subdural hematom
DESCRIPTION
medicalTRANSCRIPT
Subdural Hematom
Perdarahan kepala karena trauma darah berasal dari perdarahan pada vena di
sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau
beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Pada kedua
keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak
dihiraukan. hasil pemeriksaan ct scan dan mri bisa menunjukkan adanya genangan darah.
1. Penyebab Subdural Hematom
Subdural Hematom merupakan cedera kepala khusus sebagai akibat dari adanya trauma
pada kepala. Cedera bisa disebabkan oleh percepatan mendadak yang memungkinkan
terjadinya benturan atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala
membentur objek yang tidak bergerak
2. Gejala klinis Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat
diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2
hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah :
· Nyeri kepala
· Bingung
· Mengantuk
· Menarik diri
· Berfikir lambat
· Kejang
· Udem pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh
darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
· Nyeri kepala
· Penurunan kesadaran
· Komplikasi pernapasan
· Hemiplegia kontra lateral
· Dilatasi pupil
· Perubahan tanda-tanda vital
3. Macam-macam jenis hematoma subdural
Hematoma Subdural Akut
Trauma yang merobek duramater dan arachnoid sehingga darah dan CSS masuk
ke dalam ruang subdural. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan
pada jaringan otak dan herniasi batang otak. Keadaan ini menimbulkan
berhentinya pernafasan dan hilangnya kontrol denyut nadi dan tekanan darah.
Cedera ini menunjukkan gejala dalam 24 – 48 jam setelah trauma. Diagnosis
dibuat dengan arteriogram karotis dan ekoensefalogram / CT Scan. Pengobatan
terutama tindakan bedah.
Lebih dari sepertiga pasien mempunyai lucid interval yang berakhir dalam menit
atau hitungan jam sebelum koma, tetapi kebanyakan komatose didapatkan dari
saat kejadian. Trauma cranial langsung dapat minor dan tidak dibutuhkan
perdarahan subdural akut untuk timbul, terutama pada orang tua dan mereka yang
menggunakan medikasi antikoagulan. Tahanan Akselerasi sendiri, dari kejadian,
terkadang cukup untuk menimbulkan suatu perdarahan subdural. Nyeri kepala
sebelah dan pembesaran pupil pada sisi yang sama adalah lebih sering tetapi tidak
tampak seringnya. Stupor atau koma, hemiparesis, dan pembesaran pupil
merupakan tanda dari hematoma yang besar. Pada pasien deteriorisasi akut, burr
holes atau pada craniotomy dibutuhkan. Hematoma subdural kecil dapat menjadi
asimptomatik dan biasanya tidak membutuhkan evakuasi.
Hematoma Subdural Subakut
Perdarahan ini menyebabkan devisit neurologik yang bermakna dalam waktu
lebih dari 48 jam. Peningkatan tekanan intra kranial disebabkan oleh akumulasi
darah akan menimbulkan herniasi ulkus / sentral dan melengkapi tanda – tanda
neurologik dari kompresi batang otak. Pengobatan ini dengan pengangkatan
bekuan darah. Sindrom yang melibatkan sub akut akibat sindroma hematom
subdural timbul berhari-hari setelah gangguan dengan nyeri kepala, atau
hemiparesis ringan; hal ini biasanya meningkat pada alkoholik dan pada orang
tua, seringkali setelah trauma minor
Pada studi imaging tampak pengumpulan crescentik melewati konveksitas pada
satu atau kedua hemisfer, tetapi lebih sering pada wilayah frontotemporal, dan
sedikit sering pada fosa mid inferior atau melalui oksipital. Interhemispheric,
posterior fossa, atau bilateral convexity hematomas sedikit lebih sering dan sulit
untuk didiagnosa secara klinis, meskipun tanda yang diharapkan pada setiap
kerusakan wilayah biasanya dapat dideteksi. Perdarahan yang dapat menyebabkan
hematoma yang besar aslinya merupakan vena, meskipun perdarahan arterial
tambahan ditempat terkadang ditemukan pada saat operasi dan beberapa
hematoma yang besar memang berasal dari arteri.
Hematoma subdural Kronik
Timbulnya gejala ini pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan, dan tahun
setelah cedera pertama. Perluasan ini massa terjadi pada kebocoran kapiler
lambat. Gejala umum meliputi sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, dan
kadang – kadang disfasia. Diagnosis dibuat dengan arteriografi. Pada klien
dengan hematoma kecil tanpa tanda–tanda neurologik, maka tindakan pengobatan
yang terbaik adalah melakukan pemantauan ketat. Sedangkan klien dengan
gangguan neurologik yang progresif dan gejala kelemahan, cara pengobatan yang
terbaik adalah pembedahan
Observasi klinis yang digandakan dengan imaging serial merupakan pendekatan
yang berasan dengan beberapa gejala dan koleksi subdural kronik yang sedikit.
Terapi dengan glukokortikoid sendiri cukup untuk beberapa hematoma, tetapi
evakuasi pembedahan lebih sering berhasil. Membrane fibrous yang tumbuh dari
dura dan pengumpulan yang tidak berkapsul membutuhka n pemindahan untuk
mencugah akumulasi cairan berulang. Hematoma kecil diabsorbsi, sisa yang
tinggal hanyalah membrane yang terorganisasi. Pada studi imaging hematoma
subdural kronik dapat sulit untuk dibedakan dengan higroma, dimana
pengumpulan CSF didapatkan dari membrane arachnoid. Sebagaimana
disebutkan, kerusakan korteks dengan penyebab mendasar hematoma kronik
dapat timbul sebagai focus kejang kemudian.
Karena pembagian di atas sukar diterapkan di klinis terutama dalam rangka “ triage “
maka lebih realistis bila pembagian berdasarkan tingkat kesadaran meskipun terdapat
beberapa kekurangan yaitu :
1. Cedera Kepala Berat (GCS : 3-8)
2. Cedera Kepala Sedang (GCS : 9-12)
3. Cedera Kepala Ringan (GCS : 13-15)
4. Perdarahan Intrakranial dengan GCS : Cedera Ringan/sedang dianggap sebagai
cedera kepala berat.
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel–sel syaraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
tidak punya cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala – gejala
permulaan disfungsi serebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolik asidosis. Dalam keadaan normal aliran darah serebral (CBF) adalah 50 –
60 ml/menit/gr jaringan otak, yang merupakan 15 % dari curah jantung. (CO).
Oedema otak disebabkan karena adanya penumpukkan cairan yang berlebihan pada
jaringan otak. Pada klien dengan cedera akibat contusio cerebri, pembuluh kapiler sobek,
cairan traumatik mengandung protein eksudat yang berisi albumin dan cairan interstitial.
Otak pada kondisi normal tidak mengalami oedema otak sehingga bila terjadi penekanan
terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya akan menimbulkan kematian jaringan
otak, oedema jaringan otak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intra kranial yang
dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak.
3. Terapi
Perawatan Medis
Meskipun SDH secara signifikan membutuhkan terapi pembedahan, maneuver medis
sewaktu dapat digunakan preoperative untuk menurunkan tekanan intracranial yang
meningkat. Pengukuran ini merupakan pintu untuk setiap lesi massa akut dan telah
distandardisasi oleh komunitas bedah saraf.
Sebagaimana dengan pasien trauma lain, resusitasi dimulai dengan ABCs
(airway, breathing, circulation).
o Semua pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi
untuk perlindungan jalan nafas.
o Setelah menstabilkan fungsi jalan nafas, lakukan pemeriksaan
neurologis. Respirasi yang adekuat sebaiknya dilakukan dan dijaga
untuk menghindari hipoksia. Hiperventilasi dapat digunakan jika
sindrom herniasi tampak.
o Tekanan darah pasien harus dijaga pada kadar normal atau tinggi
dengan menggunakan salin isotonic, penekan, atau keduanya. Hipoksia
dan hipotensi, dimana penting pada pasien dengan trauma kepala,
merupakan predictor yang independen untuk hasil yang buruk.
SSedatif kerja singkat dan paralitik digunakan hanya ketika diperlukan untuk
memfasilitasi ventilasi adekuat atau ketika peningkatan tekanan intracranial
dicurigai. Jika pasien menampakkan tanda sindrom herniasi, berikan manitol
1grkg dengan cepat melalui intravena
Pasien juga sebaiknya dihiperventilasikan ringan (pCO2 ~30-35 mm Hg).
Pemberian antikonvulsan untuk mencegah kejang yang disebabkan iskemia
dan selanjutnya jaga tekanan intracranial.
Jangan memberikan steroid, sebagaimana mereka telah ditemukan tidak
efektif pada pasien dengan trauma kepala.
Perawatan Pembedahan
Tindakan bedah darurat.
Dari segi bedah saraf sangat penting adalah komplikasi intrakranial, lesi
massa, khususnya hematoma intrakranial·
1. Hematoma subdural
Yang terpenting dalam hal gawat darurat adalah hematoma subdural akut (yang
terjadi dalam waktu 72 jam sesudah trauma). Hematoma subdural, khususnya yang
berkomplikasi, gejalanya tak dapat dipisahkan dari kerusakan jaringan otak yang
menyertainya; yang berupa gangguan kesadaran yang berkelanjutan sejak trauma (tanpa
lusid interval) yang sering bersamaan dengan gejala-gejala lesi massa, yaitu hemiparesis,
deserebrasi satu sisi, atau pelebaran pupil.
Dalam hal hematoma subdural yang simple dapat terjadi lusid interval bahkan
dapat tanpa gangguan kesadaran. Sering terdapat lesi multiple. Maka, tindakan CT Scan
adalah ideal, karena juga menetapkan apakah lesi multiple atau single. Angiografi karotis
cukup bila hanya hematoma subdural yang didapatkan.
Bila kedua hal tersebut tak mungkin dikerjakan, sedang gejala dan perjalanan
penyakit mengarah pada timbulnya lesi massa intrakranial, maka dipilih tindakan
pembedahan. Tindakan eksploratif burrhole dilanjutkan tindakan kraniotomi, pembukaan
dura, evakuasi hematoma dengan irigasi memakai cairan garam fisiologis. Sering tampak
jaringan otak edematous.
Disini dura dibiarkan terbuka, namun tetap diperlukan penutupan ruang likuor
hingga kedap air. Ini dijalankan dengan bantuan periost. Perawatan pascabedah ditujukan
pada faktor-faktor sistemik yang memungkinkan lesi otak sekunder.·
2. Fraktur impresi.
Fraktur impresi terbuka (compound depressed fracture). Indikasi operasi terutama
adalah debridement, mencegah infeksi. Operasi secepatnya dikerjakan. Dianjurkan
sebelum lewat 24 jam pertama. Pada impresi tertutup, indikasi operasi tidak mutlak
kecuali bila terdapat kemungkinan lesi massa dibawah fraktur atau penekanan daerah
motorik (hemiparesis dan lain-lain).
Indikasi yang lain (lebih lemah), ialah kosmetik dan kemungkinan robekan dura.
Diagnosis dengan x foto kepala 2 proyeksi, kalau perlu dengan proyeksi tangensial.
Impresi lebih dari tebal tulang kepala pada x foto tangensial, mempertinggi kemungkinan
robekan dura. X foto juga diperlukan untuk menentukan letak fragmen-fragmen dan
perluasan garis fraktur; dengan ini ditentukan pula apakah fraktur menyilang
sinus venosus. Impresi fraktur tertutup yang menyilang garis tengah merupakan
kontra indikasi relatif untuk operasi, dalam arti sebaiknya tidak diangkat bila tidak
terdapat gejalayang mengarah pada kemungkinan lesi massa atau penekanan otak.
Dalam hal fraktur impresi terbuka yang menyilang sinus venosus maka
persyaratan untuk operasi bertambah dengan :
bila luka sangat kotor.
bila angulasi besar.
bila terdapat persediaan darah cukup.
bila terdapat ketrampilan (skill)dan peralatan yang cukup.
Indikasi dari dekompresi mendesak untuk subdural hematoma akut telah
dilakukan sebelumnya, dan managemen operasi didiskusikan dengan ringkas.
Standar kebalikan pertanyaan menandakan insisi untuk memberikan akses yang
besar terhadap wilayah frontal, temporal dan parietal.
o Pasien diposisikan supine dengan kepala menghadap sisi yang perlu.
Penahan bahu ditempatkan untuk mencegah vena jugularis. Alat Fiksasi
kepala 3 titik digunakan pada pasien dengan fraktur medulla spinalis yang
tidak stabil.
o Seluruh kepala dicukur duntuk memfasilitasi penempatan monitor tekanan
intracranial pada sisi kontralateral, jika diinginkan.
Pelubangan eksplorasi jarang diindikasikan tetapi terkadang digunakan sebagai
pengukuran untuk keselamatan hidup. Pasien dengan trauma kepala dapat secara
cepat ditriasekan dan dievakuasi dengan pusat trauma melalui CT Scan, membuat
perlubangan eksplorasi manjadi ketinggalan. Bagaimanapun, perlubangan kepala
dapat digunakan untuk dekompresi mendesak pada apsien yang menunjukkan
herniasi cepat jika akses untuk studi radiografi tidak ada.
SDH seringkali dikaitkan dengan pembengkakan otak akut. Secara ironis,
dekompresi cepat subdural hematom melalui craniotomy pada pasien ini dapat
menyebabkan kerusakan terhadap otak dengan menjadi herniasi melalui defek
kraniotomi. Metode novel untuk dekompresi dianjurkan untuk mencegah otak dari
kerusakan melalui defek kiraniotomi. Sumbatan dapat dipindahkan melalui
pembukaan dura yang kecil.
4. Prognosis
Hal-hal yang dapat membantu menentukan prognosis : Usia dan lamanya koma
pasca traumatik, makin muda usia, makin berkurang pengaruh lamanya koma terhadap
restitusi mental. Tekanan darah pasca trauma. Hipertensi pasca trauma memperjelek
prognosis. Pupil lebar dengan fefleks cahaya negatif, prognosis jelek. Reaksi motorik
abnormal (dekortikasi/deserebrasi) biasanya tanda penyembuhan akan tidak sempurna.
Hipertermi, hiperventilasi, Cheyne-Stokes, deserebrasi: menjurus ke arah hidup
vegetative Apnea, pupil tak ada reaksi cahaya, gerakan refleks mata negatif, tak ada
gerakan apapun merupakan tanda-tanda brain death. Ini perlu dilengkapi dengan EEG
yang isoelektrik.