teknologi pengendalian kas(1)

Upload: asep-red-cliff

Post on 01-Mar-2018

223 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    1/12

    1

    PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN

    PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET

    DI PROPINSI SUMATERA SELATAN

    Oleh

    Desianty Dona Normalisa Sirait dan Syahnen

    Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan ProteksiTanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan

    Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvet ia 20126.Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794, 8458008, 8466787

    http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/

    ABSTRAK

    Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet.Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya berupa kehilangan hasil akibatkerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upayapengendaliannya. Lebih dari 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan diperkebunan karet. Salah satu penyakit tanaman karet yang ditemukan padaperkebunan karet adalah Kering Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, BrownBast). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui teknologi yang tepatdalam pengendalian penyakit Kering Alur Sadap (KAS) pada tanaman karet.Pada kegiatan ini akan dikembangkan pengujian beberapa komponen PHT

    dalam pengendalian penyakit KAS pada tanaman karet. Pengujian dilakukandengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuandan 6 (enam) ulangan. Setiap plot perlakuan terdiri dari 5 (lima) pohon sampel.Perlakuan terdiri dari: PHT 1 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkanselama 6 bulan; PHT 2 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkanselama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Anti rot F95; PHT 3 = Pemupukan +Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Kimia(bahan aktif Triadimefon 250 g/l); P 4 = Kontrol (tanpa perlakuan). Pengamatansetelah aplikasi dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan interval waktu sebulansekali. Parameter yang diamati adalah luas kulit mati (mm2), tebal kulit pulihan(mm) dan intesitas serangan (%). Hasil pengujian menunjukkan perlakuan

    pemupukan, pengikisan, pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan danpengolesan fungisida Anti Rot F95 atau fungisida berbahan aktif Triadimefon250 g/l dapat mengurangi serangan penyakit KAS pada tanaman karet.

    Kata Kunci : Karet, KAS, Brown bast

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    2/12

    2

    PENDAHULUAN

    Kering alur sadap (KAS) atau dikenal dengan istilah kulit dalam cokelat

    (bruine binnenbastatau brown barkatau bark drynessatau brown bast) yang

    sering disingkat menjadi BB merupakan penyakit yang sampai saat ini belum

    diketahui secara pasti penyebab utamanya. Penyakit ini telah diketahui sejak

    awal budidaya karet dilakukan dan akhir-akhir ini mulai menimbulkan masalah

    serius di beberapa negara penghasil karet alam (Fairuzah, 2011).

    Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan kekeringan alur sadap

    sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan

    tanaman (Anwar, 2006). Gejala KAS ditandai dengan terdapatnya bagian-

    bagian alur sadap yang tidak mengeluarkan lateks. Bagian-bagian tersebut

    kemudian meluas dan akhirnya seluruh pohon tidak mengeluarkan lateks sama

    sekali. Kulit sebelah dalam bagian yang sakit berubah warna menjadi cokelat

    (Semangun, 2000). Akibat perubahan hormon di sekitar kulit yang mati

    adakalanya terbentuk kambium sekunder sehingga menjadi pecah-pecah atau

    terbentuk tonjolan-tonjolan yang tidak teratur, sehingga penyadapan sulit

    dilakukan (Fairuzah, 2011).

    CARA PENGENDALIAN

    Usaha-usaha untuk mencegah penyakit kekeringan kulit dapat dilakukan

    dengan cara penanaman klon tahan, kultur teknis yang sesuai dan eksploitasi

    yang tepat (Fairuzah, 2011).

    Dalam hubungannya dengan pengobatan, bagian kulit yang terserangsebaiknya diisolasi dengan membuat batas antara yang sakit dan yang sehat

    baik secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit selanjutnya ditoreh sampai

    menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian dikerok dan ditutup dengan

    obat penutup luka (Fairuzah, 2011).

    Menurut Fairuzah, 2011 batasan-batasan dalam hubungannya dengan

    frekuensi sadap dan penggunaan stimulant dibuat sebagai berikut:

    a. Jika jumlah tanaman yan terinfeksi mencapai 25% pada suatu areal

    dilakukan penurunan intensitas sadap

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    3/12

    3

    b. Jika jumlah tanaman yang terinfeksi sekitar 10% penyadapan normal tetap

    dilakukan tetapi tanpa menggunakan stimulant

    c. Jika terdapat infeksi 1/8S maka penyadapan normal tetap dilaksanakan dan

    penggunaan stimulant tetap dilakukan

    d. Jika infeksi sekitar antara 1/8S-3/8S pemakaian stimulant dihentikan selama

    6 bulan dan kulit terinfeksi dikerok serta dibuat alur isolasi antara batas kulit

    sakit dan sehat

    e. Jika infeksi mencapai 4/8S atau lebih penyadapan dihentikan selama 6

    bulan atau lebih

    f. Tanaman-tanaman yang terserang berat dimana pembuatan parit isolasi

    tidak mungkin dilakukan lagi, disarankan untuk disadap berat pada bagian

    yang masih mengeluarkan lateks. Mengistirahatkan tanaman tersebut tidak

    akan menyembuhkan penyakit.

    Penggunaan biofungisida NoBB atau Antico F-96 secara teratur dengan

    cara pelumasan. Pokok pokok utama penanggulangan KAS tersebut meliputi:

    a. Pembuangan/pengikisan/pengerokan kulit (bark scraping) hingga ke dalam

    3 mm dari kambium pada hari ke-1.

    b. Untuk mencegah serangan hama bubuk dengan penyemprotan insektisida

    Decis, Matador, Akodan, atau Supracide pada hari ke-1

    c. Aplikasi atau pengolesan formula NoBB sekitar 50 ml/pohon pada hari ke-2,

    30 dan 60

    d. Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai

    yakni mulai hari ke-90

    e. Kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scrapingdilakukan

    dan ketebalan kulit mencapai > 7 mmf. Fakta di lapangan efektivitas penyembuhan dengan teknik ini mencapai 85-

    95%

    (Fairuzah, 2011).

    Oleokimia sebagai bahan dasar Antico F-96 (disingkat Formant 96)

    adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, dan dapat

    berfungsi sebagai bahan perata, pelarut, penetran dan anti oksidan. Oleh

    adanya sifat tersebut Formant 96 sangat bermanfaat untuk menanggulangi

    gejala kering alur sadap (KAS), penyakit lapuk cabang dan batang, jamur upas

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    4/12

    4

    atau mouldy rot. Sama halnya dengan Anti rot F95 yang mengandung oleokimia

    95 %, fungisida 1 %, ZPT sebanyak 200 ppm dan bahan lainnya 4%.

    Lateks adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang membeku

    ketika terkena udara. Ini merupakan emulsi kompleks yang mengandung

    protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin dan gom. Pada banyak

    tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna

    kuning, jingga atau merah. Untuk memperoleh hasil sadap yang baik,

    penyadapan harus mengikuti aturan tertentu agar diperoleh hasil yang tinggi,

    menguntungkan, serta berkesinambungan dengan tetap memperhatikan faktor

    kesehatan tanaman agar tanaman dapat berproduksi secara optimal dan dalam

    waktu yang lama (Siregar, 1995).

    Dalam praktiknya untuk kelangsungan produksi, hal yang sangat

    mendasar adalah di dalam pemulihan bidang sadap. Agar bidang sadap

    kembali pulih tentu ada yang diperlukan di dalam penyadapannya. Menghindari

    penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap adalah

    salah satu cara agar bidang sadap dapat kembali pulih dan pohon yang

    mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk

    mempercepat pemulihan kulit (Sianturi, 2001).

    Mengistirahatkan tanaman dalam waktu tertentu juga merupakan konsep

    pemulihan bidang sadap, karena tanaman akan mengoptimalkan kembali

    bagian-bagian tanaman yang telah mengalami pelukaan. Begitu juga dengan

    pemberian unsur hara untuk kelanjutan tanaman itu sendiri sehingga

    pertumbuhannya akan lebih optimal tentunya pemulihan bagian-bagian yang

    disadap (Nazaruddin dan Paimin, 1998).

    METODOLOGI PELAKSANAAN

    Kegiatan ini dilaksanakan di desa Limau, Kecamatan Sembawa,

    Kabupaten Banyuasin, propinsi Sumatera Selatan pada bulan Maret s/d

    Desember 2012.

    Pengujian pengembangan beberapa komponen metode PHT dalam

    pengendalian penyakit KAS pada tanaman karet ini menggunakan Rancangan

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    5/12

    5

    Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuan dan 6 ulangan. Setiap plot

    perlakuan terdiri dari 5 (lima) pohon sampel. Perlakuan yang diaplikasikan:

    PHT 1 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan

    PHT 2 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan +

    Pengolesan Fungisida Anti rot F95

    PHT 3 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan +

    Pengolesan Fungisida Kimia (bahan aktif Triadimefon 250 g/l)

    P 4 = Kontrol (tanpa perlakuan)

    Aplikasi fungisida dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval 2

    (dua) bulan. Pupuk yang akan digunakan dalam pengujian ini adalah pupuk

    ZA, TSP dan ZK/KCl. Pemupukan dilakukan hanya sekali yaitu saat awal

    kegiatan dengan 1,5 x dari dosis anjuran yaitu 1,5 x 600 gr ZA/ph, 1,5 x 324 gr

    TSP/ph, dan 1,5 x 180 gr ZK/ph.

    Parameter yang diamati pada pengamatan ini adalah luas kulit mati

    (mm2), tebal kulit pulihan (mm) dan intensitas serangan (%).

    Hasil pengamatan terhadap parameter dituangkan dalam form

    pengamatan. Jumlah pengamatan 7 kali dengan interval 1 bulan.

    Analisis dilakukan dengan membandingkan persentase tingkat serangan

    pada setiap perlakuan.

    Teknologi yang digunakan dalam pengujian

    a. Pupuk

    Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah ZA/Urea, TSP/SP36

    dan ZK/KQ. ZA/Urea digunakan sebagai sumber N (Nitrogen), TSP/SP36

    sebagai sumber P (Phospor) dan ZK/KQ sebagai sumber K (Kalium). Dosis

    untuk setiap jenis pupuk diberikan untuk setiap pohon ke tanamanmenghasilkan menurut Setyamidjaja (1993) adalah sebagai berikut: 600 gr ZA

    (280 gr Urea) + 324 gr TSP/SP36, 180 gr ZK/KQ. Dan dosis ini dibuat 1,5 kali

    dari dosis anjuran.

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    6/12

    6

    b. Pengolesan Fungisida Anti rot F95 dan Fungisida berbahan aktif

    Triadimefon 250 g/l (Bayleton 250 EC)

    Aplikasi fungisida Anti rot F95 dan fungisida kimiawi (bahan aktif

    Triadimefon 250 g/l) dilakukan dengan cara pengolesan pada bagian tanaman

    terserang yang telah dikikis terlebih dahulu.

    c. Pengikisan Kulit

    Pengikisan kulit yang terserang dilakukan dengan menggunakan pisau

    scrap.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Lokasi pengujian berada di Desa Limau Kecamatan Sembawa

    Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi penelitian berada

    pada ketinggian tempat 5 m dpl. Klon karet yang ditanam adalah PB260, GT,

    dan PR, jarak tanam 3 x 5 m. Kondisi kebun tempat pengujian adalah sebagai

    berikut: jenis tanah podzolik merah kuning (ultisol). Kelembaban rendah karena

    curah hujan rendah. Pemeliharaan tanaman seperti sanitasi dan pemupukan

    tergolong baik.

    Sesuai dengan rencana pengujian pada petak-petak perlakuan yang

    telah ditentukan dilakukan aplikasi pengendalian penyakit KAS. Pada petak

    perlakuan PHT1 dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit

    dibidang sadap yang terserang KAS, dan bidang sadap diistirahatkan selama 6

    bulan. Pada petak perlakuan PHT2 dilakukan pemupukan di piringan tanaman,

    pengikisan kulit dibidang sadap yang terserang KAS, pengolesan Anti rot F95

    dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Pada petak perlakuan PHT3dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit dibidang sadap

    yang terserang KAS, pengolesan fungisida kimia (berbahan aktif Triadimefon

    250 g/l) dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Dan petak perlakuan

    kontrol yaitu tanaman yang tidak diberi perlakuan pengendalian sama sekali.

    Pada Pada pengujian ini telah digunakan larutan fungisida Anti Rot F95 yang

    mengandung fungisida 1%, ZPT 200 ppm dan bahan lain 4%. Fungisida yang

    digunakan adalah berbahan aktif Triadimefon 250 g/l.

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    7/12

    7

    Dari lokasi hasil pengujian di Desa Limau, Kecamatan Sembawa,

    Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, diperoleh data luas kulit

    mati (mm2) untuk setiap pengamatan seperti terlihat pada Tabel 2.

    Tabel 2. Data Luas Kuli t Mati (mm2) pada Pengamatan I s/d VII

    Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi hurufyang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.

    Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata luas kulit mati terendah

    terdapat pada perlakuan PHT3 yaitu sebesar 18710,71 mm2, diikuti perlakuan

    PHT1 yaitu sebesar 21022,86 mm2, kemudian selanjutnya perlakuan PHT1

    yaitu sebesar 23170 mm2. Sedangkan luas kulit mati tertinggi adalah perlakuan

    kontrol sebesar 81052,14 mm2.

    Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 berbeda nyata dengan perlakuan

    kontrol. Pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida dan pengistirahatan

    bidang sadap berpengaruh nyata dalam menekan perkembangan penyakit KAS

    di lapangan, hal ini sesuai dengan pernyataan Sianturi (2001) bahwa pohon

    yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk

    mempercepat pemulihan kulit. Dalam hubungannya dengan pengobatan,

    bagian kulit yang terserang sebaiknya diisolasi dengan membuat batas antarayang sakit dan yang sehat baik secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit

    selanjutnya ditoreh sampai menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian

    dikerok dan ditutup dengan obat penutup luka (Fairuzah, 2011). Nazaruddin

    dan Paimin (1998) juga menyatakan mengistirahatkan tanaman dalam waktu

    tertentu juga merupakan konsep pemulihan bidang sadap, karena tanaman

    akan mengoptimalkan kembali bagian-bagian tanaman yang telah mengalami

    pelukaan.

    Perlakuan

    Luas Kulit Mati (mm2) Pada Pengamatan I s/d VII Rata-rata

    Luas Kulit

    Mati (mm2)I II III IV V VI VII

    PHT 1 35380 32920 31520 15720 13100 10120 8400 21022.86 a

    PHT 2 58830 42700 30860 17120.0 7460 3680 1540 23170.00 a

    PHT 3 57450 33680 16665 8220 6360 4620 3980 18710.71 a

    Kontrol 80145 81000 81280 81220.0 80360 80700 82660 81052.14 b

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    8/12

    8

    Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 tidak berbeda nyata sesamanya.

    Namun setelah dilihat di lapangan bahwa perlakuan PHT2 yang diolesi antirot,

    kulit pemulihan bertekstur lembek bila dibandingkan pada perlakuan PHT3

    yang diolesi fungisida dan perlakuan PHT3 dimana kulit pemulihan lebih keras.

    Tetapi pada saat ditusuk untuk melihat lateksnya, pada perlakuan PHT2

    lateksnya lebih banyak, lancar dan berwarna putih kekuningan sedangkan pada

    perlakuan PHT3 dan PHT1 lateksnya lebih sedikit dan warna lebih kusam.

    Untuk melihat perbandingan efek antar perlakuan PHT1, PHT2, PHT3

    dan kontrol terhadap luas kulit mati (mm2) dapat dilihat pada Gambar 2.

    Gambar 2. Grafik Luas Kulit Mati Serangan KAS Pengamatan I s/d VII

    Pengaruh perlakuan terhadap tebal kulit pulihan (mm) akibat serangan

    KAS pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 2. berikut:

    Tabel 3. Data Tebal Kul it Pulihan (mm) pada Pengamatan I s/d VII

    PerlakuanTebal Kulit Pulihan (mm) pada

    PengamatanRata-rata tebal

    kulit pulihan

    (mm)I II III IV V VI VII

    PHT 1 4.77 4.91 5.10 5.25 5.33 5.46 5.66 5.21b

    PHT 2 4.83 4.98 5.04 5.50 5.71 5.93 6.58 5.51b

    PHT 3 4.94 5.29 5.49 5.83 6.07 6.14 6.47 5.75b

    Kontrol 4.05 4.04 4.02 4.02 4.01 3.98 3.97 4.01a

    Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi hurufyang sama tidak berbeda nyat menurut Uji Duncan pada taraf 5%.

    0

    10000

    20000

    30000

    40000

    50000

    60000

    70000

    80000

    90000

    PHT1

    PHT2

    PHT3

    Kontrol

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    9/12

    9

    Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata tebal kulit pulihan tertinggi

    terdapat pada perlakuan PHT3 yaitu sebesar 5,75 mm, diikuti perlakuan PHT2

    sebesar 5,51 mm, lalu perlakuan PHT1 sebesar 5,21 mm. Sedangkan tebal

    kulit pulihan terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 4.01 mm.

    Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 juga berbeda nyata dengan kontrol.

    Sama halnya dengan luas kulit mati, perlakuan pemupukan, pengikisan,

    pengolesan antirot maupun fungisida dan pengsitirahatan selama 6 bulan, juga

    berpengaruh nyata pada ketebalan kulit pulihan bidang sadap akibat KAS.

    Sesuai dengan pernyataan Anwar (2006), pengerokan kulit kering sampai batas

    3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit

    yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan NoBB atau Antico

    F-96 sekali sebulan dengan 3 ulangan. Pohon yang mengalami kekeringan alur

    sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit.

    Perlakuan PH1, PHT2 dan PHT3 tidak berbeda nyata sesamanya. Hal ini

    disebabkan kurangnya waktu pengistirahatan bidang sadapan. Pemulihan

    jaringan memerlukan waktu yang panjang minimal 1 tahun, sedangkan

    pengujian ini dilakukan untuk melihat pemulihannya hanya selama 6 bulan.

    Sesuai dengan pernyataan Fairuzah (2011) bahwa kulit bekas KAS dapat pulih

    setelah 12 bulan sejak bark scraping dilakukan dan ketebalan kulit mencapai >

    7 mm.

    Untuk melihat perbandingan antara efek PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol

    terhadap tebal kulit pulihan (mm) dapat dilihat pada Gambar 3.

    Gambar 3. Grafik Tebal Kulit Pulihan Serangan KAS Pengamatan I s/d VII

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    PHT1

    PHT2

    PHT3

    Kontrol

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    10/12

    10

    Pengaruh perlakuan terhadap intensitas serangan (%) akibat serangan

    KAS pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 3. berikut:

    Tabel 4. Data Intensitas Serangan (%) pada Pengamatan I s/d VII

    Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi hurufyang sama tidak berbeda nyat menurut Uji Duncan pada taraf 5%.

    Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas serangan terendah

    terdapat pada perlakuan PHT2 yaitu sebesar 21,24%, diikuti perlakuan PHT3

    sebesar 25,53%, lalu perlakuan PHT1 sebesar 26,67%. Sedangkan intensitas

    serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 29,24%.

    Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 berbeda nyata dengan perlakuan

    kontrol. Semua perlakuan yang dilakukan sangat berpengaruh dalam menekan

    penyakit KAS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anwar (2006) bahwa

    pengendalian penyakit KAS adalah menghindari penyadapan terlalu sering dan

    mengurangi pemakain Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap

    kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC

    100, pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan

    memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan

    bahan perangsang pertumbuhan kulit, dan perlu diberikan pupuk ekstra untuk

    mempercepat pemulihan kulit.

    Perlakuan PHT1 tidak berbeda nyata PHT3, tetapi perlakuan PHT1 dan

    PHT3 berbeda nyata dengan PHT2. Hal ini disebabkan karena dalam perlakuan

    PHT2 diolesi antirot yang mengandung zat pengatur tumbuh sehingga dapat

    lebih mempercepat proses pemulihan kulit yang terserang KAS.

    Untuk melihat perbandingan antara efek PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol

    terhadap intensitas serangan (%) dapat dilihat pada Gambar 3.

    Perlakuan

    Intensitas Serangan (%) pada Pengamatan Rata-rata

    intensitas

    serangan (%)I II III IV V VI VII

    PHT 1 27.66 27.33 27.33 27.00 26.67 26.34 24.33 26.67b

    PHT 2 23.33 23.00 22.66 21.33 20.33 19.33 18.67 21.24a

    PHT 3 27.00 26.67 26.34 26.00 25.67 25.33 21.67 25.53b

    Kontrol 28.67 29.33 29.67 29.33 29.67 29.33 28.66 29.24c

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    11/12

    11

    Gambar 4. Grafik Intensitas Serangan KAS Pengamatan I s/d Pengamatan VII

    Proses pemulihan kulit akibat penyakit KAS ini juga dipengaruhi dengan

    iklim yang salah satunya adalah tinggi rendahnya curah hujan. Tanaman karet

    memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,

    dengan hari hujan berkisar antara 100sd. 150 HH/tahun. Namun jika sering

    hujan pada pagi hari, produksi lateks akan berkurang (Anwar, 2006). Pada

    lokasi pengujian curah hujan hanya mencapai mm/tahun, yang menyebabkan

    proses pemulihan kulit tidak cukup maksimal.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    1. Pengendalian penyakit KAS dapat dilakukan secara terpadu dengan

    pemupukan, pengikisan, pengistirahatan bidang sadapan selama 6

    bulan, pengolesan fungisida Anti rot F95 (mengandung fungisida 1%,ZPT 200 ppm dan bahan lain 4%) atau pengolesan fungisida berbahan

    aktif triadimefon 250 g/l.

    2. Penekanan luas kulit mati dan tebal kulit pulihan oleh tindakan

    pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida kimia (Triadimefon 250

    g/l) dan pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan lebih baik dari

    tindakan pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida Anti rot F95 dan

    pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan. Sedangkan terhadap

    intensitas serangan berlaku sebaliknya.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    PHT1

    PHT2

    PHT3

    Kontrol

  • 7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)

    12/12

    12

    B. Saran

    1. Dianjurkan bagi pemilik kebun memperhatikan kebersihan, pemupukan,

    dan tidak menyadap terlalu sering. Pada tanaman karet yang sudah

    terserang KAS dianjurkan diistirahatkan minimal 1 tahun guna pemulihan

    bidang sadap.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anwar, C., 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Makalah yang

    disampaikan pada pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet oleh PT.FABA Indonesia Konsultan. Pusat Penelitian Karet. Medan.

    Fairuzah, Z., 2011. Manajemen Pengendalian KAS dan Penyakit BidangSadap. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Medan.

    Mayee, C.F and V.V. Datar., 1986. Phytopathometry. Department of PlantPathology. Maratwada Agricultural. Univ. India. India

    Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.

    Setyamidjaja, D., 1993. KARET Budidaya dan Pengolahan. Kanisius.

    Yogyakarta.

    Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. USU Press. Medan

    Siregar, T.H.S., 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta.

    Umayah, A. 2012. Penyakit KAS Tanaman Karet.http://www.bp4kmesuji.net/perkebunan/77-penyakit-kas-tanamankaret.html?showall=1&limitstart. Diakses pada tanggal 24 Januari 2012.