tbc
DESCRIPTION
KesehatanTRANSCRIPT
Imunisasi adalah salah satu intervensi kesehatan masyarakat yang paling efektif dalam upaya mencegah morbiditas dan mortalitas. Imunisasi juga terbukti paling cost-effective mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit menular (Ołpinski, 2012, Rainey et al., 2011). Pada tahun 2008 diperkirakan jumlah seluruh kematian pada anak di bawah lima tahun (0-59 bulan) sebesar 8,8 juta kematian. Sekitar 17% dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sedangkan perkiraan seluruh kematian anak usia 1-59 bulan sebesar 5,2 juta kematian, dan 29% dari kematian tersebut diakibatkan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, 2012).
Imunisasi diperkirakan dapat mencegah 2,5 juta kasus kematian anak per tahun di seluruh dunia dapat dicegah dengan imunisasi (WHO, UNICEF, & World Bank, 2009). Di Indonesia, imunisasi merupakan kebijakan nasional melalui program imunisasi. Imunisasi masih sangat diperlukan untuk melakukan pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I), seperti Tuberkulosis (TB), dipteri, pertusis (penyakit pernapasan), campak, tetanus, polio dan hepatitis B. Program imunisasi sangat penting agar tercapai kekebalan masyarakat (population immunity). Program Imunisasi di Indonesia dimulai pada tahun 1956 dan pada tahun 1990, Indonesia telah mencapai status Universal Child Immunization (UCI), yang merupakan suatu tahap dimana cakupan imunisasi di suatu tingkat administrasi telah mencapai 80% atau lebih. Saat ini Indonesia masih memiliki tantangan mewujudkan 100% UCI Desa/Kelurahan pada tahun 2014 (Pusat Komunikasi Publik, 2011).
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun
terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka kematian
yang disebabkan oleh TB. WHO telah mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena di
sebagian besar Negara di dunia, penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya
penderita TB yang tidak berhasil disembuhkan. WHO melaporkan adanya 3 juta orang meninggal
akibat TB setiap tahun dan diperkirakan 5000 orang setiap harinya. Setiap tahun ada 9 juta
penderita TB baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang
pada usia produktif dari 15 sampai 54 tahun. Di Negara-negara miskin, kematian TB merupakan 25%
dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian
yang terberat dari beban TB global yakni sekitar 38% dari kasus TB dunia. Dengan munculnya HIV/
AIDS di dunia, diperkirakan penderita TB akan meningkat (Fitriani, 2012). Indonesia sekarang berada
pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus
adalah sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah
kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan
laporan dari survei prevalen nasional tahun 2009, tingkat prevalensi Tuberkulosis adalah 244 per
100.000 penduduk. Sedangkan untuk tahun yang sama tingkat kematian 2 karena Tuberkulosis
sebanyak 39 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).
Berkembangnya seseorang yang terinfeksi tuberculosis menjadi penderita dini
disebabkan karena retannya daya tahan tubuh terhadap penyakit. Daya tahan tubuh seseorang
terhadap penyakit TBC paru sangat didukung oleh kesehatan seseorang dan penghasilan
keluarga yang dampaknya terhadap pemenuhan gizi serta lingkungan penderita tinggal yang
mengakibatkan seringnya anggota dan masyarakat kontak dengan penderita TBC paru serta
tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang TBC paru yang rendah. Adapun
upaya yang diterapkan oleh pemerintah dalam mengatasi masalah tersebut yaitu dengan
penerapan strategi DOTS (Directely Observed Tretment Short Course) (Utama, 2003).
Keberhasilan pengobatan pada penderita TB Paru dapat dilihat antara lain dengan
terjadinya perbaikan klinis, yaitu naiknya berat badan penderita dibandingkan dengan
sebelum dilakukan pengobatan melalui pemberian Obat Anti Tuberculosis (OAT). Intevensi
yang dilakukan berupa penambahan berat badan atau perbaikan klinis yang berarti, terutama
dalam waktu dua bulan pertama dalam masa pengobatan enam bulan (Utama, 2003).
Berat badan merupakan salah satu indikator bahwa keberhasilan program
penanggulangan tuberculosis. Berat badan pada penderita yang terinfeksi tuberculosis
apabila tidak segera diobati bisa mengakibatkan penurunan berat badan. Intevensi yang
dilakukan berupa pemberian Obat Anti Tuberculosis (OAT) dapat memperbaiki imunitas dan
penambahan berat badan atau perbaikan sistem klinis yang berarti, terutama dalam waktu dua
bulan pertama dalam masa pengobatan enam bulan (Manjoer, 2008)
Pemberian OAT selama 2–3 bulan pertama memiliki kecenderungan peningkatan
nafsu makan dan diiringi kenaikan berat badan. Pada penderita yang dinyatakan positif
terinfeksi kuman Tuberculosis (Utama, 2003). Penderita dinyatakan sembuh bila penderita
telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak paling
sedkit 2 (dua) kali berturut–turut hasilnya negatif dan adanya peningkatan berat badan antara
1–5 Kg.