tatalaksana nutrisi pada pasien kolelitiasis dengan obesitas

33
TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS Oleh: FITRIYANI NASUTION DEPARTEMEN ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS

DENGAN OBESITAS

Oleh:

FITRIYANI NASUTION

DEPARTEMEN ILMU GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii DAFTAR TABEL................................................................................................ .. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................ v 1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3 2.1 Anatomi empedu dan kandung empedu............................................................ 3 2.2Kolelitiasis ......................................................................................................... 4 2.3 Obesitas ............................................................................................................. 7

3. SKRINING DAN KASUS............................................................................... 14 4. PEMBAHASAN .............................................................................................. 23 5. KESIMPULAN ................................................................................................ 26 DAFTAR REFERENSI ...................................................................................... 27

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Klasifikasi IMT dan risiko komplikasi .................................................. 10

Tabel 2.2Hubungan IMT, lingkar pinggang, dan risiko komplikasi ..................... 11

Tabel 2.3 Panduan tatalaksana obesitas dan berat badan lebih ............................. 12

Tabel 2.4 Rekomendasi diet rendah kalori oleh National Institutes of Health ..... 13

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi kandung empedu .................................................................. 4

Gambar 2.2 Etiologi obesitas .................................................................................. 8

Gambar 2.3Mekanisme patofisiologi obesitas ...................................................... 10

Universitas Sumatera Utara

Page 5: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

DAFTAR SINGKATAN

α-MSH : α-melanocyte stimulating hormone

5HT : 5-hidroksi triptamin

ACAT : acyl-CoA cholesterol acytransferase

AGRP : agouti related peptides

BIA : bioelectrical impedance analysis

CART : cocaine and amphetamine related transcripts CCK : kolesistokinin

CRH : corticotrophin releasing hormone

DEXA : dual-energy X-ray absorptiometry

GRP : gastrin-releasing peptide

HDL : high density lipoprotein

HMG koA : hidroksimetilglutaril koenzim A

IL : interleukin

IMT : indeks massa tubuh

LEPR : reseptor serotonin dan leptin

LDL : low density lipoprotein

MCH : melanin concentrating hormones

MST : malnutrition screening tool

MUST : malnutrition universal screening tool

NRI : nutritional risk index

NRS : nutritional risk screen

POMC : pro-opiomelanorkotin

PAI : plasminogen activator inhibitor

PPAR : peroxisome proliferator-activated receptors

PrRP : prolactin releasing peptide

Riskesdas : riset kesehatan dasar

TGF : tumor growth factor

TNF : tumor necrosis factor

UCP : uncoupling protein

WHO : World Health Organization

Universitas Sumatera Utara

Page 6: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

BAB 1

PENDAHULUAN

Kolelitiasis merupakan salah satu penyakit gastrointestinal yang paling sering

dijumpai. Insiden kolelitiasis meningkat seiring dengan pertambahan usia,

terutama pada usia lebih dari 40 tahun. Sebagian besar kolelitiasis adalah

asimptomatik, dan hanya 10-20% yang simptomatik dalam waktu 5-20 tahun

setelah diagnosis. Rerata risiko kolelitiasis simptomatik hanya 2-2,6% per

tahun.1,2 Peningkatan faktor risiko kolelitiasis dihubungkan dengan jenis kelamin,

diet tinggi kalori dan kolesterol, diet rendah serat, dan obesitas.1,3,4

Obesitas merupakan suatu kondisi terjadinya massa lemak yang berlebihan

jika dibandingkan dengan massa bebas lemak. Obesitas terjadi akibat asupan

kalori yang melebihi kebutuhan dan berhubungan dengan peningkatan morbiditas

dan mortalitas.5,6Peningkatkan risiko kolelitiasis pada obesitas dihubungkan

dengan peningkatan aliran kolesterol dari hati dan sintesis kolesterol, sehingga

meningkatkan sekresi kolesterol di bilier dan menyebabkan supersaturasi

kolesterol pada empedu.4Terdapat 25% individu obesitas dengan komorbid akan

mengalami kolelitiasis.2Data World Health Organization (WHO) tahun

2005menunjukkan bahwa terdapat400 juta penduduk di dunia mengalami obesitas

dan diperkirakan akan mencapai 700 juta penduduk pada tahun 2015.7Di

Indonesia, riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa

prevalensi obesitas pada dewasa adalah sebesar 15,4%, dan prevalensi tersebut

meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2010 yaitu 11,7%.8

Kolelitaisis dan obesitas dapat menyebabkan berbagai komplikasi

kesehatan. Kolelitiasis dapat menyebabkan terjadinya kolesistitis, kolangitis,

pankreatitis, jaundice, dan kanker kandung empedu.2,4Sementara, obesitas dapat

menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi metabolik, seperti diabetes melitus

tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia.5,9

Tatalaksana nutrisi berperan penting dalam penatalaksanaan kolelitiasis

dan obesitas.Tatalaksana pada kolelitiasis bertujuan untuk mengontrol gejala yang

timbul sebelum dan setelah kolesistektomi.3,10Selanjutnya, pada pasien yang

disertai obesitas, perlu dilakukan penurunan berat badan secara bertahap untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 7: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

mengontrol komplikasi metabolik lainnya.11Oleh karena itu, dibutuhkan

pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk dapat memberikan tatalaksana

nutrisi yang tepat pada pasien kolelitiasis dengan obesitas.

Berdasarkan hal tersebut di atas, laporan kasus ini disusun untuk

menjelaskan mengenai tatalaksana nutrisi pada kolelitiasis dengan

obesitas.Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan menjadi

pembelajaran untuk tatalaksana nutrisi pada kolelitiasis dengan obesitas.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi empedu dan kandung empedu

Kandung empedu memiliki struktur berbentuk kantong terletak di sisi bawah

lobus kanan hati. Fungsi kandung empedu adalah tempat penyimpanan empedu

dan menyerap air dan elektrolit inorganik untuk meningkatkan konsentrasi

komponen organik empedu, serta mengekskresikan empedu ke duodenum.3,10

Empedu merupakan larutan alkalis yang disekresi oleh hati, terdiri dari

garam empedu, bilirubin, kolesterol, asam lemak, fosfolipid (lesitin), dan

elektrolit (natrium, kalium, kalsium, klorida, dan karbonat).Komponen penyusun

empedu harus berada dalam rasio normal untuk mencegah presipitasi kolesterol

dan pembentukan batu empedu.3

Empedu berperan dalam digesti dan absorpsi lemak,juga sebagai media

ekskresi kolesterol dan bilirubin. Garam empedu berperan dalam proses digesti

dan absorpsi lipid melalui dua cara, yaitumengemulsi partikel lemak besar

menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga mudah dipecah oleh enzim lipase,

serta membantu absoprsi lemak yang telah tercerna dengan membentuk misel

yang dapat larut dalam kimus.3,12

Hati mampu mensekresikan 600-1000 ml empedu per hari secara terus

menerus, baik pada waktu makan maupun diantara waktu makan.Empedu yang

dihasilkan di antara waktu makan akan disimpan di dalam kandung empedu.

Adanya makanan, terutama yang mengandung lemakakan merangsang hormon

kolesistokinin (CCK) untuk memicu sekresi empedu di saluran cerna. Empedu

yang dihasilkan akan meninggalkan hati melalui duktus hepatikus dekstra dan

sinistra, lalu bergabung membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus

komunis akan bersatu dengan duktus sistikus membentuk duktus biliaris komunis.

Kemudian, duktus biliaris komunis akan bersatu dengan duktus pankreatikus

membentuk ampula vater pada duodenum.Pada ampula vaterterdapat sfingter oddi

yang akan mengatur pengeluaran empedu ke duodenum.3,12-14

Universitas Sumatera Utara

Page 9: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Gambar 2.1 Anatomi kandung empedu

Sumber: daftar referensi no.14

2.2Kolelitiasis

2.2.1Definisi

Kolelitiasis merupakan pembentukan batu pada kandung empedu

(kolesistolitiasis) atau pada sistem duktus bilier (koledokolitiasis) dan

memerlukan tindakan pembedahan.Ukuran batu empedu bervariasi, tetapi

biasanya <2,5 cmdan terdiri dari 3 jenis utama yaitu batu kolesterol (mengandung

90% kolesterol), batu pigmen (mengandung 90% bilirubin), dan campuran

(mengandung kolesterol, bilirubin, kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan kalsium

palmitat).Batu kolesterol merupakan jenis kolelitiasisyang paling sering

ditemukan.1,3,4

2.2.2Etiologi dan faktor risiko

Etiologi pasti dari kolelitiasis tidak diketahui. Beberapa faktor risiko dari

kolelitiasis adalah usia lebih dari 40 tahun, jenis kelamin wanita, paritas, terapi

estrogen, obesitas, penurunan berat badan yang cepat, diet tinggi kalori, diet tinggi

karbohidrat sederhana, diet tinggi kolesterol, kurangnya asupan serat, adanya

penyakit penyerta, seperti diabetes melitus tipe 2, dislipidemia,inflammatory

bowel disease, nutrisi parenteral dalam waktu yang lama atau operasi saluran

cerna misalnya gastric bypass surgery, dan gaya hidup sedentary.3,4 Obat-obatan

juga dapat meningkatkan risiko kolelitiasis, seperti acyl-CoA cholesterol

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

acytransferase (ACAT) inhibitor, penggunaan jangka panjang proton pump

inhibitor, dan ceftriaxon.1

2.2.3 Gejala klinis

Sekitar 80% penderita kolelitiasis bersifat asimptomatik. Hal ini disebabkan

karena kebanyakan batu empedu tetap berada di dalam kandung empedu sehingga

tidak memberikan gejala apapun.3 Sekitar 60-70% penderita kolelitiasis dapat

bersifat simptomatik seperti nyeri di epigastrium yang kolik dan episodik disertai

mual dan muntah dan biasanya setelah makan. Nyeri yang timbul diakibatkan oleh

kontraksi kandung empedu yang tidak dapat kosong akibat adanya obstruksi batu

di duktus sistikus dan semakin berat jika memakan makanan berlemak.Asupan

makanan berlemak akan menyebabkan CCK diproduksi sehingga menstimulasi

kontraksi kandung empedu.4

Batu pada duktus sistikus dapat menyebabkan obstruksi kandung empedu

dan menyebabkan terjadinya kolesistitis. Bila batu berada pada duktus biliaris

komunis, dapat terjadi kolangitis. Batu yang berada pada ampula vater dapat

menyebabkan terjadinya pankreatitis, selain kolangitis. Adanya proses peradangan

ini dapat memberikan gejala demam.4

Obstruksi bilier dapat menyebabkan terjadinya jaundice, feses dempul

akibat tidak adanya pigmen empedu pada saluran cerna, dan urin yang gelap

seperti teh akibat meningkatnya eksresi bilirubin terkonjugasi di urin. Obstruksi

bilier dalam jangka lama dapat menyebabkan terjadinya malabsorpsi lemak dan

vitamin larut lemak akibat kurangnya garam empedu pada saluran cerna.4

Kolelitiasis juga dapat meningkatkan risiko kanker kandung empedu.

Risiko kanker kandung empedu akan meningkat seiring dengan besarnya ukuran

batu.4

2.2.4 Patofisiologi

Pembentukan batu empedu kolesterol terjadi jika kadar kolesterol di empedu

melebihi kemampuan empedu untuk melarutkan dalam garam empedu sehingga

terjadi kristalisasi, lalu berkembang menjadi batu.1

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Pembentukan batu empedu kolesterol terbagi menjadi tiga tahap, yaitu

supersaturasi kolesterol, nukleasi, dan pertumbuhan batu. Kolesterol merupakan

komponen empedu yang tidak larut di dalam air dan dipertahankan berada dalam

larutan oleh garam empedu dan fosfolipid. Apabila homeostasis konsentrasi relatif

fosfolipid dan garam empedu terhadap kolesterol terganggu, yaitu terjadi

peningkatan konsentrasi atau supersaturasi kolesterol, maka timbul suatu kondisi

yang disebut litogenik.4Pada penderita obes, pembentukan batu kolesterol terjadi

akibat biosintesis kolesterol yang berlebihan, sedangkan pada non-obes terjadi

akibat penurunan aktivitas kolesterol 7-α-hidroksilase. Enzim tersebut berperan

sebagai penghambat laju biosintesis garam empedu dan eliminasi kolesterol

sehingga meningkatkan sekresi kolesterol.1

Pada tahap nukleasi, kristal kolesterol terbentuk dan berkonglomerasi.

Kristal kolesterol akan berperan sebagai nidus untuk perkembangan batu

kolesterol. Adanya deposisi yang berulang pada nidus akan menyebabkan

semakin besarnya ukuran batu (tahap perkembangan batu).4

2.2.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anammesis dan pemeriksaan fisik,

sepertikeluhan nyeri yang bersifat kolik dan episodik, yaitu kolik bilier, tanda

Boas, nyeri tekan pada epigastrium, tanda Murphy, dan tanda Ortner.Diagnosis

juga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi,

cholescintigraphy(scanning nuklir), dan kolesistografi oral. Pemeriksaan

ultrasonografi paling sering dilakukan, karena memiliki spesifisitas dan

sensifisitas 90-95%, juga mampu mendeteksi batu berukuran 2 mm, batu di

duktus bilier, dilatasi duktus bilier, dan penebalan dinding kandung empedu.1

2.2.6 Tatalaksana nutrisi

Tatalaksana umun kolelitiasis tergantung oleh adanya gejala atau tidak.Nyeri yang

bersifat kolik dan episodik merupakan indikasi pengobatan kolelitiasis.

Kolesistektomi dilakukan pada keadaan tertentu, seperti pencegahan terjadinya

kanker kandung empedu, batu berukuran >3 cm, simptomatik, atau penderita

dengan diabetes melitus.1,4

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Tatalaksana nutrisi yang dapat dilakukan sebelum pembedahan adalah diet

rendah lemak untuk mengontrol gejala kolelitiasis.Asupan nutrisi biasanya

menurun akibat gangguan pencernaan lemak dan peningkatan gas.Saat terjadi

serangan akut, sebaiknya tidak memberikan nutrisi melalui oral agar kandung

empedu menjadi tidak aktif.10Nutrisi dapat diberikan melalui parenteral dengan

komposisi yang rendah lemak. Komposisi lemak yang dianjurkan adalah <30%

dari kalori total dengan komposisi protein sedang. Pemberian makanan dilakukan

secarasmall frequent feeding untuk meningkatkan asupan pasien. Suplementasi

vitamin larut lemak dapat diberikan, yaitu vitamin A, D, E, dan K akibat

gangguan absorpsi lemak.3,10

Setelah menjalani kolesistektomi, nutrisi dapat diberikan seperti asupan

biasa, dengan komposisi seimbang sesuai toleransi pasien.3 Kolesistektomi

menyebabkan empedu akan disekresikan oleh hati secara langsung ke saluran

cerna, sehingga dapat menimbulkan gejala gangguan gaster, mual, muntah,

kembung, atau diare. Gejala tersebut timbul akibat perubahan aliran empedu

karena fungsi penerima kandung empedu telah diangkat.15 Tetapi, seiring dengan

perjalanan waktu akan terjadi adaptasiyaitu duktus biliaris berdilatasi membentuk

“kantong buatan” menyerupai kandung empedu untuk menampung empedu yang

dihasilkan oleh hati.10Peningkatan asupan serat perlu dilakukan untuk

meningkatkan massa feces dan menormalkan waktu transit, sehingga menurunkan

gejala diare. Nutrisi lain yang dianjurkan adalah makanan rendah lemak, produk

susu, ikan, ayam, buah, dan sereal. Small frequent feeding tetap dianjurkan pada

pasien yang menjalani kolesistektomi sehingga kimus dapat tercampur dengan

empedu.3,15

2.3Obesitas

2.3.1Definisi

Obesitas merupakan suatu kondisi berlebihnya jumlah jaringan adiposa

dibandingkan massa bebas lemak (20% atau lebih dari berat badan ideal).5

Definisi persentase lemak tubuh yang berlebihan pada laki-laki adalah >25%,

sedangkan pada perempuan adalah >35%.6

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

2.3.2Etiologi dan patofisiologi

Obesitas terjadi jika asupan energi melebihi kebutuhan dan berlansung lama atau

kronik.Sistem metabolik dan neuroendokrin dapat mempengaruhi asupan dan

kebutuhan energi, sehingga obesitas merupakan suatu kumpulan kelainan

heterogen. Etiologi obesitas adalah kelainan medis (sindromaCushing’s,

hipotiroid, sindroma Prader-Willi), obat-obatan, psikologis, genetik, gangguan

pola makan, lingkungan, dan kurangnya aktifitas fisik.11,16

Gambar 2.2Etiologi obesitas

Sumber: daftar referensi no.16

Obesitas terjadi jika terdapat gangguan mekanisme pengaturan lapar dan

kenyang.Mekanisme tersebut berhubungan dengan gen, peptida, neurotransmiter,

dan reseptor yang ada di hipotalamus dan area di sekitarnya yang mengatur

mekanisme lapardan kenyang.Neuropeptida yang meningkatkan nafsu makan

(oreksogenik) adalah neuropeptida Y, oreksin A dan B, agouti related peptides

(AGRP), dan melanin concentrating hormones (MCH). Neuropeptida yang

menurunkan nafsu makan (anoreksogenik) adalah pro-opiomelanorkotin (POMC)

yang berkerja di reseptor MC4, cocaine and amphetamine related transcripts

(CART), corticotrophin releasing hormone (CRH), prolactin releasing peptide

(PrRP), α-melanocyte stimulating hormone (α-MSH), 5-hidroksi triptamin (5HT),

dan reseptor serotonin dan leptin (LEPR).17

Terdapat 4 hipotesis mengenai mekanisme pengaturan lapar dan kenyang.

Hipotesis pertama yaitu lipostatik yang menyatakan jaringan adiposa

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

menghasilkan sinyal hormonal yang sebanding dengan jumlah lemak.17Jumlah

jaringan adiposa diatur oleh sinyal neural dan hormonal ke otak. Gagalnya sel

lemak untuk mengirim sinyal atau respon otak terhadap sinyal yang tidak tepat

akan menyebabkan obesitas.16Obesitas juga disebut sebagai kondisi inflamasi.

Terdapat peningkatan adipositokin yang berhubungan inflamasi pada sindroma

metabolik, seperti interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, IL-10, IL-18, tumor necrosis

factor (TNF)-α, tumor growth factor (TGF)-β, dan respon fase akut, seperti

amyeloid serum dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1. Jaringan adiposa

putih akan melepaskan leptin dan resistin yang akan menurunkan nafsu makan.17

Glukokortikoid, estrogen, dan insulin akan meningkatkan hormon leptin,

sedangkan β-adrenergik agonis akan menurunkan hormon leptin.16 Jaringan

adiposa putih juga akan melepaskan adiponektin dan adipositokin yaitu TNF-α

dan IL-6 yang akan meningkatkan nafsu makan.Sementara, jaringan adiposa

coklat akan melepaskan peroxisome proliferator-activated receptors (PPAR) dan

uncoupling protein (UCP)-1 yang dapat meningkatkan metabolisme sehingga

terjadi penurunan berat badan.17

Hipotesis gut-peptide menyebutkan adanya pelepasan peptida seperti

gastrin-releasing peptide (GRP) dari saluran cerna.Glukagon dan somastotatin

yang dilepaskan dari pankreas akan menurunkan nafsu makan. Peptida lain seperti

CCK dan peptida YY juga berperan dalam pengaturan nafsu makan. Polipeptida

ghrelin yang dilepaskan dari saluran cerna memiliki efek oreksogenik melalui

jalur neuropeptida Y dan AGRP di nukleus arkuatus.17

Hipotesis glukostatik menyatakan bahwa penurunan kadar glukosa darah

akan meningkatkan nafsu makan, puasa berulang dapat menurunkan laju

metabolisme basal dan meningkatkan jaringan adiposa.17

Hipotesis terakhir yaitu hipotesis termostatik menyatakan bahwa

temperatur tubuh yang menurun akan merangsang nafsu makan, sebaliknya

temperatur tubuh yang meningkat akan menghambat nafsu makan.17

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Gambar 2.3Mekanisme patofisiologi obesitas

Sumber: daftar referensi no.17

2.3.3Penilaian dan klasifikasi

Obesitas adalah adanya proporsi jaringan adiposa yang berlebihan dan

membutuhkan penilaian komposisi tubuh untuk mengetahui proporsi relatif lemak

tubuh terhadap massa bebas lemak. Beberapa metode untuk menilai komposisi

tubuh adalah pengukuran tebal lipatan kulit, underwater weighing atau

hidrodensitometri, bioelectrical impedance analysis (BIA), air-displacement

plethysmography, dan dual-energy X-ray absorptiometry (DEXA). Tetapi,

berbagai metode tersebut cukup sulit dilakukan, sehingga penilaian dengan indeks

massa tubuh (IMT) lebih praktis dilakukan.6,11 Pada tahun 2000, WHO

mengeluarkan klasifikasi IMT untuk wilayah Asia-Pasifik (Tabel 2.1).18

Tabel 2.1Klasifikasi IMT dan risiko komplikasi

Klasifikasi IMT (Kg/m2) Risiko Komplikasi Berat badan kurang <18,5 Rendah Normal 18,5-22,9 Rata-rata Berat badan lebih ≥23 Beresiko 23-24,9 Meningkat Obesitas derajat I 25-29,9 Sedang Obesitas derajat II ≥30 Berat

Sumber: daftar referensi no.18

Penilaian lain yang dapat dilakukan untuk menilai risiko terkait obesitas

adalah distribusi lemak tubuh di daerah abdomen atau visceral. Lemak di daerah

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

abdomen berhubungan dengan peningkatan risiko diabetes melitus tipe 2,

hipertensi, dan dislipidemia.Penilaian lemak abdomendapat dilakukan dengan

mengukur lingkar pinggang. Pengukuran lingkar pinggang >90 cm pada laki-laki

dan >80 cm pada perempuan akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi.19

Tabel 2.2Hubungan IMT, lingkar pinggang, dan risiko komplikasi

Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Risiko Komplikasi Lingkar Pinggang <90 cm (Laki-Laki) <80cm (Perempuan)

>90 cm (Laki-Laki) >80 cm (Perempuan)

Beratbadankurang Normal Beratbadanlebih Berisiko Obes derajat I Obes derajat II

<18,5 18,5-22,9 ≥23 23-24,9 25-29,9 ≥30

Rendah Rata-rata Meningkat Sedang Berat

Rata-rata Meningkat Sedang Berat Sangatberat

Sumber: daftar referensi no.19

2.3.4 Komplikasi

Obesitas berperan terhadap kerja adipokin inflamatori yang menyebabkan

komplikasi metabolik, seperti diabetes melitus tipe 2, disfungsi endotelial,

hipertensi, dan dislipidemia. Adanya pelepasan TNF-α dapat memperburuk

resistensi insulin. Disfungsi endotelial dan hipertensi berhubungan dengan sistem

renin-angiotensin yang mensekresi adipokin.Sedangkan dislipidemia berhubungan

dengan hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia. Komorbiditas dan

lipotoksisitas asam lemak akan memicu aterogenesis. Kondisi lain yang

menyebabkan sindroma metabolik adalah penyakit ginjal kronik, sleep apnea,

penyakit non-alcoholic fatty-liver.Obesitas juga meningkatkan risiko kanker,

seperti payudara, kolon, ginjal, hepatoselular, dan prostat.Penyakit sendi

degeneratif juga dapat disebabkan obesitas akibat beban berat pada sendi dan

adipokin inflamatori. Selain itu, obesitas juga meningkatkan risiko preeklampsi

dan eklampsi.9Pembentukan batu empedu berhubungan dengan obesitas. Pada saat

puasa, terjadi peningkatan mobilisasi kolesterol dari tempat penyimpanan lemak,

yang akan melewati hati lalu masuk ke duktus bilier. Proses tersebut akan

menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol dan supersaturasi empedu dan

membentuk batu empedu. Penurunan berat badan yang terlalu cepat juga dapat

meningkatkan risiko kolelitiasis.5,9

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

2.3.5 Tatalaksana nutrisi

Tatalaksana obesitas terdiri atas 2 proses, yaitu penilaian status nutrisi dan

manajemen. Penilaian status nutrisi meliputi menilai derajat obesitas dengan IMT,

lingkar pinggang, komorbid, asupan nutrisi, aktivitas fisik, dan kesiapan pasien

untuk menurunkan berat badan. Manajemen meliputi tatalaksana penurunan dan

menjaga berat badan dan mengontrol faktor risiko penyakit lain. Rekomendasi

tatalaksana obesitas terdiri atas diet, aktivitas fisik, dan terapi perilaku. Terapi

farmakologi dan pembedahan bariatrik hanya diindikasikan pada kondisi tertentu.

Kombinasi diet rendah kalori, peningkatan aktifitas fisik, dan terapi perilaku

merupakan terapi terbaik untuk menurunkan dan menjaga berat badan.11

Tabel 2.3 Panduan tatalaksana obesitas dan berat badan lebih

Tatalaksana IMT (kg/m2) 25.26,7 27-29,9 30-34,9 35-39,9 ≥40

Diet, aktifitas fisik, terapi perilaku

Jika ada komorbid

Jika ada komorbid

+ + +

Farmakoterapi Jika ada komorbid

+ + +

Pembedahan Jika ada komorbid

Jika ada komorbid

Jika ada komorbid

+: indikasi pilihan terapi dengan/tanpa komorbid

Sumber: daftar referensi no.11

Pasien dengan berat badan lebih atau obesitas harus menurunkan berat

badan sekitar 10% dari berat badan aktual selama 6 bulan atau 0,5-1 kg setiap

minggu. Penurunan berat badan dianggap berhasil jika terjadi kenaikan berat

badan <3 kg dalam 2 tahun atau penurunan lingkar pinggang menetap sebesar 4

cm.11

Pengurangan asupan kalori yang dianjurkan adalah 500-1000 kkal/hari

dari asupan biasaatau yang disebut diet rendah kalori, dandapat menurunkan 10-

11 kg berat badan selama 6 bulan.11 Diet rendah kalori terdiri dari 55-60%

karbohidrat, <30% lemak, tinggi serat, dan rendah indeks glikemik.20Diet sangat

rendah kalori yaitu 200-800 kkal sebaiknya tidak dilakukan secara rutin dan hanya

diberikan pada kondisi tertentu.11,20Diet sangat rendah kalori dapat menyebabkan

ketidakseimbangan elektrolit, penurunan tekanan darah, dan peningkatan risiko

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

kolelitiasis.20Penelitian membuktikan bahwa diet sangat rendah kalori

dibandingkan diet rendah kalori tidak lebih efektif dalam menurunkan berat badan

setelah 1 tahun.11

Tabel 2.4 Rekomendasi diet rendah kalori oleh National Institutes of Health

Zat Gizi Rekomendasi Energi Pengurangan 500-1000 kkal dari asupan biasa Protein 15-25% kalori total Lemak total ≤30% kalori total Asam lemak jenuh 8-10% kalori total Asam lemak tak jenuh tunggal Hingga 15% kalori total Asam lemak tak jenuh ganda Hingga 10% kalori total Kolesterol <300 mg/hari Karbohidrat ≥55% kalori total Serat 20-30 g/hari NaCl 6 gr NaCl atau 2,4 gr Na Kalsium 1000-1500 mg/hari

Sumber: daftar referensi no.11

Rekomendasi asupan lemak pada pasien dengan kadar kolesterol tinggi

adalah lemak jenuh <7% dari kalori total dan asupan kolesterol <200 mg/hari.

Bahan makanan sumber protein yang dianjurkan berasal dari protein nabati dan

protein hewani tanpa lemak.Karbohidrat kompleks dapat memenuhi asupan

vitamin, mineral, dan serat. Diet tinggi serat larut air, seperti gandum, legume,

buah, dan sayur dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Diet tinggi serat dapat

meningkatkan rasa kenyang dengan asupan kalori dan lemak yang rendah. Batas

atas asupan serat adalah 35 gr/hari.11

Penurunan berat badan setelah 6 bulan sangat sulit dilakukan, karena

terjadi penurunan ekspenditur energi sebagai respon terhadap asupan energi yang

dibatasi dan hilangnya respon aktivitas metabolik massa bebas lemak. Ekspenditur

energi saat istirahat juga akan menurun hingga 25-35% di bawah normal sebagai

respon terhadap puasa dalam jangka lama. Penurunan berat badan selain diikuti

oleh penurunan massa lemak, juga massa bebas lemak. Penurunan berat badan

setelah 6 bulan harus semakin mengurangi asupan kalori dan meningkatkan

ekspenditur energi dan sangat sulit dilakukan.11

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

BAB 3

SKRINING DAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 42 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

SKRINING GIZI (Malnutrition Screening Tool) Skor

1. Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak

diinginkan dalam 6 bulan terakhir

a. Tidak ada penurunan berat badan 1

b. Tidak yakin/tidak tahu/terasa baju lebih longgar

c. Jika ya, berapa penurunan berat badan tersebut

1–5 kg 1

6–10 kg 2

11–15 kg 3

>15 kg 4

2. Apakah asupan makanan berkurang karena tidak nafsu makan

a. Tidak 0

b. Ya

3. Pasien dengan diagnosis khusus

a. Ya: obes I, kolelitiasis simptomatik

3

2

1

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

SUBJEKTIF

Keluhan utama

Nyeriperut yang semakin berat sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit

Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh nyeri perut yang semakin berat sejak 2 bulan sebelum masuk

rumah sakit (RS).Nyeri perut telah dirasakan pasien sejak 2 tahun yang lalu.Nyeri

perut bersifat hilang-timbul sampai pasien keringat dingin.Nyeri perut dirasakan

terutama setelah makan dan menjalar hingga ke punggung.Ketika nyeri perut

timbul, pasien hanya berobat bolak-balik ke puskesmas dan diberikan obat

penghilang rasa sakit.Dua bulan yang lalu, pasien dirawat di RS selama 10 hari

akibat nyeri perut yang semakin berat dan didiagnosa dengan batu empedu. Satu

bulan yang lalu, pasien kembali masuk RS dengan keluhan yang sama dan

dilakukan pemeriksaan foto perut dengan hasil batu empedu. Dua minggu SMRS,

pasien mulai berobat ke RS untuk persiapan operasi.Mual dijumpai.Muntah tidak

dijumpai. Buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) dijumpai normal.

Saat pemeriksaan,nyeri perut mulai berkurang dibandingkan sebelumnya dan

masih merasa sedikit mual.Pasien memiliki riwayat operasi usus buntu 12 tahun

yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu

Riwayat hipertensi, diabetes melitus,sakit jantung, kolesterol, sakit ginjal, sakit

paru disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, sakit jantung, kolesterol, sakit ginjal, sakit

paru, keluarga yang mengalami kegemukan disangkal.

Riwayat asupan makanan

Sebelum nyeri perut terasa semakin memberat 2 bulan yang lalu, pasien makan

nasi 3 kali sehari yaitu masing-masing 1 porsi nasi (2 centong nasi), dengan 1-2

porsi lauk hewani (lele/daging/ikan/telur) yang dimasak dengan digoreng atau

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

santan.Pasien hanya makan sayur dan buah 2-3 kali seminggu, seperti 1 porsi

sayur bayam/sawi dan 1 buah jeruk/salak/papaya/semangka. Pasien mengonsumsi

1 potong roti manis dan 1 gelas teh manis dengan gula 1 sendok makan setiap

hari. Pasien suka mengonsumsi 3 potong gorengan atau 1 porsi bakso/mi ayam

dan 3-4 keping biskuit setiap hari.

Selama sakit, pasien tetap makan seperti sebelum sakit, tetapi mulai

mengurangi konsumsi gorengan dan bakso/mi ayam dan mulai makan sayur 2

porsi sehari, dan 1 buah jeruk/apel sehari.

Selama 24 jam terakhir di RS, pasien mengonsumsi makanan rumah sakit

dan mampu menghabiskan ¾ porsi nasi, sedangkan lauk hewani, sayuran, buah,

dan selingan habis dikonsumsi.

Riwayat penurunan berat badan

Menurut pasien, berat badan 2 bulan yang lalu adalah 73 kg dan berat badan

sebelum masuk RS adalah 70 kg.

Riwayat sosial kebiasaan

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan 4 orang anak, pekerjaan

suami adalah wiraswasta usaha nasi padang.Selain mengerjakan pekerjaan rumah

tangga, pasien tidak pernah berolahraga.

OBJEKTIF

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda vital :frekuensi nadi:80x/menit,regular, isi cukup, frekuensi

nafas: 20x/menit, regular,kedalaman cukup,suhu: 36,70C

Status generalis

Kepala : rambut hitam kusam,tersebar merata, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Hidung: tidak terdapat deviasi septum

Leher : tidak terdapat pembesaran tiroid dan kelenjar getah bening

Mulut : bibir lembab, tidak ada stomatitis, gigi geligi lengkap, oral higiene baik

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Toraks :tidak ada iga gambang

Paru

Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis

Palpasi : vokal fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : vesikuler, terdapat ronkhi di kedua lapangan paru, tidak terdapat

wheezing

Jantung

Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis tidak teraba

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : BJ I-II normal, tidak terdapat murmur, tidak terdapat gallop

Abdomen :

Inspeksi : buncit, tidak tampak kuning

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : terdapat nyeri tekan pada epigastrium, lemas, hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : timpani

Ekstremitas : akral hangat, tidak terdapatpitting edemapada kedua tungkai

Kapasitas fungsional: ambulatory

Fungsi saluran cerna: terdapat mual

Antropometri

• TB : 165cm

• LLA : 30 cm

• BBestimasi : 75,8 kg

• BB ideal : 65kg

• BBA : 116%

• IMT : 27,8 kg/m2

• LP : 93 cm

Kesan : obes I

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Hb (g/dl) 13,3 Hematokrit (%) 39 Leukosit (ribu/µl) 6,1 Trombosit (ribu/µl) 314 Ureum (mg/dl) 24 Kreatinin (mg/dl) 0,8 Protein (g/dl) 6,7 Albumin (g/dl) 24 Globulin (g/dl) 2,7 SGOT (U/l) 16 SGPT (U/l) 28 Na (mmol/l) 142 K (mmol/l) 3,2 Cl (mmol/l) 104 Masa perdarahan (menit) 1’30” Masa pembekuan (menit) 11’00”

Analisa asupan

Energi (kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Sebelum sakit 1949 57,6 71,4 265,3 Selama sakit 1751,3 51,1 58,2 254,3 24 jam terakhir 1525 56 50 215

Balans cairan

Input: Output:

Oral : 1500 ml Urin : 900 ml

IVFD : - ml

- Ondansetron 2 x 8 mg iv

IWL : 1516 ml

1500 ml 2416 ml

Balans cairan: - 916 ml

Terapi DPJP

- Ranitidin 2 x 150 mg iv

- Sukralfrat 3 x CII per oral

- Ketorolac 3 x 30 mg iv

- Pro kolesistektomi

Diagnosis klinis DPJP: Kolelitiasis simptomatik

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

ASSESMENT

Status gizi : Obes I

Status metabolisme : Hipermetabolisme sedang

Status GIT : Terdapat mual

Status cairan : Balans cairan -916 ml

Status elektrolit : Hipokalemia

Status asam basa : Tidak diperiksa

Diagnosa kerja gizi : Obes I,hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis

PLANNING

• Kebutuhan kalori basal (Harris Benedict) = 1383,95 kkal

• Kebutuhan kalori total (FS 1,3) = 1799,14 kkal ~ 1800 kkal

• Protein 1,2 g/kgBB = 78gr (17%)

N:NPC = 1:119

• Lemak 20% = 40 gr

• Karbohidrat 65% = 292,5 gr

• Vitamin dan mineral mencapai AKG

• Cairan 30-40 ml/kgBB = 1950-2600 ml

Nutrisi dinaikkan10% dari asupan 24 jam terakhir yaitu = 1700 kkal

• Protein 15% = 63,75 gr ~ 64 gr

• Lemak 20% = 37,8 gr ~ 38 gr

• Karbohidrat 65% = 276,25 gr ~ 276 gr

• Bentuk dan jenis diet = Makanan biasa

• Frekuensi = 6 kali (3 kali makan besar, 3 kali selingan)

• Jalur pemberian = per oral

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Preskripsi:

Satuan E (kkal)

P (gr)

L (gr)

KH (gr)

Sarapan Nasi Lauk hewani lemak sedang Sayur Buah Minyak

1½P 1P 1P 1P 1sdt

262,5 75 25 50 50

6 7 1

5

5

60

5 12

Selingan Kacang hijau 1P 140 3,1 3,5 24,7 Siang Nasi

Lauk hewani lemak sedang Sayur Buah Minyak

1½P 1P 1P 1P 1sdt

262,5 75 25 50 50

6 7 1

5

5

60

5 12

Selingan Kue bolu 1potong 103,5 2,2 1 21,5 Malam Nasi

Lauk hewanirendah lemak Sayur Buah Minyak

1½P 1P 1P 1P 1sdt

262,5 50 25 50 50

6 7 1

2

5

60

5 12

Selingan Biskuit 3buah 131,2 3 30 1737,2 50,3 31,5 307,2

Monitoring:

• Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut) setiap hari

• Toleransi dan analisis asupan setiap hari

Evaluasi

Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

Pemantauan

Hari I Hari II Hari III S Mual mulai menurun, nasi habis ¾ porsi, lauk hewani dan

sayur habis 1 porsi, buah tidak dimakan 1 kali saat makan malam, selingan habis 1 porsi

Mual tidak dijumpai, nasi habis ¾ porsi, lauk hewani, sayur, dan buah habis 1 porsi, selingan habis 1 porsi

Mualdijumpai, pasien baru bisa makan di malam hari, bubur habis ½ porsi, lauk hewani habis ½ porsi, sayur dan buah habis 1 porsi, selingan malam tidak dimakan

O KU: CM, TSS, hemodinamik stabil Mata: konjungtiva tidak anemis Leher: tidak ada pembesaran KGB Toraks:paru: suara nafas vesikuler Abdomen: bising usus normal, nyeri tekan epigastrium mulai menurun Ekstremitas: akral hangat, tidak terdapat edema Kapasitas fungsional: ambulatory Analisa asupan E = 1490,4 kkal; P =45,8 gr; L = 31,5 gr; KH = 250,2 gr Balans cairan: - 500 ml Terapi DPJP: tetap

KU: CM, TSS, hemodinamik stabil Mata: konjungtiva tidak anemis Leher: tidak ada pembesaran KGB Toraks:paru: suara nafas vesikuler Abdomen: bising usus normal, nyeri tekan epigastrium mulai menurun Ekstremitas: akral hangat, tidak terdapat edema Kapasitas fungsional: ambulatory Analisa asupan E = 1540 kkal; P = 45,8 gr; L = 31,5 gr; KH = 262,2 gr Balans cairan: - 550 ml Terapi DPJP: tetap

KU: CM, TSS, hemodinamik stabil Mata: konjungtiva tidak anemis Leher: tidak ada pembesaran KGB Toraks:paru: suara nafas vesikuler Abdomen: bising usus normal, nyeri tekan dijumpai, tampak 3 luka operasi tertutup perban, rembesan tidak dijumpai Ekstremitas: akral hangat, tidak terdapat edema Kapasitas fungsional: bedridden Laporan operasi: Diagnosa pre operatif: kolesistolitiasis simptomatik Diagnosa post operatif: kolesistolitiasis simptomatik Macam operasi: laparoskopi kolesistektomi Analisa asupan E = 645 kkal; P = 16,5gr; L = 15,2 gr; KH = 106 gr Balans cairan: - 1000ml Terapi DPJP: ceftriaxon 2 x 1 gr iv, ketolorac 3 x 30 gr iv, omeprazole 2 x 40 gr iv, ondansetron 2 x 4 mg iv

Universitas Sumatera Utara

Page 27: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

A Obes I, hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis simptomatik, pro kolesistektomi

Obes I, hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis simptomatik, pro kolesistektomi

Obes I, hipermetabolisme sedang, post kolesistektomi

P Nutrisi1700 kkal, P 64 gr, L 38 gr, KH 276 gr, makanan biasa (3 x makan besar, 3 x selingan) per oral Preskripsi sesuai dengan sebelumnya

Nutrisi1700 kkal, P 64 gr, L 38 gr, KH 276 gr, makanan biasa (3 x makan besar, 3 x selingan) per oral Preskripsi sesuai dengan sebelumnya

Nutrisi1700 kkal, P 64 gr, L 38 gr, KH 276 gr, makanan biasa (3 x makan besar, 3 x selingan) per oral Preskripsi sesuai dengan sebelumnya

M Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut), analisis & toleransi asupan

Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut), analisis & toleransi asupan

Keadaan umum, klinis (mual, muntah, nyeri perut), analisis & toleransi asupan

E Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

Bila toleransi asupan baik, pemberian nutrisi akan ditingkatkan sesuai KET

Universitas Sumatera Utara

Page 28: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien dalam kasus ini adalah seorang perempuan, berusia 42 tahun yang dirawat

dengan diagnosis obes I, hipermetabolisme sedangpada kolelitiasis simptomatik.

Pasien masuk akibat nyeri perut yang semakin memberat sejak 2 bulan sebelum

masuk RS dan direncanakan untuk kolesistektomi.

Pasien ini dilakukan skrining gizi dengan menggunakan formulir

malnutrition screening tool (MST) yang telah dimodifikasi berdasarkan kriteria

penurunan berat badan dan penurunan asupan makanan karena berkurangnya

nafsu makan, dan diagnosis khusus.Hasil skrining menunjukkan adanya

penurunan berat badan (tidak yakin, tidak tahu, terasa baju lebih longgar),

penurunan nafsu makan, dan diagnosisobes I pada kolelitiasis simptomatik

sehingga diperoleh skor 3, yang mengindikasikan pasien perlu dilakukan

assessment gizi lebih lanjut. Berbagai formulir skrining gizi yang sering dipakai

adalah MST, malnutrition universal screening tool (MUST), nutritional risk index

(NRI), dan nutritional risk screen (NRS), namun MST merupakan formulir

skrining gizi yang lebih tepat dilakukan pada pasien rawat inap karena mudah dan

cepat.21

Hasil pengukuran antropometrimenunjukkanbahwa berat badan estimasi

pasien 75,8 kg dengan tinggi badan 165 cm, sehingga didapatkan indeks massa

tubuh(IMT) pasien 27,8 kg/m2 dengan kesan obes I. Hasil pengukuran lingkar

pinggang pasien adalah 93 cm. Obes I dan lingkar pinggang >80 cm dapat

meningkatkan risiko sedang terjadinya komplikasi obesitas.19

Hasil anamnesis menunjukkan bahwa pasien memiliki faktor risiko

terjadinya kolelitiasis, yaitu perempuan, usia>40 tahun, obesitas, kurangnya

aktifitas fisik, dan pola asupan makan yang tidak baik. Pola asupan makan yang

tidak baik didapatkan dari hasil analisis asupan pasien sebelum sakit dengan

nutrisurvey. Hasil analisis menunjukkan bahwa pasien mengonsumsi makanan

tinggi lemak yaitu 32% dari kalori total, rendah serat yaitu hanya 9,3 gr, dan

tinggi kolesterol yaitu 291,5 mg. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan kadar

lipid darah dan pasien menyangkal memiliki riwayat dislipidemia, sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 29: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

penilaian lipid dan kolesterol hanya diperoleh melalui analisis asupan nutrisi. Pola

asupan makan tinggi lemak dan kolesterol akanmeningkatkan sekresi kolesterol

pada empedu sehingga menyebabkan terjadinya supersaturasi kolesterol pada

empedu.Diet rendah serat akan memperlambat masa transit saluran cerna yang

akan meningkatkan absorpsi empedu dan kondisi litogenik.4,22 Mekanisme

obesitas terhadap pembentukan kolelitiasis adalah biosintesis kolesterol yang

berlebihansehingga menyebabkan supersaturasi kolesterol pada empedu.1

Pada pasien dijumpai adanya lemak di daerah abdomen.Lemak abdomen

dapat menyebabkan komplikasimetabolik, seperti resistensi insulin,

hiperinsulinemia, penurunan jumlah reseptor insulin, dan rendahnya kadar

kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang berperan dalam pembentukan

kolelitiasis. Hiperinsulinemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol dan

supersaturasi kolesterol pada empedu melalui upregulation reseptor low density

lipoprotein (LDL) atau aktivasi hidroksimetilglutaril koenzim A (HMG koA)

reduktase. Insulin juga dapat menganggu motilitas kandung empedu.4,23

Saat pemeriksaan pasien sedang dalam kondisi stabil dan sedang

menunggu jadwal kolesistektomi. Tatalaksana nutrisi yang diberikan sesuai

keadaan pasien dan tidak memperberat gejala kolelitiasis yaitu dengan

memberikan diet rendah lemak.3,10

Perhitungan kebutuhan nutrisi menggunakan berat badan ideal pasien yaitu

65 kg, karena pasien termasuk dalam kriteria obes I dan persentase berat badan

aktual terhadap berat badan ideal adalah 116%.Kebutuhan nutrisi dihitung

berdasarkan persamaan Harris Benedict dengan menggunakan faktor stres 1,3

sehingga didapatkan kebutuhan energi total adalah 1800 kkal. Kebutuhan

karbohidrat dan protein pada kolelitiasis sesuai dengan individu sehat, yang perlu

dibatasi adalah kebutuhan lemak yaitu <30% kalori total. Kebutuhan karbohidrat

292,5 gr, protein 78 gr, dan lemak 40 gr.Bahan makanan sumber lemak yang

diberikan tergolong rendah lemak dan lemak sedang, seperti ikan, daging ayam

tanpa kulit, daging sapi, dan lain-lain.

Makanan yang diberikan adalah makan biasa dengan frekuensi 3 kali

makan besar dan 3 makan selingan secara oral, karena pasien tidak mengalami

Universitas Sumatera Utara

Page 30: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

gangguan gastrointestinal, kecuali mual yang mulai berkurang. Selain itu, pasien

juga lebih menyukai makanan biasa dibandingkan bubur.

Pada tahap awal pemberian nutrisi disesuaikan dengan asupan nutrisi

pasien selama sakit yaitu 2 bulan sebelum masuk RS. Jumlah kalori yang

diberikan adalah 1700 kkal atau dinaikkan 10% dari analisis asupan 24 jam

terakhir dengan karbohidrat 276 gr, protein 64 gr, dan lemak 38 gr. Rencana awal

pemberian nutrisi dengan mempertimbangkan keadaan pasien yang masih

mengalami penurunan nafsu makan dan mual. Pada pemantaun hari pertama,

pasien belum mampu menghabiskan nutrisi yang diberikan karena masih

mengalami penurunan nafsu makan dan sedikit mual.Tetapi, mual yang dirasakan

sedikit menurun jika dibandingkan dengan hari sebelumnya.Pemantauan hari

kedua, asupan nutrisi pasien sudah meningkat jika dibandingkan hari

sebelumnya.Nyeri perut setelah makan tidak dijumpai, sehingga pasien mampu

mentoleransi asupan nutrisi yang diberikan.Pemantauan hari ketiga, pasien hanya

mampu mulai makan malam hari sebelumnya, yaitu sekitar 38% dari kalori total

yang direncanakan karena baru menjalani kolesistektomi.

Tatalaksana nutrisi yang harus diperhatikan pada pasien setelah

kolesistektomi adalah timbulnya gejala gastrointestinal, seperti gangguan gaster,

mual, muntah, kembung, atau diare.Oleh karena itu, pasien perlu meningkatkan

asupan serat dan menurunkan asupan lemak.Pola makan yang dianjurkan adalah

small frequent feeding.3,15 Selain itu, pasien juga perlu melakukan program

penurunan berat badan setelah keadaan pasien stabil. Pasien sebaiknya juga

dilakukan pemeriksaan kadar lipid darah, karena hasil analisis asupan lemak yang

tinggi dan dapat mempengaruhi tatalaksana nutrisi. Perhitungan IMT pasien

adalah 27,8 kg/m2, sehingga tatalaksana penurunan berat badan meliputi diet,

aktifitas fisik, dan terapi perilaku. Asupan kalori pasien dikurangi 500-1000 kkal

dari asupan biasanya, asupan lemak ≤30% dari kalori total, kolesterol <30 0 mg,

asam lemak jenuh 8-10% kalori total, asam lemak tak jenuh tunggal hingga 15%

kalori total, asam lemak tak jenuh ganda hingga 10% kalori total, dan serat 20-30

gr.Jika pasien menjalani tatalaksana tersebut, diharapkan akan terdapat penurunan

berat badan 0,5-1 kg per minggu.11

Universitas Sumatera Utara

Page 31: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

BAB 5

KESIMPULAN

Kolelitiasis merupakan penyakit gastrointestinal dengan prevalensi yang semakin

meningkat.Salah satu faktor risiko kolelitiasis adalah obesitas. Prevalensi obesitas

yang semakin meningkat, juga akan meningkatkan kejadian kolelitiasis.

Tatalaksana kolelitiasis dan obesitas berkaitan dengan nutrisi, sehingga diperlukan

tatalaksana nutrisi yangbaik.

Pasien pada kasus ini adalah seorang perempuan dengan diagnosisobes I,

hipermetabolisme sedang pada kolelitiasis simptomatik. Tatalaksana nutrisi

disesuaikan dengan kebutuhan energi total, karbohidrat, dan lemak pada

pasien.Anjuran kebutuhan lemak pada pasien kolelitiasishanya sebesar≤30% dan

berasal dari bahan makanan sumber golongan rendah lemak atau lemak

sedang.Pasien telah menjalani kolesistektomi, sehingga tatalaksana nutrisi yang

perlu diperhatikan adalah penurunan berat badan dan menurunkan gejala

gastrointestinal setelah kolesistektomi.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

DAFTAR REFERENSI

1. Njeze GE. Gallstones. Nigerian J Surg 2013;19:55. 2. Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of gallbladder disease: cholelitiasis

and cancer. Gut and Liver 2012;6:172-87. 3. Sucher K, Mattfeldt-Beman M. Diseases of the liver, gallbladder, and exocrine

pancreas. Dalam: Nelms M, Sucher KP, Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and Pathophysiology. Edisi ke 2. California: Wadswroth; 2011:437-70.

4. Vyas A, Bhatt G, Kothiyal P. Gallstones cause and treatment: a review. J Adv

Res Biosci 2013;1:32-45. 5. Albright BE, Popescu WM. Nutritional diseases: obesity and malnutrition.

Dalam: Hines RL, Marschall KE, editor. Handbook for Stoelting's Anesthesia and Co-Existing Disease. Edisi ke 4. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2013:314-33.

6. Visscher TLS, Snijder MB, Seidell JC. Epidemiology: definition and

classification of obesity. Dalam: Kopelman PG, Caterson ID, Dietz WH, editor. Clinical Obesity in Adults and Children. Edisi ke 3. Singapura: Blackwell Publishing; 2010:3-14.

7. Nguyen DM, El-Serag HB. The epidemiology of obesity. Gastroenterol Clin

North Am 2010;39:1-7. 8. Riset Kesehatan Dasar 2013.

www.depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf. (diakses 6 April 20140).

9. Redinger RN. The pathophysiology of obesity and its clinical manifestations.

Gastroenterol Hepatol 2007;3:856-3. 10. Hasse JM. Medical nutrition therapy for liver, biliary sytem and exocrine

pancreas disorder. Dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause's Food and Nutrition Therapy. Edisi ke 12. Canada: Sauders Elsevier; 2008:728-9.

11. Lee RD. Energy balance and body weight. Dalam: Nelms M, Sucher KP,

Lacey K, Roth SL, editor. Nutrition Therapy and Patophysiology. Edisi ke 2. California: Wadsworth; 2011:238--82.

12. Sherwood L. Human physiology from cells to system. Edisi ke 7. California:

Brooks/Cole; 2010.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: TATALAKSANA NUTRISI PADA PASIEN KOLELITIASIS DENGAN OBESITAS

13. Gallbladder Anatomy. 2013. www.emedicine.medscape.com/article/1900182-overview. (diakses 18 April 2014).

14. Cholecystectomy. www.facs.org/public_info/operation/cholesys.pdf. (diakses

19 April 2014). 15. Radu D, Georgescu D, Teodorescu M. Diet and postcholecystectomy

syndrome. Journal of Agroalimentary Processes and Technologies 2012;18:219022.

16. Gurevich-Panigrahi T, Panigrahi S, Wiechec E, Los M. Obesity:

pathophysiology and clinical management. Current Medical Chemistry 2009;16:1-16.

17. Srivastata N, Lakhan R, Mittal B. Pathophysiology and genetics of obesity.

Indian J Exp Biol 2007;45:929-36. 18. Kanazawa M, Yoshiike N, Osaka T, Numba Y, Zimmet P, Inoue S. Criteria

and classification of obesity in Japan and Asia-Oceania. Asia Pacific J Clin Nutr 2002;11:732-7.

19. IASO. The Asia-Pacific persepectives: redefining obesity and its treatment.

World Health Organization 2000. 20. Fock KM, Khoo J. Diet and exercise in management of obesity and

overweight. J Gastroenterol Hepatol 2013;28:59-63. 21. Schueren MAEB-dvd, Guaitoli PR, Jansma EP, Vet HCWd. Nutrition

screening tools: does one size fit all? a systematic review of screening tools for hospital setting. Clin Nutr 2014;33:39-58.

22. Gaby AR. Nutritional approaches to prevention and treatment of gallstones.

Altern Med Rev 2009;14:258-67. 23. Tsai CJ, Leitzmann MF, Willett WC, Giovannucci EL. Central adiposity,

regional fat distribution, and the risk of cholecystectomy in women. Gut 2006;55:708-14.

Universitas Sumatera Utara