teknik tes
DESCRIPTION
TesTRANSCRIPT
Teknik Tes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai calon guru atau pendidik kita harus mempunyai pengetahuan,
kreatifitas juga wawasan yang luas untuk memahami peserta didiknya.Selain
itu kita harus mengerti psikologi anak, kemampuan anak, kelemahan anak
dan keinginan anak yang mempunyai bakat tertentu.Untuk itu kita sebagai
seorang guru harus mempunyai teknik untuk mengetahui tingkat
kemampuan dan perkembangan peserta didik.
Teknik memahami siswa merupakan suatu cara atau strategi yang
digunakan seorang pengajar atau guru dalam memahami siswa. Ada dua
teknik dalam memahami siswa yaitu tekhnik test dan teknik non test. Kedua
teknik ini sangat penting agar dapat mudah memahami siswa, serta dapat
memberikan strategi yang sesuai untuk mengajarkan siswanya.Untuk itu kita
harus mengetahui tingkat kemampuan dan perkembangan peserta
didik.Salah satunya dengan tes.Tes yang digunakan bisa bermacam-macam
sesuai dengan kemampuan dan minat peserta didik.Selain itu, tes bisa
membantu kita untuk dapat mengetahui kemampuan juga kelemahan
peserta didik yang menjadi masalah dalam kehidupannya. Untuk itu kita
akan membahas sedikit mengenai teknik-teknik memahami anak atau
peserta didik. Teknik-teknik tersebut bertujuan untuk membantu memberi
informasi kepada guru untuk mengetahui anak yang berbakat, kemampuan
tinggi, kemampuan rendah, anak bermasalah dan sebagainya.
Sehubungan dengan itu kamu berusaha memaparkan beberapa
penjelasan tentang teknik tes, yang membahas tentang tehnik-tehnik tes
yang dilakukan oleh seorang guru, konselor dan psikologi untuk mengetahui
perkembangan anak atau peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teknik tes ?
2. Apa sajakah macam-macam teknik tes ?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui memahami pengertian teknik tes
2. Mengetahui dan memahami macam-macam teknik tes
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teknik Tes
Tes adalah suatu metode atau alat untuk
melakukan penyelidikan yang menggunakan soal-
soal, pertanyaan-pertanyaan, atau tugas-tugas
yang telah dipilih dengan seksama dan telah
distandarisasikan.Ini berarti telah ada standar tertentu.Dalam
bimbingan dan konseling, tes sebagai suatu metode untuk mendapatkan
data mempunyai peran yang cukup penting. Dengan tes, dapat diperoleh
data yang mungkin tidak dapat terungkap dengan metode yang lain1[1].
Teknik tes atau sistem testing merupakan usaha pemahaman murid
dengan menggunakan alat-alat yang bersifat mengungkap atau mengetahui
karakter peseta didik. Sedangkan tes adalah sebagai suatu prosedur yang
sistematis untuk mengobservasi (mengamati) tingkah laku individu melalui
skala angka atau sistem kategori. Selain itu tes mengandung pengertian alat
untuk menentukan atau menguji sesuatu.2[2]
Alat tes yang digunakan untuk pengumpulan data ( himpunan data)
harus yang distandarisasikan (standardiest test) dalam arti cara
penyelenggaraan tes, cara pemeriksaannya, dan penentuan norma
penafsirannya seragam. Selain itu harus memiliki validitas dalam arti ada
1
2
kesesuaian antara apa yang diukur (diteliti) dalam tes dangan aspek yang
direncanakan untuk diukur melalui tes tersebut. Misalnya tes intelegensi
yang memiliki validitas tinggi berarti tes itu benar-benar mengukur
kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah atau madrasah. Alat tes
yang digunakan dalam himpunan data juga harus memiliki reliabilitas dalam
arti ada keajegan dalam hasil yang diperoleh apabila seseorang
mengerjakan suatu tes pada waktu yang berlainan.
Tes sebagai alat pengumpulan data digunakan dengan tujuan untuk :
a) Meramalkan atau memperkirakan (prediktif) tentang taraf prestasi atau
corak perilaku di kemudian hari
b) Mengadakan seleksi untuk menerima atau menempatkan individu pada
posisi tertentu
c) Mengadakan klasifikasi untuk menentukan dalam kelompok mana
seseorang sebaiknya dimasukan untuk mengikuti suatu program pendidikan
tertentu, bekerja dalam jabatan tertentu, atau dikenai program rehabilitas
tertentu Mengadakan evaluasi tentang program-program studi, proses
pembelajaran, dan lain sebagainya3[3].
Selain dari tujuan di atas, Penggunaan teknik dari tes juga bertujuan
untuk:
a) Menilai kemampuan belajar murid
b) Memberikan bimbingan belajar kepada murid
c) Mengecek kemampuan belajar
d) Memahami kesulitan-kesulitan belajar
e) Menilai efektivitas (keberhasilan) mengajar
Penggunaan tes bagi konselor berfungsi untuk :4[4]
3
4
a) Mengetahui kemampuan, minat, bakat, kepribadian individu/siswa sehingga
dapat dipahami kekuatan dan kelemahannya yang nantinya menjadi bahan
dalam pemberian bantuan.
b) Membantu memperkirakan kemungkinan-kemungkinan untuk menuju
sukses sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan siswa.
c) Membantu siswa dalam mengambil keputusan dasar yang berkenaan
dengan perencanaan pendidikan dan pekerjaan. Kesulitan-kesulitan siswa
yang berkenaan dengan hal-hal tersebut dapat dipertimbangkan dengan
hasil tes yang ada.
d) Menggunakan tes untuk diagnosis masalah siswa, maksudnya masalah-
masalah siswa dikenali dan direncanakan untuk dapat ditetapkan dalam
usaha perbaikannya.
e) Membantu mengevaluasi hasil-hasil bimbingan atau konseling.
B. MACAM-MACAM TEKNIK TES
Ada beberapa macam teknik tes untuk mengetahui perkembangan
peserta didik atau anak, namun disini ada terdapat dua bagian yaitu tehnik
tes yang pertama bisa dilakukan oleh guru mata pelajaran di sekolah, dan
kedua teknik tes yang hanya bisa dilakukan oleh konselor dan seorang
psikolog.
1. Teknik Tes oleh Guru Mata Pelajaran
Salah satu tes yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran adalah
tes prestasi belajar, karena tes ini digunakan pada saat seseorang telah
menjalani proses pembelajaran, terutama di sekolah. Berikut terdapat
pengertian dari tes prestasi belajar.
a. Tes Prestasi Belajar
Tes prestasi belajar adalah tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan seseorang setelah menjalani proses pembelajaran. Tes ini
penting sekali dilakukan oleh guru, sekolah maupun lembaga kependidikan
untuk mengetahui seberapa jauh siswa sudah mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Selain itu tes ini digunakan untuk mengukur
apa yang telah dipelajari oleh siswa di berbagai mata pelajaran .tes hasil
belajar ada beberapa macam antara lain tes kompetensi
(competency test), yaitu tes untuk mengukur taraf penguasaan dalam
keterampilan-keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung.
Selain itu ada tes diagnostic (diagnostic tes), yaitu tes untuk mengukur atau
mencari sebab-sebab timbulnya kesulitan siswa dalam pelajaran.5[5]
Hasil tes dapat digunakan oleh guru, sekolah, atau institusi
kependidikan lainnya untuk mengambil keputusan atau umpan balik bagi
perbaikan proses belajar mengajar. Jadi secara tidak langsung tes dapat di
gunakan untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan pendidikan dari
waktu ke waktu. Banyak cara yang dilakukan untuk mengukur prestasi
belajar siswa. Jika ditinjau dari penyiapan alat tes yang digunakan, maka
pengukuran tes prestasi belajar dapat dibagi dua tipe yaitu pengukuran yang
menggunakan tes yang dibuat guru pengukuran yang menggunakan tes
standar.Bentuk tes yang dibuat guru di kelas tentunya berbeda dengan
bentuk tes standar.
Bentuk tes yang dibuat guru bisa sangat bervariasi, misalnya tes
tertulis, tes lisan, tes kinerja, sikap dan pengukurannya lebih menekankan
untuk mendapatkan informasi proses pembelajaran siswa dari hari ke hari.
Sedangkan bentuk tes standar, soal dan penskorannya harus lebih objektif
dan mudah dilakukan sehingga pada umumnya hanya menggunakan satu
jenis penilaian saja yaitu tes tertulis, Kususnya bentuk soal pilihan ganda.Hal
ini disebabkan tes standar digunakan untuk keperluan yang lebih luas dan
umum, misalnya tes untuk bisa masuk ke jenjang pendidikan berikutnya, tes
untuk melihat daya serap siswa, tes pemantauan mutu siswa, dan lain
sebagainya.6[6]
Menurut keputusan pendidikan menempatkan tes prestasi belajar
dalam beberapa fungsi, antara lain:
5
6
a) Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu kedalam bidang atau jurusan.
b) Fungsi formatif adalah penggunaan tes prestasi belajar guna melihat sejauh
mana kemampuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
program pendidikan.
c) Fungsi diagnostik adalah penggunaan tes prestasi belajar untuk
mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi kelemahan-
kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera, dan semacamnya.
d) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
memperoleh informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah
direncanakan sebelumnya dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif
merupakan pengukuran akhir dalam suatu program dan hasilnya dipakai
untuk menentukan apakah siswa dapat dinyatakan lulus dalam program
pendidikan tersebut atau apakah siswa dinyatakan dapat melanjutkan ke
jenjang program yang lebih tinggi.
Sedangkan menurut Robert L. Ebel terdapat 2 fungsi tes prestasi
belajar, yaitu :
a) Tes sebagai pengukur prestasi
Robert L.Ebelmengatakan bahwa fungsi utama tes prestasi dikelas
adalah mengukur prestasi belajar para siswa. Adalahsuatu kesalahfahaman
bila menggangap bahwa apa yang dapat dilakukan oleh tes prestasi semata-
mat memberikan angka untuk dimasukkan kedalam rapor murud atau
kedalamlaporan hasil study mahasiswa. Sesungguhnya prosedur tes guna
mengukur prestasi mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat
penting,dimana tes membantu para guru/pendidik memberikan nilai yang
valid dan akurat. Terdapat persepsi yang sangat kuat dalam diri siswa
maupun mahasiswa dimana nilaiyang baik merupakan tanda keberhasilan
belajar yang tinggi sedangkan nilai tes dianggap sebagai satu-satunya
indicator yang memppunyai arti penting maka nilai itulah yang biasanya
menjadi target usaha meraka dalam belajar.
b) Tes sebagai Motivator dalam Belajar
Hampir semua ahli teori belajar,baik pengikut faham behaviorisme
maupun kognitivisme,menekankan pentingnya umpan balik berupa nilai
guna meningkatkan belajar. Pengalaman menunjukkan bahwa siswa akan
belajar lebih giat dan berusaha lebih keras apabila mereka mengetahui
bahwa di akhir program dilakukan tes untuk mengetahui nilai dan prestasi
mereka. Robert L.Ebel mengemukkakan pula bahwa tes kadang-kadang
dianggap sebagai motivator ekstrinsik atau motivator dari luar diri.
Memperoleh nilai baik adalah suatu rewarding learning experience,yaitu
pengalaman belajar yang menyenangkan.7[7]
Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui hasil belajar adalah
dengan mengukur tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Dalam
mengevaluasi tingkat keberhasilan atau pemahaman belajar dapat dilakukan
melalui beberapa tes prestasi belajar antara lain :
a) Tes Formatif, penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa
pokok bahasan tertentu yang diadakan sebelum atau selama pelajaran
berlangsung dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya
serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan
untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu
tertentu.
b) Tes Subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang
telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh
gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar
siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses
belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor.
c) Tes Sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap
bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester atau
satu catur wulan. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf
keberhasilan belajar siswa dalam suatu periode belajar. Hasil dari tes sumatif
ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat (rangking) atau
sebagai ukuran mutu sekolah.
7
Dari beberapa pengertian di atas, ada satu benang merah yang
sepertinya disepakati yaitu bahwa tes prestasi hasil belajar merupakan salah
satu cara untuk menelusuri kemampuan-kemampuan yang telah dimiliki
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar selama waktu tertentu.
Meskipun tes bukanlah satu-satunya cara untuk mengungkap hasil belajar
siswa, tetapi ia merupakan alat yang paling sering digunakan karena
kepraktisan penggunaannya serta biaya yang murah.8[8]
2. Teknik Tes oleh Konselor dan Psikolog
Ada beberapa macam tes yang bisa dilakukan oleh konselor dan
psikolog, diantaranya adalah :
1. Tes Inteligensi
Inteligensi merupakan faktor pembawaan atau faktor dasar yang dimiliki
seseorang yang ikut menentukan berhasil tidaknya seseorang dalam proses
belajarnya, sehingga bagaimanapun diusahakannya peralatan, kondisi, serta
metode yang sempurna, pada akhirnya hasil belajar seseorang akan
ditentukan oleh tingkat kecerdasan orang tersebut. Untuk mengetahuinya
dapat menggunakan instrument tes inteligensi.
Tes intelegensi merupakan suatu teknik atau alat yang digunakan untuk
mengungkapkan taraf kemampuan dasar seseorang yaitu kemampuan
dalam berpikir, bertindak dan menyesuaikan dirinya secara efektif.Tes
inteligensi sebagai suatu instrument dalam tes psikologi dapat menyajikan
fungsi-fungsi tertentu.
Tes inteligensi dapat memberikan data untuk membantu peserta didik
dalam meningkatkan pemahaman diri ( self-understanding, penilaian diri
( self-evaluation), dan penerimaan diri (self-acceptence). Juga hasil
pengukuran dengan menggunakan tes inteligensi dapat digunakan peserta
didik untuk meningkatkan persepsi dirinya secara maksimal dan
mengembangkan eksplorasi dalam beberapa bidang tertentu.
Tes inteligensi dapat dikelompokkan menjadi dua kategori utama :
secara individual dan kelompok. Tes inteligensi secara kelompok digunakan
8
dengan tujuan yang lebih luas dan beragam seperti dalam seting sekolah
dan militer.Sedangkan situasi klinis, Paling banyak digunakan tes inteligensi
secara individual.Tes inteligensi secara individual yang tidak membutuhkan
penggunaan bahasa (perilaku verbal) disebut performance test.Sedangkan
tes yang tergantung pada penggunaan kata-kata dan angka-angka disebut
verbal tes.Tes inteligensi yang paling bernilai dan dapat digunakan secara
luas dalam situasi klinis adalah tes yang mengkombinasikan keduanya, tes
verbal dan performa.
Ada 3 macam tes intelegensi yaitu :
a) Tes intelegensi umum, bertujuan untuk memberikan gambaran umum
tentang taraf kemampuan seseorang.
b) Tes intelegensi khusus, menggambarkan taraf kemampuan seseorang
secara spesifik.
c) Tes intelegensi differensial, memberikan gambaran tentang kemampuan
seseorang dalam berbagai bidang yang memungkinkan didapatnya profil
kemempuan tersebut.
Selain macam-macam tes inteligensi, juga terdapat manfaat tes
intelegensi :
a) menganalisis berbagai masalah yang dialami murid
b) membantu memahami sebab terjadinya masalah
c) membantu memahami murid yang mempunyai kemampuan yang tinggi
juga yang rendah
d) menafsirkan kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi siswa
Adapun tujuan dari tes inteligensi secara umum, antara lain :
a) Membantu siswa untuk memahami dirinya, sehingga para siswa mampu
mengambil keputusan, perencanaan, dan pemecahan masalah secara arif
dan bijaksana
b) Membantu kepala sekolah, guru mata pelajaran, guru pembimbing, dan
orang tua siswa agar mereka mengerti dan memahami anak didiknya
sehingga mereka dapat menyediakan lingkungan yang memadai dan
dibutuhkan anak.
Sedangkan tujuan pengukuran inteligensi antara lain :
a) Untuk tujuan seleksi
Karena melalui tes inteligensi, faktor-faktor yang ada pada diri seseorang,
termasuk faktor yang karena suatu sebab belum berkembang tetapi jelas
dimilikinya, ikut diperhitungkan. Sehingga, apabila penggunaanya benar-
benar terlaksana dengan teliti dan objekti, maka akan dapat membantu
pembimbing dalam menyeleksi individu dan menempatkannya secara tepat.
Misalnya : secara kelompok hasil tes inteligensi dapat dipakai sebagai tes
seleksi penerimaan siswa baru.
b) Untuk tujuan diagnostik
Karena melalui tes inteligensi dapat diketahui mengenai kesulitan-kesulitan
yang dialami seseorang yang disebabkan oleh taraf inteligensi seseorang
tersebut.
c) Hasil tes inteligensi dapat dipakai sebagai dasar penggolongan kelas secara
homogin.
d) Hasil tes inteligensi dapat disambungkan untuk bimbingan belajar. Dari hasil
tes inteligensi dapat diidentifikasikan anak lambat belajar
e) Hasil tes inteligensi dapat berguna untuk menentukan siswa yang
mengalami kesulitan belajar
f) Hasil tes inteligensi dapat disambungkan pada program pemilihan jurusan
dan study sambungan
g) Hasil tes inteligensi sangat berguna untuk mengidentifikasi anak yang
cerdas dan superior
h) Apabila tes inteligensi ini dilengkapi dengan data-data hasil tes kepribadian,
prestasi belajar, bakat, minat dan tes lain maka semua data yang terpadu ini
sangat berguna bagi kepala sekolah, guru, orang tua untuk lebih memahami
anak didiknya dan mereka dapat menyediakan lingkungan yang dibutuhkan
anak didiknya.
2. Tes Bakat
Tes bakat adalah tes yang mengungkap bakat seseorang, yang juga
merupakan kemampuan inteligensi khusus. Dengan mengetahui bakat
seseorang, maka proses pendidikan dapat diarahkan pada bidang-bidang
yang sesuai, sehingga akan lebih mudah mencapai hasil.
Tes bakat dilakukan dengan tujuan yang berkaitan dengan bidang
pendidikan dan industry. Dalam bidang pendidikan, dengan mengetahui
bakat siswa maka ia dapat diarahkan sesuai dengan bakatnya tersebut agar
siswa dapat mencapai prestasi sesuai dengan bakat tersebut agar siswa
dapat mencapai prestasi sesuai dengan bakat yang dimilikinya.
Hasil tes bakat sangat bermanfaat khususnya pada penjurusan, baik di
SMA maupun SMK, dan untuk menentukan pilihan fakultas atau jurusan yang
diinginkan di perguruan tinggi. Dalam bidang industri, bakat seseorang perlu
diketahui apakah ia tepat menduduki jabatan tertentu. Hasil tes bakat bisa
membantu suatu perusahaan atau lembaga untuk menempatkan karyawan
atau calon calon karyawan pada posisi yang sesuai dengan kualifikasi yang
dibutuhkan.
Dengan tes bakat dapat diramalkan bakat-bakat seseorang dalam
berbagai bidang atau dalam hal pelajaran, pekerjaan yang dipilihnya, serta
kesuksesan-kesuksesan bekerja di masa datang. Oleh karena itu apabila tes
bakat itu diberikan pada awal sebelum seseorang individu memilih suatu
jurusan sekolah atau pekerjaan tertentu maka akan dapat dipastikan akan
dapat menghemat biaya dan waktu terbuang akibat tidak tepatnya
seseorang individu memilih suatu sekolah atau lapangan pekerjaan. Orang
yang dapat memilih, menyesuaikan dengan pekerjaan yang sesuai dengan
bakatnya akan membuat seseorang tersebut mempunyai semangat kerja
yang tinggi dan kepuasan kerja akan tercapai. Sebaliknya seseorang individu
yang dipaksa atau terpaksa bekerja tidak sesuai dengan bakatnya akan
menimbulkan kelesuan kerja, semangat kerja rendah, ketidakpercayaan
pada diri sendiri, banyak membuat kesalahan-kesalahan dan menimbulkan
frustasi bagi individu yang bersangkutan.
Tes bakat memiliki tujuan antara lain :
a) Untuk membantu merencanakan dan membuat keputusan mengenai pilihan
pendidikan maupun pekerjaan
b) Untuk mendiagnosa masalah belajar yang dialami seseoranng
c) Sebagagai sarana untuk mengetahui sedini mungkin bakat-bakat yang
dimiliki seseorang
Untuk mengetahui bakat seseorang, telah dikembangkan berbagai
macam tes seperti:
a) Rekonik, tes ini mengukur fungsi motorik, persepsi dan berpikir mekanis.
b) Tes bakat musik, tes yang mengukur kemampuan dalam aspek-aspek nada,
suara, ritme, warna bunyi dan memori.
c) Tes bakat artistik, yaitu kemampuan menggambar, melikis dan meripa.
d) Tes bakat krelikal (perkantoran), yaitu tes mengukur kecepatan dan
ketelitian.
e) Tes bakat multifaktor, tes yang mengukur berbagai kemampuan khusus.
Tes ini mengukur beberapa kemampuan khusus diantaranya yaitu:9[9]
a) Berpikir verbal, yang memngungkapkan kemampuan nalar secara verbal.
b) Kemampuan bilangan, kemampuan berpikir yang menggunakan angka-
angka.
c) Berpikir abstrak, kemampuan berpikir dengan nalar yang bersifat nonverbal
tanpa angka-angka.
d) Berpikir mekanik, kemempuan serta pemahaman mengenai huku-hukum
yang mendasari alat-alat, mesin-mesin, dan gerakan-gerakan.
9
3. Tes Minat
Pada dasarnya para ahli psikologi sepakat bahwa minat dipandang
sebagai aspek non kognitif yang sama sekali berbeda dengan aspek kognitif.
Sebagai konsekuensinya, untuk mengetahui minat seseorang digunakan
instrument (yang antara lain berupa tes) yang harus tidak mengungkap
aspek kognitif, yang biasanya disebut kemampuan. Tes ini digunakan untuk
mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mata pelajaran
tertentu.Program pendidikan vokasional tertentu, atau bidang karier
tertentu.Tes ini lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan tertentu.10[10]
Sejarah tes minat dimulai tahun 1921 dengan diterbitkan tes minat
yang pertama, yakni Camegie Interest Inventory.Minat merupakan faktor diri
dalam individu yang menunjuk pada typical performance.Dalam konteks
pekerjaan, tampilan ini mengacu pada senang atau tidak senangnya individu
pada suatu bidang pekerjaan. Seseorang akan menjadi berhasil apabila
dirinya memiliki kemampuan yang disertai dengan minat yang tinggi
terhadap suatu pekerjaan yang diembannya.
Tujuan dari tes minat adalah :
a) Untuk menunjukkan jabatan-jabatan bagi study lebih lanjut. Jabatan-jabatan
ini meliputi tipe kerja yang disukai, atau yang ditampilkan oleh seseorang
siswa. Tetapi disamping itu siswa harus memperhatikan tentang kemampuan
yang dimilikinya.
b) Untuk mengecek pilihan karier sebelum meningkat lebih lanjut. Mengetahui
derajat kedalaman
c) Untuk mengecek pilihan karier sebelum meningkat lebih lanjut. mengetahui
derajat kedalaman minat sehingga dapat dopergunakan sebagai kontribusi
untuk mencapai hasil pendidikan
4. Tes Kreativitas
Kreativitas didefinisikan tergantung dari orang memandangnya. Hal ini
karena dua alasan, pertama karena kreativitas “konstruk hipotetis” dan yang
10
kedua definisi kreativitas tergantung pada dasar teori yang menjadi acuan
pembuat definisi.
Selain itu definisi kreativitas juga dibedakan ke dalam definisi
konsensual dan konseptual. Definisi konsensual menekankan segi produk
kreatif yang dinilai derajat kreativitasnya oleh pengamat yang ahli. Dengan
demikian, kretaivitas merupakan kualitas suatu produk atau respons yang
dinilai kreatif oleh pengamat yang ahli.
Definisi konsensual didasari asumsi-asumsi sebagai berikut:
a) Produk kreatif atau respons-respons yang dapat diamati merupakan
manifestasi dari puncak kreativitas,
b) Kreativitas adalah sesuatu yang dapat dikenali oleh pengamat luar dan
mereka dapat sepakat bahwa sesuatu itu adalah produk kreatif,
c) Kreativitas berbeda derajatnya, dan para pengamat dapat sampai pada
kesepakatan bahwa suatu produk lebih kreatif dari pada yang lainnya.
Definisi ini sering digunakan dalam bidang keilmuan dan kesenian, baik yang
menyangkut produk, orang, proses maupun lingkungan tempat orang-orang
kreatif mengembangkan kreativitasnya.
Definisi konseptual bertolak dari konsep tertentu tentang kreativitas
yang dijabarkan ke dalam kriteria tentang apa yang disebut kreatif.
Walaupun sama-sama menekankan pada produk, tetapi definisi ini tidak
mengandalkan semata-mata pada konsensus pengamat dalam menilai
kreativitas, tetapi pada kriteria tertentu. Menurut Amabile dalam Dedi
Supriadi11[11] sesuatu produk dinilai kreatif apabila:
a) Produk tersebut bersifat baru, unik, berguna, benar, atau bernilai dilihat dari
segi kebutuhan tertentu,
b) lebih bersifat heuristik, yaitu menampilkan metode yang masih belum
pernah atau jarang dilakukan oleh orang lain sebelumnya. Jadi definisi ini
lebih didasarkan atas pertimbangan penilai yang biasanya lebih dari satu
orang, dalam definisi ini pertimbangan subyektif sangat besar.
1) Kriteria Kreativitas
11
Penentuan kreativitas menyangkut tiga dimensi, yaitu: dimensi proses,
person dan produk kreatif. Proses kreatif sebagai kriteria kreativitas, maka
segala produk yang dihasilkan dari proses kreatif dianggap sebagai produk
kreatif, dan orangnya disebut sebagai orang kreatif. Menurut Rothernberg
(1976) proses kreatif identik dengan berpikir Janusian12[12] yaitu suatu tipe
berpikir divergen yang berusaha melihat berbagai dimensi yang beragam
atau bahkan bertentangan menjadi suatu pemikiran yang baru. Dimensi
person sebagai kriteria kreativitas identik dengan kepribadian kreatif
(creative personality). Kepribadian kreatif menurut Guilford13[13] meliputi
kognitif, dan non kognitif (minat, sikap, kualitas temperamental). Orang
kreatif memiliki ciri-ciri kepribadian yang secara signifikan berbeda dengan
orang-orang yang tidak kreatif. Karakteristik-karakteristik kepribadian ini
menjadi kriteria untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif. Produk kreatif
yaitu menunjuk kepada hasil perbuatan, kinerja, atau karya seseorang dalam
bentuk barang atau gagasan. Kriteria ini merupakan paling ekplisit untuk
menentukan kreativitas seseorang, sehingga disebut sebagai kriteria puncak
(the ultimate criteria) bagi kreativitas. Kriteria kreativitas pendapat lainnya
dibedakan atas dua jenis, yaitu concurent criteria yang didasarkan kepada
produk kreatif yang ditampilkan oleh seseorang selama hidupnya atau ketika
ia menyelesaikan suatu karya kreatif; kedua concurent criteria yang
didasarkan pada konsep atau definisi kreativitas yang dijabarkan ke dalam
indikatorindikatorperilaku kreatif.
2) Asumsi Tentang Kreativitas
Terdapat enam asumsi tentang kreativitas, yaitu:
a) Setiap orang memiliki kemampuan kreatif dengan tingkat yang berbeda-
beda, tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki kreativitas.
b) Kreativitas dinyatakan dalam bentuk produk-produk kreatif, baik berupa
benda maupun gagasan (creative ideas)
12
13
c) Aktualisasi kreativitas merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor-
faktor psikologis (internal) dengan lingkungan (eksternal)
d) Dalam diri seseorang dan lingkungannya terdapat faktor-faktor yang dapat
menunjang atau menghambat perkembangan kreativitas.
e) Kreativitas seseorang tidak berlangsung dalam kevakuman, melainkan
didahului oleh, dan merupakan perkembangan dari hasil-hasil kreativitas
orang-orang yang berkarya sebelumnya (kretaivitas merupakan kemampuan
seseorang dalam menciptakan kombinsi-kombinasi bari dari nilai-nilai yang
telah ada sehingga melahirkan sesuatu yang baru)
3) Jenis-Jenis Studi Kreativitas
Isu-isu dalam studi kreativitas dapat ditelaah melalui lima dimensi
pertanyaan, yaitu: siapa, apa, bagaimana, mengapa, dan dimana. Masing-
masing kelima pertanyaan itu menyangkut dimensi orang (person) kreatif,
produk kreatif, proses kreatif, dorongan yang menimbulkan perilaku kreatif,
dan tempat orang kreatif hidup dan berkembang. Studi yang diarahkan
kepada dimensi person berusaha mencari jawaban atas pertanyaan,
‘siapakah orang kreatif itu ?” yang dalam arti sempit meliputi sikap, minat,
motivasi, dan gaya berpikir.
Studi yang diarahkan kepada dimensi produk berusaha menjawab
pertanyaan, “apakah yang dilakukan atau dihasilkan individu, atau
sekelompok individu sehingga ia/mereka layak disebut sebagai orang kreatif.
Jawaban atas pertanyaan ini menyangkut hasil karya, prestasi, atau
penampilan individu dalam bidang yang ditekuninya. Dimensi proses dari
kreativitas menyangkut pertanyaan, “Bagaimana seseorang dapat sampai
kepada suatu produk kreatif?” proses apakah yang dilaluinya, tahap-tahap
apakah yang dialaminya ?”. Mengapa orang kreatif melakukan sesuatu ?
motivassi apa yang mendorong mereka melakukan apa yang dilakukannya,
pertanyaan ini menyangkut dimensi press dari kreativitas. Dimensi tempat,
menyangkut pertanyaan, “Dimanakah individu menampilkan kreativitasnya,
melalui pertanyaan ini dapat diungkap mengenai faktor-faktor lingkungan
yang mempengaruhi perkembangan kreativitas seseorang.
4) Pendekatan Dalam Studi Kreativitas
Pendekatan studi kreativitas dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu:
pendekatan psikologis, sosiologis dan sosio-psikologis. Perspektif psikologis
meninjau kreativitas dari segi kekuatan-kekuatan pada diri seseorang
sebagai penentu kreativitas, seperti: inteligensi, bakat, motivasi, sikap,
minat dan disposisi-disposisi kepribadian lainnya. Asumsi yang mendasari
pendekatan psikologis yaitu manusia merupakan organisme alloplastis yang
mampu mengubah lingkungannya. Pendekatan sosiologis, lebih melihat
faktor-faktor lingkungan sosial budaya dalam perkembangan kreativitas.
Asumsi yang mendasari pendekatan ini, yaitu kreativitas lebih merupakan
fungsi dari faktor-faktor lingkungan. Pendekatan sosial-psikologis disebut
juga pendekatan transaksional. Asumsi pendekatan ini yaitu, kreativitas
individu merupakan hasil dari proses interaksi sosial, dimana individu
dengan segala potensi dan disposisi kepribadiannya mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan
5) Pengukuran Kreativitas
Pengukuran-pengukuran kreativitas dapat dibedakan atas pendekatan-
pendekatan yang digunakan untuk mengukurnya. Ada lima pendekatan yang
lazim digunakan untuk mengukur kreativitas, yaitu: 1) analisis obyektif
terhadap perilaku kreatif, 2) pertimbangan subyektif, 3) inventori
kepribadian, 4) inventori biografis, dan 5) tes kreativitas.
6) Analisis Obyektif
Pendekatan obyektif dimaksudkan untuk menilai secara langsung
kreativitas suatu produk berupa benda atau karya-karya kreatif lain yang
dapat diobservasi wujudfisiknya. Metode ini tidak cukup memadai untuk
digunakan sebagai metode yang obyektif untuk mengukur kreativitas14[14],
karena sangat sulit mendeskripsikan kualitas produk-produk yang beragam
secara matematis, untuk menilai kualitas instrinsiknya. Kelebihan metode ini
adalah secara langsung menilai kreativitas yang melekat pada obyeknya,
yaitu karya kreatif. Kelemahan metode ini yaitu hanya dapat digunakan
14
terbatyas pada produk-produk yang dapat diukur kualitas instrinsiknya
secara statistik, dan tidak mudah melukiskan kriteria suatu produk
berdasarkan rincian yang benar-benar bebas dari subyektivitas.
7) Tes Kreativitas
Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang kreatif yang
ditunjukkan oleh kemampuannya dalam berpikir kreatif. Hasil tesnya
dikonversikan ke dalam skala tertentu sehingga menghasilkan CQ (creative
quotient) yang analog dengan IQ (intellegence quotient) untuk inteligensi.
Bentuk soal tes ini umumnya berupa gambar dan verbal. Perbedaan tes
inteligensi dengan tes creativitas, yaitu pada kriteria jawaban. Tes inteligensi
menguji kemampuan berpikir memusat (konvergen), karena itu ada jawaban
benar dan salah, sedangkan tes creativitas menguji berpikir menyebar
(divergen) dan tidak ada jawaban benar atau salah.
Dalam kehidupan ini kreativitas sangat penting, karena kreativitas
merupakan suatu kemampuan yang sangat berarti dalam proses kehidupan
manusia. Mengenai makna dan posisi kreativitas, dikemukakan oleh banyak
ilmuwan. Konsep kreativitas yang dikemukakan dalam uraian terdahulu
sangatlah beragam terutama dalam definisinya. Namun tidak ada satupun
yang diterima secara universal. Hal ini karena kompleksitas dari konsep
kreativitas itu sendiri. Tetapi hal ini tidak menjadi halangan untuk
mendefinisikan kreativitas karena konsep kreativitas dapat ditinjau dari
berbagai aspek, yang walaupun saling berkaitan namun mempunyai
penekanan yang berbeda-beda. Terdapat dua definisi kreativitas yang
populer, yaitu definisi yang merujuk atau yang menggunakan pertimbangan
para ahli atau pakar dan definisi yang menggunakan pertimbangan kriteria.
Definisi yang pertama disebut sebagai definisi konsensual, dan definisi yang
kemudian (pertimbangan kriteria) disebut juga sebagai definisi konseptual.
Dari beberapa definisi tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa
kreativitas pada intinya merupakan kemampuan seseorang untuk
melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata,
baik dalam bentuk ciri-ciri aptitude maupun non aptitude, baik dalam karya
baru maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang semuanya itu
relatif berbeda dengan apa yang telah ada sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M.ed. Materi Pokok Bimbingan dan Konseling
Dedi Supriadi, (1994), Kreativitas, Kebudayaan & Perkembangan Iptek, Alfabeta,
Bandung
Tohirin, M. Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah (Berbasis Integrasi),
(jakarta: PT raja Grafindo Persada 2007
Tohirin, M. Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah (Berbasis Integrasi),
(jakarta: PT raja Grafindo Persada 2007
Tohirin, M. Pd, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah (Berbasis Integrasi),
(jakarta: PT raja Grafindo Persada 2007
Walgito Bimo, Bimbingan dan Konseling (Study dan Karier), (yogyakarta :
penerbit C.V ANDI OFFSET (Penerbit ANDI), 2010
Rujukan Internet :
http://alatukurpsikologi.blogspot.coml (di akses pada tanggal 17 November 2013 )
http://didikwidiawan.blogspot.com (di akses pada tanggal 17 November 2013 )
http://oneboyariyanta.blogspot.com (di akses pada jam tanggal 17 november 20013 )
http://rizalardyansyah23.blogspot.coml (di akses pada tanggal 17
November 2013 )
http://zhizhachu.wordpress.com (di akses pada tanggal 17 November
2013 )
http://kamiluszaman.blogspot.co.id/2014/11/teknik-tes.html
PERBEDAAN DAN PERSAMAAN ANTARA PSIKODIAGNOSTIK, ASSESMENTDAN PEMERIKSAAN PSIKOLOGIPENGERTIANa. Psikodiagnostik adalah metode untuk menetapkan kelainan psikis dengan tujuanuntuk dapat memberikan pertolongan secara tepat. b. Assesment adalah proses penilaian atau penaksiran dengan menggunakan metodetertentu untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif agar dapat membuatkeputusan yang tepat.c. ³The major aim of assessment are ton assist in the identification of problem behavior, the identification of the factor maintaining the problem behavior, theselection of the optimum treatment for the problem behavior, the evaluation of theeffectiveness of treatment and if needed, the revision of treatment.d. Pemeriksaan psikologis adalah penjelasan psikolog kepada klien mengenai datahasil pemeriksaan psikologis yang telah dilakukan.PERBEDAANPsikodiagnostik hanya menetapkan kelainan psikis dan memberikan pertolongansecara tepat, tetapi assessment lebih cenderung melakukan penafsiran secarakomprehensif secara lebih detail sehingga dapat membuat keputusan yang tepat danterjamin validitasnya.PERSAMAANAntara psikodiagnostik, assessment dan pemeriksaan psikologi memiliki suatukesamaan, yaitu sama-sama bertujuan untuk mengetahui gangguan-gangguan psikis ataukejiwaan yang terdapat pada seseorang
http://www.psychologymania.net/2010/09/pengukuran-psikologi.html
PENGUKURAN PSIKOLOGI
Pengukuran adalah bagian esensial kegiatan keilmuan. Psikologi sebagai cabang ilmu pengetahuan yang relative lebih muda harus banyak berbuat dalam hal pengukuran ini agar eksistensinya, baik dilihat dari segi teori maupun aplikasi makin mantap.
Ilmu pengukuran (measurement) merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal, valid, dan reliable. Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variable sepanjang suatu kontinum[1].
Pengukuran itu sendiri, dapat didefinisikan sebagai berikut.
· measurement is the assignment of numerals to object or events according to rules (Steven, 1946)
· measurement is rules for assigning numbers to objects in such a way as to represent quantities of attributes (Nunnaly, 1970)
Sedangkan pengukuran psikologi merupakan pengukuran dengan obyek psikologis tertentu. Objek pengukuran psikologi disebut sebagai psychological attributes atau psychological traits, yaitu ciri yang mewarnai atau melandasi perilaku.
Perilaku sendiri merupakan ungkapan atau ekspresi dari ciri tersebut, yang dapat diobservasi. Namun tidak semua hal yang psikologis dapat diobservasi. Oleh karena itu dibutuhkan indikator-indikator yang memberikan tanda tentang derajat perilaku yang diukur. Agar indikator-indikator tersebut dapat didefinisikan dengan lebih tepat, dibutuhkan psychological attributes / traits yang disebut konstruk (construct).
Konstruk adalah konsep hipotesis yang digunakan oleh para ahli yang berusaha membangun teori untuk menjelaskan tingkah laku.
Indikator dari suatu konstruk psikologis diperoleh melalui berbagai sumber seperti hasil-hasil penelitian, teori, observasi, wawancara, elisitasi [terutama untuk konstruk sikap]; lalu dinyatakan dalam definisi operasional.
Kegiatan pengukuran psikologis sering disebut juga tes. Tes adalah kegiatan mengamati atau mengumpulkan sampel tingkah laku yang dimiliki individu secara sistematis dan terstandar.
Disebut “sampel tingkah laku”, karena tes hanya mendapatkan data pada waktu tertentu serta dalam kondisi dan konteks tertentu. Artinya, pada saat tes berlangsung, diharapkan data yang diperoleh merupakan representasi dari tingkah laku yang diukur secara keseluruhan. Konsekuensi dari pemahaman ini antara lain:
· terkadang hasil tes tidak menggambarkan kondisi pisikologis individu [yang diukur] yang sebenarnya;
· hasil tes sangat dipengaruhi oleh faktor situasional seperti kecemasan akan suasana tes itu sendiri, kesehatan, keberadaan lingkungan fisik [mis. ramai, panas dan sebagainya];
· hasil tes yang diambil pada suatu saat, belum tentu akan sama jika tes dilakukan lagi pada beberapa waktu kemudian [walaupun ini merupakan isu reliabililtas];
· hasil tes belum tentu menggambarkan kondisi psikologis individu dalam segala konteks.
Pada dasarny tes terdiri dari dua jenis, yaitu:
· Optimal Performance test: melihat kemampuan optimal individu
· Typical Performance test: memuat perasaan, sikap, minat, atau reaksi-reaksi situasional individu. Tes ini sering disebut sebagai inventory test.
PERKEMBANGAN SEJARAH PENGUKURAN PSIKOLOGI[2]
Pada awalnya, pengukuran psikologi umumnya di pengaruhi oleh ilmu fisiologi dan fisika. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pengukuran dalam ilmu ini mempengaruhi juga pengukuran dalam psikologi. Karya-karya tokoh dalam bidang psikofisika umumnya mencari hokum-hukum umum (generalisasi). Baru kemudian, terutama karena pengaruh Galton, gerakan “testing” yang mengutamakan ciri-ciri individual menjadi berkembang.
1. Kontribusi Psikofisika
Psikofisika dianggap suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan kuantitatif antara kejadian-kejadian fisik dan kejadian-kejadian psikologis. Dalam arti luas yang dipelajari adalah hubungan antara stimulus dan respon. Seperti telah disebutkan di atas upaya mereka adalah untuk menemukan hokum-hukum umum, seperti misalnya hokum Weber dan Fechner tentang nisbah pertambahan perangsang menimbulkan pertambahan respon (sensasi).
Dalam psikofisika modern, kontribusi Thurstone mengenai “low of comparative judgment” merupakan model yang sangat berharga bagi pengembangan skala-sakala psikologi yang lebih kemudian. Aplikasinya langsung adalah penerapan metode perbandingan-pasangan (paired-comparison)
2. Kontribusi Francis Galton
Sir Francis Galton adalah seorang ahli biologi yang berminat pada factor hereditas manusia. Dia meneliti dan ingin mengetahui secara luas kesamaan orang-orang dalam satu keluarga, dan perbedaan orang-orang yang tidak satu keluarga. Untuk itu, dia mendirikan laboratorium antropometri guna melakukan pengukuran cirri-ciri fisiologis, misalnya ketajaman pendengaran, ketajaman penglihatan, kekuatan otot, waktu reaki dan lain-lain fungsi sensorimotor yang sederhana, serta fungsi kinestetik. Galton yakin bahwa ketajaman sensoris bersangkutan dengan kemampuan intelektual orang.
Galton juga merintis penerapan metode “rating” dan kuesioner. Kontribusi Galton yang lain adalah upayanya mengembangkan metode-metode statistic guna menganalisis data mengenai perbedaan-perbedaan individual. Upaya ini dilanjutkan oleh murid-muridnya di antara mereka itu kemudian menjadi sangat terkenal adalah Karl Pearson.
3. Awal Gerakan Testing Psikologi
Orang yang dianggap mempunyai kontribusi pening dalam gerakan testing psikologi adalah seorang ahli psikologi Amerika, James McKeen Cattell. Disertasinya du Universitas Leipzig mengenai perbedaan individual dalam waktu reaksi. Dia sempat kontak dengan Galton sehingga minatnya terhadap perbedaan individual semakin kuat. Dia sependapat dengan Galton bahwa ukuran fungsi intelektual dapat dicapai melalui tes diskriminasi sensoris dan waktu reaksi.
Tes yang dikembangkan di Eropa pada akhir abad XIX cenderung meliputi fungsi yang lebih kompleks. Salah satu contohnya adalah tes Kraepelin. Tes Kraepelin berupa penggunaan operasi-operasi arithmatik yang sederhana dirancang untuk mengukur pengaruh latihan, ingatan dan kerentanan terhadap kelelahan dan distraksi. Awalnya tes ini dirancang untuk mengukur karakteristik pasien-pasien psikiatris. Oehr, mahasiswa kraepelin, menyusun tes persepsi, ingatan, asosiasi dan fungsi motorik guna meneliti interrelasi fungsi-fungsi psikologis. Ebbinghaus mengembangkan tes komputasi aritmatik, luas ingatan, dan pelengkapan kalimat.
Dalam pada itu, di Prancis, Binet dan Henri mengajukan kritik terhadap tes yang ada dewasa itu terlalu sensoris, berkonsentrasi pada kemampuan khusus. Mereka menyatakan bahwa dalam pengukuran fungsi-fungsi yang lebih kompleks, presisi kurang perlu karena perbedaan individual dalam fungsi yang lebih besar. Yang perlukan adalah tes yang mengukur fungsi yang lebih luas, seperti ingatan, imajinasi, perhatian, pemahaman, kerentanan terhadap sugesti, apresiasi estetik, dan lain-lain. Gagasan inilah yang akhirnya menuntun dikembangkannya tes Binet, yang kemudian menjadi sangat terkenal.
4. Binet dan tes intelegensi
Seperti penjelasan diatas, Binet menyusun alat tes. Tes yang disusun oleh Binet dan Simon tahun 1905 disebut menghasilkan skala Binet-Simon. Skala ini terkenal dengan nama skala 1905. Skala ini pada awalnya untuk mengukur dan mengidentifikasi anak-anak yang terbelakang agar mereka mendapatkan pendidikan yang memadai. Skala ini terdiri dari 30 soal disusun dari yang paling mudah ke yang paling sukar.
Pada skala versi kedua tahun 1908, jumlah soal ditambah. Soal-soal itu dikelomokkan menurut jenajng umur berdasar atas kinerja 300 orang anak normal berumur 3 sampai 13 tahun. Skor seorang anak pada seluruh perangkat tes dapat dinyatakan sebagai jenjang mental (mental level) sesuai dengan umur normal yang setara dengan kinerja anak yang bersangkutan. Dalam berbagai adaptasi dan terjemahan istilah jenjang mental diganti dengan umur mental (mental age), dan istilah inilah yang kemudian menjadi popular.
Revisi skala ketiga skala Binet-Simon diterbitkan tahun 1911, beberapa bulan setelah Binet meninggal mendadak. Pada tahun 1912, dalam Kongres Psikologi Internasional di Genewa, William Stern, seorang ahli psikologi Jerman, mengusulkan konsep koefisien Intelegensi yaitu IQ = MA/CA. Konsep ini yang dipakai dalam skala Binet yang direvisi di Universitas Stanford, yang terkenal dengan nama Skala Stanford-Binet yang diterbitkan tahun 1916, kemudian revisinya tahun 1937 dan revisi selanjutnya tahun 1960. Skala Stanford-Binet inilah yang selanjutnya diadaptasikan kedalam berbagai bahasa dan digunakan secara luas dimana-mana. Kecuali itu skalaStanford-Binet juga menjadi model Pengembangan berbagai tes intelegensi lain.
5. Testing Kelompok
Tes Binet yang dijelaskan diatas adalah merupakan tes individual, artinya tes yang harus diberikan per orang. Karena kebutuhan yang makin mendesak, maka dikembangkanlah tes kelompok. Hal ini di latar belakangi pada saat perang dunia I, kebutuhan akan tes kelompok ini sangat dibutuhkan untuk tes calon tentara. Maka, komite psikologi yang diketuai Robert M. Yankes, menyusun instrument yang dapat mengklasifikasi individu tetapi diberikan secara kelompok. Dalam konteks semacam ini, tes intelgensi kelompok yang pertama
dikembangkan. Di dlam tugas ini para ahli psikologi militer menghimpun semua tes yang ada, terutama tes intelegensi kelompok kaya Otis yang belum dipublikasikan. Tes itu di susun Otis waktu dia menjadi mahasiswa Terman di Stanford. Dalam karya Otis itulah format pilihan ganda dan lain-lain format tes objektif mulai digunakan.
Tes yang dikembangkan oleh ahli psikologi dalam militer itu kemudian terkenal dengan nama Army Alpha dan Army Beta. Setelah perang berakhir maka tes-tes tersebut dilepaskan untuk umum. Dan ini lalu mendorong pengembangan dan penggunaan tes kelompok secara luas. Karena optimisme yang berlebihan, maka penggunaan tes kelompok itu seringkali didasarkan pada sikap naïf, dan ini ternyata merugikan perkembangan testing psikologi.
6. Pengukuran Potensial Intelektual
Walaupun tes intelegensi dirancang untuk fungsi-fungsi intelektual yang luas ragamnya guna mengestimasikan taraf intelektual umum individu, namun segera nyata bahwa liputan tes intelegensi itu sangat terbatas. Tidak semua fungsi penting tercakup. Dalam kenyataannya kebanyakan tes intelegensi terutama mengukur kemampuan verbal, dan dalam kada lebih sedikit kemampuan menangani relasi-relasi numeric, simbolik dan abstrak. Didalam praktek diperlukan instrument yang dapat mengukur kemampuan-keampuan khusus, misalnya kemampuan mekanik, kemampuan klrikal, bahkan bakat music. Karena desakan kebutuhan praktis dalam berbagai bidang misalnya dalam bidang bimbingan dan konseling, dalam pemilihan program studi, dalam penempatan karyawan, dalam analisis klinis, dan sebagainya, maka upaya pengembangan tes potensial individu khusus itu dilakukan. Dalam pada itu dapat dimamfaatkannya metode analisis factor mempercepat laju upaya ini. Hal lain yang perlu dicatat adalah kontribusi pada psikolog militer Amerika selama Perang Dunia II. Kebanyakan penelitian di kalangan militer didasarkan pada analisis factor dan diarahkan kepada pengembangan multiple aptitude test batteries.
7. Tes Hasil Belajar
Pada waktu para ahli psikolog sibuk mengembangkan tes intelegensi dan tes potensial khusus, ujian-ujian tradisional di sekolah-sekolah mengalami perbaikan teknis. Terjadi pergeseran dari bentuk esai ke ujian tes objektif. Pelopor perubahan ini adalah penerbitan The Achievement Test pada tahun 1923. Dengan tes ini dapat dibuat perbandingan beberapa sekolah pada sejumlah mata pelajaran dengan menggunakan satu norma. Karakteristik yang demikian itu merupakan penerapan tes hasil belajar baku yang berlaku sampai sekarang.
8. Tes Proyektif
Pada awal abad XX kelompok psikiater dan psikolog yang berlatar belakang Psikologi Dalam di Eropa berupaya mengembangkan instrument yang dapat digunakan untuk mengungkapkan isi batin yang tidak disadari. Seperti telah diketahui, bahwa dalam Psikologi Dalam (terutama aliran Freudian dan Jungian) ada kelompok proyeksi sebagai salah satu bentuk mekanisme pertahanan. Dalam mekanisme pertahanan individu secara tidak sengaja menempatkan isi batin sendiri pada objek di luar dirinya dan menghayatinya sebagai karakteristik objek yang diluar dirinya itu. Berdasar atas konsep inilah tes proyeksi itu disusun.
Pelopor upaya ini adalah Herman Rorschach, seorang psikiater dari Swiss. Selama 10 tahun (1912 – 1922) Herman Rorschach mencobakan sejumlah besar gambar-gambar tak berstruktur untuk mengungkapkan isi batin tertekan pada pasiens-pasiennya. Dari sejumlah
besar gambar-gambar tersebut akhirnya dipilih 10 gambar yang dibakukan, dan perangkat inilah yang kemudian terkenal dengan nama Tes Rorschach. Setelah itu sejumlah upaya dilakukan untuk mengembangkan tes proyektif yang lain, dan hasilnya antara lain Holtzman Inkbold Technique, Themaatic Apperception Test, Tes Rumah Pohon dan Orang, Tes Szondi, dan yang sejenisnya.
Langkah-langkah menyusun alat test Psikologi
Langkah-langkah menyusun alat tes psikologis:
1. Identifikasi tujuan penggunaan tes
2. Identifikasi domain tingkah laku dan indikator-indikator yang mewakili konstruk
3. Membuat test specification (kisi-kisi)
4. Menulis item berdasarkan kisi-kisi dengan memperhatikan kriteria penulisan item
Untuk menuliskan item dengan baik, ada sejumlah kriteria seperti yang dikemukakan oleh Wang (1932), Thurstone (1929), Bird (1940), Edwards dan Kilpatrick (1948). Kriteria tersebut pada awalnya digunakan untuk menyusun skala sikap, namun akan juga membantu untuk menyusun item dari skala lain.
Kriteria-kriteria penulisan item adalah sebagai berikut.
a. Menghindari pernyataan yang lebih mengarah ke masa lalu, bukan masa sekarang.
b. Menghindari pernyataan mengenai sesuatu sudah jelas jawabannya.
c. Menghindari peryataan yang ambigu (memiliki banyak arti).
d. Menghindari pernyataan yang tidak relevan dengan objek sikap yang dibahas.
e. Menghindari pernyataan yang didukung oleh hampir semua orang atau hampir tidak ada yang mendukung.
f. Membuat pernyataan yang dipercaya untuk mencakup secara keseluruhan minat dalam pembuatan skala sikap.
g. Bahasa yang digunakan dalam sebuah pernyataan harus jelas, sederhana dan langsung.
h. Pernyataan harus pendek, biasanya tidak lebih dari 20 kata.
i. Setiap pernyataan haya memliki satu pemikiran saja.
j. Menghindari pernyataan-peryataan yang mengandung unsur universal dan yang menciptakan ambiguitas, seperti semua, selalu, tidak ada, dan tidak pernah.
k. Harus memperhatikan pernyataan-pernyataan yang menggunakan kata hanya, cuma, sering/melulu.
l. Apabila mungkin, pernyataan harus dibuat dengan form kata-kata yang sederhana bukan dengan kata-kata yang menyulitkan.
m. Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak dapat dimengerti oleh responden.
n. Menghindari pernyataan yang mengandung double negatives.
5. Review item dan merevisi item, berdasarkan definisi operasional dari konstruk yang diukur, kisi-kisi dan kriteria penulisan item
6. Melakukan uji coba:
o Tentukan sampel yang mewakili populasi yang dituju untuk uji coba
o Administrasikan uji coba
o Pengujian psikometri: analisis item, uji validitas dan reliabilitas
Analisis item:
Analisis item adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menganalisis apakah item-item pada suatu alat tes telah memenuhi fungsinya, yaitu:
Mewakili domain tingkah laku
Memiliki derajat kesulitan yang tepat
Memiliki daya diskriminasi yang maksimal
Menurut Kaplan & Saccuzzo (2005), analisis item adalah kegiatan mengevaluasi item-item alat tes. Dari kegiatan ini diharapkan didesain sebuah alat tes dengan jumlah item minimum, namun reliabilitas dan validitas yang maksimum.
Analisis item dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Kualitatif; menyangkut keterwakilan tingkah laku domain menjadi item dalam alat tes (konten dan form)à content validity (menyangkut expert judgement)
Kuantitatif; dibagi menjadi item difficulty & item discriminant.
· item difficulty merupakan presentase (proporsi) orang yang menjawab item dengan benar (P), sedangkan
· item discriminant adalah perbandingan antara proporsi orang yang menjawab benar dalam kelompok upper dengan proporsi orang yang menjawab benar dalam kelompok lower. Perbedaan proporsi ini disebut sebagai index of discrimination (D).
Uji Validitas:
Validitas adalah ketepatan mengukur konstruk, menyangkut: “what the test measure and how well it does” (Anastasi, 1990), atau “apakah alat tes memenuhi fungsinya sebagai alat ukur psikologis?” (Nunnaly, 1978).
Prosedur validitas
Criterion-related validation: memprediksi dan mendiagnosa.
Criterion-related melihat validitas tes dalam memprediksi suatu tingkah laku. Criteria adalah tingkah laku yang hendak diramalkan. Jenis validitas ini dibagi menjadi dua yaitu, predictive dan concurrent. Predictive berguna untuk memprediksi suatu tingkah laku, memvalidasi tes-tes seleksi dan penempatan, yang kriterianya diambil setelah interval waktu tertentu. Concurrent digunakan untuk mendiagnosa suatu tingkah laku terutama kepribadian yang kriterianya diambil bersamaan dengan saat pengetesan.
Content-related validation: merepresentasikan materi (domain behavior)
Sejauh mana peneliti yakin bahwa item-item sudah merepresentasikan sample tingkah laku à perlu batasan tingkah laku à definisi operasional à domain. Di dalamnya terdapat expert judgement.
Construct related validation: mengukur psychological traits
Melihat sejauh sebuah tes tepat mengukur konstruk atau trait. Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur validitas konstruk:
a) Perubahan yang dipengaruhi perkembangan
b) Korelasi dengan alat tes lain, yang dibagi menjadi alat tes baru dengan alat tes lama, dan korelasi alat tes baru dengan alat tes lain.
c) Analisis factor
d) Experimental intervention
e) Human information processing
f) Internal consistency
g) Convergent – Discriminant validity
Uji Reliabilitas:
Reliabilitas adalah konsistensi alat tes yang dilihat dari skor dan z-score. Mengapa diperlukan kekonsistenan? Karena adanya perubahan-perubahan pada skor dan z-score yang disebabkan oleh ERROR. Terdapat dua macam error yaitu: systematic dan unsystematic error.
Prosedur reliabilitas
Pengujian reliabilitas dengan satu kali administrasi
Split half; Pengukuran reliabilitas alat ukur dilakukan dengan cara membelah alat tes tersebut menjadi dua bagian yang ekuivalen. Koefisien reliabilitas diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor-skor antar dua belahan (internal consistency). Teknik pengujian reliabilitas dengan teknik ini dibagi menjadi dua, yaitu Rulon dan Spearman Brown.
Kuder Richardson; Mengukur konsistensi respon subjek pada item-item tes, sehingga disebut interitem consistency. Errornya disebut content sampling dan content heterogeneity sampling. Teknik pengujian reliabilitas dengan teknik ini dibagi menjadi dua, yaitu KR-20 dan KR-21.
Coefficient alpha; Tujuannya sama dengan KR, hanya saja syarat yang harus dipenuhi adalah data yang diperoleh bersifat kontinum dan bukan dikotomi.
Pengujian reliabilitas dengan dua kali administrasi
1. Tes-retes. Untuk melihat stabilitas atau kekonsistenan alat tes dalam mengukur karakteristik atau trait dengan melaksanakan tes dan pengukuran terdiri lebih dari satu kali (diulang). Koefisien korelasi yang dihasilkan disebut dengan coefficient of stability. Error pada uji reliabilitas dengan teknik ini disebut time sampling error.
2. Alternate form: immediate alternate form & delayed alternate form. Untuk melihat stabilitas alat tes dalam mengukur trait individu dengan melaksanakan tes dan pengukuran lebih dari satu kali dan menggunakan dua form tes.
o Immediate: form kedua diberikan langsung setelah form pertama diberikan. Koefisien korelasi yang dihasilkan disebut dengan coefficient of equivalence. Error pada teknik ini disebut sebagai content sampling & human error.
o Delayed: ada penundaan pemberian form kedua setelah form pertama diberikan. Koefisiennya disebut sebagai coefficient of equivalence & stability. Error pada teknik ini disebut sebagai content sampling, time sampling, & human error.
Interscorer reliability
Tujuan dari uji reliabilitas ini adalah untuk menunjukkan konsistensi skor-skor yang diberikan skorer satu dengan skorer lainnya. Error yang muncul adalah interscorer differences.
o Revisi item
o Kalau memungkinkan dan perlu, dilakukan uji coba lagi
7. Susun norma untuk interpretasi skor
Norma adalah penyebaran skor-skor dari suatu kelompok yang digunakan sebagai patokan untuk memberi makna pada skor-skor individu. Terdapat dua jenis norma, yaitu:
a. norma perkembangan; digunakan untuk menginterpretasikan skor-skor pada tes-tes perkembangan. Norma perkembangan dibagi menjadi mental age, basal age, nilai rata-rata yang diperoleh kelompok umur tertentu, skala ordinal, criterion referenced testing, expectancy tables.
b. norma kelompok (within-group norms); digunakan untuk mengetahui posisi subjek dalam distribusi sample normative. Sample normative adalah skor subjek dibandingkan dengan skor kelompok. Saat peneliti hendak menggambarkan posisi individu dengan cara membandingkan antar kemampuan dan kelompok, raw score harus ditransformasikan ke dalam skala yang sama. Macam-macam skala:
o percentile rank
o standard score, yang dibagi menjadi: z-score, t-scale, c-scale, stanine, deviation IQ
8. Produksi alat tes psikologis baru
Daftar PUSTAKA
Suryabrata, Sumadi.2005. Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Yogyakarta: Andi
Azwar, Syaifuddin. Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/pengukuran.html
[1] Dalam Dasar-Dasar Psikometri, oleh Saifuddin Azwar hal:3
[2] Dalam Pengembangan Alat Ukur Psikologi. Oleh Sumadi Suryabrata. Hal: 7
https://aswendo2dwitantyanov.wordpress.com/2012/05/15/tes-tes-berbasis-psikologi/
Tes-Tes Berbasis Psikologi Meninggalkan komentar
6 Votes
Sejarah Asesmen Psikodiagnostika
Sejarah tes psikologi dapat dihubungkan dengan praktek sehari-hari. Tes psikologi selalu berkembang. Tes psikologi pada awalnya berfokus pada pengukuran intelegensi di Eropa selama abad ke-19 dan di awal perang dunia pertama. Sebenarnya tes-tes berbasis psikologis ini telah digunakan di Cina sekitar tahun 2200 sebelum masehi. Kerajaan Cina menggunakan tes tertulis untuk memilih para pejabat negara. Hingga pada pertengahan tahun 1800an, beberapa fisikawan dan psikiatris mengembangkan prosedur standar untuk mengungkap gejala alam dan gejala-gejala sakit mental serta kerusakan pada otak.
Awal dari penyusunan tes psikologis secara sistematis diawali dari Teori Darwin dengan Teori Evolusinya pada tahun 1860. Kecerdasan setiap spesies makhluk hidup berbeda-beda dan semua makhluk berevolusi mulai dari taraf makhluk yang paling rendah hingga ke taraf makhluk yang sempurna. Hal ini berlaku pula pada manusia. Ini yang mengakibatkan beberapa orang meyakini bahwa manusia memiliki strata kemampuan berkaitan dengan akalnya. Tahun 1900, Alfred Binnet, Psikolog dari Prancis yang tertarik pada anak dan pendidikan. Bersama dengan temannya, Theodore Simon diminta oleh Menteri Pendidikan untuk dapat memprediksi kondisi anak mana yang menanggung resiko mengalami kegagalan dalam sekolah mereka. Berdasakan
pengalaman mereka, mereka membuat pertanyaan-pertanyaan yang diklaim dapat menentukan tingkat keberhasilan anak dalam belajar. Tes yang dibuat sangat kental dengan kemampuan-kemampuan sekolah yang menekankan pada kemampuan-kemampuan sekolah. Hingga muncul tes psikologi Binnet-Simon dan diikuti oleh tes-tes psikologi lainnya. Tes psikologi yang semula hanya mengukur kemampuan akademis seseorang mulai diyakini bahwa bila seseorang meraih nilai yang tinggi dari tes tersebut maka akan berdampak bahwa orang tersebut akan berhasil di masa depan, sebaliknya bila seseorang meraih nilai yang rendah dari tes tersebut, maka orang tersebut dipastikan akan gagal di masa depan. Ini merupakan asumsi yang keliru.
Asesmen psikologi memiliki rentang cakupan yang luas. Dalam asesmen, Psikolog mengintegrasi informasi dari berbagai sumber, salah satunya tes psikologi. Tes psikologi merupakan instrumen penting dalam proses asesmen. Awalnya fungsi tes psikologi adalah untuk mengukur perbedaan-perbedaan antara individu atau antara reaksi individu yang sama dalam situasi yang berbeda. Namun, dewasa ini tes psikologi digunakan untuk pemecahan permasalahan praktis yang berskala luas, baik di bidang pendidikan, klinis, maupun organisasi. Asesmen psikologi merupakan tahapan yang penting sebelum intervensi psikologis dapat dilakukan. Dengan melakukan asesmen psikologi, psikolog dapat memperoleh informasi mengenai individu.
Konsep Dasar Instrumen Asesmen
Tes pada dasarnya adalah alat ukur atribut psikologis yang objektif atas sampel perilaku tertentu. Bagi Anda sebagai pendidik, tes merupakan salah satu instrumen asesmen yang banyak digunakan untuk menggali informasi tentang sejauh mana tingkat penguasaan kompetensi siswa terhadap kompetensi yang dipersyaratkan. Tes pada dasarnya merupakan alat ukur pembelajaran yang paling banyak digunakan dalam melakukan asesmen proses dan hasil belajar siswa dalam pengajaran klasikal.
Terdapat lima jenis atau cara pembagian tes yaitu: a) Pembagian jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan, b) Jenis tes berdasarkan waktu penyelenggaraan, c) Pembagian jenis tes berdasarkan cara mengerjakan, d) Pembagian jenis tes berdasarkan cara penyusunan, e) Pembagian jenis tes berdasarkan bentuk jawaban.
Jenis tes berdasarkan tujuan penyelenggaraan terdiri dari Tes Seleksi, Tes Penempatan, Tes Hasil Belajar, Tes Diagnostik, dan Tes Uji Coba. Sedangkan Jenis tes berdasarkan tahapan atau waktupenyelenggaraannya meliputi Tes Masuk (Entrance Test), Tes Formatif (Formative Test),Tes Sumatif (Summative Test), Pra-Testdan Post–Test. Secara umum, tes dapat dikerjakan secara tertulis dan secara lisan dalam bentuk tes essai maupun objektif.
FUNGSI, TARAF VALIDASI, DAN APLIKATIF TES-TES PSIKOLOGI
Secara mendasar, fungsi tes psikologi adalah untuk mengestimasi perbedaan antara individu serta reaksi-reaksi individu yang muncul pada situasi yang sama ataupun berbeda.
Awalnya tes psikologi berkembang dari asumsi untuk mengidentifikasi individu yang mengalami keterbelakangan mental, hingga sekarang penggunaannya secara klinis mencakup subjek-subjek dengan gangguan emosional yang parah maupun masalah-masalah perilaku yang lainnya. Salah satu motivasi perkembangan tes psikologi juga mendasar pada kebutuhan untuk memberikan penilaian dalam bidang pendidikan, misalnya Tes Inteligensi Binnet yang masih digunakan hingga sekarang. Selain itu, peranan lainnya adalah untuk menyeleksi dan klasifikasi sumber daya manusia yang digunakan dalam industri-industri dalam memilih karyawannya, dalam memilih personil militer, dan lain sebagainya.
Penggunaan tes psikologi dalam konseling perorangan mencakup dari aspek perencanaan pendidikan, pekerjaan, hingga pada semua aspek kehidupan yang lebih luas, misalnya kestabilan emosi, pola-pola hubungan interpersonal, pemahaman diri, pengembangan diri, hingga sarana untuk mencari solusi bagi beragam gangguan dan disfungsi psikologis seperti gangguan perilaku pada remaja, bahkan lebih luas lagi berguna dalam penelitian-penelitian dasar.
Suatu tes psikologi akan berbeda fungsinya dengan tes psikologi lainnya. Ini mengilustrasikan bahwa suatu tes psikologi disusun dengan sifat-sifat tes dan fungsi yang berbeda. Beberapa tes berfokus pada penilaian ciri-ciri atau kognitif yang berkisar mengestimasi kemampuan dan potensi pada individu hingga keterampilan sensorimotor yang spesifik.
Secara paktis, tes psikologi adalah alat ukur yang objektif dan dibakukan atas sampel perilaku tertentu. Dalam penyeleksian item-item soal tes juga dipertimbangkan dengan jumlah subjek yang menjadi sampel perilaku yang melewati tiap item soal tersebut. Hal ini memungkinkan ada sejumlah item tes akan dieliminasi. Mengenai seberapa besar keakuratan suatu alat tes psikologi nampaknya tidak dapat ditentukan secara pasti. Kadang-kadang dalam suatu situasi kehandalannya dapat teruji. Di sisi lainnya, pendapat-pendapat subjektif, dugaan-dugaan, dan bias-bias pribadi bias mengarah pada klaim-klaim berlebihan mengenai apa yang dicapai oleh tes tersebut. Evaluasi objektif tes-tes psikologi adalah suatu solusi untuk mengetahui validitas dan kehandalan alat tes dalam situasi-situasi khusus.
Langkah-langkah Menyusun tes
Penyusunan tes sangat besar pengaruhnya terhadap peserta yang akan mengikuti tes, untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran maka tes harus direncanakan secara cermat. Dalam perencanaan tes ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan tester yaitu :
1.Menentukan cakupan materi yang akan diukur. Ada tiga langkah dalam mengembangkan kisi-kisi tes dalam sistem penilaian berbasis kompetensi dasar, yaitu (1) Menulis kompetensi dasar, (2) Menulis materi pokok, (3) Menentukan indikator, dan (4) Menentukan jumlah soal.
2. Memilih Bentuk Tes. Pemilihan bentuk tes akan dapat dilakukan dengan tepat bila didasarkan pada tujuan tes, jumlah peserta tes, waktu yang tersedia untuk memeriksa lembar jawaban tes, cakupan materi tes, dan karakteristik mata pelajaran yang diujikan.
3. Menetapkan panjang Tes. Ada tiga hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan jumlah soal, yaitu : bobot masing-masing bagian yang telah ditentukan dalam kisi-kisi, kehandalan yang diinginkan, dan waktu yang tersedia.
Kriteria Tes Yang Baik
Ada beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menyusun butir-butir tes yang berkualitas yaitu a) Valid, b) Relevan, c) Spesifik, d) Representatif, e) Seimbang, f) Sensitif , g) Fair, dan h) Praktis. Kualitas instrumen sebagai alat ukur ataupun alat pengumpul data diukur dari kemampuan alat ukur tersebut untuk dapat mengungkapkan dengan secermat mungkin fenomena-fenomena ataupun gejala yang diukur. Kualitas yang menunjuk pada tingkat keajegan, kemantapan, serta konsistensi dari data yang diperoleh itulah yang disebut dengan validitas dan reliabilitas.
Validitas alat ukur menunjukkan kualitas kesahihan suatu instrument, Alat pengumpul data dapat dikatakan valid atau sahih apabila alat ukur tersebut mampu mengukur apa yang seharusnya diukur/ diingikan. Jenis-jenis validitas yang dapat dipakai sebagai kriterium, dalam menetapkan tingkat kehandalan tes, diantaranya adalah : a) Validitas Permukaan (Face Validity), b) Validitas Konsep (Construct Validity), dan c)Validitas Isi (Content Validity).
Kerlinger (1986:443) mengemukakan bahwa reliabilitas dapat ukur dari tiga kriteria yaitu: (1) Stabilityyaitu kriteria yang menunjuk pada keajegan (konsistensi) hasil yang ditunjukan alat ukur dalam mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. (2) Dependability yaitu kriteria yang mendasarkan diri pada kemantapan alat ukur atau seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan. (3) Predictability: Oleh karena perilaku merupakan proses yang saling berkait dan berkesinambungan, maka kriteria ini mengidealkan alat ukur yang dapat diramalkan hasilnya dan meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya.
Cara mencari koefisien reliabilitas alat ukur, dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara, dimana masing-masing cara mempunyai kekurangan dan keunggulan tersendiri. Berbagai pilihan tentang cara menetapkan tingkat reliabilitas alat ukur tersebut adalah : a) Teknik Pengulangan (Test and Re Test Reliability, b). Teknik Bentuk Paralel (Alternate Form Reliability), c) Teknik belah dua (Split Half reliability). Oleh karenanya, untuk mendapatkan gambaran koefisien secara keseluruhan, koefisien antar belahan tersebut masih perlu dikoreksi dengan formula berikut ini : N r x1 x2
Reliability = 1 + r x1 x1
Dimana :
x1adalah skor dari belahan satu,
x2 adalah skor dari belahan kedua, dan
n adalah banyaknya subjek pada setiap bagian (belahan).
d) Kuder Richardson Reliability. Cara ini diberlakukan bila instrumen digunakan untuk mengukur satu gejala psikologis atau perilaku yang sama, artinya alat ukur tersebut dapat dikatakan reliabel bila terbukti ada konsistensi jawaban antaritem yang satu dengan item yang lain. e) Cronbach Alpha Reliability. Cara ini juga dikembangkan untuk menguji konsistensi internal dari suatu alat ukur.Perbedaan pokok dengan Model Kuder Richardson adalah bahwa teknik ini tidak hanya untuk instrumen dengan dua pilihan tetapi tidak terikat pada dua pilihan saja, sehingga penerapannya lebih luas, misalnya untuk menguji reliabilitas skala pengukuran sikap dengan 3, 5 atau 7 pilihan.
Macam-Macam tes Psikologis
Berdasarkan aspek mental dan psikologis yang diungkap, maka secara garis besar tes psikologis dibagi menjadi dua macam berdasarkan sasaran yang hendak dicapai, yaitu:
1. Mengungkap aspek kognitif (intelegensi)
a. Tes Binnetb. Tes Wechsler (Wechsler Adult Intelligence Scale, Wechsler Intelligence Scale for
Children, Wechsler Preschool and Primary Scale for Intelligence)c. Tes Raven (Standard Progressive Matrices, Coloured Progressive Matrices, Advanced
Progressive Matrices)d. TIKI (Tes Intelegensi Kolektif Indonesia)
2. Mengungkap aspek kepribadian
a. Teknik Non-Proyektif (Objektif)
a. EPPS (Edwards Personal Preference Schedule)b. MMPI (Minessota Multiphasic Personality Inventory)c. 16 PFd. CAQ (Clinical Analysis Questionnaire)
b. Teknik Proyektif
a. TAT (Thematic Apperception Test)b. Tes Grafisc. Tes Warteggd. SSCT (Sack Sentence Completion Test)e. Tes Szhondi (sarana proyeksinya foto)f. Tes Rorschach (salah satu tes bercak tinta)
Tes Kepribadian Laporan diri
Tes kepribadian adalah instrumen untuk mengukur ciri-ciri emosi, motivasi, antarpribadi, dan sikap, yang dibedakan dari kemampuan. Dalam perkembangan tes kepribadian, berbagai pendekatan yang digunakan dewasa ini antara lain berdasarkan pada relevansi isi, pemasukan kriteria empiris, analisis faktor, dan teori kepribadian. Pendekatan tersebut saling melengkapi satu sama lain. Dalam pratek sesungguhnya, inventori saat ini menggunakan dua atau lebih prosedur laporan diri ini.
Beberapa prosedur pendekatan tes kepribadian antara lain adalah :
a. Prosedur yang terkait dengan isi butir soal
Keuntungan : sederhana dan langsung, relatif ringkas, ekonomis, kemungkinan manipulasi hasil lebih rendah dibanding metode lain.
Kerugian : sulit diandalkan menjadi dasar dalam mengambil keputusan apapun karena efek bias dan subjektivitas yang sangat besar.
1). Lembar Data Pribadi Woodworth
– Dikembangkan untuk digunakan selama perang dunia I
– Dibuat sebagai upaya untuk membakukan wawancara psikiatris dan prosedur testing secara massal.
– Pertanyan inventori : perilaku menyimpang seperti phobia, obsesi kompulsi, mimpi buruk dan gangguan tidur lain, kelelahan yang berlebihan, simtom psikosomatis, perasaan tidak nyata, dan gangguan motorik yang tidak nyata.
2). Symptom Checklist-90-Revised
SCL-90-R dirancang untuk menyaring masalah sosial dan simtom psikopatologi.
Butir soalnya diorganisir dalam Sembilan dimensi psikopatologi, yaitu somatisasi, depresi, kecemasan, permusuhan, psikotisme, sensitivitas antar pribadi, kecemasan fobia, ideasi paranoid, dan gejala-gejala obsesif kompulsif.
b. Pemasukan Kriteria Empiris
Pemasukan kriteria empiris merujuk pada pengembangan kunci scoring dalam kaitan dengan kriteria ekternal tertentu.
1) Minnesota Multiphasic Personality Inventories
Contoh terkenal tentang pemasukan kriteria empiris dalam penyusunan tes kepribadian adalah MMPI. MMPI adalah tes kepribadian yang paling luas digunakan dan paling dalam diteliti. Saat ini, MMPI telah direvisi dan disusun ulang menjadi dua versi yang berbeda, MMPI-2 (1989), dan
MMPI-Adolescent (MMPI-A;1992). MMPI dihasilkan tahun 1930an oleh Starke R. Hathaway, seorang psikolog klinis dan J. Charnley McKinley, seorang neuropsikiater. MMPI pada awalnya diterbitkan sebagai rangkaian artikel pada tahun 1940an untuk berfungsi sebagai alat bantu dalam proses diagnosis psikiatris.
MMPI-2
Butir soal MMPI-2 terdiri dari 567 pertanyaan afirmatif yang ditanggapi peserta dengan jawaban “Benar” dan “Salah.” Butir soalnya mempunyai rentang yang sangat luas dalam isi, mencakup bidang-bidang seperti kesehatan umum; simtom afektif, neurologis, motorik, sikap, pertanyaan tentang pendidikan, pekerjaan, keluarga, dan pernikahan, dan berbagai macam manifestasi perilaku neurotis. Ilustrasi pertanyaannya antara lain :
Tidur saya gelisah dan terganggu Saya percaya ada yang berkomplot terhadap saya Saya cemas terhadap seks
MMPI-2 memberikan skor pada 10 skala klinis dasar :
1. Hs : Hipokondriasis 6. Pa : Paranoia
2. D : Depresi 7. Pt : Psikasthenia
3. Hy : Histeria 8. Sc : Schizophrenia
4. Pd : Penyimpangan Psikopatis 9. M : Mania
5. Mf : Maskulinitas-Femininitas 0. Si : Introversi Sosial
Segi yang menonjol dari MMPI adalah penggunaan tiga skala yang disebut skala-skala validitas. Skor validitas mencakup :
a. Skor Bohong (L) : didasarkan pada sekelompok butir soal yang tampaknya dipahami dengan baik oleh responden tetapi tidak mungkin dijawab dengan benar dalam arah yang dikehendaki (missal : saya tidak suka setiap orang yang saya kenal).
b. Skor Infrekuensi (F) : ditentukan dari seperangkat 60 soal yang dijawab dalam arah yang diskor tidak lebih daripada 10% kelompok standardisasi MMPI. Skor F bisa menunjukkan kesalahan pemberian skor, kurangnya perhatian dalam pemberian respon, atau kepura-puraan yang disengaja.
c. Skor Koreksi (K) : skor K yang tinggi mengindikasikan sifat defensive atau usaha untuk “memalsukan yang baik.” Skor K rendah menunjukkan sikap terus terang yang berlebihan dan kritik diri atau usaha sengaja untuk “memalsukan yang buruk”.
Skor L dan F digunakan untuk evaluasi secara keseluruhan atas dokumen tes, jika salah satu skor tersebut melampaui nilai yang khusus, maka dokumen tersebut dianggap tidak valid. Skor K dirancang sebagai variabel penekan.
Diantara 21 skala suplementer MMPI-2, ada tiga indikator “validitas” baru yang dapat menaksir tingkat perhatian dan ketelitian para peserta tes, yaitu: skala Back F (Fb), Variable Response Inconsintency Scale (VRIN), dan True Response Inconsistency Scale (TRIN). Fb adalah perluasan skor F, sedangkan VRIN dan TRIN adalah skala baru yang terdiri dari pasangan butir soal dengan makna yang sama atau bertentangan dan bertujuan mendeteksi respon yang inkonsisten dan kotradiktoris.
MMPI-A
MMPI-A adalah bentuk baru MMPI yang dikembangkan secara spesifik untuk digunakan untuk digunakan pada remaja. MMPI A memuat hampir semua segi dari MMPI dan MMPI-2, menckup 13 skala dasar yang terdiri dari 478 butir soal. Soal-soal tersbeut mencakup bidang seperti sekolah dan keluarga, dan di atas segala-segalanya, persyaratan, norma kecocokan usia.
c. Analisis faktor
Contohnya adalah Kuesioner 16 faktor kepribadian (16-PF)
d. Teori kepribadian
Contohnya: Milloen Clinical Multiaxial Inventory, Edwards Personal Preference Schedule.
PROJECTIVE APPROACHES
Dalam tes-tes kepribadian dengan pendekatan proyektif, klien berespon terhadap stimulus yang tidak terstruktur dan ambigu, sehingga tanpa sadar klien mengungkap struktur dasar dan dinamika kepribadiannya. Beberapa teknik proyektif yang terkenal dan digunakan secara luas antara lain tes Rorschach, Thematic Apperception Test (TAT), Children’s Apperception Test (CAT), tes Draw-A-Person (DAP), tes Make-A-Picture Story (MAPS), Michigan Picture Story Test, dan Sentence Completion Test.
1. Thematic Apperception Test (Tat)
Dalam tes ini, klien diminta membuat cerita dari beberapa kartu bergambar yang disajikan satu persatu. Klien dapat menulis sendiri ceritanya atau examiner yang menulis cerita klien. Tugas klien adalah menceritakan apa yang sedang terjadi saat ini, sebelumnya (situasi apa yang menimbulkan peristiwa saat ini), bagaimana pikiran dan perasaan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita, dan bagaimana akhir dari cerita yang dibuat klien.
Cerita yang dibuat klien dianggap memiliki implikasi terhadap konflik ataupun masalah yang dialami klien. Interpretasi klinis yang dilakukan terfokus pada dimensi-dimensi seperti bagaimana tokoh-tokoh berinteraksi, tingkat kehangatan atau konflik dari interaksi tokoh-tokoh, impian atau cita-cita tokoh, harapan tokoh terhadap diri dan lingkungannya, dan level kematangan secara umum yang diindikasikan dari bentuk cerita. Tema-tema dari TAT dapat menggambarkan fungsi kepribadian secara luas dan bermanfaat dalam mengidentifikasi sumber utama konflik sehingga dapat ditentukan intervensi terapeutik yang sesuai. Cerita TAT pada
dasarnya menggambarkan lingkungan seperti apa yang klien lihat di sekitar dirinya dan orang-orang seperti apa yang ia rasakan tinggal bersamanya di dunia ini.
Bentuk modifikasi dari TAT adalah CAT (Children’s Apperception Test) yang menyediakan gambar yang terfokus pada konflik, hubungan orangtua, permusuhan dengan saudara kandung, toilet training, dan situasi lain yang sering ditemui pada anak-anak.
Tes lain yang mirip dengan TAT dan CAT adalah Michigan Picture Story Test (MPST)terdiri dari material yang menggambarkananak-anak dalam hubungannya dengan orangtua, polisi, dan figur otoriter lainnya, juga teman-teman. Tes ini sangat bermanfaat dalam melihat struktur dari sikap anak-anak terhadap orang dewasa dan teman-teman, sekaligus mengevaluasi masalah yang mungkin timbul.
Selain itu, ada juga tes Make-A-Picture Story (MAPS), yang memiliki kesamaan dengan MPST dalam hal tujuan dan potensi interpretasi yang dimiliki. Perbedaan MAPS dengan tes lain yaitu, pada MAPS klien diperbolehkan memilih karakter yang akan diletakkan pada latar belakang panggung yang kecil, untuk kemudian klien membuat cerita berdasarkan situasi tersebut.
2. Figure Drawing
Beberapa pendekatan dalam mengevaluasi kepribadian dengan menggunakan gambar yang dibuat klien telah berkembang. Dalam hal ini, kemampuan menggambar bukanlah faktor utama. Salah satu bentuk tesnya adalah Draw-A-Person (DAP), dimana klien diminta untuk menggambar seorang lelaki dan perempuan menggunakan pensil dan kertas. Gambar orang dapat memberikan kesan pertama dengan segera, seperti sikap bermusuhan atau agresif, atau orang yang pasif dan submisif. Interpretasi juga didasarkan pada ukuran gambar, posisi, postur, apakah gambar orang terlihat percaya diri, ramah, dan sebagainya. Sebaiknya, dalam menginterpretasi DAP juga dikaitkan dengan temuan-temuan dari tes-tes lain.
3. Incomplete Sentence Test
Dalam metode proyektif ini, klien diberikan sejumlah kalimat yang belum selesai dan diminta untuk melengkapi kalimat sehingga menjadi kalimat yang memiliki arti. Kalimat-kalimat ini memiliki kecenderungan dalam aspek-aspek seperti preokupasi terhadap seksual, perasaan religius, hubungan dengan orang tua, teman, rasa takut, cemas, perasaan bersalah, sikap bermusuhan dan impuls agresi. Bentuk respon klien dapat memberikan insight ke dalam area konflik, termasuk juga kelebihan dan kekurangan dari kepribadian klien.
4. Competency Screening Test
Psikolog terkadang dipanggil ke pengadilan untuk mengevaluasi status mental atau inteligensi seseorang untuk membantu pengadilan terkait dengan kasus orang tersebut. Untuk keperluan inilah Competency Screening Test dikembangkan. Tes ini dilakukan dengan cara melengkapi 22 kalimat, dimana setiap kalimat terkait dengan aspek peran terdakwa dalam pengadilan kriminal. Setiap item diskor 0, 1 atau 2 secara manual. Terdakwa yang mendapatkan skor 21 ke atas telah
terbukti kompeten dalam pengadilan dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi. Tes ini membutuhkan waktu sekitar 15-20 menit.
5. Rorschach Test
Metode proyektif yang paling dikenal dan digunakan secara luas dalam melihat kepribadian seseorang adalah tes Rorschach. Dalam tes ini, klien diperlihatkan sepuluh kartu dengan bentuk ambigu hasil dari cipratan tinta yang hampir simetris. Lima kartu berwarna hitam, putih dan abu-abu yang berbayang, sedangkan lima kartu lainnya memiliki warna. Kebanyakan ahli setuju bahwa tes Rorschach ini merupakan teknik psikodiagnostik yang signifikan dan sensitif. Tes ini mengevaluasi emosi-emosi yang dialami klien dalam hidupnya, tingkat intelektual dan membantu menjelaskan komponen-komponen kepribadian seseorang.
Ada tiga kategori penting dalam memberikan skor pada tes ini, yaitu lokasi yang menunjukkan pada bagian mana respon dilihat oleh klien dalam kartu, determinan yang menunjukkan bagaimana respon tersebut dilihat, dan konten yang menunjukkan apa yang dilihat klien dalam kartu.
Para psikolog ahli yang sudah berpengalaman dalam tes ini, menemukan bahwa respon yang diberikan klien, baik anak-anak maupun dewasa, mengindikasikan beberapa tipe dari gangguan kepribadian dengan karakteristik respon tertentu. Misalnya pada gangguan psikotik dan skizofrenia lainnya, ditemukan bahwa respon yang diberikan seringkali ganjil dan aneh, kualitas bentuk biasanya lemah, dan ada ketidaksesuaian antara yang dilihat klien dengan stimulus sebenarnya dalam kartu. Klien-klien ini biasanya memfokuskan seluruh perhatian mereka pada detail-detail sementara komponen-komponen utama diabaikan. Kadang-kadang mereka juga terlalu melibatkan emosi mereka pada kartu-kartu dan mempersonalisasikan persepsi mereka dalam cara tertentu, sehingga mereka tidak mampu membedakan antara diri mereka dan kartu Rorschach.
Dalam beberapa kasus diagnostik dimana terdapat gangguan psikologis seperti gangguan pikiran yang signifikan, penggunaan tes Rorschach sangat disarankan. Tidaklah sulit dalam mengadministrasi maupun menskor tes ini.Namun, dalam menginterpretasi dibutuhkan psikolog yang handal dan berpengalaman.
Pentingnya Pengembangan Asesmen Psikodiagnostik
Asesmen psikologi sedang berada dalam lajur perubahan yang cepat. terdapat pergeseran orientasi, aliran tetap yang konstan dari tes-tes baru, bentuk-bentuk tes lama yang direvisi, dan data tambahan yang bisa menghaluskan atau mengubah interpretasi skor-skor pada tes yang ada. Laju perkembangan yang semakin cepat ini mendorong dikembangkannya alat-alat psikodiagnostika yang telah ada, agar mutu tes dan efek testing terhadap kesejahteraan individu dapat menjadi lebih baik.
Teori Kecerdasan Berganda (Theory of Multiple Inteligences) adalah salah satu penemuan yang paling penting dalam perkembangan pendidikan saat ini. Howard Gardner, seorang psikolog dari Universitas Harvard yang mengembangkan teori ini berdasarkan dari Teori
Psikologi Perkembangan dan Teori Kognisi. Dalam bukunya, Frame of Mind tahun 1983 mendefinisikan tujuh dasar kecerdasan manusia dan kemudian berkembang menjadi sembilan kecerdasan yang meruntuhkan Teori Psikologi Tradisional dengan tes IQ-nya. Pangkal dari teori kecerdasan berganda adalah pengakuan sepenuhnya pada perbedaan individu (individual deferences). Setiap orang memiliki kekhususan dalam mengembangkan kemampuannya. Gardner mengelompokkan kecerdasan tersebut dalam tujuh kecerdasan, yaitu :
1. Kecerdasan Linguistik/Bahasa (Linguistic-intelligence)
Merupakan kecerdasan yang mewakili kemampuan bahasa secara keseluruhan.
2. Kecerdasan Logika-Matematika (Logical-matematical Intelligence)Merupakan kemampuan mengenai logika-matematika di samping kemampuan ilmu pengetahuan.
3. Kecerdasan Ruang (Spacial Intelligence)
Adalah kemampuan membentuk model mental dari dunia ruang dan mampu melakukan berbagai tindakan operasional menggunakan model itu.
4. Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)5. Kecerdasan Gerak Badan-Kinestetik (Body-kinesthetic Intelligence)
Adalah kemampuan menyelesaikan masalah menggunakan seluruh anggota badan atau sebagian badan.
6. Kecerdasan AntarPribadi (Interapersonal Intelligence)
Adalah kemampuan untuk memahami orang lain mencakup apa yang memotivasi mereka, bagai mana mereka bekerja, serta bagaimana bekerja sama.
7. Kecerdasan Intra-pribadi (Intrapersonal Intelligence)
Merupakan kemampuan yang mengarah ke dalam diri, yaitu kemampuan membentuk model yang akurat, dapat dipercaya dari diri sendiri dan mampu menggunakannya untuk berprestasi dalam hidup.
Dalam perkembangannya, jumlah aspek kecerdasan bertambah terus. Ada juga yang menambahkan Kreativitas Intuitif sebagai satu aspek kecerdasan manusia, yang paling tinggi. Malah belakangan, Gardner sendiri menambahkan satu lagi unsur kecerdasan yang disebutnya Kecerdasan Eksistensial yang lebih mirip dengan kecerdasan spiritual. Kedua kecerdasan ini belum terdefinisi secara spesifk, namun ada anggapan bahwa Gardner sedikit mengakui kecerdasan spiritual dalam kecerdasan eksistensialnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, Anne, Susana Urbina. 1997. Tes Psikologi : Psychological Testing 7th Edition : Edisi Bahasa Indonesia; Jilid 2. Jakarta : Prenhallindo
___.Inisiasi II Asesmen Pembeljaran SD (Mengembangkan Tes Sebagai Instrumen Asesmen). Dikutip Dari : http://fip.uny.ac.id/pjj/wp-content/uploads/ 2008/03/ semester_3_inisia si_2_asesmen pembelajaran_sd_2.pdf. Dikutip Online Pada Tanggal 2 September 2008
___.Sejarah dari Psikometri. Dikutip Dari : http://muhamadikhsan.multi ply.com/item/reply/muhamadikhsan:journal:2?xurl=/journal/item/2/KETIKA_KECERDASAN_DI_TATA_ULANG_Telaah_Ulang_Makna_dari_Kecerdasan_Manusia. Dikutip Online Pada Tanggal 2 September 2008
___.Tes Psikologis. Dikutip Dari : http://hil4ry.wordpress.com/2007/08/05/tes-psikologis/. Dikutip Online Pada Tanggal 2 September 2008
___.Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika. Dikutip Dari : http://psikologi.ugm.ac.id/ utama/ artikel.php?p=15&n=1 . Dikutip Online Pada Tanggal 2 September 2008
___.Unit Pengembangan Alat Psikodiagnostika. Dikutip Dari : upap_psikologi [email protected]. Dikutip Online Pada Tanggal 2 September 2008