teknologi pengendalian kas(1)
TRANSCRIPT
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
1/12
1
PENGEMBANGAN DAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN
PENYAKIT KERING ALUR SADAP (KAS) PADA TANAMAN KARET
DI PROPINSI SUMATERA SELATAN
Oleh
Desianty Dona Normalisa Sirait dan Syahnen
Laboratorium Lapangan Balai Besar Perbenihan dan ProteksiTanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan
Jl. Asrama No. 124 Medan Kel. Cinta Damai Kec. Medan Helvet ia 20126.Telp. (061) 8470504, Fax. (061) 8466771, 8445794, 8458008, 8466787
http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpmed/
ABSTRAK
Penyakit karet sering menimbulkan kerugian ekonomis di perkebunan karet.Kerugian yang ditimbulkan tidak hanya berupa kehilangan hasil akibatkerusakan tanaman, tetapi juga biaya yang dikeluarkan dalam upayapengendaliannya. Lebih dari 25 jenis penyakit menimbulkan kerusakan diperkebunan karet. Salah satu penyakit tanaman karet yang ditemukan padaperkebunan karet adalah Kering Alur Sadap (Tapping Panel Dryness, BrownBast). Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui teknologi yang tepatdalam pengendalian penyakit Kering Alur Sadap (KAS) pada tanaman karet.Pada kegiatan ini akan dikembangkan pengujian beberapa komponen PHT
dalam pengendalian penyakit KAS pada tanaman karet. Pengujian dilakukandengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuandan 6 (enam) ulangan. Setiap plot perlakuan terdiri dari 5 (lima) pohon sampel.Perlakuan terdiri dari: PHT 1 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkanselama 6 bulan; PHT 2 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkanselama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Anti rot F95; PHT 3 = Pemupukan +Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan + Pengolesan Fungisida Kimia(bahan aktif Triadimefon 250 g/l); P 4 = Kontrol (tanpa perlakuan). Pengamatansetelah aplikasi dilakukan sebanyak 7 (tujuh) kali dengan interval waktu sebulansekali. Parameter yang diamati adalah luas kulit mati (mm2), tebal kulit pulihan(mm) dan intesitas serangan (%). Hasil pengujian menunjukkan perlakuan
pemupukan, pengikisan, pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan danpengolesan fungisida Anti Rot F95 atau fungisida berbahan aktif Triadimefon250 g/l dapat mengurangi serangan penyakit KAS pada tanaman karet.
Kata Kunci : Karet, KAS, Brown bast
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
2/12
2
PENDAHULUAN
Kering alur sadap (KAS) atau dikenal dengan istilah kulit dalam cokelat
(bruine binnenbastatau brown barkatau bark drynessatau brown bast) yang
sering disingkat menjadi BB merupakan penyakit yang sampai saat ini belum
diketahui secara pasti penyebab utamanya. Penyakit ini telah diketahui sejak
awal budidaya karet dilakukan dan akhir-akhir ini mulai menimbulkan masalah
serius di beberapa negara penghasil karet alam (Fairuzah, 2011).
Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan kekeringan alur sadap
sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan
tanaman (Anwar, 2006). Gejala KAS ditandai dengan terdapatnya bagian-
bagian alur sadap yang tidak mengeluarkan lateks. Bagian-bagian tersebut
kemudian meluas dan akhirnya seluruh pohon tidak mengeluarkan lateks sama
sekali. Kulit sebelah dalam bagian yang sakit berubah warna menjadi cokelat
(Semangun, 2000). Akibat perubahan hormon di sekitar kulit yang mati
adakalanya terbentuk kambium sekunder sehingga menjadi pecah-pecah atau
terbentuk tonjolan-tonjolan yang tidak teratur, sehingga penyadapan sulit
dilakukan (Fairuzah, 2011).
CARA PENGENDALIAN
Usaha-usaha untuk mencegah penyakit kekeringan kulit dapat dilakukan
dengan cara penanaman klon tahan, kultur teknis yang sesuai dan eksploitasi
yang tepat (Fairuzah, 2011).
Dalam hubungannya dengan pengobatan, bagian kulit yang terserangsebaiknya diisolasi dengan membuat batas antara yang sakit dan yang sehat
baik secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit selanjutnya ditoreh sampai
menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian dikerok dan ditutup dengan
obat penutup luka (Fairuzah, 2011).
Menurut Fairuzah, 2011 batasan-batasan dalam hubungannya dengan
frekuensi sadap dan penggunaan stimulant dibuat sebagai berikut:
a. Jika jumlah tanaman yan terinfeksi mencapai 25% pada suatu areal
dilakukan penurunan intensitas sadap
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
3/12
3
b. Jika jumlah tanaman yang terinfeksi sekitar 10% penyadapan normal tetap
dilakukan tetapi tanpa menggunakan stimulant
c. Jika terdapat infeksi 1/8S maka penyadapan normal tetap dilaksanakan dan
penggunaan stimulant tetap dilakukan
d. Jika infeksi sekitar antara 1/8S-3/8S pemakaian stimulant dihentikan selama
6 bulan dan kulit terinfeksi dikerok serta dibuat alur isolasi antara batas kulit
sakit dan sehat
e. Jika infeksi mencapai 4/8S atau lebih penyadapan dihentikan selama 6
bulan atau lebih
f. Tanaman-tanaman yang terserang berat dimana pembuatan parit isolasi
tidak mungkin dilakukan lagi, disarankan untuk disadap berat pada bagian
yang masih mengeluarkan lateks. Mengistirahatkan tanaman tersebut tidak
akan menyembuhkan penyakit.
Penggunaan biofungisida NoBB atau Antico F-96 secara teratur dengan
cara pelumasan. Pokok pokok utama penanggulangan KAS tersebut meliputi:
a. Pembuangan/pengikisan/pengerokan kulit (bark scraping) hingga ke dalam
3 mm dari kambium pada hari ke-1.
b. Untuk mencegah serangan hama bubuk dengan penyemprotan insektisida
Decis, Matador, Akodan, atau Supracide pada hari ke-1
c. Aplikasi atau pengolesan formula NoBB sekitar 50 ml/pohon pada hari ke-2,
30 dan 60
d. Penyadapan kulit sehat dapat diteruskan setelah proses pengobatan selesai
yakni mulai hari ke-90
e. Kulit bekas KAS dapat pulih setelah 12 bulan sejak bark scrapingdilakukan
dan ketebalan kulit mencapai > 7 mmf. Fakta di lapangan efektivitas penyembuhan dengan teknik ini mencapai 85-
95%
(Fairuzah, 2011).
Oleokimia sebagai bahan dasar Antico F-96 (disingkat Formant 96)
adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, dan dapat
berfungsi sebagai bahan perata, pelarut, penetran dan anti oksidan. Oleh
adanya sifat tersebut Formant 96 sangat bermanfaat untuk menanggulangi
gejala kering alur sadap (KAS), penyakit lapuk cabang dan batang, jamur upas
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
4/12
4
atau mouldy rot. Sama halnya dengan Anti rot F95 yang mengandung oleokimia
95 %, fungisida 1 %, ZPT sebanyak 200 ppm dan bahan lainnya 4%.
Lateks adalah getah seperti susu dari banyak tumbuhan yang membeku
ketika terkena udara. Ini merupakan emulsi kompleks yang mengandung
protein, alkaloid, pati, gula, minyak, tanin, resin dan gom. Pada banyak
tumbuhan lateks biasanya berwarna putih, namun ada juga yang berwarna
kuning, jingga atau merah. Untuk memperoleh hasil sadap yang baik,
penyadapan harus mengikuti aturan tertentu agar diperoleh hasil yang tinggi,
menguntungkan, serta berkesinambungan dengan tetap memperhatikan faktor
kesehatan tanaman agar tanaman dapat berproduksi secara optimal dan dalam
waktu yang lama (Siregar, 1995).
Dalam praktiknya untuk kelangsungan produksi, hal yang sangat
mendasar adalah di dalam pemulihan bidang sadap. Agar bidang sadap
kembali pulih tentu ada yang diperlukan di dalam penyadapannya. Menghindari
penggunaan Ethepon pada pohon yang kena kekeringan alur sadap adalah
salah satu cara agar bidang sadap dapat kembali pulih dan pohon yang
mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk
mempercepat pemulihan kulit (Sianturi, 2001).
Mengistirahatkan tanaman dalam waktu tertentu juga merupakan konsep
pemulihan bidang sadap, karena tanaman akan mengoptimalkan kembali
bagian-bagian tanaman yang telah mengalami pelukaan. Begitu juga dengan
pemberian unsur hara untuk kelanjutan tanaman itu sendiri sehingga
pertumbuhannya akan lebih optimal tentunya pemulihan bagian-bagian yang
disadap (Nazaruddin dan Paimin, 1998).
METODOLOGI PELAKSANAAN
Kegiatan ini dilaksanakan di desa Limau, Kecamatan Sembawa,
Kabupaten Banyuasin, propinsi Sumatera Selatan pada bulan Maret s/d
Desember 2012.
Pengujian pengembangan beberapa komponen metode PHT dalam
pengendalian penyakit KAS pada tanaman karet ini menggunakan Rancangan
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
5/12
5
Acak Kelompok dengan 4 (empat) perlakuan dan 6 ulangan. Setiap plot
perlakuan terdiri dari 5 (lima) pohon sampel. Perlakuan yang diaplikasikan:
PHT 1 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan
PHT 2 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan +
Pengolesan Fungisida Anti rot F95
PHT 3 = Pemupukan + Pengikisan kulit + Diistirahatkan selama 6 bulan +
Pengolesan Fungisida Kimia (bahan aktif Triadimefon 250 g/l)
P 4 = Kontrol (tanpa perlakuan)
Aplikasi fungisida dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval 2
(dua) bulan. Pupuk yang akan digunakan dalam pengujian ini adalah pupuk
ZA, TSP dan ZK/KCl. Pemupukan dilakukan hanya sekali yaitu saat awal
kegiatan dengan 1,5 x dari dosis anjuran yaitu 1,5 x 600 gr ZA/ph, 1,5 x 324 gr
TSP/ph, dan 1,5 x 180 gr ZK/ph.
Parameter yang diamati pada pengamatan ini adalah luas kulit mati
(mm2), tebal kulit pulihan (mm) dan intensitas serangan (%).
Hasil pengamatan terhadap parameter dituangkan dalam form
pengamatan. Jumlah pengamatan 7 kali dengan interval 1 bulan.
Analisis dilakukan dengan membandingkan persentase tingkat serangan
pada setiap perlakuan.
Teknologi yang digunakan dalam pengujian
a. Pupuk
Pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah ZA/Urea, TSP/SP36
dan ZK/KQ. ZA/Urea digunakan sebagai sumber N (Nitrogen), TSP/SP36
sebagai sumber P (Phospor) dan ZK/KQ sebagai sumber K (Kalium). Dosis
untuk setiap jenis pupuk diberikan untuk setiap pohon ke tanamanmenghasilkan menurut Setyamidjaja (1993) adalah sebagai berikut: 600 gr ZA
(280 gr Urea) + 324 gr TSP/SP36, 180 gr ZK/KQ. Dan dosis ini dibuat 1,5 kali
dari dosis anjuran.
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
6/12
6
b. Pengolesan Fungisida Anti rot F95 dan Fungisida berbahan aktif
Triadimefon 250 g/l (Bayleton 250 EC)
Aplikasi fungisida Anti rot F95 dan fungisida kimiawi (bahan aktif
Triadimefon 250 g/l) dilakukan dengan cara pengolesan pada bagian tanaman
terserang yang telah dikikis terlebih dahulu.
c. Pengikisan Kulit
Pengikisan kulit yang terserang dilakukan dengan menggunakan pisau
scrap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi pengujian berada di Desa Limau Kecamatan Sembawa
Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan. Lokasi penelitian berada
pada ketinggian tempat 5 m dpl. Klon karet yang ditanam adalah PB260, GT,
dan PR, jarak tanam 3 x 5 m. Kondisi kebun tempat pengujian adalah sebagai
berikut: jenis tanah podzolik merah kuning (ultisol). Kelembaban rendah karena
curah hujan rendah. Pemeliharaan tanaman seperti sanitasi dan pemupukan
tergolong baik.
Sesuai dengan rencana pengujian pada petak-petak perlakuan yang
telah ditentukan dilakukan aplikasi pengendalian penyakit KAS. Pada petak
perlakuan PHT1 dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit
dibidang sadap yang terserang KAS, dan bidang sadap diistirahatkan selama 6
bulan. Pada petak perlakuan PHT2 dilakukan pemupukan di piringan tanaman,
pengikisan kulit dibidang sadap yang terserang KAS, pengolesan Anti rot F95
dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Pada petak perlakuan PHT3dilakukan pemupukan di piringan tanaman, pengikisan kulit dibidang sadap
yang terserang KAS, pengolesan fungisida kimia (berbahan aktif Triadimefon
250 g/l) dan bidang sadap diistirahatkan selama 6 bulan. Dan petak perlakuan
kontrol yaitu tanaman yang tidak diberi perlakuan pengendalian sama sekali.
Pada Pada pengujian ini telah digunakan larutan fungisida Anti Rot F95 yang
mengandung fungisida 1%, ZPT 200 ppm dan bahan lain 4%. Fungisida yang
digunakan adalah berbahan aktif Triadimefon 250 g/l.
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
7/12
7
Dari lokasi hasil pengujian di Desa Limau, Kecamatan Sembawa,
Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan, diperoleh data luas kulit
mati (mm2) untuk setiap pengamatan seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Data Luas Kuli t Mati (mm2) pada Pengamatan I s/d VII
Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi hurufyang sama tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata luas kulit mati terendah
terdapat pada perlakuan PHT3 yaitu sebesar 18710,71 mm2, diikuti perlakuan
PHT1 yaitu sebesar 21022,86 mm2, kemudian selanjutnya perlakuan PHT1
yaitu sebesar 23170 mm2. Sedangkan luas kulit mati tertinggi adalah perlakuan
kontrol sebesar 81052,14 mm2.
Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol. Pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida dan pengistirahatan
bidang sadap berpengaruh nyata dalam menekan perkembangan penyakit KAS
di lapangan, hal ini sesuai dengan pernyataan Sianturi (2001) bahwa pohon
yang mengalami kekeringan alur sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk
mempercepat pemulihan kulit. Dalam hubungannya dengan pengobatan,
bagian kulit yang terserang sebaiknya diisolasi dengan membuat batas antarayang sakit dan yang sehat baik secara vertikal dan horizontal. Batas yang sakit
selanjutnya ditoreh sampai menyentuh kambium. Jaringan yang sakit kemudian
dikerok dan ditutup dengan obat penutup luka (Fairuzah, 2011). Nazaruddin
dan Paimin (1998) juga menyatakan mengistirahatkan tanaman dalam waktu
tertentu juga merupakan konsep pemulihan bidang sadap, karena tanaman
akan mengoptimalkan kembali bagian-bagian tanaman yang telah mengalami
pelukaan.
Perlakuan
Luas Kulit Mati (mm2) Pada Pengamatan I s/d VII Rata-rata
Luas Kulit
Mati (mm2)I II III IV V VI VII
PHT 1 35380 32920 31520 15720 13100 10120 8400 21022.86 a
PHT 2 58830 42700 30860 17120.0 7460 3680 1540 23170.00 a
PHT 3 57450 33680 16665 8220 6360 4620 3980 18710.71 a
Kontrol 80145 81000 81280 81220.0 80360 80700 82660 81052.14 b
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
8/12
8
Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 tidak berbeda nyata sesamanya.
Namun setelah dilihat di lapangan bahwa perlakuan PHT2 yang diolesi antirot,
kulit pemulihan bertekstur lembek bila dibandingkan pada perlakuan PHT3
yang diolesi fungisida dan perlakuan PHT3 dimana kulit pemulihan lebih keras.
Tetapi pada saat ditusuk untuk melihat lateksnya, pada perlakuan PHT2
lateksnya lebih banyak, lancar dan berwarna putih kekuningan sedangkan pada
perlakuan PHT3 dan PHT1 lateksnya lebih sedikit dan warna lebih kusam.
Untuk melihat perbandingan efek antar perlakuan PHT1, PHT2, PHT3
dan kontrol terhadap luas kulit mati (mm2) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik Luas Kulit Mati Serangan KAS Pengamatan I s/d VII
Pengaruh perlakuan terhadap tebal kulit pulihan (mm) akibat serangan
KAS pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 2. berikut:
Tabel 3. Data Tebal Kul it Pulihan (mm) pada Pengamatan I s/d VII
PerlakuanTebal Kulit Pulihan (mm) pada
PengamatanRata-rata tebal
kulit pulihan
(mm)I II III IV V VI VII
PHT 1 4.77 4.91 5.10 5.25 5.33 5.46 5.66 5.21b
PHT 2 4.83 4.98 5.04 5.50 5.71 5.93 6.58 5.51b
PHT 3 4.94 5.29 5.49 5.83 6.07 6.14 6.47 5.75b
Kontrol 4.05 4.04 4.02 4.02 4.01 3.98 3.97 4.01a
Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi hurufyang sama tidak berbeda nyat menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
PHT1
PHT2
PHT3
Kontrol
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
9/12
9
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata tebal kulit pulihan tertinggi
terdapat pada perlakuan PHT3 yaitu sebesar 5,75 mm, diikuti perlakuan PHT2
sebesar 5,51 mm, lalu perlakuan PHT1 sebesar 5,21 mm. Sedangkan tebal
kulit pulihan terendah terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 4.01 mm.
Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 juga berbeda nyata dengan kontrol.
Sama halnya dengan luas kulit mati, perlakuan pemupukan, pengikisan,
pengolesan antirot maupun fungisida dan pengsitirahatan selama 6 bulan, juga
berpengaruh nyata pada ketebalan kulit pulihan bidang sadap akibat KAS.
Sesuai dengan pernyataan Anwar (2006), pengerokan kulit kering sampai batas
3-4 mm dari kambium dengan memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit
yang dikerok dioles dengan bahan perangsang pertumbuhan NoBB atau Antico
F-96 sekali sebulan dengan 3 ulangan. Pohon yang mengalami kekeringan alur
sadap perlu diberikan pupuk ekstra untuk mempercepat pemulihan kulit.
Perlakuan PH1, PHT2 dan PHT3 tidak berbeda nyata sesamanya. Hal ini
disebabkan kurangnya waktu pengistirahatan bidang sadapan. Pemulihan
jaringan memerlukan waktu yang panjang minimal 1 tahun, sedangkan
pengujian ini dilakukan untuk melihat pemulihannya hanya selama 6 bulan.
Sesuai dengan pernyataan Fairuzah (2011) bahwa kulit bekas KAS dapat pulih
setelah 12 bulan sejak bark scraping dilakukan dan ketebalan kulit mencapai >
7 mm.
Untuk melihat perbandingan antara efek PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol
terhadap tebal kulit pulihan (mm) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Tebal Kulit Pulihan Serangan KAS Pengamatan I s/d VII
0
1
2
3
4
5
6
7
PHT1
PHT2
PHT3
Kontrol
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
10/12
10
Pengaruh perlakuan terhadap intensitas serangan (%) akibat serangan
KAS pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 3. berikut:
Tabel 4. Data Intensitas Serangan (%) pada Pengamatan I s/d VII
Keterangan : Angka-angka yang terdapat pada lajur yang sama dan diikuti oleh notasi hurufyang sama tidak berbeda nyat menurut Uji Duncan pada taraf 5%.
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas serangan terendah
terdapat pada perlakuan PHT2 yaitu sebesar 21,24%, diikuti perlakuan PHT3
sebesar 25,53%, lalu perlakuan PHT1 sebesar 26,67%. Sedangkan intensitas
serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol yaitu sebesar 29,24%.
Perlakuan PHT1, PHT2 dan PHT3 berbeda nyata dengan perlakuan
kontrol. Semua perlakuan yang dilakukan sangat berpengaruh dalam menekan
penyakit KAS. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anwar (2006) bahwa
pengendalian penyakit KAS adalah menghindari penyadapan terlalu sering dan
mengurangi pemakain Ethepon terutama pada klon yang rentan terhadap
kering alur sadap yaitu BPM 1, PB 235, PB 260, PB 330, PR 261 dan RRIC
100, pengerokan kulit yang kering sampai batas 3-4 mm dari kambium dengan
memakai pisau sadap atau alat pengerok. Kulit yang dikerok dioles dengan
bahan perangsang pertumbuhan kulit, dan perlu diberikan pupuk ekstra untuk
mempercepat pemulihan kulit.
Perlakuan PHT1 tidak berbeda nyata PHT3, tetapi perlakuan PHT1 dan
PHT3 berbeda nyata dengan PHT2. Hal ini disebabkan karena dalam perlakuan
PHT2 diolesi antirot yang mengandung zat pengatur tumbuh sehingga dapat
lebih mempercepat proses pemulihan kulit yang terserang KAS.
Untuk melihat perbandingan antara efek PHT1, PHT2, PHT3 dan kontrol
terhadap intensitas serangan (%) dapat dilihat pada Gambar 3.
Perlakuan
Intensitas Serangan (%) pada Pengamatan Rata-rata
intensitas
serangan (%)I II III IV V VI VII
PHT 1 27.66 27.33 27.33 27.00 26.67 26.34 24.33 26.67b
PHT 2 23.33 23.00 22.66 21.33 20.33 19.33 18.67 21.24a
PHT 3 27.00 26.67 26.34 26.00 25.67 25.33 21.67 25.53b
Kontrol 28.67 29.33 29.67 29.33 29.67 29.33 28.66 29.24c
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
11/12
11
Gambar 4. Grafik Intensitas Serangan KAS Pengamatan I s/d Pengamatan VII
Proses pemulihan kulit akibat penyakit KAS ini juga dipengaruhi dengan
iklim yang salah satunya adalah tinggi rendahnya curah hujan. Tanaman karet
memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,
dengan hari hujan berkisar antara 100sd. 150 HH/tahun. Namun jika sering
hujan pada pagi hari, produksi lateks akan berkurang (Anwar, 2006). Pada
lokasi pengujian curah hujan hanya mencapai mm/tahun, yang menyebabkan
proses pemulihan kulit tidak cukup maksimal.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengendalian penyakit KAS dapat dilakukan secara terpadu dengan
pemupukan, pengikisan, pengistirahatan bidang sadapan selama 6
bulan, pengolesan fungisida Anti rot F95 (mengandung fungisida 1%,ZPT 200 ppm dan bahan lain 4%) atau pengolesan fungisida berbahan
aktif triadimefon 250 g/l.
2. Penekanan luas kulit mati dan tebal kulit pulihan oleh tindakan
pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida kimia (Triadimefon 250
g/l) dan pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan lebih baik dari
tindakan pemupukan, pengikisan, pengolesan fungisida Anti rot F95 dan
pengistirahatan bidang sadapan selama 6 bulan. Sedangkan terhadap
intensitas serangan berlaku sebaliknya.
0
5
10
15
20
25
30
35
PHT1
PHT2
PHT3
Kontrol
-
7/26/2019 Teknologi Pengendalian KAS(1)
12/12
12
B. Saran
1. Dianjurkan bagi pemilik kebun memperhatikan kebersihan, pemupukan,
dan tidak menyadap terlalu sering. Pada tanaman karet yang sudah
terserang KAS dianjurkan diistirahatkan minimal 1 tahun guna pemulihan
bidang sadap.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, C., 2006. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Makalah yang
disampaikan pada pelatihan Tekno Ekonomi Agribisnis Karet oleh PT.FABA Indonesia Konsultan. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Fairuzah, Z., 2011. Manajemen Pengendalian KAS dan Penyakit BidangSadap. Balai Penelitian Sungei Putih. Pusat Penelitian Karet. Medan.
Mayee, C.F and V.V. Datar., 1986. Phytopathometry. Department of PlantPathology. Maratwada Agricultural. Univ. India. India
Nazaruddin dan F.B. Paimin., 1998. Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setyamidjaja, D., 1993. KARET Budidaya dan Pengolahan. Kanisius.
Yogyakarta.
Sianturi, H. S. D., 2001. Budidaya Tanaman Karet. USU Press. Medan
Siregar, T.H.S., 1995. Teknik Penyadapan Karet. Kanisius. Yogyakarta.
Umayah, A. 2012. Penyakit KAS Tanaman Karet.http://www.bp4kmesuji.net/perkebunan/77-penyakit-kas-tanamankaret.html?showall=1&limitstart. Diakses pada tanggal 24 Januari 2012.