koordinasi handout

89
PENDAHULUAN 1| Koordinasi merupakan fungsi pengaturan dan pengintegrasian. Mengatur (to regulate) berarti mengatur/ menyetel sejumlah tertentu, kadar tertentu, kecepatan tertentu atau variabel tertentu mencapai kondisi tertentu yang diinginkan. Sebagai contoh, dalam proses respirasi, oksigen harus tersedia pada laju tertentu agar dapat dimanfaatkan organisme. Integrasi berarti mengumpulkan beberapa bagian menjadi satu. Dalam fisiologi, integrasi diartikan sebagai pengendalian semua komponen fungsional sehingga menjadi satu sistem kendali, dan tak ada proses tunggal yang dapat berlangsung tanpa tergantung dari proses lain. Fungsi-fungsi fisiologi dapat dikendalikan oleh hormon dan atau saraf, tetapi ada 2 perbedaan penting antara hormon dan saraf. Perbedaan tersebut berkaitan dengan kecepatan aksi (speed of action) dan ukuran target (size of target).

Upload: dies

Post on 16-Apr-2015

69 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Koordinasi Handout

PENDAHULUAN 1|

Koordinasi merupakan fungsi pengaturan dan pengintegrasian. Mengatur (to

regulate) berarti mengatur/ menyetel sejumlah tertentu, kadar tertentu, kecepatan

tertentu atau variabel tertentu mencapai kondisi tertentu yang diinginkan. Sebagai

contoh, dalam proses respirasi, oksigen harus tersedia pada laju tertentu agar dapat

dimanfaatkan organisme. Integrasi berarti mengumpulkan beberapa bagian menjadi

satu. Dalam fisiologi, integrasi diartikan sebagai pengendalian semua komponen

fungsional sehingga menjadi satu sistem kendali, dan tak ada proses tunggal yang dapat

berlangsung tanpa tergantung dari proses lain.

Fungsi-fungsi fisiologi dapat dikendalikan oleh hormon dan atau saraf, tetapi

ada 2 perbedaan penting antara hormon dan saraf. Perbedaan tersebut berkaitan dengan

kecepatan aksi (speed of action) dan ukuran target (size of target).

Respon cepat otot skeletal tergantung pada impuls saraf dengan kecepatan

sebesar 100 m/detik; waktu tanggap hanya dalam beberapa milidetik. Sebaliknya,

hormon tertentu tidak menampakkan pengaruhnya hingga hormon tersebut mencapai

sasaran (selalu melalui sirkulasi darah). Waktu tanggap minimum dapat hanya

beberapa detik, tetapi dapat pula beberapa menit atau lebih lama lagi.

Perbedaan yang kedua adalah ukuran sasaran dan ketepatan (precision) kendali.

Suatu akson saraf motorik mempengaruhi hanya satu fraksi otot tanpa mempengaruhi

bagian otot yang lain. Hormon, mempengaruhi semua sel-sel sensitif yang menjadi

sasarannya, dapat seluruh organ atau seluruh sistem organ.

Dapat dikatakan bahwa sistem saraf seperti jaringan kabel telepon, sinyal saraf

akan mengikuti kabel tilpun menuju penerima tertentu. Sistem hormon lebih mirip

Page 2: Koordinasi Handout

dengan radio, sinyal akan dikirimkan lewat pembuluh darah dan reseptor khas

diperlukan untuk dapat menerimanya tiap jenis sinyal. Meskipun demikian saraf

berhubungan erat dengan sistem endokrin. Sistem saraf mengatur banyak sistem

endokrin dan saraf sendiri merupakan penghasil hormon-hormon penting.

Bagian utama sistem fisiologi organisme hidup adalah ketanggapan pada

mekanisme pengendalian pada pemeliharaan kondisi tunak (steady state). Sebagai

contoh, burung dan mamalia memelihara temperatur tubuhnya pada kondisi di sekitar

temperatur konstan, padahal temperatur eksternal dan produksi panas internal sangat

bervariasi.

Untuk memahami mekanisme kerja sistem kendali , sistem kendali pada

organisme hidup dapat dianalogkan dengan sistem kendali yang dikenal di bidang

teknik. Beberapa pengendalian yang dikenal pada sistem fisiologi organisme hidup

adalah pengendalian umpan balik (feedback), dan proporsional.

Alat dengan mekanisme kerja menggunakan pengendalian umpan balik yang

sudah dikenal adalah termostat, untuk mengatur temperatur ruang atau waterbath.

Temperatur merupakan variabel terkendali (controlled variable) yang dijaga pada

kisaran di sekitar nilai yang diinginkan (set point) dengan kisaran sekecil mungkin.

Mekanisme tersebut diatur oleh suatu error detector – pengirim sinyal . Sinyal yang

dikirim akan mengaktifkan suatu mekanisme kendali yang menghasilkan koreksi yang

diperlukan.

Jika waterbath diinginkan tetap pada temperatur konstan, dapat digunakan alat

dengan skema seperti pada Gambar 1. A. dapat menambah panas air dalam waterbath

dengan jalan memijat tombol elektrik, sehingga menyebabkan temperatur meningkat.

Sistem koordinasi - 2

Page 3: Koordinasi Handout

Gambar 1. Diagram yang menunjukkan pengendalian temperatur suatu waterbath.

Termometer akan menunjukkan berapa temperatur di dalam air. Jika temperatur

air turun hinggga kurang dari set point, A kemudian memijat tombol agar temperatur

naik. A dapat diganti dengan mekanisme otomatis (suatu termostat), sama dengan

sistem pengendalian panas sentral di dalam rumah, mekanisme tersebut dapat dibuat

seperti diagram pada Gambar 2a.

 

Gambar 2. Diagram sistem kendali dari sistem pada gambar 1 (a) dan sistem kendali yang menggunakan istilah-istilah umum dalam teori kendali (b)

Informasi tentang output sistem (dalam hal ini, temperatur) merupakan umpan

balik bagi termostat sehingga terjadi aksi yang sesuai untuk mengoreksi deviasi

Sistem koordinasi - 3

Page 4: Koordinasi Handout

temperatur, sehingga temperatur dipertahankan pada tingkat yang diinginkan. Hal

seperti ini disebut sebagai mekanisme umpan balik/feedback, istilah yang dgunakan

untuk membandingkan kondisi output melalui sistem kendali dengan set point. Dalam

hal ini, peningkatan temperatur air dikoreksi dengan terjadinya penurunan input panas

– disebut sebagai negative feedback (umpan balik negatif- aksi koreksi terhadap deviasi

berlawanan arah).

Dengan bantuan diagram sistem kendali mesin (Gambar 2b), sistem umpan

balik khas diketahui sebagai sistem kendali tertutup (“closed-loop control system”),

sinyal dari variabel terkendali merupakan umpan balik ke sistem, membentuk lingkaran

tertutup.

Selain sistem tertutup, dikenal juga sistem terbuka (“open-loop systems”),

meskipun sistem demikian tak begitu penting dalam fisiologi. Sebuah “house furnace”

(pemanas ruangan) diasumsikan mempunyai suplai bahan bakar yang bervariasi,

sehingga penurunan temperatur luar meningkatkan aliran bahan bakar ke dalam

furnace. Sistem tersebut dapat diatur dengan hati-hati sehingga terjadinya penurunan

temperatur luar tertentu akan memerlukan jumlah bahan bakar tertentu untuk menjaga

teemperatur ruangan tetap konstan. Pada contoh tersebut, input adalah temperatur luar

dan outputnya adalah temperatur ruang yang disuplai oleh pembakaran bahan bakar di

dalam furnace. Jika gangguan tertentu misalnya badai masuk ke dalam sistem yang

sudah diatur secara hati-hati tersebut, akan menyebabkan furnace tak dapat mensuplai

lebih banyak panas, karena lebih banyak panas yang ke luar rumah sehingga

temperatur ruangan turun. Pada sistem ini tak ada feedback, hanya merupakan sistem

kendali yang terbuka (“open loop control system”).

Sistem koordinasi - 4

Page 5: Koordinasi Handout

Umpan balik negatif memungkinkan terjadinya pengurangan perbedaan yang

terjadi antara output dengan set point; termostat merupakan contoh yang baik. Jika ada

umpan balik negatif, adakah umpan balik positif ?. Pentingkah dalam biologi?

Umpan balik positif tidak selalu baik untuk semua tujuan pengendalian, karena

sistem akan berubah ke suatu kondisi ekstrim. Meskipun demikian, sistem umpan balik

positif dapat digunakan pada beberapa kondisi biologis. Umpan balik negatif

digunakan untuk memelihara kondisi tunak, sedangkan umpan balik positif

mengakibatkan sistem berubah dengan cepat menuju kondisi ekstrim.

Contoh umpan balik positif adalah mekanisme kerja enzim tripsin. Tripsin

disekresi pankreas dalam bentuk inaktif (tripsinogen). Tripsinogen diubah menjadi

tripsin aktif oleh enzim usus yang disebut enterokinase dan juga oleh tripsin. Oleh

karena itu, semakin banyak tripsin yang terbentuk, aktivasi tripsinogen semakin cepat.

Reaksi serupa juga terjadi pada proses aktivasi pepsin di dalam lambung. Contoh

umpan balik positif yang lain adalah pada proses timbulnya impuls saraf. Sudah

diketahui bahwa penurunan potensial membran sedikit saja akan meningkatkan

permeabilitas membran terhadap ion sodium dan berakibat terjadinya peningkatan

influks sodium ke dalam sel. Peningkatan influks sodium ke dalam sel akan lebih

menurunkan potensial membran. Umpan balik positif tersebut mengakibatkan aksi

potensial saraf sepenuhnya. Umpan balik positif memungkinkan terjadinya amplifikasi

sejumlah kecil sinyal/isyarat sehingga terjadi tanggapan yang lengkap (“full

response”).

Umpan balik positif juga digunakan dalam proses “mating”. Saat bertemu

dengan pasangan yang sesuai, yang kemudian berkembang ke kawin merupakan

peristiwa bertingkat yang diawali hanya oleh tanggapan-tanggapan terhadap sejumlah

Sistem koordinasi - 5

Page 6: Koordinasi Handout

kecil sinyal. Tanggapan-tanggapan tersebut menyebabkan peningkatan “mutual

reinforcement” dan dilanjutkan umpan balik positif antar pasangan sehingga

mengakibatkan peningkatan keinginan untuk melakukan kopulasi.

Kendali termostatik pemanas ruangan merupakan sistem on-off. Furnace dapat

on maupun off, dan karenanya memberikan suplai panas yang diskontinu. Akibatnya,

terjadi osilasi temperatur. Agar siklus dapat dimulai, diperlukan adanya deviasi

terhadap set point tertentu. Saat heater dalam keadaan on, selalu ada kelebihan

temperatur sebelum heater off. Kelebihan tersebut dapat dikurangi dengan membuat

sistem lebih sensitif, meskipun pada sistem on off tak ada cara untuk menghilangkan

osilasi.

Output variabel terkendali yang lebih konstan dapat dicapai dengan sistem

kendali yang lain. Salah satu sistem penting dalam fisiologi adalah sistem kendali

proporsional (Gambar 3).

Permukaan air di dalam tank dikendalikan dengan bantuan pelampung yang

memberikan kondisi on-off. Jika aliran air keluar bak meningkat, katup akan terbuka

sehingga meningkatkan aliran air ke tank. Permukaan air yang terus menerus

meningkat seiring dengan peningkatan aliran air ke dalam tank akan menyebabkan

katup menutup. Sistem seperti ini terkendali secara sinambung dan tingkat aksi

pengendalian berbanding langsung dengan deviasi terhadap set point. Dalam

pengendalian proporsional, set point dapat berubah-ubah untuk mencapai kondisi tunak

yang baru. Jika kondisi tunak yang diatur sedemikian rupa mempunyai set point asal

permukaan air, maka saat outflow diturunkan, peningkatan permukaan air akan

mengangkat pelampung dan menurunkan inflow. Kondisi tunak baru mempunyai set

point permukaan air yang lebih tinggi. Pelampung harus tetap pada permukaan air yang

Sistem koordinasi - 6

Page 7: Koordinasi Handout

lebih tinggi untuk menjaga agar inflow dan outflow baru tetap dalam keadaan

seimbang (level baru merupakan error dari set point asal). Aksi koreksi tak dapat

mengubah set point kembali ke asal (dengan error atau tingkat kesalahan nol), karena

jika pelampung dapat kembali ke posisi semula, inflow tak akan sesuai dengan

terjadinya penurunan outflow. Jika ada faktor yang mengakibatkan terjadinya

peningkatan inflow lagi. Permukaan cairan akan naik lagi dan mengurangi kendali

terhadap inflow, dan kondisi tunak baru akan tercapai tetap lebih tinggi dari set point.

Gambar 3. Diagram sistem kendali proporsional sederhana yang dapat mengatur aliran air ke dalam tank untuk menyesuaikan dengan aliran air yang ke luar tank

Sistem fisiologi yang menunjukkan pengendalian proporsional adalah pada

sistem respirasi (ventilasi paru). Ventilasi paru dikendalikan oleh kadar CO2 di dalam

darah. Saat mamalia istirahat, tekanan CO2 pada arteri adalah 40 mmHg –dianggap

sebagai set point. Jika kandungan CO2 pada udara yang dihirup ditingkatkan, akan

terjadi peningkatan pula pada tekanan (P) CO2 arteri yang kemudian mengakibatkan

peningkatan ventilasi. Peningkatan ventilasi berbanding langsung dengan peningkatan

PCO2. (Penurunan PCO2 saat latihan -akibat pusat respirasi menerima dan

mengintegrasikan sejumlah input termasuk impuls saraf dari otot yang sedang bekerja

dan dari “motor cortex” otak- sering dianggap sebagai akibat dari “resetting” set point

selama latihan).

Sistem koordinasi - 7

Page 8: Koordinasi Handout

Berapa cepatkah terjadi perubahan sinyal saat terjadi error ?. Jika suatu

kesalahan besar tiba-tiba terjadi, sinyal akan berubah pula dengan cepat. Jika kesalahan

yang terjadi kecil, kecepatan perubahan sinyal kemungkinan kecil juga. Kecepatan

perubahan sinyal memberikan informasi berharga tentang perkiraan ukuran kesalahan

dan kekuatan aksi koreksi yang diperlukan. Jika kecepatan perubahan digunakan untuk

menentukan aksi pengendalian, disebut dengan pengendalian derivatif ( “derivative

control”) atau pengendalian laju (“rate control”) karena waktu derivatif suatu sinyal

atau kecepatan perubahan sinyal digunakan untuk mengantisipasi aksi koreksi yang

diperlukan. Karena aksi kendali ini menanggapi hanya terhadap suatu kecepatan

perubahan dan bukan pada kesalahan sinyal itu sendiri, aksi kendali ini selalu

digunakan dalam kombinasi dengan aksi kendali yang lain. Di dalam fisiologi,

kombinasi demikian sangat berarti, karena dapat digunakan untuk mendapatkan aksi

yang sesuai saat terjadi perubahan temporer pada variabel terkendali.

Bagaimanakah suatu kesalahan kecil yang berlangsung sangat lambat dapat

diatasi?. Jawabnya adalah, diperlukan total kesalahan dari sejumlah kesalahan kecil

tersebut yang terjadi dalam waktu lama untuk input bagi pengendali (“controller”).

Sistem kendali demikian disebut dengan pengendalian integral karena output

berbanding lurus dengan waktu integral input. Jika terjadi gangguan pada sistem

konstan, kesalahan pada output cenderung menuju nol. Oleh karena itu gangguan

apapun, jika gangguan tersebut konstan, aksi integral dapat mencapai kondisi tunak

dengan tingkat kesalahan nol (pada sistem kendali proporsional sederhana, adanya

gangguan pada sistem membuat sistem tak dapat mencapai kondisi tunak dengan

tingkat kesalahan nol).

Sistem koordinasi - 8

Page 9: Koordinasi Handout

Pengaturan temperatur tubuh dapat dianalogikan dengan pengendalian

termostatik pada waterbath atau pemanas ruangan sentral. Pada pemanas ruangan

sentral, ruangan yang cenderung hangat pada musim panas dapat ditambahkan sistem

pendingin. Jika temperatur ruang meningkat, termostat akan memulai siklus

pendinginan –aksi menurunkan temperatur melalui set point yang diinginkan

(merupakan umpan balik negatif)..

Jika temperatur tubuh cenderung menurun, produksi panas akan meningkat,

terutama melalui menggigil (kontraksi otot involunter). Jika temperatur tubuh

meningkat yang disebabkan baik karena panas internal atau eksternal, akan

menyebabkan pendinginan melalui pengeluaran keringat (sweating) atau panting

(bernafas pendek-pendek, seperti yang dilakukan hewan yang kelenjar keringatnya

sangat sedikit, misalnya anjing). Jadi baik pemanasan maupun pendinginan tubuh,

keduanya tergantung pada sistem umpan balik negatif.

Pusat pengatur temperatur tubuh terletak di hipotalamus. Letak pengatur

temperatur tubuh ini dapat ditentukan dengan berbagai cara. Jika darah pada arteria

karotis anjing dipanasi, anjing akan terengah-engah, dengan demikian menunjukkan

bahwa pengatur temnperatur tubuh terletak di kepala. Saat terengah-engah anjing akan

kehilangan panas dan temperatur tubuh akan turun. Sebaliknya jika darah arteria

karotis didinginkan, anjing akan menggigil dan suhu tubuh akan meningkat. Lokasi

tepat pusat pengatur temperatur dapat ditunjukkan dengan jalan memanaskan area

sempit di hipotalamus.

Pusat pengatur temperatur dapat dianggap sebagai termostat dan temperatur

normal tubuh sebagai set point. Sistem tersebut tidak sederhana, karena bagaimanapun

tak ada set point konstan dan input umumnya merupakan multiple input. Temperatur

Sistem koordinasi - 9

Page 10: Koordinasi Handout

tubuh berfluktuasi pada siklus harian, bahkan saat panas internal dan eksternal konstan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa set point mengikuti siklus diurnal. Selama latihan,

temperatur tubuh diatur pada tingkat yang lebih tinggi dibanding dengan saat istirahat.

Dari sekian banyak input ke pusat pengatur temperatur, input dari reseptor panas dingin

di kulit merupakan informasi penting, sedangkan input yang lain merupakan input

tambahan, misalnya suhu darah arterial.

Kontraksi otot jantung, dimulai pada nodus sinus, menyebar sepanjang otot

jantung dan diikuti dengan relaksasi, yang diikuti dengan terjadinya kontraksi baru.

Kecepatan kontraksi jantung di bawah kendali dua saraf yaitu saraf akselerator yang

mempercepat denyut jantung dan saraf deselerator (cabang nervus vagus) yang

memperlambat denyut jantung. Dengan demikian, denyut jantung ditentukan oleh

keseimbangan antara dua saraf antagonis, satu menstimulasi, sedangkan satunya lagi

menghambat. Keseimbangan antara stimulasi dan inhibisi demikian merupakan

pengendalian umum dalam fisiologi.

Sistem koordinasi - 10

Page 11: Koordinasi Handout

SISTEM SARAF 2|

Sistem saraf tersusun atas neuron (sel saraf). Neuron adalah unit dasar semua

sistem saraf. Dua bagian fungsional neuron yang terpenting adalah akson (“the long

fibrous extensions” ) dan sinapsis (hubungan antara sel-sel saraf). Akson berfungsi

sebagai kabel dan adanya sinapsis memungkinkan terjadinya kontak yang sangat

kompleks dan berperan sebagai alat pertukaran informasi.

Neuron ditemukan dalam beragam bentuk dan ukuran, tetapi mempunyai ciri

umum tertentu (Gambar 4). Secara umum, neuron tersusun atas badan sel (“cell body”)

yang mengandung nukleus dan serabut-serabut/ prosesi yang menyebar dari badan sel.

Tiap neuron mempunyai satu serabut panjang (akson) yang pada hewan besar

panjangnya hingga beberapa meter, dan sejumlah besar serabut pendek bercabang-

cabang yang disebut dendrit (panjang cabang umumnya kurang dari 1 mm).

Badan sel neuron Vertebrata cukup kecil, umumnya berdiameter kurang dari

0,1 mm dan tebalnya kurang dari 0,01 mm. Neuron secara keseluruhan, termasuk

serabutnya diselubungi membran tipis yang disebut membran saraf.

Sistem koordinasi - 11

Page 12: Koordinasi Handout

Gambar 4. Neuron mempunyai beragam bentuk, tetapi tiap neuron mempunyai sebuah badan sel dan sejumlah prosesus. (a) neuron motorik Arthropoda; (b) neuron sensorik spinal mamalia; (d) neuron dari anyaman saraf Coelenterata

Sistem saraf kompleks tersusun atas neuron dalam jumlah yang sangat banyak,

sebagai contoh, otak manusia mengandung sekitar 10.000.000.000 neuron. Serabut

panjang (akson) merupakan jalur konduksi utama saraf. Yang dikenal sebagai saraf

atau tali saraf tersusun atas beratus atau beribu-ribu akson, masing-masing berasal dari

neuron yang berbeda. Di dalam tali saraf tidak ditemukan badan sel. Badan sel

ditemukan di sistem saraf pusat, dalam bentuk agregasi khusus yang disebut ganglia,

dan pada organ sensorik.

Tempat neuron dan prosesusnya berkontak dengan neuron lain disebut

sinapsis. Melalui sinapsis, sebuah neuron dapat berhubungan dengan dengan beratus-

ratus neuron lain. ciri khas penting neuron adalah bahwa fungsinya merupakan “one-

way valve”. Transmisi impuls terjadi hanya searah, dan tidak dapat terjadi sebaliknya.

Sebagai akibatnya, konduksi di sebarang akson dapat terjadi hanya satu arah.

Akson sebenarnya dapat menghantarkan impuls ke dua arah yang berlawanan,

tetapi pada sistem saraf terintegrasi, semua hantaran selalu searah. Pada tali saraf,

beberapa akson penyusunnya dapat menghantar impuls ke arah yang berlawanan

dengan arah hantar impuls pada akson penyusun yang lain. Sebagai contoh, pada saraf

yang menginervasi otot tertentu, impuls yang menstimulasi kontraksi dihantar dari SSP

(sistem saraf pusat) ke otot, dan pada saat yang sama informasi sensorik dikirim ke

SSP dari otot.

Untuk memahami fungsi neuron harus dipahami bagaimana sel-sel saraf

bekerja. Fakta bahwa sel-sel saraf berbagai jenis hewan seragam, maka tidak lagi perlu

Sistem koordinasi - 12

Page 13: Koordinasi Handout

dipermasalahkan pada hewan apa sel saraf tersebut. Untuk memahami prinsip-prinsip

fungsi sel saraf akan sama relevannya jika digunakan sel saraf dari bekicot, cumi,

katak atau ikan.

2.1. Mekanisme kerja neuron

Adanya fenomena elektrik yang berasosiasi dengan transmisi impuls saraf telah

diketahui sekitar dua abad yang lalu, tetapi mekanisme terjadinya fenomena elektrik

tersebut baru dapat dipahami hanya beberapa dekade lalu. Pemahaman tersebut

berkembang setelah ditemukannya serabut saraf pada mantel cumi yang berukuran

besar dan hanya mengandung satu akson yang kemudian disebut sebagai “giant axon”

(Gambar 5.)

Akson pada umumnya berukuran kurang dari 1 m dengan diameter

sekitar 10 m. “Giant axon” cumi mempunyai diameter hampir 1.000 m. Karena

ukurannya yang besar, giant axon digunakan untuk berbagai eksperimen yang tak

mungkin dilakukan pada akson yang berukuran kecil.

Gambar 5. “Giant axon” yang menginervasi mantel cumi.

Sistem koordinasi - 13

Page 14: Koordinasi Handout

Neuron normal, termasuk aksonnya, menunjukkan beda potensial antara bagian

luar dan bagian dalam membran sel yang disebut sebagai potensial membran sel.

Potensial membran neuron saat tak aktif disebut sebagai “membrane resting

potential” / potensial membran istirahat .Potensial membran istirahat giant axon sekitar

-60 mV (di dalam sel negatif). Saat aktif, potensial membran akan berubah menjadi

sekitar +40 (di dalam positif), sehingga total potensial aksi (”action potential”) yang

ditimbulkan sekitar 100 mV.

Informasi terpenting berkaitan dengan potensial membran adalah kadar ion di

dalam dan di luar sel, serta permeabiltas membran akson terhadap ion-ion tersebut.

Kadar ion potasium (K+) aksoplasma relatif lebih tinggi sedangkan kadar ion sodium

(Na+) lebih rendah dibandingkan dengan di luar membran. (Tabel 1)

Tabel 1. Kadar beberapa jenis ion di dalam aksoplasma dan darah cumi, dan air laut

Ion Kadar ion (mmol/l) dalamAksoplasma Darah Air laut

Potasium 400 20 10Sodium 50 450 470Klorida 100 570 550Kalsium - 10 10Magnesium 10 55 54

Membran akson, saat istirahat, selektif permeabel terhadap ion potasium.

Permeabilitas terhadap ion sodium dan klorida (Cl-) cukup rendah sehingga membran

Sistem koordinasi - 14

Page 15: Koordinasi Handout

dianggap impermeabel terhadapnya. Karena kadar potasium di dalam lebih tinggi dari

di luar, sejumlah ion potasium akan berdifusi ke luar sel, menurunkan gradien kadar.

Ion potasium yang ke luar sel tanpa diikuti oleh ion Cl - mengakibatkan di luar sel

menjadi bermuatan positif. Difusi potasium ke luar sel berlangsung hingga dicapai

suatu keadaan yang mencegah ion potasium berdifusi ke luar sel lagi.

Pada keseimbangan potensial membran, positif di luar sel , secara tepat

mengimbangi gradien kadar yang menyebabkan potasium ke luar sel. Kekuatan

potensial tersebut tergantung pada kadar potasium di dalam dan di luar sel, dan dapat

dihitung dengan menggunakan hukum-hukum kimia fisik.

Beda potensial (E, dalam mV) disebabkan oleh distribusi ion yang tak imbang

antara bagian luar dan bagian dalam suatu membran yang permeabel, dapat dijelaskan

dengan persamaan Nernst berikut.

RT (K)oE = ---------- loge ---------- F (K) i

Pada persamaan tersebut di atas, R adalah konstanta gas umum, T= temperatur

absolut, F=muatan 1 g ekivalen (grek) ion, dan K adalah kadar potasium diluar (K)o

dan di dalam sel (K)i. Pada temperatur kamar, nilai R dan F akan mengakibatkan

persamaan menjadi,

E = 25 loge (K)o mV = 58 log (K)o mV

(K)i (K)i

Rasio kadar potasium di darah dan aksoplasma giant axon adalah 1:20, dan

potensial istirahat terhitung= -75 mV dengan di dalam relatif negatif dibandingkan

dengan di luar. Potensial membran dapat diukur dengan menyisipkan mikroelektroda

Sistem koordinasi - 15

Page 16: Koordinasi Handout

tipis ke dalam akson, dan membaca potensial relatif di dalam akson dengan di luar

akson pada volmeter. Potensial istirahat terukur mendekati hasil hitung potensial

istirahat di atas, yaitu sekitar -60 hingga -70 mV.

Koreksi dasar dari kesimpulan yang menunjukkan bahwa potensial membran

disebabkan gradien potasium dapat diverifikasi dengan mengubah rasio kadar

potasium di dalam dan di luar sel. Hal tersebut mudah dilakukan dengan mengubah

kadar potasium di luar sel. Saat kadar potasium di luar sel tinggi, potensial membran

dapat merespon perubahan kadar potasium sesuai dengan persamaan Nernst, tetapi

pada kadar potasium rendah, terdapat deviasi antara potensial membran terukur dengan

hasil hitung.

Gambar 6 menunjukkan pengaruh perubahan kadar potasium di luar sel pada

potensial membran sel otot kodok terisolasi. Jika kadar potasium di luar sel

ditingkatkan hingga sama dengan di dalam sel, potensial membran menurun menuju

nol. Sedangkan pada kadar potasium di luar sel rendah, terjadi deviasi dengan hasil

prediksi menggunakan persamaan Nernst, yang menunjukkan adanya pengaruh ion lain

dalam penentuan potensial membran.

Sistem koordinasi - 16

Page 17: Koordinasi Handout

Gambar 6. Pengaruh perubahan kadar potasium ekstrasel terhadap potensial membran sel otot kodok terpisah. Garis lurus merupakan prediksi perubahan potensial internal. Pada kadar potasium rendah ada deviasi antara nilai hasil prediksi dengan hasil pengukuran (garis lengkung).

Pendekatan teoritis untuk memecahkan masalah tersebut dikembangkan oleh

Goldman (1943). Pada persamaan Goldman potensial membran ditentukan oleh

permeabilitas dan kadar semua ion di dalam sistem, dengan tidak melihat apakah ion

tersebut negatif atau positif.

RT PK (K)o + PNa (Na)0 + PCl(Cl)o

E = ---- loge ----------------------------------

F PK (K)i + PNa (Na)i + PCl(Cl)i

Jika permeabilitas membran terhadap sodium (Pna) -yang sebelumnya

diasumsikan nol- diasumsikan 0,01 dari permeabilitas membran terhadap potasium,

persamaan Goldman akan mampu memprediksi potensial membran meskipun kadar

potasium rendah.

Bukti bahwa membran sel merupakan elemen esensial sedangkan aksoplasma

mempunyai peran yang tak langsung, ditunjukkan oleh hasil eksperimen dengan akson

yang aksoplasmanya ditarik, kemudian diganti dengan larutan garam artifisial. Akson

tersebut berperilaku seperti akson normal: peka terhadap stimulus selama beberapa

jam, dan menunjukkan terjadinya beberapa ratus ribu potensial aksi. Eksperimen

tersebut menunjukkan dua hal penting: Pertama, bahwa aksoplasma tidak mengandung

Sistem koordinasi - 17

Page 18: Koordinasi Handout

elemen struktural yang diperlukan untuk timbulnya potensial membran; Kedua, jika

kadar potasium internal berubah, potensial membran berubah sesuai potensial membran

teoritis, dan jika kadar potasium internal sama dengan kadar ekstrasel, potensial

istirahat dapat diabaikan. Potensial membran dapat dibalikkan dengan membuat kadar

potasium internal lebih rendah dari kadar potasium ekstrasel.

Permeabilitas membran terhadap sodium rendah dan mempunyai pengaruh

kecil terhadap potensial istirahat membran. Potensial istirahat lebih ditentukan oleh

permeabiltas membran terhadap potasium yang menyebabkan bagian dalam sel lebih

negatif terhadap ekstrasel. Dengan tingginya kadar sodium di ekstrasel, berarti ada dua

gaya yang menyebabkan sodium cenderung masuk ke sel, yaitu: Potensial negatif di

dalam sel dan kadar sodium yang tinggi di luar sel.

Jika kita mengabaikan adanya ion potasium, dan mengandaikan ada suatu

keadaan yang menyebabkan membran menjadi sangat permeabel terhadap sodium,

maka baik gradien kadar maupun potensial membran akan mengakibatkan sodium

masuk ke sel, dan karenanya di dalam sel menjadi lebih positif hingga tak terjadi lagi

pemasukan ion sodium. Menurut persamaan Nernst, potensial membran akan menjadi

+55 mV ( di dalam positif). Jadi potensial membran berubah dari -70 mV menjadi +55

mV (potensial sodium). Dengan kata lain, potensial membran berubah sebesar 125 mV,

semata-mata karena perubahan permeabilitas relatif terhadap ion sodium dan potasium.

Jika dalam waktu singkat, membran tak lagi permeabel terhadap sodium, permeabilitas

terhadap potasium akan kembali pada potensial istirahat.

Keadaan tersebut di atas -saat terjadi perubahan permeabilitas dengan cepat-

sejumlah ion sodium akan masuk ke sel, dan sodium ini harus dibuang dari dalam sel

untuk membuat sistem kembali ke keadaan semula. Pembuangan sodium ke luar sel

Sistem koordinasi - 18

Page 19: Koordinasi Handout

dilakukan dengan transpor aktif. Gambar 7. menunjukkan yang terjadi saat giant axon

diletakkan dalam air laut yang mengandung ion sodium radioaktif. Stimulasi berulang

pada akson tersebut akan menghasilkan potensial aksi, ion sodium masuk ke dalam

akson sehingga bagian dalam sel menjadi radioaktif. Saat stimulasi dihentikan dan

akson kembali dalam keadaan istirahat, ion sodium secara lambat akan dibuang ke luar

sel.

Gambar 7. Grafik yang menunjukkan masuknya ion sodium ke dalam giant akson yang diletakkan dalam air laut yang mengandung sodium radioaktif, dan bahwa pembuangan ion sodium ke ekstrasel dengan transpor aktif.

Untuk menunjukkan bahwa mekanisme pembuangan sodium dengan transpor

aktif, digunakan DNP (dinitrophenol) sebagai inhibitor pompa sodium. Dengan DNP,

pembuangan sodium terhenti, dan kadar intrasel relatif konstan. Setelah direstimulasi,

lebih banyak ion sodium masuk ke sel, dan menunjukkan bahwa potensial aksi dan

masuknya ion sodium ke dalam sel merupakan peristiwa yang berpasangan.

Eksperimen lain yang memberikan bukti bahwa pembuangan ion sodium ke

luar sel melalui transpor aktif adalah sebagai berikut. Larutan mengandung sodium

Sistem koordinasi - 19

Page 20: Koordinasi Handout

radoaktif diinjeksikan ke dalam giant akson melalui pipa gelas halus yang disisipkan ke

dalam akson. Akson tersebut kemudian diletakkan dalam air laut yang volumenya

diketahui dan kecepatan keluarnya ion sodium ke luar sel diukur. Jika akson diracuni

dengan DNP, maka kecepatan ekstrusi ion sodium turun drastis.

Hal tersebut terjadi karena DNP berpengaruh terhadap proses respirasi yang

menghasilkan ATP dan energi yang diperlukan untuk pompa sodium. Jika ATP

diinjeksikan ke dalam akson, akan terjadi peningkatan sangat cepat pada kecepatan

ekstrusi ion sodium, menunjukkan bahwa pompa sodium merupakan proses yang

memerlukan energi. Perpindahan ion sodium ke luar akson melawan gradien kadar ion

sodium yang tinggi di dalam air laut -yang digunakan sebagai media. Dengan

demikian, pompa sodium merupakan proses yang dikendalikan oleh energi yang

diperoleh dari ATP.

Gambar 8. Giant axon cumi yang diinjeksi dengan sodium radioaktif dan kemudian diletakkan dalam air laut artifisial. Kecepatan keluarnya sodium ditunjukkan oleh banyaknya ion sodium tersebut dalam air laut.

Sistem koordinasi - 20

Page 21: Koordinasi Handout

Ekstrusi aktif sodium dari akson tergantung pada kadar potasium eksternal, dan

pada air laut bebas potasium (“potassium-free seawater”) ekstrusi sodium menurun

drastis. Dari eksperimen tersebut diketahui bahwa ekstrusi sodium terjadi berpasangan

(“coupled”) dengan terjadinya uptake potasium. Eksperimen yang menggunakan

sodium dan potasium radioaktif secara simultan menunjukkan bahwa kedua proses

tersebut terjadi berpasangan, tiap 3 ion sodium yang dibuang ke luar sel, akan diambil

oleh sel 2 ion potasium.

Pompa sodium merupakan proses umum yang terjadi pada sel hewan, karena

ditemukannya enzim sodium-potasium ATPase (Na, K-ATPase) pada sel-sel yang

melakukan transpor aktif sodium. Ensim tersebut diisolasi pertama kali oleh ahli

fisiologi Skou, dari Denmark. Aktivitas Na, K-ATPase dihambat oleh senyawa

glikosida yang disebut ouabain dengan menduduki tapak aktifnya. Dengan

menggunakan ouabain berlabel tritium radioaktif, jumlah tapak sodium pump pada

membran dapat diperkirakan. Pada giant axon cumi terdapat beribu-ribu tapak

pemompaan sodium per m2 membran.

Banyaknya sodium yang memasuki akson selama potensial aksi tunggal sangat

sedikit. Giant akson yang sudah diracuni DNP atau sianida masih dapat menunjukkan

eksitabilitas dan potensial aksi normal hingga beberapa jam. Akson demikian masih

dapat menghantarkan impuls dengan kecepatan 50 impuls per detik dan dapat

berlangsung hingga 70 menit (total 210.000 impuls) sebelum sistem berhenti karena

akumulasi sodium di dalam sel.

Dalam kaitannya dengan potensial membran, perpindahan ion klorida diabaikan

karena pengaruhnya sangat kecil dan yang terutama, permeabilitas membran terhadap

ion klorida tidak berubah selama potensial aksi.

Sistem koordinasi - 21

Page 22: Koordinasi Handout

Potensial membran, baik saat aktif maupun istirahat, ditentukan oleh

permeabilitas membran. Dengan mengubah permeabilitas membran terhadap sodium

dan potasium membran secara selektif, potensial membran dapat bergeser antara -75

mV hingga +55 mV.

Perubahan permeabilitas terjadi sangat cepat dan berlangsung hanya dalam

hitungan mikrodetik. Kesulitan-kesulitan yang ditemui dalam eksperimen yaitu

mengukur kekuatan alir ion dalam waktu yang sedemikian singkat, dapat diatasi

dengan menggunakan “voltage clamp method”. Dengan menjaga potensial membran

tetap konstan (“clamped”) pada nilai tertentu yang diinginkan, dapat ditentukan aliran

langsung berbagai ion melintas membran. Dari hasil tersebut dapat diestimasi

permeabilitas membran terhadap ion tertentu sebagai fungsi potensial membran.

Diungkapkan oleh Hodgkin, Huxley dan Katz (Inggris) bahwa penurunan potensial

membran (depolarisasi) meningkatkan permeabilitas membran terhadap sodium.

Depolarisasi juga menyebabkan perubahan permeabilitas membran terhadap

potasium, tetapi lebih lambat. Jika permeabilitas terhadap potasium dan sodium

meningkat secara simultan, tidak akan ada potensial aksi, dan potensial membran ada

dalam nilai antara tertentu. Namun, karena permeabilitas terhadap potasium berubah

setelah permeabilitas terhadap sodium menurun., maka pengaruhnya adalah

mengembalikan potensial ke nilai mula-mula yang disebut sebagai repolarisasi

membran (Gambar 9).

Selama potensial aksi, ion mengalir melalui membran sel mengikuti gradien

kadar. Perpindahan tersebut dibantu oleh protein transpor khusus yang terletak di

bagian lipid membran sel, yang membentuk “channel” (saluran) yang dapat dilewati

solut dengan ukuran dan muatan tertentu dengan difusi sederhana.

Sistem koordinasi - 22

Page 23: Koordinasi Handout

Gambar 9. Perubahan konduktansi sodium dan potasium selama potensial aksi pada giant axon cumi

Beberapa jenis “channel” dapat terbuka secara sinambung, tetapi “channel”

yang lain hanya terbuka saat-saat tertentu. Jenis kedua, disebut sebagai “gated

channels”. Jika gated channels terbuka sebagai tanggapan atas agen tertentu- suatu

ligan- disebut dengan “ligand -gated channels”, jika terbuka sebagai tanggapan atas

perubahan potensial membran disebut sebagai “voltage- gated channels”. Voltage-

gated channels dapat menutup segera setelah terbuka, bahkan saat stimulus yang

mampu membukanya masih ada.

Diketahui bahwa saat potensial aksi, terjadi aliran berlawanan dari ion sodium

dan potasium melintas membran. Tetapi keduanya melewati “voltage-gated channel”

Sistem koordinasi - 23

Page 24: Koordinasi Handout

yang berbeda. Pernyataan tersebut dibuktikan dari eksperimen menggunakan

tetrodoksin/ TTX (racun berasal dari ikan buntal, sangat toksik), yang ternyata hanya

menghambat voltage-gated sodium channels dan tidak pada potasium channels.

Demikian pula halnya dengan menggunakan TEA (tetra methyl amonium ion), hanya

memblok potassium channels tanpa berpengaruh terhadap sodium channels.

Saat potensial membran pada nilai potensial istirahat, hanya sedikit sodium

masuk ke dalam akson, menunjukkan bahwa sodium channels tertutup. Jika potensial

membran berubah menjadi sedikit lebih negatif dari nilai normal, voltage-gated sodium

channels terbuka, dan ion sodium akan mengalir masuk ke dalam sel menurut gradien

kadar karena kadar di luar sel lebih tinggi.

Aliran ion sodium akan mencapai maksimum hanya dalam waktu milidetik, dan

kembali lagi ke nol meskipun membran masih dalam keadaan terdepolarisasi. Voltage-

gated channels tetap tertutup hingga tercapai potensial istirahat, dan akan terbuka lagi

sebagai tanggapan atas depolarisasi membran.

Dengan demikian dapat dipahami peran voltage-gated channels dalam

penjalaran potensial aksi sepanjang akson. Jika pada titik tertentu di akson mengalami

depolarisasi sebagian (“partly depolarized”), sodium gates akan terbuka dan ion sodium

mengalir masuk ke akson, dan mengubah potensial membran mencapai potensial aksi

penuh, katakanlah + 40 mV. perubahan ini menyebabkan membran akson di dekatnya

dengan segera mengalami depolarisasi sebagian sehingga sodium channels membuka

dan sodium mengalir hingga terjadi depolarisasi penuh. Hal tersebut akan berpengaruh

pada bagian membran yang berdekatan, menyebabkan depolarisasi sebagian, demikian

seterusnya hingga potensial aksi menyebar sepanjang akson.

Sistem koordinasi - 24

Page 25: Koordinasi Handout

2.2. Impuls saraf

Seperti tersebut sebelumnya, depolarisasi lokal membran akson meningkatkan

laju alir sodium ke dalam sel, dan melalui umpan balik positif, aliran sodium lebih

lanjut dapat menimbulkan potensial aksi. Bagian membran berdekatan tak dapat

mempertahankan potensial istirahatnya dan akan terdepolarisasi sebagian, konduktansi

terhadap sodium meningkat menyebabkan aliran sodium lebih lanjut, dst, hingga

tercapai potensial aksi penuh. Depolarisasi akan menyebar dan dihantarkan sebagai

potensial aksi sepanjang akson.

Stimulus sangat lemah tak akan menimbukan potensial aksi. Untuk itu stimulus

harus mempunyai kekuatan tertentu yang disebut sebagai kekuatan ambang

(“treshold”). Di bawah nilai ambang, tak terjadi potensial aksi, tetapi jika melampaui

nilai ambang, terjadi potensial aksi. “Ukuran” potensial aksi tidak dipengaruhi oleh

kekuatan stimulus, meskipun stimulus ditingkatkan menjadi dua atau tiga kali nilai

ambang, potensial aksi yang timbul tetap sama. Suatu stimulus dapat menimbulkan

potensial aksi penuh atau tidak sama sekali. Dalam fisiologi, tanggapan seperti ini

disebut sebagai “all-or-none response”.

Sekali membran akson mengalami depolarisasi dan timbul potensial aksi,

potensial aksi akan dijalarkan sepanjang akson. Karena potensial aksi merupakan

akibat dari kadar ion lokal, maka akan dijalarkan sepanjang akson tanpa mengalami

perubahan “kekuatan” yang disebut dengan “conduction without decrement”. Ciri

tersebut merupakan ciri khas akson.

Perubahan permeabilitas membran yang dibarengi dengan perpindahan ion dan

perubahan potensial membran merupakan prinsip umum fungsi saraf . Tak dikenal

Sistem koordinasi - 25

Page 26: Koordinasi Handout

adanya kaitan antara ukuran potensial aksi dengan ukuran akson, ukuran hewan atau

kelompok hewan (Tabel 2.)

Secara umum, potensial aksi tergantung pada tingginya kadar sodium ekstrasel

dan terjadinya perubahan cepat pada permeabilitas membran terhadap sodium. Oleh

karena itu kadar sodium ekstrasel hewan relatif tinggi, yaitu sekitar 100 mmol per liter

atau lebih, tetapi pada beberapa jenis insekta pemakan serangga tersebut kadar sodium

dalam hemolimfa sangat rendah ( Tabel 3.).

Rendahnya kadar sodium dalam hemolimfa disebabkan oleh tingginya kadar

potasium dan rendahnya kadar sodium tanaman, sehingga hewan yang memakannya

tak dapat memperoleh sumber sodium dengan mudah. Fenomena memperoleh sumber

sodium dapat kita amati dengan baik mulai dari hewan domestik hingga hewan liar

pemakan rumput, yang sering nampak menjilat-jilat tanah sebagai upaya memenuhi

kebutuhan sodium tubuhnya.

Tabel 2. Potensial istirahat dan potensial aksi neuron berbagai hewan

Hewan Serabut atau sel Potensial istirahat(mV)

Puncak potensial aksi (mV)

“spike duration” (ms)

Cumi (Loligo)Cacing tanah (Lumbricus)Crayfish (Cambarus)Jengkerik (Periplaneta)Ketam pantai (Carcinus)Katak (Rana)Kelinci (Oryctolagus)Kucing (Felis)

Giant axonMedian giant fiberMedian giant fiberGiant fiber30m leg axonAkson saraf sciaticusSel simpatetikNeuron motorik spinal

6070907071-9460-8065-8255-80

12010014580-104116-153100-13075-10380-110

0,751,020,41,01,04-71-1,5

Sistem koordinasi - 26

Page 27: Koordinasi Handout

Tabel 3. Kadar sodium dan potasium dalam hemolimfa beberapa jenis insekta pemakan tumbuhan, dibandingkan dengan insekta omnivora (Periplaneta)

Na+ K+

Hyalophora cecropiaBombyx moriSphinx ligustriAntheraea poliphemusCarausius morosusPerplaneta americana

2,59,03,62,5

15,0 161,0

54,041,349,854,118,07,9

Bagaimanakah dapat timbul potensial aksi pada akson insekta pemakan

tanaman -tersebut, sedangkan kadar sodium ekstrasel yang mengakibatkan potensial

aksi ada dalam kadar rendah ?. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan mempelajari

struktur sistem sarafnya. Sistem saraf pusat insekta dikelilingi oleh selubung saraf yang

memisahkannya dari cairan ekstrasel. Selubung tersebut terdiri atas membran luar

nonselular dan membran dalam (perineurium) yang tersusun atas selapis sel khusus.

Selubung saraf berperan sebagai penghalang yang memisahkan permukaan akson dari

hemolimfa dan membatasi perpindahan materi antara hemolimfa dan cairan pada

permukaan neuron. Struktur tersebut memungkinkan kadar sodium cairan pada

permukaan neuron lebih tinggi dari kadar sodium hemolimfa. Oleh karena itu, fungsi

SSP insekta tak begitu tergantung pada perubahan komposisi materi substansial di

dalam hemolimfa. Tetapi bila selubung dihilangkan, akson insekta akan berperilaku

persis dengan giant axon cumi yang mampu menanggapi perubahan kadar ion

eksternal (dalam hal in kadar ion hemolimfa). Kadar sodium dalam cairan pada

permukaan neuron dijaga lebih tinggi dari hemolimfa, kemungkinan dengan jalan

transpor aktif.

Sistem koordinasi - 27

Page 28: Koordinasi Handout

Meskipun “ukuran” potensial aksi dapat dikatakan sama, tetapi kecepatan

konduksi berbeda dari satu saraf dengan saraf yang lain atau dari satu jenis hewan

dengan jenis hewan yang lain (Tabel 4).

Tabel 4. Kecepatan konduksi (m/detik) saraf dari berbagai jenis hewan

Hewan Kecepatan konduksi Saraf motorik biasa Giant axon

VertebrataKucingUlarKatakIkan

AvertebrataJengkerikCumiCacing tanahKetamKeongAnemon laut

30-12010-357-303-36

24

0,64

0,80,1

103530

Saraf motorik vertebrata mempunyai kecepatan konduksi lebih besar dari saraf

motorik avertebrata. Meskipun demikian, pada beberapa jenis avertebrata ditemukan

adanya giant axon yang merupakan “fast-conducting axon”. Ukuran giant axon lebih

besar dari akson pada umumnya, dan kecepatan konduksinya 10 kali kecepatan

konduksi akson biasa pada hewan yang sama.

Kecepatan konduksi yang tinggi berkaitan dengan mekanisme respon cepat

lokomosi hewan, terutama untuk menghindari predator. Sebagai contoh, karena adanya

konduksi cepat giant axon yang terdapat sepanjang mantel cumi, kontraksi seluruh otot

mantel terjadi hampir bersamaan. Kontraksi tersebut diperlukan saat cumi secara

Sistem koordinasi - 28

Page 29: Koordinasi Handout

mendadak berenang dengan “jet propulsion” -yang tak akan terjadi jika kecepatan

konduksi lambat.

Umumnya, terdapat hubungan langsung antara kecepatan konduksi dengan

diameter akson. Berdasar teori kabel, kecepatan konduksi () berbanding secara

proporsional dengan akar diameter (d).

= k V d

Dari hasil pengamatan, hubungan tersebut hampir pasti benar, hanya saja nilai

konstanta k bervariasi antar jenis hewan. Jadi jika diharapkan kecepatan konduksi

meningkat 10 kali, maka diameternya harus ditingkatkan 100 kali. Giant axon tersebut

di atas jiika dibanding dengan akson lain dalam satu individu, 50-100 kali lebih tebal

dari akson biasa.

Vertebrata tidak mempunyai giant axon , padahal kecepatan konduksi pada

saraf motorik tercepat dibanding kelompok hewan yang lain. Penyebab utama

terjadinya konduksi cepat meskipun akson tipis, adalah pada struktur nya. Akson

vertebrata dibungkus oleh selubung tipis yang tersusun atas substansi mirip lemak yang

disebut mielin. Mielin terputus-putus, sehingga pada tempat tertentu yang disebut

nodus (nodus Ranvier), membran sel terekspos pada cairan ekstrasel. .Jarak antar nodus

berkisar sepersekian milimeter hingga beberapa milimeter (Gambar 10).

Selubung mielin dibentuk dari sel glia atau sel Schwann, yang tumbuh

membungkus membentuk lapisan-lapisan. Jika pada nodus terjadi potensial aksi

(terjadi depolarisasi membran lokal), maka nodus tersebut relatif lebih negatif, hal ini

akan menyebabkan nodus di dekatnya mengalami depolarisasi dan memicu terjadinya

potensial aksi di situ. Dengan demikian nampak potensial aksi melompat dari satu

Sistem koordinasi - 29

Page 30: Koordinasi Handout

nodus ke nodus yang lain. Transmisi cepat internodus disebut dengan “saltatory

conduction”.

Akson katak yang bermielin dengan diameter 10 m mempunyai kecepatan

konduksi 20 m/detik, penundaan yang terjadi pada tiap nodus kira-kira 0,06 milidetik.

Karena jarak internodus sekitar 1,6 mm, maka waktu konduksi dapat dihitung dengan

memperhitungkan pula lamanya penundaan tiap nodus. Ternyata lama penundaan tiap

nodus hanya menghabiskan waktu yang sangat singkat, tak berarti jika dibandingkan

dengan waktu konduksi.

Gambar 10. Diagram serabut saraf bermielin.

Hasil eksperimen lain yang juga mendukung kesimpulan tersebut di atas adalah

bahwa kecepatan induksi akson yang didinginkan akan menurun, namun jika

pendinginan dilakukan pada area di antara dua nodus, lamanya transmisi hampir tidak

terpengaruh.

Sistem koordinasi - 30

Page 31: Koordinasi Handout

Kecepatan konduksi pada akson bermielin juga tergantung pada diameter

akson, tetapi pada akson bermielin, kecepatan konduksinya berbanding lurus dengan

diameter akson (Gambar 11). Jarak internodus meningkat jika diameter akson

meningkat. Karena penundaan terjadi di nodus, maka kecepatan konduksi akson

dengan jumlah nodus per satuan panjang lebih sedikit, konduksi potensial aksi akan

lebih cepat.

Akson bermielin dengan diameter sangat kecil (kurang dari beberapa

mikrometer), jika dibandingkan dengan akson tak bermielin, mengkonduksi potensial

aksi lebih lambat (Gambar 12). Hal ini terlihat pada serabut saraf C (“C-fiber”) dari

sistem saraf simpatik yang paling besar berdiameter 1,1 m dan tidak bermielin tetapi

kecepatan konduksinya mencapai 2,3 m/ detik.

Gambar 11. Grafik yang menunjukkan hubungan antara kecepatan konduksi dengan diameter serabut saraf bermielin kucing

Sistem koordinasi - 31

Page 32: Koordinasi Handout

Gambar 12. Kecepatan konduksi serabut saraf bermielin dan tidak bermielin. Garis putus-putus merupakan ekstrapolasi data yang tercantum pada Gambar 11. Garis tidak putus-putus merupakan kurva teoritis berdasar pengamatan pada serabut C kucing.

Adanya selubung mielin pada akson memungkinkan tersusunnya sistem saraf

yang kompleks, dengan kecepatan konduksi tinggi tetapi tidak memerlukan ruang yang

besar. Sebagai contoh, nervus opticus manusia (bermielin) mempunyai diameter 3 mm.

Jika tidak bermielin, untuk kecepatan konduksi yang sama, memerlukan diameter 300

mm (0, 3 m).

2.3. Sinapsis

Sinapsis adalah tempat akson dari neuron kontak dengan neuron yang lain.

Bagian-bagian sebuah sinapsis meliputi membran sel prasinapsis (presynaptic cell),

celah sinapsis (synaptic cleft) dan membran sel pascasinapsis (postsynaptic cell).

Transmisi impuls melalui sinapsis dapat secara elektrik maupun kemis (Gambar

13). Transmisi elektrik lebih terbatas dibanding dengan transmisi kemis, meskipun

demikian dalam situasi tertentu , penggunaan transmisi elektrik lebih menguntungkan.

Sistem koordinasi - 32

Page 33: Koordinasi Handout

Pada sinapsis elektrik, akhiran akson (membran sel prasinapsis) sangat dekat

dengan membran sel pascasinapsis, sehingga terjadi kesinambungan elektrik antara

keduanya. Hubungan demikian disebut dengan “gap junctions” karena ada gap (celah)

yang memisahkan membran pra dengan pasca sinapsis. Celah tersebut tak lebih dari 2

nm (0,002 m). Ruangan sempit tersebut membentuk jalur dengan tahanan rendah

(“low resistance pathway”) antara neuron yang satu dengan neuron berikutnya. Dengan

demikian dimungkinkan adanya aliran arus dari terminal akson ke sel berikutnya.

Bagian tempat dua membran neuron saling melekat, membentuk tahanan tinggi untuk

mencegah penyebaran arus.

Impuls yang ditransmisikan dengan cara ini, langsung diterima oleh sel

pascasinapsis karena tak ada waktu penundaan yang berarti. Sinapsis elektrik dapat

diamati pada tali saraf abdominal (“abdominal nerve cord”) “crayfish” (krustasea dari

genus Cambarus dan Astacus, yang mirip lobster tetapi dengan ukuran lebih kecil),

juga pada beberapa jenis artropoda, anelida, coelenterata, dan moluska). Pada ikan,

sinapsis elektrik terjadi pada sel saraf tertentu yang disebut dengan Mauthner cells

(berperan dalam escape reaction), yang dapat mentransmisikan impuls dengan cepat .

Pada sinapsis kemis, akhiran akson dari sel prasinapsis membentuk pelebaran

yang disebut dengan “axon knob/ synaptic knob”. Axon knob dapat mengadakan

kontak dengan badan sel atau dendrit neuron berikutnya (Gambar 14). Dibanding

dengan sinapsis kemis, membran sel prasinapsis dan pascasinapsis pada sinapsis kemis

tidak berfusi, synaptic cleft sekitar 20 nm (jarak antar membran sel lebih jauh

dibanding pada sinapsis elektrik). Jarak antar membran sel pada synaptic cleft yang

relatif konstan diduga disebabkan oleh adanya molekul-molekul di dalam “cairan”

celah yang terorientasi tertentu antara membran pra dan pascasinapsis.

Sistem koordinasi - 33

Page 34: Koordinasi Handout

Gambar 13. Diagram yang menunjukkan perbedaan antara sinapsis elektrik dan sinapsis kemis

Synaptic knob mengandung banyak vesikula berdiameter sekitar 20-100 nm.

Transmisi impuls dari prasinapsis ke pascasinapsis terjadi melalui pelepasan

neurotransmiter yang terdapat di dalam vesikula tersebut. Saat impuls datang pada

knob prasinapsis, perubahan potensial membran menyebabkan ion kalsium masuk dari

celah sinapsis ke bagian terminal knob melalui channel kalsium yang biasanya tertutup.

Channel tersebut merupakan “voltage-gated channel”, karena channel akan terbuka

oleh perubahan potensial membran.

Peningkatan kadar ion kalsium di dalam bagian terminal knob berlangsung

sangat cepat, setelah itu akan dibuang kembali ke celah sinapsis. Peningkatan ion

kalsium yang hanya sementara tersebut mengakibatkan berfusinya vesikula dengan

membran prasinapsis, sehingga isi vesikula (neurotransmitter) dilepas ke celah sinapsis.

Sistem koordinasi - 34

Page 35: Koordinasi Handout

Gambar 14. Sinapsis kemis. Akhiran akson menggembung membentuk axon knob. Impuls ditransmisi ke neuron pascasinapsis dengan melepas neurotransmiter yang dikandung vesikula sinaptik

Ada beberapa jenis neurotransmiter, tetapi umumnya satu akson hanya

menghasilkan satu jenis neurotransmiter, sehingga ada penggolongan jenis neuron

berdasar jenis neurotranmiter yang dihasilkan, misalnya neuron kolinergik

(menghasilkan asetilkolin), adrenergik (menghasilkan adrenalin/epinefrin),

noradrenergik (menghasilkan noradrenalin/ norepinefrin), aminergik (menghasilkan

amina), dst.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan suatu senyawa dapat disebut

sebagai neurotransmiter adalah (1) merupakan bahan atau prekursor yang harus ada

pada neuron yang diduga menghasilkannya; (2) terdapat di cairan ekstrasel pada

sinapsis yang teraktivasi; (3) mempunyai kemampuan beraksi seperti neurotransmiter

Sistem koordinasi - 35

Page 36: Koordinasi Handout

yang sesungguhnya saat bahan tersebut diberikan pada struktur pascasinapsis; (4)

bahwa ada mekanisme pemecahan atau inaktivasi bahan tersebut baik secara enzimatik,

uptake khusus maupun reabsorbsi. Dengan kriteria tersebut, ditemukan bahwa

neurotransmiter umum pada sistem saraf tepi Vertebrata adalah asetilkolin (berbeda

dengan neurotransmiter pada sistem saraf pusat, yang umumnya adalah amina).

Beberapa jenis neurotransmiter perifer yang lain adalah epinefrin dan norepinefrin.

Aksi asetilkolin dapat diamati pada : (1) saraf spinal, yang menstimulasi medula

adrenal untuk mensekresikan epinefrin dan norepinefrin; (2) saraf simpatik, yang

menstimulasi ganglia pada rantai simpatik sepanjang kolumna vertebralis; (3) saraf

spinal parasimpatik, yang menstimulasi ganglia parasimpatik perifer, dan (4) saraf

motorik pada neuromuscular junction.

Pada neuromuscular junction, masing-masing vesikula sinaptik mengandung

sekitar 10.000 molekul asetilkolin. Asetilkolin yang dilepaskan dari neuron prasinapsis

dapat berdifusi dengan cepat melintas celah sinapsis, berikatan dengan reseptor

asetilkolin di membran pascasinapsis.

Reseptor asetilkolin merupakan protein membran yang membentuk channel,

yang dalam keadaan normal tertutup. Reseptor asetilkolin akan membuka sebagai

respon terhadap adanya asetilkolin, 1 molekul reseptor memerlukan 2 molekul

asetilkolin.. Channel demikian disebut dengan “chemically gated channel” atau “ligand

gated channels” (berbeda dengan channel kalsium yang merupakan voltage-gated

channels).

Channel tersebut akan menutup setelah kira-kira 20.000 ion sodium dan

potasium melintasi channel. Sebagai akibat dari perpindahan ion, beda potensial

membran pasca sinapsis berkurang bahkan dapat mendekati nol. Besarnya penurunan

Sistem koordinasi - 36

Page 37: Koordinasi Handout

tergantung pada jumlah channel yang membuka dan lamanya channel membuka. Oleh

karena terjadinya transmisi tergantung pada adanya vesikel yang berisi neurotransmiter

yang ada di prasinapsis, dapat dimengerti mengapa transmisi impuls antar neuron

hanya berlangsung searah.

Akson pada umumnya mempunyai banyak percabangan, sehingga satu akson

akan mempunyai hubungan dengan banyak neuron, demikian pula satu neuron akan

menerima banyak cabang akson dari banyak neuron lain. (Gambar 15).

Norepinefrin disekresikan oleh saraf simpatik (terutama pascaganglion). Pada

pengaturan irama detak jantung, norepinefrin memberikan efek antagonis terhadap

asetilkolin. Jantung diinervasi oleh dua jenis saraf, yang satu berasal dari cabang saraf

splanchnic (simpatik) yang jika terstimulasi akan melepaskan norepinefrin dan

memacu detak jantung, sedangkan saraf yang lain merupakan cabang nervus vagus

yang akan melepas asetilkolin jika terstimulasi. Pelepasan asetilkolin menyebabkan

detak jantung melambat, mengurangi frekuensi kontraksi (catatan: pada otot lurik,

pelepasan asetilkolin mengakibatkan kontraksi).

Sistem koordinasi - 37

Page 38: Koordinasi Handout

Gambar 15. Diagram yang menunjukkan badan sel dan dendrit neuron motorik. Sinaptic knob merupakan akhiran akson neuron lain.

Asetilkolin merupakan ester asetil dari kolin. Neuron yang melepaskan

asetilkolin disebut neuron kolinergik.

Impuls yang sampai di synaptic knob, akan menyebabkan terjadinya

peningkatan permeabilitas membran sel terhadap ion kalsium. Influks kalsium yang

terjadi mengakibatkan dilepaskannya asetilkolin dari vesikula jernih ke celah sinapsis

secara eksositosis. Asetilkolin yang dilepaskan akan berikatan dengan reseptor pada

membran sel pascasinapsis, lebih meningkatkan permeabilitas membran sel

pascasinapsis terhadap ion kalsium.

Sintesis asetilkolin merupakan reaksi penggabungan antara kolin dengan asetat

aktif (asetil koensim-A = asetil ko-A) dengan katalis kolinasetiltransferase (terdapat di

sitoplasma). Asetilkolin pada umumnya akan cepat diurai oleh asetilkolinesterase

(terdapat di membran sel) saat terjadi repolarisasi membran.

Ada dua jenis reseptor untuk asetilkolin, yaitu reseptor muskarin (muscarinic

receptors) dan reseptor nikotin (nicotinic receptors). Reseptor muskarin ditemukan

pada otot polos dan kelenjar. Reseptor muskarin dapat diblok oleh atropin, dan

ditemukan bukti bahwa aksi stimulasi reseptor muskarin terjadi melalui pelepasan c-

GMP intrasel. Sedangkan pada ganglia simpatik, dalam jumlah kecil asetilkolin dapat

menstimulasi neuron pascaganglion dan dalam jumlah besar asetilkolin dapat memblok

transmisi impuls dari neuron pra ke pascaganglion. Aksi ini tidak dipengaruhi oleh

atropin tetapi malahan mirip dengan aksi nikotin. Reseptor untuk asetilkolin tersebut

disebut dengan reseptor nikotin. Reseptor pada akhiran saraf motorik pada myoneural

Sistem koordinasi - 38

Page 39: Koordinasi Handout

junction otot skeletal merupakan reseptor nikotin, tetapi tidak identik dengan yang

terdapat pada ganglia simpatik, karena responnya terhadap obat-obatan berbeda.

Katekolamin yang dapat ditemukan pada tubuh vertebrata adalah: epinefrin,

norepinefrin dan dopamin. Ketiganya disintesis dari hidroksilasi dan dekarboksilasi

asam amino fenilalanin dan tirosin. Tirosin diubah menjadi dopa dan kemudian

dopamin, di dalam sitoplasma. Dopamin kemudian masuk ke dalam vesikula

bergranula melalui transpor aktif, dan di dalamnya dapat diubah menjadi norepinefrin.

“Rate-limiting step” dalam sintesis ini adalah konversi tirosin menjadi dopa oleh

tirosin hidroksilase. Tirosin hidroksilase diatur aksinya oleh dopamin dan epinefrin

melalui umpan balik negatif.

Sintesis katekolamin di dalam medula adrenal serupa dengan yang terjadi di

neuron, tetapi pada granula pada beberapa sel medula adrenal mengandung enzim

PNMT (phenylethanolamine-N-methyltransferase), yang dapat mengubah epinefrin

menjadi norepinefrin. Di dalam vesikula, keduanya (epinefrin dan norepinefrin) terikat

ATP dan suatu protein pengikat yang disebut kromoganin. Masuknya dopamin ke

dalam vesikula melalui transpor aktif, yang dihambat oleh reserpin.

Katekolamin disekresikan ke luar sel neuron otonom dan medula adrenal

dengan eksositosis. ATP, kromogranin, dan dopamin hidroksilase disekresikan

bersama-sama dengan epinefrin dan norepinefrin. Level dopamin hidroksilase dalam

sirkulasi dapat digunakan untuk mengetahui aktivitas simpatik. Pada neuron

noradrenergik ditemukan adanya mekanisme reuptake aktif.

Demikian juga sejumlah norepinefrin dan epinefrin yang bersirkulasi akan

diambil kembali secara aktif oleh neuron noradrenergik pada sistem saraf otonom.

dalam hal ini ada perbedaan dengan neuron kolinergik.

Sistem koordinasi - 39

Page 40: Koordinasi Handout

Pada neuron kolinergik, asetilkolin tidak diambil kembali dalam jumlah yang

berarti, tetapi kolin-hasil pemecahan asetilkolin- yang secara aktif diambil kembali.

Mekanisme reuptake ini akan terhenti jika terjadi degenerasi akhiran saraf.

Epinefrin dan norepinefrin akan dimetabolisme menjadi bentuk inaktif dengan

oksidasi dan metilasi oleh MAO (monoamine oxidase) dan atau COMT (catechol-O-

methyltransferase).MAO terdapat di mitokondria, selain pada akhiran saraf

adrenergik/noradrenergik , MAO terutama terdapat berlimpah pada mitokondria sel-sel

otak, hepar dan ginjal . Sedangkan COMT terdapat berlimpah pada sel-sel hepar dan

ginjal, tetapi tidak terdapat pada akhiran saraf.

Norepinefrin merupakan neurotransmiter utama pada neuron simpatik

pascaganglion, sedangkan epinefrin bukan merupakan neurotransmiter pada neuron

simpatik pascaganglion.

Pada sebagian kecil sel pada ganglia otonom dan tempat tertentu di otak,

sintesis katekolamin terhenti hanya sampai dopamin, yang kemudian akan disekresikan

sebagai neurotransmiter. Pelepasan dopamin akan ditanggapi oleh reseptor dopamin.

Terdapat sekurang-kurangnya dua jenis reseptor untuk dopamin. Reseptor D1 dapat

mengaktivasi adenilat siklase yang sensitif terhadap dopamin, sedangkan reseptor D2

tidak. Dopamin yang dilepaskan akan diambil kembali melalui mekanisme reuptake

aktif. Dopamin dapat diinaktivasi oleh monoamin oksidase dan katekol-O-

metiltransferase yang analog dengan inaktivasi norepinefrin.

Serotonin (5HT= 5 hydroxytryptamine) terdapat berlimpah di keping darah dan

saluran pencernaan. Pada dinding saluran terdapat sel-sel enterokromafin dan pleksus

myenterikus. Serotonin terdapat juga dalam jumlah yang lebih sedikit pada otak dan

retina.

Sistem koordinasi - 40

Page 41: Koordinasi Handout

Serotonin dibentuk di dalam tubuh dari hidroksilasi dan dekarboksilasi

triptofan. Peningkatan diet triptofan akan meningkatkan kandungan serotonin otak .

Setelah dilepas dari neuron serotonergik, serotonin akan diambil kembali dengan

transpor aktif. Inaktivasi serotonin dilakukan oleh MAO membentuk 5 HIAA (5-

hydroxyindoleaceticacid). 5HIAA merupakan metabolit serotonin utama yang

diekskresikan ke urin. Pada kelenjar pineal, serotonin diubah menjadi melatonin.

GABA ditemukan sebagai neurotransmiter sinapsis pada neuromuscular

junction inhibitori krustasea. Pada mamalia, GABA berperan dalam inhibisi prasinapsis

pada sumsum tulang belakang dan dalam terjadinya inhibisi pada otak dan retina.

GABA dibentuk dari proses dekarboksilasi asam glutamat, dengan bantuan

enzim GAD (glutamic decarboxylase), yang dapat diidentifikasi dengan teknik

imunositokimia. GABA dimetabolisme terutama melalui transaminase menjadi

succinic semialdehyde dan kemudian menjadi asam suksinat (siklus asam sitrat). Ensim

yang mengkatalisis transaminasi tersebut adalah GABA-T (GABA transaminase).

Kofaktor untuk GAD dan GABA-T adalah piridoksal fosfat (merupakan derivat

piridoksin /vitamin B kompleks). Proses dekarboksilasi merupakan proses yang

ireversibel , oleh karena itu defisiensi piridoksin berkaitan dengan timbulnya

hipereksitabilitas neural dan konvulsi.

GABA meningkatkan permeabilitas terhadap Cl-. Pengaruh GABA pada

permeabilitas Cl tersebut dipacu oleh benzodiazepin. Benzodiazepin ( contoh =

chlordiazepoxide/Librium, diazepam/valium, flurazepam/Dalmane) adalah obat anti

kelelahan, dan juga efektif sebagai relaksan otot, antikonvulsi, dan sedatif. Tapak

pengikatan khas untuk benzodiazepin dengan afinitas tinggi terdapat pada otak dan

sumsum tulang belakang.

Sistem koordinasi - 41

Page 42: Koordinasi Handout

Neuron tunggal di dalam sistem saraf pusat umumnya mempunyai beratus-ratus

sinapsis, sedangkan pada medula spinalis dapat beribu-ribu, padahal dalam sistem saraf

pusat terdapat sekitar 10.000.000.000 neuron. Meskipun amat kompleks, namun

hubungan antar neuron tidaklah acak : sangat spesifik dan membentuk dengan tepat

jalur-jalur fungsi khusus dalam sistem saraf pusat.

Meskipun terdapat berbagai jenis neurotransmiter, tetapi mekanisme kerja

neurotransmiter umumnya tergantung pada protein reseptor pada membran

pascasinapsis yang merupakan ligand-gated channels. Channel-channel tersebut dapat

mempunyai selektivitas yang berbeda. Channel tertentu dapat dilalui baik sodium

maupun potasium, tetapi yang lain sangat selektif, dan perubahan potensial membran

yang terjadi tergantung pada apakah keluarnya ion potasium dan masuknya ion sodium

melalui channel yang sesuai. Di otak, neurotransmiter yang sama dapat menimbulkan

pengaruh menghambat pada sinapsis tertentu dan memacu pada sinapsis yang lain.

2.4. Potensial Pascasinapsis

Akson dapat bersifat menghambat (“inhibitory”) atau memacu (“excitatory”).

Tidak ada perbedaan impuls yang dibawa baik oleh akson excitatory maupun

inhibitory, demikian pula dalam mekanisme timbulnya dan transmisi potensial aksi.

Pengaruh yang berlawanan disebabkan oleh berbedanya jenis neurotransmiter yang

dilepaskan oleh akhiran prasinapsis.

Impuls yang datang pada membran prasinapsis, akan ditransmisikan ke

membran pascasinapsis. Transmidi impuls mengakibatkan perubahan potensial

membran pascasinapsis. Potensial membran pascasinapsis tersebut disebut dengan PSP

(“postsynaptic potential”) atau potensial pascasinapsis (Gambar 16.).

Sistem koordinasi - 42

Page 43: Koordinasi Handout

Pada awalnya PSP muncul cepat dan kemudian menghilang dengan kecepatan

lebih lambat. PSP berbeda dengan potensial aksi dalam hal: (1) Amplitudonya lebih

pendek, dan (2) durasi lebih lama (kadang mencapai 10 hingga 100 kali durasi

potensial aksi). Keadaan tersebut mengakibatkan PSP tunggal jarang sekali cukup

untuk menimbulkan potensial aksi pada neuron pasca sinaps, dan lamanya durasi

memungkinkan terjadinya interaksi dengan PSP lain pada neuron yang sama.

Hasil kajian pada neuromuscular junction menunjukkan bahwa “kekuatan”

PSP tergantung pada banyaknya asetilkolin yang dilepaskan. Saat asetilkolin berikatan

dengan membran pascasinaps dan terakumulasi di celah sinaps, PSP akan berlangsung

sinambung. Terjadinya hidrolisis asetilkolin oleh asetilkolinesterase menyebabkan

menghilangnya PSP secara bertahap

Gambar 16. Potensial aksi yang datang pada membranprasinaps (a) akan ditransmisikan ke membran pascasinaps sebagai PSP (“postsynaptic potential”) (b) yang lebih lemah tetapi mempunyai durasi yang lebih panjang

Sistem koordinasi - 43

Page 44: Koordinasi Handout

Jika impuls kedua datang ke membran pascasinaps sedangkan PSP sebelumnya

belum “menghilang “ sepenuhnya, banyaknya neurotransmiter di celah sinaps menjadi

lebih banyak, dan PSP menjadi lebih besar. fenomena tersebut disebut dengan sumasi

impuls, dan karena sumasi tersebut merupakan sumasi yang disebabkan oleh waktu

datang impuls, maka disebut dengan sumasi temporal (“temporal summation”).

Jika banyak impuls datang pada membran pascasinaps pada laju tetap. Jumlah

total PSP berbanding langsung dengan frekuensi datangnya impuls. Jika frekuensi

ditingkatkan, PSP meningkat, dan kondisi tunak PSP baru terjadi saat laju hidrolisis

neurotransmiter sebanding dengan laju pelepasan neurotransmiter dari membran

prasinaps. Kekuatan PSP merupakan ekspresi langsung frekuensi impuls, dengan kata

lain PSP merupakan potensial yang dimodulasi frekuensi (“frequency modulated

potential”).

Serangkaian potensial aksi - masing-masing merupakan peristiwa all-or-none

dengan kekuatan konstan- dapat digunakan untuk membawa informasi tentang

perubahan sinyal. Sebagai contoh, Peningkatan kekuatan sinyal dari neuron sensorik

dikode dan ditransmisikan dalam akson neuron sensorik tersebut sebagai peningkatan

frekuensi potensial aksi; potensial aksi-potensial aksi tersebut kemudian ditransmisikan

sebagai PSP yang kekuatannya berbanding dengan kekuatan sinyal asal.

Pada permukaan neuron pascasinapsis dapat pula ditemukan banyak sekali

sinapsis lain. PSP pada sinapsis yang satu tidak terbatas pada sinapsis yang

bersangkutan, tetapi menyebar dengan kekuatan yang semakin kecil jika jarak semakin

jauh. Adanya penyebaran tersebut mengakibatkan membran di dekat sinapsis tersebut

mengalami sedikit perubahan potensial. Jika ada impuls yang kemudian datang pada

sinapsis lain tetapi masih dalam area tempat menyebarnya PSP terdahulu, akan

Sistem koordinasi - 44

Page 45: Koordinasi Handout

menyebabkan terjadinya sumasi. Sumasi yang demikian disebut dengan sumasi spatial

(“spatial summation”).

Jika banyak impuls datang pada banyak sinapsis pada suatu neuron, sumasi

temporal dan spatial yang terjadi akan membuat PSP menjadi cukup besar untuk

menyebabkan penyebaran pasif mencapai dan menyebabkan depolarisasi pada “axon

hillock”, sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi.

PSP dapat meningkatkan atau menurunkan potensial membran. Jika potensial

membran pascasinapsis sedikit menurun, atau terdepolarisasi oleh PSP, maka

perubahan tersebut akan mengarah ke terbentuknya potensial aksi. PSP demikian

disebut dengan PSP pemacu (“excitatory PSP =EPSP”). Jika PSP menyebabkan

peningkatan potensial membran, atau hiperpolarisasi, pengaruhnya akan berlawanan

dengan arah (menghambat) pembentukan potensial aksi. PSP demikian disebut sebagai

PSP penghambat (“inhibitory PSP = IPSP”).

Meskipun dikenal banyak jenis neurotransmiter, tetapi diyakini sebelumnya

bahwa terminal prasinapsis tertentu hanya akan melepas satu jenis neurotransmiter saja

(dogma “one neuron-one messenger”). Pada neuromuscular junction Vertebrata,

neurotransmiter yang dihasilkan adalah asetilkolin. Tetapi pada kenyataannya- baik

pada sistem saraf pusat maupun sistem saraf tepi- ditemukan neuron yang mengandung

lebih dari satu neurotransmiter. Dengan kenyataan tersebut dimungkinkan satu neuron

dapat berperan baik sebagai excitatory maupun inhibitory. Synaptosomes (salah satu

jenis saraf pada otak tikus) mengandung neurotransmiter pemacu dan penghambat.

Interaksi antara impuls penghambat dan pemacu dapat diamati pada Gambar 17.

Sistem koordinasi - 45

Page 46: Koordinasi Handout

Gambar 17. Grafik yang menunjukkan interaksi antara EPSP dan IPSP.

EPSP menyebabkan depolarisasi parsial pada embran pascasinapsis, dan jika

depolarisasi mencapai nilai ambang, akan timbul potensial aksi. Jika IPSP juga datang,

sumasi dua muatan berlawanan menyebabkan nilai ambang tidak tercapai, sehingga

tidak timbul potensial aksi.

Terjadi tidaknya suatu aksi potensial tergantung pada impuls-impuls yang

diterima neuron dari berbagai sinapsis dan waktu datangnya impuls-impuls tersebut.

EPSP -EPSP akan mengubah impuls yang datang ke arah depolarisasi, sedangkan IPSP

ke arah hiperpolarisasi. Perbedaan tanggapan neuron tertentu terhadap berbagai

informasi yang datang, tergantung pada informasi yang sudah diterima dan yang

sedang diterima dari sumber lain. Jika neuron dalam keadaan terdepolarisasi sebagian,

dan saat itu impuls yang bersifat excitatory datang (EPSP), memungkinkan terjadinya

potensial aksi, meskipun EPSP tersebut secara tunggal tidak akan mampu

menimbulkan potensial aksi.

Sistem koordinasi - 46

Page 47: Koordinasi Handout

Gambar 18. Impuls pada akson penghambat (“inhibitory”) dapat berpengaruh langsung pada neuron melalui membran pascasinapsis, atau pada membran prasinapsis pemacu (“excitatory”)

Dengan mekanisme tersebut, neuron tunggal dapat membawa integrasi dari

berbagai informasi yang diterima dari berbagai sumber. Meskipun sinapsis merupakan

“one-way valve”, integrasi dan komputasi dari sinapsis inhibitory dan excitatory, yang

dikombinasikan dengan sumasi spatial dan temporal membuat neuron tunggal mampu

berperan sebagai perangkat proses komputasi dalam sistem saraf.

Proses penting lain -yang terjadi pada neuron- adalah inhibisi prasinapsis

(“presynaptic inhibition”). Inhibisi tersebut terjadi saat serabut saraf penghambat

berhubungan langsung dengan terminal knob serabut excitatory (Gambar 18).

Impuls pada akson inhibitory akan menyebabkan hiperpolarisasi pada terminal

knob akson excitatory. Sebagai akibatnya neurotransmiter yang dilepaskan jika ada

impuls datang pada akson excitatory, lebih sedikit, sehingga menurunkan PSP.

Penurunan PSP pada terminal knob akson excitatory disebut dengan “presynaptic

inhibition

Inhibisi prasinapsis amat sangat selektif, karena hanya mempengaruhi sinyal

yang datang pada sinapsis tertentu, sedangkan inhibisi pascasinapsis menghambat

Sistem koordinasi - 47

Page 48: Koordinasi Handout

semua EPSP yang datang pada neuron (inhibisi nonselektif). Spesifitas dan

kompleksitas integrasi tingkat neuron lebih ditingkatkan oleh adanya inhibisi

prasinapsis.

Sistem koordinasi - 48

Page 49: Koordinasi Handout

SISTEM HORMON 3|

Sistem hormon (endokrin) dan saraf dahulu dianggap sebagai pengatur

fisiologi yang terpisah. Tetapi pandangan tersebut berubah setelah ditemukannya

neuron-neuron termodifikasi yang dapat mensekresi hormon. Beberapa di antara

neuron-neuron tersebut menunjukkan mekanisme pengaturan terhadap kelenjar-

kelenjar khusus yang menghasilkan hormon. Sekresi neuron-neuron termodifikasi

tersebut dipengaruhi neuron-neuron “biasa”, dan banyak kelenjar penghasil hormon

(kelenjar endokrin) yang secara langsung diinervasi oleh neuron yang mempengaruhi

aktivitas sekretorinya.

Sistem endokrin Vertebrata melibatkan kelenjar endokrin yang mensintesis dan

melepaskan duta kimia khas ke dalam darah (“the blood spesific chemical messenger”)

yang disebut hormon. Hormon diangkut melalui darah ke jaringan sasaran khas tempat

hormon menyebabkan perubahan aktivitas sel penyusun jaringan tersebut. Karena suatu

hormon hanya mempengaruhi sasaran tertentu, maka sasaran harus dapat menerima

sinyal tersebut, berarti sasaran harus mempunyai reseptor khas agar dapat merespon

sinyal. Organ lain yang bukan sasaran dan dipapar oleh hormon yang sama dengan

kadar yang sama harus tidak mampu merespon, dalam arti harus tidak mempunyai

reseptor yang mampu merespon keberadaan hormon.

3.1. Sifat Kimia Hormon Vertebrata

Terdapat banyak jenis hormon Vertebrata dengan banyak pola aksi, tetapi

berdasar struktur dan sifat kimianya, hormon-hormon Vertebrata dapat dikelompokkan

menjadi 3 , yaitu kelompok hormon steroid, hormon peptida dan protein, dan hormon

Sistem koordinasi - 49

Page 50: Koordinasi Handout

yang berasal dari tirosin (Tabel 5.). Struktur dan sifat kimia hormon menentukan pola

aksi hormon terhadap sel sasaran.

Hormon steroid berasal dari kolesterol, dengan struktur dasar 3 cincin karbon

(tersusun atas 6 atom karbon) dan satu cincin karbon yang tersusun dari 5 atom karbon

(Gambar 19). Perbedaan struktur kimia sedikit saja akan mengakibatkan perbedaan

efek fisiologi yang besar. Sebagai contohnya adalah sedikit perbedaan struktur kimia

pada estradiol dan testosteron (Gambar 19) mengakibatkan dua jenis hormon steroid

tersebut mempunyai pengaruh yang berlawanan.

Hormon-hormon yag tergolong dalam kelompok ini adalah hormon androgen,

estrogen, progesteron, dan kortikosteroid. Hormon-hormon yang termasuk ke dalam

kelompok hormon peptida dan protein dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Klasifikasi hormon Vertebrata berdasar struktur dan sifat kimia.

LARUT LEMAK

Hormon steroidTestosteronEstrogenProgesteronKortikosteroidVitamin D3

LARUT AIR

Hormon peptida dan proteinPeptida

Hormon-hormon hipotalamusAngiotensinSomatostatinGastrinSekretinGlukagonKalsitoninInsulin

3-14 asam amino8 asam amino14 asam amino17 asam amino27 asam amino29 asam amino32 asam amino51 asam amino

Sistem koordinasi - 50

Page 51: Koordinasi Handout

Parathormon

Protein berberat molekul besarGrowth hormone (GH)ProlaktinLuteinizing hormone (LH)Follicle Stimulating Hormone (FSH)Thyrotropic Hormone

Hormon yang berasal dari tirosinKatekolamin

NoradrenalinAdrenalin

Hormon-hormon tiroidTiroksinTriiodotironin

84 asam amino

Gambar 19. Struktur kolesterol, dan dua jenis hormon steroid (estradiol dan testosteron)

.

Beberapa jenis hormon hipotalamus mempengaruhi pelepasan/sekresi hormon

lain yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin tertentu. Hormon hipotalamus dengan aksi

memacu pelepasan hormon lain disebut sebagai “releasing hormone”, sedangkan

sebaliknya “release-inhibiting hormone”. Hormon-hormon hipotalamus merupakan

peptida dengan jumlah asam amino penyusun sekitar 3-14 asam amino. Thyrotropin

releasing hormone (TRH) tersusun hanya dari 3 asam amino, growth hormone

releasing hormone (GH-RH) tersusun atas 10 asam amino, dan growth hormone

release-inhibiting hormone (GH-RIH) tersusun atas 14 asam amino.

Sistem koordinasi - 51

Page 52: Koordinasi Handout

Hormon utama yang berasal dari adenohipofisis merupakan protein yang

mengandung beberapa ratus asam amino. Growth hormone manusia, sebagai contoh

mengandung 191 asam amino dan mempunyai berat molekul sekitar 22.000. Beberapa

merupakan glikoprotein yang selain mengandung rantai peptida juga mengandung

komponen karbohidrat. Sebagaimana protein, ukurannya tak terlalu besar, beberapa

jjenis berberat molekul sekitar 30.000, tetapi seringkali sulit mengatakan apakah

komponen aktif yang diisolasi dari kelenjar identik dengan hormon fungsional pada

organisme hidup.

Hormon-hormon yang berasal dari tirosin, misalnya dua jenis katekolamin yang

dikenal yaitu noradrenalin dan adrenalin, berbeda gugus metilnya (-CH3). Adrenalin

mengandung gugus metil sedangkan noradrenalin tidak. Tirosin juga merupakan bahan

baku pembuatan hormon tiroid (T3 dan T4). Hormon tiroid bukan katekolamin, tetapi

membentuk kelompok tersendiri. Hormon tiroid dibentuk dari tirosin dengan jalan

mengkondensasi 2 cincin C6. Hormon aktif setelah terjadi iodinasi.

3.2. Pengaturan Fungsi Endokrin Oleh Otak

Organ-organ endokrin secara konstan berinteraksi dengan sistem saraf pusat.

Otak mempengaruhi dan mengendalikan fungsi-fungsi endokrin baik secara langsung

maupun tak langsung.

Hormon-hormon berpengaruh besar terhadap funsi sistem saraf pusat. Sebagai

contoh, anjing betina yang sedang birahi menerima perilaku kawin anjing jantan meski

pada saat lain sinyal yang sama menimbulkan perilaku antagonis. Kenyataannya bahwa

sinyal yang sama yang dapat mengakibatkan perilaku berbeda tergantung pada

pengaruh hormonal yang dapat ditiru dengan menginjeksikan hormon yang sesuai.

Sistem koordinasi - 52

Page 53: Koordinasi Handout

3.3. Sistem Kontrol Hipotalamus

Hipotalamus terletak pada dasar otak, berdekatan dengan hipofisis (kelenjar

pituitari), jadi terletak posterior chiasma optici.

Hipotalamus merupakan tempat pengatur beberapa fungsi saraf, termasuk

pengaturan temperatur tubuh dan pengaturan intake minum dan makanan.

Pengendalian suhu tubuh merupakan sistem feedback. perannya dalam pengaturan

intake makanan dapat ditunjukkan dengan merusak bagian tertentu hipotalamus dengan

stimulasi elektrik. Jika perusakan pada lokasi yang tepat, hewan akan makan dalam

jumlah yang sangat besar dan tumbuh gemuk abnormal.

Pengaturan intake air, dapat ditunjukkan dengan cara serupa. Stimulasi elektrik

atau injeksi larutan garam pekat ke area tertentu di hipotalamus, akan menyebabkan

hewan minum berlebihan. Dengan cara tersebut, biri-biri akan minum terus secara

berlebih, hanya dalam hitungan menit, 40% berat badannya adalah air.

Hipotalamus merupakan bagian penting dalam pengendalian endokrin karena

hipotalamus mengendalikan fungsi-fungsi hipofisis yang disebut sebagai master gland

dari sistem endokrin. Pengendalian ini diperantarai oleh neurohipofisis melalui

pembuluh darah khusus yang dikenal dengan sirkulasi portal.

Neurohipofisis mengandung dua jenis hormon yaitu vasopressin (yang

berperan dalam reabsorbsi air di ginjal dan diperlukan dalam pemekatan urin ) dan

oksitosin (menyebabkan kontraksi otot polos uterus menjelang melahirkan). Anti

diuretic hormon mamalia identik dengan vasopresin (disebut sebagai vasopresin karena

injeksi dalam jumlah besar mengakibatkan peningkatan nyata pada tekanan darah

akibat konstriksi arteriol).

Sistem koordinasi - 53

Page 54: Koordinasi Handout

Vasopresin dan oksitosin merupakan oktapeptida. Keduanya dibentuk dalam sel

saraf di dekat hipotalamus, dan ditranspor sepanjang akson menuju ke akhiran saraf di

neurohipofisis, dari neurohipofisis kemudian dilepaskan ke darah. Dengan demikian

neurohipofisis hanya berperan sebagai penyimpan dan pelepas hormon (organ

neurohemal) karena hormon yang disekresikannya ternyata dihasilkan oleh bagian otak

yang lain.

Adenohipofisis, sebaliknya, menghasilkan hormon dan pelepasnan hormon-

hormon tersebut ke darah diatur oleh hipotalamus melalui hormon yang dihasilkan oleh

hipotalamus. Hormon tersebut dapat mencapai hipofisis melalui sirkulasi portal. saat

ini diketahui ada 10 hormon pengatur yang dihasilkan oleh hipotalamus yang terlibat

dalam sistem pengendalian hipofisis. Tiga hormon adenohipofisis (GH, prolaktin/ P,

dan melanocyte stimulating hormon/MSH) dikendalikan hipotalamus secara dual, satu

inhibisi dan satunya lagi stimulasi. Dengan demikian pelepasan ketiga jenis hormon

tersebut tidak diatur dengan sistem feedback sederhana, meskipun tidak diragukan lagi

bahwa sinyal feedback terlibat dalam pengaturan tersebut.

Tabel 6. Hormon-hormon hipotalamus yang mengendalikan pelepasan/ sekresi hormon-hormon hipofisis

Hormon

Growth hormone releasing hormone

Growth hormone release-inhibiting hormone

Prolactin releasing hormone

Prolactin release-inhibitinghormone

Melanocyte-stimulating hormone

Melanocyte-stimulating hormone release-inhibiting hormone

Corticotropin (ACTH) releasing hormone

GH-RH

GH-RIH

P-RH

P-RIH

MSH

MSH-RIH

C-RH

Sistem koordinasi - 54

Page 55: Koordinasi Handout

Thyrotropin releasing hormone

Luteinizing hormone releasing hormone

Follicle-stimulating hormone releasing hormone

TRH

LH-RH

FSH-RH

Pelepasan empat hormon yang lain nampaknya tergantung pada sistem feedback

negatif. Corticotropin (ACTH), TSH, LH, dan FSH mempunyai organ target korteks

adrenal, tiroid, dan gonad. Kelenjar-kelenjar tersebut saat distimulasi melepaskan

hormon yang sesuai ke dalam darah. Keberadaan hormon di dalam darah sebaliknya

menghambat ,dengan feedback negatif, sekresi hormon-hormon tropik. Bukti-bukti

menunjukkan bahwa inhibisi terjjadi pada tingkat hipotalamus (kecuali tiroksin yang

kemungkinan mempunyai lengkung feedback lebih pendek melalui adenohipofisis).

Peran utama hipotalamus pada pengaturan endokrin menimbulkan pertanyaan

bagaimana organ penting tersebut dikendalikan. Hubungan hipotalamus dengan

berbagai lokasi di otak melalui saraf memungkinkan pengendalian oleh berbagai

lingkungan, juga faktor-faktor emosi, siklus terang gelap, musim, dan sebagainya.

Dengan demikian jjelas bahwa sistem endokrin secara keseluruhan ada di bawah

kendali saraf, melalui peran hipotalamus.

3.4. Efek “cascade”

Pengendalian fungsi-fungsi metabolik oleh sistem endokrin dapat menyebabkan

terjadinya “cascade”, atau amplifikasi tahap-demi tahap (“step by step amplification”)

yang memungkinkan pengendalian suatu proses akhir dengan hanya memerlukan

sangat sedikit hormon untuk mengawali proses.

Sebagai contoh, untuk proses akhir deposisi glikogen pada hepar, diperlukan sejumlah

kecil C-RH (0,1 ug) yang dilepaskan oleh hipotalamus. pelepasan C-RH

Sistem koordinasi - 55

Page 56: Koordinasi Handout

mengakibatkan rangkaian peristiwa dengan tahap akhir pembentukan 5.600 ug

glikogen di hepar.

Gambar 20. Amplifikasi biologi pada sistem endokrin. Pelepasan hormon hipotalamus dalam jumlah sangat sedikit akan mengakibatkan deposisi glikogen dengan total amplifikasi 56.000 kali

3.5. Interaksi hormon dengan sel target

Suatu hormon hanya dapat menampakkan aksinya pada sel target jika sel

tersebut mempunyai reseptor yang sesuai, dan sel lain-yang bukan merupakan sel

target- harus tidak mempunyai reseptor tersebut.

Dalam kaitannya dengan sel target, hormon dapat dikelompokkan menjadi (1)

katekolamin dan hormon peptida, yang beraksi melalui reseptor pada permukaan sel,

dan (2) steroid dan hormon tiroid, yang mampu melakukan penetrasi ke dalam sel dan

menampakkan efeknya langsung pada inti sel dan mekanisme sintesis protein selular.

Sistem koordinasi - 56

Page 57: Koordinasi Handout

Gambar 21. Pelepasan glukosa dari hepatosit yang diinduksi oleh adrenalin

Hasil pengamatan aksi adrenalin pada hepatosit menunjukkan bahwa adrenalin

menyebabkan terjadinya konversi glikogen menjjadi glukosa dengan jalan

mengendalikan pembentukan c-AMP. Proses tersebut tergantung serangkaian enzim,

yang salah satunya adalah fosforilase yang merupakan “rate limiting step” proses

(gambar 21). Enzim aktif, fosforilase a dibentuk dari prekursor, fosforilase b melalui

aksi suatu fosforilase kinase dan ATP pada fosforilase a. Proses secara keseluruhan

hanya diawali dari terikatnya adrenalin pada reseptornya pada membran sel. Ikatan

adrenalin-reseptor mengakibatkan pelepasan enzim adenilat siklase yang kemudian

akan megkatalisis pembentukan cAMP dari ATP.

Sistem koordinasi - 57

Page 58: Koordinasi Handout

AMP siklik (C-AMP) disebut sevagai “second messenger’ pada proses aksi

hormon, sedangkan hormonnya disebut sebagai “first messenger” CAMP dan adenilat

siklase ditemukan pada beberapa jenis jaringan Vertebrata dan Avertebrata, dan

ditemukan pula pada sel bakteria. Peristiwa awal aksi hormon melalui c-AMP selalu

melibatkan pelepasan adenilat siklase dari tapak pengikatan hormon di membran sel.

Fungsi sel dapat juga dimodulasi oleh mekanisme aktivasi reseptor yang tidak

melibatkan c-AMP. Proses tersebut salah satunya tergantung pada pembentukan

inositol trifosfat dan mobilisasi ion kalsium dari pool kalsium intraselular. Pada sistem

ini ion kalsium dan fosfoinositol berperan sebagai “second messenger”.

Hormon steroid, termasuk hormon seks betina dan jjantan, dan hormon yang

disekresikan korteks adrenal, beraksi melalui mekanisme yang berbeda. Estradiol

terikat pada reseptor di uterus, testosteron pada prostat, progesteron pada oviduct

burung, dan sebagainya. Pada permukaan sel, hormon-hormon tersebut membentuk

kompleks dengan dengan proein reseptor dan dengan cepat menuju ke nukleus,

menstimulasi/ menginduksi ekspresi gen.

Hormon steroid yang disekresikan gonad tikus yang baru lahir dapat dirunut

hingga ke sel target di area tertentu di otak, Hormon berinteraksi dengan reseptor

spesifik dan menginduksi perkembangan jaringan saraf. Jaringan saraf yang diinduksi

perkembangannya tersebut, akan menjadi pengendali apakah individu dewasa

menunjukkan perilaku jantan atau betina. Diferensiasi seksual pada jaringan saraf

menentukan terjadinya aktivasi pada jenis perlaku tertentu dan supresi bagi perilaku

yang lain. Selama perkembangan fungsi sistem saraf pusat dimodulasi hormon dan

seperti kita ketahui sistem saraf pusat yang kemudian menjadi pengatur utama fungsi-

fungsi endokrin tubuh.

Sistem koordinasi - 58

Page 59: Koordinasi Handout

---------dwn - 2002------

Sistem koordinasi - 59