teknik drainasi handout

79
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 1 TEKNIK DRAINASE PRO-AIR Oleh: Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA. Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan UNIVERSITAS GADJAH MADA Yogyakarta, 2012

Upload: tittotrylogy

Post on 03-Oct-2015

68 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

teknik drainasi handout teknik sipil ugm

TRANSCRIPT

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 1

    TEKNIK DRAINASE PRO-AIR

    Oleh: Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA.

    Jurusan Teknik Sipil & Lingkungan UNIVERSITAS GADJAH MADA

    Yogyakarta, 2012

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 2

    Teknik Drainase Pro-Air

    Oleh: Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA

    1. Pendahuluan

    a. Deskripsi

    1).Asal kata

    2). Terminology

    3). Beda drainase dgn drainasi

    4). Konsekuensi perubahan ttg lahan

    b.Infrastruktur

    1).Depkimpraswil dalam CBUIM (2002) lebih jelas mendefinisikannya sbb:

    Prasarana dan Sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperlukan untuk

    mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang yang

    terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat bergerak dengan

    mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup dengan sehat dan dapat

    berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan kehidupannya.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 3

    2). Komponen infrastruktur

    Dari kedua belas komponen dapat dikelompokkan kedalam tujuh group infrastruktur

    (Suripin, 2004):

    Kelompok keairan, meliputi air bersih, sanitasi, darinase-drainasi, irrigasi dan

    pengendalian banjir, didalamnya termasukInfrastructur air perkotaan.

    Kelompok jalan meliputi jalan raya, jalan kota dan jembatan.

    Kelompok sarana transportasi meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun

    kereta api, pelabuhan dan pelabuhan udara.

    Kelompok pengolahan limbah meliputi sistem manajemen limbah padat.

    Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka (outdoor

    sports)

    Kelompok energi meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas.

    Kelompok telekomunikasi.

    3). Infrastruktur Air Perkotaan

    Urban water supply system

    Sistem air bersih adalah suata satu kesatuan penyediaan air bersih yang mencakup

    pengadaan (aquisition) pengolahan (treatment), mengalirkan (delivery), distribusi

    (distribution) ke pengguna baik domestik, komersial, perkantoran, industri maupun

    sosial.

    Urban waste water system

    Sistem air limbah perkotaan adalah suatu sistem yang mengumpulkan (collecting),

    mengalirkan (delivery), mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari buangan

    air limbah baik dari domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial.

    Jumlah air kotor adalah mendekti jumlah air bersih ysng telah dikonsumsi.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 4

    Water irrigation system

    Sistem air irrigasi adalah mulai dari penangkap (intake), mengalirkan (delivery),

    membagi (distribution), menggenangi sawah. Saluran drainasi makin kehilir makin

    kecil dimensinya karena debit air yang dialirkan kemakain kecil kehilir. Berbeda

    dengan saluran drainase atau drainasi yang semakin kehilir semakin besar dimensinya

    karena debit air semakin bertambah. Persoalan lain adalah elevasi saluran irigasi

    lebih tinggi dari lahan sekitar dan sebaliknya saluran drainase/i selalu lebih rendah

    dari lahan sekitar.

    Drainase Perkotaan

    Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra) yang secara umum berarti

    mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Hampir semua kota-

    kota di negara maju terutama yang intensitas hujannya rendah pada umumnya Urban

    Drainage System nya menyangkut sekaligus yaitu penaganan air hujan dan air limbah

    sekaligus. Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan cukup satu tanpa

    dipisahkan hingga pada saat hujan sering terjadi bahwa air dari treatment plant

    yang belum sempurna terdekomposisi bahan organiknya telah terdorong keluar

    masuk kebadan air akibat tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan terjadi

    terlalu lebat.

    2. Urbaniasi

    Terjadinya genangan:

    a. Luas bidang infiltrasi berkurang

    b. Temporary storage (tajuk) hilang

    c. Sponge system (mulch) hilang

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 5

    Gambar 1. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince, lecture note)

    URBANIZATION

    POPULATION DENSITY INCREASES

    BUILDING DENSITY INCREASES

    IMPERVIOUS AREA

    INCREASES

    DRAINAGE SYSTEM

    MODIFIED

    WATERBORNE WASTE INCREASES

    WATER DEMAND RISES

    WATER RESOURCES PROBLEMS

    URBAN CLIMATE

    CHANGES

    RUNOFF VOLUME

    INCREASES

    FLOW VELOCITY

    INCREASES

    GROUNDWATER RECHARGE REDUCES

    STORMWATER QUALITY

    DETERIORATES

    LAG TIME & TIME BASE REDUCE

    RECEIVING WATER QUALITY

    DETERIORATES

    PEAK RUNOFF RATE

    INCREASES

    BASEFLOW REDUCES

    FLOOD CONTROL

    PROBLEMS

    POLLUTION CONTROL PROBLEMS

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 6

    Gambar 2. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternative solusi (Sunjoto, 2011)

    U R B A N I Z A T I O N

    I

    M

    P

    A

    C

    T

    S O L U T I ON

    Population Density

    Increases

    Water Demand

    Rises

    Building Density

    Increases

    Vegetation Coverage Decreases

    Wind Current Changes

    Water Resources Decreases

    Impervious Area

    Increases

    Drainage System

    Modified

    Energy Demand Increases

    Stormwater Quality Deteriorates

    Groundwater Recharge Reduces

    Runoff Volume Increases

    Flow Velocity Increases

    Receiving Water Quality

    Base Flow Reduces

    Peak Runoff Rate Increases

    Lag Time & Time Base Reduce

    POLLUTION CONTROL PROBLEM

    GROUNDWATER CONTROL PROBLEM

    FLOOD CONTROL PROBLEM

    URBAN CLIMATE CHANGE

    PROBLEM

    PRO-WATER

    MAZHAB (Recharge

    CON-WATER MAZHAB

    (Channel System)

    Waterborne Waste Rises

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 7

    3. Mashab dalam ilmu drainase a. Con- Water Mazhab (Mashab Nafi-Air) Con-Water Mashab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan membuang air secepatnya secara gravitasi kedaerah lebih rendah atau dengan pompa bila topografi tak memungkinkan. Pada umumnya dilaksanakan dengan parit, sungai dan akhirnya ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan mendominasi sejak zaman Romawi sampai saat ini. Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan menghitung dimensi bangunan-bangunan tersebut diatas terutama dimensi saluran. Mashab ini juga disebut dengan Channel System. 1). Terbentuknya

    Alamiah : sungai (Natural Drainage) Buatan: selokan (Artificial Drainage)

    2). Letak Bangunan

    Drainase Permukaan (Surface Drainage) :Permukiman, jalan, lapangan terbang

    Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage) :Lapangan sepak bola, taman, lapangan olah raga lainnya

    3). Fungsi

    Satu Fungsi (Single purpose) Banyak Fungsi (Multi Purpose)

    4). Konstruksi

    Saluran Terbuka Saluran Tertutup

    5). Cross Section

    Persegi Trapesium Lingkaran

    6). Cara Pelaksanaan

    On Site Pre Fabricated

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 8

    b. Pro-Water Mazhab (Mashab Pro-Air)

    Pro-Water Mazhab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan meresapkan air hujan kedalam tanah disekitar permukiman secara individual maupun komunal yang baru dikembangkan mulai tahun 1980 an ketika masalah lingkungan hidup menjadi perhatian global dengan di mulainya era sustainable development (Usul Wakil Swedia pada 28 Mei 1968 di PBB; Pada 5-16 Juni 1972 diadakan United Nation Confrerence on the Human Environment di Stockholm; Pada 3 -14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi Bumi di Rio de Janeiro; Pada 2002 di adakan KTT Rio + 10 di Johanesburg; Pada Desember 2007 di Indonesia yaitu Bali Roadmap). Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit Peresapan Air Hujan maupun Taman Peresapan Air Hujan. Mashab ini juga disebut dengan Recharge System.

    1). Terbentuknya Buatan (Artificial Drainage)

    2). Letak Bangunan

    Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage) 3). Fungsi

    Satu Fungsi (Single purpose) hanya merespkan air Drainase Permukaan (Surface Drainage) dan tidak dijadikan satu dengan resapan air limbah

    4). Konstruksi

    Tertutup Terbuka

    5). Bentuk

    Sumur Resapan Parit Resapan Taman Resapan

    6). Cara Pelaksanaan

    On Site (pasangan batu) Pre Fabricated (buis beton)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 9

    c. Model Imbangan Air menurut Sunjoto (1989):

    Kebutuhan Air Domestik (KAD) diperhitungkan sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata dari kebutuhan air perkotaan/urban 200 l/kpt/h dan kebutuhan air pedesaan/rural 60 l/kpt/h dengan penduduk urban sebesar 30% dan rural 70%. KADrerata = 0,30x200+0,70X60=102 100 l/kpt/h.

    Data (riil):

    Curah hujan: 2.580 mm/th)** Evapotranspirasi: 1.250 mm/th)** Kebutuhan air domestik: 100 l/kpt/h Koefisien limpasan permukaan: 0,95 Kebutuhan penutupan bangunan: 50 m2/kpt)* Rendemen: 60 % Jumlah penduduk 1 juta kpt

    Note: )* Penulis

    )** Departemen Pekerjaan Umum (1984) 1). Kebutuhan air domestik

    Vka = 1.000.000x0,10x365 = 36,50.106 m3/thn 2). Air terbuang

    Vat = 1.000.000x0,95x50x0,60x(2,58-1,25) = 37,90.106 m3/thn

    Kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah Vka Vat atau: Volume air terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah setara dengan jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air domestik.

    Penjelasan: Kebutuhan Penutupan Bangunan (KPB) = Building Coverage Demand adalah luas

    semua bangunan artifisial yang mengakibatkan tidak terjadinya infiltrasi air hujan disuatu wilayah dibagi dengan jumlah penduduk dalam wilayah tersebut dengan dimensi m2/kpt. Menurut Sunjoto (2009) KPB di pulau Jawa daerah urban adalah sebesar 30 m2/kpt dan di diderah rural adalah 60 m2/kpt atau KPB rerata = 50 m2/kpt yaitu dihitung dengan komposisi penduduk urban 30% dibanding rural 70 %. KPBrerata = 0,30x30+0,70x60= 51 50 m2/kpt

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 10

    4. Data Dalam Perencanaan a. Genangan

    Lokasi Luas Lama Frekuensi Tinggi Kerugian

    b. Topography

    Arah buangan Aspek hydrolika Lokasi bangunan Arah aliran air tanah

    c. Tataguna lahan

    Building coverage ratio/BCR ingat bukan Benefit Cost Ratio Batas persil Kepemilikan Nilai asset

    d. Sifat Tanah

    Jenis tanah Kekuatan tanah Permeabilitas

    e. Master plan/RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/desa..

    Kesesuaian rencana f. Prasarana dan utilitas

    Pemanfaatan bangunan eksisting g. Demography

    Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien runoff h. Kelembagaan

    Pemeliharaan dan biaya operasional

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 11

    i. Perundangan

    Implementasi system yang tepat j. Persepsi masyarakat

    Partisipasi k. Sosial ekonomi

    Penyesuaian konstruksi l. Kesehatan lingkungan

    Aspek konstruksi m. Material tersedia

    Pilihan konstruksi n. Hidrologi

    Time of concentration of precipitation (channel system) Dominant duration of precipitation (recharge system) Intensity Duration Curve (IDC)

    o. Biaya

    Skala prioritas

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 12

    5. Benefit dari Recharge System

    1. Secara Fisik

    a. Memperkecil puncak hydrograph di hilir > Retarding basin

    b. Reduksi dimensi jaringan

    Dimensi saluran drainase dpt direduksi Bila perlu = nol Memperlebar jalan lingkungan

    c. Mencegah banjir lokal.

    > Genangan local dapat diresapkan

    d. Memperkecil konsentrasi pencemaran Volume air tanah meningkat maka konsentrasi pencemaran menjadi semakin encer:

    ps

    ppss

    QQCQCQC +

    += (1)

    C : Konsentrasi air final Cs : Konsentrasi air hujan Cp : Konsentrasi air tercemar Qs : Debit air hujan Qp : Debit air tercemar Dengan kata lain untuk daerah payau sistem ini akan meperbaiki kualitas air tanah karena air hujan yang masuk kedalam air tanah mempunyai kualitas lebih baik dari pada kualitas badan air itu sendiri.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 13

    e. Mempertahankan tinggi muka air tanah.

    1). Mempertahankan tinggi muka air tanah. Konversi dari hutan ke permukiman

    a c b

    2). Mengembalikan tinggi muka air tanah Konversi lahan kritis menjadi kawasan pemukiman.

    c a b a : muka air tanah asli b : muka air tanah tanpa recharge system c : muka air tanah dengan recharge system Gambar 3. Skema hubungan konversi lahan dengan muka air tanah

    MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN.

    seresah (mulch)

    tajuk

    recharge system

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 14

    f. Mencegah intrusi air laut. Badon Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun teori keseimbangan air tawar dan air asin di pantai berpasir.

    h u j a n Permukaan tanah Permukaan air tanah h Permukaan air laut hf hs Air tawar (f) Batas air asin dengan air tawar A air asin Gambar 4. Skema tampang suatu pulau dengan akuifer yang homogen dan isotropis. Tekanan hidrostatis dititik A adalah pA:

    pA = s g hs (2) pA = f g hf (3)

    Persamaan (2) = (3) maka:

    = (4) Pada umumnya untuk: Air laut s = 1,025 t/m3 } -> (4) maka h = 1/40. hs Air tawar f = 1,000 t/m3 Secara umum disimpulkan bahwa setiap peningkatan tinggi muka air tanah tawar satu unit akan menambah ketebalan cadangan air tawar dibawahnya sebesar 40 unit.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 15

    g. Mencegah land subsidence and sinkhole

    Akibat eksploitasi air tanah tanpa imbuhan yang seimbang maka rongga pori akan kosong dan tanah akan mampat maka terjadi amblesan karena air adalah uncmpressible sedangkan udara compressible material. h. Konservasi air Curah hujan rerata : 2,58 m/th Evapotranspirasi 20 % x 1,25 : 0,25 m/th (utk sistem resapan, Sunjoto; 2009) Luas Daerah : 132.187*106 m2 Kebutuhan atap : 50 m2/kpt Rendemen : 60 % Jumlah pddk th 2000 : 128.292.000 kpt Kebutuhan air : 523,5 m3/kpt/th Volume air yang dikonservasi oleh sistem peresapan : Vol = 0,60 50 128292000 (2,58 - 0,25) = 8.967,610 .106 m3/th Aliran mantap (AM) untuk pulau Jawa adalah: Tanpa resapan (AMtr) = 0,25 132187 . 106 (2,58 1,25) = 43.952,177 . 106 3 Dengan resapan (AMdr) = (43.952,177 + 8.967,610) .106 m3/th

    = 52.919,787 .106 m3/th

    ( ) = = 43.952 . 106 128.292.000 = 342,22 m3/kpt/th

    ( ) = 523,5 m3/kpt/th342,22 m3/kpt/th 100% = 152,98 %

    ( ) = = 52.919,787 . 106 128.292.000 = 412,495 m3/kpt/th

    ( ) = 523,5 m3/kpt/th412,495 m3/kpt/th 100% = 126,91 %

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 16

    Maka kontribusi sistem peresapan dalam mengurangi defisit air di pulau Jawa dan Madura adalah sebesar:

    152,98 - 126,91 = 26,07 %

    sedangkan defisit yang lain harus ditanggulangi dengan teknik-teknik lainnya. Tabel 1. Perhitungan Air Tersedia di pulau Jawa dan Madura No

    Pulau

    LD

    CH

    ET

    CHE

    APT

    AM

    JP

    AT

    -

    -

    m2

    m/th

    m/th

    m/th

    m3/th

    m3/th

    Kpt

    m3/kpt/th

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    -

    -

    -

    -

    -

    3-4

    2x5

    25-35% x 6

    -

    7:8

    1

    Jawa & Madura (1985)

    132.187 x106

    2,58

    1,25

    1,33

    175.809 x106

    43.952 x106

    91,269 x106

    481,57

    2

    Jawa & Madura (1993)

    132.187 x106

    2,58

    1,25

    1,33

    175.809 x106

    43.952 x106

    109,443 x106

    401,30

    3

    Jawa & Madura (2000)

    132.187 x106

    2,58

    1,25

    1,33

    175.809 x106

    43.952 x106

    128,292 x106

    342,2

    Sumber:Direktorat Bina Program Pengairan Departemen Pekerjaan Umum (1984) 2. Sosial Budaya

    a. Melestarikan teknik tradisional b. Membangun asas mensejahterakan pihak lain c. Membendung keresahan

    Note:

    Menyelesaikan genangan pada halaman rumah tanpa outlet, Menyelesaikan genangan daerah rendah, Menyelesaikan banjir daerah hilir.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 17

    6. Formulasi Recharge System Recharge system adalah suatu bangunan teknis yang direncanakan untuk

    meresapkan air hujan (surface runoff) kedalam tanah, yang terdiri dari tiga macam yaitu Recharge Well, Recharge Trench dan Recharge Yard atau Rain Garden).

    a. Recharge Well

    1). Litbang Pemukiman PU (1990) a). Dinding sumur porus

    Volume air masuk Vol i = A I T Volume air keluar lewat dasar Vol od = As T K Volume air keluar lewat samping Volos = P H T K Volume tampungan Vol t = As H

    Keseimbangan menjadi:

    Vol t = Vol i - ( Vol od + Vol os ) Maka:

    = + (5)

    b). Dinding sumur kedap air

    =

    (6) dengan: H : tinggi muka air dalam sumur (m) I : intensitas hujan (m/j) A : luas atap (m

    2)

    As : luas tampang sumur (m2)

    P : keliling sumur (m) K : koefisien permeabilitas tanah (m/j) T : durasi hujan/pengaliran (j) Comment: Bila A = 0 harga H < 0

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 18

    2). HMTL-ITB (1990) Dengan konsep V. Breen (distribusi hujan 90 %), dan konsep Horton (natural infiltration 30 %), maka:

    = , , (7)

    dengan: H : tinggi muka air dalam sumur (m) A : luas atap (m

    2)

    d : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m) p : faktor perkolasi (mnt/cm) R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr) 0,70 : limpsan prmkaan yg hrs diresapkan (Horton) 0,90 : angka distribusi hujan (V. Breen) 1/6 : factor konversi dr 24 jam ke 4 jam (V. Breen) P Ep R = 70 %

    I = 30 % Gambar 5. Skema keseimbangan air di permukaan tanah secara natural (Horton) Comment:

    Bila A = 0 harga H < 0 Tak memenuhi asas analisis dimensi

    Catatan:

    Dalam perhitungan dimensi parameter harus sesuai dengan yang tersebut diatas.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 19

    Konversi dimensi parameter. (a). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah

    = ,

    (/) (8) (b). Curah hujan harian vs Intensitas hujan

    (1). Mononobe

    = 24 24 2 3 (9) dengan : R : curah hujan terbesar harian (mm) tc : time travel (j) I : intensitas hujan (mm/j)

    (2). Hasper (1951)

    (a). Bila durasi hujan < 2 jam

    = , + , ( )

    ( ) (10)

    (b). Bila durasi hujan 2 < T < 19 jam

    24

    = 0,06 { + 60} (11) dengan:

    R24j : crh hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr) I : intensitas hujan (m3/s/km2) T : durasi hujan (mnt) Note:

    ( ) = .

    ( ) (12)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 20

    (c). Tinggi hujan harian rerata. Hubungan antara tinggi hujan harian rerata dengan intensitas hujan (SNI 03 2453-

    2002) adalah sbb:

    ( ) = . ( ) (13)

    3). Sunjoto

    a). Koefisien permeabilitas tanah (Forchheimer, 1930). Forchheimer membuat percobaan dengan auger hole dan lubang diberi casing kemudian dituang air dan dihitung (Qi=0) dan atas dasar formula ini dikembangkan oleh Sunjoto:

    Gambar 6. Skema aliran dalam lubang bor (Forhheimer, 1930)

    = (14) = (15)

    Persamaan (14) = (15) maka menurut Forchheimer (1930): dengan As = R2 maka dengan cara integrasi didapat:

    = ( ) (16)

    Qi=0

    Qo=FKh

    t1 t

    t2

    dt

    h1

    h h2

    dh

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 21

    dengan: K : koefisien permeabilitas tanah (m/j) R : radius sumur (m) F : faktor geometrik (m) F = 4 R (Forchheimer, 1930) t1 : waktu awal pengukuran (j) t2 : waktu akhir pengukuran (j) h1 : tinggi muka air awal pengukuran (m) h2 : tinggi muka air akhir pengukuran (m)

    As : luas tampang sumur (m2 , As = R2) Menurut Forchheimer (1930) formula (16) adalah untuk menghitung Koefisien permeabilitas tanah (K), bila diketahui perubahan tinggi muka air fungsi waktu dalam bore hole dengan debit Q = 0 (air dituang dalam sekejap) b). Dimensi sumur

    Sunjoto (1988) membangun formula ini dengan asas:

    1). Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sama dengan Q (Qi0). Hal ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu durasi hujan akan ada debit dari atap yang masuk kedalam sumur.

    2). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumur Qo = F K h (Forchheimer, 1930).

    Gambar 7. Skema aliran dalam sumur (Sunjoto, 1988)

    Qi= Q

    Qo=FKh

    t2 t

    t1

    dt

    h2

    h h1

    dh

    Y

    X

    H

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 22

    c). Penurunan Formula Volume air tampungan dalam sumur (17) sama dengan selisih volume air masuk

    dikurangi volume air meresap (18) maka:

    = (17) = ( ) = ( ) (18)

    Persamaan (17) = (18) diselesaikan dengan cara integrasi:

    = ( ) = bila As = R2 dan seterusnya maka akan didapat:

    Menurut Sunjoto (1988):

    (1). Sumur Kosong tampang lingkaran Untuk konstruksi Sumur Resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

    =

    (19)

    (2). Sumur Kosong tampang rectangular Untuk konstruksi Sumur Resapan biasanya dengan dinding samping dan ruang tetap kosong maka dimensinya dihitung dengan:

    =

    (19)

    (3). Sumur Isi Material tampang lingkaran Untuk konstruksi Sumur Resapan tanpa dinding samping dan ruang sumur diisi batu atau gravel dimensinya dihitung dengan;

    =

    (20)

    (4). Sumur Isi Material tampang rectangular Untuk konstruksi Sumur Resapan tanpa dinding samping dan ruang sumur diisi batu atau gravel dimensinya dihitung dengan;

    =

    (20)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 23

    dengan: H : tinggi muka air dalam sumur (m) H : tinggi muka air dalam sumur terisi material (m) Q : debit air masuk (m3/j) F : faktor geometrik tampang lingkaran (m) (Tabel 2.) f : faktor geometrik tampang rectangular (m) (Tabel 10.) K : koefisien permeabilitas tanah (m/j) T : durasi dominan hujan (j) R : radius sumur (m) As : luas tampang sumur ( m2; As = R2) n : porositas material pengisi

    d). Debit Air Masuk.

    Debit air masuk dari atap dihitung dengan formula rational:

    Q = C.I.A (21) Q : debit air masuk (m3/j) C : koefisien aliran permukaan atap (-) I : intensitas hujan (m/j) A : luas atap (m2) Parameter dalam formula:

    Koefisien aliran permukaan atap Untuk formula ini koefisien atap atau perkerasan diambil C = 0,95

    Intensitas hujan Intensitas hujan didapat dari Intensity Durasion Curve = IDC dengan waktu

    bukan Time of Concentration (Tc) namun dari Dominant Duration of Precipitation (T)

    Luas atap Luas atap diukur luas datar

    Durasi Dominan Hujan (dominant duration of precipitation) Durasi dominan hujan adalah lama waktu yang paling banyak terjadi di daerah tersebut

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 24

    Faktor Geometrik Sumur (F) Faktor geometric (shape factor) adalah suatu harga yang mewakili dari bentuk ujung sumur, tampang, radius, kekedapan dinding serta perletakannya dalam lapisan tanah.

    Harga ini dimunculkan pertama kali oleh Forchheimer (1930) dlm mencari K dari penelitiannya dengan percobaannya sesuai dengan formula (16). Cara ini hanya menggunakan satu lubang bor saja tanpa sumur pantau spt lazimnya pada formula Dupuit-Thiem yang berbasis Darcys Law (1856) yang harus menggunakan sumur pantau. Cara Forchheimer ini memberikan kemudahan dalam perhitungan perencanaan karena secara eksplisit dapat menghitung dengan data laboratoriom tanpa harus mengetahui data sumur pantau yang baru bisa diukur setelah pengaliran terjadi di lapangan. Maka konsep Forchheimer ini dapa disebut sebagai mashab baru dlam perhitungan Groundwater Flow selain konsep yang sudah ada yaitu Darcys Law. Kemudian untuk berbagai kondisi sumur harga F dikembangkan oleh peneliti lain seperti: (1). Dengan formulasi:

    Samsioe (1931), Harza (1935) , Dachler (1936), Taylor (1948), Hvorslev (1951), Aravin (1965), Sunjoto (1989 -2002).

    (2). Dengan grafis:

    Luthian J.N., Kirkham D. (1949), Hvorslev (1951), Smiles & Youngs (1965), Wilkinson W.B. (1968), Raymond G.P., Azzouz M.M. (1969), Al-Dhahir & Morgenstern (1969), Olson & Daniel (1981)

    Catatan: Formula Sunjoto adalah bentuk lain dari formula Forchheimer dengan perbedaan bahwa yang pertama adalah dalam unsteady flow ccondition sedangkan Forchheimer adalah steady flow condition.

    Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada formula Sunjoto (1988), ketika T = maka akan di dapat H = Q/FK yaitu formula Forchheimer (1930).

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 25

    Tabel 2. Faktor Geometrik Sumur No

    Conditions Shape factor (F) Value of F when R=1; H=0; L=0

    Except for F1 L=1 Referenses

    1

    1 = 2

    2( + 2)

    + 2

    2 + 1

    2,980 Sunjoto (1989a)

    2

    2 = 4

    12,566

    Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965)

    2 = 18

    18,000 Sunjoto (2002)

    3

    3 = 2

    6,283

    Samsioe (1931) Dachler (1936) Aravin (1965)

    3 = 4

    4,000

    Forchheimer (1930) Dachler (1936) Aravin (1965)

    4

    4 = 2

    9,870 Sunjoto (2002)

    4 = 5,50

    4 = 2

    5,50

    6,283

    Harza (1935) Taylor (1948)

    Hvorslev (1951)

    Sunjoto (2002)

    5

    5 = 2 + 22

    + 2

    +

    2 + 1

    6,227 Sunjoto (2002)

    5 = 2

    +

    2 + 1 0/0 Dachler (1936) 5 = 2 + 22

    + 2

    +

    2 + 1 3,964 Sunjoto (2002)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 26

    6

    6 = 2 + 22

    + 22 + 22 + 1

    9,870

    Sunjoto (2002)

    6 = 2

    2 + 22 + 1

    0/0

    Dachler (1936)

    6 = 2 + 22

    + 22 + 22 + 1

    6,283

    Sunjoto (2002)

    7

    7 = 2 + 22

    + 23 + 32 + 1

    13,392

    Sunjoto (2002)

    7 = 2 + 22

    + 23 + 32 + 1

    8,525

    Sunjoto (2002)

    Tabel 3. Diskripsi tentang kondisi sumur Conditions Description

    1 Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian dasar dan bagian atas dengan dinding porous setinggi L.

    2.a Resapan berbentuk bola berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous.

    2.b Resapan kubus berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous.

    3.a Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous dibagian bawah dengan dasar berbentuk setengah bola

    3.b Idem 3.a namun dasar rata 4.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan kedap air

    dan dasar berbentuk setengah bola. 4.b Idem ditto 4.a namun dasar rata 5.a Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porous dibagian bawah

    dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola 5.b Idem ditto 5.a namun dasar rata 6.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dinding sumur bagian atas

    impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah bola 6.b Idem ditto 6.a namun dasar rata 7.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding sumur

    permeabel dan dasar berbentuk setengah bola 7.b Idem ditto 7.a namun dasar rata

    H

    H

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 27

    d). Pengembangan Faktor Geometrik

    Harga Faktor Geometrik F5b Dachler (1936) akan memberikan harga nol dibagi nol atau tak terdefinisikan bila L = 0. Padahal menurut gambar (Tabel 4) kedua gambar

    tersebut adalah akan menjadi sama bila L = 0 maka seharusnya F5b sama dengan F3b hingga seharusnya harga F5b = 4 R. Dan perlu diketahui bahwa Sunjoto (2002) membangun suatu formula hingga ketika L = 0 maka harga F5b = 3,964R

    atau dengan tingkat kesalahan 0,90 %. (Lihat Tabel 4)

    Tabel 4. Perbandingan antara kondisi 3b dengan 5b

    3b

    4 R

    Forchheimer (1930)

    Dachler (1936) Aravin (1965)

    4,000

    5b

    2

    +2 + 1 Dachler (1936) 0/0

    2 + 22

    + 2 + 2 + 1

    Sunjoto (2002)

    3,964

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 28

    Beranalogi pada pengembangan Formula F5b Dachler (1936) tersebut, Sunjoto (2002), membangun Formula berbasis F6b Dachler (1936) hingga bila L = 0 maka harga F6b = 6,283 R.

    Penelitian Harza (1935) dengan sand tank, Taylor (1948) dengan flownet dan Hvorslev (1951) dengan electric analog mendapatkan harga faktor geometrik yang berbeda-beda dan oleh Hvorslev diusulkan angka bersama sebesar F4b = 5,50 R.

    Sunjoto (2002) menbangun formula F4b yang menjadi F4b = 2R (Tabel 5.) Mengingat dari keadaan fisik bila L = 0 maka gambar kondisi 6b menjadi sama

    dengan kondisi 4b, Sunjoto membangun formula F6b sperti tabel 5. Tabel 5. Perbandingan antara kondisi 4b dengan 6b

    5.5 R

    Harza (1935) Taylor (1948)

    Hvorslev (1951) 5,500

    4b

    2 R Sunjoto (2002) 6,283

    6b

    2

    2 + 22 + 1 Dachler (1936) 0/0 2 + 22

    + 22 + 22 + 1

    Sunjoto (2002)

    6,283

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 29

    Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)

    Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R = 1) maka dari Tabel 6. nampak bahwa ketika L/R = 0,964 harga kedua peneliti sama besar dan ketika L/R > 0,964 maka harga keduanya dapat dikatakan sama dengan penyimpangan terbesar ketika L/R = 5.

    Tabel 6. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio antara panjang dinding porus dengan radius sumur, pada kondisi 5b.

    DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

    L R

    2

    + 2 + 1

    2 + 22

    + 2 + 2 + 1

    F %

    0 0/0 3,964 ? 0,000001 6,283 3,964 -36,909 0,0001 6,283 3,965 -36,893 0,001 6,283 3,969 -36,829 0,01 6,283 4,009 -36,192 0,5 6,529 5,830 -10,706

    0,964 7,079 7,079 0 1 7,129 7,165 0.504 5 13,586 14,348 5,608 10 20,956 21,720 3,645 25 40,149 40,853 1,753 50 68,217 68,867 0,952 100 118,588 119,186 0,504 1000 826,637 827,101 0,056 10000 6.344,417 6.344,793 0,005

    1000000 433.064,548 433.064,818 0,0000

    Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R=1.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 30

    Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)

    Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L dibagi R yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan R = 1) maka dari Tabel 7. nampak bahwa ketika L/R = 2,713 harga kedua peneliti sama besar dan ketika L/R > 2,713 maka harga keduanya dapat dikatakan sama.

    Tabel 7. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio antara panjang dinding porus dengan radius sumur, pada kondisi 6b. DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

    L R

    2

    2 + 22 + 1 2 + 22

    + 22 + 22 + 1

    F %

    0 0/0 6,283 ? 0,000001 12,566 6,283 -50,000 0,0001 12,566 6,284 -49,992 0,001 12,566 6,290 -49,944 0,01 12,566 6,351 -48,026 0,5 12,695 9,092 -28,381 1 13,057 11,054 -15,340

    2,71 3 1 5,323 1 5,323 0 5 19,072 19,618 2,862 10 27,171 27,915 2,738 25 48,775 49,525 1,537 50 80,298 81,001 0,867 100 136,435 137,084 0,475 1000 909,584 910,083 0,054 10000 6.821,882 6.822,281 0,005

    1000000 454.792,118 454.792,400 0,0000

    Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan R = 1.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 31

    Gambar 8. Sket Recharge Well untuk air dari atap

    Dengan talang

    Tanpa

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 32

    Gambar 9. Sistem resapan tanpa talang dengan selokan kolektor

    Gambar 10. Banjir kota akibat tanpa sistem resapan air hujan di Bandung di depan rumah penyumbang foto (Sumbangan dari Prof.Dr. Otto Soemarwoto).

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 33

    Gambar.11. Recharge well untuk jalan hingga tak memerlukan saluran air hujan

    Gambar.12. Jalan warga tanpa recharge system hingga perlu saluran air hujan

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 34

    4). The USBR (1990, in Massman, 2004)

    = 22 + 1 + ( )2 1 + ( )2

    + 1

    atau

    2 = + 1 + ( )2 1 + ( )2 + 1 2 dan,

    = + 1 + ( )2 1 + ( )2 + 1 2 dengan:

    H : tinggi air dalam sumur (m) Q : debit masuk (m3/s) K : koefisien permeabilitas tanah (m/s) R : radius sumur (m)

    5). Hvorslev (in Massman, 2004)

    1). Deep flow field (groundwater level 48 feet from base of well)

    = 2

    2 + 1 + 2 2

    = 2 2 + 1 + 2 2 1). Shallow flow field (groundwater level 3 feet from base of well)

    = 2

    4 + 1 + 4 2

    = 2 4 + 1 + 4 2

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 35

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 36

    dengan,

    Q : debit air masul (m3/s) K : koefisien permeabilitas tanah (m/s) L : panjang dinding porus (m) H : tinggi muaka air dalam sumur (m) R : radius sumuran (m)

    6). Suripin (2004) Alur pikirnya adalah dengan mendasarkan pada persamaan Dupuit dan G.Thiem sbb:

    (a). Parallel flow (Dupuit, 1863)

    = 2 22 (22)

    (b). Circular flow in unconfined aquifer

    = (2 2) (23)

    (c). Circular flow in confined aquifer (Thiem, 1906)

    = 2(2 1)

    21 (24)

    (d). Menurut Suripin (2004), bila tak menggunakan sumur pantau rumus menjadi:

    Gambar 13. Sumur resapan pada aquifer terkekang

    B

    2r

    permeable

    impermeable

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 37

    =

    (25) dengan:

    Q ; debit (m3/s) K : koefisien permeabilitas tanah (m/s) B : tebal confined aquifer (m) h1, h2 : potentiometric head sumur pantau ( m) r1, r2 : jarak sumur pantau terhadap umur resapan (m) H : ketinggian potentiometric surface r : radius sumur

    Comment: 1. Dalam aliran sumur peresapan ketinggian potentiometric surface (H) adalah

    variable fungsi waktu. 2. Penggunaan rumus ini mempunyai kedidak cocokan karena aliran pada sumur

    adalah unsteady flow. 3. Data potentiometric head di sumur pantau adalah sesudah sumur terisi, padahal

    ketika menghitung potentiometric head tersebut belum diketahui. 4. Dalam rumus (25) pembagi ln(B/r) tidak mempunyai penjelasan saintifik. 5. Bila 2r = B maka Q = tak berhingga 6. Bila 2r > B maka Q = < 0 (negatif)

    7). Departemen Kehutanan (1994) Departemen Kehutanan dengan Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan 051/Kpts/V/1994 menerbitkan pedoman perhitungan sumur resapan air hujan sbb:

    = (26)

    = 1,15

    = () + 2 dengan:

    Vs : volume sumur resapan (m3) Pn : curah hujan perkiraan (mm) LA : luas atap/perkerasan (m2) K : permeabilitas tanah (cm/j) C : koefisien kebocoran r : radius sumur h(t) : kecepatan penurunan air pada waktu t

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 38

    Comment: Parameternya tak lazim dalam groundwater flow Tak memenuhi asas analisis dimensi

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 39

    8). SNI: 03 2453-2002 SNI: 03 2453-2002 atau Standar Nasional Indonesia ini adalah menggantikan SNI T=06=1990 F. SNI yang terbaru ini lebih tidak jelas karena terdiri dari dua persamaan yang keduanya tidak dihubungkan antara satu dengan lainnya. Maka dibawah ini dibahas dalam analisis berbagai kemungkinan logisnya agar persamaan ini dapat dipergunakan sebagai alat untuk menghitung. Dibawah ini dilampirkan copy dari SNI terbaru tersebut. Menurut Balitbang Kimpraswil (2002), manual ini memberikan cara perhitungan dengan dasar bahwa volume air hujan dalam durasi terentu (Vab) dikurangi air meresap (Vrsp) dibagi luas tampang sumur dengan koefisien tanah pada dinding 2 x lebih besar dari pada didasar sumur sbb:

    Volume Andil Banjir:

    = 0,855 (27)

    Volume Air Meresap: = 24 (28)

    Durasi hujan efektif:

    = 0,90 0,9260 (29)

    Permeabilitas tanah rata2

    2 = + (30) Kedalaman sumur?

    = = =

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 40

    2). Kedalaman sumur = (m)

    = 0,855 24 . + , ( ) + ( ) (31) dengan,

    Htotal : kedalaman total sumur resapan air hujan(m) Vab : volume andil banjir (m3) Vrsp : volume air meresap (m3) Ctadah : koefisien limpasan Atadah : luas bidang tadah (m2) R : tinggi hujan harian rerata (l/m2/hari) Krata2 : koefisien permeabilitas tanah rata2 (m/hari) Kv : koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari) Kh : koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari) te : durasi efektive (jam) te=0,90*R0,92/60 (jam) Atotal : luas dinding sumur + luas alas sumur (m2) P : keliling alas sumur (m) Ah : luas alas sumur (m2) Av : luas dinding sumur (P x Htotal (m2) ? Vtp : volume air tampungan (m3)

    Comment: 1). te (j) tak memenuhi analisis dimensi

    2). Permeabilitas rerata (30), logika perbandingannya terbalik, mestinya (KvAv + KhAh)/(Ah + Av)

    3). Kv = 2 Kh (apa dasar argumentasinya?)

    4). Bila tak ada rumah berarti A = 0, maka H = negatif 5). Tak memenuhi asas Analisis dimensi 6). Vab dgn waktu 1 hari sedangkan Vrsp dgn waktu te/24 jam

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 41

    9) Biopori (Kamir R. Brata, 2007) LLuubbaanngg rreessaappaann bbiiooppoorrii ((LLBBRR)) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori. Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.

    CCAARRAA PPEEMMBBUUAATTAANN

    LLUUBBAANNGG RREESSAAPPAANN BBIIOOPPOORRII

    OOlleehh:: KKaammiirr RR.. BBrraattaa

    BBaaggiiaann KKoonnsseerrvvaassii TTaannaahh ddaann AAiirr DDeeppaarrtteemmeenn IIllmmuu TTaannaahh ddaann SSuummbbeerrddaayyaa LLaahhaann

    FFAAKKUULLTTAASS PPEERRTTAANNIIAANN IIPPBB BBOOGGOORR

    22000077

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 42

    Menurut Kamir R. Brata (2007):

    Jumlah LBR: Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m2) Laju peresapan air perlubang (liter/jam)

    (32)

    Comment:

    Jasad renik hanya akan membuat pori disekitar lubang karena dekat dengan sampah organic

    o Volume sebuah sumur peresapan dengan diameter 1 m dan kedalaman 3 m akan setara dengan 300 buah biopori

    o Hingga Biopori memerlukan lahan pekarangan yang luas untuk mendapatkan kapasitas yang sama

    o Biopori tak dapat dibuat dibawah bangunan o Biopori bagus untuk pemupukan (lihat vertical mulching)

    Bandingkan dengan Vertical Mulch (Google) : VERTICAL MULCHING

    http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html

    http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=lyitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600

    What is Vertical Mulching?

    Vertical mulching is the process of making many holes in the soil of the root zone of a particular tree with the purpose of creating many entryways for air, moisture, and nutrients to reach the roots of a given tree. This process improves the overall health and vigor of any tree. To properly vertical mulch, you will need an electric or gasoline powered drill and a 2 to 3 diameter auger. This equipment is available from any tool rental.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 43

    10). Rusli M-UII (2008)

    21 QQQsumur += (33a)

    VAQ dasarsumur .1 = (33b)

    VAQ urdindingsum .2 = (33c)

    2. encanardasarsumurA = (33d)

    rencanarencanaurdindingsum TinggiA ...2 = (33e)

    dengan : Qsumur : Debit total yang dapat ditampung oleh sumur (m3/hari), Q1 : Debit luasan dasar sumur resapan (m3/hari), Q2 : Debit luasan dinding sumur resapan (m3/hari), V : koefisien permeabilitas tanah = laju infiltrasi (m/hari), : () = + (0 ) rencana : jari jari dasar sumur = diameter dasar sumur (m), Adasarsumur : luas dasar sumur (m2), Adindingsumur : luas dinding sumur (m2).

    Rusli (2008) memberikan contoh jumlah sumur resapan yang diperlukan sbb :

    =

    (33) dengan :

    Qlimpasan : debit hujan dalam satu hari yaitu C.I.A (m3/hari).

    Dengan demikian rumus dimensi sumur resapan adalah sebagai berikut :

    = = 1 + 2 = .2. + 2... . = ..( + 2. ) = 12 .. (33)

    Comment: a. Tak memenuhi anlisis dimensi b. Bila debit = 0 tinggi < 0 c. Steady flow (seharusnya unsteady)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 44

    11). ARSIT (1998)

    Masahiro Imbe Association for Rainwater Storage and Infiltration Technology

    (ARSIT) - Japan dan Katumi Musiake Department of Administration & Social

    Science, Fukushima University,Japan.

    Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities

    (Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah ditunjukkan

    seperti pada persamaan berikut ini :

    fout QCQ *= (m3/jam) (34a)

    ff KKQ *0= (34b)

    dengan: C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81). Qt : debit air meresap (m3/jam) K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/jam) Kf : spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)

    Menurut Masahiro Imbe dan Katumi Musiake (1998), nilai Kf (nilai Kf pada bangunan

    ini berupa per satuan panjang) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut ini:

    a. Bangunan parit resapan dasar dan dinding porous :

    = 3,093 + 1,34 + 0,677 (34) b. Bangunan parit resapan dasar porus dan dinding kedap :

    2. = 0,014 + 1,287 (34) a. Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 0,2 m 1 m.

    = (0,475 + 0,945)2 + (6,07 + 1,01) + 2,570 0,188 (34) b. Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < < 10 m

    = (6,244 + 2,853) + 0,932 + 1,606 0,733 (34) c. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m 1 m

    = (1,497 + 0,10) + 1,132 + 0,638 0,011 (34)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 45

    d. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < < 10 m

    = (2,556 + 2,052) + 0,9242 + 0,993 0,087 (34)

    Nakashima dkk. (2003) menggunakan persamaan kontinuitas dalam menentukan

    dimensi bangunan parit resapan yang dijabarkan sebagai berikut :

    = ( ) (34) dengan:

    qs : volume tampungan parit resapan per satu meter panjang parit (m3/m), qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam/m), qout : debit air yang meresap setiap satu meter panjang parit (m3/jam/m).

    Penentuan dimensi sumur resapan air hujan dapat dilakukan dengan persamaan

    sebagai berikut :

    = ( ) (34) dengan:

    Qs : volume tampungan parit resapan (m3), Qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam), Qout : debit air yang meresap (m3/jam).

    Jika persamaan 34a, 34b dan 34c disubstistusikan ke dalam persamaan (34i)

    untuk mencari dimensi parit resapan dasar dan dinding porous maka :

    = 0,81 = 0,81(3,093 + 1,34 + 0,677)

    = 0(2,50533 + 1,0854 + 0,54837)

    + 2,505330 = 0(1,0854 + 0,54837)

    = (, + ,) + , (34)

    dengan : H = kedalaman air ( m ), L = panjang parit resapan ( m ), W = lebar parit resapan ( m ), t = durasi hujan ( jam ).

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 46

    a. Dimensi sumur resapan dinding porous berdiameter 0,2m 1m.

    Ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan 34a, 34b dan 34c ke dalam persamaan

    34i seperti berikut ini:

    = 0,81.0. = 0,81.0(0,475 + 0,945)2 + (6,07 + 1,01) + 2,570 0,188

    = (, ,) + (, + ,) + (, + ,) (34)

    Dengan cara yang sama akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :

    b. Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < < 10 m

    = (, + , , ) + (, + , ) (34)

    c. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m 1 m

    = (, + , , ) + (, + , ) (34)

    d. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < < 10 m

    = (, + , ,) + (, + , ) (34)

    Comment:

    a. Tak memenuhi anlisis dimensi b. Bila debit = 0 tinggi < 0

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 47

    Contoh hitungan:

    Sebuah rumah di Yogyakarta dengan data sbb: Luas atap: A = 100 m2 Intensitas hujan: I = 0,036 m/j Koefisien permeabilitas tanah: K= 0,55 m/j (sand coarse) Koefisien runoff atap: C = 0,95 Durasi hujan: T= 2 jam Diameter sumur peresapan: 1 m Penyelesaian:

    A. PU (1990): a). Dinding porus (5)

    = +

    b). Dinding sumur kedap air (6)

    =

    B. ITB (1990) (7)

    = , ,

    Konversi dimensi parameter. (a). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah

    = ,

    (/) (8) (b). Curah hujan harian vs Intensitas hujan

    (1). Mononobe

    = 24 24 2 3 (9)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 48

    dengan : R : curah hujan terbesar harian (mm) tc : time travel (j) I : intensitas hujan (mm/j)

    (2). Hasper (1951)

    (a). Bila durasi hujan < 2 jam

    = , + , ( )

    ( ) (10)

    (b). Bila durasi hujan 2 < T < 19 jam

    24

    = 0,06 { + 60} (11) dengan:

    R24j : crh hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr) I : intensitas hujan (m3/s/km2) T : durasi hujan (mnt) Note:

    ( ) = .

    ( ) (12)

    C. Sunjoto (1998)

    (1). Sumur Kosong tampang lingkaran

    =

    (19)

    (2). Sumur Kosong tampang rectangular

    =

    (19)

    (3). Sumur Isi Material tampang lingkaran

    =

    (20)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 49

    (4). Sumur Isi Material tampang rectangular

    =

    (20)

    D. Suripin

    =

    (25)

    E. Dept. Kehutanan

    = (26)

    = 1,15

    = () + 2

    F. SNI-2002 = (m)

    = 0,855 24 . + , ( ) + ( ) (31)

    G. Rusli UII

    = = 1 + 2 = .2. + 2... . = ..( + 2. ) = 12 .. (33)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 50

    H. Kamir R Brata

    Jumlah LBR: Intensitas hujan (mm/jam) x Luas bidang kedap (m2) Laju peresapan air perlubang (liter/jam)

    (32)

    I. ARSIT

    a. Dimensi sumur resapan dinding porous berdiameter 0,2m 1m.

    = (, ,) + (, + ,) + (, + ,) (34)

    b. Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m 1 m

    = (, + , , ) + (, + , ) (34)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 51

    b. Recharge Trench 1). ITB-HMTL (1990)

    Luas bidang resapan ini menurut HMTL-ITB (1990), merupakan parit dengan kedalamam sekitar 1 m yang diisi pasir dan kerikil. Air dari atap dialirkan melalui pipa porus dan luas bidang dihitung dengan persamaan:

    = , , (35) dengan: Abr : luas bidang resapan (m2) A : luas atap (m2) R24j : curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/hr) p : faktor perkolasi (menit/cm) Comment: Tak memenuhi asas analisis dimensi

    2). MSMAM (Manual Saliran Mesra Alam Malaysia) Storm Water Management Manual for Malaysia The allowable maximum depth (dmax) should meet the following formula:

    = (36) where:

    fc : final infiltration rate (mm/hr) Ts : maximum allowable storage time (hrs) n : porosity of tne stone reservoir ()

    The volume of water must be stored in the trench (V) is devined as:

    = + (36)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 52

    The gross volume of the trench:

    = = (36) PAt is small compared to the Vw and may be ignored and the relationship is V = Vt:

    + = = = + (36)

    where, P : design rainffal event (mm) At : trench surface area (m2) Vw : design volume that enter the trench (m3) Tf : effective filling time, generally < 2 hrs (hours) fd : design infiltration rate (m/hr) dt : depth (m) Example: Infiltration capacity fc= 0,035 m/hr Design infiltration rate fd = 0,50 x fc = 0,0175 m/hr Effective filling time Tf= 2 hrs Catchment area A = 171 m2 = 0,0171 ha Predeveloped C = 0,48 Developed C = 0,76 Proposed depth dt = 1,50 m Porosity of fill materials n = 0,35

    =

    = 360 Predeveloped Qs = 0,00346 m3/s Developed Qs = 0,00722 m3/s Volume enters Vw = 5,50 m3

    = + = 9.83 2 Dimention of recharge trench l x w x d = 20 x 0,50 x 1,50 m2

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 53

    3). Georgia Stormwater Management Manual Formula ini diambil dari: Maryland Standards Specifications Management Infiltration Practices 1984. Juga diacu oleh negara bagian atau kota lainnya seperti Delaware, Brown, dll. The Area of Infiltration Trench Material Filled:

    = + 12 (37)

    Where, A : surface area (feet2) WQv : recharge volume (feet3) n : porosity of material (-) d : trench depth (feet) k : percolation (inches/hour) T : filling time (hours)

    4). New York State Stormwater Management Design

    Salah satu standar pengelolaan air hujan di New York State menggunakan parit

    resapan. Persamaan dimensi parit resapan diambil dari New York State Stormwater

    Management Design Manual Chapter 8 ( Anonim, 2003 ) adalah sebagai berikut :

    =

    (38) Atau

    =

    (39) dengan :

    A : surface area (feet2) WQv : water quality volume (feet3) n : porosity (-) d : trench depth (feet)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 54

    5). California Stormwater Management Design

    Dalam California Stormwater BMP Handbook : Infiltration Trench (California

    Stormwater Quality Association, 2003), memberikan persamaan dimensi parit resapan

    air hujan sebagai berikut :

    = +

    (40) dengan : d : kedalaman parit,

    WQV : volume air masuk,

    RFV : volume material pengisi,

    SA : luas dasar parit.

    Material pengisi menggunakan batuan dengan diameter 1,5 2,5, nilai

    porositasnya sebesar 35%. Dengan demikian, persamaan 3.30 dapat ditulis dengan

    bentuk lain seperti berikut ini :

    = + 1

    = 1

    =

    (40)

    6). Stormwater Management Manual for Western Australia

    Persamaan yang dikembangkan adalah beberapa rumus resapan untuk beberapa

    bentuk resapan yaitu parit resapan dan pond / kawasan resapan. Pada tulisan ini hanya

    membahas rumus untuk parit resapan. Dalam Stormwater Management Manual for

    Western Australia : Structural Controls / Chapter 3: Infiltration Systems (Anonim,

    2007) persamaan dimensi parit resapan air hujan adalah sebagai berikut ini:

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 55

    = . . + .. + . (41)

    dengan :

    L : panjang parit ( m ), es : porositas (disarankan: es = 0,35 (gravel); es = 0,95 (plastic milk-crate) dan

    es = 0,5 0,7 (berisi batuan dan pipa porus sebagai saluran air masuk). b : lebar parit ( m ), H : Kedalaman parit ( m ), Kh : koefisien permeabilitas ( m/detik ), : durasi rencana hujan ( menit ), V : Volume air masuk ( m3 ), U : soil moderation factor (Tabel 8.).

    Persamaan (41a) dapat diubah menjadi :

    = .. ... + .. . (41)

    Pada kenyataannya, kondisi tanah bersifat heterogen. Soil moderation factor (U)

    merupakan faktor yang bertujuan untuk mengkonversi point soil hydraulic conductivity

    menjadi areal soil hydraulic conductivity. Nilai U disajikan pada Tabel 8.

    Tabel 8. Soil Moderation Factor ( U )

    Tipe Tanah Soil Moderation Factor ( U )

    Sand

    Sandy Clay

    Medium and Heavy Clay

    0,5

    1,0

    2,0

    Tanah dengan koefisien permeabilitas rendah dapat diasumsikan bahwa proses

    yang terjadi pada bangunan resapan adalah proses perendaman sehingga alasnya

    berbentuk bujur sangkar ( L = b ). Dengan demikian rumus di atas berubah menjadi:

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 56

    = . + 60. . . (41)

    dengan :

    a : luas dasar resapan (m2)

    Tabel 9. Tipe Tanah Berdasarkan Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

    Tipe Tanah Koefisien Permeabilitas Tanah

    mm / jam m / detik

    Sandy

    Sandy Clay

    Medium Clay

    Heavy Clay

    >180

    36 180

    3,6 36

    0,036 3,6

    > 5 x 10-5

    1 x 10-5 5 x 10-5

    1 x 10-6 5 x 10-5

    1 x 10-8 1 x 10-6

    Persamaan (41c)dapat diubah menjadi:

    = 60. . .

    (41) Waktu pengosongan adalah sebagai berikut :

    = 4,6... 2.( + ) . 10 . .. + 2.( + ) (41) dengan:

    T : waktu pengosongan ( detik ).

    Untuk panjang ( L ) = lebar ( b ), maka persamaan di atas berubah menjadi :

    = 2..

    (41)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 57

    7). Minnesota Urban Small Sites BMP Manual

    Dalam Minnesota Urban Small Sites BMP Manual : Infiltration Trench

    (Metropolitan Council/Barr Enginering Co., 2005) volume dan luas permukaan parit

    resapan berhubungan dengan volume rencana limpasan yang masuk ke dalam parit dan

    permeabilitas tanah di bawah parit. Luas dasar parit yang merupakan permukaan bidang

    resapan dapat dicari menggunakan persamaan berikut ini :

    tnPVA..

    12= (42a)

    dengan: A : luas dasar parit ( ft2 ), V : volume limpasan yang akan diresapkan ( ft3 ), P : nilai perkolasi (in/jam), n : porositas ( 0,4 untuk batu berdiameter 1,5 3 inch ), t : waktu retensi ( maksimum 72 jam ).

    Jika dalam satuan SI maka persamaan (42) menjadi:

    = .. (42)

    Dengan: A (m2), V ( m3), P ( m / jam) dan t (jam).

    Kedalaman parit biasanya antara 3 12 feet. Kedalaman efektif maksimum parit

    dapat dihitung berdasarkan perkolasi tanah, porositas dan waktu tampungan pada parit.

    Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :

    = .

    (42)

    dengan :

    D : kedalaman parit (m).

    Hubungan antara luas dasar parit ( A ) dan kedalaman parit ( D ) ditunjukkan seperti

    berikut ini :

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 58

    = .. . = . (42)

    Persamaan tersebut kemudian disubstitusikan terhadap Persamaan (42c) menjadi

    seperti berikut ini :

    = 1

    . = 2. (42)

    Dengan demikian, pada hakekatnya rumus ini merupakan rumus bangunan

    penampungan air hujan bukan rumus resapan air hujan karena tidak dipengaruhi oleh

    parameter kemampuan tanah meloloskan air.

    8). Montgomary County Maryland

    Montgomary County Maryland Department of Permitting Services Water

    Resources section (2005) memberikan perhitungan dimensi parit resapan sebagai

    berikut :

    Volume parit = WQV (2,5) (43a)

    Nilai 2,5 merupakan hasil perhitungan terhadap nilai porositas yang diasumsikan

    sebesar 40 % maka rumus (43a) dapat berubah menjadi :

    = (2.50). (43)

    Kedalaman parit (D) tidak boleh melebihi D maksimum (Dmax) yaitu :

    Dmax = 1 0. f (in/jam) (43.c)

    dengan : WQV: volume air masuk (ft3), f : nilai infiltrasi pada area parit (in/jam) b : lebar parit (m) B : panjang parit (m)

    Dmax tidak boleh melebihi 8 feet yang dimaksudkan untuk mempermudah perawatan.

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 59

    9). ARSIT

    Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities

    (Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah:

    = . (44)

    = 0. (44)

    a. Parit resapan, dasar dan dinding porous:

    = 3,093 + 1,34 + 0,677 (44) = (, + ,)

    + , (44) b. Parit resapan, dasar porus dinding kedap:

    = 0,014 + 1,287 (44) = ,

    + , (44) dimana:

    C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81). Qf : debit air meresap (m3/jam) Qin : ebit air masuk (m3/jam) K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/jam) Kf : spesific infiltration pada bangunan resapan (m2) H : kedalaman parit (m), W : lebar parit resapan (m), L : lebar parit (m) t : durasi (jam)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 60

    11). Sunjoto Bila muka air tanah tinggi hingga sumur peresapan menjadi tidak efisien maka dapat dibut sistem horisontal atau Recharge Trench. Dalam teknik perhitungannya ditetapkan tinggi air (H) dalam trench dan lebar parit (b) dan dihitung panjang parit (B)

    Gambar 14. Sketch of water balance on the trench

    Volume air tampungan dalam parit (40) sama dengan selisih volume air masuk

    dikurangi volume air meresap (41) maka:

    = (45) = ( 0) = ( ) (46)

    h2

    h

    dh H

    t2

    t

    dt T

    B

    Qi=Q

    Y h1

    Qo=FKh t1 b

    X t1

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 61

    where, Qo : outflow discharge

    Q : inflow discharge As : cross section area of casing h : depth of water t : duration of flow F : shape factor of casing K : coefficient of permeability Persamaan (45) = (46) diselesaikan dengan integrasi:

    = ( )

    =

    Hasil intergrasinya adalah: (a). Parit Kosong (Sunjoto, 2008) Bila konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang parit kosong maka panjang parit dapat dihitung dengan:

    = ()

    (b). Parit Isi Material (Sunjoto, 2008) Bila konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang parit kosong maka panjang parit dapat dihitung dengan:

    =

    ()

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 62

    where, B : length of trench (L) B : length of trench material filled (L) b : width of trench (L) f : shape factor of trench (L) K : coefficient of permeability (L/T) H : depth of water on trench (L) T : dominant duration of precipitation (T) Q : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA C : runoff coefficient of roof (-) I : precipitation intensity (L/T) A : area of roof (L2) n : porosity of material filled

    Faktor geometrik parit (f) diturunkan dari faktor geometrik sumur (F) dengan cara (Sunjoto, 2008):

    1). Faktor geometri parit adalah factor geometric sumur kali shape coefficient (SC).

    2). Shape coefficient adalah perimeter coefficient kali area coefficient 3). Perimeter coefficient bentuk lingkaran ke bentuk bujur sangkar adalah keliling

    bujur sangkar kali (4b) dibagi keliling lingkaran (2R) atau sama dengan ( )Rb 2/4 . 4). Area coefficient dari bentuk bujur sangkar ke bentuk rectangular adalah akar

    dari luas rectangular dibagi luas bujur sangkar atau ( 2/)( bbB ). 5). Finally harga dari shape coefficient (SC) dari bentuk lingkaran ke bentuk

    rectangular adalah sama dengan: 4 (2) (.) 2 = . ()

    = .

    = . dengan:

    fn : faktor geometrik parit kondisi ke n Fn : faktor geometrik sumur kondisi ke n

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 63

    Tabel 10. Shape factor of trenchs (Sunjoto, 2008) No Condition Shape factor of trenchs (f) 1

    =

    +

    +

    +

    2

    =

    =

    3

    =

    = 4

    =

    =

    5

    = +

    +

    +

    +

    = +

    +

    +

    +

    6

    = +

    +

    +

    +

    = +

    +

    +

    + b

    b

    b

    b

    b

    b

    b

    b

    b

    b

    L

    b

    b

    L

    L

    L

    L

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 64

    7

    = +

    +

    +

    +

    = +

    +

    +

    +

    Tabel 11. Diskripsi tentang kondisi parit

    Conditions Description 1 Resapan pada tanah porus terletak diantara tanah bersifat kedap air di bagian

    dasar dan bagian atas dengan dinding porous setinggi L. 2.a Resapan berbentuk silinder berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air

    dan seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. 2.b Resapan persegi-panjang berdinding porous dengan saluran vertikal kedap air dan

    seluruhnya berada di tanah yang bersifat porous. 3.a Resapan terletak pada tanah bersifat kedap air di bagian atas dan tanah porous

    dibagian bawah dengan dasar berbentuk setengah lingkaran. 3.b Idem 3.a namun dasar rata 4.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porous dengan dinding resapan

    kedap air dan dasar berbentuk setengah lingkaran. 4.b Idem ditto 4.a namun dasar rata 5.a Resapan terletak pada tanah yang kedap air di bagian atas dan porous dibagian

    bawah dengan dinding sumur permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah lingkaran.

    5.b Idem ditto 5.a namun dasar rata 6.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan dinding sumur bagian

    atas impermeabel dan bagian bawah permeabel setinggi L dan dasar berbentuk setengah lingkaran.

    6.b Idem ditto 6.a namun dasar rata 7.a Resapan terletak pada tanah yang seluruhnya porus dengan seluruh dinding sumur

    permeabel dan dasar berbentuk setengah lingkaran. 7.b Idem ditto 7.a namun dasar rata

    b

    b H

    H

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 65

    Gambar 8. Sket recharge trench dipinggir jalan

    Gambar.15 . Excavated trench filled with stone aggregate Sumber: Georgia Stormwater Management Manual 3.2-75 http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-2-5.pdf (Cited: December 7th 2011)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 66

    c. Recharge Yard Recharge Yard atau di USA disebut Rain Garden (Gambar. 12a & 12b) adalah suatu usaha penanganan genangan dengan cara air menyalurkannya ketempat lebih rendah di halaman. Tempat peresapannya diwujudkan dengan taman. Cara ini hanya dapat dilaksanakan bila rumah mempunyai halaman yang cukup luas. Untuk halaman sempit cara yang umum dilaksanakan dengan mengusahakan air hujan yang jatuh di taman/halaman tidak mengalir keluar ke selokan dengan cara membuat tanggul biasanya pasangan batu setinggi 5 atau 10 cm (Gambar. 10a & 10b) hingga air meresap kedalam tanah di halaman itu sendiri. Bila permukaan tanah relatif kedap air, untuk mempercepat proses peresapannya dengan menggunakan biopori.

    Pinsip utama recharge yard adalah air hujan yang jatuh dihalaman tidak mengalir keluar halaman namun akan meresap kedalam tanah di halaman itu sendiri. Sedangkan air hujan yang jatuh diatap atau perkerasan lainnya diresapkan kedalam tanah denganmenggunaka rccharge well maupun recharge trench.

    Bila halaman tidak dilengkapi dengan teknik konservasi ini hingga air hujan dari halaman terbuang langsung mengalir keluar halaman maka keadaan ini disebut dengan Taman Penerlantar air (Gambar.11a & 11b)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 67

    Gambar 16. Sket Taman Resapan Air Hujan

    Gambar.17. Taman Resapan Air Hujan

    (bila muka tanah kurang porus)

    5-10 cm

    biopori

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 68

    Gambar 18. Sket Taman Penerlantar Air Hujan

    Gambar.19. Taman Penerlantar Air Hujan

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 69

    Gambar. 20. Skecth of Taman Resapan Air atau Rain Garden (USA) Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)

    Gambar. 21. Taman Resapan Air atau Rain Garden (USA) Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 70

    7. Saluran Porus

    Water losses : evaporasi dan infiltrasi.

    Infiltrasi merugikan dari sudut pandang teknik irigasi namun menguntungkan dari

    sudut pandang teknik konservasi sumberdaya air.

    Infiltrasi di saluran didapat:

    a. Diukur langsung dengan cara membendung di dua tempat dan mengukur

    penurunan air fungsi waktu.

    b. Diukur selisih debit dari dua titik saluran pada real time.

    c. Formulasi :

    Moritz (1913) > empiris

    Bouwer (1956) > semi grafis

    Sunjoto (2008; 2009) > analitis

    1. Moritz (1913)

    = , ( + ), + ( + ), ( + ), , (49)

    dengan :

    S : kehilangan air di saluran (m3/s/km) C : kehilangan air harian (m/hr) table Q : debit saluran (m3/s) V : kecepatan air (m/s) N : rasio dasar saluran dgn kedalaman air Z : kemiringan tebing.( Z = h, bila v = 1)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 71

    Tabel 12. Harga C untuk lapisan dasar saluran (Moritz, 1913)

    Soils C (m/day) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

    Concrete Cement gravel with hardpan sandy loam Clay and clay loam Sandy loam Volcanic ash Volcanic ash and fine sand Volcanic ash, sand and clay Sand and gravel Sand loam with gravel

    0.02 0.10 0.12 0.20 0.21 0.30 0.37 0.51 0.67

    2. Bouwer (1965) Bouwer membangun suatu formula dan sekaligus grafik yang dijabarkan dari analog elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air untuk tiap meter panjang saluran sbb:

    = (/) (50)

    dengan : q : kehilangan air (m3/m/hr) Is / K : harga dari grafik dari Gambar 12 & Gambar 13. k : koefisien permeabilitas tanah (m/hr) Ws : lebar muka air di saluran (m)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 72

    Gambar 11. Tiga keadaan aliran (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509)

    Gambar 12. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509 )

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 73

    Wb

    Hw

    Ws

    Wb

    Hw

    Wb

    Hw

    Wv

    3. Sunjoto

    a. Saluran tanpa dinding samping (2008) Dengan elevasi muka air tanah tertinggi sama dengan elevasi dasar saluran maka:

    = ( + )

    + ( + ) ( + ) + ( + ) +

    (51) b. Saluran dengan dua dinding samping (2008)

    = (52) C. Saluran dengan satu dinding samping (2010)

    = ( + )

    + ( + )( + ) + ( + ) +

    (53)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 74

    dengan: q : kehilangan air di saluran (m3/s/m)

    Hw : tinggi air di saluran (m) K : koefisien permeabilitas tanah (m/s) Wb : lebar dasar saluran (m)

    Ws : lebar permukaan air di saluran (m) Wv : lebar permukaan air bila sisi lining vertikal (m)

    Wv = Ws Z.Hw Z : kemiringan tebing Z = ctg : sudut luar tebing saluran (o) : panjang satuan saluran ( = 1 m)

    Catatan

    Dimensi Hw, Wb, Ws, Wv dan dalam m dan K dalam m/s maka q dalam m3/s/m. Lining adalah lapisan kedap air seperti pasangan batu, concrete slab maupun

    geomembrane.

    Gambar 22. Saluran porus tanpa lining

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 75

    8. System Peresapan Telaga a. Methode Pengukuran

    Sistem ini yang dikembangkan di Kampus Universitas Indonesia Depok yaitu dengan caya menyalurkan limpasan air hujan kedalam satu telaga yang sengaja dibangun untuk menampungnya. Untuk keamanan telaga dibangun spillway agar pada saat volume berlebih debit air dapat melimpas dan disalurkan melaluinya agar tidak merusak bangunan lainnya.

    Tampang perlapisan tanah di Kampus UI Depok adalah seperti Gambar .

    x Gambar.23. Sket cross-section dan perlapisan batuan pada telaga buatan di Kampus Universitas Indonesia Depok.

    Dari keadaan ini diukur debit masuk debit keluar dan penguapan maka sisanya adalah debit meresap kedalam tanah.

    Qr = Qi Qo Qe (54)

    Dengan: Qr : debit air meresap Qi : debit air masuk Qo : debit air keluar Qe : debit air menguap

    impermeable

    impermeable

    aquifer 1

    aquifer 2

    impermeable

    L1

    L2

    H1 H2

    gws-before devt.

    gws-after devt.

    K1

    K2

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 76

    b. Methode Perhitungan

    Dengan tampang danau seperti model tersebut diatas menurut Sunjoto karena muka telaga hampir selalu konstan hingga aliran meresap dianggap steady flow maka secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan formula Forchheimer (1930) dengan factor geometric pada dua keadaan sbb:

    Bila danau berbentuk persegi panjang:

    1). Debit meresap pada akuifer 1 (bagian atas):

    1 = 111 (55)

    1 = 41

    1 + 42 + 122 + 1 (Sunjoto, 2008)

    2). Debit meresap pada akuifer 2 (bagian bawah):

    2 = 222 (56) 2 = 42 + 42

    2 + 42 + 222 + 1 (Sunjoto, 2008)

    Total air meresap Q = Q1 + Q2 dengan

    Q : debit (L3/T) f : factor geometric kolam (L) K : koefisien permeabilitas tanah (L/T) H : tinggi tekanan air (L) L : ketebalan aquifer (L) b : lebar kolam (L) B : panjang kolam (L)

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 77

    Bila danau berbentuk lingkaran

    1). Debit meresap pada akuifer 1 (bagian atas):

    1 = 111 (57) 1 = 21

    2(1 + 2)

    + 1 2 + 1 (Sunjoto, 2002)

    2). Debit meresap pada akuifer 2 (bagian bawah):

    2 = 222 (58)

    2 = 22 + 22

    2 + 2 + 2 2 + 1 (Sunjoto, 2002)

    Total air meresap Q = Q1 + Q2

    dengan Q : debit air meresap (L3/T) F : factor geometric kolam (L) K : koefisien permeabilitas tanah (L/T) H : tinggi tekanan air (L) L : ketebalan aquifer (L) R : radius telaga (m)

    Tiada Kehidupan Tanpa Air

  • Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-Outline Teknik Drainase Pro-Air-JTSL-FT-UGM, Yogyakarta-2012 Page 78

    References Al-Dahir Z.A., Morgenstern N.R. 1969. Soils Science, Vol. 107, No. 1, 1969, pp. 17-21. Aravin, V.E., Numerov, S.N. 1965. Theory of fluid flow in undeformable porous media, Translated from Russian, Israel

    Program for Scientific Translations, Jerusalem. Badon Ghyben. 1889., & Herzberg, 2001., in van Dam, J.C. 1985. Geohydrologie, Afdeling der Civiele Techniek, TH

    Delft, Nederland. Bouwer, H. 1965. Theorytical aspects of seepage from open channels, Journal Hydraulics Div. ASCE, pp 37-59. Dachler, R. 1936. Grundwasserstromung, Julius Springer, Wien. Darcy. H. 1856. Histoire des Fontaines Publiques de Dijon, Dalmont, Paris. Departemen Pekerjaan Umum. 1984. Prasarana Pengairan dan Pemukiman Indonesia di Tahun 2000, Simposium PSLH-

    ITB, Bandung, 7 Maret 1984. Departemen Pekerjaan Umum, Litbang Pemukiman. 1990. Tatacara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan

    Untuk Lahan Pekarangan, Standar, LPMB, Bandung. Forchheimer P. 1930. Hydraulik, 3rd, B.G. Teubner, Leipzig. Harza, L.F. 1935. Transactions, American Society of Civil Engineering, Vol. 100, pp. 1352-1385. HMTL-ITB. 1990. Peresapan Buatan Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Kota Bandung Hvorslev, M.J. 1951. Time Lag and Soil Permeability in Ground Water Observation, Bulletin 36, Waterways Experiment

    Station, Vicksburg, Missisipi. Kamir, R. Brata. 2007. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori, Leaftlet, Bagian Konservasi Tanah dan Air, IPB,

    Bogor. Luthian J.N., Kirkham D. 1949. Soils Science, Vol. 99, 1949, pp. 349-358. Moritz, E.A. 1913. Seepage Losses From Earth Canals, Eng. News 70, 402-5. Olson R.E., Daniel D.E. 1981. Measurement of hydraulic conductivity of fine grained soils, Permeability and

    groundwater contaminant transport, ASTM, STP 746, Zimmie T.F., & Riggs C.O. Raymond G.P., Azzouz M.M. 1969. Proc. Conference on In-situ investigations of soils and rocks, British Geotechnical

    Society, London, pp. 195-203. Samsioe, A.F. 1931. Zeitschrift fur Angewandte Mathematik und Mechanik, Vol. 11, pp. 124-135. Setiadi, Benedictus Deddy, 2011. Analisis Dimensi Bangunan Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, Thesis S2 di

    JTSL-FT-UGM Smiles D.E., Youngs E.G. 1965. Soils Science, Vol. 99, 1965, pp. 83-87. Sunjoto, S. 1988. Optimasi Sumur Resapan Sebagai Salah Sa