tek_0610_final

36
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edisi 06 – Juni 2010 | Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro & Keuangan Pedasnya harga Cabe Rencana Aksi Tim Pengendali Inflasi GDP Deflator vs CPI Mengendalikan Gejolak Harga Pangan Mempertemukan Ekspektasi dan Kenyataan

Upload: fantau

Post on 24-Jun-2015

577 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEK_0610_FINAL

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Edisi 06 – Juni 2010 | Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro & Keuangan

Pedasnya harga Cabe

Rencana Aksi Tim Pengendali Inflasi

GDP Deflator vs CPI

Mengendalikan Gejolak Harga Pangan Mempertemukan Ekspektasi dan Kenyataan

Page 2: TEK_0610_FINAL

Juni 2010

TINJAUAN EKONOMI & KEUANGAN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Asisten Deputi Urusan Analisa Kebijakan Makro Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Ged. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836

www.ekon.go.id

Page 3: TEK_0610_FINAL

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kedeputian Ekonomi Makro dan Keuangan

Edisi Juni 2010

Tinjauan Ekonomi

Internasional Perkembangan Harga Komoditas Dunia 3 Apresiasi Nilai Tukar Renmimbi Cina 4 Melihat Reformasi Sektor Riil Malaysia 5

Domestik Utama: Pedasnya Harga Cabe 7 Utama: Mengenal Cabe Merah 11 Utama: Rencana Kegiatan Tim Pengendali Inflasi 12 Utama: Perkembangan Harga Komoditas Bahan Pokok 12 Utama: Mengapa inflasi harus dikendalikan? 13 Utama: Mengendalikan Gejolak Harga Pangan 14 Utama: Inflasi dan Gejolak Harga 16 Analisa PDB Deflator dan IHK 17 Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II-2010 19 Perkembangan Ekspor Impor 20 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah 21 Analisa Perkembangan Utang dan SBN & SBI 21 Indeks Harga Perdagangan Besar 22 Indeks Keyakinan Konsumen Juni 2010 23 Tingkat Kemiskinan Maret 2010 23 Analisa Nilai Tukar Petani 24

Tinjauan Keuangan Perkembangan Pasar Modal 25 Pemantauan Perbankan 26 Remitansi Pekerja Migran (TKI) 28 Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Juni 2010 29

Sekilas Berita Internasional & Domestik 31 Serba-serbi Ekonomi 31 Liputan Economists Talk Edisi Kedua Juni 2010 “External Debt and Fiscal Sustainability” 32 Bersama: Anton Gunawan (Kepala Ekonom Bank Danamon)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 1

Page 4: TEK_0610_FINAL

OPINI Tiada nikmat makan tanpa rasa pedas, meskipun tidak semua lidah suka dengan rasa pedas. Bahkan rasa pedas menjadi rangsangan nafsu makan. Sayangnya, belakangan ini tidak hanya pedas di rasa, cabe merah pun juga cukup pedas di harga. Harga cabe merah besar dan keriting melejit naik bahkan untuk cabe merah keriting menembus Rp 55.000 per kg meskipun jauh hari dari Hari Raya. Kenaikan cabe merah ini pun kemudian diikuti dengan kenaikan harga-harga komoditas bahan pokok lain seperti bawang merah dan daging sapi. Pemerintah tentu saja bergerak cepat agar harga-harga ini tidak semakin bergejolak karena sangat bertepatan dengan pelaksanaan kebijakan kenaikan TDL. Temuan dari hasil identifikasi pemerintah adalah gangguan pasokan produksi akibat perubahan cuaca. Hujan yang masih terus mengguyur di musim kemarau membuat para petani cabe mengalami gagal panen atau setidaknya tidak optimal memenuhi target produksi. Langkah antisipasi diluncurkan dan gejolak harga dapat dikendalikan, tetapi tren perkembangan harga masih akan tetap positif dengan sudut yang lebar, artinya kecenderungan kenaikan harga masih tetap ada. Ekspektasi masyarakat menjelang Hari Raya termasuk menjadi dorongan pemicu inflasi di mana permintaan berbagai komoditas akan melonjak memasuki bulan puasa dan Lebaran yang semesti-nya justru saat masyarakat mengurangi konsumsi makan karena menjalankan ibadah puasa. Gelaran buka puasa bersama hingga sahur bareng di berbagai tempat seperti hotel dan restoran bisa jadi mengangkat permintaan bahan makanan, sehingga seperti sudah menjadi kelaziman bahwa inflasi pasti terkerek naik memasuki Hari Raya dan sulit untuk turun kembali setelah itu. Usaha keras tetap dilakukan terutama oleh para petani yang saat ini mendapat julukan baru sebagai pahlawan pangan. Memanfaatkan kreativitas untuk menyiasati pola tanam menyesuaikan perubahan cuaca dengan teknologi tepat guna demi memenuhi target produksi. Di bagian ujung pemerintah pun siap membuka keran impor jika target produksi tidak terpenuhi. Hal terpenting adalah meredam gejolak harga pangan yang dapat berimbas langsung pada stabilitas kehidupan masyarakat. Indonesia sudah mencanangkan sebagai lumbung pangan dunia dengan berkah kekayaan alam dan tanah yang subur. Ini bukan sekedar impian tetapi semestinya menjadi ambisi yang didorong spirit untuk berbenah. Berbenah semua struktur produksi pangan domestik hingga tata niaga yang mampu mensejahterakan para petani yang masih mendominasi struktur tenaga kerja Indonesia. Sebagai negara agraris dengan petani yang makmur sudah tentu tidak ada lagi kekuatiran atas gejolak harga pangan. Impor hanyalah cara terakhir setelah produksi dilakukan secara maksimal. Toh soal rasa, komoditas pangan Indonesia tidak mudah digantikan dengan komoditas impor. Seperti halnya cabe merah Indonesia yang mempunyai rasa khas. Soal rasa tentu lidah akan berkata jujur.

PDB Q1-2010, harga konstan Rp. 1498.7 T

Pertumbuhan Ekonomi Q1-2010

5.7 % (yoy)

Inflasi 5.05% (yoy)

Tk. Pengangguran Feb 2010 7.41%

Tk. Kemiskinan Maret 2010 13.33%

Nilai Tukar (Rp/USD) 9,148

Cadangan Devisa $76.32 Milyar

Penerimaan Perpajakan Rp 264,1 triliun 44,5% dari target 2010

Ekspor $12,524 Juta

Impor $10,056 Juta

Nilai Tukar Petani 101.39

IHPB 173.34

Indikator Ekonomi Juni 2010

Tim Penyusun Kedeputian Ekonomi Makro & Keuangan

Gedung Syafruddin Prawiranegara II Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4 Jakarta

Telepon 021-3521843 Fax. 021-3521836

Seluruh artikel merupakan hasil kajian Kedeputian Ekonomi Makro & Keuangan berdasarkan data dan informasi dari sumber dan referensi terkait.Tinjauan berita merupakan

ringkasan dari berbagai media sumber yang menjadi rujukan analisa. Seluruh artikel melalui proses editing dan reviu.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 2

Page 5: TEK_0610_FINAL

Perkembangan Harga Komoditas

Komoditas Rata-rata Tahunan Rata-rata Triwulan Rata-rata Bulanan 2009 Smt1-2010 Q1-2010 Q2-2010 Apr-10 May-10 Jun-10

Non Energi Kopi Arabika (b/c/kg) 317.1 372.8 353.7 392 373.1 382.0 420.9 Kopi Robusta (b/c/kg) 164.4 155.9 150.8 161 157.7 155.7 169.6 Minyak Kelapa (b/$/mt) 725 895 834 955 939 932 993 Maize (b/$/mt) 165.5 160.2 162.7 157.7 157.1 163.4 152.7 Rice, Thailand, 5% (b/$/mt) 555 493.9 535.3 452.4 466 451 440 Gandum, US, HRW (b/$/mt) 224.1 186.4 195.4 177.4 192.9 181.6 157.7 Gula (b/c/kg) 40.00 43.38 51.82 34.93 36.27 33.51 35.01 Emas ($/toz) 973 1152 1109 1196 1,149 1205 1233 Bijih besi (b/c/dmtu) 101 134 101 167 167 167 167 Nikel (b/$/mt) 14,655 21,217 19,959 22,476 26,031 22,008 19,389 Seng (b/c/kg) 166 215.7 228.9 202.6 237 196.8 174.3 Energi Batu bara ($/mt) 71.84 97.34 95.19 99.49 100.2 100.13 98.19 Minyak Mentah, average spot ($/bbl) 61.76 77.62 77.06 78.18 84.18 75.62 74.73 Gas, US ($/mmbtu) 3.95 4.73 5.15 4.32 4.01 4.16 4.79

Keterangan: b/=included in the non-energy index (2000=100), ¢=US cent, mt=metric ton, bbl=barrel, toz=troy oz, mmbtu=million British thermal units, dmtu=dry metric ton unit, kg=kilogram.

Tabel 1. Harga komoditas non energi turun 1,7% pada Juni 2010, namun meningkat 2,6% pada semester pertama tahun 2010. Harga komoditas energi turun pada Juni 2010, kecuali gas yang meningkat 15%. (Sumber: DECPG, The World Bank)

TINJAUAN | EKONOMI | INTERNASIONAL

Perkembangan Harga Komoditas Dunia

Berdasarkan laporan Bank Dunia, harga-harga komoditas non energi pada bulan Juni 2010 mengalami penurunan sebesar 1,7%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penguatan US Dollar terhadap Euro sebesar 2,6%. Pada semester I-2010, harga-harga komoditas non energi meningkat sebesar 2.6%, dengan kenaikan yang besar pada harga komoditas bahan baku pertanian, logam mulia dan bijih besi yang diimbangi dengan penurunan harga komoditas makanan dan logam dasar sebesar 9%.

Harga komoditas pertanian sedikit menurun 0,1% pada Juni 2010 dan jika dibandingkan dengan tahun lalu (ytd) turun 2%. Selain itu terjadi pergerakan kompensasi harga di antara sejumlah komoditas.

Peningkatan harga dipimpin oleh kopi (arabika dan robusta) yang naik 9-10% karena persediaan komoditas kopi yang rendah serta akibat musin kemarau panjang di Amerika Tengah. Kemudian diikuti pula dengan kenaikan harga minyak kelapa sebesar 6,5% akibat ekspektasi turunnya produksi kopra di Filipina. Kenaikan juga terjadi pada harga gula karena kenaikan permintaan. Penurunan harga komoditas pertanian sebagian besar terjadi pada biji-bijian, dengan penurunan harga gandum sebesar 13% karena pasokan global yang melimpah. Demikian pula, shorgum dan jagung yang masing-masing turun 11% dan 6%. Harga logam dasar juga mengalami penurunan sebesar 5,9% pada Juni 2010, penurunan ini merupakan lanjutan dari bulan sebelumnya, di tengah laju pemulihan ekonomi dan lambatnya permintaan impor dari Cina.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 3

Page 6: TEK_0610_FINAL

Pada enam bulan pertama, harga logam turun sebesar 7%. Bahkan beberapa harga logam turun hingga batas atas kurva biaya produksi, terutama aluminium. Harga nikel dan seng juga telah jatuh 25% selama dua bulan terakhir karena persediaan yang tinggi dan lemahnya permintaan. Penurunan harga nikel juga diakibatkan oleh pemogokan tenaga kerja di Kanada dan mulai berkurangnya produksi baja. Sementara harga emas terus meningkat selama semester pertama tahun 2010. Pada Juni 2010 terjadi peningkatan harga emas sebesar 2,3% dibandingkan dengan bulan Mei, yaitu dari US$ 1.205/troy oz menjadi US$ 1.233/troy oz. Peningkatan harga emas ini kemungkinan disebabkan kecenderungan investor untuk tetap berinvestasi pada aset yang lebih aman ditengah pemulihan ekonomi global, khususnya Eropa, di mana krisi masih dirasakan. Harga komoditas energi minyak mentah turun 1,18 % pada Juni 2010 dibandingkan dengan bulan Mei dan mencapai rata-rata US$ 74,73 per barel. Selama periode dua bulan terakhir, pergerakan harga minyak mentah cukup volatile pada kisaran US$ 68 - US$ 87 perbarel. Permintaan minyak dunia pada triwulan kedua tahun 2010 diperkirakan meningkat 2,8% seiring dengan pertumbuhan di Amerika dan China. Harga gas alam di Amerika meningkat sebesar 15,14% disebabkan oleh meningkatnya suhu udara yang kemudian mendorong peningkatan permintaan gas CFC untuk bahan bakar pendingin ruangan. Naiknya harga gas alam juga terjadi di Eropa dan Jepang. Naiknya harga gas di Eropa sebesar 6,5% disebabkan oleh meningkatnya harga impor dari Qatar.

Gambar 1. Kiri: Harga komoditas pertanian dan logam dasar mengalami penurunan pada Juni 2010. Kanan: Penurunan harga komoditas pertanian didorong oleh turunnya harga bahan baku pertanian dan makanan. (Sumber: DECPG, The World Bank).

Apresiasi Nilai Tukar Renmimbi China Pada tanggal 19-20 Juni lalu China mengumumkan kebijakan untuk membuat Renmimbi fleksibel atau melepaskan peg nilai tukar Renmimbi terhadap AS Dollar mengikuti pertumbuhan ekonominya yang semakin tinggi. China berupaya menghindari besarnya tekanan permintaan apresiasi RMB pada pertemuan G20 tanggal 26-27 Juni di Toronto sekaligus menghindari eskalasi ketegangan dengan Pemerintah AS yang berencana menetapkan China sebagai “currency manipulator”. Kenaikan nilai tukar Renmimbi atas US$ ini pada akhirnya akan berpengaruh kepada landscape perdagangan dan keuangan dunia terutama Asia. Porsi cadangan devisa China terhadap dunia sebesar 28% atau sebesar US$ 2,4 triliun (sekitar 54% dari PDB China tahun 2009). Cadangan devisa ini cukup untuk membiayai impor China selama 27 bulan.

Gambar 2. China merupakan entitas ekonomi yang sangat signifikan (sumber: APEC)

China28%

Negara Lainnya

72%

Cadangan Devisa Dunia, 2009

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 4

Page 7: TEK_0610_FINAL

China menjadi sumber penyokong ekonomi global pada tahun 2009, dimana pertumbuhan ekonomi China menyumbang sebesar 1,6% dari total pertumbuhan ekonomi global pada saat permintaan global mengalami penurunan sebesar 0,6%. China juga merupakan pelaku perdagangan dunia yang dominan. Impor barang China sebesar 17% dari total impor negara-negara APEC, sedangkan ekspor China sebesar 29% dari total ekspor negara-negara APEC pada tahun 2009.

Gambar 3. China merupakan pelaku perdagangan yang dominan di dunia

Kebijakan fleksibilitas Renmimbi atas US$ langsung membuat Renmimbi terapresiasi. Walaupun demikian, nilai tukar renmimbi saat ini ditaksir masih berada di bawah nilai sesungguhnya (undervalued). Hal ini terlihat dari 3 hal yaitu: 1. Akumulasi cadangan devisa China yang masih sangat

besar 2. Apresiasi terhadap nilai tukar Renminbi masih relatif

sangat besar apabila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan produktivitas yang sangat tinggi dalam perdagangan barang

3. Surplus neraca berjalan China yang sangat besar dan berlangsung terus menerus di saat negara-negara lain justru mengalami resesi berat.

China17%

Japan10%

USA28%

Negara APEC

lainnya45%

Impor Barang Negara APEC 2009

Sumber : APEC

China21%

Japan10%

USA19%

Negara APEC

lainnya50%

Ekspor Barang Negara APEC 2009

Sumber : APEC

6.746.756.766.776.786.796.8

6.816.82

6.836.84

02/02/2010 02/03/2010 02/04/2010 02/05/2010 02/06/2010

RMB/USD

Sumber : CEIC

Perkembangan Nilai Tukar Renmimbi-China

Melihat Reformasi Sektor Riil Malaysia

Perdana Menteri Malaysia pada 10 Juni 2010 telah mengumumkan Rencana Pembangunan Lima Tahunan Malaysia ke-10 (10th Malaysia Plan). Tujuan utama dari 10th Malaysia Plan adalah untuk mencapai pendapatan perkapita RM 38.850 (US$ 12.140) pada tahun 2015 sebagai sasaran antara untuk menuju Visi Malaysia 2020 yakni menjadi negara maju pada tahun 2020 dengan pendapatan per kapita sekitar US$ 20.000.

Gambar 4. Kebijakan membuat fleksibel renimimbi langsung membuat renmimbi terapresiasi

Apresiasi Renmimbi atas US$ akan berpengaruh terhadap kondisi inflasi dan performa ekspor-impor Indonesia karena sejak akhir 2006 serbuan produk impor dari China sudah mengungguli Singapura dan Jepang. Apresiasi Renmimbi akan meningkatkan tekanan inflasi (imported inflation) mengingat ketergantungan permintaan domestik akan produk impor dari China. Apresiasi Renmimbi menunjukkan harga produk China secara relatif lebih mahal sehingga meningkatkan tingkat kompetitif produk Indonesia yang mendorong peningkatan ekspor dalam jangka pendek.

Untuk mencapai Visi Malaysia 2020 itu, Pemerintah Malaysia beranggapan tidak dapat lagi tergantung pada struktur biaya tenaga kerja yang murah untuk dapat lebih kompetitif, tetapi dengan membangun SDM-nya menjadi lebih bermutu, inovatif dan kreatif.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 5

Page 8: TEK_0610_FINAL

Dalam 10th Malaysia Plan, keberpihakan pada kaum Bumi Putera akan terus ditingkatkan lebih lanjut melalui berbagai program :

a. Menambah kepemilikan harta benda melalui institutionalisasi, yaitu melalui institusi Ekuinas dan Permodalan Nasional Berhad (PNB)

b. Menambah kepemilikan kaum Bumi Putera pada bidang properti

c. Meningkatkan keahlian dan pengembangan kewiraswastaan yang didanai oleh Lembaga Pembangunan Bumi Putera

d. Membangun kaum Bumi Putera yang professional melalui rekruitmen yang bersifat lebih menyeluruh

e. Mendirikan Lembaga Tingkat Tinggi untuk merancang, mengkoordinir dan memonitor agenda pembangunan kaum Bumi Putera

Referensi : Laporan KBRI Kuala Lumpur

Gambar 5. PDB per kapita Malaysia semakin meningkat, kecuali 2009 yang menurun dikarenakan resesi ekonomi global

Malaysia akan membentuk Badan Inovasi Nasional yang akan mengarahkan kebijakan dan strategi inovasi. Alokasi anggaran dalam 10th Malaysia Plan juga lebih banyak dicurahkan untuk pembangunan yang bersifat fisik, yakni sebesar 60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa Malaysia serius melakukan pembangunan fisik secara besar-besaran untuk memenuhi ambisinya menjadi suatu negara tujuan investasi, sehingga diperlukan penyediaan infrastruktur yang lebih baik.

Malaysia akan menyediakan dana fasilitasi RM. 20 Milyar untuk membantu sektor swasta melalui pembiayaan proyek kemitraan masyarakat dan swasta (public partnership project/ppp). Pada sektor komunikasi, proyek yang akan dibangun adalah akses internet berkecepatan tinggi dan pelayanan internet jalur lebar (broadband). Pada bidang perhubungan, akan dibangun kereta listrik jalur ganda dan kereta api cepat massal (mass rapid transportation) termasuk perbaikan sarana pelabuhan.

Pelaksanaan agenda ekonomi juga diarahkan untuk pemberian bantuan kredit mikro bagi masyarakat perkotaan dengan disertai pembelajaran di bidang kewirausahaan (entrepreneurship). Perhatian khusus juga akan diberikan kepada UKM yang tercata telah mempunyai rekor dalam menumbuhkan inovasi dengan cara memberikan dorongan kepada kelompok ini untuk bermitra dengan UKM asing agar dapat saling mengambil manfaat dari kelebihan masing-masing.

0

10002000

30004000

500060007000

80009000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

USD

Sumber : WEO, IMF

PDB Per Kapita Malaysia

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 6

Page 9: TEK_0610_FINAL

TINJAUAN | EKONOMI | DOMESTIK

Pernyataan ini menggambarkan situasi harga cabe yang berfluktuasi dengan trend yang terus meningkat. Cabe termasuk komoditas hortikultura yang bersifat unik, yaitu mudah rusak dan busuk, volumenious, produksi musiman sementara permintaan sepanjang tahun. Jika diamati data dari Kementerian Pertanian ada perubahan pola harga cabe menjelang bulan puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri sejak tahun 2009.

Memasuki bulan puasa tahun 2007 (25-9-2007) harga cabe merah Rp 9.000 per kg dan cabe keriting Rp 11.850 per kg dan pada Hari Raya (24-10-2007) harga cabe merah dan cabe keriting turun menjadi Rp 7.000 per kg dan Rp 10.500 per kg. Demikian pula, pada bulan puasa tahun 2008 (1-9-2008) harga cabe merah dan cabe keriting sedikit naik dibanding tahun sebelumnya menjadi Rp 11.100 per kg dan Rp 17.000 per kg lalu pada Hari Raya (1-10-2008) harga cabe merah keriting juga turun sedikit menjadi Rp 10.000 per kg dan Rp 12.500 per kg.

Gejolak harga terjadi pada lebaran tahun 2009, dimana harga cabe merah dan keriting memasuki bulan puasa (21-8-2009) naik dari tahun sebelumnya menjadi Rp 15.000 per kg dan Rp 16.000 per kg kemudian kembali melonjak pada Hari Raya (21-9-2009) menjadi Rp 50.000 per kg untuk cabe merah dan Rp 40.000 per kg untuk cabe keriting.

Memasuki tahun 2010 harga cabe mengalami gejolak. Pada bulan Januari lalu, harga cabe merah keriting masih di tingkat Rp 7.700 per kg, sampai di bulan Mei (19/5), harga cabe merah keriting melejit 207,8% menjadi Rp 16.000 per kg. Kenaikan harga cabe ini sudah cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan pemantauan harga di pasar Induk Kramat Djati di awal Juni, harga cabe keriting sudah mencapai Rp 35.000 per kg, cabe merah Rp 29.000 per kg, cabe rawit merah Rp 37.000 per kg, cabe rawit hijau Rp 14.000 per kg. Secara rata-rata harga cabe keriting mencapai Rp 34.717 per kg. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Subagyo mengakui, kenaikan cabe keriting paling ekstrem.

Berdasarkan data pada Kementerian Pertanian, harga cabe merah besar dan keriting harian di konsumen yang berasal dari beberapa sentra produksi sepanjang 1 Juni hingga 23 Juli menunjukkan gejolak yang signifikan. Harga-harga cabe merah dan keriting tingkat konsumen tertinggi di beberapa sentra produksi pada awal Juni 2010 sudah berada di antara Rp 30.000 per kg sampai ke Rp 50.000 per kg. Bahkan tidak hanya cabe merah yang mempunyai pola harga meningkat, bawang merah pun saat ini sudah menanjak menujuk ke harga Rp 20.000 per kg. Kondisi ini terlihat pada gambar 6 berikut. Lebih lanjut, harga cabe merah sejak 1 Juni bergejolak di antara naik harga Rp 20.000 per kg dan turun harga Rp 15.000 per kg (gambar 7), kemudian gejolak ini mereda hingga akhir Juni 2010. Memasuki bulan Juli bersamaan dengan kenaikan TDL, harga cabe merah kembali berfluktuasi dalam rentang Rp 10.000 per kg, artinya harga cabe merah harian masih naik turun sebesar Rp 10.000 per kg. Gejolak ini pun kembali mereda sejak tanggal 19 Juli 2010 dimana harga cabe turun drastis dan meskipun naik tidak setinggi hari-hari sebelumnya setelah Pemerintah mengambil langkah-langkah koordinasi dengan Kementerian terkait untuk mengatasi gejolak harga cabe merah

TINJAUAN UTAMA

Pedasnya Harga Cabe Merah

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 7

Tidak hanya rasa yang pedas, harga cabe merah pun saat ini juga pedas

Page 10: TEK_0610_FINAL

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 8

Gambar 6. Perkembangan Harga Konsumen tertinggi Cabe Merah dan Bawang Merah. Pola harga cabe merah keriting mempunyai kemiringan paling besar dibanding pola harga cabe merah besar dan harga bawang merah. Pola harga cabe merah keriting sudah berada di kisaran Rp 30.000 per kg dan Rp 50.000 per kg. Penurunan terjadi sejak 19 Juli 2010 setelah Pemerintah mengambil langkah koordinasi untuk mengatasi lonjakan harga. Kenaikan TDL diyakini tidak ada kaitan dengan lonjakan harga cabe merah.

Gambar 7. Fluktuasi perubahan harga konsumen harian Cabe Merah. Grafik di atas dihasilkan dengan melakukan first difference terhadap grafik 1 untuk menunjukkan gerak fluktuasi. Pada awal Juni 2010, gerak naik-turun harga berada dalam kisaran minus Rp 15.000 per kg dan Rp 20.000 per kg lalu mereda hingga akhir Juni 2010. Namun, masuk bulan Juli 2010 gejolak harga kembali terjadi meskipun tidak sebesar awal Juni 2010.

Perubahan Cuaca Menjadi Penyebab

Lonjakan harga cabe ini masih terus dalam pemantauan karena harga pangan selalu menanjak setiap memasuki bulan puasa dan Lebaran. Jika dua bulan sebelumnya, harga cabe merah ini sudah melampaui harga Rp 50.000 per kg seperti lebaran tahun lalu, maka dikuatirkan harga ini akan terus melejit.

Sebagian besar meyakini bahwa penyebab gejolak harga cabe merah ini karena perubahan cuaca yang tidak menentu, yaitu curah hujan yang masih tergolong tinggi sekalipun sudah memasuki musim kering. Akibatnya, cabe merah yang biasa ditanam pada akhir musim hujan (April-Mei) dan di panen menjelang Agustus terancam gagal panen dan menurunkan volume produksi. Pada bulan Mei dan Juni 2010 lalu, produksi cabe petani diperkirakan turun 40% dibandingkan hari-hari biasanya saat cuaca teratur. Menurut Dadi Sudiana, Asosiasi Agrobisnis Cabe Indonesia biasanya produksi cabe per bulan mencapai 100.000 ton, tetapi pada bulan Mei dan Juni 2010 lalu turun antara 40-50%.

Tidak seluruh daerah akan mengalami penurunan produksi. Produksi di beberapa daerah dilaporkan masih normal seperti Bali dan Lampung. Namun, menurut Dadi, produksi tersebut diutamakan untuk memenuhi permintaan di daerah masing-masing. Dalam kondisi hujan yang tidak menentu ini cabe juga menjadi rentan terhadap penyakit yang menyebabkan volume produksi turun dan akhirnya harganya melonjak.

Seperti halnya Dadi Sudiana, Direktur Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Kementerian Pertanian Yul Harry Bahar berpendapat bahwa lonjakan harga cabe disebabkan oleh penurunan produksi akibat curah hujan yang masih tinggi di sejumlah sentra cabe, khususnya di Pulau Jawa. Diperkirakan penurunan produksi pada periode Maret-Juni sebesar 2%, tetapi produksi dari luar Jawa (Medan dan Sumatera Barat) masih bisa mengimbangi. Jawa Barat merupakan sentra produksi cabe nasional terbesar merupakan salah satu daerah yang curah hujannya masih tinggi.

Petani cabe di Kabupaten Cibeureum Kecamatan Sukamantri, Ciamis, Pipin Arif mengakui pada suatu media harian bahwa produksi cabe yang dihasilkan di daerahnya selama musim hujan jauh dari normal. Biasanya produksi seminggu bisa mencapai 5 sampai 10 ton, tapi sekarang cuma 3 hingga 4 ton seminggu. Bagi petani harga yang melambung ini menjadi insentif. Pada saat ini para petani sudah melakukan penanaman bibit baru untuk menambah produksi sebagai antisipasi menyuplai kebutuhan di Bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Biaya produksi cabe per hektarnya mencapai Rp 50 juta. Dengan produktivitas 20 ton per hektar, maka jika harga cabe dapat dijual Rp 20.000 per kg, maka penghasilan petani mencapai Rp 400 juta.

Page 11: TEK_0610_FINAL

Upaya Pengamanan Pasokan oleh Pemerintah

Pemerintah menjamin ketersediaan kebutuhan bahan pokok untuk persiapan puasa dan lebaran termasuk kemungkinan kenaikan harga cabe. Dalam setahun biasanya produksi cabe merah nasional mencapai 1,2 juta ton. Pemerintah meyakini bahwa lonjakan harga yang terjadi tak akan berlangsung lama. Pada Agustus mendatang sudah memasuki musim panen, sehingga harga cabe dipastikan akan kembali normal.

Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurti, menyatakan bahwa pada Agustus mendatang produksi cabe diperkirakan akan meningkat sekitar 4.000 ton dari produksi di bulan Juli. Bila bulan Juli kira-kira kenaikannya sekitar 111 ribu ton, maka nantinya akan menjadi sekitar 115 ribu ton. Kontribusi paling besar berasal dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.

Bayu juga berpendapat bahwa harga cabe melonjak karena musim hujan yang lebih cepat datang dari prediksi awal. Akibatnya, banyak tanaman pertanian terkena hama penyakit dan bahkan membuat petani gagal panen. Bayu Krisnamurti pun mengatakan bahwa saat ini pasokan cabe ke pasar Induk Kramat Jati Jakarta dan pasar Cibitung Bekasi sudah mulai meningkat. Diharapkan dengan pasokan cabe tersebut, harga cabe di pasar akan berangsur turun. Pasokan cabe tersebut berasal dari daerah-daerah, seperti Wates,Magelang, Rembang, Wonosobo dan Madura, Makasar dan Manado.

Perubahan cuaca tidak menentu mempengaruhi kualitas panen dan terkadang membawa kerugian bagi petani. Sementara permintaan konsumen yang tidak mengenal musim panen mendorong harga tinggi terjadi di pasaran. Petani banyak mengalami kerugian karena tingkat produktivitas rendah akibat penyakit, panen busuk karena curah hujan berlebihan, dan sedang tidak masa panen. Sekalipun kontribusi cabe terhadap inflasi hanya berkisar 0,26 persen yang berarti tidak banyak pengaruhnya mendongkrak inflasi secara agregat, pemerintah tetap menaruh perhatian besar mengingat cabe termasuk komoditas pokok.

Data Badan Pusat Statistik (BPS), mencatat harga cabe selama April tahun ini menyumbang inflasi terbesar yakni 0,06% dari total inflasi selama periode itu 0,15%. Bila produksi turun hingga 50%, maka untuk memenuhi pasokan di dalam negeri akan dilakukan impor. Tetapi, cabe impor tidak diminati konsumen domestik karena memiliki rasa yang berbeda. Beberapa industri produsen makanan mengimpor cabe kering dalam volume yang tidak banyak karena rasa yang berbeda. Masyarakat Indonesia

lebih suka rasa cabe lokal dibandingkan dengan cabe impor.

Selain itu masyarakat juga lebih suka cabe basah dari pada cabe kering, sementara impor cabe dalam bentuk kering. Dengan adanya lonjakan harga, masyarakat diperkirakan akan lebih mengurangi kuantitas konsumsi (pembelian). Terkait ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian pun menghimbau masyarakat mengurangi konsumsi cabe.

Memacu Produktivitas Domestik

Perubahan cuaca yang menurunkan produktivitas cabe merah dan mendorong lonjakan harga cabe merah menjadi tantangan untuk memacuk produktivitas domestik. Dari sisi harga distribusi, berdasarkan data Kementerian Pertanian tidak terlihat adanya ulah spekulan karena dalam rentang 1 Juni 2010 hingga 23 Juli 2010 selisih harga di tingkat petani dan konsumen rata-rata sebesar Rp 6.000 per kg, sekalipun terjadi lonjakan harga cabe merah. Sehingga gejolak harga semata-mata disebabkan oleh produktivitas yang merosot akibat El-Nina.

Pasokan produksi nasional bulan Juli diperkirakan mencapai 102,600 ton dan pada Agustus nanti sebesar 114.300 ton, sehingga naik kurang lebih sebesar 10.000 ton. Namun, bila dibandingkan dengan 2009, pasokan bulan Juli ini menurun kurang lebih 5.000 ton, menyebabkan kenaikan harga.

Kementerian Pertanian sudah mengambil langkah-langkah penerapan teknologi untuk melindungi cabe yang sudah mulai berbunga dan berbuah, sedangkan para petani juga melindungi dengan caranya sendiri. Pemantauan harga juga dilakukan dari tingkat petani, pengumpul, grosir hingga tingkat konsumen karena hubungan antara pasokan dengan harga memiliki selisih waktu hanya dua sampai tiga hari.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 9

Page 12: TEK_0610_FINAL

Apabila pasokan hari ini naik, maka dua sampai tiga hari ke depan harga cabe pasti akan turun. Demikian pula kondisi sebaliknya. Harga cabe sangat tergantung pasokan harian.

Menteri Perdagangan mengatakan bahwa harga cabe di Pasar Induk Kramat Jati mulai minggu ketiga Juli 2010 sudah turun antara Rp 1.000 sampai Rp 5.000 per kg. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan harga rata-rata nasional cabe merah keriting pada minggu kedua Juli mencapai Rp 34.456 per kg kemudian turun menjadi Rp 33.708 per kg pada 19 Juli dan menjadi Rp 33.405 pada 20 Juli. Sedangkan harga cabe merah pada minggu kedua Juli mencapai Rp 34.003 per kg turun menjadi Rp 33.257 per kg pada 19 Juli. Sehari kemudian, pada 20 Juli harga cabe naik lagi menjadi Rp 32.929 per kg. Sayangnya, penurunan antara Rp 1.000 – Rp 5.000 per kg ini belum sebanding dengan lonjakan yang terjadi di harga pasar (lihat gambar 7 sebelumnya)

Menteri Perdagangan berharap perubahan cuaca tidak berpengaruh besar terhadap produksi cabe yang akan menyebabkan lonjakan harga, sekalipun pemerintah belum bisa mengantisipasi perubahan cuaca. Pemerintah pun menjamin harga komoditas bahan pokok, terutama cabe dapat kembali normal mulai minggu ketiga Juli 2010 karena panen diharapkan dapat terjadi di akhir Juli dan bulan Agustus. Kepala Pusat Distribusi Pangan Kementerian Pertanian, Arman Moenek memperkirakan harga cabe merah akan kembali normal pada akhir Juli hingga Agustus karena sudah mulai panen panen antara lain Sukomoro, Nganjuk, dan Brebes. Menurutnya, pasokan cabe merah dan bawang akan dalam keadaan aman hingga akhir tahun ini, walaupun diperkirakan tetap akan terjadi kekurangan pasokan cabe merah sekitar 10 ton hingga akhir tahun.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi cabe merah hingga kahir tahun diperkirakan akan mencapai 1.220.078 ton, sementara kebutuhan domestik diproyeksi sebesar 1.220.068 ton. Lain halnya dengan pasokan bawang merah akan mengalami surplus dari total kebutuhan domestik sebesar 577.411 ton karena produksi bawang merah dalam negeri akan mampu berproduksi sebesar 701.667 ton.

Perbaikan Struktur Pasar dan Rantai Distribusi

Selain memastikan pasokan tidak lagi menjadi masalah menghadapi gejolak harga cabe merah, perbaikan pada struktur pasar dan rantai distribusi juga perlu dilakukan. Melihat data pada Kementerian Pertanian, harga dari beberapa sentra produsen cabe merah masih terdapat perbedaan yang relatif lebar. Jawa Barat merupakan sentra produsen cabe merah terbesar di skala nasional. Peneliti dari IPB, Hermanto R Effendi telah melakukan analisis terhadap sistem tata niaga cabe merah secara spatial di wilayah Jawa Tengah.

Dalam analisisnya, Hermanto memperlihatkan bahwa sistem tata niaga cabe merah memiliki beberapa pola hubungan, yaitu hubungan langganan, sistem kontrak serta hubungan ikatan saudara atau tetangga. Sementara analisis terhadap struktur pasar menunjukkan bahwa petani menghadapi struktur pasar oligopsoni tidak murni. Sedangkan pedagang menghadapi struktur pasar oligopoli tidak murni. Struktur pasar ini berkaitan langsung dengan pola hubungan yang ada tersebut. Berdasarkan kedua analisis tersebut Hermanto menyimpulkan bahwa sistem tata niaga yang terjadi dapat dikatakan belum efisien. Hal ini terjadi karena masih terdapat kesulitan bagi petani maupun pedagang untuk keluar atau masuk dalam sistem tata niaga cabe merah. Petani pemula akan menghadapi besarnya biaya produksi usaha tani, sementara rantai tata niaga yang dihadapinya adalah oligopsoni yang tidak murni. Sedangkan pedagang akan menghadapi kondisi pasar yang hanya dikuasai oleh sedikit pedagang. Dengan kata lain, struktur pasar yang dihadapinya adalah oligopoli yang tidak murni. Kedua analisis Hermanto menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sistem tata niaga di tiga kabupaten daerah penelitian, yakni Brebes, Tegal dan Magelang dengan fluktuasi harga cabe merah yang terjadi di Jakarta.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 10

Page 13: TEK_0610_FINAL

Mengenal Cabe Merah

Cabe atau lombok anggota genus capsicum annum termasuk dalam suku terong-terongan (solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabe banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabe dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar. Tanaman cabe cocok ditanam pada tanah yang kaya humus, gembur dan sarang serta tidak tergenang air; pH tanah yang ideal sekitar 5 - 6.

Waktu tanam yang baik untuk lahan kering adalah pada akhir musim hujan (Maret - April). Untuk memperoleh harga cabe yang tinggi, bisa juga dilakukan pada bulan Oktober dan panen pada bulan Desember, walaupun ada risiko kegagalan. Tanaman cabe diperbanyak melalui biji yang ditanam dari tanaman yang sehat serta bebas dari hama dan penyakit . Buah cabe yang telah diseleksi untuk bibit dijemur hingga kering. Kalau panasnya cukup dalam lima hari telah kering kemudian baru diambil bijinya: Untuk areal satu hektar dibutuhkan sekitar 2-3 kg buah cabe (300-500 gr biji).

Salah satu kendala utama dalam sistem produksi cabe di Indonesia adalah adanya serangan lalat buah terutama Bactrocera carambolae pada tanaman cabe. Hama ini sering menyebabkan gagal panen. Kerusakan pada tanaman cabe di Indonesia dapat mencapai 35% (Deptan 2006). Cabe yang terserang sering tampak sehat dan utuh dari luar tetapi bila dilihat di dalamnya membusuk dan mengandung larva lalat. Saat ini sudah dilakukan upaya untuk mengendalikan serangan lalat buah ini, antara lain dengan pembrongsongan yang dapat mencegah serangan lalat buah. Namun, cara ini dirasakan tidak praktis tanaman cabe mempunyai areal yang luas.

Sementara penggunaan insektisida selain dapat mencemari lingkungan juga sangat berbahaya bagi konsumen buah. Oleh karena itu, diperlukan cara pengendalian yang ramah lingkungan dan cocok untuk diterapkan di areal luas seperti di lahan sentral produksi cabe. Upaya pengendalian lalat buah pada tanaman cabe, adalah penggunaan insektisida sintetik karena dianggap praktis, mudah didapat, dan menunjukkan efek yang cepat. Adiyoga dan Soetiarso (1999) melaporkan 80% petani sayuran lebih suka menggunakan pestisida untuk mengendalikan penyakit tanaman. Penggunaan insektisida sering meninggalkan residu yang berbahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia (Duriat 1996). Selain harga insektisida sintetik yang mahal, dampak residu insektisida sintetik dalam bidang ekonomi adalah penolakan ekspor oleh banyak negara tujuan ekspor atas produk-produk cabe yang mengandung residu fungisida dan pestisida lain (Caswell & Modjusca 1996). Beberapa insektisida yang banyak digunakan dalam pengendalian serangan lalat buah adalah Diazinon, Dursban, Supracide, Tamaron dengan konsentrasi 3-5%, dan Agrothion (Pracaya 1991).

Sumber: Wikipedia

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 11

Page 14: TEK_0610_FINAL

TINJAUAN UTAMA

Rencana Kegiatan Tim Pengendali Inflasi (TPI)

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS BAHAN POKOK

Beberapa pergerakan harga komoditas pangan pokok, seperti minyak goreng, daging sapi, tahu, tempe, dan kedelai cenderung stabil selama bulan April hingga minggu ketiga Juli 2010. Namun, terjadi peningkatan harga beras domestik, baik harga umum dan termurah, yang didorong oleh penurunan produksi akibat mundurnya musim panen, hambatan distribusi, dan naiknya harga beras impor. Meskipun demikian, Kementerian Pertanian memperkirakan ketersediaan beras di dalam negeri tahun 2010 akan aman. Selama masa Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) periode Juni-September 2010, kebutuhan beras akan dapat dipenuhi. Stok beras selama masa HBKN diperkirakan sebesar 9,2 juta sampai 10 juta ton per bulan. Sesuai hasil Rakor Kementerian terkait dengan Bulog, disepakati bahwa apabila harga beras merangkak naik selama beberapa hari maka akan dilakukan operasi pasar berdasarkan permintaan Pemda. Sebelumnya operasi pasar hanya dapat dilakukan apabila kenaikan harga beras mencapai 10 persen atau lebih

Harga gula pasir yang sempat naik pada awal Juli 2010, mulai menunjukkan penurunan pada minggu ketiga Juli 2010 yang dipengaruhi oleh penurunan harga gula internasional. Di dalam negeri, ketersediaan gula tahun 2010 yang berasal dari stok awal tahun, produksi gula Kristal, gula rafinasi dan gula impor, diperkirakan mencapai 6,24 juta ton.

Rencana Kegiatan Strategis

1. Memfasilitasi percepatan penatapan sasaran inflasi 2010 - 2012 guna mengarahkan ekspektasi masyarakat - Penetapan sasaran inflasi seyogyanya dilakukan

bersama-sama agar menimbulkan "announcement effect" ke publik,

2. Melakukan edukasi dan diseminasi tentang inflasi terhadap publik secara umum, dan pada lintas instansi pemerintah -secara khusus terutama dalam lingkup departemen teknis TPI-, termasuk menjadikan sasaran inflasi sebagai acuan/landasan kerja tiap departemen (kesamaan ekspektasi inflasi),

3. Memberikan masukan kepada pemerintah terkait permasalahan struktural inflasi, termasuk problem struktur pasar dan tata niaga beberapa komoditas yg bersifat oligopolistik,

4. Menfasilitasi pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di berbagai daerah,

5. Melakukan koordinasi dengan TPID serta menjadi fasilitator antar TPID,

6. Memberikan masukan perumusan kriteria pemberian Dana Insentif ke Daerah dengan memasukkan faktor inflasi,

7. Memberi masukan kepada pemerintah mengenai road-map inflasi administered prices khususnya terkait pengurangan subsidi BBM dan asesmen dampaknya terhadap inflasi (bekerjasama dengan Departemen ESDM).

Rencana Kegiatan Rutin

1. Menyiapkan landasan hukum tentang pembentukan TPI masa kerja 2010

2. Menyusun laporan pelaksanaan tugas TPI 2009 sekaligus penjelasan akuntabilitas sasaran inflasi 2009

3. Melakukan pertemuan rutin dalam rangka memantau pasokan, distribusi dan harga-harga barang secara rutin terkait dengan upaya pencapaian sasaran inflasi. Termasuk di dalamnya monitoring kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh departemen teknis terkait.

4500

5000

5500

6000

6500

7000

7500

8000

8500

(Rp/Kg)Perkembangan Harga Beras Hingga Juli 2010

Gambar 8

Umum 2) Termurah 2) Thai 5% 3) Thai 15% 3)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 12

Page 15: TEK_0610_FINAL

Pada akhir tahun 2010 diproyeksikan akan terdapat surplus sebesar 1,7 juta ton. Pada Juni hingga September 2010 diperkirakan akan tersedia surplus antara 936 ribu-1,7 juta ton gula. Pergerakan harga minyak goreng curah dan kemasan cukup stabil dan cenderung turun pada bulan Juli 2010. Dan pada akhir tahun 2010 diperkirakan akan tersedia surplus minyak goreng sebesar 430 ribu ton. Pada bulan Juni hingga September 2010 diperkirakan akan tersedia surplus antara 267 ribu-500 ribu ton minyak goreng. Sedangkan harga tepung terigu domestik cenderung stabil meskipun harga tepung terigu internasional terus mengalami peningkatan.

MENGAPA INFLASI HARUS DIKENDALIKAN?

7500

8000

8500

9000

9500

10000

10500

(Rp/Kg)Perkembangan Harga Gula Pasir Hingga Juli 2010

Gambar 9

Konsumen 2) Internasional 3)

9000

9500

10000

10500

11000

11500

(Rp/Liter)

Perkembangan Harga Minyak Goreng Hingga Juli 2010Gambar 10

Curah 2) Kemasan 2) (CBOT,cnf,jkt)3)

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

(Rp/Kg)Perkembangan Harga Tepung Terigu Hingga Juli 2010

Gambar 11

Konsumen 2) Internasional 3)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 13

Inflasi sama seperti pajak yang tersembunyi, karena dapat mengurangi nilai beli uang dan menurunkan nilai tabungan dari masyarakat. Uang adalah alat tukar yang menyimpan nilai, namun karena inflasi nilai yang tersimpan dari uang akan tergerus. Jadi, inflasi yang tinggi akan mendistorsi perekonomian dan membawa kerugian besar kepada masyarakat karena nilai beli dari uang merosot dan dapat mendorong spekulasi mengambil risiko. Akibat inflasi para pensiunan tidak tidak dapat menikmati hasil tabungan mereka karena daya beli dari apa yang ditabung semakin rendah. Demikian pula dengan pegawai yang memperoleh kenaikan gaji tidak akan berarti apa-apa bila inflasi yang terjadi lebih tinggi dari kenaikan gaji. Inilah yang dikatakan ilusi uang (money illusion). Inflasi menyebabkan hilangnya daya beli dari waktu ke waktu. Kamus American Heritage mendefinisikan inflasi "sebagai kenaikan harga" sekaligus dapat diartikan pula sebagai "penurunan terus-menerus daya beli uang." Dengan kata lain, inflasi ketika uang untuk membeli sejumlah barang semakin hari semakin sedikit jumlah barang yang dapat dibeli dengan nilai uang yang sama.

Kita akan gambarkan secara mudah bagaimana dahsyatnya inflasi yang tidak terkendali.

Page 16: TEK_0610_FINAL

Gambar berikut ini tentu akan membuat anda sangat kaget. Tiga butir telur harus dibeli dengan uang senilai 100 miliar dolar. Ini kondisi nyata terjadi di Zimbabwe, satu negara di benua Afrika yang mengalami laju inflasi hingga 4 digit - di

atas 1.500%! Dampaknya ternyata sungguh luar biasa. Untuk membeli barang pokok seperti telur diperlukan uang yang sangat banyak. Tidak hanya itu saja,

pemerintah Zimbabwe pun terpaksa mengeluarkan uang dalam pecahan yang sangat tinggi dalam jumlah besar, yaitu lembaran Z$ 1 triliun karena permintaan uang meledak.

Gambar di samping ini adalah struk tagih-an makan malam dari sebuah hotel di kota Zimbabwe. Jika Anda dicermati, satu air mineral harganya Z$ 95 juta! Kita lihat, total tagihan yang harus dibayar hanya untuk makan malam seorang diri di hotel

tersebut sebesar Z$ 1,2 miliar, cukup untuk membeli sebuah rumah. Begitulah bahaya inflasi yang tidak terkendali. Pasokan barang konsumsi di Zimbabwe terbatas dan tidak bisa memenuhi permintaan masyarakat, sehingga akhirnya berakibat harga-harga terus melonjak. Pemerintah juga lebih suka mencetak uang untuk membiayai pengeluaran membuat banyak uang yang beredar mengalami penurunan nilai. Nyatanya, masyarakat lebih membutuhkan barang dari pada uang terpaksa melakukan barter dengan harga yang tidak masuk akal. Mengendalikan inflasi tidak mudah karena terkait ekspektasi keseimbangan harga antara produsen, pemasok dan konsumen. Bila pasokan turun, barang menjadi langka dan produsen akan menaikkan harga karena permintaan meningkat. Untuk komoditas pokok, konsumen tidak akan dapat menghindari naiknya harga, sehingga pilihannya hanya dua; mengurangi konsumsi atau membeli semampunya. Jika membeli semampunya berarti konsumen harus pasrah menerima dalam jumlah yang semakin sedikit untuk nilai uang yang sama. Tetapi jika konsumen harus bertahan dengan mengurangi konsumsi, sampai seberapa kuat mengurangi konsumsi jika itu berupa bahan pokok pangan? Tidak mungkin masyarakat tidak makan. Oleh karena itu, inflasi yang tidak terkendali juga dapat berakhir dengan kemiskinan dan kelaparan. Indonesia pada tahun 1967 pernah mengalami inflasi 3 digit hingga 120% dan itu tingkat inflasi tertinggi dalam sejarah sejak Indonesia merdeka.

TINJAUAN UTAMA Mengendalikan Gejolak Harga Pangan: Mempertemukan Ekspektasi dan Realitas

Setiap negara dengan jumlah penduduk yang besar pasti mempunyai kepentingan untuk menjaga kestabilan harga pangan karena tanpa kendali yang baik gejolak harga pangan menjadi pemicu awal terjadinya gejolak sosial. Terlebih lagi dengan negara yang penduduknya sangat tergantung pada bahan makanan pokok, seperti beras, gula dan kedelai. Langkah utama yang dilakukan terkait dengan menjaga stabilitas harga pangan adalah menjamin pasokan komoditas agar keseimbangan antara permintaan dan penawaran tetap terjaga. Namun, perilaku ekonomi sangat sulit untuk ditebak dalam mencari motif keuntungan dan kondisi stabil kadang kala dirasakan tidak menguntungkan sehingga aksi spekulasi keluar dari stabilitas dilakukan untuk memperoleh tingkat harga yang lebih tinggi dengan tujuan akhir memperoleh keuntungan. Inilah kondisi ekspektasi pribadi ekonomi terhadap harga dengan tujuan mencari keuntungan. Gangguan lain terhadap pasokan adalah cuaca. Bahan baku makanan adalah barang primer yang dihasilkan dengan memanfaatkan alam, seperti tanah, air dan udara. Karakteristik tanaman penghasil bahan makanan mempunyai kaitan langsung dengan kondisi alam, sehingga perubahan sedikit saja akan berpengaruh pada hasil produksinya. Tak terkecuali gangguan penyakit dan hama yang timbul dari perubahan ekosistem akibat kondisi cuaca. Secara teori jika sebidang tanah dieks-ploitasi oleh petani dengan jumlah yang meningkat, suatu ketika justru akan menurunkan produktivitas marjinalnya. Oleh karena itu persoalan menjaga gejolak harga pangan merupakan suatu sistem yang saling berhubungan dari tingkat produksi hingga ke tingkat pasar barang. Berkaitan dengan gejolak harga pangan atau inflasi pangan akan sangat terkait dengan bekerjanya sistem tersebut yang saling terkait. Hambatan di tingkat produsen akan menyebabkan transmisi hambatan hingga ke konsumen dalam bentuk kenaikan harga karena kuantitas produksi tidak lagi seimbang dengan volume permintaan. Masalah ini akan menjadi lebih rumit dengan adanya pasar antara (intermediary market) yang diperan-kan oleh para agen bukan produsen, artinya mereka mengepul (mengumpulkan dari produsen) kemudian menjual kembali ke pasar barang dengan mematok keuntungan antara.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 14

Page 17: TEK_0610_FINAL

Dengan demikian, harga sudah pasti berbeda antara produsen dengan konsumen. Peran agen perantara ini juga penting mengingat keterbatasan kemampuan petani produsen dalam menyalurkan hasil produksinya. Tidak semua petani mampu berhubungan langsung dengan pasar dan mempunyai sarana angkutan untuk mendistribusi hasil buminya. Perlu menjadi perhatian disini adalah komoditas pangan ini mempunyai umur simpan yang berbeda dan tergantung dari cara penyimpanannya, artinya mudah rusak walaupun untuk menghasilkan produk harus melalui proses yang lama (cabe merah rusak setelah 3-4 hari kena panas, padahal berbuah setelah 3-4 bulan). Kembali ke persoalan teori, Robert J. Gordon, ekonom yang menganut mazhab Keynesian mengenalkan triangle model untuk menjelaskan tiga jenis inflasi. Pertama, demand-pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan permintaan seperti konsumsi dan pengeluaran pemerintah. Inflasi permintaan ini masih konstruktif terhadap pertumbuhan ekonomi karena dapat mendorong ekspansi usaha dan investasi. Berkembangnya usaha restoran dan hotel akan menaikan permintaan makanan, sehingga kebutuhan bahan pokok juga akan meningkat. Kedua, cost-push inflation atau sering disebut supply-shock inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh penurunan kuantitas produksi secara agregat seperti bencana alam, kenaikan harga barang input produksi, harga bahan bakar dan energi. Ketiga, built-in inflation atau kerap disebut sebagai price spiral. Inflasi terjadi karena dorongan penyesuaian ekspektasi, misalnya usaha angkutan mengharap keuntungan yang lebih besar dari proses distribusi bahan baku dan mengenakan kepada produsen, seketika produsen akan menyesuaikan harga jual produksinya ke agen perantara dan selanjutnya agen akan menaikkan harga ke konsumen. Kejadian ini bisa saja berputar, yaitu jika konsumen yang dalam hal ini adalah pekerja, maka dia akan menuntut kenaikan upah akibat gejolak harga pangan dan pemberi kerja harus menanggung upah yang lebih mahal. Tidak berhenti di sini, pemberi kerja dengan upah yang meningkat akan menaikkan juga harga produknya, sehingga inflasi berjalan spiral. Melihat ketiga jenis inflasi tersebut, gejolak harga pangan sangat sensitif memicu kenaikan harga-harga barang dan jasa lain karena bahan makanan adalah kebutuhan pokok hidup dan tidak mungkin digantikan. Sifatnya yang inelastis, artinya berapapun kenaikannya akan tetap dibeli dan dikonsumsi, sehingga kondisi built-in inflation dapat mengganggu stabilitas perekonomian secara keseluruhan hanya tinggal seberapa cepat proses transmisi berjalan.

Sebagai langkah kendali diperlukan kerja yang sistemik pula karena transmisi gejolak harga pangan juga terjadi secara sistemik. Pengendalian dilakukan mulai dari hulu ke hilir dengan mengamati proses pembentukan harga dan mengendalikan ekspektasi yang tidak perlu. Selama ini ekspektasi masyarakat terhadap harga terbentuk secara backward artinya melihat keadaan masa lalu untuk melihat ke depan. Jika harga di masa lalu umumnya meningkat, maka pikiran yang sama akan dilakukan untuk melihat ke depan. Menurut penelitian Solichin dan Harmanta, saat ini ekspektasi masyarakat bersifat forward looking yaitu menduga apa yang akan terjadi di depan, misalnya kalau tarif listrik dinaikkan maka harga-harga akan naik dan produsen bahan pangan termasuk agen perantara tergoda untuk turut menaikkan harga meskipun tidak berkaitan langsung. Ekspektasi melihat kejadian ke depan sudah tentu tidak selalu benar tetapi sudah berakibat pada gejolak kenaikan harga yang sulit untuk diturunkan. Efek tersebut disebut juga multiplier effect atau announcement effect. Mengendalikan ekspektasi ini sama halnya dengan menghimbau masyarakat untuk tidak cepat mengolah informasi yang belum pasti karena ramalan tidak selalu tepat dan rumor tidak selalu benar. Realitas semestinya tetap menjadi pegangan. Untuk itu otoritas pengendali bahan pokok juga harus mampu menjaga agar ekspektasi masyarakat tidak bergerak liar. Seperti menjelang bulan puasa dan lebaran permintaan makanan meningkat, padahal bulan puasa identik dengan mengurangi porsi makan yang dikonsumsi. Target distribusi barang semestinya diarahkan untuk daerah yang sensitif dengan pasokan dan bukan pada ekspektasi yang berlebihan. Bila persoalan gejolak harga pangan karena demand-pull atau cost-push masih relatif lebih mudah diatasi dengan mengendalikan pasokan atau memberikan injeksi produksi agar keseimbangan dapat tercapai kembali. Bagian tersulit adalah mempertemukan ekspektasi dengan realitas. Pandangan realitas kadang kala juga tidak lagi menjadi pijakan untuk membentuk ekspektasi sehingga masyarakat lebih suka membuat paradigma secara individu. Gejolak harga pangan semestinya tidak terkait dengan kenaikan TDL dan ini pun sudah dibuktikan dengan perhitungan secara empiris, namun jika gejolak tetap terjadi maka ada sistem korelasi yang tidak bekerja sehingga mengganggu hubungan antar sistem dalam perekonomian. Ekspektasi masyarakat perlu dikendalikan dengan strategi komunikasi yang kredibel. Meyakinkan opini masyarakat sangat vital untuk mengendalikan ekspektasi yang mendorong inflasi. Langkah ini pula yang disarankan oleh manual Inflation Trageting Framework (ITF) yang saat ini menjadi pedoman kebijakan moneter Bank Indonesia.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 15

Page 18: TEK_0610_FINAL

TINJAUAN UTAMA

INFLASI DAN GEJOLAK HARGA

Gambar 12. Inflasi Volatile Food melonjak pada Juni 2010

-8%-6%-4%-2%0%2%4%6%8%

10%12%14%

Aug Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2009 2010

Sumber : BPS

Perkembangan InflasiUmum (%yoy)Core Inflation (%yoy)Administered Price (%yoy)Volatile Food (%yoy)

Gambar 13. Pada Juni 2010, komponen terbesar penyumbang inflasi adalah volatile food

Inflasi bulan Juni sebesar 0.97% atau 5.05% (yoy) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 119.86.

Inflasi bulan Juni lebih tinggi dari bulan sebelumnya, yaitu sebesar 0,29% (mtm) atau 4.16% (yoy). Komponen barang bergejolak (volatile food) mengalami laju inflasi tertinggi sebesar 3.70% (mtm) atau 11.51% (yoy). Kemudian diikuti oleh komponen inflasi inti (core inflation) sebesar 0.34% (mtm) atau 3.97% (yoy) dan harga diatur pemerintah (administered price) sebesar 0.19% (mtm) atau 2.60% (yoy). Inflasi inti (core inflation) pada Juni 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni 0.25% (mtm) atau 3.81% (yoy). Walaupun demikian, inflasi masih relatif stabil pada level yang rendah karena terkendalinya tekanan dari sisi permintaan. Peningkatan inflasi inti pada Juni 2010 terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas emas internasional yang diikuti oleh kenaikan komoditas tersebut di pasar domestik.

0.97

0.34 0.19

3.70

0.22 0.04

0.71

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Umum (Headline)

Core Inflation Administered Price

Volatile Food

Sumber : BPS

Inflasi Menurut Komponen, Juni 2010 (%)

Inflasi (mtm)Sumbangan

0.97

3.2

0.41

0.23

0.93

0.06

0.06

0.15

0.73

0.08

0.05

0.07

0

0.01

0.03

0 1 2 3

U m u m

Bahan Makanan

Makanan Jadi, minuman, Rokok & …

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi & Olah raga

Transpor dan Komunikasi & Jasa Keuangan

Sumber : BPS

Inflasi Menurut Kelompok Barang & JasaJuni, 2010

Sumbangan Inflasi

Inflasi (mtm)

Gambar 14. Sumbangan terbesar inflasi Juni 2010 pada komponen volatile food adalah bahan makanan

Inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks pada kelompok bahan makanan 3,20%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,41%; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,23%; kelompok sandang 0,93%; kelompok kesehatan sebesar 0,06%; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,06 % dan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan 0,15 %.

Tingginya laju inflasi volatile food didorong oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan terkait dengan kenaikan harga dari komoditas bumbu-bumbuan sebesar 18.26% seperti cabe merah, bawang merah dan bawang putih. Kenaikan harga komoditas tersebut disebabkan adanya kendala pasokan yang dipicu oleh gangguan produksi akibat curah hujan di beberapa sentra produksi dan penurunan pasokan impor dari China (kajian utama)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 16

Page 19: TEK_0610_FINAL

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 17

10,00012,00014,00016,00018,00020,00022,00024,00026,00028,000

Jan

Peb

Mar Apr

Mei

Jun Jul

Agst

Sept Ok

tNo

vDe

sJa

nFe

bM

ar Apr

Mei

Juni

2009 2010

Rp/kg

Sumber : Kementerian Perdagangan

Perkembangan Harga Cabe Merah & Bawang Merah

Cabe Merah KeritingCabe Merah BiasaBawang Merah

Pantauan atas 66 kota, 63 kota mengalami inflasi dan 3 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Jambi 3,23% dengan IHK 123,18 dan terendah terjadi di Sorong 0,14% dengan IHK 138,14. Sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Manado 1,07% dengan IHK 118,96 dan terendah terjadi di Kendari 0,06% dengan IHK 123,46. Inflasi tinggi banyak terjadi di kota-kota Pulau Sumatra dengan Jambi yang mengalami inflasi tertinggi. Kenaikan harga di kota Jambi didorong oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan terkait dengan kenaikan harga dari komoditas bumbu-bumbuan sebesar 53% dan daging sebesar 19.43%. Untuk di Pulau Jawa, Bekasi yang mengalami inflasi tertinggi sedangkan di luar Pulau Jawa dan Sumatra, kota Mataram yang mengalami inflasi tertinggi.

3.232.312.29

1.911.911.87

1.581.58

1.742.17

0.97

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

JambiBengkulu

Pematang SiantarLhokseumawe

MedanDumai

PadangTanjung Pinang

BekasiMataramNasional

Sumber : BPS

10 Kota Inflasi Tertinggi, Juni 2010 (%-mtm)

Gambar 15. Pada Juni 2010, harga cabe merah dan bawang merah melonjak yang mendorong kenaikan inflasi

Gambar 16. Pada Juni 2010, kota-kota di Sumatra mengalami inflasi yang cukup tinggi terutama Jambi yang mengalami inflasi tertinggi

ANALISA PDB DEFLATOR DAN IHK

Salah satu indikator utama dalam ekonomi adalah inflasi. Ketidakpastian inflasi atau volatililitas inflasi yang tinggi akan dapat berakibat pada penurunan minat investasi. Masyarakat pun akan mengurangi tabungan karena lebih suka memegang uang tunai. Dampak lain dari inflasi adalah kurangnya ketersediaan barang dan jasa karena terjadi penimbunan untuk spekulasi harga.

Metode mengukur inflasi dapat dilakukan dengan 2 cara: (1) menggunakan metode perhitungan PDB deflator dan (2) Indeks Harga Konsumen (IHK). PDB deflator mengukur tingkat harga semua barang dan jasa dalam perekonomian. PDB deflator dapat dihitung dengan membagi PDB nominal (harga berlaku) dengan PDB rill (harga pada tahun dasar). Sedangkan IHK adalah indeks yang mengukur perubahan harga rata-rata basket tetap barang dan jasa yang dikonsumsi oleh konsumen melalui pembobotan tingkat konsumsi. Perbedaan antara keduanya adalah PDB deflator mengukur semua perubahan harga dalam perekonomian (konsumsi, investasi, pemerintah, ekspor dan impor), sedangkan IHK hanya mengukur perubahan harga dalam tingkat konsumsi.

PDB Deflator

Konsumsi

Pemerintah

Investasi

Ekspor

Impor

IHK (Hanya Konsumsi)

Makanan

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

Perumahan, Listrik, Gas & Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga

Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Gambar 17. Perbedaan PDB deflator dan IHK

Page 20: TEK_0610_FINAL

Meskipun kedua indikator tersebut digunakan untuk menghitung inflasi namun masih belum sempurna. Sebagai deskripsi, anggaplah penyakit menyebar di seluruh negara dan membunuh semua sapi yang berakibat menurunnya pasokan sapi secara dramatis. Hal ini akan mendorong harga produk-produk daging sapi melonjak. Akibatnya, orang akan beralih dari membeli daging sapi menjadi daging ayam sehingga permintaan daging ayam meningkat. Dalam hal ini, PDB deflator tidak akan mencerminkan peningkatan harga produk-produk daging sapi karena daging sapi yang dikonsumsi sedikit sekali. Sedangkan IHK akan menunjukkan peningkatan yang sangat besar dalam biaya hidup karena jumlah daging sapi dan produk susu yang dikonsumsi tidak akan berubah meskipun harga melonjak.

PDB deflator dapat memperhitungkan efek substitusi karena indeks PDB adalah indeks Paasche di mana keranjang barang bersifat fleksibel (indeks disini mencerminkan konsumen mengganti ke barang yang lebih murah). Sedangkan IHK tidak memperhitungkan efek substitusi karena indeks IHK merupakan indeks Laspeyres di mana keranjang barang bersifat tetap (indeks ini merepresentasikan konsumen akan tetap membeli barang walaupun barang tersebut lebih mahal).

Perkembangan tren PDB deflator dan IHK Indonesia semakin melebar (divergent). Pengamatan oleh Bank Dunia menunjukkan gambaran bahwa sejak tahun 2005 perkembangan PDB deflator dan IHK Indonesia semakin melebar (gambar 15). Bahkan terlihat sejak pertengahan tahun 2000, PDB deflator lebih tinggi daripada IHK.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 18

Gambar 18. Perkembangan PDB deflator dan IHK semakin divergen sejak 2005 (sumber: World Bank)

Perbedaan tersebut bisa disebabkan (1) perbedaan perhitungan PDB deflator dan IHK, dimana PDB deflator dihitung berdasarkan flexible basket dan mengukur semua perubahan harga-harga di dalam sistem perekonomian, sedangkan IHK dihitung fixed basket dan mengukur perubahan dalam konsumsi, namun perlu diperhatikan bahwa cakupan barang pada IHK tahun dasar 2007 lebih banyak daripada IHK tahun 2000 jadi dari segi representasi seharusnya terjadi konvergensi (2) faktor budaya yakni keengganan untuk menurunkan harga ketika harga turun dan menaikkan harga secepatnya ketika harga naik (persistent inflation). Faktor persisten inflation nampak lebih dominan jika terjadi divergensi. Selain itu juga mungkin kenaikan harga pada komponen pengeluaran investasi, ekspor, dan impor naik bobotnya dalam PDB deflator.

Perhitungan inflasi di Indonesia menggunakan IHK dan indikator inflasi ini digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan berbagai kebijakan, seperti perhitungan proyeksi penerimaan pajak. Sesuai penelitian Bank Dunia, penggunaan IHK dalam perhitungan inflasi tidak mencakup semua kegiatan dalam perekonomian, yaitu: konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor-impor sehingga akan menghasilkan underestimate bila dibandingkan dengan PDB deflator. Dari hasil perhitungan Bank Dunia, proyeksi penerimaan pajak pada tahun 2011 bila menggunakan komponen PDB deflator akan menghasilkan proyeksi yang lebih besar daripada menggunakan komponen IHK.

Page 21: TEK_0610_FINAL

PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II-2010

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2010 diperkirakan meningkat yakni mencapai 6% (proyeksi Bank Indonesia).

Konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat lebih tinggi dari triwulan I-2010. Hal tersebut didorong oleh faktor musiman berupa liburan sekolah, perbaikan pendapatan yang bersumber dari realisasi kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5%, UMP 2010 dan penyelenggaraan Pemilukada 2010 yang dimulai pada triwulan II-2010.

Kinerja investasi juga diperkirakan meningkat sebagai dampak berlanjutnya perbaikan permintaan domestik dan eksternal, perbaikan iklim investasi domestik dan inisiasi proyek pemerintah. Pengeluaran pemerintah pada triwulan II diperkirakan membaik dibandingkan dengan triwulan I lalu, Secara umum, penyerapan APBN oleh pemerintah mulai meningkat.

Kinerja ekspor diperkirakan tumbuh membaik seiring dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global. Impor juga diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi sebagai respons dari membaiknya permintaan eksternal terhadap komoditas industri pengolahan dan peningkatan permintaan domestik sejalan dengan masih kuatnya daya beli masyarakat.

Bila di lihat per sektor, maka sektor yang diperkirakan mengalami pertumbuhan tinggi pada triwulan II-2010 adalah sektor pengangkutan dan komunikasi diikuti oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran. Angkutan kargo kereta api dan angkutan kargo di beberapa pelabuhan diperkirakan meningkat sejalan dengan tingginya kegiatan ekspor-impor.

Sementara itu di sub sektor komunikasi, jumlah pelanggan telepon seluler diperkirakan masih meningkat didorong oleh peningkatan permintaan komunikasi data (internet) karena para operator telekomunikasi semakin gencar mempromosi-kan trafik komunikasi data internet dan TV satelit. Pada sektor perdagangan pertumbuhan didorong oleh impor yang masih tinggi serta membaiknya kinerja sektor tradable goods. Sub sektor hotel dan restoran masih menunjukkan kinerja yang baik. Tingkat hunian hotel dan kunjungan wisatawan manca negara tercatat masih tumbuh tinggi.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 19

Proyeksi Pertumbuhan PDB Triwulan II-2010 – Sisi Permintaan

Pertumbuhan

Variabel (% yoy) Q1-2010 Realisasi

Q2-2010 Proyeksi

BI PDB 5,7 6,0 Konsumsi Rumah Tangga 3,9 4,9 Konsumsi Pemerintah -8,8 -1,5 Investasi 7,9 10,0 Ekspor 19,6 14,6 Impor 22,6 15,8

Sumber : BPS dan BI Tabel 2. Pertumbuhan ekonomi Tw. II-2010 diproyeksikan meningkat

Proyeksi Pertumbuhan PDB Triwulan II-2010 – Sisi Penawaran

Pertumbuhan

Variabel (% yoy) Q1-2010 Realisasi

Q2-2010 Proyeksi

BI PDB 5.7 6.0 Pertanian 2.9 4.1 Pertambangan & Penggalian 3.5 3.6 Industri Pengolahan 3.6 4.0 Listrik, Gas dan Air Bersih 7.2 8.7 Bangunan 7.3 8.0 Perdagangan, Hotel dan Restoran

9.3 9.1

Pengangkutan dan Komunikasi 11.9 11.5 Keuangan, Persewaan dan Jasa 5.5 5.8 Jasa-Jasa 4.6 4.6

Sumber : BPS dan BI Tabel 3. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh paling tinggi dibandingkan dengan sektor lain, namun pertumbuhan ekonomi Tw. II-2010 sedikit menurun dibandingkan dengan Tw.I-2010.

Gambar 19. Kunjungan wisatawan mancanegara meningkat pada Mei 2010 yang mendorong pertumbuhan sektor hotel & restoran

600,031

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000orang

Sumber: BPS

Kunjungan Wisatawan Mancanegara

Page 22: TEK_0610_FINAL

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR

Surplus neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2010 meningkat sekitar 208,68% dari US$ 799 juta menjadi US$ 2,47 miliar jika dibandingkan dengan April 2010.

Dibandingkan dengan bulan Mei 2009, surplus neraca perdagangan meningkat 57,42%. Peningkatan surplus perdagangan ini karena peningkatan ekspor diikuti tren penurunan impor.

Nilai ekspor Indonesia pada bulan Mei 2010 mengalami peningkatan sebesar 4,06% dibanding ekspor April 2010. Sementara bila dibandingkan dengan Mei 2009 mengalami peningkatan sebesar 36%. Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-Mei 2010 mencapai US$ 60,10 miliar atau meningkat 47,68% dibandingkan de-ngan periode yang sama tahun 2009. Peningkatan ekspor didorong oleh peningkatan ekspor nonmigas Mei 2010 yang naik 4,30% dibandingkan April 2010, sedangkan dibandingkan dengan ekspor Mei 2009 meningkat 27,02%. Peningkatan ekspor nonmigas terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$ 160,6 juta, sedangkan penurunan terbesar terjadi pada bahan kimia organik sebesar US$ 109,2 juta. Ekspor migas mengalami peningkatan sebesar 2.97% dibandingkan dengan April 2010. Ekspor hasil minyak dan minyak mentah, masing-masing meningkat sebesar 17.21% dan 4.63% di-bandingkan bulan lalu. Sedangkan ekspor gas mengalami penurunan sebesar 2.26% dari bulan lalu.

Nilai impor Indonesia pada bulan Mei 2010 menurun

sebesar 10,50% dibanding April 2010 dan jika dibandingkan dengan bulan Mei 2009 terjadi kenaikan sebesar 31,60%. Sedangkan secara kumulatif, selama Januari-Mei 2010 nilai impor mencapai US$ 51,25 miliar atau meningkat 53,26% jika dibanding periode yang sama tahun lalu. Penurunan impor di bulan Mei 2010 ini disebabkan oleh penurunan impor migas dan nonmigas, masing-masing sebesar 19,52% dan 7,89% dibandingkan dengan April 2010.

Penurunan impor nonmigas terjadi pada hampir semua golongan barang. Penurunan terbesar terjadi pada kapal, perahu dan struktur terapung sebesar US$ 294,8 juta. Hanya golongan mesin dan peralatan listrik dan golongan besi baja yang mengalami peningkatan impor. Penurunan impor migas terjadi pada semua golongan, masing-masing gas sebesar 53,35%, hasil minyak 24,57%, dan minyak mentah 4,03%. Nilai impor menurut golongan penggunaan barang selama Januari-Mei 2010 dibanding periode yang sama tahun sebelumnya mengalami peningkatan untuk semua golongan, yaitu impor barang konsumsi sebesar 61,76 %, bahan baku/penolong sebesar 57,75%, dan barang modal sebesar 35,92 %.

Perkembangan Ekspor Dan Impor Indonesia Januari-Mei 2010 (Juta US$)

11,575 11,20512,630 12,035 12,524

9,543 9,498 11,049 11,236

10,056

2,031 1,707 1,581 799

2,468

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

Januari Februari Maret April Mei

2010

Ekspor Impor Neraca Perdagangan

Gambar 20. Pada Mei 2010, ekspor naik 4,06% dan impor turun 10,5% dibandingkan dengan April 2010. Neraca perdagangan meningkat hingga 200%. (sumber: BPS)

717.31005.9

1407.8

1051.8

658.8

1536.5

1186.6

581.5

58.5

-530.6

221.2 470.3

-1000

-500

0

500

1000

1500

2000

Singapura Cina Jepang Amerika Serikat

Juta US$Posisi Ekspor-Impor Negara Mitra Dagang

Utama Mei 2010

Ekspor Impor Neraca Perdagangan

Gambar 21 Neraca perdagangan Indonesia masih mencatat surplus dengan beberapa negara mitra dagang utama, kecuali Cina.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 20

Page 23: TEK_0610_FINAL

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH

Pada Juni 2010, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara rata-rata menguat sebesar 0.38% ke level Rp. 9148 per dolar AS dari Rp. 9183 pada bulan Mei 2010.

Kinerja perekonomian domestik yang positif dan terjadi peningkatan tingkat kepercayaan asing dapat terlihat dari peningkatan rating outlook Indonesia oleh Moody’s dari stabil menjadi positif. Persepsi asing terhadap resiko domestik membaik berdampak pada arus modal masuk portofolio asing.

Pada akhir bulan Juni, Rupiah ditutup menguat 1.06% ke level Rp 9.083/US$ dibandingkan penutupan bulan lalu. Dengan perkembangan tersebut, pergerakan nilai tukar Rupiah selama triwulan II-2010 mengalami apresiasi sebesar 1.55% ke level Rp 9.083/US$. Namun, Rupiah sempat tertekan di pertengahan triwulan II-2010 karena sentimen negatif di pasar keuangan global akibat masalah fiskal di beberapa negara Eropa.

ANALISA PERKEMBANGAN UTANG, SBN DAN SBI

Dalam APBN-P 2010 telah ditetapkan defisit anggaran terhadap PDB sebesar 2.1% (meningkat dari tahun 2009 sebesar 1.6%).

Rasio utang terhadap PDB akan diupayakan menurun menjadi 26% dari 28% pada APBN 2009. Oleh karena itu, sejak tahun 2005, Surat Berharga Negara (SBN) menjadi instrumen utama pembiayaan defisit APBN, artinya porsi pinjaman luar negeri berkurang. Dalam perkembangannya, porsi kepemilikan asing pada SBN meningkat dari sekitar Rp 100 triliun pada awal tahun 2009 menjadi sekitar Rp 162 triliun pada Juni 2010. Faktor yang menarik investor adalah SBN relatif bebas resiko (risk free). Namun, besarnya pemilikan asing ini diyakini dapat mengganggu stabilitas ekonomi apabila sebagian besar dana tersebut ditarik tiba-tiba (outflow).

Investor SBN dari non bank dan asing terlihat semakin meningkat sedangkan kepemilikan bank berkurang. Nampak pula bahwa meskipun pinjaman luar negeri berkurang, kepemilikan SBN oleh asing memiliki tren yang meningkat. Selain dalam SBN, porsi kepemilikan asing dalam SBI juga meningkat. Utang luar negeri swasta juga tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan utang domestik swasta. Positifnya, peningkatan tren kepemilikan asing pada kedua instrumen berarti peningkatan kepercayaan terhadap kondisi ekonomi dan pasar uang Indonesia.

8800

8900

9000

9100

9200

9300

9400

9500

04-Jan-10 04-Feb-10 04-Mar-10 04-Apr-10 04-May-10 04-Jun-10

Rp/USD

Sumber : BI

Kurs Tengah HarianRata-Rata BulananRata-Rata Triwulanan

Gambar 22. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah pada Juni 2010 terapresiasi

77%67%

61%57%

47%

39% 35% 33% 28% 26%

2.5%

1.3%

1.7%

1.1%

0.5%

0.9%1.3%

0.1%

1.6%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Jun'10 Sumber: Dirjen Pengelolaan Utang, Kemenkeu

Pinjaman LN (LHS) SBN (LHS)Rasio Utang/PDB (LHS) Rasio Defisit/PDB (RHS)

Gambar 23. Rasio Utang dan Rasio Defisit Terhadap PDB, Porsi Pinjaman Luar Negeri dan SBN, rasio utang terhadap PDB semakin berkurang dan SBN menjadi intrumen utama pembiayaan

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 21

Page 24: TEK_0610_FINAL

Pada bulan Juni 2010, baik kepemilikan bank maupun domestik pada SBI dan SBN mengalami penurunan. Sedangkan kepemilikan asing, baik pada SBI maupun SBN, justru mengalami peningkatan. Dari faktor eksternal, proses menunggu hasil bail out Yunani menjadi faktor pendorong masuknya dana asing selain inflasi yang rendah, perbaikan rating serta prospek pertumbuhan ekonomi yang positif. Bank Indonesia mencatat bahwa return yang diperoleh yields seeking investor menjadi optimal akibat ekspektasi akan menurunnya risiko volatilitas nilai tukar setelah implementasi kebijakan one month holding period SBI. Persepsi positif terhadap relatif tingginya imbal hasil SBN masih terjadi di pasar. Kinerja SBN yang baik ini mendorong penurunan cost of fund SBN Rupiah (bagi Pemerintah) yang juga secara signifikan menunjukkan kepercayaan pasar yang meningkat terhadap pengelolaan fiskal yang kredibel dan pengelolaan utang yang prudent.

Berdasarkan informasi dari Kementerian Keuangan, sebagian besar kepemilikan asing merupakan investor jangka panjang (long term investor) yang memiliki SUN bertenor panjang – lebih dari 5 tahun. Walaupun hal tersebut menggambarkan tingkat kepercayaan kepada perekonomian domestik semakin meningkat, tetapi perlu dikendalikan secara baik dan tepat.

Ada beberapa kelemahan dari meningkatnya utang eksternal. Utang eksternal yang berlebihan akan berdampak pada kinerja transaksi berjalan (current account) khususnya akan meningkatkan defisit neraca pendapatan (income balance). Selain itu, pemilikan surat utang oleh investor asing dapat menghilangkan kesempatan pembayaran bunga kepada penduduk domestik dan pemungutan pajak atas pembayaran bunga. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan fiskal sustainability yang menekankan pada peningkatan besaran keseimbangan primer yang proporsional serta konsisten dengan orientasi jangka panjang. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pengendalian pemanfaatan pinjaman luar negeri untuk sektor dan investasi yang produktif. Kebijakan fiskal dapat mengakomodasi shocks dan menyesuaikan target utang sebagai pembiayaan defisit pada tingkat yang optimal.

INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR Indeks harga perdagangan besar (IHPB) pada bulan Juni 2010 naik sebesar 0.72% (mtm)

Kenaikan IHPB ini terbesar terjadi di sektor pertanian sebesar 1,98%. IHPB Bahan Baku, Barang Konsumsi, dan Barang Modal naik masing-masing 0,75%, 0,96%, dan 0,21%.

Kelompok IHPB Bahan Bangunan atau Konstruksi pada Juni 2010 meningkat sebesar 0,03%, antara lain disebabkan oleh penurunan harga hasil kilang minyak, harga barang-barang logam, semen, kayu lapis, dan barang-barang dari logam dasar bukan besi. Sedangkan yang mengalami kenaikan harga antara lain bahan bangunan dari keramik dan tanah liat, aspal, dan barang galian segala jenis. (BPS)

144.09162.05

0

50

100

150

200

250

0100200300400500600700

Dec 2009

Jan 2010

Feb 2010

Mar 2010

Apr 2010

May 2010

Jun 2010

(Triliun Rp)Kepemilikan SBN

Bank Non-BankTOTAL Resident (RHS)Non Resident (RHS) Bank Indonesia*)

82.99

36.36

41.8

0102030405060708090

050

100150200250300350400

Dec 2009

Jan 2010

Feb 2010

Mar 2010

Apr 2010

May 2010

Jun 2010

(Triliun Rp) Kepemilikan SBI

Bank Non-BankTOTAL Resident (RHS)Non Resident (RHS)

Gambar 24. Kepemilikan asing pada SBI dan SBN meningkat di bulan Juni 2010

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 22

Page 25: TEK_0610_FINAL

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN

Indeks keyakinan konsumen (IKK) pada bulan Juni 2010 kembali meningkat setelah bulan sebelumnya mengalami penurunan. Survei BI menunjukkan tingkat keyakinan konsumen masih optimis. Kenaikan tersebut disebabkan adanya berita seputar rencana realisasi pembayaran gaji ke-13 PNS dan musim liburan sekolah yang cenderung memberikan pengaruh positif terhadap pengeluaran konsumen. Tingkat ekspektasi konsumen meningkat dan berada di level optimis. Kenaikan ekspektasi konsumen terhadap kondisi perekonomian 6 bulan mendatang yang didukung oleh membaiknya beberapa indikator ekonomi juga ikut mendorong kenaikan IKK.

Persepsi responden terhadap kondisi ekonomi saat ini juga meningkat dan berada di tingkat optimis. Hal tersebut didukung oleh ketersediaan lapangan pekerjaan dan tingkat penghasilan yang semakin baik.

TINGKAT KEMISKINAN MARET 2010

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33%), lebih rendah dibandingkan Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15%). Dengan demikian terjadi penurunan tingkat kemiskinan. Penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta, sementara di daerah perdesaan juga berkurang 0,69 juta orang. Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada Maret 2009, penduduk miskin yang berada di daerah perdesaan sebesar 63,38%, sedangkan pada Maret 2010 sebesar 64,23%.

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan yang menurun. Tren penurunan ini memberi indikasi bahwa secara rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati garis kemiskinan dan celah ketimpangan beban

pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Propinsi yang memiliki persentase kemiskinan terbesar adalah Papua (36.80%), Papua Barat (34.88%) dan Maluku (27.74%).

70

80

90

100

110

120

130

140

Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2009 2010

Optimis

Sumber : Survei Konsumen, BI

lndeks Keyakinan Konsumen(IKK)

Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Ekspektasi Konsumen (lEK)Pesimis

Gambar 25. Pada Juni 2010, indeks keyakinan konsumen, tingkat ekspektasi konsumen dan persepsi akan kondisi ekonomi saat ini meningkat berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia

36.135.1

39.3

37.17

34.96

32.53

31.02

16.6615.97

17.75

16.58

15.42

14.1513.33

25

27

29

31

33

35

37

39

41

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Sumber : BPS

Juta

% Penduduk Miskin (RHS) % Miskin (LHS)

Gambar 26. Tingkat kemiskinan menurun pada Maret 2010

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 23

Page 26: TEK_0610_FINAL

ANALISA NILAI TUKAR PETANI

Nilai Tukar Petani (NTP) Juni 2010 sebesar 101,39 atau naik 0,22% dibanding bulan sebelumnya.

Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan NTP sub sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura yang masing-masing sebesar 0,60% dan 0,40%.

Berdasarkan provinsi, kenaikan NTP tertinggi terjadi di provinsi Kalimantan Tengah menjadi 104,07 atau mengalami kenaikan sebesar 1,64% karena harga produsen gabah naik sebesar 3.75%. Sedangkan provinsi yang mengalami penurunan NTP terbesar terjadi di NTP Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 94.14 atau mengalami penurunan terbesar 1.74% terutama disebabkan harga produsen kacang kedelai yang turun sebesar 2.71%.

Nilai Tukar Petani Per Sub Sektor

Mei'10 Jun'10 %

Perubahan

Tanaman Pangan 96.69 97.27 0.60

Hortikultura 106.57 106.99 0.40

Tanaman Perkebunan Rakyat 104.54 104.22

-0.31

Peternakan 104.34 103.84 -0.47

Perikanan 105.46 105.31 -0.14

NTP Nasional 101.16 101.39 0.22 Sumber: BPS Tabel 4. Nilai tukar petani meningkat pada Juni 2010 yang didorong oleh sektor tanaman pangan dan hortikultura

NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani dipedesaan. NTP juga menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/daya beli petani. NTP diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani. Indeks harga yang diterima petani adalah indeks harga yang menunjukan perkembangan harga produsen dari hasil produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani adalah

kebutuhan rumah tangga petani, baik itu kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun untuk keperluan menghasilkan produksi pertanian.

NTP dapat dikatakan sebagai tingkat hubungan antara hasil pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi dan dibeli petani pedesaan. Disamping berkaitan dengan permasalahan kekuatan relatif daya beli komoditas, fenomena nilai tukar petani terkait dengan perilaku ekonomi rumah tangga pedesaan, yaitu proses pengambilan keputusan rumah tangga di pedesaan untuk memproduksi, membelanja-kan dan mengkonsumsi suatu barang.

Sejak awal tahun 2009, nilai tukar petani mengalami peningkatan dan relatif stabil sejak awal tahun 2010. Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian dan di lain pihak indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi pertanian mengalami penurunan. Kenaikan nilai tukar petani dapat mencerminkan perbaikan kesejahteraan petani.

96.50

97.00

97.50

98.00

98.50

99.00

99.50

100.00

100.50

101.00

101.50

102.00

110.00

112.00

114.00

116.00

118.00

120.00

122.00

124.00

126.00

128.00Ja

nFe

bMa

rAp

rMa

yJu

n Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Jan

Feb

Mar

Apr

May

Jun

2009 2010Sumber : BPS

Indeks harga yang diterima petani (LHS)Indeks harga yang dibayar petani (LHSNilai tukar petani (RHS)

Gambar 27. Nilai tukar petani meningkat sejak awal tahun 2009 yang mencerminkan terdapat perbaikan pada kesejahteraan petani. Kenaikan tersebut disebabkan adanya peningkatan pada indeks harga hasil produksi pertanian atau perbaikan penerimaan petani.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 24

Page 27: TEK_0610_FINAL

PERKEMBANGAN PASAR MODAL

Kapitalisasi pasar saham pada Juni 2010 mengalami peningkatan sebesar 4.95% jika dibandingkan dengan bulan Mei 2010. Jumlah saham yang diperdagangkan mengalami peningkatan sebesar 1.25%. Penerbitan obligasi pemerintah dan korporasi juga meningkat 1.89% dan 1.19% dibandingkan dengan bulan lalu. Transaksi perdagangan obligasi, baik pemerintah maupun korporasi tumbuh pesat masing-masing 57.99% dan 76.04%. Sayangnya, perdagangan saham mengalami penurunan sebesar 24%. Penurunan ini lebih disebabkan oleh aksi wait and see investor terkait keputusan bail out utang Yunani serta proses penyelesaian krisis utang di kawasan Eropa. Kinerja pasar obligasi yang baik terlihat dari yield obligasi pemerintah, khususnya obligasi dengan tenor jangka pendek mengalami penurunan dari 6.47% pada Mei 2010 menjadi 6.25% pada Juni 2010 (SBN tenor 1 tahun).

Transaksi jual-beli oleh asing pada Juni 2010 masing-masing mengalami penurunan. Namun, net pembelian transaksi asing meningkat pesat sebesar 372.73% atau mencapai Rp 4,5 triliun dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Ini berarti transaksi beli lebih mendominasi transaksi jual. Transaksi beli mencapai Rp 25.23 triliun dan transaksi jual sebesar Rp 20.73 triliun.

Peningkatan kapitalisasi pasar saham menyumbang pengaruh positif dengan adanya peningkatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Juni 2010 sebesar 4.17% dibandingkan dengan Mei 2010 yang ditutup pada level 2.913,7. Dan pada tanggal 21 Juli 2010, IHSG telah mencapai level 3.013,40. Di antara bursa ASEAN, pola peningkatan IHSG yang tinggi dan konsisten menjadi bukti bursa saham Indonesia paling diminati oleh para investor dibandingkan bursa-bursa di kawasan sekitarnya, seperti Malaysia dan Thailand. Kinerja bursa yang positif ini juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi domestik, stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap US$, inflasi yang masih rendah, serta meningkatnya peringkat surat utang Indonesia oleh Moody’s dari level stabil menjadi positif.

TINJAUAN KEUANGAN

PERKEMBANGAN PASAR MODAL PER 30 JUNI 2010

Juni 2010

Mei 2010 %∆

Juni 2009 %∆

Saham 1 2 (1)/(2) 3 (1)/(3) Kapitalisasi Pasar (Rp triliun) 2400.98 2287.73 4.95 1596.67 50.37 Saham diperdagangkan (triliun unit) 1.62 1.60 1.25 1.39 16.55

Jumlah Emiten (korporasi) 402 401 0.25 397 1.26

Obligasi

Pemerintah (Rp triliun) 621.23 609.68 1.89 553.23 12.29

Korporasi (Rp triliun) 93.03 91.94 1.19 79.88 16.46

Perdagangan

Saham (Rp triliun) 73.69 96.96 -24.00 126.87 -41.92 Obligasi Pemerintah (Rp triliun) 163.46 103.46 57.99 83.89 94.85 Obligasi Korporasi (Rp triliun) 9.77 5.55 76.04 3.6 171.39 Transaksi Asing

Beli (Rp triliun) 25.23 29.05 -13.15 42.26 -40.30

Jual (Rp triliun) 20.73 30.70 -32.48 41.52 -50.07

Net Pembelian (Rp triliun) 4.50 -1.65 372.73 0.75 500.00 Sumber: BEI

Tabel 5. Pada Juni 2010, kapitalisasi pasar saham mengalami peningkatan sebesar 4.95% (mtm)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 25

Bursa saham Indonesia terus meningkat dan menjadi salah satu bursa di Asia yang paling diminati oleh investor di Asia

Page 28: TEK_0610_FINAL

PEMANTAUAN INDUSTRI PERBANKAN

Pemantauan terhadap institusi keuangan, khususnya perbankan, dengan menggunakan analisa Financial Soundness Indicators (FSI) terus dilakukan untuk memberikan gambaran kesehatan dan kelayakan bank berdasarkan laporan keuangan perbankan.

Pada Tinjauan Perkembangan Ekonomi dan Keuangan edisi Mei 2010 lalu telah dilakukan pemantauan terhadap sejumlah bank, diantaranya Bank Mandiri, BNI, BRI, dan BCA dengan analisa FSI. Pada edisi Juni 2010 kali ini dilakukan penambahan jumlah bank yang dipantau, yaitu BTN, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, dan Bank Mutiara. Data perbankan yang digunakan untuk analisa FSI diperoleh berdasarkan Laporan Keuangan Perbankan Bulanan dari Bank Indonesia dengan rentang waktu dari tahun 2007 hingga 2009.

Berdasarkan laporan keuangan, pergerakan indikator CAMELS (Capital adequacy, Asset quality, Management, Earnings and profitability, Liquidity, dan Sensitivity to market risk) menunjukkan bahwa rasio kecukupan modal (CAR) bank yang menjadi objek pemantauan memiliki rasio yang tinggi, yaitu berada di atas rasio penyediaan modal minimum yang diwajibkan yaitu sebesar 8%. Dari grafik radar CAR terlihat bahwa baik bank persero maupun bank swasta nasional terpilih berada pada tingkat rasio kecukupan modal yang aman (di atas batas wajib). Bank Mandiri dan BCA unggul dengan memiliki CAR paling tinggi di antara bank lainnya. BTN, BRI, dan BNI memiliki CAR diatas 15%. Namun, nilai CAR ketiganya masih berada di bawah Bank Danamon yang sudah mencapai 17,7%. Sedangkan Bank Mutiara dengan nilai CAR paling rendah 10,2% masih berada pada tingkat rasio kecukupan modal yang aman di atas nilai CAR yang diwajibkan.

Dari pantauan kualitas aset, Bank Mandiri sebagai bank yang memiliki jumlah aset terbesar (hampir Rp 400 triliun) selama periode penelitian ternyata memiliki kualitas aset yang relatif tidak lebih baik dibandingkan beberapa bank lainnya. Nilai rasio NPL terhadap total pinjaman Bank Mandiri lebih tinggi jika dibandingkan dengan BTN, BRI, BCA, dan Bank Danamon. BNI memiliki nilai rasio NPL terhadap total pinjaman yang paling tinggi diantara bank lainnya. Sedangkan Bank Mutiara memiliki rasio NPL terhadap total pinjaman paling kecil. Rasio ATMR terhadap total aset Bank Mutiara lebih kecil dibandingkan bank lainnya Hal ini dimungkinkan karena jumlah aset yang lebih kecil, sehingga pengelolaan aset menjadi lebih mudah. Meskipun demikian, nilai rasio provisi terhadap NPL Bank Mutiara (0.018) lebih rendah dibandingkan bank lainnya. Artinya, penerimaan Bank Mutiara atas pinjaman yang diberikan cukup rendah untuk menjamin pinjaman yang disalurkan. Sedangkan penerimaan BNI untuk penjaminan pinjaman yang diberikan memiliki nilai yang paling besar dengan nilai rasio provisi terhadap NPL sebesar 0,048.

0.05.0

10.015.020.0

BNI

BRI

MANDIRI

BCA

MUTIARA

BTN

NIAGA

DANAMON

0.0

1.0

2.0BNI

BRI

MANDIRI

BCA

MUTIARA

BTN

NIAGA

DANAMON

Asset Quality ProfitabilityLiquidity Sensitivity to Market Risk

Gambar 28. Capital Adequacy Ratio dari 8 bank seluruhnya berada di atas batas CAR yang ditetapkan 8%.

Gambar 29. Kualitas Aset, profitabilitas, likuiditas dan sensivitas pada resiko pasar

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 26

Page 29: TEK_0610_FINAL

Dari sisi profitabilitas, ROA dan ROE Bank Mutiara lebih besar dibandingkan dengan bank lainnya. Hal ini turut menjelaskan pengelolaan aset dan ekuitas yang cukup baik meskipun dalam volume yang sedikit. Sedangkan BNI memiliki nilai ROA dan ROE terkecil. Meskipun demikian, sisi likuiditas Bank Mutiara paling kecil di antara bank yang lain. BTN memiliki pengelolaan likuiditas yang lebih baik dengan rasio likuiditas terhadap total aset dan terhadap kewajiban jangka pendek yang lebih besar. Dilihat dari besarnya porsi hutang dalam valuta asing, BNI memiliki sensitivitas terhadap risiko pasar yang paling besar.

Pemantauan terhadap portofolio penempatan dana simpanan menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan oleh empat bank (BTN, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, dan bank Mutiara) cenderung meningkat di akhir tahun 2009. Penyaluran kredit terbesar dicapai oleh Bank CIMB Niaga hingga Rp 82 triliun pada bulan Desember 2009. Penyaluran kredit BTN juga menunjukkan pola peningkatan hingga mencapai Rp 40 triliun pada bulan yang sama. Sedangkan penyaluran kredit Bank Danamon dan Bank Mutiara sempat menurun di awal tahun 2009 lalu meningkat hingga akhir tahun 2009. Dana yang tersedia di bank juga terbagi untuk penempatan pada BI, penempatan pada bank lain, obligasi pemerintah, surat berharga yang dimiliki, dan beberapa penempatan lainnya dalam proporsi yang berbeda.

Porsi penempatan dana simpanan BTN, Bank CIMB Niaga dan Bank Danamon pada obligasi pemerintah dan penempatan pada BI cukup tinggi jika dibandingkan dengan penempatan pada portofolio lainnya. Pada periode tahun 2007 hingga tahun 2009, penempatan BTN pada obligasi pemerintah lebih tinggi dibandingkan portofolio lainnya (Gambar 30). Terlihat pula pada bulan Desember 2009 terjadi peningkatan penempatan dana BTN yang cukup besar di Bank Indonesia tetapi tidak diikuti penurunan penempatan dana pada portofolio lainnya. Artinya, ada peningkatan pasiva (dana pihak ketiga) yang cukup signifikan. Dari Neraca BTN diketahui terjadi peningkatan giro yang cukup besar hingga 87% pada Desember 2009. Penempatan dana Bank CIMB Niaga pada portofolio selain kredit cenderung meningkat di tahun 2009 dibandingkan dua tahun sebelumnya meskipun sedikit menurun pada akhit tahun 2009.

Pergerakan penempatan dana Bank Danamon pada portofolio selain kredit cenderung stabil. Sama halnya dengan Bank CIMB Niaga, terjadi penurunan penempatan dana pada portofolio di akhir tahun 2009, namun penyaluran kredit terus meningkat.

Bank Mutiara memiliki struktur penempatan dana yang berbeda dengan ketiga bank lainnya. Sepanjang tahun 2007 hingga 2008, penempatan pada obligasi pemerintah dan Bank Indonesia justru lebih kecil dari pada penempatan dana pada surat berharga dan penempatan pada bank lain. Namun demikian, penempatan pada bank lain cenderung mengalami penurunan. Sejak awal tahun 2009, mulai terlihat perubahan struktur penempatan dana dimana penempatan dana pada bank lain justru lebih rendah dibandingkan penempatan pada portofolio lainnya.

0.005.0010.0015.0020.0025.0030.0035.0040.0045.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Jan

Mar Me

iJu

lSe

pNo

vJa

nM

ar Mei

Jul

Sep

Nov

Jan

Mar Me

iJu

lSe

pNo

v

2007 2008 2009

(Rp Triliun)

Kredit yang Diberikan (RHS)Penempatan pada BI (LHS)Penempatan pada Bank Lain (LHS)Surat Berharga yang Dimiliki (LHS)Obligasi Pemerintah (LHS)

0.0010.0020.0030.0040.0050.0060.0070.0080.0090.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00Ja

nM

ar Mei Jul

Sep

Nov

Jan

Mar Mei Jul

Sep

Nov

Jan

Mar Mei Jul

Sep

Nov

2007 2008 2009

(Rp Triliun)

Kredit yang Diberikan (RHS)Penempatan pada BI (LHS)Penempatan pada Bank Lain (LHS)Surat Berharga yang Dimiliki (LHS)Obligasi Pemerintah (LHS)

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 27

Gambar 30. Penempatan dana BTN

Gambar 31. Penempatan dana CIMB-Niaga

Page 30: TEK_0610_FINAL

Penempatan dana pada surat berharga juga menurun pada tahun 2009. Namun nilainya masih diatas nilai penempatan dana pada obligasi pemerintah dan Bank Indonesia yang cenderung meningkat di tahun 2009.

Secara keseluruhan, bank terpilih dalam pemantauan mempunyai tren penyaluran kredit yang meningkat terutama BTN dan CIMB-Niaga, sedangkan Bank Danamon dan Bank Mutiara sedikit berfluktuasi terutama di akhir tahun 2008 dan awal tahun 2009 sebelum meningkat lagi hingga akhir tahun 2009.

REMITANSI PEKERJA MIGRAN (TKI)

Pengiriman uang dari pekerja migran atau remitansi merupakan salah satu penyumbang devisa negara. Tingkat remitansi Indonesia masih dibawah Filipina dan Vietnam meskipun dari segi jumlah tenaga kerja, Indonesia menjadi salah satu negara pengirim tenaga kerja terbesar di dunia. Hal ini tentu menunjukkan bahwa tinkat upah TKI tergolong rendah di pasar tenaga kerja negara asing yang sebagian besar masih bekerja sebagai Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT). Sementara itu Vietnam dan Filipina sekalipun tidak mengirim tenaga tenaga kerja migran yang lebih besar dari Indonesia, tingkat remitansinya lebih tinggi karena tenaga kerja mereka memiliki keahlian dan keterampilan yang cukup tinggi.

Rendahnya remitansi Indonesia juga bisa disebabkan pengetahuan akses sistem keuangan oleh tenaga kerja yang masih rendah. Untuk mendorong meningkatnya remitansi, kemudahan pengiriman remitansi perlu ditingkatkan dan biaya remitansi diturunkan. Biaya remitansi ke Indonesia relatif lebih mahal. Biaya pengiriman uang dari AS ke Indonesia lebih mahal jika dibandingkan dengan ke negara Filipina, India dan Vietnam. Berdasarkan laporan Bank Dunia, hal tersebut disebabkan pengiriman uang oleh pekerja migran Indonesia banyak yang menggunakan jasa perantara. Aksesibiltas pekerja migran terhadap jasa keuangan masih relatif rendah, yakni sebesar 68% dan 65% menggunakan jasa perbankan. Menariknya dari 65% TKI yang menggunakan jasa perbankan, 35% di antaranya tidak menggunakan rekening sendiri tetapi meminjam rekening orang lain.

-0.50

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

0.000.501.001.502.002.503.003.504.004.505.00

Jan

Mar

Mei Jul

Sep

Nov

Jan

Mar

Mei Jul

Sep

Nov

Jan

Mar

Mei Jul

Sep

Nov

2007 2008 2009

(Rp Triliun)

Kredit yang Diberikan (RHS)Penempatan pada BI (LHS)Penempatan pada Bank Lain (LHS)Surat Berharga yang Dimiliki (LHS)Obligasi Pemerintah (LHS)

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

Jan

Mar

Mei

Jul

Sep

Nov

Jan

Mar

Mei

Jul

Sep

Nov

Jan

Mar

Mei

Jul

Sep

Nov

2007 2008 2009

(Rp Triliun)

Kredit yang Diberikan (RHS)Penempatan pada BI (LHS)Penempatan pada Bank Lain (LHS)Surat Berharga yang Dimiliki (LHS)

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

% PDB

Sumber : WDI 2009, Worldbank

Tingkat Remitansi

IndonesiaFilipinaVietnam

Gambar 34. Tingkat remitansi Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan Filipina & Vietnam

Gambar 33. Penempatan dana Bank Mutiara

Gambar 32. Penempatan dana Bank Danamon

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 28

Page 31: TEK_0610_FINAL

Perbandingan Biaya Remitansi (%), Q1-2010

Negara Pengirim

Negara Tujuan

Indonesia Filipina India Vietnam

AS 7.59 6.58 6.95 5.98

Belanda 10.40 n/a n/a n/a

Malaysia 5.93 3.44 n/a n/a

Singapura 4.91 3.06 5.02 n/a

Sumber : http://remittanceprices.worldbank.org.

Tabel 6. Biaya remitansi atau pengiriman uang Indonesia masih relatif mahal bila dibandingkan dengan negara lain

PERKEMBANGAN PENYALURAN KREDIT USAHA RAKYAT

Dalam rangka mewujudkan program revitalisasi KUR, beberapa kementerian telah melakukan sosialisasi dan koordinasi program KUR tahun 2010 secara bertahap ke berbagai propinsi. Setelah sosialisasi ke Kalimantan Barat dan Bengkulu pada bulan Mei 2010, sosialisasi dilanjutkan ke Provinsi Bali pada awal Juni 2010. Konsep acara sosialisasi tersebut dibagi dalam 2 sesi, yakni koordinasi dan sosialisasi tim pelaksana dengan pemda atau instansi terkait dan sosialisasi Bank Pelaksana dengan calon debitur KUR.

Perkembangan KUR oleh bank pelaksana dilaporkan sebagai berikut:

Pada bulan Juni, BPD yang telah menyalurkan KUR bertambah menjadi 12 bank seperti BPD Jatim, BPD Jabar-Banten, BPD Jateng, BPD Nagari, BPD DKI, BPD DIY, BPD NTB, BPD Kalbar, BPD Kalteng, BPD Kalsel, BPD Maluku, serta BPD Papua. KUR yang telah disalurkan oleh 6 bank pelaksana yaitu BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin dan 12 BPD pada bulan Juni 2010 mencapai Rp 22,4 triliun kepada 2.929.935 debitur yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia dengan rata-rata kredit sebesar Rp 7,65 juta per debitur dengan Non Performing Loan (NPL) untuk 6 bank pelaksana rata-rata 5,29%. REALISASI PENYALURAN KUR PER 30 JUNI 2010

BANK

REALISASI PENYALURAN KUR

NPL (%) Plafon

(Rp Juta) Outstanding

(Rp Juta) Debitur Rata-rata

kredit (Rp Juta)

BNI 1,744,074

830,255

13,324

130.90

4.22

BRI (KUR Ritel) 5,006,676

2,662,555

39,962

125.29

6.74

BRI (KUR Mikro) 11,693,347

3,217,279

2,822,829

4.14

3.94

Bank Mandiri 1,672,845

779,124

37,180

44.99

1.72

BTN 723,868

303,008

3,468

208.73

13.61

BUKOPIN 739,624

371,800

3,795

194.89

10.31

Bank Syariah Mandiri 502,002

395,590

4,769

105.26

4.84

Bank NAGARI 9,340

9,253

240

38.92 -

Bank DKI 773

772

9

85.89 -

Bank Jabar Banten 160,948

156,500

1,704

94.45 -

Bank Jateng 103,164

101,340

1,714

60.19 -

BPD DIY 1,132

1,132

10

113.20 -

Bank Jatim 16,589

16,313

385

43.09 -

Bank NTB 13,371

10,059

148

90.34 -

Bank Kalbar 7,448

6,881

85

87.62 -

Bank Kalteng 1,460

1,460

30

48.67 -

Bank Kalsel 4,345

4,345

89

- -

Bank Maluku 4,186

3,824

146

28.67 -

Bank Papua 3,368

3,368

48

70.17 -

Total 22,408,561

8,874,859

2,929,935

7.65

5.29

Total 6 Bank Pelaksana

22,082,437

8,559,611

2,925,327

7.55

5.29

Total BPD 326,124

315,248

4,608

70.77 -

Sumber: Kedeputian I, Menko Perekonomian

30%

35%

3%

13%

18%

0% 10% 20% 30% 40%

Bank (Langsung)

Bank (tidak langsung)

Formal Lainnya

Semi Formal & Informal

Tidak Akses

Sumber : Worldbank

Akses TKI Terhadap Jasa Keuangan

Gambar 35. Akses pekerja migran terhadap jasa keuangan masih relatif rendah, mayoritas masih menggunakan mediator

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 29

Page 32: TEK_0610_FINAL

BRI sebagai bank yang paling banyak menyalurkan KUR berhasil mencapai Rp 16,7 trilliun kepada 2.862.791 debitur diikuti oleh Bank BNI sebesar Rp 1,74 trilliun kepada 13.324 debitur dan Bank Mandiri sebesar Rp 1,67 trilliun kepada 37.180 debitur. Sementara BPD penyalur KUR yang terdiri dari 12 BPD penyalurannya masih relatif kecil, yaitu hanya sebesar Rp 326 miliar kepada 4.608 debitur.

Sektor ekonomi yang paling banyak dibiayai dengan penyaluran KUR, yaitu sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 15,36 trilliun (69%) dengan 2.377.924 debitur. Kemudian diikuti oleh sektor pertanian sebesar Rp. 3,43 triliun (15%) dengan 305.998 debitur. Perkembangan penyaluran KUR kepada sektor-sektor lain dapat dilihat pada tabel berikut.

REALISASI PENYALURAN KUR Menurut Sektor Ekonomi Per 30 JUNI 2010

Sektor Ekonomi

Total Debitur Plafon

(Rp Juta) Outstanding

(Rp Juta)

Pertanian 3.431.403 1.718.817 305.998

Pertambangan 10.722 6.546 238

Pertanian 3.431.403 1.718.817 305.998

Industri Pengolahan 511.168 232.715 42.101

Listrik, Gas & Air 5.995 4.514 84

Konstruksi 510.647 197.644 2.895

Perdagangan, restoran & Hotel

15.365.802 5.543.904 2.377.924

Pengangkutan,

pergudangan & komunikasi

120.076 57.184 4.312

Jasa-jasa dunia usaha 693.891 321.754 47.021

Jasa-jasa sosial / masyarakat

331.843 127.612 48.331

Lain-lain 1.422.669 659.824 100.942

Jumlah 22.404.216 8.870.514 2.929.846

Sumber: Kedeputian 1, Menko Perekonomian

Serba-Serbi Ekonomi “Salus Populis Sumpre Lex Esto”

Sebuah frasa latin yang berarti kurang lebih menjadikan kesejahteraan rakyat adalah hukum tertinggi atau let the welfare of the people be the supreme law. Pedoman ini dinyatakan oleh Marcus Tullius Cicero seorang filsuf Roma, negarawan, penasihat hukum, pemikir politik sekaligus pejabat konstitusi Roma yang hidup 3 Januari 106 SM hingga 7 Desember 43 SM. Sebagai orang yang terlahir dari lingkungan kaya raya, Cicero kemudian menjadi orator terbesar di Roma.

Sebagai filsuf kemanusian, Cicero menggali norma-norma kebangsaan yang kemudian diterapkan oleh pemerintaah Roma hingga ke kawasan jajahan. Salus Populis Sumpre Lex Esto yang semula hanya sebagai frasa kemudian banyak dipakai sebagai pedoman seperti halnya Bhinneka Tunggal Ika dalam bahasa Sansekerta atau E Pluribus Unum dalam bahasa Latin sebagai inspirasi bahwa suatu pemerintah harus menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai pijakan dalam setiap pengambilan keputusan dan kebijakan. Pedoman Cicero ini juga yang menginspirasi Adam Smith dalam karya besarnya The Wealth of Nation yang kurang lebih juga meletakkan kepentingan rakyat sebagai tujuan akhir dari kemakmuran sebuah bangsa.

Jaksa Robert William Wells yang juga duduk dalam kongres merancang simbol negara bagian Missouri dan kemudian simbol tersebut disahkan secara resmi pada tanggal 11 Januari 1822. Dalam simbol tersebut, Robert mencantumkan frasa latin Cicero sebagai spirit bagi pemerintah negara bagian Missouri untuk benar-benar bekerja bagi kepentingan masyarakat. Selain frasa tersebut, Rober juga mencatumkan semboyan “united we stand, divide we fall” yang sama artinya dengan E Pluribus Unum dalam simbol negara Amerika Serikat. Simbol kebangsaan Indonesia pun mencantumkan semboyan kebersamaan Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi motivasi untuk bersatu dalam perbedaan. Namun, sekalipun tidak tercantum dalam simbol negara, semangat Salus Populis Sumpre Lex Esto sebenarnya sudah termuat dalam Sila ke-4 dan ke-5 dari Pancasila. Hanya tinggal melaksanakannya.

Tabel 9. Realisasi Penyaluran KUR Juni 2010 menurut sektor ekonomi, porsi terbesar penyaluran KUR pada Sektor Perdagangan, Restoran dan Hotel (69%) kemudian sektor pertanian sebesar (15%).

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 30

Page 33: TEK_0610_FINAL

TINJAUAN BERITA EKONOMI & KEUANGAN INTERNASIONAL

HASIL KTT G-20 DI TORONTO

Pada akhir Juni 2010 dilaksanakan pertemuan para kepala negara dan pemerintahan G-20 di Toronto, Kanada. Dalam sesi Pleno KTT G20 yang mengambil tema 'Framework for Strong, Sustainable and Balance Growth', para pemimpin G-20 membahas langkah bagaimana upaya negara-negara dalam menciptakan pertumbuhan jangka panjang. Inggris dan Jerman, serta China lebih berupaya mengurangi anggaran stimulus untuk menurunkan defisit. Sedangkan Amerika Serikat (AS) mendorong kenaikan stimulus fiskal untuk menaikkan pertumbuhan. Indonesia berada di tengah-tengah menaikkan pertumbuhan yang berkeadilan sosial.

Berdasarkan draf final summit yang beredar di International Media Centre (IMC), para pemimpin G20 membuat kesepakatan mengurangi defisit selama 3 tahun, yaitu hingga 2013. Pemimpin G20 juga terus berusaha mengatasi perpecahan di antara mereka mengenai cara terbaik untuk memulihkan resesi ekonomi global. Para pimpinan negara maju sepakat untuk mengadopsi apa yang mereka sebut proposal "pertumbuhan yang ramah dan pengurangan defisit". Para pemimpin bersepakat untuk merencanakan pemberian kesinambungan fiskal, yang perlakuannya dibedakan dan disesuaikan dengan kondisi nasional.

Para pemimpin G20 memberikan perhatian khusus terhadap pembahasan Putaran Doha yang hingga saat ini belum tuntas. Meski tidak ada timeline, mereka sepakat untuk menuntaskan pembahasan Putaran Doha untuk perdagangan bebas. KTT G20 Toronto, Kanada menghasilkan 'Komunike Toronto'. Dalam komunike itu dijelaskan mengenai upaya untuk memulihkan krisis global. Bagi anggota G 20, tetap bisa melakukan stimulus fiskal dan bisa juga melakukan pengurangan defisit.

(Sumber: detikfinance)

TINJAUAN BERITA EKONOMI & KEUANGAN DOMESTIK

MOODY’S DAN JCRA NAIKKAN PERINGKAT UTANG RI

Lembaga pemeringkat internasional, Moody’s Investor Service dan Japan Credit Rating Agency (JCR), menaikkan prospek peringkat utang Indonesia. Kenaikan prospek ini menunjukkan kekuatan ekonomi Asia di tengah krisis utang yang melanda negara-negara maju mulai dari Yunani hingga Jepang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini digerakkan oleh pasar domestik yang besar dan mampu dikelola oleh kebijakan ekonomi yang baik,” jelas Aninda Mitra, wakil presiden Moody’s dan ketua tim analisis untuk Indonesia, dalam siaran persnya. JCR juga menjelaskan bahwa peningkatan ini mencerminkan terjaganya stabilitas politik dan ekonomi seiring kemajuan demokrasi dan desentralisasi, meringankan beban utang publik sebagai hasil pengelolaan fiskal yang baik, memperkuat ketahanan terhadap guncangan eksternal yang berasal dari akumulasi cadangan devisa dan meningkatkan kapasitas pengelolaan utang luar negeri.

Pada bulan Juni 2010, Moody’s menetapkan peringkat utang Indonesia dari stabil menjadi positif. Ba2 untuk mata uang lokal dan mata uang asing. Revisi prospek menjadi positif dilakukan Moody’s selang tiga bulan setelah Standar & Poor’s menaikkan peringkat kredit Indonesia ke level tertingginya dalam 12 tahun terakhir, yakni BB pada 12 Maret 2010. JCR juga menaikkan peringkat utang Indonesia mencapai investment grade pada 13 Juli 2010. JCR meningkatkan peringkat pinjaman jangka panjang Indonesia untuk mata uang asing valas jangka panjang Indonesia dari BB+ menjadi BBB- dan mata uang lokal dari BBB- menjadi BBB.

Sebelumnya, pada September 2009, Moody’s telah menaikkan peringkat Indonesia menjadi dua tingkat di bawah investment grade. Dengan demikian, baik Moody’s maupun Standar & Poor’s sama-sama menilai rating Indonesia dua level di bawah investment grade. Sedangkan Fitch Rating pada 25 Januari 2010 telah menaikkan rating Indonesia satu tingkat dibawah investment grade.(Sumber : Investor Daily dan Reuters)

Sekilas Berita Internasional & Domestik

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 31

Page 34: TEK_0610_FINAL

External Debt and Fiscal Sustainability Bersama: Anton Gunawan Kepala Ekonom Bank Danamon

LIPUTAN DIALOG INTERAKTIF “ECONOMISTS TALK”

Edisi Kedua | Juni 2010

Economists Talk merupakan forum diskusi internal bulanan yang diselenggarakan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Makro Ekonomi dan Keuangan. Forum ini mengundang para ekonom nasional untuk

mengulas berbagai isu ekonomi dan keuangan yang hangat dibicarakan di tengah masyarakat. Dialog dilakukan secara santai dan interaktif

untuk menambah wawasan ekonomi dan keuangan di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Materi paparan pembicara dapat diperoleh pada

Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro & Keuangan (Asdep Urusan Kebijakan Makro)

Di tengah hangatnya pembicaraan dunia mengenai keruntuhan likuiditas dan solvensi Yunani dan negara-negara di kawasan Eropa, Anton Gunawan dalam paparannya berpendapat bahwa risiko krisis utang di Eropa tersebut tidak akan terlalu signifikan pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia dalam jangka pendek. Anton dalam analisisnya menyampaikan bahwa ekspor Indonesia ke Eurozone cenderung inelastis, sehingga krisis yang terjadi di kawasan Eropa tidak berdampak langsung terhadap perekonomian domestik. Namun, Anton tetap mengingatkan agar pemerintah harus tetap waspada dan berhati-hati karena fundamental ekonomi Indonesia menurutnya masih belum sepenuhnya kuat, khususnya terkait dengan tekanan arus modal masuk yang cukup besar.

Anton memaparkan bagaimana lembaga keuangan, perbankan berupaya mengejar spread bunga karena adanya arus modal masuk yang mengalir deras ke sistem perekonomian Indonesia. Dalam proyeksinya, Anton optimis dengan berbagai peningkatan yang akan terjadi sepanjang tahun 2010 seperti kinerja per-dagangan ekspor-impor dan ekonomi yang tumbuh mendekati 6% di akhir tahun. Namun, gangguan inflasi juga terjadi sepanjang tahun 2010.

Anton menjelaskan bahwa tidak mudah menyelesaikan persoalan krisis Eropa karena adanya kaitan aliran uang yang erat antar negara. Ini tergambar dari pola interaksi finansial sesama negara, sehingga dampak berantai menjadi beresiko. Oleh karena itu menjaga likuiditas adalah hal yang penting.

Arah industrialisasi juga perlu diperjelas untuk mendorong penguatan fundamental ekonomi. Sampai saat ini belum ada kejelasan implementasi terkait industrialisasi. Untuk itu, perlu adanya komitmen dan kerjasama antar pihak dalam mendukung arah kebijakan industrialisasi ini. Intervensi pemerintah dalam perekonomian baru terlihat hasilnya dalam jangka menengah panjang.

Namun, Anton kembali mengingatkan bahwa perlu perkembangan ekonomi Indonesia dalam jangka pendek dipengaruhi oleh price signal. Hal ini disebabkan oleh perkembangan saham di Indonesia masih didominasi oleh pergerakan saham perusahaan berbasis komoditas primer yang sangat dipengaruhi oleh price signal.

Terkait dengan upaya fiskal yang bekelanjutan, Anton berpendapat bahwa dalam hal pengelolaan utang, harus meningkatkan kualitas dan efektivitas belanja pemerintah sejalan dengan meningkatnya porsi kepemilikan asing dalam surat berharga (SBI dan SBN). Untuk itu jangan sampai terjadi kelebihan pembiayaan (excess financing) yang berakibat pada kondisi APBN yang tidak efisien. Meningkatkan surplus primary balance, perlu upaya peningkatan tax ratio mengingat sulitnya menurunkan belanja pemerintah. Purbaya Yudhi Sadewa sebagai pembahas menyampaikan bahwa kondisi fiskal Indonesia saat ini relatif aman karena debt to GDP ratio masih tergolong rendah. Krisis Eropa menurutnya akan terselesaikan dengan sendirinya karena negara-negara kawasan Eropa akan berupaya menjalankan skenario penyelamatan untuk meredam dampak krisis menjalar ke belahan dunia lain.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan | Juni 2010 32

Page 35: TEK_0610_FINAL
Page 36: TEK_0610_FINAL

www.ekon.go.id

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Kedeputian Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Asisten Deputi Urusan Analisa Kebijakan Makro Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Ged. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2-4 Jakarta, 10710 Telepon. 021-3521843, Fax. 021-3521836

www.ekon.go.id