertanaman (+ 1 ha).
Pada saat mengamati daun, lindungi daun yang
diamati tingkat kehijauan warnanya dari sinar
matahari agar pengamatan tidak terganggu oleh
pantulan cahaya yang dapat mengurangi kecermatan
hasil pengamatan.
Daun yang diamati letakkan di atas BWD. Bagian
daun yang diamati adalah sekitar sepertiga dari
ujung daun. Bandingkan warna daun dengan skala
warna yang ada di BWD, kemudian lakukan
pencatatan skala warna yang paling sesuai dengan
warna daun yang diamati. BWD memiliki skala warna
dengan tingkat kehijauan 2 hingga 5. Jika warna
daun berada di antara skala warna 2 dan 3 pada
BWD, berarti nilai kehijauan daun adalah 2,5. Apabila
warna daun berada di antara skala warna 3 dan 4,
berarti nilai kehijauan daun adalah 3,5 atau 4,5 jika
warna daun berada di antara skala warna 4 dan 5.
Rata-ratakan nilai warna dari 20 daun yang diamati,
nilai rata-rata skala warna tersebut digunakan untuk
menentukan perlu atau tidaknya tambahan pupuk N.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 51
TEKNIK PENANAMAN
Sistem dan Cara Tanam
Monokultur
Seluruh lahan hanya ditanami jagung.
Tumpang Sari ( intercropping ),
Melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur
sama atau berbeda). Contoh: tumpang sari sama
umur seperti jagung dan kedelai; tumpang sari
beda umur seperti jagung, ketela pohon, padi
gogo.
Tumpang Gilir ( Multiple Cropping ),
Dilakukan secara beruntun sepanjang tahun
dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain
untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh:
jagung muda, padi gogo, kedelai, kacang tanah,
dll.
Tanaman Bersisipan ( Relay Cropping ),
Pola tanam dengan menyisipkan satu atau
beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok
(dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu
yang berbeda). Contoh: jagung disisipkan kacang
tanah, waktu jagung menjelang panen disisipkan
kacang panjang.
Tanaman Campuran ( Mixed Cropping )
Penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh
tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya,
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
52 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi
riskan terhadap ancaman hama dan penyakit.
Contoh: tanaman campuran seperti jagung,
kedelai, ubi kayu.
Lubang Tanam dan Cara Tanam
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan
tiap lubang hanya diisi 1-2 butir benih. Jarak tanam
jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin
panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung
berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman,
jarak tanamnya 40x70 cm (2 tanaman /lubang).
Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya
20x70 cm (1 tanaman/lubang).
Pengelolaan Tanaman
Untuk mendapatkan hasil yang optimal
pertanaman jagung harus dikelola secara intensif
(Akil dan Hadijah,2007; Zubachtirodin, 2009).
Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan dilakukan pada tanaman yang
tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau
atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah.
Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh
dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain
yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan
untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati,
dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst)
menggunakan tanaman yang seumur. Jumlah dan
jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama
dengan sewaktu penanaman. Untuk memenuhi
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 53
populasi tanaman tersebut, viabilitas benih
dianjurkan lebih dari 95% karena dalam budidaya
jagung tidak dianjurkan melakukan penyulaman
tanaman yang tidak tumbuh dengan biji karena
peluangnya untuk dapat tumbuh normal sangat kecil
dan biasanya tongkol yang terbentuk kurang berisi.
Bunga betina dari tanaman sulaman biasanya tidak
terserbuki dengan sempurna oleh tepungsari dari
bunga jantan tanaman lain karena berbunganya
terlambat, sedangkan peluang terjadinya
penyerbukan sendiri hanya sekitar 5% sehingga
menyebabkan tongkol kurang berbiji.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali.
Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda
dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll.
Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran
tanaman yang pada umur tersebut masih belum
cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan
setelah tanaman berumur 15 hari.
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan
penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar
tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang
bermunculan di atas permukaan tanah karena
adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6
minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan.
Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman
diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
54 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan
yang memanjang.
Pengairan dan Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman
secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab,
tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun
menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan
lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-
parit di antara bumbunan tanaman jagung.
Ciri dan Umur Panen
Umur panen + 86-96 hari setelah tanam.
Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn)
dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter
tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen
ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung,
pakan ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah
matang fisiologis, dengan tanda-tanda (Akil dan
Hadijah, 2007): (a) umur tanaman mencapai
maksimum, yakni setelah pengisian biji optimal; (b)
daun menguning dan sebagian besar mulai
mengering; (c) klobot sudah kering atau kuning; (d)
bila klobot dibuka, biji terlihat mengkilap dan keras,
bila ditekan dengan kuku tidak membekas pada biji;
dan (e) kadar air biji 25-35%., dimana biji sudah
mengeras dengan ditandai adanya lapisan hitam
(black layer) pada pangkal biji yang melekat pada
tongkol (janggel), (minimal 50%/baris). Adanya
lapisan hitam tersebut menunjukkan bahwa
translokasi hasil fotosintesis kedalam biji jagung
telah terhenti.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 55
Gambar 6. Lapisan hitam (black layer) pada pangkal biji
PENUTUP
Dalam budidaya jagung, capaian hasil biji kering
yang optimal untuk suatu lokasi adalah salah satu
sasaran yang ingin dicapai oleh petani. Untuk itu,
komponen-komponen teknologi (dasar) prinsip harus
diterapkan ditambah dengan komponen teknologi
alternatif/pilihan yang diperlukan di lingkungan setempat
untuk dapat tercapainya produksi yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Akil dan Hadijah Dahlan, 2007. Budi Daya Jagung dan
Diseminasi Teknologi. Jagung, Teknik Produksi
dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang
Pertanian. Bogor.
Anonim, 2011. Budidaya Jagung (Zea Mays. L.).
http://sietawill.wordpress.com/2011/01/08/
budidaya-jagung-zea-mays-l/
Black layer
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
56 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Anonim, 2013. Teknologi Budidaya Jagung (Zea maize)
http://sulbar.litbang.deptan.go.id/index.2013/22
/02/ teknologi- budidaya-jagung-zea-maize-
tanpa-olah-tanah-tot-pada-lahan-sawah-tadah-
hujan.
Andi Trisyono., Y (ed). 2010. Pedoman teknis
manajemen tanaman jagung. PT Sygenta
Indonesia (seed Division). Jakarta
Bahtiar,A.F. Fadhly, M. Rauf, A. Njamuddin,
Margaretha, N. Syam, A. Tenrirawe,
Syuryawati, A. Biba, H. A. Dahlan, S.
Panikkai, B. Hafid, A.M. Mappeare, dan M.
Tahir. 2005. Studi karakterisasi sistem produksi
serta persepsi dan sikap pengguna teknologi
serealia. Laporan Akhir. Balai PenelitianTanaman
Serealia. Maros
Departemen Pertanian. 2004. Statistik Pertanian
(Agriculture Statistics). Departemen Pertanian
Republik Indonesia.
FAO. 2000. Conservation Agriculture. WWW. FAO. Org
Hafsah, M.J. 2004. Peningkatan produksi dan mutu
jagung. Makalah disampaikan pada Seminar
Sehari Mekanisasi Pertanian: Peran Strategis
Mekanisasi Pertanian dalam Pengembangan
Agroindustri Jagung. Jakarta, 20 Desember 2004.
Syafruddin, Faesal, dan M. Akil., 2007. Pengelolaan
Hara pada Tanaman Jagung. Jagung, Teknik
Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
Samijan, E. Kushartanti, T. Reni Prastuti dan
Syamsul Bahri. 2009. Pengelolaan Tanaman
terpadu jagung. BPTP Jawa Tengah.
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 57
Subandi, Zubachtirodin, S. Saenong, dan I.U.
Firmansyah. 2006. Ketersediaan teknologi
produksi dan program penelitian jagung. Dalam:
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional
Jagung 29-30 September 2005 di Makassar .
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Bogor
Syuryawati, Zubachtirodin, Contance Rapar. 2000.
Diskripsi varietas unggul jagung. Balitsereal.
Maros
Widiyati, N., A.F. Fadhly, R. Amir, dan E.O. Momuat.
2001. Sistem pengolahan tanah dan efisiensi
pemberian pupuk NPK terhadap petumbuhan dan
hasil jagung. Risalah Penelitian Jagung dan
Serealia Lain.
Zubachtirodin, 2009. Teknologi peningkatan produksi
jagung. Makalah disampaikan pada acara
“Pembinaan Calon Penangkar Benih Jagung
Komposit Berbasis Komunal”dari desa Sidomulyo,
Bumirejo, dan Giyanti, Kecamatan Sambong,
Kabupaten Blora pada tanggal 10 Juli 2009 di
P4MI Blora, Jawa Tengah.
Zubachtirodin, Syuryawati, Contance Rapar. 2007.
Petunjuk teknis produksi benih sumber jagung
komposit (bersari bebas). Balisereal Maros.
Zubachtirodin, Sania Saenong, Mappaganggang S.
Pabbage, M. Asrai, Diah Setyorini, S.
Kartaatmadja dan F. Kasim. 2009. Pedoman
umum PTT jagung. Puslitbangtan (Bogor),
BBP2TP (Bogor), Balitsereal (Maros).
Teknologi Budidaya Tanaman Jagung
58 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 59
HAMA DAN PENYAKIT UTAMA PADA JAGUNG
Endang Iriani [email protected]
PENDAHULUAN
Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas pertanian yang masuk pada subsektor tanaman pangan. Pada saat proses produksi atau dalam fase budidaya, tanaman jagung juga tidak luput dari serangan hama penyakit, seperti halnya tanaman pertanian lain.
Salah satu kendala penting dalam upaya peningkatan produksi jagung adalah gangguan biotis yang dikelompokkan menjadi dua, yaitu gangguan oleh makroorganisme yang dikenal dengan gangguan hama, dan gangguan oleh mikroorganisme yang disebut sebagai gangguan penyakit. Mikroorganisme penyebab penyakit dikelompokkan ke dalam tiga golongan yaitu cendawan, bakteri, dan virus (Semangun, 1995).
Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan hama penyakit ini bisa dibilang tidak kecil, bahkan beberapa diantaranya ada yang berpotensi menimbulkan kegagalan. Oleh karena itu, penanganan yang tepat terhadap serangan hama dan penyakit tanaman akan meningkatkan hasil produksi petani (Oka, 1995).
Serangan hama dan penyakit jagung, baik di lapang maupun di gudang merupakan salah satu masalah dalam program peningkatan produksi. Hingga saat ini diketahui sekitar 50 jenis serangga yang menyerang tanaman jagung, meski hanya beberapa diantaranya yang sering menimbulkan kerusakan yang berarti (Sudjono, 1988).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
60 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Hama utama yang biasanya dijumpai pada pertanaman jagung adalah lalat bibit, ulat grayak, penggerek batang dan tongkol. Secara rinci jenis hama dan bagian tanaman yang diserang dikelompokkan sebagai berikut (Tabel 1)
Tabel 1. Jenis hama dan bagian tanaman yang diserang
Serangan hama
Nama umum
Bagian tanaman yang diserang Aka
r Ttk tumb
Daun
Batang
Tongkol
Atherigona sp.
Lalat bibit
+
Dactylispa balyi
Pengorok daun
+
Ostrinia furnacalis
Penggk batang
+ + +
Spodoptera sp
Ulat grayak
+
Helicoverpha armigera
Penggk. Tongkl
+ +
Sitophilus. Sp
Kumbang bubuk
+ 1)
Sumber : Bedjo dan Sri Wahyuni Indiati, 1995 Keterangan : Ttk : titik Tumb. : tumbuh Penggk: penggerek Tongkl : tongkol
1) : pada simpanan jagung tongkolan dan pipilan
PERANAN KOMPONEN PENGENDALIAN
Peranan Varietas Tahan
Penggunaan varietas tahan telah dinyatakan sebagai cara pengendalian yang baik, bisa dipadukan
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 61
dengan cara lain (Saleh, 1993). Varietas tahan hama penyakit akan menghambat perkembangan hama penyakit sehingga menekan tingkat serangan dan kehilangan hasil pada level yang lebih rendah. Mekanisme ketahanan varietas dapat bersifat non-preferensi, antibiosis, dan toleransi tanaman (Painter, 1951). Peranan Kultur Teknis
Kultur teknis akan mengurangi sumber inokulum. Beberapa kegiatan dalam kultur teknis meliputi : membasmi tanaman sumber inokulum, mengatur waktu tanam yang tepat dan serempak, tumpang sari, rotasi tanaman, pengolahan tanah yang baik, drainase yang baik, irigasi yang baik, pemupukan yang berimbang, waktu panen yang tepat, penggunaan mulsa, tanaman perangkap, pemangkasan, dan pola tanam (Oka, 1995). Peranan Musuh Alami/Antagonis
Musuh alami yang meliputi vertebrata, predator, parasit, patogen hama, dan mikroorganisme antagonis akan menghambat laju perkembangan hama maupun penyakit. Predator adalah serangga yang memangsa serangga lain yang umumnya lebih kecil. Sebaliknya parasit adalah umumnya serangga kecil yang menginfeksi serangga dewasa, larva atau telur serangga yang lebih besar. Patogen adalah mikroorganisme yang menginfeksi serangga ataupun tanaman. Sedangkan mikroorganisme antagonis adalah mikroorganisme yang mampu memarasit langsung ataupun mengeluarkan zat yang menghambat mikroorganisme lain (Suyono, 1988; Tandiabang, 2000).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
62 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Peranan Pestisida
Pestisida kimia berperan membasmi hama dan patogen penyebab penyakit secara langsung. Namun dibalik itu dapat menimbulkan resistensi serangga terhadap pestisida (Saleh, 1993). Karena sifat meracuninya tidak spesifik, maka dapat membasmi serangga berguna yang bukan sasaran. Selain itu dapat membahayakan bagi hewan atau manusia yang mengkonsumsi hasil pertanian yang disemprot. Mengingat akan pengaruh negatif dari pemakaian pestisida kimia ini maka penggunaannya hanya dibolehkan dalam keadaan yang terpaksa kalau tidak ada cara lain yang lebih aman atau pada pertanaman yang tidak untuk memproduksi bahan pangan atau pakan seperti untuk produksi benih. Pengendalian Hama Penyakit Terpadu (PHT)
Pengendalian hama penyakit terpadu merupakan suatu cara pengendalian yang dilakukan dengan memadukan berbagai komponen pengendalian dengan maksud untuk mencapai hasil yang optimal dengan biaya yang minimal dan ramah lingkungan. Painter (1951) mengemukakan bahwa kombinasi cara pengendalian akan lebih efektif dibanding dengan cara pengendalian tunggal/masing-masing.
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 63
HAMA TANAMAN JAGUNG
Lalat bibit (Atherigona sp. Stein)
Daerah sebaran : Jawa, Sumatera, Sulawesi, NTT. Tanaman inang lain
: Jagung, padi gogo, sorgum, gandum, dan rumput Cynodon dactylon, Panicum repens serta Paspalum conjugatum
Penyebabnya : Lalat Atherigona sp.
Biologi
Lama hidup serangga dewasa bervariasi antara lima sampai 23 hari, serangga betina hidup dua kali lebih lama daripada yang jantan. Serangga dewasa sangat aktif terbang dan sangat tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas permukaan tanah. Imago kecil dengan ukuran panjang 2,5-4,5 mm. Imago betina mulai meletakkan telur tiga sampai lima hari setelah kawin dengan jumlah telur 7- 22 butir atau bahkan hingga 70 butir. diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang, diletakkan dibawah permukaan daun. Periode telur 1-3 hari. Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Lama stadium larva antara 8-10 hari. Larva yang baru menetas melubangi batang yang kemudian membuat terowongan, sampai dasar batang, sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati. Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah, umur pupa 5-11 hari pada pagi atau sore hari. Puparium berwarna coklat kemerah-merahan sampai coklat dengan ukuran panjang
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
64 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
4,1 mm (Bejo, dkk., 1995; Ortega, 1997; Yasin, dkk., 2011).
Gejala Serangan
Lalat bibit menyerang tanaman jagung dengan cara meletak- kan telur di bawah permukaan daun. Larva yang baru menetas melubangi dengan cara menggerek batang kemudian membuat terowongan sampai dasar batang, sehingga tanaman jagung menjadi kuning dan akhirnya mati. Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah. Jika tanaman terserang mengalami recovery (proses penyembuhan), maka pertumbuhannya akan kerdil (puser). Oleh karena hama ini menyerang pada awal pertumbuhan tanaman jagung mulai tumbuh sampai umur tiga minggu (Tandiabang, 2000), maka cara pengendaliannyapun harus sedini mungkin. Varietas tahan terhadap lalat bibit belum dikembangkan di Indonesia (Bejo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011).
Pengendalian
Komponen pengendalian yang diperlukan :
1). Pergiliran tanaman, dan Tanam serempak, akan sangat membantu memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen jagung
2). Cara kultur praktis juga belum direkomendasikan. berbahan aktif carbofuran dengan takaran 0,12 kg – 0,24 kg b.a/ha diberikan melalui tanah bersama biji pada waktu tanam atau diberikan pada kuncup daun umur tanaman satu minggu.
3). Aplikasi insektisida salah satu cara yang dianjurkan yaitu menggunakan pestisida kimia sistimik: Lalat
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 65
Bibit, dapat dikendalikan dengan bahan aktif Tiametoksam (nama dagang: Cruiser 350FS) dengan dosis 4 ml/Kg benih. Pengendalian kimiawi dapat dilakukan dengan perlakuan benih (seed dressing)
4). Menyebar mulsa jerami padi merata sebanyak 5 t/ha setelah tanam jagung
5). Kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu diperhatikan terutama terhadap tanaman inang yang sekaligus sebagai gulma;
6). Pemanfaatan agensia hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan parasit Trichogramma spp. yang memarasit telur. Sedangkan Opius sp. dan Tetrastichus sp. memarasit larva (Anonymous, 1995; Tandiabang, 2000).
Gambar 1. Imago lalat bibit Ulat Pemotong
Gejala: secara umum tanaman jagung yang terserang biasanya terpotong beberapa cm diatas permukaan tanah yang ditandai dengan adanya bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman jagung yang masih muda
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
66 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
itu roboh di atas tanah (Bejo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011).
Penyebab : beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon); Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek buah jagung (Helicoverpa armigera). 1. Penggerek Batang (Ostrinia furnacalis)
Daerah sebaran : Asia, Eropa, dan Amerika Tanaman inang lain : Jagung, sorgum, terong,
Amaranthus sp., Panicum sp. Penyebabnya : Ostrinia furnacalis Guenee
Biologi
Ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi per tahun, umur imago/ngengat dewasa 7-11 hari. Ngengat betina lebih menyukai meletakkan telur pada tanaman jagung yang tinggi dan telur di letakkan pada permukaan bagian bawah daun utamanya pada daun ke 5-9, umur telur 3-4 hari. Larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan berpindah-pindah, larva instar III makan pada bagian alur bunga jantan, setelah instar lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari. Pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna coklat kemerah merahan, umur pupa 6-9 hari.
Hama ini merupakan salah satu hama utama pada tanaman jagung sehingga perlu diwaspadai. Kehilangan hasil akibat hama tersebut mencapai 20−80%. Besarnya kehilangan hasil dipengaruhi oleh padat populasi larva serta umur tanaman saat terserang. (Bejo, dkk., 1995; Tandiabang, 2000; Yasin, dkk., 2011)
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 67
Gejala Serangan
Hama ini menyerang semua bagian tanaman jagung pada seluruh fase pertumbuhan. Kehilangan hasil akibat serangannya dapat mencapai 80%. Tingginya kerusakan hasil yang ditimbulkan tersebut karena titik serangnya bukan hanya pada bagian tertentu saja, namun hampir di semua bagian tanaman jagung bisa menjadi incarannya. Selain itu, hama ini juga menyerang pada semua fase pertumbuhan tanaman jagung.
Larva Ostrinia furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan pada setiap bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada batang, bunga jantan, atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah, tumpukan tassel yang rusak.
Penggunaan agensia hayati dengan memanfaatkan musuh alami seperti parasitoid Trichogramma spp. dapat memarasit telur O. furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis Kurstaki mengendalikan larva O. Furnacalis. Serta aplikasi cendawan Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae untuk mengendalikan larva O. Furnacalis (Novik, 2013; Wakman, 2013).
Pengendalian
Komponen pengendaliannya meliputi komponen pengendali terpadu :
1) Pergiliran tanaman, 2) Tanam serempak, 3) Sanitasi inang liar, 4) Pemangkasan bunga jantan 25%, 5) Pemberian biopestisida (Bacillus thuringiensis)
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
68 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
6) Ulat penggerek daun/batang (Ostrinia furnacalis) dapat dikendalikan dg Insektidida dg bahan aktif lamda sihalotrin dan tiametoksam (nama dagang: Alika 247 ZC), dg dosis 0.8 ml/liter.
Gambar 2. Larva penggerek batang
2. Ulat Grayak (Spodoptera sp.)
Daerah sebaran : Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya
Tanaman inang lain : Jagung, teki, kedelai, dan kacang-kacangan
: Daun berlubang-lubang atau tinggal tulang daunnya.
Penyebabnya : Spodoptera sp. Biologi
Ngengat berwarna coklat, aktif di malam hari. Telurnya berwarna putih sampai kekuningan, berkelompok. Tiap ekor bisa bertelur 400 butir, periode telur 5 hari. Larva aktif dimalam hari, umur larva 31 hari, stadium kepompong 8 hari. Pupa, ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwana coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 –
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 69
60 hari (lama stadium telur 2 – 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 – 46 hari, pupa 8 – 11 hari). Tanaman Inang hama ini bersifat polifag, selain jagung juga menyerang tomat, kubis, cabai, buncis, bawang merah, terung, kentang, kangkung, bayam, padi, tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan, tanaman hias, gulma Limnocharis sp., Passiflora foetida, Ageratum sp., Cleome sp., Trema sp. (Bedjo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011; Wakman, 2013).
Gejala Serangan
Larva yang masih kecil merusak daun dan menyerang secara serentak berkelompok. dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas, transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.
Kemampuan ulat grayak merusak tanaman jagung berkisar antara 5-50%. Ngengat aktif malam hari, sayap bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputihan. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing berisi 25–500 butir) tertutup bulu seperti beludru. Larva mempunyai warna yang bervariasi, ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Ulat menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar.
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
70 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Pengendalian
Komponen pengendaliannya meliputi 1) Pergiliran tanaman, 2) Tanam serempak, 3) Sanitasi inang liar, 4) Penyemprotan dengan insektisida : monokrotofos,
klorpirifos, diazifos, sianofenfos, sipermetrin, betasiflutrin atau lamdasihalortrin. dan karboril dosis 2 cc/l
5) Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan memasang alat perangkap ngengat sex feromonoid sebanyak 40 buah/Ha semenjak tanaman jagung berumur 2 minggu. Ulat grayak (Spodoptera sp.) dapat dikendalikan dengan Insektidida dengan bahan aktif lamda sihalotrin dan tiametoksam (nama dagang: Alika 247 ZC), dg dosis 0.8 ml/liter.
Penggunaan agensia hayati dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami seperti : Cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae. Dari golongan bakteri yaitu Bacillus thuringensis. Pemanfaatan patogen virus untuk ulat ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan Sl-NPV (Spodoptera litura – Nuclear Polyhedrosis Virus). Parasit lain yang dapat dimanfaatkan adalah parasitoid Apanteles sp., Telenomus spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp. dan Trichogramma evanescens (Pabbage, 2003)
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 71
Gambar 3. Larva ulat grayak 3. Penggerek Tongkol (Heliotis armigera, dan Helicoverpa
armigera)
Daerah sebaran : Diseluruh dunia termasuk di Indonesia
Tanaman inang lain
:
Penyebab : Helicoverpa armigera (Hbn.) atau Heliotis armigera
Biologi Imago betina akan meletakkan telur satu persatu
pada rambut (silk) tongkol atau bagian tanaman lain pada waktu sore sampai malam hari. Banyaknya telur per ekor ngengat mencapai 1000 butir. Stadia telur 2-5 hari. Larva mengalami 6 instar dalam periode waktu 17-24 hari. Pupa terbentuk di dalam tanah selama 12-24 hari. Satu siklus hidupnya sekitar 35 hari (Bedjo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011; Novik, 2013; Wakman, 2013).
Gejala Serangan
Adanya lubang-lubang melintang pada daun tanaman stadia vegetatif. Rambut tongkol jagung
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
72 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
terpotong, ujung tongkol ada bekas gerekan dan seringkali ada larvanya. Sesaat setelah menetas larva akan menginvasi masuk ke dalam tongkol dan akan memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung. Pada lubang bekas gorokan hama ini terdapat kotoran hama tersebut, biasanya hama ini lebih dahulu menyerang pada tangkai bunga.
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu 1) Menanam varietas jagung yang kelobotnya menutup
tongkol rapat, 2) Menggunakan musuh alami seperti : a). Parasit
telur Trichogramma sp, b. Parasit telur larva muda Eriborus sp., Tachinid, c. Cedawan entomophaga Metharhizium, d. Nuclear Polyhidrosis virus (NPV),
3) Penyemprotan insektisida pada ambang kerusakan 3 tongkol per 50 tanaman dengan Azodrin 15 WSC, Hostation 40 EC atau Nogos 50 EC (Anonymous, 1995). Penyemprotan dilakukan setelah terbentuk rambut jagung pada tongkol hingga rambut jagung berwarna coklat.
Pemanfaatan agensia hayati dan cukup efektif untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp. merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit pada larva muda. Cendwan Metarhizium anisopliae. menginfeksi larva dan aplikasi bakteri Bacillus thuringensis
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 73
Kutu Daun (Mysus persicae dan Aphis) Daerah sebaran : Diseluruh daerah beriklim tropis Tanaman inangnya : Jagung, sorgum, jewawut, tebu,
tuton (Panicum colonum), bunto, tanjing (Pennisetum macrostychum)
Penyebabnya : Mysus persicae dan Aphis (Rhopalosiphum maydis Fitc).
Biologi
Serangga berwarna hijau, ada yang bersayap dan ada yang tidak bersayap (Bedjo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011; Novik, 2013; Wakman, 2013).
Gejala Serangan
Gejala langsung apabila populasi tinggi helaian daun menguning dan mengering. Gejala tidak langsung Hama ini mengisap cairan tanaman jagung terutama pada daun muda, kotorannya berasa manis sehingga menggundang semut dan berpotensi menimbulkan serangan sekunder yaitu cendawan jelaga. Serangan parah menyebabkan daun tanaman mengalami klorosis(kuning), dan menggulung. Kutu ini juga menjadi serangga vektor penular virus mosaik ataupun garis-garis klorosis sejajar tulang daun.
Pengendalian
Komponen untuk pengendalian secara terpadu meliputi : 1) Musuh alami : Predator Harmonia actomaculata dan H. syrphids, 2) Parasit, 3) Insekktisida systematik karbofuran di berikan melalui pucuk pada sladia vegetatif atau dengan penyemprotan insektisida berbahan aktif abamektin, imidakloprid, asetamiprid,
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
74 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
klorfenapir, sipermetrin, atau lamdasihalotrin dengan dosis/konsentrasi sesuai petunjuk pada kemasan. (Anonymous, 1995)
Hama Kumbang Landak
Daerah sebaran : Jawa, Sumatera, Sulawesi.
Tanaman inangnya : Jagung, Sorgum, Padi dan Ilalang.
Penyebab : Dactylispa balyi Gest.
Gejalanya
Bekas gerekan pada daun sejajar dengan tulang daun. Serangan yang berat dapat menyebabkan daun mengering (Bedjo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011; Novik, 2013; Wakman, 2013).
Biologi
Sayap depan tebal dan sayap belakang tipis berwarna hitam. Telurnya di letakkan di jaringan daun muda sebelah atas diantara epidermis daun. Seekor betina bertelur sampai 75 butir. Periode telur 6-13 hari. Larva hidup dan makan didalam jaringan daun. Stadia larva I – IV sekitar 18-24 hari. Kepompong berada pada daun yang mengering. Stadium kepompong 8 –14 hari.
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi : 1) Waktu tanaman serempak, 2) Pergiliran tanaman, 3) Sanitasi inang liar dan sisa tanaman, 4) Aplilkasi insektisida efektif seperti klorpirifos dan
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 75
isosaktion (Bedjo, dkk., 1995) Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch) Daerah sebaran : Tersebar luas di seluruh dunia Tanaman inangnya : Padi, jagung, sorgum, dan kacang-
kacangan Penyebabnya : Kumbang Sitophilus sp (Motsch).
Biologi
Serangga betina mampu bertelur 300-500 butir. Periode telur 3-7 hari. Serangga dewasa tanpa diberi makan dapat bertahan hidup 36 hari, dan bila diberi makan dapat hidup antara 3-5 bulan pada kadar air biji 14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila bahan simpanan kadar airnya di atas 15% (Bedjo, dkk., 1995; Yasin, dkk., 2011).
Kerusakan biji oleh kumbang bubuk dapat mencapai 85% dengan penyusutan bobot biji 17%. Sitophilus zeamais Motsch dikenal dengan maize weevil atau kumbang bubuk, merupakan serangga yang bersifat polifag. Selain menyerang jagung, juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan jambu mete. S. Zeamais lebih dominan terdapat pada jagung dan padi. S. Zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat menyerang tongkol jagung yang masih berada di pertanaman.
Gejala Serangan
Biji jagung berlubang-lubang dan bercampur kotoran serangga serta banyak kumbang bubuk. Kumbang bubuk menyerang mulai dari lapangan sampai digudang penyimpanan biji (Wakman, 2013).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
76 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi
1) Varietas tahan : Genjah Madura dan Goter, Serangan hama selama tanaman di lapangan dapat terjadi jika tongkol terbuka. Tanaman yang kekeringan, dengan pemberian pupuk yang rendah menyebabkan tanaman mudah terserang busuk tongkol sehingga dapat diinfeksi oleh kumbang bubuk. Untuk mencegah Sitophilus zeamais dilakukan panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis, karena panen yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan dan penggunaan varietas yang mempunyai penutupan kelobot yang baik akan mengurangi serangan.
2) Pengeringan benih/biji kadar air 10%, Panen yang tepat pada saat jagung mencapai masak fisiologis untuk mencegah Sitophilus zeamais, karena panen yang tertunda dapat menyebabkan meningkatnya kerusakan biji di penyimpanan.
3) Sanitasi tempat penyimpanan biji. Kebersihan dan pengelolaan gudang Kebanyakan hama gudang cenderung bersembunyi atau melakukan hibernasi sesudah gudang tersebut kosong. Untuk itu dibersihkan semua struktur gudang dan membakar semua biji yang terkontaminasi serta membuang dari area gudang. Selain itu karung-karung bekas yang masih berisi sisa biji harus dibuang. Semua struktur gudang harus diperbaiki, termasuk dinding yang retak-retak dimana serangga dapat bersembunyi, dan memberi perlakuan insektisida
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 77
baik pada dinding maupun plafon gudang
4) Pengasapan,
5) Bahan nabati untuk di campur biji sebelum disimpan serbuk daun putri malu, daun mindi, daun nimba, akar tuba, Lantana camara, biji mahoni dan dringo dengan takaran 20-110 gr/kg biji, tepung biji dari Annona sp. dan Melia sp.
6) Hayati : penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk seperti Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml takaran 20 ml/kg biji dapat mencapai mortalitas 50%. Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae (Howard) mampu menekan kumbang bubuk.
7) Kapur barus atau insektisida karbofuran dibungkus kain dimasukkan kedalam kontainer/jerigen jagung sebelum ditutup. Perkembangan populasi kumbang bubuk akan meningkat pada kadar air 15% atau lebih.
8) Fisik dan mekanis pada suhu lebih rendah dari 50C dan di atas 350C perkembangan serangga akan berhenti. Penjemuran dapat menghambat perkembangan kumbang bubuk. Sortasi dapat dilakukan dengan memisahkan biji rusak yang terinfeksi oleh serangga dengan biji sehat (utuh).
9) Fumigasi, fumigan merupakan senyawa kimia yang dalam suhu dan tekanan tertentu berbentuk gas, dapat membunuh serangga/hama melalui sistem pernapasan. Fumigasi dapat dilakukan pada tumpukan komoditas kemudian ditutup rapat dengan lembaran plastik. Fumigasi dapat pula
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
78 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
dilakukan pada penyimpanan yang kedap udara seperti penyimpanan dalam silo, dengan menggunakan kaleng yang dibuat kedap udara atau pengemasan dengan menggunakan jerigen plastik, botol yang diisi sampai penuh kemudian mulut botol atau jerigen dilapisi dengan parafin untuk penyimpanan skala kecil. Jenis fumigan yang paling banyak digunakan adalah phospine (PH3), dan Methyl Bromida (CH3Br). (Bedjo, dkk., 1995).
PENYAKIT TANAMAN JAGUNG
Jenis penyakit yang disebabkan oleh cendawan adalah bulai, bercak daun, hawar daun, hawar upih, karat daun, busuk batang, dan gosong bengkak. Jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri meliputi bakteri busuk batang, hawar/layu bakteri Goss, dan layu bakteri Stewart (Shurtleff 1980). Jenis penyakit yang disebabkan oleh virus adalah penyakit virus mosaik kerdil, penyakit virus kerdil khlorotik, penyakit virus mosaik jagung, penyakit virus gores, dan penyakit virus mosaik tebu (Wakman et al 2001, Shurtleff 1980)
Penyakit Jamur/cendawan
Hipa jamur menginfeksi tanaman jagung dapat melalui luka yang disebabkan oleh manusia, angin, pasir tertiup angin, serangga, nematoda, atau jamur lainnya, atau melalui lubang alami seperti hidatoda, nektar, stomata, atau penetrasi langsung menggunakan tekanan maupun enzim.
Jamur merupakan penyebab sebagian besar penyakit infeksi pada jagung yang meliputi bulai (downy
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 79
mildews ), bercak (spots) , hawar (blight ), dan kelainan bentuk (deformations). Banyak penyakit tanaman dalam mempertahankan hidupnya dengan struktur yang dibentuk oleh patogennya. Seperti jamur di luar musim tanam jagung bertahan hidup pada bagian tanaman yang mati maupun hidup, di tanah maupun pada serangga dengan bentuk seklerotia, spora, konidia (Sumartini, dkk., 1995).
Kehilangan hasil jagung akibat penyakit dilaporkan bervariasi. Namun, Shurtleff (1980) mengemukakan perkiraan kehilangan hasil jagung akibat penyakit dalam skala dunia mencapai 9,4%. Khusus penyakit bulai, kehilangan hasil dapat mencapai 100% pada varietas rentan. Penyakit bercak daun dapat menyebabkan penurunan hasil 90%, sedangkan penyakit hawar daun 70% (Sudjono 1988). Penyakit busuk batang dapat menyebabkan kerusakan tanaman hingga 65% pada varietas rentan (Wakman, 2000; Wakman, dkk., 2007). Penyakit Bulai/Downy mildew (Peronoscleropora spp)
Daerah sebaran : Diseluruh propinsi di Indonesia Tanaman inangnya : Jagung, sorgum, tebu, beberapa
jenis rumput rumputan.
Penyebab
Cendawan Peronosclerospora maydis, P. philippinenisis, P. sacchari, P. sorghi, P. heteropogoni, P. spontanea, P. miscantii, Seclerophthora macrospora, S. rayssiae dan Sclerospora graminicola (Wakman dan Djatmiko, 2002). Namun di Indonesia hanya dua pertama yang dilaporkan (Semangun, 1993; Sudjono, 1988). Baru-baru ini dilaporkan adanya P. sorghi menyerang
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
80 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
tanaman jagung di dataran tinggi Karo Berastagi Sumatera Utara (Wakman et al., 2003), Shurtleff (1980), Wakman dan Djatmiko (2002), serta Rathore dan Siradhana (1988) melaporkan bahwa penyakit bulai pada jagung dapat disebabkan oleh 10 spesies dari tiga generasi yaitu:
1. Peronosclerospora maydis (Java downy mildew) 2. P. philippinensis (Philippine downy mildew) 3. P. sorghi (Sorghum downy mildew) 4. P. sacchari (Sugarcane downy mildew) 5. P. spontanea (Spontanea downy mildew) 6. P. Miscanthi (Miscanthi downy mildew). 7. P. heteropogoni (Rajasthan downy mildew) 8. Sclerophthora macrospora (Crazy top) 9. S. rayssiae var. zeae (Brown stripe) 10. Sclerospora graminicola (Graminicola downy
mildew)
Biologi
Cendawan menginfeksi tanaman jagung yang baru tumbuh. Konidia yang lepas dari konidiofor di waktu subuh apabila jatuh pada air gutasi di pucuk tanaman jagung yang baru tumbuh akan berkecambah dan menginfeksi melalui stomata terus berkembang sampai titik tumbuh dan seterusnya menyebar secara sistimik.
Gejala Serangan (1) pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing
dan kecil, kaku dan pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun terdapat lapisan spora cendawan warna putih;
(2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami gangguan pertumbuhan,
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 81
daun berubah warna dan perubahan warna ini dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi;
(3) pada tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua.
Penyakit bulai pada tanaman jagung menyebabkan
gejala sistemik yang meluas keseluruh bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal (setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga semua daun yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai pada umur masih muda umumnya tidak menghasilkan buah, tetapi bila terinfeksi pada tanaman yang sudah tua namun masih terbentuk buah dan umumnya pertumbuhannya kerdil. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang berlebihan dan daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek
Pengendalian Komponen pengendalian untuk PHT meliputi : 1) Varietas tahan bulai : Lagaligo, Surya, BISI-4,
Pioneer P-4, P5,P9,P10,P12 dan NK6326 (Wakman, 2000; Wakman et al., 2002).
2) Tanam serempak, 3) Penanaman dilakukan menjelang atau awal musim
penghujan 4) Aplikasi fungisida berbahan aktif metalaksil melalui biji
(seed treatmen) 5) Dilakukan pencabutan tanaman yang terserang,
kemudian dimusnahkan (Shurtleff, 1980; Sudjono, 1988; Sumartini dan
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
82 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Hardaningsih, 1995; Wakman, et al, 2002)
Gambar 4. Gejala penyakit bulai Penyakit Bercak Daun Daerah sebaran : Penyakit ini tersebar luas di dunia Tanaman inangnya : Jagung, sorgum, “sudangrass”,
johnsongrass, gama grass dan teosinte.
Penyebabnya : 1) Helminthoporium maydis Nisik. (Syn. Bipolaris maydis (Nisik) Shoemaker, Drechslera maydis (Nisik) Subram dan Jain) Stadia Perfectnya Cochliobolus heterostrophus (Drechs) Drechs,
2) Helminthosporium turcicum Pass. (Syn. Exserohilum turcicum (Pass) Leonard dan Suggs. Bipolaris turcica (Pass) Shoemaker; Drechslera turcica (Pass) Subram dan Jain) Stadia perfectnya Trichometasphaeria turcica Luttrell (Syn. Setospharia turcica
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 83
(Luttrell) Leonard dan Suggs) Spora (konidia) memanjang, sedikit membengkok,bersekat tiga sampai delapan. Tangkai konidia bersekat dua sampai empat.
Gejala Serangan
Pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat (Sumartini, dkk., 1995; Shurtleff, 1980; Wakman, 2002; Wakman, dkk., 2013).
Bercak atau hawar dapat juga terjadi pada tongkol dan pelepah. Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi : 1) pergiliran tanaman 2) Varietas tahan : Banyak varietas jagung unggul
yang telah dilepas tahan penyakit bercak daun H. maydis (Syuryawali et al 2000). Sedangkan varietas/galur jagung yang tahan hawar daun H. turcicum di dataran tinggi yaitu Pioneer-8, IPB-4, C-10, NK-11, FPC-9923, Exp.9702, Exp.9703, Kenia-1, Kenia-2, Kenia-3, dan Trop-Late White
3) Sanitasi sisa tanaman, 4) Mengatur kondisi lahan tidak lembab 5) Prenventif diawal dengan fungisida hanya untuk produksi
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
84 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
benih, karena penyakit ini dapat tersebar melalui biji yang terinfeksi (Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Sudjono, 1988).
Gambar 5. Gejala serangan bercak daun
Penyakit Hawar Daun (Leaf bligh)
Daerah sebaran : Penyakit ini tersebar luas di dunia Tanaman inangnya : Jagung, sorgum, “sudangrass”,
johnsongrass, gama grass dan teosinte.
Penyebabnya : Penyakit bercak daun penyebabnya adalah : Bipolaris maydis Syn. Pada B. maydis ada dua ras yaitu ras O dan ras T (Shurtleff, 1980).
Gejala Serangan
Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras patogennya yaitu ras O dan T. Ras O bercak berwarna coklat kemerahan dengan ukuran 0,6 x (1,2-1,9) cm, sedangkan Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu (0,6-1,2) x (0,6-2,7) cm. Ras T berbentuk kumparan dengan bercak berwarna hijau kuning atau
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 85
klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih berbahaya (virulen) dibanding ras O dan pada bibit jagung yang terserang menjadi layu atau mati dalam waktu 3-4 minggu setelah tanam. Tongkol yang terserang/terinfeksi dini, biji akan rusak dan busuk, bahkan tongkol dapat gugur (Shurtleff, 1980; Wakman, 2013).
Bercak pada ras T terdapat pada seluruh bagian tanaman (daun, pelepah, batang, tangkai kelobot, biji, dan tongkol). Permukaan biji yang terinfeksi ditutupi miselium berwarna abu-abu sampai hitam sehingga dapat menurunkan hasil yang cukup besar. Cendawan ini dalam bentuk miselium dan spora dapat bertahan hidup dalam sisa tanaman di lapang atau pada biji di penyimpanan. Konidia yang terbawa angin atau percikan air hujan dapat menimbulkan infeksi pertama pada tanaman jagung.
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi : 1) pergiliran tanaman 2) Varietas tahan : Bima-1, Srikandi Kuning-1,
Sukmaraga dan Palakka 3) Sanitasi sisa tanaman, 4) Pemusnahan seluruh bagian tanaman sampai
akarnya (Eradikasi tanaman) yang terinfeksi bercak daun Pengendalian penyakit karat dan hawar daun dapat menggunakan fungisida dg bahan aktif azoksistrobin dan difenokonazol (nama dagang: Amistartop 325 SC) dg dosis 0.5 – 1 ml/liter
5) Prenventif diawal dengan fungisida hanya untuk produksi benih, karena penyakit ini dapat tersebar melalui biji yang terinfeksi (Sumartini dan
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
86 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Hardaningsih, 1995; Sudjono, 1988).
Gambar 6. Penyakit hawar daun
Penyakit Karat Daun (Rust)
Daerah sebaran : Diseluruh dunia termasuk di semua
wilayah Indonesia. Tanaman inangnya : Jagung, Teosinte, Tripsacum sp
dan Erianthus sp Penyebabnya : Tiga spesies penyebab penyakit
karat pada jagung ; dua spesies dari genus Puccinia yaitu P. polysora dan P. sorghi, dan satu spesies dari genus Physopella yaitu P. zeae. Cendawan ini mempunyai dua jenis spora yaitu uredospora yang dihasilkan didalam uredium, dan teliospora yang di produksi di dalam telium. Uredospora bersel
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 87
tunggal dan permukaannya berbulu halus, sedangkan teliospora bersel dua dan kulit luarnya tidak berbulu.
Gejala Serangan
Pada tanaman dewasa, daun tua terdapat titik-titik noda berwarna merah kecoklatan seperti karat serta terdapat serbuk berwarna kuning kecoklatan, serbuk cendawan ini berkembang dan memanjang, pada kedua permukaan helaian daun jagung bagian bawah dan atas, berwarna coklat kemerahan. Daun yang terserang berat akan mengering (Shurtleff, 1980; Sumartini, dkk., 1995; Wakman, dkk., 2007).
Pengendalian
Komponen pengendalian untuk PHT meliputi : 1) Varietas tahan karat : Arjuna, Kalingga, Wiyasa,
Pioneer-2, 2) Sanitasi kebun dari gulma inang, 3) Fungisida mancozeb (Dithane M45), triadomefon
atau dithiokarbonat. (Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Sudjono, 1988)
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
88 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gambar 7. Gejala penyakit karat
Busuk Pelepah (Rhizoctonia solani)
Daerah sebaran : Tersebar diseluruh dunia Tanaman inangnya : Banyak jenis tanaman. Cynodon
dactylon banyak terserang hawar upih di musim hujan di Sulawesi Selatan.
Penyebabnya : Cendawan Rhizoctonia solani Kuhn. Cendawan tidak membentuk spora, hanya membentuk Sclerotia.
Gejala Serangan
Gejala serangan ditandai dengan adanya bercak berwarna agak kemerahan kemudian berubah menjadi abu-abu, selanjutnya bercak meluas, seringkali diikuti pembentukan sklerotium dengan bentuk tidak beraturan berwarna putih kemudian berubah menjadi cokelat.
Serangan penyakit dimulai dari bagian tanaman yang paling dekat dengan permukaan tanah kemudian menjalar ke bagian atas. Pada varietas yang tidak tahan
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 89
penyakit ini (rentan) serangan cendawan dapat mencapai pucuk atau tongkol. Cendawan bertahan hidup sebagai miselium dan sklerotium pada biji, di tanah dan pada sisa-sisa tanaman di lapang. Keadaan tanah yang basah, lembab, dan drainase yang kurang baik akan merangsang pertumbuhan miselium dan sklerotia. Penyakit ini, umumya menyerang pada musim hujan.
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi : 1) Varietas tahan, 2) Pergiliran tanaman dengan tanaman tidak sefamili 3) Sanitasi kebun, 4) Jarak tanam jangan terlalu rapat, 5) Pengaturan drainase air agat tidak terjadi genangan 6) Hindari menggunakan pupuk kandang berlebihan, 7) Cendawan antagonis Trichoderma viride dan T.
harzianum 8) Pengendalian kimiawi dengan menggunakan
fungisida berbahan aktif mankozeb dan karbendazim. Dosis/konsentrasi sesuai dengan petunjuk pada kemasan. (Iriani Endang dan Sumartini, 1995; Sumartini dan Sri Hardiningsih, 1995).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
90 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gambar 8. Gejala Busuk pelepah
Penyakit Gosong Bengkak (Corn smut/boil smut) Daerah sebaran : Tersebar diseluruh dunia Tanaman inangnya : Penyebabnya : Cendawan Ustilago maydis (DC)
Cda, Ustilago zeae (Schw) Ung, Uredo zeae Schw, Uredo maydis DC.
Gejala Serangan
Masuknya cendawan ini ke dalam biji pada tongkol sehingga terjadi pembengkakan dan mengeluarkan kelenjar (gall), pembengkakan ini menyebabkan pembungkus rusak dan spora tersebar (Shurtleff, 1980; Sumartini, dkk., 1995; Wakman, dkk., 2007; Wakman, 2013).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 91
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi : (1) mengatur kelembaban; (2) memotong bagian tanaman dan dibakar; (3) benih yang akan ditanam dicampur fungisida
Gambar 9. Gejala penyakit gosong Ustilago
Penyakit Busuk Tongkol dan Busuk Biji Daerah sebaran : Tersebar diseluruh dunia Tanaman inangnya : jagung, sorgum, gandum, oats,
barley, kapas, kedelai, dll. Penyebabnya : Beberapa penyebab busuk
batang/tongkol pada jagung yaitu : 1) Fusarium spp, Colletotrichum sp, Diplodia sp, Macrophomina sp, 2) Pythium sp, Cephalosporium sp dan bakteri Erwinia sp (Shurtleff, 1980; Wakman, 2002).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
92 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gejala Serangan
1) Pangkal batang busuk sehingga bagian atas layu dan mengering,
2) Tongkol yang terserang menjadi busuk sebagian atau seluruhnya.
Pengendalian
Komponen pengendalian untuk PHT : 1) Varietas tahan, benih sehat, 2) Pergiliran tanaman, 3) Pemupukan berimbang, 4) Drainase yang baik di musim hujan, 5) Populasi tanaman jangan rapat, 6) Hindari penanaman pada musim hujan, 7) Biopestisida, 8) Fungisida efektif (Shurtleff, 1980, Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Sudjono, 1988).
Penyakit Biji
Daerah sebaran : Tersebar luas diseluruh dunia Tanaman inangnya : Jagung, sorgum, gandum, jewawut
dan biji rumput-rumputan lain. Penyebabnya : Cendawan Aspergillus spp.,
Fusarium spp., Diplodia spp., Helminthosporium, Bothryos-phaeria sp., Cladosporium sp., Rhizoctonia sp., Rhizopus sp., Colletotrichum sp., Trichoderma sp.
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 93
Gejala Serangan
Dapat diketahui setelah membuka pembungkus tongkol, biji-biji jagung berwarna merah jambu atau merah kecoklatan kemudian berubah menjadi warna coklat sawo matang. Biji busuk berwarna hitam, coklat hijau, kuning, putih, abu-abu, dll. tergantung patogennya (Shurtleff, 1980; Sumartini, 1995; Wakman, 2013).
Pengendalian
Komponen pengendalian terpadu meliputi 1) Varietas tahan, 2) Panen tepat waktu, 3) Pengeringan yang baik, kelembaban rendah, suhu
4-10°C, 4) Aplikasi asam organik : propionic, isobutyric, acetic
dan campurannya dengan ammonium isobutyrate, 5) Penyimpanan biji yang baik, kadar air dibawah 15%
(Shurtleff, 1980; Sudjono, 1988).
Gambar 10. Gejala penyakit busuk tongkol dan biji
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
94 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Penyakit Virus Mozaik
Daerah sebaran : Tersebar diseluruh dunia : Afrika, Amerika, Asia, dan Australia. Di Indonesia di laporkan ada di Jawa dan Sulawesi.
Tanaman inangnya : Jagung, sorgun, dan banyak jeni rumputan lain.
Penyebabnya : 1) Virus mosaik tebu, 2) Virus mosaik kerdil jagung, 3) Virus mosaik ketimun
Gejala Serangan
Mozaik pada daun, adanya perubahan warna daun yang menjadi hijau muda di antara hijau tua normal. Serangannya sistimik (Shurtleff, 1980; Saleh, dkk., 1989; Wakman, dkk., 2007; Yasin, dkk., 2011).
Pengendalian
Komponen pengendalian PHT meliputi 1) Varietas tahan, 2) Aplikasi insektisida untuk serangga vektor dengan
monokrotofos, tamaron, atau thiodan, 3) Pergiliran tanaman, 4) Sanitasi gulma inang 5) Tidak penggunakan benih yang berasal dari
tanaman yang terinfeksi virus (Saleh et al., 1993; Semangun, 1993; Sumartini dan Hardaningsih, 1995; Wakman et al., 2001).
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 95
PENUTUP
Dalam budidaya jagung salah satu kendala yang dapat menyebabkan penurunan hasil adalah serangan hama dan penyakit. Kehilangan hasil dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh serangan hama dan penyakit yaitu tingkat serangan yang mencapai >20 hingga 100% atau puso. Beberapa hama utama yang perlu diperhatikan pada tanaman jagung adalah ulat daun, penggerek batang, penggerek tongkol, hama gudang. Sedang penyakit uatama tanaman jagung yang perlu diperhatikan yaitu penyakit yang disebabkan oleh cendawan seperti downey mildew, busuk pelepah, hawar daun, busuk tongkol serta akibat serangan virus.
Klorotik kerdil
Mosaik virus
Virus gores tebu
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
96 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Jika pengendalian hama penyakit dengan menggunakan pestisida alami belum mengatasi dapat dipergunakan pestisida kimia yang dianjurkan. Agar penyemprotan pestisida kimia lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan tambahkan Perekat Perata dengan dosis + 5 ml (1/2 tutup)/tangki.
DAFTAR PUSTAKA
Amran Muis, 2007. Pengelolaan Penyakit busuk pelepah (Rhizoctonia solani Kuhn.) pada tanaman jagung Jurnal Litbang Pertanian, 26(3), Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Bejo dan Sri Wahyuni, 1995. Hama-hama penting tanaman jagung dan pengendaliannya, p. 1-18. Dalam: Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monograf Balittan Malang, No. 13. Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Balittan Malang
Iriani, E. and Sumartini. 1995. Control of corn sheath blight (Rhizoctonia solani) by cultural practices. Prosiding Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia Yogyakarta.
M. Yasin Said, Soenartiningsih, A. Tanrirawe, A.M. Adnan, Wasmo Wakman, A. Haris Talanca dan Syafruddin. 2011. Petunjuk Lapang Hama-Penyakit-Hara pada jagung. Balitsereal Maros.
Novik, K., 2013. Hama Penyakit Tanaman Jagung. http/www.tanibojonegoro.com/2013/03/hama/ penyakit-jagung-html
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung:
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 97
Saleh, N., Y. Baliadi dan A.A. Cook. 1989. Identifikasi virus mosaik kerdil jagung pada tanaman jagung di Indonesia. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor:
Saleh, K.M. 1993. The use of resistant varieties and insecticide applications in controlling insect pests and the effects of resistant varieties on parasitoid development. Proceeding of the Symposium on Integrated Pest Management Control Component. Biotrop Special Publication No.50:157-165.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases. 2nd edition. The American Phytopathological Society.
Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sumartini dan Sri Hardaningsih. 1995. Penyakit jagung dan pengendaliannya. Dalam: Pengenalan Hama dan Penyakit Tanaman Jagung serta Pengendaliannya. Monograf Balittan Malang, No. 13. Badan Litbang Pertanian. Puslitbang Tanaman Pangan. Balittan Malang
Sudjono, M.S. 1988. Penyakit Jagung dan Pengendaliannya. Dalam Subandi, M. Syam, dan A. Widjono. 1988. Jagung. Puslitbangtan Bogor.
Oka, I.N. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di Indonesia. Gadjah Mada University Press..
Ortega, C.A. 1987. Insect pests of maize. A Guide for Field Identification. CIMMYT Mexico. http://www. peipfi-komdasulsel.org/jurnal-perlindungan/ teknologi-pengendalian-hama-penyakit-jagung-di-lapangan-dan-gudang.htm#sthash.LPYWioyI.dpuf
Hama dan Penyakit Utama Pada Jagung
98 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Painter, R.H. 1951. Insect Resistan in Crop Plants. The Mac Millan Company. New York. Pp.520.
Tandiabang, Y. 2000. Pengelolaan hama utama tanaman jagung. Prosiding Aplikasi Paket Teknologi pertanian Sulawesi Tengah. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta : 16 hal.
Wakman, W. 2000. Downy mildew disease of maize in Indonesia : Problem, Research, and solving. Paper presented at the International Congress and Symposium on Southeast Asian Agricultural Sciences (IC-SAAS). Bogor Agricultural University. 6-8 November 2000. 9 pages
Wakman, W., M.S. Kontong, A. Muis, D.M. Persley, and D.S. Teakle. 2001. Mosaic disease of maize caused by sugarcane mosaic potyvirus in Sulawesi. Indonesian Journal of Agricultural Science. 2(2):56-59.
Wakman, W. 2002. Penyakit utama tanaman jagung di Indonesia. Makalah disajikan pada Seminar Expose Palawija di BPTP Lampung 16-18 Oktober 2002
Wakman, W. dan H.A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung. Makalah disajikan pada Seminar PFI di Purwokerto 7 September 2002.
Wakman, W. dan Burhanudin, 2007. Pengelolaan Penyakit Pra Panen Jagung. Teknik dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian, Bogor.
Wakman, W., 2013. Teknologi Pengendalian Hama Penyakit Jagung. http/www.peipti.komdasuksel .org/jurnal perlindungan/teknologi-hama-penyakit-jagung-di-lapangan-dan-gudang-html
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 99
PASCA PANEN DAN PENGOLAHAN JAGUNG
Agus Sutanto dan Dwi Nugraheni
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays) merupakan komoditi strategis
tanaman palawija. Penggunaannya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan substitusi beras. Selain itu jagung juga
dapat dimanfaatkan untuk bahan pangan, pakan ternak
dan bahan industri. Kebutuhan jagung pada dasa warsa
terakhir ini terus meningkat, karena berkembangnya
agribisnis ternak dan bahan baku industri. Pada tahun
1991, kebutuhan jagung nasional sebesar 6.55 juta ton.
Pada tahun 1995 dan 2000 meningkat tajam
kebutuhannya mencapai 9.14 juta ton (1995) dan 10.91
juta ton (2000).
Dari tingginya kebutuhan jagung tersebut, sebagian
besar digunakan sebagai bahan baku industri sebesar 60
% (Saenong, dkk., 2002). Sedangkan sebagai bahan
baku industri ini sebagian besar digunakan untuk
mencukupi industri pakan ternak sebesar 57 %.
Tingginya kebutuhan jagung untuk pakan ternak, bisa
dilihat dari laju perkembangan usaha ternak ayam
pedaging mencapai 13 % per tahun dan ayam petelur
mencapai 5.5 % per tahun. Sehingga dalam periode
yang sama, tahun 1982 – 2001, terjadi peningkatan
permintaan jagung dengan laju 8 % per tahun.
Sebagai bahan pangan, jagung mempunyai
kandungan pati yang cukup tinggi sebesar 60 – 61.5 %.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
100 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Nilai gizi jagung hampir sama dengan beras. Pada
jagung mempunyai kandungan karbohidrat 70 %, lebih
rendah dari pada beras yang kandungannya mencapai
77.5 – 80 %. Namun nilai gizinya lebih tinggi pada
jagung, karena kandungan protein dan lemak jagung
lebih tinggi dari pada beras (Tabel 1).
Tabel 1. Kandungan gizi pada jagung dan beras (tiap 100 gram bahan)
No Unsur Jagung Beras
1 Protein (gr) 10 6 – 7 2 Lemak (gr) 4.5 0.4 – 1.9 3 Karbohidrat (gr) 70 77.5 – 80 4 Air (gr) 10 12 5 Serat (gr) 2 0.3 – 0.9 6 Abu (gr) 2 0.5 – 1.2
Sumber : Grubben, dkk., 1996.
Jagung mempunyai potensi produksi yang besar
dan prospek penggunaannya juga baik sebagai bahan
makanan dan pakan. Dalam kegiatan pemasarannya
masih dijumpai beberapa kendala, yaitu ketersediaan
produk sepanjang tahun dan mutu yang memenuhi
syarat. Oleh karena itu penanganan pasca panen
menjadi penting artinya agar jagung tidak menjadi rusak
dan hilang.
Produk jagung merupakan produk musiman dan
sifatnya mudah rusak. Oleh karena itu untuk menjamin
ketersediaan akan kebutuhan jagung yang bermutu, perlu
penanganan pasca panen jagung yang lebih baik. Pasca
panen jagung meliputi saat pemanenan sampai dengan
penyimpanan dan pengolahan hasilnya. Sehingga
pengembangan jagung lebih terarah dengan baik.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 101
PASCA PANEN JAGUNG
Pemanenan
Jagung varietas lokal ditanam petani, karena
akan digunakan sebagai bahan makanan pokok
maupun pengganti beras. Sedangkan petani yang
menanam jagung hibrida, biasanya untuk dijual ke
pasar. Jagung yang dijual biasanya dalam bentuk
pipilan kering. Dari hasil pengamatan di lapangan
sangat jarang ditemukan petani yang menjual jagung
dalam keadaan panen muda atau dijual jagung muda.
Biasanya petani memanen jagung pada umur 100 hari
setelah tanam (HST).
Cara memanen jagung melalui beberapa
tahapan. Tahap pertama jagung dipangkas pada
ujung tanaman di atas tongkol. Keadaan ini dibiarkan
selama + 10 hari. Hal ini dimaksudkan agar kadar
air dan tingkat kematangan jagung lebih sempurna.
Dari beberapa diskripsi varietas jagung
ditunjukkan bahwa umur panen jagung sangat
bervariasi antara 80 – 120 HST. Namun kebiasaan
petani memperlakukan cara panen untuk semua
varietas jagung dengan memangkas ujung tanaman
jagung pada umur 100 HST. Pada keadaan dipangkas
ini dibiarkan selama 10 hari, sehingga kematangan
jagung lebih dipercepat dan meratakan tingkat
kematangan jagung. Selain itu juga dimanfaatkan
untuk melakukan pengeringan jagung atau
mengurangi kadar air jagung saat panen. Apabila
jenis jagung adalah komposit, maka cara panen ini
dianjurkan untuk diambil bibitnya, maka
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
102 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
pengeringannya sampai kelobot jagung tampak kering
benar.
Pemanenan merupakan tahap awal yang sangat
penting dari seluruh rangkaian kegiatan penanganan
pasca panen jagung, karena tidak hanya berpengaruh
terhadap kuantitas hasil panen melainkan juga
berpengaruh pada kualitasnya. Cara panen yang
kebanyakan dilakukan oleh petani adalah tongkol
dipuntir sehingga lepas dari batangnya. Sedangkan
cara yang lain dengan pemangkasan bagian atas
tanaman atau pucuk batang kemudian jagung dikupas
dan dibiarkan dipertanaman supaya menjadi lebih
kering dan pada saat pemetikan akan memudahkan
pemanenan. Pemotongan biasanya dilakukan dengan
sabit dan sebagian kecil memanen dengan cara
membuka klobotnya.
Tingkat kehilangan atau penyusutan hasil diukur
dari kuantitas dan kaulitasnya. Kehilangan kuantitas
hasil produk jagung dapat dikatakan relatif tidak ada.
Biasanya petani memetik jagung, kemudian
mengumpulkan dalam wadah karung plastik atau
bagor untuk memudahkan pengangkutan dari lahan
usahatani sampai ke rumah. Alat transportasi yang
digunakan bisa dilakukan dengan dipikul, sepeda,
atau kendaraan bermotor.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 103
Pengeringan
Proses pengeringan hasil pertanian bertujuan
untuk penguapan sebagian air dari bahan sampai
kadar air yang aman untuk disimpan, atau serendah –
rendahnya mencapai kadar air keseimbangannya
(Henderson dan Perry, 1976). Ada beberapa
keuntungan melakukan pengeringan adalah
mencegah kerusakan dan meningkatkan daya simpan,
mempertahankan viabilitas benih, menambah nilai
ekonominya, memudahkan tindakan pengolahan lebih
lanjut, serta memudahkan dan mengurangi biaya
transportasi.
Pengeringan juga dapat menurunkan kadar air
sehingga dapat menghindari kontaminasi
Aspergilus flavus. Dari hasil penelitian disebutkan
bahwa pada saat panen biasanya jagung sudah
terkontaminasi jamur tersebut antara 0 – 14 ppb.
Dan apabila hal ini mengalami penundaan
pengeringan selama 2 hari, dapat menyebabkan
peningkatan kontaminasi sampai 5 – 7 kali. Untuk
mengatasi hal tersebut maka jagung perlu segera
dikeringkan setelah panen hingga kadar air biji
mencapai 14 – 15 %.
Petani di Jawa Tengah umumnya
mengeringkan jagung dengan cara menjemur tongkol
langsung di tanah atau menggunakan alar berupa
tikar dan sejenisnya. Untuk mempercepat laju
pengeringan, penjemuran sebaiknya menggunakan
alas plastik kedap air. Pengeringan jagung dengan
cara mengasapi tongkol berkelobot yang berjarak 100
cm dari sumber asap dapat menurunkan kadar air biji
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
104 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
dari 29 % menjadi 14 % selama 7 hari. Sebagai
sumber panas dalam pengasapan digunakan sekam
sebanyak 60 kg/hari. Dengan cara ini dihasilkan biji
atau benih dengan daya tumbuh tinggi (92.9 %).
40
3
30 1
2
20
10
0
10 20 30 40 50 60 7 0 80 90
Gambar 1. Hubungan antara lama penjemuran dengan
persentase kadar air dan butir retak
(Sumber : Thahir et.al., 1989)
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara
tongkol berklobot, tanpa klobot, dan dalam bentuk
pipilan. Pengeringan berklobot dapat mengurangi
keretakan jagung. Menurut Thahir et.al., (1989),
dari ketiga cara tersebut pengeringan tongkol
Ket. : __ kadar air
- - - butir retak 1 = tanpaklobot 2 = jagung pipilan 3 = jagung klobot
3
1
2
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 105
berklobot dapat mengurangi keretakan jagung.
Hal ini dapat digambarkan pada gambar laju
pengeringan dan keretakan yang timbul pada
pengeringan (Gb.1).
Gambar 2. Para-para tempat pengeringan dan
penyimpanan
Pada daerah dataran tinggi biasanya
berhawa sejuk, sehingga untuk pengeringan atau
pemanasan dengan sinar matahari menjadi sangat
terbatas dan memerlukan waktu yang lebih lama
dibandingkan di dataran rendah. Hal ini sistem
pengeringan dengan para – para di atas perapian
dapur merupakan teknologi tepat guna yang paling
murah dan mudah. Pengeringan ini tidak
terpengaruh dengan kondisi iklim dan udara
pegunungan. Pengeringannya lebih murah,
karena dilakukan saat petani melakukan kegiatan
di dapur. Pengeringan ini sekaligus juga sebagai
tempat penyimpanannya.
Pengeringan tipe rak juga dapat
dikembangkan sebagai alat pengering jagung.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
106 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Kerangka alat pengering jagung terdiri dari tiga
rak (atas, tengah, dan bawah) ini terbuat dari
bambu. Ruang pengeringan (plenum) berdinding
triplek, tungku pembakaran terbuat dari drum dan
pipa besi dipasang memanjang melalui titik tengah
drum ke ruang plenum.
Cerobong pembuangan
Rak 1
Rak 2 pipa besi
Rak 3
Plenum
Gambar 3. Alat pengering jagung tiga rak
Kapasitas alat pengering tipe rak ini sekitar
240 kg jagung tongkol atau 80 kg untuk masing -
masing rak. Sebagai sumber pemanas dapat
Drum bekas
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 107
digunakan sekam (2.5 kg/jam) atau tongkol
jagung (2 kg/jam), masing – masing mampu
menghasilkan suhu plenum sebesar 410C.
Pengeringan pada tingkat suhu ini dapat
menurunkan kadar air biji jagung dari 35 %
menjadi 17 % selama 64 jam (8 hari)
pengeringan. Mutu biji jagung yang dikeringkan
dengan alat ini cukup tinggi dengan daya
berkecambah 96 % (Tastra, 2001).
Untuk menghindari terserangnya hama dan
penyakit dalam penyimpanan, sebaiknya dilakukan
sortasi dan grading. Dari hasil pengamatan
dilapangan, dikatakan bahwa 100 % petani tidak
pernah dan tidak tahu melakukan sortasi dan
grading jagung tongkol berkelobot sebelum
melakukan pengeringan dan penyimpanan jagung.
Sortasi dimaksudkan untuk memisahkan antara
jagung kelobot terbuka dengan jagung kelobot
tertutup dan jagung yang mengandung
hama/rusak dengan jagung sehat/baik.
Sedangkan grading adalah memisahkan dan
memilah jagung dalam kelas besar dan kecilnya.
Kegunaan sortasi dan grading dilakukan
sebelum penyimpanan sangat besar sekali,
terutama untuk memisahkan jagung sehat dan
jagung yang terserang hama. Jagung yang mudah
terserang adalah jagung yang mempunyai kelobot
terbuka di ujungnya. Jagung dengan kelobot
terbuka harus dipisahkan dengan kelobot tertutup,
dan diantara kelobot tertutup dipisahkan lagi
berdasarkan serangan hamanya dari yang sehat /
tidak terserang hama. Ciri jagung terserang hama
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
108 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
bisa dilihat dari ujung kelobot atau kelobot yang
ada noda serangan hama.
Jagung yang sudah disortasi dan digrading
dapat dinaikkan ke atas para – para untuk
disimpan. Sedangkan jagung yang berkelobot
terbuka atau jagung terserang hama, harus segera
diproses pengeringan, pemipilan dan proses
lanjutannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi
resiko kerusakan hasil yang lebih besar.
Pemipilan
Alat pasca panen yang paling pertama
digunakan adalah alat pemipil jagung. Pemipilan
jagung sebaiknya dilakukan pada keadaan kering
pipil atau pada kadar air mencapai 14 – 15 %.
Pemipilan jagung pada keadaan basah akan
menyebabkan pelukaan jagung karena masih
dalam kondisi lunak. Apalagi bila pemipilan
jagung dilakukan dengan alat atau mesin (alsin)
pemipil, maka kondisi kering pipil menjadi
persyaratan utama. Hal ini karena alat atau mesin
pemipil jagung biasanya menggunakan sistem
pukulan dan gesekan. Jagung yang masih basah
kondisinya sangat lunak, sehingga mudah rusak
bila kena pukulan dan gesekan.
Ada beberapa tipe/jenis alat yang dapat
dipergunakan untuk memipil jagung tongkol,
antara lain mesin pemipil, pemipil pedal, pemipil
tangan dan pemipil tradisional (seperti parutan).
Masing – masing alat menghasilkan kapasitas dan
mutu yang tidak sama. Dalam tabel di atas
ditunjukan bahwa pemipil jagung “Pedal sheller”
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 109
mempunyai kapasitas lebih besar dibanding
dengan pemipil tangan ( Hand sheller).
Tabel 2. Hubungan antara alat pemipil, kadar air dan
kerusakan jagung.
Alat Pemipil Kadar Air (%)
Kapasitas (kg/jam/org)
Biji pecah (%)
Kotoran (%)
Hand Sheller
yang dimodifikasi
Pedal sheller
21
16 11
21 16 11
12.5
13.0 15.4
14.1 18.9 25.0
9.5
5.2 3.1
6.8 4.3 2.3
0.3
0.3 0.1
0.4 0.3 0.3
Sumber : Lubis, 1981
Alsin pemipil jagung tipe engkol (hand sheller)
banyak dijual di pasar bebas, merupakan produk
pabrikan yang sudah baku dan mudah ditemukan
di toko alat / mesin pertanian (lihat gambar 1).
Sedangkan tipe pedal (Pedal sheller) adalah alat
pemipil jagung hasil pengembangan prototype PJ –
1 dari Balitkabi. Dalam pembuatannya, tipe pedal
mengalami modifikasi dari bengkel pembuatnya,
yaitu adanya tempat duduk dan roda untuk
memindahkan alat (gambar 4)
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
110 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gambar 4. Hand sheller dan Pedal Sheller sudah
banyak dijual di pasar
Dari ketiga cara pemipilan tersebut diperoleh
keragaan performans (unjuk kerja) masing –
masing alat dilihat dari aspek teknis kapasitas alat,
efisiensi dan daya tumbuhnya, sebagaimana dapat
dilihat pada table 2. Kapasitas efektif alat pemipil
tipe engkol lebih kecil dibandingkan dengan tipe
pedal, namun masih lebih besar dibanding dengan
cara tradisional. Alat pemipil tipe engkol
bentuknya lebih kecil, mempunyai lubang ‘intake’
jagung yang bisa diatur. Lubang ‘intake’ gunanya
untuk memasukkan jagung yang akan dipipil.
Lubang ini bisa diatur besar dan kecilnya sesuai
diameter tongkol jagung yang dimasukkan. Bila
tongkol jagung besar, maka ‘intake’ harus besar
pula, karena bila ‘intake’ kecil menyebabkan
tongkol tidak masuk dan tidak dipipil. Pada
keadaan sebaliknya, jagung kecil dimasukkan pada
‘intake’ yang besar, jagung tidak terpipil atau
terpipil sedikit, karena tidak ada gesekan pada
baris jagung dengan baik.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 111
Tabel 3. Keragaan rata – rata hasil pipilan jagung
dari 3 jenis alat pipil jagung (pedal, engkol
dan tradisional) di Getas, tahun 2004.
No Alat pipil K.e (kg/jam)
E.p ( % )
K.p. ( % )
D.t. ( % )
1 Pedal (Pedal sheller)
165.0 a 98.7 a 1.3 a 63.3 b
2 Engkol (Hand
sheller)
47.3 b 94.7 b 1.5 a 61.3 b
3 Tradisional 20.2 c 100.0a 1.1 a 67.3 a
Coefficience of var. ( % )
29.16 1.62 29.15 12.09
Sumber : Sutanto, dkk., 2005
Keterangan :
K.e. = kapasitas efektif alat pemipil jagung
( kg/jam )
E.p. = efisiensi pemipilan jagung ( % )
K.p. = kerusakan hasil pipilan jagung ( % )
D.t. = daya tumbuh hasil pipilan jagung ( % )
Angka sekolom yang diikuti dengan huruf yang sama
tidak berbeda nyata pada uji BNT, = 5 %.
Bentuk tongkol setelah dipipil biasanya tidak
utuh lagi kecuali dengan cara tradisional masih utuh 99
%. Bentuk tongkol setelah pemipilan dengan alat
pemipil pedal rata – rata terbelah menjadi 4 bagian
atau lebih, bahkan hasil pipilan jagung tercampur
dengan pecahan tongkol yang berukuran kecil. Hal ini
bisa dilihat dari hasil pipilan yang tidak bersih dari
kotoran tongkol. Sedangkan bentuk tongkol setelah
dipipil dengan alat pipil engkol biasanya masih utuh
atau pecah menjadi dua bagian sebanyak 40 %.
Gambaran lengkap bentuk tongkol setelah dan hasil
pipilan dapat dilihat pada gambar berikut.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
112 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gambar 5. Bentuk tongkol dan hasil pipilan jagung
setelah dilakukan pemipilan
Hasil jagung pipil dengan alat pipil pedal
memang tidak bisa bersih atau tercampur dengan
pecahan tongkol. Hal ini adalah kelemahan alat
pipil pedal, karena tidak dilengkapi dengan blower
untuk membersihkan campuran/ kotorannya.
Untuk membersihkan hasil pipilannya, harus
dibersihkan dengan ditampi/ diayak lagi, sehingga
menjadi bersih.
Prototipe alat pemipil pedal dibuat tidak
menggunakan blower atau ayakan pembersih,
karena penambahan bagian blower memerlukan
tambahan tenaga penggerak. Sedangkan
penggerak pedal adalah dengan tenaga manusia.
Tenaga manusia ini sangat terbatas, sehingga
untuk rancangan alat pipil pedal ini tidak
dilengkapi dengan blower. Kalaupun alat pemipil
ini ditambahkan blower, maka penggeraknya yang
paling sesuai adalah dengan mesin/ motor diesel.
Efisiensi pemipilan menunjukkan prosentase
jagung yang tidak terpipil terhadap jagung terpipil.
Dengan efisiensi tinggi berarti menunjukan bahwa
sebagian besar jagung dapat terpipil dengan
sempurna. Menurut laporan disebutkan bahwa
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 113
pemipilan dengan tipe pedal mempunyai efisiensi
lebih besar dibanding dengan tipe engkol, masing
– masing adalah 98.7 % dan 94.7 %.
Kerusakan hasil pemipilan adalah untuk
melihat hasil pipilan yang rusak yang diakibatkan
oleh alat pemipilnya. Prinsip kerja suatu
rancangan alat pemipil adalah gesekan dan
pukulan, sehingga perlu diukur tingkat atau
persentase kerusakan hasilnya. Dari hasil
pengamatan dilaporkan bahwa persentase
kerusakan hasil pipilan tertinggi sampai terkecil
berturut – turut adalah cara pipil engkol (1.5 %),
alat pipil tipe pedal (1.3 %) dan cara tradisional
(1.1 %).
Kerusakan hasil pipilan dapat dilihat secara
fisik dari keretakan, pelukaan butir jagung atau
butir pecah. Kerusakan butir jagung sangat
penting sebagai salah satu faktor untuk melihat
kualitas jagung dalam perdagangan/ pasar.
Semakin banyak butir pecah/ rusak, semakin
menurun pula kualitasnya dan menyebabkan
harga semakin murah. Kerusakan butir jagung
juga menyebabkan penyimpanan menjadi lebih
sulit, karena butir yang pecah atau retak mudah
terkontaminasi hama/ penyakit.
Kerusakan butir jagung juga dapat
menyebabkan daya tumbuhnya menjadi rendah.
Dari hasil pipilan dengan dengan persentase
kerusakan hampir sama, setelah diuji daya
tumbuhnya menunjukkan bahwa perlakuan
pemipilan jagung cara tradisional mempunyai
persentase daya tumbuh tertinggi ( 67.3 % ).
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
114 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Kemudian disusul masing – masing alat pipil tipe
pedal mempunyai daya tumbuh 63.3 % dan tipe
engkol mempunyai daya tumbuh 61.3 %.
Terhadap cara tradisional (kontrol) mempunyai
daya tumbuh tertinggi (67.3 %) dan berbeda
nyata dibanding dengan kedua alat pemipil yang
diperkenalkan. Sedangkan untuk penggunaan alat
pemipil jagung tidak mempunyai beda nyata pada
efek daya tumbuh hasil pipilannya.
Biasanya untuk memperoleh benih jagung
hanya memerlukan jumlah yang sedikit saja.
Untuk itu pemipilan jagung dengan tujuan sebagai
bibit jagung disarankan untuk dipipil dengan cara
tradisional. Namun apabila pemipilan jagung
untuk memperoleh benih yang baik dan jumlah
banyak atau untuk tujuan komersial, maka
penggunaan alat pemipil sangat diperlukan untuk
digunakan. Alat pemipil yang digunakan bisa alat
pemipil tipe pedal maupun tipe engkol, karena
hasilnya tidak menunjukkan perbedaan yang
nyata. Apabila petani ingin mencukupi kebutuhan
benihnya sendiri, maka lebih baik dilakukan
pemipilan dengan cara tradisional. Hal ini selain
dapat memilih langsung bagian biji yang baik, juga
dapat menseleksi biji yang baik dan hasil
kerusakan biji paling sedikit.
Dengan semakin berkembangnya ilmu dan
teknologi, maka upaya untuk memperpanjang
daya simpan telah dilakukan beberapa pengujian.
Salah satu cara penyimpanan yang telah dikaji
oleh BPTP Jawa Tengah adalah penyimpanan
jagung pipilan dengan plastic “hermetic system”.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 115
Cara penyimpanan dengan plastik hermetic system
dikembangkan oleh IRRI pada beberapa negara di
Asia. Penyimpanan ini terutama untuk hasil dari
jenis biji – bijian, antara lain : gabah, beras,
jagung, kedele, kacang tanah, dan kopi. Selain
mudah penggunaannya dan praktis, alat ini dapat
digunakan berulang – ulang dan memerlukan
relatif sedikit ruangan dibandingkan dengan cara
tradisional di atas. Bahan untuk penyimpanan
terbuat dari plastik dengan desain khusus untuk
menyimpan hasil pertanian, oleh karena itu cara
mendapatkannya harus diperoleh dari pabrikan.
Gambar 6. Cara penggunaan hermetic system
Penyimpanan sistem hermetic menggunakan
plastik yang kedap udara luar, sehingga dapat
mempertahankan ketahanan/ keutuhan biji -
bijian. Pada keadaan tersimpan, oksigen di dalam
sistem hermetic akan turun hingga mencapai 3 %
dan gas karbon dioksida meningkat hingga tidak
memungkinkan lagi terjadi pernapasan aerob di
dalamnya. Pada kondisi ini kehidupan serangga
dan jamur menjadi tidak bisa hidup atau
berkembang biak. Sebaliknya pada penyimpanan
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
116 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
jagung hanya dengan karung bagor tanpa dilapisi
sistem hermetic, keadaan tersebut menyebabkan
terjadinya respirasi yang leluasa dari biji – bijian
sendiri maupun serangga dan jamur yang ada
pada jagung tersebut. Hal ini telah ditunjukkan
pada hasil daya tumbuh jagung hasil penyimpanan
selama 3 bulan di atas (tabel 4).
Tabel 4. Daya tumbuh jagung terhadap cara
penyimpanannya
No U R A I A N Daya tumbuh
jagung (%)
1 Sebelum disimpan 88.0
2 Disimpan dengan
hermetic system
78.4
3 Disimpan tanpa
hermetic system
71.4
Sumber : Sutanto, dkk., 2005
PENGOLAHAN JAGUNG
Penganekaragaman jenis olahan jagung untuk
bahan pangan perlu dicarikan pembuatan menu – menu
yang sesuai dengan bahan dan sasarannya. Sesuai
dengan bahan dimaksudkan bahwa bahan utama jagung
memerlukan bahan pencampur yang seimbang dengan
bahan – bahan lain sehingga kandungan nilai nutrisi
memenuhi standar optimal untuk dikonsumsi.
Sedangakan sesuai dengan sasaran dimaksudkan pada
jenis olahan disesuaikan dengan selera sasaran
konsumen pada umumnya.
Suatu produk dari bahan dasar jagung sudah
banyak dibuat diantaranya : marning, nasi jagung, dll.
Selain itu juga dibuat menjadi kerupuk jagung yang telah
diuji coba di Kabupaten Temanggung sejak tahun 2005.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 117
Tahapan proses pembuatan kerupuk jagung adalah
sebagaimana pada diagram berikut :
Gambar 7. Diagram pengolahan kerupuk jagung
Digiling tipis
Kerupuk mentah
Dipotong kecil dan dijemur
Dikukus
Tepung jagung
+ Air, bumbu
Digoreng
Dijual
Nasi jagung
Dikemas
Kerupuk matang
+ Bumbu dan aroma
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
118 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Gambar 8. Kerupuk jagung andalan produk olahan dari bahan jagung
Produk lain dari bahan jagung adalah kue semprit
maizena. Kue ini menggunakan bahan dari tepung
maizena yang banyak dijual di pasaran. Tepung maizena
dapat sebagai bahan utama maupun sebagai bahan
substitusi, karena resep aslinya adalah menggunakan
tepung terigu. Kue semprit maizena biasa disebut
sebagai kue semprit karena dibuat dengan cara ditekan
atau disemprotkan. Umumnya kue kering semprit dibuat
dengan creaming methode, maksudnya adalah mentega /
margarin dikocok bersama gula.
Menyemprit adonan bisa dilakukan dengan
berbagai cara. Cara yang paling sederhana menyemprit
adonan adalah adonan dimasukkan dalam kantong plastik
segitiga, kemudian kita siapkan spuit untuk membentuk
kue. Alat spuit lain yang lebih praktis berupa tabung
alumunium, dari bahan stainless atau plastik. Bagian
atas untuk meletakkan alat penekan dan bagian bawah
untuk meletakkan cetakan. Untuk menghasilkan kue
kering yang cukup banyak ragamnya, kita bisa
melakukan pada permainan bahan perasa, seperti coklat,
moka atau berbagai macam aroma yang lain.
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 119
Gambar 9. Aneka olahan kue kering berbahan tepung jagung
Bahan utama dalam pembuatan kue semprit ini
adalah tepung, bisa dari tepung terigu, tepung tapioka,
tepung maizena, tepung beras, ataupun tepung ketan.
Tepung – tepung ini bisa saling menggantikan atau
dikombinasikan, tergantung dari rasa kue yang
diinginkan. Cara – cara atau resep pembuatan kue
semprit adalah sebagai berikut :
Bahan :
Mentega / margarin 150 gr
Gula halus 200 gr
Telur 2 butir
Tepung maizena 250 gr
Tepung terigu 250 gr
Soda kue ½ sdt
Kayu manis bubuk ½ sdt
Cara membuat :
- Kocok gula dan mentega sampai halus, masukkan
telur dan kocok sampai tercampur rata
- Masukkan campuran tepung dan aduk dengan
garpu atau sendok kayu sampai rata benar
- Semprotkan pada loyang yang telah diolesi
dengan mentega
- Panggang atau oven dengan api yang sedang
sampai matang
Pasca Panen dan Pengolahan Jagung
120 Jagung: Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
DAFTAR PUSTAKA
Grubben, G.J.H., and Soetjipto P. (Editors), 1996.
Plant Resources of South – East Asia. Cereals.
Prosea. Bogor.
Henderson, S.M. and R.L. Perry, 1976. Agriculture
proces engineering. The AVI Publ. Co.,
Connecticut.
Lubis, S., 1981. Pengaruh alat Pemipil dan Tingkat
Kadar Air Jagung terhadap Kerusakan. Laporan
kemajuan Penelitian Teknologi Lepas Panen. No.
Saenong, S., Firdaus K., Wasmo K., Imam U.F., dan
Akil, 2002. Inovasi Teknologi Jagung. Menjawab
Tantangan Ketahanan Pangan Nasional.
Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Sutanto, A., Djoko P., Kendriyanto, Hendro K., 2005.
Kajian pasca panen dan pengolahan produk jagung
putih untuk bahan pangan. Laporan Kegiatan.
BPTP Jawa Tengah. 2005.
Tastra, I.K., 2001. Peranan Alsintan dalam Mendukung
Program Intensifikasi Padi, jagung, dan kedele di
Jawa Timur. Buletin Palawija. Jurnal Tinjauan
Ilmiah Penelitian Tanaman Palawija No. 2, tahun
2001, Balitkabi. Malang.
Thahir, R., Sudaryono, Sumardi dan Soeharmadi,
1989. Teknologi Pasca Panen Jagung. Risalah
Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahunh
1989. Badan Litbang, Jakarta
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 121
MANAJEMEN USAHATANI JAGUNG
Teguh Prasetyo dan Cahyati Setiani
PENDAHULUAN
Keputusan petani dalam melakukan usahatani
tergantung dari faktor – faktor produksi yang dikuasai.
Faktor-faktor produksi tersebut digunakan sebagai
masukan atau korbanan dalam suatu proses produksi
untuk memperoleh hasil. Dengan kata lain bahwa faktor
produksi adalah input yang digunakan untuk suatu proses
produksi usahatani (Sri Widodo, 2008). Faktor-faktor
produksi dalam usahatani adalah lahan, iklim, modal,
tenaga kerja, dan manajemen. Faktor tenaga kerja dan
modal berasal dari manusia yang erat hubungannya
dengan teknologi, sedangkan sumberdaya lahan dan iklim
lebih bersifat pemberian alam (Hanafie, 2010.). Dengan
menggunakan modal dan teknologi, maka faktor produksi
lahan, iklim, dan tenaga kerja dapat memberikan
manfaat yang lebih baik bagi manusia. Faktor-faktor
tesebut haruslah dikelola (faktor manajemen) secara
efisien dan seefektif mungkin agar memperoleh hasil atau
produksi yang maksimal.
Faktor teknologi seperti penggunaan benih,
pengolahan tanah, cara tanam, pemupukan,
pembubunan, pengendalian hama dan penyakit,
pengairan serta penanganan pasacapanen merupakan
unsur yang mempengaruhi hasil. Penerapan teknologi
dalam usahatani haruslah dikelola dan dimengerti secara
baik oleh petani, artinya bahwa petani haruslah mampu
dalam menentukan, mengorganisir, dan
Manajemen Usahatani Jagung
122 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
mengkoordinasikan segala faktor produksi yang dikuasai
agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Ukuran
dari keberhasilan usahatani adalah kemampuannya dalam
mengembalikan modal yang digunakan agar usahanya
berkelanjutan (Prasetyo dan Paryono, 2009).
Usahatani jagung, umumnya dikelola oleh petani
sendiri. Ia sebagai pengelola, ia sebagai tenaga kerja,
dan dia pula sebagai salah satu dari konsumen produksi
usahataninya. Oleh karena itu dalam manajemen
usahatani, para petani sudah terbayang cabang usaha
apa yang akan dipilih, kapan, berapa luas, dan dimana
mereka akan melakukan usahataninya. Untuk menjadi
manajer usahatani yang berhasil, maka pemahaman
terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomi menjadi
syarat bagi seorang pengelola (Hanafie, 2010).
FAKTOR PRODUKSI DALAM USAHATANI JAGUNG
Faktor Lahan dan Iklim
Faktor Lahan
Lahan adalah sebidang tanah dengan luasan dan
kemiringan tertentu yang menjamin tumbuhnya
tanaman, hewan, dan manusia, sehingga dapat
mempengaruhi produktivitas dan produksi pertanian.
Pengaruh lahan terhadap produktivitas juga didasarkan
atas perolehannya terhadap air sehingga muncul istilah
lahan sawah irigasi, tadah hujan dan lahan kering.
Kondisi ini akan berpengaruh terhadap pola tanam dan
teknologi yang di terapkan. Pada era sebelum 80 an,
lahan berkonotasi erat dengan pertanian dan desa. Dalam
perjalanan waktu, situasi, dan kondisi serta
perkembangan teknologi dan kebutuhan, maka telah
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 123
terjadi persaingan antara sektor pertanian dengan sektor
lainnya seperti industri, perumahan dan perkantoran,
prasarana umum, bangunan pendidikan dan sosial dalam
penggunaan lahan.
Lahan sawah intensif beserta perangkat jaringan
irigasi dan pengairannya dibangun dengan biaya tinggi
dalam kurun waktu yang lama, oleh sebab itu harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh kegiatan usahatani.
Namun fakta menunjukkan bahwa lahan sawah irigasi
yang telah dibangun selama ini banyak yang dikonversi
menjadi lahan non pertanian, oleh karena itu perlunya
penetapan lahan sawah abadi. Menurut Kasryno, 2009)
penetapan lahan sawah abadi seluas 15 juta ha harus
didasarkan atas kriteria yang jelas, baik dari aspek teknis
maupun aspek hukum sosial dan ekonomi. Berdasarkan
hasil simulasi yang dilakukan, dapat diketahui bahwa luas
lahan sawah yang layak dipertahankan sebagai lahan
sawah abadi di Jawa Tengah adalah suluas 774.121 ha.
Alih fungsi lahan sawah irigasi ke non pertanian di
Pulau Jawa rata-rata 22.200 ha/tahun ( Kasryno, 2009).
Di Jawa Tengah pada pada periode 2000 - 2009 telah
terjadi penurunan luas lahan sawah dengan pola tanam
padi-padi palawija menjadi tidak ditanami lagi yaitu
sekitar 1.610 ha/tahun. Jelas bahwa konversi lahan yang
terjadi di Jawa Tengah berpengaruh terhadap produksi
padi dan palawija termasuk jagung. Agar terjadi
keseimbangan antara konversi lahan dan kestabilan
produksi diperlukan upaya-upaya untuk memperluas
areal tanam di lahan kering seperti di lahan perhutani,
perkebunan atau lahan-lahan tidur. Selain itu juga
diperlukan peningkatan indeks pertanaman (IP),
peningkatan produktivitas serta menetapkan luasan lahan
Manajemen Usahatani Jagung
124 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
abadi untuk lahan sawah yang ditinjau dari berbagai
aspek, baik teknis, hukum, ekonomi dan sosial.
Faktor Iklim
Iklim adalah merupakan salah satu faktor produksi
yang dapat mempengaruhi produktivitas dan peroduksi
pertanian termasuk jagung. Secara umum Indonesia
mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.
Dua musim tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi
atmosfir kawasan laut Pasifik, dan merupakan wilayah
pertemuan sirkulasi meridional dan zonal yang sangat
menentukan kondisi iklim di Indonesia. Pada kondisi
normal, dinamika iklim di Indonesia mempunyai pola
tertentu yang berulang secara periodik, sehingga para
petani terutama di Jawa berpegangan pada Pranoto
Mongso dalam melakukan aktivitas kegiatan
usahataninya, namun pola ini tampaknya bergeser karena
adanya fenomena anomali iklim.
Fenomena anomali iklim merupakan gejala alam
yang bersifat global dan besar pengaruhnya terhadap
pola iklim global dan regional. Anomali iklim yang sering
berdampak negatif terhadap produksi padi adalah El-Nino
dan La-Nina. El - Nino adalah merupakan manifestasi
keadaan berupa kemarau panjang dan/ kekeringan,
sedangkan La - Nina suatu keadaan anomali iklim yang
berdampak pada tingginya curah hujan, meskipun pada
musim kemarau. Peningkatan frekuensi kejadian
pergeseran awal musim hujan dan awal musim kemarau,
mengakibatkan kejadian iklim pada suatu periode sulit
diprediksi. Hal ini sangat berisiko terhadap usahatani
khususnya tanaman pangan termasuk usahatani jagung,
namun juga dapat berakibat sebaliknya.
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 125
Sebagai contoh adalah pada tahun 2010, pada
saat terjadi La- Nina tipis yang mengakibatkan rata-rata
curah hujan di Jawa Tengah lebih tinggi dibandingkan
dengan curah hujan normal, sehingga ada pasokan air
pada pertanaman jagung. Akibatnya produksi jagung
meningkat dari tahun sebelumnya. Data ini dapat dilihat
dalam periode lima tahun terakhir, bahwa produksi
jagung di Jawa Tengah mengalami peningkatan yang
berarti yaitu dari 2.679.914 ton pada 2008, menjadi
2.990.600 ton pada 2012. Pada periode yang sama
produktivitas naik dari 41,92 ku/ha menjadi 53,93 ku/ha
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Jawa Tengah, 2013).
Unsur iklim yang pengaruhnya dominan terhadap
sistem usahatani adalah curah hujan, karena erat
kaitannya dengan masalah sumberdaya air. Faktor air
semakin menjadi perhatian serius karena tidak saja
disebabkan oleh penggunaan kebutuhan untuk pertanian
tetapi juga meningkatnya kebutuhan non pertanian.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk, berkembangnya
permukimam, pariwisata dan berkembangnya industri
akan meningkat pula kebutuhan air, hali ini akan
mempunyai dampak terhadap ketersediaan air untuk
sektor pertanian (Subagyono, 2012; Sri Widodo, 2008).
Terkait dengan penyediaan air, hal yang perlu
mendapatkan perhatian adalah perbaikan jaringan irigasi
induk, sekunder, tersier, serta perluasan jaringan irigasi
tingkat usahatani (Jitut) tingkat desa (Jides), embung
dan sumur pantek (pompanisasi). Untuk itu pembagian
kewenangan terhadap pemeliharaan jaringan irigasi dan
pengairan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten perlu
Manajemen Usahatani Jagung
126 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
mendapatkan perhatian, baik dari aspek sinergitas,
koordinasi serta implementasi di lapangan.
Faktor Tenaga Kerja
Telah disebutkan di atas bahwa keputusan petani
dalam usahatani jagung tergantung dari faktor – faktor
produksi. Faktor tenaga kerja yang mempengaruhi hasil
produksi jagung, utamanya adalah besarnya curahan
tenaga kerja dan kualitas sumberdaya manusia. Dalam
usahatani jagung telah dikenal tiga jenis tenaga kerja
yaitu tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik. Tenaga
kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan
berdasarkan tingkat kemampuannya. Tolok ukur yang
digunakan untuk menentukan tenaga kerja dalam
usahatani jagung antara lain adalah pendidikan baik
formal maupun non formal, usia, pengalaman, kesetaraan
atau gender, serta jumlah tenaga kerja yang dialokasikan
dalam proses produksi. Sebagai contoh adalah bahwa
petani jagung yang sudah berusia lanjut seringkali kurang
memperhatikan perkembangan teknologi, biasanya
mereka hanya menerapkan yang pernah dilakukan,
kurang informasi, serta sulit menerima hal – hal baru.
Kebutuhan tenaga kerja untuk kegiatan usahatani
jagung harus dibuat sesuai urutan kegiatan mulai dari
persiapan tanam, pengolahan tanah, tanam hingga
panen. Seperti sumberdaya lainnya, tujuan utama dalam
penggunaan tenaga kerja adalah membuat agar tenaga
kerja yang tersedia sama dengan yang diperlukan.
Apabila terjadi kelebihan ketersediaan tenaga kerja,
perencanaan diarahkan untuk memperoleh kesempatan
kerja lain yang produktif. Sebaliknya bila ketersediaan
tenaga tidak mencukupi maka diperlukan penyusunan
strategi yang optimum sehingga kebutuhan tenaga kerja
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 127
dapat tercukupi. Ketersediaan tenaga kerja dibedakan
menjadi tenaga kerja laki-laki dan wanita.
Pemakaian ukuran jam kerja umumnya dihitung
bahwa 8 jam kerja sama dengan satu hari kerja. Untuk
tenaga anak-anak sekolah umur 15 tahun ke atas
dihitung setengah dari ketersediaan tenaga dewasa laki-
laki maupun wanita. Jumlah hari kerja per bulan setelah
dikurangi hari istirahat, sosial, agama, dan lain-lain
dihitung 25 hari efektif per bulan baik tenaga laki-laki
maupun perempuan. Satuan kerja diperukan untuk
mengukur tingkat efisiensi, yaitu jumlah pekerjaan
produktif yang berhasil diselesaikan oleh seorang pekerja.
Untuk mencapai efisiensi tenaga kerja perlu dikaji
komponen-komponennya yang mendukung tenaga kerja
untuk menyelesaikan suatu produk. Kebutuhan tenaga
kerja untuk kegiatan usahatani jagung mulai dari
persiapan, olah tanah sampai panen mencapai sekitar
175 HOK/ha.
Faktor Modal
Modal dalam arti ekonomi adalah sebagian dari
nilai hasil produksi yang disisihkan untuk dipergunakan
dalam produksi selanjutnya. Dalam perusahaan yang
disebut modal adalah seluruh kekayaan perusahaan yang
digunakan untuk usaha. Unsur permodalan merupakan
salah satu faktor sangat penting dalam proses produksi
selain lahan, tenaga kerja, dan manajemen. Bagi
usahatani, tanpa adanya permodalan yang memadahi,
tidak mungkin dapat melakukan pengembangan usaha
dan memperoleh peningkatan laba (Mirza, 2000;
Malchow-Moeler dan Thorsen, 2000). Berdasarkan
fungsinya, modal dalam usahatani dibagi menjadi modal
Manajemen Usahatani Jagung
128 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
tetap dan modal tidak tetap (Haerudin, 1999; Kristi,
2009). Modal tetap adalah modal yang dapat digunakan
dalam berkali-kali proses produksi, misalnya bangunan,
mesin pertanian, cangkul, ternak. Modal tidak tetap
adalah modal yang digunakan dalam satu kali proses
produksi seperti pupuk, benih, obat-obatan.
Berdasarkan sumbernya, modal dalam usahatani
jagung dapat dibedakan menjadi (a) milik sendiri, (b)
pinjaman atau kredit, (c) hibah atau warisan, (d) usaha
lain, dan (e) kontrak sewa. Modal sendiri diartikan
sebagai modal internal, terutama diperoleh dari laba
usaha. Sifat dari modal ini adalah tertanam sebagai
modal di dalam rumah tangga petani untuk jangka waktu
yang tak terbatas. Sehubungan dengan hal ini, petani
dituntut untuk bekerja keras agar modal yang telah
terkumpul dapat untuk dipergunakan dalam produksi
selanjutnya. Modal sendiri berasal dari sisa hasil usaha
yang tidak digunakan untuk kebutuhan konsumtif.
Penerapan teknologi membutuhkan tambahan
input atau faktor produksi yang lebih banyak.
Meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani, tidak
terlepas dari penggunaan teknologi dan tambahan modal
untuk penerapannya. Apabila modal yang dimilik oleh
petani jumlahnya terbatas, maka dapat diperoleh melalui
pinjaman atau kredit. Berbagai paket skim kredit modal
usaha kecil menengah untuk berbagai komoditi secara
umum termasuk jagung telah ditetapkan pemerintah
bekerja sama dengan bank-bank umum dan berbagai
pihak (Direktorat Pembiayaan Pertanian, 2011).
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 129
Faktor Manajemen
Dibaca dari asal katanya istilah manajemen
berasal dari bahasa Italia yaitu meneggeriari yang
artinya adalah mengendalikan hewan khususnya kuda.
Dalam perkembangannya istilah manajemen digunakan
untuk mengendalikan atau mengelola suatu organisasi
dan usaha termasuk usahatani jagung. Jadi kalau kita
berpikir didasarkan atas manajemen dapat diartikan
bahwa dalam melaksanakan suatu kegiatan apapun akan
dilandasi suatu cara mengendalikan, mengarahkan, dan
memanfaatkan segala faktor/sumberdaya yang dimiliki
untuk tujuan tertentu agar dapat menghasilkan output
sesuai dengan tujuan.
Manajemen merupakan suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas
usaha-usaha yang dilakukan baik secara individu maupun
para anggota organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Manajemen adalah suatu usaha yang
berhubungan dengan cara mengintegrasikan dan
mengoperasionalkan faktor-faktor produksi secara efisien
pada unit usaha yang menguntungkan secara
berkelanjutan. Sebagai suatu proses, maka titik utama
dari manajemen adalah harus memiliki fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, koordinasi,
dan pengawasan atau evaluasi (planning, organizing,
actuating, coordinating, dan controlling).
Fungsi perencanaan dalam manajemen merupakan
suatu kegiatan untuk mengambil keputuasan tentang apa
yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan dan output.
Perencanaan akan dapat membantu petani dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilik dan yang akan
Manajemen Usahatani Jagung
130 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
dipakai dalam usahatani. Fungsi lain dari manajemen
adalah pengorganisasian yaitu suatu pekerjaan yang
dilakuakan oleh petani untuk mengatur dan
menggabungkan segala sumberdaya yang dimiliki,
terutama yang terkait dengan aspek tenaga kerja, baik
yang berasal dari dalam keluarga maupun dari luar
anggota keluarga. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengorganisasian adalah meliputi penetapan struktur
tenaga kerja dengan pembagian tugas, pengaturan hak
dan wewenang masing-masing sehingga dapat
bekerjasama secara efisien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
Fungsi manajemen berikutnya adalah actuating
atau pengarahan orang- orang agar mau bekerjasama
secara sadar dalam suatu kelompok kerjasama guna
mencapai tujuan dan keluaran yang diharapkan. Dengan
fungsi tersebut maka manajer harus tahu persis
kebutuhan dari orang-orang terkait, sehingga sang
manajer dapat menggerakan stafnya atau anggota/
tenaga kerjanya untuk mengerjakan tugas-tugas sesuai
dengan bidangnya. Fungsi koordinasi adalah suatu
kegiatan untuk menyatukan, menyamakan, memadukan
berbagai arahan atau berbagai kegiatan untuk mencapai
tujuan dari usaha itu agar diperoleh out put yang
diharapkan. Fungsi yang terakhir dari manajemen adalah
pengawasan yaitu suatu tindakan yang sistematis untuk
melihat dan mengarahkan agar kegiatan yang telah
direncanakan dapat sesuai dengan perencanaan semula
sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai dan dapat
menghasilkan produk baik berupa barang atau jasa
sesuai yang telah ditargetkan.
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 131
PENERAPAN MANAJEMEN DALAM USAHATANI
JAGUNG
Dalam konteks usahatani jagung, manajemen
dapat diartikan sebagai suatu rangkaian tindakan atau
proses produksi untuk mencapai hasil sesuai dengan yang
diharapkan. Salah satu fungsi dalam menerapkan
manajemen dalam usahatani jagung adalah perencanaan.
Perencanaan usahatani jagung adalah merupakan suatu
kegiatan untuk mengambil keputusan tentang apa yang
akan dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi
(output). Perencanaan usahatani jagung merupakan
kegiatan yang paling awal oleh karena itu lakukan dengan
benar.
Usahatani adalah kegiatan manusia melakukan
usaha dengan cara menyatupadukan antara sarana
produksi (benih, pupuk, obat2an, peralatan), SDA (lahan,
iklim, air), tenaga kerja, dan modal untuk tujuan
memperoleh hasil. Penyediaan sarana produksi utamanya
pupuk dan benih bermutu merupakan faktor produksi
usahatani jagung yang pengaruhnya cukup dominan.
Pada aspek penyediaan pupuk, paling tidak ada tiga hal
yang yang menjadi perhatian yaitu tentang dosis
penggunaan, jenis pupuk, dan waktu pemupukan.
Selain pupuk, benih merupakan salah satu faktor
produksi yang menentukan keberhasilan budidaya
tanaman jagung. Benih adalah merupakan bahan
tanaman dan sebagai pembawa potensi genetik pada
varietas-varietas unggul. Oleh karena itu benih yang
berkualitas merupakan syarat mutlak yang perlu dipenuhi
dalam manajemen usahatani. Peningkatan produksi
jagung akibat penggunaan benih berkualitas. Sejalan
dengan itu, penggunaan benih varietas unggul berkualitas
Manajemen Usahatani Jagung
132 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
merupakan salah satu komponen teknologi dasar..
Ketersediaan benih unggul bermutu di tingkat lapangan
menjadi begitu penting dalam pengembangan sistem
usahatani jagung (Baihaki, 2008).
Sampai saat ini sudah banyak benih varietas
unggul baru (VUB) jagung yang beredar di pasaran,
tetapi yang digunakan dan dikembangkan oleh petani
masih terbatas. Keberhasilan penggunaan benih bermutu
sangat ditentukan oleh manajemen industri perbenihan
untuk memproduksi, mendistribusikan dan memasarkan
benih sampai kepada pengguna.
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHATANI
JAGUNG
Analisis kelayakan finansial usahatani adalah salah
satu cara untuk mengukur atau mengevaluasi kinerja
usahatani yang terkait dengan biaya dan pendapatan.
Dalam usahatani jagung, petani akan menggunakan
tenaga kerja, modal, dan sarana produksi usahatani
sebagai korbanan (biaya usahatani) untuk memperoleh
produksi yang diharapkan. Usahatani jagung dapat
dikatakan berhasil apabila petani dapat menjual hasil
produksinya (penerimaan usahatani), kemudian
mengembalikan modal usahanya yang berupa sarana
produksi, tenaga kerja upahan, alat-alat yang digunakan,
sewa lahan (apabila lahan disewa), bunga modal,
kewajiban bayar pajak atau iuran lainnya serta usahanya
dapat berkelanjutan. Pendapatan petani dapat dihitung
dengan cara menilai penerimaan usahatani dikurangi total
biaya usahatani dalam satuan rupiah.
Menurut (Suratiyah, 2006), untuk menghitung
kelayakan finansial usahatani dapat dilakukan dengan
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 133
tiga pendekatan yaitu (1) pendekatan nominal (nominal
approach), (2) pendekatan nilai yang akan datang (future
value approach), dan (3) pendekatan nilai sekarang
(present value approach). Analisis kelayakan usahatani
dengan pendekatan nominal adalah tidak perlu
menghitung nilai uang menurut waktu, tetapi yang
digunakan untuk menghitung adalah harga-harga yang
berlaku, sehingga langsung dapat dihitung biaya-biaya
pengeluaran dan nilai penerimaan dalam satu periode
proses produksi. Pendekatan nilai yang akan datang
adalah menjumlahkan semua biaya pengeluaran dalam
suatu proses produksi dengan memperhitungkan nilai
uang untuk waktu yang akan datang atau pada saat akhir
proses produksi. Pendekatan nilai sekarang adalah
menjumlahkan semua biaya pengeluaran dan penerimaan
usahatani dengan memperhitungkan nilai sekarang pada
saat dimulainya proses produksi.
Dalam tulisan ini yang digunakan untuk
menghitung kelayakan finansial usahatani jagung adalah
pendekatan nominal, selain sederhana dan mudah
diaplikasikan, karena petani jagung sebagian besar
adalah petani kecil yang menggunakan modal sendiri,
sehingga tidak memperhitungkan discount factor dalam
penggunaan modalnya. Akan tetapi bagi petani yang
menggunakan modal berasal dari pinjaman berupa kredit
sebaiknya menggunakan pendekatan nilai sekarang dan
nialai yang akan datang, karena harus memperhitungkan
bunga modal dalam pembiaayan usahataninya.
Hasil analisis finansial usahatani jagung dapat
dilihat pada Tabel 1. Diketahui bahwa biaya produksi,
rata –rata adalah Rp11.512.625,-. Apabila jagung
tersebut dijual Rp 3600,-/kg, maka dapat dikatakan
Manajemen Usahatani Jagung
134 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
bahwa keuntungan untuk setiap ha adalah Rp 17.287.375
,-. Biaya tertinggi dalam usahatani jagung adalah sewa
lahan yang dapat mencapai 52.11 % dari total biaya
produksi. Dari perhitungan finansiil dapat diketahui
bahwa R/C yang diperoleh dapat mencapai 2,50, artinya
bahwa setiap Rp 1.000.000,- yang diinvestasikan untuk
usahatani jagung akan menghasilkan Rp 2.500.000,-.
Tabel 1. Analisis finansial usahatani jagung di Kabupaten
Purworejo, 2013
Uraian Satuan Jagung
Volume Harga (Rp/sat) Nilai Rp'000
Biaya Variabel 1. Benih Kg 30 55.000 1.650.000 2. Pupuk - Urea Kg 300 2.000 600.000
- NPK Phonska Kg 200 2.500 500.000 - Pupuk Organik Kg 500 500 250.000 3. Obat-obatan Unit
4. Tenaga Kerja - Pengolahan Tanah HOK 60 30.000 1.800.000 - Tanam HOK 40 30.000 1.200.000 - Menyiang HOK 45 30.000 1.350.000 - Memupuk HOK 20 30.000 600.000 - Pengendalian OPT HOK 5 30.000 150.000
- Panen HOK 15 30.000 450.000 - Pengeringan HOK 11 30.000 330.000
5. Bahan Pendukung - Karung plastic Lbr 60 3,000 180.000
Biaya Tetap
- PBB XXX XXX 100.000 100.000 - Sewa Lahan Ha 6.000.000
Total biaya 11.512.625
Nilai hasil Kg 8.000 3.600 28.800.000
Laba 17.287.375
R/C 2,50
Sumber : Prasetyo, T (2013)
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 135
PENUTUP
Permintaan jagung terutama untuk pakan unggas
dan industri dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada
2014 kebutuhan jagung diperkirakan sebanyak 29 juta
ton, 50% diantaranya disediakan untuk kebutuhan pakan
ternak. Dengan memperhatikan permintaan yang
semakin meningkat, maka diperlukan terobosan –
terobosan, salah satunya adalah meningkatkan
produktivitas melalui penerapan teknologi budidaya dan
manajemen usahatani yang memadahi. Manajemen
usahatani jagung merupakan suatu proses perencanaan
sampai kepada pemasaran hasil. Manajemen usahatani
jagung dapat dikatakan berhasil manakala sebagian dari
nilai hasil produksi dapat untuk membiayai kebutuhan
keluarga dan sebagian disisihkan untuk dipergunakan
dalam produksi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaki, A. 2008. Permasalahan Yang Dihadapi Oleh
Pemulia Perseorangan dalam Pengembangan
Benih Unggul Melalui Industri Perbenihan dan
Perbibitan Swasta Nasional. Disampaikan dalam
Integrated Workshop: “Konsolidasi Sumberdaya
Iptek Pangan Untuk Mencapai Kemandirian Benih
dan Bibit Dalam Rangka Mewujudkan Ketahanan
Pangan 2015. BPPT. Jakarta. 15 p.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Jawa Tengah. 2013. Pengembangan
Tanaman Pangan 2013 dan Rencana Tahun 2014.
Disampaikan pada acara Pertemuan Forum
Perbenihan Tanaman Pangan Jawa Tengah, 8 Mei
2013 di Solo, Jawa Tengah.
Manajemen Usahatani Jagung
136 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Direktorat Pembiayaan Pertanian. 2011. Kebijakan
Pembiayaan Pertanian. Materi disampaikan pada
acara Sosialisasi Rencana Aksi Percepatan
Penyaluran Kredit Program Sektor Pertanian,
Direktorat Pembiayaan Pertanian, Direktorat
Jenderal Sarana dan Prasarana Pertanian,
Kementerian Pertanian. Solo 24-25 Maret 2011.
Haerudin, D. 1999. Aneka Skim Kredit untuk Modal
Usaha. Yayasan Bhakti Kencana. Jakarta.
Hanafie, R. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Kasryno, F. 2009. Integrasi Pengelolaan Lahan dan Air :
Prospek Mencapai Kemandirian Pangan di
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.
Kristi, A.R. 2009. Eksistensi Lembaga Keuangan Mikro
dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan.
http://kolokiumkpmipb.wordpress.com
Malchow-Moeller, T. And Thorsen, B.J. 2000. A Dynamic
Agricultural Household Model with Uncertain
Income and Irriversible on Indivisible Investment
Under Credit Constraints. http
://ideas.respec.org/p/adh/narheu/2000-7.html.
Mirza, T. 2000. Kredit Usaha Tani, Antara Harapan dan
Kenyataan. Usahawan No. 05 TH. XXIX. Jakarta.
Prasetyo, T., dan , T.J. Paryono. 2009. Modal dan Produk
Pembiayaan LKMA. Membangun Lembaga
Keuangan Mikro Agribisnis. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.
Ungaran.
Manajemen Usahatani Jagung
Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 137
Prasetyo, T. 2013. Inovasi Sistem Usahatani Terpadu
Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan di Jawa
Tengah. Makalah disampaikan pada acara Seminar
Nasional Pengembangan Sistem Agribisnis
Tanaman Pangan dan Hortikultura Guna
Menunjang Kedaulatan Pangan, 6 Juli 2013 di
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Sri Widodo. 2008., Campur Sari Agro Ekonomi. Penerbit
Liberty. Yogyakarta.
Subagyono, K. 2012. Analisis Kebutuhan dan
Ketersediaan Benih UPBS dalam Percepatan
Diseminasi Varietas Unggul Baru. Makalah
disampaikan pada Workshop Peningkatan Kinerja
UPBS Badan Litbang Pertanian, Denpasar 21-23
November 2012.
Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar
Swadaya, Jakarta.
Manajemen Usahatani Jagung
138 Jagung :Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 139
INOVASI KELEMBAGAAN TANI MENDUKUNG PENGEMBANGAN JAGUNG
Cahyati Setiani dan Joko Triastono
PENDAHULUAN
Swasembada jagung merupakan salah satu
prioritas program pembangunan pertanian yang akan
dicapai pada 2014. Menyikapi program tersebut,
Kebijakan yang ditempuh Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah adalah
meningkatkan produktivitas dan penambahan areal
tanam. Peningkatan produktivitas jagung dari rata-rata
produktivitas jagung di Jawa Tengah 4,7 ton/ha menjadi
5,8 ton/ha dan Indeks Pertanaman (IP) 1 menjadi 1,2.
Implementasi dilapang melalui peningkatan ketersediaan
air pada 25% lahan, peningkatan penggunaan pupuk
54% (anorganik dan otganik), pengendalian OPT dan
dampak perubahan iklim sehingga luas pertanaman
yang aman minimal 95% melalui pengendalian hama
terpadu (PHT) dan spot stop. Perbaikan penanganan
pasca panen untuk penurunan susut 1%, peningkatan
bantuan benih hibrida mencapai 80%, peningkatan
intensitas penyuluhan. Penambahan areal tanam
minimal 5%/tahun (Dipertanhort Jateng,2012).
Berkaitan dengan kebijakan tersebut, mengingat
pelaksana lapang peningkatan produktivitas jagung
dilakukan oleh petani, maka diperlukan dukungan
inovasi kelembagaan tani. Kebijakan dan teknologi
pertanian (termasuk pengembangan jagung) hanya
akan efektif, jika dan hanya jika dikelola oleh suatu
kelembagaan tani yang baik. Pengembangan
kelembagaan tani menjadi penting, karena petani
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
140 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
merupakan penerap dan sasaran utama implementasi
teknologi. Petani jika berusahatani secara individu terus
berada di pihak yang lemah karena petani secara
individu akan mengelola usaha tani dengan luas garapan
kecil dan terpencar serta kepemilikan modal yang
rendah. Sehingga, dengan berkelompok maka petani
tersebut akan lebih kuat, baik dari segi kelembagaannya
maupun permodalannya.
Kelembagaan petani desa umumnya belum
berjalan dengan baik, disebabkan i) partisipasi dan
kekompakan anggota kelompok masih relatif rendah, ii)
pengelolaan kegiatan produktif anggota kelompok
bersifat individu, iii)pembentukan dan pengembangan
kelembagaan tidak menggunakan basis social capital, iv)
kelembagaan yang dibangun terbatas hanya untuk
memperkuat ikatan horizontal, bukan ikatan vertikal
(Zuraida dan Rizal, 1993; Agustian et al., 2003;
Syahyuti, 2003; Purwanto et al., 2007). Menurut
Purwanto, et al (2007), kelembagaan petani masih
belum seperti apa yang diharapkan, salah satu
penyebabnya adalah kekurang-pedulian terhadap
pentingnya menemukan celah masuk (entry-point)
kelembagaan, sehingga menimbulkan kebingungan
dalam rekayasa kelembagaan yang sesuai dengan
tujuan produksi pertanian. Kondisi tersebut diperparah
dengan upaya mengejar waktu agar suatu program
dapatmenunjukkan hasil dalam waktu singkat.
Upaya pengembangan kelembagaan tani
seharusnya tidak hanya menyentuh persoalan biofisik
dan ekonomi, tetapi lebih ditekankan pada persoalan
kelembagaan yang mengatur dan menjamin
keberlanjutan kelembagaan kelompok tani serta
membutuhkan waktu yang lama (Setiani, C. 2011;
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 141
Kuscahyo., 2011). Tulisan ini merupakan review dari
berbagai sumber pustaka dan pengalaman lapang yang
menguraikan tentang tahapan inovasi kelembagaan
yang perlu dilakukan dalam pengembangan usahatani
jagung.
PENGERTIAN DAN PRINSIP INOVASI
KELEMBAGAAN TANI
Pengertian Kelembagaan Tani
Kelembagaan adalah Suatu jaringan yang terdiri
dari sejumlah orang dan lembaga untuk tujuan tertentu,
memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur
(Hutington, 1965; Uphoff 1986; Syahyuti, 2007) .
Kelembagaan dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang
melembaga (non formal institution), atau dapat juga
berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum
(formal institution). Lembaga adalah bentuk
kelembagaan formal, yang memiliki struktur tegas dan
diformalkan.
Kelembagaan mengandung dua aspek yakni
”aspek kultural” dan ”aspek struktural”. Aspek kultural
terdiri dari hal-hal abstrak yang menentukan “jiwa”
suatu kelembagaan yaitu nilai, norma, dan aturan,
kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan,
kebutuhan, dan orientasi. Sementara, aspek struktural
lebih statis, yang berisi struktur, peran, hubungan antar
peran, integrasi antar bagian, struktur umum,
perbandingan struktur tekstual dengan struktur riel,
struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan
tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, klik, profil, pola
kekuasaan, dan lain-lain. Kedua aspek ini secara
bersama-sama membentuk dan menentukan perilaku
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
142 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
seluruh orang dalam kelembagaan tersebut. Keduanya,
merupakan komponen pokok yang selalu exist dalam
setiap kelompok sosial, dan berfungsi ibarat dua sisi
mata uang.
Menurut Mardikanto (1993) pengertian
kelembagaan tani adalah sekumpulan petani yang terdiri
dari petani dewasa (pria/wanita) maupum petani-taruna
yang terikat secara informal dalam suatu wilayah
kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama
serta berada di lingkungan pengaruh dan dipimpin oleh
seorang kontaktani. Sedangkan kelembagaan tani sesuai
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 273 /Kpts /OT.160
/4 / 2007, adalah kumpulan petani yang dibentuk atas
dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi
lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan
keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan
usaha anggota.
Prinsip Inovasi Kelembagaan Tani
Inovasi kelembagaan tani dilaksanakan dengan
mengacu pada 10 prinsip dasar (Departemen Pertanian,
2007), sebagai berikut:
Bertolak atas kenyataan yang ada (existing
condition), tiap masyarakat memiliki sejarahnya
sendiri, sehingga kondisi yang ada harus menjadi
dasar pengembangan.
Kebutuhan, masyarakat memang sungguh-sungguh
membutuhkan adanya kelompok tani.
Berpikir dalam kesisteman, parsial dan temporal.
Partisipatif, seluruh keputusan dan aksi haruslah
merupakan kesepakatan semua pihak.
Efektifitas, kelembagaan tani hanyalah alat, bukan
tujuan sehingga berpikirlah pada hasil akhir.
Efisiensi, kelembagaan tani yang terbentuk akan
menjadikan semua kegiatan menjadi lebih murah,
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 143
lebih mudah, dan lebih sederhana baik secara
keseluruhan maupun secara bagian per bagian.
Fleksibilitas, kelembagaan yang dibentuk harus
sesuai dengan sumberdaya yang ada, kondisi yang
dihadapi, keinginan, dan kebutuhan petani.
Orientasi pada nilai tambah atau keuntungan bagi
seluruh anggota.
Desentralisasi, setiap komponen dalam kelembagaan
tani harus mampu beroperasi dengan kewenangan
cukup, sehingga kreatifitasnya dapat berkembang
optimal.
Keberlanjutan, harus mampu membangun
kekuatannya sendiri dan tetap mampu beroperasi,
meskipun input atau dukungan dari luar berkurang.
Menurut Akhmad (2007), upaya yang harus
dilakukan petani untuk menaikkan posisi tawar petani
adalah sebagai berikut:
Konsolidasi petani dalam satu wadah untuk
menyatukan gerak ekonomi dalam setiap rantai
pertanian, dari pra produksi sampai pemasaran.
Kolektifikasi produksi, yaitu perencanaan
produksi secara kolektif untuk menentukan pola,
jenis, kuantitas dan siklus produksi secara
kolektif.
Kolektifikasi dalam pemasaran produk pertanian.
Hal ini dilakukan untuk mencapai efisiensi biaya
pemasaran dengan skala kuantitas yang besar,
dan menaikkan posisi tawar petani dalam
perdagangan produk pertanian.
Kelembagaan tani dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan sosial anggotanya. Sifatnya tidak linier,
namun cenderung merupakan kebutuhan individu
anggotanya, berupa: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan hubungan sosial, pengakuan, dan
pengembangan pengakuan (Elizabeth dan Darwis,
2003). Prinsip-prinsip yang harus dipenuhi oleh suatu
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
144 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
kelembagaan petani agar tetap eksis dan berkelanjutan
adalah:
Prinsip Otonomi
Pengertian prinsip otonomi dapat dibagi kedalam
dua bentuk yaitu otonomi individu dan otonomi desa.
Otonomi indivudu adalah situasi yang memungkinkan
individu dapat mengaktualisasikan segala potensi terbaik
yang ada di dalam dirinya secara optimal. Otonomi desa
adalah penyesuaian kelembagaan tani dengan tatanan
hidup di desa dan lingkungan sumberdaya alam (Basri,
2005; Syahyuti, 2007).
Prinsip Pemberdayaan
Inti utama pemberdayaan adalah tercapainya
kemandirian kelembagaan tani dengan menggunakan
basis kebudayaan yang ada (Payne, 1997; Taylor dan
Mckenzie, 1992). Pada proses pemberdayaan yang perlu
menjadi perhatian adalah tidak hanya terfokus pada
internal (horizontal) tetapi juga eksternal (vertikal),
utamanya tata hubungan kelembagaan dengan mitra
(Saptana, et al, 2003; Uphoff, 1996; Elizabeth, 2007)
Prinsip Kemandirian Lokal
Semua tahapan dalam proses pemberdayaan
harus dilakukan secara desentralisasi. Upaya
pemberdayaan yang berbasis pada pendekatan
desentralisasi akan menumbuhkan kondisi otonom yang
menjamin setiap komponen akan tetap eksis.
Kemandirian lokal mensyaratkan pengelolaan yang lebih
mengedepankan partisipasi dan komunikasi (Amien,
2005).
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 145
TAHAPAN INOVASI KELEMBAGAAN TANI
Membangun Kelembagaan Tani
Membangun kelembagaan baru berdasarkan
kelembagaan yang sudah ada dengan memperhatikan:
a). Tidak merubah struktur, posisi, dan peran para
tokohnya; b). Pendekatan dengan pola partisipatif; c).
Selalu melibatkan ketokohan institusi bersangkutan; dan
d). Penyusunan modelnya berlandaskan pertimbangan
ilmiah dan praktis sesuai situasi, kondisi, dan
penyaluran para petugas di lapangan.
Membentuk Struktur Organisasi
Pembentukan struktur organisasi perlu
mempertimbangkan tiga komponen, yaitu:
kompleksitas, formalitas, dan sentralitas. Tingkat
kompleksitas berkaitan dengan berapa banyak jumlah
aktifitas-aktifitas yang berbeda dalam organisasi yang
diperlukan, secara horizontal (berdasarkan fungsi-
fungsi), vertikal (level hirarkhi), dan spatial (hubungan
antar bagian secara lokasi). Tingkat formalitas berkaitan
dengan jumlah pekerjaan yang dispesialisasikan.
Derajad sentralitas berkaitan dengan pengambilan
keputusan yang dikonsentrasikan
Kepengurusan kelompok tani perlu dikelola oleh
sumberdaya manusia yang berpengalaman di bidang
usahatani jagung baik budidaya, pasca panen, maupun
pemasaran. Beberapa kriteria yang dipersyaratkan,
diantaranya (1) Minimal berpendidikan SLTA,; (2)
Mempunyai pengalaman dibidang usahatani jagung
minimal 3 tahun; (3) Diprioritaskan personil dari desa
setempat; (4) Berkepribadian baik, beriman, jujur, adil,
cakap, berwibawa, dan penuh pengabdian terhadap
ekonomi desa.
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
146 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Merekrut Anggota
Perekrutan anggota dilakukan secara partisipatif
dan selektif. Anggota memang benar-benar
membutuhkan wadah kelompok tani dalam kaitannya
untuk meningkatkan usahatani jagung yang dikelolanya.
Memahami sepenuhnya bahwa dengan menjadi anggota
kelompok tani akan lebih efisien, dan ekonomis
dibanding bila usahatani tersebut dilakukan secara
individu.
Menyusun Road Map Usahatani
Usahatani jagung yang disusun tanpa perencanaan
yang matang, berarti sama saja sedang merencanakan
kegagalan. Perencanaan usaha adalah suatu dokumen
tertulis yang menguraikan semua rencana berkenaan
dengan usaha yang akan dilakukan secara detail dan
merupakan suatu cetak biru (blue print) yang realitis
dan logis. Langkah awal dalam mempersiapkan
perencanaan usaha sebaiknya dapat menjawab lima
pertanyaan penting, yaitu:
Apa yang dimiliki (kekuatan dan kelemahan)
Kearah mana usaha yang akan dilakukan
Bagaimana cara mendapatkan dan memastikan
kesuksesan yang ingin diraih
Rintangan apa yang akan dihadapi
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 147
Gambar 1. Struktur organisasi kelembagaan tani
Ketua Kelompok
Tani
Bendahara
Anggota
Panen dan Pasca
Panen
Budidaya Perbekalan Pemasaran
Pembina:
- Dinas Pertanian
- Penyuluh
Lapangan
- Kepala Desa
- Lembaga
Keuangan
- Swasta Sekretaris
Inovasi Kelembagaan Tani Mendukung Pengembangan Jagung
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 148
Ekonomi Jagung di Indonesia
148 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Untuk menghasilkan perencanaan usaha (Road
Map) yang terkesan bernafas dan benar-benar menjadi
“ruh” bagi perjalanan dan keberlangsungan hidup usaha
yang akan dikelola, maka kerangka perencanaan usaha
yang dibuat harus terstruktur secara baik, rapi, dan
sistematis. Sistematika kerangka perencanaan usaha
yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menulis dan
membuat perencanaan usaha.
Menggunakan dan memperkuat modal sosial.
Dalam konteks ekonomi, modal sosial merupakan
prasayarat terjadinya sebuah tatanan ekonomi yang
sehat dan rasional. Dasar menggunakan dan memperkuat
modal sosial mengacu pada tiga hal, yaitu: a).
Kepercayaan (trust); b). Norma yang dijalankan; dan c).
Jaringan sosial (social network).
PENUTUP
Permasalahan yang dihadapi petani pada
umumnya adalah lemah dalam hal organisasi dan
permodalan. Akibatnya karena terdesak masalah
keuangan posisi tawar ketika panen lemah. Oleh karena
itu dibutuhkan kemitraan yang dapat mendorong
usahatani dan meningkatkan akses petani terhadap pasar
(Saragih, 2002). Kesadaran yang perlu dibangun pada
petani adalah kesadaran berkomunitas/kelompok yang
tumbuh atas dasar kebutuhan. Tujuannya adalah (1)
untuk mengorganisasikan kekuatan para petani, (2)
memperoleh posisi tawar dan (3) berperan dalam
negosiasi dan menentukan harga produk pertanian yang
diproduksi anggotanya (Masmulyadi, 2007).
Ada empat kriteria agar asosiasi petani itu kuat
dan mampu berperan aktif dalam memperjuangkan hak-
haknya, yaitu: (1) asosiasi harus tumbuh dari petani
sendiri, (2) pengurusnya berasal dari para petani dan
dipilih secara berkala, (3) memiliki kekuatan
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 149
kelembagaan formal dan (4) bersifat partisipatif. Dengan
terbangunnya kesadaran seperti diatas, maka diharapkan
petani mampu berperan sebagai kelompok yang kuat dan
mandiri, sehingga petani dapat meningkatkan
pendapatannya dan memiliki akses pasar dan akses
perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A.; Supena, F.; Syahyuti; dan E.
Ariningsih. 2003. Studi Baseline Program PHT
Perkebunan Rakyat Lada di Bangka Belitung dan
Lampung. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor.
Akhmad, S., 2007. Membangun Gerakan Ekonomi
Kolektif dalam Pertanian Berkelanjutan;
Perlawanan Terhadap Liberalisasi dan Oligopoli
Pasar Produk Pertanian. Tegalan Diterbitkan oleh
BABAD. Purwokerto. Jawa Tengah.
Amien, M., 2005. Kemandirian Lokal. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Basri, Faisal H. 2005. “Tantangan dan Peluang Otonomi
Daerah”. Universitas Brawijaya,Malang.
http://128.8.56.108/irisdata/PEG/Bahasa/malang
/Malang.
Ekonomi Jagung di Indonesia
150 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Cahyati Setiani, Munir Eti Wulanjari, dan Teguh
Prasetyo. 2011. Peran Kelembagaan Formal
dalam pengembangan PTT Padi di Jawa Tengah.
Prosiding Semiloka Penguatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu dan Antisipasi Perubahan Iklim
untuk Peningkatan Produksi Pangan. Kerjasama
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan
teknologi Pertanian-Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dan Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Departemen Pertanian, 2007. Pedoman Penumbuhan,
Pengembangan dan Gabungan Kelompoktani,
Permentan No: 273/Kpts/OT.160/4/2007 Tentang
Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani.
Elizabeth, R dan Darwis, V., 2003. Karakteristik Petani
Miskin dan Persepsinya terhadap Program JPS di
Propinsi Jawa Timur. SOCA. Bali.
Elizabeth, R., 2007. Penguatan dan Pemberdayaan
Kelembagaan Petani Mendukung
Kuscahyo Budi Prayogo. 2011. Pola alih Teknologi
dalam Diseminasi Inovasi teknologi SL-PTT di Jawa
Tengah. Prosiding Semiloka Penguatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu dan Antisipasi
Perubahan Iklim untuk Peningkatan Produksi
Pangan. Kerjasama Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan teknologi Pertanian-Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dan Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Mardikanto. T, 1993. Penyuluhan Pembangunan
Pertanian. Sebelas Maret University Press,
Surakarta.
Ekonomi Jagung di Indonesia
Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani 151
Masmulyadi, 2007. Membangun Kesadaran dan
Keberdayaan Petani. Diakses dari Internet
tanggal 14 Maret 2007.
Payne, M., 1997. Modern Social Work Theory. Second
Edition. McMilan Press Ltd. London.
Purwanto; Mat Syukur; dan Pudji Santoso, 2007.
Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani Dalam
Mendukung Pembangunan Pertanian Di Jawa
Timur. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Malang. Jawa Timur.
Saptana, T; Pranadji; Syahyuti dan Roosganda,
E.M., 2003. Transformasi Kelembagaan untuk
Mendukung Ekonomi Kerakyatan di Pedesaan.
Laporan Penelitian. PSE. Bogor.
Saragih, Bungaran, 2002. Pengembangan Agribisnis
dalam Pembangunan Ekonomi Nasional
Menghadapi Abad ke 21. http/www. 202. 159.
18. 43/jsi.htm (online). 10 Oktober 2002.
Syahyuti, 2003. Bedah Konsep Kelembagaan : Strategi
Pengembangan dan Penerapannya dalam
Penelitian Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Taylor, D.R.F; dan McKenzie. 1992. Dvelopment from
Wihins. Routledge. Chapter 1
Uphoff, N., 1996. Local Institution and Participation for
Sustainable Development.IIED. London.
Ekonomi Jagung di Indonesia
152 Jagung : Teknologi Produksi dan Manajemen Usahatani
Zuraida, D dan J. Rizal (ed), 1993. Masyarakat dan
Manusia dalam Pembangunan : Pokok-Pokok
Pemikiran Selo Soemardjan. Pustaka Sinar
Harapan. Syahyuti 2007. Modul Pengembangan
Kelembagaan Agribisnis.http://www.geocities
.com/syahyuti/2007modulkelembagaanpuap.pdf
Jakarta.