suspect tb di kecamatan tempuran
DESCRIPTION
Suspect TB di kecamatan TempuranTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Sejak tahun 1993, WHO menyatakan bahwa TB merupakan
kedaruratan global bagi kemanusiaan.Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif
untuk pengendalian TB, tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. Dengan
berbagai kemajuan yang dicapai sejak tahun 2003, diperkirakan masih terdapat sekitar 9,5 juta
kasus baru TB, dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB di seluruh dunia (WHO, 2009).
Selain itu, pengendalian TB mendapat tantangan baru seperti ko-infeksi TB/HIV, TB yang
resisten obat dan tantangan lainnya dengan tingkat kompleksitas yang makin tinggi.1
Menurut Surat Menteri Kesehatan R.l Nomor PM.02 .06/ III.1 /1537/2012 tentang
“Laporan Situasi Terkini Perkembangan Tuberkulosis di lndonesia Tahun 2011”menjelaskan
bahwa angka prevalensi, insidensi dan kematian di Indonesia berdasarkan Global Report TB
WHO tahun 2011, prevalensi TB diperkirakan sebesar 289 per 100.000 penduduk, insidensi TB
sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 per 100.000 penduduk.
Angka penjaringan suspek di Indonesia meningkat 8,460/0 dari 744 suspek tahun 2010 menjadi
807 per 100.000 penduduk di tahun 2011 .Sedangkan Proporsi pasien TB paru BTA positif
diantara suspek yang diperiksa pada tahun 2011 sebesar 10% (target 5-15 %) dan Proporsi
pasien TB paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru pada tahun 2011 menurun 1,0 %
dari 61 % di tahun 2010 menjadi 60% pada tahun 2011 (target 65%).Dan Angka penemuan
pasien baru TB paru BTA positif pada tahun 2011 meningkat dibandingkan dengan tahun
201o.Angka ini pada tahun 2011 sebesar 83,5 % sedangkan pada tahun sebesar 78,3 %(target
minimal 70%)2
Angka penjaringan suspek per provinsi pada tahun 2011 menunjukkan capaian 417
sampai dengan 2.277 per 100.000 penduduk, tertinggi Sulawesi Utara dan terendah Daerah
1
Istimewa Yogyakarta. Provinsi yang mempunyai kontribusi peningkatan penjaringan suspekyang
signifikan di tahun 2011 adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,
Lampung, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara.Dan di propinsi Jawa Tengah
sendiri menunjukan capain lebih tinggi yakni 637 per 100.000 penduduk di tahun 2011
dibandingkan angka pencapaian di tahun 2010 yakni 610 per 100.000 penduduk.2
Di Puskesmas Tempuran sendiri berdasarkan data SPM periode Januari – Maret 2013
menunjukkan angka pencapaian penemuan kasus TB BTA (+) (case detection rate) yakni sebesar
10,99% dan angka pencapaian Cakupan suspek TB paru masih rendah yaitu 23% dimana jauh
dibawah standar pencapaian yang diharapkan yakni ≥ 100 % .
I.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut di atas rumusan masalah adalah faktor –
faktor apa sajakah yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB Paru pada Puskesmas
Tempuran Periode Januari – Maret 2013 dan apa sajakah alternative pemecahan masalah yang
sesuai dengan penyebab masalah yang ditemukanserta apa saja kegiatan yang dapat dilakukan
untuk pemecahan masalah tersebut.
1.3 TUJUAN KEGIATAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui, mengidentifikasi, menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan
rendahnya cakupan suspek TB paru, menentukan dan merumuskan alternative pemecahan
masalah dan prioritas pemecahan masalah yang sesuai dengan penyebab masalah, serta
kegiatan yang dapat dilakukan untuk pemecahan masalah tersebut di Puskesmas
Tempuran.
2
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan
suspek TB paru di Puskesmas Tempuran, kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
2. Mampu memberikan alternative pemecahan masalah yang menyebabkan
rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Tempuran Kabupaten
Magelang.
3. Mampu menentukan prioritas pemecahan masalah yang menyebabkan
rendahnya cakupan suspek TB paru di Puskesmas Tempuran Kabupaten
Magelang.
4. Mampu menyusun rencana kegiatan (POA) pemecahan masalah terpilih.
I.4 MANFAAT KEGIATAN
Adapun manfaat kegiatan ini antara lain :
1. Sebagai bahan masukan kepada Puskesmas Tempuran dalam
meningkatkan cakupan suspect TB paru.
2. Masyarakat menjadi lebih paham mengenai penyakit TB dan
mengetahui bagaimana cara pencegahnnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 TUBELKULOSIS
II.1.1 DEFENISI
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya.3
II.1.2 CARA PENULARAN
Sumber penularan TB adalah pasien TB dengan BTA positif.Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk
dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang pasien
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.Faktor yang memungkinkan
seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.3
II.1.3 FAKTOR RESIKO PENULARAN
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun.ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi
tuberkulin negatif menjadi positif.3
4
II.1.4 FAKTOR RESIKO SAKIT TB
Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif.
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
Daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi
sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler
(cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah
pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan
meningkat pula.
Malnutrisi (gizi buruk).
5
Adapun faktor risiko kejadian TB, secara ringkas digambarkan pada gambar berikut:
Gambar 1 Faktor resiko kejadian TB3
II.1.5 UPAYA PENANGGULANGAN TB
II.1.5.1 Strategi Upaya Penanggulangan TB Secara Umum
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-
course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif
(cost-efective).Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials),
pengalaman-pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi program
penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik,
disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
6
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan
kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan
demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien
merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.4
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan
TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi
kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan
demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia
menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk
membiayai program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Strategi DOTS di atas telah dikembangkan oleh Kemitraan global dalam penanggulangan
TB (stop TB partnership) dengan memperluas strategi dots sebagai berikut :
Mencapai, mengoptimalkan dan mempertahankan mutu DOTS
Merespon masalah TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
Berkontribusi dalam penguatan system kesehatan
Melibatkan semua pemberi pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
Memberdayakan pasien dan masyarakat
Melaksanakan dan mengembangkan riset
7
II.1.5.2 Upaya Pengendalian dan Penanggulangan TB di Indonesia
Pada saat ini, pelaksanaan upaya pengendalian TB di Indonesia secara administrative
berada di bawah dua Direktorat Jenderal Kementerian Kesehatan, yaitu Bina Upaya Kesehatan,
dan P2PL (Subdit Tuberkulosis yang bernaung di bawah Ditjen P2PL).Pembinaan Puskesmas
berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan merupakan tulang punggung layanan TB
dengan arahan dari subdit Tuberkulosis, sedangkan pembinaan rumah sakit berada di bawah
Ditjen Bina Upaya Kesehatan.Pelayanan TB juga diselenggarakan di praktik swasta, rutan/lapas,
militer dan perusahaan, yang seperti halnya rumah sakit, tidak berada di dalam koordinasi Subdit
Tuberkulosis. Dengan demikian kerja sama antar Ditjen dan koordinasi yang efektif oleh subdit
TB sangat diperlukan dalam menerapkan program pengendalian TB yang terpadu.4,5
Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan tulang punggung dalam
program pengendalian TB.Setiap kabupaten/kota memiliki sejumlah FPK primer berbentuk
Puskesmas, terdiri dari Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM), Puskesmas Satelit (PS) dan
Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Pada saat ini Indonesia memiliki 1.649 PRM, 4.140 PS
dan 1.632 PPM. Selain Puskesmas, terdapat pula fasilitas pelayanan rumah sakit, rutan/lapas,
balai pengobatan dan fasilitas lainnya yang telah menerapkan strategi DOTS.Tenaga yang telah
dilatih strategi DOTS berjumlah 5.735 dokter Puskesmas, 7.019 petugas TB dan 4.065 petugas
laboratorium.Pada tingkat Kabupaten/kota, Kepala Dinas Kesehatan bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan program kesehatan, termasuk perencanaan, pembiayaan dan pemantauan
pelayanannya. Di seksi P2M Wakil supervisor (wasor) TB bertanggung jawab atas pemantauan
program, register dan ketersediaan obat.5
Di tingkat Provinsi, telah dibentuk tim inti DOTS yang terdiri dari Provincial Project
Officer (PPO) serta staf Dinas Kesehatan, khususnya di provinsi dengan beban TB yang tinggi.
Di beberapa provinsi dengan wilayah geografis yang luas dan jumlah FPK yang besar, telah
mulai dikembangkan sistem klaster kabupaten/kota yang bertujuan utama untuk meningkatkan
mutu implementasi strategi DOTS di rumah sakit.Rutan, lapas serta tempat kerja telah terlibat
pula dalam program pengendalian TB melalui jejaring dengan Kabupaten/kota dan Puskesmas.
8
II.1.5.3 Tujuan Penangulangan TB
Adapun tujuan penanggulangan TB dibagi menjadi dua,yakni :
Jangka Panjang .
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkanpenyakit TB paru
dengan cara memutuskan rantai penularan,sehinggapenyakit TB paru tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakatIndonesia.
Jangka Pendek.
Tercapainya angka kesembuhan minimal 85 % dari semua penderita
baru BTA positif yang ditemukan.
Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap
sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai 70 % dari perkiraan semua penderita
baru BTA positif.
II.1.6 PENATALAKSANAAN TB
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelola dengan
menggunakan strategi DOTS.Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka
kematian dan kesakitan serta mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien.
Penatalaksanaan penyakit TB merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar
memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan
pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi
kegiatan dan rencana tindak lanjutnya.
II. 1.6 . 1. Penemuan Pasien TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien.Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam
kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara
bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di
masyarakat.
9
Strategi penemuan suspek TB paru dapat dilakukan dengan cara berikut :
1. Penemuan TB Secara Pasif dengan Promosi Aktif.
2. Pemeriksaan dahak.
Pemeriksaan dilakukan terhadap mereka yang kontak dengan pasien TB, terutama
mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan
gejala sama, harus diperiksa dahaknya .
3. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif.
a.Penemuan TB secara Pasif dengan Promosi Aktif.4
Penjaringan tersangka pasien secara pasif dengan promosi aktif ini dilakukan di unit
pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakatuntuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB
Unit pelayanan kesehatan yang dimaksud antara lain di puskesmas, puskesmas pembantu,
polindes dan waktu pelaksanaan puskesmas keliling. Penemuan suspek tuberkulosis di
puskesmas dilakukan di Balai Pengobatan (BP) yang melibatkan petugas BP, KIA, pengelola
program TB, dokter puskesmas dan petugas laboratorium terhadap tersangka penderita yang
datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.
Dalam melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberculosis di UPK dalam hal ini
pengelola program TB puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan petugas
Promosi Kesehatan (Promkes) puskesmas sehingga penyuluhan yang dilakukan dapat
terintegrasi dengan kegiatan Promkes yang menyebabkan penyuluhan mengenai penyakit
tuberkulosis dapat berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan.Disamping itu untuk
melakukan penyuluhan perorangan kepada penderita tuberkulosis dan keluarganya, pengelola
program TB puskesmas dapat juga melakukan kerjasama lintas program dengan petugas
Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) dimana petugas Perkesmas sering mengunjungi
pasien tuberculosis ke rumahnya sehingga petugas Perkesmas dapat dimintai untuk memberikan
penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dan pentingnya penderita memakan OAT sampai
selesai dan sembuh.
10
Selain menjaring kerjasama dengan lintas program dalam penemuan suspect Tb paru
juga dapat dilakukan melalui lintas sektoral antara lain dokter swasta,bidan dan perawat praktek
swasta dan profesi kesehatan lainnya.Dokter praktik swasta memiliki potensi untuk dilibatkan
dalam penemuan dan pengobatan penderita TB paru berdasarkan strategi DOTS. 5Dokter praktik
swasta berperan dalam penemuan kasus TB dan mengirim pasien tersangka TB untuk melakukan
pemeriksaan BTA sputum ke puskesmas, melakukan pengobatan sampai tuntas dengan strategi
DOTS, menunjuk PMO, membuat catatan dan pelaporan yang nantinya akan dijemput oleh
petugas puskesmas. Penderita tersangka TB yang telah melakukan pemeriksaan BTA sputum di
puskesmas hasil kiriman dokter praktik swasta, dikembalikan lagi ke dokter praktik
swasta.Supaya dokter praktik swasta tertarik dengan program ini, maka pihak puskesmas dapat
memberikan OAT secara cuma-cuma kepada dokter praktik swasta dan mempersilahkan dokter
praktik swasta mengambil biaya konsultasinya. 5
Bidan dan perawat praktik swasta dalam kemitraan program penanggulangan TB
berperan dalam menemukan penderita tersangka tuberkulosis dan mengirimnya ke puskesmas
untuk melakukan pemeriksaan BTA sputum.Peran dari Dinkes dan Puskesmas adalah dengan
menyediakan sarana yang dibutuhkan praktisi swasta dalam program penanggulangan
tuberkulosis seperti pot sputum, OAT dan formulir pencatatan dan pelaporan. 5
Kemitraan yang terjalin perlu dilakukan pemantauan secara berkala, apakah masing-
masing pihak telah menjalankan kesepakatan yang telah dibuat. Dalam melakukan pemantauan,
sebaiknya dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten dan organisasi profesi kesehatan seperti
IDI, IBI dan PPNI. Dinas kesehatan kabupaten juga membuat kesepakatan dengan masing-
masing organisasi profesi kesehatan tersebut. 5
Adapun untuk menjaring suspek penderita TB paru harus memahami gejala gejala
penderita TB paru.Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal
dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).3
1. Gejala respiratorik
batuk berdahak 3 minggu atau lebih (gejala utama)
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
11
2. Gejala sistemik
Demam
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada
pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.2Dan mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
b. Pemeriksaan dahak mikroskopik
a. Bahan pemeriksasan2
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquorcerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin,
faeces dan jaringan biopsy (termasuk biopsy jarum halus/BJH).
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan2
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan
3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS)
1) S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
12
2) P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3) S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium. Bahan pemeriksaan
hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan
biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke
laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke
dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.
Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
o Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat
bagian tengahnya
o Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml
o Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
o Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
o Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
o Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
13
o Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
o Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.2
Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL,
urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara
mikroskopik dan biakan.
Pemeriksaan mikroskopik ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk
screening)
Sedangkan hasil interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
2kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif :BTA positif
1kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasiliti foto
toraks, kemudian
1kali positif, 2 kali negatif BTA positif
2kali negatif BTA negative
d. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat
mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakanbeberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupunpencampuran
dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.2Pemeriksaan biakan
M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
14
o Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa,
Kudoh
o Agar base media : Middle brook
II.1.6. 2. Diagnosis TB
Diagnosis TB paru
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu – pagi –
sewaktu (SPS).Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Jadi Suspect TB paru adalah seseorang yang berada di sekitar atau sering kontak
dengan pasien BTA positif dengan atau tanpa gejala atau tanda-tanda TB.Gejala utama batuk
berdahak 2 minggu atau lebih,batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah (haemoptysis), sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun,
berat badan menurun, malaise, berkeringat malam tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan.
Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.Tidak dibenarkan
mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.Gambaran
kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.Untuk lebih jelasnya lihat
alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis
TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada
limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TBdan lain-
lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan
15
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain – Lain
Gambar.2 Alur Diagnosa TB Paru
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto
toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis ‘TB paru BTA positif. (lihat
bagan alur)
16
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
II.1.6.3 Klasifikasi penyakit dan Tipe Pasien
Beberapa istilah dalam definisi kasus:
a) Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis
oleh dokter.
b) Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium
tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurangkurangnya dari 3 spesimen
dahak SPS hasilnya BTA positif.
Adapun klasifikasi penyakit dan tipe pasien adalah sebagai berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru)
dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru:
Tuberkulosis paru BTA positif.
17
o Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
o 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
o 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
o 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
o Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
o Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
o Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
o Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas
(misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:
o TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe,
pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
18
o TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier,
perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
Catatan:
Bila seorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru,
maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat
sebagai pasien TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ,
maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya
paling berat.
d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi
beberapa tipe pasien, yaitu:
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positi
(apusan atau kultur).
Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In)
19
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh,
gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat
jarang,harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan),
radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
II.1.7 PENGOBATAN TB
Adapun pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman
terhadap OAT.Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
o OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
o Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
o Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
II.7.1 Tahap awal (intensif)
20
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
II.7.2 Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
II.7.3 Jenis, sifat dan dosis OAT
Tabel 1 Jenis, sifat dan dosis OAT
Jenis OAT Sifat
Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Harian 3x seminggu
Isoniazid (H)Bakterisid 5
(4-6)
10
(8-12)
Rifampicin (R)Bakterisid 10
(8-12)
10
(8-12)
Pyrazinamide (Z)Bakterisid 25
(20-30)
35
(30-40)
Streptomycin (S)Bakterisid 15
(12-18)
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
21
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Panduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket
untuk satu pasien.
Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
II.1.8 FUNGSI DAN PERAN SERTA TUGAS DAN TANGGUNG
JAWABLABORATORIUM TUBERKULOSIS3
a. Laboratorium Mikroskopis TB UPK
1) Puskesmas Satelit (PS) dan UPK setara PS
Fungsi
Melakukan pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai fiksasi sediaan
dahak untuk pemeriksaan TB.
Peran
Memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam pengobatan diperiksa
dahaknya sampai mendapatkan hasil pembacaan.
Tugas
Mengambil dahak tersangka pasien TB, membuat sediaan dan fiksasi sediaan
dahak pasien untuk keperluan diagnosis, dan untuk keperluan follow up
pemeriksaan dahak dan merujuknya ke PRM.
22
Tanggung jawab
Memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalan sesuai prosedur tetap,
termasuk mutu kegiatan dan kelangsungan sarana yang diperlukan.Catatan :
Bilamana perlu, dalam upaya meningkatkan akses pelayanan laboratorium
kepada masyarakat, maka Puskesmas pembantu/Pustu dapat diberdayakan untuk
melakukan fiksasi, dengan syarat harus telah mendapat pelatihan dalam hal
pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai fiksasi, dan keamanan dan
keselamatan kerja. Pembinaan mutu pelayanan lab di pustu menjadi tanggung
jawab PRM.
2) Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM)/ Puskesmas PelaksanaMandiri (PPM) dan UPK
setara PRM/PPM
Fungsi
Laboratorium rujukan dan atau pelaksana pemeriksaan mikroskopis dahak untuk
tuberkulosis.
Peran
Memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam pengobatan diperiksa
dahaknya sampai diperoleh hasil.
Tugas
PPM: Mengambil dahak tersangka pasien TB untuk keperluan diagnosis dan
follow up.PRM : Menerima rujukan pemeriksaan sediaan dahak dari PS.
Mengambil dahak tersangka pasien TB yang berasal dari PRM setempat untuk
keperluan diagnosisdan follow up, sampai diperoleh hasil.
Tanggung jawab
Memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalan sesuai prosedur tetap,
termasuk mutu kegiatan dankelangsungan sarana yang diperlukan.
b. Laboratorium Rujukan Uji Silang Mikroskopis
Fungsi
23
Laboratorium yang melakukan uji silang dari UPK setara PPM dan PRM dalam
sistem jejaring laboratorium TB setempat dan m elakukan pembinaan
laboratorium sesuai jejaring.
Peran
Laboratorium mikroskopis TB dan Laboratorium rujukan uji silang sesuai jejaring
laboratorium TB setempat.
Tugas
1. Melaksanakan kegiatan laboratorium mikroskopis TB
2. Melaksanakan uji silang mikroskopis TB sesuaijejaring.
3. Melaksanakan pembinaan laboratorium TB, termasukEQAS sesuai
jejaring
4. Mengikuti kegiatan EQAS yang diselenggarakanlaboratorium rujukan TB
provinsi sesuai jejaring.
Tanggungjawab
a) Memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalansesuai prosedur
tetap, termasuk mutu kegiatan dankelangsungan sarana yang diperlukan.
b) Memastikan kegiatan uji silang dilaksanakan sesuaiprogram pengendalian
TB.
c) Memastikan pembinaan laboratorium TB dalamjejaring dilaksanakan
sesuai program.
c. Laboratorium Rujukan Propinsi
Fungsi Sebagai laboratorium rujukan TB tingkat provinsi.
Peran
Laboratorium uji silang mikroskopis untuk Lab rujukanuji silang
Laboratorium yang melakukan uji silang kedua apabilaterdapat
ketidaksesuaian penilaian uji silang oleh labrujukan uji silang dalam
jejaringnya (2nd controller)
Laboratorium yang melakukan pemeriksaanmikroskopis, Isolasi,
identifikasi dan tes kepekaan M.TB dari dahak.
Pembina laboratorium TB sesuai jejaring.
24
Tugas
Melakukan uji silang terhadap laboratorium sesuaijejaring.
Melaksanakan pemeriksaan mikroskopis, isolasi,identifikasi kuman dan uji
kepekaan (DST).
Menyelenggarakan pembinaan Lab. TB berjenjang(EQAS dan pelatihan) bagi
laboratorium TB sesuaijejaring.
Mengikuti kegiatan EQAS Laboratorium TB yangdiselenggarakan oleh
laboratorium rujukan TB regional.
Menyelenggarakan pelatihan bagi petugaslaboratorium UPK dan laboratorium
rujukan uji silang.
Tanggungjawab
a) Menentukan hasil akhir uji silang jika terjadiketidaksepahaman hasil antara lab
rujukan uji silangdan lab mikroskopis TB UPK
b) Memastikan semua kegiatan sebagai laboratoriumrujukan TB tingkat provinsi
berjalan sesuai prosedurtetap, termasuk mutu kegiatan dan kelangsungansarana
yang diperlukan.
c) Memastikan laboratorium TB uji silang yang menjaditanggung jawabnya
melaksanakan tanggung jawabmereka dengan baik dan benar.
II.1.9. PENCATATAN DAN PELAPORAN PROGRAM NASIONAL
PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan
kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku.Adapun formulir-formulir yang
dipergunakan dalam pencatatan TB dibagi berdasarkan tempatnya sebagai berikut :
a. Pencatatan di Unit Pelayanan Kesehatan
UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam
melaksanakan pencatatan menggunakan formulir:
25
Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06).
Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak(TB.05).
Kartu pengobatan pasien TB (TB.01).
Kartu identitas pasien TB (TB.02)
Register TB UPK (TB.03 UPK)
Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10).
Register Laboratorium TB (TB.04).
Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TB dapat disesuaikan
selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia.
b. Pencatatan dan Pelaporan di Kabupaten/Kota
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota menggunakan formulir pencatatan danpelaporan
sebagai berikut:
Register TB Kabupaten (TB.03)
Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07)
Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08)
Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11)
Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Ujisilang Kabupaten
(TB.12)
Laporan OAT (TB.13)
Data Situasi Ketenagaan Program TB
Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB.
c. Pencatatan dan Pelaporan di Propinsi
Propinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut:
Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota.
Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota.
Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota.
Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang propinsi per kabupaten/kota.
Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota.
Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program TB.
26
Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB
II.2 PENGETAHUAN DAN PERILAKU
II.2.1. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang
lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang.Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya
diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil dari pekerjaan tahu. Pekerjaan
tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai (Drs. Sidi
Gazalba).
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu
knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan
adalah kepercayaan yang benar (knowledgement is justified true beliefed).
Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian, pengetahuan
merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Dalam kamus filsafat, dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses
kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam
peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memilliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya
sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketehui pada
dirinya sendiri dalam kesatuan aktif.
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru dalam
diri orang tersebut menjadi proses berurutan :
1. Awarenes, dimana orang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek).
27
2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus.
3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik
buruknya stimulus tersebut bagi dirinya.
4. Trial, dimana orang telah mulai mecoba perilaku baru.
5. Adaptation, dimana orang telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan
kesadaran dan sikap.
b. Tingkat Pengetahuan
Notoatmodjo mengemukakan yang dicakup dalam domain kognitif yang mempunyai
enam tingkatan, pengetahuan mempunyai tingkatan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):
1. Tahu (Know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari, dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Cara kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan.
2. Memahami (Comprehension)
Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya.Aplikasi disini dapat diartikan sebagai pengguna hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip-prinsip dan sebagainya.
4. Analisis (Analysis)
Universitas Sumatera UtaraKemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek dalam suatu komponenkomponen, tetapi masih dalam struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti kata kerja mengelompokkan, menggambarkan,
memisahkan.
5. Sintesis (Sinthesis)
28
Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan
yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi yang ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap suatu materi atau objek
tersebut berdasarkan suatu cerita yang sudah ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalamam
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan diatas (Notoadmojo, 2003)
a. Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75%-100%
b. Tingkat pengetahuan cukup bila skor 60%-75%
c. Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 60%
II.2.2. Perilaku
a. Defenisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar. Menurut Robert kwick (1974) perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.
Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya.Skiner (1938) seorang ahli psikologi merumuskan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar).
Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons
terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku
dibedakan menjadi dua yaitu :
29
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,
jenis kelamin, dan sebagainya.
2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan
faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
b.Determinan Perilaku
Green (1980), mencoba menganalisis perilaku manusia berangkat dari tingkat kesehatan.
Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor
perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes) (Notoatmodjo,
1993: 102-103). Perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor, yakni :
1. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors)
Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan
kehamilan bagi ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat
periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Di samping itu, kadang-kadang
kepercayaan, tradisi, sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk
periksa hamil, misalnya orang hamil tidak boleh disuntik (periksa hamil termasuk memperoleh
suntikan anti tetanus), karena suntik bisa menyebabkan anak cacat. Karena faktor ini terutama
yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.
2. Faktor-faktor sarana dan prasarana (enabling factors)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,
ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa,
Dokter atau Bidan Praktek Swasta, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya
perilaku pemeriksaan kehamilan tersebut di atas, ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya
30
karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus
dapat memperoleh fasilitas atau tempat periksa hamil; misalnya Puskesmas, Polindes, Bidan
Praktek, ataupun Rumah Sakit. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung
3. Faktor-faktor sikap (reinforcing factors)
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini
Undang-Undang, peraturan-peraturan bayik dari Pusat maupun Pemerintah Daerah yang terkait
dengan kesehatan.Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: untuk berperilaku sehat, masyarakat
kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja,
malainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para
petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu Undang-Undang, peraturan-
peraturan, dan sebagainya diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.Seperti
contoh perilaku periksa hamil tersebut di atas; di samping pengetahuan dan kesadaran
pentingnya periksa hamil, serta kemudahan memperoleh fasilitas periksa hamil, juga diperlukan
perilaku contoh dari tokoh masyarakat setempat.Demikian juga diperlukan peraturan atau
perundanganundangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa hamil.Disimpulkan
bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan,
sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di
samping itu, ketersediaan fasilitas, dan sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. 6
II.2.3 Penilaian Skor Kuesioner Pengetahuan dan Perilaku
Penilaian pada pengisian kuesioner pengetahuan tentang penyakit TB memakai
pembagian mkriteria nilai sebagai berikut, dimana dari total pertanyaan yang dicantumkan, bila
responden dapat menjawab benar lebih dari 70%, maka dianggap baik pengetahuannya,
sedangkan apabila < 70% dianggap kurang baik pengetahuannya. Kemudian, dengan kuesioner
perilaku, berupa pilihanganda dan dipilih jawaban sesuai dengan kehidupan responden di
masyarakat.
Penilaian:
31
Skir minimal 70%
B= Baik (>70%)
K=Kurang ( <70 %)
II.3 URUTAN PEMECAHAN SIKLUS MASALAH8
Adapun secara umum urutan siklus pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi masalah
Menetapkan keadaan spesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai,
menetapkan indictor tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja.Kemudian
mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil
pencapain.Yang terakhir membandingkan antara keadaan nyata yang terjadi
dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indicator tertentu yang sudah
ditetapkan.
b. Penentuan penyebab masalah
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan
dengan curah pendapat.Penentuan penyebab masalah dilakukan dengan
menggunakan fishbone.Hal ini hendaknya jangan menyimpang dari masalah
tersebut.
c. Memilih penyebab yang paling mungkin
Penyebab masalah yang paling mgkn harus dipilih dari sebab – sebab yang
didukung oleh data atau konfirmasi dan pengamatan.
d. Menentukan alternative pemecahan masalah
Sering kali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab
yang sudah diidentifikasi.Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada
alternative pemecahan masalah.
e. Penetapan pemecahan masalah
Setelah alternative pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan
pemecahan terpilih.Apabila ditemukan beberapa alternative maka digunakan
Hanlon Kualitatif untuk menentukan / memilih pemecahan masalah.
f. Penyusunan rencanan penerapan
32
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan of
Action) atau rencana kegiatan.
g. Monitoring dan evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakan kegiatan penerapan pemecahan
masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan
menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat
dipecahkan.
Gambar 3 . Kerangka Pikir Pemecahan Masalah8
II.3.1 Analisis Masalah
Dalam menganalisis masalah digunakan metode pendekatan sistem untuk mencari
kemungkinan penyebab dan menyusun pendekatan-pendekatan masalah. Dari pendekatan
sistem ini dapat ditelusuri hal-hal yang mungkin menyebabkan munculnya permasalahan
di Dusun Jambu Desa Tempurejo Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang. Adapun
sistem yang diutarakan di sini adalah sistem terbuka pelayanan kesehatan yang
dijabarkan sebagai berikut.
33
Gambar 4. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan Sistem8
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai dengan
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam
rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan
pendekatan system masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
II.3.2 Penentuan Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks Menggunakan Rumus
MxlxV/C.8
Setelah menemukan alternative pemecahan ,masalah, maka selanjutnya dilakukan
penentuan prioritas alternative pemecahan masalah yang dapat dilakukan dengan menggunakan
34
criteria matriks MxlxV/C. Berikut ini proses penentuan prioritas alternative pemecahan masalah
dengan menggunakan kriteria matriks:
1. Magnitude(M) adalah besarnya penyebab masalah dari pemecahan masalah yang
dapat diselesaikan. Makin besar (banyak) penyebab masalah yang dapat diselesaikan
dengan pemecahan masalah, semakin efektif.
2. Importancy (I) adalah pentingnya cara pemecahan masalah, makin penting cara
penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah, maka semakin efektif.
3. Vulnerability (V) adalah sensitifitas cara penyelesaian masalah. Makin sensitif bentuk
penyelesaian masalah, maka semakin efektif
4. Cost adalah perkiraan besarnya biaya yang diperlukan untuk meakukan pemecahan
masalah.
Masing-masing masalah diberi nilai 1-5.Bila makin magnitude makan nilainya makin
besar, mendekati 5.Begitu juga dalam melakukan penilaian pada criteria I dan V.
Gambar 5 Penentuan Pemecahan Masalah
Masalah yang timbul terdapat pada output dimana hasil kegiatan tidak sesuai dengan
standar minimal. Hal yang penting pada upaya pemecahan masalah adalah kegiatan dalam
rangka pemecahan masalah harus sesuai dengan penyebab masalah tersebut, berdasarkan
pendekatan system masalah dapat terjadi pada input maupun proses.
35
BAB III
ANALISA MASALAH
III.1 Data Umum Puskesmas Tempuran
36
Jumlah desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tempuran adalah 15 (lima belas) desa.
Daftar desa tersebut dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Daftar Desa Wilayah Kerja Puskesmas Tempuran
Ringinanom Growong Prajegsari
Sumberarum Pringombo Tugurejo
Sidoagung Bawang Jogomulyo
Tanggulrejo Girirejo Temanggal
Kalisari Tempurejo Kemutuk
Sumber : Profit Kesehatan Puskesmas Tempuran tahun 2011
1) Ketenagaan/Sumber Daya Manusia
Ketenagaan di Puskesmas tempuran dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Data pegawai Puskesmas Tempuran tahun 2012
Tenaga Kerja Jumlah (orang) Keterangan
Dokter Umum 3 Rasio dokter umum
(3/46434) x 10.000 = 0,65
Dokter Gigi 1 Rasio dokter gigi
(1/46434) x 10.000 = 0,21
Perawat Puskesmas 4 Rasio perawat
(7/46434) x 10.000 = 1,51Perawat Pustu 2
Perawat Gigi 1
Bidan Puskesmas 2 Rasio Bidan
(16/46434) x 10.000 = 3,44Bidan Desa 14
Petugas PU/Promkes 1
Juru imunisasi 1
Petugas Gizi 1
Petugas Apotek 1
Petugas Laborat 2
37
Koordinatos SP3 1
Petugas gudang obat 1
Petugas P2M 1 (dirangkap oleh
perawat)
Pembantu perawat 0
Tata Usaha/UP 1
Pembantu MA 0
Petugas pendaftaran 1
Pengemudi 1
Rekam Medis 1
Penjaga Kantor 1
Petugas Kebersihan 1
Jumlah 42
Sumber : Profit SDM Puskesmas Tempuran tahun 2012
Tabel 4. Pembagian Tugas di Puskesmas Tempuran tahun 2012
No Nama Katagori Tugas
Pendidikan Jabatan Pokok Integrasi Tamb
ahan
1 Dr. Anggraini
Dwi Astuti
Fk UNDIP Kepala
Puskesmas
Tugas
Manajemen
Rawat Jalan
2 Dr.Liliek
Sulistyowardani
FK Trisakti Kelompok
jabatan
fungsional
BP Umum Koord.
SIMPUS
3 Dr. Indraswari FK Undip Kelompok
jabatan
fungsional
BP Umum
4 Drg. Dollyviatri
Helix
Nurmulianti,
FKG
Magister
Manageme
Dokter Gigi BP Gigi
38
MM n
5 Oslyn Merida
Saragih
SPK Perawat Imunisasi Kesehatan
Jiwa
6 Achmad Tohir SMEA/
Pek/Kes
Staf/Pekarya Bendahara
Rutin
7 Dwi Prijono SMA Staf Loket
Pendaftaran
Bendahara
MP
8 Sigit Indrijanto D4 Sanitarian Koord.
Kesehatan
Lingkungan
9 Rumiasih, SKM FKM
UNDIP
Nutrisionis Koord. Gizi Bendahara
JPKMM
10 Rini Yulianti D4 Bidan Bidan
Puskesmas
Koord. KIA Bidan Desa
11 Raisman SPRG Perawat Gigi BP Gigi UKS/UKGS
PROMKES
12 Sri Riningsih SPK Perawat BP Umum Koord.
PUSTU
13 M. Sayful
Amsyar
SLTA Pengadaan
Perlengkapan
14 Andriani D3 Bidan Bidan Desa Koord.
Imunisasi
Bidan Desa
15 Yuli Astuti SLTA Kasubag TU Administrasi
16 Sri Endang
Sugiarti
D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
17 Dwi Ary
Septilestiana
D3 Bidan Bidan Koord. KB Bidan Desa
18 Ragil Retno
Kuntari
SMF Asisten
Apoteker
Loket Obat SIMPUS
19 Noor Hidayanto SPK Perawat Koord. P2M
39
20 Indra Nur
Wahyuni
D3 Perawat P2M TB BP
21 Tri Prasetyono SLTP Pengemudi Pengemudi Bendahara
Barang
22 Tri Wahyuni D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
23 Dusi Catur D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
24 Ermawati D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
25 Sri Sumijati D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa PUSTU
26 Ratri Adiningsih D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
27 Agus Sunartiyah D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
28 Winandu Dwi
Rahayu
D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
29 Ernayanti D1 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
30 Windy Ari
Setiani
D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
31 Irmaya Eka
Setyabudi
D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
32 Emi Lestari
Hidayati
SLTA Laboratorium Laboratorium
33 Puji Sismiyati SPK Bantu Di
Loket
34 Tri Kurniawati D3 Kes
Gigi
Kes Gigi
35 Agustiana
Suharman, A.Md
D3 Rekam
Medis
Rekam
Medis
36 Rokhana
Emawati, A.Md
D3 Analis
Kesehatan
Pranata
Laborat
Laboratorium
37 Purwo Handoko SD Penjaga
Kantor
38 Taufik Hadi SMK Seni Petugas
40
Prasetyo Rupa Kebersihan
39 Dewi Upiani D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
40 Nurani Ardianita D3 Bidan Bidan Desa Bidan Desa
41 Hana Setiawati,
A.Md. Kep
D3
Keperawat
an
Perawat Perawat
42 Nunuk
Prihmiyati
D3
Keperawat
an
Perawat Perawat
Sumber : Profil SDM Puskesmas Tempuran tahun 2012
2) Sarana dan prasarana
a. Sarana fisik
1. Puskesmas Induk : 1 Buah
2. Pustu : 3 Buah (desa Ringinanom, Prajerisari, Temanggal)
3. PKD : 11 Buah
4. Posyandu : 74 Buah
5. UKS : 34 SD/MI
b. Penunjang Medis
1. Minor set, alat pengukur vital sign, dan alat diagnostik lainnya
2. Dua dental set
3. Mikroskop binookuler 1 buah, dan alat pemeriksaan laboratorium lainnya
4. Sarana obat: jumlah cukup, jenis terbatas dan dalam keadaan kurang
c. Pertemuan Medis
Puskesmas rawat jalan yang terdiri dari:
1. Loket pendaftaran
2. Ruang balai pengobatan
3. Ruang KIA/KB
4. Ruang poli gigi
5. Ruang imunisasi dan klinik sanitasi
41
6. Aula/ruang perternuan
7. Laboratorium
8. Apotek dan gudang obat
9. Kantor kepala Puskesmas
10. Ruang tata usaha
11. Ruang bidan
12. Ruang perawat
13. Mushola
14. Toilet
d. Sarana Penunjang Lain:
Sarana penunjang lain yang dimiliki Puskesmas meliputi 2 buah mobil puskesling dan 6
buah sepeda motor.
3) Pendanaan
Biaya operasional Puskesmas Tempuran berasal dari hal berikut di bawah ini:
a. Dana rutin dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Retribusi diberikan
ke PEMDA dikembalikan ke Puskesmas sebanyak 85% ( ±l juta/bulan), 10% untuk
manajemen, 40% untuk jasa medis, 50% untuk operasional kegiatan.
b. Dana tidak rutin, jamkesmas dari pusat, digunakan untuk kegiatan operasional
manajemen, persalinan, dana pelayanan kesehatan dasar dan dana alokasi khusus
tergantung program khusus yang akan dilaksanakan.5
c. Dana Bantuan Operasional Kesehatan
4). Puskesmas Tempuran dalam penanggulangan TB
Puskesmas Tempuran dalam penanggulangan TB merupakan Puskesmas Satelit (PS) dan
UPK setara PS yang memiliki :
1) Fungsi : Melakukan pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai fiksasi
sediaan dahak untuk pemeriksaan TB.
42
2) Peran : Memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam pengobatan diperiksa
dahaknya sampai mendapatkan hasil pembacaan.
3) Tugas : Mengambil dahak tersangka pasien TB, membuat sediaan dan fiksasi sediaan
dahak pasien untuk keperluan diagnosis, dan untuk keperluan follow up pemeriksaan
dahak dan merujuknya ke PRM.
4) Tanggungjawab : Memastikan semua kegiatan laboratorium TB berjalansesuai prosedur
tetap, termasuk mutu kegiatan dankelangsungan sarana yang diperlukan.
III.2. Data Umum Desa Tempurejo
I. Keadaan Geografis
Desa Tempurejo berada di Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah.Adapun batas Wilayah Desa Tempurejo
Sebelah Utara : Desa Prajegsari Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Timur : Sungai Progo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
Sebelah Selatan : Desa Sumber Arum Kecamatan Tempuran Kabupaten
Magelang.
Sebelah Barat : Desa Jogomulyo Kecamatan Tempuran Kabupaten Magelang.
Secara Geografis terletak pada 70º32’33’’ LS dan 110º10’50’’ BT.
II. Keadaan Demografi
a. Data Penduduk
Jumlah penduduk Desa Tempurejo tercatat berjumlah 6.941 jiwa dengan Jumlah
KK berjumlah 2027 KK.
b. Jumlah Penduduk Menurut Dusun
Tabel 5. Jumlah penduduk berdasarkan jenis Kelamin Desa Tempurejo
No Dusun Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
43
1 Ngandong 187 187
2 Semirejo 368 345
3 Tempusari 505 549
4 Banjaran 545 570
5 Banjarsari 209 215
6 Bolobatur 227 203
7 Punduhsari I 478 429
8 Punduhsari II 393 389
9 Jambu 359 320
10 Turus 275 242
c.Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Tabel 6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkatan Jumlah
1 Tidak tamat SD 651
2 Tamat SD 1385
3 Tamat SLTP 835
4 Tamat SLTA 672
5 Tamat D3 34
6 Tamat S1 117
7 Tamat S2 13
8 Tamat S3 1
Jumlah 3708
44
III.Sarana Kesehatan
Tabel 7. Jumlah Sarana Kesehatan
No Sarana Jumlah
1 Polindes 1
2 Bidan 4
3 Klinik kesehatan 2
Jumlah 7
III.4 Data Suspect TB paru di Puskesmas Tempuran Januari – Maret 2013
Tabel 9. Data Suspect TB paru di Puskesmas Tempuran Januari - Maret 2013
NO
DESA
BULAN
JUMLAHJANUARI FEBRUARI MARET
45
1 Tempurejo I I I 3
2 Prajegsari
3 Tugurejo
4 Jogomulyo I I I 3
5 Bawang
6 Kemutuk
7 Pringombo
8 Temanggal III 3
9 Growong I 1
10 Girirejo I I 2
11 Kalisari
12 Tanggulrejo I I 2
13 Sidoagung IIII I 5
14 Sumberarum I 1
15 Ringinanom III 3
Jumlah Total 5 14 4 23
Jumlah pencapaian penduduk yang di suspect TB paru di Puskesmas Tempuran
Jumlah cakupan penduduk yang di suspect diadalah :
Besar cakupan = Jumlah suspect TB paru x100%
Sasaran(10,7/1000x jumlah penduduk)
= 23 x 100% = 18,40 %
(10,7/1000x 46434) x 10/12
Dari hasil didapatkan besar cakupan suspect TB paru di Puskesmas Tempuran pada bulan
Januari – Maret 2013 18,40 %
Jumlah pencapaian suspectTB paru di Puskesmas Tempuran adalah :
Pencapaian = Besar cakupan x 100%
Target Dinkes 2011
46
= 18,40% x 100%
80 %
= 23 %
Dari hasil perhitungan tersebut didapatkan skor pencapaian suspect TB paru di
Puskesmas Tempuran di bawah 100% sehingga menjadi masalah.
II.5Data TB paru positif di Puskesmas Tempuran Januari - Maret 2013
Tabel 8.Data TB paru positif di Puskesmas Tempuran Januari - Maret 2013
NO
DESA
BULAN
JUMLAHJANUARI FEBRUARI MARET
1 Tempurejo I I
2 Prajegsari
3 Tugurejo
4 Jogomulyo
5 Bawang
6 Kemutuk
7 Pringombo
8 Temanggal
9 Growong
10 Girirejo
11 Kalisari
12 Tanggulrejo
13 Sidoagung
14 Sumberarum
15 Ringinanom
Jumlah Total I I
Jumlah pencapaian penemuan kasus BTA positif di Puskesmas Tempuran
47
Jumlah cakupan penduduk yang BTA positif adalah :
Besar cakupan =Jumlah pasien BTA positif x 100%
Sasaran bulan berjalan (10,7/1000x jumlah penduduk x 10/12)
= 1 x 100%
(10,7/1000x 46434)x 10/12
= 7,69 %
Dari hasil didapatkan besar cakupan penemuan BTA positif di Puskesmas Tempuran
pada bulan Januari – Maret 2013 hanya sebesar 7,69 %
Jumlah pencapaian penemuan kasus BTA posiif paru di Puskesmas Tempuran adalah :
Pencapaian = Besar cakupan x 100%
Target Dinkes 2011
= 7,69% x 100%
70 %
= 10,99 %
48
BAB IV
KERANGKA PENELITIAN
IV.1 Kerangka Teori
Gambar 6: Kerangka Teori
49
PROSES
P1: Penemuan penderita,penyuluhan penderita
P2:SOP penemuan TB ,Koordinasi dengan lintas program lain di Puskesmas,Koordinasi dengan unit pelayanan lain .(BKPM,dokter swasta dan bidan praktek swasta)
P3: Pengawasan berkala puskesmas,
INPUT
Man: Dokter, koordinator program TB,petugas laborat,bidan desa,dan kader,Tingkat kepatuhan SOP
Money: Dana Untuk program penanggulangan TB
Method:SOP penemuan TB
Material:Ruangan balai pengobatan dan pemeriksaan, Ruangan Laboratorium
Machine:Stetoskop,Timbangan BB,Pot dahak,Kaca objek,Botol berisi alkohol,tangkai aplikator ,lampu spirtus,rak sediaan,Cat Ziel Nelson,Mikroskop
LINGKUNGAN
Faktor pasien TB : Pengetahuan dan perilaku penderita TB mengenai penyakit dan penularannya TB.
Faktor pasien suspect TB (keluarga pasien):Pengetahuan dan perilaku keluarga pasien suspect TB mengenai penyakit TB,kesadaran pemeriksaan dahak dan kesulitan mengeluarkan dahak.
Faktor lingkungan fisik tempat tinggal pasien dan pasien suspect Tb dalam dan pengetahuan mengenai lingkungan dan rumah yang sehat.
Peran unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta(BKPM,dokter swasta,bidan praktek swasta)
CAKUPAN SUSPECT TB PARU
IV.2 Kerangka Konsep
Pengetahuan dan perilaku penderita TB dan suspect TB
mengenai penyakit dan penularan TB.
Perilaku pasien suspect TB dalam kesediaan dan
kesadaran pemeriksaan dahak dan kesulitan
mengeluarkan dahak.
Faktor lingkungan fisik tempat tinggal pasien dan
pasien suspect TB dan pengetahuan mengenai
lingkungan dan rumah yang sehat.
Kepatuhan tenaga kesehatanTB paru mengenai SO
Ppenjaringan suspect TB dan petugas laboratorium
mengenai SOP pemeriksaan dahak
Penyuluhan di lingkungan masyarakat mengenai TB
paru.
Koordinasi dan peran unit pelayanan kesehatan lain
baik pemerintah maupun swasta (BKPM,dokter
swasta,bidan swasta) dalam penemuan suspect TB paru
Gambar 7. Kerangka konsep
50
Cakupan Suspect TB paru di Puskesmas Tempuran
BAB V
METODE PENELITIAN
Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder .
Data primer didapatkan dengan :
1. Pengamatankepada petugas kesehatan di balai pengobatan mengenai tingkat
kepatuhan SOP dalam penjaringan suspect TB paru
2. Pengamatan kepada petugas laboratorium di ruang laboratorium mengenai
tingkat kepatuhan SOP dalam pemeriksaan dahak/sputum pada pasien suspect
TB paru
3. Wawancara dengan koordinator bagian TB paru.
4. Pengisian kuisioner dari penderita TB dan pasien suspect TB orang (keluarga
pasien)
Data sekunder diperoleh dari laporan koordinasi P2M TB Paru Puskesmas
Tempuran.Pengamatan dilakukan dengan petugas pelayanan kesehatan P2M TB Paru di Balai
Pengobatan Puskesmas Tempuran dan pengamatan dengan Koordinator
laboratorium.Pengisian kuisioner dilakukan di Desa Tempurejo Kecamatan Tempuran,
Kabupaten Magelang, responden diambil sebanyak 10,terdiri dari 1 pasien TB dan 9 orang
sekitar pasien TB yang ditetapkan sebagai suspect TB .
Pengumpulan data – data tersebut dilakukan tanggal 25 – 30 April 2013. Data yang
diperoleh dianalisis melalui pendekatan sistem, baik input, proses, dengan tujuan mengetahui
permasalahan secara menyeluruh. Data kemudian diolah untuk mengidentifikasi
permasalahan.lalu dilakukan analisis masalah dengan mencari kemungkinan penyebab
melalui pendekatan sistem dengan diagram fishbone. Kemudian dilakukan konfirmasi
penyebab yang paling mungkin ke koordinator P2M TB Paru.Kemudian menentukan
prioritas alternative pemecahan masalah secara sistematis yang paling mungkin dilaksanakan
dengan menggunakan kriteria matriks.Setelah itu, dibuat plan of action berdasarkan prioritas
pemecahan masalah.
51
V.1 Batasan Judul
Penulis memilih judul “Rencana Peningkatan Cakupan suspect TB Paru di
Puskesmas Tempuran, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Magelang. Evaluasi
Manajemen Program, Program Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Menular (P2PM) Periode Januari-Maret 2013” Penulisan tugas mandiri ini dilakukan
untuk menganalisis faktor – faktor yang menyebabkan rendahnya cakupan suspek TB paru,
menentukan alternatif pemecahan masalah dan prioritas pemecahan masalah serta
merencanakan kegiatan yang akan dilakukan. Cakupan penemuan suspek TB paru yang
dianalisis hanya 3 bulan, yaitu bulan Januari - Maret 2013, sesuai dengan hasil cakupan bulan
berjalan SPM 2013, dimana pencapaian cakupan suspek TB paru yang diraih Puskesmas
Tempuran masih di bawah target pencapaian yang ditetapkan Dinas Kesehatan Kabupaten
Magelang.
V.2 Definisi Opersional
1. Suspect TB paru adalah seseorang yang berada di sekitar atau sering
kontak dengan pasien BTA positif dengan atau tanpa gejala atau tanda-
tanda TB dan yang telah dilakukan pemeriksaan dahak SPS dengan
hasil negatif di Puskesmas Tempuran.
2. Pasien TB paru adalah pasien TB paru dengan BTA positif yang
tercatat dalam register penderita di Puskesmas Tempuran.
3. CakupanSuspect TB adalah batasan suatu masalah yang didapat
dengan angka persentase perhitungan jumlah seluruh pasien suspect
TB paru di Puskesmas Tempuran (hasil kegiatan) dibagi dengan
sasaran (sasaran bulan berjalan Januari – Maret 2013) dengan target
pencapaian ≥ 100 %.
4. Pengetahuan adalah hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah pasien TB
dan suspect TB di wilayah Puskesmas Tempuran melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Tingkat pengetahuan ini
dilihat dari hasilpengisian kuisioner mengenai pengetahuan dengan
ketentuan pengetahuan dianggap baik bila CR > 80 %.
5. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan pasien TB dan suspect TB di
wilayah Puskesmas Tempuran yang dapat diamati bahkan dapat
52
dipelajari.Penilaian perilaku dari ini dilihat dari hasil pengisian
kuisioner mengenai perilaku dengan ketentuan perilaku dianggap baik
bila CR > 80 %.
6. Tingkat kepatuhan adalah penilaian tehadap tingkat ketaatan tenaga
kesehatan Puskesmas Tempuran dalam melaksanakan segala sesuatu
yang telah diatur.Tingkat kepatuhan ini dilihat dari hasil pengamatan
terhadap tingkat kepatuhan SOP penjaringan suspect dan pemeriksaan
dahak di Puskesmas Tempuran yang diberi penilaian dengan rumus
Jumlah Ya : Jumlah (Ya + Tidak) x 100 %. Yang apabila CR > 80 %
dianggap tingkat kepatuhannya baik.
7. Standard Operating Procedures (SOP) adalah serangkaian instruksi
tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan
administrasi serta bagaimana,kapan harus dilakukan,dimana dan oleh
tenaga kesehatan Puskesmas Tempuran dalam penjaringan suspect TB
paru dan pemeriksaan dahak pasien suspect TB.
8. Penyuluhan adalah ilmu social yang mempelajari system dan proses
perubahan pada masyarakat di wilayah Puskesmas Tempuranagar
dapat terwujud perubahan yang lebih baik sesuai dengan yang
diharapkan.Penyuluhan yang dimaksud adalah penyuluhan mengenai
TB paru kepada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tempuran.
9. Faktor lingkungan fisik adalah faktor lingkungan yang berwujud fisik
yakni rumah yang sehat yang manaadalah rumah yang memenuhi
kriteria rumah sehat yakni meliputi komponen rumah (bangunan),
sarana sanitasi, perilaku penghuni yang dimana hasil akhirya
menggunakan skoring dengan jumlah rumah sehat sebesar 1008-1388,
rumah kurang sehat sebesar 614-1007, dan rumah tidak sehat sebesar
229-613.
10. Unit Pelayanan Kesehatan adalah suatu badan/suatu profesi kerja yang
melaksanakan kegiatan proses pemenuhan kebutuhan kesehatan.Dan
unit pelayanan kesehatan yang dimaksud adalah unit pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta (BKPM,dokter praktek
swasta dan bidan praktek swasta) yang menjaring kemitraan kerja
dengan Puskesmas Tempuran untuk menjaring pasien suspect TB paru.
53
IV.3Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
Kriteria Inklusi adalah petugas kesehatan P2PM TB paru(dokter,perawat),petugas
laboratorium,koordinator P2PM TB Paru,pasien TB paru dan orang sekitar pasien TB
paru(suspect TB) yakni keluarga pasien yang diperiksa dahaknya yakni di Dusun JambuDesa
Tempurejo.
Faktor Eksklusi adalah penderita TB paru di Dusun Jambu DesaTempurejo yangsudah
mendapatkan pengobatan atau sudah sembuh dari penyakit TB paru BTA (-).
54
BAB VI
HASIL PENELITIAN
Adapun hasil penelitian yang telah dilakukan digambarkan melalui tabel
diantaranya,tabel hasil pengamatan tigkat kepatuhan SOP,tabel hasil wawancara dengan
koordinator TB dan tabel skor penilaian tingkat pengetahuan dan perilaku pasien TB dan
suspect TB.Dibawah ini dijelaskan satu demi satu hasil penelitian :
VI.1 Hasil pengamatan Tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam penjaringan suspect
dan Tingkat kepatuhan SOP dalam pemeriksaan dahak
6.1.1 Hasil pengamatan Tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam penjaringan suspect TB
Tabel dibawah ini menunjukan pengamatan yang dilakukan pada tanggal 27 - 29
April 2013di balai pengobatan terhadap dokter mengenai tingkat kepatuhan SOP penjaringan
suspect TB,mendapatkan 5 orang pasien yang dipilih dengan keluhan batuk.
Keterangan :
Penilaian
Ya : nilai 1
Tidak : nilai 1
Pasien
1 dan 3: Pasien Suspect TB paru
2, 4 dan 5 :Pasien bukan suspect TB paru
Untuk kepatuhan terhadap pasien suspect TB paru dinilai dari nomor 1.I dan 1.II -10
Untuk kepatuhan terhadap pasien suspect bukan TB paru dinilai nomor 1.I dilanjtukan nomor
2,5,8 dan 10
55
Tabel 10 .Hasil pengamatan tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam penjaringan suspect TB
N
o
SOP dalam penjaringan
suspect TB
Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3 Pasien 4 Pasien 5
Ya Tida
k
Ya Tida
k
Ya Ti
da
k
Ya Tid
ak
Ya Tida
k
1. Petugas melakukan
anamnesis :
I. Gejala Utama
Lama batuk :
a. < 3 minggu
b. ≥ 3
minggu/lebi
h
II. Gejala Tambahan bila
batuk ≥ 3 minggu
a. Batuk darah
√
b. Sesak napas √
c. Nyeri dada √
d. Demam √
e. Keringat malam √
f. Nafsu makan dan
berat badan turun
2. Petugas melakukan
pemeriksaan fisik
diagnostik
56
3. Petugas menimbang berat
badan
√
4. Petugas menentukan
diagnosa sementara
√
5. Petugas merujuk ke RS
bila diperlukan
6. Petugas merujuk ke
laboratorium
√
7. Petugas memberikan
pengobatan sesuai protap
TBC bila positif TBC
√
8. Petugas memberikan
pengobatan sesuai dengan
diagnosa bila bukan TBC
√
9. Petugas mencatat pada
register P2P bila positif
TBC
√
10 Petugas mencatat pada
rekam medik
Total
10 0 5 0 10 0 5 0 5 0
57
Keterangan :
∑ ya
Tingkat Kepatuhan = ------------------- X 100%
∑ ya + tidak
Tingkat kepatuhan baik > 80 %
Tingkat Kepatuhan pasien 1 dan 2 =
20
x 100 % = 100 %
20+0
Tingkat Kepatuhan pasien 2,3 dan 4=
15
X 100 % = 100 %
15+ 0
Dari tabel dan perhitungan diatas menunjukan bahwa tingkat kepatuhan terhadap SOP
penjaringan pasien suspect TB adalah baik.
6.1.2 Hasil pengamatan tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam pemeriksaan dahak/sputum
Tabel di bawah ini menunjukan pengamatan terhadap tingkat kepatuhan SOP
pemeriksaan sputum pada suspect TB paru di laboratorium Puskesmas Tempuran terhadap
petugas laboratorium tanggal 26 April 2013.Pasien yang diamati hanya 3 pasien yakni
keluarga pasien BTA positif sebagai suspect TB paru yang bisa mengeluarkan dahaknya.
58
Keterangan :
Penilaian
Ya : nilai 1
Tidak : nilai 1
Tabel 11. Hasil pengamatan Tingkat kepatuhan terhadap SOP dalam pemeriksaan
dahak/sputum
No SOP pemeriksaan
sputum/dahak
Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3
ya tdk ya tdk Ya tdk
1. Petugas menulis nomor
register pada bagian kaca
objek
2. Petugas mengambil
bagian dahak yang
purulen atau berdarah saja
3. Petugas mengahpus
spesimen di bagian tengah
kaca sediaan dengan
ukuran 3 x 2 cm
4. Petugas membuang
tangkai aplikator
kedalam ember
pembuangan setelah
digunakan
5. Petugas membersihkan
ose ke dalam pasir
59
alkohol dan bakar sampai
merah menyala dan
biarkan dingin
6. Petugas mengeringkan
sediaan di atas rak
sediaan dan jauhkan dari
sinar matahari langsung
7. Petugas melakukan
fiksasi dengan pemanasan
setelah sediaan kering
8. Petugas meletakkan
sediaan menghadap
keatas pada rak
pengecatan
9. Petugas menggenangi tiap
sediaan dengan calbol
fuchsin/ZNA
10. Petugas memanasi dari
bawah sediaan dengan
almpu spirtus samapai
keluar uap api,hentikan
pemanasan bila timbul
uap api.
11. Petugas mendiamkan
pewarna yang telah panas
diatas sediaan minimal 5
menit
12. Petugas mencuci dengan
hati hati setiap sediaan
60
dengan air mengalir
13. Petugas mencuci sediaan
dengan ZN B sampai
tidak ada sisa calbol
fuchsin (maksimum 3
menit)
14. Petugas membilas tiap
sediaan dengan air yang
mengalir
15. Petugas menggenangi
permukaan dengan
Metylen Blue/ZNC
selama 30 detik
16. Petugas membilas tiap
sediaan dengan air
mengalir
17. Petugas memiringkan dan
keringkan di udara diatas
rak
18. Petugas mengirim sediaan
apus beserta formulir TB
05 dikirim ke
PRM( Puskesmas
Salaman I) untuk dibaca
61
Total 15 3 15 3 15 3
Keterangan :
∑ ya
Tingkat Kepatuhan = ------------------- X 100%
∑ ya + tidak
Tingkat kepatuhan baik > 80 %
Tingkat kepatuhan petugas terhadap ke 3pasien :
45
X 100 % = 83,33 %
45 + 9
Dari hasil tabel diatas menunjukan tingkat kepatuhan terhadap SOP pemeriksaan dahak
adalah baik.
VI.2 Hasil Wawancara dengan Koordinator Program P2M TB Paru
Berikut di bawah ini adalah hasil wawancara dengan coordinator P2M TB paru di
Puskesmas Tempuran tanggal 29 April 2013.
Tabel 12. Hasil Wawancara dengan koordinator P2M TB Paru di Puskesmas Tempuran
No. Pertanyaan Jawaban
1. Apakah terdapat target
penjaringan TB paru selain di
puskesmas Tempuran?
Ya ada, Penjaringan TB dilaksanakanselain di BP
Puskesmas juga di Pustu dan PKD.
2. Bagaimana penjaringan suspek
TB paru dilakukan?
Pada PKD dan Pustu penjaringan awal dilakukan
dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik pada
pasien suspek TB, kemudian pasien suspek TB
62
tersebut dianjurkan ke Puskesmas untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
3. Apakah pot dahak juga
diberikan pada pasien suspek TB
yang ditemukan di PKD, Pustu
atau Puskesling?
Pada pasien suspek TB paru yang dijaring di Pustu
atau PKD diberikan pot dahak untuk menampung
dahaknya, dan pot dahak dibawa ke puskesmas
oleh pasien, tetapi keputusan untuk datang ke
puskesmas ada di tangan pasien sendiri.
4 Apakah setiap pasien yang
disuspect TB paru dilakukan
pemeriksaaan dahak sebanyak 3
kali (S_P_S)
Tidak,biasanya pasien hanya 2 kali.Pasien
diberikan 2 pot dahak, kemudian diminta datang
kembali keesokan harinya dengan membawa pot
yang sudah berisi dahak pasien. Dahak sewaktu
bangun pagi pada 1 pot. Dahak saat sebelum
berangkat ke puskesmas pada 1 pot lainnya. Saat
pasien datang keesokan harinya, pasien diminta
mengeluarkan dahak di laboratorium pada pot ke 3
5. Bagaimana tindak lanjut pada
pasien yang sulit mengeluarkan
dahak?
Pasien diajarkan terlebih dahulu cara – cara
mengeluarkan dahak
6. Apakah terdapat penjemputan
dahak bagi pasien suspek TB
yang tidak mengembalikan pot
dahak?
Kadang iya, kadang tidak.
7. Apakah terdapat kunjungan ke
rumah pada pasien TB
(pemeriksaaan kontak) dan
keluarga penderita TB paru?
Ya, bila ada BTA (+) dikunjungi ke rumahnya, dan
seluruh anggota keluarga disuruh melakukan
pemeriksaan sputum.Jadwal kunjungan dibuat
berdasarkan register penderita di Puskesmas
Tempuran dan dilakukan juga penyuluhan
mengenai TB paru.
8. Apakah ada koordinasi dengan
lintas program lain di Puskesmas
dalam program penemuan
suspect TB paru?
Ada,biasanya dilakukan koordinasi dengan progam
Gizi,Kesling dan KIA dalam program
penyuluhan.Bila ada penyuluhan dari bagain
tersebut dimasukan juga penyuluhan materi TB.
63
9. Apakah didata pasien suspek TB
yang datang ke praktek dokter
umum, bidan dan poliklinik
swasta?
Tidak, hanya dilakukan pendataan suspek TB yang
datang ke puskesmas
10. Apakah ada Koordinasi dengan
unit pelayanan lain
(BKPM,dokter swasta dan bidan
praktek swasta) seperti
pendataan ulang jumlah suspect
TB yang datang ke unit
pelayanan tersebut?
Tidak ada.
11 Apakah ada kerjasama/
pemberdayaan kader kesehatan
desa dalam penemuan pasien
suspek TB.
Ya ada kerjasama antara koordiator TB dengan
kader kesehatan tapi tidak ada kader khusus
TB.Tiap kader kesehatan yang dapat menemukan
suspect TB dan bila disarankan untuk ke
puskesmas diberikan uang 5000/pasien. Namun
sampai saat ini belum ada peningkatan angka
cakupan suspect TB dari penemuan kader.
12 Kendala apa yang sering
ditemukan dalam penjaringan
suspek TB paru?
Dari sisi masyarakat, pengetahuan tentang TB dan
keinginan berobatnya masih rendah, terutama pada
pasien suspek TB paru yang di anjurkan ke
puskesmas dari PKD, pustu dan puskesling,
seringkali mereka tidak ke puskesmas.
Selain itu yg menjadi kendala juga adalah beberapa
pasien suspect TB paru sulit ataupun malu
mengeluarkan dahak di Puskesmas.
13. Bagaimana tatacara laporan
jumlah pasien suspek TB?
Laporan P2M TB dilaporkan ke dinkes kabupaten
tiap 3 bulan, disertai dengan data pencapaian
program. Evaluasi program dilaksanakan 6 bulan –
1 tahun.
14. Apakah alat dan bahan di
laboratorium untuk pemeriksaan
dahak suspect TB paru tersedia
Semua alat dan bahan tersedia lengkap, semua di
sediakan oleh dinas kesehatan.
64
lengkap?
15. Apakah bahan-bahan untuk
pemeriksaan BTA selalu tersedia
dari dinas kesehatan kabupaten?
Iya, selalu tersedia, setiap kali bahan – bahan
tinggal sedikit dibuat pelaporan ke dinas kesehatan
dan dengan segera disediakan.
16. Apakah semua alat untuk
pemeriksaan BTA dalam kondisi
baik?
Semuanya dalam kondisi baik.
17. Apakah pernah ada pelatihan
untuk petugas laboratorium
dalam pemeriksaan dahak pada
suspect TB paru?
Pernah dilakukan,setahun sekali. Terakhir di
lakukan pelatihan pada bulan Juli 2012
18. Apakah pernah ada pelatihan
laboratorium dalam pemeriksaan
dahak pada suspect TB paru?
Pernah dilakukan,terakhir pada bulan Juli 2012.
19. Apakah ada pamflet atau poster
yang terpasang untuk sosialisi
penyakit TB paru?
Ada,pamflet dan poster di dalam laboratorium saja
VI.3 Hasil Pengisian Kuisioner mengenai Pengetahuan,Perilaku dan Rumah Sehat
Responden terdiri dari 10 reponden yang mana digambarkan pada tabel berikut ini :
1 : Pasien TB paru positif
2-10 : Keluarga dan tetangga pasien yang sering kontak dengan pasien BTA positif
6.3.1 Hasil Pengisian Kuisioner Mengenai Pengetahuan.
Tabel Hasil Pengisian Kuisioner Mengenai Pengetahuan
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Apakah anda tahu tentang flek
paru?
0 0 1 1 0 1 1 1 1 1
2. Apakah anda mengetahui gejala-
gejala flek paru?
0 0 1 1 0 0 0 1 0 1
65
3. Apakah anda tahu untuk
menentukan diagnosa penyakit
TB harus dilakukan pemeriksaan
dahak?
1 0 1 1 1 0 0 0 0 0
4. Apakah anda tahu flek paru itu
berbahaya?
1 0 1 1 0 0 0 1 0 1
5. Apakah anda tahu flek paru
menular?
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
6 Apakah anda tahu berapa lama
pengobatan flek paru?
1 0 1 1 0 1 0 0 0 1
7. Apakah anda tahu obat flek paru
gratis dari pemerintah?
1 0 1 1 0 0 0 1 0 1
8. Apakah anda pernah/sedang
mengalami gejala seperti batuk
berdahak lama, badan lemah,
berat badan menurun, nafsu
makan menurun, berkeringat di
malam hari?
1 0 0 0 0 1 0 1 0 1
9. Apakah di lingkungan sekitar
rumah (tetangga) anda ada yang
mempunyai gejala serupa seperti
anda (seperti diatas)?
0 0 1 0 1 1 1 1 1 1
10. Apakah petugas kesehatan (bidan
desa, mantra, dokter) pernah
memberikan penyuluhan tentang
penyakit flek paru dan
penempelan poster mengenai
penyakit dan pencegahan TB
paru?
0 0 1 0 1 0 0 0 0 0
Total 6 1 9 7 4 5 3 7 3 8
Kriteria Penilaian C K B C K K K C K B
66
1: jawaban yang diharapkan : Ya
0: Jawaban yang tidak diharapkan :Tidak
Penilaian
≤ 5: Pengetahuan kurang
6-7: Pengetahuan cukup
8-10 : Pengetahuan baik
Dari hasil survey, didapatkan 2 responden (20%) pengetahuannya baik, 3 responden
yang lain (30 %) pengetahuannya cukup, dan 5 responden (50%) pengetahuannya kurang.
Kesimpulannya pengetahuan penduduk desa yang suspek TB tentang TB paru adalah masih
kurang.
6.3.2 Hasil Pengisian Kuisioner Mengenai Perilaku
Tabel 14.Hasil Pengisian Kuisioner Mengenai Perilaku
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1. Jika anda sakit, apakah anda
berobat ke pusat pelayanan
kesehatan?
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2. Apakah tidak ada kendala dana
berobat ke pelayanan kesehatan?
0 0 0 1 0 0 1 1 1 1
3. Jika anda diminta untuk
melakukan pemeriksaan dahak,
apakah anda bersedia?
1 0 1 1 0 1 0 0 1 0
4. Apakah tidak ada kesulitan
dalam mengeluarkan dahak?
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Jika anda batuk,apakah anda
menutup mulut atau
menggunakan masker atau tidak
meludah di sembarang tempat?
0 0 0 0 0 0 1 0 0 1
6 Apakah anda mengkonsumsi
makanan yang bergizi?
1 0 1 1 0 1 1 0 0 0
67
Total 3 1 3 4 1 3 4 3 4 3
Kriteria Penilaian K K K C K K C K C K
1: jawaban yang diharapkan : Ya
0: Jawaban yang tidak diharapkan ; Tidak
Penilaian
< 3: perilaku kurang
4-5: Perilaku cukup
6: Perilaku baik
Dari hasil survey, didapatkan 3 responden (30 %) perilaku cukup dan 7 responden
(70%) yang perilaku kurang. Kesimpulannya perilaku pasien dan pasien suspect TB paru
menenai kesehatan adalah kurang.
6.3.3 Hasil Kuisioner Kepemilikan Rumah Sehat
Kuisioner ini hanya menilai 3 rumah saja pasien suspect TB paru dimana respondennya
adalah 10 reponden diatas dimana responden
1, 2 dan 3 : tinggal serumah
4,5,6 dan 7 : tinggal serumah
8,9 dan 10 : tinggal serumah
Tabel 15. Hasil pengisian kuisioner kepemilikan rumah sehat
No. Komponen
Rumah
Kriteria Jumlah Persen
1 Langit-Langit a. Tidak ada
b. Ada, bersih, rawan kecelakaan
c. Ada, bersih, kuat dan tinggi minimal
2,75 m
2
0
1
66,66%
0%
33,33 %
68
2 Dinding a. Non permanen
b. Semi permanen/ tembok tidak
diplester
c. Permanen dan kedap air
0
1
2
0 %
33,33 %
66,66 %
3 Lantai a. Tanah/papan
b. Seluruh lantai plester kasar (terasah)
c. Seluruh kedap air dan sebagian
keramik
d. Seluruh lantai pasangan keramik
0
2
1
0
0 %
66,66 %
33,33 %
4 Pintu a. Hanya ada pintu utama
b. Setiap ruang tidur terpasang pintu
c. Setiap pintu ruang tidur terpasang
kasa nyamuk
0
3
0
0 %
100 %
0 %
5 Jendela kamar
tidur
a. Tidak ada
b. Ada
0
3
0 %
100%
6 Ruang
keluarga
a. Tidak ada
b. Ada
0
3
0 %
100%
7 Ventilasi a. Tidak ada
b. Ada, < 10% LL
c. Ada, 10 % LL tidak dipasang kassa
d. Ada, 10% LL dan dipasang kassa
0
0
3
0
0 %
0 %
100 %
0 %
8 Lubang asap
dapur
a. Tidak ada
b. Ada
c. Ada dan berfungsi dengan baik
3
0
0
100 %
0 %
0 %
9 Pencahayaan
Alamiah
a. Tidak terang, tidak dapat digunakan
untuk membaca
b. Kurang terang, bila untuk membaca
terasa sakit
c.Terang, enak untuk membaca dan tidak
silau
0
3
0
0 %
100 %
0 %
69
No. Sarana Sanitasi Kriteria Jumlah Persen %
1 Jenis sarana air
bersih yang
digunakan
a. Sumur gali
b. Sumur pompa tangan
c. PDAM
3
0
0
100 %
0 %
0%
2 Kepemilikan dan
kualitas SAB
a. Bukan milik sendiri
b. Ada, milik sendiri tapi tidak memenuhi
syarat
c. Bukan milik sendiri, tapi memenuhi
syarat
d. Milik sendiri dan memenuhi syarat
2
1
0
0
66,66 %
33,33 %
0 %
0 %
3 Jamban Keluarga a. Tidak ada
b. Ada, tidak memenuhi syarat
c. Ada dan memenuhi syarat
1
0
2
33,33 %
0 %
66,66 %
4 SPAL a. Tidak ada
b. Ada, jarak dengan sumber air < 10 m,
atau ke saluran terbuka
c. Ada, jarak dengan sumber air >10 m,
atau ke saluran kota
3
0
0
100 %
0 %
0 %
5 Tempat Sampah a.Tidak ada
b.Ada,tidak kedap air & tidaktertutup
c.Ada, kedap air & tertutup
3
0
0
100 %
0 %
0%
No. Perilaku Penghuni Kriteria Jumlah Persen(%)
1 Membuka Jendela a. Tidak pernah dibuka
b. Kadang-kadang
c. Setiap hari dibuka
0
2
1
0 %
66,66 %
33,33 %
2 Menyapu dan
mengepel rumah
a. Seminggu
b. Tiap 3 hari
c. Setiap hari
0
1
2
0 %
33,33 %
66,66 %
3 Cara membuang
tinja
a. Ke sungai/kebun/kolam
b. Ke WC/Jamban
3
0
100 %
0 %
4 Pengelolaan a. Dibuang ke sungai/kebun 3 100 %
70
sampah
b. Ke TPS/Petugas sampah
c. Dimanfaatkan/daur ulang
0
0 0 %
0 %
No. Komponen Kriteria Jumlah Persen(%)
1 Kepadatan
penghuni
a. < 8 m2 per orang
b. > 8 m2 per orang
0
3
0 %
100 %
2 Tikus a. Ada
b. Tidak ada
3
0
100 %
0 %
3 Lalat a. > 5 ekor
b. < 5 ekor
0
3
0 %
100 %
4 Kecoa a. Ada
b. Tidak
2
1
66,66 %
33,33 %
5 Nyamuk/Jentik a. Ada
b. Tidak ada
3
0
100 %
0 %
6 Kandang Ternak a. Menyatu dengan rumah
b. Terpisah dari rumah <10 m
c. Terpisah dari rumah >10 m, atau
tidak punya ternak
0
1
2
0 %
33,33 %
66,66 %
7 Diare a. Ada
b. Tidak
0
3
0 %
100 %
8 ISPA a. Ada
b. Tidak
0
3
0 %
100 %
9 TB Paru a. Ada
b. Tidak
3
0
100 %
0 %
10 Kulit a. Ada
b. Tidak
0
3
0 %
100 %
11 Malaria a. Ada
b. Tidak
0
3
0 %
100 %
12 DBD a. Ada
b. Tidak
0
3
0 %
100 %
71
Dari kriteria rumah sehat didapatkan bahwa semua pasien suspect TB paru memiliki
rumah kurang sehat karena pengetahuannya yang kurang.
Tabel 16. Hasil Skor penilaian kriteria rumah sehat (LAMPIRAN)
BAB VII
PEMBAHASAN
VII.1 ANALISA HASIL PENELITIAN
Dari hasil survei yang dilaksanakan dari tanggal 27 - 29 April 2013 di balai
pengobatan Puskesmas Tempuran, ruang laboraorium dan di Desa Tempurejo Kecamatan
Tempuran Kabupaten Magelang didapatkan bahwa rendahnya cakupan suspek TB dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah kurangnya pengetahuan pasien dan suspect
TB paru (keluarga dan lingkungan sekitar) terhadap penyakit TB paru, kurangnya
pengetahuan mengenai lingkungan dan kepemilikan rumah sehat, kurangnya perilaku dan
kesadaran pasien suspect TB untuk mengumpulkan dahak dan adanya kesulitan dalam
mengeluarkan dahak, kurang optimalnya pemberdayaan kader kesehatan desa dalam
menemukan pasien suspect TB paru,masih kurangnya pemberian penyuluhan tentang TB
paru kepada masyarakat dan kader, kurangnya peran serta unit pelayanan kesehatan
lain(dokter praket swasta dan bidan swasta) dalam menemukan suspect TB paru, tidak ada
koordinasi dengan unit pelayanan kesehatan lain baik pemerintah maupun swasta
(BKPM,dokter praktek swasta,bidan swasta) dalam pencatatan dan pendataan terhadap
pasien suspek TB paru yang memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan tersebut.
Sedangkan tingkat kepatuhan SOP tenaga kesehatan dalam penjaringan suspect TB
paru dan tingkat kepatuhan petugas laboratorium dalam pemeriksaan dahak pasien suspect
TB paru adalah tidak menjadi masalah dalam rendahnya cakupan suspek TB karena dari hasil
pengamatan didapatkan bahwa tingkat kepatuhan untuk penjaringan suspect TB adalah 100
% sedangkan untuk pemeriksaan dahak pasien suspect TB adalah 83.33 %.
72
VII .2 ANALISIS PENYEBAB MASALAH
Tabel Kemungkinan Penyebab Masalah
INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN
Man Adanya tenaga kesehatan (dokter, bidan,
perawat dan petugas laboratorium) dan
koordinator program untuk mendeteksi
penderita TB paru.
Tenaga kesehatan yang kompeten dalam
melakukan penjaringan suspect TB paru
tidak hanya di puskesmas, tetapi juga di
Posyandu dan Pustu.
Tidak ada kader khusus untuk
TB
Kurang optimalnya
pemberdayaan kader
kesehatan desa dalam
menemukan pasien TB paru.
Money Dana untuk penyuluhan mengenai TBC
didapat dari dana BOK.
Tersedianya dana dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Magelang untuk kasus TB Paru,
mulai dari penemuan kasus, pemeriksaan
sputum BTA, dan pengobatan.
Tersedianya dana untuk memberikan komisi
pada kader yang dapat menemukan suspect
TB paru dari sisa BOK
Methode Terdapat alur diagnosis TB paru dalam
penjaringan suspek TB paru
Tingkat kepatuhan SOP dalam penjaringan
suspect TB paru dan pemeriksaan dahak
adalah baik.
Cara pengumpulan dahak yang
kurang tepat yakni hanya dua
kali.
73
Material Adanya posyandu, pustu, dan PKD yang
merujuk pasien suspek TB paru ke
puskesmas
Adanya laboratorium sebagai sarana untuk
pemeriksaan dahak pasien suspek TB paru.
Machine Ketersediaan alat untuk melakukan
pemeriksaan fisik (stetoskop).
Ketersediaan alat – alat di laboratorium
untuk melakukan pemeriksaan sampel dahak
(pot dahak, objek glass, pipet, reagen
pewarna, lampu spiritus, dll).
Ketersedian form laboratorium dan buku
register untuk pemeriksaan dan pencatatan
hasil pemeriksaan laboratorium.
Ketersediaan pamflet mengenai TB paru di
laboratorium.
Kurangnya poster dan leaflet di
tempat – tempat umum untuk
sosialisasi penyakit TB.
Lingkungan Masyarakat memiliki kesadaran untuk
berobat ke tenaga kesehatan terdekat bila
sakit daripada ke dukun.
Kurangnya pengetahuan pasien TB
dan keluarga pasien(suspect TB)
mengenai penyakit TB dan kurang
pengetahuan mengenai lingkungan
dan rumah yang sehat.
Kesadaran pasien suspect
TBuntukdiperiksakan dan
memeriksakan dahaknya ke
puskesmas.
Kesulitan pasien suspect TB
dalam mengeluarkan dahak.
Masih kurangnya peranserta dari
unit pelayanan kesehatan lain
seperti dokter praktek swasta dan
bidan praktek swasta dalam
74
dalam menemukan pasien suspect
TB paru.
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN
P1 Penjaringan jumlah pasien suspek TB
dilakukan tidak hanya di Puskesmas tetapi
di Pustu juga.
Adanya kegiatan aktif dari petugas
kesehatan untuk melakukan kegiatan
kunjungan rumah dalam kegiatan
pemeriksaan kontak dankeluarga pasien
serta dilakukan penyuluhan mengenai TB
dan keluarga pasien disarankan untuk
memeriksakan dahaknya.
Ketersediaan alat untuk melakukan
pemeriksaan fisik untuk pemeriksaan
pasien di Puskesmas dan pustu.
Pemeriksaan sputum/dahak pada pasien
suspect TB di laboratorium puskesmas
Tempuran selama jam kerja dari hari Senin -
Sabtu dari jam 08.00 - 13.00.
Masih kurangnya jadwal rutin
penyuluhan tentang TB kepada
masyarakat dan kader kesehatan.
Kurangnya peran aktif kader
untuk membantu petugas
kesehatan dalam penemuan
suspek TB.
P2 Petugas kesehatan (bidan, dokter dan
perawat) di BP umum sudah menjalankan
SOP penjaringan suspect TB dengan
melakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik kepada pasien tersangka TB dan
melakukan rujukan ke laboratorium untuk
melakukan pemeriksaan dahak.
Petugas laboratorium sudah menjalankan
SOP pememeriksaan dahak pada suspect
Pengambilan dahak tidak
dilakukan tiga kali (SPS) tapi
hanya dua kali.
Beberapa pasien suspect TB
tidak kembali untuk
mengumpulkan sampel dahak.
Jumlah penyuluhan TB
paruyangmasih kurang baik
untuk kader dan terutama di
75
TB paru dan tiap pasien mendapatkan pot
dahak dan pengarahan cara mengeluarkan
dahak.
Petugas kesehatan di pustu, posyandu
memberikan anjuran untuk melakukan
pemeriksaan dahak ke puskesmas pada
pasien suspek TB yang ditemukan.
Adanya kerjasama lintas program dengan
Gizi,KIA dan Kesling dalam penyuluhan
TB paru pada masyarakat
lingkungan masyarakat dengan
BTA positif.
Tidakadanya koordinasi
dengan unit
pelayanankesehatan baik
pemerintah maupun swasta
dalam pendataan pasien
suspek TB paru yang
memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan swasta
(bidan, dokter praktek swasta,
BKPM)
P3 Terdapatnya laporan mengenai jumlah
pasien suspek TB di puskesmas yang
didapatkan dari rekam medik di BP dan
laboratorium
Selaluada pencatatan pasien suspek TB
berdasarkan desa asal tempat
tinggal(alamat lengkap).
Adanya laporan P2M TB dilaporkan ke
dinkes kabupaten tiap 3 bulan, disertai
dengan data pencapaian program.
Evaluasi program dilakukan 6 bulan – 1
tahun sekali
Tidak adaevaluasi dan laporan
pendataan khusus terhadap pasien
suspek TB paru yang
memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan swasta (bidan, dokter
praktek swasta, BKPM).
VII.3 REKAPITULASI ANALISA PENYEBAB MASALAH
Dari hasil pengamatan dan survey yang dilakukan didapatkan beberapa penyebab
masalah adalah sebagai berikut :
1. Tidak ada kader khusus untuk TB
2. Kurang optimalnya pemberdayaan kader kesehatan desa dalam menemukan pasien
TB paru.
3. Masih kurangnya pengetahuan dari kader kesehatan mengenai penyakit TB paru.
76
4. Cara pengumpulan dahak yang kurang tepat yakni hanya dua kali
5. Kurangnya poster dan leaflet di tempat – tempat umum untuk sosialisasi penyakit TB.
6. Kurangnya pengetahuan pasien TB dan keluarga pasien(suspect TB) mengenai
penyakit TB dan kurang pengetahuan mengenai lingkungan dan rumah yang sehat
7. Kurangnya kesadaran pasien suspect TB untuk diperiksakan dan memeriksakan
dahaknya ke puskesmas
8. Kesulitan pasien suspect TB dalam mengeluarkan dahak.
9. Masih kurangnya peran serta dari unit pelayanan kesehatan lain seperti dokter praktek
swasta dan bidan praktek swasta dalam dalam menemukan pasien suspect TB paru.
10. Masih kurangnya jadwal rutin penyuluhan tentang TB kepada masyarakat dan kader
kesehatan.
11. Kurangnya peran aktif kader untuk membantu petugas kesehatan dalam penemuan
suspek TB.
12. Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga kali(SPS) tapi hanya dua kali.
13. Beberapa pasien suspect TB tidak kembali untuk mengumpulkan sampel dahak.
14. Jumlah penyuluhan TB paru yang masih kurang baik untuk kader dan terutama di
lingkungan masyarakat dengan BTA positif.
15. Tidakadanya koordinasi dengan unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun
swasta dalam pendataan pasien suspek TB paru yang memeriksakan diri ke
pelayanan kesehatan swasta (bidan, dokter praktek swasta, BKPM)
16. Tidak ada evaluasi dan laporan pendataan khusus terhadap pasien suspek TB paru
yang memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan swasta (bidan, dokter praktek swasta,
BKPM).
77
78
InputMAN
Tidak ada kader khusus untuk TB
Kurang optimalnya pemberdayaan bidan desa dan kader kesehatan desa dalam
memberikan penyuluhan tentang TB paru. Masih kurangnya pengetahuan dari kader kesehatan mengenai penyakit TB paru.
MoneyTidak ada masalah
Method Cara pengumpulan dahak yang kurang tepat yakni hanya
dua kali.
Material
MachineKurangnya poster dan leaflet di tempat – tempat umum untuk sosialisasi penyakit TB.
LingkunganKurangnya pengetahuan pasien TB dan keluarga
pasien(suspect TB) mengenai penyakit TB dan kurang
pengetahuan mengenai lingkungan dan rumah yang sehat
Kurangnya kesadaran pasien suspect TB untuk diperiksakan
dan memeriksakan dahaknya ke puskesmas
Kesulitan pasien suspect TB dalam mengeluarkan dahak.
Masih kurangnya peran serta dari unit pelayanan kesehatan
lain seperti dokterpraktek swasta dan bidan praktek swasta
dalam menemukan pasien suspect TB paru.
PROSES
P1Masih kurangnya jadwal rutin penyuluhan
tentang TB kepada masyarakat dan kader
kesehatan.
Kurangnya peran aktif kader untuk
membantupetugas kesehatan dalam
penemuan suspek TB.
P2Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga kali (SPS)
Beberapa pasien suspect TB tidak kembali untuk mengumpulkan sampel
dahak.
Kurangnya pengetahuan TB paru pada kader – kader kesehatan di desa
Jumlah penyuluhan TB paru yang masih kurang baik untuk kader dan
terutama di lingkunganmasyarakat denganBTA +
Tidakadanya koordinasi dengan unitpelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta dalampendataanpasien suspekTB paru yang memeriksakan
diri ke pelayanankesehatan swasta (bidan, dokter praktek swasta, BKPM)
P3Tidak ada evaluasi dan laporan pendataan khusus terhadap pasien suspek TB paru yang
memeriksakandiri ke pelayanankesehatanswasta (bidan, dokterpraktek swasta,BKPM).
Gambar 8. Diagram Fish Bone
Cakupan Suspek TB Paru di Puskesma Tempuran 1 %
VII.4 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
Tabel 17 . Alternatif Pemecahan Masalah
No. Penyebab Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
1 Tidak ada kader khusus untuk TB Menggalang pembentukan kader khusus TB.
2 Kurang optimalnya pemberdayaan
kader kesehatan desa dalam menemukan
pasien TB paru.
Meningkatkan atau memaksimalkan kinerja
kader untuk menemukan pasien suspect TB
dengan cara memberikan penyuluhan kepada
kader sehingga pengetahuan kader mengenai
penyakit TB bertambah luas.
3 Masih kurangnya pengetahuan dari
kader kesehatan mengenai penyakit TB
paru.
Memberikan penyuluhan kepada kader
mengenai TB paru.
4. Cara pengumpulan dahak yang kurang
tepat yakni hanya dua kali
Sosialisasi kepada petugas laboratorium
mengenai pentingnya pengambilan dahak
sesuai prosedur yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan dahak tersebut.
5. Kurangnya poster dan leaflet di tempat –
tempat umum untuk sosialisasi penyakit
TB.
Penggunaan poster tentang TB yang sudah ada
di laboratorium,diperbanyak untuk di tempat
umum sebagai alat komunikasi penyuluhan
tidak langsung dari petugas kesehatan
mengenai penyakit TB.
6. Kurangnya pengetahuan pasien TB dan
keluarga pasien(suspect TB) mengenai
penyakit TB dan kurang pengetahuan
mengenai lingkungan dan rumah yang
sehat
Memberikan penyuluhan kepada
masyarakatterutama di sekitar lingkungan
pasien TB mengenai TB paru dan upaya
pencegahan dengan memlihara lingkungan
sehat dan kepemilikan rumah yang sehat.
7. Kurangnya kesadaran pasien suspect TB
untuk diperiksakan dan memeriksakan
Memberikan penyuluhan kmengenai TB paru
terutama cara mendiagnosa TB paru dengan
79
dahaknya ke puskesmas pemeriksaan dahak sehingga meningkatkan
keinginan mereka untuk memriksa dahak
8. Kesulitan pasien suspect TB dalam
mengeluarkan dahak.
Memberikan penyeluhuhan mengenai cara
pengeluaran dahak dengan baik dan meminta
dukungan dari anggota keluarga untuk
memberi dorongan pasien untuk bisa
mengeluarkan dahaknya.
9. Masih kurangnya peran serta dari unit
pelayanan kesehatan lain seperti dokter
praktek swasta dan bidan praktek dan
swasta dalam dalam menemukan pasien
suspect TB paru
Melakukan kerjasama dengan cara
menghimbau dokter praktek swata dan bidan
praktek swasta apabila menemukan pasien
suspect TB disarankan untuk datang
memeriksakan diri ke puskesmas
10. Masih kurangnya jadwal rutin
penyuluhan tentang TB kepada
masyarakat dan kader kesehatan.
Membuat jadwal khusus untuk penyuluhan TB
paru diluar jadwal penyuluhan bersama dengan
lintas program lain
11. Kurangnya peran aktif kader untuk
membantu petugas kesehatan dalam
penemuan suspek TB.
Menggalang pembentukan kader khusus TB.
dan saran tetap memberikan mereka”hadiah”
apabila menemukan pasien suspect TB seperti
yang telah dijalankan sebelumnya sehingga
dorongan untuk menemukan suspect TB paru
makin tinggi.
12. Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga
kali(SPS) tapi hanya dua kali.
Sosialisasi kepada petugas laboratorium
mengenai pentingnya pengambilan dahak
sesuai prosedur yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan dahak tersebut.
13. Beberapa pasien suspect TB tidak
kembali untuk mengumpulkan sampel
dahak.
Memberikan penyuluhan mengenai TB paru
terutama cara mendiagnosa TB paru dengan
pemeriksaan dahak sehingga meningkatkan
keinginan mereka untuk memriksa dahak
14. Jumlah penyuluhan TB paru yang masih
kurang baik untuk kader dan terutama di
Meningkatan jumlah penyuluhan TB dengan
membuat jadwal khusus tentang penyuluhan
80
lingkungan masyarakat dengan BTA
positif
TB paru diluar jadwal penyuluhan bersama
dengan lintas program lain
15. Tidakadanya koordinasi dengan unit
pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta dalam pendataan pasien
suspekTB paru yang memeriksakan diri
ke pelayanan kesehatan swasta (bidan,
dokter praktek swasta, BKPM)
Membuatkanformulirdan diisi oleh unit
pelayanan kesehatan tersebut mengenai data
pasien suspek TB yang datang periksa ke unit
pelayanan kesehatan tersebut.
16. Tidak ada evaluasi dan laporan
pendataan khusus terhadap pasien
suspek TB paru yang memeriksakan diri
ke pelayanan kesehatan swasta (bidan,
dokter praktek swasta, BKPM).
Mengikutsertakan unit pelayanan kesehatan
lain dalam evaluasi jumlah cakupan suspek TB
dan pembuatan data khusus pasien suspect TB
yang memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan lain.
VII. 5 PENGGABUNGAN ALTERNATIFPEMECAHAN MASALAH
Tidak ada kader khusus untuk TB
Kurangnya peran aktif kader untuk
membantu petugas kesehatan dalam
penemuan suspek TB.
81
Menggalang pembentukan kader khusus TB dan saran tetap memberikan mereka”hadiah” apabila menemukan pasien suspect TB seperti yang telah dijalankan sebelumnya sehingga dorongan untuk menemukan suspect TB paru makin tinggi.
Kurang optimalnya pemberdayaan kader
kesehatan desa dalam menemukan pasien
TB paru.
Masih kurangnya pengetahuan dari kader
kesehatan mengenai penyakit TB paru.
82
Kurangnya poster dan leaflet di tempat –
tempat umum untuk sosialisasi penyakit
TB.
Kurangnya pengetahuan pasien TB dan
keluarga pasien(suspect TB) mengenai
penyakit TB dan kurang pengetahuan
mengenai lingkungan dan rumah yang
sehat
83
Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan kader TB mengenai TB paru dimulai dari defenisi ,gejala,diagnosa dengan pemeriksaan dahak,cara mengeluarkan dahak dengan baik,pencegahan dengan memlihara lingkungan sehat dan kepemilikan rumah yang sehat dan penggunaan poster yang sudah ada sebagai penyuluhan pasif pada masyarakat.
Kurangnya kesadaran pasien suspect TB
untuk diperiksakan dan memeriksakan
dahaknya ke puskesmas
Kesulitan pasien suspect TB dalam
mengeluarkan dahak.
Beberapa pasien suspect TB tidak
kembali untuk mengumpulkan sampel
dahak.
Cara pengumpulan dahak yang kurang
tepat yakni hanya dua kali.
Pengambilan dahak tidak dilakukan tiga
kali(SPS) tapi hanya dua kali.
84
Sosialisasi kepada petugas laboratorium mengenai pentingnya pengambilan dahak sesuai prosedur yang mempengaruhi hasil pemeriksaan dahak tersebut
Masih kurangnya peran serta dari unit
pelayanan kesehatan lain seperti dokter
praktek swasta dan bidan praktek dan
swasta dalam dalam menemukan pasien
suspect TB paru.
Tidakadanya koordinasi dengan unit
pelayanan kesehatan baik pemerintah
maupun swasta dalam pendataan pasien
suspekTB paru yang memeriksakan diri
ke pelayanan kesehatan swasta (bidan,
dokter praktek swasta, BKPM)
85
Melakukan kerjasama dengan cara menghimbau dokter praktek swata dan bidan praktek swasta apabila menemukan pasien suspect TB disarankan untuk datang memeriksakan diri ke puskesmas
Membuatkanformulirdan diisi oleh unit pelayanan kesehatan tersebut mengenai data pasien suspek TB yang datang periksa ke unit pelayanan kesehatan tersebut.
Jumlah penyuluhan TB paru yang masih
kurang baik untuk kader dan terutama di
lingkungan masyarakat dengan BTA
positif.
Masih kurangnya jadwal rutin
penyuluhan tentang TB kepada
masyarakat dan kader kesehatan.
Tidak ada evaluasi dan laporan pendataan
khusus terhadap pasien suspek TB paru
yang memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan swasta (bidan, dokter praktek
swasta, BKPM).
86
Mengikutsertakan unit pelayanan kesehatan lain dalam evaluasi jumlah cakupan suspek TB dan pembuatan data khusus pasien suspect TB yang memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan lain.
Membuat jadwal khusus untuk
penyuluhan TB paru diluar jadwal
penyuluhan bersama dengan lintas
program lain
Gambar 9. Penggabungan Alternatif Pemecahan Masalah
VII.6 Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah dengan Kriteria Matriks MIVC
Tabel 18.. Matriks MIVC
Alternatif Pemecahan Masalah Magnitude
(M)
Importa
ncy (I)
Vulnera
bility
(V)
Cost
(C)
Jumlah Priorita
s
Menggalang pembentukan kader
khusus TB dansaran untuk tetap
memberikan mereka ”hadiah” apabila
menemukan pasien suspect TB seperti
yang telah dijalankan sebelumnya
sehingga dorongan untuk menemukan
suspect TB paru makin tinggi.
3 4 5 3 20 V
Memberikan penyuluhan kepada
masyarakat dan kader TB mengenai
TB paru dimulai dari
defenisi ,gejala,diagnosa dengan
pemeriksaan dahak,cara
mengeluarkan dahak dengan
baik,pencegahan dengan memlihara
lingkungan sehat dan kepemilikan
rumah yang sehat.
5 4 5 2 50 I
Sosialisasi kepada petugas
laboratorium mengenai pentingnya
pengambilan dahak sesuai prosedur
yang mempengaruhi hasil
pemeriksaan dahak tersebut
3 4 5 2 30 IV
Melakukan kerjasama dengan cara 4 4 3 2 24 III
87
menghimbau dokter praktek swata dan
bidan praktek swasta apabila
menemukan pasien suspect TB
disarankan untuk datang
memeriksakan diri ke puskesmas
Membuat jadwal khusus untuk
penyuluhan TB paru diluar jadwal
penyuluhan bersama dengan lintas
program lain
3 3 5 1 45 II
Membuatkan formulirdan diisi oleh
unit pelayanan kesehatan tersebut
mengenai data pasien suspek TB yang
datang periksa ke unit pelayanan
kesehatan tersebut.
2 4 5 4 10 VI
Mengikut sertakan unit pelayanan
kesehatan lain dalam evaluasi jumlah
cakupan suspek TB dan pembuatan
data khusus pasien suspect TB yang
memeriksakan dirinya ke pelayanan
kesehatan lain.
2 4 5 4 10 VII
Berdasarkan matriks MIVC maka didapatkan prioritas alternatif pemecahan masalah sebagai
berikut:
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan kader TB mengenai TB paru dimulai
dari defenisi ,gejala,diagnosa dengan pemeriksaan dahak,cara mengeluarkan dahak
dengan baik,pencegahan dengan memlihara lingkungan sehat dan kepemilikan rumah
yang sehat dan penggunaan poster yang sudah ada sebagai penyuluhan pasif kepada
masyarakat.
88
2. Membuat jadwal khusus untuk penyuluhan TB paru diluar jadwal penyuluhan bersama
dengan lintas program lain
3. Melakukan kerjasama dengan cara menghimbau dokter praktek swata dan bidan praktek
swasta apabila menemukan pasien suspect TB disarankan untuk datang memeriksakan
diri ke puskesmas
4. Sosialisasi kepada petugas laboratorium mengenai pentingnya pengambilan dahak sesuai
prosedur yang mempengaruhi hasil pemeriksaan dahak tersebut
5. Menggalang pembentukan kader khusus TB dansaran untuk tetap memberikan
mereka”hadiah” apabila menemukan pasien suspect TB seperti yang telah dijalankan
sebelumnya sehingga dorongan untuk menemukan suspect TB paru makin tinggi.
6. Membuatkanformulirdan diisi oleh unit pelayanan kesehatan tersebut mengenai data
pasien suspek TB yang datang periksa ke unit pelayanan kesehatan tersebut.
7. Mengikutsertakan unit pelayanan kesehatan lain dalam evaluasi jumlah cakupan suspek
TB dan pembuatan data khusus pasien suspect TB yang memeriksakan dirinya ke
pelayanan kesehatan lain.
VI.7 Rencana Kegiatan dari Strategi Pemecahan Masalah
Tabel 19.. Rencana Kegiatan dari Strategi Pemecahan Masalah
No. Pemecahan Masalah yang Paling Mungkin Bentuk Kegiatan
1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat dan
kader TB mengenai TB paru dimulai dari
defenisi ,gejala,diagnosa dengan pemeriksaan
dahak,cara mengeluarkan dahak dengan
baik,pencegahan dengan memlihara lingkungan
sehat dan kepemilikan rumah yang sehat dan
penggunaan poster yang sudah ada sebagai
penyuluhan pasif pada masyarakat setiap 6 bulan
sekali
Penyuluhan TB paru.
2. Membuat jadwal khusus untuk penyuluhan TB
paru diluar jadwal penyuluhan bersama dengan
Pembuatan jadwal
89
lintas program lain setiap setahun sekali
3. Melakukan kerjasama dengan cara menghimbau
dokter praktek swata dan bidan praktek swasta
apabila menemukan pasien suspect TB
disarankan untuk datang memeriksakan diri ke
puskesmas Setiap 3 bulan
Rapat lintas sektor
5. Sosialisasi kepada petugas laboratorium
mengenai pentingnya pengambilan dahak sesuai
prosedur yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
dahak tersebut
Rapat koordinasi dengan petugas
laboratorium
6. Menggalang pembentukan kader khusus TB dan
saran untuk tetap memberikan mereka”hadiah”
apabila menemukan pasien suspect TB seperti
yang telah dijalankan sebelumnya sehingga
dorongan untuk menemukan suspect TB paru
makin tinggi.
Rapat koordinasi pembentukan kader
khusus TB
7. Membuatkan formulir dan diisi oleh unit
pelayanan kesehatan tersebut mengenai data
pasien suspek TB yang datang periksa ke unit
pelayanan kesehatan tersebut.
Pembuatan formulir
8. Mengikut sertakan unit pelayanan kesehatan lain
dalam evaluasi jumlah cakupan suspek TB dan
pembuatan data khusus pasien suspect TB yang
memeriksakan dirinya ke pelayanan kesehatan
lain.
Rapat lintas sektor dalam evaluasi dan
pendataan data khusus TB
90
VII.8 Plan Of Action
Tabel 20. Plan of Action
No Kegiatan Tujuan Sasaran Lokasi Pelaksana Waktu Dana Metode Tolak ukur
1. Penyuluhan
TB Paru
Meningkatnya
pengetahuan
masyarakat dan
kader tentang TB
Paru dari
defenisi ,gejala,diag
nosa dengan
pemeriksaan
dahak,cara
mengeluarkan dahak
dengan
baik,pencegahan
dengan memlihara
lingkungan sehat
dan kepemilikan
rumah yang sehat
dan penggunaan
poster yang sudah
ada sebagai
Masyarakat
dan kader
di area
wilayah
kerja
Puskesmas
Tempuran
Balai
Desa
Bagian
P2M TB
Paru dan
Bagian
Promkes
6 bulan
sekali
untuk
setiap desa
Dana
Operasiona
l
Puskesmas
Tempuran
Penyuluha
n
Proses:
Terselenggaranya
penyuluhan tentang
TB Paru
Hasil: Meningkatnya
pengetahuan
masyarakat tentang
TB Paru
91
penyuluhan pasif
pada masyarakat.
3. Pembuatan
jadwal
Membuat jadwal
khusus untuk
penyuluhan TB paru
diluar jadwal
penyuluhan bersama
dengan lintas
program lain
Bagian
P2PM TB
paru
Aula
Puskesma
s
Tempuran
Koordinat
or P2PM
TB paru
1 atau 2
kali dalam
6 hari jam
kerja
Dana
Operasiona
l
Puskesmas
Tempuran
Diskusi Proses :
Terselenggaranya
diskusi tersebut
Hasil :
Terbentuknya jadwal
khusus untuk
penyuluhan TB
4. Rapat lintas
sektor
Menjalin kerjasama
dengan dokter
praktek swasta dan
bidan swasta dalam
menenmukan pasien
suspect TB paru
Puskesmas
Tempuran,d
okter
praktek
swasta dan
bidan
praktek
swasta
Aula
Puskesma
s
Tempuran
Kepala
Puskesma
s
Tempuran
dan
bagian
P2PM TB
paru
1 kali
dalam 6
hari jam
kerja
Dana
Operasiona
l
Puskesmas
Tempuran
Rapat Proses:
Terlaksanannya
jalinan kerjasama
tersebut
Hasil:
Meningkatnya
cakupan suspect
penemuan TB paru
yang datang
memeriksakan diri ke
puskesmas
5. Rapat
Koordinasi
Sosialisai dengan
petugas laboratorium
Bagian
P2PM TB
Aula
Puskesma
Kepala
Puskesma
1 kali
dalam
Dana
Operasiona
Sosialisasi Proses:
Sosialisasi dapat
92
dengan
petugas
laboratoriu
m,
dilakukan
setiap
setahun
sekali
mengenai prosedur
pengambilan dahak
dengan benar
Paru
khususnya
laboratoriu
m
s
Tempuran
s
Tempuran
jadwal
rapat
program
l
Puskesmas
Tempuran
berjalan dengan baik
Hasil :
Prosedur pengambilan
dahak dilakukan
sesuai prosedur yakni
3 kali.
6. Rapat
koordinasi
pembentuk
an kader
khusus TB
Untuk menentukan
kader khusus tb dan
memberi dorongan
untuk menemukan
suspect TB paru
makin tinggi
Bagian
P2PM TB
paru. kader
kesehatan
Aula
Puskesma
s
Tempuran
Koordinat
or bagian
P2PM TB
paru
1 kali
dalam
jadwal
rapat
program
Dana
Operasiona
l
Puskesmas
Tempuran
Rapat Proses:
Berjalannya rapat
tersebut dengan baik
Hasil:
Terpilihnya kader
khusus TB
7. Pembuatan
formulir
Membuat formulir
pendataan pasien
suspect TB paru
yang berobat ke unit
pelayanan kesehatan
lain
Puskesmas
Tempuran
Aula
Puskesma
s
Tempuran
Bagian
P2PM TB
paru,Bagi
an Tata
Usaha
1 kali
dalam 6
hari jam
kerja
Bantuan
Operasiona
l Kesehatan
Diskusi Proses:
Berjalannya diskusi
pembuatan formulir
Hasil:
Tersedianya formulir
pendataan pasien
suspct TB paru di unit
93
pelayanan kesehatan
lain.
8. Rapat lintas
program
dalam
evaluasi
Evaluasi dan
pendataan khusus
jumlah cakupan
pasien suspek TB
yang memeriksakan
dirinya ke pelayanan
kesehatan lain.
Bagian
P2PM TB
paru,Unit
pelayanan
kesehatan
lain
Aula
Puskesma
s
Tempuran
Bagian
P2PM TB
Paru
1 atau 2
kali
sebelum
dilakukann
ya evaluasi
pelaporan
majemenen
program ke
Dinkes
Dana
Operasiona
k
Kesehatan
Tempuran
Rapat Proses;
Berjalannya kegiatan
evaluasi tersebut
dengan unit pelayanan
kesehatan
Hasil:
Meningkatnya
cakupan suspect TB
paru di Puskesmas
VII.9 GANN CHART
Tabel 21. Gann Chart
KEGIATANMei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1.Penyul
uhan TB
Paru
94
2.Pembu
atan
jadwal
3.Rapat
lintas
sektor
4.Rapat
Koordin
asi
dengan
petugas
laborator
ium,
dilakuka
n setiap
setahun
sekali
5.Rapat
koordina
si
pembent
ukan
95
kader
khusus
TB
Pembuat
an
formulir
6.Rapat
lintas
program
dalam
evaluasi
96
BAB VIII
PENUTUP
VIII.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi manajemen program Puskesmas Tempuran pada bulan
Januari – Maret 2013, didapatkan skor pencapaian program cakupan suspek TB paru yaitu 19 %,
jauh di bawah target pencapaian Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang yaitu ≥ 100%.
Kemudian selanjutnya dilakukan analisis kemungkinan penyebab masalah yang
melatarbelakangi rendahnya cakupan suspek TB paru antara lain adalah kurangnya pengetahuan
pasien dan suspect TB paru (keluarga) terhadap penyakit TB paru,kurangnya perilaku dan
kesadaran pasien suspect TB untuk mengumpulkan dahak dan adanya kesulitan dalam
mengeluarkan dahak,kurang optimalnya pemberdayaan kader kesehatan desa dalam menemukan
pasien suspect TB paru,masih kurangnya pemberian penyuluhan tentang TB paru kepada
masyarakat dan kader,kurangnya peran serta unit pelayanan kesehatan lain(dokter praktek swasta
dan bidan swasta) dalam menemukan suspect TB paru,tidak ada koordinasi dengan unit
pelayanan kesehatan lain baik pemerintah maupun swasta (BKPM,dokter praktek swasta,bidan
swasta) dalam pencatatan dan pendataan maupun evaluasi terhadap pasien suspek TB paru yang
memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan tersebut.
Alternatif pemecahan masalah yang paling bermanfaat adalah membuat jadwal khusus
penyuluhan TB di luar penyuluhan bersama program lain,memberikan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai TB paru dan kader untuk meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
TB paru, mengusulkan penyediaan ruangan khusus untuk pasien yang enggan mengeluarkan
dahak,menggalangkan danya kader khusus TB paru sehingga meningkatkan kinejra aktif kader
dalam membantu tenaga kesehatan untuk menemukan pasien suspect TB paru,melakukan
koordinasi dan kerjasama dengan unit pelayanan kesehatan dengan pendataan khusus pasien
suspect TB paru yang berobat di unit pelayanan kesehatan tersebut dan sosialisasi mengenai
prosedur pengambilahan dahak yang benar kepada bagian P2PM TB paru khusunya
laboratorium.
97
VIII.2 Saran
1. Untuk Puskesmas Tempuran :
a. Pembuatan jadwalkhusus penyuluhandi luar jadwal penyuluhan bersama program lain
untuk meningkatkan jumlah penyuluhan dan meningkatkan pengetahuan tentang penyakit
TB paru.
b. Mengusulkan penyediaan ruangan khusus untuk pasien yang enggan mengeluarkan
dahak sehingga juga dapat memperbaiki prosedur pengambilan dahak secara benar yakni
tiga kali.
c. Menggalangkan adanya kader khusus TB paru sehingga meningkatkan kinejra aktif kader
dalam membantu tenaga kesehatan untuk menemukan pasien suspect TB paru
d. Melakukan koordinasi dan kerjasama dengan unit pelayanan kesehatan lain dengan cara
pendataan khusus pasien suspect TB paru yang berobat di unit pelayanan kesehatan
tersebut misalnya pengisian formulir yang telah dibuat oleh Puskesmas Tempuran.
e. Penyusunan SOP yang terstruktur dengan baik sesuai dengan prosedur yang berlaku.
f. Penambahan indikator pada SOP yakni “Petugas memberikan penjelasan kepada pasien
mengenai cara cara untuk mengeluarkan dahak dan solusi agar bisa mengeluarkan dahak
dengan baik”
2. Untuk masyarakat:
a. Masyarakat diharapkan untuk lebih memahami dan mawas diri terhadap gejala – gejala
TB paru dan faktor risikonya
b. Pasien suspek TB paru diharapkan menyadari pentingnya melakukan pemeriksaan dahak
di Puskesmas setempat
c. Masyarakat terutama masyarakat disekitar pasien dengan TB postif untuk menciptakan
lingkungan dan rumah yang sehat.
98
DAFTAR PUSTAKA
1. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014. Available at
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2011/STRANAS_TB.pdf. Accesed on 24th
April 2013.
2. Tuberkulosis di Indonesia 2012.Available at
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/2012/profil-tb_th2011.pdf. Accesed on 25th
April 2013
3. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis.Edisi 2.Departemen Kesehatan
Republik Indonesia 2010.
4. Implementasi Penemuan Suspek Tuberkulosis di Puskesmas. Available at
http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.14_syahrizal_antoni_01
_09.pdf Accessed on 27th April 2013.
5. Tuberkulosishttp://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf Accessed on 27th
April 2013.
6. DOTS. Available at http://www.who.int/tb/dots/en/. Accessed on 27th April 2013.
7. Panduan bagi Petugas Laboratorium. Pemeriksaan mikroskopis Tuberkulosis.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2007
8. Hartoyo. Handout :Manajemen Pelayanan/Manajemen Program di Puskesmas.
Magelang; 2013
99