tata kelola perikanan berkelanjutan di waduk …

282
TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK JATILUHUR

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

TATA KELOLA

PERIKANAN BERKELANJUTAN

DI WADUK JATILUHUR

Page 2: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4 Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Pembatasan Pelindungan Pasal 26 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap: i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan

peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual; ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian

ilmu pengetahuan; iii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran,

kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan

iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Page 3: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

TATA KELOLA

PERIKANAN BERKELANJUTAN

DI WADUK JATILUHUR

Dr. Lismining Pujiyani Astuti, M.Si.

Dr. Amula Nurfiarini, M.Si.

Yayuk Sugianti, S.St.Pi., MT.

Andri Warsa, S.Si, M.Si.

Arip Rahman, S.Pi.

Andika Luky Setiyo Hendrawan, S.Pi.

Page 4: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK JATILUHUR

Lismining Pujiyani Astuti, Amula Nurfiarini, Yayuk Sugianti, Andri Warsa, Arip Rahman, dan Andika Luky Setiyo Hendrawan

Editor : Joni Haryadi D., Endi Setiadi Kartamihardja, Krismono, Didik Wahju Hendro Tjahjo, dan Khairul Amri

Desain Cover : Hendra Saepulloh, S.Sos Tata Letak Isi : Nurul Fatma Subekti

Cetakan Pertama: Desember 2016

Hak Cipta 2016, Pada Penulis

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Copyright © 2016 by Deepublish Publisher All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini

tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT DEEPUBLISH (Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)

Anggota IKAPI (076/DIY/2012)

Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581

Telp/Faks: (0274) 4533427 Website: www.deepublish.co.id www.penerbitdeepublish.com

E-mail: [email protected]

Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ASTUTI, Lismining Pujiyani

Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan di Waduk Jatiluhur/oleh Lismining Pujiyani Astuti, dkk.--Ed.1, Cet. 1--Yogyakarta: Deepublish, Desember 2016.

xxii, 260 hlm.; Uk:17.5x25 cm ISBN 978-602-453-112-6 1. Ekonomi Industeri I. Judul

338.3

Page 5: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

v

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN

PERIKANAN

Indonesia memiliki perairan waduk serbaguna yang cukup luas

dan salah satu waduk serbaguna yang pertama dibangun adalah

Waduk Ir. H. Djuanda atau lebih dikenal dengan Waduk Jatiluhur.

Kegiatan perikanan sebagai fungsi sekunder waduk, apabila dikelola

dengan baik, akan memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian

dan kesejahteraan masyarakat tanpa menggangu kelestarian

ekosistem dan fungsi waduk.

Dewasa ini, degradasi ekosistem Waduk Jatiluhur baik yang

disebabkan oleh beban limbah masukan eksternal maupun internal

merupakan permasalahan utama. Degradasi ekosistem waduk ini

telah berdampak negatif baik terhadap perikanan itu sendiri maupun

fungsi utama waduk. Pengembangan budidaya ikan dalam keramba

jaring apung (KJA) yang melebihi daya dukung perairan waduk telah

berakibat terhadap penurunan produktivitas budidaya dan sering

terjadinya kematian ikan budidaya secara massal. Degradasi

ekosistem juga telah berpengaruh terhadap penurunan sumberdaya

ikan asli yang berakibat terhadap penurunan produksi perikanan

tangkap.

Pengembangan perikanan berkelanjutan merupakan satu-satu

solusi yang harus diterapkan. Opsi kebijakan yang perlu dilaksanakan

untuk hal tersebut meliputi: pengembangan Culture Based Fisheries

(CBF); pengembangan suaka sumberdaya ikan asli; rasionalisasi unit

KJA dan pengembangan KJA SMART; rezonasi pemanfaatan waduk

untuk perikanan dan pemanfaat lainnya; pengendalian ikan asing

invasive dan gulma air; dan pengembangan perikanan rekreasi. Semua

opsi kebijakan ini harus diikuti dengan penerapan pengelolaan

perikanan secara bersama (fisheries co-management) dalam kerangka

pengelolaan perikanan tangkap dan budidaya dengan pendekatan

ekosistem (Ecosystem Approach to Fisheries dan Ecosystem Approach

to Aquaculture) yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Page 6: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

vi

pengelolaan daerah aliran sungai secara terpadu (Integrated River

Basin Management).

Saya menyambut baik dan mengapresiasi kepada Tim Penyusun

yang telah bekerja keras dengan penuh dedikasi untuk menyelesaikan

buku tentang “TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI

WADUK JATILUHUR” ini. Semoga buku ini menjadi salah satu rujukan

utama yang bermanfaat khususnya bagi pengambil kebijakan dalam

pemanfaatan potensi dan pengelolaan perikanan di Waduk Jatiluhur

dan umumnya bagi pengambil kebijakan dalam pengelolaan ekosistem

waduk secara berkelanjutan di perairan waduk serbaguna lainnya

untuk kesejahteraan masyarakat.

Di masa yang akan datang, penerbitan buku rujukan serupa bagi

pemecahan permasalahan yang terjadi di perairan waduk dan

perairan lainnya sangat ditunggu.

Jatiluhur, Desember 2016

Kepala Badan,

Muhammad Zulficar

Page 7: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

vii

SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN PERIKANAN

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat

dan karunia-Nya, akhirnya buku “Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan

di Waduk Jatiluhur” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu

sebagai wujud pertanggung jawaban ilmiah dan administrasi kegiatan

Tahun Anggaran 2016.

Waduk Jatiluhur selain memiliki fungsi sebagai penyediaan air

irigasi, air baku air minum dan pengendali banjir juga menyimpan

potensi perikanan yang tidak kalah penting. Kegiatan perikanan di

Waduk Jatiluhur telah berkembang sejak waduk tersebut mulai

beroperasi dan telah menjadi sumber mata pencaharian penduduk di

sekitar waduk. Kegiatan perikanan yang berkembang di Waduk

Jatiluhur berupa perikanan budidaya yaitu pembesaran ikan dalam

Keramba Jaring Apung (KJA) dan perikanan tangkap. Kegiatan

perikanan yang dikembangkan di Waduk Jatiluhur diharapkan mampu

menjadi nilai tambah fungsi waduk yang memberikan dampak positif

bagi masyarakat. Kegiatan perikanan di Waduk Jatiluhur harus ramah

lingkungan sehingga mampu memberikan hasil optimal bagi

masyarakat secara berkelanjutan. Oleh karena itu, prinsip-prinsip

pengelolaan perikanan berkelanjutan di perairan waduk harus

dipastikan diterapkan Waduk Jatiluhur.

Buku ini disusun oleh para ahli dan peneliti dari Balai Pemulihan

dan Konservasi Sumber Daya Ikan, Jatiluhur. Tulisan yang dituangkan

dalam buku ini berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah

dilakukan selama Balai Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan,

Jatiluhur berdiri. Isi dari buku mencakup tentang fungsi waduk, aspek

perikanan, kondisi lingkungan perairan, dan sosial ekonomi

masyarakat yang terangkai dan berkaitan satu sama lainnya untuk

memberikan justifikasi ilmiah dalam pengelolaan waduk Jatiluhur.

Sebagai karya ilmiah diharapkan buku ini dapat digunakan

sebagai rujukan oleh para pemangku kepentingan, utamanya Perum

Jasa Tirta dan Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta di dalam

perumusan kebijakan pengelolaan waduk Jatiluhur.

Page 8: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

viii

Sebagai Kepala Pusat, saya bangga terhadap para peneliti Balai

Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan yang terus berkarya

dengan menuangkan hasil-hasil penelitiannya dalam bentuk buku

yang dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak, seperti para birokrat,

peneliti, akademisi, mahasiswa dan masyarakat secara umum. Atas

upaya dari para penulis dan semua pihak yang telah memberikan

dukungan untuk mewujudkan terbitnya buku Tata Kelola Perikanan

Berkelanjutan di Waduk Jatiluhur, diucapkan banyak terimakasih.

Jakarta, Desember 2016

Kepala Pusat,

Prof. Dr. Ir. Hari Eko Irianto

Page 9: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

ix

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN PEMULIHAN

DAN KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN

Saya menyambut baik serta mengapresiasi Tim Penyusun yang

telah berusaha keras untuk dapat menerbitkan buku ”TATA KELOLA

PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK JATILUHUR” berdasarkan

tinjauan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dalam waktu yang

cukup lama.

Buku ini merupakan salah satu keluaran dan kewajiban institusi

dalam memberikan dukungan terhadap keberhasilan program dan

capaian Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan,

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Buku tentang tata kelola perikanan berkelanjutan di Waduk

Jatiluhur ini sangat diperlukan oleh pengambil kebijakan dalam

pengelolaan perikanan di waduk maupun pengambil kebijakan dalam

pengelolaan ekosistem waduk secara berkelanjutan.

Saya mengharapkan buku ini dapat memberikan sumbangan yang

berarti dalam memecahkan permasalahan dan isu yang sedang terjadi

mengenai degradasi ekosistem Waduk Jatiluhur pada khususnya dan

waduk lain di Indonesia pada umumnya.

Jatiluhur, Desember 2016

Kepala Balai,

Dr. Joni Haryadi D., M.Sc

Page 10: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

x

SEKAPUR SIRIH

Atas rahmat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa dan dengan

mengucap puji syukur kepada-Nya, kami telah berhasil menyelesaikan

buku berjudul : ”TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI

WADUK JATILUHUR”.

Buku ini disusun berdasarkan hasil penelitian sejak tahun 1981

(sekitar 35 tahun), sehingga sebagian dari penelitinya sudah ada yang

dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa (antara lain : Alm. Bpk.

Achmad Sarnita dan Alm. Bpk. Kunto Purnomo), untuk itu kiranya

buku ini juga merupakan sarana untuk mengingat jasa bapak-bapak

yang sudah mendahului kita.

Buku ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca serta

khususnya para pengelola waduk sebagai acuan dalam rangka tata

kelola Waduk Jatiluhur khususnya dan perairan waduk di Indonesia

pada umumnya.

Kami menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangan, oleh

karena itu, semua kritik, masukan dan saran perbaikan sangat

diharapkan untuk dapat disampaikan sebagai bahan

penyempurnaannya.

Jatiluhur, Desember 2016

Penyusun

Page 11: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xi

RINGKASAN EKSEKUTIF

Waduk Ir. H. Djuanda atau yang dikenal dengan nama Waduk

Jatiluhur terbentuk dengan membendung Sungai Citarum. Waduk ini

mempunyai luas maksimum 8.300 ha dengan kedalaman rata-rata

37,6 m dan kapasitas tampung air sebesar 3 juta meter kubik. Waduk

berfungsi serbaguna sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

dengan kapasitas 187,5 MW, sumber air untuk irigasi, industri dan air

baku air minum, pengendali banjir disamping fungsi tambahan untuk

perikanan dan pariwisata.

Dewasaini, ekosistem Waduk Jatiluhur mengalami penurunan

kualitas air yang disebabkan oleh factor eksternal dan internal,

penurunan keanekaragaman jenis ikan dan peningkatan populasi

spesies ikan asing invasive serta gulma eceng gondok. Faktor

eksternal yang menyebabkan penurunan kualitas air bersumber dari

limbah yang dibawa aliran air dari Waduk Cirata, Sungai Cilalawi dan

19 buah sungai kecil serta dari daerah tangkapan air waduk. Faktor

internal penyebab penurunan kualitas air berasal dari aktivitas

budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA). Berdasarkan

tingkat trofiknya, Waduk Jatiluhur sudah tergolong perairan yang

sangat subur (hipereutrofik) yang ditandai oleh penurunan kecerahan,

peningkatan konsentrasi fosfor dan nitrogen serta “blooming”

fitoplankton. Penurunan kualitas air waduk ini telah berpengaruh

terhadap penurunan daya dukung waduk untuk budidaya ikan di KJA.

Pada tahun 2012, daya dukung waduk hanya 5.365 ton ikan yang

setara dengan 2.364 petak KJA sedangkan jumlah KJA yang beroperasi

mencapai 21.579 petak malahan pada tahun 2016 jumlah unit KJA

telah mencapai 48.989 petak. Beban masukkan fosfor yang berasal

dari kegiatan budidaya KJA mencapai 12.000 ton per tahun. Kondisi

ini telah memberikan umpan balik negatif terhadap penurunan

produktivitas budidaya ikan di KJA dari 2,11 ton/petak KJA/th pada

tahun 2004 menjadi 1,6 ton/petak KJA/th pada tahun 2015. Hal yang

sama juga terjadi pada perikanan tangkap dimana hasil tangkapan

nelayan mengalami penururan dari 61,3 kg/nelayan/bulan pada

tahun 2005 menjadi 17,3 kg/nelayan/bulan pada tahun 2015 kecuali

pada tahun 2009–2012 mengalami kenaikan karena penebaran ikan

bandeng. Beberapa jenis ikan ekonomis penting asli Waduk Jatiluhur

Page 12: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xii

seperti balidra (Chitala lopis), Arengan (Labeochry sophaekadion),

Kancra (Tor douronensis), tagih (Mystus nemurus), jambal (Pangasius

jambal) telah mulai langka sedangkan populasi ikan asing invasif yang

kurang ekonomis seperti oskar (Amphilophus citrinellus), marinir

(Tilapia butikoferi) dan golsom (Astronotus ocellatus) meningkat.

Opsi kebijakan yang dapat dilakukan dalam rangka

pengembangan perikanan yang berkelanjutan di Waduk Jatiluhur

antara lain: pengembangan Culture Based Fisheries/CBF, rasionalisasi

budidaya ikan di KJA sesuai daya dukung waduk, penerapan budidaya

ikan KJA ramah lingkungan (SMART KJA), penerapan sistem

peringatan dini (BUOY PLUTO) kematian ikan dan aerasi di kawasan

KJA, revitalisasi zonasi (tata ruang) perikanan, pengendalian gulma

eceng gondok dan pengembangan perikanan rekreasi. Pengembangan

CBF dengan menebarkan ikan bandeng akan mampu meningkatkan

produksi ikan sebesar 3.000 ton/th mendekati potensi produksinya di

waduk. Penebaran ikan bandeng juga akan mampu memperbaiki

kualitas air waduk, terutama akan berdampak terhadap penurunan

kelimpahan fitoplankton (blooming fitoplankton) dan konsentrasi

fosfor sebagai akibat proses eutrofikasi (penyuburan). Pemasangan

Buoy Pluto di daerah budidaya ikan KJA sebagai system peringatan

dini berfungsi untuk mendeteksi konsentrasi oksigen terlarut, suhu

dan kekeruhan perairan secara kontinyu sesuai waktu. Budidaya ikan

KJA dengan sistem Smart KJA dapat mengurangi limbah budidaya

yang berupa pakan ikan yang terbuang dan kotoran ikan sebanyak

20,59% serta limbah tersebut dapat digunakan sebagai media

tanaman sistem hydroponic yang merupakan penghasilan tambahan

bagi pembudidaya. Pengendalian gulma eceng gondok dapat

dilakukan dengan system pengedalian kombinasi antara fisik dan

biologi dimana batangnya dapat digunakan sebagai bahan kerajinan

kreatif, akarnya untuk bahan kompos atau biogas dan daunnya

sebagai pakan ikan koan (Ctenopharyngodon idella).

Opsi kebijakan tersebut harus diikuti dengan penerapan

pengelolaan perikanan secara bersama (co-management) berbasis

ekosistem (Ecosystem Approach for Fisheries Management/EAFM dan

Ecosystem Approach for Aquaculture/EAA) dalam kerangka

pengelolaan waduk secara terpadu (Integrated Reservoir

Management) sehingga tercapai kelestarian sumberdaya dan

kesehatan ekosistem waduk.

Page 13: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xiii

SEJARAH Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi

Sumber Daya Ikan (BP2KSDI)

Seiring dengan rampungnya pembangunan Waduk Jatiluhur,

kegiatan penelitian perikanan di Waduk Jatiluhur-pun mulai

dilembagakan, tepatnya pada tahun 1965, dua tahun sebelum

peresmian waduk tersebut oleh Presiden Pertama RI, yaitu Ir.

Soekarno. Pada tahun tersebut mulai berdiri instansi penelitian

perikanan bernama “Stasiun Penelitian Perikanan Jatiluhur”, yang

mengemban tugas meneliti ikan-ikan di Sungai Citarum dan habitat

perairannya.

Lima tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1970, instansi

tersebut berubah nama menjadi “Lembaga Penelitian Perikanan

Darat Cabang Jatiluhur”. Sepuluh tahun kemudian yaitu pada tahun

1980, nama instansi berubah menjadi “Sub Balai Penelitian

Perikanan Darat” dan empat tahun kemudian (tahun 1984) namanya

berubah lagi menjadi “Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar”.

Sebelas tahun nama tersebut melekat di instansi penelitian perikanan

Jatiluhur yang kemudian pada tahun 1995, nama instansi tersebut

berubah menjadi “Instalasi Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

Page 14: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xiv

Jatiluhur” dan lima tahun kemudian, yaitu pada tahun 2000 namanya

menjadi “Instalasi Pemacuan Stok Ikan”. Seiring dengan perubahan

nomenklatur instansi, mandat instansi juga berubah tidak hanya

meneliti Waduk Jatiluhur tetapi melakukan penelitian perikanan dan

konservasi sumberdaya ikan di perairan tawar dan laut di seluruh

Indonesia.

Selama periode tahun 1965–2000, instansi penelitian yang

berlokasi di Jatiluhur merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang

berada di bawah Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen

Pertanian. Pada periode setelah tahun 2000, “Instalasi Pemacuan

Stok Ikan” yang pada tahun 2003 berubah nama menjadi “Loka Riset

Pemacuan Stok Ikan”, merupakan UPT di bawah koordinasi

Departemen Eksplorasi Laut. Pada tahun 2009, nama UPT berubah

menjadi “Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan” di bawah

koordinasi Badan Riset Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan

dan Perikanan. Pada tahun 2011, nama UPT berubah menjadi “Balai

Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan” sampai

dengan sekarang di bawah koordinasi Pusat Penelitian dan

Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan

Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Page 15: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xv

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN ............................................. v

SAMBUTAN KEPALA PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN PERIKANAN ............................................................................... vii

SAMBUTAN KEPALA BALAI PENELITIAN PEMULIHAN DAN

KONSERVASI SUMBER DAYA IKAN ......................................................................... ix

SEKAPUR SIRIH ................................................................................................................... x

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................................... xi

SEJARAH Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi

Sumber Daya Ikan (BP2KSDI) ................................................................................. xiii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... xv

DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xvii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xviii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................xxi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

BAB II SEKILAS PINTAS WADUK JATILUHUR ............................... 3

A. Sejarah ............................................................................................................ 3

B. Otoritas Pengelolaan Fungsi Waduk ............................................... 4

C. Penduduk Sekitar Waduk Jatiluhur ................................................. 5

BAB III HABITAT PERAIRAN WADUK JATILUHUR .................... 12

A. Siklus Hidrologi ....................................................................................... 12

B. Morfometri Waduk Jatiluhur ........................................................... 14

C. Kualitas Air ................................................................................................ 17

D. Plankton ...................................................................................................... 19

E. Tumbuhan Air .......................................................................................... 22

BAB IV ASPEK PERIKANAN .............................................................. 25

A. Sumber Daya Ikan.................................................................................. 25

B. Perikanan Tangkap ............................................................................... 40

Page 16: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xvi

C. Perikanan Budidaya ............................................................................. 45

D. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Nelayan ............................. 48

BAB V ANCAMAN KELESTARIAN ................................................... 55

A. Sumber Cemaran ................................................................................... 55

B. Penurunan Daya Dukung Perairan ............................................... 57

C. Penyuburan Perairan (Eutrofikasi) ............................................. 57

D. Jenis Ikan Introduksi ............................................................................ 60

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN ................................................... 65

A. Badan Pengelola Terpadu Waduk Jatiluhur ............................ 65

B. Dasar Hukum Pengelolaan Perikanan Di Waduk

Jatiluhur ...................................................................................................... 65

C. Tata Kelola Perikanan di Waduk Jatiluhur ............................... 66

BAB VII REKOMENDASI ...................................................................... 71

1. Tata Ruang Perikanan .........................................................................71

2. Rasionalisasi Biomassa Ikan di KJA..............................................71

3. Penebaran Ikan .......................................................................................72

4. Sistem Peringatan Dini Kematian Ikan.......................................74

5. Modifikasi KJA Ramah Lingkungan ..............................................77

6. Pengendalian Gulma Eceng Gondok ............................................80

7. Aerasi Di Kawasan KJA .......................................................................81

DAFTAR BACAAN.............................................................................................................84

LAMPIRAN ...........................................................................................................................90

BIOGRAFI .......................................................................................................................... 255

Page 17: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jumlah nelayan di 4 kecamatan sekitar Waduk

Jatiluhur ......................................................................................................... 5

Tabel 2. Parameter morfometrik Waduk Jatiluhur ................................ 16

Tabel 3. Perubahan komposisi jenis ikan di Waduk Jatiluhur

1968 – 2013 .............................................................................................. 26

Tabel 4. Proporsi penduduk berdasarkan jenis mata

pencaharian di desa sampel (Desa Panyindangan)

Waduk Jatiluhur tahun 2010 ........................................................... 49

Tabel 5. Perubahan status kesuburan perairan Waduk

Jatiluhur periode tahun 1974-2015 ............................................. 60

Tabel 6. Komposisi hasil tangkapan ikan di Waduk Jatiluhur

tahun 2009-2010 ................................................................................... 63

Page 18: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kantor BP2KSI di kawasan Waduk Jatiluhur ................................2

Gambar 2. Proses pembangunan Waduk Jatiluhur ..........................................3

Gambar 3. Desain Bendungan Jatiluhur ...............................................................4

Gambar 4. Waduk Jatiluhur ......................................................................................4

Gambar 5. Peta wilayah kecamatan di Kabupaten Purwakarta ...................5

Gambar 6. Saluran irigasi Tarum Barat untuk mengairi sawah di

daerah Karawang....................................................................................6

Gambar 7. Instalasi pompa air untuk bak PDAM wilayah

Kabupaten Purwakarta.........................................................................6

Gambar 8. Wilayah PLTA Waduk Jatiluhur .........................................................7

Gambar 9. Wilayah outlet Waduk Jatiluhur ........................................................7

Gambar 10. Kegiatan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur ............8

Gambar 11. Kegiatan penangkapan ikan di Waduk Jatiluhur .........................8

Gambar 12. Lokasi pompa air industri di sekitar Waduk Jatiluhur ..............9

Gambar 13. Dermaga wisata di Waduk Jatiluhur ................................................9

Gambar 14. Pusat pelatihan atlit dayung nasional di Waduk

Jatiluhur .................................................................................................. 10

Gambar 15. Posisi Waduk Jatiluhur di waduk kaskade di aliran

Sungai Citarum ..................................................................................... 12

Gambar 16. Siklus air (modifikasi dari Chandra dan Borneo, 2016) ......... 13

Gambar 17. Peta daerah tangkapan air yang masuk ke Waduk

Jatiluhur .................................................................................................. 14

Gambar 18. Tinggi muka air maksimal di Waduk Jatiluhur .......................... 15

Gambar 19. Profil batimetri dan posisi KJA di Waduk Jatiluhur

tahun 2013 ............................................................................................. 16

Gambar 20. Sebaran KJA di Waduk Ir. H. Djuanda ........................................... 17

Gambar 21. Sampah organik yang masuk ke perairan Waduk

Jatiluhur .................................................................................................. 18

Page 19: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xix

Gambar 22. Konsentrasi ortofosfat di Waduk Jatiluhur dari tahun

2004-2016 .............................................................................................. 19

Gambar 23. Konsentrasi nitrat di Waduk Jatiluhur dari tahun

2004-2016 .............................................................................................. 19

Gambar 24. Fitoplankton dominan di Waduk Jatiluhur ................................. 21

Gambar 25. Kelimpahan fitoplankton dominan di Waduk Jatiluhur

tahun 2006-2016 ................................................................................. 22

Gambar 26. Tumbuhan air yang dominan di Waduk Jatiluhur .................... 23

Gambar 27. Blooming eceng gondok (Eichhornia crassipes) di

Waduk Jatiluhur ................................................................................... 24

Gambar 28. Beberapa jenis ikan asli Sungai Citarum ...................................... 34

Gambar 29. Jenis-jenis ikan introduksi di Waduk Jatiluhur .......................... 40

Gambar 30. Sketsa alat tangkap jaring insang / angoh (Gillnet) di

Waduk Jatiluhur ................................................................................... 41

Gambar 31. Jala tebar/lintar (Castnet) yang digunakan nelayan di

Waduk Ir. H. Djuanda .......................................................................... 42

Gambar 32. Alat tangkap solodok (Pushnet) yang digunakan

nelayan untuk menangkap udang di Waduk Jatiluhur ............ 43

Gambar 33. Hasil tangkapan nelayan di Waduk Jatiluhur tahun

2005-2015 .............................................................................................. 44

Gambar 34. Kegiatan perikanan tangkap di Waduk Jatiluhur ...................... 44

Gambar 35. Perkembangan jumlah nelayan ....................................................... 45

Gambar 36. Kegiatan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur.......... 46

Gambar 37. Perkembangan jumlah pembudidaya KJA dan produksi

ikan ........................................................................................................... 47

Gambar 38. Kematian massal ikan di KJA pada tahun 2010 ......................... 48

Gambar 39. Produktivitas budidaya ikan dalam KJA....................................... 48

Gambar 40. Sketsa pentingnya kelompok nelayan dalam

pengelolaan sumber daya perikanan ............................................ 50

Gambar 41. Alur pemasaran hasil tangkapan nelayan di Waduk

Jatiluhur .................................................................................................. 52

Page 20: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xx

Gambar 42. Pencemaran di aliran Sungai Citarum yang masuk ke

Waduk Jatiluhur ................................................................................... 55

Gambar 43. Beban limbah fosfor total dari budidaya KJA ke

perairan Waduk Jatiluhur pada RKP 1,3 dan 1,6 ...................... 56

Gambar 44. Hamparan Microcystis sp di perairan Waduk Jatiluhur .......... 59

Gambar 45. Ikan bandeng (Chanos chanos) salah satu ikan

introduksi yang bermanfaat bagi lingkungan perairan

dan masyarakat nelayan di Waduk Jatiluhur ............................. 61

Gambar 46. Ikan introduksi yang dominan di Waduk Jatiluhur.................. 62

Gambar 47. Sketsa pengelolaan perairan secara bersama (co-

management) ........................................................................................ 67

Gambar 48. Alur pengelolaan sumber daya ikan di perairan umum

(waduk)................................................................................................... 69

Gambar 49. Penebaran ikan bandeng di Waduk Jatiluhur ............................ 73

Gambar 50. Alat pemantau kualitas perairan di Waduk Jatiluhur

(BUOY PLUTO)...................................................................................... 75

Gambar 51. Pemasangan BUOY PLUTO di sekitar KJA ................................... 76

Gambar 52. Hasil pemantauan kualitas air dari BUOY PLUTO .................... 76

Gambar 53. Gambaran umum SMART KJA ......................................................... 77

Gambar 54. Konstruksi SMART KJA ...................................................................... 78

Gambar 55. Sisa pakan yang terangkat melalui penyedotan ........................ 79

Gambar 56. Tanaman kangkung dalam sistem SMART KJA ......................... 79

Gambar 57. Pengendalian eceng gondok secara fisik dan biologis ............ 81

Gambar 58. Aerasi sistem memompakan udara ............................................... 83

Page 21: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta kawasan pemanfaatan perairan di Waduk

Jatiluhur tahun 2000 ..................................................................... 90

Lampiran 2. Peta sebaran KJA terkini di Waduk Jatiluhur .................... 91

Lampiran 3 Undang-undang RI Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perikanan ........................................................................... 92

Lampiran 4. Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 1974

tentang Pengairan ........................................................................ 125

Lampiran 5. Peraturan Pemerintah RI No 37 Tahun 2011

tentang Bendungan ..................................................................... 136

Lampiran 6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI

No. KEP. 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya

Ikan yang Baik ................................................................................ 205

Lampiran 7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI

No. PER. 15/MEN/2009 tentang Jenis Ikan dan

Wilayah Penebaran Kembali serta Penangkapan

Ikan Berbasis Budidaya............................................................. 216

Lampiran 8. SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 Tahun 2000

Tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada

Sungai Citarum dan Anak-anak Sungainya di Jawa

Barat .................................................................................................... 225

Lampiran 9. Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor

6 Tahun 2010 tentang Retribusi Ijin Usaha

Perikanan.......................................................................................... 235

Lampiran 10. Kep. Bupati Kab. Purwakarta No. 06 Tahun 2000

Tentang Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan

Perikanan.......................................................................................... 252

Page 22: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …
Page 23: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

1

BAB I PENDAHULUAN

Waduk Ir. H. Djuanda atau yang lebih dikenal dengan nama

Waduk Jatiluhur dibangun sebagai Proyek Serbaguna Jatiluhur pada

tahun 1957 – 1967. Waduk yang terbentuk mempunyai luas 8.300 ha,

kedalaman maksimum 90 m dan berada pada elevasi 107 m di atas

permukaan laut (dpl). Sebagai waduk serbaguna, Waduk Jatiluhur

mempunyai fungsi:

1. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

2. Irigasi

3. Pengendali banjir

4. Pariwisata

5. Penyediaan air minum

6. Perikanan

Beberapa peristiwa penting yang berkaitan dengan kegiatan

perikanan di Waduk Jatiluhur antara lain:

1. Blooming Microcystis sp yang mengganggu kualitas air

2. Penebaran ikan dalam upaya peningkatan produksi

3. Penebaran zooplankton Daphnia sp, sebagai makanan alami ikan

4. Perkembangan usaha budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung

(KJA)

5. Kematian ikan secara massal pada budidaya di KJA dan ikan alami

6. Perkembangan jenis ikan asing invasif

7. Berkembangnya gulma air eceng gondok (Eichhornia crassipes).

Buku ini disusun sebagai pedoman Tata Kelola Perikanan

Berkelanjutan di Waduk Jatiluhur dalam rangka mengembangkan

pengelolaan perikanan secara terpadu dan pelestarian lingkungan

waduk. Buku ini memuat tinjauan dan bahasan hasil-hasil penelitian

sejak 1980 (Sub Balai Penelitian Perikanan Darat Jatiluhur) sampai

2016 (Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumber Daya Ikan)

(Gambar 1) dan ulasan dari berbagai pustaka lain yang relevan.

Page 24: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

2

Gambar 1. Kantor BP2KSI di kawasan Waduk Jatiluhur

Page 25: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

3

BAB II SEKILAS PINTAS

WADUK JATILUHUR

A. Sejarah

Ide pembangunan proyek bendungan terbesar di Indonesia

(Jatiluhur Multi Purpose Project) berawal dari gagasan Prof. Dr. Ir. W. J.

van Blommestein tahun 1948 (Ciujung sampai Kali Rambut di

Pekalongan), dan kemudian dikaji ulang oleh Ir. Van Scravendijk tahun

1955 serta menjadi Rencana Induk Pengembangan Proyek Serbaguna

Jatiluhur oleh Ir. Abdullah Angudi tahun 1960 (Gambar 2).

Rencana pembangunan Waduk Jatiluhur ditandai dengan

peletakkan batu pertama oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno pada

tahun 1957 dan selesai pada tahun 1967.

Penamaan Waduk Jatiluhur secara resmi menjadi Waduk Ir. H.

Djuanda merupakan sebuah penghargaan atas peran dan jasa Perdana

Menteri terakhir Indonesia, yaitu Ir. H. Djuanda dalam mewujudkan

pembangunan bendungan terbesar di Indonesia ini.

Sumber: https://jatiluhurdam.wordpress.com/2010/01/11/desain-bendungan-jatiluhur/

Gambar 2. Proses pembangunan Waduk Jatiluhur

Page 26: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

4

Sumber:https://jatiluhurdam.wordpress.com/2010/01/11/desain- bendungan-jatiluhur/

Gambar 3. Desain Bendungan Jatiluhur

Gambar 4. Waduk Jatiluhur

Bendungan Sungai

Citarum di Jatiluhur

membentuk waduk

dengan genangan air

seluas ± 8.300 ha dan

keliling mencapai 150 km

pada elevasi muka air

maksimum 107 m dpl.

Luas daerah tangkapan

air mencapai 4.500 km2

(Gambar 3).

Waduk Jatiluhur berada

pada posisi geografis

06o25’-06o35’ LS dan

107o22’-107o30’ BT, di

sebelah barat kota

Purwakarta, tepatnya di

Kecamatan Jatiluhur (Gambar 4). Waduk Jatiluhur dapat diakses

melalui jalan tol Jakarta-Cikampek dengan jarak 100 km dan jalan tol

Cipularang (ruas Cikampek-Jatiluhur) dan 60 km arah Barat Laut

Bandung yang dapat dicapai melalui jalan tol Cipularang (ruas

Bandung – Jatiluhur).

B.Otoritas Pengelolaan

Fungsi Waduk

Seiring sejarahnya yang

panjang sejak dibentuk

tahun 1957, pengelolaan

Waduk Jatiluhur sudah

mengalami beberapa kali

perubahan yaitu:

1.Proyek Serbaguna Jatiluhur

(1957-1967)

2. Perusahaan Negara (PN) Jatiluhur (1967-1970)

3. Perum Otorita Jatiluhur (POJ) (1970-1999)

4. Perum Jasa Tirta II (PJT II) (1999-sekarang)

Page 27: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

5

C. Penduduk Sekitar Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur dilingkupi oleh 4 kecamatan, yaitu Kecamatan

Jatiluhur, Sukasari, Sukatani dan Tegalwaru dengan jumlah total

penduduk sebanyak 196.325 jiwa, dengan perincian, jumlah

penduduk Kecamatan Jatiluhur 63.634 jiwa; Sukasari 14.445 jiwa;

Sukatani 70.883 jiwa dan Tegalwaru 47.363 jiwa. Dari jumlah tersebut

(196.325 jiwa), hanya sebagian kecil yang berprofesi di sektor

perikanan, baik pembudidaya KJA maupun nelayan, yaitu sekitar 4,16

% (4.715 jiwa), dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah nelayan di 4 kecamatan sekitar Waduk Jatiluhur

No. Kecamatan Pembudidaya (RTP) Nelayan (RTP) 1. Jatiluhur 1290 617 2. Sukasari - 623 3. Sukatani 670 535 3. Tegalwaru 360 620

Sumber: Kab. Purwakarta dalam Angka 2015, diolah

Sumber: Kabupaten Purwakarta Dalam Angka, BPS Kabupaten Purwakarta, Tahun 2012

Gambar 5. Peta wilayah kecamatan di Kabupaten Purwakarta

Sesuai dengan namanya Waduk Serbaguna Jatiluhur, waduk ini

Page 28: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

6

selain mempunyai fungsi utama sebagai Pembangkit Listrik Tenaga

Air (PLTA) juga mempunyai beberapa fungsi lain, yaitu:

1. Sumber air untuk irigasi untuk wilayah Kabupaten Bekasi sampai

Indramayu

Gambar 6. Saluran irigasi Tarum Barat untuk mengairi sawah di daerah Karawang

2. Sumber air baku air minum; Penyediaan air baku air minum bagi

PDAM Kab/Kota Purwakarta, Karawang, Bekasi dan DKI Jakarta

Gambar 7. Instalasi pompa air untuk bak PDAM wilayah Kabupaten Purwakarta

Page 29: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

7

3. Pembangkitan listrik dengan kapasitas 187,5 MW

Gambar 8. Wilayah PLTA Waduk Jatiluhur

4. Pengendali banjir; di kawasan persawahan di Pantai Utara Jawa

Barat

Gambar 9. Wilayah outlet Waduk Jatiluhur

Page 30: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

8

5. Perikanan budidaya maupun tangkap (Pembudidaya ikan di

Karamba Jaring Apung (KJA), nelayan dan wisata pancing)

Gambar 10. Kegiatan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur

Gambar 11. Kegiatan penangkapan ikan di Waduk Jatiluhur

Page 31: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

9

6. Sumber air untuk kegiatan industri

Gambar 12. Lokasi pompa air industri di sekitar Waduk Jatiluhur

7. Pengembangan pariwisata dan olahraga air

Gambar 13. Dermaga wisata di Waduk Jatiluhur

Page 32: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

10

Gam

ba

r 1

4. P

usa

t p

elat

ihan

atl

it d

ayu

ng

nas

ion

al d

i W

adu

k J

ati

luh

ur

Page 33: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

11

Page 34: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

12

BAB III HABITAT PERAIRAN WADUK JATILUHUR

Sumber: Rahmany, 2012 (dimodifikasi) Gambar 15. Posisi Waduk Jatiluhur di waduk kaskade di aliran Sungai

Citarum

A. Siklus Hidrologi

Waduk Jatiluhur merupakan bagian dari sistem waduk kaskade

(waduk berjenjang) dari Sungai Citarum (Gambar 15). Pada bagian

hulu aliran Sungai Citarum ini, dibangun Waduk Saguling yang berada

pada ketinggian 643 m dpl, selanjutnya pada ketinggian 220 m dpl

dibangun Waduk Cirata dan pada bagian aliran hilir, pada ketinggian

107 m dpl dibangun Waduk Jatiluhur.

Siklus hidrologi yang terjadi di Waduk Jatiluhur secara umum

digambarkan pada Gambar 16. Sumber masukan air waduk berasal

dari beberapa sungai inlet (Gambar 17) dan yang terbesar adalah

Sungai Citarum dan Sungai Cilalawi ditambah dengan limpasan (run

off), aliran air tanah hasil dari infiltrasi dan perkolasi menuju ke

waduk serta air hujan. Sementara penyebab berkurangnya air akibat

pembuangan melalui pintu pengeluaran dam sebagai penggerak

turbin pembangkit listrik tenaga air. Selanjutnya air tersebut mengalir

Page 35: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

13

ke sungai irigasi dan sungai utama menuju laut. Pengurangan air

waduk juga terjadi akibat evapotranspirasi (proses evaporasi dan

transpirasi tumbuhan air). Keberadaan eceng gondok di Waduk

Jatiluhur akan meningkatkan evapotranspirasi.

Gambar 16. Siklus air (modifikasi dari Chandra dan Borneo, 2016)

Page 36: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

14

Gambar 17. Peta daerah tangkapan air yang masuk ke Waduk Jatiluhur

B. Morfometri Waduk Jatiluhur

Daerah tangkapan air Waduk Jatiluhur tidak kurang dari 4.500

km2 sedangkan luas daerah tangkapan air yang langsung ke waduk

setelah dibangun Waduk Saguling dan Cirata di hulunya, kini menjadi

sekitar 380 km2, atau sekitar 8% dari keseluruhan daerah tangkapan.

Daerah tangkapan air dari Sungai Citarum cukup luas meliputi wilayah

Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, Kota

Cimahi, Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Purwakarta.

Sungai inlet

Page 37: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

15

Pada tahun 2013, hasil deliniasi garis tepi air Waduk Jatiluhur

yang dipantau dari citra satelit Landsat 8, diperoleh luas permukaan

waduk sebesar ± 7.720 ha atau sekitar 93,02% dibandingkan dengan

luasan pada saat selesai dibangun tahun 1967. namun panjang keliling

garis batas air tidak berbeda signifikan, yaitu sebesar 149,6 km (2013)

dibandingkan pada tahun 1967 sebesar 150 km. Hal tersebut

menunjukkan bahwa luasan area yang tergenang air tidak jauh

berbeda.

Analisis volumetrik Waduk Jatiluhur, diperoleh nilai total volume

air yang dapat ditampung sebesar 700 juta m3 (Gambar 18). Volume

yang diperoleh jauh berkurang dibandingkan kapasitas awal air yang

dapat ditampung di Waduk Jatiluhur sebesar 3 milyar (3 x 109) m3. Hal

ini terjadi di seluruh waduk di Pulau Jawa, dimana laju sedimentasi

yang tinggi dapat mengurangi kapasitas air yang yang ditampung dan

dapat mengurangi umur operasional waduk tersebut. Volume sedimen

yang diukur pada tahun 2009 sebesar 500 juta m3, dibandingkan

dengan hasil pengukuran pada tahun 2013 merupakan pertambahan

sedimentasi dalam deret hitung dengan pengurangan kapasitas

maksimum air yang dapat ditampung sebesar 2 milyar m3.

Gambar 18. Tinggi muka air maksimal di Waduk Jatiluhur

Panjang maksimum waduk dari arah utara-selatan sebesar 14 km,

dan lebar maksimum yang memanjang dari barat laut–tenggara

mencapai 12,5 km. Rangkuman nilai parameter morfometrik Waduk

Jatiluhur disajikan pada Tabel 2.

Page 38: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

16

Tabel 2. Parameter morfometrik Waduk Jatiluhur Parameter Unit Nilai

Elevasi m ± 107 Luas Permukaan (Ao) ha 7720 Kedalaman maks (Zmax) m 90 Kedalaman rata (Zmean) m 48 Panjang Maks km 14 Lebar Maks km 12.5 Panjang Garis Pantai (L) km 149,6 Daerah litoral % 25,22

Gambar 19. Profil batimetri dan posisi KJA di Waduk Jatiluhur tahun 2013

Page 39: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

17

C. Kualitas Air

Kualitas air Waduk Jatiluhur tidak lagi sama dengan kondisi awal

saat pertama kali dibangun dan diairi tahun 1967. Seiring perjalanan

waktu, kualitas air waduk telah mengalami banyak perubahan

terutama sejak selesainya pembangunan Waduk Saguling tahun 1983,

kemudian beroperasinya Waduk Cirata tahun 1985 dan berkembang

pesatnya usaha budidaya ikan dalam Karamba Jaring Apung (KJA) di

ketiga waduk tersebut (Gambar 20). Situasi ini banyak memberi andil

terhadap penurunan kualitas air waduk.

Gambar 20. Sebaran KJA di Waduk Ir. H. Djuanda

Perubahan kualitas air yang pertama kali terpantau adalah

tingkat kecerahan yang selalu menurun. Pada tahun 1984 kecerahan

air berkisar antara 1–4 m dan pada tahun 2015 kecerahannya hanya

berkisar antara 0,4–2,9 m saja. Penurunan kecerahan diduga karena

peningkatan partikel terlarut yang berasal dari partikel tanah yang

terbawa run off (limpasan) ataupun dari sisa pakan ikan yang tidak

termakan dan kotoran ikan pada budidaya ikan dalam KJA.

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) juga cenderung mengalami

penurunan dari nilai minimum 5,4 mg/L pada tahun 1977 menjadi 0,4

mg/L pada tahun 2015. Penyebabnya adalah adanya proses

Page 40: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

18

dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme di dasar perairan.

Sumber bahan organik dapat berasal dari sampah-sampah organik

yang masuk ke perairan (Gambar 21), run off lapisan tanah atas yang

kaya akan bahan organik, limbah rumah tangga dan buangan hasil

kegiatan budidaya ikan seperti sisa pakan yang terbuang, feses ikan

dan sampah buangan penunggu KJA serta dari plankton ataupun biota

air yang telah mati.

Gambar 21. Sampah organik yang masuk ke perairan Waduk Jatiluhur

Konsentrasi ortofosfat di Waduk Jatiluhur berfluktuasi, selama

periode 2004-2016 nilai terendah terjadi pada tahun 2010 dan 2011

dengan nilai rata-rata 0,07 dan 0,09 mg/L. Nilai tertinggi pada tahun

2006 dan 2015, yaitu rata-rata 0,53 mg/L (Gambar 22). Hal ini

berkaitan dengan penebaran ikan bandeng pada tahun 2009 dan 2010

dimana ikan bandeng mampu mengkonsumsi plankton secara efektif

sehingga memberikan dampak positif bagi perbaikan lingkungan

perairan waduk. Seperti halnya konsentrasi orthofosfat, konsentrasi

nitrat juga mempunyai nilai berfluktuasi dari 2004-2016 dengan

kisaran 0,06-7,64 mg/L (Gambar 23). Tingginya kisaran fluktuasi

konsentrasi nitrat disebabkan oleh peningkatan masukan bahan

organik yang masuk ke perairan.

Page 41: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

19

Gambar 22. Konsentrasi ortofosfat di Waduk Jatiluhur dari tahun 2004-2016

Gambar 23. Konsentrasi nitrat di Waduk Jatiluhur dari tahun 2004-2016

D. Plankton

Plankton adalah biota dengan ukuran sangat kecil (0,1-1,5 µm)

yang hidup dan berkembang di perairan dan sering dijadikan objek

dalam studi kualitas air. Faktor lingkungan fisik (abiotik) yang

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton antara

lain adalah arus, angin, ketersediaan makanan (kandungan unsur

hara), dan aktivitas pemangsaan. Fitoplankton hanya dapat ditemukan

di daerah yang menerima sinar matahari dengan gelombang 0,4-0,8

mikron. Kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh fitoplankton

adalah yang bersifat makronutrien yaitu elemen-elemen unsur hara

NO

3 (

mg

/L

) P

O4

(m

g/

L)

Page 42: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

20

yang dibutuhkan seperti karbon (C), nitrogen (N), fosfor (P) dan sulfur

(S). Nitrogen dan fosfor adalah elemen makronutrien yang sering

dijadikan faktor pembatas pertumbuhan fitoplankton.

Kelimpahan plankton yang tinggi berperan penting dalam

produktivitas suatu perairan dan merupakan sumber pakan alami

yang dapat dimanfaatkan ikan, khususnya ikan pemakan plankton.

Beban limbah organik yang masuk ke perairan waduk akibat kegiatan

budidaya ikan pada KJA pada tahun 2005 diperkirakan mencapai

21.365,1 ton/tahun. Bahan organik tersebut akan terurai menjadi

nutrien, seperti NO3 dan PO4, kemudian akan memacu pertumbuhan

dan perkembangan organisme produsen primer seperti fitoplankton

dengan pesat, dan menjadi potensi pakan yang sangat besar bagi ikan

herbivora, khususnya pemakan plankton.

Fitoplankton yang mendominasi di Waduk Jatiluhur adalah dari

kelas Cyanophyceae sedangkan zooplankton yang dominan adalah

dari kelas Rotatoria. Kelompok kelas fitoplakton penyusun utama di

Waduk Jatiluhur terdiri dari kelas Cyanophycae, Chlorophyceae dan

Bacillariophyceae. Kelas Dinophyceae mendominasi akibat tingginya

konsentrasi bahan organik dan unsur hara di perairan waduk.

Keberadaan fitoplankton memiliki hubungan yang positif dengan

kelimpahan zooplankton, sehingga ketika fitoplankton rendah

kelimpahan zooplankton di perairan tersebut juga akan menurun

sesuai dengan piramida makanan.

Dominasi fitoplankton di suatu perairan tidak selamanya

menguntungkan perairan tersebut. Perubahan kondisi lingkungan

akan merangsang fitoplankton untuk tumbuh meledak sehingga

menimbulkan blooming. Yang dimaksud dengan blooming adalah

suatu peristiwa dimana suatu spesies dalam waktu singkat

berkembang pesat dengan jumlah yang melampaui rata-rata produksi

bulanan dalam keadaan normal. Faktor-faktor yang memicu terjadinya

blooming di antaranya adalah :

1. Umbalan (Upwelling)

Pada perairan dalam, unsur hara tersimpan di dasar atau di

lapisan yang lebih dalam, dengan adanya pembalikan massa air

(upwelling) maka unsur hara tersebut terangkat ke permukaan

yang kaya akan sinar matahari sehingga memicu pertumbuhan

Page 43: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

21

fitoplankton. Biasanya terjadi pada musim peralihan dari musim

kemarau ke musim hujan.

2. Hujan Lebat

Hujan lebat dan banjir dapat membawa nutrien yang banyak ke

suatu perairan, nutrien di permukaan tanah tercuci oleh air hujan

dan erosi oleh banjir membawa nutrien yang melimpah ke suatu

perairan.

Seperti peristiwa blooming dari spesies Microcystis airuginosa

(Gambar 24) dari phylum Cyanophyta yang biasa terjadi di perairan

tawar. Pertumbuhan spesies ini sangat didukung oleh kandungan

fosfat yang tinggi dan nitrogen sebagai faktor pembatas. Apabila

dalam suatu perairan terdapat budidaya ikan dengan sistem Keramba

Jaring Apung, dimana makanan ikannya mengandung kadar fosfat

yang berlebih sudah dapat diperkirakan merangsang spesies ini untuk

tumbuh berkembang. Microcystis sp berdampak negatif terhadap

organisme perairan termasuk ikan, karena fitoplankton ini

mengeluarkan zat toksin yaitu microcystin yang tidak dapat dicerna

atau dimanfaatkan oleh kebanyakan ikan herbivora. Di Waduk

Jatiluhur sering terjadi blooming spesies ini. Selain Microcystis sp, jenis

lain yang banyak ditemukan dominan adalah jenis Ceratium sp dan

Peridinium sp dari kelas Dinophyceae.

Microcystis sp

Ceratium sp

Gambar 24. Fitoplankton dominan di Waduk Jatiluhur

Page 44: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

22

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2009

ditemukan 53 jenis dari 5 kelas fitoplankton yaitu Chlorophyceae,

Cyanophyceae, Desmidiaceae, Bacillariophyceae dan Dinophyceae,

sedangkan pada tahun 2010 ditemukan 40 jenis dari 5 kelas

fitoplankton yang sama. Jenis fitoplankton dari kelas Chlorophyceae

lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan kelas fitoplankton

lainnya. Komposisi fitoplankton pada tahun 2010 lebih sedikit

dibandingkan dengan komposisi fitoplankton yang ditemukan pada

tahun 2009.

Kelimpahan fitoplankton yang dominan (Microcystis sp, Ceratium

sp dan Peridinium sp) di Waduk Jatiluhur dari tahun 2006 – 2016

mengalami fluktuasi. Dari ketiga fitoplankton tersebut, kelimpahan

tertinggi terjadi pada tahun 2009 yang didominasi oleh jenis

Peridinum sp sebesar 82.208 sel/L dan terendah terjadi pada tahun

2016 dimana kelimpahan jenis Microcystis sp sangat rendah, yaitu 880

sel/L. Perincian kelimpahan fitoplankton dominan dari tahun 2006 –

2016 tersaji pada Gambar 25.

Gambar 25. Kelimpahan fitoplankton dominan di Waduk Jatiluhur tahun 2006-2016

E. Tumbuhan Air

Tumbuhan air yang banyak terdapat di Waduk Jatiluhur adalah

eceng gondok, (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia sp) (Gambar

26). Kedua jenis tumbuhan air ini termasuk tumbuhan mengapung

Page 45: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

23

sehingga dengan adanya tiupan angin bisa bergerak kesana-kemari.

Secara ekologis, kehadiran tumbuhan air diperlukan sebagai pengatur

keseimbangan ekosistem. Bagi ikan, kehadiran tumbuhan air secara

terbatas di suatu perairan dapat berfungsi sebagai tempat berlindung,

tempat mencari makan dan asuhan serta tempat menempelkan telur

jenis ikan tertentu pada waktu pemijahan. Namun demikian, apabila

keadaan tumbuhan air ini sudah merugikan karena keberadaannya

melebihi yang diinginkan maka akan berubah menjadi gulma (Gambar

27). Tumbuhan air berguna sebagai penyerap nutrien dan logam

berat, pupuk organik dan bahan biogas tetapi jika sudah menjadi

gulma akan berdampak negatif karena mengurangi kandungan

oksigen terlarut, meningkatkan pendangkalan (sedimentasi),

meningkatkan evapotranspirasi (mengurangi jumlah air),

mengganggu transportasi, dan mengganggu operasional fungsi waduk.

(a) eceng gondok

(Eichhornia crassipes) b) kayu apu (Pistia sp)

Gambar 26. Tumbuhan air yang dominan di Waduk Jatiluhur

Page 46: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

24

Gambar 27. Blooming eceng gondok (Eichhornia crassipes) di Waduk Jatiluhur

Page 47: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

25

BAB IV ASPEK PERIKANAN

A. Sumber Daya Ikan

Ikan asli di Waduk Jatiluhur merupakan ikan Sungai Citarum. Ikan

yang semula terbiasa hidup pada habitat air mengalir ini, kemudian

beradaptasi dan berkembang di waduk yang berubah menjadi

perairan tergenang. Perubahan karakteristik habitat dari berbentuk

sungai menjadi waduk ini berpengaruh terhadap kehidupan dan

perkembangbiakan komunitas ikan tersebut. Salah satunya, komposisi

jenis ikan cenderung berubah dari tahun ke tahun (Tabel 3), berikut

ini adalah faktor pemicu terjadinya perubahan komposisi ikan di

Waduk Jatiluhur :

1. Degradasi dan hilangnya habitat. Salah satu fungsi waduk adalah

sebagai pengendali banjir sehingga terjadi pola pengaturan

keluarnya air. Pada musim hujan air ditampung sementara, di

musim kemarau air dikeluarkan secara bertahap sesuai

kebutuhan. Hal ini akan mempengaruhi habitat ikan yang

habitatnya daerah drawdown. Laju penurunan drawdown tidak

boleh lebih dari 0,6 m/bulan selama bulan tersebut. Perbedaan

tinggi muka air tertinggi dan terendah yang lebih besar 5,5 m

akan menurunkan biomassa famili Cichlidae dan sebaliknya jika

lebih kecil 5,5 m biomassa Cichlidae berlimpah.

2. Invasi spesies asing dapat merubah struktur komunitas ikan asli

yang disebabkan persaingan makanan ataupun predasi yang

menyebabkan adanya invasi spesies asing di Waduk Jatiluhur

seperti (a) introduksi ikan (b) penebaran yang tidak sengaja

seperti lolosnya jenis ikan dari KJA dan dibuangnya benih ikan

KJA karena tidak sesuai dengan benih yang diharapkan.

3. Degradasi kualitas air seperti terjadinya pencemaran dapat

langsung mempengaruhi kehidupan ikan dan biota air lainnya.

4. Perubahan habitat dari mengalir menjadi tergenang. Hanya ikan

yang mampu beradaptasi dengan kondisi tersebut yang mampu

bertahan. Hilangnya habitat pemijahan merupakan salah satu

Page 48: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

26

penyebab menurun dan atau hilangnya populasi ikan asli. Dari 24

jenis ikan asli hanya tinggal tujuh jenis yang masih tertangkap di

Waduk Jatiluhur.

Tabel 3. Perubahan komposisi jenis ikan di Waduk Jatiluhur 1968 – 2013

Family/Spesies 1968 - 1977

1978 - 1987

1988 - 1997

1998 - 2007

2008 - 2013

Ket.

CYPRINIDAE:

Hampal, Hampala macrolepidota

+++ +++ ++ + + A

Tawes, Barbodes gonionotus

+++ +++ +

A

Lalawak, Barbonymus balleroides

+++ ++ + +

A

Beunteur, Puntius binotatus

+ + +

+ A

Genggehek, Mystacoleucus marginatus

+++ ++ +

A

Arengan, Labeo crysophaekadion

++ +

A

Kancra, Tor douronensis +

A Nilem, Osteochillus vittatus

+ +

I

Mas, Cyrpinus carpio + + + ++ + I Paray, Rasbora argyrotaenia

++ + +

A

Wader, Chela oxygastroides

++ +

A

Mola, Hypopthalmichthys molitrix

+ I

BAGRIDAE:

Tagih, Hemibagrus nemurus

+++ +++ ++ + + A

Kebogerang, Mystus nigriceps

+++ +++ ++ + + A

Keting, Mystus micracanthus

++ ++ +

A

PANGASIIDAE:

Jambal, Pangasius djambal

+++ +++ ++

A

Patinsiam, Pangasianodon hypophthalmus

++ + I

Lais, Laides exanema +++ ++ ++ +

A NOTOPTERIDAE:

Balidra, Notopterus notopterus

++ + +

A

CLARIDAE:

Lele, Clarias batrachus + + + + + A SILURIDAE:

Page 49: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

27

Lempuk, Ompok bimaculatus

++ ++ ++ +

A

Lika, Wallago attu + +

A CHANNIDAE:

Gabus, Channa striatus + + ++ ++ + A

GOBIIDAE:

Bobosok, Stigmatogobius bimaculatus

++ ++ ++ + + A

Betutu, Oxyeleotris marmorata

++ + + I

MASTACEMBELIDAE:

Tilan, Macrognathus aculeatus

+ +

A

HEMIRAMPHIDAE: Julung-julung, Dermagenys pussila

+ + + A

CICHLIDAE: Nila, Oreochromis niloticus

+ + ++ +++ I

Mujair, Oreochromis mossambicus

+ + + + I

Kongo, Parachromis managuensis

+ I

Golsom, Hemichromis elongatus

++ I

Oskar, Amphilopus citrinellus

++ I

ANABANTIDAE: Gurame, Osphronemus goramy

+ + A

Tambakan, Helostoma temminckii

+ + I

Sepat siam, Trichopadus pectoralis

+ + I

Sepat jawa, Trichopadus trichopterus

+ + I

ANGUILIDAE: Sidat, Anguila sp + + A

CHANDIDAE: Ikan kaca, Parambassis siamensis

++ + I

Keterangan: + = rendah; ++ = sedang; +++ = tinggi

A = Asli; I = Introduksi

Berikut ini ditampilkan gambar beberapa jenis ikan yang ada di

Waduk Jatiluhur, baik yang masih ada maupun yang sudah langka.

Beberapa jenis ikan yang sudah langka antara lain ikan balidra,

bobosok, arengan, lais, lempuk, tawes, gurame, lika, paray, jambal dan

Page 50: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

28

lain-lain (Gambar 28) namun ada juga ikan-ikan introduksi, baik

disengaja maupun tidak yang berkembang cukup pesat di perairan

Waduk Jatiluhur seperti ikan nila, mas, patin, oskar, marinir, golsom

dan lain-lain (Gambar 29).

Hampal (Hampala macrolepidota), Panjang maksimum : 70 cm

Lalawak (Barbonymus balleroides), Panjang maksimum : 30 cm

5 cm

5 cm

Page 51: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

29

Genggehek (Mystacoleucus marginatus), Panjang maksimum : 20 cm

Arengan (Labeo crysophaekadion), panjang maksimum : 90 cm

Beunteur (Puntius binotatus), panjang maksimum : 11 cm

2 cm

5 cm

2 cm

Page 52: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

30

Paray (Rasbora argyrotaenia), panjang maksimum : 12 cm

Julung-julung (Dermagenys pussila), panjang maksimum : 16,1 cm

Corencang (Cyclocheilichthys apogon), panjang maksimum : 17,1 cm

Tawes (Barbodes gonionotus), panjang maksimum : 40,5 cm

2 cm

2 cm

5 cm

5 cm

Page 53: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

31

Wader (Chela oxygastroides), panjang maksimum : 20 cm

Kebogerang (Mystus nigriceps), panjang maksimum : 24,6 cm

Tagih (Hemibagrus nemurus), panjang maksimum : 47,5 cm

5 cm

5 cm

5 cm

Page 54: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

32

Balidra (Chitala lopis), panjang maksimum : 150 cm

Jambal (Pangasius djambal), panjang maksimum : 90 cm

Kancra (Tor douronensis), panjang maksimum : 35 cm

5 cm

5 cm

5 cm

Page 55: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

33

Lais (Laides exanema), panjang maksimum : 16,5 cm

Keting (Mystus micracanthus), panjang maksimum : 19,8 cm

Gabus (Channa striatus), panjang maksimum : 27 cm

2 cm

2 cm

5 cm

Page 56: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

34

Lempuk (Ompok bimaculatus), panjang maksimum : 21,9 cm

Tilan (Macrognathus aculeatus), panjang maksimum : 38 cm

Lubang (Anguila sp), panjang maksimum : 70 cm

Gambar 28. Beberapa jenis ikan asli Sungai Citarum

5 cm

5 cm

5 cm

Page 57: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

35

Mas (Cyrpinus carpio), panjang maksimum : 26,5 cm

Nilem (Osteochillus vittatus), panjang maksimum: 24,5 cm

Mola (Hypopthalmichthys molitrix), panjang maksimum : 105 cm

5 cm

5 cm

5 cm

Page 58: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

36

Lele (Clarias batrachus), panjang maksimum : 34,5 cm

Ikan kaca (Parambassis siamensis), panjang maksimum : 4,7 cm

Tambakan (Helostoma temminckii), panjang maksimum : 30 cm

5 cm

1,5 cm

5 cm

Page 59: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

37

Nila (Oreochromis niloticus), panjang maksimum : 28, 5 cm

Mujair (Oreochromis mossambicus), panjang maksimum : 15 cm

Patin siam (Pangasianodon hypophthalmus), panjang maksimum : 72

cm

5 cm

5 cm

5 cm

Page 60: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

38

Gurame (Osphronemus goramy), panjang maksimum : 70 cm

Bandeng (Chanos chanos), panjang maksimum : 52,3 cm

Betutu (Oxyeleotris marmorata), panjang maksimum: 28,6 cm

5 cm

5 cm

5 cm

Page 61: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

39

Oskar (Amphilophus citrinellus), panjang maksimum : 23 cm

Marinir (Parachromis managuensis), panjang aksimum : 24 cm

Golsom (Hemichromis elongatus), panjang maksimum : 17,5 cm

5 cm

5 cm

5 cm

Page 62: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

40

Sepat jawa (Trichopodus sp.), panjang maksimum : 13 cm

Sepat siam (Trichopodus pectoralis), panjang maksimum : 25 cm

Gambar 29. Jenis-jenis ikan introduksi di Waduk Jatiluhur

B. Perikanan Tangkap

Karakteristik perikanan tangkap di Waduk Jatiluhur dilakukan

secara tradisonal. Alat tangkap ikan yang digunakan nelayan di Waduk

Jatiluhur yaitu jaring insang (Gillnet) (Gambar 30), jala tebar (Castnet)

(Gambar 31), anco (Liftnet), solodok (Pushnet) (Gambar 32) dan

pancing (Hook and Line). Nelayan umumnya menggunakan alat

tangkap jaring insang dan jala dengan perahu kayu yang dilengkapi

motor tempel ataupun tanpa motor tempel dan rakit bambu.

1,5 cm

5 cm

Page 63: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

41

Gambar 30. Sketsa alat tangkap jaring insang / angoh (Gillnet) di Waduk Jatiluhur

1,5 m 1,5 m

Page 64: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

42

Gambar 31. Jala tebar/lintar (Castnet) yang digunakan nelayan di Waduk Ir. H. Djuanda

Page 65: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

43

Gambar 32. Alat tangkap solodok (Pushnet) yang digunakan nelayan untuk menangkap udang di Waduk Jatiluhur

Page 66: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

44

Pada tahun 2005 hasil tangkapan ikan mencapai 736

kg/nelayan/tahun dengan rata-rata 61,3 kg/nelayan/bulan. Namun

pada tahun 2015, hasil tangkapan ikan cenderung mengalami

penurunan, yaitu 207,2 kg/nelayan/tahun dengan rata-rata 17,3

kg/nelayan/bulan (Gambar 33). Jenis ikan yang tertangkap di Waduk

Jatiluhur didominasi oleh ikan nila (79-96%), ikan mas, patin siam dan

gabus.

Gambar 33. Hasil tangkapan nelayan di Waduk Jatiluhur tahun 2005-2015

Kebiasaan nelayan tangkap di Waduk Jatiluhur dalam melakukan

penangkapan ikan, lokasi penangkapannya tidak jauh dari lokasi

dimana nelayan tersebut berada atau tinggal (Gambar 34).

Gambar 34. Kegiatan perikanan tangkap di Waduk Jatiluhur

Page 67: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

45

Perkembangan jumlah nelayan dari tahun 2005-2015 juga

mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2005- 2009 jumlah nelayan di

Waduk Jatiluhur mencapai 8.461 RTP, namun sejak tahun 2010-2015

jumlah nelayan dari tahun ke tahun mengalami penurunan sekitar

4.020 RTP (50%). Hal ini disebabkan semakin sulitnya tangkapan ikan

yang ekonomis, seperti ikan nila, mas dan patin. Jenis-jenis ikan yang

tertangkap didominasi oleh ikan non ekonomis dengan harga jual

yang rendah, seperti ikan oskar dan golsom, sehingga nelayan enggan

untuk melakukan penangkapan secara rutin (Gambar 35).

Gambar 35. Perkembangan jumlah nelayan

C. Perikanan Budidaya

Di Waduk Jatiluhur kegiatan budidaya ikan di dalam Karamba

Jaring Apung (KJA) tidak diprioritaskan sebagai program pemukiman

kembali bagi penduduk yang lahannya tergenang air. Usaha budidaya

ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur berkembang mulai tahun 1988.

Dalam perkembangannya, kegiatan ini telah tumbuh sebagai kegiatan

bisnis yang menguntungkan dan menarik banyak kalangan untuk

terlibat. Selama kurun waktu 1991-1995, jumlah unit KJA berkembang

dengan cepat sekali dengan laju rata-rata 27,65% per tahun. KJA yang

digunakan berukuran 7x7x3 meter (Gambar 36). Jenis ikan yang

dibudidayakan adalah ikan mas, nila dan patin. Produksi ikan dari

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

Jum

lah

ne

lay

an

(R

TP

)

Tahun

Page 68: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

46

kegiatan budidaya dari tahun 2004-2007 mengalami kenaikan yang

signifikan yaitu dari 7.048,36 ton menjadi 33.314 ton.

Gambar 36. Kegiatan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur

Pembudidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur termasuk usaha

skala kecil. Setiap pembudidaya ikan dalam KJA minimal memiliki 1

unit budidaya yang terdiri dari 4-6 petak KJA. Pemilik modal besar

umumnya dari luar daerah dan cenderung memiliki jumlah petak KJA

sampai 600 petak, sedangkan pemilik modal kecil umumnya

masyarakat lokal cenderung memiliki jumlah KJA yang sedikit.

Manfaat yang bisa dipetik dari kegiatan budidaya ikan dalam KJA

ini adalah memberikan kontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.

Banyak tenaga kerja yang bergantung pada budidaya ikan antara lain

tenaga kerja yang berkaitan dengan kegiatan budidaya secara

langsung, penyediaan pakan ikan serta kegiatan pasca panen.

Penyerapan tenaga kerja yang langsung berkaitan dengan proses

budidaya sangat besar, dengan asumsi seorang tenaga kerja mampu

menangani 4 – 8 petak KJA sehingga dapat diperkirakan jumlah tenaga

Page 69: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

47

kerja yang terserap untuk kegiatan ini saja.

Perkembangan jumlah KJA dari tahun ke tahun mengalami

fluktuasi (Gambar 37). Selama kurun waktu tahun 2005–2012

produksi ikan hasil budidaya KJA terus mengalami peningkatan,

namun pada periode tahun 2013–2015, produksinya mengalami

penurunan. Hal ini disebabkan sering terjadi kematian massal ikan di

KJA sehingga banyak pembudidaya ikan yang gulung tikar (Gambar

38). Kematian ikan secara massal ini diduga karena beberapa hal

sebagai berikut:

1. Penurunan kualitas air yang menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan ikan budidaya

2. Wabah penyakit ikan (Koi Herves Virus/KHV) yang menyebabkan

terjadinya pelambatan pertumbuhan dan kematian ikan

3. Umbalan yang mengangkat massa air bagian bawah dengan

kandungan oksigen yang rendah dan bahan beracun sehingga

menyebabkan kematian ikan secara massal.

Akibat dari faktor-faktor tersebut telah berdampak terhadap

penurunan produktivitas budidaya (Gambar 39).

Gambar 37. Perkembangan jumlah pembudidaya KJA dan produksi ikan

Page 70: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

48

Gambar 38. Kematian massal ikan di KJA pada tahun 2010

Gambar 39. Produktivitas budidaya ikan dalam KJA

D. Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Nelayan

Dinamika Sosial Ekonomi

Salah satu hal yang sering terabaikan dari pembangunan sebuah

waduk adalah fungsi sosial ekonominya. Meskipun dalam

pembangunannya, waduk ditujukan untuk menjaga ketersediaan

suplai air bagi kepentingan PLTA, irigasi dan ketersediaan air minum,

namun beragam potensi lain seperti perikanan dan wisata menjadi

dua sektor penting dalam mempengaruhi sistem sosial masyarakat di

sepanjang pesisir waduk khususnya tipologi mata pencaharian.

Perkembangan perikanan tangkap dan budidaya ikan dalam KJA

Pro

du

ks

i ik

an

(k

g/p

eta

k)

Page 71: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

49

berkontribusi positif dalam menyumbang produksi ikan dan lapangan

kerja.

Pada tahun 2010 jumlah masyarakat nelayan mencapai 2.445 RTP

yang umumnya tersebar di desa desa nelayan. Di wilayah pesisir

Waduk Jatiluhur, masyarakat nelayan tersebar di 3 wilayah dengan

jumlah nelayan mencapai 871 RTP, yakni (1) Ubrug-Cibinong, (2)

Serpis, (3) Galumpit, sedang sisanya sebanyak ± 1.574 RTP tersebar di

seluruh pesisir waduk.

Gambaran perubahan sistem sosial dengan adanya pembangunan

waduk tercermin pada tipologi mata pencaharian masyarakat yang

melakukan usaha penangkapan ikan di Waduk Jatiluhur. Contoh

perubahan mata pencaharian utama dari petani (>90%) menjadi

nelayan yang terjadi pada masyarakat di Desa Panyindangan. Setelah

menjadi nelayan, mata pencaharian sampingannya adalah bertani,

buruh tani, pengrajin perahu/bengkel, pembudidaya ikan dan buruh

bangunan. Persentase setiap jenis mata pencaharian yaitu, nelayan

(47 %), nelayan-bertani (20%), nelayan-buruh tani (13%), nelayan-

pengrajin perahu/bengkel (10%), nelayan-pembudidaya ikan (7%)

dan nelayan-buruh bangunan (3%) (Tabel 4).

Tabel 4. Proporsi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian di desa sampel (Desa Panyindangan) Waduk Jatiluhur tahun 2010

Jenis Pekerjaan Persentase

Nelayan 47 Nelayan + Bertani 20 Nelayan + Buruh Tani 13 Nelayan + Bengkel/Pengrajin Perahu 10 Nelayan + Budidaya Ikan 7 Nelayan + Buruh Bangunan 3

Jumlah 100 Sumber : Data Primer diolah, 2010 (BBRSEKP, 2010)

Pekerjaan sampingan yang dilakukan merupakan strategi agar

masyarakat tetap memenuhi kebutuhan hidupnya pada saat hasil

tangkapan rendah yang umumnya terjadi pada musim hujan (musim

paceklik). Pilihan masyarakat menjadi nelayan sebagai mata

pencaharian utama, membuat kehidupan mereka sangat tergantung

kepada keberadaan sumber daya ikan di Waduk Jatiluhur.

Perkembangan jumlah pembudidaya dan jumlah unit KJA yang

Page 72: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

50

dioperasikan terus meningkat setiap tahunnya. Dalam periode tahun

2005-2012 jumlah RTP pembudidaya meningkat dari 1.227 RTP

sampai 2.135 RTP, jumlah KJA yang beroperasi meningkat dari 5.141

petak sampai 21.579 petak dan produksi ikan budidaya meningkat

dari 28.424 ton/th menjadi 82.571 ton/th atau setara dengan Rp

1.651,42 milyar. Perkembangan sektor ini telah memberikan

kontribusi signifikan bagi peningkatan produksi perikanan budidaya

perairan umum. Di sisi lain, adanya penurunan kualitas lingkungan

perairan menyebabkan ketidakpastian keberhasilan usaha budidaya,

dimana aktifitas ini baru dapat memberikan keuntungan usaha hanya

jika diupayakan dalam besaran unit usaha tertentu (minimal 20

petak/RTP). Kondisi ini memberikan dampak sosial pergeseran

pemegang hak pengusahaan, yang sedianya dimiliki oleh masyarakat

yang terkena dampak penggenangan namun saat ini sebagian

pengusahaan budidaya KJA justru dikuasai oleh pemodal besar dari

luar daerah.

Gambar 40. Sketsa pentingnya kelompok nelayan dalam pengelolaan sumber

daya perikanan

Page 73: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

51

Kelembagaan dan Tata Aturan Masyarakat Perikanan

Kelembagaan masyarakat merupakan penggambaran kesiapan

kelompok pemanfaat sumber daya lokal untuk berpartisipasi dalam

upaya pengelolaan sumberdaya (Gambar 40). Pengetahuan tentang

keberadaan kelembagaan lokal di perairan Waduk Jatiluhur bertujuan

untuk melihat besar atau tidaknya potensi kelembagaan yang ada di

masyarakat yang dapat mendukung kegiatan pengelolaan perikanan.

Pengetahuan ini meliputi bentuk, peran dan fungsi, kelengkapan, serta

perkembangan kelembagaan. Beberapa kelembagaan yang ada,

berikut peran dan fungsi antara lain:

(1) Lembaga otorita pengelola

Satu satunya lembaga yang memiliki hak otoritas pengelolaan

Waduk Jatiluhur saat ini adalah Perum Jasa Tirta (PJT) II. Di sektor

perikanan, peran dan fungsi PJT II adalah sebagai lembaga yang

mengeluarkan ijin pemanfaatan lahan perairan, penetapan lokasi

usaha perikanan dengan jaring sedangkan untuk ijin usaha perikanan

dikeluarkan oleh Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten

Purwakarta.

(2) Lembaga pemanfaat perikanan (nelayan dan pembudidaya)

Lembaga pemanfaatan perikanan tangkap lebih dikenal sebagai

kelompok nelayan. Dari seluruh jumlah RTP nelayan, sebanyak

81,51% telah bergabung dalam kelompok-kelompok nelayan. Tiga

kelompok besar berdasarkan kawasan sentra nelayan:

1. Kelompok Mandiri Jaya - Cibinong, merupakan gabungan antara

nelayan dan pembudidaya dengan jumlah anggota 60 orang

dibawah binaan Dinas Peternakan dan Perikanan Kab.

Purwakarta

2. Kelompok nelayan Himpujat - Galumpit (600 orang). Himpujat

(Himpunan Nelayan Perairan Jatiluhur) merupakan gabungan

kelompok nelayan penangkap ikan yang berada dibawah naungan

bandar/penampung ikan. Masing-masing bandar/penampung

ikan beranggotakan 12 – 28 orang nelayan dan dibina oleh Dinas

Peternakan dan Perikanan Kab. Purwakarta

3. Kelompok Matahari-Jatimekar, merupakan kelompok nelayan

dengan jumlah anggota 50 orang dibawah binaan PJT II.

4. Kelompok Paguyuban Pembudidaya Ikan (PPI). Kelompok PPI

dibentuk untuk mengakomodir dan menampung aspirasi para

Page 74: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

52

pembudidaya ikan di KJA yang berkantor di Desa Cibinong, Kec.

Jatiluhur, Kab. Purwakarta.

Seluruh kelompok nelayan sudah memiliki struktur organisasi,

pengurus yang dipilih secara demokratis/musyawarah mufakat, daftar

anggota, kartu identitas nelayan, melaksanakan rapat anggota secara

periodik, iuran anggota, menjalankan sistem nilai, memiliki AD/ART,

melaksanakan aktifitas pengelolaan sumberdaya.

(3) Lembaga penyedia sarana penangkapan dan produksi

budidaya

Ketersediaan dan jumlah penyedia sarana produksi sangat

memadai dan mudah dijangkau berupa toko dan kios saprodi.

Kelembagaan input penyedia perahu berada di Desa Panyindangan

Kecamatan Sukatani, sedangkan kelembagaan input mesin berada di

Kota Purwakarta dan kota lainnya seperti Bandung, Jakarta, Cikampek

dan Karawang.

(4) Lembaga keuangan/pemodalan

Kelembagaan permodalan di sektor perikanan tangkap bersifat

informal seperti juragan dan pengumpul sedangkan di sektor

perikanan budidaya lebih mengandalkan lembaga permodalan formal

seperti perbankan dan BUMN.

(5) Lembaga pemasaran

Lembaga pemasaran di sektor perikanan tangkap umumnya

berbasis kepada juragan (bandar), pedagang pengumpul (pedagang

keliling) maupun konsumen langsung (Gambar 41). Kelembagaan

pemasaran hasil secara khusus tidak ada, tetapi masyarakat sudah

memiliki ikatan bisnis dengan para bandar maupun pedagang

pengumpul. Bentuk produk yang dijual adalah ikan hidup dengan

pembayaran secara tunai sedangkan pada perikanan budidaya

menggunakan sistem mitra.

Gambar 41. Alur pemasaran hasil tangkapan nelayan di Waduk Jatiluhur

(6) Lembaga pemanfaat lain/agen perubahan

Lembaga pemanfaaat lain meliputi komunitas masyarakat

Page 75: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

53

pariwisata, industri dan transportasi, serta lembaga yang berperan

sebagai agen perubahan seperti Masyarakat Cinta Citarum

(LSM/NGO), Kelompok pelestarian lingkungan “Matahari” dan

“Berkah Jaya”, penelitian/akademisi dan penyuluh.

(7) Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas)

Lembaga pengawasan meliputi Pokmaswas, Penyidik Pegawai

Negeri Sipil (PPNS), Kepolisian Sektor dan Resort. Lembaga

Pokmaswas di Waduk Jatiluhur diantaranya adalah Pokmaswas

Mandiri Jaya, Nila Jaya, dan PSP Himpujat. Pokmaswas di Waduk

Jatiluhur memainkan peran dalam pengawasan dalam bentuk

pemantauan rutin terhadap aktifitas perikanan baik tangkap maupun

budidaya. Selain pengawasan, lembaga ini juga memainkan peran

dalam upaya pelestarian, diantaranya penertiban aktifitas wisata

pancing, dan kegiatan bersih waduk.

Page 76: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

54

Page 77: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

55

BAB V ANCAMAN KELESTARIAN

A. Sumber Cemaran

Sumber cemaran waduk ada dua, yaitu sumber cemaran yang

berasal dari luar atau eksternal dan dari dalam atau internal. Sumber

cemaran eksternal yang masuk ke Waduk Jatiluhur adalah massa air

dari Waduk Cirata dan sungai-sungai di sekitar waduk (Gambar 42).

Adapun sumber cemaran internal berasal dari aktivitas di dalam

lingkungan waduk itu sendiri.

Gambar 42. Pencemaran di aliran Sungai Citarum yang masuk ke Waduk Jatiluhur

Kegiatan budidaya ikan intensif di KJA menggunakan pakan

berprotein tinggi (> 20%). Sisa pakan yang terbuang dapat

mempengaruhi kualitas air, merangsang pertumbuhan fitoplankton

dan meningkatkan produktivitas primer. Kegiatan budidaya ikan

dalam KJA menghasilkan nutrien yang berasal dari kotoran ikan

budidaya, pakan ikan dan aktivitas penunggu KJA.

Beberapa dampak yang ditimbulkan dari budidaya ikan melalui

sistem KJA yang tidak terkontrol antara lain:

Page 78: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

56

1. Penurunan kualitas air. Limbah dari kegiatan KJA yang berasal

pakan yang tidak tercerna, feses, urin dan limbah penunggu KJA

yang dilepaskan secara langsung ke lingkungan perairan dapat

menimbulkan permasalahan lingkungan seperti seperti

penurunan oksigen terlarut, peningkatan bahan organik,

amoniak, nitrit dan sulfida, peningkatan unsur hara perairan

terutama nitrogen (N) dan fosfor (P) serta peningkatan

kekeruhan.

2. Peningkatan beban limbah fosfor total ke perairan. Pakan yang

digunakan dalam budidaya ikan dalam KJA mempunyai

kandungan fosfor total berkisar 1,38-5,18% dengan rata-rata

2,91%. Beban fosfor total yang terbuang ke lingkungan perairan

yang berasal dari biomassa ikan berkisar 1,2-1,3 ton dan

kandungan total fosfor berkisar 118,2-157,2 kgP/ton ikan/tahun

atau dengan rata-rata 137,7 kgP/ton ikan/tahun.Hasil simulasi

beban fosfor total dari kegiatan KJA berdasarkan produksi ikan

dan nilairasio konversi pakan (RKP) 1,6 telah mencapai lebih dari

12.000 ton per tahun (Gambar 43) sehingga dapat diperkirakan

beban limbah fosfor total kegiatan budidaya saat ini yang nilai

RKP telah lebih dari 1,6.Beban limbah yang berasal dari suatu

aktivitas budidaya sangat dipengaruhi oleh produksi, waktu

retensi, kedalaman dan rasio konversi pakan yang digunakan.

Gambar 43. Beban limbah fosfor total dari budidaya KJA ke perairan Waduk Jatiluhur pada RKP 1,3 dan 1,6

3. Sisa pakan yang tidak tercerna dan terbuang di perairan akan

mengendap di dasar perairan. Ketebalan endapan di Waduk

Page 79: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

57

Jatiluhur pada lokasi budidaya 10 cm lebih tebal dibandingan

lokasi tanpa kegiatan budidaya ikan. Laju sedimentasi pada lokasi

KJA berkisar 35,04 – 155,84 cm3/m2/hari; sementara pada lokasi

bebas KJA berkisar 3,28 – 47,19 cm3/m2/hari. Sedimen dasar

lokasi KJA merupakan sumber bahan organik.

B. Penurunan Daya Dukung Perairan

Daya dukung (carrying capacity) suatu badan air adalah

kemampuan suatu badan air dalam mendukung kehidupan biomassa

ikan pada kegiatan budidaya ikan secara berkelanjutan. Ikan yang

banyak dibudidayakan di Waduk Jatiluhur adalah ikan mas (Cyprinus

carpio) dan nila (Oreochromis niloticus).

Sejak tahun 1988, jumlah KJA yang beroperasi di Waduk Jatiluhur

meningkat dengan pesat dari 15 petak menjadi 2100 petak pada tahun

1995 dengan produksi 2.070 ton dan daya dukungnya sekitar 2.672

ton.

Surat Keputusan Bupati Kab. Purwakarta No. 06 Tahun 2000

Tentang Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan Perikanan, yang

menyebutkan bahwa jumlah KJA optimal sebanyak 2100 petak. Data

PJT II 2012 menyebutkan jumlah KJA sebesar 21.579 petak sedangkan

daya dukung perairan Waduk Jatiluhur sebesar 5.676 ton atau setara

dengan 2.364 petak KJA. Pada tahun 2015, jumlah KJA yang beroperasi

18.038 petak. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah KJA yang beroperasi

di Waduk Jatiluhur telah melebihi daya dukung perairan. Kelebihan

unit KJA ini akan berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ikan,

produksi ikan per unit KJA dan lama periode pemeliharaan ikan.

C. Penyuburan Perairan (Eutrofikasi)

Eutrofikasi secara sederhana diartikan sebagai indikasi terjadinya

pengkayaan nutrien di perairan. Ditandai dengan blooming atau

ledakan jumlah fitoplankton dan tumbuhan air. Pada tahun 2016,

nutrien PO4 cenderung tinggi dengan rata-rata 0,16/L. Bentuk PO4

merupakan bentuk fosfor yang langsung dapat dimanfaatkan oleh

tumbuhan air dan fitoplankton. Tingginya fosfor di perairan dapat

memacu terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan tumbuhan air.

Apabila terjadi blooming fitoplankton dapat menyebabkan terjadinya

deplesi (penurunan) kandungan oksigen di lapisan dalam karena

Page 80: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

58

penetrasi cahaya matahari tidak mampu menembus hingga lapisan

dalam akibatnya terjadi penurunan produksi oksigen.

Celakanya, di Waduk Jatiluhur sering terjadi blooming

fitoplankton kelas Cyanophyceae yaitu Microcystis sp (Gambar 44).

Fitoplankton jenis ini merupakan fitoplankton yang tidak disukai ikan

karena sulit dicerna dan mengandung racun Microcystin. Microcystis

sp mempunyai maximum growth rate sebesar 0,24 dan cenderung

selalu terapung di permukaan dan dapat hidup dorman di danau

walau tanpa cahaya dan oksigen.

Tumbuhan air yang populasinya paling tinggi adalah eceng

gondok (Eicchornia crassipess). Apabila dibiarkan tanpa penanganan

yang tepat, dapat menjadi gulma air yang merugikan. Tumbuhan air

yang populasinya terkendali sesungguhnya bermanfaat sebagai

tempat menempel telur ikan, tempat berlindung dari predator, tempat

mencari makan dan tempat pengasuhan. Namun jika telah

berkembang sebagai gulma air maka eceng gondok merupakan

ancaman bagi kelestarian waduk dan danau karena dapat

menyebabkan meningkatnya pendangkalan, peningkatan bahan

organik, peningkatan evapotranspirasi serta menyebabkan deplesi

oksigen di lapisan dalam.

Page 81: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

59

Gam

ba

r 4

4. H

amp

aran

Mic

rocy

stis

sp

di p

erai

ran

Wad

uk

Jati

luh

ur

Page 82: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

60

Tabel 5. Perubahan status kesuburan perairan Waduk Jatiluhur periode tahun 1974-2015

Thn Status Unit Produksi ikan (ton)

Produksi per unit

KJA (ton)

Keterangan

1974 Oligotrofik - -

Uji coba KJA

1981 Oligotrofik

Sebelum ada Waduk Saguling dan Cirata

1988 Mesotrofik 15 54.9 3,66 Penggenangan Waduk Cirata

1991 Oligotrofik – mesotrofik

502 1973 3,93

Periode awal kegiatan budidaya ikan dalam KJA di Waduk Jatiluhur

1992 t.a 546 2679 4,9 Produksi per unit KJA tertinggi

1996 t.a 2100 1003 0,48 Kematian ikan 1560 ton

1999 Eutrofik t.a 2604

Kematian ikan 900 ton

2003

2882 6.079,5 2,11

2004

4976 7.048,36 1,49

2006

Hipereutrofik

16.200 33.448,82 2,06

2007 17.000 t.a t.a

2008 20.000 t.a t.a 2009 19.279 t.a t.a 2010 t.a t.a 2011 19.630 t.a t.a 2012 21.579 82.571 3,8 2013 29.280 29.254 0,9 2014 22.539 36.065 1,6 2015 18.038 29.293 1,6

Ket.; t.a = Tidak ada data

D. Jenis Ikan Introduksi

Sejak awal penggenangan hingga sekarang, banyak kegiatan

introduksi ikan yang disengaja dilakukan untuk meningkatkan

produksi perikanan. Kegiatan ini bermanfaat secara ekonomi dan juga

sebagai upaya optimalisasi relung secara ekologi. Introduksi yang

Page 83: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

61

memberikan manfaat baik tersebut misalnya introduksi ikan bandeng

(Chanos chanos) yang terbukti sukses (Gambar 45).

Gambar 45. Ikan bandeng (Chanos chanos) salah satu ikan introduksi yang bermanfaat bagi lingkungan perairan dan masyarakat nelayan di Waduk

Jatiluhur

Seiring waktu, selain introduksi yang disengaja seperti ikan mas

(Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus), patin (Pangasionodon

hypophthalmus), ternyata terjadi pula introduksi yang tidak disengaja,

seperti oskar (Amphilophus citrinellus), golsom (Hemichromis

elongatus) dan marinir (Parachromis magauensis), sehingga dalam

waktu yang relatif singkat, bermunculan ikan-ikan yang berasal dari

introduksi yang tidak disengaja tersebut masuk ke badan perairan

Waduk Jatiluhur.

Ironisnya, ikan-ikan ini justru lebih mampu bertahan hidup

bahkan mendominasi komunitas ikan yang ada di sana. Dari waktu ke

waktu, populasinya terus meningkat dan dikhawatirkan menginvasi

komunitas ikan yang ada. Buktinya perhatikan data berikut ini. Hasil

percobaan penangkapan di Waduk Jatiluhur pada tahun 2009

diperoleh sebanyak 16 jenis dengan total kelimpahan relatif

berjumlah 1.673 ekor dan total biomassa sebesar 77,29 kg, sedangkan

pada tahun 2010 diperoleh sebanyak 18 jenis dengan total

kelimpahan relatif berjumlah 1.081 ekor dan total biomassa sebesar

63,48 kg (Tabel 6). Pada tahun 2009, hasil tangkapan terbanyak

adalah ikan golsom dengan kelimpahan relatif sebanyak 1.069 ekor

dan biomassa sebesar 31,24 kg. Berbeda dengan tahun sebelumnya,

pada tahun 2010, justru ikan oskar yang menjadi tangkapan tertinggi

dengan kelimpahan relatif sebanyak 307 ekor dan biomassa sebesar

15,14 kg. Kedua ikan tersebut berasal dari introduksi yang tidak

disengaja dan populasinya meningkat signifikan pada tahun 2009-

Page 84: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

62

2010 (Gambar 45). Jadilah pendatang baru ini sebagai ikan asing

invasif (invasive alien fish species).

Ikan oskar (Amphilophus citrinellus)

Ikan golsom (Hemichromis elongatus)

Gambar 46. Ikan introduksi yang dominan di Waduk Jatiluhur

5 cm

5 cm

Page 85: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

63

Tabel 6. Komposisi hasil tangkapan ikan di Waduk Jatiluhur tahun 2009-2010

No Jenis Nama Latin 2009 2010

N B N B

1 Bandeng Chanos chanos 52 8.477 269 22.122 2 Betok Anabas testudineus - - 1 36

3 Betutu Oxyeleotris marmorata

2 179 4 522

4 Beunteur Puntius binotatus 7 132 8 128

5 Golsom Hemichromis elongatus

1.069 31.243 303 8.200

6 Hampal Hampala macrolepidota

24 1.882 12 1.265

7 Kaca Parambassis siamensis

33 48 6 16

8 Kapiat Cyclocheilichthys apogon

65 2.007 90 1.770

9 Kebogerang Mystus nigriceps 37 1.865 13 594 10 Lalawak Puntius bramoides 5 507 20 1.141 11 Lempuk Ompok bimaculatus 2 215 1 50

12 Marinir Parachromis managuensis

1 138 - -

13 Mas Cyprinus carpio 2 342 6 490

14 Nila Oreochromis niloticus

32 6.423 26 5.104

15 Nilem Osteochilus vittatus - - 1 49

16 Oskar Amphilophus citrinellus

324 18.846 307 15.143

17 Patin Pangasianodon hypophthalmus

17 4.887 12 6.319

18 Sapu-sapu Hypostomus plecostomus

- - 1 386

19 Tagih Hemibagrus nemurus

1 98 - -

20 Tawes Barbonymus gonionotus

- - 1 143

Total 1.673 77.289 1.081 63.478

Ket: N = kelimpahan (ekor); B = biomassa (gram)

Page 86: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

64

Page 87: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

65

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN

A. Badan Pengelola Terpadu Waduk Jatiluhur

Dewasa ini, otorita yang menangani dan mengelola seluruh

kegiatan yang berlangsung di waduk belum tersedia. Badan otorita

yang sudah ada hanya menangani masing-masing kegiatan dan kurang

terkoordinasi dengan baik sehingga sering kegiatan satu pemanfaat

berdampak negatif terhadap pemanfaat lainnya. Oleh karena itu, perlu

dibentuk Badan Pengelola Terpadu yang berfungsi dan bertanggung

jawab terhadap pengelolaan waduk dan daerah tangkapan airnya.

Badan Pengelola Terpadu terdiri dari unsur-unsur pemanfaat

waduk dan daerah sekitarnya, yaitu Perum Jasa Tirta II; Pemerintah

Daerah Kabupaten Purwakarta cq Dinas Peternakan dan Perikanan;

Instansi Penelitian Perikanan (BP2KSI); Perguruan Tinggi; Lembaga

Ilmu Pengetahuan Indonesia; Lembaga Swadaya Masyarakat dan

Pemangku Kepentingan lainnya. Sebagai “Leading Sector” dari Badan

Pengelola Terpadu adalah PJT II.

B. Dasar Hukum Pengelolaan Perikanan Di Waduk Jatiluhur

Legalitas pengelolaan perikanan di Waduk Jatiluhur didasarkan

kepada sejumlah peraturan perundang-undangan yaitu:

1. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan

2. Peraturan pemerintah No 37 Tahun 2011 tentang Bendungan

3. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.

02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan Yang Baik

4. Peraturan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya No. 65/PER-

DJPB/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Sertifikasi CBIB.

5. SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 Tahun 2000 Tentang Peruntukan

Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-anak

Sungainya di Jawa Barat

6. Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 6 Tahun 2010

tentang Retribusi Ijin Usaha Perikanan

7. Kep. Bupati Kab. Purwakarta No. 06 Tahun 2000 Tentang

Page 88: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

66

Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan Perikanan, yang

menyebutkan bahwa jumlah KJA optimal sebanyak 2100 petak.

8. Kep. Bupati Kab. Purwakarta No. 532.32/Kep.234-Diskan/2000

Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemanfaatan Waduk untuk

Kegiatan Perikanan

9. Kep. Direksi Perum Otorita Jatiluhur No. 1/289/KPTS/1992

Tentang Tatacara dan Persyaratan Pemanfaatan Waduk untuk

Usaha Perikanan dengan Jaring di Daerah Kerja Divisi Waduk POJ

10. Kep. Direksi Perum Otorita Jatiluhur No. 1/290/KPTS/1992

Tentang Tarif Pemanfaatan Waduk Jatiluhur untuk Usaha

Perikanan dengan Jaring

C. Tata Kelola Perikanan di Waduk Jatiluhur

Waduk Jatiluhur merupakan waduk serbaguna yang

dimanfaatkan oleh berbagai aktivitas. Aktivitas perikanan (tangkap

dan budidaya) adalah salah satu pemanfaat di antara pemanfaat

lainnya. Oleh karena itu, pengelolaan perikanan merupakan bagian

yang tidak bisa dipisahkan dari pengelolaan terpadu di antara

pemanfaat perairan waduk (Gambar 46).

Page 89: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

67

Gam

bar

47

. Sk

etsa

pen

gelo

laan

per

aira

n s

ecar

a b

ersa

ma

(co-

ma

na

gem

ent)

Sum

ber

: AC

IAR

, 20

12

Page 90: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

68

Kegiatan perikanan tangkap perlu dikelola dengan cara

pemanfaatan sumber daya ikan liar secara seimbang antara

peremajaan ikan dan besarnya stok ikan yang dieksploitasi. Perikanan

budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) perlu dikelola

berdasarkan besarnya daya dukung waduk, yaitu besarnya biomassa

ikan yang dapat diproduksi dengan tanpa mengubah tingkat trofik

waduk. Kelebihan biomassa ikan yang diproduksi akan meningkatkan

beban cemaran yang berupa sisa pakan yang tidak termakan dan

kotoran ikan. Dampak dari kelebihan beban cemaran ini akan

meningkatkan kesuburan perairan terutama dari unsur N dan P; dan

bahan-bahan beracun seperti H2S, amonia dan methan sebagai hasil

dekomposisi dari sisa pakan dan kotoran ikan. Berdasarkan hal-hal

tersebut, rejim pengelolaan perikanan yang perlu dikembangkan

adalah pengelolaan perikanan tangkap berbasis ekosistem (Ecosystem

Approach to Fisheries Management/EAFM) dan pengelolaan perikanan

budidaya berbasis ekosistem (Ecosystem Approach to

Aquaculture/EAA) (Gambar 47).

Page 91: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

69

Gam

ba

r 4

8. A

lur

pen

gelo

laan

su

mb

er d

aya

ikan

di p

erai

ran

um

um

(w

adu

k)

Page 92: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

70

Page 93: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

71

BAB VII REKOMENDASI

Berdasarkan berbagai kajian hasil penelitian Balai Pemulihan Dan

Konservasi Sumberdaya Ikan (BP2KSI) terhadap perkembangan usaha

budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) dan perikanan

tangkap memperlihatkan kondisi perairan waduk Jatiluhur sudah

mengalami penurunan sumber daya ikan dan kualitas lingkungan.

Tinjauan dari berbagai sumber dan pengamatan peristiwa kematian

ikan secara massal pada budidaya ikan di KJA pada musim peralihan,

blooming Microsystis sp, hilangnya jenis-jenis ikan lokal, dan

perkembangan jenis ikan invasif serta gulma eceng gondok, maka

direkomendasikan beberapa opsi tata pengelolaan perikanan waduk

yang berkelanjutan yaitu:

1. Tata Ruang Perikanan

Saat ini pengelolaan kawasan perairan secara berkelanjutan telah

menjadi tuntutan dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai

harmonisasi atas kebutuhan ekonomi masyarakat dan keinginan

untuk terus melestarikan sumberdaya ikan yang ada bagi masa depan.

Untuk itu diperlukan penataan ruang perairan sesuai dengan

peruntukkannya tanpa mengganggu fungsi utama dari pembangunan

Waduk Jatiluhur (Lampiran 1). Zona kawasan budidaya diutamakan

pada bagian perairan yang memiliki kedalaman minimal 5 m dan

memiliki tingkat aksesibilitas cukup memadai.

2. Rasionalisasi Biomassa Ikan di KJA

Pada saat ini biomassa ikan yang diproduksi dari kegiatan

budidaya ikan dalam KJA telah melebihi daya dukung perairan. Untuk

keberlanjutan usaha budidaya ikan, biomassa ikan yang diproduksi

tidak boleh lebih atau maksimum sama dengan daya dukungnya yakni

sebesar 5.676 ton per tahun atau setara dengan 2.364 petak

berukuran 7 x7 x 3 m. Saat ini jumlah KJA sudah mencapai 18.038

petak (Lampiran 2), dengan demikian sudah melebihi daya dukung.

Unit KJA harus ditempatkan sesuai dengan zonasi yang telah

Page 94: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

72

ditetapkan dan tidak boleh mengganggu fungsi utama waduk.

Kepemilikan KJA juga perlu ditata kembali sehingga setiap

pembudidaya minimal dapat mengelola sejumlah unit KJA yang

ekonomis (20 petak/RTP) dan tidak ada lagi perbedaan yang

mencolok antara pemilik yang satu dengan lainnya. Kepemilikan KJA

harus di prioritaskan bagi masyarakat penduduk asli sekitar waduk

dan diutamakan adalah masyarakat yang terkena dampak

pembangunan waduk.

Alternatif lain yang dapat dilakukan oleh masyarakat sekitar yang

melakukan kegiatan budidaya KJA adalah KJA wisata (aquaculture

tourism) dengan menggunakan jenis ikan hias yang dibudidayakan

tanpa pakan buatan atau hanya memanfaatkan pakan alami.

3. Penebaran Ikan

Tujuan penebaran ikan adalah untuk meningkatkan hasil

tangkapan ikan dan menanggulangi kelimpahan plankton yang tinggi.

Jenis ikan yang ditebar merupakan jenis ikan pemakan plankton yaitu

nila, mola, sepat tambakan, tawes dan nilem yang pernah di tebar di

tahun 2005 namun ternyata kurang berhasil bila dievaluasi dari hasil

tangkapannya yang diduga karena ukuran benih yang ditebar terlalu

kecil, benih yang ditebar tidak diadaptasikan terlebih dahulu dan

langsung ditebar.

Sesuai aliran energi biomassa, penebaran ikan bandeng untuk

meningkatkan peningkatan optimasi pemanfaatan plankton di zona

limnetik dapat dilakukan penebaran ikan pemakan plankton 4,118

juta ekor pada tahun pertama dan 1,235 juta ekor pada tahun

berikutnya. Berdasarkan atas hasil penelitian tersebut, ditindaklanjuti

oleh pemerintah dengan melakukan penebaran ikan bandeng pada

tahun 2008 dengan jumlah total benih 2,116 juta ekor dan hingga

tahun 2010 mencapai 6,9 juta ekor dengan ukuran panjang total 2,8-

8,5 cm atau bobot 0,1-5,1 g. Pemilihan ikan bandeng sebagai ikan

tebaran di Waduk Jatiluhur dengan alasan bahwa ikan bandeng

merupakan jenis ikan planktivora, bersifat pelagis sehingga berperan

dalam memanfaatkan kelimpahan fitoplankton yang cukup tinggi serta

tidak bisa berkembang biak di perairan waduk.

Penebaran ikan bandeng di Waduk Jatiluhur (Gambar 47)

menunjukkan tingkat keberhasilan yang cukup tinggi yang dibuktikan

Page 95: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

73

dengan mudah tertangkap kembali, mempunyai kemampuan yang

tinggi dalam pemanfaatan plankton dan laju pertumbuhan yang tinggi.

Tingginya kemampuan pemanfaatan plankton sebagai pakan alami ini

secara tidak langsung terjadi perbaikan kualitas air karena

merangsang pertumbuhan fitoplankton secara cepat dengan

memanfaatkan unsur hara yang berlimpah. Akibatnya mendorong

proses perbaikan kualitas air.

Penebaran ikan bandeng diperkirakan lebih baik dibandingkan

ikan mola, nila dan lainnya karena: (1) ikan bandeng pemakan

fitoplankton dan detritus, (2) benihnya relatif murah, mudah didapat

dan tersedia dalam jumlah banyak, (3) pertumbuhan relatif cepat, (4)

hidup mengisi zona limnetik, (5) tidak bereproduksi di perairan

waduk sehingga tidak berdampak negatif terhadap ikan asli, (6) harga

ikan bandeng ukuran konsumsi lebih ekonomis dibanding ikan nila

atau mola, (7) ikan bandeng lebih disukai masyarakat dibanding ikan

mola.

Gambar 49. Penebaran ikan bandeng di Waduk Jatiluhur

Page 96: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

74

4. Sistem Peringatan Dini Kematian Ikan

Sistem peringatan dini terhadap kejadian umbalan ini sangat

penting untuk mencegah terjadinya kerugian akibat kematian ikan

secara massal. Para pembudidaya secara kasar sudah mulai

memahami dan membaca keadaan lingkungan yang dapat

menyebabkan terjadinya umbalan. Biasanya pembudidaya akan

memperhatikan cuaca dan warna air. Apabila cuaca mendung dan

hujan tiga hari berturut-turut tanpa ada cahaya matahari yang diikuti

denga warna air seperti air teh maka pembudidaya akan bersiap-siap

menyelamatkan ikan dalam KJA ke kolam darat untuk menghindari

kejadian umbalan. Namun hal ini kadang sulit diprediksi dan kejadian

umbalan dapat saja terjadi secara tiba-tiba sebelum pembudidaya

menyelamatkan ikan KJA.

Untuk mengantisipasi hal tersebut maka Pusat Penelitian

Teknologi Kelautan dan Perikanan telah mengembangkan sistem

peringatan dini dengan alat yang disebut BUOY PLUTO yaitu alat

pemantauan kualitas air secara insitu dengan sistem telemetri. Sistem

telemetri adalah sistem pengukuran jarak jauh dan sistem telemetri

Buoy Pluto menggunakan teknologi komunikasi seluler GSM (Global

System for mobile Communication) dengan memanfaatkan jaringan

Telkomsel dan memakai server awan (cloud server) di Telkomsel.

Paket data pengukuran di Buoy Pluto dikirim menggunakan skema

GPRS (General Packet Radio Service) melalui jaringan GSM Telkomsel

setiap satu jam dan dapat diakses dari telemetri.id.

Pemasangan BUOY PLUTO di Waduk Jatiluhur dilakukan di dekat

lokasi KJA untuk mendeteksi parameter kunci kualitas air yaitu

oksigen terlarut, suhu dan kekeruhan perairan. Pemasangan sensor

BUOY PLUTO secara vertikal pada kedalaman 1, 3, dan 6 m (Gambar

48-50). Pada kedalaman 1 m menggambarkan kondisi permukaan

perairan yang biasanya ditandai dengan konsentrasi oksigen yang

lebih tinggi dibanding lapisan di bawahnya. Kedalaman 3 m

menggambarkan bahwa kondisi perairan bagian tengah dari KJA

untuk budidaya, yang biasanya dicirikan dengan konsentrasi oksigen

yang menurun karena dikonsumsi oleh ikan budidaya, kekeruhan

meningkat karena adanya partikel tersuspensi dari sisa pakan yang

terbuang. Kedalaman 6 m menggambarkan kedalaman di bawah KJA.

Apabila pada kedalaman 6 m mempunyai oksigen terlarut rendah dan

Page 97: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

75

suhu lebih tinggi daripada lapisan di atasnya merupakan pertanda

awal akan terjadinya umbalan.

Gambar 50. Alat pemantau kualitas perairan di Waduk Jatiluhur (BUOY PLUTO)

Page 98: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

76

Gambar 51. Pemasangan BUOY PLUTO di sekitar KJA

Gambar 52. Hasil pemantauan kualitas air dari BUOY PLUTO

Page 99: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

77

5. Modifikasi KJA Ramah Lingkungan

Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu adanya suatu

modifikasi Karamba Jaring Apung (KJA) yang ramah lingkungan.

Sistem Manajemen Air dengan Resirkulasi dan Tanaman (SMART) KJA

adalah salah model KJA ramah lingkungan yang mengintegrasikan

sistem Karamba Jaring Apung dengan resirkulasi dan aquaponik

(Gambar 51). Tujuan dari modifikasi ini adalah untuk memanfaatkan

sisa pakan dan feses ikan sebagai pupuk atau nutrien bagi tanaman.

Gambar 53. Gambaran umum SMART KJA

Konstruksi sistem Smart KJA dengan menggunakan bahan yang

mampu menampung sisa pakan sehingga tidak mengendap di perairan

dan tidak menyebabkan pencemaran perairan (Gambar 52). Prinsip

kerja dari SMART KJA ini adalah dengan menyedot sisa pakan dari

dasar KJA kemudian ditampung dan dialirkan ke tanaman aquaponik

dan berfungsi sebagai media tanam dan pupuk.

Kolam KJA Smart

Bak Penam-pung

Filtrasi Fisik

Tanaman Akuaponik

Page 100: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

78

Gambar 54. Konstruksi SMART KJA

Kelebihan sistem Smart KJA

1. Adanya perbaikan kualitas air. Kekeruhan air berkurang banyak

setelah melalui tumbuhan aquaponik dan filter fisik.

2. Jumlah sisa pakan yang dapat diangkat ke permukaan kurang

lebih sebesar 20,59 % dari pakan yang diberikan (Gambar 53).

3. Secara ekonomi, dapat memberikan nilai tambah atau

keuntungan. Salah satu contoh tanaman yang dapat

dikembangkan dengan sistem ini adalah kangkung (Gambar 54).

Kangkung mempunyai masa tanam relatif pendek yaitu sekitar 21

hari, efektif menyerap nutrien, serta dalam satu kali penanaman

dapat dipanen hingga 3 kali. Dalam satu siklus budidaya ikan

dapat dilakukan penanaman sebanyak 2 kali dan pemanenan

sekitar 6 kali.

Page 101: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

79

Gambar 55. Sisa pakan yang terangkat melalui penyedotan

Gambar 56. Tanaman kangkung dalam sistem SMART KJA

Page 102: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

80

6. Pengendalian Gulma Eceng Gondok

Pengendalian gulma air, terutama eceng godok dapat dilakukan

dengan cara fisik, kimiawi dan biologi. Dari ke tiga cara tersebut,

pengendalian yang umum dilakukan adalah dengan cara fisik dan

biologi. Pengendalian eceng gondok secara fisik dengan

mengangkatnya ke darat dilakukan di Waduk Jatiluhur. Sampai

dengan saat ini, upaya pengendalian tersebut masih belum

membuahkan hasil yang optimal karena eceng gondok tetap saja

menutupi sebagian luasan waduk. Pengendalian eceng gondok dapat

dilakukan kombinasi antara pengendalian secara fisik dan biologis.

Pengendalian tersebut dilakukan dengan cara memanen eceng

gondok, dimana daunnya digunakan sebagai pakan ikan herbivora

(misal ikan koan), batangnya (petiol) untuk kerajinan tangan (kreatif)

dan akarnya digunakan sebagai bahan baku kompos dan biogas

(Gambar 55). Pengendalian eceng gondok dengan cara tersebut dapat

diakukan di perairan dengan kepadatan eceng gondok 10 kg/m2, ikan

koan ukuran panjang 15 cm dan berat 20 gram/ekor dipelihara dalam

keramba jaring apung dengan kepadatan 100-200 ekor/keramba

(2x2x2m3). Ikan koan diberi pakan daun eceng gondok antara 4-7%

dari biomassa ikan yang dipelihara setiap hari. Cara pengendalian

eceng gondok kombinasi fisik dan biologis ini cukup efektif karena

dalam waktu pemeliharaan 90 hari dan ikan koan dipelihara dalam

100 keramba dapat mengurangi tutupan eceng gondok sebanyak 120

ha.

Page 103: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

81

Sumber: Krismono et al., 2014

Gambar 57. Pengendalian eceng gondok secara fisik dan biologis

Pengendalian eceng gondok secara biologis dengan

memanfaatkannya sebagai pakan ikan koan di kolam menunjukkan

bahwa pada hari ke-14, biomassa ikan koan 1500 gram dapat

menghambat pertumbuhan eceng gondok paling besar (52%) dengan

pertambahan biomassa ikan sebesar 127 gram, penekanan laju

pertumbuhan relatif -5,26±0,62%/hari dan pengurangan persen

penutupan sebesar 35,83%. Ikan koan yang diberi pakan eceng

gondok yang dipelihara dalam keramba jaring apung di Danau

Limboto dapat memanfaatkan eceng gondok dengan laju perambanan

antara 1,8-3,1 gram/hari dan laju pertumbuhan ikan koan antara 0,53-

1,26 gram/hari.

7. Aerasi Di Kawasan KJA

Aerasi merupakan upaya peningkatan oksigen dengan

memasukkan udara ke perairan. Aerasi ini bertujuan untuk

menanggulangi konsentrasi yang rendah di lokasi budidaya dengan

alat yang disebut aerator namun hanya bersifat sementara. Untuk

kegiatan budidaya ikan membutuhkan konsentrasi oksigen terlarut >

3 mg/L. Apabila konsentrasi oksigen rendah (< 3 mg/L) atau kondisi

hipoksia maka ikan cenderung berada di permukaan untuk

mengambil oksigen langsung dari atmosfer sehingga ikan kelihatan

Page 104: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

82

megap-megap (gasping). Sistem aerasi yang dapat dilakukan adalah:

a. Aerasi permukaan (surface aeration) menggunakan sistem baling-

baling

b. Aerasi menggunakan kompresor sebagai sumber udara (Gambar

48):

1. Sistem memancarkan air.

Pada KJA ukuran 1 x 1 x 1 m dan kekuatan kompresor 0,2

kg/cm2/3 jam mampu meingkatkan oksigen sebesar 0,5 – 1,5

mg/L, menurunkan kadar N-NO2 sebesar 19 – 36 mg/m3 dan

menurunkan S-SO4 sebesar 212 – 449 mg/m3.

2. Sistem memompa udara ke dalam perairan.

Pada KJA ukuran 1 x 1 x 1 m dan kekuatan kompresor 0,2

kg/cm2/3 jam mampu meingkatkan oksigen sebesar 2,8 – 3,6

mg/L, menurunkan kadar N-NO2 sebesar 26 mg/m3 dan

menurunkan S-SO4 sebesar 10 - 60 mg/m3. Sistem ini lebih

efektif dibandingkan sistem memancarkan air. Memompakan

udara pada lapisan epilimnion yaitu pada kedalaman 2- 2,5 m

selama 2 jam dapat meningkatkan oksigen hingga > 5 mg/L

dan aerasi selama 8 jam mampu meningkatkan oksigen

hingga kejenuhannya mencapai 90%. Sementara aerasi

dengan memompakan udara pada lapisan hipolimnion yaitu

kedalaman 4 - 10 m selama 4 – 8 jam hanya mempunyai

peningkatan oksigen yang sangat kecil dengan kejenuhan <

50%. Hal ini diduga oksigen pada lapisan ini dimanfaatkan

terlebih dahulu untuk proses biokimia dan dekomposisi yang

terlihat dari konsentrasi BOD (Biochemical Oxygen Demand)

yang relatif menurun dibandingkan sebelum aerasi.

Page 105: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

83

Gambar 58. Aerasi sistem memompakan udara (Sumber: Cahyadi, A., 2016)

Page 106: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

84

DAFTAR BACAAN

Anonim, 2016. Purwakarta dalam Angka 2016. BPS Kabupaten

Purwakarta

Anonim, 2015. Purwakarta dalam Angka 2015. BPS Kabupaten

Purwakarta

Anonim, 2014. Purwakarta dalam Angka 2014. BPS Kabupaten

Purwakarta

Anonim, 2012. Purwakarta dalam Angka 2012. BPS Kabupaten

Purwakarta

Anonim, 2011. Purwakarta dalam Angka 2011. BPS Kabupaten

Purwakarta

Anonim, 2010. Desain Bendungan Jatiluhur.

https://jatiluhurdam.wordpress.com /2010/01/11/ -

bendungan-jatiluhur/ diunduh pada tanggal 13 Desember

2016

Abery, N. W., F. Sukadi., A. A Budhiman., Kartamihardja, E, S., S.

Koeshendrajana, Budhiman & S. S de Silva. 2005. Fisheries and

cage culture of three reservoirs in West Java, Indonesia; a case

study of ambitious development and resulting interaction.

Fisheries management and ecology 12. 315 – 330p.

Azwar, Z.I., N. Suhenda, dan O. Praseno. 2004. Manajemen Pakan Pada

Usaha Budidaya Ikan Dalam Karamba Jaring Apung. Prosiding

Pengembangan Budidaya Perikanan di Perairan Waduk. Pusat

Riset Perikanan Budidaya, Jakarta.

Baveridge, MCM. 2004. Cage Culture. Third edition. Blackwell

publishing. 368p.

Boyd, C. E. 2005. Feed Efficiency Indicators For Responsible

Aquaculture. Global Aquaculture Advocate. 73-74p.

Chandra H dan BB Borneo, 2016. Uji Kaji Teknologi Buoy Pluto

Berbasis Telemetri untuk Pemantauan Kualitas Perairan

Danau Maninjau. Aplikasi teknologi pemantauan kualitas

perairan. UI Press.

Effendi. H. 2003. Telaah Kualitas Air : Pengelolaan Sumberdaya

Perairan dan Lingkungan. Kanisius. Yogyakarta.

Page 107: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

85

Fahmi, Z., F. Satria, A. Warsa, A. Rahman, M. Napitupulu, Y. Nugraha.

2013. Penelitian Daya Dukung Perairan Untuk Budidaya Jaring

Apung Di Waduk Jatiluhur Dan Waduk Cirata, Jawa Barat.

Laporan Teknis Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi

Sumberdaya Ikan-P4KSI. Balibang KP. Tidak dipublikasi.

Fahmi, Z, A. Suryandari, A. L.H. Setiyo, M. Napitupulu, D.I.

Kusumaningtyas, D. Sumarno. 2014. Penelitian Rehabilitasi

Perairan dan Optimalisasi Daya Dukung Perairan Waduk

Jatiluhur bagi Kegiatan Perikanan. Laporan Teknis Balai

Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan-P4KSI.

Balibang KP. Tidak dipublikasi.

Fahmi, Z, A. L.H. Setiyo, D.I. Kusumaningtyas, Purnama, P. 2014.

Penelitian Rehabilitasi Perairan dan Optimalisasi Daya Dukung

Perairan Waduk Jatiluhur bagi Kegiatan Perikanan. Laporan

Teknis Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi

Sumberdaya Ikan-P4KSI. Balibang KP. Tidak dipublikasi.

Guo, L., Z. Li., P. Xie and L. Ni . 2009. Assessment Effects Of Cage

Culture On Nitrogen And Phosphorus Dynamics In Relation To

Fallowing In A Shallow Lake in China. Aquacult Int 17:229–

241.

Hartoto, DI. 2004. Dinamika Populasi Plankton Sebagai Indikator

Pencemaran Pada Perairan Waduk. Pengembangan budidaya

perikanan di perairan waduk. Pusat riset perikanan budidaya,

Jakarta.

Islam, Md. S. 2004. Nitrogen and phosphorus budget in coastal and

marine cage aquaculture and impact of effluent loading on

ecosystem: review and analysis toward model development.

Marine Pollution Bulletin 50: 48-61p.

Kartamiharja ES. 2008. Perubahan Komposisi Komunitas Ikan Dan

Faktor Faktor Penting Yang Mempengaruhi Selama Empat

Puluh Tahun Umur Waduk Jatiluhur. Jurnal Iktiologi Indonesia

8 (2).

Kartamiharja, ES. 2007. Spektra Ukuran Biomassa Plankton Dan

Potensi Pemanfaatannya Bagi Ikan Di Zona Limnetik Waduk

Jatiluhur. Disertasi. IPB. 165.

Kartamiharja ES, 1995. Daya Dukung Perairan Dan Pengembangan

Budidaya Ikan Dalam Kramba Jaring Apung Yang Ramah

Page 108: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

86

Lingkungan. Prosiding ekspose budidaya ikan dalam karamba

jaring apung yang ramah lingkungan. Balitkanwar, Sukamandi.

Kartamiharja ESK, 2009. Mengapa Ikan Bandeng Diintrodusi Di

Waduk Jailuhur, Jawa Barat? Prosiding Forum Nasional

Pemacuan Sumberdaya Ikan II. BP2KSI.

Krismono, A. S. N., Krismono & E. S. Kartamihardja. 2001. Dampak

Budidaya Ikan Dalam Kermaba Jaring Apung Terhadap

Peningkatan Unsur N Dan P Di Perairan Waduk Saguling,

Cirata dan Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 7(2).

22 – 30.

Krismono dan LP Astuti, 2016. Analisis Lokasi Pemasangan Bouy Pluto

Di Perairan Waduk Dan Danau. Aplikasi teknologi pemantauan

kualitas perairan.UI Press.

Krismono, ASN dan A. Hardjamulia. 1986. Distribusi Vertikal Oksigen

Terlarut, Suhu Air Dan Kandungan Bahan Organik di Waduk

Jatiluhur Jawa Barat. Bull. Penel. Perik. Darat. Vol 5 No 2 : 83-

89.

Krismono, ASN dan Krismono. 2003. Indikator Umbalan Dilihat Dari

Aspek Kualitas Air Di Perairan Waduk Djuanda, Jatiluhur,

Purwakarta, Jabar. JPPI vol 9 No 4 : 73-85.

Krismono, Sarnita, A, Rukyani,A. 1996. 1600 ton Ikan Mati di Waduk

Jatiluhur. Warta Volume 1 Nomor 1: 5 -7.

Krismono, A.S.N., Krismono, E.S Kartamiharja. 2001. Dampak Budidaya

Ikan Dalam Keramba Jaring Apung Terhadap Peningkatan

Unsur N Dan P Di Perairan Waduk Saguling, Cirata dan

Jatiluhur. Jurnal Penelitian Perikanan 7 (2): 14 – 21.

Krismono, L.P. Astuti dan A. Warsa. 2008. Evaluation of Water Quality

at Ir H Djuanda Reservoir, Jatiluhur in two decades (1984 –

2004). Proceeding international conference on indonesian

inland water : system and its utilazation. Research Institute for

Inland Fisheries, Palembang.

Krismono, ASN dan Krismono.2007. Dinamika Kualitas Air (oksigen,

terlarut, nitrat dan fosfat) di waduk Ir. H Djuanda Jatiluhur,

Jabar dalam Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia I :

Pemanfaatan dan Pengelolaan Perairan Umum secara Terpadu

bagi Generasi Sekarang dan Mendatang hal 309-314.

Page 109: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

87

Krismono, E.S. Kartamihardja, Y. Sugianti dan A. Suryandari. 2014.

Teknologi Pengendalian Gulama Air, Ecenggondok (Eichhornia

crassipes) di Perairan Umum Daratan. Rekomendasi Teknologi

Kelautan dan Perikanan. Badan Litbang KP, KKP. Hal.3-10.

Masayu R. A. Putri dan Sri E. Purnamaningtyas. 2012. Variasi

Kelimpahan Fitoplankton Di Area Keramba Jaring Apung (KJA)

Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Makalah pada Seminar Nasional

Tahunan UGM IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 14

Juli 2012.

Masser, M.P. 1988. What is Cage Culture. SRAC Publication No 160.

Mueller, J.A., W.C. Boyle and H.J Popel. 2002. Aeration : Principles and

Practice. Volume 11. Editor: Eckenfelder, W.W., J.F. Malina and

J.W. Potterson. CRC Press. P 368.

Nurruhwati, I., Zahidah, H Suherman.2007. Upaya Menurunkan

Kematian Massal Ikan Dalam Karamba Jaring Apung Di Waduk

Cirata Melalui Aerasi Lapisan Epilimnion Dan Hipolimnion.

Laporan Penelitian. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Universitas Padjadjaran

Nuroniah dan E.S. Kartamiharja.1988. Studi Pendahuluan

Produktivitas Primer di Waduk Jatiluhur, Jawa Barat. Buletin

Penelitian Perikanan Darat. 22 – 28.

Prihadi, TH. 2004. Upaya Perbaikanlingkungan Untuk Menunjang

Kesinambungan Budidaya Ikan Dalam Karamba Jaring Apung.

Pengembangan budidaya perikanan di perairan waduk. Pusat

riset perikanan budidaya, Jakarta.

Pillay, T.V. R. 2004. Aquaculture and the environmental. Second edition.

Blackwell Publishing. 196p.

Rahmani, U. 2012. Pengelolaan Optimal Budidaya Ikan Karamba Jaring

Apung di Waduk Cirata Provinsi Jawa Barat. Disertasi pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan).

Resmikasari, Y. 2008. Tingkat Kemampuan Ikan Koan

(Ctenopharyngodon idella Val.) Memakan Gulma Eceng Gondok

(Eichhornia crassipes Mart Solms.). Skripisi.Dep. Manajemen

Sumberdaya Perairan. FPIK, IPB. 83 hal.

Page 110: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

88

Sarnita, A.S. 1981. Pengelolaan Perikanan Waduk Jatiluhur. Prosiding

Seminar Perikanan Periran Umum. Puslitbang Perikanan.

Jakarta. p 211-221.

Schmittou, H.R. 1991. Cage Culture: A Method of Fish Production in

Indonesia. Fisheries Research and Development Project.

Central Research Institute for Fisheries, Jakarta.

Simarmata, A.H., 2007. Kajian Keterkaitan Antara Kemantapan

Cadangan Oksigen Dengan Beban Masukan Bahan Organik di

Waduk Ir. H. Juanda Purwakarta, Jawa Barat. Disertasi. Sekolah

Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Sudjana, T. 2004. Kebijakan Perum Jasa Tirta II Dalam Pengelolaan

dan Pemanfaatan Waduk Ir. H Djuanda Untuk Perikanan

Budidaya. Prosiding Pengembangan Budidaya Perikanan di

Perairan Waduk. Pusat Riset Perikanan Budidaya, Jakarta.

Sukimin, S dan Nurlatifah, H. 2000. Pengelolaan Perikanan Waduk

Kaskade Citarum. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan

Pemanfaatan Danau dan Waduk. Unpad, Bandung. p 284 – 296.

Simarmata, AH., EM Adiwilaga, BW Lay, T Partono. 2007. Kajian

Keterkaitan Anatra Cadangan Oksigen Dengan Beban Bahan

Organik Di Zona Lakustrin Dan Transisi Waduk Jatiluhur. JPPI

14 (1).

Sugiyanti Y dan Mujiyanto. 2008. Beberapa Jenis Fitoplankton

Dominan di Waduk Jatiluhur. Prosiding Seminar Nasional

Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan Dan Kelautan tahun

2008. UGM Yogyakarta.

Sukadi, M. F. 2010. Ketahanan dalam air dan pelepasan nitrogen &

fosfor ke air dari berbagai pakan ikan air tawar. Jurnal Riset

Akuakultur 5(1). 1 – 12 hal.

Tjahjo, DWH dan S.E Purnamaningtyas. 2008. Kajian Kualitas Air

Dalam Evaluasi Pengembangan Perikanan Di Waduk Jatiluhur,

Jawa Barat JPPI vol 14 no 1: 15-30

Tjahjo DWH dan SE purnamaningtyas. 2009. Evaluasi Kemampuan

Ikan Bandeng Dan Nila Tebaran Dalam Memanfaatkan

Kelimpahan Fitoplankton Di Waduk Jatiluhur. Prosiding Forum

Nasional pemacuan Sumberdaya ikan II.

Page 111: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

89

Tjahjo, DWH dan SE Purnamaningtyas. 2008. Evaluasi Keberhasilan

Penebaran Ikan di Waduk Jatiluhur. Prosiding Forum Nasional

Pemacuan Sumberdaya Ikan I. BP2KSI.

Tjahjo DWH, SE Purnamaningtyas dan ES Kartamiharja. 2011. Evaluasi

Keberhasilan Penebaran Ikan Bandeng (Chanos chanos) di

Waduk Jatiluhur. Bawal Widya Riset Perikanan Tangkap Vol. 3

No. 4.

Umaly, R.C. S. Sukimin, dan K Suwardi. 1990. Jatiluhur Reservoir (West

Java, Indonesia) ; A review of lymnological and fisheries

management studies. Presented : Third expert group workshop

on river/ lake basin approaches to environmentally sound

management of water resources . Seameo biotrop, Bogor.

Warsa, A., K. Purnomo, M. Napitupulu, L.P. Astuti, Y. Nugraha dan A.

Rudi. 2012. Penelitian dan Pemodelan Daya dukung Perairan

Waduk Jatiluhur dan Cirata untuk Kegiatan Perikanan.

Laporan Akhir Tahun 2012. BP2KSI, Badan Litbang KP. KKP.

63 hal.

www.fishbase.org/searchfish

Page 112: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

90

LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta kawasan pemanfaatan perairan di Waduk

Jatiluhur tahun 2000

Page 113: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

91

Lampiran 2. Peta sebaran KJA terkini di Waduk Jatiluhur

Page 114: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

92

Lampiran 3 Undang-undang RI Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perikanan

Page 115: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

93

Page 116: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

94

Page 117: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

95

Page 118: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

96

Page 119: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

97

Page 120: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

98

Page 121: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

99

Page 122: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

100

Page 123: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

101

Page 124: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

102

Page 125: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

103

Page 126: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

104

Page 127: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

105

Page 128: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

106

Page 129: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

107

Page 130: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

108

Page 131: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

109

Page 132: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

110

Page 133: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

111

Page 134: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

112

Page 135: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

113

Page 136: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

114

Page 137: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

115

Page 138: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

116

Page 139: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

117

Page 140: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

118

Page 141: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

119

Page 142: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

120

Page 143: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

121

Page 144: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

122

Page 145: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

123

Page 146: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

124

Page 147: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

125

Lampiran 4. Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 1974 tentang

Pengairan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 1974

TENTANG PENGAIRAN

DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam

yang terkandung di dalamnya, adalah karunia Tuhan Yang Maha

Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan

manusia sepanjang masa, baik di bidang ekonomi sosial maupun

budaya;

b. bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran Rakyat secara adil dan merata.

c. bahwa pemanfaatannya haruslah diabdikan kepada kepentingan

dan kesejahteraan rakyat yang sekaligus menciptakan

pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas

kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila;

d. bahwa Algemeen Waterreglement Tahun 1936 belum berlaku

untuk seluruh Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain

yang bersangkutan dengan pengairan dirasakan sudah tidak

sesuai lagi dengan perkembangan dan keadaan pada dewasa ini;

e. bahwa untuk terlaksananya maksud tersebut di atas, perlu

Page 148: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

126

adanya Undang-undang mengenai pengairan yang bersifat

nasional dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan di

Indonesia, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan teknologi,

guna dijadikan landasan bagi penyusunan peraturan perundang

undangan selanjutnya.

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 dan Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara; ,

3. Undang-undangNomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 2043);

4. Undang-undangNomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960,

Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 2068);

5. Undang-undangNomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk

Usaha-usaha Bagi - Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 2475);

6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2823);

7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);

8. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2831);

9. Undang-undangNomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok

Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 149: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

127

Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3037);

Dengan persetujuan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG

PENGAIRAN.

BAB I

PENGERTIAN

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :

1. "Negara" adalah Negara Republik Indonesia;

2. "Pemerintah" adalah Pemerintah Republik Indonesia;

3. "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal

dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di

bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air

yang terdapat di laut;

4. "Sumber-sumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah

air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan

tanah;

5. "Pegairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-

sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang

terkandung di dalamnya baik yang alamiah maupun yang telah

diusahakan oleh manusia;

6. “Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur

pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan,

penggunaan, pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta

sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang

terkandung didalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-

besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan

Rakyat;

7. "Tata Pengairan" adalah susunan dan letak sumber-sumber air

dan atau bangunan- bangunan pengairan menurut ketentuan-

ketentuan teknik pembinaanya disuatu wilayah pengairan;

Page 150: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

128

8. "Tata Air" adalah susunan dan letak air seperti dimaksud dalam

angka 3 pasal ini;

9. "Pembangunan Pengairan", adalah segala usaha mengembangkan

pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan

dan perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai

manfaat sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri

kehidupan Rakyat;

10. "Perencanaan" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk

merumuskan sesuatu dasar tuntunan guna sesuatu tindakan

dalam ruang lingkup yang luas dan berskala makro, sebagai hasil

dari penghubungan dan pengolahan dari tugas pokok, tugas

utama, cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan;

11. "Rencana" adalah hasil perencanaan;

12. "Perencanaan Teknis" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha

untuk merumuskan perincian rencana sebagai dasar dan

tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang

tertentu dan berskala rmikro serta bersifat teknis;

13. "Rencana Teknis" adalah hasil perencanaan teknis.

BAB II

FUNGSI

Pasal 2

Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang

terkan dung didalamnya, seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4

dan 5 Undang-undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan

untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.

BAB III

HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG

Pasal 3

(1) Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalanmya seperti dimaksud dalm Pasal 1 angka 3, 4

dan 5 Undang-undang ini dikuasai oleh Negara.

(2) Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) pasal ini

memberi wewenang kepada Pemerintah untuk :

Page 151: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

129

a. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau

sumber-sumber air;

b. Menyusun mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan

perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan

tata pengairan;

c. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin peruntukan,

penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;

d. Mengatur, mengesahkan dan atau memberi izin pengusahaan

air, dan atau sumber-sumber air;

e. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan

hubungan- hubungan hukum antara orang dan atau badan

hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air;

(3) Pelaksanaan atas ketentuan ayat (2) pasal ini tetap menghormati

hak yang dimiliki oleh masyarakat adat setempat, sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan Nasional.

Pasal 4

Wewenang Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 3

Undang- undang ini, dapat dilimpahkan kepada instansi-instansi

Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan atau badan-badan hukum

tertentu yang syarat-syarat dan cara-caranya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Pasal 5

(1) Menteri yang diserahi tugas urusan pengairan, diberi wewenang

dan tanggung jawab untuk mengkordinasikan segata pengaturan

usaha-usaha perencanaan, perencanaan teknis, pengawasan

pengusahaan, pemeliharaan, serta perlindungan dan penggunaan

air dan atau sumber-sumber air, dengan memperhatikan

kepentingan Departemen dan atau Lembaga yang bersangkutan.

(2) Pengurusan administratip atas sumber air bawah tanah dan mata

air panas sebagai sumber mineral dan tenaga adalah diluar

wewenang dan tanggung-jawab Menteri yang disebut dalam ayat

(1) pasal ini.

Pasal 6

Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang

Page 152: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

130

mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah

berwenang mengambil tindakan- tindakan penyelematan dengan

mengatur kegiatan-kegiatan pengamanan yang dapat menyimpang

dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 7

Pengaturan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5

dan 6 Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

BAB IV

PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS

Pasal 8

(1) Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan

Pengairan disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan

teknis yang ditujukan untuk kepentingan umum.

(2) Hasil perencanaan dan perencanaan teknis yang berupa rencana-

rencana dan rencana-rencana teknis tata, pengaturan air dan tata

pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1)

pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat disegala bidang dengan

memperhatikan urutan prioritas.

(3) Rencana-rencana dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam

ayat (2 pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik

berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan

untuk kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.

Pasal 9

Sebagai dasar perencanaan, pengembangan dan pemanfaatannya,

di selenggarakan penelitian dan inventarisasi untuk mengetahui

modal kekayaan alam yang berupa air beserta sumber-sumbernya

diseluruh wilayah Indonesia.

Page 153: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

131

BAB V

PEMBINAAN

Pasal 10

(1) Pemerintah menetapkan tata cara pembinaan dalam rangka

kegiatan pengairan menurut bidangnya masing-masing sesuai

dengan fungsi-fungsi dan peranannya, meliputi :

a. Menetapkan syarat-syarat dan mengatur perencanaan,

perencanaan teknis, penggunaan, pengusahaan, pengawasan

dan perizinan pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;

b. Mengatur dan melaksanakan pengelolaan serta

pengembangan sumber- sumber air dan jaringan-jaringan

pengairan (saluran-saluran beserta bangunan- bangunannya)

secara lestari dan untuk mencapai daya guna sebesar-

besarnya;

c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air

yang dapat merugikan penggunaannya serta lingkungannya;

d. Melakukan pengamanan dan atau pengendalian daya rusak

air terhadap daerah-daerah sekitarnya;

e. Menyelenggarakan penelitian dan penyelidikan sumber-

sumber air;

f. Mengatur serta menyelenggarakan penyuluhan dan

pendidikan khusus dalam bidang pengairan.

(2) Tata cara pembinaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) pasal

ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

PENGUSAHAAN

Pasal 11

(1) Pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang ditujukan

untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan Rakyat

pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun

Daerah.

(2) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang.

melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air, harus

memperoleh izin dari Pemerintah, dengan berpedoman kepada

Page 154: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

132

azas usaha bersama dan kekeluargaan.

(3) Pelaksanaan pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

BAB VII

EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

Pasal 12

Guna menjamin kelestarian fungsi dari bangunan-bangunan

pengairan untuk menjaga tata pengairan dan tata air yang baik, perlu

dilakukan kegiatan-kegiatan eksploitasi dan

pemeliharaan serta perbaikan-perbaikan bangunan- bangunan

pengairan tersebut dengan ketentuan :

a. Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk

memberikan manfaat langsung kepada sesuatu kelompok

masyarakat dilakukan dengan mengikut sertakan masyarakat,

baik yang berbentuk Badan Hukum, Badan Sosial maupun

perorangan, yang memperoleh manfaat langsung dari adanya

bangunan-bangunan tersebut, yang pelaksanaannya diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

b. Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk

kesejahteraan dan keselamatan umum pada dasarnya dilakukan

oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.

BAB VIII

PERLINDUNGAN

Pasal 13

(1) Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan

harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga

kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana

tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:

a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;

b. Melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air

terhadap sumber- sumbernya dan daerah sekitarnya;

Page 155: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

133

c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air,

yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;

d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap

bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi

sebagaimana mestinya.

(2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.

BAB IX

PEMBIAYAAN

Pasal 14

(1) Segala pembiayaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam

rangka Tata Pengaturan Air dan Pembangunan Pengairan diatur

lebih lanjut oleh Pemerintah.

(2) Masyarakat yang mendapat manfaat langsung dari adanya

bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih

lanjut maupun untuk keperluan sendiri dapat diikut sertakan

menanggung pembiayaan sebagai pengganti jasa pengelolaan.

(3) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang mendapat

manfaat dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk

diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib

ikut menanggung pembiayaan dalam bentuk iuran yang diberikan

kepada Pemerintah.

(4) Pelaksanaan dari ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih lanjut

dengan Peraturan Pemerintah.

BAB X

KETENTUAN PIDANA

Pasal 15

(1) Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun

dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta

rupiah):

a. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air

dan atau sumber- sumber air yang tidak berdasarkan

perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan

Page 156: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

134

tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana

tersebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang ini ;

b. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan

atau sumber- sumber air tanpa izin dari Pemerintah

sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-

undang ini ;

c. barang siapa yang sudah memperoleh izin dari Pemerintah

untuk pengusahaan air dan atau sumber-sumber air

sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-

undang ini, tetapi dengan sengaja tidak melakukan dan atau

sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha

menyelamatkan tanah, air, sumber- sumber air dan

bangunan-bangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam

Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang ini.

(2) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah

kejahatan.

(3) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya

pelanggaran atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal

11 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-

undang ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya

3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,-

(Limapuluh ribu rupiah).

(4) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) pasal ini adalah

pelanggaran.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16

Segala peraturan perundang-undangan dalam bidang pengairan

yang elah ada yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini,

dinyatakan tetap berlaku, selama belum diadakan yang baru

berdasarkan Undang-undang ini.

Page 157: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

135

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta,

pada tanggal 26 Desember 1974

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO JENDERAL TNI.

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 26 Desember 1974

MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

SUDHARMONO, S H.

Page 158: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

136

Lampiran 5. Peraturan Pemerintah RI No 37 Tahun 2011

tentang Bendungan

Page 159: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

137

Page 160: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

138

Page 161: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

139

Page 162: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

140

Page 163: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

141

Page 164: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

142

Page 165: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

143

Page 166: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

144

Page 167: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

145

Page 168: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

146

Page 169: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

147

Page 170: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

148

Page 171: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

149

Page 172: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

150

Page 173: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

151

Page 174: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

152

Page 175: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

153

Page 176: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

154

Page 177: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

155

Page 178: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

156

Page 179: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

157

Page 180: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

158

Page 181: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

159

Page 182: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

160

Page 183: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

161

Page 184: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

162

Page 185: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

163

Page 186: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

164

Page 187: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

165

Page 188: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

166

Page 189: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

167

Page 190: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

168

Page 191: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

169

Page 192: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

170

Page 193: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

171

Page 194: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

172

Page 195: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

173

Page 196: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

174

Page 197: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

175

Page 198: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

176

Page 199: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

177

Page 200: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

178

Page 201: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

179

Page 202: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

180

Page 203: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

181

Page 204: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

182

Page 205: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

183

Page 206: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

184

Page 207: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

185

Page 208: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

186

Page 209: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

187

Page 210: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

188

Page 211: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

189

Page 212: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

190

Page 213: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

191

Page 214: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

192

Page 215: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

193

Page 216: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

194

Page 217: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

195

Page 218: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

196

Page 219: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

197

Page 220: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

198

Page 221: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

199

Page 222: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

200

Page 223: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

201

Page 224: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

202

Page 225: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

203

Page 226: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

204

Page 227: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

205

Lampiran 6. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.

KEP. 02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan

yang Baik

Page 228: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

206

Page 229: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

207

Page 230: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

208

Page 231: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

209

Page 232: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

210

Page 233: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

211

Page 234: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

212

Page 235: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

213

Page 236: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

214

Page 237: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

215

Page 238: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

216

Lampiran 7. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.

PER. 15/MEN/2009 tentang Jenis Ikan dan Wilayah

Penebaran Kembali serta Penangkapan Ikan

Berbasis Budidaya

PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR PER. 15/MEN/2009

TENTANG

JENIS IKAN DAN WILAYAH PENEBARAN KEMBALI SERTA

PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDIDAYA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, maka dalam

rangka kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya, serta

meningkatkan produktivitas perikanan perlu menetapkan jenis

ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan

berbasis budidaya;

b. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;

2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina

Hewan, Ikan dan Tumbuhan

3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Page 239: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

217

Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008;

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

6. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 sebagaimana

telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 58/M

Tahun 2008;

7. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,

Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir

dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2008;

8. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Organisasi

dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia

sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden

Nomor 50 Tahun 2008;

9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER.07/MEN/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Departemen Kelautan dan Perikanan sebagaimana telah diubah

terakhir dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor PER.04/MEN/2009;

10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 26/Kpts/1999 tentang

Sistem Perbenihan Nasional;

11. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.24/MEN/2002 tentang Tata Cara dan Teknik Penyusunan

Peraturan Perundang-undangan di lingkungan Departemen

Kelautan dan Perikanan;

12. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.07/MEN/2004 tentang Pengadaan dan Peredaran Benih

Ikan;

13. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.08/MEN/2004 tentang Tata Cara Pemasukan Ikan Jenis atau

Varietas Baru ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia ;

14. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.02/MEN/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik;

15. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

KEP.33/MEN/2007 tentang Penetapan Jenis-jenis Penyakit Ikan

Page 240: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

218

yang Berpotensi Menjadi Wabah Penyakit Ikan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN

PERIKANAN TENTANG JENIS IKAN DAN

WILAYAH PENEBARAN KEMBALI SERTA

PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDI DAYA.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Bagian Kesatu Pengertian

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:

1. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian

dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan.

2. Jenis Ikan asli adalah ikan dan/ atau sumber daya ikan lainnya

yang berasal dari alam Indonesia yang dikenali dan/atau

diketahui berasal dari alam darat atau laut Indonesia dan berasal

atau hidup di daerah tertentu dan/atau berbeda ekosistemnya di

wilayah perairan Indonesia.

3. Jenis ikan yang bukan berasal dari alam Indonesia adalah ikan

yang bukan asli dan/atau berasal dari alam darat dan laut

Indonesia yang dikenali sebagai ikan yang berasal maupun hasil

pemuliaan dari luar wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia, tidak termasuk jenis ikan hasil produk rekayasa

genetika.

4. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk memelihara,

membesarkan, dan/atau membiakkan ikan serta memanen

hasilnyadalamlingkungan yangterkontrol, termasuk kegiatan

yangmenggunakan kapal untuk memuat, mengangkut,

menyimpan, mendinginkan menangani, mengolah, dan/atau

mengawetkannya.

5. Penangkapan ikan berbasis budidaya adalah penangkapan

sumberdaya ikan yang berkembang biak darihasil penebaran

kembali.

6. Benih Ikan adalah ikan dalam umur, bentuk, dan ukuran tertentu

yang belum dewasa, termasuk telur, larva, dan biakan murni alga.

Page 241: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

219

7. Calon Induk Ikan adalah ikan hasil seleksi yang dipersiapkan

untuk dijadikan induk.

8. Induk Ikan adalah ikan pada umur dan/atau ukuran tertentu yang

telah dewasa dan digunakan untuk menghasilkan benih ikan.

9. Menteri adalah Menteri Kelautan dan Perikanan.

10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan Budidaya.

11. Dinas adalah dinas pemerintah provinsi dan/atau

kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang perikanan.

Bagian Kedua

Maksud dan Tujuan

Pasal 2

Ditetapkannya Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan

dalam melakukan penebaran kembali jenis ikan di wilayah

pengelolaan perikanan budidaya serta penangkapan ikan berbasis

budidaya, dengan tujuan untuk menambah keragaman jenis ikan yang

dibudidayakan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

pembudidaya ikan dan/atau nelayan berdasarkan prinsip pengelolaan

sumberdaya ikan, perlindungan plasma nutfah dan kepastian dalam

melakukan usaha.

Bagian Ketiga

Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:

a. Jenis ikan yang ditebar kembali;

b. Wilayah penebaran kembali;

c. Mekanisme penebaran kembali; dan d. Penangkapan ikan

berbasis budidaya.

BAB II

JENIS IKAN YANG AKAN DITEBAR KEMBALI

Pasal 4

(1) Jenis ikan yang akan ditebar kembali sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 huruf a terdiri dari:

a. jenis ikan asli; dan

b. jenis ikan bukan berasal dari alam Indonesia.

Page 242: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

220

(2) Jenis ikan asli yang ditebar kembali sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dengan kriteria:

a. populasinya mulai menurun dan hampir punah walaupun

teknologi pembenihannya sudah dikuasai;

b. tidak mengancam keanekaragaman hayati;

c. mempunyai pertumbuhan cepat;

d. disukai masyarakat setempat;

e. mempunyai harga jual yang baik; dan

f. mempunyai manfaat bagi lingkungan sumber daya ikan.

(3) Jenis ikan bukan berasal dari alam Indonesia yang ditebar

kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan

kriteria:

a. Telah dilakukan pelepasan berdasarkan teknologi

pembenihan yang sudah dikuasai sesuai dengan ketentuan

yang berlaku;

b. tidak mengancam keanekaragaman hayati;

c. mempunyai pertumbuhan cepat;

d. disukai masyarakat setempat;

e. mempunyai harga jual yang baik; dan

f. mempunyai manfaat bagi lingkungan sumber daya ikan.

(4) Jenis ikan yang ditebar kembali berupa benih dan calon induk

yang merupakan hasil pembudidayaan ikan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria jenis ikan yang ditebar

kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)

ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB III

WILAYAH PENEBARAN KEMBALI

Pasal 5

Wilayah penebaran kembali terhadap jenis ikan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 huruf b meliputi:

a. Perairan Indonesia;

b. Sungai;

c. Danau;

d. Waduk;

e. Rawa; dan

f. Genangan air lainnya yang dapat diusahakan.

Page 243: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

221

Pasal 6

(1) Wilayah penebaran kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 harus memenuhi kriteria umum sebagai berikut:

a. dalam lingkungan terkontrol;

b. populasi sumber daya ikan menurun;

c. kondisi perairannya mendukung kehidupan ikan yang akan

ditebar;

d. terdapat kelompok masyarakat pengelola perairan;

e. tersedianya akses transportasi yang memadai; dan

f. terhindar dari potensi terjadi pencemaran.

(2) Perairan Indonesia yang akan dilakukan penebaran kembali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a merupakan laut

teritorial dan/atau perairan pedalaman dengan kriteria khusus:

a. terlindungi; dan

b. berbentuk teluk dan relung.

(3) Sungai yang akan dilakukan penebaran kembali sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dengan kriteria khusus:

a. aliran air yang dapat dimanfaatkan dan berlangsung

sepanjang tahun; dan

b. kedalaman pada saat musim kemarau paling sedikit 60

centimeter.

(4) Danau yang akan dilakukan penebaran kembali sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dengan kriteria khusus:

a. tingkat kesuburan perairan tinggi (eutrofikasi), mempunyai

aliran air pemasukan dan pengeluaran;

b. untuk danau yang mempunyai spesies ikan endemik, maka

jenis ikan lainnya tidak boleh ditebar; dan

c. kedalaman air pada saat musim kemarau paling sedikit 1

meter.

(5) Waduk dan rawa yang akan dilakukan penebaran kembali

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d dan huruf e dengan

kriteria khusus:

a. tingkat kesuburan perairan tinggi ( eutrofikasi ); dan

b. kedalaman air pada saat musim kemarau paling sedikit 1

meter.

(6) Genangan air lainnya yang akan dilakukan penebaran kembali

Page 244: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

222

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f dengan kriteria

khusus:

a. tingkat kesuburan perairan tinggi ( eutrofikasi );

b. tidak mengandung unsur yang berbahaya bagi ikan maupun

untuk dikonsumsi; dan

c. kedalaman air pada saat musim kemarau paling sedikit 1

meter.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria wilayah penebaran

kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan

ayat (6) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

BAB IV

MEKANISME PENEBARAN KEMBALI

Pasal 7

(1) Mekanisme penebaran kembali jenis ikan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 5 dilakukan melalui:

a. identifikasi sumberdaya perairan dilakukan pada tahap awal

untuk menentukan jumlah dan jenis ikan yang terdapat di

perairan tersebut;

b. penetapan jumlah yang ditebar disesuaikan dengan kondisi

perairan hasil identifikasi sumberdaya perairan;

c. penentuan jenis ikan yang ditebar memenuhi standar

nasional dan/atau berasal dari hasil pembenihan yang

bersertifikat dan telah melalui proses aklimatisasi; dan

d. penebaran yang baik dilakukan pada saat intensitas cahaya

rendah dan pada waktu permukaan air tinggi.

(2) Teknis mekanisme penebaran kembali jenis ikan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur

Jenderal.

BAB V

PENANGKAPAN IKAN BERBASIS BUDIDAYA

Pasal 8

(1) Penangkapan ikan berbasis budidaya dilakukan dengan

memperhatikan:

a. Umur ikan konsumsi;

b. Metode penangkapan; dan

Page 245: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

223

c. Kearifan lokal.

(2) Umur ikan konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a berumur minimal 3 (tiga) bulan.

(3) Metode penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b harus memenuhi kriteria:

a. tidak merusak lingkungan;

b. tidak menimbulkan pencemaran; dan c. tidak memutus siklus

reproduksi ikan.

(4) Kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c

adalah bentuk perlindungan terhadap sumber daya ikan suatu

wilayah yang secara turun temurun diwariskan berupa aturan

adat istiadat penduduk sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh

masing-masing wilayah.

(5) Teknis pelaksanaan terhadap penangkapan ikan berbasis

budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih

lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 9

(1) Penangkapan ikan berbasis budidaya dilakukan dengan

menggunakan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan.

(2) Alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. jaring;

b. pancing; dan

c. serok.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai ukuran jenis alat penangkapan

ikan diatur pada Standar Nasional Indonesia alat penangkapan

ikan.

BAB VI MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 10

(1) Monitoring dan evaluasi terhadap jenis ikan dan wilayah

penebarankembali sertapenangkapanikanberbasis budidaya

dilakukan oleh Direktur Jenderal dan/atau Dinas Provinsi atau

Kabupaten/Kota dengan melibatkan kelompok pembudidaya ikan

dan nelayan.

(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Page 246: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

224

dilakukan terhadap perkembangan dan/atau jumlah hasil

tangkapan.

(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Tim, yang keanggotaannya terdiri dari unit

kerja/instansi terkait, pemerintah daerah, penyuluh dan

kelompok pembudidaya ikan dan/atau nelayan.

(4) Tugas Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a. Melakukanmonitoring danevaluasi terhadap pelaksanaan

penebaran kembali dan penangkapan ikan berbasis

budidaya;

b. Menyampaikan laporan kepada Menteri terhadap

pelaksanaan penebaran kembali dan penangkapan ikan

berbasis budidaya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi

ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal.

BAB VII PENUTUP

Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 9 Juli 2009

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN R.I,

ttd.

FREDDY NUMBERI

Disalin sesuai dengan aslinya

Kepala Biro Hukum dan Organisasi,

Supranawa Yusuf

Page 247: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

225

Lampiran 8. SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 Tahun 2000

Tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada

Sungai Citarum dan Anak-anak Sungainya di Jawa

Barat

Page 248: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

226

Page 249: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

227

Page 250: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

228

Page 251: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

229

Page 252: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

230

Page 253: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

231

Page 254: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

232

Page 255: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

233

Page 256: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

234

Page 257: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

235

Lampiran 9. Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 6

Tahun 2010 tentang Retribusi Ijin Usaha Perikanan

Page 258: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

236

Page 259: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

237

Page 260: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

238

Page 261: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

239

Page 262: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

240

Page 263: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

241

Page 264: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

242

Page 265: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

243

Page 266: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

244

Page 267: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

245

Page 268: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

246

Page 269: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

247

Page 270: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

248

Page 271: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

249

Page 272: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

250

Page 273: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

251

Page 274: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

252

Lampiran 10. Kep. Bupati Kab. Purwakarta No. 06 Tahun 2000

Tentang Pemanfaatan Waduk untuk Kegiatan

Perikanan

Page 275: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

253

Page 276: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

254

Page 277: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

255

BIOGRAFI

Dr. Joni Haryadi D., MSc., dilahirkan di

Sungai Penuh, Kerinci, Provinsi Jambi pada

3 Juni 1973. Lulus sebagai Sarjana

Perikanan pada 1997 dari Universitas Bung

Hatta. Gelar MSc diperolehnya dari

Universiti Putra Malaysia pada tahun 2000,

sedangkan gelar doktor diperolehnya pada

tahun 2009 di Universitas Indonesia.

Sebagai peneliti, penyusun aktif pada

berbagai penelitian lingkungan, analisis

kebijakan, dan model penerapan IPTEK

Perikanan Budidaya. Pada tahun 2008—2011 menjadi koordinator

kegiatan penelitian kerja sama dengan Lembaga Penelitian Perancis

(IRD) tentang intensifikasi budidaya dengan pendekatan ekologi. Saat

ini, penyusun menjabat sebagai Kepala Balai Penelitian Pemulihan dan

Konservasi Sumberdaya Ikan, Puslitbangkan, Balitbang Kelautan

Perikanan, KKP.

Prof. Dr. Endi Setiadi Kartamihardja,

MSc. Lahir di Ciamis, Jawa Barat pada

tanggal 7 Desember 1952 adalah anak ke 5

dari 10 orang bersaudara pasangan

seorang ayah K. Kartamihardja (almarhum)

dan ibu Hj. Itjih (almarhum). Pendidikan

Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Menengah

Pertama Negeri sampai Sekolah Menengah

Atas Negeri (lulus tahun 1970) diselesaikan

di Ciamis, Jawa Barat. Pada tahun 1971

melanjutkan pendidikan di Fakultas

Perikanan, Institut Pertanian Bogor di Bogor dan lulus Sarjana

Perikanan (Ir) pada tahun 1977. Gelar Master of Science (MSc)

diperoleh melalui pendidikan program A (by research) dari Fakulti

Perikanan dan Sains Samudra, Universiti Pertanian Malaysia (UPM) di

Malaysia pada tahun 1994 dan gelar Doktor (Dr) diperoleh melalui

jalur penelitian pada Program Pasca Sarjana, Fakultas Perikanan dan

Page 278: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

256

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di Bogor pada tahun 2007.

Sejak 1979-1993, penyusun bekerja sebagai peneliti pada Sub Balai

Penelitian Perikanan Darat di Jatiluhur dan pada tahun 1998-2000

merangkap jabatan struktural sebagai Kepala Balai Penelitian

Perikanan Air Tawar, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan,

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen

Pertanian. Tahun 2000 sampai dengan sekarang bekerja sebagai

Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan

Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, KKP di Jakarta.

Jabatan fungsional tertinggi, Ahli Peneliti Utama dicapai pada tahun

2004 dan gelar Professor Riset dalam bidang Pengelolaan Sumberdaya

Perikanan dan Lingkungan diperoleh pada tahun 2007. Penyusun

telah menghasilkan Karya Tulis Ilmiah tidak kurang dari 170 buah

dalam bahasa Indonesia dan Inggris yang dimuat dalam berbagai

Jurnal Ilmiah maupun Prosiding baik Dalam maupun Luar Negeri.

Buku Tata Kelola Perikanan Berkelanjutan di Waduk Jatiluhur ini

merupakan pedoman dan acuan ringkas tentang pengembangan

perikanan dan pelestarian lingkungan Waduk Jatiluhur.

Prof. Dr. Krismono, MS. Lahir di Solo,

Jawa Tengah pada tanggal 21 April 1955.

Pada tahun 1975 melanjutkan pendidikan

di Fakultas Biologi, Universitas Gajah Mada

di Yogyakarta dan lulus Sarjana Perikanan

pada tahun 1981. Gelar Master Sains (MS)

diperoleh melalui pendidikan Magister

Sains (S2), Bidang Ilmu-ilmu Perairan,

Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian

Bogor tahun 1985 dan gelar Doktor (Dr)

diperoleh melalui jalur penelitian pada

Program Pasca Sarjana, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor di Bogor pada tahun 2007.

Pada tahun 2014 Dikukuhkan sebagai Profesor Riset BALITBANG KP,

Kementerian Kelautan dan Perikanan. Saat ini menjadi Anggota

Dewan Redaksi Buletin Ilmiah Perikanan “BAWAL” dan Anggota TP2I,

BALITBANG KP.

Page 279: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

257

Dr. Didik Wahju Hendro Tjahjo, MS,

dilahirkan di Kediri, Jawa Timur 29

September 1958. Gelar S-1 diraih tahun

1984 pada Fakultas Perikanan, IPB. S-2

diraih pada tahun 1993 pada program

Pascasarjana, IPB dengan spesialisasi

Managemen Sumberdaya Perikanan, dan S-

3 diraih pada tahun 2004 pada Sekolah

Pasca Sarjana, IPB dengan spesialisasi

Pemulihan Sumberdaya Ikan. Pengalaman kerja sebagai Pemimpin

Bagian Proyek Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Jatiluhur

selama periode tahun 1986-1991, Kepala Sub Seksi Prgram dan

Kerjasama Penelitian di Balai Penelitian Air Tawar, Sukamandi pada

periode tahun 1997-2000, Kepala Loka Riset Pemacuan Stok Ikan

Jatiluhur pada periode tahun 2003-2009, Kepala Balai Riset

Pemulihan Sumber Daya Ikan, Jatiluhur pada periode tahun 2009-

2011, dan Kepala Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi

Sumberdaya Ikan, Jatiluhur pada tahun 2011. Sekarang jabatan

fungsionalnya sebagai Peneliti Utama dan ketua kelompok Peneliti

Konservasi Sumberdaya Ikan dan Genetika di Balai Penelitian

Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan, Jatiluhur. Selama

menjadi peneliti sudah banyak meneliti tentang pengelolaam

sumberdaya ikan berdasarkan komunitas ikannya, tata ruang

pemanfaatan sumberdaya perairan, dan konservasi sumberdaya ikan

baik di perairan tawar maupun laut.

Dr. Lismining Pujiyani Astuti,S.P., M.Si,

dilahirkan di Sleman, 20 Desember 1974 dan

menyelesaikan sekolah tingkat SD hingga

SMA di Sleman. Pendidikan sarjana S1 di

Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret lulus tahun 1998

kemudian melanjutkan ke jenjang S2

program studi Ilmu Lingkungan Universitas

Gadjah Mada lulus 2003. Pada tahun 2004,

penyusun diangkat menjadi pegawai negri

sipil di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2009,

penyusun mendapatkan kesempatan tugas belajar pada jenjang S3

Page 280: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

258

pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan IPB dan lulus

tahun 2015. Saat ini penyusun menduduki jabatan sebagai Peneliti

Pertama di Balai Penelitian Pemulihan dan konservasi Sumberdaya

ikan sejak tahun 2007 dan berhenti sementara selama menjalani tugas

belajar. Bidang penelitian yang ditekuni adalah sumberdaya perikanan

dan lingkungan dan saat ini tergabung di kelompok penelitian

rehabilitasi habitat.

Dr. Amula Nurfiarini, S.P., M.Si dilahirkan di

Adipuro-Lampung, 12 April 1975. Gelar

Sarjana Pertanian di peroleh dari Universitas

Lampung pada jurusan Sosial Ekonomi

(1999). Gelar Magister Sains di peroleh dari

Institut Pertanian Bogor Program studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

(2003), dan gelar Doktor di peroleh pada

tahun 2015 melalui program beasiswa

BPSDMKP pada Program Studi dan Universitas yang sama. Penyusun

mengawali karir sebagai Asisten Dosen di Fakultas Pertanian Unila

untuk mata kuliah Ekonomi Sumberdaya, Pengantar Ilmu Ekonomi,

Ekonomi Mikro, Ekonomi Makro, Ekonomi Pertanian, dan Evaluasi

Proyek periode 1999-2001. Periode 2003-2005 bergabung di

perusahaan konsultan Kelautan dan Perikanan PT Sco Prima

Inovatindo pada Devisi Bidang Perencanaan Wilayah dan Tata Ruang

Pesisir dan Pulau Pulau Kecil. Selanjutnya sejak tahun 2005-sekarang

penyusun menjadi staf pegawai di Kementrian Kelautan dan

Perikanan sebagai peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan dan

Konservasi Sumberdaya Ikan. Penyusun menggeluti bidang minat

Ekonomi Sumberdaya, Konservasi Ekosistem, dan Pengelolaan

Sumberdaya Perikanan berbasis Konservasi.

Page 281: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

259

Andri Warsa, S.Si., MSi., dilahirkan di

Yogyakarta, 04 September 1981 dan

menyelesaikan sekolah tingkat SD hingga

SMA di Palembang. Pendidikan sarjana S1 di

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Universitas Sriwijaya lulus

tahun 2003 kemudian melanjutkan ke

jenjang S2 program studi Pengelolaan

Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian

Bogor lulus tahun 2016. Pada tahun 2007,

penyusun diangkat menjadi pegawai negri sipil di Kementerian

Kelautan dan Perikanan.Saat ini penyusun menduduki jabatan sebagai

Peneliti Madya di Balai Penelitian Pemulihan dan konservasi

Sumberdaya ikan sejak tahun 2013 dan berhenti sementara selama

menjalani tugas belajar. Bidang penelitian yang ditekuni adalah

sumberdaya perikanan dan lingkungan dan saat ini tergabung di

kelompok penelitian rehabilitasi habitat.

Yayuk Sugianti, S.St.Pi, dilahirkan di

Sukabumi, 22 Oktober 1981 dan

menyelesaikan sekolah tingkat SD hingga SMA

di Sukabumi. Menyelesaikan pendidikan D4 di

Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya

Perairan, Sekolah Tinggi Perikanan lulus tahun

2003 kemudian melanjutkan ke jenjang S2

program studi Teknik Lingkungan, Institut

Teknologi Bandung lulus tahun 2016. Pada

tahun 2003, penyusun diangkat menjadi

pegawai negri sipil di Kementerian Kelautan dan Perikanan. Saat ini

penyusun menduduki jabatan sebagai Peneliti Muda di Balai

Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan sejak tahun

2013. Bidang penelitian yang ditekuni adalah sumberdaya perikanan

dan lingkungan dan saat ini tergabung di kelompok penelitian

rehabilitasi habitat.

Page 282: TATA KELOLA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI WADUK …

260

Arip Rahman, S.Pi, lahir di Garut, 11 Oktober

1979. Anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 1998 lulus dari Sekolah Menengah Atas

di SMA Negeri 1 Garut. Melanjutkan kuliah di

Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung

pada Jurusan Perikanan program studi

Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSP).

Setelah menyelesaikan kuliah sempat bekerja

di beberapa perusahaan swasta sampai diterima menjadi PNS di

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2009 sebagai

Peneliti. Sebagai Peneliti di KKP, penyusun ditempatkan di Balai

Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Perikanan

(BP2KSI) sebagai unit kerja KKP. Sebagai peneliti, penyusun pernah

mengikuti beberapa kegiatan penelitian dan mengikuti beberapa

pelatihan untuk meningkatkan kompetensi. Sekarang penyusun masih

menjadi Peneliti di BP2KSI dengan pangkat Peneliti Muda dan sebagai

Staf Sistem Data dan Informasi Perikanan di BP2KSI.

Andika Luky Setiyo Hendrawan, S.Pi.,

dilahirkan di Semarang, 23 Maret 1988,

menyelesaikan S1 pada jurusan Teknologi

Hasil Perikanan, Universitas Diponegoro. Calon

peneliti pada Balai Penelitian Pemulihan Dan

Konservasi Sumber Daya Ikan sejak tahun

2014. Tergabung dalam kelompok peneliti

rehabilitasi habitat dan terlibat pada penelitian

mengenai ekologi perairan.

Hendra Saepulloh, S.Sos., Lahir di

Purwakarta tanggal 23 Nopember 1975. Lulus

sebagai Sarjana Sosiologi dari Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal

Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. Saat ini

bekerja pada Balai Penelitian Pemulihan dan

Konservasi Sumber Daya Ikan Jatiluhur

sebagai staf publishing house.