tekno behih

13
DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24 Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 12 DAYA KECAMBAH BENIH TANJUNG (Mimusops elengi LINN.) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH Germination Capacity of Tanjung (Mimusops elengi LINN.) Seeds to The various of Seed Water Content Oleh/by EMMY WINARNI Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan ABSTRACT The objective of this research was to find out the best of Germination Capacity and Rate of Tanjung (Mimusops elengi LINN.) seeds to the various water content of the seeds. To get the various water content, the seeds was dried under the sunlight for 10 and 20 hours, and then the dried seeds were measured its water contents . This research was conducted in the Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Kalimantan lab. Banjarbaru for 2 months and used 3 treatments: fresh seeds (water content 40,62 %), dried for 10 hours (water content 26,32) and dried for 20 hours (water content 11,43%). with 50 seeds/ replications. The data was analyzed by comparing the parameter of Germination capacity and Germination rate. The best response was shown by the highest value of germination parameters. The results showed that seed was dried in 10 hours (water content 26,32%) has best value of Germination capacity = 95,5% and Germination rate 13,35 days compared to the others. Keyword : Mimusops elengi, Germination capacity, germination rate . Penulis untuk korespondensi : HP +62811518930, e-mail [email protected] PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam yang cukup besar dan sedang giat melakukan pembanguan . Pembangunan dilakukan di berbagai bidang dan di berbagai daerah di persada bumi ini. Pembangunan yang terus dilaksanakan terlihat jelas didaerah perkotaan, ini tercermin dengan adanya pembangunan fisik kota seperti pemukiman, perkantoran, jalan umum, pusat perbelanjaan, tempat hiburan, terminal, dan rumah sakit. Gejala pembangunan kota mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam. Penanaman pohon di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan saat ini menjadi program pemerintah yang telah dan sedang dilaksanakan. Apalagi denganadanya issue pemanasan global yang harus dikurangi atau dicegah peningkatannya.

Upload: rafi-januzaj

Post on 01-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jurnal benih

TRANSCRIPT

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 12

    DAYA KECAMBAH BENIH TANJUNG (Mimusops elengi LINN.) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH

    Germination Capacity of Tanjung (Mimusops elengi LINN.) Seeds to The various of Seed Water Content

    Oleh/by EMMY WINARNI

    Program Studi Budidaya Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat

    Jl. A. Yani KM 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan

    ABSTRACT

    The objective of this research was to find out the best of Germination Capacity and Rate of Tanjung (Mimusops elengi LINN.) seeds to the various water content of the seeds. To get the various water content, the seeds was dried under the sunlight for 10 and 20 hours, and then the dried seeds were measured its water contents

    . This research was conducted in the Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Kalimantan lab. Banjarbaru for 2 months and used 3 treatments: fresh seeds (water content 40,62 %), dried for 10 hours (water content 26,32) and dried for 20 hours (water content 11,43%). with 50 seeds/ replications. The data was analyzed by comparing the parameter of Germination capacity and Germination rate. The best response was shown by the highest value of germination parameters.

    The results showed that seed was dried in 10 hours (water content 26,32%) has best value of Germination capacity = 95,5% and Germination rate 13,35 days compared to the others.

    Keyword : Mimusops elengi, Germination capacity, germination rate . Penulis untuk korespondensi : HP +62811518930, e-mail [email protected]

    PENDAHULUAN

    Indonesia merupakan negara

    yang mempunyai sumber daya alam yang cukup besar dan sedang giat melakukan pembanguan . Pembangunan dilakukan di berbagai bidang dan di berbagai daerah di persada bumi ini. Pembangunan yang terus dilaksanakan terlihat jelas didaerah perkotaan, ini tercermin dengan adanya pembangunan fisik kota seperti pemukiman, perkantoran, jalan umum, pusat perbelanjaan, tempat

    hiburan, terminal, dan rumah sakit. Gejala pembangunan kota mempunyai kecenderungan untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan juga menghilangkan wajah alam.

    Penanaman pohon di dalam kawasan maupun di luar kawasan hutan saat ini menjadi program pemerintah yang telah dan sedang dilaksanakan. Apalagi denganadanya issue pemanasan global yang harus dikurangi atau dicegah peningkatannya.

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 13

    Salah satu usaha yang telah dilaksanakan oleh pemerintah adalah membangun hutan kota. Hijaunya kota tidak hanya menjadikan kota itu indah dan sejuk namun aspek kelestarian, keserasian, keselarasan dan keseimbangan sumberdaya alam, yang pada gilirannya akan memberikan jasa-jasa berupa kenyamanan, kesegaran, terbebasnya kota dari polusi dan kebisingan.

    Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau dinyatakan sebagai ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas. Baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

    Pohon Tanjung merupakan salah satu jenis pohon peneduh yang dapat di tanam sebagai pohon penghijauan, karena bentuk tajuknya yang rimbun dan daunnya selalu hijau.

    Untuk terus menjamin tersedianya bibit Tanjung maka diperlukan suatu usaha budidaya Tanjung.

    Kadar air benih sangat mempengaruhi daya kecambah dan kualitas bibit yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan tanaman dilapangan. Suhu, kelembaban dan lama penyimpanan sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan kadar air benih. Oleh karena itu sejak dipanen, selama perjalanan selama dalam penyimpanan hingga penaburan perlu diketahui dengan pesti kadar air optimum yang seharusnya dipertahankan untuk setiap jenis tanaman agar viabilitas benih tidak hilang.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar air benih terhadap daya kecambah benih dan laju perkecambahan benih Tanjung (Mimusops elengi LINN.) dengan cara penjemuran.

    METODOLOGI PENELITIAN

    Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama

    dua bulan bertempat di Laboratorium Balai Perbenihan Tanaman Hutan Kalimantan jalan Sei Salak Km. 28 Guntung Payung Landasan Ulin Banjarbaru Kalimantan Selatan

    Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam

    penelitian adalah nampan kawat untuk mengeringkan benih, wadah simpan benih setelah di keringkan (kantong plastik atau kantong blacu), hygrometer untuk mengukur kelembaban saat pengeringan, thermometer untuk

    mengukur suhu, timbangan analitik untuk menimbang benih Tanjung, oven untuk mengeringkan benih untuk pengukuran kadar air, desikator dengan silica gel untuk penyimpan ketika benih baru dikeluarkan dari oven, bak kecambah untuk mengecambahkan benih Tanjung, sprayer untuk menyiram benih dalam masa perkecambahan, botol kaca untuk tempat merendam benih sebelum dikecambahkan, saringan untuk menyaring benih setelah perendaman, hand tally counter untuk menghitung benih, label untuk memberikan tanda pengenal kepada setiap satuan kelompok percobaan, alat tulis menulis, tally sheet untuk mencatat

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 14

    hasil penurunan kadar air dan perkecambahan setiap percobaan, dan kamera untuk dokumentasi

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih Tanjung berasal dari buah Tanjung yang telah masak fisik dipanen dari pohon Tanjung yang tumbuh di sepanjang jalan A. Yani Km. 34 Banjarbaru, sedangkan media yang digunakan dalam perkecambahan adalah pasir sungai yang telah mengalami proses sterilisasi dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari selama dua hari.

    Prosedur Penelitian Ekstraksi Buah Tanjung

    Untuk memisahkan biji Tanjung dari bagian buahnya dengan cara manual yaitu memisahkan biji dari daging buahnya dengan menggunakan tangan dan selanjutnya direndam di air untuk menghilangkan sisa-sisa daging buah yang mengandung lemak setelah itu dilakukan seleksi biji dengan cara memilih atau memisahkan biji yang baik dari biji-biji yang hampa, muda, rusak atau terkena penyakit.

    Perlakuan Benih Seleksi Benih dan Perlakuan Benih

    Benih yang telah diseleksi kemudian di pisahkan sebagai kontrol untuk di ukur kadar airnya dengan cara menghancurkan biji dengan palu kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 C selama 17 jam 1 jam sebanyak 2 ulangan (@ 5 gram) dan sebagian lagi dikecambahkan sebanyak 4 ulangan (@ 50 butir per ulangan) setelah sebelumnya di lakukan perlakuan pendahuluan dengan direndam air dingin selama 24 jam.

    Sisa benih tersebut kemudian diturunkan kadar airnya dengan cara di jemur di bawah matahari langsung dengan menggunakan nampan kawat sebagai wadah. Penjemuran dilakukan

    selama 10 jam, kemudian dilakukan pengukuran kadar airnya dengan cara menghancurkan biji dengan palu kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 103 C selama 17 jam 1 jam sebanyak 2 ulangan (@ 5 gram) dan sebagian lagi dikecambahkan sebanyak 4 ulangan (@ 50 butir per ulangan) setelah sebelumnya di lakukan perlakuan pendahuluan dengan direndam air dingin selama 24 jam.

    Selanjutnya sisa benih di turunkan lagi kadar airnya dengan cara di jemur di bawah matahari langsung dengan menggunakan nampan kawat sebagai wadah. Penjemuran dilakukan selama 10 jam (total 20 jam), kemudian dilakukan pengukuran kadar airnya dengan cara menghancurkan biji dengan palu dan kemudian dikeringkan lagi dalam oven dengan suhu 103 C selama 17 jam 1 jam sebanyak 2 ulangan (@ 5 gram) dan sisa dikecambahkan sebanyak 4 ulangan (@ 50 butir per ulangan) Benih yang telah diseleksi dibagi berdasarkan perlakuan yang telah ditentukan yaitu :

    1). Benih untuk Kontrol atau tanpa perlakuan (A) 2). Benih di jemur selama 10 jam untuk menurunkan kadar airnya (B) 3). Benih di jemur selama 20 jam untuk menurunkan kadar airnya (C)

    Setiap perlakuan digunakan 50 (lima puluh) benih sehingga jumlah benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah 600 benih dan ditambah dengan 30 gram benih untuk pengukuran kadar air awal benih, kadar air setelah penjemuran 10 jam dan pengukuran kadar air setelah penjemuran 20 jam.

    Perkecambahan benih Benih yang telah diseleksi dan

    diukur kadar air nya, kemudian sisanya dikecambahkan, dimana tiap perlakuan

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 15

    terdiri dari 4 (empat) ulangan (@ 50 butir) sebagai kontrol, sebelumnya dilakukan perlakuan pendahuluan dengan cara perendaman air dingin selama 24 jam. Selanjutnya benih ditabur dengan media pasir yang telah disterilisasi dengan cara penjemuran dibawah sinar matahari , dan diletakkan ditempat terbuka yang tidak terkena sinar matahari langsung.

    Parameter Pengamatan Parameter yang diamati adalah:

    a. Perubahan kadar air setelah di lakukan perlakuan penjemuran

    b. Daya Kecambah tiap perlakuan c. Kecepatan berkecambah tiap

    perlakuan d. Nilai perkecambahan tiap perlakuan

    Rancangan Penelitian Perlakuan dalam percobaan

    meliputi penurunkan kadar air benih dengan cara menjemur benih dibawah sinar matahari langsung selama 10 jam dan 20 jam. Kemudian di ukur kadar airnya dengan cara menghancurkan biji dengan palu dan selanjutnya dikeringkan lagi dalam oven dengan suhu 103 C selama 17 jam 1 jam. Untuk uji perkecambahan dilakukan di laboratorium, setiap penurunan kadar air benih, kemudian dikecambahkan. Jumlah benih dalam satu percobaan 50 benih.. Masa pengujian untuk perkecambahan tiap perlakuan dibatasi 30 (tiga puluh ) hari. Setelah melewati 30 (tiga puluh) hari benih dianggap tidak viabel.

    Dalam penelitian ini digunakan rumus perhitungan dari parameter yang diamati (Suhaeti, 1988; Djaman, 1996; Bramasto, 1998) Rumusan yang digunakan untuk menghitung parameter-parameter yang diamati adalah sebagai berikut :

    Kadar air Kadar air benih di hitung dalam

    satuan persen dengan rumus sebagai berikut :

    M2 M3 Persen KA = x 100 % M2 M1 Dimana M1 = Berat wadah dan penutup; M2 = Berat wadah, penutup dan contoh sebelum pengeringan; M3 = Berat wadah, penutup dan contoh sesudah pengeringan

    Daya Kecambah Daya kecambah dihitung

    dengan satuan persen berdasarkan rumus sebagai berikut :

    n1 + n2 + + ni DK = x 100 % N ni = x 100 % N Dimana : ni = Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke- i; N = Jumlah benih yang diuji (Suhaeti,1988)

    Kecepatan/laju berkecambah Kecepatan berkecambah

    dihitung dalam satuan hari dengan rumus sebagai berikut:

    n1 h1 + n2 h2 + .+ ni hi KB = x 100 % n1 + n2 + ..+ ni ni hi = x 100 % ni Dimana : ni = Jumlah benih yang berkecambah pada hari ke- i (butir); hi = Jumlah hari yang diperlukan untuk mencapai jumlah kecambah ke ni

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 16

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil penelitian ini secara garis besar menunjukkan bahwa benih tanjung yang diberi perlakuan penjemuran 10 jam memungkinkan benih untuk lebih cepat berkecambah tetapi tidak menjamin benih untuk dapat berkecambah dalam jumlah yang optimal dan tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama.

    Benih dalam penelitian ini memiliki kadar air 40,62 %, sehingga menurut BPTH Kalimantan (2000) benih ini seharusnya termasuk dalam jenis yang rekalsitran karena memiliki kadar air benih lebih dari 30%.

    Benih tanjung dapat memiliki masa dorman karena menurut Borrsma yang dikutip Heyne, K (1987) intinya mengandung 21 % minyak yang dapat menghambat masuknya air kedalam benih, tetapi ini tidak sepenuhnya berpengaruh terhadap hasil penelitian ini. Benih tanjung juga memiliki kulit yang memiliki pori yang cukup rapat sehingga dapat menghambat terjadinya

    respirasi yang diperlukan tanaman dalam proses awal perkecambahan.

    Asal usul benih yang digunakan dalam penelitian ini juga sangat berpengaruh dalam persentase daya kecambah dan nilai perkecambahan benih, dimana benih yang digunakan dalam penelitian ini merupakan benih yang ada di sepanjang jalan A. Yani Banjarmasin yang perlu dilakukan penelitian tersendiri apakah induk benih tanjung yang ada merupakan benih unggulan atau benih sembarangan. Hasil pengamatan terhadap kadar air, daya kecambah, kecepatan berkecambah dan nilai perkecambahan benih Ttanjung (Mimusops elengi Linn) setelah dilakukan penjemuran dibawah sinar matahari selama 10 jam dan 20 jam adalah sebagai berikut :

    Kadar Air dan Daya Kecambah Hasil kadar air dan daya kecambah yang diperoleh dari pengamatan ditampilkan pada tabel kadar air dan daya kecambah berikut ini :

    Tabel 2. Kadar Air dan Daya Kecambah Benih Tanjung pada Berbagai Perlakuan Pengeringan

    PERLAKUAN KADAR AIR (%) DAYA KECAMBAH (%) Kontrol (segar/baru dipetik) 40,62 % 88,5 % Penjemuran 10 jam 26,32 % 95,5 % Penjemuran 20 jam 11,43 % 66,5 %

    Tabel diatas memperlihatkan bahwa kadar air benih yang dijemur selama 10 jam tejadi penurunan kadar air sebesar 14,30 % dari kontrol atau kadar air benih awal, yaitu dari kadar air 40,62 % menjadi 26,32 % dengan suhu rata-rata saat penjemuran 37,40C dan kelembaban rata-rata 55,40 %, sedangkan untuk penjemuran selama 20 jam terjadi penurunan kadar air sebesar 29,19 % dari control atau kadar

    air benih awal, yaitu dari kadar air 40,62 % menjadi 11,43 % dengan suhu rata-rata saat penjemuran 37,45 C dan kelembaban rata-rata 53,85 % Toleransi terhadap suhu berkaitan erat dengan kadar air benih, benih berkadar air tinggi lebih sensitif terhadap suhu tinggi atau rendah dari pada benih kering. Benih relatif mudah kehilangan air pada suhu tinggi dan kelembaban rendah.

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 17

    Daya Kecambah Rata-rata Daya perkecambahan dapat digambarkan dalam grafik berikut:

    RATA-RATA PERSENTASE PERKECAMBAHAN

    88,595,5

    66,5

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    A B C

    PERLAKUAN

    PER

    SEN

    TSE

    PER

    KEC

    AM

    BA

    HA

    N (%

    )

    Gambar 1. Grafik hasil rata-rata daya/persentase perkecambahan Ket: A : Kontrol (KA 40,62 %) B : Penjemuran 10 Jam (KA 26,32 %) C : Penjemuran 20 jam (KA 11,43 %) Dari Gambar 1 dapat diketahui bahwa rata-rata persentase perkecambahan benih Tanjung tanpa perlakuan atau

    kontrol adalah 88,5%, penjemuran 10 jam adalah 95.5%, dan penjemuran 20 jam adalah 66,5%.

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 18

    PERSENTASE PERKECAMBAHAN HARIAN

    0,02,04,06,08,0

    10,012,014,016,018,020,0

    1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

    Jumlah Hari

    Pers

    enta

    se K

    ecam

    bah

    ABC

    Gambar 2. Gambar hasil persentase perkecambahan harian Ket: A : Kontrol (KA 40,62 %) B : Penjemuran 10 Jam (KA 26,32 %) C : Penjemuran 20 jam (KA 11,43 %) Benih dengan perlakuan penjemuran 10 jam memiliki nilai persentase perkecambahan lebih besar dari pada kontrol, hal ini diduga benih telah masak secara fisiologis dan pengaruh penjemuran yang dapat memperlebar pori-pori kulit benih sehingga mempermudah proses imbibisi, dimana pada benih kontrol masih terdapat benih yang secara fisiologis belum masak walaupun secara fisik telah terlihat masak, hal ini sesuai pendapat Sutopo (1997) ada 2 faktor yang mempengaruhi perkecambahan benih yaitu faktor dalam yang meliputi : tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan penghambat perkecambahan, serta faktor luar yang meliputi: air, temperatur, oksigen, dan cahaya. Benih Tanjung yang telah dikeringkan dengan perlakuan penjemuran selama 10 jam dengan

    kadar air 26,32 % masih dapat bertahan hidup atau viabel dan memiliki daya kecambah yang lebih tinggi, sedangkan benih yang dikeringkan dengan perlakuan penjemuran 20 jam dengan kadar air 11,43 % diduga telah mengalami penurunan daya kecambah dan mulai mencapai kadar air kritis, dimana benih tanjung sudah mulai tidak dapat berkecambah lagi. Hal ini sesuai dengan data pada Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000 bahwa untuk benih rekalsitran tidak toleran terhadap pengeringan dan suhu rendah.

    Benih rekalsitran dan intermediete mempunyai kadar air aman terendah (lowest safe moisture content / LSMC). Dibawah tingkat ini pengeringan akan mengakibatkan kerusakan. Kadar air benih harus dipertahankan selama penyimpanan,

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 19

    LSMC bervariasi antar jenis, benih intermediate dapat dikeringkan sampai 12-17 % kadar air. Schmidt (2000)

    Faktor lingkungan perkecambahan juga sangat berpengaruh dalam penelitian ini, menurut Schmidt (2000), cahaya, suhu dan kelembaban adalah tiga faktor utama yang mempengaruhi perkecambahan, karena itu dalam penelitian ini selama proses perkecambahan, bak tabur ditutup dengan plastik, agar tercipta keadaan dimana suhu tinggi dan kelembaban tinggi. Suhu yang tinggi sangat berpengaruh dalam perkecambahan karena menurut Bawley dan Black (1994) kecepatan penyerapan air cenderung meningkat dengan meningkatnya suhu. Penyerapan air adalah kondisi awal proses metabolisme yang mengarah pada penyelesaian proses perkecambahan (Mayer and Poljakpoff-Mayber, 1982).

    Schmidt (2000) mengatakan, karena benih peka terhadap kekeringan selama proses awal perkecambahan maka pengaturan air selama fase tersebut sangat penting, hanya kelembaban yang mudah diserap oleh benih. Air yang berlebihan hampir selalu merusak karena air cenderung menggantikan udara di dalam tanah dan menyebabkan kepadatan yang pada akhirnya akan membatasi respirasi.

    Kecepatan/laju Berkecambah Kecepatan berkecambah adalah kecepatan biji tanaman untuk berkecambah, dapat dihitung dengan menghitung jumlah hari yang diperlukan untuk munculnya radikula maupun plumula (Sutopo, 1985).

    Hasil kecepatan berkecambah benih dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 3. Tabel hasil kecepatan berkecambah (hari) PERLAKUAN

    A B C Ulangan 1 18.36 13.31 18.97 Ulangan 2 7.71 13.87 19.79 Ulangan 3 16 13.15 18.06 Ulangan 4 19.84 13.06 21.25 Jumlah 67.54 53.39 78.07 Rata-rata 16.85 13.35 19.52

    Ket: A : Kontrol (KA 40,62 %) B : Penjemuran 10 Jam (KA 26,32 %) C : Penjemuran 20 jam (KA 11,43 %)

    Pada tabel di atas rata-rata kecepatan berkecambah benih tanjung untuk kontrol (perlakuan A) sebagaimana pada tabel 1 yaitu 16,85 hari, untuk benih dengan perlakuan penjemuran 10 jam (perlakuan B) adalah 13,35 hari, perlakuan penjemuran 20 jam (perlakuan C) adalah 19,52 hari. Benih dengan

    perlakuan kontrol (perlakuan A) mulai berkecambah pada hari ke 8 dan berakhir pada hari ke 29, benih dengan perlakuan penjemuran 10 jam (perlakuan B) mulai berkecambah pada hari ke 7 dan berakhir pada hari ke 18, benih dengan perlakuan penjemuran 20 jam (perlakuan C) berkecambah mulai hari ke 15 dan berakhir hari ke 29.

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 20

    RATA-RATA KECEPATAN BERKECAMBAH

    18,3513,35

    19,52

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    A B C

    PERLAKUAN

    KEC

    EPA

    TAN

    BER

    KEC

    AM

    BA

    H(H

    AR

    I)

    Gambar 3. Grafik hasil kecepatan berkecambah

    Ket: A : Kontrol (KA 40,62 %) B : Penjemuran 10 Jam (KA 26,32 %) C : Penjemuran 20 jam (KA 11,43 %)

    Berdasarkan hasil penelitian

    menunjukan bahwa benih tanjung mempunyai kecepatan berkecambah yang berbeda-beda tiap perlakuan. Benih dengan perlakuan penjemuran 10 jam merupakan benih yang paling cepat berkecambah, hal ini disebabkan oleh penjemuran yang dilakukan dapat memperlebar pori-pori pada kulit benih sehingga mempermudah dan mempercepat proses imbibisi pada saat perlakuan pendahuluan. Suhu panas kering mempunyai pengaruh yang sama dengan air mendidih terhadap kulit biji buah kering: ketegangan dalam sel bagian luar menyebabkan keretakan sehingga gas dan air dapat menembus (Schmidt 2000). Tetapi hal ini tidak berlaku pada benih dengan perlakuan penjemuran 20 jam, karena dengan kadar air 11,43 % benih tanjung sudah

    mulai mengalami kadar air kritis dimana banyak benih mulai lambat berkecambah dan tidak bisa bertahan pada kadar air tersebut. Beberapa jenis sangat peka dan mudah rusak, kerusakan benih sangat ditentukan oleh tingkat suhu maupun lamanya pemanasan (Schmidt 2000).

    Kecepatan berkecambah dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk mengetahui vigor, hilangnya vigoritas mengisyaratkan hilangnya viabilitas benih. Viabilitas adalah suatu karakter yang hanya dapat diukur pada sejumlah benih, yaitu jumlah benih yang akan berkecambah.

    Kecepatan berkecambah berhubungan dengan ciri vigoritas dari suatu benih (Suhaeti,1988; Sutopo 1998). Vigoritas benih adalah kemampuan benih untuk berkecambah

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 21

    pada kondisi lingkungan yang kurang optimal, benih yang cepat berkecambah berarti mempunyai vigor yang tinggi. Dalam hal ini benih tanjung dengan

    penjemuran 10 jam mempunyai kecepatan berkecambah yang paling baik.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Persentase perkecambahan benih

    tanjung dengan perlakuan penjemuran selama 10 jam (perlakuan B) menunjukkan hasil yang paling baik yaitu sebesar 95,5% dengan kadar air benih 26,32% dan yang paling kecil adalah benih dengan perlakuan penjemuran selama 20 jam (perlakuan C) sebesar 66,5 % dengan kadar air benih 11,43%.

    2. Kecepatan berkecambah yang paling baik adalah benih dengan perlakuan penjemuran selama 10 jam (perlakuan B) yaitu sebesar 13,35 hari dan yang paling rendah

    adalah perlakuan penjemuran selama 20 jam (perlakuan C) yaitu sebesar 19,52 hari.

    3. Pada benih Tanjung perlakuan penjemuran 20 jam dengan kadar air 11,43% telah mengalami kemunduran benih dimana daya kecambah dan kecepatan berkecambah telah menurun.

    Saran Berdasarkan penelitian ini maka kadar air benih tanjung tidak dapat diturunkan sampai dengan di bawah 12% karena telah memasuki kadar air kritis. Dan untuk benih tanjung yang telah diekstraksi sebaiknya dikering anginkan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar air dan mendapatkan daya kecambah yang lebih baik.

    DAFTAR PUSTAKA

    Akbar, A. 2002. Ketahanan Viabilitas

    Benih Rambai Terhadap Lama Penyimpanan, Kondisi Ruang Simpan. Tesis Program Pascasarjana Agronomi Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Tidak dipublikasikan, 79 h.

    Baki, A dan Anderson. 1972.

    Physiological and Biochemical Deterioration of Seeds. In T.

    T. kozlowski, Ed. Seed Biologi. Academic Press. New York. 2 : 283 315.

    Bramasto, Y. 1998. Pengaruh Warna

    Buah dan Media Semai Terhadap Daya Berkecambah dan Kecepatan Berkecambah Benih Puspa (Schima waliccii). Buletin Teknologi Perbenihan, Badan Litbang Kehutanan, BPT Bogor V.5 No.1 :27-37.

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 22

    Dahlan, E.N. 1992. Hutan Kota Untuk

    Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan. IPB-APHI, Bogor.

    Dwijoseputro, D. 1980. Pengantar

    Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 200 h: 187-194.

    Djamaan D.F. 1996. Pengaruh Tingkat

    kematangan Polong dan Skarifikasi Benih Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum) Terhadap Perkecambahannya. Buletin Teknologi Perbenihan. Badan Litbang Kehutanan, BTP Bogor. Vol. 3 No. 3 : 58-69.

    Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan,

    2002. Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.

    Gordon, A.G. 2000. Buku Pegangan

    Benih Pohon dan Belukar. DepHutBun, IFSP dan ISTA. Bandung.

    Harrington, J.F. 1972. Seed Stronge

    and Longevity. In T.T. Kozlowski, Ed. Seed Biology. Academic Press, New York, 145.

    Hartmann, H. T , D.E. Kester dan F.T.

    Davies. 1990. Plant Propagation. Principles and Practices. 5 th edition. Prentice Hall Inc, New Jersey, 647 p.

    Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna

    Indonesia Jolid III, Badan

    Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Jakarta. P:1588-1590.

    Justice L.Oren dan Bass N. Louis. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

    Kamil, J. 1982. Teknologi Benih I.

    Penerbit Angkasa Bandung. Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar

    Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Penerbit Andi Yogyakarta, 56-69.

    Lauridsen, E.B. 1999. Catatan Kuliah

    Tentang Biologi Benih, DepHutBun , DANIDA dan IFSP, Bandung.

    Manan, S. 1976. Silvikultur. Proyek

    Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. IPB Bogor.

    Mithore, F.L and J. Moprby. 1979. An

    Intoduction To Crop Physiology. Second Edition. Cambridge University Press. Cambridge, London New York Rochelle, Melbourne, Sydney, P : 132 147.

    Nazaruddin. 1993. Penghijauan Kota.

    PT. Penebar Swadaya. Jakarta

    Sadjad, S. 1980. Panduan Pembinaan

    Mutu benih Tanaman Kehutanan di Indonesia. Direktorat Reboisasi dan rehabilitasi. Dirjen Kehutanan dan Lembaga Afliliasi IPB. Departemen Pertanian, Bogor.

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 23

    Schmidt, L.2002. Pedoman Penangan Benih Tanamanan Hutan Tropis dan Sub Tropis 2000. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan, Jakarta.

    Sosef, M.S.M , L.T. Hong dan S.

    Prawirohatmodjo. 1998. Prosea, Plant Recouces of South-East Asia 5.

    Suhaeti, T. 1988. Metode Pengujian

    dan Perawatan Mutu Benih. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan

    Proyek Pendidikan dan Latihan Dalam Rangka Peng-Indonesiaan Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan, Bogor, 32 h.

    Suryowinoto, M.S. 1995. Flora Eksotik

    Tanaman Peneduh, Kanisius, Jakarta

    Suseno, H. 1974. Fisiologi dan Biokimia

    Kemunduran Benih. Dalam Proc. Kursus Singkat Pengujian Benih, IPB, Bogor.

    Sutopo, Lita. 1998. Teknologi Benih.

    Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

    Gambar 1 Pohon Tanjung Gambar 2. Buah Tanjung

    Gambar 3. Buah Gambar 4. Biji Tanjung

  • DAYA KECAMBAH BENIH (30):12-24

    Jurnal Hutan Tropis Volume 11 No. 30, Edisi September 2010 24

    Gambar 5 Penjemuran benih tanjung Gambar 6 Perendaman Benih Gambar 7. Penaburan benih Gambar 8. Benih Tanjung telah berkecambah Gambar 9. Proses Perkecambahan benih Tanjung