teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

17
1 Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan serapan grk kehutanan pada hutan tanaman gambut Perhitungan Karbon untuk Perbaikan Faktor Emisi dan Serapan GRK Kehutanan pada Hutan Tanaman Gambut

Upload: others

Post on 30-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

1

Teknik perhitungan karbonuntuk perbaikan faktor

emisi dan serapan

Perhitungan karbon untukperbaikan faktor emisi dan

serapan grk kehutanan padahutan tanaman gambut

Perhitungan Karbon untuk PerbaikanFaktor Emisi dan Serapan GRK Kehutananpada Hutan Tanaman Gambut

Page 2: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

2

Program : Penelitian dan PengembanganProduktivitas Hutan

Judul RPI : Laporan Hasil Pengembangan PerhitunganEmisi GRK Kehutanan

Koordinator RPI : Ir.Ari Wibowo, M.ScJudul Kegiatan : Perhitungan Karbon untuk Perbaikan

Faktor Emisi dan Serapan GRKKehutanan

Sub Judul Kegiatan : Perhitungan Karbon untuk PerbaikanFaktor Emisi dan Serapan GRKKehutanan pada Hutan Tanaman Gambut

Pelaksana Kegiatan : Ir. R. Dody Prakosa, MSc.Hengki siahaan, S.Hut., MSi.Johan Tampubolon

ABSTRAK

Perubahan iklim yang menjadi isu strategis saat ini, salah satu sektor yang berkaitan denganisu tersebut adalah sektor kehutanan yang dapat berfungsi sebagai pengemisi karbon (emitter)dan penjerap karbon (sequester). Namun sampai saat ini, sektor kehutanan merupakan emiterterbesar di Indonesia dengan kontribusi emisi sebesar 48 % dari total emisi, sehingga fungsisebagai emitter lebih besar dari pada fungsi sebagai sequester. Menghadapi permasalahanyang di atas, Indonesia terus berupaya untuk menurunkan emisinya, dengan target 26% padatahun 2020. Dalam upaya mendukung penurunan emisi, Pemerintah telah mengeluarkanPeraturan Presiden No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRKdan Perpres No 71 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. PeraturanPerundangan tersebut memuat garis besar upaya penurunan emisi GRK, termasuk untuk sektorkehutanan. Sampai saat ini metode penghitungan emisi yang dikeluarkan oleh IPCC(International Panel on Climate Change) adalah metode yang digunakan oleh seluruh negarayang meratifikasi UNFCCC. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aplikasi penggunaanIPCC GL 2006 dalam perhitungan emisi di Indonesia, dan mengetahui kebutuhan data daninformasi serta berbagai kendala yang ditemui dalam inventarisasi GRK. Hal ini agarpelaksanaan inventarisasi GRK atau perhitungan emisi dapat dipahami dan diterapkan gunamendukung berbagai kegiatan yang berhubungan dengan perubahan iklim di sektor kehutanan.Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi SumateraSelatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dengan menerapkan metode IPCC GL tahun2006, Besarnya emisi (REL=Reference Emission Level) di Kabupaten Musi Banyuasin daritahun 2010-2020 adalah sebesar 34.303,6 Gg CO2-eq/tahun. Adanya usaha pemerintahterdapat REL skenario sampai tahun 2020 yaitu apabila turun 26 % emisi menjadi 25.384,7Gg CO2-eq/tahun dan untuk REL skenario turun 41 % sebesar 20.239,1 Gg CO2-eq/tahun.

Kata kunci : Perubahan iklim, emisi, penjerap karbon, IPCC GL 2006, GRK.

Page 3: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

3

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangSektor Kehutanan yang dalam konteks perubahan iklim termasuk kedalam sektor LULUCF

(Land use, land use change and forestry) adalah salah satu sektor penting yang harusdimasukkan dalam kegiatan inventarisasi gas rumah kaca. Kehutanan memainkan perananpenting dalam siklus karbon. Laporan Stern (2007) menyebutkan kontribusi sektor LULUCFsebesar 18 %, sedangkan di Indonesia Second National Communication melaporkan LULUCFsebesar 48 % (KLH). Sebagian besar pertukaran karbon dari atmosfer ke biosfir daratan terjadidi hutan. Status dan pengelolaan hutan akan sangat menetukan apakah suatu wilayah daratansebagai penyerap karbon (net sink) atau pengemisi karbon (source of emission).

Sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, dan berkembangnya mekanisme REDD+ sebagaimekanisme penurunan emisi dari sektor kehutanan, Pemerintah telah menyatakan komitmennyauntuk menurunkan emisi GRK 26% tahun 2020, dengan sektor kehutanan sebagai kontributorterbesar. Untuk itu Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emis GRK dan Perpres No 71 tentangPenyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Peraturan Perundangan tersebut memuat garisbesar upaya penurunan emisi GRK, termasuk untuk sektor kehutanan,

Untuk mendukung upaya penurunan emisi yang dapat dihitung (Measurable), dilaporkan(Reportable) dan dapat di verifikasi (Verifiable), diperlukan metode perhitungan emisi yanghandal dan diakui internasional. Sampai saat ini metode penghitungan emisi yang dikeluarkanoleh IPCC (International Panel on Climate Change) adalah metode yang digunakan olehseluruh negara yang meratifikasi UNFCCC. Dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden(Perpres) No. 61 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi GRK dan No 71tentang Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional, diperlukan petunjuk teknis yang lebihrinci untuk implementasinya. Salah satu metode dalam perhitungan emisi adalah menggunakanIPCC Guideline 2006, sebagai metode internasional yang banyak oleh negara-negara yangmenandatangani UNFCCC. Penggunaan IPCC GL 2006 dapat meningkatkan akurasiperhitungan emisi atau mengurangi ketidak pastian (uncertainty)

Dalam pelaksanaan perhitungan emisi menggunakan IPCC Gl 2006, diperlukan data untukdata kegiatan (activity data) dan data faktor emisi atau serapan. Dari berbagai pengalamandalam menghitung emisi GRK, misalnya penyiapan Second National Communication, sertastudi untuk wilayah Kalimantan Barat dan Timur (Tim Badan Litbang Kehutanan dan DitjenPlanologi, 2009), ditemui berbagai hambatan dalam penerapan IPCC GL 2006, terutamaketerbatasan data yang mengakibatkan rendahnya tingkat kerincian (tier 1) dan tingginyatingkat uncertainty dalam estimasi GRK dari sektor LULUCF.

Penelitian ini mengaplikasikan atau menerapkan IPCC guideline 2006 untuk menghitungemisi, dengan studi kasus di sebagian wilayah Sumatera, yaitu Sumatera Selatan. Penelitian inimenginventarisasi kebutuhan data dan informasi serta berbagai kendala yang ditemui, gunamemberikan masukan atau rekomendasi dalam pelaksanaan Perpres No 61 dan 71. Hal ini agarpelaksanaan inventarisasi GRK atau perhitungan emisi dapat dipahami dan diterapkan gunamendukung berbagai kegiatan yang berhubungan dengan perubahan iklim di sektor kehutanan.

B. Tujuan dan SasaranTujuan kegiatan penelitian ini yaitu:

Page 4: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

4

Mengetahui aplikasi IPCC GL 2006 termasuk kebutuhan data dan hambatanpelaksanaan.

Mengetahui besarnya emisi di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatandengan menggunakan metode perhitungan emisi IPCC GL 2006, sebagai metodeinternasional yang banyak digunakan oleh negara-negara yang meratifikasi UNFCCC.

Sasaran untuk tahun 2013 adalah sebagai berikut: Metode IPCC GL 2006 dapat diaplikasikan untuk perhitungan emisi karbon di

Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.

Teknik mengatasi segala hambatan yang terjadi pada saat penerapan metode IPCC GL2006.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Land

Use, land Use Change and Forestry (LULUCF) di seluruh penutupan lahan di Kabupaten MusiBanyuasin. Data penutupan lahan diusahakan untuk memperoleh data penutupan yang terbaru.

B. Bahan dan AlatBahan dan peralatan yang diperlukan adalah sebagai berikut:1. Bahan penelitian

Penelitian ini memerlukan data-data yang akan dianalisis dan sebagai data acuan adalahdata sekunder, meliputi:a. Kondisi umum wilayah Kabupaten Musi Banyuasin.b. Masalah emisi GRK dari sektor kehutanan dan rencana mitigasic. Data kegiatan dan faktor emisi.

2. Alat penelitianAlat-alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Seperangkat komputer lengkap dengan peripheralnyab. Perangkat lunak (software) : Erdas Imagine 8.6, ILWIS 3.3, SPSS 13.0, Curve Expert

1.3, Microsoft Office (Word, Excel, Powerpoint ) dan Microsoft Visio), untuk prosespemasukan, pengolahan dan analisa data dalam komputer.

c. GPS (Global Positioning system) receiver untuk mencari posisi titik lokasi sampel danuntuk mengetahui posisi titik di lapangan.

d. Kompas untuk mengetahui arah mata angin atau bearing.e. Kamera digital.f. Peralatan dan perlengkapan survei.g. Alat-alat tulis meliputi : blangko pencatatan data lapangan, blok note, pensil, ballpoint,

spidol, dan lain-lain..

C. MetodeSesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka pengambilan data dilakukan

dengan cara sebagai berikut:1. Prinsip dasar perhitungan emisi

Page 5: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

5

Prinsip dasar perhitungan emisi menggunakan IPCC GL 2006 seperti Gambar 1 berikut

Gambar 1. Prinsip perhitungan emisi CO2

Data yang diperlukan untuk menghitung emisi menggunakan IPCC GL 2006 berupa datakegiatan (activity data) dan data faktor emisi atau serapan. Selain itu dikumpulkaninformasi terkait kondisi umum dan permaslahan emisi GRK.

2. Data yang diperlukanDalam penelitian ini, informasi dan data yang diperlukan meliputi:a. Kondisi umum wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatanb. Masalah emisi GRK dari sektor kehutanan dan rencana mitigasic. Data kegiatan dan faktor emisi (seperti pada Gambar 2).

Informasi mengenai data kegiatan berupa perubahan kategori penutupan lahan menjadi sangatpenting. Perubahan tersebut disusun dalam suatu matrix yang dikenal sebagai matriksperubahan lahan (Land Change Matrix) seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Matrix perubahan lahan yang diperlukan untuk perhitungan emisiGRK menggunakan IPCC GL 2006.

3. Analisa dataIPCC telah mengembangkan tabel-tabel dalam format Microsoft Excel. Tabel-tabel

template IPCC memerlukan data berupa activity data dan data faktor emisi atau serapan yangpengisian data ke dalam tabel excel memerlukan informasi rinci. Tabel-tabel spreadsheettersedia untuk pengukuran seluruh cadangan karbon yaitu : biomas di atas tanah, biomas dibawah tanah, serasah, nekromas dan tanah. Perhitungan cadangan karbon tersebut meliputi

=XÉquivalent

CO2

EMISSIONESTIMATES

ACTIVITYDATA

EMISSIONFACTORS

Forest Land Remaining Forest LandLand Converted to Forest Land

Crop Land Remaining Crop LandLand Converted to Crop Land

Grassland Remaining GrasslandLand Converted to Grassland

Wet Land Remaining Wet LandLand Converted to Wet Land

Settlement Remaining SettlementLand Converted to Settlement

Other Land Remaining Other LandLand Converted to Other Land

Page 6: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

6

seluruh kategori penutupan lahan, yaitu forest land, cropland, grassland, settlement, wetlanddan otherland. Formula yang ada pada kolom akhir tiap-tiap spreadsheet akan menunjukkanhasil perhitungan emisi atau serapan untuk kategori penutupan lahan tertentu.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Perubahan Penutupan Lahan (Land Cover) di Kabupaten Musi Banyuasin

Analisis perubahan lahan untuk wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dilakukan denganmenggunakan data remote sensing yang diperoleh dari Direktorat Jenderal PlanologiKehutanan. Perubahan lahan dianalisis untuk jangka waktu 2000-2011. Analisis perubahanlahan dilakukan berdasarkan klasifikasi penutupan lahan oleh Ditjenplan. Hasil analisisperubahan penutupan lahan (landcover changes) dari tahun 2000-2011 di Kabupaten MusiBanyuasin menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan penutupan lahan selama kurun waktu11 tahun yaitu dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2011. Perubahan yang terjadi kebanyakanpenutupan lahannya menjadi perkebunan dan tanah terbuka. Penutupan lahan terluas diKabupaten Musi Banyuasin tahun 2011 berupa pertanian lahan kering campur yaitu seluas535.130 ha (36,85 % dari luas keseluruhan) dan selanjutnya diikuti penutupan belukar rawaseluas 212.236 ha (14,62 % dari luas total).

Pertanian lahan kering campur sebesar 36,85% didominasi oleh tanaman karetmasyarakat. Hal ini membuktikan bahwa tanaman karet dan kelapa sawit hampir mengubahjenis penutupan lahan yang lain. Hal ini kemungkinan akan dapat menghambat komoditi yanglain, dan memicu harga komoditi karet dan sawit ini di pasaran menjadi turun. Hal inidisebabkan begitu mudahnya komoditi ini dijual di pasar, sehingga masyarakat sangat tertarikkarena mudah mendapatkan uang cash. Hal ini juga dapat memicu masyarakat untuk membukahutan dan menanaminya dengan kedua jenis komoditi tersebut. Dengan demikian kawasanhutan yang seharusnya menjadi hutan dengan jenis tanaman yang beraneka macam, menjadihanya satu komoditi atau jenis tanaman yaitu karet atau kelapa sawit.

Penutupan belukar rawa juga cukup besar, biasanya tempat-tempat ini merupakantempat yang kurang subur, pH sangat rendah (masam), sering tergenang pada saat musim hujan.Jika kendala-kendala ini dapat diatasi dan masih menguntungkan, maka lahan belukar rawainipun juga akan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai kebun sawit.

Perubahan penutupan lahan terjadi karena ada penyebab yang memicu masyarakat untukmengubahnya dan biasanya adalah karena alasan ekonomi. Masyarakat masih memandang darisatu sisi saja yaitu sisi ekonominya, dimana komoditi ini sangat menguntungkan. Sedangkankerusakan lingkungan yang diakibatkannya tidak terfikirkan. Setelah terjadi bencana banjirbandang, mereka baru menyadarinya, namun semua sudah terlambat. Penyebab perubahanpenutupan lahan dikabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1. Penyebab perubahan penutupan vegetasi dan penggunaan lahan di Kabupaten Musi

Banyuasin pada tahun 2000 – 2011.No. Perubahan penutupan vegetasi

utamaLuas perubahan

(ha)Indikasi penyebab perubahan penutupan

vegetasi dan penggunaan lahan1. Hutan lahan kering sekunder dibuka

menjadi semak belukar, perkebunan,tanah terbuka, dan pertanian lahankering campur. (6.795 ha)

166

2.258

1.500

2.871

Penebangan hutan alam sekunder danditelantarkan sebagai semak belukar.Konversi hutan lahan kering sekundermenjadi perkebunan.Pembukaan lahan baru (LC) untukpenanaman hutan tanaman dan perkebunan.Penebangan hutan lahan kering sekunderdan perambahan kawasan hutan menjadipertanian lahan kering campur.

Page 7: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

7

2. Hutan rawa primer terdegradasimenjadi hutan rawa sekunder,penanaman perkebunan, tanahterbuka dan belukar rawa (18.435ha).

7.976

6.246

3.237

976

Degradasi hutan karena ilegal loging dankebakaran hutan rawa gambut.Konversi hutan alam rawa primer menjadiperkebunan.Pembukaan lahan baru untuk hutan tanamandan kebakaran hutan rawa gambut.Deforestasi hutan alam rawa primer menjadibelukar rawa karena ilegal loging dankebakaran hutan rawa gambut.

3. Tanah terbuka menjadi perkebunandan tumbuh menjadi semak belukar(6.967 ha).

6.358609

Penanaman perkebunan pada tanah terbuka.Tanah terbuka diterlantarkan menjadi semakbelukar.

4. Hutan rawa sekunder menjadibelukar rawa, tanah terbuka danperkebunan.(24.692 ha)

4.800

8.172

11.720

Deforestasi hutan alam rawa sekundermenjadi belukar rawa karena ilegal logingdan kebakaran hutan rawa gambut.Pembukaan lahan baru (LC) untuk budidayaatau bekas kebakaran hutan.Konversi hutan rawa sekunder menjadiperkebunan.

5. Belukar rawa menjadi perkebunan,tanah terbuka, dan tumbuh sebagaihutan mangrove sekuder (3.582 ha).

743

2.520

319

Pembukaan belukar rawa sekunder dan telahmenjadi perkebunanPenyiapan lahan baru (LC) untuk hutantanaman dan perkebunanBelukar rawa telah tumbuh menjadi hutanmangrove sekunder (ecotone).

Page 8: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

8

Tabel 2. Perubahan penutupan lahan (land cover) dari tahun 2000 - 2011, di Kabupaten Musi Banyuasin.

Penutupan Lahan Kode 2002 2004 2005 2006 2007 2010 2012 2014 3000 5001 20041 20051 20071 20091 20092 20093 20122 20141 50011 Grand TotalHutan L. Kering Sekunder 2002 31.594 167 2.259 1.501 2.872 38.393

Hutan Mangrove Primer 2004 942 27 969

Hutan Rawa Primer 2005 11.533 6.247 3.237 7.977 976 29.970

Hutan tanaman 2006 22.793 109 411 143 23.456

Semak Belukar 2007 181.535 18.036 5.666 122 243 49 205.651

Perkebunan 2010 89.519 2.342 91.861

Pemukiman 2012 26.107 26.107

Tanah Terbuka 2014 609 6.358 15.858 368 10 23.203

Rumput 3000 3.374 232 23.607 27.213

Air 5001 10.542 10.542

Hutan Mangrove Sekunder 20041 224 224

Hutan Rawa Sekunder 20051 11.720 8.173 81.439 4.801 106.133

Belukar Rawa 20071 744 2.520 81 320 206.459 210.124

Pertanian Lahan Kering 20091 130 83.476 83.606

Pertanian L. Kering Campur 20092 2.326 1.374 531.647 535.347

Sawah 20093 24.520 24.520

Transmigrasi 20122 793 793

Pertambangan 20141 7.582 7.582

Rawa 50011 6.394 6.394

31.594 942 11.533 22.793 182.420 140.713 26.107 41.314 23.688 10.542 571 89.416 212.236 83.741 535.130 24.530 793 7.631 6.394 1.452.088Total

Page 9: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

9

Pengurangan yang cukup besar terjadi pada penutupan hutan rawa sekunder (24.692ha) dan hutan rawa primer (18.435 ha). Hal ini disebabkan karena jenis penutupan inilah yangrawan untuk berubah karena degradasi atau deforestasi. Solusi yang diharapkan dapatmengatasi permasalahan tersebut di atas terdiri dari 5 langkah :

1. Pengamanan hutan, penegakan hukum dan pemanfaatan jasa lingkungan.2. Pengetatan pembukaan lahan baru.3. Peningkatan siaga api.4. Memonitor tinggi muka air pada hutan rawa gambut agar tidak terjadi kekeringan dan

kebakaran.5. Sertifikasi Perlindungan Hutan dan Pelestarian Lingkungan (PHPL) dan pengawasan

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).Diharapkan kelima cara ini dapat dilakukan oleh SKPD Kabupaten yang bersangkutan agarpermasalahan degradasi dan deforestasi hutan dapat diatasi.

1. Analisis Emisi Gas Rumah Kaca di Kabupaten Musi BanyuasinPelaksanaan kegiatan mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK) mencakup empat kegiatan

penting. Pertama menduga besar emisi dan/atau pengambilan karbon (perubahan stok karbon)berdasarkan data historis sebelum dilaksanakannya skenario aksi (historic baseline). Kedua,memproyeksikan besarnya perubahan emisi dan/atau pengambilan karbon jika tanpa skenarioaksi. Ketiga, memproyeksikan besarnya perubahan emisi dan/atau pengambilan karbon jikaada implementasi skenario mitigasi. Keempat, menduga besarnya perbedaan stok karbonuntuk kondisi Kedua dan Ketiga.a. Bisnis As Usual (BAU)-Baseline Emisi Gas Rumah Kaca

Untuk menentukan apakah penurunan emisi atau peningkatan pengambilan karbonbersifat tambahan, maka perlu diketahui terlebih dahulu baseline-nya. Baseline adalah sebuahreferensi untuk mengukur perubahan yang terjadi akibat intervensi suatu tindakan. Baselineyang berhubungan dengan perubahan iklim merupakan emisi GRK tanpa kebijakan intervensiatau tindakan yang dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim.Tujuanpenyusunan baseline ialah untuk mencegah terjadinya opini terhadap penurunan emisiatau peningkatan pengambilan karbon yang sebenarnya juga terjadi tanpa adanya proyektindakan yang nyata. Jadi baseline dapat dikatakan sebagai kondisi yang sangat mungkinterjadi pada kondisi tidak ada tindakan nyata.

b. Kehutanan dan Lahan GambutPenghitungan emisi CO2 menggunakan data Batas Wilayah Administrasi Kabupaten

dan data Penutupan Vegetasi dan Penggunaan Lahan Kabupaten MUBA Tahun 2000 dan2010. Validasi terhadap kedua data tersebut dilakukan sebelum analisa emisi dilakukan. EmisiCO2 dihasilkan berdasarkan perubahan penutupan vegetasi dari tahun 2000 – 2010 danperubahan faktor emisi dari masing – masing perubahan penutupan vegetasi tersebut.Penghitungan historical net emission total dan rata – rata tahunan dilakukan pada wilayahkabupaten, sedangkan historical removal emission total dan rata – rata tahunan dilakukan padaperubahan penutupan vegetasi utama tingkat provinsi. Penghitungan forward looking emissiontotal dan rata – rata tahunan,serta activity base juga dilakukan pada setiapkabupaten. Seluruhperhitungan historical and forward looking emission berdasarkan analisa dinamika dan

Page 10: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

10

scenario pada kabupaten yang bersangkutan, dan rencana penggunaan lahan yang akanmenimbulkan emisi pada tahun 2011 – 2020, serta peningkatan kemampuan pengendaliankecenderungan (trend) emisi tahun sebelumnya. Analisa perubahan penutupan vegetasi jugadilakukan dengan mengidentifikasi perubahan dan indikasi penyebab perubahan penutupanvegetasi yang menimbulkan emisi di setiap kabupaten/kota. Petapenutupan vegetasi dan lahanprovinsi Sumatera Selatan berdasarkan citra satelit tahun 2000 dan 2010 dengan 23 kelaspenutupan vegetasi.

Pada penghitungan emisi CO2 (ton ha-1) diasumsikan bahwa emisi karbon yangdihitung hanya dari vegetasi yang berada diatas permukaan. Akar tanaman/vegetasi tidakdiperhitungkan karena ketika terjadi perubahan penutupan vegetasi maka akar masih tetaptertinggal di dalam tanah. Faktor emisi berdasarkan jenis tutupan vegetasi dapat digunakanuntuk menghitung emisi menurut penutupan lahan yang ada. Berdasarkan faktor emisitersebut, maka emisi untuk masing-masing penutupan lahan pada tahun 2011 dapat dihitung.Hasil perhitungan besarnya emisi CO2 disajikan pada Tabel 3.Tabel 3. Besarnya emisi CO2 tahun 2011 di Kabupaten MUBA.

Jenis PenutupanVegetasi

Luas (Ha)Faktor Emisi

(ton CO2 eq Ha-1)Besarnya Emisi Th. 2011

(ton CO2 eq)

Hutan L. Kering Sekunder 31.594 169,7 5.361.502Hutan Mangrove Primer 942 170 160.140Hutan Rawa Primer 11.533 196 2.260.468Hutan tanaman 22.793 145 3.304.985Semak Belukar 182.420 15 2.736.300Perkebunan 140.713 63 8.864.919Pemukiman 26.107 1 26.107Tanah Terbuka 41.314 0 0Rumput 23.688 4,5 106.596Air 10.542 0 0Hutan Mangrove Sekunder 571 120 68.520Hutan Rawa Sekunder 89.416 155 13.859.480Belukar Rawa 212.236 15 3.183.540Pertanian Lahan Kering 83.741 8 669.928Pertanian L. Kering Campur 535.130 10 5.351.300Sawah 24.530 5 122.650Transmigrasi 793 10 7.930Pertambangan 7.631 0 0Rawa 6.394 0 0

Total 1.452.088 46.084.365

c. Skenario Forward Looking Of RefferenceEmision Level (FL-REL)Skenario FL-REL dilakukan dengan mempertimbangkan rencana tata ruang wilayah,

pembangunan daerah (RPJP, RPJMD, Renstra, dan RKPD), investasi hutan tanaman danperkebunan, rehabilitasi hutan dan lahan, dan kondisi sumberdaya lahan pada masing-masingkabupaten/kota. Penghitungan emisi FL-REL dengan melakukan identifikasi activity base, danlaju deforestrasi/degrasi hutan pada tahun 2000–2010, mengacu pada hasil peta penutupanvegetasi berdasarkan klasifikasi citra satelit tahun 2000 dan 2010.

Hutan primer yang masih tersisa sampai tahun 2010 hanya seluas 12.475 ha atau 0,86% dari luas total seluruh Kabupaten MUBA. Jadi hutan primer yang tersisa kurang dari 1 %,yang terdiri atas hutan mangrove primer seluas 942 ha dan hutan rawa primer 11.533 ha. Laju

Page 11: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

11

deforestasi di Kabupaten MUBA paling tinggi dibandingkan kabupaten yang lain di seluruhProvinsi Sumetera Selatan. Laju deforestasi di Kabupaten MUBA dari tahun 2000-2010sebesar 2,12 % per tahun atau 4.230 ha/tahun. Dengan demikian, dalam kurun waktu 10 tahunterjadi deforestasi seluas 42.295 ha. Jika dilihat secara keseluruhan, maka di Kabupaten OKUSelatan terjadi laju deforestasi tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan yaitu 3,16 %/tahun. Halini berbanding terbalik dengan Kabupaten OKI dimana sudah tidak lagi terjadi deforestasikarena hutannya sudah habis, sehingga yang terjadi adalah reboisasi. Dengan demikian lajudeforestasi di Kabupaten OKI – 10,57% atau terjadi reforestasi (penghutanan kembali)sebesar 10,57 % per tahun.

Apabila tidak dilakukan pencegahan atau upaya mitigasi maka hutan yang masihprimer ini akan habis juga. Dengan demikian program REDD+ sangat sesuai untukmelindungi hutan primer yang masih tersisa. Menurut informasi hutan rawa primer tersebutakan dikelola dengan restorasi ekosistem (REKI), dengan demikian diharapkan selainhutannya tetap utuh pemerintah daerah bisa mendapatkan insentif dari program REDD+ ataupasar karbon (carbon trading) yang lain yaitu pasar karbon sukarela (voluntary market).Sumber activity data dan faktor emisi yang diperlukan untuk menghitung emisi menggunakanIPCC GL 2006. Perubahan penutupan lahan dari tahun 2000-2010 terlihat bahwa, total lahanyang berubah penutupannya sebesar 95.524 ha atau hanya 6,58 % dari luas seluruh KabupatenMusi Banyuasin.

Penghitungan Emisi GRK LULUCF Menggunakan IPCC 2006, perubahanpenutupan lahan dikelompokkan menjadi 6 kategori lahan seperti pada Tabel 4. Setiapkategori harus diperinci menjadi dua, yaitu sebagai contohnya: forest land menjadi forestland dan lahan yang dikonversi menjadi forest land. Demikian seterusnya sampai ke-enamkategori tersebut terisi semua.

Tabel 4. Ringkasan Matriks Perubahan Lahan Di Kabupaten MUBA Tahun 2011Kategori Luas (Ha)

Luas Total 1.452.088Kategori LahanA. Forest Land (Lahan Hutan) 156.8491. FL tetap FL 148.5252. Lahan dikonversi ke FL 8324B. Crop Land (Pertanian) 784.1141. CL tetap CL 729.1622. Lahan dikonversi ke CL 54.942C. Grass Land (Padang rumput) 23.6881. GL tetap GL 23.6072. Lahan dikonversi ke GL 81D. Wet Land (lahan basah) 331.6341. WL tetap WL 317.5332. Lahan dikonversi ke WL 14.101E. Settlemant (Pemukiman) 26.9001. S tetap S 26.9002. Lahan dikonversi ke S 0F. Other Land (Area Penggunaan Lain) 231.3651. OL tetap OL 204.9752. Lahan dikonversi ke OL 26.390

Sepuluh jenis penutupan lahan yang potensial menimbulkan emisi karbon harus ditentukan, oleh karenaitu sebaran dan luas serta posisi di lapangan harus diketahui dan tercatat. Hal ini berguna untuk pemantauantanaman secara dini, sehingga kita bisa memisahkan yang tinggi dan yang rendah emisinya. Beberapa penutupan

Page 12: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

12

lahan yang harus diwaspadai karena merupakan sumber emisi yang lebih besar dari sumber emisi karbon yanglain. Sepuluh jenis penutupan lahan yang mempunyai angka emisi yang harus waspadai. Penutupan berupapertanian lahan kering campur, mempunyai luasan yang paling besar yaitu 535.131 ha dan yang paling kecilluasannya berupa penutupan hutan mangrove primer yaitu seluas 942 ha. Sedangkan emisi dan Removal ForwardLooking berdasarkan Laju Deforestasi Hutan yang ingin dicapai dan Aksi Mitigasi Penurunan Emisi GRK(ton Ceq/10 th), di Kabupaten MUBA, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel tersebut menunjukkan bahwa pertanian lahankering campur mempunyai nilai emisi yang cukup besar, dibandingkan penutupan lahan lainnya.

Tabel 5. Emisi dan Removal Forward Looking(2011-2020) dan Aksi Mitigasi PenurunanEmisi GRK (ton C eq/10 th), di Kabupaten MUBA

Penutupan Lahan Kode Emisi (ton C /10 tahun) Total Emisi(ton C /10 tahun)

Hutan L. Kering Sekunder 2002 504.522 504.522Hutan Mangrove Primer 2004 1.460 7.299 29.194 37.953Hutan Rawa Primer 2005 15.339 22.604 153.385 191.328Hutan tanaman 2006Semak Belukar 2007 -875.618 19.154 -3.557.200 -4.413.664Perkebunan 2010Pemukiman 2012Tanah Terbuka 2014 -260.276 -1.797.147 -2.057.423Rumput 3000 -41.572 -99.844 -141.416Air 5001Hutan Mangrove Sekunder 20041Hutan Rawa Sekunder 20051 250.363 250.363Belukar Rawa 20071 -1.018.733 44.570 -551.814 -1.525.977Pertanian Lahan Kering 20091Pertanian L. Kering Campur 20092 -283.619 7.224.262 6.940.643Sawah 20093Transmigrasi 20122Pertambangan 20141Rawa 50011 -13.283 -229.284 -242.567

Total -14.904.733

Langkah berikutnya adalah menentukan net emmision forward looking, berdasar pada activitybase tahun 2011-2020. Jadi net emission-nya ditentukan selama 10 tahun atau dapat jugasecara rata-rata per tahun dan net emission dapat dengan satuan ton C/tahun atau ton CO2

eq/tahun.Pada kurun waktu 10 tahun ke depan (tahun 2011-2020), Kabupaten MUBA harus bisa

menyerap C sebanyak 14.904.733 ton atau setiap tahunnya sebesar 1.490.473 ton C.Sedangkan besarnya CO2 yang diserap selama 10 tahun sebesar 54.700.369 ton CO2-eq atausebesar 5.470.037 ton CO2-eq/tahun. Penyerapan C atau CO2 ini biasanya dapat dilakukandengan penanaman pohon agar dapat mengikat C di udara dan mengurangi konsentrasi CO2

diudara atau memelihara hutan yang ada untuk dilestarikan, sehingga vegetasinya terus dapatmenyerap CO2 dari udara, sehingga nilai emisi C atau CO2 nya menurun atau bahkan nilainyaminus (terjadi removal CO2 di udara).

Jika sebelumnya baru disajikan emisi forward looking, maka di bawah ini akandipadukan antara Reference Emission Level (REL) Historical Emission dan Forward Lookingdari tahun 2011 – 2020 dengan satuan Ton CO2-eq. Selain itu juga ditentukan historicalemission scenario untuk menurunkan emisi sampai 26%, jika tidak ada bantuan dari negaraasing. Net Emission rata-rata dari tahun 2000-2010 sebesar 1.715.183 Ton CO2-eq/tahun.Selain itu juga disajikan angka Reference Emission Level (REL) pada tahun 2020 yang

Page 13: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

13

menurun oleh karena adanya usaha penurunan emisi sebesar 26%, yaitu dari 34.303.668 tonCO2-eq menjadi 25.384.715 ton CO2-eq (Tabel 6). Setelah dilakukan activity base, makaemisinya menjadi negatif atau terjadi penyerapan (removal), sehingga diperoleh angka RELforward looking pada tahun 2020 yaitu sebesar -37.548.535 ton CO2-eq.

Tabel 6. Perhitungan REL Historical Emmision dan Forward Looking Tahun 2011 – 2020Di Kabupaten Musi Banyuasin.

d. Usulan Perkiraan Penurunan Emisi1. Penurunan emisi di Sumatera Selatan

Target penurunan emisi CO2 di sektor kehutanan dan lahan gambut mengikuti targetnasional yaitu 26 % dengan biaya sendiri (pemerintah) dan 41% dengan bantuan dari luarnegeri. Analisa penurunan emisi CO2 juga dilakukan per kabupaten/kota seluruh ProvinsiSumatera Selatan. Di Provinsi Sumatera Selatan angka REL yang terbesar kedua adalahKabupaten Musi Banyuasin, sedangkan yang pertama adalah Kabupaten Ogan Komering UluSelatan (OKUS). Angka REL untuk Provinsi Sumatera Selatan mula-mula sebesar 62.222,81Gg CO2-eq, tetapi dengan usaha sendiri pemerintah sanggup menurunkan 26% yaitu menjadi46.044,88 Gg CO2-eq dan apabila ada bantuan luar negeri maka angka emisi CO2 diturunkanhingga 41% sampai tahun 2020 yaitu menjadi 36.711,46 Gg CO2-eq.

BesarnyaEmisi

Tingkat emisi tahunan yang dihitung selama 10 th

Net Emission (Ton CO2-eq/tahun) (2000-2010) berdasarkan perubahan penutupan

(2000-2010) vegetasi dan angka pengali faktor emisi tiap

perubahan penutupan vegetasi.

Net Emission (Ton CO2-eq) Tingkat emisi pada tahun 2010 yang dihitung

Historical Emission 2000-2010 selama 10 th dari tahun 2000-2010.

REL Tingkat emisi pd th. 2020 yg dihitung selama 10 th

Historical Emission 2010-2020 dari th. 2010-2020 berdasarkan kurva skenario

emisi historikal

REL Tingkat emisi pd th. 2020 yang telah diturunkan

Historical Emission Scenario 26% sebesar 26%, yang dihitung berdasarkan kurva

skenario emisi historikal

Net Emission (Ton CO2-eq) Net emission CO2-eq selama 10 th (2011-2020)

Forward Looking 2011-2020 yang dihitung berdasarkan skenario forward

looking, activity base

Tingkat emisi pada tahun 2020 yang dihitung dari

REL tingkat emisi pada tahun 2010 ditambah tingkat emisi

Forward Looking 2011-2020 selama 10 th yg dihitung berdasarkan skenario

forward looking activity base , dimulai th. 2011-2020

Jenis Emisi Keterangan

RE

L H

isto

rica

l Em

issi

on

(Ton

CO

2 -e

q)

-54.700.369

25.384.715

Act

ivit

y B

ase

-37.548.535

17.151.834

1.715.183

34.303.668

Page 14: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

Perhitungan karbon untuk perbaikan factor emisi dan serapan grk kehutanan Page 127

2. Penurunan Emisi Di kabupaten Musi BanyuasinNamun demikian untuk Kabupaten Musi Banyuasin dapat dibuat

grafiknya, dari mulai Historical Emission (HE), REL, REL skenario turun 41%dan REL skenario turun 61%, dengan nilai emisi berturut-turut: 17.151,83Gg/tahun ; 34.303,6 Gg/tahun; 25.384,7 Gg/tahun ; 20.239,1 Gg/tahun. Kurvaatau grafik untuk Kabupaten Musi Banyuasin , dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar3. Target Penurunan Emisi CO2 sektor Kehutanan dan Lahan Gambut diKabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Kurva ini adalah sebagai alat pengontrol dimana pada tahun tertentu yaitudari tahun 2011-2020 tersebut penurunan emisinya sudah memenuhi yangdiinginkan atau belum. Sebagai contohnya pada tahun 2013 ingin mengetahuidimana posisi emisi yang terjadi pada tahun tersebut. Perangkat utama yangdiperlukan adalah: seperangkat laptop atau PC yang dilengkapi dengan programILWIS 3.3 atau Erdas Imagine 2010, serta Microsoft Exel 2010 dan citra satelitLandsat 8 atau yang lebih detil ukuran pixelnya serta ground check beberapasampel penutupan lahan di lapangan dengan menggunakan GPS. Perangkattersebut dapat digunakan untuk membuat klasifikasi penutupan lahan dan untukmengetahui perubahan penutupannya serta untuk menghitung emisi yang terjadipada tahun tersebut. Peta yang dihasilkan dari klasifikasi citra tersebut adalah petapenutupan lahan (land cover) tahun 2013.

Hasil peta penutupan lahan 2013 tersebut dapat dibandingkan dengan hasilpeta penutupan lahan tahun 2010 dan dibuat matrik perubahan lahan dari tahun2010-2013. Dari hasil matrik tersebut dapat dihitung besarnya emisi yang terjadipada tahun 2013. Selanjutnya hasil tersebut di petakan seperti pada Gambar 4,sehingga dapat diketahui sampai seberapa jauh penurunan emisi CO2 yang terjadi.Jika grafik (angka) nya berada di atas REL, maka kegiatan penurunan emisi bisa

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014 2016 2018 2020

REL

REL turun 26%

REL Turun 41%

Emisi CO2 (Gg/tahun)

25.384,7

20.239,1

Historical Emission (HE)

34.303,67

Page 15: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

Perhitungan karbon untuk perbaikan factor emisi dan serapan grk kehutanan Page 128

dikatakan belum berhasil, tetapi jika berada di bawah angka REL, maka kita bisamembandingkan dengan REL skenario turun 26 % atau REL skenario turun 41 %.Namun karena citra Landsat 8 belum tersedia, perubahan penutupan lahannyahanya sampai tahun 2010. Apabila citra sudah diperoleh, maka hasil ground checklapangan (terlampir) dapat digunakan untuk membuat klasifikasi citra untukmemperoleh peta penutupan lahan tahun 2013. Dengan demikian hasilnya dapatdigunakan untuk menghitung emisi yang terjadi pada setiap jenis penutupan lahandan dapat dibandingkan dengan hasil REL, REL skenario turun 16 % dan RELskenario turun 41 %.

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan1. Kebutuhan data dalam rangka aplikasi metode IPCC GL 2006 antara lain:

data perubahan penutupan lahan, yang sampai saat ini masih diperoleh dariDirjend. Planologi, Kementerian Kehutanan, padahal sebetulnya bisadikerjakan oleh tenaga/SKPD di Kabupaten.

2. Hambatan dalam pelaksanaan aplikasi metode IPCC-GL tahun 2006 diwilayah kabupaten/kota: Sumberdaya manusia yang belum dipersiapkan dan dibekali dengan

ketrampilan, meskipun biayanya tersedia. Belum tersedia perangkat komputer yang khusus untuk monitoring

perubahan penutupan lahan, kegiatan mitigasi Gas Rumah Kaca (GRK)dan untuk kegiatan pembuatan laporan yang dapat diukur kembali dandiverifikasi (MRV/ Measurable, Reportable dan Verifiable).

Peraturan perundangan yang mewajibkan penurunan emisi GRK olehkabupaten belum ada, meskipun Peraturan Presidennya sudah ada.

Kabupaten Musi Banyuasin mempunyai dana APBD yang sangat besar,namun SDM dari dinas-dinas terkait tidak ada yang mau dan mampumembuat proposal dan melaksanakannya di lapangan, sehingga seringdiserahkan kepada pihak ketiga (contoh: restorasi ekosistem oleh PT.REKI, di Jambi dan Sumsel).

3. Dengan menerapkan metode IPCC GL tahun 2006, Besarnya emisi(REL=Reference Emission Level) di Kabupaten Musi Banyuasin dari tahun2010-2020 adalah sebesar 34.303,6 Gg CO2-eq/tahun. Sedangkan RELskenario turun 26 % adalah 25.384,7 Gg CO2-eq/tahun dan REL skenarioturun 41 % sebesar 20.239,1 Gg CO2-eq/tahun.

4. Untuk mengaplikasikan IPCC GL 2006 terdapat dua jenis data yangdiperlukan, yaitu (1) Land Change Matrix, dan (2) Faktor Emisi/Removal.Land Change Matrix atau matrix perubahan lahan adalah suatu matrixperubahan penutupan lahan (6 kategori lahan, yaitu: hutan, pertanian,padang rumput, lahan basah, pemukiman dan areal penggunaan lain) pada

Page 16: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

Perhitungan karbon untuk perbaikan factor emisi dan serapan grk kehutanan Page 129

satuan waktu dan areal tertentu berdasarkan analisis citra satelit.Sedangkan faktor emisi/removal adalah kemampuan jenisvegetasi/hutan/tanah/serasah/biomas/untuk tumbuh atau menyimpan (stok)karbon.

5. Kegiatan inventarisasi GRK sektor LULUCF melibatkan juga sektor lainseperti pertanian, oleh karena itu perlu ada institusi yang terintegrasi untukkepentingan inventarisasi GRK nasional dan mengadvokasikan skenariodata sharing yang diinginkan para pihak, serta mendemonstrasikankegiatan inventarisasi emisi nasional dan daerah dan menerapkankelembagaan untuk mendapatkan emisi yang kredibel

6. Selain itu koordinasi horisontal dan vertikal dengan pemerintah daerahkabupaten/propinsi dan lembaga/departemen berkaitan dengan perubahanlahan perlu terus dilakukan untuk meningkatkan monitoring perubahanlahan, termasuk kebijakan yang dikeluarkan yang akan mempengaruhiperubahan penggunaan lahan.

B. Rekomendasi1. Segera diadakan training SDM untuk penghitungan karbon di lapangan

dan pengolahan data penutupan lahan serta laporan yang memenuhistandar MRV.

2. Perlu ada SK Bupati atau Perda yang mewajibkan kegiatan pengukurankarbon dan mitigasi GRK.

Page 17: Teknik perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi dan

Perhitungan karbon untuk perbaikan factor emisi dan serapan grk kehutanan Page 130

Dokumentasi Kegiatan:

Penutupan kebun karet okulasi umur sedang Pentupan kebun sawit umur sedang.

Penutupan dengan kebun karet sangat muda Penutupan kebun pisang

Penutupan gelam pada hutan rawa gambut Pentupan padang rumput (grass land).