tekinik pelabuhan edit (2).pdf
TRANSCRIPT
BAB I
PELAYARAN
1.1. Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan berciri
nusantara yang disatukan oleh wilayah perairan sangat luas dengan batas-batas,
hak-hak, dan kedaulatan yang ditetapkan dalam undang-undang (Konsideran
Menimbang a UU No. 17/2008). Dalam upaya mencapai tujuan nasional berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional
diperlukan sistem transportasi nasional untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,
pengembangan wilayah, dan memperkukuh kedaulatan negara (Konsideran
Menimbang b UU No. 17/2008). Pelayaran yang terdiri dari atas angkutan di
perairan, kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan perlindungan
lingkungan maritim, merupakan bagian dari sistem tranportasi nasional yang harus
dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan sistem transportasi yang
efektif dan efisien, serta membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap
dan dinamis (Konsideran Menimbang c UU No. 17/2008).
Adapun Pelayaran diselenggarakan mempunyai tujuan : memperlancar arus
perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan
melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan
perekonomian nasional; membina jiwa kebaharian; menjunjung kedaulatan negara;
menciptakan daya saing dengan mengembangkan industri angkutan nasional;
menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan
nasional; memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan
Wawasan Nusantara; dan meningkatkan ketahanan nasional (Pasal 3 UU No.
17/2008).
1.2. Angkutan di Perairan
Angkutan di Perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan
penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal (Pasal 1 ayat 3 UU No.
17/2008). Adapun jenis angkutan di perairan terdiri atas : angkutan laut, angkutan
sungai dan danau; dan angkutan penyeberangan (Pasal 6 UU No. 17/2008).
1.2.1. Angkutan laut
Angkutan laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani
kegiatan angkutan laut (Pasal 1.12 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
Adapun angkutan laut terdiri dari atas : angkutan laut dalam negeri, angkutan
laut luar negeri, angkutan laut khusus dan angkutan laut pelayaran-rakyat (Pasal 7
UU No. 17/2008). Angkutan laut berperan penting dalam dunia perdagangan
internasional maupun domestik. Angkutan laut juga membuka akses dan
menghubungkan wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun yang masih
terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state), Indonesia memang amat
membutuhkan angkutan laut, karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang
dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis
karena berada di persilangan rute perdagangan dunia.
a. Angkutan Dalam Negeri
Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut
nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh Awak
Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Kapal Asing dilarang mengangkut
penumpang dan/atau barang antar pulau atau antar pelabuhan di wilayah perairan
Indonesia (Pasal 8 UU No. 17/2008). Angkutan laut dalam negeri disusun dan
dilaksanakan secara terpadu, baik intra maupun antarmoda yang merupakan satu
kesatuan sistem transportasi nasional dengan trayek tetap dan teratur (liner) serta
dapat dilengkapi dengan trayek tidak tetap dan tidak teratur (tramper). Kegiatan yang
melayani trayek tetap dan teratur dilakukan dalam jaringan trayek dengan
memperhatikan : pengembangan pusat industri, perdagangan, dan pariwisata;
pengembangan wilayah dan/atau daerah; rencana umum tata ruang; keterpaduan
intra dan antarmoda transportasi; dan perwujudan Wawasan Nusantara. Penyusunan
jaringan trayek tetap dan teratur dimaksud dilakukan bersama oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan asosiasi perusahaan angkutan laut nasional dengan
memperhatikan masukan asosiasi pengguna jasa angkutan laut (UU No. 17/2008
pasal 9 ayat 5). Pengoperasian kapal pada jaringan trayek tetap dan teratur
dilakukan oleh perusahaan angkutan nasional dengan mempertimbangkan : kelaikan
kapal; menggunakan kapal bendera Indonesia dan diawaki oleh warga negara
Indonesia; keseimbangan permintaan dan tersedianya ruangan; dan kondisi alur dan
fasilitas pelbuhan yang disinggahi; dan tipe dan ukuran kapal sesuai dengan
kebutuhan (Pasal 9 ayat 7 UU No. 17/2008).
b. Angkutan Luar Negeri
Kegiatan angkutan laut dari dan ke luar negeri dilakukan oleh perusahaan
angkutan laut nasional dan/atau perusahaan angkutan laut asing dengan
menggunakan kapal berbendera Indonesian dan/atau kapal asing. Hal ini
dilaksanakan agar perusahaan angkutan laut nasional memperoleh pangsa muatan
yang wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kegiatan
angkutan laut dari dan ke luar negeri yang termasuk angkutan lintas batas dapat
dilakukan dengan trayek tetap dan teratur serta trayek tidak tetap dan tidak teratur.
Perusahaan angkutan laut asing hanya dapat melakukan kegiatan angkutan laut ke
dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan wajib
menunjuk perusahaan nasional sebagai agen umum. Perusahaan angkutan laut
asing yang melakukan kegiatan angkutan angkutan laut ke dan dari pelabuhan
Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan
dapat menunjuk perwakilannya di Indonesia (Pasal 11 UU No. 17/2008).
c. Angkutan Laut Khusus
Kegiatan angkutan laut khusus dilakukan oleh badan usaha untuk menunjang
usaha pokok untuk kepentingan sendiri dengan menggunakan kapal berbendera
Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan dan diawaki oleh Awak Kapal
berkewarganegaraan Indonesia yang mendapat izin operasi dari Pemerintah serta
diselenggarakan dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang laik laut
dengan kondisi dan persyaratan kapal sesuai dengan jenis kegiatan usaha pokoknya
(Pasal 13 ayat 1-3).
Kegiatan angkutan laut khusus dilarang mengangkut muatan atau barang milik
pihak lain dan/atau mengangkut muatan atau barang umum kecuali dalam hal tidak
tersedianya kapal dan belum adanya perusahaan angkutan yang mampu melayani
sebagian atau seluruh permintaan jasa angkutan yang ada (Pasal 13 ayat 4 – 5 UU
No. 17/2008).
Pelaksana kegiatan angkutan laut asing yang melakukan kegiatan angkutan
khusus ke pelabuhan Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri wajib
menunjuk perusahaan angkutan laut nasional atau pelaksana kegiatan angkutan laut
khusus sebagai agen umum (Pasal 13 ayat 6 UU No, 17/2008).
Sedangkan pelaksana kegiatan angkutan laut khusus hanya dapat menjadi
agen bagi kapal yang melakukan kegiatan yang sejenis dengan usaha pokoknya
(Pasala 13 ayat 7 UU No. 17/2008).
d. Angkutan Laut Pelayaran-Rakyat
Angkutan laut pelayaran-rakyat sebagai usaha masyarakat yang bersifat
tradisional dan merupakan bagian dari usaha angkutan di perairan mempunyai
peranan yang penting dan karakteristik tersendiri. Kegiatan angkutan laut-rakyat
dilakukan oleh perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dengan
menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyratan kelaiklautan
kapal serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia (Pasal 15 ayat
1 -2 UU No. 17/2008).
Adapun tujuan pengembangan angkutan laut pelayaran-rakyat dilaksanakan
untuk
a. Meningkatkan pelayanan ke daerah pedalaman dan/atau perairan yang memiliki alur dengan kedalaman terbatas termasuk sungai dan danau;
b. Meningkatkan kemampuannya sebagai lapangan usaha angkutan laut nasional dan lapangan kerja; dan
c. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia dan kewiraswastaan dalam bidang usaha angkutan laut nasional (Pasal 16 ayat 2 UU RI No. 17/2008).
Armada angkutan laut pelayaran-rakyat dapat dioperasikan di dalam negeri
dan lintas batas, baik dengan trayek tetap dan teratur maupun trayek tidak tetap dan
teratur (Pasal 16 ayat 3 UU RI No. 17/2008).
1.2.2. Angkutan Sungai dan Danau
Angkutan sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan
kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk
mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan
angkutan sungai dan danau (Pasal 1.14 Peraturan Pemerintah No. 61/2009)
Kegiatan angkutan sungai dan danau di dalam negeri dilakukan oleh orang
perseorangan warga negara Indonesia atau badadan usaha dengan menggunakan
kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyratan kelaiklautan kapal serta
diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia (Pasal 18 ayat 1 UU RI No.
17/2008).
Kegiatan angkutan sungai dan danau antara Negara RI dan negara tetangga
dilakukan berdasarkan perjanjian antara Pemerintah RI dan pemeritah negara
tetangga yang bersangkutan. Angkutan dimaksud hanya dapat dilakukan oleh kapal
berbendera Indonesia dan/atau kapal berbendera negara yang bersangkutan (Pasal
18 ayat 2-3 UU RI No. 17/2008). Kegiatan angkutan sungai dan danau disusun dan
dilakukan dengan secara terpadu dengan memperhatikan intra-dan antarmoda yang
merupakan satu kesatuan sistem transportasi nasional dan dapat dilaksanakan
dengan menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek tidak tetap dan tidak
teratur. Kegiatan angkutan ini juga dilarang dilakukan di laut kecuali mendapat izin
dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal (Pasal 18
ayat 4 – 6 UU RI No. 17/2008).
1.2.3. Angkutan Penyeberangan
Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai
jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang
dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan serta
muatannya dan dilaksanakan dengan menggunakan trayek tetap dan teratur (Pasal
22 ayat 1 dan 3 UU RI No. 17/2008).
Kegiatan angkutan penyeberangan di dalam negeri dilakukan oleh badan
usaha dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi
persyaratan kelaiklautan kapal serta diawaki oleh Awak kapal berkewarganegaraan
Indonesia. Kegiatan angkutan penyeberangan antara Negara RI dan negara
tetangga dilakukan berdasarkan perjanjian antara Pemerintah RI dan pemerintah
negara yang bersangkutan, dan hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera
Indonesia dan/atau kapal berbendera negara yang bersangkutan (Pasal 21 UU RI
ayat 1 – 3 No. 17/2008).
Penetapan lintas angkutan penyeberangan dilakukan dengan
mempertimbangkan :
a. pengembangan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan;
b. fungsi sebagai jembatan; c. hubungan antara dua pelabuhan, antara pelabuhan dan terminal, dan antara dua terminal penyeberangan dengan jarak tertentu;
d. tidak mengangkut barang yang diturunkan dari kendaraan pengangkutnya; e. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan f. jaringan trayek angkutan laut sehingga dapat mencapai optimalisasi keterpaduan
angkutan antar-dan intramoda. (Pasal 22 ayat 2 UU-RI No. 17/2008)
1.3. Angkutan di Perairan Daerah masih Tertinggal dan/atau Wilayah
Terpencil
Angkutan di perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil wajib
dilaksanakan oleh pemerintah daerah, yang dilaksanakan dengan pelayaran perintis
dan penugasan. Biaya angkutan pelayaran perintis disediakan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah. Sedangkan penugasan diberikan kepada perusahaan
angkutan nasional dengan mendapatkan kompensasi dari Pemerintah dan/atau
pemerintah daerah sebesar selisih antara biaya produksi dan tarif yang ditetapkan
oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sebagai kewajiban pelayanan publik
(Pasal 24 ayat 1 – 4 UU-RI No. 17/2008).
Pelayaran perintis dan penugasan dilaksanakan secara terpadu dengan
sektor lain berdasarkan pendekatan pembangunan wilayah serta pelaksanaan
angkutan perairan untuk daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil
dievaluasi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah setiap tahun (Pasal 24 ayat
5- 6 UU-RI No. 17/2008).
Pelayaran perintis di atas dapat dilakukan dengan cara kontrak jangka
panjang dengan perusahaan angkutan di perairan menggunakan kapal berbendera
Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal yang diawaki oleh
warganegara Indonesia (Pasal 25 UU-RI No. 17/2008).
BAB II
TATANAN KEPELABUHANAN NASIONAL
.
2.1. Umum
Tatanan Kepelabuhan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan
pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan
mempunyai daya saing glpbal untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah
ayng ber-Wawasan Nusantara. (Pasal 3 ayat 1 PP No. 61/2009). Tatanan
Kepelabuhan Nasional di atas merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional
yang menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi,
geografi, dan keunggulan komperatif wilayah serta kondisi alam. Tatanan
Kepelabuhanan Nasional tersebut memuat : peran, fungsi, jenis, dan hierarki
pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan (Pasal 1 - 3
ayat 1 PP No. 61/2009).
Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran
memiliki peranan yang sangat penting dan starategis sehingga penyelenggaraannya
dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka
menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan nasional, dan
memperkukuh ketahanan nasional. Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh
Pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Aspek
pengaturan mencakup perumusan dan penentuan kebijakan umum maupun teknis
operasional. Aspek pengendalian mencakup pemberian pengarahan bimbingan
dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan
dilakukan terhadap penyelenggaraan kepelabuhanan. Pembinaan kepelabuhanan
dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang ditujukan
untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan pelayaran
dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian hukum dan kepastian
usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di pelabuhan, mengakomodasi
teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing dengan
tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum. (Penjelasan Umum PP No.
61/2009).
Peran pelabuhan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi maupun mobilitas
sosial dan perdagangan di wilayah Republik Indonesia sangat besar. Oleh karenanya
pelabuhan menjadi faktor penting bagi pemerintah dalam menjalankan roda
perekonomian negara. Secara garis besar, kegiatan pelayaran dapat dibedakan
menjadi dua,yaitu pelayaran niaga dan pelayaran bukan niaga.
Pelayaran niaga adalah usaha pengangkutan barang terutama barang
dagangan melalui laut antar tempat/pelabuhan. Pelayaran bukan niaga meliputi
pelayaran kapal patroli,survey kelautan dan sebagainya. Kapal sebagai sarana
pelayaran mempunyai peran penting dalam sistem angkutan laut. Pelabuhan dahulu
hanya merupakan suatu tepian dari lautan yang sangat luas di mana kapal-kapal dan
perahu-perahu bersandar dan membuang jangkar untuk melakukan pekerjaan
membongkar dan memuat barang-barang, serta pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan sosial ekonomi, pelabuhan yang pada jaman dahulu
sederhana berkembang menjadi suatu daerah atau lingkungan yang cukup luas yang
perlu perhatian dari pemerintah dimana pelabuhan itu berada.
Pelabuhan yang telah dikelola terdapat berbagai fasilitas yang diperlukan
guna menyelenggarakan pemuatan dan pembongkaran barang dari dan ke kapal
sesuai dengan bentuk atau desain kapal untuk pelayanan kegiatan embarkasi dan
debarkasi penumpang, barang dan hewan. Perkembangan sosial ekonomi menuntut
dibangunnya konstruksi pelabuhan yang berkembang pula. Misal untuk perdagangan
sandang pangan hasil produksi suatu daerah, maupun untuk keperluan yang spesifik
sifatnya. Kapal yang semula sederhana dan berukuran kecil, meningkat menjadi
kapal berukuran besar dengan teknologi moderen. Bahkan kemudian berkembang
pula kapal-kapal khusus, seperti kapal barang yang bisa berupa kapal barang umum
(general cargo ship), kapal barang curah, kapal peti kemas, kapal pengangkut gas
alam cair (LNG tanker), kapal penumpang, kapal ferry, kapal ikan, kapal keruk, kapal
perang dan lain sebagainya.
2.2. Peran, Fungsi, Jenis dan Hierarki Pelabuhan
Dalam bahasa Indonesia dikenal dua istilah yang berhubungan dengan arti
pelabuhan yaitu : bandar dan pelabuhan.
Bandar (harbour) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang
dan angin untuk berlabuhnya kapal-kapal. Suatu estuari atau muara sungai dengan
kedalaman air yang memadai dan cukup terlindung untuk kapal-kapal, telah
memenuhi kondisi sebagai suatu bandar.
Pelabuhan (port) adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun
penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh
kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan pelayaran dan
kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan
antarmoda transportasi (Pasal 1.1 UU-RI No 17/ 2008).
Pelabuhan memiliki fungsi sebagai :
a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya; b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian; c. Tempat kegiatan alih moda transportasi; d. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan; e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
f. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara (Pasal 4 PP No. 61/2009)
Sedangkan fungsi dari pelabuhan adalah tempat kegiatan : pemerintahan dan pengusahaan (Pasal 5 PP No. 61/2009).
Menurut jenisnya pelabuhan itu terdiri atas :
a. Pelabuhan laut
b. Pelabuhan sungai dan danau (Pasal 6 ayat 1 PP No. 61/2009).
Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat dipergunakan untuk melayani
kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau
di sungai, sedangkan Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang
dipergunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai
dan danau. Pelabuhan laut digunakan untuk melayani angkutan laut; dan/atau
angkutan penyeberangan. Adapun secara hierarki pelabuhan laut terdiri atas :
pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul; dan pelabuhan pengumpan (Pasal 6 ayat
3 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan
angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri
dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang
dan/atau barang, serta angkutan peneberangan dengan jangkauan pelayanan
antarprovinsi (Pasal 1.4 Peraturan Pemerintah No. 61/2009). Pelabuhan Pengumpul
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam
negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai
tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan
dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi (Pasal 1.5 Peraturan Pemerintah No.
61/2009). Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani
kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam
jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi (Pasal 1.6
Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
2.3. Rencana Induk Pelabuhan Nasional
2.3.1. Umum
Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang merupakan perwujudan dari Tatanan
Pelabuhan Nasional digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi,
pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan
Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang merupakan kebijakan pengembangan
pelabuhan secara nasional untuk jangka panjang. Recana Induk Pelabuhan Nasional
tersebut memuat: kebijakan pelabuhan nasional dan rencana lokasi dan hierarki
pelabuhan (Pasal 7 dan pasal 8 ayat 1 PP No, 61/2009 ).
Menteri yang mengurusi bidang pelayaran menetapkan Rencana Induk
Pelabuhan Nasional untuk jangka 20 (dua puluh tahun) setelah terlebih dahulu
berkoordinasi dengan menteri yang terkait dengan pelabuhan. Rencana Induk
Pelabuhan Nasional tersebut dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun. Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana yang
ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Rencana Induk
Pelabuhan Nasional di atas dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5
(lima) tahun (Pasal 8 ayat 2 – 5 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
2.3.2. Kebijakan Pelabuhan Nasional
Kebijakan pelabuhan nasional diatas memuat arah pengembangan pelabuhan,
baik pelabuhan yang sudah ada maupun arah pembangunan pelabuhan yang baru,
agar penyelenggaraan pelabuhan dapat saling bersinergi dan saling menunjang
antara satu dan lainnya (Pasal 9 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
2.3.3. Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan
Rencana Lokasi pelabuhan yang akan dibangun disusun dengan berpedoman
pada kebijakan pelabuhan nasional.
Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan :
a. rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;
b. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah; c. potensi sumber daya alam; dan d. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional. (Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 61/2009)
Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang
digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan di
atas juga harus berpedoman pada :
a. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional; b. kedekatan dengan jalur pelayaran internasional; c. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya; d. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang; e. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; f. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional; dan g. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu.
(Pasal 11 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 61/2009). Penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan
untuk melayani angkutan penyeberangan selain harus sesuai dengan ketentuan di
atas juga harus berpedoman pada: jaringan jalan nasional dan/atau jaringan jalur
kereta api nasional (Pasal 11 ayat 2 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul
yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan
di atas juga harus berpedoman kepada :
a. kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah;
b. mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan pengumpul lainnya; c. mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/rute angkutan laut dalam negeri; d. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang; e. berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan
pertumbuhan nasional; f. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; dan g. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu.
(Pasal 12 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 61/2009)
Penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang
digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarprovinsi dan/atau
antarnegara juga harus berpedoman kepada : jaringan jalan nasional dan/atau
jaringan jalur kereta api nasional (Pasal 12 ayat 2 Peraturan Pemerintah No.
61/2009).
Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan
regional yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan
ketentuan di atas juga harus berpedoman kepada :
a. tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antarprovinsi; b. tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan
pembangunan kabupaten/kota; c. pusat pertumbuhan ekonomi daerah; d. jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya; e. luas daratan dan perairan; f. pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau
antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan g. kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal.
(Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
Selain ketentuan tadi, maka dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan
tersebut yang akan digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antar
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi juga harus berpedoman pada : jaringan jalan
provinsi dan/atau jaringan jalur kereta api provinsi (Pasal 13 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 61/2009)
Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan
lokal yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan
ketentuan di atas juga harus berpedoman kepada :
a. tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan kabupaten/kota;
b. pusat pertumbuhan ekonomi daerah; c. jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya; d. luas daratan dan perairan; e. pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau
antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan f. kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal.
(Pasal 14 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
Selain ketentuan tadi, maka dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan
tersebut yang akan digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dalam 1
(satu) kabupaten/kota juga harus berpedoman pada : jaringan jalan kabupaten/kota
dan/atau jaringan jalur kereta api kabupaten/kota (Pasal 14 ayat 2 Peraturan
Pemerintah No. 61/2009).
Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau secara hierarki pelayanan
angkutan sungai dan danau terdiri atas :
a. pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau; dan/atau
b. pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan penyeberangan: 1. antarprovinsi dan/atau antarnegara; 2. antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan/atau dalam 1 (satu) kabupaten/kota. (Pasal 15 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani
angkutan sungai dan danau dan/atau penyeberangan tersebut disusun dengan
berpedoman kepada:
a. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar nasional dan/atau internasional;
b. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya; c. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang; d. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; e. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional; f. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu; g. jaringan jalan yang dihubungkan; dan/atau h. jaringan jalur kereta api yang dihubungkan.
(Pasal 16 Peraturan Pemerintah No. 61/2009).
2.4. Lokasi Pelabuhan
Pembangunan pelabuhan memekan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu
diperlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak sebelum pelabuhan itu
dibangun. Pertimbangan bagi perencanaan pelabuhan biasanya didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan ekonomis, politis dan teknis. Diantara pertimbangan
tersebut yang terpenting adalah pertimbangan ekonomis.
Secara teknis hampir semua pelabuhan dapat dibangun, oleh karena itu
secara teknis dapat menyesuaikan. Masalah ekonomis dapat diperhitungkan
berdasarkan tujuan dari pelabuhan tersebut, daerah belakang, darah operasi dan
sebagainya.
2.4.1. Persyaratan dan perlengkapan pelabuhan
Pelabuhan adalah daerah yang telindungi dari pengaruh gelombang sehingga
kapal bisa berlabuh dengan aman untuk bongkar muat barang, menaik turunkan
penumpang, mengisi bahan bakar, melakukan reparasi dan sebagainya. Untuk
memberikan pelayanan yang baik, maka pelabuhan harus memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya sebagai berikut :
1. Harus ada hubungan yang mudah antar moda transportasi, yaitu transportasi
laut/penyeberangan dan darat seperti jalan raya dan jalur kereta api, agar
barang-barang dapat diangkut dari dan ke pelabuahan dengan mudah.
2. Pelabuhan berada di suatu lokasi yang mempunyai daerah belakang (hiterland)
yang subur dengan populasi penduduk cukup padat.
3. Pelabuhan harus mempunyai kedalam air dan lebar alur yang cukup.
4. Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan harus mampu membuang sauh selama
menunggu kapal merapat ke dermaga.
5. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkar muat barang (crane dsb) dan
gudang-gudang penyimpanan barang.
6. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk mereparasi kapal (dok).
Adapun fungsi dari masing-masing bangunan yang terdapat di pelabuhan
adalah sebagai berikut :
1. Pemecah gelombang : yang digunakan untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang yang datang dari laut lepas, sehingga
dihalangi dengan bangunan ini.
2. Alur pelayaran : berfungsi untuk mengarahkan kapal-kapal yang keluar /masuk
pelabuhan. Alur pelayaran harus mempunyai kedalaman dan lebar yang cukup
untuk dilalui kapal-kapal.
3. Kolam pelabuhan : merupakan daerah perairan dimana kapal berlabuh guna
melakukan bongkar muat serta untuk melakukan gerakan memutar.
4. Dermaga : adalah bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya kapal
dan menambatnya pada waktu bongkar muat barang.
5. Alat penambat : digunakan untuk menambat kapal pada waktu merapat di
dermaga maupun menunggu di perairan sebelum kapal merapat di dermaga.
6. Gudang : yang terletak di belakang dermaga untuk menyimpan barang-barang
yang harus menunggu pengapalan.
7. Gedung terminal untuk keperluan administrasi.
2.4.2. Pemilihan lokasi pelabuhan
Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan
daratan. Pemilihan tergantung beberapa faktor faktor diantaranya :
1. Kondisi tanah dan geologi.
2. Kedalaman dan luas daerah perairan.
3. Perlindungan pelabuhan terhadap gelombang.
4. Arus.
5. Sedimentasi.
6. Daerah daratannya yang cukup luas untuk menampung barang yang akan
bongkar muat.
7. Jaringan jalan untuk tranportasi.
8. Daerah industri di belakangnya.
Pemilihan lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut,
akan tetapi biasanya tidak semua faktor tersebut terpenuhi, sehingga diperlukan
suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal. Beberapa faktor yang
mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan adalah sebagai berikut :
1. Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pantai.
2. Pengerukan pertama pada waktu pembangunan yang harus dilakukan.
3. Pengerukan selama pelabuhan beroperasi.
2.4.2.1. Tinjauan topografi dan geologi
Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk
membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa
mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas
pelabuhan seperti dermaga, jalan, gudang dan juga daerah industri.
2.4.2.2. Tinjauan pelayaran
Pelabuhan yang akan dibangun harus mudah dilalui kapal-kapal yang
menggunakannya. Pelayaran suatu kapal dipengaruhi oleh faktor-faktor alam seperti
angin, gelombang dan arus yang dapat menimbulkan gaya-gaya yang bekerja pada
badan kapal.
2.4.2.3. Tinjauan sedimentasi
Pengerukkan pada untuk mendapatkan kedalaman yang cukup bagi pelayaran
di daerah memerlukan biaya yang cukup besar. Pengerukkan ini dapat dilakukan
pada waktu membangun pelabuhan maupun selama perawatan. Pelabuhan harus
dibangun sedemikian rupa sehingga sedimentasi yang terjadi harus sesedikit
mungkin (kalau bisa tidak ada sama sekali).
Berikut ini diberikan beberapa contoh masalah sedimentasi di pelabuhan :
1. Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu : Pelabuhan ini terletak di pantai barat pulau
Sumatera. Gelombang di samudera Indonesia sangat besar. Apabila
gelombang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai, maka pada
saat gelombang pecah akan terjadi arus sepanjang pantai yang dapat
mengangkut pasir pantai dalam bentuk transpor sedimen sepanjang pantai.
Sedimen yang bergerak sepanjang pantai tersebut akan terhalang oleh
breakwater dan mengendap di daerah tersebut. Karena breakwater kurang
panjang, maka ruang pengendapan tersebut cepat penuh dan transpor sedimen
yang terus terjadi akhirnya melintasi pemecah gelombang dan sebagian masuk
ke alur pelabuhan dan mengendap di daerah tersebut. Pengendapan di alur
tersebut diperparah karena sediment-trap yang ada disisi kiri alur breakwater
sudah penuh (tanpa ada pengerukkan), sehingga memungkinkan overtopping
pasir melalui sisi breakwater.
2. Pelabuhan Mandar Permai : Pelabuhan ini merupakan pelabuhan untuk
rekreasi yang terletak pantai sebelah barat Tanjung Priok disepanjang pantai
Cengkareng. Di sekitar lokasi pelabuhan banyak sungai yang membawa
sedimen suspensi. Untuk menghalangi masuknya sedimen suspensi ke
perairan pelabuhan, maka dibuat pemecah gelombang sepanjang 930 m
2.5. Fasilitas Pelabuhan
Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri dari atas kolam standar dan
tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penunpukan, tempat menunggu dan
naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang (Pasal 1.19 UU-RI No.
17/2008). Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran
pelayaran darat. Daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan
tersebut. Dengan demikian, pelabuhan merupakan bandar yang dilengkapi dengan
bangunan-bangunan untuk pelayanan bongkar-muat barang dan penumpang.
Karena dalam kenyataannya sebuah kapal yang berlabuh juga berkepentingan untuk
melakukan bongkar-muat barang dan menaik-turunkan penumpang, maka nama
pelabuhan lebih tepat dibanding bandar.
Pelabuhan tidak lagi harus berada di daerah terlindung secara alami, tetapi
bisa berada di laut terbuka, untuk medapatkan perairan yang luas dan dalam. Sangat
sulit untuk mendapatkan areal yang relatif dalam yang berada di dekat pantai,
terlebih lagi jika pantainya merupakan jenis pantai lumpur. Sehingga kapal tanker
yang mempunyai draft yang sangat besar merapat jauh di lepas pantai. Disamping
itu, kebutuhan pemecah gelombang untuk melindungi daerah perairan semakin
meningkat pula. Tipe pelabuhan juga disesuaikan dengan jenis dan ukuran kapal-
kapal yang menggunakannya. Bila ditinjau dari segi pengusahaanya, maka dalam
arti pelabuhan dibedakan atas , Pelabuhan yang diusahakan, yaitu pelabuhan yang
sengaja diselenggarakan untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan oleh
kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukan kegiatan bongkar muat dan
kegiatan lainnya.
2.5.1. Bangunan Fasilitas Pelabuhan
Fasilitas pelabuhan pada dasarnya dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu
fasilitas pokok dan fasilitas penunjang. Pembagian ini dibuat berdasarkan
kepentingannya terhadap kegiatan pelabuhan itu sendiri.
a. Fasilitas Pokok Pelabuhan
Fasilitas Pokok Pelabuhan terdiri dari
1. alur pelayaran (sebagai ‘jalan’kapal sehingga dapat memasuki daerah pelabuhan
dengan aman dan lancar),
2. penahan gelombang (breakwater untuk melindungi daerah pedalaman pelabuhan
dari gelombang, terbuat dari batu alam, batu buatan dan dinding tegak),
3. kolam pelabuhan (berupa perairan untuk bersandarnya kapal-kapal yang berada di
pelabuhan) dan
4. dermaga (sarana dimana kapal-kapal bersandar untuk memuat dan menurunkan
barang atau untuk mengangkut dan menurunkan penumpang).
b. Fasilitas Penunjang Pelabuhan
Fasilitas penunjang pelabuhan terdiri dari gudang, lapangan penumpukan, terminal
dan jalan. Berikut penjelasan mengenai fasilitas penunjang pelabuhan :
1. Gudang adalah bangunan yang digunakan untuk menyimpan barang- barang yang
berasal dari kapal atau yang akan dimuat ke kapal. Gudang dibedakan berdasarkan
jenis (lini-I, untuk penumpukan sementara dan lini-II sebagai tempat untuk
melaksanakan konsolidasi/distribusi barang, verlengstuk – bangunan dalam lini-II,
namun statusnya lini-I,enterpot – bangunan diluar pelabuhan, namun statusnya
sebagai lini-I), penggunaan (gudang umum, gudang khusus – untuk menyimpan
barang-barang berbahaya, gudang CFS – untuk stuffing/stripping).
2. Lapangan Penumpukan adalah lapangan di dekat dermaga yang digunakan untuk
menyimpan barang-barang yang tahan terhadap cuaca untuk dimuat atau setelah
dibongkar dari kapal.
3. Terminal adalah lokasi khusus yang diperuntukan sebagai tempat kegiatan
pelayanan bongkar/muat barang atau peti kemas dan atau kegiatan naik/turun
penumpang di dalam pelabuhan. Jenis terminal meliputi terminal peti kemas, terminal
penumpang dan terminal konvensional.
4. Jalan adalah suatu lintasan yang dapat dilalui oleh kendaraan maupun pejalan
kaki, yang menghubungkan antara terminal/lokasi yang lain, dimana fungsi utamanya
adalah memperlancar perpindahan kendaraan di pelabuhan.
2.6. Klasifikasi Pelabuhan
Pelabuhan dapat diklasifikasikan dilihat dari berbagai bidang,tergantung dari
kegiatan yang dilakukan serta menyangkut fungsinya sesuai dengan kepentingan
yang dituju. Berikut ini beberapa klasifikasi pelabuhan antara lain:
2.6.1. Ditinjau dari Segi Penyelenggaraannya
1. Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat
umum . Penyelenggaraan pelabuhan umum dilakukan oleh pemerintah dan
pelaksanaannya dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara yang didirikan
untuk maksud tersebut. Di Indonesia dibentuk empat badan usaha milik negara yang
diberi wewenang untuk mengelola pelabuhan umum yang diusahakan. Keempat
badan usaha tersebut adalah : PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I berkedudukan di
Medan, Pelabuhan Indonesia II berkedudukan di Jakarta, Pelabuhan Indonesia III
berkedudukan di Surabaya dan Pelabuhan Indonesia IV berkedudukan di Ujung
Pandang.
2. Pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus diselenggarakan untuk kepentingan sendiri guna
menunjang kegiatan tertentu. Pelabuhan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan
umum, kecuali dalam keadaan tertentu dengan ijin pemerintah. Pelabuhan khusus
dibangun oleh suatu perusahaan baik pemerintah maupun swasta yang berfungsi
untuk prasarana pengiriman hasil produksi perusahaan tersebut. Sebagai contoh
adalah pelabuhan LNG Arun di Aceh yang digunakan untuk mengirimkan hasil
produksi gas alam cair ke daerah atau negara lain. Pelabuhan pabrik alumunium
Asahan di Kuala Tanjung Sumatra Utara digunakan untuk melayani import bahan
baku bauksit dan export alumunium ke daerah / Negara lain.
Gambar 1. Pelabuhan pabrik alumunium Asahan di Kuala Tanjung2.
2.6.2. Ditinjau Dari Segi Pengusahaannya
1. Pelabuhan yang diusahakan
Pelabuhan ini sengaja diusahakan untuk memberikan fsilitas-fasilitasyang
diperlukan oleh kapal yang memasuki pelabuhan untuk melakukn kegiatan bongkar-
muat barang, menaik-turunkan penumpang serta kegiatan lainnya.Pemakaian
pelabuhan ini dikenakan biaya-biaya , seperti biaya jasa labuh, jasa tambat, jasa
pemanduan, jasa penundaan, jasa pelayanan air bersih, jasa dermaga, jasa
penumpukan, bongkar-muat, dan sebagainya.
2. Pelabuhan yang tidak diusahakan
Pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgah kapal/perahu , tanpa fasilitas
bongkar muat , bea-cukai, dan sebagainya. Pelabuhan ini umumnya pelabunan kecil
yang disubsidi oleh pemerintah , dan dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut.
2.6.3. Ditinjau dari fungsinya dalam Perdagangan Nasional dan Internasional
1. Pelabuhan laut
Pelabuhan laut adalah pelabuhan yang bebas dimasuki oleh kapal-
kapal berbendera asing. Pelabuhan ini biasanya merupakan pelabuhan besar dan
ramai dikunjungi oleh kapal-kapal samudera.
Gambar 2. Pelabuhan Laut
2. Pelabuhan pantai
Pelabuhan pantai adalah pelabuhan yang disediakan untuk perdagangan
dalam negeri dan oleh karena itu tidak bebas disinggahi oleh kapal berbendera
asing. Kapal asing dapat masuk ke pelabuhan ini dengan meminta ijin terlebih
dahulu.
2.6.4. Ditinjau dari Segi Penggunaannya
1. Pelabuhan ikan
Pada umumnya pelabuhan ikan tidak memerlukan kedalaman air yang besar,
karena kapal-kapal motor yang digunakan untuk menangkap ikan tidak besar. Di
Indonesia pengusahaan ikan relatif masih sederhana yang dilakukan oleh nelayan-
nelayan dengan menggunakan perahu kecil. Jenis kapal ikan ini bervariasi, dari yang
sederhana berupa jukung sampai kapal motor.Di Indonesia contoh pelabuhan ikan
seperti Pelabuhan Ikan Cilacap. Pelabuhan ikan Cilacap berada di Pantai Teluk
Penyu dan menghadap ke Samudera Indonesia dengan gelombang cukup besar.
Pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan dalam yang dibuat dengan mengeruk
daerah daratan untuk digunakan sebagai perairan pelabuhan. Dengan membuat
kolam pelabuhan di daerah darat, akan dapat mengurangi panjang pemecah
gelombang . Tetapi,dengan demikian dibutuhkan pengerukan yang lebih besar.
Pemecah gelombang dibuat dari tumpukan batu dengan lapis pelindung dari
tetrapod. Biaya pembuatan pemecah gelombang di laut dengan gelombang sangat
besar akan mahal. Pemecah gelombang ini hanya berfungsi untuk melindungi mulut
pelabuhan (bukan perairan pelabuhan), sehingga bisa lebih pendek dan murah.
Gambar 3. Pelabuhan Ikan
Fasilitas-fasilitas yang ada pada pelabuhan ini adalah kantor pelabuhan,
kantor syahbandar, pemecah gelombang, dermaga (pier/jetty), tempat pelelangan
ikan, penyediaan air tawar, persediaan bahan bakar minyak, pabrik Es,
tempat pelayanan/reparasi kapal (spilway), rambu suar, tempat penjemuran ikan
dan perawatan jala.
2. Pelabuhan minyak
Untuk keamanan, pelabuhan minyak harus diletakkan agak jauh dari
keperluan umum. Pelabuhan minyak biasanya tidak memerlukan dermaga
atau pangkalan yang harus dapat menahan muatan vertikal yang besar, melainkan
cukup membuat jembatan perancah atau tambatan yang dibuat menjorok ke laut
untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup besar. Bongkar muat
dilakukandengan pipa-pipa dan pompa-pompa .
Gambar 4. Contoh pelabuhan minyak
.
Pipa-pipa penyalur diletakkan di bawah jembatan agar lalulintas diatas jembatan
tidak terganggu. Tetapi pada tempat-tempat di dekat kapal yang merapat, pipa-pipa
dinaikkan ke atas jembatan guna memudahkan penyambungan pipa- pipa. Biasanya,
di jembatan tersebut juga ditempatkan pipa uap untuk memebersihkan tangki kapal
dan pipa air untuk suplai air tawar. Karena jembatan tidak panjang, maka pada ujung
kapal harus diadakan penambatan dengan bolder atau pelampung pengikat agar
kapal tdak bergerak.
Perkembangan ukuran kapal tangker yang cukup pesat mempunyai
konsekuensi draft kapal melampaui kedalaman air pelabuhan sehingga kapal
tidak bisa berlabuh. Untuk itu kapal tangker membuang sauh di laut dalam dan
mengeluarkan minyak dengan mengguakan pipa bawah laut, atau memindahkan
minyak ke kapal yang lebih kecil dan mengangkutnya ke pelabuhan.
3. Pelabuhan barang
Pelabuhan ini mempunyai dermaga yang dilengkapi dengan fasilitas untuk
bongkar muat barang. Pelabuhan dapat berada di pantai atau estuari dari sungai
besar. Daerah perairan pelabuhan harus cukup tenang sehingga memudahkan
bongkar muat barang. Pelabuhan barang ini bisa dibuat oleh pemerintah sebagai
pelabuhan niaga atau perusahaan swasta untuk keperluan transport hasil
produksinya seperti baja, alumunium, pupuk, batu bara, minyak dan sebagainya.
Sebagai contoh, Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatera Utara
adalah pelabuhan milik pabrik alumunium Asahan. Pabrik pupuk Asean dan
Iskandar Muda juga mempunyai pelabuhan sendiri. Pada dasarnya pelabuhan
barang harus mempunyai perlengkapan- perlengkapan berikut ini.
•Dermaga harus panjang dan harus dapat menampung seluruh panjang kapal atau
setidak-tidaknya 80% dari panjang kapal. Hal ini disebabkan karena muatan
dibongkar muat melalui bagian muka, belakang dan ditengah kapal.
•Mempunyai halaman dermaga yang cukup lebar untuk keperluan bongkar muat
barang. Barang yang akan dimuat disiapkan di atas dermaga dan kemudian diangkat
dengan kran masuk kapal. Demikian pula pembongkarannya dilakukan dengan kran
dan barang diletakkan di atas dermaga yang kemudian diangkut ke gudang.
• Mempunyai gudang transito/penyimpanan di belakang halaman dermaga.
•Tersedia jalan dan halaman untuk pengambilan /pemasukan barang dari dan ke
gudang serta mempunyai fasilitas reparasi.
Sebelum barang dimuat dalam kapal atau setelah diturunkan dari kapal,maka barang
muatan tersebut ditempatkan pada halaman dermaga. Bentuk halaman dermaga
tergantung pada jenis muatan yang bisa berupa :
•Barang-barang potongan (general cargo) yaitu barang-barang yang dikirim dalam
bentuk satuan seperti mobil, truk, mesin, dan barang-barang yang dibungkus dalam
peti, karung, drum, dan sebagainya.
•Muatan curah/lepas (bulk cargo) yang dimuat tanpa pembungkus seperti batu bara,
biji-bijian, minyak dan sebagainya.
•Peti kemas (container) yaitu suatu peti yang ukurannya telah distandarisasi sebagai
pembungkus barang-barang yang dikirim. Karena ukurannya teratur dan sama, maka
penempatannya akan lebih dapat diatur dan pengangkutannyapun dapat dilakukan
dengan alat tersendiri yang lebih efesien. Ukuran peti kemas dibedakan dalam 6
macam yaitu :1. 8x8x5 ft
3 berat maksimum 5 ton2. 8x8x7 ft 3 berat maksimum 7 ton3. 8x8x10 ft 3 berat maksimum 10 ton4. 8x8x20 ft 3 berat maksimum 20 ton5. 8x8x25 ft 3 berat maksimum 25 ton6. 8x8x40 ft 3 berat maksimum 40 ton 4. Pelabuhan penumpang
Pelabuhan penumpang tidak banyak berbeda dengan pelabuhan barang.
Pada pelabuhan barang di belakang dermaga terdapat gudang-gudang , sedang
untuk pelabuhan penumpang dibangun stasiun penumpang yang melayani segala
kegiatan yang berhubungan dengan kebutuhan orang yang bepergian, seperti kantor
imigrasi, duane, keamanan, direksi pelabuhan, maskapai pelayaran, dan sebagainya.
Barang-barang yang perlu dibongkar muat tidak begitu banyak, sehingga gudang
barang tidak perlu besar. Untuk kelancaran masuk keluarnya penumpang dan
barang, sebaiknya jalan masuk/keluar dipisahkan. Penumpang melalui lantai atas
dengan menggunakan jembatan langsung ke kapal, sedang barang-barang melalui
dermaga.
Gambar 5. Contoh pelabuhan penumpang
5. Pelabuhan campuran
Pada umumnya percampuran pemakaian ini terbatas untuk penumpang dan
barang, sedangkan untuk keperluan minyak dan ikan biasanya tetap terpisah.Tetapi
bagi pelabuhan kecil atau masih dalam taraf perkembangan, keperluan untuk
bongkar muat minyak juga menggunakan dermaga atau jembatan yang sama guna
keperluan barang dan penumpang. Pada dermaga dan jembatan juga diletakkan
pipa-pipa untuk mengalirkan minyak.
6. Pelabuhan Militer
Pelabuhan ini mempunyai daerah perairan yang cukup luas
untuk memungkinkan gerakan cepat kapal-kapal perang dan agar letak bangunan
cukup terpisah. Konstruksi tambatan maupun dermaga hampir sama dengan
pelabuhan barang, hanya saja situasi dan perlengkapannya agak lain. Pada
pelabuhan barang letak/kegunaan bangunan harus seefisien mungkin, sedang pada
pelabuhan militer bangunan-bangunan pelabuhan harus dipisah-pisah yang letaknya
agak berjauhan.
2.6.5. Ditinjau Menurut Letak Geografis Dan Kontruksinya
Menurut letak geografisnya dan kontruksinya, pelabuhan dapat dibedakan
menjadi pelabuhan alam, semi alam dan pelabuhan buatan.
1. Pelabuhan alam
Pelabuhan alam merupakan daerah perairan yang terlindungi dari badai dan
gelombang secara alam, misalnya oleh suatu pulau, jazirah atau terletak diteluk,
estuari dan muara sungai. Di daerah ini pengaruh gelombang sangat kecil.
Pelabuhan Cilacap yang terletak di selat antara daratan Cilacap dan
Pulau Nusakambangan merupakan contoh pelabuhan alam yang daerah perairannya
terlindung dari pengaruh gelombang yaitu oleh pulau Nusa Kambangan. Contoh dari
pelabuhan alam lainnya adalah pelabuhan Palembang, Belawan, Pontianak, New
York, San Fransisco, London, dsb yang terletak di muara sungai (estuari). Estuari
adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pada waktu
pasang air laut masuk ke hulu sungai. Saat pasang tersebut air sungai dari hulu
terhalang dan tidak bisa langsung dibuang ke laut. Dengan demikian di estuari terjadi
penampungan air dalam jumlah sangat besar. Pada waktu surut, air tersebut akan
keluar ke laut . Karena volume air yang dikeluarkan sangat besar, maka kecepatan
aliran cukup besar yang dapat mengerosi endapan didasar sungai. Lama periode air
pasang dan surut tergantung pada tipe pasang surut. Untuk pasang surut tipe diurne
periode air pasang dan surut masing-masing adalah sekitar 12 jam . Sedang tipe
semi diurne periode adalah 6 jam. Karena adanya pasang surut tersebut maka
kedalaman air di estuari cukup besar, baik pada waktu air pasng maupun surut,
sehingga memungkinkan kapal-kapal untuk masuk ke daerah perairan tersebut. Di
estuari ini tidak dipengaruhi oleh gelombang, tetapi pengaruh arus dan sedimentasi
cukup besar.
Gambar 6. Pelabuhan alam di muara sungai
2. Pelabuhan buatan
Pelabuhan buatan adalah suatu daerah perairan yang dilindungi
dari pengaruh gelombang dengan membuat bangunan pemecah gelombang
(breakwater). Pemecah gelombang ini membuat daerah perairan tertutup dari laut
dan hanya dihubungkan oleh suatu celah atau mulut pelabuhan untuk
keluar masuknya kapal. Di dalam daerah tersebut dilengkapi dengan alat penambat.
Bagunan ini dibuat mulai dari pantai dan menjorok ke laut sehingga gelombang yang
menjalar ke pantai terhalang oleh bangunan tersebut. Contoh dari pelabuhan ini
adalah pelabuhan Tanjung Priok , Tanjung Mas dan sebagainya.
Gambar 7. Pelabuhan Tanjung Priok
3. Pelabuhan semi alam
Pelabuhan ini merupakan campuran dari kedua tipe di atas. Misalnya suatu
pelabuhan yang terlindungi oleh lidah pantai dan perlindungan buatan hanya pada
alur masuk. Pelabuhan Bengkulu adalah contoh dari pelabuhan ini.
Pelabuhan Bengkulu memanfaatkan teluk yang terlindung oleh lidah pasir untuk
kolam pelabuhan. Pengerukan dilakukan pada lidah pasir untuk membentuk saluran
sebagai jalan masuk/keluar kapal. Contoh lainnya adalah muara sungai yang kedua
sisinya dilindungi oleh jetty. Jetty tersebut berfungsi untuk menahan masuknya
transpor pasir sepanjang pantai ke muara sungai , yang dapat menyebabkan
terjadinya pendangkalan.
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN PELABUHAN
Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pelabuhan adalah :
1. Faktor-faktor umum
a. Kebutuhan hidup
b. Kegiatan ekonomi
c. Penjelajahan dunia baru
2. Pertambahan jumlah penduduk
Penyebaran jumlah penduduk agar merata perlu adanya akomodasi yang
memadai dengan fasilitas-fasilitas pelabuhan yang perlu ditingkatkan.
3. Pertumbuhan industri
Sumber daya yang besar mendorong meningkatnya kegiatan industri, dengan
adanya sumber daya khususnya sumber daya manusia
menyebabkan perkembangan industri sangat pesat, serba modern dan canggih.
Dengan keadaan tersebut, kelompok industri menghasilkan sejumlah kebutuhan
yang diperlukan dalam kehidupan. Guna mendukung pertumbuhan ekonomi perlu
penyebaran barang-barang hasil industry, salah satunya melalui akomodari laut yang
dimana didukung oleh pelayaran. Semakin lama keadaan ini terus meningkat, begitu
pula dengan perkembangan akomodasi laut yang notabene didukung oleh pelabuhan
dengan fasilitas-fasilitas penunjang yang terus meningkat seiring meningkatnya
kegiatan industri.
4. Pertumbuhan industri minyak
Bahan bakar minyak merupakan salah satu kebutuhan yang terbesar
dan berpengaruh sangat luar biasa terhadap perkembangan suatu negara. Indonesia
merupakan salah satu pengekspor minyak dunia, tentu saja hal tersebut harus
didukung oleh akomodasi yang pantas. Pelabuhan minyak adalah akomodasi
yang paling umum digunakan, yang dimana peningkatan kegiatan ekspor
minyak menyebabkan peningkatan fasilitas-fasilitas pendukung pelabuhan guna
memperlancar kegiatan tersebut.
5. Perkembangan pelabuhan-pelabuhan khusus
Pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang diperuntukkan menangani bongkar
muat barang dengan fasilitas-fasilitas yang khusus juga. Kegitan bongkar muat
dilakukan agar seefisien mungkin, untuk itu peralatan-peralatan penunjang yang
diperlukan khusus dan memerlukan area yang tidak sempit. Untuk memperlancar
kegiatan tersebut maka pelabuhan itu perlu adanya peningkatan fasilitas-fasilitasnya.
6. Modernisasi pelabuhan
Pelabuhan tidak sepenuhnya akan tetap dengan keadaan baik dan dalam
kondisi sedemikian saja, rehabilitasi dan modernisasi dilakukan seiring
dengan perkembangan teknologi dan kemajuannya. Guna mendukung setiap
kegiatan yang ada di pelabuhan tersebut, modernisasi sangat penting dilakuakan .
Dalam perkembangannya, pembangunan pelabuhan dapat dibedakan menjadi dua
kategori yaitu fasilitas general cargo dan fasilitas barang-barang khusus yang dimana
keduanya disertai dengan pembangunan konstruksi yang baru serta modernisasi dan
rehabilitasi. Penerapan teknologi modern dalam mempercepat pekerjaan
bongkar muat barang seperti cargo unitization dalam angkutan laut dan penerapan
economics. Unitization muatan meliputi berbagai cara agar sejumlah
muatan berukuran kecil digabung menjadi satu kesatuan dan dapat dikerjakan
(bongkar muat) sebagai satu kesatuan pallets atau container dengan kapal guna
ganda. Muatan yang dijadikan satu menjadi kesatuan (pressrun cargo) tidak
memerlukan kapal khusus dan dapat diangkut dalam kapal break bulk.Unitization
dapat meredusir biaya bongkar muat, tetapi perlu ditekankan bahwa penghematan
yang dilakukan oleh sistem ini sangat peka terhadap sifat dan volume muatan pada
suatu trayek. Untuk hal tersebut, kembali pada fasilitas-fasilitas yang dibuat untuk
mendukung kegiatan tersebut membuat pelabuhan semakin berkembang dengan
peningkatan di setiap kekurangannya.
7. Perkembangan dunia armada
Seperti yang telah diketahui pada perkembangan kapal-kapal niaga yang
dibuat semakin besar dan memiliki kecepatan yang tinggi. Mengimbangi keadaan
tersebut kondisi pelabuhan juga dituntut bisa menampung kapal-kapal tersebut.
Disisi lain biaya investasi kapal-kapal bertambah besar, sehingga efisiensi operasi
perlu ditingkatkan agar keuntungan penerapan economics of scale dapat
dimanfaatkan.
8. Kemajuan dalam perancangan konstruksi pelabuhan
Kemajuan konstruksi pelabuhan sangat mendorong dalam
perkembangan pembangunan pelabuhan di dunia maupun di Indonesia. Dalam
dekade terakhir banyak dijumpai berbagai konstruksi yang menakjubkan dari
pelabuhan itu sendiri. Beberapa kemajuan yang paling penting dalam perancangan
konstruksi dapat terlihat dengan dukungan seperti : Mekanika Tanah, angin, arus
(pasang-surut) dan gelombang, pemecah gelombang, beton, sistem fender,
perlindungan terhadap korosi, berbagai metode baru dalam penanganan
penumpang, serta kemajuan dalam bidang industri konstruksi.
BAB IV
PENGUSAHAAN PELABUHAN
Perencanaan, pelaksanaan/pembangunan dan pengoprasian pelabuhan pada
dasarnya komplek, tidak saja menyangkut panjang dermaga lebar dermaga tapi
menyangkut banyak hal khususnya untuk pelabuhan-pelabuhan besar.
Untuk pengawasan semua faktor-faktor yang perlu untuk membuat pelabuhan
berfungsi dengan lancar adalah suatu tanggung jawab yang besar. Kompleksnya
masalah akan jadi bertambah berkenaan dengan kepemilikan pelabuhan, karena
kadang-kadang meliputi banyak instisusi yang berbeda.
Pelabuhan merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan
pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya yang diangkut melalui jalur
transportasi laut yang prosesnya berawal di pelabuhan muat dan berakhir di
pelabuhan tujuan. Secara umum fungsi pelabuhan dapat disebutkan sebagai tempat
pertemuan (interface), pintu gerbang (gate way), entititas (industry entity) dan
tempat bertemunya berbagai bentuk moda transportasi. Kelancaran operasional
pelabuhan laut merupakan salah satu faktor pendukung berkembangnya suatu
daerah yang secara langsung juga akan berdampak kepada berkembangnya kepada
perekonomian daerah/wilayah setempat. Selain dari PT. (Persero) Pelabuhan
Indonesia yang merupakan pelaku bisnis utama (pengusaha jasa kepelabuhanan) di
pelabuhan dalam operasionalnya didukung oleh pelaku-pelaku bisnis lainnya yang
dalam operasionalnya mempunyai keterkaitan bisnis secara langsung dengan PT.
(Persero) Pelabuhan Indonesia. Secara garis besar dapat digambarkan dengan
pelaku-pelaku bisnis di pelabuhan pada umummnya merupakan pihak-pihak yang
mewakili (perantara/agen) kepentinngan para shipper (pemilik barang / penjual)
ataupun bayer (pembeli barang) dimanapun berada antara lain yaitu :
4.1. Perusahaan pelayaran (Shipping lines)
Perusahaan pelayaran disebut juga sebagai Shipping Company atau populer
juga disebut dengan istilah Shipping Lines. Dalam operasionalnya tugas utama dari
Shipping Lines adalah mengangkut barang dari pelabuhan awal ke pelabuhan tujuan
berdasarkan instruksi pengiriman (Shipping Instruction) barang dari Shipper. Selain
dari tugas utama tersebut diatas, Shipping lines juga mengusakan beberapa bidang
usaha lainnya antara lain sebagai agen pelayaran (Shipping Agent) dan usaha-usaha
lainnya bersifat sebagai penunjang kegiatan pelayaran. Jenis usaha Shipping lines
terdiri dari kategori :
a. Pelayaran dalam negeri
Merupakan kegiatan pengangkutan barang yang beroperasi terbatas pada
antar pelabuhan dalam satu negara misalnya (pelayaran antar pulau di Indonesia)
dengan sifat kunjungan liner/reguler (berkunjung secara tetap dan teratur) maupun
secara tramper ( berkunjung secara tidak tetap/tidak teratur).
b. Pelayaran luar negeri
Merupakan kegiatan pengangkutan barang yang beroperasi antar pelabuhan
dalam negeri dengan luar negeri dengan sifat kunjungan liner/ reguler dan tramper.
4.2. Perusahaan Bongkar Muat (Stevedoring Company)
Perusahaan bongkar muat atau yang populer disebut dengan PBM atau
Stevedore memberikan kontribusi dalam kelancaran operasional pelabuhan
dalam bentuk membongkar dan memuat barang dari dan ke kapal, kegiatan
pergudangan dan penumpukan barang. Secara umum tiga kegiatan utama yang
termasuk dalam aktifitas stevedoring company adalah sebagai berikut :
a. Stevedoring
Stevedoring adalah kegiatan pembongkaran barang dari dan ke kapal dengan
menggunakan peralatan mekanis, non mekanis dan moda
transportasi pendukungnya
b. Cargodoring
Cargodoring adalah kegiatan mengeluarkan barang dari dermaga dan mengangkut
dari dermaga kelapangan penumpukan barang di gudang / lapangan penumpukan
dan sebaliknya
c. Receiving Delivery
Receiving Delivery merupakan kegiatan penerimaan dan peyerahan barang dari
gudang / lapangan penumpukan barang di daerah lini 1 dan menyusun keatas
kendaraan truk dipintu gudang / lapangan penumpukan barang lini 1 atau sebaliknya
untuk seterusnya disampaikan kepada Shipper. Dalam melaksanakan tugas
perusahaan bongkar muat stevedore bertanggung jawab dalam kelancaran
operasional pelabuhan dalam bentuk :
•Perencanaan operasional kegiatan bongkat muat kapal
•Kesempatan atas penerimaan dan penyerahan barang
•Pengaturan penggunaan tenaga kerja bongkar muat dan peralatannya sesuai
kebutuhan. Tahapan-tahapan tugas yang dilaksanakan oleh perusahaan bongkar
muat adalah:
i. Sebelum kapal sandar didermaga
Dokumen-dokumen yang harus dipersiapkan oleh PBM sebelum kapal sandar
didermaga :
•Document manifest
•Stowage plane
•Ship plan
•Loading list
•Handling Order
•Dangerious cargo list
•Shifting cargo list
ii. Saat kapal sandar didermaga
Hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum kapal di dermaga adalah:
•Pembuatan laporan pengawasan kondisi muatan ( cargo maupun container).
•Pengawasan dan supervisi kegiatan operasional bongkar muat
iii. Setelah kapal berangkat
Hal-hal yang harus dilakukan setelah kapal berangkat adalah :
•Pembuatan laporan hasil kegiatan bongkar muat secara menyeluruh.
•Evaluasi dan rekapitulasi hasil kegiatan bongkar muat
•Melaksanakan penagihan terhadap biaya-biaya kegiatan bongkar muat
iv. Warehosing
Kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan bongkar muat pada tahapan
warehosing pergudangan adalah :
•Penanganan barang-barang yang akan masuk ke gudang
•Penanganan terhadap barang yang memerlukan penanganan / perlakuan khusus
•Penanganan terhadap barang yang ditimbun di open storage
v. Delivery
Kegiatan yang dilaksanakan oleh perusahaan bongkar muat pada tahapan delivery
pergudangan adalah :
•Menerima kwitansi pembayaran
•Menerima Delivery Order (DO) yang di fiat diberi izin impor oleh costum
•Pemberian surat jalan keluar dari pelabuhan kepada shipper /consignee.
4.3. Freight Forwarder
Freight Forwarder adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengurusan
transportasi (JPT) atau disebut juga dengan istilah Architect of Transport. Disebut
sebagai Architect of Transport karena freight forwarderlah yang berperan dalam
pengaturan angkutan ke pasar tujuan dengan moda transportasi yang aman dan
ekonomis. Freight Forwarder berperan sebagai perantara untuk menangani muatan
antara Shipper (Pemilik barang) dan consignee (penerima barang) dan dengan
carrier (pengangkut) Ruang lingkup tugas freight forwarder adalah bertanggung
jawab sejak mulai diterimannya barang/muatan dari Shipper sampai dengan
barang/muatan diserahkan kepada cosignee. Dalam operasionalnya freight forwarder
menggunakan beberapa moda transportasi pendukung yaitu moda transportasi laut,
darat dan udara. Jasa-jasayang diberikan oleh freight forwarder antara lain dalam
bentuk pengurusan dokument dan operasional antara lain proses clearance dan
dokumen barang eksport maupun import.
Tugas-tugas freigh forwarder secara umum adalah :
•Menerima barang/muatan
•Menyerahkan barang
•Menyimpan barang
•Menyiapkan barang
•Menyelesaikan biaya tagihan asuransi, biaya angkutan darat, laut dan udara, klaim
yang berhubungan dengan muatan ekspor dan impor.
•Mengepak packing barang atau muatan
•Mengukur berat atau mengukur volume muatan
•Menyelesaikan dokument-dokument terkait perbedaan antara fungsi tugas
perusahaan berstatus sebagai Freight Forwarder dibandingkan dengan perusahaan
yang berstatus sebagai ekspedisi muatan kapal laut atau popular dengan istilah
EMKL,pada Freight Forwarder dapat menggunakan beberapa jenis moda
transportasi (laut, udara dan udara) sedangkan pada EMKL terbatas hanya pada
moda transportasi laut.
4.4. Pembiayaan
Masalah kepelabuhanan merupakan faktor yang tidak terpisah dalam sistim
ekonomi negara secara keseluruhan, maka Institut Kepelabuhanan perlu disesuaikan
dengan landasan baru tentang kebijaksanaan umum dalam Ekonomi dan Keuangan.
pelabuhan juga sebagai prasarana ekonomi merupakan penunjang bagi
perkembangan Industri, Perdagangan maupun Pelayaran, oleh karenanya sistim
pengelolaan perlu disesuaikan dengan fungsinya. Pembiayaan dan pertanggung
jawaban keuangan pelabuhan di bahas pada PP Nomor 1 Tahun 1969 Tanggal 18
Januari 1969,di antaranya :
Pasal 19
1. Sumber pendapatan pelabuhan berasal:
a. pungutan atas jasa-jasa dan fasilitas pelabuhan;
b. anggaran pemerintah;
c. sumber-sumber lainnya.
Jasa-jasa dan fasilitas pelabuhan yang boleh dipungut atau dikenakan kepada para
pemakainya akan diatur dalam peraturan tersendiri . Sumber-sumber pendapatan
tersebut dalam ayat (1) sub c pasal ini akan diatur oleh Menteri.
Pasal 20
1. Pembiayaan dari pelabuhan-pelabuhan diatur menurut kemungkinan-kemungkinan
sebagai berikut:
a. yang sepenuhnya dibiayai oleh Pemerintah (Pusat);
b. yang dibiayai oleh Pemerintah (Pusat) bersama dengan Daerah;
c. yang dibiayai dari hasil pelabuhan itu sendiri (otonom).
2. Menteri mengatur sistim pembiayaan pelabuhan sesuai dengan kemungkinan
tersebut ayat (1) di atas.
Pasal 21
1. Pertanggungan-jawab keuangan bagi pelabuhan- pelabuhan yang diusahakan
diatur menurut ketentuan-ketentuan I.B.W.dan atau menurut ketentuan perundang
undangan yang berlaku.
2. Pertanggungan-jawab keuangan bagi pelabuhan- pelabuhan yang tidak
diusahakan diatur menurut ketentuan-ketentuan I.C.W. Apabila konstruksi suatu
pelabuhan tidak mungkin bisa dibiayai oleh pemerintah. Dalam kasus ini biaya tidak
tersedia, dan proyek adalah sangat esensial, pembiayaan dimungkinkan dari sponsor
atau swasta dengan system sewa.Kontrak penyewaan konstruksi pelabuhan
biasanya dengan jangka waktu minimal 20 tahun. Dengan perubahan status Perum
Pelabuhan menjadi persero (PT), akan membawa pengaruh terhadap keuangan
perusahaan yaitu anggaran perusahaan disusun menurut anggaran Persero. Oleh
karena itu PT.Pelabuhan bertugas selain mengelola keuangan dan yang terpenting
sekali adalah PT.Pelabuhan bertugas untuk penyediaan dan pemeliharaan sarana
prasarana pelabuhan.
Karena letak pelabuhan terpencar-pencar, kemampuan jenjang pengawasan,
perkembangan sistem pengelolaan serta misi dari pelabuhan adalah untuk
pelayanan, maka berdasarkan hal di atas maka Pengelolaan
pelabuhan berlandaskan “Desentralisasi terbatas “ dimana Kantor Pusat
melaksanakan perencanaan, pengendalian, dan pengawasan sedangkan cabang-
cabang PT. Pelabuhan sebagai pelaksanaan kegiatan operasional.
BAB V
PERENCANAAN PELABUHAN
5.1. Pendahuluan
Pembangunan pelabuhan memekan biaya yang sangat besar. Oleh karena itu
diperlukan suatu perhitungan dan pertimbangan yang masak sebelum pelabuhan itu
dibangun. Pertimbangan bagi perencanaan pelabuhan biasanya didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan ekonomis, politis dan teknis. Diantara pertimbangan
tersebut yang terpenting adalah pertimbangan ekonomis.
Secara teknis hampir semua pelabuhan dapat dibangun, oleh karena itu
secara teknis dapat menyesuaikan. Masalah ekonomis dapat diperhitungkan
berdasarkan tujuan dari pelabuhan tersebut, daerah belakang, daerah operasi dan
5.2. Persyaratan dan perlengkapan pelabuhan
Pelabuhan adalah daerah yang telindungi dari pengaruh gelombang sehingga
kapal bisa berlabuh dengan aman untuk bongkar muat barang, menaik turunkan
penumpang, mengisi bahan bakar, melakukan reparasi dan sebagainya. Untuk
memberikan pelayanan yang baik, maka pelabuhan harus memenuhi beberapa
persyaratan diantaranya sebagai berikut :
1. Harus ada hubungan yang mudah antar moda transportasi, yaitu transportasi
laut/penyeberangan dan darat seperti jalan raya dan jalur kereta api, agar
barang-barang dapat diangkut dari dan ke pelabuhan dengan mudah.
Pelabuhan berada di suatu lokasi yang mempunyai daerah belakang
(hiterland) yang subur dengan populasi penduduk cukup padat.
3. Pelabuhan harus mempunyai kedalam air dan lebar alur yang cukup.
4. Kapal-kapal yang mencapai pelabuhan harus mampu membuang sauh
selama menunggu kapal merapat ke dermaga.
5. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkar muat barang (crane dsb) dan
gudang-gunga penyimpanan barang.
6. Pelabuhan harus mempunyai fasilitas untuk mereparasi kapal (dok).
Adapun fungsi dari masing-masing bangunan yang terdapat di pelabuhan
adalah sebagai berikut :
1. Pemecah gelombang : yang digunakan untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang yang datang dari laut lepas, sehingga
dihalangi dengan banunan ini.
2. Alur pelayaran : berfungsi untuk mengarahkan kapal-kapal yang keluar /masuk
pelabuhan. Alur pelayaran harus mempunyai kedalaman dan lebar yang
cukup untuk dilalui kapal-kapal.
3. Kolam pelabuhan : merupakan daerah perairan dimana kapal berlabuh guna
melakukan bongkar muat serta untuk melakukan gerakan memutar.
4. Dermaga : adalah bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya
kapal dan menambatnya pada waktu bongkar muat barang.
5. Alat penambat : digunakan untu menambat kapal pada waktu merapat di
dermaga maupun menunggu di perairan sebelum kapal merapat di dermaga.
6. Gudang : yang terletak di belakang dermaga untuk menyimpan barang-barang
yang harus menunggu pengapalan.
7. Gedung terminal untuk keperluan administrasi.
a. Pemilihan lokasi pelabuhan
Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan
daratan. Pemilihan tergantung beberapa faktor faktor diantaranya :
1. Kondisi tanah dan geologi.
2. Kedalaman dan luas daerah perairan.
3. Perlindungan pelabuhan terhadap gelombang.
4. Arus.
5. Sedimentasi.
6. Daerah daratannya yang cukup luas untuk menampung barang yang akan
bongkar muat.
7. Jalan-jalan untuk tranportasi.
8. Daerah industri di belakangnya.
Pemilihan lokasi pelabuhan harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut,
akan tetapi biasanya tidak semua faktor tersebut terpenuhi, sehingga diperlukan
suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal. Beberapa faktor yang
mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan adalah sebagai berikut :
1. Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pantai.
2. Pengerukan pertama pada waktu pembangunan yang harus dilakukan.
3. Pengerukan selama pelabuhan beroperasi.
b. Tinjauan topografi dan geologi
Keadaan topografi daratan dan bawah laut harus memungkinkan untuk
membangun suatu pelabuhan dan kemungkinan untuk pengembangan di masa
mendatang. Daerah daratan harus cukup luas untuk membangun suatu fasilitas
pelabuhan seperti dermaga
BAB VI
6.1.
Sirkulasi udara yang kurang lebih sejajar dengan permukaan bumi
angin. Gerakan udara ini disebabkan oleh perubahan temperatur atmosfer.
waktu udara dipanasi, rapat massanya berkurang, yang berakibat naiknya
tersebut yang kemudian diganti oleh udara yang lebih dingin di
Perubahan temperatur di atmosfer disebabkan oleh perbedaan penyerapan
oleh tanah dan air, atau perbedaan panas di gunung dan lembah, atau
yang disebabkan oleh siang dan malam, atau perbedaan suhu pada
belahan bagian utara dan selatan karena adanya musim dingin dan panas.
Daratan cepat menerima panas daripada air (laut) dan sebaliknya daratan
juga lebih melepaskan panas. Oleh karena itu pada waktu siang hari
daratan lebih daripada laut. Udara di atas daratan akan naik dan diganti
oleh udara dari sehingga terjadi angin laut. Sebaliknya, pada waktu malam
hari daratan dingin daripada laut, udara di atas laut akan naik dan
diganti oleh udara daratan sehingga terjasi angin
Kecepatan angin diukur dengan anemometer. Apabila tidak
anemometer, kecepatan angin dapat diperkirakan berdasarkan keadaan
dengan menggunakan skala Beaufort, seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah
(Tabel 6.1). Kecepatan angin biasanya dinyatakan dalam knot, satu knot
panjang satu menit garis bujur melalui khatulistiwa yang ditempuh dalam
jam, atau 1 knot = 1,852
Tabel 6.1. Skala
Sifat
Sunyi Tidak ada angin,
0 –
Angin Arah angin
pada arah asap, ada bendera
1 –
Angin
Angin terasa muka, daun
4 –
Angin Daun/ranting
menerus
7 –
Debu/kertas
ranting dan cabkecil b
11 –
Angin
Pohon kecil buih putih di
17 –
Angin Dahan besar
suara mendesir
22 –
Pohon bergerak, perjalanan
luar
28 –
Angin
Ranting pohon berjalan
24 –
Kerusakan kecil
rumah, genteng dan
41 –
Badai Pohon
kerusakan besar
48 –
Angin Kerusakan
badai terdapat daerah
56 –
Angin Pohon besar
rumah rusak
(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo,
Dengan pencatatan angin jam-jaman akan dapat diketahui angin
kecepatan tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin
dapat pula dihitung kecepatan rerata
Kadang-kadang kecepatan angin disajikan dalam bentuk rerata
kecepatan maksimum dan arah angin. Arah angin diukur terhadap arah utara
Untuk perencanaan pelabuhan data angin jam-jaman akan lebih
dibanding dalam bentuk rerata harian. Di dalam peramalan gelombang
data kecepatan angin dan durasinya. Dari data angin rerata harian tidak
diketahui durasi angin, sementara apabila digunakan kecepatan rerata
menjadi
Jumlah data angin dalam bentuk jam-jaman dan rerata harian untuk
tahun pengamatan adalah sangat besar. Untuk itu data tersebut harus
diolah disajikan dalam bentuk tabel (ringkasan) atau diagram yang disebut
mawar (windrose). Penyajian tersebut dapat diberikan dalam bentuk
bulanan, atau untuk beberapa tahun pencatatan. Dengan tabel atau
mawar angin maka karakteristik angin dapat dibaca dengan cepat.
Tabel di bawah ini .2) adalah contoh penyajian data angin dalam bentuk
tabel dari pencatatan di lapangan. Sedangkan gambar di bawah ini (Gambar
6.1) adalah contoh angin yang dibuat berdasarkan data dalam Tabel
Tabel 6.2 : Data Prosentase Kejadian Angin tahun 1996 –
ARAH
0 –
2,5 -
5 -
7,5 -
10 –
Tabel dan gambar tersebut menunjukkan prosentase kejadian angin
kecepatan tertentu dari berbagai arah dalam periode waktu pencatatan.
contoh kejadian angin dengan kecepatan 5 - 7,5 knot dari arah utara
adalah dari 12 tahun
U
S
: 10.0 - 12.5
: 7.5 - 10.0
: 5.0 - 7.5
: 2.5 - 5.0
: calm (0.0 - 2.5
Gambar 6.1 Mawar Angin
T B
TL
TG BD
BL
0.72%
20% 30%
40%
50%
60%
Dalam gambar tersebut garis-garis radial adalah arah angin dan tiap
menunjukkan prosentase kejadian angin dalam periode waktu
6..2. Pasang
Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut sebagai fungsi waktu
adanya gaya tarik benda-benda di langit, terutama matahari dan bulan
massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari
matahari, tetapi jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka
pengaruh tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya
tarik
Pengetahuan tentang pasang surut adalah penting di dalam
dermaga. Elevasi muka air tertinggi (pasang) dan terendah (surut)
sangat untuk merencanakan bangunan-bangunan pelabuhan. Sebagai
contoh, puncak bangunan pemecah gelombang, dermaga dan sebagainya
ditentukan elavasi muka air pasang, sementara kedalaman alur
ditentukan oleh muka air
6.2.1. Beberapa Tipe Pasang
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah
satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara
pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, :
pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semi diurnal dan
dua jenis
1) Pasang surut harian ganda (semi diurnal Dalam suatu hari terjadi dua
kali air pasang dan dua kali air dengan tinggi yang hampir sama dan
pasang surut terjadi secara secara
2) Pasang surut harian ganda (diurnal Dalam suatu hari terjadi satu kali air
pasang dan satu kali air
3) Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide
Dalam suatu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air
tetapi tinggi dan periodenya
4) Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide
ada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu
air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua pasang
dan dua kali surut dengan periode yang sangat
Gambar 2.2 : Tipe pasang
6.2.2. Pasang Surut Purnama dan
Proses terjadinya pasang surut purnama dan perbani dapat
sebagai berikut. Dengan adanya gaya tarik bulan dan matahari maka air
yang semula berbentuk bola berubah menjadi ellips. Karena bumi dan
bulan pada orbitnya, maka posisi bumi, bulan dan matahari berubah setiap
saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu hari (jumlah hari
dalam satu bulan menurut kalender tahun kamariah, tahun yang didasarkan
pada peredaran bulan). Pada setiap sekitar tanggal dan 15 (bulan muda dan
purnama) posisi bumi, bulan dan matahari berada pada satu garis lurus,
sehingga gaya tarik bulan dan matahari bumi saling memperkuat. Dalam
keadaan ini terjadi pasang surut (pasang besar, spring tide), di mana
tinggi pasang surut sangat disbanding pada hari-hari yang lain. Sedang
pada sekitar tanggal 7 dan (seperempat dan tiga perempat revolusi bulam
terhadap bumi) di mana dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap
bumi, maka gaya bulan terhadap bumi saling menggurangi. Dalam keadaan
ini terjadi surut perbani (pasang kecil, neap tide), di mana tinggi pasang
surut dibanding dengan hari-hari yang
Gambar 6.3 : Kedudukan bumi-bulan-matahari saat pasang purnama (a) pasang
perbani
Gambar 6.4 Variasi pasang surut karena perubahan tata
6.2.3. Beberapa Definisi Elevasi Muka
Mengingat muka air laut selalu berubah setiap saat, maka diperlukan
elevasi yang ditetapkan berdasar data pasang surut, yang dapat sebagai
pedoman di dalam perencanaan suatu
1) Muka air tinggi (high water level), muka air tertinggi yang dicapai saat
air pasang dalam satu siklus pasang
2) Muka air rendah (low water level), kedudukan air terendah yang
pada saat air surut dalam satu siklus pasang
3) Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL), adalah rerata muka
air tinggi selama periode 19
4) Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL), adalah rerata muka
air rendah selama periode 19
5) Muka air laut rerata (mean sea level, MSL), adalah muka air rerata muka
air tinggi rerata dan muka air rendah rerata. Elevasi ini sebgai referensi
untuk elevasi
6) Muka air tinggi tertinggi (highest high water level, HHWL), adalah
tertinggi pada saat pasang surut purnama atau bulan
7) Muka air rendah terendah (lowest low water level, LLWL), adalah
terendah pada saat pasang surut purnama atau bulan
8) Higher high water level, adalah air tertinggi dari dua air tinggi dalam hari,
seperti dalam pasang surut tipe
9) Lower low water level, adalah air terendah dari dua air rendah dalam
Beberapa definisi muka air tersebut banyak digunakan dalam
bangunan-bangunan pelabuhan, misalnya MHWL digunakan menentukan
elevasi puncak pemecah gelombang, dermaga, panjang pelampung
penambat dan sebagainya. Sedangkan LLWL diperlukan menentukan
kedalaman alur pelayaran dan kolam
6.2.4. Elevasi Muka Air
Di dalam perencanaan pelabuhan diperlukan data pengamatan pasang
minimal selama 15 hari yang digunakan untuk menentukan elevasi muka
rencana. Dengan penganatan selama 15 hari tersebut telah tercakup satu
pasang surut yang meliputi pasang purnama dan perbani. Pengamatan
lama (30 hari atau lebih) akan memberikan data yang lebih
Pengamatan muka air dapat menggunakan alat otomatis (aoutomatic
level recorder) atau secara manual dengan menggunakan bak ukur interval
pengamatan setip jam, siang dan malam. Untuk dapat pembacaan
dengan baik tanpa terpengaruh gelombang, biasanya dilakukan di
tempat terlindung, seperti muara atau
Dari data pengamatan pasang surtu dapat diramalkan pasang surut
periode berikutnya dengan menggunakan metode Admiralty atau
kuadrat terkecil (least square
Gambar 6.5 Kurva pasang surut dan beberapa elevasi muka
6.3.
Gelombang merupakan faktor penting di dalam perencanaan
Gelombang di laut bisa dibangkitkan oleh angin (gelombang angin), gaya
matahari dan bulan (pasang surut), letusan gunung berapi atau gempa di
(tsunami), kapal yang bergerak dan
Di antara beberapa bentuk gelombang tersebut yang paling penting
perencanaan pelabuhan adalah gelombang angin dan pasang surut.
adalah gelombang yang sangat besar yang apabila sampai di pantai
menghancurkan bangunan-bangunan di daerah tersebut. Tetapi karena tsunami
jarang terjadi, maka bangunan-bangunan pelabuhan tidak
berdasarkan tsunami. Perencanaan bangunan dengan memperhitungkan
akan memberikan dimensi bangunan yang sangat besar, sehingga
menjadi sangat
Gelombang yang digunakan untuk merencanakan
pelabuhan seperti pemecah gelombang, studi ketenangan di pelabuhan,
fasilitas-fasilitas pelabuhan lainnya. Gelombang tersebut akan menimbulkan
gaya yang bekerja pada bangunan pelabuhan. Selain itu gelombang juga
menimbulkan arus dant transpor sediman di daerah pantai. Layout
harus direncanakan sedemikian rupa sehingga sedimentasi di
pelabuhan
Pada umumnya gelombang di alam adalah sangat kompleks dan
digambarkan secara matematis karena ketidak-linieran, tiga dimensi
mempunyai bentuk yang random (suatu deret gelombang mempunyai tinggi
periode berbeda). Beberapa teori yang ada hanya menggambarkan
gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan gelombang alam.
beberapa teori dengan berbagai derajat kekompleksan dan ketelitian
menggambarkan gelombang di alam, di antaranya adalah teori Airy,
Gerstner, Mich, Knoidal dan
Teori paling sederhana adalah teori gelombang Airy, yang juga disebut
gelombang linier atau teori gelombang amplitudo kecil, yang pertama
dikemukakan oleh Airy pada tahun 1945. Selain mudah dipahami, teori
sudah dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan
6.3.1. Teori Gelombang
Berikut ini adalah hanya beberapa karakteristik gelombang Airy
natinya akan banyak berkaitan dalam hitungan-hitungan perencanaan. di
bawah ini menunjukkan suatu gelombang yang berada pada
koordinat x,y. gelombang menjalar pada arah sumbu
Gambar 6.6 Definisi ge
Dalam gambar tersebut gelombang bergerak dengan cepat rambat C di
dengan kedalaman d. dalam hal ini yang bergerak (merambat) hanya (profil)
muka airnya. Tidak seperti dalam aliran air di sungai di mana (massa) air
bergerak searah aliran, pada gelombang partikel air dalam satu orbit
tertutup sehingga tidak bergerak maju. Suatu pelampung berada di laut hanya
bergerak naik turun mengikuti gelombang dan berpindah (dalam arah
penjalaran) dari tempatnya semula. Posisi setiap saat selama gerak orbit
tersebut diberikan oleh koordinat (ξ) dan vertical (ε) terhadap pusat
orbit. Komponen kecepatan vertical setiap saat adalah u dan v, dan elevasi
muka air terhadap muka air x) di setiap titik adalah
1) Profil muka
Profil muka air merupakan fungsi ruang (x) dan waktu (t) mempunyai
bentuk berikut ini
η = 𝐻
2 cos (kx – σt)
Persamaan (2.1) menunjukkan fluktuasi muka adalah periode terhadap
x dan t, dan merupakan gelombang sinusoidal progresif yang menjalar dalam
arah sumbu x
Gambar 2.7 di bawah menunjukkan dari persamaan (2.1) untuk empat nilai t
yaitu t0 = 0, t1 = T/8, t3 = 3T/8, dengan T adalah periode gelombang. Profil 1, 2, 3
dan 4 dengan perubahan waktu gelombang menjalar dalam arah
sumbu x cepat rambat L/T, dengan L adalah panjang gelombang.
Penjalaran terlihat dari bergesernya puncak gelombang, dari kiri ke
kanan dengan perubahan
Gambar 6.7 Profil muka air karena adanya
2) Cepat rambat dan panjang
Cepat rambat (C) dan panjang gelombang (L) diberikan
persamaan berikut ini
C = 𝑔𝑇
2𝜋 tanh
2𝜋𝑑
𝐿 = 𝑔𝑇
2𝜋 tanh kd ( 2.2)
L = 𝑔𝑇2
2𝜋 tanh
2𝜋𝑑
𝐿 =
𝑔𝑇2
2𝜋 tanh kd (2.3)
Dengan k = 2𝜋
𝐿
Jika kedalaman air dan periode gelombang diketahui, maka cara coba-
banding (iterasi) akan didapat panjang gelombang
3) Klasifikasi gelombang menurut kedalaman
Berdasarkan kedalaman relatif, yaitu perbandingan antara air
d dan panjang gelombang L, (d/L), gelombang dapat menjadi tiga
macam yaitu
1. Gelombang di laut dangkal jika d/L <
2. Gelombang di laut transisi jika 1/20 < d/L <
3. Gelombang di laut dalam jika d/L <
Klasifikasi ini dilakukan untuk menyederhanakan
Apabila kedalaman relatif d/L adalah lebih besar dari 0,5; nilai
(2πd/L) = 1,0 sehingga persamaan (2.2) dan (2.3) menjadi (untuk g
9,81m/d²)
C0 = 𝑔𝑇
2𝜋 = 1,56 T (2.4)
L0 = 𝑔𝑇2
2𝜋 = 1,56 T2 (2.5)
Indeks o menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut adalah untuk di laut
Apabila kedalaman relatif kurang dari 1/20, nilai tanh (2πd/L) =
sehingga persamaan (2.2) dan (2.3) menjadi
C = 𝑔𝑑 (2.6)
L = 𝑔𝑑 T (2.7)
Untuk kondisi gelombang di laut transisi, yaitu apabila 1/20 , d/L < cepat
rambat dan panjang gelombang dihitung dengan persamaan (2.2)
dan
𝑑
𝐿𝑜 =
𝑑
𝐿 tanh
2𝜋𝑑
𝐿 (2.8)
Persamaan (2.8) dapat digunakan untuk menghitung elombang
di setiap kedalaman, apabila panjang gelombang di laut diketahui.
Penyelesaian persamaan (2.8) sangat sulit karena iterasi yang
panjang. Untuk memudahkan hitungan telah dibuat Dalam tabel tersebut
juga diberikan beberapa fungsi yang akan digunakan dalam hitungan
4) Kecepatan partikel
Gambar 6.8. Distribusi kecepatan partikel pada
5) Perpindahan
Ordinat horizontal dan vertikal dari gerak orbit partikel terhadap orbit
diberikan oleh bentuk berikut ini
Selama penjalaran gelombang dari laut dalam ke laut dangkal, orbit partikel
mengalami perubahan bentuk seperti gambar 2.13. Orbit perpindahan partikel
berbentuk lingkaran pada seluruh kedalaman di laut dalam. Di laut transisi dan
dangkal lintasan partikel berbentuk ellips semakin pipih, dan di dasar gerak partikel
adalahhorizontal.
Gambar 6.9 Gerak orbit partikel air di laut dangkal, transisi dan
6) Tekanan
Tekanan yang disebabkan oleh gelombang merupakan gabungan tekanan
hidrostatis dan dinamis yang disebabkan oleh gelombang, mempunyai bentuk
sebagai berikut ini. Gambar (2.10) distribusi tekanan
Gambar 2.10 : Tekanan
7) Kecepatan kelompok
Kecepatan kelompok gelombang mempunyai bentuk sebagai berikut
Cg = 1
2 𝐿
𝑇 1 +
2 𝑘𝑑
sinh2 𝑘𝑑 = nC (2.16)
n =1
2 1 +
2 𝑘𝑑
sinh2 𝑘𝑑 (2.17)
8) Energi dan tenaga
Energi total gelombang adalah jumlah dari energi kinetik dan potensial
gelombang. Energi kinetik adalah energi yng disebabkan kecepatan partikel
air karena adanya gerak gelombang. potensial adalah energi yang
dihasilkan oleh perpindahan muka air adanya tiap satu satuan waktu yang
menjalar dalam arah
Energi kinetik gelombang
Ek = 𝜌𝑔𝐻2 𝐿
16
Energi potensial gelombang
Ep = 𝜌𝑔𝐻2 𝐿
16
Energi total gelombang
Et = Ek + Ep = 𝜌𝑔𝐻2 𝐿
8 (2.18)
Tenaga gelombang
P = 𝑛𝐸
𝑇 (2.19)
dengan
n = 1
2 1 +
2𝑘𝑑
sinh2𝑘𝑑 (2.20)
b. Refraksi
Refraksi terjadi karena adanya pengaruh perubahan kedalaman laut.
daerah di mana kedalaman air lebih besar dari setengah panjang yaitu
di laut dalam, gelombang menjalar tanpa dipengaruhi dasar laut. di laut
transisi dan dangkal, dasar laut mempengaruhi gelombang. Di ini, apabila
ditinjau suatu garis puncak gelombang, bagian dari gelombang yang
berbeda di air yang lebih dangkal akan menjalar kecepatan yang lebih kecil
daripada bagian di air yang lebih dalam. garis puncak gelombang akan
membelok dan berusaha untuk sejajar garis kedalaman laut. Garis
orthogonal gelombang, yang itu garis yang lurus dengan garis puncak
gelombang dan menunjukkan ke arah gelombang, juga akan
membelok dan berusaha untuk menuju tegak dengan garis kontur dasar
Gambar menunjukkan contoh refraksi gelombang di daerah
yang mempunyai garis kontur dasar laut dan garis pantai yang tidak
Suatu deretan gelombang yang di laut dalam mempunyai panjang
Lo dan aris puncak gelombang sejajar bergerak menuju pantai. Terlihat
gambar bahwa garis puncak gelombang berubah bentuk dan berusahan
sejajar garis kontur dan garis pantai. Garis orthogonal gelombang
dalam arah menuju tegak lurus dengan garis Pada lokasi 1,
garis orthogonal gelombang menguncup sedang di lokasi garis orthogonal
gelombang menyebar. Karena energi antara dua orthogonal adalah
konstan sepanjang lintasan, berarti energi gelombang satuan lebar di lokasi 1
adalah lebih besar daripada di lokasi 2 (jarak garis orthogonal di lokasi 1
lebih kecil daripada di laut dalam sedang di 2 jarak tersebut lebih besar).
Apabila akan direncanakan suatu pelabuhan daerah pantai tersebut, maka
lokasi 2 adalah lebih cocok dari pada lokasi
Gambar 6.15 Refraksi gelombang pada kontur lurus dan sejajar
Tenaga yang terkandung di antara dua garis orthogonal dapat dianggap
konstan. Apabila jarak antara garis adalah b, maka tenaga gelombang
di laut dalam dan di suatu titik yang adalah
𝑏𝑛𝐸
𝑇 0 =
𝑏𝑛𝐸
𝑇 1 = konstan
Apabila enegi gelombang seperti yang diberikan oleh persamaan 3.18
disubtitusikan kedalam persamaan di atas, maka :
𝐻12
𝐻02 =
𝑏0𝑛0𝐿0
𝑏1𝑛1𝐿1
𝐻1
𝐻2 =
𝑛0𝐿0
𝑛1𝐿1
𝑏0
𝑏1 (2.21)
Suku pertama dari persamaan (2.21) adalah pengaruh
sedang suku kedua adalah pengaruh garis orthogonal menguncup
atau menyebar (devirgen) yang disebabkan oleh refraksi gelombang.
suku tersebut dikenal sebagai koefisien pendangkalan Ks dan
refraksi Kr, sehingga persamaan (2.21) menjadi
H1 = Ks Kr H0
Proses refraksi gelombang adalah sama dengan refraksi cahaya terjadi
karena cahaya melintasi dua media perantara berbeda. kesamaan
tersebut maka pemakaian hokum Snell pada optik dapat untuk
meyelesaikan masalah refraksi gelombang yang disebabkan
perubahan
Dipandang suatu deretan gelombang yang menjalar dari laut
kedalaman d1 menuju kedalaman d2, dengan perubahan mendadak
anak tangga) dan dianggap tidak ada refleksi gelombang pada tersebut.
Karena adanya perubahan kedalaman mak cepat rambat dan gelombang
berkurang dari C1 dan L1 menjadi C2 dan L2. Sesuai dengan Snell, berlaku:
sin α1 = 𝐶1
𝐶0 sin α0 (2.23)
dengan :
α0 : sudut antara garis puncak gelombang dengan kontur dasar di
gelombang
α1 : sudut yang sama yang diukur saat garis puncak
melintasi kontur dasar
C0 : kecepatan gelombang pada kedalaman di kontur
C1 : kecepatan gelombang pada kedalaman kontur berikutnya
Seperti terlihat dalam gambar (2.12), jarak antara orthogonal di laut
dan titik 1 adalah b0 dan b1. Apabila kontur dasar laut adalah lurus dan
maka jarak x di titik 0 dan 1 adalah sama sehingga
dengan koefisien refraksi adalah :
Kr = 𝑏0
𝑏1 =
cos𝛼0
cos𝛼1 (2.24)
Analisis refraksi dapat dilakukan secara analitis apabila garis kontur
dan saling sejajar dengan menggunakan hukum Snell secara
(persamaan
c. Difraksi
Apabila gelombang datang terhalang oleh suatu rintangan seperti
gelombang atau pulau, maka gelombang tersebut akan membelok di
ujung rintangan dan masuk di daerah terlindung di belakangnya, terlihat
pada gambar (2.13). Fenomena ini dikenal dengan defraksi Dalam
defraksi gelombang ini terjadi transfer energi dalam arah tegak penjalaran
gelombang menuju daerah terlindung. Seperti terlihat gambar (2.13),
apabila tidak terjadi difraksi gelombang, daerah di rintangan akan
tenang. Tetapi karena adanya proses difraksi maka tersebut terpengaruh
oleh gelombang datang. Transfer energi ke terlindung menyebabkan
terbentuknya gelombang di daerah meskipun tidak sebesar gelombang
di luar daerah terlindung. Garis gelombang di belakang rintangan
mempunyai bentuk busur Dianggap bahwa kedalaman air adalah
konstan. Apabila tidak maka difraksi juga terjadi refraksi gelombang.
Biasanya tinggi gelombang di sepanjang puncak gelombang menuju
daerah terlindung. tentang difraksi gelombang ini penting di dalam
perencanaan pelabuhan pemecah gelombang sebagai pelindung
Gambar 2.13 : Difraksi gelombang di belakang
d. Hitungan Difraksi
Pada rintangan (pemecah gelombang) tunggal, tinggi gelombang di
tempat daerah terlindung tergantung pada jarak titik tersebut terhadap
rintangan r, sudut antara rintangan dan garis yang menghubungkan
tersebut dengan ujung rintangan β, dan sudut antara arah
gelombang dan rintangan θ gambar (2.13). Perbandingan antara gelombang
di titik yang terletak di daerah terlindung dan tinggi dating disebut
koefisien difraksi K’
HA = K’ Hp
K’ = f
e. Gelombang Laut Dalam
Analisis transformasi gelombang sering dilakukan dengan
gelombang laut dalam ekivalen. Pemakaian gelombang ini bertujuan
menetapkan tinggi gelombang yang mengalami refraksi, difraksi transformasi
lainnya, sehingga perkiraan transformasi dan gelombang dapat dilakukan
dengan lebih mudah. Tinggi gelombang dalam ekivalen diberikan oeh bentuk
H’0 = K’ Kr H0
dengan
H’0 : tinggi gelombang laut dalam
H0 : tinggi gelombang laut
K’ : koefisien
Kr : koefisien
Konsep tinggi gelombang laut dalam ekivalen ini digunakan dalam
gelombang pecah, kanaikan (runup) gelombang, limpasan gelombang
proses
f. Refleksi
Gelombang yang mengenai/membentur suatu bangunan akan
sebagian atau seluruhnya. Refleksi geombang di dalam pelabuhan
menyebabkan ketidak-tenangan di dalam perairan pelabuhan. Fluktuasi air
ini akan menyebabkan gerakan-gerakan kapal yang ditambat, dan
menimbulkan tegangan yang besar pada tali penambat. Untuk
ketenangan di kolam pelabuhan maka bangunan-bangunan yang ada
pelabuhan harus bisa menyerap/menghancurkan gelombang. Suatu
yang mempunyai sisi miring dan terbuat dari tumpukan batu akan
menyerap energi gelombang lebih banyak di banding dengan bangunan dan
masif. Pada bangunan vertikal, halus dan dinding tidak elastis, akan
dipantulkan seluruhnya. Gambar (2.14) adalah bentuk profil muka air depan
bangunan
Besar kemampuan suatu benda memantulkan gelombang diberikan
koefisien refleksi, yaitu perbandingan natara tinggi gelombang refleksi Hr tinggi
gelombang datang Hi
X = 𝐻𝑟
𝐻𝑖
Koefisien refleksi bangunan diestimasi berdasarkan tes model.
refleksi berbagai benda diberikan dalam tabel
Gambar 2.14 : Profil muka air di depan bangunan
Tabel 2.3 : Koefisien
Tipe
Dinding vertikal dengan puncak di atas
Dinding vertikal dengan puncak
Tumpukan batu sisi
0,7 –
0,5 –
0,3 –
(Sumber : Pelabuhan, Bambang Triatmodjo,
Gerak gelombang di depan dinding vertical yang dapat
gelombang dengan sempurna yang mempunyai arah tegak lurus pada dapat
ditentukan dengan superposisi dari dua gelombang yang karakteristik
sama tetapi arah penjalarannya berlawanan. Superposisi kedua gelombang
tersebut menyebabkan terjadinya standing wave klapotis. Untuk
gelombang amplitude kecil, fluktuasi muka air
𝜂𝑖 = 𝐻1
2 cos (kx – σt)
Dan gelombang refleksi
𝜂𝑟 = X 𝐻1
2 cos (kx – σt)
Profil muka air di depan bangunan diberikan oleh jumlah 𝜂𝑖 dan 𝜂𝑟 :
+ 𝜂𝑟 = 𝐻1
2 cos (kx – σt) + X
𝐻1
2 cos (kx – σt)
= (1 + X) 𝐻1
2 cos kx cos σt
Apabila refleksi adalah sempurna X = 1, maka
η = Hi cos kx cos σt
Persamaan tersebut menunjukkan fluktuasi muka air gelombang
(standing wave) yang periodic terhadap waktu (t) dan terhadap jarak
Apabila cos kx = cos σt = 1 maka tinggi maksimum adalah 2Hi, yang
bahwa tinggi gelombang di depan bangunan vertical bisa mencapai dua tinggi
gelombang
g. Gelombang
Jika gelombang menjalar dari tempat yang dalam menuju ke tempat
makin lama makin dangkal, pada suatu lokasi tertentu gelombang
pecah. Kondisi gelombang pecah tergantung pada kemiringan dasar pantai
kecuraman gelombang. Tinggi gelombang pecah dapt dihitung dengan
berikut ini
𝐻𝑏
𝐻′0 =
Kedalaman air di mana gelombang pecah diberikan oleh rumus berikut
Di mana a dan b merupakan fungsi kemiringan pantai m dan diberikan
persamaan berikut
A = -19m
�
�,
��
��ℯ ���,��
dengan
Hb = tinggi gelombang p
H’0 = tinggi gelombang laut dalam
L0 = panjang gelombang di laut
db = kedalaman air pada saat gelombang
m = kemiringan dasar
g = percepatan
T = periode
Sudut datang gelombang pecah diukur berdasarkan gambar refraksi
kedalaman di mana terjadi gelombang
Penelitian yang dilakukan oleh Iversen, Galvin dan Goda (dalam
1984) menunjukkan bahwa Hb/H’0 dan db/Hb tergantung pada
dasar pantai dan kemiringan gelombang datang. Gambar (2.15), adalah yang
dibuat oleh Goda yang memberikan hubungan antara Hb/H’0 dan 0 untuk
berbagai kemiringan dasar pantai. Sedang gambar (2.16), adalah penelitian
Wiegel yang memberikan hubungan antara db/Hb dan Hb/gT² berbagai
kemiringan dasar pantai. Gambar (2.15) dan (2.16) disarankan digunakan di
dalam hitungan tinggi dan kedalaman gelombang
Gelombang pecah dapat dibedakan menjadi spilling, piunging atau
yang tergantung pada cara pecahnya. Spilling biasanya terjadi
gelombang dengan kemiringan kecil menuju pada pantai yang sangat
(kemiringan kecil). Gelombang mulai pecah pada jarak yang cukup jauh pantai
dan pecahnya terjadi berangsur-angsur. Buih terjadi pada gelombang
selama mengalami pecah dan meninggalkan suatu lapis tipis pda jarak yang
cukup panjang. Gelombang pecah tipe plunging terjadi kemiringan
gelombang dan dasar laut besar sehingga gelombang dengan
dengan puncak gelombang memutar dan massa air pada gelombang akan
terjun ke depan. Energi gelombang pecah dihancurkan turbulensi, sebagian
kecil dipantulkan pantai ke laut, dan tidak gelombang baru terjadi pada air
yang lebih dangkal. Gelombang pecah surging terjadi pada pantai dengan
kemiringan yang sangat besar seperti terjadi pada pantai berkarang.
Daerah gelombang pecah sangat sempit, sebagian besar energi
dipantulkan kembali ke laut dalam. Gelombang tipe surging ini mirip
dengan plunging, tetapi sebelum puncaknya terjun, gelombang sudah
Gambar 2.15 : Grafik tinggi gelobang
Gambar 2.16 : Grafik kedalaman gelombang
h. Gelombang
Gelombang yang ada di alam adalah sangat kompleks yang terdiri
suatu deretan/kelompok gelombang di mana masing-masing gelombang
dalam kelompok tesebut mempunyai tinggi dan periode
Gambar (2.17). adalah suatu pencatatan gelombang sebagai fungsi
di suatu tempat. Gambar tersebut menunjukkan bahwa gelombang
bentuk yang tidak teratur, dengan tinggi dan periode tidak konstan.
terhadap gambar tersebut, mengingat terdapat lebih dari satu
dengan tinggi dan periode
Gambar 2.17 : Pencatatan gelombang di suatu
Pengukuran gelombang di suatu tempat memberikan pencatatan muka
sebagai fungsi waktu. Pengukuran ini dilakukan dalam waktu yang panjang,
sehingga data gelombang akan sangat banyak. kekompleksan dan
besarnya jumlah data teresebut, mak gelombang dianalisa secara statistic
untuk mendapatkan bentuk gelombang bermanfaat. Dalam bidang teknik
sipil, parameter gelombang yang digunakan adalah tinggi
i. Pembangkit
Angin yang berhembus di atas permukaan air semula tenang,
menyebabkan gangguan pada permukaan tersebut, dengan timbulnya
gelombang kecil di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin riak
tersebut menjadi semakin besar, dan apabila angin berhembus akhirnya
akan terbentuk gelombang. Semakin lama dan semakin kuat berhembus,
semakin besar gelombang yang
Tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan dipengaruhi
kecepatan angin U, lama angin berhembus D, dan data fetch F yaitu jarak
mana angin Di dalam peramalan gelombang, perlu diketahui
beberapa berikut ini
1. Kecepatan rerata angin U di permukaan
2. Arah
3. Panjang daerah pembangkit gelombang di mana angin
kecepatan dan arah konstan
4. Lama berhembus angin pada
1) Kecepatan
Biasanya pengukuran angin dilakukan di daratan, padahal di
rumus-rumus pembangkitan gelombang data angin yang digunakan yang
ada di atas permukaan laut. Oleh karena itu diperlukan dari data
angin di atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke angin di atas
permukaan laut. Hubungan antara angin di atas laut dan di atas daratan
terdekat diberikan oleh Rt = Uw/Ul seperti terlihat di gambar (2.18).
Gambar tersebut merupakan hasil penelitian dilakukan di Great
Lake, Anmerika Serikat. Grafik tersebut digunakan untuk daerah lain
kecuali apabila karakteristik daerah berlainan. Lama berhembus (durasi)
angin dapat diperoleh dari ddata jam-jaman seperti yang telah dijelaskan di
Rumus-rumus dan grafik-grafik pembangkitan mengandung
variable UA, yaitu faktor tegangan angin yang dapat dari kecepatan angin.
Setelah dilakukan berbagai konversi kecepatan seperti yang dijelaskan di
atas, kecepatan angin dikonversikan pada tegangan angin dengan
menggunakan rumus berikut
UA = 0,71 U1,23
di mana : U adalah kecepatan angin dalam
Gambar 2.18 : Grafik hubungan antara kecepatan angin di laut dan
2)
Di dalam tinjauan pembangkitan gelombang di laut, fetch dibatasi
bentuk daratan yang mengililingi laut. Di daerah pembentukan
gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam satu arah yang sama arah
angin tetapi juga dalam berbagai subut terhadap arah angin. (2.19)
menunjukkan cara untuk mendapatkan fetch efektif. Fetch efektif
diberikan oleh persamaan berikut
Feff = 𝑋𝑖 cos𝛼
cos𝛼
dengan
Feff : fetch rerata
Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik gelombang
ke ujung akhir
Α : deviasi pada kedua sisi dari arah angin dengan
pertambahan 6° sampai sudut sebesar 42° pada kedua sisi arah
Gambar 2.19 :
3) Peramalan Gelombang di Laut
Berdasarkan pada kecepatan angin, lama hembus angin dan
seperti yang telah dibicarakan di depan, dilakukan peramalan dengan
menngunakan garfik pada gambar
Dari grafik tersebut apabila panjang fetch (F), factor tegangan (UA)
dan durasi diketahui maka tinggi dan periode gelombang dapat
Gambar 2.20 : Grafik peramalan
j. Pemilihan Gelombang Bangunan pelabuhan/pantai harus direncanakan untuk mampu
gaya-gaya yang bekerja padanya. Hitungan stabilitas bangunan
didasarkan pada kondisi ekstrim, di mana dengan kondisi tersebut harus
tetap aman. Biasanya kondisi yang diperhitungkan tersebut termasuk
gelombang dengan periode kejadian tertentu, misalnya dengan masa
ulang 50 atau 100 tahunan. Penentuan gelombang rencana
mempertimbangkan fungsi dan tipe bangunan, kepentingan bangunan,
juga biaya pelaksanaan
Tinggi gelombang yang diperoleh dari peramalan gelombang adalah
gelombang signifikan Hs. Dengan menganggap tinggi gelombang
distribusi Rayleigh, Hs dapat digunakan untuk memperkirakan
gelombang dengan karakteristik yang lain, misalnya H10 = 1,28 Hs; H5 =
Hs; H1 = 1,68 Hs dan
Untuk menghitung gaya-gaya gelombang maksimum pada bangunan
berat batu pelindung pemecah pemecah gelombang diperlukan tinggi
dan periode gelombang rencana yang dapat mempresentasikan
gelombang selama kejadian ekstem. Pemilihan tinggi gelombang
tergantung pada kondisi lokasi bangunan, metode pelaksanaan,
bangunan yang digunakan dan data-data lain yang
Tinggi gelombang rencana dipilh tergantung pada apakah bangunan
semi kaku atau fleksibel. Untuk bangunan kaku, seperti dinding beton
kaison, di mana tinggi gelombang di dalam deretan gelombang menyebabkan
runtuhnya seluruh bangunan, maka tinggi gelombang biasanya diambil
H1. Untuk bangunan semi kaku, seperti sel turap baja, gelombang rencana
dipilih antara H10 sampai H1. Untuk bangunan seperti bangunan dari
tumpukan batu, tinggi gelombang rencana dari H5 sampai Hs.
kerusakan yang terjadi pada bangunan tumpukan apabila gelombang
yang terjadi lebih besar dari gelombang rencana, akan berakibat fatal.
Walaupun bangunan telah rusak tetapi masih berfungsi, dan batu-batu
yang tergeser dari tempat-tempat akan
2.4.4. Transpor Sedimen
Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai
menimbulkan arus sepanjang pantai (longshore current). Arus ini terjadi di
antara gelombang pecah dan garis pantai. Variabel terpenting di dalam
kecepatan arus sepanjang pantai adalah sudut antara puncak
gelombang pecah garis pantai, dan tinggi gelombang
Transport sedimen pantai adalah gerak sedimen di daerah pantai
disebabkan oleh gelombang dan arus. Daerah transport sedimen
pantai terbentang dari garis pantai sampai tepat di luar daerah gelombang
Transport sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi transport menuju
meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transport sepanjang
(longshore transport). Transpor menuju dan meninggalkan pantai
arah rata-rata tegak lurus garis pantai,sedang transport
sepanjang mempunyai arah rata-rata sejajar pantai. Gerak sesaat dari
partikel mempunyai dua komponen menuju – meninggalkan pantai dan
sepanjang Di daerah lepas pantai biasanya hanya terjadi transpor menuju
dan pantai, sedang di daerah dekat pantai terjadi kedua jenis
transport
Transpor sedimen sepanjang pantai banyak menyebabkan permasalahan
dalam pencegahan sedimentasi di pelabuhan, erosi pantai dan sebagainya.
karena itu prediksi transpor sedimen sepanjang pantai untuk berbagai
adalah sangat
Transpor sedimen sepanjang pantai dapat dihitung dengan
rumus empiris. Ada beberapa rumus empiris yang diberikan oleh
banyak ahli, antaranya adalah yang diberikan oleh CERC, yaitu
Qs = 𝐾
𝜌𝑏−𝜌 𝑔 1−𝑛 P1
P1 =
dengan
Qs : transpor sedimen sepanjang
P1 : komponen fluks energi gelombang pada saat Hb : tinggi gelombang
Cb : cepat rambat gelombang
αb : sudut datang gelombang
BAB VI
KAPAL
6.1. Beberapa definisi
Panjang, lebar dan sarat (draft) kapal yang akan menggunakan pelabuhan
berhubungan langsung dengan perencanaan pelabuhan dan fasilitas-fasilitas
yang harus tersedia di pelabuhan. Gambar 6.1 menunjukkan dimensi utama
kapal yang akan digunakan untuk menjelaskan beberapa definisi kapal.
Displacement Tonnage, DT (Ukuran Isi Tolak) adalah berat total kapal
dengan muatannya yang sama dengan berat volume air yang dipindahkan kapal.
Berat kapal diperoleh dari perkalian antara volume air yang dipindahkan dan
berat jenis air laut. Volume air yang dipindahkan adalah perkalian panjang garis
air (Length between perpendiculars, Lpp), lebar kapal, draft, koefisien blok.
Koefisien blok adalah perbandingan antara volume bagian kapal yang terendam
air dan volume dari perkalian antara panjang garis air, lebar dan draft kapal (Lpp x
B x d).
Displacement Tonnage Loaded, adalah ukuran Isi Tolak Kapal bermuatan
penuh yaitu berat kapal maksimum. Apabila kapal sudah mencapai displacement
tonnage loaded masih dimuati lagi, kapal akan terganggu stabilitasnya sehingga
kapal bisa tenggelam.
Displacement Tonnage Light adalah ukuran isi tolak dalam keadaan
kosong atau berat kosong, yaitu berat kapal tanpa muatan. Dalam hal ini berat
kapal adalah termasuk perlengkapan berlayar, bahan bakar, anak buah kapal,
dan sebagainya. Displacement Tonnage Light adalah sekitar 15 – 25% dari
Diplacement Tonnage Loaded.
Deadweight Tonnage, DWT (Bobot Mati) yaitu kapasitas angkut kapal,
yaitu berat total muatan maksimum yang diijinkan, bahan bakar, air bersih dsb.
Jadi DWT adalah selisih antara Displacement Tonnage Loaded dan
Displacement Tonnage Light.
Gross Register Tons, GRT (Ukuran Isi Kotor) adalah volume keseluruhan
ruang kapal (1 GRT = 2,83 m3 = 100 ft3).
Netto Register Tons, NRT (Ukuran Isi Bersih, adalah ruangan yang
disediakan untuk muatan dan penumpang, besarnya sama dengan GRT
dikurangi ruangan-ruangan yang disediakan untuk nakhoda dan anak buah
kapal, ruang mesin, gang, kamar mandi, dapur, ruang peta.
Sarat (draft) adalah bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan
maksimum, atau jarak antara garis air pada beban yang direncanakan (designed
load water line) dengan titik terendah kapal.
Panjang total (length overall, Loa) adalah panjang kapal dihitung dari ujung
depan (haluan) sampai dengan ujung belakang (buritan).
Panjang garis air (length between perpendiculars, Lpp) adalah panjang
antara kedua ujung design load water line. Panjang garis air adalah sekitar 95%
dari panjang total.
Lebar kapal (beam) adalah jarak maksimum antara dua sisi kapal.
6.2. Jenis Kapal
Selain dimensi kapal, karekteristik kapal seperti tipe dan fungsinya juga
berpengaruh terhadap perencanaan pelabuhan. Tipe kapal berpengaruh pada
tipe pelabuhan yang akan direncanakan. Sesuai dengan fungsinya, kapal dapat
dibedakan menjadi beberapa tipe sebagai berikut ini
6.2.1. Kapal Penumpang
Di Indonesia yang merupakan Negara kepulauan dan taraf hidup
penduduknya sebagian masih rendah, kapal penumpang masih mempunyai
peran yang cukup besar. Jaran antara pulau yang relative dekat masih bias
dilayani dengan kapal-kapal penumpang. Selain dari itu dengan semakin
mudahnya hubungan antara pulau (Sumatera – Jawa – Bali), semakin banyak
beroperasi feri-feri yang memungkinkan mengangkut mobil, bis dan truk
bersama-sama dengan penumpangnya. Pada umumnya kapal penumpang
mempunyai ukuran relatif kecil.
Gambar 6.1. Kapal Penumpang
6.2.2. Kapal Barang
Kapal barang khusus dibuat untuk mengangkut barang. Pada umumnya
kapal barang mempunyai ukuran lebih besar dari kapal penumpang.
Bongkar muat barang bias dilakukan dengan dua cara yaitu secara vertical
atau horizontal. Bongkar muat secara vertical yang biasa disebut lift on/lift off
(Lo/Lo) dilakukan dengan keran kapal, keran mobil dan/atau keran tetap yang
ada di dermaga. Pada bongkar muat secara horizontal yang juga disebut Roll
on/Roll off (Ro/Ro) barang-barang diangkut dengan menggunakan truk.
Kapal ini juga dibedakan menjadi beberapa macam sesuai dengan barang
yang diangkut, seperti biji-bijian, barang-barang yang dimasukkan dalam peti
kemas (container), benda cair (minyak, bahan kimia, gas alam cair dsb).
a. Kapal barang umum (general cargo ship)
Kapal ini digunakan untuk mengangkut muatan umum (general cargo).
Muatan tersebut bias terdiri dari bermacam-macam barang yang dibungkus
dalam peti, karung dan sebagainya yang dikapalkan oleh banyak pengirim untuk
banyak penerima di beberapa pelabuhan tujuan.
Gambar 6.2. Kapal Barang Umum (Kargo)
b. Kapal Peti Kemas
Kapal peti kemas dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berikut ini :
1) Full container ship, yaitu kapal yang dibuat secara khusus untuk mengangkut
peti kemas. Ruangan muatan kapal dilengkapi dengan sel-sel yang keempat
sudutnya diberi pemandu untuk memudahkan masuk dan keluarnya peti
kemas. Kapal seperti ini biasa disebut third generation container ship.
2) Partial container ship, yaitu kapal yang sebagian ruangannya diperuntukan
bagi muatan peti kemas dan sebagian lainnya untuk muatan konvensional.
Kapal ini biasa disebut dengan semi container.
3) Convertible container ship, yaitu kapal yang sebagian atau seluruh
ruangannya dapat dipergunakan untuk memuat peti kemas atau muatan
lainnya. Pada saat yang lain kapal ini dapat diubah sesuai dengan kebutuhan
untuk mengangkut muatan konvensional atau peti kemas.
4) Ship with limited container carrying ability, yaitu kapal yang mempunyai
kemampuan mengangkut peti kemas daloam jumlah terbatas. Kapal ini
dilengkapi dengan perlengkapan khusus untuk memungkinkan mengangkut
peti kemas dalam jumlah terbatas. Dilihat dari segi konstruksinya, kapal ini
adalah kapal konvensional.
5) Ship without special container stowing or handling device, yaitu kapal yang
tidak mempunyai alat-alat bongkar muat dan alat pemadatan (stowing) secara
khusus, tetapi juga mengangkut peti kemas. Muatan peti kemas diperlakukan
sebagai muatan konvensional yang berukuran besar dan diikat dengan cara-
cara konvensional.
Gambar 6.3. Kapal Peti Kemas
c. Kapal Barang Curah (bulk cargo ship)
Kapal ini digunakan untuk mengangkut muatan curah yang dikapalkan dalam
jumlah banyak sekaligus. Muatan curah ini bisa berupa beras, gandum, batu
bara, bijih besi, dan sebagainya. Kapal jenis ini ada yang mempunyai kapasitas
175.000 DWT dengan panjang 330 m, lebar 48,5 m dan sarat 18,5 m. Kapal
pengangkut barang curah bias berupa tongkang yang ditarik oleh kapal tunda.
Gambar 6.4. Tongkang
d. Kapal tanker
Kapal ini digunakan untuk mengangkut minyak yang umumnya
mempunyai ukuran yang sangat besar. Berat yang diangkut bervariasi antara
beberapa ribu ton sampai ratusan ribu ton. Kapal tanker ada yang mempunyai
kapasitas sampai 555.000 DWT yang mempunyai panjang 414 meter, lebar 63 m
dan sarat 28,5 m.
Karena barang cair yang berada dalam ruangan kapal bergerak secara
horizontal (memanjang dan melintang), sehingga dapat membahayakan
stabilitas kapal, maka ruangan kapal dibagi beberapa kompartemen (bagian
ruangan) yang berupa tangki-tangki. Dengan pembagian ini, maka tekanan zat
cair dapat dipecah sehingga tidak membahayakan stabilitas kapal. Tetapi dengan
demikan banyak memerlukan pompa dan pipa-pipa untuk menyalurkan minyak
masuk dan keluar kapal.
Gambar 6.5. Kapal Tanker
e. Kapal khusus (special designed ship)
Kapal ini dibuat khusus untuk mengangkut barang tertentu seperti daging
yang harus diangkut dalam keadaan beku, kapal pengangkut gas alam cair
(liquid natural gas, LNG), dan sebagainya. Pemuatan LNG dilakukan dengan
menggunakan pipa-pipa dan pompa.
Gambar 6.6. Kapal LNG
f. Kapal ikan
Kapal ikan digunakan untuk menangkap ikan di laut. Ukuran kapal ikan yang
digunakan tergantung pada jenis ikan yang tersedia, potensi ikan di daerah
tangkapan, karakteristik alat tangkap, jarak daerah tangkapan dsb. Ukuran kapal
yang singgah di pelabuhan bervariasi, mulai dari perahu motor temple sampai
dengan kapal motor berbobot puluhan sampai ratusan GT. Jarak jangkau dan
waktu atau durasi penangkapan ikan tergantung pada ukuran kapal. Perahu
motor temple dapat menangkap ikan di perairan sampai jauh 3 – 4 mil, yang
berangkat melaut pagi hari dan pu lang siang/sore hari.
Gambar 6.7. Kapal Ikan
BAB XIV
SISTEM FENDER
Pada saat kapal akan merapat ke dermaga masih mempunyai kecepatan
baik yang berasal dari mesinnya sendiri (kapal kecil) maupun ditarik oleh kapal
tunda (untuk kapal besar. Waktu merapat tersebut terjadi benturan antara kapal
dan dermaga.
Oleh sebab itu saat kapal akan ditambat pada dermaga, maka baik kapal
maupun dermaga perlu dilindungi agar tidak terjadi kerusakan akibat benturan.
Akibat benturan ini sebagian energinya diserap oleh bantalan yang ditempatkan
di depan dermaga disebut fender dan sisanya ditahan oleh konstruksi. Sistem
fender ini dibagi atas dua bagian, yaitu : fender pelindung (protective) dan fender
bentur (impact fender).
Ketika kapal membentur fender, fender tersebut akan mengalami defleksi
(pemampatan). Karena defleksi tersebut maka fender dapat menyerap energy
benturan kapal, dan meneruskan gaya benturan ke struktur dermaga.
14.1. Tipe Fender
Fender dibuat dari bahan yang elastis seperti kayu dan karet. Fender kayu
bisa berupa batang kayu yang dipasang di depan muka dermaga atau tiang kayu
yang dipancang. Fender kayu bisa berupa batang-batang kayu yang dipasang
horizontal atau vertikal di sisi depan dermaga. Saat ini fender dari kayu sudah
tidak banyak digunakan, mengingat harga kayu tidak lagi murah dan masalah
lingkungan yang muncul dengan penebangan pohon.
Selain dari itu sekarang banyak digunakan fender yang terbuat dari karet.
Fender karet diproduksi oleh pabrik dengan bentuk dan ukuran berbeda yang
tergantung dengan fungsinya. Fender dengan tipe yang sama tapi diproduksi
oleh pabrik yang berbeda bisa mempunyai karakteristik yang berbeda.
Fender karet dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu :
a. Fender yang dipasang pada struktur dermaga, yang masih dapat dibedakan
menjadi fender tekuk (buckling fender) yaitu fender yang mengalami tekuk jika
menerima gaya tekan, seperti fender tipe V, fender tipe A, fender cell; dan
fender tak tertekuk (non-buckling fender) seperti fender dari ban mobil bekas
dan fender silinder.
b. Fender terapung yang ditempatkan antara kapal dan struktur dermaga,
seperti fender pneumatic.
14.1.1. Fender ban bekas
Fender ini bentuk yang paling sederhana dri ban-ban bekas mobil yang
dipasang pada sisi depan di sepanjang dermaga. Fender ban mobil ini digunakan
pada dermaga untuk merapat kapal-kapal kecil. Karena tekanan kapal pada
waktu merapat, ban mobil akan mengalami defleksi dan menyerap energy
benturan.
14.1.2. Fender tipe A
Fender tipe A ini (gambar 14.1) dipasang pada dermaga dengan
menggunakan baut. Dalam perencanaan system fender, tipe dan ukuran fender
dipilih berdasarkan energy yang ditimbulkan oleh benturan kapal. Nilai-nilai
tersebut adalah hubungan antara defleksi dan gaya reaksi serta defleksi dan
energi yang diserap. PT Kemenangan yang memproduksi fender tipe ini
menggambarkan karekteristik fender seperti contoh tipe KAF 400H x 1000L
seperti gambar 14.2 di bawah, sedangkan Tabel 14.1 menunjukkan gaya reaksi
dan energy fender tipe A per panjang satu meter pada defleksi 45%.
Gambar 7.1 Fender Tipe A (PT Gada Bina Usaha)
14.1. Gaya reaksi dan energy fender tipe A per panjang satu meter pada defleksi
45%
Tipe Fender
CA CB
R.F (ton) E.A (ton) R.F (ton) E.A (ton)
KAF 200 H 15.28 1.0 12.3 0.75
KAF 300 H 23.60 2.2 17.34 1.60
KAF 400 H 30.92 4.0 24.25 3.00
KAF 500 H 38.56 6.2 30.10 4.60
KAF 600 H 45.08 9.0 34.15 6.50
KAF 800 H 60.50 16.0 48.33 12.00
KAF 1000 H 75.31 25.10 60.10 18.00
Sumber : Bambang Triatmodjo, 2010
14.1.3. Fender Tipe V
Fender tipe V mempunyai bentuk yang serupa dengan fender A.
Karakteristik fender tersebut diberikan oleh pabrik pembuatnya PT Gada Bina
Usaha seperti ditunjukkan dalam gambar 7.2.
Gambar 7.2. Fender tipe V produksi PT Gada Bina Usaha
Gambar 7.3. Potongan melintang fender tipe V
Tabel 7.1. Ukuran fender tipe V produksi PT Gada Bina Usaha
14.1 Energi dan gaya bentur
Kapal yang merapat ke dermaga membentuk sudut terhadap sisi dermaga
dan mempunyai kecepatan tertentu. Dalam perencanaan fender dianggap bahwa
kapal but 100 terhadap sisi depan dermaga. Pada saat merapat tersebut sisi
depan kapal membentur fender, dan menimbulkan energi benturan yang diserap
oleh fender dan dermaga. Kecepatan merapat kapal diproyeksikan dalam arah
tegak lurus memanjang dermaga. Komponen dalam arah tegak lurus sisi
dermaga diperhitungkan untuk merencanakan fender.
Ketika kapal membentur fender, fender mengalami defleksi, dari nilai nol
sampai nilai maksimum yang diijinkan. Gaya reaksi fender meningkat dengan
pertambahan nilai defleksi. Kerja yang dilakukan oleh dermaga adalah :
K = 1
2 Fd
Karena benturan kapal tersebut fender memberikan reaksi F. Apabila d
adalah defleksi fender, maka terdapat hubungan berikut ini :
E = 1
2 𝐹𝑑
1
2 𝑊
𝑔 V2 =
1
2 𝐹𝑑
F = 1
2 𝑊
𝑔𝑑 V2
dengan :
F : gaya bentur yang diserap system fender
d : defleksi fender
V : komponen kecepatan dalam arah tegak lurus sisi dermaga
W : bobot kapal bermuatan penuh
g : percepatan gravitasi (9,8 m/det2)
Besar energy benturan diberikan oleh rumus berikut ini :
E = 𝑊𝑉2
2 𝑔 Cm Ce Cs Cc , untuk harga Cs = 1 dan Cc = 1, maka rumusnya :
E = 𝑊𝑉2
2 𝑔 Cm Ce
Dengan :
E : energi benturan (ton meter)
V : komponen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada
saat membentur dermaga (m/det)
W : displacement (berat) kapal
G : percepatan gravitasi (m/det2)
Cm : koefisien massa
Ce : koefisien eksentrisitas
Cs : koefisien kekerasan (diambil 1)
Cc : koefisien bentuk dari tambatan (diambil 1)
Nilai Cm dihitung dengan rumus :
Cm = 1 + 𝜋
2 𝐶𝑏 𝑑
𝐵 , dimana :
Cb = 𝑊
𝐿𝑝𝑝 𝐵𝑑𝛾0
Dengan :
Cb : koefisien blok kapal
d : draft kapal (m)
B : lebar kapal (m)
Lpp : panjang garis air (m)
γo : berat jenis air laut (t/m3)
Bila suatu benda dengan suatu massa m (m = 𝑊
𝑔) bergerak dengan kecepatan v;
untuk menghitung kerja sampai benda tersebut berhenti atau v1 = 0. Bila P
adalah gaya dinamis yang mengubah kecepatan v menjadi v1 = 0 dan a adalah
akselerasi, sedangkan s adalah jarak yang ditempuh, didapatkan persamaan-
persamaan sebagai berikut:
v12 – v2 = 2.a.s
0 – v2 = 2 as s = - 𝑉2
2𝑎
Kerja yang dilakukan gaya P adalah P.s
Atau m . a X – 𝑉2
2𝑎 = -
1
2 . m v2
Jadi besar energi kinetis E adalah :
E = 1
2. m v2 =
1
2 𝑊
𝑔 v2
Dimana :
E = energi kinetis;
m = massa benda;
W = berat benda (dalam hal ini kapal), maka berat seluruh kapal dengan
muatannya;