sub-modul 9 skenario penyelenggaraan sistem sanitasi

20

Click here to load reader

Upload: enikwahyuniati

Post on 10-Sep-2015

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Skenario Penyelenggran Sistem Sanitasi

TRANSCRIPT

SUB-MODUL 9

SUB-MODUL 9SKENARIO PENYELENGGARAANSISTEM SANITASI NASIONAL

9.1 Pendahuluan

9.1.1.Latar Belakang

Sesuai dengan semangat otonomi daerah maka visi Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah terwujudnya kemandirian daerah untuk menyiapkan dan menangani prasarana dan sarana ke Ciptakaryaan. Berdasarkan visi tersebut maka salah satu misi Ditjen. Cipta Karya yaitu meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan masyarakat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana tersebut. Sehingga, untuk mencapai maksud tersebut adalah menjadi kewajiban pemerintah pusat untuk melaksanakan pembinaan kepada pemerintah daerah agar pembangunan drainase, persampahan dan air limbah permukiman dapat terselenggara sehingga akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan perlindungan lingkungan.

Kondisi prasarana dan sarana (PS) sanitasi di Indonesia saat ini masih sangat terbatas, dan akses masyarakat terhadap PS sanitasi dapat dilihat pada diagram yang disajikan sebagai berikut.

Gambar 1. Kondisi akses masyarakat terhadap sanitasi

Maka langkah awal dalam pembinaan adalah mendorong daerah dapat usaha meningkatkan akses sanitasi dasar dan pelaksanaan konservasi Lingkungan. Salah satu upaya pembinaan adalah melalui penyediaan perangkat lunak berupa skenario sistem pelayanan air limbah permukiman.9.1.2. Maksud dan tujuan

Skenario penyelenggaraan sistem sanitasi nasional ini adalah dimaksudkan sebagai panduan bagi perencana, pelaksana, serta masyarakat dalam penentuan kriteria dan batasan teknis yang diperlukan dalam penanganan sub. Bidang Air Limbah Permukiman.

Tujuan: Penyediaan data dan informasi kriteria teknis bidang air limbah sesuai skala penanganan yang dibutuhkan.

Kritera ini digunakan sebagai bahan penguji apakah suatu perencanaan dan pelaksanaan memenuhi syarat, dan sebagai bahan penaksir dalam program - tapi bukan pedoman - untuk membuat detail design. Sedangkan untuk detail design (DED), diperlukan petunjuk khusus berupa Pedoman Perencanaan.

9.1.3. Cakupan Skenario Sistem Penyelenggaraan Air Limbah.

Skenario ini meliputi antara lain:

Prinsip dasar penanganan air limbah artinya untuk apa air limbah tersebut ditangani

Azas yang digunakan dalam penanganan air limbah

Landasan operasional yang digunakan untuk pelaksanaan sistem air limbah

Penerapan faktor lingkungan sosial dan ekonomi untuk penanganan air limbah

Konsep pemilihan teknologi yang digunakan untuk Penanganan limbah

Kriteria Teknis dari masing-masing teknologi pilih

9.1.4. Landasan Konsepsional Air limbahKonsepsi dasar dalam penanganan air limbah adalah bahwa penanganan air limbah harus memenuhi prinsip-prinsip kesehatan (hygenic) dan kelestarian lingkungan (environmental conservation).Artinya: Dari segi public health mencegah penularan penyakit lewat air dan dari sisi lingkungan membantu upaya konservasi SDA dengan mengurangi pencemaran limbah domestik terhadap badan air. Air limbah merupakan urusan individual yang harus dikelola sektor publik karena penanganan yang tidak layak akan menyebabkan konflik kepentingan publik.9.1.5.Azas Penanganan

Azas pemerataan: bahwa Sanitasi adalah kebutuhan dasar untuk kesehatan maka hak setiap orang untuk memperoleh akses pada sanitasi yang layak Azas kesehatan: mencegah kontaminasi langsung dan tidak langsung air limbah tehadap manusia dan kegiatannya. Azas kelestarian lingkungan: bahwa kualitas lingkungan harus dipertahankan terhadap penurunan akibat pencemaran oleh air limbah. Azas pencemar membayar (polluter pays principal): kewajiban retribusi air limbah. Azas Internalisasi externalitas: faktor-faktor dampak lingkungan dimasukkan dalam biaya.9.1.6. Landasan OperasionalMaximum Net Benefit-Cost dan the Most Cost EffectivenessArtinya:

Memilih sistem penanganan air limbah memberikan manfaat yang besar terhadap lingkungan dengan biaya yang kecil. Mencari alternatif penanganan utk mencapai goal yang tepat dengan biaya yang paling rendah.9.2 ASPEK YANG MEMPENGARUHI PENGELOLAAN AIR LIMBAH9.2.1.

DemografiDi perkotaan atau perdesaan mempunyai kawasan- kawasan dalam bentuk klaster-klaster dengan kepadatan penduduk yg berbeda, dengan kondisi sosial yang berbeda. Sehingga sekelompok orang dapat membuat sarana sanitasinya dengan septik tank tetapi sebagian lain hanya mampu dengan membuat cubluk, dan banyak masyarakat tidak mampu yang tidak mempunyai sarana untuk membuang hajat. Sedangkan secara teknis dan kesehatan untuk kepadatan tertentu yaitu > 50 org/ha, penggunaan cubluk sudah mengakibatkan kontaminasi pada sumur-sumur tetangga. Di atas kepadatan 200 org/ha penggunaan septik tank dengan bidang resapannya akan memberikan dampak kontaminasi bakteri koli dan pecemaran pada tanah dan air tanah.

Disamping itu kategori kota dan desa yang dibedakan secara administratif akan berdampak pada institusi pengelolaan limbah cair. Pembagian ini sangat dikotomis dari sudut public utility, karena penerapan teknologi air limbah sangat ditentukan oleh unsur kepadatan penduduk.

Kasus desa-desa di Jawa dan perkampungan nelayan yang berkelompok tidak mungkin lagi menerapkan murni sistem onsite bagi sarana air limbahnya, setidaknya komunalisasi sistem sudah harus dilakukan, meskipun belum mengarah pada sistem off site secara murni. Jadi pengelolaan sistem air limbah ditinjau dari sudut demografi lebih melihat pada kategori perkotaan (urbanise area) dan perdesaan (remote area) dan bukan berdasarkan pembatasan administrasi.

Regionalisasi sistem pengelolaan limbah lebih melihat pada sisi ekonomis pelayanan, sebagai contoh untuk Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang melayani beberapa daerah administratif berdekatan, maka akan jauh lebih ekonomis daripada membuat sistem-sistem tersendiri secara skala kecil.

Berdasarkan data pencemaran pada 35 kota utama seperti yang disajikan pada Bab I, secara umum diperkirakan bahwa sesuai tingkat pengenceran rata-rata sungai yang melalui kota-kota tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap pertambahan 200.000 penduduk perkotaan akan meningkatkan kadar BOD pada badan air 1 ppm. Maka secara umum dapat arahan strategi penanganan sistem off site adalah sebagai berikut:

Berapa ppm BOD badan air akan diturunkan;

Setiap ppm penurunan tersebut dikalikan 200 ribu jiwa = total jiwa yang hendak ditangani dengan sistem off site;

Selanjutnya dipilihkan kawasan padat yang yang perlu diterapkan denan sistem tersebut; dan

Pilih skala penanganan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan finansial, dan tetapkan kawasan yang sesuai untuk pengolahan air limbah skala komunal, skala modul (sekitar 1000 KK) atau sekala kawasan.9.2.2.

Ekonomi

Aspek ekonomi juga merupakan hal yang akan menentukan dalam penentuan pemilihan sistem pengelolaan air limbah. Uraian terpenting pada aspek ini adalah terhadap sisi kelayakan secara ekonomis. Diantaranya trade off antara biaya sanitasi off-site dan sistem sanitasi on-site terjadi pada titik kepadatan sekitar 300 org/ha.

Maksimum net benefit-cost tercapai bila terjadi marginal fungsi benefit marginal fungsi cost = 0 atau pada simpangan terbesar antara dua fungsi tersebut. Artinya berapa besar biaya pencemaran yang diperlukan dibanding dengan keuntungan secara ekonomi yang diperoleh, antara lain dengan berkurangnya biaya pengobatan untuk penyakit yang ditularkan melalui air, turunnya biaya bahan kimia PDAM oleh turunnya BOD pada air bakunya.

Teknologi pengelolaan limbah yang digunakan untuk mencapai biaya effektif sangat tergantung pada tingkat objektivitas yang harus dicapai. Penerapan teknologi pengolahan air limbah tergantung dari standard efluen yang diperkenankan dan sampai tingkat mana kondisi lingkungan yang akan diperbaiki. Misalnya untuk kondisi sistem komunal mungkin effluan pada jangka menengah dapat diizinkan dibawah 100 ppm.

Pemilihan kapasitas sistem pengelolaan harus memenuhi skala ekonomi. Hal ini dimaksud bahwa sistem yang dibangun harus memberikan return optimal baik pengembalian secara ekonomis (benefit) maupau finansial. Dengan demikian jangan sampai cost/kapita dari satu sistem menjadi tinggi disebabkan oleh jumlah pelayanan yang tidak layak.

9.2.3.

SosialPenduduk pada suatu kawasan mempunyai tingkat sosial-ekonomi yang berbeda, sehingga akan sangat terkait dengan kemampuan membayar retribusi air limbah, dan hal ini akan sangat mempengaruhi dan berdampak secara teknis terhadap konsep sanitasi yang akan diterapkan. Kondisi sosial ini akan menjadi kompleks karena dana yang mampu dialokasikan oleh pemerintah sangat terbatas, sedangkan penerapan sistem cross subsidi untuk konteks penanganan air limbah tidak layak diterapkan secara kawasan. Karena, jika seseorang dikenakan pungutan atas jasa melebihi dari nilai jasa yang dia terima, maka orang tersebut dapat menolak, sedangkan dalam halnya sanitasi, maka akan ada alternatif lain, misalnya hotel dapat membuat individual treatment sendiri.

Kondisi sosial juga akan membedakan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Dibandingkan dengan negara maju, umumnya tingkat BOD per kapita per hari di Indonesia tidak terlalu tinggi karena masih sekitar antara 30 gram sampai dengan 40 gram. Jumlah ini akan berpengaruh terhadap beban organik pada suatu pengolahan limbah

Bila tingkat kesadaran pada masyarakat kurang mampu akan pentingnya sanitasi dan lingkungan bagi kesehatan, tentu akan mendorong mereka membentuk sistem sanitasi komunal. Maka untuk membangun kesadaran ini sangat diperlukan dorongan motivasi yang antara lain dengan mengeluarkan insentif sebagai stimulan.

9.2.4.

Lingkungan Iklim tropis sangat menolong pengolahan secara anaerob seperti septik tank Imhoff tank, kolam anerobik dan sebagainya. Jadi pengolahan anaerob merupakan suatu tahap yang penting dari seluruh rangkaian serial pengolahan limbah;

Intensitas hujan tropis yang tinggi akan memberikan run off yang sangat besar dibanding aliran air limbah, sehingga sistem sewer (saluran) terpisah antara air hujan dan air limbah permukiman akan relatif lebih ekonomis dan sehat, kecuali untuk kawasan-kawasan terbatas dapat diterapkan sistem interseptor;

Posisi bangunan sanitasi kawasan pasang surut harus memperhatikan muka air tertinggi, untuk sanitasi onsite penggunaan septik tank dengan upword flow yang disebut vertikal septik tank dapat diterapkan;

Kepadatan 100 org/ha memberikan dampak pencemaran cukup besar terhadap lingkungan maka kawasan-kawasan tertentu dengan masyarakat mampu dapat menerapkan sistem off site pada kawasan tersebut;

Untuk pengelolaan air limbah pada kawasan-kawasan dengan effluen yang dibuang ke danau dan waduk, selain harus memperhatikan kadar BOD/COD dan SS juga harus mengendalikan kadar nitrogen dan fosfor yang akan memicu pertumbuhan algea biru dan gulma yang akan menutupi permukaan air danau;

Kawasan perairan untuk wisata renang harus dijaga kadar COD tidak melebihi 5 ppm dan tidak mengandung logam berat; Jika tidak ada penetapan kuota pencemaran maka penetapan kualitas effluan hasil pengolahan limbah harus memperhitungkan kemampuan badan air penerima untuk natural purification bagi berlangsungnya kehidupan akuatik secara keseluruhan.9.2.5.

Teknis dan Kesehatan

Penanganan secara teknis air limbah dimaksud agar input hardware ((konstruksi), proses, output dan outcome memenuhi essensi kesehatan, diantaranya:

Jarak bidang resapan tangki septik dengan sumber air minum harus dijaga dengan jarak > 10 m untuk jenis tanah liat dan > 15 m untuk tanah berpasir;

Kepadatan 100 orang/ ha dengan menggunakan sanitasi setempat memberikan dampak kontaminasi bakteri coli yang cukup besar terhadap tanah dan air tanah. Jadi bagi pengguna sanitasi inidividual pada kawasan dengan kepadatan tersebut, penerapan anaerobic filter sebagai pengganti bidang resapan dan effluennya dapat dibuang ke saluran terbuka, atau secara komonitas menggunakan sistem off site sanitasi;

Air limbah dari toilet tidak boleh langsung dibuang ke perairan terbuka tanpa pengeraman (digesting) lebih dari 10 hari terlebih dahulu, dan lumpurnya harus ada pengeraman 3 minggu untuk digunakan di permukaan tanah (sebagai pupuk);

Hasil pengolahan limbah cair harus dibebaskan dari bakteri coli dengan proses maturasi atau menggunakan desinfektan. Dengan demikian setiap Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) harus dilengkapi salah satu dari kedua jenis sarana tersebut; Sebaiknya alat-alat saniter (WC, urinoir, kitchen zink, wash-basin dll) mnggunakan water trap (leher angsa) untuk mencegah bau dan serangga keluar dari pipa buangan ke peralatan tersebut. Penggunaan pipa pembuang udara (vent) pada sistem plumbing harus mencapai cieling (plafon) teratas.

9.3 SKENARIO TEKNIS KRITERIA PENYELENGGARAAN SISTEM SANITASI 9.3.1Asumsi Dasar

Dalam menyusun kriteria teknis air limbah, maka asumsi dasar perlu digunakan seperti telah disajikan pada bab sebelumnya yaitu :

Konsumsi air rata-rata yang digunakan pelanggan air minum sekitar 120 ltr/jiwa setiap hari dan air limbah yang dihasikan sekitar 80 % nya atau 100 ltr/jiwa hari.

BOD/capita : 11 gr (excreta) + 24 gr (air bekas) = 35 gr /hari

Setiap penambahan penduduk 200.000 orang pada satu kawasan akan meningkatkan 1 ppm BOD pada badan air

Kepadatan diatas 100 orang/ha untuk penggunaan sistem on-site akan memberikan dampak pencemaran yang sangat nyata terhadap air tanah dan air permukaan sekitarnya

20 ppm BOD pada badan air adalah tingkat pencemaran kritis utuk kehidupan akuatik .

Biaya investasi/kapita dan operasi pemeliharaan/ rumah tangga :

Kemampuan pendanaan/thn: pemerintah Rp 70 milyar, Pinjaman Rp 200 milyar, total daerah Rp 150 milyar dan total masyarakat Rp 220 milyar. Hal ini berdasarkan pengeluaran rata-rata sejak dekade 90 an

Kemampuan membayar untuk pelayanan sewerage sekitar 1/3 tagihan air minum atau 1% dari incame rumah tangga. Asumsi ini diambil dari tagihan untuk IPAL di Bandung, Banjarmasin , Balikpapan dan Medan.9.3.2.Alternatif PelayananBerdasarkan asumsi dasar di atas maka:

a. Penanganan sanitasi untuk on-site berbasis masyarakat dengan stimulan untuk masyarakat tidak mampu.b. Sedangkan penanganan off-site sampai dengan tahun 2015 didasarkan pilihan atas alternatif-alternatif sebagai berikut :

a. Menahan tingkat pencemaran badan air pada tingkat tahun 2000

b. Menahan tingkat pencemaran badan air dan menurunkan pencemaran sesuai baku mutu badan air (stream standard)

c. Menurunkan pencemaran hanya pada badan air yang strategis pada tingkat kemampuan pendanaan masyarakat dan pemerintah c. Alternatif yg kemungkinan sesuai dana tersedia adalah alternatif c.

d. Konsekwensinya penanganan sewerage hanya pada kota- kota besar saja.

9.3.3.Pemilihan sistem

Terdapat dua macam sistem dalam pengelolaan air limbah domestik/permukiman yaitu:

a. Sanitasi sistim setempat atau dikenal dengan sistem sanitasi on-site yaitu fasilitas sanitasi individual seperti septik tank atau cubluk

b. Sanitasi sistem off-site atau dikenal dengan istilah sistem terpusat atau sistem sewerage, yaitu sistem yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke IPAL.

Persyaratan untuk pemilihan sistem seperti dijelaskan di bawah ini :

1. Sistem on site diterapkan pada:

Kepadatan < 100 org/ha

Kepadatan > 100 org/ha sarana on site dilengkapi pengolahan tambahan seperti kontak media dengan atau tanpa aerasi

Jarak sumur dengan bidang resapan atau cubluk > 10 m

Instalasi pengolahan lumpur tinja minimal untuk melayani penduduk urban > 50.000 jiwa atau bergabung dengan kawasan urban lainnya

2. Sistem off site diterapkan pada kawasan

Kepadatan > 100 org/ha

Bagi kawasan berpenghasilan rendah dapat menggunakan sistem septik tank komunal (descentralised water treatment) dan pengaliran dengan konsep perpipaan shallow sewer. Dapat juga melalui sistem kota/modular bila ada subsidi tarif.

Bagi kawasan terbatas untuk pelayanan 5001000 sambungan rumah disarankan menggunakan basis modul. Sistem ini hanya menggunakan 2 atau 3 unit pengolahan limbah yg paralel.

9.3.4.Alternatif Teknologi Sanitasi Sistem On-Site

Pada sistem on site ada dua jenis sarana yang digunakan untuk menampung kotoran tinja manusia yaitu cubluk dan septik tank. Cubluk adalah lubang yang digali didalam tanah dengan diameter 1.5 m sedalam 2m dan bisanya diberi dinding batu kosong untuk memudahkan penyerapan air ke dalam tanah. Air dan kotoran dari kakus dialirkan ke dalam lubang ini.

Septik tank adalah bak di dalam tanah dari pasangan batu kedap air yang terdiri dari dua kompertemen yang dibatasi oleh sekat berlubang utuk meningkatkan effisiensi pengendapan. Bangunan septik tank dilengkapi bidang peresapan air. Air dan kotoran dari kakus dialirkan ke bak ini, dan kemudian terjadi proses pengendapan yang memisahkan antara lumpur dan cairan/supernatan. Air kemudian dialirkan ke bidang peresapan (terdiri dari batu kral dilapisi ijuk) untuk diresapkan ke dalam tanah. Lumpur kotoran pada septik tank berakumulasi sampai penuh (biasanya s/d 2 thn) untuk siap disedot oleh truk tinja dan dibawa ke Instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT).

Kriteria Pemakaian cubluk :

Mempunyai lahan pekarangan cukup (>500 m2)

Ditempatkan berjarak > 10 m dari sumber air

Kedalaman air tanah > 3 m

Dasar galian berjarak > 50 cm dari muka air tanah

Jenis tanah tidak mudah longsor

Digunakan diperumahan dengan kepadatan penduduk rendah di pedesaan

Diupayakan tidak dimasuki air hujan dan air permukaan

Ditutup agar tidak bau dan tidak dimasuki serangga (lalat&nyamuk)

Dihubungkan dgn kakus yg menggunakan leher angsa

Perencanaan lubang cubluk utk dapat menampung lumpur anggota rumah tangga dengan rate 30 ltr/org.thn

Lubang diuruk setelah penuh dan dibiarkan lumpur jadi kompos selama 0.5 tahun

Kompos dapat dikeluarkan dan kemudian dijadikan pupuk, dan kemudian lubang tersebut dapat dipergunakan kembali

Ketika lubang cubluk penuh dan menunggu proses pengkomposan, perlu disediakan cubluk cadangan/baru .

Penggunaan septik tank :

Pembuatannya memerlukan cukup pendanaan.

Dilengkapi dengan bidang resapan untuk meresapkan cairan supernatan yang keluar dari tangki septik.

Bagi kepadatan hunian dengan > 100 org/ha dan belum ada sistem sewerage dan sistem komunal, maka bidang resapan perlu digantikan dengan anaerobik bio filter.

Luas dan dalam bidang resapan tergantung permeabilitas tanahnya yg dilhitung dari hasil test perkulasi.

Bagi daerah yang muka air tanahnya tinggi (kawasan pasang surut) dianjurkan penggunaan septik- tank vertikal dan dilengkapi bio filter.

Kondisi air payau akan mempengaruhi degradasi bahan organik yang prosesnya lebih lambat, maka proses di septik tank dan bio-filter harus kedap terhadap air payau.Pengurasan tangki septik :

Menggunakan vakum-truck: artinya tangki yang dihubungkan ke tangki septik dengan pipa penyedot dan kompressor berfungsi menyedot udara dalam tangki, sehingga lumpur akan tersedot kedalam tangki yang tersedia pada truk.

Dinding tangki pada truk harus kuat terbuat dari plat baja yang cukup tebal untuk dapat menahan tekanan negatif.

Filter anaerobik (bio filter)

Bahan filter batu pecah ukuran 5 s/d 10 cm atau bahan yang mengapung 5c, s/d 15 cm yang diletakkan diatas plat beton yang berlubang

Perhitungan dimensi = 4- 5 kg COD/ m3 .hari.

Aliran vertikal dari bawah (naik) atau dari atas (turun)

9.3.5.Alternatif Teknologi Sanitasi Sistem Off -Site

Pengolahan sanitasi sistem off-site terutama bertujuan untuk menurunkan kadar pencemar didalam air buangan. Ada beberapa tingkat pengolahan yang umumnya dilakukan untuk mengolah air buangan agar tidak berbahaya bagi lingkungan dan dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu:1) Pengolahan berdasarkan unit operasi dan unit proses, dibedakan atas:

a. Pengolahan secara fisik

Merupakan proses pengolahan yang biasanya dilakukan dengan penyaringan, pemarutan, penghilangan bahan butiran dan padatan organik tersuspensi. Unit pengolahannya berupa sumur pengumpul, screen, mixer, bak pengendap dan filter.

b. Pengolahan secara biologis

Merupakan proses pengolahan melalui aktivitas mikroorganisme, misalnya bakteri dan ganggang. Pengolahan ini ditujukan untuk menghilangkan bahan organik yang dapat didegradasi dalam air buangan.

Pengolahan secara biologis dapat dibedakan menurut pemakaian oksigennya, yaitu:

proses aerobik, yaitu proses yang memerlukan oksigen, misalnya pada activated sludge, aerated lagoon, aerobic digester dan trickling filter.

Proses anaerobik, yaitu proses yang tidak memerlukan oksigen,misalnya pada anaerobic digestion, anaerobic filter dan anaerobic ponds.

Proses fakultatif, yaitu proses yang bisa berjalan dengan atau tanpa adanya oksigen, misalnya pada fakultative lagoon dan maturation ponds.

2) Pengolahan berdasarkan tingkatannya, yaitu:

a. Pengolahan Primer (Tahap I)

Merupakan proses pengolahan tahap awal yang biasanya berupa pengolahan secara Fisik.b. Pengolahan Sekunder (Tahap II)

Merupakan proses pengolahan tahap kedua yang biasanya merupakan gabungan antara proses kimia dan biologis, dimana pengolahan ini bertujuan utnuk mengurangi jumlah bahan organik di dalam air buangan.

c. Pengolahan Tersier (Tahap III)

Merupakan proses pengolahan lanjutan dari pengolahan sekunder yang bertujuan untuk menghilangkan konstituen yang tidak dapat dihilangkan dalam pengolahan sekunder, misalnya fosfor dan nitrogen.

Proses pengolahan air buangan menghasilkan lumpur yang umumnya mengandung 0,25% 12% padatan. Kandungan padatan ini tergantung dari unit operasi dan unit proses yang digunakan. Adapun tujuan pengolahan lumpur adalah: Mereduksi volume lumpur

Menjaga agar proses pembusukan yang terjadi tidak membahayakan

Memanfaatkan lumpur sebagai pupuk

Unit pengolahan lumpur antara lain; sludge thickener, sludge digester dan sludge drying bed. Diagram alir proses pengolahan merupakan kombinasi dari unit operasi dan unit proses.

Pemilihan unit operasi dan unit proses yang digunakan tergantung dari:

1) Pengalaman

2) Peraturan yang berlaku terhadap metoda pengolahan

3) Ketersediaan peralatan pengolahan

4) Pemanfaatan terhadap unit-unit yang sudah ada

5) Biaya investasi dan Operasional Pemeliharaan (O & M)

6) Karakteristik air limbah sebelum dan sesudah pengolahan

Terdapat beberapa alternatif pengolahan air buangan yang bisa dipilih sehubungan dengan beban pengolahan yang harus diolah sehingga dapat menghasilkan efluen yang sesuai dengan baku mutu air buangan yang telah ditentukan.

Sebelum menentukan pilihan alternatif, maka terlebih dahulu perlu diketahui dasar pemikiran pemilihan tersebut. Adapun kriteria dalam memilih unit pengolahan yang tepat adalah sebagai berikut:

1) Efisiensi pengolahan

Ditujukan agar efisiensi pengolahan menghasilkan efluen yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan untuk dibuang ke badan air atau dimanfaatkan kembali.2) Aspek teknis

a. Segi konstruksi

Menyangkut teknis pelaksanaan, tenaga ahli, kemudahan material konstruksi dan instalasi pembangunan.

b. Segi operasional dan pemeliharaan

Menyangkut tenaga ahli, kemudahan pengoperasian dan pemeliharaan instalasi.

3) Aspek ekonomis

Menyangkut masalah pembiayaan (finansial) dalam hal konstruksi, operasi dan pemeliharaan IPAL.

4) Aspek lingkungan

Kemungkinan terjadinya gangguan yang dirasakan oleh penduduk akibat adanya ketidak- seimbangan faktor ekologis.

Dari masing-masing tahap seri pengolahan terdapat beberapa alternatif unit-unit pengolahan untuk dipilih. Pemilihan unit-unit tersebut didasarkan atas:

Standar effluen yang diperkenankan

Nilai present value dari beberapa alternatif unit yang dipilih

Sedangkan nilai present value dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

1) Biaya investasi

2) Biaya tenaga listrik (power cost)

3) Biaya sumber daya manusia (SDM).

4) Biaya lahan (tanah) untuk lokasi IPAL.9.4PENGALIRAN AIR LIMBAH MELALUI PERPIPAAN 9.4.1.Pengertian

Sistem perpipaan pada pengaliran air limbah berfungsi untuk membawa air limbah dari satu tempat ketempat lain agar tidak terjadi pencemaran pada lingkungan sekitarnya.

Prinsip pengaliran air limbah pada umumnya adalah gravitasi tanpa tekanan, sehingga pola aliran adalah seperti pola aliran pada saluran terbuka. Dengan demikian ada bagian dari penampang pipa yang kosong. Pada umumnya perbandingan luas penampang basah dengan luas penampang pipa A adalah sebagai berikut :

Untuk pipa dengan diameter : < 150 mm ; a/A = 0,5 dan

Diameter >150 mm ; a/A = 0,7

Jaringan pipa dilengkapi lubang pemeliharaan (manhole) pada jarak-jarak tertentu dan pada pertemuan silangan pipa. Adapun jarak manhole harus disesuaikan dengan diameter pipanya.

Untuk jaringan pipa dengan diameter :

< 150 mm, jarak manhole 50 m

200 mm s/d 400 mm, jarak manhole 75 m

500 mm s/d 1000 mm, jarak manhole 100 m

> 1000 mm, maka jarak manhole maksimum 150 m sd 200 m

Jaringan pipa air buangan terdiri dari:

Pipa kolektor (lateral) sebagai pipa penerima air bungan dari rumah-rumah dialirkan ke pipa utama.

Pipa utama (main pipe) sebagai pipa penerima aliran dari pipa kolektor untuk disalurkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau ke trunk sewer Trunk sewer digunakan pada jaringan pelayanan air limbah yang luas (> 1000 ha) untuk menerima aliran dari pipa utama dan untuk dialirkan ke IPAL.

9.4.2.Fluktuasi pengaliran (flow rate)

Perlu diperhatikan pola kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air. Umumnya pemakaian maksimum air pada pagi dan sore hari, dan ada saat minimum yaitu umumnya pada larut malam. Besarnya fluktuasi aliran air limbah yang masuk ke pipa tergantung pada jumlah populasi di suatu kawasan. Besarnya fluktuasi terhadap aliran rata-rata adalah sebagai berikut:

Untuk pelayanan < 10.000 jiwa Q max/Qaverage = 4 s/d 3,5 dan Q min/Qaverage = 0,2 s/d 0.35

Untuk pelayanan antara 10.000 jiwa s/d 100.000 Q max/Qaverage = 3,5 s/d 2 dan Qmin/Qaverage = 0,35 s/d 0,55

Untuk pelayanan > 100.000 jiwa Q max/Q average = 2,0 s/d 1,5 dan Q min/Q average = 0,55 s/d 0,6

Rata-rata pemakaian air = 120 ltr/kapita dan air limbah yang masuk ke jaringan perpipaan (perpipaan 80 % nya atau kira-kira 100 ltr/ capita.hari)

Kecepatan aliran maksimum tergantung jenis pipa yang digunakan dan pada umumnya berkisar antara 2 m/det s/d 4 m/det. Kecepatan aliran minimum diharapkan menghindari terjadinya pengendapan dalam pipa, maka kecepatan aliran minimum harus > 0,6 m/det.

9.4.3.Pemilihan Alternatif Sistem Perpipaana. Conventional sewer digunakan pada:

Kawasan perdagangan daerah pendapatan tinggi

Pipa utama (main) dan trunk sewer (pipa transmissi)

Pipa untuk pelayanan > 200 SR atau areal pelayanan > 5 ha

Minimal pipa diameter 200 mm

Beberapa ketentuan yang perlu mendapat perhatian :

Kecepatan aliran dalam pipa harus minimal berada = > 0,6 m/det sehingga memerlukan kemiringan hydrolis yang lebih curam dengan demikian memerlukan galian penanaman pipa yang lebih dalam.

Kedalaman galian terbuka (open trench) tidak boleh lebih dari 6 meter. Galian dengan kedalaman > dari 1,5 m

Galian pada tanah pasir atau tanah dengan air tanah tinggi pada saat penggalian harus dilengkapi turap penahan longsor (trench protection). Untuk penanaman pipa > 6m diusahakan dengan metode pipe jacking atau micro tunnelling. b. Shallow sewer, dengan kriteria sebagai berikut:

Digunakan untuk penduduk kepadatan tinggi > 200 jiwa/ha agar jumlah volume air cukup untuk self cleansing,

Pada kawasan berpenghasilan rendah.

Diameter pipa minimal 150 mm

Maximum genangan air 0.8 diameter pipa dan minimum 0.2 diameter pipa

Hydrolic gradient minimum= 0.006

Kedalaman penanaman pipa minimum 0.4 m

Penggunaan shallow sewer dikembangkan atas dasar system pengaliran yang mengandalkan penggelontoran pada penggunaan air saat pemakaian puncak, Sehingga memerlukan kemiringan hidrolis yang lebih landai dari sistem konvensional. Perencanaan aliran debit minimum hanya 0,3 s/d 0,4 m/det. Sistem ini sebaiknya dilengkapi dengan sarana air penggelontor/pembilas yang disadap dari saluran drainase.

Sedangkan manhole yang digunakan hanya berupa pipa yang dihubungkan vertical dengan pipa sewer dengan Tee Y. yang memungkinkan selang water jet dapat dimasukkan. Kecuali pada pertemuan silang pipa, maka manhole yang digunakan harus sejenis manhole yang digunakan pada sistem konvensional.

c. Small bore sewerKriteria yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

Pipa hanya menerima effluen dari tangki septik (tidak termasuk lumpurnya) dan air bekas mandi dan cuci

Keberadaan tangki septik harus dipertahankan

Diameter pipa minimum 100 mm

Kedalaman renang minimum 0.8 diameter dan maksimum 0.8 diameter

Hydrolic gradient minimum 0.005

Sistem ini diterapkan pada kawasan yang sudah jelas atau establish dengan tangki septik, dan dipilih untuk menghidari pembongkaran lantai rumah untuk memindahkan pipa kakus - septic tank menjadi pipa kakus - sewer. Sedangkan pipa air bekas bisa langsung disadap ke sewer pada ujung tumpahnya (out fall) ke saluran drainase.

d. Penyadapan Air Limbah Dari Saluran Drainase (Interseptor)

Kriteria yang digunakan adalah:

Saluran drainase tertutup digunakan sebagai kolektor air limbah dari rumah rumah

Keberadaan septic tank harus dipertahankan

Penyadapan dilengkapi bak penangkap pasir dan saringan sampah sebelum masuk pipa utama

Penyadapan maksimum dari saluran drainase yg melayani untuk 100 rumah

Pada jangka panjang saluran drainase sebagai kolektor air limbah diganti dengan pipa. Air yang disadap dari saluran drainase adalah air limbah saja (dray weather flow). Jadi jika saluran drainase melebihi daya tampung penyadapan, maka air akan lolos menuju badan air. Perbandingan debit aliran air hujan dengan air buangan sangat besar =( 100 : 5), sehingga memerlukan saluran kecil untuk dray weather flow agar lancar pada saat kemarau dan menghindari terjadinya endapan. Referensi:

Kriteria Teknis Air Limbah, Departemen PUAkses ke

P&S

100%

Tak terditeksi

25,98%

Perkotaan

37,53%

Perdesaan

36,50%

Tanpa diolah 8,16%

On-site 28,10%

Off-site 1,36%

Tanpa diolah 14,54%

On-site 21,96%

Off-site 0%

Sewerage < 100 org/ha= US$150-200

100 org/ha < sewerage